29
10 BAB II LANDASAN TEORI Kondisi perekonomian Indonesia yang terus mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya memberikan dampak yang positif terhadap hampir seluruh lini industri di Indonesia, termasuk industri ritel. Berdasarkan Bisnis.com (Mei, 2013), kapitalisasi bisnis ritel di Indonesia hingga triwulan I-2013 sudah mencapai Rp 5.000 triliun, bertumbuh hingga 400% dibandingkan kapitalisasi lima tahun lalu pada tahun 2008 yang hanya sekitar Rp 1.000 triliun. Pertumbuhan tersebut terjadi hampir di seluruh industri ritel, termasuk ritel modern, dimana rata-rata meningkat dua digit pertahun (www.bisnis.com). Menurut Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (Aprindo), bisnis ritel modern di Indonesia mengalami pertumbuhan antara 10%15% pertahun dengan jumlah pendapatan terbesar merupakan kontribusi dari hypermarket, minimarket, dan supermarket (www.topbrand-award.com, Oktober, 2012). Meningkatnya jumlah gerai ritel modern tersebut menyebabkan semakin ketatnya persaingan diantara peritel modern. Untuk menghadapi persaingan tersebut, strategi penetapan merek yang dikeluarkan oleh pihak ritel itu sendiri (private label) menjadi salah satu strategi yang paling sering digunakan peritel guna menghadapi persaingan yang ada. Menurut Gogoi (2013, p.74), private label meningkatkan costumer traffic dan store loyalty dari peritel bersangkutan. Oleh karena itu, sebagai acuan di dalam penelitian ini, landasan teori terbagi ke dalam enam sub-bab, yang

BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2-2014-0014.pdf · pertama abad ke-21, ... kegiatan pemasaran seperti iklan, ... Membicarakan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2-2014-0014.pdf · pertama abad ke-21, ... kegiatan pemasaran seperti iklan, ... Membicarakan

10

BAB II

LANDASAN TEORI

Kondisi perekonomian Indonesia yang terus mengalami peningkatan dari

tahun-tahun sebelumnya memberikan dampak yang positif terhadap hampir seluruh

lini industri di Indonesia, termasuk industri ritel. Berdasarkan Bisnis.com (Mei,

2013), kapitalisasi bisnis ritel di Indonesia hingga triwulan I-2013 sudah mencapai

Rp 5.000 triliun, bertumbuh hingga 400% dibandingkan kapitalisasi lima tahun lalu

pada tahun 2008 yang hanya sekitar Rp 1.000 triliun. Pertumbuhan tersebut terjadi

hampir di seluruh industri ritel, termasuk ritel modern, dimana rata-rata meningkat

dua digit pertahun (www.bisnis.com). Menurut Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia

(Aprindo), bisnis ritel modern di Indonesia mengalami pertumbuhan antara 10%–

15% pertahun dengan jumlah pendapatan terbesar merupakan kontribusi dari

hypermarket, minimarket, dan supermarket (www.topbrand-award.com, Oktober,

2012). Meningkatnya jumlah gerai ritel modern tersebut menyebabkan semakin

ketatnya persaingan diantara peritel modern. Untuk menghadapi persaingan tersebut,

strategi penetapan merek yang dikeluarkan oleh pihak ritel itu sendiri (private label)

menjadi salah satu strategi yang paling sering digunakan peritel guna menghadapi

persaingan yang ada. Menurut Gogoi (2013, p.74), private label meningkatkan

costumer traffic dan store loyalty dari peritel bersangkutan. Oleh karena itu, sebagai

acuan di dalam penelitian ini, landasan teori terbagi ke dalam enam sub-bab, yang

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2-2014-0014.pdf · pertama abad ke-21, ... kegiatan pemasaran seperti iklan, ... Membicarakan

11

meliputi private label, value consciousness, store traffic, store loyalty, kerangka

pemikiran, dan pengembangan hipotesis.

2.1 Private Label

Menurut Sathya dan Rani (2013, p.25), selama bertahun-tahun private brand

telah memiliki berbagai istilah, seperti “distributor brand”, “retail brand”, “private

label”, “store brand”, “own label”, dan “own brand”. Apapun istilah yang digunakan,

private brand mengacu pada merek yang dimiliki oleh peritel atau oleh distributor.

Menurut Hoch (1996, dikutip oleh Jaafar, Lalp, Mohamed, p.73), produk private

label didefinisikan sebagai satu-satunya merek dagang yang hanya dapat ditemukan

pada kemasan dan dijual dalam gerai tertentu dengan harga murah. Menurut Beneke

(2010, p.203), private label yang dikenal juga sebagai store brand adalah merek yang

dimiliki oleh peritel dan dijual melalui gerai peritel terkait. Produk private label

biasanya dibuat oleh pihak ketiga (produsen kontrak) di bawah lisensi.

Menurut Nair (2011, p.146), produk private label adalah produk yang dibeli

oleh peritel dari pemasok, dengan maksud merubah nama, pengemasan ulang dan

menjual produk tersebut di bawah nama peritel. Terkadang pemasok menangani

kemasan dan pemberian label untuk peritel dengan biaya tambahan, tergantung pada

kesepakatan antara pemasok dan peritel. Kertajaya (2006, p.249) mendefinisikan,

“Private label adalah merek milik peritel yang ditempel pada produk yang dipesan

dari supplier tertentu dan dijual dengan harga lebih murah. Merek tersebut bisa persis

sama dengan merek toko pengecer, bisa juga lain; tanpa promosi yang menunjang”.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2-2014-0014.pdf · pertama abad ke-21, ... kegiatan pemasaran seperti iklan, ... Membicarakan

12

Berbicara lebih lanjut mengenai private label, Sachon menyebutkan bahwa

awalnya produk private label dilempar ke pasar dengan citra: harga yang murah dan

kualitas yang lebih rendah dibanding produk national brand. Akan tetapi pada dekade

pertama abad ke-21, citra ini telah berubah total. Kini beberapa peritel menjual

produk private label yang berkualitas sama atau lebih unggul dibandingkan merek

mapan dan merek premium (2009, p.1). Pernyataan tersebut didukung oleh Prasanth

(2013, p.190) yang menyatakan bahwa, “Saat ini produk private label telah mampu

bersaing dengan produk national brand”.

