Upload
dodan
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
4
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Manajemen Proyek
Manajemen konstruksi (construction management), adalah bagaimana agar
sumber daya yang terlibat dalam proyek konstruksi dapat diaplikasikan oleh
Manajer proyek secara tepat. Proyek konstruksi merupakan rangkaian kegiatan
yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya berjangka waktu pendek. Dalam
rangkaian kegiatan tersebut, terdapat suatu proses yang mengolah sumber daya
proyek yang menjadi suatu hasil kegiatan yang berupa bangunan. Karakteristik
proyek konstruksi dapat dipandang dalam tiga dimensi yaitu unik, melibatkan
sejumlah sumber daya, dan membutuhkan organisasi (Ervianto, 2005).
Menurut Husen, (2009) manajemen konstruksi adalah suatu ilmu
pengetahuan tentang seni memimpin organisasi atas kegiatan perencanaan,
pelaksanaan dan pengendalian, terhadap sumber-sumber daya yang terbatas dalam
usaha mencapai tujuan dan sasaran yang efektif dan efisien. Tujuan manajemen
adalah mendapatkan metode atau cara teknis yang paling baik agar dengan sumber
daya yang terbatas diperoleh hasil maksimal dalam hal ketepatan, kecepatan,
penghematan, dan keselamatan kerja secara komprehensif.
Proyek adalah suatu tugas yang perlu didefinisikan dan terarah ke suatu
sasaran yang dituturkan secara konkrit serta harus diselesaikan dalam kurun waktu
tertentu dengan menggunakan tenaga manusia terbatas dan dengan alat-alat
terbatas pula, dan demikian rumit atau barunya, sehingga diperlukan suatu jenis
pimpinan dan bentuk kerjasama yang berlainan dari pada yang biasa digunakan
(Koolma dan Van de Schoot, 1988).
Menurut Soeharto (1999), tiap proyek memiliki tujuan khusus dan di dalam
proses pencapaian tujuan tersebut ada batasan yang harus dipenuhi yaitu besarnya
biaya (anggaran) yang dialokasikan, jadwal, serta mutu yang harus dipenuhi.
Ketiga hal tersebut merupakan parameter penting bagi penyelenggaraan proyek
5
yang sering diasosiasikan sebagai sasaran proyek. Ketiga batasan di atas disebut
tiga kendala (triple konstrain).
Biaya
Anggaran
Jadwal Mutu
Waktu Kinerja
Gambar 2.1 Triple Konstrain
Sumber : Soeharto,1999
2.2 Jaringan Kerja
Metode jaringan kerja diperkenalkan menjelang akhir dekade 1950-an, oleh
suatu tim engineer dan ahli matematika dari perusahaan Du-Pont bekerja sama
dengan Rand Corporation, dalam usaha mengembangkan suatu system kontrol
manajemen. Sistem ini dimaksudkan untuk merencanakan dan mengendalikan
sejumlah besar kegiatan yang memiliki hubungan ketergantungan yang kompleks
dalam masalah desain-engineering, konstruksi, dan pemeliharaan (Soeharto,
1999).
Jaringan kerja (network planning) adalah salah satu model yang digunakan
dalam penyelenggaraan proyek yang produknya adalah informasi mengenai
kegiatan-kegiatan yang ada dalam network diagram proyek yang bersangkutan.
Informasi tersebut mengenai sumberdaya yang digunakan oleh kegiatan yang
bersangkutan dan informasi mengenai jadwal peleksanaannya (Ali, 1998).
6
2.3 Critical Path Method (CPM)
Pada metode CPM dikenal adanya jalur kritis, yaitu jalur yang memiliki
rangkaian komponen-komponen kegiatan dengan total jumlah waktu terlama dan
menunjukan kurun waktu penyelesaian proyek paling cepat. Jadi, jalur kritis
terdiri dari rangkaian kegiatan kritis, dimulai dari kegiatan pertama sampai pada
kegiatan terakhir proyek (Soeharto, 1999).
