22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Budaya Organisasi 2.1.1.1 Pengertian Budaya Organisasi Menurut kamus Bahasa Indonesia, kata budaya berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Bodhya yang berarti akal budi. Sedangkan secara terminologis organisasi dapat diartikan sebagai kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasikan, yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan. Pendekatan budaya dimunculkan dalam teori organisasi ketika kompleksitas perubahan lingkungan dan tingkat persaingan yang dihadapi organisasi dewasa ini sangat tinggi. Budaya organisasi mengacu pada sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lainnya (Robbins dan Judge, 2007:256). Budaya organisasi dapat dibayangkan sebagai lem yang merekat organisasi menjadi satu kesatuan melalui suatu kebersamaan dalam hal pola-pola makna. Budaya terfokus pada nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, harapan-harapan yang dimiliki bersama para anggota (Siehl dan Martin dalam Kusdi, 2011:50). Schein (dalam Satyagraha, 2010:21) mendefinisikan budaya organisasi (organizational culture) sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Budaya

  • Upload
    lamkiet

  • View
    225

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Budaya

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Teoritis

2.1.1 Budaya Organisasi

2.1.1.1 Pengertian Budaya Organisasi

Menurut kamus Bahasa Indonesia, kata budaya berasal dari bahasa

Sansekerta yaitu Bodhya yang berarti akal budi. Sedangkan secara terminologis

organisasi dapat diartikan sebagai kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan

secara sadar dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasikan, yang

bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama

atau sekelompok tujuan.

Pendekatan budaya dimunculkan dalam teori organisasi ketika kompleksitas

perubahan lingkungan dan tingkat persaingan yang dihadapi organisasi dewasa ini

sangat tinggi. Budaya organisasi mengacu pada sebuah sistem makna bersama

yang dianut oleh para anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan

organisasi lainnya (Robbins dan Judge, 2007:256). Budaya organisasi dapat

dibayangkan sebagai lem yang merekat organisasi menjadi satu kesatuan melalui

suatu kebersamaan dalam hal pola-pola makna. Budaya terfokus pada nilai-nilai,

keyakinan-keyakinan, harapan-harapan yang dimiliki bersama para anggota (Siehl

dan Martin dalam Kusdi, 2011:50).

Schein (dalam Satyagraha, 2010:21) mendefinisikan budaya organisasi

(organizational culture) sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Budaya

“The culture of a group can now be defined as a pattern of shared basic assumptions that has learned by a group as it solved its problems of external adaptation and internal integration, that has worked well enough tobe considered valid and, therefore, to be taught to new members as the correct way to perceive, think, and feel in relation to those problems.“

“Budaya suatu kelompok/organisasi didefinisikan sebagai (1) suatu pola dari asumsi-asumsi dasar bersama (2) yang ditemukan, diciptakan atau dikembangkan oleh kelompok/organisasi (3) untuk memecahkan masalah-masalah yang terkait dengan adaptasi eksternal dan integrasi internal, (4) yang telah bekerja dengan baik sehingga dapat dianggap valid, (5) yang oleh karena itu dapat diajarkan kepada anggota baru (6) sebagai cara yang benar untuk memahami, berfikir, dan merasa menghadapi masalah tersebut.” Sedangkan budaya organisasi menurut Marteen (dalam Kusdi, 2011:50)

mengacu pada:

“Pengetahuan yang oleh anggota suatu kelompok dibayangkan sedikit-banyak dimiliki bersama, pengetahuan yang dikatakan menginformasikan, melekat, membentuk, dan diperhitungkan dalam aktivitas-aktivitas rutin dan tidak terlalu rutin dari para anggota kultur tersebut. Budaya diekspresikan (atau terdiri atas) hanya melalui tindakan-tindakan dan kata-kata para anggota dan harus ditafsirkan, bukan diberikan kepada seorang peneliti lapangan (field worker). Budaya tidak dapat terlihat dengan sendirinya, tetapi hanya dapat terlihat melalui representasinya. Dari beberapa definisi yang dikemukakan para ahli tersebut maka dapat

disimpulkan bahwa budaya organisasi merupakan nilai-nilai, keyakinan-

keyakinan yang dianut oleh para anggota organisasi dalam memecahkan masalah

dan mencapai harapan-harapan bersama sebagai perekat dalam organisasi

sekaligus pembeda dengan organisasi lain.

2.1.1.2 Karakteristik Budaya Organisasi

Menurut Robbins dan Judge (2008:256) terdapat tujuh karakteristik utama

yang secara keseluruhan merupakan hakikat budaya sebuah organisasi, yaitu:

1. Inovasi dan keberanian mengambil risiko. Sejauh mana karyawan didorong

untuk bersikap inovatif dan berani mengambil risiko.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Budaya

2. Perhatian pada hal-hal rinci. Sejauh mana karyawan diharapkan

menjalankan presisi, analisis, dan perhatian pada hal-hal detail.

3. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang

pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.

4. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan-keputusan manajemen

mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada dalam

organisasi.

5. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja diorganisasi pada tim

ketimbang pada individu-individu.

6. Keagresifan. Sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang

santai.

7. Stabilitas. Sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan

dipertahankannya statusquo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.

2.1.1.3 Fungsi Budaya Organisasi

Robbins (2008:262) mengemukakan beberapa fungsi budaya suatu

organisasi, yaitu pertama budaya sebagai penentu batas-batas, artinya budaya

menciptakan perbedaan atau distingsi antara suatu organisasi dengan organisasi

lainnya. Kedua, budaya menciptakan identitas bagi para anggota organisasi.

Ketiga, budaya memfasilitasi lahirnya komitmen terhadap sesuatu yang lebih luas

daripada kepentingan individu. Keempat, budaya meningkatkan stabilitas sistem

sosial. Kelima, budaya berfungsi sebagai mekanisme sense making serta kendali

yang menuntun dan membentuk sikap dan perilaku karyawan.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Budaya

2.1.1.4 Tingkatan (level) Budaya Organisasi

Struktur dan proses-proses organisasional

yang tampak (tetapi sulit ditafsirkan)

Strategi, tujuan, filosofi

Keyakinan, persepsi, pemikiran, dan perasaan yang sifatnya tidak disadari, atau taken for granted.

Sumber : Schein dalam Kusdi (2011:52)

Gambar 2.1 Tingkatan Budaya

Schein (dalam Kusdi, 2011:52) menyederhanakan budaya organisasi

menjadi tiga lapisan berdasarkan tingkat “kedalamannya”, yaitu:

1. Artifak, meliputi elemen-elemen yang paling kasat mata dan berada pada lapis

terluar. Artifak merupakan aspek penting yang sering kali mendapat penekanan

khusus dalam penelitian budaya, terutama penelitian yang menggunakan

pendekatan simbolik-interpretif. Schein membagi artifak dalam kelompok

artifak fisik dan verbal, yang kemudian membaginya kedalam enam kelompok

berikut:

1. Desain dan struktur organisasi

2. Sistem-sistem dan prosedur kerja

3. Ritus-ritus dan ritual

4. Desain fisik dari ruangan, tampak luar gedung (facades), dan bangunan

5. Cerita-cerita, legenda, mitos tentang orang-orang dan peristiwa-peristiwa

yang terjadi dalam organisasi

6. Pernyataan formal tentang filosofi, nilai-nilai, dan kredo organisasi.

Artifak

Nilai-nilai

Asumsi-asumsi

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Budaya

2. Nilai-nilai, sifatnya lebih abstrak, tetapi masih berada dalam ruang lingkup

kesadaran pelaku. Nilai-nilai adalah dasar bagi suatu kelompok untuk

melakukan penilaian (judgement) terhadap sesuatu, apakah sesuatu itu

dipandang baik atau buruk, benar atau salah, berguna atau tidak berguna. Jika

diterapkan pada organisasi, maka nilai-nilai adalah sesuatu yang paling

diperhatikan dan didahulukan oleh organisasi tersebut dalam setiap

aktivitasnya, baik itu berupa kebebasan, demokrasi, tradisi, kesejahteraan,

maupun loyalitas.

3. Asumsi-asumsi kultural atau basic assumption yang bersifat kelaziman atau

taken for granted dan sering kali berada di luar kesadaran pelaku. Dengan

menggunakan pendekatan fungsional, Schein mengatakan bahwa setiap

organisasi di mana pun dan kapan pun akan berhadapan dengan tujuh masalah

dasar yang harus dipecahkan, yaitu:

1. hubungan organisasi dan lingkungan

2. hakikat aktivitas manusia

3. hakikat realitas dan kebenaran

4. hakikat waktu

5. hakikat manusia

6. sifat manusia

7. homogenitas versus keragaman

2.1.1.5 Tipe Budaya Organisasi

Cameron dan Quinn (dalam Kusdi, 2011:87) membagi budaya organisasi

menjadi empat tipe budaya yaitu:

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Budaya

1. Budaya Adhokrasi

Adhokrasi adalah suatu budaya yang sangat dinamis, dijiwai semangat

kewiraswastaan (entrepreneurship) dan kreativitas. Nilai yang diutamakan adalah

inovasi dan keberanian mengambil risiko. Ikatan yang menyatukan organisasi

adalah komitmen terhadap eksperimen dan inovasi. Tujuan jangka panjang

organisasi adalah pertumbuhan dan meraih sumber daya baru. Sukses diukur dari

penemuan produk atau jasa baru yang inovatif.

