14

Click here to load reader

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi Lahaneprints.ung.ac.id/1664/6/2012-2-54211-613410086-bab2...4. Penggunaan yang memungkinkan produksi yang lestari atau keuntungan-keuntungan lainnya

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi Lahaneprints.ung.ac.id/1664/6/2012-2-54211-613410086-bab2...4. Penggunaan yang memungkinkan produksi yang lestari atau keuntungan-keuntungan lainnya

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Evaluasi Lahan

Banyak pengertian lahan yang telah didefinisikan oleh para ahli, namun

pada dasarnya mempunyai rumusan yang kurang lebih sama. Menurut

Hardjowigeno, (2007) lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah,

iklim, relief, hidrologi dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi

potensi penggunaannya. Termasuk didalamnya adalah akibat-akibat kegiatan

manusia, baik pada masa lalu maupun masa sekarang, seperti reklamasi daerah-

daerah pantai, penebangan hutan, dan akibat-akibat yang merugikan seperti erosi

dan akumulasi garam. Faktor-faktor sosial dan ekonomi secara murni tidak

termasuk dalam konsep lahan ini. Menurut FAO (1976), lahan (land) merupakan

suatu daerah bentang permukaan bumi dan di bawah permukaan bumi, meliputi

atmosfer, tanah, geologi, hidrologi, tumbuhan, dan hewan serta hasil aktivitas

manusia masa lampau dan sekarang.

Evaluasi lahan adalah proses dalam menduga kelas kesesuaian lahan dan

potensi lahan untuk penggunaan tertentu, baik untuk pertanian maupun non

pertanian. Kelas kesesuaian lahan suatu wilayah untuk suatu pengembangan

pertanian pada dasarnya ditentukan oleh kecocokan antara sifat fisik lingkungan

yang mencakup iklim, tanah, terrain mencakup lereng, topografi/relief, batuan di

permukaan dan di dalam penampang tanah serta singkapan batuan (rock outcrop),

hidrologi, dan persyaratan penggunaan lahan atau persyaratan tumbuh tanaman

(Djaenudin et al. 2000). Evaluasi sumberdaya lahan pada hakekatnya merupakan

proses untuk menduga potensi sumberdaya lahan untuk beberapa penggunaannya.

Evaluasi sumberdaya lahan berfungsi untuk memberikan pengertian tentang

hubungan-hubungan antara kondisi lahan dan penggunaannya serta memberikan

kepada perencana sebagai perbandingan dan alternatif pilihan penggunaan yang

dapat diharapkan berhasil (Sitorus 2004).

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi Lahaneprints.ung.ac.id/1664/6/2012-2-54211-613410086-bab2...4. Penggunaan yang memungkinkan produksi yang lestari atau keuntungan-keuntungan lainnya

Prinsip utama yang digunakan dalam proses evaluasi lahan menurut FAO

(1976) adalah sebagai berikut:

1. Kesesuaian lahan dinilai berdasarkan jenis penggunaan lahan yang spesifik.

Penggunaan lahan yang berbeda memerlukan syarat yang berbeda pula.

2. Evaluasi lahan memerlukan perbandingan antara keuntungan yang diperoleh

dengan masukan yang diperlukan.

3. Memerlukan pendekatan multidisiplin dari para ahli ilmu-ilmu alam,

teknologi penggunaan lahan, ekonomi, sosiologi dan lain-lain. Evaluasi

hampir senantiasa memasukkan pertimbangan-pertimbangan ekonomi.

4. Evaluasi dilakukan sesuai dengan kondisi-kondisi fisik lahan, sosial

ekonomi daerah yang dikaji serta kondisi nasional.

5. Kesesuaian didasarkan atas penggunaan yang lestari. Aspek kerusakan atau

degradasi lingkungan diperhitungkan pada saat menilai kesesuaiannya agar

jangan sampai menyebabkan kerusakan lingkungan dikemudian hari

meskipun dalam jangka pendek usaha tersebut sangat menguntungkan.

6. Evaluasi melibatkan perbandingan lebih dari satu jenis penggunaan lahan.

Apabila hanya satu jenis penggunaan yang dipertimbangkan, maka hal ini

dapat menyebabkan kerugian, di mana beberapa jenis penggunaan lain yang

lebih menguntungkan tidak teramati.

