Upload
hoangdiep
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7
BAB II
TINJAUAN KONSEP DAN TEORI
A. Hipertensi
1. Pengertian Hipertensi
Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan abnormal
tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus lebih dari
suatu periode. Hal ini terjadi bila arteriole-arteriole konstriksi. Konstriksi
arteriole membuat darah sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan
dinding arteri (Udjianti, 2011). Secara umum hipertensi merupakan suatu
keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi didalam arteri
menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke, gagal jantung, serangan
jantung dan kerusakan ginjal (Ruhyanudin, 2007).
Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah peningkatan tekanan darah
sistolik dan diastolik dengan konsisten di atas 140/90 mmHg (Baradero,
Wilfrid & Siswadi, 2008). Ada dua macam hipertensi, yaitu hipertensi
esensial (primer) dan sekunder. Sembilan puluh persen dari semua kasus
hipertensi adalah hipertensi primer. Tidak ada penyebab yang jelas tentang
hipertensi primer, sekalipun ada beberapa teori yang menunjukkan adanya
faktor-faktor genetik, perubahan hormone, dan perubahan simpatis.
Hipertensi sekunder adalah akibat dari penyakit atau gangguan tertentu
(Ruhyanudin, 2007).
Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka
yang lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontaksi (sistolik), angka
8
yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik).
Tekanan darah ditulis sebagai tekanan sistolik garis miring tekanan
diastolik, misalnya 120/80 mmHg, dibaca seratus dua puluh per delapan
puluh (Ruhyanudin, 2007).
Dikatakan tekanan darah tingggi jika pada saat duduk tekanan
sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik mencapai 90
mmHg atau lebih, atau keduanya. Hipertensi yang sangat parah yang bila
tidak diobati akan menimbulkan kematian dalam waktu 3-6 bulan disebut
hipertensi maligna. Pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan
tekanan sistolik dan diastolik. Tetapi diagnosis tidak dapat ditegakkan hanya
berdasarkan satu pengukuran. Jika pada pengukuran pertama menberikan
hasil yang tinggi, maka tekanan darah diukur kembali dan kemudian diukur
sebanyak dua kali pada waktu dua hari berikutnya untuk meyakinkan
adanya hipertensi. Hasil pengukuran bukan hanya menentukan adanya
tekanan darah tinggi, tetapi juga digunakan untuk menggolongkan beratnya
hipertensi (Ruhyanudin, 2007).
2. Etiologi
a. Penggunaan kontasepsi hormonal
Oral kontrasepsi yang berisi estrogen dapat menyebabkan
hipertensi melalui mekanisme Renin-aldosteron-mediated volume
expansion. Dengan penghentian oral kontrasepsi, tekanan darah normal
kembali setelah beberapa bulan (Udjianti, 2011).
9
b. Penyakit parenkim dan vascular ginjal
Hipertensi renovaskular berhubungan dengan penyempitan satu
atau lebih arteri besar yang secara langsung membawa darah ke ginjal.
Sekitar 90% lesi arteri renal pada klien dengan hipertensi disebabkan
oleh aterosklerosis atau fibrous dysplasia (pertumbuhan abnormal
jaringan fibrous). Penyakit parenkim ginjal terkait dengan infeksi,
inflamasi dan perubahan struktur serta fungsi ginjal (Udjianti, 2011).
c. Gangguan endokrin
Disfungsi medulla adrenal atau korteks adrenal dapat
menyebabkan hipertensi. Adrenal-mediated hypertension disebabkan
kelebihan primer aldosteron, kortisol dan katekolamin. Pada
aldosteronisme primer biasanya timbul dari benign adenoma korteks
adrenal. Pheochromocytomas pada medulla adrenal yang paling umum
dan meningkatkan sekresi katekolamin yan berlebihan. Pada Sindrom
Cushing, kelebihan glukokortikoid yang diekskresi dari korteks adrenal.
