Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Akuntansi Manajemen
Akuntansi Manajemen adalah salah satu cabang ilmu akuntansi yang
menghasilkan informasi untuk manajemen atau pihak intern perusahaan. Pengguna
utama informasi akuntansi adalah para manajer, yang bertugas merencanakan
kegiatan, menerapkan rencana, dan mengarahkan serta mengendalikan kegiatan
organisasi tersebut atau berjalan sesuai rencana (Krismiaji dan Aryani, 2011:2)
Menurut Blocher & Cokins (2011:5) mendefinisikan bahwa : akuntansi
manajemen adalah suatu profesi yang melibatkan kemitraan dalam pengambilan
keputusan manajemen, menyusun perencanaan dan sistem manajemen kinerja, serta
menyediakan keahlian dalam pelaporan keuangan dan pengendalian untuk membantu
manajemen dalam memformulasikan dan mengimplementasikan suatu strategi
organisasi.
Menurut Henry Simamora (2012:13) definisi akuntansi manajemen adalah
proses pengidentifikasian, pengukuran, penghimpunan, penganalisaan, penafsiran,
pengkomunikasian informasi keuangan yang digunakan oleh manajemen untuk
merencanakan, mengevaluasi dan mengendalikan kegiatan usaha didalam sebuah
organisasi, serta untuk memastikan penggunaan dan akuntabilitas sumber daya yang
tepat.
Dari pengertian-pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
akutansi manajemen merupakan suatu sistem pengolahan informasi keuangan yaitu
“suatu proses pengolahan informasi untuk memenuhi semua kebutuhan manajemen
dalam mejalankan fungsi dari sebuah perencanaan, pengkoordinasian dan
pengendalian perusahaan atau organisasi”.
2.1.2 Kinerja Perusahaan
Kinerja perusahaan adalah suatu tampilan keadaan secara utuh atas
perusahaan selama periode waktu tertentu, merupakan hasil atau prestasi yang
dipengaruhi oleh kegiatan operasional perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya
yang dimiliki.
Menurut Payaman J. Simanjuntak (2011:3) kinerja perusahaan adalah
agregasi atau akumulasi kinerja semua unit-unit organisasi, yang sama dengan
penjumlahan kinerja semua orang atau individu yang bekerja diperusahaan.
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa kinerja
perusahaan merupakan sebuah tingkat pencapaian hasil suatu organisasi atau
perusahaan dalam periode waktu tertentu.
2.1.3 Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja merupakan salah satu komponen penting di dalam sistem
pengendalian manajemen untuk mengetahui tingkat keberhasilan perusahaan dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan, baik tujuan jangka pendek maupun tujuan
jangka panjang Hery (2016:222).
Menurut Moeheriono (2012:96), pengukuran kinerja (performance
measurement) merupakan suatu proses penilaian tentang kemajuan pekerjaan
terhadap tujuan dan sasaran dalam pengelolaan sumber daya manusia untuk
menghasilkan barang dan jasa, termasuk informasi atas efisiensi serta efektivitas
tindakan dalam mencapai tujuan organisasi.
Pengukuran kinerja menurut Atkinson et al. (2012:111) adalah alat yang kuat
untuk mengkomunikasikan dengan jelas dan tanpa ambigu apa yang dimaksud
perusahaan terkait pernyataan tujuan, misi, dan visi strategis.
2.1.4 Tujuan Pengukuran Kinerja
Tujuan pengukuran kinerja, menurut (Rudianto 2013:187-188):
1. Menentukan strategi
Dalam hal ini yang paling penting adalah tujuan dan target organisasi
dinyatakan secara eksplisit dan jelas. Strategi harus dibuat pertama kali untuk
keseluruhan organisasi dan kemudian dikembangkan ke level fungsional
dibawahnya.
2. Menentukan pengukuran strategi
Pengukuran strategi diperlukan untuk mengartikulasi strategi ke seluruh
anggota organisasi. Organisasi tersebut harus fokus pada beberapa
pengukuran kritis saja, sehingga manajemen tidak terlalu banyak melakukan
pengukuran kinerja yang tidak perlu.
3. Mengintegrasikan pengukuran kedalam sistem manajemen
Pengukuran harus merupakan bagian organisasi baik secara formal maupun
informal, yang juga merupakan bagian dari budaya perusahaan dan sumber
daya manusia perusahaan.
4. Mengevaluasi pengukuran hasil secara berkesinambungan
Manajemen harus selalu mengevaluasi pengukuran kinerja organisasi apakah
masih valid untuk ditetapkan dari waktu ke waktu.
2.1.5 Karakteristik dalam Pengukuran Kinerja
Menurut Gaspersz (2011:181), karakteristik yang biasa digunakan oleh
organisasi kelas dunia dalam menerapkan balanced scorecard untuk mengevaluasi
sistem pengukuran kinerja mereka adalah:
1. Biaya yang dikeluarkan untuk pengukuran kinerja tidak lebih besar dari
pada manfaat yang diterima.
2. Pengukuran harus dimulai pada permulaan program balanced scorecard.
Berbagai masalah yang berkaitan dengan kinerja beserta kesempatan
kesempatan untuk meningkakannya harus dirumuskan secara jelas.
3. Pengkuran harus terkait langsung dengan tujuan-tujuan strategis yang
dirumuskan kisi strategis dan harus memiliki paling sedikit satu
pengukuran.