Ada dua cara dalam mengevaluasi lahan yaitu secara langsung dan secara

tidak langsung. Pada evaluasi lahan secara langsung, lahan dievaluasi langsung

melalui percobaan-percobaan, misalnya dengan menanam tanaman atau

membangun jalan atau pipa-pipa minyak, untuk melihat apa yang akan terjadi.

Hasil-hasil tersebut dapat digunakan hanya untuk lokasi percobaan tertentu atau

untuk tujuan penggunaan tertentu lainnya (Sitorus 2004).

Evaluasi lahan secara langsung mempunyai penggunaan yang sangat

terbatas jika tidak disertai dengan pengumpulan data yang cukup banyak. Oleh

karena itu sebagian besar pengevaluasian lahan dilakukan dengan secara tidak

langsung. Proses evaluasi lahan secara tidak langsung dapat dibagi ke dalam

beberapa tahap. Proses ini akan meliputi penentuan ciri lahan (land properties)

yang ada hubungannya dan dapat diukur atau dianalisis tanpa memerlukan usaha-

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi Lahaneprints.ung.ac.id/1664/6/2012-2-54211-613410086-bab2...4. Penggunaan yang memungkinkan produksi yang lestari atau keuntungan-keuntungan lainnya

usaha yang sangat besar. Ciri tersebut disebut karakteristik lahan (land

characteristics) (Sitorus 2004).

FAO (1976) memberi suatu penekanan tentang evaluasi lahan yang meliputi

berbagai masalah, yaitu:

1. Keadaan pengelolaan lahan sekarang dan yang akan terjadi, bila pengelolaan

sekarang tetap ada atau tidak berubah.

2. Kemungkinan perbaikan yang dapat dilakukan untuk tindakan pengelolaan,

dalam rangka penggunaan lahan sekarang.

3. Penggunaan lahan yang secara fisik memungkinkan, dan relevan, baik

secara ekonomi maupun secara sosial.

4. Penggunaan yang memungkinkan produksi yang lestari atau keuntungan-

keuntungan lainnya.

5. Pengaruh-pengaruh buruk yang mungkin timbul dari masing-masing

penggunaan lahan, baik secara fisik, ekonomi dan sosial.

6. Masukan yang diperlukan secara berulang untuk mempertahankan produksi

yang diinginkan, dan meminimumkan pengaruh buruknya.

7. Keuntungan-keuntungan dari masing-masing penggunaan lahan tersebut.

2.2 Evaluasi Kesesuaian Lahan

Kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu tipe tanah untuk penggunaan

tertentu (FAO 1983). Kelas kesesuaian lahan suatu wilayah untuk suatu

pengembangan pertanian pada dasarnya ditentukan oleh kecocokan antara sifat

fisik lingkungan yang mencakup mencakup iklim, tanah, terrain mencakup lereng,

topografi/relief, batuan di permukaan dan di dalam penampang tanah serta

singkapan batuan (rock outcrop), hidrologi, dan persyaratan penggunaan lahan

atau persyaratan tumbuh tanaman (Djaenudin et al. 2000). Sedangkan evaluasi

kesesuaian lahan pada hakekatnya berhubungan dengan evaluasi untuk suatu

penggunaan tertentu (Sitorus 2004). Selanjutnya FAO (1976) menegaskan bahwa

bagi keperluan evaluasi lahan di negara sedang berkembang maka sangat

bermanfaat adanya pemisahan antara:

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi Lahaneprints.ung.ac.id/1664/6/2012-2-54211-613410086-bab2...4. Penggunaan yang memungkinkan produksi yang lestari atau keuntungan-keuntungan lainnya

a) Klasifikasi Kesesuaian Sekarang menunjukkan kesesuaian terhadap

penggunaan lahan yang ditentukan dalam keadaan sekarang, tanpa ada

perbaikan yang berarti,

b) Klasifikasi Kesesuaian Potensial menunjukkan kesesuaian terhadap

penggunaan lahan yang ditentukan dari satuan lahan dalam keadaan yang

akan datang setelah diadakan perbaikan utama tertentu yang diperlukan.

Metode FAO dapat dipakai untuk klasifikasi kuantitatif maupun kualitatif,

tergantung dari data yang tersedia. Penilaian kesesuaian lahan dibedakan menurut

tingkatannya, yaitu sebagai berikut (FAO 1976):

1) Ordo: menunjukkan apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk

penggunaan tertentu;

2) Kelas: menunjukkan tingkat kesesuaian suatu lahan;

3) Sub-kelas : menunjukkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang harus

dijalankan dalam masing-masing kelas;

4) Satuan: menunjukkan tingkat dalam subkelas didasarkan pada perbedaan -

perbedaan kecil yang berpengaruh dalam pengelolaannya.