Sindrom Cushing’s mungkin disebabkan oleh hiperplasi adrenokortikol
atau adenoma adrenokortikol (Udjianti, 2011).
d. Coarctation aorta
Merupakan penyempitan aorta congenital yang mungkin terjadi
beberapa tingkat pada aorta torasik atau aorta abdominal. Penyempitan
menghambat aliran darah melalui lengkung aorta dan mengakibatkan
peningkatan tekanan darah di atass area konstriksi (Udjianti, 2011).
e. Neurogenik
Tumor otak, encephalitis dan gangguan psikiatrik.
10
f. Kehamilan
g. Luka bakar
h. Peningkatan volume intravascular
i. Merokok
Nikotin dalam rokok merangsang pelepasan katekolamin.
Peningkatan katekolamin menyebabkan iritabilitas miokardial,
peningkatan denyut janjtung dan menyebabkan vasokonstriksi. Pada
akhirnya meningkatkan tekanan darah (Udjianti, 2011).
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi hipertensi
Menurut (Sunanto, 2009) faktor-faktor yang mempengaruhi hipertensi
adalah sebagai berikut:
1) Faktor yang dapat dirubah
a. Obesitas
Merupakan ciri khas penderita hipertensi, walaupun belum
diketahui secara pasti hubungan antara hipertensi dengan kegemukan,
namun terbukti bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume
darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi daripada
dengan berat badan normal. Memang tidak semua penderita hipertensi
berbadan gemuk, orang kurus pun tidak tertutup kemungkinan
terserang hipertensi. Kenyataannya orang gemuk menjadi peluang
terkena hipertensi lebih besar.
b. Asupan garam
Seseorang yang terlalu berlebihan mengkomsumsi garam
(Nacl) yang berlebih dapat menahan air (retensi) sehingga
11
meningkatkan jumlah volume darah, akibatnya jantung harus bekerja
keras dan tekanan darah menjadi naik.
c. Makanan dan gaya hidup
Tekanan darah tinggi erat kaitannya dengan gaya hidup dan
makanan. Sebagian faktor gaya hidup yang menyebabkan hipertensi,
antara lain konsumsi kopi berlebihan, minum alkohol, kurang
olahraga, stres, dan merokok. Faktor makanan mencakup: kegemukan,
konsumsi rendah garam, konsumsi garam yang berlebihan, tingginya
asupan lemak.
2) Faktor yang tidak dapat dirubah
a. Keturunan (genetik)
Seseorang yang memiliki riwayat keturunan penderita
hipertensi memiliki peluang lebih besar terkena hipertensi dari pada
orang yang tidak memiliki riwayat keturunan. Gen yang dibawa dari
riwayat keturunan sedarah sangat besar pengaruhnya terhadap
penyakit ini, meskipun penyakit hipertensi tidak identik penyakit
turunan.
b. Usia (umur)
Usia (umur) sering disebut bahwa hipertensi salah satu
penyakit degenerative, yaitu penyakit karena usia. Semakin
bertambahnya usia seseorang, maka akan semakin menurun dengan
produktivitas organ tubuh seseorang.
12
4. Patofisiologi
Gambar 1.1
Kontrol reflex baroreseptor reaksi cepat terhadap
Perubahan tekanan darah
A. Respons pengaturan pada saat tekanan darah meningkatB. Respons pengaturan pada saat tekanan darah rendah
Pengaturan tekanan arteri meliputi kontol system saraf yang
kompleks dan hormonal yang saling berhubungan satu sama lain dalam
mempengaruhi curah jantung dan tahanan vascular perifer. Hal lain yang
ikut dalam pengaturan tekanan darah adalah reflex baroreseptor dengan
mekanisme di bawah ini. Curah jantung ditentukan oleh diameter arteriol.
13
Bila diameternya menurun (vasokonstriksi), tahanan perifer meningkat. Bila
diameternya meningkat (vasodilatasi), tahanan perifer akan menurun
(Muttaqin, 2009).
