Upload
hakhuong
View
234
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Demam Berdarah Dengue
1. Definisi
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) ialah penyakit
menular yang disebabkan oleh virus Dengue dan di tularkan
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (Hadinegoro&Satari, 2005).
Penyakit Demam Berdarah adalah infeksi akut yang disebabkan
oleh arbovirus (arthropoborn virus) dan di tularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes (Aedes Aegypti dan aedes albopictus) (Ngastiyah,
1997).
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue
Hemorrhagic Vever (DHF) ialah penyakit akut yang di sebabkan
infeksi virus yang dibawa oleh nyamuk aedes aegypti dan aedes
albopictus betina (Danendro, 2004). Yang umumnya menyerang pada
musim panas dan musim hujan. Virus itu menyebabkan gangguan
pada pembuluh darah kapiler dan pada system pembekuan darah,
sehingga mengakibatkan perdarahan.
Menurut Suriviana (2006) Nyamuk aedes ini hidup dan
berkembang biaknya pada tempat-tempat penampungan air bersih
yang tidak berhubungan langsung dengan tanah seperti : Bak
mandi/wc, minuman burung, air tempayan/gentong, kaleng dan ban
6
7
bekas, dll. Perkembangan hidup nyamuk ini dari telur hingga
dewasa memerlukan waktu sekitar 10-12 hari. Hanya nyamuk
betina yang menggigit dan menghisap darah serta memilih darah
manusia untuk mematangkan telurnya, nyamuk jantan hidup dari
sari bunga tumbuh- tumbuhan. Tempat istirahat yang di sukainya
adalah benda-benda yang tergantung yang ada didalam rumah,
seperti gordyn, kelambu, baju/ pakaian dikamar yang gelap dan
lembab.
Virus memasuki tubuh manusia lewat gigitan nyamuk yang
menembus kulit 4 hari kemudian virus akan mereplikasi dirinya
secara cepat. Apabila jumlahnya cukup, virus akan memasuki
sirkulasi darah dan saat itulah manusia yang terinfeksi akan
mengalami gejala panas.
2. Penyebab.
Virus Dengue termasuk famili flaviviride, yang berukuran kecil
sekali (34-45 nm). Virus ini dapat tetap hidup (survive) di alam
ini lewat dua mekanisme :
a. mekanisme pertama, tranmisi vertical dalam tubuh nyamuk.
Dimana virus dapat ditularkan oleh nyamuk betina pada
telurnya, yang nantinya akan menjadi nyamuk Virus juga dapat
ditularkan dari nyamuk jantan pada nyamuk betina melalui
kontak seksual.
8
b. Mekanisme kedua, tranmisi virus nyamuk kedalam tubuh
makhluk vertebrata dan sebaliknya. Yang dimaksud dengan
makhluk vertebrata disini adalah manusia dan kelompok kera
tertentu. Virus memasuki tubuh manusia lewat gigitan nyamuk
yang menembus kulit. 4 hari kemudian virus akan mereplikasi
dirinya secara cepat. Apabila jumlahnya cukup, virus akan
memasuki sirkulasi darah dan saat itulah manusia yang
terinfeksi akan mengalami gejala panas (Danendro, 2004).
3. Perantara (Aedes Aegypti).
Penyakit DBD ditularkan oleh orang yang dalam darahnya
terdapat virus Dengue. Orang ini biasa menunjukkan gejala sakit,
tetapi biasa tidak sakit, yaitu jika mempunyai kekebalan yang cukup
terhadap virus dengue. Jika orang digigit nyamuk aedes aegypti maka
virus dengue masuk bersama darah yang diisapnya. Didalam tubuh
nyamuk itu, virus Dengue akan berkembangbiak dengan cara membelah
diri dan menyebar dibagian seluruh tubuh nyamuk. Sebagian besar virus
itu baerada dalam kelenjar liur nyamuk. Dalam tempo 1 minggu
jumlahnya dapat mencapai puluhan atau bahkan ratusan ribu sehingga
siap untuk ditularkan / dipindahkan kepada orang lain. Selanjutnya pada
waktu nyamuk itu menggigit orang lain, maka setelah alat tusuk
nyamuk (proboscis) menemukan kapiler darah, sebelum darah orang
itu dihisap, terlebih dahulu di keluarkan air liur dari kelenjar air
liurnya agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama denagan liur
9
nyamuk, virus Dengue dipindahkan keorang lain. Tidak semua orang
yang digigit nyamuk aedes aegypti yang membawa virus dengue itu,
akan terserang penyakit Demam berdarah. Orang yang mempunyai
kekebalan yang cukup terhadap virus Dengue, tidak akan terserang
penyakit ini, meskipun dalam darahnya terdapat virus itu. Sebaliknya
pada orang yang tidak mempunyai kekebalan yang cukup terhadap
virus Dengue, dia akan sakit demam ringan atau bahkan sakit berat, yaitu
demam tinggi sertai perdarahan bahkan syok, tergantung dari tingkat
kekebalan tubuh yang dimilikinya.(hadinegoro&safari, 2005).