2. Budaya Market

Budaya pasar beroperasi dengan mekanisme ekonomi pasar, dengan

melakukan transaksi-transaksi yang ditujukan untuk menciptakan keunggulan

kompetitif. Budaya ini berorientasi pada hasil atau (result oriented), dimana nilai-

nilai yang dianggap penting adalah daya saing (competitiveness) dan produktifitas

tujuan jangka panjang organisasi adalah melakukan aktifitas-aktifitas kompetitif

dan mencapai sasaran target-target yang terukur. Sukses diukur dari pangsa pasar

dan penguasaan pasar.

3. Budaya Hierarki

Merupakan suatu budaya yang sangat normal dan terstruktur dimana segala

sesuatu yang dilakukan adalah berdasarkan prosedur-prosedur yang sudah

ditentukan. Budaya ini melakukan kontrol internal terutama dengan peraturan,

spesialisasi, fungi, dan sentralisasi keputusan. Nilai yang dianggap penting adalah

efesiensi dan kelancaran jalannya organisasi. Kekuatan yang mengikat organisasi

menjadi satu adalah aturan-aturan dan kebijakan-kebijakan formal. Sukses diukur

dari produk yang bisa diandalkan, kelancaran jadwal, dan penghematan biaya.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Budaya

4. Budaya Klan

Merupakan suatu budaya yang sangat menekankan keakraban dan ikatan

emosi untuk saling berbagi, sehingga organisasi lebih seperti sebuah keluarga

besar ketimbang entitas ekonomi. Budaya klan memiliki nilai yang diutamakan

yaitu kerja tim atau (teamwork) partisipasi dan konsensus. Pemimpin organisasi

diposisikan sebagai pembimbing (mentor) atau bahkan figur orangtua. Organisasi

diikat oleh kekuatan loyalitas atau tradisi. Sukses di definisikan berdasarkan

kepekaan terhadap konsumen dan perhatian terhadap aspek manusia.

2.1.1.6 Budaya Kuat versus Budaya Lemah

Tika (2006:109) mendefinisikan budaya organisasi kuat sebagai budaya,

yang nilai-nilainya baik formal maupun informal dianut secara bersama dan

berpengaruh positif terhadap perilaku dan kinerja pimpinan dan anggota

organisasi sehingga kuat dalam menghadapi tantangan eksternal dan internal

organisasi. Menurut Robbins (2007:259), dalam budaya yang kuat (strong

culture) terdapat nilai-nilai inti organisasi yang dipegang teguh dan dijinjing

bersama. Semakin banyak anggota organisasi yang menerima nilai-nilai inti dan

semakin besarnya komitmen mereka terhadap nilai-nilai tersebut, maka akan

semakin kuat budaya tersebut dalam mempengaruhi perilaku anggota-anggota

organisasi karena kadar kebersamaan dan intensitas yang tinggi menciptakan

suasana internal berupa kendali perilaku yang sangat tinggi.

Kuat atau lemahnya suatu budaya dapat dipengaruhi oleh beberapa hal

seperti ukuran suatu organisasi, berapa lama organisasi tersebut berdiri, pewarisan

(learning process) yang dilakukan oleh pendiri atau pemilik perusahaan dalam hal

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Budaya

mencetuskan nilai-nilai yang dianut perusahaannya. Secara spesifik, budaya yang

kuat dapat dilihat melalui rendahnya tingkat turn over karyawan.

2.1.1.7 Dimensi Budaya Organisasi Efektif

Dalam penelitian ini, dimensi budaya organisasi yang digunakan adalah

dimensi yang diajukan oleh Denison (dalam Satyagraha, 2010:46) yang

berdasarkan pada empat karakter budaya organisasi efektif. Digunakan dalam

penelitian mengenai manajemen pengetahuan disebabkan dimensi ini menekankan

pada dua hal utama yang diperlukan dalam penerapan manajemen pengetahuan

yaitu integrasi internal dan adaptasi eksternal menghadapi tantangan zaman yang

terus berubah.

Dimensi budaya organisasi efektif tersebut adalah sebagai berikut:

1. Keterlibatan (Involvement)

Organisasi efektif memberdayakan anggotanya, membangun tim, dan

mengembangkan kemampuan sumber daya manusia di berbagai tingkatan.

Eksekutif, manajer, dan karyawan berkomitmen terhadap pekerjaan mereka dan

merasa menjadi bagian dari organisasi. setiap orang merasa memiliki kontribusi

terhadap organisasi.

