Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
18
BAB II
KAJIAN PUSTAKA KONSEP LANDASAN TEORETIS
DAN MODEL PENELITIAN
21 Kajian Pustaka
Ada beberapa sumber pustaka yang penting untuk dicermati dalam konteks
penelitian ini agar posisi penelitian ini menjadi jelas di antara penelitian-
penelitian terdahulu Adapun beberapa sumber pustaka yang dimaksud dalam hal
ini adalah sebagai berikut
Nitobe Inazo「新渡戸稲造」dalam bukunya Bushido「武士道」(2004)
menyatakan inti dari jalan seorang samurai sebagai berikut
武士道ぶ し ど う
は文字通もじどおり
り武人ぶ じ ん
あるいは騎士き し
の道であり武士がその職分しょくぶん
を尽つ
くすと
きでも日常生活の言行げんこう
においても守もらなければならない道であって言いか
えれば武士の掟おきて
であり武士階級かいきゅう
の身分み ぶ ん
に伴う義務ぎ む
なのである
Bushido adalah sesuai dengan tulisannya merupakan jalan samurai (bujin
atau kishi) atau kesatria yakni jalan yang harus ditaati atau dijaga baik saat bushi
melaksanakan tugas maupun dalam tingkah laku dan perkataan sehari-hari dengan
kata lain peraturan bushi atau kewajiban yang disertai kasta atau identitas tingkat
bushi
武士道は武士の道徳的どうとくてき
な掟おきて
であって武士はこれを守り行おこな
うことを教え
られかつ要求ようきゅう
されるものであるしかしそれは成文法せいぶんほう
ではないあるいは先人せんじん
の口伝くちづた
えにあるいは数人の名のある武士や学者の筆ふで
によって伝えられたわずか
の客言きゃくこと
があるにすぎないむしろそれは語かた
られもしない書かれもしない(つま
り不言ふ げ ん
不文ふ ぶ ん
の)道徳どうとく
の掟であってだからこそ実行じっこう
を強く求める力があるのであり
武士の心に刻きざ
みこまれている律法りっぽう
なのであるそしてそれは一人のすぐれた頭脳ず の う
によって創造そうぞう
されたものでもなく一人の高名こうめい
な人物じんぶつ
の生涯しょうがい
を基もと
としてつくられた
ものでもないそれは(わが国民が武ぶ
をもって国を建た
てて以来)数百年すうひゃくねん
にわたる
武士の生活の間に徐々じょじょ
に発達はったつ
をとげその形態けいたい
をつくってきたものである
Bushido adalah peraturan moral bagi bushi dimana seorang bushi
dianjurkan untuk menjaga dan melaksanakan jalan tersebut Tetapi ini bukan
merupakan hukum tertulis melainkan diteruskan dari mulut ke mulut secara turun
temurun atau hanya terdapat beberapa kata-kata berupa goresan kuas dari
beberapa orang bushi yang terkenal Bahkan itu merupakan suatu peraturan moral
yang bersifat tidak diceritakan maupun tidak ditulis Namun justru karena itu ada
19
kekuatan yang menggerakkan bahwa ditekankan untuk membuat seorang bushi
harus menjalankannya dan merupakan hukum atau peraturan yang telah terpatri
dalam jiwa para bushi masing-masing Juga bushido bukan sesuatu yang
diciptakan oleh seorang yang mempunyai otak yang cemerlang bukan juga
sesuatu yang diciptakan dengan landasan kehidupan seorang tokoh yang tenar
Bushido itu adalah sesuatu yang berkembang dan terbentuk sedikit demi sedikit
melalui kehidupan bushi selama beberapa ratus tahun (sejak bangsa Jepang
mendirikan negaranya dengan kekuatan ldquoburdquo dari bushi tersebut)
武士道の淵源えんげん
をたずねるにあたって私はまず仏教ぶっきょう
からはじめようと思う
仏教は(常つね
に心を案あん
じて)すべてを運命うんめい
にまかせるという平常へいじょう
の感覚かんかく
を武士道に与あた
えた避さ
けることができない運命に対しては冷静れいせい
に服徐ふくじょう
するという危険災難さいなん
に直面ちょくめん
したときのストイック的な落お
ちつきと生しょう
を軽かろ
んじて死に親した
しむ心を与えてきた
Dalam rangka mencari asal usul bushido saya bermaksud akan memulai
dari agama Buddha Agama Buddha memberikan rasa tenang dan sifat datar
kepada bushido dimana pasrah dengan nasib (dengan cara senantiasa
menenangkan hati) maka dengan demikian agama Buddha pun memberikan
ketenangan secara damai tanpa nafsu dalam menghadapi bahaya atau mala petaka
yaitu terhadap nasib yang tidak bisa dihindari mereka turuti dengan tenang hati
dan juga Buddha memberikan hati yang meringankan kehidupan seseorang dan
akrab dengan kematian
禅ぜん
とは(古代こ だ い
インド語の)ディヤーナの日本語訳であり(小泉こいずみ
八雲や く も
の説明
にあるように)「言葉による表現ひょうげん
の範囲は ん い
を超こ
えた思想し そ う
の領域りょういき
に瞑想めいそう
をもって自みずか
ら
達たっ
しようとする人間の努力どりょく
をいう」という意味であるその方法は瞑想めいそう
でありそ
の目的とするところは私の理解り か い
するところによれば(この宇宙うちゅう
の)すべての
現象げんしょう
の底そこ
に存在そんざい
する原理げ ん り
を確認かくにん
しそれによって自己じ こ
を絶対的ぜったいてき
なるものと調和ちょうわ
せ
しむることにあるこのように定義て い ぎ
すれば禅の教えは一宗いっしゅう
一派い っ ぽ
の教義きょうぎ
にとどまら
ず(その以上のものであって)人間は誰でもこの絶対的なるものを認識にんしき
できれば
俗世間ぞくせけん
のあらゆる現象を解脱げ だ つ
して「新しい天と新しい地」に目覚め ざ
めることができる
のである
Kata ldquoZenrdquo terjemahan dalam bahasa Jepang dari kata ldquoDhyanardquo (bahasa
India kuno) sebagaimana dalam penjelasan Koizumi Yakumo Zen bermakna
ldquosuatu upaya manusia yang berupaya dengan niat diri sendiri untuk mencapai
wilayah pemikiran yang melewati batas ekspresi dengan kata-kata dengan cara
meditasi Caranya dengan meditasi dan tujuannya adalah menurut pengertian saya
menyaksikan hukum alam yang berada pada dasar segala fenomena di alam
semesta dan dengan demikian memadukan diri sendiri dengan Yang Maha Kuasa
Apabila kita rumuskan arti Zen seperti ini maka ajaran Zen tidak terbatas pada
ajaran atau kewajiban daripada salah satu sekte dari salah satu agama dan
siapapun dia apabila kita menyadari atau mengakui sesuatu yang bersifat mutlak
maka manusia itu dapat melepaskan diri dari pada segala fenomena yang terjadi
pada dunia ini sehingga dapat bangkit pada ldquosurga baru dan dunia barurdquo
20
仏教が武士道に与えることができなかったものを神道しんとう
が豊ゆた
かに充み
たしてく
れた主君しゅくん
に対する忠節ちゅうせつ
祖先そ せ ん
に対する崇拝すうはい
および親に対する孝行こうこう
がこれである
この三つの教えは他のいかなる宗 教しゅうきょう
の信しん
条じょう
によっても教えられなかったもので
あるこれによって武士の(ややもすれば陥おちい
りやすい)傲慢ごうまん
な性格せいかく
は抑制よくせい
されて
服従性ふくじゅうせい
が加えられた
Apa yang tidak bisa diberi oleh agama Buddha sebelumnya kepada
bushido dipenuhi secara subur oleh Shinto Itu adalah kesetiaan kepada tuan
pemujaan terhadap leluhur dan balas budi terhadap orang tua Ketiga ajaran ini
sebelumnya belum pernah diajarkan oleh ajaran agama lainnya Dengan ajaran ini
telah ditekankan atau dikurangi sifat angkuh (yang sering mudah muncul) pada
bushi juga ditambah sifat menuruti
厳正げんせい
な意味における道徳的どうとくてき
教養きょうよう
に関しては孔子こ う し
の教える道が武士道のも
っとも豊かな淵源えんげん
であった孔子が説と
いた君臣くんしん
父子ふ し
夫婦ふ う ふ
長幼ちょうよう
朋友ほうゆう
のこの
五輪ご り ん
の道は中国よりこの聖人せいじん
の教義きょうぎ
が輸入ゆにゅう
される以前からわが国の民族みんぞく
的本能ほんのう
がこれを認みと
め重おも
んじていたことであって孔子の教えはこれを確認かくにん
したにすぎな
い
Mengenai pengetahuan moral dalam arti yang tepat adalah jalan yang
dianjurkan oleh pendiri ajaran Konfucuisme yaitu Kong Fu Chu merupakan
sumber asal mula yang paling subur bagi bushido Jalan ke lima lingkaran yang
terdiri dari tuan dan anak buah ayah dan anak suami dan istri tua dan muda
persahabatan yang dianjurkan Kong Fu Chu sebenarnya sudah ada dan disadari
oleh bangsa Jepang sebelum diimpornya dari orang suci dari Cina ini Ajaran
Kong Fu Chu hanya mengonfirmasi atau memastikan saja
Tulisan Nitobe mengenai bushido di atas memungkinkan untuk dimanfaatkan
dalam melakukan penelitian ini terutama dalam rangka memahami doktrin nilai-
nilai yang berlaku dalam bela diri Aikido
Ratti dan Westbrook dengan judul bukunya Secrets of the Samurai (2013)
menyatakan berbagai hal menyangkut samurai di antaranya kemunculan kaum
samurai pada zaman feodal Jepang yaitu periode akhir Heian「平安時代」abad
ke-10 sampai dengan abad ke-17 Struktur pemerintahan militer shogunat
Tokugawa pendidikan dan status kaum samurai ronin (samurai tanpa tuan) bela
diri dengan senjata bela diri tanpa senjata beberapa rahasia teknik bela diri yang
ditekuni samurai kekuatan dalam yang ada pada bela diri samurai (terdiri dari
21
kontrol dan kekuatan strategi-strategi prinsip dan moralitas dalam bela diri)
Pada bagian kontrol dan kekuatan (power) salah satu subbabnya menyebutkan
bela diri samurai yang berevolusi menjadi bela diri Aikido pada saat ini
Pada bagian akhir tulisan Ratti dan Westbrook menekankan moralitas yang
terkandung di dalam bela diri yang ditekuni samurai yang berevolusi melahirkan
beberapa bela diri modern Jepang saat ini seperti Kyuujitsu Kenjitsu Judo
Karate Aikido Jujitsu Kendo Kyudo Iaido dan bela diri lainnya Moralitas
yang mengalir pada bela diri Jepang modern bersumber pada jalan bushido
Tulisan Ratti dan Westbrook tersebut juga memungkinkan untuk dimanfaatkan
terutama dalam mendalami asal-usul keberadaan samurai teknik-teknik bela diri
yang dilakukan dan dikuasai oleh para samurai zaman feodal di Jepang yang
menjelma menjadi teknik-teknik gerakan dalam bela diri Aikido baik yang ada di
Jepang maupun di Bali
Ueshiba Moriteru「植芝守央」dalam bukunya yang berjudul Motto
Umakunaru Aikido「もっとうまくなる合気道 」 (2011) menguraikan
beberapa hal mengenai bela diri Aikido dimulai dari pengertian dan sejarah bela
diri Aikido cara mengenakan pakaian pada saat latihan sikap bersimpuh sikap
memasuki dojo dan cara menghormat ke altar guru besar pencipta bela diri
Aikido Dalam buku tersebut Ueshiba Moriteru juga menjelaskan dengan detail
mengenai teknik (waza) dimulai dari postur tubuh yang benar gerakan kaki arah
putaran pinggang dan gerakan tangan pada saat berlatih dengan tangan kosong
dan menggunakan senjata (pedang kayu tongkat dan pisau kayu) Teknik lainnya
yang dijelaskan dalam buku tersebut di antaranya teknik lipatan bantingan cara
jatuh supaya badan tidak cedera pada saat berlatih Semua sikap dan gerakan
22
teknik diperagakan oleh peraga yang juga peserta bela diri Aikido Hal itu
ditampilkan melalui foto disertai keterangan postur yang benar dan yang salah
sehingga buku ini dijadikan pegangan dalam mempelajari teknik bela diri Aikido
yang standarnya ditetapkan oleh dojo pusat di seluruh dunia yang berada di
Tokyo-Jepang Pada bagian akhir dari buku yang ditulis oleh Ueshiba Moriteru
ditampilkan cara-cara menghadapi serangan lawan mematahkan serangan
tersebut melumpuhkan dan mengontrol lawan dengan beberapa jenis kuncian
sehingga lawan tidak bisa bergerak tetapi tidak mencederainya Buku yang ditulis
oleh Ueshiba Moriteru ini juga dijadikan sumber inspirasi terutama dalam
memahami istilah-istilah teknis yang terkait dengan bela diri Aikido
Diah Madubrangti (2004) menulis disertasi dengan judul ldquoMakna Festival
Olahraga (Undoukai) sebagai Kegiatan Kompetitif bagi Pembentukan
Kepribadian Anak Melalui Pendidikan Sekolah di Jepangrdquo Hasil penelitian Diah
menggambarkan implementasi spirit samurai sehingga menarik untuk dicermati
karena spirit samurai juga diusung dalam olahraga bela diri Aikido Disertasi Diah
menggambarkan spirit samurai yang menekankan pentingnya sikap pantang
menyerah kegigihan menghargai orang lain menghormati guru dan berlatih
secara terus menerus Ulasan dalam disertasi tersebut juga mengenai undoukai
yang dipandang berfungsi penting dalam pembentukan karakter anak-anak Jepang
sehingga tercermin pada sikap dan perilaku individu-individu anak Jepang dalam
kehidupan kesehariannya
Walaupun sama-sama membahas kegiatan olahraga yang berspirit samurai
judul dan masalah penelitian ini berbeda dengan judul dan masalah penelitian
Diah Diah menitikberatkan kegiatan undoukai sebagai salah satu aktivitas anak-
23
anak Jepang dan tempat kegiatan di Jepang olahraganya bukan bela diri dan
dilakukan oleh orang asli Jepang sehingga hal ini merupakan kegiatan
yang rdquorealitasrdquo bukan rdquoposrealitasrdquo Dalam penelitian ini fokusnya adalah
kegiatan latihan bela diri Aikido di Bali yang bernuansa posrealitas
Mugi Raharja (2013) menulis disertasi dengan judul ldquoRepresentasi
Posrealitas Desain Gedung Pusat Pemerintahan Kabupaten Badungrdquo Dalam
disertasi tersebut diungkapkan bahwa pengkajian terhadap bentuk representasi
posrealitas desain Gedung Puspem Badung dihasilkan oleh pencitraan kronoskopi
sebagai simulasi ruang dan waktu secara virtual di layar komputer yang
dilengkapi citra gerak Adanya citra gerak ini menyebabkan seseorang yang
melihat simulasi desain Gedung Puspem Badung dapat mengalami waktu dan
merasakan ruang secara virtual Kemudian simulasi diwujudkan menjadi fakta
sebagai realitas dapat mempresentasikan pencitraan terhadap Pemerintah Daerah
Badung merepresentasikan desain hibrid dan representasi semiotisasi desain
Pencitraan terhadap Pemda Badung merupakan pencampuran dari fakta sebagai
realitas dengan realitas semu atau citra Proses dekonstruksi representasi
posrealitas desain gedung Puspem Badung merepresentasikan terjadinya
dekonstruksi ruang dan kekuasaan Representasi posrealitas desain gedung
Puspem Badung menyiratkan makna politik ekonomi budaya ilmu pengetahuan
teknologi dan seni
Ulasan dalam disertasi Mugi Raharja sebagaimana dipaparkan di atas
dapat dipakai sebagai sumber inspirasi dalam mengimplementasikan konsep
posrealitas yaitu terlampauinya prinsip-prinsip realitas yang diambil alih oleh
24
substitusi-substitusi yang diciptakan secara artifisal melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir yang telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang ldquoyang nyatardquo atau the real Disertasi Mugi
menyoroti fenomena posrealitas namun dalam konteks desain gedung sedangkan
penelitian ini menyoroti posrealitas dalam konteks pengembangan bela diri Aikido
di Bali
22 Konsep
Pengertian istilah-istilah penting yang tertera pada judul dan rumusan
masalah penelitian ini perlu dijelaskan secara konsepsional agar pelaksanaan
penelitian terarah Secara garis besar ada tiga unit istilah penting yang perlu
dijelaskan pengertiannya yaitu (1) posrealitas (2) spirit hidup samurai dan (3)
pengembangan bela diri Aikido di Bali
221 Posrealitas
Baudrillard (Kushendadewi 2019) menjelaskan bahwa kini realitas
merupakan sesuatu yang dapat disimulasikan direkayasa sedemikian rupa melalui
relasi tanda citra dan kode Semuanya tampak dapat ditangkap oleh panca indera
tetapi tidak memiliki eksistensi substansial Celakanya rekaan-rekaan tersebut
sebagai citraan simulasi bahkan diterima sebagai suatu realitas Dalam situasi
demikian terjadi obesitas (kegemukan) informasi dalam diri massa Obesitas
inilah yang menyebabkan terjadinya implosi (kecenderungan fenomena meledak
ke pusat ke dalam yang dapat menghancurkan dirinya sendiri)
Posrealitas merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu
tetapi karena proses pemanipulasian maka realitas buatan itu terputus
25
hubungannya dengan realitas aslinya Hiperrealitas yang berkembang melalui
proses simulasi mengikuti perkembangan ataupun revolusi hukum nilai Revolusi
tersebut mengakibatkan hanya pertukaran simbolis dan yang tertinggal adalah
hiperrealitas yakni tanda-tanda simbolis yang saling dipertukarkan petanda atau
maknanya dicari dalam relasi tanda tersebut dengan tanda lainnya dalam sistem
tanda
Secara singkat bisa dikemukakan bahwa posrealitas merupakan hasil dari
simulasi Media massa sangat berpengaruh dalam proses simulasi tersebut dengan
demikian media massa juga sangat berpengaruh dalam pembentukan hiperrealitas
Media massa yang dimaksud adalah media massa sebagai isi atau pesan yang
disampaikan dan media massa sebagai bentuk atau teknologi dan sistem kerjanya (
Kushendrawati 2011101)
Terbentuknya sebuah dunia baru sebagai akibat perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi mutakhir di dalamnya tercipta berbagai definisi dan
pemahaman baru mengenai apa yang disebut realitas Di dalamnya juga
dilukiskan metamorfosis yang dialami oleh manusia yang disebut kondisi realitas
ke arah kondisi posrealitas (post-reality) Kondisi posrealitas adalah kondisi yang
di dalamnya prinsip-prinsip realitas telah dilampaui diambil alih oleh substitusi-
substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu pengetahuan
teknologi dan seni mutakhir yang telah menghancurkan asumsi-asumsi
konvensional tentang kenyataan (the real)
Perkembangan dunia posrealitas telah membentangkan persoalan filosofis
mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa yang disebut yang
nyata Pertama ada persoalan terminologis Awalan pos pada istilah posrealitas
26
(post-reality) sesungguhnya menawarkan ruang tafsiran yang terbuka dan bersifat
polisemi Istilah pos di sini dapat diartikan sebagai penentangan terhadap
pemisahan dari keterputusan dan (discontinuity) persimpangan dari (rupture)
titik balik dari melewati atau melampaui realitas (hyper) Meskipun demikian
awalan pos pada istilah posrealitas digunakan dalam pengertian yang khusus
yaitu sebagai padanan dari kata hiper (hyper) yang digunakan oleh Jean
Baudrillard untuk menjelaskan kondisi yang disebutnya melampaui realitas
(hyper-reality)
Posrealitas adalah kondisi matinya realitas diambilalihnya posisi realitas
oleh nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru mempesona
yang belum pernah dialami sebelumnya Namun dunia realitas artifisial banyak
merenggut dunia realitas alamiah seperti kedekatan manusia dengan aura
keaslian dan eksotisme alam warisan luhur kebudayaan serta kekuatan spiritual
yang merupakan magnet dunia kehidupan Ketika realitas alamiah telah lenyap
dan diambil alih oleh berbagai realitas yang artifisial manusia terkurung dalam
perangkap dunia artifisialitas yang serba permukaan imanen dan dangkal serta
tidak mampu menemukan jalan kembali ke arah realitas alamiah kekayaan
kultural dan kedalaman pengalaman transendental (Piliang 200954-55)
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dengan terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru Realitas tersebut tidak bisa
27
dikatakan realitas Bali yang se asli-aslinya karena telah dimasuki nilai baru yang
berasal dari sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang
Realitas itu juga tidak bisa dikatakan realitas yang baru karena para aikidoka Bali
tetaplah kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya Berdasarkan
pengertian posrealitas di atas maka secara operasional posrealitas dalam
penelitian ini dikonsepsikan sebagai pengambilalihan posisi seni bela diri
tradisional Bali seperti Tengklung Setembak dan lain-lain oleh bela diri Jepang
yaitu bela diri Aikido
222 Spirit Hidup Samurai
Asal kaum samurai dimulai pada keluarga Yamato yang muncul sebagai
klan terkuat di Jepang pada abad ketujuh masehi Kata samurai berarti ldquoorang
yang melayanirdquo dan kata itu diberikan kepada mereka yang lahir pada keluarga
terhormat dan ditugaskan untuk menjaga anggota keluarga kekaisaran Falsafah
pengabdian ini adalah akar dari keningratan kaum samurai baik dalam tatanan
sosial maupun spiritual (Kitami 2013xii)
Asal-usul kelas samurai (Shigesuke 1999ix) adalah spesialisasi dari
kalangan aristokrat Secara umum kalangan kelas atas yang berpoligami biasanya
menghasilkan lebih banyak anak yang bisa terserap ke dalam level yang sama di
dalam masyarakat Aturan tentang hak waris lebih jauh menetapkan bahwa
hanya satu putra yang secara penuh mewarisi semua keistimewaan yang dimiliki
ayahnya Faktor-faktor ini menciptakan tekanan sosial dan natural menuju
diferensiasi dalam pola-pola karier dari anak keturunan kelas-kelas atas ini
28
Sebagaimana di Eropa di Jepang dan di tempat lain dari ayah-ayah
birokrat yang tidak mewarisi keistimewaan paternal inilah yang menjadi prajurit
perang atau pengelola kuil atau biara Kedua spesialisasi ini dibentuk untuk
proteksi terhadap negara para pasukan perang era kuno ini semula disebut
ldquosamurairdquo atau terjemahan kasarnya adalah ldquopembanturdquo karena mereka
membentuk pasukan bersenjata untuk membantu aristokrasi Pada saat para
samurai ini mengambil alih kekuasaan negara dari tangan aristokrat sebagai salah
satu kelas independen salah satu cara mereka memanifestasikan status dan
martabat baru mereka Mereka menjauhkan diri dari label samurai sekedar
ldquopembanturdquo kemudian menyebut diri mereka sebagai bushi「武士」yang berarti
kesatria
Spirit hidup samurai disebut sebagai bushido「武士道」 adalah etika
yang dianut oleh para samurai Walaupun istilah tersebut baru digunakan pada
zaman Edo (1603-1868) konsep bushido telah terbentuk sejak zaman Kamakura
(1185-1333) yang berkembang dari adopsi neo-konfusianisme pada zaman Edo
hingga menjadi landasan moralitas nasional pasca restorasi Meiji (1868-1912)
Bushido tidak hanya meliputi semangat bela diri dan keterampilan menggunakan
senjata tetapi juga loyalitas absolut pada tuannya rasa yang kuat atas kehormatan
pribadi pengabdian pada tugas dan keberanian bahkan jika diperlukan
pengorbanan nyawa dalam pertempuran dan ritual (Davies amp Ikeno 2014 41)
Etika bushido (Shigesuke 199930-31) mensyaratkan ada tiga hal yang
dipertimbangkan yang esensial yaitu kesetiaan tugas dan keberanian Hal
tersebut memuat tentang kesatria yang bekerja dengan kesetiaan tinggi kesatria
29
yang bisa dipercaya dalam mengemban tugas kesatria yang kuat dan pemberani
Prajurit yang memiliki kombinasi tiga sosok baik kesetiaan pengembanan tugas
dan keberanian bisa dipertimbangkan sebagai kesatria dengan orde tertinggi
Secara umum keberanian bukanlah sesuatu yang tidak hanya tampak pada
saat seseorang mengenakan baju besi mengangkat senjata lalu bertempur dalam
peperangan Perbedaan antara sikap berani dan sikap pengecut sudah tampak
dalam kehidupan sehari-hari meski tidak ada perang Seseorang yang pemberani
akan menunjukkan loyalitas dan kasih sayang kepada majikannya dan orang
tuanya Jika ada waktu luang ia akan mempelajari literatur dan terus berlatih bela
diri Ia menghindari kemewahan personal tidak berfoya-foya Ia juga tidak tamak
dan membelanjakan uang apabila diperlukan
Spirit samurai yang mengalir dalam bela diri Aikido beberapa di
antaranya adalah spirit keberanian kesabaran kegagahan dan ketenangan dalam
menghadapi masalah Hal ini diungkapkan oleh Nitobe (200468) sebagai berikut
勇気我慢大胆だいたん
自若じじゃく
勇猛ゆうもう
などの心性しんせい
は少年武士の心に最も強く
訴うった
えられ実例じつれい
を模範も は ん
として幼おさな
いときから訓練され励はげ
みとされたい
わば最も人気のある徳性とくせい
であった彼らは母親のふところに抱かれた
幼児よ う じ
のころから軍記ぐ ん き
物語ものがた
りをくり返し聞かされもし何か苦痛く つ う
なことが
あって泣き出したりすれば「これくらいのことで泣くとはなんて臆病おくびょう
なんでしょう」と母親に叱しか
られ「もし戦場せんじょう
に出て腕うで
を切られるよう
なことがあったらどうしますかもし切腹せっぷく
を命めい
じられたときはどうし
ますか」と励はげ
まされた
Jiwa seperti keberanian kesabaran kegagahan ketenangan dalam menghadapi
bahaya keliaran dan sebagainya paling kental berpengaruh pada hati para kesatria
remaja Sejak masih kecil mereka ditanamkan jiwa-jiwa tersebut dengan contoh
nyata dan dilatih agar memilikinya yang dijadikan sumber semangatnya Sejak
masa balitanya yang masih dalam pangkuan ibunya mereka berulang kali
diceritakan dongeng kesatria dan pertempuran jika ada yang menangis karena
terjadi sesuatu yang menyedihkan dalam cerita tersebut maka ia dimarahi ibunya
dengan perkataan ldquoBetapa penakutnya engkau sampai menangis gara-gara hal
30
sepele ini rdquo Mereka pun disemangati dengan kata-kata ldquoBagaimana kalau maju
ke medan perang dan lenganmu terpotong Bagaimana kalau disuruh seppuku
(Harakiri) rdquo
Spirit samurai lainnya dalam bela diri Aikido adalah berlatih tiada henti
karena dalam berlatih bela diri Aikido tidak ada kata ldquotamatlulusrdquo Bagi aikidoka
hanya ada kata ldquoterus berlatihrdquo meskipun ada tingkatan dari sebelum menyandang
sabuk hitam (Kyuu) sampai dengan tingkatan sabuk hitam (Dan) Namun sampai
saat ini belum ada aikidoka yang bisa mencapai tingkatan paling tinggi dalam bela
diri Aikido (Dan X) bahkan ada beberapa guru (sensei) yang sudah berlatih bela
diri Aikido sampai selama 50 tahun
Berlatih terus menerus tanpa henti diungkapkan oleh guru besar pendiri
bela diri Aikido Morihei Ueshiba dalam buku Jurnal Demontrasi Aikido ke-40
(20037) bahwa
合気道あいきどう
の稽古け い こ
に終お
わりはありません稽古をはじめたら根気こ ん き
よく続つづ
けるこ
とですうまずたゆまず求もと
めてください稽古を続けることが進歩し ん ぽ
への
第一歩だいいちほ
であり稽古の大切たいせつ
な一面いちめん
でもあるのです
Latihan Aikido tidak ada akhirnya Kalau anda sudah mulai latihan janganlah
pernah berhenti Carilah ilmu dengan pantang menyerah Berlatih terus menerus
tanpa henti adalah langkah pertama untuk menuju kemajuan sekaligus satu sisi
yang sangat penting dalam keseluruhan latihan
Lebih lanjut Ueshiba (The Art of Peace 199285) mengatakan
Life itself is always a trial In training you must test and polish yourself in order
to face the great challenges of life Transcend the realm of life and death and
then you will be able to make your way calmly and safely through any crisis that
confronts to you
Kehidupan itu selalu merupakan suatu percobaan Dalam berlatih engkau harus
mengetes dan menghaluskan dirimu untuk berhadapan dengan tantangan
kehidupan yang besar Lampauilah dunia kehidupan dan kematian dan kemudian
anda akan bisa membuat jalan anda dengan tenang dan aman sepanjang krisis
yang anda hadapi
31
Spirit samurai yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagaimana para
aikidoka Bali bersikap dalam kehidupan berlatih bela diri Aikido dan dalam
kehidupan sehari-hari berlandaskan kepada jiwa total dalam mengerjakan sesuatu
Total dalam mengabdi terhadap kewajiban dalam kesetiaan dan dalam segala hal
Merasakan kehidupan dalam tiap nafas berarti hidup yang sebenar-benarnya
Bushido mengajarkan untuk merasakan setiap nafas yang dihirup Setiap detik
hidup ini harus dijalani dengan sungguh-sungguh Segala bidang yang ditekuni
harus dijalani dengan segenap jiwa raga
223 Pengembangan Bela Diri Aikido di Bali
Pengembangan bela diri Aikido di Bali tidak bisa lepas dari sejarah awal
pelatihan tahun 1995 di Dojo Samurai kawasan Renon Denpasar Pada saat
pertama berlatih bela diri Aikido para peserta kebanyakan pada mulanya adalah
pengikut bela diri Karate Pencak Silat dan bela diri lainnya Setelah aktivitas
pelatihan berlangsung dua tahun tepatnya 07 Mei 1997 terbentuk induk organisasi
bela diri Aikido di Bali (Bari Aikikai) Setelah itu tumbuh dojo-dojo lainnya di
Bali sebagai tempat berlatih seperti Dojo Dirgahayu di Desa Sumerta Kaja Dojo
Aora di Kuta dan Dojo Kami di Jimbaran Badung
Layaknya sebuah organisasi sosial organisasi bela diri Aikido sebagai
objek yang berkembang dengan sosiologi fungsional dipandang sebagai
hubungan sosial yang berkontribusi kepada entitas yang menjadi bagian di
dalamnya Dalam analisis fungsional terhadap organisasi elemen-elemen
organisasi dipandang memiliki kontribusi kepada integritas organisasi secara
keseluruhan Sejak awal para analis terkemuka menyadari bahwa di dalam
32
organisasi formal melekat praktik kekuasaan yang terutama dibentuk oleh
otoritas Hal tersebut memicu penolakan kelompok-kelompok yang ada dalam
organisasi sehingga organisasi tidak dapat berfungsi sebagaimana yang
diharapkan Oleh sebab itu para analis sistem meyakini bahwa organisasi sering
kali berfungsi secara suboptimal Para teoretisi konflik dengan menggunakan
konsep Marxian dan neo-Weberian menarik kesimpulan yang lebih ekstrem
Sebagian merespons kritik dan sebagian lagi sebagai proses pengembangan Arus
utama studi organisasi mulai meyakini bahwa perbedaan antara organisasi
kontemporer dengan tipe-tipe kelembagaan yang lain dapat diperluas Irasionalitas
dan penampilan yang suboptimal merupakan karakter normal organisasi
Walaupun memahami organisasi dari sisi penampilannya masih tampak umum
sekarang muncul kesadaran akan implikasi pendekatan tersebut dan kerelaan
untuk mempertimbangkan perspektif lain Organisasi sekarang dipahami sebagai
aktivitas dan sebagai objek
Arus utama analisis organisasi mendefinisikan dirinya dalam kerangka
kelembagaan yang berbeda dalam prinsip dengan yang ada dalam masyarakat
tradisional Ada perkembangan pemahaman yang penting yakni organisasi formal
bukan merupakan batas bagi organisasi Melalui beragam inspirasi intelektual
seperti etnometodologi dan fenomenologi perspektif baru terhadap organisasi
menjadi pusat perhatian Unsur penting itu tampak dalam era organisasi virtual
Organisasi tidak pernah nyata terbentuk sebagaimana dalam pengertian seluruh
partisipan dalam organisasi bertemu dalam suatu tempat dalam satu waktu
33
Sebagaimana dinyatakan oleh Robert Cooper Dalam pengertian mendasarnya
organisasi adalah penertiban terhadap yang tidak tertibrdquo (Scott 2011190-191)
Seperti halnya mesin yang terangkai dari berbagai komponen yang saling
terkait Tripomo (201412-14) menyatakan bahwa organisasi juga merupakan
rangkaian komponen berupa orang-orang yang saling berinteraksi satu dengan
yang lain Namun organisasi tidak sama dengan mesin karena organisasi
merupakan kesatuan sosial hubungan antara satu orang dengan orang yang lain
tidak hanya bersifat rasional dan mekanistik Menurut kodratnya manusia adalah
makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat karena manusia selalu hidup bersama
dengan manusia lainnya sebagai kesatuan sosial
Kesatuan sosial adalah kelompok individu yang saling berhubungan dan
memengaruhi karena memiliki keterikatan nilai budaya aturan emosi dan
perantugas Keterikatan sosial sering kali tidak memperhitungkan kalkulasi
untung rugi rasionalfinansial Sebagai kesatuan sosial urusan rasa selera
keadilan dan solidaritas menjadi penting serta ukuran benar dan salah menjadi
tidak bersifat mutlak Pendapat keputusan reaksi seseorang tidak mutlak rasional
tetapi dipengaruhi oleh hubungan manusia dalam kesatuan sosial
Organisasi sebagai kesatuan sosial memiliki sifat saling terkait yang lebih
rumit daripada rangkaian mesin Dengan memencet tombol offrdquo pada saat jam
kerja berakhir maka mesin mati dan interaksi antar bagian-bagian mesin terhenti
Apakah interaksi antar orang berhenti Jawabannya tidak Setelah selesai jam
kerja orang-orang masih berhubungan satu sama lain bahkan setelah pensiunpun
orang masih berinteraksi satu sama lain Seorang anak yang tidak memiliki
34
keterkaitan dalam organisasi bisa memengaruhi keputusan karena bapaknya
pejabat Orang-orang yang pindah partai seperti kutu loncatpun tidak akan bisa
melepaskan relasinya dengan orang-orang di partai yang ia tinggalkan Inilah
keunikan organisasi sebagai kesatuan sosial
Organisasi yang berisi kumpulan manusia jelas berbeda dengan mesin yang
berisi kumpulan onderdil Organisasi adalah kesatuan dari individu-individu yang
dikoordinasikan secara sadar untuk mencapai tujuan tertentu Bagaimana interaksi
di antara individu-individu dalam organisasi diatur oleh sebuah sistem yang
disebut struktur organisasi Struktur organisasi ibarat otak otot dan syaraf yang
mengkoordinasikan kerja organ indera dan anggota tubuh manusia
Bela diri Aikido di Indonesia tidak sepopuler Karate Kempo ataupun Judo
tetapi bela diri Aikido masuk ke Indonesia dalam waktu yang bersamaan dari
Jepang Ketidakpopuleran bela diri Aikido disebabkan oleh tidak adanya sistem
pertandingan sebagaimana yang ada dalam bela diri lainnya Oleh karena itu bela
diri Aikido hanya disebarkan melalui pembicaraan-pembicaraan saja Baru tahun
1984 mulai dipikirkan pengembangannya dengan membentuk organisasi bela diri
Sejak saat itu media elektronik dan cetak mulai memperkenalkannya dengan
metode atau peragaan (embukai)
Pada tahun 1993 didirikan yayasan Keluarga Bela Diri Aikido Indonesia
(KBAI) oleh sensei Ferdiansyah Secara umum perguruan ini berafiliasi kepada
pusat organisasi bela diri Aikido di Jepang (Honbu Aikikai) Dalam pertaliannya
dengan induk organisasi KBAI melaksanakan program kunjungan tahunan dari
para instrukstur pusat Aikikai - Jepang KBAI mengembangkan perguruannya
35
dalam bentuk tempat-tempat latihan umum atau club-club Pengembangan club-
club banyak dilakukan pada instansi dan perusahaan perguruan tinggi dan
sekolah
Secara tahunan atau dua tahunan KBAI mengadakan program kunjungan
instruktur dari Jepang sebagai motivator anggotanya dalam berlatih Secara
berkala pula dilakukan ujian kenaikan tingkat yang dilakukan empat bulan sekali
Secara umum KBAI mengembangkan perguruannya dengan hati-hati dengan
menjaga mutu teknis dan operasionalnya (diambil dari sumber httpkbaitripod
comhal_kbaihtm diakses 03 November 2014)
Organisasi bela diri Aikido di Bali dikonsepsikan sebagai organisasi sosial
yang ada di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung Organisasi tersebut pada
penelitian ini secara keseluruhan berjumlah empat unit yang terhimpun ke dalam
satu organisasi induknya bernama Bari Aikikai「バリ合気会」 Keempat
organisasi yang tergabung ke dalam organisasi induknya ini adalah (1) Dojo
Samurai di Renon Denpasar (2) Dojo Dirgahayu di Desa Sumerta Kaja
Denpasar (3) Dojo Aora di Kuta Badung dan (4) Dojo Kami di Jimbaran
Badung Masing-masing organisasi mempunyai pengelola dojo bagian keuangan
dan pelatih
Dari uraian di atas tampak bahwa pengembangan bela diri Aikido di Bali
baik dari permulaan kemunculannya maupun selanjutnya ditopang oleh sistem
organisasi yang teratur memiliki struktur dan orang-orang yang duduk sesuai
fungsinya sehingga pengembangannya bisa terarah Pengembangan bela diri
Aikido di Bali dalam penelitian ini adalah proses setiap tahapan dilalui dengan
36
posrealitas kebudayaan sampai terjadinya implikasi bela diri Aikido ini berupa
identitas baru bagi para aikidoka Bali Kenyataan ini disebabkan oleh pelatihan
bela diri Aikido yang berkelanjutan dan dalam rentang waktu yang lama dan
membentuk aikidoka Bali sebagai manusia baru yang memiliki rdquolabelrdquo berbeda
dengan manusia Bali pada umumnya
23 Landasan Teoretis
Ada tiga teori yang relevan untuk diacu dalam penelitian ini yaitu teori
globalisasi teori relasi kuasapengetahuan dan teori identitas sosial Ketiga teori
ini digunakan secara eklektik seperti yang biasa digunakan dalam kajian budaya
Hal ini sesuai dengan pendapat Sanderson (Minawati 200936) bahwa eklektisme
merupakan suatu cara pandang yang mengatakan bahwa berbagai strategi teoretis
harus digunakan secara kombinasi agar diperoleh penjelasan yang dapat diterima
231 Teori Globalisasi
Globalisasi adalah ldquopenyebaran kebiasaan-kebiasaan yang mendunia
ekspansi hubungan yang melintasi benua organisasi dari kehidupan sosial pada
skala global dan pertumbuhan dari sebuah kesadaran global bersamardquo Ritzer
(200696) Membaca definisi ini tampaklah bahwa globalisasi mempunyai
cakupan yang luas Cakupan globalisasi yang luas itu secara lebih jelas dapat
dilihat dengan mencermati gagasan Appadurai sebagaimana dikutip oleh Steger
(200658) bahwa ada lima dimensi konseptual atau ldquolandscaperdquo yang dibentuk
dan sekaligus merupakan ciri-ciri arus budaya global Kelima ldquolandscaperdquo
danatau ciri arus budaya global itu adalah sebagai berikut
37
1 Ethnoscapes adalah perpindahan penduduk dari satu negara ke negara lain
seperti wisatawan imigran pengungsi dan tenaga kerja
2 Technoscape mengacu kepada perkembangan teknologi yang kini
mengalir dengan kecepatan tinggi menembus batas-batas negara
3 Mediascape mengacu kepada kemampuan elektronik untuk menyebarkan
informasi ke berbagai belahan dunia
4 Finanscape adalah aspek finansial atau uang yang sulit diprediksi dalam
era globalisasi
5 Ideoscape terkait dengan masalah politik seperti kebebasan demokrasi
kedaulatan kesejahteraan hak seseorang ideologi-ideologi negara dan
gerakan sosial
Globalisasi dengan ciri-cirinya yang demikian itu telah mengakibatkan
dunia seakan-akan tidak lagi dibatasi oleh tembok-tembok penyekat yang
memisahkan negara yang satu dengan negara yang lain (Ardika 200713)
Dengan kata lain garis-garis batas budaya nasional ekonomi nasional dan
wilayah nasional semakin kabur (Hirst dan Thompson 19911) Sejalan dengan
proses itu tampaknya perubahan pada berbagai aspek kehidupan masyarakat
dan budayanya sebagai dampak globalisasi sulit dihindari sehingga kini tidak
jarang realita kehidupan sosial budaya telah jauh berbeda dengan realitanya di
masa lampau
Globalisasi tidak begitu saja dapat menyebabkan perubahan budaya suatu
masyarakat tanpa reaksi masyarakat yang bersangkutan karena sebagaimana
dikemukakan oleh Ardika (200715) bahwa pengaruh budaya global juga dapat
38
menimbulkan hasrat untuk menegaskan keunikan kultur sendiri Dalam konteks
inilah di kalangan para ahli berkembang dua macam pandangan dasar dalam teori
globalisasi Pertama memandang globalisasi menimbulkan grobalisasi Kedua
memandang globalisasi menimbulkan glokalisasi Pandangan grobalisasi
menekankan semakin meningkatnya kemampuan organisasi-organisasi dan
negara-negara modern di seluruh dunia yang sebagian besar bersifat kapitalistik
untuk meningkatkan kekuasaan mereka dan menjangkau dunia (Ritzer 200699)
Sebaliknya pandangan glokalisasi sebagaimana dijelaskan oleh Steger (200657)
merupakan interaksi yang kompleks antara global dan lokal yang bercirikan
peminjaman budaya Lebih lanjut pandangan grobalisasi menekankan terjadinya
penyeragaman atau homogenisasi versus pandangan glokalisasi yang menekankan
terjadinya heterogenisasi atau penganekaragaman budaya masyarakat yang
merupakan percampuran antara yang global dan yang lokal (Ritzer 2006104
Steger 200657)
Terjadinya glokalisasi yang menghasilkan budaya campuran tidak lepas
dari adanya orang-orang yang bermaksud menentang globalisasi khususnya
grobalisasi Cara mereka dengan mendukung dan bersekutu dengan glokalisasi
sebagai bentuk globalisasi yang lain namun mereka tetap mengadopsi budaya
global yang telah berpengaruh kuat sehingga timbul budaya campuran (Ritzer
2006229) Gagasan ini tampak penting untuk dirujuk dalam penelitian ini karena
relevan dengan fokus kajian budaya sebagaimana dikatakan oleh Suastika
(200731) bahwa fokus kajian budaya terletak pada persoalan bagaimana praktik
39
budaya memungkinkan berbagai budaya dan kelas berjuang melawan dominasi
budaya
Upaya orang-orang yang hendak menentang grobalisasi melalui glokalisasi
seperti itu identik dengan revitalisasi budaya mereka Dikatakan identik karena
sebagaimana dikemukakan oleh Adas (1988XIII) bahwa selain berjuang untuk
menghidupkan kembali adat tradisional atau kepercayaannya para partisipan
gerakan revitalisasi budaya juga bisa dirasuki oleh keinginan memperoleh barang-
barang asing dan mencontoh bentuk organisasi dan tingkah laku asing Barang
maupun organisasi dan tingkah laku asing bisa dilihat sebagai budaya global yang
masuk melalui proses globalisasi yang telah berpengaruh kuat kepada masyarakat
bersangkutan Sebagaimana dikemukakan oleh Ritzer (200699-100) bahwa sesuai
dengan penekanan teori Max Weber dan teori Karl Marx kekuatan pendorong
utama grobalisasi adalah rasionalisasi dan kebutuhan untuk memperlihatkan
kemampuan memperoleh keuntungan melalui imperialisme dan hegemoni Oleh
karena itu tidak tertutup kemungkinan bahwa untuk menghidupkan kembali adat
tradisional pendorong globalisasi seperti itu berlaku juga bagi masyarakat yang
melakukan revitalisasi budaya sebagai suatu gerakan sosial
Berkenaan dengan motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku dalam
konteks gerakan sosial teori rasionalitas mengasumsikan bahwa setiap manusia
pada dasarnya rasional dengan selalu mempertimbangkan prinsip efisiensi dan
efektivitas dalam melakukan setiap tindakan termasuk tindakan dalam melakukan
gerakan sosial (Basrowi dan Sukidin 2003 dan Mustain 2007) Sementara itu
teori ldquotindakan individu yang rasionalrdquo menyatakan bahwa individu-individu
40
dalam kehidupan bermasyarakat memiliki pertimbangan rasional dan kesadaran
akan adanya keuntungan yang dapat diperoleh melalui tindakan-tindakannya
(Yunita 1986) Demikian juga ldquoteori insentif selektifrdquo menjelaskan bahwa
keikutsertaan seseorang dalam suatu gerakan sosial banyak dipengaruhi oleh jenis
bentuk dan isi harapan-harapan yang akan menguntungkan insentif selektif
(Mustain 200749) Dengan demikian motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku
dalam gerakan sosial bersifat materialistik atau ekonomistik yang mencerminkan
karakter ideologi pasar Mengikuti pendapat Habermas (Thompson 2007)
motivasi dan prinsip-prinsip gerakan sosial menunjukkan ldquorasio instrumentalrdquo
dalam arti objek-objek dalam gerakan sosial dilihat dan diperlakukan sebagai alat
untuk memenuhi kepentingan yang bernuansa ideologi pasar
Foucault (Adlin 20065) melukiskan manusia postmodern yang terserap
ke dalam discourse sedang Jean Baudrillard melukiskan manusia postmodern
yang terhisap ke dalam dunia objek yang di dalamnya ia mempunyai peran
minimalis dalam menentukan objek itu tetapi sebaliknya dibentuk olehnya Ada
sekelompok elit yang memproduksi objek-objek tetapi mayoritas manusia
menjadi konsumen objek-objek Mereka tidak sekedar manusia konsumen tetapi
manusia dengan konsep diri dan subjektivitas yang dibentuk atau didefinisikan
berdasarkan kepemilikan objek-objek Di dalam dunia yang dikuasai objek
eksistensi manusia ditentukan oleh kepemilikan objek Manusia terserap ke dalam
logika objek ke dalam irama pergantian bentuk gaya dan citranya Manusia
mempunyai hasrat tetapi kini objek yang (aktif) merayu manusia Objek yang
menjadi pusat dunia bukan subjek (cogito) seperti yang dikatakan Descartes
41
Rayuan objek mendahului hasrat Objek yang memproduksi hasrat bukan hasrat
yang memproduksi objek Kekuasaan subjek telah dijungkirbalikkan dan yang
tersisa adalah subjek yang rapuh rentan dan tidak berdaya yang hanya dapat
secara pasif berhasrat sementara objek yang aktif merayunya Dalam kerapuhan
kerentanan dan ketidakberdayaannya subjek harus menyesuaikan diri dengan
objek-objek bukan objek yang menyesuaikan subjek Kemudian tercipta
paradoks karena kedaulatan subjek tidak dapat lagi dipertahankan dan satu-
satunya kedaulatan yang ada adalah kedaulatan objek Satu-satunya strategi yang
tersedia adalah strategi objek Subjek lenyap di dalam horizon objek-objek inilah
strategi fatal
Tiga perspektif utama budaya konsumen diungkapkan oleh Featherstone
(2005) Pertama pandangan bahwa budaya konsumen dipremiskan dengan
ekspansi produksi komoditas kapitalis yang memunculkan akumulasi besar-
besaran budaya dalam bentuk barang-barang konsumen dan tempat-tempat
belanja dan konsumsi Hal ini mengakibatkan tumbuhnya kepentingan aktivitas
bersenang-senang dan konsumsi dalam masyarakat Barat kontemporer Kedua
pandangan yang lebih sosiologis bahwa kepuasan berasal dari benda-benda
berhubungan dengan akses benda-benda yang terstruktur secara sosial dalam suatu
peristiwa yang telah ditentukan kepuasan dan status tergantung pada penunjukan
dan pemeliharaan perbedaan dalam kondisi inflasi Ketiga masalah kesenangan
emosional untuk konsumsi mimpi-mimpi dan keinginan yang ditampakkan dalam
bentuk tamsil budaya konsumen dan tempat-tempat konsumsi tertentu yang secara
beragam memunculkan kenikmatan jasmaniah langsung serta kesenangan estetis
42
Tumbuh suburnya budaya konsumen tidak sekadar memandang konsumsi
sebagai sesuatu yang berasal dari produksi tanpa mengakibatkan adanya
problematika (Featherstone 2005) namun lebih jauh dari itu budaya konsumen
juga memengaruhi perilaku seseorang untuk memutuskan pembelian produk suatu
barang yang dikendalikan oleh kekuatan media massa seperti iklan Periklanan
secara khusus mampu mengeksploitasi kondisi ini dan memberikan image
pencitraan eksotika nafsu kecantikan pemenuhan kebutuhan komunalitas serta
kehidupan yang baik untuk menyebarkan benda-benda konsumen seperti sabun
mesin cuci mobil serta minuman beralkohol Budaya konsumen akan mendorong
orang untuk berperilaku sesuai tingkatan kelas sosialnya dalam kehidupan
bermasyarakat
Konsumerisme bukan semata-mata bertalian dengan panutan pada nilai
simbolik melainkan berkaitan pula dengan persoalan identitas Hal ini sejalan
dengan gagasan Clammer (Atmadja 201092) bahwa konsumsi bukanlah semata-
mata urusan belanja atau pengambilalihan benda-benda untuk menjadi milik
sendiri atas dasar nilai guna melainkan juga pembelian identitas Oleh karena itu
konsumsi menjadi sarana bagi seseorang untuk memahami dan berkomunikasi
secara simbolik antara orang yang satu dan yang lain menciptakan dan
mereproduksi identitas mereka serta menjadi sarana dalam memahami diri
mereka dalam berhubungan dengan individu dan kelompok lain Orang tidak lagi
hanya mengonsumsi material dari suatu produk tetapi juga efek simbolik yang
dihasilkan produk tersebut sehingga tepat gagasan Simmel (Atmadja 201092)
43
bahwa ldquoproduct consumpted are not seen from their function but from symbols
related to identity and statusrdquo
Dengan mengikuti Fromm (Atmadja 201093) kondisi ini mengakibatkan
pola hidup masyarakat Bali berubah secara mendasar Zaman dahulu mereka
berpegang pada gagasan bahwa tua adalah indah namun sekarang orang
menganut gagasan bahwa baru adalah indah Ketertarikan manusia dengan
sesuatu yang baru berkaitan pula dengan kemampuan desainer mengembangkan
desain yang baru dengan daya pesona yang lebih kuat daripada sebelumnya
Sering terjadi pada mulanya suatu barang dengan desain tertentu harganya mahal
sehingga konsumennya hanya orang-orang kaya
Gaya hidup telah menjadi ciri dalam dunia modern (Chaney 2004)
sehingga masyarakat modern akan menggunakan gaya hidup untuk
menggambarkan tindakannya sendiri dan orang lain Dalam kaitannya dengan
budaya konsumen gaya hidup dikonotasikan dengan individualitas ekspresi diri
serta kesadaran diri yang stylistic Tubuh busana gaya pembicaraan aktivitas
rekreasi adalah beberapa indikator dari individualisme selera konsumen Gaya
hidup juga salah satu bentuk budaya konsumen Gaya hidup seseorang dilihat dari
apa yang dikonsumsinya baik barang ataupun jasa Konsumsi tidak hanya
mencakup kegiatan membeli sejumlah barang atau materi seperti televisi dan
telepon genggam Akan tetapi juga mengonsumsi jasa seperti rekreasi Beberapa
contoh gaya hidup yang tampak menonjol pada saat ini adalah nge-mall hang out
fitness
44
Masyarakat konsumen dengan budaya konsumsi yang dipegangnya
melihat tujuan dan totalitas hidupnya dalam kerangka atau logika konsumsi
Eksistensinya dijalankan dan dipertahankan hanya dengan terus menerusnya
mengonsumsi berbagai tanda dan status sosial di balik komoditi Bukan hanya
dirinya saja yang mengaktualisasikan diri melalui tindakan konsumsi orang lain
juga akan dinilai menurut standar yang dipakainya Artinya eksistensi orang lain
pun akan dinilai dan diakui sesuai dengan standar status sosial yang dipegangnya
(diambil dari sumber httpblogspotcom201301pengaruh-globalisasi-terhadap-
gaya-hiduphtml diakses 03 November 2014)
Kaitan dengan pemilihan bela diri Aikido sebagai budaya yang dikonsumsi
oleh aikidoka Bali unsur-unsur spiritualisme modern pada dualisme dikotomik
Griffin (Atmadja 201085) mengatakan bahwa manusia membuat pemilihan yang
berlawanan misalnya modern berlawanan dengan tradisional sains modern
berlawanan dengan sains tradisional dan lain-lain Keberlawanan ini tidak hanya
berdikotomi tetapi yang modern selalu dianggap lebih unggul sehingga yang
tradisional harus digusur Begitu pula manusia tidak dianggap sebagai bagian dari
alam melainkan sebagai lawan dari alam Oleh karena itu mendominasi
menundukkan menguasai dan mengendalikan alam dengan menggunakan ilmu
dan teknologi modern merupakan keharusan bagi manusia
Berdasarkan paparan teori globalisasi di atas maka diduga bahwa
grobalisasi merupakan proses yang melatari terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido Bali Para aikidoka Bali sebagai individu
merupakan objek dari budaya konsumen akibat derasnya arus globalisasi Budaya
45
konsumen juga dapat diartikan sebagai budaya-budaya yang dilakukan oleh
seorang konsumen dalam hal ini para aikidoka Bali yang mengonsumsi bela diri
Aikido Adapun budaya konsumen menggunakan image tanda-tanda dan benda-
benda simbolik yang mengumpulkan mimpi-mimpi keinginan dan fantasi yang
menegaskan keautentikan romantik dan pemenuhan emosional dalam hal
menyenangkan diri sendiri bukan orang lain secara narsistik Jadi kegiatan
konsumsi juga bertujuan untuk mengidentifikasikan diri dalam kelas
sosial tertentu sekaligus membedakannya dengan kelas sosial yang lain
Grobalisasi bisa jadi tampak sebagai proses penyeragaman teknik serta
sikap dan perilaku para aikidoka Bali dengan berorientasi kepada spirit samurai
yang merupakan spirit yang diusung oleh organisasi bela diri Aikido Jepang di
Tokyo Diduga demikian karena sebagaimana telah dikemukakan dalam latar
belakang bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan bela diri Aikido di
Bali diatur oleh organisasi induknya yang berada di Jepang sebagai superordinat
pemilik budaya yang dikonsumsi oleh para aikidoka Bali
Teori globalisasi digunakan untuk memecahkan masalah pertama dan
kedua yaitu mengapa bela diri Aikido yang berasal dari Jepang bisa
dikembangkan di Bali hingga menimbulkan fenomena posrealitas dan proses
terjadinya posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali
232 Teori Relasi KuasaPengetahuan
Konsep kekuasaanpengetahuan memberi perhatian khusus kepada
dimensi relasi antara kekuasaan dan pengetahuan sehingga produksi pengetahuan
dipahami tidak lepas dari rezim kekuasaan Foucault (Barker 2014232-233)
46
Takwin (2003128) mengatakan bahwa menurut pandangan Foucault hubungan
kuasa muncul bukan hanya pada tataran negara namun juga dalam kehidupan
sehari-hari Setiap hubungan selalu merupakan usaha saling menguasai dan saling
menekan Hubungan kuasa menghasilkan cerita yang disebut discourse atau
wacana yang isinya adalah sesuatu yang tidak menggambarkan realitas
sebagaimana adanya dalam rangka menetralisasi ketertekanan para pewacana
yang bersangkutan
Berdasarkan pernyataan di atas maka diduga bahwa posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali ada hubungan kuasa antara para pihak
yang terlibat dalam kegiatan pengembangannya Hubungan kuasa antara para
pihak tersebut menghasilkan wacana yang dibangun sedemikian rupa dalam
rangka upaya masing-masing pihak menetralkan ketertekanannya
Berkenaan dengan wacana Althusser (Faruk 2002142) berpendapat
bahwa wacana adalah ideologi dalam praktik tidak ada ideologi tanpa wacana dan
tidak ada wacana tanpa ideologi Ini berarti bahwa dengan mencermati wacana
dapat diketahui ideologi yang terkait dengan wacana tersebut Althusser (Takwin
2003101) juga berpendapat bahwa setiap penindasan menimbulkan usaha pada
pihak tertindas untuk melepaskan diri Salah satu alat yang perlu ada dalam upaya
pembebasan ini adalah ideologi suatu kepercayaan yang dibangun untuk
menggerakkan kelompok yang tertindas Ketika yang tertindas bebas dan
berkuasa maka ideologi mereka bisa saja digunakan untuk menindas pihak yang
lebih lemah Berkenaan dengan hubungan kuasa Foucault sebagaimana dikatakan
Takwin (2003130) melihat pengetahuan ditentukan oleh kekuasaan sehingga
47
kebenaran merujuk kepada rdquorezim kebenaranrdquo yang sedang bertahta Upaya untuk
saling menguasai dan melepaskan diri dari penindasan bisa juga dilakukan dengan
strategi politik identitas dalam arti memakai identitas kelompok atau individu
untuk memperoleh perlakuan yang lebih adil dari kelompok atau individu lain
(Sparringa 2006) Dalam pelaksanaan strategi politik identitas tentu saja
menggunakan wacana sebagai praktik ideologi sehingga identitas dalam wacana
juga bersifat dinamis sesuai dengan ideologi dan kepentingan berbagai aktornya
pada waktu dan tempat praktik politik identitas itu dilakukan
Althusser sebagaimana dijelaskan oleh Faruk (2002137-139) juga
berpendapat bahwa untuk mengamankan hubungan antarkelas dan dengan
demikian kekuasaan dapat dipegang dalam waktu lama maka pihak kelas yang
berkuasa mengembangkan dua macam ideologi Pertama ideologi yang tampil
dengan aparat-aparat negara yang represif (repressive state apparatus RSA)
yang bekerja secara represif melalui penggunaan kekerasan (militer polisi
penjara pengadilan dan lain-lain) sebagai upaya untuk mengamankan bentuk-
bentuk sosial yang ada Kedua ideologi yang tampil dengan aparat-aparat negara
ideologis (ideological state apparatus ISA) yang bekerja tidak dengan
menggunakan kekerasan melainkan dengan memainkan ideologi danatau wacana
secara persuasif atau hegemonik Dalam konteks inilah Althuser berpandangan
bahwa tidak ada kelas yang dapat memegang kekuasaan dalam waktu lama tanpa
melakukan hegemoni atas dan dalam ISA Dikatakan demikian karena yang
mempersatukan atau yang dapat menjamin harmoni antara yang satu dengan yang
lain dalam ISA adalah ideologi yang berkuasa sebagai perekat bagi bersatunya
48
anggota-anggota masyarakat Mengacu kepada gagasan Bourdieu (Harker tt
117 Fashri 200798-99) dikatakan bahwa kesuksesan para anggota kelompok
dominan untuk melancarkan hegemoninya ditentukan juga oleh modal budaya
ekonomi sosial dan modal simbolik yang mereka miliki yaitu sesuatu yang
dihargai oleh masyarakat misalnya pemilikan benda-benda budaya dan status
sosial
Teori relasi kuasapengetahuan dalam penelitian ini digunakan untuk
memecahkan masalah ke dua yaitu bagaimana proses terjadinya posrealitas
dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Teori ini relevan karena dalam
proses pengembangan bela diri Aikido di Bali melalui relasi kuasapengetahuan
oleh Jepang diimplementasikan dalam segala bentuk latihan fisik pengembangan
dojo dan penyebaran nilai-nilai yang ada dalam bela diri Aikido
233 Teori Identitas Sosial
Tajfel menyatakan asumsi dasar teori identitas sosial dalam situs
(httpidhamputrateori-identitas-sosialwordpresscom diakses 02 Agustus 2014)
dengan kalimat sebagai berikut
(1) Kita menciptakan identitas sosial kita untuk menyederhanakan
hubungan eksternal kita (2) Lebih jauh lagi ada kebutuhan manusia untuk
memiliki rasa harga diri (self esteem and self worth) yang kita transfer ke
dalam kelompok kita sendiri (3) Kita juga menata lingkungan kita dengan
perbandingan sosial antar kelompok Konsep dalam kelompok (in groups)
dan luar kelompok (out groups) itu penting dalam analisis ini
Lebih jauh Tajfel mengemukakan bahwa dalam teori identitas sosial
seorang individu tidaklah dianggap sebagai individu secara mutlak satu dalam
kehidupannya Individu merupakan bagian dari kelompok tertentu baik disadari
maupun tidak disadari Konsep identitas sosial adalah bagaimana seseorang itu
49
secara sosial dapat didefinisikan Identitas sosial yang melekat pada seseorang
merupakan identitas positif yang ingin dipertahankan Oleh karena itu individu
yang memiliki identitas sosial positif maka wacana maupun tindakannya akan
sejalan dengan norma kelompoknya Lagi pula individu tersebut diidentifikasikan
dalam suatu kelompok Wacana dan tindakannya sepatutnya sesuai dengan
wacana dan tindakan kelompoknya
Teori identitas sosial sebenarnya berangkat dari asumsi umum sebagai
berikut
1 Setiap individu selalu berusaha untuk merawat atau meninggikan self-
esteemnya mereka berusaha untuk membentuk konsep diri yang positif
2 Kelompok atau kategori sosial dan anggota dari mereka berasosiasi
terhadap konotasi nilai positif atau negatif Identitas sosial positif atau
negatif tergantung evaluasi (yang mengacu pada konsensus sosial bahkan
pada lintas kelompok) kelompok tersebut yang memberikan kontribusi
pada identitas sosial individu
3 Evaluasi dari salah satu kelompok adalah berusaha mendeterminasikan dan
juga sebagai bahan acuan pada kelompok lain secara spesifik melalui
perbandingan sosial dalam bentuk nilai atribut atau karakteristik
Dari asumsi di atas beberapa relasi prinsip teori dapat menghasilkan hal-
hal di bawah ini
1 Individu berusaha untuk mencapai atau merawat identitas sosial yang
positif
50
2 Identitas sosial yang positif ada berdasarkan pada besarnya tingkat
perbandingan favorit in-group dengan out-group in-group pasti
mempersepsikan dirinya secara positif berbeda dari out-group
3 Ketika identitas sosial tidak memuaskan individu akan berusaha keluar
dari kelompok lalu bergabung ke dalam kelompok yang lebih positif atau
membuat kelompok mereka lebih positif
Identitas sosial sebagai teori tidak lepas dari keinginan individu untuk
memperbandingkan dirinya serta kelompoknya dengan yang lain Perbandingan
sosial digambarkan oleh Festinger (1954) sebagai teori yang bisa membimbing
seseorang untuk membandingkan dirinya dengan yang lain siapa yang serupa
dengan dirinya dan siapa yang berbeda siapa yang berada di atas dan siapa yang
berada di bawah
Setidaknya ada tiga variabel yang memengaruhi hubungan pembedaan
antar kelompok dalam situasi sosial yang nyata (Tajfel 1974 Turner 1975
dalam Hogg amp Abrams 2000) Pertama individu pasti memiliki internalisasi
kelompok mereka sebagai konsep diri mereka secara subjektif mereka pasti
mengidentifikasikan kelompok yang relevan Hal ini tidak cukup dari orang lain
saja yang mengidentifikasikan seseorang dari kelompok mana dia berasal Kedua
situasi sosial akan menciptakan perbandingan sosial yang memungkinkan
terjadinya seleksi dan evaluasi atribut relasi yang relevan Perbedaan kelompok
pada tiap-tiap daerah tidak sama secara signifikan Misalnya di Amerika
perbedaan kelompok cenderung menonjol pada perbedaan warna kulit tetapi
perbedaan warna kulit bukan sesuatu yang menonjol di Hongkong Ketiga in-
51
group tidak membandingkan dirinya pada tiap proses kognitif yang ada pada out-
group out-group pastinya dipersepsikan sebagai kelompok perbandingan yang
relevan dalam kesamaan kedekatan dan secara situasional yang menonjol
Kemudian determinasi out-group dihasilkan sebagai perbandingan terhadap
situasi yang menggambarkan sesuatu determinasi in-group (didapatkan dari
sumber httpdharmaputrawordpresscom2008teori-identitas-sosial diakses 03
Agustus 2014)
Barker (2009175-176) menyatakan bahwa meskipun identitas diri bisa
dianggap sebagai proyek seseorang sudah menjadi kebenaran sosiologis juga
bahwa manusia lahir ke dunia yang sudah ada sebelumnya Manusia belajar
menggunakan bahasa yang telah digunakan sebelum lahir dan hidup dalam
konteks hubungan sosial dengan orang lain Manusia disusun menjadi individu
melalui proses sosial yang menggunakan bahan-bahan yang bersifat sosial Secara
umum ini disebut spisialisasi atau akulturasi Tanpa akulturasi manusia tidak
akan menjadi orang sebagaimana gagasan yang dipahami dalam hidup sehari-hari
Tanpa bahasa konsep keorangan dan identitas tidak akan bisa dipahami
Menjadi orang tidak mengandung unsur transenden atau ahistoris apapun
Identitas sepenuhnya sosial dan kultural dengan alasan-alasan berikut
1 Gagasan apakah artinya menjadi orang merupakan pertanyaan kultural
Sebagai contoh individualisme merupakan penunjuk yang khas
masyarakat modern
2 Sumber-sumber yang membentuk bahan-bahan untuk proyek identitas
yaitu bahasa dan praktik kultural berwatak sosial Akibatnya arti menjadi
52
seorang perempuan anak orang Asia atau orang tua terbentuk secara
berbeda-beda tergantung kepada konteks kulturalnya
Sumber-sumber yang bisa dipakai bagi proyek identitas tergantung kepada
kekuasaan situasional yang menjadi asal kompetensi kultural dalam konteks
kultural tertentu Apakah hitam atau putih laki-laki atau perempuan Afrika atau
Amerika kaya atau miskin adalah sesuatu yang penting karena sumber-sumber
kultural yang akan dimasuki berbeda Identitas menjadi penting tidak hanya untuk
penggambaran diri tetapi juga ciri-ciri sosial
Identitas sosial terkait dengan hak kewajiban dan sanksi normatif yang
dalam masyarakat tertentu menjadi dasar penentuan peran Penggunaan ciri-ciri
baku terutama berkaitan dengan ciri umur dan gender tubuh bersifat mendasar
dalam semua masyarakat dan masih sangat banyak lagi ragam lintas-budaya yang
bisa dicatat Giddens (Barker 2009176) Persoalan identitas adalah kesamaan dan
perbedaan soal personal dan sosial soal rdquoapa yang dimiliki individu secara
bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakan satu individu
dengan orang-orang lain Weeks (Barker 2009176)
Berdasarkan uraian di atas pengembangan bela diri Aikido di Bali adalah
identitas para peserta pelatihan yang merupakan satu identitas meliputi identitas
individunya keluarganya sukunya dan kelompoknya Bagi Fromm identitas diri
dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dari identitas sosial individu dalam
konteks komunitasnya Selain menjadi makhluk individual identitas diri tidak
terlepas dari norma yang mengikat masyarakat dalam lingkungan dan peran sosial
53
yang diembannya dalam masyarakat (httpidhamputrawordpressteori-identitas-
sosialcom diakses 03 Agustus 2014)
Teori identitas sosial Hendri Tajfel digunakan secara eklektik (bersamaan)
dengan teori lainnya untuk memecahkan ketiga masalah dalam penelitian ini
Keberterimaan bela diri Aikido di Bali proses terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali yang pada akhirnya membentuk identitas
baru berupa posrealitas kebudayaan yang membentuk identitas para aikidoka Bali
baik secara individu maupun identitas sosialnya
54
24 Model Penelitian
Model penelitian ini dapat digambarkan ke dalam Bagan 21
Bagan 21
Model Penelitian
Keterangan
= memengaruhi
= saling memengaruhi
Kebudayaan Bali
Bela Diri Tradisional Bali
-Pencak Silat
-Tengklung
-Mepantigan
Kebudayaan Jepang
Bela Diri Tradisional Jepang
-Karate
-Judo
-Aikido
Proses terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Latar belakang
terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Posrealitas dalam Pengembangan
Bela Diri Aikido di Bali
Temuan
Penelitian
Implikasi
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
55
Bagan 21 dapat dijelaskan bahwa tampak kebudayaan Bali dengan
unsurnya berupa bela diri tradisional Bali seperti Pencak Silat Tengklung
Mepantigan dan beberapa bela diri lainnya Dengan adanya globalisasi
bersentuhan dengan kebudayaan Jepang dengan unsurnya berupa bela diri
tradisional Jepang seperti Karate Judo dan Aikido Khusus pada penelitian ini
adalah bela diri Jepang Aikido Persentuhan antara keduanya akibat arus
globalisasi melahirkan bela diri Aikido yang berterima dan berkembang di
sejumlah dojo di Bali yang menunjukkan adanya posrealitas Posrealitas dalam
penelitian ini merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu berupa
peniruan bagi aikidoka Bali yaitu bela diri Aikido melalui pelatihan di beberapa
dojo yang ada di Bali Kondisi posrealitas adalah kondisi yang di dalamnya
prinsip-prinsip realitas telah dilampaui dalam pengertian diambil alih oleh
substitusi-substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir Hal ini telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang apa yang disebut yang nyata (the real) Yang nyata
senyata-nyatanya berada di Jepang bela diri Aikido telah membentangkan
persoalan filosofis mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa
yang disebut nyata
Posrealitas dapat dijelaskan sebagai kondisi matinya realitas dalam
pengertian diambilalihnya posisi realitas oleh apa yang sebelumnya disebut
sebagai nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru yang
memesona yang belum pernah dialami sebelumnya
56
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru yang tidak bisa dikatakan
realitas Bali yang asli karena telah dimasuki oleh nilai baru yang berasal dari
sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang Tidak bisa juga
dikatakan realitas yang benar-benar baru karena para anggota pelatihan tetaplah
kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya
Posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali dikaji dari tiga
dimensinya yaitu (1) latar belakang terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali (2) proses terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali dan (3) implikasi pengembangan bela diri Aikido tersebut
dalam kehidupan para aikidoka Bali
Penelitian kajian budaya ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teknik
wawancara observasi dokumentasi dan studi pustaka Data dianalisis secara
eklektik dengan menggunakan teori globalisasi kuasapengetahuan identitas
sosial dan teori pendukung lainnya yang terkait dengan permasalahan yang ada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberterimaan bela diri Aikido di Bali
dilatarbelakangi oleh beberapa ideologi yaitu dualisme kultural paternalisme
pasar citra dan multikulturalisme Proses pengembangan bela diri di beberapa
dojo yang ada di Bali meliputi tahap pengenalan pendirian organisasi
pengembangan tempat pelatihan dan tahap pengembangan mutu Semuanya
berorientasi kepada tempat pelatihan induk bela diri Aikido (Honbu Dojo) yang
berada di Tokyo-Jepang Pengembangan bela diri Aikido di Bali menimbulkan
57
implikasi pada para aikidoka Bali termasuk terbentuknya identitas baru dalam
masyarakat Bali
Melalui penelitian ini ditemukan paradigma baru bahwa di balik kekuatan
budaya Bali yang sedang berlangsung dalam segala lini kehidupan terdapat sikap
orang Bali yang terbuka terhadap kebudayaan asing khususnya bela diri asal
Jepang yaitu bela diri Aikido Terkait dengan bela diri Aikido yang sedang
ditekuni oleh beberapa komunitas di Bali ternyata ada berbagai hal yang
mendukung keberterimaannya Adanya kegayutan nilai-nilai budaya antara
kebudayaan Bali dan kebudayaan Jepang terkait keberadaan bela diri Aikido yang
berterima di beberapa komunitas pelatihan di Bali sehingga hal ini disebut sebagai
multikulturalisme
19
kekuatan yang menggerakkan bahwa ditekankan untuk membuat seorang bushi
harus menjalankannya dan merupakan hukum atau peraturan yang telah terpatri
dalam jiwa para bushi masing-masing Juga bushido bukan sesuatu yang
diciptakan oleh seorang yang mempunyai otak yang cemerlang bukan juga
sesuatu yang diciptakan dengan landasan kehidupan seorang tokoh yang tenar
Bushido itu adalah sesuatu yang berkembang dan terbentuk sedikit demi sedikit
melalui kehidupan bushi selama beberapa ratus tahun (sejak bangsa Jepang
mendirikan negaranya dengan kekuatan ldquoburdquo dari bushi tersebut)
武士道の淵源えんげん
をたずねるにあたって私はまず仏教ぶっきょう
からはじめようと思う
仏教は(常つね
に心を案あん
じて)すべてを運命うんめい
にまかせるという平常へいじょう
の感覚かんかく
を武士道に与あた
えた避さ
けることができない運命に対しては冷静れいせい
に服徐ふくじょう
するという危険災難さいなん
に直面ちょくめん
したときのストイック的な落お
ちつきと生しょう
を軽かろ
んじて死に親した
しむ心を与えてきた
Dalam rangka mencari asal usul bushido saya bermaksud akan memulai
dari agama Buddha Agama Buddha memberikan rasa tenang dan sifat datar
kepada bushido dimana pasrah dengan nasib (dengan cara senantiasa
menenangkan hati) maka dengan demikian agama Buddha pun memberikan
ketenangan secara damai tanpa nafsu dalam menghadapi bahaya atau mala petaka
yaitu terhadap nasib yang tidak bisa dihindari mereka turuti dengan tenang hati
dan juga Buddha memberikan hati yang meringankan kehidupan seseorang dan
akrab dengan kematian
禅ぜん
とは(古代こ だ い
インド語の)ディヤーナの日本語訳であり(小泉こいずみ
八雲や く も
の説明
にあるように)「言葉による表現ひょうげん
の範囲は ん い
を超こ
えた思想し そ う
の領域りょういき
に瞑想めいそう
をもって自みずか
ら
達たっ
しようとする人間の努力どりょく
をいう」という意味であるその方法は瞑想めいそう
でありそ
の目的とするところは私の理解り か い
するところによれば(この宇宙うちゅう
の)すべての
現象げんしょう
の底そこ
に存在そんざい
する原理げ ん り
を確認かくにん
しそれによって自己じ こ
を絶対的ぜったいてき
なるものと調和ちょうわ
せ
しむることにあるこのように定義て い ぎ
すれば禅の教えは一宗いっしゅう
一派い っ ぽ
の教義きょうぎ
にとどまら
ず(その以上のものであって)人間は誰でもこの絶対的なるものを認識にんしき
できれば
俗世間ぞくせけん
のあらゆる現象を解脱げ だ つ
して「新しい天と新しい地」に目覚め ざ
めることができる
のである
Kata ldquoZenrdquo terjemahan dalam bahasa Jepang dari kata ldquoDhyanardquo (bahasa
India kuno) sebagaimana dalam penjelasan Koizumi Yakumo Zen bermakna
ldquosuatu upaya manusia yang berupaya dengan niat diri sendiri untuk mencapai
wilayah pemikiran yang melewati batas ekspresi dengan kata-kata dengan cara
meditasi Caranya dengan meditasi dan tujuannya adalah menurut pengertian saya
menyaksikan hukum alam yang berada pada dasar segala fenomena di alam
semesta dan dengan demikian memadukan diri sendiri dengan Yang Maha Kuasa
Apabila kita rumuskan arti Zen seperti ini maka ajaran Zen tidak terbatas pada
ajaran atau kewajiban daripada salah satu sekte dari salah satu agama dan
siapapun dia apabila kita menyadari atau mengakui sesuatu yang bersifat mutlak
maka manusia itu dapat melepaskan diri dari pada segala fenomena yang terjadi
pada dunia ini sehingga dapat bangkit pada ldquosurga baru dan dunia barurdquo
20
仏教が武士道に与えることができなかったものを神道しんとう
が豊ゆた
かに充み
たしてく
れた主君しゅくん
に対する忠節ちゅうせつ
祖先そ せ ん
に対する崇拝すうはい
および親に対する孝行こうこう
がこれである
この三つの教えは他のいかなる宗 教しゅうきょう
の信しん
条じょう
によっても教えられなかったもので
あるこれによって武士の(ややもすれば陥おちい
りやすい)傲慢ごうまん
な性格せいかく
は抑制よくせい
されて
服従性ふくじゅうせい
が加えられた
Apa yang tidak bisa diberi oleh agama Buddha sebelumnya kepada
bushido dipenuhi secara subur oleh Shinto Itu adalah kesetiaan kepada tuan
pemujaan terhadap leluhur dan balas budi terhadap orang tua Ketiga ajaran ini
sebelumnya belum pernah diajarkan oleh ajaran agama lainnya Dengan ajaran ini
telah ditekankan atau dikurangi sifat angkuh (yang sering mudah muncul) pada
bushi juga ditambah sifat menuruti
厳正げんせい
な意味における道徳的どうとくてき
教養きょうよう
に関しては孔子こ う し
の教える道が武士道のも
っとも豊かな淵源えんげん
であった孔子が説と
いた君臣くんしん
父子ふ し
夫婦ふ う ふ
長幼ちょうよう
朋友ほうゆう
のこの
五輪ご り ん
の道は中国よりこの聖人せいじん
の教義きょうぎ
が輸入ゆにゅう
される以前からわが国の民族みんぞく
的本能ほんのう
がこれを認みと
め重おも
んじていたことであって孔子の教えはこれを確認かくにん
したにすぎな
い
Mengenai pengetahuan moral dalam arti yang tepat adalah jalan yang
dianjurkan oleh pendiri ajaran Konfucuisme yaitu Kong Fu Chu merupakan
sumber asal mula yang paling subur bagi bushido Jalan ke lima lingkaran yang
terdiri dari tuan dan anak buah ayah dan anak suami dan istri tua dan muda
persahabatan yang dianjurkan Kong Fu Chu sebenarnya sudah ada dan disadari
oleh bangsa Jepang sebelum diimpornya dari orang suci dari Cina ini Ajaran
Kong Fu Chu hanya mengonfirmasi atau memastikan saja
Tulisan Nitobe mengenai bushido di atas memungkinkan untuk dimanfaatkan
dalam melakukan penelitian ini terutama dalam rangka memahami doktrin nilai-
nilai yang berlaku dalam bela diri Aikido
Ratti dan Westbrook dengan judul bukunya Secrets of the Samurai (2013)
menyatakan berbagai hal menyangkut samurai di antaranya kemunculan kaum
samurai pada zaman feodal Jepang yaitu periode akhir Heian「平安時代」abad
ke-10 sampai dengan abad ke-17 Struktur pemerintahan militer shogunat
Tokugawa pendidikan dan status kaum samurai ronin (samurai tanpa tuan) bela
diri dengan senjata bela diri tanpa senjata beberapa rahasia teknik bela diri yang
ditekuni samurai kekuatan dalam yang ada pada bela diri samurai (terdiri dari
21
kontrol dan kekuatan strategi-strategi prinsip dan moralitas dalam bela diri)
Pada bagian kontrol dan kekuatan (power) salah satu subbabnya menyebutkan
bela diri samurai yang berevolusi menjadi bela diri Aikido pada saat ini
Pada bagian akhir tulisan Ratti dan Westbrook menekankan moralitas yang
terkandung di dalam bela diri yang ditekuni samurai yang berevolusi melahirkan
beberapa bela diri modern Jepang saat ini seperti Kyuujitsu Kenjitsu Judo
Karate Aikido Jujitsu Kendo Kyudo Iaido dan bela diri lainnya Moralitas
yang mengalir pada bela diri Jepang modern bersumber pada jalan bushido
Tulisan Ratti dan Westbrook tersebut juga memungkinkan untuk dimanfaatkan
terutama dalam mendalami asal-usul keberadaan samurai teknik-teknik bela diri
yang dilakukan dan dikuasai oleh para samurai zaman feodal di Jepang yang
menjelma menjadi teknik-teknik gerakan dalam bela diri Aikido baik yang ada di
Jepang maupun di Bali
Ueshiba Moriteru「植芝守央」dalam bukunya yang berjudul Motto
Umakunaru Aikido「もっとうまくなる合気道 」 (2011) menguraikan
beberapa hal mengenai bela diri Aikido dimulai dari pengertian dan sejarah bela
diri Aikido cara mengenakan pakaian pada saat latihan sikap bersimpuh sikap
memasuki dojo dan cara menghormat ke altar guru besar pencipta bela diri
Aikido Dalam buku tersebut Ueshiba Moriteru juga menjelaskan dengan detail
mengenai teknik (waza) dimulai dari postur tubuh yang benar gerakan kaki arah
putaran pinggang dan gerakan tangan pada saat berlatih dengan tangan kosong
dan menggunakan senjata (pedang kayu tongkat dan pisau kayu) Teknik lainnya
yang dijelaskan dalam buku tersebut di antaranya teknik lipatan bantingan cara
jatuh supaya badan tidak cedera pada saat berlatih Semua sikap dan gerakan
22
teknik diperagakan oleh peraga yang juga peserta bela diri Aikido Hal itu
ditampilkan melalui foto disertai keterangan postur yang benar dan yang salah
sehingga buku ini dijadikan pegangan dalam mempelajari teknik bela diri Aikido
yang standarnya ditetapkan oleh dojo pusat di seluruh dunia yang berada di
Tokyo-Jepang Pada bagian akhir dari buku yang ditulis oleh Ueshiba Moriteru
ditampilkan cara-cara menghadapi serangan lawan mematahkan serangan
tersebut melumpuhkan dan mengontrol lawan dengan beberapa jenis kuncian
sehingga lawan tidak bisa bergerak tetapi tidak mencederainya Buku yang ditulis
oleh Ueshiba Moriteru ini juga dijadikan sumber inspirasi terutama dalam
memahami istilah-istilah teknis yang terkait dengan bela diri Aikido
Diah Madubrangti (2004) menulis disertasi dengan judul ldquoMakna Festival
Olahraga (Undoukai) sebagai Kegiatan Kompetitif bagi Pembentukan
Kepribadian Anak Melalui Pendidikan Sekolah di Jepangrdquo Hasil penelitian Diah
menggambarkan implementasi spirit samurai sehingga menarik untuk dicermati
karena spirit samurai juga diusung dalam olahraga bela diri Aikido Disertasi Diah
menggambarkan spirit samurai yang menekankan pentingnya sikap pantang
menyerah kegigihan menghargai orang lain menghormati guru dan berlatih
secara terus menerus Ulasan dalam disertasi tersebut juga mengenai undoukai
yang dipandang berfungsi penting dalam pembentukan karakter anak-anak Jepang
sehingga tercermin pada sikap dan perilaku individu-individu anak Jepang dalam
kehidupan kesehariannya
Walaupun sama-sama membahas kegiatan olahraga yang berspirit samurai
judul dan masalah penelitian ini berbeda dengan judul dan masalah penelitian
Diah Diah menitikberatkan kegiatan undoukai sebagai salah satu aktivitas anak-
23
anak Jepang dan tempat kegiatan di Jepang olahraganya bukan bela diri dan
dilakukan oleh orang asli Jepang sehingga hal ini merupakan kegiatan
yang rdquorealitasrdquo bukan rdquoposrealitasrdquo Dalam penelitian ini fokusnya adalah
kegiatan latihan bela diri Aikido di Bali yang bernuansa posrealitas
Mugi Raharja (2013) menulis disertasi dengan judul ldquoRepresentasi
Posrealitas Desain Gedung Pusat Pemerintahan Kabupaten Badungrdquo Dalam
disertasi tersebut diungkapkan bahwa pengkajian terhadap bentuk representasi
posrealitas desain Gedung Puspem Badung dihasilkan oleh pencitraan kronoskopi
sebagai simulasi ruang dan waktu secara virtual di layar komputer yang
dilengkapi citra gerak Adanya citra gerak ini menyebabkan seseorang yang
melihat simulasi desain Gedung Puspem Badung dapat mengalami waktu dan
merasakan ruang secara virtual Kemudian simulasi diwujudkan menjadi fakta
sebagai realitas dapat mempresentasikan pencitraan terhadap Pemerintah Daerah
Badung merepresentasikan desain hibrid dan representasi semiotisasi desain
Pencitraan terhadap Pemda Badung merupakan pencampuran dari fakta sebagai
realitas dengan realitas semu atau citra Proses dekonstruksi representasi
posrealitas desain gedung Puspem Badung merepresentasikan terjadinya
dekonstruksi ruang dan kekuasaan Representasi posrealitas desain gedung
Puspem Badung menyiratkan makna politik ekonomi budaya ilmu pengetahuan
teknologi dan seni
Ulasan dalam disertasi Mugi Raharja sebagaimana dipaparkan di atas
dapat dipakai sebagai sumber inspirasi dalam mengimplementasikan konsep
posrealitas yaitu terlampauinya prinsip-prinsip realitas yang diambil alih oleh
24
substitusi-substitusi yang diciptakan secara artifisal melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir yang telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang ldquoyang nyatardquo atau the real Disertasi Mugi
menyoroti fenomena posrealitas namun dalam konteks desain gedung sedangkan
penelitian ini menyoroti posrealitas dalam konteks pengembangan bela diri Aikido
di Bali
22 Konsep
Pengertian istilah-istilah penting yang tertera pada judul dan rumusan
masalah penelitian ini perlu dijelaskan secara konsepsional agar pelaksanaan
penelitian terarah Secara garis besar ada tiga unit istilah penting yang perlu
dijelaskan pengertiannya yaitu (1) posrealitas (2) spirit hidup samurai dan (3)
pengembangan bela diri Aikido di Bali
221 Posrealitas
Baudrillard (Kushendadewi 2019) menjelaskan bahwa kini realitas
merupakan sesuatu yang dapat disimulasikan direkayasa sedemikian rupa melalui
relasi tanda citra dan kode Semuanya tampak dapat ditangkap oleh panca indera
tetapi tidak memiliki eksistensi substansial Celakanya rekaan-rekaan tersebut
sebagai citraan simulasi bahkan diterima sebagai suatu realitas Dalam situasi
demikian terjadi obesitas (kegemukan) informasi dalam diri massa Obesitas
inilah yang menyebabkan terjadinya implosi (kecenderungan fenomena meledak
ke pusat ke dalam yang dapat menghancurkan dirinya sendiri)
Posrealitas merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu
tetapi karena proses pemanipulasian maka realitas buatan itu terputus
25
hubungannya dengan realitas aslinya Hiperrealitas yang berkembang melalui
proses simulasi mengikuti perkembangan ataupun revolusi hukum nilai Revolusi
tersebut mengakibatkan hanya pertukaran simbolis dan yang tertinggal adalah
hiperrealitas yakni tanda-tanda simbolis yang saling dipertukarkan petanda atau
maknanya dicari dalam relasi tanda tersebut dengan tanda lainnya dalam sistem
tanda
Secara singkat bisa dikemukakan bahwa posrealitas merupakan hasil dari
simulasi Media massa sangat berpengaruh dalam proses simulasi tersebut dengan
demikian media massa juga sangat berpengaruh dalam pembentukan hiperrealitas
Media massa yang dimaksud adalah media massa sebagai isi atau pesan yang
disampaikan dan media massa sebagai bentuk atau teknologi dan sistem kerjanya (
Kushendrawati 2011101)
Terbentuknya sebuah dunia baru sebagai akibat perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi mutakhir di dalamnya tercipta berbagai definisi dan
pemahaman baru mengenai apa yang disebut realitas Di dalamnya juga
dilukiskan metamorfosis yang dialami oleh manusia yang disebut kondisi realitas
ke arah kondisi posrealitas (post-reality) Kondisi posrealitas adalah kondisi yang
di dalamnya prinsip-prinsip realitas telah dilampaui diambil alih oleh substitusi-
substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu pengetahuan
teknologi dan seni mutakhir yang telah menghancurkan asumsi-asumsi
konvensional tentang kenyataan (the real)
Perkembangan dunia posrealitas telah membentangkan persoalan filosofis
mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa yang disebut yang
nyata Pertama ada persoalan terminologis Awalan pos pada istilah posrealitas
26
(post-reality) sesungguhnya menawarkan ruang tafsiran yang terbuka dan bersifat
polisemi Istilah pos di sini dapat diartikan sebagai penentangan terhadap
pemisahan dari keterputusan dan (discontinuity) persimpangan dari (rupture)
titik balik dari melewati atau melampaui realitas (hyper) Meskipun demikian
awalan pos pada istilah posrealitas digunakan dalam pengertian yang khusus
yaitu sebagai padanan dari kata hiper (hyper) yang digunakan oleh Jean
Baudrillard untuk menjelaskan kondisi yang disebutnya melampaui realitas
(hyper-reality)
Posrealitas adalah kondisi matinya realitas diambilalihnya posisi realitas
oleh nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru mempesona
yang belum pernah dialami sebelumnya Namun dunia realitas artifisial banyak
merenggut dunia realitas alamiah seperti kedekatan manusia dengan aura
keaslian dan eksotisme alam warisan luhur kebudayaan serta kekuatan spiritual
yang merupakan magnet dunia kehidupan Ketika realitas alamiah telah lenyap
dan diambil alih oleh berbagai realitas yang artifisial manusia terkurung dalam
perangkap dunia artifisialitas yang serba permukaan imanen dan dangkal serta
tidak mampu menemukan jalan kembali ke arah realitas alamiah kekayaan
kultural dan kedalaman pengalaman transendental (Piliang 200954-55)
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dengan terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru Realitas tersebut tidak bisa
27
dikatakan realitas Bali yang se asli-aslinya karena telah dimasuki nilai baru yang
berasal dari sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang
Realitas itu juga tidak bisa dikatakan realitas yang baru karena para aikidoka Bali
tetaplah kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya Berdasarkan
pengertian posrealitas di atas maka secara operasional posrealitas dalam
penelitian ini dikonsepsikan sebagai pengambilalihan posisi seni bela diri
tradisional Bali seperti Tengklung Setembak dan lain-lain oleh bela diri Jepang
yaitu bela diri Aikido
222 Spirit Hidup Samurai
Asal kaum samurai dimulai pada keluarga Yamato yang muncul sebagai
klan terkuat di Jepang pada abad ketujuh masehi Kata samurai berarti ldquoorang
yang melayanirdquo dan kata itu diberikan kepada mereka yang lahir pada keluarga
terhormat dan ditugaskan untuk menjaga anggota keluarga kekaisaran Falsafah
pengabdian ini adalah akar dari keningratan kaum samurai baik dalam tatanan
sosial maupun spiritual (Kitami 2013xii)
Asal-usul kelas samurai (Shigesuke 1999ix) adalah spesialisasi dari
kalangan aristokrat Secara umum kalangan kelas atas yang berpoligami biasanya
menghasilkan lebih banyak anak yang bisa terserap ke dalam level yang sama di
dalam masyarakat Aturan tentang hak waris lebih jauh menetapkan bahwa
hanya satu putra yang secara penuh mewarisi semua keistimewaan yang dimiliki
ayahnya Faktor-faktor ini menciptakan tekanan sosial dan natural menuju
diferensiasi dalam pola-pola karier dari anak keturunan kelas-kelas atas ini
28
Sebagaimana di Eropa di Jepang dan di tempat lain dari ayah-ayah
birokrat yang tidak mewarisi keistimewaan paternal inilah yang menjadi prajurit
perang atau pengelola kuil atau biara Kedua spesialisasi ini dibentuk untuk
proteksi terhadap negara para pasukan perang era kuno ini semula disebut
ldquosamurairdquo atau terjemahan kasarnya adalah ldquopembanturdquo karena mereka
membentuk pasukan bersenjata untuk membantu aristokrasi Pada saat para
samurai ini mengambil alih kekuasaan negara dari tangan aristokrat sebagai salah
satu kelas independen salah satu cara mereka memanifestasikan status dan
martabat baru mereka Mereka menjauhkan diri dari label samurai sekedar
ldquopembanturdquo kemudian menyebut diri mereka sebagai bushi「武士」yang berarti
kesatria
Spirit hidup samurai disebut sebagai bushido「武士道」 adalah etika
yang dianut oleh para samurai Walaupun istilah tersebut baru digunakan pada
zaman Edo (1603-1868) konsep bushido telah terbentuk sejak zaman Kamakura
(1185-1333) yang berkembang dari adopsi neo-konfusianisme pada zaman Edo
hingga menjadi landasan moralitas nasional pasca restorasi Meiji (1868-1912)
Bushido tidak hanya meliputi semangat bela diri dan keterampilan menggunakan
senjata tetapi juga loyalitas absolut pada tuannya rasa yang kuat atas kehormatan
pribadi pengabdian pada tugas dan keberanian bahkan jika diperlukan
pengorbanan nyawa dalam pertempuran dan ritual (Davies amp Ikeno 2014 41)
Etika bushido (Shigesuke 199930-31) mensyaratkan ada tiga hal yang
dipertimbangkan yang esensial yaitu kesetiaan tugas dan keberanian Hal
tersebut memuat tentang kesatria yang bekerja dengan kesetiaan tinggi kesatria
29
yang bisa dipercaya dalam mengemban tugas kesatria yang kuat dan pemberani
Prajurit yang memiliki kombinasi tiga sosok baik kesetiaan pengembanan tugas
dan keberanian bisa dipertimbangkan sebagai kesatria dengan orde tertinggi
Secara umum keberanian bukanlah sesuatu yang tidak hanya tampak pada
saat seseorang mengenakan baju besi mengangkat senjata lalu bertempur dalam
peperangan Perbedaan antara sikap berani dan sikap pengecut sudah tampak
dalam kehidupan sehari-hari meski tidak ada perang Seseorang yang pemberani
akan menunjukkan loyalitas dan kasih sayang kepada majikannya dan orang
tuanya Jika ada waktu luang ia akan mempelajari literatur dan terus berlatih bela
diri Ia menghindari kemewahan personal tidak berfoya-foya Ia juga tidak tamak
dan membelanjakan uang apabila diperlukan
Spirit samurai yang mengalir dalam bela diri Aikido beberapa di
antaranya adalah spirit keberanian kesabaran kegagahan dan ketenangan dalam
menghadapi masalah Hal ini diungkapkan oleh Nitobe (200468) sebagai berikut
勇気我慢大胆だいたん
自若じじゃく
勇猛ゆうもう
などの心性しんせい
は少年武士の心に最も強く
訴うった
えられ実例じつれい
を模範も は ん
として幼おさな
いときから訓練され励はげ
みとされたい
わば最も人気のある徳性とくせい
であった彼らは母親のふところに抱かれた
幼児よ う じ
のころから軍記ぐ ん き
物語ものがた
りをくり返し聞かされもし何か苦痛く つ う
なことが
あって泣き出したりすれば「これくらいのことで泣くとはなんて臆病おくびょう
なんでしょう」と母親に叱しか
られ「もし戦場せんじょう
に出て腕うで
を切られるよう
なことがあったらどうしますかもし切腹せっぷく
を命めい
じられたときはどうし
ますか」と励はげ
まされた
Jiwa seperti keberanian kesabaran kegagahan ketenangan dalam menghadapi
bahaya keliaran dan sebagainya paling kental berpengaruh pada hati para kesatria
remaja Sejak masih kecil mereka ditanamkan jiwa-jiwa tersebut dengan contoh
nyata dan dilatih agar memilikinya yang dijadikan sumber semangatnya Sejak
masa balitanya yang masih dalam pangkuan ibunya mereka berulang kali
diceritakan dongeng kesatria dan pertempuran jika ada yang menangis karena
terjadi sesuatu yang menyedihkan dalam cerita tersebut maka ia dimarahi ibunya
dengan perkataan ldquoBetapa penakutnya engkau sampai menangis gara-gara hal
30
sepele ini rdquo Mereka pun disemangati dengan kata-kata ldquoBagaimana kalau maju
ke medan perang dan lenganmu terpotong Bagaimana kalau disuruh seppuku
(Harakiri) rdquo
Spirit samurai lainnya dalam bela diri Aikido adalah berlatih tiada henti
karena dalam berlatih bela diri Aikido tidak ada kata ldquotamatlulusrdquo Bagi aikidoka
hanya ada kata ldquoterus berlatihrdquo meskipun ada tingkatan dari sebelum menyandang
sabuk hitam (Kyuu) sampai dengan tingkatan sabuk hitam (Dan) Namun sampai
saat ini belum ada aikidoka yang bisa mencapai tingkatan paling tinggi dalam bela
diri Aikido (Dan X) bahkan ada beberapa guru (sensei) yang sudah berlatih bela
diri Aikido sampai selama 50 tahun
Berlatih terus menerus tanpa henti diungkapkan oleh guru besar pendiri
bela diri Aikido Morihei Ueshiba dalam buku Jurnal Demontrasi Aikido ke-40
(20037) bahwa
合気道あいきどう
の稽古け い こ
に終お
わりはありません稽古をはじめたら根気こ ん き
よく続つづ
けるこ
とですうまずたゆまず求もと
めてください稽古を続けることが進歩し ん ぽ
への
第一歩だいいちほ
であり稽古の大切たいせつ
な一面いちめん
でもあるのです
Latihan Aikido tidak ada akhirnya Kalau anda sudah mulai latihan janganlah
pernah berhenti Carilah ilmu dengan pantang menyerah Berlatih terus menerus
tanpa henti adalah langkah pertama untuk menuju kemajuan sekaligus satu sisi
yang sangat penting dalam keseluruhan latihan
Lebih lanjut Ueshiba (The Art of Peace 199285) mengatakan
Life itself is always a trial In training you must test and polish yourself in order
to face the great challenges of life Transcend the realm of life and death and
then you will be able to make your way calmly and safely through any crisis that
confronts to you
Kehidupan itu selalu merupakan suatu percobaan Dalam berlatih engkau harus
mengetes dan menghaluskan dirimu untuk berhadapan dengan tantangan
kehidupan yang besar Lampauilah dunia kehidupan dan kematian dan kemudian
anda akan bisa membuat jalan anda dengan tenang dan aman sepanjang krisis
yang anda hadapi
31
Spirit samurai yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagaimana para
aikidoka Bali bersikap dalam kehidupan berlatih bela diri Aikido dan dalam
kehidupan sehari-hari berlandaskan kepada jiwa total dalam mengerjakan sesuatu
Total dalam mengabdi terhadap kewajiban dalam kesetiaan dan dalam segala hal
Merasakan kehidupan dalam tiap nafas berarti hidup yang sebenar-benarnya
Bushido mengajarkan untuk merasakan setiap nafas yang dihirup Setiap detik
hidup ini harus dijalani dengan sungguh-sungguh Segala bidang yang ditekuni
harus dijalani dengan segenap jiwa raga
223 Pengembangan Bela Diri Aikido di Bali
Pengembangan bela diri Aikido di Bali tidak bisa lepas dari sejarah awal
pelatihan tahun 1995 di Dojo Samurai kawasan Renon Denpasar Pada saat
pertama berlatih bela diri Aikido para peserta kebanyakan pada mulanya adalah
pengikut bela diri Karate Pencak Silat dan bela diri lainnya Setelah aktivitas
pelatihan berlangsung dua tahun tepatnya 07 Mei 1997 terbentuk induk organisasi
bela diri Aikido di Bali (Bari Aikikai) Setelah itu tumbuh dojo-dojo lainnya di
Bali sebagai tempat berlatih seperti Dojo Dirgahayu di Desa Sumerta Kaja Dojo
Aora di Kuta dan Dojo Kami di Jimbaran Badung
Layaknya sebuah organisasi sosial organisasi bela diri Aikido sebagai
objek yang berkembang dengan sosiologi fungsional dipandang sebagai
hubungan sosial yang berkontribusi kepada entitas yang menjadi bagian di
dalamnya Dalam analisis fungsional terhadap organisasi elemen-elemen
organisasi dipandang memiliki kontribusi kepada integritas organisasi secara
keseluruhan Sejak awal para analis terkemuka menyadari bahwa di dalam
32
organisasi formal melekat praktik kekuasaan yang terutama dibentuk oleh
otoritas Hal tersebut memicu penolakan kelompok-kelompok yang ada dalam
organisasi sehingga organisasi tidak dapat berfungsi sebagaimana yang
diharapkan Oleh sebab itu para analis sistem meyakini bahwa organisasi sering
kali berfungsi secara suboptimal Para teoretisi konflik dengan menggunakan
konsep Marxian dan neo-Weberian menarik kesimpulan yang lebih ekstrem
Sebagian merespons kritik dan sebagian lagi sebagai proses pengembangan Arus
utama studi organisasi mulai meyakini bahwa perbedaan antara organisasi
kontemporer dengan tipe-tipe kelembagaan yang lain dapat diperluas Irasionalitas
dan penampilan yang suboptimal merupakan karakter normal organisasi
Walaupun memahami organisasi dari sisi penampilannya masih tampak umum
sekarang muncul kesadaran akan implikasi pendekatan tersebut dan kerelaan
untuk mempertimbangkan perspektif lain Organisasi sekarang dipahami sebagai
aktivitas dan sebagai objek
Arus utama analisis organisasi mendefinisikan dirinya dalam kerangka
kelembagaan yang berbeda dalam prinsip dengan yang ada dalam masyarakat
tradisional Ada perkembangan pemahaman yang penting yakni organisasi formal
bukan merupakan batas bagi organisasi Melalui beragam inspirasi intelektual
seperti etnometodologi dan fenomenologi perspektif baru terhadap organisasi
menjadi pusat perhatian Unsur penting itu tampak dalam era organisasi virtual
Organisasi tidak pernah nyata terbentuk sebagaimana dalam pengertian seluruh
partisipan dalam organisasi bertemu dalam suatu tempat dalam satu waktu
33
Sebagaimana dinyatakan oleh Robert Cooper Dalam pengertian mendasarnya
organisasi adalah penertiban terhadap yang tidak tertibrdquo (Scott 2011190-191)
Seperti halnya mesin yang terangkai dari berbagai komponen yang saling
terkait Tripomo (201412-14) menyatakan bahwa organisasi juga merupakan
rangkaian komponen berupa orang-orang yang saling berinteraksi satu dengan
yang lain Namun organisasi tidak sama dengan mesin karena organisasi
merupakan kesatuan sosial hubungan antara satu orang dengan orang yang lain
tidak hanya bersifat rasional dan mekanistik Menurut kodratnya manusia adalah
makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat karena manusia selalu hidup bersama
dengan manusia lainnya sebagai kesatuan sosial
Kesatuan sosial adalah kelompok individu yang saling berhubungan dan
memengaruhi karena memiliki keterikatan nilai budaya aturan emosi dan
perantugas Keterikatan sosial sering kali tidak memperhitungkan kalkulasi
untung rugi rasionalfinansial Sebagai kesatuan sosial urusan rasa selera
keadilan dan solidaritas menjadi penting serta ukuran benar dan salah menjadi
tidak bersifat mutlak Pendapat keputusan reaksi seseorang tidak mutlak rasional
tetapi dipengaruhi oleh hubungan manusia dalam kesatuan sosial
Organisasi sebagai kesatuan sosial memiliki sifat saling terkait yang lebih
rumit daripada rangkaian mesin Dengan memencet tombol offrdquo pada saat jam
kerja berakhir maka mesin mati dan interaksi antar bagian-bagian mesin terhenti
Apakah interaksi antar orang berhenti Jawabannya tidak Setelah selesai jam
kerja orang-orang masih berhubungan satu sama lain bahkan setelah pensiunpun
orang masih berinteraksi satu sama lain Seorang anak yang tidak memiliki
34
keterkaitan dalam organisasi bisa memengaruhi keputusan karena bapaknya
pejabat Orang-orang yang pindah partai seperti kutu loncatpun tidak akan bisa
melepaskan relasinya dengan orang-orang di partai yang ia tinggalkan Inilah
keunikan organisasi sebagai kesatuan sosial
Organisasi yang berisi kumpulan manusia jelas berbeda dengan mesin yang
berisi kumpulan onderdil Organisasi adalah kesatuan dari individu-individu yang
dikoordinasikan secara sadar untuk mencapai tujuan tertentu Bagaimana interaksi
di antara individu-individu dalam organisasi diatur oleh sebuah sistem yang
disebut struktur organisasi Struktur organisasi ibarat otak otot dan syaraf yang
mengkoordinasikan kerja organ indera dan anggota tubuh manusia
Bela diri Aikido di Indonesia tidak sepopuler Karate Kempo ataupun Judo
tetapi bela diri Aikido masuk ke Indonesia dalam waktu yang bersamaan dari
Jepang Ketidakpopuleran bela diri Aikido disebabkan oleh tidak adanya sistem
pertandingan sebagaimana yang ada dalam bela diri lainnya Oleh karena itu bela
diri Aikido hanya disebarkan melalui pembicaraan-pembicaraan saja Baru tahun
1984 mulai dipikirkan pengembangannya dengan membentuk organisasi bela diri
Sejak saat itu media elektronik dan cetak mulai memperkenalkannya dengan
metode atau peragaan (embukai)
Pada tahun 1993 didirikan yayasan Keluarga Bela Diri Aikido Indonesia
(KBAI) oleh sensei Ferdiansyah Secara umum perguruan ini berafiliasi kepada
pusat organisasi bela diri Aikido di Jepang (Honbu Aikikai) Dalam pertaliannya
dengan induk organisasi KBAI melaksanakan program kunjungan tahunan dari
para instrukstur pusat Aikikai - Jepang KBAI mengembangkan perguruannya
35
dalam bentuk tempat-tempat latihan umum atau club-club Pengembangan club-
club banyak dilakukan pada instansi dan perusahaan perguruan tinggi dan
sekolah
Secara tahunan atau dua tahunan KBAI mengadakan program kunjungan
instruktur dari Jepang sebagai motivator anggotanya dalam berlatih Secara
berkala pula dilakukan ujian kenaikan tingkat yang dilakukan empat bulan sekali
Secara umum KBAI mengembangkan perguruannya dengan hati-hati dengan
menjaga mutu teknis dan operasionalnya (diambil dari sumber httpkbaitripod
comhal_kbaihtm diakses 03 November 2014)
Organisasi bela diri Aikido di Bali dikonsepsikan sebagai organisasi sosial
yang ada di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung Organisasi tersebut pada
penelitian ini secara keseluruhan berjumlah empat unit yang terhimpun ke dalam
satu organisasi induknya bernama Bari Aikikai「バリ合気会」 Keempat
organisasi yang tergabung ke dalam organisasi induknya ini adalah (1) Dojo
Samurai di Renon Denpasar (2) Dojo Dirgahayu di Desa Sumerta Kaja
Denpasar (3) Dojo Aora di Kuta Badung dan (4) Dojo Kami di Jimbaran
Badung Masing-masing organisasi mempunyai pengelola dojo bagian keuangan
dan pelatih
Dari uraian di atas tampak bahwa pengembangan bela diri Aikido di Bali
baik dari permulaan kemunculannya maupun selanjutnya ditopang oleh sistem
organisasi yang teratur memiliki struktur dan orang-orang yang duduk sesuai
fungsinya sehingga pengembangannya bisa terarah Pengembangan bela diri
Aikido di Bali dalam penelitian ini adalah proses setiap tahapan dilalui dengan
36
posrealitas kebudayaan sampai terjadinya implikasi bela diri Aikido ini berupa
identitas baru bagi para aikidoka Bali Kenyataan ini disebabkan oleh pelatihan
bela diri Aikido yang berkelanjutan dan dalam rentang waktu yang lama dan
membentuk aikidoka Bali sebagai manusia baru yang memiliki rdquolabelrdquo berbeda
dengan manusia Bali pada umumnya
23 Landasan Teoretis
Ada tiga teori yang relevan untuk diacu dalam penelitian ini yaitu teori
globalisasi teori relasi kuasapengetahuan dan teori identitas sosial Ketiga teori
ini digunakan secara eklektik seperti yang biasa digunakan dalam kajian budaya
Hal ini sesuai dengan pendapat Sanderson (Minawati 200936) bahwa eklektisme
merupakan suatu cara pandang yang mengatakan bahwa berbagai strategi teoretis
harus digunakan secara kombinasi agar diperoleh penjelasan yang dapat diterima
231 Teori Globalisasi
Globalisasi adalah ldquopenyebaran kebiasaan-kebiasaan yang mendunia
ekspansi hubungan yang melintasi benua organisasi dari kehidupan sosial pada
skala global dan pertumbuhan dari sebuah kesadaran global bersamardquo Ritzer
(200696) Membaca definisi ini tampaklah bahwa globalisasi mempunyai
cakupan yang luas Cakupan globalisasi yang luas itu secara lebih jelas dapat
dilihat dengan mencermati gagasan Appadurai sebagaimana dikutip oleh Steger
(200658) bahwa ada lima dimensi konseptual atau ldquolandscaperdquo yang dibentuk
dan sekaligus merupakan ciri-ciri arus budaya global Kelima ldquolandscaperdquo
danatau ciri arus budaya global itu adalah sebagai berikut
37
1 Ethnoscapes adalah perpindahan penduduk dari satu negara ke negara lain
seperti wisatawan imigran pengungsi dan tenaga kerja
2 Technoscape mengacu kepada perkembangan teknologi yang kini
mengalir dengan kecepatan tinggi menembus batas-batas negara
3 Mediascape mengacu kepada kemampuan elektronik untuk menyebarkan
informasi ke berbagai belahan dunia
4 Finanscape adalah aspek finansial atau uang yang sulit diprediksi dalam
era globalisasi
5 Ideoscape terkait dengan masalah politik seperti kebebasan demokrasi
kedaulatan kesejahteraan hak seseorang ideologi-ideologi negara dan
gerakan sosial
Globalisasi dengan ciri-cirinya yang demikian itu telah mengakibatkan
dunia seakan-akan tidak lagi dibatasi oleh tembok-tembok penyekat yang
memisahkan negara yang satu dengan negara yang lain (Ardika 200713)
Dengan kata lain garis-garis batas budaya nasional ekonomi nasional dan
wilayah nasional semakin kabur (Hirst dan Thompson 19911) Sejalan dengan
proses itu tampaknya perubahan pada berbagai aspek kehidupan masyarakat
dan budayanya sebagai dampak globalisasi sulit dihindari sehingga kini tidak
jarang realita kehidupan sosial budaya telah jauh berbeda dengan realitanya di
masa lampau
Globalisasi tidak begitu saja dapat menyebabkan perubahan budaya suatu
masyarakat tanpa reaksi masyarakat yang bersangkutan karena sebagaimana
dikemukakan oleh Ardika (200715) bahwa pengaruh budaya global juga dapat
38
menimbulkan hasrat untuk menegaskan keunikan kultur sendiri Dalam konteks
inilah di kalangan para ahli berkembang dua macam pandangan dasar dalam teori
globalisasi Pertama memandang globalisasi menimbulkan grobalisasi Kedua
memandang globalisasi menimbulkan glokalisasi Pandangan grobalisasi
menekankan semakin meningkatnya kemampuan organisasi-organisasi dan
negara-negara modern di seluruh dunia yang sebagian besar bersifat kapitalistik
untuk meningkatkan kekuasaan mereka dan menjangkau dunia (Ritzer 200699)
Sebaliknya pandangan glokalisasi sebagaimana dijelaskan oleh Steger (200657)
merupakan interaksi yang kompleks antara global dan lokal yang bercirikan
peminjaman budaya Lebih lanjut pandangan grobalisasi menekankan terjadinya
penyeragaman atau homogenisasi versus pandangan glokalisasi yang menekankan
terjadinya heterogenisasi atau penganekaragaman budaya masyarakat yang
merupakan percampuran antara yang global dan yang lokal (Ritzer 2006104
Steger 200657)
Terjadinya glokalisasi yang menghasilkan budaya campuran tidak lepas
dari adanya orang-orang yang bermaksud menentang globalisasi khususnya
grobalisasi Cara mereka dengan mendukung dan bersekutu dengan glokalisasi
sebagai bentuk globalisasi yang lain namun mereka tetap mengadopsi budaya
global yang telah berpengaruh kuat sehingga timbul budaya campuran (Ritzer
2006229) Gagasan ini tampak penting untuk dirujuk dalam penelitian ini karena
relevan dengan fokus kajian budaya sebagaimana dikatakan oleh Suastika
(200731) bahwa fokus kajian budaya terletak pada persoalan bagaimana praktik
39
budaya memungkinkan berbagai budaya dan kelas berjuang melawan dominasi
budaya
Upaya orang-orang yang hendak menentang grobalisasi melalui glokalisasi
seperti itu identik dengan revitalisasi budaya mereka Dikatakan identik karena
sebagaimana dikemukakan oleh Adas (1988XIII) bahwa selain berjuang untuk
menghidupkan kembali adat tradisional atau kepercayaannya para partisipan
gerakan revitalisasi budaya juga bisa dirasuki oleh keinginan memperoleh barang-
barang asing dan mencontoh bentuk organisasi dan tingkah laku asing Barang
maupun organisasi dan tingkah laku asing bisa dilihat sebagai budaya global yang
masuk melalui proses globalisasi yang telah berpengaruh kuat kepada masyarakat
bersangkutan Sebagaimana dikemukakan oleh Ritzer (200699-100) bahwa sesuai
dengan penekanan teori Max Weber dan teori Karl Marx kekuatan pendorong
utama grobalisasi adalah rasionalisasi dan kebutuhan untuk memperlihatkan
kemampuan memperoleh keuntungan melalui imperialisme dan hegemoni Oleh
karena itu tidak tertutup kemungkinan bahwa untuk menghidupkan kembali adat
tradisional pendorong globalisasi seperti itu berlaku juga bagi masyarakat yang
melakukan revitalisasi budaya sebagai suatu gerakan sosial
Berkenaan dengan motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku dalam
konteks gerakan sosial teori rasionalitas mengasumsikan bahwa setiap manusia
pada dasarnya rasional dengan selalu mempertimbangkan prinsip efisiensi dan
efektivitas dalam melakukan setiap tindakan termasuk tindakan dalam melakukan
gerakan sosial (Basrowi dan Sukidin 2003 dan Mustain 2007) Sementara itu
teori ldquotindakan individu yang rasionalrdquo menyatakan bahwa individu-individu
40
dalam kehidupan bermasyarakat memiliki pertimbangan rasional dan kesadaran
akan adanya keuntungan yang dapat diperoleh melalui tindakan-tindakannya
(Yunita 1986) Demikian juga ldquoteori insentif selektifrdquo menjelaskan bahwa
keikutsertaan seseorang dalam suatu gerakan sosial banyak dipengaruhi oleh jenis
bentuk dan isi harapan-harapan yang akan menguntungkan insentif selektif
(Mustain 200749) Dengan demikian motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku
dalam gerakan sosial bersifat materialistik atau ekonomistik yang mencerminkan
karakter ideologi pasar Mengikuti pendapat Habermas (Thompson 2007)
motivasi dan prinsip-prinsip gerakan sosial menunjukkan ldquorasio instrumentalrdquo
dalam arti objek-objek dalam gerakan sosial dilihat dan diperlakukan sebagai alat
untuk memenuhi kepentingan yang bernuansa ideologi pasar
Foucault (Adlin 20065) melukiskan manusia postmodern yang terserap
ke dalam discourse sedang Jean Baudrillard melukiskan manusia postmodern
yang terhisap ke dalam dunia objek yang di dalamnya ia mempunyai peran
minimalis dalam menentukan objek itu tetapi sebaliknya dibentuk olehnya Ada
sekelompok elit yang memproduksi objek-objek tetapi mayoritas manusia
menjadi konsumen objek-objek Mereka tidak sekedar manusia konsumen tetapi
manusia dengan konsep diri dan subjektivitas yang dibentuk atau didefinisikan
berdasarkan kepemilikan objek-objek Di dalam dunia yang dikuasai objek
eksistensi manusia ditentukan oleh kepemilikan objek Manusia terserap ke dalam
logika objek ke dalam irama pergantian bentuk gaya dan citranya Manusia
mempunyai hasrat tetapi kini objek yang (aktif) merayu manusia Objek yang
menjadi pusat dunia bukan subjek (cogito) seperti yang dikatakan Descartes
41
Rayuan objek mendahului hasrat Objek yang memproduksi hasrat bukan hasrat
yang memproduksi objek Kekuasaan subjek telah dijungkirbalikkan dan yang
tersisa adalah subjek yang rapuh rentan dan tidak berdaya yang hanya dapat
secara pasif berhasrat sementara objek yang aktif merayunya Dalam kerapuhan
kerentanan dan ketidakberdayaannya subjek harus menyesuaikan diri dengan
objek-objek bukan objek yang menyesuaikan subjek Kemudian tercipta
paradoks karena kedaulatan subjek tidak dapat lagi dipertahankan dan satu-
satunya kedaulatan yang ada adalah kedaulatan objek Satu-satunya strategi yang
tersedia adalah strategi objek Subjek lenyap di dalam horizon objek-objek inilah
strategi fatal
Tiga perspektif utama budaya konsumen diungkapkan oleh Featherstone
(2005) Pertama pandangan bahwa budaya konsumen dipremiskan dengan
ekspansi produksi komoditas kapitalis yang memunculkan akumulasi besar-
besaran budaya dalam bentuk barang-barang konsumen dan tempat-tempat
belanja dan konsumsi Hal ini mengakibatkan tumbuhnya kepentingan aktivitas
bersenang-senang dan konsumsi dalam masyarakat Barat kontemporer Kedua
pandangan yang lebih sosiologis bahwa kepuasan berasal dari benda-benda
berhubungan dengan akses benda-benda yang terstruktur secara sosial dalam suatu
peristiwa yang telah ditentukan kepuasan dan status tergantung pada penunjukan
dan pemeliharaan perbedaan dalam kondisi inflasi Ketiga masalah kesenangan
emosional untuk konsumsi mimpi-mimpi dan keinginan yang ditampakkan dalam
bentuk tamsil budaya konsumen dan tempat-tempat konsumsi tertentu yang secara
beragam memunculkan kenikmatan jasmaniah langsung serta kesenangan estetis
42
Tumbuh suburnya budaya konsumen tidak sekadar memandang konsumsi
sebagai sesuatu yang berasal dari produksi tanpa mengakibatkan adanya
problematika (Featherstone 2005) namun lebih jauh dari itu budaya konsumen
juga memengaruhi perilaku seseorang untuk memutuskan pembelian produk suatu
barang yang dikendalikan oleh kekuatan media massa seperti iklan Periklanan
secara khusus mampu mengeksploitasi kondisi ini dan memberikan image
pencitraan eksotika nafsu kecantikan pemenuhan kebutuhan komunalitas serta
kehidupan yang baik untuk menyebarkan benda-benda konsumen seperti sabun
mesin cuci mobil serta minuman beralkohol Budaya konsumen akan mendorong
orang untuk berperilaku sesuai tingkatan kelas sosialnya dalam kehidupan
bermasyarakat
Konsumerisme bukan semata-mata bertalian dengan panutan pada nilai
simbolik melainkan berkaitan pula dengan persoalan identitas Hal ini sejalan
dengan gagasan Clammer (Atmadja 201092) bahwa konsumsi bukanlah semata-
mata urusan belanja atau pengambilalihan benda-benda untuk menjadi milik
sendiri atas dasar nilai guna melainkan juga pembelian identitas Oleh karena itu
konsumsi menjadi sarana bagi seseorang untuk memahami dan berkomunikasi
secara simbolik antara orang yang satu dan yang lain menciptakan dan
mereproduksi identitas mereka serta menjadi sarana dalam memahami diri
mereka dalam berhubungan dengan individu dan kelompok lain Orang tidak lagi
hanya mengonsumsi material dari suatu produk tetapi juga efek simbolik yang
dihasilkan produk tersebut sehingga tepat gagasan Simmel (Atmadja 201092)
43
bahwa ldquoproduct consumpted are not seen from their function but from symbols
related to identity and statusrdquo
Dengan mengikuti Fromm (Atmadja 201093) kondisi ini mengakibatkan
pola hidup masyarakat Bali berubah secara mendasar Zaman dahulu mereka
berpegang pada gagasan bahwa tua adalah indah namun sekarang orang
menganut gagasan bahwa baru adalah indah Ketertarikan manusia dengan
sesuatu yang baru berkaitan pula dengan kemampuan desainer mengembangkan
desain yang baru dengan daya pesona yang lebih kuat daripada sebelumnya
Sering terjadi pada mulanya suatu barang dengan desain tertentu harganya mahal
sehingga konsumennya hanya orang-orang kaya
Gaya hidup telah menjadi ciri dalam dunia modern (Chaney 2004)
sehingga masyarakat modern akan menggunakan gaya hidup untuk
menggambarkan tindakannya sendiri dan orang lain Dalam kaitannya dengan
budaya konsumen gaya hidup dikonotasikan dengan individualitas ekspresi diri
serta kesadaran diri yang stylistic Tubuh busana gaya pembicaraan aktivitas
rekreasi adalah beberapa indikator dari individualisme selera konsumen Gaya
hidup juga salah satu bentuk budaya konsumen Gaya hidup seseorang dilihat dari
apa yang dikonsumsinya baik barang ataupun jasa Konsumsi tidak hanya
mencakup kegiatan membeli sejumlah barang atau materi seperti televisi dan
telepon genggam Akan tetapi juga mengonsumsi jasa seperti rekreasi Beberapa
contoh gaya hidup yang tampak menonjol pada saat ini adalah nge-mall hang out
fitness
44
Masyarakat konsumen dengan budaya konsumsi yang dipegangnya
melihat tujuan dan totalitas hidupnya dalam kerangka atau logika konsumsi
Eksistensinya dijalankan dan dipertahankan hanya dengan terus menerusnya
mengonsumsi berbagai tanda dan status sosial di balik komoditi Bukan hanya
dirinya saja yang mengaktualisasikan diri melalui tindakan konsumsi orang lain
juga akan dinilai menurut standar yang dipakainya Artinya eksistensi orang lain
pun akan dinilai dan diakui sesuai dengan standar status sosial yang dipegangnya
(diambil dari sumber httpblogspotcom201301pengaruh-globalisasi-terhadap-
gaya-hiduphtml diakses 03 November 2014)
Kaitan dengan pemilihan bela diri Aikido sebagai budaya yang dikonsumsi
oleh aikidoka Bali unsur-unsur spiritualisme modern pada dualisme dikotomik
Griffin (Atmadja 201085) mengatakan bahwa manusia membuat pemilihan yang
berlawanan misalnya modern berlawanan dengan tradisional sains modern
berlawanan dengan sains tradisional dan lain-lain Keberlawanan ini tidak hanya
berdikotomi tetapi yang modern selalu dianggap lebih unggul sehingga yang
tradisional harus digusur Begitu pula manusia tidak dianggap sebagai bagian dari
alam melainkan sebagai lawan dari alam Oleh karena itu mendominasi
menundukkan menguasai dan mengendalikan alam dengan menggunakan ilmu
dan teknologi modern merupakan keharusan bagi manusia
Berdasarkan paparan teori globalisasi di atas maka diduga bahwa
grobalisasi merupakan proses yang melatari terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido Bali Para aikidoka Bali sebagai individu
merupakan objek dari budaya konsumen akibat derasnya arus globalisasi Budaya
45
konsumen juga dapat diartikan sebagai budaya-budaya yang dilakukan oleh
seorang konsumen dalam hal ini para aikidoka Bali yang mengonsumsi bela diri
Aikido Adapun budaya konsumen menggunakan image tanda-tanda dan benda-
benda simbolik yang mengumpulkan mimpi-mimpi keinginan dan fantasi yang
menegaskan keautentikan romantik dan pemenuhan emosional dalam hal
menyenangkan diri sendiri bukan orang lain secara narsistik Jadi kegiatan
konsumsi juga bertujuan untuk mengidentifikasikan diri dalam kelas
sosial tertentu sekaligus membedakannya dengan kelas sosial yang lain
Grobalisasi bisa jadi tampak sebagai proses penyeragaman teknik serta
sikap dan perilaku para aikidoka Bali dengan berorientasi kepada spirit samurai
yang merupakan spirit yang diusung oleh organisasi bela diri Aikido Jepang di
Tokyo Diduga demikian karena sebagaimana telah dikemukakan dalam latar
belakang bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan bela diri Aikido di
Bali diatur oleh organisasi induknya yang berada di Jepang sebagai superordinat
pemilik budaya yang dikonsumsi oleh para aikidoka Bali
Teori globalisasi digunakan untuk memecahkan masalah pertama dan
kedua yaitu mengapa bela diri Aikido yang berasal dari Jepang bisa
dikembangkan di Bali hingga menimbulkan fenomena posrealitas dan proses
terjadinya posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali
232 Teori Relasi KuasaPengetahuan
Konsep kekuasaanpengetahuan memberi perhatian khusus kepada
dimensi relasi antara kekuasaan dan pengetahuan sehingga produksi pengetahuan
dipahami tidak lepas dari rezim kekuasaan Foucault (Barker 2014232-233)
46
Takwin (2003128) mengatakan bahwa menurut pandangan Foucault hubungan
kuasa muncul bukan hanya pada tataran negara namun juga dalam kehidupan
sehari-hari Setiap hubungan selalu merupakan usaha saling menguasai dan saling
menekan Hubungan kuasa menghasilkan cerita yang disebut discourse atau
wacana yang isinya adalah sesuatu yang tidak menggambarkan realitas
sebagaimana adanya dalam rangka menetralisasi ketertekanan para pewacana
yang bersangkutan
Berdasarkan pernyataan di atas maka diduga bahwa posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali ada hubungan kuasa antara para pihak
yang terlibat dalam kegiatan pengembangannya Hubungan kuasa antara para
pihak tersebut menghasilkan wacana yang dibangun sedemikian rupa dalam
rangka upaya masing-masing pihak menetralkan ketertekanannya
Berkenaan dengan wacana Althusser (Faruk 2002142) berpendapat
bahwa wacana adalah ideologi dalam praktik tidak ada ideologi tanpa wacana dan
tidak ada wacana tanpa ideologi Ini berarti bahwa dengan mencermati wacana
dapat diketahui ideologi yang terkait dengan wacana tersebut Althusser (Takwin
2003101) juga berpendapat bahwa setiap penindasan menimbulkan usaha pada
pihak tertindas untuk melepaskan diri Salah satu alat yang perlu ada dalam upaya
pembebasan ini adalah ideologi suatu kepercayaan yang dibangun untuk
menggerakkan kelompok yang tertindas Ketika yang tertindas bebas dan
berkuasa maka ideologi mereka bisa saja digunakan untuk menindas pihak yang
lebih lemah Berkenaan dengan hubungan kuasa Foucault sebagaimana dikatakan
Takwin (2003130) melihat pengetahuan ditentukan oleh kekuasaan sehingga
47
kebenaran merujuk kepada rdquorezim kebenaranrdquo yang sedang bertahta Upaya untuk
saling menguasai dan melepaskan diri dari penindasan bisa juga dilakukan dengan
strategi politik identitas dalam arti memakai identitas kelompok atau individu
untuk memperoleh perlakuan yang lebih adil dari kelompok atau individu lain
(Sparringa 2006) Dalam pelaksanaan strategi politik identitas tentu saja
menggunakan wacana sebagai praktik ideologi sehingga identitas dalam wacana
juga bersifat dinamis sesuai dengan ideologi dan kepentingan berbagai aktornya
pada waktu dan tempat praktik politik identitas itu dilakukan
Althusser sebagaimana dijelaskan oleh Faruk (2002137-139) juga
berpendapat bahwa untuk mengamankan hubungan antarkelas dan dengan
demikian kekuasaan dapat dipegang dalam waktu lama maka pihak kelas yang
berkuasa mengembangkan dua macam ideologi Pertama ideologi yang tampil
dengan aparat-aparat negara yang represif (repressive state apparatus RSA)
yang bekerja secara represif melalui penggunaan kekerasan (militer polisi
penjara pengadilan dan lain-lain) sebagai upaya untuk mengamankan bentuk-
bentuk sosial yang ada Kedua ideologi yang tampil dengan aparat-aparat negara
ideologis (ideological state apparatus ISA) yang bekerja tidak dengan
menggunakan kekerasan melainkan dengan memainkan ideologi danatau wacana
secara persuasif atau hegemonik Dalam konteks inilah Althuser berpandangan
bahwa tidak ada kelas yang dapat memegang kekuasaan dalam waktu lama tanpa
melakukan hegemoni atas dan dalam ISA Dikatakan demikian karena yang
mempersatukan atau yang dapat menjamin harmoni antara yang satu dengan yang
lain dalam ISA adalah ideologi yang berkuasa sebagai perekat bagi bersatunya
48
anggota-anggota masyarakat Mengacu kepada gagasan Bourdieu (Harker tt
117 Fashri 200798-99) dikatakan bahwa kesuksesan para anggota kelompok
dominan untuk melancarkan hegemoninya ditentukan juga oleh modal budaya
ekonomi sosial dan modal simbolik yang mereka miliki yaitu sesuatu yang
dihargai oleh masyarakat misalnya pemilikan benda-benda budaya dan status
sosial
Teori relasi kuasapengetahuan dalam penelitian ini digunakan untuk
memecahkan masalah ke dua yaitu bagaimana proses terjadinya posrealitas
dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Teori ini relevan karena dalam
proses pengembangan bela diri Aikido di Bali melalui relasi kuasapengetahuan
oleh Jepang diimplementasikan dalam segala bentuk latihan fisik pengembangan
dojo dan penyebaran nilai-nilai yang ada dalam bela diri Aikido
233 Teori Identitas Sosial
Tajfel menyatakan asumsi dasar teori identitas sosial dalam situs
(httpidhamputrateori-identitas-sosialwordpresscom diakses 02 Agustus 2014)
dengan kalimat sebagai berikut
(1) Kita menciptakan identitas sosial kita untuk menyederhanakan
hubungan eksternal kita (2) Lebih jauh lagi ada kebutuhan manusia untuk
memiliki rasa harga diri (self esteem and self worth) yang kita transfer ke
dalam kelompok kita sendiri (3) Kita juga menata lingkungan kita dengan
perbandingan sosial antar kelompok Konsep dalam kelompok (in groups)
dan luar kelompok (out groups) itu penting dalam analisis ini
Lebih jauh Tajfel mengemukakan bahwa dalam teori identitas sosial
seorang individu tidaklah dianggap sebagai individu secara mutlak satu dalam
kehidupannya Individu merupakan bagian dari kelompok tertentu baik disadari
maupun tidak disadari Konsep identitas sosial adalah bagaimana seseorang itu
49
secara sosial dapat didefinisikan Identitas sosial yang melekat pada seseorang
merupakan identitas positif yang ingin dipertahankan Oleh karena itu individu
yang memiliki identitas sosial positif maka wacana maupun tindakannya akan
sejalan dengan norma kelompoknya Lagi pula individu tersebut diidentifikasikan
dalam suatu kelompok Wacana dan tindakannya sepatutnya sesuai dengan
wacana dan tindakan kelompoknya
Teori identitas sosial sebenarnya berangkat dari asumsi umum sebagai
berikut
1 Setiap individu selalu berusaha untuk merawat atau meninggikan self-
esteemnya mereka berusaha untuk membentuk konsep diri yang positif
2 Kelompok atau kategori sosial dan anggota dari mereka berasosiasi
terhadap konotasi nilai positif atau negatif Identitas sosial positif atau
negatif tergantung evaluasi (yang mengacu pada konsensus sosial bahkan
pada lintas kelompok) kelompok tersebut yang memberikan kontribusi
pada identitas sosial individu
3 Evaluasi dari salah satu kelompok adalah berusaha mendeterminasikan dan
juga sebagai bahan acuan pada kelompok lain secara spesifik melalui
perbandingan sosial dalam bentuk nilai atribut atau karakteristik
Dari asumsi di atas beberapa relasi prinsip teori dapat menghasilkan hal-
hal di bawah ini
1 Individu berusaha untuk mencapai atau merawat identitas sosial yang
positif
50
2 Identitas sosial yang positif ada berdasarkan pada besarnya tingkat
perbandingan favorit in-group dengan out-group in-group pasti
mempersepsikan dirinya secara positif berbeda dari out-group
3 Ketika identitas sosial tidak memuaskan individu akan berusaha keluar
dari kelompok lalu bergabung ke dalam kelompok yang lebih positif atau
membuat kelompok mereka lebih positif
Identitas sosial sebagai teori tidak lepas dari keinginan individu untuk
memperbandingkan dirinya serta kelompoknya dengan yang lain Perbandingan
sosial digambarkan oleh Festinger (1954) sebagai teori yang bisa membimbing
seseorang untuk membandingkan dirinya dengan yang lain siapa yang serupa
dengan dirinya dan siapa yang berbeda siapa yang berada di atas dan siapa yang
berada di bawah
Setidaknya ada tiga variabel yang memengaruhi hubungan pembedaan
antar kelompok dalam situasi sosial yang nyata (Tajfel 1974 Turner 1975
dalam Hogg amp Abrams 2000) Pertama individu pasti memiliki internalisasi
kelompok mereka sebagai konsep diri mereka secara subjektif mereka pasti
mengidentifikasikan kelompok yang relevan Hal ini tidak cukup dari orang lain
saja yang mengidentifikasikan seseorang dari kelompok mana dia berasal Kedua
situasi sosial akan menciptakan perbandingan sosial yang memungkinkan
terjadinya seleksi dan evaluasi atribut relasi yang relevan Perbedaan kelompok
pada tiap-tiap daerah tidak sama secara signifikan Misalnya di Amerika
perbedaan kelompok cenderung menonjol pada perbedaan warna kulit tetapi
perbedaan warna kulit bukan sesuatu yang menonjol di Hongkong Ketiga in-
51
group tidak membandingkan dirinya pada tiap proses kognitif yang ada pada out-
group out-group pastinya dipersepsikan sebagai kelompok perbandingan yang
relevan dalam kesamaan kedekatan dan secara situasional yang menonjol
Kemudian determinasi out-group dihasilkan sebagai perbandingan terhadap
situasi yang menggambarkan sesuatu determinasi in-group (didapatkan dari
sumber httpdharmaputrawordpresscom2008teori-identitas-sosial diakses 03
Agustus 2014)
Barker (2009175-176) menyatakan bahwa meskipun identitas diri bisa
dianggap sebagai proyek seseorang sudah menjadi kebenaran sosiologis juga
bahwa manusia lahir ke dunia yang sudah ada sebelumnya Manusia belajar
menggunakan bahasa yang telah digunakan sebelum lahir dan hidup dalam
konteks hubungan sosial dengan orang lain Manusia disusun menjadi individu
melalui proses sosial yang menggunakan bahan-bahan yang bersifat sosial Secara
umum ini disebut spisialisasi atau akulturasi Tanpa akulturasi manusia tidak
akan menjadi orang sebagaimana gagasan yang dipahami dalam hidup sehari-hari
Tanpa bahasa konsep keorangan dan identitas tidak akan bisa dipahami
Menjadi orang tidak mengandung unsur transenden atau ahistoris apapun
Identitas sepenuhnya sosial dan kultural dengan alasan-alasan berikut
1 Gagasan apakah artinya menjadi orang merupakan pertanyaan kultural
Sebagai contoh individualisme merupakan penunjuk yang khas
masyarakat modern
2 Sumber-sumber yang membentuk bahan-bahan untuk proyek identitas
yaitu bahasa dan praktik kultural berwatak sosial Akibatnya arti menjadi
52
seorang perempuan anak orang Asia atau orang tua terbentuk secara
berbeda-beda tergantung kepada konteks kulturalnya
Sumber-sumber yang bisa dipakai bagi proyek identitas tergantung kepada
kekuasaan situasional yang menjadi asal kompetensi kultural dalam konteks
kultural tertentu Apakah hitam atau putih laki-laki atau perempuan Afrika atau
Amerika kaya atau miskin adalah sesuatu yang penting karena sumber-sumber
kultural yang akan dimasuki berbeda Identitas menjadi penting tidak hanya untuk
penggambaran diri tetapi juga ciri-ciri sosial
Identitas sosial terkait dengan hak kewajiban dan sanksi normatif yang
dalam masyarakat tertentu menjadi dasar penentuan peran Penggunaan ciri-ciri
baku terutama berkaitan dengan ciri umur dan gender tubuh bersifat mendasar
dalam semua masyarakat dan masih sangat banyak lagi ragam lintas-budaya yang
bisa dicatat Giddens (Barker 2009176) Persoalan identitas adalah kesamaan dan
perbedaan soal personal dan sosial soal rdquoapa yang dimiliki individu secara
bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakan satu individu
dengan orang-orang lain Weeks (Barker 2009176)
Berdasarkan uraian di atas pengembangan bela diri Aikido di Bali adalah
identitas para peserta pelatihan yang merupakan satu identitas meliputi identitas
individunya keluarganya sukunya dan kelompoknya Bagi Fromm identitas diri
dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dari identitas sosial individu dalam
konteks komunitasnya Selain menjadi makhluk individual identitas diri tidak
terlepas dari norma yang mengikat masyarakat dalam lingkungan dan peran sosial
53
yang diembannya dalam masyarakat (httpidhamputrawordpressteori-identitas-
sosialcom diakses 03 Agustus 2014)
Teori identitas sosial Hendri Tajfel digunakan secara eklektik (bersamaan)
dengan teori lainnya untuk memecahkan ketiga masalah dalam penelitian ini
Keberterimaan bela diri Aikido di Bali proses terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali yang pada akhirnya membentuk identitas
baru berupa posrealitas kebudayaan yang membentuk identitas para aikidoka Bali
baik secara individu maupun identitas sosialnya
54
24 Model Penelitian
Model penelitian ini dapat digambarkan ke dalam Bagan 21
Bagan 21
Model Penelitian
Keterangan
= memengaruhi
= saling memengaruhi
Kebudayaan Bali
Bela Diri Tradisional Bali
-Pencak Silat
-Tengklung
-Mepantigan
Kebudayaan Jepang
Bela Diri Tradisional Jepang
-Karate
-Judo
-Aikido
Proses terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Latar belakang
terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Posrealitas dalam Pengembangan
Bela Diri Aikido di Bali
Temuan
Penelitian
Implikasi
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
55
Bagan 21 dapat dijelaskan bahwa tampak kebudayaan Bali dengan
unsurnya berupa bela diri tradisional Bali seperti Pencak Silat Tengklung
Mepantigan dan beberapa bela diri lainnya Dengan adanya globalisasi
bersentuhan dengan kebudayaan Jepang dengan unsurnya berupa bela diri
tradisional Jepang seperti Karate Judo dan Aikido Khusus pada penelitian ini
adalah bela diri Jepang Aikido Persentuhan antara keduanya akibat arus
globalisasi melahirkan bela diri Aikido yang berterima dan berkembang di
sejumlah dojo di Bali yang menunjukkan adanya posrealitas Posrealitas dalam
penelitian ini merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu berupa
peniruan bagi aikidoka Bali yaitu bela diri Aikido melalui pelatihan di beberapa
dojo yang ada di Bali Kondisi posrealitas adalah kondisi yang di dalamnya
prinsip-prinsip realitas telah dilampaui dalam pengertian diambil alih oleh
substitusi-substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir Hal ini telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang apa yang disebut yang nyata (the real) Yang nyata
senyata-nyatanya berada di Jepang bela diri Aikido telah membentangkan
persoalan filosofis mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa
yang disebut nyata
Posrealitas dapat dijelaskan sebagai kondisi matinya realitas dalam
pengertian diambilalihnya posisi realitas oleh apa yang sebelumnya disebut
sebagai nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru yang
memesona yang belum pernah dialami sebelumnya
56
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru yang tidak bisa dikatakan
realitas Bali yang asli karena telah dimasuki oleh nilai baru yang berasal dari
sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang Tidak bisa juga
dikatakan realitas yang benar-benar baru karena para anggota pelatihan tetaplah
kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya
Posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali dikaji dari tiga
dimensinya yaitu (1) latar belakang terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali (2) proses terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali dan (3) implikasi pengembangan bela diri Aikido tersebut
dalam kehidupan para aikidoka Bali
Penelitian kajian budaya ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teknik
wawancara observasi dokumentasi dan studi pustaka Data dianalisis secara
eklektik dengan menggunakan teori globalisasi kuasapengetahuan identitas
sosial dan teori pendukung lainnya yang terkait dengan permasalahan yang ada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberterimaan bela diri Aikido di Bali
dilatarbelakangi oleh beberapa ideologi yaitu dualisme kultural paternalisme
pasar citra dan multikulturalisme Proses pengembangan bela diri di beberapa
dojo yang ada di Bali meliputi tahap pengenalan pendirian organisasi
pengembangan tempat pelatihan dan tahap pengembangan mutu Semuanya
berorientasi kepada tempat pelatihan induk bela diri Aikido (Honbu Dojo) yang
berada di Tokyo-Jepang Pengembangan bela diri Aikido di Bali menimbulkan
57
implikasi pada para aikidoka Bali termasuk terbentuknya identitas baru dalam
masyarakat Bali
Melalui penelitian ini ditemukan paradigma baru bahwa di balik kekuatan
budaya Bali yang sedang berlangsung dalam segala lini kehidupan terdapat sikap
orang Bali yang terbuka terhadap kebudayaan asing khususnya bela diri asal
Jepang yaitu bela diri Aikido Terkait dengan bela diri Aikido yang sedang
ditekuni oleh beberapa komunitas di Bali ternyata ada berbagai hal yang
mendukung keberterimaannya Adanya kegayutan nilai-nilai budaya antara
kebudayaan Bali dan kebudayaan Jepang terkait keberadaan bela diri Aikido yang
berterima di beberapa komunitas pelatihan di Bali sehingga hal ini disebut sebagai
multikulturalisme
20
仏教が武士道に与えることができなかったものを神道しんとう
が豊ゆた
かに充み
たしてく
れた主君しゅくん
に対する忠節ちゅうせつ
祖先そ せ ん
に対する崇拝すうはい
および親に対する孝行こうこう
がこれである
この三つの教えは他のいかなる宗 教しゅうきょう
の信しん
条じょう
によっても教えられなかったもので
あるこれによって武士の(ややもすれば陥おちい
りやすい)傲慢ごうまん
な性格せいかく
は抑制よくせい
されて
服従性ふくじゅうせい
が加えられた
Apa yang tidak bisa diberi oleh agama Buddha sebelumnya kepada
bushido dipenuhi secara subur oleh Shinto Itu adalah kesetiaan kepada tuan
pemujaan terhadap leluhur dan balas budi terhadap orang tua Ketiga ajaran ini
sebelumnya belum pernah diajarkan oleh ajaran agama lainnya Dengan ajaran ini
telah ditekankan atau dikurangi sifat angkuh (yang sering mudah muncul) pada
bushi juga ditambah sifat menuruti
厳正げんせい
な意味における道徳的どうとくてき
教養きょうよう
に関しては孔子こ う し
の教える道が武士道のも
っとも豊かな淵源えんげん
であった孔子が説と
いた君臣くんしん
父子ふ し
夫婦ふ う ふ
長幼ちょうよう
朋友ほうゆう
のこの
五輪ご り ん
の道は中国よりこの聖人せいじん
の教義きょうぎ
が輸入ゆにゅう
される以前からわが国の民族みんぞく
的本能ほんのう
がこれを認みと
め重おも
んじていたことであって孔子の教えはこれを確認かくにん
したにすぎな
い
Mengenai pengetahuan moral dalam arti yang tepat adalah jalan yang
dianjurkan oleh pendiri ajaran Konfucuisme yaitu Kong Fu Chu merupakan
sumber asal mula yang paling subur bagi bushido Jalan ke lima lingkaran yang
terdiri dari tuan dan anak buah ayah dan anak suami dan istri tua dan muda
persahabatan yang dianjurkan Kong Fu Chu sebenarnya sudah ada dan disadari
oleh bangsa Jepang sebelum diimpornya dari orang suci dari Cina ini Ajaran
Kong Fu Chu hanya mengonfirmasi atau memastikan saja
Tulisan Nitobe mengenai bushido di atas memungkinkan untuk dimanfaatkan
dalam melakukan penelitian ini terutama dalam rangka memahami doktrin nilai-
nilai yang berlaku dalam bela diri Aikido
Ratti dan Westbrook dengan judul bukunya Secrets of the Samurai (2013)
menyatakan berbagai hal menyangkut samurai di antaranya kemunculan kaum
samurai pada zaman feodal Jepang yaitu periode akhir Heian「平安時代」abad
ke-10 sampai dengan abad ke-17 Struktur pemerintahan militer shogunat
Tokugawa pendidikan dan status kaum samurai ronin (samurai tanpa tuan) bela
diri dengan senjata bela diri tanpa senjata beberapa rahasia teknik bela diri yang
ditekuni samurai kekuatan dalam yang ada pada bela diri samurai (terdiri dari
21
kontrol dan kekuatan strategi-strategi prinsip dan moralitas dalam bela diri)
Pada bagian kontrol dan kekuatan (power) salah satu subbabnya menyebutkan
bela diri samurai yang berevolusi menjadi bela diri Aikido pada saat ini
Pada bagian akhir tulisan Ratti dan Westbrook menekankan moralitas yang
terkandung di dalam bela diri yang ditekuni samurai yang berevolusi melahirkan
beberapa bela diri modern Jepang saat ini seperti Kyuujitsu Kenjitsu Judo
Karate Aikido Jujitsu Kendo Kyudo Iaido dan bela diri lainnya Moralitas
yang mengalir pada bela diri Jepang modern bersumber pada jalan bushido
Tulisan Ratti dan Westbrook tersebut juga memungkinkan untuk dimanfaatkan
terutama dalam mendalami asal-usul keberadaan samurai teknik-teknik bela diri
yang dilakukan dan dikuasai oleh para samurai zaman feodal di Jepang yang
menjelma menjadi teknik-teknik gerakan dalam bela diri Aikido baik yang ada di
Jepang maupun di Bali
Ueshiba Moriteru「植芝守央」dalam bukunya yang berjudul Motto
Umakunaru Aikido「もっとうまくなる合気道 」 (2011) menguraikan
beberapa hal mengenai bela diri Aikido dimulai dari pengertian dan sejarah bela
diri Aikido cara mengenakan pakaian pada saat latihan sikap bersimpuh sikap
memasuki dojo dan cara menghormat ke altar guru besar pencipta bela diri
Aikido Dalam buku tersebut Ueshiba Moriteru juga menjelaskan dengan detail
mengenai teknik (waza) dimulai dari postur tubuh yang benar gerakan kaki arah
putaran pinggang dan gerakan tangan pada saat berlatih dengan tangan kosong
dan menggunakan senjata (pedang kayu tongkat dan pisau kayu) Teknik lainnya
yang dijelaskan dalam buku tersebut di antaranya teknik lipatan bantingan cara
jatuh supaya badan tidak cedera pada saat berlatih Semua sikap dan gerakan
22
teknik diperagakan oleh peraga yang juga peserta bela diri Aikido Hal itu
ditampilkan melalui foto disertai keterangan postur yang benar dan yang salah
sehingga buku ini dijadikan pegangan dalam mempelajari teknik bela diri Aikido
yang standarnya ditetapkan oleh dojo pusat di seluruh dunia yang berada di
Tokyo-Jepang Pada bagian akhir dari buku yang ditulis oleh Ueshiba Moriteru
ditampilkan cara-cara menghadapi serangan lawan mematahkan serangan
tersebut melumpuhkan dan mengontrol lawan dengan beberapa jenis kuncian
sehingga lawan tidak bisa bergerak tetapi tidak mencederainya Buku yang ditulis
oleh Ueshiba Moriteru ini juga dijadikan sumber inspirasi terutama dalam
memahami istilah-istilah teknis yang terkait dengan bela diri Aikido
Diah Madubrangti (2004) menulis disertasi dengan judul ldquoMakna Festival
Olahraga (Undoukai) sebagai Kegiatan Kompetitif bagi Pembentukan
Kepribadian Anak Melalui Pendidikan Sekolah di Jepangrdquo Hasil penelitian Diah
menggambarkan implementasi spirit samurai sehingga menarik untuk dicermati
karena spirit samurai juga diusung dalam olahraga bela diri Aikido Disertasi Diah
menggambarkan spirit samurai yang menekankan pentingnya sikap pantang
menyerah kegigihan menghargai orang lain menghormati guru dan berlatih
secara terus menerus Ulasan dalam disertasi tersebut juga mengenai undoukai
yang dipandang berfungsi penting dalam pembentukan karakter anak-anak Jepang
sehingga tercermin pada sikap dan perilaku individu-individu anak Jepang dalam
kehidupan kesehariannya
Walaupun sama-sama membahas kegiatan olahraga yang berspirit samurai
judul dan masalah penelitian ini berbeda dengan judul dan masalah penelitian
Diah Diah menitikberatkan kegiatan undoukai sebagai salah satu aktivitas anak-
23
anak Jepang dan tempat kegiatan di Jepang olahraganya bukan bela diri dan
dilakukan oleh orang asli Jepang sehingga hal ini merupakan kegiatan
yang rdquorealitasrdquo bukan rdquoposrealitasrdquo Dalam penelitian ini fokusnya adalah
kegiatan latihan bela diri Aikido di Bali yang bernuansa posrealitas
Mugi Raharja (2013) menulis disertasi dengan judul ldquoRepresentasi
Posrealitas Desain Gedung Pusat Pemerintahan Kabupaten Badungrdquo Dalam
disertasi tersebut diungkapkan bahwa pengkajian terhadap bentuk representasi
posrealitas desain Gedung Puspem Badung dihasilkan oleh pencitraan kronoskopi
sebagai simulasi ruang dan waktu secara virtual di layar komputer yang
dilengkapi citra gerak Adanya citra gerak ini menyebabkan seseorang yang
melihat simulasi desain Gedung Puspem Badung dapat mengalami waktu dan
merasakan ruang secara virtual Kemudian simulasi diwujudkan menjadi fakta
sebagai realitas dapat mempresentasikan pencitraan terhadap Pemerintah Daerah
Badung merepresentasikan desain hibrid dan representasi semiotisasi desain
Pencitraan terhadap Pemda Badung merupakan pencampuran dari fakta sebagai
realitas dengan realitas semu atau citra Proses dekonstruksi representasi
posrealitas desain gedung Puspem Badung merepresentasikan terjadinya
dekonstruksi ruang dan kekuasaan Representasi posrealitas desain gedung
Puspem Badung menyiratkan makna politik ekonomi budaya ilmu pengetahuan
teknologi dan seni
Ulasan dalam disertasi Mugi Raharja sebagaimana dipaparkan di atas
dapat dipakai sebagai sumber inspirasi dalam mengimplementasikan konsep
posrealitas yaitu terlampauinya prinsip-prinsip realitas yang diambil alih oleh
24
substitusi-substitusi yang diciptakan secara artifisal melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir yang telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang ldquoyang nyatardquo atau the real Disertasi Mugi
menyoroti fenomena posrealitas namun dalam konteks desain gedung sedangkan
penelitian ini menyoroti posrealitas dalam konteks pengembangan bela diri Aikido
di Bali
22 Konsep
Pengertian istilah-istilah penting yang tertera pada judul dan rumusan
masalah penelitian ini perlu dijelaskan secara konsepsional agar pelaksanaan
penelitian terarah Secara garis besar ada tiga unit istilah penting yang perlu
dijelaskan pengertiannya yaitu (1) posrealitas (2) spirit hidup samurai dan (3)
pengembangan bela diri Aikido di Bali
221 Posrealitas
Baudrillard (Kushendadewi 2019) menjelaskan bahwa kini realitas
merupakan sesuatu yang dapat disimulasikan direkayasa sedemikian rupa melalui
relasi tanda citra dan kode Semuanya tampak dapat ditangkap oleh panca indera
tetapi tidak memiliki eksistensi substansial Celakanya rekaan-rekaan tersebut
sebagai citraan simulasi bahkan diterima sebagai suatu realitas Dalam situasi
demikian terjadi obesitas (kegemukan) informasi dalam diri massa Obesitas
inilah yang menyebabkan terjadinya implosi (kecenderungan fenomena meledak
ke pusat ke dalam yang dapat menghancurkan dirinya sendiri)
Posrealitas merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu
tetapi karena proses pemanipulasian maka realitas buatan itu terputus
25
hubungannya dengan realitas aslinya Hiperrealitas yang berkembang melalui
proses simulasi mengikuti perkembangan ataupun revolusi hukum nilai Revolusi
tersebut mengakibatkan hanya pertukaran simbolis dan yang tertinggal adalah
hiperrealitas yakni tanda-tanda simbolis yang saling dipertukarkan petanda atau
maknanya dicari dalam relasi tanda tersebut dengan tanda lainnya dalam sistem
tanda
Secara singkat bisa dikemukakan bahwa posrealitas merupakan hasil dari
simulasi Media massa sangat berpengaruh dalam proses simulasi tersebut dengan
demikian media massa juga sangat berpengaruh dalam pembentukan hiperrealitas
Media massa yang dimaksud adalah media massa sebagai isi atau pesan yang
disampaikan dan media massa sebagai bentuk atau teknologi dan sistem kerjanya (
Kushendrawati 2011101)
Terbentuknya sebuah dunia baru sebagai akibat perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi mutakhir di dalamnya tercipta berbagai definisi dan
pemahaman baru mengenai apa yang disebut realitas Di dalamnya juga
dilukiskan metamorfosis yang dialami oleh manusia yang disebut kondisi realitas
ke arah kondisi posrealitas (post-reality) Kondisi posrealitas adalah kondisi yang
di dalamnya prinsip-prinsip realitas telah dilampaui diambil alih oleh substitusi-
substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu pengetahuan
teknologi dan seni mutakhir yang telah menghancurkan asumsi-asumsi
konvensional tentang kenyataan (the real)
Perkembangan dunia posrealitas telah membentangkan persoalan filosofis
mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa yang disebut yang
nyata Pertama ada persoalan terminologis Awalan pos pada istilah posrealitas
26
(post-reality) sesungguhnya menawarkan ruang tafsiran yang terbuka dan bersifat
polisemi Istilah pos di sini dapat diartikan sebagai penentangan terhadap
pemisahan dari keterputusan dan (discontinuity) persimpangan dari (rupture)
titik balik dari melewati atau melampaui realitas (hyper) Meskipun demikian
awalan pos pada istilah posrealitas digunakan dalam pengertian yang khusus
yaitu sebagai padanan dari kata hiper (hyper) yang digunakan oleh Jean
Baudrillard untuk menjelaskan kondisi yang disebutnya melampaui realitas
(hyper-reality)
Posrealitas adalah kondisi matinya realitas diambilalihnya posisi realitas
oleh nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru mempesona
yang belum pernah dialami sebelumnya Namun dunia realitas artifisial banyak
merenggut dunia realitas alamiah seperti kedekatan manusia dengan aura
keaslian dan eksotisme alam warisan luhur kebudayaan serta kekuatan spiritual
yang merupakan magnet dunia kehidupan Ketika realitas alamiah telah lenyap
dan diambil alih oleh berbagai realitas yang artifisial manusia terkurung dalam
perangkap dunia artifisialitas yang serba permukaan imanen dan dangkal serta
tidak mampu menemukan jalan kembali ke arah realitas alamiah kekayaan
kultural dan kedalaman pengalaman transendental (Piliang 200954-55)
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dengan terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru Realitas tersebut tidak bisa
27
dikatakan realitas Bali yang se asli-aslinya karena telah dimasuki nilai baru yang
berasal dari sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang
Realitas itu juga tidak bisa dikatakan realitas yang baru karena para aikidoka Bali
tetaplah kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya Berdasarkan
pengertian posrealitas di atas maka secara operasional posrealitas dalam
penelitian ini dikonsepsikan sebagai pengambilalihan posisi seni bela diri
tradisional Bali seperti Tengklung Setembak dan lain-lain oleh bela diri Jepang
yaitu bela diri Aikido
222 Spirit Hidup Samurai
Asal kaum samurai dimulai pada keluarga Yamato yang muncul sebagai
klan terkuat di Jepang pada abad ketujuh masehi Kata samurai berarti ldquoorang
yang melayanirdquo dan kata itu diberikan kepada mereka yang lahir pada keluarga
terhormat dan ditugaskan untuk menjaga anggota keluarga kekaisaran Falsafah
pengabdian ini adalah akar dari keningratan kaum samurai baik dalam tatanan
sosial maupun spiritual (Kitami 2013xii)
Asal-usul kelas samurai (Shigesuke 1999ix) adalah spesialisasi dari
kalangan aristokrat Secara umum kalangan kelas atas yang berpoligami biasanya
menghasilkan lebih banyak anak yang bisa terserap ke dalam level yang sama di
dalam masyarakat Aturan tentang hak waris lebih jauh menetapkan bahwa
hanya satu putra yang secara penuh mewarisi semua keistimewaan yang dimiliki
ayahnya Faktor-faktor ini menciptakan tekanan sosial dan natural menuju
diferensiasi dalam pola-pola karier dari anak keturunan kelas-kelas atas ini
28
Sebagaimana di Eropa di Jepang dan di tempat lain dari ayah-ayah
birokrat yang tidak mewarisi keistimewaan paternal inilah yang menjadi prajurit
perang atau pengelola kuil atau biara Kedua spesialisasi ini dibentuk untuk
proteksi terhadap negara para pasukan perang era kuno ini semula disebut
ldquosamurairdquo atau terjemahan kasarnya adalah ldquopembanturdquo karena mereka
membentuk pasukan bersenjata untuk membantu aristokrasi Pada saat para
samurai ini mengambil alih kekuasaan negara dari tangan aristokrat sebagai salah
satu kelas independen salah satu cara mereka memanifestasikan status dan
martabat baru mereka Mereka menjauhkan diri dari label samurai sekedar
ldquopembanturdquo kemudian menyebut diri mereka sebagai bushi「武士」yang berarti
kesatria
Spirit hidup samurai disebut sebagai bushido「武士道」 adalah etika
yang dianut oleh para samurai Walaupun istilah tersebut baru digunakan pada
zaman Edo (1603-1868) konsep bushido telah terbentuk sejak zaman Kamakura
(1185-1333) yang berkembang dari adopsi neo-konfusianisme pada zaman Edo
hingga menjadi landasan moralitas nasional pasca restorasi Meiji (1868-1912)
Bushido tidak hanya meliputi semangat bela diri dan keterampilan menggunakan
senjata tetapi juga loyalitas absolut pada tuannya rasa yang kuat atas kehormatan
pribadi pengabdian pada tugas dan keberanian bahkan jika diperlukan
pengorbanan nyawa dalam pertempuran dan ritual (Davies amp Ikeno 2014 41)
Etika bushido (Shigesuke 199930-31) mensyaratkan ada tiga hal yang
dipertimbangkan yang esensial yaitu kesetiaan tugas dan keberanian Hal
tersebut memuat tentang kesatria yang bekerja dengan kesetiaan tinggi kesatria
29
yang bisa dipercaya dalam mengemban tugas kesatria yang kuat dan pemberani
Prajurit yang memiliki kombinasi tiga sosok baik kesetiaan pengembanan tugas
dan keberanian bisa dipertimbangkan sebagai kesatria dengan orde tertinggi
Secara umum keberanian bukanlah sesuatu yang tidak hanya tampak pada
saat seseorang mengenakan baju besi mengangkat senjata lalu bertempur dalam
peperangan Perbedaan antara sikap berani dan sikap pengecut sudah tampak
dalam kehidupan sehari-hari meski tidak ada perang Seseorang yang pemberani
akan menunjukkan loyalitas dan kasih sayang kepada majikannya dan orang
tuanya Jika ada waktu luang ia akan mempelajari literatur dan terus berlatih bela
diri Ia menghindari kemewahan personal tidak berfoya-foya Ia juga tidak tamak
dan membelanjakan uang apabila diperlukan
Spirit samurai yang mengalir dalam bela diri Aikido beberapa di
antaranya adalah spirit keberanian kesabaran kegagahan dan ketenangan dalam
menghadapi masalah Hal ini diungkapkan oleh Nitobe (200468) sebagai berikut
勇気我慢大胆だいたん
自若じじゃく
勇猛ゆうもう
などの心性しんせい
は少年武士の心に最も強く
訴うった
えられ実例じつれい
を模範も は ん
として幼おさな
いときから訓練され励はげ
みとされたい
わば最も人気のある徳性とくせい
であった彼らは母親のふところに抱かれた
幼児よ う じ
のころから軍記ぐ ん き
物語ものがた
りをくり返し聞かされもし何か苦痛く つ う
なことが
あって泣き出したりすれば「これくらいのことで泣くとはなんて臆病おくびょう
なんでしょう」と母親に叱しか
られ「もし戦場せんじょう
に出て腕うで
を切られるよう
なことがあったらどうしますかもし切腹せっぷく
を命めい
じられたときはどうし
ますか」と励はげ
まされた
Jiwa seperti keberanian kesabaran kegagahan ketenangan dalam menghadapi
bahaya keliaran dan sebagainya paling kental berpengaruh pada hati para kesatria
remaja Sejak masih kecil mereka ditanamkan jiwa-jiwa tersebut dengan contoh
nyata dan dilatih agar memilikinya yang dijadikan sumber semangatnya Sejak
masa balitanya yang masih dalam pangkuan ibunya mereka berulang kali
diceritakan dongeng kesatria dan pertempuran jika ada yang menangis karena
terjadi sesuatu yang menyedihkan dalam cerita tersebut maka ia dimarahi ibunya
dengan perkataan ldquoBetapa penakutnya engkau sampai menangis gara-gara hal
30
sepele ini rdquo Mereka pun disemangati dengan kata-kata ldquoBagaimana kalau maju
ke medan perang dan lenganmu terpotong Bagaimana kalau disuruh seppuku
(Harakiri) rdquo
Spirit samurai lainnya dalam bela diri Aikido adalah berlatih tiada henti
karena dalam berlatih bela diri Aikido tidak ada kata ldquotamatlulusrdquo Bagi aikidoka
hanya ada kata ldquoterus berlatihrdquo meskipun ada tingkatan dari sebelum menyandang
sabuk hitam (Kyuu) sampai dengan tingkatan sabuk hitam (Dan) Namun sampai
saat ini belum ada aikidoka yang bisa mencapai tingkatan paling tinggi dalam bela
diri Aikido (Dan X) bahkan ada beberapa guru (sensei) yang sudah berlatih bela
diri Aikido sampai selama 50 tahun
Berlatih terus menerus tanpa henti diungkapkan oleh guru besar pendiri
bela diri Aikido Morihei Ueshiba dalam buku Jurnal Demontrasi Aikido ke-40
(20037) bahwa
合気道あいきどう
の稽古け い こ
に終お
わりはありません稽古をはじめたら根気こ ん き
よく続つづ
けるこ
とですうまずたゆまず求もと
めてください稽古を続けることが進歩し ん ぽ
への
第一歩だいいちほ
であり稽古の大切たいせつ
な一面いちめん
でもあるのです
Latihan Aikido tidak ada akhirnya Kalau anda sudah mulai latihan janganlah
pernah berhenti Carilah ilmu dengan pantang menyerah Berlatih terus menerus
tanpa henti adalah langkah pertama untuk menuju kemajuan sekaligus satu sisi
yang sangat penting dalam keseluruhan latihan
Lebih lanjut Ueshiba (The Art of Peace 199285) mengatakan
Life itself is always a trial In training you must test and polish yourself in order
to face the great challenges of life Transcend the realm of life and death and
then you will be able to make your way calmly and safely through any crisis that
confronts to you
Kehidupan itu selalu merupakan suatu percobaan Dalam berlatih engkau harus
mengetes dan menghaluskan dirimu untuk berhadapan dengan tantangan
kehidupan yang besar Lampauilah dunia kehidupan dan kematian dan kemudian
anda akan bisa membuat jalan anda dengan tenang dan aman sepanjang krisis
yang anda hadapi
31
Spirit samurai yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagaimana para
aikidoka Bali bersikap dalam kehidupan berlatih bela diri Aikido dan dalam
kehidupan sehari-hari berlandaskan kepada jiwa total dalam mengerjakan sesuatu
Total dalam mengabdi terhadap kewajiban dalam kesetiaan dan dalam segala hal
Merasakan kehidupan dalam tiap nafas berarti hidup yang sebenar-benarnya
Bushido mengajarkan untuk merasakan setiap nafas yang dihirup Setiap detik
hidup ini harus dijalani dengan sungguh-sungguh Segala bidang yang ditekuni
harus dijalani dengan segenap jiwa raga
223 Pengembangan Bela Diri Aikido di Bali
Pengembangan bela diri Aikido di Bali tidak bisa lepas dari sejarah awal
pelatihan tahun 1995 di Dojo Samurai kawasan Renon Denpasar Pada saat
pertama berlatih bela diri Aikido para peserta kebanyakan pada mulanya adalah
pengikut bela diri Karate Pencak Silat dan bela diri lainnya Setelah aktivitas
pelatihan berlangsung dua tahun tepatnya 07 Mei 1997 terbentuk induk organisasi
bela diri Aikido di Bali (Bari Aikikai) Setelah itu tumbuh dojo-dojo lainnya di
Bali sebagai tempat berlatih seperti Dojo Dirgahayu di Desa Sumerta Kaja Dojo
Aora di Kuta dan Dojo Kami di Jimbaran Badung
Layaknya sebuah organisasi sosial organisasi bela diri Aikido sebagai
objek yang berkembang dengan sosiologi fungsional dipandang sebagai
hubungan sosial yang berkontribusi kepada entitas yang menjadi bagian di
dalamnya Dalam analisis fungsional terhadap organisasi elemen-elemen
organisasi dipandang memiliki kontribusi kepada integritas organisasi secara
keseluruhan Sejak awal para analis terkemuka menyadari bahwa di dalam
32
organisasi formal melekat praktik kekuasaan yang terutama dibentuk oleh
otoritas Hal tersebut memicu penolakan kelompok-kelompok yang ada dalam
organisasi sehingga organisasi tidak dapat berfungsi sebagaimana yang
diharapkan Oleh sebab itu para analis sistem meyakini bahwa organisasi sering
kali berfungsi secara suboptimal Para teoretisi konflik dengan menggunakan
konsep Marxian dan neo-Weberian menarik kesimpulan yang lebih ekstrem
Sebagian merespons kritik dan sebagian lagi sebagai proses pengembangan Arus
utama studi organisasi mulai meyakini bahwa perbedaan antara organisasi
kontemporer dengan tipe-tipe kelembagaan yang lain dapat diperluas Irasionalitas
dan penampilan yang suboptimal merupakan karakter normal organisasi
Walaupun memahami organisasi dari sisi penampilannya masih tampak umum
sekarang muncul kesadaran akan implikasi pendekatan tersebut dan kerelaan
untuk mempertimbangkan perspektif lain Organisasi sekarang dipahami sebagai
aktivitas dan sebagai objek
Arus utama analisis organisasi mendefinisikan dirinya dalam kerangka
kelembagaan yang berbeda dalam prinsip dengan yang ada dalam masyarakat
tradisional Ada perkembangan pemahaman yang penting yakni organisasi formal
bukan merupakan batas bagi organisasi Melalui beragam inspirasi intelektual
seperti etnometodologi dan fenomenologi perspektif baru terhadap organisasi
menjadi pusat perhatian Unsur penting itu tampak dalam era organisasi virtual
Organisasi tidak pernah nyata terbentuk sebagaimana dalam pengertian seluruh
partisipan dalam organisasi bertemu dalam suatu tempat dalam satu waktu
33
Sebagaimana dinyatakan oleh Robert Cooper Dalam pengertian mendasarnya
organisasi adalah penertiban terhadap yang tidak tertibrdquo (Scott 2011190-191)
Seperti halnya mesin yang terangkai dari berbagai komponen yang saling
terkait Tripomo (201412-14) menyatakan bahwa organisasi juga merupakan
rangkaian komponen berupa orang-orang yang saling berinteraksi satu dengan
yang lain Namun organisasi tidak sama dengan mesin karena organisasi
merupakan kesatuan sosial hubungan antara satu orang dengan orang yang lain
tidak hanya bersifat rasional dan mekanistik Menurut kodratnya manusia adalah
makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat karena manusia selalu hidup bersama
dengan manusia lainnya sebagai kesatuan sosial
Kesatuan sosial adalah kelompok individu yang saling berhubungan dan
memengaruhi karena memiliki keterikatan nilai budaya aturan emosi dan
perantugas Keterikatan sosial sering kali tidak memperhitungkan kalkulasi
untung rugi rasionalfinansial Sebagai kesatuan sosial urusan rasa selera
keadilan dan solidaritas menjadi penting serta ukuran benar dan salah menjadi
tidak bersifat mutlak Pendapat keputusan reaksi seseorang tidak mutlak rasional
tetapi dipengaruhi oleh hubungan manusia dalam kesatuan sosial
Organisasi sebagai kesatuan sosial memiliki sifat saling terkait yang lebih
rumit daripada rangkaian mesin Dengan memencet tombol offrdquo pada saat jam
kerja berakhir maka mesin mati dan interaksi antar bagian-bagian mesin terhenti
Apakah interaksi antar orang berhenti Jawabannya tidak Setelah selesai jam
kerja orang-orang masih berhubungan satu sama lain bahkan setelah pensiunpun
orang masih berinteraksi satu sama lain Seorang anak yang tidak memiliki
34
keterkaitan dalam organisasi bisa memengaruhi keputusan karena bapaknya
pejabat Orang-orang yang pindah partai seperti kutu loncatpun tidak akan bisa
melepaskan relasinya dengan orang-orang di partai yang ia tinggalkan Inilah
keunikan organisasi sebagai kesatuan sosial
Organisasi yang berisi kumpulan manusia jelas berbeda dengan mesin yang
berisi kumpulan onderdil Organisasi adalah kesatuan dari individu-individu yang
dikoordinasikan secara sadar untuk mencapai tujuan tertentu Bagaimana interaksi
di antara individu-individu dalam organisasi diatur oleh sebuah sistem yang
disebut struktur organisasi Struktur organisasi ibarat otak otot dan syaraf yang
mengkoordinasikan kerja organ indera dan anggota tubuh manusia
Bela diri Aikido di Indonesia tidak sepopuler Karate Kempo ataupun Judo
tetapi bela diri Aikido masuk ke Indonesia dalam waktu yang bersamaan dari
Jepang Ketidakpopuleran bela diri Aikido disebabkan oleh tidak adanya sistem
pertandingan sebagaimana yang ada dalam bela diri lainnya Oleh karena itu bela
diri Aikido hanya disebarkan melalui pembicaraan-pembicaraan saja Baru tahun
1984 mulai dipikirkan pengembangannya dengan membentuk organisasi bela diri
Sejak saat itu media elektronik dan cetak mulai memperkenalkannya dengan
metode atau peragaan (embukai)
Pada tahun 1993 didirikan yayasan Keluarga Bela Diri Aikido Indonesia
(KBAI) oleh sensei Ferdiansyah Secara umum perguruan ini berafiliasi kepada
pusat organisasi bela diri Aikido di Jepang (Honbu Aikikai) Dalam pertaliannya
dengan induk organisasi KBAI melaksanakan program kunjungan tahunan dari
para instrukstur pusat Aikikai - Jepang KBAI mengembangkan perguruannya
