Upload
ledung
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Pengertian Reksa dana
Alternatif investasi yang tengah digalakan bagi masyarakat luas adalah reksa
dana. Berdasarkan UU no. 9/1995 pasal 1 ayat 27 disebutkan reksa dana adalah
wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal dan
kemudian selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manager investasi.
Efek yang diperdagangkan dalam membentuk portofolio reksa dana adalah
efek yang diperdagangkan di pasar modal dan pasar uang. Jenis instrumennya dapat
berupa Sertifikat Bank Indonesia, deposito berjangka, commercial paper dan obligasi,
serta saham. Investasi tersebut mempunyai jangka waktu pendek, menengah dan
panjang. Namun, umumnya reksa dana diinvestasikan pada instrumen berjangka
waktu menengah dan panjang dengan harapan memeperoleh pengembalian (return)
yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan invesatsinya yang dilakukan dalam
jangka waktu pendek.
II.2 Industri Reksa dana di indonesia
Reksa dana yang dimulai banyak didirikan pada tahun 1996 sesungguhnya
bukanlah hal yang baru diindonesia. Reksa dana telah hadir di Indonesia sejak tahun
1977 melalui PT Danareksa yang instrumennya disebut sertifikat danareksa. Namun,
pada waktu itu belum bervariasi dan penyebarannya masih sangat terbatas akibat
berbagai kendala. Kemudian pada tahun 1995 berdiri sebuah reksa dana tertutup yaitu
PT BDNI Reksa Dana. Berdirinya reksa dana ini merupakan cikal bakal semaraknya
reksa dana di Indonesia. Pendirian reksa dana terus berkembang dimana 25 reksa
dana in dikelola oleh 12 manajer investasi.
Krisis keuangan pada tahun 1997 di Indonesia dan dengan kebijakan
pemerintah mengeluarkan kebijakan memperbesar rentang band dollar menjadi 12%,
dan tingkat bunga mengalami kenaikan sehingga masyarakat menarik dananya dari
reksa dana dan diakhir tahun 1997 total nilai aktiva bersih reksa dana turun menjadi
Rp 4,9 triliun. Sampai akhir 1998 nilai aktiva bersih reksa dana mengalami
penurunan menjadi Rp 3 triliun yang di picu oleh tingginya tingkat suku bunga yang
mencapai 70 persen yang membuat investor lebih memilih untuk berinvestasi di
deposito di bandingkan reksa dana.
Pada tahun 2001 reksa dana mengalami pertumbuhan yang normal dengan
total nilai aktiva bersih menjadi Rp 8 triliun dengan jumlah reksa dana menjadi 108
reksa dana. Perkembangan reksa dana ini terus bertambah dengan berbagai inovasi
yang dilakukan manajer investasi. Para manajer investasi melakukan kerjasama
dengan perbankan untuk menjual reksa dana sehingga total reksa dana mengalami
peningkatan yang cukup tajam menjadi Rp 46,6 triliun dengan jumlah reksa dana
sebanyak 131 reksa dana.
II.3 Jenis-jenis Reksa dana
Bodie, et.al (2005) membagi reksa dana ke dalam 7 jenis reksa dana
berdasarkan instrumen efek pembentuk portofolio reksa dana dan imbal hasil yang
diberikan oleh reksa dana tersebut. Reksa dana menurut Bodie et.al yaitu:
1. Reksa dana pasar uang
Dana yang diperoleh oleh para investor di investasikan kedalam efek-efek
pasar uang. Keunggulan dari reksa dana in adalah risiko yang ditanggung
investor sangat kecil, namun kelemahannya yaitu memiliki tingkat imbal hasil
yang kecil pula.
2. Reksa dana pendapatan tetap
Sebagian besar dana ditempatkan pada instrumen pendapatan tetap, seperti
pada obligasi pemerintah maupun obligasi perusahaan. Pada umumnya
obligasi memberikan pembayaran per periode dalam jumlah yang tetap,
sehingga investor reksa dana ini memperoleh pendapatan periodik yang
jumlah tetap pula.
3. Reksa dana Campuran
Dana diinvestasikan ke dalam instrumen pendapatan tetap dan instrumen
saham dengan komposisi yang relatif sama. Hal ini dilakukan untuk menjaga
kestabilan dari pokok dana investasi sekaligus mengejar imbal hasil yang
lebih tinggi.
4. Reksa dana Saham
Dana diinvestasikan sebagian besar pada saham-saham yang dimasa
mendatang akan diperkirakan mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dari
pada umumnya. Sekitar 4-5% dari dana tersebut akan ditempatkan pada efek
pasar uang untuk menjaga likuiditas akibat penarikan dana yang dilakukan
oleh para investor.
5. International Fund
Dana ditempatkan pada instrumen-instrumen efek yang bukan berasal dari
negara penerbit obligasi. Contohnya seperti manajer investasi yang berlokasi
di Indonesia yang membeli efek-efek portofolio reksa dana dari bursa di
Jepang.
