Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.KAJIAN TEORI
2.1.1. Pengertian Tenaga Kerja
Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pengertian
tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri
maupun untuk masyarakat. Menurut Dr.A.Hamzah SH, tenaga kerja meliputi
tenaga kerja yang bekerja di dalam maupun di luar hubungan kerja dengan alat
produksi utamanya dalam proser produksi tenaga kerja itu sendiri, baik tenaga
fisik maupun pikiran.1 Menurut Dr. Payaman Simanjuntak tenaga kerja adalah
(man power) yaitu produk yang sudah atau sedang bekerja atau sedang mencari
pekerjaan , serta yang sedang melaksanakan pekerjaan lain seperti bersekolah, ibu
rumah tangga. Secara praktis, tenaga kerja terdiri atas dua hal, yaitu angkatan
kerja dan bukan angkatan kerja:
a) Angkatan kerja (labour force) terdiri atas golongan yang bekerja dan golongan
penganggur atau sedang mencari kerja;
b) Kelompok yang bukan angkatan kerja terdiri atas golongan yang bersekolah,
golongan yang mengurus rumah tangga, dan golongan lain atau menerima
penghasilan dari pihak lain, seperti pensiunan dll.2
1https://bundaliainsidi.blogspot.co.id/2013/03/pengertian-tenaga-kerja-menurut-para.html (diakses
pada 11 Desember 2016, pukul 22.17) 2 Sendjun H Manululang, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia, (Jakarta:
PT Rineka Citra, 1998), hal 03
2
Menurut Eeng Ahman & Epi Indriani tenaga kerja adalah seluruh jumlah
penduduk yang dianggap dapat bekerja dan sanggup bekerja jika ada permintaan
kerja. Sedangkan menurut Alam. S tenaga kerja adalah penduduk yang berusia 15
tahun keatas untuk negara-negara berkembang seperti Indonesia. Sedangkan di
negara-negara maju, tenaga kerja adalah penduduk yang berumur antara 15 hingga
64 tahun. Berbeda dengan pendapat Suparmoko dan Icuk Ranggabawono tenaga
kerja adalah penduduk yang telah memasuki usia kerja dan memiliki pekerjaan,
yang sedang mencari pekerjaan, dan yang melakukan kegiatan lain seperti
sekolah, kuliah dan mengurus rumah tangga. Pendapat yang selanjutnya yaitu dari
Sjamsul Arifin, Dian Ediana Rae, Charles, Joseph yang menyatakan bahwa tenaga
kerja merupakan faktor produksi yang bersifat homogen dalam suatu negara,
namun bersifat heterogen (tidak identik) antar negara.3
Tenaga kerja, dengan keikutsertaan Indonesia dalam MEA tentu saja akan
melibatkan tenaga kerja asing secara besar-besaran karena dengan lahirnya MEA,
salah satu kekhawatiran yang muncul yaitu tidak adanya batas untuk tenaga kerja
asing yang masuk kedalam suatu negara di ASEAN. Undang-Undang No. 13
Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan sendiri pun telah memberikan peraturan dan
definisi yang singkat mengenai tenaga kerja asing, dimana tenaga kerja asing itu
sendiri ialah warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di
wilayah Indonesia. Ketentuan mengenai tenaga kerja asing terdapat dalam Pasal
42 – 49 UU Ketenagakerjaan.
Tenaga kerja asing pada dasarnya dapat dipekerjakan oleh pemberi kerja yang
telah memperoleh izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk, dan orang-
3 http://www.jatikom.com/2016/12/pengertian-tenaga-kerja-menurut-para.html (diakses pada
12 Januari 2017 pukul 20.48)
3
perseorangan dilarang untuk mempekerjakan tenaga kerja asing ini. Tenaga kerja
asing yang dipekerjakan di Indonesia hanya dalam jabatan tertentu dan waktu
tertentu. Jabatan tertentu yang dimaksud tertuang dalam Lampiran Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 40 Tahun
2012 tentang Jabatan-Jabatan Tertentu yang Dilarang Diduduki Tenaga Kerja
Asing lebih spesifik lagi menyebutkan jabatan-jabatan apa saja yang dilarang
untuk diduduki oleh TKA di Indonesia, antara lain:
NO. NAMA JABATAN NAMA JABATAN
INDONESIA KODE
ISCO
INGGRIS
1. Direktur Personalia 1210 Personnel Director
2. Manajer Hubungan Industrial 1232 Industrial Relation Manager
3. Manajer Personalia 1232 Human Resource Manager
4. Supervisor Pengembangan
Personalia
1232 Personnel Development
Supervisor
5. Supervisor Perekrutan Personalia 1232 Personnel Recruitment
Supervisor
6. Supervisor Penempatan Personalia 1232 Personnel Placement
Supervisor
7. Supervisor Pembinaan Karir
Pegawai
1232 Employee Career Development
Supervisor
8. Penata Usaha Personalia 4190 Personnel Declare
Administrator
4
Keterangan:
ISCO = International Standard Classification of Occupations.
Arus tenaga kerja asing yang datang ke Indonesia tidak dapat dibatasi karena
hal tersebut merupakan konsekuensi dari penyelenggaraan MEA itu sendiri. Perlu
diketahui, bahwa tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia memiliki
kemampuan dan keterampilan yang tidak dapat diragukan lagi. Hal tersebut
merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh Indonesia terkait dengan adanya
MEA.
Tenaga kerja Indonesia harus mampu bersaing dengan tenaga asing yang
masuk ke Indonesia terkait penyelenggaraan MEA. Tenaga kerja Indonesia harus
dibekali dengan kemampuan dan keterampilan yang cukup memadai agar dapat
bersaing dengan tenaga asing yang datang ke Indonesia. Hal tersebut harus
menjadi catatan penting bagi pemerintah, swasta dan masyarakat Indonesia,
9. Kepala Eksekutif Kantor 1210 Chief Executive Officer
10. Ahli Pengembangan Personalia dan
Karir
2412 Personnel and Careers
Specialist
11. Spesialis Personalia 2412 Personnel Specialist
12. Penasehat Karir 2412 Career Advisor
13. Penasehat tenaga Kerja 2412 Job Advisor
14. Pembimbing dan Konseling Jabatan 2412 Job Advisor and Counseling
15. Perantara Tenaga Kerja 2412 Employee Mediator
16. Pengadministrasi Pelatihan Pegawai 4190 Job Training Administrator
17. Pewawancara Pegawai 2412 Job Interviewer
18. Analis Jabatan 2412 Job Analyst
5
karena dengan bekal yang cukup, maka tidak akan menghambat Indonesia sendiri
dalam rangka penyelenggaraan MEA.
Selanjutnya, menurut Pasal 56 ayat (2) UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang
Keimigrasian mengenai perolehan KITAP, harus mendapatkan visa izin tinggal
terbatas terlebih dahulu untuk kemudian ditingkatkan menjadi visa izin tinggal
tetap. Berdasarkan Pasal 60 ayat (1) UU Keimigrasian, Izin Tinggal Tetap akan
diberikan kepada Tenaga Kerja Asing setelah tinggal menetap 3 tahun berturut-
turut dan menandatangani Pernyataan Integrasi kepada Pemerintah Republik
Indonesia. Untuk permohonan pengajuan alih status dari Izin Tinggal Sementara
(ITAS) menjadi Izin Tinggal Tetap (ITAP) diatur lebih jauh dalam Petunjuk
Pelaksanaan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor F-310,IZ.01.01.10 tahun 1995
tentang Tata Cara Alih Status Izin Keimigrasian.
Dengan adanya hal tersebut maka sesuai dengan ketentuan undang-undang
bahwa pemberi kerja tenaga kerja asing wajib:
a) Menunjuk tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai tenaga pendamping
tenaga kerja asing yang dipekerjakan untuk alih teknologi dan alih keahlian
dari tenaga kerja asing, namun didalam penjelasan dari undang-undang ini
dijelaskan bahwa tenaga kerja pendamping tenaga kerja asing tidak secara
otomatis menggantikan atau menduduki jabatan tenaga kerja asing yang
didampinginya. Pendampingan tersebut lebih dititikberatkan pada alih
teknologi dan alih keahlian agar tenaga kerja pendamping tersebut dapat
memiliki kemampuan sehingga pada waktunya diharapkan dapat mengganti
tenaga kerja asing yang didampinginya.
6
b) Melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia
sebagaimana dimaksud pada huruf a yang sesuai dengan kualifikasi jabatan
yang diduduki oleh tenaga kerja asing, dimana dalam penjelasan undang-
undang tersebut dijelaskan bahwa pendidikan dan pelatihan kerja oleh pemberi
kerja tersebut dapat dilaksanakan baik di dalam negeri maupun dengan
mengirimkan tenaga kerja Indonesia untuk berlatih di luar negeri.
Dengan beberapa ketentuan terkait dengan tenaga kerja asing di atas, penulis
berargumen bahwa dengan adanya ketentuan tersebut, terdapat celah bagi tenaga
kerja dalam negeri untuk bersaing dengan tenaga kerja asing yang tentunya akan
besar-besaran memasuki Indonesia ini. Dengan menjadi tenaga pendamping
tenaga kerja asing, memungkinkan untuk tenaga kerja dalam negeri yang memiliki
keahlian sesuai kualifikasi jabatan yang diduduki oleh tenaga kerja asing tentunya
dengan melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja, dimana jika tenaga kerja
Indonesia ini telah memiliki kemampuan ataupun keahlian tersebut pada
waktunya nanti dapat menggantikan tenaga kerja asing yang didampinginya.
Indonesia memiliki hukum yang menopang peraturan mengenai
ketenagakerjaan secara baik. Didalam Bab V Undang-Undang Ketenagakerjaan
misalnya, dimana diatur mengenai pelatihan kerja. Hal tersebut merupakan
jembatan bagi alih tenaga kerja Indonesia untuk mampu bersaing dengan tenaga
kerja asing dengan keikutsertaan Indonesia dalam MEA (Masyarakat Ekonomi
ASEAN) ini. Dalam Pasal 1 Angka 9 UU No. 13 Tahun 2003 disebutkan bahwa
pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh,
meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin,
sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai
7
dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan. Pelatihan kerja
diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan
mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan,
produktivitas, dan kesejahteraan (UU No.13 Tahun 2003 Pasal 9). Hal tersebut
merupakan hak dari tenaga kerja dalam memperoleh pelatihan kerja untuk
meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat,
minat, dan kemampuannya.
Pelatihan kerja diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau lembaga pelatihan
kerja swasta (Pelatihan kerja perusahaan terkait) yang diselenggarakan di tempat
pelatiha kerja atau tempat kerja. Dengan pelatihan kerja tersebut, tenaga kerja
yang telah mengikuti segala pelatihan kerja yang ada dengan baik dan mampu
akan memperoleh sertifikat kompetensi kerja, hal tersebut merupakan keuntungan
juga untuk tenaga kerja karena memperoleh pengalaman belajar dan berlatih
untuk mengembangkan serta mengasah kemampuan didalam dunia kerja. Bahkan
menurut UU No. 13 Tahun 2003 sendiri mengungkapkan bahwa pelatihan kerja
merupakan peningkatan kesejahteraan bagi tenaga kerja karena terpenuhinya
kompetensi kerja melalui pelatihan kerja. Dengan adanya pelatihan kerja tersebut
maka Indonesia tidak perlu meragukan kualitas tenaga kerjanya sendiri, karena
dengan pelatihan kerja tersebut, kompetensi kerja dari masing-masing tenaga
kerja akan diarahkan, dibina, dan dilatih.
Kompetensi kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup
aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan standar
yang ditetapkan. (UU No.13 Tahun 2013). Undang-undang ketenagakerjaan telah
menjembatani kekhawatiran masyarakat Indonesia dalam hal bersaing dengan
8
tenaga kerja asing di Indonesia salah satunya dengan pelatihan kerja untuk
mengasah kompetensi kerja masing-masing tenaga kerja.
Namun permasalahan yang timbul ialah ketika proses pelatihan kerja guna
memperoleh kompetensi dari tenaga kerja tersebut dirasa tidak mampu untuk
mengakomodir bahkan belum mampu untuk melatih tenaga kerja Indonesia
menuju MEA ataupun untuk bersaing dengan tenaga kerja asing. Pelatihan kerja
yang diatur didalam Undang-Undang Ketenagakerjaan tersebut haruslah
menjadikan pelatihan kerja sebagai hal yang utama untuk menjamin kesejahteraan
tenaga kerja Indonesia dengan kompetensi atas pelatihan kerja tersebut. Pelatihan
kerja yang baik serta beretos tinggi dalam bidang IPTEK diharapkan dapat
menjadikan tenaga kerja Indonesia mampu untuk menjadi tenaga kerja yang
mumpuni dan mampu bersaing dengan tenaga kerja asing yang ahli.
Dengan dimulainya MEA maka setiap negara anggota ASEAN harus
meleburkan batas teritori dalam sebuah pasar bebas. MEA akan menyatukan pasar
setiap negara dalam kawasan menjadi pasar tunggal. Masyarakat Indonesia
sebagai bagian dari MEA tidak bisa menghindari proses globalisasi, khususnya
yang berkaitan dengan bidang ekonomi. Arus sumber daya ekonomi yang
meliputi barang dan jasa, tenaga kerja, serta teknologi dan informasi semakin
cepat dan bebas masuk ke wilayah Indonesia. Hadirnya MEA menjadi tantangan
global yang telah dihadapi oleh para pelaku industri dalam negeri. Peningkatan
daya saing perusahaan dalam negeri menjadi sebuah keharusan agar bisa bersaing
dengan perusahaan-perusahaan multi nasional. MEA sendiri sebagai jawaban dari
tekanan globalisasi yang semakin menguat di tengah era keterbukaan informasi
dan kemajuan teknologi yang cukup pesat.
9
Sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor kunci dalam
persaingan global, yakni bagaimana menciptakan SDM yang berkualitas dan
memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam persaingan. Indonesia
dalam kancah persaingan global berdasarkan World Competitiveness Report
menempati urutan ke-45 atau terendah dari seluruh negara yang diteliti, di bawah
Singapura (8), Malaysia (34), Cina (35), Filipina (38), dan Thailand (40).
Rendahnya SDM Indonesia diakibatkan kurangnya penguasaan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi (IPTEK) karena sikap mental dan penguasaan (IPTEK) yang dapat
menjadi subyek atau pelaku pembangunan yang handal. Dalam kerangka
globalisasi, penyiapan pendidikan perlu juga disinergikan dengan tuntutan
kompetisi.
Sumber Daya Manusia merupakan salah satu faktor yang sangat penting
dalam kemajuan suatu negara. Hal ini terbukti di negara – negara maju bahwa
sumber daya manusia sangat berperan aktif dalam memajukan negaranya untuk
menjadi penguasa dunia. Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu
faktor kunci dalam reformasi ekonomi, dimana suatu negara menciptakan Sumber
Daya Manusia yang berkualitas, memiliki keterampilan, kemampuan, kemauan,
pengetahuan serta jiwa daya saing yang tinggi dalam menghadapi persaingan
global.
Indonesia masih menghadapi masalah yang cukup serius berkenaan dengan
kualitas Sumber Daya Manusia.Terkait dengan kondisi sumber daya manusia
Indonesia awalnya terdapat ketimpangan antara jumlah kesempatan kerja dan
angkatan kerja yaitu pada masa krisis ekonomi (1998) jumlah angkatan kerja
nasional sekitar 92,73 juta orang, sementara jumlah kesempatan kerja yang ada
10
hanya sekitar 87,67 juta orang dan ada sekitar 5,06 juta orang penganggur terbuka
(open unemployment). Angka ini meningkat terus selama krisis ekonomi yang kini
berjumlah sekitar 8 juta. Selain itu, tingkat pendidikan angkatan kerja yang ada
masih relatif rendah. Struktur pendidikan angkatan kerja Indonesia masih
didominasi pendidikan dasar yaitu sekitar 63,2 % dari seluruh warga Indonesia itu
sendiri. Kedua masalah tersebut menunjukkan bahwa ada kelangkaan kesempatan
kerja dan rendahnya kualitas angkatan kerja secara nasional di berbagai sektor
ekonomi.
Pertumbuhan jumlah penduduk di indonesia dari tahun ke tahun terus
meningkat yang berarti jumlah angkatan kerja juga meningkat. Hal ini
menimbulkan masalah ketenagakerjaan karena tidak seimbangannya antara
permintaan dengan penawaran tenaga kerja dalam negeri. Liberalisme pasar bebas
barang dan jasa akan memicu investasi dalam negeri dan menarik tenaga kerja
asing ke Indonesia. Masuknya tenaga kerja asing ke Indonesia dimungkinkan
dapat menjadi ancaman apabila tenaga kerja Indonesia tidak mempunyai daya
saing yang sebanding. Hal tersebut dapat di antisipasi dengan mengkorelasikan
input penunjang tenaga kerja sehingga tenaga kerja Indonesia memiliki kesiapan
mental dan kemampuan.
Meningkatkan kualitas sumber daya manusia harus diarahkan pada
penguasaan IPTEK untuk menopang kegiatan ekonomi agar lebih kompetitif.
Pemenuhan sumber daya manusia yang berkualitas dan unggul, karena menguasai
IPTEK, akan berpengaruh terhadap struktur industri di masa depan. Dan apabila
sasaran di atas bisa dipenuhi, akan semakin kuat basis industri yang sedang
11
dibangun dan dikembangkan di Indonesia, yang pada gilirannya akan mendorong
transformasi struktur ekonomi secara lebih cepat.
2.1.2. Pengertian MEA ( Masyarakat Ekonomi ASEAN
Strong economic performance has enabled all ten ASEAN Member States
to achieve significantly higher living standards for its 600 million women and
men. Nevertheless, pervasive vulnerability, gender disparities and high youth
unemployment persist in the region’s labour markets. This contrasts with the
overall purpose of the ASEAN Community to build a region with “sustained
economic growth” accompanied by “lasting peace, security and stability as well
as shared prosperity and social progress”.4 Pada intinya bahwa tujuan
keseluruhan dari Komunitas ASEAN untuk membangun suatu daerah dengan
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan disertai dengan perdamaian abadi,
keamanan dan stabilitas serta kemakmuran bersama dan kemajuan sosial.
Di era tahun 1990-an, lima negara ASEAN yakni Indonesia, Singapura,
Malaysia, Thailand, dan Filipina sempat menyandang predikat “Macan Asia”
berkat melesatnya laju pertumbuhan ekonomi di negara-negara tersebut. Ketika
pertumbuhan ekonomi sedang melesat, terjadi krisis keuangan yang bermula dari
krisis mata uang Bath Thailand dan merembet sampai negara lain termasuk
Indonesia. Seiring perubahan jaman dan peta ekonomi-politik-global, kesadaran
memperkuat kerja sama ekonomi semakin digencarkan. ASEAN dinilai sebagai
kawasan dengan potensi ekonomi besar, baik sebagai pemasok sumber daya
produksi maupun sebagai pasar yang posisinya begitu strategis dalam peta
kekuatan ekonomi dunia.
4 ASEAN Charter, Jakarta, Jan. 2008, chapter 1.
12
Pada tahun 1994 Indonesia telah mengikatkan diri sebagai anggota World
Trade Organization, dengan meratifikasi The Agreement of World Trade
Organization Establishment, dan secara resmi menyatakan keterikatan tersebut di
dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement
Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia). Dan hal yang penting dalam komitmen
internasional tersebut adalah kewajiban dari anggota World Trade Organization
(WTO) untuk membuka akses pasar negara anggotanya, baik terhadap
perdagangan barang maupun jasa. Dan dalam pelaksanaan pembukaan akses pasar
tersebut diberlakukan General Agreement of Tariffs and Trade (GATT) sebagai
aturan mainnya. Dan sebagai konsekuensi Indonesia selaku anggota WTO adalah
bahwa Indonesia haus membuka pasarnya terhadap barang dan jasa dari negara
anggota WTO lainnya.
Di tengah permasalahan dan hiruk pikuk kepentingan politik-ekonomi
antarkawasan terhadap keberadaan ASEAN, para pemimpin ASEAN mencoba
melihat kelebihan ASEAN dengan sebuah sikap proaktif, yakni membangun
Masyarakat ASEAN (ASEAN Community). Tiga pilar yang menopang
Masyarakat ASEAN ini yakni, Masyarakat Ekonomi ASEAN, Masyarakat Politik
Keamanan ASEAN, dan Masyarakat Sosial Budaya ASEAN. Masyakat ASEAN
membidik menjadi sebuah kawasan yang mampu berkontribusi dalam
pertumbuhan ekonomi dunia, dan dapat mengambil manfaat optimal dari
pertumbuhan tersebut.