Ordo dan kelas biasanya digunakan dalam pemetaan tanah tinjau, subkelas

untuk pemetaan tanah semi detil, dan unit untuk pemetaan tanah detil. Ordo juga

digunakan dalam pemetaan tanah pada skala yang lebih kasar (eksplorasi).

2.2.1 Kesesuaian Lahan pada Tingkat Ordo

Pada tingkat ordo ditunjukkan, apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai

untuk suatu jenis penggunaan lahan tertentu. Dikenal ada 2 (dua) ordo, yaitu:

1. Ordo S (sesuai): Lahan yang termasuk ordo ini adalah lahan yang dapat

digunakan dalam jangka waktu yang tidak terbatas untuk suatu tujuan yang

telah dipertimbangkan. Keuntungan dari hasil pengelolaan lahan itu akan

memuaskan setelah dihitung dengan masukan yang diberikan. Tanpa atau

sedikit resiko kerusakan terhadap sumberdaya lahannya.

2. Ordo N (tidak sesuai): Lahan yang termasuk ordo ini adalah lahan yang

mempunyai kesulitan sedemikian rupa, sehingga mencegah penggunaannya

untuk suatu tujuan yang telah direncanakan. Lahan dapat digolongkan

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi Lahaneprints.ung.ac.id/1664/6/2012-2-54211-613410086-bab2...4. Penggunaan yang memungkinkan produksi yang lestari atau keuntungan-keuntungan lainnya

sebagai tidak sesuai untuk digunakan bagi usaha pertanian karena berbagai

penghambat, baik secara fisik (lereng sangat curam, berbatu-batu, dan

sebagainya) atau secara ekonomi (keuntungan yang didapat lebih kecil dari

biaya yang dikeluarkan).

2.2.2 Kesesuaian Lahan pada Tingkat Kelas

Kelas kesesuaian lahan adalah pembagian lebih lanjut dari ordo dan

menunjukkan tingkat kesesuaian dari ordo tersebut. Kelas diberi nomor urut yang

ditulis dibelakang simbol ordo, dimana nomor ini menunjukkan tingkat kelas yang

makin jelek bila makin tinggi nomornya.

Banyaknya kelas dalam setiap ordo sebetulnya tidak terbatas, akan tetapi

dianjurkan hanya memakai tiga sampai lima kelas dalam ordo S dan dua kelas

dalam ordo N. Jumlah kelas tersebut harus didasarkan kepada keperluan minimum

untuk mencapai tujuan-tujuan penafsiran.

Jika tiga kelas yang dipakai dalam ordo S dan dua kelas yang dipakai dalam

ordo N, maka pembagian serta definisinya secara kualitatif adalah sebagai berikut:

1. Kelas S1: sangat sesuai (highly suitable). Lahan tidak mempunyai pembatas

yang besar untuk pengelolaan yang diberikan, atau hanya mempunyai

pembatas yang tidak secara nyata berpengaruh terhadap produksi dan tidak

akan menaikkan masukan yang telah biasa diberikan.

2. Kelas S2: cukup sesuai (moderately suitable). Lahan mempunyai pembatas-

pembatas yang agak besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang

harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produk atau keuntungan dan

meningkatkan masukan yang diperlukan.

3. Kelas S3: sesuai marginal (marginally suitable). Lahan mempunyai

pembatas-pembatas yang besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan

yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dan keuntungan

atau lebih meningkatkan masukan yang diperlukan

4. Kelas N1: tidak sesuai pada saat ini (currently not suitable). Lahan

mempunyai pembatas yang lebih besar, masih memungkinkan diatasi, tetapi

tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengelolaan dengan modal normal.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi Lahaneprints.ung.ac.id/1664/6/2012-2-54211-613410086-bab2...4. Penggunaan yang memungkinkan produksi yang lestari atau keuntungan-keuntungan lainnya

Keadaan pembatas sedemikian besarnya, sehingga mencegah penggunaan

lahan yang lestari dalam jangka panjang.