Metode CPM akan menjelaskan beberapa sistematika penyusunan jaringan
kerja dan istilah - istilah, float, dan jalur kritis yang diperlukan di dalam
perhitungan CPM nantinya. Jalur kritis sangat penting bagi pelaksanaan proyek,
karena pada jalur / lintasan ini terletak kegiatan-kegiatan yang bila
pelaksanaannya terlambat akan menyebabkan keterlambatan pada proyek secara
keseluruhan.
Dalam menyusun jaringan kerja dimulai dengan cara mengkaji serta
mengidentifikasi lingkup proyek, lalu menguraikanya menjadi beberapa
komponen. langkah kedua menyusun jaringan yang sesuai dengan logika
ketergantungan yang dilanjutkan dengan memberikan perkiraan waktu masing-
masing kegiatan. Setelah itu mengidentifikasi jalur kitis waktu untuk penyelesaian
proyek.
Beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam menggambar jaringan kerja
adalah sebagai berikut:
1. Buat anak panah dengan garis penuh dai kiri ke kanan dan garis putus-putus
untuk dummy.
Dummy adalah kegiatan fiktif yang tidak memerlukan waktu kegiatan dan
untuk menunjukan hubungan ketergantungan.
A C
dummy
B D
Gambar 2.2: Kegiatan Dummy
Sumber : Soeharto, 1999
7
kegiatan C bisa dimulai bila kegiatan A, B selesai sedangkan kegiatan D
dimulai setelah kegiatan B selesai.
2. Usahakan ada bagian untuk tempat keterangan kegiatan dan kurun waktu.
3. Hindari garis yang saling menyilang. Panjang anak panah tidak ada kaitannya
dengan lamanya kurun waktu.
4. Peristiwa atau kejadian dilukis sebagai lingkaran dengan nomor yang
bersangkutan, jika mungkin ditulis didalamnya.
5. Nomor peristiwa disebelah kanan lebih besar dari sebelah kiri.
Setelah mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan, harus diketahui
pula beberapa istilah yang dipakai dalam penyusunan jaringan kerja yaitu sebagai
berikut:
1. EETi (Earliest Event Time) = ES (Earliest Start) = EST (Earliest Start Time),
yaitu waktu mulai paling cepat dari event I atau waktu mulai paling awal suatu
kegiatan.
2. LETi (Latest Event Time) = LS (Latest Start) = LST (Latest Start Time), yaitu
waktu mulai paling lambat dari event I atau waktu mulai paling akhir suatu
kegiatan.
3. EETj (Earliest Event Time) = EF (Earliest Finish) = EFT (Earliest Finish
Time), yaitu waktu mulai paling cepat dari event j atuau waktu selesai paling
awal suatu kegiatan.
4. LETj (Latest Event Time) = LF (Latest Finish) = LFT (Latest Finish Time),
yaitu waktu mulai paling lambat dari event j atau waktu selesai paling akhir
suatu kegiatan.
5. D (i-j), yaitu kurun waktu untuk melaksanakan kegiatan antara event I dan
event j.
6. I dan j adalah Number Event.
Dalam metode CPM digunakan hitungan maju dan hitungan mundur.
Hitungan maju dimaksudkan untuk mengetahui waktu paling awal untuk memulai
dan mengakhiri masing-masing kegiatan tanpa penundaan waktu untuk itu
8
diberikan beberapa rumus penyelesaian. Kecuali kegiatan awal, kegiatan baru
dapat di mulai bila kegiatan yang mendahului telah selesai.
........................................................................................................ (2.1)
dimana:
ES : (Earliest start) waktu mulai paling awal.
