Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH JENIS FILLER TERHADAP NILAI
KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO STAINLESS
STEEL AISI 304 PADA PROSES PENGERJAAN LAS
TIG
Skripsi
diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik Program Studi Teknik Mesin
oleh
Aldona Dwi Fitrianto
NIM.5212412015
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
i
PENGARUH JENIS FILLER TERHADAP NILAI
KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO STAINLESS
STEEL AISI 304 PADA PROSES PENGERJAAN LAS
TIG
Skripsi
diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik Program Studi Teknik Mesin
oleh
Aldona Dwi Fitrianto
NIM.5212412015
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Nama : Aldona Dwi Fitrianto
NIM : 5212412015
Program Studi : Teknik Mesin
Judul : Pengaruh jenis filler terhadap nilai kekerasan dan struktur mikro
stainless steel AISI 304 pada proses pengerjaan las TIG
Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian
Skripsi Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri
Semarang.
Semarang, 20 agustus 2019
Pembimbing,
Dr. Ir. Rahmat Doni Widodo, ST, MT. IPP.
NIP. 197509272006041002
iii
PENGESAHAN
Skripsi dengan judul Pengaruh jenis filler terhadap nilai kekerasan dan struktur
mikro stainless steel AISI 304 pada proses pengerjaan las TIG telah dipertahankan
di depan sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Teknik UNNES pada tanggal 21
agustus 2019.
Oleh
Nama : Aldona Dwi Fitrianto
NIM : 5212412015
Program Studi : Teknik Mesin
Panitia
Ketua Panitia
Rusiyanto, S.Pd., M.T.
NIP. 197403211999031002
Sekretaris
Samsudin Anis, S.T., M.T., Ph.D.
NIP. 197601012003121002
Penguji 1
Rusiyanto, S.Pd., M.T.
NIP. 197403211999031002
Penguji 2
Kriswanto, S.Pd. M.T.
NIP. 198609032015041001
Penguji 3 / pembimbing
Dr. Ir. Rahmat Doni Widodo, ST,
MT. IPP.
NIP. 197509272006041002
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Teknik
Dr. Nur Qudus, M.T.,IPM.
NIP. 196911301994031001
iv
PERNYATAAN KEASLIAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar
akademik sarjana, baik di Universitas Negeri Semarang (UNNES) maupun
di perguruan tinggi lain.
2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri,
tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Pembimbing dan masukan Tim
Penguji.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis
atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas
dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama
pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka
saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang
telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma
yang berlaku di peruguruan tinggi ini.
Semarang, 23 agustus 2019
Yang membuat pernyataan
Aldona Dwi Fitrianto
NIM 5212412015
v
MOTTO
Amalan yang lebih dicintai Allah adalah amalan yang terus-menerus dilakukan
walaupun sedikit.
-Nabi Muhammad S.A.W-
Kamu boleh kok tunjukan pada dunia semua gagasan dan ide kreatif dalam dirimu.
Tapi kamu harus punya aturan, idealisme, batasan, moral, empati dan Tuhan yang
kamu yakini.
-Fitrianto Dwi Aldona-
Rahasia kesuksesan adalah melakukan hal yang biasa secara tak biasa.
-John D. Rockefeller jr-
vi
RINGKASAN
Fitrianto, Aldona dwi. 2019. Pengaruh jenis filler terhadap nilai kekerasan dan
struktur mikro stainless steel AISI 304 pada proses pengerjaan las TIG. Skripsi
Jurusan Teknik Mesin. Fakultas Teknik. Universitas Negeri Semarang. Dr. Ir.
Rahmat Doni Widodo, ST, MT. IPP.
Kata Kunci: Las TIG, Filler, Uji kekerasan, AISI 304, Struktur Mikro
Penelitian ini bertujuan mengetahui nilai kekerasan dan struktur mikro hasil
lasan sambungan las TIG pada stainless steel AISI 304 dengan penggunaan variasi
jenis filler. Metode yang digunakan adalah metode eksperimental untuk
membuktikan adanya perbedaan nilai kekerasan dan struktur mikro, yang
dihasilkan dari pengelasan TIG dengan memvariasikan penggunaan jenis filler ER
309 L dan ER 316 L pada penelitian stainless steel AISI 304. Data hasil penelitian
dianalisis secara deskriptif yang ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik.
Hasil penelitian membuktikan ada perbedaan nilai kekerasan dan struktur
mikro yang dihasilkan oleh variasi filler. Nilai kekerasan maksimal dihasilkan pada
penggunaan filler ER 309 L dengan nilai kekerasan rata-rata 410,32 kgf/mm2. Nilai
kekerasan terendah dihasilkan pada penggunaan filler ER 316 L dengan nilai
kekerasan rata-rata 397,78 kgf/mm2. Spesimen dengan filler ER 309 L struktur
mikro logam lasan memiliki butiran karbida cr yang kecil mengakibatkan nilai
kekerasannya meningkat signifikan dari pada spesimen dengan filler ER 316 L.
vii
PRAKATA
Segala Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa
melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada kita, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh jenis filler terhadap nilai
kekerasan dan struktur mikro stainless steel AISI 304 pada proses pengerjaan
las TIG.” Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan meraih gelar Sarjana
Teknik pada Program Studi Teknik Mesin, Universitas Negeri Semarang. Shalawat
dan salam disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, mudah-mudahan kita
semua mendapatkan syafaatNya di yaumil akhir nanti, Amin.
Penyelesaian karya tulis ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh
karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih serta
penghargaam kepada :
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, Rektor Universitas Negeri Semarang atas
kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menempuh studi di
Universitas Negeri Semarang.
2. Dr. Nur Qudus, M.T.,IPM. Dekan Fakultas Teknik, Rusiyanto, S.Pd. M.T.,
Ketua Jurusan Teknik Mesin, dan Samsudin Anis S.T., M.T.Ph.D. Koordinator
Prodi Teknik Mesin S1 atas fasilitas yang disediakan bagi mahasiswa.
3. Dr. Ir. Rahmat Doni Widodo, ST, MT. IPP. Dosen Pembimbing yang telah
meluangkan waktu dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan
skripsi ini.
viii
4. Rusiyanto, S.Pd. M.T. dan Kriswanto, S.Pd. M.T. Dosen penguji yang telah
memberikan waktunya dalam sidang ujian skripsi ini.
5. Semua dosen Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri
Semarang yang telah memberi bekal pengetahuan yang berharga.
6. Ayah, Ibu, Saudara dan Teman - teman yang selalu memberikan dukungan dan
doa.
7. Keluarga besar mahasiswa Teknik Mesin 2012 yang selalu memberikan
semangat.
8. Berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan proposal skripsi ini
yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis berharap semoga karya tulis berupa
skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada
umumnya. Penulis menyadari akan adanya kesalahan dan kekurangan. Untuk itu
saran dan kritik sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini.
Semarang, 21 Agustus 2019
Penulis
ix
DAFTAR ISI
JUDUL DALAM ............................................................................................ i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ..................... iv
MOTTO .......................................................................................................... v
RINGKASAN ................................................................................................. vi
PRAKATA ...................................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................. ix
DAFTAR LAMBANG ................................................................................... xii
DAFTAR TABEL........................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
1.2 Identifikasi Masalah ........................................................................ 3
1.3 Pembatasan Masalah ....................................................................... 4
1.4 Rumusan Masalah ........................................................................... 4
1.5 Tujuan Penelitan .............................................................................. 4
1.6 Manfaat Penelitian ........................................................................... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI .......................... 6
2.1 Kajian Pustaka ................................................................................. 6
2.2 Landasan Teori ................................................................................ 11
2.2.1 Logam .......................................................................................... 11
2.2.2 Stainless steel ............................................................................... 12
2.2.3 Stainless steel AISI 304 ................................................................ 13
2.2.4 Pengelasan .................................................................................... 14
2.2.5 Tungsten inert Gas (TIG) ........................................................... 15
2.2.6 Kampuh las .................................................................................. 19
x
2.2.7 Filler .............................................................................................. 23
2.2.8 Heat Affected Zone (HAZ) .......................................................... 25
2.2.9 Uji Kekerasan (Hardness Test) ................................................... 30
2.2.10 Struktur Mikro .......................................................................... 36
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 39
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan .................................................... 39
3.2 Desain Penelitian .............................................................................. 40
3.2.1 Diagram Alir Penelitian .............................................................. 41
3.2.2 Prosedur Penelitian ..................................................................... 42
3.2.3 Proses Penelitian .......................................................................... 43
3.3 Alat dan Bahan Penelitian .............................................................. 44
3.3.1 Alat Penelitian ............................................................................. 44
3.3.2 Bahan Penelitian ......................................................................... 49
3.4 Parameter Penelitian ....................................................................... 50
3.5 Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 54
3.5.1 Data Primer .................................................................................. 54
3.5.2 Data Sekunder .............................................................................. 54
3.5.3 Pengumpulan Data Tertulis ........................................................ 54
3.6 Kalibrasi Instrumen ......................................................................... 55
3.7 Teknik Analisis Data ........................................................................ 55
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................... 57
4.1 Deskripsi Data ................................................................................... 57
4.2.1 Data Hasil Pengujian Komposisi ................................................ 57
4.2.2 Data Hasil Pengujian Kekerasan Vickers .................................. 58