5. Kelas N2: tidak sesuai untuk selamanya (permanently not suitable). Lahan

mempunyai pembatas permanen yang mencegah segala kemungkinan

penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang.

2.2.3 Kesesuaian Lahan pada Tingkat Sub-kelas

Sub-kelas kesesuaian lahan mencerminkan jenis pembatas atau macam

perbaikan yang diperlukan dalam kelas tersebut. Tiap kelas dapat terdiri dari satu

atau lebih sub-kelas, tergantung dari jenis pembatas yang ada. Jenis pembatas ini

ditunjukkan dengan simbol huruf kecil yang ditempatkan setelah simbol kelas.

Misalnya kelas S2 yang mempunyai pembatas kedalaman efektif (s) dapat menjadi

sub-kelas S2s. Dalam satu sub-kelas dapat mempunyai satu, dua, atau paling

banyak tiga simbol pembatas, dimana pembatas yang paling dominan ditulis

paling depan. Misalnya, dalam sub-kelas S2ts maka pembatas keadaan topografi

(t) adalah pembatas yang paling dominan dan pembatas kedalaman efektif (s)

adalah pembatas kedua atau tambahan.

2.2.4 Kesesuaian Lahan pada Tingkat Satuan (Unit)

Kesesuaian pada tingkat unit merupakan pembagian lebih lanjut dari

subkelas kesesuaian lahan yang didasarkan atas besarnya faktor pembatas.

Dengan demikian, semua unit dari subkelas yang sama memiliki tingkat

kesesuaian yang sama dalam kelas dan memiliki jenis pembatas yang sama pada

tingkat subkelas.

Perbedaan antara satu unit dengan unit yang lain merupakan perbedaan

dalam sifat-sifat atau gatra tambahan dari pengelolaan yang diperlukan dan

seringkali merupakan perbedaan detail dari pembatas-pembatasnya. Jumlah unit

dalam sub-kelas tidak dibatasi. Pemberian simbol kesesuaian lahan pada tingkat

unit dilakukan dengan angka setelah simbol subkelas yang dipisahkan oleh tanda

penghubung, misalnya S2n-1, S2n-2.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi Lahaneprints.ung.ac.id/1664/6/2012-2-54211-613410086-bab2...4. Penggunaan yang memungkinkan produksi yang lestari atau keuntungan-keuntungan lainnya

2.3 Parameter-Parameter Klasifikasi Kesesuaian Lahan

Faktor yang digunakan sebagai kriteria dalam klasifikasi lahan merupakan

sifat-sifat yang berhubungan dengan sifat lahan secara umum. Sifat-sifat lahan ini

dapat dibedakan antara karakteristik lahan dan kualitas lahan (FAO 1976).

Karakteristik lahan adalah sifat-sifat lahan yang dapat diukur dan dianalisa serta

berdiri sendiri dalam unsur klasifikasi lahan, sedangkan kualiatas lahan

merupakan sifat kompleks dari lahan yang berpengaruh terhadap kemampuannya

untuk penggunaan-penggunaan tertentu, yang mana ditentukan oleh seperangkat

karakteristik lahan yang berinteraksi (Sitorus 2004).

Parameter yang diperlukan dalam evaluasi lahan tingkat tinjau, menurut

CSR/FAO Staff (1983) dibutuhkan lima belas karakteristik lahan yang

dikelompokkan atas tujuh kualitas lahan, dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 2. Kualitas dan Karakteristik Lahan dalam Evaluasi Lahan Tingkat Tinjau

(reconnaissance)

Kualitas Lahan Karakteristik Lahan

1. Regim temperatur (t)

2. Ketersediaan air (w)

3. Kondisi perakaran (r)

4. Retensi hara (f)

5. Ketersediaan hara (n)

6. Keracunan (x)

7. Medan (s)

1. Temperatur rata-rata tahunan (0oC)

1. Bulan kering (<75 mm)

2. Curah hujan rata-rata tahunan (mm)

1. Kelas drainase tanah

2. Tekstur tanah (bagian permukaan)

3. Kedalaman perakaran (cm)

1. KTK (me/100 g tanah) sub soil

2. pH (lapisan permukaan)

1. N-total

2. P2O5 tersedia

3. K2O2 tersedia

1. Salinitas (mm hos/cm) lapisan bawah

1. Kemiringan lereng (%)

2. Batuan permukaan (%)

3. Batuan yang muncul dipermukaan (%)

rock out crops

Sumber: CSR/FAO Staff (1983)