............................................................................................ (2.2)
.......................................................... (2.3)
Dimana:
EF : (Earliest Finish) waktu selesai paling awal
ES : (Earliest Start) waktu mulai paling awal
D : kurun waktu kegiatan bersangkutan
I : kegiatan awal atau sebelumnya
J : kegiatan selanjutnya setelah i
Bila kegiatan memiliki dua atau lebih pendahulu yang bergabung, maka
waktu mulai paling awal sama dengan waktu selesai paling awal yang terbesar
kegiatan pendahulu. Sebagai contoh diberikan jaringan kerja dan alokasi waktu
sebagai berikut:
a
b d
c
Gambar 2.3. Dua Kegiatan atau Lebih Bergabung
Sumber : Soeharto, 1999
Hitungan mundur dimaksudkan untuk mengetahui waktu paling akhir untuk
dapat memulai dan mengakhiri masing-masing kegiatan tanpa menunda kurun
9
waktu penyelesaian proyek secara keseluruhan dari hasil hitungan mundur.
Beberapa rumus yang dipakai dalam hitungan mundur yaitu:
............................................................................................. (2.4)
Dimana ;
LS : (Latest Start) waktu mulai paling akhir suatu kegiatan.
LF : (Latest Finish) waktu selesai paling akhir.
D : kurun waktu kegiatan bersangkutan.
Bila kegiatan pecah menjadi dua kegiatan atau lebih maka waktu selesai
paling akhir (LF) kegiatan sama dengan waktu mulai paling akhir (LS) kegiatan
berikutnya yang terkecil.
b
a c
d
Gambar 2.4. Dua Kegiatan atau Lebih Memecah
Sumber : Soeharto, 1999
2.3.1 Penundaan (Float)
Float (penundaan) adalah waktu yang diperbolehkan kegiatan bisa ditunda,
maka float menunjukan jumlah waktu yang diperbolehkan kegiatan bisa ditunda,
tanpa mempengaruhi jadwal proyek secara keseluruhan. Jumlah waktu tersebut
sama dengan jumlah waktu yang didapat bila semua kegiatan terdahulu dimulai
seawal mungkin, sedangkan kegiatan berikutnya dimulai selambat mungkin. Float
total ini dimiliki bersama oleh semua kegiatan yang ada pada jalur yang
bersangkutan. Ini berarti bila salah satu kegiatan memakainya, maka float total
yang tersedia untuk kegiatan-kegiatan lain yang yang berada pada jalur tersebut
10
sama dengan float total semua dikurangi bagian yang telah terpakai. Float total
sangat berguna untuk memecahkan masalah pemerataan penggunaan sumber
daya. Float total dapat berada di bagian awal kegiatan (ES) atau pada waktu
selesai paling akhir (LS), atau bisa dipecah sesuai kebutuhan asal masih dalam
batas L (j) – E (j). Float total dapat dirumuskan sebagai berikut:
................................................................... (2.5)
dimana:
TF : Float total kegiatan
LF : (Latest Finish) waktu selesai paling akhir
EF : (Earliest Finish) waktu selesai paling awal
LF : (Latest Start) waktu mulai paling akhir
ES : (Earliest Start) waktu mulai paling awal
Disamping float total masih ada float lain yang menjadi bagian dari float
total seperti float bebas dan float interferen. syarat adanya float bebas adalah bila
semua kegiatan pada jalur bersangkutan dimulai seawal mungkin.
2.3.2 Penentuan Jalur Kritis Akibat Float (penundaan)
Penentuan jalur kritis sangat penting pada pelaksanaan proyek karena
pada jalur/lintasan ini terletak kegiatan-kegiatan yang bila pelaksanaannya
terlambat akan menyebabkan keterlambatan pada proyek secara keseluruhan
(penyajiannya ditandai dengan garis tebal).