6. Asset allocation and flexible fund
Serupa dengan reksa dana campuran yang diinvestasikan dalam efek saham
dan obligasi sekaligus tetapi juga difokuskan pada suatu sektor yang potensial
sesuai dengan perkiraan manajer investasi. Pada reksa dana ini kemampuan
market timing mutlak diperlukan.
7. Reksa dana Indeks
Pada reksa dana ini dana diinvestasikan pada indeks pasar saham, maupun
indeks obligasi. Reksa dana ini ditawarkan kepada investor kecil karena
kecilnya biaya investasi dan cenderung menggunakan passive investment
strategy tanpa perlu membuat suatu analisa pilihan efek.
Risiko
Reksa Dana Pasar Uang
Reksa Dana Obligasi
Reksa Dana Seimbang
Reksa Dana Pertumbuhan dan pendapatan
Reksa Dana Pendapatan
Reksa Dana Pertumbuhan
Tingkat Pengembalian
Reksa Dana Pertumbuhan Agresif
Selanjutnya, Manurung (2007) mengelompokkan reksa dana berdasarkan
risiko dan reksa dana tersebut. Risiko tersebut dikelompokkan dari yang terendah
sampai tertinggi berdasarkan jenis instrumen yang menjadi investasi reksa dana
tersebut. Bila reksa dana tersebut diklasifikasikan berdasarkan tingkat pengembalian
dan risiko maka reksa dana yang mempunyai tingkat pengembalian yang rendah dan
risiko rendah dikenal dengan reksa dana Pasar Uang. Kemudian, risikonya lebih
tinggi dan tingkat pengembaliannya sedikit lebih tinggi dikenal dengan Reksa dana
Obligasi. Risiko lebih tinggi dan tingkat pengembalian lebih tinggi maka reksa dana
disebut sudah memasuki reksa dana campuran yaitu campuran instrumen saham dan
instrumen berpendapatan tetap. Kemudian reksa dana yang mempunyai risiko tinggi
dan tingkat pengembalian tinggi disebut dengan reksa dana pertumbuhan agresif.
Jenis reksa dana tersebut dapat diperhatikan paga gambar 1.1.
Gambar 1.1 Jenis Reksa Dana Berdasarkan Tingkat Pengembalian dan Risiko
Sumber : Adler Manurung, Reksa dana Investasiku, 2007
II.4 Pemilihan Reksa Dana
Manurung (2002) menjelaskan bahwa ada beberapa aspek penting yang harus
diperhatikan oleh investor dalam memilih investasi ke dalam reksa dana yaitu;
pertama, menentukan tujuan investasi dimana dalam tahapan ini sudah terkandung
bahwa dana yang dimiliki untuk investasi jangka menengah atau panjang.
Aspek kedua yaitu membandingkan sekelompok reksa dana yang akan di
investasikan. Untuk lebih baik, jangan menginvestasikan hanaya pada satu reksa dana
supaya terjadi diversivikasi.
Aspek ketiga yaitu mengenali pengelola reksa dana. Pengelola reksa dana
baik secara perorangan maupun perusahaan perlu diketahui dengan cermat melalui
membaca prospektus dari reksa dana tersebut.
Aspek keempat yaitu sponsor dari reksa dana. Sponsor reksa dana menjadi
sebuah kriteria untuk melihat seberapa jauh komitmen dan bonafiditas dari sponsor
tersebut, karena berdirinya reksa dana tidak terlepas dari pengorbanan sponsor.
Aspek kelima yaitu pengalaman mengelola dana atau sering dikenal dalam
bahasa Inggris yaitu track recorddari pengelola dana tersebut, sebaiknya track record
dalam mengelola dana di Indonesia.
Aspek keenam yaitu kemudahan melakukan transaksi untuk membeli dan me-
redeem reksa dana tersebut serta jasa pelayanan yang diberikan manajer investasi.
Aspek ketujuh, yaitu jumlah investor perorangan dari reksa dana yang
bersangkutan. Jumlah investor reksa dana ini sangat penting karena semakin banyak
pemegang reksa dananya maka stabilitas dari reksa dana tersebut terjamin dan
penurunan nilai aktiva yang tajam tidak terjadi.