Pada KTT di Kuala Lumpur pada Desember 1997 Para Pemimpin ASEAN
memutuskan untuk mengubah ASEAN menjadi kawasan yang stabil, makmur,
13
dan sangat kompetitif dengan perkembangan ekonomi yang adil, dan mengurangi
kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi (ASEAN Vision 2020). Pada KTT
Bali pada bulan Oktober 2003, para pemimpin ASEAN menyatakan bahwa
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan menjadi tujuan dari integrasi ekonomi
regional pada tahun 2020, ASEAN Security Community dan Komunitas Sosial-
Budaya ASEAN dua pilar yang tidak terpisahkan dari Komunitas ASEAN. Semua
pihak diharapkan untuk bekerja secara yang kuat dalam membangun Komunitas
ASEAN pada tahun 2020.
MEA adalah bentuk integrasi ekonomi ASEAN dalam artian adanya sistem
perdagangan bebas antara negara-negara ASEAN. Indonesia dan sembilan negara
anggota ASEAN lainnya telah menyepakati perjanjian Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC). Salah satu pilar
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menyangkut arah dan tujuan kehidupan
ekonomi dalam mencapai visi bersama yang dikenal sebagai ASEAN Economic
Community atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Kehadiran MEA
merupakan buah dari kesepakatan para pemimpin ASEAN di Bali pada 2003
melalui Bali Concord II, dimana kesepakatan tersebut menggariskan MEA 2015
adalah tujuan akhir integrasi ekonomi kawasan dalam mendukung pencapaian
Visi ASEAN (ASEAN Vision 2020) yang menginginkan agar ASEAN menjadi
sebuah kawasan yang stabil, makmur, berdaya saing tinggi dengan pembangunan
ekonomi yang berimbang serta pengurangan kemiskinan dan kesenjangan sosial-
ekonomi.
Adapun salah satu pilar Komunitas ASEAN yaitu, pembentukan Komunitas
Ekonomi ASEAN sebagaimana Deklarasi Bali Concord II, dimana salah satu
14
tujuan kerjasama dan integrasi kawasan tersebut dalam bidang ekonomi diatur
dalam Bab I, Pasal 1 Angka 5 dan 6 Piagam ASEAN, sebagai berikut:
“To create a single market and production base wich is stable, prosperous, highly
competitive and economically integrated with effective facilitation for trade and
investment in wich there is free flow of goods, services and investment; facilitated
movement of business persons, professionals, talents and labor; and freer of
capital, and to alleviate poverty and narrow the development gap within ASEAN
trough mutual assistance and cooperation.”
(Untuk menciptakan pasar tunggal dan basis produksi yang adalah stabil, makmur,
sangat kompetitif dan terintegrasi secara ekonomis melalui fasilitasi yang efektif
untuk perdagangan dan investasi di yang ada aliran bebas barang, jasa dan
investasi; gerakan difasilitasi orang bisnis, profesional, bakat dan tenaga kerja dan
modal yang lebih bebas, dan untuk mengurangi kemiskinan dan mempersempit
kesenjangan pembangunan di ASEAN melalui bantuan timbal balik dan
kerjasama). AEC (ASEAN Economic Community) mempunyai lima pilar utama,
yang menjadi tujuan dari AEC itu sendiri yakni:
1. Aliran bebas barang (free flow of goods)
Arus bebas barang merupakan salah satu elemen utama AEC blueprint dalam
mewujudkan AEC dengan kekuatan pasar tunggal dan berbasis produksi. Dengan
mekanisme arus barang yang bebas di kawasan ASEAN diharapkan jaringan
produksi regional ASEAN akan terbentuk dengan sendirinya. AEC
mengamanatkan liberalisasi perdagangan barang yang lebih meaningful dari
CEPT-AFTA. Dan dalam kesepakatan ASEAN pada KTT ke-14 tanggal 27
Februari 2009 di Chaam, Thailand, Negara anggota ASEAN menyepakati
15
ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA). ATIGA merupakan kodifikasi atas
keseluruhan kesepakatan ASEAN dalam liberalisasi dan fasilitasi perdagangan
barang (trade in goods). ATIGA merupakan pengganti CEPT Agreement serta
penyempurnaan perjanjian ASEAN dalam perdagangan barang secara
komprehensif dan integratif yang disesuaikan dengan AEC Blueprint terkait
dengan (free flow of goods) sebagai salah satu elemen pembentuk pasar tunggal
dan basis produksi regional.5
Komitmen utama dalam ATIGA tersebut yaitu:
a) Penurunan dan Penghapusan Tarif
b) Rules of Origin
c) Penghapusan Non-Tariff Barriers (NTBs)
d) Trade Facilitation
Dalam rangka mewujudkan daya saing ekspor dan mendorong integrasi
ekonomi ASEAN menuju pasar tunggal untuk barang, jasa, dan investasi serta
berbasis produksi tunggal ASEAN, diperlukan mekanisme perdagangan dan
kepabeanan, proses, prosedur dan arus informasi terkait yang simpel, harmonis
dan terstandar. Dengan adanya fasilitasi perdagangan ini diharapkan akan tercipta
suatu lingkungan yang konsiten, transparan dan dapat diprediksi bagi transaksi
perdagangan dan kegiatan usaha termasuk usaha kecil dan menengah (UKM),
serta menghemat waktu dan mengurangi biaya transaksi.
e) Customs Integration (Integrasi Kepabeanan)
Rencana Strategis Pengembangan Kepabeanan untuk periode 2005-2010
difokuskan pada:
5 Departemen Perdagangan Republik Indonesia, Menuju ASEAN Economic Community 2015,
hal.26
16
Pengintegrasian struktur kepabeanan,
Modernisasi klasifikasi tarif, penilaian kepabeanan dan penentuan asla
barang serta mengembangkan ASEAN e-Customs,
Kelancaran proses kepabeanan
Penguatan kemampuan sumber daya manusia
Peningkatan kerjasama dengan organisasi internasional terkait,
Pengurangan perbedaan sistem dalam kepabeanan diantara negara-
negara ASEAN, dan
Penerapan teknik pengelolaan resiko dan kontrol berbasis audit (PCA)
untuk trade facilitation.
f) ASEAN Single Window (ASW)
ASEAN Single Window dalam AEC Blueprint, merupakan suatu lingkungan
dimana dari 10 Negara anggota beroperasi dan berintegrasi, dimana harapannya
adalah proses ekspor-impor Negara ASEAN dapat berlangsung cepat dan mudah.
Oleh karenanya untuk membuat dan mengoperasikan ASW diperlukan National
Single Window dari tiap Negara Anggota ASEAN.
Di Indonesia terdapat Indonesia National Single Window (INSW) atau
National Single Window (NSW) merupakan suatu sistem elektronik yng akan
mengintegrasikan informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen
kepabeanan dan pengeluaran barang, yang menjamin keamanan data dan
informasi serta memadukan alur dan proses infromasi antar sistem internal secara
otomatis yang meliputi sistem kepabeanan, perijinan,
kepelabuhan/kebandarudaraan dan sistem lain yang terkait dengan proses
penanganan dokumen kepabeanan dan pengeluaran barang.
17
g) Standard, Technical Regulation and Conformity Assessment Procedures
Setiap negara anggota ASEAN diharapkan dapat menetapkan dan menerapkan
ketentuan-ketentuan mengenai standar, peraturan teknis dan prosedur penilaian
kesesuaian sebagaimana diatur dalam ASEAN Framework Agreement on Mutual
Recognition Arrangements dan ASEAN Sectoral Mutual Recognition
Arrangements. Upaya tersebut diharapkan dapat mengurangi hambatan
perdagangan yang tidak diperlukan (unnecessary obstacles) dalam membangun
pasar tunggal dan basis produksi regional ASEAN. Dan diharapkan standar,
peraturan teknis dan prosedur penilaian kesesuaian juga dapat diharmonisasikan
dengan standar internasional dan kerjasama kepabeanan.
h) Sanitary and Phytosanitary Measures
Kebijakan SPS dimaksudkan untuk memfasilitasi perdagangan dengan
melindungi kehidupan dan kesehatan manusia, hewan atau tumbuhan sesuai
dengan prinsip yang ada dalam persetujuan SPS dalam WTO untukmencapai
komitmen-komitmen sebagaimana tercantum dalam ASEAN Economic
Community Blueprint.
i) Trade Remedies6
Setiap negara anggota diberikan hak dan kewajiban untuk menerapkan
kebijakan pemulihan perdagangan antara lain berupa anti dumping, bea imbalan
(terkait dengan subsidi) dan safeguard, mekanisme penyelesaian sengketa yaitu
dengan Protocol on Enhanced Dispute Sttlement Mechanism.
6 Ibid, hal.29
18
Dari berbagai sudut pandang manapun, Indonesia, sangat mungkin akan
menjadi negara yang kuat. Sumber Daya Alam melimpah, SDA memadai, wilayah
yang luas, jumlah penduduk yang besar, dan banyak faktor lain yang
menggambarkan Indonesia menjadi negara yang kuat di kawasan Asia jika
pemerintahan dan rakyat bekerjasama dengan baik. Pengelolaan sumber daya
alam yang seimbang serta bagaimana kebijakan pemerintah dalam
memperlakukan sumber daya manusia yang ada.
Indonesia sebagai salah satu negara yang juga memiliki tingkat integrasi yang
tinggi di sektor elektronik dan keunggulan komparatif pada sektor berbasis
sumber daya alam berpeluang besar mengembangkan industri di sektor sektor
tersebut. Untuk itu berbagai upaya untuk lebih meningkatkan daya saing produk
agar tidak tertinggal dari negara negara ASEAN lainnya perlu terus dilakukan.
Dilihat dari tingkat integrasi delapan sektor prioritas barang, Indonesia
memilki empat sektor yang terintegrasi dengan negara ASEAN lainnya. Namun
indonesia memilki keunggulan komparatif pada lima sektor prioritas. Di antara
negara-negra ASEAN Indoneisa merupakan negara yang paling banyak memilki
hambatan non-tarif, dimana enam diantaranya tidak terdapat pada negara ASEAN
lainnya. Saat ini Indonesia terdapat lebih dari 22 instansi pemerintah yang terlibat
dalam kegiatan ekspor/impor, terutama yang terkait dengan perizinan, dengan
lebih dari 40 dokumen yang dikeluarkan dan waktu pemrosesan sekitar lima hari.
Agar Indonesia dapat memanfaatkan peluang seoptimal mungkin dari integrasi
ekonomi ASEAN, segala jenis hambatan yang menyebabkan inefisiensi dan
ekonomi biaya tinggi yang melemahkan daya saing harus segara dibenahi.
Koordinasi antar sektor dan instasi terkait terutama dalam menyususn kesamaan
19
persepsi antara pemerintah dan pelaku usaha, dan harmonisasi kebijakan di tingkat
pusat dan daerah harus terus dilakukan.
Koordinasi yang baik perlu dididukung oleh sistem yang terintegrasi secara
nasional. Untuk itu target pembentukan NSW dan integrasi NSW ke ASW pada
tahun 2008 harus didukung oleh semua pihak. Karena dengan demikian integrasi
ekonomi Indonesia dengan negara negara ASEAN lainnya dapat diperdalam dan
diperluas,terutama pada sektor unggulan, sehingga indonesia dapat memperoleh
manfaat sebesar-besarnya.
2. Aliran bebas jasa (free flow of sevice)
Liberalisasi jasa bertujuan untuk menghilangkan hambatan penyediaan jasa di
antara negara-negara ASEAN yang dilakukan melalui mekanisme yang diatur
dalam ASEAN Framewrok Agreement on Services (AFAS).7 AFAS bertujuan
untuk:
a. Meningkatkan kerjasama diantara negara-negara anggota di bidang jasa
dalam rangka meningkatkan efisiensi dan daya saing, diversifikasi
kapasitas produksi dan pasokan serta distribusi jasa dari para pemasok
jasa masing-masing Negara Anggota baik didalam ASEAN maupun
diluar ASEAN,
b. Menghapuskan secara signifikan hambatan-hambatan perdagangan jasa
diantara NegaraAnggota, dan
7 AFAS (ASEAN Framework Agreement On Services), http://stiebanten.blogspot.com/2011/06/
(diakses tanggal 12 Januari 2017).
20
c. Meliberalisasikan perdagangan jasa dengan memperdalam tingkat dan
cakupan liberalisasi jasa dalam GATS dalam mewujudkan perdagangan
bebas di bidang jasa.
Perdagangan jasa liberalisasi sektor jasa akan dilakukan dalam kerangka
ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) yang sebenarnya telah
dideklarasikan sejak tahun 1995. Langkah-langkah tersebut diantaranya adalah
mengkompilasi berbagai hambatan dalam pergerakan jasa antar negara,
penyusunan MRA (Mutual Recognition Agreement) untuk jasa arsitektur,
akuntansi, kualifikasi surveyor, tenaga kerja medis termasuk diantaranya dokter
gigi (selesai 2008), dilanjutkan MRA untuk jasa-jasa professional lainnya (selesai
2015), serta peningkatan partisipasi asing dalam 4 sektor jasa (hingga 51%) serta
jasa logistik (hingga 49%) pada tahun 2008.8 Di Indonesia sendiri hal ini akan
nampak dengan sendirinya, banyaknya tenaga terampil yang berasal dari luar
maupun dalam negeri akan bersaing dengan standar internasional yang mereka
miliki.
Standarisasi kualitas profesional tenaga kerja akan menjadi langkah strategis
dalam mempersiakan tenaga ahli lokal Indonesia untuk menghadapi persaingan
luar negeri yang tidak dapat kita pungkiri bahwa kualitas maupun kuantitas tenaga
kerja mereka berada di atas negara kita. Indonesia hanya akan menjadi penonton
di negeri sendiri ketika standarisasi ini tidak dilakukan.
Perusahaan-perusahaan tertentu pastinya menginginkan para tenaga kerja
nya memiliki kualitas dan keahlian yang prima sehingga kegiatan usaha mereka
dapat berumur panjang. Hal itulah yang menjadi dasar mengapa standardisasi ini
8 Departemen Dalam Negeri, Opcit, Hal.4
21
diperlukan mengingat persaingan tenaga kerja di era AEC nanti akan semakin
ketat. Tenaga ahli dari luar negeri akan masuk ke Indonesia dan ketika kualitas
tenaga kerja lokal Indonesia belum mampu melampaui atau paling tidak setara
dengan kualitas tenaga asing tersebut, maka tenaga lokal Indonesia tentu saja akan
semakin tersingkir.
Menteri PPN/Kepala Bappenas, Armida Alisjahmana mengatakan dalam
pelaksanaan AEC tahun depan, ASEAN sudah sepakat meliberalisasi pasar tenaga
kerja di 12 sektor usaha, yaitu tujuh sektor perdagangan dan industri serta lima
sektor jasa. Armida mengakui, tenaga kerja atau sumber daya manusia (SDM)
Indonesia di 12 sektor tersebut masih memiliki kelemahan karena kurangnya
keterampilan. Apalagi, ada delapan bidang yang sudah masuk Mutual Recognition
Arrangements (MRA), yakni jabatan Insinyur, perawat, surveyor, arsitek, tenaga
pariwisata, praktisi medis, dokter gigi dan akuntan. Artinya sektor-sektor tersebut
akan disertifikasi kompetensi tenaga kerjanya untuk bisa masuk ke Negara-negara
ASEAN. Meskipun demikian, Indonesia yang saat ini menguasai 38 persen dari
penduduk usia produktif ASEAN berpeluang mengirim tenaga kerja terampil ke
Negara-negara lain yang kekurangan penduduk usia produktif. Sebagai gambaran,
data Organisasi Buruh Internasional (ILO) pada tahun 2013 menyebutkan ada 300
juta kesempatan kerja yang terbuka di kawasan ASEAN dan Pasifik.
Harmonisasi dan standarisasi menjadi kunci penting atas hubungan
kerjasama ini. AEC blueprint pun telah menyebutkan bahwa akan dilakukan
pengembangan atas kompetensi inti serta kualifikasi untuk para calon tenaga ahli
yang nantinya akan dibutuhkan terutama pada sektor-sektor prioritas.
Standardisasi tidak hanya dilakukan begitu saja, namun juga akan dilakukan
22
berbagai macam penelitian untuk pengembangan antara negara anggota ASEAN
sehingga nantinya akan mempermudah informasi labour market dan menciptakan
persaingan yang lebih merata dan adil diantara negara ASEAN.9
3. Aliran bebas investasi (free flow of investment)
Investasi langsung akan sangat membantu negara bersangkutan mengurangi
pengangguran karena adanya penyerapan tenaga kerja yang lumayan besar jika
modal asing tersebut digunakan untuk membangun pabrik-pabrik dan perusahaan
besar. Sedangkan investasi tidak langsung tidak memberikan dampak sebesar
investasi langsung karena dana asing dapat ditarik kapan saja pemodal ingin
menariknya.
Sebagaimana diatur dalam GATT-WTO, prinsip-prinsip perdagangan
internasional yang telah menjadi prinsip penanaman modal asing dan wajib
dijabarkan dalam pengaturan penaman modal di host country adalah Non
Discriminatory Principle. Non Discriminatory Principle (prinsip kesetaraan)
didasarkan pada alasan bahwa negara penerima investasi modal asing dengan
menggunakan argumen-argumen tertentu, sering memberikan perlakuan yang
berbeda (diskriminatif) kepada investor asing dengan berbagai cara. Prinsip Non
Discriminatory Principle tersebut kemudian dipecah menjadi dua prinsip utama,
yaitu:
1. The Most Favoured Nation (MFN) Principle: Prinsip kesetaraan yang berlaku
terhadap semua PMA yang masuk ke wilayah suatu negara.
9 http://suaramahasiswa.com/standardisasi-tenaga-kerja-terampil-indonesia-menuju-aec-2015/
(Diakses pada
23
2. National Treatment Principle (NTP): Hal tersebut tentang prinsip kesetaraan
terhadap host country terhadap PMA dan PMDN, dalam hal tersebut tunduk
pada hukum yang berlaku di host country.
Berdasarkan ASEAN Invensment Area (AIA) tahun 1998, seluruh industri
(bidang manufaktur, pertanian, perikanan, kehutanan, dan pertambangan serta jasa
yang terkait dengan kelima sektor) wajib dibuka dan national treatment diberikan
kepada investor, baik pada tahap pra-pendirian (pre-establishment), maupun pasca
pendirian (post-establishment), dengan beberapa pengecualian bagi industri yang
tercantum dalam Tempory Exclition List (TEL) dan Sensitif List (SL) setiap
negara anggota.Untuk mendorong intergrasi kawasan, Framework Agreement on
The AIA dan ASEAN IGA akan ditinjau kembali. Tujuannya adalah membentuk
perjanjian investasi yang lebih komprehensif dan berwawasan kedepan dengan
menyempurnakan fitur-fitur, ketentuan-ketentuan, dan kewajiban-kewajiban
dengan mempertimbangkan praktikpraktik international yang terbaik yang akan
meningkatkan kepercayaan investor terhadap ASEAN. ASEAN comprehensive
investment agreement (ACIA) yang akan disusun berdasarkan AIA dan ASEAN
IGA, akan mencakupi pilar-pilar ; Perlindungan investasi, fasilitas dan kerjasama,
promosi dan kepedulian.
Manfaat dan tantangan liberalisasi investasi dengan ditandatanganinya ACIA,
diharapkan masing-masing negaraanggota ASEAN termasuk Indonesia akan
memperoleh manfaat antara lain:
1. Prosedur pengajuan dan persetujuan penanaman modal akan lebih
sederhana,
24
2. Aturan, peraturan dan prosedur penanaman modal yang jelas dan kondusif
akan meningkatkan penanaman modal serta memberikan perlindungan
yang lebih baik kepada penanaman modalnya ,
3. Penanam modal akan mendapatkan perlakuan yang sama khususnya
berkenaan dengan perijinan, pendirian, pengambilalihan, perluasan,
pengelolaan, pelaksanaan, penjualan, atau pelepasan penanaman modal
lainnya,
4. Liberalisasi investasi dapat mendorong pertumbuhan dan pengembangan
usaha kecil, menengah maupun enterprise multinasional yang berdampak
pada meningkatnya pertumbuhan ekonomi,
5. Terbukanya lapangan kerja baru, dan
6. Mempererat hubungan antara negara-negara anggota sehingga tercipta
sebuah kawasan penanaman modal terpadu.
