56
19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi terjadi apabila suatu negara mengalami peningkatan dalam jumlah produksi barang dan jasa. Angka yang digunakan untuk menaksir perubahan output adalah nilai moneter (uang) yang tercermin dalam nilai Produk Domestik Bruto (PDB). PDB merupakan nilai pasar semua barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam perekonomian selama periode waktu tertentu. Besaran PDB bermanfaat untuk membandingkan aktivitas ekonomi dari tahun ke tahun. Namun demikian PDB yang dihitung dengan harga pasar ini bukanlah ukuran kemakmuran ekonomi yang baik. Ukuran kemakmuran ekonomi yang lebih baik dapat ditunjukkan dengan PDB riil yang menunjukkan apa yang akan terjadi terhadap pengeluaran atas output jika jumlah berubah dengan harga yang tidak berubah (Mankiw 2009) Secara makro, peningkatan PDB dikenal pula sebagai pertumbuhan ekonomi. Ada beberapa teori pertumbuhan ekonomi yang membahas hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi bisa bersumber baik dari sisi permintaan agregat maupun sisi penawaran agregat. Dari sisi permintaan agregat pertumbuhan ekonomi bisa bersumber karena peningkatan pendapatan agregat dengan empat komponen yaitu konsumsi rumah tangga (C), investasi bruto (I), pengeluaran pemerintah (G) dan ekspor neto, yaitu ekspor barang dan jasa (X) minus impor barang dan jasa (M). Sisi permintaan agregat digambarkan dalam model.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi terjadi apabila suatu negara mengalami

peningkatan dalam jumlah produksi barang dan jasa. Angka yang digunakan

untuk menaksir perubahan output adalah nilai moneter (uang) yang tercermin

dalam nilai Produk Domestik Bruto (PDB). PDB merupakan nilai pasar semua

barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam perekonomian selama periode

waktu tertentu. Besaran PDB bermanfaat untuk membandingkan aktivitas

ekonomi dari tahun ke tahun. Namun demikian PDB yang dihitung dengan harga

pasar ini bukanlah ukuran kemakmuran ekonomi yang baik. Ukuran kemakmuran

ekonomi yang lebih baik dapat ditunjukkan dengan PDB riil yang menunjukkan

apa yang akan terjadi terhadap pengeluaran atas output jika jumlah berubah

dengan harga yang tidak berubah (Mankiw 2009)

Secara makro, peningkatan PDB dikenal pula sebagai pertumbuhan

ekonomi. Ada beberapa teori pertumbuhan ekonomi yang membahas hubungan

antara pertumbuhan ekonomi dengan faktor-faktor yang menentukan

pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi bisa bersumber baik dari sisi

permintaan agregat maupun sisi penawaran agregat. Dari sisi permintaan

agregat pertumbuhan ekonomi bisa bersumber karena peningkatan pendapatan

agregat dengan empat komponen yaitu konsumsi rumah tangga (C), investasi

bruto (I), pengeluaran pemerintah (G) dan ekspor neto, yaitu ekspor barang dan

jasa (X) minus impor barang dan jasa (M). Sisi permintaan agregat digambarkan

dalam model.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

20

Y= C+I+G+X-M ........................................... (2.1)

Pertumbuhan ekonomi dari sisi penawaran agregat atau produksi lebih

menitikberatkan peranan faktor-faktor produksi atau input dalam rangka

menciptakan pertumbuhan ekonomi. Perbedaan pendapatan yang terjadi antar

wilayah baik dalam lingkup negara maupun wilayah regional yang lebih sempit

berasal dari perbedaan faktor-faktor produksi yang dimiliki seperti tenaga kerja,

modal, dan teknologi. Beberapa teori pertumbuhan ekonomi dari sisi penawaran

agregat antara lain teori pertumbuhan neoklasik Solow, teori Simon Kuznet, dan

teori pertumbuhan endogen.

2.1.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

Model pertumbuhan ekonomi Neo Klasik Solow (Solow Neo Classical

Growth Model) menggambarkan bagaimana pertumbuhan persediaan modal,

pertumbuhan populasi dan kemajuan teknologi memengaruhi tingkat output

perekonomian dan pertumbuhannya sepanjang waktu. Persediaan modal

merupakan determinan output perekonomian karena dapat berubah sepanjang

waktu dan perubahan modal tersebut dapat mengarah ke pertumbuhan ekonomi.

Modal berubah disebabkan oleh perubahan kekuatan investasi dan adanya

depresiasi. Dengan asumsi tingkat depresiasi konstan sebesar δ, jumlah modal

yang terdepresiasi sebesar δk, persediaan modal ∆k dapat dinyatakan dalam

persamaan:

∆k = i - δk = sf(k) - δk ............................................. (2.2)

di mana k = modal per pekerja, i= jumlah investasi, s= tingkat tabungan, sf(k)=

jumlah tabungan, dan y=f(k) = output per pekerja.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

21

Berdasarkan Persamaan 2.2 terdapat keadaan di mana jumlah investasi

sama dengan jumlah depresiasi yang disebut kondisi mapan (steady state), yang

menunjukkan titik keseimbangan atau equilibrium perekonomian jangka panjang.

Pada kondisi mapan ini, persediaan modal k akan konstan sebesar k* dan output

f(k) juga akan tetap (konstan). Artinya selama perekonomian belum mencapai

kondisi mapan, pertumbuhan ekonomi akan tetap ada. Ketika kondisi mapan

sudah tercapai, maka perekonomian tidak dapat tumbuh lagi dan juga tidak

menyusut. Dengan demikian peranan tingkat tabungan sangat penting. Apabila

tingkat tabungan tinggi, maka perekonomian akan memiliki persediaan modal

yang besar dan tingkat output yang tinggi dan demikian pula sebaliknya (Mankiw,

2009).

Model pertumbuhan Solow tidak mampu menunjukkan adanya

pertumbuhan berkelanjutan ketika kondisi sudah mapan (steady state), karena

dalam model solow hanya memasukkan persediaan modal sebagai determinan

output sehingga model Solow itupun diperluas dengan memasukkan dua sumber

pertumbuhan ekonomi yang lain yaitu pertumbuhan populasi dan kemajuan

teknologi. Apabila pertumbuhan populasi atau tenaga kerja sebesar n, maka

Persamaan persediaan modal per pekerja akan berubah menjadi:

∆k = i - (δ + n) k = sf(k) - (δ+ n) k ......................... (2.3)

Dari Persamaan 2.3, investasi akan meningkatkan persediaan modal per

pekerja, depresiasi menurunkannya, dan pertumbuhan jumlah tenaga kerja juga

akan menurunkan modal per pekerja. Pada kondisi mapan, investasi pulang-

pokok sebesar (δ + n)k* menunjukkan jumlah investasi yang dibutuhkan untuk

menjaga persediaan modal per pekerja tetap. Investasi ini memiliki dua tujuan

yaitu untuk mengganti depresiasi barang modal (δk*) dan menyediakan modal

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

22

bagi para pekerja baru (nk*). Pada kondisi mapan pula besarnya modal per

pekerja dan output per pekerja adalah konstan. Walaupun tidak dapat

menjelaskan pertumbuhan berkelanjutan dalam standar kehidupan (berupa

output per kapita atau GDP per kapita), namun pertumbuhan populasi dapat

menjelaskan pertumbuhan output total yang berkelanjutan.

Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dijelaskan dalam model Solow

dengan memasukkan variabel kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi dalam

model Solow ini dianggap given sebagai variabel eksogen dan tidak menjelaskan

bagaimana kemajuan teknologi itu terjadi. Fungsi produksi dengan memasukkan

kemajuan teknologi dapat ditulis:

Y = F (K, L x E) ...................................................... (2.4)

di mana E adalah efisiensi tenaga kerja dan L x E adalah jumlah para pekerja

efektif.

Efisiensi tenaga kerja mencerminkan pengetahuan masyarakat tentang

metode-metode produksi, di mana ketika ada kemajuan teknologi, maka efisiensi

tenaga kerja pun meningkat. Efisiensi tenaga kerja juga meningkat karena

adanya pengembangan dalam kesehatan, pendidikan atau keahlian tenaga

kerja. Apabila kemajuan teknologi konstan sebesar g, maka dalam kondisi

mapan perubahan persediaan modal dapat dinyatakan dalam persamaan:

∆k = sf(k) - (δ + n+g) k .................................................. (2.5)

di mana k = K / (L x E) yang merupakan modal per pekerja efektif dan y = Y / (L x

E) = f(k) yang merupakan output per pekerja efektif.

Berdasarkan Persamaan 2.5 investasi pulang-pokok diperlukan untuk

menjaga modal per pekerja efektif konstan, mengganti modal yang terdepresiasi,

dan memberi modal pekerja baru, dan memberi modal bagi para pekerja efektif

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

23

baru yang diciptakan oleh kemajuan teknologi. Dalam model Solow ini, hanya

kemajuan teknologi yang dapat menjelaskan peningkatan standar kehidupan

yang berkelanjutan (Mankiw, 2009).

2.1.2 Teori Pertumbuhan Simon Kuznet

Simon Kuznet mendefinisikan pertumbuhan ekonomi suatu negara

sebagai peningkatan kemampuan suatu negara untuk menyediakan barang-

barang ekonomi bagi penduduknya, kenaikan pada kemampuan ini disebabkan

oleh adanya kemajuan teknologi, kelembagaan serta penyesuaian ideologi yang

dibutuhkannya (Todaro & Smith, 2012). Ketiga komponen pokok dari definisi ini

sangatlah penting maknanya bagi suatu perekonomian (Arsyad, 2010) yaitu.

1) Kenaikan output nasional secara terus menerus merupakan perwujudan dari

pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan kemampuan suatu perekonomian

dalam menyediakan berbagai macam barang ekonomi, dan juga tanda

kematangan ekonomi

2) Kemajuan teknologi merupakan syarat perlu (necessary condition) bagi

pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan, namun bukan syarat cukup

(sufficient condition) dalam merealisasikan potensi pertumbuhan yang

terkandung dalam teknologi baru

3) Penyesuaian kelembagaan, sikap dan ideologi harus segera dilakukan.

Adanya inovasi teknologi tanpa adanya inovasi sosial ibarat sebuah bola

lampu tanpa aliran listrik. Potensi ada namun tanpa input yang melengkapi,

tidak akan berarti apa-apa.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

24

2.1.3 Teori Pertumbuhan Endogen

Teori pertumbuhan endogenus (endogenous growth theory) menolak

asumsi dalam model Solow tentang kemajuan teknologi yang bersifat eksogen

dan juga menolak adanya pengembalian modal yang semakin menurun.

Penjelasan atas teori pertumbuhan endogen dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Teori pertumbuhan endogen dijelaskan dari fungsi produksi sederhana

sebagai berikut:

Y = AK .................................................................. (2.11)

di mana, Y = output, K= persediaan modal, dan A = konstanta. A mengukur

jumlah output produksi untuk setiap unit modal.

Fungsi produksi pada Persamaan (2.11) tidak menunjukkan adanya

pengembalian modal yang semakin menurun. Satu unit modal tambahan

dapat memproduksi tambahan output sebesar A unit.

2. Pendapatan diasumsikan sebagian ditabung dan diinvestasikan. Perubahan

persediaan modal (∆K) sama dengan investasi (sY) dikurangi depresiasi (δK)

dan dinyatakan dalam persamaan:

∆K = sY - δK ......................................................... (2.12)

3. Berdasarkan Persamaan (2.11) dan Persamaan (2.12) didapatkan

persamaan:

∆Y/ Y = ∆K / K = sA - δ ........................................ (2.13)

Persamaan (2.13) menunjukkan tingkat pertumbuhan output ∆Y/Y.

Pendapatan perkonomian akan dapat terus tumbuh selama sA > δ dengan

tanpa mengasumsikan kemajuan teknologi eksogen.

Dalam model Solow, tabungan mendorong pertumbuhan sementara dan

dengan adanya asumsi pengembalian modal yang semakin menurun,

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

25

perekonomian akan mencapai kondisi mapan di mana pertumbuhan hanya

bergantung pada kemajuan teknologi eksogen. Dalam model pertumbuhan

endogen, tabungan dan investasi dapat mendorong pertumbuhan yang

berkesinambungan.

