Upload
lamdung
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8
BAB II
LANDASAN TEORI
Dalam perekonomian modern dewasa ini, baik di tingkat nasional maupun internasional,
fungsi dan peranan bank menduduki tempat yang penting artinya. Bahkan dapat
dikatakan bahwa jasa yang diberikan oleh bank berperan sebagai pendorong sukses dan
efektifnya sistem perekonomian dunia.
Mengingat fungsi dan peranannya yang demikian penting, maka sistem
manajemen terpadu dan tepat guna dalam pengoperasian suatu bank mutlak diperlukan.
Hanya bank yang dikelola secara baik dan teratur yang mampu meningkatkan
kepercayaan masyarakat, dan memungkinkannya untuk berfungsi secara efektif.
II.1 Pengertian Bank Menurut Kasmir (2007) “Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya
adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke
masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya” (p.11). Kemudian pengertian bank
menurut Undang-Undang RI nomor 10 tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang
perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau dalam bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Lebih lanjut menurut Hasibuan (2007, p.2) “Bank adalah lembaga keuangan
berarti bank adalah badan usaha yang kekayaannya terutama dalam bentuk aset
keuangan
9
(financial assets) serta bermotifkan profit dan juga sosial, jadi bukan hanya mencari
keuntungan saja”.
Dalam usaha perbankan meliputi tiga kegiatan utama yaitu: menghimpun dana,
menyalurkan dana, dan memberikan jasa bank lainnya.
II.1.1 Pentingnya Bank
Menurut Hasibuan (2007, p.3), bank sangat penting dan berperan untuk mendorong
pertumbuhan perekonomian suatu bangsa karena bank adalah:
1) Pengumpul dana dari SSU( surplus spending unit ) dan penyalur DSU
( defisit spending unit ).
2) Tempat menabung yang efektif dan produktif bagi masyarakat.
3) Pelaksana dan memperlancar lalu lintas pembayaran dengan aman,
praktis, dan ekonomis.
4) Penjamin penyelesaian perdagangan dengan menerbitkan L/C.
5) Penjamin penyelesaian proyek dengan menerbitkan bank garansi.
II.1.2 Jenis Bank dari Segi Kepemilikannya
Menurut Kasmir (2007, pp26-30) Jenis bank selanjutnya dapat dilihat dari segi
kepemilikannya. jenis bank dilihat dari segi kepemilikannya maksudnya adalah siapa
saja yang memiliki bank tersebut. Kepemilikan ini dapat dilihat dari segi akte pendirian
dan penguasaan saham yang dimiliki bank yang bersangkutan.
Jenis bank berdasarkan segi kepemilikannya adalah sebagai berikut :
1) Bank Milik Pemerintah
Dimana baik akte pendirian maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah,
10
sehingga seluruh keuntungan bank ini dimiliki pemerintah pula.
Contoh bank milik pemerintah antara lain:
a) Bank Negara Indonesia 46 (BNI)
b) Bank Rakyat Indonesia (BRI)
c) Bank Tabungan Negara (BTN)
d) Bank Mandiri
Sedangkan Bank Milik Pemerintah Daerah (BPD) terdapat di daerah tingkat I
dan tingkat II masing – masing provinsi yaitu:
a) BPD Sumatra Utara
b) BPD Sumatra selatan
c) BPD DKI Jakarta
d) BPD Jawa Barat
e) dan BPD lainnya
2) Bank Milik Swasta Nasional
Merupakan bank yang seluruhnya atau sebagian besarnya dimiliki oleh
swasta nasional serta akte pendiriannya pun didirikan oleh swasta, begitu
pula pembagian keuntungannya diambil oleh swasta pula.
Contoh bank swasta nasional antara lain:
a) Bank Bumi Putra
b) Bank Bukopin
c) Bank Central Asia
d) Bank Niaga
e) dan Bank Swasta lainnya
11
Dalam bank swasta milik nasional termasuk pula bank-bank yang dimiliki
oleh badan usaha yang berbentuk koperasi.
3) Bank Milik Asing
Bank milik asing merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, baik
milik swasta asing maupun pemerintah asing suatu negara.
Contoh bank milik asing antara lain:
a) ABN AMRO Bank
b) American Express Bank
c) Bank of America
d) Dan Bank Asing lainnya
4) Bank Milik Campuran
Bank milik campuran merupakan bank yang kepemilikan sahamnya dimiliki
oleh pihak asing dan pihak swasta nasional. Dimana kepemilikan sahamnya
secara mayoritas dipegang oleh warga Negara Indonesia.
