Upload
nguyenmien
View
216
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Bayi Baru Lahir
1. Definisi Bayi Baru Lahir
Pada bayi baru lahir memenuhi jumlah tugas perkembangan untuk
memperoleh dan mempertahankan eksistensi fisik, secara terpisah dengan
memungkinkan transisi dari lingkungan intraunterin ke ekstrauterin.
Perubahan ini menjadi dasar pertumbuhan dan perkembangan di kemudian
hari. Seorang bayi, yang baru lahir memiliki banyak refleks yang akan
muncul dan menghilang, yang menunjukkan kematangan dan
perkembangan saraf yang baik (Bobak, 2004).
2. Berat Badan Bayi Baru Lahir
Berat badan bayi lahir dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
adalah pentingnya peningkatan berat yang sesuai pada masa hamil.
Peningkatan berat badan masa hamil memberi kontribusi penting terhadap
kesuksesan suatu kehamilan. Peningkatan berat badan dapat menentukan
kecukupan asupan nutrisi. Kualitas merupakan faktor yang penting dalam
perkembangan janin secara keseluruhan (Alisjahbana A, 2000).
Kehamilan pada ibu yang cukup bulan akan mencapai tingkat
perkembangan dan fungsi, yang memungkinkan janin memiliki eksistensi
terpisah dari ibunya. Saat dilahirkan, bayi baru lahir memiliki kompetensi
perilaku dan kesiapan interaksi sosial atau pada periode neonatal sejak
7
bayi lahir sampai usia 28 hari, yang merupakan waktu berlangsungnya
perubahan fisik pada bayi baru lahir (Bobak, 2004). Adapun kriteria berat
badan bayi baru lahir antara lain:
a. Bayi dengan berat lahir rendah (BBLR)
1). Pengertian
Disebabkan terdapat dua bentuk penyebab kelahiran bayi dengan
berat badan kurang dari 2.500 gr, karena umur hamil kurang dari 37
minggu, berat badan lebih rendah dari semestinya, sekalipun umur
cukup atau karena kombinasi keduanya. Bayi dengan berat lahir yang
rendah disebabkan oleh kelahiran yang prematur atau retardasi
pertumbuhan intrauteri. Penyebab berat badan bayi baru lahir rendah
sebenarnya belum pasti diketahui, tetapi ada kaitannya dengan kondisi
sosial ekonomi yang buruk dan juga kebiasaan merokok. Ciri-ciri
aktivitas bayi dengan berat badan lahir rendah berbeda-beda sehingga
perlu diperhatikan gambaran umum kehamilan yaitu:
a) Mengingat pada hari pertama menstruasi
b) Denyut jantung terdengar pada minggu 18 sampai 22
c) Fetal Quickening minggu 16-18
d) Pemeriksaan: tinggi fundus uteri, ultrasonografi (konsultasi)
e) Penilaian secara klinik: berat badan lahir, panjang badan, lingkaran
dada, dan lingkaran kepala (Bobak, 2004).
8
2). Faktor-faktor yang penyebab terjadinya BBLR antara lain:
a) Faktor Ibu: gizi saat hamil yang kurang, umur kurang dari 20 atau
diatas 35 tahun, jarak hamil dan bersalin terlalu dekat, Penyakit
menahun ibu (hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah,
perokok), faktor pekerja yang terlalu berat.
b) Faktor Kehamilan: hamil dengan hidramnion, hamil ganda,
perdarahan anteparum, adanya komplikasi kehamilan (pre-
eklampsia atau eklampsia, ketuban pecah dini).
c) Faktor Janin: cacat bawaan, infeksi dalam rahim
b. Bayi Prematur
Bayi prematur merupakan kelahiran bayi yang terjadi sebelum
usia kehamilan mencapai 37 minggu. Bayi prematur tidak harus
mempunyai berat badan <2500 gr. Penyebab bayi prematur mencakup
induksi dini persalinan misalnya indikasi pre-eklamsia,
ketidakcocokan rhesus, diabetes, kadar estriol yang rendah, kehamilan
kembar, infeksi, mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin.
Perbedaan bayi primatur dengan bayi retardasi pertumbuhan yaitu:
1) Bayi prematur biasanya kecil, kurus, mengantuk, tonus otot jelek,
kulit tembus pandang dan mengkilap, refleks menghisap tidak ada
2) Bayi dengan retardasi pertumbuhan mempunyai ciri: panjang dan
kurus, dan atrofi tetapi kuat, tonus otot baik, kulit kering dan
pecah-pecah, kuku keras, semua refleks ada, bayi menghisap
dengan kuat dan tampak lapar.
9
B. Ibu Hamil
Ibu hamil merupakan salah satu kelompok didalam masyarakat yang
paling mudah menderita gangguan kesehatan atau rawan kekurangan gizi,
sehingga pada masa kehamilan ibu hamil, memerlukan unsur-unsur gizi lebih
banyak dibandingkan dengan keadaan biasanya (Hall, 2000). Selama
kehamilan, ibu hamil akan mengalami proses fisiologis yaitu keadaan
kesehatan fisik dan mental sebelum dan selama hamil berpengaruh terhadap
keadaan janin dan waktu persalinan.
1. Diagnosa Kehamilan
Lamanya kehamilan mulai ovulasi sampai partus adalah kira-kira
280 hari (40 minggu) dan tidak lebih dari 300 hari (43 minggu). Dimana
kehamilan 40 minggu disebut sebagai kehamilan matur (cukup bulan), bila
kehamilan lebih dari 43 minggu disebut kehamilan postmatur, sedangkan
kehamilan antara 28 dan 36 minggu disebut kehamilan prematur.
Kehamilan yang ditinjau dari umur kehamilan dibagi dalam tiga bagian,
yaitu kehamilan trimester I (antara 0-12 minggu), II (antara 12- 28
minggu) dan trimester III antara (28 - 40 minggu) (Wiknjosastro, 1999).
2. Fisiologi Kehamilan
Kehamilan adalah periode khusus dimana kebutuhan akan sebagian
gizi meningkat selama masa tersebut. Penambahan berat badan selama
kehamilan disebabkan oleh peningkatan ukuran jaringan reproduksi,
adanya janin dalam kandungan dan cadangan lemak dalam tubuh ibu.
Selama hamil akan bertambah beratnya sebanyak kurang lebih 12,5 kg
10
(rentang 9-15 Kg), dimana penambahan sebesar kurang lebih 9 kg
diantaranya terjadi dalam 20 minggu terakhir (Hadyanto, 2002).