Teori pertumbuhan endogen menolak asumsi pengembalian modal yang

semakin menurun karena modal (K) tidak hanya dipandang sebagai modal yang

berbentuk persediaan pabrik dan peralatan perkonomian, namun modal bersifat

lebih luas. Dalam teori pertumbuhan endogen ilmu pengetahuan dipandang

sebagai bentuk modal atau input dalam produksi barang dan jasa, dan juga input

untuk proses produksi ilmu pengetahuan yang lebih baru. Berbeda dengan

modal dalam bentuk persediaan pabrik dan peralatan yang dapat memiliki tingkat

pengembalian yang menurun, ilmu pengetahuan kurang wajar apabila

diasumsikan memiliki tingkat pengembalian yang menurun, bahkan berbagai

inovasi ilmu pengetahuan yang semakin meningkat dapat meningkatkan pula

pengembalian atas modal berupa ilmu pengetahuan tersebut (Mankiw 2009)

2.2 Konsep Daya Saing

Istilah daya saing berasal dari kata daya yang bermakna kekuatan, dan

kata saing yang berarti mencapai lebih dari yang lain, atau beda dengan yang

lain dari segi mutu, atau memiliki keunggulan tertentu. Artinya daya saing dapat

bermakna kekuatan untuk berusaha menjadi unggul dalam hal tertentu yang

dilakukan oleh kelompok atau institusi tertentu. Konsep daya saing mengacu

pada kemampuan untuk mencapai dominasi dan kemantapan dalam kompetisi

antara perusahaan individual dan pesaing di tingkat mikro (perusahaan) dan

antara ekonomi pada tingkat ekonomi makro (Márkus, 2008).

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

26

Pembahasan mengenai daya saing suatu unit produksi, baik untuk tingkat

perusahaan, sektor, maupun ekonomi (negara), sudah seumur perdagangan

internasional. Perdagangan internasional sendiri bukanlah sesuatu hal yang

baru, namun sebuah paparan teoritis yang sistematis baru dikembangkan sekitar

abad keenambelas dan ketujuhbelas. Dimulai dari teori Merkantilisme yang

menganggap pertumbuhan ekonomi suatu negara tumbuh sebagai akibat

adanya pengeluaran dari negara lain. Suatu negara dapat mempertinggi

kekayaannya dengan cara menjual barang-barangnya ke luar negeri (Sukirno,

2008)

Para penganut merkantilisme yang dipelopori oleh Thomas Mun (1571-

1641) dengan karyanya England.s Treasure by Foreign Trade sependapat

bahwa, satu-satunya cara bagi sebuah negara untuk menjadi kaya dan kuat

adalah dengan melakukan sebanyak mungkin ekspor dan sedikit mungkin impor.

Surplus ekspor yang dihasilkan kemudian dibentuk dalam logam-logam mulia

khususnya emas dan perak. Semakin banyak logam mulia yang dimiliki suatu

negara, maka semakin kaya dan kuatlah negara tersebut. Selanjutnya, dengan

mendorong ekspor dan mengurangi impor, pemerintah akan dapat mendorong

output dan kesempatan kerja nasional (Salvatore, 2007)

Selanjutnya ahli-ahli ekonomi klasik menganalisis lebih mendalam lagi

peranan perdagangan luar negeri dalam perekonomian. Teori keunggulan

absolut (absolut advantages) dibangun oleh Adam Smith sebagai perbaikan atas

merkantilisme. Menurut Adam Smith, bahwa perdagangan akan meningkatkan

kemakmuran bila dilaksanakan melalui mekanisme perdagangan bebas. Melalui

perdagangan bebas, para pelaku ekonomi diarahkan untuk melakukan

spesialisasi dalam upaya peningkatan efisiensi (Rahardja dan Manurung, 2006).

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

27

Setiap negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional karena

melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang jika negara tersebut

memiliki keunggulan mutlak, serta mengimpor barang jika negara tersebut

memiliki ketidakunggulan mutlak (Hady, 2001).

Jika sebuah negara lebih efisien daripada (atau memiliki keunggulan

absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi sebuah komoditi, namun

kurang efisien dibanding (atau memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain

dalam memproduksi komoditi lainnya, maka kedua negara tersebut dapat

memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan spesialisasi

dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut, dan

menukarkannya dengan komoditi lain yang memiliki kerugian absolut (Salvatore,

2007).

Lebih lanjut teori perdagangan internasional dikemukakan oleh David

Ricardo dengan prinsip-prinsip perdagangan internasional yang dikenal dengan

nama The Theory of Comparative Advantage atau The Theory of Relative Cost

yaitu mencoba melihat keuntungan/kerugian dalam perbandingan relatif. Teori ini

menyatakan bahwa suatu negara akan menghasilkan dan kemudian mengekspor

suatu barang yang memiliki comparative advantage terbesar dan mengimpor

barang yang memiliki comparative disadvantage, yaitu suatu barang yang dapat

dihasilkan dengan lebih murah dan mengimpor barang yang kalau dihasilkan

sendiri memakan ongkos yang besar. Teori ini pada dasarnya menyatakan

bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh banyaknya tenaga kerja yang

dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut. Makin banyak tenaga kerja

yang dicurahkan untuk memproduksi suatu barang, maka akan semakin mahal

pula harga barang tersebut (Nopirin, 2013)

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

28

Suatu negara akan memiliki keunggulan komparatif (comparative

advantage) dalam memproduksi suatu barang jika biaya pengorbanannya dalam

memproduksi barang tersebut (dalam satuan barang lain) lebih rendah daripada

negara-negara lainnya. Perdagangan antara dua negara akan menguntungkan

kedua belah pihak jika masing-masing negara memproduksi dan mengekspor

produk yang keunggulan komparatifnya ia kuasai (Krugman, Paul and Obstfeld

2000).

Selanjutnya Eli Heckscher dan Bertin Ohlin mengembangkan teori

perdagangan internasional yang dikenal dengan teori Heckscher. Ohlin (H.O),

menyatakan bahwa sumber utama perdagangan internasional adalah adanya

perbedaan karunia sumber-sumber daya antarnegara. Teori ini sangat

menekankan saling keterkaitan antara perbedaan proporsi faktor-faktor produksi

antarnegara dan perbedaan penggunaannya dalam memproduksi berbagai

macam barang, sehingga teori ini sering disebut sebagai teori proporsi faktor

produksi (factor proportion theory)

Negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif banyak/murah dalam

memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor

barangnya. Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu

jika negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka/mahal dalam

memproduksinya (Hady, 2001). Sebuah negara akan mengekspor komoditi yang

produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan

murah di negara itu, dan dalam waktu bersamaan ia akan mengimpor komoditi

yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka dan mahal di

negara itu. Singkatnya, sebuah negara yang relatif kaya atau berkelimpahan

tenaga kerja akan mengekspor komoditi-komoditi yang relatif padat tenaga kerja

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

29

dan mengimpor komoditi-komoditi yang relatif padat modal (yang merupakan

faktor produksi langka dan mahal di negara yang bersangkutan) (Salvatore 2007)

Pembahasan daya saing tidak lengkap tanpa ada kontribusi dari Michael

Eugene Porter yang merupakan seorang profesor dari Harvard Business School,

memiliki spesialisasi di bidang competitiveness, baik skala bisnis maupun

negara. Teori Porter (1990) tentang daya saing nasional berangkat dari

keyakinannya bahwa teori ekonomi klasik yang menjelaskan tentang keunggulan

komparatif tidak mencukupi, atau bahkan tidak tepat. Menurut Porter, suatu

negara memperoleh keunggulan daya saing / competitive advantage (CA) jika

perusahaan yang ada di negara tersebut kompetitif.

Selanjutnya Porter mengajukan Diamond Model (DM) yang terdiri dari

empat determinan (faktor – faktor yang menentukan) National Competitive

Advantage (NCA). Empat atribut ini adalah: factor conditions, demand conditions,

related and supporting industries, dan firm strategy, structure, and rivalry.

Gambar 2.1Determinans of National Competitive Advantage

Sumber : Porter (1990)

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

30

Factor conditions mengacu pada input yang digunakan sebagai faktor

produksi, seperti tenaga kerja, sumber daya alam, modal dan infrastruktur.

Argumen Porter, kunci utama faktor produksi adalah “diciptakan” bukan diperoleh

dari warisan. Lebih jauh, kelangkaan sumber daya (factor disadvantage)

seringkali membantu negara menjadi kompetitif. Terlalu banyak (sumber daya)

memiliki kemungkinan disia-siakan, ketika langka dapat mendorong inovasi.

Demand conditions, mengacu pada tersedianya pasar domestik yang siap

berperan menjadi elemen penting dalam menghasilkan daya saing. Pasar seperti

ini ditandai dengan kemampuan untuk menjual produk-produk superior, hal ini

didorong oleh adanya permintaan barang-dan jasa berkualitas serta adanya

kedekatan hubungan antara perusahan dan pelanggan.

Related and Supporting Industries, mengacu pada tersedianya

serangkaian dan adanya keterkaitan kuat antara industri pendukung dan

perusahaan, hubungan dan dukungan ini bersifat positif yang berujung pada

peningkatan daya saing perusahaan. Porter mengembangkan model dari faktor

kondisi semacam ini dengan industrial clusters atau agglomeration, yang

memberi manfaat adanya potential technology knowledge spillover, kedekatan

dengan konsumen sehingga semakin meningkatkan kekuatan pasar (market

power).

Firm strategy, Structure and Rivalry, mengacu pada strategi dan struktur

yang ada pada sebagian besar perusahaan dan intensitas persaingan pada

industri tertentu. Faktor Strategy dapat terdiri dari setidaknya dua aspek: pasar

modal dan pilihan karir individu. Pasar modal domestik mempengaruhi strategi

perusahaan, sementara individu seringkali membuat keputusan karir

berdasarkan peluang dan prestise. Suatu negara akan memiliki daya saing pada

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

31

suatu industri di mana personel kuncinya dianggap prestisious. Struktur

mengikuti strategi. Struktur dibangun guna menjalankan strategi. Intensitas

persaingan (rivalry) yang tinggi mendorong inovasi.

Porter juga menambahkan faktor lain: Peran Pemerintah, yang dikatakan

memiliki peran penting dalam menciptakan NCA. Peran dimaksud, bukan

sebagai pemain di industri, namun melalui kewenangan yang dimiliki

memberikan fasilitasi, katalis, dan tantanan bagi industri. Pemerintah

menganjurkan dan mendorong industri agar mencapai level daya saing tertentu.

Hal – hal tersebut dapat dilakukan pemerintah melalui kebijakan insentif berupa

subsidi, perpajakan, pendidikan, fokus pada penciptaan dan penguatan factor

conditions, serta menegakkan standar industri (Porter,1990)

Dewasa ini, konsep daya saing negara telah dikembangkan dengan

sangat komprehensif oleh lembaga internasional yaitu World Economic Forum

(WEF) yang secara rutin menerbitkan “Global Competitiveness Report”.

Lembaga ini dirikan sejak tahun 1979, bekerjasama dengan berbagai profesor

yang ahli dalam bidangnya seperti Michael Porter, Xavier Sala-i Martin, Klaus

Schwab dan ilmuwan lainnya. Data yang dirilis oleh WEF telah mejadi rujukan

baik akademisi, pemerintah maupun swasta.

Menurut WEF (2013) definisi daya saing nasional sebagai “kemampuan

perekonomian nasional untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan

berkelanjutan.” Kunci utama sebagai faktor penentu daya saing nasional adalah

kebijakan-kebijakan yag tepat, institusi-institusi yang sesuai, serta karakteristik-

karakteristik ekonomi lain yang mendukung terwujudnya pertumbuhan ekonomi

yang tinggi dan berkelanjutan. Nilai daya saing yang ditentukan oleh WEF

berkisar 1 sampai dengan 7. Di mana 7 merupakan nilai daya saing tertinggi dan

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

32

sebaliknya satu merupakan nilai daya saing terendah. WEF dalam laporannya di

Global Competitiveness Report, merumuskan konsep daya saing negara menjadi

12 pilar yang dibagi menjadi tiga kelompok. Berikut merupakan bagan ke-12 pilar

yang dirangkum oleh GCR:

Gambar 2.2.Bagan Pilar Daya Saing Negara

Sumber : WEF 2016

Berdasarkan pilar di atas, maka dapat dijelaskan bahwasanya terdapat 12

pilar yang dibagi menjadi 3 kelompok. Semakin tinggi ranking daya saing, maka

sumber daya ekonomi yang dimiliki oleh negara tersebut memiliki tingkat

produktivitas tinggi. Tingginya produktivitas akan menjadi penentu bagi

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

33

peningkatan kesejahteraan ekonomi dan tingkat pengembalian investasi melalui

pertumbuhan ekonomi berkesinambungan. Berikut penjelasan masing-masing

pilar (Schwab, 2015)

1. Institusi

Lingkungan kelembagaan suatu negara tergantung pada efisiensi dan

perilaku pemangku kepentingan baik negeri maupun swasta. Kerangka

hukum dan administrasi di mana individu, perusahaan, dan pemerintah

berinteraksi menentukan kualitas lembaga publik dari suatu negara sehingga

memiliki bantalan yang kuat pada daya saing dan mendorong pertumbuhan

ekonomi. Kelembagaan yang baik akan mempengaruhi keputusan investasi

sehingga penting untuk pembangunan ekonomi berkelanjutan.