Contoh bank campuran antara lain:
a) Bank Finconesia
b) Bank Merincorp
c) Ing Bank
d) Inter Pasific Bank
e) Mitsubishi Buana Bank
f) Bank Campuran lainnya
12
II.1.3 Jenis Bank dari Segi Status
Dalam prakteknya jenis bank dilihat dari statusnya (Kasmir, 2007, p30) dibagi ke dalam
dua macam yaitu :
1) Bank Devisa
Bank yang berstatus devisa atau bank devisa merupakan bank yang dapat
melaksanakan transaksi keluar negeri atau yang berhubungan dengan mata
uang asing secara keseluruhan, misalnya:
a) transfer keluar negeri,
b) inkaso keluar negeri,
c) travelers cheque,
d) pembukaan dan pembayaran Letter of Credit ( L/C)
e) dan transaksi luar negeri lainnya.
2) Bank Non Devisa
Bank dengan status non devisa merupakan bank yang belum mempunyai izin
untuk melaksanakan transaksi sebagai bank devisa, sehingga tidak dapat
melaksanakan transaksi seperti halnya bank devisa. jadi bank non devisa
merupakan kebalikan dari bank devisa, dimana transaksi yang dilakukan
masih dalam batas-batas suatu negara.
II.1.4 Jenis Bank dari Segi Cara Menentukan Harga
Ditinjau dari segi menentukan harga dapat pula diartikan sebagai cara penentuan
keuntungan yang akan diperoleh. Menurut kasmir (2007, p.30), jenis bank jika dilihat
13
dari segi atau caranya dalam menentukan harga baik harga jual maupun harga beli
terbagi dalam kedua kelompok yaitu:
1) Bank Berdasarkan Prinsip Konvensional
Mayoritas bank yang berkembang di Indonesia dewasa ini adalah bank yang
berorientasi pada prinsip konvensional dalam mencari keuntungan dan
menentukan harga kepada para nasabahnya, bank yang berdasarkan prinsip
konvensional menggunakan dua metode yaitu :
a) Menetapkan bunga sebagai harga jual, baik untuk produk simpanan
seperti giro, tabungan maupun deposito. Demikian pula harga beli untuk
produk pinjaman (kredit) juga ditentukan berdasarkan tingkat suku bunga
tertentu. Penentuan harga ini dikenal dengan istilah spread based.
b) Untuk jasa – jasa bank lainnya pihak perbankan konvensional
menggunakan atau menerapkan berbagai biaya – biaya dalam nominal
atau persentase tertentu seperti biaya administrasi, biaya provisi, sewa,
iuran dan biaya – biaya lainnya. Sistem pengenaan biaya ini dikenal
dengan istilah fee based.
2) Bank Berdasarkan Prinsip Syariah
Menurut Hasibuan (2007, p.39) Bank berdasarkan Prinsip Syariah (BPS)
adalah Bank Umum Syariah (BUS) atau Bank Perkreditan Rakyat Syariah
(BPRS), yang beroperasi sesuai syariat islam, atau dengan kata lain yaitu
Bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan – ketentuan
Islam (Al – Qur’an dan Hadist). Dalam tata cara tersebut dijauhi praktek –
praktek yang dikhawatirkan mengandung unsur – unsur riba untuk diisi
14
dengan kegiatan – kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dari pembiayaan
perdagangan.
Prinsip syariah dalam kegiatan usaha bank syariah adalah aturan
perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk
penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan
lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah. Kegiatan usaha dengan
prinsip syariah, antara lain :
a) Wadiah ( titipan),
b) Mudharabah (bagi hasil),
c) Musyarakah (penyertaan),
d) Ijarah (sewa beli),
e) Salam (pembiayaan di muka),
f) Istishna (pembiayaan bertahap),
g) Hiwalah (anjak piutang),
h) Kafalah (garansi bank),
i) Rahn (gadai),
j) Sharf (transaksi valuta asing),
k) Wardh (pinjaman talangan),
l) Wardhul Hasan (pinjaman sosial),
m) Ujrah (fee).
II.2 Pengertian Business Combination
Business combination merupakan salah satu cara dari sekian banyak cara bagi
perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidup usahanya. Perusahaan
15
melakukan alternatif ini sebagai dasar agar perusahaan dapat berkembang menjadi lebih
baik lagi dan lebih kuat lagi dalam menghadapi persaingan global.
Perusahaan yang tetap ingin bersaing, tetapi tidak memiliki cukup modal atau
terdapat kendala lainnya dapat memperkuat kedudukannya, yaitu dengan cara merger
atau akuisisi yang terdapat di business combination. Dalam bahasa akuntansi, peristiwa
merger dan akuisisi disebut sebagai kombinasi bisnis (business combination) yang di
definisikan sebagai penyatuan dua atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi suatu
entitas ekonomi. Business combination yang dilakukan perusahaan-perusahaan akan
berdampak langsung pada aktivitas dan keuangan di kedua perusahaan.
