Upload
hanhi
View
236
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Prestasi Belajar
2.1.1 Pengertian belajar
Morgan dkk (dalam Sunarto, 2009) belajar secara tradisional
diartikan sebagai upaya menambah dan mengumpulkan sejumlah
pengetahuan. Sedangkan belajar yang lebih modern diartikan sebagai
perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan
dan pengalaman. Sedangkan Mulyani Sumantri (dalam Sunarto, 2009)
menyatakan bahwa belajar yang lebih modern ini mengandung dua unsur
penting dalam belajar yaitu, pertama belajar adalah perubahan tingkah laku,
dan kedua perubahan yang terjadi adalah karena latihan atau pengalaman
Menurut Slameto (2003) belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan sesorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya dalam interaksi
dengan lingkungannya.
Dari ketiga pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
perubahan tingkah laku dimana perubahan itu terjadi karena adanya latihan
dan sebagai hasil dari pengalamannya dalam interaksi dengan
lingkungannya.
6
Sardiman A.M (dalam Sunarto, 2009) mengemukakan belajar dalam
pengertian luas adalah kegiatan psiko-fisik menuju perkembangan pribadi
seutuhnya. Kemudian dalam arti sempit, belajar dimaksudkan sebagai
penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan
menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya. Menurut Sumadi Suryabrata
(1998) mengemukakan bahwa belajar itu membawa perubahan, perubahan
tersebut didapatkan dari kecakapan baru, dan perubahan tersebut terjadi
karena adanya usaha.
Sedangkan Syaiful B.Djamarah (2002) mengungkapkan bahwa
belajar adalah rangkaian kegiatan jiwa raga yang menuju perkembangan
pribadi manusia seutuhnya, yang menyangkut unsur cipta, rasa, dan karsa,
ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dari ketiga pendapat diatas dapat
disimpulkan bahwa belajar adalah perubahan yang didapatkan dari
kecakapan baru dan terjadi karena usaha menuju perkembangan pribadi
manusia seutuhnya yang menyangkut unsur cipta, rasa, dan karsa, ranah
kognitif, afektif, dan psikomotor.
Belajar harus menghasilkan perubahan tingkah laku. Hasil tersebut,
dapat berupa pengetahuan, ketrampilan (dari tidak dapat melakukan sesuatu
menjadi dapat melakukan), serta nilai dan sikap (dari tidak dapat berlaku
sopan sampai mengetahui, memahami, menguasai dan dapat bertingkahlaku
sopan). Belajar akan berlangsung (dengan baik) apabila perubahan-
perubahan berikut terjadi; “1. Penambahan informasi, 2. Mengembangkan
7
atau meningkatkan pengertian, 3. Penerimaan sikap-sikap baru, 4.
Memperoleh penghargaan baru, 5. Mengerjakan sesuatu dengan apa yang
telah dipelajari.” (Surjadi dalam Aryanti, 2004). Suatu perubahan tingkah
laku disebut belajar apabila perubahan tersebut merupakan hasil upaya yang
dilakukan individu secara sadar dan disengaja. Dari pendapat diatas dapat
disimpulkan bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang menghasilkan
perubahan tingkah laku, yang pada prinsipnya individu yang belajar
memperoleh sesuatu yang baru.
2.1.2 Pengertian Prestasi Belajar
Sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan guru mengajar dan
keberhasilan siswa dalam belajar, setiap akhir pelajaran diadakan evaluasi
baru yang bertujuan untuk mengukur keberhasilan proses belajar
mengajar. Prestasi adalah penilaian pendidikan tentang perkembangan dan
kemajuan murid yang berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang
disajikan kepada mereka dan nilai-nilai yang terdapat didalam kurikulum.
Menurut Adi Negoro (dalam Aryanto, 2009), prestasi adalah segala jenis
pekerjaan yang berhasil dan prestasi itu menunjukkan kecakapan suatu
bangsa.
Arif Gunarso (dalam Setyowati ,2006) mengemukakan bahwa prestasi
belajar adalah usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah
melaksanakan usaha-usaha belajar. Dari ketiga pendapat diatas dapat
disimpulan bahwa prestasi belajar adalah usaha yang dilakukan anak
8
secara maksimal dan mendapatkan hasil yang dicapai sebaik-baiknya
menurut kemampuan anak pada waktu tertentu terhadap hal-hal yang
dilakukan atau dikerjakan.
Sedangkan Suryabrata, (1988) menyatakan bahwa prestasi belajar
diwujudkan dengan nilai baik, dengan menggunakan lambang A, B, C, D
dan E untuk menunjukkan kelakuan, kerajinan, kerapian, dan kegiatan
ekstrakurikuler. Sedangkan untuk penilaian kemampuan atau prestasi
dalam mata pelajaran dengan menggunakan skala 0 sampai 10. (Koster
dalam Aryanto, 2009) berpendapat bahwa prestasi belajar siswa
merupakan pengetahuan yang dicapai siswa pada sejumlah mata pelajaran
yang dimuat dalam raport sebagai buku laporan nilai atau laporan
pendidikan.