2 Infrastruktur

Infrastruktur yang luas dan efisien sangat penting untuk memastikan fungsi

efektif ekonomi. Transportasi yang efektif meliputi kualitas tinggi pada jalan,

rel kereta api, pelabuhan, dan udara akan membuat pengusaha

mendapatkan barang dan jasa untuk pasar dengan cara yang lebih aman

dan tepat waktu serta memfasilitasi gerakan pekerja untuk pekerjaan yang

paling cocok. Ekonomi juga tergantung pada pasokan listrik yang bebas dari

gangguan dan kekurangan sehingga bisnis dan pabrik dapat bekerja tanpa

hambatan. Selain infrastruktur pada transportasi dan listrik, jaringan

telekomunikasi yang luas memungkinkan untuk aliran yang cepat dan bebas

dari informasi, yang meningkatkan efisiensi ekonomi secara keseluruhan

dengan membantu untuk memastikan bahwa bisnis dapat berkomunikasi

dan keputusan dibuat oleh pelaku ekonomi memperhitungkan semua

informasi yang tersedia secara relevan.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

34

3 Lingkungan Makroekonomi

Stabilitas lingkungan ekonomi makro adalah penting untuk bisnis dan karena

itu, penting untuk daya saing suatu negara. Meskipun memang benar bahwa

stabilitas makroekonomi saja tidak bisa meningkatkan produktivitas suatu

bangsa, namun hal itu juga diakui bahwa kekacauan ekonomi makro dapat

merugikan perekonomian. Perusahaan tidak dapat beroperasi secara efisien

ketika inflasi begitu tinggi. Singkatnya, perekonomian tidak bisa tumbuh

secara berkelanjutan kecuali lingkungan makro stabil.

4 Kesehatan dan pendidikan dasar

Tenaga kerja yang sehat sangat penting untuk daya saing suatu negara dan

produktivitas. Pekerja yang sakit tidak bisa memfungsikan potensi mereka

dan akan kurang produktif. Rendahnya tingkat kesehatan menyebabkan

biaya yang signifikan untuk bisnis, karena pekerja yang sakit akan sering

tidak ada atau beroperasi pada tingkat yang lebih rendah dari efisiensi.

Investasi dalam penyediaan pelayanan kesehatan demikian penting untuk

ekonomi. Selain untuk kesehatan, pilar ini memperhitungkan akun kuantitas

dan kualitas pendidikan dasar yang diterima oleh penduduk, dimana hal

tersebut semakin penting dalam perekonomian saat ini. Pendidikan dasar

meningkatkan efisiensi setiap pekerja individu.

5 Pendidikan Tinggi Dan Pelatihan

Kualitas pendidikan dan pelatihan yang lebih tinggi sangat penting untuk

ekonomi yang ingin bergerak maju. Khususnya, globalisasi ekonomi saat ini

membutuhkan negara untuk memelihara pekerja terdidik yang mampu

melakukan tugas-tugas kompleks dan beradaptasi dengan cepat untuk

mengubah lingkungan mereka. Pilar ini mengukur Angka Partisipasi Sekolah

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

35

(APS) baik sekunder maupun tersier serta kualitas pendidikan sebagai

evaluasi oleh para pemimpin bisnis. Luasnya staf pelatihan juga

dipertimbangkan karena pentingnya kejuruan dan pelatihan yang

berkesinambungan untuk memastikan peningkatan keterampilan pekerja.

6 Efisiensi pasar Barang

Negara-negara dengan pasar barang yang efisien artinya mereka mampu

untuk menghasilkan campuran yang tepat dari produk dan jasa yang

diberikan kepada konsumen maupun untuk memastikan bahwa barang-

barang ini bisa yang paling efektif diperdagangkan dalam perekonomian.

Pasar dengan kompetisi yang sehat, baik domestik maupun asing penting

dalam mendorong efisiensi pasar, dan dengan demikian produktivitas bisnis

akan meningkat. Dengan kata lain memastikan bahwa perusahaan yang

paling efisien adalah perusahaan yang menghasilkan barang sesuai dengan

permintaan pasar. Efisiensi pasar juga tergantung pada kondisi permintaan

(orientasi pelanggan). Ini dapat menciptakan keunggulan kompetitif yang

penting, karena perusahaan dituntut untuk menjadi lebih inovatif dan

berorientasi pada pelanggan (customer oriented), dengan demikian akan

memberlakukan disiplin yang diperlukan untuk Efisiensi yang akan dicapai di

pasar.

7 Efisiensi pasar tenaga kerja

Efisiensi dan fleksibilitas pasar tenaga kerja penting untuk memastikan

bahwa para pekerja dialokasikan untuk Penggunaan mereka yang paling

efektif dalam perekonomian dan disediakan dengan insentif untuk

memberikan usaha terbaik mereka dalam pekerjaan mereka. pasar Tenaga

kerja itu harus memiliki fleksibilitas untuk mengalihkan pekerja dari satu

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

36

kegiatan ekonomi ke kegiatan ekonomi yang lain dengan cepat dan dengan

biaya rendah, dan untuk memungkinkan fluktuasi upah tanpa banyak

gangguan sosial. pasar tenaga kerja yang efisien juga harus memastikan

insentif yang kuat dan jelas bagi karyawan serta mempromosikan meritokrasi

di tempat kerja, dan mereka harus menyediakan ekuitas dalam lingkungan

bisnis antara perempuan dan laki-laki. Secara bersama-sama faktor-faktor ini

memiliki efek positif pada kinerja pekerja.

8 Pengembangan pasar keuangan

Sektor keuangan yang efisien mengalokasikan sumber daya yang disimpan

oleh penduduk suatu negara, kemudian menginvestasikan ke ekonomi dari

luar negeri, ke kewirausahaan atau proyek investasi dengan harapan tingkat

pengembalian tertinggi. Bisnis investasi sangat penting untuk produktivitas.

Karena itu ekonomi membutuhkan pasar keuangan canggih yang dapat

membuat modal yang tersedia untuk investasi sektor swasta dari sumber-

sumber seperti pinjaman dari sektor perbankan yang sehat, bursa efek,

modal usaha, dan produk keuangan lainnya. Dalam rangka memenuhi

semua fungsi-fungsi, sektor perbankan harus dapat dipercaya dan

transparan sehingga pasar keuangan jelas membutuhkan regulasi yang

sesuai untuk melindungi investor dan pelaku lainnya dalam ekonomi pada

umumnya.

9 Teknologi

Pilar kesiapan teknologi mengukur kelincahan ekonomi dengan mengadopsi

teknologi yang ada untuk meningkatkan produktivitas industri, dengan

spesifik penekanan pada kapasitasnya untuk sepenuhnya memanfaatkan

teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam kegiatan sehari-hari dan

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

37

proses produksi untuk meningkatkan efisiensi dan memungkinkan inovasi

untuk daya saing. Titik sentral adalah bahwa perusahaan yang beroperasi di

negeri ini harus memiliki akses ke produk canggih dan kemampuan untuk

menyerap dan menggunakannya. Di antara sumber utama dari teknologi

asing, FDI sering memainkan peran kunci, terutama untuk negara-negara di

tahapan pembangunan yang kurang dalam perkembangan teknologi.

10 Ukuran Pasar

Ukuran pasar mempengaruhi produktivitas karena besar pasar

memungkinkan perusahaan untuk mengeksploitasi skala ekonomi. Secara

tradisional, pasar tersedia untuk perusahaan yang dibatasi oleh batas-batas

negara. Namun dalam era globalisasi, pasar internasional telah menjadi

pengganti pasar domestik, terutama untuk negara-negara kecil. Demikian

ekspor dapat dianggap sebagai pengganti untuk permintaan domestik dalam

menentukan ukuran pasar bagi perusahaan di suatu negara.

11 Kecanggihan Bisnis

kecanggihan Bisnis menyangkut dua elemen yang berhubungan erat:

kualitas keseluruhan jaringan bisnis suatu negara dan kualitas operasi dan

strategi perusahaan individual. Faktor-faktor ini penting terutama bagi negara

pada tahap pembangunan ketiga atau maju, untuk sebagian besar, yang

lebih mendasar sumber peningkatan produktivitas telah habis. Kualitas

jaringan bisnis suatu negara dan industri pendukung, yang diukur dengan

kuantitas dan kualitas pemasok lokal dan sejauh mana mereka berinteraksi,

penting untuk berbagai alasan.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

38

12 Inovasi

Pilar yang terakhir berfokus pada inovasi. inovasi adalah sangat penting bagi

ekonomi karena mereka mendekati batas-batas pengetahuan, dan

kemungkinan menghasilkan nilai lebih dengan hanya mengintegrasikan dan

mengadaptasi teknologi. Dalam ekonomi ini, perusahaan harus merancang

dan mengembangkan produk mutakhir dan proses untuk mempertahankan

keunggulan kompetitif dan bergerak ke arah yang lebih tinggi nilai

tambahnya. perkembangan ini membutuhkan lingkungan yang kondusif

untuk kegiatan inovatif dan didukung oleh masyarakat dan sektor swasta.

Hal itu berarti investasi yang cukup dalam penelitian dan pengembangan (R

& D), terutama oleh sektor swasta; itu Kehadiran lembaga penelitian ilmiah

berkualitas tinggi yang dapat menghasilkan pengetahuan dasar yang

dibutuhkan untuk membangun teknologi baru; kerjasama yang luas dalam

penelitian dan perkembangan teknologi antara universitas dan industri; dan

perlindungan kekayaan intelektual (Schwab 2015)

Pilar-pilar dari daya saing tersebut memiliki cara atau pengaruh yang

berbeda antar negara dalam mengejar pertumbuhan ekonomi. Hal ini sejalan

dengan teori ekonomi yang dikenal dengan tahapan pembangunan. WEF

mengasumsikan bahwa pada tahap pembangunan pertama, karakteristik negara

ini cenderung mengandalkan sumberdaya alam dan memiliki tenaga kerja yang

tidak terdidik sehingga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dibutuhkan

persyaratan dasar (driven factor) yang meliputi kelembagaan yang baik,

kestabilan makroekonomi, infrastruktur berkembang dengan baik dan tenaga

kerja yang paling tidak sehat dan mengenyam pendidikan dasar. Sebagai negara

yang menjadi lebih kompetitif, produktivitas akan meningkat dan upah akan naik

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

39

dengan memajukan pembangunan. Negara kemudian akan bergerak ke tahap

pembangunan kedua yaitu peningkatan efisiensi (efficiency-enhancer), saat

mereka harus mulai mengembangkan proses produksi yang lebih efisien dan

kualitas produk meningkat, karena upah telah meningkat dan mereka tidak bisa

menaikkan harga. pada titik ini, daya saing semakin didorong oleh pendidikan

tinggi dan pelatihan (pilar 5), pasar barang-barang yang efisien (Pilar 6), pasar

tenaga kerja yang berfungsi dengan baik (pilar 7), pasar keuangan yang maju

(pilar 8), kemampuan untuk memanfaatkan keuntungan dari teknologi yang

sudah ada (pilar 9), dan pasar domestik maupun asing yang besar (pilar 10).

Akhirnya, sebagai negara yang pindah ke tahap inovasi, upah akan

meningkat begitu besar dan mereka mampu mendukung upah mereka yang lebih

tinggi untuk mengoptimalkan standar hidup yang lebih layak hanya jika usaha

mereka untuk mampu bersaing dengan menggunakan proses produksi yang

paling canggih (pilar 11) dan oleh inovasi yang baru (pilar 12). Tujuan WEF

menghubungkan pilar daya saing dengan tahapan pembangunan negara agar

lebih relevan bagi negara yang bersangkutan untuk melaksanakan konsep daya

saing untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Perhitungan nilai daya saing global (global competitiveness index)

didasarkan pada akumulasi dari keseluruhan indikator semua pilar daya saing.

Dan pembobotan yang diberikan pada tiga sub index (basic requirements,

efficiency enhancer dan innovation and sophistication factors) adalah tidak tetap.

Hal ini bergantung pada masing-masing tahapan pembangunan suatu negara.

Dua kriteria yang digunakan untuk mengalokasikan negara ke tahap

pembangunan. Yang pertama adalah tingkat PDB per kapita pada nilai tukar

pasar. Ambang yang digunakan juga dilaporkan dalam Tabel 2.1 di bawah ini:

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

40

Tabel 2.1Kriteria Tahapan Pembangunan Negara

Tahapan PembangunanTahap 1(factordriven)

Transisidari 1 ke 2

Tahap 2(Efficiencydriven)

Transisi dari2 ke 3

Tahap 3(Innovationdriven)

GDP Per Kapita(US$)

< 2000 2000-2999 3.000-8.999 9000-17000 >17.000

Bobot PersyaratanDasar

60% 40-60% 40% 20-40% 20%

Bobot Peningkatanefisiensi

35% 35-50% 50% 50% 50%

Bobot PendorongInovasi

5% 5-10% 10% 10-30% 30%

Sumber : WEF, 2016

Berdasarkan tabel 2.1 di atas, dapat disimpulkan bahwa bagi negara

dengan perolehan GDP Per kapita sebesar kurang dari US $ 2.000, maka

negara tersebut dikelompokan pada tahap pembangunan satu, artinya faktor

driven atau persyaratan dasar sangat dibutuhkan untuk negara ini dalam

mendorong pertumbuhan ekonominya. Terbukti dengan bobot nilai sebesar 60

%. Dan untuk peningkatan efisiensi 35 % sedangkan untuk pendorong inovasi

negara di tahap pembangunan satu ini masih begitu rendah yaitu hanya sebesar

5%.