Pengaturan primer tekanan arteri dipengaruhi oleh baroreseptor pada
sinus karotikus dan arkus aorta yang akan menyampaikan impuls ke pusat
saraf simpatis di medulla oblongata. Impuls tersebut akan menghambat
stimulasi sistem saraf simpatis. Bila tekanan arteri meningkat ( Gambar 1.1
A), maka ujung-ujung baroreseptor akan teregang dan memberikan respons
terhadap penghambat pusat simpatis, dengan respons terjadinya pusat
akselerasi gerak jantung dihambat. Sebaliknya, hal ini akan menstimulasi
pusat penghambat penggerak jantung yang bermanifestai pada penurunan
curah jantung. Hal lain dari pengaruh stimulasi baroreseptor adalah
dihambatnya pusat vasomotor sehingga terjadi vasodilatasi. Gabungan
vasodilatasi dan penurunan curah jantung akan menyebabkan terjadinya
penurunan tekanan darah. Sebaliknya, pada saat tekanan darah turun
(Gambar 1.1 B), maka respons reaksi cepat untuk melakukan proses
homeostasis tekanan darah supaya berada dalam kisaran normal (Muttaqin,
2009).
14
Gambar 1.2
Respons reaksi jangka panjang dari adanya peningkatan tekanan daraholeh faktor ginjal
Mekanisme lain mempunyai reaksi jangka panjang dari adanya
peningkatan tekanan darah oleh faktor ginjal (Gambar 1.2). Renin yang
dilepaskan oleh ginjal ketika aliran darah ke ginjal menurun akan
mengakibatkan terbentuknya angiotensin I, yang akan berubah menjadi
angiotensin II. Angiotensin II meningkatkan tekanan darah dengan
mengakibatkan kontraksi langsung arteriol sehinga terjadi peningkatan
15
resistensi perifer (TPR) yang secara tidak langsung juga merangsang
pelepasan aldosteron, sehingga terjadi resistensi natrium dan air dalam
ginjal serta menstimulasi perasaan haus. Pengaruh ginjal lainnya adalah
pelepasan eritopoetin yang menyebabkan peningkatan produksi sel darah
merah. Manifestasi dari ginjal secara keseluruhan akan menyebabkan
peningkatan volume darah dan peningkatan tekanan darah secara simultan
(Muttaqin, 2009).
Bila terdapat gangguan menetap yang menyebabkan konstriksi
arteriol, tahanan perifer total meningkat dan tekanan arteri rata-rata juga
meningkat. Dalam menghadapi gangguan menetap, curah jantung harus
ditingkatkan untuk mempertahankan keseimbangan sistem. Hal tersebut
diperlukan untuk mengatasi tahanan, sehingga pemberian oksigen dan
nutrient ke sel serta pembuangan produk sampah sel tetap terpelihara. Untuk
meningkatkan curah jantung, system saraf simpatis akan merangsang
jantung untuk berdenyut lebih cepat, juga meningkatkan volume sekuncup
dengan cara membuat vasokonstiksi selektif pada organ perifer, sehingga
darah yang kembali ke jantung lebih banyak. Dengan adanya hipertensi
kronis, baroreseptor akan terpasang dengan level yang lebih tinggi dan akan
merespons meskipun level yang baru tersebut sebenarnya normal (Muttaqin,
2009).
Pada mulanya, mekanisme tersebut bersifat kompesasi. Namun,
proses adaptif tersebut membuka jalan dengan memberikan pembebanan
pada jantung. Pada saat yang sama, terjadilah perubahan degeneratif pada
arteriol yang menanggung tekanan tinggi terus-menerus. Perubahan tersebut
16
terjadi dalam seluruh organ tubuh, termasuk jantung akibat berkurangnya
pasokan darah ke miokardium. Untuk memompa darah, jantung harus
bekerja keras guna mengatasi tekanan balik muara aorta. Akibat beban kerja
ini, otot ventrikel kiri mengalami hipertrofi atau membesar. Terjadilah
dilatasi dan pembesaran jantung. Kedua perubahan struktural tersebut
bersifat adaptif, keduanya meningkatkan isi sekuncup jantung. Pada saat
istirahat, respons kompensasi tersebut mungkin memadai, namun dalam
keadaan pembebanan jantung tidak mampu memenuhi kebutuhan tubuh,
orang tersebut menjadi cepat lelah dan napasnya pendek (Muttaqin, 2009).