Menurut Beneke (2010, dikutip oleh Prasanth 2013, p.3), kualitas private

label telah meningkat sejak pertama kali diperkenalkan dan konsumen pun telah

mengkonfirmasi hal tersebut dengan membeli produk private label. Jaafar, Lalp, dan

Mohamed (p.73) juga menyebutkan bahwa awalnya produk private label dikemas

dalam kemasan berwarna putih dan hitam dan selalu diletakan di rak terbawah, tapi

sekarang peritel mulai meningkatkan kualitas dan kemasan produk private label

hingga menjadi produk yang ideal.

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, peneliti mendefinisikan private label

sebagai merek yang dimiliki oleh peritel, dimana produk private label diproduksi

oleh pihak ketiga (produsen kontrak) dan hanya tersedia di gerai peritel terkait.

Biasanya private label ditawarkan dengan harga yang lebih murah dibanding produk

national brand, namun tidak kalah secara kualitas, hanya kemasan saja yang berbeda.

Umumnya produk private label hadir dengan kemasan yang lebih sederhana

dibanding produk national brand.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2-2014-0014.pdf · pertama abad ke-21, ... kegiatan pemasaran seperti iklan, ... Membicarakan

13

Meskipun keberadaannya mengundang banyak perdebatan, peritel modern

semakin gencar memperkuat produk private label-nya. Menurut Carmen Abril yang

dikutip oleh Prasanth (2013, p.2), berikut adalah beberapa alasan yang mendorong

pertumbuhan private label, yaitu: a) Meningkatnya konsentrasi diantara peritel; b)

Meningkatnya persepsi kualitas diantara peritel; c) Meningkatnya penerimaan

masyarakat terhadap pengkonsumsian private label; d) Krisis ekonomi saat ini yang

mendorong pertumbuhan private label karena utilitas harganya; e) Private label

membantu peritel untuk menyediakan produk dengan harga yang lebih sesuai dengan

konsumen. Menurut Chen (2008, dikutip oleh Jaafar, Lalp, dan Mohamed, p.73),

peritel mengontrol penuh produk private label dimana peritel dapat menentukan

kegiatan pemasaran seperti iklan, kemasan, harga dan stok persediaan.

2.1.1 Jenis Private Label

Menurut Hakansson (2000, dikutip oleh Prasanth dan Balan, 2013, p.190),

penamaan merek pada produk private label dikategorikan menjadi lima jenis, yaitu:

1. Store brands

Menggunakan nama peritel pada kemasan produk private label.

2. Store Sub-brands

Menggunakan merek yang berisikan dua nama, nama peritel dan nama produk.

3. Umbrella brands

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2-2014-0014.pdf · pertama abad ke-21, ... kegiatan pemasaran seperti iklan, ... Membicarakan

14

Produk private label yang diberi merek independen, tidak ada kaitan dengan

nama peritel. Umbrella brand digunakan untuk produk dengan kategori yang

berbeda.

4. Individual brands

Nama merek yang digunakan hanya untuk satu kategori produk.

5. Exclusive brands

Nama merek yang digunakan untuk satu kategori yang sama. Namun produk ini

mempromosikan value added.

Menurut Beneke (2010, p.205), private label tersedia dalam banyak jenis

format. Pada dasarnya, terdapat tiga variasi jenis private label. Pertama, sebagai

merek perwakilan, dimana produk private label melalui nama dan kemasannya

mengumumkan bahwa produk tersebut diproduksi dan hanya dimiliki oleh peritel

terkait. Kedua, menjadi merek ekslusif, dimana produk private label diproduksi dan

dimiliki oleh peritel terkait, namun hal tersebut tidak secara eksplisit disampaikan

kepada konsumen melalui nama merek dan kemasan. Jenis yang terakhir adalah label

terbatas. Merek ini tidak dimiliki oleh peritel, namun hanya dapat ditemukan di gerai

peritel bersangkutan.

Menurut Utami (2006, pp.198-199), terdapat empat kategori private label,

yaitu:

1. Bargain

Bargain memiliki target segmen yang sensitif terhadap harga, menawarkannya

dengan harga diskon. Merek ini juga dikenal sebagai merek generik. Biasanya

merek ini banyak dijumpai di apotek, toko grosir, dan toko diskon. Merek ini

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2-2014-0014.pdf · pertama abad ke-21, ... kegiatan pemasaran seperti iklan, ... Membicarakan

15

cenderung memiliki positioning sebagai merek dengan kualitas yang rendah,

meskipun sebenarnya tidak selalu demikian.

2. Premium

Merek premium menawarkan private label yang bisa dibandingkan dengan merek

pabrik, akan tetapi biasanya dengan harga yang relatif lebih murah. Merek

premium berusaha untuk menyerupai atau melebihi standar dari merek pabrik.

3. Copycat

Merek copycat adalah tiruan merek pabrik dalam hal desain dan kemasannya,

akan tetapi secara umum merek tersebut memiliki kualitas yang rendah dan

ditawarkan dengan harga yang jauh lebih murah dari merek aslinya. Merek

copycat ini berisiko tinggi karena dapat melanggar hukum.

4. Paralel

Merek paralel hampir sama dengan merek copycat, merek paralel meniru semua

desain dan kemasan produk dengan pendekatan kualitasnya. Merek paralel

memproduksi produk dan kemasan yang mirip sekali dengan produk aslinya,

yang membedakan hanya harganya.

Berdasarkan penjelasan sebelumnya di atas, produk private label Carrefour

Indonesia masuk ke dalam kategori produk private label “bargain” dengan empat

kategori merek, yaitu kategori “store brand” untuk produk food (merek: Carrefour

Indonesia), kategori “individual brands” untuk produk fashion (merek: Harmonie),

kategori “sub-store brand” untuk produk grocery (merek: Paling Murah), dan

kategori “umbrella brand” untuk produk elektronik dan alat rumah tangga (merek:

Bluesky).

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2-2014-0014.pdf · pertama abad ke-21, ... kegiatan pemasaran seperti iklan, ... Membicarakan

16

2.1.2 Dimensi Private Label

Menurut Kotler dan Amstrong (2008, p.62), bauran pemasaran (marketing

mix) adalah kumpulan alat pemasaran taktis terkendali yang dipadukan perusahaan

untuk menghasilkan respon yang diinginkannya di pasar sasaran. Bauran pemasaran

untuk kategori produk dikenal sebagai 4P (product, price, place, dan promotion) dan

untuk kategori jasa dikenal sebagai 7P (product, price, place, promotion, process,

physical evidence, dan people). Private label termasuk ke dalam kategori produk,

sehingga peneliti akan menggunakan bauran pemasaran 4P yang ditunjukkan pada

gambar 2.1.

