Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
9
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Perilaku
2.1.1 Definisi Perilaku
Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme
(makhluk hidup) yang bersangkutan jika dilihat dari segi biologis.
Oleh sebab itu semua makhluk hidup berperilaku karena mereka
mempunyai aktivitas sendiri-sendiri. Perilaku manusia adalah
semua kegiatan atau aktivitas manusia baik yang dapat diamati
langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar
(Soekidjo Notoadmodjo, 2003 : 114 dalam Muliawan, 2008). Definisi
lain menyebutkan perilaku merupakan respon atau perbuatan suatu
organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap
stimulus/rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi
melalui proses adanya organisme (Robert Kwick, 1974 dalam
Nanda 2015). Kemudian, organisme tersebut merespon, maka teori
Skinner ini disebut “S-O-R” atau stimulus-organisme-respon
(Skinner, 1938 dalam Nanda, 2015).
2.1.2 Bentuk Perilaku
Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu
respon organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus)
10
dari luar subyek tersebut. Skinner, 1938 yang dikutip dari Soekidjo
Notoadmodjo, 2003 : 118 dalam Muliawan, 2008 mengemukakan
perilaku merupakan hasil dari hubungan antara perangsang
(stimulus) dengan tanggapan (respon) dari respon. Perilaku
membedakan adanya dua respon, yakni :
1. Respondent response atau reflexive response
Respondent response yaitu respon yang ditimbulkan oleh
rangsangan-rangsangan tertentu. Respondent response
(respondent behavior) ini mencakup emosi respon atau
emotional behavior.
2. Operant response atau instrumental response
Operant response yaitu respon yang timbul dan
perkembangannya diikuti oleh perangsang tertentu.
Perangsang tersebut mengikuti atau memperkuat sesuatu
perilaku tertentu yang telah dilakukan. Operant response atau
instrumental response berbentuk dua macam yaitu :
2.1) Betuk pasif
Bentuk pasif adalah respon internal yaitu yang terjadi di
dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat
oleh orang lain.
2.2) Bentuk aktif
Bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi
secara langsung atau yang dapat dilihat oleh orang lain.
11
2.1.3 Pengertian Perilaku kesehatan
Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang
(organisme) terhadap stimulus atau obyek yang berkaitan dengan
sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan
minuman, serta lingkungan (Soekidjo Notoadmodjo, 2003 : 117
dalam Muliawan, 2008).
Perilaku sehat adalah pengetahuan, sikap, dan tindakan
proaktif untuk memelihara dan mencegah risiko terjadinya penyakit,
melindungi diri dari ancaman penyakit (Depkes RI 2002 : 3 dalam
Muliawan, 2008).
2.1.4 Klasifikasi Perilaku Kesehatan
Beckermemuat klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan,
dan membedakannya menjadi tiga, (Soekidjo Notoadmodjo, 2010
dalam Maaruf, 2014)yaitu :
1) Perilaku sehat (health behavior)
Perilaku sehat adalah perilaku-perilaku atau kegiatan-
kegiatan yang berkaitan dengan upaya mempertahankan dan
meningkatkan kesehatan, antara lain :
a. Makan dengan menu seimbang (appropriate diet)
b. Kegiatan fisik secara teratur dan cukup
c. Tidak merokok dan meminum minuman keras serta
menggunakan narkoba
d. Istirahat yang cukup
12
e. Pengendalian atau manajemen stress
f. Perilaku atau gaya hidup positif yang lain untuk
kesehatan
2) Perilaku sakit (illness behavior)
Perilaku sakit adalah berkaitan dengan tindakan atau
kegiatan seseorang yang sakit dan terkena masalah
kesehatan pada dirinya atau keluarganya, untuk mencari
penyembuhan, atau untuk mengatasi masalah kesehatan
lainnya. Pada saat orang sakit atau anaknya sakit, ada
beberapa tindakan atau perilaku yang muncul, antara lain :
a. Didiamkan saja (no action)
b. Mengambil tindakan dengan melakukan pengobatan
sendiri (self treatment/self medication).
c. Mencari penyembuhan atau pengobatan keluar yakni ke
fasilitas pelayanan kesehatan, yang dibedakan menjadi 2,
yakni : tradisional dan pelayanan kesehatan modern atau
professional.
3) Perilaku peran sakit (the sick role behavior)
Dari segi sosiologi, orang yang sedang sakit mempunyai
peran (roles), yang mencakup hak-haknya (rights), dan
kewajiban sebagai orang sakit (the sick role behavior).
Perilaku peran orang sakit antara lain :
a. Tindakan untuk memperoleh kesembuhan
13
b. Tindakan untuk mengenal atau mengetahui fasilitas
kesehatan yang tepat untuk memperoleh kesembuhan
c. Mengetahui haknya sebagai pasien antara lain
memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan
tanpa diskriminasi
d. Melakukan kewajibannya sebagai pasien antara lain
memberikan informasi yang jujur, lengkap dan akurat
sesuai kemampuan dan pengetahuannya tentang
masalah kesehatannya
2.1.5 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
1) Pengertian Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
PHBS adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas
dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang
menjadikan seseorang, keluarga, kelompok atau masyarakat
mampu menolong dirinya sendiri (mandiri) di bidang
kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan
masyarakat (Kementrian Kesehatan RI, 2011). Definisi lain
menyebutkan bahwa PHBS adalah semua perilaku kesehatan
yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga
atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang
kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan
14
Kesehatan di masyarakat (Pusat Promosi Kesehatan
Kemenkes RI, 2016).
2) Indikator PHBS
Indikator diperlukan untuk menilai apakah aktivitas pokok
yang dijalankan telah sesuai dengan rencana dan
menghasilkan dampak yang diharapkan(Depkes RI 2002 : 21,
dalam Muliawan 2008). Indikator merupakan suatu alat ukur
menunjukkan suatu keadaan atau kecenderungan keadaan
dari suatu hal yang menjadi pokok perhatian (Kementrian
Kesehatan RI, 2011).
2.1.6 PHBSPada Tatanan Rumah Tangga
1) Definisi PHBS Pada Tatanan Rumah Tangga
PHBS di tatanan rumah tangga adalah upaya untuk
memberdayakan anggota keluarga agar sadar, mau dan mampu
melakukan perilaku hidup bersih dan sehat, untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatannya, mencegah risiko terjadinya penyakit
dan melindungi diri dari ancaman penyakit serta berperan aktif
dalam gerakan kesehatan masyarakat (Dinkes Propinsi Jawa
Tengah, 2006 : 3, dalam Mulyawan, 2008).
2) Indikator PHBS Pada Tatanan Rumah Tangga
Menurut Dinkes Propinsi Jawa Tengah, 2006 : 3 dalam
Mulyawan, 2008, indikator PHBS pada tatanan rumah tangga
15
adalah suatu alat ukur atau merupakan suatu petunjuk yang
membatasi fokus perhatian untuk menilai keadaan atau
permasalahan kesehatan di rumah tangga. Indikator PHBS tatanan
rumah tangga diarahkan pada aspek program prioritas yaitu :
1. KIA (Kesehatan Ibu dan Anak)
2. Gizi
3. Kesehatan lingkungan
4. Gaya hidup
5. Upaya kesehatan masyarakat
Indikator PHBS tatanan rumah tangga yang digunakan di
Jawa Tengah terdapat 16 variabel, yang terdiri dari 10 indikator
nasional dan 6 indikator lokal Jawa Tengah.