Penambahan berat badan diatas merupakan bagian dari kehamilan
yang normal, karena pada kehamilan terjadi perubahan ganda dalam tubuh
wanita hamil. Perubahan terutama berhubungan dengan sistem peredaran
darah dan pembentukan kompoenen darah, kardivaskuler, pencernaan,
jaringan lemak dan saluran genitalis (Nasoetion & Darwin, 1998).
Selama masa kehamilan normal hampir semua perempuan merasa
sama sehatnya dengan masa-masa di luar kehamilan, yang ditandai dengan
perubahan fisik dan karena berat badan bertambah dan perubahan mental
karena ada di dalam perutnya terdapat kehidupan baru (Hall, 2000). Pada
masa kehamilan ibu hamil mengalami gejala-gejala fisiologis yang
disebabkan oleh pengaruh hormon kehamilan seperti gejala pening di pagi
hari yang diikuti gejala lain seperti lesu, perkembangan payudara,
pembesaran perut, bertambah cepatnya denyut nadi, perubahan pigmentasi
pada kulit dan wajah, puting payudara dan bagian tengah perut yang
berubah warnanya menjadi gelap, serta kejang pada kaki yang
kemungkinan disebabkan kekurangan kalsium dalam darah atau mungkin
oleh sirkulasi darah yang kurang lancar pada bagian kaki (Hall, 2000).
Pada masa kehamilan, kantung peranakan berkembang untuk
menampung hasil pembuahan. Peningkatan volume sirkulasi darah
digunakan untuk memungkinkan terjadinya aliran CO2 dan sisa
metabolisme lainnya. Terjadinya pembesaran payudara dan penimbunan
11
lemak dipersiapkan untuk masa menyusui segera setelah melahirkan
(Winarno, 1990). Dengan adanya janin yang dikandung, fungsi dan kerja
tubuh ibu akan berubah. Jumlah cairan darah bertambah, sel-sel darah
tetap dan unsur-unsur darah berkurang. Hemoglobin dan albumin darah
menurun, akibatnya terjadi kurang darah (Nadesul, 1997).
Kehamilan akan menyebabkan meningkatnya daya metabolisme
energi. Terjadi dua proses anabolik fundamental yang bebas satu sama
lain terjadi selama kehamilan. Ibu akan menjalani penyesuaian fisiologik
dan metabolik selama kehamilan. Dimana seorang ibu yang sedang hamil
akan menjalani penyesuaian fisiologik dan metabolik selama kehamilan,
yang sebenarnya serasi dengan proses-proses anabolik yang terjadi pada
janin dan plasenta, yang dikatalisis oleh perubahan kelenjar-kelenjar
endokrin pada ibu hamil sehingga memperbesar ukuran uterus, payudara
dan volume cairan darah, cairan ketuban dan massa jaringan adipose
(Nasoetion & Darwin, 1998).
Dengan melihat gejala fisiologis yang ada, maka keadaan ibu hamil
pada awal kehamilan perlu diperhatikan karena akan berpengaruh
terhadap pertumbuhan janin pada usia kehamilan selanjutnya. Menurut
Moehji (2003), pada umumnya selama kehamilan ibu hamil memiliki
karakteristik pada tiap triwulan sebagai berikut:
a. Pada trimester pertama dari kehamilan, biasanya nafsu makan sangat
kurang, karena timbul rasa mual dan muntah, serta dari bentuk tubuh
yang semakin melebar, payudara yang semakin kencang. Kondisi
12
psikis ibu juga mengalami tingkat kepekaan yang sangat tinggi. Ibu
akan mudah marah atau akan merasa sangat sedih bila terjadi sesuatu.
b. Pada trimester kedua: kehamilan, metabolisme basal mulai meningkat,
berat badan juga mulai bertambah. Pada masa ini tingkat konsumsi
protein sangat diutamakan. Hal ini disebabkan perkembangan janin
sebagaimana telah protein memiliki pengaruh diselidiki kadar protein
sangat rendah. Ibu hamil yang mengkonsumsi makanan dalam
mungkin juga lebih pendek dan lebih ringan dari normal. Adapun
perubahan fisik yaitu perut sudah mulai membuncit serta kondisi
emosi ibu sudah mulai stabil (Moehji, 2003).
c. Pada trimester ketiga: metabolisme basal tetap mengalami kenaikan
dimana keadaan ini umumnya nafsu makan sangat baik. Selain itu,
kandungan pada timester ketiga menjadi besar, sehingga menyebabkan
lambung terdesak. Perubahan fisik misalnya perut ibu semakin
membesar. Keadaan janin juga semakin besar, dan ibu siap
melahirkan. Kondisi emosi ibu kembali tidak stabil karena menanti
masa kelahiran (Moehji, 2003)
Menurut Arisman (2004), secara umum, terdapat kondisi yang
biasanya ada selama kehamilan, sehingga berpengaruh terhadap tingkat
konsumsi zat gizi yaitu :
a. Pegal linu dan kaku
Kondisi ini biasanya terjadi pada malam hari yang diakibatkan
oleh pertumbuhan janin sekaligus perubahan hormonal. Selain itu,
13
keadaan ini juga disebabkan karena kadar Ca serum rendah, dan kadar
fosfat tinggi, sehingga sistem neuromuskuler mudah terangsang
(Arisman, 2004).
b. Sembelit
Keadaan ini dapat terjadi bila berkaitan dengan 6 kondisi ada di
dalam tubuh yaitu (1) Rahim yang semakin besar sehingga menekan
kolon dan rektum sehingga mengganggu ekskresi, (2) Adanya
peningkatan kadar progesteron sehingga merelaksasikan otot saluran
cerna dan menurunkan motilitas, (3) Tingkat konsumsi cairan tidak
cukup (4) Tingkat konsumsi serat tidak cukup, (5) Kebiasaan defekasi
yang buruk, (6) Jarang berolah raga dan sering melewatkan satu waktu
makan (terutama sarapan) (Arisman, 2004).
c. Mual dan muntah
Rasa mual atau yang sering kita sebut sebagai morning sickness
dapat terjadi karena kadar progesteron diawal kehamilan meningkat
sedangkan kadar gula darah dan pergerakan usus menurun. Hal itu
juga disebabkan karena produksi asam lambung dan pepsin menurun.