Populasi nyamuk Aedes aegypti biasanya meningkat pada
waktu musim penghujan, Karena sarang – sarang nyamuk akan terisi
oleh air hujan. Peningkatan populasi ini berarti akan meningkatnya
kemungkinan bahaya penyakit DBD di daerah endemis. Daerah
endemis adalah daerah yang rawan bersarang nyamuk karena
penyebaran nyamuk di daerah endemis kemungkinan akan semakin
meningkat (Departemen kesehatan RI, 1992).
4. Perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegyphti:
a. Morfologi dan lingkungan hidup nyamuk.
Nyamuk Aedes aegipti mempunyai badan kecil, berwarna
hitam dengan bintik–bintik putih. Hidup didalam sekitar rumah,
nyamuk ini bersarang dan bertelur di genangan air jernih, bukan
digot atau diselokan kotor. Bahkan nyamuk ini sangat menyukai
bak mandi, tempayan, vas bunga, tempat minum burung, perangkat
10
burung dan lainnya. Kebiasaan lainnya adalah suka hinggap pada
pakaian yang bergantungan dikamar dan menggigit atau
menghisap darah, nyamuk betina memerlukan istirahat 2-3 hari
untuk mematangkan telur. Nyamuk betina dapat mengeluarkan
sekitar seratus butir telur denga ukuran 0,7 mm perbutir, telur
dapat bertahan sampai 6 bulan.
Stadium telur, jentik, pupa dan nyamuk dewasa hidup di
dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik
dalam waktu 2-3 hari setelah telur itu terendam air. Stadium
jentik berlangsung 6-8 hari, stadium pupa berlangsung antara 2-4
hari. Perkembangan dari telur menjadi nyamuk dewasa memerlukan
waktu 7-10 hari. Nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan
(Departemen Kesehatan RI, 1992).
b. Tempat perkembangan nyamuk Aedes aegypti.
Tempat perkembangan nyamuk Aedes aegypti adalah
tempat penampungan air dalam atau di sekitar rumah atau tempat
– tempat umum yang biasanya tidak melebihi jarak 500 meter
dari rumah. Tempat perkembangbiakan nyamuk berupa genangan
air yang tertampung disuatu tempat atau bejana. Nyamuk ini
tidak dapat brkembangbiak digenangan air yang langsung
berhubungan dengan tanah (Departemen Kesehatan RI, 1995).
Menurut Departemen Kesehatan RI (1995), jenis tempat
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan
11
dalam beberapa tempat yaitu dalam tempat penampungan air
untuk kepentingan sehari – hari, seperti bak mandi, drum, tempayan,
ember, gentong, dan lain-lain. Kemudian tempat penampungan air
bukan untuk keperluan sehari-hari, seperti tempat air minum
burung, vas bunga, kaleng, botol, ban bekas, dan plastik bekas.
Serta tempat penampungan alamiah, seperti lubang pohon, lubang
batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pohon bambu, dan lain-lain.
5. Tanda dan gejala DBD
Penyakit ini ditunjukkan melalui munculnya secara tiba-tiba,
disertai sakit kepala berat, sakit pada sendi dan otot (myalgias dan
arthralgias) dan ruam. Ruam demam berdarah mempunyai ciri-ciri
merah terang, petekial dan biasanya muncul dulu pada bagian bawah
badan pada beberapa pasien, ia menyebar hingga menyelimuti hampir
seluruh tubuh. Selain itu, radang perut juga bisa muncul dengan
kombinasi sakit perut, rasa mual, muntah-muntah atau diare
(Ngastiyah, 1997).