4. Aliran bebas tenaga kerja terampil (free flow of skilled labour)
Kemungkinan bagi tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia akan
terbuka luas. Hal ini karena MEA adalah jembatan bagi aliran bebas tenaga
kerja terampil. Pembahasan dalam AEC tersebut dibatasi pada pengaturan
khusus tenaga kerja terampil (skilled labour) dan tidak terdapat pembahasan
mengenai tenaga kerja tidak terampil (unskilled labour). Dalam
perkembangannya, arus bebas tenaga kerja sebenarnya juga bisa masuk dalam
kerangka kerjasama AFAS dalam mode 4 seperti yang dijelaskan di atas.
Kerjasama dalam mode 4 tersebut diarahkan untuk memfasilitasi pergerakan
tenaga kerja yang didasarkan pada suatu kontrak/perjanjian untuk mendukung
kegiatan perdagangan dan investasi di sektor jasa. Salah satu upaya untuk
25
mendukung hal tersebut adalah dengan disusunnya Mutual Recognition
Arrangement (MRA).
5. Aliran bebas modal ( free flow of capital)
Arus modal memiliki karakteristik dimana keterbukaan yang sangat bebas
atas arus modal, kan berpotensi menimbulkan resiko yang mengancam kestabilan
perekonomian suatu negara. Namun pembatasan atas aliran modal, akan membuat
suatu negara mengalami keterbatasan ketersediaan kapital yang diperlukan untuk
mendorong peningkatan arus perdagangan dan pengembangan pasar uang. Arus
modal antar Negara merupakan salah satu indikator adanya transaksi perdagangan
aset yang dilakukan penduduk antar negara. Liberalisasi arus modal yang
dimaksud dalam konteks ASEAN adalah suatu proses menghilangkan peraturan
yang bersifat menghambat arus modal dalam berbagai bentuk.
AEC Blueprint mengelompokan dua inisiatif utama bagi negara ASEAN,
yaitu:
1. Memperkuat pengembangan dan integrasi pasar modal ASEAN. Dan 5
program utamanya yaitu:
Harmonisasi berbagai standar di pasar modal ASEAN khususnya
dlam hal ketentuan penawaran harga (initial public offering),
Memfasilitasi adanya Mutual Recognition Agreement (MRA)
untuk pekerja profesional di pasar modal,
Adanya Fleksibilitas dalam ktentuan hukum untuk penerbitan
sekuritas,
26
Memfasilitasi berbagai usaha yang bersifat market driven untuk
membentukk hubungan antar pasar saham dan pasar obligasi,
Memperkuat struktur mekanisme pemungutan pajak penghasilan
(PPH), untuk memperkuat basis investasi bagi penerbitan surat
utang di ASEAN.
2. Meningkatkan arus modal dikawasan melalui proses liberalisasi. Dan
upaya liberalisasi tersebut mengacu pada prinsip berikut:
Memastikan suatu liberalisasi capital count yang konsisten dengan
agenda nasional kesiapan ekonomi negara anggota,
Memperbolehkan penggunaan instrumen pengamanan terhadap
potensi resiko instabilitas dan sistemik makroekonomi yang
mungkin muncul dari proses liberalisasi, termasuk hak
memberlakukan kebijakan yang dirasa perlu untuk stabilitas
makroekonomi,
Memastikan manfaat liberalisasi yang akan diperoleh oleh seluruh
negara ASEAN.
Pemerintah telah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 11 Tahun
2011 tentang Pelaksanaan Komitmen Cetak Biru MEA dalam upaya persiapan
menghadapi pasar bebas ASEAN. Dalam cetak biru MEA, terdapat 12 sektor
prioritas yang akan diintegrasikan oleh pemerintah. Sektor tersebut terdiri dari
tujuh sektor barang, yaitu industri agro, otomotif, elektronik, perikanan, industri
berbasis karet, industri berbasis kayu, dan tekstil. Kemudian, sisanya berasal dari
lima sektor jasa, yaitu transportasi udara, kesehatan, pariwisata, logistik, dan
27
teknologi informasi. Sektor-sektor tersebut pada era MEA akan terimplementasi
dalam bentuk pembebasan arus barang, jasa, investasi, dan tenaga kerja.
Implementasi MEA ditopang oleh beberapa instrumen hukum internasional
berupa perjanjian-perjanjian internasional regional seperti ASEAN Trade in Goods
Agreement (ATIGA), ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) dan
ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA). Sebagai anggota ASEAN,
Indonesia telah menjadi pihak dari perjanjian-perjanjian internasional tersebut.
Hal ini sekaligus juga berarti bahwa Indonesia terikat untuk memberlakukan
ketentuan-ketentuan perjanjian-perjanjian internasonal terkait dengan MEA
tersebut dalam lingkup domestik Indonesia.10
Adanya MEA diharapkan dapat membuat perekonomian Indonesia menjadi
lebih baik. Salah satunya pemasaran barang dan jasa dari Indonesia dapat
memperluas jangkauan ke negara ASEAN lainnya. Kualitas sumber daya manusia
merupakan faktor penentu keberhasilan pembangunan dan kemajuan suatu
bangsa. Para tenaga kerja dari negara MEA yang memiliki kompetensi kerja yang
lebih tinggi, tentunya akan memiliki kesempatan lebih luas untuk mendapatkan
keuntungan ekonomi di dalam MEA. Dengan demikian, Indonesia harus berusaha
dengan sunguh-sunguh untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan
mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain, khususnya di kawasan ASEAN.
2.1.3. Perlindungan Hukum
Menurut R. La Porta dalam Journal of Financial Economics, bentuk
perlindungan hukum yang diberikan oleh suatu negara memiliki dua sifat, yaitu
10
Arie Siswanto dkk, Dalam sebuah penelitian: Kesiapan UMKM Dalam Menghadapi MEA 2015,
Center for Micro and Small Enterprise Dynamics, hlm. 47
28
besifat pencegahan (prohibited) dan bersifat hukuman (sanction). Bentuk
perlindungan hukum yang paling nyata adalah adanya institusi-institusi penegak
hukum seperti pengadilan, kepolisian dan lembaga penyelesaian sengketa di luar
pengadilan (non-litigasi) lainnya. Hal ini sejalan dengan pengertian hukum
menurut Soedjono Dirdjosisworo yang menyatakan bahwa hukum memiliki
pengertian beragam dalam masyarakat dan salah satu yang paling nyata dari
pengertian tentang hukum adalah adanya institusi-institusi penegak hukum.
Teori perjanjian masyarakat yang disampaikan oleh Immanuel Kant misalnya,
menurut Kant, tujuan negara adalah melindungi dan menjamin ketertiban hukum
agar hak dan kemerdekaan warga negara terbina dan terpelihara. Untuk itu
diperlukan undang-undang yang merupakan penjelmaan kehendak umum (volonte
general), dan karenanya harus ditaati oleh siapa pun, rakyat maupun pemerintah.
Agar tujuan negara tersebut dapat terpelihara, Kant menyetujui asas pemisahan
kekuasaan menjadi tiga potestas, legislatoria, rectoria, iudiciaria (Penguasa,
pembuat, pelaksana, dan pengawas hukum). Teori Kant tentang negara hukum
disebut teori negara hukum murni atau negara hukum dalam arti sempit karena
peranan negara hanya sebagai penjaga ketertiban hukum dan pelindung hak dan
kebebasan warga negara, tak lebih dari nightwatcher, (penjaga malam). Negara
tidak turut campur dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Namun
teori Kant mulai ditinggalkan karena persaingan bebas ternyata makin melebarkan
jurang pemisah antara golongan kaya dan golongan miskin. Para ahli berusaha
menyempurnakan teorinya dengan teori negara hukum dalam arti luas atau negara
kesejahteraan (Welfare State). Menurut teori ini, selain bertujuan melindungi hak
29
dan kebebasan warganya, negara juga berupaya mewujudkan kesejahteraan bagi
seluruh warga negara.
Kranenburg adalah salah satu di antara ilmuwan yang menganut teori negara
kesejahteraan. Menurut dia, tujuan negara bukan sekadar memelihara ketertiban
hukum, melainkan juga aktif mengupayakan kesejahteraan warganya. Hal ini
tentunya sejalan dengan pemikiran Aristoteles yang mengatakan bahwa negara
yang didasarkan kepada hukum bukan merupakan alternatif yang paling baik dari
negara yang dipimpin oleh orang-orang cerdik cendikiawan, melainkan satu-
satunya cara yang paling praktis untuk mencapai kehidupan yang baik dan
sejahtera dalam masyarakat.11
Penulis cenderung setuju dengan teori dari
Kranenburg daripada teori yang dikemukakan oleh Immanuel Kant, karena pada
dasarnya sebuah perlindungan akan dirasa cukup apabila mampu melindungi
segenap bangsanya sehingga mewujudkan salah satu tujuan bernegara itu sendiri
yaitu kesejahteraan. Penulis sepakat dengan teori Kranenburg ini karena
mendasarkan teori tersebut sesuai dengan amanah dari UUD 1945 dimana tujuan
negara Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia serta memajukan kesejahteraan Oleh karena itu negara,
sesungguhnya berkewajiban untuk memberikan perlindungan terhadap seluruh
warga negara.
Keadilan dibentuk oleh pemikiran yang benar, dilakukan secara adil dan jujur
serta bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan. Rasa keadilan dan hukum
harus ditegakkan berdasarkan Hukum Positif untuk menegakkan keadilan dalam
hukum sesuai dengan realitas masyarakat yang menghendaki tercapainya
11
Satjipto Rahardjo¸Ilmu Hukum, Cet. VI, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006, hal. 262
30
masyarakat yang aman dan damai. Keadilan harus dibangun sesuai dengan cita
hukum (Rechtidee) dalam negara hukum (Rechtsstaat), bukan negara kekuasaan
(Machtsstaat). Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia,
penegakkan hukum harus memperhatikan 4 unsur:
a) Kepastian hukum (Rechtssicherkeit)
b) Kemanfaatan hukum (Zeweckmassigkeit)
c) Keadilan hukum (Gerechtigkeit)
d) Jaminan hukum (Doelmatigkeit).12
Hukum berfungsi sebagai pelindungan kepentingan manusia, agar kepentingan
manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan secara profesional. Perlindungan
hukum sangat erat kaitannya dengan aspek keadilan. Menurut pendapat Soediman
Kartohadiprodjo, pada hakikatnya tujuan adanya hukum adalah mencapai
keadilan. Maka dari itu, adanya perlindungan hukum merupakan salah satu
medium untuk menegakkan keadilan. Tenaga kerja yang mendapatkan perlakuan
yang baik dan benar akan mewujudkan keadaan yang tata tentram raharja.
Haruslah ada hak-hak pekerja yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
yang sekaligus mengatur tentang perlindungan mengenai hak-hak dari pekerja itu
sendiri.13
Perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-
hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan
tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/
buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan
dunia usaha.Hukum dapat melindungi hak dan kewajiban setiap individu dalam
kenyataan yang senyatanya, dengan perlindungan hukum yang kokoh akan
12
Ishaq. Dasar-dasar Ilmu Hukum. Jakarta. Sinar Grafika. 2009. hlm. 43 13
Ridwan Halim, Hukum Perburuhan Aktual, (Jakarta:Pradnya Paramitha, 1987), hlm. 1.
31
terwujud tujuan hukum secara umum: ketertiban, keamanan, ketentraman,
kesejahteraan, kedamaian, kebenaran, dan keadilan.
Perlindungan hukum secara etimologi terdiri dari dua kata yaitu
"perlindungan" dan "hukum". Kata Perlindungan dalam bahasa inggris disebut
"protection". istilah perlindungan menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa
Indonesia) disamakan dengan istilah proteksi, yang memiliki arti proses atau
perbuatan memperlindungi, sedangkan dalam Black's Law Dictionary, Protection
adalah the act of protecting. Perlindungan hukum bertujuan untuk memberikan
pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan
perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati
semua hak-hak yang diberikan oleh hukum atau dengan kata lain perlindungan
hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak
hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari
gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.
Menurut Satjipto Rahardjo, hukum melindungi kepentingan seseorang dengan
cara mengalokasikan kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka
kepentingannya secara terukur. Kepentingan merupakan sasaran dari hak karena
hak mengandung unsur perlindungan dan pengakuan. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa perlindungan hukum atau legal protection merupakan kegiatan untuk
menjaga atau memelihara masyarakat demi mencapai keadilan. Kemudian
perlindungan hukum dikonstruksikan sebagai:
1. Bentuk pelayanan, pelayanan ini diberikan oleh aparat penegak hukum dan
aparat keamanan,
32
2. Subjek yang dilindungi. 14
Perlindungan hukum menurutnya adalah adanya upaya melindungi kepentingan
seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk
bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut.15
Menurut Philipus, bahwa perlindungan itu terkait dengan hak asasi manusia.
Hak asasi manusia di Indonesia, sering disejajarkan dengan istilah hak-hak kodrat,
hak-hak dasar manusia, natural rights, human rights fundamental rights,
gronrechten, mensenrechten, rechten van den mens, dan fundamental rechten.
Menurutnya di dalam hak (rights), terkandung adanya suatu tuntutan (claim). 16
Perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta
pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum
berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan atau sebagai kumpulan
peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal dari hal lainnya.
Berkaitan dengan konsumen, berarti hukum memberikan perlindungan terhadap
hak-hak pelanggan dari sesuatu yang mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak
tersebut.17
Perlindungan hukum adalah penyempitan arti dari perlindungan, dalam hal ini
hanya perlindungan oleh hukum saja. Perlindungan yang diberikan oleh hukum,
terkait pula dengan adanya hak dan kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki oleh
manusia sebagai subyek hukum dalam interaksinya dengan sesama manusia serta
lingkungannya. Sebagai subyek hukum manusia memiliki hak dan kewajiban
untuk melakukan suatu tindakan hukum. Menurut Setiono, perlindungan hukum
14
Satjipto Rahardjo, Sisi-sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Kompas, Jakarta, 2003, hlm. 74 15
Ibid, hlm. 121 16
Philipus M Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati. Argumentasi Hukum,(Yogyakarta:UGM
Press,2005),hlm. 33-34 17
Ibid, hlm. 25
33
adalah tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan
sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk
mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk
menikmati martabatnya sebagai manusia.18
Menurut Muchsin, perlindungan
hukum merupakan kegiatan untuk melindungi individu dengan menyerasikan
hubungan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan
dalam menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antar sesama
manusia.19
Dari beberapa penjelasan perlindungan hukum di atas, penulis
menyimpulkan bahwa perlindungan hukum di sini adalah suatu bentuk
perlindungan kepada individu-individu untuk memberikan hak-haknya secara adil
dari orang-orang yang lebih berkuasa atau berkedudukan di atasnya.
Pengertian perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan
terhadap subyek hukun dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat
preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis.20
Muchsin juga berpendapat hal yang sama bahwa perlindungan hukum dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Perlindungan Hukum Preventif
Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah
sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-
undangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta
memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan sutu
kewajiban.
18
Setiono. Rule of Law (Supremasi Hukum). Surakarta. Magister Ilmu Hukum Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. 2004. hlm. 3 19
Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, Surakarta, Magister
Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, 2003, hlm. 14 20
Y. S Amran Chaniago. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia,(Bandung:Pustaka Setia,1997)
34
2. Perlindungan Hukum Represif
Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi
seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah
terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.21
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa perlindungan
hukum adalah segala bentuk upaya pengayoman terhadap harkat dan martabat
manusia serta pengakuan terhadahap hak asasi manusia di bidang hukum. Prinsip
perlindungan hukum bagi rakyat Indonesia bersumber pada Pancasila dan konsep
Negara Hukum, kedua sumber tersebut mengutamakan pengakuan serta
penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia.
Menurut Philipus M. Hadjon, bahwa sarana perlindungan Hukum ada dua
macam, yaitu :
1. Sarana Perlindungan Hukum Preventif
Pada perlindungan hukum preventif ini, subyek hukum diberikan kesempatan
untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan
pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Tujuannya adalah mencegah
terjadinya sengketa. Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi
tindak pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena dengan
adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk
bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi.
Di indonesia belum ada pengaturan khusus mengenai perlindungan hukum
preventif.
21
Op.cit, hlm.20
35
2. Sarana Perlindungan Hukum Represif
Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa.
Penanganan perlindungan hukum oleh Pengadilan Umum dan Pengadilan
Administrasi di Indonesia termasuk kategori perlindungan hukum ini. Prinsip
perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah bertumpu dan bersumber
dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi
manusia karena menurut sejarah dari barat, lahirnya konsep-konsep tentang
pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan kepada
pembatasan-pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah.
Prinsip kedua yang mendasari perlindungan hukum terhadap tindak
pemerintahan adalah prinsip negara hukum. Dikaitkan dengan pengakuan dan
perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, pengakuan dan perlindungan
terhadap hak-hak asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat dikaitkan
dengan tujuan dari negara hukum.22
2.2. PERLINDUNGAN HUKUM YANG DITIMBULKAN DENGAN
ADANYA MEA BAGI TENAGA KERJA INDONESIA YANG
BEKERJA DI INDONESIA
MEA atau Masyarakat Ekonomi ASEAN ialah suatu realisasi dari tujuan
akhir terhadap integrasi ekonomi yang telah dianut didalam ASEAN Visi 2020
yang berdasarkan atas konvergensi kepentingan para negara-negara anggota
ASEAN untuk dapat memperluas dan memperdalam integrasi ekonomi lewat
inisiatif yang ada dan baru dengan memiliki batas waktu yang jelas. Didalam
22
Philipus M Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati. Op.cit hlm. 30
36
mendirikan masyarakat ekonomi ASEAN atau MEA, ASEAN mesti melakukan
tidakan sesuai dengan pada prinsip-prinsip terbuka, berorientasi untuk mengarah
ke luar, terbuka, dan mengarah pada pasar ekonomi yang teguh pendirian dengan
peraturan multilateral serta patuh terhadap sistem untuk pelaksanaan dan
kepatuhan komitmen ekonomi yang efektif berdasarkan aturan.
MEA akan mulai membentuk ASEAN menjadi pasar dan basis dari produksi
tunggal yang dapat membuat ASEAN terlihat dinamis dan dapat bersaing dengan
adanya mekanisme dan langkah-langkah dalam memperkuat pelaksanaan baru
yang berinisiatif ekonomi; mempercepat perpaduan regional yang ada di sektor-
sektor prioritas; memberikan fasilitas terhadap gerakan bisnis, tenaga kerja
memiliki bakat dan terampil, dapat memperkuat kelembagaan mekanisme di
ASEAN. Menjadi langkah awal dalam mewujudkan MEA atau Masyarakat
Ekonomi ASEAN. Dengan adanya 8 (delapan) profesi yang terkena kebijakan
pasar bebas yang tertuang dalam ASEAN Mutual Recognition Arrangement
(MRA), maka ke 8 (delapan) profesi tersebut menjadi fokus dalam tenaga kerja
yang dilirik dalam MEA ini. Masing-masing profesi telah menetapkan standar dan
kompetensi yang diperlukan di kancah ASEAN, yaitu insinyur, arsitek, perawat,
tenaga survei, tenaga pariwisata, praktisi medis, dokter gigi, dan akuntan. Skilled
labour dapat diartikan sebagai pekerja yang mempunyai ketrampilan atau keahlian
khusus, pengetahuan, atau kemampuan di bidangnya, yang bisa berasal dari
lulusan perguruan tinggi, akademisi atau sekolah teknik ataupun dari pengalaman
kerja. Tenaga kerja terlatih (skilled labor) penyusunan MRA untuk tenaga kerja
professional (termasuk dalam daftar sektor yang diprioritaskan) ditargetkan
37
selesai pada tahun 2008. Dalam Blueprint MEA 2015 skilled labor didefinisikan
sebagai berikut: 23
1. Pekerja yang mempunyai keterampilan khusus, pengetahuan, atau
kemampuan dibidang pekerjaannya,
2. Lulusan universitas, akademi, sekolah teknik, atau keahlian yang diperoleh
melalui pekerjaan sehari-hari.
Mutual Recognition Arrangements (MRA) adalah suatu mekanisme yang
disepakati negara anggota ASEAN dalam mengatur harmonisasi standar
perdagangan jasa. MRA ini dibentuk melalui ASEAN Framework Agreement on
Mutual Recognition Arrangements yang bertujuan mengurangi hambatan teknis
perdagangan jasa dan menentukan persyaratan umum liberalisasi sektor jasa. Jasa
insinyur adalah salah satu sektor jasa yang diakui dalam MRA, selain 7 sektor jasa
lainnya, yaitu jasa perawat, arsitektur, surveyor, tenaga kerja pariwisata
profesional, akuntan, tenaga kesehatan, dan tenaga kesehatan gigi. Praktik
liberalisasi jasa insinyur sendiri diatur dalam MRA on Engineering Services.
