Upload
hadat
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pasar
2.1.1. Pengertian Pasar
Menurut Kotler (2001: 10), pasar adalah sekumpulan pembeli suatu produk
yang potensial dan nyata dimana pembeli-pembeli ini berbagi kebutuhan atau
keinginan tertentu yang terpenuhi melalui pertukaran dan hubungan.
2.1.2. Pengertian pemasaran
Pengertian dari pemasaran menurut Philip Kotler (2006: 6) dibagi menjadi
dua aspek yaitu sosial dan manajerial. Definisi sosial lebih diarahkan pada aturan
pemasaran yang digunakan dalam masyarakat, dimana seorang pemasaran
menyebutkan hal itu sebagai sebuah aturan untuk ”memberikan sebuah standar hidup
yang lebih tinggi”. Secara lengkap menurut aspek sosial pemasaran didefinisikan
sebagai proses sosial antara individual maupun kelompok di dalam mengungkapkan
keinginan dan kebutuhannya melalui penciptaan (creating), penawaran (offering) dan
kebebasan tukar menukar (freely exchanging) produk dan jasa satu sama lain.
Sedangkan secara manajerialnya pemasaran didefinisikan sebagai ”seni menjual
produk”. Namun, kita akan dikejutkan bahwa pada dasarnya bagian terpenting di
2
dalam pemasaran adalah bukan penjualan itu sendiri. Penjualan hanya merupakan
sebagian kecil dari pemasaran.
Menurut The American Pemasaran Association (Boone, 1986:4), pemasaran
didefinisikan sebagai proses perencanaan dan eksekusi konsep, penentuan harga
(pricing), promosi (promotion), dan pendistribusian ide (ideas distribution) barang
dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang dapat memuaskan konsumen dan tujuan
perusahaan.
Menurut Craven (2006: 30) strategi pemasaran adalah sebuah proses
pengembangan strategi yang ditentukan oleh pasar, memperhatikan keadaan business
yang selalu berubah-ubah dan kebutuhan untuk meningkatkan nilai customer lebih
baik lagi.
Menurut Kotler (2006: 8) ada 10 macam entity dalam pemasaran, yaitu:
• Barang (Goods), barang fisik merupakan bagian utama dari kebanyakan
perusahaan-perusahaan dan pemasaran. Bukan hanya perusahaan yang
memasarkan barangnya, tapi melalui internet, bahkan sampai masing-masing
individu juga bisa secara efektif memasarkan barangnya.
• Jasa (Services), berhubungan dengan kemajuan ekonomi, pertumbuhan proporsi
dari aktivitas manusia berfokus kepada penyediaan jasa. Penyediaan jasa tersebut
termasuk di dalamnya adalah jasa penerbangan, hotel, rental mobil, pangkas
rambut, ahli kecantikan, perawatan barang, sama juga dengan profesional yang
bekerja di dalam perusahaan seperti akuntan, bankir, pengacara, mekanik, dokter,
3
programmer, dan konsultan. Banyak pasar yang menawarkan produk yang terdiri
dari campuran barang dan jasa, contohnya restoran cepat saji.
• Acara (Events), para pemasar mempromosikan event yang berdasarkan waktu,
seperti pameran perdagangan terbesar, penampilan artistik, dan perayaan
perusahaan. Event olah raga dunia seperti Olimpiade dan Piala Dunia juga
dipromosikan dengan agresif baik kepada perusahaan maupun kepada penggemar.
• Pengalaman (Experiences), dengan menggabungkan beberapa barang dan jasa,
sebuah perusahaan dapat membuat, mementaskan, dan memasarkan pengalaman.
Walt Disney World’s Magic Kingdom menampilkan experiental pemasaran:
konsumen mengunjungi kerajaan dongeng, kapal bajak laut, atau rumah hantu.
Begitu juga Hard Rock Cafe, dimana konsumen dapat menikmati hidangan
mereka atau melihat konser band yang sedang pentas. Pasar untuk customize
experiences juga ada, contohnya menghabiskan seminggu di kamping baseball
bersama beberapa mantan pemain baseball, mendaki pengunungan Himalaya, dan
lain- lain.
• Orang (Persons), memasarkan seleberiti adalah suatu bisnis besar. Sekarang ini,
setiap artis besar memiliki agennya sendiri, seorang manajer pribadi, sama dengan
public relation agency. Para artis, pemusik, CEO, dokter, pengacara elit dan ahli
keuangan, dan profesional lainnya juga tertolong oleh pemasaran celebrity.
Menurut konsultan manajemen Tom Peters, dia adalah ahli dalam self branding,
dan menasihatkan setiap orang untuk menjadi sebuah ”brand”.
4
• Tempat (Places), kota-kota, negara-negara, regional-regional, dan seluruh
Negara bertanding secara aktif untuk menarik para turis, industri, kantor pusat
perusahaan, dan warga. Pemasar tempat termasuk diantaranya adalah spesialis
pembangunan ekonomi, agen perumahan, bank komersil, advertising dan public
relation agency.
• Properti (Properties), properti adalah hak intangible dari kepemilikan baik untuk
kepemilikan properti ataupun kepemilikan harta. Properti itu dibeli dan dijual, dan
ini memerlukan pemasaran.
• Organisasi (Organizations), organisasi secara aktif bekerja untuk membangun
kekuatan, favorable, dan image yang unik di dalam pikiran setiap target public
mereka.
• Informasi (Information), informasi dapat dihasilkan dan dipasarkan sebagai
produk. Ini yang mendasari apa yang diproduksi dan didistribusikan oleh sekolah
dan universitas dalam sebuah harga kepada orang tua, murid, dan komunitas.