Kriteria kedua yang digunakan untuk mengklasifikasikan negara itu,

berdasarkan pendapatan yang akan bergerak ke luar tahap 1, tetapi di mana

kemakmuran didasarkan pada ekstraksi sumber daya. Ini diukur dengan pangsa

ekspor barang mineral dalam total ekspor (barang dan jasa), dan

mengasumsikan bahwa negara-negara dengan lebih dari 70 persen dari ekspor

mereka terdiri dari mineral produk (diukur dengan menggunakan rata-rata lima

tahun) yang dikategorikan ke Negara factor driven. Sedangkan yang sumber

daya didorong oleh teknologi dan secara signifikan lebih kaya diklasifikasikan ke

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

41

dalam negara Innovation driven stage. Setiap negara yang jatuh antara dua tiga

tahap dianggap "dalam transisi." Untuk negara-negara ini, bobot akan berubah

sebagai negara berkembang, mencerminkan transisi yang mulus dari salah satu

tahap perkembangan ke tahap perkembangan yang lain. Berikut negara ASEAN

dengan tahapan pembangunan yang berbeda:

Tabel 2.2Tahapan Pembangunan Negara ASEAN

Tahap 1(factordriven)

Transisi dari1 ke 2

Tahap 2(Efficiencydriven)

Transisi dari2 ke 3

Tahap 3(Innovationdriven)

Kamboja Brunei Indonesia Malaysia SingapuraLaos Phillipina ThailandMyanmar VietnamSumber: WEF, 2016

Berdasarkan tabel 2.2 di atas, maka diketahui bahwa negara-negara di

kawasan ASEAN dengan tahapan pembangunannya. Sehingga dapat ditentukan

pilar mana yang paling tepat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di negara

ASEAN.

2.3 Hubungan Variabel Bebas dan Variabel Terikat

2.3.1 Hubungan Daya Saing Negara Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Daya saing suatu negara bisa didefinisikan sebagai suatu rangkaian dari

institusi, kebijakan dan faktor-faktor yang menentukan tingkat produktivitas suatu

negara (WEF, 2016). Daya saing meliputi yang 12 pilar mampu mendorong

pertumbuhan ekonomi (Lopez-Claros et al. 2008). Daya saing suatu negara

terbagi menjadi tiga kelompok, di antaranya:

Kelompok 1: Persyaratan Dasar, terdiri dari institusi, infrastruktur, makroekonomi,

kesehatan dan pendidikan dasar, yang mana faktor-faktor ini akan

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

42

membangun lingkungan yang lebih baik untuk peningkatan

produktivitas negara (Bai, 2009).

Kelompok 2: Faktor Efisiensi, mencakup pendidikan tinggi dan pelatihan, efisiensi

di pasar barang, efisiensi pasar uang, efisiensi pasar tenaga kerja,

kesiapan teknologi dan besaran pasar. Yang mana faktor tersebut

dibutuhkan untuk efisiensi produksi (Qin, Prybutok, and Peak 2009).

Kelompok 3: Faktor Inovasi, meliputi kecanggihan bisnis dan inovasi. Negara

yang mendukung terhadap kemajuan inovasi, mengindikasikan

bahwa pertumbuhan bisa berkelanjutan (Koong et al. 2011)

2.3.2 Hubungan Korupsi dan Pertumbuhan Ekonomi

Korupsi termasuk bagian dari pilar daya saing global yaitu pilar institusi.

Korupsi dapat menurunkan tingkat daya saing suatu negara yang berdampak

pada melambatnya pertumbuhan ekonomi. Sebagaimana yang disampaikan oleh

Porter (2005 dalam Herciu, 2006) bahwa negara yang paling kompetitif adalah

negara yang paling bersih (bebas korupsi). Negara yang mampu mengurangi

tingkat korupsi dalam waktu satu tahun, bisa menempati rangking 20 besar

dalam pencapaian nilai daya saing tertinggi tingkat dunia. Di antaranya adalah

negara yang mampu mengurangi korupsi sebesar 11%- 30% yakni negara

Lithuania, Rumania, Republik Cheko, Yunani. Sedangkan negara yang mampu

mengurangi tingkat korupsi sebesar 5%-10% yaitu negara Bulgaria, Luxemburg,

Polandia, Turki. Dan untuk negara yang mampu mengurangi korupsi sebesar 5%

adalah negara Austria, Denmark, Spanyol, Finlandia, Perancis, Jerman, Irlandia,

Belanda, Portugal dan Inggris. (Sumber Transparency International, Global

Barometer on Corruption, 2005).

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

43

Hal ini juga dibuktikan dari negara kawasan ASEAN sendiri, dimana

negara Singapura dengan nilai ICP 9,2 (mendekati bersih total) memiliki indeks

daya saing tertinggi kedua tingkat dunia setelah negara Switzerland. Ini

menunjukkan betapa signifikannya hubungan korupsi dengan daya saing suatu

negara.

Bank Dunia (2000) menyebutkan bahwa bahwa korupsi merupakan

tindakan penyalahgunaan kepercayaan publik demi kepentingan pribadi. Menurut

Lembaga Transparansi Internasional (2010 dalam Kuncoro, 2013), korupsi

merupakan perilaku pejabat publik, politikus, pegawai negeri, yang secara tidak

wajar atau tidak legal memperkaya diri atau memperkaya pihak-pihak yang dekat

dengan dirinya dengan menyalahgunakan kekuasaaan publik yang

dipercayakan. Sedangkan menurut Lembaga Transparency Internasional

Indonesia (TI-Indonesia) yang merupakan perwakilan dari Transparency

Internasional mendefinisikan korupsi sebagai penggunaan wewenang publik

untuk kepentingan pribadi.

Adapun berdasarkan UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bentuk-bentuk korupsi cukup

banyak yang tertuang dalam 30 jenis tindak pidana korupsi. Tindak pidana

korupsi tersebut kemudian dikelompokkan menjadi 7 kategori antara lain

kerugian keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan,

pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan

gratifikasi.

Bank Dunia (2000) menyebutkan bahwa korupsi merupakan gejala dari

kelemahan konstitusional yang mendalam. Beberapa riset menunjukkan bahwa

hal-hal yang merupakan penyebab korupsi antara lain sebagai berikut. Pertama,

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

44

ketiadaan hak politik dan kebebasan sipil, di mana tingkat kebebasan sipil dan

kebebasan pers memiliki korelasi negatif yang tinggi dengan korupsi. Kedua,

keuangan publik dan regulasi di mana hasil riset menyebutkan bahwa negara

dengan tingkat kepemilikan yang tinggi oleh negara dalam ekonomi, regulasi

bisnis, pajak yang berlebihan, dan penerapan pajak secara sewenang-wenang,

serta danya restriksi perdagangan, maka keadaan korupsi di negara tersebut

juga lebih tinggi. Ketiga, profesionalisme pelayan publik, di mana apabila ada

profesionalisme oleh pegawai negeri baik dalam hal perekrutan, pelatihan, dan

sistem promosi, maka hal itu berkaitan dengan tingkat korupsi yang lebih rendah.

Walaupun secara umum korupsi dipandang sebagai suatu penyakit dalam

kehidupan masyarakat, namun pengaruh korupsi terhadap pertumbuhan

ekonomi masih diperdebatkan oleh para ekonom. Berikut perbedaan pandangan

terkait pengaruh korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi.

2.2.2.1 Grease The Wheels Hypothesis (GWH)

Pandangan yang menyebutkan bahwa korupsi dapat menjadi pelumas

roda perekonomian dikenal dalam hipotesis Grease The Wheels Hypothesis

(GWH). Egunjobi dan Adenike (2013) menyebutkan adanya pandangan bahwa

korupsi dianggap dapat memacu laju pertumbuhan ekonomi dikarenakan bahwa

korupsi seperti dalam bentuk suap pada birokrat pemerintahan, bertindak seperti

minyak yang melumasi dan memfasilitasi mesin pertumbuhan ekonomi. Hal ini

karena korupsi dapat membantu pegawai pemerintah membuat proses

persetujuan suatu proyek menjadi lebih cepat dan efisien. Leff (1964 dalam

Egunjobi dan Adenike, 2013), menyebutkan bahwa korupsi dapat meningkatkan

efisiensi karena dapat menghilangkan kekakuan pemerintah yang menghambat

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

45

investasi dan menganggu keputusan-keputusan ekonomi yang diperlukan untuk

pertumbuhan.

Meon dan Sekkat (2005) menyebutkan bahwa korupsi dimungkinkan

berdampak positif pada pertumbuhan dan pembangunan di mana korupsi

mengkompensasi berbagai bentuk birokrasi yang cacat, kebijakan yang buruk

dan kelembagaan yang lemah. Lui (1985) dalam Meon dan Sekkat (2005)

menyatakan bahwa korupsi dapat meningkatkan efisiensi waktu dalam antrian di

mana suap dapat memberikan insentif pada birokrat untuk meningkatkan proses

pelayanan, mencegah kelambanan administrasi, dan dapat menghilangkan

kekakuan birokrasi pemerintahan yang menghalangi investasi, sehingga dengan

adanya korupsi kekakuan birokrasi dapat terkurangi dan melalui pintu inilah

investasi dapat masuk dan menciptakan pertumbuhan ekonomi.

Hipotesis Grease The Wheels Hypothesis (GWH) secara tersirat

menyebutkan bahwa korupsi dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di

negara-negara yang mengalami kelemahan institusional dengan birokrasi yang

berbelit-belit. Jika demikian, sesungguhnya korupsi tetap dipandang sebagai

suatu penyakit dan seharusnya yang dilakukan adalah memperkuat

kelembagaan publik dan mereformasi kekakuan dalam birokrasi.

Sand The Wheels Hypothesis (GWH)

Egunjobi dan Adenike (2013) menyebutkan pula pandangan yang

menganggap bahwa korupsi dapat mengganggu dan menghambat pertumbuhan

ekonomi, menciptakan distorsi dalam pasar dan juga distorsi dalam alokasi

sumberdaya. Korupsi juga cenderung mengabaikan pendidikan dan kesehatan,

mengurangi produktivitas investasi publik, dan cenderung mengurangi

pendapatan pajak. Selain itu, korupsi juga dapat menghambat pertumbuhan

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

46

ekonomi dengan menurunkan investasi asing, menurunkan pengeluaran

pemerintah dalam bidang pendidikan dan pengeluaran pemerintah untuk barang

modal.

Menurut Bank Dunia (2000), korupsi dapat memperlemah pertumbuhan

ekonomi. Pengaruh negatif korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi tersebut

terjadi melalui beberapa saluran antara lain: Pertama, alokasi talenta yang tidak

tepat di mana penempatan pelayan publik tidak sesuai pada keahliannya. Kedua,

tingkat investasi domestik dan asing yang rendah, di mana adanya korupsi

membuat orang enggan untuk melakukan investasi baik domestik maupun asing.

Ketiga, pengeluaran dan investasi publik yang terdistorsi, di mana korupsi

membuat tidak berimbangnya komposisi pengeluaran publik. Rezim yang korup

akan melalaikan program kesehatan karena hanya menawarkan perburuan rente

yang lebih sedikit. Keempat, korupsi juga memperburuk infrastruktur fisik publik

di mana korupsi selain dapat mengurangi tingkat pendapatan, juga dapat

mengurangi kualitas jalan raya, menyebabkan kekurangan daya listrik,

kegagalan telekomunikasi atau kekurangan air.

Mo (2001) menyebutkan bahwa korupsi terbukti dapat menurunkan

tingkat pertumbuhan ekonomi melalui beberapa saluran yaitu dengan

memengaruhi kestabilan politik, menurunkan tingkat human capital dan

mengurangi tingkat investasi. Dalam model pertumbuhan Solow, tingkat

tabungan dan investasi akan menentukan output dan tentu pendapatan nasional.

Namun tingkat tabungan dan investasi itu sendiri sangat dipengaruhi oleh banyak

faktor seperti kebijakan pajak, pola pensiun, pertumbuhan pasar uang, faktor

budaya, stabilitas politik. Negara-negara yang memiliki lembaga-lembaga politik

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

47

yang buruk di mana hal itu dapat diukur dengan estimasi korupsi para pejabatnya

cenderung memiliki tabungan dan investasi yang lebih rendah (Mankiw, 2009).