4. Pengukuran harus sederhana serta memunculkan data yang mudah untuk
digunakan, mudah dipahami, dan mudah melaporkannya.
5. Pengukuran harus dapat diulang terus-menerus, sehingga dapat
diperbandingkan.
6. Pengukuran harus dilakukan pada sistem secara keseluruhan, yang menjadi
ruang lingkup balanced scorecard.
7. Pengukuran harus dapat digunakan untuk menetapkan target, mengarah
kepeningkatan kinerja di masa mendatang.
8. Ukuran-ukuran kinerja dalam program balanced scorecard yang diukur itu
seharusnya dipahami secara jelas oleh semua individu yang terlibat.
9. Pengukuran harusnya melibatkan semua individu yang berada dalam proses
terlibat dengan program balanced scorecard.
10. Pengukuran harus akurat, dapat diandalkan, dapat diverifikasi sehingga
dapat diterima dan dipercaya sebagai sahih (valid) oleh mereka yang akan
menggunakannya.
11. Pengukuran harus berfokus pada tindakan korektif dan peningkatan, bukan
sekadar pada pemantau (monitoring) atau pengendalian.
2.1.6 Penilaian Kinerja dengan Pengukuran Tradisional
Secara umum, terdapat dua metode pengukuran kinerja yaitu metode
tradisional dan kontemporer. Metode tradisional menekankan kepada ukuran
keuangan yaitu dalam bentuk rasio keuangan yang menunjukkan tingkat
Profitabilitas, likuiditas, dan solvabilitas. Metode pengukuran kinerja tradisional
cenderung terfokus pada tujuan jangka pendek dan seringkali mengabaikan hal-hal
yang sebenarnya lebih penting kelangsungan hidup perusahaan jangka panjang,
seperti harta intelektual dan harta tak berwujud. (Hery, 2016:219)
“Sedangkan pandangan kontemporer lebih menekankan pada penambahan
nilai dan komprehensif serta koheren dengan semua aspek penilaian di perusahaan.
Salah satunya yaitu mengenai penggunaan balanced scorecard dalam penilaiaan
kinerja oranisasi. Konsep kontemporer ini tidak hanya menilai aspek keuangan saja
namun semua aspek yang berkaitan dengan pencapaian tujuan perusahaan”.
Penggunaan tolak ukur keuangan sebagai satu-satunya pengukur kinerja
perusahaan memiliki keterbatasan menurut (Hery, 2016:219), yaitu:
1. Sulit untuk mengidentifikasi kategori industri dari perusahaan yang
dianalisis jika perusahaan itu beroperasi dalam beberapa bidang usaha.
2. Perusahaan mungkin menggunakan teknik windows dressing sehingga
perhitungan rasio tidak menunjukkan keadaan yang sebenarnya.
3. Perbedaan praktek akuntansi tiap-tiap perusahaan akan mengahasilkan
perhitungan rasio yang berbeda, misalnya saja perbedaan dalam metode
penyusutan, metode penilaian persediaan, dan lain-lain.
4. Informasi angka rata-rata industri yang diterbitkan adalah data umum dan
hanya merupakan perkiraan belaka.
5. Perusahaan dapat memiliki rasio yang baik tetapi rasio lainnya buruk
sehingga sulit mengatakan apakah secara keseluruhan kondisi perusahaan
baik atau buruk.
6. Keadaan inflasi dapat menyebabkan distorsi pada neraca perusahaan
sehingga sulit mengatakan apakah secara keseluruhan kondisi perusahan
baik atau buruk.
2.1.7 Balanced Scorecard
Atkinson et al (2012:105) berpendapat bahwa Balanced Scorecard
merupakan alat manajerial memungkinkan perusahaan untuk mengembangkan
pandangan yang lebih komprehensif dan memberikan cara yang jelas bahwa
perusahaan-perusahaan yang harus mengukur untuk mengevaluasi implikasi yang
timbul dari tujuan strategis.
Menurut Rangkuti (2016:204), Balanced Scorecard adalah suatu sistem
pendekatan untuk mengukur kinerja yang dilakukan oleh perusahaan melalui
kerangka kerja pengukuran yang didasarkan atas empat perspektif yaitu keuangan,
pelanggan, proses bisnis internal dan pembelajaran dan pertumbuhan.
Menurut Moeheriono (2012:158), Balanced Scorecard merupakan alat
pengukur kinerja eksekutif yang memerlukan ukuran komprehensif dengan empat
perspektif yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis
internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
2.1.8 Tujuan Balanced Scorecard
Menurut Rangkuti (2016:120), tujuan balanced scorecard yaitu :
1. Mengadakan pengukuran untuk semua kegiatan yang bersifat kritis.
2. Menyediakan sistem manajemen strategis yang dapat memantau
implementasi perencanaan strategis.
3. Memfasilitasi komunikasi kepada semua stakeholder khususnya kepada
para karyawan.
2.1.9 Manfaat Balanced Scorecard
Manfaat Balanced Scorecard bagi suatu perusahaan menurut Kaplan dan
Norton (2000:122) adalah
1. Balanced Scorecard mengintegrasikan strategi dan visi perusahaan untuk
mencapai tujuan jangka panjang.
2. Balanced Scorecard memungkinkan manajer untuk melihat bisnis dalam
prespektif keuangan dan non keuangan (pelanggan, proses bisnis internal, dan
belajar dan bertumbuh).