• Ide (Ideas), setiap market juga menawarkan ide dasar. Charles Revson dari
Revlon mengamati ”Di dalam pabrik kita membuat kosmetik, di toko kita menjual
harapan.” Barang dan jasa adalah suatu platform untuk mengirim beberapa ide
atau benefit. Pemasar sosial selalu sibuk mempromosikan sebuah ide seperti
”Seorang teman tidak akan membiarkan temannya menyetir sambil mabuk” dan ”
Sebuah pikiran adalah sebuah hal yang sangat parah untuk disiasiakan.”
5
2.1.3. Pengertian strategi pemasaran
Menurut Cravens (2004: 31), strategi pemasaran adalah pengembangan
strategi dari proses penggerak pasar yang dapat mengubah lingkungan bisnis secara
terus-menerus dan kebutuhan menyampaikan nilai konsumen yang lebih tinggi.
Strategi pemasaran terdiri dari analisis, strategi pengembangan dan
implementasi aktivitas dalam pengembangan sebuah visi mengenai pasar-pasar yang
diminati oleh organisasi, strategi memilih target pasar, menetapkan sasaran, dan
mengembangkan, mengimplementasi, dan mengatur strategi penempatan program
pemasaran yang dirancang untuk memenuhi syarat penilaian konsumen dalam setiap
target pasar.
2.1.4. Bauran Pemasaran (Marketing mix)
Bauran pemasaran atau marketing mix adalah seperangkat alat pemasaran
yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan pemasarannya dalam pasar
sasaran yang sudah dibidik (Kotler, 2003: 15). Alat-alat pemasaran itu terdiri dari
empat variable yang kemudian disebut dengan 4P dari marketing, yaitu produk
(product), harga (price), promosi (promotion), dan tempat (place).
Marketing mix adalah salah satu konsep utama dalam pemasaran modern saat
ini. Marketing mix merupakan satu set marketing tools yang dilakukan oleh
perusahaan untuk menghasilkan respon yang diinginkan oleh target pasar. (Kotler,
2003: 15)
6
Empat variabel didalam marketing mix tersebut juga dikenal dengan istilah
“4P”, yaitu:
1. Produk (Product)
Produk adalah nama, istilah, tanda, simbol, atau desain, atau kombinasi
dari semuanya, dipakai untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang
penjual atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari pesaing-
pesaingnya. Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan untuk menarik,
kegunaan dan konsumsi pasar untuk memenuhi suatu keinginan atau kebutuhan.
Sebuah produk termasuk lebih dari sebuah barang atau jasa yang dirancang,
diproduksi, dan ditawarkan untuk dijual, tetapi juga mencakup semua
perencanaan yang mendahului produksi sebenarnya, termasuk penelitian dan
pengembangan serta semua jasa-jasa yang ada pada produk tersebut, seperti
pemasangan dan pemeliharan. Penampilan sebuah produk dapat mencerminkan
kekuatan dari brand yang dimilikinya.
2. Harga (Price)
Harga yang dibebankan untuk produk dengan brand tertentu merupakan
pesan yang menunjukkan bagaimana brand tersebut dapat bersaing dalam hal
kualitas dan status suatu produk. Harga adalah biaya, atau apa yang harus
dikeluarkan seorang pembeli untuk dapat memiliki sebuah produk.
7
3. Distribusi (Place)
Tempat atau distribusi, meliputi kepastian tersedianya suatu produk
diperlukan kapan pun dan dimana pun produk tersebut dibutuhkan. Pemasar dapat
memilih berbagai cara untuk menyalurkan produk mereka ke konsumen. Mereka
mungkin memilih cara berbeda dalam penempatan lokasi outlet dan toko mereka.
Distribusi juga melibatkan pengambilan keputusan seperti berapa banyak
inventori yang dibutuhkan, bagaimana mengangkut barang-barang, dan dimana
menempatkan gudang.
4. Promosi (Promotion)
Promosi mungkin merupakan elemen yang paling nyata bagi konsumen.
Promosi adalah perluasan istilah untuk mendeskripsikan keseluruhan bidang dari
komunikasi penjualan - iklan, personal selling, promosi penjualan dan public
relations. Aktivitas-aktivitas tersebut akan menciptakan kesadaran konsumen
akan keberadaan suatu produk dan menambah pengetahuan mengenai produk
tersebut.
2.2 Komunikasi Pemasaran (Marketing Communications)
Komunikasi pemasaran (marketing communications) merupakan alat
perusahaan dalam usahanya untuk menginformasikan, membujuk, dan mengingatkan
konsumen secara langsung maupun tidak langsung mengenai merek (brand) yang
mereka jual. (Keller, 2003: 283)
8
Pilihan-pilihan dalam komunikasi pemasaran adalah:
Media advertising: televisi, radio, koran, majalah.
Direct response advertising: surat, telepon, media penyiaran, media cetak.
Online advertising: website, iklan interaktif.
Place advertising: billboards dan poster, bioskop, airport, dan lounge,
penempatan produk, point of purchase.
Point-of-puchase advertising: shelf talkers, aisle markers, shopping cart ads, in-
store radio atau TV.
Trade promotions: trade deals and buying allowances, point-of-purchase display
allowances, push money, contest and dealer incentives, program pelatihan,
pameran perdagangan, iklan kooperatif.
Consumer promotions: pemberian contoh, kupon, premiums, refund and rebates,
kontes atau lomba, paket bonus.
Event marketing and sponsorship: acara olahraga, kesenian, hiburan, pameran dan
festival.
Publisitas dan public relations.
Penjualan personal.
2.3 Merek (Brand)
The American Marketing Association (AMA) mendefinisikan merek sebagai
sebuah nama, tanda, istilah, simbol, atau desain, atau kombinasi dari semuanya,
dengan tujuan untuk mengidentifikasi sebuah produk atau jasa dari seorang penjual
9
ataupun sekelompok penjual untuk membedakannya dari produk atau jasa kompetitor
lainnya (Kotler, 2003: 418)
Merek menurut Kotler adalah sebuah simbol yang kompleks yang memiliki
enam arti, yaitu: (Kotler, 2003: 418-419)
1. Atribut (Attributes)
Sebuah merek mampu memberikan gambaran mengenai atribut yang terdapat
didalam merek itu sendiri kepada konsumen. Contoh: merek Rolls Royce
memberika gambaran mewah, mahal, berkualitas tinggi, tahan lama, serta
eksklusif.