Dari ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar
siswa adalah hasil pengetahuan yang dicapai siswa pada sejumlah mata
pelajaran pada waktu tertentu terhadap hal-hal yang dikerjakan atau
dilakukan baik ranah kognitif, afektif dan psikomotor yang dimuat dalam
bentuk nilai raport. Penilaian kemampuan atau prestasi dalam mata
pelajaran dengan menggukana skala 0 sampai 10, sedangkan penilaian
kelakuan, kerajinan, kerapian dan kegiatan ekstrakurikuler menggunakan
lambang A,B,C,D, dan E.
Menurut J.S Purwadarminto dalam Sunarto (2009) prestasi belajar
adalah hasil yang dicapai sebaik-baiknya menurut kemampuan anak pada
9
waktu tertentu terhadap hal-hal yang dikerjakan atau dilakukan baik ranah
kognitif, afektif maupun psikomator dengan penjelasan sebagai berikut :
a. Ranah Penilaian Kognitif
Ranah penilaian kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental
(otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktifitas otak
adalah kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan mengingat,
memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan
mengevaluasi.
1. Mengingat, yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat. Ditandai
dengan kemampuan menyebutkan simbol, istilah, definisi, fakta,
aturan, metode.
2. Pemahaman, yaitu kemampuan seseorang untuk memahami tentang
sesuatu hal. Ditandai dengan kemampuan menerjemahakan,
menafsirkan, memperkirakan, menentukan, menginterprestasikan..
3. Penerapan, yaitu kemampuan berpikir untuk menjaring dan
menerapkan dngan tepat tentang teori, prinsip, simbol, pada suatu
situasi atau baru/nyata. Ditandai dengan kemampuan
menghubungkan, memilih, mengorganisasikan, memindahkan,
menyusun, menggunakan, menerapkan, mengklasifikasikan,
mengubah struktur.
10
4. Analisis, kemampuan berpikir secara logis dalam neninjau suatu
fakta/objek menjadi lebih rinci. Ditandai dengan kemampuan
membandingkan, menganalisis, menemukan, mengalokasikan,
membedakan, mengkategorikan.
5. Sintesis, kemampuan berpkir untuk memadukan konsep-konsep
secara logis sehingga menjadi suatu pola yang baru. Ditandai dengan
kemampuan mensintesiskan, menyimpulkan, menghasilkan,
mengembangkan, menghubungkan, mengkhususkan.
6. Evaluasi, kemampuan berpikir untuk dapat memberikan
pertimbangan terhadap suatu situasi, sistem nilai, metode, persoalan
dan pemecahan dengan menggunakan tolak ukur tertentu sebagai
patokan. Ditandai dengan kemampuan menilai, menafsirkan,
mempetimbngkan dan menentukan.
b. Ranah Penilaian Afektif
Ranah penilaan afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan
nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat,
emosi, dan nilai. Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah
kognitif, karena dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah :
1. Menerima (memperhatikan), meliputi kepekaan terhadap kondisi,
gajala, kerelaan, mengarah, perhatian.
11
2. Merespon, meliputi merespon secara diam-diam, bersedia merespon,
merasa puas dalam merespon, mematuhi pearturan.
3. Menghargai, meliputi menerima suatu nilai, mengutamakan suatu nilai,
komitmen terhadap nilai.
4. Mengorganisasi, meliputi mengkonseptualisasikan nilai, memahami
hubungan abstrak, mengorganisasi sistm suatu nilai.
c. Ranah Penilaian Psikomotor
Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan
keterampilan (skill) atau kemampuan berindak setelah seseorang
menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah psikomotor adalah ranah
yang berhubungan dengan aktifitas fisik, misalnya lari, lompat, melukis,
menari, memukul, dan sebagainya. Penilaian ranah psikomotor dapat
dilakukan dengan menggunakan observasi atau pengamatan. Observasi
sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku
individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik
dalam situasi yang sebenarnya maupun situasi yang dibuat. Dengan kata
lain, observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan proses belajar
psikomotor, misalnya tingkah laku peserta didik ketika praktik, kegiatan
diskusi peserta didik, partisipasi peserta didik dalam simulasi, dan
menggunakan analisis ketika belajar.
12
Dari beberapa pendapat ahli diatas dapat disimpulkan prestasi
belajar adalah hasil dari pengukuran terhadap kemampuan peserta didik
setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan
instrumen test atau instrumen lain yang relevan baik ranah kognitif,
afektif, maupun psikomotor.
Menurut Saifudin Anwar (2005) test prestasi belajar bila dilihat dari
tujuannya yaitu mengungkapkan keberhasilan seseorang setelah belajar.
Test prestasi belajar berupa tes yang disusun secara terencana untuk
mengungkapkan performa maksimal subjek dalam menguasai bahan-
bahan atau materi yang telah diajarkan. Dalam kegiatan pendidikan formal
test prestasi belajar dapat berbentuk ulangan harian, test formatif, test
sumatif bahkan ebtanas.