5. Klasifikasi hipertensi
Tabel 2.1Klasifikasi Tekanan Darah pada Orang Dewasa
Menurut JNC (Joint National Committee)
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal
Normal Tinggi
Stadium 1
(hipertensi ringan)
Stadium 2
(hipertensi sedang)
Stadium 3
(hipertensi berat)
Stadium 4
(hipertensi sangat berat)
˃ 130 mmHg
130-139 mmHg
140-159 mmHg
160-179 mmHg
180-209 mmHg
˃ 210 mmHg
˃ 85 mmHg
85-89 mmHg
90-99 mmHg
100-109 mmHg
110-119 mmHg
˃ 120 mmHg
17
6. Manifestasi klinis
Pada pemeriksaan fisik, mungkin tidak dijumpai kelainan apapun
selain tekanan darah tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada
retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan
pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil ( edema pada diskus
optikus).
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan gejala
sampai bertahun-tahun. Gejala yang muncul yaitu:
a. Kerusakan Vaskuler
b. Penyakit arteri koroner dengan angina
c. Hipertrofi ventikel kiri
d. Gagal jantung kiri
e. Perubahan patologis pada ginjal
(Smeltzer & Bare, 2013)
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien hipertensi menurut (Baradero, Wilfrid,
Siswadi, 2008) yaitu:
a. Obat-obatan
Terapi dengan mengguanakan obat adalah pengobatan utama
untuk hipertensi esensial. Pada umumnya, pemakaian obat dimulai denan
satu macam obat dalam dosis yang rendah dan diberikan satu kali tiap
hari untuk mempermudah kepatuhan pasien.
18
b. Modifikasi pola hidup
Sangat dianjurkan agar pasien dapat memodifikasi pola hidupnya
agar pengobatannya menjadi lebih efektif. Dua pola hidup sangat perlu
disesuaikan adalah kebiasaan merokok dan stress.
c. Pembedahan
Pembedahan tidak digunakan untuk pengobatan hipertensi
esensial, tetapi dapat bermanfaat untuk hipertensi sekunder, seperti tumor
adrenal, feokromositoma yang sangat banyak mengeluarkan
katekolamin-epinefrin dan norepinefrin, atau pembedahan ginjal.
d. Diet
Diet adalah pola hidup yang perlu dimodifikasi.
a) Mengurangi garam dalam makanan
b) Menurunkan berat badan bagi yang obesitas.
c) Tidak mengonsumsi lemak jenuh untuk mengurangi risiko penyakit
jantung.
d) Mengurangi konsumsi alcohol
e. Aktivitas
Gerak badan aerobik secara teratur dianjurkan karena dapat
membantu mengurangi berat badan dan risiko penyakit jantung.
B. Konsep Terapi Bekam
1. Pengertian Bekam Sinergi
Bekam Sinergi adalah sebuah metode penanganan penyakit yang
melibatkan penarikan energi dan darah ke permukaan kulit menggunakan
ruang hampa udara (vakum) yang tercipta di dalam gelas atau kop dengan
19
mempertimbangkan kekuatan 7 materi dasar dan 6 patogen eksternal yang
harus dikeluarkan dari dalam tubuh. 7 materi dasar yaitu energi, darah,
cairan tubuh yang jernih, cairan tubuh yang keruh, materi dasar yang
diturunkan orang tua kepada anaknya, yin dan yang. Sedangkan 6 patogen
terdiri atas angin, panas, dingin, kering, lembab dan api (Ali, 2012).
2. Jenis Bekam
Bekam ada 3 jenis menurut (Ali, 2012) yaitu:
a. Bekam Basah
Bekam basah adalah proses pembekaman dengan melakukan
sayatan untuk mengeluarkan darah yang ada di kapiler epidermis.