II.5 Risiko
Karena keputusan investasi dilakukan sekarang, sedangkan return baru akan
diperoleh di masa yang akan datang yang diliputi ketidakpastian, maka keputusan
investasi tersebut mengandung risiko. Marzuki Usman (1994) menyatakan, risiko
yang mungkin dihadapi investor antara lain :
a) Risiko daya beli (Purchasing Power Risk)
Sifat investor dalam menangani faktor risiko di pasar modal terdiri dari 2
(dua), yaitu investor yang tidak menyukai risiko (risk averter) dan investor
yang menyukai risiko (risk taker). Bagi risk averter akan memilih jenis
investasi yang memberikan keuntungan minimal sama dengan investasi
sebelumnya. Investor mengharapkan mendapatkan return yang tidak terlalu
lama, karena khawatir adanya inflasi yang tinggi, menyebabkan pendapatan
riil yang diperoleh menjadi kecil.
b) Risiko Bisnis
Risiko bisnis adalah suatu risiko menurunnya kemampuan mendapatkan
laba yang pada gilirannya akan mengurangi kemampuan perusahaan
membayar bunga atau dividen.
c) Risiko Tingkat Bunga
Kenaikan tingkat bunga umumnya menyebabkan menurunnya harga-harga
saham di pasar modal.
d) Risiko Pasar (Market Risk)
Apabila pasar bergairah (bullish) umumnya hampir semua harga saham di
pasar modal mengalami kenaikan. Sebaliknya apabila kondisi pasar lesu
(bearish), harga saham juga cenderung mengalami penurunan.
e) Risiko Likuiditas (Liquidity Risk)
Risiko ini berkaitan dengan kemampuan suatu surat berharga untuk dapat
segera diperjualbelikan dengan tanpa mengalami suatu kerugian yang
berarti.
Ukuran-ukuran yang biasa dipakai untuk mengukur risiko-risiko diatas adalah
besarnya penyimpangan return aktual terhadap return yang diharapkan (expected
return) sebagai akibat terjadinya kemungkinan sukses atau gagalnya investasi yang
dilakukan. Risiko saham biasa diukur dengan menggunakan pengukuran variance
(varians) atau standar deviasi. Dengan demikian, adanya unsur ketidakpastian dalam
investasi membuat investor tidak hanya berpikir semata mata return saja, tetapi juga
mempertimbangkan adanya risiko investasi.
Risiko investasi dapat pula dikelompokkan menjadi risiko sistematis dan
risiko yang tidak sistematis. Risiko sistematis adalah merupakan risiko yang tidak
dapat dihindari sebagai akibat perubahan kondisi perekonomian nasional, regional
dan global yang tidak sesuai dengan harapan. Penting bagi investor nasional untuk
memprediksi kondisi perekonomian nasional, regional dan global, karena aktivitas
ekonomi tersebut akan mempengaruhi industri dan perusahaan dalam pencapaian laba
dan akhirnya akan mempengaruhi fluktuasi harga saham perusahaan. Risiko non
sistematis adalah risiko yang timbul dari faktor internal dan eksternal perusahaan
(faktor mikro). Adanya moral hazzard dalam perusahaan, semakin tingginya tingkat
persaingan, risiko usaha, cepatnya perkembangan teknologi akan mempengaruhi
kinerja perusahaan dan harga sahamnya.
II.6 Strategi aktif
II.6.1 Strategi Aktif Pemilihan Sekuritas
Strategi aktif pemilihan sekuritas dengan model Treynor Black bertujuan untuk
mengoptimalkan mean variance dari portofolio berrisiko, sehingga didapat Capital
Allocation Line yang lebih baik daripada Capital Market Line. Dari sekuritas-
sekuritas yang ada di pasar dipilih sekuritas-sekuritas yang mispriced (undervalued)
yang diharapkan akan memberikan abnormal return atau extra exected return.
Namun tidak seluruh sekuritas tersebut dipilih dan disusun dalam satu portofolio
tersendiri, karena pertimbangan biaya analisa yang harus dilakukannya dan prinsip
diversifikasi. Akan tetapi hasil dari pemilihan sekuritas tersebut akan digabung
dengan portofolio indeks pasar untuk membentuk satu portofolio aktiva berrisiko
yang lebih baik.
Model Treynor Black mengasumsikan bahwa pasar modal mendekati efisien.
Prinsip-prinsip dasarnya adalah sebagai berikut :
a. Analisa sekuritas hanya bisa dilakukan pada sebagian kecil sekuritas saja.
Sekuritas-sekuritas lainnya yang tidak dianalisa dianggap berharga wajar.
b. Untuk mendapatkan diversifikasi yang efisien, maka digunakan portofolio
indeks pasar sebagai portofolio dasar. Portofolio indeks pasar ini disebut
portofolio pasif.
c. Perkiraan harapan hasil investasi dan varian dari portofolio indeks pasar sudah
tersedia.
d. Tujuan dari analisa sekuritas adalah untuk membentuk satu portofolio aktif
dari sejumlah kecil sekuritas yang dipilih tersebut adalah sekuritas yang
mispriced.
e. Perkiraan makro ekonomi untuk portofolio pasif dan perkiraan makro dan
mikro ekonomi untuk portofolio aktif digunakan untuk menentukan portofolio
optimal yang berrisiko, yang merupakan gabungan dari portofolio aktif dan
portofolio pasif.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisa sekuritas menurut Treynor
Black adalah sebagai berikut:
a. Memperkirakan beta dan residual dari setiap sekuritas yang akan dianalisa.