2. Misi (Mission Culture)

Organisasi yang sukses memiliki maksud dan arah yang jelas, memiliki

sasaran organisasi dan tujuan strategis serta menyatakan visi tentang organisasi di

masa yang akan datang.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Budaya

3. Adaptasi (Adaptability)

Organisasi yang efektif dalam menyediakan nilai untuk pelanggannya

adalah yang dapat beradaptasi dengan pelanggan, mengambil resiko-resiko,

belajar dari kesalahan, dan memiliki kemampuan dan pengalaman untuk

melakukan perubahan. Mereka secara terus menerus mengubah sistem yang ada

sehingga dapat meningkatkan kemampuan kolektif organisasi untuk menyediakan

nilai bagi pelanggannya.

4. Konsistensi (Consistency)

Organisasi cenderung akan efektif karena memiliki budaya yang konsisten,

terkoordinasi, terintegrasi dengan baik.

2.1.2 Manajemen Pengetahuan

2.1.2.1 Pengertian Pengetahuan

Davenport dan Prusak (dalam Nawawi, 2012:21) mengemukakan

pengetahuan bukanlah data dan bukan pula informasi, namun sulit untuk

dipisahkan. Perbedaan antara data, informasi, dan pengetahuan sering kali hanya

pada masalah derajat kedalamannya di mana pengetahuan di pandang sebagai

sesuatu yang lebih mendalam, dibandingkan informasi dan pengetahuan. Data

merupakan kumpulan transaksi-transaksi (Tiwana dalam Tobing, 2007:15).

Sedangkan Davidson dan Voss (dalam Sangkala, 2007:75) mengemukakan

informasi sebagai data yang disaring (distilled) dan dimaknai.

Drucker (dalam Tobing, 2007:16) mendefinisikan “pengetahuan

(knowledge) sebagai informasi yang mengubah sesuatu atau seseorang, hal itu

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Budaya

terjadi ketika informasi tersebut menjadi dasar untuk bertindak, atau ketika

informasi tersebut memampukan seseorang atau institusi untuk mengambil

tindakan yang lebih efektif dari tindakan sebelumnya”. Sehingga ada juga

pendapat yang mengartikan pengetahuan sebagai actionable information atau

informasi yang dapat ditindak lanjuti atau informasi yang dapat digunakan sebagai

dasar untuk bertindak, untuk mengambil keputusan dan untuk menempuh arah

atau strategi tertentu.

Adapun proses transformasi menjadi pengetahuan menurut Davenport dan

Prusak (dalam Tobing, 2007:15) melalui empat tahapan yang dimulai dengan

huruf C, yaitu:

1. Comparison: membandingkan informasi pada situasi tertentu dengan situasi-

situasi yang lain yang telah diketahui.

2. Consequences: menemukan implikasi-implikasi dari informasi yang

bermanfaat untuk pengambilan keputusan dan tindakan.

3. Connections: menemukan hubungan-hubungan bagian-bagian kecil dari

informasi dengan hal-hal lainnya.

4. Conversations: membicarakan pandangan, pendapat serta tindakan orang lain

terkait informasi tersebut.

Von Krough, Ichiyo Nonaka, dan Chu Wei Coo (dalam Nawawi, 2007:21),

menyampaikan suatu ringkasan gagasan yang mendasari pengetahuan, sebagai

berikut:

1. Pengetahuan merupakan kepercayaan yang dapat dipertanggungjawabkan

(justified true believe).

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Budaya

2. Pengetahuan merupakan sesuatu yang eksplisit sekaligus terpikirkan (tacit).

3. Penciptaan inovasi secara efektif bergantung pada konteks yang

memungkinkan terjadinya penciptaan tersebut.

4. Penciptaan inovasi yang melibatkan lima langkah utama, yaitu: (1) berbagai

pengetahuan terpikirkan, (2) menciptakan konsep, (3) membenarkan prototype,

dan (4) melakukan penyebaran pengetahuan tersebut.

Pengetahuan berawal dan berada pada pemikiran individu. Dalam

organisasi, pengetahuan diperoleh dari individu atau sekelompok orang yang

memiliki pengetahuan atau terkadang melalui rutinitas organisasi. Pengetahuan

bukan hanya dapat diperoleh melalui media terstruktur seperti buku, dokumen

maupun sistem penyimpanan data, melainkan juga pada hubungan orang ke orang

yang berkisar dari pembicaraan ringan sampai ilmiah dalam praktek, proses,

kebiasaan, dan norma.

