30
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengertian Persediaan SAK EMKM mendefinisikan persediaan adalah aset: a. Untuk dijual dalam kegiatan normal. b. Dalam proses produksi untuk kemudian dijual. c. Dalam bentuk bahan atau perlengkapam untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa. (IAI,2016:21) Secara garis besar persediaan adalah barang yang dimiliki oleh perusahaan. Sedangkan menurut para ahli adalah sebagai berikut: 1) Persediaan adalah sejumlah barang jadi, bahan baku, dan barang dalam proses yang dimiliki perusahaan dengan tujuan atau diproses lebih lanjut. (Rudianto, 2012:222) 2) Secara istilah persediaan barang dipakai untuk menunjukkan barang- barang yang dimiliki untuk dijual kembali atau digunakan untuk memproduksi barang-barang yang akan dijual. Dalam perusahaan dagang, barang-barang yang dibeli dengan tujuan akan dijual kembali diberi judul persediaan barang. (Zaki Baridwan,2015:149) 3) Persediaan barang dagangan adalah barang-barang yang dimiliki perusahaan siap untuk dijual kembali. (Soemarso,2009:384) 4) Persediaan barang baik dalam usaha dagang maupun dalam perusahaan manufaktur merupakan jumlah yang akan mempengaruhi necara maupun laba/rugi, oleh karena itu persediaan barang yang dimiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pengertian Persediaan

SAK EMKM mendefinisikan persediaan adalah aset:

a. Untuk dijual dalam kegiatan normal.

b. Dalam proses produksi untuk kemudian dijual.

c. Dalam bentuk bahan atau perlengkapam untuk digunakan dalam

proses produksi atau pemberian jasa. (IAI,2016:21)

Secara garis besar persediaan adalah barang yang dimiliki oleh

perusahaan. Sedangkan menurut para ahli adalah sebagai berikut:

1) Persediaan adalah sejumlah barang jadi, bahan baku, dan barang dalam

proses yang dimiliki perusahaan dengan tujuan atau diproses lebih

lanjut. (Rudianto, 2012:222)

2) Secara istilah persediaan barang dipakai untuk menunjukkan barang-

barang yang dimiliki untuk dijual kembali atau digunakan untuk

memproduksi barang-barang yang akan dijual. Dalam perusahaan

dagang, barang-barang yang dibeli dengan tujuan akan dijual kembali

diberi judul persediaan barang. (Zaki Baridwan,2015:149)

3) Persediaan barang dagangan adalah barang-barang yang dimiliki

perusahaan siap untuk dijual kembali. (Soemarso,2009:384)

4) Persediaan barang baik dalam usaha dagang maupun dalam perusahaan

manufaktur merupakan jumlah yang akan mempengaruhi necara

maupun laba/rugi, oleh karena itu persediaan barang yang dimiliki

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

7

selama satu periode harus dapat dipisahkan mana yang sudah dapat

dibebankan sebagai biaya (harga pokok penjualan) yang akan

dilaporkan dalam laporan laba/rugi dan mana yang masih belum terjual

yang akan menjadi persediaan dalam neraca. (Zaki

Baridwan,2015:150)

2. Arti Penting Persediaan

Persediaan berpengaruh terhadap neraca maupun laporan laba/rugi.

Dalam neraca sebuah perusahaan dagang atau perusahaan manufaktur

persediaan seringkali merupakan bagian yang sangat besar dari

keseluruhan aktiva lancar yang dimiliki perusahaan. Meskipun demikian,

jumlah dan persentasenya berbeda-beda antara perusahaan yang satu

dengan lainnya. Pada perusahaan tertentu kadang-kadang persediaan

menggambarkan 70% dari keseluruhan aktiva lancar. Angka persentase

ini merupakan bukti betapa pentingnya kegiatan pembelian dan penjualan

persediaan dalam operasi perusahaan. Dalam laporan laba rugi persediaan

memegang peran sangat vital dalam penentuan hasil operasi perusahaan

untuk suatu periode. Angka laba kotor misalnya (penjualan dikurangi

harga pokok penjualan) adalah sesuatu yang diamati terus-menerus oleh

manajemen, pemilik, dan pihak-phak yang berkepentingan. (Al. Haryono

Jusup, 2010:99-100)

Dalam laporan keuangan, persediaan barang dagang disajikan baik

di neraca maupun laporan laba rugi. Persediaan barang dagang yang

tercantum di neraca mencerminkan nilai barang dagang yang ada pada

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

8

tanggal neraca, yang biasanya merupakan akhir dari suatu periode

akuntansi. Pada laporan laba/rugi, persediaan barang dagang muncul

dalam harga pokok penjualan. Harga pokok penjualan dihitung sebagai

persediaan barang dagang awal periode ditambah pembelian bersih

selama periode dikurangi persediaan barang dagang akhir periode. Ada

saling hubungan antara persediaan barang dagang di neraca dan laporan

laba/rugi. Bahkan, ada saling hubungan antara persediaan barang dagang

pada tahun berjalan dengan tahun sebelumnya dan tahun yang akan

datang. Dari adanya hubungan ini terlihat betapa pentingnya persediaan

dalam menentukan laba/rugi dalam posisi keuangan perusahaan, tidak saja

terhadap tahun berjalan, tetapi juga terhadap tahun sebelumnya dan tahun

yang akan datang. Kesalahan dalam menentukan nilai persediaan barang

dagang akan mempengaruhi tidak saja laporan laba/rugi dan neraca tahun

berjalan tetapi juga neraca dan laporan laba rugi tahun yang akan datang.

(Soemarso,2009:384)

3. Klasifikasi Persediaan

Dalam menentukan klasifikasi persediaan itu sangat penting untuk

jenis perusahaan. Apabila perusahaan itu adalah perusahaan dagang maka

hanya ada satu klasifikasi persediaan yaitu persediaan barang dagangan.