Berbagai pandangan pengaruh korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi di

atas memperkuat adanya hipotesis bahwa korupsi menghambat pembangunan

dan dikenal sebagai hipotesis Sand The Wheels Hypothesis (SWH). Secara

ringkas hipotesis tersebut menyebutkan bahwa korupsi berpengaruh negatif

terhadap pertumbuhan ekonomi, di mana korupsi merintangi pertumbuhan

ekonomi dengan mendistorsi pasar dan alokasi sumber daya ekonomi terhadap

pertumbuhan ekonomi. Korupsi juga menghambat investasi, menurunkan

kualitas human capital, inefisiensi pengeluaran pemerintah, dan menciptakan

instabilitas politik dan pada akhirnya mereduksi output.

2.3.3 Hubungan Infrastruktur dan Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Snieška & Zykiene (2014) infrastruktur diidentifikasikan sebagai

salah satu dari indikator daya saing suatu negara yang peranannya penting

dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Hal itu dikarenakan infrastruktur dapat

menciptakan konektivitas antar daerah bahkan antar pulau, dapat meningkatkan

produktivitas industri dan daya saing sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan

ekonomi dan standar hidup yang lebih baik.

Infrastruktur memainkan peranan penting di dalam pengembangan

ekonomi dan daya saing daerah. Infrastruktur yang strategis berguna bagi

investor yang mencari lokasi untuk dimanfaatkan bagi industri agar mendapatkan

keuntungan (Stimson, et.al, 2006). Infrastruktur di suatu negara akan menjadi

pertimbangan bagi para investor di dalam menanamkan modal di negara tersebut

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

48

(Jones & Wren, 2006). Kualitas infrastruktur yang baik di suatu negara akan

membuat penanaman modal asing lebih atraktif (Tsen, 2005). Kebutuhan

terhadap infrastruktur merupakan suatu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi

oleh pemerintah untuk mendukung kemajuan industri.

Penyediaan hard infrastructure seperti : jalan raya, sistem pembuangan

limbah, sistem penyediaan air, bandara, dan perangkat keras telekomunikasi;

serta soft infrastructure seperti pendidikan, kesehatan, pemerintahan,

kepemimpinan daerah dan pengetahuan yang dimiliki oleh suatu daerah memiliki

peranan penting di dalam memfasilitasi produksi dan perdagangan. Adanya

dukungan infrastruktur dapat membuat perusahaan menjadi kompetitif lebih

cepat dan lebih cerdas dalam menyesuaikan perubahan kondisi (Stimson, et. al.,

2006).

Bank Dunia (dalam Wahyuni, 2009) mendefinisikan infrastruktur ekonomi,

merupakan aset fisik yang diperlukan untuk menunjang aktivitas ekonomi baik

dalam produksi maupun konsumsi final, meliputi tenaga, telekomunikasi, air

minum, sanitasi dan gas (public utilities), jalan, bendungan, kanal, saluran irigasi

dan drainase (public work) serta sektor transportasi (jalan, rel kereta api,

angkutan pelabuhan, lapangan terbang dan sebagainya).

American Society of Civil Engineers (ASCE) menganggap definisi yang

lebih komprehensif infrastruktur ada pada laporan tahunan "Daftar Laporan

Infrastruktur Amerika”. Daftar ini memuat data infrastruktur untuk penerbangan,

jembatan, bendungan, air minum, energi, tempat limbah berbahaya, jalur air

bernavigasi, taman umum dan rekreasi, kereta api, jalan, sekolah, keamanan,

limbah padat, jalur transit dan jalur air limbah. Sekali lagi, bagaimanapun, daftar

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

49

laporan tidak menjelaskan mengapa sarana sarana itu dikelompokan dalam

kategori infrastruktur (dalam Dixon dan Baldwin, 2008).

Karateristik infrastruktur adalah: (1) Aset memiliki bentuk fisik dengan

masa pakai yang panjang. Penciptaan aset memerlukan cukup periode

persiapan pembangunannya; (2) Aset memiliki sedikit pengganti dalam jangka

pendek; (3) Struktur aset mampu memperlancar aliran barang dan jasa dan

tanpa asset akan terjadi gangguan dalam aliran persediaan barang dan jasa; (4)

Aset penting terutama karena asset berfungsi sebagai barang komplementer

atau pelengkap terhadap barang dan jasa dalam faktor produksi; dan (5) Memiliki

ekternalitas positif yaitu daya manfaatnya dapat dinikmati pihak diluar pembuat

infratruktur tersebut (Baldwin dan Dixon, 2008).

Familoni (2004) menjelaskan bahwa infrastruktur dibedakan menjadi

infrastruktur ekonomi dan infrastruktur sosial. Infrastruktur ekonomi di antaranya

utilitas publik seperti listrik, telekomunikasi, suplai air bersih, sanitasi, dan saluran

pembuangan dan gas. Termasuk pekerjaan umum seperti jalan kereta api,

angkutan kota, dan bandara. Sedangkan infrastruktur sosial dibedakan menjadi

infrastruktur pendidikan dan kesehatan.

Canning dan Pedroni (2004) menyatakan infrastruktur memiliki sifat

eksternalitas. Berbagai infrastruktur seperti jalan, pendidikan, kesehatan, dan

sebagainya memiliki sifat eksternalitas positif. Eksternalitas positif dalam

infrastruktur berupa efek limpahan dalam bentuk peningkatan produksi

perusahaan dan sektor pertanian tanpa meningkatkan input modal dan tenaga

kerja serta meningkatkan teknologi. Dengan dibangunnya infrastruktur, tingkat

produktivitas akan meningkat. Salah satunya yang paling nampak adalah

pembangunan jalan.

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

50

Manfaat pembangungan jaringan jalan dapat dilihat dari peningkatan

mobilitas dan efisiensi yang terjadi dalam masyarakat. Adanya peningkatan

kuantitas dan kualitas jaringan jalan akan mendorong peningkatan lalulintas

orang, barang, maupun jasa-jasa baik oleh masyarakat setempat maupun

mobilitas antar daerah. Sehingga akan menciptakan produktivitas angkutan jalan

yang selanjutnya menghasilkan efisiensi biaya baik biaya transportasi rumah

tangga non produksi maupun rumah tangga produksi (perusahaan).

Peningkatan efisiensi dapat menghemat biaya per unit konsumsi atau

produksi. Dengan demikian, manfaat dengan tersedianya jaringan jalan maka

potensi daerah dapat lebih didayagunakan. Selain itu, manfaat juga berasal dari

peningkatan pendapatan dari sektor-sektor yang memasok input-input (tenaga

kerja, modal, dan bahan baku) dalam pembangunan jalan. Peningkatan

pendapatan berarti mendorong peningkatan daya beli masyarakat dan

selanjutnya akan berdampak pada peningkatan aktivitas ekonomi. (Canning dan

Pedroni, 2004).

2.3.4 Hubungan Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Schwab (2015) Stabilitas lingkungan ekonomi makro adalah

penting untuk bisnis dan karena itu, penting untuk daya saing suatu negara.

Meskipun memang benar bahwa stabilitas makroekonomi saja tidak bisa

meningkatkan produktivitas suatu bangsa, namun hal itu juga diakui bahwa

kekacauan ekonomi makro dapat merugikan perekonomian. Stabilitas lingkungan

makroekonomi dapat dilihat dari tingkat inflasi. Tingkat inflasi yang tinggi dan

berkepanjangan akan berdampak buruk bagi daya saing negara dan

pertumbuhan ekonomi.

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

51

Teori Country Risk yang didukung oleh Erramilli dan D’Souza (1995),

Glaister dan Atanasova (1998), Wint dan Williams (2002) mengatakan bahwa

perusahaan asing melakukan penanaman modal ke negara yang memiliki

stabilitas ekonomi yang baik. Dengan adanya teori Country Risk maka stabilitas

ekonomi berpengaruh positif dan signifikan terhadap penanaman modal asing.

Apabila investor melihat suatu negara memiliki stabilitas ekonomi yang baik

maka investor makin berminat untuk menanamkan dananya ke negara yang

memiliki stabilitas ekonomi yang baik. Sedangkan menurut Ozturk (2007)

mengatakan stabilitas ekonomi dan politik sangat penting dalam menentukan

penanaman modal asing yang memiliki dampak positif bagi keseluruhan

pertumbuhan ekonomi.

Dornbusch dan Fischer (2001), menyebutkan bahwa inflasi merupakan

kejadian ekonomi yang sering terjadi meskipun kita tidak pernah menghendaki.

Inflasi ada dimana saja dan selalu merupakan fenomena moneter yang

mencerminkan adanya pertumbuhan moneter yang berlebihan dan tidak stabil.

Sedangkan menurut Asfia (2006), menyatakan bahwa inflasi adalah suatu

kejadian yang menunjukkan kenaikan tingkat harga secara umum dan

berlangsung secara terus menerus.

Dari defenisi tersebut ada tiga kriteria yang perlu diamati untuk melihat

telah terjadinya inflasi, yaitu kenaikan harga, bersifat umum, dan terjadi terus

menerus dalam rentang waktu tertentu. Apabila terjadi kenaikan harga satu

barang yang tidak mempengaruhi harga barang lain, sehingga harga tidak naik

secara umum, kejadian seperti itu bukanlah inflasi. Kecuali bila yang naik itu

seperti harga BBM, ini berpengaruh terhadap harga-harga lain sehingga secara

umum semua produk hampir mengalami kenaikan harga. Bila kenaikan harga itu

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

52

terjadi sesaat kemudian turun lagi, itu pun belum bisa dikatakan inflasi, karena

kenaikan harga yang diperhitungkan dalam konteks inflasi mempunyai rentang

waktu minimal satu bulan.

Asfia (2006), mengatakan bahwa inflasi yang tinggi tingkatnya tidak akan

menggalakkan perkembangan ekonomi suatu negara. Hal-hal yang mungkin

timbul antara lain sebagai berikut:

1. Ketika biaya produksi naik akibat inflasi, hal ini akan sangat merugikan

pengusaha dan ini menyebabkan kegiatan investasi beralih pada kegiatan

Universitas Sumatera Utara yang kurang mendorong produk nasional, seperti

tindakan para spekulan yang ingin mencari keuntungan sesaat.

2. Pada saat kondisi harga tidak menentu (inflasi) para pemilik modal lebih

cenderung menanamkan modalnya pada bentuk pembelian tanah, rumah dan

bangunan. Pengalihan investasi seperti ini akan menyebabkan investasi

produktif berkurang dan kegiatan ekonomi menurun.

3. Inflasi menimbulkan efek yang buruk pada perdagangan dan mematikan

pengusaha dalam negeri. Hal ini dikarenakan kenaikan harga menyebabkan

produk-produk dalam negeri tidak mampu bersaing dengan produk negara

lain sehingga kegiatan ekspor turun dan impor meningkat.

4. Inflasi menimbulkan dampak yang buruk pula pada neraca pembayaran.

Karena menurunnya ekspor dan meningkatnya impor menyebakan ketidak

seimbangan terhadap aliran dana yang masuk dan keluar negeri, sehingga

kondisi neraca pembayaran akan memburuk.

Asfia (2006), lebih lanjut menjabarkan bahwa selain yang telah

disebutkan di atas dampak buruk dari inflasi dapat pula ditinjau dari tingkat

kesejahteraan masyarakat, yakni sebagai berikut:

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

53

1. Inflasi akan menurunkan pendapatan riil yang diterima masyarakat, dan ini

sangat merugikan orang-orang yang berpenghasilan tetap. Pada saat inflasi,

kenaikan tingkat upah tidak secepat kenaikan harga barang yang diperlukan

dan dijual dipasar.

2. Inflasi akan mengurangi kekayaan yang berbentuk uang. Seperti tabungan

masyarakat di bank nilai riilnya akan menurun. Universitas Sumatera Utara

3. Inflasi akan memperburuk pembagian kekayaan, karena bagi masyarakat yang

berpenghasilan tetap dan mempunyai kekayaan dalam bentuk uang bisa bisa

jatuh miskin. Tetapi bagi masyarakat yang menyimpan kekayaan dalam

bentuk tanah dan rumah akan terjadi peningkatan kekayaan, baik secara riil

mapun secara nominal. Demikian pula bagi perdagangan, pendapatan riil

mereka akan dapat bertahan dan mungkin meningkat pada saat terjadi inflasi.

Meskipun inflasi banyak dampak buruknya, tetapi setiap kebijakan anti

inflasi bukan berarti bertujuan untuk menghilangkan inflasi sampai nol persen.

Apabila laju inflasi nol persen ini juga tidak memacu terjadinya pertumbuhan

ekonomi, tetapi akan menimbulkan stagnasi dalam perekonomian. Kebijakan

akan sangat berarti bagi kegiatan ekonomi, apabila bisa menjaga laju inflasi

berada di tingkat yang sangat rendah.