Pada wacana manajemen pengetahuan dalam Sangkala (2007:79),

pengetahuan dibagi ke dalam dua jenis, yaitu pengetahuan implisit (tacit

knowledge) dan pengetahuan eksplisit (explicit knowledge). Yang dimaksud

dengan tacit knowledge adalah pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dan

sangat sulit untuk diformalisasikan, sulit dikomunikasikan atau dibagi dengan

orang lain. Tacit knowledge bersifat subjektif, bersifat sangat pribadi, susah

dibentuk, dan tidak dapat diekspresikan dalam kata-kata, kalimat, atau rumus.

Tacit knowledge berakar pada tindakan, pengalaman, ideologi, nilai dan emosi

seseorang, dimana wawasan subjektif, intuisi, dan firasat termasuk dalam kategori

ini (Nonaka dan Konno dalam Satyagraha, 2010:28). Terdapat dua dimensi dari

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Budaya

tacit knowledge. Pertama, dimensi teknis yang mencakup berbagai macam

keahlian atau keterampilan teknis “know-how”. Dimensi kedua, dimensi kognitif

yang menunjuk kepada kesan atau gambaran seseorang terhadap realitas dan

visinya ke depan. Dimensi ini meliputi keyakinan, ideologi, nilai-nilai, pola pikir,

dan sikap mental.

Berbeda dengan tacit knowledge, explicit knowledge bersifat objektif.

Explicit knowledge dapat diekspresikan dalam kata-kata, dapat dijumlah, serta

dibagi dalam bentuk data, formula ilmu pengetahuan, spesifikasi produk, manual-

manual, dan prinsip-prinsip universal. Pengetahuan ini dapat senantiasa ditransfer

kepada orang lain secara formal dan sistematik.

Nonaka dan Konno (Satyagraha, 2010:29) menjelaskan konsep penciptaan

pengetahuan sebagai suatu evolusi spiral yang semakin lama semakin

berkembang, melalui proses-proses seperti:

1. Socialization

Sosialisasi meliputi kegiatan berbagi tacit knowledge antar individu. Istilah

sosialisasi digunakan, karena tacit knowledge disebarkan melalui kegiatan

bersama – seperti tinggal bersama, meluangkan waktu bersama – bukan melalui

tulisan atau instruksi verbal. Sebagai contoh proses magang menjadikan seorang

karyawan baru semakin memahami cara berfikir dan merasa diri orang lain.

2. Externalization

Eksternalisasi membutuhkan penyajian tacit knowledge ke dalam bentuk

yang lebih umum sehingga dapat dipahami oleh orang lain. Pada tahap

eksternalisasi ini, individu memiliki komitmen terhadap suatu kelompok dan

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Budaya

menjadi satu dengan kelompok tersebut. Dalam prakteknya, eksternalisasi

didukung oleh dua faktor kunci. Pertama, artikulasi tacit knowledge – yaitu

konversi dari tacit ke eksplisit – seperti dalam dialog. Kedua, menerjemahkan

tacit knowledge dari para ahli ke dalam bentuk yang dapat dipahami, misalnya

dokumen, manual, dan sebagainya.

3. Combination

Kombinasi meliputi konversi explicit knowledge ke dalam bentuk himpunan

explicit knowledge yang lebih kompleks. Dalam prakteknya, fase kombinasi

tergantung pada tiga proses berikut:

a) Pertama, penangkapan dan integrasi explicit knowledge yang baru –

termasuk pengumpulan data eksternal dari dalam atau luar institusi

kemudian mengkombinasikan data-data tersebut.

b) Kedua, penyebarluasan explicit knowledge tersebut melalui presentasi

atau pertemuan langsung.

c) Ketiga, pengolahan explicit knowledge sehingga lebih mudah

dimanfaatkan kembali – misal menjadi dokumen rencana, laporan, data

pasar, dan sebagainya.

4. Internalization

Terakhir, internalisasi pengetahuan baru merupakan konversi explicit

knowledge ke dalam tacit knowledge organisasi. Individu harus mengidentifikasi

pengetahuan yang relevan dengan kebutuhannya di dalam pengelolaan

pengetahuan tersebut. Dalam prakteknya, internalisasi dapat dilakukan dalam dua

dimensi. Pertama, penerapan explicit knowledge dalam tindakan dan praktek

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Budaya

langsung sebagai contoh melalui program pelatihan. Kedua, penguasaan explicit

knowledge melalui simulasi, eksperimen, atau belajar sambil bekerja.

2.1.2.2 Pengertian Manajemen Pengetahuan

Kemampuan organisasi dalam mengelola pengetahuan merupakan

tantangan, terutama yang sebagian besar terdapat dalam benak dan perilaku para

individu berupa tacit knowledge. Tantangan inilah yang menjadi salah satu

pendorong penerapan manajemen pengetahuan dalam organisasi. Implementasi

manajemen pengetahuan dilakukan dengan tujuan agar perusahaan dapat menjaga

pengetahuan yang dimiliki tetap terpelihara dan senantiasa tersedia untuk

dipelajari karyawan yang membutuhkan.