2. Manfaat (Benefits)
Atribut-atribut yang dimiliki oleh sebuah merek harus dapat diterjemahkan ke
dalam bentuk manfaat baik fungsional maupun emosional. Contoh: atribut
well engineered dapat diasumsikan bahwa produk tersebut dibuat secara
presisi dan berkualitas baik.
3. Nilai (Values)
Merek dapat juga memberitahukan nilai-nilai yang dimiliki oleh si
pembuatnya (produsen). Contoh: Ferrari selalu identik dengan mobil
berperforma tinggi, kencang, mewah, prestisius dan eksklusif.
10
4. Budaya (Culture)
Sebuah merek dapat juga mewakili kebudayaan tertentu. Contoh: Mercedes
mewakili kebudayaan negara Jerman yang terorganisir, efisien dan
menghargai kualitas tinggi.
5. Kepribadian (Personality)
Sebuah merek dapat mencerminkan kepribadian dari penggunanya. Contoh:
mobil BMW dapat menggambarkan pemiliknya sebagai eksekutif yang
berjiwa sportif.
6. Pemakai (User)
Sebuah merek dapat memberikan gambaran tipe konsumen yang membeli
atau menggunakan produk tersebut. Contoh: brand Mercedes cocok untuk tipe
konsumen yang sudah matang atau mapan baik dari segi usia maupun
pekerjaan, misalnya para top eksekutif yang berusia 55 tahun disbanding
sekretaris berusia 20 tahun.
Perusahaan perlu melakukan penelitian untuk mengetahui posisi merek dari
produk atau jasa mereka di dalam benak konsumen. Menurut Kevin Keller, yang
membedakan sebuah merek adalah persepsi konsumen dan perasaan mengenai
atribut-atribut yang dimiliki produk serta bagaimana performa dari produk tersebut.
Pada umumnya, ada tiga cara pendekatan riset yang biasa digunakan untuk
memperoleh arti dari sebuah merek, yaitu: (Kotler, 2003: 419)
11
1. Asosiasi kata (Word associations)
Konsumen dapat ditanya, apa yang terlintas dalam benaknya setelah mendengar
sebuah nama atau merek.
2. Perwujudan dari merek (Personifying the brand)
Konsumen dapat ditanya untuk menggambarkan jenis manusia atau hewan seperti
apa yang terlintas dalam benak mereka ketika sebuah merek disebutkan.
3. Melangkah lebih tinggi untuk menemukan intisari dari sebuah merek
(Laddering up to find the brand essence)
Esensi sebuah merek terhubung dengan tujuan yang lebih dalam dan abstrak dari
harapan konsumen mengenai merek tersebut dalam memuaskan keinginannya.
Konsumen dapat membantu para pemasar untuk mengetahui motivasi dari
konsumen ketika memilih produk tersebut.
Aaker (1996: 13) membedakan lima tingkatan sikap setia konsumen terhadap
sebuah merek dari yang paling rendah hingga paling tinggi, antara lain:
1. Konsumen akan mengganti merek yang telah dipakai, biasanya karena alasan
harga. Tidak ada kesetiaaan terhadap merek tersebut.
2. Konsumen puas. Konsumen tidak mempunyai alasan untuk mengganti ke
merek lain.
3. Konsumen puas dan akan menimbulkan biaya dengan mengganti ke merek
lain.
12
4. Konsumen menghargai merek tersebut dan melihatnya sebagai teman.
5. Konsumen memutuskan untuk tetap setia terhadap merek tersebut.
2.3.1 Brand Equity
Menurut Keller (2003: 67), customer-based brand equity (CBBE) terjadi
ketika konsumen memiliki tingkat awareness dan familiarity yang tinggi pada suatu
brand dan memiliki brand associations yang kuat, disukai, dan unik di ingatan
mereka.
CBBE model lebih menekankan bagaimana consumer menanggapi pengaruh
dari marketing atau ‘branding’. Consumer dapat memiliki persepsi yang berbeda,
ketika menanggapi marketing dari sebuah brand, dideskripsikan, dapat secara positif
atau negatif. Positif, apabila customer merefleksikan ketertarikan (favorable)
terhadap brand ketika brand tersebut ada atau disebutkan maupun ketika brand
tersebut tidak ada atau tidak disebutkan (marketing), maka customer tersebut
memiliki tanggapan atau persepsi yang positif terhadap brand. Sedangkan apabila
customer merefleksikan ketidaktertarikan atau ketidaksenangan (less favorable)
terhadap brand ketika brand tersebut ada atau disebutkan maupun ketika brand
tersebut tidak ada atau tidak disebutkan, maka customer tersebut memiliki tanggapan
atau persepsi yang negative terhadap brand.
Menurut Aaker (1991: 40), brand equity kemudian digolongkan ke dalam
lima kategori, yaitu,
1. Brand Loyalty (Loyalitas merek)
13
2. Brand Awareness (Kesadaran merek)
3. Perceived Quality (Persepsi kualitas)
4. Brand Association (asosiasi-asosiasi merek sebagai tambahan terhadap persepsi
kualitas)
5. Other proprietary Brand Asset (asset-asset merek lainnya seperti paten, cap,
jaringan bisnis dan lain- lain).
yang terlihat pada gambar:
Sumber: David Aaker, 1991
Gambar 2.1 Brand Equity
14
2.3.2 Brand Loyalty
Brand loyalty (loyalitas brand) merupakan suatu ukuran keterikatan
pelanggan terhadap sebuah brand. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang
mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke brand produk lain, terutama jika
pada brand tersebut didapati ada perubahan, baik menyangkut harga atau attribute
lain.