Keadaan ini biasanya terjadi pada timester I kehamilan sehingga
tingkat konsumsi makanan atau zat gizi pada trimester ini menjadi
berkurang (Arisman, 2004).
d. Pica
Pica diartikan sebagai perilaku tidak umum yaitu mengkonsumsi
bahan bukan makanan, seperti kain, arang, dan lain-lain. Dampak dari
14
keadaan ini yaitu tingkat konsumsi zat gizi dari makanan berkurang
serta terjadi penyumbatan usus (Almatsier, 2001).
e. Perilaku kesehatan ibu pada masa hamil
Perilaku kesehatan perlu diperhatikan agar terhindar dari
komplikasi kehamilan. Dimana pengunaan fasilitas pelayanan untuk
pemeriksaan kesehatan selama kehamilan sangat diperlukan, apabila
pelayanan anternal yang tidak memenuhi standar minimal 5 T
(mengukur tinggi badan dan berat badan, tekanan darah tinggi fundus,
imunisasi Tetanus Toxoid, dan pemberian tablet tambah darah
minimal 90 tablet) bisa terjadi komplikasi pada kehamilan (Flourisa,
2006, Hasil Survei Kesehatan Ibu, 3, http://www. Bkkbn. com,
diperoleh tanggal 1 Maret 2006).
3. Karakteristik Ibu Hamil
a. Umur
Umur adalah usia ibu yang secara garis besar menjadi indikator
dalam kedewasaan dalam setiap pengambilan keputusan yang
mengacu pada setiap pengalamnnya. Karakteristik pada ibu hamil
berdasarkan umur sangat berpengaruh terhadap status berat badan ibu,
dimana semakin muda umur ibu hamil karena ketidak siapan ibu
dalam menerima sebuah kehamilan, maka akan berisiko terjadi
gangguan selama kehamilan misalnya umur yang masih muda sistim
reproduksi yang belum matang. Hal ini akan berdampak pada ukuran
bayi yang akan dilahirkannya. Pada ibu yang hamil dengan keadaan
15
seperti ini akan mengakibatkan kondisi bayi yang dilahirkan akan
gangguan misalnya terjadi bayi prematur atau berat bayi lahir rendah
(BBLR) (Nasoetion & Darwin, 1998).
Pada seorang bayi dengan berat bayi lahir rendah (BBLR)
biasanya dapat dipengaruhi oleh umur sang ibu, presentase tertinggi
bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) terdapat pada kelompok
remaja dan wanita yang berumur lebih dari 40 tahun. Sebagian remaja
seringkali melahirkan bayi dengan berat badan lebih rendah, bila
dibandingkan dengan wanita dewasa yang mengalami peningkatan
berat yang sama selama hamil. Hal ini terjadi karena sistem reproduksi
mereka belum matur dan mereka belum memiliki sistem transfer
plasenta seefisien wanita dewasa. Wanita yang lebih tua memerlukan
lebih sedikit kalori untuk mendukung kehamilannya, tetapi memiliki
kebutuhan khusus akan nutrient tertentu (Bobak, 2004).
b. Pendidikan
Tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang
menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Dari
kepentingan keluarga pendidikan itu sendiri amat diperlukan
seseorang lebih tanggap adanya masalah gizi di dalam keluarganya
dan bisa mengambil tindakan secepatnya (Kodyat, 1993).
Rendahnya pendidikan erat kaitannya dengan tingkat pengertian
tentang perawatan kesehatan, higiene serta kesadarannya terhadap
kesehatan anak dan keluarga. Tingkat pendidikan turut menentukan
16
rendah tidaknya seseorang menyerap dan memakai pengetahuan
tentang gizi yang mereka peroleh. Keadaan gizi anak sangat
ditentukan oleh tingkat pendidikan ibu. Tingkat pendidikan ibu yang
rendah mempengaruhi penerimaan informasi sehingga pengetahuan
gizi akan terbatas (Suhardjo, Riyadi, 1990).
Pendidikan yang rendah, adat istiadat yang ketat serta nilai dan
kepercayaan akan takhayul disamping tingkat penghasilan yang masih
rendah, merupakan penghambat dalam pembangunan kesehatan.
Pendidikan rata-rata penduduk yang masih rendah, khususnya di
kalangan ibu hamil, merupakan salah satu masalah yang berpengaruh
terhadap masalah kesehatan, sehingga sikap hidup dan perilaku yang
mendorong timbulnya kesadaran masyarakat masih rendah. Semakin
tinggi pendidikan ibu, mortalitas dan morbilitas semakin menurun, hal
tersebut tidak hanya akibat kesadaran ibu akan kesehatannya lebih
tinggi, tetapi juga karena adanya pengaruh sosial ekonominya. Adapun
pendidikan dibagi menjadi dua, yaitu :
1) Pendidikan Informal
Pendidikan informal ialah pendidikan yang diperoleh
seseorang di rumah, di lingkungan sekolah dan di dalam kelas.
2) Pendidikan Formal
Pendidikan formal ialah pendidikan yang mempunyai bentuk
atau organisasi tertentu, seperti yang terdapat di sekolah atau
universitas (IKIP Semarang, 1989). Dalam arti sederhana
17
pendidikan gizi merupakan suatu proses belajar tentang pangan,
bagaimana tubuh kita menggunakannya dan mengapa diperlukan
untuk kesehatan. Pendidikan gizi mengarah pada perubahan
perilaku perbaikan konsumsi pangan dan status gizi. Pendidikan
berpengaruh secara tidak langsung melalui peningkatan status
sosial dan kedudukan seorang wanita, peningkatan pilihan
terhadap kehidupan serta kemampuan untuk menyatakan pendapat
atau membuat keputusan sendiri (Suhardjo, Riyadi, 1990).
c. Pekerjaan
Banyak ibu-ibu bekerja mencari nafkah, baik untuk kepentingan
sendiri maupun keluarga. Faktor bekerja saja nampak belum berperan
sebagai timbulnya suatu masalah pada gizi, tetapi kondisi kerja yang
menonjol sebagai faktor yang mempengaruhi pemberian makanan,
gizi dan perawatan anak. Nampaknya ibu-ibu yang bekerja di luar
rumah sudah membuat persiapan untuk merawat anaknya, meskipun
kadang-kadang belum sesuai (DepKes, 2002).
d. Pendapatan
Pendapatan biasanya berupa uang yang mempengaruhi daya beli
seseorang untuk membeli sesuatu. Pendapatan merupakan faktor yang
paling menentukan kuantitas maupun kualitas makanan sehingga ada
hubungan yang erat antara pendapatan dengan keadaan gizi..