Boediono (2001), Idealnya laju inflasi agar bisa meningkatkan kegiatan

ekonomi adalah sekitar di bawah 5%. Inflasi yang dapat memacu pertumbuhan

ekonomi adalah inflasi yang laju inflasinya relatif tetap dan bila ada perubahan

akan dapat diprediksi. Inflasi seperti ini disebut inflasi inersial (inertial inflastion).

Laju inflasi yang dapat diperkirakan seperti inflasi inersial dapat digunakan untuk

mengadakan kontrak jangka panjang dalam kegiatan perekonomian. Misalnya

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

54

dalam transaksi yang memerlukan tenggang waktu yang cukup lama (pembelian

barang-barang secara kredit untuk jangka panjang).

Laju inflasi inersial tidak akan bisa bertahan secara terus menerus, tetapi

mempunyai kecenderungan bertahan dalam jangka waktu lama, sampai tiba

waktunya untuk berubah secara drastis. Hal ini dikarenakan munculnya inflasi

dipengaruhi oleh banyak faktor, ada faktor ekonomi dan ada faktor di luar

ekonomi.

Mallik & Chowdhury, (2001) melakukan analisis kointegrasi inflasi

terhadap partumbuhan ekonomi pada empat negara di kawasan Asia Selatan

(Bangladesh, India, Pakistan, dan Sri Lanka) dan melaporkan dua poin penting.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pertama, inflasi dan pertumbuhan ekonomi

yang positif dan saling terkait. Kedua, sensitivitas inflasi terhadap perubahan

tingkat pertumbuhan ekonomi lebih besar dari pertumbuhan ekonomi terhadap

perubahan tingkat inflasi. Inflasi yang moderat membantu pertumbuhan ekonomi,

tetapi pertumbuhan ekonomi yang cepat justru berdampak pula terhadap

kenaikan inflasi. Dengan demikian, keadaan inflasi di keempat negara itu

seakan-akan seperti pisau bermata dua.

2.3.5 Hubungan Tingkat Kesehatan dan Pertumbuhan Ekonomi

Kesehatan merupakan salah satu modal manusia (human capital) yang

sangat diperlukan dalam menunjang pembangunan ekonomi. Hal ini dikarenakan

kesehatan merupakan prasyarat bagi peningkatan produktivitas. Prijono

Tjiptoherijanto (1993) mengatakan bahwa kesehatan dapat mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi melalui beberapa cara, seperti perbaikan kesehatan

seseorang akan menyebabkan pertambahan dalam partisipasi tenaga kerja,

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

55

perbaikan kesehatan dapat pula membawa perbaikan dalam tingkat pendidikan

yang kemudian menyumbang terhadap pertumbuhan ekonomi, ataupun

perbaikan kesehatan menyebabkan bertambahnya penduduk yang akan

membawa tingkat partisipasi angkatan kerja. Secara teoritis, WHO (2002)

menyebutkan bahwa hubungan antara kesehatan dan pembangunan ekonomi

adalah sebagai berikut :

Pada tingkat mikro yaitu pada tingkat individual dan keluarga, kesehatan

adalah dasar bagi produktivitas kerja dan kapasitas untuk belajar di sekolah.

Tenaga kerja yang sehat secara fisik dan mental akan lebih enerjik dan kuat,

lebih produktif, dan mendapatkan penghasilan yang tinggi. Keadaan ini terutama

terjadi di negara-negara sedang berkembang, dimana proporsi terbesar dari

angkatan kerja masih bekerja secara manual.

Sebagai contoh, sebanyak 20% dari tenaga kerja (tenaker) laki – laki di

Indonesia yang menderita anemia dinilai kurang produktif jika dibandingkan

dengan tenaker laki – laki yang tidak menderita anemia. Selanjutnya, anak yang

sehat mempunyai kemampuan belajar lebih baik dan akan tumbuh menjadi

dewasa yang lebih terdidik. Dalam keluarga yang sehat, pendidikan anak

cenderung untuk tidak terputus jika dibandingkan dengan keluarga yang tidak

sehat.

Pada tingkat makro, penduduk dengan tingkat kesehatan yang baik

merupakan masukan (input) penting untuk menurunkan kemiskinan,

meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan pembangunan ekonomi jangka

panjang. Beberapa pengalaman sejarah besar membuktikan berhasilnya tinggal

landas ekonomi seperti pertumbuhan ekonomi yang cepat didukung oleh

terobosan penting di bidang kesehatan masyarakat, pemberantasan penyakit

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

56

dan peningkatan gizi. Hal ini antara lain terjadi di Inggris selama revolusi industri,

Jepang dan Amerika Selatan pada awal abad ke-20, dan pembangunan di Eropa

Selatan dan Asia Timur pada permulaan tahun 1950- an dan tahun 1960-an.

Bukti-bukti makroekonomi menjelaskan bahwa negara-negara dengan

kondisi kesehatan dan pendidikan yang rendah, menghadapi tantangan yang

lebih berat untuk mencapai pertumbuhan berkelanjutan jika dibandingkan

dengan negara yang lebih baik keadaan kesehatan dan pendidikannya.

Kesehatan yang buruk akan memberikan pengaruh buruk terhadap

pertumbuhan ekonomi, hal ini antara lain terjadi di sub-Sahara Afrika dan Asia

Selatan. Beban berat yang diakibatkan oleh penyakit dan pengaruh gandanya

terhadap produktivitas, kependudukan, dan pendidikan mempunyai peranan

dalam kinerja ekonomi yang buruk dan kronis di negara-negara Afrika. Studi

terbaru yang dilakukan oleh Bloom & Canning (2003) menemukan bahwa lebih

dari setengahnya keterbelakangan pertumbuhan di negara-negara Afrika jika

dibandingkan dengan negaranegara di Asia Timur, secara statistik dapat

diterangkan oleh beban berat akibat penyakit, kependudukan, dan geografis jika

dibandingkan dengan variabel-variabel tradisional dari ekonomi makro dan politik

pemerintahan. Sebagai contoh, pengaruh penyakit malaria terhadap penurunan

pertumbuhan di tiap negara berbeda, dengan kisaran 0,25% pertahun. Khusus di

negara sub sahara Afrika, penurunan GDP akibat penyakit ini sebesar 0,55%.

Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Gallup,Sachs dan Mellinger

(1998) dalam penelitian World Bank tentang Malaria and Growth yang

menyatakan bahwa ada hubungan negatif antara prevalensi malaria di suatu

wilayah dengan pendapatan perkapita di wilayah tersebut, dengan besaran

penurunan pertumbuhan lebih dari 1% pertahun. Dalam rumusan matematika

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

57

yang dipakai oleh Gallup dan Sach untuk meneliti negara di Afrika pada tahun

1980-1995, didapatkan bahwa dalam jangka panjang penurunan pendapatan

perkapita dinegara yang terkena malaria lebih dari setengahnya jika

dibandingkan dengan negara yang tidak terkena malaria.

Gallup Sachs.et al. (2001) dalam The Economic Burden of Malaria

menemukan adanya perbedaan GDP sebesar lima kali lipat antara negara yang

terkena malaria (US$ 1,526) dengan yang tidak terkena malaria (US$ 8,268)

pada tahun 1995. Sementara pada tahun 1965-1990 terlihat adanya perbedaan

pertumbuhan pendapatan perkapita antara negara dengan malaria dan tanpa

malaria sebesar 0,4% pertahun dan 2,3% pertahun. Selain sebagai penyebab

utama kematian di Afrika, HIV/AIDS juga diduga dapat menurunkan angka

harapan hidup (AHH). Pada negara yang memiliki prevalensi HIV/AIDS tinggi,

angka harapan hidup diproyeksikan berkurang 30 tahun. Selain dari dua hal di

atas, HIV/AIDS juga dinyatakan berhubungan dengan penurunan income

perkapita pada tahun 1990-1997 sebesar 0,7% pertahun. Hal ini dikarenakan

stock of capital lebih rendah dibanding pendapatan perkapita dikarenakan

tabungan RT sebagian besar dipakai untuk membiayai pengobatan dibandingkan

untuk konsumsi dengan asumsi pemerintah tidak meningkatkan pengeluaran

ekternalnya. Dalam alur itu, maka berkurangnya tabungan RT (domestic saving)

maka akan mengurangi investasi yang pada akhirnya akan berpengaruh

terhadap pendapatan perkapita.

Mushkin (1962 dalam Tjiptoherijanto 1993) memperkirakan bahwa

penurunan tingkat kematian pada tahun 1900 di Amerika Serikat telah membawa

peningkatan Gross National Product (GNP) sebesar 60 miliar dollar AS pada

tahun 1960, yang disebabkan oleh pertambahan pekerja sebanyak 13 juta jiwa.

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

58

Sedangkan menurut perhitungannya, penurunan tingkat kematian sejak 1920

yang menyebabkan pertambahan tenaga kerja telah menyebabkan GNP AS

bertambah 28 milliar dollar AS pada tahun 1960.

Cesario, Simon dan Kinne (1980 dalam Tjiptoherijanto 1993) menjelaskan

hubungan antara program gizi dan pertumbuhan ekonomi. Beliau menyatakan

bahwa :

Perbaikan di dalam status gizi akan menurunkan tingkat kematian dan

kesakitan, khususnya bagi penduduk usia kerja, sehingga dapat

meningkatkan partisipasi bagi yang belum kerja dan meningkatkan hari kerja

bagi yang sedang melakukan kegiatan kerja.

Perbaikan dalam status gizi dan kesehatan tenaga kerja akan meningkatkan

efisiensi kerja melalui peningkatan kemampuan individualnya. Pengaruh dari

program kesehatan serta gizi terhadap penduduk usia muda akan terlihat

pada peningkatan GNP melalui pertumbuhan ekonomi, yakni dengan

bertambahnya tingkat partisipasi angkatan kerja dan secara tidak langsung

melalui tingkat partisipasi dalam dunia pendidikan.

2.3.6 Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pertumbuhan Ekonomi

Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting yang menjadi tolak

ukur dari peningkataan kualitas sumber daya manusia. Selain itu, melalui

pendidikan pula upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat

diusahakan. (Saraswati, 2009)

Pendidikan dan pelatihan akan meningkatkan pengetahuan, kecakapan,

dan ketrampilan (sebagai modal intelektual) yang sangat diperlukan untuk

meningkatkan produktivitas, nilai tambah dan daya saing. Dengan modal

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

59

intelektual dalam bentuk ilmu pengetahuan, ketrampilan, dan kecakapan maka

pola pikir seseorang akan terbuka, dan melahirkan ide, gagasan, inspirasi dan

khayalan-khayalan yang cemerlang sehingga menghasilkan kekayaan

ntelektual, seperti paten, merek, desain, dan nilai-nilai tambah baru. Modal

intelektual juga dapat mendorong proses “Kaizen”, yaitu suatu proses perbaikan

yang terus menerus mampu meningkatkan nilai tambah dan kualitas (Suryana,

2013).

Kemajuan perekonomian suatu negara tidak terlepas dari produktivitas

kerja penduduknya. Adapun produktivitas itu sendiri harus didukung oleh tingkat

investasi dan sumber daya manusia yang memadai (Subandi, 2012). The

Differential Rates of Return Hypothesis yang didukung oleh Jorgensen (1963),

Agarwal (1980), More (1993), Sosvila-Rivero (1994), Wang & Swain (1995),

Lipsey (2000) mengatakan human capital memainkan peranan penting di dalam

masuknya penanaman modal asing ke suatu wilayah. Dengan adanya The

Differential Rates of Return Hypothesis maka human capital berpengaruh positif

dan signifikan terhadap masuknya penanaman modal asing. Apabila investor

melihat suatu negara memiliki human capital yang baik maka investor akan

berinvestasi ke negara tersebut.

Nurkse mengatakan produktivitas yang rendah akan menghasilkan

pendapatan yang rendah (Jhingan, 2010). Pendidikan dan ketrampilan

merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas masyarakat.

Seorang warga negara terdidik menghasilkan pendapatan tinggi dan

produktivitas tinggi (Nafziger,2006). Investasi pada human capital harus

dilakukan dengan baik agar berdampak positif bagi pendapatan mereka (Todaro

& Smith, 2012).

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

60

2.3.7 Hubungan Keterbukaan Perdagangan dan Pertumbuhan Ekonomi

Perdagangan antarnegara atau lebih dikenal dengan perdagangan

internasional sudah ada sejak zaman dahulu, namun dalam lingkup dan ruang

yang masih terbatas. Perdagangan internasional berlangsung atas dasar saling

percaya dan saling menguntungkan, mulai dari barter hingga transaksi jual-beli

antara pedagang dari berbagai penjuru dunia. Menurut Halwani (2005) sebab-

sebab yang mendorong perdagangan internasional adalah perbedaan potensi

sumber daya alam (natural resources), sumber daya modal (capital resources),

sumber daya manusia (human capital) dan kemajuan teknologi antarnegara.

Sejumlah keunggulan khusus yang dimiliki oleh masing-masing negara akan

dijadikan basis dalam meningkatkan perdagangan yang saling menguntungkan.

