47
10 BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian Anak merupakan individu yang unik, dimana mereka mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda sesuai dengan tahapan usianya. Anak bukan miniatur orang dewasa atau orang dewasa dalam tubuh yang kecil. Hal ini yang perlu dipahami dalam memfasilitasi anak untuk mencapai tugas pertumbuhan dan perkembangannya (Cahyaningsih, 2011). Anak usia pra sekolah adalah anak yang berusia 3 tahun hingga 6 tahun. Usia pra sekolah terjadi peningkatan kebebasan pada anak, kemampuan motorik, pengembangan sosial dan kematangan emosional (Hockenberry & Wilson, 2010). Pada tahap usia pra sekolah hal paling penting adalah mempersiapkan anak untuk perubahan gaya hidup yang paling bermakna yaitu masuk sekolah. 2. Perkembangan anak usia pra sekolah Noorlaila (2010) menyebutkan bahwa perkembangan anak terdapat beberapa tahapan yaitu: 1) sejak lahir sampai usia 3 tahun, anak memiliki kepekaan sensoris dan daya pikir yang sudah mulai dapat “menyerap”

BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

10

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Anak usia pra sekolah

1. Pengertian

Anak merupakan individu yang unik, dimana mereka mempunyai

kebutuhan yang berbeda-beda sesuai dengan tahapan usianya. Anak

bukan miniatur orang dewasa atau orang dewasa dalam tubuh yang

kecil. Hal ini yang perlu dipahami dalam memfasilitasi anak untuk

mencapai tugas pertumbuhan dan perkembangannya (Cahyaningsih,

2011).

Anak usia pra sekolah adalah anak yang berusia 3 tahun hingga 6 tahun.

Usia pra sekolah terjadi peningkatan kebebasan pada anak, kemampuan

motorik, pengembangan sosial dan kematangan emosional (Hockenberry

& Wilson, 2010). Pada tahap usia pra sekolah hal paling penting adalah

mempersiapkan anak untuk perubahan gaya hidup yang paling bermakna

yaitu masuk sekolah.

2. Perkembangan anak usia pra sekolah

Noorlaila (2010) menyebutkan bahwa perkembangan anak terdapat

beberapa tahapan yaitu: 1) sejak lahir sampai usia 3 tahun, anak memiliki

kepekaan sensoris dan daya pikir yang sudah mulai dapat “menyerap”

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

11

pengalaman-pengalaman melalui sensorinya, usia setengah tahun sampai

kira-kira tiga tahun, mulai memiliki kepekaan bahasa dan sangat tepat

untuk mengembangkan bahasanya, 2) masa usia 2-4 tahun, gerakan-

gerakan otot mulai dapat dikoordinasikan dengan baik, untuk berjalan

maupun untuk banyak bergerak yang semi rutin dan yang rutin, berminat

pada benda-benda kecil, dan mulai menyadari adanya urutan waktu (pagi,

siang, sore, malam).

Pada anak usia pra sekolah juga terjadi perkembangan kognitif yaitu fase

praoperasional. Perkembangan kognitif yang terjadi dimana anak berpikir

secara abstrak dan mempunyai pemikiran yang magic dan animisme

terhadap setiap kejadian yang dialaminya. Anak masih berpikir bahwa

sesuatu yang terjadi pada dirinya adalah suatu hukuman dari Tuhan

akibat perbuatannya. Ketika dipindahkan ke ruang operasi, anak akan

beranggapan bahwa hal tersebut merupakan sebuah hukuman baginya

sehingga timbul perasaan malu dan bersalah, merasa dipisahkan, merasa

tidak aman dan kemandiriannya terhambat (Hockenberry & Wilson,

2010). Anak juga memiliki fantasi terhadap semua tindakan yang

dialaminya, misalnya ketakutan akan kehilangan bagian tubuhnya setelah

dilakukan operasi. Hal ini disebabkan karena konsep integritas belum

berkembang dengan baik (Noorlaila, 2010).

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

12

B. Konsep pre operasi

1. Definisi pre operasi

Pembedahan adalah bagian dari tatalaksana medis untuk menangani

kondisi sulit atau tidak mungkin dipulihkan hanya dengan pemberian

obat-obatan. Australian College of Operating Room Nurses Standards

(2006) dalam Shields (2010) mendefinisikan bahwa perioperatif adalah

periode sebelum operasi (pra operasi), selama (intraoperasi), dan setelah

(pasca) anastesi, pembedahan dan prosedur lain. Lingkungan perioperatif

merupakan area dimana berlangsungnya pemberian anestesi,

pembedahan, atau prosedur lain yang diperlukan dan perawat operatif

merupakan perawat yang memberikan asuhan kepada pasien selama

periode perioperatif. Keperawatan perioperatif berlandaskan proses

keperawatan dan perawatan perlu menetapkan strategi yang sesuai

dengan kebutuhan individu selama periode perioperatif sehingga pasien

mendapatkan kemudahan sejak datang sampai sehat kembali. Perawat

harus melakukan teknik aseptik dengan baik, membuat dokumentasi

lengkap dan menyeluruh, serta mengutamakan keselamatan pasien

selama fase perioperatif (Potter & Perry, 2012).

Pembedahan pada anak dapat dilakukan secara terencana (elective)

maupun bersifat darurat (emergency) sebagai akibat adanya trauma

(Berman & Snyder, 2012). Persiapan fisik dan psikologis yang diterima

anak akan mempengaruhi respon anak terhadap pengalaman yang mereka

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

13

jalani. Setiap anak yang akan menjalani pembedahan memerlukan

persiapan psikologis dan fisik yang optimal (Hockenberry & Wilson,

2010).

2. Persiapan pre operasi

Keperawatan pre operasi merupakan tahapan awal dari keperawatan

perioperatif. Perawatan pre operasi merupakan tahap pertama dari

perawatan perioperatif yang dimulai sejak pasien diterima masuk di

ruang terima pasien dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja

operasi untuk dilakukan tindakan pembedahan (Wijayanti, 2011).

Persiapan pasien di ruang perawatan, diantaranya (Sjamsuhidajat & De

Jong, 2010):

a. Persiapan fisik

Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien anak

sebelum operasi antara lain:

1) Status kesehatan fisik secara umum

Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan

status kesehatan secara umum, meliputi identitas anak, riwayat

penyakit dan operasi anak, riwayat kesehatan keluarga,

pemeriksaan fisik, antara lain status hemodinamika, status

kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi

endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain. Anak harus istirahat

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

14

yang cukup karena dengan istirahat yang cukup anak tidak akan

mengalami stres fisik menjelang operasi dan tubuhnya akan

menjadi lebih rileks.

2) Status nutrisi

Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan

berat badan, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan

globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi

nutrisi harus dikoreksi sebelum pembedahan untuk memberikan

protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk

dapat mengakibatkan anak mengalami berbagai komplikasi pasca

operasi dan mengakibatkan anak menjadi lebih lama dirawat di

rumah sakit.

3) Keseimbangan cairan dan elektrolit

Balance cairan anak perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan

input dan output cairan. Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait

erat dengan fungsi ginjal, dimana ginjal berfungsi mengatur

mekanisme asam basa dan ekskresi metabolik obat- obatan

anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat dilakukan

dengan baik.

4) Personal hygiene

Kebersihan tubuh anak sangat penting untuk persiapan operasi

karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat

mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi.

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

15

b. Persiapan penunjang

Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

dari tindakan pembedahan. Hasil pemeriksaan penunjang merupakan

penentuan tindakan operasi yang harus dilakukan pada pasien.

Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan

radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan lain seperti EKG, dan

lain-lain. Sebelum dokter mengambil keputusan untuk melakukan

operasi pada anak, dokter melakukan berbagai pemeriksaan terkait

dengan keluhan penyakit anak sehingga dokter bisa menyimpulkan

penyakit yang diderita anak. Setelah dokter bedah memutuskan untuk

dilakukan operasi maka dokter anastesi berperan untuk menentukan

apakah kondisi anak layak menjalani operasi.

c. Pemeriksaan status anestesia

Pemeriksaan status fisik untuk pembiusan perlu dilakukan untuk

keselamatan selama pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi demi

kepentingan pembedahan, anak akan menjalani pemeriksaan status

fisik yang diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko pembiusan

terhadap dirinya.

d. Informed consent

Informed consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung

tinggi aspek etik hukum, maka orang tua atau keluarga wajib untuk

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

16

menandatangani surat pernyataan persetujuan operasi yang akan

dilakukan kepada anak.

e. Persiapan mental/psikis

Persiapan mental/psikis merupakan hal yang tidak kalah pentingnya

dalam persiapan operasi karena mental anak yang tidak siap atau labil

dapat berpengaruh terhadap kondisi fisiknya dan kelancaran proses

operasi. Persiapan psikologis yang belum optimal dapat meningkatkan

reaksi stres fisiologis, masalah psikologis, emosi dan kecemasan

(Kholfiyah, 2014).

Persiapan psikologis sebagai hak dasar anak-anak yang menjalani

operasi tidak boleh dilupakan dan diabaikan karena proses persiapan

ini merupakan tugas dan tanggung jawab perawat (Majzoobi, et al,

2013). Persiapan psikologis berbasis caring yang dilakukan oleh

perawat diharapkan dapat menurunkan kecemasan pre operasi pada

anak usia pra sekolah. Perawat perlu mengkaji hal-hal yang bisa

digunakan untuk membantu anak dalam menghadapi kecemasannya,

seperti adanya orang tua/keluarga di dekatnya, tingkat perkembangan

anak dan faktor pendukung/support system (Sjamsuhidajat & De Jong,

2010).

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

17

Terdapat beberapa macam persiapan psikologis guna mengurangi

kecemasan pre operasi pada anak pra sekolah. Berdasarkan bentuknya

dapat dibedakan menjadi dua, yaitu teknik farmakologi, contohnya

obat penenang dan yang kedua ialah teknik non-farmakologi,

contohnya kehadiran orang tua, musik, akupunktur, terapi bermain,

bermain dengan mainan yang sudah dikenal, dan menonton kartun.

Penggunaan intervensi non-farmakologis lebih banyak disukai karena

memiliki efek samping lebih sedikit daripada intervensi farmakologi

(Potter & Perry, 2012).

C. Kecemasan

1. Definisi kecemasan

Kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang

tidak menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup sehingga

individu merasakan perasaan khawatir seolah-olah ada sesuatu buruk

akan terjadi dan pada umumnya disertai gejala-gejala otonomik yang

berlangsung beberapa waktu (Pieter & Lubis, 2010). Kecemasan adalah

kebingungan atau kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan

penyebab yang tidak jelas dan dapat dihubungkan dengan perasaan tidak

menentu dan tidak berdaya. Reaksi tersebut bersifat individual dan sangat

bergantung pada tahap usia perkembangan anak, pengalaman

sebelumnya terhadap sakit, sistem dukungan yang tersedia, dan

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

18

kemampuan koping yang dimiliknya (Sugihartiningsih & Hafiduddin,

2016).

Kecemasan pada tindakan operasi merupakan hal yang wajar. Berbagai

perasaan yang sering muncul pada anak, yaitu cemas, marah, sedih, takut

dan rasa bersalah. Perasaan tersebut muncul karena menghadapi sesuatu

yang baru dan belum pernah dialami sebelumnya, rasa tidak nyaman,

perasaan kehilangan sesuatu yang dirasakan menyakitkan (Wong, 2001

dalam Warastuti & Astuti, 2015). Pernyataan tersebut juga didukung oleh

Townsend (2009) dalam Suprobo (2017) yang menyatakan kecemasan

pada anak timbul karena menghadapi sesuatu/lingkungan yang baru dan

belum pernah ditemui sebelumnya, serta ketidaknyamanan/ketakutan

terhadap sesuatu karena merasa bahaya dan menyakitkan.

Beberapa pernyataan yang biasa anak ungkapkan ialah ketakutan adanya

nyeri setelah tindakan operasi, ketakutan adanya perubahan fisik (tidak

berfungsinya secara normal), takut keganasan (bila diagnosis belum

ditegakkan), takut mengalami kondisi yang sama dengan orang lain yang

mempunyai penyakit yang sama, takut memasuki ruang operasi,

sekaligus menghadapi peralatan bedah dan petugas kamar operasi, takut

akan mati setelah dianestesi, serta takut bila operasi akan mengalami

kegagalan (Effendy, 2005 dalam Farada, 2011).

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

19

2. Klasifikasi tingkat kecemasan

Stuart& Laraia (2013) mengatakan bahwa semakin tinggi tingkat

kecemasan individu maka akan mempengaruhi kondisi fisik dan psikis.

Hal ini juga sejalan dengan Suliswati (2014) yang menyebutkan bahwa

terdapat 4 tingkatan kecemasan, yaitu:

a. Kecemasan ringan

Berhubungan dengan ketegangan yang dialami dalam kehidupan

sehari-hari. Individu menjadi waspada, meningkatkan lapang

persepsi, menajamkan indera, dapat memotivasi individu untuk

belajar dan mampu memecahkan masalah secara efektif dan

menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.

b. Kecemasan sedang

Individu terfokus hanya pada pikiran yang menjadi perhatiannya,

terjadi penyempitan lapang persepsi, masih dapat melakukan sesuatu

dengan arahan orang lain. Kecemasan sedang ditandai dengan

peningkatan denyut nadi, berkeringat dan gejala somatik ringan.

c. Kecemasan berat

Lapang persepsi individu menjadi sangat sempit. Individu cenderung

memusatkan perhatian pada detil yang kecil, spesifik dan tidak

berpikir tentang hal lain. Seluruh perilaku dimaksudkan untuk

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

20

mengurangi kecemasan dan perlu banyak perintah/arahan untuk

terfokus pada hal lain.

d. Panik

Individu kehilangan kendali diri dan detail perhatian sehingga tidak

mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah. Terjadi

peningkatan aktivitas motorik, berkurangnya kemampuan

berhubungan dengan orang lain, penyimpangan persepsi, hilangnya

pikiran rasional, tidak mampu berfungsi secara efektif, dan biasanya

disertai dengan disorganisasi kepribadian.

Gambar 2.1. Rentang respon kecemasan (Stuart, 2013)

Kemampuan satu individu dengan individu lainnya dalam menghadapi

suatu hal-hal berbeda. Hal ini tentu berpengaruh terhadap reaksi

emosional kecemasan pada tiap individu. Tiap tingkatan memiliki

karakteristik atau manifestasi yang berbeda satu sama lain. Karakteristik

kecemasan bergantung pada kematangan individu, pemahaman

mengatasi masalah, harga diri, mekanisme koping yang digunakannya

(Asmadi, 2008).

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

21

Keluhan yang sering dikemukakan oleh individu yang mengalami

kecemasan menurut Hawari (2011) yaitu: cemas, khawatir, firasat buruk,

takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung, merasa tegang, tidak

tenang, gelisah, mudah terkejut, takut sendirian, takut pada

keramaian/banyak orang, gangguan pola tidur, mengalami mimpi-mimpi

yang menegangkan, gangguan konsentrasi dan daya ingat, keluhan-

keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot tulang, pendengaran

berdenging, berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan,

gangguan perkemihan, sakit kepala dan lain sebagainya.