Sedangkan apabila jenis perusahaan itu adalah perusahaan industri, maka

klasifikasi persediaan dibagi atas:

a. Persediaan bahan baku adalah barang-barang yang akan menjadi

bagian dari prduk jadi yang dengan mudah dapat diikuti biayanya.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

9

b. Persediaan bahan penolong adalah barang-barang yang juga menjadi

bagian dari produk jadi tetapi jumlahnya relatif kecil atau sulit diikuti

biayanya.

c. Persediaan supplies pabrik adalah barang-barang yang mempunyai

fungsi melancarkan proses produksi. Misalnya oli mesin dan bahan

pembersih mesin.

d. Persediaan barang dalam proses adalah barang-barang yang sedang

dijalankan (diproses) tetapi pada tanggal neraca barang-barang tadi

belum selesai dikerjakan untuk dapat dijual masih diperlukan

pengerjaan lebih lanjut.

e. Persediaan produk selesai adalah barang-barang yang sudah selesai

dikerjakan dalam proses produksi dan menunggu saat penjualnya.

(Zaki Baridwan,2015:150)

4. Kepemilikan persediaan

Menurut Zaki Baridwan, barang-barang yang akan dicatat sebagai

persediaan pihak yang dimiliki barang-barang tersebut, sehingga

perubahan catatan persediaan akan didasarkan pada perpindahan hak

pemilikan barang. Ada beberapa cara dalam menentukan hak pemilikan

atas barang, yaitu:

a. Barang-barang dalam perjalanan (Goods in Transit)

Barang-barang yang pada tanggal neraca masih dalam

perjalanan menimbulkan masalah apakah masih menjadi milik penjual

atau sudah berpindah haknya pada pembeli. Untuk mengetahui barang-

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

10

barang itu milik siapa harus diketahui syarat pengiriman barang-barang

tersebut. Ada 2 (dua) syarat pengiriman, yaitu:

1) F.0.B Shipping Point

Barang-barang yang dikirim dengan syarat apabila hak atas

barang yang dikirim berpindah pada pembeli ketika barang-barang

tersebut diserahkan pada pihak pengangkut. Pada saat tersebut

penjual mencatat penjualan dan mengurangi persediaan barangnya,

sedangkan pembeli mencatat pembelian dan menambah persediaan

barangnya.

2) F.O.B Destination

Barang-barang yang dikirim dengan syarat atas hak atas

barang baru berpindah pada pembeli jika barang-barang yang

dikirim sudah diterima oleh pembeli. Jadi perpindahan hak atas

barang terjadi pada tanggal penerimaan barang oleh pembeli. Pada

saat tersebut penjual mengurangi persediaan barangnya dan

mencatat penjualan, sedangkan pembeli mencatat pembelian dan

menambah persediaan barangnya.

b. Barang-barang yang dipisahkan (Segregated Goods)

Barang-barang yang akan dijual dalam jumlah besar

pengirimannya tidak dapat dilakukan sekaligus. Barang-barang yang

dipisahkan tersendiri dengan maksud untuk memenuhi kontrak-kontrak

atau pesanan-pesanan walaupun belum dikirim, haknya sudah

berpindah pada pembeli. Oleh karena itu, pada tanggal penyusunan

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

11

laporan keuangan jka ada barang-barang yang dipisahkan harus

dikeluarkan dari jumlah persediaan penjual dan dicatat sebagai

penjualan. Begitu pula pembeli dapat mencatat pembelian dan

menambah persediaan barangnya.

c. Barang-barang Konsiyasi (Consigment Goods)

Dalam penjualan titipan, barang-barang yang dititipkan untuk

dijualkan (dikonsiyasi) haknya masih tetap pada yang menitipkan

sampai saat barang-barang tersebut dijual. Sebelum barang-barang

tersebut dijual masih tetap menjadi persediaan pihak yang menitipkan

(songsinor). Pihak yang menerima titipan (congsinee) tidak

mempunyai hak atas barang-barang tersebut sehingga tidak mencatat

barang-barang tersebut sebagai persediaan. Apabila barang-barang

tersebut sudah dijual, maka yang menerima titipan membuat laporan

pada yang menitipkan. Pada waktu menerima laporan pihak yang

menitipkan (consignor) mencatat penjualan dan mengurangi

persediaan barang. (Zaki Baridwan,2015:152 -154)

5. Metode Pencatatan Persediaan Barang Dagangan

Menurut Zaki Baridwan, pencatatan persediaan dalam perusahaan

yang jumlahnya cukup besar dapat ditentukan dengan 2 (dua) metode

yaitu metode fisik dan metode perpetual.

a. Metode fisik

Menurut metode ini perhitungan persediaan (stok opname) ini

diperlukan untuk mengetahui berapa jumlah barang yang masih ada

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

12

dan kemudian diperhitungkan harga pokoknya. Pencatatan hanya

dilakukan pada akhir periode akuntansi dengan cara menghitung,

mengukur, dan menimbang secara fisik barang-barang yang ada di

gudang. Dalam metode ini semua pembelian dan penjualan barang

yang tidak dibukukan dalam perkiraan persediaan, sehingga dalam

buku besar tidak terlihat jumlah persediaan. Oleh karena itu, dengan

menggunakan metode fisik, harga harga pokok penjualan juga tidak

dapat diketahui sewaktu-waktu. Harga pokok penjualan baru dapat

dihitung apabila persedian akhir sudah dhitung.