Demam Berdarah pada DBD umumnya lamanya sekitar 6
atau 7 hari dengan puncak demam yang lebih kecil pada akhir masa
demam. Secara klinis, jumlah platelet akan jatuh hingga pasien
dianggap afebril. Sesudah masa tunas atau inkubasi selama 3-15 hari
(Ngastiyah, 1997). Orang yang tertular dapat mengalami atau
menderita penyakit ini dalam salah satu dari 4 (empat) bentuk yang
meliputi bentuk abortif, penderita tidak merasakan suatu gejala
12
apapun. Kedua bentuk Dengue klasik, penderita mengalami demam
tinggi selama 4-7 hari, nyeri-nyeri pada tulang, diikuti dengan
munculnya bintik-bintik atau bercak-barcak perdarahan pada kulit.
Ketiga bentuk Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) gejalanya sama
dengan Dengue klasik ditambah dengan perdarahan dari hidung
(epistaksis atau mimisan), mulut, dubur dan sebagainya. Bentuk yang
terakhir adalah Dengue syok sindrom, gejalanya sama dengan DBD
ditambah dengan syok atau persyok pada bentuk ini sering terjadi
kematian.
Karena seringnya terjadi perdarahan dan syok maka pada
penyakit ini angka kematiannya sangat tinggi, oleh karena itu setiap
penderita yantg diduga menderita penyakit DBD dalam tingkat yang
manapun harus segera dibawa ke Dokter atau rumah sakit terdekat,
mengingat sewaktu-waktu bisa mengalami syok dan kematian.
6. Penularan
Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti
atau Aedes albopictus betina yang sebelumnya telah membawa virus
dalam tubuhnya dari penderita Demam Berdarah lain. Nyamuk
Aedes aegypti berasal dari brazil dan ethiopia dan sering menggigit
manusia pada waktu pagi dan siang (Kristina, dkk).
Orang yang beresiko terkena Demam Berdarah adalah anak-
anak yang berada di bawah usia 15 tahun, dan sebagian besar
tinggal dilingkungan lembab, serta daerah pinggiran kumuh, namun
13
demikian penyakit DBD ini juga dapat menyerang orang dewasa,
dengan perbandinga 70% pada anak-anak dan 30% pada orang
dewasa. Penyakit DBD ini sering terjadi didaerah tropis, dan muncul
pada musim penghujan. Virus ini muncul kemungkinan akibat pengaruh
musim atau alam serta perilaku manusia (Kristina dkk, 2004).
7. Menurut Notoatmodjo (2003), Faktor-Faktor Pencetus Demam
Berdarah Dengue adalah sebagai berikut:
a. Kesehatan Lingkungan
kesehatan lingkungan adalah suatu kondisi atau keadaan
lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap
terwujudnya status kesehatan yang optimum pula. Usaha
kesehatan lingkungan adalah suatu usaha untuk memperbaiki atau
mengoptimumkan lingkungan hidup manusia agar merupakan
media yang baik untuk terwujudnya kesehatan yang optimum
bagi manusia yang hidup didalamnya. Masalah kesehatan adalah
suatu masalah yang kompleks, yang saling berkaitan dengan
masalah-masalah lain diluar kesehatan itu sendiri. Demikian pula
pemecahan masalah kesehatan masyarakat, tidak hanya dilihat dari
segi kesehatanya sendiri, tapi harus dilihat dari seluruh segi yang
ada pengaruhnya terhadap masalah ”Sehat-sakit” atau kesehatan
tersebut.
14
Ruang lingkup Kesehatan Lingkungan Menurut Notoatmodjo
(2003). Antara lain :
1) Perumahan.
Rumah yang sehat adalah rumah yang lantainya terbuat dari
ubin atau semen, tidak berdebu pada musim kemarau dan
tidak basah pada musim hujan, dapat membaca tanpa bantuan
cahaya lampu pada siang hari, adanya ventilasi untuk sirkulasi
udara yang masuk dan keluar, genteng tidak bocor pada saat hujan
dll.
2) Penyediaan air basah.
Syarat-syarat air minum yang sehat adalah syarat fisik :
Bening (tak berwarna), tidak berasa, suhu dibawah suhu udara
diluarnya. syarat bacteriologis : Air kebutuhan minum yang
sehat harus terbebas dari segala bakteri, terutama bacteri
patogen.
3) Pembuangan Kotoran Manusia.
Yang dimaksud kotoran manusia adalah semua benda atau
yang tidak dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus
dikeluarkan dari dalam tubuh, kotoran manusia harus memiliki
tempat tersendiri untuk mengurangi kontiminasi tinja terhadap
lingkungan dengan dibuatnya septi tank.