3. Gejala

Menurut Suliswati (2014) keluhan dan gejala umum yang berkaitan

dengan kecemasan dapat dibagi menjadi gejala somatik dan gejala

psikologis.

a. Gejala somatik

1) Keringat berlebih

2) Ketegangan pada otot skelet: sakit kepala, kontraksi pada bagian

belakang leher atau dada, suara bergetar dan nyeri punggung.

3) Sidrom hiperventilasi: sesak nafas, pusing, parestesi.

4) Gangguan fungsi gastrointestinal: nyeri abdomen, tidak nafsu

makan, mual, diare, konstipasi.

5) Irritabilitas kardiovaskuler: hipertensi, takikardi.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

22

6) Disfungsi genitourinaria: sering buang air kecil, sakit saat

berkemih.

b. Gejala Psikologis

1) Gangguan mood: mudah marah, mudah sedih.

2) Kesulitan tidur: insomnia, mimpi buruk.

3) Kelelahan, mudah capek.

4) Kehilangan motivasi dan minat.

5) Perasaan-perasaan yang tidak nyata

6) Sangat sensitif terhadap suara: merasa tidak tahan terhadap suara-

suara yang sebelumnya biasa saja.

7) Berpikiran kosong, tidak mampu berkonsentrasi, mudah lupa.

8) Canggung, koordinasi buruk.

9) Tidak bisa membuat keputusan: tidak bisa menentukan pilihan

bahkan untuk hal-hal kecil.

10) Gelisah, resah, tidak bisa diam.

11) Kecenderungan untuk melakukan sesuatu berulang-ulang.

12) Keraguan dan ketakutan yang mengganggu.

13) Terus-menerus memeriksa segala sesuatu yang telah dilakukan.

4. Respon kecemasan

Kecemasan dapat mempengaruhi kondisi tubuh seseorang, respon

kecemasan menurut Suliswati (2014), antara lain:

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

23

a. Respon fisiologis terhadap kecemasan

Secara fisiologis respon tubuh terhadap kecemasan adalah dengan

mengaktifkan sistem saraf otonom (simpatis maupun parasimpatis).

Respon sistem syaraf otonom terhadap rasa takut dan kecemasan

menimbulkan aktivitas involunter pada tubuh termasuk dalam

pertahanan diri. Serabut syaraf simpatis mengaktifkan tanda-tanda

vital pada setiap tanda bahaya untuk mempersiapkan pertahanan

tubuh.

Keadaan anak yang cemas dalam menghadapi operasi akan

menghambat jalannya operasi. Karena respon tubuh akan mengalami

penurunan dalam mekanisme sistem tubuh anak. Akibat dari

kecemasan yang sangat hebat maka ada kemungkinan operasi tidak

bisa dilaksanakan karena pada anak yang mengalami kecemasan

sebelum operasi muncul kelainan, seperti peningkatan tekanan darah

cukup tinggi serta irama jantung tidak normal sehingga kalau tetap

dioperasi dapat mengakibatkan penyulit dalam menghentikan

perdarahan bahkan setelah operasipun sangat mengganggu proses

penyembuhan.

b. Respon psikologis terhadap kecemasan

Respon perilaku akibat kecemasan adalah tampak gelisah, terdapat

ketegangan fisik, tremor, reaksi terkejut, bicara cepat, kurang

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

24

koordinasi, menarik diri, menghindar, dan sangat waspada (Pieter &

Lubis, 2010). Respon psikologis anak usia pra sekolah terhadap

kecemasan pre operasi dapat dilihat dari anak yang tampak gelisah,

tremor dan anak menangis saat perawat mendekatakepadanya.

c. Respon kognitif terhadap kecemasan

Kecemasan dapat mempengaruhi kemampuan berpikir, baik proses

pikir maupun isi pikir. Pada anak usia pra sekolah, respon kognitif

terhadap kecemasan pre operasi dapat ditunjukkan dengan anak

melakukan penolakan terhadap tindakan keperawatan yang akan

dilakukan kepadanya (Pieter & Lubis, 2010).

d. Respon afektif terhadap kecemasan

Secara afektif anak akan mengekspresikan dalam bentuk kebingungan

dan curiga berlebihan sebagai reaksi emosi terhadap kecemasan. Pada

anak usia pra sekolah, respon afektif terhadap kecemasan pre operasi

dapat ditunjukkan dengan anak tampak bingung dan curiga berlebihan

saat perawat mendekat kepadanya (Pieter & Lubis, 2010).

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi respon kecemasan

Potter & Perry (2012) menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi

kecemasan adalah sebagai berikut:

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

25

a. Jenis kelamin

Anak pada usia 3-6 tahun, kecemasan lebih sering terjadi pada anak

perempuan dibandingkan anak laki-laki. Hal ini karena laki-laki lebih

aktif dan eksploratif sedangkan perempuan lebih sensitif dan banyak

menggunakan perasaan. Pada perempuan juga lebih mudah

dipengaruhi oleh tekanan-tekanan lingkungan daripada laki-laki,

kurang sabar dan mudah menggunakan air mata. Contohnya pasien

anak perempuan lebih lama menangis daripada pada pasien anak laki-

laki dalam menghadapi kecemasan pre operasinya.

Monks (2006) dalam Suprobo (2017) menyebutkan bahwa anak

perempuan mengalami kecemasan dan kecakapan verbal lebih banyak,

sedangkan agresi, aktivitas, dominasi, impulsifitas, kecakapan

pengamatan ruang dan kecakapan kuantitatif lebih banyak pada laki-

laki. Potter & Perry (2012) juga menyebutkan bahwa salah satu faktor

yang mempengaruhi kecemasan ialah jenis kelamin. Kecemasan lebih

sering terjadi pada anak perempuan dibandingkan anak laki-laki. Hal

ini karena laki-laki lebih aktif dan eksploratif sedangkan perempuan

lebih sensitif dan banyak menggunakan perasaan. Pada perempuan

juga lebih mudah dipengaruhi oleh tekanan-tekanan lingkungan

daripada laki-laki, kurang sabar dan mudah menggunakan air mata.

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

26

b. Usia

Pada usia yang semakin tua maka seseorang semakin banyak

pengalamannya sehingga pengetahuannya semakin bertambah.

Pengetahuan tersebut dapat mengurangi kecemasan, seperti contoh:

kemampuan anak usia pra sekolah dalam menghadapi kecemasan

hospitalisasi akan berbeda dengan anak usia remaja. Anak usia pra

sekolah cenderung rewel dan melakukan penolakan terhadap perawat,

sedangkan anak usia remaja lebih mampu menghadapi kecemasannya.

c. Lama hari rawat

Kecemasan anak yang dirawat di rumah sakit akan sangat terlihat pada

hari pertama sampai kedua bahkan sampai hari ketiga dan biasanya

memasuki hari keempat atau kelima kecemasan yang dirasakan anak

akan mulai berkurang. Kecemasan yang terjadi pada pasien dan orang

tua juga bisa dipengaruhi oleh lamanya seseorang dirawat. Kecemasan

pada anak yang sedang dirawat bisa berkurang karena adanya

dukungan orang tua yang selalu menemani anak selama dirawat,

teman-teman anak yang datang berkunjung ke rumah sakit atau anak

sudah membina hubungan yang baik dengan petugas kesehatan

(perawat dan dokter) sehingga dapat menurunkan tingkat kecemasan

anak.

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

27

d. Pengalaman

Sumber ancaman yang dapat menimbulkan kecemasan tersebut

bersifat lebih umum. Penyebab kecemasan dapat berasal dari

berbagai kejadian di dalam kehidupannya, seperti contoh: tingkat

kecemasan anak yang akan menjalani operasi pertama kali akan

berbeda dengan anak yang sudah pernah menjalani operasi (Kaplan &

Sadock, 2010).