Penggabungan ini dimaksudkan untuk merubah keseimbangan kompetitif agar
menguntungkan kedua perusahaan tersebut. Menurut Wild, Subramanyam, dan Halsey
(2005, p.358), penggabungan usaha ini mengacu pada merger, akuisisi, reorganisasi,
atau restrukturisasi atas dua atau lebih perusahaan untuk membentuk sebuah perusahaan
lainnya.
II.3. Jenis-jenis Business Combination
Sudarsanam (2003, p.362) menyatakan, “Business combination can be classified as
either: an acquisition or a merger. In International Accounting Standard (IAS) 22 the
term ‘purchase’ is analogous to acquisition and ‘uniting of interests’ is analogous to
merger”.
Gaughan (2007, p.12) mendefinisikan “Merger is a combination of two
corporations in which only one corporation survive and the merged corporation goes
out of existence”.
16
Moin (2003, h.5) mendefinisikan merger berasal dari kata “mergere” (latin)
yang artinya bergabung bersama, menyatu, berkombinasi selain itu juga menyebabkan
hilangnya identitas karena terserap atau tertelan sesuatu. Istilah merger bisa dipakai
secara luas untuk menggambarkan penggabungan suatu obyek.
Merger yang dilakukan oleh perusahaan dapat dibedakan menjadi beberapa jenis.
Semua ini dibedakan berdasarkan bidang usaha dan industrinya, karena tidak semua
perusahaan yang merger berasal dari perusahaan yang bergerak di bidang yang sama
atau bergerak di industri yang sama, ada juga merger yang terjadi pada perusahaan yang
memiliki hubungan timbal balik seperti pemasok dengan pembeli, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu berikut penjelasan lebih lanjut mengenai jenis-jenis merger.
Menurut Gitman (2006, pp752-753), dilihat dari jenisnya, merger dapat dibedakan
menjadi:
1) Horizontal merger
Dimana kedua perusahaan yang bergabung adalah perusahaan yang berada
di bidang usaha yang sama.
2) Vertical merger
Dimana salah satu dari perusahaan yang bergabung merupakan pemasok
atau pembeli dari perusahaan lainnya.
3) Congeneric merger
Dimana kedua perusahaan yang bergabung bergerak dalam industri yang
sama, tetapi tidak dalam garis usaha yang sama ataupun bukan merupakan
pemasok atau pembeli.
4) Conglomerate merger
Dimana kedua perusahaan yang bergabung bergerak dalam bidang usaha
17
yang berbeda.
Menurut Moin (2003, h.26) klasifikasi berdasarkan pola merger terbagi menjadi :
1) Mothership Merger
Mothership merger adalah pengadopsian satu pola atau sistem untuk dijadikan pola
atau sistem pada perusahaan hasil merger. Biasanya perusahaan yang dipertahankan
hidup adalah perusahaan yang dominan dan sistem serta pola bisnis perusahaan
yang dominan inilah yang diadopsi.
2) Platform Merger
Jika dalam mothership merger hanya satu sistem yang diadopsi, maka dalam
Platform merger hardware dan software yang menjadi kekuatan masing-masing
perusahaan tetap dipertahankan dan dioptimalkan. Artinya adalah semua sistem atau
pola bisnis, sepanjang itu baik, akan diadopsi oleh perusahaan hasil merger.
Secara khusus menurut Suta (2000, pp298-302), bentuk merger dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1) Statutory merger
Dalam statutory merger, keseluruhan aset dari target company ditransfer kepada
acquiring company dan selanjutnya target company akan memperoleh saham dari
acquiring company .
Setelah proses penggabungan ini selesai, target company akan dibubarkan dan
pemegang saham target company secara otomatis mempunyai hak untuk
memperoleh saham dari acquiring company. Statutory merger dapat dilihat pada
Gambar 2.1
18
Sumber: Suta, I. P. G. A., (2000), Menuju Pasar Modal Modern.
Alternatif lain adalah pengambilan aset dari PT. ABC (target company)
dilakukan melalui anak perusahaan acquiring company. Dengan demikian PT. XYZ
(acquiring company) akan mentransfer aset PT. ABC kepada anak perusahaannya,
yaitu PT. KLM. Pada saat yang sama PT. XYZ akan memperoleh tambahan saham
dari PT. KLM dan PT. ABC akan memperoleh saham PT. XYZ. Statutory merger
melalui subsidiary dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Statutory Merger Melalui Subsidiary Sumber: Suta, I. P. G. A., (2000), Menuju Pasar Modal Modern.