4.2.3 Data Hasil Pengamatan Struktur Mikro ................................... 60
4.2 Analisis Data ...................................................................................... 62
4.2.1 Analisis Data Pengujian Kekerasan Vickers ............................. 63
4.2.2 Analisis Data Pengamatan Struktur Mikro .............................. 66
4.3 Pembahasan ....................................................................................... 68
4.3.1 Kekerasan Vickers........................................................................ 68
xi
4.3.2 Struktur Mikro ............................................................................ 69
BAB V. PENUTUP ......................................................................................... 71
5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 71
5.2 Saran ................................................................................................. 71
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 73
LAMPIRAN .................................................................................................... 75
xii
DAFTAR LAMBANG
Lambang Arti
HV Nilai kekerasan Vickers (𝑘𝑔
𝑚𝑚2)
A Luas Permukaan jejak (mm)
P Beban yang digunakan (kg)
d Diameter diagonal rata-rata (mm)
θ Sudut antara permukaan intan yang berlawanan (136°)
TH Rata-rata kekerasan
(ℎ1−ℎ0) Kedalaman penekan
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Komposisi stainless steel AISI 304 ................................................ 13
Tabel 2.2. Penggunaan Las TIG untuk Beberapa Logam ................................ 18
Tabel 2.3. Kampuh Las .................................................................................... 19
Tabel 2.4. Besar Arus untuk Beberapa Diameter Logam Pengisi.................... 22
Tabel 3.1. Rincian Kebutuhan Spesimen Dari Hasil Pemotongan Bahan
Untuk Benda Kerja .......................................................................... 38
Tabel 3.2. Data Hasil uji vickers Pada Material AISI 304............................... 50
Tabel 3.3. Data Hasil Foto Mikro Pada Material AISI 304 ............................. 50
Tabel 4.1. Komposisi kimia dari stainless steel AISI 304 ............................... 50
Tabel 4.2. Nilai kekerasan vickers pengelasan dengan filler ER 309 L ........... 50
Tabel 4.3. Nilai kekerasan vickers pengelasan dengan filler ER 316 L ........... 50
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Perubahan Sifat Fisis pada Sambungan Las Cair ...................... 14
Gambar 2.2. Skema Las TIG .......................................................................... 16
Gambar 2.3. Bentuk Kampuh V ..................................................................... 20
Gambar 2.4. Transformasi fasa pada logam hasil lasan ................................. 23
Gambar 2.5. Kerucut Intan Dengan Besar Sudut 120º ................................... 25
Gambar 2.6. Parameter-Parameter Dasar Pengujian Brinell .......................... 26
Gambar 2.7. Prinsip Pengukuran Kekerasan Vikers ....................................... 29
Gambar 2.8. Tipe-Tipe Lekukan Piramida Intan............................................ 30
Gambar 2.9. Diagram Struktur dari Baja Tahan Karat yang Dideposisikan .. 34
Gambar 3.1. Diagram alir pelaksanaan penelitian.......................................... 37
Gambar 3.2. Spesimen penelitian ................................................................... 39
Gambar 3.3. Spesimen Pengujian Komposisi ................................................ 41
Gambar 3.4. Jangka sorong ............................................................................ 45
Gambar 3.5. Mesin Sekrap ............................................................................. 45
Gambar 3.6. Alat polishing ............................................................................ 46
Gambar 3.7. Alat penguji komposisi .............................................................. 47
Gambar 3.8. Las TIG ...................................................................................... 47
Gambar 3.9. Alat uji struktur mikro ............................................................... 48
Gambar 3.10 Alat Uji Vickers ......................................................................... 49
Gambar 3.11. Stainless steel AISI 304 ............................................................. 49
Gambar 3.12. Filler ER 309 L dan ER 316 L .................................................. 49
Gambar 3.13. Layar alat uji Kekerasan Vickers ............................................... 52
Gambar 4.1. Struktur Mikro Filler ER 309 .................................................... 59
Gambar 4.2. Struktur Mikro Filler ER 316 .................................................... 59
Gambar 4.3. Grafik nilai kekerasan ER 309 L ............................................... 61
Gambar 4.4. Grafik nilai kekerasan ER 316 L ............................................... 62
xv
Gambar 4.5. Grafik nilai kekerasan ER 309 L dan ER 316 L ......................... 63
Gambar 4.6. Struktur Mikro Filler ER 309 dan penjelasan ............................ 65
Gambar 4.7. Struktur Mikro Filler ER 316 dan penjelasan ............................ 66
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat ijin penelitian di Lab. Teknik Mesin FT UNNES .............. 75
Lampiran 2. Hasil uji komposisi kimia stainless steel AISI 304 ..................... 76
Lampiran 3. Sertifikat Las................................................................................ 77
Lampiran 4. Foto-Foto Kegiatan Penelitian ..................................................... 78
Lampiran 5. Hasil perhitungan pengujian kekerasan ....................................... 80
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Logam adalah suatu bahan atau material yang sering digunakan sebagai bahan
dasar pembuatan alat dalam dunia industri. Hal itu disebabkan karena sifat logam
yang mudah di lapisi dengan campuran material lain seperti kromium dan fe.
Paduan antara logam, kromium dan fe disebut dengan logam stainlees steel.
Merupakan logam tahan karat yang banyak digunakan dalam dunia teknik,
misalnya digunakan untuk konstruksi bangunan, mesin perkakas, dan lain-lain.
Menurut Sumarji (2011 :2) “Logam stainless steel adalah jenis logam tahan karat
dengan persentase Cr 11,5 % dan fe kurang dari 50%. Stainless steel memiliki sifat
tidak mudah terkorosi sebagaimana logam baja lain. Stainless steel memiliki
persentase jumlah krom yang memadai sehingga akan membentuk suatu lapisan
pasif kromium oksida yang akan mencegah terjadinya korosi lebih lanjut”.
Stainless steel AISI (American Iron Steel Institue) 304 termasuk baja tahan
karat austenitik yang biasa digunakan secara ekstensif dalam dunia industri, seperti
industri petrokimia, pembangkit listrik termal, boiler, bejana tekan, alat konstruksi,
dan peralatan medis (Susanto dkk, 2012). Pertimbangan pemilihan Stainless steel
AISI 304 karena baja jenis ini banyak terdapat atau mudah ditemukan pasaran serta
lebih fleksibel ketika dibentuk. Khususnya untuk kontruksi bejana tekan (pressure
vessel) yang banyak menggunakan Stainless steel AISI 304.
Pengelasan yang baik dapat digunakan untuk pembuatan kontruksi bejana
tekan yang memiliki gas atau cairan bertekanan. Pengelasan menurut Sutowo dan
2
Budiawan, (2008 :46) dapat diartikan ”sebagai suatu ikatan metalurgi pada
sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan saat logam dalam keadaan
cair. Pada sambungan konstruksi permesinan, terdapat banyak teknik pengelasan.
Karena dengan menggunakan teknik pengelasan sambungan menjadi lebih ringan
dan lebih sederhana dalam pembuatannya.”
Salah satu jenis pengelasan adalah TIG (Tungsten Inert Gas) atau disebut juga
GTAW (Gas Tungsten Arc Welding). Menurut Budiyanto, dkk (2017 :54) ”jenis
pengelasan yang menggunakan panas dari nyala pijar yang terbentuk antara
elektroda tungsten yang tidak terumpan dengan menggunakan gas mulia sebagai
pelindung terhadap pengaruh luar pada saat proses pengelasan. Elektroda las
menggunakan batang wolfram yang dapat menghasilkan busur listrik tanpa ikut
mencair.” Metode las TIG menggunakan gas argon sebagai gas pelindung dapat
diaplikasikan pada pengelasan bejana tekan. Spesifikasi material yang dibutuhkan
untuk pembuatan bejana tekan antara lain tahan terhadap tekanan tinggi, temperatur
tinggi, korosi, serta memiliki ketangguhan dan keuletan yang tinggi.
Penggunaan logam pengisi adalah salah satu bagian terpenting sebelum
proses pengelasan dimulai, terdapat bahan tambah las atau filler rod Menurut
Budiyanto, dkk (2017 :57) ”Merupakan logam pengisi kampuh las (filler metal)
pada proses las GTAW atau TIG. Pemilihan bahan tambah TIG tergantung dari
logam dasar (base metal) yang akan dilas. Filler rod dibuat dari logam yang
komposisinya lebih unggul dibanding logam dasar. Mengingat dalam proses
pengelasan ada beberapa unsur logam yang berkurang atau berubah strukturnya
berdampak pada pengurangan sifat-sifat mekanik logam, sehingga logam filler
3
harus dibuat komposisinya lebih unggul agar mampu mengatasi dampak-dampak
tersebut.”
Proses pengelasan mempengaruhi struktur logam, daerah yang mengalami
perubahan struktur akibat pemanasan disebut daerah pengaruh panas atau Heat
affected Zone (HAZ). Proses terjadinya HAZ terjadi di logam dasar yang
bersebelahan dengan logam las yang selama proses pengelasan mengalami siklus
termal pemanasan dan pendinginan cepat sehingga daerah ini yang paling kritis dari
sambungan las.
Pengujian yang digunakan adalah pengujian kekerasan, untuk mengetahui
nilai kekerasan terhadap pengelasan TIG pada stainless steel AISI 304. Pemilihan
bahan penelitian yang digunakan pengujian kekerasan suatu material menurut
Dahlan, (2000 :52) "Nilai kekerasan berkaitan dengan kekuatan luluh atau tarik
logam. Hal ini disebabkan selama indentasi (penjejakan) logam mengalami
deformasi sehingga terjadi regangan dengan persentase tertentu. Nilai kekerasan
Vickers didefinisikan sama dengan beban dibagi luas jejak piramida (indentor)
dalam kg/mm2 dan besarnya kurang lebih TIGa kali besar tegangan luluh untuk
logam-logam yang tidak mengalami pengerjaan pengelasan.”
Penelitian ini dilakukan pengamatan struktur mikro, untuk mengetahui
komposisi bahan uji. Menurut Mohruni dan Kembaren (2013 :3) ”Struktur mikro
adalah struktur terkecil yang terdapat dalam suatu bahan yang keberadaannya tidak
dapat dilihat dengan mata telanjang, tetapi harus menggunakan alat pengamat
struktur mikro.” Struktur mikro yang terbentuk saat proses pengelasan pada logam
ditentukan oleh pendinginan selama pengelasan.
4
Berdasarkan uraian atau penjelasan di atas, maka diadakan penelitian tentang
“Pengaruh jenis filler terhadap nilai kekerasan dan struktur mikro stainless steel
AISI 304 pada proses pengerjaan las TIG.” Untuk mengetahui nilai kekerasan dan
struktur mikro yang terbentuk pada masing-masing daerah logam induk, daerah
HAZ, dan daerah pengelasan.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan dari uraian latar belakang di atas dapat dijelaskan identifikasi
masalah yang ditemukan, yaitu :
1. Pemilihan jenis filler berpengaruh terhadap kekuatan hasil pengelasan. Bahan
tambah filler memiliki material yang berbeda-beda sehingga berpengaruh
terhadap kuat atau tidaknya sambungan las.