Bekam basah merupakan teknik mengeluarkan pathogen angin, panas
dan api serta darah statis.
b. Bekam Kering
Bekam kering adalah pengekopan dengan pompa tanpa
mengeluarkan darah. Bekam kering akan mengeluarkan patogen angin ,
panas dan api. Bekam kering kering akan membantu mengeluarkan
patogen angin dan menurunkan panas. Bekam kering tidak
mengeluarkan darah tetapi mengeluarkan energi. Maka diperlukan
kehati-hatian bagi orang dengan kondisi energi yang lemah.
c. Bekam Api
Bekam api adalah proses pembekaman dengan bantuan api
sebagai media pembuatan ruang hampa udara dalam gelas vakum.
Manfaat bekam api adalah untuk menghangatkan meridian,
menyegarkan energi dan sirkulasi darah, membuang lembab dan dingin,
20
mengusir stagnasi darah yang disebabkan pathogen dingin atau
lemahnya energi, bengkak dan nyeri. Bekam api akan mengeluargkan
patogen angin, dingin dan lembab yang tidak bisa dikeluarkan dengan
bekam basah dan bekam kering.
3. Mekanisme Kerja Bekam
Dalam kedokteran tradisional dijelaskan bahwa dibawah kulit, otot,
maupun fascia terdapat satu poin atau titik yang mempunyai sifat
istimewa. Antara poin satu dengan poin lainnya saling berhubungan
membujur dan melintang, membentuk jaring-jaring atau jala. Jala ini dapat
disamakan dengan meredian. Kelainan yang terjadi pada satu poin, dapat
ditularkan dan mempengaruhi poin yang lainnya. Sebaliknya, pengobatan
pada satu poin akan menyembuhkan poin lainnya. Teori ini dapat
menjelaskan bahwa seseorang yang sakit matanya tidak perlu dibekam di
daerah kepala atau sekitar tengkuk (Ali, 2012).
Peningkatan tekanan darah oleh faktor ginjal. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan
rennin. Renin meransang pembentukan angiotensin I yang kemudian
diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II meningkatkan tekanan darah
dengan mengakibatkan kontaksi langsung arteriol sehingga terjadi
peningkatan resistensi perifer (TPR) yang secara tidak langsung juga
merangsang pelepasan aldosteron, sehingga terjadi retensi natrium dan air
dalam ginjal serta menstimulasi perasaan haus. Hal tersebut akan
menyebabkan peningkatan volume darah dan peningkatan tekanan darah
(Muttaqin, 2009).
21
Pembekaman yang dilakukan dengan dengan memberikan usaha
perusakan permukaan kulit dan jaringan bawah kulit memberikan efek
menormalkan darah (Nilawati, Krisnatuti, Mahendra, & Djing, 2008).
Akibat kerusakan ini akan dilepaskan beberapa zat seperti serotonin,
histamin, bradikinin, slow reacting substance (SRS), serta zat-zat lain yang
belum diketahui. Zat-zat inilah yang menyebabkan terjadinya dilatasi
kapiler dan arteriol, serta flare reaction pada daerah yang dibekam (Ali,
2012). Hal itu menyebabkan terjadinya perbaikan homeostasis pada sistem
sirkulasi darah. Hemostasis tersebut akan menormalkan tekanan darah dan
volume darah (Muttaqin, 2009).
4. Manfaat Setelah Melakukan Terapi Bekam
a. Menurunkan tekanan darah
Pada saat dilakukan pembekaman terjadi kerusakan kulit yang
dapat mengeluarkan beberapa zat seperti serotonin, histamin,
bradikinin, slow reacting substance (SRS), serta zat-zat lain yan belum
diketahui. Zat-zat inilah yang menyebabkan terjadinya dilatasi kapiler
dan arteriol, serta flare reaction pada daerah yang dibekam. Dilatasi
kapiler juga dapat terjadi di tempat yang jauh dari tempat pembekaman.
Ini menyebabkan terjadi perbaikan mikrosirkulasi pembuluh darah.