Hal ini juga sejalan dengan pernyataan Supartini (2013) yang

menyebutkan bahwa anak yang baru mengalami perawatan di rumah

sakit akan berisiko menimbulkan perasaan cemas yang ditimbulkan

baik oleh anak maupun orang tua. Berbagai kejadian di rumah sakit

dapat menimbulkan dampak trauma terutama pada anak yang baru

pertama kali mengalami perawatan di rumah sakit, salah satunya

karena adanya pengalaman interaksi yang tidak baik dengan petugas

kesehatan.

Bagi anak yang mempunyai pengalaman dirawat di rumah sakit,

termasuk pengalaman operasi sebelumnya akan mulai membentuk

respon koping dibandingkan dengan anak yang belum mempunyai

pengalaman. Hal ini disebabkan karena anak yang pernah dirawat

sebelumnya di rumah sakit yang sama akan merasa lebih terbiasa

dibandingkan dengan yang baru pertama kali dirawat serta anak akan

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

28

merespon sakitnya dengan lebih positif (Hockberry & Wilson, 2010).

Hal ini juga didukung oleh Pelander & Leino-Kilpi (2010) yang

mengatakan bahwa semakin sering anak berhubungan dengan rumah

sakit maka semakin kecil bentuk kecemasan atau sebaliknya.

e. Respon terhadap stimulus

Kemampuan seseorang menelaah rangsangan atau besarnya

rangsangan yang diterima akan mempengaruhi kecemasan yang

timbul, seperti contoh: setiap anak memiliki kemampuan yang

berbeda dalam menghadapi kecemasan pre operasinya (Kaplan &

Sadock, 2010).

f. Lingkungan rumah sakit

Lingkungan rumah sakit merupakan lingkungan yang baru bagi anak,

sehingga anak sering merasa takut dan terancam tersakiti oleh

tindakan yang akan dilakukan kepada dirinya. Lingkungan rumah

sakit juga akan memberikan kesan tersendiri bagi anak, baik dari

petugas kesehatan, alat kesehatan dan teman seruangan dengan anak

juga mempengaruhi kecemasan anak karena anak merasa berpisah

dengan orang tuanya.

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

29

Moersintowarti, et al (2008) menyebutkan bahwa faktor yang

mempengaruhi kecemasan pada anak yang dirawat di rumah sakit antara

lain:

a. Lingkungan rumah sakit

b. Bangunan rumah sakit

c. Bau khas rumah sakit

d. Obat-obatan

e. Alat medis

f. Tindakan medis

g. Petugas kesehatan

6. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi kecemasan

Wong (2012) menyatakan bahwa intervensi yang penting dilakukan

perawat terhadap anak yang mengalami kecemasan, yaitu memberikan

dukungan psikologis pada anggota keluarga, mempersiapkan anak

sebelum masuk ke ruang operasi. Upaya untuk mengatasi kecemasan

pada anak, antara lain:

a. Melibatkan orang tua anak, agar orang tua berperan aktif dalam

perawatan anak dengan cara memperbolehkan mereka untuk

menemani sang anak selama 24 jam. Jika tidak memungkinkan, beri

kesempatan orang tua untuk melihat anak setiap saat dengan maksud

untuk mempertahankan kontak antara mereka.

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

30

b. Memodifikasi lingkungan rumah sakit, agar anak tetap merasa

nyaman dan tidak asing dengan lingkungan baru.

c. Peran dan petugas kesehatan rumah sakit, dimana diharapkan petugas

kesehatan, khususnya perawat harus menghargai sikap anak karena

perawat merupakan orang yang paling dekat dengan anak selama

perawatan di rumah sakit. Sekalipun anak mengajak bermain sesuai

dengan tahap perkembangan anak untuk kepentingan terapi.

Wong (2012) menyatakan bahwa penatalaksanaan kecemasan pada

anak dapat dilakukan dengan cara mengajak anak menonton video.

Kegiatan ini merupakan salah satu terapi yang masuk pada kategori

atraumatic care, dimana pada video kartun dan video animasi

terdapat unsur gambar, warna, dan cerita sehingga anak-anak

menyukainya dan mengalihkan perhatian anak.

Amerika Academy of Pediatrics juga merekomendasikan beberapa

cara untuk mengurangi kecemasan hospitalisasi dan tindakan operasi,

yaitu dengan pemberian informasi, pendidikan kesehatan, dan

membina hubungan saling percaya dengan anak-anak dan orang tua

mereka menggunakan beberapa alat, seperti gambar, diagram, boneka,

orientasi tour area operasi atau perawatan (Brown, 2012). Namun,

dalam kenyataannya beberapa rumah sakit memiliki aturan bahwa

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

31

ruang operasi merupakan ruang steril yang tidak dapat semua orang

masuk ruang tersebut. Hal ini dapat dimodifikasi dengan menonton

video animasi yang menggambarkan tentang situasi dan kondisi ruang

operasi atau ruang perawatan.

7. HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale)

Hidayat (2008) menyebutkan bahwa kecemasan dapat diukur dengan

pengukuran tingkat kecemasan menurut alat ukur kecemasan yang

disebut HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale). Skala HARS merupakan

pengukuran kecemasan yang didasarkan pada munculnya symptom pada

individu yang mengalami kecemasan. Skala HARS terdapat 14 syptoms

yang nampak pada individu yang mengalami kecemasan. Setiap item

yang diobservasi diberi 5 tingkatan skor antara 0 (Nol Present) sampai

dengan 4 (severe).

Skala HARS pertama kali digunakan pada tahun 1959, yang

diperkenalkan oleh Max Hamilton dan sekarang telah menjadi standar

dalam pengukuran kecemasan terutama pada penelitian trial clinic. Skala

HARS telah dibuktikan memiliki validitas dan reliabilitas cukup tinggi

untuk melakukan pengukuran kecemasan pada penelitian trial clinic,

yaitu 0,93 dan 0,97. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengukuran

kecemasan dengan menggunakan skala HARS akan diperoleh hasil yang

valid dan reliable (Hidayat, 2008).

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

32

Skala HARS merupakan pengukuran kecemasan yang didasarkan pada

munculnya symptom pada individu yang mengalami kecemasan.

Nursalam (2011) menyebutkan bahwa penilaian kecemasan dalam skala

HARS terdiri dari 14 item, meliputi:

a. Perasaan cemas: memiliki firasat buruk, takut akan pikiran sendiri

dan mudah tersinggung.

b. Ketegangan: merasa gelisah, gemetar, mudah terganggu dan lesu.

c. Ketakutan: takut terhadap gelap, orang asing dan binatang besar, serta

takut bila ditinggal sendiri.

d. Gangguan tidur: sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari,

tidur tidak pulas dan mimpi buruk.

e. Gangguan kecerdasan: penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit

konsentrasi.

f. Perasaan depresi: hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada

hobi, merasa sedih, dan perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari.

g. Gejala somatik: nyeri pada otot-otot dan kaku, gertakan gigi, suara

tidak stabil dan kedutan otot.

h. Gejala sensorik: perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka

merah dan pucat serta merasa lemah.

i. Gejala kardiovaskuler: takikardi, nyeri di dada, denyut nadi mengeras,

dan detak jantung hilang sekejap.

j. Gejala pernapasan: rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, napas

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

33

pendek, dan sering menarik napas panjang.

k. Gejala gastrointestinal: sulit menelan, obstipasi, berat badan menurun,

mual dan muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, serta

merasa panas di perut.

l. Gejala urogenital: sering kencing dan tidak dapat menahan kencing.

m. Gejala vegetatif: mulut kering, mudah berkeringat, dan bulu roma

berdiri.

n. Perilaku sewaktu wawancara: gelisah, jari-jari gemetar, mengkerutkan

dahi, dan wajah tegang.