2) Subsidiary merger (triangular merger)
Aset dari target company ditransfer secara langsung kepada perusahaan anak dari
acquiring company. Selanjutnya target company akan memperoleh saham acquiring
company melalui perusahaan anak dari acquiring company. Dengan kata lain, dalam
PT. XYZ ACQUIRING COMPANY
PT. ABC TARGET COMPANY
PT. KLM SUBSIDIARY PT. XYZ
ASSET PT. ABC
SAHAM PT. KLM
SAHAM PT. XYZ
ASSET PT. ABC
Gambar 2.1 Statutory Merger 1
PT. XYZ ACQUIRING COMPANY
PT. ABC ACQUIRING COMPANY
SAHAM PT. XYZ
ASSET PT. ABC
SAHAM PT. XYZ
SAHAM PT. ABC CANCELLED
TARGET COMPANY SHARE HOLDER
19
subsidiary merger ini target company bergabung dengan subsidiary dari acquiring
company. Subsidiary merger dapat dilihat pada Gambar 2.3.
3) Reverse triangular merger
Perusahaan anak dari acquiring company, yang biasanya didirikan khusus untuk
tujuan merger ini digabungkan ke dalam target company, bukan sebaliknya.
Sumber: Suta, I. P. G. A., (2000), Menuju Pasar Modal Modern.
Setelah merger selesai dilaksankan, target company akan menjadi perusahaan anak
dari acquiring company. Reverse triangular merger dapat dilihat pada gambar 2.4.
Sumber: Suta, I. P. G. A., (2000), Menuju Pasar Modal Modern.
4) Stock for stock acquisition
Stock for stock acquisition merupakan salah satu alternatif akuisisi yang tersedia
Gambar 2.4 Reverse Triangular Merger
PT. XYZ
PT. ABC TARGET COMPANY
PT. KLM SUBSIDIARY PT. XYZ
100% SAHAM PT. XYZ
ASSET PT. XYZ
SAHAM PT. XYZ
SAHAM PT. XYZ
SAHAM PT. ABC CANCELLED
PEMEGANG SAHAM PT. ABC
BUBAR
Gambar 2.3 Subsidiary Merger
PT. XYZ
PT. ABC TARGET COMPANY
PT. KLM SUBSIDIARY COMPANY
100% SAHAM PT. XYZ
ASSET PT. ABC
SAHAM PT. XYZ
SAHAM PT. XYZ
SAHAM PT. ABC CANCELLED
TARGET COMPANY SHAREHOLDERS
BUBAR
20
dimana acquiring company akan mengakuisisi sebagian besar atau seluruh saham
target company. Pada saat yang bersamaan acquiring company akan menerbitkan
saham yang selanjutnya diberikan kepada pemegang saham dari target company.
Stock for stock akan mengakibatkan perubahan struktur atau hubungan antara
acquiring company dan perusahaan yang diambilalih, dimana hubungan sebelum
akuisisi bersifat independen dan setelah akuisisi terjadi menjadi hubungan antara
target company dan subsidiary. Stock for stock acquisition dapat terlihat pada
Gambar 2.5
Sumber: Suta, I. P. G. A., (2000), Menuju Pasar Modal Modern.
5) Stock for assets acquisition
Melibatkan pertukaran aset dari target company dengan saham dari acquiring
company atau perusahaan induk dari acquiring company. Saham dari acquiring
company akan ditransfer kepada pemegang saham dari target company dan
selanjutnya target company itu sendiri dilikuidasikan. Setelah transaksi selesai, aset
yang diterima oleh acquiring company dapat dijadikan bagian dari acquiring
company atau dapat ditransfer kepada perusahaan anak dari acquiring company.
Stock for assets acquisition dapat dilihat pada Gambar 2.6.
Gambar 2.5 Stock for Stock Acquisition
PEMEGANG SAHAM PT. XYZ
PT. XYZ ACQUIRING COMPANY
PEMEGANG SAHAM PT. ABC
PT. ABC TARGET COMPANY
SAHAM PT. XYZ
SAHAM PT. ABC
SAHAM PT. XYZ
SAHAM PT. ABC
21
Sumber: Suta, I. P. G. A., (2000), Menuju Pasar Modal Modern.
6) Statutory consolidation
Perusahaan-perusahaan yang bergabung dilikuidasi, pemegang saham dari masing-
masing perusahaan yang digabungkan otomatis mempunyai hak untuk menjadi
pemegang saham perusahaan yang baru. Statutory consolidation dapat dilihat pada
Gambar 2.7.
Sumber: Suta, I. P. G. A., (2000), Menuju Pasar Modal Modern.