Mengapa Brand Loyalty merupakan tujuan akhir setiap marketer terhadap
customer? Why? Jawabannya, karena Brand Loyalty, mempengaruhi secara langsung
profit perusahaan.
Berdasarkan Oliver dalam jurnalnya tahun 1999, dimana Oliver merumuskan
tiga tingkat loyalitas,yaitu pola cogition-affect-conation. Secara spesifik, consumer
menjadi loyal dengan cognitive sense, kemudian affective sense, cognative manner,
dan kemudian behavioral manner atau yang disebut sebagai ”action inertia”.
Stage Identifying Marker
Cognitive Loyalty to Information such as price, features, and so forth
Affective Loyalty to a liking “I buy because I like it”
Conative Loyalty to an intention “I’m commited to buying it”
Action Loyalty to action inertia, coupled with the overcoming
obstacles
Sumber: Whence Sonsumer Loyalty, Journal of Marketing, 1999
Gambar 2.2 Loyalty Phase with Corresponding Vulnerabilities
15
a. Cognitive loyalty
Tingkatan loyalitas awal, dimana adanya attribut dari brand, yang
memiliki informasi terhadap consumer, bahwa brand tersebut memiliki
nilai lebih dibandingkan dengan brand alternatif lain yang ada di dalam
industri. Loyalitas dalam tahap ini hanya didasarkan pada performance
dari produk itu sendiri saja. Ketika melibatkan experience maka akan
beranjak pada tahap berikutnya.
b. Affective Loyalty
Dalam tahap ini, liking or attitude terhadap brand sudah mulai terbentuk,
didasarkan pada rasa kepuasan dari penggunaan produk. Tetapi hal ini
tidak mencengah terjadinya switching terhadap brand lain, karena
consumer belum memiliki loyalitas dengan tingkat komitmen yang lebih
tinggi. Pembeli pada tingkatan ini termasuk dalam kategori puas,
meskipun mungkin mereka memindahkan pembeliannya ke brand lain
dengan menanggung switching cost (biaya peralihan).
c. Conative Loyalty
Conative mengimplikasikan suatu komitmen pembelian ulang
(repurchase) terhadap suatu brand, adanya komitmen yang lebih dalam
untuk membeli kembali produk brand yang sama. Menjadi sebuah
motivasi. Pada tingkatan ini dijumpai perasaan emosional yang terkait
pada brand.
16
d. Action Loyalty
Intensi yang ada pada tahap sebelumnya berubah menjadi sebuah
tindakan. Intensi motivasi yang ada pada tahap sebelumnya berubah
menjadi readiness to act (kesiapan untuk tindakan membeli).
Seorang pelanggan yang sangat loyal terhadap suatu brand tidak akan dengan
mudah memindahkan pembeliannya ke brand lain, apapun yang terjadi dengan brand
tersebut. Sebaliknya, pelanggan akan brand tersebut, pada umumnya tidak didasari
kepada ketertarikan mereka pada brandnya tetapi lebih didasarkan pada kharakteristik
produk, harga dan kenyamanan pemakaiannya itupun berbagai attribute lain yang
ditawarkan oleh brand produk alternatif.
2.3.3 Brand Awareness
Brand awareness adalah tingkat kemampuan pembeli potensial untuk
mengenali atau mengingat kembali suatu brand adalah anggota dari kategori produk
tertentu. Di dalamnya terlibat hubungan antara kelas produk dan brand. Pengenalan
brand (brand recognition) adalah tingkat terendah dari brand awareness. Menurut
Aaker (1997: 90), kesadaran merek adalah kesanggupan calon pembeli untuk
mengenali atau mengingat kembali suatu merek merupakan bagian dari kategori
produk tertentu.
17
Konsumen cenderung membeli suatu merek yang sudah dikenal, konsumen
akan aman, terhindar dari berbagai resiko pemakaian dengan asumsi merek sudah
dikenal lebih dapat diandalkan.
Sumber: David Aaker, 1991
Gambar 2.3 Piramida Kesadaran Merek
Tingkatan paling rendah adalah tingkat pengenalan merek atau yang disebut
juga tingkat pengingatan kembali dengan menggunakan bantuan (aided recall). Pada
tingkatan selanjutnya adalah pengigatan kembali merek (brand recall) atau tingkatan
pengenalan merek tanpa menggunakan bantuan (unaided recall). Tingkatan tertinggi
adalah pengenalan merek yang disebut pertama kali tanpa bantuan yang telah meraih
kesadaran puncak pikiran. Sedangkan tidak menyadari merek adalah merek yang
tetap tidak dikenal walaupun sudah dilakukan pengingatan kembali dengan bantuan.
Puncak Pikiran (Top of Mind)
Pengingatan Kembali Merek (Brand Recall)
Pengenalan Kembali Merek (Brand Recognition)
Tidak Mengenali Merek (Brand Unawareness)
18
2.3.4 Perceived Quality (Persepsi Kualitas)
Perceived quality dapat didefinisikan sebagai keseluruhan evaluasi yang
diberikan oleh customer terhadap apa yang didapatkan dengan apa yang telah
dikorbankan atau dibayarkan untuk mendapatkan jasa atau produk tertentu. (Bolton
and Drew, 1991).
Karena persepsi kualitas merupakan persepsi pelanggan maka persepsi
kualitas tidak dapat ditentukan secara obyektif. Persepsi kualitas yang positif akan
mendorong keputusan pembelian dan menciptakan kesukaan dan berakhir pada
loyalitas terhadap suatu produk. Sebaliknya, perspsi kualitas yang negatif akan
menyebabkan produk tidak disukai dan tidak akan bertahan lama di pasar.