Perhitungan harga pokok penjualan dilakukan dengan cara sebagai

berikut:

Persediaan awal Rp xxx

Pembelian Netto Rp xxx (+)

Tersedia untuk dijual Rp xxx

Persediaan barang akhir Rp xxx (-)

Harga Pokok Penjualan Rp xxx

Selama periode berjalan pencatatan mutasi persediaan yaitu:

1) Jurnal untuk mencatat pembelian

Pembelian Rp xxx

Hutang dagang / kas Rp xxx

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

13

2) Jurnal untuk mencatat penjualan

Penjualan Rp xxx

Hutang dagang / kas Rp xxx

b. Metode Buku (Perpetual)

Dengan metode ini semua pemasukan dalam pembelian dan

semua pengeluaran atau penjualan barang yang dibukukan ke dalam

perkiraan persediaan dari barang yang bersangkutan. Oleh sebab itu

dengan hanya melihat catatan dalam perkiraan perusahaan sudah dapat

diketahui setiap saat berapa sisa persediaan yang masih ada di gudang.

Dengan metode perpetual setiap jenis persediaan dibuatkan

rekening sendiri-sendiri yang merupakan buku pembantu persediaan.

Rincian dalam buku pembantu bisa diawasi dari rekening kontrol

persediaan barang dalam buku besar. Rekening yang digunakan untuk

mencatat persediaan ini terdiri dari beberapa kolom yang dapat dipakai

untuk mencatat pembelian, penjualan, dan saldo persediaan. Dalam

menggunakan metode perpetual penyusunan laporan keuangan dapat

dilakukan setahun sekali untuk memastikan apakah jumlah persediaan

barang dalam gudang sesuai dengan jumlah rekening persediaan.

Dibandingkan dengan metode fisik maka metode perpetual

merupakan cara yang lebih baik untuk mencatat persediaan yang dapat

membantu memudahkan penyusunan neraca dan laporan laba/rugi juga

dapat digunakan untuk mengawasi barang-barang dalam gudang.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

14

Pencatatan dalam mutasi persediaan selama periode berjalan

adalah sebagai berikut:

1) Jurnal untuk mencatat pembelian

Persediaan Rp xxx

Hutang dagang / kas Rp xxx

2) Jurnal untuk mencatat penjualan

Piutang dagang / kas Rp xxx

Persediaan Rp xxx

Harga pokok penjualan Rp xxx

Persediaan Rp xxx

Sumber: (Zaki Baridwan,2015:150-152)

6. Metode Penilaian Persediaan

Penilaian persediaan barang dagangan adalah menentukan nilai

persediaan yang di cantumkan didalam neraca. Persediaan akhir bisa

dihitung harga pokok dengan menggunakan beberapa cara penentuan

harga pokok persediaan akhir, tetapi nilai ini tidak selalu nampak dalam

neraca. Jumlah yang dicantumkan dalam neraca tergantung pada metode

penilaian yang digunakan. Ada 3 metode penilaian persediaan yaitu

sebagai berikut:

a. Metode harga pokok

Dalam metode ini harga pokok persediaan akhir akan

dicantumkan dalam neraca. Di dalam laporan keuangan neraca tidak

ada perbedaan antara harga pokok persediaan dan nilai persediaan.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

15

Harga pokok persediaan barang dapat ditentukan dengan cara MPKP

(LIFO), rata-rata tertimbang, MTKP (LIFO) atau lain dan hasilnya

dicantumkan dalam neraca tanpa perubahan.

b. Metode harga pokok atau harga pasar yang paling rendah

Sesuai prinsip akuntansi yang ada maka persediaan barang

yang akan dicantumkan dalam neraca dengan nilai sebesar harga

pokoknya. Tetapi dalam keadaan-keadaan tertentu penyimpangan dari

prinsip harga pokok dapat dibenarkan karena apabila pada akhir

periode terjadi perubahan harga persediaan barang dimana nilai

pengganti atau biaya produksi persediaan bisa lebih rendah dari harga

pokok barang-barang tersebut, maka dapat digunakan metode harga

pokok atau harga pasar.

Dalam rangka penerapan standar biaya atau nilai realisasi

bersih yang lebih rendah berikut ini ketentuannya:

1) Taksiran harga jual dalam kegiatan usaha sehari-hari dikurangi

biaya-biaya yang dapat diperkirakan terlebih dahulu untuk

penyelesainnya atau penjualannya.

2) Tidak boleh lebih rendah dari nilai realisasi bersih sesudah

dikurangi dengan laba normal. (Zaki Baridwan, 2015:182)

c. Metode harga jual

Penyimpangan dari harga pokok atau cost dan penilaian

persediaan dengan harga jual bersihnya dapat diterima dengan syarat:

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

16

1) Ada kepastian bahwa barang-barang itu akan dapat segera dijual

dengan harga yang telah ditetapkan.

2) Merupakan produk standar yang pasarnya mampu menampung

serta sulit ditentukan dengan harga pokok. (Zaki

Baridwan,2015:192)

7. Sistem Pencatatan Transaksi Barang Dagang

Secara garis besar ada 2 (dua) sistem pencatatan di dalam transaksi

barang dagang yaitu:

a. Sistem Perpetual ( sistem kontiyu)

b. Sistem Periodik

Pencatatan transaksi menggunakan kedua sistem di jelaskan pada

tabel 1 di bawah ini:

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

17

Tabel 1

Pencatatan Transaksi Menggunakan

Sistem Periodik dan Sistem Perpetual

No Transaksi Sistem Periodik Sistem Perpetual

1

Transaksi

Pembelian

Tunai

Pembelian xxx Persediaan barang dagang xxx

Kas xxx Kas xxx

(Periodik : Pembeliaan BD - HP, Tunai) (Perpetual: Pembeliaan BD - HP,Tunai)

2

Transaksi

Penjualan

Kredit

Pembelian xxx Persediaan barang dagang xxx

Utang Dagang xxx Utang Dagang xxx

(Periodik : Pembeliaan BD - HP, Kredit) (Perpetual: Pembeliaan BD - HP, Kredit)