Manajemen pengetahuan digambarkan sebagai pengembangan alat, proses,

sistem, struktur, dan kultur yang secara implisit dapat meningkatkan kreasi,

penyebaran, dan pemanfaatan pengetahuan yang penting bagi pengambilan

keputusan.

Knowledge Transfer International (KTI) (dalam Sangkala, 2007:7)

mendefinisikan “manajemen pengetahuan sebagai suatu strategi yang mengubah

aset intelektual organisasi, baik informasi yang sudah terekam maupun bakat dari

para anggotanya ke dalam produktivitas yang lebih tinggi, nilai-nilai baru, dan

peningkatan daya saing”. Menurut definisi ini, manajemen pengetahuan mampu

mengajarkan kepada organisasi, dari mulai pimpinan sampai kepada karyawan

mengenai bagaimana menghasilkan dan mengoptimalkan keterampilan sebagai

entitas kolektif.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Budaya

Definisi manajemen pengetahuan (knowledge management) menurut Hafez

dan Abdelmeguid (dalam Satyagraha, 2010:32) adalah sebagai berikut:

“Knowledge management is any process or practice of creating, aquiring, capturing, sharing, and using knowledge, wherever it resides, to enchance learning and performance in organisations.” “Manajemen pengetahuan adalah suatu proses atau praktek menciptakan, mendapatkan, menangkap, membagi, dan menggunakan pengetahuan dimanapun pengetahuan itu berada untuk meningkatkan pembelajaran dan kinerja organisasi.”

Sedangkan Horwitch dan Armacost (dalam Sangkala, 2007:6)

mendefinisikan “manajemen pengetahuan sebagai pelaksanaan penciptaan,

penangkapan, pentransferan, dan pengaksesan pengetahuan dan informasi yang

tepat ketika dibutuhkan untuk membuat keputusan yang lebih baik, bertindak

dengan tepat, serta memberikan hasil dalam rangka mendukung strategi bisnis”.

Dapat disimpulkan bahwa manajemen pengetahuan adalah suatu proses

menciptakan, mendapatkan, menyimpan, membagi, dan menggunakan

pengetahuan secara terkendali untuk meningkatkan kinerja organisasi dalam

mendukung strategi bisnis.

2.1.2.3 Komponen Manajemen Pengetahuan

Menurut Nawawi (2012:10) diperlukan empat komponen dalam merancang

sistem manajemen pengetahuan yang dapat membantu organisasi untuk

meningkatkan kinerjanya, yaitu:

1. Aspek manusia; disarankan pada organisasi untuk menunjuk/memperkerjakan

seorang document control atau knowledge manager yang bertanggung jawab

mengelola sistem manajemen pengetahuan dengan cara mendorong para

karyawan untuk mendokumentasikan dan mempublikasikan pengetahuan

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Budaya

mereka, mengatur file, menghapus pengetahuan yang sudah tidak relevan, dan

mengatur sistem reward/punishment.

2. Proses; telah dirancang serangkaian proses yang mengaplikasikan konsep

model SECI dalam pelaksanaannya.

3. Teknologi; telah dibuat usulan penambahan infrastruktur yang diperlukan

untuk menunjang berjalannya sistem manajemen pengetahuan yang efektif.

4. Isi (content); telah dirancang content dari sistem manajemen pengetahuan,

yaitu berupa database knowledge dan dokumen yang dibutuhkan karyawan

untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya.

2.1.2.4 Perspektif Manajemen Pengetahuan

Dalam konsep manajemen pengetahuan terdapat tiga perspektif manajemen

pengetahuan menurut Alavi dan Liender (dalam Satyagraha, 2010:33), yaitu

perspektif berbasis informasi, perspektif berbasis teknologi, dan perspektif

berbasis budaya.

Dalam perspektif berbasis informasi, manajer berpandangan bahwa

manajemen pengetahuan terkait dengan karakteristik informasi, seperti adanya

informasi yang mudah dibaca, informasi real-time, dan informasi yang berguna

untuk tindakan. Termasuk dalam perspektif ini adalah para manajer menaruh

perhatian dalam mengurangi informasi yang berlebih dengan memilah mana yang

berguna dan tidak berguna, dan menyediakan sejumlah besar informasi yang

berguna untuk disimpan dan disebarkan melalui teknologi informasi. Para manajer

mengharapkan mendapatkan keunggulan kompetitif dari informasi yang mereka

miliki.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Budaya

Dalam perspektif berbasis teknologi, manajer mengasosiasikan manajemen

pengetahuan dengan berbagai sistem (seperti gudang data, enterprise wide

systems, sistem informasi eksekutif, sistem pakar, dan intranet) dan juga berbagai

perangkat (seperti mesin pencari, multimedia, dan perangkat pengambil

keputusan). Secara umum perspektif ini memandang manajemen pengetahuan

sebagai infrastruktur teknologi informasi yang mengintegrasikan sistem lintas

fungsi. Keefektifannya tergantung pada ukuran organisasi dan infrastruktur teknis

yang ada.