Syarat jalur kritis:
1. Pada kegiatan pertama, ES (Earliest Start) = LS (Latest Start)
2. Pada kegiatan terakhir, LF (Latest Finish) = EF (Earliest Finish)
3. Float total (TF = 0)
Waktu penyelesaian proyek umumnya tidak sama dengan total waktu hasil
penjumlahan kurun waktu masing-masing kegiatan yang menjadi unsur proyek,
karena ada kegiatan paralel. bila jaringan hanya mempunyai satu titik awal dan
titik akhir, maka jalur kritisnya adalah jalur yang memiliki waktu penyelesaian
terlama dan jumlah waktu tersebut adalah waktu proyek yang tercepat. Dalam
11
jaringan kerja bisa dijumpai jalur kritis lebih dari satu
(http://eprints.undip.ac.id/34116/5/1642_chaper_II.pdf).
Lintasan kritis dalam jaringan kerja proyek sangatlah penting tidak saja
hanya bersifat menentukan kurun keseluruhan waktu proyek. Lintasan kritis juga
memaparkan serangkaian kejadian-kejadian penting selama berlangsungnya
proyek yang secara individual harus tepat dipenuhi jika keseluruhan waktu proyek
dikehendaki tepat (Dipohusodo, 1996).
2.4 Precedencet diagram method (PDM)
Metode diagram precedence adalah jaringan kerja dengan klasifikasi
Activity On Node (AON) atau ditulis dengan bentuk segi empat sedangkan anak
panah hanya sebagai petunjuk hubungan antara kegiatan bersangkutan. Dengan
demikian dummy yang dalam CPM dan PERT merupakan tanda yang penting
untuk menunjukan hubungan ketergantungan, sedangkan dalam PDM tidak
diperlukan.
Didalam metode PDM ini akan dijelaskan mengenai kegiatan tumpang
tindih, denah penulisan diagram precedence, konstrain (batasan) dan identifikasi
jalur kritis yang digunakan didalam perhitungan PDM nantinya. Jalur kritis sangat
penting bagi pelaksanaan proyek, karena pada jalur / lintasan ini terletak kegiatan-
kegiatan yang bila pelaksanaannya terlambat akan menyebabkan keterlambatan
pada proyek secara keseluruhan.
2.4.1 Kegiatan Tumpang Tindih
Dalam CPM, kegiatan bisa dimulai setelah kegiatan terdahu selesai, maka
untuk proyek dengan rangkaian kegiatan yang tumpang tindih dan berulang akan
memerlukan garis dummy yang banyak sekali, sehingga tidak praktis, contoh pada
proyek memasang pipa dimana kegiatannya adalah menggali tanah, meletakan
pipa dan menimbun kembali. Untuk mempersingkat waktu dilakukan kegiatan
tumpang tindih (tidak perlu menunggu kegiatan terdahulu selesai semua). Bila
proyek tersebut disajikan dalam bentuk diagram precedence akan menghasilkan
diagram yang sederhana. Metode ini banyak dijumpai pada proyek konstruksi
12
yang banyak terdapat kegiatan tumpng tindih dan berulang seperti pengaspalan,
gedung bertingkat dan lainnya. Denah penulisan diagram precedence kegiatan
dalam peristiwa ditulis dalam kotak segi empat. Definisi kegiatan dan peristiwa
sama dengan CPM, hanya ditekankan bahwa dalam PDM kotak menandai
kegiatan, maka harus dicantumkan identitas kegiatan dan kurun waktu, peristiwa
adalah ujung kegiatan. Setiap node terdapat peristiwa awal dan akhir.
2.4.2 Konstrain (Batasan)
Karena PDM tidak terbatas pada aturan dasar jaringan kerja seperti pada
CPM (kegiatan dimulai setelah kegiatan mendahului selesai), maka hubungan
antara kegiatan berkembang menjadi beberapa kemungkinan berupa konstrain.
Konstrain menunjukan hubungan antara kegiatan dengan satu garis dari node
pendahulu ke node berikutnya. Satu konstrain hanya menghubungkan dua node.
Ada empat macam konstrain yaitu awal ke awal (SS), awal ke akhir (SF), akhir ke
akhir (FF), dan akhir ke awal (FS). Pada garis kontrain dibubuhkan penjelasan
sebagai berikut :
1. FS (Finish to Start)
Konstrain ini memberikan penjelasan hubungan antara mulainya suatu
kegiatan dengan selesainya kegiatan terdahulu.dirumuskan sebagai FS (i-j) = a
artinya kegiatan (j) mulai a hari setelah kegiatan yang mendahului (i) selesai.