2.1) Indikator Nasional
1. Bagi ibu hamil pertolongan persalinan dilakukan oleh
tenaga/petugas kesehatan
2. Bagi rumah tangga yang memiliki bayi, bayi mendapat ASI
eksklusif (0-6 bulan)
3. Anggota rumah tangga mengonsumsi beranekaragam
makanan dalam jumlah cukup untuk mencapai gizi seimbang
4. Anggota rumah tangga menggunakan/memanfaatkan air
bersih
5. Anggota rumah tangga menggunakan jamban sehat
16
6. Anggota rumah tangga menempati rumah minimal 9 m2 per
orang
7. Anggota rumah tangga menggunakan lantai rumah kedap air
8. Anggota rumah tangga melakukan aktivitas fisik/olahraga
9. Anggota rumah tangga tidak merokok
10. Anggota rumah tangga menjadi pesrta JPK (Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan)
2.2) Indikator Lokal Jawa Tengah
1. Penimbangan balita
2. Anggota rumah membuang sampah pada tempat yang
semestinya
3. Anggota rumah tangga terbiasa mencuci tangan sebelum
makan dan sesudah BAB
4. Anggota rumah tangga tidak minum miras dan tidak
menyalahgunakan Narkoba
5. Anggota rumah tangga menggosok gigi minimal 2 kali sehari
6. Anggota rumah tangga melakukan PSN (Pemberantasan
Sarang Nyamuk) (Pedoman Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Tatanan Rumah Tangga Dinkes Jateng 2010, dalam Auliya
2012).
Menurut (Tim Field Lab UNS 2013), khusus di Jawa Tengah
indikator nasional ditambah indikator lokal spesifik dan disesuaikan
dengan situasi dan kondisi masing-masing Unit Pelaksana teknis
17
Daerah (UPTD) maka telah dikembangkan menjadi 16 indikator
yang dapat digunakan untuk rnengukur perilaku sehat yaitu sebagai
berikut :
Tabel 2.1 PHBS Tatanan Rumah Tangga Provinsi Jawa Tengah
No Indikator Pertanyaan Indikator
I KIA dan Gizi
1 Persalinan oleh Nakes
Pertolongan oleh tenaga kesehatan (bidan,dokter) dan bagi rumah tangga yang tidak/belum pernah hamil/mengerti kalau hamil harus diperiksa oleh tenaga kesehatan
2 K4 Memeriksakan kehamilan minimal 4× selama kehamilan dan bagi rumah tangga yang tidak mempunyai ibu hamil, mengerti maksud dari K4 (memeriksakankehamilan
minimal 4×)
3 ASI Eksklusif Bayi memperoleh ASI eksklusif sejak usia 0-6 bulan tanpa makanan tambahan lain dan bagi rumah tangga yang tidak mempunyai bayi mengerti tentang ASI eksklusif
4 Penimbangan Balita
Balita ditimbang secara teratur dan bagi rumah tangga yang tidak mempunyai balita mengerti tentang penimbangan balita contohnya di posyandu
5 Gizi Mengonsumsi beraneka ragam makanan dalam jumlah cukup dengan gizi seimbang (mengganti menu makanan setiap hari)
II Kesehatan Lingkungan
6 Air bersih Menggunakan air bersih untuk keperluan sehari-hari
7 Jamban sehat Menggunakan jamban sehat (leher angsa dengan septictank dan terjaga kebersihannya)
8 Sampah Membuang sampah pada tempatnya
9 Lantai rumah Menggunakan lantai rumah kedap air
III Gaya Hidup
10 Aktivitas fisik Melakukan olahraga/aktivitas fisik (bersepeda, berjalan kaki, mencangkul, menyapu, dan kegiatan rumah tangga lainnya)
11 Tidak Anggota rumah tangga tidak ada yang
18
merokok merokok atau tidak merokok di dalam rumah, dan rumah bebas dari asap rokok
12 Cuci tangan Mencuci tangan menggunakan sabun sebelum makan dan sesudah BAB
13 Kesehatan gigi dan mulut
Menggosok gigi minimal 2x sehari (masing-masing anggota keluarga memiliki 1 sikat gigi)
14 Tidak miras/ narkoba
Anggota rumah tangga tidak meminum minuman keras/miras dan tidak menyalahgunakan narkoba
IV Upaya Kesehatan Masyarakat
15 Dana sehat Anggota rumah tangga menjadi peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) misalnya dana sehat
16 PSN Melakukan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) dengan gerakan 3M (Menguras, Menutup, dan Mengubur) minimal seminggu sekali
(Tim Field Lab UNS, 2013)
2.3) Tinjauan Tentang 16 indikator PHBS Jawa Tengah
2.3.1 Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan
Persalinan merupakan periode kritis bagi ibu dan bayinya.
Setiap ibu bersalin harus ditolong oleh tenaga kesehatan yang
terlatih yaitu dokter dan atau bidan, serta merujuk kepada
pelayanan spesialis jika terjadi komplikasi. Setiap kehamilan
memerlukan perhatian, karena akan selalu ada risiko buruk
terhadap ibu, bayi atau keduanya. Banyak bahaya, penyakit atau
bahkan kematian yang sesungguhnya dapat dicegah (Kemenkes,
2010).
19
Jika melakukan empat kali pemeriksaan kehamilan kepada
petugas kesehatan terlatih, persalinan dilakukan di tempat yang
memiliki fasilitas peralatan cukup serta ditolong oleh tenaga
kesehatan terlatih yaitu dokter, dan atau bidan dan dilakukan
pemeriksaan secara berkala terhadap ibu dan bayi selama 24 jam
setelah kelahiran. Jika ibu sudah siap akan melahirkan, ia
dianjurkan untuk didampingi oleh orang yang ia pilih sendiri untuk
membantunya selama proses dan sesudah kelahiran. Secara
khusus pendamping dapat membantu dalam tiga hal, yaitu memberi
makan dan minum, membantu teknik pernafasan yang sesuai
dengan tahapan proses kelahiran, serta membantu mengurangi
rasa sakit dan ketidaknyamanan sesuai dengan nasihat penolong
persalinan terlatih (Kemenkes, 2010).
2.3.2 Pemeriksaan Kehamilan Minimal 4 Kali (K4)
Setiap kehamilan adalah istimewa. Untuk menjamin
kehamilan yang sehat dan aman semua ibu hamil harus
memeriksakan kehamilannya paling sedikit empat kali. Ibu hamil
beserta keluarganya harus mampu mengenali tanda-tanda
persalinan dan tanda bahaya kehamilan. Mereka harus memiliki
rencana persalinan dan pencegahan komplikasi untuk
mendapatkan pelayanan serta pertolongan tenaga kesehatan
(Kemenkes, 2010).
20
Ketika kehidupan ibu muda mulai aktif, mereka memerlukan
informasi tentang kehamilan dan risiko penyakit menular seksual,
termasuk HIV. Mereka hendaknya mampu mengenal gejala awal
kehamilan. Bila ternyata hamil, mereka harus dibantu untuk
mendapatkan perawatan kehamilan sejak awal kehamilan dari
petugas kesehatan terlatih. Ia harus belajar juga tentang tahap-
tahap kehamilan yang normal dan bagaimana cara merawat
kesehatan diri sendiri serta bayinya selama hamil, selain
mengetahui pula tanda bahaya kehamilan (Kemenkes, 2010).
Ibu hamil sekurang-kurangnya melakukan empat kali
kunjungan pemeriksaan kehamilan kepada petugas kesehatan
terlatih. Pemeriksaan kehamilan yang pertama harus dilakukan
sesegera mungkin. Sebaiknya dilakukan pada trimester pertama
kehamilan. Pemeriksaan kedua pada trimester kedua dan dua kali
pemeriksaan pada trimester ketiga (Kemenkes, 2010).
2.3.3 Pemberian ASI (Air Susu Ibu) eksklusif
ASI merupakan makanan dan minuman terbaik untuk bayi
usia 0-6 bulan. Tidak perlu makanan dan minuman lain, bahkan air
pun tidak diperlukan oleh bayi pada periode ini. ASI merupakan
makanan terbaik untuk bayi dan anak yang mengandung sel darah
putih, protein dan zat kekebalan yang cocok untuk bayi. ASI
membantu pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal
21
serta melindungi terhadap penyakit. ASI mengandung
keseimbangan gizi sempurna untuk bayi, berbeda dengan susu
formula, susu bubuk atau susu hewan (Kemenkes, 2010).
Bayi usia0–6 bulan tidak memerlukan air atau makanan
lainnya (seperti air teh, jus, air gula, air anggur, air beras, susu lain,
atau bubur), bahkan walaupun berada di daerah yang beriklim
panas sekalipun, ASI sudah dianggap memenuhi seluruh
kebutuhan bayi (Kemenkes, 2010).