Pendapatan yang meningkat tidak merupakan kondisi yang menunjang
bagi keadaan gizi yang memadai, terutama dalam kasus dimana
18
kepercayaan mengenai jenis makanan dan praktek pengolahan
masakan yang merusak pada keadaan gizinya (Berg, 1986).
e. Status Gizi
Menurut Almatzsier (2001) status gizi adalah keadaan tubuh
sebagai akibat konsumsi makanan dan pengunaan zat-zat gizi,
dibedakan menjadi status gizi buruk, kurang, baik dan lebih atau
keadaan tubuh akibat interaksi antara makanan, tubuh, manusia dan
lingkungan hidup manusia. Salah satu masalah gizi pada ibu hamil
yaitu Kekurangan Energi Kronik (KEK) adalah suatu keadaan pada
wanita usia subur termasuk ibu hamil yang menderita kekurangan
makanan yang berlangsung menahun (kronis), sehingga
mengakibatkan timbulnya gangguan kesehatan (Sediaoetama,1997).
1) Penilaian status gizi ibu hamil
Penilaian status gizi ibu hamil dapat dilakukan secara
langsung dan tidak langsung, (Supariasa, 2002) meliputi :
a) Penilaian status gizi secara langsung adalah dengan
antropometri, pemeriksaan fisik seperti gejala-gejala klinis
biokimia dan biofisik
b) Penilaian status gizi secara tidak langsung yaitu penilaian
status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga, yaitu: survei
konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.
c) Metode Antropometri yaitu metode penilaian status gizi yang
umum dipakai adalah pencatatan berat badan secara teratur
19
selama kehamilan dan dibandingkan dengan berat badan
sebelum hamil. Penambahan berat badan normal yaitu 12,5 kg
sampai 17,5 kg (Anies, 1997). Pengukuran alternatif dengan
pendekatan Lingkar Lengan Atas (LLA) lebih banyak
digunakan untuk melihat status gizi ibu hamil (Kartini, 1996).
2) Cara pemantauan status gizi
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengetahui
status gizi ibu hamil antara lain memantau pertambahan berat
badan selama hamil, mengukur Lingkar Lengan Atas (LILA)
untuk mengetahui apakah seseorang menderita Kurang Energi
Kronis (KEK, dan mengukur kadar Hb untuk mengetahui kondisi
ibu apakah menderita anemia gizi. Pertambahan berat badan
selama hamil sekitar 10-12 kg, dimana pada trimester I
pertambahan kurang dari 1 kg, trimester II sekitar 3 kg, dan
trimester III sekitar 6 kg. Pertambahan berat badan ini juga
sekaligus bertujuan memantau pertumbuhan janin.
Bayi lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
mempunyai resiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan,
dan gangguan perkembangan, perlu mencegah adanya resiko KEK
pada ibu hamil. Dimana sebelum hamil pada wanita usia subur
diusahakan memiliki gizi yang baik dengan LILA sekitar 23,5 cm,
jika LILA sebelum hamil kurang dari angka tersebut, sebaiknya
kehamilan ditunda sehingga tidak beresiko melahirkan BBLR
20
LLA merupakan salah satu pengukuran antropometri untuk
mengetahui faktor penentu apakah ibu hamil tersebut KEK dan
memiliki risiko melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) atau normal. Pengukuran LLA dengan
menggunakan pita LLA dengan ketelitian 0,1 cm dan ambang
batas 23,5 cm. Bila pengukuran di bawah 23,5 cm artinya ibu
hamil tersebut menderita KEK dan jika diatas 23,5 cm berarti ibu
hamil berstatus gizinya baik atau normal (Askandar, 1993).
Penggunaan LLA sebagai indikator status gizi lebih mudah
dipakai dibandingkan dengan metode antropometri lainnya
sehingga untuk memprediksi hasil kehamilan, beberapa penelitian
merekomendasikan LLA sebagai alat screening pada ibu hamil.
LLA relatif stabil selama masa hamil sehingga pengukuran LLA
dianjurkan satu kali pada saat pertama kali diukur atau pada bulan
pertama kehamilan (Husaini, 2000). Adapun ambang batas LLA
WUS dengan risiko KEK di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 2.1 Klasifikasi Resiko KEK Menurut Pengukuran LILA WUS
Nilai ambang batas LLA (cm) KEK< 23,5
> 23,5
Risiko
Tidak risiko Sumber : Supariasa, 2001
21
3) Penilaian status gizi bayi
a) Pengertian
Penilaian status gizi pada bayi dengan mengunakan
indeks antropometri yaitu parameter antropometri merupakan
dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara beberapa
parameter disebut indeks antropometri. indeks antropometri
yang sering digunakan untuk bayi yaitu dengan antara lain :
1) Berat badan Menurut Umur (BB/U) yaitu salah satu
parameter yang memberikan gambaran masa tubuh. Masa
tubuh sangat sensitive terhadap perubahan yang mendadak
dan merupakan parameter antropometri yang sangat labil
serta menggambarkan status gizi seseorang saat ini
(Supariasa, 2002).
2) Berat badan Menurut Panjang Badan (BB/PB)
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi
badan. Indeks BB/PB adalah indeks yang independen
terhadap umur dan merupakan indikator yang baik untuk
menilai status gizi saat kini (sekarang) (Supariasa, 2002)
b) Cara Penyajian Antropometri
Dari berbagai jenis indeks tersebut di atas, untuk
menginterpretasikannya dibutuhkan ambang batas. Penentuan
ambang batas dapat disajikan ke dalam tiga cara yaitu: persen
terhadap median, persentil dan standar deviasi unit. Dari ketiga
22
cara ini, dipilih metode Standar Deviasi Unit (Z_Score BB/U)
untuk menghitung status gizi bayi (Supariasa, 2002).
Rumus Perhitungan Z_Score adalah :
Z_Score = nilai individu subyek – nilai median baku rujukan
Nilai simpangan baku rujukan
4) Pemeriksaan klinis
Pemeriksaan klinis adalah penilaian status gizi yang
didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi dihubungkan
dengan ketidakcukupan gizi misal pada jaringan epitel seperti
kulit, mata, rambut dam mukosa oral atau pada organ-organ yang
dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid (Supariasa,
2001). Metode ini digunakan pada survai klinis secara cepat yang
dirancang untuk mendeteksi tanda klinis secara cepat serta untuk
mendeteksi tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu
atau lebih zat gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik
yaitu tanda (sing) dan gejala (simpsom) atau riwayat penyakit.