Proyek selalu menginginkan angka a = 0 kecuali bila dijumpai seperti iklim yang
tak bisa dicegah, proses kimia dan fisika saat pengeringan adukan semen.
Konstrain ini identik dengan CPM atau PERT dimana kegiatan bisa dilakukan
bila kegiatan pendahulu selesai.
FS (i-j) = 0
a : waktu terlambat tertunda
Gambar 2.5. Konstrain FS
Sumber : Soeharto, 1999
Kegiatan (i) Kegiatan (j)
13
2. SS (Start to Start)
SS (i-j) = b, artinya suatu kegiatan (j) mulai setelah b hari kegiatan
terdahulu (i) mulai. Konstrain ini terjadi bila sebelum kegiatan terdahulu selesai
100% maka kegiatan (j) boleh mulai, atau kegiatan (j) boleh mulai setelah bagian
tertentu kegiatan (i) selesai. Besar b tidak boleh melebihi angka kurun waktu
kegiatan terdahulu.
SS (i-j) = b
b : waktu mendahului
Gambar 2.6 : konstrain SS
Sumber : Soeharto, 1999
3. FF (Finish to Finish)
FF (i-j) = c, artinya kegiatan (i) selesai setelah c hari kegiatan terdahulu (i)
selesai. Konstrain semacam ini mencegah selesainya suatu kegiatan mencapai
100%, sebelum kegiatan yang terdahulu telah sekian c hari selesai. Besar angka c
tidak boleh melebihi angka kurun waktu kegiatan yang bersangkutan (j)
FF (i-j) = c
c : waktu terlambat tertunda
Gambar 2.7 : konstrain FF
Sumber : Soeharto, 1999
Kegiatan (i)
Kegiatan (j)
Kegiatan (i)
Kegiatan (j)
14
4. SF (Start to Finish)
Menghubungkan selesainya kegiatan dengan mulainya kegiatan terdahulu.
SF (i-j) = d, artinya kegiatan (j) selesai setelah d hari kegiatan (i) terdahulu mulai.
Sebagian kegiatan terdahulu harus selesai sebelum akhir kegiatan yang dimaksud
boleh diselesaikan.
SF (i-j) = d
d = waktu mendahului
Gambar 2.8 : Konstrain SF
Sumber : Soeharto, 1999
2.4.3 Identifikasi Jalur kritis
Perhitungan untuk jalur kritis semakin komplek karena banyak factor
diperatikan. jalur kritis sangat penting bagi pelaksanaan proyek, karena pada
jalur/lintasan ini terletak kegiatan-kegiatan yang bila pelaksanaanya terlambat
akan menyebabkan keterlambatan pada proyek secara keseluruhan. Untuk itu
dikerjakan analisis yang hampir sama dengan metode CPM. Namun dalam PDM
harus memperhatikan konstrain terkait.
Dalam PDM juga menggunakan hitungan maju dan mundur. fungsi dari
hitungan maju dan mundur juga sama dengan metode CPM dengan
memperhatikan konstrain terkait. Kedua hitungan nantinya juga untuk
menentukan jalur kritis (http://eprints.undip.ac.id/34116/5/1642_chaper_II.pdf).
Kegiatan (i)
Kegiatan (j)
15
.
Gambar 2.9 : hitungan maju EF dan ES
Sumber : Soeharto, 1999
Penyelesaian :
SS (i-j) = suatu kegiatan (j) mulai setelah kegiatan terdahulu (i) mulai. FS (i-
j) = kegiatan (j) mulai setelah kegiatan yang mendahului (i) selesai. FF (i-j) ;
kegiatan (j) selesai setelah kegiatan terdahulu (i) selesai. SF (i-j) ; kegiatan (j)
selesai setelah kegiatan terdahulu (i) mulai. Lihat gambar (2.9).