Sedangkan required rate of return dari setiap sekuritas dihitung dari beta dan
perkiraan makro, serta excess market return
b. Dengan derajad mispricing tertentu untuk setiap sekuritas, expected return
dan expected abnormal return dapat ditentukan (alpha).
c. Dengan menggunakan nilai perkiraan alpha, beta dan residual risk dari setiap
sekuritas yang dianalisa, maka bobot optimal dari setiap sekuritas dalam
portofolio aktif dapat ditentukan.
d. Memperkirakan alpha, beta dan residual risk dari portofolio aktif sesuai
dengan bobot sekuritas dalam portofolio.
Untuk setiap sekuritas yang dianalisa misalkan sekuritas “K” dinyatakan tingkat
hasil investasinya (rate of return) sebagai :
rk = rf + βk (rm-rf) + ek + αk ............................................................(2-1)
Dimana :
rf adalah tingkat bunga bebas risiko
βk adalah risiko sistematis
rm adalah tingkat hasil investasi pada portofolio indeks pasar
ek adalah firm specific disturbance atau non systematic components of return
αk adalah extra expected return atau abnormal return
Jadi, untuk setiap sekuritas yang dianalisa, harus diperkirakan nilai-nilai dari αk,
βk, σ2 (ek). Bila semua nilai αk sama dengan nol, maka portofolio yang optimal.
Tetapi pada umumnya αk bernilai positif atau negatif.
Kumpulan dari sekuritas-sekuritas yang dianalisa tersebut akan membentuk
suatu portofolio aktif, misalkan portofolio A. Portofolio A ini akan membentuk suatu
efficient frontier yang terletak diatas effiecient frontier portofolio indeks pasar.
Akibatnya portofolio A mempunyai Capital Allocation Line (CAL) yang terletak
diatas Capital Market Line (CML). Hal ini disebabkan karena portofolio A disusun
dari sekuritas-sekuritas dengan nilai α positif, sedangkan semua sekuritas membentuk
portofolio indeks pasar diasumsikan mempunyai nilai alpha sama dengan nol.
Harapan tingkat hasil investasi(expected return) portofolio A adalah :
E(rA) = αA + rf+ βA [E(rM) – rf] ..................................................................(2-2)
Sedangkan total varian portofolio aktif A terdiri dari komponen varian
sistematik σ2(eA). Kovarian portofolio aktif A dengan portofolio pasar adalah β2 σ2M
Portofolio aktif A bukan merupakan portofolio yang optimal karena tidak
memenuhi kriteria diversifikasi. Oleh karena itu portofolio A ini digabung dengan
portofolio indeks pasar sehingga membentuk satu portofolio yang optimal. Misalkan
W bagian di portofolio aktif A, dan (1-w) di portofolio indeks pasar, maka tingkat
hasil investasinya dinyatakan sebagai berikut :
rp = W + rA + (1-w) rM ....................................................................................(2-3)
Dengan tujuan untuk mengoptimalkan Sharpe’s Measure dari portofolio optimal
tersebut, maka akan didapat 1 bobot optimal W*, sehingga terbentuk 1 CAL yang
menyinggung efficient frontier portofolio A.
W* = Wo / 1+(1-βA). Wo...................................................................................(2-4)
Atau
Wo = ((αA / σ2(eA)) / [E (rm) - rf] / σ2m ...........................................................(2-5)
Dari persamaan 2-5 terlihat bahwa bagian pembilan merupakan reward dari
mispricing terhadap risiko non sistematis. Reward ini dibagi dengan reward to
variability portofolio indeks pasar. Hal ini disebabkan karena Wo adalah bobot
optimal di portofolio aktif A, bila beta portofolio aktif sama dengan nol.
Reward to variability ratio dari portofolio optimal ini terdiri dari Sharpe’s
Measure dari portofolio pasif dan aktif.
S2p = S2m + (αA / σ2(eA))
S2p = [(E (rm) – rf) / rm]2 + [αA / α (eA)]2........................................................(2-6)
Dari persamaan 2-6 terlihat bahwa portofolio optimal mempunyai Sharpe’s
Measure lebih tinggi dari portofolio indeks pasar, sebesar αA / α (EA). Ratio alpha
terhadap residual standard deviation ini akan maksimal bila untuk setiap sekuritas
yang dianalisa (misalkan sekuritas ‘K’ dari jumlah ‘n’ sekuritas) memenuhi syarat
pembobotan sebagai berikut :
Wk = (αk / σ2 (ek)) / ∑in α1 / σ2 (ei) .................................................................(2-7)
Persamaan 2-7 menunjukkan bahwa bobot setiap sekuritas dalam portofolio
aktif tergantung pada rasio derajad kesalahan harga sekuritas (αk), terhadap risiko non
sistematis (σ2 (ek)).
Kembali pada persamaan 2-6, Sharpe’s Measure dari portofolio optimal
mengalami peningkatan terhadap Sharpe’s Measure portofolio pasif yang
dikuadratkan, sebesar [αA / σ (eA)]2.