5) Pemeriksaan biokimia
Penilaian status gizi dengan metoda biokimia adalah
pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang
dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh seperti darah,
urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati otot
(Supariasa, 2001). Dari hasil literatur lain memberikan batasan (1)
hemoglobin (Hb) normal pada laki-laki: 14-17 gr/dl, dan wanita:
37-47 %, (2) serum albumin, bila konsentrasi albumin darah <3,4
23
gr/dl maka diperlukan pemeriksaan penunjang lain dan bila
konsentrasinya 2,5 gr/dl biasanya menunjukkan penurunan atau
deplesi protein yang parah (Arisman, 2004).
Dasar penentuan biokimia ini terdiri dari dua fase yang dapat
dilakukan yaitu pengukuran kadar zat gizi pada darah atau urin
dan pemeriksaan uji fungsi, cara yang pertama menunjukkan
tingkat defisiensinya. Metode ini cukup obyektif dan teliti, namun
mempunyai kelemahan yaitu: kurang praktis di lapangan, yang
memerlukan ahli khusus, hasilnya sulit dihubungkan dengan status
gizi, konsumsi makanan dan lainnya.
6) Pemeriksaan biofisik
Penilaian status gizi secara biofisik dilakukan dengan
melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat
perubahan struktur jaringan (Supariasa, 2002). Metode ini
digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja
epidemik dengan cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.
4. Kebutuhan gizi pada ibu hamil
Kehamilan menyebabkan meningkatnya metabolisme energi, karena
itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya meningkat selama kehamilan.
Peningkatan energi dan zat gizi diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan janin, pertambahan besarnya organ kandungan, perubahan
komposisi dan metabolisme tubuh ibu. Kekurangan zat gizi tertentu yang
24
diperlukan saat hamil dapat menyebabkan janin tumbuh tidak sempurna
(Nasoetion, 1998).
Bagi ibu hamil semua zat gizi memerlukan tambahan, dan seringkali
terjadi kekurangan energi protein dan beberapa mineral seperti zat besi
dan kalsium (Nasoetion, 1998). Energi yang tersembunyi dalam protein
ditaksir sebanyak 5180 kkal, dan lemak 36.337 Kkal, agar energi ini bisa
ditabung dibutuhkan tambahan energi sebanyak 26.244 Kkal, yang
digunakan untuk mengubah energi yang terikat dalam makanan menjadi
energi yang bisa di metabolisme (Nasoetion, 1998). Dengan demikian
jumlah total energi yang tersedia selama kehamilan adalah 74.537 Kkal,
dibulatkan menjadi 80.000 Kkal. Untuk memperoleh besaran energi per
hari, dihasilkan penjumlahan dengan angka 300 Kkal (Nasoetion, 1998).
Untuk kebutuhan energi pada ibu hamil pada trimester I akan
meningkat secara minimal. Kemudian sepanjang trimester II dan III
kebutuhan energi saat kehamilan terus meningkat sampai akhir kehamilan.
Energi tambahan selama trimester II diperlukan untuk pemekaran jaringan
ibu seperti penambahan volume darah, pertumbuhan uterus, payudara,
serta penumpukan lemak. Selama trimester II dan III energi tambahan
digunakan untuk pertumbuhan janin dan plasenta. Karena banyaknya
perbedaan kebutuhan energi selama hamil, maka WHO menganjurkan
jumlah tambahan selama kehamilan sebesar 150 Kkal sehari pada
trimester I, 350 Kkal sehari pada trimester II dan III (Depkes, 1993).
25
Di Indonesia berdasarkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi
VI tahun 2004 ditentukan angka 285 Kkal perhari selama kehamilan.
Angka ini tentunya tidak termasuk penambahan akibat perubahan
temperatur ruangan, kegiatan fisik, dan pertumbuhan. Patokan ini berlaku
bagi mereka yang tidak merubah kegiatan fisik selama hamil. Sama
halnya dengan energi, kebutuhan wanita hamil akan protein juga
meningkat, bahkan mencapai 68% dari sebelum hamil. Jumlah protein
yang harus tersedia sampai akhir kehamilan diperkirakan sebanyak 925 gr
yang tertimbun dalam jaringan ibu, plasenta, serta janin. Di Indonesia
melalui Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI tahun 2004
menganjurkan penambahan protein 50 gr/hari selama kehamilan. Dalam
satu hari asupan protein mencapai 50-100 gr (sekitar 15 % dari jumlah
total kalori); atau sekitar 1,5 g/kgBB/hari (gravida mature), 1,5 g/kg
BB/hari (usia 15-18 tahun), dan 1,7 g/kg BB/hari (< 15 tahun). (Depkes,
2004). Bahan pangan sebagai sumber protein sebaiknya (2/3 bagian)
pangan yang bernilai biologi tinggi, seperti daging tak berlemak, ikan,
telur, susu dan hasil olahannya. Protein dari tumbuhan (nilai biologinya
rendah) cukup 1/3 bagian. Kenaikan volume darah selama kehamilan
meningkatkan kebutuhan Fe atau Zat Besi. Jumlah Fe pada bayi baru
lahir 300 mg dan jumlah yang diperlukan ibu untuk mencegah anemia
akibat meningkatnya volume darah adalah 500 mg (Depkes, 2004).
26
Tabel 2.2. Rata – Rata AKG Yang Dianjurkan Perorang Perhari Khusus Ibu Hamil (WNPG, 2004)
Gizi Wanita tidak hamil (20-45 th)BB (52-55) TB (154-156)
Ibu hamil
Energi (kal) 2200 + 180 (Trimester I)+ 300 (Trimester II &
III)Protein (gr) 50 17Vitamin A (RE) 500 300Vitamin D (Ug) 5 5Vitamin E (Mg) 15 15Vitamin K (Mg) 55 55 Vitamin C (Mg) 75 0,3Vitamin B12 (Mg) 2,4 0,3Fosfor 600 4Asam folat (Ug) 400 200Yodium 150 50
Kalsium (Mg) 800 150Besi (Mg) 26 600
+0 (trimester I)+9 (trimester II)
+ 13 (trimester III)Seng (Mg)Selenium
1530
510
Sumber: WNPG VIII Tahun 2004 (Almatsier, Sunita 2001)
Selama kehamilan, ibu hamil menyimpan zat besi kurang lebih
1.000 mg termasuk untuk keperluan janin, plasenta dan hemoglobin ibu
sendiri. Berdasarkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi 2004,
seorang ibu hamil perlu tambahan zat gizi rata-rata 20 mg perhari,
kebutuhan sebelum hamil atau pada kondisi normal rata-rata 26 mg per
hari (umur 20-45 tahun) Adapun kebutuhan ibu hamil selama kehamilan
(Almatsier Sunita, 2001) yaitu:
27
a. Energi
Sebagai salah satu hasil metabolisme karbohidrat, protein, lemak.