35
dalam bentuk tempat-tempat latihan umum atau club-club Pengembangan club-
club banyak dilakukan pada instansi dan perusahaan perguruan tinggi dan
sekolah
Secara tahunan atau dua tahunan KBAI mengadakan program kunjungan
instruktur dari Jepang sebagai motivator anggotanya dalam berlatih Secara
berkala pula dilakukan ujian kenaikan tingkat yang dilakukan empat bulan sekali
Secara umum KBAI mengembangkan perguruannya dengan hati-hati dengan
menjaga mutu teknis dan operasionalnya (diambil dari sumber httpkbaitripod
comhal_kbaihtm diakses 03 November 2014)
Organisasi bela diri Aikido di Bali dikonsepsikan sebagai organisasi sosial
yang ada di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung Organisasi tersebut pada
penelitian ini secara keseluruhan berjumlah empat unit yang terhimpun ke dalam
satu organisasi induknya bernama Bari Aikikai「バリ合気会」 Keempat
organisasi yang tergabung ke dalam organisasi induknya ini adalah (1) Dojo
Samurai di Renon Denpasar (2) Dojo Dirgahayu di Desa Sumerta Kaja
Denpasar (3) Dojo Aora di Kuta Badung dan (4) Dojo Kami di Jimbaran
Badung Masing-masing organisasi mempunyai pengelola dojo bagian keuangan
dan pelatih
Dari uraian di atas tampak bahwa pengembangan bela diri Aikido di Bali
baik dari permulaan kemunculannya maupun selanjutnya ditopang oleh sistem
organisasi yang teratur memiliki struktur dan orang-orang yang duduk sesuai
fungsinya sehingga pengembangannya bisa terarah Pengembangan bela diri
Aikido di Bali dalam penelitian ini adalah proses setiap tahapan dilalui dengan
36
posrealitas kebudayaan sampai terjadinya implikasi bela diri Aikido ini berupa
identitas baru bagi para aikidoka Bali Kenyataan ini disebabkan oleh pelatihan
bela diri Aikido yang berkelanjutan dan dalam rentang waktu yang lama dan
membentuk aikidoka Bali sebagai manusia baru yang memiliki rdquolabelrdquo berbeda
dengan manusia Bali pada umumnya
23 Landasan Teoretis
Ada tiga teori yang relevan untuk diacu dalam penelitian ini yaitu teori
globalisasi teori relasi kuasapengetahuan dan teori identitas sosial Ketiga teori
ini digunakan secara eklektik seperti yang biasa digunakan dalam kajian budaya
Hal ini sesuai dengan pendapat Sanderson (Minawati 200936) bahwa eklektisme
merupakan suatu cara pandang yang mengatakan bahwa berbagai strategi teoretis
harus digunakan secara kombinasi agar diperoleh penjelasan yang dapat diterima
231 Teori Globalisasi
Globalisasi adalah ldquopenyebaran kebiasaan-kebiasaan yang mendunia
ekspansi hubungan yang melintasi benua organisasi dari kehidupan sosial pada
skala global dan pertumbuhan dari sebuah kesadaran global bersamardquo Ritzer
(200696) Membaca definisi ini tampaklah bahwa globalisasi mempunyai
cakupan yang luas Cakupan globalisasi yang luas itu secara lebih jelas dapat
dilihat dengan mencermati gagasan Appadurai sebagaimana dikutip oleh Steger
(200658) bahwa ada lima dimensi konseptual atau ldquolandscaperdquo yang dibentuk
dan sekaligus merupakan ciri-ciri arus budaya global Kelima ldquolandscaperdquo
danatau ciri arus budaya global itu adalah sebagai berikut
37
1 Ethnoscapes adalah perpindahan penduduk dari satu negara ke negara lain
seperti wisatawan imigran pengungsi dan tenaga kerja
2 Technoscape mengacu kepada perkembangan teknologi yang kini
mengalir dengan kecepatan tinggi menembus batas-batas negara
3 Mediascape mengacu kepada kemampuan elektronik untuk menyebarkan
informasi ke berbagai belahan dunia
4 Finanscape adalah aspek finansial atau uang yang sulit diprediksi dalam
era globalisasi
5 Ideoscape terkait dengan masalah politik seperti kebebasan demokrasi
kedaulatan kesejahteraan hak seseorang ideologi-ideologi negara dan
gerakan sosial
Globalisasi dengan ciri-cirinya yang demikian itu telah mengakibatkan
dunia seakan-akan tidak lagi dibatasi oleh tembok-tembok penyekat yang
memisahkan negara yang satu dengan negara yang lain (Ardika 200713)
Dengan kata lain garis-garis batas budaya nasional ekonomi nasional dan
wilayah nasional semakin kabur (Hirst dan Thompson 19911) Sejalan dengan
proses itu tampaknya perubahan pada berbagai aspek kehidupan masyarakat
dan budayanya sebagai dampak globalisasi sulit dihindari sehingga kini tidak
jarang realita kehidupan sosial budaya telah jauh berbeda dengan realitanya di
masa lampau
Globalisasi tidak begitu saja dapat menyebabkan perubahan budaya suatu
masyarakat tanpa reaksi masyarakat yang bersangkutan karena sebagaimana
dikemukakan oleh Ardika (200715) bahwa pengaruh budaya global juga dapat
38
menimbulkan hasrat untuk menegaskan keunikan kultur sendiri Dalam konteks
inilah di kalangan para ahli berkembang dua macam pandangan dasar dalam teori
globalisasi Pertama memandang globalisasi menimbulkan grobalisasi Kedua
memandang globalisasi menimbulkan glokalisasi Pandangan grobalisasi
menekankan semakin meningkatnya kemampuan organisasi-organisasi dan
negara-negara modern di seluruh dunia yang sebagian besar bersifat kapitalistik
untuk meningkatkan kekuasaan mereka dan menjangkau dunia (Ritzer 200699)
Sebaliknya pandangan glokalisasi sebagaimana dijelaskan oleh Steger (200657)
merupakan interaksi yang kompleks antara global dan lokal yang bercirikan
peminjaman budaya Lebih lanjut pandangan grobalisasi menekankan terjadinya
penyeragaman atau homogenisasi versus pandangan glokalisasi yang menekankan
terjadinya heterogenisasi atau penganekaragaman budaya masyarakat yang
merupakan percampuran antara yang global dan yang lokal (Ritzer 2006104
Steger 200657)
Terjadinya glokalisasi yang menghasilkan budaya campuran tidak lepas
dari adanya orang-orang yang bermaksud menentang globalisasi khususnya
grobalisasi Cara mereka dengan mendukung dan bersekutu dengan glokalisasi
sebagai bentuk globalisasi yang lain namun mereka tetap mengadopsi budaya
global yang telah berpengaruh kuat sehingga timbul budaya campuran (Ritzer
2006229) Gagasan ini tampak penting untuk dirujuk dalam penelitian ini karena
relevan dengan fokus kajian budaya sebagaimana dikatakan oleh Suastika
(200731) bahwa fokus kajian budaya terletak pada persoalan bagaimana praktik
39
budaya memungkinkan berbagai budaya dan kelas berjuang melawan dominasi
budaya
Upaya orang-orang yang hendak menentang grobalisasi melalui glokalisasi
seperti itu identik dengan revitalisasi budaya mereka Dikatakan identik karena
sebagaimana dikemukakan oleh Adas (1988XIII) bahwa selain berjuang untuk
menghidupkan kembali adat tradisional atau kepercayaannya para partisipan
gerakan revitalisasi budaya juga bisa dirasuki oleh keinginan memperoleh barang-
barang asing dan mencontoh bentuk organisasi dan tingkah laku asing Barang
maupun organisasi dan tingkah laku asing bisa dilihat sebagai budaya global yang
masuk melalui proses globalisasi yang telah berpengaruh kuat kepada masyarakat
bersangkutan Sebagaimana dikemukakan oleh Ritzer (200699-100) bahwa sesuai
dengan penekanan teori Max Weber dan teori Karl Marx kekuatan pendorong
utama grobalisasi adalah rasionalisasi dan kebutuhan untuk memperlihatkan
kemampuan memperoleh keuntungan melalui imperialisme dan hegemoni Oleh
karena itu tidak tertutup kemungkinan bahwa untuk menghidupkan kembali adat
tradisional pendorong globalisasi seperti itu berlaku juga bagi masyarakat yang
melakukan revitalisasi budaya sebagai suatu gerakan sosial
Berkenaan dengan motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku dalam
konteks gerakan sosial teori rasionalitas mengasumsikan bahwa setiap manusia
pada dasarnya rasional dengan selalu mempertimbangkan prinsip efisiensi dan
efektivitas dalam melakukan setiap tindakan termasuk tindakan dalam melakukan
gerakan sosial (Basrowi dan Sukidin 2003 dan Mustain 2007) Sementara itu
teori ldquotindakan individu yang rasionalrdquo menyatakan bahwa individu-individu
40
dalam kehidupan bermasyarakat memiliki pertimbangan rasional dan kesadaran
akan adanya keuntungan yang dapat diperoleh melalui tindakan-tindakannya
(Yunita 1986) Demikian juga ldquoteori insentif selektifrdquo menjelaskan bahwa
keikutsertaan seseorang dalam suatu gerakan sosial banyak dipengaruhi oleh jenis
bentuk dan isi harapan-harapan yang akan menguntungkan insentif selektif
(Mustain 200749) Dengan demikian motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku
dalam gerakan sosial bersifat materialistik atau ekonomistik yang mencerminkan
karakter ideologi pasar Mengikuti pendapat Habermas (Thompson 2007)
motivasi dan prinsip-prinsip gerakan sosial menunjukkan ldquorasio instrumentalrdquo
dalam arti objek-objek dalam gerakan sosial dilihat dan diperlakukan sebagai alat
untuk memenuhi kepentingan yang bernuansa ideologi pasar
Foucault (Adlin 20065) melukiskan manusia postmodern yang terserap
ke dalam discourse sedang Jean Baudrillard melukiskan manusia postmodern
yang terhisap ke dalam dunia objek yang di dalamnya ia mempunyai peran
minimalis dalam menentukan objek itu tetapi sebaliknya dibentuk olehnya Ada
sekelompok elit yang memproduksi objek-objek tetapi mayoritas manusia
menjadi konsumen objek-objek Mereka tidak sekedar manusia konsumen tetapi
manusia dengan konsep diri dan subjektivitas yang dibentuk atau didefinisikan
berdasarkan kepemilikan objek-objek Di dalam dunia yang dikuasai objek
eksistensi manusia ditentukan oleh kepemilikan objek Manusia terserap ke dalam
logika objek ke dalam irama pergantian bentuk gaya dan citranya Manusia
mempunyai hasrat tetapi kini objek yang (aktif) merayu manusia Objek yang
menjadi pusat dunia bukan subjek (cogito) seperti yang dikatakan Descartes
41
Rayuan objek mendahului hasrat Objek yang memproduksi hasrat bukan hasrat
yang memproduksi objek Kekuasaan subjek telah dijungkirbalikkan dan yang
tersisa adalah subjek yang rapuh rentan dan tidak berdaya yang hanya dapat
secara pasif berhasrat sementara objek yang aktif merayunya Dalam kerapuhan
kerentanan dan ketidakberdayaannya subjek harus menyesuaikan diri dengan
objek-objek bukan objek yang menyesuaikan subjek Kemudian tercipta
paradoks karena kedaulatan subjek tidak dapat lagi dipertahankan dan satu-
satunya kedaulatan yang ada adalah kedaulatan objek Satu-satunya strategi yang
tersedia adalah strategi objek Subjek lenyap di dalam horizon objek-objek inilah
strategi fatal
Tiga perspektif utama budaya konsumen diungkapkan oleh Featherstone
(2005) Pertama pandangan bahwa budaya konsumen dipremiskan dengan
ekspansi produksi komoditas kapitalis yang memunculkan akumulasi besar-
besaran budaya dalam bentuk barang-barang konsumen dan tempat-tempat
belanja dan konsumsi Hal ini mengakibatkan tumbuhnya kepentingan aktivitas
bersenang-senang dan konsumsi dalam masyarakat Barat kontemporer Kedua
pandangan yang lebih sosiologis bahwa kepuasan berasal dari benda-benda
berhubungan dengan akses benda-benda yang terstruktur secara sosial dalam suatu
peristiwa yang telah ditentukan kepuasan dan status tergantung pada penunjukan
dan pemeliharaan perbedaan dalam kondisi inflasi Ketiga masalah kesenangan
emosional untuk konsumsi mimpi-mimpi dan keinginan yang ditampakkan dalam
bentuk tamsil budaya konsumen dan tempat-tempat konsumsi tertentu yang secara
beragam memunculkan kenikmatan jasmaniah langsung serta kesenangan estetis
42
Tumbuh suburnya budaya konsumen tidak sekadar memandang konsumsi
sebagai sesuatu yang berasal dari produksi tanpa mengakibatkan adanya
problematika (Featherstone 2005) namun lebih jauh dari itu budaya konsumen
juga memengaruhi perilaku seseorang untuk memutuskan pembelian produk suatu
barang yang dikendalikan oleh kekuatan media massa seperti iklan Periklanan
secara khusus mampu mengeksploitasi kondisi ini dan memberikan image
pencitraan eksotika nafsu kecantikan pemenuhan kebutuhan komunalitas serta
kehidupan yang baik untuk menyebarkan benda-benda konsumen seperti sabun
mesin cuci mobil serta minuman beralkohol Budaya konsumen akan mendorong
orang untuk berperilaku sesuai tingkatan kelas sosialnya dalam kehidupan
bermasyarakat
Konsumerisme bukan semata-mata bertalian dengan panutan pada nilai
simbolik melainkan berkaitan pula dengan persoalan identitas Hal ini sejalan
dengan gagasan Clammer (Atmadja 201092) bahwa konsumsi bukanlah semata-
mata urusan belanja atau pengambilalihan benda-benda untuk menjadi milik
sendiri atas dasar nilai guna melainkan juga pembelian identitas Oleh karena itu
konsumsi menjadi sarana bagi seseorang untuk memahami dan berkomunikasi
secara simbolik antara orang yang satu dan yang lain menciptakan dan
mereproduksi identitas mereka serta menjadi sarana dalam memahami diri
mereka dalam berhubungan dengan individu dan kelompok lain Orang tidak lagi
hanya mengonsumsi material dari suatu produk tetapi juga efek simbolik yang
dihasilkan produk tersebut sehingga tepat gagasan Simmel (Atmadja 201092)
43
bahwa ldquoproduct consumpted are not seen from their function but from symbols
related to identity and statusrdquo
Dengan mengikuti Fromm (Atmadja 201093) kondisi ini mengakibatkan
pola hidup masyarakat Bali berubah secara mendasar Zaman dahulu mereka
berpegang pada gagasan bahwa tua adalah indah namun sekarang orang
menganut gagasan bahwa baru adalah indah Ketertarikan manusia dengan
sesuatu yang baru berkaitan pula dengan kemampuan desainer mengembangkan
desain yang baru dengan daya pesona yang lebih kuat daripada sebelumnya
Sering terjadi pada mulanya suatu barang dengan desain tertentu harganya mahal
sehingga konsumennya hanya orang-orang kaya
Gaya hidup telah menjadi ciri dalam dunia modern (Chaney 2004)
sehingga masyarakat modern akan menggunakan gaya hidup untuk
menggambarkan tindakannya sendiri dan orang lain Dalam kaitannya dengan
budaya konsumen gaya hidup dikonotasikan dengan individualitas ekspresi diri
serta kesadaran diri yang stylistic Tubuh busana gaya pembicaraan aktivitas
rekreasi adalah beberapa indikator dari individualisme selera konsumen Gaya
hidup juga salah satu bentuk budaya konsumen Gaya hidup seseorang dilihat dari
apa yang dikonsumsinya baik barang ataupun jasa Konsumsi tidak hanya
mencakup kegiatan membeli sejumlah barang atau materi seperti televisi dan
telepon genggam Akan tetapi juga mengonsumsi jasa seperti rekreasi Beberapa
contoh gaya hidup yang tampak menonjol pada saat ini adalah nge-mall hang out
fitness
44
Masyarakat konsumen dengan budaya konsumsi yang dipegangnya
melihat tujuan dan totalitas hidupnya dalam kerangka atau logika konsumsi
Eksistensinya dijalankan dan dipertahankan hanya dengan terus menerusnya
mengonsumsi berbagai tanda dan status sosial di balik komoditi Bukan hanya
dirinya saja yang mengaktualisasikan diri melalui tindakan konsumsi orang lain
juga akan dinilai menurut standar yang dipakainya Artinya eksistensi orang lain
pun akan dinilai dan diakui sesuai dengan standar status sosial yang dipegangnya
(diambil dari sumber httpblogspotcom201301pengaruh-globalisasi-terhadap-
gaya-hiduphtml diakses 03 November 2014)
Kaitan dengan pemilihan bela diri Aikido sebagai budaya yang dikonsumsi
oleh aikidoka Bali unsur-unsur spiritualisme modern pada dualisme dikotomik
Griffin (Atmadja 201085) mengatakan bahwa manusia membuat pemilihan yang
berlawanan misalnya modern berlawanan dengan tradisional sains modern
berlawanan dengan sains tradisional dan lain-lain Keberlawanan ini tidak hanya
berdikotomi tetapi yang modern selalu dianggap lebih unggul sehingga yang
tradisional harus digusur Begitu pula manusia tidak dianggap sebagai bagian dari
alam melainkan sebagai lawan dari alam Oleh karena itu mendominasi
menundukkan menguasai dan mengendalikan alam dengan menggunakan ilmu
dan teknologi modern merupakan keharusan bagi manusia
Berdasarkan paparan teori globalisasi di atas maka diduga bahwa
grobalisasi merupakan proses yang melatari terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido Bali Para aikidoka Bali sebagai individu
merupakan objek dari budaya konsumen akibat derasnya arus globalisasi Budaya
45
konsumen juga dapat diartikan sebagai budaya-budaya yang dilakukan oleh
seorang konsumen dalam hal ini para aikidoka Bali yang mengonsumsi bela diri
Aikido Adapun budaya konsumen menggunakan image tanda-tanda dan benda-
benda simbolik yang mengumpulkan mimpi-mimpi keinginan dan fantasi yang
menegaskan keautentikan romantik dan pemenuhan emosional dalam hal
menyenangkan diri sendiri bukan orang lain secara narsistik Jadi kegiatan
konsumsi juga bertujuan untuk mengidentifikasikan diri dalam kelas
sosial tertentu sekaligus membedakannya dengan kelas sosial yang lain
Grobalisasi bisa jadi tampak sebagai proses penyeragaman teknik serta
sikap dan perilaku para aikidoka Bali dengan berorientasi kepada spirit samurai
yang merupakan spirit yang diusung oleh organisasi bela diri Aikido Jepang di
Tokyo Diduga demikian karena sebagaimana telah dikemukakan dalam latar
belakang bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan bela diri Aikido di
Bali diatur oleh organisasi induknya yang berada di Jepang sebagai superordinat
pemilik budaya yang dikonsumsi oleh para aikidoka Bali
Teori globalisasi digunakan untuk memecahkan masalah pertama dan
kedua yaitu mengapa bela diri Aikido yang berasal dari Jepang bisa
dikembangkan di Bali hingga menimbulkan fenomena posrealitas dan proses
terjadinya posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali
232 Teori Relasi KuasaPengetahuan
Konsep kekuasaanpengetahuan memberi perhatian khusus kepada
dimensi relasi antara kekuasaan dan pengetahuan sehingga produksi pengetahuan
dipahami tidak lepas dari rezim kekuasaan Foucault (Barker 2014232-233)
46
Takwin (2003128) mengatakan bahwa menurut pandangan Foucault hubungan
kuasa muncul bukan hanya pada tataran negara namun juga dalam kehidupan
sehari-hari Setiap hubungan selalu merupakan usaha saling menguasai dan saling
menekan Hubungan kuasa menghasilkan cerita yang disebut discourse atau
wacana yang isinya adalah sesuatu yang tidak menggambarkan realitas
sebagaimana adanya dalam rangka menetralisasi ketertekanan para pewacana
yang bersangkutan
Berdasarkan pernyataan di atas maka diduga bahwa posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali ada hubungan kuasa antara para pihak
yang terlibat dalam kegiatan pengembangannya Hubungan kuasa antara para
pihak tersebut menghasilkan wacana yang dibangun sedemikian rupa dalam
rangka upaya masing-masing pihak menetralkan ketertekanannya
Berkenaan dengan wacana Althusser (Faruk 2002142) berpendapat
bahwa wacana adalah ideologi dalam praktik tidak ada ideologi tanpa wacana dan
tidak ada wacana tanpa ideologi Ini berarti bahwa dengan mencermati wacana
dapat diketahui ideologi yang terkait dengan wacana tersebut Althusser (Takwin
2003101) juga berpendapat bahwa setiap penindasan menimbulkan usaha pada
pihak tertindas untuk melepaskan diri Salah satu alat yang perlu ada dalam upaya
pembebasan ini adalah ideologi suatu kepercayaan yang dibangun untuk
menggerakkan kelompok yang tertindas Ketika yang tertindas bebas dan
berkuasa maka ideologi mereka bisa saja digunakan untuk menindas pihak yang
lebih lemah Berkenaan dengan hubungan kuasa Foucault sebagaimana dikatakan
Takwin (2003130) melihat pengetahuan ditentukan oleh kekuasaan sehingga
47
kebenaran merujuk kepada rdquorezim kebenaranrdquo yang sedang bertahta Upaya untuk
saling menguasai dan melepaskan diri dari penindasan bisa juga dilakukan dengan
strategi politik identitas dalam arti memakai identitas kelompok atau individu
untuk memperoleh perlakuan yang lebih adil dari kelompok atau individu lain
(Sparringa 2006) Dalam pelaksanaan strategi politik identitas tentu saja
menggunakan wacana sebagai praktik ideologi sehingga identitas dalam wacana
juga bersifat dinamis sesuai dengan ideologi dan kepentingan berbagai aktornya
pada waktu dan tempat praktik politik identitas itu dilakukan
Althusser sebagaimana dijelaskan oleh Faruk (2002137-139) juga
berpendapat bahwa untuk mengamankan hubungan antarkelas dan dengan
demikian kekuasaan dapat dipegang dalam waktu lama maka pihak kelas yang
berkuasa mengembangkan dua macam ideologi Pertama ideologi yang tampil
dengan aparat-aparat negara yang represif (repressive state apparatus RSA)
yang bekerja secara represif melalui penggunaan kekerasan (militer polisi
penjara pengadilan dan lain-lain) sebagai upaya untuk mengamankan bentuk-
bentuk sosial yang ada Kedua ideologi yang tampil dengan aparat-aparat negara
ideologis (ideological state apparatus ISA) yang bekerja tidak dengan
menggunakan kekerasan melainkan dengan memainkan ideologi danatau wacana
secara persuasif atau hegemonik Dalam konteks inilah Althuser berpandangan
bahwa tidak ada kelas yang dapat memegang kekuasaan dalam waktu lama tanpa
melakukan hegemoni atas dan dalam ISA Dikatakan demikian karena yang
mempersatukan atau yang dapat menjamin harmoni antara yang satu dengan yang
lain dalam ISA adalah ideologi yang berkuasa sebagai perekat bagi bersatunya
48
anggota-anggota masyarakat Mengacu kepada gagasan Bourdieu (Harker tt
117 Fashri 200798-99) dikatakan bahwa kesuksesan para anggota kelompok
dominan untuk melancarkan hegemoninya ditentukan juga oleh modal budaya
ekonomi sosial dan modal simbolik yang mereka miliki yaitu sesuatu yang
dihargai oleh masyarakat misalnya pemilikan benda-benda budaya dan status
sosial
Teori relasi kuasapengetahuan dalam penelitian ini digunakan untuk
memecahkan masalah ke dua yaitu bagaimana proses terjadinya posrealitas
dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Teori ini relevan karena dalam
proses pengembangan bela diri Aikido di Bali melalui relasi kuasapengetahuan
oleh Jepang diimplementasikan dalam segala bentuk latihan fisik pengembangan
dojo dan penyebaran nilai-nilai yang ada dalam bela diri Aikido
233 Teori Identitas Sosial
Tajfel menyatakan asumsi dasar teori identitas sosial dalam situs
(httpidhamputrateori-identitas-sosialwordpresscom diakses 02 Agustus 2014)
dengan kalimat sebagai berikut
(1) Kita menciptakan identitas sosial kita untuk menyederhanakan
hubungan eksternal kita (2) Lebih jauh lagi ada kebutuhan manusia untuk
memiliki rasa harga diri (self esteem and self worth) yang kita transfer ke
dalam kelompok kita sendiri (3) Kita juga menata lingkungan kita dengan
perbandingan sosial antar kelompok Konsep dalam kelompok (in groups)
dan luar kelompok (out groups) itu penting dalam analisis ini
Lebih jauh Tajfel mengemukakan bahwa dalam teori identitas sosial
seorang individu tidaklah dianggap sebagai individu secara mutlak satu dalam
kehidupannya Individu merupakan bagian dari kelompok tertentu baik disadari
maupun tidak disadari Konsep identitas sosial adalah bagaimana seseorang itu
49
secara sosial dapat didefinisikan Identitas sosial yang melekat pada seseorang
merupakan identitas positif yang ingin dipertahankan Oleh karena itu individu
yang memiliki identitas sosial positif maka wacana maupun tindakannya akan
sejalan dengan norma kelompoknya Lagi pula individu tersebut diidentifikasikan
dalam suatu kelompok Wacana dan tindakannya sepatutnya sesuai dengan
wacana dan tindakan kelompoknya
Teori identitas sosial sebenarnya berangkat dari asumsi umum sebagai
berikut
1 Setiap individu selalu berusaha untuk merawat atau meninggikan self-
esteemnya mereka berusaha untuk membentuk konsep diri yang positif
2 Kelompok atau kategori sosial dan anggota dari mereka berasosiasi
terhadap konotasi nilai positif atau negatif Identitas sosial positif atau
negatif tergantung evaluasi (yang mengacu pada konsensus sosial bahkan
pada lintas kelompok) kelompok tersebut yang memberikan kontribusi
pada identitas sosial individu
3 Evaluasi dari salah satu kelompok adalah berusaha mendeterminasikan dan
juga sebagai bahan acuan pada kelompok lain secara spesifik melalui
perbandingan sosial dalam bentuk nilai atribut atau karakteristik
Dari asumsi di atas beberapa relasi prinsip teori dapat menghasilkan hal-
hal di bawah ini
1 Individu berusaha untuk mencapai atau merawat identitas sosial yang
positif
50
2 Identitas sosial yang positif ada berdasarkan pada besarnya tingkat
perbandingan favorit in-group dengan out-group in-group pasti
mempersepsikan dirinya secara positif berbeda dari out-group
3 Ketika identitas sosial tidak memuaskan individu akan berusaha keluar
dari kelompok lalu bergabung ke dalam kelompok yang lebih positif atau
membuat kelompok mereka lebih positif
Identitas sosial sebagai teori tidak lepas dari keinginan individu untuk
memperbandingkan dirinya serta kelompoknya dengan yang lain Perbandingan
sosial digambarkan oleh Festinger (1954) sebagai teori yang bisa membimbing
seseorang untuk membandingkan dirinya dengan yang lain siapa yang serupa
dengan dirinya dan siapa yang berbeda siapa yang berada di atas dan siapa yang
berada di bawah
Setidaknya ada tiga variabel yang memengaruhi hubungan pembedaan
antar kelompok dalam situasi sosial yang nyata (Tajfel 1974 Turner 1975
dalam Hogg amp Abrams 2000) Pertama individu pasti memiliki internalisasi
kelompok mereka sebagai konsep diri mereka secara subjektif mereka pasti
mengidentifikasikan kelompok yang relevan Hal ini tidak cukup dari orang lain
saja yang mengidentifikasikan seseorang dari kelompok mana dia berasal Kedua
situasi sosial akan menciptakan perbandingan sosial yang memungkinkan
terjadinya seleksi dan evaluasi atribut relasi yang relevan Perbedaan kelompok
pada tiap-tiap daerah tidak sama secara signifikan Misalnya di Amerika
perbedaan kelompok cenderung menonjol pada perbedaan warna kulit tetapi
perbedaan warna kulit bukan sesuatu yang menonjol di Hongkong Ketiga in-
51
group tidak membandingkan dirinya pada tiap proses kognitif yang ada pada out-
group out-group pastinya dipersepsikan sebagai kelompok perbandingan yang
relevan dalam kesamaan kedekatan dan secara situasional yang menonjol
Kemudian determinasi out-group dihasilkan sebagai perbandingan terhadap
situasi yang menggambarkan sesuatu determinasi in-group (didapatkan dari
sumber httpdharmaputrawordpresscom2008teori-identitas-sosial diakses 03
Agustus 2014)
Barker (2009175-176) menyatakan bahwa meskipun identitas diri bisa
dianggap sebagai proyek seseorang sudah menjadi kebenaran sosiologis juga
bahwa manusia lahir ke dunia yang sudah ada sebelumnya Manusia belajar
menggunakan bahasa yang telah digunakan sebelum lahir dan hidup dalam
konteks hubungan sosial dengan orang lain Manusia disusun menjadi individu
melalui proses sosial yang menggunakan bahan-bahan yang bersifat sosial Secara
umum ini disebut spisialisasi atau akulturasi Tanpa akulturasi manusia tidak
akan menjadi orang sebagaimana gagasan yang dipahami dalam hidup sehari-hari
Tanpa bahasa konsep keorangan dan identitas tidak akan bisa dipahami
Menjadi orang tidak mengandung unsur transenden atau ahistoris apapun
Identitas sepenuhnya sosial dan kultural dengan alasan-alasan berikut
1 Gagasan apakah artinya menjadi orang merupakan pertanyaan kultural
Sebagai contoh individualisme merupakan penunjuk yang khas
masyarakat modern
2 Sumber-sumber yang membentuk bahan-bahan untuk proyek identitas
yaitu bahasa dan praktik kultural berwatak sosial Akibatnya arti menjadi
52
seorang perempuan anak orang Asia atau orang tua terbentuk secara
berbeda-beda tergantung kepada konteks kulturalnya
Sumber-sumber yang bisa dipakai bagi proyek identitas tergantung kepada
kekuasaan situasional yang menjadi asal kompetensi kultural dalam konteks
kultural tertentu Apakah hitam atau putih laki-laki atau perempuan Afrika atau
Amerika kaya atau miskin adalah sesuatu yang penting karena sumber-sumber
kultural yang akan dimasuki berbeda Identitas menjadi penting tidak hanya untuk
penggambaran diri tetapi juga ciri-ciri sosial
Identitas sosial terkait dengan hak kewajiban dan sanksi normatif yang
dalam masyarakat tertentu menjadi dasar penentuan peran Penggunaan ciri-ciri
baku terutama berkaitan dengan ciri umur dan gender tubuh bersifat mendasar
dalam semua masyarakat dan masih sangat banyak lagi ragam lintas-budaya yang
bisa dicatat Giddens (Barker 2009176) Persoalan identitas adalah kesamaan dan
perbedaan soal personal dan sosial soal rdquoapa yang dimiliki individu secara
bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakan satu individu
dengan orang-orang lain Weeks (Barker 2009176)
Berdasarkan uraian di atas pengembangan bela diri Aikido di Bali adalah
identitas para peserta pelatihan yang merupakan satu identitas meliputi identitas
individunya keluarganya sukunya dan kelompoknya Bagi Fromm identitas diri
dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dari identitas sosial individu dalam
konteks komunitasnya Selain menjadi makhluk individual identitas diri tidak
terlepas dari norma yang mengikat masyarakat dalam lingkungan dan peran sosial
53
yang diembannya dalam masyarakat (httpidhamputrawordpressteori-identitas-
sosialcom diakses 03 Agustus 2014)
Teori identitas sosial Hendri Tajfel digunakan secara eklektik (bersamaan)
dengan teori lainnya untuk memecahkan ketiga masalah dalam penelitian ini
Keberterimaan bela diri Aikido di Bali proses terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali yang pada akhirnya membentuk identitas
baru berupa posrealitas kebudayaan yang membentuk identitas para aikidoka Bali
baik secara individu maupun identitas sosialnya
54
24 Model Penelitian
Model penelitian ini dapat digambarkan ke dalam Bagan 21
Bagan 21
Model Penelitian
Keterangan
= memengaruhi
= saling memengaruhi
Kebudayaan Bali
Bela Diri Tradisional Bali
-Pencak Silat
-Tengklung
-Mepantigan
Kebudayaan Jepang
Bela Diri Tradisional Jepang
-Karate
-Judo
-Aikido
Proses terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Latar belakang
terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Posrealitas dalam Pengembangan
Bela Diri Aikido di Bali
Temuan
Penelitian
Implikasi
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
55
Bagan 21 dapat dijelaskan bahwa tampak kebudayaan Bali dengan
unsurnya berupa bela diri tradisional Bali seperti Pencak Silat Tengklung
Mepantigan dan beberapa bela diri lainnya Dengan adanya globalisasi
bersentuhan dengan kebudayaan Jepang dengan unsurnya berupa bela diri
tradisional Jepang seperti Karate Judo dan Aikido Khusus pada penelitian ini
adalah bela diri Jepang Aikido Persentuhan antara keduanya akibat arus
globalisasi melahirkan bela diri Aikido yang berterima dan berkembang di
sejumlah dojo di Bali yang menunjukkan adanya posrealitas Posrealitas dalam
penelitian ini merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu berupa
peniruan bagi aikidoka Bali yaitu bela diri Aikido melalui pelatihan di beberapa
dojo yang ada di Bali Kondisi posrealitas adalah kondisi yang di dalamnya
prinsip-prinsip realitas telah dilampaui dalam pengertian diambil alih oleh
substitusi-substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir Hal ini telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang apa yang disebut yang nyata (the real) Yang nyata
senyata-nyatanya berada di Jepang bela diri Aikido telah membentangkan
persoalan filosofis mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa
yang disebut nyata
Posrealitas dapat dijelaskan sebagai kondisi matinya realitas dalam
pengertian diambilalihnya posisi realitas oleh apa yang sebelumnya disebut
sebagai nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru yang
memesona yang belum pernah dialami sebelumnya
56
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru yang tidak bisa dikatakan
realitas Bali yang asli karena telah dimasuki oleh nilai baru yang berasal dari
sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang Tidak bisa juga
dikatakan realitas yang benar-benar baru karena para anggota pelatihan tetaplah
kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya
Posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali dikaji dari tiga
dimensinya yaitu (1) latar belakang terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali (2) proses terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali dan (3) implikasi pengembangan bela diri Aikido tersebut
dalam kehidupan para aikidoka Bali
Penelitian kajian budaya ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teknik
wawancara observasi dokumentasi dan studi pustaka Data dianalisis secara
eklektik dengan menggunakan teori globalisasi kuasapengetahuan identitas
sosial dan teori pendukung lainnya yang terkait dengan permasalahan yang ada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberterimaan bela diri Aikido di Bali
dilatarbelakangi oleh beberapa ideologi yaitu dualisme kultural paternalisme
pasar citra dan multikulturalisme Proses pengembangan bela diri di beberapa
dojo yang ada di Bali meliputi tahap pengenalan pendirian organisasi
pengembangan tempat pelatihan dan tahap pengembangan mutu Semuanya
berorientasi kepada tempat pelatihan induk bela diri Aikido (Honbu Dojo) yang
berada di Tokyo-Jepang Pengembangan bela diri Aikido di Bali menimbulkan
57
implikasi pada para aikidoka Bali termasuk terbentuknya identitas baru dalam
masyarakat Bali
Melalui penelitian ini ditemukan paradigma baru bahwa di balik kekuatan
budaya Bali yang sedang berlangsung dalam segala lini kehidupan terdapat sikap
orang Bali yang terbuka terhadap kebudayaan asing khususnya bela diri asal
Jepang yaitu bela diri Aikido Terkait dengan bela diri Aikido yang sedang
ditekuni oleh beberapa komunitas di Bali ternyata ada berbagai hal yang
mendukung keberterimaannya Adanya kegayutan nilai-nilai budaya antara
kebudayaan Bali dan kebudayaan Jepang terkait keberadaan bela diri Aikido yang
berterima di beberapa komunitas pelatihan di Bali sehingga hal ini disebut sebagai
multikulturalisme
21
kontrol dan kekuatan strategi-strategi prinsip dan moralitas dalam bela diri)
Pada bagian kontrol dan kekuatan (power) salah satu subbabnya menyebutkan
bela diri samurai yang berevolusi menjadi bela diri Aikido pada saat ini
Pada bagian akhir tulisan Ratti dan Westbrook menekankan moralitas yang
terkandung di dalam bela diri yang ditekuni samurai yang berevolusi melahirkan
beberapa bela diri modern Jepang saat ini seperti Kyuujitsu Kenjitsu Judo
Karate Aikido Jujitsu Kendo Kyudo Iaido dan bela diri lainnya Moralitas
yang mengalir pada bela diri Jepang modern bersumber pada jalan bushido
Tulisan Ratti dan Westbrook tersebut juga memungkinkan untuk dimanfaatkan
terutama dalam mendalami asal-usul keberadaan samurai teknik-teknik bela diri
yang dilakukan dan dikuasai oleh para samurai zaman feodal di Jepang yang
menjelma menjadi teknik-teknik gerakan dalam bela diri Aikido baik yang ada di
Jepang maupun di Bali
Ueshiba Moriteru「植芝守央」dalam bukunya yang berjudul Motto
Umakunaru Aikido「もっとうまくなる合気道 」 (2011) menguraikan
beberapa hal mengenai bela diri Aikido dimulai dari pengertian dan sejarah bela
diri Aikido cara mengenakan pakaian pada saat latihan sikap bersimpuh sikap
memasuki dojo dan cara menghormat ke altar guru besar pencipta bela diri
Aikido Dalam buku tersebut Ueshiba Moriteru juga menjelaskan dengan detail
mengenai teknik (waza) dimulai dari postur tubuh yang benar gerakan kaki arah
putaran pinggang dan gerakan tangan pada saat berlatih dengan tangan kosong
dan menggunakan senjata (pedang kayu tongkat dan pisau kayu) Teknik lainnya
yang dijelaskan dalam buku tersebut di antaranya teknik lipatan bantingan cara
jatuh supaya badan tidak cedera pada saat berlatih Semua sikap dan gerakan
22
teknik diperagakan oleh peraga yang juga peserta bela diri Aikido Hal itu
ditampilkan melalui foto disertai keterangan postur yang benar dan yang salah
sehingga buku ini dijadikan pegangan dalam mempelajari teknik bela diri Aikido
yang standarnya ditetapkan oleh dojo pusat di seluruh dunia yang berada di
Tokyo-Jepang Pada bagian akhir dari buku yang ditulis oleh Ueshiba Moriteru
ditampilkan cara-cara menghadapi serangan lawan mematahkan serangan
tersebut melumpuhkan dan mengontrol lawan dengan beberapa jenis kuncian
sehingga lawan tidak bisa bergerak tetapi tidak mencederainya Buku yang ditulis
oleh Ueshiba Moriteru ini juga dijadikan sumber inspirasi terutama dalam
memahami istilah-istilah teknis yang terkait dengan bela diri Aikido
Diah Madubrangti (2004) menulis disertasi dengan judul ldquoMakna Festival
Olahraga (Undoukai) sebagai Kegiatan Kompetitif bagi Pembentukan
Kepribadian Anak Melalui Pendidikan Sekolah di Jepangrdquo Hasil penelitian Diah
menggambarkan implementasi spirit samurai sehingga menarik untuk dicermati
karena spirit samurai juga diusung dalam olahraga bela diri Aikido Disertasi Diah
menggambarkan spirit samurai yang menekankan pentingnya sikap pantang
menyerah kegigihan menghargai orang lain menghormati guru dan berlatih
secara terus menerus Ulasan dalam disertasi tersebut juga mengenai undoukai
yang dipandang berfungsi penting dalam pembentukan karakter anak-anak Jepang
sehingga tercermin pada sikap dan perilaku individu-individu anak Jepang dalam
kehidupan kesehariannya
Walaupun sama-sama membahas kegiatan olahraga yang berspirit samurai
judul dan masalah penelitian ini berbeda dengan judul dan masalah penelitian
Diah Diah menitikberatkan kegiatan undoukai sebagai salah satu aktivitas anak-
23
anak Jepang dan tempat kegiatan di Jepang olahraganya bukan bela diri dan
dilakukan oleh orang asli Jepang sehingga hal ini merupakan kegiatan
yang rdquorealitasrdquo bukan rdquoposrealitasrdquo Dalam penelitian ini fokusnya adalah
kegiatan latihan bela diri Aikido di Bali yang bernuansa posrealitas
Mugi Raharja (2013) menulis disertasi dengan judul ldquoRepresentasi
Posrealitas Desain Gedung Pusat Pemerintahan Kabupaten Badungrdquo Dalam
disertasi tersebut diungkapkan bahwa pengkajian terhadap bentuk representasi
posrealitas desain Gedung Puspem Badung dihasilkan oleh pencitraan kronoskopi
sebagai simulasi ruang dan waktu secara virtual di layar komputer yang
dilengkapi citra gerak Adanya citra gerak ini menyebabkan seseorang yang
melihat simulasi desain Gedung Puspem Badung dapat mengalami waktu dan
merasakan ruang secara virtual Kemudian simulasi diwujudkan menjadi fakta
sebagai realitas dapat mempresentasikan pencitraan terhadap Pemerintah Daerah
Badung merepresentasikan desain hibrid dan representasi semiotisasi desain
Pencitraan terhadap Pemda Badung merupakan pencampuran dari fakta sebagai
realitas dengan realitas semu atau citra Proses dekonstruksi representasi
posrealitas desain gedung Puspem Badung merepresentasikan terjadinya
dekonstruksi ruang dan kekuasaan Representasi posrealitas desain gedung
Puspem Badung menyiratkan makna politik ekonomi budaya ilmu pengetahuan
teknologi dan seni
Ulasan dalam disertasi Mugi Raharja sebagaimana dipaparkan di atas
dapat dipakai sebagai sumber inspirasi dalam mengimplementasikan konsep
posrealitas yaitu terlampauinya prinsip-prinsip realitas yang diambil alih oleh
24
substitusi-substitusi yang diciptakan secara artifisal melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir yang telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang ldquoyang nyatardquo atau the real Disertasi Mugi
menyoroti fenomena posrealitas namun dalam konteks desain gedung sedangkan
penelitian ini menyoroti posrealitas dalam konteks pengembangan bela diri Aikido
di Bali
22 Konsep
Pengertian istilah-istilah penting yang tertera pada judul dan rumusan
masalah penelitian ini perlu dijelaskan secara konsepsional agar pelaksanaan
penelitian terarah Secara garis besar ada tiga unit istilah penting yang perlu
dijelaskan pengertiannya yaitu (1) posrealitas (2) spirit hidup samurai dan (3)
pengembangan bela diri Aikido di Bali
221 Posrealitas
Baudrillard (Kushendadewi 2019) menjelaskan bahwa kini realitas
merupakan sesuatu yang dapat disimulasikan direkayasa sedemikian rupa melalui
relasi tanda citra dan kode Semuanya tampak dapat ditangkap oleh panca indera
tetapi tidak memiliki eksistensi substansial Celakanya rekaan-rekaan tersebut
sebagai citraan simulasi bahkan diterima sebagai suatu realitas Dalam situasi
demikian terjadi obesitas (kegemukan) informasi dalam diri massa Obesitas
inilah yang menyebabkan terjadinya implosi (kecenderungan fenomena meledak
ke pusat ke dalam yang dapat menghancurkan dirinya sendiri)
Posrealitas merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu
tetapi karena proses pemanipulasian maka realitas buatan itu terputus
25
hubungannya dengan realitas aslinya Hiperrealitas yang berkembang melalui
proses simulasi mengikuti perkembangan ataupun revolusi hukum nilai Revolusi
tersebut mengakibatkan hanya pertukaran simbolis dan yang tertinggal adalah
hiperrealitas yakni tanda-tanda simbolis yang saling dipertukarkan petanda atau
maknanya dicari dalam relasi tanda tersebut dengan tanda lainnya dalam sistem
tanda
Secara singkat bisa dikemukakan bahwa posrealitas merupakan hasil dari
simulasi Media massa sangat berpengaruh dalam proses simulasi tersebut dengan
demikian media massa juga sangat berpengaruh dalam pembentukan hiperrealitas
Media massa yang dimaksud adalah media massa sebagai isi atau pesan yang
disampaikan dan media massa sebagai bentuk atau teknologi dan sistem kerjanya (
Kushendrawati 2011101)
Terbentuknya sebuah dunia baru sebagai akibat perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi mutakhir di dalamnya tercipta berbagai definisi dan
pemahaman baru mengenai apa yang disebut realitas Di dalamnya juga
dilukiskan metamorfosis yang dialami oleh manusia yang disebut kondisi realitas
ke arah kondisi posrealitas (post-reality) Kondisi posrealitas adalah kondisi yang
di dalamnya prinsip-prinsip realitas telah dilampaui diambil alih oleh substitusi-
substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu pengetahuan
teknologi dan seni mutakhir yang telah menghancurkan asumsi-asumsi
konvensional tentang kenyataan (the real)
Perkembangan dunia posrealitas telah membentangkan persoalan filosofis
mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa yang disebut yang
nyata Pertama ada persoalan terminologis Awalan pos pada istilah posrealitas
26
(post-reality) sesungguhnya menawarkan ruang tafsiran yang terbuka dan bersifat
polisemi Istilah pos di sini dapat diartikan sebagai penentangan terhadap
pemisahan dari keterputusan dan (discontinuity) persimpangan dari (rupture)
titik balik dari melewati atau melampaui realitas (hyper) Meskipun demikian
awalan pos pada istilah posrealitas digunakan dalam pengertian yang khusus
yaitu sebagai padanan dari kata hiper (hyper) yang digunakan oleh Jean
Baudrillard untuk menjelaskan kondisi yang disebutnya melampaui realitas
(hyper-reality)
Posrealitas adalah kondisi matinya realitas diambilalihnya posisi realitas
oleh nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru mempesona
yang belum pernah dialami sebelumnya Namun dunia realitas artifisial banyak
merenggut dunia realitas alamiah seperti kedekatan manusia dengan aura
keaslian dan eksotisme alam warisan luhur kebudayaan serta kekuatan spiritual
yang merupakan magnet dunia kehidupan Ketika realitas alamiah telah lenyap
dan diambil alih oleh berbagai realitas yang artifisial manusia terkurung dalam
perangkap dunia artifisialitas yang serba permukaan imanen dan dangkal serta
tidak mampu menemukan jalan kembali ke arah realitas alamiah kekayaan
kultural dan kedalaman pengalaman transendental (Piliang 200954-55)
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dengan terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru Realitas tersebut tidak bisa
27
dikatakan realitas Bali yang se asli-aslinya karena telah dimasuki nilai baru yang
berasal dari sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang
Realitas itu juga tidak bisa dikatakan realitas yang baru karena para aikidoka Bali
tetaplah kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya Berdasarkan
pengertian posrealitas di atas maka secara operasional posrealitas dalam
penelitian ini dikonsepsikan sebagai pengambilalihan posisi seni bela diri
tradisional Bali seperti Tengklung Setembak dan lain-lain oleh bela diri Jepang
yaitu bela diri Aikido
222 Spirit Hidup Samurai
Asal kaum samurai dimulai pada keluarga Yamato yang muncul sebagai
klan terkuat di Jepang pada abad ketujuh masehi Kata samurai berarti ldquoorang
yang melayanirdquo dan kata itu diberikan kepada mereka yang lahir pada keluarga
terhormat dan ditugaskan untuk menjaga anggota keluarga kekaisaran Falsafah
pengabdian ini adalah akar dari keningratan kaum samurai baik dalam tatanan
sosial maupun spiritual (Kitami 2013xii)
Asal-usul kelas samurai (Shigesuke 1999ix) adalah spesialisasi dari
kalangan aristokrat Secara umum kalangan kelas atas yang berpoligami biasanya
menghasilkan lebih banyak anak yang bisa terserap ke dalam level yang sama di
dalam masyarakat Aturan tentang hak waris lebih jauh menetapkan bahwa
hanya satu putra yang secara penuh mewarisi semua keistimewaan yang dimiliki
ayahnya Faktor-faktor ini menciptakan tekanan sosial dan natural menuju
diferensiasi dalam pola-pola karier dari anak keturunan kelas-kelas atas ini
28
Sebagaimana di Eropa di Jepang dan di tempat lain dari ayah-ayah
birokrat yang tidak mewarisi keistimewaan paternal inilah yang menjadi prajurit
perang atau pengelola kuil atau biara Kedua spesialisasi ini dibentuk untuk
proteksi terhadap negara para pasukan perang era kuno ini semula disebut
ldquosamurairdquo atau terjemahan kasarnya adalah ldquopembanturdquo karena mereka
membentuk pasukan bersenjata untuk membantu aristokrasi Pada saat para
samurai ini mengambil alih kekuasaan negara dari tangan aristokrat sebagai salah
satu kelas independen salah satu cara mereka memanifestasikan status dan
martabat baru mereka Mereka menjauhkan diri dari label samurai sekedar
ldquopembanturdquo kemudian menyebut diri mereka sebagai bushi「武士」yang berarti
kesatria
Spirit hidup samurai disebut sebagai bushido「武士道」 adalah etika
yang dianut oleh para samurai Walaupun istilah tersebut baru digunakan pada
zaman Edo (1603-1868) konsep bushido telah terbentuk sejak zaman Kamakura
(1185-1333) yang berkembang dari adopsi neo-konfusianisme pada zaman Edo
hingga menjadi landasan moralitas nasional pasca restorasi Meiji (1868-1912)
Bushido tidak hanya meliputi semangat bela diri dan keterampilan menggunakan
senjata tetapi juga loyalitas absolut pada tuannya rasa yang kuat atas kehormatan
pribadi pengabdian pada tugas dan keberanian bahkan jika diperlukan
pengorbanan nyawa dalam pertempuran dan ritual (Davies amp Ikeno 2014 41)
Etika bushido (Shigesuke 199930-31) mensyaratkan ada tiga hal yang
dipertimbangkan yang esensial yaitu kesetiaan tugas dan keberanian Hal
tersebut memuat tentang kesatria yang bekerja dengan kesetiaan tinggi kesatria
29
yang bisa dipercaya dalam mengemban tugas kesatria yang kuat dan pemberani
Prajurit yang memiliki kombinasi tiga sosok baik kesetiaan pengembanan tugas
dan keberanian bisa dipertimbangkan sebagai kesatria dengan orde tertinggi
Secara umum keberanian bukanlah sesuatu yang tidak hanya tampak pada
saat seseorang mengenakan baju besi mengangkat senjata lalu bertempur dalam
peperangan Perbedaan antara sikap berani dan sikap pengecut sudah tampak
dalam kehidupan sehari-hari meski tidak ada perang Seseorang yang pemberani
akan menunjukkan loyalitas dan kasih sayang kepada majikannya dan orang
tuanya Jika ada waktu luang ia akan mempelajari literatur dan terus berlatih bela
diri Ia menghindari kemewahan personal tidak berfoya-foya Ia juga tidak tamak
dan membelanjakan uang apabila diperlukan
Spirit samurai yang mengalir dalam bela diri Aikido beberapa di
antaranya adalah spirit keberanian kesabaran kegagahan dan ketenangan dalam
menghadapi masalah Hal ini diungkapkan oleh Nitobe (200468) sebagai berikut
勇気我慢大胆だいたん
自若じじゃく
勇猛ゆうもう
などの心性しんせい
は少年武士の心に最も強く
訴うった
えられ実例じつれい
を模範も は ん
として幼おさな
いときから訓練され励はげ
みとされたい
わば最も人気のある徳性とくせい
であった彼らは母親のふところに抱かれた
幼児よ う じ
のころから軍記ぐ ん き
物語ものがた
りをくり返し聞かされもし何か苦痛く つ う
なことが
あって泣き出したりすれば「これくらいのことで泣くとはなんて臆病おくびょう
なんでしょう」と母親に叱しか
られ「もし戦場せんじょう
に出て腕うで
を切られるよう
なことがあったらどうしますかもし切腹せっぷく
を命めい
じられたときはどうし
ますか」と励はげ
まされた
Jiwa seperti keberanian kesabaran kegagahan ketenangan dalam menghadapi
bahaya keliaran dan sebagainya paling kental berpengaruh pada hati para kesatria
remaja Sejak masih kecil mereka ditanamkan jiwa-jiwa tersebut dengan contoh
nyata dan dilatih agar memilikinya yang dijadikan sumber semangatnya Sejak
masa balitanya yang masih dalam pangkuan ibunya mereka berulang kali
diceritakan dongeng kesatria dan pertempuran jika ada yang menangis karena
terjadi sesuatu yang menyedihkan dalam cerita tersebut maka ia dimarahi ibunya
dengan perkataan ldquoBetapa penakutnya engkau sampai menangis gara-gara hal
30
sepele ini rdquo Mereka pun disemangati dengan kata-kata ldquoBagaimana kalau maju
ke medan perang dan lenganmu terpotong Bagaimana kalau disuruh seppuku
(Harakiri) rdquo
Spirit samurai lainnya dalam bela diri Aikido adalah berlatih tiada henti
karena dalam berlatih bela diri Aikido tidak ada kata ldquotamatlulusrdquo Bagi aikidoka
hanya ada kata ldquoterus berlatihrdquo meskipun ada tingkatan dari sebelum menyandang
sabuk hitam (Kyuu) sampai dengan tingkatan sabuk hitam (Dan) Namun sampai
saat ini belum ada aikidoka yang bisa mencapai tingkatan paling tinggi dalam bela
diri Aikido (Dan X) bahkan ada beberapa guru (sensei) yang sudah berlatih bela
diri Aikido sampai selama 50 tahun
Berlatih terus menerus tanpa henti diungkapkan oleh guru besar pendiri
bela diri Aikido Morihei Ueshiba dalam buku Jurnal Demontrasi Aikido ke-40
(20037) bahwa
合気道あいきどう
の稽古け い こ
に終お
わりはありません稽古をはじめたら根気こ ん き
よく続つづ
けるこ
とですうまずたゆまず求もと
めてください稽古を続けることが進歩し ん ぽ
への
第一歩だいいちほ
であり稽古の大切たいせつ
な一面いちめん
でもあるのです
Latihan Aikido tidak ada akhirnya Kalau anda sudah mulai latihan janganlah
pernah berhenti Carilah ilmu dengan pantang menyerah Berlatih terus menerus
tanpa henti adalah langkah pertama untuk menuju kemajuan sekaligus satu sisi
yang sangat penting dalam keseluruhan latihan
Lebih lanjut Ueshiba (The Art of Peace 199285) mengatakan
Life itself is always a trial In training you must test and polish yourself in order
to face the great challenges of life Transcend the realm of life and death and
then you will be able to make your way calmly and safely through any crisis that
confronts to you
Kehidupan itu selalu merupakan suatu percobaan Dalam berlatih engkau harus
mengetes dan menghaluskan dirimu untuk berhadapan dengan tantangan
kehidupan yang besar Lampauilah dunia kehidupan dan kematian dan kemudian
anda akan bisa membuat jalan anda dengan tenang dan aman sepanjang krisis
yang anda hadapi
31
Spirit samurai yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagaimana para
aikidoka Bali bersikap dalam kehidupan berlatih bela diri Aikido dan dalam
kehidupan sehari-hari berlandaskan kepada jiwa total dalam mengerjakan sesuatu
Total dalam mengabdi terhadap kewajiban dalam kesetiaan dan dalam segala hal
Merasakan kehidupan dalam tiap nafas berarti hidup yang sebenar-benarnya
Bushido mengajarkan untuk merasakan setiap nafas yang dihirup Setiap detik
hidup ini harus dijalani dengan sungguh-sungguh Segala bidang yang ditekuni
harus dijalani dengan segenap jiwa raga
223 Pengembangan Bela Diri Aikido di Bali
Pengembangan bela diri Aikido di Bali tidak bisa lepas dari sejarah awal
pelatihan tahun 1995 di Dojo Samurai kawasan Renon Denpasar Pada saat
pertama berlatih bela diri Aikido para peserta kebanyakan pada mulanya adalah
pengikut bela diri Karate Pencak Silat dan bela diri lainnya Setelah aktivitas
pelatihan berlangsung dua tahun tepatnya 07 Mei 1997 terbentuk induk organisasi
bela diri Aikido di Bali (Bari Aikikai) Setelah itu tumbuh dojo-dojo lainnya di
Bali sebagai tempat berlatih seperti Dojo Dirgahayu di Desa Sumerta Kaja Dojo
Aora di Kuta dan Dojo Kami di Jimbaran Badung
Layaknya sebuah organisasi sosial organisasi bela diri Aikido sebagai
objek yang berkembang dengan sosiologi fungsional dipandang sebagai
hubungan sosial yang berkontribusi kepada entitas yang menjadi bagian di
dalamnya Dalam analisis fungsional terhadap organisasi elemen-elemen
organisasi dipandang memiliki kontribusi kepada integritas organisasi secara
keseluruhan Sejak awal para analis terkemuka menyadari bahwa di dalam
32
organisasi formal melekat praktik kekuasaan yang terutama dibentuk oleh
otoritas Hal tersebut memicu penolakan kelompok-kelompok yang ada dalam
organisasi sehingga organisasi tidak dapat berfungsi sebagaimana yang
diharapkan Oleh sebab itu para analis sistem meyakini bahwa organisasi sering
kali berfungsi secara suboptimal Para teoretisi konflik dengan menggunakan
konsep Marxian dan neo-Weberian menarik kesimpulan yang lebih ekstrem
Sebagian merespons kritik dan sebagian lagi sebagai proses pengembangan Arus
utama studi organisasi mulai meyakini bahwa perbedaan antara organisasi
kontemporer dengan tipe-tipe kelembagaan yang lain dapat diperluas Irasionalitas
dan penampilan yang suboptimal merupakan karakter normal organisasi
Walaupun memahami organisasi dari sisi penampilannya masih tampak umum
sekarang muncul kesadaran akan implikasi pendekatan tersebut dan kerelaan
untuk mempertimbangkan perspektif lain Organisasi sekarang dipahami sebagai
aktivitas dan sebagai objek
Arus utama analisis organisasi mendefinisikan dirinya dalam kerangka
kelembagaan yang berbeda dalam prinsip dengan yang ada dalam masyarakat
tradisional Ada perkembangan pemahaman yang penting yakni organisasi formal
bukan merupakan batas bagi organisasi Melalui beragam inspirasi intelektual
seperti etnometodologi dan fenomenologi perspektif baru terhadap organisasi
menjadi pusat perhatian Unsur penting itu tampak dalam era organisasi virtual
Organisasi tidak pernah nyata terbentuk sebagaimana dalam pengertian seluruh
partisipan dalam organisasi bertemu dalam suatu tempat dalam satu waktu
33
Sebagaimana dinyatakan oleh Robert Cooper Dalam pengertian mendasarnya
organisasi adalah penertiban terhadap yang tidak tertibrdquo (Scott 2011190-191)
Seperti halnya mesin yang terangkai dari berbagai komponen yang saling
terkait Tripomo (201412-14) menyatakan bahwa organisasi juga merupakan
rangkaian komponen berupa orang-orang yang saling berinteraksi satu dengan
yang lain Namun organisasi tidak sama dengan mesin karena organisasi
merupakan kesatuan sosial hubungan antara satu orang dengan orang yang lain
tidak hanya bersifat rasional dan mekanistik Menurut kodratnya manusia adalah
makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat karena manusia selalu hidup bersama
dengan manusia lainnya sebagai kesatuan sosial
Kesatuan sosial adalah kelompok individu yang saling berhubungan dan
memengaruhi karena memiliki keterikatan nilai budaya aturan emosi dan
perantugas Keterikatan sosial sering kali tidak memperhitungkan kalkulasi
untung rugi rasionalfinansial Sebagai kesatuan sosial urusan rasa selera
keadilan dan solidaritas menjadi penting serta ukuran benar dan salah menjadi
tidak bersifat mutlak Pendapat keputusan reaksi seseorang tidak mutlak rasional
tetapi dipengaruhi oleh hubungan manusia dalam kesatuan sosial
Organisasi sebagai kesatuan sosial memiliki sifat saling terkait yang lebih
rumit daripada rangkaian mesin Dengan memencet tombol offrdquo pada saat jam
kerja berakhir maka mesin mati dan interaksi antar bagian-bagian mesin terhenti
Apakah interaksi antar orang berhenti Jawabannya tidak Setelah selesai jam
kerja orang-orang masih berhubungan satu sama lain bahkan setelah pensiunpun
orang masih berinteraksi satu sama lain Seorang anak yang tidak memiliki
34
keterkaitan dalam organisasi bisa memengaruhi keputusan karena bapaknya
pejabat Orang-orang yang pindah partai seperti kutu loncatpun tidak akan bisa
melepaskan relasinya dengan orang-orang di partai yang ia tinggalkan Inilah
keunikan organisasi sebagai kesatuan sosial
Organisasi yang berisi kumpulan manusia jelas berbeda dengan mesin yang
berisi kumpulan onderdil Organisasi adalah kesatuan dari individu-individu yang
dikoordinasikan secara sadar untuk mencapai tujuan tertentu Bagaimana interaksi
di antara individu-individu dalam organisasi diatur oleh sebuah sistem yang
disebut struktur organisasi Struktur organisasi ibarat otak otot dan syaraf yang
mengkoordinasikan kerja organ indera dan anggota tubuh manusia
Bela diri Aikido di Indonesia tidak sepopuler Karate Kempo ataupun Judo
tetapi bela diri Aikido masuk ke Indonesia dalam waktu yang bersamaan dari
Jepang Ketidakpopuleran bela diri Aikido disebabkan oleh tidak adanya sistem
pertandingan sebagaimana yang ada dalam bela diri lainnya Oleh karena itu bela
diri Aikido hanya disebarkan melalui pembicaraan-pembicaraan saja Baru tahun
1984 mulai dipikirkan pengembangannya dengan membentuk organisasi bela diri
Sejak saat itu media elektronik dan cetak mulai memperkenalkannya dengan
metode atau peragaan (embukai)
Pada tahun 1993 didirikan yayasan Keluarga Bela Diri Aikido Indonesia
(KBAI) oleh sensei Ferdiansyah Secara umum perguruan ini berafiliasi kepada
pusat organisasi bela diri Aikido di Jepang (Honbu Aikikai) Dalam pertaliannya
dengan induk organisasi KBAI melaksanakan program kunjungan tahunan dari
para instrukstur pusat Aikikai - Jepang KBAI mengembangkan perguruannya
35
dalam bentuk tempat-tempat latihan umum atau club-club Pengembangan club-
club banyak dilakukan pada instansi dan perusahaan perguruan tinggi dan
sekolah
Secara tahunan atau dua tahunan KBAI mengadakan program kunjungan
instruktur dari Jepang sebagai motivator anggotanya dalam berlatih Secara
berkala pula dilakukan ujian kenaikan tingkat yang dilakukan empat bulan sekali
Secara umum KBAI mengembangkan perguruannya dengan hati-hati dengan
menjaga mutu teknis dan operasionalnya (diambil dari sumber httpkbaitripod
comhal_kbaihtm diakses 03 November 2014)
Organisasi bela diri Aikido di Bali dikonsepsikan sebagai organisasi sosial
yang ada di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung Organisasi tersebut pada
penelitian ini secara keseluruhan berjumlah empat unit yang terhimpun ke dalam
satu organisasi induknya bernama Bari Aikikai「バリ合気会」 Keempat
organisasi yang tergabung ke dalam organisasi induknya ini adalah (1) Dojo
Samurai di Renon Denpasar (2) Dojo Dirgahayu di Desa Sumerta Kaja
Denpasar (3) Dojo Aora di Kuta Badung dan (4) Dojo Kami di Jimbaran
Badung Masing-masing organisasi mempunyai pengelola dojo bagian keuangan
dan pelatih
Dari uraian di atas tampak bahwa pengembangan bela diri Aikido di Bali
baik dari permulaan kemunculannya maupun selanjutnya ditopang oleh sistem
organisasi yang teratur memiliki struktur dan orang-orang yang duduk sesuai
fungsinya sehingga pengembangannya bisa terarah Pengembangan bela diri
Aikido di Bali dalam penelitian ini adalah proses setiap tahapan dilalui dengan
36
posrealitas kebudayaan sampai terjadinya implikasi bela diri Aikido ini berupa
identitas baru bagi para aikidoka Bali Kenyataan ini disebabkan oleh pelatihan
bela diri Aikido yang berkelanjutan dan dalam rentang waktu yang lama dan
membentuk aikidoka Bali sebagai manusia baru yang memiliki rdquolabelrdquo berbeda
dengan manusia Bali pada umumnya
23 Landasan Teoretis
Ada tiga teori yang relevan untuk diacu dalam penelitian ini yaitu teori
globalisasi teori relasi kuasapengetahuan dan teori identitas sosial Ketiga teori
ini digunakan secara eklektik seperti yang biasa digunakan dalam kajian budaya
Hal ini sesuai dengan pendapat Sanderson (Minawati 200936) bahwa eklektisme
merupakan suatu cara pandang yang mengatakan bahwa berbagai strategi teoretis
harus digunakan secara kombinasi agar diperoleh penjelasan yang dapat diterima
231 Teori Globalisasi
Globalisasi adalah ldquopenyebaran kebiasaan-kebiasaan yang mendunia
ekspansi hubungan yang melintasi benua organisasi dari kehidupan sosial pada
skala global dan pertumbuhan dari sebuah kesadaran global bersamardquo Ritzer
(200696) Membaca definisi ini tampaklah bahwa globalisasi mempunyai
cakupan yang luas Cakupan globalisasi yang luas itu secara lebih jelas dapat
dilihat dengan mencermati gagasan Appadurai sebagaimana dikutip oleh Steger
(200658) bahwa ada lima dimensi konseptual atau ldquolandscaperdquo yang dibentuk
dan sekaligus merupakan ciri-ciri arus budaya global Kelima ldquolandscaperdquo
danatau ciri arus budaya global itu adalah sebagai berikut
37
1 Ethnoscapes adalah perpindahan penduduk dari satu negara ke negara lain
seperti wisatawan imigran pengungsi dan tenaga kerja
2 Technoscape mengacu kepada perkembangan teknologi yang kini
mengalir dengan kecepatan tinggi menembus batas-batas negara
3 Mediascape mengacu kepada kemampuan elektronik untuk menyebarkan
informasi ke berbagai belahan dunia
4 Finanscape adalah aspek finansial atau uang yang sulit diprediksi dalam
era globalisasi
5 Ideoscape terkait dengan masalah politik seperti kebebasan demokrasi
kedaulatan kesejahteraan hak seseorang ideologi-ideologi negara dan
gerakan sosial
Globalisasi dengan ciri-cirinya yang demikian itu telah mengakibatkan
dunia seakan-akan tidak lagi dibatasi oleh tembok-tembok penyekat yang
memisahkan negara yang satu dengan negara yang lain (Ardika 200713)
Dengan kata lain garis-garis batas budaya nasional ekonomi nasional dan
wilayah nasional semakin kabur (Hirst dan Thompson 19911) Sejalan dengan
proses itu tampaknya perubahan pada berbagai aspek kehidupan masyarakat
dan budayanya sebagai dampak globalisasi sulit dihindari sehingga kini tidak
jarang realita kehidupan sosial budaya telah jauh berbeda dengan realitanya di
masa lampau
Globalisasi tidak begitu saja dapat menyebabkan perubahan budaya suatu
masyarakat tanpa reaksi masyarakat yang bersangkutan karena sebagaimana
dikemukakan oleh Ardika (200715) bahwa pengaruh budaya global juga dapat
38
menimbulkan hasrat untuk menegaskan keunikan kultur sendiri Dalam konteks
inilah di kalangan para ahli berkembang dua macam pandangan dasar dalam teori
globalisasi Pertama memandang globalisasi menimbulkan grobalisasi Kedua
memandang globalisasi menimbulkan glokalisasi Pandangan grobalisasi
menekankan semakin meningkatnya kemampuan organisasi-organisasi dan
negara-negara modern di seluruh dunia yang sebagian besar bersifat kapitalistik
untuk meningkatkan kekuasaan mereka dan menjangkau dunia (Ritzer 200699)
Sebaliknya pandangan glokalisasi sebagaimana dijelaskan oleh Steger (200657)
merupakan interaksi yang kompleks antara global dan lokal yang bercirikan
peminjaman budaya Lebih lanjut pandangan grobalisasi menekankan terjadinya
penyeragaman atau homogenisasi versus pandangan glokalisasi yang menekankan
terjadinya heterogenisasi atau penganekaragaman budaya masyarakat yang
merupakan percampuran antara yang global dan yang lokal (Ritzer 2006104
Steger 200657)
Terjadinya glokalisasi yang menghasilkan budaya campuran tidak lepas
dari adanya orang-orang yang bermaksud menentang globalisasi khususnya
grobalisasi Cara mereka dengan mendukung dan bersekutu dengan glokalisasi
sebagai bentuk globalisasi yang lain namun mereka tetap mengadopsi budaya
global yang telah berpengaruh kuat sehingga timbul budaya campuran (Ritzer
2006229) Gagasan ini tampak penting untuk dirujuk dalam penelitian ini karena
relevan dengan fokus kajian budaya sebagaimana dikatakan oleh Suastika
(200731) bahwa fokus kajian budaya terletak pada persoalan bagaimana praktik
39
budaya memungkinkan berbagai budaya dan kelas berjuang melawan dominasi
budaya
Upaya orang-orang yang hendak menentang grobalisasi melalui glokalisasi
seperti itu identik dengan revitalisasi budaya mereka Dikatakan identik karena
sebagaimana dikemukakan oleh Adas (1988XIII) bahwa selain berjuang untuk
menghidupkan kembali adat tradisional atau kepercayaannya para partisipan
gerakan revitalisasi budaya juga bisa dirasuki oleh keinginan memperoleh barang-
barang asing dan mencontoh bentuk organisasi dan tingkah laku asing Barang
maupun organisasi dan tingkah laku asing bisa dilihat sebagai budaya global yang
masuk melalui proses globalisasi yang telah berpengaruh kuat kepada masyarakat
bersangkutan Sebagaimana dikemukakan oleh Ritzer (200699-100) bahwa sesuai
dengan penekanan teori Max Weber dan teori Karl Marx kekuatan pendorong
utama grobalisasi adalah rasionalisasi dan kebutuhan untuk memperlihatkan
kemampuan memperoleh keuntungan melalui imperialisme dan hegemoni Oleh
karena itu tidak tertutup kemungkinan bahwa untuk menghidupkan kembali adat
tradisional pendorong globalisasi seperti itu berlaku juga bagi masyarakat yang
melakukan revitalisasi budaya sebagai suatu gerakan sosial
Berkenaan dengan motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku dalam
konteks gerakan sosial teori rasionalitas mengasumsikan bahwa setiap manusia
pada dasarnya rasional dengan selalu mempertimbangkan prinsip efisiensi dan
efektivitas dalam melakukan setiap tindakan termasuk tindakan dalam melakukan
gerakan sosial (Basrowi dan Sukidin 2003 dan Mustain 2007) Sementara itu
teori ldquotindakan individu yang rasionalrdquo menyatakan bahwa individu-individu
40
dalam kehidupan bermasyarakat memiliki pertimbangan rasional dan kesadaran
akan adanya keuntungan yang dapat diperoleh melalui tindakan-tindakannya
(Yunita 1986) Demikian juga ldquoteori insentif selektifrdquo menjelaskan bahwa
keikutsertaan seseorang dalam suatu gerakan sosial banyak dipengaruhi oleh jenis
bentuk dan isi harapan-harapan yang akan menguntungkan insentif selektif
(Mustain 200749) Dengan demikian motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku
dalam gerakan sosial bersifat materialistik atau ekonomistik yang mencerminkan
karakter ideologi pasar Mengikuti pendapat Habermas (Thompson 2007)
motivasi dan prinsip-prinsip gerakan sosial menunjukkan ldquorasio instrumentalrdquo
dalam arti objek-objek dalam gerakan sosial dilihat dan diperlakukan sebagai alat
untuk memenuhi kepentingan yang bernuansa ideologi pasar
Foucault (Adlin 20065) melukiskan manusia postmodern yang terserap
ke dalam discourse sedang Jean Baudrillard melukiskan manusia postmodern
yang terhisap ke dalam dunia objek yang di dalamnya ia mempunyai peran
minimalis dalam menentukan objek itu tetapi sebaliknya dibentuk olehnya Ada
sekelompok elit yang memproduksi objek-objek tetapi mayoritas manusia
menjadi konsumen objek-objek Mereka tidak sekedar manusia konsumen tetapi
manusia dengan konsep diri dan subjektivitas yang dibentuk atau didefinisikan
berdasarkan kepemilikan objek-objek Di dalam dunia yang dikuasai objek
eksistensi manusia ditentukan oleh kepemilikan objek Manusia terserap ke dalam
logika objek ke dalam irama pergantian bentuk gaya dan citranya Manusia
mempunyai hasrat tetapi kini objek yang (aktif) merayu manusia Objek yang
menjadi pusat dunia bukan subjek (cogito) seperti yang dikatakan Descartes
41
Rayuan objek mendahului hasrat Objek yang memproduksi hasrat bukan hasrat
yang memproduksi objek Kekuasaan subjek telah dijungkirbalikkan dan yang
tersisa adalah subjek yang rapuh rentan dan tidak berdaya yang hanya dapat
secara pasif berhasrat sementara objek yang aktif merayunya Dalam kerapuhan
kerentanan dan ketidakberdayaannya subjek harus menyesuaikan diri dengan
objek-objek bukan objek yang menyesuaikan subjek Kemudian tercipta
paradoks karena kedaulatan subjek tidak dapat lagi dipertahankan dan satu-
satunya kedaulatan yang ada adalah kedaulatan objek Satu-satunya strategi yang
tersedia adalah strategi objek Subjek lenyap di dalam horizon objek-objek inilah
strategi fatal
Tiga perspektif utama budaya konsumen diungkapkan oleh Featherstone
(2005) Pertama pandangan bahwa budaya konsumen dipremiskan dengan
ekspansi produksi komoditas kapitalis yang memunculkan akumulasi besar-
besaran budaya dalam bentuk barang-barang konsumen dan tempat-tempat
belanja dan konsumsi Hal ini mengakibatkan tumbuhnya kepentingan aktivitas
bersenang-senang dan konsumsi dalam masyarakat Barat kontemporer Kedua
pandangan yang lebih sosiologis bahwa kepuasan berasal dari benda-benda
berhubungan dengan akses benda-benda yang terstruktur secara sosial dalam suatu
peristiwa yang telah ditentukan kepuasan dan status tergantung pada penunjukan
dan pemeliharaan perbedaan dalam kondisi inflasi Ketiga masalah kesenangan
emosional untuk konsumsi mimpi-mimpi dan keinginan yang ditampakkan dalam
bentuk tamsil budaya konsumen dan tempat-tempat konsumsi tertentu yang secara
beragam memunculkan kenikmatan jasmaniah langsung serta kesenangan estetis
42
Tumbuh suburnya budaya konsumen tidak sekadar memandang konsumsi
sebagai sesuatu yang berasal dari produksi tanpa mengakibatkan adanya
problematika (Featherstone 2005) namun lebih jauh dari itu budaya konsumen
juga memengaruhi perilaku seseorang untuk memutuskan pembelian produk suatu
barang yang dikendalikan oleh kekuatan media massa seperti iklan Periklanan
secara khusus mampu mengeksploitasi kondisi ini dan memberikan image
pencitraan eksotika nafsu kecantikan pemenuhan kebutuhan komunalitas serta
kehidupan yang baik untuk menyebarkan benda-benda konsumen seperti sabun
mesin cuci mobil serta minuman beralkohol Budaya konsumen akan mendorong
orang untuk berperilaku sesuai tingkatan kelas sosialnya dalam kehidupan
bermasyarakat
Konsumerisme bukan semata-mata bertalian dengan panutan pada nilai
simbolik melainkan berkaitan pula dengan persoalan identitas Hal ini sejalan
dengan gagasan Clammer (Atmadja 201092) bahwa konsumsi bukanlah semata-
mata urusan belanja atau pengambilalihan benda-benda untuk menjadi milik
sendiri atas dasar nilai guna melainkan juga pembelian identitas Oleh karena itu
konsumsi menjadi sarana bagi seseorang untuk memahami dan berkomunikasi
secara simbolik antara orang yang satu dan yang lain menciptakan dan
mereproduksi identitas mereka serta menjadi sarana dalam memahami diri
mereka dalam berhubungan dengan individu dan kelompok lain Orang tidak lagi
hanya mengonsumsi material dari suatu produk tetapi juga efek simbolik yang
dihasilkan produk tersebut sehingga tepat gagasan Simmel (Atmadja 201092)
43
bahwa ldquoproduct consumpted are not seen from their function but from symbols
related to identity and statusrdquo
Dengan mengikuti Fromm (Atmadja 201093) kondisi ini mengakibatkan
pola hidup masyarakat Bali berubah secara mendasar Zaman dahulu mereka
berpegang pada gagasan bahwa tua adalah indah namun sekarang orang
menganut gagasan bahwa baru adalah indah Ketertarikan manusia dengan
sesuatu yang baru berkaitan pula dengan kemampuan desainer mengembangkan
desain yang baru dengan daya pesona yang lebih kuat daripada sebelumnya
Sering terjadi pada mulanya suatu barang dengan desain tertentu harganya mahal
sehingga konsumennya hanya orang-orang kaya
Gaya hidup telah menjadi ciri dalam dunia modern (Chaney 2004)
sehingga masyarakat modern akan menggunakan gaya hidup untuk
menggambarkan tindakannya sendiri dan orang lain Dalam kaitannya dengan
budaya konsumen gaya hidup dikonotasikan dengan individualitas ekspresi diri
serta kesadaran diri yang stylistic Tubuh busana gaya pembicaraan aktivitas
rekreasi adalah beberapa indikator dari individualisme selera konsumen Gaya
hidup juga salah satu bentuk budaya konsumen Gaya hidup seseorang dilihat dari
apa yang dikonsumsinya baik barang ataupun jasa Konsumsi tidak hanya
mencakup kegiatan membeli sejumlah barang atau materi seperti televisi dan
telepon genggam Akan tetapi juga mengonsumsi jasa seperti rekreasi Beberapa
contoh gaya hidup yang tampak menonjol pada saat ini adalah nge-mall hang out
fitness
44
Masyarakat konsumen dengan budaya konsumsi yang dipegangnya
melihat tujuan dan totalitas hidupnya dalam kerangka atau logika konsumsi
Eksistensinya dijalankan dan dipertahankan hanya dengan terus menerusnya
mengonsumsi berbagai tanda dan status sosial di balik komoditi Bukan hanya
dirinya saja yang mengaktualisasikan diri melalui tindakan konsumsi orang lain
juga akan dinilai menurut standar yang dipakainya Artinya eksistensi orang lain
pun akan dinilai dan diakui sesuai dengan standar status sosial yang dipegangnya
(diambil dari sumber httpblogspotcom201301pengaruh-globalisasi-terhadap-
gaya-hiduphtml diakses 03 November 2014)
Kaitan dengan pemilihan bela diri Aikido sebagai budaya yang dikonsumsi
oleh aikidoka Bali unsur-unsur spiritualisme modern pada dualisme dikotomik
Griffin (Atmadja 201085) mengatakan bahwa manusia membuat pemilihan yang
berlawanan misalnya modern berlawanan dengan tradisional sains modern
berlawanan dengan sains tradisional dan lain-lain Keberlawanan ini tidak hanya
berdikotomi tetapi yang modern selalu dianggap lebih unggul sehingga yang
tradisional harus digusur Begitu pula manusia tidak dianggap sebagai bagian dari
alam melainkan sebagai lawan dari alam Oleh karena itu mendominasi
menundukkan menguasai dan mengendalikan alam dengan menggunakan ilmu
dan teknologi modern merupakan keharusan bagi manusia
Berdasarkan paparan teori globalisasi di atas maka diduga bahwa
grobalisasi merupakan proses yang melatari terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido Bali Para aikidoka Bali sebagai individu
merupakan objek dari budaya konsumen akibat derasnya arus globalisasi Budaya
45
konsumen juga dapat diartikan sebagai budaya-budaya yang dilakukan oleh
seorang konsumen dalam hal ini para aikidoka Bali yang mengonsumsi bela diri
Aikido Adapun budaya konsumen menggunakan image tanda-tanda dan benda-
benda simbolik yang mengumpulkan mimpi-mimpi keinginan dan fantasi yang
menegaskan keautentikan romantik dan pemenuhan emosional dalam hal
menyenangkan diri sendiri bukan orang lain secara narsistik Jadi kegiatan
konsumsi juga bertujuan untuk mengidentifikasikan diri dalam kelas
sosial tertentu sekaligus membedakannya dengan kelas sosial yang lain
Grobalisasi bisa jadi tampak sebagai proses penyeragaman teknik serta
sikap dan perilaku para aikidoka Bali dengan berorientasi kepada spirit samurai
yang merupakan spirit yang diusung oleh organisasi bela diri Aikido Jepang di
Tokyo Diduga demikian karena sebagaimana telah dikemukakan dalam latar
belakang bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan bela diri Aikido di
Bali diatur oleh organisasi induknya yang berada di Jepang sebagai superordinat
pemilik budaya yang dikonsumsi oleh para aikidoka Bali
Teori globalisasi digunakan untuk memecahkan masalah pertama dan
kedua yaitu mengapa bela diri Aikido yang berasal dari Jepang bisa
dikembangkan di Bali hingga menimbulkan fenomena posrealitas dan proses
terjadinya posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali
232 Teori Relasi KuasaPengetahuan
Konsep kekuasaanpengetahuan memberi perhatian khusus kepada
dimensi relasi antara kekuasaan dan pengetahuan sehingga produksi pengetahuan
dipahami tidak lepas dari rezim kekuasaan Foucault (Barker 2014232-233)
46
Takwin (2003128) mengatakan bahwa menurut pandangan Foucault hubungan
kuasa muncul bukan hanya pada tataran negara namun juga dalam kehidupan
sehari-hari Setiap hubungan selalu merupakan usaha saling menguasai dan saling
menekan Hubungan kuasa menghasilkan cerita yang disebut discourse atau
wacana yang isinya adalah sesuatu yang tidak menggambarkan realitas
sebagaimana adanya dalam rangka menetralisasi ketertekanan para pewacana
yang bersangkutan
Berdasarkan pernyataan di atas maka diduga bahwa posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali ada hubungan kuasa antara para pihak
yang terlibat dalam kegiatan pengembangannya Hubungan kuasa antara para
pihak tersebut menghasilkan wacana yang dibangun sedemikian rupa dalam
rangka upaya masing-masing pihak menetralkan ketertekanannya
Berkenaan dengan wacana Althusser (Faruk 2002142) berpendapat
bahwa wacana adalah ideologi dalam praktik tidak ada ideologi tanpa wacana dan
tidak ada wacana tanpa ideologi Ini berarti bahwa dengan mencermati wacana
dapat diketahui ideologi yang terkait dengan wacana tersebut Althusser (Takwin
2003101) juga berpendapat bahwa setiap penindasan menimbulkan usaha pada
pihak tertindas untuk melepaskan diri Salah satu alat yang perlu ada dalam upaya
pembebasan ini adalah ideologi suatu kepercayaan yang dibangun untuk
menggerakkan kelompok yang tertindas Ketika yang tertindas bebas dan
berkuasa maka ideologi mereka bisa saja digunakan untuk menindas pihak yang
lebih lemah Berkenaan dengan hubungan kuasa Foucault sebagaimana dikatakan
Takwin (2003130) melihat pengetahuan ditentukan oleh kekuasaan sehingga
47
kebenaran merujuk kepada rdquorezim kebenaranrdquo yang sedang bertahta Upaya untuk
saling menguasai dan melepaskan diri dari penindasan bisa juga dilakukan dengan
strategi politik identitas dalam arti memakai identitas kelompok atau individu
untuk memperoleh perlakuan yang lebih adil dari kelompok atau individu lain
(Sparringa 2006) Dalam pelaksanaan strategi politik identitas tentu saja
menggunakan wacana sebagai praktik ideologi sehingga identitas dalam wacana
juga bersifat dinamis sesuai dengan ideologi dan kepentingan berbagai aktornya
pada waktu dan tempat praktik politik identitas itu dilakukan
Althusser sebagaimana dijelaskan oleh Faruk (2002137-139) juga
berpendapat bahwa untuk mengamankan hubungan antarkelas dan dengan
demikian kekuasaan dapat dipegang dalam waktu lama maka pihak kelas yang
berkuasa mengembangkan dua macam ideologi Pertama ideologi yang tampil
dengan aparat-aparat negara yang represif (repressive state apparatus RSA)
yang bekerja secara represif melalui penggunaan kekerasan (militer polisi
penjara pengadilan dan lain-lain) sebagai upaya untuk mengamankan bentuk-
bentuk sosial yang ada Kedua ideologi yang tampil dengan aparat-aparat negara
ideologis (ideological state apparatus ISA) yang bekerja tidak dengan
menggunakan kekerasan melainkan dengan memainkan ideologi danatau wacana
secara persuasif atau hegemonik Dalam konteks inilah Althuser berpandangan
bahwa tidak ada kelas yang dapat memegang kekuasaan dalam waktu lama tanpa
melakukan hegemoni atas dan dalam ISA Dikatakan demikian karena yang
mempersatukan atau yang dapat menjamin harmoni antara yang satu dengan yang
lain dalam ISA adalah ideologi yang berkuasa sebagai perekat bagi bersatunya
48
anggota-anggota masyarakat Mengacu kepada gagasan Bourdieu (Harker tt
117 Fashri 200798-99) dikatakan bahwa kesuksesan para anggota kelompok
dominan untuk melancarkan hegemoninya ditentukan juga oleh modal budaya
ekonomi sosial dan modal simbolik yang mereka miliki yaitu sesuatu yang
dihargai oleh masyarakat misalnya pemilikan benda-benda budaya dan status
sosial
Teori relasi kuasapengetahuan dalam penelitian ini digunakan untuk
memecahkan masalah ke dua yaitu bagaimana proses terjadinya posrealitas
dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Teori ini relevan karena dalam
proses pengembangan bela diri Aikido di Bali melalui relasi kuasapengetahuan
oleh Jepang diimplementasikan dalam segala bentuk latihan fisik pengembangan
dojo dan penyebaran nilai-nilai yang ada dalam bela diri Aikido
233 Teori Identitas Sosial
Tajfel menyatakan asumsi dasar teori identitas sosial dalam situs
(httpidhamputrateori-identitas-sosialwordpresscom diakses 02 Agustus 2014)
dengan kalimat sebagai berikut
(1) Kita menciptakan identitas sosial kita untuk menyederhanakan
hubungan eksternal kita (2) Lebih jauh lagi ada kebutuhan manusia untuk
memiliki rasa harga diri (self esteem and self worth) yang kita transfer ke
dalam kelompok kita sendiri (3) Kita juga menata lingkungan kita dengan
perbandingan sosial antar kelompok Konsep dalam kelompok (in groups)
dan luar kelompok (out groups) itu penting dalam analisis ini
Lebih jauh Tajfel mengemukakan bahwa dalam teori identitas sosial
seorang individu tidaklah dianggap sebagai individu secara mutlak satu dalam
kehidupannya Individu merupakan bagian dari kelompok tertentu baik disadari
maupun tidak disadari Konsep identitas sosial adalah bagaimana seseorang itu
49
secara sosial dapat didefinisikan Identitas sosial yang melekat pada seseorang
merupakan identitas positif yang ingin dipertahankan Oleh karena itu individu
yang memiliki identitas sosial positif maka wacana maupun tindakannya akan
sejalan dengan norma kelompoknya Lagi pula individu tersebut diidentifikasikan
dalam suatu kelompok Wacana dan tindakannya sepatutnya sesuai dengan
wacana dan tindakan kelompoknya
Teori identitas sosial sebenarnya berangkat dari asumsi umum sebagai
berikut
1 Setiap individu selalu berusaha untuk merawat atau meninggikan self-
esteemnya mereka berusaha untuk membentuk konsep diri yang positif
2 Kelompok atau kategori sosial dan anggota dari mereka berasosiasi
terhadap konotasi nilai positif atau negatif Identitas sosial positif atau
negatif tergantung evaluasi (yang mengacu pada konsensus sosial bahkan
pada lintas kelompok) kelompok tersebut yang memberikan kontribusi
pada identitas sosial individu
3 Evaluasi dari salah satu kelompok adalah berusaha mendeterminasikan dan
juga sebagai bahan acuan pada kelompok lain secara spesifik melalui
perbandingan sosial dalam bentuk nilai atribut atau karakteristik
Dari asumsi di atas beberapa relasi prinsip teori dapat menghasilkan hal-
hal di bawah ini
1 Individu berusaha untuk mencapai atau merawat identitas sosial yang
positif
50
2 Identitas sosial yang positif ada berdasarkan pada besarnya tingkat
perbandingan favorit in-group dengan out-group in-group pasti
mempersepsikan dirinya secara positif berbeda dari out-group
3 Ketika identitas sosial tidak memuaskan individu akan berusaha keluar
dari kelompok lalu bergabung ke dalam kelompok yang lebih positif atau
membuat kelompok mereka lebih positif
Identitas sosial sebagai teori tidak lepas dari keinginan individu untuk
memperbandingkan dirinya serta kelompoknya dengan yang lain Perbandingan
sosial digambarkan oleh Festinger (1954) sebagai teori yang bisa membimbing
seseorang untuk membandingkan dirinya dengan yang lain siapa yang serupa
dengan dirinya dan siapa yang berbeda siapa yang berada di atas dan siapa yang
berada di bawah
Setidaknya ada tiga variabel yang memengaruhi hubungan pembedaan
antar kelompok dalam situasi sosial yang nyata (Tajfel 1974 Turner 1975
dalam Hogg amp Abrams 2000) Pertama individu pasti memiliki internalisasi
kelompok mereka sebagai konsep diri mereka secara subjektif mereka pasti
mengidentifikasikan kelompok yang relevan Hal ini tidak cukup dari orang lain
saja yang mengidentifikasikan seseorang dari kelompok mana dia berasal Kedua
situasi sosial akan menciptakan perbandingan sosial yang memungkinkan
terjadinya seleksi dan evaluasi atribut relasi yang relevan Perbedaan kelompok
pada tiap-tiap daerah tidak sama secara signifikan Misalnya di Amerika
perbedaan kelompok cenderung menonjol pada perbedaan warna kulit tetapi
perbedaan warna kulit bukan sesuatu yang menonjol di Hongkong Ketiga in-
51
group tidak membandingkan dirinya pada tiap proses kognitif yang ada pada out-
group out-group pastinya dipersepsikan sebagai kelompok perbandingan yang
relevan dalam kesamaan kedekatan dan secara situasional yang menonjol
Kemudian determinasi out-group dihasilkan sebagai perbandingan terhadap
situasi yang menggambarkan sesuatu determinasi in-group (didapatkan dari
sumber httpdharmaputrawordpresscom2008teori-identitas-sosial diakses 03
Agustus 2014)
Barker (2009175-176) menyatakan bahwa meskipun identitas diri bisa
dianggap sebagai proyek seseorang sudah menjadi kebenaran sosiologis juga
bahwa manusia lahir ke dunia yang sudah ada sebelumnya Manusia belajar
menggunakan bahasa yang telah digunakan sebelum lahir dan hidup dalam
konteks hubungan sosial dengan orang lain Manusia disusun menjadi individu
melalui proses sosial yang menggunakan bahan-bahan yang bersifat sosial Secara
umum ini disebut spisialisasi atau akulturasi Tanpa akulturasi manusia tidak
akan menjadi orang sebagaimana gagasan yang dipahami dalam hidup sehari-hari
Tanpa bahasa konsep keorangan dan identitas tidak akan bisa dipahami
Menjadi orang tidak mengandung unsur transenden atau ahistoris apapun
Identitas sepenuhnya sosial dan kultural dengan alasan-alasan berikut
1 Gagasan apakah artinya menjadi orang merupakan pertanyaan kultural
Sebagai contoh individualisme merupakan penunjuk yang khas
masyarakat modern
2 Sumber-sumber yang membentuk bahan-bahan untuk proyek identitas
yaitu bahasa dan praktik kultural berwatak sosial Akibatnya arti menjadi
52
seorang perempuan anak orang Asia atau orang tua terbentuk secara
berbeda-beda tergantung kepada konteks kulturalnya
Sumber-sumber yang bisa dipakai bagi proyek identitas tergantung kepada
kekuasaan situasional yang menjadi asal kompetensi kultural dalam konteks
kultural tertentu Apakah hitam atau putih laki-laki atau perempuan Afrika atau
Amerika kaya atau miskin adalah sesuatu yang penting karena sumber-sumber
kultural yang akan dimasuki berbeda Identitas menjadi penting tidak hanya untuk
penggambaran diri tetapi juga ciri-ciri sosial
Identitas sosial terkait dengan hak kewajiban dan sanksi normatif yang
dalam masyarakat tertentu menjadi dasar penentuan peran Penggunaan ciri-ciri
baku terutama berkaitan dengan ciri umur dan gender tubuh bersifat mendasar
dalam semua masyarakat dan masih sangat banyak lagi ragam lintas-budaya yang
bisa dicatat Giddens (Barker 2009176) Persoalan identitas adalah kesamaan dan
perbedaan soal personal dan sosial soal rdquoapa yang dimiliki individu secara
bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakan satu individu
dengan orang-orang lain Weeks (Barker 2009176)
Berdasarkan uraian di atas pengembangan bela diri Aikido di Bali adalah
identitas para peserta pelatihan yang merupakan satu identitas meliputi identitas
individunya keluarganya sukunya dan kelompoknya Bagi Fromm identitas diri
dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dari identitas sosial individu dalam
konteks komunitasnya Selain menjadi makhluk individual identitas diri tidak
terlepas dari norma yang mengikat masyarakat dalam lingkungan dan peran sosial
53
yang diembannya dalam masyarakat (httpidhamputrawordpressteori-identitas-
sosialcom diakses 03 Agustus 2014)
Teori identitas sosial Hendri Tajfel digunakan secara eklektik (bersamaan)
dengan teori lainnya untuk memecahkan ketiga masalah dalam penelitian ini
Keberterimaan bela diri Aikido di Bali proses terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali yang pada akhirnya membentuk identitas
baru berupa posrealitas kebudayaan yang membentuk identitas para aikidoka Bali
baik secara individu maupun identitas sosialnya
54
24 Model Penelitian
Model penelitian ini dapat digambarkan ke dalam Bagan 21
Bagan 21
Model Penelitian
Keterangan
= memengaruhi
= saling memengaruhi
Kebudayaan Bali
Bela Diri Tradisional Bali
-Pencak Silat
-Tengklung
-Mepantigan
Kebudayaan Jepang
Bela Diri Tradisional Jepang
-Karate
-Judo
-Aikido
Proses terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Latar belakang
terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Posrealitas dalam Pengembangan
Bela Diri Aikido di Bali
Temuan
Penelitian
Implikasi
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
55
Bagan 21 dapat dijelaskan bahwa tampak kebudayaan Bali dengan
unsurnya berupa bela diri tradisional Bali seperti Pencak Silat Tengklung
Mepantigan dan beberapa bela diri lainnya Dengan adanya globalisasi
bersentuhan dengan kebudayaan Jepang dengan unsurnya berupa bela diri
tradisional Jepang seperti Karate Judo dan Aikido Khusus pada penelitian ini
adalah bela diri Jepang Aikido Persentuhan antara keduanya akibat arus
globalisasi melahirkan bela diri Aikido yang berterima dan berkembang di
sejumlah dojo di Bali yang menunjukkan adanya posrealitas Posrealitas dalam
penelitian ini merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu berupa
peniruan bagi aikidoka Bali yaitu bela diri Aikido melalui pelatihan di beberapa
dojo yang ada di Bali Kondisi posrealitas adalah kondisi yang di dalamnya
prinsip-prinsip realitas telah dilampaui dalam pengertian diambil alih oleh
substitusi-substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir Hal ini telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang apa yang disebut yang nyata (the real) Yang nyata
senyata-nyatanya berada di Jepang bela diri Aikido telah membentangkan
persoalan filosofis mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa
yang disebut nyata
Posrealitas dapat dijelaskan sebagai kondisi matinya realitas dalam
pengertian diambilalihnya posisi realitas oleh apa yang sebelumnya disebut
sebagai nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru yang
memesona yang belum pernah dialami sebelumnya
56
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru yang tidak bisa dikatakan
realitas Bali yang asli karena telah dimasuki oleh nilai baru yang berasal dari
sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang Tidak bisa juga
dikatakan realitas yang benar-benar baru karena para anggota pelatihan tetaplah
kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya
Posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali dikaji dari tiga
dimensinya yaitu (1) latar belakang terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali (2) proses terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali dan (3) implikasi pengembangan bela diri Aikido tersebut
dalam kehidupan para aikidoka Bali
Penelitian kajian budaya ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teknik
wawancara observasi dokumentasi dan studi pustaka Data dianalisis secara
eklektik dengan menggunakan teori globalisasi kuasapengetahuan identitas
sosial dan teori pendukung lainnya yang terkait dengan permasalahan yang ada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberterimaan bela diri Aikido di Bali
dilatarbelakangi oleh beberapa ideologi yaitu dualisme kultural paternalisme
pasar citra dan multikulturalisme Proses pengembangan bela diri di beberapa
dojo yang ada di Bali meliputi tahap pengenalan pendirian organisasi
pengembangan tempat pelatihan dan tahap pengembangan mutu Semuanya
berorientasi kepada tempat pelatihan induk bela diri Aikido (Honbu Dojo) yang
berada di Tokyo-Jepang Pengembangan bela diri Aikido di Bali menimbulkan
57
implikasi pada para aikidoka Bali termasuk terbentuknya identitas baru dalam
masyarakat Bali
Melalui penelitian ini ditemukan paradigma baru bahwa di balik kekuatan
budaya Bali yang sedang berlangsung dalam segala lini kehidupan terdapat sikap
orang Bali yang terbuka terhadap kebudayaan asing khususnya bela diri asal
Jepang yaitu bela diri Aikido Terkait dengan bela diri Aikido yang sedang
ditekuni oleh beberapa komunitas di Bali ternyata ada berbagai hal yang
mendukung keberterimaannya Adanya kegayutan nilai-nilai budaya antara
kebudayaan Bali dan kebudayaan Jepang terkait keberadaan bela diri Aikido yang
berterima di beberapa komunitas pelatihan di Bali sehingga hal ini disebut sebagai
multikulturalisme
22
teknik diperagakan oleh peraga yang juga peserta bela diri Aikido Hal itu
ditampilkan melalui foto disertai keterangan postur yang benar dan yang salah
sehingga buku ini dijadikan pegangan dalam mempelajari teknik bela diri Aikido
yang standarnya ditetapkan oleh dojo pusat di seluruh dunia yang berada di
Tokyo-Jepang Pada bagian akhir dari buku yang ditulis oleh Ueshiba Moriteru
ditampilkan cara-cara menghadapi serangan lawan mematahkan serangan
tersebut melumpuhkan dan mengontrol lawan dengan beberapa jenis kuncian
sehingga lawan tidak bisa bergerak tetapi tidak mencederainya Buku yang ditulis
oleh Ueshiba Moriteru ini juga dijadikan sumber inspirasi terutama dalam
memahami istilah-istilah teknis yang terkait dengan bela diri Aikido
Diah Madubrangti (2004) menulis disertasi dengan judul ldquoMakna Festival
Olahraga (Undoukai) sebagai Kegiatan Kompetitif bagi Pembentukan
Kepribadian Anak Melalui Pendidikan Sekolah di Jepangrdquo Hasil penelitian Diah
menggambarkan implementasi spirit samurai sehingga menarik untuk dicermati
karena spirit samurai juga diusung dalam olahraga bela diri Aikido Disertasi Diah
menggambarkan spirit samurai yang menekankan pentingnya sikap pantang
menyerah kegigihan menghargai orang lain menghormati guru dan berlatih
secara terus menerus Ulasan dalam disertasi tersebut juga mengenai undoukai
yang dipandang berfungsi penting dalam pembentukan karakter anak-anak Jepang
sehingga tercermin pada sikap dan perilaku individu-individu anak Jepang dalam
kehidupan kesehariannya
Walaupun sama-sama membahas kegiatan olahraga yang berspirit samurai
judul dan masalah penelitian ini berbeda dengan judul dan masalah penelitian
Diah Diah menitikberatkan kegiatan undoukai sebagai salah satu aktivitas anak-
23
anak Jepang dan tempat kegiatan di Jepang olahraganya bukan bela diri dan
dilakukan oleh orang asli Jepang sehingga hal ini merupakan kegiatan
yang rdquorealitasrdquo bukan rdquoposrealitasrdquo Dalam penelitian ini fokusnya adalah
kegiatan latihan bela diri Aikido di Bali yang bernuansa posrealitas
Mugi Raharja (2013) menulis disertasi dengan judul ldquoRepresentasi
Posrealitas Desain Gedung Pusat Pemerintahan Kabupaten Badungrdquo Dalam
disertasi tersebut diungkapkan bahwa pengkajian terhadap bentuk representasi
posrealitas desain Gedung Puspem Badung dihasilkan oleh pencitraan kronoskopi
sebagai simulasi ruang dan waktu secara virtual di layar komputer yang
dilengkapi citra gerak Adanya citra gerak ini menyebabkan seseorang yang
melihat simulasi desain Gedung Puspem Badung dapat mengalami waktu dan
merasakan ruang secara virtual Kemudian simulasi diwujudkan menjadi fakta
sebagai realitas dapat mempresentasikan pencitraan terhadap Pemerintah Daerah
Badung merepresentasikan desain hibrid dan representasi semiotisasi desain
Pencitraan terhadap Pemda Badung merupakan pencampuran dari fakta sebagai
realitas dengan realitas semu atau citra Proses dekonstruksi representasi
posrealitas desain gedung Puspem Badung merepresentasikan terjadinya
dekonstruksi ruang dan kekuasaan Representasi posrealitas desain gedung
Puspem Badung menyiratkan makna politik ekonomi budaya ilmu pengetahuan
teknologi dan seni
Ulasan dalam disertasi Mugi Raharja sebagaimana dipaparkan di atas
dapat dipakai sebagai sumber inspirasi dalam mengimplementasikan konsep
posrealitas yaitu terlampauinya prinsip-prinsip realitas yang diambil alih oleh
24
substitusi-substitusi yang diciptakan secara artifisal melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir yang telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang ldquoyang nyatardquo atau the real Disertasi Mugi
menyoroti fenomena posrealitas namun dalam konteks desain gedung sedangkan
penelitian ini menyoroti posrealitas dalam konteks pengembangan bela diri Aikido
di Bali
22 Konsep
Pengertian istilah-istilah penting yang tertera pada judul dan rumusan
masalah penelitian ini perlu dijelaskan secara konsepsional agar pelaksanaan
penelitian terarah Secara garis besar ada tiga unit istilah penting yang perlu
dijelaskan pengertiannya yaitu (1) posrealitas (2) spirit hidup samurai dan (3)
pengembangan bela diri Aikido di Bali
221 Posrealitas
Baudrillard (Kushendadewi 2019) menjelaskan bahwa kini realitas
merupakan sesuatu yang dapat disimulasikan direkayasa sedemikian rupa melalui
relasi tanda citra dan kode Semuanya tampak dapat ditangkap oleh panca indera
tetapi tidak memiliki eksistensi substansial Celakanya rekaan-rekaan tersebut
sebagai citraan simulasi bahkan diterima sebagai suatu realitas Dalam situasi
demikian terjadi obesitas (kegemukan) informasi dalam diri massa Obesitas
inilah yang menyebabkan terjadinya implosi (kecenderungan fenomena meledak
ke pusat ke dalam yang dapat menghancurkan dirinya sendiri)
Posrealitas merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu
tetapi karena proses pemanipulasian maka realitas buatan itu terputus
25
hubungannya dengan realitas aslinya Hiperrealitas yang berkembang melalui
proses simulasi mengikuti perkembangan ataupun revolusi hukum nilai Revolusi
tersebut mengakibatkan hanya pertukaran simbolis dan yang tertinggal adalah
hiperrealitas yakni tanda-tanda simbolis yang saling dipertukarkan petanda atau
maknanya dicari dalam relasi tanda tersebut dengan tanda lainnya dalam sistem
tanda
Secara singkat bisa dikemukakan bahwa posrealitas merupakan hasil dari
simulasi Media massa sangat berpengaruh dalam proses simulasi tersebut dengan
demikian media massa juga sangat berpengaruh dalam pembentukan hiperrealitas
Media massa yang dimaksud adalah media massa sebagai isi atau pesan yang
disampaikan dan media massa sebagai bentuk atau teknologi dan sistem kerjanya (
Kushendrawati 2011101)
Terbentuknya sebuah dunia baru sebagai akibat perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi mutakhir di dalamnya tercipta berbagai definisi dan
pemahaman baru mengenai apa yang disebut realitas Di dalamnya juga
dilukiskan metamorfosis yang dialami oleh manusia yang disebut kondisi realitas
ke arah kondisi posrealitas (post-reality) Kondisi posrealitas adalah kondisi yang
di dalamnya prinsip-prinsip realitas telah dilampaui diambil alih oleh substitusi-
substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu pengetahuan
teknologi dan seni mutakhir yang telah menghancurkan asumsi-asumsi
konvensional tentang kenyataan (the real)
Perkembangan dunia posrealitas telah membentangkan persoalan filosofis
mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa yang disebut yang
nyata Pertama ada persoalan terminologis Awalan pos pada istilah posrealitas
26
(post-reality) sesungguhnya menawarkan ruang tafsiran yang terbuka dan bersifat
polisemi Istilah pos di sini dapat diartikan sebagai penentangan terhadap
pemisahan dari keterputusan dan (discontinuity) persimpangan dari (rupture)
titik balik dari melewati atau melampaui realitas (hyper) Meskipun demikian
awalan pos pada istilah posrealitas digunakan dalam pengertian yang khusus
yaitu sebagai padanan dari kata hiper (hyper) yang digunakan oleh Jean
Baudrillard untuk menjelaskan kondisi yang disebutnya melampaui realitas
(hyper-reality)
Posrealitas adalah kondisi matinya realitas diambilalihnya posisi realitas
oleh nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru mempesona
yang belum pernah dialami sebelumnya Namun dunia realitas artifisial banyak
merenggut dunia realitas alamiah seperti kedekatan manusia dengan aura
keaslian dan eksotisme alam warisan luhur kebudayaan serta kekuatan spiritual
yang merupakan magnet dunia kehidupan Ketika realitas alamiah telah lenyap
dan diambil alih oleh berbagai realitas yang artifisial manusia terkurung dalam
perangkap dunia artifisialitas yang serba permukaan imanen dan dangkal serta
tidak mampu menemukan jalan kembali ke arah realitas alamiah kekayaan
kultural dan kedalaman pengalaman transendental (Piliang 200954-55)
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dengan terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru Realitas tersebut tidak bisa
27
dikatakan realitas Bali yang se asli-aslinya karena telah dimasuki nilai baru yang
berasal dari sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang
Realitas itu juga tidak bisa dikatakan realitas yang baru karena para aikidoka Bali
tetaplah kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya Berdasarkan
pengertian posrealitas di atas maka secara operasional posrealitas dalam
penelitian ini dikonsepsikan sebagai pengambilalihan posisi seni bela diri
tradisional Bali seperti Tengklung Setembak dan lain-lain oleh bela diri Jepang
yaitu bela diri Aikido
222 Spirit Hidup Samurai
Asal kaum samurai dimulai pada keluarga Yamato yang muncul sebagai
klan terkuat di Jepang pada abad ketujuh masehi Kata samurai berarti ldquoorang
yang melayanirdquo dan kata itu diberikan kepada mereka yang lahir pada keluarga
terhormat dan ditugaskan untuk menjaga anggota keluarga kekaisaran Falsafah
pengabdian ini adalah akar dari keningratan kaum samurai baik dalam tatanan
sosial maupun spiritual (Kitami 2013xii)
Asal-usul kelas samurai (Shigesuke 1999ix) adalah spesialisasi dari
kalangan aristokrat Secara umum kalangan kelas atas yang berpoligami biasanya
menghasilkan lebih banyak anak yang bisa terserap ke dalam level yang sama di
dalam masyarakat Aturan tentang hak waris lebih jauh menetapkan bahwa
hanya satu putra yang secara penuh mewarisi semua keistimewaan yang dimiliki
ayahnya Faktor-faktor ini menciptakan tekanan sosial dan natural menuju
diferensiasi dalam pola-pola karier dari anak keturunan kelas-kelas atas ini
28
Sebagaimana di Eropa di Jepang dan di tempat lain dari ayah-ayah
birokrat yang tidak mewarisi keistimewaan paternal inilah yang menjadi prajurit
perang atau pengelola kuil atau biara Kedua spesialisasi ini dibentuk untuk
proteksi terhadap negara para pasukan perang era kuno ini semula disebut
ldquosamurairdquo atau terjemahan kasarnya adalah ldquopembanturdquo karena mereka
membentuk pasukan bersenjata untuk membantu aristokrasi Pada saat para
samurai ini mengambil alih kekuasaan negara dari tangan aristokrat sebagai salah
satu kelas independen salah satu cara mereka memanifestasikan status dan
martabat baru mereka Mereka menjauhkan diri dari label samurai sekedar
ldquopembanturdquo kemudian menyebut diri mereka sebagai bushi「武士」yang berarti
kesatria
Spirit hidup samurai disebut sebagai bushido「武士道」 adalah etika
yang dianut oleh para samurai Walaupun istilah tersebut baru digunakan pada
zaman Edo (1603-1868) konsep bushido telah terbentuk sejak zaman Kamakura
(1185-1333) yang berkembang dari adopsi neo-konfusianisme pada zaman Edo
hingga menjadi landasan moralitas nasional pasca restorasi Meiji (1868-1912)
Bushido tidak hanya meliputi semangat bela diri dan keterampilan menggunakan
senjata tetapi juga loyalitas absolut pada tuannya rasa yang kuat atas kehormatan
pribadi pengabdian pada tugas dan keberanian bahkan jika diperlukan
pengorbanan nyawa dalam pertempuran dan ritual (Davies amp Ikeno 2014 41)
Etika bushido (Shigesuke 199930-31) mensyaratkan ada tiga hal yang
dipertimbangkan yang esensial yaitu kesetiaan tugas dan keberanian Hal
tersebut memuat tentang kesatria yang bekerja dengan kesetiaan tinggi kesatria
29
yang bisa dipercaya dalam mengemban tugas kesatria yang kuat dan pemberani
Prajurit yang memiliki kombinasi tiga sosok baik kesetiaan pengembanan tugas
dan keberanian bisa dipertimbangkan sebagai kesatria dengan orde tertinggi
Secara umum keberanian bukanlah sesuatu yang tidak hanya tampak pada
saat seseorang mengenakan baju besi mengangkat senjata lalu bertempur dalam
peperangan Perbedaan antara sikap berani dan sikap pengecut sudah tampak
dalam kehidupan sehari-hari meski tidak ada perang Seseorang yang pemberani
akan menunjukkan loyalitas dan kasih sayang kepada majikannya dan orang
tuanya Jika ada waktu luang ia akan mempelajari literatur dan terus berlatih bela
diri Ia menghindari kemewahan personal tidak berfoya-foya Ia juga tidak tamak
dan membelanjakan uang apabila diperlukan
Spirit samurai yang mengalir dalam bela diri Aikido beberapa di
antaranya adalah spirit keberanian kesabaran kegagahan dan ketenangan dalam
menghadapi masalah Hal ini diungkapkan oleh Nitobe (200468) sebagai berikut
勇気我慢大胆だいたん
自若じじゃく
勇猛ゆうもう
などの心性しんせい
は少年武士の心に最も強く
訴うった
えられ実例じつれい
を模範も は ん
として幼おさな
いときから訓練され励はげ
みとされたい
わば最も人気のある徳性とくせい
であった彼らは母親のふところに抱かれた
幼児よ う じ
のころから軍記ぐ ん き
物語ものがた
りをくり返し聞かされもし何か苦痛く つ う
なことが
あって泣き出したりすれば「これくらいのことで泣くとはなんて臆病おくびょう
なんでしょう」と母親に叱しか
られ「もし戦場せんじょう
に出て腕うで
を切られるよう
なことがあったらどうしますかもし切腹せっぷく
を命めい
じられたときはどうし
ますか」と励はげ
まされた
Jiwa seperti keberanian kesabaran kegagahan ketenangan dalam menghadapi
bahaya keliaran dan sebagainya paling kental berpengaruh pada hati para kesatria
remaja Sejak masih kecil mereka ditanamkan jiwa-jiwa tersebut dengan contoh
nyata dan dilatih agar memilikinya yang dijadikan sumber semangatnya Sejak
masa balitanya yang masih dalam pangkuan ibunya mereka berulang kali
diceritakan dongeng kesatria dan pertempuran jika ada yang menangis karena
terjadi sesuatu yang menyedihkan dalam cerita tersebut maka ia dimarahi ibunya
dengan perkataan ldquoBetapa penakutnya engkau sampai menangis gara-gara hal
30
sepele ini rdquo Mereka pun disemangati dengan kata-kata ldquoBagaimana kalau maju
ke medan perang dan lenganmu terpotong Bagaimana kalau disuruh seppuku
(Harakiri) rdquo
Spirit samurai lainnya dalam bela diri Aikido adalah berlatih tiada henti
karena dalam berlatih bela diri Aikido tidak ada kata ldquotamatlulusrdquo Bagi aikidoka
hanya ada kata ldquoterus berlatihrdquo meskipun ada tingkatan dari sebelum menyandang
sabuk hitam (Kyuu) sampai dengan tingkatan sabuk hitam (Dan) Namun sampai
saat ini belum ada aikidoka yang bisa mencapai tingkatan paling tinggi dalam bela
diri Aikido (Dan X) bahkan ada beberapa guru (sensei) yang sudah berlatih bela
diri Aikido sampai selama 50 tahun
Berlatih terus menerus tanpa henti diungkapkan oleh guru besar pendiri
bela diri Aikido Morihei Ueshiba dalam buku Jurnal Demontrasi Aikido ke-40
(20037) bahwa
合気道あいきどう
の稽古け い こ
に終お
わりはありません稽古をはじめたら根気こ ん き
よく続つづ
けるこ
とですうまずたゆまず求もと
めてください稽古を続けることが進歩し ん ぽ
への
第一歩だいいちほ
であり稽古の大切たいせつ
な一面いちめん
でもあるのです
Latihan Aikido tidak ada akhirnya Kalau anda sudah mulai latihan janganlah
pernah berhenti Carilah ilmu dengan pantang menyerah Berlatih terus menerus
tanpa henti adalah langkah pertama untuk menuju kemajuan sekaligus satu sisi
yang sangat penting dalam keseluruhan latihan
Lebih lanjut Ueshiba (The Art of Peace 199285) mengatakan
Life itself is always a trial In training you must test and polish yourself in order
to face the great challenges of life Transcend the realm of life and death and
then you will be able to make your way calmly and safely through any crisis that
confronts to you
Kehidupan itu selalu merupakan suatu percobaan Dalam berlatih engkau harus
mengetes dan menghaluskan dirimu untuk berhadapan dengan tantangan
kehidupan yang besar Lampauilah dunia kehidupan dan kematian dan kemudian
anda akan bisa membuat jalan anda dengan tenang dan aman sepanjang krisis
yang anda hadapi
31
Spirit samurai yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagaimana para
aikidoka Bali bersikap dalam kehidupan berlatih bela diri Aikido dan dalam
kehidupan sehari-hari berlandaskan kepada jiwa total dalam mengerjakan sesuatu
Total dalam mengabdi terhadap kewajiban dalam kesetiaan dan dalam segala hal
Merasakan kehidupan dalam tiap nafas berarti hidup yang sebenar-benarnya
Bushido mengajarkan untuk merasakan setiap nafas yang dihirup Setiap detik
hidup ini harus dijalani dengan sungguh-sungguh Segala bidang yang ditekuni
harus dijalani dengan segenap jiwa raga
223 Pengembangan Bela Diri Aikido di Bali
Pengembangan bela diri Aikido di Bali tidak bisa lepas dari sejarah awal
pelatihan tahun 1995 di Dojo Samurai kawasan Renon Denpasar Pada saat
pertama berlatih bela diri Aikido para peserta kebanyakan pada mulanya adalah
pengikut bela diri Karate Pencak Silat dan bela diri lainnya Setelah aktivitas
pelatihan berlangsung dua tahun tepatnya 07 Mei 1997 terbentuk induk organisasi
bela diri Aikido di Bali (Bari Aikikai) Setelah itu tumbuh dojo-dojo lainnya di
Bali sebagai tempat berlatih seperti Dojo Dirgahayu di Desa Sumerta Kaja Dojo
Aora di Kuta dan Dojo Kami di Jimbaran Badung
Layaknya sebuah organisasi sosial organisasi bela diri Aikido sebagai
objek yang berkembang dengan sosiologi fungsional dipandang sebagai
hubungan sosial yang berkontribusi kepada entitas yang menjadi bagian di
dalamnya Dalam analisis fungsional terhadap organisasi elemen-elemen
organisasi dipandang memiliki kontribusi kepada integritas organisasi secara
keseluruhan Sejak awal para analis terkemuka menyadari bahwa di dalam
32
organisasi formal melekat praktik kekuasaan yang terutama dibentuk oleh
otoritas Hal tersebut memicu penolakan kelompok-kelompok yang ada dalam
organisasi sehingga organisasi tidak dapat berfungsi sebagaimana yang
diharapkan Oleh sebab itu para analis sistem meyakini bahwa organisasi sering
kali berfungsi secara suboptimal Para teoretisi konflik dengan menggunakan
konsep Marxian dan neo-Weberian menarik kesimpulan yang lebih ekstrem
Sebagian merespons kritik dan sebagian lagi sebagai proses pengembangan Arus
utama studi organisasi mulai meyakini bahwa perbedaan antara organisasi
kontemporer dengan tipe-tipe kelembagaan yang lain dapat diperluas Irasionalitas
dan penampilan yang suboptimal merupakan karakter normal organisasi
Walaupun memahami organisasi dari sisi penampilannya masih tampak umum
sekarang muncul kesadaran akan implikasi pendekatan tersebut dan kerelaan
untuk mempertimbangkan perspektif lain Organisasi sekarang dipahami sebagai
aktivitas dan sebagai objek
Arus utama analisis organisasi mendefinisikan dirinya dalam kerangka
kelembagaan yang berbeda dalam prinsip dengan yang ada dalam masyarakat
tradisional Ada perkembangan pemahaman yang penting yakni organisasi formal
bukan merupakan batas bagi organisasi Melalui beragam inspirasi intelektual
seperti etnometodologi dan fenomenologi perspektif baru terhadap organisasi
menjadi pusat perhatian Unsur penting itu tampak dalam era organisasi virtual
Organisasi tidak pernah nyata terbentuk sebagaimana dalam pengertian seluruh
partisipan dalam organisasi bertemu dalam suatu tempat dalam satu waktu
33
Sebagaimana dinyatakan oleh Robert Cooper Dalam pengertian mendasarnya
organisasi adalah penertiban terhadap yang tidak tertibrdquo (Scott 2011190-191)
Seperti halnya mesin yang terangkai dari berbagai komponen yang saling
terkait Tripomo (201412-14) menyatakan bahwa organisasi juga merupakan
rangkaian komponen berupa orang-orang yang saling berinteraksi satu dengan
yang lain Namun organisasi tidak sama dengan mesin karena organisasi
merupakan kesatuan sosial hubungan antara satu orang dengan orang yang lain
tidak hanya bersifat rasional dan mekanistik Menurut kodratnya manusia adalah
makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat karena manusia selalu hidup bersama
dengan manusia lainnya sebagai kesatuan sosial
Kesatuan sosial adalah kelompok individu yang saling berhubungan dan
memengaruhi karena memiliki keterikatan nilai budaya aturan emosi dan
perantugas Keterikatan sosial sering kali tidak memperhitungkan kalkulasi
untung rugi rasionalfinansial Sebagai kesatuan sosial urusan rasa selera
keadilan dan solidaritas menjadi penting serta ukuran benar dan salah menjadi
tidak bersifat mutlak Pendapat keputusan reaksi seseorang tidak mutlak rasional
tetapi dipengaruhi oleh hubungan manusia dalam kesatuan sosial
Organisasi sebagai kesatuan sosial memiliki sifat saling terkait yang lebih
rumit daripada rangkaian mesin Dengan memencet tombol offrdquo pada saat jam
kerja berakhir maka mesin mati dan interaksi antar bagian-bagian mesin terhenti
Apakah interaksi antar orang berhenti Jawabannya tidak Setelah selesai jam
kerja orang-orang masih berhubungan satu sama lain bahkan setelah pensiunpun
orang masih berinteraksi satu sama lain Seorang anak yang tidak memiliki
34
keterkaitan dalam organisasi bisa memengaruhi keputusan karena bapaknya
pejabat Orang-orang yang pindah partai seperti kutu loncatpun tidak akan bisa
melepaskan relasinya dengan orang-orang di partai yang ia tinggalkan Inilah
keunikan organisasi sebagai kesatuan sosial
Organisasi yang berisi kumpulan manusia jelas berbeda dengan mesin yang
berisi kumpulan onderdil Organisasi adalah kesatuan dari individu-individu yang
dikoordinasikan secara sadar untuk mencapai tujuan tertentu Bagaimana interaksi
di antara individu-individu dalam organisasi diatur oleh sebuah sistem yang
disebut struktur organisasi Struktur organisasi ibarat otak otot dan syaraf yang
mengkoordinasikan kerja organ indera dan anggota tubuh manusia
Bela diri Aikido di Indonesia tidak sepopuler Karate Kempo ataupun Judo
tetapi bela diri Aikido masuk ke Indonesia dalam waktu yang bersamaan dari
Jepang Ketidakpopuleran bela diri Aikido disebabkan oleh tidak adanya sistem
pertandingan sebagaimana yang ada dalam bela diri lainnya Oleh karena itu bela
diri Aikido hanya disebarkan melalui pembicaraan-pembicaraan saja Baru tahun
1984 mulai dipikirkan pengembangannya dengan membentuk organisasi bela diri
Sejak saat itu media elektronik dan cetak mulai memperkenalkannya dengan
metode atau peragaan (embukai)
Pada tahun 1993 didirikan yayasan Keluarga Bela Diri Aikido Indonesia
(KBAI) oleh sensei Ferdiansyah Secara umum perguruan ini berafiliasi kepada
pusat organisasi bela diri Aikido di Jepang (Honbu Aikikai) Dalam pertaliannya
dengan induk organisasi KBAI melaksanakan program kunjungan tahunan dari
para instrukstur pusat Aikikai - Jepang KBAI mengembangkan perguruannya
35
dalam bentuk tempat-tempat latihan umum atau club-club Pengembangan club-
club banyak dilakukan pada instansi dan perusahaan perguruan tinggi dan
sekolah
Secara tahunan atau dua tahunan KBAI mengadakan program kunjungan
instruktur dari Jepang sebagai motivator anggotanya dalam berlatih Secara
berkala pula dilakukan ujian kenaikan tingkat yang dilakukan empat bulan sekali
Secara umum KBAI mengembangkan perguruannya dengan hati-hati dengan
menjaga mutu teknis dan operasionalnya (diambil dari sumber httpkbaitripod
comhal_kbaihtm diakses 03 November 2014)
Organisasi bela diri Aikido di Bali dikonsepsikan sebagai organisasi sosial
yang ada di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung Organisasi tersebut pada
penelitian ini secara keseluruhan berjumlah empat unit yang terhimpun ke dalam
satu organisasi induknya bernama Bari Aikikai「バリ合気会」 Keempat
organisasi yang tergabung ke dalam organisasi induknya ini adalah (1) Dojo
Samurai di Renon Denpasar (2) Dojo Dirgahayu di Desa Sumerta Kaja
Denpasar (3) Dojo Aora di Kuta Badung dan (4) Dojo Kami di Jimbaran
Badung Masing-masing organisasi mempunyai pengelola dojo bagian keuangan
dan pelatih
Dari uraian di atas tampak bahwa pengembangan bela diri Aikido di Bali
baik dari permulaan kemunculannya maupun selanjutnya ditopang oleh sistem
organisasi yang teratur memiliki struktur dan orang-orang yang duduk sesuai
fungsinya sehingga pengembangannya bisa terarah Pengembangan bela diri
Aikido di Bali dalam penelitian ini adalah proses setiap tahapan dilalui dengan
36
posrealitas kebudayaan sampai terjadinya implikasi bela diri Aikido ini berupa
identitas baru bagi para aikidoka Bali Kenyataan ini disebabkan oleh pelatihan
bela diri Aikido yang berkelanjutan dan dalam rentang waktu yang lama dan
membentuk aikidoka Bali sebagai manusia baru yang memiliki rdquolabelrdquo berbeda
dengan manusia Bali pada umumnya
23 Landasan Teoretis
Ada tiga teori yang relevan untuk diacu dalam penelitian ini yaitu teori
globalisasi teori relasi kuasapengetahuan dan teori identitas sosial Ketiga teori
ini digunakan secara eklektik seperti yang biasa digunakan dalam kajian budaya
Hal ini sesuai dengan pendapat Sanderson (Minawati 200936) bahwa eklektisme
merupakan suatu cara pandang yang mengatakan bahwa berbagai strategi teoretis
harus digunakan secara kombinasi agar diperoleh penjelasan yang dapat diterima
231 Teori Globalisasi
Globalisasi adalah ldquopenyebaran kebiasaan-kebiasaan yang mendunia
ekspansi hubungan yang melintasi benua organisasi dari kehidupan sosial pada
skala global dan pertumbuhan dari sebuah kesadaran global bersamardquo Ritzer
(200696) Membaca definisi ini tampaklah bahwa globalisasi mempunyai
cakupan yang luas Cakupan globalisasi yang luas itu secara lebih jelas dapat
dilihat dengan mencermati gagasan Appadurai sebagaimana dikutip oleh Steger
(200658) bahwa ada lima dimensi konseptual atau ldquolandscaperdquo yang dibentuk
dan sekaligus merupakan ciri-ciri arus budaya global Kelima ldquolandscaperdquo
danatau ciri arus budaya global itu adalah sebagai berikut
37
1 Ethnoscapes adalah perpindahan penduduk dari satu negara ke negara lain
seperti wisatawan imigran pengungsi dan tenaga kerja
2 Technoscape mengacu kepada perkembangan teknologi yang kini
mengalir dengan kecepatan tinggi menembus batas-batas negara
3 Mediascape mengacu kepada kemampuan elektronik untuk menyebarkan
informasi ke berbagai belahan dunia
4 Finanscape adalah aspek finansial atau uang yang sulit diprediksi dalam
era globalisasi
5 Ideoscape terkait dengan masalah politik seperti kebebasan demokrasi
kedaulatan kesejahteraan hak seseorang ideologi-ideologi negara dan
gerakan sosial
Globalisasi dengan ciri-cirinya yang demikian itu telah mengakibatkan
dunia seakan-akan tidak lagi dibatasi oleh tembok-tembok penyekat yang
memisahkan negara yang satu dengan negara yang lain (Ardika 200713)
Dengan kata lain garis-garis batas budaya nasional ekonomi nasional dan
wilayah nasional semakin kabur (Hirst dan Thompson 19911) Sejalan dengan
proses itu tampaknya perubahan pada berbagai aspek kehidupan masyarakat
dan budayanya sebagai dampak globalisasi sulit dihindari sehingga kini tidak
jarang realita kehidupan sosial budaya telah jauh berbeda dengan realitanya di
masa lampau
Globalisasi tidak begitu saja dapat menyebabkan perubahan budaya suatu
masyarakat tanpa reaksi masyarakat yang bersangkutan karena sebagaimana
dikemukakan oleh Ardika (200715) bahwa pengaruh budaya global juga dapat
38
menimbulkan hasrat untuk menegaskan keunikan kultur sendiri Dalam konteks
inilah di kalangan para ahli berkembang dua macam pandangan dasar dalam teori
globalisasi Pertama memandang globalisasi menimbulkan grobalisasi Kedua
memandang globalisasi menimbulkan glokalisasi Pandangan grobalisasi
menekankan semakin meningkatnya kemampuan organisasi-organisasi dan
negara-negara modern di seluruh dunia yang sebagian besar bersifat kapitalistik
untuk meningkatkan kekuasaan mereka dan menjangkau dunia (Ritzer 200699)
Sebaliknya pandangan glokalisasi sebagaimana dijelaskan oleh Steger (200657)
merupakan interaksi yang kompleks antara global dan lokal yang bercirikan
peminjaman budaya Lebih lanjut pandangan grobalisasi menekankan terjadinya
penyeragaman atau homogenisasi versus pandangan glokalisasi yang menekankan
terjadinya heterogenisasi atau penganekaragaman budaya masyarakat yang
merupakan percampuran antara yang global dan yang lokal (Ritzer 2006104
Steger 200657)
Terjadinya glokalisasi yang menghasilkan budaya campuran tidak lepas
dari adanya orang-orang yang bermaksud menentang globalisasi khususnya
grobalisasi Cara mereka dengan mendukung dan bersekutu dengan glokalisasi
sebagai bentuk globalisasi yang lain namun mereka tetap mengadopsi budaya
global yang telah berpengaruh kuat sehingga timbul budaya campuran (Ritzer
2006229) Gagasan ini tampak penting untuk dirujuk dalam penelitian ini karena
relevan dengan fokus kajian budaya sebagaimana dikatakan oleh Suastika
(200731) bahwa fokus kajian budaya terletak pada persoalan bagaimana praktik
39
budaya memungkinkan berbagai budaya dan kelas berjuang melawan dominasi
budaya
Upaya orang-orang yang hendak menentang grobalisasi melalui glokalisasi
seperti itu identik dengan revitalisasi budaya mereka Dikatakan identik karena
sebagaimana dikemukakan oleh Adas (1988XIII) bahwa selain berjuang untuk
menghidupkan kembali adat tradisional atau kepercayaannya para partisipan
gerakan revitalisasi budaya juga bisa dirasuki oleh keinginan memperoleh barang-
barang asing dan mencontoh bentuk organisasi dan tingkah laku asing Barang
maupun organisasi dan tingkah laku asing bisa dilihat sebagai budaya global yang
masuk melalui proses globalisasi yang telah berpengaruh kuat kepada masyarakat
bersangkutan Sebagaimana dikemukakan oleh Ritzer (200699-100) bahwa sesuai
dengan penekanan teori Max Weber dan teori Karl Marx kekuatan pendorong
utama grobalisasi adalah rasionalisasi dan kebutuhan untuk memperlihatkan
kemampuan memperoleh keuntungan melalui imperialisme dan hegemoni Oleh
karena itu tidak tertutup kemungkinan bahwa untuk menghidupkan kembali adat
tradisional pendorong globalisasi seperti itu berlaku juga bagi masyarakat yang
melakukan revitalisasi budaya sebagai suatu gerakan sosial
Berkenaan dengan motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku dalam
konteks gerakan sosial teori rasionalitas mengasumsikan bahwa setiap manusia
pada dasarnya rasional dengan selalu mempertimbangkan prinsip efisiensi dan
efektivitas dalam melakukan setiap tindakan termasuk tindakan dalam melakukan
gerakan sosial (Basrowi dan Sukidin 2003 dan Mustain 2007) Sementara itu
teori ldquotindakan individu yang rasionalrdquo menyatakan bahwa individu-individu
40
dalam kehidupan bermasyarakat memiliki pertimbangan rasional dan kesadaran
akan adanya keuntungan yang dapat diperoleh melalui tindakan-tindakannya
(Yunita 1986) Demikian juga ldquoteori insentif selektifrdquo menjelaskan bahwa
keikutsertaan seseorang dalam suatu gerakan sosial banyak dipengaruhi oleh jenis
bentuk dan isi harapan-harapan yang akan menguntungkan insentif selektif
(Mustain 200749) Dengan demikian motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku
dalam gerakan sosial bersifat materialistik atau ekonomistik yang mencerminkan
karakter ideologi pasar Mengikuti pendapat Habermas (Thompson 2007)
motivasi dan prinsip-prinsip gerakan sosial menunjukkan ldquorasio instrumentalrdquo
dalam arti objek-objek dalam gerakan sosial dilihat dan diperlakukan sebagai alat
untuk memenuhi kepentingan yang bernuansa ideologi pasar
Foucault (Adlin 20065) melukiskan manusia postmodern yang terserap
ke dalam discourse sedang Jean Baudrillard melukiskan manusia postmodern
yang terhisap ke dalam dunia objek yang di dalamnya ia mempunyai peran
minimalis dalam menentukan objek itu tetapi sebaliknya dibentuk olehnya Ada
sekelompok elit yang memproduksi objek-objek tetapi mayoritas manusia
menjadi konsumen objek-objek Mereka tidak sekedar manusia konsumen tetapi
manusia dengan konsep diri dan subjektivitas yang dibentuk atau didefinisikan
berdasarkan kepemilikan objek-objek Di dalam dunia yang dikuasai objek
eksistensi manusia ditentukan oleh kepemilikan objek Manusia terserap ke dalam
logika objek ke dalam irama pergantian bentuk gaya dan citranya Manusia
mempunyai hasrat tetapi kini objek yang (aktif) merayu manusia Objek yang
menjadi pusat dunia bukan subjek (cogito) seperti yang dikatakan Descartes
41
Rayuan objek mendahului hasrat Objek yang memproduksi hasrat bukan hasrat
yang memproduksi objek Kekuasaan subjek telah dijungkirbalikkan dan yang
tersisa adalah subjek yang rapuh rentan dan tidak berdaya yang hanya dapat
secara pasif berhasrat sementara objek yang aktif merayunya Dalam kerapuhan
kerentanan dan ketidakberdayaannya subjek harus menyesuaikan diri dengan
objek-objek bukan objek yang menyesuaikan subjek Kemudian tercipta
paradoks karena kedaulatan subjek tidak dapat lagi dipertahankan dan satu-
satunya kedaulatan yang ada adalah kedaulatan objek Satu-satunya strategi yang
tersedia adalah strategi objek Subjek lenyap di dalam horizon objek-objek inilah
strategi fatal
Tiga perspektif utama budaya konsumen diungkapkan oleh Featherstone
(2005) Pertama pandangan bahwa budaya konsumen dipremiskan dengan
ekspansi produksi komoditas kapitalis yang memunculkan akumulasi besar-
besaran budaya dalam bentuk barang-barang konsumen dan tempat-tempat
belanja dan konsumsi Hal ini mengakibatkan tumbuhnya kepentingan aktivitas
bersenang-senang dan konsumsi dalam masyarakat Barat kontemporer Kedua
pandangan yang lebih sosiologis bahwa kepuasan berasal dari benda-benda
berhubungan dengan akses benda-benda yang terstruktur secara sosial dalam suatu
peristiwa yang telah ditentukan kepuasan dan status tergantung pada penunjukan
dan pemeliharaan perbedaan dalam kondisi inflasi Ketiga masalah kesenangan
emosional untuk konsumsi mimpi-mimpi dan keinginan yang ditampakkan dalam
bentuk tamsil budaya konsumen dan tempat-tempat konsumsi tertentu yang secara
beragam memunculkan kenikmatan jasmaniah langsung serta kesenangan estetis
42
Tumbuh suburnya budaya konsumen tidak sekadar memandang konsumsi
sebagai sesuatu yang berasal dari produksi tanpa mengakibatkan adanya
problematika (Featherstone 2005) namun lebih jauh dari itu budaya konsumen
juga memengaruhi perilaku seseorang untuk memutuskan pembelian produk suatu
barang yang dikendalikan oleh kekuatan media massa seperti iklan Periklanan
secara khusus mampu mengeksploitasi kondisi ini dan memberikan image
pencitraan eksotika nafsu kecantikan pemenuhan kebutuhan komunalitas serta
kehidupan yang baik untuk menyebarkan benda-benda konsumen seperti sabun
mesin cuci mobil serta minuman beralkohol Budaya konsumen akan mendorong
orang untuk berperilaku sesuai tingkatan kelas sosialnya dalam kehidupan
bermasyarakat
Konsumerisme bukan semata-mata bertalian dengan panutan pada nilai
simbolik melainkan berkaitan pula dengan persoalan identitas Hal ini sejalan
dengan gagasan Clammer (Atmadja 201092) bahwa konsumsi bukanlah semata-
mata urusan belanja atau pengambilalihan benda-benda untuk menjadi milik
sendiri atas dasar nilai guna melainkan juga pembelian identitas Oleh karena itu
konsumsi menjadi sarana bagi seseorang untuk memahami dan berkomunikasi
secara simbolik antara orang yang satu dan yang lain menciptakan dan
mereproduksi identitas mereka serta menjadi sarana dalam memahami diri
mereka dalam berhubungan dengan individu dan kelompok lain Orang tidak lagi
hanya mengonsumsi material dari suatu produk tetapi juga efek simbolik yang
dihasilkan produk tersebut sehingga tepat gagasan Simmel (Atmadja 201092)
43
bahwa ldquoproduct consumpted are not seen from their function but from symbols
related to identity and statusrdquo
Dengan mengikuti Fromm (Atmadja 201093) kondisi ini mengakibatkan
pola hidup masyarakat Bali berubah secara mendasar Zaman dahulu mereka
berpegang pada gagasan bahwa tua adalah indah namun sekarang orang
menganut gagasan bahwa baru adalah indah Ketertarikan manusia dengan
sesuatu yang baru berkaitan pula dengan kemampuan desainer mengembangkan
desain yang baru dengan daya pesona yang lebih kuat daripada sebelumnya
Sering terjadi pada mulanya suatu barang dengan desain tertentu harganya mahal
sehingga konsumennya hanya orang-orang kaya
Gaya hidup telah menjadi ciri dalam dunia modern (Chaney 2004)
sehingga masyarakat modern akan menggunakan gaya hidup untuk
menggambarkan tindakannya sendiri dan orang lain Dalam kaitannya dengan
budaya konsumen gaya hidup dikonotasikan dengan individualitas ekspresi diri
serta kesadaran diri yang stylistic Tubuh busana gaya pembicaraan aktivitas
rekreasi adalah beberapa indikator dari individualisme selera konsumen Gaya
hidup juga salah satu bentuk budaya konsumen Gaya hidup seseorang dilihat dari
apa yang dikonsumsinya baik barang ataupun jasa Konsumsi tidak hanya
mencakup kegiatan membeli sejumlah barang atau materi seperti televisi dan
telepon genggam Akan tetapi juga mengonsumsi jasa seperti rekreasi Beberapa
contoh gaya hidup yang tampak menonjol pada saat ini adalah nge-mall hang out
fitness
44
Masyarakat konsumen dengan budaya konsumsi yang dipegangnya
melihat tujuan dan totalitas hidupnya dalam kerangka atau logika konsumsi
Eksistensinya dijalankan dan dipertahankan hanya dengan terus menerusnya
mengonsumsi berbagai tanda dan status sosial di balik komoditi Bukan hanya
dirinya saja yang mengaktualisasikan diri melalui tindakan konsumsi orang lain
juga akan dinilai menurut standar yang dipakainya Artinya eksistensi orang lain
pun akan dinilai dan diakui sesuai dengan standar status sosial yang dipegangnya
(diambil dari sumber httpblogspotcom201301pengaruh-globalisasi-terhadap-
gaya-hiduphtml diakses 03 November 2014)
Kaitan dengan pemilihan bela diri Aikido sebagai budaya yang dikonsumsi
oleh aikidoka Bali unsur-unsur spiritualisme modern pada dualisme dikotomik
Griffin (Atmadja 201085) mengatakan bahwa manusia membuat pemilihan yang
berlawanan misalnya modern berlawanan dengan tradisional sains modern
berlawanan dengan sains tradisional dan lain-lain Keberlawanan ini tidak hanya
berdikotomi tetapi yang modern selalu dianggap lebih unggul sehingga yang
tradisional harus digusur Begitu pula manusia tidak dianggap sebagai bagian dari
alam melainkan sebagai lawan dari alam Oleh karena itu mendominasi
menundukkan menguasai dan mengendalikan alam dengan menggunakan ilmu
dan teknologi modern merupakan keharusan bagi manusia
Berdasarkan paparan teori globalisasi di atas maka diduga bahwa
grobalisasi merupakan proses yang melatari terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido Bali Para aikidoka Bali sebagai individu
merupakan objek dari budaya konsumen akibat derasnya arus globalisasi Budaya
45
konsumen juga dapat diartikan sebagai budaya-budaya yang dilakukan oleh
seorang konsumen dalam hal ini para aikidoka Bali yang mengonsumsi bela diri
Aikido Adapun budaya konsumen menggunakan image tanda-tanda dan benda-
benda simbolik yang mengumpulkan mimpi-mimpi keinginan dan fantasi yang
menegaskan keautentikan romantik dan pemenuhan emosional dalam hal
menyenangkan diri sendiri bukan orang lain secara narsistik Jadi kegiatan
konsumsi juga bertujuan untuk mengidentifikasikan diri dalam kelas
sosial tertentu sekaligus membedakannya dengan kelas sosial yang lain
Grobalisasi bisa jadi tampak sebagai proses penyeragaman teknik serta
sikap dan perilaku para aikidoka Bali dengan berorientasi kepada spirit samurai
yang merupakan spirit yang diusung oleh organisasi bela diri Aikido Jepang di
Tokyo Diduga demikian karena sebagaimana telah dikemukakan dalam latar
belakang bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan bela diri Aikido di
Bali diatur oleh organisasi induknya yang berada di Jepang sebagai superordinat
pemilik budaya yang dikonsumsi oleh para aikidoka Bali
Teori globalisasi digunakan untuk memecahkan masalah pertama dan
kedua yaitu mengapa bela diri Aikido yang berasal dari Jepang bisa
dikembangkan di Bali hingga menimbulkan fenomena posrealitas dan proses
terjadinya posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali
232 Teori Relasi KuasaPengetahuan
Konsep kekuasaanpengetahuan memberi perhatian khusus kepada
dimensi relasi antara kekuasaan dan pengetahuan sehingga produksi pengetahuan
dipahami tidak lepas dari rezim kekuasaan Foucault (Barker 2014232-233)
46
Takwin (2003128) mengatakan bahwa menurut pandangan Foucault hubungan
kuasa muncul bukan hanya pada tataran negara namun juga dalam kehidupan
sehari-hari Setiap hubungan selalu merupakan usaha saling menguasai dan saling
menekan Hubungan kuasa menghasilkan cerita yang disebut discourse atau
wacana yang isinya adalah sesuatu yang tidak menggambarkan realitas
sebagaimana adanya dalam rangka menetralisasi ketertekanan para pewacana
yang bersangkutan
Berdasarkan pernyataan di atas maka diduga bahwa posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali ada hubungan kuasa antara para pihak
yang terlibat dalam kegiatan pengembangannya Hubungan kuasa antara para
pihak tersebut menghasilkan wacana yang dibangun sedemikian rupa dalam
rangka upaya masing-masing pihak menetralkan ketertekanannya
Berkenaan dengan wacana Althusser (Faruk 2002142) berpendapat
bahwa wacana adalah ideologi dalam praktik tidak ada ideologi tanpa wacana dan
tidak ada wacana tanpa ideologi Ini berarti bahwa dengan mencermati wacana
dapat diketahui ideologi yang terkait dengan wacana tersebut Althusser (Takwin
2003101) juga berpendapat bahwa setiap penindasan menimbulkan usaha pada
pihak tertindas untuk melepaskan diri Salah satu alat yang perlu ada dalam upaya
pembebasan ini adalah ideologi suatu kepercayaan yang dibangun untuk
menggerakkan kelompok yang tertindas Ketika yang tertindas bebas dan
berkuasa maka ideologi mereka bisa saja digunakan untuk menindas pihak yang
lebih lemah Berkenaan dengan hubungan kuasa Foucault sebagaimana dikatakan
Takwin (2003130) melihat pengetahuan ditentukan oleh kekuasaan sehingga
47
kebenaran merujuk kepada rdquorezim kebenaranrdquo yang sedang bertahta Upaya untuk
saling menguasai dan melepaskan diri dari penindasan bisa juga dilakukan dengan
strategi politik identitas dalam arti memakai identitas kelompok atau individu
untuk memperoleh perlakuan yang lebih adil dari kelompok atau individu lain
(Sparringa 2006) Dalam pelaksanaan strategi politik identitas tentu saja
menggunakan wacana sebagai praktik ideologi sehingga identitas dalam wacana
juga bersifat dinamis sesuai dengan ideologi dan kepentingan berbagai aktornya
pada waktu dan tempat praktik politik identitas itu dilakukan
Althusser sebagaimana dijelaskan oleh Faruk (2002137-139) juga
berpendapat bahwa untuk mengamankan hubungan antarkelas dan dengan
demikian kekuasaan dapat dipegang dalam waktu lama maka pihak kelas yang
berkuasa mengembangkan dua macam ideologi Pertama ideologi yang tampil
dengan aparat-aparat negara yang represif (repressive state apparatus RSA)
yang bekerja secara represif melalui penggunaan kekerasan (militer polisi
penjara pengadilan dan lain-lain) sebagai upaya untuk mengamankan bentuk-
bentuk sosial yang ada Kedua ideologi yang tampil dengan aparat-aparat negara
ideologis (ideological state apparatus ISA) yang bekerja tidak dengan
menggunakan kekerasan melainkan dengan memainkan ideologi danatau wacana
secara persuasif atau hegemonik Dalam konteks inilah Althuser berpandangan
bahwa tidak ada kelas yang dapat memegang kekuasaan dalam waktu lama tanpa
melakukan hegemoni atas dan dalam ISA Dikatakan demikian karena yang
mempersatukan atau yang dapat menjamin harmoni antara yang satu dengan yang
lain dalam ISA adalah ideologi yang berkuasa sebagai perekat bagi bersatunya
48
anggota-anggota masyarakat Mengacu kepada gagasan Bourdieu (Harker tt
117 Fashri 200798-99) dikatakan bahwa kesuksesan para anggota kelompok
dominan untuk melancarkan hegemoninya ditentukan juga oleh modal budaya
ekonomi sosial dan modal simbolik yang mereka miliki yaitu sesuatu yang
dihargai oleh masyarakat misalnya pemilikan benda-benda budaya dan status
sosial
Teori relasi kuasapengetahuan dalam penelitian ini digunakan untuk
memecahkan masalah ke dua yaitu bagaimana proses terjadinya posrealitas
dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Teori ini relevan karena dalam
proses pengembangan bela diri Aikido di Bali melalui relasi kuasapengetahuan
oleh Jepang diimplementasikan dalam segala bentuk latihan fisik pengembangan
dojo dan penyebaran nilai-nilai yang ada dalam bela diri Aikido
233 Teori Identitas Sosial
Tajfel menyatakan asumsi dasar teori identitas sosial dalam situs
(httpidhamputrateori-identitas-sosialwordpresscom diakses 02 Agustus 2014)
dengan kalimat sebagai berikut
(1) Kita menciptakan identitas sosial kita untuk menyederhanakan
hubungan eksternal kita (2) Lebih jauh lagi ada kebutuhan manusia untuk
memiliki rasa harga diri (self esteem and self worth) yang kita transfer ke
dalam kelompok kita sendiri (3) Kita juga menata lingkungan kita dengan
perbandingan sosial antar kelompok Konsep dalam kelompok (in groups)
dan luar kelompok (out groups) itu penting dalam analisis ini
Lebih jauh Tajfel mengemukakan bahwa dalam teori identitas sosial
seorang individu tidaklah dianggap sebagai individu secara mutlak satu dalam
kehidupannya Individu merupakan bagian dari kelompok tertentu baik disadari
maupun tidak disadari Konsep identitas sosial adalah bagaimana seseorang itu
49
secara sosial dapat didefinisikan Identitas sosial yang melekat pada seseorang
merupakan identitas positif yang ingin dipertahankan Oleh karena itu individu
yang memiliki identitas sosial positif maka wacana maupun tindakannya akan
sejalan dengan norma kelompoknya Lagi pula individu tersebut diidentifikasikan
dalam suatu kelompok Wacana dan tindakannya sepatutnya sesuai dengan
wacana dan tindakan kelompoknya
Teori identitas sosial sebenarnya berangkat dari asumsi umum sebagai
berikut
1 Setiap individu selalu berusaha untuk merawat atau meninggikan self-
esteemnya mereka berusaha untuk membentuk konsep diri yang positif
2 Kelompok atau kategori sosial dan anggota dari mereka berasosiasi
terhadap konotasi nilai positif atau negatif Identitas sosial positif atau
negatif tergantung evaluasi (yang mengacu pada konsensus sosial bahkan
pada lintas kelompok) kelompok tersebut yang memberikan kontribusi
pada identitas sosial individu
3 Evaluasi dari salah satu kelompok adalah berusaha mendeterminasikan dan
juga sebagai bahan acuan pada kelompok lain secara spesifik melalui
perbandingan sosial dalam bentuk nilai atribut atau karakteristik
Dari asumsi di atas beberapa relasi prinsip teori dapat menghasilkan hal-
hal di bawah ini
1 Individu berusaha untuk mencapai atau merawat identitas sosial yang
positif
50
2 Identitas sosial yang positif ada berdasarkan pada besarnya tingkat
perbandingan favorit in-group dengan out-group in-group pasti
mempersepsikan dirinya secara positif berbeda dari out-group
3 Ketika identitas sosial tidak memuaskan individu akan berusaha keluar
dari kelompok lalu bergabung ke dalam kelompok yang lebih positif atau
membuat kelompok mereka lebih positif
Identitas sosial sebagai teori tidak lepas dari keinginan individu untuk
memperbandingkan dirinya serta kelompoknya dengan yang lain Perbandingan
sosial digambarkan oleh Festinger (1954) sebagai teori yang bisa membimbing
seseorang untuk membandingkan dirinya dengan yang lain siapa yang serupa
dengan dirinya dan siapa yang berbeda siapa yang berada di atas dan siapa yang
berada di bawah
Setidaknya ada tiga variabel yang memengaruhi hubungan pembedaan
antar kelompok dalam situasi sosial yang nyata (Tajfel 1974 Turner 1975
dalam Hogg amp Abrams 2000) Pertama individu pasti memiliki internalisasi
kelompok mereka sebagai konsep diri mereka secara subjektif mereka pasti
mengidentifikasikan kelompok yang relevan Hal ini tidak cukup dari orang lain
saja yang mengidentifikasikan seseorang dari kelompok mana dia berasal Kedua
situasi sosial akan menciptakan perbandingan sosial yang memungkinkan
terjadinya seleksi dan evaluasi atribut relasi yang relevan Perbedaan kelompok
pada tiap-tiap daerah tidak sama secara signifikan Misalnya di Amerika
perbedaan kelompok cenderung menonjol pada perbedaan warna kulit tetapi
perbedaan warna kulit bukan sesuatu yang menonjol di Hongkong Ketiga in-
51
group tidak membandingkan dirinya pada tiap proses kognitif yang ada pada out-
group out-group pastinya dipersepsikan sebagai kelompok perbandingan yang
relevan dalam kesamaan kedekatan dan secara situasional yang menonjol
Kemudian determinasi out-group dihasilkan sebagai perbandingan terhadap
situasi yang menggambarkan sesuatu determinasi in-group (didapatkan dari
sumber httpdharmaputrawordpresscom2008teori-identitas-sosial diakses 03
Agustus 2014)
Barker (2009175-176) menyatakan bahwa meskipun identitas diri bisa
dianggap sebagai proyek seseorang sudah menjadi kebenaran sosiologis juga
bahwa manusia lahir ke dunia yang sudah ada sebelumnya Manusia belajar
menggunakan bahasa yang telah digunakan sebelum lahir dan hidup dalam
konteks hubungan sosial dengan orang lain Manusia disusun menjadi individu
melalui proses sosial yang menggunakan bahan-bahan yang bersifat sosial Secara
umum ini disebut spisialisasi atau akulturasi Tanpa akulturasi manusia tidak
akan menjadi orang sebagaimana gagasan yang dipahami dalam hidup sehari-hari
Tanpa bahasa konsep keorangan dan identitas tidak akan bisa dipahami
Menjadi orang tidak mengandung unsur transenden atau ahistoris apapun
Identitas sepenuhnya sosial dan kultural dengan alasan-alasan berikut
1 Gagasan apakah artinya menjadi orang merupakan pertanyaan kultural
Sebagai contoh individualisme merupakan penunjuk yang khas
masyarakat modern
2 Sumber-sumber yang membentuk bahan-bahan untuk proyek identitas
yaitu bahasa dan praktik kultural berwatak sosial Akibatnya arti menjadi
52
seorang perempuan anak orang Asia atau orang tua terbentuk secara
berbeda-beda tergantung kepada konteks kulturalnya
Sumber-sumber yang bisa dipakai bagi proyek identitas tergantung kepada
kekuasaan situasional yang menjadi asal kompetensi kultural dalam konteks
kultural tertentu Apakah hitam atau putih laki-laki atau perempuan Afrika atau
Amerika kaya atau miskin adalah sesuatu yang penting karena sumber-sumber
kultural yang akan dimasuki berbeda Identitas menjadi penting tidak hanya untuk
penggambaran diri tetapi juga ciri-ciri sosial
Identitas sosial terkait dengan hak kewajiban dan sanksi normatif yang
dalam masyarakat tertentu menjadi dasar penentuan peran Penggunaan ciri-ciri
baku terutama berkaitan dengan ciri umur dan gender tubuh bersifat mendasar
dalam semua masyarakat dan masih sangat banyak lagi ragam lintas-budaya yang
bisa dicatat Giddens (Barker 2009176) Persoalan identitas adalah kesamaan dan
perbedaan soal personal dan sosial soal rdquoapa yang dimiliki individu secara
bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakan satu individu
dengan orang-orang lain Weeks (Barker 2009176)
Berdasarkan uraian di atas pengembangan bela diri Aikido di Bali adalah
identitas para peserta pelatihan yang merupakan satu identitas meliputi identitas
individunya keluarganya sukunya dan kelompoknya Bagi Fromm identitas diri
dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dari identitas sosial individu dalam
konteks komunitasnya Selain menjadi makhluk individual identitas diri tidak
terlepas dari norma yang mengikat masyarakat dalam lingkungan dan peran sosial
53
yang diembannya dalam masyarakat (httpidhamputrawordpressteori-identitas-
sosialcom diakses 03 Agustus 2014)
Teori identitas sosial Hendri Tajfel digunakan secara eklektik (bersamaan)
dengan teori lainnya untuk memecahkan ketiga masalah dalam penelitian ini
Keberterimaan bela diri Aikido di Bali proses terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali yang pada akhirnya membentuk identitas
baru berupa posrealitas kebudayaan yang membentuk identitas para aikidoka Bali
baik secara individu maupun identitas sosialnya
54
24 Model Penelitian
Model penelitian ini dapat digambarkan ke dalam Bagan 21
Bagan 21
Model Penelitian
Keterangan
= memengaruhi
= saling memengaruhi
Kebudayaan Bali
Bela Diri Tradisional Bali
-Pencak Silat
-Tengklung
-Mepantigan
Kebudayaan Jepang
Bela Diri Tradisional Jepang
-Karate
-Judo
-Aikido
Proses terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Latar belakang
terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Posrealitas dalam Pengembangan
Bela Diri Aikido di Bali
Temuan
Penelitian
Implikasi
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
55
Bagan 21 dapat dijelaskan bahwa tampak kebudayaan Bali dengan
unsurnya berupa bela diri tradisional Bali seperti Pencak Silat Tengklung
Mepantigan dan beberapa bela diri lainnya Dengan adanya globalisasi
bersentuhan dengan kebudayaan Jepang dengan unsurnya berupa bela diri
tradisional Jepang seperti Karate Judo dan Aikido Khusus pada penelitian ini
adalah bela diri Jepang Aikido Persentuhan antara keduanya akibat arus
globalisasi melahirkan bela diri Aikido yang berterima dan berkembang di
sejumlah dojo di Bali yang menunjukkan adanya posrealitas Posrealitas dalam
penelitian ini merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu berupa
peniruan bagi aikidoka Bali yaitu bela diri Aikido melalui pelatihan di beberapa
dojo yang ada di Bali Kondisi posrealitas adalah kondisi yang di dalamnya
prinsip-prinsip realitas telah dilampaui dalam pengertian diambil alih oleh
substitusi-substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir Hal ini telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang apa yang disebut yang nyata (the real) Yang nyata
senyata-nyatanya berada di Jepang bela diri Aikido telah membentangkan
persoalan filosofis mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa
yang disebut nyata
Posrealitas dapat dijelaskan sebagai kondisi matinya realitas dalam
pengertian diambilalihnya posisi realitas oleh apa yang sebelumnya disebut
sebagai nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru yang
memesona yang belum pernah dialami sebelumnya
56
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru yang tidak bisa dikatakan
realitas Bali yang asli karena telah dimasuki oleh nilai baru yang berasal dari
sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang Tidak bisa juga
dikatakan realitas yang benar-benar baru karena para anggota pelatihan tetaplah
kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya
Posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali dikaji dari tiga
dimensinya yaitu (1) latar belakang terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali (2) proses terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali dan (3) implikasi pengembangan bela diri Aikido tersebut
dalam kehidupan para aikidoka Bali
Penelitian kajian budaya ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teknik
wawancara observasi dokumentasi dan studi pustaka Data dianalisis secara
eklektik dengan menggunakan teori globalisasi kuasapengetahuan identitas
sosial dan teori pendukung lainnya yang terkait dengan permasalahan yang ada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberterimaan bela diri Aikido di Bali
dilatarbelakangi oleh beberapa ideologi yaitu dualisme kultural paternalisme
pasar citra dan multikulturalisme Proses pengembangan bela diri di beberapa
dojo yang ada di Bali meliputi tahap pengenalan pendirian organisasi
pengembangan tempat pelatihan dan tahap pengembangan mutu Semuanya
berorientasi kepada tempat pelatihan induk bela diri Aikido (Honbu Dojo) yang
berada di Tokyo-Jepang Pengembangan bela diri Aikido di Bali menimbulkan
57
implikasi pada para aikidoka Bali termasuk terbentuknya identitas baru dalam
masyarakat Bali
Melalui penelitian ini ditemukan paradigma baru bahwa di balik kekuatan
budaya Bali yang sedang berlangsung dalam segala lini kehidupan terdapat sikap
orang Bali yang terbuka terhadap kebudayaan asing khususnya bela diri asal
Jepang yaitu bela diri Aikido Terkait dengan bela diri Aikido yang sedang
ditekuni oleh beberapa komunitas di Bali ternyata ada berbagai hal yang
mendukung keberterimaannya Adanya kegayutan nilai-nilai budaya antara
kebudayaan Bali dan kebudayaan Jepang terkait keberadaan bela diri Aikido yang
berterima di beberapa komunitas pelatihan di Bali sehingga hal ini disebut sebagai
multikulturalisme
23
anak Jepang dan tempat kegiatan di Jepang olahraganya bukan bela diri dan
dilakukan oleh orang asli Jepang sehingga hal ini merupakan kegiatan
yang rdquorealitasrdquo bukan rdquoposrealitasrdquo Dalam penelitian ini fokusnya adalah
kegiatan latihan bela diri Aikido di Bali yang bernuansa posrealitas
Mugi Raharja (2013) menulis disertasi dengan judul ldquoRepresentasi
Posrealitas Desain Gedung Pusat Pemerintahan Kabupaten Badungrdquo Dalam
disertasi tersebut diungkapkan bahwa pengkajian terhadap bentuk representasi
posrealitas desain Gedung Puspem Badung dihasilkan oleh pencitraan kronoskopi
sebagai simulasi ruang dan waktu secara virtual di layar komputer yang
dilengkapi citra gerak Adanya citra gerak ini menyebabkan seseorang yang
melihat simulasi desain Gedung Puspem Badung dapat mengalami waktu dan
merasakan ruang secara virtual Kemudian simulasi diwujudkan menjadi fakta
sebagai realitas dapat mempresentasikan pencitraan terhadap Pemerintah Daerah
Badung merepresentasikan desain hibrid dan representasi semiotisasi desain
Pencitraan terhadap Pemda Badung merupakan pencampuran dari fakta sebagai
realitas dengan realitas semu atau citra Proses dekonstruksi representasi
posrealitas desain gedung Puspem Badung merepresentasikan terjadinya
dekonstruksi ruang dan kekuasaan Representasi posrealitas desain gedung
Puspem Badung menyiratkan makna politik ekonomi budaya ilmu pengetahuan
teknologi dan seni
Ulasan dalam disertasi Mugi Raharja sebagaimana dipaparkan di atas
dapat dipakai sebagai sumber inspirasi dalam mengimplementasikan konsep
posrealitas yaitu terlampauinya prinsip-prinsip realitas yang diambil alih oleh
24
substitusi-substitusi yang diciptakan secara artifisal melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir yang telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang ldquoyang nyatardquo atau the real Disertasi Mugi
menyoroti fenomena posrealitas namun dalam konteks desain gedung sedangkan
penelitian ini menyoroti posrealitas dalam konteks pengembangan bela diri Aikido
di Bali
22 Konsep
Pengertian istilah-istilah penting yang tertera pada judul dan rumusan
masalah penelitian ini perlu dijelaskan secara konsepsional agar pelaksanaan
penelitian terarah Secara garis besar ada tiga unit istilah penting yang perlu
dijelaskan pengertiannya yaitu (1) posrealitas (2) spirit hidup samurai dan (3)
pengembangan bela diri Aikido di Bali
221 Posrealitas
Baudrillard (Kushendadewi 2019) menjelaskan bahwa kini realitas
merupakan sesuatu yang dapat disimulasikan direkayasa sedemikian rupa melalui
relasi tanda citra dan kode Semuanya tampak dapat ditangkap oleh panca indera
tetapi tidak memiliki eksistensi substansial Celakanya rekaan-rekaan tersebut
sebagai citraan simulasi bahkan diterima sebagai suatu realitas Dalam situasi
demikian terjadi obesitas (kegemukan) informasi dalam diri massa Obesitas
inilah yang menyebabkan terjadinya implosi (kecenderungan fenomena meledak
ke pusat ke dalam yang dapat menghancurkan dirinya sendiri)
Posrealitas merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu
tetapi karena proses pemanipulasian maka realitas buatan itu terputus
25
hubungannya dengan realitas aslinya Hiperrealitas yang berkembang melalui
proses simulasi mengikuti perkembangan ataupun revolusi hukum nilai Revolusi
tersebut mengakibatkan hanya pertukaran simbolis dan yang tertinggal adalah
hiperrealitas yakni tanda-tanda simbolis yang saling dipertukarkan petanda atau
maknanya dicari dalam relasi tanda tersebut dengan tanda lainnya dalam sistem
tanda
Secara singkat bisa dikemukakan bahwa posrealitas merupakan hasil dari
simulasi Media massa sangat berpengaruh dalam proses simulasi tersebut dengan
demikian media massa juga sangat berpengaruh dalam pembentukan hiperrealitas
Media massa yang dimaksud adalah media massa sebagai isi atau pesan yang
disampaikan dan media massa sebagai bentuk atau teknologi dan sistem kerjanya (
Kushendrawati 2011101)
Terbentuknya sebuah dunia baru sebagai akibat perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi mutakhir di dalamnya tercipta berbagai definisi dan
pemahaman baru mengenai apa yang disebut realitas Di dalamnya juga
dilukiskan metamorfosis yang dialami oleh manusia yang disebut kondisi realitas
ke arah kondisi posrealitas (post-reality) Kondisi posrealitas adalah kondisi yang
di dalamnya prinsip-prinsip realitas telah dilampaui diambil alih oleh substitusi-
substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu pengetahuan
teknologi dan seni mutakhir yang telah menghancurkan asumsi-asumsi
konvensional tentang kenyataan (the real)
Perkembangan dunia posrealitas telah membentangkan persoalan filosofis
mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa yang disebut yang
nyata Pertama ada persoalan terminologis Awalan pos pada istilah posrealitas
26
(post-reality) sesungguhnya menawarkan ruang tafsiran yang terbuka dan bersifat
polisemi Istilah pos di sini dapat diartikan sebagai penentangan terhadap
pemisahan dari keterputusan dan (discontinuity) persimpangan dari (rupture)
titik balik dari melewati atau melampaui realitas (hyper) Meskipun demikian
awalan pos pada istilah posrealitas digunakan dalam pengertian yang khusus