Sedangkan Akuisisi merupakan tindakan untuk membeli atau melakukan
pengambilalihan usaha atau perusahaan lain. Ditinjau dari segi sumber pendanaannya,
Gambar 2.7 Statutory consolidation
PEMEGANG SAHAM PT. XYZ
PEMEGANG SAHAM PT. ABC
PT. XYZ BUBAR
SAHAM PT. KLM
PT. ABC BUBAR
PT. KLM (NEW COMPANY)
Gambar 2.6 Stock for assets acquisition
PT. XYZ ACQUIRING COMPANY
PEMEGANG SAHAM PT. ABC
PT. ABC TARGET COMPANY
SAHAM PT. XYZ
SAHAM PT. ABC CANCELLED
SAHAM PT. XYZ
ASSET PT. XYZ
22
akuisisi dapat dibiayai melalui dana yang diperoleh dari penerbitan saham baru,
penerbitan instrument utang maupun dari pinjaman bank. Akuisisi dapat dianggap
sebagai suatu investasi untuk mengantisipasi adanya kesempatan pertumbuhan di masa
yang akan datang. Pertumbuhan dapat ditempuh melalui dua cara, yaitu melalui ekspansi
internal (internal expansion) dengan cara meningkatkan dan memperbaiki kualitas hasil
produksi serta distribusi hasil produksi yang sudah ada, atau melalui pengembangan
buku baru, dan melalui ekspansi eksternal (external expansion) dengan cara melakukan
akuisisi atas perusahaan lain atau sebagian dari aktivanya saja.
Dalam pengertian umum, istilah acquisition dan takeover digunakan saling
bergantian. Namun terdapat perbedaan yang menyangkut tingkah laku dari manajemen
perusahaan yanga akan diambilalih (target company). Dalam hal acquisition, transaksi
dilaksanakan oleh kedua belah pihak (willing parties) dimana pembeli (acquiring
company), mengambilalih sebagian atau seluruh aset atau saham dari dari target
company yang didasarkan atas kehendak dari kedua belah pihak. Dalam hal takeover,
pengambilalihan aset atau saham tersebut dilaksanakan di mana manajemen dari target
company merupakan unwilling participant.
II.4 Klasifikasi Berdasarkan Perlakuan Akuntansi
Perlakuan akuntansi artinya bagaimana akuntansi memandang dan mencatat transaksi
penggabungan bisnis tersebut apakah penggabungan usaha tersebut sebagai pembelian
(payment method) atau sebagai penyatuan kepentingan (pooling of interest). Definisi
kedua perlakuan akuntansi ini dijelaskan oleh Moin (2003, h.44) sebagai berikut:
1) Payment Method
Jika sebuah penggabungan bisnis melibatkan transaksi pembelian mayoritas
23
saham secara tunai oleh perusahaan lain yang berakibat beralihnya pengendalian,
maka transaksi ini diperlakukan sebagai pembelian (purchase) dan metode yang
digunakan adalah metode pembelian (purchase method). Metode pembelian
mencatat aset dan kewajiban berdasarkan nilai pasar (market value ) atau nilai
wajar (fair value). Berdasarkan metode ini net aset perusahaan yang diakuisisi
dihargai sebesar harga beli (cost of acquisition) dan metode ini mengakui adanya
goodwill yaitu nilai lebih biaya perolehan diatas nilai wajar aktiva dan kewajiban
yang dapat diidentifikasi. Metode pembelian mengakui dan mencatat aset dan
kewajiban perusahaan yang diakuisisi sebesar nilai pasar, sedangkan laba di
tahan dan agio saham tidak diakui dalam laporan keuangan konsolidasi yang
dibuat pengakuisisi pada tanggal transaksi.
2) Pooling of Interest
Penggabungan usaha diperlakukan sebagai penyatuan kepentingan (pooling of
interest) jika pemegang saham perusahaan yang bergabung tetap melanjutkan
kepemilikannya terhadap perusahaan hasil penggabungan. Karakteristik dari tipe
penyatuan ini adalah :
a) tidak ada proses jual beli antara satu pihak dengan pihak lainnya
b) tidak ada pihak yang dianggap sebagai pengambil alih atau yang diambil alih
c) tidak ada pihak yang dominan yang timbul dari penggabungan tersebut.
Perlakuan akuntansi untuk penggabungan seperti ini menggunakan metode
penyatuan (pooling method). metode pooling mencatat aset dan kewajiban
berdasarkan book value, sedangkan laba ditahan dan agio saham perusahaan yang
digabung diakui dan ditambahkan ke dalam neraca konsolidasi perusahaan hasil
gabungan.
24
II.5 Tata Cara Pelaksanaan Merger
Menurut Moin (2007, h.121), berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 27 tahun 1998
tentang penggabungan peleburan dan pengambilalihan perseroan terbatas. Setelah terjadi
persetujuan antara kedua belah pihak dengan penandatanganan nota kesepakatan secara
formal, selanjutnya masing-masing direksi perusahaan yang akan bergabung menyusun
rencana merger melalui tata cara sebagai berikut :
1) Masing-masing direksi membuat rencana merger yang wajib mendapatkan
persetujuan dari komisaris masing-masing perusahaan. Rencana merger ini
memuat :
a) identitas perusahaan-perusahaan merger
b) motif atau alasan melakukan merger serta syarat-syarat merger
c) tatacara pertukaran atau konversi saham
d) rancangan anggaran dasar perusahaan hasil merger
e) laporan keuangan tiga tahun terakhir perusahaan peserta merger
f) informasi-informasi lainnya yang harus diketahui oleh pemegang saham
perusahaan peserta merger
g) neraca proforma perusahaan hasil merger
h) penyelesaian status karyawan
i) cara penyelesaian hak dan kewajiban terhadap pihak ketiga
j) cara penyelesaian terhadap pemegang saham yang menolak merger
k) komposisi dan kompensasi dewan direksi dan komisaris perusahaan hasil
merger
l) estimasi lamanya proses merger
25
m) hal-hal yang masih harus diselesaikan selama tahun buku yang sedang
berjalan yang dapat mempengaruhi kegiatan perseroan
2) Direksi masing-masing perusahaan peserta merger bersama-sama menyusun
rancangan merger dan harus disetujui oleh RUPS masing-masing perseroan.