Kebutuhan energi selama ibu hamil adalah untuk membentuk atau
membangun jaringan baru (fetus, plasenta, uterus, cairan amniotic,
breast, peningkatan volume darah dan mensuplai jaringan baru.
Sumber energi dari karbohidrat misalnya beras, jagung, oeat, serealia)
sumber protein (daging, ikan, telur, susu), sumber lemak (minyak,
buah berlemak, biji berlemak).
b. Zat gizi mikro
Selama kehamilan, disamping zat gizi makro yaitu energi dan
protein, ibu juga membutuhkan tambahan zat gizi mikro seperti
diuraikan berikut:
1) Asam Folat
Kekurangan asam folat pada ibu hamil akan menyebabkan
resiko terjadi terjadinya cacat tabung syaraf (Neural Tube
Defects/NTD), berat bayi lahir rendah (BBLR) dan resiko lahirnya
premature. Sumber pangan yang banyak mengandung asam folat
adalah brokoli, jeruk, bayam, roti dan susu.
2) Vitamin A
Adanya pertumbuhan janin, berarti terjadi peningkatan
pertumbuhan dan pembelahan sel dalam tubuh ibu. Vitamin A
dalam bentuk retinoic acid mengatur pertumbuhan dan
pembelahan sel dalam jaringan. Namun demikian ibu tidak
28
dianjurkan untuk mengkonsumsi suplementasi vitamin A selama
hamil karena dosis tinggi vitamin A akan memberikan efek
teratogenik (keracunan). Dengan mengkonsumsi buah-buahan,
daging, unggas, ikan, telur, sayuran berdauan hijau ,akar dan
umbi-umbian sehari-hari, akan membantu ibu memenuhi
kebutuhan vitaminnya.
3) Kalsium
Kalsium dibutuhkan untuk membantu pertumbuhan tulang,
gigi, jantung yang sehat, saraf dan otot. Kekurangan kalsium akan
menyebabkan pertumbuhan tulang dan gigi jadi terhambat.
Sumber pangan yang banyak mengandung kalsium adalah susu,
ikan, biji-bijian sayuran hijau, kacang-kacangan.
4) Magnesium
Magnesium merupakan zat gizi lainnya yang berperan dalam
membantu membangun dan memperbaiki jaringan tubuh.
Kekurangan magnesium akan menyebabkan preeklamsia, bayi
cacat dan kematian bayi. Sumber pangan yang banyak
mengandung magnesium adalah sayur-sayuran, sumber makanan
laut, ikan tawar segar, kacang-kacangan daging.
5) Zat Besi
Kekurangan zat besi akan menghambat pembentukan
hemoglobin yang berakibat pada terhambatnya pembentukan sel
darah merah. Ibu hamil dan ibu menyusui merupakan kelompok
29
yang beresiko tinggi terhadap anemia yang disebabkan oleh
kekurangan zat besi. Hal ini tidak terlepas dari banyaknya darah
yang dikeluarkan selama masa persalinan. Sumber pangan yang
banyak mengandung zat besi adalah nabati kedelai, kacang-
kacangan, sayuran daun hijau dan rumput laut.
6) Iodium
Kekurangan iodium selama hamil akan berefek pada
keguguran, penyimpangan perkembangan otak janin, berat bayi
lahir rendah dan kretinisme. Di Indonesia kekurangan iodium
dialami oleh masyarakat, sehingga pemerintah dapat
mencanangkan kebijakan tentang garam beryodium, sumber yang
banyak mengandung iodium misal ikan, kerang dan rumput laut.
5. Gizi Kurang pada Ibu Hamil
Bila ibu mengalami kekurangan gizi selama masa kehamilan akan
menimbulkan masalah, baik pada ibu maupun janin, menurut WNPG
(2004) seperti diuraikan berikut ini:
a. Terhadap Ibu
Gizi yang kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan resiko
serta adanya komplikasi pada ibu antara lain pendarahan, berat badan
ibu tidak bertambah secara normal, dan terkena penyakit infeksi dan
anemia yang dapat didefinisikan sebagai kondisi dengan kadar Hb
berada di bawah normal yang disebabkan oleh kekurangan Zat Besi,
sehingga lebih dikenal dengan istilah anemia defisiensi besi
30
merupakan salah satu gangguan yang paling sering terjadi selama
kehamilan. Ibu hamil umumnya mengalami deplesi besi sehingga
hanya memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk
metabolisme besi yang normal. Dan anemia pada saat kadar
hemoglobin ibu turun sampai di bawah 11 gr/dl selama trimester III.
Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau
hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak.
Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin didalam
kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang
dilahirkan, hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan
kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi. Pada ibu hamil yang
menderita anemia berat dapat meningkatkan resiko morbiditas
maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan melahirkan bayi
BBLR dan prematur juga lebih besar.
b. Terhadap Persalinan
Pengaruh gizi kurang terhadap proses persalinan dapat
mengakibatkan persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum
waktunya (premature), pendarahan setelah persalinan, serta
persalinan dengan operasi cenderung meningkat.
c. Terhadap Janin
Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses
pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan kegururan, abortus, bayi
lahir mati, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi,
31
asfiksia intra partum (mati dalam kandungan), lahir dengan berat
badan lahir rendah
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan gizi ibu hamil
a. Asupan Makanan
Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang dibutuhkan
tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat-
zat gizi. Kekurangan atau kelebihan dalam jangka lama akan berakibat
buruk terhadap kesehatan. Makanan sehari-hari yang dikonsumsi yang
dipilih dengan baik dan memberikan semua zat gizi dalam tubuh yang
terdiri dari tiga yaitu memberi energi, pertumbuhan dan pemeliharaan
jaringan tubuh serta mengatur proses tubuh (Almatsier, 2001).