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa menurut Nana
Sudjana (1989) dibedakan dalam:
a. Faktor intern, yaitu faktor yang terdapat dalam diri individu itu sendiri,
antara lain ialah kemampuan yang dimilikinya, gaya belajar, minat,
motivasi serta faktor-faktor lainnya.
b. Faktor ekstern, yaitu faktor yang berada di luar individu diantaranya
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
Bloom dalam Arif Setiawan (2007) mengemukakan tiga faktor yang
mempengaruhi pretasi belajar yaitu kemampuan kognitif, motivasi belajar,
13
dan kualitas pembelajaran. Robinson dan Tanner (dalam Slameto 2003)
menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa yaitu
perilaku sosial, konsep diri akademik, strategi belajar siswa, motivasi, pola
asuh dan status ekonomi.
Menurut Slameto (2003) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja,
yaitu faktor intern dan faktor ekstern.
1. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang
belajar. Faktor intern tersebut meliputi beberapa hal antara lain:
a. Faktor jasmaniah yang terdiri dari faktor kesehatan dan cacat
tubuh.
b. Faktor psikologis, terdapat tujuh faktor psikologis yang
mempengaruhi belajar. Faktor-faktor tersebut adalah intelegensi,
minat,gaya belajar, bakat, motif, kematangan dan kelelahan.
2. Faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu yang sedang
belajar. Faktor ekstern meliputi beberapa hal antara lain:
a. Faktor keluarga
Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa
cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana
rumah tangga, dan keadaan ekonomi keluarga.
b. Faktor sekolah
14
Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar mencakup metode
mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan
siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar
pelajaran, keadaaan gedung, metode belajar dan tugas rumah.
c.
Masyarakat merupakan faktor yang berpengaruh terhadap belajar
siswa. Pengaruh ini terjadi karena keberadaan siswa dalam
masyarakat. Faktor tersebut meliputi kegiatan siswa dalam
masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan
masyarakat.
2.2 Gaya Belajar
2.2.1 Pengertian Gaya Belajar
Bobbi De Porter dan Mike Hernacki ( 2004 ) menyatakan bahwa
gaya belajar merupakan kunci untuk mengembangkan kinerja dalam
perkerjaan, sekolah dan dalam situasi-situasi antar pribadi. Oleh karena itu
penting untuk mengetahui bagaimana gaya belajar siswa. Terdapat dua
kategori utama yang telah disepakati oleh para ahli tentang bagaimana
siswa belajar. Pertama¸bagaimana siswa menyerap informasi dengan
mudah dan kedua, cara siswa mengatur dan mengolah informasi.
Adi W. Gunawan ( 2004 ) mengatakan gaya belajar merupakan
cara yang paling disukai dalam melakukan kegiatan berpikir, memproses,
15
dan mengerti suatu informasi. Gaya belajar merupakan suatu kombinasi
dari bagaimana siswa menyerap informasi dan kemudian mengaturnya
serta mengolah informasi tersebut dengan baik.
The National Task Force On Learning Style and Brain Behavior
dalam Supeno(2003) mendefinisikan gaya belajar sebagai pola perilaku
dan kinerja yang konsisten yang digunakan siswa sebagai bagian dalam
pengalaman siswa. Gaya belajar memegang peran kunci dalam
menentukan cara individu mengamati dan menanggapi lingkungan belajar.
Dari ketiga pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa gaya belajar
merupakan suatu cara yang disukai siswa dalam kegiatan berpikir. Dalam
kegiatan berpikir itu merupakan suatu kombinasi yang dilakukan siswa
dalam menyerap informasi, mengatur, dan mengolah informasi tersebut
dengan baik. Gaya belajar memegang peran dalam menentukan cara
individu mengamati dan menanggapi lingkungan belajar baik
dilingkungan sekolah maupun dilingkungan rumah.
Tim Power Indonesia ( 2006 ) mendefinisikan gaya belajar sebagai
suatu cara bagaimana seseorang menyerap informasi yang masuk melalui
panca indra. Senada dengan definisi tersebut, menurut Rita Dunn dan
Kenneth Dunn (dalam Nina Fauzi , 2007 ) mendefinisikan gaya belajar
adalah cara manusia mulai berkonsentrasi, menyerap, memproses, dan
menampung informasi.
16
DePorter dan Hernacki ( 2002) mengatakan gaya belajar adalah
kombinasi dari menyerap, mengatur, dan mengolah informasi. Terdapat
tiga jenis gaya belajar berdasarkan modalitas yang digunakan individu
dalam memproses informasi.
Dari ketiga pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa gaya belajar
merupakan kecenderungan gaya yang paling disukai bagi seseorang dalam
menyerap, memproses dan menerima informasi dari luar dirinya secara
lebih optimal melalui panca indra.
Menurut Supeno ( 2003 ) mendefinisikan gaya belajar sebagai pola
perilaku dan kinerja yang konsisten yang digunakan siswa sebagai bagian
dalam pengalaman pembelajaran. Pendapat lain mengemukakan gaya
belajar adalah cara konsisten individu merespon dan menggunakan stimuli
dalam konteks belajar Kolb (1984). Ahli lain mendefinisikan gaya belajar
merupakan salah satu cara belajar yang lebih disukai siswa. Umumnya,
menganggap bahwa gaya belajar seseorang berasal dari variabel
kepribadian dan pengalaman pendidikan (Nunan, 1991).