Dan yang terakhir, perspektif berbasis budaya. Dalam perspektif ini manajer

mengasosiasikan manajemen pengetahuan dengan pembelajaran (utamanya

pembelajaran organisasi) komunikasi, dan pengembangan kekayaan intelektual.

Alavi dan Liender (dalam Satyagraha, 2010:34) mengemukakan bahwa perspektif

ini merupakan yang utama dalam memandang manajemen pengetahuan.

2.1.2.5 Dimensi Manajemen Pengetahuan

Dimensi penerapan manajemen pengetahuan dalam penelitian ini didasarkan

pada pendapat Davidson dan Foss (dalam Satyagraha, 2010:39) yang

digambarkan dalam empat fase seperti berikut ini:

1. Fase Identifikasi (Identify)

Mengidentifikasi apa yang telah diketahui untuk memulai manajemen

pengetahuan. Ini termasuk pengetahuan yang ada dipikiran/benak setiap

karyawan, laporan dan pustaka organisasi, kumpulan data dalam organisasi,

dan para supplier dan pelanggan organisasi.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Budaya

2. Fase Refleksi (Reflection)

Membuat simpanan (persediaan) dari pengetahuan yang sudah dimiliki.

Kegiatan ini memberikan kesempatan untuk mengubah tacit knowledge

karyawan menjadi explicit knowledge dan menyimpulkan pengetahuan yang

sudah ada ke dalam bentuk yang mudah dibagikan.

3. Fase Berbagi (Share)

Membuat sistem yang bertujuan membuat pengetahuan yang ada dimanapun

dalam organisasi dapat tersedia dan tersalurkan kemanapun pengetahuan itu

dibutuhkan.

4. Fase Penggunaan (Apply)

Saat suatu pengetahuan menawarkan perbaikan kinerja organisasi maka

organisasi akan menerapkannya dan menciptakan sistem yang menyertakan

pengetahuan tersebut dalam prosedur kerja sehari-hari. Hal ini pada akhirnya

akan mengubah pengetahuan menjadi modal struktural.

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan penelitian yang dilakukan oleh peneliti

sebelumnya yang akan dipergunakan sebagai referensi dalam penelitian ini.

Lili (2010) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Budaya

Organisasi terhadap Motivasi Kerja Karyawan pada PT. Sinar Pandawa di

Medan”. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui dan

menganalisis ada tidaknya pengaruh budaya organisasi terhadap motivasi kerja

karyawan pada PT. Sinar Pandawa di Medan. Pengujian data dilakukan dengan

menggunakan analisis statistik yaitu analisis regresi linier sederhana. Hasil dari

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Budaya

penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial variabel budaya organisasi

berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja karyawan, dengan nilai

𝑡𝑡ℎ𝑖𝑖𝑡𝑡𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 tertinggi pada variabel budaya organisasi yaitu sebesar 13,531. Penelitian

menghasilkan koefisien determinasi sebesar (𝑅𝑅2 ) sebesar 0,759 yang berarti

bahwa 75,9% variabel budaya organisasi mampu menjelaskan variabel motivasi

kerja karyawan pada PT Sinar Pandawa, sedangkan sisanya 24,1% dipengaruhi

oleh variabel bebas lain yang tidak dijelaskan oleh model penelitian ini.

Wicaksono (2010) melakukan penelitian yang berjudul “Struktur dan

Budaya Organisasi, serta Gaya Kepemimpinan Terhadap Efektivitas Organisasi

dengan Manajemen Pengetahuan sebagai Variabel Intervening (Studi Empiris di

Perusahaan Jasa yang Listing di BEI)”. Tujuan dari penelitian tersebut adalah

untuk mencari bukti empirik, yang mendukung dugaan bahwa struktur organisasi,

budaya organisasi, gaya kepemimpinan, dan manajemen pengetahuan

berpengaruh terhadap efektivitas organisasi perusahaan jasa. Dan juga untuk

membuktikan peran manajemen pengetahuan berpengaruh terhadap efektivitas

organisasi perusahaan jasa. Metode analisis yang digunakan adalah analisis

deskriptif dan analisis statistik. Untuk pengujian terhadap variabel budaya

organisasi dan manajemen pengetahuan, hasil dari penelitian ini menunjukkan

bahwa variabel budaya organisasi berpengaruh positif signifikan terhadap

manajemen pengetahuan, dengan nilai 𝑡𝑡ℎ𝑖𝑖𝑡𝑡𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 lebih besar daripada 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 yaitu