4) Sampah dan pengelolaanya.
Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah
15
tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang yang
sudah digunakan dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang,
sampah erat kaitanya dengan kesehatan masyarakat, karena
dari sampah-sampah tersebut akan hidup berbagai
mikroorganisme penyebab penyakit (bakteri patogen). Dan
juga binatang serangga sebagai pemindah/penyebar penyakit
(vektor). Oleh sebab itu sampah harus dikelola dengan baik
sampai sekecil mungkin tidak menggangggu atau mengancam
kesehatan masyarakat.
5) Air limbah dan pengelolaanya.
Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang
yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-
tempat umum lainnya dan pada umumnya mengandung
bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan bagi
kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup.
Biasanya DBD akan menyerang orang-orang yang
tinggal didaerah pinggiran, kumuh dan lembab serta anak-anak
yang berusia dibawah 15 tahun. Untuk mencegah serangan,
tentunya adalah dengan membasmi nyamuk Aedes yang
menjadi media virus, dengan tidak menyediakan tempat
perkembangbiakannya ditempat lembab dan berair. Oleh karena
itu masyarakat harus berupaya menjaga kesehatan lingkungan
baik dari dalam diri maupun lingkungan sekitar.
16
B. Pendidikan Kesehatan
1. Pengertian pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan segala upaya yang direncanakan untuk
mempengaruhi orang lain baik individu , kelompok atau masyarakat
sehingga mereka melekukan apa yang diharapkan oleh pelaku
pendidikan.(Notoatmojdo, 2003).
Pendidikan kesehatan adalah suatu proses perubahan pada diri
seseorang yang dihubungkan dengan pencapaian tujuan kesehatan
individu, dan masyarakat. Pendidikan kesehatan tidak dapat diberikan
kepada seseorang oleh orang lain, bukan seperangkat prosedur yang
harus dilaksanakan atau suatu produk yang harus dicapai, tetapi
sesungguhnya merupakan suatu proses perkembangan yang berubah
secara dinamis, yang didalamnya seseorang menerima atau menolak
informasi, sikap, maupun praktek baru, yang berhubungan dengan
tujuan hidup sehat (Suliha, 2002).
2. Tujuan pendidikan Kesehatan
Secara umum, tujuan dari pendidikan kesehatan ialah
mengubah prilaku individu/masyrakat dibidang kesehatan (WHO,
1954) yang dikutip Notoatmodjo (1997) Tujuan ini dapat diperinci
lebih lanjut menjadi :
a. Menjadikan kesehatan sebagai suatu yang bernilai dimasyarakat
b. Menolong individu agar mampu secara mandiri atau berkelompok
mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat.
17
c. Mendorong perkembangan dan penggunaan secara tepat sarana
pelayanan kesehatan yang ada.
Secara operasional, tujuan kesehatan diperinci oleh Wong
(1974) yang dikutip tafal (1984) sebagai berikut :
1) Agar penderita memiliki tanggung jawab yang lebih besar pada
kesehatannya, keselamatan lingkungan, dan masyarakat
2) Agar melakukan langkah-langkah positip dalam mencegah
terjadinya sakit, mencegah berkembangnya sakit menjadi lebih
parah dan mencegah keadaan ketergantungan melalui rehabilitasi
cacat yang disebabkan oleh penyakit
3) Agar memiliki pengertian yang lebih baik tentang eksistensinya
dan perubahan-perubahan sistem dan cara memanfaatkannya dengan
efisien dan efektif
4) Agar mempelajari apa yang dapat dilakukan sendiri dan
bagaimana caranya, tanpa selalu meminta pertolongan kepada
sistem pelayanan kesehatan yang formal (Suliha, 2002).
3. Proses pendidikan kesehatan
Didalam kegiatan belajar terdapat tiga persoalan pokok, yaitu
persoalan masukan (input), proses, dan persoalan keluaran (output).