Dalam hitungan maju berlaku hal-hal sbagai berikut (Soeharto,1999) :
1. Menghasilkan ES (Earlist Start), EF (Earlist Finish) dan kurun waktu
penyelesaian proyek
2. Diambil angka ES (Earlist Start) terbesar bila bila lebih satu kegiatan
tergabung.
3. Notasi (i) bagi kegiatan terdahulu dan (j) kegiatan yang ditinjau.
4. Waktu awal dianggap nol, untuk selanjutya dirumuskan sebagai berikut
(Sumber : Soeharto,1999) :
a. ES (j) = ES (i) + SS (i-j) atau ES (i) + SF (i-j) – D (j) atau EF (i) + FS (i-j) atau
EF (i) + FF (i-j) – D (j) (pilih yang terbesar).
Dimana ;
ES (j) = (Earliest Start) waktu mulai paling awal dari dari kegiatan j
ES (i) = (Earliest Start) waktu mulai paling awal dari dari kegiatan i
EF (i) = (Earliest Finish) waktu selesai paling awal dari kegiatan i
D = kurun waktu yang bersangkutan
16
b. SS (Start to start), SF (Start to Finish), FS (Finish to Start), FF (Finish to
Finish) = konstrain yang bersangkutan.
EF (j) = ES(j) + D (J) .................................................................................. ( 2.6)
(Sumber : Soeharto, 1999)
Dimana ;
EF(j) = (Earliest Finish) waktu selesai paling awal kegiatan j
ES(j) = (Earliest Start) angka waktu mulai paling awal kegiatan tersebut
D = kurun waktu kegiatan
Sedangkan pada hitungan mundur berlaku hal-hal sebagai berikut ;
1. Menentukan LS (Latest Start), LF (Latest Finish) dan kurun waktu float
2. Jika lebih dari satu kegiatan bergabung diambil LS (Latest Start) terkecil.
3. Notasi (i) bagi kegiatan ditinjau dan (j) kegiatan berikutnya
Gambar 2.10 : Hitungan Mundur LS dan LF
Sumber : Soeharto, 1999
Penjelasan :
SS (i-j) ; suatu kegiatan (j) mulai setelah kegiatan terdahulu (i) mulai. FS (i-
j) ; kegiatan (j) mulai setelah kegiatan yang mendahului (i) selesai. FF (i-j);
kegiatan (j) selesai setelah kegiatan terdahulu (i) selesai. SF (i-j) ; kegiatan (j)
selesai setelah kegiatan terdahulu (i) mulai.
1. LF (i) = LF (j) – FF (i-j) atau LS (j) – FS (i-j) atau
LF (j) – SF (i-j) + D (i) atau LS (j) – SS(i-j) + D (j). (pilih yang terkecil).. (2.7)
(Sumber : Imam Soeharto, 1999).
Dimana ;
LF (i) = (Latest Finish) waktu selesai paling akhir kegiatan i
17
LS (j) = (Latest Start) waktu mulai paling akhir kegiatan j
LF (j) = (Latest Finish) waktu selesai paling akhir kegiatan j
D = kurun waktu bersangkutan
SS (Start to start), SF (Start to Finish), FS (Finish to Start), FF (Finish to
Finish) = konstrain yang bersangkutan.
2. S (i) = LF (i) – D (i) ..................................................................................... (2.8)
(Sumber : Imam Soeharto, 1999)
Dimana ;
LS (i) = (Latest Start) waktu mulai paling akhir kegiatan i
LF (i) = (Latest Finish) waktu selesai paling akhir kegiatan i
D = kurun waktu bersangkutan
Dari urutan rumus yang terdapat pada PDM tadi maka jalur dan kegiatan
kritis (kegiatan yang tidak dapat ditunda pekerjaanya). Pada metode PDM bisa
disimpulkan dalam beberapa hal berikt ini :
Waktu mulai paling awal dan akhir harus sama
ES (Earliest Start) = LS (Latest Start)
Waktu selesai paling awal dan akhir harus sama
EF (Earliest Finish) = LF (Latest Finish)
D = LF (Latest Finish) – ES (Earliest Finish)
Walaupun hanya sebagian kegiatan kritis, maka kegiatan dianggap kritis
secara utuh.