2,778 > 1,96 . Untuk model pengaruh budaya organisasi terhadap manajemen

pengetahuan menghasilkan koefisien determinasi sebesar (𝑅𝑅2) sebesar 0,897. Hal

ini dapat diintepretasikan bahwa variabilitas konstruk manajemen pengetahuan

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Budaya

yang dapat dijelaskan oleh variabilitas konstruk budaya organisasi sebesar 89,7%

dan sisanya dijelaskan oleh variabel lain diluar dari variabel yang diteliti.

2.3 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual yang baik mengidentifikasi dan menamakan variabel-

variabel penelitian dalam situasi yang relevan dengan definisi masalah. Kerangka

konseptual penelitian ini menjelaskan budaya organisasi sebagai variabel bebas

(X) dan manajemen pengetahuan sebagai variabel terikat (Y).

Budaya Organisasi adalah keyakinan, nilai-nilai, dan asumsi-asumsi dasar

yang dianut oleh anggota-anggota organisasi berikut praktek-praktek serta

perilaku yang mencontohkan dan menguatkannya (Denison dalam Satyagraha,

2010). Budaya organisasi mewakili persepsi yang sama dari anggota organisasi

yang membentuk sikap perilaku karyawan.

Manajemen Pengetahuan merupakan suatu pendekatan yang bertumpu pada

pemahaman bahwa tugas organisasi, yaitu memahami dengan baik bagaimana dan

kapan penciptaan pengetahuan harus didukung, bagaimana menggunakan

akumulasi pengetahuan yang sudah tercipta sehingga pengetahuan tersebut dapat

meningkatkan produktivitas, memahami apa itu pengetahuan, bagaimana

diciptakan dan digunakan, apa nilai dari suatu pengetahuan, bagaimana gaya

manajemen yang berbasis pengetahuan, memahami kaitan antara pengetahuan dan

tingkat motivasi organisasi (Sangkala, 2007). Peranan manajemen pengetahuan

dalam penggunaan pengetahuan dapat melahirkan inovasi.

Pengetahuan sebagian besar berada di dalam kepala manusia dalam bentuk

tacit knowledge. Tacit knowledge yang ada di dalam kepala manusia menyadarkan

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Budaya

bahwa harus dilakukan pendekatan yang berpusat kepada manusia, yaitu dengan

menumbuhkan budaya yang kondusif terhadap berjalannya proses-proses

manajemen pengetahuan. Berbagi (sharing) menjadi fokus dari proses manajemen

pengetahuan, karena tanpa berbagi maka proses pembelajaran yang merupakan

proses penambahan pengetahuan akan terhambat. Budaya organisasi membentuk

budaya sharing agar pengetahuan tidak hanya dimanfaatkan oleh orang atau unit

secara terbatas (Tobing, 2007).

Dalam upaya pengembangan budaya organisasi, manajemen pengetahuan

melalui kecerdasan buatan dan/atau teknologi informasi dapat menciptakan dan

meningkatkan budaya organisasi dan performance personal maupun organisasi.

Penerapan manajemen pengetahuan yang efektif membantu anggota organisasi

memahami nilai-nilai yang dianut dalam organisasi.

Untuk mampu menerapkan manajemen pengetahuan, maka perusahaan

harus mampu menciptakan dan menerapkan budaya organisasi yang baik,

sehingga karyawan mempunyai motivasi yang tinggi untuk mendukung proses-

proses manajemen pengetahuan. Sebaliknya, penerapan budaya organisasi akan

efektif jika dipengaruhi oleh manajemen pengetahuan yang baik, sebab dengan

manajemen pengetahuan, nilai-nilai, keyakinan-keyakinan yang dianut organisasi

dapat disalurkan, dipahami, bahkan diterapkan oleh anggota organisasi. Dengan

demikian ada hubungan yang signifikan antara budaya organisasi dan manajemen

pengetahuan (Rahgozar et al, 2012).

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Budaya

Sumber : Tobing (2007), Rahgozar et al (2012), data diolah

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual

2.4. Hipotesis

Hipotesis adalah hubungan yang diperkirakan secara logis diantara dua

atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji.

Berdasarkan kerangka konseptual yang telah dikemukakan di atas maka

hipotesis penelitian ini adalah : “Budaya Organisasi memiliki hubungan dengan

penerapan Manajamen Pengetahuan pada PT X.

Manajemen Pengetahuan

(Y)

Budaya Organisasi

(X)

Universitas Sumatera Utara