3. Balanced Scorecard memungkinkan manajer menilai apa yang telah mereka
investasikan dalam pengembangan sumber daya manusia, sistem dan
prosedur demi perbaikan kinerja perusahaan di masa mendatang.
2.1.10 Keunggulan dan Kelemahan Balanced Scorecard
Keunggulan Balanced Scorecard dalam sistem perencanaan strategis
menurut Mulyadi (2014:237-245) adalah mampu menghasilkan rencana strategis
yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Komprehensif
Balanced Scorecard memperluas perspektif yang dicakup dalam perencanaan
strategik, dari yang sebelumnya hanya terbatas pada perspektif keuangan,
meluas ke tiga perspektif yang lain: customer, proses bisnis internal, serta
pembelajaran dan pertumbuhan. Perluasan empat perspektif tersebut
menghasilkan manfaat, yaitu menjanjikan kinerja keuangan yang berlipat
ganda dan jangka panjang, serta memampukan perusahaan untuk memasuki
lingkungan yang kompleks.
2. Koheren
Balanced Scorecard mewajibkan personel untuk membangun hubungan
sebab akibat (causal relationship) diantara berbagai sasaran strategik yang
dihasilkan dalam perencanaan strategik. Setiap sasaran strategik yang
ditetapkan dalam perspektif non keuangan harus mempunyai hubungan
kasual dengan sasaran keuangan, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Kekoherenan juga berarti dibangunnya hubungan sebab akibat
antara keluaran yang dihasilkan sistem perencanaan strategik (renstra).
Sasaran strategik yang dirumuskan dalam sistem perencanaan strategik
merupakan penerjemahan visi, misi tujuan dan strategi yang dihasilkan sistem
perumusan strategi.
3. Terukur
Keterukuran sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan
strategik menjanjikan ketercapaian berbagai sasaran strategik yang dihasilkan
oleh system tersebut. Balanced Scorecard mengukur sasaran-sasaran
strategik yang sulit untuk diukur. Sasaran-sasaran strategik di perspektif
pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan
merupakan sasaran yang tidak mudah diukur, namun dalam pendekatan
Balanced Scorecard, sasaran di ketiga perspektif non keuangan tersebut
ditentukan ukurannya agar dapat dikelola, sehingga dapat terwujud. Dengan
demikian, keterukuran sasaran-sasaran strategik di ketiga perspektif tersebut
menjanjikan perwujudan berbagai sasaran strategik non keuangan, sehingga
kinerja keuangan dapat berlipat ganda dan berjangka panjang.
4. Seimbang
Keseimbangan sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan
strategik sangat penting untuk menghasilkan kinerja keuangan jangka
panjang. Keseimbangan sasaran strategik yang ditetapkan dalam perencanaan
strategik mencakup empat sasaran strategik yang perlu diwujudkan oleh
perusahaan, yaitu financial returns yang berlipat ganda dan berjangka
panjang (perspektif keuangan), produk jasa yang mampu menghasilkan value
terbaik bagi customer (perspektif pelanggan), proses yang produktif dan cost
effective (perspektif bisnis internal) dan sumber daya manusia yang produktif
dan berkomitmen (perspektif pembelajaran dan pertumbuhan).
Menurut Rangkuti (2016:94), beberapa keunggulan utama sistem balanced
scorecard dalam mendukung proses manajemen strategis antara lain yaitu:
1. Memotivasi personel untuk berpikir dan bertindak strategis
Untuk meningkatkan kinerja keuangan perusahaan, personel perlu menempuh
langkah-langkah strategis dalam hal permodalan yang memerlukan langka
besar berjangka panjang. Selain itu, sistem ini juga menuntut personel
mewujudkan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan.
2. Menghasilkan program kerja yang menyeluruh
Sistem balanced scorecard merumuskan sasaran strategis melalui keempat
perspektif. Ketiga perspektif nonkeuangan hendaknya dipicu aspek
keuangan.
3. Menghasilkan business plan yang terintegrasi. Sistem balanced scorecard
dapat menhasilkan dua macam integrasi : integrasi antara visi dan misi
perusahaan dengan program dan integrasi program dengan rencana
meningkatkan profit bisnis.
Menurut Atkinson et al. (2012:139-142) sedikitnya ada empat kelemahan
dalam membuat dan memasukkan ukuran serta sistem manajemen baru keorganisasi,
yaitu :
a. Manajemen senior tidak berkomitmen.
b. Tanggung jawab Balanced Scorecard tidak mengalir kebawah.
c. Solusi dirancang berlebihan atau Balanced Scorecard diperlukan sebagai
peristiwa satu kali.
d. Balanced Scorecard diperlakukan sebagai sistem atau proyek konsultasi.