Gambar 2.1 Bauran Pemasaran 4P

Sumber: Kotler dan Amstrong (2008)

1. Product

Produk berarti kombinasi barang dan jasa yang ditawarkan perusahaan kepada

pasar sasaran. Menurut Cox dan Brittain (2004, pp.116-117), merchandise

(produk) merupakan unsur paling penting dari bauran pemasaran ritel karena

produk adalah apa yang pelanggan butuhkan, alasan mengapa mereka

Promotion

Place

Price

Product

Target

Market

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2-2014-0014.pdf · pertama abad ke-21, ... kegiatan pemasaran seperti iklan, ... Membicarakan

17

mengunjungi suatu toko dan sesuatu yang menghasilkan keuntungan. Sebuah

produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar yang mungkin

memenuhi kebutuhan atau keinginan. Menurut Berman dan Evans (2010, p.408),

merchandising adalah kegiatan pengadaan barang dan atau jasa yang membuat

barang dan jasa tersedia di tempat, waktu, dan harga serta dalam jumlah yang

memungkinkan peritel untuk mencapai tujuannya.

Berdasarkan penelitian Yavas (1994), terdapat dua atribut utama dari dimensi

produk, yaitu:

1. Banyak variasi barang

Menurut Utami (2006, p.166), variasi adalah sejumlah kategori barang-barang

yang berbeda di dalam toko atau departemen. Keberagaman barang dagangan

merupakan daya tarik tersendiri bagi sebuah ritel. Dalam kaitannya dengan

private label, kategori produk private label yang tersedia menentukan tingkat

pembelian konsumen terhadap produk private label. Menurut Jin dan Yong

(2005, dikutip oleh Rahmawati, 2013, p.122), salah satu alasan utama peritel

mengembangkan produk private label adalah peritel berusaha untuk

melakukan diferensiasi dari pesaingnya dengan menawarkan variasi produk

yang unik yang hanya dapat dibeli oleh konsumen di gerai peritel tersebut.

2. Mutu produk

Membicarakan tentang definisi kualitas, maka maknanya dapat berbeda bagi

setiap orang karena kualitas memiliki banyak kriteria dan sangat tergantung

pada konteksnya. Menurut Hernandez dan Noruzi (2011, p.95) terlepas dari

kecenderungan bahwa kualitas produk private label lebih rendah dibanding

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2-2014-0014.pdf · pertama abad ke-21, ... kegiatan pemasaran seperti iklan, ... Membicarakan

18

dengan produk national brand, setelah beberapa dekade terakhir, kualitas

produk private label sudah semakin membaik. Jin dan Yong (2005, dikutip

oleh Rahmawati, 2013, p.122), mengatakan bahwa kinerja produk private

label akan memengaruhi tingkat kesuksesan bersaing peritel dengan peritel

lain.

2. Price

Harga adalah jumlah uang yang harus dibayarkan oleh konsumen untuk

memperoleh suatu produk. Philip Kotler mendefinisikan, “Harga adalah sejumlah

uang yang dibebankan untuk sebuah produk atau jasa”. Stanton mendefinisikan,

“Harga adalah sejumlah uang dan/ barang yang dibutuhkan untuk mendapatkan

kombinasi dari barang yang lain yang disertai dengan pemberian jasa”.

Berdasarkan penelitian Yavas (1994), terdapat dua atribut utama dari dimensi

harga, yaitu:

1. Kestabilan harga

Menurut Utami (2006, p.200), kestabilan harga merupakan bentuk kontinuitas

harga ritel, dalam hal ini adalah harga produk private label yang tetap pada

level harga tertentu.

2. Tingkat harga

Pada umumnya produk private label ditawarkan pada tingkat harga yang lebih

rendah dibanding produk national brand. Harga yang murah menjadi begitu

penting bagi produk private label karena menurut Kertajaya (2006, p.249),

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2-2014-0014.pdf · pertama abad ke-21, ... kegiatan pemasaran seperti iklan, ... Membicarakan

19

private label merupakan produk tanpa promosi yang menunjang, sehingga

harga yang murah menjadi faktor utama yang menarik perhatian konsumen.

3. Place

Lebih dari 90% penjualan ritel terjadi di toko. Menurut Cox dan Brittain (2004,

p.56), lokasi toko harus dipilih agar dapat mencerminkan kebutuhan kelompok

pelanggan yang telah didefinisikan sebelumnya. Berdasarkan penelitian Yavas

(1994), terdapat dua atribut utama dari dimensi place, yaitu:

1. Lokasi yang mudah dijangkau.

Sebagai pusat perbelanjaan keluarga dengan format hypermarket, Carrefour

Indonesia selalu berusaha untuk menempatkan toko-tokonya pada pusat kota

atau penduduk sehingga mudah dijangkau oleh konsumen luas.

2. Waktu tempuh perjalanan menuju tempat berbelanja.

4. Promotion

Menurut Utami (2006, p.214), promosi adalah salah satu sarana yang digunakan

oleh ritel untuk berkomunikasi dengan konsumen dalam rangka mendorong

terjadinya penjualan atau untuk meningkatkan penjualan toko. Menurut Engel,

Blackwell, dan Miniard (1995, dikutip oleh Mustika, 2011, p.21), terdapat tiga

atribut utama dari dimensi promotion, yaitu:

1. Potongan harga/diskon khusus.

2. Hadiah langsung atas pembelian sejumlah barang tertentu.

Jumlah belanja atas sejumlah barang tertentu menjadi faktor penentu untuk

memperoleh hadiah langsung.

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2-2014-0014.pdf · pertama abad ke-21, ... kegiatan pemasaran seperti iklan, ... Membicarakan

20

3. Informasi brosur yang dapat dipercaya.

Menurut Utami (2006, p.41) sebagai salah satu proses belanja pelanggan,

konsumen mencari informasi dari sumber eksternal yang dapat dipercaya,

salah satunya melalui iklan atau informasi brosur yang dapat dipercaya.