Cara penilaian kecemasan adalah memberikan nilai dengan kategori:

0 : Tidak ada gejala sama sekali (tidak ada gejala)

1 : Satu dari gejala yang ada (gejala ringan)

2 : Separuh dari gejala yang ada (gejala sedang)

3 : Lebih dari ½ gejala yang ada (gejala berat)

4 : Semua gejala ada (gejala berat sekali)

Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor dan item

1-14 dengan hasil:

Skor kurang dari 14 : tidak ada kecemasan.

Skor 14 -20 : kecemasan ringan.

Skor 21-27 : kecemasan sedang.

Skor 28-41 : kecemasan berat.

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

34

Skor 42-56 : kecemasan berat sekali/panik

D. Hospitalisasi

1. Pengertian

Hospitalisasi adalah suatu proses karena alasan tertentu yang

mengharuskan anak dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan

perawatan yang menyebabkan perubahan psikis pada anak (Astarani,

2017). Hospitalisasi, baik itu hospitalisasi jangka pendek, pembedahan,

ataupun hospitalisasi jangka panjang dari suatu penyakit yang kronik

sering kali menjadi krisis pertama yang harus dihadapi anak, terutama

selama tahun-tahun awal.

Hal ini sering menimbulkan stres karena anak akan mengalami ketakutan

terhadap orang asing yang tidak dikenalnya dan pekerja rumah sakit,

perpisahan dengan orang terdekat, kehilangan kendali, ketakutan tentang

tubuh yang disakiti, dan nyeri (Potter & Perry, 2012). Hal ini juga

didukung oleh Wong (2012) yang menyatakan bahwa kecemasan anak

yang timbul saat hospitalisasi disebabkan karena anak mengalami

perubahan, baik perubahan status kesehatan maupun perubahan

lingkungan dari kebiasaan sehari-hari serta anak memiliki keterbatasan

mekanisme koping untuk menyelesaikan kecemasan (Hockenbery &

Wilson, 2010).

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

35

2. Stresor hospitalisasi

Cemas akibat perpisahan atau yang biasa disebut depresi analitik,

merupakan stres utama pada bayi usia pertengahan sampai usia pra

sekolah. Pada rentang usia tersebut kecemasan dimanifestasikan dalam

tiga fase, yaitu fase protes, putus asa, dan pelepasan. Hockenberry &

Wilson (2010) menjelaskan bahwa ada 3 tahap manifestasi cemas yang

muncul akibat hospitalisasi pada anak, yaitu:

a. Fase protes

Pada fase protes, anak bereaksi secara agresif terhadap perpisahan

dengan orang tua. Anak akan menangis dan berteriak memanggil

orang tua, menolak perhatian dari orang lain dan kedukaan anak tidak

dapat ditenangkan. Pada anak usia pra sekolah, perilaku yang dapat

diobservasi adalah menyerang orang asing secara verbal (misalnya

dengan kata pergi), menyerang orang lain secara fisik (misalnya

menendang, menggigit, memukul dan mencubit), memecahkan atau

membanting mainan, dan menolak bekerja sama selama aktivitas

perawatan diri yang biasa dilakukan.

b. Fase putus asa

Pada fase putus asa, tangisan sudah mulai berhenti dan mulai muncul

depresi. Pada anak usia pra sekolah dapat ditunjukkan dengan anak

menjadi kurang aktif, tidak tertarik untuk bermain maupun terhadap

makanan, dan menarik diri dari orang lain.

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

36

c. Fase pelepasan

Fase pelepasan disebut juga penyangkalan. Pada tahap ini, anak

akhirnya dapat menyesuaikan diri terhadap kehilangan, lebih tertarik

pada lingkungan sekitar, mulai bermain dengan orang lain, dan mulai

tampak membangun hubungan baru. Perubahan perilaku tersebut

merupakan hasil dari kepasrahan dan bukan merupakan tanda-tanda

kesenangan.

Hal yang menjadi stresor pada anak usia pra sekolah adalah kehilangan

kendali. Kurangnya kendali akan meningkatkan persepsi ancaman dan

dapat mempengaruhi keterampilan koping anak. Anak usia pra sekolah

akan menderita akibat kehilangan kendali yang disebabkan oleh retriksi

fisik, perubahan rutinitas, dan ketergantungan yang harus dipatuhi.

Kemampuan kognitif anak membuat anak merasa berkuasa sehingga

membuat anak kehilangan kendali. Kehilangan kendali dalam konteks

kekuasaan diri merupakan faktor yang mempengaruhi secara krisis

persepsi dan reaksi anak terhadap perpisahan, nyeri, sakit dan

hospitalisasi. Pada anak usia pra sekolah, fantasi khas untuk menjelaskan

alasan sakit atau hospitalisasi adalah bahwa peristiwa tersebut merupakan

hukuman bagi kesalahannya, baik yang nyata ataupun khayalan. Respon

yang ditunjukkan anak terhadap pemikiran ini adalah merasa malu,

bersalah dan takut (Hockenberry & Wilson, 2010).

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

37

James & Sharma (2012) menjelaskan bahwa dampak dari hospitalisasi

pada anak usia pra sekolah ada dua yaitu distress psikis, seperti: cemas,

takut, marah, kecewa, sedih, malu, rasa bersalah, dan distres fisik,

seperti: imobilisasi, kurang tidur karena nyeri, bising, silau karena

pencahayaan yang terlalu terang, sehingga anak akan mengalami rasa

traumatik yang berlebihan dan tidak mau lagi dirawat di rumah sakit bila

tenaga kesehatan tidak mendengarkan dan mengidentifikasi persepsi

perasaan anak tersebut ketika dalam masa perawatannya. Kecemasan

pada anak usia pra sekolah ditunjukkan dengan reaksi anak yang

ketakutan akibat kurangnya pengetahuan dari anak akan penyakit, cemas

karena pemisahan, takut akan rasa sakit, kurang kontrol, marah, dan

menjadi regresi.

Hal ini menunjukkan bahwa perawat maupun orang tua sebaiknya

memberikan dukungan agar anak mampu membentuk strategi koping

yang positif sehingga anak akan lebih kooperatif dalam setiap tindakan

selama hospitalisasi. Anak usia pra sekolah membutuhkan pendampingan

dan informasi ringan yang disampaikan dengan media yang

menyenangkan dan dapat menarik perhatian mereka untuk mengarahkan

mereka agar mampu bersikap tenang dan mengendalikan emosi serta

kecemasannya, terutama kecemasan menjelang operasi (Wong, 2012).

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

38

E. Video kartun

1. Pengertian

Video kartun mengandung unsur gambar, warna, dan cerita sehingga

anak-anak menyukai menonton video kartun (Windura, 2008 dalam

Padila, et al, 2019). Video kartun merupakan salah satu bentuk

komunikasi grafis, yakni suatu gambar yang interpretatif yang

menggunakan simbol-simbol untuk menyampaikan suatu pesan secara

cepat dan ringkas atau sesuatu sikap terhadap orang, situasi, atau

kejadian-kejadian tertentu.

Video kartun merupakan video dengan grafis yang menarik bagi anak

usia pra sekolah. Unsur grafis pada sajian anak usia pra sekolah adalah

unsur yang paling penting karena pada anak usia pra sekolah unsur lisan

dan audio hanya mendapatkan perhatian sebesar 2% dan 98% sisanya

diporsikan pada unsur visual statis (Alire & Evans, 2010). Video kartun

cocok digunakan untuk mendistraksi/mengalihkan rasa cemas anak

menjelang operasi (Noorlaila, 2010). Teknik distraksi yang dapat

dilakukan untuk mengatasi kecemasan anak yaitu melibatkan anak dalam

permainan, karena bermain merupakan salah satu alat komunikasi yang

natural bagi anak-anak (Suryanti & Yulistiani, 2011).