Kesepakatan ini dibentuk pada tanggal 9 Desember 2005 di Kuala Lumpur,
Malaysia. Ada dua hal utama yang disampaikan dalam kesepakatan tersebut.
Pertama, kriteria insinyur profesional yang diakui dalam skema MRA, dan yang
kedua prosedur bagaimana seorang insinyur bisa melakukan praktik di negara
ASEAN lainnya.
Berikut beberapa penjelasan mengenai delapan profesi yang sangat
dibutuhkan saat MEA :
23
Wijoyo Santoso, et.al., Intergritas Ekonomi ASEAN dan Prospek Perekonomian Nasional
(Jakarta: Outlook Ekonomi Indonesia, 2008), hlm. 21.
38
1. Insinyur
Didalam MEA ini, peraturan mengenai Insinyur di atur dalam Mutual
Recognition Arrangement (MRA on Engineering Services) yang disepakati di
Kuala Lumpur, pada tanggal 9 Desember 2005. Tujuan didalamnya ialah
a) facilitate mobility of Engineering;
b) exchange information in order to promote adoption of best practices on
standards of engineering education, professional practice and
qualifications;
c) conform to the spirit of ASEAN co-operation based on fair distribution of
resources and benefits through collaborative researches; and
d) encourage, facilitate and establish mutual recognition of Engineers and set
up standards and commitment of technological transfer among ASEAN
Member Countries.
Dimana inti dari tujuan MRA on Engineering Services ialah menjadi wadah
untuk memfasilitasi dari para insinyur ini, juga memobilitas pertukaran informasi
di bidang teknik dengan standar yang berkualifikasi maupun prefesional. Sesuai
dengan arah dan cita-cita ASEAN, dan memfasilitasi penetapan standar dan
komitmen transfer tenologi antara negara-negara anggotaASEAN.
Indonesia kini ikut serta dalam pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) yang dilaksanakan pada 31 Desember 2015. Konsekuensinya, persaingan
tenaga insinyur profesional nantinya tidak hanya datang dari dalam negeri, tetapi
juga dari negara-negara lain di ASEAN. Artinya, para insinyur Indonesia harus
meningkatkan kualitas agar bisa menang bersaing dengan insinyur dari negara-
negara ASEAN lain. Saat ini, kualitas infrastruktur dalam negeri Indonesia hanya
39
berperingkat ke-5 di ASEAN. Sumber daya manusia Indonesia hanya
berperingkat ke-6 di ASEAN. Profesi insinyur pun tak jauh berbeda. Secara
kuantitatif jumlah insinyur Indonesia masih kurang untuk memenuhi kebutuhan
dalam negeri.
Menurut Project Management Institute, 2015 Indonesia memerlukan
penambahan insinyur sebanyak 65.000 orang, sedangkan penambahan tenaga
insinyur Indonesia hanya sebesar 36.000 orang. Lalu, menurut ASEAN Federation
of Engineering Organisations (AFEO), jumlah insinyur profesional Indonesia
hanya sekitar 9.000 orang. Jumlah itu masih lebih sedikit jika dibandingkan
dengan negara-negara ASEAN lainnya, seperti Malaysia (11.170 orang), Thailand
(23.000 orang), dan Filipina (14.250 orang). Tak hanya itu. Secara kualitatif,
tenaga insinyur profesional Indonesia masih sedikit yang memenuhi standar
Mutual Recognition Arrangements (MRA) – standar yang bertujuan mengurangi
hambatan teknis perdagangan jasa dan menentukan persyaratan umum liberalisasi
sektor jasa di kawasan ASEAN.
Dalam kerangka MRA ini, jumlah insinyur Indonesia yang sudah diakui
sebagai insinyur profesional dan bisa berpraktik di negara ASEAN lainnya,
diperkirakan hanya sekitar 0,03 persen dari total insinyur asal Indonesia. Memang
tak gampang bagi seorang insinyur agar dapat dikatakan sebagai insinyur
professional menurut MRA. Pasalnya, insinyur tadi harus memenuhi persyaratan
dari ASEAN Chartered Professional Engineer (ACPE) yang terbilang tinggi.
Persyaratan itu, antara lain; telah lulus sarjana teknik dari universitas/lembaga
pendidikan yang terakreditasi di salah satu negara ASEAN, memiliki sertifikat/
lisensi sebagai tenaga ahli teknik yang diterbitkan oleh Professional Regulatory
40
Authority (PRA) dari negara anggota ASEAN, memiliki pengalaman kerja di
bidang teknik minimal tujuh tahun dan pengalaman kerja yang menangani proyek
teknik yang signifikan minimal dua tahun; mematuhi ketentuan Continuing
Professional Development (CPD) sesuai dengan kebijakan negara asal; tidak
memiliki catatan pelanggaran terhadap standar teknis, profesional ataupun etika,
baik di tingkat lokal maupun internasional. Kriteria tersebut sekaligus menjadi
pembeda antara sarjana teknik (graduate engineer) dan profesi insinyur
(professional engineer). Perbedaan utama terletak pada pengalaman kerja dan
sertikasi dari PRA.
Di Indonesia, badan yang berfungsi sebagai PRA adalah Lembaga
Pengembangan Jasa Konstruksi. Setelah mendapat sertifikasi dari PRA, insinyur
profesional dapat mengajukan diri ke ASEAN Chartered Professional Engineer
Coordinating Committee (ACPECC) untuk mendapat pengakuan sah sebagai
ACPE. Pengakuan sebagai ACPE pun tidak serta merta mengizinkan insinyur
profesional untuk bekerja di negara lain di ASEAN. Soalnya, seorang insinyur
ACPE harus memenuhi lagi kriteria sebagai Insinyur Profesional Asing
Teregistrasi atau Registered Foreign Professional Engineer (RFPE), di Negara
lain tempat ia akan bekerja. Persyaratannya adalah sebagai berikut; mematuhi
kode etik profesionalitas sebagai insinyur sesuai dengan kebijakan (UU No. 11
Tahun 2014 tentang Jasa Konstruksi); mematuhi hukum dan peraturan di negara
tujuan; berafiliasi dengan insinyur profesional lokal di negara tujuan. Meski punya
keterbatasan, insinyur Indonesia ternyata memiliki keunggulan. Pasalnya, jumlah
insinyur Indonesia yang tercatat sebagai ACPE merupakan yang terbesar di
ASEAN. Hingga saat ini, ada 987 insinyur yang tercatat sebagai ACPE. Yaitu,
41
290 dari Indonesia, 218 dari Singapura, 203 dari Malaysia, 134 dari Vietnam, 85
dari Myanmar, 55 dari Filipina, dan 2 dari Brunei Darussalam.
Terlepas dari itu, Indonesia tetap harus meningkatkan kualitas dan kuantitas
insinyurnya, karena kebutuhan Indonesia akan insinyur yang begitu tinggi tadi.
Seperti dikatakan Bobby Gafur Umar, “Peningkatan daya saing, kompetensi, dan
keahlian insinyur Indonesia agar sesuai dengan dengan standar Mutual
Recognition Arrangements (MRA) dan bersertifikasi ASEAN Chartered
Professional Engineer (ACPE), adalah sebuah tantangan dan pekerjaan rumah
yang harus segera kita atasi”.24
Untuk menjawab tantangan penyediaan SDM
insinyur yang berkualitas, PII memberikan beberapa rekomendasi. Antara lain,
peningkatan sertifikasi insinyur profesional, pembangunan industri litbang
keinsinyuran dan insentif bagi kontraktor yang mengembangkan riset dan
teknologi serta inovasi, peningkatan sosialisasi mengenai profesi keinsinyuran
bagi pelajar SMA, dan pembangunan industri manufaktur untuk dapat mendukung
peningkatan konstruksi nasional. PII juga menyadari, bahwa peran peningkatan
daya saing insinyur tidak serta merta hanya datang dari pemerintah atau lembaga
tertentu.
Insinyur Indonesia sendiri harus memiliki komitmen untuk menciptakan
pembangunan bernilai tambah. Oleh karena itu, PII mengemukakan empat
tuntutan insinyur Indonesia yaitu, pertama, memiliki kemauan untuk berinovasi
dengan memperkuat penguasaan dan pengembangan teknologi. Kedua,
mendorong pemakaian produk dalam negeri, ketiga bekerjasama mengembangan
kompetensi SDM insinyur. Lalu yang keempat, mendorong upaya strategis
24
Engineer Weekly, Insinyur Menghadapi MEA, Februari 2016, hlm., 4
42
pembangunan proyek infrastruktur nasional. Singkatnya, Insinyur Indonesia wajib
meningkatkan kompetensi keinsinyuran untuk menjawab keperluan pembangunan
dalam negeri serta mengantisipasi dampak negatif dari MEA. Dengan demikian,
insinyur Indonesia mampu memiliki daya saing yang tinggi.
Kekhawatiran sebagian besar warga Indonesia terhadap liberalisasi arus tenaga
kerja di kawasan ASEAN adalah membanjirnya tenaga kerja asing yang
menggeser peran tenaga kerja lokal di Indonesia. Tenaga kerja Indonesia,
akhirnya, hanya akan mengisi posisi yang tidak diminati tenaga kerja asing.
Bahkan, lebih jauh, bisa menjadi penonton di negeri sendiri.25
Diperlukanlah suatu bentuk perlindungan hukum yang mampu mengakomodir
kebutuhan-kebutuhan akan permasalahan yang timbul di dalam profesi insinyur
ini, adalah perlindungan ekonomis.Tingkat remunerasi atau gaji rendah yang
diterima para insinyur, kerap dituding sebagai biang keladi rendahnya minat
generasi muda untuk meneruskan pendidikan di bidang teknik atau keinsinyuran,
bahkan banyak menyebabkan sarjana teknik tidak berminat bekerja atau berkarir
di bidang keinsinyuran. Menurut data Persatuan Insinyur Indonesia (PII), saat ini,
dari 700.000 sarjana teknik di Indonesia, sebagian besar tidak berkarir di bidang
keinsinyuran. Mereka memilih profesi lain yang memberikan tingkat penghasilan
yang lebih besar.
PII juga menyebutkan bahwa untuk menyokong industrialisasi dan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi, Indonesia masih harus menambah 1,5 juta
insinyur. Ini menjadi tugas yang berat bagi perguruan tinggi dan PII, karena
pertumbuhan sarjana teknik di negara dengan populasi terbesar di ASEAN ini
25
Engineer Weekly, Opcit, Hal.6
43
hanya sekitar 162 per satu juta penduduk tiap tahunnya. Bandingkan dengan
Malaysia yang memiliki tingkat pertumbuhan 350 sarjana teknik per satu juta
penduduk tiap tahunnya. Tingkat pertumbuhan ini, bahkan lebih rendah dari
Thailand dan Vietnam. Belum lagi insinyur yang teregistrasi ASEAN (ASEAN
Chartered Professional Engineer). Indonesia paling minim, hanya 149 orang. Di
bawah Malaysia (763 insinyur), Filipina (283 insinyur), Kamboja (261 insinyur),
dan Myanmar (170 insinyur).
Di era MEA ini, tidak tertutup kemungkinan, insinyur-insinyur terbaik dari
Indonesia akan bekerja di negara ASEAN lainnya, terutama di negara-negara yang
memberikan remunerasi atau fasilitas terbaik. Jumlah insinyur Indonesia yang
bekerja di Indonesia akan semakin sedikit. Itupun hanya tinggal insinyur kelas 2.
Begitupun dengan insinyur asing yang bekerja di Indonesia. Era perebutan
insinyur terbaik pun dimulai.
Petronas, perusahaan minyak negeri jiran, sudah memersiapkan secara matang
perekrutan insinyur terbaik dari Indonesia. Salah satunya adalah dengan
menawarkan gaji yang jauh lebih tinggi dari standar gaji perusahaan minyak
nasional. Petronas mau menggaji insinyur Indonesia hingga 500 juta rupiah per
bulan. Pertamina tidak. Padahal Pertamina lebih besar dari Petronas, menurut Ilen
Kardania, alumni ITB, yang saat ini bekerja di Halliburton Malaysia. Ia juga
menambahkan bahwa insinyur Indonesia adalah penggerak inti kemajuan Petronas
selama ini. Jika ingin mengambil manfaat optimal dari MEA, kiranya Indonesia
harus memerbaiki sistem remunerasi yang diterima oleh para insinyur, sehingga
insinyur-insinyur terbaik dari Indonesia dan negara ASEAN lainnya yang
dibutuhkan, dapat bersama membangun Indonesia. Lebih jauh, penghargaan yang
44
baik untuk profesi insinyur akan menarik minat generasi muda Indonesia untuk
melanjutkan pendidikan dan berkarya di bidang keinsinyuran.26
Perlindungan ekonomis dalam hal pengupahan perlu ditinjau kembali, gaji
yang terhitung belum cukup untuk memenuhi kualitas hidup layak akan
menjadikan Indonesia sebagai negara yang kalah saing terhadap negara-negara
anggota ASEAN lainnya. Perlunya penambahan di bidang UMR sebagai
standarisasi pengupahan di Indonesia perlu mendapatkan perhatian yang khusus
terkait dengan Insinyur sebagai salah satu dari skilled labour.
2. Arsitek
Architect refers to a natural person who holds the nationality of an ASEAN
Member Country and has been assessed by a Professional Regulatory Authority
(PRA) of any participating ASEAN Member Country as being technically,
morally, and legally qualified to undertake professional practice of architecture
and is registered and licensed for such practice by the Professional Regulatory
Authority (PRA). ASEAN Member Countries may have different nomenclatures
and requirements for this term 27
Arsitek di sini ialah seseorang dengan kewarganegaraan salah satu anggota
negara ASEAN dan telah dinilai oleh PRA dalam berbagai partisipasi di setiap
negara anggota ASEAN sebagai teknisi, dan moral yang berkualitas secara hukum
untuk melakukan praktek profesional arsitektur dan terdaftar dan berlisensi oleh
Profesional Regulatory Authority (PRA) untuk melakukan praktek. Arsitek
26
Engineer Weekly, Ibid, hal.5-6 27
MRA on Architectural Services, Article 2. Definitions and Scope, Singapura, 19 November
2007, 2.2
45
sendiri diatur dalam MRA on Architectural Services yang telah di sahkan di
Singapura, pada tanggal 19 November 2007
Kompetensi SDM melalui pendidikan berkualitas di era Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) akan mendorong Arsitek bersaing dikancah ASEAN. Data dari
Biro Statistik Tenaga Kerja Amerika Serikat mengungkapkan pada 2018 nanti
hampir 30 pekerjaan strategis memerlukan tenaga kerja dengan keterampilan yang
memadai di bidang Science Technology Engineering Arts and Math (STEAM).
Data National Science Foundation (2007) menyebutkan dalam 10 tahun ke depan,
80% lapangan pekerjaan akan membutuhkan kemampuan kompetensi yang
berbasis pada STEAM. Dari segi sumber daya manusia yang dipersiapkan, jumlah
arsitektur Indonesia saat ini yang menjadi anggota IAI (Ikatan arsitektur
Indonesia) sekitar lebih dari 11,000 arsitek. Terdaftar melalui 27 kepengurusan
daerah dan 2 kepengurusan cabang yang tersebar diseluruh Indonesia. Ikatan
profesi ini umumnya mengeluarkan lisensi profesi sebagai bentuk profesionalisme
arsitek dan pengakuan masyarakat dan industri nasional dan internasional.
Arsitektur Indonesia harus dapat memiliki 13 macam kompetensi sebagai bukti
untuk tenaga kerja terlatih. 13 macam kompetensi tersebut merupakan28
:
Perancangan Arsitektur
Kemampuan menghasilkan rancangan arsitektur yang memenuhi ukuran
estetika dan persyaratan teknis, dan yang bertujuan melestarikan lingkungan.
Pengetahuan Arsitektur
Pengetahuan yang memadai tentang sejarah dan teori arsitektur termasuk seni,
teknologi dan ilmu ilmu pengetahuan manusia.
28
Departemen kajian dan aksi strategis BEM FEUI 2013, Kesiapan Skilled Labor Indonesia
Dalam Menghadapi Asean Economic Community 2015: Studi Tenaga Profesi Akuntan, Arsitek,
Dan Dokter. Hal.33-34
46
Pengetahuan Seni
Pengetahuan tentang seni rupa dan pengaruhnya terhadap kualitas rancangan
arsitektur.
Perencanaan dan Perancangan Kota
Pengetahuan yang memadai tentang perencanaan dan perancangan kota serta
ketrampilan yang dibutuhkan dalam proses perencanaan itu.
Hubungan Antara Manusia, Bangunan dan Lingkungan
Memahami hubungan antara manusia dan bangunan gedung serta antara
bangunan gedung dan lingkungannya, juga memahami pentingnya mengaitkan
ruang ruang yang terbentuk di antara manusia, bangunan gedung dan
lingkungannya tersebut untuk kebutuhan manusia dan skala manusia.
Pengetahuan Daya Dukung Lingkungan
Menguasai pengetahuan yang memadai tentang cara menghasilkan
perancangan yang sesuai daya dukung lingkungan.
Peran Arsitek di Masyarakat
Memahami aspek keprofesian dalam bidang arsitektur dan menyadari peran
arsitek di masyarakat, khususnya dalam penyusunan kerangka acuan kerja yang
memperhitungkan faktor faktor sosial.
Persiapan Pekerjaan Perancangan
Memahami metode penelusuruan dan penyiapan program rancangan bagi
sebuah proyek perancangan.
Pengertian Masalah Antar-Disiplin
Memahami permasalahan struktur, konstruksi dan rekayasa yang berkaitan
dengan perancangan bangunan gedung.
47
Pengetahuan Fisik dan Fisika Bangunan
Menguasai pengetahuan yang memadai mengenai permasalahan fisik dan
fisika, teknologi dan fungsi bangunan gedung sehingga dapat melengkapinya
dengan kondisi internal yang memberi kenyamanan serta perlindungan
terhadap iklim setempat.
Penerapan Batasan Anggaranan Peraturan Bangunan
Menguasai ketrampilan yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan pihak
pengguna bangunan gedung dalam rentang kendala biaya pembangunan dan
peraturan pembangunan.
Pengetahuan Industri Konstruksi Dalam Perencanaan
Menguasai pengetahuan yang memadai tentang industri, organisasi, peraturan
dan tata cara yang berkaitan dengan proses penerjemahan konsep perancangan
menjadi bangunan gedung serta proses mempadukan penataan denah-denahnya
menjadi sebuah perencanaan yang menyeluruh.
Pengetahuan Manajemen Proyek
Menguasai pengetahuan yang memadai mengenai pendanaan proyek,
manajemen proyek dan pengendalian biaya pembangunan.
Hal yang penting untuk dianalisis adalah gaji, dimana gaji merupakan hak yang
harus diterima oleh pekerja. Gaji merupakan suatu bentuk perwujudan adanya
suatu perlindungan ekonomis. Terutama pada AEC dimana perbandingan gaji
sangat mempengaruhi bagaimana pasar tenaga kerja karena sudah tidak ada
batasan seseorang dari suatu negara bekerja di negara lain untuk mencari
pendapatan yang lebih tinggi.
48
Berikut merupakan tabel rata-rata gaji yang diterima oleh negara anggota
ASEAN di bidang profesi arsitek:
Sumber:Gaji Profesi Arsitek di Negara-negara ASEAN First Tear Dengan Kurs
per 3 Juli 2013
Dapat disimpulkan bahwa urutan pasar potensial bagi arsitek dari yang
tertinggi hingga terendah di negara ASEAN First Tier berdasarkan tingkat gaji,
dengan asumsi faktor lain tidak berlaku adalah sebagai berikut: 1.) Singapura,
2.) Brunei Darussalam, 3.) Malaysia, 4.) Thailand, dan 5.) Indonesia. Kedua
analisis, baik analisis exchange rate maupun PPP, jelas memperlihatkan bahwa
Indonesia kalah telak dalam menawarkan besaran gaji bagi arsitek. Singapura
dan Brunei memimpin pasar dengan tidak begitu jauhnya tingkat gaji yang
ditawarkan, yakni di kisaran 3,000 USD. Malaysia mengejar di bawahnya
dengan tingkatan gaji di kisaran 2,000 USD, serta Thailand pada kisaran 1,000
Negara Gaji Nominal Rata-
rata Arsitek per Bulan
Gaji Rata-rata Arsitek per
Bulan (USD)*
Nominal PPP
1. Indonesia
Rp 7,000,000 704.22 933.98
2. Malaysia
RM 7,917 2,484.54 3,994.44
3. Singapura
SGD 4,486 3,528.9 4,631.1
4. Brunei Darussalam BND 4,000 3,194.63 4,100.93
5. Thailand ฿ 35,000
1,125.94 1,958.15
49
USD. Di peringkat terbawah, terdapat Indonesia dengan rata-rata tingkat gaji
yang hanya 704.22 USD.29
Dengan nominal gaji yang dapat dikatakan kurang untuk mencukupi
kualitas hidup layak bagi arsitek di Indonesia, tentunya akan mengkhawatirkan
bagi tenaga kerja Indonesia ini. Arsitek perlu untuk mendapatkan perlindungan
eknomis dibidang pengupahan agar kualitas yang dimiliki oleh Arsitek-Arsitek
Indonesia sebanding dengan hasil yang ia terima didalam negeri.