2.3.5 Brand Association
Brand association adalah apapun di ingatan seseorang yang “terhubung”
dengan suatu brand. Sekumpulan brand associations akan membentuk brand image.
Pengertian brand equity, menurut Keller (1993), mengatakan bahwa brand equity
menyangkut identifikasi asosiasi brand di dalam benak konsumen, strong, favorable,
atau asosiasi unik terhadap brand tersebut.”
Kesan-kesan yang terkait dengan merek akan semakin meningkat dengan
semakin banyaknya pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi suatu merek, atau
semakin sering penampakan merek tersebut dalam strategi komunikasi. Asosiasi
merek yang saling berhubungan, akan menimbulkan suatu rangkaian yang disebut
brand image. Semakin banyak asosiasi yang terhubung maka semakin kuat brand
19
image yang dimiliki oleh merek tersebut. Asosiasi merek yang membentuk brand
image menjadi pijakan konsumen dalam keputusan pembelian dan loyalitas pada
merek tersebut.
2.4 Prilaku Konsumen
Pemasar perlu mengetahui siapa-siapa saja yang terlibat dalam keputusan
pembelian serta peran apa yang dimainkan oleh masing-masing orang tersebut.
Untuk beberapa produk mudah untuk mengidentifikasi siapa yang mengambil
keputusan. Laki-laki pada umumnya memilih cerutu mereka dan wanita memilih
kosmetik mereka. Akan tetapi produk lainnya melibatkan suatu unit pengambilan
keputusan yang terdiri atas lebih dari satu orang.
Berdasarkan hal tersebut, dapat dibedakan berbagai peran yang dimainkan
orang dalam suatu keputusan pembelian :
• Pemrakarsa (Initiator)
Pemrakarsa adalah orang yang pertama-tama memberikan pendapat atau pikiran
untuk membeli produk atau jasa tertentu.
• Pemberi Pengaruh (Influencer)
Pemberi pengaruh adalah orang yang pandangan / nasehatnya memberi bobot
dalam pengambilan keputusan akhir.
20
• Pengambil Keputusan (Decider)
Pengambil keputusan adalah orang yang sangat menentukan sebagaian atau
keseluruhan pembelian. Apakah membeli, apa yang akan dibeli, kapan hendak
membeli, dengan cara bagaimana membeli atau dimana akan membeli.
• Pembeli (Buyer)
Pembeli adalah orang yang melakukan pembelian secara nyata terhadap produk
tersebut.
• Pemakai (User)
Pemakai adalah orang yang menggunakan produk atau jasa.
Perusahaan perlu mengidentifikasi peran ini karena peran ini mempunyai
aplikasi pada perancangan produk, penentuan pesan, dan pengalokasian anggaran
promosi. Jika suami memutuskan untuk membeli mobil, maka perusahaan mobil akan
mengarahkan sebagian besar iklannya untuk mencapai suami. Perusahaan mobil
dapat merancang kesadaran tertentu untuk menyenangkan istri dan menempatkan
sebagian iklan dalam media untuk mencapai istri. Dengan mengetahui partisipan
utama dan peran mereka akan membantu pemasar menyesuaikan program pemasaran.
Tahap-tahap dalam proses keputusan pembelian dapat terbagi atas 5 tahap
yaitu Pengenalan Masalah (Problem Recognition), Pencarian Informasi (Information
21
Search), Evaluasi Alternatif (Evaluation of Alternatives), Keputusan Pembelian
(Purchase Decision) dan Perilaku Purna Pembelian (Postpurchase Behavior).
Gambar 2.4. Five-Stage Model of Customer Buying Process
Tahap-tahap dalam proses keputusan pembelian menekankan bahwa proses
pembelian bermula jauh sebelum pembelian sesungguhnya dan berakibat jauh setelah
pembelian. Ini mendorong pemasar untuk lebih memusatkan perhatian pada
keseluruhan proses pembelian, bukan hanya mencurahkan perhatiannya pada
keputusan pembelian.
1. Pengenalan Masalah (Problem Recognition)
Proses pembelian dimulai dengan pembeli mengenali suatu masalah atau
kebutuhan. Pembeli memberikan pandangan yang berbeda antara keadaan yang
sesungguhnya dan keadaan yang diinginkannya. Kebutuhan dapat dirangsang
oleh rangsangan dari alam atau dari luar. Kebutuhan normal manusia seperti rasa
lapar dan haus meningkat sampai satu tingkat tertentu dan menjadi suatu
dorongan. Dari pengalaman sebelumnya, orang ini telah belajar bagaimana cara
mengatasi dorongan ini dan dimotivasi ke arah suatu kelompok objek yang ia
tahu akan memuaskan dorongan tersebut.
Problem Recognition
Information Search
Evaluation of Alternative
Purchase Decision
Post Purchase Behaviour
22
2. Pencarian Informasi (Information Search)
Seorang konsumen yang telah dirangsang kebutuhannya itu dapat atau tidak
dapat mencari informasi lebih lanjut. Jika dorongan konsumen itu kuat dan objek
pemuas kebutuhan yang telah ditentukan dengan baik itu berada di dekatnya,
sangatlah mungkin konsumen akan membelinya. Jika tidak, maka kebutuhan
konsumen ini hanya menjadi ingatan belaka. Konsumen mungkin tidak
melakukan pencarian lebih lanjut, sebagian melakukan pencarian lebih lanjut,
atau sangat aktif mencari informasi yang mendasari kebutuhan ini.
Inti yang penting bagi pemasar adalah sumber informasi utama yang akan
digunakan oleh konsumen dan tiap pengaruh terhadap keputusan pembelian
kemudian. Sumber informasi konsumen tergolong kedalam 4 kelompok, yaitu :
a. Sumber pribadi (keluarga, teman, tetangga, kenalan)
b. Sumber komersial (periklanan, tenaga penjual, pedagang, kemasan dan
pameran).
c. Sumber public (media massa, organisasi penilai konsumen).
d. Sumber pengalaman (penanganan, pengujian, penggunaan produk).