3) Mengumumkan ringkasan rancangan merger melalui dua surat kabar harian dan
nasional dan memberitahukan ringkasan rancangan merger ini secara tertulis
kepada karyawan perseroan masing-masing peserta merger paling lambat empat
belas hari sebelum pemanggilan RUPS masing-masing perseroan.
4) Jika RUPS menyetujui rancangan merger, selanjutnya rancangan tersebut
dituangkan ke dalam akta merger yang dibuat dihadapan notaris.
5) Merger mulai efektif berlaku dengan ketentuan sebagai berikut.
a) Jika merger tersebut dilakukan tanpa disertai perubahan Anggaran Dasar
perusahaan penerima merger, maka merger mulai berlaku sejak tanggal
penandatanganan Akta Merger. Sejak tanggal ini perusahaan yang
menggabungkan diri bubar demi hukum dan semua hak dan kewajiban
perusahaan yang bubar ini beralih pada perusahaan hasil merger.
b) Jika merger memerlukan perubahan Anggaran Dasar yang harus
dimintakan persetujuan Menteri Kehakiman, maka merger berlaku efektif
sejak tanggal persetujuan perubahan Anggaran Dasar oleh Menteri.
Dalam hal ini direksi perusahaan yang menerima merger harus
mengajukan permohonan persetujuan akta perubahan Anggaran Dasar
kepada Menteri secara tertulis, paling lambat empat belas hari sejak
tanggal RUPS, dengan melampirkan akta perubahan Anggaran Dasar dan
Akta Merger dan mendaftarkan dalam Daftar Perusahaan serta
26
mengumumkan dalam Tambahan Berita Negara setelah mendapat
persetujuan dari Menteri. Persetujuan dan penolakan oleh menteri ini
diberikan paling lama enam puluh hari setelah permohonan diterima.
Sejak tanggal persetujuan oleh Menteri atas perubahan Anggaran Dasar
ini, maka perusahaan yang bergabung bubar demi hukum.
c) Jika merger dilakukan dengan mengubah Anggaran Dasar tetapi
perubahan tersebut tidak memerlukan persetujuan Menteri, maka merger
mulai berlaku efektif sejak tangal pendaftaran akta merger dan akta
perubahan Anggaran Dasar dalam Daftar Perusahaan pada Lembaran
Negara. Selanjutnya direksi perseroan penerima merger wajib
melaporkan akta Merger dan akta perubahan Anggaran Dasar kepada
Menteri dan mendaftarkan dalam Daftar Perusahaan dan mengumumkan
dalam Tambahan Berita Negara. Perusahaan yang bergabung bubar
terhitung sejak tanggal pendaftaran Akta Merger dan Akta perubahan
Anggaran Dasar perseroan dalam Daftar Perusahaan. Anggaran dasar
perseroan yang menerima merger bisa berubah atau tidak dilakukan
perubahan.
II.6 Manfaat Merger
Menurut Moin (2007, h.13), merger adalah strategi pertumbuhan eksternal dimana
pertumbuhan tersebut dilakukan dengan bergabung pada perusahaan yang sudah ada dan
juga merupakan jalur cepat untuk mengakses pasar baru atau produk baru tanpa harus
membangun dari nol.
27
Alasan mengapa perusahaan melakukan merger adalah adanya manfaat lebih yang
diperoleh darinya, meskipun asumsi ini tidak semuanya terbukti. Secara spesifik,
keunggulan dan manfaat merger antara lain adalah:
1) Mendapatkan cashflow dengan cepat karena produk dan pasar sudah jelas.
2) Memperoleh kemudahan dana/pembiayaan karena kreditor lebih percaya dengan
perusahaan yang telah berdiri dan mapan.
3) Memperoleh karyawan yang telah berpengalaman.
4) Mendapatkan pelanggan yang telah mapan tanpa harus merintis dari awal.
5) Memperoleh system operasional dan administrasi yang mapan
6) Mengurangi resiko kegagalan bisnis karena tidak harus mencari konsumen baru.
7) Menghemat waktu untuk memasuki bisnis baru.