2.1.11 Keterbatasan Balanced Scorecard
Menurut Hery (2016:228), keterbatasan Balanced Scorecard sebagai alat
pengukuran kinerja perusahaan, yaitu :
a. Kekeliruhan dalam menentukan variabel dan tolak ukur.
b. Tidak adanya sistem manajemen dan sistem informasi yang dapat diandalkan
secara efektif dalam menfasilitasi sasaran pada tingkat manajemen puncak
hingga level di bawahnya, yang merupakan tempat aktualisasi strategi dan
pengembangan bisnis.
c. Karyawan kurang mempunyai rasa memiliki atau loyalitas terhadap
perusahaan sehingga hal ini sangat menggangu bagi keberhasilan penerapan
balanced scorecard yang membutuhkan peran serta individu dalam
organisasi.
d. Kecenderungan untuk mengutamakan hasil keuangan dibanding non
keuangan, karena manajer memiliki tekanan terhadap penilaian kinerja
keuangan perusahaan untuk kepentingan para pemegang saham, sehingga
hubungan antara ukuran non keuangan dengan hasil yang diperoleh pada
ukuran keuangan kurang sempurna.
e. Banyaknya penetapan kriteria sebagai tolak ukur kinerja dalam balanced
scorecard dapat mengakibatkan manajer menjadi kurang fokus dalam
melaksanakan pengukuran, namun sebaliknya jika ukuran scorecard terlalu
sedikit maka manajer kemungkinan akan mengabaikannya.
f. Jika sistem informasi atau variabel atau scorecard tidak tersedia atau tidak
memadai untuk mengukur beberapa ukuran penting, maka manajer biasanya
akan melakukan penundahan terhadap aplikasi balanced scorecard pada
organisasi. Hal ini dapat menghilangkan momentum atau antusias yang telah
terbentuk untuk membangun konsep tersebut, sehingga perusahaan akan
kehilangan umpan balik atas ukuran yang informasinya sudah terlebih dahulu
tersedia, dan memungkinkan akan kehilangan pengalaman dalam
menggunakan scorecard sebagai sistem pengukuran kinerja yang mutakhir.
g. Perusahaan tidak jarang meniru tolak ukur perusahaan lain yang telah berhasil
menerapkan balanced scorecard, padahal scorecard yang baik adalah yang
diturunkan dari strategi perusahaan itu sendiri karena masing-masing
perusahaan menghadapi lingkungan persaingan, pelanggan, segmen pasar,
dan implementasi scorecard yang dianggap paling benar. Setiap entitas perlu
mengembangkan sistem pengukuran kinerja balanced scorecard dari hasil
pengalamanya sendiri.
2.1.12 Faktor-Faktor Kegagalan Balanced Scorecard
Menurut Sumarsan (2013:240) faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan
implementasi Balanced Scorecard adalah sebagai berikut:
1. Tidak didefinisikan secara benar dalam Balanced Scorecard khususnya
perspektif non keuangan. Padahal perspektif ini merupakan indikator utama
yang memberikan kepuasaan bagi stakeholder di masa yang akan datang.
2. Definisi pengukuran matriks terhadap perspektif non keuangan sangat minim
menyebabkan pengukuran yang susah. Biasanya metric financial lebih mudah
didefinisikan karena berhubungan dengan angka, sedangkan untuk non
finansial tidak ada standar yang baku.
3. Adanya “negosiasi” dalam penentuan sasaran perbaikan dan tidak
berdasarkan pada kebutuhan para pihak yang berkepentingan dan
kemampuan proses perbaikan. Istilah nogosiasi ini dalam prakteknya
diistilahkan dengan “penghijauan” angka, artinya supaya kelihatan kinerja
yang bagus maka sasaran diturunkan.
4. Tidak adanya sistem yang terintegrasi dari tingkat manajemen puncak kepada
bawahan sehingga tidak diketahui perbaikan kegiatan yang sebenarnya
terjadi.
5. Tidak adanya metode dan sistem perbaikan yang baku dalam penerapan
Balanced Scorecard.
6. Kurang mampu membuat hubungan kuantitatif antara perspektif keuangan
dengan perspektif non keuangan.
2.1.13 Komponen-Komponen dalam Balance Scorecard
Balanced Scorecard yang dirancang dengan baik mengkombinasikan antara
analisis keuangan dari kinerja masa lalu dengan analisis dari pemicu kerja masa depan
perusahaan. Tujuan spesifik analisis Balanced Scorecard perusahaan dijabarkan dari
visi dan strategi perusahaan. Adapun berikut ini dijelaskan mengenai komponen-
komponen penting dalam Balanced Scorecard.
1. Perspektif Keuangan
Secara tradisional, laporan keuangan merupakan indikator historis agregatif
yang merefleksikan akibat dari implementasi dan eksekusi strategi dalam satu periode.
Menganalisis kinerja keuangan akan menunjukkan apakah perencanaan dan
pelaksanaan strategi memberikan perbaikan yang mendasar bagi keuntungan
perusahaan. Perbaikan-perbaikan ini tercemin dalam sasaran-sasaran yang secara
khusus berhubungan dengan keuntungan yang terukur, pertumbuhan usaha, dan nilai
pemegang saham.
Pengkuran kinerja keuangan mempertimbangkan adanya tahapan dari siklus
kehidupan bisnis, yaitu : growth, sustain, dan harvest. Tiap tahapan memiliki sasaran
berbeda, sehingga penekanan pengukurannya pun berbeda pula.