Dari ketiga pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa gaya belajar
memegang peran dalam menentukan cara individu mengamati dan
menanggapi lingkungan belajar. Gaya pembelajaran dapat diartikan
sebagai prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar
untuk mencapai tujuan belajar. Dapat juga diartikan suatu pendekatan
yang digunakan oleh siswa dalam kegiatan pembelajaran baik di
17
lingkungan sekolah maupun lingkungan rumah. Gaya belajar merupakan
cara yang cenderung dipilih atau dilakukan karena kebiasaan untuk
menerima informasi dari sekolah sebagai perolehan baru dari pengetahuan,
ketrampilan atau sikap-sikap dalam memproses informasi tersebut melalui
belajar atau pengalaman.
Pengetahuan tentang gaya belajar dapat membantu guru untuk
mampu menciptakan lingkungan belajar yang bersifat multi indrawi, yang
melayani sebaik mungkin kebutuhan gaya belajar setiap siswa. Dengan
memanfaatkan konsep keragaman dan menerima gaya yang berbeda, para
guru akan lebih efektif dalam menentukan strategi-strategi pembelajaran
dan siswa akan menjadi lebih percaya diri dan lebih puas dengan
kemampuan belajar mereka. Dari hal ini diharapkan proses pembelajaran
akan menjadi lebih efektif.
Secara rinci Barbara ( 2007 ), mengungkapkan bahwa hasil
identifikasi gaya belajar juga dapat dimanfaatkan oleh guru untuk:
1. Memahami keragaman siswa dalam kelas.
2. Memperbaiki komunikasi dengan siswa/ orang tua .
3. Membantu merancang kelas yang sesuai dengan belajar siswa.
4. Meningkatkan interaksi antar murid dan guru.
5. Mencocokkan gaya belajar dan mengajar.
18
6. Mengurangi stres pada situasi-situasi sulit.
7. Memperbaiki kinerja dan menambah kepuasan bekerja.
Berdasar pada paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan
mengenai gaya belajar selalu menjadi basis dalam interaksi siswa-guru
dalam upaya memahami dan mendukung dalam upaya kebutuhan belajar
siswa dan membantu mereka menjadi lebih fleksibel dalam belajar.
Penyesuaian gaya belajar siswa dan gaya mengajar, manajemen kelas yang
lebih baik, dan teknik-teknik pengajaran kreatif akan membantu semua
siswa memunculkan potensi mereka dan meningkatkan prestasi. Pada
praktiknya, proses bagaimana guru berkomunikasi dengan siswa juga
sama pentingnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa cara mereka saling
berinteraksi, dapat memberi pengaruh yang cukup besar pada keberhasilan
atau kegagalan proses belajar.
Gaya belajar siswa dikaitkan dengan persepsi dan indranya. Cara
melihat, mendengarkan, memperhatikan, menyimak, melakukan dan
meniru gerakan tubuh selama belajar berpengaruh terhadap peningkatan
kompetensi. Indra siswa yang terlatih dengan baik akan mempercepat daya
tangkap dan mengaktifkan memori jangka panjang, yang dapat
mendukung prestasi belajar siswa menjadi lebih baik
Bandler dan Grinder ( 1981 ) mengatakan, meskipun kebanyakan
orang memiliki akses ke tiga modalitas visual,auditorial,kinestetik hampir
19
semua orang cenderung pada salah satu modalitas belajar yang berperan
sebagai saringan untuk pembelajaran ,pemrosesan dan komunikasi
Selanjutnya Michael Grinder (1991) mengatakan bahwa pada awal
pengalaman belajar salah satu di antara langkah –langkah pembelajaran
yang pertama guru adalah mengenali modalitas seseorang dengan (V-A-
K). Orang visual belajar melalui apa yang di lihat,pelajar auditori
melakukannya dengan apa yang mereka dengar, dan pelajar kinestetik
belajar lewat sentuhan dan gerak. Walaupun masing-masing dari siswa
belajar dengan tahapan tertentu , kebanyakan orang lebih cenderung pada
salah satu di antara ketiga modalitas tersebut.
Bobby DePotter (2000) berpendapat bahwa masing-masing orang
mempunyai kecenderungan berbeda-beda dalam menyerap informasi.
Terdapat tiga gaya belajar yaitu apa yang sering disingkat dengan VAK:
Visual, Auditory, Kinestethic.
Dari ketiga pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa setiap siswa
atau manusia mempunyai modalitas gaya belajar visual, gaya belajar
auditori, dan gaya belajar kinestetik. Akan tetapi hampir semua siswa
memiliki kecenderungan pada satu modalitas gaya belajar saja. Dengan
demikian maka guru diharapkan dapat mengenali gaya belajar yang
dimiliki oleh masing-masing siswa sehingga dapat menentukan gaya
mengajar yang tepat. Harapannya, untuk dapat lebih meningkatkan
20
prestasi belajar siswa, walaupun gaya belajar yang dimiliki oleh masing-
masing dari siswa tidak sama.
2.2.2 Macam-macam Gaya Belajar
Bobbi dePorter (2000) mengklarifikasikan gaya belajar menjadi 3 yaitu:
A. Gaya belajar visual
Gaya belajar visual ini secara umum dapat diartikan sebagai gaya
belajar yang lebih menekankan pada indra penglihatan atau mata. Menurut
pendapat Hermono (2001) visual merupakan tindakan melihat dengan
mata.