Rasio ini menjadi ukuran kinerja dari portofolio aktif dan disebut appraisal
ratio. Untuk setiap sekuritas yang dianalisa dapat dihitung konstribusinya pada
kinerja portofolio aktif. Misalkan terdapat ‘n’ sekuritas yang dianalisa, maka
appraisal ratio portofolio aktif tersebut sama dengan jumlah appraisal ratio dari
setiap sekuritas
[αA / σ (eA)]2 = ∑in [αi / σ (ei)]2 ......................................................................(2-8)
Appraisal ratio dari setiap sekuritas merupakan ukuran konstribusi sekuritas
kepada kinerja portofolio aktif.
II.6.2 Strategi Aktif Market timing
Market timing merupakan strategi aktif dalam mengelola portofolio, dimana
manajer investasi memindahkan atau memperbesar bobot dana dalam suatu aktiva
yang diperkirakan akan memberikan hasil investasi yang lebih tinggi. Perubahan
pembobotan dana ini bisa dilakukan diantara aktiva bebas risiko di pasar uang dan
aktiva berisiko di pasar modal, antara aktiva berpendapatan tetap (obligasi) dan aktiva
ekuitas di dalam satu aktiva berisiko, atau antara satu ekuitas sektor tertentu dan
sektor lainnya di dalam 1 aktiva ekuitas yang merupakan bagian dari satu aktiva
berisiko. Perubahan pembobotan ini dengan sendirinya merubah beta portofolio dan
harapan hasil investasi.
Pengambilan keputusan market timing didasari pada peramalan perubahan
parameter-parameter ekonomi makro yang selanjutnya akan mempengaruhi tingkat
hasil investasi pasar uang dan pasar modal. Bahkan perubahan parameter-parameter
ekonomi makro tersebut akan berdampak pada sektor-sektor industri yang sensitif
dan mempengaruhi tingkat pengembalian efek ekuitas per sektoral bahkan persaham.
Bila pasar modal diperkirakan akan bullish, maka strategi market timing akan
mengubah portofolionya sehingga beta portofolio akan dirubah menjadi lebih kecil.
Keputusan Manajer Investasi dalam merubah beta portofolio, biasanya
dilakukan dengan mengubah komposisi antara aktiva bebas risiko dan aktiva berisiko
atau antara aktiva berpendapatan tetap dan aktiva ekuitas. Sedangkan perubahan
komposisi dalam aktiva ekuitas merupakan keputusan dalam memperbaiki kualitas
aktiva berisiko, bukan untuk tujuan market timing.
Tingkat keberhasilan menerapkan strategi market timing ditentukan oleh
keberhasilan memperkirakan tingkat kembalian di pasar uang dan pasar modal. Oleh
karena itu untuk mengukur kemampuan market timing, diperlukan proporsi
peramalan (forecast) yang benar tentang bull market dimana tingkat hasil investasi
pada portofolio indeks pasar di pasar modal lebih besar daripada tingkat bunga bebas
risiko di pasar uang, dan proporsi peramalan yang benar tentang bear market, dimana
tingkat hasil investasi pada portofolio indeks pasar di pasar modal lebih kecil
daripada tingkat bunga bebas risiko di pasar uang.
Misalkan γ(t) adalah var peramalan market timing (Manajer Investasi yang
menerapkan strategi market timing), dimana γ(t) = 1 bila peramalan yang dibuat pada
saat (t-1) untuk periode t, benar terjadi bahwa Zm > R(t), sehingga probabilitas γ yang
bersyarat pada tingkat kembalian hasil investasi pasar didefinisikan sebagai :
P1 (t) = Prob [γ (t) = 0 | Zm (t) ≤ R (t)]
1-P1 (t) = Prob [γ (t) = 0 | Zm (t) ≤ R (t)]
P2 (t) = Prob [γ (t) = 0 | Zm (t) > R (t)]
1 - P2 (t) = Prob [γ (t) = 0 | Zm (t) > R (t)] ................................................... (2-9)
Dengan demikian P1(t) adalah probabilitas bersyarat dari peramalan yang benar
dengan syarat Zm ≤ R(t). Dan P2(t) adalah probabilitas bersyarat dari peramalan yang
benar dengan syarat Zm > R(t). Dalam hal ini diasumsikan bahwa baik P1(t) dan P2(t)
tidak tergantung dari besarnya | Zm - R(t)|, sehingga P1(t) + P2(t) dapat digunakan
untuk mengukur tingkat keberhasilan peramalan dalam strategi market timing.
II.6.3 Penilaian Kinerja Portofolio Yang Dikelola Secara Aktif
Menurut Zvi Bodie (2003), penilaian kinerja portofolio pasif yang memounyai
mean variance konstan dapat dibenarkan secara statistik untuk interval waktu
pengukuran yang tidak terlalu panjang. Namun untuk portofolio yang dikelola secara
aktif, dimana komposisinya sering berubah, maka penilaian kinerja portofolio
berdasarkan asumsi mean variance yang konstan tidak dapat dibenarkan.