yaitu sebagai padanan dari kata hiper (hyper) yang digunakan oleh Jean
Baudrillard untuk menjelaskan kondisi yang disebutnya melampaui realitas
(hyper-reality)
Posrealitas adalah kondisi matinya realitas diambilalihnya posisi realitas
oleh nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru mempesona
yang belum pernah dialami sebelumnya Namun dunia realitas artifisial banyak
merenggut dunia realitas alamiah seperti kedekatan manusia dengan aura
keaslian dan eksotisme alam warisan luhur kebudayaan serta kekuatan spiritual
yang merupakan magnet dunia kehidupan Ketika realitas alamiah telah lenyap
dan diambil alih oleh berbagai realitas yang artifisial manusia terkurung dalam
perangkap dunia artifisialitas yang serba permukaan imanen dan dangkal serta
tidak mampu menemukan jalan kembali ke arah realitas alamiah kekayaan
kultural dan kedalaman pengalaman transendental (Piliang 200954-55)
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dengan terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru Realitas tersebut tidak bisa
27
dikatakan realitas Bali yang se asli-aslinya karena telah dimasuki nilai baru yang
berasal dari sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang
Realitas itu juga tidak bisa dikatakan realitas yang baru karena para aikidoka Bali
tetaplah kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya Berdasarkan
pengertian posrealitas di atas maka secara operasional posrealitas dalam
penelitian ini dikonsepsikan sebagai pengambilalihan posisi seni bela diri
tradisional Bali seperti Tengklung Setembak dan lain-lain oleh bela diri Jepang
yaitu bela diri Aikido
222 Spirit Hidup Samurai
Asal kaum samurai dimulai pada keluarga Yamato yang muncul sebagai
klan terkuat di Jepang pada abad ketujuh masehi Kata samurai berarti ldquoorang
yang melayanirdquo dan kata itu diberikan kepada mereka yang lahir pada keluarga
terhormat dan ditugaskan untuk menjaga anggota keluarga kekaisaran Falsafah
pengabdian ini adalah akar dari keningratan kaum samurai baik dalam tatanan
sosial maupun spiritual (Kitami 2013xii)
Asal-usul kelas samurai (Shigesuke 1999ix) adalah spesialisasi dari
kalangan aristokrat Secara umum kalangan kelas atas yang berpoligami biasanya
menghasilkan lebih banyak anak yang bisa terserap ke dalam level yang sama di
dalam masyarakat Aturan tentang hak waris lebih jauh menetapkan bahwa
hanya satu putra yang secara penuh mewarisi semua keistimewaan yang dimiliki
ayahnya Faktor-faktor ini menciptakan tekanan sosial dan natural menuju
diferensiasi dalam pola-pola karier dari anak keturunan kelas-kelas atas ini
28
Sebagaimana di Eropa di Jepang dan di tempat lain dari ayah-ayah
birokrat yang tidak mewarisi keistimewaan paternal inilah yang menjadi prajurit
perang atau pengelola kuil atau biara Kedua spesialisasi ini dibentuk untuk
proteksi terhadap negara para pasukan perang era kuno ini semula disebut
ldquosamurairdquo atau terjemahan kasarnya adalah ldquopembanturdquo karena mereka
membentuk pasukan bersenjata untuk membantu aristokrasi Pada saat para
samurai ini mengambil alih kekuasaan negara dari tangan aristokrat sebagai salah
satu kelas independen salah satu cara mereka memanifestasikan status dan
martabat baru mereka Mereka menjauhkan diri dari label samurai sekedar
ldquopembanturdquo kemudian menyebut diri mereka sebagai bushi「武士」yang berarti
kesatria
Spirit hidup samurai disebut sebagai bushido「武士道」 adalah etika
yang dianut oleh para samurai Walaupun istilah tersebut baru digunakan pada
zaman Edo (1603-1868) konsep bushido telah terbentuk sejak zaman Kamakura
(1185-1333) yang berkembang dari adopsi neo-konfusianisme pada zaman Edo
hingga menjadi landasan moralitas nasional pasca restorasi Meiji (1868-1912)
Bushido tidak hanya meliputi semangat bela diri dan keterampilan menggunakan
senjata tetapi juga loyalitas absolut pada tuannya rasa yang kuat atas kehormatan
pribadi pengabdian pada tugas dan keberanian bahkan jika diperlukan
pengorbanan nyawa dalam pertempuran dan ritual (Davies amp Ikeno 2014 41)
Etika bushido (Shigesuke 199930-31) mensyaratkan ada tiga hal yang
dipertimbangkan yang esensial yaitu kesetiaan tugas dan keberanian Hal
tersebut memuat tentang kesatria yang bekerja dengan kesetiaan tinggi kesatria
29
yang bisa dipercaya dalam mengemban tugas kesatria yang kuat dan pemberani
Prajurit yang memiliki kombinasi tiga sosok baik kesetiaan pengembanan tugas
dan keberanian bisa dipertimbangkan sebagai kesatria dengan orde tertinggi
Secara umum keberanian bukanlah sesuatu yang tidak hanya tampak pada
saat seseorang mengenakan baju besi mengangkat senjata lalu bertempur dalam
peperangan Perbedaan antara sikap berani dan sikap pengecut sudah tampak
dalam kehidupan sehari-hari meski tidak ada perang Seseorang yang pemberani
akan menunjukkan loyalitas dan kasih sayang kepada majikannya dan orang
tuanya Jika ada waktu luang ia akan mempelajari literatur dan terus berlatih bela
diri Ia menghindari kemewahan personal tidak berfoya-foya Ia juga tidak tamak
dan membelanjakan uang apabila diperlukan
Spirit samurai yang mengalir dalam bela diri Aikido beberapa di
antaranya adalah spirit keberanian kesabaran kegagahan dan ketenangan dalam
menghadapi masalah Hal ini diungkapkan oleh Nitobe (200468) sebagai berikut
勇気我慢大胆だいたん
自若じじゃく
勇猛ゆうもう
などの心性しんせい
は少年武士の心に最も強く
訴うった
えられ実例じつれい
を模範も は ん
として幼おさな
いときから訓練され励はげ
みとされたい
わば最も人気のある徳性とくせい
であった彼らは母親のふところに抱かれた
幼児よ う じ
のころから軍記ぐ ん き
物語ものがた
りをくり返し聞かされもし何か苦痛く つ う
なことが
あって泣き出したりすれば「これくらいのことで泣くとはなんて臆病おくびょう
なんでしょう」と母親に叱しか
られ「もし戦場せんじょう
に出て腕うで
を切られるよう
なことがあったらどうしますかもし切腹せっぷく
を命めい
じられたときはどうし
ますか」と励はげ
まされた
Jiwa seperti keberanian kesabaran kegagahan ketenangan dalam menghadapi
bahaya keliaran dan sebagainya paling kental berpengaruh pada hati para kesatria
remaja Sejak masih kecil mereka ditanamkan jiwa-jiwa tersebut dengan contoh
nyata dan dilatih agar memilikinya yang dijadikan sumber semangatnya Sejak
masa balitanya yang masih dalam pangkuan ibunya mereka berulang kali
diceritakan dongeng kesatria dan pertempuran jika ada yang menangis karena
terjadi sesuatu yang menyedihkan dalam cerita tersebut maka ia dimarahi ibunya
dengan perkataan ldquoBetapa penakutnya engkau sampai menangis gara-gara hal
30
sepele ini rdquo Mereka pun disemangati dengan kata-kata ldquoBagaimana kalau maju
ke medan perang dan lenganmu terpotong Bagaimana kalau disuruh seppuku
(Harakiri) rdquo
Spirit samurai lainnya dalam bela diri Aikido adalah berlatih tiada henti
karena dalam berlatih bela diri Aikido tidak ada kata ldquotamatlulusrdquo Bagi aikidoka
hanya ada kata ldquoterus berlatihrdquo meskipun ada tingkatan dari sebelum menyandang
sabuk hitam (Kyuu) sampai dengan tingkatan sabuk hitam (Dan) Namun sampai
saat ini belum ada aikidoka yang bisa mencapai tingkatan paling tinggi dalam bela
diri Aikido (Dan X) bahkan ada beberapa guru (sensei) yang sudah berlatih bela
diri Aikido sampai selama 50 tahun
Berlatih terus menerus tanpa henti diungkapkan oleh guru besar pendiri
bela diri Aikido Morihei Ueshiba dalam buku Jurnal Demontrasi Aikido ke-40
(20037) bahwa
合気道あいきどう
の稽古け い こ
に終お
わりはありません稽古をはじめたら根気こ ん き
よく続つづ
けるこ
とですうまずたゆまず求もと
めてください稽古を続けることが進歩し ん ぽ
への
第一歩だいいちほ
であり稽古の大切たいせつ
な一面いちめん
でもあるのです
Latihan Aikido tidak ada akhirnya Kalau anda sudah mulai latihan janganlah
pernah berhenti Carilah ilmu dengan pantang menyerah Berlatih terus menerus
tanpa henti adalah langkah pertama untuk menuju kemajuan sekaligus satu sisi
yang sangat penting dalam keseluruhan latihan
Lebih lanjut Ueshiba (The Art of Peace 199285) mengatakan
Life itself is always a trial In training you must test and polish yourself in order
to face the great challenges of life Transcend the realm of life and death and
then you will be able to make your way calmly and safely through any crisis that
confronts to you
Kehidupan itu selalu merupakan suatu percobaan Dalam berlatih engkau harus
mengetes dan menghaluskan dirimu untuk berhadapan dengan tantangan
kehidupan yang besar Lampauilah dunia kehidupan dan kematian dan kemudian
anda akan bisa membuat jalan anda dengan tenang dan aman sepanjang krisis
yang anda hadapi
31
Spirit samurai yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagaimana para
aikidoka Bali bersikap dalam kehidupan berlatih bela diri Aikido dan dalam
kehidupan sehari-hari berlandaskan kepada jiwa total dalam mengerjakan sesuatu
Total dalam mengabdi terhadap kewajiban dalam kesetiaan dan dalam segala hal
Merasakan kehidupan dalam tiap nafas berarti hidup yang sebenar-benarnya
Bushido mengajarkan untuk merasakan setiap nafas yang dihirup Setiap detik
hidup ini harus dijalani dengan sungguh-sungguh Segala bidang yang ditekuni
harus dijalani dengan segenap jiwa raga
223 Pengembangan Bela Diri Aikido di Bali
Pengembangan bela diri Aikido di Bali tidak bisa lepas dari sejarah awal
pelatihan tahun 1995 di Dojo Samurai kawasan Renon Denpasar Pada saat
pertama berlatih bela diri Aikido para peserta kebanyakan pada mulanya adalah
pengikut bela diri Karate Pencak Silat dan bela diri lainnya Setelah aktivitas
pelatihan berlangsung dua tahun tepatnya 07 Mei 1997 terbentuk induk organisasi
bela diri Aikido di Bali (Bari Aikikai) Setelah itu tumbuh dojo-dojo lainnya di
Bali sebagai tempat berlatih seperti Dojo Dirgahayu di Desa Sumerta Kaja Dojo
Aora di Kuta dan Dojo Kami di Jimbaran Badung
Layaknya sebuah organisasi sosial organisasi bela diri Aikido sebagai
objek yang berkembang dengan sosiologi fungsional dipandang sebagai
hubungan sosial yang berkontribusi kepada entitas yang menjadi bagian di
dalamnya Dalam analisis fungsional terhadap organisasi elemen-elemen
organisasi dipandang memiliki kontribusi kepada integritas organisasi secara
keseluruhan Sejak awal para analis terkemuka menyadari bahwa di dalam
32
organisasi formal melekat praktik kekuasaan yang terutama dibentuk oleh
otoritas Hal tersebut memicu penolakan kelompok-kelompok yang ada dalam
organisasi sehingga organisasi tidak dapat berfungsi sebagaimana yang
diharapkan Oleh sebab itu para analis sistem meyakini bahwa organisasi sering
kali berfungsi secara suboptimal Para teoretisi konflik dengan menggunakan
konsep Marxian dan neo-Weberian menarik kesimpulan yang lebih ekstrem
Sebagian merespons kritik dan sebagian lagi sebagai proses pengembangan Arus
utama studi organisasi mulai meyakini bahwa perbedaan antara organisasi
kontemporer dengan tipe-tipe kelembagaan yang lain dapat diperluas Irasionalitas
dan penampilan yang suboptimal merupakan karakter normal organisasi
Walaupun memahami organisasi dari sisi penampilannya masih tampak umum
sekarang muncul kesadaran akan implikasi pendekatan tersebut dan kerelaan
untuk mempertimbangkan perspektif lain Organisasi sekarang dipahami sebagai
aktivitas dan sebagai objek
Arus utama analisis organisasi mendefinisikan dirinya dalam kerangka
kelembagaan yang berbeda dalam prinsip dengan yang ada dalam masyarakat
tradisional Ada perkembangan pemahaman yang penting yakni organisasi formal
bukan merupakan batas bagi organisasi Melalui beragam inspirasi intelektual
seperti etnometodologi dan fenomenologi perspektif baru terhadap organisasi
menjadi pusat perhatian Unsur penting itu tampak dalam era organisasi virtual
Organisasi tidak pernah nyata terbentuk sebagaimana dalam pengertian seluruh
partisipan dalam organisasi bertemu dalam suatu tempat dalam satu waktu
33
Sebagaimana dinyatakan oleh Robert Cooper Dalam pengertian mendasarnya
organisasi adalah penertiban terhadap yang tidak tertibrdquo (Scott 2011190-191)
Seperti halnya mesin yang terangkai dari berbagai komponen yang saling
terkait Tripomo (201412-14) menyatakan bahwa organisasi juga merupakan
rangkaian komponen berupa orang-orang yang saling berinteraksi satu dengan
yang lain Namun organisasi tidak sama dengan mesin karena organisasi
merupakan kesatuan sosial hubungan antara satu orang dengan orang yang lain
tidak hanya bersifat rasional dan mekanistik Menurut kodratnya manusia adalah
makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat karena manusia selalu hidup bersama
dengan manusia lainnya sebagai kesatuan sosial
Kesatuan sosial adalah kelompok individu yang saling berhubungan dan
memengaruhi karena memiliki keterikatan nilai budaya aturan emosi dan
perantugas Keterikatan sosial sering kali tidak memperhitungkan kalkulasi
untung rugi rasionalfinansial Sebagai kesatuan sosial urusan rasa selera
keadilan dan solidaritas menjadi penting serta ukuran benar dan salah menjadi
tidak bersifat mutlak Pendapat keputusan reaksi seseorang tidak mutlak rasional
tetapi dipengaruhi oleh hubungan manusia dalam kesatuan sosial
Organisasi sebagai kesatuan sosial memiliki sifat saling terkait yang lebih
rumit daripada rangkaian mesin Dengan memencet tombol offrdquo pada saat jam
kerja berakhir maka mesin mati dan interaksi antar bagian-bagian mesin terhenti
Apakah interaksi antar orang berhenti Jawabannya tidak Setelah selesai jam
kerja orang-orang masih berhubungan satu sama lain bahkan setelah pensiunpun
orang masih berinteraksi satu sama lain Seorang anak yang tidak memiliki
34
keterkaitan dalam organisasi bisa memengaruhi keputusan karena bapaknya
pejabat Orang-orang yang pindah partai seperti kutu loncatpun tidak akan bisa
melepaskan relasinya dengan orang-orang di partai yang ia tinggalkan Inilah
keunikan organisasi sebagai kesatuan sosial
Organisasi yang berisi kumpulan manusia jelas berbeda dengan mesin yang
berisi kumpulan onderdil Organisasi adalah kesatuan dari individu-individu yang
dikoordinasikan secara sadar untuk mencapai tujuan tertentu Bagaimana interaksi
di antara individu-individu dalam organisasi diatur oleh sebuah sistem yang
disebut struktur organisasi Struktur organisasi ibarat otak otot dan syaraf yang
mengkoordinasikan kerja organ indera dan anggota tubuh manusia
Bela diri Aikido di Indonesia tidak sepopuler Karate Kempo ataupun Judo
tetapi bela diri Aikido masuk ke Indonesia dalam waktu yang bersamaan dari
Jepang Ketidakpopuleran bela diri Aikido disebabkan oleh tidak adanya sistem
pertandingan sebagaimana yang ada dalam bela diri lainnya Oleh karena itu bela
diri Aikido hanya disebarkan melalui pembicaraan-pembicaraan saja Baru tahun
1984 mulai dipikirkan pengembangannya dengan membentuk organisasi bela diri
Sejak saat itu media elektronik dan cetak mulai memperkenalkannya dengan
metode atau peragaan (embukai)
Pada tahun 1993 didirikan yayasan Keluarga Bela Diri Aikido Indonesia
(KBAI) oleh sensei Ferdiansyah Secara umum perguruan ini berafiliasi kepada
pusat organisasi bela diri Aikido di Jepang (Honbu Aikikai) Dalam pertaliannya
dengan induk organisasi KBAI melaksanakan program kunjungan tahunan dari
para instrukstur pusat Aikikai - Jepang KBAI mengembangkan perguruannya
35
dalam bentuk tempat-tempat latihan umum atau club-club Pengembangan club-
club banyak dilakukan pada instansi dan perusahaan perguruan tinggi dan
sekolah
Secara tahunan atau dua tahunan KBAI mengadakan program kunjungan
instruktur dari Jepang sebagai motivator anggotanya dalam berlatih Secara
berkala pula dilakukan ujian kenaikan tingkat yang dilakukan empat bulan sekali
Secara umum KBAI mengembangkan perguruannya dengan hati-hati dengan
menjaga mutu teknis dan operasionalnya (diambil dari sumber httpkbaitripod
comhal_kbaihtm diakses 03 November 2014)
Organisasi bela diri Aikido di Bali dikonsepsikan sebagai organisasi sosial
yang ada di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung Organisasi tersebut pada
penelitian ini secara keseluruhan berjumlah empat unit yang terhimpun ke dalam
satu organisasi induknya bernama Bari Aikikai「バリ合気会」 Keempat
organisasi yang tergabung ke dalam organisasi induknya ini adalah (1) Dojo
Samurai di Renon Denpasar (2) Dojo Dirgahayu di Desa Sumerta Kaja
Denpasar (3) Dojo Aora di Kuta Badung dan (4) Dojo Kami di Jimbaran
Badung Masing-masing organisasi mempunyai pengelola dojo bagian keuangan
dan pelatih
Dari uraian di atas tampak bahwa pengembangan bela diri Aikido di Bali
baik dari permulaan kemunculannya maupun selanjutnya ditopang oleh sistem
organisasi yang teratur memiliki struktur dan orang-orang yang duduk sesuai
fungsinya sehingga pengembangannya bisa terarah Pengembangan bela diri
Aikido di Bali dalam penelitian ini adalah proses setiap tahapan dilalui dengan
36
posrealitas kebudayaan sampai terjadinya implikasi bela diri Aikido ini berupa
identitas baru bagi para aikidoka Bali Kenyataan ini disebabkan oleh pelatihan
bela diri Aikido yang berkelanjutan dan dalam rentang waktu yang lama dan
membentuk aikidoka Bali sebagai manusia baru yang memiliki rdquolabelrdquo berbeda
dengan manusia Bali pada umumnya
23 Landasan Teoretis
Ada tiga teori yang relevan untuk diacu dalam penelitian ini yaitu teori
globalisasi teori relasi kuasapengetahuan dan teori identitas sosial Ketiga teori
ini digunakan secara eklektik seperti yang biasa digunakan dalam kajian budaya
Hal ini sesuai dengan pendapat Sanderson (Minawati 200936) bahwa eklektisme
merupakan suatu cara pandang yang mengatakan bahwa berbagai strategi teoretis
harus digunakan secara kombinasi agar diperoleh penjelasan yang dapat diterima
231 Teori Globalisasi
Globalisasi adalah ldquopenyebaran kebiasaan-kebiasaan yang mendunia
ekspansi hubungan yang melintasi benua organisasi dari kehidupan sosial pada
skala global dan pertumbuhan dari sebuah kesadaran global bersamardquo Ritzer
(200696) Membaca definisi ini tampaklah bahwa globalisasi mempunyai
cakupan yang luas Cakupan globalisasi yang luas itu secara lebih jelas dapat
dilihat dengan mencermati gagasan Appadurai sebagaimana dikutip oleh Steger
(200658) bahwa ada lima dimensi konseptual atau ldquolandscaperdquo yang dibentuk
dan sekaligus merupakan ciri-ciri arus budaya global Kelima ldquolandscaperdquo
danatau ciri arus budaya global itu adalah sebagai berikut
37
1 Ethnoscapes adalah perpindahan penduduk dari satu negara ke negara lain
seperti wisatawan imigran pengungsi dan tenaga kerja
2 Technoscape mengacu kepada perkembangan teknologi yang kini
mengalir dengan kecepatan tinggi menembus batas-batas negara
3 Mediascape mengacu kepada kemampuan elektronik untuk menyebarkan
informasi ke berbagai belahan dunia
4 Finanscape adalah aspek finansial atau uang yang sulit diprediksi dalam
era globalisasi
5 Ideoscape terkait dengan masalah politik seperti kebebasan demokrasi
kedaulatan kesejahteraan hak seseorang ideologi-ideologi negara dan
gerakan sosial
Globalisasi dengan ciri-cirinya yang demikian itu telah mengakibatkan
dunia seakan-akan tidak lagi dibatasi oleh tembok-tembok penyekat yang
memisahkan negara yang satu dengan negara yang lain (Ardika 200713)
Dengan kata lain garis-garis batas budaya nasional ekonomi nasional dan
wilayah nasional semakin kabur (Hirst dan Thompson 19911) Sejalan dengan
proses itu tampaknya perubahan pada berbagai aspek kehidupan masyarakat
dan budayanya sebagai dampak globalisasi sulit dihindari sehingga kini tidak
jarang realita kehidupan sosial budaya telah jauh berbeda dengan realitanya di
masa lampau
Globalisasi tidak begitu saja dapat menyebabkan perubahan budaya suatu
masyarakat tanpa reaksi masyarakat yang bersangkutan karena sebagaimana
dikemukakan oleh Ardika (200715) bahwa pengaruh budaya global juga dapat
38
menimbulkan hasrat untuk menegaskan keunikan kultur sendiri Dalam konteks
inilah di kalangan para ahli berkembang dua macam pandangan dasar dalam teori
globalisasi Pertama memandang globalisasi menimbulkan grobalisasi Kedua
memandang globalisasi menimbulkan glokalisasi Pandangan grobalisasi
menekankan semakin meningkatnya kemampuan organisasi-organisasi dan
negara-negara modern di seluruh dunia yang sebagian besar bersifat kapitalistik
untuk meningkatkan kekuasaan mereka dan menjangkau dunia (Ritzer 200699)
Sebaliknya pandangan glokalisasi sebagaimana dijelaskan oleh Steger (200657)
merupakan interaksi yang kompleks antara global dan lokal yang bercirikan
peminjaman budaya Lebih lanjut pandangan grobalisasi menekankan terjadinya
penyeragaman atau homogenisasi versus pandangan glokalisasi yang menekankan
terjadinya heterogenisasi atau penganekaragaman budaya masyarakat yang
merupakan percampuran antara yang global dan yang lokal (Ritzer 2006104
Steger 200657)
Terjadinya glokalisasi yang menghasilkan budaya campuran tidak lepas
dari adanya orang-orang yang bermaksud menentang globalisasi khususnya
grobalisasi Cara mereka dengan mendukung dan bersekutu dengan glokalisasi
sebagai bentuk globalisasi yang lain namun mereka tetap mengadopsi budaya
global yang telah berpengaruh kuat sehingga timbul budaya campuran (Ritzer
2006229) Gagasan ini tampak penting untuk dirujuk dalam penelitian ini karena
relevan dengan fokus kajian budaya sebagaimana dikatakan oleh Suastika
(200731) bahwa fokus kajian budaya terletak pada persoalan bagaimana praktik
39
budaya memungkinkan berbagai budaya dan kelas berjuang melawan dominasi
budaya
Upaya orang-orang yang hendak menentang grobalisasi melalui glokalisasi
seperti itu identik dengan revitalisasi budaya mereka Dikatakan identik karena
sebagaimana dikemukakan oleh Adas (1988XIII) bahwa selain berjuang untuk
menghidupkan kembali adat tradisional atau kepercayaannya para partisipan
gerakan revitalisasi budaya juga bisa dirasuki oleh keinginan memperoleh barang-
barang asing dan mencontoh bentuk organisasi dan tingkah laku asing Barang
maupun organisasi dan tingkah laku asing bisa dilihat sebagai budaya global yang
masuk melalui proses globalisasi yang telah berpengaruh kuat kepada masyarakat
bersangkutan Sebagaimana dikemukakan oleh Ritzer (200699-100) bahwa sesuai
dengan penekanan teori Max Weber dan teori Karl Marx kekuatan pendorong
utama grobalisasi adalah rasionalisasi dan kebutuhan untuk memperlihatkan
kemampuan memperoleh keuntungan melalui imperialisme dan hegemoni Oleh
karena itu tidak tertutup kemungkinan bahwa untuk menghidupkan kembali adat
tradisional pendorong globalisasi seperti itu berlaku juga bagi masyarakat yang
melakukan revitalisasi budaya sebagai suatu gerakan sosial
Berkenaan dengan motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku dalam
konteks gerakan sosial teori rasionalitas mengasumsikan bahwa setiap manusia
pada dasarnya rasional dengan selalu mempertimbangkan prinsip efisiensi dan
efektivitas dalam melakukan setiap tindakan termasuk tindakan dalam melakukan
gerakan sosial (Basrowi dan Sukidin 2003 dan Mustain 2007) Sementara itu
teori ldquotindakan individu yang rasionalrdquo menyatakan bahwa individu-individu
40
dalam kehidupan bermasyarakat memiliki pertimbangan rasional dan kesadaran
akan adanya keuntungan yang dapat diperoleh melalui tindakan-tindakannya
(Yunita 1986) Demikian juga ldquoteori insentif selektifrdquo menjelaskan bahwa
keikutsertaan seseorang dalam suatu gerakan sosial banyak dipengaruhi oleh jenis
bentuk dan isi harapan-harapan yang akan menguntungkan insentif selektif
(Mustain 200749) Dengan demikian motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku
dalam gerakan sosial bersifat materialistik atau ekonomistik yang mencerminkan
karakter ideologi pasar Mengikuti pendapat Habermas (Thompson 2007)
motivasi dan prinsip-prinsip gerakan sosial menunjukkan ldquorasio instrumentalrdquo
dalam arti objek-objek dalam gerakan sosial dilihat dan diperlakukan sebagai alat
untuk memenuhi kepentingan yang bernuansa ideologi pasar
Foucault (Adlin 20065) melukiskan manusia postmodern yang terserap
ke dalam discourse sedang Jean Baudrillard melukiskan manusia postmodern
yang terhisap ke dalam dunia objek yang di dalamnya ia mempunyai peran
minimalis dalam menentukan objek itu tetapi sebaliknya dibentuk olehnya Ada
sekelompok elit yang memproduksi objek-objek tetapi mayoritas manusia
menjadi konsumen objek-objek Mereka tidak sekedar manusia konsumen tetapi
manusia dengan konsep diri dan subjektivitas yang dibentuk atau didefinisikan
berdasarkan kepemilikan objek-objek Di dalam dunia yang dikuasai objek
eksistensi manusia ditentukan oleh kepemilikan objek Manusia terserap ke dalam
logika objek ke dalam irama pergantian bentuk gaya dan citranya Manusia
mempunyai hasrat tetapi kini objek yang (aktif) merayu manusia Objek yang
menjadi pusat dunia bukan subjek (cogito) seperti yang dikatakan Descartes
41
Rayuan objek mendahului hasrat Objek yang memproduksi hasrat bukan hasrat
yang memproduksi objek Kekuasaan subjek telah dijungkirbalikkan dan yang
tersisa adalah subjek yang rapuh rentan dan tidak berdaya yang hanya dapat
secara pasif berhasrat sementara objek yang aktif merayunya Dalam kerapuhan
kerentanan dan ketidakberdayaannya subjek harus menyesuaikan diri dengan
objek-objek bukan objek yang menyesuaikan subjek Kemudian tercipta
paradoks karena kedaulatan subjek tidak dapat lagi dipertahankan dan satu-
satunya kedaulatan yang ada adalah kedaulatan objek Satu-satunya strategi yang
tersedia adalah strategi objek Subjek lenyap di dalam horizon objek-objek inilah
strategi fatal
Tiga perspektif utama budaya konsumen diungkapkan oleh Featherstone
(2005) Pertama pandangan bahwa budaya konsumen dipremiskan dengan
ekspansi produksi komoditas kapitalis yang memunculkan akumulasi besar-
besaran budaya dalam bentuk barang-barang konsumen dan tempat-tempat
belanja dan konsumsi Hal ini mengakibatkan tumbuhnya kepentingan aktivitas
bersenang-senang dan konsumsi dalam masyarakat Barat kontemporer Kedua
pandangan yang lebih sosiologis bahwa kepuasan berasal dari benda-benda
berhubungan dengan akses benda-benda yang terstruktur secara sosial dalam suatu
peristiwa yang telah ditentukan kepuasan dan status tergantung pada penunjukan
dan pemeliharaan perbedaan dalam kondisi inflasi Ketiga masalah kesenangan
emosional untuk konsumsi mimpi-mimpi dan keinginan yang ditampakkan dalam
bentuk tamsil budaya konsumen dan tempat-tempat konsumsi tertentu yang secara
beragam memunculkan kenikmatan jasmaniah langsung serta kesenangan estetis
42
Tumbuh suburnya budaya konsumen tidak sekadar memandang konsumsi
sebagai sesuatu yang berasal dari produksi tanpa mengakibatkan adanya
problematika (Featherstone 2005) namun lebih jauh dari itu budaya konsumen
juga memengaruhi perilaku seseorang untuk memutuskan pembelian produk suatu
barang yang dikendalikan oleh kekuatan media massa seperti iklan Periklanan
secara khusus mampu mengeksploitasi kondisi ini dan memberikan image
pencitraan eksotika nafsu kecantikan pemenuhan kebutuhan komunalitas serta
kehidupan yang baik untuk menyebarkan benda-benda konsumen seperti sabun
mesin cuci mobil serta minuman beralkohol Budaya konsumen akan mendorong
orang untuk berperilaku sesuai tingkatan kelas sosialnya dalam kehidupan
bermasyarakat
Konsumerisme bukan semata-mata bertalian dengan panutan pada nilai
simbolik melainkan berkaitan pula dengan persoalan identitas Hal ini sejalan
dengan gagasan Clammer (Atmadja 201092) bahwa konsumsi bukanlah semata-
mata urusan belanja atau pengambilalihan benda-benda untuk menjadi milik
sendiri atas dasar nilai guna melainkan juga pembelian identitas Oleh karena itu
konsumsi menjadi sarana bagi seseorang untuk memahami dan berkomunikasi
secara simbolik antara orang yang satu dan yang lain menciptakan dan
mereproduksi identitas mereka serta menjadi sarana dalam memahami diri
mereka dalam berhubungan dengan individu dan kelompok lain Orang tidak lagi
hanya mengonsumsi material dari suatu produk tetapi juga efek simbolik yang
dihasilkan produk tersebut sehingga tepat gagasan Simmel (Atmadja 201092)
43
bahwa ldquoproduct consumpted are not seen from their function but from symbols
related to identity and statusrdquo
Dengan mengikuti Fromm (Atmadja 201093) kondisi ini mengakibatkan
pola hidup masyarakat Bali berubah secara mendasar Zaman dahulu mereka
berpegang pada gagasan bahwa tua adalah indah namun sekarang orang
menganut gagasan bahwa baru adalah indah Ketertarikan manusia dengan
sesuatu yang baru berkaitan pula dengan kemampuan desainer mengembangkan
desain yang baru dengan daya pesona yang lebih kuat daripada sebelumnya
Sering terjadi pada mulanya suatu barang dengan desain tertentu harganya mahal
sehingga konsumennya hanya orang-orang kaya
Gaya hidup telah menjadi ciri dalam dunia modern (Chaney 2004)
sehingga masyarakat modern akan menggunakan gaya hidup untuk
menggambarkan tindakannya sendiri dan orang lain Dalam kaitannya dengan
budaya konsumen gaya hidup dikonotasikan dengan individualitas ekspresi diri
serta kesadaran diri yang stylistic Tubuh busana gaya pembicaraan aktivitas
rekreasi adalah beberapa indikator dari individualisme selera konsumen Gaya
hidup juga salah satu bentuk budaya konsumen Gaya hidup seseorang dilihat dari
apa yang dikonsumsinya baik barang ataupun jasa Konsumsi tidak hanya
mencakup kegiatan membeli sejumlah barang atau materi seperti televisi dan
telepon genggam Akan tetapi juga mengonsumsi jasa seperti rekreasi Beberapa
contoh gaya hidup yang tampak menonjol pada saat ini adalah nge-mall hang out
fitness
44
Masyarakat konsumen dengan budaya konsumsi yang dipegangnya
melihat tujuan dan totalitas hidupnya dalam kerangka atau logika konsumsi
Eksistensinya dijalankan dan dipertahankan hanya dengan terus menerusnya
mengonsumsi berbagai tanda dan status sosial di balik komoditi Bukan hanya
dirinya saja yang mengaktualisasikan diri melalui tindakan konsumsi orang lain
juga akan dinilai menurut standar yang dipakainya Artinya eksistensi orang lain
pun akan dinilai dan diakui sesuai dengan standar status sosial yang dipegangnya
(diambil dari sumber httpblogspotcom201301pengaruh-globalisasi-terhadap-
gaya-hiduphtml diakses 03 November 2014)
Kaitan dengan pemilihan bela diri Aikido sebagai budaya yang dikonsumsi
oleh aikidoka Bali unsur-unsur spiritualisme modern pada dualisme dikotomik
Griffin (Atmadja 201085) mengatakan bahwa manusia membuat pemilihan yang
berlawanan misalnya modern berlawanan dengan tradisional sains modern
berlawanan dengan sains tradisional dan lain-lain Keberlawanan ini tidak hanya
berdikotomi tetapi yang modern selalu dianggap lebih unggul sehingga yang
tradisional harus digusur Begitu pula manusia tidak dianggap sebagai bagian dari
alam melainkan sebagai lawan dari alam Oleh karena itu mendominasi
menundukkan menguasai dan mengendalikan alam dengan menggunakan ilmu
dan teknologi modern merupakan keharusan bagi manusia
Berdasarkan paparan teori globalisasi di atas maka diduga bahwa
grobalisasi merupakan proses yang melatari terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido Bali Para aikidoka Bali sebagai individu
merupakan objek dari budaya konsumen akibat derasnya arus globalisasi Budaya
45
konsumen juga dapat diartikan sebagai budaya-budaya yang dilakukan oleh
seorang konsumen dalam hal ini para aikidoka Bali yang mengonsumsi bela diri
Aikido Adapun budaya konsumen menggunakan image tanda-tanda dan benda-
benda simbolik yang mengumpulkan mimpi-mimpi keinginan dan fantasi yang
menegaskan keautentikan romantik dan pemenuhan emosional dalam hal
menyenangkan diri sendiri bukan orang lain secara narsistik Jadi kegiatan
konsumsi juga bertujuan untuk mengidentifikasikan diri dalam kelas
sosial tertentu sekaligus membedakannya dengan kelas sosial yang lain
Grobalisasi bisa jadi tampak sebagai proses penyeragaman teknik serta
sikap dan perilaku para aikidoka Bali dengan berorientasi kepada spirit samurai
yang merupakan spirit yang diusung oleh organisasi bela diri Aikido Jepang di
Tokyo Diduga demikian karena sebagaimana telah dikemukakan dalam latar
belakang bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan bela diri Aikido di
Bali diatur oleh organisasi induknya yang berada di Jepang sebagai superordinat
pemilik budaya yang dikonsumsi oleh para aikidoka Bali
Teori globalisasi digunakan untuk memecahkan masalah pertama dan
kedua yaitu mengapa bela diri Aikido yang berasal dari Jepang bisa
dikembangkan di Bali hingga menimbulkan fenomena posrealitas dan proses
terjadinya posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali
232 Teori Relasi KuasaPengetahuan
Konsep kekuasaanpengetahuan memberi perhatian khusus kepada
dimensi relasi antara kekuasaan dan pengetahuan sehingga produksi pengetahuan
dipahami tidak lepas dari rezim kekuasaan Foucault (Barker 2014232-233)
46
Takwin (2003128) mengatakan bahwa menurut pandangan Foucault hubungan
kuasa muncul bukan hanya pada tataran negara namun juga dalam kehidupan
sehari-hari Setiap hubungan selalu merupakan usaha saling menguasai dan saling
menekan Hubungan kuasa menghasilkan cerita yang disebut discourse atau
wacana yang isinya adalah sesuatu yang tidak menggambarkan realitas
sebagaimana adanya dalam rangka menetralisasi ketertekanan para pewacana
yang bersangkutan
Berdasarkan pernyataan di atas maka diduga bahwa posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali ada hubungan kuasa antara para pihak
yang terlibat dalam kegiatan pengembangannya Hubungan kuasa antara para
pihak tersebut menghasilkan wacana yang dibangun sedemikian rupa dalam
rangka upaya masing-masing pihak menetralkan ketertekanannya
Berkenaan dengan wacana Althusser (Faruk 2002142) berpendapat
bahwa wacana adalah ideologi dalam praktik tidak ada ideologi tanpa wacana dan
tidak ada wacana tanpa ideologi Ini berarti bahwa dengan mencermati wacana
dapat diketahui ideologi yang terkait dengan wacana tersebut Althusser (Takwin
2003101) juga berpendapat bahwa setiap penindasan menimbulkan usaha pada
pihak tertindas untuk melepaskan diri Salah satu alat yang perlu ada dalam upaya
pembebasan ini adalah ideologi suatu kepercayaan yang dibangun untuk
menggerakkan kelompok yang tertindas Ketika yang tertindas bebas dan
berkuasa maka ideologi mereka bisa saja digunakan untuk menindas pihak yang
lebih lemah Berkenaan dengan hubungan kuasa Foucault sebagaimana dikatakan
Takwin (2003130) melihat pengetahuan ditentukan oleh kekuasaan sehingga
47
kebenaran merujuk kepada rdquorezim kebenaranrdquo yang sedang bertahta Upaya untuk
saling menguasai dan melepaskan diri dari penindasan bisa juga dilakukan dengan
strategi politik identitas dalam arti memakai identitas kelompok atau individu
untuk memperoleh perlakuan yang lebih adil dari kelompok atau individu lain
(Sparringa 2006) Dalam pelaksanaan strategi politik identitas tentu saja
menggunakan wacana sebagai praktik ideologi sehingga identitas dalam wacana
juga bersifat dinamis sesuai dengan ideologi dan kepentingan berbagai aktornya
pada waktu dan tempat praktik politik identitas itu dilakukan
Althusser sebagaimana dijelaskan oleh Faruk (2002137-139) juga
berpendapat bahwa untuk mengamankan hubungan antarkelas dan dengan
demikian kekuasaan dapat dipegang dalam waktu lama maka pihak kelas yang
berkuasa mengembangkan dua macam ideologi Pertama ideologi yang tampil
dengan aparat-aparat negara yang represif (repressive state apparatus RSA)
yang bekerja secara represif melalui penggunaan kekerasan (militer polisi
penjara pengadilan dan lain-lain) sebagai upaya untuk mengamankan bentuk-
bentuk sosial yang ada Kedua ideologi yang tampil dengan aparat-aparat negara
ideologis (ideological state apparatus ISA) yang bekerja tidak dengan
menggunakan kekerasan melainkan dengan memainkan ideologi danatau wacana
secara persuasif atau hegemonik Dalam konteks inilah Althuser berpandangan
bahwa tidak ada kelas yang dapat memegang kekuasaan dalam waktu lama tanpa
melakukan hegemoni atas dan dalam ISA Dikatakan demikian karena yang
mempersatukan atau yang dapat menjamin harmoni antara yang satu dengan yang
lain dalam ISA adalah ideologi yang berkuasa sebagai perekat bagi bersatunya
48
anggota-anggota masyarakat Mengacu kepada gagasan Bourdieu (Harker tt
117 Fashri 200798-99) dikatakan bahwa kesuksesan para anggota kelompok
dominan untuk melancarkan hegemoninya ditentukan juga oleh modal budaya
ekonomi sosial dan modal simbolik yang mereka miliki yaitu sesuatu yang
dihargai oleh masyarakat misalnya pemilikan benda-benda budaya dan status
sosial
Teori relasi kuasapengetahuan dalam penelitian ini digunakan untuk
memecahkan masalah ke dua yaitu bagaimana proses terjadinya posrealitas
dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Teori ini relevan karena dalam
proses pengembangan bela diri Aikido di Bali melalui relasi kuasapengetahuan
oleh Jepang diimplementasikan dalam segala bentuk latihan fisik pengembangan
dojo dan penyebaran nilai-nilai yang ada dalam bela diri Aikido
233 Teori Identitas Sosial
Tajfel menyatakan asumsi dasar teori identitas sosial dalam situs
(httpidhamputrateori-identitas-sosialwordpresscom diakses 02 Agustus 2014)
dengan kalimat sebagai berikut
(1) Kita menciptakan identitas sosial kita untuk menyederhanakan
hubungan eksternal kita (2) Lebih jauh lagi ada kebutuhan manusia untuk
memiliki rasa harga diri (self esteem and self worth) yang kita transfer ke
dalam kelompok kita sendiri (3) Kita juga menata lingkungan kita dengan
perbandingan sosial antar kelompok Konsep dalam kelompok (in groups)
dan luar kelompok (out groups) itu penting dalam analisis ini
Lebih jauh Tajfel mengemukakan bahwa dalam teori identitas sosial
seorang individu tidaklah dianggap sebagai individu secara mutlak satu dalam
kehidupannya Individu merupakan bagian dari kelompok tertentu baik disadari
maupun tidak disadari Konsep identitas sosial adalah bagaimana seseorang itu
49
secara sosial dapat didefinisikan Identitas sosial yang melekat pada seseorang
merupakan identitas positif yang ingin dipertahankan Oleh karena itu individu
yang memiliki identitas sosial positif maka wacana maupun tindakannya akan
sejalan dengan norma kelompoknya Lagi pula individu tersebut diidentifikasikan
dalam suatu kelompok Wacana dan tindakannya sepatutnya sesuai dengan
wacana dan tindakan kelompoknya
Teori identitas sosial sebenarnya berangkat dari asumsi umum sebagai
berikut
1 Setiap individu selalu berusaha untuk merawat atau meninggikan self-
esteemnya mereka berusaha untuk membentuk konsep diri yang positif
2 Kelompok atau kategori sosial dan anggota dari mereka berasosiasi
terhadap konotasi nilai positif atau negatif Identitas sosial positif atau
negatif tergantung evaluasi (yang mengacu pada konsensus sosial bahkan
pada lintas kelompok) kelompok tersebut yang memberikan kontribusi
pada identitas sosial individu
3 Evaluasi dari salah satu kelompok adalah berusaha mendeterminasikan dan
juga sebagai bahan acuan pada kelompok lain secara spesifik melalui
perbandingan sosial dalam bentuk nilai atribut atau karakteristik
Dari asumsi di atas beberapa relasi prinsip teori dapat menghasilkan hal-
hal di bawah ini
1 Individu berusaha untuk mencapai atau merawat identitas sosial yang
positif
50
2 Identitas sosial yang positif ada berdasarkan pada besarnya tingkat
perbandingan favorit in-group dengan out-group in-group pasti
mempersepsikan dirinya secara positif berbeda dari out-group
3 Ketika identitas sosial tidak memuaskan individu akan berusaha keluar
dari kelompok lalu bergabung ke dalam kelompok yang lebih positif atau
membuat kelompok mereka lebih positif
Identitas sosial sebagai teori tidak lepas dari keinginan individu untuk
memperbandingkan dirinya serta kelompoknya dengan yang lain Perbandingan
sosial digambarkan oleh Festinger (1954) sebagai teori yang bisa membimbing
seseorang untuk membandingkan dirinya dengan yang lain siapa yang serupa
dengan dirinya dan siapa yang berbeda siapa yang berada di atas dan siapa yang
berada di bawah
Setidaknya ada tiga variabel yang memengaruhi hubungan pembedaan
antar kelompok dalam situasi sosial yang nyata (Tajfel 1974 Turner 1975
dalam Hogg amp Abrams 2000) Pertama individu pasti memiliki internalisasi
kelompok mereka sebagai konsep diri mereka secara subjektif mereka pasti
mengidentifikasikan kelompok yang relevan Hal ini tidak cukup dari orang lain
saja yang mengidentifikasikan seseorang dari kelompok mana dia berasal Kedua
situasi sosial akan menciptakan perbandingan sosial yang memungkinkan
terjadinya seleksi dan evaluasi atribut relasi yang relevan Perbedaan kelompok
pada tiap-tiap daerah tidak sama secara signifikan Misalnya di Amerika
perbedaan kelompok cenderung menonjol pada perbedaan warna kulit tetapi
perbedaan warna kulit bukan sesuatu yang menonjol di Hongkong Ketiga in-
51
group tidak membandingkan dirinya pada tiap proses kognitif yang ada pada out-
group out-group pastinya dipersepsikan sebagai kelompok perbandingan yang
relevan dalam kesamaan kedekatan dan secara situasional yang menonjol
Kemudian determinasi out-group dihasilkan sebagai perbandingan terhadap
situasi yang menggambarkan sesuatu determinasi in-group (didapatkan dari
sumber httpdharmaputrawordpresscom2008teori-identitas-sosial diakses 03
Agustus 2014)
Barker (2009175-176) menyatakan bahwa meskipun identitas diri bisa
dianggap sebagai proyek seseorang sudah menjadi kebenaran sosiologis juga
bahwa manusia lahir ke dunia yang sudah ada sebelumnya Manusia belajar
menggunakan bahasa yang telah digunakan sebelum lahir dan hidup dalam
konteks hubungan sosial dengan orang lain Manusia disusun menjadi individu
melalui proses sosial yang menggunakan bahan-bahan yang bersifat sosial Secara
umum ini disebut spisialisasi atau akulturasi Tanpa akulturasi manusia tidak
akan menjadi orang sebagaimana gagasan yang dipahami dalam hidup sehari-hari
Tanpa bahasa konsep keorangan dan identitas tidak akan bisa dipahami
Menjadi orang tidak mengandung unsur transenden atau ahistoris apapun
Identitas sepenuhnya sosial dan kultural dengan alasan-alasan berikut
1 Gagasan apakah artinya menjadi orang merupakan pertanyaan kultural
Sebagai contoh individualisme merupakan penunjuk yang khas
masyarakat modern
2 Sumber-sumber yang membentuk bahan-bahan untuk proyek identitas
yaitu bahasa dan praktik kultural berwatak sosial Akibatnya arti menjadi
52
seorang perempuan anak orang Asia atau orang tua terbentuk secara
berbeda-beda tergantung kepada konteks kulturalnya
Sumber-sumber yang bisa dipakai bagi proyek identitas tergantung kepada
kekuasaan situasional yang menjadi asal kompetensi kultural dalam konteks
kultural tertentu Apakah hitam atau putih laki-laki atau perempuan Afrika atau
Amerika kaya atau miskin adalah sesuatu yang penting karena sumber-sumber
kultural yang akan dimasuki berbeda Identitas menjadi penting tidak hanya untuk
penggambaran diri tetapi juga ciri-ciri sosial
Identitas sosial terkait dengan hak kewajiban dan sanksi normatif yang
dalam masyarakat tertentu menjadi dasar penentuan peran Penggunaan ciri-ciri
baku terutama berkaitan dengan ciri umur dan gender tubuh bersifat mendasar
dalam semua masyarakat dan masih sangat banyak lagi ragam lintas-budaya yang
bisa dicatat Giddens (Barker 2009176) Persoalan identitas adalah kesamaan dan
perbedaan soal personal dan sosial soal rdquoapa yang dimiliki individu secara
bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakan satu individu
dengan orang-orang lain Weeks (Barker 2009176)
Berdasarkan uraian di atas pengembangan bela diri Aikido di Bali adalah
identitas para peserta pelatihan yang merupakan satu identitas meliputi identitas
individunya keluarganya sukunya dan kelompoknya Bagi Fromm identitas diri
dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dari identitas sosial individu dalam
konteks komunitasnya Selain menjadi makhluk individual identitas diri tidak
terlepas dari norma yang mengikat masyarakat dalam lingkungan dan peran sosial
53
yang diembannya dalam masyarakat (httpidhamputrawordpressteori-identitas-
sosialcom diakses 03 Agustus 2014)
Teori identitas sosial Hendri Tajfel digunakan secara eklektik (bersamaan)
dengan teori lainnya untuk memecahkan ketiga masalah dalam penelitian ini
Keberterimaan bela diri Aikido di Bali proses terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali yang pada akhirnya membentuk identitas
baru berupa posrealitas kebudayaan yang membentuk identitas para aikidoka Bali
baik secara individu maupun identitas sosialnya
54
24 Model Penelitian
Model penelitian ini dapat digambarkan ke dalam Bagan 21
Bagan 21
Model Penelitian
Keterangan
= memengaruhi
= saling memengaruhi
Kebudayaan Bali
Bela Diri Tradisional Bali
-Pencak Silat
-Tengklung
-Mepantigan
Kebudayaan Jepang
Bela Diri Tradisional Jepang
-Karate
-Judo
-Aikido
Proses terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Latar belakang
terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Posrealitas dalam Pengembangan
Bela Diri Aikido di Bali
Temuan
Penelitian
Implikasi
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
55
Bagan 21 dapat dijelaskan bahwa tampak kebudayaan Bali dengan
unsurnya berupa bela diri tradisional Bali seperti Pencak Silat Tengklung
Mepantigan dan beberapa bela diri lainnya Dengan adanya globalisasi
bersentuhan dengan kebudayaan Jepang dengan unsurnya berupa bela diri
tradisional Jepang seperti Karate Judo dan Aikido Khusus pada penelitian ini
adalah bela diri Jepang Aikido Persentuhan antara keduanya akibat arus
globalisasi melahirkan bela diri Aikido yang berterima dan berkembang di
sejumlah dojo di Bali yang menunjukkan adanya posrealitas Posrealitas dalam
penelitian ini merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu berupa
peniruan bagi aikidoka Bali yaitu bela diri Aikido melalui pelatihan di beberapa
dojo yang ada di Bali Kondisi posrealitas adalah kondisi yang di dalamnya
prinsip-prinsip realitas telah dilampaui dalam pengertian diambil alih oleh
substitusi-substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir Hal ini telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang apa yang disebut yang nyata (the real) Yang nyata
senyata-nyatanya berada di Jepang bela diri Aikido telah membentangkan
persoalan filosofis mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa
yang disebut nyata
Posrealitas dapat dijelaskan sebagai kondisi matinya realitas dalam
pengertian diambilalihnya posisi realitas oleh apa yang sebelumnya disebut
sebagai nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru yang
memesona yang belum pernah dialami sebelumnya
56
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru yang tidak bisa dikatakan
realitas Bali yang asli karena telah dimasuki oleh nilai baru yang berasal dari
sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang Tidak bisa juga
dikatakan realitas yang benar-benar baru karena para anggota pelatihan tetaplah
kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya
Posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali dikaji dari tiga
dimensinya yaitu (1) latar belakang terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali (2) proses terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali dan (3) implikasi pengembangan bela diri Aikido tersebut
dalam kehidupan para aikidoka Bali
Penelitian kajian budaya ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teknik
wawancara observasi dokumentasi dan studi pustaka Data dianalisis secara
eklektik dengan menggunakan teori globalisasi kuasapengetahuan identitas
sosial dan teori pendukung lainnya yang terkait dengan permasalahan yang ada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberterimaan bela diri Aikido di Bali
dilatarbelakangi oleh beberapa ideologi yaitu dualisme kultural paternalisme
pasar citra dan multikulturalisme Proses pengembangan bela diri di beberapa
dojo yang ada di Bali meliputi tahap pengenalan pendirian organisasi
pengembangan tempat pelatihan dan tahap pengembangan mutu Semuanya
berorientasi kepada tempat pelatihan induk bela diri Aikido (Honbu Dojo) yang
berada di Tokyo-Jepang Pengembangan bela diri Aikido di Bali menimbulkan
57
implikasi pada para aikidoka Bali termasuk terbentuknya identitas baru dalam
masyarakat Bali
Melalui penelitian ini ditemukan paradigma baru bahwa di balik kekuatan
budaya Bali yang sedang berlangsung dalam segala lini kehidupan terdapat sikap
orang Bali yang terbuka terhadap kebudayaan asing khususnya bela diri asal
Jepang yaitu bela diri Aikido Terkait dengan bela diri Aikido yang sedang
ditekuni oleh beberapa komunitas di Bali ternyata ada berbagai hal yang
mendukung keberterimaannya Adanya kegayutan nilai-nilai budaya antara
kebudayaan Bali dan kebudayaan Jepang terkait keberadaan bela diri Aikido yang
berterima di beberapa komunitas pelatihan di Bali sehingga hal ini disebut sebagai
multikulturalisme
24
substitusi-substitusi yang diciptakan secara artifisal melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir yang telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang ldquoyang nyatardquo atau the real Disertasi Mugi
menyoroti fenomena posrealitas namun dalam konteks desain gedung sedangkan
penelitian ini menyoroti posrealitas dalam konteks pengembangan bela diri Aikido
di Bali
22 Konsep
Pengertian istilah-istilah penting yang tertera pada judul dan rumusan
masalah penelitian ini perlu dijelaskan secara konsepsional agar pelaksanaan
penelitian terarah Secara garis besar ada tiga unit istilah penting yang perlu
dijelaskan pengertiannya yaitu (1) posrealitas (2) spirit hidup samurai dan (3)
pengembangan bela diri Aikido di Bali
221 Posrealitas
Baudrillard (Kushendadewi 2019) menjelaskan bahwa kini realitas
merupakan sesuatu yang dapat disimulasikan direkayasa sedemikian rupa melalui
relasi tanda citra dan kode Semuanya tampak dapat ditangkap oleh panca indera
tetapi tidak memiliki eksistensi substansial Celakanya rekaan-rekaan tersebut
sebagai citraan simulasi bahkan diterima sebagai suatu realitas Dalam situasi
demikian terjadi obesitas (kegemukan) informasi dalam diri massa Obesitas
inilah yang menyebabkan terjadinya implosi (kecenderungan fenomena meledak
ke pusat ke dalam yang dapat menghancurkan dirinya sendiri)
Posrealitas merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu
tetapi karena proses pemanipulasian maka realitas buatan itu terputus
25
hubungannya dengan realitas aslinya Hiperrealitas yang berkembang melalui
proses simulasi mengikuti perkembangan ataupun revolusi hukum nilai Revolusi
tersebut mengakibatkan hanya pertukaran simbolis dan yang tertinggal adalah
hiperrealitas yakni tanda-tanda simbolis yang saling dipertukarkan petanda atau
maknanya dicari dalam relasi tanda tersebut dengan tanda lainnya dalam sistem
tanda
Secara singkat bisa dikemukakan bahwa posrealitas merupakan hasil dari
simulasi Media massa sangat berpengaruh dalam proses simulasi tersebut dengan
demikian media massa juga sangat berpengaruh dalam pembentukan hiperrealitas
Media massa yang dimaksud adalah media massa sebagai isi atau pesan yang
disampaikan dan media massa sebagai bentuk atau teknologi dan sistem kerjanya (
Kushendrawati 2011101)
Terbentuknya sebuah dunia baru sebagai akibat perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi mutakhir di dalamnya tercipta berbagai definisi dan
pemahaman baru mengenai apa yang disebut realitas Di dalamnya juga
dilukiskan metamorfosis yang dialami oleh manusia yang disebut kondisi realitas
ke arah kondisi posrealitas (post-reality) Kondisi posrealitas adalah kondisi yang
di dalamnya prinsip-prinsip realitas telah dilampaui diambil alih oleh substitusi-
substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu pengetahuan
teknologi dan seni mutakhir yang telah menghancurkan asumsi-asumsi
konvensional tentang kenyataan (the real)
Perkembangan dunia posrealitas telah membentangkan persoalan filosofis
mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa yang disebut yang
nyata Pertama ada persoalan terminologis Awalan pos pada istilah posrealitas
26
(post-reality) sesungguhnya menawarkan ruang tafsiran yang terbuka dan bersifat
polisemi Istilah pos di sini dapat diartikan sebagai penentangan terhadap
pemisahan dari keterputusan dan (discontinuity) persimpangan dari (rupture)
titik balik dari melewati atau melampaui realitas (hyper) Meskipun demikian
awalan pos pada istilah posrealitas digunakan dalam pengertian yang khusus
yaitu sebagai padanan dari kata hiper (hyper) yang digunakan oleh Jean
Baudrillard untuk menjelaskan kondisi yang disebutnya melampaui realitas
(hyper-reality)
Posrealitas adalah kondisi matinya realitas diambilalihnya posisi realitas
oleh nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru mempesona
yang belum pernah dialami sebelumnya Namun dunia realitas artifisial banyak
merenggut dunia realitas alamiah seperti kedekatan manusia dengan aura
keaslian dan eksotisme alam warisan luhur kebudayaan serta kekuatan spiritual
yang merupakan magnet dunia kehidupan Ketika realitas alamiah telah lenyap
dan diambil alih oleh berbagai realitas yang artifisial manusia terkurung dalam
perangkap dunia artifisialitas yang serba permukaan imanen dan dangkal serta
tidak mampu menemukan jalan kembali ke arah realitas alamiah kekayaan
kultural dan kedalaman pengalaman transendental (Piliang 200954-55)
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dengan terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru Realitas tersebut tidak bisa
27
dikatakan realitas Bali yang se asli-aslinya karena telah dimasuki nilai baru yang
berasal dari sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang
Realitas itu juga tidak bisa dikatakan realitas yang baru karena para aikidoka Bali
tetaplah kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya Berdasarkan
pengertian posrealitas di atas maka secara operasional posrealitas dalam
penelitian ini dikonsepsikan sebagai pengambilalihan posisi seni bela diri
tradisional Bali seperti Tengklung Setembak dan lain-lain oleh bela diri Jepang
yaitu bela diri Aikido
222 Spirit Hidup Samurai
Asal kaum samurai dimulai pada keluarga Yamato yang muncul sebagai
klan terkuat di Jepang pada abad ketujuh masehi Kata samurai berarti ldquoorang
yang melayanirdquo dan kata itu diberikan kepada mereka yang lahir pada keluarga
terhormat dan ditugaskan untuk menjaga anggota keluarga kekaisaran Falsafah
pengabdian ini adalah akar dari keningratan kaum samurai baik dalam tatanan
sosial maupun spiritual (Kitami 2013xii)
Asal-usul kelas samurai (Shigesuke 1999ix) adalah spesialisasi dari
kalangan aristokrat Secara umum kalangan kelas atas yang berpoligami biasanya
menghasilkan lebih banyak anak yang bisa terserap ke dalam level yang sama di
dalam masyarakat Aturan tentang hak waris lebih jauh menetapkan bahwa
hanya satu putra yang secara penuh mewarisi semua keistimewaan yang dimiliki
ayahnya Faktor-faktor ini menciptakan tekanan sosial dan natural menuju
diferensiasi dalam pola-pola karier dari anak keturunan kelas-kelas atas ini
28
Sebagaimana di Eropa di Jepang dan di tempat lain dari ayah-ayah
birokrat yang tidak mewarisi keistimewaan paternal inilah yang menjadi prajurit
perang atau pengelola kuil atau biara Kedua spesialisasi ini dibentuk untuk
proteksi terhadap negara para pasukan perang era kuno ini semula disebut
ldquosamurairdquo atau terjemahan kasarnya adalah ldquopembanturdquo karena mereka
membentuk pasukan bersenjata untuk membantu aristokrasi Pada saat para
samurai ini mengambil alih kekuasaan negara dari tangan aristokrat sebagai salah
satu kelas independen salah satu cara mereka memanifestasikan status dan
martabat baru mereka Mereka menjauhkan diri dari label samurai sekedar
ldquopembanturdquo kemudian menyebut diri mereka sebagai bushi「武士」yang berarti
kesatria
Spirit hidup samurai disebut sebagai bushido「武士道」 adalah etika
yang dianut oleh para samurai Walaupun istilah tersebut baru digunakan pada
zaman Edo (1603-1868) konsep bushido telah terbentuk sejak zaman Kamakura
(1185-1333) yang berkembang dari adopsi neo-konfusianisme pada zaman Edo
hingga menjadi landasan moralitas nasional pasca restorasi Meiji (1868-1912)
Bushido tidak hanya meliputi semangat bela diri dan keterampilan menggunakan
senjata tetapi juga loyalitas absolut pada tuannya rasa yang kuat atas kehormatan
pribadi pengabdian pada tugas dan keberanian bahkan jika diperlukan
pengorbanan nyawa dalam pertempuran dan ritual (Davies amp Ikeno 2014 41)
Etika bushido (Shigesuke 199930-31) mensyaratkan ada tiga hal yang
dipertimbangkan yang esensial yaitu kesetiaan tugas dan keberanian Hal
tersebut memuat tentang kesatria yang bekerja dengan kesetiaan tinggi kesatria
29
yang bisa dipercaya dalam mengemban tugas kesatria yang kuat dan pemberani
Prajurit yang memiliki kombinasi tiga sosok baik kesetiaan pengembanan tugas
dan keberanian bisa dipertimbangkan sebagai kesatria dengan orde tertinggi
Secara umum keberanian bukanlah sesuatu yang tidak hanya tampak pada
saat seseorang mengenakan baju besi mengangkat senjata lalu bertempur dalam
peperangan Perbedaan antara sikap berani dan sikap pengecut sudah tampak
dalam kehidupan sehari-hari meski tidak ada perang Seseorang yang pemberani
akan menunjukkan loyalitas dan kasih sayang kepada majikannya dan orang
tuanya Jika ada waktu luang ia akan mempelajari literatur dan terus berlatih bela
diri Ia menghindari kemewahan personal tidak berfoya-foya Ia juga tidak tamak
dan membelanjakan uang apabila diperlukan
Spirit samurai yang mengalir dalam bela diri Aikido beberapa di
antaranya adalah spirit keberanian kesabaran kegagahan dan ketenangan dalam
menghadapi masalah Hal ini diungkapkan oleh Nitobe (200468) sebagai berikut
勇気我慢大胆だいたん
自若じじゃく
勇猛ゆうもう
などの心性しんせい
は少年武士の心に最も強く
訴うった
えられ実例じつれい
を模範も は ん
として幼おさな
いときから訓練され励はげ
みとされたい
わば最も人気のある徳性とくせい
であった彼らは母親のふところに抱かれた
幼児よ う じ
のころから軍記ぐ ん き
物語ものがた
りをくり返し聞かされもし何か苦痛く つ う
なことが
あって泣き出したりすれば「これくらいのことで泣くとはなんて臆病おくびょう
なんでしょう」と母親に叱しか
られ「もし戦場せんじょう
に出て腕うで
を切られるよう
なことがあったらどうしますかもし切腹せっぷく
を命めい
じられたときはどうし
ますか」と励はげ
まされた
Jiwa seperti keberanian kesabaran kegagahan ketenangan dalam menghadapi
bahaya keliaran dan sebagainya paling kental berpengaruh pada hati para kesatria
remaja Sejak masih kecil mereka ditanamkan jiwa-jiwa tersebut dengan contoh
nyata dan dilatih agar memilikinya yang dijadikan sumber semangatnya Sejak
masa balitanya yang masih dalam pangkuan ibunya mereka berulang kali
diceritakan dongeng kesatria dan pertempuran jika ada yang menangis karena
terjadi sesuatu yang menyedihkan dalam cerita tersebut maka ia dimarahi ibunya
dengan perkataan ldquoBetapa penakutnya engkau sampai menangis gara-gara hal
30
sepele ini rdquo Mereka pun disemangati dengan kata-kata ldquoBagaimana kalau maju
ke medan perang dan lenganmu terpotong Bagaimana kalau disuruh seppuku
(Harakiri) rdquo
Spirit samurai lainnya dalam bela diri Aikido adalah berlatih tiada henti
karena dalam berlatih bela diri Aikido tidak ada kata ldquotamatlulusrdquo Bagi aikidoka
hanya ada kata ldquoterus berlatihrdquo meskipun ada tingkatan dari sebelum menyandang
sabuk hitam (Kyuu) sampai dengan tingkatan sabuk hitam (Dan) Namun sampai
saat ini belum ada aikidoka yang bisa mencapai tingkatan paling tinggi dalam bela
diri Aikido (Dan X) bahkan ada beberapa guru (sensei) yang sudah berlatih bela
diri Aikido sampai selama 50 tahun
Berlatih terus menerus tanpa henti diungkapkan oleh guru besar pendiri
bela diri Aikido Morihei Ueshiba dalam buku Jurnal Demontrasi Aikido ke-40
(20037) bahwa
合気道あいきどう
の稽古け い こ
に終お
わりはありません稽古をはじめたら根気こ ん き
よく続つづ
けるこ
とですうまずたゆまず求もと
めてください稽古を続けることが進歩し ん ぽ
への
第一歩だいいちほ
であり稽古の大切たいせつ
な一面いちめん
でもあるのです
Latihan Aikido tidak ada akhirnya Kalau anda sudah mulai latihan janganlah
pernah berhenti Carilah ilmu dengan pantang menyerah Berlatih terus menerus
tanpa henti adalah langkah pertama untuk menuju kemajuan sekaligus satu sisi
yang sangat penting dalam keseluruhan latihan
Lebih lanjut Ueshiba (The Art of Peace 199285) mengatakan
Life itself is always a trial In training you must test and polish yourself in order
to face the great challenges of life Transcend the realm of life and death and
then you will be able to make your way calmly and safely through any crisis that
confronts to you
Kehidupan itu selalu merupakan suatu percobaan Dalam berlatih engkau harus
mengetes dan menghaluskan dirimu untuk berhadapan dengan tantangan
kehidupan yang besar Lampauilah dunia kehidupan dan kematian dan kemudian
anda akan bisa membuat jalan anda dengan tenang dan aman sepanjang krisis
yang anda hadapi
31
Spirit samurai yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagaimana para
aikidoka Bali bersikap dalam kehidupan berlatih bela diri Aikido dan dalam
kehidupan sehari-hari berlandaskan kepada jiwa total dalam mengerjakan sesuatu
Total dalam mengabdi terhadap kewajiban dalam kesetiaan dan dalam segala hal
Merasakan kehidupan dalam tiap nafas berarti hidup yang sebenar-benarnya
Bushido mengajarkan untuk merasakan setiap nafas yang dihirup Setiap detik
hidup ini harus dijalani dengan sungguh-sungguh Segala bidang yang ditekuni
harus dijalani dengan segenap jiwa raga
223 Pengembangan Bela Diri Aikido di Bali
Pengembangan bela diri Aikido di Bali tidak bisa lepas dari sejarah awal
pelatihan tahun 1995 di Dojo Samurai kawasan Renon Denpasar Pada saat
pertama berlatih bela diri Aikido para peserta kebanyakan pada mulanya adalah
pengikut bela diri Karate Pencak Silat dan bela diri lainnya Setelah aktivitas
pelatihan berlangsung dua tahun tepatnya 07 Mei 1997 terbentuk induk organisasi
bela diri Aikido di Bali (Bari Aikikai) Setelah itu tumbuh dojo-dojo lainnya di
Bali sebagai tempat berlatih seperti Dojo Dirgahayu di Desa Sumerta Kaja Dojo
Aora di Kuta dan Dojo Kami di Jimbaran Badung
Layaknya sebuah organisasi sosial organisasi bela diri Aikido sebagai
objek yang berkembang dengan sosiologi fungsional dipandang sebagai
hubungan sosial yang berkontribusi kepada entitas yang menjadi bagian di
dalamnya Dalam analisis fungsional terhadap organisasi elemen-elemen
organisasi dipandang memiliki kontribusi kepada integritas organisasi secara
keseluruhan Sejak awal para analis terkemuka menyadari bahwa di dalam
32
organisasi formal melekat praktik kekuasaan yang terutama dibentuk oleh
otoritas Hal tersebut memicu penolakan kelompok-kelompok yang ada dalam
organisasi sehingga organisasi tidak dapat berfungsi sebagaimana yang
diharapkan Oleh sebab itu para analis sistem meyakini bahwa organisasi sering
kali berfungsi secara suboptimal Para teoretisi konflik dengan menggunakan
konsep Marxian dan neo-Weberian menarik kesimpulan yang lebih ekstrem
Sebagian merespons kritik dan sebagian lagi sebagai proses pengembangan Arus
utama studi organisasi mulai meyakini bahwa perbedaan antara organisasi
kontemporer dengan tipe-tipe kelembagaan yang lain dapat diperluas Irasionalitas
dan penampilan yang suboptimal merupakan karakter normal organisasi
Walaupun memahami organisasi dari sisi penampilannya masih tampak umum
sekarang muncul kesadaran akan implikasi pendekatan tersebut dan kerelaan
untuk mempertimbangkan perspektif lain Organisasi sekarang dipahami sebagai
aktivitas dan sebagai objek
Arus utama analisis organisasi mendefinisikan dirinya dalam kerangka
kelembagaan yang berbeda dalam prinsip dengan yang ada dalam masyarakat
tradisional Ada perkembangan pemahaman yang penting yakni organisasi formal
bukan merupakan batas bagi organisasi Melalui beragam inspirasi intelektual
seperti etnometodologi dan fenomenologi perspektif baru terhadap organisasi
menjadi pusat perhatian Unsur penting itu tampak dalam era organisasi virtual
Organisasi tidak pernah nyata terbentuk sebagaimana dalam pengertian seluruh
partisipan dalam organisasi bertemu dalam suatu tempat dalam satu waktu
33
Sebagaimana dinyatakan oleh Robert Cooper Dalam pengertian mendasarnya
organisasi adalah penertiban terhadap yang tidak tertibrdquo (Scott 2011190-191)
Seperti halnya mesin yang terangkai dari berbagai komponen yang saling
terkait Tripomo (201412-14) menyatakan bahwa organisasi juga merupakan
rangkaian komponen berupa orang-orang yang saling berinteraksi satu dengan
yang lain Namun organisasi tidak sama dengan mesin karena organisasi
merupakan kesatuan sosial hubungan antara satu orang dengan orang yang lain
tidak hanya bersifat rasional dan mekanistik Menurut kodratnya manusia adalah
makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat karena manusia selalu hidup bersama
dengan manusia lainnya sebagai kesatuan sosial
Kesatuan sosial adalah kelompok individu yang saling berhubungan dan
memengaruhi karena memiliki keterikatan nilai budaya aturan emosi dan
perantugas Keterikatan sosial sering kali tidak memperhitungkan kalkulasi
untung rugi rasionalfinansial Sebagai kesatuan sosial urusan rasa selera
keadilan dan solidaritas menjadi penting serta ukuran benar dan salah menjadi
tidak bersifat mutlak Pendapat keputusan reaksi seseorang tidak mutlak rasional
tetapi dipengaruhi oleh hubungan manusia dalam kesatuan sosial
Organisasi sebagai kesatuan sosial memiliki sifat saling terkait yang lebih
rumit daripada rangkaian mesin Dengan memencet tombol offrdquo pada saat jam
kerja berakhir maka mesin mati dan interaksi antar bagian-bagian mesin terhenti
Apakah interaksi antar orang berhenti Jawabannya tidak Setelah selesai jam
kerja orang-orang masih berhubungan satu sama lain bahkan setelah pensiunpun
orang masih berinteraksi satu sama lain Seorang anak yang tidak memiliki
34
keterkaitan dalam organisasi bisa memengaruhi keputusan karena bapaknya
pejabat Orang-orang yang pindah partai seperti kutu loncatpun tidak akan bisa
melepaskan relasinya dengan orang-orang di partai yang ia tinggalkan Inilah
keunikan organisasi sebagai kesatuan sosial
Organisasi yang berisi kumpulan manusia jelas berbeda dengan mesin yang
berisi kumpulan onderdil Organisasi adalah kesatuan dari individu-individu yang
dikoordinasikan secara sadar untuk mencapai tujuan tertentu Bagaimana interaksi
di antara individu-individu dalam organisasi diatur oleh sebuah sistem yang
disebut struktur organisasi Struktur organisasi ibarat otak otot dan syaraf yang
mengkoordinasikan kerja organ indera dan anggota tubuh manusia
Bela diri Aikido di Indonesia tidak sepopuler Karate Kempo ataupun Judo
tetapi bela diri Aikido masuk ke Indonesia dalam waktu yang bersamaan dari
Jepang Ketidakpopuleran bela diri Aikido disebabkan oleh tidak adanya sistem
pertandingan sebagaimana yang ada dalam bela diri lainnya Oleh karena itu bela
diri Aikido hanya disebarkan melalui pembicaraan-pembicaraan saja Baru tahun
1984 mulai dipikirkan pengembangannya dengan membentuk organisasi bela diri
Sejak saat itu media elektronik dan cetak mulai memperkenalkannya dengan
metode atau peragaan (embukai)
Pada tahun 1993 didirikan yayasan Keluarga Bela Diri Aikido Indonesia
(KBAI) oleh sensei Ferdiansyah Secara umum perguruan ini berafiliasi kepada
pusat organisasi bela diri Aikido di Jepang (Honbu Aikikai) Dalam pertaliannya
dengan induk organisasi KBAI melaksanakan program kunjungan tahunan dari
para instrukstur pusat Aikikai - Jepang KBAI mengembangkan perguruannya
35
dalam bentuk tempat-tempat latihan umum atau club-club Pengembangan club-
club banyak dilakukan pada instansi dan perusahaan perguruan tinggi dan
sekolah
Secara tahunan atau dua tahunan KBAI mengadakan program kunjungan
instruktur dari Jepang sebagai motivator anggotanya dalam berlatih Secara
berkala pula dilakukan ujian kenaikan tingkat yang dilakukan empat bulan sekali
Secara umum KBAI mengembangkan perguruannya dengan hati-hati dengan
menjaga mutu teknis dan operasionalnya (diambil dari sumber httpkbaitripod
comhal_kbaihtm diakses 03 November 2014)
Organisasi bela diri Aikido di Bali dikonsepsikan sebagai organisasi sosial
yang ada di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung Organisasi tersebut pada
penelitian ini secara keseluruhan berjumlah empat unit yang terhimpun ke dalam
satu organisasi induknya bernama Bari Aikikai「バリ合気会」 Keempat
organisasi yang tergabung ke dalam organisasi induknya ini adalah (1) Dojo
Samurai di Renon Denpasar (2) Dojo Dirgahayu di Desa Sumerta Kaja
Denpasar (3) Dojo Aora di Kuta Badung dan (4) Dojo Kami di Jimbaran
Badung Masing-masing organisasi mempunyai pengelola dojo bagian keuangan
dan pelatih
Dari uraian di atas tampak bahwa pengembangan bela diri Aikido di Bali
baik dari permulaan kemunculannya maupun selanjutnya ditopang oleh sistem
organisasi yang teratur memiliki struktur dan orang-orang yang duduk sesuai
fungsinya sehingga pengembangannya bisa terarah Pengembangan bela diri
Aikido di Bali dalam penelitian ini adalah proses setiap tahapan dilalui dengan
36
posrealitas kebudayaan sampai terjadinya implikasi bela diri Aikido ini berupa
identitas baru bagi para aikidoka Bali Kenyataan ini disebabkan oleh pelatihan
bela diri Aikido yang berkelanjutan dan dalam rentang waktu yang lama dan
membentuk aikidoka Bali sebagai manusia baru yang memiliki rdquolabelrdquo berbeda
dengan manusia Bali pada umumnya
23 Landasan Teoretis
Ada tiga teori yang relevan untuk diacu dalam penelitian ini yaitu teori
globalisasi teori relasi kuasapengetahuan dan teori identitas sosial Ketiga teori
ini digunakan secara eklektik seperti yang biasa digunakan dalam kajian budaya
Hal ini sesuai dengan pendapat Sanderson (Minawati 200936) bahwa eklektisme
merupakan suatu cara pandang yang mengatakan bahwa berbagai strategi teoretis
harus digunakan secara kombinasi agar diperoleh penjelasan yang dapat diterima
231 Teori Globalisasi
Globalisasi adalah ldquopenyebaran kebiasaan-kebiasaan yang mendunia
ekspansi hubungan yang melintasi benua organisasi dari kehidupan sosial pada
skala global dan pertumbuhan dari sebuah kesadaran global bersamardquo Ritzer
(200696) Membaca definisi ini tampaklah bahwa globalisasi mempunyai
cakupan yang luas Cakupan globalisasi yang luas itu secara lebih jelas dapat
dilihat dengan mencermati gagasan Appadurai sebagaimana dikutip oleh Steger
(200658) bahwa ada lima dimensi konseptual atau ldquolandscaperdquo yang dibentuk
dan sekaligus merupakan ciri-ciri arus budaya global Kelima ldquolandscaperdquo
danatau ciri arus budaya global itu adalah sebagai berikut
37
1 Ethnoscapes adalah perpindahan penduduk dari satu negara ke negara lain
seperti wisatawan imigran pengungsi dan tenaga kerja
2 Technoscape mengacu kepada perkembangan teknologi yang kini
mengalir dengan kecepatan tinggi menembus batas-batas negara
3 Mediascape mengacu kepada kemampuan elektronik untuk menyebarkan
informasi ke berbagai belahan dunia
4 Finanscape adalah aspek finansial atau uang yang sulit diprediksi dalam
era globalisasi
5 Ideoscape terkait dengan masalah politik seperti kebebasan demokrasi
kedaulatan kesejahteraan hak seseorang ideologi-ideologi negara dan
gerakan sosial
Globalisasi dengan ciri-cirinya yang demikian itu telah mengakibatkan
dunia seakan-akan tidak lagi dibatasi oleh tembok-tembok penyekat yang
memisahkan negara yang satu dengan negara yang lain (Ardika 200713)
Dengan kata lain garis-garis batas budaya nasional ekonomi nasional dan
wilayah nasional semakin kabur (Hirst dan Thompson 19911) Sejalan dengan
proses itu tampaknya perubahan pada berbagai aspek kehidupan masyarakat
dan budayanya sebagai dampak globalisasi sulit dihindari sehingga kini tidak
jarang realita kehidupan sosial budaya telah jauh berbeda dengan realitanya di
masa lampau
Globalisasi tidak begitu saja dapat menyebabkan perubahan budaya suatu
masyarakat tanpa reaksi masyarakat yang bersangkutan karena sebagaimana
dikemukakan oleh Ardika (200715) bahwa pengaruh budaya global juga dapat
38
menimbulkan hasrat untuk menegaskan keunikan kultur sendiri Dalam konteks
inilah di kalangan para ahli berkembang dua macam pandangan dasar dalam teori
globalisasi Pertama memandang globalisasi menimbulkan grobalisasi Kedua
memandang globalisasi menimbulkan glokalisasi Pandangan grobalisasi
menekankan semakin meningkatnya kemampuan organisasi-organisasi dan
negara-negara modern di seluruh dunia yang sebagian besar bersifat kapitalistik
untuk meningkatkan kekuasaan mereka dan menjangkau dunia (Ritzer 200699)
Sebaliknya pandangan glokalisasi sebagaimana dijelaskan oleh Steger (200657)
merupakan interaksi yang kompleks antara global dan lokal yang bercirikan
peminjaman budaya Lebih lanjut pandangan grobalisasi menekankan terjadinya
penyeragaman atau homogenisasi versus pandangan glokalisasi yang menekankan
terjadinya heterogenisasi atau penganekaragaman budaya masyarakat yang
merupakan percampuran antara yang global dan yang lokal (Ritzer 2006104
Steger 200657)
Terjadinya glokalisasi yang menghasilkan budaya campuran tidak lepas
dari adanya orang-orang yang bermaksud menentang globalisasi khususnya
grobalisasi Cara mereka dengan mendukung dan bersekutu dengan glokalisasi
sebagai bentuk globalisasi yang lain namun mereka tetap mengadopsi budaya
global yang telah berpengaruh kuat sehingga timbul budaya campuran (Ritzer
2006229) Gagasan ini tampak penting untuk dirujuk dalam penelitian ini karena
relevan dengan fokus kajian budaya sebagaimana dikatakan oleh Suastika
(200731) bahwa fokus kajian budaya terletak pada persoalan bagaimana praktik
39
budaya memungkinkan berbagai budaya dan kelas berjuang melawan dominasi
budaya
Upaya orang-orang yang hendak menentang grobalisasi melalui glokalisasi
seperti itu identik dengan revitalisasi budaya mereka Dikatakan identik karena
sebagaimana dikemukakan oleh Adas (1988XIII) bahwa selain berjuang untuk
menghidupkan kembali adat tradisional atau kepercayaannya para partisipan
gerakan revitalisasi budaya juga bisa dirasuki oleh keinginan memperoleh barang-
barang asing dan mencontoh bentuk organisasi dan tingkah laku asing Barang
maupun organisasi dan tingkah laku asing bisa dilihat sebagai budaya global yang
masuk melalui proses globalisasi yang telah berpengaruh kuat kepada masyarakat
bersangkutan Sebagaimana dikemukakan oleh Ritzer (200699-100) bahwa sesuai
dengan penekanan teori Max Weber dan teori Karl Marx kekuatan pendorong
utama grobalisasi adalah rasionalisasi dan kebutuhan untuk memperlihatkan
kemampuan memperoleh keuntungan melalui imperialisme dan hegemoni Oleh
karena itu tidak tertutup kemungkinan bahwa untuk menghidupkan kembali adat
tradisional pendorong globalisasi seperti itu berlaku juga bagi masyarakat yang
melakukan revitalisasi budaya sebagai suatu gerakan sosial
Berkenaan dengan motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku dalam
konteks gerakan sosial teori rasionalitas mengasumsikan bahwa setiap manusia
pada dasarnya rasional dengan selalu mempertimbangkan prinsip efisiensi dan
efektivitas dalam melakukan setiap tindakan termasuk tindakan dalam melakukan
gerakan sosial (Basrowi dan Sukidin 2003 dan Mustain 2007) Sementara itu
teori ldquotindakan individu yang rasionalrdquo menyatakan bahwa individu-individu
40
dalam kehidupan bermasyarakat memiliki pertimbangan rasional dan kesadaran
akan adanya keuntungan yang dapat diperoleh melalui tindakan-tindakannya
(Yunita 1986) Demikian juga ldquoteori insentif selektifrdquo menjelaskan bahwa
keikutsertaan seseorang dalam suatu gerakan sosial banyak dipengaruhi oleh jenis
bentuk dan isi harapan-harapan yang akan menguntungkan insentif selektif
(Mustain 200749) Dengan demikian motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku
dalam gerakan sosial bersifat materialistik atau ekonomistik yang mencerminkan
karakter ideologi pasar Mengikuti pendapat Habermas (Thompson 2007)
motivasi dan prinsip-prinsip gerakan sosial menunjukkan ldquorasio instrumentalrdquo
dalam arti objek-objek dalam gerakan sosial dilihat dan diperlakukan sebagai alat
untuk memenuhi kepentingan yang bernuansa ideologi pasar
Foucault (Adlin 20065) melukiskan manusia postmodern yang terserap
ke dalam discourse sedang Jean Baudrillard melukiskan manusia postmodern
yang terhisap ke dalam dunia objek yang di dalamnya ia mempunyai peran
minimalis dalam menentukan objek itu tetapi sebaliknya dibentuk olehnya Ada
sekelompok elit yang memproduksi objek-objek tetapi mayoritas manusia
menjadi konsumen objek-objek Mereka tidak sekedar manusia konsumen tetapi
manusia dengan konsep diri dan subjektivitas yang dibentuk atau didefinisikan
berdasarkan kepemilikan objek-objek Di dalam dunia yang dikuasai objek
eksistensi manusia ditentukan oleh kepemilikan objek Manusia terserap ke dalam
logika objek ke dalam irama pergantian bentuk gaya dan citranya Manusia
mempunyai hasrat tetapi kini objek yang (aktif) merayu manusia Objek yang
menjadi pusat dunia bukan subjek (cogito) seperti yang dikatakan Descartes
41
Rayuan objek mendahului hasrat Objek yang memproduksi hasrat bukan hasrat
yang memproduksi objek Kekuasaan subjek telah dijungkirbalikkan dan yang
tersisa adalah subjek yang rapuh rentan dan tidak berdaya yang hanya dapat
secara pasif berhasrat sementara objek yang aktif merayunya Dalam kerapuhan
kerentanan dan ketidakberdayaannya subjek harus menyesuaikan diri dengan
objek-objek bukan objek yang menyesuaikan subjek Kemudian tercipta
paradoks karena kedaulatan subjek tidak dapat lagi dipertahankan dan satu-
satunya kedaulatan yang ada adalah kedaulatan objek Satu-satunya strategi yang
tersedia adalah strategi objek Subjek lenyap di dalam horizon objek-objek inilah
strategi fatal
Tiga perspektif utama budaya konsumen diungkapkan oleh Featherstone
(2005) Pertama pandangan bahwa budaya konsumen dipremiskan dengan
ekspansi produksi komoditas kapitalis yang memunculkan akumulasi besar-
besaran budaya dalam bentuk barang-barang konsumen dan tempat-tempat
belanja dan konsumsi Hal ini mengakibatkan tumbuhnya kepentingan aktivitas
bersenang-senang dan konsumsi dalam masyarakat Barat kontemporer Kedua
pandangan yang lebih sosiologis bahwa kepuasan berasal dari benda-benda
berhubungan dengan akses benda-benda yang terstruktur secara sosial dalam suatu
peristiwa yang telah ditentukan kepuasan dan status tergantung pada penunjukan
dan pemeliharaan perbedaan dalam kondisi inflasi Ketiga masalah kesenangan
emosional untuk konsumsi mimpi-mimpi dan keinginan yang ditampakkan dalam
bentuk tamsil budaya konsumen dan tempat-tempat konsumsi tertentu yang secara
beragam memunculkan kenikmatan jasmaniah langsung serta kesenangan estetis
42
Tumbuh suburnya budaya konsumen tidak sekadar memandang konsumsi
sebagai sesuatu yang berasal dari produksi tanpa mengakibatkan adanya
problematika (Featherstone 2005) namun lebih jauh dari itu budaya konsumen
juga memengaruhi perilaku seseorang untuk memutuskan pembelian produk suatu
barang yang dikendalikan oleh kekuatan media massa seperti iklan Periklanan
secara khusus mampu mengeksploitasi kondisi ini dan memberikan image
pencitraan eksotika nafsu kecantikan pemenuhan kebutuhan komunalitas serta
kehidupan yang baik untuk menyebarkan benda-benda konsumen seperti sabun
mesin cuci mobil serta minuman beralkohol Budaya konsumen akan mendorong
orang untuk berperilaku sesuai tingkatan kelas sosialnya dalam kehidupan
bermasyarakat
Konsumerisme bukan semata-mata bertalian dengan panutan pada nilai
simbolik melainkan berkaitan pula dengan persoalan identitas Hal ini sejalan
dengan gagasan Clammer (Atmadja 201092) bahwa konsumsi bukanlah semata-
mata urusan belanja atau pengambilalihan benda-benda untuk menjadi milik
sendiri atas dasar nilai guna melainkan juga pembelian identitas Oleh karena itu
konsumsi menjadi sarana bagi seseorang untuk memahami dan berkomunikasi
secara simbolik antara orang yang satu dan yang lain menciptakan dan
mereproduksi identitas mereka serta menjadi sarana dalam memahami diri
mereka dalam berhubungan dengan individu dan kelompok lain Orang tidak lagi
hanya mengonsumsi material dari suatu produk tetapi juga efek simbolik yang
dihasilkan produk tersebut sehingga tepat gagasan Simmel (Atmadja 201092)
43
bahwa ldquoproduct consumpted are not seen from their function but from symbols
related to identity and statusrdquo
Dengan mengikuti Fromm (Atmadja 201093) kondisi ini mengakibatkan
pola hidup masyarakat Bali berubah secara mendasar Zaman dahulu mereka
berpegang pada gagasan bahwa tua adalah indah namun sekarang orang
menganut gagasan bahwa baru adalah indah Ketertarikan manusia dengan
sesuatu yang baru berkaitan pula dengan kemampuan desainer mengembangkan
desain yang baru dengan daya pesona yang lebih kuat daripada sebelumnya
Sering terjadi pada mulanya suatu barang dengan desain tertentu harganya mahal
sehingga konsumennya hanya orang-orang kaya
Gaya hidup telah menjadi ciri dalam dunia modern (Chaney 2004)
sehingga masyarakat modern akan menggunakan gaya hidup untuk
menggambarkan tindakannya sendiri dan orang lain Dalam kaitannya dengan
budaya konsumen gaya hidup dikonotasikan dengan individualitas ekspresi diri
serta kesadaran diri yang stylistic Tubuh busana gaya pembicaraan aktivitas
rekreasi adalah beberapa indikator dari individualisme selera konsumen Gaya
hidup juga salah satu bentuk budaya konsumen Gaya hidup seseorang dilihat dari
apa yang dikonsumsinya baik barang ataupun jasa Konsumsi tidak hanya
mencakup kegiatan membeli sejumlah barang atau materi seperti televisi dan
telepon genggam Akan tetapi juga mengonsumsi jasa seperti rekreasi Beberapa
contoh gaya hidup yang tampak menonjol pada saat ini adalah nge-mall hang out
fitness
44
Masyarakat konsumen dengan budaya konsumsi yang dipegangnya
melihat tujuan dan totalitas hidupnya dalam kerangka atau logika konsumsi
Eksistensinya dijalankan dan dipertahankan hanya dengan terus menerusnya
mengonsumsi berbagai tanda dan status sosial di balik komoditi Bukan hanya
dirinya saja yang mengaktualisasikan diri melalui tindakan konsumsi orang lain
juga akan dinilai menurut standar yang dipakainya Artinya eksistensi orang lain
pun akan dinilai dan diakui sesuai dengan standar status sosial yang dipegangnya
(diambil dari sumber httpblogspotcom201301pengaruh-globalisasi-terhadap-
gaya-hiduphtml diakses 03 November 2014)
Kaitan dengan pemilihan bela diri Aikido sebagai budaya yang dikonsumsi
oleh aikidoka Bali unsur-unsur spiritualisme modern pada dualisme dikotomik
Griffin (Atmadja 201085) mengatakan bahwa manusia membuat pemilihan yang
berlawanan misalnya modern berlawanan dengan tradisional sains modern
berlawanan dengan sains tradisional dan lain-lain Keberlawanan ini tidak hanya
berdikotomi tetapi yang modern selalu dianggap lebih unggul sehingga yang
tradisional harus digusur Begitu pula manusia tidak dianggap sebagai bagian dari
alam melainkan sebagai lawan dari alam Oleh karena itu mendominasi
menundukkan menguasai dan mengendalikan alam dengan menggunakan ilmu
dan teknologi modern merupakan keharusan bagi manusia
Berdasarkan paparan teori globalisasi di atas maka diduga bahwa
grobalisasi merupakan proses yang melatari terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido Bali Para aikidoka Bali sebagai individu
merupakan objek dari budaya konsumen akibat derasnya arus globalisasi Budaya
45
konsumen juga dapat diartikan sebagai budaya-budaya yang dilakukan oleh
seorang konsumen dalam hal ini para aikidoka Bali yang mengonsumsi bela diri
Aikido Adapun budaya konsumen menggunakan image tanda-tanda dan benda-
benda simbolik yang mengumpulkan mimpi-mimpi keinginan dan fantasi yang
menegaskan keautentikan romantik dan pemenuhan emosional dalam hal
menyenangkan diri sendiri bukan orang lain secara narsistik Jadi kegiatan
konsumsi juga bertujuan untuk mengidentifikasikan diri dalam kelas
sosial tertentu sekaligus membedakannya dengan kelas sosial yang lain
Grobalisasi bisa jadi tampak sebagai proses penyeragaman teknik serta
sikap dan perilaku para aikidoka Bali dengan berorientasi kepada spirit samurai
yang merupakan spirit yang diusung oleh organisasi bela diri Aikido Jepang di
Tokyo Diduga demikian karena sebagaimana telah dikemukakan dalam latar
belakang bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan bela diri Aikido di
Bali diatur oleh organisasi induknya yang berada di Jepang sebagai superordinat
pemilik budaya yang dikonsumsi oleh para aikidoka Bali
Teori globalisasi digunakan untuk memecahkan masalah pertama dan
kedua yaitu mengapa bela diri Aikido yang berasal dari Jepang bisa
dikembangkan di Bali hingga menimbulkan fenomena posrealitas dan proses
terjadinya posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali
232 Teori Relasi KuasaPengetahuan
Konsep kekuasaanpengetahuan memberi perhatian khusus kepada
dimensi relasi antara kekuasaan dan pengetahuan sehingga produksi pengetahuan
dipahami tidak lepas dari rezim kekuasaan Foucault (Barker 2014232-233)
46
Takwin (2003128) mengatakan bahwa menurut pandangan Foucault hubungan
kuasa muncul bukan hanya pada tataran negara namun juga dalam kehidupan
sehari-hari Setiap hubungan selalu merupakan usaha saling menguasai dan saling
menekan Hubungan kuasa menghasilkan cerita yang disebut discourse atau
wacana yang isinya adalah sesuatu yang tidak menggambarkan realitas
sebagaimana adanya dalam rangka menetralisasi ketertekanan para pewacana
yang bersangkutan
Berdasarkan pernyataan di atas maka diduga bahwa posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali ada hubungan kuasa antara para pihak
yang terlibat dalam kegiatan pengembangannya Hubungan kuasa antara para
pihak tersebut menghasilkan wacana yang dibangun sedemikian rupa dalam
rangka upaya masing-masing pihak menetralkan ketertekanannya
Berkenaan dengan wacana Althusser (Faruk 2002142) berpendapat
bahwa wacana adalah ideologi dalam praktik tidak ada ideologi tanpa wacana dan
tidak ada wacana tanpa ideologi Ini berarti bahwa dengan mencermati wacana
dapat diketahui ideologi yang terkait dengan wacana tersebut Althusser (Takwin
2003101) juga berpendapat bahwa setiap penindasan menimbulkan usaha pada
pihak tertindas untuk melepaskan diri Salah satu alat yang perlu ada dalam upaya
pembebasan ini adalah ideologi suatu kepercayaan yang dibangun untuk
menggerakkan kelompok yang tertindas Ketika yang tertindas bebas dan
berkuasa maka ideologi mereka bisa saja digunakan untuk menindas pihak yang
lebih lemah Berkenaan dengan hubungan kuasa Foucault sebagaimana dikatakan
Takwin (2003130) melihat pengetahuan ditentukan oleh kekuasaan sehingga
47
kebenaran merujuk kepada rdquorezim kebenaranrdquo yang sedang bertahta Upaya untuk
saling menguasai dan melepaskan diri dari penindasan bisa juga dilakukan dengan
strategi politik identitas dalam arti memakai identitas kelompok atau individu
untuk memperoleh perlakuan yang lebih adil dari kelompok atau individu lain
(Sparringa 2006) Dalam pelaksanaan strategi politik identitas tentu saja
menggunakan wacana sebagai praktik ideologi sehingga identitas dalam wacana
juga bersifat dinamis sesuai dengan ideologi dan kepentingan berbagai aktornya
pada waktu dan tempat praktik politik identitas itu dilakukan
Althusser sebagaimana dijelaskan oleh Faruk (2002137-139) juga
berpendapat bahwa untuk mengamankan hubungan antarkelas dan dengan
demikian kekuasaan dapat dipegang dalam waktu lama maka pihak kelas yang
berkuasa mengembangkan dua macam ideologi Pertama ideologi yang tampil
dengan aparat-aparat negara yang represif (repressive state apparatus RSA)
yang bekerja secara represif melalui penggunaan kekerasan (militer polisi
penjara pengadilan dan lain-lain) sebagai upaya untuk mengamankan bentuk-
bentuk sosial yang ada Kedua ideologi yang tampil dengan aparat-aparat negara
ideologis (ideological state apparatus ISA) yang bekerja tidak dengan
menggunakan kekerasan melainkan dengan memainkan ideologi danatau wacana
secara persuasif atau hegemonik Dalam konteks inilah Althuser berpandangan
bahwa tidak ada kelas yang dapat memegang kekuasaan dalam waktu lama tanpa
melakukan hegemoni atas dan dalam ISA Dikatakan demikian karena yang
mempersatukan atau yang dapat menjamin harmoni antara yang satu dengan yang
lain dalam ISA adalah ideologi yang berkuasa sebagai perekat bagi bersatunya
48
anggota-anggota masyarakat Mengacu kepada gagasan Bourdieu (Harker tt
117 Fashri 200798-99) dikatakan bahwa kesuksesan para anggota kelompok
dominan untuk melancarkan hegemoninya ditentukan juga oleh modal budaya
ekonomi sosial dan modal simbolik yang mereka miliki yaitu sesuatu yang
dihargai oleh masyarakat misalnya pemilikan benda-benda budaya dan status
sosial
Teori relasi kuasapengetahuan dalam penelitian ini digunakan untuk
memecahkan masalah ke dua yaitu bagaimana proses terjadinya posrealitas
dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Teori ini relevan karena dalam
proses pengembangan bela diri Aikido di Bali melalui relasi kuasapengetahuan
oleh Jepang diimplementasikan dalam segala bentuk latihan fisik pengembangan
dojo dan penyebaran nilai-nilai yang ada dalam bela diri Aikido
233 Teori Identitas Sosial
Tajfel menyatakan asumsi dasar teori identitas sosial dalam situs
(httpidhamputrateori-identitas-sosialwordpresscom diakses 02 Agustus 2014)
dengan kalimat sebagai berikut
(1) Kita menciptakan identitas sosial kita untuk menyederhanakan
hubungan eksternal kita (2) Lebih jauh lagi ada kebutuhan manusia untuk
memiliki rasa harga diri (self esteem and self worth) yang kita transfer ke
dalam kelompok kita sendiri (3) Kita juga menata lingkungan kita dengan
perbandingan sosial antar kelompok Konsep dalam kelompok (in groups)
dan luar kelompok (out groups) itu penting dalam analisis ini
Lebih jauh Tajfel mengemukakan bahwa dalam teori identitas sosial
seorang individu tidaklah dianggap sebagai individu secara mutlak satu dalam
kehidupannya Individu merupakan bagian dari kelompok tertentu baik disadari
maupun tidak disadari Konsep identitas sosial adalah bagaimana seseorang itu
49
secara sosial dapat didefinisikan Identitas sosial yang melekat pada seseorang
merupakan identitas positif yang ingin dipertahankan Oleh karena itu individu
yang memiliki identitas sosial positif maka wacana maupun tindakannya akan
sejalan dengan norma kelompoknya Lagi pula individu tersebut diidentifikasikan
dalam suatu kelompok Wacana dan tindakannya sepatutnya sesuai dengan
wacana dan tindakan kelompoknya
Teori identitas sosial sebenarnya berangkat dari asumsi umum sebagai
berikut
1 Setiap individu selalu berusaha untuk merawat atau meninggikan self-
esteemnya mereka berusaha untuk membentuk konsep diri yang positif
2 Kelompok atau kategori sosial dan anggota dari mereka berasosiasi
terhadap konotasi nilai positif atau negatif Identitas sosial positif atau
negatif tergantung evaluasi (yang mengacu pada konsensus sosial bahkan
pada lintas kelompok) kelompok tersebut yang memberikan kontribusi
pada identitas sosial individu
3 Evaluasi dari salah satu kelompok adalah berusaha mendeterminasikan dan
juga sebagai bahan acuan pada kelompok lain secara spesifik melalui
perbandingan sosial dalam bentuk nilai atribut atau karakteristik
Dari asumsi di atas beberapa relasi prinsip teori dapat menghasilkan hal-
hal di bawah ini
1 Individu berusaha untuk mencapai atau merawat identitas sosial yang
positif
50
2 Identitas sosial yang positif ada berdasarkan pada besarnya tingkat
perbandingan favorit in-group dengan out-group in-group pasti
mempersepsikan dirinya secara positif berbeda dari out-group
3 Ketika identitas sosial tidak memuaskan individu akan berusaha keluar
dari kelompok lalu bergabung ke dalam kelompok yang lebih positif atau
membuat kelompok mereka lebih positif
Identitas sosial sebagai teori tidak lepas dari keinginan individu untuk
memperbandingkan dirinya serta kelompoknya dengan yang lain Perbandingan
sosial digambarkan oleh Festinger (1954) sebagai teori yang bisa membimbing
seseorang untuk membandingkan dirinya dengan yang lain siapa yang serupa
dengan dirinya dan siapa yang berbeda siapa yang berada di atas dan siapa yang
berada di bawah
Setidaknya ada tiga variabel yang memengaruhi hubungan pembedaan
antar kelompok dalam situasi sosial yang nyata (Tajfel 1974 Turner 1975
dalam Hogg amp Abrams 2000) Pertama individu pasti memiliki internalisasi
kelompok mereka sebagai konsep diri mereka secara subjektif mereka pasti
mengidentifikasikan kelompok yang relevan Hal ini tidak cukup dari orang lain
saja yang mengidentifikasikan seseorang dari kelompok mana dia berasal Kedua
situasi sosial akan menciptakan perbandingan sosial yang memungkinkan
terjadinya seleksi dan evaluasi atribut relasi yang relevan Perbedaan kelompok
pada tiap-tiap daerah tidak sama secara signifikan Misalnya di Amerika
perbedaan kelompok cenderung menonjol pada perbedaan warna kulit tetapi
perbedaan warna kulit bukan sesuatu yang menonjol di Hongkong Ketiga in-
51
group tidak membandingkan dirinya pada tiap proses kognitif yang ada pada out-
group out-group pastinya dipersepsikan sebagai kelompok perbandingan yang
relevan dalam kesamaan kedekatan dan secara situasional yang menonjol
Kemudian determinasi out-group dihasilkan sebagai perbandingan terhadap
situasi yang menggambarkan sesuatu determinasi in-group (didapatkan dari
sumber httpdharmaputrawordpresscom2008teori-identitas-sosial diakses 03
Agustus 2014)
Barker (2009175-176) menyatakan bahwa meskipun identitas diri bisa
dianggap sebagai proyek seseorang sudah menjadi kebenaran sosiologis juga
bahwa manusia lahir ke dunia yang sudah ada sebelumnya Manusia belajar
menggunakan bahasa yang telah digunakan sebelum lahir dan hidup dalam
konteks hubungan sosial dengan orang lain Manusia disusun menjadi individu
melalui proses sosial yang menggunakan bahan-bahan yang bersifat sosial Secara
umum ini disebut spisialisasi atau akulturasi Tanpa akulturasi manusia tidak
akan menjadi orang sebagaimana gagasan yang dipahami dalam hidup sehari-hari
Tanpa bahasa konsep keorangan dan identitas tidak akan bisa dipahami
Menjadi orang tidak mengandung unsur transenden atau ahistoris apapun
Identitas sepenuhnya sosial dan kultural dengan alasan-alasan berikut
1 Gagasan apakah artinya menjadi orang merupakan pertanyaan kultural
Sebagai contoh individualisme merupakan penunjuk yang khas
masyarakat modern
2 Sumber-sumber yang membentuk bahan-bahan untuk proyek identitas
yaitu bahasa dan praktik kultural berwatak sosial Akibatnya arti menjadi
52
seorang perempuan anak orang Asia atau orang tua terbentuk secara
berbeda-beda tergantung kepada konteks kulturalnya
Sumber-sumber yang bisa dipakai bagi proyek identitas tergantung kepada
kekuasaan situasional yang menjadi asal kompetensi kultural dalam konteks
kultural tertentu Apakah hitam atau putih laki-laki atau perempuan Afrika atau
Amerika kaya atau miskin adalah sesuatu yang penting karena sumber-sumber
kultural yang akan dimasuki berbeda Identitas menjadi penting tidak hanya untuk
penggambaran diri tetapi juga ciri-ciri sosial
Identitas sosial terkait dengan hak kewajiban dan sanksi normatif yang
dalam masyarakat tertentu menjadi dasar penentuan peran Penggunaan ciri-ciri
baku terutama berkaitan dengan ciri umur dan gender tubuh bersifat mendasar
dalam semua masyarakat dan masih sangat banyak lagi ragam lintas-budaya yang
bisa dicatat Giddens (Barker 2009176) Persoalan identitas adalah kesamaan dan
perbedaan soal personal dan sosial soal rdquoapa yang dimiliki individu secara
bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakan satu individu
dengan orang-orang lain Weeks (Barker 2009176)
Berdasarkan uraian di atas pengembangan bela diri Aikido di Bali adalah
identitas para peserta pelatihan yang merupakan satu identitas meliputi identitas
individunya keluarganya sukunya dan kelompoknya Bagi Fromm identitas diri
dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dari identitas sosial individu dalam
konteks komunitasnya Selain menjadi makhluk individual identitas diri tidak
terlepas dari norma yang mengikat masyarakat dalam lingkungan dan peran sosial
53
yang diembannya dalam masyarakat (httpidhamputrawordpressteori-identitas-
sosialcom diakses 03 Agustus 2014)
Teori identitas sosial Hendri Tajfel digunakan secara eklektik (bersamaan)
dengan teori lainnya untuk memecahkan ketiga masalah dalam penelitian ini
Keberterimaan bela diri Aikido di Bali proses terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali yang pada akhirnya membentuk identitas
baru berupa posrealitas kebudayaan yang membentuk identitas para aikidoka Bali
baik secara individu maupun identitas sosialnya
54
24 Model Penelitian
Model penelitian ini dapat digambarkan ke dalam Bagan 21
Bagan 21
Model Penelitian
Keterangan
= memengaruhi
= saling memengaruhi
Kebudayaan Bali
Bela Diri Tradisional Bali
-Pencak Silat
-Tengklung
-Mepantigan
Kebudayaan Jepang
Bela Diri Tradisional Jepang
-Karate
-Judo
-Aikido
Proses terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Latar belakang
terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Posrealitas dalam Pengembangan
Bela Diri Aikido di Bali
Temuan
Penelitian
Implikasi
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
55
Bagan 21 dapat dijelaskan bahwa tampak kebudayaan Bali dengan
unsurnya berupa bela diri tradisional Bali seperti Pencak Silat Tengklung
Mepantigan dan beberapa bela diri lainnya Dengan adanya globalisasi
bersentuhan dengan kebudayaan Jepang dengan unsurnya berupa bela diri
tradisional Jepang seperti Karate Judo dan Aikido Khusus pada penelitian ini
adalah bela diri Jepang Aikido Persentuhan antara keduanya akibat arus
globalisasi melahirkan bela diri Aikido yang berterima dan berkembang di
sejumlah dojo di Bali yang menunjukkan adanya posrealitas Posrealitas dalam
penelitian ini merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu berupa
peniruan bagi aikidoka Bali yaitu bela diri Aikido melalui pelatihan di beberapa
dojo yang ada di Bali Kondisi posrealitas adalah kondisi yang di dalamnya
prinsip-prinsip realitas telah dilampaui dalam pengertian diambil alih oleh
substitusi-substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir Hal ini telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang apa yang disebut yang nyata (the real) Yang nyata
senyata-nyatanya berada di Jepang bela diri Aikido telah membentangkan
persoalan filosofis mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa
yang disebut nyata
Posrealitas dapat dijelaskan sebagai kondisi matinya realitas dalam
pengertian diambilalihnya posisi realitas oleh apa yang sebelumnya disebut
sebagai nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru yang
memesona yang belum pernah dialami sebelumnya
56
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru yang tidak bisa dikatakan
realitas Bali yang asli karena telah dimasuki oleh nilai baru yang berasal dari
sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang Tidak bisa juga
dikatakan realitas yang benar-benar baru karena para anggota pelatihan tetaplah
kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya
Posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali dikaji dari tiga
dimensinya yaitu (1) latar belakang terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali (2) proses terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali dan (3) implikasi pengembangan bela diri Aikido tersebut
dalam kehidupan para aikidoka Bali
Penelitian kajian budaya ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teknik
wawancara observasi dokumentasi dan studi pustaka Data dianalisis secara
eklektik dengan menggunakan teori globalisasi kuasapengetahuan identitas
sosial dan teori pendukung lainnya yang terkait dengan permasalahan yang ada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberterimaan bela diri Aikido di Bali
dilatarbelakangi oleh beberapa ideologi yaitu dualisme kultural paternalisme
pasar citra dan multikulturalisme Proses pengembangan bela diri di beberapa
dojo yang ada di Bali meliputi tahap pengenalan pendirian organisasi
pengembangan tempat pelatihan dan tahap pengembangan mutu Semuanya
berorientasi kepada tempat pelatihan induk bela diri Aikido (Honbu Dojo) yang
berada di Tokyo-Jepang Pengembangan bela diri Aikido di Bali menimbulkan
57
implikasi pada para aikidoka Bali termasuk terbentuknya identitas baru dalam
masyarakat Bali
Melalui penelitian ini ditemukan paradigma baru bahwa di balik kekuatan
budaya Bali yang sedang berlangsung dalam segala lini kehidupan terdapat sikap
orang Bali yang terbuka terhadap kebudayaan asing khususnya bela diri asal
Jepang yaitu bela diri Aikido Terkait dengan bela diri Aikido yang sedang
ditekuni oleh beberapa komunitas di Bali ternyata ada berbagai hal yang
mendukung keberterimaannya Adanya kegayutan nilai-nilai budaya antara
kebudayaan Bali dan kebudayaan Jepang terkait keberadaan bela diri Aikido yang
berterima di beberapa komunitas pelatihan di Bali sehingga hal ini disebut sebagai
multikulturalisme
25
hubungannya dengan realitas aslinya Hiperrealitas yang berkembang melalui
proses simulasi mengikuti perkembangan ataupun revolusi hukum nilai Revolusi
tersebut mengakibatkan hanya pertukaran simbolis dan yang tertinggal adalah
hiperrealitas yakni tanda-tanda simbolis yang saling dipertukarkan petanda atau
maknanya dicari dalam relasi tanda tersebut dengan tanda lainnya dalam sistem
tanda
Secara singkat bisa dikemukakan bahwa posrealitas merupakan hasil dari
simulasi Media massa sangat berpengaruh dalam proses simulasi tersebut dengan
demikian media massa juga sangat berpengaruh dalam pembentukan hiperrealitas
Media massa yang dimaksud adalah media massa sebagai isi atau pesan yang
disampaikan dan media massa sebagai bentuk atau teknologi dan sistem kerjanya (
Kushendrawati 2011101)
Terbentuknya sebuah dunia baru sebagai akibat perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi mutakhir di dalamnya tercipta berbagai definisi dan
pemahaman baru mengenai apa yang disebut realitas Di dalamnya juga
dilukiskan metamorfosis yang dialami oleh manusia yang disebut kondisi realitas
ke arah kondisi posrealitas (post-reality) Kondisi posrealitas adalah kondisi yang
di dalamnya prinsip-prinsip realitas telah dilampaui diambil alih oleh substitusi-
substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu pengetahuan
teknologi dan seni mutakhir yang telah menghancurkan asumsi-asumsi
konvensional tentang kenyataan (the real)
Perkembangan dunia posrealitas telah membentangkan persoalan filosofis
mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa yang disebut yang
nyata Pertama ada persoalan terminologis Awalan pos pada istilah posrealitas
26
(post-reality) sesungguhnya menawarkan ruang tafsiran yang terbuka dan bersifat
polisemi Istilah pos di sini dapat diartikan sebagai penentangan terhadap
pemisahan dari keterputusan dan (discontinuity) persimpangan dari (rupture)
titik balik dari melewati atau melampaui realitas (hyper) Meskipun demikian
awalan pos pada istilah posrealitas digunakan dalam pengertian yang khusus
yaitu sebagai padanan dari kata hiper (hyper) yang digunakan oleh Jean
Baudrillard untuk menjelaskan kondisi yang disebutnya melampaui realitas
(hyper-reality)
Posrealitas adalah kondisi matinya realitas diambilalihnya posisi realitas
oleh nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru mempesona
yang belum pernah dialami sebelumnya Namun dunia realitas artifisial banyak
merenggut dunia realitas alamiah seperti kedekatan manusia dengan aura
keaslian dan eksotisme alam warisan luhur kebudayaan serta kekuatan spiritual
yang merupakan magnet dunia kehidupan Ketika realitas alamiah telah lenyap
dan diambil alih oleh berbagai realitas yang artifisial manusia terkurung dalam
perangkap dunia artifisialitas yang serba permukaan imanen dan dangkal serta
tidak mampu menemukan jalan kembali ke arah realitas alamiah kekayaan
kultural dan kedalaman pengalaman transendental (Piliang 200954-55)
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dengan terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru Realitas tersebut tidak bisa
27
dikatakan realitas Bali yang se asli-aslinya karena telah dimasuki nilai baru yang
berasal dari sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang
Realitas itu juga tidak bisa dikatakan realitas yang baru karena para aikidoka Bali
tetaplah kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya Berdasarkan
pengertian posrealitas di atas maka secara operasional posrealitas dalam
penelitian ini dikonsepsikan sebagai pengambilalihan posisi seni bela diri
tradisional Bali seperti Tengklung Setembak dan lain-lain oleh bela diri Jepang
yaitu bela diri Aikido
222 Spirit Hidup Samurai
Asal kaum samurai dimulai pada keluarga Yamato yang muncul sebagai
klan terkuat di Jepang pada abad ketujuh masehi Kata samurai berarti ldquoorang
yang melayanirdquo dan kata itu diberikan kepada mereka yang lahir pada keluarga
terhormat dan ditugaskan untuk menjaga anggota keluarga kekaisaran Falsafah
pengabdian ini adalah akar dari keningratan kaum samurai baik dalam tatanan
sosial maupun spiritual (Kitami 2013xii)
Asal-usul kelas samurai (Shigesuke 1999ix) adalah spesialisasi dari
kalangan aristokrat Secara umum kalangan kelas atas yang berpoligami biasanya
menghasilkan lebih banyak anak yang bisa terserap ke dalam level yang sama di
dalam masyarakat Aturan tentang hak waris lebih jauh menetapkan bahwa
hanya satu putra yang secara penuh mewarisi semua keistimewaan yang dimiliki
ayahnya Faktor-faktor ini menciptakan tekanan sosial dan natural menuju
diferensiasi dalam pola-pola karier dari anak keturunan kelas-kelas atas ini
28
Sebagaimana di Eropa di Jepang dan di tempat lain dari ayah-ayah
birokrat yang tidak mewarisi keistimewaan paternal inilah yang menjadi prajurit
perang atau pengelola kuil atau biara Kedua spesialisasi ini dibentuk untuk
proteksi terhadap negara para pasukan perang era kuno ini semula disebut
ldquosamurairdquo atau terjemahan kasarnya adalah ldquopembanturdquo karena mereka
membentuk pasukan bersenjata untuk membantu aristokrasi Pada saat para
samurai ini mengambil alih kekuasaan negara dari tangan aristokrat sebagai salah
satu kelas independen salah satu cara mereka memanifestasikan status dan
martabat baru mereka Mereka menjauhkan diri dari label samurai sekedar
ldquopembanturdquo kemudian menyebut diri mereka sebagai bushi「武士」yang berarti
kesatria
Spirit hidup samurai disebut sebagai bushido「武士道」 adalah etika
yang dianut oleh para samurai Walaupun istilah tersebut baru digunakan pada
zaman Edo (1603-1868) konsep bushido telah terbentuk sejak zaman Kamakura
(1185-1333) yang berkembang dari adopsi neo-konfusianisme pada zaman Edo
hingga menjadi landasan moralitas nasional pasca restorasi Meiji (1868-1912)
Bushido tidak hanya meliputi semangat bela diri dan keterampilan menggunakan
senjata tetapi juga loyalitas absolut pada tuannya rasa yang kuat atas kehormatan
pribadi pengabdian pada tugas dan keberanian bahkan jika diperlukan
pengorbanan nyawa dalam pertempuran dan ritual (Davies amp Ikeno 2014 41)
Etika bushido (Shigesuke 199930-31) mensyaratkan ada tiga hal yang
dipertimbangkan yang esensial yaitu kesetiaan tugas dan keberanian Hal
tersebut memuat tentang kesatria yang bekerja dengan kesetiaan tinggi kesatria
29
yang bisa dipercaya dalam mengemban tugas kesatria yang kuat dan pemberani
Prajurit yang memiliki kombinasi tiga sosok baik kesetiaan pengembanan tugas
dan keberanian bisa dipertimbangkan sebagai kesatria dengan orde tertinggi
Secara umum keberanian bukanlah sesuatu yang tidak hanya tampak pada
saat seseorang mengenakan baju besi mengangkat senjata lalu bertempur dalam
peperangan Perbedaan antara sikap berani dan sikap pengecut sudah tampak
dalam kehidupan sehari-hari meski tidak ada perang Seseorang yang pemberani
akan menunjukkan loyalitas dan kasih sayang kepada majikannya dan orang
tuanya Jika ada waktu luang ia akan mempelajari literatur dan terus berlatih bela
diri Ia menghindari kemewahan personal tidak berfoya-foya Ia juga tidak tamak
dan membelanjakan uang apabila diperlukan
Spirit samurai yang mengalir dalam bela diri Aikido beberapa di
antaranya adalah spirit keberanian kesabaran kegagahan dan ketenangan dalam
menghadapi masalah Hal ini diungkapkan oleh Nitobe (200468) sebagai berikut
勇気我慢大胆だいたん
自若じじゃく
勇猛ゆうもう
などの心性しんせい
は少年武士の心に最も強く
訴うった
えられ実例じつれい
を模範も は ん
として幼おさな
いときから訓練され励はげ
みとされたい
わば最も人気のある徳性とくせい
であった彼らは母親のふところに抱かれた
幼児よ う じ
のころから軍記ぐ ん き
物語ものがた
りをくり返し聞かされもし何か苦痛く つ う
なことが
あって泣き出したりすれば「これくらいのことで泣くとはなんて臆病おくびょう
なんでしょう」と母親に叱しか
られ「もし戦場せんじょう
に出て腕うで
を切られるよう
なことがあったらどうしますかもし切腹せっぷく
を命めい
じられたときはどうし
ますか」と励はげ
まされた
Jiwa seperti keberanian kesabaran kegagahan ketenangan dalam menghadapi
bahaya keliaran dan sebagainya paling kental berpengaruh pada hati para kesatria
remaja Sejak masih kecil mereka ditanamkan jiwa-jiwa tersebut dengan contoh
nyata dan dilatih agar memilikinya yang dijadikan sumber semangatnya Sejak
masa balitanya yang masih dalam pangkuan ibunya mereka berulang kali
diceritakan dongeng kesatria dan pertempuran jika ada yang menangis karena
terjadi sesuatu yang menyedihkan dalam cerita tersebut maka ia dimarahi ibunya
dengan perkataan ldquoBetapa penakutnya engkau sampai menangis gara-gara hal
30
sepele ini rdquo Mereka pun disemangati dengan kata-kata ldquoBagaimana kalau maju
ke medan perang dan lenganmu terpotong Bagaimana kalau disuruh seppuku
(Harakiri) rdquo
Spirit samurai lainnya dalam bela diri Aikido adalah berlatih tiada henti
karena dalam berlatih bela diri Aikido tidak ada kata ldquotamatlulusrdquo Bagi aikidoka
hanya ada kata ldquoterus berlatihrdquo meskipun ada tingkatan dari sebelum menyandang
sabuk hitam (Kyuu) sampai dengan tingkatan sabuk hitam (Dan) Namun sampai
saat ini belum ada aikidoka yang bisa mencapai tingkatan paling tinggi dalam bela
diri Aikido (Dan X) bahkan ada beberapa guru (sensei) yang sudah berlatih bela
diri Aikido sampai selama 50 tahun
Berlatih terus menerus tanpa henti diungkapkan oleh guru besar pendiri
bela diri Aikido Morihei Ueshiba dalam buku Jurnal Demontrasi Aikido ke-40
(20037) bahwa
合気道あいきどう
の稽古け い こ
に終お
わりはありません稽古をはじめたら根気こ ん き
よく続つづ
けるこ
とですうまずたゆまず求もと
めてください稽古を続けることが進歩し ん ぽ
への
第一歩だいいちほ
であり稽古の大切たいせつ
な一面いちめん
でもあるのです
Latihan Aikido tidak ada akhirnya Kalau anda sudah mulai latihan janganlah
pernah berhenti Carilah ilmu dengan pantang menyerah Berlatih terus menerus
tanpa henti adalah langkah pertama untuk menuju kemajuan sekaligus satu sisi
yang sangat penting dalam keseluruhan latihan
Lebih lanjut Ueshiba (The Art of Peace 199285) mengatakan
Life itself is always a trial In training you must test and polish yourself in order
to face the great challenges of life Transcend the realm of life and death and
then you will be able to make your way calmly and safely through any crisis that
confronts to you
Kehidupan itu selalu merupakan suatu percobaan Dalam berlatih engkau harus
mengetes dan menghaluskan dirimu untuk berhadapan dengan tantangan
kehidupan yang besar Lampauilah dunia kehidupan dan kematian dan kemudian
anda akan bisa membuat jalan anda dengan tenang dan aman sepanjang krisis
yang anda hadapi
31
Spirit samurai yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagaimana para
aikidoka Bali bersikap dalam kehidupan berlatih bela diri Aikido dan dalam
kehidupan sehari-hari berlandaskan kepada jiwa total dalam mengerjakan sesuatu
Total dalam mengabdi terhadap kewajiban dalam kesetiaan dan dalam segala hal
Merasakan kehidupan dalam tiap nafas berarti hidup yang sebenar-benarnya
Bushido mengajarkan untuk merasakan setiap nafas yang dihirup Setiap detik
hidup ini harus dijalani dengan sungguh-sungguh Segala bidang yang ditekuni
harus dijalani dengan segenap jiwa raga
223 Pengembangan Bela Diri Aikido di Bali
Pengembangan bela diri Aikido di Bali tidak bisa lepas dari sejarah awal
pelatihan tahun 1995 di Dojo Samurai kawasan Renon Denpasar Pada saat
pertama berlatih bela diri Aikido para peserta kebanyakan pada mulanya adalah
pengikut bela diri Karate Pencak Silat dan bela diri lainnya Setelah aktivitas
pelatihan berlangsung dua tahun tepatnya 07 Mei 1997 terbentuk induk organisasi
bela diri Aikido di Bali (Bari Aikikai) Setelah itu tumbuh dojo-dojo lainnya di
Bali sebagai tempat berlatih seperti Dojo Dirgahayu di Desa Sumerta Kaja Dojo
Aora di Kuta dan Dojo Kami di Jimbaran Badung
Layaknya sebuah organisasi sosial organisasi bela diri Aikido sebagai
objek yang berkembang dengan sosiologi fungsional dipandang sebagai
hubungan sosial yang berkontribusi kepada entitas yang menjadi bagian di
dalamnya Dalam analisis fungsional terhadap organisasi elemen-elemen
organisasi dipandang memiliki kontribusi kepada integritas organisasi secara
keseluruhan Sejak awal para analis terkemuka menyadari bahwa di dalam
32
organisasi formal melekat praktik kekuasaan yang terutama dibentuk oleh
otoritas Hal tersebut memicu penolakan kelompok-kelompok yang ada dalam
organisasi sehingga organisasi tidak dapat berfungsi sebagaimana yang
diharapkan Oleh sebab itu para analis sistem meyakini bahwa organisasi sering
kali berfungsi secara suboptimal Para teoretisi konflik dengan menggunakan
konsep Marxian dan neo-Weberian menarik kesimpulan yang lebih ekstrem
Sebagian merespons kritik dan sebagian lagi sebagai proses pengembangan Arus
utama studi organisasi mulai meyakini bahwa perbedaan antara organisasi
kontemporer dengan tipe-tipe kelembagaan yang lain dapat diperluas Irasionalitas
dan penampilan yang suboptimal merupakan karakter normal organisasi
Walaupun memahami organisasi dari sisi penampilannya masih tampak umum
sekarang muncul kesadaran akan implikasi pendekatan tersebut dan kerelaan
untuk mempertimbangkan perspektif lain Organisasi sekarang dipahami sebagai
aktivitas dan sebagai objek
Arus utama analisis organisasi mendefinisikan dirinya dalam kerangka
kelembagaan yang berbeda dalam prinsip dengan yang ada dalam masyarakat
tradisional Ada perkembangan pemahaman yang penting yakni organisasi formal
bukan merupakan batas bagi organisasi Melalui beragam inspirasi intelektual
seperti etnometodologi dan fenomenologi perspektif baru terhadap organisasi
menjadi pusat perhatian Unsur penting itu tampak dalam era organisasi virtual
Organisasi tidak pernah nyata terbentuk sebagaimana dalam pengertian seluruh
partisipan dalam organisasi bertemu dalam suatu tempat dalam satu waktu
33
Sebagaimana dinyatakan oleh Robert Cooper Dalam pengertian mendasarnya
organisasi adalah penertiban terhadap yang tidak tertibrdquo (Scott 2011190-191)
Seperti halnya mesin yang terangkai dari berbagai komponen yang saling
terkait Tripomo (201412-14) menyatakan bahwa organisasi juga merupakan
rangkaian komponen berupa orang-orang yang saling berinteraksi satu dengan
yang lain Namun organisasi tidak sama dengan mesin karena organisasi
merupakan kesatuan sosial hubungan antara satu orang dengan orang yang lain
tidak hanya bersifat rasional dan mekanistik Menurut kodratnya manusia adalah
makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat karena manusia selalu hidup bersama
dengan manusia lainnya sebagai kesatuan sosial
Kesatuan sosial adalah kelompok individu yang saling berhubungan dan
memengaruhi karena memiliki keterikatan nilai budaya aturan emosi dan
perantugas Keterikatan sosial sering kali tidak memperhitungkan kalkulasi
untung rugi rasionalfinansial Sebagai kesatuan sosial urusan rasa selera
keadilan dan solidaritas menjadi penting serta ukuran benar dan salah menjadi
tidak bersifat mutlak Pendapat keputusan reaksi seseorang tidak mutlak rasional
tetapi dipengaruhi oleh hubungan manusia dalam kesatuan sosial
Organisasi sebagai kesatuan sosial memiliki sifat saling terkait yang lebih
rumit daripada rangkaian mesin Dengan memencet tombol offrdquo pada saat jam
kerja berakhir maka mesin mati dan interaksi antar bagian-bagian mesin terhenti
Apakah interaksi antar orang berhenti Jawabannya tidak Setelah selesai jam
kerja orang-orang masih berhubungan satu sama lain bahkan setelah pensiunpun
orang masih berinteraksi satu sama lain Seorang anak yang tidak memiliki
34
keterkaitan dalam organisasi bisa memengaruhi keputusan karena bapaknya
pejabat Orang-orang yang pindah partai seperti kutu loncatpun tidak akan bisa
melepaskan relasinya dengan orang-orang di partai yang ia tinggalkan Inilah
keunikan organisasi sebagai kesatuan sosial
Organisasi yang berisi kumpulan manusia jelas berbeda dengan mesin yang
berisi kumpulan onderdil Organisasi adalah kesatuan dari individu-individu yang
dikoordinasikan secara sadar untuk mencapai tujuan tertentu Bagaimana interaksi
di antara individu-individu dalam organisasi diatur oleh sebuah sistem yang
disebut struktur organisasi Struktur organisasi ibarat otak otot dan syaraf yang
mengkoordinasikan kerja organ indera dan anggota tubuh manusia
Bela diri Aikido di Indonesia tidak sepopuler Karate Kempo ataupun Judo
tetapi bela diri Aikido masuk ke Indonesia dalam waktu yang bersamaan dari
Jepang Ketidakpopuleran bela diri Aikido disebabkan oleh tidak adanya sistem
pertandingan sebagaimana yang ada dalam bela diri lainnya Oleh karena itu bela
diri Aikido hanya disebarkan melalui pembicaraan-pembicaraan saja Baru tahun
1984 mulai dipikirkan pengembangannya dengan membentuk organisasi bela diri
Sejak saat itu media elektronik dan cetak mulai memperkenalkannya dengan
metode atau peragaan (embukai)
Pada tahun 1993 didirikan yayasan Keluarga Bela Diri Aikido Indonesia
(KBAI) oleh sensei Ferdiansyah Secara umum perguruan ini berafiliasi kepada
pusat organisasi bela diri Aikido di Jepang (Honbu Aikikai) Dalam pertaliannya
dengan induk organisasi KBAI melaksanakan program kunjungan tahunan dari
para instrukstur pusat Aikikai - Jepang KBAI mengembangkan perguruannya
35
dalam bentuk tempat-tempat latihan umum atau club-club Pengembangan club-
club banyak dilakukan pada instansi dan perusahaan perguruan tinggi dan
sekolah
Secara tahunan atau dua tahunan KBAI mengadakan program kunjungan
instruktur dari Jepang sebagai motivator anggotanya dalam berlatih Secara
berkala pula dilakukan ujian kenaikan tingkat yang dilakukan empat bulan sekali
Secara umum KBAI mengembangkan perguruannya dengan hati-hati dengan
menjaga mutu teknis dan operasionalnya (diambil dari sumber httpkbaitripod
comhal_kbaihtm diakses 03 November 2014)
Organisasi bela diri Aikido di Bali dikonsepsikan sebagai organisasi sosial
yang ada di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung Organisasi tersebut pada
penelitian ini secara keseluruhan berjumlah empat unit yang terhimpun ke dalam
satu organisasi induknya bernama Bari Aikikai「バリ合気会」 Keempat
organisasi yang tergabung ke dalam organisasi induknya ini adalah (1) Dojo
Samurai di Renon Denpasar (2) Dojo Dirgahayu di Desa Sumerta Kaja
Denpasar (3) Dojo Aora di Kuta Badung dan (4) Dojo Kami di Jimbaran
Badung Masing-masing organisasi mempunyai pengelola dojo bagian keuangan
dan pelatih
Dari uraian di atas tampak bahwa pengembangan bela diri Aikido di Bali
baik dari permulaan kemunculannya maupun selanjutnya ditopang oleh sistem
organisasi yang teratur memiliki struktur dan orang-orang yang duduk sesuai
fungsinya sehingga pengembangannya bisa terarah Pengembangan bela diri
Aikido di Bali dalam penelitian ini adalah proses setiap tahapan dilalui dengan
36
posrealitas kebudayaan sampai terjadinya implikasi bela diri Aikido ini berupa
identitas baru bagi para aikidoka Bali Kenyataan ini disebabkan oleh pelatihan
bela diri Aikido yang berkelanjutan dan dalam rentang waktu yang lama dan
membentuk aikidoka Bali sebagai manusia baru yang memiliki rdquolabelrdquo berbeda
dengan manusia Bali pada umumnya
23 Landasan Teoretis
Ada tiga teori yang relevan untuk diacu dalam penelitian ini yaitu teori
globalisasi teori relasi kuasapengetahuan dan teori identitas sosial Ketiga teori
ini digunakan secara eklektik seperti yang biasa digunakan dalam kajian budaya
Hal ini sesuai dengan pendapat Sanderson (Minawati 200936) bahwa eklektisme
merupakan suatu cara pandang yang mengatakan bahwa berbagai strategi teoretis
harus digunakan secara kombinasi agar diperoleh penjelasan yang dapat diterima
231 Teori Globalisasi
Globalisasi adalah ldquopenyebaran kebiasaan-kebiasaan yang mendunia
ekspansi hubungan yang melintasi benua organisasi dari kehidupan sosial pada
skala global dan pertumbuhan dari sebuah kesadaran global bersamardquo Ritzer
(200696) Membaca definisi ini tampaklah bahwa globalisasi mempunyai
cakupan yang luas Cakupan globalisasi yang luas itu secara lebih jelas dapat
dilihat dengan mencermati gagasan Appadurai sebagaimana dikutip oleh Steger
(200658) bahwa ada lima dimensi konseptual atau ldquolandscaperdquo yang dibentuk
dan sekaligus merupakan ciri-ciri arus budaya global Kelima ldquolandscaperdquo
danatau ciri arus budaya global itu adalah sebagai berikut
37
1 Ethnoscapes adalah perpindahan penduduk dari satu negara ke negara lain
seperti wisatawan imigran pengungsi dan tenaga kerja
2 Technoscape mengacu kepada perkembangan teknologi yang kini
mengalir dengan kecepatan tinggi menembus batas-batas negara
3 Mediascape mengacu kepada kemampuan elektronik untuk menyebarkan
informasi ke berbagai belahan dunia
4 Finanscape adalah aspek finansial atau uang yang sulit diprediksi dalam
era globalisasi
5 Ideoscape terkait dengan masalah politik seperti kebebasan demokrasi
kedaulatan kesejahteraan hak seseorang ideologi-ideologi negara dan
gerakan sosial
Globalisasi dengan ciri-cirinya yang demikian itu telah mengakibatkan
dunia seakan-akan tidak lagi dibatasi oleh tembok-tembok penyekat yang
memisahkan negara yang satu dengan negara yang lain (Ardika 200713)
Dengan kata lain garis-garis batas budaya nasional ekonomi nasional dan
wilayah nasional semakin kabur (Hirst dan Thompson 19911) Sejalan dengan
proses itu tampaknya perubahan pada berbagai aspek kehidupan masyarakat
dan budayanya sebagai dampak globalisasi sulit dihindari sehingga kini tidak
jarang realita kehidupan sosial budaya telah jauh berbeda dengan realitanya di
masa lampau
Globalisasi tidak begitu saja dapat menyebabkan perubahan budaya suatu
masyarakat tanpa reaksi masyarakat yang bersangkutan karena sebagaimana
dikemukakan oleh Ardika (200715) bahwa pengaruh budaya global juga dapat
38
menimbulkan hasrat untuk menegaskan keunikan kultur sendiri Dalam konteks
inilah di kalangan para ahli berkembang dua macam pandangan dasar dalam teori
globalisasi Pertama memandang globalisasi menimbulkan grobalisasi Kedua
memandang globalisasi menimbulkan glokalisasi Pandangan grobalisasi
menekankan semakin meningkatnya kemampuan organisasi-organisasi dan
negara-negara modern di seluruh dunia yang sebagian besar bersifat kapitalistik
untuk meningkatkan kekuasaan mereka dan menjangkau dunia (Ritzer 200699)
Sebaliknya pandangan glokalisasi sebagaimana dijelaskan oleh Steger (200657)
merupakan interaksi yang kompleks antara global dan lokal yang bercirikan
peminjaman budaya Lebih lanjut pandangan grobalisasi menekankan terjadinya
penyeragaman atau homogenisasi versus pandangan glokalisasi yang menekankan
terjadinya heterogenisasi atau penganekaragaman budaya masyarakat yang
merupakan percampuran antara yang global dan yang lokal (Ritzer 2006104
Steger 200657)
Terjadinya glokalisasi yang menghasilkan budaya campuran tidak lepas
dari adanya orang-orang yang bermaksud menentang globalisasi khususnya
grobalisasi Cara mereka dengan mendukung dan bersekutu dengan glokalisasi
sebagai bentuk globalisasi yang lain namun mereka tetap mengadopsi budaya
global yang telah berpengaruh kuat sehingga timbul budaya campuran (Ritzer
2006229) Gagasan ini tampak penting untuk dirujuk dalam penelitian ini karena
relevan dengan fokus kajian budaya sebagaimana dikatakan oleh Suastika
(200731) bahwa fokus kajian budaya terletak pada persoalan bagaimana praktik
39
budaya memungkinkan berbagai budaya dan kelas berjuang melawan dominasi
budaya
Upaya orang-orang yang hendak menentang grobalisasi melalui glokalisasi
seperti itu identik dengan revitalisasi budaya mereka Dikatakan identik karena
sebagaimana dikemukakan oleh Adas (1988XIII) bahwa selain berjuang untuk
menghidupkan kembali adat tradisional atau kepercayaannya para partisipan
gerakan revitalisasi budaya juga bisa dirasuki oleh keinginan memperoleh barang-
barang asing dan mencontoh bentuk organisasi dan tingkah laku asing Barang
maupun organisasi dan tingkah laku asing bisa dilihat sebagai budaya global yang
masuk melalui proses globalisasi yang telah berpengaruh kuat kepada masyarakat
bersangkutan Sebagaimana dikemukakan oleh Ritzer (200699-100) bahwa sesuai
dengan penekanan teori Max Weber dan teori Karl Marx kekuatan pendorong
utama grobalisasi adalah rasionalisasi dan kebutuhan untuk memperlihatkan
kemampuan memperoleh keuntungan melalui imperialisme dan hegemoni Oleh
karena itu tidak tertutup kemungkinan bahwa untuk menghidupkan kembali adat
tradisional pendorong globalisasi seperti itu berlaku juga bagi masyarakat yang
melakukan revitalisasi budaya sebagai suatu gerakan sosial
Berkenaan dengan motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku dalam
konteks gerakan sosial teori rasionalitas mengasumsikan bahwa setiap manusia
pada dasarnya rasional dengan selalu mempertimbangkan prinsip efisiensi dan
efektivitas dalam melakukan setiap tindakan termasuk tindakan dalam melakukan
gerakan sosial (Basrowi dan Sukidin 2003 dan Mustain 2007) Sementara itu
teori ldquotindakan individu yang rasionalrdquo menyatakan bahwa individu-individu
40
dalam kehidupan bermasyarakat memiliki pertimbangan rasional dan kesadaran
akan adanya keuntungan yang dapat diperoleh melalui tindakan-tindakannya
(Yunita 1986) Demikian juga ldquoteori insentif selektifrdquo menjelaskan bahwa
keikutsertaan seseorang dalam suatu gerakan sosial banyak dipengaruhi oleh jenis
bentuk dan isi harapan-harapan yang akan menguntungkan insentif selektif
(Mustain 200749) Dengan demikian motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku
dalam gerakan sosial bersifat materialistik atau ekonomistik yang mencerminkan
karakter ideologi pasar Mengikuti pendapat Habermas (Thompson 2007)
motivasi dan prinsip-prinsip gerakan sosial menunjukkan ldquorasio instrumentalrdquo
dalam arti objek-objek dalam gerakan sosial dilihat dan diperlakukan sebagai alat
untuk memenuhi kepentingan yang bernuansa ideologi pasar
Foucault (Adlin 20065) melukiskan manusia postmodern yang terserap
ke dalam discourse sedang Jean Baudrillard melukiskan manusia postmodern
yang terhisap ke dalam dunia objek yang di dalamnya ia mempunyai peran
minimalis dalam menentukan objek itu tetapi sebaliknya dibentuk olehnya Ada
sekelompok elit yang memproduksi objek-objek tetapi mayoritas manusia
menjadi konsumen objek-objek Mereka tidak sekedar manusia konsumen tetapi
manusia dengan konsep diri dan subjektivitas yang dibentuk atau didefinisikan
berdasarkan kepemilikan objek-objek Di dalam dunia yang dikuasai objek
eksistensi manusia ditentukan oleh kepemilikan objek Manusia terserap ke dalam
logika objek ke dalam irama pergantian bentuk gaya dan citranya Manusia
mempunyai hasrat tetapi kini objek yang (aktif) merayu manusia Objek yang
menjadi pusat dunia bukan subjek (cogito) seperti yang dikatakan Descartes
41
Rayuan objek mendahului hasrat Objek yang memproduksi hasrat bukan hasrat
yang memproduksi objek Kekuasaan subjek telah dijungkirbalikkan dan yang
tersisa adalah subjek yang rapuh rentan dan tidak berdaya yang hanya dapat
secara pasif berhasrat sementara objek yang aktif merayunya Dalam kerapuhan
kerentanan dan ketidakberdayaannya subjek harus menyesuaikan diri dengan
objek-objek bukan objek yang menyesuaikan subjek Kemudian tercipta
paradoks karena kedaulatan subjek tidak dapat lagi dipertahankan dan satu-
satunya kedaulatan yang ada adalah kedaulatan objek Satu-satunya strategi yang
tersedia adalah strategi objek Subjek lenyap di dalam horizon objek-objek inilah
strategi fatal
Tiga perspektif utama budaya konsumen diungkapkan oleh Featherstone
(2005) Pertama pandangan bahwa budaya konsumen dipremiskan dengan
ekspansi produksi komoditas kapitalis yang memunculkan akumulasi besar-
besaran budaya dalam bentuk barang-barang konsumen dan tempat-tempat
belanja dan konsumsi Hal ini mengakibatkan tumbuhnya kepentingan aktivitas
bersenang-senang dan konsumsi dalam masyarakat Barat kontemporer Kedua
pandangan yang lebih sosiologis bahwa kepuasan berasal dari benda-benda
berhubungan dengan akses benda-benda yang terstruktur secara sosial dalam suatu
peristiwa yang telah ditentukan kepuasan dan status tergantung pada penunjukan
dan pemeliharaan perbedaan dalam kondisi inflasi Ketiga masalah kesenangan
emosional untuk konsumsi mimpi-mimpi dan keinginan yang ditampakkan dalam
bentuk tamsil budaya konsumen dan tempat-tempat konsumsi tertentu yang secara
beragam memunculkan kenikmatan jasmaniah langsung serta kesenangan estetis
42
Tumbuh suburnya budaya konsumen tidak sekadar memandang konsumsi
sebagai sesuatu yang berasal dari produksi tanpa mengakibatkan adanya
problematika (Featherstone 2005) namun lebih jauh dari itu budaya konsumen
juga memengaruhi perilaku seseorang untuk memutuskan pembelian produk suatu
barang yang dikendalikan oleh kekuatan media massa seperti iklan Periklanan
secara khusus mampu mengeksploitasi kondisi ini dan memberikan image
pencitraan eksotika nafsu kecantikan pemenuhan kebutuhan komunalitas serta
kehidupan yang baik untuk menyebarkan benda-benda konsumen seperti sabun
mesin cuci mobil serta minuman beralkohol Budaya konsumen akan mendorong
orang untuk berperilaku sesuai tingkatan kelas sosialnya dalam kehidupan
bermasyarakat
Konsumerisme bukan semata-mata bertalian dengan panutan pada nilai
simbolik melainkan berkaitan pula dengan persoalan identitas Hal ini sejalan
dengan gagasan Clammer (Atmadja 201092) bahwa konsumsi bukanlah semata-
mata urusan belanja atau pengambilalihan benda-benda untuk menjadi milik
sendiri atas dasar nilai guna melainkan juga pembelian identitas Oleh karena itu
konsumsi menjadi sarana bagi seseorang untuk memahami dan berkomunikasi
secara simbolik antara orang yang satu dan yang lain menciptakan dan
mereproduksi identitas mereka serta menjadi sarana dalam memahami diri
mereka dalam berhubungan dengan individu dan kelompok lain Orang tidak lagi
hanya mengonsumsi material dari suatu produk tetapi juga efek simbolik yang
dihasilkan produk tersebut sehingga tepat gagasan Simmel (Atmadja 201092)
43
bahwa ldquoproduct consumpted are not seen from their function but from symbols
related to identity and statusrdquo
Dengan mengikuti Fromm (Atmadja 201093) kondisi ini mengakibatkan
pola hidup masyarakat Bali berubah secara mendasar Zaman dahulu mereka
berpegang pada gagasan bahwa tua adalah indah namun sekarang orang
menganut gagasan bahwa baru adalah indah Ketertarikan manusia dengan
sesuatu yang baru berkaitan pula dengan kemampuan desainer mengembangkan
desain yang baru dengan daya pesona yang lebih kuat daripada sebelumnya
Sering terjadi pada mulanya suatu barang dengan desain tertentu harganya mahal
sehingga konsumennya hanya orang-orang kaya
Gaya hidup telah menjadi ciri dalam dunia modern (Chaney 2004)
sehingga masyarakat modern akan menggunakan gaya hidup untuk
menggambarkan tindakannya sendiri dan orang lain Dalam kaitannya dengan
budaya konsumen gaya hidup dikonotasikan dengan individualitas ekspresi diri
serta kesadaran diri yang stylistic Tubuh busana gaya pembicaraan aktivitas
rekreasi adalah beberapa indikator dari individualisme selera konsumen Gaya
hidup juga salah satu bentuk budaya konsumen Gaya hidup seseorang dilihat dari
apa yang dikonsumsinya baik barang ataupun jasa Konsumsi tidak hanya
mencakup kegiatan membeli sejumlah barang atau materi seperti televisi dan
telepon genggam Akan tetapi juga mengonsumsi jasa seperti rekreasi Beberapa
contoh gaya hidup yang tampak menonjol pada saat ini adalah nge-mall hang out
fitness
44
Masyarakat konsumen dengan budaya konsumsi yang dipegangnya
melihat tujuan dan totalitas hidupnya dalam kerangka atau logika konsumsi
Eksistensinya dijalankan dan dipertahankan hanya dengan terus menerusnya
mengonsumsi berbagai tanda dan status sosial di balik komoditi Bukan hanya
dirinya saja yang mengaktualisasikan diri melalui tindakan konsumsi orang lain
juga akan dinilai menurut standar yang dipakainya Artinya eksistensi orang lain
pun akan dinilai dan diakui sesuai dengan standar status sosial yang dipegangnya
(diambil dari sumber httpblogspotcom201301pengaruh-globalisasi-terhadap-
gaya-hiduphtml diakses 03 November 2014)
Kaitan dengan pemilihan bela diri Aikido sebagai budaya yang dikonsumsi
oleh aikidoka Bali unsur-unsur spiritualisme modern pada dualisme dikotomik
Griffin (Atmadja 201085) mengatakan bahwa manusia membuat pemilihan yang
berlawanan misalnya modern berlawanan dengan tradisional sains modern
berlawanan dengan sains tradisional dan lain-lain Keberlawanan ini tidak hanya
berdikotomi tetapi yang modern selalu dianggap lebih unggul sehingga yang
tradisional harus digusur Begitu pula manusia tidak dianggap sebagai bagian dari
alam melainkan sebagai lawan dari alam Oleh karena itu mendominasi
menundukkan menguasai dan mengendalikan alam dengan menggunakan ilmu
dan teknologi modern merupakan keharusan bagi manusia
Berdasarkan paparan teori globalisasi di atas maka diduga bahwa
grobalisasi merupakan proses yang melatari terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido Bali Para aikidoka Bali sebagai individu
merupakan objek dari budaya konsumen akibat derasnya arus globalisasi Budaya
45
konsumen juga dapat diartikan sebagai budaya-budaya yang dilakukan oleh
seorang konsumen dalam hal ini para aikidoka Bali yang mengonsumsi bela diri
Aikido Adapun budaya konsumen menggunakan image tanda-tanda dan benda-
benda simbolik yang mengumpulkan mimpi-mimpi keinginan dan fantasi yang
menegaskan keautentikan romantik dan pemenuhan emosional dalam hal
menyenangkan diri sendiri bukan orang lain secara narsistik Jadi kegiatan
konsumsi juga bertujuan untuk mengidentifikasikan diri dalam kelas
sosial tertentu sekaligus membedakannya dengan kelas sosial yang lain
Grobalisasi bisa jadi tampak sebagai proses penyeragaman teknik serta
sikap dan perilaku para aikidoka Bali dengan berorientasi kepada spirit samurai
yang merupakan spirit yang diusung oleh organisasi bela diri Aikido Jepang di
Tokyo Diduga demikian karena sebagaimana telah dikemukakan dalam latar
belakang bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan bela diri Aikido di
Bali diatur oleh organisasi induknya yang berada di Jepang sebagai superordinat
pemilik budaya yang dikonsumsi oleh para aikidoka Bali
Teori globalisasi digunakan untuk memecahkan masalah pertama dan
kedua yaitu mengapa bela diri Aikido yang berasal dari Jepang bisa
dikembangkan di Bali hingga menimbulkan fenomena posrealitas dan proses
terjadinya posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali
232 Teori Relasi KuasaPengetahuan
Konsep kekuasaanpengetahuan memberi perhatian khusus kepada
dimensi relasi antara kekuasaan dan pengetahuan sehingga produksi pengetahuan
dipahami tidak lepas dari rezim kekuasaan Foucault (Barker 2014232-233)
46
Takwin (2003128) mengatakan bahwa menurut pandangan Foucault hubungan
kuasa muncul bukan hanya pada tataran negara namun juga dalam kehidupan
sehari-hari Setiap hubungan selalu merupakan usaha saling menguasai dan saling
menekan Hubungan kuasa menghasilkan cerita yang disebut discourse atau
wacana yang isinya adalah sesuatu yang tidak menggambarkan realitas
sebagaimana adanya dalam rangka menetralisasi ketertekanan para pewacana
yang bersangkutan
Berdasarkan pernyataan di atas maka diduga bahwa posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali ada hubungan kuasa antara para pihak
yang terlibat dalam kegiatan pengembangannya Hubungan kuasa antara para
pihak tersebut menghasilkan wacana yang dibangun sedemikian rupa dalam
rangka upaya masing-masing pihak menetralkan ketertekanannya
Berkenaan dengan wacana Althusser (Faruk 2002142) berpendapat
bahwa wacana adalah ideologi dalam praktik tidak ada ideologi tanpa wacana dan
tidak ada wacana tanpa ideologi Ini berarti bahwa dengan mencermati wacana
dapat diketahui ideologi yang terkait dengan wacana tersebut Althusser (Takwin
2003101) juga berpendapat bahwa setiap penindasan menimbulkan usaha pada
pihak tertindas untuk melepaskan diri Salah satu alat yang perlu ada dalam upaya
pembebasan ini adalah ideologi suatu kepercayaan yang dibangun untuk
menggerakkan kelompok yang tertindas Ketika yang tertindas bebas dan
berkuasa maka ideologi mereka bisa saja digunakan untuk menindas pihak yang
lebih lemah Berkenaan dengan hubungan kuasa Foucault sebagaimana dikatakan
Takwin (2003130) melihat pengetahuan ditentukan oleh kekuasaan sehingga
47
kebenaran merujuk kepada rdquorezim kebenaranrdquo yang sedang bertahta Upaya untuk
saling menguasai dan melepaskan diri dari penindasan bisa juga dilakukan dengan
strategi politik identitas dalam arti memakai identitas kelompok atau individu
untuk memperoleh perlakuan yang lebih adil dari kelompok atau individu lain
(Sparringa 2006) Dalam pelaksanaan strategi politik identitas tentu saja
menggunakan wacana sebagai praktik ideologi sehingga identitas dalam wacana
juga bersifat dinamis sesuai dengan ideologi dan kepentingan berbagai aktornya
pada waktu dan tempat praktik politik identitas itu dilakukan
Althusser sebagaimana dijelaskan oleh Faruk (2002137-139) juga
berpendapat bahwa untuk mengamankan hubungan antarkelas dan dengan
demikian kekuasaan dapat dipegang dalam waktu lama maka pihak kelas yang
berkuasa mengembangkan dua macam ideologi Pertama ideologi yang tampil
dengan aparat-aparat negara yang represif (repressive state apparatus RSA)
yang bekerja secara represif melalui penggunaan kekerasan (militer polisi
penjara pengadilan dan lain-lain) sebagai upaya untuk mengamankan bentuk-
bentuk sosial yang ada Kedua ideologi yang tampil dengan aparat-aparat negara
ideologis (ideological state apparatus ISA) yang bekerja tidak dengan
menggunakan kekerasan melainkan dengan memainkan ideologi danatau wacana
secara persuasif atau hegemonik Dalam konteks inilah Althuser berpandangan
bahwa tidak ada kelas yang dapat memegang kekuasaan dalam waktu lama tanpa
melakukan hegemoni atas dan dalam ISA Dikatakan demikian karena yang
mempersatukan atau yang dapat menjamin harmoni antara yang satu dengan yang
lain dalam ISA adalah ideologi yang berkuasa sebagai perekat bagi bersatunya
48
anggota-anggota masyarakat Mengacu kepada gagasan Bourdieu (Harker tt
117 Fashri 200798-99) dikatakan bahwa kesuksesan para anggota kelompok
dominan untuk melancarkan hegemoninya ditentukan juga oleh modal budaya
ekonomi sosial dan modal simbolik yang mereka miliki yaitu sesuatu yang
dihargai oleh masyarakat misalnya pemilikan benda-benda budaya dan status
sosial
Teori relasi kuasapengetahuan dalam penelitian ini digunakan untuk
memecahkan masalah ke dua yaitu bagaimana proses terjadinya posrealitas
dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Teori ini relevan karena dalam
proses pengembangan bela diri Aikido di Bali melalui relasi kuasapengetahuan
oleh Jepang diimplementasikan dalam segala bentuk latihan fisik pengembangan
dojo dan penyebaran nilai-nilai yang ada dalam bela diri Aikido
233 Teori Identitas Sosial
Tajfel menyatakan asumsi dasar teori identitas sosial dalam situs
(httpidhamputrateori-identitas-sosialwordpresscom diakses 02 Agustus 2014)
dengan kalimat sebagai berikut
(1) Kita menciptakan identitas sosial kita untuk menyederhanakan
hubungan eksternal kita (2) Lebih jauh lagi ada kebutuhan manusia untuk
memiliki rasa harga diri (self esteem and self worth) yang kita transfer ke
dalam kelompok kita sendiri (3) Kita juga menata lingkungan kita dengan
perbandingan sosial antar kelompok Konsep dalam kelompok (in groups)
dan luar kelompok (out groups) itu penting dalam analisis ini
Lebih jauh Tajfel mengemukakan bahwa dalam teori identitas sosial
seorang individu tidaklah dianggap sebagai individu secara mutlak satu dalam
kehidupannya Individu merupakan bagian dari kelompok tertentu baik disadari
maupun tidak disadari Konsep identitas sosial adalah bagaimana seseorang itu
49
secara sosial dapat didefinisikan Identitas sosial yang melekat pada seseorang
merupakan identitas positif yang ingin dipertahankan Oleh karena itu individu
yang memiliki identitas sosial positif maka wacana maupun tindakannya akan
sejalan dengan norma kelompoknya Lagi pula individu tersebut diidentifikasikan
dalam suatu kelompok Wacana dan tindakannya sepatutnya sesuai dengan
wacana dan tindakan kelompoknya
Teori identitas sosial sebenarnya berangkat dari asumsi umum sebagai
berikut
1 Setiap individu selalu berusaha untuk merawat atau meninggikan self-
esteemnya mereka berusaha untuk membentuk konsep diri yang positif
2 Kelompok atau kategori sosial dan anggota dari mereka berasosiasi
terhadap konotasi nilai positif atau negatif Identitas sosial positif atau
negatif tergantung evaluasi (yang mengacu pada konsensus sosial bahkan
pada lintas kelompok) kelompok tersebut yang memberikan kontribusi
pada identitas sosial individu
3 Evaluasi dari salah satu kelompok adalah berusaha mendeterminasikan dan
juga sebagai bahan acuan pada kelompok lain secara spesifik melalui
perbandingan sosial dalam bentuk nilai atribut atau karakteristik
Dari asumsi di atas beberapa relasi prinsip teori dapat menghasilkan hal-
hal di bawah ini
1 Individu berusaha untuk mencapai atau merawat identitas sosial yang
positif
50
2 Identitas sosial yang positif ada berdasarkan pada besarnya tingkat
perbandingan favorit in-group dengan out-group in-group pasti
mempersepsikan dirinya secara positif berbeda dari out-group
3 Ketika identitas sosial tidak memuaskan individu akan berusaha keluar
dari kelompok lalu bergabung ke dalam kelompok yang lebih positif atau
membuat kelompok mereka lebih positif
Identitas sosial sebagai teori tidak lepas dari keinginan individu untuk
memperbandingkan dirinya serta kelompoknya dengan yang lain Perbandingan
sosial digambarkan oleh Festinger (1954) sebagai teori yang bisa membimbing
seseorang untuk membandingkan dirinya dengan yang lain siapa yang serupa
dengan dirinya dan siapa yang berbeda siapa yang berada di atas dan siapa yang
berada di bawah
Setidaknya ada tiga variabel yang memengaruhi hubungan pembedaan
antar kelompok dalam situasi sosial yang nyata (Tajfel 1974 Turner 1975
dalam Hogg amp Abrams 2000) Pertama individu pasti memiliki internalisasi
kelompok mereka sebagai konsep diri mereka secara subjektif mereka pasti
mengidentifikasikan kelompok yang relevan Hal ini tidak cukup dari orang lain
saja yang mengidentifikasikan seseorang dari kelompok mana dia berasal Kedua
situasi sosial akan menciptakan perbandingan sosial yang memungkinkan
terjadinya seleksi dan evaluasi atribut relasi yang relevan Perbedaan kelompok
pada tiap-tiap daerah tidak sama secara signifikan Misalnya di Amerika
perbedaan kelompok cenderung menonjol pada perbedaan warna kulit tetapi
perbedaan warna kulit bukan sesuatu yang menonjol di Hongkong Ketiga in-
51
group tidak membandingkan dirinya pada tiap proses kognitif yang ada pada out-
group out-group pastinya dipersepsikan sebagai kelompok perbandingan yang
relevan dalam kesamaan kedekatan dan secara situasional yang menonjol
Kemudian determinasi out-group dihasilkan sebagai perbandingan terhadap
situasi yang menggambarkan sesuatu determinasi in-group (didapatkan dari
sumber httpdharmaputrawordpresscom2008teori-identitas-sosial diakses 03
Agustus 2014)
Barker (2009175-176) menyatakan bahwa meskipun identitas diri bisa
dianggap sebagai proyek seseorang sudah menjadi kebenaran sosiologis juga
bahwa manusia lahir ke dunia yang sudah ada sebelumnya Manusia belajar
menggunakan bahasa yang telah digunakan sebelum lahir dan hidup dalam
konteks hubungan sosial dengan orang lain Manusia disusun menjadi individu
melalui proses sosial yang menggunakan bahan-bahan yang bersifat sosial Secara
umum ini disebut spisialisasi atau akulturasi Tanpa akulturasi manusia tidak
akan menjadi orang sebagaimana gagasan yang dipahami dalam hidup sehari-hari
Tanpa bahasa konsep keorangan dan identitas tidak akan bisa dipahami
Menjadi orang tidak mengandung unsur transenden atau ahistoris apapun
Identitas sepenuhnya sosial dan kultural dengan alasan-alasan berikut
1 Gagasan apakah artinya menjadi orang merupakan pertanyaan kultural
Sebagai contoh individualisme merupakan penunjuk yang khas
masyarakat modern
2 Sumber-sumber yang membentuk bahan-bahan untuk proyek identitas
yaitu bahasa dan praktik kultural berwatak sosial Akibatnya arti menjadi
52
seorang perempuan anak orang Asia atau orang tua terbentuk secara
berbeda-beda tergantung kepada konteks kulturalnya
Sumber-sumber yang bisa dipakai bagi proyek identitas tergantung kepada
kekuasaan situasional yang menjadi asal kompetensi kultural dalam konteks
kultural tertentu Apakah hitam atau putih laki-laki atau perempuan Afrika atau
Amerika kaya atau miskin adalah sesuatu yang penting karena sumber-sumber
kultural yang akan dimasuki berbeda Identitas menjadi penting tidak hanya untuk
penggambaran diri tetapi juga ciri-ciri sosial
Identitas sosial terkait dengan hak kewajiban dan sanksi normatif yang
dalam masyarakat tertentu menjadi dasar penentuan peran Penggunaan ciri-ciri
baku terutama berkaitan dengan ciri umur dan gender tubuh bersifat mendasar
dalam semua masyarakat dan masih sangat banyak lagi ragam lintas-budaya yang
bisa dicatat Giddens (Barker 2009176) Persoalan identitas adalah kesamaan dan
perbedaan soal personal dan sosial soal rdquoapa yang dimiliki individu secara
bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakan satu individu
dengan orang-orang lain Weeks (Barker 2009176)
Berdasarkan uraian di atas pengembangan bela diri Aikido di Bali adalah
identitas para peserta pelatihan yang merupakan satu identitas meliputi identitas
individunya keluarganya sukunya dan kelompoknya Bagi Fromm identitas diri
dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dari identitas sosial individu dalam
konteks komunitasnya Selain menjadi makhluk individual identitas diri tidak
terlepas dari norma yang mengikat masyarakat dalam lingkungan dan peran sosial
53
yang diembannya dalam masyarakat (httpidhamputrawordpressteori-identitas-
sosialcom diakses 03 Agustus 2014)
Teori identitas sosial Hendri Tajfel digunakan secara eklektik (bersamaan)
dengan teori lainnya untuk memecahkan ketiga masalah dalam penelitian ini
Keberterimaan bela diri Aikido di Bali proses terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali yang pada akhirnya membentuk identitas
baru berupa posrealitas kebudayaan yang membentuk identitas para aikidoka Bali
baik secara individu maupun identitas sosialnya
54
24 Model Penelitian
Model penelitian ini dapat digambarkan ke dalam Bagan 21
Bagan 21
Model Penelitian
Keterangan
= memengaruhi
= saling memengaruhi
Kebudayaan Bali
Bela Diri Tradisional Bali
-Pencak Silat
-Tengklung
-Mepantigan
Kebudayaan Jepang
Bela Diri Tradisional Jepang
-Karate
-Judo
-Aikido
Proses terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Latar belakang
terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Posrealitas dalam Pengembangan
Bela Diri Aikido di Bali
Temuan
Penelitian
Implikasi
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
55
Bagan 21 dapat dijelaskan bahwa tampak kebudayaan Bali dengan
unsurnya berupa bela diri tradisional Bali seperti Pencak Silat Tengklung
Mepantigan dan beberapa bela diri lainnya Dengan adanya globalisasi
bersentuhan dengan kebudayaan Jepang dengan unsurnya berupa bela diri
tradisional Jepang seperti Karate Judo dan Aikido Khusus pada penelitian ini
adalah bela diri Jepang Aikido Persentuhan antara keduanya akibat arus
globalisasi melahirkan bela diri Aikido yang berterima dan berkembang di
sejumlah dojo di Bali yang menunjukkan adanya posrealitas Posrealitas dalam
penelitian ini merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu berupa
peniruan bagi aikidoka Bali yaitu bela diri Aikido melalui pelatihan di beberapa
dojo yang ada di Bali Kondisi posrealitas adalah kondisi yang di dalamnya
prinsip-prinsip realitas telah dilampaui dalam pengertian diambil alih oleh
substitusi-substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir Hal ini telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang apa yang disebut yang nyata (the real) Yang nyata
senyata-nyatanya berada di Jepang bela diri Aikido telah membentangkan
persoalan filosofis mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa
yang disebut nyata
Posrealitas dapat dijelaskan sebagai kondisi matinya realitas dalam
pengertian diambilalihnya posisi realitas oleh apa yang sebelumnya disebut
sebagai nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru yang
memesona yang belum pernah dialami sebelumnya
56
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru yang tidak bisa dikatakan
realitas Bali yang asli karena telah dimasuki oleh nilai baru yang berasal dari
sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang Tidak bisa juga
dikatakan realitas yang benar-benar baru karena para anggota pelatihan tetaplah
kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya
Posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali dikaji dari tiga
dimensinya yaitu (1) latar belakang terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali (2) proses terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali dan (3) implikasi pengembangan bela diri Aikido tersebut
dalam kehidupan para aikidoka Bali
Penelitian kajian budaya ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teknik
wawancara observasi dokumentasi dan studi pustaka Data dianalisis secara
eklektik dengan menggunakan teori globalisasi kuasapengetahuan identitas
sosial dan teori pendukung lainnya yang terkait dengan permasalahan yang ada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberterimaan bela diri Aikido di Bali
dilatarbelakangi oleh beberapa ideologi yaitu dualisme kultural paternalisme
pasar citra dan multikulturalisme Proses pengembangan bela diri di beberapa
dojo yang ada di Bali meliputi tahap pengenalan pendirian organisasi
pengembangan tempat pelatihan dan tahap pengembangan mutu Semuanya
berorientasi kepada tempat pelatihan induk bela diri Aikido (Honbu Dojo) yang
berada di Tokyo-Jepang Pengembangan bela diri Aikido di Bali menimbulkan
57
implikasi pada para aikidoka Bali termasuk terbentuknya identitas baru dalam
masyarakat Bali
Melalui penelitian ini ditemukan paradigma baru bahwa di balik kekuatan
budaya Bali yang sedang berlangsung dalam segala lini kehidupan terdapat sikap
orang Bali yang terbuka terhadap kebudayaan asing khususnya bela diri asal
Jepang yaitu bela diri Aikido Terkait dengan bela diri Aikido yang sedang
ditekuni oleh beberapa komunitas di Bali ternyata ada berbagai hal yang
mendukung keberterimaannya Adanya kegayutan nilai-nilai budaya antara
kebudayaan Bali dan kebudayaan Jepang terkait keberadaan bela diri Aikido yang
berterima di beberapa komunitas pelatihan di Bali sehingga hal ini disebut sebagai
multikulturalisme
26
(post-reality) sesungguhnya menawarkan ruang tafsiran yang terbuka dan bersifat
polisemi Istilah pos di sini dapat diartikan sebagai penentangan terhadap
pemisahan dari keterputusan dan (discontinuity) persimpangan dari (rupture)
titik balik dari melewati atau melampaui realitas (hyper) Meskipun demikian
awalan pos pada istilah posrealitas digunakan dalam pengertian yang khusus
yaitu sebagai padanan dari kata hiper (hyper) yang digunakan oleh Jean
Baudrillard untuk menjelaskan kondisi yang disebutnya melampaui realitas
(hyper-reality)