Siswa yang mempunyai kecenderungan gaya belajar visual
memiliki khayalan internal (internal imagery), sehingga cenderung
imaginatif dan kreatif. Karakteristik gaya belajar visual ini berhubungan
dengan visualitas. Pertama, adalah kebutuhan melihat sesuatu baik
informasi maupun pelajaran secara visual, lalu memperhatikan segala
sesuatu dan menjaga penampilan, dan yang terakhir adalah anak akan
lebih mudah mengingat jika dibantu gambar, serta lebih suka membaca
daripada dibacakan (ISTPI : 2008).
Frans M. Royan ( 2000 ) menyatakan gaya belajar visual adalah
orang yang lebih suka menggunakan penglihatan dalam menerima
informasi. Siswa yang cenderung memiliki gaya belajar visual lebih
menitik beratkan ketajaman penglihatan.
21
Dari ketiga pendpat diatas dapat disimpulkan bahwa gaya belajar
visual merupakan gaya belajar yang menitik beratkan pada ketajaman
indra penglihatan. Siswa yang berkecenderungan gaya belajar visual
memiliki khayalan internal sehinga cenderung imajinatif dan kreatif.
Rose dan Malcolm ( 2002 ) menyatakan orang-orang visual, belajar
melalui melihat sesuatu, siswa suka melihat gambar atau diagram,
pertunjukkan, peragaan atau menyaksikan video. Selaras dengan pendapat
Gunawan ( 2006 ) siswa visual akan sangat mudah melihat atau
membayangkan apa yang dibicarakan. Mereka sering melihat gambar
yang berhubungan dengan kata atau perasaaan dan mereka akan mengerti
tentang suatu informasi bila mereka melihat kejadian, melihat informasi
itu tertulis atau dalam bentuk gambar.
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa gaya belajar
visual merupakan suatu kecenderungan yang dimiliki siswa yang lebih
menitik beratkan pada indra penglihatan. Dimana siswa ini dalam hal
menerima informasi bahkan dalam hal berbicarapun siswa ini lebih
cenderung menggunakan penglihatan. Siswa yang memiliki
kecenderungan gaya belajar visual ini lebih menyukai hal-hal yang dapat
dilihat dengan jelas. Siswa visual ini lebih menyukai gambar, atau diagram
pada saat guru menjelaskan.
Giles, Sarah Pitre, and Sara Womack ( 2003 ) mengungkapkan
bahwa orang visual perlu melihat bahasa tubuh pengajarnya dan ekspresi
22
wajah sehingga mampu memahami isi atau makna dari suatu materi.
Didalam ruangan mereka akan mengambil posisi duduk di depan agar
pandangannya tidak terhalang misalnya kepala temannya. Selama proses
pembelajaran atau diskusi kelas, orang-orang visual seringkali membuat
catatan yang terperinci agar mudah menyerap informasi.
Haynes ( 2008 ) berpendapat bahwa orang visual merupakan siswa
yang lebih menyenangi membaca dengan tenang dari pada dengan
menggunakan video. Mereka belajar dengan mengobservasi dan
menyenangi bekerja dengan Grafik komputer, peta, diagram, kartun-
kartun, poster, teks dengan gambar.
Siswa dengan kecenderungan gaya belajar visual biasanya mudah
untuk menerima informasi atau pelajaran dengan visualisasi dalam bentuk
gambar, tabel, diagram, grafik, peta pikiran, goresaan, atau simbol-simbol
( Nurulfikri : 2011).
Bobbi De Porter ( 2000 ) gaya belajar visual dapat diterapkan oleh
guru dalam berbagai mata pembelajaran, dengan menggunakan beberapa
pendekatan: menggunakan beragam bentuk grafis untuk menyampaikan
informasi/materi pelajaran berupa film, slide, ilustrasi, coretan atau kartu-
kartu gambar berseri untuk menjelaskan suatu informasi secara berurutan.
Dari ketiga pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa siwa yang
memiliki kecenderungan gaya belajar visual ini cederung mudah dalam
23
menerima informasi melalui penglihatan, suka membaca di tempat yang
tenang, suka belajar dengan bantuan grafik, peta, diagram, atau gambar.
Ciri-ciri siswa yang memiliki kecenderungan gaya belajar visual
menurut Bobbi De Porter (2000) adalah sebagai berikut :
a. Rapi dan teratur.
b. Berbicara dengan cepat.
c. Teliti terhadap detail.
d. Mementingkan penampilan ,baik dalam hal pakaian maupun prestasi.
e. Mengingat apa yang dilihat,daripada di dengar.
f. Tidak terganggu dengan keributan.
g. Pembaca cepat dan tekun.
h. Lebih suka membaca dari pada di bacakan.
i. Mencoret-coret tanpa arti selama berbicara ketika guru menjelaskan.
B. Gaya belajar auditori
Pengertian dari auditori ini berhubungan erat dengan telinga atau
pendengaran. Auditori juga merupakan salah satu bagian dari aktivitas
belajar. Didalam kamus besar bahasa Indonesia( 1990 ) mendefinisikan,
auditori adalah dapat mendengar dengan indra pendengaran (telinga).