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi Lahaneprints.ung.ac.id/1664/6/2012-2-54211-613410086-bab2...4. Penggunaan yang memungkinkan produksi yang lestari atau keuntungan-keuntungan lainnya

2.4 Tipe Penggunaan Lahan (Land UtilizationType)

Djaenuddin et al. (2000) mendefinisikan bahwa tipe penggunaan lahan

adalah jenis-jenis penggunaan lahan yang diuraikan secara lebih detail karena

menyangkut pengelolaan, masukan yang diperlukan dan keluaran yang

diharapkan secara spesifik. Sifat-sifat penggunaan lahan mencakup data dan/atau

asumsi yang berkaitan dengan aspek hasil, orientasi pasar, intensitas modal,

buruh, sumber tenaga, pengetahuan teknologi penggunaan lahan, kebutuhan

infratstruktur, ukuran dan bentuk penggunaan lahan, pemilikan lahan dan tingkat

pendapatan per unit produksi atau unit areal.

Atribut dari tipe penggunaan lahan (land utilization type) meliputi data atau

atribut sebagai berikut (FAO 1976):

1. Produksi, meliputi benda (tanaman, ternak, kayu), fasilitas pelayanan

(fasilitas rekreasi) atau keuntungan lain (suaka margasatwa).

2. Orientasi pasar, untuk kebutuhan sendiri atau untuk dijual.

3. Tingkat ketersediaan modal.

4. Tingkat penggunaan tenaga kerja.

5. Sumber tenaga (manusia, hewan atau mesin)

6. Penguasaan teknis dan sikap penggunaan lahan.

7. Teknologi yang diterapkan (penggunaan mesin, pupuk, pestisida, jenis

ternak, metode penebangan kayu).

8. Persyaratan infrastruktur (misalnya penggergajian, pabrik the, pelayanan

penyuluhan).

9. Ukuran dan konfigurasi kepemilikan lahan, tersebar dimana-mana atau

mengumpul dalam suatu lokasi.

10. Hak-hak atas lahan.

11. Tingkat penghasilan yang dinyatakan dalam per kapita, per satuan produksi

atau persatuan luas.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi Lahaneprints.ung.ac.id/1664/6/2012-2-54211-613410086-bab2...4. Penggunaan yang memungkinkan produksi yang lestari atau keuntungan-keuntungan lainnya

2.5 Tanaman Kopi Robusta (Coffea canephora)

Kopi robusta (Coffea canephora) adalah spesies tanaman berbentuk pohon.

Tanaman ini tumbuh tegak, bercabang dan bila dibiarkan akan mencapai tinggi 12

m. Kondisi lingkungan tumbuh tanaman kopi yang paling berpengaruh terhadap

produktivitas tanaman kopi adalah tinggi tempat dan tipe curah hujan. Sebab itu,

jenis tanaman kopi yang ditanam harus disesuaikan dengan kondisi tinggi tempat

dan curah hujan di daerah setempat (Muljana 2010). Lingkungan tempat tumbuh

merupakan faktor utama yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan tanaman kopi. Antara jenis kopi satu dengan lainnya menghendaki

lingkungan tumbuh yang berbeda-beda. Untuk itu, faktor-faktor lingkungan

mempengaruhi pertumbuhan tanaman kopi, seperti ketinggian tempat, curah

hujan, kondisi tanah, intensitas cahaya dan angin harus disesuaikan agar

pertumbuhannya bisa optimal.

Anggara et al. (2011) menjelaskan bahwa tanaman kopi robusta biasanya

tumbuh di dataran dengan ketinggian 400-700 m di atas permukaan laut dan

masih toleran pada ketinggian di bawah 400 m di atas permukaan laut. Tanaman

kopi robusta menghendaki curah hujan 2.000-3.000 mm/tahun. Namun, dengan

pemberian mulsa dan teknik pengairan yang baik, tanaman kopi masih dapat

tumbuh baik di lingkungan dengan curah hujan 1.000-1.300 mm/tahun. Pada

tanaman kopi, curah hujan sangat berpengaruh terhadap produktivitas tanaman,

terutama selama proses pembungaan dan pembentukan buah.

Umumnya, tanaman kopi dapat tumbuh di area dengan kondisi tanah yang

gembur dan subur (kaya akan bahan organik) serta memiliki pH sekitar 4,5-6,0.