Persoalan masukan berupa sasaran belajar (sasaran didik) yaitu
individu, Kelompok atau masyrakat yang sedang belajar itu sendiri
dengan berbagai latar belakang, persoalan proses berupa mekanisme
dan interaksi yang terjadinya perubahan perilaku atau kemampuan
18
pada diri subyek belajar dan dalam proses terjadi pengaruh timbal
balik antar berbagai faktor antara lain subyek belajar, pengajar
(pendidik atau fasilitator) metode, dan tehnik belajar, alat bantu dan
materi atau bahan yang dipelajari. Sedangkan keluaran berupa hasil
belajar itu sendiri, yaitu berupa kemampuan atau perubahan perilaku
dari subyek belajar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar dikelompokan
menjadi 4 kelompok besar yaitu faktor materi (bahan belajar),
lingkungan, instrumental dan subyek belajar
4. Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap upaya pencegahan DBD
Salah satu kelompok terbesar yang membutuhkan pendidkan
kesehatan dewasa ini adalah mereka yang pernah menderita DBD
dan yang belum pernah menderita DBD. Banyak ahli kesehatan
berkeyakinan bahwa orang-orang yang menderita penyakit tersebut
berhak atas informasi pelayanan kesehatan untuk memampukan
mereka berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab terhadap
perawatan mereka sendiri. Pendidikan kesehatan dapat membantu
individu-individu tersebut untuk beradaptasi dengan lingkungan,
mencegah DBD dan menjalankan program yang sudah diberikan dan
belajar untuk memecahkan masalah ketika menghadapi situasi baru.
Disamping itu dari manfaat pendidikan kesehatan dipandang sebagai
strategi untuk penurunan biaya melalui pencegahan penyakit DBD
dan menghindari pengobatan medis yang mahal dan dengan
19
menurunkan kasus terjadinya wabah DBD mulai dari kesehatan diri
sendiri dan kesehatan linkungan masyarakat untuk meningkatkan
kepuasan masyarakat (Brunner & Sundarth, 2002)
Pendidikan kesehatan terutama untuk masyarakat endemis
DBD harus direncanakan dan diimplementasikan pada waktu yang
tepat, serta mempertimbangkan masyarakat sebagai seorang individu,
dengan mempertimbangkan keunikan ansietas, kebutuhan dan harapan-
harapannya. Apabila pendidikan kesehatan dilakukan dengan tanpa
adanya observasi dan dari peneliti, masyarakat mungkin tidak ingat
dengan apa yang telah diberikan dan jika diberikan dengan tanpa
adanya tindakan lanjut dari peneliti mungkin masyarakat akan banyak
yang tidak melakukan tindakan dari apa yang sudah diberikan oleh
peneliti. Idealnya pendidikan kesehatan dibagi dalam berbagai periode
waktu untuk memungkinkan masyarakat mengasimilasi infomasi dan
mengajukan pertanyaan ketika timbul pertanyaan. Seringkali, pendidikan
kesehatan ini bersamaan dengan bebagai persiapan prosedur untuk
memudahkan aliran informasi. Syarat-syarat pendidikan kesehatan
harus melebihi deskripsi tentang berbagai langkah-langkah prosedur
dan harus mencakup penjelasan tentang kebutuhan masyarakat.
C. Upaya pencegahan DBD
1. Pencegahan DBD
Iqbal Wahit (2006) , pencegahan berarti menghindari suatu
kejadian sebelum terjadi. Upaya pencegahan DBD yang paling tepat
20
dengan 3M+, upaya pencegahan ini merupakan upaya pencegahan
prevensi primer yaitu usaha sungguh-sungguh untuk menghindari suatu
penyakit atau tindakan kondisi kesehatan yang merugikan melalui kegiatan
promosi kesehatan dan tindakan perlindungan penelitian tentang pengaruh
merupakan dasar dari upaya pencegahan primer. Upaya pencegahan 3M+
itu sendiri yaitu:
a. Menguras tempat penampungan air secara teratur sekurang-
kurangnya seminggu sekali atau menaburkan bubuk abate
kedalamnya.
b. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, setelah mengambil
airnya, agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang biak.
c. Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat
menampung air hujan; seperti kaleng bekas, plastik, bambu-bambu
yang terbuka, drum-drum bekas, dll.
Apabila tempat tandon air/ penampung air tidak dikuras, maka bisa
ditaburi abate dengan dosisi 1 gram untuk 10 liter air dan diulangi 2-3
bulan sekali (1 sendok makan kira – kira sama dengan 10 gram). Selain
dengan cara tersebut diatas diharapkan masyarakat juga memberi cahaya
yang cukup pada rumah supaya rumah tidak gelap agar nyamuk tidak
tinggal, membuang/membakar langsung sampah yang sudah tidak
terpakai, tidak menggelantungkan pakaian di sembarang tempat yang
akan dihinggapi oleh nyamuk, kalau perlu anak-anak atau orang tua
memakai lotion anti nyamuk dan juga pemakaian kelambu.