ASI mudah dicerna bayi. Berbeda dengan susu formula
yang berasal dari susu hewan yang lambat dan lebih dicerna.
Dibandingkan dengan susu formula. ASI dapat melindungi bayi dari
berbagai penyakit, karena ASI mengandung antibodi untuk
kekebalan anak. Zat antibodi ini tidak terdapat dalam jenis susu
yang lain (Kemenkes, 2010).
Memberikan cairan dan makanan lain selain ASI kepada
bayi usia 0–6 bulan, akan meningkatkan risiko diare dan penyakit
lainnya. Air dan cairan atau makanan lainnya mungkin tercemar,
yang pada akhirnya dapat menyebabkan diare (Kemenkes, 2010).
22
2.3.4 Penimbangan Balita Secara Teratur
Seorang anak seharusnya tumbuh dan bertambah berat
badannya dengan pesat. Sejak lahir sampai dengan usia dua
tahun, anak seharusnya ditimbang secara teratur untuk mengetahui
pertumbuhannya. Setelah balita ditimbang selanjutnya akan dicatat
di buku KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) atau buku KMS (Kartu
Menuju Sehat). Dari buku tersebut akan terlihat perkembangannya
naik atau tidak naik (Aldila, 2015).
Penimbangan balita sangat bermanfaat untuk mengetahui
apakah balita memiliki tumbuh kembang sehat, selain itu
mengetahui dan mencegah gangguan pertumbuhan balita. Balita
dengan berat badan selama dua bulan berurut-urut tidak naik, balita
yang berat badannya BGM (Bawah Garis Merah) dan dicurigai gizi
buruk dapat segera dirujuk ke puskemas (Aldila, 2015).
1.3.5 Mengonsumsi Beraneka Ragam Makanan Dalam Jumlah
Cukup Dengan Gizi Seimbang
Gizi seimbang adalah susunan pangan sehari-hari yang
mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan
kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman
pangan, aktivitas fisik, perilaku hidup bersih dan mempertahankan
berat badan normal untuk mencegah masalah gizi (Kemenkes,
2014).
23
Mengonsumsi beranekaragam makanan dalam prinsip ini
selain keanekaragaman jenis pangan juga termasuk proporsi
makanan yang seimbang, dalam jumlah yang cukup, tidak
berlebihan dan dilakukan secara teratur. Berbagai makanan yang
dikonsumsi beragam baik antar kelompok pangan (makanan pokok,
lauk pauk, sayur dan buah) maupun dalam setiap kelompok pangan
(Kemenkes, 2014).
Contoh - contoh kelompok pangan:
1. Makanan pokok antara lain: Beras, kentang, singkong, ubi
jalar, jagung, talas, sagu, sukun.
2. Lauk pauk sumber protein antara lain: Ikan, telur, unggas,
daging, susu dan kacang-kacangan serta hasil olahannya
(tahu dan tempe).
3. Sayuran adalah sayuran hijau dan sayuran berwarna lainnya.
4. Buah-buahan adalah buah yang berwarna (Kemenkes, 2014).
2.3.6 Penggunaan Air Bersih
Penggunaan air bersih dapat menghindarkan keluarga dari
penyakit.Kebutuhan akan air bersih yang memenuhi syarat
kesehatan tercukupi dan memahami bagaimana cara untuk
menghindarkan diri dari kuman. Tempat air harus ditutup agar air
tetap bersih dan dikuras minimal satu kali seminggu. Sumber air
bersih dari sistem perpipaan, sumur pompa, serta sumur gali harus
24
memiliki konstruksi yang baik dan terpelihara. Air untuk minum
harus diolah terlebih dahulu agar bibit penyakit mati. Pengolahan
dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti memasak sampai
mendidih, menjemur di bawah terik matahari (sodis), membubuhkan
disinfektan, menyaring dengan saringan pasir (bio sand filter)
(Kemenkes, 2014).
Keluarga dan masyarakat dapat memelihara sumber air
dengan cara :
1. Membuat sumur gali berbibir dengan lantai yang kedap air,
sumur diberi tutup, dan memasang pompa tangan atau
pompa listrik.
2. Menghindarkan pencemaran sumber air dari tinja dan air
buangan rumah tangga.
3. Membuat jamban dengan jarak minimum 10 meter jauhnya
dari sumur gali.
4. Gayung, tali, dan ember untuk menyimpan air sebaiknya
diletakkan di tempat yang bersih dan tidak di tanah.
5. Kandang binatang peliharaan tidak dibuat di dekat sumber air
dan tempat tinggal keluarga.
6. Hindarkan penggunaan pestisida atau bahan kimia di dekat
sumber air.
7. Rumah harus dihindarkan dari genangan air/comberan.
25
Keluarga dapat menjaga kebersihan air di rumah dengan
cara:
1. Menyimpan air minum di bak yang bersih dan tertutup.
2. Mengambil air bersih dari bak hanya dengan gayung yang
bersih.
3. Memasang kran di bak air dan membersihkan tempat
penampungan air minimal satu kali seminggu.
4. Melarang siapa pun memasukkan tangan ke dalam bak atau
langsung minum dari bak.
5. Menjauhkan binatang dari penyimpanan air
(Kemenkes,2014).
2.3.7 Penggunaan Jamban Sehat
Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas
pembuangan kotoran manusia yang terdiri atas ruang
jongkok/tempat duduk yang dilengkapi dengan tempat
penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya.
Penggunaan jamban bermanfaat untuk menjaga lingkungan tetap
bersih, sehat, dan tidak berbau. Jamban mencegah pencemaran
sumber air yang ada di sekitarnya (Aldila, 2014).
Selain itu jamban juga mencegah datangnya lalat atau
serangga yang membawa bibit penyakit. Jamban harus sering
dibersihkan, lubangnya harus selalu ditutup untuk mencegah bau
26
dan masuknya lalat (jika jambannya bukan jamban leher angsa),
dan tersedia sabun untuk cuci tangan. Jika tidak ada jamban, tinja
harus dikubur. Keberadaan jamban harus dipelihara agar tetap
bersih dan sehat. Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan tidak
ada genangan air. Di dalam jamban tidak ada kotoran terlihat, tidak
ada serangga dan tikus berkeliaran. Jamban harus memiliki syarat
kesehatan, diantaranya:
1. Tidak mencemari sumber air minum (jarak antara sumber air
minum dengan lubang penampungan minimal 10 meter).
2. Tidak berbau
3. Kotoran tidak dapat dijamah oleh serangga dan tikus
4. Tidak mencemari tanah sekitarnya
5. Mudah dibersihkan dan aman digunakan
6. Dilengkapi dinding dan atap pelindung
7. Penerangan dan ventilasi yang cukup
8. Lantai kedap air dan luas ruangan memadai
9. Tersedia air, sabun, dan alat pembersih (Aldila, 2015).
2.3.8 Pembuangan Sampah
Rumah harus mempunyai tempat pembuangan sampah dan
pembuangan air limbah yang aman untuk mencegah penyakit.
Setiap keluarga harus mempunyai tempat pembuangan sampah
agar sampah rumah tangga dapat dikelola lebih lanjut. Sebisa
27
mungkin mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan dari kegiatan
rumah tangga dengan melakukan 3R:Reduce, Reuse, Recycle
(Mengurangi, Memanfaatkan kembali, Mendaur ulang), misalnya
dengan membuat pupuk kompos (Kemenkes, 2014).
Pemeliharaan kebersihan rumah tangga dan sekitarnya,
yang bebas dari tinja, sampah dan air limbah, membantu
pencegahan penyakit seperti diare, demam berdarah, dan malaria.
Air limbah rumah tangga dapat dibuang secara aman dengan
membuat saluran pembuangan yang tertutup dan tidak
menimbulkan genangan air di sekitarnya sehingga tidak menjadi
tempat berkembang biak serangga atau mencemari lingkungan dan
air bersih (Kemenkes, 2014).