Posrealitas adalah kondisi matinya realitas diambilalihnya posisi realitas
oleh nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru mempesona
yang belum pernah dialami sebelumnya Namun dunia realitas artifisial banyak
merenggut dunia realitas alamiah seperti kedekatan manusia dengan aura
keaslian dan eksotisme alam warisan luhur kebudayaan serta kekuatan spiritual
yang merupakan magnet dunia kehidupan Ketika realitas alamiah telah lenyap
dan diambil alih oleh berbagai realitas yang artifisial manusia terkurung dalam
perangkap dunia artifisialitas yang serba permukaan imanen dan dangkal serta
tidak mampu menemukan jalan kembali ke arah realitas alamiah kekayaan
kultural dan kedalaman pengalaman transendental (Piliang 200954-55)
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dengan terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru Realitas tersebut tidak bisa
27
dikatakan realitas Bali yang se asli-aslinya karena telah dimasuki nilai baru yang
berasal dari sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang
Realitas itu juga tidak bisa dikatakan realitas yang baru karena para aikidoka Bali
tetaplah kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya Berdasarkan
pengertian posrealitas di atas maka secara operasional posrealitas dalam
penelitian ini dikonsepsikan sebagai pengambilalihan posisi seni bela diri
tradisional Bali seperti Tengklung Setembak dan lain-lain oleh bela diri Jepang
yaitu bela diri Aikido
222 Spirit Hidup Samurai
Asal kaum samurai dimulai pada keluarga Yamato yang muncul sebagai
klan terkuat di Jepang pada abad ketujuh masehi Kata samurai berarti ldquoorang
yang melayanirdquo dan kata itu diberikan kepada mereka yang lahir pada keluarga
terhormat dan ditugaskan untuk menjaga anggota keluarga kekaisaran Falsafah
pengabdian ini adalah akar dari keningratan kaum samurai baik dalam tatanan
sosial maupun spiritual (Kitami 2013xii)
Asal-usul kelas samurai (Shigesuke 1999ix) adalah spesialisasi dari
kalangan aristokrat Secara umum kalangan kelas atas yang berpoligami biasanya
menghasilkan lebih banyak anak yang bisa terserap ke dalam level yang sama di
dalam masyarakat Aturan tentang hak waris lebih jauh menetapkan bahwa
hanya satu putra yang secara penuh mewarisi semua keistimewaan yang dimiliki
ayahnya Faktor-faktor ini menciptakan tekanan sosial dan natural menuju
diferensiasi dalam pola-pola karier dari anak keturunan kelas-kelas atas ini
28
Sebagaimana di Eropa di Jepang dan di tempat lain dari ayah-ayah
birokrat yang tidak mewarisi keistimewaan paternal inilah yang menjadi prajurit
perang atau pengelola kuil atau biara Kedua spesialisasi ini dibentuk untuk
proteksi terhadap negara para pasukan perang era kuno ini semula disebut
ldquosamurairdquo atau terjemahan kasarnya adalah ldquopembanturdquo karena mereka
membentuk pasukan bersenjata untuk membantu aristokrasi Pada saat para
samurai ini mengambil alih kekuasaan negara dari tangan aristokrat sebagai salah
satu kelas independen salah satu cara mereka memanifestasikan status dan
martabat baru mereka Mereka menjauhkan diri dari label samurai sekedar
ldquopembanturdquo kemudian menyebut diri mereka sebagai bushi「武士」yang berarti
kesatria
Spirit hidup samurai disebut sebagai bushido「武士道」 adalah etika
yang dianut oleh para samurai Walaupun istilah tersebut baru digunakan pada
zaman Edo (1603-1868) konsep bushido telah terbentuk sejak zaman Kamakura
(1185-1333) yang berkembang dari adopsi neo-konfusianisme pada zaman Edo
hingga menjadi landasan moralitas nasional pasca restorasi Meiji (1868-1912)
Bushido tidak hanya meliputi semangat bela diri dan keterampilan menggunakan
senjata tetapi juga loyalitas absolut pada tuannya rasa yang kuat atas kehormatan
pribadi pengabdian pada tugas dan keberanian bahkan jika diperlukan
pengorbanan nyawa dalam pertempuran dan ritual (Davies amp Ikeno 2014 41)
Etika bushido (Shigesuke 199930-31) mensyaratkan ada tiga hal yang
dipertimbangkan yang esensial yaitu kesetiaan tugas dan keberanian Hal
tersebut memuat tentang kesatria yang bekerja dengan kesetiaan tinggi kesatria
29
yang bisa dipercaya dalam mengemban tugas kesatria yang kuat dan pemberani
Prajurit yang memiliki kombinasi tiga sosok baik kesetiaan pengembanan tugas
dan keberanian bisa dipertimbangkan sebagai kesatria dengan orde tertinggi
Secara umum keberanian bukanlah sesuatu yang tidak hanya tampak pada
saat seseorang mengenakan baju besi mengangkat senjata lalu bertempur dalam
peperangan Perbedaan antara sikap berani dan sikap pengecut sudah tampak
dalam kehidupan sehari-hari meski tidak ada perang Seseorang yang pemberani
akan menunjukkan loyalitas dan kasih sayang kepada majikannya dan orang
tuanya Jika ada waktu luang ia akan mempelajari literatur dan terus berlatih bela
diri Ia menghindari kemewahan personal tidak berfoya-foya Ia juga tidak tamak
dan membelanjakan uang apabila diperlukan
Spirit samurai yang mengalir dalam bela diri Aikido beberapa di
antaranya adalah spirit keberanian kesabaran kegagahan dan ketenangan dalam
menghadapi masalah Hal ini diungkapkan oleh Nitobe (200468) sebagai berikut
勇気我慢大胆だいたん
自若じじゃく
勇猛ゆうもう
などの心性しんせい
は少年武士の心に最も強く
訴うった
えられ実例じつれい
を模範も は ん
として幼おさな
いときから訓練され励はげ
みとされたい
わば最も人気のある徳性とくせい
であった彼らは母親のふところに抱かれた
幼児よ う じ
のころから軍記ぐ ん き
物語ものがた
りをくり返し聞かされもし何か苦痛く つ う
なことが
あって泣き出したりすれば「これくらいのことで泣くとはなんて臆病おくびょう
なんでしょう」と母親に叱しか
られ「もし戦場せんじょう
に出て腕うで
を切られるよう
なことがあったらどうしますかもし切腹せっぷく
を命めい
じられたときはどうし
ますか」と励はげ
まされた
Jiwa seperti keberanian kesabaran kegagahan ketenangan dalam menghadapi
bahaya keliaran dan sebagainya paling kental berpengaruh pada hati para kesatria
remaja Sejak masih kecil mereka ditanamkan jiwa-jiwa tersebut dengan contoh
nyata dan dilatih agar memilikinya yang dijadikan sumber semangatnya Sejak
masa balitanya yang masih dalam pangkuan ibunya mereka berulang kali
diceritakan dongeng kesatria dan pertempuran jika ada yang menangis karena
terjadi sesuatu yang menyedihkan dalam cerita tersebut maka ia dimarahi ibunya
dengan perkataan ldquoBetapa penakutnya engkau sampai menangis gara-gara hal
30
sepele ini rdquo Mereka pun disemangati dengan kata-kata ldquoBagaimana kalau maju
ke medan perang dan lenganmu terpotong Bagaimana kalau disuruh seppuku
(Harakiri) rdquo
Spirit samurai lainnya dalam bela diri Aikido adalah berlatih tiada henti
karena dalam berlatih bela diri Aikido tidak ada kata ldquotamatlulusrdquo Bagi aikidoka
hanya ada kata ldquoterus berlatihrdquo meskipun ada tingkatan dari sebelum menyandang
sabuk hitam (Kyuu) sampai dengan tingkatan sabuk hitam (Dan) Namun sampai
saat ini belum ada aikidoka yang bisa mencapai tingkatan paling tinggi dalam bela
diri Aikido (Dan X) bahkan ada beberapa guru (sensei) yang sudah berlatih bela
diri Aikido sampai selama 50 tahun
Berlatih terus menerus tanpa henti diungkapkan oleh guru besar pendiri
bela diri Aikido Morihei Ueshiba dalam buku Jurnal Demontrasi Aikido ke-40
(20037) bahwa
合気道あいきどう
の稽古け い こ
に終お
わりはありません稽古をはじめたら根気こ ん き
よく続つづ
けるこ
とですうまずたゆまず求もと
めてください稽古を続けることが進歩し ん ぽ
への
第一歩だいいちほ
であり稽古の大切たいせつ
な一面いちめん
でもあるのです
Latihan Aikido tidak ada akhirnya Kalau anda sudah mulai latihan janganlah
pernah berhenti Carilah ilmu dengan pantang menyerah Berlatih terus menerus
tanpa henti adalah langkah pertama untuk menuju kemajuan sekaligus satu sisi
yang sangat penting dalam keseluruhan latihan
Lebih lanjut Ueshiba (The Art of Peace 199285) mengatakan
Life itself is always a trial In training you must test and polish yourself in order
to face the great challenges of life Transcend the realm of life and death and
then you will be able to make your way calmly and safely through any crisis that
confronts to you
Kehidupan itu selalu merupakan suatu percobaan Dalam berlatih engkau harus
mengetes dan menghaluskan dirimu untuk berhadapan dengan tantangan
kehidupan yang besar Lampauilah dunia kehidupan dan kematian dan kemudian
anda akan bisa membuat jalan anda dengan tenang dan aman sepanjang krisis
yang anda hadapi
31
Spirit samurai yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagaimana para
aikidoka Bali bersikap dalam kehidupan berlatih bela diri Aikido dan dalam
kehidupan sehari-hari berlandaskan kepada jiwa total dalam mengerjakan sesuatu
Total dalam mengabdi terhadap kewajiban dalam kesetiaan dan dalam segala hal
Merasakan kehidupan dalam tiap nafas berarti hidup yang sebenar-benarnya
Bushido mengajarkan untuk merasakan setiap nafas yang dihirup Setiap detik
hidup ini harus dijalani dengan sungguh-sungguh Segala bidang yang ditekuni
harus dijalani dengan segenap jiwa raga
223 Pengembangan Bela Diri Aikido di Bali
Pengembangan bela diri Aikido di Bali tidak bisa lepas dari sejarah awal
pelatihan tahun 1995 di Dojo Samurai kawasan Renon Denpasar Pada saat
pertama berlatih bela diri Aikido para peserta kebanyakan pada mulanya adalah
pengikut bela diri Karate Pencak Silat dan bela diri lainnya Setelah aktivitas
pelatihan berlangsung dua tahun tepatnya 07 Mei 1997 terbentuk induk organisasi
bela diri Aikido di Bali (Bari Aikikai) Setelah itu tumbuh dojo-dojo lainnya di
Bali sebagai tempat berlatih seperti Dojo Dirgahayu di Desa Sumerta Kaja Dojo
Aora di Kuta dan Dojo Kami di Jimbaran Badung
Layaknya sebuah organisasi sosial organisasi bela diri Aikido sebagai
objek yang berkembang dengan sosiologi fungsional dipandang sebagai
hubungan sosial yang berkontribusi kepada entitas yang menjadi bagian di
dalamnya Dalam analisis fungsional terhadap organisasi elemen-elemen
organisasi dipandang memiliki kontribusi kepada integritas organisasi secara
keseluruhan Sejak awal para analis terkemuka menyadari bahwa di dalam
32
organisasi formal melekat praktik kekuasaan yang terutama dibentuk oleh
otoritas Hal tersebut memicu penolakan kelompok-kelompok yang ada dalam
organisasi sehingga organisasi tidak dapat berfungsi sebagaimana yang
diharapkan Oleh sebab itu para analis sistem meyakini bahwa organisasi sering
kali berfungsi secara suboptimal Para teoretisi konflik dengan menggunakan
konsep Marxian dan neo-Weberian menarik kesimpulan yang lebih ekstrem
Sebagian merespons kritik dan sebagian lagi sebagai proses pengembangan Arus
utama studi organisasi mulai meyakini bahwa perbedaan antara organisasi
kontemporer dengan tipe-tipe kelembagaan yang lain dapat diperluas Irasionalitas
dan penampilan yang suboptimal merupakan karakter normal organisasi
Walaupun memahami organisasi dari sisi penampilannya masih tampak umum
sekarang muncul kesadaran akan implikasi pendekatan tersebut dan kerelaan
untuk mempertimbangkan perspektif lain Organisasi sekarang dipahami sebagai
aktivitas dan sebagai objek
Arus utama analisis organisasi mendefinisikan dirinya dalam kerangka
kelembagaan yang berbeda dalam prinsip dengan yang ada dalam masyarakat
tradisional Ada perkembangan pemahaman yang penting yakni organisasi formal
bukan merupakan batas bagi organisasi Melalui beragam inspirasi intelektual
seperti etnometodologi dan fenomenologi perspektif baru terhadap organisasi
menjadi pusat perhatian Unsur penting itu tampak dalam era organisasi virtual
Organisasi tidak pernah nyata terbentuk sebagaimana dalam pengertian seluruh
partisipan dalam organisasi bertemu dalam suatu tempat dalam satu waktu
33
Sebagaimana dinyatakan oleh Robert Cooper Dalam pengertian mendasarnya
organisasi adalah penertiban terhadap yang tidak tertibrdquo (Scott 2011190-191)
Seperti halnya mesin yang terangkai dari berbagai komponen yang saling
terkait Tripomo (201412-14) menyatakan bahwa organisasi juga merupakan
rangkaian komponen berupa orang-orang yang saling berinteraksi satu dengan
yang lain Namun organisasi tidak sama dengan mesin karena organisasi
merupakan kesatuan sosial hubungan antara satu orang dengan orang yang lain
tidak hanya bersifat rasional dan mekanistik Menurut kodratnya manusia adalah
makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat karena manusia selalu hidup bersama
dengan manusia lainnya sebagai kesatuan sosial
Kesatuan sosial adalah kelompok individu yang saling berhubungan dan
memengaruhi karena memiliki keterikatan nilai budaya aturan emosi dan
perantugas Keterikatan sosial sering kali tidak memperhitungkan kalkulasi
untung rugi rasionalfinansial Sebagai kesatuan sosial urusan rasa selera
keadilan dan solidaritas menjadi penting serta ukuran benar dan salah menjadi
tidak bersifat mutlak Pendapat keputusan reaksi seseorang tidak mutlak rasional
tetapi dipengaruhi oleh hubungan manusia dalam kesatuan sosial
Organisasi sebagai kesatuan sosial memiliki sifat saling terkait yang lebih
rumit daripada rangkaian mesin Dengan memencet tombol offrdquo pada saat jam
kerja berakhir maka mesin mati dan interaksi antar bagian-bagian mesin terhenti
Apakah interaksi antar orang berhenti Jawabannya tidak Setelah selesai jam
kerja orang-orang masih berhubungan satu sama lain bahkan setelah pensiunpun
orang masih berinteraksi satu sama lain Seorang anak yang tidak memiliki
34
keterkaitan dalam organisasi bisa memengaruhi keputusan karena bapaknya
pejabat Orang-orang yang pindah partai seperti kutu loncatpun tidak akan bisa
melepaskan relasinya dengan orang-orang di partai yang ia tinggalkan Inilah
keunikan organisasi sebagai kesatuan sosial
Organisasi yang berisi kumpulan manusia jelas berbeda dengan mesin yang
berisi kumpulan onderdil Organisasi adalah kesatuan dari individu-individu yang
dikoordinasikan secara sadar untuk mencapai tujuan tertentu Bagaimana interaksi
di antara individu-individu dalam organisasi diatur oleh sebuah sistem yang
disebut struktur organisasi Struktur organisasi ibarat otak otot dan syaraf yang
mengkoordinasikan kerja organ indera dan anggota tubuh manusia
Bela diri Aikido di Indonesia tidak sepopuler Karate Kempo ataupun Judo
tetapi bela diri Aikido masuk ke Indonesia dalam waktu yang bersamaan dari
Jepang Ketidakpopuleran bela diri Aikido disebabkan oleh tidak adanya sistem
pertandingan sebagaimana yang ada dalam bela diri lainnya Oleh karena itu bela
diri Aikido hanya disebarkan melalui pembicaraan-pembicaraan saja Baru tahun
1984 mulai dipikirkan pengembangannya dengan membentuk organisasi bela diri
Sejak saat itu media elektronik dan cetak mulai memperkenalkannya dengan
metode atau peragaan (embukai)
Pada tahun 1993 didirikan yayasan Keluarga Bela Diri Aikido Indonesia
(KBAI) oleh sensei Ferdiansyah Secara umum perguruan ini berafiliasi kepada
pusat organisasi bela diri Aikido di Jepang (Honbu Aikikai) Dalam pertaliannya
dengan induk organisasi KBAI melaksanakan program kunjungan tahunan dari
para instrukstur pusat Aikikai - Jepang KBAI mengembangkan perguruannya
35
dalam bentuk tempat-tempat latihan umum atau club-club Pengembangan club-
club banyak dilakukan pada instansi dan perusahaan perguruan tinggi dan
sekolah
Secara tahunan atau dua tahunan KBAI mengadakan program kunjungan
instruktur dari Jepang sebagai motivator anggotanya dalam berlatih Secara
berkala pula dilakukan ujian kenaikan tingkat yang dilakukan empat bulan sekali
Secara umum KBAI mengembangkan perguruannya dengan hati-hati dengan
menjaga mutu teknis dan operasionalnya (diambil dari sumber httpkbaitripod
comhal_kbaihtm diakses 03 November 2014)
Organisasi bela diri Aikido di Bali dikonsepsikan sebagai organisasi sosial
yang ada di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung Organisasi tersebut pada
penelitian ini secara keseluruhan berjumlah empat unit yang terhimpun ke dalam
satu organisasi induknya bernama Bari Aikikai「バリ合気会」 Keempat
organisasi yang tergabung ke dalam organisasi induknya ini adalah (1) Dojo
Samurai di Renon Denpasar (2) Dojo Dirgahayu di Desa Sumerta Kaja
Denpasar (3) Dojo Aora di Kuta Badung dan (4) Dojo Kami di Jimbaran
Badung Masing-masing organisasi mempunyai pengelola dojo bagian keuangan
dan pelatih
Dari uraian di atas tampak bahwa pengembangan bela diri Aikido di Bali
baik dari permulaan kemunculannya maupun selanjutnya ditopang oleh sistem
organisasi yang teratur memiliki struktur dan orang-orang yang duduk sesuai
fungsinya sehingga pengembangannya bisa terarah Pengembangan bela diri
Aikido di Bali dalam penelitian ini adalah proses setiap tahapan dilalui dengan
36
posrealitas kebudayaan sampai terjadinya implikasi bela diri Aikido ini berupa
identitas baru bagi para aikidoka Bali Kenyataan ini disebabkan oleh pelatihan
bela diri Aikido yang berkelanjutan dan dalam rentang waktu yang lama dan
membentuk aikidoka Bali sebagai manusia baru yang memiliki rdquolabelrdquo berbeda
dengan manusia Bali pada umumnya
23 Landasan Teoretis
Ada tiga teori yang relevan untuk diacu dalam penelitian ini yaitu teori
globalisasi teori relasi kuasapengetahuan dan teori identitas sosial Ketiga teori
ini digunakan secara eklektik seperti yang biasa digunakan dalam kajian budaya
Hal ini sesuai dengan pendapat Sanderson (Minawati 200936) bahwa eklektisme
merupakan suatu cara pandang yang mengatakan bahwa berbagai strategi teoretis
harus digunakan secara kombinasi agar diperoleh penjelasan yang dapat diterima
231 Teori Globalisasi
Globalisasi adalah ldquopenyebaran kebiasaan-kebiasaan yang mendunia
ekspansi hubungan yang melintasi benua organisasi dari kehidupan sosial pada
skala global dan pertumbuhan dari sebuah kesadaran global bersamardquo Ritzer
(200696) Membaca definisi ini tampaklah bahwa globalisasi mempunyai
cakupan yang luas Cakupan globalisasi yang luas itu secara lebih jelas dapat
dilihat dengan mencermati gagasan Appadurai sebagaimana dikutip oleh Steger
(200658) bahwa ada lima dimensi konseptual atau ldquolandscaperdquo yang dibentuk
dan sekaligus merupakan ciri-ciri arus budaya global Kelima ldquolandscaperdquo
danatau ciri arus budaya global itu adalah sebagai berikut
37
1 Ethnoscapes adalah perpindahan penduduk dari satu negara ke negara lain
seperti wisatawan imigran pengungsi dan tenaga kerja
2 Technoscape mengacu kepada perkembangan teknologi yang kini
mengalir dengan kecepatan tinggi menembus batas-batas negara
3 Mediascape mengacu kepada kemampuan elektronik untuk menyebarkan
informasi ke berbagai belahan dunia
4 Finanscape adalah aspek finansial atau uang yang sulit diprediksi dalam
era globalisasi
5 Ideoscape terkait dengan masalah politik seperti kebebasan demokrasi
kedaulatan kesejahteraan hak seseorang ideologi-ideologi negara dan
gerakan sosial
Globalisasi dengan ciri-cirinya yang demikian itu telah mengakibatkan
dunia seakan-akan tidak lagi dibatasi oleh tembok-tembok penyekat yang
memisahkan negara yang satu dengan negara yang lain (Ardika 200713)
Dengan kata lain garis-garis batas budaya nasional ekonomi nasional dan
wilayah nasional semakin kabur (Hirst dan Thompson 19911) Sejalan dengan
proses itu tampaknya perubahan pada berbagai aspek kehidupan masyarakat
dan budayanya sebagai dampak globalisasi sulit dihindari sehingga kini tidak
jarang realita kehidupan sosial budaya telah jauh berbeda dengan realitanya di
masa lampau
Globalisasi tidak begitu saja dapat menyebabkan perubahan budaya suatu
masyarakat tanpa reaksi masyarakat yang bersangkutan karena sebagaimana
dikemukakan oleh Ardika (200715) bahwa pengaruh budaya global juga dapat
38
menimbulkan hasrat untuk menegaskan keunikan kultur sendiri Dalam konteks
inilah di kalangan para ahli berkembang dua macam pandangan dasar dalam teori
globalisasi Pertama memandang globalisasi menimbulkan grobalisasi Kedua
memandang globalisasi menimbulkan glokalisasi Pandangan grobalisasi
menekankan semakin meningkatnya kemampuan organisasi-organisasi dan
negara-negara modern di seluruh dunia yang sebagian besar bersifat kapitalistik
untuk meningkatkan kekuasaan mereka dan menjangkau dunia (Ritzer 200699)
Sebaliknya pandangan glokalisasi sebagaimana dijelaskan oleh Steger (200657)
merupakan interaksi yang kompleks antara global dan lokal yang bercirikan
peminjaman budaya Lebih lanjut pandangan grobalisasi menekankan terjadinya
penyeragaman atau homogenisasi versus pandangan glokalisasi yang menekankan
terjadinya heterogenisasi atau penganekaragaman budaya masyarakat yang
merupakan percampuran antara yang global dan yang lokal (Ritzer 2006104
Steger 200657)
Terjadinya glokalisasi yang menghasilkan budaya campuran tidak lepas
dari adanya orang-orang yang bermaksud menentang globalisasi khususnya
grobalisasi Cara mereka dengan mendukung dan bersekutu dengan glokalisasi
sebagai bentuk globalisasi yang lain namun mereka tetap mengadopsi budaya
global yang telah berpengaruh kuat sehingga timbul budaya campuran (Ritzer
2006229) Gagasan ini tampak penting untuk dirujuk dalam penelitian ini karena
relevan dengan fokus kajian budaya sebagaimana dikatakan oleh Suastika
(200731) bahwa fokus kajian budaya terletak pada persoalan bagaimana praktik
39
budaya memungkinkan berbagai budaya dan kelas berjuang melawan dominasi
budaya
Upaya orang-orang yang hendak menentang grobalisasi melalui glokalisasi
seperti itu identik dengan revitalisasi budaya mereka Dikatakan identik karena
sebagaimana dikemukakan oleh Adas (1988XIII) bahwa selain berjuang untuk
menghidupkan kembali adat tradisional atau kepercayaannya para partisipan
gerakan revitalisasi budaya juga bisa dirasuki oleh keinginan memperoleh barang-
barang asing dan mencontoh bentuk organisasi dan tingkah laku asing Barang
maupun organisasi dan tingkah laku asing bisa dilihat sebagai budaya global yang
masuk melalui proses globalisasi yang telah berpengaruh kuat kepada masyarakat
bersangkutan Sebagaimana dikemukakan oleh Ritzer (200699-100) bahwa sesuai
dengan penekanan teori Max Weber dan teori Karl Marx kekuatan pendorong
utama grobalisasi adalah rasionalisasi dan kebutuhan untuk memperlihatkan
kemampuan memperoleh keuntungan melalui imperialisme dan hegemoni Oleh
karena itu tidak tertutup kemungkinan bahwa untuk menghidupkan kembali adat
tradisional pendorong globalisasi seperti itu berlaku juga bagi masyarakat yang
melakukan revitalisasi budaya sebagai suatu gerakan sosial
Berkenaan dengan motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku dalam
konteks gerakan sosial teori rasionalitas mengasumsikan bahwa setiap manusia
pada dasarnya rasional dengan selalu mempertimbangkan prinsip efisiensi dan
efektivitas dalam melakukan setiap tindakan termasuk tindakan dalam melakukan
gerakan sosial (Basrowi dan Sukidin 2003 dan Mustain 2007) Sementara itu
teori ldquotindakan individu yang rasionalrdquo menyatakan bahwa individu-individu
40
dalam kehidupan bermasyarakat memiliki pertimbangan rasional dan kesadaran
akan adanya keuntungan yang dapat diperoleh melalui tindakan-tindakannya
(Yunita 1986) Demikian juga ldquoteori insentif selektifrdquo menjelaskan bahwa
keikutsertaan seseorang dalam suatu gerakan sosial banyak dipengaruhi oleh jenis
bentuk dan isi harapan-harapan yang akan menguntungkan insentif selektif
(Mustain 200749) Dengan demikian motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku
dalam gerakan sosial bersifat materialistik atau ekonomistik yang mencerminkan
karakter ideologi pasar Mengikuti pendapat Habermas (Thompson 2007)
motivasi dan prinsip-prinsip gerakan sosial menunjukkan ldquorasio instrumentalrdquo
dalam arti objek-objek dalam gerakan sosial dilihat dan diperlakukan sebagai alat
untuk memenuhi kepentingan yang bernuansa ideologi pasar
Foucault (Adlin 20065) melukiskan manusia postmodern yang terserap
ke dalam discourse sedang Jean Baudrillard melukiskan manusia postmodern
yang terhisap ke dalam dunia objek yang di dalamnya ia mempunyai peran
minimalis dalam menentukan objek itu tetapi sebaliknya dibentuk olehnya Ada
sekelompok elit yang memproduksi objek-objek tetapi mayoritas manusia
menjadi konsumen objek-objek Mereka tidak sekedar manusia konsumen tetapi
manusia dengan konsep diri dan subjektivitas yang dibentuk atau didefinisikan
berdasarkan kepemilikan objek-objek Di dalam dunia yang dikuasai objek
eksistensi manusia ditentukan oleh kepemilikan objek Manusia terserap ke dalam
logika objek ke dalam irama pergantian bentuk gaya dan citranya Manusia
mempunyai hasrat tetapi kini objek yang (aktif) merayu manusia Objek yang
menjadi pusat dunia bukan subjek (cogito) seperti yang dikatakan Descartes
41
Rayuan objek mendahului hasrat Objek yang memproduksi hasrat bukan hasrat
yang memproduksi objek Kekuasaan subjek telah dijungkirbalikkan dan yang
tersisa adalah subjek yang rapuh rentan dan tidak berdaya yang hanya dapat
secara pasif berhasrat sementara objek yang aktif merayunya Dalam kerapuhan
kerentanan dan ketidakberdayaannya subjek harus menyesuaikan diri dengan
objek-objek bukan objek yang menyesuaikan subjek Kemudian tercipta
paradoks karena kedaulatan subjek tidak dapat lagi dipertahankan dan satu-
satunya kedaulatan yang ada adalah kedaulatan objek Satu-satunya strategi yang
tersedia adalah strategi objek Subjek lenyap di dalam horizon objek-objek inilah
strategi fatal
Tiga perspektif utama budaya konsumen diungkapkan oleh Featherstone
(2005) Pertama pandangan bahwa budaya konsumen dipremiskan dengan
ekspansi produksi komoditas kapitalis yang memunculkan akumulasi besar-
besaran budaya dalam bentuk barang-barang konsumen dan tempat-tempat
belanja dan konsumsi Hal ini mengakibatkan tumbuhnya kepentingan aktivitas
bersenang-senang dan konsumsi dalam masyarakat Barat kontemporer Kedua
pandangan yang lebih sosiologis bahwa kepuasan berasal dari benda-benda
berhubungan dengan akses benda-benda yang terstruktur secara sosial dalam suatu
peristiwa yang telah ditentukan kepuasan dan status tergantung pada penunjukan
dan pemeliharaan perbedaan dalam kondisi inflasi Ketiga masalah kesenangan
emosional untuk konsumsi mimpi-mimpi dan keinginan yang ditampakkan dalam
bentuk tamsil budaya konsumen dan tempat-tempat konsumsi tertentu yang secara
beragam memunculkan kenikmatan jasmaniah langsung serta kesenangan estetis
42
Tumbuh suburnya budaya konsumen tidak sekadar memandang konsumsi
sebagai sesuatu yang berasal dari produksi tanpa mengakibatkan adanya
problematika (Featherstone 2005) namun lebih jauh dari itu budaya konsumen
juga memengaruhi perilaku seseorang untuk memutuskan pembelian produk suatu
barang yang dikendalikan oleh kekuatan media massa seperti iklan Periklanan
secara khusus mampu mengeksploitasi kondisi ini dan memberikan image
pencitraan eksotika nafsu kecantikan pemenuhan kebutuhan komunalitas serta
kehidupan yang baik untuk menyebarkan benda-benda konsumen seperti sabun
mesin cuci mobil serta minuman beralkohol Budaya konsumen akan mendorong
orang untuk berperilaku sesuai tingkatan kelas sosialnya dalam kehidupan
bermasyarakat
Konsumerisme bukan semata-mata bertalian dengan panutan pada nilai
simbolik melainkan berkaitan pula dengan persoalan identitas Hal ini sejalan
dengan gagasan Clammer (Atmadja 201092) bahwa konsumsi bukanlah semata-
mata urusan belanja atau pengambilalihan benda-benda untuk menjadi milik
sendiri atas dasar nilai guna melainkan juga pembelian identitas Oleh karena itu
konsumsi menjadi sarana bagi seseorang untuk memahami dan berkomunikasi
secara simbolik antara orang yang satu dan yang lain menciptakan dan
mereproduksi identitas mereka serta menjadi sarana dalam memahami diri
mereka dalam berhubungan dengan individu dan kelompok lain Orang tidak lagi
hanya mengonsumsi material dari suatu produk tetapi juga efek simbolik yang
dihasilkan produk tersebut sehingga tepat gagasan Simmel (Atmadja 201092)
43
bahwa ldquoproduct consumpted are not seen from their function but from symbols
related to identity and statusrdquo
Dengan mengikuti Fromm (Atmadja 201093) kondisi ini mengakibatkan
pola hidup masyarakat Bali berubah secara mendasar Zaman dahulu mereka
berpegang pada gagasan bahwa tua adalah indah namun sekarang orang
menganut gagasan bahwa baru adalah indah Ketertarikan manusia dengan
sesuatu yang baru berkaitan pula dengan kemampuan desainer mengembangkan
desain yang baru dengan daya pesona yang lebih kuat daripada sebelumnya
Sering terjadi pada mulanya suatu barang dengan desain tertentu harganya mahal
sehingga konsumennya hanya orang-orang kaya
Gaya hidup telah menjadi ciri dalam dunia modern (Chaney 2004)
sehingga masyarakat modern akan menggunakan gaya hidup untuk
menggambarkan tindakannya sendiri dan orang lain Dalam kaitannya dengan
budaya konsumen gaya hidup dikonotasikan dengan individualitas ekspresi diri
serta kesadaran diri yang stylistic Tubuh busana gaya pembicaraan aktivitas
rekreasi adalah beberapa indikator dari individualisme selera konsumen Gaya
hidup juga salah satu bentuk budaya konsumen Gaya hidup seseorang dilihat dari
apa yang dikonsumsinya baik barang ataupun jasa Konsumsi tidak hanya
mencakup kegiatan membeli sejumlah barang atau materi seperti televisi dan
telepon genggam Akan tetapi juga mengonsumsi jasa seperti rekreasi Beberapa
contoh gaya hidup yang tampak menonjol pada saat ini adalah nge-mall hang out
fitness
44
Masyarakat konsumen dengan budaya konsumsi yang dipegangnya
melihat tujuan dan totalitas hidupnya dalam kerangka atau logika konsumsi
Eksistensinya dijalankan dan dipertahankan hanya dengan terus menerusnya
mengonsumsi berbagai tanda dan status sosial di balik komoditi Bukan hanya
dirinya saja yang mengaktualisasikan diri melalui tindakan konsumsi orang lain
juga akan dinilai menurut standar yang dipakainya Artinya eksistensi orang lain
pun akan dinilai dan diakui sesuai dengan standar status sosial yang dipegangnya
(diambil dari sumber httpblogspotcom201301pengaruh-globalisasi-terhadap-
gaya-hiduphtml diakses 03 November 2014)
Kaitan dengan pemilihan bela diri Aikido sebagai budaya yang dikonsumsi
oleh aikidoka Bali unsur-unsur spiritualisme modern pada dualisme dikotomik
Griffin (Atmadja 201085) mengatakan bahwa manusia membuat pemilihan yang
berlawanan misalnya modern berlawanan dengan tradisional sains modern
berlawanan dengan sains tradisional dan lain-lain Keberlawanan ini tidak hanya
berdikotomi tetapi yang modern selalu dianggap lebih unggul sehingga yang
tradisional harus digusur Begitu pula manusia tidak dianggap sebagai bagian dari
alam melainkan sebagai lawan dari alam Oleh karena itu mendominasi
menundukkan menguasai dan mengendalikan alam dengan menggunakan ilmu
dan teknologi modern merupakan keharusan bagi manusia
Berdasarkan paparan teori globalisasi di atas maka diduga bahwa
grobalisasi merupakan proses yang melatari terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido Bali Para aikidoka Bali sebagai individu
merupakan objek dari budaya konsumen akibat derasnya arus globalisasi Budaya
45
konsumen juga dapat diartikan sebagai budaya-budaya yang dilakukan oleh
seorang konsumen dalam hal ini para aikidoka Bali yang mengonsumsi bela diri
Aikido Adapun budaya konsumen menggunakan image tanda-tanda dan benda-
benda simbolik yang mengumpulkan mimpi-mimpi keinginan dan fantasi yang
menegaskan keautentikan romantik dan pemenuhan emosional dalam hal
menyenangkan diri sendiri bukan orang lain secara narsistik Jadi kegiatan
konsumsi juga bertujuan untuk mengidentifikasikan diri dalam kelas
sosial tertentu sekaligus membedakannya dengan kelas sosial yang lain
Grobalisasi bisa jadi tampak sebagai proses penyeragaman teknik serta
sikap dan perilaku para aikidoka Bali dengan berorientasi kepada spirit samurai
yang merupakan spirit yang diusung oleh organisasi bela diri Aikido Jepang di
Tokyo Diduga demikian karena sebagaimana telah dikemukakan dalam latar
belakang bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan bela diri Aikido di
Bali diatur oleh organisasi induknya yang berada di Jepang sebagai superordinat
pemilik budaya yang dikonsumsi oleh para aikidoka Bali
Teori globalisasi digunakan untuk memecahkan masalah pertama dan
kedua yaitu mengapa bela diri Aikido yang berasal dari Jepang bisa
dikembangkan di Bali hingga menimbulkan fenomena posrealitas dan proses
terjadinya posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali
232 Teori Relasi KuasaPengetahuan
Konsep kekuasaanpengetahuan memberi perhatian khusus kepada
dimensi relasi antara kekuasaan dan pengetahuan sehingga produksi pengetahuan
dipahami tidak lepas dari rezim kekuasaan Foucault (Barker 2014232-233)
46
Takwin (2003128) mengatakan bahwa menurut pandangan Foucault hubungan
kuasa muncul bukan hanya pada tataran negara namun juga dalam kehidupan
sehari-hari Setiap hubungan selalu merupakan usaha saling menguasai dan saling
menekan Hubungan kuasa menghasilkan cerita yang disebut discourse atau
wacana yang isinya adalah sesuatu yang tidak menggambarkan realitas
sebagaimana adanya dalam rangka menetralisasi ketertekanan para pewacana
yang bersangkutan
Berdasarkan pernyataan di atas maka diduga bahwa posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali ada hubungan kuasa antara para pihak
yang terlibat dalam kegiatan pengembangannya Hubungan kuasa antara para
pihak tersebut menghasilkan wacana yang dibangun sedemikian rupa dalam
rangka upaya masing-masing pihak menetralkan ketertekanannya
Berkenaan dengan wacana Althusser (Faruk 2002142) berpendapat
bahwa wacana adalah ideologi dalam praktik tidak ada ideologi tanpa wacana dan
tidak ada wacana tanpa ideologi Ini berarti bahwa dengan mencermati wacana
dapat diketahui ideologi yang terkait dengan wacana tersebut Althusser (Takwin
2003101) juga berpendapat bahwa setiap penindasan menimbulkan usaha pada
pihak tertindas untuk melepaskan diri Salah satu alat yang perlu ada dalam upaya
pembebasan ini adalah ideologi suatu kepercayaan yang dibangun untuk
menggerakkan kelompok yang tertindas Ketika yang tertindas bebas dan
berkuasa maka ideologi mereka bisa saja digunakan untuk menindas pihak yang
lebih lemah Berkenaan dengan hubungan kuasa Foucault sebagaimana dikatakan
Takwin (2003130) melihat pengetahuan ditentukan oleh kekuasaan sehingga
47
kebenaran merujuk kepada rdquorezim kebenaranrdquo yang sedang bertahta Upaya untuk
saling menguasai dan melepaskan diri dari penindasan bisa juga dilakukan dengan
strategi politik identitas dalam arti memakai identitas kelompok atau individu
untuk memperoleh perlakuan yang lebih adil dari kelompok atau individu lain
(Sparringa 2006) Dalam pelaksanaan strategi politik identitas tentu saja
menggunakan wacana sebagai praktik ideologi sehingga identitas dalam wacana
juga bersifat dinamis sesuai dengan ideologi dan kepentingan berbagai aktornya
pada waktu dan tempat praktik politik identitas itu dilakukan
Althusser sebagaimana dijelaskan oleh Faruk (2002137-139) juga
berpendapat bahwa untuk mengamankan hubungan antarkelas dan dengan
demikian kekuasaan dapat dipegang dalam waktu lama maka pihak kelas yang
berkuasa mengembangkan dua macam ideologi Pertama ideologi yang tampil
dengan aparat-aparat negara yang represif (repressive state apparatus RSA)
yang bekerja secara represif melalui penggunaan kekerasan (militer polisi
penjara pengadilan dan lain-lain) sebagai upaya untuk mengamankan bentuk-
bentuk sosial yang ada Kedua ideologi yang tampil dengan aparat-aparat negara
ideologis (ideological state apparatus ISA) yang bekerja tidak dengan
menggunakan kekerasan melainkan dengan memainkan ideologi danatau wacana
secara persuasif atau hegemonik Dalam konteks inilah Althuser berpandangan
bahwa tidak ada kelas yang dapat memegang kekuasaan dalam waktu lama tanpa
melakukan hegemoni atas dan dalam ISA Dikatakan demikian karena yang
mempersatukan atau yang dapat menjamin harmoni antara yang satu dengan yang
lain dalam ISA adalah ideologi yang berkuasa sebagai perekat bagi bersatunya
48
anggota-anggota masyarakat Mengacu kepada gagasan Bourdieu (Harker tt
117 Fashri 200798-99) dikatakan bahwa kesuksesan para anggota kelompok
dominan untuk melancarkan hegemoninya ditentukan juga oleh modal budaya
ekonomi sosial dan modal simbolik yang mereka miliki yaitu sesuatu yang
dihargai oleh masyarakat misalnya pemilikan benda-benda budaya dan status
sosial
Teori relasi kuasapengetahuan dalam penelitian ini digunakan untuk
memecahkan masalah ke dua yaitu bagaimana proses terjadinya posrealitas
dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Teori ini relevan karena dalam
proses pengembangan bela diri Aikido di Bali melalui relasi kuasapengetahuan
oleh Jepang diimplementasikan dalam segala bentuk latihan fisik pengembangan
dojo dan penyebaran nilai-nilai yang ada dalam bela diri Aikido
233 Teori Identitas Sosial
Tajfel menyatakan asumsi dasar teori identitas sosial dalam situs
(httpidhamputrateori-identitas-sosialwordpresscom diakses 02 Agustus 2014)
dengan kalimat sebagai berikut
(1) Kita menciptakan identitas sosial kita untuk menyederhanakan
hubungan eksternal kita (2) Lebih jauh lagi ada kebutuhan manusia untuk
memiliki rasa harga diri (self esteem and self worth) yang kita transfer ke
dalam kelompok kita sendiri (3) Kita juga menata lingkungan kita dengan
perbandingan sosial antar kelompok Konsep dalam kelompok (in groups)
dan luar kelompok (out groups) itu penting dalam analisis ini
Lebih jauh Tajfel mengemukakan bahwa dalam teori identitas sosial
seorang individu tidaklah dianggap sebagai individu secara mutlak satu dalam
kehidupannya Individu merupakan bagian dari kelompok tertentu baik disadari
maupun tidak disadari Konsep identitas sosial adalah bagaimana seseorang itu
49
secara sosial dapat didefinisikan Identitas sosial yang melekat pada seseorang
merupakan identitas positif yang ingin dipertahankan Oleh karena itu individu
yang memiliki identitas sosial positif maka wacana maupun tindakannya akan
sejalan dengan norma kelompoknya Lagi pula individu tersebut diidentifikasikan
dalam suatu kelompok Wacana dan tindakannya sepatutnya sesuai dengan
wacana dan tindakan kelompoknya
Teori identitas sosial sebenarnya berangkat dari asumsi umum sebagai
berikut
1 Setiap individu selalu berusaha untuk merawat atau meninggikan self-
esteemnya mereka berusaha untuk membentuk konsep diri yang positif
2 Kelompok atau kategori sosial dan anggota dari mereka berasosiasi
terhadap konotasi nilai positif atau negatif Identitas sosial positif atau
negatif tergantung evaluasi (yang mengacu pada konsensus sosial bahkan
pada lintas kelompok) kelompok tersebut yang memberikan kontribusi
pada identitas sosial individu
3 Evaluasi dari salah satu kelompok adalah berusaha mendeterminasikan dan
juga sebagai bahan acuan pada kelompok lain secara spesifik melalui
perbandingan sosial dalam bentuk nilai atribut atau karakteristik
Dari asumsi di atas beberapa relasi prinsip teori dapat menghasilkan hal-
hal di bawah ini
1 Individu berusaha untuk mencapai atau merawat identitas sosial yang
positif
50
2 Identitas sosial yang positif ada berdasarkan pada besarnya tingkat
perbandingan favorit in-group dengan out-group in-group pasti
mempersepsikan dirinya secara positif berbeda dari out-group
3 Ketika identitas sosial tidak memuaskan individu akan berusaha keluar
dari kelompok lalu bergabung ke dalam kelompok yang lebih positif atau
membuat kelompok mereka lebih positif
Identitas sosial sebagai teori tidak lepas dari keinginan individu untuk
memperbandingkan dirinya serta kelompoknya dengan yang lain Perbandingan
sosial digambarkan oleh Festinger (1954) sebagai teori yang bisa membimbing
seseorang untuk membandingkan dirinya dengan yang lain siapa yang serupa
dengan dirinya dan siapa yang berbeda siapa yang berada di atas dan siapa yang
berada di bawah
Setidaknya ada tiga variabel yang memengaruhi hubungan pembedaan
antar kelompok dalam situasi sosial yang nyata (Tajfel 1974 Turner 1975
dalam Hogg amp Abrams 2000) Pertama individu pasti memiliki internalisasi
kelompok mereka sebagai konsep diri mereka secara subjektif mereka pasti
mengidentifikasikan kelompok yang relevan Hal ini tidak cukup dari orang lain
saja yang mengidentifikasikan seseorang dari kelompok mana dia berasal Kedua
situasi sosial akan menciptakan perbandingan sosial yang memungkinkan
terjadinya seleksi dan evaluasi atribut relasi yang relevan Perbedaan kelompok
pada tiap-tiap daerah tidak sama secara signifikan Misalnya di Amerika
perbedaan kelompok cenderung menonjol pada perbedaan warna kulit tetapi
perbedaan warna kulit bukan sesuatu yang menonjol di Hongkong Ketiga in-
51
group tidak membandingkan dirinya pada tiap proses kognitif yang ada pada out-
group out-group pastinya dipersepsikan sebagai kelompok perbandingan yang
relevan dalam kesamaan kedekatan dan secara situasional yang menonjol
Kemudian determinasi out-group dihasilkan sebagai perbandingan terhadap
situasi yang menggambarkan sesuatu determinasi in-group (didapatkan dari
sumber httpdharmaputrawordpresscom2008teori-identitas-sosial diakses 03
Agustus 2014)
Barker (2009175-176) menyatakan bahwa meskipun identitas diri bisa
dianggap sebagai proyek seseorang sudah menjadi kebenaran sosiologis juga
bahwa manusia lahir ke dunia yang sudah ada sebelumnya Manusia belajar
menggunakan bahasa yang telah digunakan sebelum lahir dan hidup dalam
konteks hubungan sosial dengan orang lain Manusia disusun menjadi individu
melalui proses sosial yang menggunakan bahan-bahan yang bersifat sosial Secara
umum ini disebut spisialisasi atau akulturasi Tanpa akulturasi manusia tidak
akan menjadi orang sebagaimana gagasan yang dipahami dalam hidup sehari-hari
Tanpa bahasa konsep keorangan dan identitas tidak akan bisa dipahami
Menjadi orang tidak mengandung unsur transenden atau ahistoris apapun
Identitas sepenuhnya sosial dan kultural dengan alasan-alasan berikut
1 Gagasan apakah artinya menjadi orang merupakan pertanyaan kultural
Sebagai contoh individualisme merupakan penunjuk yang khas
masyarakat modern
2 Sumber-sumber yang membentuk bahan-bahan untuk proyek identitas
yaitu bahasa dan praktik kultural berwatak sosial Akibatnya arti menjadi
52
seorang perempuan anak orang Asia atau orang tua terbentuk secara
berbeda-beda tergantung kepada konteks kulturalnya
Sumber-sumber yang bisa dipakai bagi proyek identitas tergantung kepada
kekuasaan situasional yang menjadi asal kompetensi kultural dalam konteks
kultural tertentu Apakah hitam atau putih laki-laki atau perempuan Afrika atau
Amerika kaya atau miskin adalah sesuatu yang penting karena sumber-sumber
kultural yang akan dimasuki berbeda Identitas menjadi penting tidak hanya untuk
penggambaran diri tetapi juga ciri-ciri sosial
Identitas sosial terkait dengan hak kewajiban dan sanksi normatif yang
dalam masyarakat tertentu menjadi dasar penentuan peran Penggunaan ciri-ciri
baku terutama berkaitan dengan ciri umur dan gender tubuh bersifat mendasar
dalam semua masyarakat dan masih sangat banyak lagi ragam lintas-budaya yang
bisa dicatat Giddens (Barker 2009176) Persoalan identitas adalah kesamaan dan
perbedaan soal personal dan sosial soal rdquoapa yang dimiliki individu secara
bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakan satu individu
dengan orang-orang lain Weeks (Barker 2009176)
Berdasarkan uraian di atas pengembangan bela diri Aikido di Bali adalah
identitas para peserta pelatihan yang merupakan satu identitas meliputi identitas
individunya keluarganya sukunya dan kelompoknya Bagi Fromm identitas diri
dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dari identitas sosial individu dalam
konteks komunitasnya Selain menjadi makhluk individual identitas diri tidak
terlepas dari norma yang mengikat masyarakat dalam lingkungan dan peran sosial
53
yang diembannya dalam masyarakat (httpidhamputrawordpressteori-identitas-
sosialcom diakses 03 Agustus 2014)
Teori identitas sosial Hendri Tajfel digunakan secara eklektik (bersamaan)
dengan teori lainnya untuk memecahkan ketiga masalah dalam penelitian ini
Keberterimaan bela diri Aikido di Bali proses terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali yang pada akhirnya membentuk identitas
baru berupa posrealitas kebudayaan yang membentuk identitas para aikidoka Bali
baik secara individu maupun identitas sosialnya
54
24 Model Penelitian
Model penelitian ini dapat digambarkan ke dalam Bagan 21
Bagan 21
Model Penelitian
Keterangan
= memengaruhi
= saling memengaruhi
Kebudayaan Bali
Bela Diri Tradisional Bali
-Pencak Silat
-Tengklung
-Mepantigan
Kebudayaan Jepang
Bela Diri Tradisional Jepang
-Karate
-Judo
-Aikido
Proses terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Latar belakang
terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Posrealitas dalam Pengembangan
Bela Diri Aikido di Bali
Temuan
Penelitian
Implikasi
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
55
Bagan 21 dapat dijelaskan bahwa tampak kebudayaan Bali dengan
unsurnya berupa bela diri tradisional Bali seperti Pencak Silat Tengklung
Mepantigan dan beberapa bela diri lainnya Dengan adanya globalisasi
bersentuhan dengan kebudayaan Jepang dengan unsurnya berupa bela diri
tradisional Jepang seperti Karate Judo dan Aikido Khusus pada penelitian ini
adalah bela diri Jepang Aikido Persentuhan antara keduanya akibat arus
globalisasi melahirkan bela diri Aikido yang berterima dan berkembang di
sejumlah dojo di Bali yang menunjukkan adanya posrealitas Posrealitas dalam
penelitian ini merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu berupa
peniruan bagi aikidoka Bali yaitu bela diri Aikido melalui pelatihan di beberapa
dojo yang ada di Bali Kondisi posrealitas adalah kondisi yang di dalamnya
prinsip-prinsip realitas telah dilampaui dalam pengertian diambil alih oleh
substitusi-substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir Hal ini telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang apa yang disebut yang nyata (the real) Yang nyata
senyata-nyatanya berada di Jepang bela diri Aikido telah membentangkan
persoalan filosofis mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa
yang disebut nyata
Posrealitas dapat dijelaskan sebagai kondisi matinya realitas dalam
pengertian diambilalihnya posisi realitas oleh apa yang sebelumnya disebut
sebagai nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru yang
memesona yang belum pernah dialami sebelumnya
56
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru yang tidak bisa dikatakan
realitas Bali yang asli karena telah dimasuki oleh nilai baru yang berasal dari
sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang Tidak bisa juga
dikatakan realitas yang benar-benar baru karena para anggota pelatihan tetaplah
kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya
Posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali dikaji dari tiga
dimensinya yaitu (1) latar belakang terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali (2) proses terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali dan (3) implikasi pengembangan bela diri Aikido tersebut
dalam kehidupan para aikidoka Bali
Penelitian kajian budaya ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teknik
wawancara observasi dokumentasi dan studi pustaka Data dianalisis secara
eklektik dengan menggunakan teori globalisasi kuasapengetahuan identitas
sosial dan teori pendukung lainnya yang terkait dengan permasalahan yang ada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberterimaan bela diri Aikido di Bali
dilatarbelakangi oleh beberapa ideologi yaitu dualisme kultural paternalisme
pasar citra dan multikulturalisme Proses pengembangan bela diri di beberapa
dojo yang ada di Bali meliputi tahap pengenalan pendirian organisasi
pengembangan tempat pelatihan dan tahap pengembangan mutu Semuanya
berorientasi kepada tempat pelatihan induk bela diri Aikido (Honbu Dojo) yang
berada di Tokyo-Jepang Pengembangan bela diri Aikido di Bali menimbulkan
57
implikasi pada para aikidoka Bali termasuk terbentuknya identitas baru dalam
masyarakat Bali
Melalui penelitian ini ditemukan paradigma baru bahwa di balik kekuatan
budaya Bali yang sedang berlangsung dalam segala lini kehidupan terdapat sikap
orang Bali yang terbuka terhadap kebudayaan asing khususnya bela diri asal
Jepang yaitu bela diri Aikido Terkait dengan bela diri Aikido yang sedang
ditekuni oleh beberapa komunitas di Bali ternyata ada berbagai hal yang
mendukung keberterimaannya Adanya kegayutan nilai-nilai budaya antara
kebudayaan Bali dan kebudayaan Jepang terkait keberadaan bela diri Aikido yang
berterima di beberapa komunitas pelatihan di Bali sehingga hal ini disebut sebagai
multikulturalisme
27
dikatakan realitas Bali yang se asli-aslinya karena telah dimasuki nilai baru yang
berasal dari sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang
Realitas itu juga tidak bisa dikatakan realitas yang baru karena para aikidoka Bali
tetaplah kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya Berdasarkan
pengertian posrealitas di atas maka secara operasional posrealitas dalam
penelitian ini dikonsepsikan sebagai pengambilalihan posisi seni bela diri
tradisional Bali seperti Tengklung Setembak dan lain-lain oleh bela diri Jepang
yaitu bela diri Aikido
222 Spirit Hidup Samurai
Asal kaum samurai dimulai pada keluarga Yamato yang muncul sebagai
klan terkuat di Jepang pada abad ketujuh masehi Kata samurai berarti ldquoorang
yang melayanirdquo dan kata itu diberikan kepada mereka yang lahir pada keluarga
terhormat dan ditugaskan untuk menjaga anggota keluarga kekaisaran Falsafah
pengabdian ini adalah akar dari keningratan kaum samurai baik dalam tatanan
sosial maupun spiritual (Kitami 2013xii)
Asal-usul kelas samurai (Shigesuke 1999ix) adalah spesialisasi dari
kalangan aristokrat Secara umum kalangan kelas atas yang berpoligami biasanya
menghasilkan lebih banyak anak yang bisa terserap ke dalam level yang sama di
dalam masyarakat Aturan tentang hak waris lebih jauh menetapkan bahwa
hanya satu putra yang secara penuh mewarisi semua keistimewaan yang dimiliki
ayahnya Faktor-faktor ini menciptakan tekanan sosial dan natural menuju
diferensiasi dalam pola-pola karier dari anak keturunan kelas-kelas atas ini
28
Sebagaimana di Eropa di Jepang dan di tempat lain dari ayah-ayah
birokrat yang tidak mewarisi keistimewaan paternal inilah yang menjadi prajurit
perang atau pengelola kuil atau biara Kedua spesialisasi ini dibentuk untuk
proteksi terhadap negara para pasukan perang era kuno ini semula disebut
ldquosamurairdquo atau terjemahan kasarnya adalah ldquopembanturdquo karena mereka
membentuk pasukan bersenjata untuk membantu aristokrasi Pada saat para
samurai ini mengambil alih kekuasaan negara dari tangan aristokrat sebagai salah
satu kelas independen salah satu cara mereka memanifestasikan status dan
martabat baru mereka Mereka menjauhkan diri dari label samurai sekedar
ldquopembanturdquo kemudian menyebut diri mereka sebagai bushi「武士」yang berarti
kesatria
Spirit hidup samurai disebut sebagai bushido「武士道」 adalah etika
yang dianut oleh para samurai Walaupun istilah tersebut baru digunakan pada
zaman Edo (1603-1868) konsep bushido telah terbentuk sejak zaman Kamakura
(1185-1333) yang berkembang dari adopsi neo-konfusianisme pada zaman Edo
hingga menjadi landasan moralitas nasional pasca restorasi Meiji (1868-1912)
Bushido tidak hanya meliputi semangat bela diri dan keterampilan menggunakan
senjata tetapi juga loyalitas absolut pada tuannya rasa yang kuat atas kehormatan
pribadi pengabdian pada tugas dan keberanian bahkan jika diperlukan
pengorbanan nyawa dalam pertempuran dan ritual (Davies amp Ikeno 2014 41)
Etika bushido (Shigesuke 199930-31) mensyaratkan ada tiga hal yang
dipertimbangkan yang esensial yaitu kesetiaan tugas dan keberanian Hal
tersebut memuat tentang kesatria yang bekerja dengan kesetiaan tinggi kesatria
29
yang bisa dipercaya dalam mengemban tugas kesatria yang kuat dan pemberani
Prajurit yang memiliki kombinasi tiga sosok baik kesetiaan pengembanan tugas
dan keberanian bisa dipertimbangkan sebagai kesatria dengan orde tertinggi
Secara umum keberanian bukanlah sesuatu yang tidak hanya tampak pada
saat seseorang mengenakan baju besi mengangkat senjata lalu bertempur dalam
peperangan Perbedaan antara sikap berani dan sikap pengecut sudah tampak
dalam kehidupan sehari-hari meski tidak ada perang Seseorang yang pemberani
akan menunjukkan loyalitas dan kasih sayang kepada majikannya dan orang
tuanya Jika ada waktu luang ia akan mempelajari literatur dan terus berlatih bela
diri Ia menghindari kemewahan personal tidak berfoya-foya Ia juga tidak tamak
dan membelanjakan uang apabila diperlukan
Spirit samurai yang mengalir dalam bela diri Aikido beberapa di
antaranya adalah spirit keberanian kesabaran kegagahan dan ketenangan dalam
menghadapi masalah Hal ini diungkapkan oleh Nitobe (200468) sebagai berikut
勇気我慢大胆だいたん
自若じじゃく
勇猛ゆうもう
などの心性しんせい
は少年武士の心に最も強く
訴うった
えられ実例じつれい
を模範も は ん
として幼おさな
いときから訓練され励はげ
みとされたい
わば最も人気のある徳性とくせい
であった彼らは母親のふところに抱かれた
幼児よ う じ
のころから軍記ぐ ん き
物語ものがた
りをくり返し聞かされもし何か苦痛く つ う
なことが
あって泣き出したりすれば「これくらいのことで泣くとはなんて臆病おくびょう
なんでしょう」と母親に叱しか
られ「もし戦場せんじょう
に出て腕うで
を切られるよう
なことがあったらどうしますかもし切腹せっぷく
を命めい
じられたときはどうし
ますか」と励はげ
まされた
Jiwa seperti keberanian kesabaran kegagahan ketenangan dalam menghadapi
bahaya keliaran dan sebagainya paling kental berpengaruh pada hati para kesatria
remaja Sejak masih kecil mereka ditanamkan jiwa-jiwa tersebut dengan contoh
nyata dan dilatih agar memilikinya yang dijadikan sumber semangatnya Sejak
masa balitanya yang masih dalam pangkuan ibunya mereka berulang kali
diceritakan dongeng kesatria dan pertempuran jika ada yang menangis karena
terjadi sesuatu yang menyedihkan dalam cerita tersebut maka ia dimarahi ibunya
dengan perkataan ldquoBetapa penakutnya engkau sampai menangis gara-gara hal
30
sepele ini rdquo Mereka pun disemangati dengan kata-kata ldquoBagaimana kalau maju
ke medan perang dan lenganmu terpotong Bagaimana kalau disuruh seppuku
(Harakiri) rdquo
Spirit samurai lainnya dalam bela diri Aikido adalah berlatih tiada henti
karena dalam berlatih bela diri Aikido tidak ada kata ldquotamatlulusrdquo Bagi aikidoka
hanya ada kata ldquoterus berlatihrdquo meskipun ada tingkatan dari sebelum menyandang
sabuk hitam (Kyuu) sampai dengan tingkatan sabuk hitam (Dan) Namun sampai
saat ini belum ada aikidoka yang bisa mencapai tingkatan paling tinggi dalam bela
diri Aikido (Dan X) bahkan ada beberapa guru (sensei) yang sudah berlatih bela
diri Aikido sampai selama 50 tahun
Berlatih terus menerus tanpa henti diungkapkan oleh guru besar pendiri
bela diri Aikido Morihei Ueshiba dalam buku Jurnal Demontrasi Aikido ke-40
(20037) bahwa
合気道あいきどう
の稽古け い こ
に終お
わりはありません稽古をはじめたら根気こ ん き
よく続つづ
けるこ
とですうまずたゆまず求もと
めてください稽古を続けることが進歩し ん ぽ
への
第一歩だいいちほ
であり稽古の大切たいせつ
な一面いちめん
でもあるのです
Latihan Aikido tidak ada akhirnya Kalau anda sudah mulai latihan janganlah
pernah berhenti Carilah ilmu dengan pantang menyerah Berlatih terus menerus
tanpa henti adalah langkah pertama untuk menuju kemajuan sekaligus satu sisi
yang sangat penting dalam keseluruhan latihan
Lebih lanjut Ueshiba (The Art of Peace 199285) mengatakan
Life itself is always a trial In training you must test and polish yourself in order
to face the great challenges of life Transcend the realm of life and death and
then you will be able to make your way calmly and safely through any crisis that
confronts to you
Kehidupan itu selalu merupakan suatu percobaan Dalam berlatih engkau harus
mengetes dan menghaluskan dirimu untuk berhadapan dengan tantangan
kehidupan yang besar Lampauilah dunia kehidupan dan kematian dan kemudian
anda akan bisa membuat jalan anda dengan tenang dan aman sepanjang krisis
yang anda hadapi
31
Spirit samurai yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagaimana para
aikidoka Bali bersikap dalam kehidupan berlatih bela diri Aikido dan dalam
kehidupan sehari-hari berlandaskan kepada jiwa total dalam mengerjakan sesuatu
Total dalam mengabdi terhadap kewajiban dalam kesetiaan dan dalam segala hal
Merasakan kehidupan dalam tiap nafas berarti hidup yang sebenar-benarnya
Bushido mengajarkan untuk merasakan setiap nafas yang dihirup Setiap detik
hidup ini harus dijalani dengan sungguh-sungguh Segala bidang yang ditekuni
harus dijalani dengan segenap jiwa raga
223 Pengembangan Bela Diri Aikido di Bali
Pengembangan bela diri Aikido di Bali tidak bisa lepas dari sejarah awal
pelatihan tahun 1995 di Dojo Samurai kawasan Renon Denpasar Pada saat
pertama berlatih bela diri Aikido para peserta kebanyakan pada mulanya adalah
pengikut bela diri Karate Pencak Silat dan bela diri lainnya Setelah aktivitas
pelatihan berlangsung dua tahun tepatnya 07 Mei 1997 terbentuk induk organisasi
bela diri Aikido di Bali (Bari Aikikai) Setelah itu tumbuh dojo-dojo lainnya di
Bali sebagai tempat berlatih seperti Dojo Dirgahayu di Desa Sumerta Kaja Dojo
Aora di Kuta dan Dojo Kami di Jimbaran Badung
Layaknya sebuah organisasi sosial organisasi bela diri Aikido sebagai
objek yang berkembang dengan sosiologi fungsional dipandang sebagai
hubungan sosial yang berkontribusi kepada entitas yang menjadi bagian di
dalamnya Dalam analisis fungsional terhadap organisasi elemen-elemen
organisasi dipandang memiliki kontribusi kepada integritas organisasi secara
keseluruhan Sejak awal para analis terkemuka menyadari bahwa di dalam
32
organisasi formal melekat praktik kekuasaan yang terutama dibentuk oleh
otoritas Hal tersebut memicu penolakan kelompok-kelompok yang ada dalam
organisasi sehingga organisasi tidak dapat berfungsi sebagaimana yang
diharapkan Oleh sebab itu para analis sistem meyakini bahwa organisasi sering
kali berfungsi secara suboptimal Para teoretisi konflik dengan menggunakan
konsep Marxian dan neo-Weberian menarik kesimpulan yang lebih ekstrem
Sebagian merespons kritik dan sebagian lagi sebagai proses pengembangan Arus
utama studi organisasi mulai meyakini bahwa perbedaan antara organisasi
kontemporer dengan tipe-tipe kelembagaan yang lain dapat diperluas Irasionalitas
dan penampilan yang suboptimal merupakan karakter normal organisasi
Walaupun memahami organisasi dari sisi penampilannya masih tampak umum
sekarang muncul kesadaran akan implikasi pendekatan tersebut dan kerelaan
untuk mempertimbangkan perspektif lain Organisasi sekarang dipahami sebagai
aktivitas dan sebagai objek
Arus utama analisis organisasi mendefinisikan dirinya dalam kerangka
kelembagaan yang berbeda dalam prinsip dengan yang ada dalam masyarakat
tradisional Ada perkembangan pemahaman yang penting yakni organisasi formal
bukan merupakan batas bagi organisasi Melalui beragam inspirasi intelektual
seperti etnometodologi dan fenomenologi perspektif baru terhadap organisasi
menjadi pusat perhatian Unsur penting itu tampak dalam era organisasi virtual
Organisasi tidak pernah nyata terbentuk sebagaimana dalam pengertian seluruh
partisipan dalam organisasi bertemu dalam suatu tempat dalam satu waktu
33
Sebagaimana dinyatakan oleh Robert Cooper Dalam pengertian mendasarnya
organisasi adalah penertiban terhadap yang tidak tertibrdquo (Scott 2011190-191)
Seperti halnya mesin yang terangkai dari berbagai komponen yang saling
terkait Tripomo (201412-14) menyatakan bahwa organisasi juga merupakan
rangkaian komponen berupa orang-orang yang saling berinteraksi satu dengan
yang lain Namun organisasi tidak sama dengan mesin karena organisasi
merupakan kesatuan sosial hubungan antara satu orang dengan orang yang lain
tidak hanya bersifat rasional dan mekanistik Menurut kodratnya manusia adalah
makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat karena manusia selalu hidup bersama
dengan manusia lainnya sebagai kesatuan sosial
Kesatuan sosial adalah kelompok individu yang saling berhubungan dan
memengaruhi karena memiliki keterikatan nilai budaya aturan emosi dan
perantugas Keterikatan sosial sering kali tidak memperhitungkan kalkulasi
untung rugi rasionalfinansial Sebagai kesatuan sosial urusan rasa selera
keadilan dan solidaritas menjadi penting serta ukuran benar dan salah menjadi
tidak bersifat mutlak Pendapat keputusan reaksi seseorang tidak mutlak rasional
tetapi dipengaruhi oleh hubungan manusia dalam kesatuan sosial
Organisasi sebagai kesatuan sosial memiliki sifat saling terkait yang lebih
rumit daripada rangkaian mesin Dengan memencet tombol offrdquo pada saat jam
kerja berakhir maka mesin mati dan interaksi antar bagian-bagian mesin terhenti
Apakah interaksi antar orang berhenti Jawabannya tidak Setelah selesai jam
kerja orang-orang masih berhubungan satu sama lain bahkan setelah pensiunpun
orang masih berinteraksi satu sama lain Seorang anak yang tidak memiliki
34
keterkaitan dalam organisasi bisa memengaruhi keputusan karena bapaknya
pejabat Orang-orang yang pindah partai seperti kutu loncatpun tidak akan bisa
melepaskan relasinya dengan orang-orang di partai yang ia tinggalkan Inilah
keunikan organisasi sebagai kesatuan sosial
Organisasi yang berisi kumpulan manusia jelas berbeda dengan mesin yang
berisi kumpulan onderdil Organisasi adalah kesatuan dari individu-individu yang
dikoordinasikan secara sadar untuk mencapai tujuan tertentu Bagaimana interaksi
di antara individu-individu dalam organisasi diatur oleh sebuah sistem yang
disebut struktur organisasi Struktur organisasi ibarat otak otot dan syaraf yang
mengkoordinasikan kerja organ indera dan anggota tubuh manusia
Bela diri Aikido di Indonesia tidak sepopuler Karate Kempo ataupun Judo
tetapi bela diri Aikido masuk ke Indonesia dalam waktu yang bersamaan dari
Jepang Ketidakpopuleran bela diri Aikido disebabkan oleh tidak adanya sistem
pertandingan sebagaimana yang ada dalam bela diri lainnya Oleh karena itu bela
diri Aikido hanya disebarkan melalui pembicaraan-pembicaraan saja Baru tahun
1984 mulai dipikirkan pengembangannya dengan membentuk organisasi bela diri
Sejak saat itu media elektronik dan cetak mulai memperkenalkannya dengan
metode atau peragaan (embukai)
Pada tahun 1993 didirikan yayasan Keluarga Bela Diri Aikido Indonesia
(KBAI) oleh sensei Ferdiansyah Secara umum perguruan ini berafiliasi kepada
pusat organisasi bela diri Aikido di Jepang (Honbu Aikikai) Dalam pertaliannya
dengan induk organisasi KBAI melaksanakan program kunjungan tahunan dari
para instrukstur pusat Aikikai - Jepang KBAI mengembangkan perguruannya
35
dalam bentuk tempat-tempat latihan umum atau club-club Pengembangan club-
club banyak dilakukan pada instansi dan perusahaan perguruan tinggi dan
sekolah
Secara tahunan atau dua tahunan KBAI mengadakan program kunjungan
instruktur dari Jepang sebagai motivator anggotanya dalam berlatih Secara
berkala pula dilakukan ujian kenaikan tingkat yang dilakukan empat bulan sekali
Secara umum KBAI mengembangkan perguruannya dengan hati-hati dengan
menjaga mutu teknis dan operasionalnya (diambil dari sumber httpkbaitripod
comhal_kbaihtm diakses 03 November 2014)
Organisasi bela diri Aikido di Bali dikonsepsikan sebagai organisasi sosial
yang ada di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung Organisasi tersebut pada
penelitian ini secara keseluruhan berjumlah empat unit yang terhimpun ke dalam
satu organisasi induknya bernama Bari Aikikai「バリ合気会」 Keempat
organisasi yang tergabung ke dalam organisasi induknya ini adalah (1) Dojo
Samurai di Renon Denpasar (2) Dojo Dirgahayu di Desa Sumerta Kaja
Denpasar (3) Dojo Aora di Kuta Badung dan (4) Dojo Kami di Jimbaran
Badung Masing-masing organisasi mempunyai pengelola dojo bagian keuangan
dan pelatih
Dari uraian di atas tampak bahwa pengembangan bela diri Aikido di Bali
baik dari permulaan kemunculannya maupun selanjutnya ditopang oleh sistem
organisasi yang teratur memiliki struktur dan orang-orang yang duduk sesuai
fungsinya sehingga pengembangannya bisa terarah Pengembangan bela diri
Aikido di Bali dalam penelitian ini adalah proses setiap tahapan dilalui dengan
36
posrealitas kebudayaan sampai terjadinya implikasi bela diri Aikido ini berupa
identitas baru bagi para aikidoka Bali Kenyataan ini disebabkan oleh pelatihan
bela diri Aikido yang berkelanjutan dan dalam rentang waktu yang lama dan
membentuk aikidoka Bali sebagai manusia baru yang memiliki rdquolabelrdquo berbeda
dengan manusia Bali pada umumnya
23 Landasan Teoretis
Ada tiga teori yang relevan untuk diacu dalam penelitian ini yaitu teori
globalisasi teori relasi kuasapengetahuan dan teori identitas sosial Ketiga teori
ini digunakan secara eklektik seperti yang biasa digunakan dalam kajian budaya
Hal ini sesuai dengan pendapat Sanderson (Minawati 200936) bahwa eklektisme
merupakan suatu cara pandang yang mengatakan bahwa berbagai strategi teoretis
harus digunakan secara kombinasi agar diperoleh penjelasan yang dapat diterima
231 Teori Globalisasi
Globalisasi adalah ldquopenyebaran kebiasaan-kebiasaan yang mendunia
ekspansi hubungan yang melintasi benua organisasi dari kehidupan sosial pada
skala global dan pertumbuhan dari sebuah kesadaran global bersamardquo Ritzer
(200696) Membaca definisi ini tampaklah bahwa globalisasi mempunyai
cakupan yang luas Cakupan globalisasi yang luas itu secara lebih jelas dapat
dilihat dengan mencermati gagasan Appadurai sebagaimana dikutip oleh Steger
(200658) bahwa ada lima dimensi konseptual atau ldquolandscaperdquo yang dibentuk
dan sekaligus merupakan ciri-ciri arus budaya global Kelima ldquolandscaperdquo
danatau ciri arus budaya global itu adalah sebagai berikut
37
1 Ethnoscapes adalah perpindahan penduduk dari satu negara ke negara lain
seperti wisatawan imigran pengungsi dan tenaga kerja
2 Technoscape mengacu kepada perkembangan teknologi yang kini
mengalir dengan kecepatan tinggi menembus batas-batas negara
3 Mediascape mengacu kepada kemampuan elektronik untuk menyebarkan
informasi ke berbagai belahan dunia
4 Finanscape adalah aspek finansial atau uang yang sulit diprediksi dalam
era globalisasi
5 Ideoscape terkait dengan masalah politik seperti kebebasan demokrasi
kedaulatan kesejahteraan hak seseorang ideologi-ideologi negara dan
gerakan sosial
Globalisasi dengan ciri-cirinya yang demikian itu telah mengakibatkan
dunia seakan-akan tidak lagi dibatasi oleh tembok-tembok penyekat yang
memisahkan negara yang satu dengan negara yang lain (Ardika 200713)
Dengan kata lain garis-garis batas budaya nasional ekonomi nasional dan
wilayah nasional semakin kabur (Hirst dan Thompson 19911) Sejalan dengan
proses itu tampaknya perubahan pada berbagai aspek kehidupan masyarakat
dan budayanya sebagai dampak globalisasi sulit dihindari sehingga kini tidak
jarang realita kehidupan sosial budaya telah jauh berbeda dengan realitanya di
masa lampau
Globalisasi tidak begitu saja dapat menyebabkan perubahan budaya suatu
masyarakat tanpa reaksi masyarakat yang bersangkutan karena sebagaimana
dikemukakan oleh Ardika (200715) bahwa pengaruh budaya global juga dapat
38
menimbulkan hasrat untuk menegaskan keunikan kultur sendiri Dalam konteks
inilah di kalangan para ahli berkembang dua macam pandangan dasar dalam teori
globalisasi Pertama memandang globalisasi menimbulkan grobalisasi Kedua
memandang globalisasi menimbulkan glokalisasi Pandangan grobalisasi
menekankan semakin meningkatnya kemampuan organisasi-organisasi dan
negara-negara modern di seluruh dunia yang sebagian besar bersifat kapitalistik
untuk meningkatkan kekuasaan mereka dan menjangkau dunia (Ritzer 200699)
Sebaliknya pandangan glokalisasi sebagaimana dijelaskan oleh Steger (200657)
merupakan interaksi yang kompleks antara global dan lokal yang bercirikan
peminjaman budaya Lebih lanjut pandangan grobalisasi menekankan terjadinya
penyeragaman atau homogenisasi versus pandangan glokalisasi yang menekankan
terjadinya heterogenisasi atau penganekaragaman budaya masyarakat yang
merupakan percampuran antara yang global dan yang lokal (Ritzer 2006104
Steger 200657)
Terjadinya glokalisasi yang menghasilkan budaya campuran tidak lepas
dari adanya orang-orang yang bermaksud menentang globalisasi khususnya
grobalisasi Cara mereka dengan mendukung dan bersekutu dengan glokalisasi
sebagai bentuk globalisasi yang lain namun mereka tetap mengadopsi budaya
global yang telah berpengaruh kuat sehingga timbul budaya campuran (Ritzer
2006229) Gagasan ini tampak penting untuk dirujuk dalam penelitian ini karena
relevan dengan fokus kajian budaya sebagaimana dikatakan oleh Suastika
(200731) bahwa fokus kajian budaya terletak pada persoalan bagaimana praktik
39
budaya memungkinkan berbagai budaya dan kelas berjuang melawan dominasi
budaya
Upaya orang-orang yang hendak menentang grobalisasi melalui glokalisasi
seperti itu identik dengan revitalisasi budaya mereka Dikatakan identik karena
sebagaimana dikemukakan oleh Adas (1988XIII) bahwa selain berjuang untuk
menghidupkan kembali adat tradisional atau kepercayaannya para partisipan
gerakan revitalisasi budaya juga bisa dirasuki oleh keinginan memperoleh barang-
barang asing dan mencontoh bentuk organisasi dan tingkah laku asing Barang
maupun organisasi dan tingkah laku asing bisa dilihat sebagai budaya global yang
masuk melalui proses globalisasi yang telah berpengaruh kuat kepada masyarakat
bersangkutan Sebagaimana dikemukakan oleh Ritzer (200699-100) bahwa sesuai
dengan penekanan teori Max Weber dan teori Karl Marx kekuatan pendorong
utama grobalisasi adalah rasionalisasi dan kebutuhan untuk memperlihatkan
kemampuan memperoleh keuntungan melalui imperialisme dan hegemoni Oleh
karena itu tidak tertutup kemungkinan bahwa untuk menghidupkan kembali adat
tradisional pendorong globalisasi seperti itu berlaku juga bagi masyarakat yang
melakukan revitalisasi budaya sebagai suatu gerakan sosial
Berkenaan dengan motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku dalam
konteks gerakan sosial teori rasionalitas mengasumsikan bahwa setiap manusia
pada dasarnya rasional dengan selalu mempertimbangkan prinsip efisiensi dan
efektivitas dalam melakukan setiap tindakan termasuk tindakan dalam melakukan
gerakan sosial (Basrowi dan Sukidin 2003 dan Mustain 2007) Sementara itu
teori ldquotindakan individu yang rasionalrdquo menyatakan bahwa individu-individu
40
dalam kehidupan bermasyarakat memiliki pertimbangan rasional dan kesadaran
akan adanya keuntungan yang dapat diperoleh melalui tindakan-tindakannya
(Yunita 1986) Demikian juga ldquoteori insentif selektifrdquo menjelaskan bahwa
keikutsertaan seseorang dalam suatu gerakan sosial banyak dipengaruhi oleh jenis
bentuk dan isi harapan-harapan yang akan menguntungkan insentif selektif
(Mustain 200749) Dengan demikian motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku
dalam gerakan sosial bersifat materialistik atau ekonomistik yang mencerminkan
karakter ideologi pasar Mengikuti pendapat Habermas (Thompson 2007)
motivasi dan prinsip-prinsip gerakan sosial menunjukkan ldquorasio instrumentalrdquo
dalam arti objek-objek dalam gerakan sosial dilihat dan diperlakukan sebagai alat
untuk memenuhi kepentingan yang bernuansa ideologi pasar
Foucault (Adlin 20065) melukiskan manusia postmodern yang terserap
ke dalam discourse sedang Jean Baudrillard melukiskan manusia postmodern
yang terhisap ke dalam dunia objek yang di dalamnya ia mempunyai peran
minimalis dalam menentukan objek itu tetapi sebaliknya dibentuk olehnya Ada
sekelompok elit yang memproduksi objek-objek tetapi mayoritas manusia
menjadi konsumen objek-objek Mereka tidak sekedar manusia konsumen tetapi
manusia dengan konsep diri dan subjektivitas yang dibentuk atau didefinisikan
berdasarkan kepemilikan objek-objek Di dalam dunia yang dikuasai objek
eksistensi manusia ditentukan oleh kepemilikan objek Manusia terserap ke dalam
logika objek ke dalam irama pergantian bentuk gaya dan citranya Manusia
mempunyai hasrat tetapi kini objek yang (aktif) merayu manusia Objek yang
menjadi pusat dunia bukan subjek (cogito) seperti yang dikatakan Descartes
41
Rayuan objek mendahului hasrat Objek yang memproduksi hasrat bukan hasrat
yang memproduksi objek Kekuasaan subjek telah dijungkirbalikkan dan yang
tersisa adalah subjek yang rapuh rentan dan tidak berdaya yang hanya dapat
secara pasif berhasrat sementara objek yang aktif merayunya Dalam kerapuhan
kerentanan dan ketidakberdayaannya subjek harus menyesuaikan diri dengan
objek-objek bukan objek yang menyesuaikan subjek Kemudian tercipta
paradoks karena kedaulatan subjek tidak dapat lagi dipertahankan dan satu-
satunya kedaulatan yang ada adalah kedaulatan objek Satu-satunya strategi yang
tersedia adalah strategi objek Subjek lenyap di dalam horizon objek-objek inilah
strategi fatal
Tiga perspektif utama budaya konsumen diungkapkan oleh Featherstone
(2005) Pertama pandangan bahwa budaya konsumen dipremiskan dengan
ekspansi produksi komoditas kapitalis yang memunculkan akumulasi besar-
besaran budaya dalam bentuk barang-barang konsumen dan tempat-tempat
belanja dan konsumsi Hal ini mengakibatkan tumbuhnya kepentingan aktivitas
bersenang-senang dan konsumsi dalam masyarakat Barat kontemporer Kedua
pandangan yang lebih sosiologis bahwa kepuasan berasal dari benda-benda
berhubungan dengan akses benda-benda yang terstruktur secara sosial dalam suatu
peristiwa yang telah ditentukan kepuasan dan status tergantung pada penunjukan
dan pemeliharaan perbedaan dalam kondisi inflasi Ketiga masalah kesenangan
emosional untuk konsumsi mimpi-mimpi dan keinginan yang ditampakkan dalam
bentuk tamsil budaya konsumen dan tempat-tempat konsumsi tertentu yang secara
beragam memunculkan kenikmatan jasmaniah langsung serta kesenangan estetis
42
Tumbuh suburnya budaya konsumen tidak sekadar memandang konsumsi
sebagai sesuatu yang berasal dari produksi tanpa mengakibatkan adanya
problematika (Featherstone 2005) namun lebih jauh dari itu budaya konsumen
juga memengaruhi perilaku seseorang untuk memutuskan pembelian produk suatu
barang yang dikendalikan oleh kekuatan media massa seperti iklan Periklanan
secara khusus mampu mengeksploitasi kondisi ini dan memberikan image
pencitraan eksotika nafsu kecantikan pemenuhan kebutuhan komunalitas serta
kehidupan yang baik untuk menyebarkan benda-benda konsumen seperti sabun
mesin cuci mobil serta minuman beralkohol Budaya konsumen akan mendorong
orang untuk berperilaku sesuai tingkatan kelas sosialnya dalam kehidupan
bermasyarakat
Konsumerisme bukan semata-mata bertalian dengan panutan pada nilai
simbolik melainkan berkaitan pula dengan persoalan identitas Hal ini sejalan
dengan gagasan Clammer (Atmadja 201092) bahwa konsumsi bukanlah semata-
mata urusan belanja atau pengambilalihan benda-benda untuk menjadi milik
sendiri atas dasar nilai guna melainkan juga pembelian identitas Oleh karena itu
konsumsi menjadi sarana bagi seseorang untuk memahami dan berkomunikasi
secara simbolik antara orang yang satu dan yang lain menciptakan dan
mereproduksi identitas mereka serta menjadi sarana dalam memahami diri
mereka dalam berhubungan dengan individu dan kelompok lain Orang tidak lagi
hanya mengonsumsi material dari suatu produk tetapi juga efek simbolik yang
dihasilkan produk tersebut sehingga tepat gagasan Simmel (Atmadja 201092)
43
bahwa ldquoproduct consumpted are not seen from their function but from symbols
related to identity and statusrdquo
Dengan mengikuti Fromm (Atmadja 201093) kondisi ini mengakibatkan
pola hidup masyarakat Bali berubah secara mendasar Zaman dahulu mereka
berpegang pada gagasan bahwa tua adalah indah namun sekarang orang
menganut gagasan bahwa baru adalah indah Ketertarikan manusia dengan
sesuatu yang baru berkaitan pula dengan kemampuan desainer mengembangkan
desain yang baru dengan daya pesona yang lebih kuat daripada sebelumnya
Sering terjadi pada mulanya suatu barang dengan desain tertentu harganya mahal
sehingga konsumennya hanya orang-orang kaya
Gaya hidup telah menjadi ciri dalam dunia modern (Chaney 2004)
sehingga masyarakat modern akan menggunakan gaya hidup untuk
menggambarkan tindakannya sendiri dan orang lain Dalam kaitannya dengan
budaya konsumen gaya hidup dikonotasikan dengan individualitas ekspresi diri
serta kesadaran diri yang stylistic Tubuh busana gaya pembicaraan aktivitas
rekreasi adalah beberapa indikator dari individualisme selera konsumen Gaya
hidup juga salah satu bentuk budaya konsumen Gaya hidup seseorang dilihat dari
apa yang dikonsumsinya baik barang ataupun jasa Konsumsi tidak hanya
mencakup kegiatan membeli sejumlah barang atau materi seperti televisi dan
telepon genggam Akan tetapi juga mengonsumsi jasa seperti rekreasi Beberapa
contoh gaya hidup yang tampak menonjol pada saat ini adalah nge-mall hang out
fitness
44
Masyarakat konsumen dengan budaya konsumsi yang dipegangnya
melihat tujuan dan totalitas hidupnya dalam kerangka atau logika konsumsi
Eksistensinya dijalankan dan dipertahankan hanya dengan terus menerusnya
mengonsumsi berbagai tanda dan status sosial di balik komoditi Bukan hanya
dirinya saja yang mengaktualisasikan diri melalui tindakan konsumsi orang lain
juga akan dinilai menurut standar yang dipakainya Artinya eksistensi orang lain
pun akan dinilai dan diakui sesuai dengan standar status sosial yang dipegangnya
(diambil dari sumber httpblogspotcom201301pengaruh-globalisasi-terhadap-
gaya-hiduphtml diakses 03 November 2014)
Kaitan dengan pemilihan bela diri Aikido sebagai budaya yang dikonsumsi
oleh aikidoka Bali unsur-unsur spiritualisme modern pada dualisme dikotomik
Griffin (Atmadja 201085) mengatakan bahwa manusia membuat pemilihan yang
berlawanan misalnya modern berlawanan dengan tradisional sains modern
berlawanan dengan sains tradisional dan lain-lain Keberlawanan ini tidak hanya
berdikotomi tetapi yang modern selalu dianggap lebih unggul sehingga yang
tradisional harus digusur Begitu pula manusia tidak dianggap sebagai bagian dari
alam melainkan sebagai lawan dari alam Oleh karena itu mendominasi
menundukkan menguasai dan mengendalikan alam dengan menggunakan ilmu
dan teknologi modern merupakan keharusan bagi manusia
Berdasarkan paparan teori globalisasi di atas maka diduga bahwa
grobalisasi merupakan proses yang melatari terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido Bali Para aikidoka Bali sebagai individu
merupakan objek dari budaya konsumen akibat derasnya arus globalisasi Budaya
45
konsumen juga dapat diartikan sebagai budaya-budaya yang dilakukan oleh
seorang konsumen dalam hal ini para aikidoka Bali yang mengonsumsi bela diri
Aikido Adapun budaya konsumen menggunakan image tanda-tanda dan benda-
benda simbolik yang mengumpulkan mimpi-mimpi keinginan dan fantasi yang
menegaskan keautentikan romantik dan pemenuhan emosional dalam hal
menyenangkan diri sendiri bukan orang lain secara narsistik Jadi kegiatan
konsumsi juga bertujuan untuk mengidentifikasikan diri dalam kelas
sosial tertentu sekaligus membedakannya dengan kelas sosial yang lain
Grobalisasi bisa jadi tampak sebagai proses penyeragaman teknik serta
sikap dan perilaku para aikidoka Bali dengan berorientasi kepada spirit samurai
yang merupakan spirit yang diusung oleh organisasi bela diri Aikido Jepang di
Tokyo Diduga demikian karena sebagaimana telah dikemukakan dalam latar
belakang bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan bela diri Aikido di
Bali diatur oleh organisasi induknya yang berada di Jepang sebagai superordinat
pemilik budaya yang dikonsumsi oleh para aikidoka Bali
Teori globalisasi digunakan untuk memecahkan masalah pertama dan
kedua yaitu mengapa bela diri Aikido yang berasal dari Jepang bisa
dikembangkan di Bali hingga menimbulkan fenomena posrealitas dan proses
terjadinya posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali
232 Teori Relasi KuasaPengetahuan
Konsep kekuasaanpengetahuan memberi perhatian khusus kepada
dimensi relasi antara kekuasaan dan pengetahuan sehingga produksi pengetahuan
dipahami tidak lepas dari rezim kekuasaan Foucault (Barker 2014232-233)
46
Takwin (2003128) mengatakan bahwa menurut pandangan Foucault hubungan
kuasa muncul bukan hanya pada tataran negara namun juga dalam kehidupan
sehari-hari Setiap hubungan selalu merupakan usaha saling menguasai dan saling
menekan Hubungan kuasa menghasilkan cerita yang disebut discourse atau
wacana yang isinya adalah sesuatu yang tidak menggambarkan realitas
sebagaimana adanya dalam rangka menetralisasi ketertekanan para pewacana
yang bersangkutan
Berdasarkan pernyataan di atas maka diduga bahwa posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali ada hubungan kuasa antara para pihak
yang terlibat dalam kegiatan pengembangannya Hubungan kuasa antara para
pihak tersebut menghasilkan wacana yang dibangun sedemikian rupa dalam
rangka upaya masing-masing pihak menetralkan ketertekanannya
Berkenaan dengan wacana Althusser (Faruk 2002142) berpendapat
bahwa wacana adalah ideologi dalam praktik tidak ada ideologi tanpa wacana dan
tidak ada wacana tanpa ideologi Ini berarti bahwa dengan mencermati wacana
dapat diketahui ideologi yang terkait dengan wacana tersebut Althusser (Takwin
2003101) juga berpendapat bahwa setiap penindasan menimbulkan usaha pada
pihak tertindas untuk melepaskan diri Salah satu alat yang perlu ada dalam upaya
pembebasan ini adalah ideologi suatu kepercayaan yang dibangun untuk
menggerakkan kelompok yang tertindas Ketika yang tertindas bebas dan
berkuasa maka ideologi mereka bisa saja digunakan untuk menindas pihak yang
lebih lemah Berkenaan dengan hubungan kuasa Foucault sebagaimana dikatakan
Takwin (2003130) melihat pengetahuan ditentukan oleh kekuasaan sehingga
47
kebenaran merujuk kepada rdquorezim kebenaranrdquo yang sedang bertahta Upaya untuk
saling menguasai dan melepaskan diri dari penindasan bisa juga dilakukan dengan
strategi politik identitas dalam arti memakai identitas kelompok atau individu
untuk memperoleh perlakuan yang lebih adil dari kelompok atau individu lain
(Sparringa 2006) Dalam pelaksanaan strategi politik identitas tentu saja
menggunakan wacana sebagai praktik ideologi sehingga identitas dalam wacana
juga bersifat dinamis sesuai dengan ideologi dan kepentingan berbagai aktornya
pada waktu dan tempat praktik politik identitas itu dilakukan
Althusser sebagaimana dijelaskan oleh Faruk (2002137-139) juga
berpendapat bahwa untuk mengamankan hubungan antarkelas dan dengan
demikian kekuasaan dapat dipegang dalam waktu lama maka pihak kelas yang
berkuasa mengembangkan dua macam ideologi Pertama ideologi yang tampil
dengan aparat-aparat negara yang represif (repressive state apparatus RSA)
yang bekerja secara represif melalui penggunaan kekerasan (militer polisi
penjara pengadilan dan lain-lain) sebagai upaya untuk mengamankan bentuk-
bentuk sosial yang ada Kedua ideologi yang tampil dengan aparat-aparat negara
ideologis (ideological state apparatus ISA) yang bekerja tidak dengan
menggunakan kekerasan melainkan dengan memainkan ideologi danatau wacana
secara persuasif atau hegemonik Dalam konteks inilah Althuser berpandangan
bahwa tidak ada kelas yang dapat memegang kekuasaan dalam waktu lama tanpa
melakukan hegemoni atas dan dalam ISA Dikatakan demikian karena yang
mempersatukan atau yang dapat menjamin harmoni antara yang satu dengan yang
lain dalam ISA adalah ideologi yang berkuasa sebagai perekat bagi bersatunya
48
anggota-anggota masyarakat Mengacu kepada gagasan Bourdieu (Harker tt
117 Fashri 200798-99) dikatakan bahwa kesuksesan para anggota kelompok
dominan untuk melancarkan hegemoninya ditentukan juga oleh modal budaya
ekonomi sosial dan modal simbolik yang mereka miliki yaitu sesuatu yang
dihargai oleh masyarakat misalnya pemilikan benda-benda budaya dan status
sosial
Teori relasi kuasapengetahuan dalam penelitian ini digunakan untuk
memecahkan masalah ke dua yaitu bagaimana proses terjadinya posrealitas
dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Teori ini relevan karena dalam
proses pengembangan bela diri Aikido di Bali melalui relasi kuasapengetahuan
oleh Jepang diimplementasikan dalam segala bentuk latihan fisik pengembangan
dojo dan penyebaran nilai-nilai yang ada dalam bela diri Aikido
233 Teori Identitas Sosial
Tajfel menyatakan asumsi dasar teori identitas sosial dalam situs
(httpidhamputrateori-identitas-sosialwordpresscom diakses 02 Agustus 2014)
dengan kalimat sebagai berikut
(1) Kita menciptakan identitas sosial kita untuk menyederhanakan
hubungan eksternal kita (2) Lebih jauh lagi ada kebutuhan manusia untuk
memiliki rasa harga diri (self esteem and self worth) yang kita transfer ke
dalam kelompok kita sendiri (3) Kita juga menata lingkungan kita dengan
perbandingan sosial antar kelompok Konsep dalam kelompok (in groups)
dan luar kelompok (out groups) itu penting dalam analisis ini
Lebih jauh Tajfel mengemukakan bahwa dalam teori identitas sosial
seorang individu tidaklah dianggap sebagai individu secara mutlak satu dalam
kehidupannya Individu merupakan bagian dari kelompok tertentu baik disadari
maupun tidak disadari Konsep identitas sosial adalah bagaimana seseorang itu
49
secara sosial dapat didefinisikan Identitas sosial yang melekat pada seseorang
merupakan identitas positif yang ingin dipertahankan Oleh karena itu individu
yang memiliki identitas sosial positif maka wacana maupun tindakannya akan
sejalan dengan norma kelompoknya Lagi pula individu tersebut diidentifikasikan
dalam suatu kelompok Wacana dan tindakannya sepatutnya sesuai dengan
wacana dan tindakan kelompoknya
Teori identitas sosial sebenarnya berangkat dari asumsi umum sebagai
berikut
1 Setiap individu selalu berusaha untuk merawat atau meninggikan self-
esteemnya mereka berusaha untuk membentuk konsep diri yang positif
2 Kelompok atau kategori sosial dan anggota dari mereka berasosiasi
terhadap konotasi nilai positif atau negatif Identitas sosial positif atau
negatif tergantung evaluasi (yang mengacu pada konsensus sosial bahkan
pada lintas kelompok) kelompok tersebut yang memberikan kontribusi
pada identitas sosial individu
3 Evaluasi dari salah satu kelompok adalah berusaha mendeterminasikan dan
juga sebagai bahan acuan pada kelompok lain secara spesifik melalui
perbandingan sosial dalam bentuk nilai atribut atau karakteristik
Dari asumsi di atas beberapa relasi prinsip teori dapat menghasilkan hal-
hal di bawah ini
1 Individu berusaha untuk mencapai atau merawat identitas sosial yang
positif
50
2 Identitas sosial yang positif ada berdasarkan pada besarnya tingkat
perbandingan favorit in-group dengan out-group in-group pasti
mempersepsikan dirinya secara positif berbeda dari out-group
3 Ketika identitas sosial tidak memuaskan individu akan berusaha keluar
dari kelompok lalu bergabung ke dalam kelompok yang lebih positif atau
membuat kelompok mereka lebih positif
Identitas sosial sebagai teori tidak lepas dari keinginan individu untuk
memperbandingkan dirinya serta kelompoknya dengan yang lain Perbandingan
sosial digambarkan oleh Festinger (1954) sebagai teori yang bisa membimbing
seseorang untuk membandingkan dirinya dengan yang lain siapa yang serupa
dengan dirinya dan siapa yang berbeda siapa yang berada di atas dan siapa yang
berada di bawah
Setidaknya ada tiga variabel yang memengaruhi hubungan pembedaan
antar kelompok dalam situasi sosial yang nyata (Tajfel 1974 Turner 1975
dalam Hogg amp Abrams 2000) Pertama individu pasti memiliki internalisasi
kelompok mereka sebagai konsep diri mereka secara subjektif mereka pasti
mengidentifikasikan kelompok yang relevan Hal ini tidak cukup dari orang lain
saja yang mengidentifikasikan seseorang dari kelompok mana dia berasal Kedua
situasi sosial akan menciptakan perbandingan sosial yang memungkinkan
terjadinya seleksi dan evaluasi atribut relasi yang relevan Perbedaan kelompok
pada tiap-tiap daerah tidak sama secara signifikan Misalnya di Amerika
perbedaan kelompok cenderung menonjol pada perbedaan warna kulit tetapi
perbedaan warna kulit bukan sesuatu yang menonjol di Hongkong Ketiga in-
51
group tidak membandingkan dirinya pada tiap proses kognitif yang ada pada out-
group out-group pastinya dipersepsikan sebagai kelompok perbandingan yang
relevan dalam kesamaan kedekatan dan secara situasional yang menonjol
Kemudian determinasi out-group dihasilkan sebagai perbandingan terhadap
situasi yang menggambarkan sesuatu determinasi in-group (didapatkan dari
sumber httpdharmaputrawordpresscom2008teori-identitas-sosial diakses 03
Agustus 2014)
Barker (2009175-176) menyatakan bahwa meskipun identitas diri bisa
dianggap sebagai proyek seseorang sudah menjadi kebenaran sosiologis juga
bahwa manusia lahir ke dunia yang sudah ada sebelumnya Manusia belajar
menggunakan bahasa yang telah digunakan sebelum lahir dan hidup dalam
konteks hubungan sosial dengan orang lain Manusia disusun menjadi individu
melalui proses sosial yang menggunakan bahan-bahan yang bersifat sosial Secara
umum ini disebut spisialisasi atau akulturasi Tanpa akulturasi manusia tidak
akan menjadi orang sebagaimana gagasan yang dipahami dalam hidup sehari-hari
Tanpa bahasa konsep keorangan dan identitas tidak akan bisa dipahami
Menjadi orang tidak mengandung unsur transenden atau ahistoris apapun
Identitas sepenuhnya sosial dan kultural dengan alasan-alasan berikut
1 Gagasan apakah artinya menjadi orang merupakan pertanyaan kultural
Sebagai contoh individualisme merupakan penunjuk yang khas
masyarakat modern
2 Sumber-sumber yang membentuk bahan-bahan untuk proyek identitas
yaitu bahasa dan praktik kultural berwatak sosial Akibatnya arti menjadi
52
seorang perempuan anak orang Asia atau orang tua terbentuk secara
berbeda-beda tergantung kepada konteks kulturalnya
Sumber-sumber yang bisa dipakai bagi proyek identitas tergantung kepada
kekuasaan situasional yang menjadi asal kompetensi kultural dalam konteks
kultural tertentu Apakah hitam atau putih laki-laki atau perempuan Afrika atau
Amerika kaya atau miskin adalah sesuatu yang penting karena sumber-sumber
kultural yang akan dimasuki berbeda Identitas menjadi penting tidak hanya untuk
penggambaran diri tetapi juga ciri-ciri sosial
Identitas sosial terkait dengan hak kewajiban dan sanksi normatif yang
dalam masyarakat tertentu menjadi dasar penentuan peran Penggunaan ciri-ciri
baku terutama berkaitan dengan ciri umur dan gender tubuh bersifat mendasar
dalam semua masyarakat dan masih sangat banyak lagi ragam lintas-budaya yang
bisa dicatat Giddens (Barker 2009176) Persoalan identitas adalah kesamaan dan
perbedaan soal personal dan sosial soal rdquoapa yang dimiliki individu secara
bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakan satu individu
dengan orang-orang lain Weeks (Barker 2009176)
Berdasarkan uraian di atas pengembangan bela diri Aikido di Bali adalah
identitas para peserta pelatihan yang merupakan satu identitas meliputi identitas
individunya keluarganya sukunya dan kelompoknya Bagi Fromm identitas diri
dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dari identitas sosial individu dalam
konteks komunitasnya Selain menjadi makhluk individual identitas diri tidak
terlepas dari norma yang mengikat masyarakat dalam lingkungan dan peran sosial
53
yang diembannya dalam masyarakat (httpidhamputrawordpressteori-identitas-
sosialcom diakses 03 Agustus 2014)
Teori identitas sosial Hendri Tajfel digunakan secara eklektik (bersamaan)
dengan teori lainnya untuk memecahkan ketiga masalah dalam penelitian ini
Keberterimaan bela diri Aikido di Bali proses terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali yang pada akhirnya membentuk identitas
baru berupa posrealitas kebudayaan yang membentuk identitas para aikidoka Bali
baik secara individu maupun identitas sosialnya
54
24 Model Penelitian
Model penelitian ini dapat digambarkan ke dalam Bagan 21
Bagan 21
Model Penelitian
Keterangan
= memengaruhi
= saling memengaruhi
Kebudayaan Bali
Bela Diri Tradisional Bali
-Pencak Silat
-Tengklung
-Mepantigan
Kebudayaan Jepang
Bela Diri Tradisional Jepang
-Karate
-Judo
-Aikido
Proses terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Latar belakang
terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Posrealitas dalam Pengembangan
Bela Diri Aikido di Bali
Temuan
Penelitian
Implikasi
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
55
Bagan 21 dapat dijelaskan bahwa tampak kebudayaan Bali dengan
unsurnya berupa bela diri tradisional Bali seperti Pencak Silat Tengklung
Mepantigan dan beberapa bela diri lainnya Dengan adanya globalisasi
bersentuhan dengan kebudayaan Jepang dengan unsurnya berupa bela diri
tradisional Jepang seperti Karate Judo dan Aikido Khusus pada penelitian ini
adalah bela diri Jepang Aikido Persentuhan antara keduanya akibat arus
globalisasi melahirkan bela diri Aikido yang berterima dan berkembang di
sejumlah dojo di Bali yang menunjukkan adanya posrealitas Posrealitas dalam
penelitian ini merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu berupa
peniruan bagi aikidoka Bali yaitu bela diri Aikido melalui pelatihan di beberapa
dojo yang ada di Bali Kondisi posrealitas adalah kondisi yang di dalamnya
prinsip-prinsip realitas telah dilampaui dalam pengertian diambil alih oleh
substitusi-substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir Hal ini telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang apa yang disebut yang nyata (the real) Yang nyata
senyata-nyatanya berada di Jepang bela diri Aikido telah membentangkan
persoalan filosofis mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa
yang disebut nyata
Posrealitas dapat dijelaskan sebagai kondisi matinya realitas dalam
pengertian diambilalihnya posisi realitas oleh apa yang sebelumnya disebut
sebagai nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru yang
memesona yang belum pernah dialami sebelumnya
56
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru yang tidak bisa dikatakan
realitas Bali yang asli karena telah dimasuki oleh nilai baru yang berasal dari
sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang Tidak bisa juga
dikatakan realitas yang benar-benar baru karena para anggota pelatihan tetaplah
kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya
Posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali dikaji dari tiga
dimensinya yaitu (1) latar belakang terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali (2) proses terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali dan (3) implikasi pengembangan bela diri Aikido tersebut
dalam kehidupan para aikidoka Bali
Penelitian kajian budaya ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teknik
wawancara observasi dokumentasi dan studi pustaka Data dianalisis secara
eklektik dengan menggunakan teori globalisasi kuasapengetahuan identitas
sosial dan teori pendukung lainnya yang terkait dengan permasalahan yang ada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberterimaan bela diri Aikido di Bali
dilatarbelakangi oleh beberapa ideologi yaitu dualisme kultural paternalisme
pasar citra dan multikulturalisme Proses pengembangan bela diri di beberapa
dojo yang ada di Bali meliputi tahap pengenalan pendirian organisasi
pengembangan tempat pelatihan dan tahap pengembangan mutu Semuanya
berorientasi kepada tempat pelatihan induk bela diri Aikido (Honbu Dojo) yang
berada di Tokyo-Jepang Pengembangan bela diri Aikido di Bali menimbulkan
57
implikasi pada para aikidoka Bali termasuk terbentuknya identitas baru dalam
masyarakat Bali
Melalui penelitian ini ditemukan paradigma baru bahwa di balik kekuatan
budaya Bali yang sedang berlangsung dalam segala lini kehidupan terdapat sikap
orang Bali yang terbuka terhadap kebudayaan asing khususnya bela diri asal
Jepang yaitu bela diri Aikido Terkait dengan bela diri Aikido yang sedang
ditekuni oleh beberapa komunitas di Bali ternyata ada berbagai hal yang
mendukung keberterimaannya Adanya kegayutan nilai-nilai budaya antara
kebudayaan Bali dan kebudayaan Jepang terkait keberadaan bela diri Aikido yang
berterima di beberapa komunitas pelatihan di Bali sehingga hal ini disebut sebagai
multikulturalisme
28
Sebagaimana di Eropa di Jepang dan di tempat lain dari ayah-ayah
birokrat yang tidak mewarisi keistimewaan paternal inilah yang menjadi prajurit
perang atau pengelola kuil atau biara Kedua spesialisasi ini dibentuk untuk
proteksi terhadap negara para pasukan perang era kuno ini semula disebut
ldquosamurairdquo atau terjemahan kasarnya adalah ldquopembanturdquo karena mereka
membentuk pasukan bersenjata untuk membantu aristokrasi Pada saat para
samurai ini mengambil alih kekuasaan negara dari tangan aristokrat sebagai salah
satu kelas independen salah satu cara mereka memanifestasikan status dan
martabat baru mereka Mereka menjauhkan diri dari label samurai sekedar
ldquopembanturdquo kemudian menyebut diri mereka sebagai bushi「武士」yang berarti
kesatria
Spirit hidup samurai disebut sebagai bushido「武士道」 adalah etika
yang dianut oleh para samurai Walaupun istilah tersebut baru digunakan pada
zaman Edo (1603-1868) konsep bushido telah terbentuk sejak zaman Kamakura
(1185-1333) yang berkembang dari adopsi neo-konfusianisme pada zaman Edo
hingga menjadi landasan moralitas nasional pasca restorasi Meiji (1868-1912)
Bushido tidak hanya meliputi semangat bela diri dan keterampilan menggunakan
senjata tetapi juga loyalitas absolut pada tuannya rasa yang kuat atas kehormatan
pribadi pengabdian pada tugas dan keberanian bahkan jika diperlukan
pengorbanan nyawa dalam pertempuran dan ritual (Davies amp Ikeno 2014 41)
Etika bushido (Shigesuke 199930-31) mensyaratkan ada tiga hal yang
dipertimbangkan yang esensial yaitu kesetiaan tugas dan keberanian Hal
tersebut memuat tentang kesatria yang bekerja dengan kesetiaan tinggi kesatria
29
yang bisa dipercaya dalam mengemban tugas kesatria yang kuat dan pemberani
Prajurit yang memiliki kombinasi tiga sosok baik kesetiaan pengembanan tugas
dan keberanian bisa dipertimbangkan sebagai kesatria dengan orde tertinggi
Secara umum keberanian bukanlah sesuatu yang tidak hanya tampak pada
saat seseorang mengenakan baju besi mengangkat senjata lalu bertempur dalam
peperangan Perbedaan antara sikap berani dan sikap pengecut sudah tampak
dalam kehidupan sehari-hari meski tidak ada perang Seseorang yang pemberani
akan menunjukkan loyalitas dan kasih sayang kepada majikannya dan orang
tuanya Jika ada waktu luang ia akan mempelajari literatur dan terus berlatih bela
diri Ia menghindari kemewahan personal tidak berfoya-foya Ia juga tidak tamak
dan membelanjakan uang apabila diperlukan
Spirit samurai yang mengalir dalam bela diri Aikido beberapa di
antaranya adalah spirit keberanian kesabaran kegagahan dan ketenangan dalam
menghadapi masalah Hal ini diungkapkan oleh Nitobe (200468) sebagai berikut
勇気我慢大胆だいたん
自若じじゃく
勇猛ゆうもう
などの心性しんせい
は少年武士の心に最も強く
訴うった
えられ実例じつれい
を模範も は ん
として幼おさな
いときから訓練され励はげ
みとされたい
わば最も人気のある徳性とくせい
であった彼らは母親のふところに抱かれた
幼児よ う じ
のころから軍記ぐ ん き
物語ものがた
りをくり返し聞かされもし何か苦痛く つ う
なことが
あって泣き出したりすれば「これくらいのことで泣くとはなんて臆病おくびょう
なんでしょう」と母親に叱しか
られ「もし戦場せんじょう
に出て腕うで
を切られるよう
なことがあったらどうしますかもし切腹せっぷく
を命めい
じられたときはどうし
ますか」と励はげ
まされた
Jiwa seperti keberanian kesabaran kegagahan ketenangan dalam menghadapi
bahaya keliaran dan sebagainya paling kental berpengaruh pada hati para kesatria
remaja Sejak masih kecil mereka ditanamkan jiwa-jiwa tersebut dengan contoh
nyata dan dilatih agar memilikinya yang dijadikan sumber semangatnya Sejak
masa balitanya yang masih dalam pangkuan ibunya mereka berulang kali
diceritakan dongeng kesatria dan pertempuran jika ada yang menangis karena
terjadi sesuatu yang menyedihkan dalam cerita tersebut maka ia dimarahi ibunya
dengan perkataan ldquoBetapa penakutnya engkau sampai menangis gara-gara hal
30
sepele ini rdquo Mereka pun disemangati dengan kata-kata ldquoBagaimana kalau maju
ke medan perang dan lenganmu terpotong Bagaimana kalau disuruh seppuku
(Harakiri) rdquo
Spirit samurai lainnya dalam bela diri Aikido adalah berlatih tiada henti
karena dalam berlatih bela diri Aikido tidak ada kata ldquotamatlulusrdquo Bagi aikidoka
hanya ada kata ldquoterus berlatihrdquo meskipun ada tingkatan dari sebelum menyandang
sabuk hitam (Kyuu) sampai dengan tingkatan sabuk hitam (Dan) Namun sampai
saat ini belum ada aikidoka yang bisa mencapai tingkatan paling tinggi dalam bela
diri Aikido (Dan X) bahkan ada beberapa guru (sensei) yang sudah berlatih bela
diri Aikido sampai selama 50 tahun
Berlatih terus menerus tanpa henti diungkapkan oleh guru besar pendiri
bela diri Aikido Morihei Ueshiba dalam buku Jurnal Demontrasi Aikido ke-40
(20037) bahwa
合気道あいきどう
の稽古け い こ
に終お
わりはありません稽古をはじめたら根気こ ん き
よく続つづ
けるこ
とですうまずたゆまず求もと
めてください稽古を続けることが進歩し ん ぽ
への
第一歩だいいちほ
であり稽古の大切たいせつ
な一面いちめん
でもあるのです
Latihan Aikido tidak ada akhirnya Kalau anda sudah mulai latihan janganlah
pernah berhenti Carilah ilmu dengan pantang menyerah Berlatih terus menerus
tanpa henti adalah langkah pertama untuk menuju kemajuan sekaligus satu sisi
yang sangat penting dalam keseluruhan latihan
Lebih lanjut Ueshiba (The Art of Peace 199285) mengatakan
Life itself is always a trial In training you must test and polish yourself in order
to face the great challenges of life Transcend the realm of life and death and
then you will be able to make your way calmly and safely through any crisis that
confronts to you
Kehidupan itu selalu merupakan suatu percobaan Dalam berlatih engkau harus
mengetes dan menghaluskan dirimu untuk berhadapan dengan tantangan
kehidupan yang besar Lampauilah dunia kehidupan dan kematian dan kemudian
anda akan bisa membuat jalan anda dengan tenang dan aman sepanjang krisis
yang anda hadapi
31
Spirit samurai yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagaimana para
aikidoka Bali bersikap dalam kehidupan berlatih bela diri Aikido dan dalam
kehidupan sehari-hari berlandaskan kepada jiwa total dalam mengerjakan sesuatu
Total dalam mengabdi terhadap kewajiban dalam kesetiaan dan dalam segala hal
Merasakan kehidupan dalam tiap nafas berarti hidup yang sebenar-benarnya
Bushido mengajarkan untuk merasakan setiap nafas yang dihirup Setiap detik
hidup ini harus dijalani dengan sungguh-sungguh Segala bidang yang ditekuni
harus dijalani dengan segenap jiwa raga
223 Pengembangan Bela Diri Aikido di Bali
Pengembangan bela diri Aikido di Bali tidak bisa lepas dari sejarah awal
pelatihan tahun 1995 di Dojo Samurai kawasan Renon Denpasar Pada saat
pertama berlatih bela diri Aikido para peserta kebanyakan pada mulanya adalah
pengikut bela diri Karate Pencak Silat dan bela diri lainnya Setelah aktivitas
pelatihan berlangsung dua tahun tepatnya 07 Mei 1997 terbentuk induk organisasi
bela diri Aikido di Bali (Bari Aikikai) Setelah itu tumbuh dojo-dojo lainnya di
Bali sebagai tempat berlatih seperti Dojo Dirgahayu di Desa Sumerta Kaja Dojo
Aora di Kuta dan Dojo Kami di Jimbaran Badung
Layaknya sebuah organisasi sosial organisasi bela diri Aikido sebagai
objek yang berkembang dengan sosiologi fungsional dipandang sebagai
hubungan sosial yang berkontribusi kepada entitas yang menjadi bagian di
dalamnya Dalam analisis fungsional terhadap organisasi elemen-elemen
organisasi dipandang memiliki kontribusi kepada integritas organisasi secara
keseluruhan Sejak awal para analis terkemuka menyadari bahwa di dalam
32
organisasi formal melekat praktik kekuasaan yang terutama dibentuk oleh
otoritas Hal tersebut memicu penolakan kelompok-kelompok yang ada dalam
organisasi sehingga organisasi tidak dapat berfungsi sebagaimana yang
diharapkan Oleh sebab itu para analis sistem meyakini bahwa organisasi sering
kali berfungsi secara suboptimal Para teoretisi konflik dengan menggunakan
konsep Marxian dan neo-Weberian menarik kesimpulan yang lebih ekstrem
Sebagian merespons kritik dan sebagian lagi sebagai proses pengembangan Arus
utama studi organisasi mulai meyakini bahwa perbedaan antara organisasi
kontemporer dengan tipe-tipe kelembagaan yang lain dapat diperluas Irasionalitas
dan penampilan yang suboptimal merupakan karakter normal organisasi
Walaupun memahami organisasi dari sisi penampilannya masih tampak umum
sekarang muncul kesadaran akan implikasi pendekatan tersebut dan kerelaan
untuk mempertimbangkan perspektif lain Organisasi sekarang dipahami sebagai
aktivitas dan sebagai objek
Arus utama analisis organisasi mendefinisikan dirinya dalam kerangka
kelembagaan yang berbeda dalam prinsip dengan yang ada dalam masyarakat
tradisional Ada perkembangan pemahaman yang penting yakni organisasi formal
bukan merupakan batas bagi organisasi Melalui beragam inspirasi intelektual
seperti etnometodologi dan fenomenologi perspektif baru terhadap organisasi
menjadi pusat perhatian Unsur penting itu tampak dalam era organisasi virtual
Organisasi tidak pernah nyata terbentuk sebagaimana dalam pengertian seluruh
partisipan dalam organisasi bertemu dalam suatu tempat dalam satu waktu
33
Sebagaimana dinyatakan oleh Robert Cooper Dalam pengertian mendasarnya
organisasi adalah penertiban terhadap yang tidak tertibrdquo (Scott 2011190-191)
Seperti halnya mesin yang terangkai dari berbagai komponen yang saling
terkait Tripomo (201412-14) menyatakan bahwa organisasi juga merupakan
rangkaian komponen berupa orang-orang yang saling berinteraksi satu dengan
yang lain Namun organisasi tidak sama dengan mesin karena organisasi
merupakan kesatuan sosial hubungan antara satu orang dengan orang yang lain
tidak hanya bersifat rasional dan mekanistik Menurut kodratnya manusia adalah
makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat karena manusia selalu hidup bersama
dengan manusia lainnya sebagai kesatuan sosial
Kesatuan sosial adalah kelompok individu yang saling berhubungan dan
memengaruhi karena memiliki keterikatan nilai budaya aturan emosi dan
perantugas Keterikatan sosial sering kali tidak memperhitungkan kalkulasi
untung rugi rasionalfinansial Sebagai kesatuan sosial urusan rasa selera
keadilan dan solidaritas menjadi penting serta ukuran benar dan salah menjadi
tidak bersifat mutlak Pendapat keputusan reaksi seseorang tidak mutlak rasional
tetapi dipengaruhi oleh hubungan manusia dalam kesatuan sosial
Organisasi sebagai kesatuan sosial memiliki sifat saling terkait yang lebih
rumit daripada rangkaian mesin Dengan memencet tombol offrdquo pada saat jam
kerja berakhir maka mesin mati dan interaksi antar bagian-bagian mesin terhenti
Apakah interaksi antar orang berhenti Jawabannya tidak Setelah selesai jam
kerja orang-orang masih berhubungan satu sama lain bahkan setelah pensiunpun
orang masih berinteraksi satu sama lain Seorang anak yang tidak memiliki
34
keterkaitan dalam organisasi bisa memengaruhi keputusan karena bapaknya
pejabat Orang-orang yang pindah partai seperti kutu loncatpun tidak akan bisa
melepaskan relasinya dengan orang-orang di partai yang ia tinggalkan Inilah
keunikan organisasi sebagai kesatuan sosial
Organisasi yang berisi kumpulan manusia jelas berbeda dengan mesin yang
berisi kumpulan onderdil Organisasi adalah kesatuan dari individu-individu yang
dikoordinasikan secara sadar untuk mencapai tujuan tertentu Bagaimana interaksi
di antara individu-individu dalam organisasi diatur oleh sebuah sistem yang
disebut struktur organisasi Struktur organisasi ibarat otak otot dan syaraf yang
mengkoordinasikan kerja organ indera dan anggota tubuh manusia
Bela diri Aikido di Indonesia tidak sepopuler Karate Kempo ataupun Judo
tetapi bela diri Aikido masuk ke Indonesia dalam waktu yang bersamaan dari
Jepang Ketidakpopuleran bela diri Aikido disebabkan oleh tidak adanya sistem
pertandingan sebagaimana yang ada dalam bela diri lainnya Oleh karena itu bela
diri Aikido hanya disebarkan melalui pembicaraan-pembicaraan saja Baru tahun
1984 mulai dipikirkan pengembangannya dengan membentuk organisasi bela diri
Sejak saat itu media elektronik dan cetak mulai memperkenalkannya dengan
metode atau peragaan (embukai)
Pada tahun 1993 didirikan yayasan Keluarga Bela Diri Aikido Indonesia
(KBAI) oleh sensei Ferdiansyah Secara umum perguruan ini berafiliasi kepada
pusat organisasi bela diri Aikido di Jepang (Honbu Aikikai) Dalam pertaliannya
dengan induk organisasi KBAI melaksanakan program kunjungan tahunan dari
para instrukstur pusat Aikikai - Jepang KBAI mengembangkan perguruannya
35
dalam bentuk tempat-tempat latihan umum atau club-club Pengembangan club-
club banyak dilakukan pada instansi dan perusahaan perguruan tinggi dan
sekolah
Secara tahunan atau dua tahunan KBAI mengadakan program kunjungan
instruktur dari Jepang sebagai motivator anggotanya dalam berlatih Secara
berkala pula dilakukan ujian kenaikan tingkat yang dilakukan empat bulan sekali
Secara umum KBAI mengembangkan perguruannya dengan hati-hati dengan
menjaga mutu teknis dan operasionalnya (diambil dari sumber httpkbaitripod
comhal_kbaihtm diakses 03 November 2014)
Organisasi bela diri Aikido di Bali dikonsepsikan sebagai organisasi sosial
yang ada di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung Organisasi tersebut pada
penelitian ini secara keseluruhan berjumlah empat unit yang terhimpun ke dalam
satu organisasi induknya bernama Bari Aikikai「バリ合気会」 Keempat
organisasi yang tergabung ke dalam organisasi induknya ini adalah (1) Dojo
Samurai di Renon Denpasar (2) Dojo Dirgahayu di Desa Sumerta Kaja
Denpasar (3) Dojo Aora di Kuta Badung dan (4) Dojo Kami di Jimbaran
Badung Masing-masing organisasi mempunyai pengelola dojo bagian keuangan
dan pelatih
Dari uraian di atas tampak bahwa pengembangan bela diri Aikido di Bali
baik dari permulaan kemunculannya maupun selanjutnya ditopang oleh sistem
organisasi yang teratur memiliki struktur dan orang-orang yang duduk sesuai
fungsinya sehingga pengembangannya bisa terarah Pengembangan bela diri
Aikido di Bali dalam penelitian ini adalah proses setiap tahapan dilalui dengan
36
posrealitas kebudayaan sampai terjadinya implikasi bela diri Aikido ini berupa
identitas baru bagi para aikidoka Bali Kenyataan ini disebabkan oleh pelatihan
bela diri Aikido yang berkelanjutan dan dalam rentang waktu yang lama dan
membentuk aikidoka Bali sebagai manusia baru yang memiliki rdquolabelrdquo berbeda
dengan manusia Bali pada umumnya
23 Landasan Teoretis
Ada tiga teori yang relevan untuk diacu dalam penelitian ini yaitu teori
globalisasi teori relasi kuasapengetahuan dan teori identitas sosial Ketiga teori
ini digunakan secara eklektik seperti yang biasa digunakan dalam kajian budaya
Hal ini sesuai dengan pendapat Sanderson (Minawati 200936) bahwa eklektisme
merupakan suatu cara pandang yang mengatakan bahwa berbagai strategi teoretis
harus digunakan secara kombinasi agar diperoleh penjelasan yang dapat diterima
231 Teori Globalisasi
Globalisasi adalah ldquopenyebaran kebiasaan-kebiasaan yang mendunia
ekspansi hubungan yang melintasi benua organisasi dari kehidupan sosial pada
skala global dan pertumbuhan dari sebuah kesadaran global bersamardquo Ritzer
(200696) Membaca definisi ini tampaklah bahwa globalisasi mempunyai
cakupan yang luas Cakupan globalisasi yang luas itu secara lebih jelas dapat
dilihat dengan mencermati gagasan Appadurai sebagaimana dikutip oleh Steger
(200658) bahwa ada lima dimensi konseptual atau ldquolandscaperdquo yang dibentuk
dan sekaligus merupakan ciri-ciri arus budaya global Kelima ldquolandscaperdquo
danatau ciri arus budaya global itu adalah sebagai berikut
37
1 Ethnoscapes adalah perpindahan penduduk dari satu negara ke negara lain
seperti wisatawan imigran pengungsi dan tenaga kerja
2 Technoscape mengacu kepada perkembangan teknologi yang kini
mengalir dengan kecepatan tinggi menembus batas-batas negara
3 Mediascape mengacu kepada kemampuan elektronik untuk menyebarkan
informasi ke berbagai belahan dunia
4 Finanscape adalah aspek finansial atau uang yang sulit diprediksi dalam
era globalisasi
5 Ideoscape terkait dengan masalah politik seperti kebebasan demokrasi
kedaulatan kesejahteraan hak seseorang ideologi-ideologi negara dan
gerakan sosial
Globalisasi dengan ciri-cirinya yang demikian itu telah mengakibatkan
dunia seakan-akan tidak lagi dibatasi oleh tembok-tembok penyekat yang
memisahkan negara yang satu dengan negara yang lain (Ardika 200713)
Dengan kata lain garis-garis batas budaya nasional ekonomi nasional dan
wilayah nasional semakin kabur (Hirst dan Thompson 19911) Sejalan dengan
proses itu tampaknya perubahan pada berbagai aspek kehidupan masyarakat
dan budayanya sebagai dampak globalisasi sulit dihindari sehingga kini tidak
jarang realita kehidupan sosial budaya telah jauh berbeda dengan realitanya di
masa lampau
Globalisasi tidak begitu saja dapat menyebabkan perubahan budaya suatu
masyarakat tanpa reaksi masyarakat yang bersangkutan karena sebagaimana
dikemukakan oleh Ardika (200715) bahwa pengaruh budaya global juga dapat
38
menimbulkan hasrat untuk menegaskan keunikan kultur sendiri Dalam konteks
inilah di kalangan para ahli berkembang dua macam pandangan dasar dalam teori
globalisasi Pertama memandang globalisasi menimbulkan grobalisasi Kedua
memandang globalisasi menimbulkan glokalisasi Pandangan grobalisasi
menekankan semakin meningkatnya kemampuan organisasi-organisasi dan
negara-negara modern di seluruh dunia yang sebagian besar bersifat kapitalistik
untuk meningkatkan kekuasaan mereka dan menjangkau dunia (Ritzer 200699)
Sebaliknya pandangan glokalisasi sebagaimana dijelaskan oleh Steger (200657)
merupakan interaksi yang kompleks antara global dan lokal yang bercirikan
peminjaman budaya Lebih lanjut pandangan grobalisasi menekankan terjadinya
penyeragaman atau homogenisasi versus pandangan glokalisasi yang menekankan
terjadinya heterogenisasi atau penganekaragaman budaya masyarakat yang
merupakan percampuran antara yang global dan yang lokal (Ritzer 2006104
Steger 200657)
Terjadinya glokalisasi yang menghasilkan budaya campuran tidak lepas
dari adanya orang-orang yang bermaksud menentang globalisasi khususnya
grobalisasi Cara mereka dengan mendukung dan bersekutu dengan glokalisasi
sebagai bentuk globalisasi yang lain namun mereka tetap mengadopsi budaya
global yang telah berpengaruh kuat sehingga timbul budaya campuran (Ritzer
2006229) Gagasan ini tampak penting untuk dirujuk dalam penelitian ini karena
relevan dengan fokus kajian budaya sebagaimana dikatakan oleh Suastika
(200731) bahwa fokus kajian budaya terletak pada persoalan bagaimana praktik
39
budaya memungkinkan berbagai budaya dan kelas berjuang melawan dominasi
budaya
Upaya orang-orang yang hendak menentang grobalisasi melalui glokalisasi
seperti itu identik dengan revitalisasi budaya mereka Dikatakan identik karena
sebagaimana dikemukakan oleh Adas (1988XIII) bahwa selain berjuang untuk
menghidupkan kembali adat tradisional atau kepercayaannya para partisipan
gerakan revitalisasi budaya juga bisa dirasuki oleh keinginan memperoleh barang-
barang asing dan mencontoh bentuk organisasi dan tingkah laku asing Barang
maupun organisasi dan tingkah laku asing bisa dilihat sebagai budaya global yang
masuk melalui proses globalisasi yang telah berpengaruh kuat kepada masyarakat
bersangkutan Sebagaimana dikemukakan oleh Ritzer (200699-100) bahwa sesuai
dengan penekanan teori Max Weber dan teori Karl Marx kekuatan pendorong
utama grobalisasi adalah rasionalisasi dan kebutuhan untuk memperlihatkan
kemampuan memperoleh keuntungan melalui imperialisme dan hegemoni Oleh
karena itu tidak tertutup kemungkinan bahwa untuk menghidupkan kembali adat
tradisional pendorong globalisasi seperti itu berlaku juga bagi masyarakat yang
melakukan revitalisasi budaya sebagai suatu gerakan sosial
Berkenaan dengan motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku dalam
konteks gerakan sosial teori rasionalitas mengasumsikan bahwa setiap manusia
pada dasarnya rasional dengan selalu mempertimbangkan prinsip efisiensi dan
efektivitas dalam melakukan setiap tindakan termasuk tindakan dalam melakukan
gerakan sosial (Basrowi dan Sukidin 2003 dan Mustain 2007) Sementara itu
teori ldquotindakan individu yang rasionalrdquo menyatakan bahwa individu-individu
40
dalam kehidupan bermasyarakat memiliki pertimbangan rasional dan kesadaran
akan adanya keuntungan yang dapat diperoleh melalui tindakan-tindakannya
(Yunita 1986) Demikian juga ldquoteori insentif selektifrdquo menjelaskan bahwa
keikutsertaan seseorang dalam suatu gerakan sosial banyak dipengaruhi oleh jenis
bentuk dan isi harapan-harapan yang akan menguntungkan insentif selektif
(Mustain 200749) Dengan demikian motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku
dalam gerakan sosial bersifat materialistik atau ekonomistik yang mencerminkan
karakter ideologi pasar Mengikuti pendapat Habermas (Thompson 2007)
motivasi dan prinsip-prinsip gerakan sosial menunjukkan ldquorasio instrumentalrdquo
dalam arti objek-objek dalam gerakan sosial dilihat dan diperlakukan sebagai alat
untuk memenuhi kepentingan yang bernuansa ideologi pasar
Foucault (Adlin 20065) melukiskan manusia postmodern yang terserap
ke dalam discourse sedang Jean Baudrillard melukiskan manusia postmodern
yang terhisap ke dalam dunia objek yang di dalamnya ia mempunyai peran
minimalis dalam menentukan objek itu tetapi sebaliknya dibentuk olehnya Ada
sekelompok elit yang memproduksi objek-objek tetapi mayoritas manusia
menjadi konsumen objek-objek Mereka tidak sekedar manusia konsumen tetapi
manusia dengan konsep diri dan subjektivitas yang dibentuk atau didefinisikan
berdasarkan kepemilikan objek-objek Di dalam dunia yang dikuasai objek
eksistensi manusia ditentukan oleh kepemilikan objek Manusia terserap ke dalam
logika objek ke dalam irama pergantian bentuk gaya dan citranya Manusia
mempunyai hasrat tetapi kini objek yang (aktif) merayu manusia Objek yang
menjadi pusat dunia bukan subjek (cogito) seperti yang dikatakan Descartes
41
Rayuan objek mendahului hasrat Objek yang memproduksi hasrat bukan hasrat
yang memproduksi objek Kekuasaan subjek telah dijungkirbalikkan dan yang
tersisa adalah subjek yang rapuh rentan dan tidak berdaya yang hanya dapat
secara pasif berhasrat sementara objek yang aktif merayunya Dalam kerapuhan
kerentanan dan ketidakberdayaannya subjek harus menyesuaikan diri dengan
objek-objek bukan objek yang menyesuaikan subjek Kemudian tercipta
paradoks karena kedaulatan subjek tidak dapat lagi dipertahankan dan satu-
satunya kedaulatan yang ada adalah kedaulatan objek Satu-satunya strategi yang
tersedia adalah strategi objek Subjek lenyap di dalam horizon objek-objek inilah
strategi fatal
Tiga perspektif utama budaya konsumen diungkapkan oleh Featherstone
(2005) Pertama pandangan bahwa budaya konsumen dipremiskan dengan
ekspansi produksi komoditas kapitalis yang memunculkan akumulasi besar-
besaran budaya dalam bentuk barang-barang konsumen dan tempat-tempat
belanja dan konsumsi Hal ini mengakibatkan tumbuhnya kepentingan aktivitas
bersenang-senang dan konsumsi dalam masyarakat Barat kontemporer Kedua
pandangan yang lebih sosiologis bahwa kepuasan berasal dari benda-benda
berhubungan dengan akses benda-benda yang terstruktur secara sosial dalam suatu
peristiwa yang telah ditentukan kepuasan dan status tergantung pada penunjukan
dan pemeliharaan perbedaan dalam kondisi inflasi Ketiga masalah kesenangan
emosional untuk konsumsi mimpi-mimpi dan keinginan yang ditampakkan dalam
bentuk tamsil budaya konsumen dan tempat-tempat konsumsi tertentu yang secara
beragam memunculkan kenikmatan jasmaniah langsung serta kesenangan estetis
42
Tumbuh suburnya budaya konsumen tidak sekadar memandang konsumsi
sebagai sesuatu yang berasal dari produksi tanpa mengakibatkan adanya
problematika (Featherstone 2005) namun lebih jauh dari itu budaya konsumen
juga memengaruhi perilaku seseorang untuk memutuskan pembelian produk suatu
barang yang dikendalikan oleh kekuatan media massa seperti iklan Periklanan
secara khusus mampu mengeksploitasi kondisi ini dan memberikan image
pencitraan eksotika nafsu kecantikan pemenuhan kebutuhan komunalitas serta
kehidupan yang baik untuk menyebarkan benda-benda konsumen seperti sabun
mesin cuci mobil serta minuman beralkohol Budaya konsumen akan mendorong
orang untuk berperilaku sesuai tingkatan kelas sosialnya dalam kehidupan
bermasyarakat
Konsumerisme bukan semata-mata bertalian dengan panutan pada nilai
simbolik melainkan berkaitan pula dengan persoalan identitas Hal ini sejalan
dengan gagasan Clammer (Atmadja 201092) bahwa konsumsi bukanlah semata-
mata urusan belanja atau pengambilalihan benda-benda untuk menjadi milik
sendiri atas dasar nilai guna melainkan juga pembelian identitas Oleh karena itu
konsumsi menjadi sarana bagi seseorang untuk memahami dan berkomunikasi
secara simbolik antara orang yang satu dan yang lain menciptakan dan
mereproduksi identitas mereka serta menjadi sarana dalam memahami diri
mereka dalam berhubungan dengan individu dan kelompok lain Orang tidak lagi
hanya mengonsumsi material dari suatu produk tetapi juga efek simbolik yang
dihasilkan produk tersebut sehingga tepat gagasan Simmel (Atmadja 201092)
43
bahwa ldquoproduct consumpted are not seen from their function but from symbols
related to identity and statusrdquo
Dengan mengikuti Fromm (Atmadja 201093) kondisi ini mengakibatkan
pola hidup masyarakat Bali berubah secara mendasar Zaman dahulu mereka
berpegang pada gagasan bahwa tua adalah indah namun sekarang orang
menganut gagasan bahwa baru adalah indah Ketertarikan manusia dengan
sesuatu yang baru berkaitan pula dengan kemampuan desainer mengembangkan
desain yang baru dengan daya pesona yang lebih kuat daripada sebelumnya
Sering terjadi pada mulanya suatu barang dengan desain tertentu harganya mahal
sehingga konsumennya hanya orang-orang kaya
Gaya hidup telah menjadi ciri dalam dunia modern (Chaney 2004)
sehingga masyarakat modern akan menggunakan gaya hidup untuk
menggambarkan tindakannya sendiri dan orang lain Dalam kaitannya dengan
budaya konsumen gaya hidup dikonotasikan dengan individualitas ekspresi diri
serta kesadaran diri yang stylistic Tubuh busana gaya pembicaraan aktivitas
rekreasi adalah beberapa indikator dari individualisme selera konsumen Gaya
hidup juga salah satu bentuk budaya konsumen Gaya hidup seseorang dilihat dari
apa yang dikonsumsinya baik barang ataupun jasa Konsumsi tidak hanya
mencakup kegiatan membeli sejumlah barang atau materi seperti televisi dan
telepon genggam Akan tetapi juga mengonsumsi jasa seperti rekreasi Beberapa
contoh gaya hidup yang tampak menonjol pada saat ini adalah nge-mall hang out
fitness
44
Masyarakat konsumen dengan budaya konsumsi yang dipegangnya
melihat tujuan dan totalitas hidupnya dalam kerangka atau logika konsumsi
Eksistensinya dijalankan dan dipertahankan hanya dengan terus menerusnya
mengonsumsi berbagai tanda dan status sosial di balik komoditi Bukan hanya
dirinya saja yang mengaktualisasikan diri melalui tindakan konsumsi orang lain
juga akan dinilai menurut standar yang dipakainya Artinya eksistensi orang lain
pun akan dinilai dan diakui sesuai dengan standar status sosial yang dipegangnya
(diambil dari sumber httpblogspotcom201301pengaruh-globalisasi-terhadap-
gaya-hiduphtml diakses 03 November 2014)
Kaitan dengan pemilihan bela diri Aikido sebagai budaya yang dikonsumsi
oleh aikidoka Bali unsur-unsur spiritualisme modern pada dualisme dikotomik
Griffin (Atmadja 201085) mengatakan bahwa manusia membuat pemilihan yang
berlawanan misalnya modern berlawanan dengan tradisional sains modern
berlawanan dengan sains tradisional dan lain-lain Keberlawanan ini tidak hanya
berdikotomi tetapi yang modern selalu dianggap lebih unggul sehingga yang
tradisional harus digusur Begitu pula manusia tidak dianggap sebagai bagian dari
alam melainkan sebagai lawan dari alam Oleh karena itu mendominasi
menundukkan menguasai dan mengendalikan alam dengan menggunakan ilmu
dan teknologi modern merupakan keharusan bagi manusia
Berdasarkan paparan teori globalisasi di atas maka diduga bahwa
grobalisasi merupakan proses yang melatari terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido Bali Para aikidoka Bali sebagai individu
merupakan objek dari budaya konsumen akibat derasnya arus globalisasi Budaya
45
konsumen juga dapat diartikan sebagai budaya-budaya yang dilakukan oleh
seorang konsumen dalam hal ini para aikidoka Bali yang mengonsumsi bela diri
Aikido Adapun budaya konsumen menggunakan image tanda-tanda dan benda-
benda simbolik yang mengumpulkan mimpi-mimpi keinginan dan fantasi yang
menegaskan keautentikan romantik dan pemenuhan emosional dalam hal
menyenangkan diri sendiri bukan orang lain secara narsistik Jadi kegiatan
konsumsi juga bertujuan untuk mengidentifikasikan diri dalam kelas
sosial tertentu sekaligus membedakannya dengan kelas sosial yang lain
Grobalisasi bisa jadi tampak sebagai proses penyeragaman teknik serta
sikap dan perilaku para aikidoka Bali dengan berorientasi kepada spirit samurai
yang merupakan spirit yang diusung oleh organisasi bela diri Aikido Jepang di
Tokyo Diduga demikian karena sebagaimana telah dikemukakan dalam latar
belakang bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan bela diri Aikido di
Bali diatur oleh organisasi induknya yang berada di Jepang sebagai superordinat
pemilik budaya yang dikonsumsi oleh para aikidoka Bali
Teori globalisasi digunakan untuk memecahkan masalah pertama dan
kedua yaitu mengapa bela diri Aikido yang berasal dari Jepang bisa
dikembangkan di Bali hingga menimbulkan fenomena posrealitas dan proses
terjadinya posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali
232 Teori Relasi KuasaPengetahuan
Konsep kekuasaanpengetahuan memberi perhatian khusus kepada
dimensi relasi antara kekuasaan dan pengetahuan sehingga produksi pengetahuan
dipahami tidak lepas dari rezim kekuasaan Foucault (Barker 2014232-233)
46
Takwin (2003128) mengatakan bahwa menurut pandangan Foucault hubungan
kuasa muncul bukan hanya pada tataran negara namun juga dalam kehidupan
sehari-hari Setiap hubungan selalu merupakan usaha saling menguasai dan saling
menekan Hubungan kuasa menghasilkan cerita yang disebut discourse atau
wacana yang isinya adalah sesuatu yang tidak menggambarkan realitas
sebagaimana adanya dalam rangka menetralisasi ketertekanan para pewacana
yang bersangkutan
Berdasarkan pernyataan di atas maka diduga bahwa posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali ada hubungan kuasa antara para pihak
yang terlibat dalam kegiatan pengembangannya Hubungan kuasa antara para
pihak tersebut menghasilkan wacana yang dibangun sedemikian rupa dalam
rangka upaya masing-masing pihak menetralkan ketertekanannya
Berkenaan dengan wacana Althusser (Faruk 2002142) berpendapat
bahwa wacana adalah ideologi dalam praktik tidak ada ideologi tanpa wacana dan
tidak ada wacana tanpa ideologi Ini berarti bahwa dengan mencermati wacana
dapat diketahui ideologi yang terkait dengan wacana tersebut Althusser (Takwin
2003101) juga berpendapat bahwa setiap penindasan menimbulkan usaha pada
pihak tertindas untuk melepaskan diri Salah satu alat yang perlu ada dalam upaya
pembebasan ini adalah ideologi suatu kepercayaan yang dibangun untuk
menggerakkan kelompok yang tertindas Ketika yang tertindas bebas dan
berkuasa maka ideologi mereka bisa saja digunakan untuk menindas pihak yang
lebih lemah Berkenaan dengan hubungan kuasa Foucault sebagaimana dikatakan
Takwin (2003130) melihat pengetahuan ditentukan oleh kekuasaan sehingga
47
kebenaran merujuk kepada rdquorezim kebenaranrdquo yang sedang bertahta Upaya untuk
saling menguasai dan melepaskan diri dari penindasan bisa juga dilakukan dengan
strategi politik identitas dalam arti memakai identitas kelompok atau individu
untuk memperoleh perlakuan yang lebih adil dari kelompok atau individu lain
(Sparringa 2006) Dalam pelaksanaan strategi politik identitas tentu saja
menggunakan wacana sebagai praktik ideologi sehingga identitas dalam wacana
juga bersifat dinamis sesuai dengan ideologi dan kepentingan berbagai aktornya
pada waktu dan tempat praktik politik identitas itu dilakukan
Althusser sebagaimana dijelaskan oleh Faruk (2002137-139) juga
berpendapat bahwa untuk mengamankan hubungan antarkelas dan dengan
demikian kekuasaan dapat dipegang dalam waktu lama maka pihak kelas yang
berkuasa mengembangkan dua macam ideologi Pertama ideologi yang tampil
dengan aparat-aparat negara yang represif (repressive state apparatus RSA)
yang bekerja secara represif melalui penggunaan kekerasan (militer polisi
penjara pengadilan dan lain-lain) sebagai upaya untuk mengamankan bentuk-
bentuk sosial yang ada Kedua ideologi yang tampil dengan aparat-aparat negara
ideologis (ideological state apparatus ISA) yang bekerja tidak dengan
menggunakan kekerasan melainkan dengan memainkan ideologi danatau wacana
secara persuasif atau hegemonik Dalam konteks inilah Althuser berpandangan
bahwa tidak ada kelas yang dapat memegang kekuasaan dalam waktu lama tanpa
melakukan hegemoni atas dan dalam ISA Dikatakan demikian karena yang
mempersatukan atau yang dapat menjamin harmoni antara yang satu dengan yang
lain dalam ISA adalah ideologi yang berkuasa sebagai perekat bagi bersatunya
48
anggota-anggota masyarakat Mengacu kepada gagasan Bourdieu (Harker tt
117 Fashri 200798-99) dikatakan bahwa kesuksesan para anggota kelompok
dominan untuk melancarkan hegemoninya ditentukan juga oleh modal budaya
ekonomi sosial dan modal simbolik yang mereka miliki yaitu sesuatu yang
dihargai oleh masyarakat misalnya pemilikan benda-benda budaya dan status
sosial
Teori relasi kuasapengetahuan dalam penelitian ini digunakan untuk
memecahkan masalah ke dua yaitu bagaimana proses terjadinya posrealitas
dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Teori ini relevan karena dalam
proses pengembangan bela diri Aikido di Bali melalui relasi kuasapengetahuan
oleh Jepang diimplementasikan dalam segala bentuk latihan fisik pengembangan
dojo dan penyebaran nilai-nilai yang ada dalam bela diri Aikido
233 Teori Identitas Sosial
Tajfel menyatakan asumsi dasar teori identitas sosial dalam situs
(httpidhamputrateori-identitas-sosialwordpresscom diakses 02 Agustus 2014)
dengan kalimat sebagai berikut
(1) Kita menciptakan identitas sosial kita untuk menyederhanakan
hubungan eksternal kita (2) Lebih jauh lagi ada kebutuhan manusia untuk
memiliki rasa harga diri (self esteem and self worth) yang kita transfer ke
dalam kelompok kita sendiri (3) Kita juga menata lingkungan kita dengan
perbandingan sosial antar kelompok Konsep dalam kelompok (in groups)
dan luar kelompok (out groups) itu penting dalam analisis ini
Lebih jauh Tajfel mengemukakan bahwa dalam teori identitas sosial
seorang individu tidaklah dianggap sebagai individu secara mutlak satu dalam
kehidupannya Individu merupakan bagian dari kelompok tertentu baik disadari
maupun tidak disadari Konsep identitas sosial adalah bagaimana seseorang itu
49
secara sosial dapat didefinisikan Identitas sosial yang melekat pada seseorang
merupakan identitas positif yang ingin dipertahankan Oleh karena itu individu
yang memiliki identitas sosial positif maka wacana maupun tindakannya akan
sejalan dengan norma kelompoknya Lagi pula individu tersebut diidentifikasikan
dalam suatu kelompok Wacana dan tindakannya sepatutnya sesuai dengan
wacana dan tindakan kelompoknya
Teori identitas sosial sebenarnya berangkat dari asumsi umum sebagai
berikut
1 Setiap individu selalu berusaha untuk merawat atau meninggikan self-
esteemnya mereka berusaha untuk membentuk konsep diri yang positif
2 Kelompok atau kategori sosial dan anggota dari mereka berasosiasi
terhadap konotasi nilai positif atau negatif Identitas sosial positif atau
negatif tergantung evaluasi (yang mengacu pada konsensus sosial bahkan
pada lintas kelompok) kelompok tersebut yang memberikan kontribusi
pada identitas sosial individu
3 Evaluasi dari salah satu kelompok adalah berusaha mendeterminasikan dan
juga sebagai bahan acuan pada kelompok lain secara spesifik melalui
perbandingan sosial dalam bentuk nilai atribut atau karakteristik
Dari asumsi di atas beberapa relasi prinsip teori dapat menghasilkan hal-
hal di bawah ini
1 Individu berusaha untuk mencapai atau merawat identitas sosial yang
positif
50
2 Identitas sosial yang positif ada berdasarkan pada besarnya tingkat
perbandingan favorit in-group dengan out-group in-group pasti
mempersepsikan dirinya secara positif berbeda dari out-group
3 Ketika identitas sosial tidak memuaskan individu akan berusaha keluar
dari kelompok lalu bergabung ke dalam kelompok yang lebih positif atau
membuat kelompok mereka lebih positif
Identitas sosial sebagai teori tidak lepas dari keinginan individu untuk
memperbandingkan dirinya serta kelompoknya dengan yang lain Perbandingan
sosial digambarkan oleh Festinger (1954) sebagai teori yang bisa membimbing
seseorang untuk membandingkan dirinya dengan yang lain siapa yang serupa
dengan dirinya dan siapa yang berbeda siapa yang berada di atas dan siapa yang
berada di bawah
Setidaknya ada tiga variabel yang memengaruhi hubungan pembedaan
antar kelompok dalam situasi sosial yang nyata (Tajfel 1974 Turner 1975
dalam Hogg amp Abrams 2000) Pertama individu pasti memiliki internalisasi
kelompok mereka sebagai konsep diri mereka secara subjektif mereka pasti
mengidentifikasikan kelompok yang relevan Hal ini tidak cukup dari orang lain
saja yang mengidentifikasikan seseorang dari kelompok mana dia berasal Kedua
situasi sosial akan menciptakan perbandingan sosial yang memungkinkan
terjadinya seleksi dan evaluasi atribut relasi yang relevan Perbedaan kelompok
pada tiap-tiap daerah tidak sama secara signifikan Misalnya di Amerika
perbedaan kelompok cenderung menonjol pada perbedaan warna kulit tetapi
perbedaan warna kulit bukan sesuatu yang menonjol di Hongkong Ketiga in-
51
group tidak membandingkan dirinya pada tiap proses kognitif yang ada pada out-
group out-group pastinya dipersepsikan sebagai kelompok perbandingan yang
relevan dalam kesamaan kedekatan dan secara situasional yang menonjol
Kemudian determinasi out-group dihasilkan sebagai perbandingan terhadap
situasi yang menggambarkan sesuatu determinasi in-group (didapatkan dari
sumber httpdharmaputrawordpresscom2008teori-identitas-sosial diakses 03
Agustus 2014)
Barker (2009175-176) menyatakan bahwa meskipun identitas diri bisa
dianggap sebagai proyek seseorang sudah menjadi kebenaran sosiologis juga
bahwa manusia lahir ke dunia yang sudah ada sebelumnya Manusia belajar
menggunakan bahasa yang telah digunakan sebelum lahir dan hidup dalam
konteks hubungan sosial dengan orang lain Manusia disusun menjadi individu
melalui proses sosial yang menggunakan bahan-bahan yang bersifat sosial Secara
umum ini disebut spisialisasi atau akulturasi Tanpa akulturasi manusia tidak
akan menjadi orang sebagaimana gagasan yang dipahami dalam hidup sehari-hari
Tanpa bahasa konsep keorangan dan identitas tidak akan bisa dipahami
Menjadi orang tidak mengandung unsur transenden atau ahistoris apapun
Identitas sepenuhnya sosial dan kultural dengan alasan-alasan berikut
1 Gagasan apakah artinya menjadi orang merupakan pertanyaan kultural
Sebagai contoh individualisme merupakan penunjuk yang khas
masyarakat modern
2 Sumber-sumber yang membentuk bahan-bahan untuk proyek identitas
yaitu bahasa dan praktik kultural berwatak sosial Akibatnya arti menjadi
52
seorang perempuan anak orang Asia atau orang tua terbentuk secara
berbeda-beda tergantung kepada konteks kulturalnya
Sumber-sumber yang bisa dipakai bagi proyek identitas tergantung kepada
kekuasaan situasional yang menjadi asal kompetensi kultural dalam konteks
kultural tertentu Apakah hitam atau putih laki-laki atau perempuan Afrika atau
Amerika kaya atau miskin adalah sesuatu yang penting karena sumber-sumber
kultural yang akan dimasuki berbeda Identitas menjadi penting tidak hanya untuk
penggambaran diri tetapi juga ciri-ciri sosial
Identitas sosial terkait dengan hak kewajiban dan sanksi normatif yang
dalam masyarakat tertentu menjadi dasar penentuan peran Penggunaan ciri-ciri
baku terutama berkaitan dengan ciri umur dan gender tubuh bersifat mendasar
dalam semua masyarakat dan masih sangat banyak lagi ragam lintas-budaya yang
bisa dicatat Giddens (Barker 2009176) Persoalan identitas adalah kesamaan dan
perbedaan soal personal dan sosial soal rdquoapa yang dimiliki individu secara
bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakan satu individu
dengan orang-orang lain Weeks (Barker 2009176)
Berdasarkan uraian di atas pengembangan bela diri Aikido di Bali adalah
identitas para peserta pelatihan yang merupakan satu identitas meliputi identitas
individunya keluarganya sukunya dan kelompoknya Bagi Fromm identitas diri
dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dari identitas sosial individu dalam
konteks komunitasnya Selain menjadi makhluk individual identitas diri tidak
terlepas dari norma yang mengikat masyarakat dalam lingkungan dan peran sosial
53
yang diembannya dalam masyarakat (httpidhamputrawordpressteori-identitas-
sosialcom diakses 03 Agustus 2014)
Teori identitas sosial Hendri Tajfel digunakan secara eklektik (bersamaan)
dengan teori lainnya untuk memecahkan ketiga masalah dalam penelitian ini
Keberterimaan bela diri Aikido di Bali proses terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali yang pada akhirnya membentuk identitas
baru berupa posrealitas kebudayaan yang membentuk identitas para aikidoka Bali
baik secara individu maupun identitas sosialnya
54
24 Model Penelitian
Model penelitian ini dapat digambarkan ke dalam Bagan 21
Bagan 21
Model Penelitian
Keterangan
= memengaruhi
= saling memengaruhi
Kebudayaan Bali
Bela Diri Tradisional Bali
-Pencak Silat
-Tengklung
-Mepantigan
Kebudayaan Jepang
Bela Diri Tradisional Jepang
-Karate
-Judo
-Aikido
Proses terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Latar belakang
terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Posrealitas dalam Pengembangan
Bela Diri Aikido di Bali
Temuan
Penelitian
Implikasi
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
55
Bagan 21 dapat dijelaskan bahwa tampak kebudayaan Bali dengan
unsurnya berupa bela diri tradisional Bali seperti Pencak Silat Tengklung
Mepantigan dan beberapa bela diri lainnya Dengan adanya globalisasi
bersentuhan dengan kebudayaan Jepang dengan unsurnya berupa bela diri
tradisional Jepang seperti Karate Judo dan Aikido Khusus pada penelitian ini
adalah bela diri Jepang Aikido Persentuhan antara keduanya akibat arus
globalisasi melahirkan bela diri Aikido yang berterima dan berkembang di
sejumlah dojo di Bali yang menunjukkan adanya posrealitas Posrealitas dalam
penelitian ini merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu berupa
peniruan bagi aikidoka Bali yaitu bela diri Aikido melalui pelatihan di beberapa
dojo yang ada di Bali Kondisi posrealitas adalah kondisi yang di dalamnya
prinsip-prinsip realitas telah dilampaui dalam pengertian diambil alih oleh
substitusi-substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir Hal ini telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang apa yang disebut yang nyata (the real) Yang nyata
senyata-nyatanya berada di Jepang bela diri Aikido telah membentangkan
persoalan filosofis mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa
yang disebut nyata
Posrealitas dapat dijelaskan sebagai kondisi matinya realitas dalam
pengertian diambilalihnya posisi realitas oleh apa yang sebelumnya disebut
sebagai nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru yang
memesona yang belum pernah dialami sebelumnya
56
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru yang tidak bisa dikatakan
realitas Bali yang asli karena telah dimasuki oleh nilai baru yang berasal dari
sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang Tidak bisa juga
dikatakan realitas yang benar-benar baru karena para anggota pelatihan tetaplah
kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya
Posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali dikaji dari tiga
dimensinya yaitu (1) latar belakang terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali (2) proses terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali dan (3) implikasi pengembangan bela diri Aikido tersebut
dalam kehidupan para aikidoka Bali
Penelitian kajian budaya ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teknik
wawancara observasi dokumentasi dan studi pustaka Data dianalisis secara
eklektik dengan menggunakan teori globalisasi kuasapengetahuan identitas
sosial dan teori pendukung lainnya yang terkait dengan permasalahan yang ada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberterimaan bela diri Aikido di Bali
dilatarbelakangi oleh beberapa ideologi yaitu dualisme kultural paternalisme
pasar citra dan multikulturalisme Proses pengembangan bela diri di beberapa
dojo yang ada di Bali meliputi tahap pengenalan pendirian organisasi
pengembangan tempat pelatihan dan tahap pengembangan mutu Semuanya
berorientasi kepada tempat pelatihan induk bela diri Aikido (Honbu Dojo) yang
berada di Tokyo-Jepang Pengembangan bela diri Aikido di Bali menimbulkan
57
implikasi pada para aikidoka Bali termasuk terbentuknya identitas baru dalam
masyarakat Bali
Melalui penelitian ini ditemukan paradigma baru bahwa di balik kekuatan
budaya Bali yang sedang berlangsung dalam segala lini kehidupan terdapat sikap
orang Bali yang terbuka terhadap kebudayaan asing khususnya bela diri asal
Jepang yaitu bela diri Aikido Terkait dengan bela diri Aikido yang sedang
ditekuni oleh beberapa komunitas di Bali ternyata ada berbagai hal yang
mendukung keberterimaannya Adanya kegayutan nilai-nilai budaya antara
kebudayaan Bali dan kebudayaan Jepang terkait keberadaan bela diri Aikido yang
berterima di beberapa komunitas pelatihan di Bali sehingga hal ini disebut sebagai
multikulturalisme
29
yang bisa dipercaya dalam mengemban tugas kesatria yang kuat dan pemberani
Prajurit yang memiliki kombinasi tiga sosok baik kesetiaan pengembanan tugas
dan keberanian bisa dipertimbangkan sebagai kesatria dengan orde tertinggi
Secara umum keberanian bukanlah sesuatu yang tidak hanya tampak pada
saat seseorang mengenakan baju besi mengangkat senjata lalu bertempur dalam
peperangan Perbedaan antara sikap berani dan sikap pengecut sudah tampak
dalam kehidupan sehari-hari meski tidak ada perang Seseorang yang pemberani
akan menunjukkan loyalitas dan kasih sayang kepada majikannya dan orang
tuanya Jika ada waktu luang ia akan mempelajari literatur dan terus berlatih bela
diri Ia menghindari kemewahan personal tidak berfoya-foya Ia juga tidak tamak
dan membelanjakan uang apabila diperlukan
Spirit samurai yang mengalir dalam bela diri Aikido beberapa di
antaranya adalah spirit keberanian kesabaran kegagahan dan ketenangan dalam
menghadapi masalah Hal ini diungkapkan oleh Nitobe (200468) sebagai berikut
勇気我慢大胆だいたん
自若じじゃく
勇猛ゆうもう
などの心性しんせい
は少年武士の心に最も強く
訴うった
えられ実例じつれい
を模範も は ん
として幼おさな
いときから訓練され励はげ
みとされたい
わば最も人気のある徳性とくせい
であった彼らは母親のふところに抱かれた
幼児よ う じ
のころから軍記ぐ ん き
物語ものがた
りをくり返し聞かされもし何か苦痛く つ う
なことが
あって泣き出したりすれば「これくらいのことで泣くとはなんて臆病おくびょう
なんでしょう」と母親に叱しか
られ「もし戦場せんじょう
に出て腕うで
を切られるよう
なことがあったらどうしますかもし切腹せっぷく
を命めい
じられたときはどうし
ますか」と励はげ
まされた
Jiwa seperti keberanian kesabaran kegagahan ketenangan dalam menghadapi
bahaya keliaran dan sebagainya paling kental berpengaruh pada hati para kesatria
remaja Sejak masih kecil mereka ditanamkan jiwa-jiwa tersebut dengan contoh
nyata dan dilatih agar memilikinya yang dijadikan sumber semangatnya Sejak
masa balitanya yang masih dalam pangkuan ibunya mereka berulang kali
diceritakan dongeng kesatria dan pertempuran jika ada yang menangis karena
terjadi sesuatu yang menyedihkan dalam cerita tersebut maka ia dimarahi ibunya
dengan perkataan ldquoBetapa penakutnya engkau sampai menangis gara-gara hal
30
sepele ini rdquo Mereka pun disemangati dengan kata-kata ldquoBagaimana kalau maju
ke medan perang dan lenganmu terpotong Bagaimana kalau disuruh seppuku
(Harakiri) rdquo
Spirit samurai lainnya dalam bela diri Aikido adalah berlatih tiada henti
karena dalam berlatih bela diri Aikido tidak ada kata ldquotamatlulusrdquo Bagi aikidoka
hanya ada kata ldquoterus berlatihrdquo meskipun ada tingkatan dari sebelum menyandang
sabuk hitam (Kyuu) sampai dengan tingkatan sabuk hitam (Dan) Namun sampai
saat ini belum ada aikidoka yang bisa mencapai tingkatan paling tinggi dalam bela
diri Aikido (Dan X) bahkan ada beberapa guru (sensei) yang sudah berlatih bela
diri Aikido sampai selama 50 tahun
Berlatih terus menerus tanpa henti diungkapkan oleh guru besar pendiri
bela diri Aikido Morihei Ueshiba dalam buku Jurnal Demontrasi Aikido ke-40
(20037) bahwa
合気道あいきどう
の稽古け い こ
に終お
わりはありません稽古をはじめたら根気こ ん き
よく続つづ
けるこ
とですうまずたゆまず求もと
めてください稽古を続けることが進歩し ん ぽ
への
第一歩だいいちほ
であり稽古の大切たいせつ
な一面いちめん
でもあるのです
Latihan Aikido tidak ada akhirnya Kalau anda sudah mulai latihan janganlah
pernah berhenti Carilah ilmu dengan pantang menyerah Berlatih terus menerus
tanpa henti adalah langkah pertama untuk menuju kemajuan sekaligus satu sisi
yang sangat penting dalam keseluruhan latihan
Lebih lanjut Ueshiba (The Art of Peace 199285) mengatakan
Life itself is always a trial In training you must test and polish yourself in order
to face the great challenges of life Transcend the realm of life and death and
then you will be able to make your way calmly and safely through any crisis that
confronts to you
Kehidupan itu selalu merupakan suatu percobaan Dalam berlatih engkau harus
mengetes dan menghaluskan dirimu untuk berhadapan dengan tantangan
kehidupan yang besar Lampauilah dunia kehidupan dan kematian dan kemudian
anda akan bisa membuat jalan anda dengan tenang dan aman sepanjang krisis
yang anda hadapi
31
Spirit samurai yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagaimana para
aikidoka Bali bersikap dalam kehidupan berlatih bela diri Aikido dan dalam
kehidupan sehari-hari berlandaskan kepada jiwa total dalam mengerjakan sesuatu
Total dalam mengabdi terhadap kewajiban dalam kesetiaan dan dalam segala hal
Merasakan kehidupan dalam tiap nafas berarti hidup yang sebenar-benarnya
Bushido mengajarkan untuk merasakan setiap nafas yang dihirup Setiap detik
hidup ini harus dijalani dengan sungguh-sungguh Segala bidang yang ditekuni
harus dijalani dengan segenap jiwa raga
223 Pengembangan Bela Diri Aikido di Bali
Pengembangan bela diri Aikido di Bali tidak bisa lepas dari sejarah awal
pelatihan tahun 1995 di Dojo Samurai kawasan Renon Denpasar Pada saat
pertama berlatih bela diri Aikido para peserta kebanyakan pada mulanya adalah
pengikut bela diri Karate Pencak Silat dan bela diri lainnya Setelah aktivitas
pelatihan berlangsung dua tahun tepatnya 07 Mei 1997 terbentuk induk organisasi
bela diri Aikido di Bali (Bari Aikikai) Setelah itu tumbuh dojo-dojo lainnya di
Bali sebagai tempat berlatih seperti Dojo Dirgahayu di Desa Sumerta Kaja Dojo
Aora di Kuta dan Dojo Kami di Jimbaran Badung
Layaknya sebuah organisasi sosial organisasi bela diri Aikido sebagai
objek yang berkembang dengan sosiologi fungsional dipandang sebagai
hubungan sosial yang berkontribusi kepada entitas yang menjadi bagian di
dalamnya Dalam analisis fungsional terhadap organisasi elemen-elemen
organisasi dipandang memiliki kontribusi kepada integritas organisasi secara
keseluruhan Sejak awal para analis terkemuka menyadari bahwa di dalam
32
organisasi formal melekat praktik kekuasaan yang terutama dibentuk oleh
otoritas Hal tersebut memicu penolakan kelompok-kelompok yang ada dalam
organisasi sehingga organisasi tidak dapat berfungsi sebagaimana yang
diharapkan Oleh sebab itu para analis sistem meyakini bahwa organisasi sering
kali berfungsi secara suboptimal Para teoretisi konflik dengan menggunakan
konsep Marxian dan neo-Weberian menarik kesimpulan yang lebih ekstrem
Sebagian merespons kritik dan sebagian lagi sebagai proses pengembangan Arus
utama studi organisasi mulai meyakini bahwa perbedaan antara organisasi
kontemporer dengan tipe-tipe kelembagaan yang lain dapat diperluas Irasionalitas
dan penampilan yang suboptimal merupakan karakter normal organisasi
Walaupun memahami organisasi dari sisi penampilannya masih tampak umum
sekarang muncul kesadaran akan implikasi pendekatan tersebut dan kerelaan
untuk mempertimbangkan perspektif lain Organisasi sekarang dipahami sebagai
aktivitas dan sebagai objek
Arus utama analisis organisasi mendefinisikan dirinya dalam kerangka
kelembagaan yang berbeda dalam prinsip dengan yang ada dalam masyarakat
tradisional Ada perkembangan pemahaman yang penting yakni organisasi formal
bukan merupakan batas bagi organisasi Melalui beragam inspirasi intelektual
seperti etnometodologi dan fenomenologi perspektif baru terhadap organisasi
menjadi pusat perhatian Unsur penting itu tampak dalam era organisasi virtual
Organisasi tidak pernah nyata terbentuk sebagaimana dalam pengertian seluruh
partisipan dalam organisasi bertemu dalam suatu tempat dalam satu waktu
33
Sebagaimana dinyatakan oleh Robert Cooper Dalam pengertian mendasarnya
organisasi adalah penertiban terhadap yang tidak tertibrdquo (Scott 2011190-191)
Seperti halnya mesin yang terangkai dari berbagai komponen yang saling
terkait Tripomo (201412-14) menyatakan bahwa organisasi juga merupakan
rangkaian komponen berupa orang-orang yang saling berinteraksi satu dengan
yang lain Namun organisasi tidak sama dengan mesin karena organisasi
merupakan kesatuan sosial hubungan antara satu orang dengan orang yang lain
tidak hanya bersifat rasional dan mekanistik Menurut kodratnya manusia adalah
makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat karena manusia selalu hidup bersama
dengan manusia lainnya sebagai kesatuan sosial
Kesatuan sosial adalah kelompok individu yang saling berhubungan dan
memengaruhi karena memiliki keterikatan nilai budaya aturan emosi dan
perantugas Keterikatan sosial sering kali tidak memperhitungkan kalkulasi
untung rugi rasionalfinansial Sebagai kesatuan sosial urusan rasa selera
keadilan dan solidaritas menjadi penting serta ukuran benar dan salah menjadi
tidak bersifat mutlak Pendapat keputusan reaksi seseorang tidak mutlak rasional
tetapi dipengaruhi oleh hubungan manusia dalam kesatuan sosial
Organisasi sebagai kesatuan sosial memiliki sifat saling terkait yang lebih
rumit daripada rangkaian mesin Dengan memencet tombol offrdquo pada saat jam
kerja berakhir maka mesin mati dan interaksi antar bagian-bagian mesin terhenti
Apakah interaksi antar orang berhenti Jawabannya tidak Setelah selesai jam
kerja orang-orang masih berhubungan satu sama lain bahkan setelah pensiunpun
orang masih berinteraksi satu sama lain Seorang anak yang tidak memiliki
34
keterkaitan dalam organisasi bisa memengaruhi keputusan karena bapaknya
pejabat Orang-orang yang pindah partai seperti kutu loncatpun tidak akan bisa
melepaskan relasinya dengan orang-orang di partai yang ia tinggalkan Inilah
keunikan organisasi sebagai kesatuan sosial
Organisasi yang berisi kumpulan manusia jelas berbeda dengan mesin yang
berisi kumpulan onderdil Organisasi adalah kesatuan dari individu-individu yang
dikoordinasikan secara sadar untuk mencapai tujuan tertentu Bagaimana interaksi
di antara individu-individu dalam organisasi diatur oleh sebuah sistem yang
disebut struktur organisasi Struktur organisasi ibarat otak otot dan syaraf yang
mengkoordinasikan kerja organ indera dan anggota tubuh manusia
Bela diri Aikido di Indonesia tidak sepopuler Karate Kempo ataupun Judo
tetapi bela diri Aikido masuk ke Indonesia dalam waktu yang bersamaan dari
Jepang Ketidakpopuleran bela diri Aikido disebabkan oleh tidak adanya sistem
pertandingan sebagaimana yang ada dalam bela diri lainnya Oleh karena itu bela
diri Aikido hanya disebarkan melalui pembicaraan-pembicaraan saja Baru tahun
1984 mulai dipikirkan pengembangannya dengan membentuk organisasi bela diri
Sejak saat itu media elektronik dan cetak mulai memperkenalkannya dengan