8) Memperoleh infrastruktur untuk mencapai pertumbuhan yang lebih cepat.
II.7 Pengaruh Merger Terhadap Peningkatan Kinerja Keuangan Perusahaan
Menurut Moin (2007, h.308), segera setelah merger, ukuran perusahaan dengan
sendirinya bertambah besar karena aset, kewajiban dan ekuitas perusahaan digabung
bersama. Dasar logik dari pengukuran berdasar akuntansi adalah bahwa jika ukuran
perusahaan bertambah besar ditambah dengan sinergi yang dihasilkan dari gabungan
aktivitas-aktivitas yang simultan, maka laba perusahan juga semakin meningkat. Oleh
karena itu, kinerja keuangan perusahaan pasca merger seharusnya semakin baik
dibandingkan dengan sebelum merger. Dengan dilakukannya merger antara kedua
perusahaan diduga terjadi peningkatan kinerja keuangan. Pernyataan dugaan mengenai
peningkatan kinerja keuangan dapat dijabarkan dalam bentuk berikut ini :
28
a) CAR perusahaan setelah merger lebih besar dibandingkan perusahaan sebelum
merger.
b) NPL perusahaan setelah merger lebih kecil dibandingkan perusahaan sebelum
merger.
c) ROA perusahaan setelah merger lebih besar dibandingkan perusahaan sebelum
merger.
d) ROE perusahaan setelah merger lebih besar dibandingkan perusahaan sebelum
merger.
e) BO/PO perusahaan setelah merger lebih kecil dibandingkan perusahaan sebelum
merger.
f) LDR perusahaan setelah merger lebih besar dibandingkan perusahaan sebelum
merger (dengan catatan tidak melebihi angka 110%).
g) PER perusahaan setelah merger lebih besar dibandingkan perusahaan sebelum
merger.
h) EPS perusahaan setelah merger lebih besar dibandingkan perusahaan sebelum
merger.
i) PBV perusahaan setelah merger lebih besar dibandingkan perusahaan sebelum
merger.
II.8 Analisis Rasio Keuangan
Untuk menilai kesehatan suatu bank dapat diukur dengan berbagai metode. Penilaian
kesehatan akan berpengaruh terhadap kemampuan bank dan loyalitas nasabah terhadap
bank yang bersangkutan. Salah satu alat untuk mengukur kesehatan bank adalah dengan
analisis CAMEL. Unsur-unsur penilaian dalam analisis CAMEL dijabarkan oleh
Kasmir (2007, h.259) adalah sebagai berikut:
29
1) Capital (Permodalan)
Penilaian didasarkan kepada permodalan yang dimiliki oleh salah satu bank.
Salah satu penilaian adalah dengan metode CAR (capital adequacy ratio) yaitu
dengan cara membandingkan modal terhadap aktiva tertimbang menurut resiko
(ATMR)
2) Assets (Kualitas aset)
Penilaian didasarkan kepada kualitas aktiva yang dimiliki bank. Rasio yang
diukur ada dua macam yaitu :
a) Rasio aktiva produktif yang diklasifikasikan terhadap aktiva produktif
b) Rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif terhadap aktiva produktuf
yang diklasifiksikan
3) Management (Manajemen)
Penilaian didasarkan kepada manajemen permodalan, manajemen aktiva,
manajemen rentabilitas, manajemen likuiditas dan manajemen umum.
Manajemen bank dinilai atas dasar 250 pertanyaan yang diajukan.
4) Earning (Rentabilitas)
Penilaian didasarkan kepada rentabilitas suatu bank yang dilihat kemampuan
suatu bank dalam menciptakan laba. Penilaian dalam unsur ini didasarkan kepada
dua macam yaitu:
a) Rasio laba terhadap total asset (Return on Assets)
b) Rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
5) Liquidity (Likuiditas)
Yaitu untuk menilai likuiditas bank. Penilaian likuiditas didasarkan kepada dua
macam rasio yaitu :
30
a) Rasio jumlah kewajiban bersih call money terhadap aktiva lancar. Yang
termasuk aktiva lancar ialah Kas, Giro, dan BI, Sertifikat Bank Indonesia
(SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) yang sudah disetujui oleh
bank lain.
b) Rasio antara kredit terhadap dana yang diterima oleh bank lain.
Parameter-parameter yang digunakan untuk membantu analisis CAMEL adalah sebagai
berikut :
1) Menurut Harahap (2008, h.307) Capital Adequecy Ratio menunjukkan kecukupan
modal yang ditetapkan lembaga pengatur yang khusus berlaku bagi industri-industri
yang berada di bawah pengawasan pemerintah misalnya bank dan asuransi. Rasio
ini dimaksudkan untuk menilai keamanan dan kesehatan perusahaan dari sisi modal
pemiliknya. Ketentuannya didasarkan pada standar yang ditetapkan Bank for
International Settlement (BIS) sebesar 8%. Penentuan aktiva tertimbang menurut
resiko ini ditentukan Bank Indonesia. Rasio ini dihitung sesuai dengan Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 yang dapat dilihat
pada persamaan 2.2.