3

Transaksi

pengurangan

Pembelian dari

Transaksi

Utang Dagang xxx Utang Dagang xxx

Pengurangan Pembelian xxx Persediaan barang dagang xxx

(Periodik: Pengakuan pengurangan ) (Perpetual: Pengakuan pengurangan

harta pembelian dari transaksi kredit harta pembelian dari transaksi kredit)

4 Transaksi Retur

Pembelian

Kas xxx

Kas xxx

Retur Pembelian xxx Persediaan barang dagang xxx

(Periodik : Retur Pembelian, Tunai) (Perpetual : Retur Pembelian, Tunai)

5 Transaksi

Pelunasan

Utang Dagang xxx Utang Dagang xxx

Kas xxx Kas xxx

(Periodik : Pelunasan utang setalah (Perpetual : Pelunasan utang setelah

tenggang waktu potongan pembelian) tenggang waktu potongan pembelian terlewat)

6 Transaksi

Penjualan Tunai

Kas xxx Kas xxx

Penjualan xxx Penjualan xxx

Kos Barang Terjual xxx

Persediaan barang dagang xxx

(Periodik : Penjualan BD, Tunai) (Perpetual : Penjualan BD, Tunai)

7

Transaksi

Penjualan

Kredit

Piutang Dagang xxx Piutang Dagang xxx

Penjualan xxx Penjualan xxx

Kos Barang Terjual xxx

Persediaan barang dagang xxx

(Periodik : Penjualan BD, Kredit) (Perpetual : Penjualan BD, Kredit)

8

Transaksi

Pembayaran

Ongkos kirim

barang

Penjualan FOB

Shipping Point

Beban Pengiriman Penjualan xxx Beban Pengiriman Penjualan xxx

Kas xxx Kas xxx

(Periodik : Pembayaran ongkos pengiriman

penjualan FOB Shipping Point)

(Perpetual : Pembayaran ongkos

pengiriman penjulan FOB Shipping Point)

9 Transaksi

Penjualan Tunai

Kas xxx

Penjualan xxx

Kas xxx

Penjualan xxx

Kos Barang Terjual xxx

Persediaan barang dagang xxx

(Periodik : Penjualan BD, Tunai) (Perpetual : Penjualan BD, Tunai)

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

18

8. Pengertian Harga Pokok Persediaan

Dasar utama yang digunakan dalam akuntansi persediaan adalah

harga pokok atau cost yang dirumuskan sebagai harga yang dibayar atau

yang dipertimbangkan untuk memperoleh suatu aktiva. Dalam

hubungannya dengan persediaan, harga pokok adalah jumlah semua

pengeluaran-pengeluaran langsung atau tidak langsung yang berhubungan

dengan perolehan, penyiapan dan penempatan persediaan tersebut akan

dapat dijual. Perumusan harga pokok seperti diatas sulit dijalankan dalam

praktek sehingga biasanya terjadi penyimpangan-penyimpangan dimana

harga pokok terdiri dari harga faktur ditambah biaya angkut, sedangkan

biaya-biaya yang lain diperlakukan sebagai biaya waktu atau periode cost

yang dibebankan pada periode yang bersangkutan. (Zaki Baridwan,

2015:156)

10

Transaksi

Pelunasan

Piutang

Kas xxx Kas xxx

Potongan Penjualan xxx Potongan Penjualan xxx

Piutang Dagang xxx Piutang Dagang xxx

(Periodik : Pelunasan piutang di periode (Perpetual : Pelunasan piutang di periode

potongan penjualan) potongan penjualan)

11 Transaksi retur

Penjualan

Retur Penjualan xxx Retur penjualan xxx

Utang Dagang xxx Utang dagang xxx

Persediaan barang dagang xxx

Kos Barang Terjual xxx

(Periodik : Retur Penjualan HP, pengambilan

kas diakui sebagai utang)

(Perpetual : Retur Penjualan HP,

pengambilan kas diakui sebagai utang)

12

Transaksi

Pengurangan

Harga

Penjualan Tunai

Pengurangan Penjualan xxx Pengurangan penjualan xxx

Kas xxx Kas xxx

(Periodik : Pengurangan harga penjualan,

Tunai)

(Perpetual : Pengurangan harga

penjualan, Tunai)

Sumber: Sony Warsono,2013:194-218

Lanjutan

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

19

Harga pokok persediaan adalah harga untuk memperoleh harga

untuk memperoleh persediaan tersebut. Di samping harga beli, termasuk

dalam harga pokok persediaan adalah semua biaya yang terjadi sampai

dengan persediaan siap dijual. Misalnya, biaya pengangkutan, bea masuk

dan asuransi. Biaya-biaya yang susah dihubungkan dengan salah satu jenis

barang, misalnya biaya pengangkutan dan asuransi dapat dibagikan sama

rata atas suatu dasar tertentu. Biaya-biaya jumlahnya kecil dan susah

dialokasikan tidak perlu dimasukkan sebagai harga pokok barang. Biaya-

biaya ini diperlakukan sebagai beban usaha periode berjalan. Kesulitan

dalam menentukan harga pokok persediaan adalah apabila selama suatu

periode barang yang sama diperoleh dengan beberapa harga yang berbeda.

Apabila demikian, perlu ditentukan harga yang akan digunakan untuk

menetapkan harga pokok persediaan. (Soemarso,2009:386)

9. Pengertian Harga Pokok Penjualan (HPP)

Harga pokok penjualan dihitung setiap terjadi penjualan. Dalam

sistem periodik harga pokok penjualan dihitung secara periodik, setelah

diadakan perhitungan secara fisik terhadap persediaan barang dagangan

yang ada. Dalam sistem saldo permanen harga pokok penjualan dapat

diketahui setiap waktu, dan untuk itu tidak diperlukan perhitungan secara

fisik terlebih dahulu. (Soemarso,2009:410)

Harga pokok penjualan menunjukkan jumlah harga pokok barang-

barang yang dijual selama periode yang bersangkutan. Jika barang yang

dijual itu berasal dari pembelian, maka harga pokok penjualan adalah

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

20

harga beli kuantitas barang yang dijual. Tetapi jika barang yang dijual itu

berasal dari hasil produksi sendiri, maka terlebih dahulu harus dihitung

harga pokok produksinya. Harga pokok penjualan adalah harga pokok

produksinya ditambah harga pokok persediaan barang jadi awal periode

dan dikurangi harga pokok persediaan barang jadi akhir periode.