3. Perawat
Perawat telah diatur didalam MRA on Nursing Services di Cebu, Filipina, pada
tanggal 8 Desember 2006. Perawat ialah seorang yang telah menyelesaikan
pelatihan profesional yang diperlukan dan menganugerahkan kualifikasi
keperawatan profesional, dan telah dinilai oleh Keperawatan Regulatory Authority
dari negara asal sebagai teknis, etis dan berkualitas secara hukum untuk
melakukan profesional praktek keperawatan, dan terdaftar dan / atau lisensi
sebagai perawat profesional oleh Nursing Regulatory Authority dari negara asal.
Satu komponen dari ASEAN single market adalah free flow of skilled labour.
Kerja sama ini akan membuka peluang kerja bagi tenaga profesi seperti perawat
serta tenaga ahli lainnya untuk bekerja di negara ASEAN. Di samping itu dalam
komponen ini, akan ada rumusan bersama tentang kualifikasi dan kompetensi
tenaga profesi yang disebut dengan Mutual Recognition Arrangement (MRA).
Sehingga diharapkan adanya kesetaraan kompetensi tenaga profesi di kawasan
Asia Tenggara, di antaranya adalah kualifikasi dan kompetensi perawat. Setelah
13 tahun dideklarasikan di Bali pada 7 Oktober 2003, informasi tentang MEA
29
Ibid, Hal.37
50
masih sangat minim diketahui oleh Tenaga Kesehatan Indonesia. Informasi MEA
juga masih sangat minim di kalangan mahasiswa keperawatan. Sebagai
perbandingan, Thailand sangat gencar menyosialisasikan tentang MEA kepada
masyarakatnya.
Masing-masing Negara memiliki kurikulum dan sistem pendidikan
keperawatan yang berbeda. Hal ini berimplikasi kepada sulitnya menentukan
standar terendah pendidikan keperawatan mana yang akan menjadi acuan sebagai
MRA. Sebagai contoh, pendidikan keperawatan terendah di Thailand dan Filipina
adalah Bachelor of Nursing Science (BSN), kemudian berlanjut ke level Master
dan Doktoral. Indonesia, Brunei Darussalam, Singapora dan Malaysia pendidikan
keperawatan terendah adalah Diploma Keperawatan. Sedangkan Vietnam dan
Myanmar pendidikan keperawatan terendah adalah secondary level program 2
tahun. Di samping itu sistem registrasi antarnegara ASEAN juga berbeda-beda.
Sebagai contoh, Filipina dan Thailand merujuk kepada Barat yaitu sistem
Registered Nurse (RN). Sedangkan Indonesia memakai sistem Surat Tanda
Registrasi (STR). Dalam definisi MRA terkandung makna secara jelas bahwa
perawat yang dimaksud adalah seseorang yang memiliki keahlian di bidang jasa
keperawatan yang didapat secara formal dan secara administratif telah mendapat
pengakuan dan lisensi dari otoritas yang ditunjuk oleh negaranya masing-masing.
Melalui MRA diharapkan akan tersedia tenaga perawat yang kompetitif.
Menurut data Global Nation, sebagian besar perawat dari Asia yang bekerja di
Amerika dan Eropa berasal dari Filipina. Sebanyak 20% Registered Nurse di
California adalah perawat-perawat dari Filipina. Perawat dari Filipina lebih dilirik
oleh user AS dan Eropa karena kemampuan bahasa Inggris mereka yang baik,
51
juga skill yang bagus. Untuk itu perbekalan bahasa Inggris yang mumpuni sangat
diperlukan bagi perawat Indonesia dalam menghadapi MEA. Ketika MEA
diberlakukan, interaksi berbagai budaya, agama, juga etnis akan terjadi sehingga
perawatan unikultural menjadi tidak relevan lagi. Konsep keperawatan
transkultural menjadi solusi perawatan pasien. Keperawatan transkultural
dicetuskan oleh Leininger dalam rangka menghormati agama, juga mengenali
kultur pasien ketika memberikan asuhan keperawatan.
Sepuluh Negara ASEAN memiliki latar belakang agama yang beragam.
Indonesia, Malaysia dan Brunei dengan latar belakang Muslim. Thailand, Laos,
Vietnam, Myanmar dan Kamboja adalah Buddha. Sedangkan kebanyakan rakyat
Filipina adalah Katolik. Keberagaman ini dapat menimbulkan kesalah pahaman
bagi perawat ketika saat memberikan perawatan kepada pasien apabila tidak
mengerti kepercayaan dan keyakinan pasiennya. Oleh karena itu, perlu ditetapkan
kompetensi keperawatan transkultural bagi perawat Indonesia dalam rangka
mempersiapkan diri menghadapi era multi-etnik MEA 2015.
Dalam Mutual Recognition Arrangement on Nursing Services setiap perawat
dari suatu negara ASEAN diperbolehkan untuk praktek di negara-negara ASEAN
yang lain jika memiliki kualifikasi-kualifikasi perawat yang diakui oleh Nursing
Regulatory Authority (NRA) negara asalnya maupun negara tujuannya; memiliki
sertifikat izin praktek yang diterbitkan oleh NRA negara asalnya; telah aktif
praktek sebagai perawat di negara asalnya tidak kurang dari tiga tahun, sebelum
proses aplikasi perawat tersebut ke negara tujuannya; tercatat di negara asalnya
bahwa yang bersangkutan tidak pernah melanggar standar etika praktek perawat,
baik standar lokal maupun internasional; tunduk terhadap peraturan yang telah
52
dibuat NRA negara asalnya; dapat memenuhi persyaratan yang diberikan oleh
NRA negara tujuannya, dan tunduk terhadap peraturan yang telah dibuat oleh
NRA negera tujuan tersebut. Sehingga dapat dikatan bahwa setiap perawat yang
bersal dari negara anggota ASEAN dengan memenuhi persyratan diatas dapat
bekerja di setiap negara anggota ASEAN yang nantinya akan dituju. Sehingga
dengan keadaan tersebut perlu adanya perlindungan hukum oleh pemerintah untuk
melindungi perawat yang ada di Indonesia dalam menghadapi ASEAN Economic
Community (AEC).
Mengacu pada teori perlindungan oleh Phillipus M Hadjon sebelumnya, tenaga
perawat membutuhkan perlindungan hukum baik preventif maupun represif.
Dalam implementasinya bentuk perlindungan ini adalah dengan dibentuknya
peraturan perundang-undangan yang bersifat regulatif. Negara diharapkan
mengaplikasikan tujuan dibentuknya peraturan perundang-undangan yakni
melindungi segenap bangsa. Perlindungan bagi tenaga kerja perawat ini diatur
dalam UUD RI 1945, Undang-undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang
Keperawatan, Undang-undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan,
dan Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Dalam UUD 1945 perawat mendapatkan perlindungan preventif dimana pada
prinsipnya setiap warga negara Indonesia mempunyai hak untuk memperoleh
pekerjaan yang layak di Indonesia. Pekerjaan tersebut merupakan hak dari warga
negara dan hak semua orang dan merupakan hak dasar bagi rakyat secara
menyeluruh. Sehingga peran negara dalam menjamin dan melindungi pekerjaan
setiap warga negaranya khususnya terpenuhinya dan melindungi pekerjaan
perawat Indonesia.
53
Dalam Undang-undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, adalah
untuk meningkatkan mutu Pelayanan Keperawatan, memberikan pelindungan
meningkatkan mutu Perawat, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
serta kepastian hukum kepada Perawat dan Klien. Dan untuk melindungi perawat
Indonesia menghadapi ASEAN Economic Community (AEC). Konsep
perlindungan hukum terhadap perawat Indonesia dalam peraturan ini diatur dalam
Pasal 24, Pasal 25 dan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang
Keperawatan.
Akan tetapi dalam penerapan Hukum Internasional, yang berasal dari setiap
Perjanjian Internasional terdapat dua teori, adalah teori transformasi dan teori
delegasi. Dari teori transformasi, menyatakan bahwa hukum internasional yang
bersasal dari setiap perjanjian internasional bisa diterapkan pada setiap hukum
nasional apabila sudah diterapkan (ditransformasi) ke bagian dari Hukum
Nasional, secara substansi dan formal. Teori transformasi ini berpegang pada
paham dualisme dan pandangan positivis bahwa kaidah-kaidah Hukum
Internasional tidak dapat secara langsung dan “ex proprio vigore” diterapkan
dalam Hukum Nasional. Dalam hal ini dapat diterapkan atau dimasukkan ke
dalam Hukum Nasional memerlukan tahapan inkorporasi khusus atau adopsi
khusus30
.
Sehingga dengan teori tersebut terkait kebijakan sertifikat kompetensi untuk
perawat warga negara asing Indonesia dapat membuat kebijakan bahwa untuk
mendapatkan sertifikat kompetensi harus tunduk pada ketentuan peraturan
perundang-undangan di Indonesia dimana untuk mendapatkan sertifikat
30
J.G Strake, Pengantar Hukum Internasional, Jakarta, Sinar Grafika, 2006, hlm.101.
54
kompetensi harus melalui ujian kompetensi sebagai bentuk perlindungan hukum
terhadap perawat yang ada di Indonesia.
Berbeda halnya dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan yang bertujuan memenuhi kebutuhan masyarakat akan tenaga
kesehatan, mendayagunakan tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat, memberikan pelindungan kepada masyarakat dalam menerima
penyelenggaraan upaya kesehatan, mempertahankan dan meningkatkan mutu
penyelenggaraan upaya kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan dan
memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dan tenaga kesehatan. Bentuk
perlindungan hukum terhadap perawat Indonesia yang diberikan oleh Undang-
Undang ini hampir sama dengan ketentuan dalam Undang-Undang tentang
Keperawatan khususnya yang mengatur tentang perawat warga negara asing yang
akan bekerja di Indonesia.Akan tetapi terdapat pasal yang berbeda dan tidak diatur
dalam ketentuan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
kesehatan yaitu:
Dalam ketentuan diatas dijelaskan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan dapat
mendayagunakan tenaga kesehatan warga negara asing sesuai dengan persyaratan.
Pendayagunaan Tenaga Kesehatan warga negara asing dilakukan dengan
mempertimbangkan alih teknologi dan ilmu pengetahuan dan ketersediaan tenaga
kesehatan setempat.
Dari penjelasan diatas dapat kita lihat dalam Undang-Undang tentang tenaga
kesehatan memberikan pertimbangan tambahan untuk mempekerjakan perawat
asing pada fasilitas kesehatan. Dimana pertimbangan tersebut yaitu alih teknologi
dan ilmu pengetahuan dan ketersediaan tenaga kesehatan setempat. Pada
55
prinsipnya dalam kesepakatan ASEAN Economic Community membebaskan
perdagangan jasa dan menghapuskan hambatan bagi negara anggota ASEAN
dapat bekerja di negara anggota lainnya. Sehingga dalam hal ini pengaturan
pertimbangan tersebut merupakan hambatan bagi warga negara asing yang
nantinya akan bekerja Indonesia karena dalam mempekerjakan tenaga kesehatan
dalam hal ini perawat harus mempertimbangkan tenaga perawat setempat.
Ketentuan pertimbangan tersebut merupakan bentuk perlindungan hukum
untuk perawat Indonesia dalam menghadapi ASEAN Economic Community
(AEC). Sebagaimana teori Roscoe Pound dalam teori mengenai kepentingan
(Theory of interest), terdapat 3 (tiga) penggolongan kepentingan yang harus
dilindungi oleh hukum, yaitu pertama, menyangkut kepentingan pribadi
(individual interest) yang terdiri dari kepentingan pribadi. Kedua, menyangkut
kepentingan masyarakat (sosial interest) yang terdiri dari keamanan sosial,
keamanan atas lembaga-lembaga sosial, kesusilaan umum, perlindungan atas
sumber-sumber sosial dari kepunahan, perkembangan sosial, dan kehidupan
manusia. Ketiga, menyangkut kepentingan umum (publik interest) berupa
kepentingan negara sebagai representasi dari kepentingan masyarakat. Sehingga
dalam hal ini merupakan bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh
pemerintah kepada masyarakatnya atas sumber-sumber sosialnya atau dari
pekerjaannya.31
Dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
pengaturan ini bertujuan mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan; memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien,
31
Solehuddin, et.al, Perlindungan Hukum Terhadap Perawat Dalam Menghadapi ASEAN
Economic Community (AEC), Malang, FH Universitas Brawijaya, hal.13
56
masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit;
meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit; dan
memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia
rumah sakit, dan Rumah Sakit.
Bentuk perlindungan hukum terhadap perawat Indonesia yang diberikan oleh
Undang-Undang ini hampir sama dengan ketentuan dalam Undang-Undang
tentang Tenaga Kesehatan khususnya yang mengatur tentang perawat warga
negara asing yang akan bekerja di Indonesia yang diatur dalam pasal 14 Undang-
Undang Nomor 36 tentang Rumah Sakit.
Dalam ketentuan diatas dijelaskan bahwa rumah sakit akan mempekerjakan
tenaga kesehatan berkewarganeraan asing disesuai melalui kebutuhan pelayanan
yang ada di rumah sakit. Pendayagunaan tenaga kesehatan berkewarganeraan
asing hanya dapat dilakukan dengan pertimbangkan kepentingan ilmu
pengetahuan dan alih teknologi dan ketersediaan tenaga kesehatan yanumah sakit.
Dalam pendayagunaan tenaga kesehatan asing hanya dapat dilaksanakan untuk
tenaga kesehatan berkewarganegaraan asing yang telah mempunyai surat ijin
praktik dan surat tanda registrasi.
Dari penjelasan diatas dapat kita lihat dalam Undang-Undang tentang Rumah
Sakit juga memberikan pertimbangan tambahan untuk mempekerjakan perawat
asing pada fasilitas kesehatan. Dimana pertimbangan tersebut yaitu alih teknologi
dan ilmu pengetahuan dan ketersediaan tenaga kesehatan setempat serta STR dan
SIPP. Ketentuan pertimbangan tersebut sama dengan kajian sebelumnya
57
merupakan bentuk perlindungan hukum untuk perawat Indonesia dalam
menghadapi ASEAN Economic Community (AEC).32
Lain halnya dengan beberapa bentuk perlindungan preventif yang telah
dikemukakan penulis diatas dengan beberapa peraturan perundang-undangan,
berikut merupakan bentuk perlindungan hukum represif yang ditujukan bagi
perawat ssuai dengan prinsip teori perlindungan Phillipus M Hadjon. Bahwa
perlindungan hukum represif ialah Perlindungan bertujuan untuk menyelesaikan
permasalahan atau sengketa yang timbul. Perlindungan ini baru akan dilakukan
pada saat pelaksanaan perjanjian berlangsung. Dengan demikian perlindungan
yang diberikan lebih ditekankan pada upaya untuk mencari penyelesaian sengketa
dalam rangka mempertahankan hak-hak yang dimiliki para pihak.33
Kepastian dan perlindungan bagi para pihak yang bersengketa menjadi hal
penting dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), terutama dalam proses
maupun pelaksanaan eksekusisnya. Mengingat para pelaku usaha dan investor
akan tertarik dan merasa nyaman untuk berinvestasi di Indonesia apabila terdapat
suatu kepastian dan perlindungan hukum. Akan tetapi dalam hal perlindungan
represif bagi perawat dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan keperawatan belum diatur secara jelas terkait penyelesaian sengketa
nantinya. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu adanya langkah-langkah strategis
guna pengembangan metode alternatif penyelesaian sengketa pada sektor tenaga
kerja terampil dalam menyelesaikan sengketa. Pengembangan metode alternatif
sengketa perlu dilakukan dengan menyediakan dan menyempurnakan perangkat
32
Ibid, hal.14 33
Philipus M Hadjon, Op.cit, Hal.205.
58
hukum berupa peraturan perundang-undangan yang mampu memberikan
kepastian dan perlindungan hukum bagi para pihak yang bersengketa.
Untuk memaksimalkan perlindungan hukum nasional terhadap perawat dalam
menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) 2015 diperlukan adanya
gagasan konsep atau bentuk perlindungan hukum sehingga perlindungan hukum
yang ada tidak lagi bertentangan dengan kesepakatan dalam ASEAN Economic
Community (AEC) 2015 itu sendiri yang mana apabila bertentangan dapat
menimbulkan pertentangan dengan negara lain. Untuk mewujudkan bentuk
perlindungan hukum ini perlu memperhatikan 5 syarat hukum yang kondusif bagi
ketenagakerjaan yaitu pertama, bahwa hukum menjaga keseimbangan dan berlaku
sama di hadapan kepentingan-kepentingan yang saling bertentangan. Kedua,
akibat suatu hukum dapat diprediksi ke depannya. Hal ini penting bagi semua
perawat. Ketiga, bahwa dapat dirumuskan dengan keadilan yaitu persamaan di
depan hukum, standar sikap pemerintah dan adil untuk semua pihak dalam
ketenagakerjaan. Keempat, bahwa harus bermuatan pendidikan hukum dan yang
kelima, bahwa aturan hukum dapat diketahui oleh seluruh pihak, berlaku sama
bagi semua pihak dan dapat diramalkan akibat hukumnya.
Adapun kelima syarat ini terpenuhi maka perlindungan hukum preventif
maupun represifakan juga terpenuhi. Terpenuhinya unsur bahwa hukum memiliki
potensi menjaga keseimbangan dan mengakomodasi kepentingan yang saling
bertentangan, mencerminkan keadilan, bermuatan pendidikan khususnya
pendidikan hukum akan membentuk kepastian hukum. Dengan kepastian hukum
maka perlindungan hukum preventif akan terpenuhi karena dapat mencegah
terjadinya sengketa di kemudian hari. Jika dua unsur lainnya yaitu hukum yang
59
dapat diprediksi ke depannya dan dapat meramalkan bagaimana berfungsinya
sistem ketenagakerjaan maka akan tercipta pula hukum perlindungan hukum
represif yaitu perlindungan setelah terjadinya sengketa dapat pula terwujud.
Hukum yang dapat diprediksi ke depannya maka akan dapat sekaligus
merumuskan bentuk penyelesaian sengketa, sebab suatu kesepakatan seringkali
tidak bisa dipisahkan dengan adaya sengketa dikemudian hari.
4. Tenaga survei
Tenaga survei diatur dalam Framework Arrangement for Mutual Recognition
on Surveying Qualification yang disepakati di Hanoi, Vietnam, pada 9 Januari
2009. Tenaga survei yang dimaksud di sini adalah mereka yang ahli dalam bidang
pengukuran bumi, dalam hal ini pengukuran tanah ataupun darat. Jadi bukan
tenaga survei untuk pemilu atau badan survei yang selama ini sering didengar.
Tugas dan tanggung-jawab tenaga survey ialah sebagai berikut:
1. Membantu Kegiatan survey dan pengukuran diantaranya pengukuran
topografi lapangan dan melakukan penyusunan dan penggambaran data-
data lapangan.
2. Mencatat dan mengevaluasi hasil pengukuran yang telah dilakukan
sehingga dapat meminimalisir kesalahan dan melakukan tindak koreksi
dan pencegahannya,
3. Mengawasi survei lapangan yang dilakukan kontraktor untuk memastikan
pengukuran dilaksanakan dengan akurat telah mewakili kuantitas untuk
pembayaran sertifikat bulanan untuk pembayaran terakhir.
60
4. Mengawasi survei lapangan yang dilakukan kontraktor untuk memastikan
pengukuran dilaksanakan dengan prosedur yang benar dan menjamin data
yang diperoleh akurat sesuai dengan kondisi lapangan untuk keperluan
peninjauan desain atau detail desain.