Bila asumsi mean variance portofolio aktif konstan, maka perubahan tingkat
hasil investasi (mean return) yang disebabkan oleh perubahan pada pembobotan dana
pada portofolio tidak dianggap sebagai suatu strategi. Sehingga seakan-akan strategi
aktif kelihatan lebih berisiko dan memberikan Sharpe’s Measure yang lebih rendah
dari sebenarnya.
Oleh karena itu untuk mengukur kinerja portofolio yang dikelola secara aktif
harus digunakan pendekatan pada tingkat kesuksesan melakukan strategi perubahan
pembobotan (market timing) yang tercermin pada tingkat hasil investasi dari
portofolio tersebut relatif terhadap tingkat hasil investasi dari portofolio tersebut
relatif terhadap tingkat hasil investasi pada portofolio indeks pasar. Selain itu kualitas
portofolio aktif yang ditentukan oleh pemilihan sekuritas sehingga membentuk CAL
yang lebih baik, juga harus diperhitungkan sebagai faktor yang mempengaruhi
kinerja portofolio secara keseluruhan. Dengan pendekatan ini, maka kinerja
portofolio yang dikelola secara aktif bisa dinilai berdasarkan data-data lampau excess
return relatif terhadap bunga bebas risiko.
II.6.4 Penilaian Kemampuan Market timing
Menurut Henrikkson & Merton (1984), mengembangkan prosedur statistik
untuk menilai kemampuan market timing dengan test parametrik dan non parametrik.
Bila peramalan-peramalan yang dilakukan Manajer Investasi bisa diamati, maka
prosedur non parametrik dapat digunakan tanpa harus memperhitungkan distribusi
tingkat hasil investasi. Namun bila peramalan-peramalan tersebut tidak diamati, maka
prosedur parametrik dapat digunakan dengan asumsi pada model CAPM ataupun
model multifaktor.
Prosedur parametrik dapat digunakan untuk mengukur kemampuan market
timing dengan menggunakan data-data tingkat hasil investasi portofolio di masa lalu
secara urut waktu (time series). Dengan menggunakan kerangka CAPM, dimana
bentuk keseimbangan tingkat hasil investasi sekuritas akan konsisten dengan Security
Market Line, maka persamaan regresi untuk tingkat hasil investasi dapat dinyatakan
sebagai berikut :
Zp(t) – R(t) = (α + β) . ( x (t) +ε (t) ............................................................(2-10)
Dimana,
Zp(t) = realized return dari portofolio
x(t) = Zm(t) – R(t) adalah realized excess return dari portofolio indeks pasar
ε (t) adalah bentuk acak residual, yang diasumsikan memenuhi kondisi sebagai
berikut :
E[ε (t)] = 0,
E[ε (t)|x(t)] = 0,
E[ε (t)| ε (i-t)] = 0, dimana i = 1, 2, 3 ........................................................(2-11)
Model Henrikkson & Merton mengasumsikan bahwa perbedaan tingkat risiko
sistematis portofolio yang dipilih oleh Manajer Investasi merupakan fungsi dari
peramalan. Berdasarkan asumsi tersebut, maka model ini adalah mengasumsikan ada
dua (2) target tingkat risiko yang tergantung pada peramalan apakah tingkat harapan
tingkat investasi pada portofolio indeks pasar lebih besar daripada tingkat bunga
bebas risiko. Jika ada satu target beta, bila diperkirakan Zm(t) > R(t) dan 1 target beta
lainnya untuk Zm(t) ≤ R(t).
Misal η1 menyatakan target beta portofolio yang dipilih bila diperkirakan
Zm(t) ≤ R(t) dan η2 menyatakan target beta portofolio yang dipilih bila diperkirakan
Zm(t) > R(t).
Bila β (t) adalah beta portofolio pada saat t, maka β(t) = η1 untuk peramalan
down market dan β(t) = η2 untuk peramalan up market. Untuk peramalan yang
rasional maka η2 > η1. Dengan asumsi bahwa β(t) tidak bisa diamati, maka β(t)
merupakan suatu varied random. Misalkan b adalah nilai harapan tidak bersyarat
(unconditional) dari β(t), maka b dapat dinyatakan :
b = q [P1 η1 + (1-P1) η2] + (1+q) [P2 η2 + (1-P2) η1]............................... (2-12)
Dimana
q adalah peramalan atau probabilitas tidak bersyarat sehingga Zm(t) ≤ R(t)
Misalkan variabel acak θ(t) = [β(t) - b], maka θ(t) merupakan anticipated
component of beta, dan distribusinya bisa dinyatakan sebagai berikut :
Bersyarat pada x(t) ≤ 0,
θ = θ1
θ2 = )1)(1(1[ 2121 PqqP −−−−−ηη , dengan probabilitas = P1
θ1 = , dengan probabilitas ........(2-13)
Bersyarat pada ,
=
, dengan probabilitas =
,
dengan probabilitas = .......................................................(2-14)
Dari persamaan 2-13 dan 2-14 tersebut dengan bersyarat pada , maka
nilai harapan dapat dinyatakan sebagai berikut :
E ,
E , untuk , .................(2-15)
E
E , untuk ,................ (2-16)
Tingkat hasil investasi portofolio per periode dan peramalan tersebut dapat
dinyatakan dalam bentuk :
..........................................(2-17)
Dimana,
adalah harapan penambahan tingkat hasil investasi pada portofolio dari
proses pemilihan sekuritas (microforecasting).
adalah bentuk acak residual.