21
2. Partisipasi masyarakat dalam pemberantasan DBD
Untuk mencegah nyamuk Aedes aegypti , peranan masyarakat
sangat diperlukan dalam pelaksanaan pembersihan sarang nyamuk.
Untuk itu diperlukan usaha pendidikan kesehatan dan motivasi
kepada masyrakat secara terus menerus dalam jangka waktu yang
semaksimal mungkin, karena keberadaan jentik nyamuk tersebut
berkaitan erat dengan prilaku mayarakat.
Partisipasi masyarakat dapat dilakukan dengan melaksanakan
gerakan kebersihan dan kesehatan lingkungan secara serentak dan
gotong royong . semakin besar komitmen pemerintah dan partisipasi
masyarakat, maka semakin besar pula kebersihan program pencegahan
DBD (Departemen kesehatan, 1992).
Gerakan kebersihan dan kesehatan lingkungan tersebut
meliputi kebersihan rumah dan lingkungannya agar tidak terdapat
sampah yang akan menjadi sarang tikus, kecoa, cacaing, lalat dan
nyamuk penular penyakit, perbaikan dan pemeliharaan saluran air
limbah, sehingga tidak terjadi genangan dihalaman rumah dan
sekitarnya, kemudian pembuatan, perbaikan, penggunaan dan
pemeliharaan jamban keluarga, penempatan kandang diluar rumah dan
pemeliharaan kebersihannya serta pembuatan dan pemeliharaan sarana
persediaan air bersih.
22
D. Perilaku
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk
hidup) yang bersangkutan oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis
semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai
dengan manusia itu berprilaku, karena mempunyai aktifitas masing-masing.
Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakekatnya adalah
kegiatan atau aktifitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan
yang sangat luas antara lain berjalan ,berbicara menangis dan sebagainya.
Kadang-kadang kegiatan manusia itu tidak teramati dari luar manusia itu
sendiri, misalnya berfikir persepsi , emosi dan lain sebagainya. Dari urian
ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah
semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik dapat diamati langsung
maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 1993).
Menurut Notoatmodjo secara operasional , perilaku dapat diartikan
suatu respons organisme terhadap lingkungannya. Perilaku adalah tindakan
suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari (Sunaryo,
2004)
Ahli psikologi (skiner, 1938) merumuskan bahwa perilaku merupakan
respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).
Maka teori skiner ini disebut teori S-O-R atau stimulus→
Organisme→Respon .
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku
dapat dibedakan menjadi dua, yakni:
23
1. Perilaku tertutup
Adalah respons seseorang terhadap stimuli dalam bentuk
terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimuli
ini masih terbatas pada perhatian persepsi, pengetahuan/kesadaran dan
belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Oleh sebab itu
disebut ”covert behavior” atau ”unobsevable behavior”.
2. Perilaku terbuka.
Adalah respon seseorang terhadap stimuli dalam bentuk
tindakan nyata atau terbuka. Respon seseorang terhadap stimuli
tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (praktice),
yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat orang lain. Oleh
sebab itu disebut ”Overt behavior”, tindakan nyata atau praktek
(praktice) (Notoatmodjo, 1993).
Perilaku seseorang atau subyek dipengaruhi atau ditentukan
oleh faktor-faktor baik dari dalam maupun luar subyek. Dalam perilaku
kesehatan menurut Notoatmodjo (2003) yang mengutip dari Lawrence
Green ada 3 teori sebagai penyebab masalah kesehatan yaitu :
1. Fakctor Predisposisi (predisposing factor)
Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat
terhadap kesehatan, pendidikan, lingkungan dan umur masyarakat
terhadap hal – hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai
yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi.
Faktor – faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya
24
perilaku, maka sering disebut faktor pemudah.
2. Faktor Pemungkin (Enabling factor)
Faktor ini mencakup ketersediaan sarana prasarana atau
fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya : air bersih, tempat
pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja. Termasuk fasilitas
pelayanan kesehatan seperti : Puskesmas, Rumah Sakit, Poliklinik,
Posyandu, Polides, Pos Obat Desa, Dokter atau Bidan praktik swasta.
Faktor ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan
terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor – faktor ini disebut faktor
pendukung atau faktor pemungkin.