metode atau peragaan (embukai)
Pada tahun 1993 didirikan yayasan Keluarga Bela Diri Aikido Indonesia
(KBAI) oleh sensei Ferdiansyah Secara umum perguruan ini berafiliasi kepada
pusat organisasi bela diri Aikido di Jepang (Honbu Aikikai) Dalam pertaliannya
dengan induk organisasi KBAI melaksanakan program kunjungan tahunan dari
para instrukstur pusat Aikikai - Jepang KBAI mengembangkan perguruannya
35
dalam bentuk tempat-tempat latihan umum atau club-club Pengembangan club-
club banyak dilakukan pada instansi dan perusahaan perguruan tinggi dan
sekolah
Secara tahunan atau dua tahunan KBAI mengadakan program kunjungan
instruktur dari Jepang sebagai motivator anggotanya dalam berlatih Secara
berkala pula dilakukan ujian kenaikan tingkat yang dilakukan empat bulan sekali
Secara umum KBAI mengembangkan perguruannya dengan hati-hati dengan
menjaga mutu teknis dan operasionalnya (diambil dari sumber httpkbaitripod
comhal_kbaihtm diakses 03 November 2014)
Organisasi bela diri Aikido di Bali dikonsepsikan sebagai organisasi sosial
yang ada di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung Organisasi tersebut pada
penelitian ini secara keseluruhan berjumlah empat unit yang terhimpun ke dalam
satu organisasi induknya bernama Bari Aikikai「バリ合気会」 Keempat
organisasi yang tergabung ke dalam organisasi induknya ini adalah (1) Dojo
Samurai di Renon Denpasar (2) Dojo Dirgahayu di Desa Sumerta Kaja
Denpasar (3) Dojo Aora di Kuta Badung dan (4) Dojo Kami di Jimbaran
Badung Masing-masing organisasi mempunyai pengelola dojo bagian keuangan
dan pelatih
Dari uraian di atas tampak bahwa pengembangan bela diri Aikido di Bali
baik dari permulaan kemunculannya maupun selanjutnya ditopang oleh sistem
organisasi yang teratur memiliki struktur dan orang-orang yang duduk sesuai
fungsinya sehingga pengembangannya bisa terarah Pengembangan bela diri
Aikido di Bali dalam penelitian ini adalah proses setiap tahapan dilalui dengan
36
posrealitas kebudayaan sampai terjadinya implikasi bela diri Aikido ini berupa
identitas baru bagi para aikidoka Bali Kenyataan ini disebabkan oleh pelatihan
bela diri Aikido yang berkelanjutan dan dalam rentang waktu yang lama dan
membentuk aikidoka Bali sebagai manusia baru yang memiliki rdquolabelrdquo berbeda
dengan manusia Bali pada umumnya
23 Landasan Teoretis
Ada tiga teori yang relevan untuk diacu dalam penelitian ini yaitu teori
globalisasi teori relasi kuasapengetahuan dan teori identitas sosial Ketiga teori
ini digunakan secara eklektik seperti yang biasa digunakan dalam kajian budaya
Hal ini sesuai dengan pendapat Sanderson (Minawati 200936) bahwa eklektisme
merupakan suatu cara pandang yang mengatakan bahwa berbagai strategi teoretis
harus digunakan secara kombinasi agar diperoleh penjelasan yang dapat diterima
231 Teori Globalisasi
Globalisasi adalah ldquopenyebaran kebiasaan-kebiasaan yang mendunia
ekspansi hubungan yang melintasi benua organisasi dari kehidupan sosial pada
skala global dan pertumbuhan dari sebuah kesadaran global bersamardquo Ritzer
(200696) Membaca definisi ini tampaklah bahwa globalisasi mempunyai
cakupan yang luas Cakupan globalisasi yang luas itu secara lebih jelas dapat
dilihat dengan mencermati gagasan Appadurai sebagaimana dikutip oleh Steger
(200658) bahwa ada lima dimensi konseptual atau ldquolandscaperdquo yang dibentuk
dan sekaligus merupakan ciri-ciri arus budaya global Kelima ldquolandscaperdquo
danatau ciri arus budaya global itu adalah sebagai berikut
37
1 Ethnoscapes adalah perpindahan penduduk dari satu negara ke negara lain
seperti wisatawan imigran pengungsi dan tenaga kerja
2 Technoscape mengacu kepada perkembangan teknologi yang kini
mengalir dengan kecepatan tinggi menembus batas-batas negara
3 Mediascape mengacu kepada kemampuan elektronik untuk menyebarkan
informasi ke berbagai belahan dunia
4 Finanscape adalah aspek finansial atau uang yang sulit diprediksi dalam
era globalisasi
5 Ideoscape terkait dengan masalah politik seperti kebebasan demokrasi
kedaulatan kesejahteraan hak seseorang ideologi-ideologi negara dan
gerakan sosial
Globalisasi dengan ciri-cirinya yang demikian itu telah mengakibatkan
dunia seakan-akan tidak lagi dibatasi oleh tembok-tembok penyekat yang
memisahkan negara yang satu dengan negara yang lain (Ardika 200713)
Dengan kata lain garis-garis batas budaya nasional ekonomi nasional dan
wilayah nasional semakin kabur (Hirst dan Thompson 19911) Sejalan dengan
proses itu tampaknya perubahan pada berbagai aspek kehidupan masyarakat
dan budayanya sebagai dampak globalisasi sulit dihindari sehingga kini tidak
jarang realita kehidupan sosial budaya telah jauh berbeda dengan realitanya di
masa lampau
Globalisasi tidak begitu saja dapat menyebabkan perubahan budaya suatu
masyarakat tanpa reaksi masyarakat yang bersangkutan karena sebagaimana
dikemukakan oleh Ardika (200715) bahwa pengaruh budaya global juga dapat
38
menimbulkan hasrat untuk menegaskan keunikan kultur sendiri Dalam konteks
inilah di kalangan para ahli berkembang dua macam pandangan dasar dalam teori
globalisasi Pertama memandang globalisasi menimbulkan grobalisasi Kedua
memandang globalisasi menimbulkan glokalisasi Pandangan grobalisasi
menekankan semakin meningkatnya kemampuan organisasi-organisasi dan
negara-negara modern di seluruh dunia yang sebagian besar bersifat kapitalistik
untuk meningkatkan kekuasaan mereka dan menjangkau dunia (Ritzer 200699)
Sebaliknya pandangan glokalisasi sebagaimana dijelaskan oleh Steger (200657)
merupakan interaksi yang kompleks antara global dan lokal yang bercirikan
peminjaman budaya Lebih lanjut pandangan grobalisasi menekankan terjadinya
penyeragaman atau homogenisasi versus pandangan glokalisasi yang menekankan
terjadinya heterogenisasi atau penganekaragaman budaya masyarakat yang
merupakan percampuran antara yang global dan yang lokal (Ritzer 2006104
Steger 200657)
Terjadinya glokalisasi yang menghasilkan budaya campuran tidak lepas
dari adanya orang-orang yang bermaksud menentang globalisasi khususnya
grobalisasi Cara mereka dengan mendukung dan bersekutu dengan glokalisasi
sebagai bentuk globalisasi yang lain namun mereka tetap mengadopsi budaya
global yang telah berpengaruh kuat sehingga timbul budaya campuran (Ritzer
2006229) Gagasan ini tampak penting untuk dirujuk dalam penelitian ini karena
relevan dengan fokus kajian budaya sebagaimana dikatakan oleh Suastika
(200731) bahwa fokus kajian budaya terletak pada persoalan bagaimana praktik
39
budaya memungkinkan berbagai budaya dan kelas berjuang melawan dominasi
budaya
Upaya orang-orang yang hendak menentang grobalisasi melalui glokalisasi
seperti itu identik dengan revitalisasi budaya mereka Dikatakan identik karena
sebagaimana dikemukakan oleh Adas (1988XIII) bahwa selain berjuang untuk
menghidupkan kembali adat tradisional atau kepercayaannya para partisipan
gerakan revitalisasi budaya juga bisa dirasuki oleh keinginan memperoleh barang-
barang asing dan mencontoh bentuk organisasi dan tingkah laku asing Barang
maupun organisasi dan tingkah laku asing bisa dilihat sebagai budaya global yang
masuk melalui proses globalisasi yang telah berpengaruh kuat kepada masyarakat
bersangkutan Sebagaimana dikemukakan oleh Ritzer (200699-100) bahwa sesuai
dengan penekanan teori Max Weber dan teori Karl Marx kekuatan pendorong
utama grobalisasi adalah rasionalisasi dan kebutuhan untuk memperlihatkan
kemampuan memperoleh keuntungan melalui imperialisme dan hegemoni Oleh
karena itu tidak tertutup kemungkinan bahwa untuk menghidupkan kembali adat
tradisional pendorong globalisasi seperti itu berlaku juga bagi masyarakat yang
melakukan revitalisasi budaya sebagai suatu gerakan sosial
Berkenaan dengan motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku dalam
konteks gerakan sosial teori rasionalitas mengasumsikan bahwa setiap manusia
pada dasarnya rasional dengan selalu mempertimbangkan prinsip efisiensi dan
efektivitas dalam melakukan setiap tindakan termasuk tindakan dalam melakukan
gerakan sosial (Basrowi dan Sukidin 2003 dan Mustain 2007) Sementara itu
teori ldquotindakan individu yang rasionalrdquo menyatakan bahwa individu-individu
40
dalam kehidupan bermasyarakat memiliki pertimbangan rasional dan kesadaran
akan adanya keuntungan yang dapat diperoleh melalui tindakan-tindakannya
(Yunita 1986) Demikian juga ldquoteori insentif selektifrdquo menjelaskan bahwa
keikutsertaan seseorang dalam suatu gerakan sosial banyak dipengaruhi oleh jenis
bentuk dan isi harapan-harapan yang akan menguntungkan insentif selektif
(Mustain 200749) Dengan demikian motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku
dalam gerakan sosial bersifat materialistik atau ekonomistik yang mencerminkan
karakter ideologi pasar Mengikuti pendapat Habermas (Thompson 2007)
motivasi dan prinsip-prinsip gerakan sosial menunjukkan ldquorasio instrumentalrdquo
dalam arti objek-objek dalam gerakan sosial dilihat dan diperlakukan sebagai alat
untuk memenuhi kepentingan yang bernuansa ideologi pasar
Foucault (Adlin 20065) melukiskan manusia postmodern yang terserap
ke dalam discourse sedang Jean Baudrillard melukiskan manusia postmodern
yang terhisap ke dalam dunia objek yang di dalamnya ia mempunyai peran
minimalis dalam menentukan objek itu tetapi sebaliknya dibentuk olehnya Ada
sekelompok elit yang memproduksi objek-objek tetapi mayoritas manusia
menjadi konsumen objek-objek Mereka tidak sekedar manusia konsumen tetapi
manusia dengan konsep diri dan subjektivitas yang dibentuk atau didefinisikan
berdasarkan kepemilikan objek-objek Di dalam dunia yang dikuasai objek
eksistensi manusia ditentukan oleh kepemilikan objek Manusia terserap ke dalam
logika objek ke dalam irama pergantian bentuk gaya dan citranya Manusia
mempunyai hasrat tetapi kini objek yang (aktif) merayu manusia Objek yang
menjadi pusat dunia bukan subjek (cogito) seperti yang dikatakan Descartes
41
Rayuan objek mendahului hasrat Objek yang memproduksi hasrat bukan hasrat
yang memproduksi objek Kekuasaan subjek telah dijungkirbalikkan dan yang
tersisa adalah subjek yang rapuh rentan dan tidak berdaya yang hanya dapat
secara pasif berhasrat sementara objek yang aktif merayunya Dalam kerapuhan
kerentanan dan ketidakberdayaannya subjek harus menyesuaikan diri dengan
objek-objek bukan objek yang menyesuaikan subjek Kemudian tercipta
paradoks karena kedaulatan subjek tidak dapat lagi dipertahankan dan satu-
satunya kedaulatan yang ada adalah kedaulatan objek Satu-satunya strategi yang
tersedia adalah strategi objek Subjek lenyap di dalam horizon objek-objek inilah
strategi fatal
Tiga perspektif utama budaya konsumen diungkapkan oleh Featherstone
(2005) Pertama pandangan bahwa budaya konsumen dipremiskan dengan
ekspansi produksi komoditas kapitalis yang memunculkan akumulasi besar-
besaran budaya dalam bentuk barang-barang konsumen dan tempat-tempat
belanja dan konsumsi Hal ini mengakibatkan tumbuhnya kepentingan aktivitas
bersenang-senang dan konsumsi dalam masyarakat Barat kontemporer Kedua
pandangan yang lebih sosiologis bahwa kepuasan berasal dari benda-benda
berhubungan dengan akses benda-benda yang terstruktur secara sosial dalam suatu
peristiwa yang telah ditentukan kepuasan dan status tergantung pada penunjukan
dan pemeliharaan perbedaan dalam kondisi inflasi Ketiga masalah kesenangan
emosional untuk konsumsi mimpi-mimpi dan keinginan yang ditampakkan dalam
bentuk tamsil budaya konsumen dan tempat-tempat konsumsi tertentu yang secara
beragam memunculkan kenikmatan jasmaniah langsung serta kesenangan estetis
42
Tumbuh suburnya budaya konsumen tidak sekadar memandang konsumsi
sebagai sesuatu yang berasal dari produksi tanpa mengakibatkan adanya
problematika (Featherstone 2005) namun lebih jauh dari itu budaya konsumen
juga memengaruhi perilaku seseorang untuk memutuskan pembelian produk suatu
barang yang dikendalikan oleh kekuatan media massa seperti iklan Periklanan
secara khusus mampu mengeksploitasi kondisi ini dan memberikan image
pencitraan eksotika nafsu kecantikan pemenuhan kebutuhan komunalitas serta
kehidupan yang baik untuk menyebarkan benda-benda konsumen seperti sabun
mesin cuci mobil serta minuman beralkohol Budaya konsumen akan mendorong
orang untuk berperilaku sesuai tingkatan kelas sosialnya dalam kehidupan
bermasyarakat
Konsumerisme bukan semata-mata bertalian dengan panutan pada nilai
simbolik melainkan berkaitan pula dengan persoalan identitas Hal ini sejalan
dengan gagasan Clammer (Atmadja 201092) bahwa konsumsi bukanlah semata-
mata urusan belanja atau pengambilalihan benda-benda untuk menjadi milik
sendiri atas dasar nilai guna melainkan juga pembelian identitas Oleh karena itu
konsumsi menjadi sarana bagi seseorang untuk memahami dan berkomunikasi
secara simbolik antara orang yang satu dan yang lain menciptakan dan
mereproduksi identitas mereka serta menjadi sarana dalam memahami diri
mereka dalam berhubungan dengan individu dan kelompok lain Orang tidak lagi
hanya mengonsumsi material dari suatu produk tetapi juga efek simbolik yang
dihasilkan produk tersebut sehingga tepat gagasan Simmel (Atmadja 201092)
43
bahwa ldquoproduct consumpted are not seen from their function but from symbols
related to identity and statusrdquo
Dengan mengikuti Fromm (Atmadja 201093) kondisi ini mengakibatkan
pola hidup masyarakat Bali berubah secara mendasar Zaman dahulu mereka
berpegang pada gagasan bahwa tua adalah indah namun sekarang orang
menganut gagasan bahwa baru adalah indah Ketertarikan manusia dengan
sesuatu yang baru berkaitan pula dengan kemampuan desainer mengembangkan
desain yang baru dengan daya pesona yang lebih kuat daripada sebelumnya
Sering terjadi pada mulanya suatu barang dengan desain tertentu harganya mahal
sehingga konsumennya hanya orang-orang kaya
Gaya hidup telah menjadi ciri dalam dunia modern (Chaney 2004)
sehingga masyarakat modern akan menggunakan gaya hidup untuk
menggambarkan tindakannya sendiri dan orang lain Dalam kaitannya dengan
budaya konsumen gaya hidup dikonotasikan dengan individualitas ekspresi diri
serta kesadaran diri yang stylistic Tubuh busana gaya pembicaraan aktivitas
rekreasi adalah beberapa indikator dari individualisme selera konsumen Gaya
hidup juga salah satu bentuk budaya konsumen Gaya hidup seseorang dilihat dari
apa yang dikonsumsinya baik barang ataupun jasa Konsumsi tidak hanya
mencakup kegiatan membeli sejumlah barang atau materi seperti televisi dan
telepon genggam Akan tetapi juga mengonsumsi jasa seperti rekreasi Beberapa
contoh gaya hidup yang tampak menonjol pada saat ini adalah nge-mall hang out
fitness
44
Masyarakat konsumen dengan budaya konsumsi yang dipegangnya
melihat tujuan dan totalitas hidupnya dalam kerangka atau logika konsumsi
Eksistensinya dijalankan dan dipertahankan hanya dengan terus menerusnya
mengonsumsi berbagai tanda dan status sosial di balik komoditi Bukan hanya
dirinya saja yang mengaktualisasikan diri melalui tindakan konsumsi orang lain
juga akan dinilai menurut standar yang dipakainya Artinya eksistensi orang lain
pun akan dinilai dan diakui sesuai dengan standar status sosial yang dipegangnya
(diambil dari sumber httpblogspotcom201301pengaruh-globalisasi-terhadap-
gaya-hiduphtml diakses 03 November 2014)
Kaitan dengan pemilihan bela diri Aikido sebagai budaya yang dikonsumsi
oleh aikidoka Bali unsur-unsur spiritualisme modern pada dualisme dikotomik
Griffin (Atmadja 201085) mengatakan bahwa manusia membuat pemilihan yang
berlawanan misalnya modern berlawanan dengan tradisional sains modern
berlawanan dengan sains tradisional dan lain-lain Keberlawanan ini tidak hanya
berdikotomi tetapi yang modern selalu dianggap lebih unggul sehingga yang
tradisional harus digusur Begitu pula manusia tidak dianggap sebagai bagian dari
alam melainkan sebagai lawan dari alam Oleh karena itu mendominasi
menundukkan menguasai dan mengendalikan alam dengan menggunakan ilmu
dan teknologi modern merupakan keharusan bagi manusia
Berdasarkan paparan teori globalisasi di atas maka diduga bahwa
grobalisasi merupakan proses yang melatari terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido Bali Para aikidoka Bali sebagai individu
merupakan objek dari budaya konsumen akibat derasnya arus globalisasi Budaya
45
konsumen juga dapat diartikan sebagai budaya-budaya yang dilakukan oleh
seorang konsumen dalam hal ini para aikidoka Bali yang mengonsumsi bela diri
Aikido Adapun budaya konsumen menggunakan image tanda-tanda dan benda-
benda simbolik yang mengumpulkan mimpi-mimpi keinginan dan fantasi yang
menegaskan keautentikan romantik dan pemenuhan emosional dalam hal
menyenangkan diri sendiri bukan orang lain secara narsistik Jadi kegiatan
konsumsi juga bertujuan untuk mengidentifikasikan diri dalam kelas
sosial tertentu sekaligus membedakannya dengan kelas sosial yang lain
Grobalisasi bisa jadi tampak sebagai proses penyeragaman teknik serta
sikap dan perilaku para aikidoka Bali dengan berorientasi kepada spirit samurai
yang merupakan spirit yang diusung oleh organisasi bela diri Aikido Jepang di
Tokyo Diduga demikian karena sebagaimana telah dikemukakan dalam latar
belakang bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan bela diri Aikido di
Bali diatur oleh organisasi induknya yang berada di Jepang sebagai superordinat
pemilik budaya yang dikonsumsi oleh para aikidoka Bali
Teori globalisasi digunakan untuk memecahkan masalah pertama dan
kedua yaitu mengapa bela diri Aikido yang berasal dari Jepang bisa
dikembangkan di Bali hingga menimbulkan fenomena posrealitas dan proses
terjadinya posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali
232 Teori Relasi KuasaPengetahuan
Konsep kekuasaanpengetahuan memberi perhatian khusus kepada
dimensi relasi antara kekuasaan dan pengetahuan sehingga produksi pengetahuan
dipahami tidak lepas dari rezim kekuasaan Foucault (Barker 2014232-233)
46
Takwin (2003128) mengatakan bahwa menurut pandangan Foucault hubungan
kuasa muncul bukan hanya pada tataran negara namun juga dalam kehidupan
sehari-hari Setiap hubungan selalu merupakan usaha saling menguasai dan saling
menekan Hubungan kuasa menghasilkan cerita yang disebut discourse atau
wacana yang isinya adalah sesuatu yang tidak menggambarkan realitas
sebagaimana adanya dalam rangka menetralisasi ketertekanan para pewacana
yang bersangkutan
Berdasarkan pernyataan di atas maka diduga bahwa posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali ada hubungan kuasa antara para pihak
yang terlibat dalam kegiatan pengembangannya Hubungan kuasa antara para
pihak tersebut menghasilkan wacana yang dibangun sedemikian rupa dalam
rangka upaya masing-masing pihak menetralkan ketertekanannya
Berkenaan dengan wacana Althusser (Faruk 2002142) berpendapat
bahwa wacana adalah ideologi dalam praktik tidak ada ideologi tanpa wacana dan
tidak ada wacana tanpa ideologi Ini berarti bahwa dengan mencermati wacana
dapat diketahui ideologi yang terkait dengan wacana tersebut Althusser (Takwin
2003101) juga berpendapat bahwa setiap penindasan menimbulkan usaha pada
pihak tertindas untuk melepaskan diri Salah satu alat yang perlu ada dalam upaya
pembebasan ini adalah ideologi suatu kepercayaan yang dibangun untuk
menggerakkan kelompok yang tertindas Ketika yang tertindas bebas dan
berkuasa maka ideologi mereka bisa saja digunakan untuk menindas pihak yang
lebih lemah Berkenaan dengan hubungan kuasa Foucault sebagaimana dikatakan
Takwin (2003130) melihat pengetahuan ditentukan oleh kekuasaan sehingga
47
kebenaran merujuk kepada rdquorezim kebenaranrdquo yang sedang bertahta Upaya untuk
saling menguasai dan melepaskan diri dari penindasan bisa juga dilakukan dengan
strategi politik identitas dalam arti memakai identitas kelompok atau individu
untuk memperoleh perlakuan yang lebih adil dari kelompok atau individu lain
(Sparringa 2006) Dalam pelaksanaan strategi politik identitas tentu saja
menggunakan wacana sebagai praktik ideologi sehingga identitas dalam wacana
juga bersifat dinamis sesuai dengan ideologi dan kepentingan berbagai aktornya
pada waktu dan tempat praktik politik identitas itu dilakukan
Althusser sebagaimana dijelaskan oleh Faruk (2002137-139) juga
berpendapat bahwa untuk mengamankan hubungan antarkelas dan dengan
demikian kekuasaan dapat dipegang dalam waktu lama maka pihak kelas yang
berkuasa mengembangkan dua macam ideologi Pertama ideologi yang tampil
dengan aparat-aparat negara yang represif (repressive state apparatus RSA)
yang bekerja secara represif melalui penggunaan kekerasan (militer polisi
penjara pengadilan dan lain-lain) sebagai upaya untuk mengamankan bentuk-
bentuk sosial yang ada Kedua ideologi yang tampil dengan aparat-aparat negara
ideologis (ideological state apparatus ISA) yang bekerja tidak dengan
menggunakan kekerasan melainkan dengan memainkan ideologi danatau wacana
secara persuasif atau hegemonik Dalam konteks inilah Althuser berpandangan
bahwa tidak ada kelas yang dapat memegang kekuasaan dalam waktu lama tanpa
melakukan hegemoni atas dan dalam ISA Dikatakan demikian karena yang
mempersatukan atau yang dapat menjamin harmoni antara yang satu dengan yang
lain dalam ISA adalah ideologi yang berkuasa sebagai perekat bagi bersatunya
48
anggota-anggota masyarakat Mengacu kepada gagasan Bourdieu (Harker tt
117 Fashri 200798-99) dikatakan bahwa kesuksesan para anggota kelompok
dominan untuk melancarkan hegemoninya ditentukan juga oleh modal budaya
ekonomi sosial dan modal simbolik yang mereka miliki yaitu sesuatu yang
dihargai oleh masyarakat misalnya pemilikan benda-benda budaya dan status
sosial
Teori relasi kuasapengetahuan dalam penelitian ini digunakan untuk
memecahkan masalah ke dua yaitu bagaimana proses terjadinya posrealitas
dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Teori ini relevan karena dalam
proses pengembangan bela diri Aikido di Bali melalui relasi kuasapengetahuan
oleh Jepang diimplementasikan dalam segala bentuk latihan fisik pengembangan
dojo dan penyebaran nilai-nilai yang ada dalam bela diri Aikido
233 Teori Identitas Sosial
Tajfel menyatakan asumsi dasar teori identitas sosial dalam situs
(httpidhamputrateori-identitas-sosialwordpresscom diakses 02 Agustus 2014)
dengan kalimat sebagai berikut
(1) Kita menciptakan identitas sosial kita untuk menyederhanakan
hubungan eksternal kita (2) Lebih jauh lagi ada kebutuhan manusia untuk
memiliki rasa harga diri (self esteem and self worth) yang kita transfer ke
dalam kelompok kita sendiri (3) Kita juga menata lingkungan kita dengan
perbandingan sosial antar kelompok Konsep dalam kelompok (in groups)
dan luar kelompok (out groups) itu penting dalam analisis ini
Lebih jauh Tajfel mengemukakan bahwa dalam teori identitas sosial
seorang individu tidaklah dianggap sebagai individu secara mutlak satu dalam
kehidupannya Individu merupakan bagian dari kelompok tertentu baik disadari
maupun tidak disadari Konsep identitas sosial adalah bagaimana seseorang itu
49
secara sosial dapat didefinisikan Identitas sosial yang melekat pada seseorang
merupakan identitas positif yang ingin dipertahankan Oleh karena itu individu
yang memiliki identitas sosial positif maka wacana maupun tindakannya akan
sejalan dengan norma kelompoknya Lagi pula individu tersebut diidentifikasikan
dalam suatu kelompok Wacana dan tindakannya sepatutnya sesuai dengan
wacana dan tindakan kelompoknya
Teori identitas sosial sebenarnya berangkat dari asumsi umum sebagai
berikut
1 Setiap individu selalu berusaha untuk merawat atau meninggikan self-
esteemnya mereka berusaha untuk membentuk konsep diri yang positif
2 Kelompok atau kategori sosial dan anggota dari mereka berasosiasi
terhadap konotasi nilai positif atau negatif Identitas sosial positif atau
negatif tergantung evaluasi (yang mengacu pada konsensus sosial bahkan
pada lintas kelompok) kelompok tersebut yang memberikan kontribusi
pada identitas sosial individu
3 Evaluasi dari salah satu kelompok adalah berusaha mendeterminasikan dan
juga sebagai bahan acuan pada kelompok lain secara spesifik melalui
perbandingan sosial dalam bentuk nilai atribut atau karakteristik
Dari asumsi di atas beberapa relasi prinsip teori dapat menghasilkan hal-
hal di bawah ini
1 Individu berusaha untuk mencapai atau merawat identitas sosial yang
positif
50
2 Identitas sosial yang positif ada berdasarkan pada besarnya tingkat
perbandingan favorit in-group dengan out-group in-group pasti
mempersepsikan dirinya secara positif berbeda dari out-group
3 Ketika identitas sosial tidak memuaskan individu akan berusaha keluar
dari kelompok lalu bergabung ke dalam kelompok yang lebih positif atau
membuat kelompok mereka lebih positif
Identitas sosial sebagai teori tidak lepas dari keinginan individu untuk
memperbandingkan dirinya serta kelompoknya dengan yang lain Perbandingan
sosial digambarkan oleh Festinger (1954) sebagai teori yang bisa membimbing
seseorang untuk membandingkan dirinya dengan yang lain siapa yang serupa
dengan dirinya dan siapa yang berbeda siapa yang berada di atas dan siapa yang
berada di bawah
Setidaknya ada tiga variabel yang memengaruhi hubungan pembedaan
antar kelompok dalam situasi sosial yang nyata (Tajfel 1974 Turner 1975
dalam Hogg amp Abrams 2000) Pertama individu pasti memiliki internalisasi
kelompok mereka sebagai konsep diri mereka secara subjektif mereka pasti
mengidentifikasikan kelompok yang relevan Hal ini tidak cukup dari orang lain
saja yang mengidentifikasikan seseorang dari kelompok mana dia berasal Kedua
situasi sosial akan menciptakan perbandingan sosial yang memungkinkan
terjadinya seleksi dan evaluasi atribut relasi yang relevan Perbedaan kelompok
pada tiap-tiap daerah tidak sama secara signifikan Misalnya di Amerika
perbedaan kelompok cenderung menonjol pada perbedaan warna kulit tetapi
perbedaan warna kulit bukan sesuatu yang menonjol di Hongkong Ketiga in-
51
group tidak membandingkan dirinya pada tiap proses kognitif yang ada pada out-
group out-group pastinya dipersepsikan sebagai kelompok perbandingan yang
relevan dalam kesamaan kedekatan dan secara situasional yang menonjol
Kemudian determinasi out-group dihasilkan sebagai perbandingan terhadap
situasi yang menggambarkan sesuatu determinasi in-group (didapatkan dari
sumber httpdharmaputrawordpresscom2008teori-identitas-sosial diakses 03
Agustus 2014)
Barker (2009175-176) menyatakan bahwa meskipun identitas diri bisa
dianggap sebagai proyek seseorang sudah menjadi kebenaran sosiologis juga
bahwa manusia lahir ke dunia yang sudah ada sebelumnya Manusia belajar
menggunakan bahasa yang telah digunakan sebelum lahir dan hidup dalam
konteks hubungan sosial dengan orang lain Manusia disusun menjadi individu
melalui proses sosial yang menggunakan bahan-bahan yang bersifat sosial Secara
umum ini disebut spisialisasi atau akulturasi Tanpa akulturasi manusia tidak
akan menjadi orang sebagaimana gagasan yang dipahami dalam hidup sehari-hari
Tanpa bahasa konsep keorangan dan identitas tidak akan bisa dipahami
Menjadi orang tidak mengandung unsur transenden atau ahistoris apapun
Identitas sepenuhnya sosial dan kultural dengan alasan-alasan berikut
1 Gagasan apakah artinya menjadi orang merupakan pertanyaan kultural
Sebagai contoh individualisme merupakan penunjuk yang khas
masyarakat modern
2 Sumber-sumber yang membentuk bahan-bahan untuk proyek identitas
yaitu bahasa dan praktik kultural berwatak sosial Akibatnya arti menjadi
52
seorang perempuan anak orang Asia atau orang tua terbentuk secara
berbeda-beda tergantung kepada konteks kulturalnya
Sumber-sumber yang bisa dipakai bagi proyek identitas tergantung kepada
kekuasaan situasional yang menjadi asal kompetensi kultural dalam konteks
kultural tertentu Apakah hitam atau putih laki-laki atau perempuan Afrika atau
Amerika kaya atau miskin adalah sesuatu yang penting karena sumber-sumber
kultural yang akan dimasuki berbeda Identitas menjadi penting tidak hanya untuk
penggambaran diri tetapi juga ciri-ciri sosial
Identitas sosial terkait dengan hak kewajiban dan sanksi normatif yang
dalam masyarakat tertentu menjadi dasar penentuan peran Penggunaan ciri-ciri
baku terutama berkaitan dengan ciri umur dan gender tubuh bersifat mendasar
dalam semua masyarakat dan masih sangat banyak lagi ragam lintas-budaya yang
bisa dicatat Giddens (Barker 2009176) Persoalan identitas adalah kesamaan dan
perbedaan soal personal dan sosial soal rdquoapa yang dimiliki individu secara
bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakan satu individu
dengan orang-orang lain Weeks (Barker 2009176)
Berdasarkan uraian di atas pengembangan bela diri Aikido di Bali adalah
identitas para peserta pelatihan yang merupakan satu identitas meliputi identitas
individunya keluarganya sukunya dan kelompoknya Bagi Fromm identitas diri
dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dari identitas sosial individu dalam
konteks komunitasnya Selain menjadi makhluk individual identitas diri tidak
terlepas dari norma yang mengikat masyarakat dalam lingkungan dan peran sosial
53
yang diembannya dalam masyarakat (httpidhamputrawordpressteori-identitas-
sosialcom diakses 03 Agustus 2014)
Teori identitas sosial Hendri Tajfel digunakan secara eklektik (bersamaan)
dengan teori lainnya untuk memecahkan ketiga masalah dalam penelitian ini
Keberterimaan bela diri Aikido di Bali proses terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali yang pada akhirnya membentuk identitas
baru berupa posrealitas kebudayaan yang membentuk identitas para aikidoka Bali
baik secara individu maupun identitas sosialnya
54
24 Model Penelitian
Model penelitian ini dapat digambarkan ke dalam Bagan 21
Bagan 21
Model Penelitian
Keterangan
= memengaruhi
= saling memengaruhi
Kebudayaan Bali
Bela Diri Tradisional Bali
-Pencak Silat
-Tengklung
-Mepantigan
Kebudayaan Jepang
Bela Diri Tradisional Jepang
-Karate
-Judo
-Aikido
Proses terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Latar belakang
terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Posrealitas dalam Pengembangan
Bela Diri Aikido di Bali
Temuan
Penelitian
Implikasi
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
55
Bagan 21 dapat dijelaskan bahwa tampak kebudayaan Bali dengan
unsurnya berupa bela diri tradisional Bali seperti Pencak Silat Tengklung
Mepantigan dan beberapa bela diri lainnya Dengan adanya globalisasi
bersentuhan dengan kebudayaan Jepang dengan unsurnya berupa bela diri
tradisional Jepang seperti Karate Judo dan Aikido Khusus pada penelitian ini
adalah bela diri Jepang Aikido Persentuhan antara keduanya akibat arus
globalisasi melahirkan bela diri Aikido yang berterima dan berkembang di
sejumlah dojo di Bali yang menunjukkan adanya posrealitas Posrealitas dalam
penelitian ini merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu berupa
peniruan bagi aikidoka Bali yaitu bela diri Aikido melalui pelatihan di beberapa
dojo yang ada di Bali Kondisi posrealitas adalah kondisi yang di dalamnya
prinsip-prinsip realitas telah dilampaui dalam pengertian diambil alih oleh
substitusi-substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir Hal ini telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang apa yang disebut yang nyata (the real) Yang nyata
senyata-nyatanya berada di Jepang bela diri Aikido telah membentangkan
persoalan filosofis mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa
yang disebut nyata
Posrealitas dapat dijelaskan sebagai kondisi matinya realitas dalam
pengertian diambilalihnya posisi realitas oleh apa yang sebelumnya disebut
sebagai nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru yang
memesona yang belum pernah dialami sebelumnya
56
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru yang tidak bisa dikatakan
realitas Bali yang asli karena telah dimasuki oleh nilai baru yang berasal dari
sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang Tidak bisa juga
dikatakan realitas yang benar-benar baru karena para anggota pelatihan tetaplah
kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya
Posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali dikaji dari tiga
dimensinya yaitu (1) latar belakang terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali (2) proses terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali dan (3) implikasi pengembangan bela diri Aikido tersebut
dalam kehidupan para aikidoka Bali
Penelitian kajian budaya ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teknik
wawancara observasi dokumentasi dan studi pustaka Data dianalisis secara
eklektik dengan menggunakan teori globalisasi kuasapengetahuan identitas
sosial dan teori pendukung lainnya yang terkait dengan permasalahan yang ada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberterimaan bela diri Aikido di Bali
dilatarbelakangi oleh beberapa ideologi yaitu dualisme kultural paternalisme
pasar citra dan multikulturalisme Proses pengembangan bela diri di beberapa
dojo yang ada di Bali meliputi tahap pengenalan pendirian organisasi
pengembangan tempat pelatihan dan tahap pengembangan mutu Semuanya
berorientasi kepada tempat pelatihan induk bela diri Aikido (Honbu Dojo) yang
berada di Tokyo-Jepang Pengembangan bela diri Aikido di Bali menimbulkan
57
implikasi pada para aikidoka Bali termasuk terbentuknya identitas baru dalam
masyarakat Bali
Melalui penelitian ini ditemukan paradigma baru bahwa di balik kekuatan
budaya Bali yang sedang berlangsung dalam segala lini kehidupan terdapat sikap
orang Bali yang terbuka terhadap kebudayaan asing khususnya bela diri asal
Jepang yaitu bela diri Aikido Terkait dengan bela diri Aikido yang sedang
ditekuni oleh beberapa komunitas di Bali ternyata ada berbagai hal yang
mendukung keberterimaannya Adanya kegayutan nilai-nilai budaya antara
kebudayaan Bali dan kebudayaan Jepang terkait keberadaan bela diri Aikido yang
berterima di beberapa komunitas pelatihan di Bali sehingga hal ini disebut sebagai
multikulturalisme
30
sepele ini rdquo Mereka pun disemangati dengan kata-kata ldquoBagaimana kalau maju
ke medan perang dan lenganmu terpotong Bagaimana kalau disuruh seppuku
(Harakiri) rdquo
Spirit samurai lainnya dalam bela diri Aikido adalah berlatih tiada henti
karena dalam berlatih bela diri Aikido tidak ada kata ldquotamatlulusrdquo Bagi aikidoka
hanya ada kata ldquoterus berlatihrdquo meskipun ada tingkatan dari sebelum menyandang
sabuk hitam (Kyuu) sampai dengan tingkatan sabuk hitam (Dan) Namun sampai
saat ini belum ada aikidoka yang bisa mencapai tingkatan paling tinggi dalam bela
diri Aikido (Dan X) bahkan ada beberapa guru (sensei) yang sudah berlatih bela
diri Aikido sampai selama 50 tahun
Berlatih terus menerus tanpa henti diungkapkan oleh guru besar pendiri
bela diri Aikido Morihei Ueshiba dalam buku Jurnal Demontrasi Aikido ke-40
(20037) bahwa
合気道あいきどう
の稽古け い こ
に終お
わりはありません稽古をはじめたら根気こ ん き
よく続つづ
けるこ
とですうまずたゆまず求もと
めてください稽古を続けることが進歩し ん ぽ
への
第一歩だいいちほ
であり稽古の大切たいせつ
な一面いちめん
でもあるのです
Latihan Aikido tidak ada akhirnya Kalau anda sudah mulai latihan janganlah
pernah berhenti Carilah ilmu dengan pantang menyerah Berlatih terus menerus
tanpa henti adalah langkah pertama untuk menuju kemajuan sekaligus satu sisi
yang sangat penting dalam keseluruhan latihan
Lebih lanjut Ueshiba (The Art of Peace 199285) mengatakan
Life itself is always a trial In training you must test and polish yourself in order
to face the great challenges of life Transcend the realm of life and death and
then you will be able to make your way calmly and safely through any crisis that
confronts to you
Kehidupan itu selalu merupakan suatu percobaan Dalam berlatih engkau harus
mengetes dan menghaluskan dirimu untuk berhadapan dengan tantangan
kehidupan yang besar Lampauilah dunia kehidupan dan kematian dan kemudian
anda akan bisa membuat jalan anda dengan tenang dan aman sepanjang krisis
yang anda hadapi
31
Spirit samurai yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagaimana para
aikidoka Bali bersikap dalam kehidupan berlatih bela diri Aikido dan dalam
kehidupan sehari-hari berlandaskan kepada jiwa total dalam mengerjakan sesuatu
Total dalam mengabdi terhadap kewajiban dalam kesetiaan dan dalam segala hal
Merasakan kehidupan dalam tiap nafas berarti hidup yang sebenar-benarnya
Bushido mengajarkan untuk merasakan setiap nafas yang dihirup Setiap detik
hidup ini harus dijalani dengan sungguh-sungguh Segala bidang yang ditekuni
harus dijalani dengan segenap jiwa raga
223 Pengembangan Bela Diri Aikido di Bali
Pengembangan bela diri Aikido di Bali tidak bisa lepas dari sejarah awal
pelatihan tahun 1995 di Dojo Samurai kawasan Renon Denpasar Pada saat
pertama berlatih bela diri Aikido para peserta kebanyakan pada mulanya adalah
pengikut bela diri Karate Pencak Silat dan bela diri lainnya Setelah aktivitas
pelatihan berlangsung dua tahun tepatnya 07 Mei 1997 terbentuk induk organisasi
bela diri Aikido di Bali (Bari Aikikai) Setelah itu tumbuh dojo-dojo lainnya di
Bali sebagai tempat berlatih seperti Dojo Dirgahayu di Desa Sumerta Kaja Dojo
Aora di Kuta dan Dojo Kami di Jimbaran Badung
Layaknya sebuah organisasi sosial organisasi bela diri Aikido sebagai
objek yang berkembang dengan sosiologi fungsional dipandang sebagai
hubungan sosial yang berkontribusi kepada entitas yang menjadi bagian di
dalamnya Dalam analisis fungsional terhadap organisasi elemen-elemen
organisasi dipandang memiliki kontribusi kepada integritas organisasi secara
keseluruhan Sejak awal para analis terkemuka menyadari bahwa di dalam
32
organisasi formal melekat praktik kekuasaan yang terutama dibentuk oleh
otoritas Hal tersebut memicu penolakan kelompok-kelompok yang ada dalam
organisasi sehingga organisasi tidak dapat berfungsi sebagaimana yang
diharapkan Oleh sebab itu para analis sistem meyakini bahwa organisasi sering
kali berfungsi secara suboptimal Para teoretisi konflik dengan menggunakan
konsep Marxian dan neo-Weberian menarik kesimpulan yang lebih ekstrem
Sebagian merespons kritik dan sebagian lagi sebagai proses pengembangan Arus
utama studi organisasi mulai meyakini bahwa perbedaan antara organisasi
kontemporer dengan tipe-tipe kelembagaan yang lain dapat diperluas Irasionalitas
dan penampilan yang suboptimal merupakan karakter normal organisasi
Walaupun memahami organisasi dari sisi penampilannya masih tampak umum
sekarang muncul kesadaran akan implikasi pendekatan tersebut dan kerelaan
untuk mempertimbangkan perspektif lain Organisasi sekarang dipahami sebagai
aktivitas dan sebagai objek
Arus utama analisis organisasi mendefinisikan dirinya dalam kerangka
kelembagaan yang berbeda dalam prinsip dengan yang ada dalam masyarakat
tradisional Ada perkembangan pemahaman yang penting yakni organisasi formal
bukan merupakan batas bagi organisasi Melalui beragam inspirasi intelektual
seperti etnometodologi dan fenomenologi perspektif baru terhadap organisasi
menjadi pusat perhatian Unsur penting itu tampak dalam era organisasi virtual
Organisasi tidak pernah nyata terbentuk sebagaimana dalam pengertian seluruh
partisipan dalam organisasi bertemu dalam suatu tempat dalam satu waktu
33
Sebagaimana dinyatakan oleh Robert Cooper Dalam pengertian mendasarnya
organisasi adalah penertiban terhadap yang tidak tertibrdquo (Scott 2011190-191)
Seperti halnya mesin yang terangkai dari berbagai komponen yang saling
terkait Tripomo (201412-14) menyatakan bahwa organisasi juga merupakan
rangkaian komponen berupa orang-orang yang saling berinteraksi satu dengan
yang lain Namun organisasi tidak sama dengan mesin karena organisasi
merupakan kesatuan sosial hubungan antara satu orang dengan orang yang lain
tidak hanya bersifat rasional dan mekanistik Menurut kodratnya manusia adalah
makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat karena manusia selalu hidup bersama
dengan manusia lainnya sebagai kesatuan sosial
Kesatuan sosial adalah kelompok individu yang saling berhubungan dan
memengaruhi karena memiliki keterikatan nilai budaya aturan emosi dan
perantugas Keterikatan sosial sering kali tidak memperhitungkan kalkulasi
untung rugi rasionalfinansial Sebagai kesatuan sosial urusan rasa selera
keadilan dan solidaritas menjadi penting serta ukuran benar dan salah menjadi
tidak bersifat mutlak Pendapat keputusan reaksi seseorang tidak mutlak rasional
tetapi dipengaruhi oleh hubungan manusia dalam kesatuan sosial
Organisasi sebagai kesatuan sosial memiliki sifat saling terkait yang lebih
rumit daripada rangkaian mesin Dengan memencet tombol offrdquo pada saat jam
kerja berakhir maka mesin mati dan interaksi antar bagian-bagian mesin terhenti
Apakah interaksi antar orang berhenti Jawabannya tidak Setelah selesai jam
kerja orang-orang masih berhubungan satu sama lain bahkan setelah pensiunpun
orang masih berinteraksi satu sama lain Seorang anak yang tidak memiliki
34
keterkaitan dalam organisasi bisa memengaruhi keputusan karena bapaknya
pejabat Orang-orang yang pindah partai seperti kutu loncatpun tidak akan bisa
melepaskan relasinya dengan orang-orang di partai yang ia tinggalkan Inilah
keunikan organisasi sebagai kesatuan sosial
Organisasi yang berisi kumpulan manusia jelas berbeda dengan mesin yang
berisi kumpulan onderdil Organisasi adalah kesatuan dari individu-individu yang
dikoordinasikan secara sadar untuk mencapai tujuan tertentu Bagaimana interaksi
di antara individu-individu dalam organisasi diatur oleh sebuah sistem yang
disebut struktur organisasi Struktur organisasi ibarat otak otot dan syaraf yang
mengkoordinasikan kerja organ indera dan anggota tubuh manusia
Bela diri Aikido di Indonesia tidak sepopuler Karate Kempo ataupun Judo
tetapi bela diri Aikido masuk ke Indonesia dalam waktu yang bersamaan dari
Jepang Ketidakpopuleran bela diri Aikido disebabkan oleh tidak adanya sistem
pertandingan sebagaimana yang ada dalam bela diri lainnya Oleh karena itu bela
diri Aikido hanya disebarkan melalui pembicaraan-pembicaraan saja Baru tahun
1984 mulai dipikirkan pengembangannya dengan membentuk organisasi bela diri
Sejak saat itu media elektronik dan cetak mulai memperkenalkannya dengan
metode atau peragaan (embukai)
Pada tahun 1993 didirikan yayasan Keluarga Bela Diri Aikido Indonesia
(KBAI) oleh sensei Ferdiansyah Secara umum perguruan ini berafiliasi kepada
pusat organisasi bela diri Aikido di Jepang (Honbu Aikikai) Dalam pertaliannya
dengan induk organisasi KBAI melaksanakan program kunjungan tahunan dari
para instrukstur pusat Aikikai - Jepang KBAI mengembangkan perguruannya
35
dalam bentuk tempat-tempat latihan umum atau club-club Pengembangan club-
club banyak dilakukan pada instansi dan perusahaan perguruan tinggi dan
sekolah
Secara tahunan atau dua tahunan KBAI mengadakan program kunjungan
instruktur dari Jepang sebagai motivator anggotanya dalam berlatih Secara
berkala pula dilakukan ujian kenaikan tingkat yang dilakukan empat bulan sekali
Secara umum KBAI mengembangkan perguruannya dengan hati-hati dengan
menjaga mutu teknis dan operasionalnya (diambil dari sumber httpkbaitripod
comhal_kbaihtm diakses 03 November 2014)
Organisasi bela diri Aikido di Bali dikonsepsikan sebagai organisasi sosial
yang ada di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung Organisasi tersebut pada
penelitian ini secara keseluruhan berjumlah empat unit yang terhimpun ke dalam
satu organisasi induknya bernama Bari Aikikai「バリ合気会」 Keempat
organisasi yang tergabung ke dalam organisasi induknya ini adalah (1) Dojo
Samurai di Renon Denpasar (2) Dojo Dirgahayu di Desa Sumerta Kaja
Denpasar (3) Dojo Aora di Kuta Badung dan (4) Dojo Kami di Jimbaran
Badung Masing-masing organisasi mempunyai pengelola dojo bagian keuangan
dan pelatih
Dari uraian di atas tampak bahwa pengembangan bela diri Aikido di Bali
baik dari permulaan kemunculannya maupun selanjutnya ditopang oleh sistem
organisasi yang teratur memiliki struktur dan orang-orang yang duduk sesuai
fungsinya sehingga pengembangannya bisa terarah Pengembangan bela diri
Aikido di Bali dalam penelitian ini adalah proses setiap tahapan dilalui dengan
36
posrealitas kebudayaan sampai terjadinya implikasi bela diri Aikido ini berupa
identitas baru bagi para aikidoka Bali Kenyataan ini disebabkan oleh pelatihan
bela diri Aikido yang berkelanjutan dan dalam rentang waktu yang lama dan
membentuk aikidoka Bali sebagai manusia baru yang memiliki rdquolabelrdquo berbeda
dengan manusia Bali pada umumnya
23 Landasan Teoretis
Ada tiga teori yang relevan untuk diacu dalam penelitian ini yaitu teori
globalisasi teori relasi kuasapengetahuan dan teori identitas sosial Ketiga teori
ini digunakan secara eklektik seperti yang biasa digunakan dalam kajian budaya
Hal ini sesuai dengan pendapat Sanderson (Minawati 200936) bahwa eklektisme
merupakan suatu cara pandang yang mengatakan bahwa berbagai strategi teoretis
harus digunakan secara kombinasi agar diperoleh penjelasan yang dapat diterima
231 Teori Globalisasi
Globalisasi adalah ldquopenyebaran kebiasaan-kebiasaan yang mendunia
ekspansi hubungan yang melintasi benua organisasi dari kehidupan sosial pada
skala global dan pertumbuhan dari sebuah kesadaran global bersamardquo Ritzer
(200696) Membaca definisi ini tampaklah bahwa globalisasi mempunyai
cakupan yang luas Cakupan globalisasi yang luas itu secara lebih jelas dapat
dilihat dengan mencermati gagasan Appadurai sebagaimana dikutip oleh Steger
(200658) bahwa ada lima dimensi konseptual atau ldquolandscaperdquo yang dibentuk
dan sekaligus merupakan ciri-ciri arus budaya global Kelima ldquolandscaperdquo
danatau ciri arus budaya global itu adalah sebagai berikut
37
1 Ethnoscapes adalah perpindahan penduduk dari satu negara ke negara lain
seperti wisatawan imigran pengungsi dan tenaga kerja
2 Technoscape mengacu kepada perkembangan teknologi yang kini
mengalir dengan kecepatan tinggi menembus batas-batas negara
3 Mediascape mengacu kepada kemampuan elektronik untuk menyebarkan
informasi ke berbagai belahan dunia
4 Finanscape adalah aspek finansial atau uang yang sulit diprediksi dalam
era globalisasi
5 Ideoscape terkait dengan masalah politik seperti kebebasan demokrasi
kedaulatan kesejahteraan hak seseorang ideologi-ideologi negara dan
gerakan sosial
Globalisasi dengan ciri-cirinya yang demikian itu telah mengakibatkan
dunia seakan-akan tidak lagi dibatasi oleh tembok-tembok penyekat yang
memisahkan negara yang satu dengan negara yang lain (Ardika 200713)
Dengan kata lain garis-garis batas budaya nasional ekonomi nasional dan
wilayah nasional semakin kabur (Hirst dan Thompson 19911) Sejalan dengan
proses itu tampaknya perubahan pada berbagai aspek kehidupan masyarakat
dan budayanya sebagai dampak globalisasi sulit dihindari sehingga kini tidak
jarang realita kehidupan sosial budaya telah jauh berbeda dengan realitanya di
masa lampau
Globalisasi tidak begitu saja dapat menyebabkan perubahan budaya suatu
masyarakat tanpa reaksi masyarakat yang bersangkutan karena sebagaimana
dikemukakan oleh Ardika (200715) bahwa pengaruh budaya global juga dapat
38
menimbulkan hasrat untuk menegaskan keunikan kultur sendiri Dalam konteks
inilah di kalangan para ahli berkembang dua macam pandangan dasar dalam teori
globalisasi Pertama memandang globalisasi menimbulkan grobalisasi Kedua
memandang globalisasi menimbulkan glokalisasi Pandangan grobalisasi
menekankan semakin meningkatnya kemampuan organisasi-organisasi dan
negara-negara modern di seluruh dunia yang sebagian besar bersifat kapitalistik
untuk meningkatkan kekuasaan mereka dan menjangkau dunia (Ritzer 200699)
Sebaliknya pandangan glokalisasi sebagaimana dijelaskan oleh Steger (200657)
merupakan interaksi yang kompleks antara global dan lokal yang bercirikan
peminjaman budaya Lebih lanjut pandangan grobalisasi menekankan terjadinya
penyeragaman atau homogenisasi versus pandangan glokalisasi yang menekankan
terjadinya heterogenisasi atau penganekaragaman budaya masyarakat yang
merupakan percampuran antara yang global dan yang lokal (Ritzer 2006104
Steger 200657)
Terjadinya glokalisasi yang menghasilkan budaya campuran tidak lepas
dari adanya orang-orang yang bermaksud menentang globalisasi khususnya
grobalisasi Cara mereka dengan mendukung dan bersekutu dengan glokalisasi
sebagai bentuk globalisasi yang lain namun mereka tetap mengadopsi budaya
global yang telah berpengaruh kuat sehingga timbul budaya campuran (Ritzer
2006229) Gagasan ini tampak penting untuk dirujuk dalam penelitian ini karena
relevan dengan fokus kajian budaya sebagaimana dikatakan oleh Suastika
(200731) bahwa fokus kajian budaya terletak pada persoalan bagaimana praktik
39
budaya memungkinkan berbagai budaya dan kelas berjuang melawan dominasi
budaya
Upaya orang-orang yang hendak menentang grobalisasi melalui glokalisasi
seperti itu identik dengan revitalisasi budaya mereka Dikatakan identik karena
sebagaimana dikemukakan oleh Adas (1988XIII) bahwa selain berjuang untuk
menghidupkan kembali adat tradisional atau kepercayaannya para partisipan
gerakan revitalisasi budaya juga bisa dirasuki oleh keinginan memperoleh barang-
barang asing dan mencontoh bentuk organisasi dan tingkah laku asing Barang
maupun organisasi dan tingkah laku asing bisa dilihat sebagai budaya global yang
masuk melalui proses globalisasi yang telah berpengaruh kuat kepada masyarakat
bersangkutan Sebagaimana dikemukakan oleh Ritzer (200699-100) bahwa sesuai
dengan penekanan teori Max Weber dan teori Karl Marx kekuatan pendorong
utama grobalisasi adalah rasionalisasi dan kebutuhan untuk memperlihatkan
kemampuan memperoleh keuntungan melalui imperialisme dan hegemoni Oleh
karena itu tidak tertutup kemungkinan bahwa untuk menghidupkan kembali adat
tradisional pendorong globalisasi seperti itu berlaku juga bagi masyarakat yang
melakukan revitalisasi budaya sebagai suatu gerakan sosial
Berkenaan dengan motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku dalam
konteks gerakan sosial teori rasionalitas mengasumsikan bahwa setiap manusia
pada dasarnya rasional dengan selalu mempertimbangkan prinsip efisiensi dan
efektivitas dalam melakukan setiap tindakan termasuk tindakan dalam melakukan
gerakan sosial (Basrowi dan Sukidin 2003 dan Mustain 2007) Sementara itu
teori ldquotindakan individu yang rasionalrdquo menyatakan bahwa individu-individu
40
dalam kehidupan bermasyarakat memiliki pertimbangan rasional dan kesadaran
akan adanya keuntungan yang dapat diperoleh melalui tindakan-tindakannya
(Yunita 1986) Demikian juga ldquoteori insentif selektifrdquo menjelaskan bahwa
keikutsertaan seseorang dalam suatu gerakan sosial banyak dipengaruhi oleh jenis
bentuk dan isi harapan-harapan yang akan menguntungkan insentif selektif
(Mustain 200749) Dengan demikian motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku
dalam gerakan sosial bersifat materialistik atau ekonomistik yang mencerminkan
karakter ideologi pasar Mengikuti pendapat Habermas (Thompson 2007)
motivasi dan prinsip-prinsip gerakan sosial menunjukkan ldquorasio instrumentalrdquo
dalam arti objek-objek dalam gerakan sosial dilihat dan diperlakukan sebagai alat
untuk memenuhi kepentingan yang bernuansa ideologi pasar
Foucault (Adlin 20065) melukiskan manusia postmodern yang terserap
ke dalam discourse sedang Jean Baudrillard melukiskan manusia postmodern
yang terhisap ke dalam dunia objek yang di dalamnya ia mempunyai peran
minimalis dalam menentukan objek itu tetapi sebaliknya dibentuk olehnya Ada
sekelompok elit yang memproduksi objek-objek tetapi mayoritas manusia
menjadi konsumen objek-objek Mereka tidak sekedar manusia konsumen tetapi
manusia dengan konsep diri dan subjektivitas yang dibentuk atau didefinisikan
berdasarkan kepemilikan objek-objek Di dalam dunia yang dikuasai objek
eksistensi manusia ditentukan oleh kepemilikan objek Manusia terserap ke dalam
logika objek ke dalam irama pergantian bentuk gaya dan citranya Manusia
mempunyai hasrat tetapi kini objek yang (aktif) merayu manusia Objek yang
menjadi pusat dunia bukan subjek (cogito) seperti yang dikatakan Descartes
41
Rayuan objek mendahului hasrat Objek yang memproduksi hasrat bukan hasrat
yang memproduksi objek Kekuasaan subjek telah dijungkirbalikkan dan yang
tersisa adalah subjek yang rapuh rentan dan tidak berdaya yang hanya dapat
secara pasif berhasrat sementara objek yang aktif merayunya Dalam kerapuhan
kerentanan dan ketidakberdayaannya subjek harus menyesuaikan diri dengan
objek-objek bukan objek yang menyesuaikan subjek Kemudian tercipta
paradoks karena kedaulatan subjek tidak dapat lagi dipertahankan dan satu-
satunya kedaulatan yang ada adalah kedaulatan objek Satu-satunya strategi yang
tersedia adalah strategi objek Subjek lenyap di dalam horizon objek-objek inilah
strategi fatal
Tiga perspektif utama budaya konsumen diungkapkan oleh Featherstone
(2005) Pertama pandangan bahwa budaya konsumen dipremiskan dengan
ekspansi produksi komoditas kapitalis yang memunculkan akumulasi besar-
besaran budaya dalam bentuk barang-barang konsumen dan tempat-tempat
belanja dan konsumsi Hal ini mengakibatkan tumbuhnya kepentingan aktivitas
bersenang-senang dan konsumsi dalam masyarakat Barat kontemporer Kedua
pandangan yang lebih sosiologis bahwa kepuasan berasal dari benda-benda
berhubungan dengan akses benda-benda yang terstruktur secara sosial dalam suatu
peristiwa yang telah ditentukan kepuasan dan status tergantung pada penunjukan
dan pemeliharaan perbedaan dalam kondisi inflasi Ketiga masalah kesenangan
emosional untuk konsumsi mimpi-mimpi dan keinginan yang ditampakkan dalam
bentuk tamsil budaya konsumen dan tempat-tempat konsumsi tertentu yang secara
beragam memunculkan kenikmatan jasmaniah langsung serta kesenangan estetis
42
Tumbuh suburnya budaya konsumen tidak sekadar memandang konsumsi
sebagai sesuatu yang berasal dari produksi tanpa mengakibatkan adanya
problematika (Featherstone 2005) namun lebih jauh dari itu budaya konsumen
juga memengaruhi perilaku seseorang untuk memutuskan pembelian produk suatu
barang yang dikendalikan oleh kekuatan media massa seperti iklan Periklanan
secara khusus mampu mengeksploitasi kondisi ini dan memberikan image
pencitraan eksotika nafsu kecantikan pemenuhan kebutuhan komunalitas serta
kehidupan yang baik untuk menyebarkan benda-benda konsumen seperti sabun
mesin cuci mobil serta minuman beralkohol Budaya konsumen akan mendorong
orang untuk berperilaku sesuai tingkatan kelas sosialnya dalam kehidupan
bermasyarakat
Konsumerisme bukan semata-mata bertalian dengan panutan pada nilai
simbolik melainkan berkaitan pula dengan persoalan identitas Hal ini sejalan
dengan gagasan Clammer (Atmadja 201092) bahwa konsumsi bukanlah semata-
mata urusan belanja atau pengambilalihan benda-benda untuk menjadi milik
sendiri atas dasar nilai guna melainkan juga pembelian identitas Oleh karena itu
konsumsi menjadi sarana bagi seseorang untuk memahami dan berkomunikasi
secara simbolik antara orang yang satu dan yang lain menciptakan dan
mereproduksi identitas mereka serta menjadi sarana dalam memahami diri
mereka dalam berhubungan dengan individu dan kelompok lain Orang tidak lagi
hanya mengonsumsi material dari suatu produk tetapi juga efek simbolik yang
dihasilkan produk tersebut sehingga tepat gagasan Simmel (Atmadja 201092)
43
bahwa ldquoproduct consumpted are not seen from their function but from symbols
related to identity and statusrdquo
Dengan mengikuti Fromm (Atmadja 201093) kondisi ini mengakibatkan
pola hidup masyarakat Bali berubah secara mendasar Zaman dahulu mereka
berpegang pada gagasan bahwa tua adalah indah namun sekarang orang
menganut gagasan bahwa baru adalah indah Ketertarikan manusia dengan
sesuatu yang baru berkaitan pula dengan kemampuan desainer mengembangkan
desain yang baru dengan daya pesona yang lebih kuat daripada sebelumnya
Sering terjadi pada mulanya suatu barang dengan desain tertentu harganya mahal
sehingga konsumennya hanya orang-orang kaya
Gaya hidup telah menjadi ciri dalam dunia modern (Chaney 2004)
sehingga masyarakat modern akan menggunakan gaya hidup untuk
menggambarkan tindakannya sendiri dan orang lain Dalam kaitannya dengan
budaya konsumen gaya hidup dikonotasikan dengan individualitas ekspresi diri
serta kesadaran diri yang stylistic Tubuh busana gaya pembicaraan aktivitas
rekreasi adalah beberapa indikator dari individualisme selera konsumen Gaya
hidup juga salah satu bentuk budaya konsumen Gaya hidup seseorang dilihat dari
apa yang dikonsumsinya baik barang ataupun jasa Konsumsi tidak hanya
mencakup kegiatan membeli sejumlah barang atau materi seperti televisi dan
telepon genggam Akan tetapi juga mengonsumsi jasa seperti rekreasi Beberapa
contoh gaya hidup yang tampak menonjol pada saat ini adalah nge-mall hang out
fitness
44
Masyarakat konsumen dengan budaya konsumsi yang dipegangnya
melihat tujuan dan totalitas hidupnya dalam kerangka atau logika konsumsi
Eksistensinya dijalankan dan dipertahankan hanya dengan terus menerusnya
mengonsumsi berbagai tanda dan status sosial di balik komoditi Bukan hanya
dirinya saja yang mengaktualisasikan diri melalui tindakan konsumsi orang lain
juga akan dinilai menurut standar yang dipakainya Artinya eksistensi orang lain
pun akan dinilai dan diakui sesuai dengan standar status sosial yang dipegangnya
(diambil dari sumber httpblogspotcom201301pengaruh-globalisasi-terhadap-
gaya-hiduphtml diakses 03 November 2014)
Kaitan dengan pemilihan bela diri Aikido sebagai budaya yang dikonsumsi
oleh aikidoka Bali unsur-unsur spiritualisme modern pada dualisme dikotomik
Griffin (Atmadja 201085) mengatakan bahwa manusia membuat pemilihan yang
berlawanan misalnya modern berlawanan dengan tradisional sains modern
berlawanan dengan sains tradisional dan lain-lain Keberlawanan ini tidak hanya
berdikotomi tetapi yang modern selalu dianggap lebih unggul sehingga yang
tradisional harus digusur Begitu pula manusia tidak dianggap sebagai bagian dari
alam melainkan sebagai lawan dari alam Oleh karena itu mendominasi
menundukkan menguasai dan mengendalikan alam dengan menggunakan ilmu
dan teknologi modern merupakan keharusan bagi manusia
Berdasarkan paparan teori globalisasi di atas maka diduga bahwa
grobalisasi merupakan proses yang melatari terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido Bali Para aikidoka Bali sebagai individu
merupakan objek dari budaya konsumen akibat derasnya arus globalisasi Budaya
45
konsumen juga dapat diartikan sebagai budaya-budaya yang dilakukan oleh
seorang konsumen dalam hal ini para aikidoka Bali yang mengonsumsi bela diri
Aikido Adapun budaya konsumen menggunakan image tanda-tanda dan benda-
benda simbolik yang mengumpulkan mimpi-mimpi keinginan dan fantasi yang
menegaskan keautentikan romantik dan pemenuhan emosional dalam hal
menyenangkan diri sendiri bukan orang lain secara narsistik Jadi kegiatan
konsumsi juga bertujuan untuk mengidentifikasikan diri dalam kelas
sosial tertentu sekaligus membedakannya dengan kelas sosial yang lain
Grobalisasi bisa jadi tampak sebagai proses penyeragaman teknik serta
sikap dan perilaku para aikidoka Bali dengan berorientasi kepada spirit samurai
yang merupakan spirit yang diusung oleh organisasi bela diri Aikido Jepang di
Tokyo Diduga demikian karena sebagaimana telah dikemukakan dalam latar
belakang bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan bela diri Aikido di
Bali diatur oleh organisasi induknya yang berada di Jepang sebagai superordinat
pemilik budaya yang dikonsumsi oleh para aikidoka Bali
Teori globalisasi digunakan untuk memecahkan masalah pertama dan
kedua yaitu mengapa bela diri Aikido yang berasal dari Jepang bisa
dikembangkan di Bali hingga menimbulkan fenomena posrealitas dan proses
terjadinya posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali
232 Teori Relasi KuasaPengetahuan
Konsep kekuasaanpengetahuan memberi perhatian khusus kepada
dimensi relasi antara kekuasaan dan pengetahuan sehingga produksi pengetahuan
dipahami tidak lepas dari rezim kekuasaan Foucault (Barker 2014232-233)
46
Takwin (2003128) mengatakan bahwa menurut pandangan Foucault hubungan
kuasa muncul bukan hanya pada tataran negara namun juga dalam kehidupan
sehari-hari Setiap hubungan selalu merupakan usaha saling menguasai dan saling
menekan Hubungan kuasa menghasilkan cerita yang disebut discourse atau
wacana yang isinya adalah sesuatu yang tidak menggambarkan realitas
sebagaimana adanya dalam rangka menetralisasi ketertekanan para pewacana
yang bersangkutan
Berdasarkan pernyataan di atas maka diduga bahwa posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali ada hubungan kuasa antara para pihak
yang terlibat dalam kegiatan pengembangannya Hubungan kuasa antara para
pihak tersebut menghasilkan wacana yang dibangun sedemikian rupa dalam
rangka upaya masing-masing pihak menetralkan ketertekanannya
Berkenaan dengan wacana Althusser (Faruk 2002142) berpendapat
bahwa wacana adalah ideologi dalam praktik tidak ada ideologi tanpa wacana dan
tidak ada wacana tanpa ideologi Ini berarti bahwa dengan mencermati wacana
dapat diketahui ideologi yang terkait dengan wacana tersebut Althusser (Takwin
2003101) juga berpendapat bahwa setiap penindasan menimbulkan usaha pada
pihak tertindas untuk melepaskan diri Salah satu alat yang perlu ada dalam upaya
pembebasan ini adalah ideologi suatu kepercayaan yang dibangun untuk
menggerakkan kelompok yang tertindas Ketika yang tertindas bebas dan
berkuasa maka ideologi mereka bisa saja digunakan untuk menindas pihak yang
lebih lemah Berkenaan dengan hubungan kuasa Foucault sebagaimana dikatakan
Takwin (2003130) melihat pengetahuan ditentukan oleh kekuasaan sehingga
47
kebenaran merujuk kepada rdquorezim kebenaranrdquo yang sedang bertahta Upaya untuk
saling menguasai dan melepaskan diri dari penindasan bisa juga dilakukan dengan
strategi politik identitas dalam arti memakai identitas kelompok atau individu
untuk memperoleh perlakuan yang lebih adil dari kelompok atau individu lain
(Sparringa 2006) Dalam pelaksanaan strategi politik identitas tentu saja
menggunakan wacana sebagai praktik ideologi sehingga identitas dalam wacana
juga bersifat dinamis sesuai dengan ideologi dan kepentingan berbagai aktornya
pada waktu dan tempat praktik politik identitas itu dilakukan
Althusser sebagaimana dijelaskan oleh Faruk (2002137-139) juga
berpendapat bahwa untuk mengamankan hubungan antarkelas dan dengan
demikian kekuasaan dapat dipegang dalam waktu lama maka pihak kelas yang
berkuasa mengembangkan dua macam ideologi Pertama ideologi yang tampil
dengan aparat-aparat negara yang represif (repressive state apparatus RSA)
yang bekerja secara represif melalui penggunaan kekerasan (militer polisi
penjara pengadilan dan lain-lain) sebagai upaya untuk mengamankan bentuk-
bentuk sosial yang ada Kedua ideologi yang tampil dengan aparat-aparat negara
ideologis (ideological state apparatus ISA) yang bekerja tidak dengan
menggunakan kekerasan melainkan dengan memainkan ideologi danatau wacana
secara persuasif atau hegemonik Dalam konteks inilah Althuser berpandangan
bahwa tidak ada kelas yang dapat memegang kekuasaan dalam waktu lama tanpa
melakukan hegemoni atas dan dalam ISA Dikatakan demikian karena yang
mempersatukan atau yang dapat menjamin harmoni antara yang satu dengan yang
lain dalam ISA adalah ideologi yang berkuasa sebagai perekat bagi bersatunya
48
anggota-anggota masyarakat Mengacu kepada gagasan Bourdieu (Harker tt
117 Fashri 200798-99) dikatakan bahwa kesuksesan para anggota kelompok
dominan untuk melancarkan hegemoninya ditentukan juga oleh modal budaya
ekonomi sosial dan modal simbolik yang mereka miliki yaitu sesuatu yang
dihargai oleh masyarakat misalnya pemilikan benda-benda budaya dan status
sosial
Teori relasi kuasapengetahuan dalam penelitian ini digunakan untuk
memecahkan masalah ke dua yaitu bagaimana proses terjadinya posrealitas
dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Teori ini relevan karena dalam
proses pengembangan bela diri Aikido di Bali melalui relasi kuasapengetahuan
oleh Jepang diimplementasikan dalam segala bentuk latihan fisik pengembangan
dojo dan penyebaran nilai-nilai yang ada dalam bela diri Aikido
233 Teori Identitas Sosial
Tajfel menyatakan asumsi dasar teori identitas sosial dalam situs
(httpidhamputrateori-identitas-sosialwordpresscom diakses 02 Agustus 2014)
dengan kalimat sebagai berikut
(1) Kita menciptakan identitas sosial kita untuk menyederhanakan
hubungan eksternal kita (2) Lebih jauh lagi ada kebutuhan manusia untuk
memiliki rasa harga diri (self esteem and self worth) yang kita transfer ke
dalam kelompok kita sendiri (3) Kita juga menata lingkungan kita dengan
perbandingan sosial antar kelompok Konsep dalam kelompok (in groups)
dan luar kelompok (out groups) itu penting dalam analisis ini
Lebih jauh Tajfel mengemukakan bahwa dalam teori identitas sosial
seorang individu tidaklah dianggap sebagai individu secara mutlak satu dalam
kehidupannya Individu merupakan bagian dari kelompok tertentu baik disadari
maupun tidak disadari Konsep identitas sosial adalah bagaimana seseorang itu
49
secara sosial dapat didefinisikan Identitas sosial yang melekat pada seseorang
merupakan identitas positif yang ingin dipertahankan Oleh karena itu individu
yang memiliki identitas sosial positif maka wacana maupun tindakannya akan
sejalan dengan norma kelompoknya Lagi pula individu tersebut diidentifikasikan
dalam suatu kelompok Wacana dan tindakannya sepatutnya sesuai dengan
wacana dan tindakan kelompoknya
Teori identitas sosial sebenarnya berangkat dari asumsi umum sebagai
berikut
1 Setiap individu selalu berusaha untuk merawat atau meninggikan self-
esteemnya mereka berusaha untuk membentuk konsep diri yang positif
2 Kelompok atau kategori sosial dan anggota dari mereka berasosiasi
terhadap konotasi nilai positif atau negatif Identitas sosial positif atau
negatif tergantung evaluasi (yang mengacu pada konsensus sosial bahkan
pada lintas kelompok) kelompok tersebut yang memberikan kontribusi
pada identitas sosial individu
3 Evaluasi dari salah satu kelompok adalah berusaha mendeterminasikan dan
juga sebagai bahan acuan pada kelompok lain secara spesifik melalui
perbandingan sosial dalam bentuk nilai atribut atau karakteristik
Dari asumsi di atas beberapa relasi prinsip teori dapat menghasilkan hal-
hal di bawah ini
1 Individu berusaha untuk mencapai atau merawat identitas sosial yang
positif
50
2 Identitas sosial yang positif ada berdasarkan pada besarnya tingkat
perbandingan favorit in-group dengan out-group in-group pasti
mempersepsikan dirinya secara positif berbeda dari out-group
3 Ketika identitas sosial tidak memuaskan individu akan berusaha keluar
dari kelompok lalu bergabung ke dalam kelompok yang lebih positif atau
membuat kelompok mereka lebih positif
Identitas sosial sebagai teori tidak lepas dari keinginan individu untuk
memperbandingkan dirinya serta kelompoknya dengan yang lain Perbandingan
sosial digambarkan oleh Festinger (1954) sebagai teori yang bisa membimbing
seseorang untuk membandingkan dirinya dengan yang lain siapa yang serupa
dengan dirinya dan siapa yang berbeda siapa yang berada di atas dan siapa yang
berada di bawah
Setidaknya ada tiga variabel yang memengaruhi hubungan pembedaan
antar kelompok dalam situasi sosial yang nyata (Tajfel 1974 Turner 1975
dalam Hogg amp Abrams 2000) Pertama individu pasti memiliki internalisasi
kelompok mereka sebagai konsep diri mereka secara subjektif mereka pasti
mengidentifikasikan kelompok yang relevan Hal ini tidak cukup dari orang lain
saja yang mengidentifikasikan seseorang dari kelompok mana dia berasal Kedua
situasi sosial akan menciptakan perbandingan sosial yang memungkinkan
terjadinya seleksi dan evaluasi atribut relasi yang relevan Perbedaan kelompok
pada tiap-tiap daerah tidak sama secara signifikan Misalnya di Amerika
perbedaan kelompok cenderung menonjol pada perbedaan warna kulit tetapi
perbedaan warna kulit bukan sesuatu yang menonjol di Hongkong Ketiga in-
51
group tidak membandingkan dirinya pada tiap proses kognitif yang ada pada out-
group out-group pastinya dipersepsikan sebagai kelompok perbandingan yang
relevan dalam kesamaan kedekatan dan secara situasional yang menonjol
Kemudian determinasi out-group dihasilkan sebagai perbandingan terhadap
situasi yang menggambarkan sesuatu determinasi in-group (didapatkan dari
sumber httpdharmaputrawordpresscom2008teori-identitas-sosial diakses 03
Agustus 2014)
Barker (2009175-176) menyatakan bahwa meskipun identitas diri bisa
dianggap sebagai proyek seseorang sudah menjadi kebenaran sosiologis juga
bahwa manusia lahir ke dunia yang sudah ada sebelumnya Manusia belajar
menggunakan bahasa yang telah digunakan sebelum lahir dan hidup dalam
konteks hubungan sosial dengan orang lain Manusia disusun menjadi individu
melalui proses sosial yang menggunakan bahan-bahan yang bersifat sosial Secara
umum ini disebut spisialisasi atau akulturasi Tanpa akulturasi manusia tidak
akan menjadi orang sebagaimana gagasan yang dipahami dalam hidup sehari-hari
Tanpa bahasa konsep keorangan dan identitas tidak akan bisa dipahami
Menjadi orang tidak mengandung unsur transenden atau ahistoris apapun
Identitas sepenuhnya sosial dan kultural dengan alasan-alasan berikut
1 Gagasan apakah artinya menjadi orang merupakan pertanyaan kultural
Sebagai contoh individualisme merupakan penunjuk yang khas
masyarakat modern
2 Sumber-sumber yang membentuk bahan-bahan untuk proyek identitas
yaitu bahasa dan praktik kultural berwatak sosial Akibatnya arti menjadi
52
seorang perempuan anak orang Asia atau orang tua terbentuk secara
berbeda-beda tergantung kepada konteks kulturalnya
Sumber-sumber yang bisa dipakai bagi proyek identitas tergantung kepada
kekuasaan situasional yang menjadi asal kompetensi kultural dalam konteks
kultural tertentu Apakah hitam atau putih laki-laki atau perempuan Afrika atau
Amerika kaya atau miskin adalah sesuatu yang penting karena sumber-sumber
kultural yang akan dimasuki berbeda Identitas menjadi penting tidak hanya untuk
penggambaran diri tetapi juga ciri-ciri sosial
Identitas sosial terkait dengan hak kewajiban dan sanksi normatif yang
dalam masyarakat tertentu menjadi dasar penentuan peran Penggunaan ciri-ciri
baku terutama berkaitan dengan ciri umur dan gender tubuh bersifat mendasar
dalam semua masyarakat dan masih sangat banyak lagi ragam lintas-budaya yang
bisa dicatat Giddens (Barker 2009176) Persoalan identitas adalah kesamaan dan
perbedaan soal personal dan sosial soal rdquoapa yang dimiliki individu secara
bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakan satu individu
dengan orang-orang lain Weeks (Barker 2009176)
Berdasarkan uraian di atas pengembangan bela diri Aikido di Bali adalah
identitas para peserta pelatihan yang merupakan satu identitas meliputi identitas
individunya keluarganya sukunya dan kelompoknya Bagi Fromm identitas diri
dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dari identitas sosial individu dalam
konteks komunitasnya Selain menjadi makhluk individual identitas diri tidak
terlepas dari norma yang mengikat masyarakat dalam lingkungan dan peran sosial
53
yang diembannya dalam masyarakat (httpidhamputrawordpressteori-identitas-
sosialcom diakses 03 Agustus 2014)
Teori identitas sosial Hendri Tajfel digunakan secara eklektik (bersamaan)
dengan teori lainnya untuk memecahkan ketiga masalah dalam penelitian ini
Keberterimaan bela diri Aikido di Bali proses terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali yang pada akhirnya membentuk identitas
baru berupa posrealitas kebudayaan yang membentuk identitas para aikidoka Bali
baik secara individu maupun identitas sosialnya
54
24 Model Penelitian
Model penelitian ini dapat digambarkan ke dalam Bagan 21
Bagan 21
Model Penelitian
Keterangan
= memengaruhi
= saling memengaruhi
Kebudayaan Bali
Bela Diri Tradisional Bali
-Pencak Silat
-Tengklung
-Mepantigan
Kebudayaan Jepang
Bela Diri Tradisional Jepang
-Karate
-Judo
-Aikido
Proses terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Latar belakang
terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Posrealitas dalam Pengembangan
Bela Diri Aikido di Bali
Temuan
Penelitian
Implikasi
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
55
Bagan 21 dapat dijelaskan bahwa tampak kebudayaan Bali dengan
unsurnya berupa bela diri tradisional Bali seperti Pencak Silat Tengklung
Mepantigan dan beberapa bela diri lainnya Dengan adanya globalisasi
bersentuhan dengan kebudayaan Jepang dengan unsurnya berupa bela diri
tradisional Jepang seperti Karate Judo dan Aikido Khusus pada penelitian ini
adalah bela diri Jepang Aikido Persentuhan antara keduanya akibat arus
globalisasi melahirkan bela diri Aikido yang berterima dan berkembang di
sejumlah dojo di Bali yang menunjukkan adanya posrealitas Posrealitas dalam
penelitian ini merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu berupa
peniruan bagi aikidoka Bali yaitu bela diri Aikido melalui pelatihan di beberapa
dojo yang ada di Bali Kondisi posrealitas adalah kondisi yang di dalamnya
prinsip-prinsip realitas telah dilampaui dalam pengertian diambil alih oleh
substitusi-substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir Hal ini telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang apa yang disebut yang nyata (the real) Yang nyata
senyata-nyatanya berada di Jepang bela diri Aikido telah membentangkan
persoalan filosofis mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa
yang disebut nyata
Posrealitas dapat dijelaskan sebagai kondisi matinya realitas dalam
pengertian diambilalihnya posisi realitas oleh apa yang sebelumnya disebut
sebagai nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru yang
memesona yang belum pernah dialami sebelumnya
56
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru yang tidak bisa dikatakan
realitas Bali yang asli karena telah dimasuki oleh nilai baru yang berasal dari
sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang Tidak bisa juga
dikatakan realitas yang benar-benar baru karena para anggota pelatihan tetaplah
kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya
Posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali dikaji dari tiga
dimensinya yaitu (1) latar belakang terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali (2) proses terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali dan (3) implikasi pengembangan bela diri Aikido tersebut
dalam kehidupan para aikidoka Bali
Penelitian kajian budaya ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teknik
wawancara observasi dokumentasi dan studi pustaka Data dianalisis secara
eklektik dengan menggunakan teori globalisasi kuasapengetahuan identitas
sosial dan teori pendukung lainnya yang terkait dengan permasalahan yang ada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberterimaan bela diri Aikido di Bali
dilatarbelakangi oleh beberapa ideologi yaitu dualisme kultural paternalisme
pasar citra dan multikulturalisme Proses pengembangan bela diri di beberapa
dojo yang ada di Bali meliputi tahap pengenalan pendirian organisasi
pengembangan tempat pelatihan dan tahap pengembangan mutu Semuanya
berorientasi kepada tempat pelatihan induk bela diri Aikido (Honbu Dojo) yang
berada di Tokyo-Jepang Pengembangan bela diri Aikido di Bali menimbulkan
57
implikasi pada para aikidoka Bali termasuk terbentuknya identitas baru dalam
masyarakat Bali
Melalui penelitian ini ditemukan paradigma baru bahwa di balik kekuatan
budaya Bali yang sedang berlangsung dalam segala lini kehidupan terdapat sikap
orang Bali yang terbuka terhadap kebudayaan asing khususnya bela diri asal
Jepang yaitu bela diri Aikido Terkait dengan bela diri Aikido yang sedang
ditekuni oleh beberapa komunitas di Bali ternyata ada berbagai hal yang
mendukung keberterimaannya Adanya kegayutan nilai-nilai budaya antara
kebudayaan Bali dan kebudayaan Jepang terkait keberadaan bela diri Aikido yang
berterima di beberapa komunitas pelatihan di Bali sehingga hal ini disebut sebagai
multikulturalisme
31
Spirit samurai yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagaimana para
aikidoka Bali bersikap dalam kehidupan berlatih bela diri Aikido dan dalam
kehidupan sehari-hari berlandaskan kepada jiwa total dalam mengerjakan sesuatu
Total dalam mengabdi terhadap kewajiban dalam kesetiaan dan dalam segala hal
Merasakan kehidupan dalam tiap nafas berarti hidup yang sebenar-benarnya
Bushido mengajarkan untuk merasakan setiap nafas yang dihirup Setiap detik
hidup ini harus dijalani dengan sungguh-sungguh Segala bidang yang ditekuni
harus dijalani dengan segenap jiwa raga
223 Pengembangan Bela Diri Aikido di Bali
Pengembangan bela diri Aikido di Bali tidak bisa lepas dari sejarah awal
pelatihan tahun 1995 di Dojo Samurai kawasan Renon Denpasar Pada saat
pertama berlatih bela diri Aikido para peserta kebanyakan pada mulanya adalah
pengikut bela diri Karate Pencak Silat dan bela diri lainnya Setelah aktivitas
pelatihan berlangsung dua tahun tepatnya 07 Mei 1997 terbentuk induk organisasi
bela diri Aikido di Bali (Bari Aikikai) Setelah itu tumbuh dojo-dojo lainnya di
Bali sebagai tempat berlatih seperti Dojo Dirgahayu di Desa Sumerta Kaja Dojo
Aora di Kuta dan Dojo Kami di Jimbaran Badung
Layaknya sebuah organisasi sosial organisasi bela diri Aikido sebagai
objek yang berkembang dengan sosiologi fungsional dipandang sebagai
hubungan sosial yang berkontribusi kepada entitas yang menjadi bagian di
dalamnya Dalam analisis fungsional terhadap organisasi elemen-elemen
organisasi dipandang memiliki kontribusi kepada integritas organisasi secara
keseluruhan Sejak awal para analis terkemuka menyadari bahwa di dalam
32
organisasi formal melekat praktik kekuasaan yang terutama dibentuk oleh
otoritas Hal tersebut memicu penolakan kelompok-kelompok yang ada dalam
organisasi sehingga organisasi tidak dapat berfungsi sebagaimana yang
diharapkan Oleh sebab itu para analis sistem meyakini bahwa organisasi sering
kali berfungsi secara suboptimal Para teoretisi konflik dengan menggunakan
konsep Marxian dan neo-Weberian menarik kesimpulan yang lebih ekstrem
Sebagian merespons kritik dan sebagian lagi sebagai proses pengembangan Arus
utama studi organisasi mulai meyakini bahwa perbedaan antara organisasi
kontemporer dengan tipe-tipe kelembagaan yang lain dapat diperluas Irasionalitas
dan penampilan yang suboptimal merupakan karakter normal organisasi
Walaupun memahami organisasi dari sisi penampilannya masih tampak umum
sekarang muncul kesadaran akan implikasi pendekatan tersebut dan kerelaan
untuk mempertimbangkan perspektif lain Organisasi sekarang dipahami sebagai
aktivitas dan sebagai objek
Arus utama analisis organisasi mendefinisikan dirinya dalam kerangka
kelembagaan yang berbeda dalam prinsip dengan yang ada dalam masyarakat
tradisional Ada perkembangan pemahaman yang penting yakni organisasi formal
bukan merupakan batas bagi organisasi Melalui beragam inspirasi intelektual
seperti etnometodologi dan fenomenologi perspektif baru terhadap organisasi
menjadi pusat perhatian Unsur penting itu tampak dalam era organisasi virtual
Organisasi tidak pernah nyata terbentuk sebagaimana dalam pengertian seluruh
partisipan dalam organisasi bertemu dalam suatu tempat dalam satu waktu
33
Sebagaimana dinyatakan oleh Robert Cooper Dalam pengertian mendasarnya
organisasi adalah penertiban terhadap yang tidak tertibrdquo (Scott 2011190-191)
Seperti halnya mesin yang terangkai dari berbagai komponen yang saling
terkait Tripomo (201412-14) menyatakan bahwa organisasi juga merupakan
rangkaian komponen berupa orang-orang yang saling berinteraksi satu dengan
yang lain Namun organisasi tidak sama dengan mesin karena organisasi
merupakan kesatuan sosial hubungan antara satu orang dengan orang yang lain
tidak hanya bersifat rasional dan mekanistik Menurut kodratnya manusia adalah
makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat karena manusia selalu hidup bersama
dengan manusia lainnya sebagai kesatuan sosial
Kesatuan sosial adalah kelompok individu yang saling berhubungan dan
memengaruhi karena memiliki keterikatan nilai budaya aturan emosi dan
perantugas Keterikatan sosial sering kali tidak memperhitungkan kalkulasi
untung rugi rasionalfinansial Sebagai kesatuan sosial urusan rasa selera
keadilan dan solidaritas menjadi penting serta ukuran benar dan salah menjadi
tidak bersifat mutlak Pendapat keputusan reaksi seseorang tidak mutlak rasional
tetapi dipengaruhi oleh hubungan manusia dalam kesatuan sosial
Organisasi sebagai kesatuan sosial memiliki sifat saling terkait yang lebih
rumit daripada rangkaian mesin Dengan memencet tombol offrdquo pada saat jam
kerja berakhir maka mesin mati dan interaksi antar bagian-bagian mesin terhenti
Apakah interaksi antar orang berhenti Jawabannya tidak Setelah selesai jam
kerja orang-orang masih berhubungan satu sama lain bahkan setelah pensiunpun
orang masih berinteraksi satu sama lain Seorang anak yang tidak memiliki
34
keterkaitan dalam organisasi bisa memengaruhi keputusan karena bapaknya
pejabat Orang-orang yang pindah partai seperti kutu loncatpun tidak akan bisa
melepaskan relasinya dengan orang-orang di partai yang ia tinggalkan Inilah
keunikan organisasi sebagai kesatuan sosial
Organisasi yang berisi kumpulan manusia jelas berbeda dengan mesin yang
berisi kumpulan onderdil Organisasi adalah kesatuan dari individu-individu yang
dikoordinasikan secara sadar untuk mencapai tujuan tertentu Bagaimana interaksi
di antara individu-individu dalam organisasi diatur oleh sebuah sistem yang
disebut struktur organisasi Struktur organisasi ibarat otak otot dan syaraf yang
mengkoordinasikan kerja organ indera dan anggota tubuh manusia
Bela diri Aikido di Indonesia tidak sepopuler Karate Kempo ataupun Judo
tetapi bela diri Aikido masuk ke Indonesia dalam waktu yang bersamaan dari
Jepang Ketidakpopuleran bela diri Aikido disebabkan oleh tidak adanya sistem
pertandingan sebagaimana yang ada dalam bela diri lainnya Oleh karena itu bela
diri Aikido hanya disebarkan melalui pembicaraan-pembicaraan saja Baru tahun
1984 mulai dipikirkan pengembangannya dengan membentuk organisasi bela diri
Sejak saat itu media elektronik dan cetak mulai memperkenalkannya dengan
metode atau peragaan (embukai)
Pada tahun 1993 didirikan yayasan Keluarga Bela Diri Aikido Indonesia
(KBAI) oleh sensei Ferdiansyah Secara umum perguruan ini berafiliasi kepada
pusat organisasi bela diri Aikido di Jepang (Honbu Aikikai) Dalam pertaliannya
dengan induk organisasi KBAI melaksanakan program kunjungan tahunan dari
para instrukstur pusat Aikikai - Jepang KBAI mengembangkan perguruannya
35
dalam bentuk tempat-tempat latihan umum atau club-club Pengembangan club-
club banyak dilakukan pada instansi dan perusahaan perguruan tinggi dan
sekolah
Secara tahunan atau dua tahunan KBAI mengadakan program kunjungan
instruktur dari Jepang sebagai motivator anggotanya dalam berlatih Secara
berkala pula dilakukan ujian kenaikan tingkat yang dilakukan empat bulan sekali
Secara umum KBAI mengembangkan perguruannya dengan hati-hati dengan
menjaga mutu teknis dan operasionalnya (diambil dari sumber httpkbaitripod
comhal_kbaihtm diakses 03 November 2014)
Organisasi bela diri Aikido di Bali dikonsepsikan sebagai organisasi sosial
yang ada di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung Organisasi tersebut pada
penelitian ini secara keseluruhan berjumlah empat unit yang terhimpun ke dalam
satu organisasi induknya bernama Bari Aikikai「バリ合気会」 Keempat
organisasi yang tergabung ke dalam organisasi induknya ini adalah (1) Dojo
Samurai di Renon Denpasar (2) Dojo Dirgahayu di Desa Sumerta Kaja
Denpasar (3) Dojo Aora di Kuta Badung dan (4) Dojo Kami di Jimbaran
Badung Masing-masing organisasi mempunyai pengelola dojo bagian keuangan
dan pelatih
Dari uraian di atas tampak bahwa pengembangan bela diri Aikido di Bali
baik dari permulaan kemunculannya maupun selanjutnya ditopang oleh sistem
organisasi yang teratur memiliki struktur dan orang-orang yang duduk sesuai
fungsinya sehingga pengembangannya bisa terarah Pengembangan bela diri
Aikido di Bali dalam penelitian ini adalah proses setiap tahapan dilalui dengan
36
posrealitas kebudayaan sampai terjadinya implikasi bela diri Aikido ini berupa
identitas baru bagi para aikidoka Bali Kenyataan ini disebabkan oleh pelatihan
bela diri Aikido yang berkelanjutan dan dalam rentang waktu yang lama dan
membentuk aikidoka Bali sebagai manusia baru yang memiliki rdquolabelrdquo berbeda
dengan manusia Bali pada umumnya
23 Landasan Teoretis
Ada tiga teori yang relevan untuk diacu dalam penelitian ini yaitu teori
globalisasi teori relasi kuasapengetahuan dan teori identitas sosial Ketiga teori
ini digunakan secara eklektik seperti yang biasa digunakan dalam kajian budaya
Hal ini sesuai dengan pendapat Sanderson (Minawati 200936) bahwa eklektisme
merupakan suatu cara pandang yang mengatakan bahwa berbagai strategi teoretis
harus digunakan secara kombinasi agar diperoleh penjelasan yang dapat diterima
231 Teori Globalisasi
Globalisasi adalah ldquopenyebaran kebiasaan-kebiasaan yang mendunia
ekspansi hubungan yang melintasi benua organisasi dari kehidupan sosial pada
skala global dan pertumbuhan dari sebuah kesadaran global bersamardquo Ritzer
(200696) Membaca definisi ini tampaklah bahwa globalisasi mempunyai
cakupan yang luas Cakupan globalisasi yang luas itu secara lebih jelas dapat
dilihat dengan mencermati gagasan Appadurai sebagaimana dikutip oleh Steger
(200658) bahwa ada lima dimensi konseptual atau ldquolandscaperdquo yang dibentuk
dan sekaligus merupakan ciri-ciri arus budaya global Kelima ldquolandscaperdquo
danatau ciri arus budaya global itu adalah sebagai berikut
37
1 Ethnoscapes adalah perpindahan penduduk dari satu negara ke negara lain
seperti wisatawan imigran pengungsi dan tenaga kerja
2 Technoscape mengacu kepada perkembangan teknologi yang kini
mengalir dengan kecepatan tinggi menembus batas-batas negara
3 Mediascape mengacu kepada kemampuan elektronik untuk menyebarkan
informasi ke berbagai belahan dunia
4 Finanscape adalah aspek finansial atau uang yang sulit diprediksi dalam
era globalisasi
5 Ideoscape terkait dengan masalah politik seperti kebebasan demokrasi
kedaulatan kesejahteraan hak seseorang ideologi-ideologi negara dan
gerakan sosial
Globalisasi dengan ciri-cirinya yang demikian itu telah mengakibatkan
dunia seakan-akan tidak lagi dibatasi oleh tembok-tembok penyekat yang
memisahkan negara yang satu dengan negara yang lain (Ardika 200713)
Dengan kata lain garis-garis batas budaya nasional ekonomi nasional dan
wilayah nasional semakin kabur (Hirst dan Thompson 19911) Sejalan dengan
proses itu tampaknya perubahan pada berbagai aspek kehidupan masyarakat
dan budayanya sebagai dampak globalisasi sulit dihindari sehingga kini tidak
jarang realita kehidupan sosial budaya telah jauh berbeda dengan realitanya di
masa lampau
Globalisasi tidak begitu saja dapat menyebabkan perubahan budaya suatu
masyarakat tanpa reaksi masyarakat yang bersangkutan karena sebagaimana
dikemukakan oleh Ardika (200715) bahwa pengaruh budaya global juga dapat
38
menimbulkan hasrat untuk menegaskan keunikan kultur sendiri Dalam konteks
inilah di kalangan para ahli berkembang dua macam pandangan dasar dalam teori
globalisasi Pertama memandang globalisasi menimbulkan grobalisasi Kedua
memandang globalisasi menimbulkan glokalisasi Pandangan grobalisasi
menekankan semakin meningkatnya kemampuan organisasi-organisasi dan
negara-negara modern di seluruh dunia yang sebagian besar bersifat kapitalistik
untuk meningkatkan kekuasaan mereka dan menjangkau dunia (Ritzer 200699)
Sebaliknya pandangan glokalisasi sebagaimana dijelaskan oleh Steger (200657)
merupakan interaksi yang kompleks antara global dan lokal yang bercirikan
peminjaman budaya Lebih lanjut pandangan grobalisasi menekankan terjadinya
penyeragaman atau homogenisasi versus pandangan glokalisasi yang menekankan
terjadinya heterogenisasi atau penganekaragaman budaya masyarakat yang
merupakan percampuran antara yang global dan yang lokal (Ritzer 2006104
Steger 200657)
Terjadinya glokalisasi yang menghasilkan budaya campuran tidak lepas
dari adanya orang-orang yang bermaksud menentang globalisasi khususnya
grobalisasi Cara mereka dengan mendukung dan bersekutu dengan glokalisasi
sebagai bentuk globalisasi yang lain namun mereka tetap mengadopsi budaya
global yang telah berpengaruh kuat sehingga timbul budaya campuran (Ritzer
2006229) Gagasan ini tampak penting untuk dirujuk dalam penelitian ini karena
relevan dengan fokus kajian budaya sebagaimana dikatakan oleh Suastika
(200731) bahwa fokus kajian budaya terletak pada persoalan bagaimana praktik
39
budaya memungkinkan berbagai budaya dan kelas berjuang melawan dominasi
budaya
Upaya orang-orang yang hendak menentang grobalisasi melalui glokalisasi
seperti itu identik dengan revitalisasi budaya mereka Dikatakan identik karena
sebagaimana dikemukakan oleh Adas (1988XIII) bahwa selain berjuang untuk
menghidupkan kembali adat tradisional atau kepercayaannya para partisipan
gerakan revitalisasi budaya juga bisa dirasuki oleh keinginan memperoleh barang-
barang asing dan mencontoh bentuk organisasi dan tingkah laku asing Barang
maupun organisasi dan tingkah laku asing bisa dilihat sebagai budaya global yang
masuk melalui proses globalisasi yang telah berpengaruh kuat kepada masyarakat
bersangkutan Sebagaimana dikemukakan oleh Ritzer (200699-100) bahwa sesuai
dengan penekanan teori Max Weber dan teori Karl Marx kekuatan pendorong
utama grobalisasi adalah rasionalisasi dan kebutuhan untuk memperlihatkan
kemampuan memperoleh keuntungan melalui imperialisme dan hegemoni Oleh
karena itu tidak tertutup kemungkinan bahwa untuk menghidupkan kembali adat
tradisional pendorong globalisasi seperti itu berlaku juga bagi masyarakat yang
melakukan revitalisasi budaya sebagai suatu gerakan sosial
Berkenaan dengan motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku dalam
konteks gerakan sosial teori rasionalitas mengasumsikan bahwa setiap manusia
pada dasarnya rasional dengan selalu mempertimbangkan prinsip efisiensi dan
efektivitas dalam melakukan setiap tindakan termasuk tindakan dalam melakukan
gerakan sosial (Basrowi dan Sukidin 2003 dan Mustain 2007) Sementara itu
teori ldquotindakan individu yang rasionalrdquo menyatakan bahwa individu-individu
40
dalam kehidupan bermasyarakat memiliki pertimbangan rasional dan kesadaran
akan adanya keuntungan yang dapat diperoleh melalui tindakan-tindakannya
(Yunita 1986) Demikian juga ldquoteori insentif selektifrdquo menjelaskan bahwa
keikutsertaan seseorang dalam suatu gerakan sosial banyak dipengaruhi oleh jenis
bentuk dan isi harapan-harapan yang akan menguntungkan insentif selektif
(Mustain 200749) Dengan demikian motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku
dalam gerakan sosial bersifat materialistik atau ekonomistik yang mencerminkan
karakter ideologi pasar Mengikuti pendapat Habermas (Thompson 2007)
motivasi dan prinsip-prinsip gerakan sosial menunjukkan ldquorasio instrumentalrdquo
dalam arti objek-objek dalam gerakan sosial dilihat dan diperlakukan sebagai alat
untuk memenuhi kepentingan yang bernuansa ideologi pasar
Foucault (Adlin 20065) melukiskan manusia postmodern yang terserap
ke dalam discourse sedang Jean Baudrillard melukiskan manusia postmodern
yang terhisap ke dalam dunia objek yang di dalamnya ia mempunyai peran
minimalis dalam menentukan objek itu tetapi sebaliknya dibentuk olehnya Ada
sekelompok elit yang memproduksi objek-objek tetapi mayoritas manusia
menjadi konsumen objek-objek Mereka tidak sekedar manusia konsumen tetapi
manusia dengan konsep diri dan subjektivitas yang dibentuk atau didefinisikan
berdasarkan kepemilikan objek-objek Di dalam dunia yang dikuasai objek
eksistensi manusia ditentukan oleh kepemilikan objek Manusia terserap ke dalam
logika objek ke dalam irama pergantian bentuk gaya dan citranya Manusia
mempunyai hasrat tetapi kini objek yang (aktif) merayu manusia Objek yang
menjadi pusat dunia bukan subjek (cogito) seperti yang dikatakan Descartes
41
Rayuan objek mendahului hasrat Objek yang memproduksi hasrat bukan hasrat
yang memproduksi objek Kekuasaan subjek telah dijungkirbalikkan dan yang
tersisa adalah subjek yang rapuh rentan dan tidak berdaya yang hanya dapat
secara pasif berhasrat sementara objek yang aktif merayunya Dalam kerapuhan
kerentanan dan ketidakberdayaannya subjek harus menyesuaikan diri dengan
objek-objek bukan objek yang menyesuaikan subjek Kemudian tercipta
paradoks karena kedaulatan subjek tidak dapat lagi dipertahankan dan satu-
satunya kedaulatan yang ada adalah kedaulatan objek Satu-satunya strategi yang
tersedia adalah strategi objek Subjek lenyap di dalam horizon objek-objek inilah
strategi fatal
Tiga perspektif utama budaya konsumen diungkapkan oleh Featherstone
(2005) Pertama pandangan bahwa budaya konsumen dipremiskan dengan
ekspansi produksi komoditas kapitalis yang memunculkan akumulasi besar-
besaran budaya dalam bentuk barang-barang konsumen dan tempat-tempat
belanja dan konsumsi Hal ini mengakibatkan tumbuhnya kepentingan aktivitas
bersenang-senang dan konsumsi dalam masyarakat Barat kontemporer Kedua
pandangan yang lebih sosiologis bahwa kepuasan berasal dari benda-benda
berhubungan dengan akses benda-benda yang terstruktur secara sosial dalam suatu
peristiwa yang telah ditentukan kepuasan dan status tergantung pada penunjukan
dan pemeliharaan perbedaan dalam kondisi inflasi Ketiga masalah kesenangan
emosional untuk konsumsi mimpi-mimpi dan keinginan yang ditampakkan dalam
bentuk tamsil budaya konsumen dan tempat-tempat konsumsi tertentu yang secara
beragam memunculkan kenikmatan jasmaniah langsung serta kesenangan estetis
42
Tumbuh suburnya budaya konsumen tidak sekadar memandang konsumsi
sebagai sesuatu yang berasal dari produksi tanpa mengakibatkan adanya
problematika (Featherstone 2005) namun lebih jauh dari itu budaya konsumen
juga memengaruhi perilaku seseorang untuk memutuskan pembelian produk suatu
barang yang dikendalikan oleh kekuatan media massa seperti iklan Periklanan
secara khusus mampu mengeksploitasi kondisi ini dan memberikan image
pencitraan eksotika nafsu kecantikan pemenuhan kebutuhan komunalitas serta
kehidupan yang baik untuk menyebarkan benda-benda konsumen seperti sabun
mesin cuci mobil serta minuman beralkohol Budaya konsumen akan mendorong
orang untuk berperilaku sesuai tingkatan kelas sosialnya dalam kehidupan
bermasyarakat
Konsumerisme bukan semata-mata bertalian dengan panutan pada nilai
simbolik melainkan berkaitan pula dengan persoalan identitas Hal ini sejalan
dengan gagasan Clammer (Atmadja 201092) bahwa konsumsi bukanlah semata-
mata urusan belanja atau pengambilalihan benda-benda untuk menjadi milik
sendiri atas dasar nilai guna melainkan juga pembelian identitas Oleh karena itu
konsumsi menjadi sarana bagi seseorang untuk memahami dan berkomunikasi
secara simbolik antara orang yang satu dan yang lain menciptakan dan
mereproduksi identitas mereka serta menjadi sarana dalam memahami diri
mereka dalam berhubungan dengan individu dan kelompok lain Orang tidak lagi
hanya mengonsumsi material dari suatu produk tetapi juga efek simbolik yang
dihasilkan produk tersebut sehingga tepat gagasan Simmel (Atmadja 201092)
43
bahwa ldquoproduct consumpted are not seen from their function but from symbols
related to identity and statusrdquo
Dengan mengikuti Fromm (Atmadja 201093) kondisi ini mengakibatkan
pola hidup masyarakat Bali berubah secara mendasar Zaman dahulu mereka
berpegang pada gagasan bahwa tua adalah indah namun sekarang orang
menganut gagasan bahwa baru adalah indah Ketertarikan manusia dengan
sesuatu yang baru berkaitan pula dengan kemampuan desainer mengembangkan
desain yang baru dengan daya pesona yang lebih kuat daripada sebelumnya
Sering terjadi pada mulanya suatu barang dengan desain tertentu harganya mahal
sehingga konsumennya hanya orang-orang kaya
Gaya hidup telah menjadi ciri dalam dunia modern (Chaney 2004)
sehingga masyarakat modern akan menggunakan gaya hidup untuk
menggambarkan tindakannya sendiri dan orang lain Dalam kaitannya dengan
budaya konsumen gaya hidup dikonotasikan dengan individualitas ekspresi diri
serta kesadaran diri yang stylistic Tubuh busana gaya pembicaraan aktivitas
rekreasi adalah beberapa indikator dari individualisme selera konsumen Gaya
hidup juga salah satu bentuk budaya konsumen Gaya hidup seseorang dilihat dari
apa yang dikonsumsinya baik barang ataupun jasa Konsumsi tidak hanya
mencakup kegiatan membeli sejumlah barang atau materi seperti televisi dan
telepon genggam Akan tetapi juga mengonsumsi jasa seperti rekreasi Beberapa
contoh gaya hidup yang tampak menonjol pada saat ini adalah nge-mall hang out
fitness
44
Masyarakat konsumen dengan budaya konsumsi yang dipegangnya
melihat tujuan dan totalitas hidupnya dalam kerangka atau logika konsumsi
Eksistensinya dijalankan dan dipertahankan hanya dengan terus menerusnya
mengonsumsi berbagai tanda dan status sosial di balik komoditi Bukan hanya
dirinya saja yang mengaktualisasikan diri melalui tindakan konsumsi orang lain
juga akan dinilai menurut standar yang dipakainya Artinya eksistensi orang lain
pun akan dinilai dan diakui sesuai dengan standar status sosial yang dipegangnya
(diambil dari sumber httpblogspotcom201301pengaruh-globalisasi-terhadap-
gaya-hiduphtml diakses 03 November 2014)
Kaitan dengan pemilihan bela diri Aikido sebagai budaya yang dikonsumsi
oleh aikidoka Bali unsur-unsur spiritualisme modern pada dualisme dikotomik
Griffin (Atmadja 201085) mengatakan bahwa manusia membuat pemilihan yang
berlawanan misalnya modern berlawanan dengan tradisional sains modern
berlawanan dengan sains tradisional dan lain-lain Keberlawanan ini tidak hanya
berdikotomi tetapi yang modern selalu dianggap lebih unggul sehingga yang
tradisional harus digusur Begitu pula manusia tidak dianggap sebagai bagian dari
alam melainkan sebagai lawan dari alam Oleh karena itu mendominasi
menundukkan menguasai dan mengendalikan alam dengan menggunakan ilmu
dan teknologi modern merupakan keharusan bagi manusia
Berdasarkan paparan teori globalisasi di atas maka diduga bahwa
grobalisasi merupakan proses yang melatari terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido Bali Para aikidoka Bali sebagai individu
merupakan objek dari budaya konsumen akibat derasnya arus globalisasi Budaya
45
konsumen juga dapat diartikan sebagai budaya-budaya yang dilakukan oleh
seorang konsumen dalam hal ini para aikidoka Bali yang mengonsumsi bela diri
Aikido Adapun budaya konsumen menggunakan image tanda-tanda dan benda-
benda simbolik yang mengumpulkan mimpi-mimpi keinginan dan fantasi yang
menegaskan keautentikan romantik dan pemenuhan emosional dalam hal
menyenangkan diri sendiri bukan orang lain secara narsistik Jadi kegiatan
konsumsi juga bertujuan untuk mengidentifikasikan diri dalam kelas
sosial tertentu sekaligus membedakannya dengan kelas sosial yang lain
Grobalisasi bisa jadi tampak sebagai proses penyeragaman teknik serta
sikap dan perilaku para aikidoka Bali dengan berorientasi kepada spirit samurai
yang merupakan spirit yang diusung oleh organisasi bela diri Aikido Jepang di
Tokyo Diduga demikian karena sebagaimana telah dikemukakan dalam latar
belakang bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan bela diri Aikido di
Bali diatur oleh organisasi induknya yang berada di Jepang sebagai superordinat
pemilik budaya yang dikonsumsi oleh para aikidoka Bali
Teori globalisasi digunakan untuk memecahkan masalah pertama dan
kedua yaitu mengapa bela diri Aikido yang berasal dari Jepang bisa
dikembangkan di Bali hingga menimbulkan fenomena posrealitas dan proses
terjadinya posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali
232 Teori Relasi KuasaPengetahuan
Konsep kekuasaanpengetahuan memberi perhatian khusus kepada
dimensi relasi antara kekuasaan dan pengetahuan sehingga produksi pengetahuan
dipahami tidak lepas dari rezim kekuasaan Foucault (Barker 2014232-233)
46
Takwin (2003128) mengatakan bahwa menurut pandangan Foucault hubungan
kuasa muncul bukan hanya pada tataran negara namun juga dalam kehidupan
sehari-hari Setiap hubungan selalu merupakan usaha saling menguasai dan saling
menekan Hubungan kuasa menghasilkan cerita yang disebut discourse atau
wacana yang isinya adalah sesuatu yang tidak menggambarkan realitas
sebagaimana adanya dalam rangka menetralisasi ketertekanan para pewacana
yang bersangkutan
Berdasarkan pernyataan di atas maka diduga bahwa posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali ada hubungan kuasa antara para pihak
yang terlibat dalam kegiatan pengembangannya Hubungan kuasa antara para
pihak tersebut menghasilkan wacana yang dibangun sedemikian rupa dalam
rangka upaya masing-masing pihak menetralkan ketertekanannya
Berkenaan dengan wacana Althusser (Faruk 2002142) berpendapat
bahwa wacana adalah ideologi dalam praktik tidak ada ideologi tanpa wacana dan
tidak ada wacana tanpa ideologi Ini berarti bahwa dengan mencermati wacana
dapat diketahui ideologi yang terkait dengan wacana tersebut Althusser (Takwin
2003101) juga berpendapat bahwa setiap penindasan menimbulkan usaha pada
pihak tertindas untuk melepaskan diri Salah satu alat yang perlu ada dalam upaya
pembebasan ini adalah ideologi suatu kepercayaan yang dibangun untuk
menggerakkan kelompok yang tertindas Ketika yang tertindas bebas dan
berkuasa maka ideologi mereka bisa saja digunakan untuk menindas pihak yang
lebih lemah Berkenaan dengan hubungan kuasa Foucault sebagaimana dikatakan
Takwin (2003130) melihat pengetahuan ditentukan oleh kekuasaan sehingga
47
kebenaran merujuk kepada rdquorezim kebenaranrdquo yang sedang bertahta Upaya untuk
saling menguasai dan melepaskan diri dari penindasan bisa juga dilakukan dengan
strategi politik identitas dalam arti memakai identitas kelompok atau individu
untuk memperoleh perlakuan yang lebih adil dari kelompok atau individu lain
(Sparringa 2006) Dalam pelaksanaan strategi politik identitas tentu saja
menggunakan wacana sebagai praktik ideologi sehingga identitas dalam wacana
juga bersifat dinamis sesuai dengan ideologi dan kepentingan berbagai aktornya
pada waktu dan tempat praktik politik identitas itu dilakukan
Althusser sebagaimana dijelaskan oleh Faruk (2002137-139) juga
berpendapat bahwa untuk mengamankan hubungan antarkelas dan dengan
demikian kekuasaan dapat dipegang dalam waktu lama maka pihak kelas yang
berkuasa mengembangkan dua macam ideologi Pertama ideologi yang tampil
dengan aparat-aparat negara yang represif (repressive state apparatus RSA)
yang bekerja secara represif melalui penggunaan kekerasan (militer polisi
penjara pengadilan dan lain-lain) sebagai upaya untuk mengamankan bentuk-
bentuk sosial yang ada Kedua ideologi yang tampil dengan aparat-aparat negara
ideologis (ideological state apparatus ISA) yang bekerja tidak dengan
menggunakan kekerasan melainkan dengan memainkan ideologi danatau wacana
secara persuasif atau hegemonik Dalam konteks inilah Althuser berpandangan
bahwa tidak ada kelas yang dapat memegang kekuasaan dalam waktu lama tanpa
melakukan hegemoni atas dan dalam ISA Dikatakan demikian karena yang
mempersatukan atau yang dapat menjamin harmoni antara yang satu dengan yang
lain dalam ISA adalah ideologi yang berkuasa sebagai perekat bagi bersatunya
48
anggota-anggota masyarakat Mengacu kepada gagasan Bourdieu (Harker tt
117 Fashri 200798-99) dikatakan bahwa kesuksesan para anggota kelompok
dominan untuk melancarkan hegemoninya ditentukan juga oleh modal budaya
ekonomi sosial dan modal simbolik yang mereka miliki yaitu sesuatu yang
dihargai oleh masyarakat misalnya pemilikan benda-benda budaya dan status
sosial
Teori relasi kuasapengetahuan dalam penelitian ini digunakan untuk
memecahkan masalah ke dua yaitu bagaimana proses terjadinya posrealitas
dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Teori ini relevan karena dalam
proses pengembangan bela diri Aikido di Bali melalui relasi kuasapengetahuan
oleh Jepang diimplementasikan dalam segala bentuk latihan fisik pengembangan
dojo dan penyebaran nilai-nilai yang ada dalam bela diri Aikido
233 Teori Identitas Sosial
Tajfel menyatakan asumsi dasar teori identitas sosial dalam situs
(httpidhamputrateori-identitas-sosialwordpresscom diakses 02 Agustus 2014)
dengan kalimat sebagai berikut
(1) Kita menciptakan identitas sosial kita untuk menyederhanakan
hubungan eksternal kita (2) Lebih jauh lagi ada kebutuhan manusia untuk
memiliki rasa harga diri (self esteem and self worth) yang kita transfer ke
dalam kelompok kita sendiri (3) Kita juga menata lingkungan kita dengan
perbandingan sosial antar kelompok Konsep dalam kelompok (in groups)
dan luar kelompok (out groups) itu penting dalam analisis ini
Lebih jauh Tajfel mengemukakan bahwa dalam teori identitas sosial
seorang individu tidaklah dianggap sebagai individu secara mutlak satu dalam
kehidupannya Individu merupakan bagian dari kelompok tertentu baik disadari
maupun tidak disadari Konsep identitas sosial adalah bagaimana seseorang itu
49
secara sosial dapat didefinisikan Identitas sosial yang melekat pada seseorang
merupakan identitas positif yang ingin dipertahankan Oleh karena itu individu
yang memiliki identitas sosial positif maka wacana maupun tindakannya akan
sejalan dengan norma kelompoknya Lagi pula individu tersebut diidentifikasikan
dalam suatu kelompok Wacana dan tindakannya sepatutnya sesuai dengan
wacana dan tindakan kelompoknya
Teori identitas sosial sebenarnya berangkat dari asumsi umum sebagai
berikut
1 Setiap individu selalu berusaha untuk merawat atau meninggikan self-
esteemnya mereka berusaha untuk membentuk konsep diri yang positif
2 Kelompok atau kategori sosial dan anggota dari mereka berasosiasi
terhadap konotasi nilai positif atau negatif Identitas sosial positif atau
negatif tergantung evaluasi (yang mengacu pada konsensus sosial bahkan
pada lintas kelompok) kelompok tersebut yang memberikan kontribusi
pada identitas sosial individu
3 Evaluasi dari salah satu kelompok adalah berusaha mendeterminasikan dan
juga sebagai bahan acuan pada kelompok lain secara spesifik melalui
perbandingan sosial dalam bentuk nilai atribut atau karakteristik
Dari asumsi di atas beberapa relasi prinsip teori dapat menghasilkan hal-
hal di bawah ini
1 Individu berusaha untuk mencapai atau merawat identitas sosial yang
positif
50
2 Identitas sosial yang positif ada berdasarkan pada besarnya tingkat
perbandingan favorit in-group dengan out-group in-group pasti
mempersepsikan dirinya secara positif berbeda dari out-group
3 Ketika identitas sosial tidak memuaskan individu akan berusaha keluar
dari kelompok lalu bergabung ke dalam kelompok yang lebih positif atau
membuat kelompok mereka lebih positif
Identitas sosial sebagai teori tidak lepas dari keinginan individu untuk
memperbandingkan dirinya serta kelompoknya dengan yang lain Perbandingan
sosial digambarkan oleh Festinger (1954) sebagai teori yang bisa membimbing
seseorang untuk membandingkan dirinya dengan yang lain siapa yang serupa
dengan dirinya dan siapa yang berbeda siapa yang berada di atas dan siapa yang
berada di bawah
Setidaknya ada tiga variabel yang memengaruhi hubungan pembedaan
antar kelompok dalam situasi sosial yang nyata (Tajfel 1974 Turner 1975
dalam Hogg amp Abrams 2000) Pertama individu pasti memiliki internalisasi
kelompok mereka sebagai konsep diri mereka secara subjektif mereka pasti
mengidentifikasikan kelompok yang relevan Hal ini tidak cukup dari orang lain
saja yang mengidentifikasikan seseorang dari kelompok mana dia berasal Kedua
situasi sosial akan menciptakan perbandingan sosial yang memungkinkan
terjadinya seleksi dan evaluasi atribut relasi yang relevan Perbedaan kelompok
pada tiap-tiap daerah tidak sama secara signifikan Misalnya di Amerika
perbedaan kelompok cenderung menonjol pada perbedaan warna kulit tetapi
perbedaan warna kulit bukan sesuatu yang menonjol di Hongkong Ketiga in-
51
group tidak membandingkan dirinya pada tiap proses kognitif yang ada pada out-
group out-group pastinya dipersepsikan sebagai kelompok perbandingan yang
relevan dalam kesamaan kedekatan dan secara situasional yang menonjol
Kemudian determinasi out-group dihasilkan sebagai perbandingan terhadap
situasi yang menggambarkan sesuatu determinasi in-group (didapatkan dari
sumber httpdharmaputrawordpresscom2008teori-identitas-sosial diakses 03
Agustus 2014)
Barker (2009175-176) menyatakan bahwa meskipun identitas diri bisa
dianggap sebagai proyek seseorang sudah menjadi kebenaran sosiologis juga
bahwa manusia lahir ke dunia yang sudah ada sebelumnya Manusia belajar
menggunakan bahasa yang telah digunakan sebelum lahir dan hidup dalam
konteks hubungan sosial dengan orang lain Manusia disusun menjadi individu
melalui proses sosial yang menggunakan bahan-bahan yang bersifat sosial Secara
umum ini disebut spisialisasi atau akulturasi Tanpa akulturasi manusia tidak
akan menjadi orang sebagaimana gagasan yang dipahami dalam hidup sehari-hari
Tanpa bahasa konsep keorangan dan identitas tidak akan bisa dipahami
Menjadi orang tidak mengandung unsur transenden atau ahistoris apapun
Identitas sepenuhnya sosial dan kultural dengan alasan-alasan berikut
1 Gagasan apakah artinya menjadi orang merupakan pertanyaan kultural
Sebagai contoh individualisme merupakan penunjuk yang khas
masyarakat modern
2 Sumber-sumber yang membentuk bahan-bahan untuk proyek identitas
yaitu bahasa dan praktik kultural berwatak sosial Akibatnya arti menjadi
52
seorang perempuan anak orang Asia atau orang tua terbentuk secara
berbeda-beda tergantung kepada konteks kulturalnya
Sumber-sumber yang bisa dipakai bagi proyek identitas tergantung kepada
kekuasaan situasional yang menjadi asal kompetensi kultural dalam konteks
kultural tertentu Apakah hitam atau putih laki-laki atau perempuan Afrika atau
Amerika kaya atau miskin adalah sesuatu yang penting karena sumber-sumber
kultural yang akan dimasuki berbeda Identitas menjadi penting tidak hanya untuk
penggambaran diri tetapi juga ciri-ciri sosial
Identitas sosial terkait dengan hak kewajiban dan sanksi normatif yang
dalam masyarakat tertentu menjadi dasar penentuan peran Penggunaan ciri-ciri
baku terutama berkaitan dengan ciri umur dan gender tubuh bersifat mendasar
dalam semua masyarakat dan masih sangat banyak lagi ragam lintas-budaya yang
bisa dicatat Giddens (Barker 2009176) Persoalan identitas adalah kesamaan dan
perbedaan soal personal dan sosial soal rdquoapa yang dimiliki individu secara
bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakan satu individu
dengan orang-orang lain Weeks (Barker 2009176)
Berdasarkan uraian di atas pengembangan bela diri Aikido di Bali adalah
identitas para peserta pelatihan yang merupakan satu identitas meliputi identitas
individunya keluarganya sukunya dan kelompoknya Bagi Fromm identitas diri
dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dari identitas sosial individu dalam
konteks komunitasnya Selain menjadi makhluk individual identitas diri tidak
terlepas dari norma yang mengikat masyarakat dalam lingkungan dan peran sosial
53
yang diembannya dalam masyarakat (httpidhamputrawordpressteori-identitas-
sosialcom diakses 03 Agustus 2014)
Teori identitas sosial Hendri Tajfel digunakan secara eklektik (bersamaan)
dengan teori lainnya untuk memecahkan ketiga masalah dalam penelitian ini
Keberterimaan bela diri Aikido di Bali proses terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali yang pada akhirnya membentuk identitas
baru berupa posrealitas kebudayaan yang membentuk identitas para aikidoka Bali
baik secara individu maupun identitas sosialnya
54
24 Model Penelitian
Model penelitian ini dapat digambarkan ke dalam Bagan 21
Bagan 21
Model Penelitian
Keterangan
= memengaruhi
= saling memengaruhi
Kebudayaan Bali
Bela Diri Tradisional Bali
-Pencak Silat
-Tengklung
-Mepantigan
Kebudayaan Jepang
Bela Diri Tradisional Jepang
-Karate
-Judo
-Aikido
Proses terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Latar belakang
terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Posrealitas dalam Pengembangan
Bela Diri Aikido di Bali
Temuan
Penelitian
Implikasi
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
55
Bagan 21 dapat dijelaskan bahwa tampak kebudayaan Bali dengan
unsurnya berupa bela diri tradisional Bali seperti Pencak Silat Tengklung
Mepantigan dan beberapa bela diri lainnya Dengan adanya globalisasi
bersentuhan dengan kebudayaan Jepang dengan unsurnya berupa bela diri
tradisional Jepang seperti Karate Judo dan Aikido Khusus pada penelitian ini
adalah bela diri Jepang Aikido Persentuhan antara keduanya akibat arus
globalisasi melahirkan bela diri Aikido yang berterima dan berkembang di
sejumlah dojo di Bali yang menunjukkan adanya posrealitas Posrealitas dalam
penelitian ini merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu berupa
peniruan bagi aikidoka Bali yaitu bela diri Aikido melalui pelatihan di beberapa
dojo yang ada di Bali Kondisi posrealitas adalah kondisi yang di dalamnya
prinsip-prinsip realitas telah dilampaui dalam pengertian diambil alih oleh
substitusi-substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir Hal ini telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang apa yang disebut yang nyata (the real) Yang nyata
senyata-nyatanya berada di Jepang bela diri Aikido telah membentangkan
persoalan filosofis mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa
yang disebut nyata
Posrealitas dapat dijelaskan sebagai kondisi matinya realitas dalam
pengertian diambilalihnya posisi realitas oleh apa yang sebelumnya disebut
sebagai nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru yang
memesona yang belum pernah dialami sebelumnya
56
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru yang tidak bisa dikatakan
realitas Bali yang asli karena telah dimasuki oleh nilai baru yang berasal dari
sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang Tidak bisa juga
dikatakan realitas yang benar-benar baru karena para anggota pelatihan tetaplah
kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya
Posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali dikaji dari tiga
dimensinya yaitu (1) latar belakang terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali (2) proses terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali dan (3) implikasi pengembangan bela diri Aikido tersebut
dalam kehidupan para aikidoka Bali
Penelitian kajian budaya ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teknik
wawancara observasi dokumentasi dan studi pustaka Data dianalisis secara
eklektik dengan menggunakan teori globalisasi kuasapengetahuan identitas
sosial dan teori pendukung lainnya yang terkait dengan permasalahan yang ada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberterimaan bela diri Aikido di Bali
dilatarbelakangi oleh beberapa ideologi yaitu dualisme kultural paternalisme
pasar citra dan multikulturalisme Proses pengembangan bela diri di beberapa
dojo yang ada di Bali meliputi tahap pengenalan pendirian organisasi
pengembangan tempat pelatihan dan tahap pengembangan mutu Semuanya
berorientasi kepada tempat pelatihan induk bela diri Aikido (Honbu Dojo) yang
berada di Tokyo-Jepang Pengembangan bela diri Aikido di Bali menimbulkan
57
implikasi pada para aikidoka Bali termasuk terbentuknya identitas baru dalam
masyarakat Bali
Melalui penelitian ini ditemukan paradigma baru bahwa di balik kekuatan
budaya Bali yang sedang berlangsung dalam segala lini kehidupan terdapat sikap
orang Bali yang terbuka terhadap kebudayaan asing khususnya bela diri asal
Jepang yaitu bela diri Aikido Terkait dengan bela diri Aikido yang sedang
ditekuni oleh beberapa komunitas di Bali ternyata ada berbagai hal yang
mendukung keberterimaannya Adanya kegayutan nilai-nilai budaya antara
kebudayaan Bali dan kebudayaan Jepang terkait keberadaan bela diri Aikido yang
berterima di beberapa komunitas pelatihan di Bali sehingga hal ini disebut sebagai
multikulturalisme
32
organisasi formal melekat praktik kekuasaan yang terutama dibentuk oleh
otoritas Hal tersebut memicu penolakan kelompok-kelompok yang ada dalam
organisasi sehingga organisasi tidak dapat berfungsi sebagaimana yang
diharapkan Oleh sebab itu para analis sistem meyakini bahwa organisasi sering
kali berfungsi secara suboptimal Para teoretisi konflik dengan menggunakan
konsep Marxian dan neo-Weberian menarik kesimpulan yang lebih ekstrem
Sebagian merespons kritik dan sebagian lagi sebagai proses pengembangan Arus
utama studi organisasi mulai meyakini bahwa perbedaan antara organisasi
kontemporer dengan tipe-tipe kelembagaan yang lain dapat diperluas Irasionalitas
dan penampilan yang suboptimal merupakan karakter normal organisasi
Walaupun memahami organisasi dari sisi penampilannya masih tampak umum
sekarang muncul kesadaran akan implikasi pendekatan tersebut dan kerelaan
untuk mempertimbangkan perspektif lain Organisasi sekarang dipahami sebagai
aktivitas dan sebagai objek
Arus utama analisis organisasi mendefinisikan dirinya dalam kerangka
kelembagaan yang berbeda dalam prinsip dengan yang ada dalam masyarakat
tradisional Ada perkembangan pemahaman yang penting yakni organisasi formal
bukan merupakan batas bagi organisasi Melalui beragam inspirasi intelektual
seperti etnometodologi dan fenomenologi perspektif baru terhadap organisasi
menjadi pusat perhatian Unsur penting itu tampak dalam era organisasi virtual
Organisasi tidak pernah nyata terbentuk sebagaimana dalam pengertian seluruh
partisipan dalam organisasi bertemu dalam suatu tempat dalam satu waktu
33
Sebagaimana dinyatakan oleh Robert Cooper Dalam pengertian mendasarnya
organisasi adalah penertiban terhadap yang tidak tertibrdquo (Scott 2011190-191)
Seperti halnya mesin yang terangkai dari berbagai komponen yang saling
terkait Tripomo (201412-14) menyatakan bahwa organisasi juga merupakan
rangkaian komponen berupa orang-orang yang saling berinteraksi satu dengan
yang lain Namun organisasi tidak sama dengan mesin karena organisasi
merupakan kesatuan sosial hubungan antara satu orang dengan orang yang lain
tidak hanya bersifat rasional dan mekanistik Menurut kodratnya manusia adalah
makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat karena manusia selalu hidup bersama
dengan manusia lainnya sebagai kesatuan sosial
Kesatuan sosial adalah kelompok individu yang saling berhubungan dan
memengaruhi karena memiliki keterikatan nilai budaya aturan emosi dan
perantugas Keterikatan sosial sering kali tidak memperhitungkan kalkulasi
untung rugi rasionalfinansial Sebagai kesatuan sosial urusan rasa selera
keadilan dan solidaritas menjadi penting serta ukuran benar dan salah menjadi
tidak bersifat mutlak Pendapat keputusan reaksi seseorang tidak mutlak rasional
tetapi dipengaruhi oleh hubungan manusia dalam kesatuan sosial
Organisasi sebagai kesatuan sosial memiliki sifat saling terkait yang lebih
rumit daripada rangkaian mesin Dengan memencet tombol offrdquo pada saat jam
kerja berakhir maka mesin mati dan interaksi antar bagian-bagian mesin terhenti
Apakah interaksi antar orang berhenti Jawabannya tidak Setelah selesai jam
kerja orang-orang masih berhubungan satu sama lain bahkan setelah pensiunpun
orang masih berinteraksi satu sama lain Seorang anak yang tidak memiliki
34
keterkaitan dalam organisasi bisa memengaruhi keputusan karena bapaknya
pejabat Orang-orang yang pindah partai seperti kutu loncatpun tidak akan bisa
melepaskan relasinya dengan orang-orang di partai yang ia tinggalkan Inilah
keunikan organisasi sebagai kesatuan sosial
Organisasi yang berisi kumpulan manusia jelas berbeda dengan mesin yang
berisi kumpulan onderdil Organisasi adalah kesatuan dari individu-individu yang
dikoordinasikan secara sadar untuk mencapai tujuan tertentu Bagaimana interaksi
di antara individu-individu dalam organisasi diatur oleh sebuah sistem yang
disebut struktur organisasi Struktur organisasi ibarat otak otot dan syaraf yang
mengkoordinasikan kerja organ indera dan anggota tubuh manusia
Bela diri Aikido di Indonesia tidak sepopuler Karate Kempo ataupun Judo
tetapi bela diri Aikido masuk ke Indonesia dalam waktu yang bersamaan dari
Jepang Ketidakpopuleran bela diri Aikido disebabkan oleh tidak adanya sistem
pertandingan sebagaimana yang ada dalam bela diri lainnya Oleh karena itu bela
diri Aikido hanya disebarkan melalui pembicaraan-pembicaraan saja Baru tahun
1984 mulai dipikirkan pengembangannya dengan membentuk organisasi bela diri
Sejak saat itu media elektronik dan cetak mulai memperkenalkannya dengan
metode atau peragaan (embukai)
Pada tahun 1993 didirikan yayasan Keluarga Bela Diri Aikido Indonesia
(KBAI) oleh sensei Ferdiansyah Secara umum perguruan ini berafiliasi kepada
pusat organisasi bela diri Aikido di Jepang (Honbu Aikikai) Dalam pertaliannya
dengan induk organisasi KBAI melaksanakan program kunjungan tahunan dari
para instrukstur pusat Aikikai - Jepang KBAI mengembangkan perguruannya
35
dalam bentuk tempat-tempat latihan umum atau club-club Pengembangan club-
club banyak dilakukan pada instansi dan perusahaan perguruan tinggi dan
sekolah
Secara tahunan atau dua tahunan KBAI mengadakan program kunjungan
instruktur dari Jepang sebagai motivator anggotanya dalam berlatih Secara
berkala pula dilakukan ujian kenaikan tingkat yang dilakukan empat bulan sekali
Secara umum KBAI mengembangkan perguruannya dengan hati-hati dengan
menjaga mutu teknis dan operasionalnya (diambil dari sumber httpkbaitripod
comhal_kbaihtm diakses 03 November 2014)
Organisasi bela diri Aikido di Bali dikonsepsikan sebagai organisasi sosial
yang ada di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung Organisasi tersebut pada
penelitian ini secara keseluruhan berjumlah empat unit yang terhimpun ke dalam
satu organisasi induknya bernama Bari Aikikai「バリ合気会」 Keempat
organisasi yang tergabung ke dalam organisasi induknya ini adalah (1) Dojo
Samurai di Renon Denpasar (2) Dojo Dirgahayu di Desa Sumerta Kaja
Denpasar (3) Dojo Aora di Kuta Badung dan (4) Dojo Kami di Jimbaran
Badung Masing-masing organisasi mempunyai pengelola dojo bagian keuangan
dan pelatih
Dari uraian di atas tampak bahwa pengembangan bela diri Aikido di Bali
baik dari permulaan kemunculannya maupun selanjutnya ditopang oleh sistem
organisasi yang teratur memiliki struktur dan orang-orang yang duduk sesuai
fungsinya sehingga pengembangannya bisa terarah Pengembangan bela diri
Aikido di Bali dalam penelitian ini adalah proses setiap tahapan dilalui dengan
36
posrealitas kebudayaan sampai terjadinya implikasi bela diri Aikido ini berupa
identitas baru bagi para aikidoka Bali Kenyataan ini disebabkan oleh pelatihan
bela diri Aikido yang berkelanjutan dan dalam rentang waktu yang lama dan
membentuk aikidoka Bali sebagai manusia baru yang memiliki rdquolabelrdquo berbeda
dengan manusia Bali pada umumnya
23 Landasan Teoretis
Ada tiga teori yang relevan untuk diacu dalam penelitian ini yaitu teori
globalisasi teori relasi kuasapengetahuan dan teori identitas sosial Ketiga teori
ini digunakan secara eklektik seperti yang biasa digunakan dalam kajian budaya
Hal ini sesuai dengan pendapat Sanderson (Minawati 200936) bahwa eklektisme
merupakan suatu cara pandang yang mengatakan bahwa berbagai strategi teoretis
harus digunakan secara kombinasi agar diperoleh penjelasan yang dapat diterima
231 Teori Globalisasi
Globalisasi adalah ldquopenyebaran kebiasaan-kebiasaan yang mendunia
ekspansi hubungan yang melintasi benua organisasi dari kehidupan sosial pada
skala global dan pertumbuhan dari sebuah kesadaran global bersamardquo Ritzer
(200696) Membaca definisi ini tampaklah bahwa globalisasi mempunyai
cakupan yang luas Cakupan globalisasi yang luas itu secara lebih jelas dapat
dilihat dengan mencermati gagasan Appadurai sebagaimana dikutip oleh Steger
(200658) bahwa ada lima dimensi konseptual atau ldquolandscaperdquo yang dibentuk
dan sekaligus merupakan ciri-ciri arus budaya global Kelima ldquolandscaperdquo
danatau ciri arus budaya global itu adalah sebagai berikut
37
1 Ethnoscapes adalah perpindahan penduduk dari satu negara ke negara lain
seperti wisatawan imigran pengungsi dan tenaga kerja
2 Technoscape mengacu kepada perkembangan teknologi yang kini
mengalir dengan kecepatan tinggi menembus batas-batas negara
3 Mediascape mengacu kepada kemampuan elektronik untuk menyebarkan
informasi ke berbagai belahan dunia
4 Finanscape adalah aspek finansial atau uang yang sulit diprediksi dalam
era globalisasi
5 Ideoscape terkait dengan masalah politik seperti kebebasan demokrasi
kedaulatan kesejahteraan hak seseorang ideologi-ideologi negara dan
gerakan sosial
Globalisasi dengan ciri-cirinya yang demikian itu telah mengakibatkan
dunia seakan-akan tidak lagi dibatasi oleh tembok-tembok penyekat yang
memisahkan negara yang satu dengan negara yang lain (Ardika 200713)
Dengan kata lain garis-garis batas budaya nasional ekonomi nasional dan
wilayah nasional semakin kabur (Hirst dan Thompson 19911) Sejalan dengan
proses itu tampaknya perubahan pada berbagai aspek kehidupan masyarakat
dan budayanya sebagai dampak globalisasi sulit dihindari sehingga kini tidak
jarang realita kehidupan sosial budaya telah jauh berbeda dengan realitanya di
masa lampau
Globalisasi tidak begitu saja dapat menyebabkan perubahan budaya suatu
masyarakat tanpa reaksi masyarakat yang bersangkutan karena sebagaimana
dikemukakan oleh Ardika (200715) bahwa pengaruh budaya global juga dapat
38
menimbulkan hasrat untuk menegaskan keunikan kultur sendiri Dalam konteks
inilah di kalangan para ahli berkembang dua macam pandangan dasar dalam teori
globalisasi Pertama memandang globalisasi menimbulkan grobalisasi Kedua
memandang globalisasi menimbulkan glokalisasi Pandangan grobalisasi
menekankan semakin meningkatnya kemampuan organisasi-organisasi dan
negara-negara modern di seluruh dunia yang sebagian besar bersifat kapitalistik
untuk meningkatkan kekuasaan mereka dan menjangkau dunia (Ritzer 200699)
Sebaliknya pandangan glokalisasi sebagaimana dijelaskan oleh Steger (200657)
merupakan interaksi yang kompleks antara global dan lokal yang bercirikan
peminjaman budaya Lebih lanjut pandangan grobalisasi menekankan terjadinya
penyeragaman atau homogenisasi versus pandangan glokalisasi yang menekankan
terjadinya heterogenisasi atau penganekaragaman budaya masyarakat yang
merupakan percampuran antara yang global dan yang lokal (Ritzer 2006104
Steger 200657)
Terjadinya glokalisasi yang menghasilkan budaya campuran tidak lepas
dari adanya orang-orang yang bermaksud menentang globalisasi khususnya
grobalisasi Cara mereka dengan mendukung dan bersekutu dengan glokalisasi
sebagai bentuk globalisasi yang lain namun mereka tetap mengadopsi budaya
global yang telah berpengaruh kuat sehingga timbul budaya campuran (Ritzer
2006229) Gagasan ini tampak penting untuk dirujuk dalam penelitian ini karena
relevan dengan fokus kajian budaya sebagaimana dikatakan oleh Suastika
(200731) bahwa fokus kajian budaya terletak pada persoalan bagaimana praktik
39
budaya memungkinkan berbagai budaya dan kelas berjuang melawan dominasi
budaya
Upaya orang-orang yang hendak menentang grobalisasi melalui glokalisasi
seperti itu identik dengan revitalisasi budaya mereka Dikatakan identik karena
sebagaimana dikemukakan oleh Adas (1988XIII) bahwa selain berjuang untuk
menghidupkan kembali adat tradisional atau kepercayaannya para partisipan
gerakan revitalisasi budaya juga bisa dirasuki oleh keinginan memperoleh barang-
barang asing dan mencontoh bentuk organisasi dan tingkah laku asing Barang
maupun organisasi dan tingkah laku asing bisa dilihat sebagai budaya global yang
masuk melalui proses globalisasi yang telah berpengaruh kuat kepada masyarakat
bersangkutan Sebagaimana dikemukakan oleh Ritzer (200699-100) bahwa sesuai
dengan penekanan teori Max Weber dan teori Karl Marx kekuatan pendorong
utama grobalisasi adalah rasionalisasi dan kebutuhan untuk memperlihatkan
kemampuan memperoleh keuntungan melalui imperialisme dan hegemoni Oleh
karena itu tidak tertutup kemungkinan bahwa untuk menghidupkan kembali adat
tradisional pendorong globalisasi seperti itu berlaku juga bagi masyarakat yang
melakukan revitalisasi budaya sebagai suatu gerakan sosial
Berkenaan dengan motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku dalam
konteks gerakan sosial teori rasionalitas mengasumsikan bahwa setiap manusia
pada dasarnya rasional dengan selalu mempertimbangkan prinsip efisiensi dan
efektivitas dalam melakukan setiap tindakan termasuk tindakan dalam melakukan
gerakan sosial (Basrowi dan Sukidin 2003 dan Mustain 2007) Sementara itu
teori ldquotindakan individu yang rasionalrdquo menyatakan bahwa individu-individu
40
dalam kehidupan bermasyarakat memiliki pertimbangan rasional dan kesadaran
akan adanya keuntungan yang dapat diperoleh melalui tindakan-tindakannya
(Yunita 1986) Demikian juga ldquoteori insentif selektifrdquo menjelaskan bahwa
keikutsertaan seseorang dalam suatu gerakan sosial banyak dipengaruhi oleh jenis
bentuk dan isi harapan-harapan yang akan menguntungkan insentif selektif
(Mustain 200749) Dengan demikian motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku
dalam gerakan sosial bersifat materialistik atau ekonomistik yang mencerminkan
karakter ideologi pasar Mengikuti pendapat Habermas (Thompson 2007)
motivasi dan prinsip-prinsip gerakan sosial menunjukkan ldquorasio instrumentalrdquo
dalam arti objek-objek dalam gerakan sosial dilihat dan diperlakukan sebagai alat
untuk memenuhi kepentingan yang bernuansa ideologi pasar
Foucault (Adlin 20065) melukiskan manusia postmodern yang terserap
ke dalam discourse sedang Jean Baudrillard melukiskan manusia postmodern
yang terhisap ke dalam dunia objek yang di dalamnya ia mempunyai peran
minimalis dalam menentukan objek itu tetapi sebaliknya dibentuk olehnya Ada
sekelompok elit yang memproduksi objek-objek tetapi mayoritas manusia
menjadi konsumen objek-objek Mereka tidak sekedar manusia konsumen tetapi
manusia dengan konsep diri dan subjektivitas yang dibentuk atau didefinisikan
berdasarkan kepemilikan objek-objek Di dalam dunia yang dikuasai objek
eksistensi manusia ditentukan oleh kepemilikan objek Manusia terserap ke dalam
logika objek ke dalam irama pergantian bentuk gaya dan citranya Manusia
mempunyai hasrat tetapi kini objek yang (aktif) merayu manusia Objek yang
menjadi pusat dunia bukan subjek (cogito) seperti yang dikatakan Descartes
41
Rayuan objek mendahului hasrat Objek yang memproduksi hasrat bukan hasrat
yang memproduksi objek Kekuasaan subjek telah dijungkirbalikkan dan yang
tersisa adalah subjek yang rapuh rentan dan tidak berdaya yang hanya dapat
secara pasif berhasrat sementara objek yang aktif merayunya Dalam kerapuhan
kerentanan dan ketidakberdayaannya subjek harus menyesuaikan diri dengan
objek-objek bukan objek yang menyesuaikan subjek Kemudian tercipta
paradoks karena kedaulatan subjek tidak dapat lagi dipertahankan dan satu-
satunya kedaulatan yang ada adalah kedaulatan objek Satu-satunya strategi yang
tersedia adalah strategi objek Subjek lenyap di dalam horizon objek-objek inilah
strategi fatal
Tiga perspektif utama budaya konsumen diungkapkan oleh Featherstone
(2005) Pertama pandangan bahwa budaya konsumen dipremiskan dengan
ekspansi produksi komoditas kapitalis yang memunculkan akumulasi besar-
besaran budaya dalam bentuk barang-barang konsumen dan tempat-tempat
belanja dan konsumsi Hal ini mengakibatkan tumbuhnya kepentingan aktivitas
bersenang-senang dan konsumsi dalam masyarakat Barat kontemporer Kedua
pandangan yang lebih sosiologis bahwa kepuasan berasal dari benda-benda
berhubungan dengan akses benda-benda yang terstruktur secara sosial dalam suatu
peristiwa yang telah ditentukan kepuasan dan status tergantung pada penunjukan
dan pemeliharaan perbedaan dalam kondisi inflasi Ketiga masalah kesenangan
emosional untuk konsumsi mimpi-mimpi dan keinginan yang ditampakkan dalam
bentuk tamsil budaya konsumen dan tempat-tempat konsumsi tertentu yang secara
beragam memunculkan kenikmatan jasmaniah langsung serta kesenangan estetis
42
Tumbuh suburnya budaya konsumen tidak sekadar memandang konsumsi
sebagai sesuatu yang berasal dari produksi tanpa mengakibatkan adanya
problematika (Featherstone 2005) namun lebih jauh dari itu budaya konsumen
juga memengaruhi perilaku seseorang untuk memutuskan pembelian produk suatu
barang yang dikendalikan oleh kekuatan media massa seperti iklan Periklanan
secara khusus mampu mengeksploitasi kondisi ini dan memberikan image
pencitraan eksotika nafsu kecantikan pemenuhan kebutuhan komunalitas serta
kehidupan yang baik untuk menyebarkan benda-benda konsumen seperti sabun
mesin cuci mobil serta minuman beralkohol Budaya konsumen akan mendorong
orang untuk berperilaku sesuai tingkatan kelas sosialnya dalam kehidupan
bermasyarakat
Konsumerisme bukan semata-mata bertalian dengan panutan pada nilai
simbolik melainkan berkaitan pula dengan persoalan identitas Hal ini sejalan
dengan gagasan Clammer (Atmadja 201092) bahwa konsumsi bukanlah semata-
mata urusan belanja atau pengambilalihan benda-benda untuk menjadi milik
sendiri atas dasar nilai guna melainkan juga pembelian identitas Oleh karena itu
konsumsi menjadi sarana bagi seseorang untuk memahami dan berkomunikasi
secara simbolik antara orang yang satu dan yang lain menciptakan dan
mereproduksi identitas mereka serta menjadi sarana dalam memahami diri
mereka dalam berhubungan dengan individu dan kelompok lain Orang tidak lagi
hanya mengonsumsi material dari suatu produk tetapi juga efek simbolik yang
dihasilkan produk tersebut sehingga tepat gagasan Simmel (Atmadja 201092)
43
bahwa ldquoproduct consumpted are not seen from their function but from symbols
related to identity and statusrdquo
Dengan mengikuti Fromm (Atmadja 201093) kondisi ini mengakibatkan
pola hidup masyarakat Bali berubah secara mendasar Zaman dahulu mereka
berpegang pada gagasan bahwa tua adalah indah namun sekarang orang
menganut gagasan bahwa baru adalah indah Ketertarikan manusia dengan
sesuatu yang baru berkaitan pula dengan kemampuan desainer mengembangkan
desain yang baru dengan daya pesona yang lebih kuat daripada sebelumnya
Sering terjadi pada mulanya suatu barang dengan desain tertentu harganya mahal
sehingga konsumennya hanya orang-orang kaya
Gaya hidup telah menjadi ciri dalam dunia modern (Chaney 2004)
sehingga masyarakat modern akan menggunakan gaya hidup untuk
menggambarkan tindakannya sendiri dan orang lain Dalam kaitannya dengan
budaya konsumen gaya hidup dikonotasikan dengan individualitas ekspresi diri
serta kesadaran diri yang stylistic Tubuh busana gaya pembicaraan aktivitas
rekreasi adalah beberapa indikator dari individualisme selera konsumen Gaya
hidup juga salah satu bentuk budaya konsumen Gaya hidup seseorang dilihat dari
apa yang dikonsumsinya baik barang ataupun jasa Konsumsi tidak hanya
mencakup kegiatan membeli sejumlah barang atau materi seperti televisi dan
telepon genggam Akan tetapi juga mengonsumsi jasa seperti rekreasi Beberapa
contoh gaya hidup yang tampak menonjol pada saat ini adalah nge-mall hang out
fitness
44
Masyarakat konsumen dengan budaya konsumsi yang dipegangnya
melihat tujuan dan totalitas hidupnya dalam kerangka atau logika konsumsi
Eksistensinya dijalankan dan dipertahankan hanya dengan terus menerusnya
mengonsumsi berbagai tanda dan status sosial di balik komoditi Bukan hanya
dirinya saja yang mengaktualisasikan diri melalui tindakan konsumsi orang lain
juga akan dinilai menurut standar yang dipakainya Artinya eksistensi orang lain
pun akan dinilai dan diakui sesuai dengan standar status sosial yang dipegangnya
(diambil dari sumber httpblogspotcom201301pengaruh-globalisasi-terhadap-
gaya-hiduphtml diakses 03 November 2014)
Kaitan dengan pemilihan bela diri Aikido sebagai budaya yang dikonsumsi
oleh aikidoka Bali unsur-unsur spiritualisme modern pada dualisme dikotomik
Griffin (Atmadja 201085) mengatakan bahwa manusia membuat pemilihan yang
berlawanan misalnya modern berlawanan dengan tradisional sains modern
berlawanan dengan sains tradisional dan lain-lain Keberlawanan ini tidak hanya
berdikotomi tetapi yang modern selalu dianggap lebih unggul sehingga yang
tradisional harus digusur Begitu pula manusia tidak dianggap sebagai bagian dari
alam melainkan sebagai lawan dari alam Oleh karena itu mendominasi
menundukkan menguasai dan mengendalikan alam dengan menggunakan ilmu
dan teknologi modern merupakan keharusan bagi manusia
Berdasarkan paparan teori globalisasi di atas maka diduga bahwa
grobalisasi merupakan proses yang melatari terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido Bali Para aikidoka Bali sebagai individu
merupakan objek dari budaya konsumen akibat derasnya arus globalisasi Budaya
45
konsumen juga dapat diartikan sebagai budaya-budaya yang dilakukan oleh
seorang konsumen dalam hal ini para aikidoka Bali yang mengonsumsi bela diri
Aikido Adapun budaya konsumen menggunakan image tanda-tanda dan benda-
benda simbolik yang mengumpulkan mimpi-mimpi keinginan dan fantasi yang
menegaskan keautentikan romantik dan pemenuhan emosional dalam hal
menyenangkan diri sendiri bukan orang lain secara narsistik Jadi kegiatan
konsumsi juga bertujuan untuk mengidentifikasikan diri dalam kelas
sosial tertentu sekaligus membedakannya dengan kelas sosial yang lain
Grobalisasi bisa jadi tampak sebagai proses penyeragaman teknik serta
sikap dan perilaku para aikidoka Bali dengan berorientasi kepada spirit samurai
yang merupakan spirit yang diusung oleh organisasi bela diri Aikido Jepang di
Tokyo Diduga demikian karena sebagaimana telah dikemukakan dalam latar
belakang bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan bela diri Aikido di
Bali diatur oleh organisasi induknya yang berada di Jepang sebagai superordinat
pemilik budaya yang dikonsumsi oleh para aikidoka Bali
Teori globalisasi digunakan untuk memecahkan masalah pertama dan
kedua yaitu mengapa bela diri Aikido yang berasal dari Jepang bisa
dikembangkan di Bali hingga menimbulkan fenomena posrealitas dan proses
terjadinya posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali
232 Teori Relasi KuasaPengetahuan
Konsep kekuasaanpengetahuan memberi perhatian khusus kepada
dimensi relasi antara kekuasaan dan pengetahuan sehingga produksi pengetahuan
dipahami tidak lepas dari rezim kekuasaan Foucault (Barker 2014232-233)
46
Takwin (2003128) mengatakan bahwa menurut pandangan Foucault hubungan
kuasa muncul bukan hanya pada tataran negara namun juga dalam kehidupan
sehari-hari Setiap hubungan selalu merupakan usaha saling menguasai dan saling
menekan Hubungan kuasa menghasilkan cerita yang disebut discourse atau
wacana yang isinya adalah sesuatu yang tidak menggambarkan realitas
sebagaimana adanya dalam rangka menetralisasi ketertekanan para pewacana
yang bersangkutan
Berdasarkan pernyataan di atas maka diduga bahwa posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali ada hubungan kuasa antara para pihak
yang terlibat dalam kegiatan pengembangannya Hubungan kuasa antara para
pihak tersebut menghasilkan wacana yang dibangun sedemikian rupa dalam
rangka upaya masing-masing pihak menetralkan ketertekanannya
Berkenaan dengan wacana Althusser (Faruk 2002142) berpendapat
bahwa wacana adalah ideologi dalam praktik tidak ada ideologi tanpa wacana dan
tidak ada wacana tanpa ideologi Ini berarti bahwa dengan mencermati wacana
dapat diketahui ideologi yang terkait dengan wacana tersebut Althusser (Takwin
2003101) juga berpendapat bahwa setiap penindasan menimbulkan usaha pada
pihak tertindas untuk melepaskan diri Salah satu alat yang perlu ada dalam upaya
pembebasan ini adalah ideologi suatu kepercayaan yang dibangun untuk
menggerakkan kelompok yang tertindas Ketika yang tertindas bebas dan
berkuasa maka ideologi mereka bisa saja digunakan untuk menindas pihak yang
lebih lemah Berkenaan dengan hubungan kuasa Foucault sebagaimana dikatakan
Takwin (2003130) melihat pengetahuan ditentukan oleh kekuasaan sehingga
47
kebenaran merujuk kepada rdquorezim kebenaranrdquo yang sedang bertahta Upaya untuk
saling menguasai dan melepaskan diri dari penindasan bisa juga dilakukan dengan
strategi politik identitas dalam arti memakai identitas kelompok atau individu
untuk memperoleh perlakuan yang lebih adil dari kelompok atau individu lain
(Sparringa 2006) Dalam pelaksanaan strategi politik identitas tentu saja
menggunakan wacana sebagai praktik ideologi sehingga identitas dalam wacana
juga bersifat dinamis sesuai dengan ideologi dan kepentingan berbagai aktornya
pada waktu dan tempat praktik politik identitas itu dilakukan
Althusser sebagaimana dijelaskan oleh Faruk (2002137-139) juga
berpendapat bahwa untuk mengamankan hubungan antarkelas dan dengan
demikian kekuasaan dapat dipegang dalam waktu lama maka pihak kelas yang
berkuasa mengembangkan dua macam ideologi Pertama ideologi yang tampil
dengan aparat-aparat negara yang represif (repressive state apparatus RSA)
yang bekerja secara represif melalui penggunaan kekerasan (militer polisi
penjara pengadilan dan lain-lain) sebagai upaya untuk mengamankan bentuk-
bentuk sosial yang ada Kedua ideologi yang tampil dengan aparat-aparat negara
ideologis (ideological state apparatus ISA) yang bekerja tidak dengan
menggunakan kekerasan melainkan dengan memainkan ideologi danatau wacana
secara persuasif atau hegemonik Dalam konteks inilah Althuser berpandangan
bahwa tidak ada kelas yang dapat memegang kekuasaan dalam waktu lama tanpa
melakukan hegemoni atas dan dalam ISA Dikatakan demikian karena yang
mempersatukan atau yang dapat menjamin harmoni antara yang satu dengan yang
lain dalam ISA adalah ideologi yang berkuasa sebagai perekat bagi bersatunya
48
anggota-anggota masyarakat Mengacu kepada gagasan Bourdieu (Harker tt
117 Fashri 200798-99) dikatakan bahwa kesuksesan para anggota kelompok
dominan untuk melancarkan hegemoninya ditentukan juga oleh modal budaya
ekonomi sosial dan modal simbolik yang mereka miliki yaitu sesuatu yang
dihargai oleh masyarakat misalnya pemilikan benda-benda budaya dan status
sosial
Teori relasi kuasapengetahuan dalam penelitian ini digunakan untuk
memecahkan masalah ke dua yaitu bagaimana proses terjadinya posrealitas
dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Teori ini relevan karena dalam
proses pengembangan bela diri Aikido di Bali melalui relasi kuasapengetahuan
oleh Jepang diimplementasikan dalam segala bentuk latihan fisik pengembangan
dojo dan penyebaran nilai-nilai yang ada dalam bela diri Aikido
233 Teori Identitas Sosial
Tajfel menyatakan asumsi dasar teori identitas sosial dalam situs
(httpidhamputrateori-identitas-sosialwordpresscom diakses 02 Agustus 2014)
dengan kalimat sebagai berikut
(1) Kita menciptakan identitas sosial kita untuk menyederhanakan
hubungan eksternal kita (2) Lebih jauh lagi ada kebutuhan manusia untuk
memiliki rasa harga diri (self esteem and self worth) yang kita transfer ke
dalam kelompok kita sendiri (3) Kita juga menata lingkungan kita dengan
perbandingan sosial antar kelompok Konsep dalam kelompok (in groups)
dan luar kelompok (out groups) itu penting dalam analisis ini
Lebih jauh Tajfel mengemukakan bahwa dalam teori identitas sosial
seorang individu tidaklah dianggap sebagai individu secara mutlak satu dalam
kehidupannya Individu merupakan bagian dari kelompok tertentu baik disadari
maupun tidak disadari Konsep identitas sosial adalah bagaimana seseorang itu
49
secara sosial dapat didefinisikan Identitas sosial yang melekat pada seseorang
merupakan identitas positif yang ingin dipertahankan Oleh karena itu individu
yang memiliki identitas sosial positif maka wacana maupun tindakannya akan
sejalan dengan norma kelompoknya Lagi pula individu tersebut diidentifikasikan
dalam suatu kelompok Wacana dan tindakannya sepatutnya sesuai dengan
wacana dan tindakan kelompoknya
Teori identitas sosial sebenarnya berangkat dari asumsi umum sebagai
berikut
1 Setiap individu selalu berusaha untuk merawat atau meninggikan self-
esteemnya mereka berusaha untuk membentuk konsep diri yang positif
2 Kelompok atau kategori sosial dan anggota dari mereka berasosiasi
terhadap konotasi nilai positif atau negatif Identitas sosial positif atau
negatif tergantung evaluasi (yang mengacu pada konsensus sosial bahkan
pada lintas kelompok) kelompok tersebut yang memberikan kontribusi
pada identitas sosial individu
3 Evaluasi dari salah satu kelompok adalah berusaha mendeterminasikan dan
juga sebagai bahan acuan pada kelompok lain secara spesifik melalui
perbandingan sosial dalam bentuk nilai atribut atau karakteristik
Dari asumsi di atas beberapa relasi prinsip teori dapat menghasilkan hal-
hal di bawah ini
1 Individu berusaha untuk mencapai atau merawat identitas sosial yang
positif
50
2 Identitas sosial yang positif ada berdasarkan pada besarnya tingkat
perbandingan favorit in-group dengan out-group in-group pasti
mempersepsikan dirinya secara positif berbeda dari out-group
3 Ketika identitas sosial tidak memuaskan individu akan berusaha keluar
dari kelompok lalu bergabung ke dalam kelompok yang lebih positif atau
membuat kelompok mereka lebih positif
Identitas sosial sebagai teori tidak lepas dari keinginan individu untuk
memperbandingkan dirinya serta kelompoknya dengan yang lain Perbandingan
sosial digambarkan oleh Festinger (1954) sebagai teori yang bisa membimbing
seseorang untuk membandingkan dirinya dengan yang lain siapa yang serupa
dengan dirinya dan siapa yang berbeda siapa yang berada di atas dan siapa yang
berada di bawah
Setidaknya ada tiga variabel yang memengaruhi hubungan pembedaan
antar kelompok dalam situasi sosial yang nyata (Tajfel 1974 Turner 1975
dalam Hogg amp Abrams 2000) Pertama individu pasti memiliki internalisasi
kelompok mereka sebagai konsep diri mereka secara subjektif mereka pasti
mengidentifikasikan kelompok yang relevan Hal ini tidak cukup dari orang lain
saja yang mengidentifikasikan seseorang dari kelompok mana dia berasal Kedua
situasi sosial akan menciptakan perbandingan sosial yang memungkinkan
terjadinya seleksi dan evaluasi atribut relasi yang relevan Perbedaan kelompok
pada tiap-tiap daerah tidak sama secara signifikan Misalnya di Amerika
perbedaan kelompok cenderung menonjol pada perbedaan warna kulit tetapi
perbedaan warna kulit bukan sesuatu yang menonjol di Hongkong Ketiga in-
51
group tidak membandingkan dirinya pada tiap proses kognitif yang ada pada out-
group out-group pastinya dipersepsikan sebagai kelompok perbandingan yang
relevan dalam kesamaan kedekatan dan secara situasional yang menonjol
Kemudian determinasi out-group dihasilkan sebagai perbandingan terhadap
situasi yang menggambarkan sesuatu determinasi in-group (didapatkan dari
sumber httpdharmaputrawordpresscom2008teori-identitas-sosial diakses 03
Agustus 2014)
Barker (2009175-176) menyatakan bahwa meskipun identitas diri bisa
dianggap sebagai proyek seseorang sudah menjadi kebenaran sosiologis juga
bahwa manusia lahir ke dunia yang sudah ada sebelumnya Manusia belajar
menggunakan bahasa yang telah digunakan sebelum lahir dan hidup dalam
konteks hubungan sosial dengan orang lain Manusia disusun menjadi individu
melalui proses sosial yang menggunakan bahan-bahan yang bersifat sosial Secara
umum ini disebut spisialisasi atau akulturasi Tanpa akulturasi manusia tidak
akan menjadi orang sebagaimana gagasan yang dipahami dalam hidup sehari-hari
Tanpa bahasa konsep keorangan dan identitas tidak akan bisa dipahami
Menjadi orang tidak mengandung unsur transenden atau ahistoris apapun
Identitas sepenuhnya sosial dan kultural dengan alasan-alasan berikut
1 Gagasan apakah artinya menjadi orang merupakan pertanyaan kultural
Sebagai contoh individualisme merupakan penunjuk yang khas
masyarakat modern
2 Sumber-sumber yang membentuk bahan-bahan untuk proyek identitas
yaitu bahasa dan praktik kultural berwatak sosial Akibatnya arti menjadi
52
seorang perempuan anak orang Asia atau orang tua terbentuk secara
berbeda-beda tergantung kepada konteks kulturalnya
Sumber-sumber yang bisa dipakai bagi proyek identitas tergantung kepada
kekuasaan situasional yang menjadi asal kompetensi kultural dalam konteks
kultural tertentu Apakah hitam atau putih laki-laki atau perempuan Afrika atau
Amerika kaya atau miskin adalah sesuatu yang penting karena sumber-sumber
kultural yang akan dimasuki berbeda Identitas menjadi penting tidak hanya untuk
penggambaran diri tetapi juga ciri-ciri sosial
Identitas sosial terkait dengan hak kewajiban dan sanksi normatif yang
dalam masyarakat tertentu menjadi dasar penentuan peran Penggunaan ciri-ciri
baku terutama berkaitan dengan ciri umur dan gender tubuh bersifat mendasar
dalam semua masyarakat dan masih sangat banyak lagi ragam lintas-budaya yang
bisa dicatat Giddens (Barker 2009176) Persoalan identitas adalah kesamaan dan
perbedaan soal personal dan sosial soal rdquoapa yang dimiliki individu secara
bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakan satu individu
dengan orang-orang lain Weeks (Barker 2009176)
Berdasarkan uraian di atas pengembangan bela diri Aikido di Bali adalah
identitas para peserta pelatihan yang merupakan satu identitas meliputi identitas
individunya keluarganya sukunya dan kelompoknya Bagi Fromm identitas diri
dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dari identitas sosial individu dalam
konteks komunitasnya Selain menjadi makhluk individual identitas diri tidak
terlepas dari norma yang mengikat masyarakat dalam lingkungan dan peran sosial
53
yang diembannya dalam masyarakat (httpidhamputrawordpressteori-identitas-
sosialcom diakses 03 Agustus 2014)
Teori identitas sosial Hendri Tajfel digunakan secara eklektik (bersamaan)
dengan teori lainnya untuk memecahkan ketiga masalah dalam penelitian ini
Keberterimaan bela diri Aikido di Bali proses terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali yang pada akhirnya membentuk identitas
baru berupa posrealitas kebudayaan yang membentuk identitas para aikidoka Bali
baik secara individu maupun identitas sosialnya
54
24 Model Penelitian
Model penelitian ini dapat digambarkan ke dalam Bagan 21
Bagan 21
Model Penelitian
Keterangan
= memengaruhi
= saling memengaruhi
Kebudayaan Bali
Bela Diri Tradisional Bali
-Pencak Silat
-Tengklung
-Mepantigan
Kebudayaan Jepang
Bela Diri Tradisional Jepang
-Karate
-Judo
-Aikido
Proses terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Latar belakang
terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Posrealitas dalam Pengembangan
Bela Diri Aikido di Bali
Temuan
Penelitian
Implikasi
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
55
Bagan 21 dapat dijelaskan bahwa tampak kebudayaan Bali dengan
unsurnya berupa bela diri tradisional Bali seperti Pencak Silat Tengklung