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

39

2. Jenis kartun

Kartun memiliki beberapa jenis (Sadiman, et al, 1996 dalam Ashari,

2018), yaitu:

a. Kartun tag

Merupakan gambar kartun yang dimaksudkan hanya sekadar sebagai

gambar lucu atau olok-olok tanpa bermaksud mengulas suatu

permasalahan atau peristiwa aktual.

b. Kartun editorial

Merupakan kolom gambar sindiran di surat kabar yang mengomentari

berita dan isu yang sedang ramai dibahas di masyarakat. Sebagai

editorial visual, kartun tersebut mencerminkan kebijakan dan garis

politik media yang memuatnya, sekaligus mencerminkan pula budaya

komunikasi masyarakat pada masanya.

c. Kartun karikatur

Kartun karikatur sebenarnya kartun yang telah dilukis dengan

melakukan perubahan pada wajah atau bentuk seseorang. Contohnya

hidung menjadi besar atau mata menjadi kecil dan sebagainya.

d. Kartun animasi

Kartun animasi ialah kartun yang dapat bergerak atau hidup secara

visual dan bersuara. Kartun ini terdiri dari susunan gambar yang

dilukis dan direkam kemudian ditayangkan di televisi atau film.

Kartun jenis ini merupakan bagian penting dalam industri perfilman

pada masa kini.

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

40

e. Komik kartun

Merupakan perpaduan antara seni gambar dan seni sastra. Komik

terbentuk dari rangkaian gambar yang keseluruhannya merupakan

rentetan satu cerita yang pada tiap gambar terdapat balon ucapan

sebagai narasi cerita dengan tokoh/karakter yang mudah dikenal.

3. Kelebihan video kartun

Waluyanto (2006) dalam Putri (2013) menyebutkan bahwa keunggulan

dari media film kartun yaitu:

a. lebih mudah diingat penggambaran karakter yang unik;

b. efektif langsung pada sasaran yang dituju;

c. efisien sehingga memungkinkan frekuensi yang tinggi;

d. lebih fleksibel mewujudkan hal-hal khayal;

e. dapat diproduksi setiap waktu;

f. dapat dikombinasikan dengan live action;

g. kaya akan ekspresi warna.

Penelitian terdahulu yang pernah menggunakan media kartun ialah

penelitian oleh Lee, et al (2012) menunjukkan bahwa menonton video

kartun oleh pasien bedah anak adalah metode yang sangat efektif untuk

mengurangi kecemasan pra operasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa

intervensi ini merupakan metode yang murah, mudah dikelola, dan

komprehensif untuk mengurangi kecemasan dalam populasi bedah

Page 32: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

41

pediatrik. Hal ini sesuai dengan penelitian Hapsari (2016) yang

menunjukkan adanya perbedaan hasil nilai rerata yang signifikan pada

skala kecemasan antara kelompok eksperimen yang diberi perlakuan

distraksi menonton kartun dengan kelompok yang tidak diberikan

perlakuan. Anak lebih fokus pada kegiatan menonton film kartun

sehingga kecemasan anak teralihkan.

4. Kelemahan video kartun

a. menampilkan beberapa adegan yang tidak baik untuk anak-anak,

seperti berkelahi dan lainnya;

b. menurunkan minat anak untuk bermain dengan lingkungan sekitar.

F. Video animasi

1. Definisi video animasi

Animasi diambil dari bahasa latin, “anima” yang artinya jiwa, hidup,

nyawa, dan semangat. Animasi adalah gambar 2 dimensi yang seolah-

olah bergerak, karena kemampuan otak untuk selalu menyimpan atau

mengingat gambar sebelumnya. Animasi merupakan serangkaian gambar

gerak cepat yang terus-menerus dan memiliki hubungan satu dengan

lainnya. Animasi yang awalnya hanya berupa rangkaian dari potongan-

potongan gambar yang digerakkan sehingga terlihat hidup (Adinda &

Adjie, 2011).

Page 33: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

42

Media animasi termasuk dalam media audio visual yang merupakan

media perantara penggunaan materi dan penyerapannya melalui

pandangan dan pendengaran yang menyenangkan sehingga mampu

mengalihkan perhatian anak ke hal yang lain dan menciptakan kondisi

yang mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan dan menurunkan

kewaspadaan terhadap cemas, bahkan meningkatkan toleransi terhadap

cemas (Gustomi, 2017). Video animasi mengandalkan indera

pendengaran dan indera penglihatan sehingga memudahkan anak usia pra

sekolah yang memiliki daya imajinasi tinggi untuk mendapatkan

informasi ringan berbasis menyenangkan, sekaligus menurunkan

kecemasan pre operasinya (Suprobo, 2017).

2. Jenis animasi

Menurut Purnomo (2015) animasi yang dulunya mempunyai prinsip yang

sederhana, sekarang telah berkembang menjadi beberapa jenis, yaitu:

a. Animasi 2D

Animasi ini yang paling akrab dengan keseharian kita. Biasanya juga

disebut dengan film kartun. Contohnya banyak sekali, baik yang dari

televisi maupun di bioskop, misalnya Looney Tones, Tom and Jerry,

Lion King, dan banyak lagi.

Page 34: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

43

b. Animasi 3D

Perkembangan teknologi dan komputer membuat teknik pembuatan

animasi 3D semakin berkembang dan maju pesat. Animasi 3D adalah

pengembangan dari animasi 2D dengan animasi 3D, karakter yang

diperlihatkan semakin hidup dan nyata, mendekati wujud manusia

aslinya.

c. Animasi tanah liat

Film animasi jenis ini paling jarang dibuat. Animasi ini menggunakan

plasticin, bahan lentur seperti permen karet yang ditemukan pada

tahun 1897. Tokoh-tokoh dalam animasi clay dibuat memakai rangka

khusus untuk kerangka tubuhnya, lalu kerangka tersebut ditutupi

dengan plasticin sesuai dengan tokoh yang ingin dibuat.

d. Animasi Jepang (anime)

Jepang sudah banyak memproduksi anime (sebutan film animasi

buatan Jepang).

3. Teknik animasi

Animasi memiliki beberapa teknik yang dapat digunakan, yaitu:

a. Teknik animasi hand drawn

Teknik animasi klasik yang mengandalkan kemampuan tangan dalam

membuat gambar secara manual, baik gambar karakter maupun

Page 35: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

44

gambar background. Gambar karakter dan background akan ditumpuk

secara layering dalam satu scene, setelah itu dipotret satu-persatu

untuk mendapatkan animasi yang utuh.

b. Teknik animasi stop motion

Animasi dibuat dengan menggerakkan model dari bahan elastis yang

terbuat dari clay atau tanah liat sintetis. Obyek digerakkan sedikit

demi sedikit dan kemudian dipotret dengan kamera satu-persatu.

Setelah diedit dan disusun, maka apabila rol film dijalankan akan

memberikan efek seolah model tersebut bergerak.

c. Teknik animasi hand drawn dan komputer

Pada teknik ini, gambar sketsa kasar dibuat dengan tangan lalu di-scan

kemudian diberi warna dan finishing dengan menggunakan komputer.

Penggabungan gambar foreground dan background frame per frame

juga memanfaatkan kemampuan grafis komputer. Animasi lebih

murah jika dibandingkan dengan teknik klasik hand drawn.

d. Teknik animasi komputer (3 dimensi)

Teknik ini sedang mengalami kemajuan pesat, hal ini disebabkan

perkembangan teknologi komputer memungkinkan untuk membuat

model 3D dari komputer secara mudah. Komputer juga mampu

menerapkan tekstur dan material pada model 3D. Teknik ini, proses

Page 36: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

45

pembuatan animasi dari awal menggunakan komputer, baik

pembuatan karakter, pengolahan gerak karakter, pembuatan 3D

background sampai penggunaan efek-efek khusus. Teknik animasi

dapat disimpulkan bahwa film animasi 2D klasik yaitu animasi yang

menggunakan metode tangan manual. Komputer digunakan dalam

pewarnaan dan penggabungan gambar. Teknik hand draws dan

komputer merupakan perpaduan dalam menghasilakan film animasi.