(Zaki Baridwan,2015:31)

10. Metode Penentuan Harga Pokok Persediaan

Untuk dapat menghitung harga pokok penjualan dan harga pokok

persediaan akhir dapat digunakan berbagai macam cara, yaitu:

a. Identifikasi Khusus

Metode identifikasi khusus didasarkan pada anggapan bahwa

arus barang harus sama dengan arus biaya. Untuk itu perlu dipisahkan

tiap-tiap jenis barang berdasarkan harga pokoknya dan untuk masing-

masing kelompok dibuatlah kartu persediaan sendiri, sehingga masing-

masing harga pokok bisa diketahui. Harga pokok penjualan terdiri dari

harga pokok barang-barang yang dijual dan sisanya merupakan

persediaan akhir. Metode ini dapat digunakan dalam perusahaan-

perusahaan yang menggunakan prosedur pencatatan persediaan dengan

cara fisik maupun cara buku (perpetual). Tetapi karena cara ini

menimbulkan banyak pekerjaan tambahan maupun gudang yang luas

maka jarang digunakan.

Untuk mengetahui kesulitan metode identifikasi dapat

digunakan metode-metode yang dasarnya adalah arus biaya dimana

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

21

arus barang tidak harus sama dengan arus biayanya. Metode-metode

yang didasarkan pada arus biaya adalah MPKP (FIFO), MTKP (LIFO)

dan rata-rata tertimbang. Untuk menjelaskan penggunaan ketiga

metode di atas digunakan contoh barang A sebagai berikut:

1 Februari, persediaan awal 200 Kg @ Rp.100,00 = Rp.20.000,00

3 Februari, pembelian 300 Kg @ Rp.110,00 = Rp.33.000,00

10 Februari, penjualan 400 Kg

15 Februari, pembelian 400 Kg @ Rp.116,00 = Rp.46.400,00

18 Februari, penjualan 300 Kg

24 Februari, pembelian 100 Kg @ Rp.126,00 = Rp.12.600,00

b. Metode Masuk Pertama Keluar Pertama / FIFO (First In First Out)

Harga pokok persediaan akan dibedakan sesuai dengan urutan

terjadinya. Apabila ada penjualan atau pemakaian barang-barang

maka harga pokok yang dibebankan adalah harga pokok yang paling

terdahulu kemudian disusul yang masuk berikutnya. Persediaan akhir

dibebani harga pokok berakhir. Dengan demikian, persediaan akan

dinyatakan berdasarkan biaya terbaru. Metode FIFO dapat dianggap

sebagai salah satu pendekatan yang logis dan realistis mengenai arus

biaya. Metode ini juga measumsikan suatu arus biaya yang paralel

dengan arus fisik barang sehari-hari. Pendapatan dibebani dengan

biaya yang dianggap berkaitan dengan barang yang benar-benar

terjual, persediaan akhir dilaporkan menurut biaya terbaru, biaya yang

paling mendekati nilai berjalan persediaan pada tanggal neraca.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

22

Dengan menggunakan data diatas, persediaan akhir dan harga pokok

penjualan dalam cara MPKP (FIFO) dihitung sebagai berikut:

1) Metode Fisik

Misalnya penghitungan atas barang-barang dalam gudang

pada tanggal 28 Februari 2005 menunjukkan 300 kg. Jumlah 300kg

terdiri dari:

Pembelian 24 Februari 100 kg @ Rp.126,00 = Rp.12.600,00

Pembelian 15 Februari 200 kg @ Rp.116,00 = Rp.23.200,00

Jumlah 300 kg Rp.35.800,00

Sesudah diketahui jumlah persediaan akhir maka harga pokok

penjualan dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:

Rp.112.000,00 – Rp.35.800,00 = Rp.76.200,00

2) Metode Buku (Perpetual)

Dengan menggunakan metode MPKP, maka harga yang

dijual dihitung dengan angapan bahwa barang yang lebih dulu

masuk adalah barang yang lebih di jual. Kekurangannya baru

diambil dari barang yang berikutnya. Apabila menggunakan

metode buku maka setiap jenis persediaan akan dibuatkan kartu

persediaan yang terdiri dari beberapa kolom yang digunakan untuk

mencatat mutasi persediaan. Kartu barang A dengan cara MPKP

akan nampak seperti tabel 2 dibawah ini:

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

23

Tabel 2

Kartu Persediaan MPKP Perpetual A

Periode Februari 2005

c. Rata-rata tertimbang

Dalam metode ini barang-barang yang dipakai untuk

diproduksi atau di jual akan di bebani harga pokok rata-rata.