2.1.3 Manfaat Private Label

Menurut Sathya (2013, p.5), terdapat banyak keuntungan bagi peritel untuk

mempromosikan produk private label. Kemasan dan label dapat disesuaikan untuk

memenuhi spesifikasi, termasuk nama produk, keterangan, logo perusahaan, dan

informasi kontak. Private label juga memungkinkan kontrol yang lebih atas strategi

penetapan harga serta lebih banyak kebebasan bagi peritel untuk membuat sendiri

rencana pemasaran dan untuk mengkontrol stok persediaan mereka sendiri. Dengan

kemungkinan margin yang lebih tinggi, ada peluang yang lebih besar untuk

keuntungan. Private label juga memungkinkan peritel untuk menciptakan citra yang

unik dan khas, yang mendorong loyalitas konsumen.

Menurut Sathya dan Rani (2012, p.24), private label atau store brand dapat

mengurangi harga modal dan meningkatkan margin. Produk private label yang

bernilai tinggi dapat meningkatkan kekuatan tawar-menawar dengan pemasok dan

menarik lebih banyak pengunjung dengan harganya yang lebih murah. Menurut

Sathya (2013, p.5), private label juga memungkinkan kontrol yang lebih atas

beberapa faktor, termasuk penjualan, pemasaran, dan distribusi. Peritel dapat

memiliki kontrol penuh atas distribusi produk private label. Produk private label

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2-2014-0014.pdf · pertama abad ke-21, ... kegiatan pemasaran seperti iklan, ... Membicarakan

21

hanya tersedia di gerai peritel terkait dan tidak dapat ditemukan di gerai peritel lain

atau bahkan di internet sekalipun. Menurut Richardson, Jain, dan Dick (1996, dikutip

oleh Nair, 2011, p.146), peritel menyukai produk private label karena potensinya

untuk meningkatkan loyalitas toko, profitabilitas, kontrol atas ruang rak, kekuatan

tawar-menawar atas produsen, dan sebagainya.

Fenie et. al. (2003, dikutip oleh Beneke 2010, p.206) mengidentifikasikan

beberapa keuntungan untuk peritel dengan mengembangkan produk private label,

yaitu:

1. Meningkatkan profitabilitas melalui penghemataan biaya dan meningkatkan

margin.

2. Meningkatkan loyalitas toko dan menciptakan identitas perusahaan yang berbeda.

3. Peluang untuk menjaring pangsa pasar baru.

4. Meningkatkan kekuatan tawar-menawar dengan pemasok.

2.2 Value Consciousness

Menurut Utami (2006, p.200) pada saat ini pelanggan cenderung mencari nilai

(value) ketika membeli barang/jasa. Nilai adalah hubungan antara apa yang diperoleh

pelanggan (barang dan jasa) dan apa yang harus dibayar untuk mendapatkan manfaat

dari barang tersebut. Menurut Berman dan Evans (2010, p.28) nilai adalah pandangan

konsumen terhadap seluruh benefit yang didapat dari suatu pembelian. Value

didasarkan pada persepsi benefit yang didapat dibanding dengan harga yang

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2-2014-0014.pdf · pertama abad ke-21, ... kegiatan pemasaran seperti iklan, ... Membicarakan

22

dibayarkan. Gilbert (2003, p.168) mengatakan bahwa value dapat dikategorikan ke

dalam empat jenis sebagai berikut:

1. Value sebagai harga murah.

2. Value adalah sesuatu yang diinginkan oleh konsumen pada suatu produk.

3. Value adalah kualitas yang diinginkan oleh konsumen pada suatu produk.

4. Value didapatkan dari suatu produk tertentu.

Berbicara mengenai kesadaran nilai (value consciousness), tentu hasilnya

akan berbeda dari satu orang ke orang lainnya, karena value consciousness erat sekali

hubungannya dengan persepi seseorang. Rahmawati (2013, pp.122-123) mengutip

bahwa Solomon, Bamossy, dan Askegaard (2006, p.36) mendefinisikan, “Persepsi

adalah proses dimana stimulus dipilih (proses fisis), diorganisir (proses fisiologis),

dan ditafsirkan (proses psikologis)”. Sedangkan Mowen dan Minor (2002, p.82)

berpendapat bahwa, “Persepsi adalah proses dimana individu menerima informasi,

memperhatikan informasi tersebut, dan mencoba untuk memahaminya”. Schiffman

dan Kanuk (2010, p.69) menyatakan bahwa, “Persepsi adalah proses individu dalam

memilih, mengorganisir, dan menafsirkan stimuli atau informasi yang timbul dari

seluruh pertimbangan”.

Menurut Rahmawati (2013, pp.119-121), persepsi konsumen terhadap private

label adalah penting, dan karenanya hal tersebut perlu dipahami oleh peritel. Dan hal

ini adalah benar ketika berhubungan dengan harga dan kualitas produk private label.

Konsumen akan membandingkan kualitas produk yang diterimanya dengan harga

(pengorbanan) yang timbul ketika membeli produk tersebut. Hal ini disebut sebagai

kesadaran nilai (value consciousness). Lichtenstein et. al. (1993, dikutip oleh Fin dan

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2-2014-0014.pdf · pertama abad ke-21, ... kegiatan pemasaran seperti iklan, ... Membicarakan

23

Suh, 2005, p.64) mengatakan bahwa suatu kesadaran nilai (value consciousness)

mengimplikasikan pertimbangan kualitas yang tidak mutlak, tapi berhubungan

dengan harga merek tertentu. Bertentangan dengan persepsi umum bahwa harga

adalah faktor terpenting dari private label, Hoch dan Banerji (1993, dikutip oleh Fin

dan Suh, 2005, p.64) menemukan bahwa kualitas lebih penting dibanding dengan

harga yang murah.

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, peneliti mendefinisikan kesadaran nilai

sebagai proses dimana konsumen melihat sebuah produk dengan membandingkan

seberapa baik suatu produk tersebut melakukan fungsinya dengan harga yang harus

dikorbankan untuk mendapatkan produk tersebut. Karena semuanya itu adalah

persepsi konsumen, sehingga hasilnya akan sangat subyektif dan berbeda dari satu

konsumen dengan konsumen lainnya. Definisi tersebut dapat digambarkan sebagai

salah satu proses sebelum konsumen melakukan keputusan pembelian suatu produk.

Selain itu, kesadaran nilai adalah subyektif, karena penilaian dapat dipengaruhi oleh

harapan, kebutuhan dan situasi konsumsi yang berbeda dari satu orang ke orang lain.