2. Pemilihan bahan uji atau spesimen yang digunakan berpengaruh terhadap hasil
akhir bahan uji.
3. Pengujian dalam penelitian ini untuk mengetahui nilai kekerasan pada bahan uji
atau spesimen.
4. Pengamatan bahan uji untuk mengetahui komposisi pada spesimen.
1.3 Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah di atas dapat dijelaskan batasan masalah, yaitu:
1. Logam pengisi (filler) yang digunakan adalah ER 309 L dan ER 316 L.
2. Bahan yang digunakan adalah stainless steel AISI 304.
3. Pengujian vickers untuk mengetahui nilai kekerasan stainless steel AISI 304
pada pengelasan TIG menggunakan ER 309 L dan ER 316 L.
5
4. Pengamatan struktur mikro untuk mengetahui komposisi stainless steel AISI 304
pada pengelasan TIG menggunakan ER 309 L dan ER 316 L.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pembatasan masalah di atas, permasalahan yang menjadi
fokus pada penelitian ini, yaitu :
1. Bagaimana pengaruh proses pengelasan TIG menggunakan filler ER 309 L dan
ER 316 L terhadap nilai kekerasan pada stainless steel AISI 304 ?
2. Bagaimana pengaruh proses pengelasan TIG menggunakan filler ER 309 L dan
ER 316 L terhadap struktur mikro pada stainless steel AISI 304 ?
1.5 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan :
1. Menganalisa pengaruh proses pengelasan TIG menggunakan filler ER 309 L dan
ER 316 L terhadap nilai kekerasan pada stainless steel AISI 304.
2. Menganalisa pengaruh proses pengelasan TIG menggunakan filler ER 309 L dan
ER 316 L terhadap struktur mikro pada stainless steel AISI 304.
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini, antara lain sebagai berikut:
1. Memberikan data tentang nilai kekerasan pada stainless steel AISI 304 setelah
mengalami proses pengelasan TIG dengan variasi penggunaan filler ER 309 L
dan ER 316 L.
2. Memberikan data tentang perubahan struktur mikro pada stainless steel AISI 304
setelah proses pengelasan TIG dengan variasi penggunaan filler ER 309 L dan
ER 316 L.
6
3. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi rujukan dan wawasan bagi
peneliti.
4. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi rekomendasi bagi industri dan
peneliti berikutnya
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
Penelitian tentang pengujian sifat fisis dan mekanis sambungan lasan telah
banyak dilakukan, dari literatur yang telah penulis baca terdapat berbagai penelitian
mengenai pengelasan busur listrik yang relevan dengan penelitian yang dilakukan.
Beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya antara lain :
Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Suastiyanti dan Hasybi (2018) dalam
penelitian yang berjudul “Kekerasan Hasil Pengelasan TIG dan SMAW pada
Stainless Steel AISI 304 untuk Aplikasi Boiler Shell” dikemukakan bahwa Nilai
kekerasan Vickers pada weldmetal metode pengelasan SMAW lebih besar daripada
metode pengelasan TIG disebabkan oleh struktur dendritic yang lebih dominan
pada metode SMAW. Untuk aplikasi pada boiler shell direkomendasikan metode
pengelasan TIG mengingat kualitasnya yang lebih baik karena menggunakan gas
argon sebagai gas pelindung.
Penelitian yang dilakukan oleh Budiyanto dkk, (2017) dengan judul
“Pengaruh diameter filler dan arus pada pengelasan TIG terhadap kekuatan tarik
dan struktur mikro pada baja karbon rendah” dapat disimpulkan bahwa Untuk
pengujian struktur mikro terdapat perubahan ukuran dan jumlah ferit di daerah HAZ
pada proses pengelasan mengunakan diameter filler 1,6 mm dengan kuat arus 80 A,
100 A dan 120 A. Dimana semakin besar arus pengelasan yang dipakai, semakin
besar panas yang diberikan dan yang diserap oleh bahan yang sangat mempengarui
ukuran dan jumlah ferit pada daerah HAZ.
8
Penelitian yang dilakukan oleh Nnuka dan Okuni (2015) dengan judul “Effect
of Welding Current and Filler Metal Types on Percent Elongation of GTAW
Austenitic Stainless Steel Weld Joints” disimpulkan bahwa Pengaruh arus
pengelasan dan jenis filler pada persentase pemanjangan dari stainless steel 304L
menggunakan filler ER 308 L, ER 309 L dan ER 316 L dengan arus antara 91-95
ampere. Setelah meninjau hasil yang diperoleh dari percobaan kesimpulan
diketahui bahwa filler jenis ER 308 L mencatat nilai tertinggi untuk semua arus
pengelasan.
Penelitian yang dilakukan oleh Mamat dkk, (2014) dengan judul “Effect of
Filler Metals on the Microstructures and Mechanical Properties of Dissimilar Low
Carbon Steel and 316L Stainless Steel Welded Joints” disimpulkan bahwa ada
struktur dua fase yang berisi dendritik dan interdendritik di area logam dasar dan
filler 316 L. Struktur mikro logam dasar baja karbon rendah logam sisi dan pengisi
termasuk ferit primer dengan beberapa austenit pada akhir pemadatan yang
mengandung kerangka ferit.
Penelitian yang dilakukan oleh Aisyah (2011) dengan judul “Perubahan
struktur mikro dan sifat mekanik pada pengelasan drum baja karbon wadah limbah
radioaktif”. Dari hasil penelitiannya diperoleh perubahan struktur mikro terutama
terjadi pada Heat Affected Zone (HAZ) dan daerah las. Pada HAZ terbentuk struktur
bainite yang merupakan agregat ferrite dan cementite yang keras karena
mengandung karbon. Namun demikian, saat pengelasan HAZ mengalami
pemanasan dan pendinginan yang lambat sehingga terjadi pertumbuhan butir.
Terbentuknya butir yang besar pada HAZ menjadikan daerah ini memiliki
9
kekerasan yang lebih rendah dibandingkan dengan daerah las. Struktur mikro
daerah las terdiri dari struktur widmanstatten yang kasar dan daerah las merupakan
daerah yang paling keras dan getas.
Penelitian yang dilakukan oleh Sihombing (2002) dengan judul “Penentuan
Kekerasan dan Struktur Mikro Sambungan Las Baja Karbon Rendah Akibat
Perlakuan Las Titik”. Hasil penelitianya, pengujian kekerasan memperlihatkan,
bahwa semakin besar arus listrik, waktu las dan gaya elektroda, maka kekerasan
logam makin besar terutama pada bagian logam las. Persamaan penelitian yang
dilakukan Sihombing dengan peneliti adalah pengujian yang dilakukan dengan
mengamati struktur mikro dan uji kekerasan vickers.
Penelitian yang dilakukan oleh Sutrimo (2011) dengan judul ”Pengaruh
masukan panas terhadap struktur mikro dan sifat mekanik pada pengelasan busur
rendam baja karbon AISI 1020”. Pengujian yang dilakukan meliputi pengamatan
mikro struktur yang terbentuk diuji dengan mikroskop optik dan scanning electron
microscope (SEM), uji kekerasan, uji tarik dan uji impak. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa logam las dengan masukkan panas 2 Kj/mm mempunyai
jumlah prosentase struktur ferit acicular lebih besar dari pada grain boundary
ferrite dan widmanstatten ferrite, sehingga dapat meningkatkan sifat mekanik pada
logam las.
Penelitian yang dilakukan oleh Nurbanasari, dkk (2014), dengan judul
“pengaruh parameter post weld heat treatment terhadap sifat mekanik lasan
dissimilar metal dan AISI 304” jenis logam yang digunakan adalah baja karbon
sedang pengelasan Sub Merge Arc Welding (SMAW). Pemanasan pada temperatur
10
1100°C menyebabkan terjadinya pelarutan karbida yang dapat memberikan
penguatan dan peningkatan harga kekerasan pada matriks, hasil ini memberikan
efek yang lebih dominan sehingga terjadi penurunan harga kekerasan. Efek
penahanan waktu pada temperatur pemanasan juga memberikan dampak terhadap
harga kekerasan, dimana waktu tahan 9 jam.
Penelitian yang dilakukan oleh Mohruni dan Kembaren (2013) dengan judul
“pengaruh variasi kecepatan dan kuat arus terhadap kekerasan, Kekuatan tarik,
struktur mikro baja karbon” menyimpulkan bahwa VHN rata-rata tertinggi terjadi
pada pengelasan dengan kuat arus 80 A dengan kecepatan pengelasan 0,35 cm/detik
dengan kuat arus 100 A dengan kecepatan pengelasan 0,37 cm/detik. Sementara
pada uji tarik Kekuatan tarik tertinggi terdapat pada spesimen dilas dengan kuat
arus 80 A dan kecepatan 0,15 cm/detik. Berdasarkan hasil ini dapat dilihat besar
kuat arus dan kecepatan pengelasan berpengaruh pada kekerasan dan Kekuatan
tarik. Nilai kekerasan akan cenderung semakin tinggi jika besar kuat arus yang
digunakan rendah dan kecepatan las yang digunakan semakin cepat.
Penelitian yang dilakukan oleh Bhavsar dan Patel (2016) dengan judul
“Influence of Process Parameters of TIG Welding Process on Mechanical
Properties of SS 304L Welded Joint” dikemukakan bahwa variasi amper 150 A,
kampuh V dan U dan Filler ER 304 L digunakan untuk mengelas plat stainless steel
304 L dengan tebal 6 mm, maka kekuatan impak dan kekerasan tertinggi dapat
dicapai yang cocok dengan hasil percobaan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa
kisaran 150 A, batang pengisi ER 304 L dan desain kampuh V dan U adalah
11
parameter terbaik untuk mencapai respons yang ditingkatkan seperti kekuatan
impak, kekerasan dan rasio aspek.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Logam
Logam adalah unsur kimia yang mempunyai sifat-sifat kuat, liat, keras,
penghantar listrik dan panas, serta mempunyai titik cair tinggi. Logam umumnya
liat yaitu dapat ditempa atau ditekan permanen hingga berubah bentuk tanpa patah
atau retak dan juga bisa dilelehkan (fusible) dan dapat ditarik hingga membentuk
kawat halus (ulet).