Mepantigan dan beberapa bela diri lainnya Dengan adanya globalisasi
bersentuhan dengan kebudayaan Jepang dengan unsurnya berupa bela diri
tradisional Jepang seperti Karate Judo dan Aikido Khusus pada penelitian ini
adalah bela diri Jepang Aikido Persentuhan antara keduanya akibat arus
globalisasi melahirkan bela diri Aikido yang berterima dan berkembang di
sejumlah dojo di Bali yang menunjukkan adanya posrealitas Posrealitas dalam
penelitian ini merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu berupa
peniruan bagi aikidoka Bali yaitu bela diri Aikido melalui pelatihan di beberapa
dojo yang ada di Bali Kondisi posrealitas adalah kondisi yang di dalamnya
prinsip-prinsip realitas telah dilampaui dalam pengertian diambil alih oleh
substitusi-substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir Hal ini telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang apa yang disebut yang nyata (the real) Yang nyata
senyata-nyatanya berada di Jepang bela diri Aikido telah membentangkan
persoalan filosofis mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa
yang disebut nyata
Posrealitas dapat dijelaskan sebagai kondisi matinya realitas dalam
pengertian diambilalihnya posisi realitas oleh apa yang sebelumnya disebut
sebagai nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru yang
memesona yang belum pernah dialami sebelumnya
56
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru yang tidak bisa dikatakan
realitas Bali yang asli karena telah dimasuki oleh nilai baru yang berasal dari
sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang Tidak bisa juga
dikatakan realitas yang benar-benar baru karena para anggota pelatihan tetaplah
kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya
Posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali dikaji dari tiga
dimensinya yaitu (1) latar belakang terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali (2) proses terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali dan (3) implikasi pengembangan bela diri Aikido tersebut
dalam kehidupan para aikidoka Bali
Penelitian kajian budaya ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teknik
wawancara observasi dokumentasi dan studi pustaka Data dianalisis secara
eklektik dengan menggunakan teori globalisasi kuasapengetahuan identitas
sosial dan teori pendukung lainnya yang terkait dengan permasalahan yang ada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberterimaan bela diri Aikido di Bali
dilatarbelakangi oleh beberapa ideologi yaitu dualisme kultural paternalisme
pasar citra dan multikulturalisme Proses pengembangan bela diri di beberapa
dojo yang ada di Bali meliputi tahap pengenalan pendirian organisasi
pengembangan tempat pelatihan dan tahap pengembangan mutu Semuanya
berorientasi kepada tempat pelatihan induk bela diri Aikido (Honbu Dojo) yang
berada di Tokyo-Jepang Pengembangan bela diri Aikido di Bali menimbulkan
57
implikasi pada para aikidoka Bali termasuk terbentuknya identitas baru dalam
masyarakat Bali
Melalui penelitian ini ditemukan paradigma baru bahwa di balik kekuatan
budaya Bali yang sedang berlangsung dalam segala lini kehidupan terdapat sikap
orang Bali yang terbuka terhadap kebudayaan asing khususnya bela diri asal
Jepang yaitu bela diri Aikido Terkait dengan bela diri Aikido yang sedang
ditekuni oleh beberapa komunitas di Bali ternyata ada berbagai hal yang
mendukung keberterimaannya Adanya kegayutan nilai-nilai budaya antara
kebudayaan Bali dan kebudayaan Jepang terkait keberadaan bela diri Aikido yang
berterima di beberapa komunitas pelatihan di Bali sehingga hal ini disebut sebagai
multikulturalisme
33
Sebagaimana dinyatakan oleh Robert Cooper Dalam pengertian mendasarnya
organisasi adalah penertiban terhadap yang tidak tertibrdquo (Scott 2011190-191)
Seperti halnya mesin yang terangkai dari berbagai komponen yang saling
terkait Tripomo (201412-14) menyatakan bahwa organisasi juga merupakan
rangkaian komponen berupa orang-orang yang saling berinteraksi satu dengan
yang lain Namun organisasi tidak sama dengan mesin karena organisasi
merupakan kesatuan sosial hubungan antara satu orang dengan orang yang lain
tidak hanya bersifat rasional dan mekanistik Menurut kodratnya manusia adalah
makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat karena manusia selalu hidup bersama
dengan manusia lainnya sebagai kesatuan sosial
Kesatuan sosial adalah kelompok individu yang saling berhubungan dan
memengaruhi karena memiliki keterikatan nilai budaya aturan emosi dan
perantugas Keterikatan sosial sering kali tidak memperhitungkan kalkulasi
untung rugi rasionalfinansial Sebagai kesatuan sosial urusan rasa selera
keadilan dan solidaritas menjadi penting serta ukuran benar dan salah menjadi
tidak bersifat mutlak Pendapat keputusan reaksi seseorang tidak mutlak rasional
tetapi dipengaruhi oleh hubungan manusia dalam kesatuan sosial
Organisasi sebagai kesatuan sosial memiliki sifat saling terkait yang lebih
rumit daripada rangkaian mesin Dengan memencet tombol offrdquo pada saat jam
kerja berakhir maka mesin mati dan interaksi antar bagian-bagian mesin terhenti
Apakah interaksi antar orang berhenti Jawabannya tidak Setelah selesai jam
kerja orang-orang masih berhubungan satu sama lain bahkan setelah pensiunpun
orang masih berinteraksi satu sama lain Seorang anak yang tidak memiliki
34
keterkaitan dalam organisasi bisa memengaruhi keputusan karena bapaknya
pejabat Orang-orang yang pindah partai seperti kutu loncatpun tidak akan bisa
melepaskan relasinya dengan orang-orang di partai yang ia tinggalkan Inilah
keunikan organisasi sebagai kesatuan sosial
Organisasi yang berisi kumpulan manusia jelas berbeda dengan mesin yang
berisi kumpulan onderdil Organisasi adalah kesatuan dari individu-individu yang
dikoordinasikan secara sadar untuk mencapai tujuan tertentu Bagaimana interaksi
di antara individu-individu dalam organisasi diatur oleh sebuah sistem yang
disebut struktur organisasi Struktur organisasi ibarat otak otot dan syaraf yang
mengkoordinasikan kerja organ indera dan anggota tubuh manusia
Bela diri Aikido di Indonesia tidak sepopuler Karate Kempo ataupun Judo
tetapi bela diri Aikido masuk ke Indonesia dalam waktu yang bersamaan dari
Jepang Ketidakpopuleran bela diri Aikido disebabkan oleh tidak adanya sistem
pertandingan sebagaimana yang ada dalam bela diri lainnya Oleh karena itu bela
diri Aikido hanya disebarkan melalui pembicaraan-pembicaraan saja Baru tahun
1984 mulai dipikirkan pengembangannya dengan membentuk organisasi bela diri
Sejak saat itu media elektronik dan cetak mulai memperkenalkannya dengan
metode atau peragaan (embukai)
Pada tahun 1993 didirikan yayasan Keluarga Bela Diri Aikido Indonesia
(KBAI) oleh sensei Ferdiansyah Secara umum perguruan ini berafiliasi kepada
pusat organisasi bela diri Aikido di Jepang (Honbu Aikikai) Dalam pertaliannya
dengan induk organisasi KBAI melaksanakan program kunjungan tahunan dari
para instrukstur pusat Aikikai - Jepang KBAI mengembangkan perguruannya
35
dalam bentuk tempat-tempat latihan umum atau club-club Pengembangan club-
club banyak dilakukan pada instansi dan perusahaan perguruan tinggi dan
sekolah
Secara tahunan atau dua tahunan KBAI mengadakan program kunjungan
instruktur dari Jepang sebagai motivator anggotanya dalam berlatih Secara
berkala pula dilakukan ujian kenaikan tingkat yang dilakukan empat bulan sekali
Secara umum KBAI mengembangkan perguruannya dengan hati-hati dengan
menjaga mutu teknis dan operasionalnya (diambil dari sumber httpkbaitripod
comhal_kbaihtm diakses 03 November 2014)
Organisasi bela diri Aikido di Bali dikonsepsikan sebagai organisasi sosial
yang ada di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung Organisasi tersebut pada
penelitian ini secara keseluruhan berjumlah empat unit yang terhimpun ke dalam
satu organisasi induknya bernama Bari Aikikai「バリ合気会」 Keempat
organisasi yang tergabung ke dalam organisasi induknya ini adalah (1) Dojo
Samurai di Renon Denpasar (2) Dojo Dirgahayu di Desa Sumerta Kaja
Denpasar (3) Dojo Aora di Kuta Badung dan (4) Dojo Kami di Jimbaran
Badung Masing-masing organisasi mempunyai pengelola dojo bagian keuangan
dan pelatih
Dari uraian di atas tampak bahwa pengembangan bela diri Aikido di Bali
baik dari permulaan kemunculannya maupun selanjutnya ditopang oleh sistem
organisasi yang teratur memiliki struktur dan orang-orang yang duduk sesuai
fungsinya sehingga pengembangannya bisa terarah Pengembangan bela diri
Aikido di Bali dalam penelitian ini adalah proses setiap tahapan dilalui dengan
36
posrealitas kebudayaan sampai terjadinya implikasi bela diri Aikido ini berupa
identitas baru bagi para aikidoka Bali Kenyataan ini disebabkan oleh pelatihan
bela diri Aikido yang berkelanjutan dan dalam rentang waktu yang lama dan
membentuk aikidoka Bali sebagai manusia baru yang memiliki rdquolabelrdquo berbeda
dengan manusia Bali pada umumnya
23 Landasan Teoretis
Ada tiga teori yang relevan untuk diacu dalam penelitian ini yaitu teori
globalisasi teori relasi kuasapengetahuan dan teori identitas sosial Ketiga teori
ini digunakan secara eklektik seperti yang biasa digunakan dalam kajian budaya
Hal ini sesuai dengan pendapat Sanderson (Minawati 200936) bahwa eklektisme
merupakan suatu cara pandang yang mengatakan bahwa berbagai strategi teoretis
harus digunakan secara kombinasi agar diperoleh penjelasan yang dapat diterima
231 Teori Globalisasi
Globalisasi adalah ldquopenyebaran kebiasaan-kebiasaan yang mendunia
ekspansi hubungan yang melintasi benua organisasi dari kehidupan sosial pada
skala global dan pertumbuhan dari sebuah kesadaran global bersamardquo Ritzer
(200696) Membaca definisi ini tampaklah bahwa globalisasi mempunyai
cakupan yang luas Cakupan globalisasi yang luas itu secara lebih jelas dapat
dilihat dengan mencermati gagasan Appadurai sebagaimana dikutip oleh Steger
(200658) bahwa ada lima dimensi konseptual atau ldquolandscaperdquo yang dibentuk
dan sekaligus merupakan ciri-ciri arus budaya global Kelima ldquolandscaperdquo
danatau ciri arus budaya global itu adalah sebagai berikut
37
1 Ethnoscapes adalah perpindahan penduduk dari satu negara ke negara lain
seperti wisatawan imigran pengungsi dan tenaga kerja
2 Technoscape mengacu kepada perkembangan teknologi yang kini
mengalir dengan kecepatan tinggi menembus batas-batas negara
3 Mediascape mengacu kepada kemampuan elektronik untuk menyebarkan
informasi ke berbagai belahan dunia
4 Finanscape adalah aspek finansial atau uang yang sulit diprediksi dalam
era globalisasi
5 Ideoscape terkait dengan masalah politik seperti kebebasan demokrasi
kedaulatan kesejahteraan hak seseorang ideologi-ideologi negara dan
gerakan sosial
Globalisasi dengan ciri-cirinya yang demikian itu telah mengakibatkan
dunia seakan-akan tidak lagi dibatasi oleh tembok-tembok penyekat yang
memisahkan negara yang satu dengan negara yang lain (Ardika 200713)
Dengan kata lain garis-garis batas budaya nasional ekonomi nasional dan
wilayah nasional semakin kabur (Hirst dan Thompson 19911) Sejalan dengan
proses itu tampaknya perubahan pada berbagai aspek kehidupan masyarakat
dan budayanya sebagai dampak globalisasi sulit dihindari sehingga kini tidak
jarang realita kehidupan sosial budaya telah jauh berbeda dengan realitanya di
masa lampau
Globalisasi tidak begitu saja dapat menyebabkan perubahan budaya suatu
masyarakat tanpa reaksi masyarakat yang bersangkutan karena sebagaimana
dikemukakan oleh Ardika (200715) bahwa pengaruh budaya global juga dapat
38
menimbulkan hasrat untuk menegaskan keunikan kultur sendiri Dalam konteks
inilah di kalangan para ahli berkembang dua macam pandangan dasar dalam teori
globalisasi Pertama memandang globalisasi menimbulkan grobalisasi Kedua
memandang globalisasi menimbulkan glokalisasi Pandangan grobalisasi
menekankan semakin meningkatnya kemampuan organisasi-organisasi dan
negara-negara modern di seluruh dunia yang sebagian besar bersifat kapitalistik
untuk meningkatkan kekuasaan mereka dan menjangkau dunia (Ritzer 200699)
Sebaliknya pandangan glokalisasi sebagaimana dijelaskan oleh Steger (200657)
merupakan interaksi yang kompleks antara global dan lokal yang bercirikan
peminjaman budaya Lebih lanjut pandangan grobalisasi menekankan terjadinya
penyeragaman atau homogenisasi versus pandangan glokalisasi yang menekankan
terjadinya heterogenisasi atau penganekaragaman budaya masyarakat yang
merupakan percampuran antara yang global dan yang lokal (Ritzer 2006104
Steger 200657)
Terjadinya glokalisasi yang menghasilkan budaya campuran tidak lepas
dari adanya orang-orang yang bermaksud menentang globalisasi khususnya
grobalisasi Cara mereka dengan mendukung dan bersekutu dengan glokalisasi
sebagai bentuk globalisasi yang lain namun mereka tetap mengadopsi budaya
global yang telah berpengaruh kuat sehingga timbul budaya campuran (Ritzer
2006229) Gagasan ini tampak penting untuk dirujuk dalam penelitian ini karena
relevan dengan fokus kajian budaya sebagaimana dikatakan oleh Suastika
(200731) bahwa fokus kajian budaya terletak pada persoalan bagaimana praktik
39
budaya memungkinkan berbagai budaya dan kelas berjuang melawan dominasi
budaya
Upaya orang-orang yang hendak menentang grobalisasi melalui glokalisasi
seperti itu identik dengan revitalisasi budaya mereka Dikatakan identik karena
sebagaimana dikemukakan oleh Adas (1988XIII) bahwa selain berjuang untuk
menghidupkan kembali adat tradisional atau kepercayaannya para partisipan
gerakan revitalisasi budaya juga bisa dirasuki oleh keinginan memperoleh barang-
barang asing dan mencontoh bentuk organisasi dan tingkah laku asing Barang
maupun organisasi dan tingkah laku asing bisa dilihat sebagai budaya global yang
masuk melalui proses globalisasi yang telah berpengaruh kuat kepada masyarakat
bersangkutan Sebagaimana dikemukakan oleh Ritzer (200699-100) bahwa sesuai
dengan penekanan teori Max Weber dan teori Karl Marx kekuatan pendorong
utama grobalisasi adalah rasionalisasi dan kebutuhan untuk memperlihatkan
kemampuan memperoleh keuntungan melalui imperialisme dan hegemoni Oleh
karena itu tidak tertutup kemungkinan bahwa untuk menghidupkan kembali adat
tradisional pendorong globalisasi seperti itu berlaku juga bagi masyarakat yang
melakukan revitalisasi budaya sebagai suatu gerakan sosial
Berkenaan dengan motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku dalam
konteks gerakan sosial teori rasionalitas mengasumsikan bahwa setiap manusia
pada dasarnya rasional dengan selalu mempertimbangkan prinsip efisiensi dan
efektivitas dalam melakukan setiap tindakan termasuk tindakan dalam melakukan
gerakan sosial (Basrowi dan Sukidin 2003 dan Mustain 2007) Sementara itu
teori ldquotindakan individu yang rasionalrdquo menyatakan bahwa individu-individu
40
dalam kehidupan bermasyarakat memiliki pertimbangan rasional dan kesadaran
akan adanya keuntungan yang dapat diperoleh melalui tindakan-tindakannya
(Yunita 1986) Demikian juga ldquoteori insentif selektifrdquo menjelaskan bahwa
keikutsertaan seseorang dalam suatu gerakan sosial banyak dipengaruhi oleh jenis
bentuk dan isi harapan-harapan yang akan menguntungkan insentif selektif
(Mustain 200749) Dengan demikian motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku
dalam gerakan sosial bersifat materialistik atau ekonomistik yang mencerminkan
karakter ideologi pasar Mengikuti pendapat Habermas (Thompson 2007)
motivasi dan prinsip-prinsip gerakan sosial menunjukkan ldquorasio instrumentalrdquo
dalam arti objek-objek dalam gerakan sosial dilihat dan diperlakukan sebagai alat
untuk memenuhi kepentingan yang bernuansa ideologi pasar
Foucault (Adlin 20065) melukiskan manusia postmodern yang terserap
ke dalam discourse sedang Jean Baudrillard melukiskan manusia postmodern
yang terhisap ke dalam dunia objek yang di dalamnya ia mempunyai peran
minimalis dalam menentukan objek itu tetapi sebaliknya dibentuk olehnya Ada
sekelompok elit yang memproduksi objek-objek tetapi mayoritas manusia
menjadi konsumen objek-objek Mereka tidak sekedar manusia konsumen tetapi
manusia dengan konsep diri dan subjektivitas yang dibentuk atau didefinisikan
berdasarkan kepemilikan objek-objek Di dalam dunia yang dikuasai objek
eksistensi manusia ditentukan oleh kepemilikan objek Manusia terserap ke dalam
logika objek ke dalam irama pergantian bentuk gaya dan citranya Manusia
mempunyai hasrat tetapi kini objek yang (aktif) merayu manusia Objek yang
menjadi pusat dunia bukan subjek (cogito) seperti yang dikatakan Descartes
41
Rayuan objek mendahului hasrat Objek yang memproduksi hasrat bukan hasrat
yang memproduksi objek Kekuasaan subjek telah dijungkirbalikkan dan yang
tersisa adalah subjek yang rapuh rentan dan tidak berdaya yang hanya dapat
secara pasif berhasrat sementara objek yang aktif merayunya Dalam kerapuhan
kerentanan dan ketidakberdayaannya subjek harus menyesuaikan diri dengan
objek-objek bukan objek yang menyesuaikan subjek Kemudian tercipta
paradoks karena kedaulatan subjek tidak dapat lagi dipertahankan dan satu-
satunya kedaulatan yang ada adalah kedaulatan objek Satu-satunya strategi yang
tersedia adalah strategi objek Subjek lenyap di dalam horizon objek-objek inilah
strategi fatal
Tiga perspektif utama budaya konsumen diungkapkan oleh Featherstone
(2005) Pertama pandangan bahwa budaya konsumen dipremiskan dengan
ekspansi produksi komoditas kapitalis yang memunculkan akumulasi besar-
besaran budaya dalam bentuk barang-barang konsumen dan tempat-tempat
belanja dan konsumsi Hal ini mengakibatkan tumbuhnya kepentingan aktivitas
bersenang-senang dan konsumsi dalam masyarakat Barat kontemporer Kedua
pandangan yang lebih sosiologis bahwa kepuasan berasal dari benda-benda
berhubungan dengan akses benda-benda yang terstruktur secara sosial dalam suatu
peristiwa yang telah ditentukan kepuasan dan status tergantung pada penunjukan
dan pemeliharaan perbedaan dalam kondisi inflasi Ketiga masalah kesenangan
emosional untuk konsumsi mimpi-mimpi dan keinginan yang ditampakkan dalam
bentuk tamsil budaya konsumen dan tempat-tempat konsumsi tertentu yang secara
beragam memunculkan kenikmatan jasmaniah langsung serta kesenangan estetis
42
Tumbuh suburnya budaya konsumen tidak sekadar memandang konsumsi
sebagai sesuatu yang berasal dari produksi tanpa mengakibatkan adanya
problematika (Featherstone 2005) namun lebih jauh dari itu budaya konsumen
juga memengaruhi perilaku seseorang untuk memutuskan pembelian produk suatu
barang yang dikendalikan oleh kekuatan media massa seperti iklan Periklanan
secara khusus mampu mengeksploitasi kondisi ini dan memberikan image
pencitraan eksotika nafsu kecantikan pemenuhan kebutuhan komunalitas serta
kehidupan yang baik untuk menyebarkan benda-benda konsumen seperti sabun
mesin cuci mobil serta minuman beralkohol Budaya konsumen akan mendorong
orang untuk berperilaku sesuai tingkatan kelas sosialnya dalam kehidupan
bermasyarakat
Konsumerisme bukan semata-mata bertalian dengan panutan pada nilai
simbolik melainkan berkaitan pula dengan persoalan identitas Hal ini sejalan
dengan gagasan Clammer (Atmadja 201092) bahwa konsumsi bukanlah semata-
mata urusan belanja atau pengambilalihan benda-benda untuk menjadi milik
sendiri atas dasar nilai guna melainkan juga pembelian identitas Oleh karena itu
konsumsi menjadi sarana bagi seseorang untuk memahami dan berkomunikasi
secara simbolik antara orang yang satu dan yang lain menciptakan dan
mereproduksi identitas mereka serta menjadi sarana dalam memahami diri
mereka dalam berhubungan dengan individu dan kelompok lain Orang tidak lagi
hanya mengonsumsi material dari suatu produk tetapi juga efek simbolik yang
dihasilkan produk tersebut sehingga tepat gagasan Simmel (Atmadja 201092)
43
bahwa ldquoproduct consumpted are not seen from their function but from symbols
related to identity and statusrdquo
Dengan mengikuti Fromm (Atmadja 201093) kondisi ini mengakibatkan
pola hidup masyarakat Bali berubah secara mendasar Zaman dahulu mereka
berpegang pada gagasan bahwa tua adalah indah namun sekarang orang
menganut gagasan bahwa baru adalah indah Ketertarikan manusia dengan
sesuatu yang baru berkaitan pula dengan kemampuan desainer mengembangkan
desain yang baru dengan daya pesona yang lebih kuat daripada sebelumnya
Sering terjadi pada mulanya suatu barang dengan desain tertentu harganya mahal
sehingga konsumennya hanya orang-orang kaya
Gaya hidup telah menjadi ciri dalam dunia modern (Chaney 2004)
sehingga masyarakat modern akan menggunakan gaya hidup untuk
menggambarkan tindakannya sendiri dan orang lain Dalam kaitannya dengan
budaya konsumen gaya hidup dikonotasikan dengan individualitas ekspresi diri
serta kesadaran diri yang stylistic Tubuh busana gaya pembicaraan aktivitas
rekreasi adalah beberapa indikator dari individualisme selera konsumen Gaya
hidup juga salah satu bentuk budaya konsumen Gaya hidup seseorang dilihat dari
apa yang dikonsumsinya baik barang ataupun jasa Konsumsi tidak hanya
mencakup kegiatan membeli sejumlah barang atau materi seperti televisi dan
telepon genggam Akan tetapi juga mengonsumsi jasa seperti rekreasi Beberapa
contoh gaya hidup yang tampak menonjol pada saat ini adalah nge-mall hang out
fitness
44
Masyarakat konsumen dengan budaya konsumsi yang dipegangnya
melihat tujuan dan totalitas hidupnya dalam kerangka atau logika konsumsi
Eksistensinya dijalankan dan dipertahankan hanya dengan terus menerusnya
mengonsumsi berbagai tanda dan status sosial di balik komoditi Bukan hanya
dirinya saja yang mengaktualisasikan diri melalui tindakan konsumsi orang lain
juga akan dinilai menurut standar yang dipakainya Artinya eksistensi orang lain
pun akan dinilai dan diakui sesuai dengan standar status sosial yang dipegangnya
(diambil dari sumber httpblogspotcom201301pengaruh-globalisasi-terhadap-
gaya-hiduphtml diakses 03 November 2014)
Kaitan dengan pemilihan bela diri Aikido sebagai budaya yang dikonsumsi
oleh aikidoka Bali unsur-unsur spiritualisme modern pada dualisme dikotomik
Griffin (Atmadja 201085) mengatakan bahwa manusia membuat pemilihan yang
berlawanan misalnya modern berlawanan dengan tradisional sains modern
berlawanan dengan sains tradisional dan lain-lain Keberlawanan ini tidak hanya
berdikotomi tetapi yang modern selalu dianggap lebih unggul sehingga yang
tradisional harus digusur Begitu pula manusia tidak dianggap sebagai bagian dari
alam melainkan sebagai lawan dari alam Oleh karena itu mendominasi
menundukkan menguasai dan mengendalikan alam dengan menggunakan ilmu
dan teknologi modern merupakan keharusan bagi manusia
Berdasarkan paparan teori globalisasi di atas maka diduga bahwa
grobalisasi merupakan proses yang melatari terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido Bali Para aikidoka Bali sebagai individu
merupakan objek dari budaya konsumen akibat derasnya arus globalisasi Budaya
45
konsumen juga dapat diartikan sebagai budaya-budaya yang dilakukan oleh
seorang konsumen dalam hal ini para aikidoka Bali yang mengonsumsi bela diri
Aikido Adapun budaya konsumen menggunakan image tanda-tanda dan benda-
benda simbolik yang mengumpulkan mimpi-mimpi keinginan dan fantasi yang
menegaskan keautentikan romantik dan pemenuhan emosional dalam hal
menyenangkan diri sendiri bukan orang lain secara narsistik Jadi kegiatan
konsumsi juga bertujuan untuk mengidentifikasikan diri dalam kelas
sosial tertentu sekaligus membedakannya dengan kelas sosial yang lain
Grobalisasi bisa jadi tampak sebagai proses penyeragaman teknik serta
sikap dan perilaku para aikidoka Bali dengan berorientasi kepada spirit samurai
yang merupakan spirit yang diusung oleh organisasi bela diri Aikido Jepang di
Tokyo Diduga demikian karena sebagaimana telah dikemukakan dalam latar
belakang bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan bela diri Aikido di
Bali diatur oleh organisasi induknya yang berada di Jepang sebagai superordinat
pemilik budaya yang dikonsumsi oleh para aikidoka Bali
Teori globalisasi digunakan untuk memecahkan masalah pertama dan
kedua yaitu mengapa bela diri Aikido yang berasal dari Jepang bisa
dikembangkan di Bali hingga menimbulkan fenomena posrealitas dan proses
terjadinya posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali
232 Teori Relasi KuasaPengetahuan
Konsep kekuasaanpengetahuan memberi perhatian khusus kepada
dimensi relasi antara kekuasaan dan pengetahuan sehingga produksi pengetahuan
dipahami tidak lepas dari rezim kekuasaan Foucault (Barker 2014232-233)
46
Takwin (2003128) mengatakan bahwa menurut pandangan Foucault hubungan
kuasa muncul bukan hanya pada tataran negara namun juga dalam kehidupan
sehari-hari Setiap hubungan selalu merupakan usaha saling menguasai dan saling
menekan Hubungan kuasa menghasilkan cerita yang disebut discourse atau
wacana yang isinya adalah sesuatu yang tidak menggambarkan realitas
sebagaimana adanya dalam rangka menetralisasi ketertekanan para pewacana
yang bersangkutan
Berdasarkan pernyataan di atas maka diduga bahwa posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali ada hubungan kuasa antara para pihak
yang terlibat dalam kegiatan pengembangannya Hubungan kuasa antara para
pihak tersebut menghasilkan wacana yang dibangun sedemikian rupa dalam
rangka upaya masing-masing pihak menetralkan ketertekanannya
Berkenaan dengan wacana Althusser (Faruk 2002142) berpendapat
bahwa wacana adalah ideologi dalam praktik tidak ada ideologi tanpa wacana dan
tidak ada wacana tanpa ideologi Ini berarti bahwa dengan mencermati wacana
dapat diketahui ideologi yang terkait dengan wacana tersebut Althusser (Takwin
2003101) juga berpendapat bahwa setiap penindasan menimbulkan usaha pada
pihak tertindas untuk melepaskan diri Salah satu alat yang perlu ada dalam upaya
pembebasan ini adalah ideologi suatu kepercayaan yang dibangun untuk
menggerakkan kelompok yang tertindas Ketika yang tertindas bebas dan
berkuasa maka ideologi mereka bisa saja digunakan untuk menindas pihak yang
lebih lemah Berkenaan dengan hubungan kuasa Foucault sebagaimana dikatakan
Takwin (2003130) melihat pengetahuan ditentukan oleh kekuasaan sehingga
47
kebenaran merujuk kepada rdquorezim kebenaranrdquo yang sedang bertahta Upaya untuk
saling menguasai dan melepaskan diri dari penindasan bisa juga dilakukan dengan
strategi politik identitas dalam arti memakai identitas kelompok atau individu
untuk memperoleh perlakuan yang lebih adil dari kelompok atau individu lain
(Sparringa 2006) Dalam pelaksanaan strategi politik identitas tentu saja
menggunakan wacana sebagai praktik ideologi sehingga identitas dalam wacana
juga bersifat dinamis sesuai dengan ideologi dan kepentingan berbagai aktornya
pada waktu dan tempat praktik politik identitas itu dilakukan
Althusser sebagaimana dijelaskan oleh Faruk (2002137-139) juga
berpendapat bahwa untuk mengamankan hubungan antarkelas dan dengan
demikian kekuasaan dapat dipegang dalam waktu lama maka pihak kelas yang
berkuasa mengembangkan dua macam ideologi Pertama ideologi yang tampil
dengan aparat-aparat negara yang represif (repressive state apparatus RSA)
yang bekerja secara represif melalui penggunaan kekerasan (militer polisi
penjara pengadilan dan lain-lain) sebagai upaya untuk mengamankan bentuk-
bentuk sosial yang ada Kedua ideologi yang tampil dengan aparat-aparat negara
ideologis (ideological state apparatus ISA) yang bekerja tidak dengan
menggunakan kekerasan melainkan dengan memainkan ideologi danatau wacana
secara persuasif atau hegemonik Dalam konteks inilah Althuser berpandangan
bahwa tidak ada kelas yang dapat memegang kekuasaan dalam waktu lama tanpa
melakukan hegemoni atas dan dalam ISA Dikatakan demikian karena yang
mempersatukan atau yang dapat menjamin harmoni antara yang satu dengan yang
lain dalam ISA adalah ideologi yang berkuasa sebagai perekat bagi bersatunya
48
anggota-anggota masyarakat Mengacu kepada gagasan Bourdieu (Harker tt
117 Fashri 200798-99) dikatakan bahwa kesuksesan para anggota kelompok
dominan untuk melancarkan hegemoninya ditentukan juga oleh modal budaya
ekonomi sosial dan modal simbolik yang mereka miliki yaitu sesuatu yang
dihargai oleh masyarakat misalnya pemilikan benda-benda budaya dan status
sosial
Teori relasi kuasapengetahuan dalam penelitian ini digunakan untuk
memecahkan masalah ke dua yaitu bagaimana proses terjadinya posrealitas
dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Teori ini relevan karena dalam
proses pengembangan bela diri Aikido di Bali melalui relasi kuasapengetahuan
oleh Jepang diimplementasikan dalam segala bentuk latihan fisik pengembangan
dojo dan penyebaran nilai-nilai yang ada dalam bela diri Aikido
233 Teori Identitas Sosial
Tajfel menyatakan asumsi dasar teori identitas sosial dalam situs
(httpidhamputrateori-identitas-sosialwordpresscom diakses 02 Agustus 2014)
dengan kalimat sebagai berikut
(1) Kita menciptakan identitas sosial kita untuk menyederhanakan
hubungan eksternal kita (2) Lebih jauh lagi ada kebutuhan manusia untuk
memiliki rasa harga diri (self esteem and self worth) yang kita transfer ke
dalam kelompok kita sendiri (3) Kita juga menata lingkungan kita dengan
perbandingan sosial antar kelompok Konsep dalam kelompok (in groups)
dan luar kelompok (out groups) itu penting dalam analisis ini
Lebih jauh Tajfel mengemukakan bahwa dalam teori identitas sosial
seorang individu tidaklah dianggap sebagai individu secara mutlak satu dalam
kehidupannya Individu merupakan bagian dari kelompok tertentu baik disadari
maupun tidak disadari Konsep identitas sosial adalah bagaimana seseorang itu
49
secara sosial dapat didefinisikan Identitas sosial yang melekat pada seseorang
merupakan identitas positif yang ingin dipertahankan Oleh karena itu individu
yang memiliki identitas sosial positif maka wacana maupun tindakannya akan
sejalan dengan norma kelompoknya Lagi pula individu tersebut diidentifikasikan
dalam suatu kelompok Wacana dan tindakannya sepatutnya sesuai dengan
wacana dan tindakan kelompoknya
Teori identitas sosial sebenarnya berangkat dari asumsi umum sebagai
berikut
1 Setiap individu selalu berusaha untuk merawat atau meninggikan self-
esteemnya mereka berusaha untuk membentuk konsep diri yang positif
2 Kelompok atau kategori sosial dan anggota dari mereka berasosiasi
terhadap konotasi nilai positif atau negatif Identitas sosial positif atau
negatif tergantung evaluasi (yang mengacu pada konsensus sosial bahkan
pada lintas kelompok) kelompok tersebut yang memberikan kontribusi
pada identitas sosial individu
3 Evaluasi dari salah satu kelompok adalah berusaha mendeterminasikan dan
juga sebagai bahan acuan pada kelompok lain secara spesifik melalui
perbandingan sosial dalam bentuk nilai atribut atau karakteristik
Dari asumsi di atas beberapa relasi prinsip teori dapat menghasilkan hal-
hal di bawah ini
1 Individu berusaha untuk mencapai atau merawat identitas sosial yang
positif
50
2 Identitas sosial yang positif ada berdasarkan pada besarnya tingkat
perbandingan favorit in-group dengan out-group in-group pasti
mempersepsikan dirinya secara positif berbeda dari out-group
3 Ketika identitas sosial tidak memuaskan individu akan berusaha keluar
dari kelompok lalu bergabung ke dalam kelompok yang lebih positif atau
membuat kelompok mereka lebih positif
Identitas sosial sebagai teori tidak lepas dari keinginan individu untuk
memperbandingkan dirinya serta kelompoknya dengan yang lain Perbandingan
sosial digambarkan oleh Festinger (1954) sebagai teori yang bisa membimbing
seseorang untuk membandingkan dirinya dengan yang lain siapa yang serupa
dengan dirinya dan siapa yang berbeda siapa yang berada di atas dan siapa yang
berada di bawah
Setidaknya ada tiga variabel yang memengaruhi hubungan pembedaan
antar kelompok dalam situasi sosial yang nyata (Tajfel 1974 Turner 1975
dalam Hogg amp Abrams 2000) Pertama individu pasti memiliki internalisasi
kelompok mereka sebagai konsep diri mereka secara subjektif mereka pasti
mengidentifikasikan kelompok yang relevan Hal ini tidak cukup dari orang lain
saja yang mengidentifikasikan seseorang dari kelompok mana dia berasal Kedua
situasi sosial akan menciptakan perbandingan sosial yang memungkinkan
terjadinya seleksi dan evaluasi atribut relasi yang relevan Perbedaan kelompok
pada tiap-tiap daerah tidak sama secara signifikan Misalnya di Amerika
perbedaan kelompok cenderung menonjol pada perbedaan warna kulit tetapi
perbedaan warna kulit bukan sesuatu yang menonjol di Hongkong Ketiga in-
51
group tidak membandingkan dirinya pada tiap proses kognitif yang ada pada out-
group out-group pastinya dipersepsikan sebagai kelompok perbandingan yang
relevan dalam kesamaan kedekatan dan secara situasional yang menonjol
Kemudian determinasi out-group dihasilkan sebagai perbandingan terhadap
situasi yang menggambarkan sesuatu determinasi in-group (didapatkan dari
sumber httpdharmaputrawordpresscom2008teori-identitas-sosial diakses 03
Agustus 2014)
Barker (2009175-176) menyatakan bahwa meskipun identitas diri bisa
dianggap sebagai proyek seseorang sudah menjadi kebenaran sosiologis juga
bahwa manusia lahir ke dunia yang sudah ada sebelumnya Manusia belajar
menggunakan bahasa yang telah digunakan sebelum lahir dan hidup dalam
konteks hubungan sosial dengan orang lain Manusia disusun menjadi individu
melalui proses sosial yang menggunakan bahan-bahan yang bersifat sosial Secara
umum ini disebut spisialisasi atau akulturasi Tanpa akulturasi manusia tidak
akan menjadi orang sebagaimana gagasan yang dipahami dalam hidup sehari-hari
Tanpa bahasa konsep keorangan dan identitas tidak akan bisa dipahami
Menjadi orang tidak mengandung unsur transenden atau ahistoris apapun
Identitas sepenuhnya sosial dan kultural dengan alasan-alasan berikut
1 Gagasan apakah artinya menjadi orang merupakan pertanyaan kultural
Sebagai contoh individualisme merupakan penunjuk yang khas
masyarakat modern
2 Sumber-sumber yang membentuk bahan-bahan untuk proyek identitas
yaitu bahasa dan praktik kultural berwatak sosial Akibatnya arti menjadi
52
seorang perempuan anak orang Asia atau orang tua terbentuk secara
berbeda-beda tergantung kepada konteks kulturalnya
Sumber-sumber yang bisa dipakai bagi proyek identitas tergantung kepada
kekuasaan situasional yang menjadi asal kompetensi kultural dalam konteks
kultural tertentu Apakah hitam atau putih laki-laki atau perempuan Afrika atau
Amerika kaya atau miskin adalah sesuatu yang penting karena sumber-sumber
kultural yang akan dimasuki berbeda Identitas menjadi penting tidak hanya untuk
penggambaran diri tetapi juga ciri-ciri sosial
Identitas sosial terkait dengan hak kewajiban dan sanksi normatif yang
dalam masyarakat tertentu menjadi dasar penentuan peran Penggunaan ciri-ciri
baku terutama berkaitan dengan ciri umur dan gender tubuh bersifat mendasar
dalam semua masyarakat dan masih sangat banyak lagi ragam lintas-budaya yang
bisa dicatat Giddens (Barker 2009176) Persoalan identitas adalah kesamaan dan
perbedaan soal personal dan sosial soal rdquoapa yang dimiliki individu secara
bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakan satu individu
dengan orang-orang lain Weeks (Barker 2009176)
Berdasarkan uraian di atas pengembangan bela diri Aikido di Bali adalah
identitas para peserta pelatihan yang merupakan satu identitas meliputi identitas
individunya keluarganya sukunya dan kelompoknya Bagi Fromm identitas diri
dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dari identitas sosial individu dalam
konteks komunitasnya Selain menjadi makhluk individual identitas diri tidak
terlepas dari norma yang mengikat masyarakat dalam lingkungan dan peran sosial
53
yang diembannya dalam masyarakat (httpidhamputrawordpressteori-identitas-
sosialcom diakses 03 Agustus 2014)
Teori identitas sosial Hendri Tajfel digunakan secara eklektik (bersamaan)
dengan teori lainnya untuk memecahkan ketiga masalah dalam penelitian ini
Keberterimaan bela diri Aikido di Bali proses terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali yang pada akhirnya membentuk identitas
baru berupa posrealitas kebudayaan yang membentuk identitas para aikidoka Bali
baik secara individu maupun identitas sosialnya
54
24 Model Penelitian
Model penelitian ini dapat digambarkan ke dalam Bagan 21
Bagan 21
Model Penelitian
Keterangan
= memengaruhi
= saling memengaruhi
Kebudayaan Bali
Bela Diri Tradisional Bali
-Pencak Silat
-Tengklung
-Mepantigan
Kebudayaan Jepang
Bela Diri Tradisional Jepang
-Karate
-Judo
-Aikido
Proses terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Latar belakang
terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Posrealitas dalam Pengembangan
Bela Diri Aikido di Bali
Temuan
Penelitian
Implikasi
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
55
Bagan 21 dapat dijelaskan bahwa tampak kebudayaan Bali dengan
unsurnya berupa bela diri tradisional Bali seperti Pencak Silat Tengklung
Mepantigan dan beberapa bela diri lainnya Dengan adanya globalisasi
bersentuhan dengan kebudayaan Jepang dengan unsurnya berupa bela diri
tradisional Jepang seperti Karate Judo dan Aikido Khusus pada penelitian ini
adalah bela diri Jepang Aikido Persentuhan antara keduanya akibat arus
globalisasi melahirkan bela diri Aikido yang berterima dan berkembang di
sejumlah dojo di Bali yang menunjukkan adanya posrealitas Posrealitas dalam
penelitian ini merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu berupa
peniruan bagi aikidoka Bali yaitu bela diri Aikido melalui pelatihan di beberapa
dojo yang ada di Bali Kondisi posrealitas adalah kondisi yang di dalamnya
prinsip-prinsip realitas telah dilampaui dalam pengertian diambil alih oleh
substitusi-substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir Hal ini telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang apa yang disebut yang nyata (the real) Yang nyata
senyata-nyatanya berada di Jepang bela diri Aikido telah membentangkan
persoalan filosofis mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa
yang disebut nyata
Posrealitas dapat dijelaskan sebagai kondisi matinya realitas dalam
pengertian diambilalihnya posisi realitas oleh apa yang sebelumnya disebut
sebagai nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru yang
memesona yang belum pernah dialami sebelumnya
56
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru yang tidak bisa dikatakan
realitas Bali yang asli karena telah dimasuki oleh nilai baru yang berasal dari
sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang Tidak bisa juga
dikatakan realitas yang benar-benar baru karena para anggota pelatihan tetaplah
kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya
Posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali dikaji dari tiga
dimensinya yaitu (1) latar belakang terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali (2) proses terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali dan (3) implikasi pengembangan bela diri Aikido tersebut
dalam kehidupan para aikidoka Bali
Penelitian kajian budaya ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teknik
wawancara observasi dokumentasi dan studi pustaka Data dianalisis secara
eklektik dengan menggunakan teori globalisasi kuasapengetahuan identitas
sosial dan teori pendukung lainnya yang terkait dengan permasalahan yang ada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberterimaan bela diri Aikido di Bali
dilatarbelakangi oleh beberapa ideologi yaitu dualisme kultural paternalisme
pasar citra dan multikulturalisme Proses pengembangan bela diri di beberapa
dojo yang ada di Bali meliputi tahap pengenalan pendirian organisasi
pengembangan tempat pelatihan dan tahap pengembangan mutu Semuanya
berorientasi kepada tempat pelatihan induk bela diri Aikido (Honbu Dojo) yang
berada di Tokyo-Jepang Pengembangan bela diri Aikido di Bali menimbulkan
57
implikasi pada para aikidoka Bali termasuk terbentuknya identitas baru dalam
masyarakat Bali
Melalui penelitian ini ditemukan paradigma baru bahwa di balik kekuatan
budaya Bali yang sedang berlangsung dalam segala lini kehidupan terdapat sikap
orang Bali yang terbuka terhadap kebudayaan asing khususnya bela diri asal
Jepang yaitu bela diri Aikido Terkait dengan bela diri Aikido yang sedang
ditekuni oleh beberapa komunitas di Bali ternyata ada berbagai hal yang
mendukung keberterimaannya Adanya kegayutan nilai-nilai budaya antara
kebudayaan Bali dan kebudayaan Jepang terkait keberadaan bela diri Aikido yang
berterima di beberapa komunitas pelatihan di Bali sehingga hal ini disebut sebagai
multikulturalisme
34
keterkaitan dalam organisasi bisa memengaruhi keputusan karena bapaknya
pejabat Orang-orang yang pindah partai seperti kutu loncatpun tidak akan bisa
melepaskan relasinya dengan orang-orang di partai yang ia tinggalkan Inilah
keunikan organisasi sebagai kesatuan sosial
Organisasi yang berisi kumpulan manusia jelas berbeda dengan mesin yang
berisi kumpulan onderdil Organisasi adalah kesatuan dari individu-individu yang
dikoordinasikan secara sadar untuk mencapai tujuan tertentu Bagaimana interaksi
di antara individu-individu dalam organisasi diatur oleh sebuah sistem yang
disebut struktur organisasi Struktur organisasi ibarat otak otot dan syaraf yang
mengkoordinasikan kerja organ indera dan anggota tubuh manusia
Bela diri Aikido di Indonesia tidak sepopuler Karate Kempo ataupun Judo
tetapi bela diri Aikido masuk ke Indonesia dalam waktu yang bersamaan dari
Jepang Ketidakpopuleran bela diri Aikido disebabkan oleh tidak adanya sistem
pertandingan sebagaimana yang ada dalam bela diri lainnya Oleh karena itu bela
diri Aikido hanya disebarkan melalui pembicaraan-pembicaraan saja Baru tahun
1984 mulai dipikirkan pengembangannya dengan membentuk organisasi bela diri
Sejak saat itu media elektronik dan cetak mulai memperkenalkannya dengan
metode atau peragaan (embukai)
Pada tahun 1993 didirikan yayasan Keluarga Bela Diri Aikido Indonesia
(KBAI) oleh sensei Ferdiansyah Secara umum perguruan ini berafiliasi kepada
pusat organisasi bela diri Aikido di Jepang (Honbu Aikikai) Dalam pertaliannya
dengan induk organisasi KBAI melaksanakan program kunjungan tahunan dari
para instrukstur pusat Aikikai - Jepang KBAI mengembangkan perguruannya
35
dalam bentuk tempat-tempat latihan umum atau club-club Pengembangan club-
club banyak dilakukan pada instansi dan perusahaan perguruan tinggi dan
sekolah
Secara tahunan atau dua tahunan KBAI mengadakan program kunjungan
instruktur dari Jepang sebagai motivator anggotanya dalam berlatih Secara
berkala pula dilakukan ujian kenaikan tingkat yang dilakukan empat bulan sekali
Secara umum KBAI mengembangkan perguruannya dengan hati-hati dengan
menjaga mutu teknis dan operasionalnya (diambil dari sumber httpkbaitripod
comhal_kbaihtm diakses 03 November 2014)
Organisasi bela diri Aikido di Bali dikonsepsikan sebagai organisasi sosial
yang ada di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung Organisasi tersebut pada
penelitian ini secara keseluruhan berjumlah empat unit yang terhimpun ke dalam
satu organisasi induknya bernama Bari Aikikai「バリ合気会」 Keempat
organisasi yang tergabung ke dalam organisasi induknya ini adalah (1) Dojo
Samurai di Renon Denpasar (2) Dojo Dirgahayu di Desa Sumerta Kaja
Denpasar (3) Dojo Aora di Kuta Badung dan (4) Dojo Kami di Jimbaran
Badung Masing-masing organisasi mempunyai pengelola dojo bagian keuangan
dan pelatih
Dari uraian di atas tampak bahwa pengembangan bela diri Aikido di Bali
baik dari permulaan kemunculannya maupun selanjutnya ditopang oleh sistem
organisasi yang teratur memiliki struktur dan orang-orang yang duduk sesuai
fungsinya sehingga pengembangannya bisa terarah Pengembangan bela diri
Aikido di Bali dalam penelitian ini adalah proses setiap tahapan dilalui dengan
36
posrealitas kebudayaan sampai terjadinya implikasi bela diri Aikido ini berupa
identitas baru bagi para aikidoka Bali Kenyataan ini disebabkan oleh pelatihan
bela diri Aikido yang berkelanjutan dan dalam rentang waktu yang lama dan
membentuk aikidoka Bali sebagai manusia baru yang memiliki rdquolabelrdquo berbeda
dengan manusia Bali pada umumnya
23 Landasan Teoretis
Ada tiga teori yang relevan untuk diacu dalam penelitian ini yaitu teori
globalisasi teori relasi kuasapengetahuan dan teori identitas sosial Ketiga teori
ini digunakan secara eklektik seperti yang biasa digunakan dalam kajian budaya
Hal ini sesuai dengan pendapat Sanderson (Minawati 200936) bahwa eklektisme
merupakan suatu cara pandang yang mengatakan bahwa berbagai strategi teoretis
harus digunakan secara kombinasi agar diperoleh penjelasan yang dapat diterima
231 Teori Globalisasi
Globalisasi adalah ldquopenyebaran kebiasaan-kebiasaan yang mendunia
ekspansi hubungan yang melintasi benua organisasi dari kehidupan sosial pada
skala global dan pertumbuhan dari sebuah kesadaran global bersamardquo Ritzer
(200696) Membaca definisi ini tampaklah bahwa globalisasi mempunyai
cakupan yang luas Cakupan globalisasi yang luas itu secara lebih jelas dapat
dilihat dengan mencermati gagasan Appadurai sebagaimana dikutip oleh Steger
(200658) bahwa ada lima dimensi konseptual atau ldquolandscaperdquo yang dibentuk
dan sekaligus merupakan ciri-ciri arus budaya global Kelima ldquolandscaperdquo
danatau ciri arus budaya global itu adalah sebagai berikut
37
1 Ethnoscapes adalah perpindahan penduduk dari satu negara ke negara lain
seperti wisatawan imigran pengungsi dan tenaga kerja
2 Technoscape mengacu kepada perkembangan teknologi yang kini
mengalir dengan kecepatan tinggi menembus batas-batas negara
3 Mediascape mengacu kepada kemampuan elektronik untuk menyebarkan
informasi ke berbagai belahan dunia
4 Finanscape adalah aspek finansial atau uang yang sulit diprediksi dalam
era globalisasi
5 Ideoscape terkait dengan masalah politik seperti kebebasan demokrasi
kedaulatan kesejahteraan hak seseorang ideologi-ideologi negara dan
gerakan sosial
Globalisasi dengan ciri-cirinya yang demikian itu telah mengakibatkan
dunia seakan-akan tidak lagi dibatasi oleh tembok-tembok penyekat yang
memisahkan negara yang satu dengan negara yang lain (Ardika 200713)
Dengan kata lain garis-garis batas budaya nasional ekonomi nasional dan
wilayah nasional semakin kabur (Hirst dan Thompson 19911) Sejalan dengan
proses itu tampaknya perubahan pada berbagai aspek kehidupan masyarakat
dan budayanya sebagai dampak globalisasi sulit dihindari sehingga kini tidak
jarang realita kehidupan sosial budaya telah jauh berbeda dengan realitanya di
masa lampau
Globalisasi tidak begitu saja dapat menyebabkan perubahan budaya suatu
masyarakat tanpa reaksi masyarakat yang bersangkutan karena sebagaimana
dikemukakan oleh Ardika (200715) bahwa pengaruh budaya global juga dapat
38
menimbulkan hasrat untuk menegaskan keunikan kultur sendiri Dalam konteks
inilah di kalangan para ahli berkembang dua macam pandangan dasar dalam teori
globalisasi Pertama memandang globalisasi menimbulkan grobalisasi Kedua
memandang globalisasi menimbulkan glokalisasi Pandangan grobalisasi
menekankan semakin meningkatnya kemampuan organisasi-organisasi dan
negara-negara modern di seluruh dunia yang sebagian besar bersifat kapitalistik
untuk meningkatkan kekuasaan mereka dan menjangkau dunia (Ritzer 200699)
Sebaliknya pandangan glokalisasi sebagaimana dijelaskan oleh Steger (200657)
merupakan interaksi yang kompleks antara global dan lokal yang bercirikan
peminjaman budaya Lebih lanjut pandangan grobalisasi menekankan terjadinya
penyeragaman atau homogenisasi versus pandangan glokalisasi yang menekankan
terjadinya heterogenisasi atau penganekaragaman budaya masyarakat yang
merupakan percampuran antara yang global dan yang lokal (Ritzer 2006104
Steger 200657)
Terjadinya glokalisasi yang menghasilkan budaya campuran tidak lepas
dari adanya orang-orang yang bermaksud menentang globalisasi khususnya
grobalisasi Cara mereka dengan mendukung dan bersekutu dengan glokalisasi
sebagai bentuk globalisasi yang lain namun mereka tetap mengadopsi budaya
global yang telah berpengaruh kuat sehingga timbul budaya campuran (Ritzer
2006229) Gagasan ini tampak penting untuk dirujuk dalam penelitian ini karena
relevan dengan fokus kajian budaya sebagaimana dikatakan oleh Suastika
(200731) bahwa fokus kajian budaya terletak pada persoalan bagaimana praktik
39
budaya memungkinkan berbagai budaya dan kelas berjuang melawan dominasi
budaya
Upaya orang-orang yang hendak menentang grobalisasi melalui glokalisasi
seperti itu identik dengan revitalisasi budaya mereka Dikatakan identik karena
sebagaimana dikemukakan oleh Adas (1988XIII) bahwa selain berjuang untuk
menghidupkan kembali adat tradisional atau kepercayaannya para partisipan
gerakan revitalisasi budaya juga bisa dirasuki oleh keinginan memperoleh barang-
barang asing dan mencontoh bentuk organisasi dan tingkah laku asing Barang
maupun organisasi dan tingkah laku asing bisa dilihat sebagai budaya global yang
masuk melalui proses globalisasi yang telah berpengaruh kuat kepada masyarakat
bersangkutan Sebagaimana dikemukakan oleh Ritzer (200699-100) bahwa sesuai
dengan penekanan teori Max Weber dan teori Karl Marx kekuatan pendorong
utama grobalisasi adalah rasionalisasi dan kebutuhan untuk memperlihatkan
kemampuan memperoleh keuntungan melalui imperialisme dan hegemoni Oleh
karena itu tidak tertutup kemungkinan bahwa untuk menghidupkan kembali adat
tradisional pendorong globalisasi seperti itu berlaku juga bagi masyarakat yang
melakukan revitalisasi budaya sebagai suatu gerakan sosial
Berkenaan dengan motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku dalam
konteks gerakan sosial teori rasionalitas mengasumsikan bahwa setiap manusia
pada dasarnya rasional dengan selalu mempertimbangkan prinsip efisiensi dan
efektivitas dalam melakukan setiap tindakan termasuk tindakan dalam melakukan
gerakan sosial (Basrowi dan Sukidin 2003 dan Mustain 2007) Sementara itu
teori ldquotindakan individu yang rasionalrdquo menyatakan bahwa individu-individu
40
dalam kehidupan bermasyarakat memiliki pertimbangan rasional dan kesadaran
akan adanya keuntungan yang dapat diperoleh melalui tindakan-tindakannya
(Yunita 1986) Demikian juga ldquoteori insentif selektifrdquo menjelaskan bahwa
keikutsertaan seseorang dalam suatu gerakan sosial banyak dipengaruhi oleh jenis
bentuk dan isi harapan-harapan yang akan menguntungkan insentif selektif
(Mustain 200749) Dengan demikian motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku
dalam gerakan sosial bersifat materialistik atau ekonomistik yang mencerminkan
karakter ideologi pasar Mengikuti pendapat Habermas (Thompson 2007)
motivasi dan prinsip-prinsip gerakan sosial menunjukkan ldquorasio instrumentalrdquo
dalam arti objek-objek dalam gerakan sosial dilihat dan diperlakukan sebagai alat
untuk memenuhi kepentingan yang bernuansa ideologi pasar
Foucault (Adlin 20065) melukiskan manusia postmodern yang terserap
ke dalam discourse sedang Jean Baudrillard melukiskan manusia postmodern
yang terhisap ke dalam dunia objek yang di dalamnya ia mempunyai peran
minimalis dalam menentukan objek itu tetapi sebaliknya dibentuk olehnya Ada
sekelompok elit yang memproduksi objek-objek tetapi mayoritas manusia
menjadi konsumen objek-objek Mereka tidak sekedar manusia konsumen tetapi
manusia dengan konsep diri dan subjektivitas yang dibentuk atau didefinisikan
berdasarkan kepemilikan objek-objek Di dalam dunia yang dikuasai objek
eksistensi manusia ditentukan oleh kepemilikan objek Manusia terserap ke dalam
logika objek ke dalam irama pergantian bentuk gaya dan citranya Manusia
mempunyai hasrat tetapi kini objek yang (aktif) merayu manusia Objek yang
menjadi pusat dunia bukan subjek (cogito) seperti yang dikatakan Descartes
41
Rayuan objek mendahului hasrat Objek yang memproduksi hasrat bukan hasrat
yang memproduksi objek Kekuasaan subjek telah dijungkirbalikkan dan yang
tersisa adalah subjek yang rapuh rentan dan tidak berdaya yang hanya dapat
secara pasif berhasrat sementara objek yang aktif merayunya Dalam kerapuhan
kerentanan dan ketidakberdayaannya subjek harus menyesuaikan diri dengan
objek-objek bukan objek yang menyesuaikan subjek Kemudian tercipta
paradoks karena kedaulatan subjek tidak dapat lagi dipertahankan dan satu-
satunya kedaulatan yang ada adalah kedaulatan objek Satu-satunya strategi yang
tersedia adalah strategi objek Subjek lenyap di dalam horizon objek-objek inilah
strategi fatal
Tiga perspektif utama budaya konsumen diungkapkan oleh Featherstone
(2005) Pertama pandangan bahwa budaya konsumen dipremiskan dengan
ekspansi produksi komoditas kapitalis yang memunculkan akumulasi besar-
besaran budaya dalam bentuk barang-barang konsumen dan tempat-tempat
belanja dan konsumsi Hal ini mengakibatkan tumbuhnya kepentingan aktivitas
bersenang-senang dan konsumsi dalam masyarakat Barat kontemporer Kedua
pandangan yang lebih sosiologis bahwa kepuasan berasal dari benda-benda
berhubungan dengan akses benda-benda yang terstruktur secara sosial dalam suatu
peristiwa yang telah ditentukan kepuasan dan status tergantung pada penunjukan
dan pemeliharaan perbedaan dalam kondisi inflasi Ketiga masalah kesenangan
emosional untuk konsumsi mimpi-mimpi dan keinginan yang ditampakkan dalam
bentuk tamsil budaya konsumen dan tempat-tempat konsumsi tertentu yang secara
beragam memunculkan kenikmatan jasmaniah langsung serta kesenangan estetis
42
Tumbuh suburnya budaya konsumen tidak sekadar memandang konsumsi
sebagai sesuatu yang berasal dari produksi tanpa mengakibatkan adanya
problematika (Featherstone 2005) namun lebih jauh dari itu budaya konsumen
juga memengaruhi perilaku seseorang untuk memutuskan pembelian produk suatu
barang yang dikendalikan oleh kekuatan media massa seperti iklan Periklanan
secara khusus mampu mengeksploitasi kondisi ini dan memberikan image
pencitraan eksotika nafsu kecantikan pemenuhan kebutuhan komunalitas serta
kehidupan yang baik untuk menyebarkan benda-benda konsumen seperti sabun
mesin cuci mobil serta minuman beralkohol Budaya konsumen akan mendorong
orang untuk berperilaku sesuai tingkatan kelas sosialnya dalam kehidupan
bermasyarakat
Konsumerisme bukan semata-mata bertalian dengan panutan pada nilai
simbolik melainkan berkaitan pula dengan persoalan identitas Hal ini sejalan
dengan gagasan Clammer (Atmadja 201092) bahwa konsumsi bukanlah semata-
mata urusan belanja atau pengambilalihan benda-benda untuk menjadi milik
sendiri atas dasar nilai guna melainkan juga pembelian identitas Oleh karena itu
konsumsi menjadi sarana bagi seseorang untuk memahami dan berkomunikasi
secara simbolik antara orang yang satu dan yang lain menciptakan dan
mereproduksi identitas mereka serta menjadi sarana dalam memahami diri
mereka dalam berhubungan dengan individu dan kelompok lain Orang tidak lagi
hanya mengonsumsi material dari suatu produk tetapi juga efek simbolik yang
dihasilkan produk tersebut sehingga tepat gagasan Simmel (Atmadja 201092)
43
bahwa ldquoproduct consumpted are not seen from their function but from symbols
related to identity and statusrdquo
Dengan mengikuti Fromm (Atmadja 201093) kondisi ini mengakibatkan
pola hidup masyarakat Bali berubah secara mendasar Zaman dahulu mereka
berpegang pada gagasan bahwa tua adalah indah namun sekarang orang
menganut gagasan bahwa baru adalah indah Ketertarikan manusia dengan
sesuatu yang baru berkaitan pula dengan kemampuan desainer mengembangkan
desain yang baru dengan daya pesona yang lebih kuat daripada sebelumnya
Sering terjadi pada mulanya suatu barang dengan desain tertentu harganya mahal
sehingga konsumennya hanya orang-orang kaya
Gaya hidup telah menjadi ciri dalam dunia modern (Chaney 2004)
sehingga masyarakat modern akan menggunakan gaya hidup untuk
menggambarkan tindakannya sendiri dan orang lain Dalam kaitannya dengan
budaya konsumen gaya hidup dikonotasikan dengan individualitas ekspresi diri
serta kesadaran diri yang stylistic Tubuh busana gaya pembicaraan aktivitas
rekreasi adalah beberapa indikator dari individualisme selera konsumen Gaya
hidup juga salah satu bentuk budaya konsumen Gaya hidup seseorang dilihat dari
apa yang dikonsumsinya baik barang ataupun jasa Konsumsi tidak hanya
mencakup kegiatan membeli sejumlah barang atau materi seperti televisi dan
telepon genggam Akan tetapi juga mengonsumsi jasa seperti rekreasi Beberapa
contoh gaya hidup yang tampak menonjol pada saat ini adalah nge-mall hang out
fitness
44
Masyarakat konsumen dengan budaya konsumsi yang dipegangnya
melihat tujuan dan totalitas hidupnya dalam kerangka atau logika konsumsi
Eksistensinya dijalankan dan dipertahankan hanya dengan terus menerusnya
mengonsumsi berbagai tanda dan status sosial di balik komoditi Bukan hanya
dirinya saja yang mengaktualisasikan diri melalui tindakan konsumsi orang lain
juga akan dinilai menurut standar yang dipakainya Artinya eksistensi orang lain
pun akan dinilai dan diakui sesuai dengan standar status sosial yang dipegangnya
(diambil dari sumber httpblogspotcom201301pengaruh-globalisasi-terhadap-
gaya-hiduphtml diakses 03 November 2014)
Kaitan dengan pemilihan bela diri Aikido sebagai budaya yang dikonsumsi
oleh aikidoka Bali unsur-unsur spiritualisme modern pada dualisme dikotomik
Griffin (Atmadja 201085) mengatakan bahwa manusia membuat pemilihan yang
berlawanan misalnya modern berlawanan dengan tradisional sains modern
berlawanan dengan sains tradisional dan lain-lain Keberlawanan ini tidak hanya
berdikotomi tetapi yang modern selalu dianggap lebih unggul sehingga yang
tradisional harus digusur Begitu pula manusia tidak dianggap sebagai bagian dari
alam melainkan sebagai lawan dari alam Oleh karena itu mendominasi
menundukkan menguasai dan mengendalikan alam dengan menggunakan ilmu
dan teknologi modern merupakan keharusan bagi manusia
Berdasarkan paparan teori globalisasi di atas maka diduga bahwa
grobalisasi merupakan proses yang melatari terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido Bali Para aikidoka Bali sebagai individu
merupakan objek dari budaya konsumen akibat derasnya arus globalisasi Budaya
45
konsumen juga dapat diartikan sebagai budaya-budaya yang dilakukan oleh
seorang konsumen dalam hal ini para aikidoka Bali yang mengonsumsi bela diri
Aikido Adapun budaya konsumen menggunakan image tanda-tanda dan benda-
benda simbolik yang mengumpulkan mimpi-mimpi keinginan dan fantasi yang
menegaskan keautentikan romantik dan pemenuhan emosional dalam hal
menyenangkan diri sendiri bukan orang lain secara narsistik Jadi kegiatan
konsumsi juga bertujuan untuk mengidentifikasikan diri dalam kelas
sosial tertentu sekaligus membedakannya dengan kelas sosial yang lain
Grobalisasi bisa jadi tampak sebagai proses penyeragaman teknik serta
sikap dan perilaku para aikidoka Bali dengan berorientasi kepada spirit samurai
yang merupakan spirit yang diusung oleh organisasi bela diri Aikido Jepang di
Tokyo Diduga demikian karena sebagaimana telah dikemukakan dalam latar
belakang bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan bela diri Aikido di
Bali diatur oleh organisasi induknya yang berada di Jepang sebagai superordinat
pemilik budaya yang dikonsumsi oleh para aikidoka Bali
Teori globalisasi digunakan untuk memecahkan masalah pertama dan
kedua yaitu mengapa bela diri Aikido yang berasal dari Jepang bisa
dikembangkan di Bali hingga menimbulkan fenomena posrealitas dan proses
terjadinya posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali
232 Teori Relasi KuasaPengetahuan
Konsep kekuasaanpengetahuan memberi perhatian khusus kepada
dimensi relasi antara kekuasaan dan pengetahuan sehingga produksi pengetahuan
dipahami tidak lepas dari rezim kekuasaan Foucault (Barker 2014232-233)
46
Takwin (2003128) mengatakan bahwa menurut pandangan Foucault hubungan
kuasa muncul bukan hanya pada tataran negara namun juga dalam kehidupan
sehari-hari Setiap hubungan selalu merupakan usaha saling menguasai dan saling
menekan Hubungan kuasa menghasilkan cerita yang disebut discourse atau
wacana yang isinya adalah sesuatu yang tidak menggambarkan realitas
sebagaimana adanya dalam rangka menetralisasi ketertekanan para pewacana
yang bersangkutan
Berdasarkan pernyataan di atas maka diduga bahwa posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali ada hubungan kuasa antara para pihak
yang terlibat dalam kegiatan pengembangannya Hubungan kuasa antara para
pihak tersebut menghasilkan wacana yang dibangun sedemikian rupa dalam
rangka upaya masing-masing pihak menetralkan ketertekanannya
Berkenaan dengan wacana Althusser (Faruk 2002142) berpendapat
bahwa wacana adalah ideologi dalam praktik tidak ada ideologi tanpa wacana dan
tidak ada wacana tanpa ideologi Ini berarti bahwa dengan mencermati wacana
dapat diketahui ideologi yang terkait dengan wacana tersebut Althusser (Takwin
2003101) juga berpendapat bahwa setiap penindasan menimbulkan usaha pada
pihak tertindas untuk melepaskan diri Salah satu alat yang perlu ada dalam upaya
pembebasan ini adalah ideologi suatu kepercayaan yang dibangun untuk
menggerakkan kelompok yang tertindas Ketika yang tertindas bebas dan
berkuasa maka ideologi mereka bisa saja digunakan untuk menindas pihak yang
lebih lemah Berkenaan dengan hubungan kuasa Foucault sebagaimana dikatakan
Takwin (2003130) melihat pengetahuan ditentukan oleh kekuasaan sehingga
47
kebenaran merujuk kepada rdquorezim kebenaranrdquo yang sedang bertahta Upaya untuk
saling menguasai dan melepaskan diri dari penindasan bisa juga dilakukan dengan
strategi politik identitas dalam arti memakai identitas kelompok atau individu
untuk memperoleh perlakuan yang lebih adil dari kelompok atau individu lain
(Sparringa 2006) Dalam pelaksanaan strategi politik identitas tentu saja
menggunakan wacana sebagai praktik ideologi sehingga identitas dalam wacana
juga bersifat dinamis sesuai dengan ideologi dan kepentingan berbagai aktornya
pada waktu dan tempat praktik politik identitas itu dilakukan
Althusser sebagaimana dijelaskan oleh Faruk (2002137-139) juga
berpendapat bahwa untuk mengamankan hubungan antarkelas dan dengan
demikian kekuasaan dapat dipegang dalam waktu lama maka pihak kelas yang
berkuasa mengembangkan dua macam ideologi Pertama ideologi yang tampil
dengan aparat-aparat negara yang represif (repressive state apparatus RSA)
yang bekerja secara represif melalui penggunaan kekerasan (militer polisi
penjara pengadilan dan lain-lain) sebagai upaya untuk mengamankan bentuk-
bentuk sosial yang ada Kedua ideologi yang tampil dengan aparat-aparat negara
ideologis (ideological state apparatus ISA) yang bekerja tidak dengan
menggunakan kekerasan melainkan dengan memainkan ideologi danatau wacana
secara persuasif atau hegemonik Dalam konteks inilah Althuser berpandangan
bahwa tidak ada kelas yang dapat memegang kekuasaan dalam waktu lama tanpa
melakukan hegemoni atas dan dalam ISA Dikatakan demikian karena yang
mempersatukan atau yang dapat menjamin harmoni antara yang satu dengan yang
lain dalam ISA adalah ideologi yang berkuasa sebagai perekat bagi bersatunya
48
anggota-anggota masyarakat Mengacu kepada gagasan Bourdieu (Harker tt
117 Fashri 200798-99) dikatakan bahwa kesuksesan para anggota kelompok
dominan untuk melancarkan hegemoninya ditentukan juga oleh modal budaya
ekonomi sosial dan modal simbolik yang mereka miliki yaitu sesuatu yang
dihargai oleh masyarakat misalnya pemilikan benda-benda budaya dan status
sosial
Teori relasi kuasapengetahuan dalam penelitian ini digunakan untuk
memecahkan masalah ke dua yaitu bagaimana proses terjadinya posrealitas
dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Teori ini relevan karena dalam
proses pengembangan bela diri Aikido di Bali melalui relasi kuasapengetahuan
oleh Jepang diimplementasikan dalam segala bentuk latihan fisik pengembangan
dojo dan penyebaran nilai-nilai yang ada dalam bela diri Aikido
233 Teori Identitas Sosial
Tajfel menyatakan asumsi dasar teori identitas sosial dalam situs
(httpidhamputrateori-identitas-sosialwordpresscom diakses 02 Agustus 2014)
dengan kalimat sebagai berikut
(1) Kita menciptakan identitas sosial kita untuk menyederhanakan
hubungan eksternal kita (2) Lebih jauh lagi ada kebutuhan manusia untuk
memiliki rasa harga diri (self esteem and self worth) yang kita transfer ke
dalam kelompok kita sendiri (3) Kita juga menata lingkungan kita dengan
perbandingan sosial antar kelompok Konsep dalam kelompok (in groups)
dan luar kelompok (out groups) itu penting dalam analisis ini
Lebih jauh Tajfel mengemukakan bahwa dalam teori identitas sosial
seorang individu tidaklah dianggap sebagai individu secara mutlak satu dalam
kehidupannya Individu merupakan bagian dari kelompok tertentu baik disadari
maupun tidak disadari Konsep identitas sosial adalah bagaimana seseorang itu
49
secara sosial dapat didefinisikan Identitas sosial yang melekat pada seseorang
merupakan identitas positif yang ingin dipertahankan Oleh karena itu individu
yang memiliki identitas sosial positif maka wacana maupun tindakannya akan
sejalan dengan norma kelompoknya Lagi pula individu tersebut diidentifikasikan
dalam suatu kelompok Wacana dan tindakannya sepatutnya sesuai dengan
wacana dan tindakan kelompoknya
Teori identitas sosial sebenarnya berangkat dari asumsi umum sebagai
berikut
1 Setiap individu selalu berusaha untuk merawat atau meninggikan self-
esteemnya mereka berusaha untuk membentuk konsep diri yang positif
2 Kelompok atau kategori sosial dan anggota dari mereka berasosiasi
terhadap konotasi nilai positif atau negatif Identitas sosial positif atau
negatif tergantung evaluasi (yang mengacu pada konsensus sosial bahkan
pada lintas kelompok) kelompok tersebut yang memberikan kontribusi
pada identitas sosial individu
3 Evaluasi dari salah satu kelompok adalah berusaha mendeterminasikan dan
juga sebagai bahan acuan pada kelompok lain secara spesifik melalui
perbandingan sosial dalam bentuk nilai atribut atau karakteristik
Dari asumsi di atas beberapa relasi prinsip teori dapat menghasilkan hal-
hal di bawah ini
1 Individu berusaha untuk mencapai atau merawat identitas sosial yang
positif
50
2 Identitas sosial yang positif ada berdasarkan pada besarnya tingkat
perbandingan favorit in-group dengan out-group in-group pasti
mempersepsikan dirinya secara positif berbeda dari out-group
3 Ketika identitas sosial tidak memuaskan individu akan berusaha keluar
dari kelompok lalu bergabung ke dalam kelompok yang lebih positif atau
membuat kelompok mereka lebih positif
Identitas sosial sebagai teori tidak lepas dari keinginan individu untuk
memperbandingkan dirinya serta kelompoknya dengan yang lain Perbandingan
sosial digambarkan oleh Festinger (1954) sebagai teori yang bisa membimbing
seseorang untuk membandingkan dirinya dengan yang lain siapa yang serupa
dengan dirinya dan siapa yang berbeda siapa yang berada di atas dan siapa yang
berada di bawah
Setidaknya ada tiga variabel yang memengaruhi hubungan pembedaan
antar kelompok dalam situasi sosial yang nyata (Tajfel 1974 Turner 1975
dalam Hogg amp Abrams 2000) Pertama individu pasti memiliki internalisasi
kelompok mereka sebagai konsep diri mereka secara subjektif mereka pasti
mengidentifikasikan kelompok yang relevan Hal ini tidak cukup dari orang lain
saja yang mengidentifikasikan seseorang dari kelompok mana dia berasal Kedua
situasi sosial akan menciptakan perbandingan sosial yang memungkinkan
terjadinya seleksi dan evaluasi atribut relasi yang relevan Perbedaan kelompok
pada tiap-tiap daerah tidak sama secara signifikan Misalnya di Amerika
perbedaan kelompok cenderung menonjol pada perbedaan warna kulit tetapi
perbedaan warna kulit bukan sesuatu yang menonjol di Hongkong Ketiga in-
51
group tidak membandingkan dirinya pada tiap proses kognitif yang ada pada out-
group out-group pastinya dipersepsikan sebagai kelompok perbandingan yang
relevan dalam kesamaan kedekatan dan secara situasional yang menonjol
Kemudian determinasi out-group dihasilkan sebagai perbandingan terhadap
situasi yang menggambarkan sesuatu determinasi in-group (didapatkan dari
sumber httpdharmaputrawordpresscom2008teori-identitas-sosial diakses 03
Agustus 2014)
Barker (2009175-176) menyatakan bahwa meskipun identitas diri bisa
dianggap sebagai proyek seseorang sudah menjadi kebenaran sosiologis juga
bahwa manusia lahir ke dunia yang sudah ada sebelumnya Manusia belajar
menggunakan bahasa yang telah digunakan sebelum lahir dan hidup dalam
konteks hubungan sosial dengan orang lain Manusia disusun menjadi individu
melalui proses sosial yang menggunakan bahan-bahan yang bersifat sosial Secara
umum ini disebut spisialisasi atau akulturasi Tanpa akulturasi manusia tidak
akan menjadi orang sebagaimana gagasan yang dipahami dalam hidup sehari-hari
Tanpa bahasa konsep keorangan dan identitas tidak akan bisa dipahami
Menjadi orang tidak mengandung unsur transenden atau ahistoris apapun
Identitas sepenuhnya sosial dan kultural dengan alasan-alasan berikut
1 Gagasan apakah artinya menjadi orang merupakan pertanyaan kultural
Sebagai contoh individualisme merupakan penunjuk yang khas
masyarakat modern
2 Sumber-sumber yang membentuk bahan-bahan untuk proyek identitas
yaitu bahasa dan praktik kultural berwatak sosial Akibatnya arti menjadi
52
seorang perempuan anak orang Asia atau orang tua terbentuk secara
berbeda-beda tergantung kepada konteks kulturalnya
Sumber-sumber yang bisa dipakai bagi proyek identitas tergantung kepada
kekuasaan situasional yang menjadi asal kompetensi kultural dalam konteks
kultural tertentu Apakah hitam atau putih laki-laki atau perempuan Afrika atau
Amerika kaya atau miskin adalah sesuatu yang penting karena sumber-sumber
kultural yang akan dimasuki berbeda Identitas menjadi penting tidak hanya untuk
penggambaran diri tetapi juga ciri-ciri sosial
Identitas sosial terkait dengan hak kewajiban dan sanksi normatif yang
dalam masyarakat tertentu menjadi dasar penentuan peran Penggunaan ciri-ciri
baku terutama berkaitan dengan ciri umur dan gender tubuh bersifat mendasar
dalam semua masyarakat dan masih sangat banyak lagi ragam lintas-budaya yang
bisa dicatat Giddens (Barker 2009176) Persoalan identitas adalah kesamaan dan
perbedaan soal personal dan sosial soal rdquoapa yang dimiliki individu secara
bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakan satu individu
dengan orang-orang lain Weeks (Barker 2009176)
Berdasarkan uraian di atas pengembangan bela diri Aikido di Bali adalah
identitas para peserta pelatihan yang merupakan satu identitas meliputi identitas
individunya keluarganya sukunya dan kelompoknya Bagi Fromm identitas diri
dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dari identitas sosial individu dalam
konteks komunitasnya Selain menjadi makhluk individual identitas diri tidak
terlepas dari norma yang mengikat masyarakat dalam lingkungan dan peran sosial
53
yang diembannya dalam masyarakat (httpidhamputrawordpressteori-identitas-
sosialcom diakses 03 Agustus 2014)
Teori identitas sosial Hendri Tajfel digunakan secara eklektik (bersamaan)
dengan teori lainnya untuk memecahkan ketiga masalah dalam penelitian ini
Keberterimaan bela diri Aikido di Bali proses terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali yang pada akhirnya membentuk identitas
baru berupa posrealitas kebudayaan yang membentuk identitas para aikidoka Bali
baik secara individu maupun identitas sosialnya
54
24 Model Penelitian
Model penelitian ini dapat digambarkan ke dalam Bagan 21
Bagan 21
Model Penelitian
Keterangan
= memengaruhi
= saling memengaruhi
Kebudayaan Bali
Bela Diri Tradisional Bali
-Pencak Silat
-Tengklung
-Mepantigan
Kebudayaan Jepang
Bela Diri Tradisional Jepang
-Karate
-Judo
-Aikido
Proses terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Latar belakang
terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Posrealitas dalam Pengembangan
Bela Diri Aikido di Bali
Temuan
Penelitian
Implikasi
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
55
Bagan 21 dapat dijelaskan bahwa tampak kebudayaan Bali dengan
unsurnya berupa bela diri tradisional Bali seperti Pencak Silat Tengklung
Mepantigan dan beberapa bela diri lainnya Dengan adanya globalisasi
bersentuhan dengan kebudayaan Jepang dengan unsurnya berupa bela diri
tradisional Jepang seperti Karate Judo dan Aikido Khusus pada penelitian ini
adalah bela diri Jepang Aikido Persentuhan antara keduanya akibat arus
globalisasi melahirkan bela diri Aikido yang berterima dan berkembang di
sejumlah dojo di Bali yang menunjukkan adanya posrealitas Posrealitas dalam
penelitian ini merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu berupa
peniruan bagi aikidoka Bali yaitu bela diri Aikido melalui pelatihan di beberapa
dojo yang ada di Bali Kondisi posrealitas adalah kondisi yang di dalamnya
prinsip-prinsip realitas telah dilampaui dalam pengertian diambil alih oleh
substitusi-substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir Hal ini telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang apa yang disebut yang nyata (the real) Yang nyata
senyata-nyatanya berada di Jepang bela diri Aikido telah membentangkan
persoalan filosofis mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa
yang disebut nyata
Posrealitas dapat dijelaskan sebagai kondisi matinya realitas dalam
pengertian diambilalihnya posisi realitas oleh apa yang sebelumnya disebut
sebagai nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru yang
memesona yang belum pernah dialami sebelumnya
56
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru yang tidak bisa dikatakan
realitas Bali yang asli karena telah dimasuki oleh nilai baru yang berasal dari
sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang Tidak bisa juga
dikatakan realitas yang benar-benar baru karena para anggota pelatihan tetaplah
kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya
Posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali dikaji dari tiga
dimensinya yaitu (1) latar belakang terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali (2) proses terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali dan (3) implikasi pengembangan bela diri Aikido tersebut
dalam kehidupan para aikidoka Bali
Penelitian kajian budaya ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teknik
wawancara observasi dokumentasi dan studi pustaka Data dianalisis secara
eklektik dengan menggunakan teori globalisasi kuasapengetahuan identitas
sosial dan teori pendukung lainnya yang terkait dengan permasalahan yang ada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberterimaan bela diri Aikido di Bali
dilatarbelakangi oleh beberapa ideologi yaitu dualisme kultural paternalisme
pasar citra dan multikulturalisme Proses pengembangan bela diri di beberapa
dojo yang ada di Bali meliputi tahap pengenalan pendirian organisasi
pengembangan tempat pelatihan dan tahap pengembangan mutu Semuanya
berorientasi kepada tempat pelatihan induk bela diri Aikido (Honbu Dojo) yang
berada di Tokyo-Jepang Pengembangan bela diri Aikido di Bali menimbulkan
57
implikasi pada para aikidoka Bali termasuk terbentuknya identitas baru dalam
masyarakat Bali
Melalui penelitian ini ditemukan paradigma baru bahwa di balik kekuatan
budaya Bali yang sedang berlangsung dalam segala lini kehidupan terdapat sikap
orang Bali yang terbuka terhadap kebudayaan asing khususnya bela diri asal
Jepang yaitu bela diri Aikido Terkait dengan bela diri Aikido yang sedang
ditekuni oleh beberapa komunitas di Bali ternyata ada berbagai hal yang
mendukung keberterimaannya Adanya kegayutan nilai-nilai budaya antara
kebudayaan Bali dan kebudayaan Jepang terkait keberadaan bela diri Aikido yang
berterima di beberapa komunitas pelatihan di Bali sehingga hal ini disebut sebagai
multikulturalisme
35
dalam bentuk tempat-tempat latihan umum atau club-club Pengembangan club-
club banyak dilakukan pada instansi dan perusahaan perguruan tinggi dan
sekolah
Secara tahunan atau dua tahunan KBAI mengadakan program kunjungan
instruktur dari Jepang sebagai motivator anggotanya dalam berlatih Secara
berkala pula dilakukan ujian kenaikan tingkat yang dilakukan empat bulan sekali
Secara umum KBAI mengembangkan perguruannya dengan hati-hati dengan
menjaga mutu teknis dan operasionalnya (diambil dari sumber httpkbaitripod
comhal_kbaihtm diakses 03 November 2014)
Organisasi bela diri Aikido di Bali dikonsepsikan sebagai organisasi sosial
yang ada di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung Organisasi tersebut pada
penelitian ini secara keseluruhan berjumlah empat unit yang terhimpun ke dalam
satu organisasi induknya bernama Bari Aikikai「バリ合気会」 Keempat
organisasi yang tergabung ke dalam organisasi induknya ini adalah (1) Dojo
Samurai di Renon Denpasar (2) Dojo Dirgahayu di Desa Sumerta Kaja
Denpasar (3) Dojo Aora di Kuta Badung dan (4) Dojo Kami di Jimbaran
Badung Masing-masing organisasi mempunyai pengelola dojo bagian keuangan
dan pelatih
Dari uraian di atas tampak bahwa pengembangan bela diri Aikido di Bali
baik dari permulaan kemunculannya maupun selanjutnya ditopang oleh sistem
organisasi yang teratur memiliki struktur dan orang-orang yang duduk sesuai
fungsinya sehingga pengembangannya bisa terarah Pengembangan bela diri
Aikido di Bali dalam penelitian ini adalah proses setiap tahapan dilalui dengan
36
posrealitas kebudayaan sampai terjadinya implikasi bela diri Aikido ini berupa
identitas baru bagi para aikidoka Bali Kenyataan ini disebabkan oleh pelatihan
bela diri Aikido yang berkelanjutan dan dalam rentang waktu yang lama dan
membentuk aikidoka Bali sebagai manusia baru yang memiliki rdquolabelrdquo berbeda
dengan manusia Bali pada umumnya
23 Landasan Teoretis
Ada tiga teori yang relevan untuk diacu dalam penelitian ini yaitu teori
globalisasi teori relasi kuasapengetahuan dan teori identitas sosial Ketiga teori
ini digunakan secara eklektik seperti yang biasa digunakan dalam kajian budaya
Hal ini sesuai dengan pendapat Sanderson (Minawati 200936) bahwa eklektisme
merupakan suatu cara pandang yang mengatakan bahwa berbagai strategi teoretis
harus digunakan secara kombinasi agar diperoleh penjelasan yang dapat diterima
231 Teori Globalisasi
Globalisasi adalah ldquopenyebaran kebiasaan-kebiasaan yang mendunia
ekspansi hubungan yang melintasi benua organisasi dari kehidupan sosial pada
skala global dan pertumbuhan dari sebuah kesadaran global bersamardquo Ritzer
(200696) Membaca definisi ini tampaklah bahwa globalisasi mempunyai
cakupan yang luas Cakupan globalisasi yang luas itu secara lebih jelas dapat
dilihat dengan mencermati gagasan Appadurai sebagaimana dikutip oleh Steger
(200658) bahwa ada lima dimensi konseptual atau ldquolandscaperdquo yang dibentuk
dan sekaligus merupakan ciri-ciri arus budaya global Kelima ldquolandscaperdquo
danatau ciri arus budaya global itu adalah sebagai berikut
37
1 Ethnoscapes adalah perpindahan penduduk dari satu negara ke negara lain
seperti wisatawan imigran pengungsi dan tenaga kerja
2 Technoscape mengacu kepada perkembangan teknologi yang kini
mengalir dengan kecepatan tinggi menembus batas-batas negara
3 Mediascape mengacu kepada kemampuan elektronik untuk menyebarkan
informasi ke berbagai belahan dunia
4 Finanscape adalah aspek finansial atau uang yang sulit diprediksi dalam
era globalisasi
5 Ideoscape terkait dengan masalah politik seperti kebebasan demokrasi
kedaulatan kesejahteraan hak seseorang ideologi-ideologi negara dan
gerakan sosial
Globalisasi dengan ciri-cirinya yang demikian itu telah mengakibatkan
dunia seakan-akan tidak lagi dibatasi oleh tembok-tembok penyekat yang
memisahkan negara yang satu dengan negara yang lain (Ardika 200713)
Dengan kata lain garis-garis batas budaya nasional ekonomi nasional dan
wilayah nasional semakin kabur (Hirst dan Thompson 19911) Sejalan dengan
proses itu tampaknya perubahan pada berbagai aspek kehidupan masyarakat
dan budayanya sebagai dampak globalisasi sulit dihindari sehingga kini tidak
jarang realita kehidupan sosial budaya telah jauh berbeda dengan realitanya di
masa lampau
Globalisasi tidak begitu saja dapat menyebabkan perubahan budaya suatu
masyarakat tanpa reaksi masyarakat yang bersangkutan karena sebagaimana
dikemukakan oleh Ardika (200715) bahwa pengaruh budaya global juga dapat
38
menimbulkan hasrat untuk menegaskan keunikan kultur sendiri Dalam konteks
inilah di kalangan para ahli berkembang dua macam pandangan dasar dalam teori
globalisasi Pertama memandang globalisasi menimbulkan grobalisasi Kedua
memandang globalisasi menimbulkan glokalisasi Pandangan grobalisasi
menekankan semakin meningkatnya kemampuan organisasi-organisasi dan
negara-negara modern di seluruh dunia yang sebagian besar bersifat kapitalistik
untuk meningkatkan kekuasaan mereka dan menjangkau dunia (Ritzer 200699)
Sebaliknya pandangan glokalisasi sebagaimana dijelaskan oleh Steger (200657)
merupakan interaksi yang kompleks antara global dan lokal yang bercirikan
peminjaman budaya Lebih lanjut pandangan grobalisasi menekankan terjadinya
penyeragaman atau homogenisasi versus pandangan glokalisasi yang menekankan
terjadinya heterogenisasi atau penganekaragaman budaya masyarakat yang
merupakan percampuran antara yang global dan yang lokal (Ritzer 2006104
Steger 200657)
Terjadinya glokalisasi yang menghasilkan budaya campuran tidak lepas
dari adanya orang-orang yang bermaksud menentang globalisasi khususnya
grobalisasi Cara mereka dengan mendukung dan bersekutu dengan glokalisasi
sebagai bentuk globalisasi yang lain namun mereka tetap mengadopsi budaya
global yang telah berpengaruh kuat sehingga timbul budaya campuran (Ritzer
2006229) Gagasan ini tampak penting untuk dirujuk dalam penelitian ini karena
relevan dengan fokus kajian budaya sebagaimana dikatakan oleh Suastika
(200731) bahwa fokus kajian budaya terletak pada persoalan bagaimana praktik
39
budaya memungkinkan berbagai budaya dan kelas berjuang melawan dominasi
budaya
Upaya orang-orang yang hendak menentang grobalisasi melalui glokalisasi
seperti itu identik dengan revitalisasi budaya mereka Dikatakan identik karena
sebagaimana dikemukakan oleh Adas (1988XIII) bahwa selain berjuang untuk
menghidupkan kembali adat tradisional atau kepercayaannya para partisipan
gerakan revitalisasi budaya juga bisa dirasuki oleh keinginan memperoleh barang-
barang asing dan mencontoh bentuk organisasi dan tingkah laku asing Barang
maupun organisasi dan tingkah laku asing bisa dilihat sebagai budaya global yang
masuk melalui proses globalisasi yang telah berpengaruh kuat kepada masyarakat
bersangkutan Sebagaimana dikemukakan oleh Ritzer (200699-100) bahwa sesuai
dengan penekanan teori Max Weber dan teori Karl Marx kekuatan pendorong
utama grobalisasi adalah rasionalisasi dan kebutuhan untuk memperlihatkan
kemampuan memperoleh keuntungan melalui imperialisme dan hegemoni Oleh
karena itu tidak tertutup kemungkinan bahwa untuk menghidupkan kembali adat
tradisional pendorong globalisasi seperti itu berlaku juga bagi masyarakat yang
melakukan revitalisasi budaya sebagai suatu gerakan sosial
Berkenaan dengan motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku dalam
konteks gerakan sosial teori rasionalitas mengasumsikan bahwa setiap manusia
pada dasarnya rasional dengan selalu mempertimbangkan prinsip efisiensi dan
efektivitas dalam melakukan setiap tindakan termasuk tindakan dalam melakukan
gerakan sosial (Basrowi dan Sukidin 2003 dan Mustain 2007) Sementara itu
teori ldquotindakan individu yang rasionalrdquo menyatakan bahwa individu-individu
40
dalam kehidupan bermasyarakat memiliki pertimbangan rasional dan kesadaran
akan adanya keuntungan yang dapat diperoleh melalui tindakan-tindakannya
(Yunita 1986) Demikian juga ldquoteori insentif selektifrdquo menjelaskan bahwa
keikutsertaan seseorang dalam suatu gerakan sosial banyak dipengaruhi oleh jenis
bentuk dan isi harapan-harapan yang akan menguntungkan insentif selektif
(Mustain 200749) Dengan demikian motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku
dalam gerakan sosial bersifat materialistik atau ekonomistik yang mencerminkan
karakter ideologi pasar Mengikuti pendapat Habermas (Thompson 2007)
motivasi dan prinsip-prinsip gerakan sosial menunjukkan ldquorasio instrumentalrdquo
dalam arti objek-objek dalam gerakan sosial dilihat dan diperlakukan sebagai alat
untuk memenuhi kepentingan yang bernuansa ideologi pasar
Foucault (Adlin 20065) melukiskan manusia postmodern yang terserap
ke dalam discourse sedang Jean Baudrillard melukiskan manusia postmodern
yang terhisap ke dalam dunia objek yang di dalamnya ia mempunyai peran
minimalis dalam menentukan objek itu tetapi sebaliknya dibentuk olehnya Ada
sekelompok elit yang memproduksi objek-objek tetapi mayoritas manusia
menjadi konsumen objek-objek Mereka tidak sekedar manusia konsumen tetapi
manusia dengan konsep diri dan subjektivitas yang dibentuk atau didefinisikan
berdasarkan kepemilikan objek-objek Di dalam dunia yang dikuasai objek
eksistensi manusia ditentukan oleh kepemilikan objek Manusia terserap ke dalam
logika objek ke dalam irama pergantian bentuk gaya dan citranya Manusia
mempunyai hasrat tetapi kini objek yang (aktif) merayu manusia Objek yang
menjadi pusat dunia bukan subjek (cogito) seperti yang dikatakan Descartes
41
Rayuan objek mendahului hasrat Objek yang memproduksi hasrat bukan hasrat
yang memproduksi objek Kekuasaan subjek telah dijungkirbalikkan dan yang
tersisa adalah subjek yang rapuh rentan dan tidak berdaya yang hanya dapat
secara pasif berhasrat sementara objek yang aktif merayunya Dalam kerapuhan
kerentanan dan ketidakberdayaannya subjek harus menyesuaikan diri dengan
objek-objek bukan objek yang menyesuaikan subjek Kemudian tercipta
paradoks karena kedaulatan subjek tidak dapat lagi dipertahankan dan satu-
satunya kedaulatan yang ada adalah kedaulatan objek Satu-satunya strategi yang
tersedia adalah strategi objek Subjek lenyap di dalam horizon objek-objek inilah
strategi fatal
Tiga perspektif utama budaya konsumen diungkapkan oleh Featherstone
(2005) Pertama pandangan bahwa budaya konsumen dipremiskan dengan
ekspansi produksi komoditas kapitalis yang memunculkan akumulasi besar-
besaran budaya dalam bentuk barang-barang konsumen dan tempat-tempat
belanja dan konsumsi Hal ini mengakibatkan tumbuhnya kepentingan aktivitas
bersenang-senang dan konsumsi dalam masyarakat Barat kontemporer Kedua
pandangan yang lebih sosiologis bahwa kepuasan berasal dari benda-benda
berhubungan dengan akses benda-benda yang terstruktur secara sosial dalam suatu
peristiwa yang telah ditentukan kepuasan dan status tergantung pada penunjukan
dan pemeliharaan perbedaan dalam kondisi inflasi Ketiga masalah kesenangan
emosional untuk konsumsi mimpi-mimpi dan keinginan yang ditampakkan dalam
bentuk tamsil budaya konsumen dan tempat-tempat konsumsi tertentu yang secara
beragam memunculkan kenikmatan jasmaniah langsung serta kesenangan estetis
42
Tumbuh suburnya budaya konsumen tidak sekadar memandang konsumsi
sebagai sesuatu yang berasal dari produksi tanpa mengakibatkan adanya
problematika (Featherstone 2005) namun lebih jauh dari itu budaya konsumen
juga memengaruhi perilaku seseorang untuk memutuskan pembelian produk suatu
barang yang dikendalikan oleh kekuatan media massa seperti iklan Periklanan
secara khusus mampu mengeksploitasi kondisi ini dan memberikan image
pencitraan eksotika nafsu kecantikan pemenuhan kebutuhan komunalitas serta
kehidupan yang baik untuk menyebarkan benda-benda konsumen seperti sabun
mesin cuci mobil serta minuman beralkohol Budaya konsumen akan mendorong
orang untuk berperilaku sesuai tingkatan kelas sosialnya dalam kehidupan
bermasyarakat
Konsumerisme bukan semata-mata bertalian dengan panutan pada nilai
simbolik melainkan berkaitan pula dengan persoalan identitas Hal ini sejalan
dengan gagasan Clammer (Atmadja 201092) bahwa konsumsi bukanlah semata-
mata urusan belanja atau pengambilalihan benda-benda untuk menjadi milik
sendiri atas dasar nilai guna melainkan juga pembelian identitas Oleh karena itu
konsumsi menjadi sarana bagi seseorang untuk memahami dan berkomunikasi
secara simbolik antara orang yang satu dan yang lain menciptakan dan
mereproduksi identitas mereka serta menjadi sarana dalam memahami diri
mereka dalam berhubungan dengan individu dan kelompok lain Orang tidak lagi
hanya mengonsumsi material dari suatu produk tetapi juga efek simbolik yang
dihasilkan produk tersebut sehingga tepat gagasan Simmel (Atmadja 201092)
43
bahwa ldquoproduct consumpted are not seen from their function but from symbols
related to identity and statusrdquo
Dengan mengikuti Fromm (Atmadja 201093) kondisi ini mengakibatkan
pola hidup masyarakat Bali berubah secara mendasar Zaman dahulu mereka
berpegang pada gagasan bahwa tua adalah indah namun sekarang orang
menganut gagasan bahwa baru adalah indah Ketertarikan manusia dengan
sesuatu yang baru berkaitan pula dengan kemampuan desainer mengembangkan
desain yang baru dengan daya pesona yang lebih kuat daripada sebelumnya
Sering terjadi pada mulanya suatu barang dengan desain tertentu harganya mahal
sehingga konsumennya hanya orang-orang kaya
Gaya hidup telah menjadi ciri dalam dunia modern (Chaney 2004)
sehingga masyarakat modern akan menggunakan gaya hidup untuk
menggambarkan tindakannya sendiri dan orang lain Dalam kaitannya dengan
budaya konsumen gaya hidup dikonotasikan dengan individualitas ekspresi diri
serta kesadaran diri yang stylistic Tubuh busana gaya pembicaraan aktivitas
rekreasi adalah beberapa indikator dari individualisme selera konsumen Gaya
hidup juga salah satu bentuk budaya konsumen Gaya hidup seseorang dilihat dari
apa yang dikonsumsinya baik barang ataupun jasa Konsumsi tidak hanya
mencakup kegiatan membeli sejumlah barang atau materi seperti televisi dan
telepon genggam Akan tetapi juga mengonsumsi jasa seperti rekreasi Beberapa
contoh gaya hidup yang tampak menonjol pada saat ini adalah nge-mall hang out
fitness
44
Masyarakat konsumen dengan budaya konsumsi yang dipegangnya
melihat tujuan dan totalitas hidupnya dalam kerangka atau logika konsumsi
Eksistensinya dijalankan dan dipertahankan hanya dengan terus menerusnya
mengonsumsi berbagai tanda dan status sosial di balik komoditi Bukan hanya
dirinya saja yang mengaktualisasikan diri melalui tindakan konsumsi orang lain
juga akan dinilai menurut standar yang dipakainya Artinya eksistensi orang lain
pun akan dinilai dan diakui sesuai dengan standar status sosial yang dipegangnya
(diambil dari sumber httpblogspotcom201301pengaruh-globalisasi-terhadap-
gaya-hiduphtml diakses 03 November 2014)
Kaitan dengan pemilihan bela diri Aikido sebagai budaya yang dikonsumsi
oleh aikidoka Bali unsur-unsur spiritualisme modern pada dualisme dikotomik
Griffin (Atmadja 201085) mengatakan bahwa manusia membuat pemilihan yang
berlawanan misalnya modern berlawanan dengan tradisional sains modern
berlawanan dengan sains tradisional dan lain-lain Keberlawanan ini tidak hanya
berdikotomi tetapi yang modern selalu dianggap lebih unggul sehingga yang
tradisional harus digusur Begitu pula manusia tidak dianggap sebagai bagian dari
alam melainkan sebagai lawan dari alam Oleh karena itu mendominasi
menundukkan menguasai dan mengendalikan alam dengan menggunakan ilmu
dan teknologi modern merupakan keharusan bagi manusia
Berdasarkan paparan teori globalisasi di atas maka diduga bahwa
grobalisasi merupakan proses yang melatari terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido Bali Para aikidoka Bali sebagai individu
merupakan objek dari budaya konsumen akibat derasnya arus globalisasi Budaya
45
konsumen juga dapat diartikan sebagai budaya-budaya yang dilakukan oleh
seorang konsumen dalam hal ini para aikidoka Bali yang mengonsumsi bela diri
Aikido Adapun budaya konsumen menggunakan image tanda-tanda dan benda-
benda simbolik yang mengumpulkan mimpi-mimpi keinginan dan fantasi yang
menegaskan keautentikan romantik dan pemenuhan emosional dalam hal
menyenangkan diri sendiri bukan orang lain secara narsistik Jadi kegiatan
konsumsi juga bertujuan untuk mengidentifikasikan diri dalam kelas
sosial tertentu sekaligus membedakannya dengan kelas sosial yang lain
Grobalisasi bisa jadi tampak sebagai proses penyeragaman teknik serta
sikap dan perilaku para aikidoka Bali dengan berorientasi kepada spirit samurai
yang merupakan spirit yang diusung oleh organisasi bela diri Aikido Jepang di
Tokyo Diduga demikian karena sebagaimana telah dikemukakan dalam latar
belakang bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan bela diri Aikido di
Bali diatur oleh organisasi induknya yang berada di Jepang sebagai superordinat
pemilik budaya yang dikonsumsi oleh para aikidoka Bali
Teori globalisasi digunakan untuk memecahkan masalah pertama dan
kedua yaitu mengapa bela diri Aikido yang berasal dari Jepang bisa
dikembangkan di Bali hingga menimbulkan fenomena posrealitas dan proses
terjadinya posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali
232 Teori Relasi KuasaPengetahuan
Konsep kekuasaanpengetahuan memberi perhatian khusus kepada
dimensi relasi antara kekuasaan dan pengetahuan sehingga produksi pengetahuan
dipahami tidak lepas dari rezim kekuasaan Foucault (Barker 2014232-233)
46
Takwin (2003128) mengatakan bahwa menurut pandangan Foucault hubungan
kuasa muncul bukan hanya pada tataran negara namun juga dalam kehidupan
sehari-hari Setiap hubungan selalu merupakan usaha saling menguasai dan saling
menekan Hubungan kuasa menghasilkan cerita yang disebut discourse atau
wacana yang isinya adalah sesuatu yang tidak menggambarkan realitas
sebagaimana adanya dalam rangka menetralisasi ketertekanan para pewacana
yang bersangkutan
Berdasarkan pernyataan di atas maka diduga bahwa posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali ada hubungan kuasa antara para pihak
yang terlibat dalam kegiatan pengembangannya Hubungan kuasa antara para
pihak tersebut menghasilkan wacana yang dibangun sedemikian rupa dalam
rangka upaya masing-masing pihak menetralkan ketertekanannya
Berkenaan dengan wacana Althusser (Faruk 2002142) berpendapat
bahwa wacana adalah ideologi dalam praktik tidak ada ideologi tanpa wacana dan
tidak ada wacana tanpa ideologi Ini berarti bahwa dengan mencermati wacana
dapat diketahui ideologi yang terkait dengan wacana tersebut Althusser (Takwin
2003101) juga berpendapat bahwa setiap penindasan menimbulkan usaha pada
pihak tertindas untuk melepaskan diri Salah satu alat yang perlu ada dalam upaya
pembebasan ini adalah ideologi suatu kepercayaan yang dibangun untuk
menggerakkan kelompok yang tertindas Ketika yang tertindas bebas dan
berkuasa maka ideologi mereka bisa saja digunakan untuk menindas pihak yang
lebih lemah Berkenaan dengan hubungan kuasa Foucault sebagaimana dikatakan
Takwin (2003130) melihat pengetahuan ditentukan oleh kekuasaan sehingga
47
kebenaran merujuk kepada rdquorezim kebenaranrdquo yang sedang bertahta Upaya untuk
saling menguasai dan melepaskan diri dari penindasan bisa juga dilakukan dengan
strategi politik identitas dalam arti memakai identitas kelompok atau individu
untuk memperoleh perlakuan yang lebih adil dari kelompok atau individu lain
(Sparringa 2006) Dalam pelaksanaan strategi politik identitas tentu saja
menggunakan wacana sebagai praktik ideologi sehingga identitas dalam wacana
juga bersifat dinamis sesuai dengan ideologi dan kepentingan berbagai aktornya
pada waktu dan tempat praktik politik identitas itu dilakukan
Althusser sebagaimana dijelaskan oleh Faruk (2002137-139) juga
berpendapat bahwa untuk mengamankan hubungan antarkelas dan dengan
demikian kekuasaan dapat dipegang dalam waktu lama maka pihak kelas yang
berkuasa mengembangkan dua macam ideologi Pertama ideologi yang tampil
dengan aparat-aparat negara yang represif (repressive state apparatus RSA)
yang bekerja secara represif melalui penggunaan kekerasan (militer polisi
penjara pengadilan dan lain-lain) sebagai upaya untuk mengamankan bentuk-
bentuk sosial yang ada Kedua ideologi yang tampil dengan aparat-aparat negara
ideologis (ideological state apparatus ISA) yang bekerja tidak dengan
menggunakan kekerasan melainkan dengan memainkan ideologi danatau wacana
secara persuasif atau hegemonik Dalam konteks inilah Althuser berpandangan
bahwa tidak ada kelas yang dapat memegang kekuasaan dalam waktu lama tanpa
melakukan hegemoni atas dan dalam ISA Dikatakan demikian karena yang
mempersatukan atau yang dapat menjamin harmoni antara yang satu dengan yang
lain dalam ISA adalah ideologi yang berkuasa sebagai perekat bagi bersatunya
48
anggota-anggota masyarakat Mengacu kepada gagasan Bourdieu (Harker tt
117 Fashri 200798-99) dikatakan bahwa kesuksesan para anggota kelompok
dominan untuk melancarkan hegemoninya ditentukan juga oleh modal budaya
ekonomi sosial dan modal simbolik yang mereka miliki yaitu sesuatu yang
dihargai oleh masyarakat misalnya pemilikan benda-benda budaya dan status
sosial
Teori relasi kuasapengetahuan dalam penelitian ini digunakan untuk
memecahkan masalah ke dua yaitu bagaimana proses terjadinya posrealitas
dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Teori ini relevan karena dalam
proses pengembangan bela diri Aikido di Bali melalui relasi kuasapengetahuan
oleh Jepang diimplementasikan dalam segala bentuk latihan fisik pengembangan
dojo dan penyebaran nilai-nilai yang ada dalam bela diri Aikido
233 Teori Identitas Sosial
Tajfel menyatakan asumsi dasar teori identitas sosial dalam situs
(httpidhamputrateori-identitas-sosialwordpresscom diakses 02 Agustus 2014)
dengan kalimat sebagai berikut
(1) Kita menciptakan identitas sosial kita untuk menyederhanakan
hubungan eksternal kita (2) Lebih jauh lagi ada kebutuhan manusia untuk
memiliki rasa harga diri (self esteem and self worth) yang kita transfer ke
dalam kelompok kita sendiri (3) Kita juga menata lingkungan kita dengan
perbandingan sosial antar kelompok Konsep dalam kelompok (in groups)
dan luar kelompok (out groups) itu penting dalam analisis ini
Lebih jauh Tajfel mengemukakan bahwa dalam teori identitas sosial
seorang individu tidaklah dianggap sebagai individu secara mutlak satu dalam
kehidupannya Individu merupakan bagian dari kelompok tertentu baik disadari
maupun tidak disadari Konsep identitas sosial adalah bagaimana seseorang itu
49
secara sosial dapat didefinisikan Identitas sosial yang melekat pada seseorang
merupakan identitas positif yang ingin dipertahankan Oleh karena itu individu
yang memiliki identitas sosial positif maka wacana maupun tindakannya akan
sejalan dengan norma kelompoknya Lagi pula individu tersebut diidentifikasikan
dalam suatu kelompok Wacana dan tindakannya sepatutnya sesuai dengan
wacana dan tindakan kelompoknya
Teori identitas sosial sebenarnya berangkat dari asumsi umum sebagai
berikut
1 Setiap individu selalu berusaha untuk merawat atau meninggikan self-
esteemnya mereka berusaha untuk membentuk konsep diri yang positif
2 Kelompok atau kategori sosial dan anggota dari mereka berasosiasi
terhadap konotasi nilai positif atau negatif Identitas sosial positif atau
negatif tergantung evaluasi (yang mengacu pada konsensus sosial bahkan
pada lintas kelompok) kelompok tersebut yang memberikan kontribusi
pada identitas sosial individu
3 Evaluasi dari salah satu kelompok adalah berusaha mendeterminasikan dan
juga sebagai bahan acuan pada kelompok lain secara spesifik melalui
perbandingan sosial dalam bentuk nilai atribut atau karakteristik
Dari asumsi di atas beberapa relasi prinsip teori dapat menghasilkan hal-
hal di bawah ini
1 Individu berusaha untuk mencapai atau merawat identitas sosial yang
positif
50
2 Identitas sosial yang positif ada berdasarkan pada besarnya tingkat
perbandingan favorit in-group dengan out-group in-group pasti
mempersepsikan dirinya secara positif berbeda dari out-group
3 Ketika identitas sosial tidak memuaskan individu akan berusaha keluar
dari kelompok lalu bergabung ke dalam kelompok yang lebih positif atau
membuat kelompok mereka lebih positif
Identitas sosial sebagai teori tidak lepas dari keinginan individu untuk
memperbandingkan dirinya serta kelompoknya dengan yang lain Perbandingan
sosial digambarkan oleh Festinger (1954) sebagai teori yang bisa membimbing
seseorang untuk membandingkan dirinya dengan yang lain siapa yang serupa
dengan dirinya dan siapa yang berbeda siapa yang berada di atas dan siapa yang
berada di bawah
Setidaknya ada tiga variabel yang memengaruhi hubungan pembedaan
antar kelompok dalam situasi sosial yang nyata (Tajfel 1974 Turner 1975
dalam Hogg amp Abrams 2000) Pertama individu pasti memiliki internalisasi
kelompok mereka sebagai konsep diri mereka secara subjektif mereka pasti
mengidentifikasikan kelompok yang relevan Hal ini tidak cukup dari orang lain
saja yang mengidentifikasikan seseorang dari kelompok mana dia berasal Kedua
situasi sosial akan menciptakan perbandingan sosial yang memungkinkan
terjadinya seleksi dan evaluasi atribut relasi yang relevan Perbedaan kelompok
pada tiap-tiap daerah tidak sama secara signifikan Misalnya di Amerika
perbedaan kelompok cenderung menonjol pada perbedaan warna kulit tetapi
perbedaan warna kulit bukan sesuatu yang menonjol di Hongkong Ketiga in-
51
group tidak membandingkan dirinya pada tiap proses kognitif yang ada pada out-
group out-group pastinya dipersepsikan sebagai kelompok perbandingan yang
relevan dalam kesamaan kedekatan dan secara situasional yang menonjol
Kemudian determinasi out-group dihasilkan sebagai perbandingan terhadap
situasi yang menggambarkan sesuatu determinasi in-group (didapatkan dari
sumber httpdharmaputrawordpresscom2008teori-identitas-sosial diakses 03
Agustus 2014)
Barker (2009175-176) menyatakan bahwa meskipun identitas diri bisa
dianggap sebagai proyek seseorang sudah menjadi kebenaran sosiologis juga
bahwa manusia lahir ke dunia yang sudah ada sebelumnya Manusia belajar
menggunakan bahasa yang telah digunakan sebelum lahir dan hidup dalam
konteks hubungan sosial dengan orang lain Manusia disusun menjadi individu
melalui proses sosial yang menggunakan bahan-bahan yang bersifat sosial Secara
umum ini disebut spisialisasi atau akulturasi Tanpa akulturasi manusia tidak
akan menjadi orang sebagaimana gagasan yang dipahami dalam hidup sehari-hari
Tanpa bahasa konsep keorangan dan identitas tidak akan bisa dipahami
Menjadi orang tidak mengandung unsur transenden atau ahistoris apapun
Identitas sepenuhnya sosial dan kultural dengan alasan-alasan berikut
1 Gagasan apakah artinya menjadi orang merupakan pertanyaan kultural
Sebagai contoh individualisme merupakan penunjuk yang khas
masyarakat modern
2 Sumber-sumber yang membentuk bahan-bahan untuk proyek identitas
yaitu bahasa dan praktik kultural berwatak sosial Akibatnya arti menjadi
52
seorang perempuan anak orang Asia atau orang tua terbentuk secara
berbeda-beda tergantung kepada konteks kulturalnya
Sumber-sumber yang bisa dipakai bagi proyek identitas tergantung kepada
kekuasaan situasional yang menjadi asal kompetensi kultural dalam konteks
kultural tertentu Apakah hitam atau putih laki-laki atau perempuan Afrika atau
Amerika kaya atau miskin adalah sesuatu yang penting karena sumber-sumber
kultural yang akan dimasuki berbeda Identitas menjadi penting tidak hanya untuk
penggambaran diri tetapi juga ciri-ciri sosial
Identitas sosial terkait dengan hak kewajiban dan sanksi normatif yang
dalam masyarakat tertentu menjadi dasar penentuan peran Penggunaan ciri-ciri
baku terutama berkaitan dengan ciri umur dan gender tubuh bersifat mendasar
dalam semua masyarakat dan masih sangat banyak lagi ragam lintas-budaya yang
bisa dicatat Giddens (Barker 2009176) Persoalan identitas adalah kesamaan dan
perbedaan soal personal dan sosial soal rdquoapa yang dimiliki individu secara
bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakan satu individu
dengan orang-orang lain Weeks (Barker 2009176)
Berdasarkan uraian di atas pengembangan bela diri Aikido di Bali adalah
identitas para peserta pelatihan yang merupakan satu identitas meliputi identitas
individunya keluarganya sukunya dan kelompoknya Bagi Fromm identitas diri
dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dari identitas sosial individu dalam
konteks komunitasnya Selain menjadi makhluk individual identitas diri tidak
terlepas dari norma yang mengikat masyarakat dalam lingkungan dan peran sosial
53
yang diembannya dalam masyarakat (httpidhamputrawordpressteori-identitas-
sosialcom diakses 03 Agustus 2014)
Teori identitas sosial Hendri Tajfel digunakan secara eklektik (bersamaan)
dengan teori lainnya untuk memecahkan ketiga masalah dalam penelitian ini
Keberterimaan bela diri Aikido di Bali proses terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali yang pada akhirnya membentuk identitas
baru berupa posrealitas kebudayaan yang membentuk identitas para aikidoka Bali
baik secara individu maupun identitas sosialnya
54
24 Model Penelitian
Model penelitian ini dapat digambarkan ke dalam Bagan 21
Bagan 21
Model Penelitian
Keterangan
= memengaruhi
= saling memengaruhi
Kebudayaan Bali
Bela Diri Tradisional Bali
-Pencak Silat
-Tengklung
-Mepantigan
Kebudayaan Jepang
Bela Diri Tradisional Jepang
-Karate
-Judo
-Aikido
Proses terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Latar belakang
terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Posrealitas dalam Pengembangan
Bela Diri Aikido di Bali
Temuan
Penelitian
Implikasi
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
55
Bagan 21 dapat dijelaskan bahwa tampak kebudayaan Bali dengan
unsurnya berupa bela diri tradisional Bali seperti Pencak Silat Tengklung
Mepantigan dan beberapa bela diri lainnya Dengan adanya globalisasi
bersentuhan dengan kebudayaan Jepang dengan unsurnya berupa bela diri
tradisional Jepang seperti Karate Judo dan Aikido Khusus pada penelitian ini
adalah bela diri Jepang Aikido Persentuhan antara keduanya akibat arus
globalisasi melahirkan bela diri Aikido yang berterima dan berkembang di
sejumlah dojo di Bali yang menunjukkan adanya posrealitas Posrealitas dalam
penelitian ini merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu berupa
peniruan bagi aikidoka Bali yaitu bela diri Aikido melalui pelatihan di beberapa
dojo yang ada di Bali Kondisi posrealitas adalah kondisi yang di dalamnya
prinsip-prinsip realitas telah dilampaui dalam pengertian diambil alih oleh
substitusi-substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir Hal ini telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang apa yang disebut yang nyata (the real) Yang nyata
senyata-nyatanya berada di Jepang bela diri Aikido telah membentangkan
persoalan filosofis mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa
yang disebut nyata
Posrealitas dapat dijelaskan sebagai kondisi matinya realitas dalam
pengertian diambilalihnya posisi realitas oleh apa yang sebelumnya disebut
sebagai nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru yang
memesona yang belum pernah dialami sebelumnya
56
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru yang tidak bisa dikatakan
realitas Bali yang asli karena telah dimasuki oleh nilai baru yang berasal dari
sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang Tidak bisa juga
dikatakan realitas yang benar-benar baru karena para anggota pelatihan tetaplah
kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya
Posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali dikaji dari tiga
dimensinya yaitu (1) latar belakang terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali (2) proses terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali dan (3) implikasi pengembangan bela diri Aikido tersebut
dalam kehidupan para aikidoka Bali
Penelitian kajian budaya ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teknik
wawancara observasi dokumentasi dan studi pustaka Data dianalisis secara
eklektik dengan menggunakan teori globalisasi kuasapengetahuan identitas
sosial dan teori pendukung lainnya yang terkait dengan permasalahan yang ada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberterimaan bela diri Aikido di Bali
dilatarbelakangi oleh beberapa ideologi yaitu dualisme kultural paternalisme
pasar citra dan multikulturalisme Proses pengembangan bela diri di beberapa
dojo yang ada di Bali meliputi tahap pengenalan pendirian organisasi
pengembangan tempat pelatihan dan tahap pengembangan mutu Semuanya
berorientasi kepada tempat pelatihan induk bela diri Aikido (Honbu Dojo) yang
berada di Tokyo-Jepang Pengembangan bela diri Aikido di Bali menimbulkan
57
implikasi pada para aikidoka Bali termasuk terbentuknya identitas baru dalam
masyarakat Bali
Melalui penelitian ini ditemukan paradigma baru bahwa di balik kekuatan
budaya Bali yang sedang berlangsung dalam segala lini kehidupan terdapat sikap
orang Bali yang terbuka terhadap kebudayaan asing khususnya bela diri asal
Jepang yaitu bela diri Aikido Terkait dengan bela diri Aikido yang sedang
ditekuni oleh beberapa komunitas di Bali ternyata ada berbagai hal yang
mendukung keberterimaannya Adanya kegayutan nilai-nilai budaya antara
kebudayaan Bali dan kebudayaan Jepang terkait keberadaan bela diri Aikido yang
berterima di beberapa komunitas pelatihan di Bali sehingga hal ini disebut sebagai
multikulturalisme
36
posrealitas kebudayaan sampai terjadinya implikasi bela diri Aikido ini berupa
identitas baru bagi para aikidoka Bali Kenyataan ini disebabkan oleh pelatihan
bela diri Aikido yang berkelanjutan dan dalam rentang waktu yang lama dan
membentuk aikidoka Bali sebagai manusia baru yang memiliki rdquolabelrdquo berbeda
dengan manusia Bali pada umumnya
23 Landasan Teoretis
Ada tiga teori yang relevan untuk diacu dalam penelitian ini yaitu teori
globalisasi teori relasi kuasapengetahuan dan teori identitas sosial Ketiga teori
ini digunakan secara eklektik seperti yang biasa digunakan dalam kajian budaya
Hal ini sesuai dengan pendapat Sanderson (Minawati 200936) bahwa eklektisme
merupakan suatu cara pandang yang mengatakan bahwa berbagai strategi teoretis
harus digunakan secara kombinasi agar diperoleh penjelasan yang dapat diterima
231 Teori Globalisasi
Globalisasi adalah ldquopenyebaran kebiasaan-kebiasaan yang mendunia
ekspansi hubungan yang melintasi benua organisasi dari kehidupan sosial pada
skala global dan pertumbuhan dari sebuah kesadaran global bersamardquo Ritzer
(200696) Membaca definisi ini tampaklah bahwa globalisasi mempunyai
cakupan yang luas Cakupan globalisasi yang luas itu secara lebih jelas dapat
dilihat dengan mencermati gagasan Appadurai sebagaimana dikutip oleh Steger
(200658) bahwa ada lima dimensi konseptual atau ldquolandscaperdquo yang dibentuk
dan sekaligus merupakan ciri-ciri arus budaya global Kelima ldquolandscaperdquo
danatau ciri arus budaya global itu adalah sebagai berikut
37
1 Ethnoscapes adalah perpindahan penduduk dari satu negara ke negara lain
seperti wisatawan imigran pengungsi dan tenaga kerja
2 Technoscape mengacu kepada perkembangan teknologi yang kini
mengalir dengan kecepatan tinggi menembus batas-batas negara
3 Mediascape mengacu kepada kemampuan elektronik untuk menyebarkan
informasi ke berbagai belahan dunia
4 Finanscape adalah aspek finansial atau uang yang sulit diprediksi dalam
era globalisasi
5 Ideoscape terkait dengan masalah politik seperti kebebasan demokrasi
kedaulatan kesejahteraan hak seseorang ideologi-ideologi negara dan
gerakan sosial
Globalisasi dengan ciri-cirinya yang demikian itu telah mengakibatkan
dunia seakan-akan tidak lagi dibatasi oleh tembok-tembok penyekat yang
memisahkan negara yang satu dengan negara yang lain (Ardika 200713)
Dengan kata lain garis-garis batas budaya nasional ekonomi nasional dan
wilayah nasional semakin kabur (Hirst dan Thompson 19911) Sejalan dengan
proses itu tampaknya perubahan pada berbagai aspek kehidupan masyarakat
dan budayanya sebagai dampak globalisasi sulit dihindari sehingga kini tidak
jarang realita kehidupan sosial budaya telah jauh berbeda dengan realitanya di
masa lampau
Globalisasi tidak begitu saja dapat menyebabkan perubahan budaya suatu
masyarakat tanpa reaksi masyarakat yang bersangkutan karena sebagaimana
dikemukakan oleh Ardika (200715) bahwa pengaruh budaya global juga dapat
38
menimbulkan hasrat untuk menegaskan keunikan kultur sendiri Dalam konteks
inilah di kalangan para ahli berkembang dua macam pandangan dasar dalam teori
globalisasi Pertama memandang globalisasi menimbulkan grobalisasi Kedua
memandang globalisasi menimbulkan glokalisasi Pandangan grobalisasi
menekankan semakin meningkatnya kemampuan organisasi-organisasi dan
negara-negara modern di seluruh dunia yang sebagian besar bersifat kapitalistik
untuk meningkatkan kekuasaan mereka dan menjangkau dunia (Ritzer 200699)
Sebaliknya pandangan glokalisasi sebagaimana dijelaskan oleh Steger (200657)
merupakan interaksi yang kompleks antara global dan lokal yang bercirikan
peminjaman budaya Lebih lanjut pandangan grobalisasi menekankan terjadinya
penyeragaman atau homogenisasi versus pandangan glokalisasi yang menekankan
terjadinya heterogenisasi atau penganekaragaman budaya masyarakat yang
merupakan percampuran antara yang global dan yang lokal (Ritzer 2006104
Steger 200657)
Terjadinya glokalisasi yang menghasilkan budaya campuran tidak lepas
dari adanya orang-orang yang bermaksud menentang globalisasi khususnya
grobalisasi Cara mereka dengan mendukung dan bersekutu dengan glokalisasi
sebagai bentuk globalisasi yang lain namun mereka tetap mengadopsi budaya
global yang telah berpengaruh kuat sehingga timbul budaya campuran (Ritzer
2006229) Gagasan ini tampak penting untuk dirujuk dalam penelitian ini karena
relevan dengan fokus kajian budaya sebagaimana dikatakan oleh Suastika
(200731) bahwa fokus kajian budaya terletak pada persoalan bagaimana praktik
39
budaya memungkinkan berbagai budaya dan kelas berjuang melawan dominasi
budaya
Upaya orang-orang yang hendak menentang grobalisasi melalui glokalisasi
seperti itu identik dengan revitalisasi budaya mereka Dikatakan identik karena
sebagaimana dikemukakan oleh Adas (1988XIII) bahwa selain berjuang untuk
menghidupkan kembali adat tradisional atau kepercayaannya para partisipan
gerakan revitalisasi budaya juga bisa dirasuki oleh keinginan memperoleh barang-
barang asing dan mencontoh bentuk organisasi dan tingkah laku asing Barang
maupun organisasi dan tingkah laku asing bisa dilihat sebagai budaya global yang
masuk melalui proses globalisasi yang telah berpengaruh kuat kepada masyarakat
bersangkutan Sebagaimana dikemukakan oleh Ritzer (200699-100) bahwa sesuai
dengan penekanan teori Max Weber dan teori Karl Marx kekuatan pendorong
utama grobalisasi adalah rasionalisasi dan kebutuhan untuk memperlihatkan
kemampuan memperoleh keuntungan melalui imperialisme dan hegemoni Oleh
karena itu tidak tertutup kemungkinan bahwa untuk menghidupkan kembali adat
tradisional pendorong globalisasi seperti itu berlaku juga bagi masyarakat yang
melakukan revitalisasi budaya sebagai suatu gerakan sosial
Berkenaan dengan motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku dalam
konteks gerakan sosial teori rasionalitas mengasumsikan bahwa setiap manusia
pada dasarnya rasional dengan selalu mempertimbangkan prinsip efisiensi dan
efektivitas dalam melakukan setiap tindakan termasuk tindakan dalam melakukan
gerakan sosial (Basrowi dan Sukidin 2003 dan Mustain 2007) Sementara itu
teori ldquotindakan individu yang rasionalrdquo menyatakan bahwa individu-individu
40
dalam kehidupan bermasyarakat memiliki pertimbangan rasional dan kesadaran
akan adanya keuntungan yang dapat diperoleh melalui tindakan-tindakannya
(Yunita 1986) Demikian juga ldquoteori insentif selektifrdquo menjelaskan bahwa
keikutsertaan seseorang dalam suatu gerakan sosial banyak dipengaruhi oleh jenis
bentuk dan isi harapan-harapan yang akan menguntungkan insentif selektif
(Mustain 200749) Dengan demikian motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku
dalam gerakan sosial bersifat materialistik atau ekonomistik yang mencerminkan
karakter ideologi pasar Mengikuti pendapat Habermas (Thompson 2007)
motivasi dan prinsip-prinsip gerakan sosial menunjukkan ldquorasio instrumentalrdquo
dalam arti objek-objek dalam gerakan sosial dilihat dan diperlakukan sebagai alat
untuk memenuhi kepentingan yang bernuansa ideologi pasar
Foucault (Adlin 20065) melukiskan manusia postmodern yang terserap
ke dalam discourse sedang Jean Baudrillard melukiskan manusia postmodern
yang terhisap ke dalam dunia objek yang di dalamnya ia mempunyai peran
minimalis dalam menentukan objek itu tetapi sebaliknya dibentuk olehnya Ada
sekelompok elit yang memproduksi objek-objek tetapi mayoritas manusia
menjadi konsumen objek-objek Mereka tidak sekedar manusia konsumen tetapi
manusia dengan konsep diri dan subjektivitas yang dibentuk atau didefinisikan
berdasarkan kepemilikan objek-objek Di dalam dunia yang dikuasai objek
eksistensi manusia ditentukan oleh kepemilikan objek Manusia terserap ke dalam
logika objek ke dalam irama pergantian bentuk gaya dan citranya Manusia
mempunyai hasrat tetapi kini objek yang (aktif) merayu manusia Objek yang
menjadi pusat dunia bukan subjek (cogito) seperti yang dikatakan Descartes
41
Rayuan objek mendahului hasrat Objek yang memproduksi hasrat bukan hasrat
yang memproduksi objek Kekuasaan subjek telah dijungkirbalikkan dan yang
tersisa adalah subjek yang rapuh rentan dan tidak berdaya yang hanya dapat
secara pasif berhasrat sementara objek yang aktif merayunya Dalam kerapuhan
kerentanan dan ketidakberdayaannya subjek harus menyesuaikan diri dengan
objek-objek bukan objek yang menyesuaikan subjek Kemudian tercipta
paradoks karena kedaulatan subjek tidak dapat lagi dipertahankan dan satu-
satunya kedaulatan yang ada adalah kedaulatan objek Satu-satunya strategi yang
tersedia adalah strategi objek Subjek lenyap di dalam horizon objek-objek inilah
strategi fatal
Tiga perspektif utama budaya konsumen diungkapkan oleh Featherstone
(2005) Pertama pandangan bahwa budaya konsumen dipremiskan dengan
ekspansi produksi komoditas kapitalis yang memunculkan akumulasi besar-
besaran budaya dalam bentuk barang-barang konsumen dan tempat-tempat
belanja dan konsumsi Hal ini mengakibatkan tumbuhnya kepentingan aktivitas
bersenang-senang dan konsumsi dalam masyarakat Barat kontemporer Kedua
pandangan yang lebih sosiologis bahwa kepuasan berasal dari benda-benda
berhubungan dengan akses benda-benda yang terstruktur secara sosial dalam suatu
peristiwa yang telah ditentukan kepuasan dan status tergantung pada penunjukan
dan pemeliharaan perbedaan dalam kondisi inflasi Ketiga masalah kesenangan
emosional untuk konsumsi mimpi-mimpi dan keinginan yang ditampakkan dalam
bentuk tamsil budaya konsumen dan tempat-tempat konsumsi tertentu yang secara
beragam memunculkan kenikmatan jasmaniah langsung serta kesenangan estetis
42
Tumbuh suburnya budaya konsumen tidak sekadar memandang konsumsi
sebagai sesuatu yang berasal dari produksi tanpa mengakibatkan adanya
problematika (Featherstone 2005) namun lebih jauh dari itu budaya konsumen
juga memengaruhi perilaku seseorang untuk memutuskan pembelian produk suatu
barang yang dikendalikan oleh kekuatan media massa seperti iklan Periklanan
secara khusus mampu mengeksploitasi kondisi ini dan memberikan image
pencitraan eksotika nafsu kecantikan pemenuhan kebutuhan komunalitas serta
kehidupan yang baik untuk menyebarkan benda-benda konsumen seperti sabun
mesin cuci mobil serta minuman beralkohol Budaya konsumen akan mendorong
orang untuk berperilaku sesuai tingkatan kelas sosialnya dalam kehidupan
bermasyarakat
Konsumerisme bukan semata-mata bertalian dengan panutan pada nilai
simbolik melainkan berkaitan pula dengan persoalan identitas Hal ini sejalan
dengan gagasan Clammer (Atmadja 201092) bahwa konsumsi bukanlah semata-
mata urusan belanja atau pengambilalihan benda-benda untuk menjadi milik
sendiri atas dasar nilai guna melainkan juga pembelian identitas Oleh karena itu
konsumsi menjadi sarana bagi seseorang untuk memahami dan berkomunikasi
secara simbolik antara orang yang satu dan yang lain menciptakan dan
mereproduksi identitas mereka serta menjadi sarana dalam memahami diri
mereka dalam berhubungan dengan individu dan kelompok lain Orang tidak lagi
hanya mengonsumsi material dari suatu produk tetapi juga efek simbolik yang
dihasilkan produk tersebut sehingga tepat gagasan Simmel (Atmadja 201092)
43
bahwa ldquoproduct consumpted are not seen from their function but from symbols
related to identity and statusrdquo
Dengan mengikuti Fromm (Atmadja 201093) kondisi ini mengakibatkan
pola hidup masyarakat Bali berubah secara mendasar Zaman dahulu mereka
berpegang pada gagasan bahwa tua adalah indah namun sekarang orang
menganut gagasan bahwa baru adalah indah Ketertarikan manusia dengan
sesuatu yang baru berkaitan pula dengan kemampuan desainer mengembangkan
desain yang baru dengan daya pesona yang lebih kuat daripada sebelumnya
Sering terjadi pada mulanya suatu barang dengan desain tertentu harganya mahal
sehingga konsumennya hanya orang-orang kaya
Gaya hidup telah menjadi ciri dalam dunia modern (Chaney 2004)
sehingga masyarakat modern akan menggunakan gaya hidup untuk
menggambarkan tindakannya sendiri dan orang lain Dalam kaitannya dengan
budaya konsumen gaya hidup dikonotasikan dengan individualitas ekspresi diri
serta kesadaran diri yang stylistic Tubuh busana gaya pembicaraan aktivitas
rekreasi adalah beberapa indikator dari individualisme selera konsumen Gaya
hidup juga salah satu bentuk budaya konsumen Gaya hidup seseorang dilihat dari
apa yang dikonsumsinya baik barang ataupun jasa Konsumsi tidak hanya
mencakup kegiatan membeli sejumlah barang atau materi seperti televisi dan
telepon genggam Akan tetapi juga mengonsumsi jasa seperti rekreasi Beberapa
contoh gaya hidup yang tampak menonjol pada saat ini adalah nge-mall hang out
fitness
44
Masyarakat konsumen dengan budaya konsumsi yang dipegangnya
melihat tujuan dan totalitas hidupnya dalam kerangka atau logika konsumsi
Eksistensinya dijalankan dan dipertahankan hanya dengan terus menerusnya
mengonsumsi berbagai tanda dan status sosial di balik komoditi Bukan hanya
dirinya saja yang mengaktualisasikan diri melalui tindakan konsumsi orang lain
juga akan dinilai menurut standar yang dipakainya Artinya eksistensi orang lain
pun akan dinilai dan diakui sesuai dengan standar status sosial yang dipegangnya
(diambil dari sumber httpblogspotcom201301pengaruh-globalisasi-terhadap-
gaya-hiduphtml diakses 03 November 2014)
Kaitan dengan pemilihan bela diri Aikido sebagai budaya yang dikonsumsi
oleh aikidoka Bali unsur-unsur spiritualisme modern pada dualisme dikotomik
Griffin (Atmadja 201085) mengatakan bahwa manusia membuat pemilihan yang
berlawanan misalnya modern berlawanan dengan tradisional sains modern
berlawanan dengan sains tradisional dan lain-lain Keberlawanan ini tidak hanya
berdikotomi tetapi yang modern selalu dianggap lebih unggul sehingga yang
tradisional harus digusur Begitu pula manusia tidak dianggap sebagai bagian dari
alam melainkan sebagai lawan dari alam Oleh karena itu mendominasi
menundukkan menguasai dan mengendalikan alam dengan menggunakan ilmu
dan teknologi modern merupakan keharusan bagi manusia
Berdasarkan paparan teori globalisasi di atas maka diduga bahwa
grobalisasi merupakan proses yang melatari terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido Bali Para aikidoka Bali sebagai individu
merupakan objek dari budaya konsumen akibat derasnya arus globalisasi Budaya
45
konsumen juga dapat diartikan sebagai budaya-budaya yang dilakukan oleh
seorang konsumen dalam hal ini para aikidoka Bali yang mengonsumsi bela diri
Aikido Adapun budaya konsumen menggunakan image tanda-tanda dan benda-
benda simbolik yang mengumpulkan mimpi-mimpi keinginan dan fantasi yang
menegaskan keautentikan romantik dan pemenuhan emosional dalam hal
menyenangkan diri sendiri bukan orang lain secara narsistik Jadi kegiatan
konsumsi juga bertujuan untuk mengidentifikasikan diri dalam kelas
sosial tertentu sekaligus membedakannya dengan kelas sosial yang lain
Grobalisasi bisa jadi tampak sebagai proses penyeragaman teknik serta
sikap dan perilaku para aikidoka Bali dengan berorientasi kepada spirit samurai
yang merupakan spirit yang diusung oleh organisasi bela diri Aikido Jepang di
Tokyo Diduga demikian karena sebagaimana telah dikemukakan dalam latar
belakang bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan bela diri Aikido di
Bali diatur oleh organisasi induknya yang berada di Jepang sebagai superordinat
pemilik budaya yang dikonsumsi oleh para aikidoka Bali
Teori globalisasi digunakan untuk memecahkan masalah pertama dan
kedua yaitu mengapa bela diri Aikido yang berasal dari Jepang bisa
dikembangkan di Bali hingga menimbulkan fenomena posrealitas dan proses
terjadinya posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali
232 Teori Relasi KuasaPengetahuan
Konsep kekuasaanpengetahuan memberi perhatian khusus kepada
dimensi relasi antara kekuasaan dan pengetahuan sehingga produksi pengetahuan
dipahami tidak lepas dari rezim kekuasaan Foucault (Barker 2014232-233)
46
Takwin (2003128) mengatakan bahwa menurut pandangan Foucault hubungan
kuasa muncul bukan hanya pada tataran negara namun juga dalam kehidupan
sehari-hari Setiap hubungan selalu merupakan usaha saling menguasai dan saling
menekan Hubungan kuasa menghasilkan cerita yang disebut discourse atau
wacana yang isinya adalah sesuatu yang tidak menggambarkan realitas
sebagaimana adanya dalam rangka menetralisasi ketertekanan para pewacana
yang bersangkutan
Berdasarkan pernyataan di atas maka diduga bahwa posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali ada hubungan kuasa antara para pihak
yang terlibat dalam kegiatan pengembangannya Hubungan kuasa antara para
pihak tersebut menghasilkan wacana yang dibangun sedemikian rupa dalam
rangka upaya masing-masing pihak menetralkan ketertekanannya
Berkenaan dengan wacana Althusser (Faruk 2002142) berpendapat
bahwa wacana adalah ideologi dalam praktik tidak ada ideologi tanpa wacana dan
tidak ada wacana tanpa ideologi Ini berarti bahwa dengan mencermati wacana
dapat diketahui ideologi yang terkait dengan wacana tersebut Althusser (Takwin
2003101) juga berpendapat bahwa setiap penindasan menimbulkan usaha pada
pihak tertindas untuk melepaskan diri Salah satu alat yang perlu ada dalam upaya
pembebasan ini adalah ideologi suatu kepercayaan yang dibangun untuk
menggerakkan kelompok yang tertindas Ketika yang tertindas bebas dan
berkuasa maka ideologi mereka bisa saja digunakan untuk menindas pihak yang
lebih lemah Berkenaan dengan hubungan kuasa Foucault sebagaimana dikatakan
Takwin (2003130) melihat pengetahuan ditentukan oleh kekuasaan sehingga
47
kebenaran merujuk kepada rdquorezim kebenaranrdquo yang sedang bertahta Upaya untuk
saling menguasai dan melepaskan diri dari penindasan bisa juga dilakukan dengan
strategi politik identitas dalam arti memakai identitas kelompok atau individu
untuk memperoleh perlakuan yang lebih adil dari kelompok atau individu lain
(Sparringa 2006) Dalam pelaksanaan strategi politik identitas tentu saja
menggunakan wacana sebagai praktik ideologi sehingga identitas dalam wacana
juga bersifat dinamis sesuai dengan ideologi dan kepentingan berbagai aktornya
pada waktu dan tempat praktik politik identitas itu dilakukan
Althusser sebagaimana dijelaskan oleh Faruk (2002137-139) juga
berpendapat bahwa untuk mengamankan hubungan antarkelas dan dengan
demikian kekuasaan dapat dipegang dalam waktu lama maka pihak kelas yang
berkuasa mengembangkan dua macam ideologi Pertama ideologi yang tampil
dengan aparat-aparat negara yang represif (repressive state apparatus RSA)
yang bekerja secara represif melalui penggunaan kekerasan (militer polisi
penjara pengadilan dan lain-lain) sebagai upaya untuk mengamankan bentuk-
bentuk sosial yang ada Kedua ideologi yang tampil dengan aparat-aparat negara
ideologis (ideological state apparatus ISA) yang bekerja tidak dengan
menggunakan kekerasan melainkan dengan memainkan ideologi danatau wacana
secara persuasif atau hegemonik Dalam konteks inilah Althuser berpandangan
bahwa tidak ada kelas yang dapat memegang kekuasaan dalam waktu lama tanpa
melakukan hegemoni atas dan dalam ISA Dikatakan demikian karena yang
mempersatukan atau yang dapat menjamin harmoni antara yang satu dengan yang
lain dalam ISA adalah ideologi yang berkuasa sebagai perekat bagi bersatunya
48
anggota-anggota masyarakat Mengacu kepada gagasan Bourdieu (Harker tt
117 Fashri 200798-99) dikatakan bahwa kesuksesan para anggota kelompok
dominan untuk melancarkan hegemoninya ditentukan juga oleh modal budaya
ekonomi sosial dan modal simbolik yang mereka miliki yaitu sesuatu yang
dihargai oleh masyarakat misalnya pemilikan benda-benda budaya dan status
sosial
Teori relasi kuasapengetahuan dalam penelitian ini digunakan untuk
memecahkan masalah ke dua yaitu bagaimana proses terjadinya posrealitas
dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Teori ini relevan karena dalam
proses pengembangan bela diri Aikido di Bali melalui relasi kuasapengetahuan
oleh Jepang diimplementasikan dalam segala bentuk latihan fisik pengembangan
dojo dan penyebaran nilai-nilai yang ada dalam bela diri Aikido
233 Teori Identitas Sosial
Tajfel menyatakan asumsi dasar teori identitas sosial dalam situs
(httpidhamputrateori-identitas-sosialwordpresscom diakses 02 Agustus 2014)
dengan kalimat sebagai berikut
(1) Kita menciptakan identitas sosial kita untuk menyederhanakan
hubungan eksternal kita (2) Lebih jauh lagi ada kebutuhan manusia untuk
memiliki rasa harga diri (self esteem and self worth) yang kita transfer ke
dalam kelompok kita sendiri (3) Kita juga menata lingkungan kita dengan
perbandingan sosial antar kelompok Konsep dalam kelompok (in groups)
dan luar kelompok (out groups) itu penting dalam analisis ini
Lebih jauh Tajfel mengemukakan bahwa dalam teori identitas sosial
seorang individu tidaklah dianggap sebagai individu secara mutlak satu dalam
kehidupannya Individu merupakan bagian dari kelompok tertentu baik disadari
maupun tidak disadari Konsep identitas sosial adalah bagaimana seseorang itu
49
secara sosial dapat didefinisikan Identitas sosial yang melekat pada seseorang
merupakan identitas positif yang ingin dipertahankan Oleh karena itu individu
yang memiliki identitas sosial positif maka wacana maupun tindakannya akan
sejalan dengan norma kelompoknya Lagi pula individu tersebut diidentifikasikan
dalam suatu kelompok Wacana dan tindakannya sepatutnya sesuai dengan
wacana dan tindakan kelompoknya
Teori identitas sosial sebenarnya berangkat dari asumsi umum sebagai
berikut
1 Setiap individu selalu berusaha untuk merawat atau meninggikan self-
esteemnya mereka berusaha untuk membentuk konsep diri yang positif
2 Kelompok atau kategori sosial dan anggota dari mereka berasosiasi
terhadap konotasi nilai positif atau negatif Identitas sosial positif atau
negatif tergantung evaluasi (yang mengacu pada konsensus sosial bahkan
pada lintas kelompok) kelompok tersebut yang memberikan kontribusi
pada identitas sosial individu
3 Evaluasi dari salah satu kelompok adalah berusaha mendeterminasikan dan
juga sebagai bahan acuan pada kelompok lain secara spesifik melalui
perbandingan sosial dalam bentuk nilai atribut atau karakteristik
Dari asumsi di atas beberapa relasi prinsip teori dapat menghasilkan hal-
hal di bawah ini
1 Individu berusaha untuk mencapai atau merawat identitas sosial yang
positif
50
2 Identitas sosial yang positif ada berdasarkan pada besarnya tingkat
perbandingan favorit in-group dengan out-group in-group pasti
mempersepsikan dirinya secara positif berbeda dari out-group
3 Ketika identitas sosial tidak memuaskan individu akan berusaha keluar
dari kelompok lalu bergabung ke dalam kelompok yang lebih positif atau
membuat kelompok mereka lebih positif
Identitas sosial sebagai teori tidak lepas dari keinginan individu untuk
memperbandingkan dirinya serta kelompoknya dengan yang lain Perbandingan
sosial digambarkan oleh Festinger (1954) sebagai teori yang bisa membimbing
seseorang untuk membandingkan dirinya dengan yang lain siapa yang serupa
dengan dirinya dan siapa yang berbeda siapa yang berada di atas dan siapa yang
berada di bawah
Setidaknya ada tiga variabel yang memengaruhi hubungan pembedaan
antar kelompok dalam situasi sosial yang nyata (Tajfel 1974 Turner 1975
dalam Hogg amp Abrams 2000) Pertama individu pasti memiliki internalisasi
kelompok mereka sebagai konsep diri mereka secara subjektif mereka pasti
mengidentifikasikan kelompok yang relevan Hal ini tidak cukup dari orang lain
saja yang mengidentifikasikan seseorang dari kelompok mana dia berasal Kedua
situasi sosial akan menciptakan perbandingan sosial yang memungkinkan
terjadinya seleksi dan evaluasi atribut relasi yang relevan Perbedaan kelompok
pada tiap-tiap daerah tidak sama secara signifikan Misalnya di Amerika
perbedaan kelompok cenderung menonjol pada perbedaan warna kulit tetapi
perbedaan warna kulit bukan sesuatu yang menonjol di Hongkong Ketiga in-
51
group tidak membandingkan dirinya pada tiap proses kognitif yang ada pada out-
group out-group pastinya dipersepsikan sebagai kelompok perbandingan yang
relevan dalam kesamaan kedekatan dan secara situasional yang menonjol
Kemudian determinasi out-group dihasilkan sebagai perbandingan terhadap
situasi yang menggambarkan sesuatu determinasi in-group (didapatkan dari
sumber httpdharmaputrawordpresscom2008teori-identitas-sosial diakses 03
Agustus 2014)
Barker (2009175-176) menyatakan bahwa meskipun identitas diri bisa
dianggap sebagai proyek seseorang sudah menjadi kebenaran sosiologis juga
bahwa manusia lahir ke dunia yang sudah ada sebelumnya Manusia belajar
menggunakan bahasa yang telah digunakan sebelum lahir dan hidup dalam
konteks hubungan sosial dengan orang lain Manusia disusun menjadi individu
melalui proses sosial yang menggunakan bahan-bahan yang bersifat sosial Secara
umum ini disebut spisialisasi atau akulturasi Tanpa akulturasi manusia tidak
akan menjadi orang sebagaimana gagasan yang dipahami dalam hidup sehari-hari
Tanpa bahasa konsep keorangan dan identitas tidak akan bisa dipahami
Menjadi orang tidak mengandung unsur transenden atau ahistoris apapun
Identitas sepenuhnya sosial dan kultural dengan alasan-alasan berikut
1 Gagasan apakah artinya menjadi orang merupakan pertanyaan kultural
Sebagai contoh individualisme merupakan penunjuk yang khas
masyarakat modern
2 Sumber-sumber yang membentuk bahan-bahan untuk proyek identitas
yaitu bahasa dan praktik kultural berwatak sosial Akibatnya arti menjadi
52
seorang perempuan anak orang Asia atau orang tua terbentuk secara
berbeda-beda tergantung kepada konteks kulturalnya
Sumber-sumber yang bisa dipakai bagi proyek identitas tergantung kepada
kekuasaan situasional yang menjadi asal kompetensi kultural dalam konteks
kultural tertentu Apakah hitam atau putih laki-laki atau perempuan Afrika atau
Amerika kaya atau miskin adalah sesuatu yang penting karena sumber-sumber
kultural yang akan dimasuki berbeda Identitas menjadi penting tidak hanya untuk
penggambaran diri tetapi juga ciri-ciri sosial
Identitas sosial terkait dengan hak kewajiban dan sanksi normatif yang
dalam masyarakat tertentu menjadi dasar penentuan peran Penggunaan ciri-ciri
baku terutama berkaitan dengan ciri umur dan gender tubuh bersifat mendasar
dalam semua masyarakat dan masih sangat banyak lagi ragam lintas-budaya yang
bisa dicatat Giddens (Barker 2009176) Persoalan identitas adalah kesamaan dan
perbedaan soal personal dan sosial soal rdquoapa yang dimiliki individu secara
bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakan satu individu
dengan orang-orang lain Weeks (Barker 2009176)
Berdasarkan uraian di atas pengembangan bela diri Aikido di Bali adalah
identitas para peserta pelatihan yang merupakan satu identitas meliputi identitas
individunya keluarganya sukunya dan kelompoknya Bagi Fromm identitas diri
dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dari identitas sosial individu dalam
konteks komunitasnya Selain menjadi makhluk individual identitas diri tidak
terlepas dari norma yang mengikat masyarakat dalam lingkungan dan peran sosial
53
yang diembannya dalam masyarakat (httpidhamputrawordpressteori-identitas-
sosialcom diakses 03 Agustus 2014)
Teori identitas sosial Hendri Tajfel digunakan secara eklektik (bersamaan)
dengan teori lainnya untuk memecahkan ketiga masalah dalam penelitian ini
Keberterimaan bela diri Aikido di Bali proses terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali yang pada akhirnya membentuk identitas
baru berupa posrealitas kebudayaan yang membentuk identitas para aikidoka Bali
baik secara individu maupun identitas sosialnya
54
24 Model Penelitian
Model penelitian ini dapat digambarkan ke dalam Bagan 21
Bagan 21
Model Penelitian
Keterangan
= memengaruhi
= saling memengaruhi
Kebudayaan Bali
Bela Diri Tradisional Bali
-Pencak Silat
-Tengklung
-Mepantigan
Kebudayaan Jepang
Bela Diri Tradisional Jepang
-Karate
-Judo
-Aikido
Proses terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Latar belakang
terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Posrealitas dalam Pengembangan
Bela Diri Aikido di Bali
Temuan
Penelitian
Implikasi
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
55
Bagan 21 dapat dijelaskan bahwa tampak kebudayaan Bali dengan
unsurnya berupa bela diri tradisional Bali seperti Pencak Silat Tengklung
Mepantigan dan beberapa bela diri lainnya Dengan adanya globalisasi
bersentuhan dengan kebudayaan Jepang dengan unsurnya berupa bela diri
tradisional Jepang seperti Karate Judo dan Aikido Khusus pada penelitian ini
adalah bela diri Jepang Aikido Persentuhan antara keduanya akibat arus
globalisasi melahirkan bela diri Aikido yang berterima dan berkembang di
sejumlah dojo di Bali yang menunjukkan adanya posrealitas Posrealitas dalam
penelitian ini merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu berupa
peniruan bagi aikidoka Bali yaitu bela diri Aikido melalui pelatihan di beberapa
dojo yang ada di Bali Kondisi posrealitas adalah kondisi yang di dalamnya
prinsip-prinsip realitas telah dilampaui dalam pengertian diambil alih oleh
substitusi-substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir Hal ini telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang apa yang disebut yang nyata (the real) Yang nyata
senyata-nyatanya berada di Jepang bela diri Aikido telah membentangkan
persoalan filosofis mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa
yang disebut nyata
Posrealitas dapat dijelaskan sebagai kondisi matinya realitas dalam
pengertian diambilalihnya posisi realitas oleh apa yang sebelumnya disebut
sebagai nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru yang
memesona yang belum pernah dialami sebelumnya
56
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru yang tidak bisa dikatakan
realitas Bali yang asli karena telah dimasuki oleh nilai baru yang berasal dari
sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang Tidak bisa juga
dikatakan realitas yang benar-benar baru karena para anggota pelatihan tetaplah
kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya
Posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali dikaji dari tiga
dimensinya yaitu (1) latar belakang terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali (2) proses terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali dan (3) implikasi pengembangan bela diri Aikido tersebut
dalam kehidupan para aikidoka Bali
Penelitian kajian budaya ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teknik
wawancara observasi dokumentasi dan studi pustaka Data dianalisis secara
eklektik dengan menggunakan teori globalisasi kuasapengetahuan identitas
sosial dan teori pendukung lainnya yang terkait dengan permasalahan yang ada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberterimaan bela diri Aikido di Bali
dilatarbelakangi oleh beberapa ideologi yaitu dualisme kultural paternalisme
pasar citra dan multikulturalisme Proses pengembangan bela diri di beberapa
dojo yang ada di Bali meliputi tahap pengenalan pendirian organisasi
pengembangan tempat pelatihan dan tahap pengembangan mutu Semuanya
berorientasi kepada tempat pelatihan induk bela diri Aikido (Honbu Dojo) yang
berada di Tokyo-Jepang Pengembangan bela diri Aikido di Bali menimbulkan
57
implikasi pada para aikidoka Bali termasuk terbentuknya identitas baru dalam
masyarakat Bali
Melalui penelitian ini ditemukan paradigma baru bahwa di balik kekuatan
budaya Bali yang sedang berlangsung dalam segala lini kehidupan terdapat sikap
orang Bali yang terbuka terhadap kebudayaan asing khususnya bela diri asal
Jepang yaitu bela diri Aikido Terkait dengan bela diri Aikido yang sedang
ditekuni oleh beberapa komunitas di Bali ternyata ada berbagai hal yang
mendukung keberterimaannya Adanya kegayutan nilai-nilai budaya antara
kebudayaan Bali dan kebudayaan Jepang terkait keberadaan bela diri Aikido yang
berterima di beberapa komunitas pelatihan di Bali sehingga hal ini disebut sebagai
multikulturalisme
37
1 Ethnoscapes adalah perpindahan penduduk dari satu negara ke negara lain
seperti wisatawan imigran pengungsi dan tenaga kerja
2 Technoscape mengacu kepada perkembangan teknologi yang kini
mengalir dengan kecepatan tinggi menembus batas-batas negara
3 Mediascape mengacu kepada kemampuan elektronik untuk menyebarkan
informasi ke berbagai belahan dunia
4 Finanscape adalah aspek finansial atau uang yang sulit diprediksi dalam
era globalisasi
5 Ideoscape terkait dengan masalah politik seperti kebebasan demokrasi
kedaulatan kesejahteraan hak seseorang ideologi-ideologi negara dan
gerakan sosial
Globalisasi dengan ciri-cirinya yang demikian itu telah mengakibatkan
dunia seakan-akan tidak lagi dibatasi oleh tembok-tembok penyekat yang
memisahkan negara yang satu dengan negara yang lain (Ardika 200713)
Dengan kata lain garis-garis batas budaya nasional ekonomi nasional dan
wilayah nasional semakin kabur (Hirst dan Thompson 19911) Sejalan dengan
proses itu tampaknya perubahan pada berbagai aspek kehidupan masyarakat
dan budayanya sebagai dampak globalisasi sulit dihindari sehingga kini tidak
jarang realita kehidupan sosial budaya telah jauh berbeda dengan realitanya di
masa lampau
Globalisasi tidak begitu saja dapat menyebabkan perubahan budaya suatu
masyarakat tanpa reaksi masyarakat yang bersangkutan karena sebagaimana
dikemukakan oleh Ardika (200715) bahwa pengaruh budaya global juga dapat
38
menimbulkan hasrat untuk menegaskan keunikan kultur sendiri Dalam konteks
inilah di kalangan para ahli berkembang dua macam pandangan dasar dalam teori
globalisasi Pertama memandang globalisasi menimbulkan grobalisasi Kedua
memandang globalisasi menimbulkan glokalisasi Pandangan grobalisasi
menekankan semakin meningkatnya kemampuan organisasi-organisasi dan
negara-negara modern di seluruh dunia yang sebagian besar bersifat kapitalistik
untuk meningkatkan kekuasaan mereka dan menjangkau dunia (Ritzer 200699)
Sebaliknya pandangan glokalisasi sebagaimana dijelaskan oleh Steger (200657)
merupakan interaksi yang kompleks antara global dan lokal yang bercirikan
peminjaman budaya Lebih lanjut pandangan grobalisasi menekankan terjadinya
penyeragaman atau homogenisasi versus pandangan glokalisasi yang menekankan
terjadinya heterogenisasi atau penganekaragaman budaya masyarakat yang
merupakan percampuran antara yang global dan yang lokal (Ritzer 2006104
Steger 200657)
Terjadinya glokalisasi yang menghasilkan budaya campuran tidak lepas
dari adanya orang-orang yang bermaksud menentang globalisasi khususnya
grobalisasi Cara mereka dengan mendukung dan bersekutu dengan glokalisasi
sebagai bentuk globalisasi yang lain namun mereka tetap mengadopsi budaya
global yang telah berpengaruh kuat sehingga timbul budaya campuran (Ritzer
2006229) Gagasan ini tampak penting untuk dirujuk dalam penelitian ini karena
relevan dengan fokus kajian budaya sebagaimana dikatakan oleh Suastika
(200731) bahwa fokus kajian budaya terletak pada persoalan bagaimana praktik
39
budaya memungkinkan berbagai budaya dan kelas berjuang melawan dominasi
budaya
Upaya orang-orang yang hendak menentang grobalisasi melalui glokalisasi
seperti itu identik dengan revitalisasi budaya mereka Dikatakan identik karena
sebagaimana dikemukakan oleh Adas (1988XIII) bahwa selain berjuang untuk
menghidupkan kembali adat tradisional atau kepercayaannya para partisipan
gerakan revitalisasi budaya juga bisa dirasuki oleh keinginan memperoleh barang-
barang asing dan mencontoh bentuk organisasi dan tingkah laku asing Barang
maupun organisasi dan tingkah laku asing bisa dilihat sebagai budaya global yang
masuk melalui proses globalisasi yang telah berpengaruh kuat kepada masyarakat
bersangkutan Sebagaimana dikemukakan oleh Ritzer (200699-100) bahwa sesuai
dengan penekanan teori Max Weber dan teori Karl Marx kekuatan pendorong
utama grobalisasi adalah rasionalisasi dan kebutuhan untuk memperlihatkan
kemampuan memperoleh keuntungan melalui imperialisme dan hegemoni Oleh
karena itu tidak tertutup kemungkinan bahwa untuk menghidupkan kembali adat
tradisional pendorong globalisasi seperti itu berlaku juga bagi masyarakat yang
melakukan revitalisasi budaya sebagai suatu gerakan sosial
Berkenaan dengan motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku dalam
konteks gerakan sosial teori rasionalitas mengasumsikan bahwa setiap manusia
pada dasarnya rasional dengan selalu mempertimbangkan prinsip efisiensi dan
efektivitas dalam melakukan setiap tindakan termasuk tindakan dalam melakukan
gerakan sosial (Basrowi dan Sukidin 2003 dan Mustain 2007) Sementara itu
teori ldquotindakan individu yang rasionalrdquo menyatakan bahwa individu-individu
40
dalam kehidupan bermasyarakat memiliki pertimbangan rasional dan kesadaran
akan adanya keuntungan yang dapat diperoleh melalui tindakan-tindakannya
(Yunita 1986) Demikian juga ldquoteori insentif selektifrdquo menjelaskan bahwa
keikutsertaan seseorang dalam suatu gerakan sosial banyak dipengaruhi oleh jenis
bentuk dan isi harapan-harapan yang akan menguntungkan insentif selektif
(Mustain 200749) Dengan demikian motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku
dalam gerakan sosial bersifat materialistik atau ekonomistik yang mencerminkan
karakter ideologi pasar Mengikuti pendapat Habermas (Thompson 2007)
motivasi dan prinsip-prinsip gerakan sosial menunjukkan ldquorasio instrumentalrdquo
dalam arti objek-objek dalam gerakan sosial dilihat dan diperlakukan sebagai alat
untuk memenuhi kepentingan yang bernuansa ideologi pasar
Foucault (Adlin 20065) melukiskan manusia postmodern yang terserap
ke dalam discourse sedang Jean Baudrillard melukiskan manusia postmodern
yang terhisap ke dalam dunia objek yang di dalamnya ia mempunyai peran
minimalis dalam menentukan objek itu tetapi sebaliknya dibentuk olehnya Ada
sekelompok elit yang memproduksi objek-objek tetapi mayoritas manusia
menjadi konsumen objek-objek Mereka tidak sekedar manusia konsumen tetapi
manusia dengan konsep diri dan subjektivitas yang dibentuk atau didefinisikan
berdasarkan kepemilikan objek-objek Di dalam dunia yang dikuasai objek
eksistensi manusia ditentukan oleh kepemilikan objek Manusia terserap ke dalam
logika objek ke dalam irama pergantian bentuk gaya dan citranya Manusia
mempunyai hasrat tetapi kini objek yang (aktif) merayu manusia Objek yang
menjadi pusat dunia bukan subjek (cogito) seperti yang dikatakan Descartes
41
Rayuan objek mendahului hasrat Objek yang memproduksi hasrat bukan hasrat
yang memproduksi objek Kekuasaan subjek telah dijungkirbalikkan dan yang
tersisa adalah subjek yang rapuh rentan dan tidak berdaya yang hanya dapat
secara pasif berhasrat sementara objek yang aktif merayunya Dalam kerapuhan
kerentanan dan ketidakberdayaannya subjek harus menyesuaikan diri dengan
objek-objek bukan objek yang menyesuaikan subjek Kemudian tercipta
paradoks karena kedaulatan subjek tidak dapat lagi dipertahankan dan satu-
satunya kedaulatan yang ada adalah kedaulatan objek Satu-satunya strategi yang
tersedia adalah strategi objek Subjek lenyap di dalam horizon objek-objek inilah
strategi fatal
Tiga perspektif utama budaya konsumen diungkapkan oleh Featherstone
(2005) Pertama pandangan bahwa budaya konsumen dipremiskan dengan
ekspansi produksi komoditas kapitalis yang memunculkan akumulasi besar-
besaran budaya dalam bentuk barang-barang konsumen dan tempat-tempat
belanja dan konsumsi Hal ini mengakibatkan tumbuhnya kepentingan aktivitas
bersenang-senang dan konsumsi dalam masyarakat Barat kontemporer Kedua
pandangan yang lebih sosiologis bahwa kepuasan berasal dari benda-benda
berhubungan dengan akses benda-benda yang terstruktur secara sosial dalam suatu
peristiwa yang telah ditentukan kepuasan dan status tergantung pada penunjukan
dan pemeliharaan perbedaan dalam kondisi inflasi Ketiga masalah kesenangan
emosional untuk konsumsi mimpi-mimpi dan keinginan yang ditampakkan dalam
bentuk tamsil budaya konsumen dan tempat-tempat konsumsi tertentu yang secara
beragam memunculkan kenikmatan jasmaniah langsung serta kesenangan estetis
42
Tumbuh suburnya budaya konsumen tidak sekadar memandang konsumsi
sebagai sesuatu yang berasal dari produksi tanpa mengakibatkan adanya
problematika (Featherstone 2005) namun lebih jauh dari itu budaya konsumen
juga memengaruhi perilaku seseorang untuk memutuskan pembelian produk suatu
barang yang dikendalikan oleh kekuatan media massa seperti iklan Periklanan
secara khusus mampu mengeksploitasi kondisi ini dan memberikan image
pencitraan eksotika nafsu kecantikan pemenuhan kebutuhan komunalitas serta
kehidupan yang baik untuk menyebarkan benda-benda konsumen seperti sabun
mesin cuci mobil serta minuman beralkohol Budaya konsumen akan mendorong
orang untuk berperilaku sesuai tingkatan kelas sosialnya dalam kehidupan
bermasyarakat
Konsumerisme bukan semata-mata bertalian dengan panutan pada nilai
simbolik melainkan berkaitan pula dengan persoalan identitas Hal ini sejalan
dengan gagasan Clammer (Atmadja 201092) bahwa konsumsi bukanlah semata-
mata urusan belanja atau pengambilalihan benda-benda untuk menjadi milik
sendiri atas dasar nilai guna melainkan juga pembelian identitas Oleh karena itu
konsumsi menjadi sarana bagi seseorang untuk memahami dan berkomunikasi
secara simbolik antara orang yang satu dan yang lain menciptakan dan
mereproduksi identitas mereka serta menjadi sarana dalam memahami diri
mereka dalam berhubungan dengan individu dan kelompok lain Orang tidak lagi
hanya mengonsumsi material dari suatu produk tetapi juga efek simbolik yang
dihasilkan produk tersebut sehingga tepat gagasan Simmel (Atmadja 201092)
43
bahwa ldquoproduct consumpted are not seen from their function but from symbols
related to identity and statusrdquo