2.3.9 Penggunaan Lantai Rumah Kedap Air
Menurut Kepmenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999 dalam
Aldila 2015, tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, lantai
rumah harus kedap air dan mudah dibersihkan. Lantai yang tidak
kedap air dan didukung dengan ventilasi yang kurang baik dapat
meningkatkan kelembaban dan kepengapan ruang yang pada
akhirnya mempermudah peningkatan jumlah mikroorganisme yang
berdampak pada penularan penyakit. Lantai tanah atau semen
yang sudah rusak dapat menimbulkan debu dan terjadinya
kelembaban karena uap air dapat keluar melalui tanah atau semen
28
yang rusak, selain itu mengeluarkan gas-gas seperti redon
(Kusnoputranto 2000 dalam Aldila 2015).
Rumah dengan kondisi lantai yang tidak permanen
mempunyai kontribusi yang besar terhadap penyakit pernapasan,
karena debu yang dihasilkan dari lantai tanah terhirup dan
menempel pada saluran pernapasan. Akumulasi debu tersebut
akan menyebabkan elastisitas paru menurun dan menyebabkan
kesukaran bernapas (Nurjazuli 2009 dalam Aldila 2015).
2.3.10 Melakukan Aktivitas Fisik Setiap Hari
Aktivitas fisik adalah melakukan pergerakan anggota tubuh
yang menyebabkan pengeluaran tenaga yang penting bagi
pemeliharaan kesehatan fisik, mental, dan mempertahankan
kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari. Aktivitas
fisik dilakukan secara teratur paling sedikit 30 menit dalam sehari,
sehingga dapat menyehatkan jantung, paru-paru dan organ tubuh
lainnya. Jika lebih banyak waktu yang digunakan untuk beraktivitas
fisik maka manfaat yang diperoleh juga lebih banyak (Aldila, 2015).
Olahraga adalah serangkaian gerak yang teratur dan
terencana untuk memelihara gerak (yang berarti mmepertahankan
hidup) dan meningkatkan kemampuan gerak (yang berarti
meningkatkan kualitas hidup). Olah raga merupakan alat untuk
merangsang pertumbuhan dan perkembangan fungsional jasmani,
29
rohani, dan sosial. Beberapa keuntungan dengan melakukan
aktivitas fisik secara teratur diantanya:
1. Terhindar dari penyakit jantung, stroke, osteoporosisi, kanker,
tekanan darah tinggi, kencing manis, dll
2. Berat badan terkendali
2. Otot lebih lentur dan tulang lebih kuat
3. Bentuk tubuh menjadi bagus
4. Lebih percaya diri
5. Lebih bertenaga dan bugar
6. Secara keseluruhan keadaan kesehatan menjadi lebih baik
(Aldila, 2015).
2.3.11 Perilaku Merokok
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat yang menjadi kebutuhan
dasar derajat kesehatan masyarakat, salah satu aspeknya adalah
tidak ada anggota keluarga yang merokok. Namun dalam
kenyataannya, meski semua orang tahu akan bahaya yang
ditimbulkan akibat rokok, perilaku merokok tidak pernah surut dan
tampaknya merupakan perilaku yang masih ditolerir oleh
masyarakat (BKKBN, 2007).
Asap rokok mengandung 4000 zat kimia berbahaya untuk
kesehatan, dua diantaranya adalah nikotin yang bersifat adiktif dan
30
tar yang bersifat karsinogenik. Beberapa risiko kesehatan bagi
perokok berdasarkan hasil Survei Sosial EkonomiNasional tahun
2004 antara lain :
Menyebabkan 9,8% kematian karena penyakit paru kronik dan
emfisima pada tahun 2001,
Merokok merupakan penyebab dari sekitar 5% stroke di
Indonesia.
Wanita yang merokok mungkin mengalami penurunan atau
penundaan kemampuan hamil, pada pria meningkatkan risiko
impotensi sebesar 50%.
Ibu hamil yang merokok selama masa kehamilan ataupun
terkena asap rokok dirumah atau di lingkungannya beresiko
mengalami proses kelahiran yang bermasalah.
Seorang bukan perokok yang menikah dengan perokok
mempunyai risiko kanker paru sebesar 20–30% lebih tinggi
daripada mereka yang pasangannya bukan perokok dan juga
risiko mendapatkan penyakit jantung.
Lebih dari 43 juta anak Indonesia berusia 0–14 tahun tinggal
dengan perokok di lingkungannya mengalami pertumbuhan paru
yang lambat, dan lebih mudah terkena infeksi saluran
pernafasan, infeksi telinga dan asma (BKKBN, 2007).
31
2.3.12 Perilaku Mencuci Tangan
Kedua tangan kita sangat penting untuk membantu
menyelesaikan berbagai pekerjaan. Makan dan minum sangat
membutuhkan kerja dari tangan. Jika tangan kotor maka tubuh
akan sangat berisiko terhadap masuknya mikroorganisme. Cuci
tangan dapat berfungsi untuk menghilangkan/mengurangi
mikroorganisme yang menempel di tangan. Cuci tangan harus
dilakukan dengan menggunakan air bersih dan sabun. Dengan
menggunakan sabun, kuman yang menempel di tangan dapat mati
terbunuh (Aldila, 2015).
Kebiasaan cuci tangan sebelum makan menggunakan air
dan sabun memiliki peranan penting dalam kaitannya dengan
pencegahan penyakit. Karena dengan mencuci tangan
menggunakan sabun dapat lebih efektif menghilangkan kotoran dan
debu secara mekanis dari permukaan kulit dan secara bermakna
mengurangi jumlah mikroorganisme penyebab penyakit seperti
virus, bakteri, dan parasit lainnya pada kedua tangan. Berbagai
penyakit yang dapat dicegah dengan cuci tangan menggunakan
sabun diantaranya diare, kolera, disentri, typus, kecacingan,
penyakit kulit, flu burung atau Severe Acute Respiratory Syndrome
(SARS) dan ISPA (Aldila, 2015).
Beberapa waktu yang tepat untuk mencuci tangan diantaranya:
32
1. Saat tangan terasa kotor (setelah memegang uang, binatang,
berkebun, dll)
2. Setelah buang air besar
3. Setelah menceboki bayi atau anak
4. Sebelum makan dan menyuapi anak
5. Sebelum memegang makanan
6. Sebelum menyusui bayi
7. Sebelum menyuapi anak
7. Setelah bersin, batuk, dan membuang ingus
8. Setelah bermain, memegang, dan memberi makan hewan
peliharaan (Aldila, 2015).
2.3.13 Kesehatan Gigi dan Mulut
Menjaga kebersihan gigi dan mulut setiap hari dengan
benar merupakan tindakan pencegahan paling utama terhadap
penyakit gigi dan mulut khususnya karies gigi dan penyakit
periodontal. Untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut, maka
tindakan paling tepat untuk dilaksanakan adalah menyikat gigi.
Menyikat gigi sebaiknya dilakukan secara teratur 2 kali sehari yaitu
pagi sesudah makan dan malam sebelum tidur (PPGI NTT, 2016).
Menurut studi kasus yang diterbitkan di Nursing Study and
Practice, menemukan bahwa sikat gigi sering mengandung bakteri
dan virus penyebab penyakit yang dapat menular ketika sikat gigi
33
tersebut dipakai oleh orang lain. Oleh karena itu dianjurkan untuk
tidak bergantian dalam memakai sikat gigi atau satu orang harus
memakai satu sikat gigi (Moestavi, 2016).
2.3.14 MengonsumsiMinuman Keras dan Narkoba
Kandungan minuman beralkohol yaitu metanol bila dicerna
tubuh akan menjadi formaldehyde atau formalin yang beracun,
berbahaya bagi kesehatan. Reaksinya dapat merusak jaringan
saraf pusat, otak, pencernaan, hingga kasus kebutaan, terang dr.
Eka Viora. Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran
Jiwa, dr. Danardi Sosrosumihardjo, Sp.J (K) menyatakan bahwa
pada dasarnya kebiasaan minum minuman beralkohol sangat
merugikan kesehatan. Terlalu banyak konsumsi alkohol sendiri
dapat menurunkan kemampuan berpikir dan gangguan perilaku.