Sesuai dengan sifat fisika dan kimianya, unsur dapat diklasifikasikan ke
dalam tiga kategori besar yaitu logam, metaloid dan nonlogam. Logam umumnya
berkilau, padatan dengan konduktivitas tinggi, dapat membentuk aloy dengan
logam lainnya dan membentuk senyawa ion serupa garam dengan non logam (selain
gas mulia). Sebagian besar nonlogam berupa gas berwarna atau tak berwarna. Di
antara logam dan nonlogam ada metaloid, yang mempunyai sifat di antara logam
dan nonlogam atau campuran keduanya.
Logam dan non logam dapat diklasifikasikan lebih lanjut ke dalam
subkategori yang menunjukkan gradasi sifat dari logam ke nonlogam, untuk unsur-
unsur dalam periode yang sama. Logam terbagi ke dalam logam alkali yang reaktif,
logam alkali tanah yang kurang reaktif, lantanida dan aktinida, logam transisi, dan
terakhir logam pasca-transisi dengan sifat fisika dan kimia paling lemah. Non
logam dibagi menjadi nonlogam poliatomik, yang lebih mirip dengan metaloid
disebut nonlogam diatomik, yang merupakan nonlogam esensial dan gas mulia
12
monoatomik, yang merupakan nonlogam dan hampir inert sempurna.
Penggolongan terspesialisasi seperti logam refraktori dan logam mulia, yang
merupakan logam transisi.
2.2.2 Stainless steel
Karena sifat logam yang mudah di lapisi dengan campuran material lain
seperti kromium dan fe. Paduan antara logam, komium dan fe disebut dengan logam
stainlees steel. Menurut Sumarji (2011 :2). “Logam stainless steel adalah jenis
logam tahan karat dengan persentase Cr 10,5% - 30% dan fe kurang dari 50%.
Stainless steel memiliki sifat tidak mudah terkorosi sebagaimana logam baja yang
lain. Stainless steel memiliki persentase jumlah krom yang memadahi sehingga
akan membentuk suatu lapisan pasif kromium oksida yang akan mencegah
terjadinya korosi lebih lanjut”.
Stainless steel sendiri di bagi dalam beberapa klasifikasi utama sesuai jenis
dan persentase material sebagai bahan pembuatannya. Klasifikasi stainless steel
antara lain adalah sebagai berikut:
1. Klasifikasi stainless steel martensitic
Martensitic memiliki kandungan chrome sebesar 12% sampai maksimal
14% dan carbon pada kisaran 0,08 – 2,0%. Kandungan karbon yang tinggi
merupakan hal yang baik dalam merespon panas untuk memberikan berbagai
kekuatan mekanis, misalnya kekerasan baja.
Baja tahan karat kelas martensitic menunjukkan kombinasi baik terhadap
ketahanan korosi dan sifat mekanis mendapat perlakuan panas pada
permukaannya sehingga bagus untuk berbagai aplikasi. Baja tahan karat
13
klasifikasi ini bersifat magnetis. Pada klasifikasi martensic di bagi dalam
beberapa tipe yang antara lain adalah:
1) Type 410
Memiliki kandungan chrome sebanyak 13% dan 0,15% carbon, jenis
yang paling baik di gunakan pada pengerjaan dingin.
2) Type 416
Memiliki kandungan yang sama dengan type 410, namun ada
penambahan unsur sulfur.
3) Type 431
Mengandung 17,5% chrome, 2,5% nikel dan 0,15% maksimum carbon.
2. Klasifikasi stainless steel ferritic
Ferritic memiliki kandungan chrome sebanyak 17% dan carbon antara
0,08 – 0,2%. Memiliki sifat ketahanan korosi yang meningkat pada
temperatur tinggi. Namun sulit di lakukan perlakuan panas kepada klasifikasi
stainless steel ini sehingga penggunaannya menjadi terbatas, karena baja
tahan karat klasifikasi ini bersifat magnetis. Tipe yang ada pada klasifikasi
ferritic adalah tipe 430 yang memiliki kandungan chrome sebanyak 17%, dan
kandungan baja yang rendah. Tahan sampai temperature / temperatur 800%,
biasanya di buat dalam bentuk baja strip.
3. Klasifikasi stainless steel austenitic
Austenitic memiliki kandungan chrome pada kisaran 17% – 25%, nikel
pada kisaran 8 – 20% dan beberapa unsur tambahan dalam upaya mencapai
sifat yang di inginkan. Baja tahan karat klasifikasi ini adalah non magnetic.
14
Pada klasifikasi austenitic di bagi dalam beberapa tipe yang antara lain
adalah:
1) Type 304
Tipe ini dibuat dengan bahan dan pertimbangan ekonomis, sangat baik
untuk lingkungan tercemar dan di air tawar, namun tidak di anjurkan
pemakaiannya yang berhubungan langsung dengan air laut.
2) Type 321
Merupakan variasi dari type 304 namun dengan penambahan titanium
dan carbon secara proporsional. Lumayan baik untuk pengerjaan temperatur
tinggi.
3) Type 347
Mirip dengan type 321 tetapi dengan penambahan niobium (bukan
titanium).
4) Type 316
Pada tipe ini ada penambahan unsur molybdenum 2% – 3% sehingga
memberikan perlindungan terhadap korosi, baik di gunakan pada peralatan
yang berhubungan dengan air laut. Penambahan nikel sebesar 12% tetap
mempertahankan struktur austenitic.
5) Type 317
Mirip dengan type 316, namun ada penambahan lebih pada unsur
molybdenum sebesar 3% – 4%, memberikan peningkatan ketika berhubungan
langsung dengan air laut pada temperatur dingin.
15
6) Moly
Lebih dikenal dengan istilah UNS S31254, merupakan jenis yang
memiliki ketahanan tinggi terhadap air laut karena tingginya kadar chromium
dan molibdenum.
7) L Grade
Memiliki kandungan carbon rendah (316L) dibatasi antara 0,03% –
0,035%, hal ini akan menyebabkan pengurangan kekuatan tarik.
4. Klasifikasi stainless steel duplex
Merupakan klasifikasi terbaru yang memiliki keseimbangan chromium,
nikel, molybdenum dan nitrogen pada campuran yang sama antara klasifikasi
austenite dan klasifikasi ferit. Hasilnya adalah sebuah kekuatan yang tinggi
dan sangat tahan terhadap korosi.
Pada klasifikasi austenitic di bagi dalam beberapa tipe yang antara lain
adalah:
1) UNS S31803
Ini merupakan kelas tipe duplex yang paling banyak di gunakan.
Komposisinya adalah 0,03% maksimum carbon, 22% chrome, 5,5% nikel dan
0,15 nitrogen.
2) UNS S32750
Tipe duplex yang rendah menurut sifat mirip dengan type 316, tapi dua
kali lipat kekuatan tariknya. Komposisinya adalah 0,03% carbon, 23%
chrome, 4% nikel dan 0,1% adalah nitrogen.
16
3) UNS S32750
Ini merupakan tipe super untuk klasifikasi duplex, ketahanan terhadap
korosi yang meningkat. Komposisi dari tipe ini adalah 0,03% carbon, 25%
chrome, 7% nikel, 4% molybdenum dan 0,028 nitrogen.
Karakteristik dan material bahan pada stainless steel akan menjadi acuan
pemilihan jenis untuk pekerjaan tertentu, tentunya dengan pertimbangan
lingkungan sekitar untuk sebuah pekerjaan yang memakai stainless steel. salah
satunya adalah bejana tekan dengan contoh spesifikasi bejana tekan dapat
menampung cairan kimia, angin, oksigen, minyak dll dengan kapasitas 100 Liter
sampai 5000 Liter dan tekanan : 10 Bar - 40 Bar. Pembuatan bejana tekan
menggunakan bahan Stainless Steel dengan pengelasan TIG.
Bejana Tekan adalah tabung tertutup yang berbentuk silinder, verfungsi
sebagai wadah penampung yang dapat menahan internal pressure (tekanan dalam)
maupun external (tekanan luar). Bejana tekan (pressure vessel) sebagai wadah
sebagai penampung fluida, baik cair maupun gas. Bejana tekan merupakan
salahsatu alat proses suatu industri yang penting, khusunya untuk industri kimia,
perminyakan dan pembangkit listrik seperti pada pembangkit tenag nuklir. Pada
industri tersebut, bejana tekan yang digunakan biasanya memiliki tekanan tinggi
Pembuatan bejana tekan diatur secara ketat karena risiko yang mungkin dan
sebagaimana konsekuensi bahan yang dapat digunakan dalam bejana juga
ditentukan dengan ketat. Spesifikasi yang paling umum untuk baja bejana tekan
adalah standar EN10028 – yang berasal dari Eropa – dan standar ASME/ASTM
yang berasal dari Amerika Serikat.
17
2.2.3 Stainless steel AISI 304
Menurut Wiryosumarto dan Okumura (2000: 109) “stainless steel termasuk
dalam baja paduan tinggi yang tahan karat dalam temperatur tinggi, dan temperatur
rendah. Stainless steel ini mempunyai ketangguhan dan sifat mampu potong yang
cukup. Sehingga banyak digunakan dalam reaktor atom, turbin, mesin jet, pesawat
terbang, alat rumah tangga, dan lain-lainnya.”
Stainless steel AISI 304 merupakan jenis baja tahan karat austenitic stainless
steel yang memiliki komposisi 0.042 % C, 1.19 % Mn, 0.034 % P, 0.006 % S, 0.049
% Si, 18.24 % Cr, 8.15 % Ni, dan sisanya Fe, dalam jurnal Sumarji (2011). Stainless
steel AISI 304 memiliki ketahanan korosi yang baik karena mengandung unsur
kromium yang memiliki karakteristik khusus, yaitu membentuk lapisan kromium
oksida (Cr2O3) jika bereaksi dengan oksigen. Apabila lapisan ini rusak maka secara
spontan akan terbentuk lapisan baru ketika kondisi lingkungan mengandung cukup
oksigen.