Akibatnya timbul efek relaksasi (pelemasan) otot-otot yang kaku serta
akibat vasodilatasi umum akan menurukan tekanan darah secara stabil
(Ali, 2012). Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Jansen,
Karim & Misrawati tentang “Efektifitas terapi bekam terhadap
penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi primer”, yaitu
22
dalam waktu 30 menit setelah dilakukan terapi bekam basah akan
terjadi penurunan tekanan darah.
b. Menstabilkan permeabilitas sel
Kerusakan kulit yang dilakukan saat pembekaman akan
melepaskan corticotrophin releasing factor (CRF), serta releasing
factors lainnya oleh adenohipofise. CRF selanjutnya akan menyebabkan
terbentuknya ACTH, corticotrophin, dan corticostreroid. Corticosteroid
ini mempunyai efek menyembuhkan peradangan serta menstabilkan
permeabilitas sel (Ali, 2012).
c. Meningkatkan kekebalan tubuh
Golongan histamin yang dikeluarkan akibat perusakan kulit
pada saat pembekaman akan mempunyai manfaat dalam proses reparasi
(perbaikan) sel dan jaringan yang rusak, serta memacu pembentukan
reticulo endothelial cell, yang akan meningkatkan daya resistensi (daya
tahan) dan imunitas (kekebalan) tubuh (Ali, 2012).
5. Teknik Bekam Untuk Menurunkan Tekanan Darah
Teknik bekam menurut (Ali, 2012) yaitu:
a. Persiapan pra bekam
Mempersiapkan alat yaitu cupping set, cupping Fire, pisau
bedah, gagang pisau, minyak zaitun, kasa steril, hand scoon, baskom,
cawan darah, alat cukur, gunting rambut, tensi darah, stetoskop, masker,
bak sampah medis, bak sampah non medis.
b. Persiapan Pasien
a) Pasien dalam keadaan rileks, nyaman dan tidak tegang.
23
b) Pasien dalam keadaan tidak terlalu kenyang.
c) Pastikan pasien tidak dalam keadaan mengonsumsi pengencer darah
(aspirin, aspilet dan herbal pengencer darah seperti mengkudu).
d) Pasien harus menceritakan keadaan penyakit yang diderita.
c. Persiapan pembekaman
a) Berwudhu sebelum membekam
b) Awali pembekaman dengan berdo’a
c) Pembekam harus dalam kondisi yang sehat, dikhawatirkan jika
kondisi tubuh lemah bias terserang pathogen dari pasien.
d. Teknik bekam basah
a) Lakukan pembekaman pada titik sunnah yaitu: al kaahil, ummu
mughit, al katifain, al akhdain, ‘ala wari, dhohril qodami dan yang
lainnya.
b) Sebelum pembekaman lakukan relaksasi dengan dipijat.
c) Pasang kop pada titik bekam kemudian divakum.
d) Setelah 5 menit pemvakuman, dilanjutkan dengan penyayatan
menggunakan Surgical blade. Formasi 3-4-4-3 arah vertikal kecuali
daerah al katifain dilakukan penyayatan dengan arah horizontal.
e) Selesai penyayatan, vakum area yang telah disayat.
f) Setelah 3-5 menit divakum, kop dibuka. Bersihkan darah dengan
kapas atau kasa steril. Kapas atau kasa steril berisi resapan darah
dibuang pada tempat sampah khusus sampah medis.
g) Ulangi pengekopan tanpa penyayatan ulang sampai keluar cairan
bening (plasma) pada lokasi yang disayat.
24
h) Bersihkan bekas sayatan dengan kemudian berikan minyak zaitun
atau habbatussauda, kemudian dibersihkan.
i) Pasien dipersilahkan memakai pakaiannya.
C. Pengkajian
1. Pengukuran Tekanan Darah
Dilakukan untuk mendeteksi tekanan darah dengan intevral yang sering
dan kemudian dilanjutkan dengan interval dengan jadwal yang rutin
(Smeltzer &Bare, 2013).