5. Mengawasi pelaksanaan staking out, penetapan elevasi sesuai dengan
gambar rencana.
6. Melakukan pelaksanaan survei lapangan dan penyelidikan Dan
pengukuran tempat-tempat lokasi yang akan dikerjakan terutama untuk
pekerjaan
7. Melaporkan dan bertanggung jawab hasil pekerjaan ke kepala proyek
Umumnya, tenaga survei atau surveyor berasal dari sekolah-sekolah yang
mengajarkan ilmu-ilmu pengukuran bumi, di antaranya adalah lulusan Teknik
Geodesi dan Geomatika dari universitas atau lulusan Sekolah Tinggi Pertanahan
Nasional (BPN), dan institusi lain yang bergerak dalam kerekayasaan konstruksi.
Hingga saat ini kebutuhan untuk tenaga survei masih sangat tinggi di Indonesia.
Untuk menghadapi MEA diantaranya yaitu segera mengantongi sertifikasi
berkelas dunia. Berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) mengharuskan
profesi memiliki sertifikasi dari lembaga yang telah terakreditasi.
Lembaga sertifikasi untuk tenaga survei yaitu Kelompok Kerja Penilaian
Kesesuaian Bidang Informasi Geospasial. Kelompok kerja ini independen namun
berada di bawah naungan Badan Informasi Geospasial (BIG). Kelompok kerja ini
beranggotakan 13 orang dari berbagai unsur seperti perguruan tinggi, asosiasi
profesi dan asosiasi perusahaan.
61
5. Tenaga pariwisata
Tenga kerja pada sektor pariwisata sangat menguntungkan, selain
pengalaman berkeliling dunia yang menakjubkan, tenaga kerja profesional di
bidang pariwisata juga dapat memiliki pengalaman yang luar biasa. MRA on
Tourism Professional yang disepakati di Hanoi, Vietnam, pada 9 Januari 2009
bertujuan untuk memfasilitasi mobilitas kerja bagi tenaga kerja terampil dalam
setiap negara anggota ASEAN. Hal yang penting dalam pengaturan ini adalah
pengakuan keterampilan dan kualifikasi profesional dari tenaga kerja
pariwisata dari negara-negara ASEAN yang berbeda. MRA pada tenaga
profesional pariwisata memberikan bimbingan dan mengacu pada pengalaman
dan keahlian yang tersedia melalui pengembangan MRA (Mutual Recognition
Arrangement) lainnya secara internasional. Di bawah MRA ini, negara-negara
di kawasan ini akan dapat saling mengenali kualifikasi masing-masing yang
akan mendorong pasar bebas dan terbuka untuk tenaga kerja pariwisata di
seluruh wilayah dan meningkatkan daya saing sektor pariwisata, sementara
pada saat yang sama menarik bakat yang diperlukan untuk memenuhi
keterampilan lokal kekurangan. Dalam menjaga jaminan kualitas dari tenaga
kerja profesional di bidang pariwisata, dalam ASEAN Tourism Professional
Registration System (ATPRS) sedang dikembangkan sebuah cara untuk
memudahkan proses pendaftaran para pekerja yang memiliki sertifikat tenaga
kerja terampil dan profesional oleh ASEAN sehingga semua dokumen dan
informasi yang diperlukan akan tertata.
Pelaksanaan MRA pada tenaga kerja profesional di bidang pariwisata secara
signifikan akan menguntungkan sektor pariwisata daerah. Dengan sistem
62
referensi umum daerah, tenaga kerja profesional dari negara-negara anggota
ASEAN yang berbeda akan dilatih dengan set yang sama manual pelatihan
untuk mencapai standar dan kompetensi kualifikasi dan keterampilan yang
sama, dan kemudian bersertifikat dan diakui dengan sistem terpusat.
a. Pariwisata sebagai Sektor Unggulan
Berangkat dari ide tersebut, pariwisata merupakan salah satu aspek penting
dalam diplomasi ekonomi. Selama ini, paradigma masyarakat terhadap
pariwisata Indonesia adalah sebagai sektor unggulan nasional karena
memberikan kontribusi yang cukup besar bagi devisa negara. Sektor pariwisata
menyumbang 9,5% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) nasional pada
tahun 2014. Selain itu, jumlah wisatawan asing yang masuk ke Indonesia terus
meningkat dari 8,8 juta wisatawan pada tahun 2013 menjadi 9,4 juta pada
tahun 2014, sehingga tidak mengherankan jika pariwisata menjadi sektor yang
diunggulkan. Walaupun pariwisata menjadi sektor unggulan nasional, bukan
berarti pariwisata Indonesia dengan sendirinya akan unggul di mancanegara.
Jika dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN, pariwisata Indonesia
belum sepenuhnya unggul.
Menurut data Forum Ekonomi Dunia tahun 2014, Indonesia berada di
peringkat 4 di antara negara-negara ASEAN lainnya dengan total kunjungan
sebesar 9,4 juta wisatawan, sedangkan Malaysia di peringkat pertama (24 juta
wisatawan) disusul Thailand (22 juta wisatawan) dan Singapura (13 juta
wisatawan). Jika dibandingkan dengan indeks daya saing pariwisata secara
keseluruhan pada tahun 2013, Indonesia berada di peringkat 70, sedangkan
Singapura di peringkat 10, Malaysia di peringkat 34, dan Thailand di peringkat
63
43. Terlebih lagi, pemanfaatan sektor unggulan yang berdaya saing menjadi
kata kunci dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akhir
tahun 2015. Dengan demikian, Indonesia memiliki permasalahan yang harus
dibenahi untuk mewujudkan pariwisata Indonesia yang unggul dan berdaya
saing.
b. Pariwisata berdaya saing
Sesuai dengan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan, tujuan pokok kepariwisataan adalah meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan, menghapus kemiskinan,
melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya, serta memajukan
kebudayaan. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu adanya pembangunan
kepariwisataan yang diarahkan pada industri pariwisata, destinasi pariwisata,
pemasaran, dan kelembagaan pariwisata. Meskipun demikian, peningkatan
daya saing menjadi tantangan baru bagi pembangunan kepariwisataan. Selama
ini peningkatan daya saing pariwisata berfokus pada pemasaran pariwisata
untuk membangun citra Indonesia sebagai destinasi pariwisata yang berdaya
saing, salah satunya dengan branding Wonderful Indonesia yang
mengedepankan wisata alam, sejarah, dan kebudayaan dalam memasarkan
wisata Indonesia. Jika dibandingkan dengan promosi wisata negara-negara
ASEAN lainnya, Thailand, Malaysia, dan Singapura juga memiliki wisata yang
serupa dengan Indonesia, sehingga upaya branding wisata antara Indonesia dan
negara-negara tersebut relatif sama dan kurang berdaya saing Singapura
misalnya, mengedepankan wisata belanja sebagai prioritas sektor pariwisata.
Posisi Singapura dalam hal prioritas sektor pariwisata berada di peringkat 4
64
dunia, sedangkan Indonesia berada di peringkat 19. Artinya, Indonesia perlu
menentukan prioritas sektor pariwisata untuk meningkatkan branding
kepariwisataan yang memiliki kekhasan. Selain itu, menurut data dari Forum
Ekonomi Dunia tahun 2013, tiga aspek pariwisata Indonesia yang memiliki
nilai terendah, yakni infrastruktur dengan indeks 2,1 dari skala 6, ICT
(Information and Communication Technology) dengan indeks 2,7 dari skala 6,
serta kesehatan dan kebersihan dengan indeks 2,9 dari skala 6.
c. Marine Tourism
Sebagai negara maritim terbesar di Asia Tenggara, wisata bahari (marine
tourism) mampu menjadi prioritas sektor wisata Indonesia yang berdaya saing.
Hal ini sejalan dengan visi poros maritim yakni menjadikan laut Indonesia
sebagai pusat dinamika dan kegiatan ekonomi regional dan global melalui
kerjasama di bidang infrastruktur laut, perkapalan, pelayaran, perikanan,dan
pariwisata. Wisata bahari merupakan salah satu program unggulan dan prioritas
dalam pembangunan kepariwisataan nasional, dengan arah pengembangan
yang terdiri dari pengenalan destinasi selam dan selancar (surfing),cruise, serta
mendukung kampanye pelestarian lingkungan bahari, dan peningkatan wisata
budaya bahari, menurut Menteri Pariwisata, Arief Yahya, pada pembukaan
seminar nasional pariwisata bahari, di bulan Desember 2014.
Di dalam mencapai visi wisata bahari tersebut, pemerintah memiliki dua
pendekatan. Pertama, Kementerian Pariwisata telah menetapkan Kawasan
Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) yang berbasis bahari. KSPN ini
mengintegrasikan dimensi infrastruktur, aksesibilitas, konektivitas, aktivitas,
fasilitas, hospitality dan preferensi pasar. Salah satu program pada KSPN ini
65
adalah pengembangan poros tol laut di Indonesia. Kedua, pemerintah tetap
berupaya untuk meningkatkan sinergi antara pemerintah daerah, pelaku bisnis,
serta masyarakat lokal untuk dapat mengambil manfaat dari implementasi
wisata bahari dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Tentunya,
wisata bahari ini akan mampu memiliki daya saing pariwisata di ASEAN.
Optimisme ini didukung potensi kelautan Indonesia yang memiliki garis pantai
mencapai 80.000 km, luas laut mencapai sekitar 3,1 juta km2, serta memiliki
51% dari terumbu karang di kawasan Asia Tenggara. Dengan besarnya potensi
laut tersebut dan upaya untuk meningkatkan aspek-aspek di bidang
kepariwisataan, maka target Indonesia untuk mencapai 20 juta kunjungan
wisatawan mancanegara dapat direalisasikan. Singkatnya, pariwisata Indonesia
merupakan sektor unggulan nasional, namun belum berdaya saing di tingkat
ASEAN. Penentuan wisata bahari sebagai sektor prioritas pariwisata
merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan daya saing tersebut. Tidak
diragukan lagi bahwa Indonesia perlu meningkatkan sektor pariwisata agar
menjadi sektor yang tidak hanya unggul namun berdaya saing sehingga
diplomasi ekonomi Indonesia dalam implementasi MEA 2015 dapat
berlangsung efektif. Inilah paradigma baru pariwisata Indonesia.
Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemenparekraf Noviendi Makalam
mengungkapkan pembangunan infrastruktur berupa pembangunan bandara
baru di berbagai daerah telah dilakukan sehingga meningkatkan konektivitas
antarwilayah. Selain itu, kesiapan Indonesia juga bisa dilihat dari
pembangunan sumber daya manusia di bidang pariwisata. Dalam hal kesiapan
ini, sebutnya, secara umum Indonesia berada di posisi kedua setelah Singapura.
66
Menurut Noviendi, Indonesia punya keunggulan yang dinilai spesial dalam
hubungan bermasyarakat terkait keramahan kepada pendatang atau tamu. Ia
menyebut keunggulan ini sebagai Indonesian Hospitality dan sangat terkenal di
seluruh dunia. Meskipun demikian baik dari sisi infrastruktur maupun sumber
daya manusia masih ada hal-hal yang harus ditingkatkan apabila Indonesia ingin
memastikan kesuksesan sektor pariwisata yang berkesinambungan pada MEA
mulai tahun 2015 mendatang.
Ketua Umum Asosiasi Biro Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Asnawi
Bahar mengatakan infrastruktur ke berbagai wilayah tujuan wisata di Tanah
Air masih perlu dibenahi menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN pada
2015. Menurut Asnawi infrastruktur di Indonesia saat ini masih banyak yang
belum memadai, bahkan di Pulau Jawa yang kondisi ekonomi paling mantap pun
masih banyak ditemui kekurangan di sektor infrastruktur. Asnawi mencontohkan
jalan darat menuju lokasi destinasi di Pantai Anyer, Provinsi Banten, masih rusak
dan kondisi tersebut mempengaruhi tingkat kunjungan ke obyek wisata
itu. Sementara itu untuk di luar Pulau Jawa, selain jalan, infrastruktur yang layak
dikembangkan adalah pembangunan dermaga sehingga memungkinkan
persinggahan kapal-kapal pesiar. Asnawi berpendapat bahwa masih banyak tujuan
wisata baru yang potensial dikembangkan di luar Pulau Jawa.
Dari sisi sumber daya manusia, usaha untuk melakukan sertifikasi
terhadap SDM di sektor pariwisata terus digenjot. Noviendi mengklaim bahwa
sertifikasi kompetensi tenaga kerja bidang pariwisata di Asean, hampir 80% di
antaranya berasal dari Indonesia dan telah siap bekerja di negara-negara di Asia
Tenggara. Setiap tahun, kementerian mampu melakukan sertifikasi bagi 5.000
67
tenaga kerja bidang pariwisata, selain sertifikasi yang dilakukan oleh pihak
swasta. Akan tetapi kondisi ini tampaknya belum memastikan bahwa seluruh
SDM di sektor pariwisata sudah tersertifikasi. Di Jawa Timur sendiri pelaku
industri pariwisata yang bersertifikasi masih minim. Dari 176.000 orang yang
bergerak di bidang ini, baru sekitar 3.935 orang yang memegang sertifikat.
Menurut Rosmiati, Kepala Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jatim pelaku industri pariwisata bersertifikasi
yang difasilitasi oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jatim memang masih
minim. Dalam kurun waktu lima tahun baru 305 tenaga kerja saja yang
difasilitasi. Oleh karenanya ia mendorong sertifikasi mandiri dilakukan oleh para
pelaku indsutri pariwisata. Pasalnya jika mengantongi sertifikat, manfaat akan
dirasakan oleh pekerja sendiri, terutama untuk meningkatkan level gaji.
Pembangunan SDM pariwisata yang unggul juga membuat pemerintah
berencana meninjau kembali dan merombak kurikulum sekolah pariwisata tingkat
pendidikan tinggi, menjelang permberlakukan Masyarakat Ekonomi Asean
(MEA) 2015. Kepala Badan Pengembangan Sumberdaya Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, I Gede Pitana
menginformasikan bahwa pihaknya telah mengumpulkan 24 lembaga pendidikan
yang mempunyai program studi pariwisata di seluruh Indonesia di Bali belum
lama ini untuk me-review kurikulum pendidikan pariwisata kita menjelang
MEA. Tujuan dari perombakan tersebut agar lulusan sekolah tinggi pariwisata
68
Indonesia sudah memiliki standar yang setara dengan lulusan dari negara lain,
sehingga bisa segera terjun ke pasar kerja.34
Merujuk pada sumber daya alam yang memadahi di Indonesia, dan sektor-
sektor pariwisata di Indonesia telah mampu untuk menembus kancah
Internasional, oleh karena itu maka tenaga pariwisata di Indonesia perlu untuk
mendapatkan dukungan berupa perlindungan ekonomis dengan gaji/upah yang
dapat dikatakan cukup atau memenuhu kualitas hidup layak, tenaga kerja
Indonesia khususnya di bidang pariwisata akan merasa terlindungi, dan aman.
Tidak hanya itu, perlindungan sosial dalam bentuk jaminan sosial seperti
jamsostek, maupun bpjs ketenagakerjaan akan berarti bagi tenaga pariwisata ini,
dan juga tenaga kerja yang lain. Tenaga pariwisata cenderung lebih serius
mendapatkan bentuk jaminan-jaminan sosial, karena pekerjaan ini sangatlah erat
dengan tempat-tempat atau perjalanan yang mungkin cukup berbahaya, jika
tenaga kerja merasa terlindungi dengan aman dan kualitas kerja yang baik.
6. Praktisi medis
Tenaga kerja di sektor praktisi medis ini diatur dalam MRA on Medical
Practitioners yang di sepakati di Cha-am, Thailand, pada tanggal 26 Februari
2009. Kesiapan tiap negara dalam menghadapi MEA berbeda-beda, baik dalam
hal arus tenaga kerja maupun arus barang dan jasa. Ada yang sudah mulai
menyiapkannya sejak beberapa tahun sebelumnya dan ada juga yang masih
mencoba mengadaptasikan dengan kondisi negaranya. Oleh karena itu,
selanjutnya akan dijelaskan mengenai kesiapan praktisi medis di negara-negara
34
http://jurnal.selasar.com/ekonomi/apa-kabar-sektor-pariwisata-jelang-masyarakat-ekonomi-asean (Diakses pada tanggal 12 januari 2017 pukul 20.35)
69
ASEAN dalam menghadapi MEA. Menurut MRA, yang diklasifikasikan sebagai
praktisi medis adalah seseorang yang telah menyelesaikan pelatihan medis
professional yang diperlukan dan diberikan kualifikasi medis professional; dan
telah terdaftar dan/atau terlisensi oleh Medical Regulatory Authority Professional
di negara asal secara teknis, etis, serta berkualitas secara hukum untuk melakukan
praktek medis professional. Praktisi medis sendiri terdiri dari dokter, perawat,
bidan, dan ahli farmasi. Tentunya terdapat beberapa syarat bagi seorang praktisi
medis jika ingin mendapatkan pengakuan untuk melakukan praktik di negara
ASEAN lain di luar negara asalnya, dan berikut ini adalah beberapa syaratnya:
1. Memiliki kualifikasi medis yang diakui oleh PMRA negara asal dan negara
tuan rumah (PMRA di Indonesia: Konsil Kedokteran Indonesia dan
Kementerian Kesehatan)
2. Memiliki registrasi professional yang valid dan sertifikat yang dikeluarkan
oleh PMRA negara asal
3. Memiliki pengalaman praktik aktif sebagai dokter umum atau spesialis
selama tidak kurang dari lima tahun di negara asal
4. Sesuai dengan CPD (Continuing Professional Development) pada tingkat
yang memuaskan yang mana sejalan dengan kebijakan CPD dari PMRA
negara asal
5. Telah disertifikasi oleh PMRA negara asal atas tidak pernahnya melakukan
pelanggaran standar professional dan etis, baik lokal maupun internasional,
dalam melaksanakan praktik medis di negara asal dan negara lain yang
diketahui oleh PMRA
70
6. Tidak ada investigasi atau proses hukum yang masih berjalan terhadap
individu tersebut di negara asal atau negara lain
7. Sesuai dengan penilaian atau persyaratan lain jika dinilai dibutuhkan oleh
PMRA atau otoritas yang relevan lainnya di negara asal
Agar praktisi medis Indonesia bisa bersaing di kancah ASEAN, standar yang
menjadi syarat pada MRA ini tentunya harus bisa dipenuhi. Namun, kondisi
praktisi medis di Indonesia sendiri sepertinya masih harus dibenahi lebih lanjut
lagi. Sekarang ini, terdapat 69 universitas di Indonesia yang menyelenggarakan
program pendidikan dokter umum dan terdapat 72.749 dokter yang dihasilkan dari
universitas-universitas tersebut. Namun hanya 17 dari 69 universitas yang
memiliki akreditasi A dan sisanya hanya berakreditasi B atau C. Jumlah dokter
yang tidak lulus ujian kompetensi dokter Indonesia (UKDI) pun juga
memprihatinkan, yaitu sampai sekitar 25%. Sama halnya dari segi kuantitas,
ternyata rasio dokter per populasi di Indonesia masih sangat rendah, yaitu 0,2
dokter per 1.000 populasi. Padahal batas yang ditetapkan oleh WHO adalah 1
dokter per 1.000 populasi. Kemudian jika dibandingkan dengan kualitas negara
ASEAN lainnya, ternyata kualitas praktisi medis di Indonesia berdasarkan
pengetahuan dan spesialisasi masih berada di level kedua, bersama dengan
Filipina dan Vietnam.
Jika dibandingkan dengan praktisi medis di negara ASEAN lainnya, Indonesia
relatif lebih ketinggalan dalam segi persiapan maupun kenyataan di lapangan.