Adapun tahapan-tahapan tersebut menurut Kaplan dan Norton (2000:136)
yaitu :
a. Tahap Pertumbuhan (Growth)
Tahapan awal siklus kehidupan perusahaan dimana perusahaan memiliki
produk atau jasa yang secara signifikan memiliki potensi pertumbuhan
terbaik. Disini manajemen terikat dengan komitmen untuk
mengembangkan suatu produk atau jasa dan fasilitas produksi, menambah
kemampuan operasi, mengembangkan sistem, infastruktur dan jaringan
distribusi yang akan mendukung hubungan global, serta membina dan
mengembangkan hubungan dengan pelanggan. Dalam tahap pertumbuhan
ini, perusahaan biasanya beroperasi dengan arus kas yang negative dengan
tingkat pengembalian modal yang rendah.
b. Tahap bertahan (Sustain)
Tahapan kedua dimana perusahaan masih melakukan investasi dan
reinvestasi dengan mengisyaratkan tingkat pengembalian terbaik. pada tahap
ini, perusahaan mencoba mempertahankan pangsa pasar yang ada, bahkan
mengembangkannya jika memungkinkan. Sasaran keuangan pada tahapi ini
diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang
dilakukan.
c. Tahap Menuai (Harvest)
Tahapan ketiga dimana perusahaan benar-benar menuai hasil investasi
ditahap-tahap sebelumnya. Tidak ada lagi investasi besar, baik ekspansi
pembangunan kemampuan baru, kecuali pengeluaran untuk pemeliharaan
dan perbaikan. Sasaran keuangan adalah hal utama dalam tahap ini sehingga
diambil sebagai tolak ukur yaitu memaksimumkan arus kas masuk, dan
pengurangan modal kerja.
Dalam perspektif keuangan alat ukur yang digunakan adalah analisis rasio,
dalam penelitian ini penulis memilih analisis rasio likuiditas, rasio profitabilitas, rasio
solvabilitas, dan rasio aktivitas. Adapun indikator yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Current Ratio, Debt to Assets Ratio, Total Assets Turnover, Return On
Assets, Proft Margin
1. Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas (liquidity ratio) merupakan rasio yang mengambarkan
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban (utang) jangka pendek.
(Kasmir, 20016:134) rasio yang digunakan yaitu:
a. Rasio Lancar (Current Ratio)
Rasio ini merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih
secara keseluruhan.
Current Assets
Current Ratio = x 100%
Current liabilities
2. Rasio Solvabilitas
Rasio solvabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk
membayar seluruh kewajibannya baik jangka pendek maupun jangka panjang
(Kasmir, 2016:151). Rasio yang digunakan yaitu:
a. Rasio Hutang Terhadap Aset (Debt to Assets Ratio)
Rasio ini digunakan untuk mengukur perbandingan antara total utang dengan total
aset.
Total Liabilities
Debt to Assets Ratio = x 100%
Total Assets
3. Rasio Aktivitas
Rasio aktivitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur efektivitas
perusahaan dalam menggunakan aset yang dimilikinya (Kasmir, 2016:172). Rasio
yang digunakan yaitu:
a. Rasio Perputaran Total Aset (Total Asset Turnover)
Rasio ini digunakan untuk mengukur perputaran semua aset yang dimiliki
perusahaan dan mengukur berapa jumlah penjualan yang diperoleh dari tiap
rupiah aset.
Sales
Total Asset Turn Over = x 100%
Total Assets
4. Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam
mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektifitas
manajemen suatu perusahaan (Kasmir, 2016:196). Rasio yang digunakan yaitu
a. Rasio Pengembalian Aset (Return On Assets)
Rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa besar laba bersih yang akan
dihasilkan dari setiap dana yang akan tertanam dalam aset
Net Income
Return On Asset = x 100%
Total Assets
2. Perspektif Pelanggan
Dalam perspektif pelanggan, para manajer mengidentifikasi pelanggan dan
segmen pasar dimana unit bisnis tersebut akan bersaing dengan berbagai ukuran
kinerja unit bisnis di dalam sasaran masing-masing. Perspektif ini biasanya terdiri atas
beberapa ukuran utama atau ukuran ginerik keberhasilan perusahaan dari strategi
yang dirumuskan dan dilaksanakan dengan baik.
Ada dua kelompok pengukuran dalam perspektif pelanggan yaitu Care
Measurement Group dan Customer Value Proposition (Kaplan dan Norton,
2000:150) :
1. Kelompok perusahaan inti konsumen (Care Measurement Group),
terdapat lima tolak ukur yang tergabung dalam kelompok dibawah ini:
a. Pangsa pasar (Market Share) yang mengukur seberapa besar proporsi segmen
pasar tertentu yang dikuasai oleh perusahaan.
b. Akuisisi Pelanggan (Customer Acqusition) tingkat dimana perusahaan
mampu menarik konsumen baru.
Jumlah Pelanggan Baru
Akuisisi Pelanggan = x100%
Jumlah Pelanggan
(sumber : Taher, Tasman H. 2018)
c. Retensi pelanggan (Customer Retention) tingkat dimana perusahaan dapat
mempertahankan hubungan dengan konsumen lamanya. Menurut Velicia
Iryatie S (2005) perhitungan Customer Retention menggunakan rumus :
{penjualan tahun ini (x)} – {penjualan tahun lalu (x-1)}
Customer Rentetion = x 100%
{penjualan tahun lalu (x-1)}
d. Tingkat kepuasaan pelanggan (Customer Satisfaction) tingkat kepuasaan
konsumen terhadap kriteria kinerja tertentu, seperti tingkat pelayanan.
e. Tingkat profitabilitas pelanggan (Customer Profitabilty) suatu tingkat laba
bersih yang diperoleh perusahaan dari suatu target atau segmen pasar yang
dilayani.