2. Riwayat
Riwayat yang lengkap harus diperoleh untuk mengkaji gejala yang
menunjukkan apakah system tubuh lainnya telah terpengaruh oleh
hipertensi. Meliputi tanda seperti :
a. Perdarahan hidung
b. Nyeri angina
c. Napas pendek
d. Perubahan tajam pandang
e. Vertigo
f. Sakit kepala (Nokturia)
(Smeltzer & Bare, 2013)
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik juga harus memperhatikan kecepatan, irama dan
karakter denyut apikal dan perifer untuk mendeteksi efek hipertensi
terhadap jantung dan pembuluh darah perifer (Smeltzer &Bare, 2013).
25
Pemeriksaan fisik menurut (Doenges, 2007) yaitu:
a. Aktivitas atau istirahat
Gejala : Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,
takipnea.
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner,
dan penyakit serebrovaskuler. Dijumpai pula episode
palpitasi serta perspirasi.
Tanda : Kenaikan tekanan darah (pengukuran serial dari kenaikan
tekanan darah diperlukan untuk menegakkan diagnostik).
Hipotensi postural mungkin berhubungan dengan regimen
obat.
Nadi : Denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis, perbedaan
denyut seperti denyut femoral melambat sebagai
kompensasi denyutan radialis atau brakhialis, denyut
(popliteal, tibialis posterior, dan pedalis) tidak teraba atau
lemah.
Denyut apical : PMI kemungkinan bergeser atau sangat kuat.
Frekuensi/irama : Takikardia, sebagai disritmia.
Bunyi jantung : Terdengar S2 pada dasar, S3 (CHF dini), S4
(pengerasan ventrikel kiri/hipertropi ventrikel kiri).
Murmur stenosis valvular.
26
Desiran vaskular terdengar diatas karotis, femoralis, atau epigastrium
(stenosis arteri).
DVJ (distensi vena jugularis dan kongesti vena).
Ekstremitas : Perubahan warna kulit. Suhu dingin (vasokontriksi
periver), pengisian kapiler mungkin lambat/tertunda (vasokontriksi).
c. Integritas ego
Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euporia,
atau marah kronik (dapat mengindikasikan kerusakan
serebral).
Faktor-faktor stres meliputi (hubungan, keuangan yang
berkaitan dengan pekerjaan).
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinu
perhatian, tangisan yang meledak, gerak tangan empati, otot
muka tegang (khususnya sekitar mata), gerakan fisik cepat,
pernapasan menghela, dan peningkatan pola bicara.
d. Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (seperti
infeksi/obstruksi atau riwayat penyakit ginjal masa lalu).
e. Makanan/cairan
Gejala : Makanan yang disukai, yang dapat mencakup makanan tinggi
garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol (seperti makanan yang
digoreng, keju, telur), gula-gula yang berwarna hitam, dan
kandungan tinggi kalori.
- Mual dan muntah.
27
- Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat/turun).
- Riwayat penggunaan obat diuretik.
Tanda : Berat badan normal atau obesitas.
Adanya edema (mungkin umum atau tertentu), kongesti vena,
DVJ, dan glikosuria (hampir 10% pasien hipertensi adalah
diabetik).
f. Neurosensori
Gejala : Keluhan pening/pusing.
Berdenyut, sakit kepala suboksipital (terjadi saat bangun dan
menghilang secara spontan setelah beberapa jam).
g. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Angina (penyakit arteri koroner atau keterlibatan jantung).
Nyeri hilang timbul pada tungkai atau klaudikasi (indikasi
arteriosklerosis pada arteri ekstremitas bawah).
Sakit kepala oksipital berat, seperti yang pernah terjadi
sebelumnya.
Nyeri abdomen atau massa.
h. Pernapasan
Secara umum gangguan ini berhubungan dengan efek kardiopulmonal
tahap lanjut dari hipertensi menetap atau berat.
Gejala : Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas atau kerja.
Takipnea, ortopnea, dispnea nocturnal paroksismal.
Batuk dengan atau tanpa pembentukan sputum.
Riwayat merokok.
28
Tanda : Distres respirasi atau penggunaan otot aksesori pernafasan.
Bunyi napas tambahan (krakles/mengi), sianosis.
i. Keamanan
Keluhan : Gangguan koordinasi atau cara belajar.