Gunawan ( 2006 ) mengatakan orang auditori mengekspresikan diri
mereka melalui suara, baik itu melalui komunikasi internal dengan diri
sendiri maupun eksternal dengan orang lain. Bila hendak menuliskan
24
sesuatu, orang ini akan mendengar suara dari apa yang akan ditulis. Pada
saat siswa auditorial ini akan berbicara dengan seseorang yang baru
dikenal, maka siswa ini akan melakukan latihan mental mengenai apa saja
yang akan siswa ini katakan dan bagaimana cara mengatakan.
Cara siswa belajar dengan auditori adalah diskusi, membicarakan
sesuatu dan mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru. Orang
auditori menginterpretasikan makna melalui bunyi suara, dan nada suara.
Informasi dalam bentuk tulisan dimana makna yang mereka terima
mungkin Cuma sedikit sampai mereka dapat mendengarkan informasi
tersebut. Orang auditori seringkali memanfaatkan menggunakan tape
recorder (Giles, Sarah Pitre, Sara Womack : 2003). Pendapat Hermono (
2001 ), auditori merupakan tindakan mendengar dengan telinga. Jadi anak-
anak dengan kecerdasan auditori yang tinggi cenderung berpikir secara
auditori.
Dari ketiga pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian
dari gaya belajar auditorial adalah cara belajar yang digunakan siswa
untuk memastikan apa yang didengar dan mengingat apa yang didengar.
Siswa yang memiliki gaya belajar auditorial ini sangat mengandalkan
pendengarannya untuk menangkap informasi dan mengolah informasi
tersebut.
Frans M. Royan ( 2000 ) berpendapat bahwa gaya belajar
auditorial merupakan gaya belajar yang lebih suka menggunakan
25
pendengaran dalam menerima informasi. Siswa yang cenderung memiliki
gaya belajar auditorial lebih menitik beratkan ketajaman pendengaran.
Dalam artian, suara-suara yang tajam sangat membantu belajar siswa
auditorial ini agar mereka paham dan mampu menerima informasi dengan
baik. Siswa yang memiliki gaya belajar auditorial menangkap pelajaran
lewat materi suara-suara yang khas.Karakteristik model belajar auditorial
ini benar-benar menempatkan pendengaran sebagai alat utama untuk
menyerap informasi atau pengetahuan.
Ciri – ciri siswa yang memiliki kecenderungan gaya belajar
auditoril menurut Bobbi De Porter ( 2000 ) adalah :
a. Berbicra sendiri ketika mengerjakan tugas.
b. Mudah terganggu dengan keributan.
c. Menggerakkan bibir saat mereka membaca.
d. Senang membaca dengan keras.
e. Kesulitan dalam menulis.
f. Berbicara dengan fasih.
g. Belajar dengan memdengarkan.
h. Suka berbicara dan berdiskusi.
i. Lebih suka mengeja dengan keras daripada menulisnya.
Dari kedua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa, siswa
auditorial menitik beratkan pada indra pendengaran, dimana telinga sangat
mendukung aktifitas belajar siswa auditorial ini. Kebanyakan siswa
26
auditorial ini kurang konsentrasi belajar pada saat kelas dalam keadaan
gaduh, mereka sangat menyenangi suasana kelas yang kondusif dan dalam
keadaan tenang. Siswa auditorial ini lebih suka membaca dengan suara
keras. Dan yang menjadi keunikan dari siswa auditorial ini adalah
cenderung lebih suka mendengarkan teman membaca materi pelajaran,
ketimbang membaca sendiri. Karena bagi siswa auditorial ini membaca
merupakan salah satu kegiatan yang kurang menyengkan, siswa auditorial
dapat konsentrasi dengan baik pada saat belajar, akan tetapi harus di
dukung suasana yang tenang dan tanpa ada suara yang dapat mengganggu
konsentrasinya.
C. Gaya belajar kinestetik
Kinestetik adalah cara menyerap informasi melalui berbagai gerakan
fisik (Akbar Zainudin, 2010). Bentuk kecerdasan ini karena terjadinya
hubungan antara pikiran dan tubuh yang diperlukan untuk berhasil dalam
aktivitas-aktivitas belajar baik di dalam kelas maupun dirumah.
Menurut pendapat DePorter & Mike ( 2008 ) siswa-siswi kinestetik
cenderung belajar dengan menyentuh, bekerja dan lebih banyak bergerak.
Sementara Gunawan ( 2006 ) menyatakan bahwa orang kinestetik sangat
peka terhadap perasaan atau emosi dan pada sensasi sentuhan dan gerakan.
27
Dari ketiga pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian
dari kinestetik adalah bentuk kecerdasan karena terjadinya hubungan
antara pikiran dan gerak tubuh yang lebih banyak bergerak.
Hiatono santoso ( 2009 ) berpendapat kinestetik adalah sebuah
istilah yang dipakai untuk menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan
perasaan dan sensasi tubuh. Istilah kinestetik juga digunakan untuk
melingkupi semua jenis dari perasaan termasuk di dalamnya perasaan
sentuhan, sensasi oleh rangsangan dan perasaan dari dalam.
Menurut Frans M. Royan (2000) bahwa orang gaya belajar
kinestetik adalah orang yang lebih suka menggunakan berbagai sentuhan
dalam menerima dan mengolah informasi. Siswa yang cenderung memiliki
gaya belajar kinestetik ini lebih menitik beratkan ketajaman indra peraba.