Laba bersih
Profitabilitas pelanggan = x100%
Pendapatan bersih
(sumber : Taher, Tasman H. 2018)
2. Proporsi nilai pelanggan (Customer value Satisfaction) merupakan pemicu
kinerja yang terdapat pada proporsi nilai inti (Core Value Proportion) didasarkan pada
atribut sebagai berikut:
a. Produk atau atribut layanan yang meliputi fungsi produk atau jasa, harga
dan kualitas. Perusahaan harus mengidentifikasi apa yang diinginkan
pelangan atas produk atau jasa yang ditawarkan.
b. Hubungan pelanggan adalah strategi dimana perusahaan mengadakan
pendekatan agar perasaan pelanggan merasa puas atas produk atau jasa yang
ditawarkan perusahaan.
c. Gambar dan reputasi adalah membangun image dan reputasi dapat
dilakukan melalui iklan dan menjaga kualitas seperti yang dijanjikan.
3. Perspektif Proses Bisnis Internal
Dalam perspektif ini, agar dapat menentukan tolak ukur bagi kinerja ini,
manajemen perusahaan Pertama-tama perlu mengidentifikasi proses bisnis internal
yang terdapat di dalam perusahaan.
Menurut Kaplan dan Norton (2000:169) Pendekatan Balanced Scorecard
membagi pengukuran dalam perspektif proses bisnis internal menjadi tiga bagian :
a. Inovasi (Innovation)
Proses inovasi dibagi menjadi dua bagian yaitu mengidentifikasi kebutuhan
pasar dan menciptakan produk atau jasa untuk memenuhi kebutuhan pasa
tersebut.
b. Proses Operasi (Operations)
Tahapan ini merupakan tahapan aksi dimana perusahaan secara nyata
berupaya untuk memberikan solusi kepada para pelanggan dalam memenuhi
keinginan dan kebutuhan mereka. Aktivitas di dalam proses operasi terbagi ke
dalam dua bagian yaitu proses pembuatan produk dan proses penyampaian produk
kepada pelanggan. Salah satu tolak ukur proses operasi dapat dinyatakan melalui
rumus :
Actual Capacity
Yield Rate = x 100%
Max Capacity
(Kaplan dan Norton, 2000:103)
c. Pelayanan Purna Jual (Postsale Service)
Tahapan ini perusahaan berupaya untuk memberikan manfaaat tambahan
kepada para pelanggan yang telah membeli produk-produknya dalam
berbagai layanan purna transaksi jual beli seperti garansi, aktivitas
perbaikan dan pemrosesan pembayaran.
4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Kaplan dan Norton (2000:25), perspektif pertumbuhan dan pembelajaran
adalah proses mengidentifikasi infastruktur yang harus dibangun perusahaan dalam
menciptakan pertumbuhan dan peningkatan kinerja jangka panjang. Balanced
Sorecard menekankan pentingnya investasi untuk kepentingan masa depan. Dalam
proses pembelajaran dan pertumbuhan ada tiga faktor yang diperhatikan, (Kaplan dan
Norton, 2000:174), yaitu:
a. Kemampuan karyawan (Employee Capabilities)
Akibat adanya pergeseran teknologi yang menunjukkan seluruh pekerjaan
diotomatisasi, maka pekerjaan yang sama yang dilakukan secara terus
menerus pada tahap efisiensi dan produktivitas yang tidak sama, tidak lagi
cukup bagi tercapainya keberhasilan perusahaan, oleh karena itu perusahaan
harus melakukan perbaikan terus menerus.
b. Kemampuan Sistem Informasi (Information System)
Motivasi dan keahlian karyawan diperlukan dalam mencari tujuan
pelanggan dan bisnis internal, namun tu saja tidak cukup jika mereka tidak
memiliki informasi yang memadai. Dalam persaingan bisnis yang sangat
ketat ini maka diperlukan informasi yang tepat, cepat, dan akurat sebagai
umpan balik. Informasi tersebut dapat berupa informasi tentang pelanggan,
proses bisnis internal, keuangan, dan keputusan yang dibuat oleh karyawan.
c. Motivasi, Kekuasaan, dan keselarasan (Motivation, Empowerment, and
Aligment).
d. Ukuran dari motivasi karyawan adalah jumlah saran per-pegawai, dimana
ukuran ini menangkap partisipasi karyawan yang sedang berlangsung dalam
memperbaiki kinerja perusahaan, dan tingkat kualitas pertisipasi karyawan
dalam memberikan saran untuk peluang perbaikan.
Untuk menentukan tujuan dan ukuran yang berkaitan dengan kemampuan
karyawan, ada tiga hal yang dipertimbangkan yaitu:
a) Produktivitas Karyawan
Ialah suatu ukuran hasil, dampak keseluruhan usaha peningkatan moral dan
kealihan karyawan, inovasi dan kepuasaan pelanggan. Tingkat produktivitas
karyawan, digunakan untuk mengetahui produktivitas karyawan dalam
periode tertentu.
laba bersih
produktifitas karyawan = x 100%
jumlah karyawan
b) Presentase Pelatihan Karyawan yang Terampil
Untuk meningkatan kompetensi dalam mengelola manajemen, sehingga
karyawan dapat terus berkembang dan terampil di masing-masing unit kerja.