Dimulai dari pendidikannya saja, Singapura, Malaysia dan Filipina sudah
menyesuaikan kurikulum pendidikan formal dan lembaga pelatihannya dengan
standar dari MRA, dan pemerintah Filipina dan Thailand juga sudah mulai
71
mewajibkan pelajarnya untuk belajar Bahasa Indonesia. Padahal kefasihan
berbahasa Inggris pun sudah dipegang oleh penduduk Filipina. Dari segi kualitas
dalam pengetahuan dan spesialisasi, Thailand, Singapura, dan Malaysia berada
pada tingkatan pertama di ASEAN dibandingkan dengan Indonesia yang berada di
tingkatan kedua. Kemudian dari segi kuantitasnya, negara seperti Malaysia dan
Filipina sudah memiliki jumlah dokter yang sesuai dengan anjuran WHO, dimana
Malaysia dan Filipina masing-masing memiliki 1,2 dan 1,1 per 1.000
populasi. Bahkan untuk Filipina sendiri jumlah semua jenis praktisi medisnya
adalah satu-satunya yang memiliki surplus di negara ASEAN, mulai dari dokter,
perawat, ahli farmasi, dan bidan. Berikut adalah tabel mengenai jumlah praktisi
medis per 10.000 populasi di negara-negara ASEAN pada tahun 2010:
Secara garis besar tentunya dapat ditarik kesimpulan bahwa praktisi medis di
Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan praktisi medis di negara ASEAN
72
lainnya. Terdapat beberapa penyebab yang mendasar akan mengapa praktisi
medis di Indonesia masih tertinggal, antara lain karena:
1. Rendahnya kemampuan berbahasa asing, seperti Bahasa Inggris misalnya
2. Kurikulum pendidikan formal di Indonesia belum diintegrasikan dengan
standar MRA
3. Hasil akreditasi universitas dengan program dokter umum masih banyak yang
belum mumpuni
4. Kurangnya jumlah praktisi medis di Indonesia
Oleh karena itu, masih diperlukan perbaikan-perbaikan yang komprehensif
agar praktisi medis di Indonesia meningkat secara kualitas dan kuantitas.
Perbaikan ini bisa berupa integrasi kurikulum pendidikan formal maupun informal
dengan standar MRA, peningkatan kualitas universitas agar mendapat akreditasi
A, melakukan kerjasama dengan institusi kedokteran internasional, dan
peningkatan kemampuan berbahasa asing setidaknya bahasa Inggris.
Sama halnya tenaga perawat bahwa praktisi medis juga membutuhkan
perlindungan hukum preventif maupun represif, dimana kepastian hukum perlu
ditegakkan karena akan berpengaruh terhadap perlindungan hukum tenaga kerja
Indonesia itu sendiri.
7. Dokter gigi
Dokter gigi adalah seorang yang telah menyelesaikan pelatihan gigi profesional
yang diperlukan dan diberikan kualifikasi dokter gigi profesional, dan telah
terdaftar dan / atau mendapat lisensi oleh Professional Dental Regulatory
Authority di negara asal sebagai teknis, etis dan berkualitas secara hukum untuk
73
melakukan praktek gigi profesional. Hal tersebut dijelaskan dalam MRA on Dental
Practitioners yang disetujui dan disepakati di Cha-am, Thailand, 26 Februari 2009
Pembangunan kesehatan yang diupayakan oleh seluruh komponen bangsa
ditujukan untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya. Salah satu usaha yang dicanangkan pemerintah adalah Cakupan
Kesehatan Universal atau Universal Health Coverage (UHC), yaitu
mengupayakan terwujudnya masyarakat Indonesia yang memperoleh layanan
kesehatan yang mereka butuhkan, tak hanya bagi yang mampu. Kualitas layanan
yang diberikanpun harus berkualitas, sehingga dapat meningkatkan kesehatan dari
penerima layanan. Masyarakat juga perlu dijaga dari resiko financial dengan
adanya layanan kesehatan tersebut. Untuk itu, dokter dan dokter gigi yang
merupakan komponen utama pemberi pelayanan kesehatan, memiliki peran
signifikan dalam mendukung Universal Health Coverage. Bagaimana menjamin
seluruh masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan, merupakan pertanyaan
besar. Tantangannya adalah meski rasio kecukupan tenaga medis di Indonesia
dalam posisi aman, namun sebaran dokter dan dokter gigi masih belum merata.
Memastikan terjaminnya layanan kesehatan bagi masyarakat Indonesia
merupakan tugas bersama. Konsil Kedokteran Indonesia, sebagai lembaga negara
yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No 29 Tahun 2004, berperan dalam
menjamin kompetensi dari dokter dan dokter gigi yang memberikan layanan
kesehatan di Indonesia. Untuk mencapai terwujudnya universal health coverage,
kerjasama dan sinergi antara Kemenkes, Kemenristekdikti dan seluruh stakeholder
perlu dilakukan dengan semakin intens, mengingat berbagai tantangan dan
peluang yang ada, perlu disikapi dengan bijaksana. Salah satunya, kesepakatan
74
antara para pemimpin dari negara ASEAN tahun 2007 yang menggulirkan
masyarakat ekonomi asean, menghasilkan kesepakatan umum terkait perdagangan
jasa atau General Agreement on Trade in Services (GATS). Hal ini membuka
peluang bagi arus lalu lintas dokter dan dokter gigi baik dari dalam negeri maupun
keluar negeri. Kesepakatan tersebut menempatkan empat moda kerjasama.
Dua moda yang erat implikasinya pada keberhasilan universal coverage adalah
moda nomor empat dan nomor tiga. Moda nomor empat, yaitu perpindahan
manusia (movement of natural person) memungkinkan para spesialis Indonesia
bekerja di negara lain. Jumlah dokter spesialis dan dokter gigi spesialis di
Indonesia belum mencukupi, terlebih sebarannya yang juga masih menjadi
kendala besar. Peluang masuknya dokter spesialis dan dokter gigi spesialis ke
Indonesia menjadi sangat memungkinkan dengan kesepakatan ini. Moda nomor
tiga juga merupakan tantangan lainnya, yaitu kehadiran komersial (commercial
presence). Hal ini memungkinkan rumah sakit asing mendirikan cabang di
Indonesia. Ketika kepemilikan mencapai 70% di tataran pemegang saham, maka
peluang lalu lintas persaingan dokter dan dokter gigi baik dari dalam maupun luar
negeri kian tinggi. Tentunya kita sepakat, bahwa kebijakan baru tidak selayaknya
berdampak kurang positif pada ketahanan nasional secara geopolitik dan
geostrategik. Untuk itu, pengelolaan, kualitas, regulasi terkait pendidikan
kedokteran dan kedokteran gigi sangat perlu dikelola dengan sebaik-baiknya. Jika
tidak, maka kompetensi dokter dan dokter gigi Indonesia sangat sulit untuk
bersaing dengan dokter asing di pasar bebas.
Di samping itu, penempatan dan pembinaan dokter dan dokter gigi pun perlu
senantiasa ditingkatkan agar kenyamanan bertugas dan kualitas pelayanan dapat
75
terjaga. Hal itulah yang mendasari Konsil Kedokteran Indonesia dalam rangka
Saresehan tahun ini, menyelenggarakan diskusi terkait profesionalisme dokter dan
dokter gigi, menuju universal coverage di Masyarakat Ekonomi Asean.
Tujuan dari kegiatan ini adalah:
Mengelaborasi beragam tantangan dan peluang dari seluruh stakeholder
terkait profesi kedokteran dan kedokteran gigi dalam menghadapi universal
health coverage di era MEA
Mensinergikan upaya dalam mendukung keberhasilan universal health
coverage di era MEA
8. Akuntan
Profesi akuntan adalah profesi yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia
tentunya para tenaga kerja. Tenaga kerja akuntan itu sendiri diatur dalam MRA on
Accountancy Services yang disepakati di Cha-am, Thailand, pada 26 Februari
2009. Didalam peraturan tersebut negara anggota ASEAN didorong untuk
mengikuti standar dan pedoman yang ditetapkan oleh IFAC (International
Federation of Accountans). Ambang batas kompetensi profesional dan kualifikasi
untuk praktek akuntansi di negara-negara anggota ASEAN harus ditetapkan,
dipelihara, dan ditegakkan sesuai dengan standar-standar ini dengan
mempertimbangkan peraturan domestik setiap negara anggota ASEAN.
Strategi defensif dapat dilakukan dengan memenuhi kebutuhan akuntan di
Indonesia, sehingga mereduki potensi akuntan asing datang ke Indonesia.
Ancaman serius datang dari Thailand, Malaysia, dan Singapura. Persyaratan
dalam PMK No. 25/PMK.01/2014 tentang Akuntan Beregister Negara relatif
tidak sulit dipenuhi untuk akuntan asing. Akuntan Indonesia didorong untuk
76
memiliki sertifikasi kompetensi yang berlaku internasional, misalnya Chartered
Accountant (CA). Sertifikasi profesi tak hanya dibutuhkan dalam menghadapi
MEA, tetapi memang dibutuhkan sebagai bukti bahwa akuntan memiliki
kompetensi yang mencukupi dan berstandar internasional. Jika akuntan Indonesia
memiliki kompetensi yang mencukupi, maka tidak perlu takut dengan akuntan
asing. Bila akuntan Indonesia dan asing sama-sama memiliki kompetensi yang
sama (bisa dilihat dari sertifikat profesi internasional yang dimiliki), maka secara
teoritis memiliki kemampuan/kompetensi yang setara. Akuntan Indonesia yang
kompeten bebas bekerja di negara ASEAN lainnya yang memberikan imbalan dan
masa depan lebih baik dari perusahaan/institusi di Indonesia (strategi ofensif).
Standar akuntansi di Indonesia memakai Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK). PSAK adalah kerangka acuan dalam prosedur yang berkaitan
dengan penyajian laporan keuangan. PSAK saat ini menjadi peraturan yang
mengikat, agar pengertian yang ada menjadi tidak bias pada suatu pos laporan
keuangan. PSAK menjadi standar yang digunakan dalam menyusun laporan
keuangan perusahaan yang memiliki akuntabilitas publik signifikan. PSAK
dikeluarkan oleh IAI.
Selain pada pendidikan di perguruan tinggi, akuntan juga memiliki beberapa
sertifikasi untuk menunjang karirnya. Untuk meningkatkan profesionalisme
akuntan maka IAI meluncurkan sertifikasi Chartered Accountant (CA). CA akan
menjadi pengakuan kepada akuntan terutama anggota IAI yang mememuhi
kualifikasi dan selaras dengan panduan Asosiasi Akuntan Dunia atau
International Federation of Accountant (IFAC). CA ini memiliki pendidikan yang
77
berkelanjutan meliputi 4 tahapan (1 tahapan awal dan 3 tahapan utama) sesuai
International Education Standards (IES) yang ditetapkan oleh IFAC yaitu:
Entry level (IES 1).
Pendidikan formal (IES 1) meliputi akuntansi, keuangan, dan pengetahuan
yang terkait; pengetahuan organisasi dan bisnis; serta pengetahuan dan
kompetensi di bidang teknologi informasi.
Akuntan memiliki keahlian intelektual, teknikal dan fungsional, personal,
interpersonal dan komunikasi, serta organisasi dan manajemen bisnis (IES
3). Selain itu akuntan juga memahami nilai, etika dan sikap profesional
(IES 4).
Akuntan Profesional memiliki identitas sebagai anggota IAI, ketaatan
terhadap kode etik (IES 4), pengalaman praktik keprofesian (IES 5),
kapabilitas dan kompetensi (IES 6), kepatuhan menjaga kompetensi
melalui Pendidikan Profesi Berkelanjutan (PPL) (IES 7).
Berikut merupakan tantangan yang ada di Indonesia berkaitan dengan profesi
Akuntan dikancah MEA35
:
1. Penguasaan bahasa Inggris tenaga kerja terampil Indonesia secara
keseluruhan hanya berkisar 44 persen. Ini bisa dipahami karena
Indonesia bukan negara yang memakai bahasa Inggris sebagai bahasa
resmi maupun bahasa pengantar utama dalam pendidikan seperti di
Singapura dan Malaysia. Namun, dalam ASEAN Economic
35
Departemen kajian dan aksi strategis BEM FEUI 2013, Kesiapan Skilled Labor Indonesia
Dalam Menghadapi Asean Economic Community 2015: Studi Tenaga Profesi Akuntan, Arsitek,
Dan Dokter. Hal.
78
Community kemampuan berbahasa Inggris adalah modal utama dalam
bersaing dalam pasar tenaga kerja.
Akuntan Indonesia sendiri tidak jauh berbeda kemampuannya dalam
penguasaan bahasa Inggris dengan tenaga kerja terampil Indonesia
secara keseluruhan. Dalam The ASEAN Federation of Accountants
(AFA) training and development analysis bahwa akuntan Indonesia
masuk dalam minoritas akuntan ASEAN yang lebih memilih pelatihan
dalam bahasa mereka sendiri dari pada bahasa Inggris. Padahal
mayoritas akuntan ASEAN lebih memilih pelatihan dalam bahasa
Inggris. Hal ini berarti bahwa akuntan Indonesia masih menjadikan
bahasa Inggris sebagai kendala dalam memahami suatu hal.
2. Tantangan kedua yaitu penerapan IFRS atau International Financial
Reporting Standards di Indonesia masih termasuk terlambat. Padahal
negara-negara ASEAN seperti Singapura, Malaysia, dan Filipina telah
jauh kedepan dalam penerapan IFRS (IAI, 2013). Masalah utama dalam
penerapan IFRS adalah belum adanya kesadaran dari para akuntan
Indonesia untuk memuktakhirkan. Kendala dan tantangan lain adalah
interpretasi serta kendala bahasa dalam mengadopsi IFRS oleh para
akuntan yang hampir tanpa filter (Indra Bastian, 2011). Padahal,
konvergensi terhadap Internasional Financial Reporting Standards
(IFRS) membawa dampak yang luas terhadap pengembangan akuntansi
di Indonesia, baik secara praktik maupun akademik. Konvergensi ini
memengaruhi pakem teori akuntansi di Indonesia, yang berdampak
pada perubahan dalam penyusunan laporan keuangan entitas.
79
3. Tantangan ketiga adalah kurangnya jumlah akuntan. Indonesia saat ini
membutuhkan minimal 200 ribu orang berprofesi sebagai akuntan
publik untuk mendukung kinerja perekonomian nasional, sebab
idealnya jumlah akuntan publik sebesar 0.1 persen dari jumlah
penduduk. Data Jumlah Akuntan ASEAN tahun 2010 di masing-masing
negara menyebutkan, yang menjadi anggota IAI (Ikatan Akuntan
Indonesia) hampir 10.000. Hal ini jauh tertinggal dengan Malaysia
(27.292), Filipina (21.599), Singapura (23.262), dan Thaiand (51.737).
Jumlah akuntan publik di Indonesia juga tidak kalah memprihatinkan
dibandingkan dengan negara tetangga. Dengan hanya bermodal 1.000
orang akuntan publik pada tahun 2012, Indonesia tertinggal jauh
dengan Malaysia sebanyak 2.500 akuntan publik, Filipina sebanyak
4.941 akuntan publik, dan Thailand sebanyak 6.000 akuntan publik.
Pentingnya perlindungan disini agar dapat mengantisipasi hal-hal yang
nantinya akan berdampak pada tenaga akuntan itu sendiri, atau bahkan instansi itu
sendiri. Oleh karena itu hukum memberikan beberapa bentuk perlindungan untuk
mengakomodir permasalahan-permasalahan dalam bidang akuntan.
Pemberian upah yang cukup dengan standarisasi pegupahan yang sesuai
dengan kualitas hidup layak akan memberikan dampak positif bagi calon tenaga
kerja, tentunya tenaga kerja Indonesia yang memilih menjadi akuntan akan
semakin banyak, sehingga permasalahan terkait sedikitnya akuntan yang ada di
Indonesia dapat diantisipasi dengan baik. Tidak hanya itu, dengan adanya jaminan
keselamatan kerja yang diatur dalam perlindungan sosial maupun teknis harus
senantiasa memberikan kelayakan kepada profesi akuntan ini, dengan adanya rasa
80
aman dan nyaman saat bekerja akan mendorong kualitas kerja yang baik dan
tentunya produksi kerja yang baik pula.
Perlindungan hukum preventif dan represif juga sangat diperlukan, berkaitan
dengan kepastian hukum dari akuntan harus jelas, dimana dengan adanya
kepastian hukum yang terarah ini akan mewujudkan akuntan-akuntan yang
disiplin dan terlindungi kesejahteraannya.
Berdasarkan pada delapan profesi skilled labour diatas, Undang-Undang
Ketenagakerjaan menurut penulis harus berperan aktif dan fleksibel menghadapi
permasalahan-permasalahan global yang terus berkembang seiring berjalannya
waktu. Dari pemaparan ke-delapan profesi ahli tersebut tentunya Indonesia
memiliki keterbatasan pada hal pelatihan kerja serta kompetensi kerja yang ada.
Tenaga kerja Indonesia menjadi kalah bersaing dengan tenaga kerja asing. Oleh
karena itu pelatihan kerja yang terdapat dalam Pasal 9 Undang-Undang tentang
Ketenagakerjaan perlu dilihat kembali mengenai efektifitasnya, berkaitan dengan
perkembangan dunia kerja yang lebih modern dan juga persaingan di ASEAN
yang sangat terbuka.
MEA jangan hanya dipandang sebelah mata, dimana ketakutan ada pada warga
negara kita itu sendiri. MEA bukanlah suatu hal yang perlu ditakuti, tetapi MEA
adalah suatu hal yang perlu dihadapi bersama, lewat aturan sebagai dasar dari
langkah yang akan dituju nantinya. Aturan-aturan dasar ini harus dilihat
kemanfaatannya. Tenaga kerja misalnya, dengan Undang-Undang
Ketenagakerjaan kita perlu melihat peraturan mana saja yang masih dapat
digunakan, atau peraturan mana yang perlu untuk ditinjau lagi kaitannya dengan
MEA. Permasalahan-permasalahan tersebut diatas juga perlu untuk mendapatkan
81
suatu bentuk perlindungan hukum sebagai salah satu bentuk perlindungan atas
implikasi yang muncul dengan adanya MEA tersebut.
2.2.1. Perlindungan Hukum
Ketika prinsip-prinsip MEA berlaku, mobilitas buruh antar negara
ASEAN tak terbendung. Untuk itu diperlukan kebijakan yang mampu melindungi
tenaga kerja Indonesia dari dampak negatif masuknya tenaga kerja asing yang
berketerampilan/berkeahlian tinggi. Pemerintah juga perlu melakukan transisi
untuk menghadapi MEA. Indonesia harus mampu memproteksi para tenaga kerja
dari gempuran high skill labour dari luar negeri. Penggunaan tenaga kerja asing
(TKA) sudah diatur dalam sejumlah peraturan perundang-undangan seperti
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.12 Tahun 2013 tentang
Tata Cara Penggunaan TKA (Tenaga Kerja Asing). Pemerintah telah mengatur
jenis-jenis pekerjaan apa saja yang boleh dijabat TKA, misalnya, Kepmenaker No.
247 Tahun 2011 tentang Kategori Jasa Konstruksi. Berbagai regulasi itu yang
perlu digunakan untuk menghadapi MEA. Walau mobilitas tenaga kerja antar
negara ASEAN tinggi tapi harus ada jenis-jenis jabatan yang dibatasi untuk TKA.
Pentingnya sebuah perlindungan bagi tenaga kerja adalah hal yang mendasar
yang perlu dilihat oleh pemerintah dalam dunia perdagangan bebas. Tenaga kerja
yang terlindungi akan merasa aman, oleh karenanya dampak dari rasa aman
tersebut dirasa dapat memberikan tekanan positif dalam dunia kerja. Tenaga kerja
yang profesional dan berkembang akan menjadikan tenaga kerja Indonesia
sebagai tenaga kerja yang siap untuk bersaing dengan tenaga kerja asing di
Indonesia.
82
Perlindungan hukum yang perlu diperhatikan sehubungan dengan
diselenggarakannya MEA di Indonesia :
1. UMKM butuh perlindungan hukum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008
tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) setidaknya
membutuhkan Peraturan Pemerintah untuk dapat dilaksanakan secara efektif.
Ada beberapa hal yang membutuhkan penjelasan di dalam peraturan
pemerintah (PP), di antaranya mengenai syarat dan tata cara permohonan izin
usaha; tata cara pengembangan, prioritas, intensitas, dan jangka waktu
pengembangan; pola kemitraan; penyelenggaraan kordinasi dan pengendalian
pemberdayaan UMKM; dan tata cara pemberian sanksi administratif. ada tiga
hal tentang hukum yang harus diperbaiki yaitu menyangkut keadilan, kepastian
hukum, dan manfaat.
2. Tenaga kerja butuh perlindungan pemerintah dinilai perlu memperhatikan
perlindungan terhadap buruh Indonesia. Pemerintah memandang para pekerja
juga perlu meningkatkan keterampilan. untuk mewujudkan perlindungan itu
ada beberapa bentuk perlindungan yang di kemukakan oleh Supomo.
Perlindungan tenaga kerja menjadi sangat penting kaitannya dengan MEA ini.
Menurut Soepomo, Perlindungan hukum tenaga kerja dibagi tiga, yaitu:
a) Perlindungan Ekonomis
Yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk penghasilan yang cukup,
termasuk bila tenaga kerja tidak mampu bekerja di luar kehendaknya.