Gejala : Episode parestesia unilateral transient.
Hipotensi potural.
j. Pembelajaran atau penyuluhan
Gejala :Faktor-faktor resiko keluarga seperti hipertensi, aterosklerosis,
penyakit jantung, diabetes mellitus, dan penyakit
serebrovaskular atau ginjal.
Penggunaan pil KB atau hormon lain dan penggunaan obat
atau alkohol.
D. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien hipertensi menurut (Doenges, 2007)
sebagai berikut:
1. Nyeri akut (sakit kepala) yang berhubungan dengan peningkatan tekanan
vaskuler serebral.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
3. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan afterload vasokonstriksi.
4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan meningkatnya produksi
ADH dan retensi natrium/air.
5. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan
penurunan/penghentian aliran darah.
29
6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema
7. Kurang pengetahuan mengenai penyakit berhubungan dengan kurangnya
informasi.
E. INTERVENSI
Intervensi pada pasien hipertensi menurut (Doenges, 2007) sebagai berikut:
1. Nyeri akut (sakit kepala) yang berhubungan dengan peningkatan tekanan
vaskuler serebral.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang.
Kriteria hasil : - klien melaporkan nyeri berkurang
Intervensi :
a. Kaji skala nyeri
b. Anjurkan tirah baring selama fase akut.
c. Berikan tindakan non farmakologis salah satunya bekam basah
d. Anjurkan untuk mengurangi aktivitas yang dapat meningkatkan sakit
kepala.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat melakukan
aktivitas sesuai tingkat kemampuan.
Kriteria hasil : - klien dapat melakukan aktivitas ringan.
Intervensi:
a. Kaji tingkat kemampuan klien melakukan aktivitas.
b. Motivasi klien untuk melakukan aktivitas ringan
c. Ajari klien tentan teknik penghematan energi
d. Berikan bantuan sesuai kebutuhan
30
3. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan afterload vasokonstriksi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi penurunan
curah jantung
Kriteria hasil : Tekanan darah dalam rentang normal
Intervensi:
a. Pantau tekanan darah
b. Catat denyut nadi sentral dan perifer
c. Auskultasi tonus jantung dan bunyi nafas
d. Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan waktu pengisisan kapiler
e. Pertahankan pembatasan aktivitas
4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan meningkatnya produksi
ADH dan retensi natrium/air.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan volume cairan seimbang
Kriteria hasil :
- Berat badan stabil
- Tidak ada edema
Intervensi :
- Pantau tanda vital
- Pantau input dan out put
- Pantau CVP
- Timbang berat badan
- Auskultasi bunyi nafas
31
5. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan
penurunan/penghentian aliran darah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi
perubahan perfusi jaringan.
Kriteria Hasil :
- Keseimbangan pemasukan/pengeluaran, tak ada
edema.
- Ektremitas hangat, teraba nadi perifer.
Intervensi :
- Pantau tanda vital
- Kaji CRT
- Kaji nadi perifer
- Kaji tanda homan, eritema, edema
- Pantau data laboratorium (GDA, BUN, kreatinin dan
elektrolit
6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi
kerusakan intregitas kulit.
Kriteria Hasil :
- Tidak terjadi edema
- Tidak terjadi kerusaka intregitas kulit
Intervensi :
- Kaji ada tidaknya edema
32
- Ganti posisi tiap 2 jam
- Berikan perawatan kulit
7. Kurang pengetahuan mengenai penyakit berhubungan dengan kurangnya
informasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pengetahuan
pasien tentang penyakit bertambah.
Kriteria Hasil :
- Klien mampu menjelaskan pengertian hipertensi
- Klien mampu menjelaskan penyebab hipertensi
- Klien mampu menjelaskan penatalaksanaan hipertensi
Intervensi :
- Kaji pengetahuan klien tentang hipertensi
- Beri pendidikan kesehatan tentang hipertensi
- Kaji kembali pengetahuan klien tentang hipertensi
- Beri reinforcement positif untuk klien