Pelatihan karyawan (employee training), digunakan untuk mengetahui tingkat
pemberdayaan pada karyawan.
jumlah karyawan training
employee training = x 100%
jumlah karyawan
c) Kepuasaan Karyawan
Kepuasaan kerja secara keseluruhan saat ini dipandang sangat penting dan hal
ini merupakan prakondisi untuk meningkatkan daya tanggap mutu,
produktivitas, dan layanan pelanggan. Untuk mencapai kepuasaan karyawan,
maka pihak manajer dapat melakukan survey secara rutin.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai analisis penerapan Balanced Scorecard sebagai tolak
ukur kinerja perusahaan telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya.
Penelitian-peneltian tersebut banyak memberikan masukan.
Tabel 2.2
Tabel Penelitian Terdahulu
No
Peneliti
Judul
Variabel
Hasil
penelitian
Persamaan
Perbedaan
1. Diayana
Riyana
H
(2017)
Pengukura
n Kinerja
Perusahaa
n PT
Indofood
Dengan
Mengguna
kan
Balanced
Scorecard
Perpektif
keuangan,
perspektif
pelanggan,
perspektif
proses
bisnis
internal,
perpektif
pembelajar
an dan
pertumbuh
an
Kinerja PT
Indofoood pada
periode 2015-
2016 lebih baik
dari pada
periode 2014-
2015
berdasarkan
tinjauan dari
empat
perspektif
Meneliti
dengan
metode
Balanced
Scorecard
Peneliti
sebelumnya
melakukan
penelitian di
PT Indofood
2. Putri
Qurota
Analisis
Metode
Perpektif
keuangan,
Berdasarkan
hasil penelitian
Meneliti
dengan
Peneliti
sebelumnya
Ain
(2018)
Balanced
Scorecard
Terhadap
Pengukura
n Kinerja
Perusahaa
n PT.
Golden
Teknik
Sidoarjo
perspektif
pelanggan,
perspektif
proses
bisnis
internal,
perspektif
pembelajar
an dan
pertumbuh
an
PT Golden
Teknik
Sidoarjo agar
terus
meningkatkan
inovasi dalam
mengembangka
n produknya,
karena inovasi
sangat
berpengaruh
terhadap
kelangsungan
hidup
perusahaan dan
citra
perusahaan
metode
Balanced
Scorecard
melakukan
penelitian di
PT Golden
Teknik
Sidoarjo
3. Meli
Safitri
(2016)
Analisis
Pengukura
n Kinerja
Perusahaa
n Dengan
Metode
Balanced
Scorecard
Pada PT
Perkebuna
n
Nusantara
VII
(Persero)
Unit Musi
Landas
Perspektif
keuangan,
perspektif
pelanggan,
perspektif
proses
bisnis
internal,
perspektif
pembelajar
an dan
pertumbuh
an
Hasil analisis
menunujukkan
bahwa
pengukuran
kinerja dengan
menggunakn
balanced
scorecard lebih
komprehensif
dan terukur
sehinngga
perusahaan
perlu
menerapkan
penggukuran
kinerja dengan
menggunakan
balanced
scorecard
Meneliti
dengan
metode
Balanced
Scorecard
Peneliti
sebelumnya
melakukan
penelitian di
PT
Perkebunan
Nusantara
VII
(Persero)
Unit Musi
Landas
4. Nuris
sanida
(2017)
Analisis
Pengukura
n Kinerja
perusahaa
n Dengan
Konsep
Perspektif
keuangan,
perspektif
pelanggan,
perspektif
proses
bisnis
Hasil
pengukuran
dengan konsep
Balanced
Scorecard
kinerja empat
aspek PT
Meneliti
dengan
metode
Balanced
Scorecard
Peneliti
sebelumnya
melakukan
penelitian di
PT Kimia
Farma
Apotek
Balanced
Scorecard
internal,
perspektif
pembelajar
an dan
pertumbuh
an
Kimia Apotek
Bandar
Lampung
secara
keseluruhan
dinilai cukup
baik
Bandar
Lampung
5. Yogie
krisna
Putera
(2017)
Analisa
Kinerja
Perusahaa
n Dengan
Mengguna
kan
Metode
Balanced
Scorecard
Perspektif
keuangan,
perspektif
pelanggan,
perspektif
proses
bisnis
internal,
perspektif
pembelajar
an dan
pertumbuh
an
Hasil penelitian
menunjukkan
bahwa kinerja
Dealer Honda
Naga Mas
Motor
Baturetno
ditinjau dari
perspektif
keuangan
adalah cukup
baik, perspektif
pelanggan
adalah baik,
perspektif
proses bisnis
internal adalah
baik, perspektif
pembelajaran
dan
pertumbuhan
adalah baik
Meneliti
dengan
metode
Balanced
Scorecard
Peneliti
sebelumnya
melakukan
penelitian di
Dealer
Honda Naga
Mas Motor
Baturetno
6. Olipia
Margare
tha
(2018)
Anlaisis
Penerapan
Balanced
Scorecard
Sebagai
Pengukura
n Kinerja
PT
Telkom
Indonesia
Tbk devisi
Regional I
Sumatera
- Medan
Perspektif
keuangan,
perspektif