2.2.1 Dimensi Value Consciousness

Menurut Ulaga dan Chacour (2001), persepsi nilai pelanggan adalah penentu

utama dari niat pembelian, yaitu “one’s willingness-to-buy”. Meskipun penelitian

yang dilakukan telah menunjukan bahwa sangat sulit untuk membangun konsep dan

mengukur suatu kesadaran nilai konsumen, bukti yang ada telah mengungkapkan

bahwa persepsi konsumen bersifat multi-dimensi dan evaluasi konsumen yang sangat

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2-2014-0014.pdf · pertama abad ke-21, ... kegiatan pemasaran seperti iklan, ... Membicarakan

24

subjektif. Demikian, untuk memperoleh pemahaman terhadap berbagai variasi dimesi

persepsi nilai konsumen menjadi sangat penting untuk mengembangkan strategi

positioning yang efektif. Menurut Sweeney dan Soutar (2001), hal tersebut

dikarenakan persepsi nilai konsumen terhadap produk tidak hanya memperlihatkan

posisi perusahaan di pikiran konsumen, tapi juga memberikan gambaran terhadap

jenis komunikasi yang mungkin digunakan oleh perusahaan untuk memaksimalkan

kemungkinan pesan tersampaikan sesuai dengan yang diharapkan.

Menurut Rahmawati (2013, p.133) dan Lichtenstein et. al. (1990, dikutip oleh

Bao dan Mandrik, 2004, p.709), berikut adalah tujuh pengukur value consciousness

dari produk private label:

1. Konsumen fokus pada harga yang murah tapi juga kualitas.

2. Ketika membeli, konsumen akan membandingkan harga dari beberapa merek

untuk memastikan bahwa mereka akan benar-benar akan mendapatkan produk

yang tepat dengan uang yang mereka korbankan.

3. Ketika membeli produk, konsumen selalu berusaha untuk mendapatkan kualitas

terbaik dengan uangnya.

4. Ketika membeli produk, konsumen selalu memastikan mereka akan mendapatkan

sesuatu yang berharga.

5. Sebelum membeli produk, konsumen selalu berkeliling untuk mendapatkan harga

termurah tapi dengan tetap memperhatikan kualitas.

6. Ketika berbelanja, konsumen selalu membandingkan informasi tentang harga

produk yang akan dibelinya.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2-2014-0014.pdf · pertama abad ke-21, ... kegiatan pemasaran seperti iklan, ... Membicarakan

25

7. Konsumen selalu mengecek harga pada toko atau peritel yang benar-benar

memberikan nilai terbaik dengan uang yang dimilikinya.

2.3 Store Traffic

Karena lebih dari 90% penjualan ritel terjadi di toko, maka kunjungan

konsumen ke toko menjadi sangat penting bagi peritel. Menurut penelitian yang

dilakukan oleh Beneke (2010, dikutip oleh Prasanth, 2013, pp.2-3), konsumen

biasanya akan mengunjungi gerai peritel, dimana preferensi merek mereka tersedia

dengan baik. Beberapa sumber mengatakan bahwa produk private label dapat

meningkatkan lalu lintas toko (store traffic). Hal tersebut dikarenakan produk private

label hanya dapat ditemukan di gerai peritel bersangkutan dan tidak dapat ditemukan

pada gerai peritel lain. Menurut Dhar dan Hoch (1997), untuk menarik lalu lintas

konsumen tanpa melalui produk national brand, maka perlu ditambahkan kualitas

pada produk store brands.

Sharma, Dubey, dan Pandey (2011) melihat bahwa antara tingkat pendapatan

konsumen dan kunjungan ke ritel modern berhubungan erat. Sedangkan Solgaards

dan Hansen (2003, dikutip oleh Prasanth, 2013, p.5) menunjukkan bahwa tingkat

harga, variasi, dan lokasi merupakan faktor penting untuk konsumen dalam memilih

diantara jenis ritel (store formats). Namun, kualitas dan pelayanan tidak membedakan

diantara jenis ritel. Setelah konsumen memutuskan untuk membeli produk di gerai

tertentu, selanjutnya mereka akan didorong oleh niat mereka. Namun, niat membeli

dapat berubah karena pengaruh dari harga dan persepsi kualitas. Perilaku konsumen

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2-2014-0014.pdf · pertama abad ke-21, ... kegiatan pemasaran seperti iklan, ... Membicarakan

26

akan didorong oleh motivasi psikologis yang menstimuli repson mereka dimana akan

membawa konsumen ke gerai peritel untuk memenuhi kebutuhan mereka.

2.3.1 Dimensi Store Traffic

Menurut Berman dan Evans (2010, p.199) saat ini, seseorang kurang dapat

menikmati saat-saatnya berbelanja seperti dahulu. Hal tersebut juga memengaruhi

tingkat kedatangan konsumen ke gerai peritel. Diperlukan faktor-faktor seperti

aksesibilitas, atmosphere, lingkungan, dan personil untuk dapat menstimulasi

pengalaman berbelanja seseorang sehingga tingkat kedatangan konsumen ke gerai

peritel pun dapat meningkat.

1. Aksesibilitas

Menurut Utami (2006, p.104), aksesibilitas adalah hal yang membuat suatu lokasi

memiliki daya tarik. Aksesibilitas suatu lokasi adalah suatu kemudahan bagi

konsumen untuk masuk dan keluar dari lokasi tersebut.

Menurut Engel, Blackwell, dan Miniard (1995, dikutip oleh Mustika, 2011, p.16),

terdapat tiga atribut utama dari dimensi aksesibilitas, yaitu:

1. Jam operasional toko.

2. Kelancaran arus lalu lintas.

3. Banyaknya sarana transportasi yang menunjang.

2. Atmosphere

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2-2014-0014.pdf · pertama abad ke-21, ... kegiatan pemasaran seperti iklan, ... Membicarakan

27

Menurut Utami (2006, p.229), suasana toko dapat dibangun melalui sistem

pencahayaan serta penataan atau pengaturan tata letak barang dagangan yang baik

yang akhirnya akan menarik pelanggan.