Perhitungan harga pokok rata-rata dilakukan dengan cara membagi

jumlah harga perolehan dengan kuantitasnya. Dari data dimuka,

perhitungan untuk persediaan akhir dan harga pokok penjualan adalah

sebagai berikut:

1) Metode Fisik

Misalnya barang-barang yang ada dalam gudang pada

tanggal 28 Februari 2005 dihitung berjumlah 300 kg. Persediaan

akhir adalah sebagai berikut:

Feb 1 Persediaan 200kg @ Rp.100,00 = Rp.20.000,00

9 Persediaan 300kg @ Rp.110,00 = Rp.33.000,00

15 Persediaan 400kg @ Rp.116,00 = Rp.46.400,00

Tanggal Pembelian Penjualan Saldo

Kuantitas Harga/Kg Jumlah Kuantitas Harga/Kg Jumlah Kuantitas Harga/Kg Jumlah

01/02/2005

200 Rp 100 Rp 20.000

09/02/2005 300 Rp 110 Rp 33.000

200 Rp 100 Rp 20.000

300 Rp 110 Rp 33.000

10/02/2005

200 Rp 100 Rp 20.000

200 Rp 110 Rp 22.000 100 Rp 110 Rp 11.000

15/02/2005 400 Rp 116 Rp 46.400

100 Rp 110 Rp 11.000

400 Rp 116 Rp 46.400

18/02/2005

100 Rp 110 Rp 11.000

200 Rp 116 Rp 23.200 200 Rp 116 Rp 23.200

14/02/2005 100 Rp 126 Rp 12.600

200 Rp 116 Rp 23.200

100 Rp 126 Rp 12.600

Jumlah HPP dan PersedIan Akhir 700

Rp 76.200 1800

Rp 200.400

Sumber: (Zaki Baridwan,2015:159)

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

24

24 Pembelian 100kg @ Rp.126,00 = Rp. 12.600,00

Harga pokok rata-rata tertimbang

Rp.112.000,00

1.000

= Rp. 112,00 Per Kg

Persediaan barang 28 Februari 2005

300kg @Rp.112,00 = Rp.33.600,00

Harga pokok penjualan

Rp.112.00,00 – Rp.33.600,00 = Rp.78.400,00

2) Metode Buku (Perpetual)

Dalam metode ini, barang-barang yang dikeluarkan akan

dibebani harga pokok pada akhir periode, karena harga pokok rata-

rata baru dihitung pada akhir periode, dan akibatnya jurnal untuk

mencatat berkurangnya persediaan barang juga dibuat pada akhir

periode. Apabila harga pokok rata-rata di catat setiap ada

pengeluaran barang maka diperlukan untuk menghitung harga

pokok rata-rata. Metode seperti ini disebut metode rata-rata

bergerak. Kartu persediaan barang A dengan metode rata-rata

bergerak nampak seperti tabel 3 di bawah ini:

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

25

Tabel 3

Kartu Persediaan MPKP Perpetual A

Periode Februari 2005

d. Metode Masuk Terakhir Keluar Pertama / LIFO (Last In First Out)

Dengan menggunakan metode LIFO barang-barang yang

dikeluarkan dari gudang akan dibebani dengan harga pokok pembelian

yang terakhir disusul dengan yang masuk sebelumnya. Persediaan

akhir dihargai dengan harga pokok pembelian yang pertama dan

berikutnya. Apabila mencatat dengan nilai LIFO yang dihasilkan maka

berdasarkan sistem periodik biasanya akan berbeda dari yang

dihasilkan berdasarkan sistem perpetual.

Apabila menghitung dengan menggunakan metode LIFO maka

akan ada kelemahan dalam menghitung di antaranya dapat

memperkecil laba, dimana sistem penerapan harga yang baru terhadap

periode berjalan yang akan menghasilkan penurunan laba bersih dalam

satu periode. Saldo persediaan yang tidak direalistis pada neraca dan

kelemahan lainnya yang diasumsi arus yang tidak realistis. Ada 2 (dua)

metode perhitungan dengan menggunakan Metode Masuk Terakhir

Keluar Pertama (MTKP), yaitu sebagai berikut:

Tanggal Pembelian Penjualan Saldo

Kuantitas Harga/Kg Jumlah Kuantitas Harga/Kg Jumlah Kuantitas Harga/Kg Jumlah

01/02/2005

200 Rp 100 Rp 20.000

09/02/2005 300 Rp 110 Rp 33.000

200 Rp 100 Rp 20.000

500 Rp 106 Rp 53.000

10/02/2005

400 Rp 106 Rp 42.400 100 Rp 106 Rp 10.600

15/02/2005 400 Rp 116 Rp 46.400

500 Rp 114 Rp 57.000

18/02/2005

300 Rp 114 Rp 34.200 200 Rp 114 Rp 22.800

24/02/2005 100 Rp 126 Rp 12.600

300 Rp 118 Rp 35.400

Jumlah HPP dan Persediann Akhir 700

Rp76.600 1800

Rp 218.800

Sumber: (Zaki Baridwan,2015:162)

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

26

1) Metode fisik

Misalnya pada tanggal 28 Februari 2005 diadakan

perhitungan fisik terhadap barang-barang dalam gudang yang

hasilnya menunjukkan jumlah persediaan sebanyak 300 Kg. Harga

pokok persediaan barang sebanyak 300kg itu dihitung sebagai

berikut:

Persediaan tanggal 1 Februari 200Kg @ Rp.100,00 = Rp.20.000,00

Pembeliaan tanggal 9 Februari100Kg @ Rp.110,00 = Rp.11.000,00

Jumlah 300kg Rp.31.000,00

Harga pokok penjualan = Rp.112.000,00 – Rp.31.000,00

= Rp.81.000,00

2) Metode Buku (Perpetual)

Dalam cara ini barang-barang yang dikeluarkan dapat

dikreditkan dalam rekening persediaan dengan harga pokok pada

waktu:

a) Akhir periode

Setiap ada pengeluaran barang yang dicatat dalam

kolom pengeluaran hanya kuantitasnya, sedangkan harga

pokok harus dicatat akhir periode sekaligus. Cara ini akan

memberikan hasil perhitungan persediaan akhir dan harga

pokok penjualan yang sama besar dengan cara fisik.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

27

b) Setiap kali ada barang yang dikeluarkan

Jika harga pokok barang-barang yang dicatat dalam

kartu persediaan. Pada saat barang-barang tersebut dikeluarkan

maka, maka perhitungan harga pokok persediaan dan harga

pokok penjualan seperti tabel 4 dibawah ini :