Dengan mengikuti Fromm (Atmadja 201093) kondisi ini mengakibatkan
pola hidup masyarakat Bali berubah secara mendasar Zaman dahulu mereka
berpegang pada gagasan bahwa tua adalah indah namun sekarang orang
menganut gagasan bahwa baru adalah indah Ketertarikan manusia dengan
sesuatu yang baru berkaitan pula dengan kemampuan desainer mengembangkan
desain yang baru dengan daya pesona yang lebih kuat daripada sebelumnya
Sering terjadi pada mulanya suatu barang dengan desain tertentu harganya mahal
sehingga konsumennya hanya orang-orang kaya
Gaya hidup telah menjadi ciri dalam dunia modern (Chaney 2004)
sehingga masyarakat modern akan menggunakan gaya hidup untuk
menggambarkan tindakannya sendiri dan orang lain Dalam kaitannya dengan
budaya konsumen gaya hidup dikonotasikan dengan individualitas ekspresi diri
serta kesadaran diri yang stylistic Tubuh busana gaya pembicaraan aktivitas
rekreasi adalah beberapa indikator dari individualisme selera konsumen Gaya
hidup juga salah satu bentuk budaya konsumen Gaya hidup seseorang dilihat dari
apa yang dikonsumsinya baik barang ataupun jasa Konsumsi tidak hanya
mencakup kegiatan membeli sejumlah barang atau materi seperti televisi dan
telepon genggam Akan tetapi juga mengonsumsi jasa seperti rekreasi Beberapa
contoh gaya hidup yang tampak menonjol pada saat ini adalah nge-mall hang out
fitness
44
Masyarakat konsumen dengan budaya konsumsi yang dipegangnya
melihat tujuan dan totalitas hidupnya dalam kerangka atau logika konsumsi
Eksistensinya dijalankan dan dipertahankan hanya dengan terus menerusnya
mengonsumsi berbagai tanda dan status sosial di balik komoditi Bukan hanya
dirinya saja yang mengaktualisasikan diri melalui tindakan konsumsi orang lain
juga akan dinilai menurut standar yang dipakainya Artinya eksistensi orang lain
pun akan dinilai dan diakui sesuai dengan standar status sosial yang dipegangnya
(diambil dari sumber httpblogspotcom201301pengaruh-globalisasi-terhadap-
gaya-hiduphtml diakses 03 November 2014)
Kaitan dengan pemilihan bela diri Aikido sebagai budaya yang dikonsumsi
oleh aikidoka Bali unsur-unsur spiritualisme modern pada dualisme dikotomik
Griffin (Atmadja 201085) mengatakan bahwa manusia membuat pemilihan yang
berlawanan misalnya modern berlawanan dengan tradisional sains modern
berlawanan dengan sains tradisional dan lain-lain Keberlawanan ini tidak hanya
berdikotomi tetapi yang modern selalu dianggap lebih unggul sehingga yang
tradisional harus digusur Begitu pula manusia tidak dianggap sebagai bagian dari
alam melainkan sebagai lawan dari alam Oleh karena itu mendominasi
menundukkan menguasai dan mengendalikan alam dengan menggunakan ilmu
dan teknologi modern merupakan keharusan bagi manusia
Berdasarkan paparan teori globalisasi di atas maka diduga bahwa
grobalisasi merupakan proses yang melatari terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido Bali Para aikidoka Bali sebagai individu
merupakan objek dari budaya konsumen akibat derasnya arus globalisasi Budaya
45
konsumen juga dapat diartikan sebagai budaya-budaya yang dilakukan oleh
seorang konsumen dalam hal ini para aikidoka Bali yang mengonsumsi bela diri
Aikido Adapun budaya konsumen menggunakan image tanda-tanda dan benda-
benda simbolik yang mengumpulkan mimpi-mimpi keinginan dan fantasi yang
menegaskan keautentikan romantik dan pemenuhan emosional dalam hal
menyenangkan diri sendiri bukan orang lain secara narsistik Jadi kegiatan
konsumsi juga bertujuan untuk mengidentifikasikan diri dalam kelas
sosial tertentu sekaligus membedakannya dengan kelas sosial yang lain
Grobalisasi bisa jadi tampak sebagai proses penyeragaman teknik serta
sikap dan perilaku para aikidoka Bali dengan berorientasi kepada spirit samurai
yang merupakan spirit yang diusung oleh organisasi bela diri Aikido Jepang di
Tokyo Diduga demikian karena sebagaimana telah dikemukakan dalam latar
belakang bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan bela diri Aikido di
Bali diatur oleh organisasi induknya yang berada di Jepang sebagai superordinat
pemilik budaya yang dikonsumsi oleh para aikidoka Bali
Teori globalisasi digunakan untuk memecahkan masalah pertama dan
kedua yaitu mengapa bela diri Aikido yang berasal dari Jepang bisa
dikembangkan di Bali hingga menimbulkan fenomena posrealitas dan proses
terjadinya posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali
232 Teori Relasi KuasaPengetahuan
Konsep kekuasaanpengetahuan memberi perhatian khusus kepada
dimensi relasi antara kekuasaan dan pengetahuan sehingga produksi pengetahuan
dipahami tidak lepas dari rezim kekuasaan Foucault (Barker 2014232-233)
46
Takwin (2003128) mengatakan bahwa menurut pandangan Foucault hubungan
kuasa muncul bukan hanya pada tataran negara namun juga dalam kehidupan
sehari-hari Setiap hubungan selalu merupakan usaha saling menguasai dan saling
menekan Hubungan kuasa menghasilkan cerita yang disebut discourse atau
wacana yang isinya adalah sesuatu yang tidak menggambarkan realitas
sebagaimana adanya dalam rangka menetralisasi ketertekanan para pewacana
yang bersangkutan
Berdasarkan pernyataan di atas maka diduga bahwa posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali ada hubungan kuasa antara para pihak
yang terlibat dalam kegiatan pengembangannya Hubungan kuasa antara para
pihak tersebut menghasilkan wacana yang dibangun sedemikian rupa dalam
rangka upaya masing-masing pihak menetralkan ketertekanannya
Berkenaan dengan wacana Althusser (Faruk 2002142) berpendapat
bahwa wacana adalah ideologi dalam praktik tidak ada ideologi tanpa wacana dan
tidak ada wacana tanpa ideologi Ini berarti bahwa dengan mencermati wacana
dapat diketahui ideologi yang terkait dengan wacana tersebut Althusser (Takwin
2003101) juga berpendapat bahwa setiap penindasan menimbulkan usaha pada
pihak tertindas untuk melepaskan diri Salah satu alat yang perlu ada dalam upaya
pembebasan ini adalah ideologi suatu kepercayaan yang dibangun untuk
menggerakkan kelompok yang tertindas Ketika yang tertindas bebas dan
berkuasa maka ideologi mereka bisa saja digunakan untuk menindas pihak yang
lebih lemah Berkenaan dengan hubungan kuasa Foucault sebagaimana dikatakan
Takwin (2003130) melihat pengetahuan ditentukan oleh kekuasaan sehingga
47
kebenaran merujuk kepada rdquorezim kebenaranrdquo yang sedang bertahta Upaya untuk
saling menguasai dan melepaskan diri dari penindasan bisa juga dilakukan dengan
strategi politik identitas dalam arti memakai identitas kelompok atau individu
untuk memperoleh perlakuan yang lebih adil dari kelompok atau individu lain
(Sparringa 2006) Dalam pelaksanaan strategi politik identitas tentu saja
menggunakan wacana sebagai praktik ideologi sehingga identitas dalam wacana
juga bersifat dinamis sesuai dengan ideologi dan kepentingan berbagai aktornya
pada waktu dan tempat praktik politik identitas itu dilakukan
Althusser sebagaimana dijelaskan oleh Faruk (2002137-139) juga
berpendapat bahwa untuk mengamankan hubungan antarkelas dan dengan
demikian kekuasaan dapat dipegang dalam waktu lama maka pihak kelas yang
berkuasa mengembangkan dua macam ideologi Pertama ideologi yang tampil
dengan aparat-aparat negara yang represif (repressive state apparatus RSA)
yang bekerja secara represif melalui penggunaan kekerasan (militer polisi
penjara pengadilan dan lain-lain) sebagai upaya untuk mengamankan bentuk-
bentuk sosial yang ada Kedua ideologi yang tampil dengan aparat-aparat negara
ideologis (ideological state apparatus ISA) yang bekerja tidak dengan
menggunakan kekerasan melainkan dengan memainkan ideologi danatau wacana
secara persuasif atau hegemonik Dalam konteks inilah Althuser berpandangan
bahwa tidak ada kelas yang dapat memegang kekuasaan dalam waktu lama tanpa
melakukan hegemoni atas dan dalam ISA Dikatakan demikian karena yang
mempersatukan atau yang dapat menjamin harmoni antara yang satu dengan yang
lain dalam ISA adalah ideologi yang berkuasa sebagai perekat bagi bersatunya
48
anggota-anggota masyarakat Mengacu kepada gagasan Bourdieu (Harker tt
117 Fashri 200798-99) dikatakan bahwa kesuksesan para anggota kelompok
dominan untuk melancarkan hegemoninya ditentukan juga oleh modal budaya
ekonomi sosial dan modal simbolik yang mereka miliki yaitu sesuatu yang
dihargai oleh masyarakat misalnya pemilikan benda-benda budaya dan status
sosial
Teori relasi kuasapengetahuan dalam penelitian ini digunakan untuk
memecahkan masalah ke dua yaitu bagaimana proses terjadinya posrealitas
dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Teori ini relevan karena dalam
proses pengembangan bela diri Aikido di Bali melalui relasi kuasapengetahuan
oleh Jepang diimplementasikan dalam segala bentuk latihan fisik pengembangan
dojo dan penyebaran nilai-nilai yang ada dalam bela diri Aikido
233 Teori Identitas Sosial
Tajfel menyatakan asumsi dasar teori identitas sosial dalam situs
(httpidhamputrateori-identitas-sosialwordpresscom diakses 02 Agustus 2014)
dengan kalimat sebagai berikut
(1) Kita menciptakan identitas sosial kita untuk menyederhanakan
hubungan eksternal kita (2) Lebih jauh lagi ada kebutuhan manusia untuk
memiliki rasa harga diri (self esteem and self worth) yang kita transfer ke
dalam kelompok kita sendiri (3) Kita juga menata lingkungan kita dengan
perbandingan sosial antar kelompok Konsep dalam kelompok (in groups)
dan luar kelompok (out groups) itu penting dalam analisis ini
Lebih jauh Tajfel mengemukakan bahwa dalam teori identitas sosial
seorang individu tidaklah dianggap sebagai individu secara mutlak satu dalam
kehidupannya Individu merupakan bagian dari kelompok tertentu baik disadari
maupun tidak disadari Konsep identitas sosial adalah bagaimana seseorang itu
49
secara sosial dapat didefinisikan Identitas sosial yang melekat pada seseorang
merupakan identitas positif yang ingin dipertahankan Oleh karena itu individu
yang memiliki identitas sosial positif maka wacana maupun tindakannya akan
sejalan dengan norma kelompoknya Lagi pula individu tersebut diidentifikasikan
dalam suatu kelompok Wacana dan tindakannya sepatutnya sesuai dengan
wacana dan tindakan kelompoknya
Teori identitas sosial sebenarnya berangkat dari asumsi umum sebagai
berikut
1 Setiap individu selalu berusaha untuk merawat atau meninggikan self-
esteemnya mereka berusaha untuk membentuk konsep diri yang positif
2 Kelompok atau kategori sosial dan anggota dari mereka berasosiasi
terhadap konotasi nilai positif atau negatif Identitas sosial positif atau
negatif tergantung evaluasi (yang mengacu pada konsensus sosial bahkan
pada lintas kelompok) kelompok tersebut yang memberikan kontribusi
pada identitas sosial individu
3 Evaluasi dari salah satu kelompok adalah berusaha mendeterminasikan dan
juga sebagai bahan acuan pada kelompok lain secara spesifik melalui
perbandingan sosial dalam bentuk nilai atribut atau karakteristik
Dari asumsi di atas beberapa relasi prinsip teori dapat menghasilkan hal-
hal di bawah ini
1 Individu berusaha untuk mencapai atau merawat identitas sosial yang
positif
50
2 Identitas sosial yang positif ada berdasarkan pada besarnya tingkat
perbandingan favorit in-group dengan out-group in-group pasti
mempersepsikan dirinya secara positif berbeda dari out-group
3 Ketika identitas sosial tidak memuaskan individu akan berusaha keluar
dari kelompok lalu bergabung ke dalam kelompok yang lebih positif atau
membuat kelompok mereka lebih positif
Identitas sosial sebagai teori tidak lepas dari keinginan individu untuk
memperbandingkan dirinya serta kelompoknya dengan yang lain Perbandingan
sosial digambarkan oleh Festinger (1954) sebagai teori yang bisa membimbing
seseorang untuk membandingkan dirinya dengan yang lain siapa yang serupa
dengan dirinya dan siapa yang berbeda siapa yang berada di atas dan siapa yang
berada di bawah
Setidaknya ada tiga variabel yang memengaruhi hubungan pembedaan
antar kelompok dalam situasi sosial yang nyata (Tajfel 1974 Turner 1975
dalam Hogg amp Abrams 2000) Pertama individu pasti memiliki internalisasi
kelompok mereka sebagai konsep diri mereka secara subjektif mereka pasti
mengidentifikasikan kelompok yang relevan Hal ini tidak cukup dari orang lain
saja yang mengidentifikasikan seseorang dari kelompok mana dia berasal Kedua
situasi sosial akan menciptakan perbandingan sosial yang memungkinkan
terjadinya seleksi dan evaluasi atribut relasi yang relevan Perbedaan kelompok
pada tiap-tiap daerah tidak sama secara signifikan Misalnya di Amerika
perbedaan kelompok cenderung menonjol pada perbedaan warna kulit tetapi
perbedaan warna kulit bukan sesuatu yang menonjol di Hongkong Ketiga in-
51
group tidak membandingkan dirinya pada tiap proses kognitif yang ada pada out-
group out-group pastinya dipersepsikan sebagai kelompok perbandingan yang
relevan dalam kesamaan kedekatan dan secara situasional yang menonjol
Kemudian determinasi out-group dihasilkan sebagai perbandingan terhadap
situasi yang menggambarkan sesuatu determinasi in-group (didapatkan dari
sumber httpdharmaputrawordpresscom2008teori-identitas-sosial diakses 03
Agustus 2014)
Barker (2009175-176) menyatakan bahwa meskipun identitas diri bisa
dianggap sebagai proyek seseorang sudah menjadi kebenaran sosiologis juga
bahwa manusia lahir ke dunia yang sudah ada sebelumnya Manusia belajar
menggunakan bahasa yang telah digunakan sebelum lahir dan hidup dalam
konteks hubungan sosial dengan orang lain Manusia disusun menjadi individu
melalui proses sosial yang menggunakan bahan-bahan yang bersifat sosial Secara
umum ini disebut spisialisasi atau akulturasi Tanpa akulturasi manusia tidak
akan menjadi orang sebagaimana gagasan yang dipahami dalam hidup sehari-hari
Tanpa bahasa konsep keorangan dan identitas tidak akan bisa dipahami
Menjadi orang tidak mengandung unsur transenden atau ahistoris apapun
Identitas sepenuhnya sosial dan kultural dengan alasan-alasan berikut
1 Gagasan apakah artinya menjadi orang merupakan pertanyaan kultural
Sebagai contoh individualisme merupakan penunjuk yang khas
masyarakat modern
2 Sumber-sumber yang membentuk bahan-bahan untuk proyek identitas
yaitu bahasa dan praktik kultural berwatak sosial Akibatnya arti menjadi
52
seorang perempuan anak orang Asia atau orang tua terbentuk secara
berbeda-beda tergantung kepada konteks kulturalnya
Sumber-sumber yang bisa dipakai bagi proyek identitas tergantung kepada
kekuasaan situasional yang menjadi asal kompetensi kultural dalam konteks
kultural tertentu Apakah hitam atau putih laki-laki atau perempuan Afrika atau
Amerika kaya atau miskin adalah sesuatu yang penting karena sumber-sumber
kultural yang akan dimasuki berbeda Identitas menjadi penting tidak hanya untuk
penggambaran diri tetapi juga ciri-ciri sosial
Identitas sosial terkait dengan hak kewajiban dan sanksi normatif yang
dalam masyarakat tertentu menjadi dasar penentuan peran Penggunaan ciri-ciri
baku terutama berkaitan dengan ciri umur dan gender tubuh bersifat mendasar
dalam semua masyarakat dan masih sangat banyak lagi ragam lintas-budaya yang
bisa dicatat Giddens (Barker 2009176) Persoalan identitas adalah kesamaan dan
perbedaan soal personal dan sosial soal rdquoapa yang dimiliki individu secara
bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakan satu individu
dengan orang-orang lain Weeks (Barker 2009176)
Berdasarkan uraian di atas pengembangan bela diri Aikido di Bali adalah
identitas para peserta pelatihan yang merupakan satu identitas meliputi identitas
individunya keluarganya sukunya dan kelompoknya Bagi Fromm identitas diri
dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dari identitas sosial individu dalam
konteks komunitasnya Selain menjadi makhluk individual identitas diri tidak
terlepas dari norma yang mengikat masyarakat dalam lingkungan dan peran sosial
53
yang diembannya dalam masyarakat (httpidhamputrawordpressteori-identitas-
sosialcom diakses 03 Agustus 2014)
Teori identitas sosial Hendri Tajfel digunakan secara eklektik (bersamaan)
dengan teori lainnya untuk memecahkan ketiga masalah dalam penelitian ini
Keberterimaan bela diri Aikido di Bali proses terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali yang pada akhirnya membentuk identitas
baru berupa posrealitas kebudayaan yang membentuk identitas para aikidoka Bali
baik secara individu maupun identitas sosialnya
54
24 Model Penelitian
Model penelitian ini dapat digambarkan ke dalam Bagan 21
Bagan 21
Model Penelitian
Keterangan
= memengaruhi
= saling memengaruhi
Kebudayaan Bali
Bela Diri Tradisional Bali
-Pencak Silat
-Tengklung
-Mepantigan
Kebudayaan Jepang
Bela Diri Tradisional Jepang
-Karate
-Judo
-Aikido
Proses terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Latar belakang
terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Posrealitas dalam Pengembangan
Bela Diri Aikido di Bali
Temuan
Penelitian
Implikasi
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
55
Bagan 21 dapat dijelaskan bahwa tampak kebudayaan Bali dengan
unsurnya berupa bela diri tradisional Bali seperti Pencak Silat Tengklung
Mepantigan dan beberapa bela diri lainnya Dengan adanya globalisasi
bersentuhan dengan kebudayaan Jepang dengan unsurnya berupa bela diri
tradisional Jepang seperti Karate Judo dan Aikido Khusus pada penelitian ini
adalah bela diri Jepang Aikido Persentuhan antara keduanya akibat arus
globalisasi melahirkan bela diri Aikido yang berterima dan berkembang di
sejumlah dojo di Bali yang menunjukkan adanya posrealitas Posrealitas dalam
penelitian ini merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu berupa
peniruan bagi aikidoka Bali yaitu bela diri Aikido melalui pelatihan di beberapa
dojo yang ada di Bali Kondisi posrealitas adalah kondisi yang di dalamnya
prinsip-prinsip realitas telah dilampaui dalam pengertian diambil alih oleh
substitusi-substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir Hal ini telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang apa yang disebut yang nyata (the real) Yang nyata
senyata-nyatanya berada di Jepang bela diri Aikido telah membentangkan
persoalan filosofis mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa
yang disebut nyata
Posrealitas dapat dijelaskan sebagai kondisi matinya realitas dalam
pengertian diambilalihnya posisi realitas oleh apa yang sebelumnya disebut
sebagai nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru yang
memesona yang belum pernah dialami sebelumnya
56
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru yang tidak bisa dikatakan
realitas Bali yang asli karena telah dimasuki oleh nilai baru yang berasal dari
sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang Tidak bisa juga
dikatakan realitas yang benar-benar baru karena para anggota pelatihan tetaplah
kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya
Posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali dikaji dari tiga
dimensinya yaitu (1) latar belakang terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali (2) proses terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali dan (3) implikasi pengembangan bela diri Aikido tersebut
dalam kehidupan para aikidoka Bali
Penelitian kajian budaya ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teknik
wawancara observasi dokumentasi dan studi pustaka Data dianalisis secara
eklektik dengan menggunakan teori globalisasi kuasapengetahuan identitas
sosial dan teori pendukung lainnya yang terkait dengan permasalahan yang ada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberterimaan bela diri Aikido di Bali
dilatarbelakangi oleh beberapa ideologi yaitu dualisme kultural paternalisme
pasar citra dan multikulturalisme Proses pengembangan bela diri di beberapa
dojo yang ada di Bali meliputi tahap pengenalan pendirian organisasi
pengembangan tempat pelatihan dan tahap pengembangan mutu Semuanya
berorientasi kepada tempat pelatihan induk bela diri Aikido (Honbu Dojo) yang
berada di Tokyo-Jepang Pengembangan bela diri Aikido di Bali menimbulkan
57
implikasi pada para aikidoka Bali termasuk terbentuknya identitas baru dalam
masyarakat Bali
Melalui penelitian ini ditemukan paradigma baru bahwa di balik kekuatan
budaya Bali yang sedang berlangsung dalam segala lini kehidupan terdapat sikap
orang Bali yang terbuka terhadap kebudayaan asing khususnya bela diri asal
Jepang yaitu bela diri Aikido Terkait dengan bela diri Aikido yang sedang
ditekuni oleh beberapa komunitas di Bali ternyata ada berbagai hal yang
mendukung keberterimaannya Adanya kegayutan nilai-nilai budaya antara
kebudayaan Bali dan kebudayaan Jepang terkait keberadaan bela diri Aikido yang
berterima di beberapa komunitas pelatihan di Bali sehingga hal ini disebut sebagai
multikulturalisme
38
menimbulkan hasrat untuk menegaskan keunikan kultur sendiri Dalam konteks
inilah di kalangan para ahli berkembang dua macam pandangan dasar dalam teori
globalisasi Pertama memandang globalisasi menimbulkan grobalisasi Kedua
memandang globalisasi menimbulkan glokalisasi Pandangan grobalisasi
menekankan semakin meningkatnya kemampuan organisasi-organisasi dan
negara-negara modern di seluruh dunia yang sebagian besar bersifat kapitalistik
untuk meningkatkan kekuasaan mereka dan menjangkau dunia (Ritzer 200699)
Sebaliknya pandangan glokalisasi sebagaimana dijelaskan oleh Steger (200657)
merupakan interaksi yang kompleks antara global dan lokal yang bercirikan
peminjaman budaya Lebih lanjut pandangan grobalisasi menekankan terjadinya
penyeragaman atau homogenisasi versus pandangan glokalisasi yang menekankan
terjadinya heterogenisasi atau penganekaragaman budaya masyarakat yang
merupakan percampuran antara yang global dan yang lokal (Ritzer 2006104
Steger 200657)
Terjadinya glokalisasi yang menghasilkan budaya campuran tidak lepas
dari adanya orang-orang yang bermaksud menentang globalisasi khususnya
grobalisasi Cara mereka dengan mendukung dan bersekutu dengan glokalisasi
sebagai bentuk globalisasi yang lain namun mereka tetap mengadopsi budaya
global yang telah berpengaruh kuat sehingga timbul budaya campuran (Ritzer
2006229) Gagasan ini tampak penting untuk dirujuk dalam penelitian ini karena
relevan dengan fokus kajian budaya sebagaimana dikatakan oleh Suastika
(200731) bahwa fokus kajian budaya terletak pada persoalan bagaimana praktik
39
budaya memungkinkan berbagai budaya dan kelas berjuang melawan dominasi
budaya
Upaya orang-orang yang hendak menentang grobalisasi melalui glokalisasi
seperti itu identik dengan revitalisasi budaya mereka Dikatakan identik karena
sebagaimana dikemukakan oleh Adas (1988XIII) bahwa selain berjuang untuk
menghidupkan kembali adat tradisional atau kepercayaannya para partisipan
gerakan revitalisasi budaya juga bisa dirasuki oleh keinginan memperoleh barang-
barang asing dan mencontoh bentuk organisasi dan tingkah laku asing Barang
maupun organisasi dan tingkah laku asing bisa dilihat sebagai budaya global yang
masuk melalui proses globalisasi yang telah berpengaruh kuat kepada masyarakat
bersangkutan Sebagaimana dikemukakan oleh Ritzer (200699-100) bahwa sesuai
dengan penekanan teori Max Weber dan teori Karl Marx kekuatan pendorong
utama grobalisasi adalah rasionalisasi dan kebutuhan untuk memperlihatkan
kemampuan memperoleh keuntungan melalui imperialisme dan hegemoni Oleh
karena itu tidak tertutup kemungkinan bahwa untuk menghidupkan kembali adat
tradisional pendorong globalisasi seperti itu berlaku juga bagi masyarakat yang
melakukan revitalisasi budaya sebagai suatu gerakan sosial
Berkenaan dengan motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku dalam
konteks gerakan sosial teori rasionalitas mengasumsikan bahwa setiap manusia
pada dasarnya rasional dengan selalu mempertimbangkan prinsip efisiensi dan
efektivitas dalam melakukan setiap tindakan termasuk tindakan dalam melakukan
gerakan sosial (Basrowi dan Sukidin 2003 dan Mustain 2007) Sementara itu
teori ldquotindakan individu yang rasionalrdquo menyatakan bahwa individu-individu
40
dalam kehidupan bermasyarakat memiliki pertimbangan rasional dan kesadaran
akan adanya keuntungan yang dapat diperoleh melalui tindakan-tindakannya
(Yunita 1986) Demikian juga ldquoteori insentif selektifrdquo menjelaskan bahwa
keikutsertaan seseorang dalam suatu gerakan sosial banyak dipengaruhi oleh jenis
bentuk dan isi harapan-harapan yang akan menguntungkan insentif selektif
(Mustain 200749) Dengan demikian motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku
dalam gerakan sosial bersifat materialistik atau ekonomistik yang mencerminkan
karakter ideologi pasar Mengikuti pendapat Habermas (Thompson 2007)
motivasi dan prinsip-prinsip gerakan sosial menunjukkan ldquorasio instrumentalrdquo
dalam arti objek-objek dalam gerakan sosial dilihat dan diperlakukan sebagai alat
untuk memenuhi kepentingan yang bernuansa ideologi pasar
Foucault (Adlin 20065) melukiskan manusia postmodern yang terserap
ke dalam discourse sedang Jean Baudrillard melukiskan manusia postmodern
yang terhisap ke dalam dunia objek yang di dalamnya ia mempunyai peran
minimalis dalam menentukan objek itu tetapi sebaliknya dibentuk olehnya Ada
sekelompok elit yang memproduksi objek-objek tetapi mayoritas manusia
menjadi konsumen objek-objek Mereka tidak sekedar manusia konsumen tetapi
manusia dengan konsep diri dan subjektivitas yang dibentuk atau didefinisikan
berdasarkan kepemilikan objek-objek Di dalam dunia yang dikuasai objek
eksistensi manusia ditentukan oleh kepemilikan objek Manusia terserap ke dalam
logika objek ke dalam irama pergantian bentuk gaya dan citranya Manusia
mempunyai hasrat tetapi kini objek yang (aktif) merayu manusia Objek yang
menjadi pusat dunia bukan subjek (cogito) seperti yang dikatakan Descartes
41
Rayuan objek mendahului hasrat Objek yang memproduksi hasrat bukan hasrat
yang memproduksi objek Kekuasaan subjek telah dijungkirbalikkan dan yang
tersisa adalah subjek yang rapuh rentan dan tidak berdaya yang hanya dapat
secara pasif berhasrat sementara objek yang aktif merayunya Dalam kerapuhan
kerentanan dan ketidakberdayaannya subjek harus menyesuaikan diri dengan
objek-objek bukan objek yang menyesuaikan subjek Kemudian tercipta
paradoks karena kedaulatan subjek tidak dapat lagi dipertahankan dan satu-
satunya kedaulatan yang ada adalah kedaulatan objek Satu-satunya strategi yang
tersedia adalah strategi objek Subjek lenyap di dalam horizon objek-objek inilah
strategi fatal
Tiga perspektif utama budaya konsumen diungkapkan oleh Featherstone
(2005) Pertama pandangan bahwa budaya konsumen dipremiskan dengan
ekspansi produksi komoditas kapitalis yang memunculkan akumulasi besar-
besaran budaya dalam bentuk barang-barang konsumen dan tempat-tempat
belanja dan konsumsi Hal ini mengakibatkan tumbuhnya kepentingan aktivitas
bersenang-senang dan konsumsi dalam masyarakat Barat kontemporer Kedua
pandangan yang lebih sosiologis bahwa kepuasan berasal dari benda-benda
berhubungan dengan akses benda-benda yang terstruktur secara sosial dalam suatu
peristiwa yang telah ditentukan kepuasan dan status tergantung pada penunjukan
dan pemeliharaan perbedaan dalam kondisi inflasi Ketiga masalah kesenangan
emosional untuk konsumsi mimpi-mimpi dan keinginan yang ditampakkan dalam
bentuk tamsil budaya konsumen dan tempat-tempat konsumsi tertentu yang secara
beragam memunculkan kenikmatan jasmaniah langsung serta kesenangan estetis
42
Tumbuh suburnya budaya konsumen tidak sekadar memandang konsumsi
sebagai sesuatu yang berasal dari produksi tanpa mengakibatkan adanya
problematika (Featherstone 2005) namun lebih jauh dari itu budaya konsumen
juga memengaruhi perilaku seseorang untuk memutuskan pembelian produk suatu
barang yang dikendalikan oleh kekuatan media massa seperti iklan Periklanan
secara khusus mampu mengeksploitasi kondisi ini dan memberikan image
pencitraan eksotika nafsu kecantikan pemenuhan kebutuhan komunalitas serta
kehidupan yang baik untuk menyebarkan benda-benda konsumen seperti sabun
mesin cuci mobil serta minuman beralkohol Budaya konsumen akan mendorong
orang untuk berperilaku sesuai tingkatan kelas sosialnya dalam kehidupan
bermasyarakat
Konsumerisme bukan semata-mata bertalian dengan panutan pada nilai
simbolik melainkan berkaitan pula dengan persoalan identitas Hal ini sejalan
dengan gagasan Clammer (Atmadja 201092) bahwa konsumsi bukanlah semata-
mata urusan belanja atau pengambilalihan benda-benda untuk menjadi milik
sendiri atas dasar nilai guna melainkan juga pembelian identitas Oleh karena itu
konsumsi menjadi sarana bagi seseorang untuk memahami dan berkomunikasi
secara simbolik antara orang yang satu dan yang lain menciptakan dan
mereproduksi identitas mereka serta menjadi sarana dalam memahami diri
mereka dalam berhubungan dengan individu dan kelompok lain Orang tidak lagi
hanya mengonsumsi material dari suatu produk tetapi juga efek simbolik yang
dihasilkan produk tersebut sehingga tepat gagasan Simmel (Atmadja 201092)
43
bahwa ldquoproduct consumpted are not seen from their function but from symbols
related to identity and statusrdquo
Dengan mengikuti Fromm (Atmadja 201093) kondisi ini mengakibatkan
pola hidup masyarakat Bali berubah secara mendasar Zaman dahulu mereka
berpegang pada gagasan bahwa tua adalah indah namun sekarang orang
menganut gagasan bahwa baru adalah indah Ketertarikan manusia dengan
sesuatu yang baru berkaitan pula dengan kemampuan desainer mengembangkan
desain yang baru dengan daya pesona yang lebih kuat daripada sebelumnya
Sering terjadi pada mulanya suatu barang dengan desain tertentu harganya mahal
sehingga konsumennya hanya orang-orang kaya
Gaya hidup telah menjadi ciri dalam dunia modern (Chaney 2004)
sehingga masyarakat modern akan menggunakan gaya hidup untuk
menggambarkan tindakannya sendiri dan orang lain Dalam kaitannya dengan
budaya konsumen gaya hidup dikonotasikan dengan individualitas ekspresi diri
serta kesadaran diri yang stylistic Tubuh busana gaya pembicaraan aktivitas
rekreasi adalah beberapa indikator dari individualisme selera konsumen Gaya
hidup juga salah satu bentuk budaya konsumen Gaya hidup seseorang dilihat dari
apa yang dikonsumsinya baik barang ataupun jasa Konsumsi tidak hanya
mencakup kegiatan membeli sejumlah barang atau materi seperti televisi dan
telepon genggam Akan tetapi juga mengonsumsi jasa seperti rekreasi Beberapa
contoh gaya hidup yang tampak menonjol pada saat ini adalah nge-mall hang out
fitness
44
Masyarakat konsumen dengan budaya konsumsi yang dipegangnya
melihat tujuan dan totalitas hidupnya dalam kerangka atau logika konsumsi
Eksistensinya dijalankan dan dipertahankan hanya dengan terus menerusnya
mengonsumsi berbagai tanda dan status sosial di balik komoditi Bukan hanya
dirinya saja yang mengaktualisasikan diri melalui tindakan konsumsi orang lain
juga akan dinilai menurut standar yang dipakainya Artinya eksistensi orang lain
pun akan dinilai dan diakui sesuai dengan standar status sosial yang dipegangnya
(diambil dari sumber httpblogspotcom201301pengaruh-globalisasi-terhadap-
gaya-hiduphtml diakses 03 November 2014)
Kaitan dengan pemilihan bela diri Aikido sebagai budaya yang dikonsumsi
oleh aikidoka Bali unsur-unsur spiritualisme modern pada dualisme dikotomik
Griffin (Atmadja 201085) mengatakan bahwa manusia membuat pemilihan yang
berlawanan misalnya modern berlawanan dengan tradisional sains modern
berlawanan dengan sains tradisional dan lain-lain Keberlawanan ini tidak hanya
berdikotomi tetapi yang modern selalu dianggap lebih unggul sehingga yang
tradisional harus digusur Begitu pula manusia tidak dianggap sebagai bagian dari
alam melainkan sebagai lawan dari alam Oleh karena itu mendominasi
menundukkan menguasai dan mengendalikan alam dengan menggunakan ilmu
dan teknologi modern merupakan keharusan bagi manusia
Berdasarkan paparan teori globalisasi di atas maka diduga bahwa
grobalisasi merupakan proses yang melatari terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido Bali Para aikidoka Bali sebagai individu
merupakan objek dari budaya konsumen akibat derasnya arus globalisasi Budaya
45
konsumen juga dapat diartikan sebagai budaya-budaya yang dilakukan oleh
seorang konsumen dalam hal ini para aikidoka Bali yang mengonsumsi bela diri
Aikido Adapun budaya konsumen menggunakan image tanda-tanda dan benda-
benda simbolik yang mengumpulkan mimpi-mimpi keinginan dan fantasi yang
menegaskan keautentikan romantik dan pemenuhan emosional dalam hal
menyenangkan diri sendiri bukan orang lain secara narsistik Jadi kegiatan
konsumsi juga bertujuan untuk mengidentifikasikan diri dalam kelas
sosial tertentu sekaligus membedakannya dengan kelas sosial yang lain
Grobalisasi bisa jadi tampak sebagai proses penyeragaman teknik serta
sikap dan perilaku para aikidoka Bali dengan berorientasi kepada spirit samurai
yang merupakan spirit yang diusung oleh organisasi bela diri Aikido Jepang di
Tokyo Diduga demikian karena sebagaimana telah dikemukakan dalam latar
belakang bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan bela diri Aikido di
Bali diatur oleh organisasi induknya yang berada di Jepang sebagai superordinat
pemilik budaya yang dikonsumsi oleh para aikidoka Bali
Teori globalisasi digunakan untuk memecahkan masalah pertama dan
kedua yaitu mengapa bela diri Aikido yang berasal dari Jepang bisa
dikembangkan di Bali hingga menimbulkan fenomena posrealitas dan proses
terjadinya posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali
232 Teori Relasi KuasaPengetahuan
Konsep kekuasaanpengetahuan memberi perhatian khusus kepada
dimensi relasi antara kekuasaan dan pengetahuan sehingga produksi pengetahuan
dipahami tidak lepas dari rezim kekuasaan Foucault (Barker 2014232-233)
46
Takwin (2003128) mengatakan bahwa menurut pandangan Foucault hubungan
kuasa muncul bukan hanya pada tataran negara namun juga dalam kehidupan
sehari-hari Setiap hubungan selalu merupakan usaha saling menguasai dan saling
menekan Hubungan kuasa menghasilkan cerita yang disebut discourse atau
wacana yang isinya adalah sesuatu yang tidak menggambarkan realitas
sebagaimana adanya dalam rangka menetralisasi ketertekanan para pewacana
yang bersangkutan
Berdasarkan pernyataan di atas maka diduga bahwa posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali ada hubungan kuasa antara para pihak
yang terlibat dalam kegiatan pengembangannya Hubungan kuasa antara para
pihak tersebut menghasilkan wacana yang dibangun sedemikian rupa dalam
rangka upaya masing-masing pihak menetralkan ketertekanannya
Berkenaan dengan wacana Althusser (Faruk 2002142) berpendapat
bahwa wacana adalah ideologi dalam praktik tidak ada ideologi tanpa wacana dan
tidak ada wacana tanpa ideologi Ini berarti bahwa dengan mencermati wacana
dapat diketahui ideologi yang terkait dengan wacana tersebut Althusser (Takwin
2003101) juga berpendapat bahwa setiap penindasan menimbulkan usaha pada
pihak tertindas untuk melepaskan diri Salah satu alat yang perlu ada dalam upaya
pembebasan ini adalah ideologi suatu kepercayaan yang dibangun untuk
menggerakkan kelompok yang tertindas Ketika yang tertindas bebas dan
berkuasa maka ideologi mereka bisa saja digunakan untuk menindas pihak yang
lebih lemah Berkenaan dengan hubungan kuasa Foucault sebagaimana dikatakan
Takwin (2003130) melihat pengetahuan ditentukan oleh kekuasaan sehingga
47
kebenaran merujuk kepada rdquorezim kebenaranrdquo yang sedang bertahta Upaya untuk
saling menguasai dan melepaskan diri dari penindasan bisa juga dilakukan dengan
strategi politik identitas dalam arti memakai identitas kelompok atau individu
untuk memperoleh perlakuan yang lebih adil dari kelompok atau individu lain
(Sparringa 2006) Dalam pelaksanaan strategi politik identitas tentu saja
menggunakan wacana sebagai praktik ideologi sehingga identitas dalam wacana
juga bersifat dinamis sesuai dengan ideologi dan kepentingan berbagai aktornya
pada waktu dan tempat praktik politik identitas itu dilakukan
Althusser sebagaimana dijelaskan oleh Faruk (2002137-139) juga
berpendapat bahwa untuk mengamankan hubungan antarkelas dan dengan
demikian kekuasaan dapat dipegang dalam waktu lama maka pihak kelas yang
berkuasa mengembangkan dua macam ideologi Pertama ideologi yang tampil
dengan aparat-aparat negara yang represif (repressive state apparatus RSA)
yang bekerja secara represif melalui penggunaan kekerasan (militer polisi
penjara pengadilan dan lain-lain) sebagai upaya untuk mengamankan bentuk-
bentuk sosial yang ada Kedua ideologi yang tampil dengan aparat-aparat negara
ideologis (ideological state apparatus ISA) yang bekerja tidak dengan
menggunakan kekerasan melainkan dengan memainkan ideologi danatau wacana
secara persuasif atau hegemonik Dalam konteks inilah Althuser berpandangan
bahwa tidak ada kelas yang dapat memegang kekuasaan dalam waktu lama tanpa
melakukan hegemoni atas dan dalam ISA Dikatakan demikian karena yang
mempersatukan atau yang dapat menjamin harmoni antara yang satu dengan yang
lain dalam ISA adalah ideologi yang berkuasa sebagai perekat bagi bersatunya
48
anggota-anggota masyarakat Mengacu kepada gagasan Bourdieu (Harker tt
117 Fashri 200798-99) dikatakan bahwa kesuksesan para anggota kelompok
dominan untuk melancarkan hegemoninya ditentukan juga oleh modal budaya
ekonomi sosial dan modal simbolik yang mereka miliki yaitu sesuatu yang
dihargai oleh masyarakat misalnya pemilikan benda-benda budaya dan status
sosial
Teori relasi kuasapengetahuan dalam penelitian ini digunakan untuk
memecahkan masalah ke dua yaitu bagaimana proses terjadinya posrealitas
dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Teori ini relevan karena dalam
proses pengembangan bela diri Aikido di Bali melalui relasi kuasapengetahuan
oleh Jepang diimplementasikan dalam segala bentuk latihan fisik pengembangan
dojo dan penyebaran nilai-nilai yang ada dalam bela diri Aikido
233 Teori Identitas Sosial
Tajfel menyatakan asumsi dasar teori identitas sosial dalam situs
(httpidhamputrateori-identitas-sosialwordpresscom diakses 02 Agustus 2014)
dengan kalimat sebagai berikut
(1) Kita menciptakan identitas sosial kita untuk menyederhanakan
hubungan eksternal kita (2) Lebih jauh lagi ada kebutuhan manusia untuk
memiliki rasa harga diri (self esteem and self worth) yang kita transfer ke
dalam kelompok kita sendiri (3) Kita juga menata lingkungan kita dengan
perbandingan sosial antar kelompok Konsep dalam kelompok (in groups)
dan luar kelompok (out groups) itu penting dalam analisis ini
Lebih jauh Tajfel mengemukakan bahwa dalam teori identitas sosial
seorang individu tidaklah dianggap sebagai individu secara mutlak satu dalam
kehidupannya Individu merupakan bagian dari kelompok tertentu baik disadari
maupun tidak disadari Konsep identitas sosial adalah bagaimana seseorang itu
49
secara sosial dapat didefinisikan Identitas sosial yang melekat pada seseorang
merupakan identitas positif yang ingin dipertahankan Oleh karena itu individu
yang memiliki identitas sosial positif maka wacana maupun tindakannya akan
sejalan dengan norma kelompoknya Lagi pula individu tersebut diidentifikasikan
dalam suatu kelompok Wacana dan tindakannya sepatutnya sesuai dengan
wacana dan tindakan kelompoknya
Teori identitas sosial sebenarnya berangkat dari asumsi umum sebagai
berikut
1 Setiap individu selalu berusaha untuk merawat atau meninggikan self-
esteemnya mereka berusaha untuk membentuk konsep diri yang positif
2 Kelompok atau kategori sosial dan anggota dari mereka berasosiasi
terhadap konotasi nilai positif atau negatif Identitas sosial positif atau
negatif tergantung evaluasi (yang mengacu pada konsensus sosial bahkan
pada lintas kelompok) kelompok tersebut yang memberikan kontribusi
pada identitas sosial individu
3 Evaluasi dari salah satu kelompok adalah berusaha mendeterminasikan dan
juga sebagai bahan acuan pada kelompok lain secara spesifik melalui
perbandingan sosial dalam bentuk nilai atribut atau karakteristik
Dari asumsi di atas beberapa relasi prinsip teori dapat menghasilkan hal-
hal di bawah ini
1 Individu berusaha untuk mencapai atau merawat identitas sosial yang
positif
50
2 Identitas sosial yang positif ada berdasarkan pada besarnya tingkat
perbandingan favorit in-group dengan out-group in-group pasti
mempersepsikan dirinya secara positif berbeda dari out-group
3 Ketika identitas sosial tidak memuaskan individu akan berusaha keluar
dari kelompok lalu bergabung ke dalam kelompok yang lebih positif atau
membuat kelompok mereka lebih positif
Identitas sosial sebagai teori tidak lepas dari keinginan individu untuk
memperbandingkan dirinya serta kelompoknya dengan yang lain Perbandingan
sosial digambarkan oleh Festinger (1954) sebagai teori yang bisa membimbing
seseorang untuk membandingkan dirinya dengan yang lain siapa yang serupa
dengan dirinya dan siapa yang berbeda siapa yang berada di atas dan siapa yang
berada di bawah
Setidaknya ada tiga variabel yang memengaruhi hubungan pembedaan
antar kelompok dalam situasi sosial yang nyata (Tajfel 1974 Turner 1975
dalam Hogg amp Abrams 2000) Pertama individu pasti memiliki internalisasi
kelompok mereka sebagai konsep diri mereka secara subjektif mereka pasti
mengidentifikasikan kelompok yang relevan Hal ini tidak cukup dari orang lain
saja yang mengidentifikasikan seseorang dari kelompok mana dia berasal Kedua
situasi sosial akan menciptakan perbandingan sosial yang memungkinkan
terjadinya seleksi dan evaluasi atribut relasi yang relevan Perbedaan kelompok
pada tiap-tiap daerah tidak sama secara signifikan Misalnya di Amerika
perbedaan kelompok cenderung menonjol pada perbedaan warna kulit tetapi
perbedaan warna kulit bukan sesuatu yang menonjol di Hongkong Ketiga in-
51
group tidak membandingkan dirinya pada tiap proses kognitif yang ada pada out-
group out-group pastinya dipersepsikan sebagai kelompok perbandingan yang
relevan dalam kesamaan kedekatan dan secara situasional yang menonjol
Kemudian determinasi out-group dihasilkan sebagai perbandingan terhadap
situasi yang menggambarkan sesuatu determinasi in-group (didapatkan dari
sumber httpdharmaputrawordpresscom2008teori-identitas-sosial diakses 03
Agustus 2014)
Barker (2009175-176) menyatakan bahwa meskipun identitas diri bisa
dianggap sebagai proyek seseorang sudah menjadi kebenaran sosiologis juga
bahwa manusia lahir ke dunia yang sudah ada sebelumnya Manusia belajar
menggunakan bahasa yang telah digunakan sebelum lahir dan hidup dalam
konteks hubungan sosial dengan orang lain Manusia disusun menjadi individu
melalui proses sosial yang menggunakan bahan-bahan yang bersifat sosial Secara
umum ini disebut spisialisasi atau akulturasi Tanpa akulturasi manusia tidak
akan menjadi orang sebagaimana gagasan yang dipahami dalam hidup sehari-hari
Tanpa bahasa konsep keorangan dan identitas tidak akan bisa dipahami
Menjadi orang tidak mengandung unsur transenden atau ahistoris apapun
Identitas sepenuhnya sosial dan kultural dengan alasan-alasan berikut
1 Gagasan apakah artinya menjadi orang merupakan pertanyaan kultural
Sebagai contoh individualisme merupakan penunjuk yang khas
masyarakat modern
2 Sumber-sumber yang membentuk bahan-bahan untuk proyek identitas
yaitu bahasa dan praktik kultural berwatak sosial Akibatnya arti menjadi
52
seorang perempuan anak orang Asia atau orang tua terbentuk secara
berbeda-beda tergantung kepada konteks kulturalnya
Sumber-sumber yang bisa dipakai bagi proyek identitas tergantung kepada
kekuasaan situasional yang menjadi asal kompetensi kultural dalam konteks
kultural tertentu Apakah hitam atau putih laki-laki atau perempuan Afrika atau
Amerika kaya atau miskin adalah sesuatu yang penting karena sumber-sumber
kultural yang akan dimasuki berbeda Identitas menjadi penting tidak hanya untuk
penggambaran diri tetapi juga ciri-ciri sosial
Identitas sosial terkait dengan hak kewajiban dan sanksi normatif yang
dalam masyarakat tertentu menjadi dasar penentuan peran Penggunaan ciri-ciri
baku terutama berkaitan dengan ciri umur dan gender tubuh bersifat mendasar
dalam semua masyarakat dan masih sangat banyak lagi ragam lintas-budaya yang
bisa dicatat Giddens (Barker 2009176) Persoalan identitas adalah kesamaan dan
perbedaan soal personal dan sosial soal rdquoapa yang dimiliki individu secara
bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakan satu individu
dengan orang-orang lain Weeks (Barker 2009176)
Berdasarkan uraian di atas pengembangan bela diri Aikido di Bali adalah
identitas para peserta pelatihan yang merupakan satu identitas meliputi identitas
individunya keluarganya sukunya dan kelompoknya Bagi Fromm identitas diri
dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dari identitas sosial individu dalam
konteks komunitasnya Selain menjadi makhluk individual identitas diri tidak
terlepas dari norma yang mengikat masyarakat dalam lingkungan dan peran sosial
53
yang diembannya dalam masyarakat (httpidhamputrawordpressteori-identitas-
sosialcom diakses 03 Agustus 2014)
Teori identitas sosial Hendri Tajfel digunakan secara eklektik (bersamaan)
dengan teori lainnya untuk memecahkan ketiga masalah dalam penelitian ini
Keberterimaan bela diri Aikido di Bali proses terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali yang pada akhirnya membentuk identitas
baru berupa posrealitas kebudayaan yang membentuk identitas para aikidoka Bali
baik secara individu maupun identitas sosialnya
54
24 Model Penelitian
Model penelitian ini dapat digambarkan ke dalam Bagan 21
Bagan 21
Model Penelitian
Keterangan
= memengaruhi
= saling memengaruhi
Kebudayaan Bali
Bela Diri Tradisional Bali
-Pencak Silat
-Tengklung
-Mepantigan
Kebudayaan Jepang
Bela Diri Tradisional Jepang
-Karate
-Judo
-Aikido
Proses terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Latar belakang
terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Posrealitas dalam Pengembangan
Bela Diri Aikido di Bali
Temuan
Penelitian
Implikasi
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
55
Bagan 21 dapat dijelaskan bahwa tampak kebudayaan Bali dengan
unsurnya berupa bela diri tradisional Bali seperti Pencak Silat Tengklung
Mepantigan dan beberapa bela diri lainnya Dengan adanya globalisasi
bersentuhan dengan kebudayaan Jepang dengan unsurnya berupa bela diri
tradisional Jepang seperti Karate Judo dan Aikido Khusus pada penelitian ini
adalah bela diri Jepang Aikido Persentuhan antara keduanya akibat arus
globalisasi melahirkan bela diri Aikido yang berterima dan berkembang di
sejumlah dojo di Bali yang menunjukkan adanya posrealitas Posrealitas dalam
penelitian ini merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu berupa
peniruan bagi aikidoka Bali yaitu bela diri Aikido melalui pelatihan di beberapa
dojo yang ada di Bali Kondisi posrealitas adalah kondisi yang di dalamnya
prinsip-prinsip realitas telah dilampaui dalam pengertian diambil alih oleh
substitusi-substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir Hal ini telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang apa yang disebut yang nyata (the real) Yang nyata
senyata-nyatanya berada di Jepang bela diri Aikido telah membentangkan
persoalan filosofis mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa
yang disebut nyata
Posrealitas dapat dijelaskan sebagai kondisi matinya realitas dalam
pengertian diambilalihnya posisi realitas oleh apa yang sebelumnya disebut
sebagai nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru yang
memesona yang belum pernah dialami sebelumnya
56
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru yang tidak bisa dikatakan
realitas Bali yang asli karena telah dimasuki oleh nilai baru yang berasal dari
sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang Tidak bisa juga
dikatakan realitas yang benar-benar baru karena para anggota pelatihan tetaplah
kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya
Posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali dikaji dari tiga
dimensinya yaitu (1) latar belakang terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali (2) proses terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali dan (3) implikasi pengembangan bela diri Aikido tersebut
dalam kehidupan para aikidoka Bali
Penelitian kajian budaya ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teknik
wawancara observasi dokumentasi dan studi pustaka Data dianalisis secara
eklektik dengan menggunakan teori globalisasi kuasapengetahuan identitas
sosial dan teori pendukung lainnya yang terkait dengan permasalahan yang ada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberterimaan bela diri Aikido di Bali
dilatarbelakangi oleh beberapa ideologi yaitu dualisme kultural paternalisme
pasar citra dan multikulturalisme Proses pengembangan bela diri di beberapa
dojo yang ada di Bali meliputi tahap pengenalan pendirian organisasi
pengembangan tempat pelatihan dan tahap pengembangan mutu Semuanya
berorientasi kepada tempat pelatihan induk bela diri Aikido (Honbu Dojo) yang
berada di Tokyo-Jepang Pengembangan bela diri Aikido di Bali menimbulkan
57
implikasi pada para aikidoka Bali termasuk terbentuknya identitas baru dalam
masyarakat Bali
Melalui penelitian ini ditemukan paradigma baru bahwa di balik kekuatan
budaya Bali yang sedang berlangsung dalam segala lini kehidupan terdapat sikap
orang Bali yang terbuka terhadap kebudayaan asing khususnya bela diri asal
Jepang yaitu bela diri Aikido Terkait dengan bela diri Aikido yang sedang
ditekuni oleh beberapa komunitas di Bali ternyata ada berbagai hal yang
mendukung keberterimaannya Adanya kegayutan nilai-nilai budaya antara
kebudayaan Bali dan kebudayaan Jepang terkait keberadaan bela diri Aikido yang
berterima di beberapa komunitas pelatihan di Bali sehingga hal ini disebut sebagai
multikulturalisme
39
budaya memungkinkan berbagai budaya dan kelas berjuang melawan dominasi
budaya
Upaya orang-orang yang hendak menentang grobalisasi melalui glokalisasi
seperti itu identik dengan revitalisasi budaya mereka Dikatakan identik karena
sebagaimana dikemukakan oleh Adas (1988XIII) bahwa selain berjuang untuk
menghidupkan kembali adat tradisional atau kepercayaannya para partisipan
gerakan revitalisasi budaya juga bisa dirasuki oleh keinginan memperoleh barang-
barang asing dan mencontoh bentuk organisasi dan tingkah laku asing Barang
maupun organisasi dan tingkah laku asing bisa dilihat sebagai budaya global yang
masuk melalui proses globalisasi yang telah berpengaruh kuat kepada masyarakat
bersangkutan Sebagaimana dikemukakan oleh Ritzer (200699-100) bahwa sesuai
dengan penekanan teori Max Weber dan teori Karl Marx kekuatan pendorong
utama grobalisasi adalah rasionalisasi dan kebutuhan untuk memperlihatkan
kemampuan memperoleh keuntungan melalui imperialisme dan hegemoni Oleh
karena itu tidak tertutup kemungkinan bahwa untuk menghidupkan kembali adat
tradisional pendorong globalisasi seperti itu berlaku juga bagi masyarakat yang
melakukan revitalisasi budaya sebagai suatu gerakan sosial
Berkenaan dengan motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku dalam
konteks gerakan sosial teori rasionalitas mengasumsikan bahwa setiap manusia
pada dasarnya rasional dengan selalu mempertimbangkan prinsip efisiensi dan
efektivitas dalam melakukan setiap tindakan termasuk tindakan dalam melakukan
gerakan sosial (Basrowi dan Sukidin 2003 dan Mustain 2007) Sementara itu
teori ldquotindakan individu yang rasionalrdquo menyatakan bahwa individu-individu
40
dalam kehidupan bermasyarakat memiliki pertimbangan rasional dan kesadaran
akan adanya keuntungan yang dapat diperoleh melalui tindakan-tindakannya
(Yunita 1986) Demikian juga ldquoteori insentif selektifrdquo menjelaskan bahwa
keikutsertaan seseorang dalam suatu gerakan sosial banyak dipengaruhi oleh jenis
bentuk dan isi harapan-harapan yang akan menguntungkan insentif selektif
(Mustain 200749) Dengan demikian motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku
dalam gerakan sosial bersifat materialistik atau ekonomistik yang mencerminkan
karakter ideologi pasar Mengikuti pendapat Habermas (Thompson 2007)
motivasi dan prinsip-prinsip gerakan sosial menunjukkan ldquorasio instrumentalrdquo
dalam arti objek-objek dalam gerakan sosial dilihat dan diperlakukan sebagai alat
untuk memenuhi kepentingan yang bernuansa ideologi pasar
Foucault (Adlin 20065) melukiskan manusia postmodern yang terserap
ke dalam discourse sedang Jean Baudrillard melukiskan manusia postmodern
yang terhisap ke dalam dunia objek yang di dalamnya ia mempunyai peran
minimalis dalam menentukan objek itu tetapi sebaliknya dibentuk olehnya Ada
sekelompok elit yang memproduksi objek-objek tetapi mayoritas manusia
menjadi konsumen objek-objek Mereka tidak sekedar manusia konsumen tetapi
manusia dengan konsep diri dan subjektivitas yang dibentuk atau didefinisikan
berdasarkan kepemilikan objek-objek Di dalam dunia yang dikuasai objek
eksistensi manusia ditentukan oleh kepemilikan objek Manusia terserap ke dalam
logika objek ke dalam irama pergantian bentuk gaya dan citranya Manusia
mempunyai hasrat tetapi kini objek yang (aktif) merayu manusia Objek yang
menjadi pusat dunia bukan subjek (cogito) seperti yang dikatakan Descartes
41
Rayuan objek mendahului hasrat Objek yang memproduksi hasrat bukan hasrat
yang memproduksi objek Kekuasaan subjek telah dijungkirbalikkan dan yang
tersisa adalah subjek yang rapuh rentan dan tidak berdaya yang hanya dapat
secara pasif berhasrat sementara objek yang aktif merayunya Dalam kerapuhan
kerentanan dan ketidakberdayaannya subjek harus menyesuaikan diri dengan
objek-objek bukan objek yang menyesuaikan subjek Kemudian tercipta
paradoks karena kedaulatan subjek tidak dapat lagi dipertahankan dan satu-
satunya kedaulatan yang ada adalah kedaulatan objek Satu-satunya strategi yang
tersedia adalah strategi objek Subjek lenyap di dalam horizon objek-objek inilah
strategi fatal
Tiga perspektif utama budaya konsumen diungkapkan oleh Featherstone
(2005) Pertama pandangan bahwa budaya konsumen dipremiskan dengan
ekspansi produksi komoditas kapitalis yang memunculkan akumulasi besar-
besaran budaya dalam bentuk barang-barang konsumen dan tempat-tempat
belanja dan konsumsi Hal ini mengakibatkan tumbuhnya kepentingan aktivitas
bersenang-senang dan konsumsi dalam masyarakat Barat kontemporer Kedua
pandangan yang lebih sosiologis bahwa kepuasan berasal dari benda-benda
berhubungan dengan akses benda-benda yang terstruktur secara sosial dalam suatu
peristiwa yang telah ditentukan kepuasan dan status tergantung pada penunjukan
dan pemeliharaan perbedaan dalam kondisi inflasi Ketiga masalah kesenangan
emosional untuk konsumsi mimpi-mimpi dan keinginan yang ditampakkan dalam
bentuk tamsil budaya konsumen dan tempat-tempat konsumsi tertentu yang secara
beragam memunculkan kenikmatan jasmaniah langsung serta kesenangan estetis
42
Tumbuh suburnya budaya konsumen tidak sekadar memandang konsumsi
sebagai sesuatu yang berasal dari produksi tanpa mengakibatkan adanya
problematika (Featherstone 2005) namun lebih jauh dari itu budaya konsumen
juga memengaruhi perilaku seseorang untuk memutuskan pembelian produk suatu
barang yang dikendalikan oleh kekuatan media massa seperti iklan Periklanan
secara khusus mampu mengeksploitasi kondisi ini dan memberikan image
pencitraan eksotika nafsu kecantikan pemenuhan kebutuhan komunalitas serta
kehidupan yang baik untuk menyebarkan benda-benda konsumen seperti sabun
mesin cuci mobil serta minuman beralkohol Budaya konsumen akan mendorong
orang untuk berperilaku sesuai tingkatan kelas sosialnya dalam kehidupan
bermasyarakat
Konsumerisme bukan semata-mata bertalian dengan panutan pada nilai
simbolik melainkan berkaitan pula dengan persoalan identitas Hal ini sejalan
dengan gagasan Clammer (Atmadja 201092) bahwa konsumsi bukanlah semata-
mata urusan belanja atau pengambilalihan benda-benda untuk menjadi milik
sendiri atas dasar nilai guna melainkan juga pembelian identitas Oleh karena itu
konsumsi menjadi sarana bagi seseorang untuk memahami dan berkomunikasi
secara simbolik antara orang yang satu dan yang lain menciptakan dan
mereproduksi identitas mereka serta menjadi sarana dalam memahami diri
mereka dalam berhubungan dengan individu dan kelompok lain Orang tidak lagi
hanya mengonsumsi material dari suatu produk tetapi juga efek simbolik yang
dihasilkan produk tersebut sehingga tepat gagasan Simmel (Atmadja 201092)
43
bahwa ldquoproduct consumpted are not seen from their function but from symbols
related to identity and statusrdquo
Dengan mengikuti Fromm (Atmadja 201093) kondisi ini mengakibatkan
pola hidup masyarakat Bali berubah secara mendasar Zaman dahulu mereka
berpegang pada gagasan bahwa tua adalah indah namun sekarang orang
menganut gagasan bahwa baru adalah indah Ketertarikan manusia dengan
sesuatu yang baru berkaitan pula dengan kemampuan desainer mengembangkan
desain yang baru dengan daya pesona yang lebih kuat daripada sebelumnya
Sering terjadi pada mulanya suatu barang dengan desain tertentu harganya mahal
sehingga konsumennya hanya orang-orang kaya
Gaya hidup telah menjadi ciri dalam dunia modern (Chaney 2004)
sehingga masyarakat modern akan menggunakan gaya hidup untuk
menggambarkan tindakannya sendiri dan orang lain Dalam kaitannya dengan
budaya konsumen gaya hidup dikonotasikan dengan individualitas ekspresi diri
serta kesadaran diri yang stylistic Tubuh busana gaya pembicaraan aktivitas
rekreasi adalah beberapa indikator dari individualisme selera konsumen Gaya
hidup juga salah satu bentuk budaya konsumen Gaya hidup seseorang dilihat dari
apa yang dikonsumsinya baik barang ataupun jasa Konsumsi tidak hanya
mencakup kegiatan membeli sejumlah barang atau materi seperti televisi dan
telepon genggam Akan tetapi juga mengonsumsi jasa seperti rekreasi Beberapa
contoh gaya hidup yang tampak menonjol pada saat ini adalah nge-mall hang out
fitness
44
Masyarakat konsumen dengan budaya konsumsi yang dipegangnya
melihat tujuan dan totalitas hidupnya dalam kerangka atau logika konsumsi
Eksistensinya dijalankan dan dipertahankan hanya dengan terus menerusnya
mengonsumsi berbagai tanda dan status sosial di balik komoditi Bukan hanya
dirinya saja yang mengaktualisasikan diri melalui tindakan konsumsi orang lain
juga akan dinilai menurut standar yang dipakainya Artinya eksistensi orang lain
pun akan dinilai dan diakui sesuai dengan standar status sosial yang dipegangnya
(diambil dari sumber httpblogspotcom201301pengaruh-globalisasi-terhadap-
gaya-hiduphtml diakses 03 November 2014)
Kaitan dengan pemilihan bela diri Aikido sebagai budaya yang dikonsumsi
oleh aikidoka Bali unsur-unsur spiritualisme modern pada dualisme dikotomik
Griffin (Atmadja 201085) mengatakan bahwa manusia membuat pemilihan yang
berlawanan misalnya modern berlawanan dengan tradisional sains modern
berlawanan dengan sains tradisional dan lain-lain Keberlawanan ini tidak hanya
berdikotomi tetapi yang modern selalu dianggap lebih unggul sehingga yang
tradisional harus digusur Begitu pula manusia tidak dianggap sebagai bagian dari
alam melainkan sebagai lawan dari alam Oleh karena itu mendominasi
menundukkan menguasai dan mengendalikan alam dengan menggunakan ilmu
dan teknologi modern merupakan keharusan bagi manusia
Berdasarkan paparan teori globalisasi di atas maka diduga bahwa
grobalisasi merupakan proses yang melatari terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido Bali Para aikidoka Bali sebagai individu
merupakan objek dari budaya konsumen akibat derasnya arus globalisasi Budaya
45
konsumen juga dapat diartikan sebagai budaya-budaya yang dilakukan oleh
seorang konsumen dalam hal ini para aikidoka Bali yang mengonsumsi bela diri
Aikido Adapun budaya konsumen menggunakan image tanda-tanda dan benda-
benda simbolik yang mengumpulkan mimpi-mimpi keinginan dan fantasi yang
menegaskan keautentikan romantik dan pemenuhan emosional dalam hal
menyenangkan diri sendiri bukan orang lain secara narsistik Jadi kegiatan
konsumsi juga bertujuan untuk mengidentifikasikan diri dalam kelas
sosial tertentu sekaligus membedakannya dengan kelas sosial yang lain
Grobalisasi bisa jadi tampak sebagai proses penyeragaman teknik serta
sikap dan perilaku para aikidoka Bali dengan berorientasi kepada spirit samurai
yang merupakan spirit yang diusung oleh organisasi bela diri Aikido Jepang di
Tokyo Diduga demikian karena sebagaimana telah dikemukakan dalam latar
belakang bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan bela diri Aikido di
Bali diatur oleh organisasi induknya yang berada di Jepang sebagai superordinat
pemilik budaya yang dikonsumsi oleh para aikidoka Bali
Teori globalisasi digunakan untuk memecahkan masalah pertama dan
kedua yaitu mengapa bela diri Aikido yang berasal dari Jepang bisa
dikembangkan di Bali hingga menimbulkan fenomena posrealitas dan proses
terjadinya posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali
232 Teori Relasi KuasaPengetahuan
Konsep kekuasaanpengetahuan memberi perhatian khusus kepada
dimensi relasi antara kekuasaan dan pengetahuan sehingga produksi pengetahuan
dipahami tidak lepas dari rezim kekuasaan Foucault (Barker 2014232-233)
46
Takwin (2003128) mengatakan bahwa menurut pandangan Foucault hubungan
kuasa muncul bukan hanya pada tataran negara namun juga dalam kehidupan
sehari-hari Setiap hubungan selalu merupakan usaha saling menguasai dan saling
menekan Hubungan kuasa menghasilkan cerita yang disebut discourse atau
wacana yang isinya adalah sesuatu yang tidak menggambarkan realitas
sebagaimana adanya dalam rangka menetralisasi ketertekanan para pewacana
yang bersangkutan
Berdasarkan pernyataan di atas maka diduga bahwa posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali ada hubungan kuasa antara para pihak
yang terlibat dalam kegiatan pengembangannya Hubungan kuasa antara para
pihak tersebut menghasilkan wacana yang dibangun sedemikian rupa dalam
rangka upaya masing-masing pihak menetralkan ketertekanannya
Berkenaan dengan wacana Althusser (Faruk 2002142) berpendapat
bahwa wacana adalah ideologi dalam praktik tidak ada ideologi tanpa wacana dan
tidak ada wacana tanpa ideologi Ini berarti bahwa dengan mencermati wacana
dapat diketahui ideologi yang terkait dengan wacana tersebut Althusser (Takwin
2003101) juga berpendapat bahwa setiap penindasan menimbulkan usaha pada
pihak tertindas untuk melepaskan diri Salah satu alat yang perlu ada dalam upaya
pembebasan ini adalah ideologi suatu kepercayaan yang dibangun untuk
menggerakkan kelompok yang tertindas Ketika yang tertindas bebas dan
berkuasa maka ideologi mereka bisa saja digunakan untuk menindas pihak yang
lebih lemah Berkenaan dengan hubungan kuasa Foucault sebagaimana dikatakan
Takwin (2003130) melihat pengetahuan ditentukan oleh kekuasaan sehingga
47
kebenaran merujuk kepada rdquorezim kebenaranrdquo yang sedang bertahta Upaya untuk
saling menguasai dan melepaskan diri dari penindasan bisa juga dilakukan dengan
strategi politik identitas dalam arti memakai identitas kelompok atau individu
untuk memperoleh perlakuan yang lebih adil dari kelompok atau individu lain
(Sparringa 2006) Dalam pelaksanaan strategi politik identitas tentu saja
menggunakan wacana sebagai praktik ideologi sehingga identitas dalam wacana
juga bersifat dinamis sesuai dengan ideologi dan kepentingan berbagai aktornya
pada waktu dan tempat praktik politik identitas itu dilakukan
Althusser sebagaimana dijelaskan oleh Faruk (2002137-139) juga
berpendapat bahwa untuk mengamankan hubungan antarkelas dan dengan
demikian kekuasaan dapat dipegang dalam waktu lama maka pihak kelas yang
berkuasa mengembangkan dua macam ideologi Pertama ideologi yang tampil
dengan aparat-aparat negara yang represif (repressive state apparatus RSA)
yang bekerja secara represif melalui penggunaan kekerasan (militer polisi
penjara pengadilan dan lain-lain) sebagai upaya untuk mengamankan bentuk-
bentuk sosial yang ada Kedua ideologi yang tampil dengan aparat-aparat negara
ideologis (ideological state apparatus ISA) yang bekerja tidak dengan
menggunakan kekerasan melainkan dengan memainkan ideologi danatau wacana
secara persuasif atau hegemonik Dalam konteks inilah Althuser berpandangan
bahwa tidak ada kelas yang dapat memegang kekuasaan dalam waktu lama tanpa
melakukan hegemoni atas dan dalam ISA Dikatakan demikian karena yang
mempersatukan atau yang dapat menjamin harmoni antara yang satu dengan yang
lain dalam ISA adalah ideologi yang berkuasa sebagai perekat bagi bersatunya
48
anggota-anggota masyarakat Mengacu kepada gagasan Bourdieu (Harker tt
117 Fashri 200798-99) dikatakan bahwa kesuksesan para anggota kelompok
dominan untuk melancarkan hegemoninya ditentukan juga oleh modal budaya
ekonomi sosial dan modal simbolik yang mereka miliki yaitu sesuatu yang
dihargai oleh masyarakat misalnya pemilikan benda-benda budaya dan status
sosial
Teori relasi kuasapengetahuan dalam penelitian ini digunakan untuk
memecahkan masalah ke dua yaitu bagaimana proses terjadinya posrealitas
dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Teori ini relevan karena dalam
proses pengembangan bela diri Aikido di Bali melalui relasi kuasapengetahuan
oleh Jepang diimplementasikan dalam segala bentuk latihan fisik pengembangan
dojo dan penyebaran nilai-nilai yang ada dalam bela diri Aikido
233 Teori Identitas Sosial
Tajfel menyatakan asumsi dasar teori identitas sosial dalam situs
(httpidhamputrateori-identitas-sosialwordpresscom diakses 02 Agustus 2014)
dengan kalimat sebagai berikut
(1) Kita menciptakan identitas sosial kita untuk menyederhanakan
hubungan eksternal kita (2) Lebih jauh lagi ada kebutuhan manusia untuk
memiliki rasa harga diri (self esteem and self worth) yang kita transfer ke
dalam kelompok kita sendiri (3) Kita juga menata lingkungan kita dengan
perbandingan sosial antar kelompok Konsep dalam kelompok (in groups)
dan luar kelompok (out groups) itu penting dalam analisis ini
Lebih jauh Tajfel mengemukakan bahwa dalam teori identitas sosial
seorang individu tidaklah dianggap sebagai individu secara mutlak satu dalam
kehidupannya Individu merupakan bagian dari kelompok tertentu baik disadari
maupun tidak disadari Konsep identitas sosial adalah bagaimana seseorang itu
49
secara sosial dapat didefinisikan Identitas sosial yang melekat pada seseorang
merupakan identitas positif yang ingin dipertahankan Oleh karena itu individu
yang memiliki identitas sosial positif maka wacana maupun tindakannya akan
sejalan dengan norma kelompoknya Lagi pula individu tersebut diidentifikasikan
dalam suatu kelompok Wacana dan tindakannya sepatutnya sesuai dengan
wacana dan tindakan kelompoknya
Teori identitas sosial sebenarnya berangkat dari asumsi umum sebagai
berikut
1 Setiap individu selalu berusaha untuk merawat atau meninggikan self-
esteemnya mereka berusaha untuk membentuk konsep diri yang positif
2 Kelompok atau kategori sosial dan anggota dari mereka berasosiasi
terhadap konotasi nilai positif atau negatif Identitas sosial positif atau
negatif tergantung evaluasi (yang mengacu pada konsensus sosial bahkan
pada lintas kelompok) kelompok tersebut yang memberikan kontribusi
pada identitas sosial individu
3 Evaluasi dari salah satu kelompok adalah berusaha mendeterminasikan dan
juga sebagai bahan acuan pada kelompok lain secara spesifik melalui
perbandingan sosial dalam bentuk nilai atribut atau karakteristik
Dari asumsi di atas beberapa relasi prinsip teori dapat menghasilkan hal-
hal di bawah ini
1 Individu berusaha untuk mencapai atau merawat identitas sosial yang
positif
50
2 Identitas sosial yang positif ada berdasarkan pada besarnya tingkat
perbandingan favorit in-group dengan out-group in-group pasti
mempersepsikan dirinya secara positif berbeda dari out-group
3 Ketika identitas sosial tidak memuaskan individu akan berusaha keluar
dari kelompok lalu bergabung ke dalam kelompok yang lebih positif atau
membuat kelompok mereka lebih positif
Identitas sosial sebagai teori tidak lepas dari keinginan individu untuk
memperbandingkan dirinya serta kelompoknya dengan yang lain Perbandingan
sosial digambarkan oleh Festinger (1954) sebagai teori yang bisa membimbing
seseorang untuk membandingkan dirinya dengan yang lain siapa yang serupa
dengan dirinya dan siapa yang berbeda siapa yang berada di atas dan siapa yang
berada di bawah
Setidaknya ada tiga variabel yang memengaruhi hubungan pembedaan
antar kelompok dalam situasi sosial yang nyata (Tajfel 1974 Turner 1975
dalam Hogg amp Abrams 2000) Pertama individu pasti memiliki internalisasi
kelompok mereka sebagai konsep diri mereka secara subjektif mereka pasti
mengidentifikasikan kelompok yang relevan Hal ini tidak cukup dari orang lain
saja yang mengidentifikasikan seseorang dari kelompok mana dia berasal Kedua
situasi sosial akan menciptakan perbandingan sosial yang memungkinkan
terjadinya seleksi dan evaluasi atribut relasi yang relevan Perbedaan kelompok
pada tiap-tiap daerah tidak sama secara signifikan Misalnya di Amerika
perbedaan kelompok cenderung menonjol pada perbedaan warna kulit tetapi
perbedaan warna kulit bukan sesuatu yang menonjol di Hongkong Ketiga in-
51
group tidak membandingkan dirinya pada tiap proses kognitif yang ada pada out-
group out-group pastinya dipersepsikan sebagai kelompok perbandingan yang
relevan dalam kesamaan kedekatan dan secara situasional yang menonjol
Kemudian determinasi out-group dihasilkan sebagai perbandingan terhadap
situasi yang menggambarkan sesuatu determinasi in-group (didapatkan dari
sumber httpdharmaputrawordpresscom2008teori-identitas-sosial diakses 03
Agustus 2014)
Barker (2009175-176) menyatakan bahwa meskipun identitas diri bisa
dianggap sebagai proyek seseorang sudah menjadi kebenaran sosiologis juga
bahwa manusia lahir ke dunia yang sudah ada sebelumnya Manusia belajar
menggunakan bahasa yang telah digunakan sebelum lahir dan hidup dalam
konteks hubungan sosial dengan orang lain Manusia disusun menjadi individu
melalui proses sosial yang menggunakan bahan-bahan yang bersifat sosial Secara
umum ini disebut spisialisasi atau akulturasi Tanpa akulturasi manusia tidak
akan menjadi orang sebagaimana gagasan yang dipahami dalam hidup sehari-hari
Tanpa bahasa konsep keorangan dan identitas tidak akan bisa dipahami
Menjadi orang tidak mengandung unsur transenden atau ahistoris apapun
Identitas sepenuhnya sosial dan kultural dengan alasan-alasan berikut
1 Gagasan apakah artinya menjadi orang merupakan pertanyaan kultural
Sebagai contoh individualisme merupakan penunjuk yang khas
masyarakat modern
2 Sumber-sumber yang membentuk bahan-bahan untuk proyek identitas
yaitu bahasa dan praktik kultural berwatak sosial Akibatnya arti menjadi
52
seorang perempuan anak orang Asia atau orang tua terbentuk secara
berbeda-beda tergantung kepada konteks kulturalnya
Sumber-sumber yang bisa dipakai bagi proyek identitas tergantung kepada
kekuasaan situasional yang menjadi asal kompetensi kultural dalam konteks
kultural tertentu Apakah hitam atau putih laki-laki atau perempuan Afrika atau
Amerika kaya atau miskin adalah sesuatu yang penting karena sumber-sumber
kultural yang akan dimasuki berbeda Identitas menjadi penting tidak hanya untuk
penggambaran diri tetapi juga ciri-ciri sosial
Identitas sosial terkait dengan hak kewajiban dan sanksi normatif yang
dalam masyarakat tertentu menjadi dasar penentuan peran Penggunaan ciri-ciri
baku terutama berkaitan dengan ciri umur dan gender tubuh bersifat mendasar
dalam semua masyarakat dan masih sangat banyak lagi ragam lintas-budaya yang
bisa dicatat Giddens (Barker 2009176) Persoalan identitas adalah kesamaan dan
perbedaan soal personal dan sosial soal rdquoapa yang dimiliki individu secara
bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakan satu individu
dengan orang-orang lain Weeks (Barker 2009176)
Berdasarkan uraian di atas pengembangan bela diri Aikido di Bali adalah
identitas para peserta pelatihan yang merupakan satu identitas meliputi identitas
individunya keluarganya sukunya dan kelompoknya Bagi Fromm identitas diri
dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dari identitas sosial individu dalam
konteks komunitasnya Selain menjadi makhluk individual identitas diri tidak
terlepas dari norma yang mengikat masyarakat dalam lingkungan dan peran sosial
53
yang diembannya dalam masyarakat (httpidhamputrawordpressteori-identitas-
sosialcom diakses 03 Agustus 2014)
Teori identitas sosial Hendri Tajfel digunakan secara eklektik (bersamaan)
dengan teori lainnya untuk memecahkan ketiga masalah dalam penelitian ini
Keberterimaan bela diri Aikido di Bali proses terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali yang pada akhirnya membentuk identitas
baru berupa posrealitas kebudayaan yang membentuk identitas para aikidoka Bali
baik secara individu maupun identitas sosialnya
54
24 Model Penelitian
Model penelitian ini dapat digambarkan ke dalam Bagan 21
Bagan 21
Model Penelitian
Keterangan
= memengaruhi
= saling memengaruhi
Kebudayaan Bali
Bela Diri Tradisional Bali
-Pencak Silat
-Tengklung
-Mepantigan
Kebudayaan Jepang
Bela Diri Tradisional Jepang
-Karate
-Judo
-Aikido
Proses terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Latar belakang
terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Posrealitas dalam Pengembangan
Bela Diri Aikido di Bali
Temuan
Penelitian
Implikasi
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
55
Bagan 21 dapat dijelaskan bahwa tampak kebudayaan Bali dengan
unsurnya berupa bela diri tradisional Bali seperti Pencak Silat Tengklung
Mepantigan dan beberapa bela diri lainnya Dengan adanya globalisasi
bersentuhan dengan kebudayaan Jepang dengan unsurnya berupa bela diri
tradisional Jepang seperti Karate Judo dan Aikido Khusus pada penelitian ini
adalah bela diri Jepang Aikido Persentuhan antara keduanya akibat arus
globalisasi melahirkan bela diri Aikido yang berterima dan berkembang di
sejumlah dojo di Bali yang menunjukkan adanya posrealitas Posrealitas dalam
penelitian ini merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu berupa
peniruan bagi aikidoka Bali yaitu bela diri Aikido melalui pelatihan di beberapa
dojo yang ada di Bali Kondisi posrealitas adalah kondisi yang di dalamnya
prinsip-prinsip realitas telah dilampaui dalam pengertian diambil alih oleh
substitusi-substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir Hal ini telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang apa yang disebut yang nyata (the real) Yang nyata
senyata-nyatanya berada di Jepang bela diri Aikido telah membentangkan
persoalan filosofis mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa
yang disebut nyata
Posrealitas dapat dijelaskan sebagai kondisi matinya realitas dalam
pengertian diambilalihnya posisi realitas oleh apa yang sebelumnya disebut
sebagai nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru yang
memesona yang belum pernah dialami sebelumnya
56
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru yang tidak bisa dikatakan
realitas Bali yang asli karena telah dimasuki oleh nilai baru yang berasal dari
sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang Tidak bisa juga
dikatakan realitas yang benar-benar baru karena para anggota pelatihan tetaplah
kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya
Posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali dikaji dari tiga
dimensinya yaitu (1) latar belakang terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali (2) proses terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali dan (3) implikasi pengembangan bela diri Aikido tersebut
dalam kehidupan para aikidoka Bali
Penelitian kajian budaya ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teknik
wawancara observasi dokumentasi dan studi pustaka Data dianalisis secara
eklektik dengan menggunakan teori globalisasi kuasapengetahuan identitas
sosial dan teori pendukung lainnya yang terkait dengan permasalahan yang ada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberterimaan bela diri Aikido di Bali
dilatarbelakangi oleh beberapa ideologi yaitu dualisme kultural paternalisme
pasar citra dan multikulturalisme Proses pengembangan bela diri di beberapa
dojo yang ada di Bali meliputi tahap pengenalan pendirian organisasi
pengembangan tempat pelatihan dan tahap pengembangan mutu Semuanya
berorientasi kepada tempat pelatihan induk bela diri Aikido (Honbu Dojo) yang
berada di Tokyo-Jepang Pengembangan bela diri Aikido di Bali menimbulkan
57
implikasi pada para aikidoka Bali termasuk terbentuknya identitas baru dalam
masyarakat Bali
Melalui penelitian ini ditemukan paradigma baru bahwa di balik kekuatan
budaya Bali yang sedang berlangsung dalam segala lini kehidupan terdapat sikap
orang Bali yang terbuka terhadap kebudayaan asing khususnya bela diri asal
Jepang yaitu bela diri Aikido Terkait dengan bela diri Aikido yang sedang
ditekuni oleh beberapa komunitas di Bali ternyata ada berbagai hal yang
mendukung keberterimaannya Adanya kegayutan nilai-nilai budaya antara
kebudayaan Bali dan kebudayaan Jepang terkait keberadaan bela diri Aikido yang
berterima di beberapa komunitas pelatihan di Bali sehingga hal ini disebut sebagai
multikulturalisme
40
dalam kehidupan bermasyarakat memiliki pertimbangan rasional dan kesadaran
akan adanya keuntungan yang dapat diperoleh melalui tindakan-tindakannya
(Yunita 1986) Demikian juga ldquoteori insentif selektifrdquo menjelaskan bahwa
keikutsertaan seseorang dalam suatu gerakan sosial banyak dipengaruhi oleh jenis
bentuk dan isi harapan-harapan yang akan menguntungkan insentif selektif
(Mustain 200749) Dengan demikian motivasi dan prinsip-prinsip yang berlaku
dalam gerakan sosial bersifat materialistik atau ekonomistik yang mencerminkan
karakter ideologi pasar Mengikuti pendapat Habermas (Thompson 2007)
motivasi dan prinsip-prinsip gerakan sosial menunjukkan ldquorasio instrumentalrdquo
dalam arti objek-objek dalam gerakan sosial dilihat dan diperlakukan sebagai alat
untuk memenuhi kepentingan yang bernuansa ideologi pasar
Foucault (Adlin 20065) melukiskan manusia postmodern yang terserap
ke dalam discourse sedang Jean Baudrillard melukiskan manusia postmodern
yang terhisap ke dalam dunia objek yang di dalamnya ia mempunyai peran
minimalis dalam menentukan objek itu tetapi sebaliknya dibentuk olehnya Ada
sekelompok elit yang memproduksi objek-objek tetapi mayoritas manusia
menjadi konsumen objek-objek Mereka tidak sekedar manusia konsumen tetapi
manusia dengan konsep diri dan subjektivitas yang dibentuk atau didefinisikan
berdasarkan kepemilikan objek-objek Di dalam dunia yang dikuasai objek
eksistensi manusia ditentukan oleh kepemilikan objek Manusia terserap ke dalam
logika objek ke dalam irama pergantian bentuk gaya dan citranya Manusia
mempunyai hasrat tetapi kini objek yang (aktif) merayu manusia Objek yang
menjadi pusat dunia bukan subjek (cogito) seperti yang dikatakan Descartes
41
Rayuan objek mendahului hasrat Objek yang memproduksi hasrat bukan hasrat
yang memproduksi objek Kekuasaan subjek telah dijungkirbalikkan dan yang
tersisa adalah subjek yang rapuh rentan dan tidak berdaya yang hanya dapat
secara pasif berhasrat sementara objek yang aktif merayunya Dalam kerapuhan
kerentanan dan ketidakberdayaannya subjek harus menyesuaikan diri dengan
objek-objek bukan objek yang menyesuaikan subjek Kemudian tercipta
paradoks karena kedaulatan subjek tidak dapat lagi dipertahankan dan satu-
satunya kedaulatan yang ada adalah kedaulatan objek Satu-satunya strategi yang
tersedia adalah strategi objek Subjek lenyap di dalam horizon objek-objek inilah
strategi fatal
Tiga perspektif utama budaya konsumen diungkapkan oleh Featherstone
(2005) Pertama pandangan bahwa budaya konsumen dipremiskan dengan
ekspansi produksi komoditas kapitalis yang memunculkan akumulasi besar-
besaran budaya dalam bentuk barang-barang konsumen dan tempat-tempat
belanja dan konsumsi Hal ini mengakibatkan tumbuhnya kepentingan aktivitas
bersenang-senang dan konsumsi dalam masyarakat Barat kontemporer Kedua
pandangan yang lebih sosiologis bahwa kepuasan berasal dari benda-benda
berhubungan dengan akses benda-benda yang terstruktur secara sosial dalam suatu
peristiwa yang telah ditentukan kepuasan dan status tergantung pada penunjukan
dan pemeliharaan perbedaan dalam kondisi inflasi Ketiga masalah kesenangan
emosional untuk konsumsi mimpi-mimpi dan keinginan yang ditampakkan dalam
bentuk tamsil budaya konsumen dan tempat-tempat konsumsi tertentu yang secara
beragam memunculkan kenikmatan jasmaniah langsung serta kesenangan estetis
42
Tumbuh suburnya budaya konsumen tidak sekadar memandang konsumsi
sebagai sesuatu yang berasal dari produksi tanpa mengakibatkan adanya
problematika (Featherstone 2005) namun lebih jauh dari itu budaya konsumen
juga memengaruhi perilaku seseorang untuk memutuskan pembelian produk suatu
barang yang dikendalikan oleh kekuatan media massa seperti iklan Periklanan
secara khusus mampu mengeksploitasi kondisi ini dan memberikan image
pencitraan eksotika nafsu kecantikan pemenuhan kebutuhan komunalitas serta
kehidupan yang baik untuk menyebarkan benda-benda konsumen seperti sabun
mesin cuci mobil serta minuman beralkohol Budaya konsumen akan mendorong
orang untuk berperilaku sesuai tingkatan kelas sosialnya dalam kehidupan
bermasyarakat
Konsumerisme bukan semata-mata bertalian dengan panutan pada nilai
simbolik melainkan berkaitan pula dengan persoalan identitas Hal ini sejalan
dengan gagasan Clammer (Atmadja 201092) bahwa konsumsi bukanlah semata-
mata urusan belanja atau pengambilalihan benda-benda untuk menjadi milik
sendiri atas dasar nilai guna melainkan juga pembelian identitas Oleh karena itu
konsumsi menjadi sarana bagi seseorang untuk memahami dan berkomunikasi
secara simbolik antara orang yang satu dan yang lain menciptakan dan
mereproduksi identitas mereka serta menjadi sarana dalam memahami diri
mereka dalam berhubungan dengan individu dan kelompok lain Orang tidak lagi
hanya mengonsumsi material dari suatu produk tetapi juga efek simbolik yang
dihasilkan produk tersebut sehingga tepat gagasan Simmel (Atmadja 201092)
43
bahwa ldquoproduct consumpted are not seen from their function but from symbols
related to identity and statusrdquo
Dengan mengikuti Fromm (Atmadja 201093) kondisi ini mengakibatkan
pola hidup masyarakat Bali berubah secara mendasar Zaman dahulu mereka
berpegang pada gagasan bahwa tua adalah indah namun sekarang orang
menganut gagasan bahwa baru adalah indah Ketertarikan manusia dengan
sesuatu yang baru berkaitan pula dengan kemampuan desainer mengembangkan
desain yang baru dengan daya pesona yang lebih kuat daripada sebelumnya
Sering terjadi pada mulanya suatu barang dengan desain tertentu harganya mahal
sehingga konsumennya hanya orang-orang kaya
Gaya hidup telah menjadi ciri dalam dunia modern (Chaney 2004)
sehingga masyarakat modern akan menggunakan gaya hidup untuk
menggambarkan tindakannya sendiri dan orang lain Dalam kaitannya dengan
budaya konsumen gaya hidup dikonotasikan dengan individualitas ekspresi diri
serta kesadaran diri yang stylistic Tubuh busana gaya pembicaraan aktivitas
rekreasi adalah beberapa indikator dari individualisme selera konsumen Gaya
hidup juga salah satu bentuk budaya konsumen Gaya hidup seseorang dilihat dari
apa yang dikonsumsinya baik barang ataupun jasa Konsumsi tidak hanya
mencakup kegiatan membeli sejumlah barang atau materi seperti televisi dan
telepon genggam Akan tetapi juga mengonsumsi jasa seperti rekreasi Beberapa
contoh gaya hidup yang tampak menonjol pada saat ini adalah nge-mall hang out
fitness
44
Masyarakat konsumen dengan budaya konsumsi yang dipegangnya
melihat tujuan dan totalitas hidupnya dalam kerangka atau logika konsumsi
Eksistensinya dijalankan dan dipertahankan hanya dengan terus menerusnya
mengonsumsi berbagai tanda dan status sosial di balik komoditi Bukan hanya
dirinya saja yang mengaktualisasikan diri melalui tindakan konsumsi orang lain
juga akan dinilai menurut standar yang dipakainya Artinya eksistensi orang lain
pun akan dinilai dan diakui sesuai dengan standar status sosial yang dipegangnya
(diambil dari sumber httpblogspotcom201301pengaruh-globalisasi-terhadap-
gaya-hiduphtml diakses 03 November 2014)
Kaitan dengan pemilihan bela diri Aikido sebagai budaya yang dikonsumsi
oleh aikidoka Bali unsur-unsur spiritualisme modern pada dualisme dikotomik
Griffin (Atmadja 201085) mengatakan bahwa manusia membuat pemilihan yang
berlawanan misalnya modern berlawanan dengan tradisional sains modern
berlawanan dengan sains tradisional dan lain-lain Keberlawanan ini tidak hanya
berdikotomi tetapi yang modern selalu dianggap lebih unggul sehingga yang
tradisional harus digusur Begitu pula manusia tidak dianggap sebagai bagian dari
alam melainkan sebagai lawan dari alam Oleh karena itu mendominasi
menundukkan menguasai dan mengendalikan alam dengan menggunakan ilmu
dan teknologi modern merupakan keharusan bagi manusia
Berdasarkan paparan teori globalisasi di atas maka diduga bahwa
grobalisasi merupakan proses yang melatari terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido Bali Para aikidoka Bali sebagai individu
merupakan objek dari budaya konsumen akibat derasnya arus globalisasi Budaya
45
konsumen juga dapat diartikan sebagai budaya-budaya yang dilakukan oleh
seorang konsumen dalam hal ini para aikidoka Bali yang mengonsumsi bela diri
Aikido Adapun budaya konsumen menggunakan image tanda-tanda dan benda-
benda simbolik yang mengumpulkan mimpi-mimpi keinginan dan fantasi yang
menegaskan keautentikan romantik dan pemenuhan emosional dalam hal
menyenangkan diri sendiri bukan orang lain secara narsistik Jadi kegiatan
konsumsi juga bertujuan untuk mengidentifikasikan diri dalam kelas
sosial tertentu sekaligus membedakannya dengan kelas sosial yang lain
Grobalisasi bisa jadi tampak sebagai proses penyeragaman teknik serta
sikap dan perilaku para aikidoka Bali dengan berorientasi kepada spirit samurai
yang merupakan spirit yang diusung oleh organisasi bela diri Aikido Jepang di
Tokyo Diduga demikian karena sebagaimana telah dikemukakan dalam latar
belakang bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan bela diri Aikido di
Bali diatur oleh organisasi induknya yang berada di Jepang sebagai superordinat
pemilik budaya yang dikonsumsi oleh para aikidoka Bali
Teori globalisasi digunakan untuk memecahkan masalah pertama dan
kedua yaitu mengapa bela diri Aikido yang berasal dari Jepang bisa
dikembangkan di Bali hingga menimbulkan fenomena posrealitas dan proses
terjadinya posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali
232 Teori Relasi KuasaPengetahuan
Konsep kekuasaanpengetahuan memberi perhatian khusus kepada
dimensi relasi antara kekuasaan dan pengetahuan sehingga produksi pengetahuan
dipahami tidak lepas dari rezim kekuasaan Foucault (Barker 2014232-233)
46
Takwin (2003128) mengatakan bahwa menurut pandangan Foucault hubungan
kuasa muncul bukan hanya pada tataran negara namun juga dalam kehidupan
sehari-hari Setiap hubungan selalu merupakan usaha saling menguasai dan saling
menekan Hubungan kuasa menghasilkan cerita yang disebut discourse atau
wacana yang isinya adalah sesuatu yang tidak menggambarkan realitas
sebagaimana adanya dalam rangka menetralisasi ketertekanan para pewacana
yang bersangkutan
Berdasarkan pernyataan di atas maka diduga bahwa posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali ada hubungan kuasa antara para pihak
yang terlibat dalam kegiatan pengembangannya Hubungan kuasa antara para
pihak tersebut menghasilkan wacana yang dibangun sedemikian rupa dalam
rangka upaya masing-masing pihak menetralkan ketertekanannya
Berkenaan dengan wacana Althusser (Faruk 2002142) berpendapat
bahwa wacana adalah ideologi dalam praktik tidak ada ideologi tanpa wacana dan
tidak ada wacana tanpa ideologi Ini berarti bahwa dengan mencermati wacana
dapat diketahui ideologi yang terkait dengan wacana tersebut Althusser (Takwin
2003101) juga berpendapat bahwa setiap penindasan menimbulkan usaha pada
pihak tertindas untuk melepaskan diri Salah satu alat yang perlu ada dalam upaya
pembebasan ini adalah ideologi suatu kepercayaan yang dibangun untuk
menggerakkan kelompok yang tertindas Ketika yang tertindas bebas dan
berkuasa maka ideologi mereka bisa saja digunakan untuk menindas pihak yang
lebih lemah Berkenaan dengan hubungan kuasa Foucault sebagaimana dikatakan
Takwin (2003130) melihat pengetahuan ditentukan oleh kekuasaan sehingga
47
kebenaran merujuk kepada rdquorezim kebenaranrdquo yang sedang bertahta Upaya untuk
saling menguasai dan melepaskan diri dari penindasan bisa juga dilakukan dengan
strategi politik identitas dalam arti memakai identitas kelompok atau individu
untuk memperoleh perlakuan yang lebih adil dari kelompok atau individu lain
(Sparringa 2006) Dalam pelaksanaan strategi politik identitas tentu saja
menggunakan wacana sebagai praktik ideologi sehingga identitas dalam wacana
juga bersifat dinamis sesuai dengan ideologi dan kepentingan berbagai aktornya
pada waktu dan tempat praktik politik identitas itu dilakukan
Althusser sebagaimana dijelaskan oleh Faruk (2002137-139) juga
berpendapat bahwa untuk mengamankan hubungan antarkelas dan dengan
demikian kekuasaan dapat dipegang dalam waktu lama maka pihak kelas yang
berkuasa mengembangkan dua macam ideologi Pertama ideologi yang tampil
dengan aparat-aparat negara yang represif (repressive state apparatus RSA)
yang bekerja secara represif melalui penggunaan kekerasan (militer polisi
penjara pengadilan dan lain-lain) sebagai upaya untuk mengamankan bentuk-
bentuk sosial yang ada Kedua ideologi yang tampil dengan aparat-aparat negara
ideologis (ideological state apparatus ISA) yang bekerja tidak dengan
menggunakan kekerasan melainkan dengan memainkan ideologi danatau wacana
secara persuasif atau hegemonik Dalam konteks inilah Althuser berpandangan
bahwa tidak ada kelas yang dapat memegang kekuasaan dalam waktu lama tanpa
melakukan hegemoni atas dan dalam ISA Dikatakan demikian karena yang
mempersatukan atau yang dapat menjamin harmoni antara yang satu dengan yang
lain dalam ISA adalah ideologi yang berkuasa sebagai perekat bagi bersatunya
48
anggota-anggota masyarakat Mengacu kepada gagasan Bourdieu (Harker tt
117 Fashri 200798-99) dikatakan bahwa kesuksesan para anggota kelompok
dominan untuk melancarkan hegemoninya ditentukan juga oleh modal budaya
ekonomi sosial dan modal simbolik yang mereka miliki yaitu sesuatu yang
dihargai oleh masyarakat misalnya pemilikan benda-benda budaya dan status
sosial
Teori relasi kuasapengetahuan dalam penelitian ini digunakan untuk
memecahkan masalah ke dua yaitu bagaimana proses terjadinya posrealitas
dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Teori ini relevan karena dalam
proses pengembangan bela diri Aikido di Bali melalui relasi kuasapengetahuan
oleh Jepang diimplementasikan dalam segala bentuk latihan fisik pengembangan
dojo dan penyebaran nilai-nilai yang ada dalam bela diri Aikido
233 Teori Identitas Sosial
Tajfel menyatakan asumsi dasar teori identitas sosial dalam situs
(httpidhamputrateori-identitas-sosialwordpresscom diakses 02 Agustus 2014)
dengan kalimat sebagai berikut
(1) Kita menciptakan identitas sosial kita untuk menyederhanakan
hubungan eksternal kita (2) Lebih jauh lagi ada kebutuhan manusia untuk
memiliki rasa harga diri (self esteem and self worth) yang kita transfer ke
dalam kelompok kita sendiri (3) Kita juga menata lingkungan kita dengan
perbandingan sosial antar kelompok Konsep dalam kelompok (in groups)
dan luar kelompok (out groups) itu penting dalam analisis ini
Lebih jauh Tajfel mengemukakan bahwa dalam teori identitas sosial
seorang individu tidaklah dianggap sebagai individu secara mutlak satu dalam
kehidupannya Individu merupakan bagian dari kelompok tertentu baik disadari
maupun tidak disadari Konsep identitas sosial adalah bagaimana seseorang itu
49
secara sosial dapat didefinisikan Identitas sosial yang melekat pada seseorang
merupakan identitas positif yang ingin dipertahankan Oleh karena itu individu
yang memiliki identitas sosial positif maka wacana maupun tindakannya akan
sejalan dengan norma kelompoknya Lagi pula individu tersebut diidentifikasikan
dalam suatu kelompok Wacana dan tindakannya sepatutnya sesuai dengan
wacana dan tindakan kelompoknya
Teori identitas sosial sebenarnya berangkat dari asumsi umum sebagai
berikut
1 Setiap individu selalu berusaha untuk merawat atau meninggikan self-
esteemnya mereka berusaha untuk membentuk konsep diri yang positif
2 Kelompok atau kategori sosial dan anggota dari mereka berasosiasi
terhadap konotasi nilai positif atau negatif Identitas sosial positif atau
negatif tergantung evaluasi (yang mengacu pada konsensus sosial bahkan
pada lintas kelompok) kelompok tersebut yang memberikan kontribusi
pada identitas sosial individu
3 Evaluasi dari salah satu kelompok adalah berusaha mendeterminasikan dan
juga sebagai bahan acuan pada kelompok lain secara spesifik melalui
perbandingan sosial dalam bentuk nilai atribut atau karakteristik
Dari asumsi di atas beberapa relasi prinsip teori dapat menghasilkan hal-
hal di bawah ini
1 Individu berusaha untuk mencapai atau merawat identitas sosial yang
positif
50
2 Identitas sosial yang positif ada berdasarkan pada besarnya tingkat
perbandingan favorit in-group dengan out-group in-group pasti
mempersepsikan dirinya secara positif berbeda dari out-group
3 Ketika identitas sosial tidak memuaskan individu akan berusaha keluar
dari kelompok lalu bergabung ke dalam kelompok yang lebih positif atau
membuat kelompok mereka lebih positif
Identitas sosial sebagai teori tidak lepas dari keinginan individu untuk
memperbandingkan dirinya serta kelompoknya dengan yang lain Perbandingan
sosial digambarkan oleh Festinger (1954) sebagai teori yang bisa membimbing
seseorang untuk membandingkan dirinya dengan yang lain siapa yang serupa
dengan dirinya dan siapa yang berbeda siapa yang berada di atas dan siapa yang
berada di bawah
Setidaknya ada tiga variabel yang memengaruhi hubungan pembedaan
antar kelompok dalam situasi sosial yang nyata (Tajfel 1974 Turner 1975
dalam Hogg amp Abrams 2000) Pertama individu pasti memiliki internalisasi
kelompok mereka sebagai konsep diri mereka secara subjektif mereka pasti
mengidentifikasikan kelompok yang relevan Hal ini tidak cukup dari orang lain
saja yang mengidentifikasikan seseorang dari kelompok mana dia berasal Kedua
situasi sosial akan menciptakan perbandingan sosial yang memungkinkan
terjadinya seleksi dan evaluasi atribut relasi yang relevan Perbedaan kelompok
pada tiap-tiap daerah tidak sama secara signifikan Misalnya di Amerika
perbedaan kelompok cenderung menonjol pada perbedaan warna kulit tetapi
perbedaan warna kulit bukan sesuatu yang menonjol di Hongkong Ketiga in-
51
group tidak membandingkan dirinya pada tiap proses kognitif yang ada pada out-
group out-group pastinya dipersepsikan sebagai kelompok perbandingan yang
relevan dalam kesamaan kedekatan dan secara situasional yang menonjol
Kemudian determinasi out-group dihasilkan sebagai perbandingan terhadap
situasi yang menggambarkan sesuatu determinasi in-group (didapatkan dari
sumber httpdharmaputrawordpresscom2008teori-identitas-sosial diakses 03
Agustus 2014)
Barker (2009175-176) menyatakan bahwa meskipun identitas diri bisa
dianggap sebagai proyek seseorang sudah menjadi kebenaran sosiologis juga
bahwa manusia lahir ke dunia yang sudah ada sebelumnya Manusia belajar
menggunakan bahasa yang telah digunakan sebelum lahir dan hidup dalam
konteks hubungan sosial dengan orang lain Manusia disusun menjadi individu
melalui proses sosial yang menggunakan bahan-bahan yang bersifat sosial Secara
umum ini disebut spisialisasi atau akulturasi Tanpa akulturasi manusia tidak
akan menjadi orang sebagaimana gagasan yang dipahami dalam hidup sehari-hari
Tanpa bahasa konsep keorangan dan identitas tidak akan bisa dipahami
Menjadi orang tidak mengandung unsur transenden atau ahistoris apapun
Identitas sepenuhnya sosial dan kultural dengan alasan-alasan berikut
1 Gagasan apakah artinya menjadi orang merupakan pertanyaan kultural
Sebagai contoh individualisme merupakan penunjuk yang khas
masyarakat modern
2 Sumber-sumber yang membentuk bahan-bahan untuk proyek identitas
yaitu bahasa dan praktik kultural berwatak sosial Akibatnya arti menjadi
52
seorang perempuan anak orang Asia atau orang tua terbentuk secara
berbeda-beda tergantung kepada konteks kulturalnya
Sumber-sumber yang bisa dipakai bagi proyek identitas tergantung kepada
kekuasaan situasional yang menjadi asal kompetensi kultural dalam konteks
kultural tertentu Apakah hitam atau putih laki-laki atau perempuan Afrika atau
Amerika kaya atau miskin adalah sesuatu yang penting karena sumber-sumber
kultural yang akan dimasuki berbeda Identitas menjadi penting tidak hanya untuk
penggambaran diri tetapi juga ciri-ciri sosial
Identitas sosial terkait dengan hak kewajiban dan sanksi normatif yang
dalam masyarakat tertentu menjadi dasar penentuan peran Penggunaan ciri-ciri
baku terutama berkaitan dengan ciri umur dan gender tubuh bersifat mendasar
dalam semua masyarakat dan masih sangat banyak lagi ragam lintas-budaya yang
bisa dicatat Giddens (Barker 2009176) Persoalan identitas adalah kesamaan dan
perbedaan soal personal dan sosial soal rdquoapa yang dimiliki individu secara
bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakan satu individu
dengan orang-orang lain Weeks (Barker 2009176)
Berdasarkan uraian di atas pengembangan bela diri Aikido di Bali adalah
identitas para peserta pelatihan yang merupakan satu identitas meliputi identitas
individunya keluarganya sukunya dan kelompoknya Bagi Fromm identitas diri
dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dari identitas sosial individu dalam
konteks komunitasnya Selain menjadi makhluk individual identitas diri tidak
terlepas dari norma yang mengikat masyarakat dalam lingkungan dan peran sosial
53
yang diembannya dalam masyarakat (httpidhamputrawordpressteori-identitas-
sosialcom diakses 03 Agustus 2014)
Teori identitas sosial Hendri Tajfel digunakan secara eklektik (bersamaan)
dengan teori lainnya untuk memecahkan ketiga masalah dalam penelitian ini
Keberterimaan bela diri Aikido di Bali proses terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali yang pada akhirnya membentuk identitas
baru berupa posrealitas kebudayaan yang membentuk identitas para aikidoka Bali
baik secara individu maupun identitas sosialnya
54
24 Model Penelitian
Model penelitian ini dapat digambarkan ke dalam Bagan 21
Bagan 21
Model Penelitian
Keterangan
= memengaruhi
= saling memengaruhi
Kebudayaan Bali
Bela Diri Tradisional Bali
-Pencak Silat
-Tengklung
-Mepantigan
Kebudayaan Jepang
Bela Diri Tradisional Jepang
-Karate
-Judo
-Aikido
Proses terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Latar belakang
terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Posrealitas dalam Pengembangan
Bela Diri Aikido di Bali
Temuan
Penelitian
Implikasi
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
55
Bagan 21 dapat dijelaskan bahwa tampak kebudayaan Bali dengan
unsurnya berupa bela diri tradisional Bali seperti Pencak Silat Tengklung
Mepantigan dan beberapa bela diri lainnya Dengan adanya globalisasi
bersentuhan dengan kebudayaan Jepang dengan unsurnya berupa bela diri
tradisional Jepang seperti Karate Judo dan Aikido Khusus pada penelitian ini
adalah bela diri Jepang Aikido Persentuhan antara keduanya akibat arus
globalisasi melahirkan bela diri Aikido yang berterima dan berkembang di
sejumlah dojo di Bali yang menunjukkan adanya posrealitas Posrealitas dalam
penelitian ini merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu berupa
peniruan bagi aikidoka Bali yaitu bela diri Aikido melalui pelatihan di beberapa
dojo yang ada di Bali Kondisi posrealitas adalah kondisi yang di dalamnya
prinsip-prinsip realitas telah dilampaui dalam pengertian diambil alih oleh
substitusi-substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir Hal ini telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang apa yang disebut yang nyata (the real) Yang nyata
senyata-nyatanya berada di Jepang bela diri Aikido telah membentangkan
persoalan filosofis mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa
yang disebut nyata
Posrealitas dapat dijelaskan sebagai kondisi matinya realitas dalam
pengertian diambilalihnya posisi realitas oleh apa yang sebelumnya disebut
sebagai nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru yang
memesona yang belum pernah dialami sebelumnya
56
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru yang tidak bisa dikatakan
realitas Bali yang asli karena telah dimasuki oleh nilai baru yang berasal dari
sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang Tidak bisa juga
dikatakan realitas yang benar-benar baru karena para anggota pelatihan tetaplah
kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya
Posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali dikaji dari tiga
dimensinya yaitu (1) latar belakang terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali (2) proses terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali dan (3) implikasi pengembangan bela diri Aikido tersebut
dalam kehidupan para aikidoka Bali
Penelitian kajian budaya ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teknik
wawancara observasi dokumentasi dan studi pustaka Data dianalisis secara
eklektik dengan menggunakan teori globalisasi kuasapengetahuan identitas
sosial dan teori pendukung lainnya yang terkait dengan permasalahan yang ada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberterimaan bela diri Aikido di Bali
dilatarbelakangi oleh beberapa ideologi yaitu dualisme kultural paternalisme
pasar citra dan multikulturalisme Proses pengembangan bela diri di beberapa
dojo yang ada di Bali meliputi tahap pengenalan pendirian organisasi
pengembangan tempat pelatihan dan tahap pengembangan mutu Semuanya
berorientasi kepada tempat pelatihan induk bela diri Aikido (Honbu Dojo) yang
berada di Tokyo-Jepang Pengembangan bela diri Aikido di Bali menimbulkan
57
implikasi pada para aikidoka Bali termasuk terbentuknya identitas baru dalam
masyarakat Bali
Melalui penelitian ini ditemukan paradigma baru bahwa di balik kekuatan
budaya Bali yang sedang berlangsung dalam segala lini kehidupan terdapat sikap
orang Bali yang terbuka terhadap kebudayaan asing khususnya bela diri asal
Jepang yaitu bela diri Aikido Terkait dengan bela diri Aikido yang sedang
ditekuni oleh beberapa komunitas di Bali ternyata ada berbagai hal yang
mendukung keberterimaannya Adanya kegayutan nilai-nilai budaya antara
kebudayaan Bali dan kebudayaan Jepang terkait keberadaan bela diri Aikido yang
berterima di beberapa komunitas pelatihan di Bali sehingga hal ini disebut sebagai
multikulturalisme
41
Rayuan objek mendahului hasrat Objek yang memproduksi hasrat bukan hasrat
yang memproduksi objek Kekuasaan subjek telah dijungkirbalikkan dan yang
tersisa adalah subjek yang rapuh rentan dan tidak berdaya yang hanya dapat
secara pasif berhasrat sementara objek yang aktif merayunya Dalam kerapuhan
kerentanan dan ketidakberdayaannya subjek harus menyesuaikan diri dengan
objek-objek bukan objek yang menyesuaikan subjek Kemudian tercipta
paradoks karena kedaulatan subjek tidak dapat lagi dipertahankan dan satu-
satunya kedaulatan yang ada adalah kedaulatan objek Satu-satunya strategi yang
tersedia adalah strategi objek Subjek lenyap di dalam horizon objek-objek inilah
strategi fatal
Tiga perspektif utama budaya konsumen diungkapkan oleh Featherstone
(2005) Pertama pandangan bahwa budaya konsumen dipremiskan dengan
ekspansi produksi komoditas kapitalis yang memunculkan akumulasi besar-
besaran budaya dalam bentuk barang-barang konsumen dan tempat-tempat
belanja dan konsumsi Hal ini mengakibatkan tumbuhnya kepentingan aktivitas
bersenang-senang dan konsumsi dalam masyarakat Barat kontemporer Kedua
pandangan yang lebih sosiologis bahwa kepuasan berasal dari benda-benda
berhubungan dengan akses benda-benda yang terstruktur secara sosial dalam suatu
peristiwa yang telah ditentukan kepuasan dan status tergantung pada penunjukan
dan pemeliharaan perbedaan dalam kondisi inflasi Ketiga masalah kesenangan
emosional untuk konsumsi mimpi-mimpi dan keinginan yang ditampakkan dalam
bentuk tamsil budaya konsumen dan tempat-tempat konsumsi tertentu yang secara
beragam memunculkan kenikmatan jasmaniah langsung serta kesenangan estetis
42
Tumbuh suburnya budaya konsumen tidak sekadar memandang konsumsi
sebagai sesuatu yang berasal dari produksi tanpa mengakibatkan adanya
problematika (Featherstone 2005) namun lebih jauh dari itu budaya konsumen
juga memengaruhi perilaku seseorang untuk memutuskan pembelian produk suatu
barang yang dikendalikan oleh kekuatan media massa seperti iklan Periklanan
secara khusus mampu mengeksploitasi kondisi ini dan memberikan image
pencitraan eksotika nafsu kecantikan pemenuhan kebutuhan komunalitas serta
kehidupan yang baik untuk menyebarkan benda-benda konsumen seperti sabun
mesin cuci mobil serta minuman beralkohol Budaya konsumen akan mendorong
orang untuk berperilaku sesuai tingkatan kelas sosialnya dalam kehidupan
bermasyarakat
Konsumerisme bukan semata-mata bertalian dengan panutan pada nilai
simbolik melainkan berkaitan pula dengan persoalan identitas Hal ini sejalan
dengan gagasan Clammer (Atmadja 201092) bahwa konsumsi bukanlah semata-
mata urusan belanja atau pengambilalihan benda-benda untuk menjadi milik
sendiri atas dasar nilai guna melainkan juga pembelian identitas Oleh karena itu
konsumsi menjadi sarana bagi seseorang untuk memahami dan berkomunikasi
secara simbolik antara orang yang satu dan yang lain menciptakan dan
mereproduksi identitas mereka serta menjadi sarana dalam memahami diri
mereka dalam berhubungan dengan individu dan kelompok lain Orang tidak lagi
hanya mengonsumsi material dari suatu produk tetapi juga efek simbolik yang
dihasilkan produk tersebut sehingga tepat gagasan Simmel (Atmadja 201092)
43
bahwa ldquoproduct consumpted are not seen from their function but from symbols
related to identity and statusrdquo
Dengan mengikuti Fromm (Atmadja 201093) kondisi ini mengakibatkan
pola hidup masyarakat Bali berubah secara mendasar Zaman dahulu mereka
berpegang pada gagasan bahwa tua adalah indah namun sekarang orang
menganut gagasan bahwa baru adalah indah Ketertarikan manusia dengan
sesuatu yang baru berkaitan pula dengan kemampuan desainer mengembangkan
desain yang baru dengan daya pesona yang lebih kuat daripada sebelumnya
Sering terjadi pada mulanya suatu barang dengan desain tertentu harganya mahal
sehingga konsumennya hanya orang-orang kaya
Gaya hidup telah menjadi ciri dalam dunia modern (Chaney 2004)
sehingga masyarakat modern akan menggunakan gaya hidup untuk
menggambarkan tindakannya sendiri dan orang lain Dalam kaitannya dengan
budaya konsumen gaya hidup dikonotasikan dengan individualitas ekspresi diri
serta kesadaran diri yang stylistic Tubuh busana gaya pembicaraan aktivitas
rekreasi adalah beberapa indikator dari individualisme selera konsumen Gaya
hidup juga salah satu bentuk budaya konsumen Gaya hidup seseorang dilihat dari
apa yang dikonsumsinya baik barang ataupun jasa Konsumsi tidak hanya
mencakup kegiatan membeli sejumlah barang atau materi seperti televisi dan
telepon genggam Akan tetapi juga mengonsumsi jasa seperti rekreasi Beberapa
contoh gaya hidup yang tampak menonjol pada saat ini adalah nge-mall hang out
fitness
44
Masyarakat konsumen dengan budaya konsumsi yang dipegangnya
melihat tujuan dan totalitas hidupnya dalam kerangka atau logika konsumsi
Eksistensinya dijalankan dan dipertahankan hanya dengan terus menerusnya
mengonsumsi berbagai tanda dan status sosial di balik komoditi Bukan hanya
dirinya saja yang mengaktualisasikan diri melalui tindakan konsumsi orang lain
juga akan dinilai menurut standar yang dipakainya Artinya eksistensi orang lain
pun akan dinilai dan diakui sesuai dengan standar status sosial yang dipegangnya
(diambil dari sumber httpblogspotcom201301pengaruh-globalisasi-terhadap-
gaya-hiduphtml diakses 03 November 2014)
Kaitan dengan pemilihan bela diri Aikido sebagai budaya yang dikonsumsi
oleh aikidoka Bali unsur-unsur spiritualisme modern pada dualisme dikotomik
Griffin (Atmadja 201085) mengatakan bahwa manusia membuat pemilihan yang
berlawanan misalnya modern berlawanan dengan tradisional sains modern
berlawanan dengan sains tradisional dan lain-lain Keberlawanan ini tidak hanya
berdikotomi tetapi yang modern selalu dianggap lebih unggul sehingga yang
tradisional harus digusur Begitu pula manusia tidak dianggap sebagai bagian dari
alam melainkan sebagai lawan dari alam Oleh karena itu mendominasi
menundukkan menguasai dan mengendalikan alam dengan menggunakan ilmu
dan teknologi modern merupakan keharusan bagi manusia
Berdasarkan paparan teori globalisasi di atas maka diduga bahwa
grobalisasi merupakan proses yang melatari terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido Bali Para aikidoka Bali sebagai individu
merupakan objek dari budaya konsumen akibat derasnya arus globalisasi Budaya
45
konsumen juga dapat diartikan sebagai budaya-budaya yang dilakukan oleh
seorang konsumen dalam hal ini para aikidoka Bali yang mengonsumsi bela diri
Aikido Adapun budaya konsumen menggunakan image tanda-tanda dan benda-
benda simbolik yang mengumpulkan mimpi-mimpi keinginan dan fantasi yang
menegaskan keautentikan romantik dan pemenuhan emosional dalam hal
menyenangkan diri sendiri bukan orang lain secara narsistik Jadi kegiatan
konsumsi juga bertujuan untuk mengidentifikasikan diri dalam kelas
sosial tertentu sekaligus membedakannya dengan kelas sosial yang lain
Grobalisasi bisa jadi tampak sebagai proses penyeragaman teknik serta
sikap dan perilaku para aikidoka Bali dengan berorientasi kepada spirit samurai
yang merupakan spirit yang diusung oleh organisasi bela diri Aikido Jepang di
Tokyo Diduga demikian karena sebagaimana telah dikemukakan dalam latar
belakang bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan bela diri Aikido di
Bali diatur oleh organisasi induknya yang berada di Jepang sebagai superordinat
pemilik budaya yang dikonsumsi oleh para aikidoka Bali
Teori globalisasi digunakan untuk memecahkan masalah pertama dan
kedua yaitu mengapa bela diri Aikido yang berasal dari Jepang bisa
dikembangkan di Bali hingga menimbulkan fenomena posrealitas dan proses
terjadinya posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali
232 Teori Relasi KuasaPengetahuan
Konsep kekuasaanpengetahuan memberi perhatian khusus kepada
dimensi relasi antara kekuasaan dan pengetahuan sehingga produksi pengetahuan
dipahami tidak lepas dari rezim kekuasaan Foucault (Barker 2014232-233)
46
Takwin (2003128) mengatakan bahwa menurut pandangan Foucault hubungan
kuasa muncul bukan hanya pada tataran negara namun juga dalam kehidupan
sehari-hari Setiap hubungan selalu merupakan usaha saling menguasai dan saling
menekan Hubungan kuasa menghasilkan cerita yang disebut discourse atau
wacana yang isinya adalah sesuatu yang tidak menggambarkan realitas
sebagaimana adanya dalam rangka menetralisasi ketertekanan para pewacana
yang bersangkutan
Berdasarkan pernyataan di atas maka diduga bahwa posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali ada hubungan kuasa antara para pihak
yang terlibat dalam kegiatan pengembangannya Hubungan kuasa antara para
pihak tersebut menghasilkan wacana yang dibangun sedemikian rupa dalam
rangka upaya masing-masing pihak menetralkan ketertekanannya
Berkenaan dengan wacana Althusser (Faruk 2002142) berpendapat
bahwa wacana adalah ideologi dalam praktik tidak ada ideologi tanpa wacana dan
tidak ada wacana tanpa ideologi Ini berarti bahwa dengan mencermati wacana
dapat diketahui ideologi yang terkait dengan wacana tersebut Althusser (Takwin
2003101) juga berpendapat bahwa setiap penindasan menimbulkan usaha pada
pihak tertindas untuk melepaskan diri Salah satu alat yang perlu ada dalam upaya
pembebasan ini adalah ideologi suatu kepercayaan yang dibangun untuk
menggerakkan kelompok yang tertindas Ketika yang tertindas bebas dan
berkuasa maka ideologi mereka bisa saja digunakan untuk menindas pihak yang
lebih lemah Berkenaan dengan hubungan kuasa Foucault sebagaimana dikatakan
Takwin (2003130) melihat pengetahuan ditentukan oleh kekuasaan sehingga
47
kebenaran merujuk kepada rdquorezim kebenaranrdquo yang sedang bertahta Upaya untuk
saling menguasai dan melepaskan diri dari penindasan bisa juga dilakukan dengan
strategi politik identitas dalam arti memakai identitas kelompok atau individu
untuk memperoleh perlakuan yang lebih adil dari kelompok atau individu lain
(Sparringa 2006) Dalam pelaksanaan strategi politik identitas tentu saja
menggunakan wacana sebagai praktik ideologi sehingga identitas dalam wacana
juga bersifat dinamis sesuai dengan ideologi dan kepentingan berbagai aktornya
pada waktu dan tempat praktik politik identitas itu dilakukan
Althusser sebagaimana dijelaskan oleh Faruk (2002137-139) juga
berpendapat bahwa untuk mengamankan hubungan antarkelas dan dengan
demikian kekuasaan dapat dipegang dalam waktu lama maka pihak kelas yang
berkuasa mengembangkan dua macam ideologi Pertama ideologi yang tampil
dengan aparat-aparat negara yang represif (repressive state apparatus RSA)
yang bekerja secara represif melalui penggunaan kekerasan (militer polisi
penjara pengadilan dan lain-lain) sebagai upaya untuk mengamankan bentuk-
bentuk sosial yang ada Kedua ideologi yang tampil dengan aparat-aparat negara
ideologis (ideological state apparatus ISA) yang bekerja tidak dengan
menggunakan kekerasan melainkan dengan memainkan ideologi danatau wacana
secara persuasif atau hegemonik Dalam konteks inilah Althuser berpandangan
bahwa tidak ada kelas yang dapat memegang kekuasaan dalam waktu lama tanpa
melakukan hegemoni atas dan dalam ISA Dikatakan demikian karena yang
mempersatukan atau yang dapat menjamin harmoni antara yang satu dengan yang
lain dalam ISA adalah ideologi yang berkuasa sebagai perekat bagi bersatunya
48
anggota-anggota masyarakat Mengacu kepada gagasan Bourdieu (Harker tt
117 Fashri 200798-99) dikatakan bahwa kesuksesan para anggota kelompok
dominan untuk melancarkan hegemoninya ditentukan juga oleh modal budaya
ekonomi sosial dan modal simbolik yang mereka miliki yaitu sesuatu yang
dihargai oleh masyarakat misalnya pemilikan benda-benda budaya dan status
sosial
Teori relasi kuasapengetahuan dalam penelitian ini digunakan untuk
memecahkan masalah ke dua yaitu bagaimana proses terjadinya posrealitas
dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Teori ini relevan karena dalam
proses pengembangan bela diri Aikido di Bali melalui relasi kuasapengetahuan
oleh Jepang diimplementasikan dalam segala bentuk latihan fisik pengembangan
dojo dan penyebaran nilai-nilai yang ada dalam bela diri Aikido
233 Teori Identitas Sosial
Tajfel menyatakan asumsi dasar teori identitas sosial dalam situs
(httpidhamputrateori-identitas-sosialwordpresscom diakses 02 Agustus 2014)
dengan kalimat sebagai berikut
(1) Kita menciptakan identitas sosial kita untuk menyederhanakan
hubungan eksternal kita (2) Lebih jauh lagi ada kebutuhan manusia untuk
memiliki rasa harga diri (self esteem and self worth) yang kita transfer ke
dalam kelompok kita sendiri (3) Kita juga menata lingkungan kita dengan
perbandingan sosial antar kelompok Konsep dalam kelompok (in groups)
dan luar kelompok (out groups) itu penting dalam analisis ini
Lebih jauh Tajfel mengemukakan bahwa dalam teori identitas sosial
seorang individu tidaklah dianggap sebagai individu secara mutlak satu dalam
kehidupannya Individu merupakan bagian dari kelompok tertentu baik disadari
maupun tidak disadari Konsep identitas sosial adalah bagaimana seseorang itu
49
secara sosial dapat didefinisikan Identitas sosial yang melekat pada seseorang
merupakan identitas positif yang ingin dipertahankan Oleh karena itu individu
yang memiliki identitas sosial positif maka wacana maupun tindakannya akan
sejalan dengan norma kelompoknya Lagi pula individu tersebut diidentifikasikan
dalam suatu kelompok Wacana dan tindakannya sepatutnya sesuai dengan
wacana dan tindakan kelompoknya
Teori identitas sosial sebenarnya berangkat dari asumsi umum sebagai
berikut
1 Setiap individu selalu berusaha untuk merawat atau meninggikan self-
esteemnya mereka berusaha untuk membentuk konsep diri yang positif
2 Kelompok atau kategori sosial dan anggota dari mereka berasosiasi
terhadap konotasi nilai positif atau negatif Identitas sosial positif atau
negatif tergantung evaluasi (yang mengacu pada konsensus sosial bahkan
pada lintas kelompok) kelompok tersebut yang memberikan kontribusi
pada identitas sosial individu
3 Evaluasi dari salah satu kelompok adalah berusaha mendeterminasikan dan
juga sebagai bahan acuan pada kelompok lain secara spesifik melalui
perbandingan sosial dalam bentuk nilai atribut atau karakteristik
Dari asumsi di atas beberapa relasi prinsip teori dapat menghasilkan hal-
hal di bawah ini
1 Individu berusaha untuk mencapai atau merawat identitas sosial yang
positif
50
2 Identitas sosial yang positif ada berdasarkan pada besarnya tingkat
perbandingan favorit in-group dengan out-group in-group pasti
mempersepsikan dirinya secara positif berbeda dari out-group
3 Ketika identitas sosial tidak memuaskan individu akan berusaha keluar
dari kelompok lalu bergabung ke dalam kelompok yang lebih positif atau
membuat kelompok mereka lebih positif
Identitas sosial sebagai teori tidak lepas dari keinginan individu untuk
memperbandingkan dirinya serta kelompoknya dengan yang lain Perbandingan
sosial digambarkan oleh Festinger (1954) sebagai teori yang bisa membimbing
seseorang untuk membandingkan dirinya dengan yang lain siapa yang serupa
dengan dirinya dan siapa yang berbeda siapa yang berada di atas dan siapa yang
berada di bawah
Setidaknya ada tiga variabel yang memengaruhi hubungan pembedaan
antar kelompok dalam situasi sosial yang nyata (Tajfel 1974 Turner 1975
dalam Hogg amp Abrams 2000) Pertama individu pasti memiliki internalisasi
kelompok mereka sebagai konsep diri mereka secara subjektif mereka pasti
mengidentifikasikan kelompok yang relevan Hal ini tidak cukup dari orang lain
saja yang mengidentifikasikan seseorang dari kelompok mana dia berasal Kedua
situasi sosial akan menciptakan perbandingan sosial yang memungkinkan
terjadinya seleksi dan evaluasi atribut relasi yang relevan Perbedaan kelompok
pada tiap-tiap daerah tidak sama secara signifikan Misalnya di Amerika
perbedaan kelompok cenderung menonjol pada perbedaan warna kulit tetapi
perbedaan warna kulit bukan sesuatu yang menonjol di Hongkong Ketiga in-
51
group tidak membandingkan dirinya pada tiap proses kognitif yang ada pada out-
group out-group pastinya dipersepsikan sebagai kelompok perbandingan yang
relevan dalam kesamaan kedekatan dan secara situasional yang menonjol
Kemudian determinasi out-group dihasilkan sebagai perbandingan terhadap
situasi yang menggambarkan sesuatu determinasi in-group (didapatkan dari
sumber httpdharmaputrawordpresscom2008teori-identitas-sosial diakses 03
Agustus 2014)
Barker (2009175-176) menyatakan bahwa meskipun identitas diri bisa
dianggap sebagai proyek seseorang sudah menjadi kebenaran sosiologis juga
bahwa manusia lahir ke dunia yang sudah ada sebelumnya Manusia belajar
menggunakan bahasa yang telah digunakan sebelum lahir dan hidup dalam
konteks hubungan sosial dengan orang lain Manusia disusun menjadi individu
melalui proses sosial yang menggunakan bahan-bahan yang bersifat sosial Secara
umum ini disebut spisialisasi atau akulturasi Tanpa akulturasi manusia tidak
akan menjadi orang sebagaimana gagasan yang dipahami dalam hidup sehari-hari
Tanpa bahasa konsep keorangan dan identitas tidak akan bisa dipahami
Menjadi orang tidak mengandung unsur transenden atau ahistoris apapun
Identitas sepenuhnya sosial dan kultural dengan alasan-alasan berikut
1 Gagasan apakah artinya menjadi orang merupakan pertanyaan kultural
Sebagai contoh individualisme merupakan penunjuk yang khas
masyarakat modern
2 Sumber-sumber yang membentuk bahan-bahan untuk proyek identitas
yaitu bahasa dan praktik kultural berwatak sosial Akibatnya arti menjadi
52
seorang perempuan anak orang Asia atau orang tua terbentuk secara
berbeda-beda tergantung kepada konteks kulturalnya
Sumber-sumber yang bisa dipakai bagi proyek identitas tergantung kepada
kekuasaan situasional yang menjadi asal kompetensi kultural dalam konteks
kultural tertentu Apakah hitam atau putih laki-laki atau perempuan Afrika atau
Amerika kaya atau miskin adalah sesuatu yang penting karena sumber-sumber
kultural yang akan dimasuki berbeda Identitas menjadi penting tidak hanya untuk
penggambaran diri tetapi juga ciri-ciri sosial
Identitas sosial terkait dengan hak kewajiban dan sanksi normatif yang
dalam masyarakat tertentu menjadi dasar penentuan peran Penggunaan ciri-ciri
baku terutama berkaitan dengan ciri umur dan gender tubuh bersifat mendasar
dalam semua masyarakat dan masih sangat banyak lagi ragam lintas-budaya yang
bisa dicatat Giddens (Barker 2009176) Persoalan identitas adalah kesamaan dan
perbedaan soal personal dan sosial soal rdquoapa yang dimiliki individu secara
bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakan satu individu
dengan orang-orang lain Weeks (Barker 2009176)
Berdasarkan uraian di atas pengembangan bela diri Aikido di Bali adalah
identitas para peserta pelatihan yang merupakan satu identitas meliputi identitas
individunya keluarganya sukunya dan kelompoknya Bagi Fromm identitas diri
dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dari identitas sosial individu dalam
konteks komunitasnya Selain menjadi makhluk individual identitas diri tidak
terlepas dari norma yang mengikat masyarakat dalam lingkungan dan peran sosial
53
yang diembannya dalam masyarakat (httpidhamputrawordpressteori-identitas-
sosialcom diakses 03 Agustus 2014)
Teori identitas sosial Hendri Tajfel digunakan secara eklektik (bersamaan)
dengan teori lainnya untuk memecahkan ketiga masalah dalam penelitian ini
Keberterimaan bela diri Aikido di Bali proses terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali yang pada akhirnya membentuk identitas
baru berupa posrealitas kebudayaan yang membentuk identitas para aikidoka Bali
baik secara individu maupun identitas sosialnya
54
24 Model Penelitian
Model penelitian ini dapat digambarkan ke dalam Bagan 21
Bagan 21
Model Penelitian
Keterangan
= memengaruhi
= saling memengaruhi
Kebudayaan Bali
Bela Diri Tradisional Bali
-Pencak Silat
-Tengklung
-Mepantigan
Kebudayaan Jepang
Bela Diri Tradisional Jepang
-Karate
-Judo
-Aikido
Proses terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Latar belakang
terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Posrealitas dalam Pengembangan
Bela Diri Aikido di Bali
Temuan
Penelitian
Implikasi
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
55
Bagan 21 dapat dijelaskan bahwa tampak kebudayaan Bali dengan
unsurnya berupa bela diri tradisional Bali seperti Pencak Silat Tengklung
Mepantigan dan beberapa bela diri lainnya Dengan adanya globalisasi
bersentuhan dengan kebudayaan Jepang dengan unsurnya berupa bela diri
tradisional Jepang seperti Karate Judo dan Aikido Khusus pada penelitian ini
adalah bela diri Jepang Aikido Persentuhan antara keduanya akibat arus
globalisasi melahirkan bela diri Aikido yang berterima dan berkembang di
sejumlah dojo di Bali yang menunjukkan adanya posrealitas Posrealitas dalam
penelitian ini merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu berupa
peniruan bagi aikidoka Bali yaitu bela diri Aikido melalui pelatihan di beberapa
dojo yang ada di Bali Kondisi posrealitas adalah kondisi yang di dalamnya
prinsip-prinsip realitas telah dilampaui dalam pengertian diambil alih oleh
substitusi-substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir Hal ini telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang apa yang disebut yang nyata (the real) Yang nyata
senyata-nyatanya berada di Jepang bela diri Aikido telah membentangkan
persoalan filosofis mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa
yang disebut nyata
Posrealitas dapat dijelaskan sebagai kondisi matinya realitas dalam
pengertian diambilalihnya posisi realitas oleh apa yang sebelumnya disebut
sebagai nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru yang
memesona yang belum pernah dialami sebelumnya
56
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru yang tidak bisa dikatakan
realitas Bali yang asli karena telah dimasuki oleh nilai baru yang berasal dari
sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang Tidak bisa juga
dikatakan realitas yang benar-benar baru karena para anggota pelatihan tetaplah
kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya
Posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali dikaji dari tiga
dimensinya yaitu (1) latar belakang terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali (2) proses terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali dan (3) implikasi pengembangan bela diri Aikido tersebut
dalam kehidupan para aikidoka Bali
Penelitian kajian budaya ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teknik
wawancara observasi dokumentasi dan studi pustaka Data dianalisis secara
eklektik dengan menggunakan teori globalisasi kuasapengetahuan identitas
sosial dan teori pendukung lainnya yang terkait dengan permasalahan yang ada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberterimaan bela diri Aikido di Bali
dilatarbelakangi oleh beberapa ideologi yaitu dualisme kultural paternalisme
pasar citra dan multikulturalisme Proses pengembangan bela diri di beberapa
dojo yang ada di Bali meliputi tahap pengenalan pendirian organisasi
pengembangan tempat pelatihan dan tahap pengembangan mutu Semuanya
berorientasi kepada tempat pelatihan induk bela diri Aikido (Honbu Dojo) yang
berada di Tokyo-Jepang Pengembangan bela diri Aikido di Bali menimbulkan
57
implikasi pada para aikidoka Bali termasuk terbentuknya identitas baru dalam
masyarakat Bali
Melalui penelitian ini ditemukan paradigma baru bahwa di balik kekuatan
budaya Bali yang sedang berlangsung dalam segala lini kehidupan terdapat sikap
orang Bali yang terbuka terhadap kebudayaan asing khususnya bela diri asal
Jepang yaitu bela diri Aikido Terkait dengan bela diri Aikido yang sedang
ditekuni oleh beberapa komunitas di Bali ternyata ada berbagai hal yang
mendukung keberterimaannya Adanya kegayutan nilai-nilai budaya antara
kebudayaan Bali dan kebudayaan Jepang terkait keberadaan bela diri Aikido yang
berterima di beberapa komunitas pelatihan di Bali sehingga hal ini disebut sebagai
multikulturalisme
42
Tumbuh suburnya budaya konsumen tidak sekadar memandang konsumsi
sebagai sesuatu yang berasal dari produksi tanpa mengakibatkan adanya
problematika (Featherstone 2005) namun lebih jauh dari itu budaya konsumen
juga memengaruhi perilaku seseorang untuk memutuskan pembelian produk suatu
barang yang dikendalikan oleh kekuatan media massa seperti iklan Periklanan
secara khusus mampu mengeksploitasi kondisi ini dan memberikan image
pencitraan eksotika nafsu kecantikan pemenuhan kebutuhan komunalitas serta
kehidupan yang baik untuk menyebarkan benda-benda konsumen seperti sabun
mesin cuci mobil serta minuman beralkohol Budaya konsumen akan mendorong
orang untuk berperilaku sesuai tingkatan kelas sosialnya dalam kehidupan
bermasyarakat
Konsumerisme bukan semata-mata bertalian dengan panutan pada nilai
simbolik melainkan berkaitan pula dengan persoalan identitas Hal ini sejalan
dengan gagasan Clammer (Atmadja 201092) bahwa konsumsi bukanlah semata-
mata urusan belanja atau pengambilalihan benda-benda untuk menjadi milik
sendiri atas dasar nilai guna melainkan juga pembelian identitas Oleh karena itu
konsumsi menjadi sarana bagi seseorang untuk memahami dan berkomunikasi
secara simbolik antara orang yang satu dan yang lain menciptakan dan
mereproduksi identitas mereka serta menjadi sarana dalam memahami diri
mereka dalam berhubungan dengan individu dan kelompok lain Orang tidak lagi
hanya mengonsumsi material dari suatu produk tetapi juga efek simbolik yang
dihasilkan produk tersebut sehingga tepat gagasan Simmel (Atmadja 201092)
43
bahwa ldquoproduct consumpted are not seen from their function but from symbols
related to identity and statusrdquo
Dengan mengikuti Fromm (Atmadja 201093) kondisi ini mengakibatkan
pola hidup masyarakat Bali berubah secara mendasar Zaman dahulu mereka
berpegang pada gagasan bahwa tua adalah indah namun sekarang orang
menganut gagasan bahwa baru adalah indah Ketertarikan manusia dengan
sesuatu yang baru berkaitan pula dengan kemampuan desainer mengembangkan
desain yang baru dengan daya pesona yang lebih kuat daripada sebelumnya
Sering terjadi pada mulanya suatu barang dengan desain tertentu harganya mahal
sehingga konsumennya hanya orang-orang kaya
Gaya hidup telah menjadi ciri dalam dunia modern (Chaney 2004)
sehingga masyarakat modern akan menggunakan gaya hidup untuk
menggambarkan tindakannya sendiri dan orang lain Dalam kaitannya dengan
budaya konsumen gaya hidup dikonotasikan dengan individualitas ekspresi diri
serta kesadaran diri yang stylistic Tubuh busana gaya pembicaraan aktivitas
rekreasi adalah beberapa indikator dari individualisme selera konsumen Gaya
hidup juga salah satu bentuk budaya konsumen Gaya hidup seseorang dilihat dari
apa yang dikonsumsinya baik barang ataupun jasa Konsumsi tidak hanya
mencakup kegiatan membeli sejumlah barang atau materi seperti televisi dan
telepon genggam Akan tetapi juga mengonsumsi jasa seperti rekreasi Beberapa
contoh gaya hidup yang tampak menonjol pada saat ini adalah nge-mall hang out
fitness
44
Masyarakat konsumen dengan budaya konsumsi yang dipegangnya
melihat tujuan dan totalitas hidupnya dalam kerangka atau logika konsumsi
Eksistensinya dijalankan dan dipertahankan hanya dengan terus menerusnya
mengonsumsi berbagai tanda dan status sosial di balik komoditi Bukan hanya
dirinya saja yang mengaktualisasikan diri melalui tindakan konsumsi orang lain
juga akan dinilai menurut standar yang dipakainya Artinya eksistensi orang lain
pun akan dinilai dan diakui sesuai dengan standar status sosial yang dipegangnya
(diambil dari sumber httpblogspotcom201301pengaruh-globalisasi-terhadap-
gaya-hiduphtml diakses 03 November 2014)
Kaitan dengan pemilihan bela diri Aikido sebagai budaya yang dikonsumsi
oleh aikidoka Bali unsur-unsur spiritualisme modern pada dualisme dikotomik
Griffin (Atmadja 201085) mengatakan bahwa manusia membuat pemilihan yang
berlawanan misalnya modern berlawanan dengan tradisional sains modern
berlawanan dengan sains tradisional dan lain-lain Keberlawanan ini tidak hanya
berdikotomi tetapi yang modern selalu dianggap lebih unggul sehingga yang
tradisional harus digusur Begitu pula manusia tidak dianggap sebagai bagian dari
alam melainkan sebagai lawan dari alam Oleh karena itu mendominasi
menundukkan menguasai dan mengendalikan alam dengan menggunakan ilmu
dan teknologi modern merupakan keharusan bagi manusia
Berdasarkan paparan teori globalisasi di atas maka diduga bahwa
grobalisasi merupakan proses yang melatari terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido Bali Para aikidoka Bali sebagai individu
merupakan objek dari budaya konsumen akibat derasnya arus globalisasi Budaya
45
konsumen juga dapat diartikan sebagai budaya-budaya yang dilakukan oleh
seorang konsumen dalam hal ini para aikidoka Bali yang mengonsumsi bela diri
Aikido Adapun budaya konsumen menggunakan image tanda-tanda dan benda-
benda simbolik yang mengumpulkan mimpi-mimpi keinginan dan fantasi yang
menegaskan keautentikan romantik dan pemenuhan emosional dalam hal
menyenangkan diri sendiri bukan orang lain secara narsistik Jadi kegiatan
konsumsi juga bertujuan untuk mengidentifikasikan diri dalam kelas
sosial tertentu sekaligus membedakannya dengan kelas sosial yang lain
Grobalisasi bisa jadi tampak sebagai proses penyeragaman teknik serta
sikap dan perilaku para aikidoka Bali dengan berorientasi kepada spirit samurai
yang merupakan spirit yang diusung oleh organisasi bela diri Aikido Jepang di
Tokyo Diduga demikian karena sebagaimana telah dikemukakan dalam latar
belakang bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan bela diri Aikido di
Bali diatur oleh organisasi induknya yang berada di Jepang sebagai superordinat
pemilik budaya yang dikonsumsi oleh para aikidoka Bali
Teori globalisasi digunakan untuk memecahkan masalah pertama dan
kedua yaitu mengapa bela diri Aikido yang berasal dari Jepang bisa
dikembangkan di Bali hingga menimbulkan fenomena posrealitas dan proses
terjadinya posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali
232 Teori Relasi KuasaPengetahuan
Konsep kekuasaanpengetahuan memberi perhatian khusus kepada
dimensi relasi antara kekuasaan dan pengetahuan sehingga produksi pengetahuan
dipahami tidak lepas dari rezim kekuasaan Foucault (Barker 2014232-233)
46
Takwin (2003128) mengatakan bahwa menurut pandangan Foucault hubungan
kuasa muncul bukan hanya pada tataran negara namun juga dalam kehidupan
sehari-hari Setiap hubungan selalu merupakan usaha saling menguasai dan saling
menekan Hubungan kuasa menghasilkan cerita yang disebut discourse atau
wacana yang isinya adalah sesuatu yang tidak menggambarkan realitas
sebagaimana adanya dalam rangka menetralisasi ketertekanan para pewacana
yang bersangkutan
Berdasarkan pernyataan di atas maka diduga bahwa posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali ada hubungan kuasa antara para pihak
yang terlibat dalam kegiatan pengembangannya Hubungan kuasa antara para
pihak tersebut menghasilkan wacana yang dibangun sedemikian rupa dalam
rangka upaya masing-masing pihak menetralkan ketertekanannya
Berkenaan dengan wacana Althusser (Faruk 2002142) berpendapat
bahwa wacana adalah ideologi dalam praktik tidak ada ideologi tanpa wacana dan
tidak ada wacana tanpa ideologi Ini berarti bahwa dengan mencermati wacana
dapat diketahui ideologi yang terkait dengan wacana tersebut Althusser (Takwin
2003101) juga berpendapat bahwa setiap penindasan menimbulkan usaha pada
pihak tertindas untuk melepaskan diri Salah satu alat yang perlu ada dalam upaya
pembebasan ini adalah ideologi suatu kepercayaan yang dibangun untuk
menggerakkan kelompok yang tertindas Ketika yang tertindas bebas dan
berkuasa maka ideologi mereka bisa saja digunakan untuk menindas pihak yang
lebih lemah Berkenaan dengan hubungan kuasa Foucault sebagaimana dikatakan
Takwin (2003130) melihat pengetahuan ditentukan oleh kekuasaan sehingga
47
kebenaran merujuk kepada rdquorezim kebenaranrdquo yang sedang bertahta Upaya untuk
saling menguasai dan melepaskan diri dari penindasan bisa juga dilakukan dengan
strategi politik identitas dalam arti memakai identitas kelompok atau individu
untuk memperoleh perlakuan yang lebih adil dari kelompok atau individu lain
(Sparringa 2006) Dalam pelaksanaan strategi politik identitas tentu saja
menggunakan wacana sebagai praktik ideologi sehingga identitas dalam wacana
juga bersifat dinamis sesuai dengan ideologi dan kepentingan berbagai aktornya
pada waktu dan tempat praktik politik identitas itu dilakukan
Althusser sebagaimana dijelaskan oleh Faruk (2002137-139) juga
berpendapat bahwa untuk mengamankan hubungan antarkelas dan dengan
demikian kekuasaan dapat dipegang dalam waktu lama maka pihak kelas yang
berkuasa mengembangkan dua macam ideologi Pertama ideologi yang tampil
dengan aparat-aparat negara yang represif (repressive state apparatus RSA)
yang bekerja secara represif melalui penggunaan kekerasan (militer polisi
penjara pengadilan dan lain-lain) sebagai upaya untuk mengamankan bentuk-
bentuk sosial yang ada Kedua ideologi yang tampil dengan aparat-aparat negara
ideologis (ideological state apparatus ISA) yang bekerja tidak dengan
menggunakan kekerasan melainkan dengan memainkan ideologi danatau wacana
secara persuasif atau hegemonik Dalam konteks inilah Althuser berpandangan
bahwa tidak ada kelas yang dapat memegang kekuasaan dalam waktu lama tanpa
melakukan hegemoni atas dan dalam ISA Dikatakan demikian karena yang
mempersatukan atau yang dapat menjamin harmoni antara yang satu dengan yang
lain dalam ISA adalah ideologi yang berkuasa sebagai perekat bagi bersatunya
48
anggota-anggota masyarakat Mengacu kepada gagasan Bourdieu (Harker tt
117 Fashri 200798-99) dikatakan bahwa kesuksesan para anggota kelompok
dominan untuk melancarkan hegemoninya ditentukan juga oleh modal budaya
ekonomi sosial dan modal simbolik yang mereka miliki yaitu sesuatu yang
dihargai oleh masyarakat misalnya pemilikan benda-benda budaya dan status
sosial
Teori relasi kuasapengetahuan dalam penelitian ini digunakan untuk
memecahkan masalah ke dua yaitu bagaimana proses terjadinya posrealitas
dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Teori ini relevan karena dalam
proses pengembangan bela diri Aikido di Bali melalui relasi kuasapengetahuan
oleh Jepang diimplementasikan dalam segala bentuk latihan fisik pengembangan
dojo dan penyebaran nilai-nilai yang ada dalam bela diri Aikido
233 Teori Identitas Sosial
Tajfel menyatakan asumsi dasar teori identitas sosial dalam situs
(httpidhamputrateori-identitas-sosialwordpresscom diakses 02 Agustus 2014)
dengan kalimat sebagai berikut
(1) Kita menciptakan identitas sosial kita untuk menyederhanakan
hubungan eksternal kita (2) Lebih jauh lagi ada kebutuhan manusia untuk
memiliki rasa harga diri (self esteem and self worth) yang kita transfer ke
dalam kelompok kita sendiri (3) Kita juga menata lingkungan kita dengan
perbandingan sosial antar kelompok Konsep dalam kelompok (in groups)
dan luar kelompok (out groups) itu penting dalam analisis ini
Lebih jauh Tajfel mengemukakan bahwa dalam teori identitas sosial
seorang individu tidaklah dianggap sebagai individu secara mutlak satu dalam
kehidupannya Individu merupakan bagian dari kelompok tertentu baik disadari
maupun tidak disadari Konsep identitas sosial adalah bagaimana seseorang itu
49
secara sosial dapat didefinisikan Identitas sosial yang melekat pada seseorang
merupakan identitas positif yang ingin dipertahankan Oleh karena itu individu
yang memiliki identitas sosial positif maka wacana maupun tindakannya akan
sejalan dengan norma kelompoknya Lagi pula individu tersebut diidentifikasikan
dalam suatu kelompok Wacana dan tindakannya sepatutnya sesuai dengan
wacana dan tindakan kelompoknya
Teori identitas sosial sebenarnya berangkat dari asumsi umum sebagai
berikut
1 Setiap individu selalu berusaha untuk merawat atau meninggikan self-
esteemnya mereka berusaha untuk membentuk konsep diri yang positif
2 Kelompok atau kategori sosial dan anggota dari mereka berasosiasi
terhadap konotasi nilai positif atau negatif Identitas sosial positif atau
negatif tergantung evaluasi (yang mengacu pada konsensus sosial bahkan
pada lintas kelompok) kelompok tersebut yang memberikan kontribusi
pada identitas sosial individu
3 Evaluasi dari salah satu kelompok adalah berusaha mendeterminasikan dan
juga sebagai bahan acuan pada kelompok lain secara spesifik melalui
perbandingan sosial dalam bentuk nilai atribut atau karakteristik
Dari asumsi di atas beberapa relasi prinsip teori dapat menghasilkan hal-
hal di bawah ini
1 Individu berusaha untuk mencapai atau merawat identitas sosial yang
positif
50
2 Identitas sosial yang positif ada berdasarkan pada besarnya tingkat
perbandingan favorit in-group dengan out-group in-group pasti
mempersepsikan dirinya secara positif berbeda dari out-group
3 Ketika identitas sosial tidak memuaskan individu akan berusaha keluar
dari kelompok lalu bergabung ke dalam kelompok yang lebih positif atau
membuat kelompok mereka lebih positif
Identitas sosial sebagai teori tidak lepas dari keinginan individu untuk
memperbandingkan dirinya serta kelompoknya dengan yang lain Perbandingan
sosial digambarkan oleh Festinger (1954) sebagai teori yang bisa membimbing
seseorang untuk membandingkan dirinya dengan yang lain siapa yang serupa
dengan dirinya dan siapa yang berbeda siapa yang berada di atas dan siapa yang
berada di bawah
Setidaknya ada tiga variabel yang memengaruhi hubungan pembedaan
antar kelompok dalam situasi sosial yang nyata (Tajfel 1974 Turner 1975
dalam Hogg amp Abrams 2000) Pertama individu pasti memiliki internalisasi
kelompok mereka sebagai konsep diri mereka secara subjektif mereka pasti
mengidentifikasikan kelompok yang relevan Hal ini tidak cukup dari orang lain
saja yang mengidentifikasikan seseorang dari kelompok mana dia berasal Kedua
situasi sosial akan menciptakan perbandingan sosial yang memungkinkan
terjadinya seleksi dan evaluasi atribut relasi yang relevan Perbedaan kelompok
pada tiap-tiap daerah tidak sama secara signifikan Misalnya di Amerika
perbedaan kelompok cenderung menonjol pada perbedaan warna kulit tetapi
perbedaan warna kulit bukan sesuatu yang menonjol di Hongkong Ketiga in-
51
group tidak membandingkan dirinya pada tiap proses kognitif yang ada pada out-
group out-group pastinya dipersepsikan sebagai kelompok perbandingan yang
relevan dalam kesamaan kedekatan dan secara situasional yang menonjol
Kemudian determinasi out-group dihasilkan sebagai perbandingan terhadap
situasi yang menggambarkan sesuatu determinasi in-group (didapatkan dari
sumber httpdharmaputrawordpresscom2008teori-identitas-sosial diakses 03
Agustus 2014)
Barker (2009175-176) menyatakan bahwa meskipun identitas diri bisa
dianggap sebagai proyek seseorang sudah menjadi kebenaran sosiologis juga
bahwa manusia lahir ke dunia yang sudah ada sebelumnya Manusia belajar
menggunakan bahasa yang telah digunakan sebelum lahir dan hidup dalam
konteks hubungan sosial dengan orang lain Manusia disusun menjadi individu
melalui proses sosial yang menggunakan bahan-bahan yang bersifat sosial Secara
umum ini disebut spisialisasi atau akulturasi Tanpa akulturasi manusia tidak
akan menjadi orang sebagaimana gagasan yang dipahami dalam hidup sehari-hari
Tanpa bahasa konsep keorangan dan identitas tidak akan bisa dipahami
Menjadi orang tidak mengandung unsur transenden atau ahistoris apapun
Identitas sepenuhnya sosial dan kultural dengan alasan-alasan berikut
1 Gagasan apakah artinya menjadi orang merupakan pertanyaan kultural
Sebagai contoh individualisme merupakan penunjuk yang khas
masyarakat modern
2 Sumber-sumber yang membentuk bahan-bahan untuk proyek identitas
yaitu bahasa dan praktik kultural berwatak sosial Akibatnya arti menjadi
52
seorang perempuan anak orang Asia atau orang tua terbentuk secara
berbeda-beda tergantung kepada konteks kulturalnya
Sumber-sumber yang bisa dipakai bagi proyek identitas tergantung kepada
kekuasaan situasional yang menjadi asal kompetensi kultural dalam konteks
kultural tertentu Apakah hitam atau putih laki-laki atau perempuan Afrika atau
Amerika kaya atau miskin adalah sesuatu yang penting karena sumber-sumber
kultural yang akan dimasuki berbeda Identitas menjadi penting tidak hanya untuk
penggambaran diri tetapi juga ciri-ciri sosial
Identitas sosial terkait dengan hak kewajiban dan sanksi normatif yang
dalam masyarakat tertentu menjadi dasar penentuan peran Penggunaan ciri-ciri
baku terutama berkaitan dengan ciri umur dan gender tubuh bersifat mendasar
dalam semua masyarakat dan masih sangat banyak lagi ragam lintas-budaya yang
bisa dicatat Giddens (Barker 2009176) Persoalan identitas adalah kesamaan dan
perbedaan soal personal dan sosial soal rdquoapa yang dimiliki individu secara
bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakan satu individu
dengan orang-orang lain Weeks (Barker 2009176)
Berdasarkan uraian di atas pengembangan bela diri Aikido di Bali adalah
identitas para peserta pelatihan yang merupakan satu identitas meliputi identitas
individunya keluarganya sukunya dan kelompoknya Bagi Fromm identitas diri
dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dari identitas sosial individu dalam
konteks komunitasnya Selain menjadi makhluk individual identitas diri tidak
terlepas dari norma yang mengikat masyarakat dalam lingkungan dan peran sosial
53
yang diembannya dalam masyarakat (httpidhamputrawordpressteori-identitas-
sosialcom diakses 03 Agustus 2014)
Teori identitas sosial Hendri Tajfel digunakan secara eklektik (bersamaan)
dengan teori lainnya untuk memecahkan ketiga masalah dalam penelitian ini
Keberterimaan bela diri Aikido di Bali proses terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali yang pada akhirnya membentuk identitas
baru berupa posrealitas kebudayaan yang membentuk identitas para aikidoka Bali
baik secara individu maupun identitas sosialnya
54
24 Model Penelitian
Model penelitian ini dapat digambarkan ke dalam Bagan 21
Bagan 21
Model Penelitian
Keterangan
= memengaruhi
= saling memengaruhi
Kebudayaan Bali
Bela Diri Tradisional Bali
-Pencak Silat
-Tengklung
-Mepantigan
Kebudayaan Jepang
Bela Diri Tradisional Jepang
-Karate
-Judo
-Aikido
Proses terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Latar belakang
terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Posrealitas dalam Pengembangan
Bela Diri Aikido di Bali
Temuan
Penelitian
Implikasi
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
55
Bagan 21 dapat dijelaskan bahwa tampak kebudayaan Bali dengan
unsurnya berupa bela diri tradisional Bali seperti Pencak Silat Tengklung
Mepantigan dan beberapa bela diri lainnya Dengan adanya globalisasi
bersentuhan dengan kebudayaan Jepang dengan unsurnya berupa bela diri
tradisional Jepang seperti Karate Judo dan Aikido Khusus pada penelitian ini
adalah bela diri Jepang Aikido Persentuhan antara keduanya akibat arus
globalisasi melahirkan bela diri Aikido yang berterima dan berkembang di
sejumlah dojo di Bali yang menunjukkan adanya posrealitas Posrealitas dalam
penelitian ini merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu berupa
peniruan bagi aikidoka Bali yaitu bela diri Aikido melalui pelatihan di beberapa
dojo yang ada di Bali Kondisi posrealitas adalah kondisi yang di dalamnya
prinsip-prinsip realitas telah dilampaui dalam pengertian diambil alih oleh
substitusi-substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir Hal ini telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang apa yang disebut yang nyata (the real) Yang nyata
senyata-nyatanya berada di Jepang bela diri Aikido telah membentangkan
persoalan filosofis mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa
yang disebut nyata
Posrealitas dapat dijelaskan sebagai kondisi matinya realitas dalam
pengertian diambilalihnya posisi realitas oleh apa yang sebelumnya disebut
sebagai nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru yang
memesona yang belum pernah dialami sebelumnya
56
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru yang tidak bisa dikatakan
realitas Bali yang asli karena telah dimasuki oleh nilai baru yang berasal dari
sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang Tidak bisa juga
dikatakan realitas yang benar-benar baru karena para anggota pelatihan tetaplah
kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya
Posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali dikaji dari tiga
dimensinya yaitu (1) latar belakang terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali (2) proses terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali dan (3) implikasi pengembangan bela diri Aikido tersebut
dalam kehidupan para aikidoka Bali
Penelitian kajian budaya ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teknik
wawancara observasi dokumentasi dan studi pustaka Data dianalisis secara
eklektik dengan menggunakan teori globalisasi kuasapengetahuan identitas
sosial dan teori pendukung lainnya yang terkait dengan permasalahan yang ada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberterimaan bela diri Aikido di Bali
dilatarbelakangi oleh beberapa ideologi yaitu dualisme kultural paternalisme
pasar citra dan multikulturalisme Proses pengembangan bela diri di beberapa
dojo yang ada di Bali meliputi tahap pengenalan pendirian organisasi
pengembangan tempat pelatihan dan tahap pengembangan mutu Semuanya
berorientasi kepada tempat pelatihan induk bela diri Aikido (Honbu Dojo) yang
berada di Tokyo-Jepang Pengembangan bela diri Aikido di Bali menimbulkan
57
implikasi pada para aikidoka Bali termasuk terbentuknya identitas baru dalam
masyarakat Bali
Melalui penelitian ini ditemukan paradigma baru bahwa di balik kekuatan
budaya Bali yang sedang berlangsung dalam segala lini kehidupan terdapat sikap
orang Bali yang terbuka terhadap kebudayaan asing khususnya bela diri asal
Jepang yaitu bela diri Aikido Terkait dengan bela diri Aikido yang sedang
ditekuni oleh beberapa komunitas di Bali ternyata ada berbagai hal yang
mendukung keberterimaannya Adanya kegayutan nilai-nilai budaya antara
kebudayaan Bali dan kebudayaan Jepang terkait keberadaan bela diri Aikido yang
berterima di beberapa komunitas pelatihan di Bali sehingga hal ini disebut sebagai
multikulturalisme
43
bahwa ldquoproduct consumpted are not seen from their function but from symbols
related to identity and statusrdquo
Dengan mengikuti Fromm (Atmadja 201093) kondisi ini mengakibatkan
pola hidup masyarakat Bali berubah secara mendasar Zaman dahulu mereka
berpegang pada gagasan bahwa tua adalah indah namun sekarang orang
menganut gagasan bahwa baru adalah indah Ketertarikan manusia dengan
sesuatu yang baru berkaitan pula dengan kemampuan desainer mengembangkan
desain yang baru dengan daya pesona yang lebih kuat daripada sebelumnya
Sering terjadi pada mulanya suatu barang dengan desain tertentu harganya mahal
sehingga konsumennya hanya orang-orang kaya
Gaya hidup telah menjadi ciri dalam dunia modern (Chaney 2004)
sehingga masyarakat modern akan menggunakan gaya hidup untuk
menggambarkan tindakannya sendiri dan orang lain Dalam kaitannya dengan
budaya konsumen gaya hidup dikonotasikan dengan individualitas ekspresi diri
serta kesadaran diri yang stylistic Tubuh busana gaya pembicaraan aktivitas
rekreasi adalah beberapa indikator dari individualisme selera konsumen Gaya
hidup juga salah satu bentuk budaya konsumen Gaya hidup seseorang dilihat dari
apa yang dikonsumsinya baik barang ataupun jasa Konsumsi tidak hanya
mencakup kegiatan membeli sejumlah barang atau materi seperti televisi dan
telepon genggam Akan tetapi juga mengonsumsi jasa seperti rekreasi Beberapa
contoh gaya hidup yang tampak menonjol pada saat ini adalah nge-mall hang out
fitness
44
Masyarakat konsumen dengan budaya konsumsi yang dipegangnya
melihat tujuan dan totalitas hidupnya dalam kerangka atau logika konsumsi
Eksistensinya dijalankan dan dipertahankan hanya dengan terus menerusnya