Grossman & Helpman (1991) merupakan orang pertama yang

mengembangkan model pertumbuhan endogen dalam perekonomian terbuka.

Menurut keduanya, keterbukaan suatu negara dalam perdagangan sebaiknya

memusatkan diri pada perubahan teknologi, yang karenanya akan menyebabkan

suatu pertumbuhan serta mengarahkan kepada perbaikan standar hidup dan

kualitas kehidupan bagi penduduknya. Mereka telah membuktikan bahwa

terbukanya perdagangan sebagai akibat adanya integrasi ekonomi akan diikuti

oleh terjadinya transmisi pengetahuan sehingga akan meningkatkan

pertumbuhan ekonomi bagi negara-negara yang terlibat di dalamnya.

Frankel & Romer (1997) selanjutnya memeriksa keterkaitan antara

perdagangan dan pertumbuhan ekonomi menggunakan variabel instrumental

berupa komponen geografis suatu negara, untuk mengukur pengaruhnya pada

pendapatan. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa perdagangan memiliki

pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, yang mana distimulasi oleh

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

61

investasi fisik dan investasi pada modal manusia. Hasil ini diperkuat oleh

penelitian Wacziarg & Welch (2008) yang menyatakan bahwa liberalisasi

perdagangan akan menyebabkan kenaikan investasi asing (PMA) dan

pertumbuhan ekonomi, terutama setelah dilakukan kontrol pada variabel-variabel

penentu pertumbuhan lainnya.

Kendati demikian, dari penelitian (Chen and Gupta 2006) serta R. Chang,

Kaltani, & Loayza (2009) diketahui bahwa dampak positif keterbukaan

perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh kondisi dan

perbaikan-perbaikan yang dilakukan oleh setiap negara pada faktor-faktor lain

sebagai pendukungnya. Chen dan Gupta (2006) menyimpulkan bahwa tingkat

pendidikan dapat menguatkan dampak keterbukaan perdagangan terhadap

pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di negara-negara Afrika bagian

selatan (The Southern African Development Community, SADC), yaitu melalui

penyerapan ilmu pengetahuan dan limpahan teknologi. (Chang, Kaltani, and

Loayza 2009) menyatakan bahwa dampak keterbukaan perdagangan terhadap

pertumbuhan ekonomi menjadi berarti apabila disertai oleh perbaikan-perbaikan

pada infrastruktur publik, sektor finansial, kualitas modal manusia, fleksibilitas

pasar tenaga kerja, serta stabilitas perekonomian dan harga. Perbaikan-

perbaikan tersebut akan menjadikan keterbukaan perdagangan dapat

berlangsung efektif sehingga meningkatkan efisiensi pengalokasian sumber

daya, memungkinkan diseminasi pengetahuan dan teknologi, serta mendorong

persaingan di pasar domestik dan internasional.

Selain dipengaruhi oleh kondisi dari setiap negara, pola interaksi yang

terjadi antarvariabel dalam suatu perekonomian juga tidak seragam.

Sebagaimana penelitian oleh (Miankhel, Thangavelu, and Kalirajan 2009)

Page 44: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

62

tentang keterkaitan PMA, ekspor, dan pertumbuhan ekonomi di enam negara

berkembang yang memiliki tahap pertumbuhan berbeda-beda, yaitu India dan

Pakistan di Asia Selatan, Malaysia dan Thailand di Asia Tenggara, serta Mexico

dan Chile di Amerika Latin. Hasil penelitiannya mendukung hipotesis bahwa

ekspor akan mendorong pertumbuhan ekonomi (export led growth), khususnya di

Asia Selatan. Dalam jangka panjang pertumbuhan ekonomi akan mendorong

perkembangan variabel-variabel lainnya, yaitu mendorong ekspor di Pakistan

dan mendorong PMA di India. Hubungan yang berbeda terlihat dalam jangka

pendek di Amerika Latin, yaitu PMA memengaruhi pertumbuhan melalui ekspor

di Chile dan PMA memengaruhi pertumbuhan secara langsung di Mexico. Ekspor

memengaruhi pertumbuhan dan PMA di kedua negara tersebut dalam jangka

panjang. Sementara itu, untuk kasus di Asia Tenggara ditemukan hubungan

kausalitas dua arah antara PDB dengan PMA di Thailand, dan sebaliknya

keduanya tidak memiliki hubungan sebab-akibat di Malaysia.

2.3.8 Hubungan Teknologi dan Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan peningkatan kemampuan bangsa

untuk menghasilkan lebih banyak barang dan jasa (Miles, 2001). Menurut teori

pertumbuhan Solow, pertumbuhan ekonomi selain disebabkan oleh akumulasi

modal dan pertambahan tenaga kerja, juga perkembangan teknologi yang

mampu meningkatkan produktivitas input. Perkembangan teknologi dalam model

solow dianggap sebagai faktor eksogen. Selama teknologi masih terus

berkembang, maka produktifitas akan terus naik dan perekonomian akan terus

tumbuh. Implikasi dari model neo klasik ini ialah semua negara mempunyai

akses kepada teknologi sama, yang akhirnya akan terjadi konvergensi yaitu

perbedaan antara negara semakin mengecil.

Page 45: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

63

Kemajuan teknologi yang secara luas diterjemahkan sebagai cara baru

untuk menyelesaikan pekerjaan atau dalam bentuk yang paling sederhana,

kemajuan teknologi dihasilkan dari pengembangan cara-cara lama atau

penemuan metode baru dalam menyelesaikan tugas-tugas tradisional (Todaro,

2006).

Menurut Todaro (2006) produk-produk teknologi seperti komputer dan

internet, merupakan kemajuan teknologi yang hemat tenaga kerja (labor-saving

technological progress), karena dihasilkan dengan menghemat salah satu dari

modal atau tenaga kerja (misalnya, tingkat output yang lebih tinggi dapat dicapai

dengan kuantitas input modal atau tenaga kerja yang sama). Selain itu terdapat

juga kemajuan teknologi yang meningkatkan tenaga kerja (labor-augmenting

technological progressif), terjadi apabila kualitas atau keterampilan tenaga kerja

ditingkatkan, misalnya dengan penggunaan media – media telekomunikasi.

Sebagian besar analisis tentang pertumbuhan ekonomi, dampak

kemajuan teknologi yang dalam hal ini teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

terhadap pertumbuhan ekonomi dapat dibedakan dalam tiga pengaruh. Pertama,

sebagai barang modal, TIK memberikan kontribusi pada modal secara

keseluruhan dan dapat membantu meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan

modal. Pertumbuhan dapat terjadi melalui peningkatan penggunaan lahan,

modal dan tenaga kerja dan sumber daya perusahaan, dengan menggunakan

teknologi yang lebih baik atau teknik manajemen dan peningkatan produktivitas

sumber daya yang ada melalui meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan

modal (Miles, 2001). Produktivitas adalah salah satu unsur yang sangat berperan

dalam penentuan daya saing bangsa.

Page 46: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

64

Dalam hal ini, TIK memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi

yang terjadi sebagai akibat dari perkembangan suatu negara yang sebagian

dibantu oleh penggunaan teknologi yang lebih baik. Kedua, kemajuan teknologi

yang cepat dalam produksi barang dan jasa yang dkarenakan TIK dapat

mengakibatkan pertumbuhan yang lebih cepat di sektor produksi. Penggunaan

TIK memungkinkan produksi barang dalam waktu singkat dengan bantuan sistem

komputerisasi. Kegiatan produksi yang dilakukan oleh tiap organisasi sebagian

besar adalah pekerjaan repetitif yang sudah baku. Dengan memasukkan

komponen TIK ke dalam sebagian peralatan produksi, transportasi, perbankan,

asuransi memungkinkan untuk melakukan pencatatan dan pengendalian secara

real time, mempercepat pelaksanaan transaksi, pembuatan dan penyesuaian

rencana serta perbandingannya dengan realisasi. Dengan demikian

permasalahan akan cepat dideteksi, diidentifikasi, dan diselesaikan. Sehingga

produksi barang dan jasa akan dapat lebih cepat dilakukan. Ketiga, penggunaan

TIK yang lebih besar dapat membantu meningkatkan efisiensi perusahaan

secara keseluruhan. Penggunaan TIK yang lebih besar dapat menyebabkan efek

jaringan, seperti biaya transaksi yang lebih rendah dan inovasi lebih cepat, yang

akan meningkatkan efisiensi ekonomi secara keseluruhan.

OECD (2003) menyatakan bahwa Pertumbuhan ekonomi juga

berhubungan erat dengan jarak, jika konsumen menghabiskan biaya yang lebih

sedikit pada transportasi, mereka akan menghemat uang, sehingga dapat

menambah penghasilan mereka. Meningkatnya penggunaan TIK dengan

menggunakan mobilitas virtual yang membuat jarak kurang penting. Sehingga

TIK menjadi semakin penting bagi pertumbuhan ekonomi, karena memberikan

cara untuk melakukan banyak kegiatan yang selama ini membutuhkan

Page 47: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

65

transportasi fisik dengan penggunaan email, online banking dan e-commerce

secara signifikan mengurangi transportasi fisik yang terlibat dalam mengirim

surat, perbankan dan barang pembelian, yang sebagai hasilnya menghemat

uang. Pada akhirnya efisiensi dan produktivitas di segala sektor akan meningkat.

Selain diakui kontribusi TIK untuk produktivitas dan pertumbuhan

ekonomi, TIK juga memiliki peran dalam mendorong peningkatan produktivitas

dan inovasi dalam sektor seperti jasa keuangan, dan dalam beberapa aspek

pertambangan, pertanian. TIK juga mengubah pelayanan pemerintah (termasuk

kesehatan dan pendidikan). Teknologi baru ini juga digunakan untuk aplikasi

dalam penyampaian pelayanan pemerintah, yang dapat meningkatkan efisiensi

penyelenggaraan layanan pemerintah dan mengurangi biaya untuk bisnis dan

warga negara berinteraksi dengan lembaga pemerintah. Sehingga ada potensi

besar untuk lebih mengubah pelayanan pemerintah yang efektif melalui

penggunaan teknologi baru. Proses inilah yang membawa manusia ke dalam

Masyarakat atau Ekonomi Informasi yang juga sering disebut sebagai

masyarakat pasca industri.

2.3.9 Hubungan Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi

Penanaman Modal Asing Langsung atau Foreign Direct Investment (FDI)

adalah suatu arus pemberian pinjaman atau pembelian kepemilikan perusahaan

luar negeri yang sebagian besar modalnya dimiliki oleh penduduk dari negara

yang melakukan investasi (investing country). FDI merupakan salah satu faktor

utama pendorong perekonomian negara. FDI, selain sifatnya yang permanen

dalam jangka panjang, juga memberi andil dalam alih teknologi, alih keterampilan

manajemen dan membuka lapangan kerja baru. (Krugman et al, 2000)

Page 48: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

66

FDI adalah investasi riil dalam bentuk pendirian perusahaan,

pembangunan pabrik, pembelian barang modal, tanah, bahan baku, dan

persediaan oleh investor asing dimana investor tersebut terlibat langsung dalam

manajemen perusahaan dan mengontrol penanaman modal tersebut. FDI ini

biasanya dimulai dengan pendirian subsidiary atau pembelian saham mayoritas

dari suatu perusahaan dimana dalam konteks internasional, bentuk investasi ini

biasanya dilakukan oleh perusahaan multinasional dengan operasi dibidang

manufaktur, industri pengolahan, ekstraksi pengolahan, ekstraksi sumber alam,

industri jasa, dan sebagainya (Hady, 2001)

Hady (2001) menyatakan bahwa faktor-faktor utama yang menyebabkan

terjadinya aliran modal, keterampilan dan teknologi dari negara pembawa modal

dengan negara penerima modal antara lain meliputi:

1. Adanya iklim penanaman modal di negara-negara penerima modal itu sendiri

yang mendukung keamanan berusaha (risk country), yang ditunjukkan oleh

stabilitas politik serta tingkat perkembangan ekonomi dinegara penerima

modal.

2. Prospek perkembangan usaha di negara penerima modal.

3. Tersedianya prasarana dan sarana yang diperlukan.

4. Tersedianya bahan baku, tenaga kerja yang relatif murah serta potensi pasar

dalam negara penerima modal.

5. Aliran modal pada umumnya cenderung mengalir kepada negara-negara yang

tingkat pendapatan nasionalnya per kapita relatif tinggi.