Jika konsumsi berlebihan, bisa menyebabkan seseorang hilang
kesadaran, kejang, hingga meninggal dunia. Penyakit serius lainnya
yang disebabkan oleh alkohol diantaranya, tukak lambung,
kerusakan pada hati, hingga komplikasi gangguan psikiatri berat
(Kemenkes, 2016).
2.3.15 Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang-
Undang Nomor 23/ 1992 tentang Kesehatan, menetapkan bahwa
34
setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Karena itu
setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh
perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara
bertanggungjawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi
penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu
(Depkes, 2016).
Jaminan Kesehatan nasional (JKN) BPJS, mempunyai multi
manfaat, secara medis dan maupun non medis. Ia mempunyai
manfaat secara komprehensif; yakni pelayanan yang diberikan
bersifat paripurna mulai dari preventif, promotif, kuratif dan
rehabilitatif. Seluruh pelayanan tersebut tidak dipengaruhi oleh
besarnya biaya iuran bagi peserta. Promotif dan preventif yang
diberikan bagi upaya kesehatan perorangan (personal care)
(Depkes, 2016).
2.3.16 Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
Untuk mencegah anak-anak dan anggota keluarga lainnya
terserang penyakit demam berdarah (DBD), maka dapat dilakukan
3M Plus:
a. Menguras dan menyikat dinding tempat-tempat
penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali.
b. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air.
35
c. Menguburkan, mengumpulkan, memanfaatkan, atau
menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung
air hujan, seperti kaleng bekas, plastik bekas, dan lain-lain.
d. Plus.
1. Mengganti air vas bunga, tempat minum burung, dan
tempat-tempat lainnya seminggu sekali.
2. Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak
lancar/rusak.
3. Menutup lubang-lubang pada potongan bambu, pohon,
dan lain-lain misalnya dengan tanah.
4. Membersihkan/mengeringkan tempat-tempat yang dapat
menampung air, seperti pelepah pisang atau tanaman
lainnya termasuk tempat-tempat lain yang dapat
menampung air hujan di pekarangan, kebun, dan lain-lain.
5. Melakukan larvasidasi, yaitu membubuhkan bubuk
pembunuh nyamuk (abate atau lainnya) di tempat-tempat
yang sulit dikuras atau di daerah yang sulit air.
6. Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk.
7. Memasang kawat kasa di jendela dan tempat yang
terbuka.
8. Pencahayaan dan ventilasi rumah harus memadai
(Kemenkes, 2014).
36
2.2 Tinjauan Mengenai pemulung
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pemulung adalah
orang yang mencari nafkah dengan jalan mencari dan memungut
serta memanfaatkan barang bekas (seperti puntung rokok) dengan
menjualnya kepada pengusaha yang akan mengolahnya kembali
menjadi barang komoditas (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2016).
Pemulung adalah orang yang mengumpulkan bahan-bahan
bekas dari berbagai lokasi pembuangan sampah yang masih bisa
dimanfaatkan untuk mengawali proses penyalurannya ke tempat-
tempat produksi (daur ulang) (Wurdjinem, 2001 dalam Taufik,
2013). Jika dilihat tempat pemulung bekerja sangat tidak memenuhi
standar kesehatan dan lingkungan terkesan kumuh. Faktor yang
ikut menentukan seseorang bekerja sebagai pemulung antara lain
dalah tingkat pendidikan yang rendah serta keterbatasan pada
modal maupun skill yang mereka miliki (Taufik, 2013).
Berdasarkan penjelasan di atas maka pemulung diartikan
sebagai orang yang berkerja dengan mencari, memungut, dan
mengumpulkan barang-barang bekas yang masih bisa
dimanfaatkan untuk menjualnya kepada pengusaha yang akan
disalurkan ke tempat-tempat produksi (daur ulang) untuk
mengolahnya menjadi barang komoditas.
37
2.3 Tinjauan Tentang TPA
TPA merupakan tempat dimana sampah mencapai tahap
terakhir dalam pengelolaannya sejak mulai timbul di sumber,
pengumpulan, pemindahan/pengangkutan, pengolahan dan
pembuangan. TPA merupakan tempat sampah diisolasi secara
aman agar tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan
sekitarnya. Karenanya diperlukan penyediaan fasilitas dan
perlakuan yang benar agar keamanan tersebut dapat dicapai
dengan baik (SATKER PLPP Jateng). TPAadalah sarana fisik untuk
berlangsungnya kegiatan pembuangan akhir sampah. TPA
merupakan mata rantai terakhir dari pengolahan sampah perkotaan
sebagai sarana untuk menimbun atau mengolah sampah. Proses
sampah itu sendiri mulai dari timbulnya di sumber – pengumpulan –
pemindahan/pengangkutan – pengolahan – pembuangan (TPA
Wisata Edukasi Talangangung, 2016).
2.3.1 Gambaran Mengenai TPA Blondo
TPA Blondo adalah salah satu lokasi pembuangan akhir
sampah yang berlokasi di Dusun Blondo, Desa Kandangan,
Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang. Lokasi TPA berjarak
kurang lebih 2,5 km dari jalan regional Semarang–Bawen. Batas-
batas lokasi TPA Blondo adalah Desa Lemah Ireng dan Desa
Karangan di sebelah utara, Desa Harjosari di sebelah barat, dan
Desa Kandangan di sebelah timur dan Selatan. Akses menuju
38
TPAberupa jalan aspal dengan kondisi cukup baik meskipun di
beberapa titik terdapat lubang di tengah jalan. Penduduk terdekat
dari lokasi TPA berjarak kurang lebih 600 meter. TPA Blondo
direncanakan menggunakan lahan seluas kurang lebih 9 hektar.
Sedangkan sekarang yang digunakan baru sekitar 5 hektar (Dinas
Cipta Karya Perumahan dan Kebersihan Kabupaten Semarang,
2011).
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah peneliti lakukan
di Dusun Deres, warga di sekitar TPA Blondo yang bekerja
sebagaipemulung berjumlah 62 orang menurut data Kepala Dusun
Deres. Namun ketika penelitian dilakukan, peneliti mendapatkan
data yaitu warga yang bekerja sebagai pemulung di TPA Blondo
berjumlah 49 orang, sedangkan 13 orang sisanya bekerja di TPA
Semarang dan bekerja bukan sebagai pemulung di TPA Blondo
namun sebagai staff di kantor TPA Blondo. TPABlondo memiliki
dampak positif dan negatif bagi warga. Dampak positif yang utama
adalah menjadikan TPA sebagai lahan pekerjaan. Sedangkan
dampak negatifnya yaitu timbulnya berbagai macam penyakit
seperti ISPA, diare, gatal-gatal, dan sesak nafas yang dapat dilihat
pada tabel 1.1. Selain itu dampak negatif TPA adalah timbulnya bau
yang tidak sedap, terdapat banyak sampah yang berserakan di
pinggir-pinggir jalan sekitar TPA, dan hilangnya estetika atau unsur
keindahan.
39
2.4 Tinjauan Mengenai ISPA
2.4.1 Definisi ISPA
ISPA adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah,
biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum
penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan
sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada
patogen penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor pejamu.
Namun demikian, di dalam pedoman ini, ISPA didefinisikan sebagai
penyakit saluran pernapasan akut yang disebabkan oleh agen
infeksius yang ditularkan dari manusia ke manusia (WHO, 2008).
2.4.2 Klasifikasi ISPA
Menurut Ditjen P2PL 2009 dan Depkes 2002 dalam Aldila
2015, penyakit ISPA diklasifikasikan menjadi tiga, diantaranya :
a. ISPA Ringan
ISPA ringan memiliki satu atau lebih tanda dan gejala seperti
batuk, pilek (mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung),
serak (bersuara parau ketika berbicara atau menangis), sesak
yang disertai atau tanpa disertai panas atau demam (> 370 C),
keluarnya cairan dari telinga yang lebih dari 2 minggu tanpa
ada rasa sakit pada telinga.