Bobbi De Porter (2000) mengatakan untuk dapat menerapkannya
dalam pembelajaran, kepada siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik,
guru dapat melakukannya dengan menggunakan berbagai model peraga,
semisal bekerja di laboratorium atau belajar yang membolehkannya
bermain. Cara sederhana yang juga bisa ditempuh adalah secara berkala
mengalokasikan waktu untuk sejenak beristirahat di tengah waktu
belajarnya.
Dari ketiga pendapat diatas dapat disimpulakan bahwa gaya belajar
kinestetik dapat diartikan sebagai cara belajar yang digunakan anak ialah
28
memastikan apa yang disentuh dan mengingat apa yang lakukan. Siswa
yang memiliki gaya belajar kinestetik sangat mengandalkan indra peraba
mereka untuk menangkap informasi dan mengolah informasi tersebut
secara baik.
Ciri- ciri siswa yang memiliki kecenderungan gaya belajar
kinestetik menurut Bobbi De Porter (2000 ) adalah sebagai berikut :
a. Berbicara dengan berlahan.
b. Menanggapi perhatian fisik.
c. Selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak.
d. Menghafal dengan cara berjalan .
e. Menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca.
f. Banyak menggunakan isyarat tubuh.
g. Tidak dapat duduk diam dalam waktu lama
2.2.3 Perbedaan Masing-Masing Gaya belajar
Menurut pendapat beberapa ahli, perbedaan masing-masing gaya
belajar dapat dilihat dari berbagai hal yang dapat dilihat dalam tabel
berikut ini. Ciri- ciri tipe kecenderungan gaya belajar dilihat dari kegiatan
yang sering dilakukan (Rose dan Malcolm, 2002) dapat dilihat dalam tabel
2.1 berikut ini.
29
Tabel 2.1
Ciri-ciri tipe kecenderungan gaya belajar
Visual Auditori Kinestetik
v Suka membaca
(menyukai/menikmati bacaan),
menonton televise, menonton
film (pergi ke bioskop), menerka
teka-teki atau mengisi TTS, lebih
suka membaca ketimbang
dibacakan. Lebih suka
memperhatikan ekspresi wajah
ketika berbicara dengan orang
lain atau membacakan bacaan
kepadanya.
v Suka mendengar radio, musik,
sandiwara, drama atau lakon,
debat. (Anak-anak auditori suka
cerita yang dibacakan kepadanya
dengan berbagai ekspresi.
v Menyukai kegiatan
aktif baik social maupun
olahraga, seperti menari
dan lintas alam.
v Mengingat orang melalui
penglihatan-“tak pernah lupa
wajah.” Mengingat kata-kata
dengan melihat dan biasanya
bagus dalam mengeja atau
melafalkan-tetapi perlu waktu
lebih lama untuk mengingat
susunan atau urutan abjad jika
tidak disebutkan awalnya.
v Ingat dengan baik nama orang.
Bagus dalam mengingat fakta.
Suka berbicara dan punya
perbendaharaan kata luas.
v Ingat kejadian-kejadian; hal-
hal yang terjadi.
v Kalau memberi/ menerima
penjelasan arah lebih suka
memakai peta/gambar
v Menerima dan mmemberikan
penjelasan arah dengan kata-kata
(verbal)-“Ambil arah kiri dan
berjalanlah kira-kira dua blok
sebelum belok ke kanan”. Senang
menerima instruksi secara verbal.
v Memberikan dan menerima
penjelasan arah dengan
mengikuti jalan yang
dimaksud-“lebih mudah
apabila anda mengikuti saya
saja.”
v Selera pakaian: bergaya.
Penampilan penting. Warna
pilihannya sesuai, tertata atau
terkoordinasi.
v Selera: yang penting label!
Mengetahui siapa perancangnya
dan dapat menjealskan pilihan
pakaiannya.
v Selera: nyaman dan “rasa”
bahan lebih penting daripada
gaya.
v Menyatakan emosi melalui
ekspresi muka
v Mengungkapkan emosi secara
verbal melalui perubahan nada
bicara atau vokal
v Mengungkapkan emosi
melalui bahasa tubuh,
gerak/nada otot
v Menggunakan kata dan
ungkapan seperti: melihat,
menonton, menggambarkan,
sudut pandang, mencerahkan,
perspektif, mengungkapkan,
tampak bagiku, meneropong,
terang ibarat Kristal, focus,
cemerlang, bersemangat,
pandangan dari atas, pendek
akal, suka pamer.
v Menggunakan kata-kata dan
ungkapan-ungkapan
seperti:kedengarannya benar,
membangkitkan lonceng,
mendengar apa yang anda
katakana, seperti music bagi
telinga saya, ceritakan, dengarkan,
pesan tersembunyi (tersirat),
panggil, lantang dan jelas, omong
kosong, alasan/nalar, lebih dari
cukup, teguran, ungkapkan diri
anda, jaga lidah anda, cara
berbicara, member perhatian,
berkata benar, lidah kelu, tulikan
telinga.
v Menggunakan kata dan
ungkapan seperti: merassa,
menyentuh, menangani, mulai
dari awal, menaruh kartu di
meja, meraba, memegang,
memetik dawai, mendidihkan,
bergandeng tangan, mengatasi,
menahan, tajam laksana pisau.
v Aktivitas kreatif:
menulis, menggambar, melukis,
v Aktivitas kreatif: menyanyi,
mendongeng (mengobrol apa
v Aktivitas kreatif: kerajinan
tangan, berkebun, menari,
30
merancang (mendesain), melukis
di udara
saja), bermain musik, membuat
berita lucu, berdebat, berfilosofi.
berolahraga.
v Menangani proyek-proyek
dengan merencanakan
sebelumnya, meneliti “gambaran
menyeluruh”-nya.