3. Lingkungan

Menurut Engel, Blackwell, dan Miniard (1995, dikutip oleh Mustika, 2011, p.16),

terdapat dua atribut utama dari dimensi lingkungan, yaitu:

1. Lingkungan sekitar yang aman.

2. Kebersihan di sekitar toko.

4. Personil

Menurut Engel, Blackwell, dan Miniard (1995, dikutip oleh Mustika, 2011, p.17),

terdapat dua atribut utama dari dimensi personil, yaitu:

1. Pengetahuan pramuniaga atas produk yang ditawarkan.

2. Pramuniaga yang ramah dan sopan.

2.4 Store Loyalty

Menurut Gonring (2008, dikutip oleh Abdullah, 2012, p.174), pada

pertengahan tahun 1980-an, loyalitas hanya diidentifikasikan berdasarkan kualitas

suatu produk atau jasa. Pada akhir tahun 1980-an, definisi loyalitas mulai berubah,

selain didasarkan pada kualitas namun juga dipengaruhi oleh konsumen. Awal tahun

1990-an, perusahaan mulai fokus pada kebutuhan konsumen dan mulai merespon

keluhan mereka. Pada akhir tahun 1990-an, perusahaan mulai memproduksi produk

atau jasa yang menguntungkan untuk dapat berkompetisi dengan pesaingnya. Saat ini,

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2-2014-0014.pdf · pertama abad ke-21, ... kegiatan pemasaran seperti iklan, ... Membicarakan

28

definisi loyalitas sudah pada tahap dimana konsumen adalah target utama bagi

perusahaan.

Uncles (2003, dikutip oleh Abdullah, 2012, p.172) mendefinisikan “Loyalitas

sebagai sesuatu yang mungkin ditunjukan oleh konsumen terhadap merek, aktivitas,

jasa, kategori produk atau toko. Uncles menambahkan bahwa loyalitas merupakan

sikap positif terhadap merek yang terkadang menciptakan koneksi diantaranya”.

Shoemaker dan Lewis (1999, dikutip oleh Pepe, Abratt, dan Dion, 2011, p.28),

mendefinisikan pelanggan yang benar-benar setia sebagai pelanggan “yang merasa

begitu kuat bahwa perusahaan tersebut merupakan perusahaan terbaik yang dapat

memenuhi kebutuhan relevan konsumen dan pelanggan ini membeli hampir secara

eksklusif dari perusahaan tersebut”.

Menurut Utami (2006, p.37), kesetiaan toko (store loyalty) adalah kondisi

dimana pelanggan suka dan terbiasa mengunjungi toko yang sama untuk membeli

suatu jenis barang dagangan. Semua ritel modern ingin meningkatkan kesetiaan

pelanggan pada toko mereka. Menurut Berges dan Orozco (2010, p.262), loyalitas

terhadap toko adalah karakteristik konsumen yang berharga bagi peritel karena sekali

konsumen di toko, ia lebih cenderung untuk membeli sebagian besar produk dalam

toko, bahkan jika ada perbedaan harga pada barang tertentu dibandingkan dengan

peritel lain.

Menurut Abdullah (2012, p.172), banyak peritel modern mengembangkan

store brand karena potensinya yang tinggi untuk mendapatkan konsumen yang loyal.

Selain itu, merek adalah salah satu dari banyak faktor yang mungkin memengaruhi

perilaku pembelian konsumen karena keunikan dan keunggulan produknya. Pepe,

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2-2014-0014.pdf · pertama abad ke-21, ... kegiatan pemasaran seperti iklan, ... Membicarakan

29

Abratt, dan Dion (2011, p.29), mengatakan bahwa produk private label peritel

modern memengaruhi perilaku konsumen. Jika konsumen mengkonsumsi dan puas

dengan produk private label, mereka akan kembali ke toko yang sama untuk membeli

produk tersebut kembali. Menurut Berges dan Orozco (2010, p.264), konsumen yang

loyal terhadap toko lebih condong untuk mengubah merek daripada toko jika dia

tidak menemukan merek yang mereka inginkan. Oleh karena itu, konsumen yang

lebih loyal terhadap toko, memberikan peritel kekuatan negosiasi produsen.

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, peneliti menyimpulkan bahwa loyalitas

toko akan sangat berpengaruh bagi keberlangsungan sebuah ritel. Ritel merupakan

sebuah bisnis yang menyediakan banyak variasi produk dan merek. Dengan

mendapatkan konsumen yang loyal terhadap toko dan bukan terhadap merek atau

produk tertentu, maka ritel tersebut barulah dapat dikatakan sustainable.

2.4.1 Dimensi Store Loyalty

Berges dan Orozco (2010, p.263), dalam mengukur loyalitas toko tidak jauh

berbeda dengan mengukur loyalitas merek. Menurut Gogoi (2013, p.76), dalam

marketing, brand loyalty adalah komitmen konsumen untuk membeli kembali atau

terus menggunakan merek tersebut dan bersikap positif terhadap produk atau jasa

dengan menerapkan word-of-mouth. Menurut Aaker (1991), terdapat dua dimensi dari

brand loyalty, yaitu behavioral dan attitudinal loyalty. Sedangkan dalam menilai

loyalitas toko, kita bisa mengamati frekuensi pembelian maupun tingkat kedatangan

konsumen. Berikut adalah dimensi pengukur dari store loyalty:

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2-2014-0014.pdf · pertama abad ke-21, ... kegiatan pemasaran seperti iklan, ... Membicarakan

30

1. Behavioral loyalty

Menurut Aaker, Assael, Oliver, Prus, Brandt, Farr, dan Hollis, behavioral loyalty

mengacu pada perilaku pembelian ulang (Kurniawan, 2011, p.45). Menurut

Herawati (2006) pembelian ulang adalah suatu perilaku dimana konsumen

membeli kembali produknya yang sebelumnya dibeli. Suatu ritel dikatakan

berhasil apabila mampu mempertahankan konsumennya untuk menjadi loyal

terhadap ritel tersebut. Oliver (1997, dikutip oleh Abdullah, 2012, p.172),

menyatakan bahwa, “Loyalitas adalah dedikasi yang tinggi untuk pembelian

ulang atau penggunaan ulang produk atau jasa tertentu di masa mendatang secara

konsisten dan secara otomatis menyebabkan pembelian ulang terhadap merek

yang sama”. Dalam kaitannya dengan loyalitas toko, loyalitas dapat dicerminkan

melalui niat untuk melakukan kunjungan kembali ke toko untuk berbelanja.