3. Faktor penguat (Reinforcing factor)
Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh
masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas kesehatan.
Termasuk juga undang – undang, peraturan – peraturan baik pusat
maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk
berperilaku sehat masyarakat kadang – kadang bukan hanya
memerlukan pengetahuan dan sikap positif dan dengan dorongan
fasilitas saja, melainkan tokoh agama, para petugas, lebih – lebih para
petugas kesehatan. Di samping itu undang – undang juga memperkuat
perilaku masyarakat (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Notoatmodjo (2002), domain perilaku dibagi
menjadi dua yaitu:
1. Determinan faktor internal, yakni karakteristik orang yang
25
bersangkutan, yang bersifat ”given” atau bawaan, misalnya tingkat
kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.
2. Determinan faktor eksternal, yakni lingkungan baik fisik, sosial,
budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor lingkungan ini
sering merupakan faktor dominan dalam mewarnai perilaku
seseorang.
Menurut Benyamin Bloom (1908) seorang psikolog
pendidikan membagi perilaku manusia kedalam tiga dominan
yakni:
1. Pengetahuan adalah hasil dari penginderaan manusia terhadap
obyek diluarnya melalui indera-indera yang dimilikinya
(pendengaran, penglihatan, penciuman dan sebagainya)
2. Sikap adalah merupakan reaksi atau respon emosional
(emosional feelings) seseorang terhadap stimulus atau obyek
diluarnya atau penilaian dapat dilanjutkan dengan kecenderungan
untuk melakukan atau tidak melakukan terhadap obyek.
3. Tindakan atau praktek adalah respons atau reaksi konkrit
seseorang terhadap stimulus atau objek. Respon ini sudah
dalam bentuk tindakan (action) yang melibatkan aspek
psikomotor, atau seseorang yang telah mempraktekan (praktice)
apa yang telah diketahui atau disikapi (Notoatmodjo, 1993).
Menurut Solita (1993), perilaku adalah segala bentuk
pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungan, khususnya
26
yang menyangkut pengetahuan dan sikap (S.Sarwono,1993).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku berawal
dari adanya pengalaman seseorang serta faktor – faktor dari luar
(lingkungan), baik fisik maupun non fisik, kemudian pengalaman dan
lingkungan tersebut diketahui, dipersepsikan, diyakini, sehingga
menimbulkan suatu motivasi, niat untuk bertindak yang akhirnya
terjadilah perwujudan niat yang berupa perilaku.
27
E. Kerangka Teori
Skema 1 : Upaya perilaku melakukan pecegahan DBD,
Sumber: Notoatmodjo(2003), Lawrence Green(1989).
Faktor pemudah(predisposingfaktor):- Pendidikan- Pengetahuan- Lingkungan- Ekonomi- Sikap
Faktor pemungkin(enabling factor):- fasilitas
pelayanankesehatan
- lingkungan fisik
Faktor pendorong- perilaku petugas
kesehatan dantokoh masyarakat
- Sikap danperilaku tokohmasyarakat
Perilaku melakukanupaya pencegahan
DBD
Melaksanakan upayapencegahan DBD
Tidak melaksanakan upayapencegaha DBD
28
F. Kerangka Konsep
Variabel Independent Variabel Dependent
Skema 2 : Kerangka Konsep pengaruh pendidikan kesehatan terhadap upaya
prilaku pencegahan DBD, Sumber:Notoatmodjo,S(2003)
G. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini dikemukakan dua variabel yaitu :
1. Variabel bebas (independent) : Variabel yang menjadi sebab timbulnya
atau berubahnya variabel dependent (terikat) jadi variabel independent
adalah variabel yang mempengaruhi. Dalam penelitian ini yang termasuk
variabel independent adalah pendidikan kesehatan
2. Variabel terikat (dependent) : Variabel terikat merupakan variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.
Dalam penelitian ini yang termasuk variabel terikat adalah upaya
masyarakat terhadap pencegahan penyakit DBD.
H. Hipotesis Penelitian
Sebagai pedoman penelitian dan berdasar pada kerangka konsep yang
ada, maka hipotesis penelitiannya adalah : Ada pengaruh antara pemberian
pendidikan kesehatan tentang penyakit DBD terhadap upaya pencegahan
DBD pada Ibu Pengajian di Desa Mangunrekso Kecamatan Tambakromo,
Kabupaten Pati.
Pendidikankesehatan
Upaya prilakupencegahan DBD