3. Evaluasi Alternatif (Evaluate of Alternative)
Pemasar perlu mengetahui bagaimana konsumen memproses informasi untuk
sampai pada pilihan merek. Tidak ada proses evaluasi tunggal dan sederhana yang
digunakan oleh konsumen untuk memilih alternative yang ada.
Penjual harus meneliti pembeli untuk mengetahui bagaimana mereka
mengevaluasi alternative merek. Misalnya sebagian besar pembeli membentuk
23
kesukaan mereka dengan menggunakan proses nilai harapan. Model Nilai
Harapan (Expectacy Value Mode) adalah model dengan memberi bobot nilai
untuk ciri yang ada. Semakin suatu ciri dianggap penting semakin besar bobot
yang diberikan demikian juga untuk yang semakin tidak penting akan diberikan
nilai bobot yang lebih kecil. Dengan mengetahui hal ini maka pemasar dapat
mengambil langkah-langkah untuk mempengaruhi keputusan pembeli.
4. Keputusan Pembelian (Purchase Decision)
Pada tahap evaluasi, konsumen menyusun peringkat merek-merek dalam
pilihan serta membentuk niat pembelian. Konsumen biasanya akan membeli merk
yang paling disukai.
Ada dua faktor bisa muncul antar niat pembelian dan keputusan pembelian
yaitu sikap orang lain dan situasi yang tidak diinginkan.
Pengaruh sikap orang lain tergantung pada dua hal yaitu intensitas sikap orang
lain terhadap alternatif yang disukai oleh konsumen dan motivasi konsumen
untuk mentaati keinginan orang lain.
Niat pembelian juga dipengaruhi oleh faktor situasi yang tidak diinginkan.
Konsumen membentuk suatu niat membeli atas dasar faktor-faktor seperti
pendapatan keluarga yang diharapkan, harga yang diharapkan dan manfaat yang
diharapkan dari produk tersebut. Bila konsumen sudah hampir bertindak, maka
faktor situasi yang tidak diinginkan dapat mengganggunya untuk merubah niat
membeli itu.
24
Keputusan konsumen untuk memodifikasi, menunda atau menghindari
keputusan pembelian sangat dipengaruhi oleh resiko yang dirasakan. Banyak
pembelian melibatkan pengambilan resiko. Konsumen tidak dapat
memastikan hasil pembelian. Ini menghasilkan kebimbangan. Jumlah resiko yang
dirasakan bervariasi dengan jumlah yang ada jumlah ketidakpastian ciri dan
jumlah keyakinan diri konsumen. Konsumen melakukan pengurangan resiko
secara rutin, referensi atas nama nasional dan jaminan. Pemasar harus memahami
faktor yang menimbulkan suatu perasaan resiko dalam konsumen dan
memberikan informasi serta dukungan yang akan mengurangi resiko itu.
5. Prilaku Purna Pembelian (Post Purchase Behaviour)
Setelah membeli produk, konsumen akan mengalami tingkat kepuasan atau
tidak kepuasan. Konsumen juga akan terlibat dalam tindakan sesudah pembelian.
Yang menentukan puas atau tidaknya konsumen atas pembelian suatu produk
adalah terletak pada hubungan diantara harapan (expectations) konsumen dan
prestasi yang dirasakan dari produk. Jika produk sesuai dengan harapan,
konsumen puas. Jika melebihi harapan, konsumen akan sangat puas. Tetapi jika
kurang dari harapan, konsumen akan tidak puas.
Konsumen mendasarkan harapannya atas pesan yang mereka terima dari
penjual, teman, atau sumber informasi lainnya. Jika penjual melebih-lebihkan
prestasi produknya konsumen akan mengalami harapan yang tidak pasti
(Diconfirmed Expectations) yang akan menimbulkan ketidakpuasan. Semakin
lebar jurang antara harapan dengan prestasi, maka semakin tinggilah
25
ketidakpuasan konsumen. Sebagian konsumen memperlebar jurang tersebut
bilamana produk itu tidak sempurna dan mereka sangat tidak puas. Konsumen
lainnya memperkecil jurang tersebut dan mengurangi ketidak-puasan.
Kepuasan konsumen terhadap produk akan mempengaruhi perilaku
berikutnya. Seorang konsumen yang puas kemungkinannya lebih besar untuk
membeli produk tersebut pada waktu berikutnya dan akan menyampaikan hal-hal
yang baik mengenai produk itu kepada orang-orang lainnya.
Konsumen yang tidak puas memberikan tanggapan yang berbeda. Konsumen
yang tidak puas akan mencoba mengurangi ketidak-sesuaian ini. Para konsumen
yang tidak ada kesesuaian akan melakukan salah satu dari dua cara. Mereka
mencoba mengurangi produk atau mereka dapat mencoba mengurangi ketidak-
sesuaian itu dengan mencari informasi yang dapat menguatkan nilainya yang
tinggi.
Pemasar dapat mengambil langkah untuk memperkecil jumlah konsumen
yang tidak puas setelah pembelian dan membantu konsumen merasakan sesuatu
yang enak mengenai pembelian mereka. Pemasar dapat memasang iklan
memperlihatkan orang-orang puas memakan produk mereka. Pemasar dapat juga
memberikan saran kepada konsumen untuk perbaikan dan daftar tempat
pelayanan yang tersedia. Pemasar dapat menyusun buku penuntun cara
penggunaan yang dapat mengurangi ketidaksesuaian.