4. Kelebihan video animasi

Kelebihan media animasi adalah penggabungan unsur media lain seperti

audio, teks, video, image, grafik, dan sound menjadi satu kesatuan

penyajian, sehingga mengakomodasi sesuai dengan modalitas belajar

siswa. Selain itu, dapat mengakomodasi anak yang memiliki tipe visual,

auditif, maupun kinestetik. (Sudrajat, 2010).

Media animasi termasuk dalam media audio visual yang merupakan

media perantara penggunaan materi dan penyerapannya melalui

pandangan dan pendengaran yang menyenangkan sehingga mampu

mengalihkan perhatian anak ke hal yang lain dan menciptakan kondisi

yang mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan dan menurunkan

kewaspadaan terhadap cemas, bahkan meningkatkan toleransi terhadap

cemas (Gustomi, 2017). Tour area operasi yang dimodifikasi dengan

menggunakan media video animasi dapat memudahkan anak usia pra

Page 37: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

46

sekolah yang memiliki daya imajinasi tinggi untuk mendapatkan

informasi ringan berbasis menyenangkan, sekaligus menurunkan

kecemasan pre operasinya.

5. Kelemahan video animasi

Artawan (2010) menyebutkan bahwa kelemahan dari media animasi

diantaranya:

a. Memerlukan kreatifitas dan ketrampilan yang cukup memadai untuk

mendesain animasi yang dapat secara efektif digunakan untuk

menyampaikan informasi kepada anak.

b. Memerlukan software khusus untuk membukanya.

G. Proses fisiologis dari video kartun dan video animasi dapat

menurunkan kecemasan

Kecemasan muncul disebabkan otak menstimulasi saraf otonom sehingga

terjadi pelepasan epinefrin oleh kelenjar adrenal. Adanya stimulus sensori

yang menyenangkan menyebabkan pelepasan endorfin yang bisa

menghambat stimulus cemas sehingga stimulus cemas yang ditransmisikan

ke otak berkurang serta meningkatkan rasa rileks dan nyaman (Potter &

Perry, 2012). Ketika anak mendapatkan rangsangan video yang mereka lihat

dan dengar akan menstimulasi hipotalamus, mensekresi CRF dan

menginduksi pitiutari serta menghasilkan ACTH dan meningkatkan kelenjar

adrenal. Akibat ACTH menghasilkan cortisol dalam jumlah banyak dan

mampu mensupresi limfosit T yang mengakibatkan ketahanan tubuh

Page 38: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

47

menurun. Hipotalamus, amigdala dan septum semuanya terlibat dalam

proses ini dengan cara memberi masukan pada hipotalamus. Hubungan

semacam ini memungkinkan hipotalamus melakukan respon penyesuaian

dengan cara mengubah pelepasan hormon dan melakukan reaksi

autodinamik sebagi respon terhadap bahaya mengancam. Neurohormonal

yang stabil akan mempengaruhi daya tahan tubuh sehingga kecemasan

berkurang (Putra, 2011).

H. Konsep teori caring menurut Kristen Swanson

Leininger (1997 dalam Potter & Perry, 2012) mengungkapkan bahwa caring

merupakan kegiatan langsung untuk memberikan dukungan dan fasilitas

kepada seseorang dengan mengantisipasi kebutuhan pasien untuk

meningkatkan kondisi kehidupan manusia tanpa pamrih dan saling

ketergantungan. Sobel (1989 dalam Dwiyanti, 2010) menjelaskan bahwa

caring sebagai suatu moral imperative (bentuk moral) sehingga perawat

harus terdiri dari orang-orang yang bermoral baik dan memiliki kepedulian

terhadap kesehatan pasien yang mempertahankan martabat dan menghargai

pasien sebagai seorang manusia, termasuk pada pasien anak.

Swanson (1991 dalam Potter & Perry 2012) amendefinisikan caring sebagai

suatu cara pemeliharaan hubungan dengan saling menghargai orang lain,

disertai perasaan memiliki dan tanggung jawab. Caring merupakan proses

yang terus ada dalam dinamika hubungan pasien-perawat. Ada yang melihat

Page 39: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

48

proses ini sebagai hubungan yang linear, namun juga harus dianggap

sebagai hubungan siklik. Proses yang terjadi harus selalu diperbarui karena

peran perawat untuk membantu pasien mencapai kesehatan dan

kesejahteraan.

Benner (2004 dalam Potter & Perry, 2012) mengatakan bahwa hubungan

pemberi layanan dapat bersifat terbuka dan tertutup. Peran sebagai perawat

dalam pemberi layanan kepada pasien bukan hanya sekedar untuk

melakukan tugasnya. Ada hubungan antara pemberi dan penerima

pelayanan (asuhan keperawatan) yang terbentuk sejak awal mulai dari saling

mengenal sampai timbulnya rasa kepedulian antara perawat dan anak.

Empati dan rasa kasihan perawat merupakan bagian alami dari proses setiap

pertemuan dengan pasien. Akan tetapi hal ini tidak akan terjadi jika tidak

ada caring dalam proses tersebut.

Caring merupakan proses bagaimana perawat mengerti kejadian yang

berarti di dalam hidup seseorang, hadir secara emosional, melakukan suatu

hal kepada orang lain sama seperti melakukan terhadap diri sendiri,

memberi informasi dan memudahkan jalan seseorang dalam menjalani

transisi kehidupan serta menaruh kepercayaan seseorang dalam menjalani

hidup (Swanson, 1991 dalam Potter & Perry, 2012). Sikap pelayanan yang

dinilai pasien terdiri dari bagaimana perawat menjadikan pertemuan yang

Page 40: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

49

bermakna bagi pasien, menjaga kebersamaan, dan bagaimana memberikan

perhatian.

Gambar 2.2 Struktur teori caring. Sumber: Swanson (1993) dalam Alligood & Tomey (2014).

Swanson sebelumnya telah banyak mempelajari keperawatan psikososial

yang menitikberatkan pada konsep kehilangan, stress, koping, hubungan

interpersonal, manusia dan kemanusiaan, lingkungan serta caring (Alligood

& Tomey, 2014). Caring harus dimiliki oleh setiap perawat dalam

memberikan asuhan keperawatan kepada pasien terutama pada pasien anak

yang mengalami kecemasan pra operasi. Aspek caring tersebut dapat berupa

tindakan atraumatik (Hockenberry & Wilson, 2010). Swanson menyebutkan

ada lima dimensi yang mendasari konsep caring (1991 dalam Potter &

Perry, 2012), yaitu:

a. Maintaining Belief

Maintaining belief merupakan menumbuhkan keyakinan seseorang

dalam melalui setiap peristiwa hidup dan masa-masa transisi dalam

hidupnya serta menghadapi masa depan dengan penuh keyakinan,

meyakini kemampuan orang lain, menumbuhkan sikap optimis,

Page 41: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

50

membantu menemukan arti atau mengambil hikmah dari setiap peristiwa,

dan selalu ada untuk orang lain dalam situasi apa pun.

Adapun subdimensi yang terdapat dalam maintaining belief, yaitu:

1) Believing in

Perawat mendengarkan keluhan-keluhan anak dan mempercayai

semua yang dirasakan anak yang mungkin terjadi pada semua orang

yang mengalami masa transisi.

2) Offering a hope-filled attitude

Memberikan dorongan dengan berperilaku sebagai perawat yang

perhatian dan peduli terhadap masalah yang dialami anak.

3) Maintaining realistic optimism

Menunjukkan dan memelihara sikap optimisme perawat dan harapan

terhadap masalah yang menimpa anak secara realistis serta

mendorong dan meningkatkan sikap optimisme dan harapan yang

dimiliki anak.