Asupan makananan adalah banyaknya bahan makanan sumber
zat gizi yang dikonsumsi oleh seseorang yang berguna bagi
kesehatannya. Asupan makanan seseorang antara lain dipengaruhi
oleh ketersediaan bahan pangan, jumlah yang dimakan dan mutu atau
nilai gizi bahan makanan tersebut. Sebaliknya jumlah dan mutu nilai
gizi tidak akan cukup jika ketersediaan bahan pangan dalam rumah
tangga kurang. Jumlah dan mutu zat gizi merupakan salah satu faktor
penyebab utama dalam menentukan status gizi seseorang, disamping
faktor kemampuan tubuh untuk memanfaatkan zat gizi. Jumlah dan
mutu zat gizi yang dikonsumsi seseorang dapat diketahui dari jumlah
dan macamnya. Macam-macam zat gizi adalah karbohidrat, protein,
lemak dan zat lainnya (Tarwotjo, 1989).
32
b. Penyakit Infeksi
Defisiensi gizi sering dipengaruhi dengan infeksi. Penyakit
infeksi terjadi biasanya karena gangguan gizi dan rawan infeksi yang
merupakan suatu pasangan yang erat, yang perlu ditinjau kaitannya
satu sama lainnya. Secara umum defisiensi gizi sering merupakan
awal dari gangguan system pertahanan tubuh. Penyakit infeksi sering
mengakibatkan penderita kehilangan nafsu makan, muntah-muntah
dan diare. Selain itu penghancuran jaringan tubuh akan meningkat
karena dipakai untuk pembentukan protein dan enzim-enzim yang
diperlukan dalam usaha mempertahankan tubuh (Pudjiadi, 2002).
c. Daya Beli dan Ketersediaan Pangan Keluarga
Tingkat konsumsi pangan ditentukan oleh adanya pangan yang
cukup yang dipengaruhi oleh kemampuan keluarga untuk memperoleh
bahan makanan yang diperlukan (Happer,1996). Daya beli keluarga
biasanya dipengaruhi oleh faktor harga dan pendapatan keluarga.
Daya beli keluarga dipengaruhi oleh ketersediaan pangan di rumah
tangga. Jika daya beli menurun maka ketersediaan pangan keluarga
berkurang sehingga konsumsi makanan juga berkurang yang
dampaknya dapat menyebabkan gangguan gizi (Soekirman, 1990).
d. Pola Sosial Budaya
Kegiatan budaya keluarga merupakan suatu kelompok
masyarakat, Negara dan bangsa yang mempunyai pengaruh yang kuat
dan kekal terhadap apa, kapan dan bagaimana penduduk biasa makan.
33
Kebudayaan tidak hanya menentukan pangan apa, tetapi untuk siapa
dan dalam keadaan bagaimana pangan tersebut, dan cara memilih
bahan pangan yang pengaruhi jenis pangan yang harus diproduksi,
bagaimana diolah, disiapkan dan disajikan (Soekirman, 1990).
C. Tingkat Pengetahuan (Knowledge)
1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang
melakukan pengideraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengideraan terjadi
melalui pancaindra manusia yakni melalui indra penglihatan, penciuman,
rasa, raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang (Notoadmodjo, 2003). Pengetahuan
mencakup ingatan yang dipelajari dan disimpan dalam ingatan, hal
tersebut meliputi fakta, kaidah, dan prinsip serta metode yang diketahui.
Pengetahuan yang disimpan dalam ingatan akan digali pada saat yang
dibutuhkan melalui bentuk mengingat atau mengenal kembali
(Notoadmodjo, 2003).
2. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoadmodjo (2003), yang mengutip dari Bloom tingkat
pengetahuan di dalam domain kognitif, meliputi :
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya, termasuk kedalam pengetahuan dalam tingkat ini adalah
34
mengingat kembali (recall). Sesuatu spesifik dan seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang diterima.
Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang
dipelajari antara lain mampu menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, dan sebagainya.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat
mengiterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah
paham terhadap suatu objek materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan terhadap obyek
yang telah dipelajari.
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata sebelumnya.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
obyek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu
struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (Syntesis)
Menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru.
35
f. Evaluasi (Evaluation)
Ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilain terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini berdasarkan
suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau berdasarkan kriteria yang
sudah ada.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Notoatmodjo
(2003), yaitu :
a. Tingkat Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka dia akan lebih
mudah dalam menerima hal-hal baru sehingga akan lebih mudah pula
untuk menyelesaikan hal-hal baru tersebut.
b. Informasi
Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan
memberikan pengetahuan yang jelas.
c. Budaya
Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang,
karena informasi-informasi baru akan di saring kira-kira sesuai dengan
tidaknya dengan kebudayaan yang ada dan agama yang dianut.
d. Pengalaman
Pengalaman disini berkaitan dengan umur dan pendidikan individu,
maksudnya pendidikan yang tinggi pengalaman akan luas sedang umur
semakin banyak (bertambah tua).
36
e. Sosial Ekonomi
Tingkatan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup disesuaikan
dengan penghasilan yang ada, sehingga menuntut pengetahuan yang di
miliki harus dipergunakan semaksimal mungkin. begitupun dalam
mencari bantuan ke sarana kesehatan yang ada, mereka sesuaikan
dengan pendapatan keluarga.
4. Cara pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek
penelitian atau responden Kedalam pengetahuannya yang ingin kita
ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut
diatas (Notoatmodjo, 2003).
5. Cara Mencari Pengetahuan
Ada berbagai macam cara untuk mencari atau menperoleh
kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, yaitu:
a. Cara tradisional
Untuk memperoleh pengetahuan, cara kuno atau tradisional
dipakai orang memperoleh kebenaran pengetahuan, sebelum
ditemukannya metode ilmiah untuk metode penemuan secara
sistematik dan logis (Notoadmodjo, 2003).
b. Cara coba-salah (Trial and error)
Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan
mungkin sebelum adanya peradapan. Pada waktu itu seseorang
37
apabila menghadapi persoalan untuk masalah, upaya pemecahannya
dilakukan dengan cara coba-coba saja. Dimana metode ini telah
digunakan orang dalam waktu yang cukup lama untuk memecahkan
berbagai masalah. Bahkan sekarang ini metode coba-coba masih
sering dipergunakan terutama oleh mereka yang belum atau tidak
mengetahui cara memecahkan masalah (Notoatmodjo, 2003).
c. Kekuasaan atau otoritas
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan
dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang tanpa melakukan
penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan
ini biasanya diwariskan turun temurun dari generasi berikutnya.
Dimana pengetahuan, diperoleh berdasarkan otoritas atau kekuasaan,
baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, otoritas
ilmu pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).
d. Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman adalah guru yang baik, dimana pengalaman itu
merupakan sumber pengetahuan, atau pengetahuan itu merupakan
suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Pengalaman
pribadipun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan.