Memahami konsumen dan proses pembelian adalah dasar untuk keberhasilan
pemasaran. Dengan memahami bagaimana pembeli menyelesaikan pengenalan
masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, perilaku
26
purna pembelian maka pemasar dapat menemukan banyak gambaran dalam kaitan
dengan pemuasan kebutuhan pembeli. Dengan memahami berbagai macam
partisipasi dalam proses pembelian dan pengaruh utama terhadap perilaku
pembeli mereka, maka pemasar dapat mengembangkan suatu program pemasaran
yang efektif untuk suatu tawaran yang menarik kepada pasar sasaran.
2.5 Customer Perceived Value
Secara umum, konsumen atau pelanggan akan membeli suatu produk dari
perusahaan yang dirasa oleh mereka menawarkan nilai yang paling tinggi. Customer
perceived value (CPV) adalah perbedaan antara evaluasi calon konsumen dari seluruh
manfaat yang didapat dan semua biaya yang harus dikeluarkan dari suatu penawaran
maupun alternatif lainnya. (Kotler, 2003: 60)
Total customer value adalah nilai moneter yang dirasa dari sejumlah manfaat
ekonomi, fungsional, dan psikologis yang diharapkan oleh konsumen dari penawaran
yang diberi oleh pasar. Total customer cost adalah sejumlah biaya yang diharapkan
konsumen dalam mengevaluasi, memperoleh, menggunakan, dan membuang
penawaran yang diberi oleh pasar. (Kotler, 2003: 60)
2.6 Customer Satisfaction (Kepuasan Konsumen)
Apakah konsumen puas setelah membeli suatu produk tergantung dari
performa barang yang ditawarkan yang berhubungan dengan ekspektasi/ harapan
konsumennya. Secara umum, pengertian dari satisfaction (kepuasan) adalah perasaan
27
seseorang yang senang ataupun kecewa yang merupakan hasil dari perbandingan
antara performa produk yang dirasakan (outcome/hasil) dengan ekspektasinya
(Kotler, 2003: 61).
Jika performa suatu produk jauh dari ekspektasi, konsumen akan merasa tidak
puas dan kecewa. Jika performanya sesuai dengan ekspektasi, konsumen akan merasa
puas. Jika performanya melebihi ekspektasi, konsumen akan merasa sangat puas atau
senang.
2.7 Customer Expectations (Ekspektasi Konsumen)
Konsumen membentuk ekspektasi/harapan mereka melalui pengalaman
membeli sebelumnya, teman, saran rekan, dan informasi serta janji dari para pemasar
dan kompetitor. Jika perusahaan membuat ekspektasi terlalu tinggi, hal itu tidak
menjamin akan menarik cukup banyak konsumen. Jika perusahaan membuat
ekspektasi terlalu rendah, buyer mungkin akan kecewa. (Kotler, 2003: 62)
Pada saat ini, beberapa perusahaan yang sukses banyak menyesuaikan antara
ekspektasi yang diinginkan dengan performa yang diberikan kepada konsumen.
Perusahaan-perusahaan ini menerapkan TCS – total customer satisfaction. Mereka
sangat mementingkan kepuasan konsumen dengan cara memenuhi bahkan melebihi
ekspektasi dari konsumen. (Kotler, 2003: 62)
28
2.8 Customer Loyalty (Loyalitas Konsumen)
Customer loyalty atau loyalitas konsumen adalah kesetiaan konsumen kepada
suatu perusahaan berkaitan dengan produk atau jasa yang ditawarkan dan ternyata
konsumen merasa puas dengan produk maupun jasa yang digunakan. Hal ini dapat
terjadi kalau perusahaan dapat memahami dan memenuhi kebutuhan dan ekspektasi
konsumen terhadap produk mereka.
Setelah konsumen merasa puas, biasanya konsumen akan membeli atau
menggunakan produk tersebut di kemudian hari dan hal ini dapat terjadi berulang-
ulang (retention) apabila perusahaan terus menjaga kualitas produk serta tetap
memenuhi ekspektasi konsumennya. (Kotler, 2003: 76)
2.9 Competitive Marketing Strategies
Selain konsumen, pesaing juga sangat penting untuk dipelajari supaya bisa
membuat suatu strategi pemasaran yang efektif. Suatu perusahaan perlu untuk
mengidentifikasi strategi, tujuan, kekuatan, kelemahan dan pola reaksi pesaingnya
(Kotler, 2003: 274).
Bagaimana caranya untuk mengidentifikasi pesaing terdekat suatu
perusahaan? Pesaing terdekat suatu perusahaan adalah perusahaan yang melayani
konsumen yang sama dan menawarkan hal yang sama pula. Suatu perusahaan harus
memperhatikan pesaingnya yang mungkin melakukan hal yang baru untuk
memuaskan kebutuhan konsumennya.
29
Setelah suatu perusahaan mengidentifikasikan pesaingnya, hal selanjutnya
yang harus dilakukan adalah mempelajari karakteristik perusahaan pesaing tersebut,
terutama strategi, tujuan, kekuatan, kelemahan dan pola reaksi mereka.
Untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan suatu perusahaan dan pesaingnya
dapat dilakukan dengan melakukan survei terhadap konsumen. Hal ini dilakukan
untuk mengetahui apa yang diinginkan konsumen dan bagaimana mereka
menghubungkannya dengan apa yang ditawarkan oleh perusahaan dan juga
pesaingnya. Kekuatan dan kelemahan pesaing dapat diukur dari empat area yang
ditunjukkan oleh Gambar
Gambar 2.5 Competitor Evaluation
Menurut Kotler (Kotler, 2004: 567), competitive marketing strategies adalah
strategi yang menempatkan perusahaan dengan kuat terhadap pesaing-pesaingnya dan
memberikan perusahaan keuntungan posisi strategik yang terkuat.
Past Performance
Customer Satisfaction
Market Coverage
Current Capabilities
30
Menurut Michael Porter ada beberapa dasar strategi bersaing, yaitu:
• Overall cost leadership: disini perusahaan bekerja keras untuk mendapatkan
biaya produksi dan biaya distribusi terendah. Biaya rendah berarti membuat harga
suatu barang dan jasa menjadi lebih rendah dibanding pesaing dan memenangkan
pangsa pasar yang besar.