Untuk menunjang pertumbuhannya, tanaman kopi harus mendapatkan penyinaran

yang teratur, tetapi kopi kita menyukai intensitas cahaya matahari yang terpapar

langsung. Tanaman kopi termasuk yang tidak tahan terhadap goncangan angin

kencang. Selain merusak percabangan dan membuat pohon rebah, angin kencang

juga meningkatkan terjadinya penguapan air di permukaan tanah dan daun yang

menyebabkan tanaman mengalami kekeringan (Anggara et al. 2011).

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi Lahaneprints.ung.ac.id/1664/6/2012-2-54211-613410086-bab2...4. Penggunaan yang memungkinkan produksi yang lestari atau keuntungan-keuntungan lainnya

Sebagai salah satu komoditas perkebunan andalan, kopi memegang

peranan penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai sumber

pendapatan para petani dan sumber devisa negara. Saat ini, Indonesia menjadi

negara produsen kopi terbesar keempat setelah Brazil, Kolombia, dan Vietnam.

Dari total komoditas kopi yang diproduksi di Indonesia, sekitar 67% digunakan

untuk keperluan ekspor dan sisanya (33%) untuk memenuhi kebutuhan dalam

negeri. Menurut hasil survei LPEM UI pada tahun 1989, konsumsi kopi di

Indonesia adalah sebesar 500g/kapita/tahun. Dalam kurun waktu 20 tahun dari

tahun 2000 – 2011, angka tersebut mengalami peningkatan. Sebagai negara

produsen, ekspor menjadi sasaran utama pemasaran produk-produk kopi yang

dihasilkan Indonesia, di antaranya ke negara-negara tujuan ekspor seperti USA,

negara-negara Eropa dan Jepang. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 3. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Kopi Indonesia (2000 – 2011)

Tahun

Luas Area (Ha) Produksi (ton)

PR/ Small

Holders

PBN/

Government

PBS/

Private

Jumlah/

Total

PR/

Small

Holders

PBN/

Government

PBS/

Private

Jumlah/

Total

2000 1,192,322 40,645 27,720 1,260,687 514,896 29,754 9,924 554,574

2001 1,258,628 26,954 27,801 1,313,383 541,476 18,111 9,647 569,234

2002 1,318,020 26,954 27,210 1,372,184 654,281 18,128 9,610 682,019

2003 1,240,222 26,597 25,091 1,291,910 644,657 17,007 9,591 671,255

2004 1,251,326 26,597 26,020 1,303,943 618,227 17,025 12,1344 647,386

2005 1,202,392 26,641 26,239 1,255,272 615,556 17,034 7,775 640,365

2006 1,255,104 26,644 26,983 1,308,731 653,261 17,017 11,880 682,158

2007 1,243,429 23,721 28,761 1,295,911 652,336 13,642 10,498 676,476

2008 1,236,842 22,442 35,826 1,295,110 669,942 17,332 10,742 698,016

2009 1,217,506 22,794 25,935 1,266,235 653,918 14,387 14,285 682,590

2010 1,219,802 22,738 25,936 1,268,476 655,399 14,391 14,286 684,076

2011 1,254,921 23,167 29,912 1,308,000 679,366 14,493 15,141 709,000

Sumber: http://ditjenbun.deptan.go.id dalam Anggara et al. 2011

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi Lahaneprints.ung.ac.id/1664/6/2012-2-54211-613410086-bab2...4. Penggunaan yang memungkinkan produksi yang lestari atau keuntungan-keuntungan lainnya

Salah satu kunci keberhasilan budidaya kopi yaitu digunakannya bahan

tanam unggul sesuai dengan kondisi agroklimat tempat penanaman. Kondisi

lingkungan perkebunan kopi di Indonesia sangat beragam dan setiap lingkungan

tersebut memerlukan adaptabilitas spesifik dari bahan tanam yang dianjurkan.

Pada tanaman kopi, iklim dan tanah sangat berpengaruh terhadap perubahan

morfologi, pertumbuhan dan daya hasil.