4) Helping to find meaning

Membantu anak memaknai hal yang sedang dialami sehingga secara

perlahan anak dapat memahami dan menerima bahwa setiap orang

dapat mengalami masalah seperti yang dialami olehnya sekarang.

5) Going the distance

Mempererat hubungan dengan anak dan tetap mempertahankan peran

sebagai perawat sehingga menumbuhkan rasa percaya anak terhadap

perawat.

Page 42: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

51

b. Knowing

Merupakan memahami makna pengalaman hidup anak dengan

menghindari asumsi. Mempertahankan kepercayaan adalah dasar dari

caring keperawatan, knowing dianggap suatu pembelajaran terhadap

pengalaman hidup anak dengan mengesampingkan asumsi perawat yang

mengetahui kebutuhan anak, menggali atau mencari informasi anak

secara detail, peka terhadap bahasa verbal dan non verbal anak, serta

melibatkan orang tua dalam tindakan keperawatan. Pada tahap ini

perawat menggali dan memahami perasaan anak terkait kecemasan yang

dialami.

Subdimensi yang terdapat dalam knowing, yaitu:

1) Avoiding assumptions (menghindari asumsi)

Menghindari adanya perbedaan asumsi-asumsi dengan menyamakan

persepsi antara pasien dan anak.

2) Assessing thoroughly (penilaian menyeluruh)

Melakukan pengkajian secara holistic yaitu berdasarkan aspek

biologis, psikologis, sosial, spiritual dan kultural.

3) Seeking clues (mencari petunjuk)

Upaya untuk menemukan informasi-informasi yang mendalam dan

menyeluruh tentang anak.

4) Centering on the one cared for (fokus pada pelayanan satu orang)

Perawat memberikan asuhan keperawatan fokus kepada anak.

Page 43: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

52

5) Engaging the self of both (mengikat diri atau keduanya)

Menjalankan fungsi sebagai perawat secara utuh dan saling bekerja

sama dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang efektif.

c. Being with

Pada tahap ini, anak berbagi perasaan tanpa beban dan secara emosional.

Perawat menawarkan dukungan, kenyamanan, pemantauan dan

mengurangi intensitas perasaan yang tidak nyaman bagi anak. Perawat

bersama anak dan keluarga bekerjasama untuk melakukan tindakan

keperawatan yang membantu menurunkan kecemasan anak sebelum

menjalani operasi. Pada tahap ini perawat tidak memaksakan kehendak

anak dan keluarga.

Subdimensi yang terdapat dalam being with, yaitu:

1) Non burdening (tidak membebankan)

Perawat bekerjasama dengan anak tanpa memaksa kehendak anak

dan keluarga untuk menerima tindakan keperawatan.

2) Convering availability (menunjukkan kesediaan)

Menunjukan kesediaan perawat dalam membantu anak dan

memberikan fasilitas kepada anak untuk mencapai tahap

kesejahteraan atau well being.

3) Enduring with (menunjukkan kemampuan)

Saling berkomitmen antara perawat dan anak dalam upaya

meningkatkan kesehatan anak.

Page 44: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

53

4) Sharing feelings (berbagi perasaan)

Saling berbagi pengalaman hidup yang bertujuan untuk

meningkatkan kesehatan anak.

Kunci utama dalam penerapan “being with” perawat menunjukkan

dengan cara kontak mata, bahasa tubuh, nada suara, mendengarkan serta

memiliki sikap positif dan bersemangat. Hal tersebut akan membentuk

sesuatu suasana keterbukaan dan saling mengerti.

d. Doing for

Perawat bersama anak melakukan sesuatu tindakan yang bisa dilakukan,

mengantisipasi kebutuhan yang diperlukan, kenyamanan, menjaga

privasi dan martabat anak. Pada tahap ini, perawat memberikan

intervensi yang atraumatik berbasis caring yaitu menonton video kartun

dan video animasi untuk menurunkan kecemasan pada anak sebelum

menjalani operasi.

Subdimensi yang terdapat dalam doing for, yaitu:

1) Comforting (memberikan kenyamanan)

Setiap memberikan asuhan keperawatan, perawat harus

memperhatikan kenyamanan anak dan menjaga privasi anak.

Page 45: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

54

2) Performing competently (menunjukkan ketrampilan)

Tidak hanya berkomunikasi dan memberikan kenyamanan dalam

tindakannya, perawat juga perlu menunjukkan kompetensi atau skill

sebagai perawat profesional.

3) Preserving dignity (menjaga martabat anak)

Dalam melaksanakan tugas perawat harus tetap menjaga martabat

anak sebagai individu atau memanusiakan manusia.

4) Anticipating (mengatisipasi)

Perawat dalam melakukan tindakan selalu meminta persetujuan anak

dan keluarga.

5) Protecting (melindungi)

Memberikan perlindungan terhadap hak-hak anak dalam

memberikan asuhan keperawatan dan tindakan medis.

e. Enablings

Merupakan memampukan atau memberdayakan anak, memfasilitasi anak

untuk melewati masa transisi dalam hidupnya dan melewati setiap

peristiwa dalam hidupnya yang belum pernah dialami dengan

memberikan informasi, menjelaskan, dan mendukung dengan fokus

masalah yang relevan, serta menghasilkan alternatif pemecahan masalah

terhadap permasalahan anak. Pada tahap ini, perawat juga melibatkan

keluarga untuk membantu anak melewati proses persiapan sebelum

operasi.

Page 46: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

55

Subdimensi yang terdapat dalam enablings, yaitu:

1) Validating (memvalidasi)

Memvalidasi semua tindakan yang telah dilakukan kepada anak.

2) Informing (memberikan informasi)

Menjelaskan informasi yang berkaitan dengan peningkatan

kesehatan anak.

3) Supporting (mendukung)

Mendukung pasien dalam upaya pencapaian kesejahteraan atau well

being sesuai kemampuan perawat.

4) Feedback (memberikan umpan balik)

Memberikan umpan balik atau reward terhadap apa yang dilakukan

oleh anak dalam usahanya mencapai kesembuhan atau well being.

5) Helping patients to focus generate alternatives (membantu anak

untuk fokus dan membuat alternatif)

Membantu anak untuk selalu fokus dan terlibat dalam program

peningkatan kesehatannya, baik tindakan keperawatan maupun

tindakan medis (Potter & Perry, 2012).

Page 47: BAB II LANDASAN TEORI A. Anak usia pra sekolah 1. Pengertian

56

I. Kerangka Teori

Skema 2.3 Kerangka Teori

Sumber: Swanson (1993) dalam Alligood & Tomey (2014)

perawat menggali

dan memahami perasaan anak

terkait dengan

kecemasan yang

dialaminya.

Perawat

memaparkan kepada anak dan

keluarga mengenai

tindakan persiapan

menjelang operasi

memberikan

intervensi berbasis caring untuk

menurunkan

kecemasan pada anak menjalani

operasi

Perawat juga

melibatkan

keluarga untuk

membantu anak

dalam melewati

proses

persiapan sebelum

operasi.

Kecemasan

anak

berkurang

believing in (perawat

mendengarkan keluhan yang

anak rasakan menjelang

operasi) offering a hope-filled attitude

(perawat memberikan

dukungan) maintaining realistic

optimism (perawat

menunjukkan optimisme

terhadap penurunan kecemasan anak),

helping to find meaning

(perawat membantu menemukan makna akan

kecemasan yang dialami

anak) going the distance (perawat

membina hubungan saling

percaya dengan anak dan

keluarga

menonton video animasi dan video

kartun

Operasi berjalan

lancar

Perilaku yang

ditunjukkan anak:

1.Anak terlihat

tenang dan

nyaman

2.Anak kooperatif

saat dilakukan

intervensi keperawatan