40
b. ISPA Sedang
ISPA sedang memiliki tanda dan gejala seperti ISPA ringan
namun ditambah satu atau lebih gejala berikut seperti
pernapasan yang cepat lebih dari 50 kali/menit atau lebih
(tanda utama) pada umur <1 tahun dan 40 kali/menit pada
umur 1–5 tahun, panas 390 C atau lebih, wheezing,
tenggorokan berwarna merah, telinga sakit dan mengeluarkan
cairan, timbul bercak di kulit menyerupai campak, dan
pernapasan berbunyi mencuit-cuit dan seperti mengorok.
c. ISPA Berat
ISPA berat memiliki tanda dan gejala seperti ISPA sedang
namun ditambah satu atau lebih dari tanda dan gejala seperti
penarikan dada ke dalam pada saat menarik napas sebagai
tanda utama, adanya stidor atau mengeluarkan napas seperti
mengorok, serta tidak ada nafsu makan.
2.4.3 Etiologi
ISPA dapat disebabkan oleh virus, yaitu substansi kecil
penyebab infeksi (lebih kecil dari bakteri). Bersin atau batuk dapat
menularkan virus secara langsung dari orang yang satu ke yang
lainnya. Etiologi ISPA terdiri dari 300 jenis bakteri, virus dan
riketsia. Diantaranya bakteri Staphylococcus, Pneumococcus,
Hemofillus, Bordetella, Korinobakterium dan Streptococcus
41
sedangkan, untuk virus diantaranya Influenza dan Sinsitialvirus.
Organisme penyebab ISPA tadi kemudian akan masuk dan
menempel pada saluran pernapasan atas sehingga terjadi
peradangan yang disertai demam. Infeksi dapat menjalar ke paru-
paru dan menyebabkan pernapasan terhambat, kekurangan
oksigen, sehingga menyebabkan kejang bahkan jika tidak segera
mendapatkan pertolongan akan menyebabkan kematian.
2.4.4 Patogenesis
ISPA sebagai penyakit menular sebagaian besar ditularkan
melalui droplet, kontak langsung, termasuk kontaminasi tangan
yang diikuti oleh inokulasi tidak sengaja dan aerolsol pernapasan
infeksius dalam jarak dekat (WHO, 2007 dalam Aldila, 2015). Selain
itu menurut P2PL 2009 dalam Aldila 2015, ISPA dapat ditularkan
melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang
mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat ke dalam
saluran pernapasan.
Penyebaran ISPA juga tergantung pada keadaan
lingkungan. Menurut Ahmadi 2008 dalam Aldila 2015, untuk
mengetahui patogenesis ISPA dapat digunakan teori manajemen
penyakit berbasis lingkungan seperti yang ditunjukkan dalam
gambar 2.4 berikut.
42
Gambar 2.1. Manajemen Penyakit Berbasis Lingkungan
Perjalanan klinik penyakit ISPA dimulai dengan interaksi
antara virus dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke
saluran pernapasan menyebabkan silia yang terdapat pada
permukaan saluran napas bergerak ke atas mendorong virus
kearah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh
laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus dapat merusak lapisan
epitel dan lapisan mukosa saluran pernapasan. Iritasi virus pada
kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering.
Kerusakan struktur lapisan dinding saluran pernapasan
menyebabkan peningkatan aktivitas kelenjar mukus, yang banyak
terdapat pada dinding saluran pernapasan. Hal ini mengakibatkan
terjadinya pengeluaran cairan mukosa yang melebihi normal.
Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut dapat menimbulkan
gejala batuk sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling
menonjol adalah batuk.
Media Transmisi
Sumber
Penyakit
Komponen
Lingkungan
Penduduk Sakit atau
Sehat
Variabel lain yang
berpengaruh
43
Adanya infeksi virus merupakan faktor predisposisi
terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat infeksi virus tersebut
terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan
mekanisme perlindungan pada saluran pernapasan terhadap infeksi
bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang
terdapat pada saluran paernapasan atas seperti Streptococcus
pneumonia, Haemophylus influenza, dan Staphylococcus
menyerang mukosa yang telah rusak tersebut. Infeksi sekunder
bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan
dapat menyumbat saluran pernapasan sehingga timbul sesak
napas dan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah
dengan adanya faktor-faktor seperti cuaca dingin dan malnutrisi.
Sistem imun saluran pernapasan yang terdiri dari folikel dan
jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas sistem imun
mukosa. Ciri khas berikutnya adalah IgA memegang peranan pada
saluran pernapasan bagian atas, sedangkan IgG pada saluran
pernapasan bagian bawah. Diketahui juga bahwa sekretori IgA
(sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa
saluran napas. Melalui uraian di atas, perjalanan klinis penyakit
ISPA dapat dibagi menjadi periode prepatogenesis dan
patogenesis.
44
2.4.5 Tanda dan Gejala
Menurut Depkes RI 2007 dalam Aldila 2015, setelah virus
muncul dan berkembangbiak, anak akan mengalami beberapa
gejala dan tanda yang mudah dikenali, diantaranya:
a. Hidung ingusan (pertama kali ingusnya jernih, kemudian
kental dan sedikit berwarna)
b. Bersin-bersin
c. Demam ringan (38,3–38,90C), khususnya pada malam hari
d. Penurunan nafsu makan
e. Mata merah
f. Nyeri tenggorok dan sulit menelan
g. Batuk
h. Peka rangsang yang hilang timbul
i. Pembesaran kelenjar yang ringan
Gejala awal yang timbul biasanya berupa batuk pilek, yang
kemudian diikuti dengan napas cepat dan napas sesak. Pada
tingkat yang lebih berat terjadi kesukaran bernapas, tidak dapat
minum, kejang, kesadaran menurun dan meninggal bila tidak
segera diobati. Usia balita merupakan kelompok yang paling rentan
dengan infeksi saluran pernapasan. Buktinya bahwa angka
morbiditas dan mortalitas akibat ISPA masih tinggi terjadi pada
balita di negara berkembang (Dinkes 2009 dalam Aldila 2015).
45
2.4.6 Faktor yang Mempengaruhi ISPA
Banyak faktor yang berperan dalam kejadian ISPA baik itu
fakor intrinsik maupun faktor ekstrinsik. Adapun faktor-faktor
tersebut adalah sebagai berikut:
2.4.6.1 Faktor Intrinsik
Faktor intrinsik merupakan faktor yang berasal dari dalam
tubuh balita yang memberikan pengaruh terhadap terjadinya
penyakit ISPA pada balita. Faktor intrinsik adalah faktor yang
meningkatkan kerentanan (suscepbility) penjamu terhadap kuman
penyebab faktor ini terdiri dari status gizi balita, status imunisasi
balita, riwayat Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), dan umur balita
(Notoatmodjo, Soekidjo, 2003:121 dalam Aldila, 2015).
a. Status Imunisasi
Imunisasi adalah salah satu bentuk intervensi kesehatan yang
efektif dalam upaya penurunan angka kematian bayi dan
balita. Imun merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen,
sehingga ketika bayi terpajan antigen yang serupa tidak
terjadi penyakit. Pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya
penyakit tertentu atau imunisasi adalah suatu upaya untuk
mendapatkan kekebalan terhadap suatu penyakit dengan
cara memasukkan kuman atau produk kuman yang sudah
dilemahkan atau dimatikan kedalam tubuh. Memasukkan
46
kuman atau bibit penyakit tersebut diharapkan tubuh dapat
menghasilkan zat anti yang digunakan tubuh untuk melawan
kuman atau bibit penyakit yang menyerang
tubuh(Notoatmodjo, Soekidjo, 2003:121 dalam Aldila, 2015).
b. Riwayat Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Berat badan lahir menentukan pertumbuhan, perkembangan
fisik dan mental pada masa balita. Bayi dengan
BBLRmempunyai resiko kematian yang lebih besar
dibandingkan dengan berat badan lahir normal, terutama
pada bulan pertama kelahiran karena pembentukan zat anti
kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena
penyakit infeksi, terutama pneumonia dan sakit saluran
pernapasan. Menurut Almatsier, apabila daya tahan terhadap
tekanan atau stress menurun, maka sistem imunitas dan
antibodi berkurang, sehingga mudah terserang infeksi. Pada
hal ini dapat mengakibatkan kematian(Notoatmodjo, Soekidjo,
2003:121 dalam Aldila, 2015).
c. Status Gizi
Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan
dalam bentuk variabel tertentu. Selain itu status gizi juga
dapat diartikan sebagai keseimbangan antara konsumsi dan
penyerapan zat gizi seta penggunaan zat-zat tersebut. Status
gizi pada balita dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
47
sosial ekonomi rendah (kemiskinan), pola asuh yang tidak
memadahi (pengetahuan dan ketrampilan ibu mengenai gizi
masih rendah), sanitasi dan pelayanan kesehatan dasar yang
kurang memadahi. Balita dengan gizi buruk atau kurang
(malnutrisi) akan lebih mudah terkena penyakit infeksi
dibandingkan dengan balita dengan gizi baik, hal ini
disebabkan karena gizi kurang berhubungan positif terhadap
daya tahan tubuh(Notoatmodjo, Soekidjo, 2003:121 dalam
Aldila, 2015).