Perlu diperhatikan bahwa tidak semua pengalaman pribadi dapat
menuntun seseorang untuk menarik kesimpulan dengan benar, maka
perlu berfikir kritis dan logis (Notoatmodjo, 2003).
38
e. Melalui jalan pikir
Sejalan dengan perkembangan kebudayaaan umat manusia, cara
berfikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah
mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh
pengetahuannya. Dengan kata lain dalam memperoleh kebenaran
pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya baik
melalui induksi dan deduksi (Notoatmodjo, 2003).
f. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan
Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau metodologi
penelitian. Cara ini mula-mula mengadakan pengamatan langsung
terhadap gejala-gejala alam atau kemasyarakat kemudian hasil
pengmatannya tersebut dikumpulkan dan diklasifikasikan dan
akhirnya diambil kesimpulan umum (Notoadmodjo, 2003).
6. Tingkat Pengetahuan Tentang Gizi Ibu Hamil
Pengetahuan tentang gizi pada ibu hamil sangat diperlukan dengan
tujuan agar mendapatkan asupan makanan yang benar sesuai dengan
kebutuhan ibu dan bayi yang dikandungnya dengan menghasilkan status
gizi yang baik. Pengetahuan gizi yang baik dapat membentuk sikap positif
terhadap masalah gizi. Pada gilirannya mendorong ibu hamil untuk
menyediakan makanan sehari-hari dalam jumlah, kualitas yang mencukupi
kebutuhan gizinya. Tanpa adanya pengetahuan tentang gizi, maka ibu
hamil sulit menanamkan kebiasaan dalam mengunakan bahan makanan
yang penting bagi kesehatannya (Soekirman, 1990). Faktor yang
39
mempengaruhi pengetahuan gizi pada umumnya dipengaruhi oleh faktor
ekonomi dan kebiasaan ibu dalam mengkonsumsi makanan.
Manifestasi dari masalah gizi pada ibu hamil melibatkan nutrisi
kehamilan (maternal) yang dapat mempengaruhi berat badan bayi baru
lahir misalnya bayi yang lahir premature, yang disebabkan oleh beberapa
faktor dari sang ibu yaitu (1) faktor genetik yaitu faktor ibu yang
mempunyai penyakit, misalnya tekanan darah yang tinggi, Diabetes
Mellitus, malnutrisi, infeksi dan perokok, (2) faktor janin yaitu janin
kembar, infeksi, cacat janin dan kelainan kromosom, (3) faktor fisik yang
berubah saat hamil yaitu depresi yang berdampak pada bayi, dimana bayi
akan berkembang menjadi anak yang tidak bahagia, sulit berjalan dan
berat badan menjadi rendah (Rachman, 2003). Sayangnya hal ini masih
kurang disadari dan kurang respon oleh ibu-ibu hamil, tetapi hal ini terjadi
karena ada pengaruh faktor ekonomi yaitu keterbatasan daya beli yang
rendah, faktor budaya yaitu masih ada larangan makan makanan tertentu
yang tidak boleh dikonsumsi ibu hamil padahal baik untuk ibu hamil,
secara langsung berdampak pada status gizi ibu hamil dan berat bayi yang
dilahirkan.
Pengetahuan tentang gizi akan berdampak pada sikap terhadap
pangan yang akan terlihat dari praktek dalam penyediaan makanan yaitu
kemampuan untuk menerapkan informasi yang dimiliki dalam kehidupan
sehari-harinya. Pengetahuan tentang gizi yang baik diharapkan dapat
menerapkan, khususnya dalam pemilihan bahan makanan dan
40
pengembangan cara pemanfaatan bahan pangan dilingkungan sekitar serta
sesuai untuk mendapatkan status kesehatan yang optimal (Happer, 1996).
Kurangnya pengetahuan tentang gizi sering dijumpai sebagai faktor
yang penting dalam masalah kurang gizi. Hal ini dapat terjadi karena
masyarakat kurang mampu dalam menerapkan informasi tentang gizi
dalam kehidupan sehari-hari (Khumaidi, 1994). Semakin tinggi
pengetahuan tentang gizi ibu hamil, semakin baik dalam
memperhitungkan jumlah dan jenis makanan yang dipilih untuk
dikonsumsi. Orang dengan pengetahuan tentang gizi yang rendah akan
berperilaku memilih makanan yang hanya menarik panca indera dan tidak
mengadakan pilihan berdasarkan nilai gizi makanan tersebut. Sebaliknya
mereka yang memiliki pengetahuan tentang gizi yang baik, cenderung
lebih banyak menggunakan pertimbangan rasional dan pengetahuan
tentang nilai gizi makanan tersebut (Sediaoetama, 1997).
41
D. Kerangka Teori
(Sumber : Supariasa, Penilaian Status Gizi, 2001, Notoatmodjo, 2003)
E. Kerangka Konsep
Variabel Independent (bebas) Variabel Dependent (terikat)
42
Karakteristik Ibu1. Umur2. Pekerjaan3. Pendapatan4. Pendidikan5. Status Gizi
Faktor Langsung 1. Asupan Makanan2. Penyakit Infeksi
Faktor Tidak Langsung 1. Daya beli /
ketersediaan Pangan2. Pola Sosial Budaya
Berat Badan Bayi Baru Lahir
Karakteristik Ibu Hamil
1. Umur2. Pekerjaan3. Pendapatan4. Pendidikan5. Status Gizi Berat Badan Bayi
Baru Lahir
Tingkat Pengetahuan Tentang Gizi Ibu Hamil
Tingkat Pengetahuan Tentang Gizi Ibu Hamil
F. Hipotesa
1. Ada hubungan antara umur ibu dengan berat badan bayi baru lahir di
Desa Sowan Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara.
2. Ada hubungan antara pendidikan ibu dengan berat badan bayi baru
lahir antara pendidikan ibu hamil dengan berat badan bayi baru lahir di
Desa Sowan Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara.
3. Tidak ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan berat badan bayi baru
lahir di Desa Sowan Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara.
4. Tidak ada hubungan antara pendapatan ibu dengan berat badan bayi
baru lahir di Desa Sowan Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara
5. Ada hubungan antara status gizi dengan berat badan bayi baru lahir di
Desa Sowan Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara
6. Ada hubungan antara pengetahuan tentang gizi dengan berat badan
bayi baru lahir di Desa Sowan Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara.
43