mengonsumsi berbagai tanda dan status sosial di balik komoditi Bukan hanya
dirinya saja yang mengaktualisasikan diri melalui tindakan konsumsi orang lain
juga akan dinilai menurut standar yang dipakainya Artinya eksistensi orang lain
pun akan dinilai dan diakui sesuai dengan standar status sosial yang dipegangnya
(diambil dari sumber httpblogspotcom201301pengaruh-globalisasi-terhadap-
gaya-hiduphtml diakses 03 November 2014)
Kaitan dengan pemilihan bela diri Aikido sebagai budaya yang dikonsumsi
oleh aikidoka Bali unsur-unsur spiritualisme modern pada dualisme dikotomik
Griffin (Atmadja 201085) mengatakan bahwa manusia membuat pemilihan yang
berlawanan misalnya modern berlawanan dengan tradisional sains modern
berlawanan dengan sains tradisional dan lain-lain Keberlawanan ini tidak hanya
berdikotomi tetapi yang modern selalu dianggap lebih unggul sehingga yang
tradisional harus digusur Begitu pula manusia tidak dianggap sebagai bagian dari
alam melainkan sebagai lawan dari alam Oleh karena itu mendominasi
menundukkan menguasai dan mengendalikan alam dengan menggunakan ilmu
dan teknologi modern merupakan keharusan bagi manusia
Berdasarkan paparan teori globalisasi di atas maka diduga bahwa
grobalisasi merupakan proses yang melatari terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido Bali Para aikidoka Bali sebagai individu
merupakan objek dari budaya konsumen akibat derasnya arus globalisasi Budaya
45
konsumen juga dapat diartikan sebagai budaya-budaya yang dilakukan oleh
seorang konsumen dalam hal ini para aikidoka Bali yang mengonsumsi bela diri
Aikido Adapun budaya konsumen menggunakan image tanda-tanda dan benda-
benda simbolik yang mengumpulkan mimpi-mimpi keinginan dan fantasi yang
menegaskan keautentikan romantik dan pemenuhan emosional dalam hal
menyenangkan diri sendiri bukan orang lain secara narsistik Jadi kegiatan
konsumsi juga bertujuan untuk mengidentifikasikan diri dalam kelas
sosial tertentu sekaligus membedakannya dengan kelas sosial yang lain
Grobalisasi bisa jadi tampak sebagai proses penyeragaman teknik serta
sikap dan perilaku para aikidoka Bali dengan berorientasi kepada spirit samurai
yang merupakan spirit yang diusung oleh organisasi bela diri Aikido Jepang di
Tokyo Diduga demikian karena sebagaimana telah dikemukakan dalam latar
belakang bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan bela diri Aikido di
Bali diatur oleh organisasi induknya yang berada di Jepang sebagai superordinat
pemilik budaya yang dikonsumsi oleh para aikidoka Bali
Teori globalisasi digunakan untuk memecahkan masalah pertama dan
kedua yaitu mengapa bela diri Aikido yang berasal dari Jepang bisa
dikembangkan di Bali hingga menimbulkan fenomena posrealitas dan proses
terjadinya posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali
232 Teori Relasi KuasaPengetahuan
Konsep kekuasaanpengetahuan memberi perhatian khusus kepada
dimensi relasi antara kekuasaan dan pengetahuan sehingga produksi pengetahuan
dipahami tidak lepas dari rezim kekuasaan Foucault (Barker 2014232-233)
46
Takwin (2003128) mengatakan bahwa menurut pandangan Foucault hubungan
kuasa muncul bukan hanya pada tataran negara namun juga dalam kehidupan
sehari-hari Setiap hubungan selalu merupakan usaha saling menguasai dan saling
menekan Hubungan kuasa menghasilkan cerita yang disebut discourse atau
wacana yang isinya adalah sesuatu yang tidak menggambarkan realitas
sebagaimana adanya dalam rangka menetralisasi ketertekanan para pewacana
yang bersangkutan
Berdasarkan pernyataan di atas maka diduga bahwa posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali ada hubungan kuasa antara para pihak
yang terlibat dalam kegiatan pengembangannya Hubungan kuasa antara para
pihak tersebut menghasilkan wacana yang dibangun sedemikian rupa dalam
rangka upaya masing-masing pihak menetralkan ketertekanannya
Berkenaan dengan wacana Althusser (Faruk 2002142) berpendapat
bahwa wacana adalah ideologi dalam praktik tidak ada ideologi tanpa wacana dan
tidak ada wacana tanpa ideologi Ini berarti bahwa dengan mencermati wacana
dapat diketahui ideologi yang terkait dengan wacana tersebut Althusser (Takwin
2003101) juga berpendapat bahwa setiap penindasan menimbulkan usaha pada
pihak tertindas untuk melepaskan diri Salah satu alat yang perlu ada dalam upaya
pembebasan ini adalah ideologi suatu kepercayaan yang dibangun untuk
menggerakkan kelompok yang tertindas Ketika yang tertindas bebas dan
berkuasa maka ideologi mereka bisa saja digunakan untuk menindas pihak yang
lebih lemah Berkenaan dengan hubungan kuasa Foucault sebagaimana dikatakan
Takwin (2003130) melihat pengetahuan ditentukan oleh kekuasaan sehingga
47
kebenaran merujuk kepada rdquorezim kebenaranrdquo yang sedang bertahta Upaya untuk
saling menguasai dan melepaskan diri dari penindasan bisa juga dilakukan dengan
strategi politik identitas dalam arti memakai identitas kelompok atau individu
untuk memperoleh perlakuan yang lebih adil dari kelompok atau individu lain
(Sparringa 2006) Dalam pelaksanaan strategi politik identitas tentu saja
menggunakan wacana sebagai praktik ideologi sehingga identitas dalam wacana
juga bersifat dinamis sesuai dengan ideologi dan kepentingan berbagai aktornya
pada waktu dan tempat praktik politik identitas itu dilakukan
Althusser sebagaimana dijelaskan oleh Faruk (2002137-139) juga
berpendapat bahwa untuk mengamankan hubungan antarkelas dan dengan
demikian kekuasaan dapat dipegang dalam waktu lama maka pihak kelas yang
berkuasa mengembangkan dua macam ideologi Pertama ideologi yang tampil
dengan aparat-aparat negara yang represif (repressive state apparatus RSA)
yang bekerja secara represif melalui penggunaan kekerasan (militer polisi
penjara pengadilan dan lain-lain) sebagai upaya untuk mengamankan bentuk-
bentuk sosial yang ada Kedua ideologi yang tampil dengan aparat-aparat negara
ideologis (ideological state apparatus ISA) yang bekerja tidak dengan
menggunakan kekerasan melainkan dengan memainkan ideologi danatau wacana
secara persuasif atau hegemonik Dalam konteks inilah Althuser berpandangan
bahwa tidak ada kelas yang dapat memegang kekuasaan dalam waktu lama tanpa
melakukan hegemoni atas dan dalam ISA Dikatakan demikian karena yang
mempersatukan atau yang dapat menjamin harmoni antara yang satu dengan yang
lain dalam ISA adalah ideologi yang berkuasa sebagai perekat bagi bersatunya
48
anggota-anggota masyarakat Mengacu kepada gagasan Bourdieu (Harker tt
117 Fashri 200798-99) dikatakan bahwa kesuksesan para anggota kelompok
dominan untuk melancarkan hegemoninya ditentukan juga oleh modal budaya
ekonomi sosial dan modal simbolik yang mereka miliki yaitu sesuatu yang
dihargai oleh masyarakat misalnya pemilikan benda-benda budaya dan status
sosial
Teori relasi kuasapengetahuan dalam penelitian ini digunakan untuk
memecahkan masalah ke dua yaitu bagaimana proses terjadinya posrealitas
dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Teori ini relevan karena dalam
proses pengembangan bela diri Aikido di Bali melalui relasi kuasapengetahuan
oleh Jepang diimplementasikan dalam segala bentuk latihan fisik pengembangan
dojo dan penyebaran nilai-nilai yang ada dalam bela diri Aikido
233 Teori Identitas Sosial
Tajfel menyatakan asumsi dasar teori identitas sosial dalam situs
(httpidhamputrateori-identitas-sosialwordpresscom diakses 02 Agustus 2014)
dengan kalimat sebagai berikut
(1) Kita menciptakan identitas sosial kita untuk menyederhanakan
hubungan eksternal kita (2) Lebih jauh lagi ada kebutuhan manusia untuk
memiliki rasa harga diri (self esteem and self worth) yang kita transfer ke
dalam kelompok kita sendiri (3) Kita juga menata lingkungan kita dengan
perbandingan sosial antar kelompok Konsep dalam kelompok (in groups)
dan luar kelompok (out groups) itu penting dalam analisis ini
Lebih jauh Tajfel mengemukakan bahwa dalam teori identitas sosial
seorang individu tidaklah dianggap sebagai individu secara mutlak satu dalam
kehidupannya Individu merupakan bagian dari kelompok tertentu baik disadari
maupun tidak disadari Konsep identitas sosial adalah bagaimana seseorang itu
49
secara sosial dapat didefinisikan Identitas sosial yang melekat pada seseorang
merupakan identitas positif yang ingin dipertahankan Oleh karena itu individu
yang memiliki identitas sosial positif maka wacana maupun tindakannya akan
sejalan dengan norma kelompoknya Lagi pula individu tersebut diidentifikasikan
dalam suatu kelompok Wacana dan tindakannya sepatutnya sesuai dengan
wacana dan tindakan kelompoknya
Teori identitas sosial sebenarnya berangkat dari asumsi umum sebagai
berikut
1 Setiap individu selalu berusaha untuk merawat atau meninggikan self-
esteemnya mereka berusaha untuk membentuk konsep diri yang positif
2 Kelompok atau kategori sosial dan anggota dari mereka berasosiasi
terhadap konotasi nilai positif atau negatif Identitas sosial positif atau
negatif tergantung evaluasi (yang mengacu pada konsensus sosial bahkan
pada lintas kelompok) kelompok tersebut yang memberikan kontribusi
pada identitas sosial individu
3 Evaluasi dari salah satu kelompok adalah berusaha mendeterminasikan dan
juga sebagai bahan acuan pada kelompok lain secara spesifik melalui
perbandingan sosial dalam bentuk nilai atribut atau karakteristik
Dari asumsi di atas beberapa relasi prinsip teori dapat menghasilkan hal-
hal di bawah ini
1 Individu berusaha untuk mencapai atau merawat identitas sosial yang
positif
50
2 Identitas sosial yang positif ada berdasarkan pada besarnya tingkat
perbandingan favorit in-group dengan out-group in-group pasti
mempersepsikan dirinya secara positif berbeda dari out-group
3 Ketika identitas sosial tidak memuaskan individu akan berusaha keluar
dari kelompok lalu bergabung ke dalam kelompok yang lebih positif atau
membuat kelompok mereka lebih positif
Identitas sosial sebagai teori tidak lepas dari keinginan individu untuk
memperbandingkan dirinya serta kelompoknya dengan yang lain Perbandingan
sosial digambarkan oleh Festinger (1954) sebagai teori yang bisa membimbing
seseorang untuk membandingkan dirinya dengan yang lain siapa yang serupa
dengan dirinya dan siapa yang berbeda siapa yang berada di atas dan siapa yang
berada di bawah
Setidaknya ada tiga variabel yang memengaruhi hubungan pembedaan
antar kelompok dalam situasi sosial yang nyata (Tajfel 1974 Turner 1975
dalam Hogg amp Abrams 2000) Pertama individu pasti memiliki internalisasi
kelompok mereka sebagai konsep diri mereka secara subjektif mereka pasti
mengidentifikasikan kelompok yang relevan Hal ini tidak cukup dari orang lain
saja yang mengidentifikasikan seseorang dari kelompok mana dia berasal Kedua
situasi sosial akan menciptakan perbandingan sosial yang memungkinkan
terjadinya seleksi dan evaluasi atribut relasi yang relevan Perbedaan kelompok
pada tiap-tiap daerah tidak sama secara signifikan Misalnya di Amerika
perbedaan kelompok cenderung menonjol pada perbedaan warna kulit tetapi
perbedaan warna kulit bukan sesuatu yang menonjol di Hongkong Ketiga in-
51
group tidak membandingkan dirinya pada tiap proses kognitif yang ada pada out-
group out-group pastinya dipersepsikan sebagai kelompok perbandingan yang
relevan dalam kesamaan kedekatan dan secara situasional yang menonjol
Kemudian determinasi out-group dihasilkan sebagai perbandingan terhadap
situasi yang menggambarkan sesuatu determinasi in-group (didapatkan dari
sumber httpdharmaputrawordpresscom2008teori-identitas-sosial diakses 03
Agustus 2014)
Barker (2009175-176) menyatakan bahwa meskipun identitas diri bisa
dianggap sebagai proyek seseorang sudah menjadi kebenaran sosiologis juga
bahwa manusia lahir ke dunia yang sudah ada sebelumnya Manusia belajar
menggunakan bahasa yang telah digunakan sebelum lahir dan hidup dalam
konteks hubungan sosial dengan orang lain Manusia disusun menjadi individu
melalui proses sosial yang menggunakan bahan-bahan yang bersifat sosial Secara
umum ini disebut spisialisasi atau akulturasi Tanpa akulturasi manusia tidak
akan menjadi orang sebagaimana gagasan yang dipahami dalam hidup sehari-hari
Tanpa bahasa konsep keorangan dan identitas tidak akan bisa dipahami
Menjadi orang tidak mengandung unsur transenden atau ahistoris apapun
Identitas sepenuhnya sosial dan kultural dengan alasan-alasan berikut
1 Gagasan apakah artinya menjadi orang merupakan pertanyaan kultural
Sebagai contoh individualisme merupakan penunjuk yang khas
masyarakat modern
2 Sumber-sumber yang membentuk bahan-bahan untuk proyek identitas
yaitu bahasa dan praktik kultural berwatak sosial Akibatnya arti menjadi
52
seorang perempuan anak orang Asia atau orang tua terbentuk secara
berbeda-beda tergantung kepada konteks kulturalnya
Sumber-sumber yang bisa dipakai bagi proyek identitas tergantung kepada
kekuasaan situasional yang menjadi asal kompetensi kultural dalam konteks
kultural tertentu Apakah hitam atau putih laki-laki atau perempuan Afrika atau
Amerika kaya atau miskin adalah sesuatu yang penting karena sumber-sumber
kultural yang akan dimasuki berbeda Identitas menjadi penting tidak hanya untuk
penggambaran diri tetapi juga ciri-ciri sosial
Identitas sosial terkait dengan hak kewajiban dan sanksi normatif yang
dalam masyarakat tertentu menjadi dasar penentuan peran Penggunaan ciri-ciri
baku terutama berkaitan dengan ciri umur dan gender tubuh bersifat mendasar
dalam semua masyarakat dan masih sangat banyak lagi ragam lintas-budaya yang
bisa dicatat Giddens (Barker 2009176) Persoalan identitas adalah kesamaan dan
perbedaan soal personal dan sosial soal rdquoapa yang dimiliki individu secara
bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakan satu individu
dengan orang-orang lain Weeks (Barker 2009176)
Berdasarkan uraian di atas pengembangan bela diri Aikido di Bali adalah
identitas para peserta pelatihan yang merupakan satu identitas meliputi identitas
individunya keluarganya sukunya dan kelompoknya Bagi Fromm identitas diri
dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dari identitas sosial individu dalam
konteks komunitasnya Selain menjadi makhluk individual identitas diri tidak
terlepas dari norma yang mengikat masyarakat dalam lingkungan dan peran sosial
53
yang diembannya dalam masyarakat (httpidhamputrawordpressteori-identitas-
sosialcom diakses 03 Agustus 2014)
Teori identitas sosial Hendri Tajfel digunakan secara eklektik (bersamaan)
dengan teori lainnya untuk memecahkan ketiga masalah dalam penelitian ini
Keberterimaan bela diri Aikido di Bali proses terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali yang pada akhirnya membentuk identitas
baru berupa posrealitas kebudayaan yang membentuk identitas para aikidoka Bali
baik secara individu maupun identitas sosialnya
54
24 Model Penelitian
Model penelitian ini dapat digambarkan ke dalam Bagan 21
Bagan 21
Model Penelitian
Keterangan
= memengaruhi
= saling memengaruhi
Kebudayaan Bali
Bela Diri Tradisional Bali
-Pencak Silat
-Tengklung
-Mepantigan
Kebudayaan Jepang
Bela Diri Tradisional Jepang
-Karate
-Judo
-Aikido
Proses terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Latar belakang
terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Posrealitas dalam Pengembangan
Bela Diri Aikido di Bali
Temuan
Penelitian
Implikasi
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
55
Bagan 21 dapat dijelaskan bahwa tampak kebudayaan Bali dengan
unsurnya berupa bela diri tradisional Bali seperti Pencak Silat Tengklung
Mepantigan dan beberapa bela diri lainnya Dengan adanya globalisasi
bersentuhan dengan kebudayaan Jepang dengan unsurnya berupa bela diri
tradisional Jepang seperti Karate Judo dan Aikido Khusus pada penelitian ini
adalah bela diri Jepang Aikido Persentuhan antara keduanya akibat arus
globalisasi melahirkan bela diri Aikido yang berterima dan berkembang di
sejumlah dojo di Bali yang menunjukkan adanya posrealitas Posrealitas dalam
penelitian ini merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu berupa
peniruan bagi aikidoka Bali yaitu bela diri Aikido melalui pelatihan di beberapa
dojo yang ada di Bali Kondisi posrealitas adalah kondisi yang di dalamnya
prinsip-prinsip realitas telah dilampaui dalam pengertian diambil alih oleh
substitusi-substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir Hal ini telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang apa yang disebut yang nyata (the real) Yang nyata
senyata-nyatanya berada di Jepang bela diri Aikido telah membentangkan
persoalan filosofis mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa
yang disebut nyata
Posrealitas dapat dijelaskan sebagai kondisi matinya realitas dalam
pengertian diambilalihnya posisi realitas oleh apa yang sebelumnya disebut
sebagai nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru yang
memesona yang belum pernah dialami sebelumnya
56
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru yang tidak bisa dikatakan
realitas Bali yang asli karena telah dimasuki oleh nilai baru yang berasal dari
sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang Tidak bisa juga
dikatakan realitas yang benar-benar baru karena para anggota pelatihan tetaplah
kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya
Posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali dikaji dari tiga
dimensinya yaitu (1) latar belakang terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali (2) proses terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali dan (3) implikasi pengembangan bela diri Aikido tersebut
dalam kehidupan para aikidoka Bali
Penelitian kajian budaya ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teknik
wawancara observasi dokumentasi dan studi pustaka Data dianalisis secara
eklektik dengan menggunakan teori globalisasi kuasapengetahuan identitas
sosial dan teori pendukung lainnya yang terkait dengan permasalahan yang ada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberterimaan bela diri Aikido di Bali
dilatarbelakangi oleh beberapa ideologi yaitu dualisme kultural paternalisme
pasar citra dan multikulturalisme Proses pengembangan bela diri di beberapa
dojo yang ada di Bali meliputi tahap pengenalan pendirian organisasi
pengembangan tempat pelatihan dan tahap pengembangan mutu Semuanya
berorientasi kepada tempat pelatihan induk bela diri Aikido (Honbu Dojo) yang
berada di Tokyo-Jepang Pengembangan bela diri Aikido di Bali menimbulkan
57
implikasi pada para aikidoka Bali termasuk terbentuknya identitas baru dalam
masyarakat Bali
Melalui penelitian ini ditemukan paradigma baru bahwa di balik kekuatan
budaya Bali yang sedang berlangsung dalam segala lini kehidupan terdapat sikap
orang Bali yang terbuka terhadap kebudayaan asing khususnya bela diri asal
Jepang yaitu bela diri Aikido Terkait dengan bela diri Aikido yang sedang
ditekuni oleh beberapa komunitas di Bali ternyata ada berbagai hal yang
mendukung keberterimaannya Adanya kegayutan nilai-nilai budaya antara
kebudayaan Bali dan kebudayaan Jepang terkait keberadaan bela diri Aikido yang
berterima di beberapa komunitas pelatihan di Bali sehingga hal ini disebut sebagai
multikulturalisme
44
Masyarakat konsumen dengan budaya konsumsi yang dipegangnya
melihat tujuan dan totalitas hidupnya dalam kerangka atau logika konsumsi
Eksistensinya dijalankan dan dipertahankan hanya dengan terus menerusnya
mengonsumsi berbagai tanda dan status sosial di balik komoditi Bukan hanya
dirinya saja yang mengaktualisasikan diri melalui tindakan konsumsi orang lain
juga akan dinilai menurut standar yang dipakainya Artinya eksistensi orang lain
pun akan dinilai dan diakui sesuai dengan standar status sosial yang dipegangnya
(diambil dari sumber httpblogspotcom201301pengaruh-globalisasi-terhadap-
gaya-hiduphtml diakses 03 November 2014)
Kaitan dengan pemilihan bela diri Aikido sebagai budaya yang dikonsumsi
oleh aikidoka Bali unsur-unsur spiritualisme modern pada dualisme dikotomik
Griffin (Atmadja 201085) mengatakan bahwa manusia membuat pemilihan yang
berlawanan misalnya modern berlawanan dengan tradisional sains modern
berlawanan dengan sains tradisional dan lain-lain Keberlawanan ini tidak hanya
berdikotomi tetapi yang modern selalu dianggap lebih unggul sehingga yang
tradisional harus digusur Begitu pula manusia tidak dianggap sebagai bagian dari
alam melainkan sebagai lawan dari alam Oleh karena itu mendominasi
menundukkan menguasai dan mengendalikan alam dengan menggunakan ilmu
dan teknologi modern merupakan keharusan bagi manusia
Berdasarkan paparan teori globalisasi di atas maka diduga bahwa
grobalisasi merupakan proses yang melatari terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido Bali Para aikidoka Bali sebagai individu
merupakan objek dari budaya konsumen akibat derasnya arus globalisasi Budaya
45
konsumen juga dapat diartikan sebagai budaya-budaya yang dilakukan oleh
seorang konsumen dalam hal ini para aikidoka Bali yang mengonsumsi bela diri
Aikido Adapun budaya konsumen menggunakan image tanda-tanda dan benda-
benda simbolik yang mengumpulkan mimpi-mimpi keinginan dan fantasi yang
menegaskan keautentikan romantik dan pemenuhan emosional dalam hal
menyenangkan diri sendiri bukan orang lain secara narsistik Jadi kegiatan
konsumsi juga bertujuan untuk mengidentifikasikan diri dalam kelas
sosial tertentu sekaligus membedakannya dengan kelas sosial yang lain
Grobalisasi bisa jadi tampak sebagai proses penyeragaman teknik serta
sikap dan perilaku para aikidoka Bali dengan berorientasi kepada spirit samurai
yang merupakan spirit yang diusung oleh organisasi bela diri Aikido Jepang di
Tokyo Diduga demikian karena sebagaimana telah dikemukakan dalam latar
belakang bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan bela diri Aikido di
Bali diatur oleh organisasi induknya yang berada di Jepang sebagai superordinat
pemilik budaya yang dikonsumsi oleh para aikidoka Bali
Teori globalisasi digunakan untuk memecahkan masalah pertama dan
kedua yaitu mengapa bela diri Aikido yang berasal dari Jepang bisa
dikembangkan di Bali hingga menimbulkan fenomena posrealitas dan proses
terjadinya posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali
232 Teori Relasi KuasaPengetahuan
Konsep kekuasaanpengetahuan memberi perhatian khusus kepada
dimensi relasi antara kekuasaan dan pengetahuan sehingga produksi pengetahuan
dipahami tidak lepas dari rezim kekuasaan Foucault (Barker 2014232-233)
46
Takwin (2003128) mengatakan bahwa menurut pandangan Foucault hubungan
kuasa muncul bukan hanya pada tataran negara namun juga dalam kehidupan
sehari-hari Setiap hubungan selalu merupakan usaha saling menguasai dan saling
menekan Hubungan kuasa menghasilkan cerita yang disebut discourse atau
wacana yang isinya adalah sesuatu yang tidak menggambarkan realitas
sebagaimana adanya dalam rangka menetralisasi ketertekanan para pewacana
yang bersangkutan
Berdasarkan pernyataan di atas maka diduga bahwa posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali ada hubungan kuasa antara para pihak
yang terlibat dalam kegiatan pengembangannya Hubungan kuasa antara para
pihak tersebut menghasilkan wacana yang dibangun sedemikian rupa dalam
rangka upaya masing-masing pihak menetralkan ketertekanannya
Berkenaan dengan wacana Althusser (Faruk 2002142) berpendapat
bahwa wacana adalah ideologi dalam praktik tidak ada ideologi tanpa wacana dan
tidak ada wacana tanpa ideologi Ini berarti bahwa dengan mencermati wacana
dapat diketahui ideologi yang terkait dengan wacana tersebut Althusser (Takwin
2003101) juga berpendapat bahwa setiap penindasan menimbulkan usaha pada
pihak tertindas untuk melepaskan diri Salah satu alat yang perlu ada dalam upaya
pembebasan ini adalah ideologi suatu kepercayaan yang dibangun untuk
menggerakkan kelompok yang tertindas Ketika yang tertindas bebas dan
berkuasa maka ideologi mereka bisa saja digunakan untuk menindas pihak yang
lebih lemah Berkenaan dengan hubungan kuasa Foucault sebagaimana dikatakan
Takwin (2003130) melihat pengetahuan ditentukan oleh kekuasaan sehingga
47
kebenaran merujuk kepada rdquorezim kebenaranrdquo yang sedang bertahta Upaya untuk
saling menguasai dan melepaskan diri dari penindasan bisa juga dilakukan dengan
strategi politik identitas dalam arti memakai identitas kelompok atau individu
untuk memperoleh perlakuan yang lebih adil dari kelompok atau individu lain
(Sparringa 2006) Dalam pelaksanaan strategi politik identitas tentu saja
menggunakan wacana sebagai praktik ideologi sehingga identitas dalam wacana
juga bersifat dinamis sesuai dengan ideologi dan kepentingan berbagai aktornya
pada waktu dan tempat praktik politik identitas itu dilakukan
Althusser sebagaimana dijelaskan oleh Faruk (2002137-139) juga
berpendapat bahwa untuk mengamankan hubungan antarkelas dan dengan
demikian kekuasaan dapat dipegang dalam waktu lama maka pihak kelas yang
berkuasa mengembangkan dua macam ideologi Pertama ideologi yang tampil
dengan aparat-aparat negara yang represif (repressive state apparatus RSA)
yang bekerja secara represif melalui penggunaan kekerasan (militer polisi
penjara pengadilan dan lain-lain) sebagai upaya untuk mengamankan bentuk-
bentuk sosial yang ada Kedua ideologi yang tampil dengan aparat-aparat negara
ideologis (ideological state apparatus ISA) yang bekerja tidak dengan
menggunakan kekerasan melainkan dengan memainkan ideologi danatau wacana
secara persuasif atau hegemonik Dalam konteks inilah Althuser berpandangan
bahwa tidak ada kelas yang dapat memegang kekuasaan dalam waktu lama tanpa
melakukan hegemoni atas dan dalam ISA Dikatakan demikian karena yang
mempersatukan atau yang dapat menjamin harmoni antara yang satu dengan yang
lain dalam ISA adalah ideologi yang berkuasa sebagai perekat bagi bersatunya
48
anggota-anggota masyarakat Mengacu kepada gagasan Bourdieu (Harker tt
117 Fashri 200798-99) dikatakan bahwa kesuksesan para anggota kelompok
dominan untuk melancarkan hegemoninya ditentukan juga oleh modal budaya
ekonomi sosial dan modal simbolik yang mereka miliki yaitu sesuatu yang
dihargai oleh masyarakat misalnya pemilikan benda-benda budaya dan status
sosial
Teori relasi kuasapengetahuan dalam penelitian ini digunakan untuk
memecahkan masalah ke dua yaitu bagaimana proses terjadinya posrealitas
dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Teori ini relevan karena dalam
proses pengembangan bela diri Aikido di Bali melalui relasi kuasapengetahuan
oleh Jepang diimplementasikan dalam segala bentuk latihan fisik pengembangan
dojo dan penyebaran nilai-nilai yang ada dalam bela diri Aikido
233 Teori Identitas Sosial
Tajfel menyatakan asumsi dasar teori identitas sosial dalam situs
(httpidhamputrateori-identitas-sosialwordpresscom diakses 02 Agustus 2014)
dengan kalimat sebagai berikut
(1) Kita menciptakan identitas sosial kita untuk menyederhanakan
hubungan eksternal kita (2) Lebih jauh lagi ada kebutuhan manusia untuk
memiliki rasa harga diri (self esteem and self worth) yang kita transfer ke
dalam kelompok kita sendiri (3) Kita juga menata lingkungan kita dengan
perbandingan sosial antar kelompok Konsep dalam kelompok (in groups)
dan luar kelompok (out groups) itu penting dalam analisis ini
Lebih jauh Tajfel mengemukakan bahwa dalam teori identitas sosial
seorang individu tidaklah dianggap sebagai individu secara mutlak satu dalam
kehidupannya Individu merupakan bagian dari kelompok tertentu baik disadari
maupun tidak disadari Konsep identitas sosial adalah bagaimana seseorang itu
49
secara sosial dapat didefinisikan Identitas sosial yang melekat pada seseorang
merupakan identitas positif yang ingin dipertahankan Oleh karena itu individu
yang memiliki identitas sosial positif maka wacana maupun tindakannya akan
sejalan dengan norma kelompoknya Lagi pula individu tersebut diidentifikasikan
dalam suatu kelompok Wacana dan tindakannya sepatutnya sesuai dengan
wacana dan tindakan kelompoknya
Teori identitas sosial sebenarnya berangkat dari asumsi umum sebagai
berikut
1 Setiap individu selalu berusaha untuk merawat atau meninggikan self-
esteemnya mereka berusaha untuk membentuk konsep diri yang positif
2 Kelompok atau kategori sosial dan anggota dari mereka berasosiasi
terhadap konotasi nilai positif atau negatif Identitas sosial positif atau
negatif tergantung evaluasi (yang mengacu pada konsensus sosial bahkan
pada lintas kelompok) kelompok tersebut yang memberikan kontribusi
pada identitas sosial individu
3 Evaluasi dari salah satu kelompok adalah berusaha mendeterminasikan dan
juga sebagai bahan acuan pada kelompok lain secara spesifik melalui
perbandingan sosial dalam bentuk nilai atribut atau karakteristik
Dari asumsi di atas beberapa relasi prinsip teori dapat menghasilkan hal-
hal di bawah ini
1 Individu berusaha untuk mencapai atau merawat identitas sosial yang
positif
50
2 Identitas sosial yang positif ada berdasarkan pada besarnya tingkat
perbandingan favorit in-group dengan out-group in-group pasti
mempersepsikan dirinya secara positif berbeda dari out-group
3 Ketika identitas sosial tidak memuaskan individu akan berusaha keluar
dari kelompok lalu bergabung ke dalam kelompok yang lebih positif atau
membuat kelompok mereka lebih positif
Identitas sosial sebagai teori tidak lepas dari keinginan individu untuk
memperbandingkan dirinya serta kelompoknya dengan yang lain Perbandingan
sosial digambarkan oleh Festinger (1954) sebagai teori yang bisa membimbing
seseorang untuk membandingkan dirinya dengan yang lain siapa yang serupa
dengan dirinya dan siapa yang berbeda siapa yang berada di atas dan siapa yang
berada di bawah
Setidaknya ada tiga variabel yang memengaruhi hubungan pembedaan
antar kelompok dalam situasi sosial yang nyata (Tajfel 1974 Turner 1975
dalam Hogg amp Abrams 2000) Pertama individu pasti memiliki internalisasi
kelompok mereka sebagai konsep diri mereka secara subjektif mereka pasti
mengidentifikasikan kelompok yang relevan Hal ini tidak cukup dari orang lain
saja yang mengidentifikasikan seseorang dari kelompok mana dia berasal Kedua
situasi sosial akan menciptakan perbandingan sosial yang memungkinkan
terjadinya seleksi dan evaluasi atribut relasi yang relevan Perbedaan kelompok
pada tiap-tiap daerah tidak sama secara signifikan Misalnya di Amerika
perbedaan kelompok cenderung menonjol pada perbedaan warna kulit tetapi
perbedaan warna kulit bukan sesuatu yang menonjol di Hongkong Ketiga in-
51
group tidak membandingkan dirinya pada tiap proses kognitif yang ada pada out-
group out-group pastinya dipersepsikan sebagai kelompok perbandingan yang
relevan dalam kesamaan kedekatan dan secara situasional yang menonjol
Kemudian determinasi out-group dihasilkan sebagai perbandingan terhadap
situasi yang menggambarkan sesuatu determinasi in-group (didapatkan dari
sumber httpdharmaputrawordpresscom2008teori-identitas-sosial diakses 03
Agustus 2014)
Barker (2009175-176) menyatakan bahwa meskipun identitas diri bisa
dianggap sebagai proyek seseorang sudah menjadi kebenaran sosiologis juga
bahwa manusia lahir ke dunia yang sudah ada sebelumnya Manusia belajar
menggunakan bahasa yang telah digunakan sebelum lahir dan hidup dalam
konteks hubungan sosial dengan orang lain Manusia disusun menjadi individu
melalui proses sosial yang menggunakan bahan-bahan yang bersifat sosial Secara
umum ini disebut spisialisasi atau akulturasi Tanpa akulturasi manusia tidak
akan menjadi orang sebagaimana gagasan yang dipahami dalam hidup sehari-hari
Tanpa bahasa konsep keorangan dan identitas tidak akan bisa dipahami
Menjadi orang tidak mengandung unsur transenden atau ahistoris apapun
Identitas sepenuhnya sosial dan kultural dengan alasan-alasan berikut
1 Gagasan apakah artinya menjadi orang merupakan pertanyaan kultural
Sebagai contoh individualisme merupakan penunjuk yang khas
masyarakat modern
2 Sumber-sumber yang membentuk bahan-bahan untuk proyek identitas
yaitu bahasa dan praktik kultural berwatak sosial Akibatnya arti menjadi
52
seorang perempuan anak orang Asia atau orang tua terbentuk secara
berbeda-beda tergantung kepada konteks kulturalnya
Sumber-sumber yang bisa dipakai bagi proyek identitas tergantung kepada
kekuasaan situasional yang menjadi asal kompetensi kultural dalam konteks
kultural tertentu Apakah hitam atau putih laki-laki atau perempuan Afrika atau
Amerika kaya atau miskin adalah sesuatu yang penting karena sumber-sumber
kultural yang akan dimasuki berbeda Identitas menjadi penting tidak hanya untuk
penggambaran diri tetapi juga ciri-ciri sosial
Identitas sosial terkait dengan hak kewajiban dan sanksi normatif yang
dalam masyarakat tertentu menjadi dasar penentuan peran Penggunaan ciri-ciri
baku terutama berkaitan dengan ciri umur dan gender tubuh bersifat mendasar
dalam semua masyarakat dan masih sangat banyak lagi ragam lintas-budaya yang
bisa dicatat Giddens (Barker 2009176) Persoalan identitas adalah kesamaan dan
perbedaan soal personal dan sosial soal rdquoapa yang dimiliki individu secara
bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakan satu individu
dengan orang-orang lain Weeks (Barker 2009176)
Berdasarkan uraian di atas pengembangan bela diri Aikido di Bali adalah
identitas para peserta pelatihan yang merupakan satu identitas meliputi identitas
individunya keluarganya sukunya dan kelompoknya Bagi Fromm identitas diri
dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dari identitas sosial individu dalam
konteks komunitasnya Selain menjadi makhluk individual identitas diri tidak
terlepas dari norma yang mengikat masyarakat dalam lingkungan dan peran sosial
53
yang diembannya dalam masyarakat (httpidhamputrawordpressteori-identitas-
sosialcom diakses 03 Agustus 2014)
Teori identitas sosial Hendri Tajfel digunakan secara eklektik (bersamaan)
dengan teori lainnya untuk memecahkan ketiga masalah dalam penelitian ini
Keberterimaan bela diri Aikido di Bali proses terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali yang pada akhirnya membentuk identitas
baru berupa posrealitas kebudayaan yang membentuk identitas para aikidoka Bali
baik secara individu maupun identitas sosialnya
54
24 Model Penelitian
Model penelitian ini dapat digambarkan ke dalam Bagan 21
Bagan 21
Model Penelitian
Keterangan
= memengaruhi
= saling memengaruhi
Kebudayaan Bali
Bela Diri Tradisional Bali
-Pencak Silat
-Tengklung
-Mepantigan
Kebudayaan Jepang
Bela Diri Tradisional Jepang
-Karate
-Judo
-Aikido
Proses terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Latar belakang
terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Posrealitas dalam Pengembangan
Bela Diri Aikido di Bali
Temuan
Penelitian
Implikasi
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
55
Bagan 21 dapat dijelaskan bahwa tampak kebudayaan Bali dengan
unsurnya berupa bela diri tradisional Bali seperti Pencak Silat Tengklung
Mepantigan dan beberapa bela diri lainnya Dengan adanya globalisasi
bersentuhan dengan kebudayaan Jepang dengan unsurnya berupa bela diri
tradisional Jepang seperti Karate Judo dan Aikido Khusus pada penelitian ini
adalah bela diri Jepang Aikido Persentuhan antara keduanya akibat arus
globalisasi melahirkan bela diri Aikido yang berterima dan berkembang di
sejumlah dojo di Bali yang menunjukkan adanya posrealitas Posrealitas dalam
penelitian ini merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu berupa
peniruan bagi aikidoka Bali yaitu bela diri Aikido melalui pelatihan di beberapa
dojo yang ada di Bali Kondisi posrealitas adalah kondisi yang di dalamnya
prinsip-prinsip realitas telah dilampaui dalam pengertian diambil alih oleh
substitusi-substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir Hal ini telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang apa yang disebut yang nyata (the real) Yang nyata
senyata-nyatanya berada di Jepang bela diri Aikido telah membentangkan
persoalan filosofis mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa
yang disebut nyata
Posrealitas dapat dijelaskan sebagai kondisi matinya realitas dalam
pengertian diambilalihnya posisi realitas oleh apa yang sebelumnya disebut
sebagai nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru yang
memesona yang belum pernah dialami sebelumnya
56
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru yang tidak bisa dikatakan
realitas Bali yang asli karena telah dimasuki oleh nilai baru yang berasal dari
sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang Tidak bisa juga
dikatakan realitas yang benar-benar baru karena para anggota pelatihan tetaplah
kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya
Posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali dikaji dari tiga
dimensinya yaitu (1) latar belakang terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali (2) proses terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali dan (3) implikasi pengembangan bela diri Aikido tersebut
dalam kehidupan para aikidoka Bali
Penelitian kajian budaya ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teknik
wawancara observasi dokumentasi dan studi pustaka Data dianalisis secara
eklektik dengan menggunakan teori globalisasi kuasapengetahuan identitas
sosial dan teori pendukung lainnya yang terkait dengan permasalahan yang ada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberterimaan bela diri Aikido di Bali
dilatarbelakangi oleh beberapa ideologi yaitu dualisme kultural paternalisme
pasar citra dan multikulturalisme Proses pengembangan bela diri di beberapa
dojo yang ada di Bali meliputi tahap pengenalan pendirian organisasi
pengembangan tempat pelatihan dan tahap pengembangan mutu Semuanya
berorientasi kepada tempat pelatihan induk bela diri Aikido (Honbu Dojo) yang
berada di Tokyo-Jepang Pengembangan bela diri Aikido di Bali menimbulkan
57
implikasi pada para aikidoka Bali termasuk terbentuknya identitas baru dalam
masyarakat Bali
Melalui penelitian ini ditemukan paradigma baru bahwa di balik kekuatan
budaya Bali yang sedang berlangsung dalam segala lini kehidupan terdapat sikap
orang Bali yang terbuka terhadap kebudayaan asing khususnya bela diri asal
Jepang yaitu bela diri Aikido Terkait dengan bela diri Aikido yang sedang
ditekuni oleh beberapa komunitas di Bali ternyata ada berbagai hal yang
mendukung keberterimaannya Adanya kegayutan nilai-nilai budaya antara
kebudayaan Bali dan kebudayaan Jepang terkait keberadaan bela diri Aikido yang
berterima di beberapa komunitas pelatihan di Bali sehingga hal ini disebut sebagai
multikulturalisme
45
konsumen juga dapat diartikan sebagai budaya-budaya yang dilakukan oleh
seorang konsumen dalam hal ini para aikidoka Bali yang mengonsumsi bela diri
Aikido Adapun budaya konsumen menggunakan image tanda-tanda dan benda-
benda simbolik yang mengumpulkan mimpi-mimpi keinginan dan fantasi yang
menegaskan keautentikan romantik dan pemenuhan emosional dalam hal
menyenangkan diri sendiri bukan orang lain secara narsistik Jadi kegiatan
konsumsi juga bertujuan untuk mengidentifikasikan diri dalam kelas
sosial tertentu sekaligus membedakannya dengan kelas sosial yang lain
Grobalisasi bisa jadi tampak sebagai proses penyeragaman teknik serta
sikap dan perilaku para aikidoka Bali dengan berorientasi kepada spirit samurai
yang merupakan spirit yang diusung oleh organisasi bela diri Aikido Jepang di
Tokyo Diduga demikian karena sebagaimana telah dikemukakan dalam latar
belakang bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan bela diri Aikido di
Bali diatur oleh organisasi induknya yang berada di Jepang sebagai superordinat
pemilik budaya yang dikonsumsi oleh para aikidoka Bali
Teori globalisasi digunakan untuk memecahkan masalah pertama dan
kedua yaitu mengapa bela diri Aikido yang berasal dari Jepang bisa
dikembangkan di Bali hingga menimbulkan fenomena posrealitas dan proses
terjadinya posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali
232 Teori Relasi KuasaPengetahuan
Konsep kekuasaanpengetahuan memberi perhatian khusus kepada
dimensi relasi antara kekuasaan dan pengetahuan sehingga produksi pengetahuan
dipahami tidak lepas dari rezim kekuasaan Foucault (Barker 2014232-233)
46
Takwin (2003128) mengatakan bahwa menurut pandangan Foucault hubungan
kuasa muncul bukan hanya pada tataran negara namun juga dalam kehidupan
sehari-hari Setiap hubungan selalu merupakan usaha saling menguasai dan saling
menekan Hubungan kuasa menghasilkan cerita yang disebut discourse atau
wacana yang isinya adalah sesuatu yang tidak menggambarkan realitas
sebagaimana adanya dalam rangka menetralisasi ketertekanan para pewacana
yang bersangkutan
Berdasarkan pernyataan di atas maka diduga bahwa posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali ada hubungan kuasa antara para pihak
yang terlibat dalam kegiatan pengembangannya Hubungan kuasa antara para
pihak tersebut menghasilkan wacana yang dibangun sedemikian rupa dalam
rangka upaya masing-masing pihak menetralkan ketertekanannya
Berkenaan dengan wacana Althusser (Faruk 2002142) berpendapat
bahwa wacana adalah ideologi dalam praktik tidak ada ideologi tanpa wacana dan
tidak ada wacana tanpa ideologi Ini berarti bahwa dengan mencermati wacana
dapat diketahui ideologi yang terkait dengan wacana tersebut Althusser (Takwin
2003101) juga berpendapat bahwa setiap penindasan menimbulkan usaha pada
pihak tertindas untuk melepaskan diri Salah satu alat yang perlu ada dalam upaya
pembebasan ini adalah ideologi suatu kepercayaan yang dibangun untuk
menggerakkan kelompok yang tertindas Ketika yang tertindas bebas dan
berkuasa maka ideologi mereka bisa saja digunakan untuk menindas pihak yang
lebih lemah Berkenaan dengan hubungan kuasa Foucault sebagaimana dikatakan
Takwin (2003130) melihat pengetahuan ditentukan oleh kekuasaan sehingga
47
kebenaran merujuk kepada rdquorezim kebenaranrdquo yang sedang bertahta Upaya untuk
saling menguasai dan melepaskan diri dari penindasan bisa juga dilakukan dengan
strategi politik identitas dalam arti memakai identitas kelompok atau individu
untuk memperoleh perlakuan yang lebih adil dari kelompok atau individu lain
(Sparringa 2006) Dalam pelaksanaan strategi politik identitas tentu saja
menggunakan wacana sebagai praktik ideologi sehingga identitas dalam wacana
juga bersifat dinamis sesuai dengan ideologi dan kepentingan berbagai aktornya
pada waktu dan tempat praktik politik identitas itu dilakukan
Althusser sebagaimana dijelaskan oleh Faruk (2002137-139) juga
berpendapat bahwa untuk mengamankan hubungan antarkelas dan dengan
demikian kekuasaan dapat dipegang dalam waktu lama maka pihak kelas yang
berkuasa mengembangkan dua macam ideologi Pertama ideologi yang tampil
dengan aparat-aparat negara yang represif (repressive state apparatus RSA)
yang bekerja secara represif melalui penggunaan kekerasan (militer polisi
penjara pengadilan dan lain-lain) sebagai upaya untuk mengamankan bentuk-
bentuk sosial yang ada Kedua ideologi yang tampil dengan aparat-aparat negara
ideologis (ideological state apparatus ISA) yang bekerja tidak dengan
menggunakan kekerasan melainkan dengan memainkan ideologi danatau wacana
secara persuasif atau hegemonik Dalam konteks inilah Althuser berpandangan
bahwa tidak ada kelas yang dapat memegang kekuasaan dalam waktu lama tanpa
melakukan hegemoni atas dan dalam ISA Dikatakan demikian karena yang
mempersatukan atau yang dapat menjamin harmoni antara yang satu dengan yang
lain dalam ISA adalah ideologi yang berkuasa sebagai perekat bagi bersatunya
48
anggota-anggota masyarakat Mengacu kepada gagasan Bourdieu (Harker tt
117 Fashri 200798-99) dikatakan bahwa kesuksesan para anggota kelompok
dominan untuk melancarkan hegemoninya ditentukan juga oleh modal budaya
ekonomi sosial dan modal simbolik yang mereka miliki yaitu sesuatu yang
dihargai oleh masyarakat misalnya pemilikan benda-benda budaya dan status
sosial
Teori relasi kuasapengetahuan dalam penelitian ini digunakan untuk
memecahkan masalah ke dua yaitu bagaimana proses terjadinya posrealitas
dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Teori ini relevan karena dalam
proses pengembangan bela diri Aikido di Bali melalui relasi kuasapengetahuan
oleh Jepang diimplementasikan dalam segala bentuk latihan fisik pengembangan
dojo dan penyebaran nilai-nilai yang ada dalam bela diri Aikido
233 Teori Identitas Sosial
Tajfel menyatakan asumsi dasar teori identitas sosial dalam situs
(httpidhamputrateori-identitas-sosialwordpresscom diakses 02 Agustus 2014)
dengan kalimat sebagai berikut
(1) Kita menciptakan identitas sosial kita untuk menyederhanakan
hubungan eksternal kita (2) Lebih jauh lagi ada kebutuhan manusia untuk
memiliki rasa harga diri (self esteem and self worth) yang kita transfer ke
dalam kelompok kita sendiri (3) Kita juga menata lingkungan kita dengan
perbandingan sosial antar kelompok Konsep dalam kelompok (in groups)
dan luar kelompok (out groups) itu penting dalam analisis ini
Lebih jauh Tajfel mengemukakan bahwa dalam teori identitas sosial
seorang individu tidaklah dianggap sebagai individu secara mutlak satu dalam
kehidupannya Individu merupakan bagian dari kelompok tertentu baik disadari
maupun tidak disadari Konsep identitas sosial adalah bagaimana seseorang itu
49
secara sosial dapat didefinisikan Identitas sosial yang melekat pada seseorang
merupakan identitas positif yang ingin dipertahankan Oleh karena itu individu
yang memiliki identitas sosial positif maka wacana maupun tindakannya akan
sejalan dengan norma kelompoknya Lagi pula individu tersebut diidentifikasikan
dalam suatu kelompok Wacana dan tindakannya sepatutnya sesuai dengan
wacana dan tindakan kelompoknya
Teori identitas sosial sebenarnya berangkat dari asumsi umum sebagai
berikut
1 Setiap individu selalu berusaha untuk merawat atau meninggikan self-
esteemnya mereka berusaha untuk membentuk konsep diri yang positif
2 Kelompok atau kategori sosial dan anggota dari mereka berasosiasi
terhadap konotasi nilai positif atau negatif Identitas sosial positif atau
negatif tergantung evaluasi (yang mengacu pada konsensus sosial bahkan
pada lintas kelompok) kelompok tersebut yang memberikan kontribusi
pada identitas sosial individu
3 Evaluasi dari salah satu kelompok adalah berusaha mendeterminasikan dan
juga sebagai bahan acuan pada kelompok lain secara spesifik melalui
perbandingan sosial dalam bentuk nilai atribut atau karakteristik
Dari asumsi di atas beberapa relasi prinsip teori dapat menghasilkan hal-
hal di bawah ini
1 Individu berusaha untuk mencapai atau merawat identitas sosial yang
positif
50
2 Identitas sosial yang positif ada berdasarkan pada besarnya tingkat
perbandingan favorit in-group dengan out-group in-group pasti
mempersepsikan dirinya secara positif berbeda dari out-group
3 Ketika identitas sosial tidak memuaskan individu akan berusaha keluar
dari kelompok lalu bergabung ke dalam kelompok yang lebih positif atau
membuat kelompok mereka lebih positif
Identitas sosial sebagai teori tidak lepas dari keinginan individu untuk
memperbandingkan dirinya serta kelompoknya dengan yang lain Perbandingan
sosial digambarkan oleh Festinger (1954) sebagai teori yang bisa membimbing
seseorang untuk membandingkan dirinya dengan yang lain siapa yang serupa
dengan dirinya dan siapa yang berbeda siapa yang berada di atas dan siapa yang
berada di bawah
Setidaknya ada tiga variabel yang memengaruhi hubungan pembedaan
antar kelompok dalam situasi sosial yang nyata (Tajfel 1974 Turner 1975
dalam Hogg amp Abrams 2000) Pertama individu pasti memiliki internalisasi
kelompok mereka sebagai konsep diri mereka secara subjektif mereka pasti
mengidentifikasikan kelompok yang relevan Hal ini tidak cukup dari orang lain
saja yang mengidentifikasikan seseorang dari kelompok mana dia berasal Kedua
situasi sosial akan menciptakan perbandingan sosial yang memungkinkan
terjadinya seleksi dan evaluasi atribut relasi yang relevan Perbedaan kelompok
pada tiap-tiap daerah tidak sama secara signifikan Misalnya di Amerika
perbedaan kelompok cenderung menonjol pada perbedaan warna kulit tetapi
perbedaan warna kulit bukan sesuatu yang menonjol di Hongkong Ketiga in-
51
group tidak membandingkan dirinya pada tiap proses kognitif yang ada pada out-
group out-group pastinya dipersepsikan sebagai kelompok perbandingan yang
relevan dalam kesamaan kedekatan dan secara situasional yang menonjol
Kemudian determinasi out-group dihasilkan sebagai perbandingan terhadap
situasi yang menggambarkan sesuatu determinasi in-group (didapatkan dari
sumber httpdharmaputrawordpresscom2008teori-identitas-sosial diakses 03
Agustus 2014)
Barker (2009175-176) menyatakan bahwa meskipun identitas diri bisa
dianggap sebagai proyek seseorang sudah menjadi kebenaran sosiologis juga
bahwa manusia lahir ke dunia yang sudah ada sebelumnya Manusia belajar
menggunakan bahasa yang telah digunakan sebelum lahir dan hidup dalam
konteks hubungan sosial dengan orang lain Manusia disusun menjadi individu
melalui proses sosial yang menggunakan bahan-bahan yang bersifat sosial Secara
umum ini disebut spisialisasi atau akulturasi Tanpa akulturasi manusia tidak
akan menjadi orang sebagaimana gagasan yang dipahami dalam hidup sehari-hari
Tanpa bahasa konsep keorangan dan identitas tidak akan bisa dipahami
Menjadi orang tidak mengandung unsur transenden atau ahistoris apapun
Identitas sepenuhnya sosial dan kultural dengan alasan-alasan berikut
1 Gagasan apakah artinya menjadi orang merupakan pertanyaan kultural
Sebagai contoh individualisme merupakan penunjuk yang khas
masyarakat modern
2 Sumber-sumber yang membentuk bahan-bahan untuk proyek identitas
yaitu bahasa dan praktik kultural berwatak sosial Akibatnya arti menjadi
52
seorang perempuan anak orang Asia atau orang tua terbentuk secara
berbeda-beda tergantung kepada konteks kulturalnya
Sumber-sumber yang bisa dipakai bagi proyek identitas tergantung kepada
kekuasaan situasional yang menjadi asal kompetensi kultural dalam konteks
kultural tertentu Apakah hitam atau putih laki-laki atau perempuan Afrika atau
Amerika kaya atau miskin adalah sesuatu yang penting karena sumber-sumber
kultural yang akan dimasuki berbeda Identitas menjadi penting tidak hanya untuk
penggambaran diri tetapi juga ciri-ciri sosial
Identitas sosial terkait dengan hak kewajiban dan sanksi normatif yang
dalam masyarakat tertentu menjadi dasar penentuan peran Penggunaan ciri-ciri
baku terutama berkaitan dengan ciri umur dan gender tubuh bersifat mendasar
dalam semua masyarakat dan masih sangat banyak lagi ragam lintas-budaya yang
bisa dicatat Giddens (Barker 2009176) Persoalan identitas adalah kesamaan dan
perbedaan soal personal dan sosial soal rdquoapa yang dimiliki individu secara
bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakan satu individu
dengan orang-orang lain Weeks (Barker 2009176)
Berdasarkan uraian di atas pengembangan bela diri Aikido di Bali adalah
identitas para peserta pelatihan yang merupakan satu identitas meliputi identitas
individunya keluarganya sukunya dan kelompoknya Bagi Fromm identitas diri
dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dari identitas sosial individu dalam
konteks komunitasnya Selain menjadi makhluk individual identitas diri tidak
terlepas dari norma yang mengikat masyarakat dalam lingkungan dan peran sosial
53
yang diembannya dalam masyarakat (httpidhamputrawordpressteori-identitas-
sosialcom diakses 03 Agustus 2014)
Teori identitas sosial Hendri Tajfel digunakan secara eklektik (bersamaan)
dengan teori lainnya untuk memecahkan ketiga masalah dalam penelitian ini
Keberterimaan bela diri Aikido di Bali proses terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali yang pada akhirnya membentuk identitas
baru berupa posrealitas kebudayaan yang membentuk identitas para aikidoka Bali
baik secara individu maupun identitas sosialnya
54
24 Model Penelitian
Model penelitian ini dapat digambarkan ke dalam Bagan 21
Bagan 21
Model Penelitian
Keterangan
= memengaruhi
= saling memengaruhi
Kebudayaan Bali
Bela Diri Tradisional Bali
-Pencak Silat
-Tengklung
-Mepantigan
Kebudayaan Jepang
Bela Diri Tradisional Jepang
-Karate
-Judo
-Aikido
Proses terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Latar belakang
terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Posrealitas dalam Pengembangan
Bela Diri Aikido di Bali
Temuan
Penelitian
Implikasi
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
55
Bagan 21 dapat dijelaskan bahwa tampak kebudayaan Bali dengan
unsurnya berupa bela diri tradisional Bali seperti Pencak Silat Tengklung
Mepantigan dan beberapa bela diri lainnya Dengan adanya globalisasi
bersentuhan dengan kebudayaan Jepang dengan unsurnya berupa bela diri
tradisional Jepang seperti Karate Judo dan Aikido Khusus pada penelitian ini
adalah bela diri Jepang Aikido Persentuhan antara keduanya akibat arus
globalisasi melahirkan bela diri Aikido yang berterima dan berkembang di
sejumlah dojo di Bali yang menunjukkan adanya posrealitas Posrealitas dalam
penelitian ini merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu berupa
peniruan bagi aikidoka Bali yaitu bela diri Aikido melalui pelatihan di beberapa
dojo yang ada di Bali Kondisi posrealitas adalah kondisi yang di dalamnya
prinsip-prinsip realitas telah dilampaui dalam pengertian diambil alih oleh
substitusi-substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir Hal ini telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang apa yang disebut yang nyata (the real) Yang nyata
senyata-nyatanya berada di Jepang bela diri Aikido telah membentangkan
persoalan filosofis mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa
yang disebut nyata
Posrealitas dapat dijelaskan sebagai kondisi matinya realitas dalam
pengertian diambilalihnya posisi realitas oleh apa yang sebelumnya disebut
sebagai nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru yang
memesona yang belum pernah dialami sebelumnya
56
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru yang tidak bisa dikatakan
realitas Bali yang asli karena telah dimasuki oleh nilai baru yang berasal dari
sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang Tidak bisa juga
dikatakan realitas yang benar-benar baru karena para anggota pelatihan tetaplah
kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya
Posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali dikaji dari tiga
dimensinya yaitu (1) latar belakang terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali (2) proses terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali dan (3) implikasi pengembangan bela diri Aikido tersebut
dalam kehidupan para aikidoka Bali
Penelitian kajian budaya ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teknik
wawancara observasi dokumentasi dan studi pustaka Data dianalisis secara
eklektik dengan menggunakan teori globalisasi kuasapengetahuan identitas
sosial dan teori pendukung lainnya yang terkait dengan permasalahan yang ada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberterimaan bela diri Aikido di Bali
dilatarbelakangi oleh beberapa ideologi yaitu dualisme kultural paternalisme
pasar citra dan multikulturalisme Proses pengembangan bela diri di beberapa
dojo yang ada di Bali meliputi tahap pengenalan pendirian organisasi
pengembangan tempat pelatihan dan tahap pengembangan mutu Semuanya
berorientasi kepada tempat pelatihan induk bela diri Aikido (Honbu Dojo) yang
berada di Tokyo-Jepang Pengembangan bela diri Aikido di Bali menimbulkan
57
implikasi pada para aikidoka Bali termasuk terbentuknya identitas baru dalam
masyarakat Bali
Melalui penelitian ini ditemukan paradigma baru bahwa di balik kekuatan
budaya Bali yang sedang berlangsung dalam segala lini kehidupan terdapat sikap
orang Bali yang terbuka terhadap kebudayaan asing khususnya bela diri asal
Jepang yaitu bela diri Aikido Terkait dengan bela diri Aikido yang sedang
ditekuni oleh beberapa komunitas di Bali ternyata ada berbagai hal yang
mendukung keberterimaannya Adanya kegayutan nilai-nilai budaya antara
kebudayaan Bali dan kebudayaan Jepang terkait keberadaan bela diri Aikido yang
berterima di beberapa komunitas pelatihan di Bali sehingga hal ini disebut sebagai
multikulturalisme
46
Takwin (2003128) mengatakan bahwa menurut pandangan Foucault hubungan
kuasa muncul bukan hanya pada tataran negara namun juga dalam kehidupan
sehari-hari Setiap hubungan selalu merupakan usaha saling menguasai dan saling
menekan Hubungan kuasa menghasilkan cerita yang disebut discourse atau
wacana yang isinya adalah sesuatu yang tidak menggambarkan realitas
sebagaimana adanya dalam rangka menetralisasi ketertekanan para pewacana
yang bersangkutan
Berdasarkan pernyataan di atas maka diduga bahwa posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali ada hubungan kuasa antara para pihak
yang terlibat dalam kegiatan pengembangannya Hubungan kuasa antara para
pihak tersebut menghasilkan wacana yang dibangun sedemikian rupa dalam
rangka upaya masing-masing pihak menetralkan ketertekanannya
Berkenaan dengan wacana Althusser (Faruk 2002142) berpendapat
bahwa wacana adalah ideologi dalam praktik tidak ada ideologi tanpa wacana dan
tidak ada wacana tanpa ideologi Ini berarti bahwa dengan mencermati wacana
dapat diketahui ideologi yang terkait dengan wacana tersebut Althusser (Takwin
2003101) juga berpendapat bahwa setiap penindasan menimbulkan usaha pada
pihak tertindas untuk melepaskan diri Salah satu alat yang perlu ada dalam upaya
pembebasan ini adalah ideologi suatu kepercayaan yang dibangun untuk
menggerakkan kelompok yang tertindas Ketika yang tertindas bebas dan
berkuasa maka ideologi mereka bisa saja digunakan untuk menindas pihak yang
lebih lemah Berkenaan dengan hubungan kuasa Foucault sebagaimana dikatakan
Takwin (2003130) melihat pengetahuan ditentukan oleh kekuasaan sehingga
47
kebenaran merujuk kepada rdquorezim kebenaranrdquo yang sedang bertahta Upaya untuk
saling menguasai dan melepaskan diri dari penindasan bisa juga dilakukan dengan
strategi politik identitas dalam arti memakai identitas kelompok atau individu
untuk memperoleh perlakuan yang lebih adil dari kelompok atau individu lain
(Sparringa 2006) Dalam pelaksanaan strategi politik identitas tentu saja
menggunakan wacana sebagai praktik ideologi sehingga identitas dalam wacana
juga bersifat dinamis sesuai dengan ideologi dan kepentingan berbagai aktornya
pada waktu dan tempat praktik politik identitas itu dilakukan
Althusser sebagaimana dijelaskan oleh Faruk (2002137-139) juga
berpendapat bahwa untuk mengamankan hubungan antarkelas dan dengan
demikian kekuasaan dapat dipegang dalam waktu lama maka pihak kelas yang
berkuasa mengembangkan dua macam ideologi Pertama ideologi yang tampil
dengan aparat-aparat negara yang represif (repressive state apparatus RSA)
yang bekerja secara represif melalui penggunaan kekerasan (militer polisi
penjara pengadilan dan lain-lain) sebagai upaya untuk mengamankan bentuk-
bentuk sosial yang ada Kedua ideologi yang tampil dengan aparat-aparat negara
ideologis (ideological state apparatus ISA) yang bekerja tidak dengan
menggunakan kekerasan melainkan dengan memainkan ideologi danatau wacana
secara persuasif atau hegemonik Dalam konteks inilah Althuser berpandangan
bahwa tidak ada kelas yang dapat memegang kekuasaan dalam waktu lama tanpa
melakukan hegemoni atas dan dalam ISA Dikatakan demikian karena yang
mempersatukan atau yang dapat menjamin harmoni antara yang satu dengan yang
lain dalam ISA adalah ideologi yang berkuasa sebagai perekat bagi bersatunya
48
anggota-anggota masyarakat Mengacu kepada gagasan Bourdieu (Harker tt
117 Fashri 200798-99) dikatakan bahwa kesuksesan para anggota kelompok
dominan untuk melancarkan hegemoninya ditentukan juga oleh modal budaya
ekonomi sosial dan modal simbolik yang mereka miliki yaitu sesuatu yang
dihargai oleh masyarakat misalnya pemilikan benda-benda budaya dan status
sosial
Teori relasi kuasapengetahuan dalam penelitian ini digunakan untuk
memecahkan masalah ke dua yaitu bagaimana proses terjadinya posrealitas
dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Teori ini relevan karena dalam
proses pengembangan bela diri Aikido di Bali melalui relasi kuasapengetahuan
oleh Jepang diimplementasikan dalam segala bentuk latihan fisik pengembangan
dojo dan penyebaran nilai-nilai yang ada dalam bela diri Aikido
233 Teori Identitas Sosial
Tajfel menyatakan asumsi dasar teori identitas sosial dalam situs
(httpidhamputrateori-identitas-sosialwordpresscom diakses 02 Agustus 2014)
dengan kalimat sebagai berikut
(1) Kita menciptakan identitas sosial kita untuk menyederhanakan
hubungan eksternal kita (2) Lebih jauh lagi ada kebutuhan manusia untuk
memiliki rasa harga diri (self esteem and self worth) yang kita transfer ke
dalam kelompok kita sendiri (3) Kita juga menata lingkungan kita dengan
perbandingan sosial antar kelompok Konsep dalam kelompok (in groups)
dan luar kelompok (out groups) itu penting dalam analisis ini
Lebih jauh Tajfel mengemukakan bahwa dalam teori identitas sosial
seorang individu tidaklah dianggap sebagai individu secara mutlak satu dalam
kehidupannya Individu merupakan bagian dari kelompok tertentu baik disadari
maupun tidak disadari Konsep identitas sosial adalah bagaimana seseorang itu
49
secara sosial dapat didefinisikan Identitas sosial yang melekat pada seseorang
merupakan identitas positif yang ingin dipertahankan Oleh karena itu individu
yang memiliki identitas sosial positif maka wacana maupun tindakannya akan
sejalan dengan norma kelompoknya Lagi pula individu tersebut diidentifikasikan
dalam suatu kelompok Wacana dan tindakannya sepatutnya sesuai dengan
wacana dan tindakan kelompoknya
Teori identitas sosial sebenarnya berangkat dari asumsi umum sebagai
berikut
1 Setiap individu selalu berusaha untuk merawat atau meninggikan self-
esteemnya mereka berusaha untuk membentuk konsep diri yang positif
2 Kelompok atau kategori sosial dan anggota dari mereka berasosiasi
terhadap konotasi nilai positif atau negatif Identitas sosial positif atau
negatif tergantung evaluasi (yang mengacu pada konsensus sosial bahkan
pada lintas kelompok) kelompok tersebut yang memberikan kontribusi
pada identitas sosial individu
3 Evaluasi dari salah satu kelompok adalah berusaha mendeterminasikan dan
juga sebagai bahan acuan pada kelompok lain secara spesifik melalui
perbandingan sosial dalam bentuk nilai atribut atau karakteristik
Dari asumsi di atas beberapa relasi prinsip teori dapat menghasilkan hal-
hal di bawah ini
1 Individu berusaha untuk mencapai atau merawat identitas sosial yang
positif
50
2 Identitas sosial yang positif ada berdasarkan pada besarnya tingkat
perbandingan favorit in-group dengan out-group in-group pasti
mempersepsikan dirinya secara positif berbeda dari out-group
3 Ketika identitas sosial tidak memuaskan individu akan berusaha keluar
dari kelompok lalu bergabung ke dalam kelompok yang lebih positif atau
membuat kelompok mereka lebih positif
Identitas sosial sebagai teori tidak lepas dari keinginan individu untuk
memperbandingkan dirinya serta kelompoknya dengan yang lain Perbandingan
sosial digambarkan oleh Festinger (1954) sebagai teori yang bisa membimbing
seseorang untuk membandingkan dirinya dengan yang lain siapa yang serupa
dengan dirinya dan siapa yang berbeda siapa yang berada di atas dan siapa yang
berada di bawah
Setidaknya ada tiga variabel yang memengaruhi hubungan pembedaan
antar kelompok dalam situasi sosial yang nyata (Tajfel 1974 Turner 1975
dalam Hogg amp Abrams 2000) Pertama individu pasti memiliki internalisasi
kelompok mereka sebagai konsep diri mereka secara subjektif mereka pasti
mengidentifikasikan kelompok yang relevan Hal ini tidak cukup dari orang lain
saja yang mengidentifikasikan seseorang dari kelompok mana dia berasal Kedua
situasi sosial akan menciptakan perbandingan sosial yang memungkinkan
terjadinya seleksi dan evaluasi atribut relasi yang relevan Perbedaan kelompok
pada tiap-tiap daerah tidak sama secara signifikan Misalnya di Amerika
perbedaan kelompok cenderung menonjol pada perbedaan warna kulit tetapi
perbedaan warna kulit bukan sesuatu yang menonjol di Hongkong Ketiga in-
51
group tidak membandingkan dirinya pada tiap proses kognitif yang ada pada out-
group out-group pastinya dipersepsikan sebagai kelompok perbandingan yang
relevan dalam kesamaan kedekatan dan secara situasional yang menonjol
Kemudian determinasi out-group dihasilkan sebagai perbandingan terhadap
situasi yang menggambarkan sesuatu determinasi in-group (didapatkan dari
sumber httpdharmaputrawordpresscom2008teori-identitas-sosial diakses 03
Agustus 2014)
Barker (2009175-176) menyatakan bahwa meskipun identitas diri bisa
dianggap sebagai proyek seseorang sudah menjadi kebenaran sosiologis juga
bahwa manusia lahir ke dunia yang sudah ada sebelumnya Manusia belajar
menggunakan bahasa yang telah digunakan sebelum lahir dan hidup dalam
konteks hubungan sosial dengan orang lain Manusia disusun menjadi individu
melalui proses sosial yang menggunakan bahan-bahan yang bersifat sosial Secara
umum ini disebut spisialisasi atau akulturasi Tanpa akulturasi manusia tidak
akan menjadi orang sebagaimana gagasan yang dipahami dalam hidup sehari-hari
Tanpa bahasa konsep keorangan dan identitas tidak akan bisa dipahami
Menjadi orang tidak mengandung unsur transenden atau ahistoris apapun
Identitas sepenuhnya sosial dan kultural dengan alasan-alasan berikut
1 Gagasan apakah artinya menjadi orang merupakan pertanyaan kultural
Sebagai contoh individualisme merupakan penunjuk yang khas
masyarakat modern
2 Sumber-sumber yang membentuk bahan-bahan untuk proyek identitas
yaitu bahasa dan praktik kultural berwatak sosial Akibatnya arti menjadi
52
seorang perempuan anak orang Asia atau orang tua terbentuk secara
berbeda-beda tergantung kepada konteks kulturalnya
Sumber-sumber yang bisa dipakai bagi proyek identitas tergantung kepada
kekuasaan situasional yang menjadi asal kompetensi kultural dalam konteks
kultural tertentu Apakah hitam atau putih laki-laki atau perempuan Afrika atau
Amerika kaya atau miskin adalah sesuatu yang penting karena sumber-sumber
kultural yang akan dimasuki berbeda Identitas menjadi penting tidak hanya untuk
penggambaran diri tetapi juga ciri-ciri sosial
Identitas sosial terkait dengan hak kewajiban dan sanksi normatif yang
dalam masyarakat tertentu menjadi dasar penentuan peran Penggunaan ciri-ciri
baku terutama berkaitan dengan ciri umur dan gender tubuh bersifat mendasar
dalam semua masyarakat dan masih sangat banyak lagi ragam lintas-budaya yang
bisa dicatat Giddens (Barker 2009176) Persoalan identitas adalah kesamaan dan
perbedaan soal personal dan sosial soal rdquoapa yang dimiliki individu secara
bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakan satu individu
dengan orang-orang lain Weeks (Barker 2009176)
Berdasarkan uraian di atas pengembangan bela diri Aikido di Bali adalah
identitas para peserta pelatihan yang merupakan satu identitas meliputi identitas
individunya keluarganya sukunya dan kelompoknya Bagi Fromm identitas diri
dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dari identitas sosial individu dalam
konteks komunitasnya Selain menjadi makhluk individual identitas diri tidak
terlepas dari norma yang mengikat masyarakat dalam lingkungan dan peran sosial
53
yang diembannya dalam masyarakat (httpidhamputrawordpressteori-identitas-
sosialcom diakses 03 Agustus 2014)
Teori identitas sosial Hendri Tajfel digunakan secara eklektik (bersamaan)
dengan teori lainnya untuk memecahkan ketiga masalah dalam penelitian ini
Keberterimaan bela diri Aikido di Bali proses terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali yang pada akhirnya membentuk identitas
baru berupa posrealitas kebudayaan yang membentuk identitas para aikidoka Bali
baik secara individu maupun identitas sosialnya
54
24 Model Penelitian
Model penelitian ini dapat digambarkan ke dalam Bagan 21
Bagan 21
Model Penelitian
Keterangan
= memengaruhi
= saling memengaruhi
Kebudayaan Bali
Bela Diri Tradisional Bali
-Pencak Silat
-Tengklung
-Mepantigan
Kebudayaan Jepang
Bela Diri Tradisional Jepang
-Karate
-Judo
-Aikido
Proses terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Latar belakang
terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Posrealitas dalam Pengembangan
Bela Diri Aikido di Bali
Temuan
Penelitian
Implikasi
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
55
Bagan 21 dapat dijelaskan bahwa tampak kebudayaan Bali dengan
unsurnya berupa bela diri tradisional Bali seperti Pencak Silat Tengklung
Mepantigan dan beberapa bela diri lainnya Dengan adanya globalisasi
bersentuhan dengan kebudayaan Jepang dengan unsurnya berupa bela diri
tradisional Jepang seperti Karate Judo dan Aikido Khusus pada penelitian ini
adalah bela diri Jepang Aikido Persentuhan antara keduanya akibat arus
globalisasi melahirkan bela diri Aikido yang berterima dan berkembang di
sejumlah dojo di Bali yang menunjukkan adanya posrealitas Posrealitas dalam
penelitian ini merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu berupa
peniruan bagi aikidoka Bali yaitu bela diri Aikido melalui pelatihan di beberapa
dojo yang ada di Bali Kondisi posrealitas adalah kondisi yang di dalamnya
prinsip-prinsip realitas telah dilampaui dalam pengertian diambil alih oleh
substitusi-substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir Hal ini telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang apa yang disebut yang nyata (the real) Yang nyata
senyata-nyatanya berada di Jepang bela diri Aikido telah membentangkan
persoalan filosofis mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa
yang disebut nyata
Posrealitas dapat dijelaskan sebagai kondisi matinya realitas dalam
pengertian diambilalihnya posisi realitas oleh apa yang sebelumnya disebut
sebagai nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru yang
memesona yang belum pernah dialami sebelumnya
56
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru yang tidak bisa dikatakan
realitas Bali yang asli karena telah dimasuki oleh nilai baru yang berasal dari
sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang Tidak bisa juga
dikatakan realitas yang benar-benar baru karena para anggota pelatihan tetaplah
kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya
Posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali dikaji dari tiga
dimensinya yaitu (1) latar belakang terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali (2) proses terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali dan (3) implikasi pengembangan bela diri Aikido tersebut
dalam kehidupan para aikidoka Bali
Penelitian kajian budaya ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teknik
wawancara observasi dokumentasi dan studi pustaka Data dianalisis secara
eklektik dengan menggunakan teori globalisasi kuasapengetahuan identitas
sosial dan teori pendukung lainnya yang terkait dengan permasalahan yang ada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberterimaan bela diri Aikido di Bali
dilatarbelakangi oleh beberapa ideologi yaitu dualisme kultural paternalisme
pasar citra dan multikulturalisme Proses pengembangan bela diri di beberapa
dojo yang ada di Bali meliputi tahap pengenalan pendirian organisasi
pengembangan tempat pelatihan dan tahap pengembangan mutu Semuanya
berorientasi kepada tempat pelatihan induk bela diri Aikido (Honbu Dojo) yang
berada di Tokyo-Jepang Pengembangan bela diri Aikido di Bali menimbulkan
57
implikasi pada para aikidoka Bali termasuk terbentuknya identitas baru dalam
masyarakat Bali
Melalui penelitian ini ditemukan paradigma baru bahwa di balik kekuatan
budaya Bali yang sedang berlangsung dalam segala lini kehidupan terdapat sikap
orang Bali yang terbuka terhadap kebudayaan asing khususnya bela diri asal
Jepang yaitu bela diri Aikido Terkait dengan bela diri Aikido yang sedang
ditekuni oleh beberapa komunitas di Bali ternyata ada berbagai hal yang
mendukung keberterimaannya Adanya kegayutan nilai-nilai budaya antara
kebudayaan Bali dan kebudayaan Jepang terkait keberadaan bela diri Aikido yang
berterima di beberapa komunitas pelatihan di Bali sehingga hal ini disebut sebagai
multikulturalisme
47
kebenaran merujuk kepada rdquorezim kebenaranrdquo yang sedang bertahta Upaya untuk
saling menguasai dan melepaskan diri dari penindasan bisa juga dilakukan dengan
strategi politik identitas dalam arti memakai identitas kelompok atau individu
untuk memperoleh perlakuan yang lebih adil dari kelompok atau individu lain
(Sparringa 2006) Dalam pelaksanaan strategi politik identitas tentu saja
menggunakan wacana sebagai praktik ideologi sehingga identitas dalam wacana
juga bersifat dinamis sesuai dengan ideologi dan kepentingan berbagai aktornya
pada waktu dan tempat praktik politik identitas itu dilakukan
Althusser sebagaimana dijelaskan oleh Faruk (2002137-139) juga
berpendapat bahwa untuk mengamankan hubungan antarkelas dan dengan
demikian kekuasaan dapat dipegang dalam waktu lama maka pihak kelas yang
berkuasa mengembangkan dua macam ideologi Pertama ideologi yang tampil
dengan aparat-aparat negara yang represif (repressive state apparatus RSA)
yang bekerja secara represif melalui penggunaan kekerasan (militer polisi
penjara pengadilan dan lain-lain) sebagai upaya untuk mengamankan bentuk-
bentuk sosial yang ada Kedua ideologi yang tampil dengan aparat-aparat negara
ideologis (ideological state apparatus ISA) yang bekerja tidak dengan
menggunakan kekerasan melainkan dengan memainkan ideologi danatau wacana
secara persuasif atau hegemonik Dalam konteks inilah Althuser berpandangan
bahwa tidak ada kelas yang dapat memegang kekuasaan dalam waktu lama tanpa
melakukan hegemoni atas dan dalam ISA Dikatakan demikian karena yang
mempersatukan atau yang dapat menjamin harmoni antara yang satu dengan yang
lain dalam ISA adalah ideologi yang berkuasa sebagai perekat bagi bersatunya
48
anggota-anggota masyarakat Mengacu kepada gagasan Bourdieu (Harker tt
117 Fashri 200798-99) dikatakan bahwa kesuksesan para anggota kelompok
dominan untuk melancarkan hegemoninya ditentukan juga oleh modal budaya
ekonomi sosial dan modal simbolik yang mereka miliki yaitu sesuatu yang
dihargai oleh masyarakat misalnya pemilikan benda-benda budaya dan status
sosial
Teori relasi kuasapengetahuan dalam penelitian ini digunakan untuk
memecahkan masalah ke dua yaitu bagaimana proses terjadinya posrealitas
dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Teori ini relevan karena dalam
proses pengembangan bela diri Aikido di Bali melalui relasi kuasapengetahuan
oleh Jepang diimplementasikan dalam segala bentuk latihan fisik pengembangan
dojo dan penyebaran nilai-nilai yang ada dalam bela diri Aikido
233 Teori Identitas Sosial
Tajfel menyatakan asumsi dasar teori identitas sosial dalam situs
(httpidhamputrateori-identitas-sosialwordpresscom diakses 02 Agustus 2014)
dengan kalimat sebagai berikut
(1) Kita menciptakan identitas sosial kita untuk menyederhanakan
hubungan eksternal kita (2) Lebih jauh lagi ada kebutuhan manusia untuk
memiliki rasa harga diri (self esteem and self worth) yang kita transfer ke
dalam kelompok kita sendiri (3) Kita juga menata lingkungan kita dengan
perbandingan sosial antar kelompok Konsep dalam kelompok (in groups)
dan luar kelompok (out groups) itu penting dalam analisis ini
Lebih jauh Tajfel mengemukakan bahwa dalam teori identitas sosial
seorang individu tidaklah dianggap sebagai individu secara mutlak satu dalam
kehidupannya Individu merupakan bagian dari kelompok tertentu baik disadari
maupun tidak disadari Konsep identitas sosial adalah bagaimana seseorang itu
49
secara sosial dapat didefinisikan Identitas sosial yang melekat pada seseorang
merupakan identitas positif yang ingin dipertahankan Oleh karena itu individu
yang memiliki identitas sosial positif maka wacana maupun tindakannya akan
sejalan dengan norma kelompoknya Lagi pula individu tersebut diidentifikasikan
dalam suatu kelompok Wacana dan tindakannya sepatutnya sesuai dengan
wacana dan tindakan kelompoknya
Teori identitas sosial sebenarnya berangkat dari asumsi umum sebagai
berikut
1 Setiap individu selalu berusaha untuk merawat atau meninggikan self-
esteemnya mereka berusaha untuk membentuk konsep diri yang positif
2 Kelompok atau kategori sosial dan anggota dari mereka berasosiasi
terhadap konotasi nilai positif atau negatif Identitas sosial positif atau
negatif tergantung evaluasi (yang mengacu pada konsensus sosial bahkan
pada lintas kelompok) kelompok tersebut yang memberikan kontribusi
pada identitas sosial individu
3 Evaluasi dari salah satu kelompok adalah berusaha mendeterminasikan dan
juga sebagai bahan acuan pada kelompok lain secara spesifik melalui
perbandingan sosial dalam bentuk nilai atribut atau karakteristik
Dari asumsi di atas beberapa relasi prinsip teori dapat menghasilkan hal-
hal di bawah ini
1 Individu berusaha untuk mencapai atau merawat identitas sosial yang
positif
50
2 Identitas sosial yang positif ada berdasarkan pada besarnya tingkat
perbandingan favorit in-group dengan out-group in-group pasti
mempersepsikan dirinya secara positif berbeda dari out-group
3 Ketika identitas sosial tidak memuaskan individu akan berusaha keluar
dari kelompok lalu bergabung ke dalam kelompok yang lebih positif atau
membuat kelompok mereka lebih positif
Identitas sosial sebagai teori tidak lepas dari keinginan individu untuk
memperbandingkan dirinya serta kelompoknya dengan yang lain Perbandingan
sosial digambarkan oleh Festinger (1954) sebagai teori yang bisa membimbing
seseorang untuk membandingkan dirinya dengan yang lain siapa yang serupa
dengan dirinya dan siapa yang berbeda siapa yang berada di atas dan siapa yang
berada di bawah
Setidaknya ada tiga variabel yang memengaruhi hubungan pembedaan
antar kelompok dalam situasi sosial yang nyata (Tajfel 1974 Turner 1975
dalam Hogg amp Abrams 2000) Pertama individu pasti memiliki internalisasi
kelompok mereka sebagai konsep diri mereka secara subjektif mereka pasti
mengidentifikasikan kelompok yang relevan Hal ini tidak cukup dari orang lain
saja yang mengidentifikasikan seseorang dari kelompok mana dia berasal Kedua
situasi sosial akan menciptakan perbandingan sosial yang memungkinkan
terjadinya seleksi dan evaluasi atribut relasi yang relevan Perbedaan kelompok
pada tiap-tiap daerah tidak sama secara signifikan Misalnya di Amerika
perbedaan kelompok cenderung menonjol pada perbedaan warna kulit tetapi
perbedaan warna kulit bukan sesuatu yang menonjol di Hongkong Ketiga in-
51
group tidak membandingkan dirinya pada tiap proses kognitif yang ada pada out-
group out-group pastinya dipersepsikan sebagai kelompok perbandingan yang
relevan dalam kesamaan kedekatan dan secara situasional yang menonjol
Kemudian determinasi out-group dihasilkan sebagai perbandingan terhadap
situasi yang menggambarkan sesuatu determinasi in-group (didapatkan dari
sumber httpdharmaputrawordpresscom2008teori-identitas-sosial diakses 03
Agustus 2014)
Barker (2009175-176) menyatakan bahwa meskipun identitas diri bisa
dianggap sebagai proyek seseorang sudah menjadi kebenaran sosiologis juga
bahwa manusia lahir ke dunia yang sudah ada sebelumnya Manusia belajar
menggunakan bahasa yang telah digunakan sebelum lahir dan hidup dalam
konteks hubungan sosial dengan orang lain Manusia disusun menjadi individu
melalui proses sosial yang menggunakan bahan-bahan yang bersifat sosial Secara
umum ini disebut spisialisasi atau akulturasi Tanpa akulturasi manusia tidak
akan menjadi orang sebagaimana gagasan yang dipahami dalam hidup sehari-hari
Tanpa bahasa konsep keorangan dan identitas tidak akan bisa dipahami
Menjadi orang tidak mengandung unsur transenden atau ahistoris apapun
Identitas sepenuhnya sosial dan kultural dengan alasan-alasan berikut
1 Gagasan apakah artinya menjadi orang merupakan pertanyaan kultural
Sebagai contoh individualisme merupakan penunjuk yang khas
masyarakat modern
2 Sumber-sumber yang membentuk bahan-bahan untuk proyek identitas
yaitu bahasa dan praktik kultural berwatak sosial Akibatnya arti menjadi
52
seorang perempuan anak orang Asia atau orang tua terbentuk secara
berbeda-beda tergantung kepada konteks kulturalnya
Sumber-sumber yang bisa dipakai bagi proyek identitas tergantung kepada
kekuasaan situasional yang menjadi asal kompetensi kultural dalam konteks
kultural tertentu Apakah hitam atau putih laki-laki atau perempuan Afrika atau
Amerika kaya atau miskin adalah sesuatu yang penting karena sumber-sumber
kultural yang akan dimasuki berbeda Identitas menjadi penting tidak hanya untuk
penggambaran diri tetapi juga ciri-ciri sosial
Identitas sosial terkait dengan hak kewajiban dan sanksi normatif yang
dalam masyarakat tertentu menjadi dasar penentuan peran Penggunaan ciri-ciri
baku terutama berkaitan dengan ciri umur dan gender tubuh bersifat mendasar
dalam semua masyarakat dan masih sangat banyak lagi ragam lintas-budaya yang
bisa dicatat Giddens (Barker 2009176) Persoalan identitas adalah kesamaan dan
perbedaan soal personal dan sosial soal rdquoapa yang dimiliki individu secara
bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakan satu individu
dengan orang-orang lain Weeks (Barker 2009176)
Berdasarkan uraian di atas pengembangan bela diri Aikido di Bali adalah
identitas para peserta pelatihan yang merupakan satu identitas meliputi identitas
individunya keluarganya sukunya dan kelompoknya Bagi Fromm identitas diri
dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dari identitas sosial individu dalam
konteks komunitasnya Selain menjadi makhluk individual identitas diri tidak
terlepas dari norma yang mengikat masyarakat dalam lingkungan dan peran sosial
53
yang diembannya dalam masyarakat (httpidhamputrawordpressteori-identitas-
sosialcom diakses 03 Agustus 2014)
Teori identitas sosial Hendri Tajfel digunakan secara eklektik (bersamaan)
dengan teori lainnya untuk memecahkan ketiga masalah dalam penelitian ini
Keberterimaan bela diri Aikido di Bali proses terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali yang pada akhirnya membentuk identitas
baru berupa posrealitas kebudayaan yang membentuk identitas para aikidoka Bali
baik secara individu maupun identitas sosialnya
54
24 Model Penelitian
Model penelitian ini dapat digambarkan ke dalam Bagan 21
Bagan 21
Model Penelitian
Keterangan
= memengaruhi
= saling memengaruhi
Kebudayaan Bali
Bela Diri Tradisional Bali
-Pencak Silat
-Tengklung
-Mepantigan
Kebudayaan Jepang
Bela Diri Tradisional Jepang
-Karate
-Judo
-Aikido
Proses terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Latar belakang
terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Posrealitas dalam Pengembangan
Bela Diri Aikido di Bali
Temuan
Penelitian
Implikasi
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
55
Bagan 21 dapat dijelaskan bahwa tampak kebudayaan Bali dengan
unsurnya berupa bela diri tradisional Bali seperti Pencak Silat Tengklung
Mepantigan dan beberapa bela diri lainnya Dengan adanya globalisasi
bersentuhan dengan kebudayaan Jepang dengan unsurnya berupa bela diri
tradisional Jepang seperti Karate Judo dan Aikido Khusus pada penelitian ini
adalah bela diri Jepang Aikido Persentuhan antara keduanya akibat arus
globalisasi melahirkan bela diri Aikido yang berterima dan berkembang di
sejumlah dojo di Bali yang menunjukkan adanya posrealitas Posrealitas dalam
penelitian ini merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu berupa
peniruan bagi aikidoka Bali yaitu bela diri Aikido melalui pelatihan di beberapa
dojo yang ada di Bali Kondisi posrealitas adalah kondisi yang di dalamnya
prinsip-prinsip realitas telah dilampaui dalam pengertian diambil alih oleh
substitusi-substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir Hal ini telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang apa yang disebut yang nyata (the real) Yang nyata
senyata-nyatanya berada di Jepang bela diri Aikido telah membentangkan
persoalan filosofis mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa
yang disebut nyata
Posrealitas dapat dijelaskan sebagai kondisi matinya realitas dalam
pengertian diambilalihnya posisi realitas oleh apa yang sebelumnya disebut
sebagai nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru yang
memesona yang belum pernah dialami sebelumnya
56
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru yang tidak bisa dikatakan
realitas Bali yang asli karena telah dimasuki oleh nilai baru yang berasal dari
sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang Tidak bisa juga
dikatakan realitas yang benar-benar baru karena para anggota pelatihan tetaplah
kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya
Posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali dikaji dari tiga
dimensinya yaitu (1) latar belakang terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali (2) proses terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali dan (3) implikasi pengembangan bela diri Aikido tersebut
dalam kehidupan para aikidoka Bali
Penelitian kajian budaya ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teknik
wawancara observasi dokumentasi dan studi pustaka Data dianalisis secara
eklektik dengan menggunakan teori globalisasi kuasapengetahuan identitas
sosial dan teori pendukung lainnya yang terkait dengan permasalahan yang ada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberterimaan bela diri Aikido di Bali
dilatarbelakangi oleh beberapa ideologi yaitu dualisme kultural paternalisme
pasar citra dan multikulturalisme Proses pengembangan bela diri di beberapa
dojo yang ada di Bali meliputi tahap pengenalan pendirian organisasi
pengembangan tempat pelatihan dan tahap pengembangan mutu Semuanya
berorientasi kepada tempat pelatihan induk bela diri Aikido (Honbu Dojo) yang
berada di Tokyo-Jepang Pengembangan bela diri Aikido di Bali menimbulkan
57
implikasi pada para aikidoka Bali termasuk terbentuknya identitas baru dalam
masyarakat Bali
Melalui penelitian ini ditemukan paradigma baru bahwa di balik kekuatan
budaya Bali yang sedang berlangsung dalam segala lini kehidupan terdapat sikap
orang Bali yang terbuka terhadap kebudayaan asing khususnya bela diri asal
Jepang yaitu bela diri Aikido Terkait dengan bela diri Aikido yang sedang
ditekuni oleh beberapa komunitas di Bali ternyata ada berbagai hal yang
mendukung keberterimaannya Adanya kegayutan nilai-nilai budaya antara
kebudayaan Bali dan kebudayaan Jepang terkait keberadaan bela diri Aikido yang
berterima di beberapa komunitas pelatihan di Bali sehingga hal ini disebut sebagai
multikulturalisme
48
anggota-anggota masyarakat Mengacu kepada gagasan Bourdieu (Harker tt
117 Fashri 200798-99) dikatakan bahwa kesuksesan para anggota kelompok
dominan untuk melancarkan hegemoninya ditentukan juga oleh modal budaya
ekonomi sosial dan modal simbolik yang mereka miliki yaitu sesuatu yang
dihargai oleh masyarakat misalnya pemilikan benda-benda budaya dan status
sosial
Teori relasi kuasapengetahuan dalam penelitian ini digunakan untuk
memecahkan masalah ke dua yaitu bagaimana proses terjadinya posrealitas
dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Teori ini relevan karena dalam
proses pengembangan bela diri Aikido di Bali melalui relasi kuasapengetahuan
oleh Jepang diimplementasikan dalam segala bentuk latihan fisik pengembangan
dojo dan penyebaran nilai-nilai yang ada dalam bela diri Aikido
233 Teori Identitas Sosial
Tajfel menyatakan asumsi dasar teori identitas sosial dalam situs
(httpidhamputrateori-identitas-sosialwordpresscom diakses 02 Agustus 2014)
dengan kalimat sebagai berikut
(1) Kita menciptakan identitas sosial kita untuk menyederhanakan
hubungan eksternal kita (2) Lebih jauh lagi ada kebutuhan manusia untuk
memiliki rasa harga diri (self esteem and self worth) yang kita transfer ke
dalam kelompok kita sendiri (3) Kita juga menata lingkungan kita dengan
perbandingan sosial antar kelompok Konsep dalam kelompok (in groups)
dan luar kelompok (out groups) itu penting dalam analisis ini
Lebih jauh Tajfel mengemukakan bahwa dalam teori identitas sosial
seorang individu tidaklah dianggap sebagai individu secara mutlak satu dalam
kehidupannya Individu merupakan bagian dari kelompok tertentu baik disadari
maupun tidak disadari Konsep identitas sosial adalah bagaimana seseorang itu
49
secara sosial dapat didefinisikan Identitas sosial yang melekat pada seseorang
merupakan identitas positif yang ingin dipertahankan Oleh karena itu individu
yang memiliki identitas sosial positif maka wacana maupun tindakannya akan
sejalan dengan norma kelompoknya Lagi pula individu tersebut diidentifikasikan
dalam suatu kelompok Wacana dan tindakannya sepatutnya sesuai dengan
wacana dan tindakan kelompoknya
Teori identitas sosial sebenarnya berangkat dari asumsi umum sebagai
berikut
1 Setiap individu selalu berusaha untuk merawat atau meninggikan self-
esteemnya mereka berusaha untuk membentuk konsep diri yang positif
2 Kelompok atau kategori sosial dan anggota dari mereka berasosiasi
terhadap konotasi nilai positif atau negatif Identitas sosial positif atau
negatif tergantung evaluasi (yang mengacu pada konsensus sosial bahkan
pada lintas kelompok) kelompok tersebut yang memberikan kontribusi
pada identitas sosial individu
3 Evaluasi dari salah satu kelompok adalah berusaha mendeterminasikan dan
juga sebagai bahan acuan pada kelompok lain secara spesifik melalui
perbandingan sosial dalam bentuk nilai atribut atau karakteristik
Dari asumsi di atas beberapa relasi prinsip teori dapat menghasilkan hal-
hal di bawah ini
1 Individu berusaha untuk mencapai atau merawat identitas sosial yang
positif
50
2 Identitas sosial yang positif ada berdasarkan pada besarnya tingkat
perbandingan favorit in-group dengan out-group in-group pasti
mempersepsikan dirinya secara positif berbeda dari out-group
3 Ketika identitas sosial tidak memuaskan individu akan berusaha keluar
dari kelompok lalu bergabung ke dalam kelompok yang lebih positif atau
membuat kelompok mereka lebih positif
Identitas sosial sebagai teori tidak lepas dari keinginan individu untuk
memperbandingkan dirinya serta kelompoknya dengan yang lain Perbandingan
sosial digambarkan oleh Festinger (1954) sebagai teori yang bisa membimbing
seseorang untuk membandingkan dirinya dengan yang lain siapa yang serupa
dengan dirinya dan siapa yang berbeda siapa yang berada di atas dan siapa yang
berada di bawah
Setidaknya ada tiga variabel yang memengaruhi hubungan pembedaan
antar kelompok dalam situasi sosial yang nyata (Tajfel 1974 Turner 1975
dalam Hogg amp Abrams 2000) Pertama individu pasti memiliki internalisasi
kelompok mereka sebagai konsep diri mereka secara subjektif mereka pasti
mengidentifikasikan kelompok yang relevan Hal ini tidak cukup dari orang lain
saja yang mengidentifikasikan seseorang dari kelompok mana dia berasal Kedua
situasi sosial akan menciptakan perbandingan sosial yang memungkinkan
terjadinya seleksi dan evaluasi atribut relasi yang relevan Perbedaan kelompok
pada tiap-tiap daerah tidak sama secara signifikan Misalnya di Amerika
perbedaan kelompok cenderung menonjol pada perbedaan warna kulit tetapi
perbedaan warna kulit bukan sesuatu yang menonjol di Hongkong Ketiga in-
51
group tidak membandingkan dirinya pada tiap proses kognitif yang ada pada out-
group out-group pastinya dipersepsikan sebagai kelompok perbandingan yang
relevan dalam kesamaan kedekatan dan secara situasional yang menonjol
Kemudian determinasi out-group dihasilkan sebagai perbandingan terhadap
situasi yang menggambarkan sesuatu determinasi in-group (didapatkan dari
sumber httpdharmaputrawordpresscom2008teori-identitas-sosial diakses 03
Agustus 2014)
Barker (2009175-176) menyatakan bahwa meskipun identitas diri bisa
dianggap sebagai proyek seseorang sudah menjadi kebenaran sosiologis juga
bahwa manusia lahir ke dunia yang sudah ada sebelumnya Manusia belajar
menggunakan bahasa yang telah digunakan sebelum lahir dan hidup dalam
konteks hubungan sosial dengan orang lain Manusia disusun menjadi individu
melalui proses sosial yang menggunakan bahan-bahan yang bersifat sosial Secara
umum ini disebut spisialisasi atau akulturasi Tanpa akulturasi manusia tidak
akan menjadi orang sebagaimana gagasan yang dipahami dalam hidup sehari-hari
Tanpa bahasa konsep keorangan dan identitas tidak akan bisa dipahami
Menjadi orang tidak mengandung unsur transenden atau ahistoris apapun
Identitas sepenuhnya sosial dan kultural dengan alasan-alasan berikut
1 Gagasan apakah artinya menjadi orang merupakan pertanyaan kultural
Sebagai contoh individualisme merupakan penunjuk yang khas
masyarakat modern
2 Sumber-sumber yang membentuk bahan-bahan untuk proyek identitas
yaitu bahasa dan praktik kultural berwatak sosial Akibatnya arti menjadi
52
seorang perempuan anak orang Asia atau orang tua terbentuk secara
berbeda-beda tergantung kepada konteks kulturalnya
Sumber-sumber yang bisa dipakai bagi proyek identitas tergantung kepada
kekuasaan situasional yang menjadi asal kompetensi kultural dalam konteks
kultural tertentu Apakah hitam atau putih laki-laki atau perempuan Afrika atau
Amerika kaya atau miskin adalah sesuatu yang penting karena sumber-sumber
kultural yang akan dimasuki berbeda Identitas menjadi penting tidak hanya untuk
penggambaran diri tetapi juga ciri-ciri sosial
Identitas sosial terkait dengan hak kewajiban dan sanksi normatif yang
dalam masyarakat tertentu menjadi dasar penentuan peran Penggunaan ciri-ciri
baku terutama berkaitan dengan ciri umur dan gender tubuh bersifat mendasar
dalam semua masyarakat dan masih sangat banyak lagi ragam lintas-budaya yang
bisa dicatat Giddens (Barker 2009176) Persoalan identitas adalah kesamaan dan
perbedaan soal personal dan sosial soal rdquoapa yang dimiliki individu secara
bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakan satu individu
dengan orang-orang lain Weeks (Barker 2009176)
Berdasarkan uraian di atas pengembangan bela diri Aikido di Bali adalah
identitas para peserta pelatihan yang merupakan satu identitas meliputi identitas
individunya keluarganya sukunya dan kelompoknya Bagi Fromm identitas diri
dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dari identitas sosial individu dalam
konteks komunitasnya Selain menjadi makhluk individual identitas diri tidak
terlepas dari norma yang mengikat masyarakat dalam lingkungan dan peran sosial
53
yang diembannya dalam masyarakat (httpidhamputrawordpressteori-identitas-
sosialcom diakses 03 Agustus 2014)
Teori identitas sosial Hendri Tajfel digunakan secara eklektik (bersamaan)
dengan teori lainnya untuk memecahkan ketiga masalah dalam penelitian ini
Keberterimaan bela diri Aikido di Bali proses terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali yang pada akhirnya membentuk identitas
baru berupa posrealitas kebudayaan yang membentuk identitas para aikidoka Bali
baik secara individu maupun identitas sosialnya
54
24 Model Penelitian
Model penelitian ini dapat digambarkan ke dalam Bagan 21
Bagan 21
Model Penelitian
Keterangan
= memengaruhi
= saling memengaruhi
Kebudayaan Bali
Bela Diri Tradisional Bali
-Pencak Silat
-Tengklung
-Mepantigan
Kebudayaan Jepang
Bela Diri Tradisional Jepang
-Karate
-Judo
-Aikido
Proses terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Latar belakang
terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Posrealitas dalam Pengembangan
Bela Diri Aikido di Bali
Temuan
Penelitian
Implikasi
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
55
Bagan 21 dapat dijelaskan bahwa tampak kebudayaan Bali dengan
unsurnya berupa bela diri tradisional Bali seperti Pencak Silat Tengklung
Mepantigan dan beberapa bela diri lainnya Dengan adanya globalisasi
bersentuhan dengan kebudayaan Jepang dengan unsurnya berupa bela diri
tradisional Jepang seperti Karate Judo dan Aikido Khusus pada penelitian ini
adalah bela diri Jepang Aikido Persentuhan antara keduanya akibat arus
globalisasi melahirkan bela diri Aikido yang berterima dan berkembang di
sejumlah dojo di Bali yang menunjukkan adanya posrealitas Posrealitas dalam
penelitian ini merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu berupa
peniruan bagi aikidoka Bali yaitu bela diri Aikido melalui pelatihan di beberapa
dojo yang ada di Bali Kondisi posrealitas adalah kondisi yang di dalamnya
prinsip-prinsip realitas telah dilampaui dalam pengertian diambil alih oleh
substitusi-substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir Hal ini telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang apa yang disebut yang nyata (the real) Yang nyata
senyata-nyatanya berada di Jepang bela diri Aikido telah membentangkan
persoalan filosofis mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa
yang disebut nyata
Posrealitas dapat dijelaskan sebagai kondisi matinya realitas dalam
pengertian diambilalihnya posisi realitas oleh apa yang sebelumnya disebut
sebagai nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru yang
memesona yang belum pernah dialami sebelumnya
56
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru yang tidak bisa dikatakan
realitas Bali yang asli karena telah dimasuki oleh nilai baru yang berasal dari
sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang Tidak bisa juga
dikatakan realitas yang benar-benar baru karena para anggota pelatihan tetaplah
kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya
Posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali dikaji dari tiga
dimensinya yaitu (1) latar belakang terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali (2) proses terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali dan (3) implikasi pengembangan bela diri Aikido tersebut
dalam kehidupan para aikidoka Bali
Penelitian kajian budaya ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teknik
wawancara observasi dokumentasi dan studi pustaka Data dianalisis secara
eklektik dengan menggunakan teori globalisasi kuasapengetahuan identitas
sosial dan teori pendukung lainnya yang terkait dengan permasalahan yang ada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberterimaan bela diri Aikido di Bali
dilatarbelakangi oleh beberapa ideologi yaitu dualisme kultural paternalisme
pasar citra dan multikulturalisme Proses pengembangan bela diri di beberapa
dojo yang ada di Bali meliputi tahap pengenalan pendirian organisasi
pengembangan tempat pelatihan dan tahap pengembangan mutu Semuanya
berorientasi kepada tempat pelatihan induk bela diri Aikido (Honbu Dojo) yang
berada di Tokyo-Jepang Pengembangan bela diri Aikido di Bali menimbulkan
57
implikasi pada para aikidoka Bali termasuk terbentuknya identitas baru dalam
masyarakat Bali
Melalui penelitian ini ditemukan paradigma baru bahwa di balik kekuatan
budaya Bali yang sedang berlangsung dalam segala lini kehidupan terdapat sikap
orang Bali yang terbuka terhadap kebudayaan asing khususnya bela diri asal
Jepang yaitu bela diri Aikido Terkait dengan bela diri Aikido yang sedang
ditekuni oleh beberapa komunitas di Bali ternyata ada berbagai hal yang
mendukung keberterimaannya Adanya kegayutan nilai-nilai budaya antara
kebudayaan Bali dan kebudayaan Jepang terkait keberadaan bela diri Aikido yang
berterima di beberapa komunitas pelatihan di Bali sehingga hal ini disebut sebagai
multikulturalisme
49
secara sosial dapat didefinisikan Identitas sosial yang melekat pada seseorang
merupakan identitas positif yang ingin dipertahankan Oleh karena itu individu
yang memiliki identitas sosial positif maka wacana maupun tindakannya akan
sejalan dengan norma kelompoknya Lagi pula individu tersebut diidentifikasikan
dalam suatu kelompok Wacana dan tindakannya sepatutnya sesuai dengan
wacana dan tindakan kelompoknya
Teori identitas sosial sebenarnya berangkat dari asumsi umum sebagai
berikut
1 Setiap individu selalu berusaha untuk merawat atau meninggikan self-
esteemnya mereka berusaha untuk membentuk konsep diri yang positif
2 Kelompok atau kategori sosial dan anggota dari mereka berasosiasi
terhadap konotasi nilai positif atau negatif Identitas sosial positif atau
negatif tergantung evaluasi (yang mengacu pada konsensus sosial bahkan
pada lintas kelompok) kelompok tersebut yang memberikan kontribusi
pada identitas sosial individu
3 Evaluasi dari salah satu kelompok adalah berusaha mendeterminasikan dan
juga sebagai bahan acuan pada kelompok lain secara spesifik melalui
perbandingan sosial dalam bentuk nilai atribut atau karakteristik
Dari asumsi di atas beberapa relasi prinsip teori dapat menghasilkan hal-
hal di bawah ini
1 Individu berusaha untuk mencapai atau merawat identitas sosial yang
positif
50
2 Identitas sosial yang positif ada berdasarkan pada besarnya tingkat
perbandingan favorit in-group dengan out-group in-group pasti
mempersepsikan dirinya secara positif berbeda dari out-group
3 Ketika identitas sosial tidak memuaskan individu akan berusaha keluar
dari kelompok lalu bergabung ke dalam kelompok yang lebih positif atau
membuat kelompok mereka lebih positif
Identitas sosial sebagai teori tidak lepas dari keinginan individu untuk
memperbandingkan dirinya serta kelompoknya dengan yang lain Perbandingan
sosial digambarkan oleh Festinger (1954) sebagai teori yang bisa membimbing
seseorang untuk membandingkan dirinya dengan yang lain siapa yang serupa
dengan dirinya dan siapa yang berbeda siapa yang berada di atas dan siapa yang
berada di bawah
Setidaknya ada tiga variabel yang memengaruhi hubungan pembedaan
antar kelompok dalam situasi sosial yang nyata (Tajfel 1974 Turner 1975
dalam Hogg amp Abrams 2000) Pertama individu pasti memiliki internalisasi
kelompok mereka sebagai konsep diri mereka secara subjektif mereka pasti
mengidentifikasikan kelompok yang relevan Hal ini tidak cukup dari orang lain
saja yang mengidentifikasikan seseorang dari kelompok mana dia berasal Kedua
situasi sosial akan menciptakan perbandingan sosial yang memungkinkan
terjadinya seleksi dan evaluasi atribut relasi yang relevan Perbedaan kelompok
pada tiap-tiap daerah tidak sama secara signifikan Misalnya di Amerika
perbedaan kelompok cenderung menonjol pada perbedaan warna kulit tetapi
perbedaan warna kulit bukan sesuatu yang menonjol di Hongkong Ketiga in-
51
group tidak membandingkan dirinya pada tiap proses kognitif yang ada pada out-
group out-group pastinya dipersepsikan sebagai kelompok perbandingan yang
relevan dalam kesamaan kedekatan dan secara situasional yang menonjol
Kemudian determinasi out-group dihasilkan sebagai perbandingan terhadap
situasi yang menggambarkan sesuatu determinasi in-group (didapatkan dari
sumber httpdharmaputrawordpresscom2008teori-identitas-sosial diakses 03
Agustus 2014)
Barker (2009175-176) menyatakan bahwa meskipun identitas diri bisa
dianggap sebagai proyek seseorang sudah menjadi kebenaran sosiologis juga
bahwa manusia lahir ke dunia yang sudah ada sebelumnya Manusia belajar
menggunakan bahasa yang telah digunakan sebelum lahir dan hidup dalam
konteks hubungan sosial dengan orang lain Manusia disusun menjadi individu
melalui proses sosial yang menggunakan bahan-bahan yang bersifat sosial Secara
umum ini disebut spisialisasi atau akulturasi Tanpa akulturasi manusia tidak
akan menjadi orang sebagaimana gagasan yang dipahami dalam hidup sehari-hari
Tanpa bahasa konsep keorangan dan identitas tidak akan bisa dipahami
Menjadi orang tidak mengandung unsur transenden atau ahistoris apapun
Identitas sepenuhnya sosial dan kultural dengan alasan-alasan berikut
1 Gagasan apakah artinya menjadi orang merupakan pertanyaan kultural
Sebagai contoh individualisme merupakan penunjuk yang khas
masyarakat modern
2 Sumber-sumber yang membentuk bahan-bahan untuk proyek identitas
yaitu bahasa dan praktik kultural berwatak sosial Akibatnya arti menjadi
52
seorang perempuan anak orang Asia atau orang tua terbentuk secara
berbeda-beda tergantung kepada konteks kulturalnya
Sumber-sumber yang bisa dipakai bagi proyek identitas tergantung kepada
kekuasaan situasional yang menjadi asal kompetensi kultural dalam konteks
kultural tertentu Apakah hitam atau putih laki-laki atau perempuan Afrika atau
Amerika kaya atau miskin adalah sesuatu yang penting karena sumber-sumber
kultural yang akan dimasuki berbeda Identitas menjadi penting tidak hanya untuk
penggambaran diri tetapi juga ciri-ciri sosial
Identitas sosial terkait dengan hak kewajiban dan sanksi normatif yang
dalam masyarakat tertentu menjadi dasar penentuan peran Penggunaan ciri-ciri
baku terutama berkaitan dengan ciri umur dan gender tubuh bersifat mendasar
dalam semua masyarakat dan masih sangat banyak lagi ragam lintas-budaya yang
bisa dicatat Giddens (Barker 2009176) Persoalan identitas adalah kesamaan dan
perbedaan soal personal dan sosial soal rdquoapa yang dimiliki individu secara
bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakan satu individu
dengan orang-orang lain Weeks (Barker 2009176)
Berdasarkan uraian di atas pengembangan bela diri Aikido di Bali adalah
identitas para peserta pelatihan yang merupakan satu identitas meliputi identitas
individunya keluarganya sukunya dan kelompoknya Bagi Fromm identitas diri
dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dari identitas sosial individu dalam
konteks komunitasnya Selain menjadi makhluk individual identitas diri tidak
terlepas dari norma yang mengikat masyarakat dalam lingkungan dan peran sosial
53
yang diembannya dalam masyarakat (httpidhamputrawordpressteori-identitas-
sosialcom diakses 03 Agustus 2014)
Teori identitas sosial Hendri Tajfel digunakan secara eklektik (bersamaan)
dengan teori lainnya untuk memecahkan ketiga masalah dalam penelitian ini
Keberterimaan bela diri Aikido di Bali proses terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali yang pada akhirnya membentuk identitas
baru berupa posrealitas kebudayaan yang membentuk identitas para aikidoka Bali
baik secara individu maupun identitas sosialnya
54
24 Model Penelitian
Model penelitian ini dapat digambarkan ke dalam Bagan 21
Bagan 21
Model Penelitian
Keterangan
= memengaruhi
= saling memengaruhi
Kebudayaan Bali
Bela Diri Tradisional Bali
-Pencak Silat
-Tengklung
-Mepantigan
Kebudayaan Jepang
Bela Diri Tradisional Jepang
-Karate
-Judo
-Aikido
Proses terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Latar belakang
terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Posrealitas dalam Pengembangan
Bela Diri Aikido di Bali
Temuan
Penelitian
Implikasi
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
55
Bagan 21 dapat dijelaskan bahwa tampak kebudayaan Bali dengan
unsurnya berupa bela diri tradisional Bali seperti Pencak Silat Tengklung
Mepantigan dan beberapa bela diri lainnya Dengan adanya globalisasi
bersentuhan dengan kebudayaan Jepang dengan unsurnya berupa bela diri
tradisional Jepang seperti Karate Judo dan Aikido Khusus pada penelitian ini
adalah bela diri Jepang Aikido Persentuhan antara keduanya akibat arus
globalisasi melahirkan bela diri Aikido yang berterima dan berkembang di
sejumlah dojo di Bali yang menunjukkan adanya posrealitas Posrealitas dalam
penelitian ini merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu berupa
peniruan bagi aikidoka Bali yaitu bela diri Aikido melalui pelatihan di beberapa
dojo yang ada di Bali Kondisi posrealitas adalah kondisi yang di dalamnya
prinsip-prinsip realitas telah dilampaui dalam pengertian diambil alih oleh
substitusi-substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir Hal ini telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang apa yang disebut yang nyata (the real) Yang nyata
senyata-nyatanya berada di Jepang bela diri Aikido telah membentangkan
persoalan filosofis mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa
yang disebut nyata
Posrealitas dapat dijelaskan sebagai kondisi matinya realitas dalam
pengertian diambilalihnya posisi realitas oleh apa yang sebelumnya disebut
sebagai nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru yang
memesona yang belum pernah dialami sebelumnya
56
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru yang tidak bisa dikatakan
realitas Bali yang asli karena telah dimasuki oleh nilai baru yang berasal dari
sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang Tidak bisa juga
dikatakan realitas yang benar-benar baru karena para anggota pelatihan tetaplah
kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya
Posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali dikaji dari tiga
dimensinya yaitu (1) latar belakang terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali (2) proses terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali dan (3) implikasi pengembangan bela diri Aikido tersebut
dalam kehidupan para aikidoka Bali
Penelitian kajian budaya ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teknik
wawancara observasi dokumentasi dan studi pustaka Data dianalisis secara
eklektik dengan menggunakan teori globalisasi kuasapengetahuan identitas
sosial dan teori pendukung lainnya yang terkait dengan permasalahan yang ada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberterimaan bela diri Aikido di Bali
dilatarbelakangi oleh beberapa ideologi yaitu dualisme kultural paternalisme
pasar citra dan multikulturalisme Proses pengembangan bela diri di beberapa
dojo yang ada di Bali meliputi tahap pengenalan pendirian organisasi
pengembangan tempat pelatihan dan tahap pengembangan mutu Semuanya
berorientasi kepada tempat pelatihan induk bela diri Aikido (Honbu Dojo) yang
berada di Tokyo-Jepang Pengembangan bela diri Aikido di Bali menimbulkan
57
implikasi pada para aikidoka Bali termasuk terbentuknya identitas baru dalam
masyarakat Bali
Melalui penelitian ini ditemukan paradigma baru bahwa di balik kekuatan
budaya Bali yang sedang berlangsung dalam segala lini kehidupan terdapat sikap
orang Bali yang terbuka terhadap kebudayaan asing khususnya bela diri asal
Jepang yaitu bela diri Aikido Terkait dengan bela diri Aikido yang sedang
ditekuni oleh beberapa komunitas di Bali ternyata ada berbagai hal yang
mendukung keberterimaannya Adanya kegayutan nilai-nilai budaya antara
kebudayaan Bali dan kebudayaan Jepang terkait keberadaan bela diri Aikido yang
berterima di beberapa komunitas pelatihan di Bali sehingga hal ini disebut sebagai
multikulturalisme
50
2 Identitas sosial yang positif ada berdasarkan pada besarnya tingkat
perbandingan favorit in-group dengan out-group in-group pasti
mempersepsikan dirinya secara positif berbeda dari out-group
3 Ketika identitas sosial tidak memuaskan individu akan berusaha keluar
dari kelompok lalu bergabung ke dalam kelompok yang lebih positif atau
membuat kelompok mereka lebih positif
Identitas sosial sebagai teori tidak lepas dari keinginan individu untuk
memperbandingkan dirinya serta kelompoknya dengan yang lain Perbandingan
sosial digambarkan oleh Festinger (1954) sebagai teori yang bisa membimbing
seseorang untuk membandingkan dirinya dengan yang lain siapa yang serupa
dengan dirinya dan siapa yang berbeda siapa yang berada di atas dan siapa yang
berada di bawah
Setidaknya ada tiga variabel yang memengaruhi hubungan pembedaan
antar kelompok dalam situasi sosial yang nyata (Tajfel 1974 Turner 1975
dalam Hogg amp Abrams 2000) Pertama individu pasti memiliki internalisasi
kelompok mereka sebagai konsep diri mereka secara subjektif mereka pasti
mengidentifikasikan kelompok yang relevan Hal ini tidak cukup dari orang lain
saja yang mengidentifikasikan seseorang dari kelompok mana dia berasal Kedua
situasi sosial akan menciptakan perbandingan sosial yang memungkinkan
terjadinya seleksi dan evaluasi atribut relasi yang relevan Perbedaan kelompok
pada tiap-tiap daerah tidak sama secara signifikan Misalnya di Amerika
perbedaan kelompok cenderung menonjol pada perbedaan warna kulit tetapi
perbedaan warna kulit bukan sesuatu yang menonjol di Hongkong Ketiga in-
51
group tidak membandingkan dirinya pada tiap proses kognitif yang ada pada out-
group out-group pastinya dipersepsikan sebagai kelompok perbandingan yang
relevan dalam kesamaan kedekatan dan secara situasional yang menonjol
Kemudian determinasi out-group dihasilkan sebagai perbandingan terhadap
situasi yang menggambarkan sesuatu determinasi in-group (didapatkan dari
sumber httpdharmaputrawordpresscom2008teori-identitas-sosial diakses 03
Agustus 2014)
Barker (2009175-176) menyatakan bahwa meskipun identitas diri bisa
dianggap sebagai proyek seseorang sudah menjadi kebenaran sosiologis juga
bahwa manusia lahir ke dunia yang sudah ada sebelumnya Manusia belajar
menggunakan bahasa yang telah digunakan sebelum lahir dan hidup dalam
konteks hubungan sosial dengan orang lain Manusia disusun menjadi individu
melalui proses sosial yang menggunakan bahan-bahan yang bersifat sosial Secara
umum ini disebut spisialisasi atau akulturasi Tanpa akulturasi manusia tidak
akan menjadi orang sebagaimana gagasan yang dipahami dalam hidup sehari-hari
Tanpa bahasa konsep keorangan dan identitas tidak akan bisa dipahami
Menjadi orang tidak mengandung unsur transenden atau ahistoris apapun
Identitas sepenuhnya sosial dan kultural dengan alasan-alasan berikut
1 Gagasan apakah artinya menjadi orang merupakan pertanyaan kultural
Sebagai contoh individualisme merupakan penunjuk yang khas
masyarakat modern
2 Sumber-sumber yang membentuk bahan-bahan untuk proyek identitas
yaitu bahasa dan praktik kultural berwatak sosial Akibatnya arti menjadi
52
seorang perempuan anak orang Asia atau orang tua terbentuk secara
berbeda-beda tergantung kepada konteks kulturalnya
Sumber-sumber yang bisa dipakai bagi proyek identitas tergantung kepada
kekuasaan situasional yang menjadi asal kompetensi kultural dalam konteks
kultural tertentu Apakah hitam atau putih laki-laki atau perempuan Afrika atau
Amerika kaya atau miskin adalah sesuatu yang penting karena sumber-sumber
kultural yang akan dimasuki berbeda Identitas menjadi penting tidak hanya untuk
penggambaran diri tetapi juga ciri-ciri sosial
Identitas sosial terkait dengan hak kewajiban dan sanksi normatif yang
dalam masyarakat tertentu menjadi dasar penentuan peran Penggunaan ciri-ciri
baku terutama berkaitan dengan ciri umur dan gender tubuh bersifat mendasar
dalam semua masyarakat dan masih sangat banyak lagi ragam lintas-budaya yang
bisa dicatat Giddens (Barker 2009176) Persoalan identitas adalah kesamaan dan
perbedaan soal personal dan sosial soal rdquoapa yang dimiliki individu secara
bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakan satu individu
dengan orang-orang lain Weeks (Barker 2009176)
Berdasarkan uraian di atas pengembangan bela diri Aikido di Bali adalah
identitas para peserta pelatihan yang merupakan satu identitas meliputi identitas
individunya keluarganya sukunya dan kelompoknya Bagi Fromm identitas diri
dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dari identitas sosial individu dalam
konteks komunitasnya Selain menjadi makhluk individual identitas diri tidak
terlepas dari norma yang mengikat masyarakat dalam lingkungan dan peran sosial
53
yang diembannya dalam masyarakat (httpidhamputrawordpressteori-identitas-
sosialcom diakses 03 Agustus 2014)
Teori identitas sosial Hendri Tajfel digunakan secara eklektik (bersamaan)
dengan teori lainnya untuk memecahkan ketiga masalah dalam penelitian ini
Keberterimaan bela diri Aikido di Bali proses terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali yang pada akhirnya membentuk identitas
baru berupa posrealitas kebudayaan yang membentuk identitas para aikidoka Bali
baik secara individu maupun identitas sosialnya
54
24 Model Penelitian
Model penelitian ini dapat digambarkan ke dalam Bagan 21
Bagan 21
Model Penelitian
Keterangan
= memengaruhi
= saling memengaruhi
Kebudayaan Bali
Bela Diri Tradisional Bali
-Pencak Silat
-Tengklung
-Mepantigan
Kebudayaan Jepang
Bela Diri Tradisional Jepang
-Karate
-Judo
-Aikido
Proses terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Latar belakang
terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Posrealitas dalam Pengembangan
Bela Diri Aikido di Bali
Temuan
Penelitian
Implikasi
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
55
Bagan 21 dapat dijelaskan bahwa tampak kebudayaan Bali dengan
unsurnya berupa bela diri tradisional Bali seperti Pencak Silat Tengklung
Mepantigan dan beberapa bela diri lainnya Dengan adanya globalisasi
bersentuhan dengan kebudayaan Jepang dengan unsurnya berupa bela diri
tradisional Jepang seperti Karate Judo dan Aikido Khusus pada penelitian ini
adalah bela diri Jepang Aikido Persentuhan antara keduanya akibat arus
globalisasi melahirkan bela diri Aikido yang berterima dan berkembang di
sejumlah dojo di Bali yang menunjukkan adanya posrealitas Posrealitas dalam
penelitian ini merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu berupa
peniruan bagi aikidoka Bali yaitu bela diri Aikido melalui pelatihan di beberapa
dojo yang ada di Bali Kondisi posrealitas adalah kondisi yang di dalamnya
prinsip-prinsip realitas telah dilampaui dalam pengertian diambil alih oleh
substitusi-substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir Hal ini telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang apa yang disebut yang nyata (the real) Yang nyata
senyata-nyatanya berada di Jepang bela diri Aikido telah membentangkan
persoalan filosofis mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa
yang disebut nyata
Posrealitas dapat dijelaskan sebagai kondisi matinya realitas dalam
pengertian diambilalihnya posisi realitas oleh apa yang sebelumnya disebut
sebagai nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru yang
memesona yang belum pernah dialami sebelumnya
56
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru yang tidak bisa dikatakan
realitas Bali yang asli karena telah dimasuki oleh nilai baru yang berasal dari
sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang Tidak bisa juga
dikatakan realitas yang benar-benar baru karena para anggota pelatihan tetaplah
kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya
Posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali dikaji dari tiga
dimensinya yaitu (1) latar belakang terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali (2) proses terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali dan (3) implikasi pengembangan bela diri Aikido tersebut
dalam kehidupan para aikidoka Bali
Penelitian kajian budaya ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teknik
wawancara observasi dokumentasi dan studi pustaka Data dianalisis secara
eklektik dengan menggunakan teori globalisasi kuasapengetahuan identitas
sosial dan teori pendukung lainnya yang terkait dengan permasalahan yang ada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberterimaan bela diri Aikido di Bali
dilatarbelakangi oleh beberapa ideologi yaitu dualisme kultural paternalisme
pasar citra dan multikulturalisme Proses pengembangan bela diri di beberapa
dojo yang ada di Bali meliputi tahap pengenalan pendirian organisasi
pengembangan tempat pelatihan dan tahap pengembangan mutu Semuanya
berorientasi kepada tempat pelatihan induk bela diri Aikido (Honbu Dojo) yang
berada di Tokyo-Jepang Pengembangan bela diri Aikido di Bali menimbulkan
57
implikasi pada para aikidoka Bali termasuk terbentuknya identitas baru dalam
masyarakat Bali
Melalui penelitian ini ditemukan paradigma baru bahwa di balik kekuatan
budaya Bali yang sedang berlangsung dalam segala lini kehidupan terdapat sikap
orang Bali yang terbuka terhadap kebudayaan asing khususnya bela diri asal
Jepang yaitu bela diri Aikido Terkait dengan bela diri Aikido yang sedang
ditekuni oleh beberapa komunitas di Bali ternyata ada berbagai hal yang
mendukung keberterimaannya Adanya kegayutan nilai-nilai budaya antara
kebudayaan Bali dan kebudayaan Jepang terkait keberadaan bela diri Aikido yang
berterima di beberapa komunitas pelatihan di Bali sehingga hal ini disebut sebagai
multikulturalisme
51
group tidak membandingkan dirinya pada tiap proses kognitif yang ada pada out-
group out-group pastinya dipersepsikan sebagai kelompok perbandingan yang
relevan dalam kesamaan kedekatan dan secara situasional yang menonjol
Kemudian determinasi out-group dihasilkan sebagai perbandingan terhadap
situasi yang menggambarkan sesuatu determinasi in-group (didapatkan dari
sumber httpdharmaputrawordpresscom2008teori-identitas-sosial diakses 03
Agustus 2014)
Barker (2009175-176) menyatakan bahwa meskipun identitas diri bisa
dianggap sebagai proyek seseorang sudah menjadi kebenaran sosiologis juga
bahwa manusia lahir ke dunia yang sudah ada sebelumnya Manusia belajar
menggunakan bahasa yang telah digunakan sebelum lahir dan hidup dalam
konteks hubungan sosial dengan orang lain Manusia disusun menjadi individu
melalui proses sosial yang menggunakan bahan-bahan yang bersifat sosial Secara
umum ini disebut spisialisasi atau akulturasi Tanpa akulturasi manusia tidak
akan menjadi orang sebagaimana gagasan yang dipahami dalam hidup sehari-hari
Tanpa bahasa konsep keorangan dan identitas tidak akan bisa dipahami
Menjadi orang tidak mengandung unsur transenden atau ahistoris apapun
Identitas sepenuhnya sosial dan kultural dengan alasan-alasan berikut
1 Gagasan apakah artinya menjadi orang merupakan pertanyaan kultural
Sebagai contoh individualisme merupakan penunjuk yang khas
masyarakat modern
2 Sumber-sumber yang membentuk bahan-bahan untuk proyek identitas
yaitu bahasa dan praktik kultural berwatak sosial Akibatnya arti menjadi
52
seorang perempuan anak orang Asia atau orang tua terbentuk secara
berbeda-beda tergantung kepada konteks kulturalnya
Sumber-sumber yang bisa dipakai bagi proyek identitas tergantung kepada
kekuasaan situasional yang menjadi asal kompetensi kultural dalam konteks
kultural tertentu Apakah hitam atau putih laki-laki atau perempuan Afrika atau
Amerika kaya atau miskin adalah sesuatu yang penting karena sumber-sumber
kultural yang akan dimasuki berbeda Identitas menjadi penting tidak hanya untuk
penggambaran diri tetapi juga ciri-ciri sosial
Identitas sosial terkait dengan hak kewajiban dan sanksi normatif yang
dalam masyarakat tertentu menjadi dasar penentuan peran Penggunaan ciri-ciri
baku terutama berkaitan dengan ciri umur dan gender tubuh bersifat mendasar
dalam semua masyarakat dan masih sangat banyak lagi ragam lintas-budaya yang
bisa dicatat Giddens (Barker 2009176) Persoalan identitas adalah kesamaan dan
perbedaan soal personal dan sosial soal rdquoapa yang dimiliki individu secara
bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakan satu individu
dengan orang-orang lain Weeks (Barker 2009176)
Berdasarkan uraian di atas pengembangan bela diri Aikido di Bali adalah
identitas para peserta pelatihan yang merupakan satu identitas meliputi identitas
individunya keluarganya sukunya dan kelompoknya Bagi Fromm identitas diri
dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dari identitas sosial individu dalam
konteks komunitasnya Selain menjadi makhluk individual identitas diri tidak
terlepas dari norma yang mengikat masyarakat dalam lingkungan dan peran sosial
53
yang diembannya dalam masyarakat (httpidhamputrawordpressteori-identitas-
sosialcom diakses 03 Agustus 2014)
Teori identitas sosial Hendri Tajfel digunakan secara eklektik (bersamaan)
dengan teori lainnya untuk memecahkan ketiga masalah dalam penelitian ini
Keberterimaan bela diri Aikido di Bali proses terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali yang pada akhirnya membentuk identitas
baru berupa posrealitas kebudayaan yang membentuk identitas para aikidoka Bali
baik secara individu maupun identitas sosialnya
54
24 Model Penelitian
Model penelitian ini dapat digambarkan ke dalam Bagan 21
Bagan 21
Model Penelitian
Keterangan
= memengaruhi
= saling memengaruhi
Kebudayaan Bali
Bela Diri Tradisional Bali
-Pencak Silat
-Tengklung
-Mepantigan
Kebudayaan Jepang
Bela Diri Tradisional Jepang
-Karate
-Judo
-Aikido
Proses terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Latar belakang
terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Posrealitas dalam Pengembangan
Bela Diri Aikido di Bali
Temuan
Penelitian
Implikasi
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
55
Bagan 21 dapat dijelaskan bahwa tampak kebudayaan Bali dengan
unsurnya berupa bela diri tradisional Bali seperti Pencak Silat Tengklung
Mepantigan dan beberapa bela diri lainnya Dengan adanya globalisasi
bersentuhan dengan kebudayaan Jepang dengan unsurnya berupa bela diri
tradisional Jepang seperti Karate Judo dan Aikido Khusus pada penelitian ini
adalah bela diri Jepang Aikido Persentuhan antara keduanya akibat arus
globalisasi melahirkan bela diri Aikido yang berterima dan berkembang di
sejumlah dojo di Bali yang menunjukkan adanya posrealitas Posrealitas dalam
penelitian ini merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu berupa
peniruan bagi aikidoka Bali yaitu bela diri Aikido melalui pelatihan di beberapa
dojo yang ada di Bali Kondisi posrealitas adalah kondisi yang di dalamnya
prinsip-prinsip realitas telah dilampaui dalam pengertian diambil alih oleh
substitusi-substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir Hal ini telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang apa yang disebut yang nyata (the real) Yang nyata
senyata-nyatanya berada di Jepang bela diri Aikido telah membentangkan
persoalan filosofis mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa
yang disebut nyata
Posrealitas dapat dijelaskan sebagai kondisi matinya realitas dalam
pengertian diambilalihnya posisi realitas oleh apa yang sebelumnya disebut
sebagai nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru yang
memesona yang belum pernah dialami sebelumnya
56
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru yang tidak bisa dikatakan
realitas Bali yang asli karena telah dimasuki oleh nilai baru yang berasal dari
sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang Tidak bisa juga
dikatakan realitas yang benar-benar baru karena para anggota pelatihan tetaplah
kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya
Posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali dikaji dari tiga
dimensinya yaitu (1) latar belakang terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali (2) proses terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali dan (3) implikasi pengembangan bela diri Aikido tersebut
dalam kehidupan para aikidoka Bali
Penelitian kajian budaya ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teknik
wawancara observasi dokumentasi dan studi pustaka Data dianalisis secara
eklektik dengan menggunakan teori globalisasi kuasapengetahuan identitas
sosial dan teori pendukung lainnya yang terkait dengan permasalahan yang ada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberterimaan bela diri Aikido di Bali
dilatarbelakangi oleh beberapa ideologi yaitu dualisme kultural paternalisme
pasar citra dan multikulturalisme Proses pengembangan bela diri di beberapa
dojo yang ada di Bali meliputi tahap pengenalan pendirian organisasi
pengembangan tempat pelatihan dan tahap pengembangan mutu Semuanya
berorientasi kepada tempat pelatihan induk bela diri Aikido (Honbu Dojo) yang
berada di Tokyo-Jepang Pengembangan bela diri Aikido di Bali menimbulkan
57
implikasi pada para aikidoka Bali termasuk terbentuknya identitas baru dalam
masyarakat Bali
Melalui penelitian ini ditemukan paradigma baru bahwa di balik kekuatan
budaya Bali yang sedang berlangsung dalam segala lini kehidupan terdapat sikap
orang Bali yang terbuka terhadap kebudayaan asing khususnya bela diri asal
Jepang yaitu bela diri Aikido Terkait dengan bela diri Aikido yang sedang
ditekuni oleh beberapa komunitas di Bali ternyata ada berbagai hal yang
mendukung keberterimaannya Adanya kegayutan nilai-nilai budaya antara
kebudayaan Bali dan kebudayaan Jepang terkait keberadaan bela diri Aikido yang
berterima di beberapa komunitas pelatihan di Bali sehingga hal ini disebut sebagai
multikulturalisme
52
seorang perempuan anak orang Asia atau orang tua terbentuk secara
berbeda-beda tergantung kepada konteks kulturalnya
Sumber-sumber yang bisa dipakai bagi proyek identitas tergantung kepada
kekuasaan situasional yang menjadi asal kompetensi kultural dalam konteks
kultural tertentu Apakah hitam atau putih laki-laki atau perempuan Afrika atau
Amerika kaya atau miskin adalah sesuatu yang penting karena sumber-sumber
kultural yang akan dimasuki berbeda Identitas menjadi penting tidak hanya untuk
penggambaran diri tetapi juga ciri-ciri sosial
Identitas sosial terkait dengan hak kewajiban dan sanksi normatif yang
dalam masyarakat tertentu menjadi dasar penentuan peran Penggunaan ciri-ciri
baku terutama berkaitan dengan ciri umur dan gender tubuh bersifat mendasar
dalam semua masyarakat dan masih sangat banyak lagi ragam lintas-budaya yang
bisa dicatat Giddens (Barker 2009176) Persoalan identitas adalah kesamaan dan
perbedaan soal personal dan sosial soal rdquoapa yang dimiliki individu secara
bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakan satu individu
dengan orang-orang lain Weeks (Barker 2009176)
Berdasarkan uraian di atas pengembangan bela diri Aikido di Bali adalah
identitas para peserta pelatihan yang merupakan satu identitas meliputi identitas
individunya keluarganya sukunya dan kelompoknya Bagi Fromm identitas diri
dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dari identitas sosial individu dalam
konteks komunitasnya Selain menjadi makhluk individual identitas diri tidak
terlepas dari norma yang mengikat masyarakat dalam lingkungan dan peran sosial
53
yang diembannya dalam masyarakat (httpidhamputrawordpressteori-identitas-
sosialcom diakses 03 Agustus 2014)
Teori identitas sosial Hendri Tajfel digunakan secara eklektik (bersamaan)
dengan teori lainnya untuk memecahkan ketiga masalah dalam penelitian ini
Keberterimaan bela diri Aikido di Bali proses terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali yang pada akhirnya membentuk identitas
baru berupa posrealitas kebudayaan yang membentuk identitas para aikidoka Bali
baik secara individu maupun identitas sosialnya
54
24 Model Penelitian
Model penelitian ini dapat digambarkan ke dalam Bagan 21
Bagan 21
Model Penelitian
Keterangan
= memengaruhi
= saling memengaruhi
Kebudayaan Bali
Bela Diri Tradisional Bali
-Pencak Silat
-Tengklung
-Mepantigan
Kebudayaan Jepang
Bela Diri Tradisional Jepang
-Karate
-Judo
-Aikido
Proses terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Latar belakang
terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Posrealitas dalam Pengembangan
Bela Diri Aikido di Bali
Temuan
Penelitian
Implikasi
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
55
Bagan 21 dapat dijelaskan bahwa tampak kebudayaan Bali dengan
unsurnya berupa bela diri tradisional Bali seperti Pencak Silat Tengklung
Mepantigan dan beberapa bela diri lainnya Dengan adanya globalisasi
bersentuhan dengan kebudayaan Jepang dengan unsurnya berupa bela diri
tradisional Jepang seperti Karate Judo dan Aikido Khusus pada penelitian ini
adalah bela diri Jepang Aikido Persentuhan antara keduanya akibat arus
globalisasi melahirkan bela diri Aikido yang berterima dan berkembang di
sejumlah dojo di Bali yang menunjukkan adanya posrealitas Posrealitas dalam
penelitian ini merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu berupa
peniruan bagi aikidoka Bali yaitu bela diri Aikido melalui pelatihan di beberapa
dojo yang ada di Bali Kondisi posrealitas adalah kondisi yang di dalamnya
prinsip-prinsip realitas telah dilampaui dalam pengertian diambil alih oleh
substitusi-substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir Hal ini telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang apa yang disebut yang nyata (the real) Yang nyata
senyata-nyatanya berada di Jepang bela diri Aikido telah membentangkan
persoalan filosofis mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa
yang disebut nyata
Posrealitas dapat dijelaskan sebagai kondisi matinya realitas dalam
pengertian diambilalihnya posisi realitas oleh apa yang sebelumnya disebut
sebagai nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru yang
memesona yang belum pernah dialami sebelumnya
56
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru yang tidak bisa dikatakan
realitas Bali yang asli karena telah dimasuki oleh nilai baru yang berasal dari
sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang Tidak bisa juga
dikatakan realitas yang benar-benar baru karena para anggota pelatihan tetaplah
kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya
Posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali dikaji dari tiga
dimensinya yaitu (1) latar belakang terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali (2) proses terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali dan (3) implikasi pengembangan bela diri Aikido tersebut
dalam kehidupan para aikidoka Bali
Penelitian kajian budaya ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teknik
wawancara observasi dokumentasi dan studi pustaka Data dianalisis secara
eklektik dengan menggunakan teori globalisasi kuasapengetahuan identitas
sosial dan teori pendukung lainnya yang terkait dengan permasalahan yang ada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberterimaan bela diri Aikido di Bali
dilatarbelakangi oleh beberapa ideologi yaitu dualisme kultural paternalisme
pasar citra dan multikulturalisme Proses pengembangan bela diri di beberapa
dojo yang ada di Bali meliputi tahap pengenalan pendirian organisasi
pengembangan tempat pelatihan dan tahap pengembangan mutu Semuanya
berorientasi kepada tempat pelatihan induk bela diri Aikido (Honbu Dojo) yang
berada di Tokyo-Jepang Pengembangan bela diri Aikido di Bali menimbulkan
57
implikasi pada para aikidoka Bali termasuk terbentuknya identitas baru dalam
masyarakat Bali
Melalui penelitian ini ditemukan paradigma baru bahwa di balik kekuatan
budaya Bali yang sedang berlangsung dalam segala lini kehidupan terdapat sikap
orang Bali yang terbuka terhadap kebudayaan asing khususnya bela diri asal
Jepang yaitu bela diri Aikido Terkait dengan bela diri Aikido yang sedang
ditekuni oleh beberapa komunitas di Bali ternyata ada berbagai hal yang
mendukung keberterimaannya Adanya kegayutan nilai-nilai budaya antara
kebudayaan Bali dan kebudayaan Jepang terkait keberadaan bela diri Aikido yang
berterima di beberapa komunitas pelatihan di Bali sehingga hal ini disebut sebagai
multikulturalisme
53
yang diembannya dalam masyarakat (httpidhamputrawordpressteori-identitas-
sosialcom diakses 03 Agustus 2014)
Teori identitas sosial Hendri Tajfel digunakan secara eklektik (bersamaan)
dengan teori lainnya untuk memecahkan ketiga masalah dalam penelitian ini
Keberterimaan bela diri Aikido di Bali proses terjadinya posrealitas dalam
pengembangan bela diri Aikido di Bali yang pada akhirnya membentuk identitas
baru berupa posrealitas kebudayaan yang membentuk identitas para aikidoka Bali
baik secara individu maupun identitas sosialnya
54
24 Model Penelitian
Model penelitian ini dapat digambarkan ke dalam Bagan 21
Bagan 21
Model Penelitian
Keterangan
= memengaruhi
= saling memengaruhi
Kebudayaan Bali
Bela Diri Tradisional Bali
-Pencak Silat
-Tengklung
-Mepantigan
Kebudayaan Jepang
Bela Diri Tradisional Jepang
-Karate
-Judo
-Aikido
Proses terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Latar belakang
terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Posrealitas dalam Pengembangan
Bela Diri Aikido di Bali
Temuan
Penelitian
Implikasi
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
55
Bagan 21 dapat dijelaskan bahwa tampak kebudayaan Bali dengan
unsurnya berupa bela diri tradisional Bali seperti Pencak Silat Tengklung
Mepantigan dan beberapa bela diri lainnya Dengan adanya globalisasi
bersentuhan dengan kebudayaan Jepang dengan unsurnya berupa bela diri
tradisional Jepang seperti Karate Judo dan Aikido Khusus pada penelitian ini
adalah bela diri Jepang Aikido Persentuhan antara keduanya akibat arus
globalisasi melahirkan bela diri Aikido yang berterima dan berkembang di
sejumlah dojo di Bali yang menunjukkan adanya posrealitas Posrealitas dalam
penelitian ini merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu berupa
peniruan bagi aikidoka Bali yaitu bela diri Aikido melalui pelatihan di beberapa
dojo yang ada di Bali Kondisi posrealitas adalah kondisi yang di dalamnya
prinsip-prinsip realitas telah dilampaui dalam pengertian diambil alih oleh
substitusi-substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir Hal ini telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang apa yang disebut yang nyata (the real) Yang nyata
senyata-nyatanya berada di Jepang bela diri Aikido telah membentangkan
persoalan filosofis mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa
yang disebut nyata
Posrealitas dapat dijelaskan sebagai kondisi matinya realitas dalam
pengertian diambilalihnya posisi realitas oleh apa yang sebelumnya disebut
sebagai nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru yang
memesona yang belum pernah dialami sebelumnya
56
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru yang tidak bisa dikatakan
realitas Bali yang asli karena telah dimasuki oleh nilai baru yang berasal dari
sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang Tidak bisa juga
dikatakan realitas yang benar-benar baru karena para anggota pelatihan tetaplah
kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya
Posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali dikaji dari tiga
dimensinya yaitu (1) latar belakang terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali (2) proses terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali dan (3) implikasi pengembangan bela diri Aikido tersebut
dalam kehidupan para aikidoka Bali
Penelitian kajian budaya ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teknik
wawancara observasi dokumentasi dan studi pustaka Data dianalisis secara
eklektik dengan menggunakan teori globalisasi kuasapengetahuan identitas
sosial dan teori pendukung lainnya yang terkait dengan permasalahan yang ada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberterimaan bela diri Aikido di Bali
dilatarbelakangi oleh beberapa ideologi yaitu dualisme kultural paternalisme
pasar citra dan multikulturalisme Proses pengembangan bela diri di beberapa
dojo yang ada di Bali meliputi tahap pengenalan pendirian organisasi
pengembangan tempat pelatihan dan tahap pengembangan mutu Semuanya
berorientasi kepada tempat pelatihan induk bela diri Aikido (Honbu Dojo) yang
berada di Tokyo-Jepang Pengembangan bela diri Aikido di Bali menimbulkan
57
implikasi pada para aikidoka Bali termasuk terbentuknya identitas baru dalam
masyarakat Bali
Melalui penelitian ini ditemukan paradigma baru bahwa di balik kekuatan
budaya Bali yang sedang berlangsung dalam segala lini kehidupan terdapat sikap
orang Bali yang terbuka terhadap kebudayaan asing khususnya bela diri asal
Jepang yaitu bela diri Aikido Terkait dengan bela diri Aikido yang sedang
ditekuni oleh beberapa komunitas di Bali ternyata ada berbagai hal yang
mendukung keberterimaannya Adanya kegayutan nilai-nilai budaya antara
kebudayaan Bali dan kebudayaan Jepang terkait keberadaan bela diri Aikido yang
berterima di beberapa komunitas pelatihan di Bali sehingga hal ini disebut sebagai
multikulturalisme
54
24 Model Penelitian
Model penelitian ini dapat digambarkan ke dalam Bagan 21
Bagan 21
Model Penelitian
Keterangan
= memengaruhi
= saling memengaruhi
Kebudayaan Bali
Bela Diri Tradisional Bali
-Pencak Silat
-Tengklung
-Mepantigan
Kebudayaan Jepang
Bela Diri Tradisional Jepang
-Karate
-Judo
-Aikido
Proses terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Latar belakang
terjadinya
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
Posrealitas dalam Pengembangan
Bela Diri Aikido di Bali
Temuan
Penelitian
Implikasi
posrealitas dalam
pengembangan bela
diri Aikido di Bali
55
Bagan 21 dapat dijelaskan bahwa tampak kebudayaan Bali dengan
unsurnya berupa bela diri tradisional Bali seperti Pencak Silat Tengklung
Mepantigan dan beberapa bela diri lainnya Dengan adanya globalisasi
bersentuhan dengan kebudayaan Jepang dengan unsurnya berupa bela diri
tradisional Jepang seperti Karate Judo dan Aikido Khusus pada penelitian ini
adalah bela diri Jepang Aikido Persentuhan antara keduanya akibat arus
globalisasi melahirkan bela diri Aikido yang berterima dan berkembang di
sejumlah dojo di Bali yang menunjukkan adanya posrealitas Posrealitas dalam
penelitian ini merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu berupa
peniruan bagi aikidoka Bali yaitu bela diri Aikido melalui pelatihan di beberapa
dojo yang ada di Bali Kondisi posrealitas adalah kondisi yang di dalamnya
prinsip-prinsip realitas telah dilampaui dalam pengertian diambil alih oleh
substitusi-substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir Hal ini telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang apa yang disebut yang nyata (the real) Yang nyata
senyata-nyatanya berada di Jepang bela diri Aikido telah membentangkan
persoalan filosofis mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa
yang disebut nyata
Posrealitas dapat dijelaskan sebagai kondisi matinya realitas dalam
pengertian diambilalihnya posisi realitas oleh apa yang sebelumnya disebut
sebagai nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru yang
memesona yang belum pernah dialami sebelumnya
56
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru yang tidak bisa dikatakan
realitas Bali yang asli karena telah dimasuki oleh nilai baru yang berasal dari
sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang Tidak bisa juga
dikatakan realitas yang benar-benar baru karena para anggota pelatihan tetaplah
kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya
Posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali dikaji dari tiga
dimensinya yaitu (1) latar belakang terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali (2) proses terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali dan (3) implikasi pengembangan bela diri Aikido tersebut
dalam kehidupan para aikidoka Bali
Penelitian kajian budaya ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teknik
wawancara observasi dokumentasi dan studi pustaka Data dianalisis secara
eklektik dengan menggunakan teori globalisasi kuasapengetahuan identitas
sosial dan teori pendukung lainnya yang terkait dengan permasalahan yang ada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberterimaan bela diri Aikido di Bali
dilatarbelakangi oleh beberapa ideologi yaitu dualisme kultural paternalisme
pasar citra dan multikulturalisme Proses pengembangan bela diri di beberapa
dojo yang ada di Bali meliputi tahap pengenalan pendirian organisasi
pengembangan tempat pelatihan dan tahap pengembangan mutu Semuanya
berorientasi kepada tempat pelatihan induk bela diri Aikido (Honbu Dojo) yang
berada di Tokyo-Jepang Pengembangan bela diri Aikido di Bali menimbulkan
57
implikasi pada para aikidoka Bali termasuk terbentuknya identitas baru dalam
masyarakat Bali
Melalui penelitian ini ditemukan paradigma baru bahwa di balik kekuatan
budaya Bali yang sedang berlangsung dalam segala lini kehidupan terdapat sikap
orang Bali yang terbuka terhadap kebudayaan asing khususnya bela diri asal
Jepang yaitu bela diri Aikido Terkait dengan bela diri Aikido yang sedang
ditekuni oleh beberapa komunitas di Bali ternyata ada berbagai hal yang
mendukung keberterimaannya Adanya kegayutan nilai-nilai budaya antara
kebudayaan Bali dan kebudayaan Jepang terkait keberadaan bela diri Aikido yang
berterima di beberapa komunitas pelatihan di Bali sehingga hal ini disebut sebagai
multikulturalisme
55
Bagan 21 dapat dijelaskan bahwa tampak kebudayaan Bali dengan
unsurnya berupa bela diri tradisional Bali seperti Pencak Silat Tengklung
Mepantigan dan beberapa bela diri lainnya Dengan adanya globalisasi
bersentuhan dengan kebudayaan Jepang dengan unsurnya berupa bela diri
tradisional Jepang seperti Karate Judo dan Aikido Khusus pada penelitian ini
adalah bela diri Jepang Aikido Persentuhan antara keduanya akibat arus
globalisasi melahirkan bela diri Aikido yang berterima dan berkembang di
sejumlah dojo di Bali yang menunjukkan adanya posrealitas Posrealitas dalam
penelitian ini merupakan realitas buatan yang meniru satu realitas tertentu berupa
peniruan bagi aikidoka Bali yaitu bela diri Aikido melalui pelatihan di beberapa
dojo yang ada di Bali Kondisi posrealitas adalah kondisi yang di dalamnya
prinsip-prinsip realitas telah dilampaui dalam pengertian diambil alih oleh
substitusi-substitusinya yang diciptakan secara artifisial melalui bantuan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni mutakhir Hal ini telah menghancurkan asumsi-
asumsi konvensional tentang apa yang disebut yang nyata (the real) Yang nyata
senyata-nyatanya berada di Jepang bela diri Aikido telah membentangkan
persoalan filosofis mengenai eksistensi dan batas-batas pengetahuan tentang apa
yang disebut nyata
Posrealitas dapat dijelaskan sebagai kondisi matinya realitas dalam
pengertian diambilalihnya posisi realitas oleh apa yang sebelumnya disebut
sebagai nonrealitas (non-reality) Melalui kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam menciptakan realitas artifisial dunia posrealitas menawarkan
berbagai pengalaman penjelajahan dan panorama-panorama baru yang
memesona yang belum pernah dialami sebelumnya
56
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru yang tidak bisa dikatakan
realitas Bali yang asli karena telah dimasuki oleh nilai baru yang berasal dari
sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang Tidak bisa juga
dikatakan realitas yang benar-benar baru karena para anggota pelatihan tetaplah
kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya
Posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali dikaji dari tiga
dimensinya yaitu (1) latar belakang terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali (2) proses terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali dan (3) implikasi pengembangan bela diri Aikido tersebut
dalam kehidupan para aikidoka Bali
Penelitian kajian budaya ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teknik
wawancara observasi dokumentasi dan studi pustaka Data dianalisis secara
eklektik dengan menggunakan teori globalisasi kuasapengetahuan identitas
sosial dan teori pendukung lainnya yang terkait dengan permasalahan yang ada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberterimaan bela diri Aikido di Bali
dilatarbelakangi oleh beberapa ideologi yaitu dualisme kultural paternalisme
pasar citra dan multikulturalisme Proses pengembangan bela diri di beberapa
dojo yang ada di Bali meliputi tahap pengenalan pendirian organisasi
pengembangan tempat pelatihan dan tahap pengembangan mutu Semuanya
berorientasi kepada tempat pelatihan induk bela diri Aikido (Honbu Dojo) yang
berada di Tokyo-Jepang Pengembangan bela diri Aikido di Bali menimbulkan
57
implikasi pada para aikidoka Bali termasuk terbentuknya identitas baru dalam
masyarakat Bali
Melalui penelitian ini ditemukan paradigma baru bahwa di balik kekuatan
budaya Bali yang sedang berlangsung dalam segala lini kehidupan terdapat sikap
orang Bali yang terbuka terhadap kebudayaan asing khususnya bela diri asal
Jepang yaitu bela diri Aikido Terkait dengan bela diri Aikido yang sedang
ditekuni oleh beberapa komunitas di Bali ternyata ada berbagai hal yang
mendukung keberterimaannya Adanya kegayutan nilai-nilai budaya antara
kebudayaan Bali dan kebudayaan Jepang terkait keberadaan bela diri Aikido yang
berterima di beberapa komunitas pelatihan di Bali sehingga hal ini disebut sebagai
multikulturalisme
56
Posrealitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terjadinya
pergulatan politik identitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali Muncul
posrealitas kebudayaan berupa realitas identitas baru yang tidak bisa dikatakan
realitas Bali yang asli karena telah dimasuki oleh nilai baru yang berasal dari
sistem nilai bela diri Aikido berupa spirit samurai dari Jepang Tidak bisa juga
dikatakan realitas yang benar-benar baru karena para anggota pelatihan tetaplah
kelompok individu dengan entitas dan identitas kebaliannya
Posrealitas dalam pengembangan bela diri Aikido di Bali dikaji dari tiga
dimensinya yaitu (1) latar belakang terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali (2) proses terjadinya posrealitas dalam pengembangan
bela diri Aikido di Bali dan (3) implikasi pengembangan bela diri Aikido tersebut
dalam kehidupan para aikidoka Bali
Penelitian kajian budaya ini bersifat kualitatif dengan menggunakan teknik
wawancara observasi dokumentasi dan studi pustaka Data dianalisis secara
eklektik dengan menggunakan teori globalisasi kuasapengetahuan identitas
sosial dan teori pendukung lainnya yang terkait dengan permasalahan yang ada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberterimaan bela diri Aikido di Bali
dilatarbelakangi oleh beberapa ideologi yaitu dualisme kultural paternalisme
pasar citra dan multikulturalisme Proses pengembangan bela diri di beberapa
dojo yang ada di Bali meliputi tahap pengenalan pendirian organisasi
pengembangan tempat pelatihan dan tahap pengembangan mutu Semuanya
berorientasi kepada tempat pelatihan induk bela diri Aikido (Honbu Dojo) yang
berada di Tokyo-Jepang Pengembangan bela diri Aikido di Bali menimbulkan
57
implikasi pada para aikidoka Bali termasuk terbentuknya identitas baru dalam
masyarakat Bali
Melalui penelitian ini ditemukan paradigma baru bahwa di balik kekuatan
budaya Bali yang sedang berlangsung dalam segala lini kehidupan terdapat sikap
orang Bali yang terbuka terhadap kebudayaan asing khususnya bela diri asal
Jepang yaitu bela diri Aikido Terkait dengan bela diri Aikido yang sedang
ditekuni oleh beberapa komunitas di Bali ternyata ada berbagai hal yang
mendukung keberterimaannya Adanya kegayutan nilai-nilai budaya antara
kebudayaan Bali dan kebudayaan Jepang terkait keberadaan bela diri Aikido yang
berterima di beberapa komunitas pelatihan di Bali sehingga hal ini disebut sebagai
multikulturalisme
57
implikasi pada para aikidoka Bali termasuk terbentuknya identitas baru dalam
masyarakat Bali
Melalui penelitian ini ditemukan paradigma baru bahwa di balik kekuatan
budaya Bali yang sedang berlangsung dalam segala lini kehidupan terdapat sikap
orang Bali yang terbuka terhadap kebudayaan asing khususnya bela diri asal
Jepang yaitu bela diri Aikido Terkait dengan bela diri Aikido yang sedang
ditekuni oleh beberapa komunitas di Bali ternyata ada berbagai hal yang
mendukung keberterimaannya Adanya kegayutan nilai-nilai budaya antara
kebudayaan Bali dan kebudayaan Jepang terkait keberadaan bela diri Aikido yang
berterima di beberapa komunitas pelatihan di Bali sehingga hal ini disebut sebagai
multikulturalisme