Stainless steel AISI 304 adalah jenis material yang banyak digunakan dalam
industri, seperti industri petrokimia, pembangkit listrik termal, boiler, baja tekan,
alat konstruksi, dan transportasi dalam bidang teknik. Penggunaan yang luas dari
stainless steel AISI 304 ini dikarenakan sifat mekanik dan fisik yang sangat baik.
Adapun komposisi stainless steel AISI 340 dapat dilihat pada Tabel 2.1.
18
Tabel 2.1 Komposisi stainless steel AISI 304
Unsur Komposisi (%)
Karbon 0,08
Mangan 2
Fosfor 0,045
Sulfur 0,03
Silikon 0,75
Kromium 18-20
Nikel 8-10,5
Molibdenum 0
Cuprum 0
(Sumber : Suastiyanti dan Hasybi, 2018)
Baja stainless steel AISI 304 ini memiliki sifat mekanik, mampu las, dan
proses permesinan yang baik membuat golongan austenit terutama AISI 304
menjadi material stainless steel yang banyak digunakan dalam dunia industri
(Susanto dkk, 2012: 3).
2.2.4 Pengelasan
Pengelasan dapat diartikan ”sebagai suatu ikatan metalurgi pada sambungan
logam atau logam paduan yang dilaksanakan saat logam dalam keadaan cair. Pada
sambungan konstruksi mesin, terdapat banyak teknik pengelasan. Karena dengan
menggunakan teknik pengelasan sambungan menjadi lebih ringan dan lebih
sederhana dalam pembuatannya.” Menurut Cahya Sutowo dan Ichwan Budiawan,
(2008 :46).
Gambar 2.1. Perubahan Sifat Fisis pada Sambungan Las Cair
(Sumber : Sonawan, 2006)
19
Pengelasan bimetal adalah proses pengelasan yang menyambungkan dua
macam logam yang berbeda. Pengelasan bimetal mempunyai tingkat kerumitan
yang lebih tinggi dibanding dengan pengelasan logam yang sejenis. Karena logam
yang tidak sejenis mempunyai karakteristik yang berbeda satu sama lainnya.
Sehingga proses pengelasan logam yang tidak sejenis membutuhkan beberapa
teknik tertentu, misalnya pemilihan logam yang akan disambung harus tepat,
pemilihan elektroda yang sesuai, pengaturan heat input yang tepat, serta pemilihan
perlakuan panas pasca pengelasan yang tepat. Pada proses pengelasan terdapat tiga
daerah, yaitu :
1. Logam induk (base metal), merupakan bagian logam dasar dimana panas dan
suhu pengelasan tidak menyebabkan terjadinya perubahan perubahan struktur
dan sifat.
2. Logam las, merupakan bagian dari logam yang pada waktu pengelasan
mencair dan membeku.
3. Daerah pengaruh panas atau heat affected zone (HAZ), merupakan logam dasar
yang bersebelahan logam las yang selama proses pengelasan mengalami siklus
termal pemanasan dan pendinginan cepat.
2.2.5 Tungsten Inert Gas (TIG)
Fokus utama pada penelitian ini adalah pengelasan menggunakan las TIG
(Tungsten Inert Gas), Menurut Prasetyo dan Suwito (2014) “Las TIG merupakan
proses pengelasan dimana busur nyala listrik ditimbulkan oleh elektroda tungsten
(elektroda tak terumpan) dengan benda kerja logam. Tungsten Inert Gas (TIG)
merupakan salah satu dari bentuk las busur listrik (Arc Welding) yang
20
menggunakan inert gas sebagai pelindung dengan tungsten atau wolfram sebagai
elektroda. Daerah pengelasan dilindungi oleh gas lindung (gas tidak aktif) agar
tidak berkontaminasi dengan udara luar. Kawat las dapat ditambahkan atau tidak
tergantung dari bentuk sambungan dan ketebalan benda kerja yang akan dilas.”
Proses TIG kebanyakan dipakai untuk mengelas logam-logam seperti Baja
tahan karat (Stainless Steel), Alumunium dan Titanium. Didalam penggunaan las
pada pekerjaan pengelasan logam masih banyak orang yang belum mengenal jenis
pengelasan ini, padahal mereka sering menggunakan las tersebut, mereka hanya
mengenal jenis Las Argon, sebenarnya Las Argon sama saja dengan Las TIG.
Menurut Budiyanto, dkk (2017 :54) ”jenis pengelasan yang menggunakan panas
dari nyala pijar yang terbentuk antara elektroda tungsten yang tidak terumpan
dengan menggunakan gas mulia sebagai pelindung terhadap pengaruh luar pada
saat proses pengelasan. Elektroda las menggunakan batang wolfram yang dapat
menghasilkan busur listrik tanpa ikut mencair.”
Gambar 2.2 Skema Las TIG
(Sumber: Davies, 1993: 147)
21
Perangkat yang dipakai dalam pengelasan las gas tungsten adalah:
1. Mesin las AC/ DC
2. Tabung gas lindung
3. Regulator gas lindung
4. Flowmeter untuk gas
5. Selang gas dan perlengkapan pengikatnya
6. Kabel elektroda dan selang
7. Stang las (welding torch)
8. Elektroda tungsten
9. Kawat las
10. Assesories pilihan dapat berupa sistem pendinginan air untuk pekerjaan
pengelasan berat, rheostat kaki, dan pengatur waktu busur.
Pada las TIG, filler (logam pengisi) dimasukkan ke dalam daerah arus busur
sehingga mencair dan terbawa ke logam induk. Tetapi untuk mengelas pelat yang
sangat tipis kadang-kadang tidak diperlukan logam pengisi. Pengunaan las TIG
mempunyai keuntungan kecepatan pengumpanan logam pengisi dapat diatur
terlepas dari besarnya arus listrik sehingga penetrasi ke dalam logam induk dapat
diatur semuanya. Las TIG dapat digunakan dengan memuaskan baik untuk pelat
baja tipis maupun pelat yang tebal. Kemudian kualitas yang lebih baik dari darah
las. Maka las TIG biasa digunakan untuk mengelas baja baja kualitas tinggi seperti
baja stainless steel, baja tahan panas dan untuk mengelas logam-logam bukan baja.
Menurut Pasalbessy, dkk (2015) “Elektroda tungsten adalah elektroda tidak
terumpan (nonconsumable electrode) yang berfungsi sebagai pencipta busur nyala
22
saja yang digunakan untuk mencairkan kawat las yang ditambahkan dari luar dan
benda yang akan disambung menjadi satu kesatuan sambungan.” Elektroda ini tidak
berfungsi sebagai logam pengisi sambungan sebagaimana yang biasa dipakai pada
elektroda batang las busur metal maupun elektroda gulungan pada las MIG.
Elektroda tungsten berfungsi sebagai pembangkit busur nyala selama dilakukan
pengelasan. Elektroda ini tidak berfungsi sebagai bahan tambah. Kawat las
berfungsi sebagai bahan tambah. Tambahkan kawat las jika bahan dasar yang
dipanasi dengan busur tungsten sudah mendekati cair.
Tabel 2.2 Penggunaan Las TIG untuk Beberapa Logam
Logam
Listrik Ac
Frekuensi
Tinggi
Listrik DC
Polaritas
Lurus
Listrik DC
Polaritas
Balik
Baja Terbatas Sesuai -
Baja tahan karat Terbatas Sesuai -
Besi cor Terbatas Sesuai -
Aluminium dan paduannya Sesuai - Pelat tipis
Magnesium dan paduannya Sesuai - Pelat tipis
Tembaga dan paduannya Terbatas Sesuai -
Aluminium brons Sesuai Terbatas -
Sumber: wiryosumarto & Okumura, 2000: 19
Tabung gas pelindung adalah tabung tempat penyimpanan gas lindung seperti
argon dan helium yang digunakan di dalam mengelas gas tungsten. Regulator gas
lindung adalah adalah pengatur tekanan gas yang akan digunakan di dalam
pengelasan gas tungsten. Pada regulator ini biasanya ditunjukkan tekanan kerja dan
tekanan gas di dalam tabung. Flowmeter dipakai untuk menunjukkan besarnya
aliran gas lindung yang dipakai di dalam pengelasan gas tungsten. Selang gas dan
perlengkapannya berfungsi sebagai penghubung gas dari tabung menuju pembakar
las. Sedangkan perangkat pengikat berfungsi mengikat selang dari tabung menuju
23
mesin las dan dari mesin las menuju pembakar las. Kabel elektoda dan selang gas
berfungsi menghantarkan arus dari mesin las menuju stang las, begitu juga aliran
gas dari mesin las menuju stang las. Kabel masa berfungsi untuk penghantar arus
ke benda kerja. Stang las (welding torch) berfungsi untuk menyatukan sistem las
yang berupa penyalaan busur dan perlindungan gas lindung selama dilakukan
proses pengelasan.
2.2.6 Kampuh las
Kampuh las merupakan bagian dari logam induk yang akan diisi oleh logam
las, kampuh las awalnya adalah berupa cekungan las yang kemudian diisi dengan
logam las. Sambungan las dengan menggunakan alur kampuh dikategorikan
kedalam sambungan las tumpul. Sambungan las tumpul adalah jenis sambungan
paling efisien. Sambungan ini dibagi menjadi dua yaitu sambungan penetrasi penuh
dan sambungan penetrasi sebagian.
Sambungan las dalam konstruksi baja pada dasarnya dibagi dalam
sambungan tumpul, sambungan T, sambungan sudut dan sambungan tumpang
.Sambungan tumpul dapat dirinci menjadi sambungan dengan kampuh persegi, V,
U, Y. X, K, dan sebagainya.