2.4.6.2 Faktor Ekstrinsik
Faktor ekstrinsik merupakan faktor yang berasal dari luar
tubuh, biasanya disebut sebagai faktor lingkungan. Faktor ekstrinsik
merupakan faktor risiko yang dapat meningkatkan pemaparan
(exposure) dari penjamu terhadap kuman penyebab yang terdiri
atas 3 unsur yaitu biologi, fisik, sosial ekonomi yang meliputi kondisi
fisik rumah, jenis bahan bakar, ventilasi, kepadatan hunian, care
seeking, polusi asap dapur, lokasi dapur, pendidikan ibu, pekerjaan
orang tua, dan penghasilan keluarga.Selain faktor kondisi fisik
lingkungan rumah dan praktek perilaku hidup bersih dan sehat, ada
beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kejadian ISPA pada
balita. Faktor tersebut antara lain :
48
a. Status ekonomi
Status ekonomi sulit untuk dibatasi. Hubungan dengan
kesehatan juga kurang nyata. Namun yang jelas adalah
kemiskinan erat hubungannya dengan penyakit, hanya sulit
dianalisa yang mana sebab dan yang mana akibat. Status
ekonomi menentukan kualitas makanan, kepadatan hunian,
gizi, taraf pendidikan, fasilitas air besih, sanitasi, dan
kesehatan(Notoatmodjo, Soekidjo, 2003:121 dalam Aldila,
2015).
b. Pendidikan
Pendidikan adalah proses seseorang mengembangkan
kemampuan, sikap, dan bentuk tingkah laku lainnya dalam
masyarakat ia hidup, proses sosial, dan dihadapkan pada
pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya
yang datang dari sekolah), sehingga ia dapat memperoleh
atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan
kemampuan individu yang optimal. Kualitas pendidikan
berbanding lurus dengan pencegahan penyakit. Informasi
yang diperoleh tentang kesehatan, pembatasan kelahiran,
kebiasaan yang menunjang kesehatan. Pendidikan terbagi
dalam ruang lingkup yang meliputi pendidikan formal, informal
dan non formal. Pendidikan formal adalah pendidikan yang
mempunyai bentuk dan organisasi tertentu, seperti terdapat di
49
sekolah, atau universitas. Pendidikan informal adalah
pendidikan yang diperoleh seseorang di rumah dalam bentuk
lingkungan keluarga. Pendidikan ini berlangsung tanpa
pendidik, tanpa suatu program yang harus diselesaikan dalam
jangka waktu tertentu, dan tanpa evaluasi yang formal dalam
bentuk ujian(Notoatmodjo, Soekidjo, 2003:121 dalam Aldila,
2015).
c. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
terpenting dalam membentuk tindakan seseorang
(Notoatmodjo, Soekidjo, 2003:121 dalam Aldila, 2015).
d. Perilaku
Perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan
ditentukan dari pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan
sebagainya dari orang tua masyarakat yang bersangkutan.
Disamping itu ketersediaan fasilitas kesehatan dan perilaku
para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan
mendukung dan memperkuat terjadinya perilaku
(Notoatmodjo, Soekidjo, 2003:165 dalam Aldila, 2015).
50
2.4.7 Petanalaksanaan ISPA
Prinsip penanganan ISPA secara umum adalah:
1. Istirahat yang cukup minimal 8 jam perhari
2. Memberikan makanan yang bergizi tinggi. Sedikit-sedikit
tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-
lebih jika muntah.
3. Memberikan asupan cairan (air putih, air buah dan
sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu
mengencerkan dahak. Selain itu memberikan asupan cairan
diberikan untuk mencegah bertambah parahnya penyakit
karena kekurangan cairan.
4. Memberikan obat batuk yang aman. Contohnya obat batuk
herbal. Selain itu ramuan tradisional juga dapat digunakan,
yang terdiri dari jeruk nipis setengah sendok teh yang
dicampur dengan kecap atau madu, diberikan 3 kali sehari.
5. Mengatasi panas atau demam dengan memberikan
parasetamol yang diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2
hari. Selain itu juga bisa menggunakan kompres dengan kain
bersih yang dicelupkan pada air (tidak perlu air es).
6. Pemeriksaan ISPA oleh dokter, apabila penderita memiliki
gejala ISPA sedang sampai berat.
7. Pengobatan ISPA di rumah sakit atau di fasilitas kesehatan
lain (Ariko, 2012).
51
2.4.8 Pencegahan ISPA
Cara-cara untuk mencegah penyakit ISPA adalah:
1. Hindari paparan udara tercemar
Udara yang sudah tercemar polusi menjadi salah satu hal
yang penting untuk dihindari. Apabila berada di wilayah yang
memiliki udara berpolusi maka penting untuk menggunakan
face mask/ masker khusus dengan system filter yang mampu
mengoptimalkan penyaringan udara yang dihirup dan
menekan asupan udara berpolusi dalam pernafasan.
2. Hindari interaksi dengan pengidap ISPA
Proses penularan bakteri atau virus penyebab ISPA bisa
dengan mudah terjadi hanya melalui udara. Penularan terjadi
hanya melalui partikel kecil yang keluar dari pasien ISPA
ketika batuk atau bersin.
3. Hindari merokok
Rokok mengandung begitu banyak toksin dan asapnya
mengandung banyak mineral dan logam berbahaya yang
ketika terhirup bisa meracuni pernafasan. Zat-zat berbahaya
dalam kandungan rokok dapat menurunkan fungsi
pertahanan tubuh dalam melawan virus dan bakteri.
4. Tingkatkan daya tahan tubuh
Beberapa kasus ISPA disebabkan oleh serangan virus yang
cenderung lebih mudah diatasi secara alami oleh gempuran
52
system pertahanan tubuh ketimbang dengan pengobatan
medis. Karenanya cara terbaik melawan ISPA adalah dengan
meningkatkan kondisi pertahanan tubuh seperti dengan
memaksimalkan konsumsi makanan dengan vitamin C yang
tinggi dengan kadar antioksidan tinggi yang baik untuk daya
tahan tubuh seperti flavonoid, terpenoid atau antosianin.
5. Hindari makanan dengan kadar toksin tinggi
Hindari makanan yang mudah mengiritasi pernafasan dan
memiliki kadar toksin tinggi seperti mengandung pemanis
buatan, minyak goring dengan kadar minyak jenuh tinggi
(Deherba, 2016).
53
2.5 Kerangka Teori
v
Gambar 2.2 Kerangka Teori Sumber : Nanda 2015 tentang konsep perilaku, Muliawan 2008 tentang perilaku kesehatan dan PHBS nasional lokal spesifik, Tim Field Lab UNS 2013 tentang strata PHBS tatanan rumah tangga Jawa Tengah, Kementrian Kesehatan RI 2011, Taufik 2013, SATKER PLPP Jateng 2016.