Perlindungan ekonomis merupakan perlindungan hukum yang dikaitkan
dengan usaha untuk memberikan para pekerja suatu penghasilan yang cukup.
83
Penghasilan yang cukup sangat berguna untuk memenuhi kebutuhan sehari-
hari bagi para pekerja dan keluarganya.
Tenaga kerja Indonesia dengan diberlakukannnya MEA di Indonesia akan
membutuhkan perlindungan ekonomis di atas dikarenakan penghasilan yang
cukup kepada tenaga kerja akan menumbuhkan sikap keadilan dalam hal
hubungan kauslitas antara pekerja dengan pengusaha. Dimana nanti pekerja
akan senantiasa merasa dirinya cukup dengan penghasilan yang layak yang
diberikan pengusaha kepadanya. Perlindungan semacam ini sangat berperan
aktif di lingkup tenaga kerja karena dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa tenaga kerja berhak
mendapatkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan.
Pada dasarnya suatu pekerjaan didasarkan pada sebuah perjanjian kerja,
yaitu antara pekerja dengan pemberi kerja. Pentingnya perjanjian kerja sebagai
dasar mengikatnya suatu hubungan hukum, yaitu hubungan kerja, maka
landasannya adalah ada tidaknya perjanjian kerja.36
Unsur-unsur perjanjian kerja
yang menjadi dasar hubungan kerja sesuai dengan ketentuan Pasal 1 Angka 4
Undang-undang N0. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah37
:
1. Adanya pekerjaan
2. Di bawah perintah/gezag ver houding (maksudnya buruh melakukan
pekerjaan atas perintah majikan, sehingga bersifat subordinasi)
3. Adanya upah
36
Agusmidah, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia,2010), hlm. 45. 37
Asri Wijayanti. Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi (Jakarta: Sinar Grafika,2010), hlm.36.
84
Upah disini merupakan bentuk perlindungan ekonomis yang nyata. Dan
tertuang dalam Pasal 1 Angka 30 undang-undang nomor 13 tahun 2003, Upah
adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang
sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang
ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau
peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan
keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
Berdasarkan Pasal yang terdapat dalam isi UUD 1945, disebutkan bahwa Upah
harus memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.38
Kebijakan
pemerintah tentang Penetapan Upah Minimum atau sekarang disebut dengan
Upah Minimum Pendapatan, secara Makro-Nasional bertujuan untuk
meningkatkan :
a. Pemerataan pendapatan karena kenaikan Upah Minimum akan secara
langsung mempersempit kesenjangan upah pekerja terendah dan upah pekerja
tertinggi.
b. Daya beli pekerja dan mendorong laju perekonomian masyarakat.
c. Perubahan struktur pembiayaan.
d. Produktivitas nasional, karena pekerja akan bekerja lebih giat untuk
meningkatkan produktivitas di perusahaan.
e. Etos dan disiplin kerja.
f. Kelancaran komunikasi antar pekerja dan pengusaha.39
38
Aloysius Uwiyono dkk, Asas-Asas Hukum Perburuhan, PT. Raja Grafindo Persada, jakarta, Cet-
2, hlm.100 39
Ibid, hlm.102
85
Komponen upah menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Pasal 94, komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap. Besaran
upah pokok minimum 75% dari besaran upah pokok dan tunjangan tetap.
Pasal 1 Angka 31 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 : “Kesejahteraan
Pekerja/Buruh adalah suatu pemenuhan kebutuhan dan/atau keperluan bersifat
jasmaniah dan rohaniah, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, yang
secara langsung atau tidak langsung dapat mempertinggi produktivitas kerja
dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat. Dalam pendapat seorang pakar
tenaga kerja, Jumiarti menyebutkan bahwa upah juga merupakan bentuk
perlindungan terhadap kesejahteraan pekerja.40
Begitu pentingnya pengaruh
upah terhadap tenaga kerja. Dengan adanya standar pemberian upah yang baik,
akan memberikan semangat yang baik pula terhadap tenaga kerja.
Dengan adanya MEA diharapkan pemerintah mampu memperhatikan upah
minimum regional (UMR) karena apabila upah standar nasional di Indonesia
masih jauh dari angka gaji dari negara anggota ASEAN yang lain itu sama saja
Indonesia belum mampu bersaing dengan negara anggota ASEAN yang lain.
Tentunya para tenaga kerja terampil dari negara lain juga akan
mempertimbangkan dimana ia nantinya akan bekerja, dan berapa pendapatan
yang akan ia peroleh, apakah itu akan menguntungkan, atau justru akan
merugikannya. Hal yang seperti itu akan menjadikan bahan pertimbangan bagi
tenaga kerja nantinya.
40
Jumiarti, Hukum Ketenagakerjaan, Fakultas Hukum UKSW, Salatiga, hlm.42
86
b) Perlindungan Sosial
Perlindungan sosial adalah paket kebijakan negara yang harus mencakup
seluruh warga negara sejak berada dalam kandungan hingga meninggal.
Menurut Asian Development Bank (ADB) menjelaskan bahwa perlindungan
sosial pada dasarnya merupakan sekumpulan kebijakan dan program yang
dirancang untuk menurunkan kemiskinan dan kerentanan melalui upaya
peningkatan dan perbaikan kapasitas penduduk dalam melindungi diri mereka
dari bencana dan kehilangan pendapatan; tidak berarti bahwa perlindungan
sosial merupakan keseluruhan dari kegiatan pembangunan di bidang sosial,
bahkan perlindungan sosial tidak termasuk upaya penurunan resiko (risk
reduction). Kesehatan kerja termasuk jenis perlindungan sosial karena
ketentuan-ketentuan mengenai kesehatan kerja ini berkaitan dengan sosial
kemasyarakatan, yaitu aturan-aturan yang bermaksud mengadakan pembatasan-
pembatasan terhadap kekuasaan pengusaha untuk memperlakukan pekerja/buruh
semaunya tanpa memperhatikan norma-norma yang berlaku, dengan tidak
memandang pekerja/buruh sebagai mahluk Tuhan yang mempunyai hak asasi.
Perlindungan sosial yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk jaminan
kesehatan kerja dalam bentuk jaminan kesehatan kerja dan kebebasan berserikat
dan perlindungan hak untuk organisasi.
Perlindungan sosial, yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan
kemasyarakatan, yang tujuannya untuk memungkinkan pekerja/buruh
mengenyam dan mengembangkan kehidupannya sebagaimana manusia pada
umumnya, dan khususnya sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarga.
87
Perlindungan sosial berkaitan dengan kesehatan kerja.41
Menurut Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial
disebutkan dalam Pasal 1 angka 9 bahwa Perlindungan Sosial adalah semua
upaya yang diarahkan untuk mencegah dan menangani risiko dari guncangan
dan kerentanan sosial. Dan dijelaskan dalam Pasal 1 angka 11 dimana Jaminan
Sosial adalah skema yang melembaga untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat
memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
Sedangkan menurut Deutsche Stiftung für Internationale Entwicklung
(DSE) melalui discussion report mengambil definisi perlindungan sosial yang
digunakan oleh PBB dalam United Nations General Assembly on Social
Protection, yaitu sebagai kumpulan kebijakan dan program pemerintah dan
swasta yang dibuat dalam rangka menghadapi berbagai hal yang menyebabkan
hilangnya ataupun berkurangnya secara substansial pendapatan/gaji yang
diterima; memberikan bantuan bagi keluarga (dan anak) serta memberikan
layanan kesehatan dan permukiman.
Perlindungan sosial memberikan akses pada upaya pemenuhan kebutuhan
dasar dan hak-hak dasar manusia, dan juga sebagai cara untuk menanggulangi
kemiskinan dan kerentanan absolut yang dihadapi oleh penduduk yang sangat
miskin agar tercapai kesejahteraan sosial. Sebagai bagian dari kebijakan,
perlindungan sosial harus diorganisir oleh negara. Perlindungan sosial dapat
menjadi alat tagih yang sah untuk menagih kepada pemerintah mengenai berbagai
aspek pelayanan diantaranya pelayanan kesehatan, pendidikan, kesempatan kerja,
perlindungan anak, juga jaminan sosial bagi keluarga miskin. Berbagai
41
Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja (Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja), Jakarta,
Raja Grafindo Persada, 2007, hal 78.
88
perlindungan sosial tersebut merupakan hak yang wajib diterima warga negara.
Perlindungan sosial juga dapat menjadi alat untuk mengukur keseriusan negara
kepada daerah. Human Development Report yang dilansir UNDP pada tahun 2013
menempatkan Indonesia pada ranking 121 berdasarkan Human Development
Index (HDI). HDI memotret bagaimana negara memperhatikan warga negara
berdasarkan pelayanan pendidikan, kesehatan, dan dimensi pendapatan.
Indonesia telah mengambil langkah-langkah penting dalam mewujudkan
perlindungan sosial. Upaya tersebut antara lain melalui penerapan skema Jaminan
Kesehatan Sosial (BPJS Kesehatan) dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan bersama BPJS Ketenagakerjaan
(dahulu bernama Jamsostek) merupakan program pemerintah dalam kesatuan
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diresmikan pada tanggal 31 Desember
2013. Untuk BPJS Kesehatan mulai beroperasi sejak tanggal 1 Januari 2014,
sedangkan BPJS Ketenagakerjaan mulai beroperasi sejak 1 Juli 2014.
Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tangung
jawab dan kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi
kepada masyarakat. Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan Negara,
Indonesia seperti halnya berbagai Negara berkembang lainnya, mengembangkan
program jaminan sosial berdasarkan funded social security, yaitu jaminan sosial
yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor
formal.
Jaminan sosial dapat diartikan secara luas dan dapat pula diartikan secara
sempit. Pengertiannya dalam arti luas jaminan sosial ini meliputi berbagai usaha
yang dapat dilakukan oleh masyarakat dan/atau pemerintah yaitu:
89
Usaha-usaha yang berupa pencegahan dan pengembangan, yaitu usaha-
usaha dibidang kesehatan, keagamaan, keluarga berencana, pendidikan,
bantuan hukum, dan lain-lain yang dapat dikelompokan dalam pelayanan
sosial.
Usaha-usaha yang berupa pemulihan dan penyembuhan seperti bantuan
untuk bencana alam, lanjut usia, yatim piatu, penderita cacat dan berbagai
ketunaan yang dapat disebut sebagai bantuan sosial.
Usaha-usaha yang berupa pembinaan, dalam bentuk perbaikan gizi,
perumahan, transmigrasi, koperasi, dan lain- lain yang dapat dikategorikan
sebagai sarana sosial
Usaha-usaha dibidang perlindungan ketenagakerjaan yang khusus ditunjuk
untuk masyarakat tenaga kerja yang merupakan inti tenaga pembangun
dan selalu menghadapi resiko-resiko sosial ekonomis, digolongkan dalam
asuransi sosial.42
Jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja
dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian penghasilan yang
hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang
dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua
dan meninggal dunia.43
Pengertian diatas jelaslah bahwa jaminan sosial tenaga
kerja adalah merupakan perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan
berupa uang (jaminan kecelakaan kerja, kematian, dan tabungan hari tua), dan
pelayanan kesehatan yakni jaminan pemeliharaan kesehatan.
42 Zaeni Asyhadie, 2008, Hukum Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja,
Rajawali Pers, Jakarta, Hal.84 43
Undang-Undang Jaminan Sosial Tenagakerja No. 3 Tahun 1992 Pasal 10
90
Jaminan Kesehatan yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan diluncurkan
pada 2014 dan menjangkau lebih dari 165 juta orang pada April 2016 (laporan
online BPJS). Menurut UU no. 24 tahun 2011 tentang BPJS pasal 7 ayat (1) dan
Ayat (2), pasal 9 ayat (1) dan UU. No. 40 Tahun 2011 Tentang SJSN, Pasal 1
Angka 8, Pasal 4 Dan Pasal 5 ayat (1). Badan Penyeleggara Jaminan Sosial
Kesehatan (BPJS Kesehatan) adalah badan hukum publik yang bertanggung jawab
kepada Presiden dan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan
bagi seluruh penduduk Indonesia termasuk orang asing yang bekerja paling
singkat 6 (enam) Bulan di Indonesia. Artinya, kesehatan seluruh warga
masyarakat yang ada di Indonesia dijamin oleh pemerintah melalui BPJS
Kesehatan agar kesehatan masyarakat Indonesia lebih meningkat.
Berbeda dengan BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan lebih
memfokuskan untuk memberikan perlindungan sosial kepada tenaga kerja yang
bekerja. BPJS Ketenagakerjaan tersebut mencakup beberapa program jaminan
sosial dari pemerintah antara lain (kecelakaan kerja, kematian, hari tua dan skema
pensiun yang baru diluncurkan), dengan kurang lebih 17 juta peserta aktif.
Dengan diterapkannya bentuk perlindungan sosial berupa jaminan seperti ini,
diharapkan keamanan tenaga kerja lebih terjamin. Di dalam BPJS
Ketenagakerjaan, pemerintah mengadakan beberapa program perlindungan sosial
antara lain :
1. Jaminan Hari Tua
Program ini bertujuan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang
layak bagi peserta dan/atau ahli warisnya dengan memberikan penghasilan
setelah peserta memasuki usia pensiun, mengalami cacat total tetap, atau
91
meninggal dunia. Manfaat pensiun adalah sejumlah uang yang dibayarkan
setiap bulan kepada peserta yang memasuki usia pensiun, mengalami cacat
total tetap, atau kepada ahli waris bagi peserta yang meninggal dunia.
2. Jaminan Kecelakaan Kerja
Program ini bertujuan untuk memberikan kompensasi dan rehabilitasi bagi
tenaga kerja yang mengalami kecelakaan pada saat mulai berangkat kerja
sampai kembali ke rumah atau menderita penyakit akibat hubungan kerja.
3. Jaminan Kematian
Program ini menjamin kematian yang bukan karena kecelakaan kerja, dan
yang mendapatkan jaminan ini adalah ahli waris dari pegawai tersebut.
4. Bukan Penerima Upah
Program ini diikuti peserta dari sektor non formal seperti pedagang, petani
dan orang-orang yang punya usaha sendiri. Iurannya ditanggung sendiri
dan ditetapkan berdasarkan upah minimum provinsi (UMP) atau Upah
Minimum Kabupaten (UMK)
5. Sektor Jasa Konstruksi
Program ini merupakan merupakan kombinasi antara JKK dan JK dengan
jumlah iuran 0,24 persen dari total proyek.
c) Perlindungan Teknis
Perlindungan teknis yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk keamanan
dan keselamatan kerja. Seperti yang tertuang dalam Pasal 86 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bahwa 44
:
44
Zainal Asikin, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Raja Grafindo, Jakarta, 1993, hlm.76
92
1) Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan
atas:
a) keselamatan dan kesehatan kerja;
b) moral dan kesusilaan; dan
c) perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-
nilai agama.
Dengan adanya perlindungan teknis tersebut, diharapkan para tenaga kerja
akan merasa aman, nyaman dan sejahtera. Dimana perlindungan hukum
melindungi seluruh tenaga kerja baik dalam hal keselamatannya maupun
kesehatannya, jaminan semacam itu akan mewujudkan suatu hubungan kerja yang
baik antara pengusaha dengan tenaga kerja.
Perlindungan teknis ini juga mencakup mengenai perlindungan secara moral
dan kesusilaan, dimana selama ini dengan fakta bahwa tenaga kerja adalah kaum
yang kedudukannya ada dibawah pengusaha, hal tersebut menjadikan pengusaha
tertentu menjadi sewenang-wenang, oleh karenanya perlindungan teknis
melindungi hal-hal yang tidak diinginkan tersebut.
Pasal 86 ayat 2 menyebutkan bahwa, “untuk melindungi keselamatan
pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal
diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.” Hal tersebut
memberikan pengertian bahwa dengan adanya perlindungan teknis berupa
keselamatan kepada tenaga kerja diharapkan para tenaga kerja ini dapat
memberikan hasil dari produktivitas yang optimal, sebagai imbal balik atas
perlindungan yang telah diberikan tersebut.
93
Perlindungan teknis ialah keselamatan kerja yang termasuk dalam apa yang
disebut perlindungan teknis, yaitu perlindungan terhadap pekerja/buruh agar
selamat dari bahaya yang dapat ditimbulkan oleh alat kerja atau bahan yang
dikerjakan. Berbeda dengan perlindungan kerja lain yang umumnya ditentukan
untuk kepentingan pekerja/buruh saja, keselamatan kerja ini tidak hanya
memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh, tetapi kepada pengusaha dan
pemerintah.
Bagi pekerja/buruh, adanya jaminan perlindungan keselamatan kerja akan
menimbulkan suasana kerja yang tentram sehingga pekerja/buruh dapat
memusatkan perhatian pda pekerjaannya semaksimal mungkin tanpa khawatir
sewaktu-waktu akan tertimpa kecelakaan kerja.
Bagi pengusaha, adanya pengaturan keselamatan kerja di dalam
perusahaannya akan dapat mengurangi terjadinya kecelakaan yang dapat
mengakibatkan pengusaha harus memberikan jaminan sosial.
Bagi pemerintah (dan masyarakat), dengan adanya dan ditaatinya peraturan
keselamatan kerja, maka apa yang direncanakan pemerintah untuk
mensejahterakan masyrakat akan tercapai dengan meningkatnya produksi
perusahaan baik kualitas maupun kuantitas.
Dasar pembicaraan masalah keselamatan kerja ini sampai sekarang adalah
UU No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Namun, sebagian besar
peraturan pelaksanaan undang-undang ini belum ada sehingga beberapa
peraturan warisan Hindia Belanda masih dijadikan pedoman dalam pelaksanaan
keselamatan kerja di perusahaan. Peraturan warisan Hindia Belanda itu dalah
sebagai berikut :
94
1. Veiligheidsreglement, S 1910 No. 406 yang telah beberapa kali dirubah,
terakhir dengan S. 1931 No. 168 yang kemudian setelah Indonesia merdeka
diberlakukan dengan Peraturan Pemerintah No. 208 Tahun 1974. Peraturan
ini menatur tentang keselamatan dan keamanan di dalam pabrik atau tempat
bekerja.
2. Stoom Ordonantie, S 1931 No. 225, lebih dikenal dengan peraturan Uap
1930.
Selain 3 bentuk perlindungan yang telah disebutkan diatas terdapat beberapa
bentuk perlindungan yang lain, diantaranya ialah:
a) Perlindungan Preventif
Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah
sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-
undangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan
rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan suatu kewajiban. Oleh
karena itu dengan adanya perlindungan hukum preventif ini, tenaga kerja
diberikan suatu ketentuan dasar, atau peraturan dasar guna pencegahan suatu
pelanggaran terjadi. Hal ini sangat berguna, dikarenakan dengan adanya peraturan
dasar, tenaga kerja akan menjadi aman dengan budaya disiplin. Jadi pengusaha
pun ikut diuntungkan dengan adanya perlindungan preventif ini. Dengan adanya
MEA seharusnya pemerintah maupun pengusaha dapat menerapkan bentuk
peraturan ini sebagai dasar adanya pelindungan hukum preventif dalam dunia
kerja.
95
b) Perlindungan Represif
Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi
seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah
terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.45
Perlindungan hukum
yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Penanganan perlindungan
hukum oleh Pengadilan Umum dan Pengadilan Administrasi di Indonesia
termasuk kategori perlindungan hukum ini. Prinsip perlindungan hukum terhadap
tindakan pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan
perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia karena menurut sejarah dari barat,
lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak
asasi manusia diarahkan kepada pembatasan-pembatasan dan peletakan kewajiban
masyarakat dan pemerintah. Prinsip kedua yang mendasari perlindungan hukum
terhadap tindak pemerintahan adalah prinsip negara hukum. Dikaitkan dengan
pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, pengakuan dan
perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat
dikaitkan dengan tujuan dari negara hukum.
Pengusaha juga mendapatkan keuntungan dengan adanya perlindungan hukum
represif ini, dikarenakan tidak semua tenaga kerja selalu mematuhi peraturan yang
ada, oleh karena itu penerapan sanksi/denda atas bentuk pelanggaran yang terjadi
menjadi suatu bentuk perlindungan yang baik untuk diterapkan. Perlindungan
represif ini memberikan suatu solusi dari bentuk pelanggaran yang ada, yaitu
seperti dikemukakan diatas, yaitu perlindungan ini mengantisipasi perselisihan
hubungan dalam dunia kerja di dalam maupun luar lingkup peradilan.
45
Op.cit, hlm.20