Tabel 4

Kartu Persediaan MPKP Perpetual A

Periode Februari 2005

Tanggal Pembelian Penjualan Saldo

Kuantitas Harga/Kg Jumlah Kuantitas Harga/Kg Jumlah Kuantitas Harga/Kg Jumlah

01/02/2005

200 Rp 100 Rp 20.000

09/02/2005 300 Rp 110 Rp 33.000

200 Rp 100 Rp 20.000

300 Rp 110 Rp 33.000

10/02/2005

300 Rp 110 Rp 33.000

100 Rp 100 Rp 10.000 100 Rp 100 Rp 10.000

15/02/2005 400 Rp 116 Rp 46.400

100 Rp 100 Rp 10.000

400 Rp 116 Rp 46.400

18/02/2005

300 Rp 116 Rp 34.800 100 Rp 100 Rp 10.000

200 Rp 116 Rp 23.200 100 Rp 116 Rp 11.600

24/02/2005 100 Rp 126 Rp 12.600

100 Rp 100 Rp 10.000

100 Rp 116 Rp 11.600

100 Rp 126 Rp 12.600

Jumlah HPP dan Persediaan Akhir 900

Rp101.000 1800

Rp 215.200

e. Persediaan besi/minimum

Dalam metode ini dipakai anggapan bahwa perusahaan

memerlukan suatu jumlah persediaan minimum (besi) untuk menjaga

kontinuitas usahanya. Persediaan minimum (besi) dianggap sebagai

suatu elemen yang harus selalu tetap, sehingga dinilai dengan harga

pokok yang tetap. Harga pokok untuk persediaan besi (minimum)

Sumber: (Zaki Baridwan,2015:165)

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

28

biasanya diambil dari pengalaman yang lalu dimana harga pokok itu

nilainya rupiah.

Pada akhir periode jumlah barang yang ada dalam gudang

dihitung. Jumlah persediaan besi dinilai dengan harga pokok yang

tetap sedangkan selisih antara jumlah barang yang ada dengan jumlah

persediaan besi dinilai dengan harga pada saat tersebut (bisa dengan

menggunakan Metode MPKP, rata-rata tertimbang atau metode-

metode lain). (Zaki Baridwan,2015:170)

f. Biaya standar

Perusahaan manufakur yang memakai sistem biaya standar,

persediaan barang dinilai dengan biaya standar, yaitu biaya-biaya yang

seharusnya terjadi. Biaya standar ini ditentukan dimuka, yaitu sebelum

proses produksi dimulai, untuk bahan baku, upah langsung dan biaya

produksi tidak langsung. Apabila terdapat perbedaan antara biaya-

biaya yang sesungguhnya terjadi dengan biaya standarnya, perbedaan-

perbedaan itu akan dicatat sebagai selisih. (Zaki Baridwan,2015:171)

11. Pengertian Kartu Persediaan

Didalam transaksi penerimaan kas dari penjualan tunai, kartu

persediaan sangat digunakan oleh fungsi akuntansi untuk mencatat

berkurangnya harga pokok produk yang dijual. Kartu persediaan ini

diselenggarakan oleh fungsi akuntansi untuk mengawasi mutasi dari tiap

jenis persediaan barang yang disimpan digudang.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

29

12. Laporan Laba/Rugi dan Perhitungan Kos Barang Terjual (KBT)

Laporan Laba/Rugi perusahaan dagang perlu menyajikan informasi

tentang margin bruto (gross margin) yang disebut laba bruto (gross

profit). Laba bruto menujukkan kinerja perusahaan yang terkait dengan

penjualan dan kos barang yang terjual. Dalam banyak hal perusahaan

kadang juga menyajikan laporan keuangan Kos Barang Terjual (KBT)

agar dapat digunakan untuk mengenali pola pembelian barang dagang

(BD). (Warsono, 2013:185)

13. Penyajian Laporan Keuangan

Pada akhir siklus akuntansi, akuntan perusahaan harus membuat

laporan keuangan untuk berbagai pihak yang membutuhkan. Sesuai

dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku di Indonesia,

laporan keuangan terdiri dari:

a. Laporan Posisi Keuangan

SAK EMKM tidak menentukan format atau urutan terhadap

pos-pos yang disaijkan. Meskipun demikian, entitas dapat menyajikan

pos-pos aset berdasarkan ukuran likuiditas dan pos-pos liabilitas

berdasarkan urutan jatuh tempo. Laporan posisi keuangan entitas dapat

mencakup pos-pos berikut:

1) Kas dan setara kas

2) Piutang

3) Persediaan

4) Aset tetap

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

30

5) Utang usaha

6) Utang bank

7) Ekuitas

b. Laporan Laba/Rugi

Laporan Laba/Rugi memasukkan semua penghasilan dan beban

yang diakui dalam suatu periode. Laporan Laba/Rugi entitas dapat

mencakup pos-pos sebagai berikut:

1) Pendapatan

2) Beban keuangan

3) Beban pajak

c. Catatan atas laporan keuangan

Catatan atas laporan keuangan memuat:

1) Suatu pernyataan bahwa laporan keuangan tidak disusun sesuai

dengan SAK EMKM.

2) Ikhtisar kebijakan akuntansi.

3) Informasi tambahan dan rincian atas pos tertentu yang menjelaskan

transaksi penting dan material sehingga bermanfaat bagi pengguna

untuk memahami laporan keuangan. (IAI,2016:9-15)

14. Tujuan laporan keuangan

Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi tentang

posisi keuangan, kinerja keuangan, dan laporan arus kas suatu entitas yang

bermanfaat bagi sejumlah perusahaan. Laporan keuangan juga

menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen atau

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

31

pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan

kepadanya. (Rudianto,2012:20)

15. Rumus Biaya

Biaya untuk perusahaan yang secara umum tidak dapat diukur

dengan persediaan lain dan barang atau jasa yang dihasilkan dan

dipisahkan untuk proyek tertentu diperhitungkan berdasarkan identifikasi

khusus terhadap biayanya masing-masing.