Teori terbentuknya
perilaku Skinner:
Stimulus –
organisme –
response
Pemulung
Tempat
Pembuangan
Akhir (TPA)
Perilaku
Berhubungan
dengan
sampah setiap
hari
Vektor
penyakit/pen
yebar
penyakit
Timbulnya
kejadian
penyakit
ISPA
Bentuk
perilaku
Domain
perilaku
Faktor-faktor
yang
mempengar
uhi perilaku
Asumsi
terbentuknya
perilaku
Perilaku
kesehatan
n
Perilaku Hidup
Bersih dan
Sehat (PHBS)
Indikator
PHBS
nasional
Indikator
PHBS lokal
spesifik
Indikator
PHBS tiap
tatanan
Strata PHBS
tatanan rumah
tangga Jawa
Tengah
54
2.6 Keaslian Penelitian
Sepengetahuan penulis, penelitian tentang Gambaran PHBS Rumah Tangga Warga Dusun Deres yang
Bekerja Sebagai Pemulung di TPA Blondo dengan kejadian ISPA belum pernah dilakukan di Kota Salatiga.
Penelitian ini difokuskan kepada bagaimana gambaran PHBS rumah tangga warga Dusun Deres yang bekerja
sebagai pemulung di TPA Blondo. Penelitian yang terkait dengan penelitian ini adalah :
Tabel 2.2 Keaslian Penelitian
No. Peneliti Judul Penelitian Desain Penelitian
Variabel Hasil Penelitian
1 Purwati, 2013
Gambaran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Masyarakat Sekitar TPA Putri Cempo Surakarta
Kuantitatif Deskriptif
1. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) 2. Masalah kesehatan yang dialami oleh masyarakat di sekitar TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Putri Cempo
1. Sebagian besar responden berusia antara 20 – 35 tahun 2. Mayoritas responden adalah perempuan (87,7%) 3. Jenis pekerjaan terbanyak adalah pemulung sebanyak 45 responden (55,5%) sedangkan pekerjaan terendah adalah pegawai sebanyak 2 responden (2,46%). 4. Tingkat pendidikan terbesar adalah tamat SD sebanyak 24 responden (29,6%) 5. Jumlah anggota responden yang
55
terbanyak adalah dengan jumlah anggota keluarga 2-4 orang sebanyak 49 responden (60,5%) 6. Angka tertinggi jumlah penghsilan rata-rata adalah Rp. 500.000,00 – Rp. 1.000.00,00 7. Kategori Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) masyarakat di sekitar TPA Putri Cempo termasuk sehat paripurna sebanyak 41 responden (50,6%)
2 Harvianti, 2013
Gambaran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Dusun Kedung Jangan Purwosari Kecamatan Mijen Kota Semarang
Kuantitatif Deskriptif Cross Sectional
- 1. Sebagian besar responden berumur antara 18 – 40 tahun sebanyak 52 responden (74,3%) 2. Sebagian besar rsponden tingkat pendidikannya yaitu SMA sebanyak 30 responden (42,9%) 3. Tingkat Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Dusun Kedung Jangan untuk mencapai rumah tangga yang sehat sebanyak 62 responden (88,1%), responden dengan rumah tangga tidak sehat terdapat 8 responden (11,4%)
3 Taufiq, 2013
Gambaran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Masyarakat di
Survei rumah tangga (household survey)
- 1. Berdasarkan jenis kelamin, perempuan memiliki jumlah lebih banyak daripada laki-laki yaitu sebanyak 293 orang (83,7%) bila dibandingkan dengan jenis kelamin laki-laki yang hanya 57
56
Kelurahan Parangloe Kecamatan Tamalanrea Kota Makasar
Deskriptif orang (16,3%) 2. Berdasarkan kelompok umur, maka kelompok umur yang paling sedikit adalah kelompok umur <20 tahun dan kelompok umur >50 tahun dengan presentase yang hampir sama (4,9% dan 8,0%) 3. Berdasarkan pendidikan responden, maka yang paling banyak adalah berlatar pendidikan tamat SD/MI yaitu sebanyak 105 orang (30%) dan yang paling sedikit adalah dengan latar belakang pendidikan tamat Akademi/PT yang hanya 10 orang (2,8%). 4. Berdasarkan pekerjaan, maka yang paling banyak adalah tidak bekerja/IRT yaitu sebanyak 244 orang (69,7%) dan yang paling sedikit adalah TNI/Polri dan nelayan yang masing-masing hanya 1 orang (0,3%). 5. Berdasarkan data yang diperoleh dari responden, penolong persalinan paling banyak dilakukan oleh dokter yaitu 160 orang (45,7%), kemudian diikuti oleh dukun yaitu 100 orang (28,6%) dan bidan yaitu 90 orang (25,7%). 6. Responden yang memiliki bayi atau balita di rumah tangga sebanyak 271 orang (77,4%), sedangkan yang
57
tidak memiliki bayi atau balita sebanyak 79 orang (22,6%). Dari 271 responden yang memiliki bayi atau balita sebanyak 247 orang (91,1%) yang memberikan ASI eksklusif, sedangkan yang tidak memberikan ASI eksklusif sebanyak 24 orang (8,9%). 7. Sumber air bersih yang paling banyak digunakan oleh responden adalah ledeng/PDAM yaitu sebanyak 326 orang (93,1%), sedangkan hanya 8 orang (2,3%) yang menggunakan sumur gali sebagai sumber air bersih. 8. Dari 350 responden sebanyak 287 orang (82%) yang memiliki jamban di dalam rumah sedangkan sisanya yaitu 63 orang (18%) tidak memiliki jamban. Sebanyak 317 orang menggunakan jamban sehat, sedangkan yang tidak menggunakan jamban sehat ada 33 orang (9,4%). 9. Upaya pemberantasan jentik nyamuk yang paling banyak dilakukan responden adalah menguras penampungan air sebanyak 339 orang (96,9%), kemudian diikuti menutup penampungan air sebanyak 325 orang (92,9%), sedangkan upaya pemberantasan jentik nyamuk yang
58
paling jarang dilakukan adalah mengubur benda-benda yang dapat menampung air hujan yaitu hanya 7 orang (2%). 10. Dari 350 responden sebanyak 233 orang (66,6%) yang makan sayur setiap hari sedangkan yang tidak makan sayur setiap hari ada 117 orang (33,4%). 11. Aktivitas fisik yang paling sering dilakukan oleh responden setiap hari adalah berjalan kaki yaitu sebanyak 345 orang (98,6%), kemudian berturut-turut naik turun tangga sebanyak 140 orang (40%) dan membersihkan rumah sebanyak 71 orang orang (20,3%). 12. Sebanyak 252 orang (72%) memiliki anggota keluarga yang merokok sedangkan sisanya yaitu 98 orang (28%) memiliki anggota keluarga yang tidak merokok. 13. Aktivitas cuci tangan menggunakan air bersih dan sabun paling banyak dilakukan sesudah baung air besar yaitu sebanyak 314 orang (89,7%), diikuti sesudah menceboki anak sebanyak 289 orang (82,6%), sebelum makan sebanyak 182 orang (52,0%) dan sebelum menyiapkan makanan sebanyak 137 orang (39,1%).
59
Penelitian ini berbeda dengan penelitian lainberdasarkan waktu pelaksanaan, lokasi, subyek, dan obyek
penelitian. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada tanggal 10 – 17 September 2016. Lokasi penelitian
dilakukan di Dusun Deres, Desa Kandangan, Kecamatan Bawen. Subyek penelitian adalah warga Dusun Deres
ang bekerja sebagai pemulung di TPA Blondo. Obyek penelitian adalah kejadian ISPA dalam keluarga, perilaku
kesehatan (Becker), dan PHBS rumah tangga. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran PHBS
rumah tangga warga Dusun Deres yang bekerja sebagai pemulung di TPA Blondo berhubungan dengan
kejadian ISPA. Peneliti mendeskripsikan/menggambarkan PHBS warga Dusun Deres yang bekerja sebagai
pemulung di TPA Blondo berhubungan dengan kejadian ISPA yang merupakan penyakit yang terjadi tiap tahun
di Desa Kandangan dan merupakan penyakit dengan jumlah penderita terbanyak setiap tahun dibandingkan
dengan penyakit lainnya yang dapat dilihat dalam tabel 1.1, tanpa mencari hubungan antar variabel penelitian.
60