2. Attitudinal loyalty

Menurut Aaker (1991, dikutip oleh Kurniawan, p.46), attitudinal loyalty berarti

komitmen psikologis terhadap suatu merek. Definisi attitudinal dari brand loyalty

mengacu pada pengukuran berdasarkan pada preferensi merek atau niat

konsumen. Menurut Chaudhuri dan Holbrook, attitudinal brand loyalty meliputi

tingkat komitmen disposisional dalam hal nilai yang unik yang terkait dengan

merek. Attitudinal brand loyalty dinilai dengan niat dari word-of-mouth dan

kerelaan untuk membayar pada harga premium (Kurniawan, p.46). Menurut Pepe,

Abratt, dan Dion (2011, p.28), attitudinal loyalty penting karena menunjukkan

kecenderungan perilaku tertentu, seperti kemungkinan penggunaan di masa depan

atau bagaimana besar kemungkinan bahwa pelanggan akan merekomendasikan

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2-2014-0014.pdf · pertama abad ke-21, ... kegiatan pemasaran seperti iklan, ... Membicarakan

31

perusahaan untuk teman-teman mereka atau koleganya. Untuk perusahaan,

kesetiaan pelanggan menjadi lebih bermakna hanya ketika hal tersebut

diterjemahkan ke dalam perilaku pembelian. Pure attitudinal loyalty tanpa

behavioural loyalty mungkin dapat memberikan return yang terbatas atau tidak

ada sama sekali bagi perusahaan.

Corstjens dan Lal (2000, dikutip oleh Pepe, Abratt, dan Dion, 2011, p.28)

menunjukkan bahwa store brand yang berkualitas berperan dalam membangun

loyalitas toko.

2.4.2 Manfaat Store Loyalty

Menurut Rahmawati (2013, p.120), loyalitas konsumen terhadap private label

juga dapat mengurangi persaingan yang ketat diantara peritel selama beberapa tahun

belakangan ini. Apabila pelanggan merasa puas, mereka tidak hanya akan menjadi

pelanggan setia, tetapi juga akan merekomendasikan kepada teman dan kolega

bisnisnya.

2.5 Kerangka Pemikiran

Penelitian ini meliputi variabel laten private label, value consciousness, store

traffic, dan store loyalty. Definisi private label di dalam penelitian ini adalah merek

yang dimiliki oleh Carrefour Indonesia, dimana produk private label diproduksi oleh

pihak ketiga (produsen kontrak) dan hanya tersedia di gerai peritel terkait. Biasanya

private label ditawarkan dengan harga yang lebih murah dibanding produk national

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2-2014-0014.pdf · pertama abad ke-21, ... kegiatan pemasaran seperti iklan, ... Membicarakan

32

brand namun tidaklah kalah secara kualitas, hanya kemasan saja yang berbeda.

Umumnya produk private label hadir dengan kemasan yang lebih sederhana

dibanding produk national brand. Variabel private label terdiri dari empat dimensi

yang menjadi dasar pengukuran, yaitu product, price, place, dan promotion; dengan

indikator untuk mengukurnya, yaitu: 1) variasi barang; 2) mutu produk; 3) kestabilan

harga; 4) tingkat harga; 5) lokasi yang mudah dijangkau; 6) waktu tempuh yang

diperlukan untuk sampai ke gerai peritel; 7) potongan harga/diskon khusus; 8) hadiah

langsung; dan 9) informasi yang dapat dipercaya.

Definisi value consciousness dalam penelitian ini adalah suatu proses dimana

konsumen melihat sebuah produk dengan membandingkan seberapa baik suatu

produk tersebut melakukan fungsinya dengan harga yang harus dikorbankan untuk

mendapatkan produk tersebut. Variabel value consciousness meliputi tujuh indikator

yang mengukurnya, yaitu: 1) fokus terhadap harga murah tapi juga kualitas; 2)

konsumen akan membandingkan harga dari beberapa merek untuk memastikan

bahwa mereka akan benar-benar akan mendapatkan produk yang tepat dengan uang

yang mereka korbankan; 3) konsumen selalu berusaha untuk mendapatkan kualitas

terbaik dengan uangnya; 4) konsumen selalu memastikan mereka akan mendapatkan

sesuatu yang berharga; 5) konsumen selalu berkeliling untuk mendapatkan harga

termurah tapi dengan tetap memperhatikan kualitas; 6) konsumen selalu

membandingkan informasi tentang harga produk yang akan dibelinya; dan 7)

Konsumen selalu mengecek harga pada toko atau peritel yang benar-benar

memberikan nilai terbaik dengan uang yang dimilikinya.

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2-2014-0014.pdf · pertama abad ke-21, ... kegiatan pemasaran seperti iklan, ... Membicarakan

33

Definisi store traffic di dalam penelitian ini adalah lalu lintas toko atau tingkat

kedatangan konsumen ke gerai Carrefour Indonesia. Variabel store traffic terdiri dari

empat dimensi yang menjadi dasar pengukuran, yaitu aksesibilitas, atmosphere,

lingkungan, dan personil; dengan indikator yang mengukurnya, yaitu: 1) jam operasi

toko; 2) kelancaran arus lalu lintas; 3) banyaknya sarana transportasi; 4) pencahayaan

toko; 5) tata letak rak yang disusun rapi; 6) lingkungan sekitar yang aman; 7)

kebersihan di sekitar toko; 8) pengetahuan pramuniaga; dan 9) pramuniaga yang

ramah dan sopan.

Definisi store loyalty di dalam penelitian ini adalah suatu kondisi dimana

pelanggan suka dan terbiasa mengunjungi toko yang sama untuk membeli suatu jenis

barang dagangan. Hal tersebut merupakan karakteristik konsumen yang berharga bagi

peritel karena sekali konsumen berada di toko, ia akan cenderung untuk membeli

sebagian besar produk di dalam toko, bahkan jika ada perbedaan harga pada barang

tertentu dibandingkan dengan peritel lain. Variabel store loyalty terdiri dari dua

dimensi yang menjadi dasar pengukuran, yaitu behavioral loyalty dan attitudinal

loyalty.; dengan indikator yang mengukurnya, yaitu: 1) niat pembelian

ulang/kunjungan kembali ke toko; 2) word-of-mouth; dan 3) kesediaan untuk

membayar pada harga premium.