Modal = Modal Inti + modal pelengkap – penyertaan ……………………….... (2.1)
%100ResikoMenurut Tertimbang Aktiva
Modal CAR ×= ………………………….. (2.2)
2) NPL (Non Performing Loan). Rasio ini menunjukan bahwa kemampuan manajemen
bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Sehingga
semakin tinggi rasio ini maka akan semakin semakin buruk kualitas kredit bank yang
menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar maka kemungkinan suatu
bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. Kredit dalam hal ini adalah kredit
31
yang diberikan kepada pihak ketiga tidak termasuk kredit kepada bank lain. Kredit
bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet. Rasio
ini dirumuskan sesuai dengan SE BI No 3/30DPNP tgl 14 Desember 2001 yang
dapat dilihat pada persamaan 2.3.
%100kredit Total
bermasalahKredit NPL ×= …………………………………………….. (2.3)
3) Menurut Harahap (2008, h.305) Return on Total Asset menunjukkan besarnya laba
bersih yang diperoleh perusahaan bila diukur dari nilai aktiva. Rasio ini dihitung
sesuai dengan pedoman perhitungan rasio keuangan pada Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 yang dapat dilihat pada
persamaan 2.4.
%100aset totalrata-Rata
pajak sebelum Laba ROA ×= ………………………………………….. (2.4)
4) Sedangkan Return on Equity menunjukkan besarnya laba setelah pajak yang
disetahunkan yang diperoleh bila diukur dari modal pemilik. Rasio ini dihitung
sesuai dengan pedoman perhitungan rasio keuangan pada Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 yang dapat dilihat pada
persamaan 2.5.
%100modal rata-Rata
pajaksetelah Laba ROE ×= …………………………………………….. (2.5)
5) Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Opersaional (BO/PO) menurut
Rinaldy (2008, h.67) merupakan barometer dalam mengukur kemampuan
pendapatan operasional dalam menutup biaya operasional dan tingkat efisiensi.
32
Rasio ini dapat dirumuskan sesuai dengan SE BI No 3/30DPNP tgl 14 Desember
2001 yang dapat dilihat pada persamaan 2.6.
%100loperasiona pendapatan Total
loperasionabeban Total BOPO ×= ………………………………. (2.6)
6) Menurut Kasmir (2008, h.225) Loan-to-Deposit Ratio (LDR) merupakan rasio untuk
mengukur komposisi jumlah kredit yang diberikan dibandingkan dengan jumlah
dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan. Besarnya LDR maksimum
menurut peraturan pemerintah adalah 110%. Kredit merupakan kredit yang diberikan
kepada pihak ketiga (tidak termasuk kredit kepada bank lain) Sedangkan dana pihak
ketiga mencakup giro, tabungan, deposito (tidak termasuk giro dan deposito antar
bank). LDR dihitung sesuai dengan rumus pada Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 yang dapat dilihat pada persamaan 2.7.
%100ketigapihak Dana
Kredit LDR ×= ..................................................................... (2.7)
7) Menurut Harahap (2008, h.311), price earning ratio (PER) merupakan rasio
penilaian pasar yang digunakan untuk menunjukkan perbandingan antara harga
saham di pasar atau harga perdana yang ditawarkan dibandingkan dengan harga yang
diterima. Rumus PER dapat dilihat pada persamaan 2.8.
sahamper bersih Labasahampasar Harga PER = ………………………………………………… (2.8)
8) Earning per Share Ratio (EPS) Menurut Kasmir (2008, h.207) merupakan rasio
untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam mencapai keuntungan bagi
pemegang saham. Rumus untuk mencari EPS dapat dilihat pada persamaan 2.9.
33
beredar yang biasa sahamJumlah bersih Laba EPS = ……………………………………… (2.9)
9) Selain itu rasio yang lazim dan yang khusus dipergunakan di pasar modal yang
menggambarkan situasi atau keadaan prestasi perusahaan di pasar modal salah
satunya adalah Price-to-Book Value Ratio. Menurut Tambunan (2007, h.249) Rasio
ini merupakan rasio perbandingan antara harga pasar saham (price) dan nilai buku
per saham (book value per share). Rumus untuk mencari P/BV dapat dilihat pada
persamaan 2.11. Dalam hal ini nilai buku per saham didapat melalui pembagian
antara total equity (total modal) dan numbers of outstanding shares (jumlah saham
yang beredar) yang mana untuk menghitungnya dapat dilihat pada persamaan 2.10.
shares goutstandin ofNumber equity Total Shareper ValueBook = ……………………… (2.10)
shareper Book valuestock of Price ValueBook toPrice = ………………………………….. (2.11)