Tabel 4. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Kopi di Kabupaten Bone Bolango

Tahun 2008 s/d Maret 2012

Kecamatan Luas Areal (Ha) Produksi (Ton)

2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010 2011 2012

Tapa 11,40 11,40 11,40 11,40 11,40 6,00 3.00 * * 0,20

Bulango Utara 32,00 32,00 32,00 32,00 32,00 17,00 8.00 * * 0,40

Bulango Selatan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0.00 * 0,00 0,00

Bulango Timur 0,00 0,00 6,20 6,20 6,20 0,00 0.00 * * 0,50

Bulango Ulu 30,40 30,40 30,40 30,40 30,40 14,00 5.00 * * 0,40

Suwawa 1,20 1,20 1,20 1,20 1,20 1,00 0.60 * * 0,30

Suwawa Tengah 10,70 10,70 10,70 10,70 10,70 6,00 2.50 * * 0,20

Suwawa Timur 306,2 306,2 307,0 307,0 307,0 177,00 120.00 * * 15,00

Suwawa Selatan 19,03 19,03 19,03 19,03 19,03 7,00 3.00 * * 0,30

Kabila 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0.00 * 0,00 0,00

Tilongkabila 30,45 30,45 30,45 30,45 30,45 11,00 7.00 * * 0,00

Botupingge 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0.00 * 0,00 0,00

Kabila Bone 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0.00 * 0,00 0,00

Bone Pantai 10,00 10,00 30,00 30,00 30,00 5,00 3.50 * 1,20 *

Bulawa 0,00 7,00 36,00 36,00 36,00 0,00 2.00 * 1,60 *

Bone Raya 15,00 15,00 15,00 15,00 15,00 7,00 3.00 * 1,20 *

Bone 20,00 20,00 20,00 20,00 20,00 9,00 6.50 * 2,00 *

Jumlah 486,38 493,38 549,38 549,38 549,38 260,00 164.10 * 6,00 17,30

Sumber: Dinas Pertanian, Perkebunan, Ketahanan Pangan, dan Peternakan Kabupaten Bone

Bolango (2012)

Ket: * Tidak ada data

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi Lahaneprints.ung.ac.id/1664/6/2012-2-54211-613410086-bab2...4. Penggunaan yang memungkinkan produksi yang lestari atau keuntungan-keuntungan lainnya

2.6 Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografi (SIG) atau Geographic Information System (GIS)

adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang

bereferensi spasial atau berkoordinat geografi atau dengan kata lain suatu SIG

adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk menangani data

yang bereferensi keruangan (spasial) bersamaan dengan seperangkat operasi kerja

(Barus dan Wiradisastra 2000). Sedangkan menurut menurut Anon dalam

Sastrohartono (2011) Sistem Informasi geografi adalah suatu sistem informasi

yang dapat memadukan antara data grafis (spasial) dengan data teks (atribut)

objek yang dihubungkan secara geografis di bumi (georeference).

Sistem Informasi Geografis dibagi menjadi dua kelompok yaitu sistem

manual (analog), dan sistem otomatis (yang berbasis digital komputer). Perbedaan

yang paling mendasar terletak pada cara pengelolaannya. Sistem Informasi

manual biasanya menggabungkan beberapa data seperti peta, lembar transparansi

untuk tumpang susun (overlay), foto udara, laporan statistik dan laporan survei

lapangan. Semua data tersebut dikompilasi dan dianalisis secara manual dengan

alat tanpa komputer. Sedangkan Sistem Informasi Geografis otomatis telah

menggunakan komputer sebagai sistem pengolah data melalui proses digitasi.

Sumber data digital dapat berupa citra satelit atau foto udara digital serta foto

udara yang terdigitasi dan data lain dapat berupa peta dasar terdigitasi.

Tujuan pokok dari pemanfaatan Sistem Informasi Geografis adalah untuk

mempermudah mendapatkan informasi yang telah diolah dan tersimpan sebagai

atribut suatu lokasi atau objek. Ciri utama yang bisa dimanfaatkan dalam Sistem

Informasi Geografis adalah data yang telah terikat dengan lokasi dan merupakan

data dasar yang belum dispesifikasi.