Negara-negara yang menganut sistem perekonomian terbuka pada

umumnya memerlukan investasi asing. Di negara maju investasi asing tetap

diperlukan untuk memacu pertumbuhan ekonomi domestik, menghindari

Page 49: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

67

kelesuan pasar, dan penciptaan kesempatan kerja. Di negara berkembang yang

sangat memerlukan modal untuk pembangunannya, terutama jika modal dalam

negeri tidak mencukupi, FDI dipandang sebagai cara yang lebih efektif untuk

mendorong pertumbuhan perekonomian suatu negara dimana modal asing dapat

memberikan kontribusi yang lebih baik ke dalam proses pembangunan. Oleh

karena itu, beberapa negara penerima modal berusaha memberikan insentif

untuk mendorong masuknya modal asing dalam bentuk FDI berupa insentif

pajak, jaminan dan asuransi atas investasinya. Kegiatan investasi

memungkinkan suatu masyarakat terus-menerus meningkatkan kegiatan

ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan

meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat.

Hady (2001) menyatakan bahwa FDI memberikan dampak positif dan

negatif bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dampak positif FDI terhadap

pertumbuhan ekonomi antara lain sebagai sumber pembiayaan jangka panjang

dan pembentukan modal serta sebagai sarana transfer teknologi dan

pengetahuan di bidang manajemen dan pemasaran. FDI tidak akan

memberatkan neraca pembayaran karena tidak ada kewajiban pembayaran

utang dan bunga, sedangkan transfer keuntungan didasarkan kepada

keberhasilan FDI yang dilakukan oleh perusahaan asing tersebut. FDI

diupayakan untuk meningkatkan pembangunan regional dan sektoral,

meningkatkan persaingan dalam negeri dan kewirausahaan yang sehat, serta

meningkatkan lapangan kerja.

Pengaruh negatif FDI terhadap pertumbuhan ekonomi antara lain

mendorong munculnya dominasi industrial, meningkatkan ketergantungan

teknologi, memengaruhi perubahan budaya. Dominansi FDI dapat menimbulkan

Page 50: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

68

gangguan pada perencanaan ekonomi karena terjadi intervensi oleh home

government dari negara penanam modal. Secara sektoral mungkin aliran modal

internasional ini akan ditentang oleh kelompok pemilik faktor produksi tertentu

karena terjadinya redistribusi pendapatan dari pemilik faktor produksi lainnya

(tenaga kerja, tanah/bangunan) ke pemilik modal.

2.3.10 Hubungan Pengeluaran Pemerintah dan Pertumbuhan Ekonomi

Peranan pemerintah dalam perekonomian merupakan topik yang masih

menjadi perdebatan di kalangan ahli ekonomi. Smith (1776 dalam Kuncoro,

2010) berpandangan bahwa pemerintah tidak perlu turut campur dalam

perekonomian di mana pasar yang akan menciptakan keseimbangan dalam

perekonomian. Peran pemerintah terbatas pada 3 fungsi yaitu pertahanan dan

keamanan, peradilan, dan penyediaan barang-barang publik. Berbeda dengan

J.M. Keynes (1936), seorang ekonom Inggris yang berpandangan bahwa peran

pemerintah sangat penting dalam perekonomian terutama dalam memengaruhi

permintaan agregat. Permintaan agregat sendiri menggambarkan hubungan

antara jumlah output yang diminta dan tingkat harga agregat. Pandangan Keynes

tersebut dilatar belakangi terjadinya depresi besar (great depression) pada tahun

1930-an berupa kemerosotan pendapatan nasional dan tingginya tingkat

pengangguran. Penyebab terhadap dua penyakit besar dalam ekonomi tersebut

adalah permintaan agregat yang rendah. Pentingnya peranan pemerintah dalam

perekonomian dalam Teori Keynes dapat dijelaskan melalui model perpotongan

Keynes (Keynesian Cross) dan model IS-LM. Model IS-LM dapat menunjukkan

apa yang menentukan pendapatan nasional pada berbagai tingkat harga,

(Mankiw, 2009).

Page 51: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

69

Dari sisi teori ekonomi publik, pengeluaran pemerintah diperlukan untuk

membiayai pelaksanaan tugas dan fungsi negara. Pemerintah memiliki 3 fungsi

dalam perekonomian yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi.

Ketiga fungsi anggaran negara tersebut diadopsi pula dalam sistem anggaran di

Indonesia. Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara,

APBN yang merupakan wujud pengelolaan keuangan negara di Indonesia

memiliki beberapa fungsi, antara lain: (1) fungsi alokasi yang mengandung arti

bahwa anggaran negara diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan

pemborosan sumberdaya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas

perekonomian; (2) fungsi distribusi yang mengandung arti bahwa kebijakan

anggaran negara memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan; dan (3) fungsi

stabilisasi yang mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk

memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.

2.2. Penelitian Terdahulu

Peter Vackhal (2015), dengan judul The development of Hungarian

competitiveness on the basis of the World Economic Forum’s Global

Competitiveness Index: cause-and-effect relationships, Ia meneliti pengaruh

institusi, makroekonomi, efisiensi pasar barang, efisiensi pasar uang, efisiensi

pasar tenaga kerja dan inovasi terhadap pendapatan per kapita melalui variabel

antara indeks daya saing dengan metode path analysis. Hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa variabel yang memiliki pengaruh paling besar terhadap

GDP adalah inovasi, dan variabel efisiensi pasar uang dan pasar tenaga kerja

memiliki pengaruh yang positif terhadap GCI namun berpengaruh negatif

terhadap GDP per kapita. Sedangkan untuk variabel institusi tidak memiliki

Page 52: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

70

pengaruh langsung terhadap GDP per kapita namun memliki pengaruh secara

tidak langsung terhadap GDP per kapita.

Selanjutnya penelitian dari Ben Amar Dan Tlili Hamdi (2012) dengan judul

Global Competitiveness and Economic Growth: Empirical Verification for African

Countries. Mereka meneliti pengaruh dari indeks daya saing, investasi,

pendidikan, pengeluaran pemerintah dan inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi

dengan menggunakan data panel dari 23 negara di afrika dengan periode waktu

(2004-2009), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa semua variabel bebas

mampu menjelaskan variabel terikat dengan r square sebesar 0,997. Dan untuk

variabel indeks daya saing, investasi dan pendidikan memiliki pengaruh yang

positif terhadap pertumbuhan ekonomi sedangkan pengeluaran pemerintah dan

inflasi memiliki pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Penelitian dari Mihaela Herciu dan Claudia Ogrean, (2015) dengan judul

Wealth, Competitiveness, and Intellectual Capital – Sources for Economic

Development. Mereka melakukan penelitian untuk 40 negara (maju, berkembang

dan miskin) dengan tujuan melihat korelasi antara indeks daya saing, indeks

modal intelektual (national intlectual capital index) dan GDP per kapita. Hasil

penelitian mengemukakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara indeks

daya saing dan GDP per kapita, GDP per capita memiliki hubungan yang positif

terhadap indeks modal intelektual dan indeks intelectual memiliki hubungan yang

positif terhadap GDP per kapita. Artinya Indeks daya saing dan Indeks modal

intelectual memiliki peranan yang penting dalam pembangunan ekonomi suatu

negara.

Selanjutnya penelitian dari Aleksandra Kordalska (2016), tujuan dari

penelitiannya adalah mengetahui hubungan antara GCI dan pertumbuhan

Page 53: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

71

ekonomi. Ia menggunakan Granger causality dari 114 negara yang dibagi

menjadi lima kelompok, yaitu kelompok lower income, lower midle income, upper

midle income, high income non OECD dan high income OECD selama kurun

waktu 2006-2014. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa GCI berpengaruh

terhadap GDP, tapi hanya untuk beberapa negara. Yaitu negara dengan

kelompok low income. Hal ini karena pentingnya good political stability yang

mampu mendorong akumulasi modal dan merangsang pertumbuhan ekonomi di

negara-negara tersebut. Sedangkan untuk maju, GCI berpengaruh terhadap

pertumbuhan ekonomi hanya untuk negara China, India, US dan Rusia,

sedangkan negara lainnya tidak memiliki hubungan.

Penelitian yang dilakukan oleh Yali Zhang dan Sibin Wu (2012), dengan

judul Is global competitive index a good standard to measure economic growth?

A suggestion for improvement. Penelitiannya menggunakan data panel dari 40

negara selama kurun waktu 2007-2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

GCI memiliki pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi namun tidak

begitu besar di bandingkan dengan variabel total entrepreneurial activitites and

national culture. Dilihat dari koefisiennya, national culture (karakteristik bangsa)

mampu menjelaskan pertumbuhan ekonomi sebesar 34%, entrepreneurial

activities 27 % dan indeks daya saing 23 %. Hal ini menggambarkan bahwa

indeks daya saing bukanlah satu ukuran untuk dapat menjelaskan pertumbuhan

ekonomi dalam jangka panjang, namun ada faktor-faktor lain yang memiliki

pengaruh yang lebih dominan.

Delgado, Ketels, Porter, & Stern (2012) melakukan penelitian dengan

judul penelitian The Determinants Of National Competitiveness. Dengan

mengunakan data dari 130 negara selama periode 2001-2008, Porter, et al

Page 54: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

72

melakukan pengujian beberapa model. Empat model yang diuji adalah pertama,

pengaruh MICRO, SIPI, dan MFP terhadap produktivitas tenaga kerja yang

diukur dengan tenaga kerja per jam. Regresi tersebut menunjukkan bahwa

faktor SIPI signifikan. Pada model kedua, produktivitas diukur proporsi neraca

perdagangan terhadap GDP. Pada regresi kedua ini, faktor MFP signifikan.

Dibandingkan dengan model regresi ketiga di mana produktivitas didekati

dengan ekspor manufacturing per kapita, faktor MICRO Dan MFP signifikan,

sedangkan faktor SIPI tidak signifikan. Untuk produktivitas yang diukur dengan

proporsi ekspor teknologi tinggi terhadap ekspor manufacturing, faktor

MICRO signifikan. Oleh karena itu, pengaruh ke tiga faktor tersebut dalam

mempengaruhi produktivitas tergantung pada definisi produktivitas yang

dipergunakan. Namun secara keseluruhan, seluruh variabel independen

berpengaruh secara signifikan terhadap GDP per kapita.

Sri Nawatmi (2013) melakukan penelitian dengan judul (Corruption and

Economics Growth In 33 Province - An Empirical Study In Indonesia). Metode

analisis menggunakan data pooling. Jumlah dari data cross-section adalah 33

provinsi dan data time-series adalah tiga tahun. Tujuan penelitian ini untuk

mengkaji pengaruh variabel indeks korupsi, investasi, human capital, dan

penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

variabel investasi dan human capital berpengaruh positif dan signifikan bagi

pertumbuhan ekonomi di 33 Provinsi di Indonesia namun korupsi dan penduduk

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Shera et al. (2014) Melakukan penelitian dengan judul Corruption impact

on Economic Growth: An empirical analysis. Tujuan penelitian untuk

mneganalisis pengaruh modal tetap, FDI, pertumbuhan penduduk, tingkat

Page 55: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

73

korupsi, pengeluaran pemerintah, human capital, keterbukaan perdagangan dan

inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini menggunakan data panel

dari 22 negara berkembang (Albania, Macedonia, Serbia, Montenegro, Bosnia

Hercegnovina, Moldavia, Mongolia, Polonia, Rumania, Hungary, Ucraine,

Bullgaria, Polonia, Sllovenia, Sllovakia, Armenia, Bjellorussia, Kazakistan,

Kosovo, Estonia, Lituania, Russia) selama kurun waktu 2001-2012. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa variabel korupsi, penduduk, inflasi dan

pengeluaran pemerintah berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi

dan untuk variabel FDI, modal tetap, human capital dan keterbukaan

perdagangan berpengaruh positif di negara tersebut.

Pegkas (2014) melakukan penelitian dengan judul The Link between

Educational Levels and Economic Growth: A Neoclassical Approach for the Case

of Greece. Penelitian ini menggunakan data time series periode 1960 – 2009.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan tingkat dasar tidak memiliki

pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi sedangkan pendidikan tingkat tinggi

memiliki pengaruh yang positif dan signifikan trehadap pertumbuhan ekonomi di

Greece.

Kodongo & Ojah (2016) melakukan penelitian dengan judul Does

Infrastructure Really Explain Economic Growth in Sub-Saharan Africa?.

Penelitian ini menggunakan data panel yang terdiri dari 45 negara Sub-Saharan

African dalam kurun waktu 2000-2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

Infrastruktur berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi

di negara Sub-Saharan Afrika.

Ertimi, Dowa, Albisht, & Oqab (2016) melakukan penelitian dengan judul

The Impact of Corruption on Economic Growth in OIC Countries. Penelitian ini

Page 56: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi

74

menggunakan data panel dari 14 negara Islam yang tergabung dalam OIC

selama kurun waktu 2003-2010. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis

pengaruh korupsi, foreign direct investment (FDI), Inflasi, keterbukaan

perdagangan, pembentukan modal tetap, pengeluaran pemerintah, pertumbuhan

penduduk dan human capital terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa FDI, keterbukaan perdagangan berpengaruh positif dan

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Sedangkan pertumbuhan penduduk

dan tingkat korupsi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi. Dan inflasi, pengeluaran pemerintah dan human capital berpengaruh

positif namun tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.