2.5 Analisis Optimasi
Untuk menganalisa hubungan antara waktu dan biaya suatu kegiatan,
dipakai definisi sebagai berikut :
1. Kurun waktu normal adalah kurun waktu yang diperlukan untuk melakukan
kegiatan sampai selesai, dengan cara yang efisien tetapi di luar pertimbangan
adanya kerja lembur dan usaha-usaha khusus lainnya, seperti menyewa
peralatan yang lebih canggih.
2. Biaya normal adalah biaya langsung yang diperlukan untuk menyelesaikan
kegiatan dengan kurun waktu normal.
18
3. Kurun waktu dipersingkat (crash time) adalah waktu tersingkat untuk
menyelesaikan suatu kegiatan yang secara teknis masih mungkin. Di sini
dianggap sumber daya bukan merupakan hambatan.
Gambar 2.11 : Hubungan waktu-biaya pada keadaan normal dan dipersingkat
untuk satu kegiatan.
Sumber : Soeharto, 1999
4. Biaya untuk waktu dipersingkat (crash cost) adalah jumlah biaya langsung
untuk menyelesaikan pekerjaan dengan kurun waktu tersingkat.
Hubungan antara waktu dan biaya digambarkan seperti grafik pada gambar
2.11. Titik A menunjukan titik normal, sedangkan B adalah titik dipersingkat.
Garis yang menghubungkan titik A dengan B disebut kurva waktu-biaya. Pada
umumnya garis ini dapat dianggap sebagai garis lurus, bila tidak (misalnya,
cekung) maka diadakan pehitungan persegmen yang terdiri dari beberapa garis
lurus. Seandainya diketahui bentuk kurva waktu-biaya suatu kegiatan, artinya
dengan mengetahui berapa slope atau sudut kemiringannya, maka dapat dihitung
berapa besar biaya untuk mempersingkat waktu satu hari dengan rumus :
Slope biaya =
....................... (2.9)
(Soeharto, 1999)
19
Pada gambar 2.11, titik A merupakan titik normal. Dari titik awal ini
kemudian dilakukan langkah-langkah mempersingkat waktu dengan pertama-tama
terhadap kegiatan kritis. Pada setiap langkah, tambahan biaya untuk
memperpendek waktu terlihat pada slope biaya kegiatan yang dipercepat. Dengan
menambahkan biaya tersebut, maka pada setiap langkah akan dihasilkan jumlah
biaya proyek yang baru sesuai dengan kurun waktunya. Hal ini ditunjukan dengan
adanya tititk yang memperlihatkan hubungan baru antara waktu dan biaya, seperti
terlihat pada gambar 14.2. bila langkah mempersingkat waktu diteruskan, akan
menghasilkan titik baru yang jika dihubungkan berbentuk garis-garis putus yang
melengkung ke atas (cekung), yang akhirnya langkah tersebut sampai pada titik
proyek dipersingkat (TPD) atau Project crash point. Titik ini merupakan batas
maksimum waktu proyek dapat dipersingkat. Pada TPD ini mungkin masih
terdapat beberapa kegiatan komponen proyek yang belum dipersingkat waktunya,
dan bila ingin dipersingkat juga (berarti mempersingkat waktu semua kegiatan
proyek secara teknis dapat dipersingkat), maka akan menaikan total biaya proyek
tanpa adanya pengurangan waktu.
Gambar 2.12 Titik normal TPD dan TDT
Sumber : Soeharto, 1999
Titik tersebut dinamakan titik dipersingkat total (TDT) atau all crash-point.
20