Tabel 2.3 Kampuh Las
Sumber: Air Product PLC, 1999: 20
24
Pada dasarnya dalam memilih bentuk kampuh harus menuju kepada
penurunan masukan panas dan penurunan logam las sampai kepada harga terendah
dan tidak menurunkan mutu sambungan. Untuk kampuh-kampuh las pada saat
pembakarannya dapat mengisi pada seluruh tebalnya pelat. Sebelum pengelasan
dilaksanakan kampuh las harus melalui proses pengerjaan awal. Karat, minyak, cat
harus dihilangkan. Untuk memperoleh pembakaran yang baik, pada kampuh V
dipakai elektroda dengan diameter yang kecil atau disesuaikan dengan besar sudut
kampuh dan tebal pelat yang akan dilas.
Gambar 2.4. Bentuk Kampuh Las (Wiryosumarto dan Okumura, 2000: 99)
2.2.7 Filler
Pada proses pengelasan GTAW atau TIG elektroda merupakan bahan tak
habis pakai (non consumable) sehingga memerlukan bahan tambah untuk mengisi
kampuh logam lasan, bahan ini yang sering disebut dengan (filler rod). Bahan
tambah ini berupa logam pengisi (filler metal) yang digunakan untuk mengisi
kampuh pada proses pengelasan GTAW atau TIG.
Bahan tambah (filler) adalah bahan penambah yang digunakan dalam
pengelasan. Metal tersebut digunakan manakala kampuh cukup lebar dan
diperlukan efisiensi sambungan yang sekuat bahan dasar yang utuh. Komposisi
25
kimiawi bahan filler untuk TIG dalam proses pengelasan didasarkan pada
komposisi kimiawi bahan induk. Jika tepat bahan filler terhadap bahan induk, maka
semakin baik. Pemilihan filler metal dalam teknik pengelasan ditentukan oleh
faktor-faktor dibawah ini :
1. Kuat tarik yang mendekati bahan dasar
2. Keuletan ( toughness ) yang mendekati bahan dasar
3. Konduktivitas listrik bahan filler
4. Konduktivitas termal bahan filler
5. Ketahanan terhadap serangan karat ( coorosion resistance )
6. Tampak wujud yang baik.
Filler rod untuk las TIG memiliki berbagai ukuran diameter, tersedia ukuran
standar diameter 1.0, 1.2, 1.6, 2.0, 2.4, 3.2, 4.0, dan 5.0 mm. Kodefikasi dilakukan
untuk memudahkan welder melakukan pemilihan dan menstandarkan bahan
tambah las GTAW atau TIG. Beberapa kodefikasi yang ada antara lain AWS
(American Welding Society), DIN (Deutsche Industrie Norm), dan JIS (Japan
Industrie Standart). Berikut beberapa filler rod menurut standar AWS.
1. Untuk Mengelas Baja Karbon
ER70S-2, ER70S-6, dan beberapa pilihan ER70S lainnya dengan angka yang
berbeda diakhir, masing- masing mewakili komposisi kimia dalam logam pengisi
untuk mengatasi kondisi tertentu dari logam atau jenis sendi yang akan dilas.
Klasifikasi filler rod ini digunakan untuk mengelas pipa berdiameter kecil dan pelat
baja, maupun tembusan (root pass) pada pengelasan pipa.
26
2. Untuk Mengelas Stainless Steel
Filler rod yang digunakan dalam pengelasan stainless steel tipe 308 ataupun
seri 300 lainnya yang secara luas digunakan dalam bidang manufaktur adalah filler
rod dengan kode ER 308 dan ER 308 L. Kode ER 309 dan ER 309 L digunakan
dalam pengelasan dengan base metal yang berbeda (Dissimilar), filler jenis ini
mampu digunakan dalam panas tinggi dan memiliki ketahanan korosi yang sangat
baik. Penyambungan pada bejana tekan, katup, peralatan kimia, dan aplikasi dilaut
menggunakan filler dengan kode ER 316 dan ER 316 L. Kode “E” merupakan
elektroda, sedang kode “R” mengindikasikan ketahanan terhadap serapan uap.
Kode “L” mengacu pada jumlah karbon rendah pada filler metal (kurang dari 0,8%),
yang membantu menghambat bahkan mencegah korosi.
3. Untuk Mengelas Logam Aluminium
Pengelasan paduan aluminium seri 6000 dan beberapa paduan lainnya
digunakan filler dengan kode ER 4043. Filler ini cocok digunakan dalam
pengelasan komponen otomotif seperti rangka, poros penggerak, dan rangka
sepeda. Sementera itu kode ER 5356 merupakan filler rod paduan aluminium
magnesium yang digunakan untuk mengelas paduan aluminium cor dan tempa.
Umumnya direkomendasikan untuk pengelasan paduan aluminium seri 5000 atau
6000. Berikut dalam Tabel 2.4 menunjukkan besar arus dan diameter logam pengisi
yang harus digunakan.
27
Tabel 2.5 Besar Arus untuk Beberapa Diameter Logam Pengisi
Diameter Batang Logam Pengisi (mm) Arus Pengelasan (Amp.)
1,6 40-100
2,0 60-130
2,4 70-150
3,2 130-200
4,0 180-250
5,0 240-360
6,0 ≥340
Sumber: Wiryosumarto & Okumura, 2000: 124
Filler yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah filler dengan kode ER
309 L dan ER 316 L. Filler ER 309 L mempunyai spesifikasi AWS A5.9 ukuran
diameter 2 mm dan panjang 1000 mm. Filler ER 316 L mempunyai spesifikasi
AWS A5.9 ukuran diameter 2 mm dan panjang 1000 mm. Merupakan kawat las
argon tig rod yang cocok untuk pengelasan stainless steel, karena memiliki
kandungan karbon rendah 22%Cr - 12%Ni pada ER 309 L dan 18%Cr - 8%Ni pada
ER 316 L. Filler tersebut cocok digunakan dalam pengelasan pada industri
perminyakan biasanya digunakan untuk mengelas tangki penampung bahan bakar
minyak. Pada industri perkapalan biasanya digunakan untuk mengelas pembuatan
bejana tekan, Karena memiliki kandungan karbon rendah dan daya tahan korosi
yang baik (Budiyanto dkk, 2017 :57).
2.2.8 Heat Affected Zone (HAZ)
Pada pengelasan pasti ditemukan struktur logam yang terpengaruh oleh
proses pengelasan. Daerah pengaruh panas atau Heat Affected Zone (HAZ) adalah
logam dasar yang bersebelahan dengan logam las yang selama proses pengelasan
mengalami siklus thermal pemanasan dan pendinginan cepat. Proses terjadinya
HAZ terjadi di logam dasar yang bersebelahan dengan logam las yang selama
proses pengelasan mengalami siklus termal pemanasan dan pendinginan cepat
28
sehingga daerah ini yang paling kritis dari sambungan las. Secara visual daerah
yang dekat dengan garis lebur las maka susunan struktur logamnya semakin kasar.
Pada daerah HAZ terdapat tiga titik yang berbeda, titik 1 dan 2 menunjukkan
temperatur pemanasan mencapai daerah berfasa austenit dan ini disebut dengan
transformasi menyeluruh yang artinya struktur mikro baja mula-mula ferit dan
perlit kemudian bertransformasi menjadi austenit. Titik 3 menunjukkan temperatur
pemanasan, daerah itu mencapai daerah berfasa ferit dan austenit dan ini yang
disebut transformasi sebagian yang artinya struktur mikro baja mula-mula ferit dan
perlit berubah menjadi ferit dan austenit.
Gambar 2.4. Transformasi fasa pada logam hasil lasan
(Sumber : Sonawan, 2006: 27)
2.2.9 Uji Kekerasan (Hardness Test)
Proses pengujian kekerasan dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bahan
terhadap pembebanan dalam perubahan yang tetap. Besar tingkat kekerasan dari
bahan dapat dianalisis melalui besarnya beban yang diberikan terhadap luas bidang
yang menerima pembebanan tersebut. Pengujian yang banyak dipakai adalah
dengan cara menekankan penekanan tertentu kepada benda uji dengan beban
tertentu dan mengukur bekas hasil penekanan yang terbentuk diatasnya (Surdia dan
Saito, 1992:31).
29
Pengujian kekerasan bahan logam bertujuan mengetahui angka kekerasan
logam, dan seberapa besar tingkat kekerasan logam tersebut. Metode pengujian
kekerasan telah disepakati melalui tiga metode pengujian kekerasan dengan satuan
yang baku, yaitu penekanan, goresan, dan dinamik. Pengujian kekerasan dengan
cara penekanan banyak digunakan oleh industri permesinan, dikarenakan prosesnya
sangat mudah dan cepat dalam memperoleh angka kekerasan logam tersebut
apabila dibandingkan dengan metode pengujian lainnya. Pengujian kekerasan
dengan cara penekanan terdiri dari tiga jenis, yaitu pengujian kekerasan dengan
metode Rockwell, Brinell, dan Vickers. Ketiga metode tersebut memiliki kelebihan
dan kekurangannya masing-masing, serta perbedaan dalam menentukan angka
kekerasannya. Metode Brinell dan Vickers memiliki prinsip dasar yang sama dalam
menentukan angka kekerasannya, yaitu menitik beratkan pada perhitungan
kekuatan bahan terhadap setiap daya luas penampang bidang yang menerima
pembebanan tersebut. Sedangkan metode Rockwell menitik beratkan pada
pengukuran kedalaman hasil penekanan atau penekan (indentor) yang membentuk
bekasnya (indentasi) pada benda uji (Surdia dan Saito, 1992:32).
1. Metode pengujian Rockwell
Metode Rockwell memiliki kelebihan yaitu dapat digunakan untuk menguji
benda yang sangat keras dan memiliki kelemahan yaitu tingkat ketelitian yang
rendah juga tidak tahan terhadap goncangan. Terdapat dua macam indentor yang
ukurannya bervariasi, yaitu :
1) Kerucut intan dengan besar sudut 120º dan disebut sebagai Rockwell Cone
dapat dilihat pada Gambar 2.5.
30
Gambar 2.5 Kerucut Intan Dengan Besar Sudut 120º
(Dieter, 1996:336).