Mengorganisasikan rencana
permainan dengan menghimpun
daftarnya lebih dahulu.
Berorientasi detail.
v Menangani proyek-proyek
dengan berpijak pada prosedur,
memperdebatkan masalah,
mengatasi solusi verbal.
v Menangani proyek langkah
demi langkah. Suka
menggulung lengan bajunya
dan terlibat secara fisik.
v Cenderung berbicara cepat
tetapi mungkin cukup pendiam
di dalam kelas
v Berbicara dengan kecepatan
sedang. Suka berbicara bahkan di
dalam kelas
v Berbicara agak lambat
v Berhubungan dengan orang
lain lewat kontak mata dan
ekspresi wajah
v Berhubungan dengan orang lain
lewat dialog, diskusi terbuka
v Berhubungan dengan orang
lain lewat kontak fisik,
mendekat/ akrab, menyentuh
v Saat diam suka melamun atau
menatap ke angkasa
v Dalam keadaan diam suka
bercakap-cakap dengan dirinya
sendiri atau bersenandung
v Dalam keadaan diam selalu
merasa gelisah; tidak bisa
duduk tenang
v Menjalankan bisnis atas dasar
hubungan personal antarwajah
v Suka menjalankan bisnis
melalui telepon
v Suka melakukan urusan
seraya mengerjakan sesuatu,
suka berjalan-jalan saat
bermain golf
v Punya ingatan visual bagus,
ingat dimana meninggalkan
sesuatu beberapa hari yang lalu
v Cenderung mengingat dengan
baik dan menghafal kata-kata dan
gagasan-gagasan yang pernah
diucapkan
v Ingat lebih baik
menggunakan alat bantu
belajar tiga dimensi
v Merespon lebih bagus ketika
anda perlihatkan sesuatu
ketimbang cerita tentangnya
v Merespon lebih baik tatkala
mendengar informasi ketimbang
membaca
v Belajar konsep lebih baik
dengan menangani objek
secara fisik (contoh, Dalai
Lama dan arlojinya)
2.3 Penelitian Relevan
Bebepara penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah
1 Perbedaan prestasi belajar mata pelajaran sejarah berdasarkan gaya belajar
visual, auditori, kinestetik siswa kelas X SMU N 11 Malang(Irma Mulyati,
2011). Dengan hasil bahwa siswa yang memiliki kecenderungan gaya
belajar auditori memiliki nilai lebih unggul dari pada siswa yang memiliki
kecenderungan gaya belajar visual dan gaya belajar kinestetik.
31
2 Pengaruh penggunaan multimedia berbasis computer dan media
pembelajaran tiga dimensi terhadap prestasi belajar ilmu pengetahuan
alam siswa kelas IV Sekolah Dasar di Girimarto Wonogiri ditinjau dari
gaya belajar siswa (Fety Marhayuni, 2012). Dengan hasil terdapat
perbedaan antara gaya belajar siswa visual, auditori, kinestetik terhadap
prestasi belajar ilmu pengetahuan alam. Hal ini ditunjukkan dengan hail F
hitung (38,44) > F tabel (4,00) dengan nilai rata-rata siswa visual sebesar
75,70, siswa auditori sebesar 62,25,dan siswa kinestetik sebesar 57,50.
2.4 Kerangka Berpikir
Belajar merupakan kegiatan untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang dihasilkan dari pengalaman individu dalam interaksi dengan
lingkungan yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik. Proses
interaksi siswa dengan lingkungan belajar akan menghasilkan sebuah prestasi
belajar.
Prestasi belajar adalah tolok ukur dalam proses belajar mengajar.
Belajar dapat dikatakan berhasil jika siswa mampu mencapai prestasi belajar
yang tinggi sehingga dapat dikatakan bahwa proses belajar mengajar tersebut
berhasil dan sebaliknya bila prestasi belajar belajar siswa rendah berarti proses
belajar mengalami kegagalan.
Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa salah satunya adalah
gaya belajar siswa. Terdapat tiga jenis kecenderungan gaya belajar yang
dimiliki oleh sisiwa yaitu gaya belajar visual, gaya belajar auditori, dan gaya
32
belajar kinestetik. Dari kerangka berpikir diatas maka dapat digambarkan pada
gambar diagram yang dapat dilihat pada tabel 2.1 sebagai berikut
Gambar 2.1
Gambar kecenderungan gaya belajar dan prestrasi belajar
Gaya Belajar
Gaya Belajar
Visual Auditori Kinestetik
PRESTASI
BELAJAR