Dengan analisa regresi variabel dummy (least squared regression) dapat
dipisahkan penambahan kinerja portofolio dari proses pemilihan
sekuritas(microprocessing). Spesifikasi regresi tersebut dapat dinyatakan sebagai
berikut :
........................................(2-18)
Dimana,
Dari persamaan 2-18 tersebut, nilai harapan tingkat hasil investasi portofolio
yang bersyarat pada x(t) > 0, dapat dinyatakan sebagai berikut :
a ................................................(2-19)
Sedangkan nilai harapan tingkat hasil investasi yang bersyarat pada ,
ditulis sebagai berikut:
......................................(2-20)
Untuk menganalisa koefisien-koefisien regresi dan bentuk kesalahan (error
term) dari hasil bersamaan 2-18, maka varian dan kovarian bentuk nilai harapan dan
varian dari variabel acak dan (t). Dimana dan didefinisikan
sebagai berikut :
min
max .................................................................................(2-21)
Sedangkan varian dan kovarian dari variabel-variabel pada persamaan 2-18,
dinyatakan sebagai berikut:
, i = 1, 2
.
.
.
......................(2-22)
Dari persamaan 2-18 dan 2-22, perkiraan varian dummy pada sampel besar untuk
dan dapat dinyatakan sebagai berikut :
= ,
,
= ..................................................................................(2-23)
= ,
=
= .....................................................................(2-24)
Kemampuan market timing dinyatakan oleh pada persamaan 2-24. Nilai
akan sama dengan nol, bila tidak kemampuan market timing atau bila Manajer
Investasi tidak melakukan suatu tindakan apapun atas ramalan-ramalannya. Tidak
mempunyai kemampuan market timing berarti , sedangkan tidak
melakukan tindakan atas ramalan-ramalannya berari .
Nilai negatif dari perkiraan koefisien regresi tidak berarti bahwa
kemampuan market timing nya sama dengan negatif. Hal ini disebabkan karena bila
, akan melanggar asumsi dan . Oleh karena itu
perlu dilakukan uji tingkat signifikansi untuk mengetahui apakah benar nilai tidak
sama dengan nol.
Dengan transformasi linier persamaan 2-18 dapat dituliskan dalam bentuk lain
sebagai berikut :
......................(2-25)
Dimana,
Bila x(t) > 0, maka dan (t) dan x (t), sehingga merupakan
intepretasi intuitif sehingga beta reksa dana untuk up market dan down market.
Sebaliknya bila x (t) 0, maka merupakan interpretasi intuitif
sehingga beta untuk market return.
Untuk jumlah sampel yang besar, perkiraan regresi dan akan sesuai
dengan interpretasi tersebut. Sehingga dapat dituliskan sebagai berikut :
=
= ..........................................................(2-26)
..........................................................(2-27)
Dimana,
Jadi penilaian kemampuan market timing dengan menggunakan spesifikasi
tersebut, berarti membuktikan apakah benar lebih besar daripada . Hal ini
berarti membuktikan apakah benar bahwa beta portofolio lebih besar daripada saat up
market daripada saat down market.
Menurut Sharpe (1995), ada dua yang bisa digunakan untuk mengukur
kemampuan market timing yang dilakukan oleh Manajer Investasi, dimana secara
statistik digunakan parameter pengukuran a,b, dan c yaitu :
a. Regresi Kuadratik
...........................(2-28)
b. Regresi Variabel Dummy
..............(2-29)
Dimana merupakan random error term, dan adalah “dummy variable”,
dengan memberikan nilai nol (0) untuk setiap periode t ketika atau pada
down market (bear market) dan nilai minus (-1) untuk periode t pada saat
atau pada saat up market (bull market).
II.6.5 Penilaian Tingkat Keberhasilan Sekuritas
Peningkatan kinerja portofolio yang disumbangkan oleh proses pemilihan
sekuritas (microforecasting) juga bisa diukur dengan menggunakan persamaan 2-18.
Perkiraan variabel dummy untuk sampel besar dari dapat dinyatakan sebagai
berikut :
..........................................(2-30)
Dengan demikian dari persamaan 2-26, 2-27, dan 2-28, model regresi pada
persamaan 2-18 dapat digunakan untuk memperkirakan kontribusi dan
microforecasting (proses pemilihan sekuritas) dan macroforecasting (market timing)
pada kinerja portofolio secara keseluruhan.