2) Bola baja dengan berbagai ukuran dan disebut sebagai Rockwell Ball. Rumus
yang digunakan dalam Uji kekerasan Rokcwell :
TH=100−(ℎ1−ℎ0)
0,02 ................................................................(2.1)
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengujian kekerasan Rockwell yaitu:
a) Penumbuk dan landasan harus bersih dan terpasang dengan baik
b) Permukaan yang akan diuji harus bersih dan kering, halus, dan bebas dari
oksida.
c) Permukaan harus datar dan tegak lurus terhadap penumbuk
d) Kecepatan penerapan beban harus dibakukan dengan cara mengatur daspot
pada mesin uji Rockwell (Dieter, 1996:336).
2. Metode Pengujian Brinell
Pengujian Brinell dilakukan dengan penekanan bola baja yang terbuat dari
baja krom yang telah dikeraskan dengan diameter tertentu oleh suatu gaya tekan
secara statis ke dalam permukaan logam yang diuji tanpa sentakan. Permukaan
logam yang diuji harus rata dan bersih. Diameter paling atas dari lekukan tersebut
diukur secara teliti. Parameter-parameter dasar pengujian Brinell dapat dilihat
pada Gambar 2.6.
31
Gambar 2.6 Parameter-Parameter Dasar Pengujian Brinell
(Dieter, 1996:330).
Rumus yang dipakai untuk menentukan kekerasan logam yang diuji:
BHN =2P
πD[D−√(D2−d2)] .............................................................................. (2.2)
3. Metode Pengujian Vickers
Metode Vickers ini berdasarkan pada penekanan oleh suatu gaya tekan
tertentu oleh sebuah indentor berupa pyramid diamond terbalik dengan sudut
puncak 136º ke permukaan logam yang akan diuji kekerasannya, dimana
permukaan logam yang diuji ini harus rata dan bersih. Angka kekerasan Vikers
(Vicker Hardness Numeral/VHN) didefinisikan sebagai beban dibagi luas
permukaan lekukan. Pengujian Vikers dapat dilakukan tidak hanya pada benda
yang lunak akan tetapi juga dapat dilakukan pada bahan yang keras. Bekas
penekanan yang kecil pada penggujian Vikers mengakibatkan kerusakan bahan
percobaan relatif sedikit. Pada benda kerja yang tipis atau lapisan permukaan yang
tipis dapat diukur dengan gaya yang relatif kecil.
Untuk mengetahui nilai kekerasan benda uji, maka diagonal rata-rata dari
jejak tersebut harus diuiur terlebih dahulu dengan memakai mikroskop. Angka
kekerasan Vickers dapat diperoleh dengan membagi besar beban uji yang
digunakan dengan luas permukaan jejak :
32
𝐻𝑉 =𝑃
𝐴 ................................................................................................................. (2.3)
Jika d merupakan diagonal rata-rata dari jejak, maka luas permukaan jejak
dapat ditentukan sebagai berikut :
𝐴 = 4 X1
2𝑑√2 X
1
2(
𝑑√2
4sinα
2
) ........................................................................ (2.4)
𝐴 =𝑑2
2sin136°
2
.................................................................................................. (2.5)
Jadi angka kekerasan Vickers dapat diperoleh dengan rumus :
𝐻𝑉 = 𝑝
𝑑2
2 sin136°
2
............................................................................................... (2.6)
𝐻𝑉 = 1.854 𝑝
𝑑2 ............................................................................................... (2.7)
1) Pengujian Kekerasan Vickers
Uji kekerasan Vickers menggunakan penumbuk piramida intan yang
dasarnya berbentuk bujur sangkar. Besarnya sudut antara permukaan
piramida yang saling berhadapan adalah 136º. Sudut ini dipilih karena nilai
tersebut mendekati sebagian besar nilai perbandingan yang diinginkan antara
diameter lekukan dan diameter bola penumbuk pada uji kekerasan Brinell.
Angka kekerasan piramida intan (Diamond Pyramid Hardness/DPH), atau
angka kekerasan Vickers (VHN), didefinisikan sebagai beban dibagi luas
permukaan lekukan, prinsip pengukuran untuk kekerasan mikro Vikers dapat
dilihat pada Gambar 2.7. Pada prakteknya luas ini dihitung dari pengukuran
33
mikroskopik panjang diagonal jejak. VHN dapat ditentukan dari persamaan
berikut.
VHN =2Psin
θ
2
𝑑2 =1,854𝑃
𝑑2 ..................................................................... (2.8)
Uji kekerasan Vickers banyak dilakukan pada pekerjaan penelitian,
karena metode tersebut memberikan hasil berupa skala kekerasan yang
kontinu, untuk suatu beban tertentu dan digunakan pada logam yang sangat
lunak, yakni DPH-nya 5 hingga logam yang sangat keras dengan DPH 1500.
Hal-hal yang menghalangi keuntungan pemakaian metode Vickers adalah uji
kekerasan Vickers tidak dapat digunakan untuk pengujian rutin karena
pengujian tersebut lamban, memerlukan persiapan permukaan benda uji yang
hati-hati, dan terdapat pengaruh kesalahan manusia yang besar pada
penentuan panjang diagonal. Prinsip pengukuran Vickers dapat dilihat pada
Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Prinsip Pengukuran Kekerasan Vikers
(Dieter, 1996: 334).
Lekukan yang benar terbuat dari penumbuk piramida intan harus
berbentuk bujur sangkar. Akan tetapi, penyimpangan yang telah dijelaskan
untuk uji brinell sering juga terdapat pada penumbuk piramida Gambar 2.7
lekukan bantal jarum pada gambar adalah akibat terjadinya penurunan logam
34
disekitar permukaan piramida yang datar. Keadaan demikian terdapat pada
logam-logam yang dilunakan dan mengakibatkan pengukuran panjang
diagonal yang berlebihan. Lekukan berbentuk tong pada gambar mengalami
proses pengerjaan dingin. Bentuk demikian diakibatkan oleh penimbunan ke
atas logam-logam disekitar permukaan penumbuk. Ukuran diagonal pada
kondisi demikian akan menghasilkan luas permukaan kontak yang kecil,
sehingga menimbulkan kesalahan angka kekerasan yang besar ada koreksi
empiris untuk menanggulangi pengaruh hal di atas. Tipe-tipe lekukan
piramida dapat dilihat pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Tipe-Tipe Lekukan Piramida Intan (Dieter, 1996: 335).
Keterangan:
(a) Lekukan yang sempurna
(b) Lekukan bantal jarum (pinchusion) yang disebabkan oleh penurunan
(c) Lekukan berbentuk tong yang disebabkan oleh penimbunan ke atas.
Dibandingkan dengan pengujian kekerasan lainnya, pengujian kekerasan
Vickers mempunyai beberapa keuntungan dan juga kerugian (kekurangan),
seperti berikut.
Keuntungan :
1) Menggunakan hanya satu jenis indentor untuk menguji material yang
lunak hingga yang keras
35
2) Pembacaan ukuran jejak dapat dilakukan lebih akurat.
3) Jenis pengujian yang relatif tidak merusak.
4) Metode Vickers dapat digunakan pada hampir semua logam.
Kekurangan :
1) Secara keseluruhan, waktu pelaksanaan pengujian lama.
2) Memerlukan pengukuran diagonal jejak secara optik.
3) Permukaan benda uji harus dipersiapkan dengan baik
Standar pengujian kekerasan Vickers secara lengkap diuraikan di dalam
standar-standar berikut :
ASTM E92 : Metode standar pengujian kekerasan Vickers untuk bahan
logam.
ASTM E384 : Metode pengujian standar kekerasan mikro material.
ISO 6507-1 : Bahan logam - Pengujian kekerasan Vickers - Metode
pengujian.
ISO 6507-2 : Bahan logam - Pengujian kekerasan Vickers - Verifikasi dan
kalibrasi mesin uji.
ISO 6507-3 : Bahan logam - Pengujian kekerasan Vickers – Kalibrasi balok
referensi.
ISO 6507-4 : Bahan logam - Pengujian kekerasan Vickers – Tabel nilai
kekerasan.
1) Penulisan angka kekerasan Vickers
Cara penulisan kekerasan Vickers biasanya ditulis dalam bentuk angka
yang diikuti dengan huruf HV (Hardness Vickers) dnan besarnya beban uji.
36
Sebagai contoh : 186 HV 30, artinya angka kekerasan material yang diuji
adalah 186, beban uji yang digunakan adalah 30 kgf, dan lamanya waktu
penerapan beban (dwell time) adalah 10 -15 detik. Bila waktu penerapan
beban tidak terletak antara 10 -15 detik, maka waktu penerapan beban ujinya
harus dicantumkan. Contoh : 472 HV 50/20, artinya angka kekerasan benda
uji adalah 472, besar beban uji yang diterapkan 50 kgf, dan lamanya waktu
penerapan beban adalah 20 detik.
2) Pengujian Kekerasan Mikro Vikers
Banyak persoalan metalurgi memerlukan data-data mengenai
kekerasan pada daerah yang sangat kecil. Pengukuran gradien kekerasan pada
permukaan yang dikarburasi, pengukuran kekerasan kandungan tunggal pada
struktur mikro, atau penentuan kekerasan roda gigi arloji, merupakan tipe
persoalan dari jenis pengujian kekerasan mikro. Pengujian mikro Vickers
adalah metode pengujian kekerasan dengan pembebanan yang relatif kecil
yang sulit dideteksi oleh metode makro Vickers sehingga pembebanan yang
dibutuhkan juga relatif kecil yaitu berkisar antara 10 sampai 1000 gr (Dieter,
1996: 336-337).
2.2.10 Struktur Mikro
Struktur Mikro adalah penataan geometrik, butir-butir dan fasa-fasa dalam
suatu material. Dimensi mikro struktur cukup kecil sehingga diperlukan mikroskop
optik (perbesaran 2000 x) bahkan mikroskop elektron (50.000 x) untuk
mengamatinya. ”Struktur mikro merupakan struktur terkecil yang terdapat dalam
suatu bahan yang keberadaannya tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, tetapi
37
harus menggunakan alat pengamat struktur mikro.” Menurut Mohruni dan
Kembaren (2013 :3).