pelanggan,
perspektif
proses
bisnis
internal,
perspektif
pembelajar
an dan
pertumbuh
an
Hasil penelitian
Kuantitatif
menunjukkan
bahwa variabel
perspektif
keuangan,
perspektif
pelanggan,
perspektif
proses bisnis
internal dan
perspektif
pembelajaran
dan
Meneliti
dengan
metode
Balanced
Scorecard
Peneliti
sebelumnya
meneliti di
PT Telkom
Indonesia
Tbk Devisi
Regional I
Sumatera –
Medan
pertumbuhan
karyawan
secara parsial
dan secara
simultan
berpengaruh
signifikan
terhadap
kinerja PT
Telkom
Indonesia
Devisi
Regional I
Sumatera –
Medan
7. Feri
Achmad
in
(2015)
Analisis
Penerapan
Balanced
Scorecard
untuk
Penilaian
Kinerja
PT Semen
Gresik
Tbk
Perspektif
keuangan,
perspektif
pelanggan,
perspektif
proses
bisnis
internal,
perspektif
pembelajar
an dan
pertumbuh
an
Hasil penelitian
diharapkan
manajemen PT
Semen Gresik
Tbk. Lebih
memperhatikan
dalam segi
aspek keuangan
dan aspek
kepuasaan
pelanggan,
sehingga dapat
memaksimalka
n pendapatan
perusahaan dan
meningkatkan
jumlah
pelanggan yang
akan datang
Meneliti
dengan
metode
Balanced
Scorecard
Peneliti
sebelumnya
meneliti di
PT Semen
Gresik Tbk
8. Ahmad
Faishol
(2016)
Analisis
Pengaruh
Penerapan
Balanced
Scorecard
Terhadap
Peningkat
an Kinerja
Perusahaa
Perspektif
keuangan,
perspektif
pelanggan,
perspektif
proses
bisnis
internal,
perspektif
Baik perspektif
keuangan,
pelanggan,
proses bisnis
internal, serta
pembelajaran
dan
pertumbuhan
mempunyai
Meneliti
dengan
metode
Balanced
Scorecard
Peneliti
sebelumnya
meneliti di
Perusahaan
Daerah Air
Minum
PDAM
Lamongan
n (Studi
Kasus
Pada
Perusahaa
n Daerah
Air
Minum
(PDAM)
Lamongan
)
pembelajar
an dan
pertumbuh
an
pengaruh yang
cukup
signifikan
terhadap
peningkatan
kinerja
perusahaan
9. Arwinda
h
(2015)
Analisis
Balanced
Scorecard
sebagai
alat
pengukura
n kinerja
perusahaa
n PT.
Jamsostek
Cabang
Belawan
Perspektif
keuangan,
perspektif
pelanggan,
perspektif
proses
bisnis
internal,
perspektif
Kinerja masih
perlu diperbaiki
lagi agar
perusahaan
mampu
mencapai
kinerja yang
baik
Meneliti
dengan
metode
Balanced
Scorecard
Objek yang
diteliti
kinerja pada
PT
Jamsostek
cabang
belawan
10. Mutia
Zikrilla
(2019)
Pengukura
n Kinerja
Perusahaa
n PT.
Unilever
Tbk
Mengguna
kan
Metode
Balanced
Scorecard
Perspektif
keuangan,
perspektif
pelanggan,
perspektif
proses
bisnis
internal,
perspektif
pembelajar
an dan
pertumbuh
an
Kinerja PT
Unilever Tbk
pada periode
2013, 2014,
2015, sama
dengan 2017
lebih baik dari
pada 2016
berdasarkan
tinjauan dari
empat
perspektif
Meneliti
dengan
metode
Balanced
Scorecard
Peneliti
sebelumnya
meneliti di
PT Unulever
Tbk
11. Nurhizat
i (2017)
Analisis
Penerapan
Balanced
Scorecard
pada PT
Pertamina
(Persero)
Perspektif
keuangan,
perspektif
pelanggan,
perspektif
proses
bisnis
internal,
Hasil penelitian
menunjukkan
bahwa
penerapan
Balanced
Scorecard
dalam
penetapan
Meneliti
dengan
metode
Balanced
Scorecard
Peneliti
sebelumnya
melakukan
peneltian di
PT
Pertamina
(Persero)
Tahun
2014-2016
perspektif
pembelajar
an dan
pertumbuh
an
tujuan dan
penetapan
ukuran telah
sesuai dengan
teori, dan untuk
penetapan
bobot dan
penetapan
target masih
belum sesuai
dengan teori
sehingga sistem
pengukuran
masih
berorientasi
jangka pendek
Sumber : Diolah Penulis
2.3 Kerangka Konseptual
Berdasarkan tujuan penelitian diatas mengenai Analisis Penerapan Balanced
Scorecard Sebagai Alat Pengukuran Kinerja Perusahaan, maka dibuat kerangka
konseptual sebagai berikut :
Gambar 2.2
Kerangka Konseptual
(Sumber : Diolah Penulis)
PT. Perkebunan
Nusantara X
Surabaya
Kinerja
Perusahaan
Balanced
Scorecard
Perspektif
Keuangan Perspektif
Pelanggan
Perspektif
Bisnis
Internal
Perspektif
Pertumbuhan
&
Pembelajaran
Hasil Penelitian dengan Rekomendasi
Pengukuran Kinerja Balanced Scorecard
Untuk Perbaikan PT. Perkebunan
Nusantara X Surabaya