II.6.6 Bentuk Kesalahan
Bentuk kesalahan dalam persamaan 2-18, merupakan kesalahan perkiraan
nilai beta ( ) terhadap nilai beta yang sebenarnya ( ) sebenarnya
didefinisikan :
, bila , dan peramalan dari market timing tidak benar,
, bila sebaliknya,
bila , dan peramalan dari market timing benar,
, bila sebaliknya,
, bila , dan peramalan dari market timing tidak benar,
, bila sebaliknya,
bila , dan peramalan dari market timing benar,
, bila sebaliknya,
Maka dapat dinyatakan :
E( ) = E( ) = 1-
E( ) = 1-P2 E( ) = P2 ...........................................................(2-31)
Dari persamaan 2-18, perkiraan kesalahan untuk setiap periode dituliskan
sebagai berikut :
.....................................................................(2-32)
Dimana, mencakup seluruh kesalahan yang dihasilkan dari perkiraan
mikro. Karena peramalan mikro independen terhadap x, maka juga independen
terhadap x. Dalam ilmu statistika, menurut law of large numbers bila jumlah sampel
pengamatan N sangat besar, maka ( ), ( ), ( ), dan ( ) akan
mendekati nilai-nilai harapannya. Oleh karena itu dari persamaan 2-30, dapat ditulis
sebagai berikut :
Jadi untuk jumlah sampel yang sangat besar, perkiraan koefisien koefisien
dengan variabel dummy pada persamaan 2-18, akan menghasilkan perkiraan yang
tidak bias, tetapi karena tidak statis sehingga standard deviasi dari merupakan
fungsi |x(t)|, maka akan muncul heteroskedastisitas ini, maka dapat dilakukan dengan
generalized least squared estimation.
II.7 Metode Penilaian Kinerja dengan Sharpe Measure
Sharpe memperkenalkan pengukuran penyesuaian risiko yaitu reward to
variability ratio (RVAR) pada tahun 1966. RVAR diperoleh dengan membandingkan
rata-rata kelebihan tingkat keuntungan portofolio dari rata-rata tingkat bunga bebas
risiko yang juga disebut premi risiko portofolio dengan risiko portofolio. Tujuan dari
analisa koefisien Sharpe adalah untuk mengukur sejauh mana diversivikasi portofolio
kombinasi yang optimal dapat menghasilkan keuntungan dengan risiko tertentu.
Sharpe’s Measure menyajikan suatu rasio ukuran kinerja dengan memperhitungkan
tingkat imbal hasil dan risiko standar deviasi sekaligus. Formula Sharpe’s Measure
adalah :
Sharpe Measure = p
fp RRσ−
(3.1)
Dimana,
R p = rata-rata tingkat imbal hasil suatu portofolio pada suatu periode
R f = rata-rata tingkat imbal hasil aset bebas risiko pada suatu periode
σ p = standar deviasi portofolio
Sharpe mengukur seberapa besar penambahan hasil investasi yang diperoleh
(risk premium) untuk tiap unit risiko yang diambil. Semakin tinggi nilai Sharpe’s
Measure maka semakin baik kinerja reksa dana tersebut. Penghitungan rata-rata
harian pertahun imbal hasil reksa dana (R p ) dapat menggunakan metode aritmethic
mean. Formula sampel aritmethic mean (Levin, 1998) adalah :
NXX Σ
= (3.2)
Dimana,
X = aritmethic mean
XΣ = penjumlahan nilai dari semua sampel
N = jumlah periode elemen dalam sampel
II.8 Metode Penilaian Kinerja dengan Treynor Measure
Berbeda dengan metode Sharpe, reward to volatility ratio(RVOL)
diperkenalkan oleh Jack Treynor pada tahun 1965 untuk mengukur besarnya premi
risiko per beta portofolio, apabila beta portofolio berubah satu satuan. Pengukuran
dengan Treynor’s Measure juga didasarkan atas risk premium, namun didalam
metode Treynor digunakan sebagai pembagi beta (β) yang merupakan risiko
fluktuatif relatif terhadap risiko pasar. Beta (β) dalam konsep CAPM merupakan
systematic risk atau risiko pasar yang mencerminkan prilaku portofolio terhadap
indeks pasar. Formula Treynor’s Measure adalah :
Treynor’s Measure = p
fp RRβ−
(3.3)
Dimana,
R p = rata-rata tingkat imbal hasil suatu portofolio pada suatu periode
R f = rata-rata tingkat imbal hasil aset bebas risiko pada suatu periode
β p = beta imbal hasil suatu portofolio terhadap imbal hasil indeks pasar.
Sama halnya dengan metode Sharpe semakin tinggi nilai Treynor’s Measure maka
semakin baik kinerja reksa dana tersebut.