Analisa mikro adalah suatu analisa mengenai struktur bahan melalui
pembesaran dengan menggunakan mikroskop khusus metalografi. Dengan analisa
mikro struktur kita dapat mengamati bentuk dan ukuran kristal logam, kerusakan
logam akibat proses deformasi, proses perlakuan panas dan perbedaan komposisi
setelah proses pelapisan. Untuk melakukan analisa mikro, maka diperlukan proses
metalografi.
Proses metalografi bertujuan untuk melihat struktur mikro suatu bahan ada
beberapa tahap yang harus dilakukan. Tahapan yang harus dilakukan adalah
grinding, polishing, etching dan setelah itu baru observasi menggunakan
mikroskop. Proses tersebut dijelaskan pada bab selanjutnya pada saat proses
pengujian struktur mikro.
Suatu logam mempunyai sifat mekanik yang tidak hanya tergantung pada
komposisi kimia suatu paduan, tetapi juga tergantung pada struktur mikronya.
Suatu paduan dengan komposisi kimia yang sama dapat memiliki struktur mikro
yang berbeda dan sifat mekaniknya juga akan berbeda. untuk mengetahui struktur
mikro dan hubungan fasa logam yang ada pada lasan, yang mempunyai Cr
Ekuivalen = %Cr + %Mo + 1,5 x %Si + 0,5 x %Nb dan Ni Ekuivalen =%Ni + 30 x
%C + 0,5 %Mn pada kedua sumbu, diagram schaeffler menunujukkan hubungan
tersebut dan prediksi struktur mikro logam las.
38
Gambar 2.9 Diagram Struktur dari Baja Tahan Karat yang Dideposisikan
(Diagram Scaeffler)
(Sumber : Surdia dan Saito, 1992:102)
Sifat-sifat logam terutama sifat mekanis sangat mempengaruhi mikro struktur
logam dan paduannya di samping komposisi kimianya. Proses grinding dan
polishing merupakan proses yang sangat penting untuk membuat permukaan
sampel menjadi halus agar dilakukan observasi. Pada proses ini biasa digunakan
sebuah mesin poles yang memiliki komponen utama berupa motor penggerak,
piringan logam dan keran air.
72
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil data yang diperoleh mengenai pengaruh jenis filler
terhadap nilai kekerasan dan struktur mikro stainless steel AISI 304 pada proses
pengerjaan las TIG dapat diambil simpulan sebagai berikut:
1. Variasi jenis filler ER 309 L dan ER 316 L berpengaruh terhadap nilai
kekerasan Vickers hasil pengelasan TIG stainless steel AISI 304, dimana filler
ER 309 L rata-rata sebesar 410,32 VHN dengan komposisi kimia 22% Cr dan
12% Ni lebih tinggi dibanding penggunaan filler ER 316 L rata-rata sebesar
397,78 VHN dengan 18% Cr dan 8% Ni.
2. Variasi jenis filler ER 309 L dan ER 316 L berpengaruh terhadap struktur
mikro hasil pengelasan TIG stainless steel AISI 304, dimana filler ER 309 L
struktur mikro logam las memiliki butiran karbida cr lebih kecil dibanding
penggunaan filler ER 316 L.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan setelah dilaksanaan penelitian skripsi ini adalah
sebagai berikut :
1. Pada pengujian kekerasan sebaiknya mengambil titik uji lebih banyak dan tepat
sasaran agar didapatkan data yang lebih akurat.
2. Pada saat pengujian metalografi sebaiknya lebih diperhatikan tentang
persiapan uji dan posisi benda uji, dimana persiapan uji yang baik akan
memberikan foto struktur mikro yang lebih jelas.
73
3. Pada penelitian selanjutnya gunakan penambahan variabel seperti arus, filler,
waktu dan lain-lain guna mengetahui hasil yang lebih berbeda-beda lagi dalam
proses pengelasan.
4. Pada penelitian selanjutnya lebih baik bila dilakukan penambahan pengujian
terhadap spesimen tersebut, misalnya dengan uji impact, uji tarik, uji bending
dan lain-lain.
74
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah. 2011. Perubahan Struktur Mikro dan Sifat Mekanik Pada Pengelasan Drum
Baja Karbon Wadah Limbah Radioaktif. Jurnal Teknologi Pengelolaan
Limbah 14(2):14-30.
Arief, F. dan Muhammad. 2011. Perancangan dan Pembuatan Monitoring
Kecepatan Peralatan Plat Pada Mesin Poles Untuk Proses Metallurgi
Bahan. Tugas Akhir Teknik Mesin. Institut Teknologi Sepuluh November.
Surabaya.
ASTM E92-82. 1997. Standard Test Methods for Vickers Hardness of Metallic
Materials. No. T52. Pennsylvania: ASTM International.
Bhavsar, A. N. dan Patel, V. A. 2016. Influence of Process Parameter of TIG
Welding Process on Mechanical Properties of SS304L Weld Joint.
International Research Journal of Engineeringang Technology 3(5): 977-
984.
Budiyanto, E., E. Nugroho, dan A. Masruri. 2017. Pengaruh Diameter Filler dan
Arus Pada Pengelasan TIG Terhadap Kekuatan Tarik Dan Struktur Mikro
Pada Baja Karbon Rendah. Turbo 6(1): 54-61.
Dahlan, H. 2000. Pengaruh Variasi Beban Indentor Micro Hardness Tester
Terhadap Akurasi Data Uji Kekerasan Material. Uji Kekerasan 6(1):51-
55.
Dieter, G. E. 1986. Mechanical Metallurgy. McGraw-Hill. New York. Terjemahan
Sriati Djaprie. 1996. Metalurgi Mekanik. Edisi keTIGa. Jakarta : Erlangga.
Mamat, M. F., E. Hamzah, Z. Ibrahim, A. M. Rohah, dan A. Bahador. 2014. Effect
of Filler Metals on the Microstructures and Mechanical Properties of
Dissimilar Low Carbon Steel and 316L Stainless Steel Welded Joints.
International Conference on Functional Materials and Metallurgy
(ICoFM 2014). Universiti Teknologi Malaysia. Johor Darul Ta’zim. 57-
62.
Mamanal, I. P. dan Akhir, M. 2015. Pengaruh Temperatur Hardening Terhadap
Peningkatan Sifat Mekanis dan Struktur Mikro Leafspring Hijet 1000.
Biltek 5(9):1-12.
Mohruni, A. S. dan B. H. Kembaren. 2013. Pengaruh Variasi Kecepatan dan Kuat
Arus terhadap Kekerasan, Tegangan Tarik, Struktur Mikro Baja Karbon
Rendah dengan Elektroda E 6013. Jurnal Rekayasa Mesin 13(1): 1-8.
Nnuka, E. E. dan P. O. Okunji. 2015. Effect of Welding Current and Filler Metal
Types on Percent Elongation of GTAW Austenitic Stainles Steel Weld
Joints. European Journal of Material Sciences 2(1): 26-31.
75
Nurbanasari, M., D. Hadiprayitno, dan Y. E. Tandiayu. 2014. Pengaruh Parameter
Post Weld Heat Treatment terhadap Sifat Mekanik Lasan Dissimilar Metal
AISI 1045 dan AISI 304. Proceeding Seminar Inovasi Teknologi dan
Rekayasa Industri 2014. Universitas Andalas. Padang. 1-5.
Pasalbessy, V., S. Jokosisworo, dan Samuel. 2015. Pengaruh Besar Arus Listrik
Dan Kecepatan Las Terhadap Kekuatan Tarik Aluminium 5083
Pengelasan TIG. Jurnal Teknik Perkapalan 3(4): 336-345.Prasetyo, E. dan
D. Suwito. 2014. Pengaruh Hasil Pengelasan Las TIG Terhadap Kekuatan
Tarik Dan Ketangguhan Pada Material Baja Karbon Rendah. Jurnal
Teknik Mesin 2(3): 21-28.
Sihombing, E. 2002. Penentuan Kekerasan dan Struktur Mikro Sambungan Las
Baja Karbon Rendah Akibat Perlakuan Las Titik. Jurnal Kontribusi Fisika
Indonesia 13(3): 155-158.
Suastiyanti, D. dan M. K. Hasybi. 2018. Kekerasan Hasil Pengelasan TIG dan
SMAW pada Stainless Steel SS 304 untuk Aplikasi Boiler Shell. Seminar
Nasional Pakar ke 1 Tahun 2018. Institut Teknologi Indonesia. Surabaya.
47-52.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif
Dan R&D. Cetakan ke-19. Bandung: Alfabeta.
Sumarji. 2011. Studi Perbandingan Ketahanan Korosi Stainless Steel Tipe SS 304
dan SS 201 Menggunakan Metode U-Bend Test Secara Siklik dengan
Variasi Suhu dan PH. Jurnal Rotor 4(1): 1-8.
Surdia, T. dan Saito, S. 1992. Pengetahuan Bahan Teknik. Cetakan kedua. Jakarta:
Pradnya Paramita.
Susanto, Ridha, dan M. Huzni, S. 2012. Perilaku Lelah Baja Tahan Karat AISI 304
dalam Lingkungan Korosif. Jurnal Teknik Mesin Pascasarjana
Universitas Syiah Kuala 1(1): 1-10.
Sutowo, C. dan I. Budiawan. 2008. Analisa Pengaruh Pengelasan TIG Dan Mig
Pada Sambungan Las Dengan Material Tipe SS 316 Dan SS 304. Jurnal
Mesin Teknologi 2(1): 46-57.
Sutrimo. 2011. Pengaruh Masukan Panas Terhadap Struktur Mikro dan Sifat
Mekanik Pada Pengelasan Busur Rendam Baja Karbon AISI 1020. Jurnal
MeTrik Polban 5(2): 34-41.
Wiryosumarto, H. dan Okumura, T. 2000. Teknologi Pengelasan Logam. Cetakan
kedelapan. Jakarta: Pradnya Paramita.