Data-data yang diolah dalam SIG pada dasarnya terdiri dari data spasial dan

data atribut dalam bentuk digital, dengan demikian analisis yang dapat digunakan

adalah analisis spasial dan analisis atribut. Data spasial merupakan data yang

berkaitan dengan lokasi keruangan yang umumnya berbentuk peta. Sedangkan

data atribut merupakan data tabel yang berfungsi menjelaskan keberadaan

berbagai objek sebagai data spasial. Penyajian data spasial mempunyai tiga cara

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi Lahaneprints.ung.ac.id/1664/6/2012-2-54211-613410086-bab2...4. Penggunaan yang memungkinkan produksi yang lestari atau keuntungan-keuntungan lainnya

dasar yaitu dalam bentuk titik, bentuk garis dan bentuk area (polygon). Titik

merupakan kenampakan tunggal dari sepasang koordinat x, y yang menunjukkan

lokasi suatu objek berupa ketinggian, lokasi kota, lokasi pengambilan sampel dan

lain-lain. Garis merupakan sekumpulan titik-titik yang membentuk suatu

kenampakan memanjang seperti sungai, jalan, kontur dan lain-lain. Sedangkan

area adalah kenampakan yang dibatasi oleh suatu garis yang membentuk suatu

ruang homogen, misalnya: batas daerah, batas penggunaan lahan, pulau dan lain

sebagainya

Struktur data spasial dibagi dua yaitu model data raster dan model data

vektor. Data raster adalah data yang disimpan dalam bentuk kotak segi empat

(grid)/sel sehingga terbentuk suatu ruang yang teratur. Data vektor adalah data

yang direkam dalam bentuk koordinat titik yang menampilkan, menempatkan dan

menyimpan data spasial dengan menggunakan titik, garis atau area (polygon)

(Barus dan Wiradisastra 2000).

Menurut Anon (2003) ada beberapa alasan mengapa perlu menggunakan

SIG, diantaranya adalah:

1. SIG menggunakan data spasial maupun atribut secara terintegrasi;

2. SIG dapat digunakan sebagai alat bantu interaktif yang menarik dalam usaha

meningkatkan pemahaman mengenai konsep lokasi, ruang, kependudukan,

dan unsur-unsur geografi yang ada dipermukaan bumi;

3. SIG dapat memisahkan antara bentuk presentasi dan basis data;

4. SIG memiliki kemampuan menguraikan unsur-unsur yang ada dipermukaan

bumi kedalam beberapa layer atau coverage data spasial;

5. SIG memiliki kemapuan yang sangat baik dalam memvisualisasikan data

spasial berikut atributnya;

6. Semua operasi SIG dapat dilakukan secara interaktif;

7. SIG dengan mudah menghasilkan peta-peta tematik;

8. Semua operasi SIG dapat di costumize dengan menggunakan perintah-

perintah dalam bahasa script;

9. Peragkat lunak SIG menyediakan fasilitas untuk berkomunikasi dengan

perangkat lunak lain;

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi Lahaneprints.ung.ac.id/1664/6/2012-2-54211-613410086-bab2...4. Penggunaan yang memungkinkan produksi yang lestari atau keuntungan-keuntungan lainnya

10. SIG sangat membantu pekerjaan yang erat kaitannya dengan bidang spasial

dan geoinformatika;

11. Meng-customize aplikasi dengan menggunakan bahasa script atau bahasa

pemrograman sederhana;

12. Melakukan fungsi-fungsi SIG khusus lainnya (dengan menggunakan

extension yang ditujukan untuk mendukung penggunaan perangkat lunak

SIG ArcView).

Barus dan Wiradisastra (2000) juga mengungkapkan bahwa SIG adalah alat

yang handal untuk menangani data spasial, dimana dalam SIG data dipelihara

dalam bentuk digital sehingga data ini lebih padat dibanding dalam bentuk peta

cetak, tabel atau dalam bentuk konvensional lainnya yang akhirnya akan

mempercepat pekerjaan dan meringankan biaya yang diperlukan. Sarana utama

untuk penanganan data spasial adalah SIG. SIG didesain untuk menerima data

spasial dalam jumlah besar dari berbagai sumber dan mengintergrasikannya

menjadi sebuah informasi, salah satu jenis data ini adalah data pengindraan jauh.

Pengindraan jauh mempunyai kemampuan menghasilkan data spasial yang

susunan geometrinya mendekati keadaan sebenarnya dengan cepat dan dalam

jumlah besar. Barus dan Wiradisastra (2000) mengatakan bahwa SIG akan

memberi nilai tambah pada kemampuan pengindraan jauh dalam menghasilkan

data spasial yang besar dimana pemanfaatan data pengindraan jauh tersebut

tergantung pada cara penanganan dan pengolahan data yang akan mengubahnya

menjadi informasi yang berguna.