• Differentiation: disini perusahaan berkonsentrasi pada menciptakan suatu jenis
barang dan program pemasaran yang benar-benar berbeda supaya menjadi
pemimpin di dalam kelas industrinya. Kebanyakan konsumen lebih memilih
untuk memiliki merek ini bila harganya tidak terlalu tinggi.
• Focus: disini perusahaan fokus kepada usahanya untuk melayani segmen pasar
yang sedikit daripada melayani pasar yang lebih besar.
• Operational excellence: perusahaan menyediakan nilai yang lebih baik dengan
memimpin diindustrinya dalam harga dan kenyamanan. Hal ini bekerja untuk
menekan biaya dan untuk membuat nilai langsing dan efisien dalam sistem
pengiriman.
• Customer intimacy: perusahaan menyediakan nilai yang lebih baik dengan secara
tepat membedakan pasarnya dan menyesuaikan produk dan servisnya untuk
disesuaikan secara tepat dengan kebutuhan sasaran konsumen.
• Product leadership: perusahaan menyediakan nilai yang lebih baik dengan
menawarkan aliran produk atau jasa yang memimpin secara terus menerus.
31
2.9.1 Sales Promotion
Sales Promotion dapat didefinisikan sebagai dorongan langsung yang
menawarkan nilai tambah atau insentif pada suatu produk untuk meningkatkan
penjualan, distributor, atau konsumen tingkat akhir dengan tujuan utama untuk
menciptakan penjualan yang cepat. Sales promotion dapat disebut sebagai suatu alat
yang dirancang untuk mempercepat proses penjualan dan me-maksimalkan jumlah
penjualan.
2.9.1.1 Potongan Harga (Price-Off Deals)
Menurut Belch (2007: 522), potongan harga melibatkan kegiatan dimana
pihak produsen melakukan pengurangan dari harga suatu merek produk. Biasanya,
potongan harga ini berkisar antara 10 s.d. 25 % dari harga normal produk tersebut.
2.9.1.2 Kupon
Kupon merupakan sales promotion tool tertua, yang paling banyak digunakan,
serta merupakan yang paling efektif. Kupon dapat didefinisikan sebagai suatu tiket
yang dapat digunakan pada saat pembelian suatu produk atau jasa, dimana pemegang
tiket tersebut berhak mendapatkan potongan harga sesuai nilai yang tertera pada tiket
kupon tersebut.
Adapun keuntungan dari kupon adalah, pertama, memungkinkan untuk
memberikan potongan harga khusus kepada konsumen yang sensitif terhadap harga,
contohnya kepada konsumen yang membeli suatu produk hanya karena mendapatkan
potongan harga tertentu, dibandingkan dengan konsumen yang membeli suatu produk
tanpa memperdulikan harga dan membayar harga penuh untuk suatu produk.
32
Kedua, kupon memungkinkan untuk mengurangi harga suatu produk pada
tingkat eceran tanpa membebani pedagang eceran untuk kepentingan kerja sama,
yang terkadang hal tersebut menjadi masalah.
Ketiga, dikarenakan kupon dapat mengurangi harga suatu produk, maka
kupon dapat memperkecil resiko yang mungkin diterima konsumen sehubungan
dengan percobaan terhadap produk baru.
Keempat, kupon dapat digunakan untuk memperkenalkan produk baru,
dimana kupon dapat mendorong konsumen yang bukan merupakan pengguna produk
tersebut untuk mencoba produk tersebut.
Tetapi, selain daripada keuntungan yang ada, kupon juga memiliki
kekurangan, yaitu antara lain, pertama, sulit untuk memperkirakan berapa banyak
konsumen yang akan menggunakan kupon serta waktu penggunaannya.
Kedua, terkait dengan penggunaan kupon untuk menarik konsumen baru dan
memperkenalkan merek, sulit untuk mencegah kupon tersebut digunakan oleh orang
yang telah menjadi konsumen terdahulu produk tersebut.
2.9.1.3 Sample
Menurut Belch (2007: 507), Sampling melibatkan beberapa prosedur dimana
konsumen diberikan produk dalam jumlah yang sedikit tanpa dikenai biaya untuk
mendorong konsumen mencoba produk tersebut.
Metode sampling dianggap merupakan metode yang paling efektif untuk
mendorong konsumen mencoba suatu produk baru, walaupun metode ini juga
merupakan metode yang termahal.
33
Ada 3 kriteria agar metode ini menjadi efektif:
1. Produk tersebut bernilai rendah, sehingga sample tidak menghabiskan biaya yang
besar.
2. Produk tersebut dapat dibagi/dibelah, yang berarti produk tersebut dapat dibagi
menjadi bagian-bagian kecil.
3. Perputaran waktu pembelian relatif pendek, sehingga konsumen dapat menyadari
untuk membeli produk tersebut dalam waktu yang tidak lama, atau agar
konsumen tidak melupakan merek tersebut saat kunjungan pembelian berikutnya.
2.9.1.4 Buy-One-Get-One-Free (BOGOF)
Tujuan utama dari BOGOF adalah membujuk pembeli untuk membeli dua
buah barang sekaligus. Dengan penggunaan kata-kata, promosi BOGOF dirancang
untuk mendapatkan kesan bahwa konsumen dapat memperoleh sesuatu secara gratis.
Secara psikis, promosi ini memberikan efek kepada konsumen bahwa mereka
mendapat barang pertama sesuai dengan nilai yang sesungguhnya, dan pada saat yang
sama mendapatkan barang kedua dengan nilai yang sama secara gratis. Promosi ini
merepresentasikan perolehan keuntungan untuk mereka, daripada pertukaran
sederhana antara uang dan barang pada harga barang yang sesungguhnya.