Entitas harus menentukan biaya persediaan, selain yang terkait

pada paragraf sebelumnya menghitung dengan menggunakan rumus biaya

Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP). Entitas menggunakan rumus

biaya yang sama terhadap seluruh persediaan yang memilih sifat dan

kegunaan yang berbeda, rumus biaya yang berbeda diperkenankan atau

diperbolehkan. (IAI,2016:14.4-14.5)

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

32

B. Hasil Penelitian Terdahulu

Tabel 5

Hasil Penelitian Terdahulu

Identitas Peneliti Dessy Nurul Ajmi

A03120037

(2015)

Jurusan

Akuntansi

Politeknik Negeri

Banjarmasin

Iin Nadiroh

A03140016

(2017)

Jurusan

Akuntansi

Politeknik Negeri

Banjarmasin

Hilda Amayni

A03150018

(2018)

Jurusan Akuntansi

Politeknik Negeri

Banjarmasin

1. Judul Penilaian

persediaan Obat

dengan

menggunakan

metode FIFO

Perpetual Pada

Apotek Zam-Zam

Banjarmasin.

Penilaian dan

pencatatan

persediaan barang

dagangan dengan

menggunakan

metode MPKP-

Perpetual yang

sesuai dengan

SAK ETAP Pada

CV Mitra

Salution

Banjarmasin.

Penilaian dan

pencatatan

persediaan barang

dagangan dengan

menggunakan

rumus biaya

Masuk Pertama

Keluar Pertama

(MPKP)-Perpetual

Berdasarkan SAK

EMKM Pada

Apotel Azhar

Farma

Banjarmasin.

2. Institusi

perusahaan

yang diteliti

Apotek Zam-Zam

Banjarmasin

CV.Twincom

Banjarmasin

Apotek Azhar

Farma Banjarmasin

3. Permasalahan Apotek Zam-Zam

Banjarmasin

dalam pencatatan

obat

menggunakan

metode fisik,

sehingga nilai

persediaan obat

baru dapat

diketahui dengan

menghitung fisik

CV.Twincom

Banjarmasin

dalam

perhitungan

persediaan masih

belum sesuai

dengan standar

akuntansi yang

berlaku secara

umum dan

perusahaan sering

Apotek Azhar

Farma Banjarmasin

dalam mencatat

transaksi

pembelian dan

transaksi penjualan

menggunakan

catatan biasa.

Misalnya pada

transaksi penjualan

yang dicatat nama

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

33

barang yang

tersedia.

melakukan

perhitungan

jumlah persediaan

barang dagangan

secara fisik

dengan

melakukan stock

opname ke

gudang setiap

akhir bulan.

obat, harga, dan

jumlah sedangkan

transaksi

pembelian yang di

catat nama obat,

harga satuan,

jumlah barang,

harga keseluruhnya

dengan catatan

yang berbeda.

4. Tujuan

Penelitian

Untuk

mengetahui

penerapan

penilaian

persediaan obat

menggunakan

metode FIFO

Perpetual pada

Apotek Zam-Zam

Banjarmasin.

Untuk

mengetahui

bagaimana

penilaian dan

pencatatan

persediaan barang

dagangan

menggunakan

metode MPKP-

Perpetual yang

sesuai SAK

ETAP.

Untuk mengetahui

bagaimana

penilaian dan

pencatatan

persediaan barang

dagangan dengan

menggunakan

rumus biaya Masuk

Pertama Keluar

Pertama (MPKP)-

Perpetual

Berdasarkan SAK

EMKM pada

Apotek Azhar

Farma

Banjarmasin.

5. Metode

Penelitian

Menggunakan

metode FIFO

Perpetual.

Menggunakan

metode MPKP-

Perpetual yang

sesuai dengan

SAK ETAP.

Menggunakan

rumus biaya Masuk

Pertama Keluar

Pertama (MPKP)-

Perpetual

Berdasarkan SAK

EMKM dan

menggunakan

penelitian secara

langsung yaitu

dengan cara

wawancara,

dokumentasi dan

studi kepustakaan.

Lanjutan

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

34

6. Hasil

Penelitian

Hasil analisis

penelitian

menunjukkan

adanya perbedaan

tehadap nilai

persediaan akhir

dengan

menggunakan

metode FIFO

Perpetual dan jika

dibandingkan

dengan

menggunakan

rata-rata

tertimbang, maka

didapat selisih

antara Rp.

583.078,00.

Dari hasil analisis

menunjukkan

adanya perbedaan

nilai persediaan

akhir dengan

menerapkan

metode MPKP-

Perpetual dan jika

dibandingkan

dengan

menggunakan

rata-rata

tertimbang fisik,

maka didapat

selisih

Rp271.055,00.

Dari hasil

penelitian

menunjukkan nilai

persediaan akhir

barang dagangan

yang didapat dari

perusahaan dengan

yang

diperhitungkan

penulis yang

menerapkan rumus

(MPKP)-Perpetual

sama tidak ada

berubah karena

Apotek Azhar

Farma menghitung

persediaan akhir

dengan cara

menggunakan

harga pembelian

paling akhir yaitu

sebesar

Rp8.279.010,00.

Tetapi ada

perbedaaan di

Laporan Laba/Rugi

menurut Apotek

Azhar Farma

Banjarmasin

sebesar

Rp4.947.810,00,

sedangkan yang

disarankan oleh

penulis sebesar

Rp4.831.140,00.

Jadi ada seisih di

antara perhitungan

tersebut sebesar

Rp116.670,00.

Sumber: Desy Nurul Ajmi (2015) dan Iin Nadiroh (2017)

Lanjutan

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

35