Hubungan-hubungan yang terjadi diantara variabel yang diteliti terkait dengan

tujuan penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:

Hubungan private label dengan value consciousness

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2-2014-0014.pdf · pertama abad ke-21, ... kegiatan pemasaran seperti iklan, ... Membicarakan

34

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fin dan Suh (2005, p.63), ditemukan

bahwa kesadaran nilai (value consciousness) adalah variabel yang paling relevan

terhadap niat pembelian private label. Berdasarkan penelitian yang dilakukan

oleh Rahmawati (2013, pp.119-129), ditemukan bahwa value consciousness

memengaruhi niat pembelian. Lebih lanjut, value consciouness meningkatkan niat

pembelian produk private label. Kemampuan konsumen untuk membandingkan

harga produk private label, dengan sendirinya konsumen akan sadar bahwa

produk private label selalu lebih murah dibanding dengan produk national brand.

Hubungan value consciousness dengan store traffic

Menurut Bao dan Mandrik (2004, p.707), value consciousness mencerminkan

perhatian konsumen yang berhubungan dengan harga yang dibayarkan dibanding

kualitas yang diterima di dalam suatu pembelian. Bagi konsumen yang sadar akan

nilai, produk private label mampu menawarkan sesuatu yang lebih dibanding

produk national brand. Dan karena kekhususan produk private label yang hanya

dapat dijumpai pada gerai peritel terkait, maka hal tersebut dapat meningkatkan

lalu lintas toko. Selain itu, menurut penelitian yang dilakukan oleh Beneke (2010,

dikutip oleh Prasanth, 2013, pp.2-3), konsumen biasanya akan mengunjungi gerai

peritel, dimana preferensi merek mereka tersedia dengan baik.

Hubungan store traffic dengan store loyalty

Menurut Anic dan Vouk (2005, p.634), karena tingkat penjualan peritel modern

ditentukan oleh lalu lintas toko dan bukan oleh rata-rata pengeluaran per pembeli,

maka peritel harus fokus untuk meningkatkan lalu lintas toko dan kemudian hal

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2-2014-0014.pdf · pertama abad ke-21, ... kegiatan pemasaran seperti iklan, ... Membicarakan

35

tersebut akan berlanjut pada terciptanya loyalitas toko. Menurut Aaker (1991),

terdapat dua dimensi dari brand loyalty, yaitu behavioral dan attitudinal loyalty.

Sedangkan dalam menilai loyalitas toko, kita bisa mengamati frekuensi pembelian

maupun tingkat kedatangan .

Hubungan private label dengan store traffic

Susanti (2012, p.76) mendefinisikan, “Private label adalah produk yang

mereknya didesain dan dikembangkan dengan nama pengecer bersangkutan dan

hanya dijual oleh perusahaan tersebut”. Karena produk private label hanya dapat

dijumpai pada gerai peritel terkait, maka bila konsumen hendak membeli produk

private label, konsumen tersebut harus langsung mengunjungi gerai peritel yang

bersangkutan. Beberapa sumber pun mengatakan bahwa produk private label

dapat meningkatkan lalu lintas toko (store traffic).

Hubungan private label dengan store loyalty

Pengaruh antara private label dengan store loyalty didukung oleh pernyataan

Labeaga et. al. (1997, dikutip oleh Beneke, 2010, p.206):

“contend that private label assits building loyalty by differentiating the

retailer. These brands are available at one retailer exclusively whilst

manufacturer brand are available at may competing outlet. Reguler

consumers of private label brand are confronted with psychological costs

when switching retailer as their preferred private label choice is no longer

available”.

Menurut Berges dan Orozco (2010, p.262), loyalitas terhadap toko adalah

karakteristik konsumen yang berharga bagi peritel karena sekali konsumen di

toko, ia lebih cenderung untuk membeli sebagian besar produk dalam toko,

bahkan jika ada perbedaan harga pada barang tertentu dibandingkan dengan

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2-2014-0014.pdf · pertama abad ke-21, ... kegiatan pemasaran seperti iklan, ... Membicarakan

36

peritel lain. Selain itu, menurut Abdullah (2012, p.172), “Saat ini, banyak peritel

tertarik mengembangkan store brand dikarenakan potensinya yang tinggi untuk

mendapatkan konsumen yang loyal”.

Berdasarkan hubungan-hubungan antar variabel penelitian tersebut di atas,

maka peneliti mengajukan model yang menggambarkan hubungan diantara private

label, value consciousness, store traffic, dan store loyalty sebagai berikut.

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran

Sumber: Dikembangkan berdasarkan Penelitian Fin dan Suh (2005), Abdullah

(2012), dan Rahmawati (2013)

2.6 Pengembangan Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, peneliti akan menguji pengaruh-

pengaruh dalam penelitian ini ke dalam bentuk tujuh hipotesis sebagai berikut:

Hipotesis 1: Pengaruh langsung private label terhadap value consciousness

Value

Consciousness Private

Label

Store

Traffic

Store

Loyalty

PL1

PL2

..

PL8

PL9

VC1 … VC7 ST1 ... ST9 SL1 SL2 SL3

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2-2014-0014.pdf · pertama abad ke-21, ... kegiatan pemasaran seperti iklan, ... Membicarakan

37

H0: Private label tidak memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap

value consciousness

H1: Private label memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap value

consciousness

Hipotesis 2: Pengaruh langsung value consciousness terhadap store traffic

H0: Value consciousness tidak memiliki pengaruh langsung yang signifikan

terhadap store traffic

H1: Value consciousness memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap

store traffic

Hipotesis 3: Pengaruh langsung private label terhadap store traffic

H0: Private label tidak memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap

store traffic

H1: Private label memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap store

traffic

Hipotesis 4: Pengaruh langsung store traffic terhadap store loyalty

H0: Store traffic tidak memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap

store loyalty

H1: Store traffic memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap store

loyalty

Hipotesis 5: Pengaruh langsung private label terhadap store loyalty

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2-2014-0014.pdf · pertama abad ke-21, ... kegiatan pemasaran seperti iklan, ... Membicarakan

38

H0: Private label tidak memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap

store loyalty

H1: Private label memiliki pengaruh langsung yang signifikan terhadap store

loyalty

Hipotesis 6: Pengaruh tidak langsung private label terhadap store traffic

H0: Private label tidak memiliki pengaruh tidak langsung yang signifikan

terhadap store traffic

H1: Private label memiliki pengaruh tidak langsung yang signifikan terhadap

store traffic

Hipotesis 7: Pengaruh tidak langsung private label terhadap store loyalty

H0: Private label tidak memiliki pengaruh tidak langsung yang signifikan

terhadap store loyalty

H1: Private label memiliki pengaruh tidak langsung yang signifikan terhadap

store loyalty