Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Hak Dan Kewajiban
1. Pengertian Hak
a. Pengertian Hak Secara Umum
Hak memiliki artian secara umum. Pengertian hak secara
umum adalah segala sesuatu yang harus didapatkan oleh setiap orang
yang telah ada sejak lahir.1
Sehingga dapat diartikan bahwa hak adalah sesuatu yang
dimiliki oleh manusia sejak lahir dan harus didapatkan atau terpenuhi
untuk setiap orang yang memiliki hak tersebut. Hal ini dapat
digunakan untuk meninjau makna hak yang dimiliki oleh setiap
manusia terlebih terkait hak kebebasan berpendapat di muka umum
sebagai warga negara Indonesia dan batasan hak kebebasan
berpendapat di muka umum.
b. Pengertian Hak Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, hak memiliki
pengertian tentang suatu hal yang benar, milik, kepunyaan,
kewenangan, kekuasaan, untuk berbuat sesuatu (karena telah
1 Widy Wardhana, Pengertian Hak Dan Keawjiban Warga Negara, http://academia.edu, diakses
tanggal 12 Mei 2020
20
ditentukan oleh undang-undang dan aturan), kekuasaan yang benar atas
sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, derajat atau martabat.2
Dapat disimpulkan bahwa hak adalah suatu hal yang dimiliki
dan dipunyai oleh seseorang sesuai dengan peraturan perundang-
undangan untuk menuntut suatu hal yang memang harus
didapatkannya. Tinjauan tersebut digunakan untuk mengetahui dan
memahami hak kebebasan berpendapat di muka umum sebagai warga
negara Indonesia yang harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan serta relevansinya dengan makna dan batasan hak
kebebasan berpendapat di muka umum.
c. Pengertian Hak Menurut Para Ahli
Pengertian hak juga telah dipaparkan atau dijelaskan oleh
beberapa pendapat ahli. Menurut Srijanti “hak merupakan unsur
normatif yang berfungsi pedoman berperilaku, melindungi kebebasan,
serta menjamin adanya peluang bagi manusia dalam menjaga harkat
dan martabatnya.”3
Sedangkan pengertian hak menurut Notonegoro “hak
merupakan kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang
semestinya diterima atau dilakukan oleh pihak tertentu dan tidak dapat
dilakukan oleh pihak lain manapun juga yang pada prinsipnya dapat
dituntut secara paksa olehnya.”4
Berdasarkan kutipan pendapat para ahli, dapat diartikan bahwa
hak adalah suatu hal yang dimiliki oleh manusia untuk menjaga
kesejahteraannya dan menerima atau melakukan suatu hal yang
semestinya untuk dirinya sendiri. Sehingga dapat dikaitkan dengan hak
2 Ibid, hlm. 19 3 Artikel Pendidikan, Pengertian Hak Dan Kewajiban Menurut Para Ahli,
http://artikependidikan.id, diakses tanggal 12 Mei 2020 4 ibid
21
setiap manusia dalam menyatakan pendapat serta pikirannya di muka
umum sebagai warga negara. Penjabaran tersebut digunakan untuk
meninjau makna dan batasan warga negara Indonesia dalam hak
kebebasan berpendapat di muka umum.
2. Pengertian Kewajiban
a. Pengertian Kewajiban Secara Umum
Kewajiban memiliki pengertian secara umum. Pengertian
secara umum dari kewajiban adalah segala sesuatu yang dianggap
sebagai suatu keharusan untuk dilaksanakan oleh individu sebagai
anggota warga negara guna mendapatkan hak yang pantas untuk
didapat.5
Berdasarkan pengertian secara umum, maka kewajiban
merupakan segala sesuatu yang harus dilakukan dan dipenuhi oleh
setiap individu sehingga pantas untuk memperoleh suatu hak.
Sehingga dapat dikaitkan dengan kewajiban dan hak warga negara
dalam menyatakan pendapatnya di muka umum. Jadi tidak semata-
mata hanya menyampaikan pendapat di muka umum, namun juga
memperhatikan kewajiban yang ada. Berdasarkan tinjauan tersebut
maka sangat relevan untuk mengetahui dan memahami kewajiban dan
hak warga negara Indonesia yang termasuk batasan dalam menyatakan
pendapat di muka umum.
5 Ibid, hlm. 19
22
b. Pengertian Kewajiban Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian kewajiban
adalah sesuatu yang wajib dilaksanakan, keharusan (sesuatu hal yang
harus dilaksanakan).6
Dapat diartikan bahwa kewajiban adalah segala sesuatu yang
wajib dipenuhi sehingga dapat memperoleh hak setelahnya. Hal ini
sangat relevan dengan kewajiban dan hak warga negara dalam
menyatakan pendapatnya di muka umum sehingga dapat digunakan
untuk meninjau makna dan batasan hak kebebasan berpendapat di
muka umum.
c. Pengertian Kewajiban Menurut Pendapat Ahli
Terdapat penjabaran atau penjelasan menurut pendapat ahli
terkait makna atau artian dari kewajiban. Menurut Notonegoro
“kewajiban adalah beban untuk memberikan sesuatu yang semestinya
dibiarkan atau diberikan oleh pihak tertentu dan tidak dapat digantikan
oleh pihak lain, yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh
yang berkepentingan.”7
Berdasarkan kutipan pendapat ahli tersebut, kewajiban
merupakan suatu hal yang harus dipenuhi oleh setiap individu sebagai
warga negara agar mendapatkan hak yang memang sepantasnya
diperoleh sebagai warga negara. Sehingga sangat relevan dengan hak
kebebasan mengemukakan pendapat di muka umum, karena selain
memiliki hak menyatakan pendapat sudah seharusnya setiap warga
negara menjalankan kewajibannya dalam berpendapat dengan baik
6 Ibid, hlm. 19 7 Ibid, hlm. 20
23
guna menjaga persatuan bangsa dan tidak saling menimbulkan
perpecahan antar sesama. Penjelasan tersebut digunakan untuk
meninjau makna dan batasan hak kebebasan berpendapat di muka
umum.
B. Pengakuan Dan Pengaturan Hak Dan Kewajiban Dalam Sistem
Hukum Indonesia
1. Hak Dan Kewajiban Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
Dalam sistem hukum di Indonesia telah diakui dan diatur
terkait hak dan kewajiban. Kedua hal tersebut ada di dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat
pasal mengenai hak dan kewajiban, diantaranya adalah :
a. Pasal 26 ayat (1) : “yang menjadi warga negara adalah orang-orang
bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang
disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.”
b. Pasal 26 ayat (2) : “syarat-syarat mengenai kewarganegaraan
ditetapkan dengan undang-undang.”
c. Pasal 27 ayat (1) : “bahwa segala warga negara bersamaan
kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan wajib menjunjung
hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
d. Pasal 27 ayat (2) : “bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”
e. Pasal 28 : “bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan sebagainya ditetapkan dengan
undang-undang.”
f. Pasal 30 ayat (1) : “bahwa hak dan kewajiban warga negara untuk
ikut serta dalam pembelaan negara”
g. Pasal 30 ayat (2) : “pengaturan lebih lanjut diatur dengan undang-
undang.”8
8 PPKN, Hak Dan Kewajiban Warga Negara, http://ppkn.co.id, diakses tanggal 12 Mei 2020
24
Sehingga dapat disimpulkan bahwa berdasarkan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bahwasanya
hak dan kewajiban warga negara Indonesia telah diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku sesuai dengan
ketentuannya masing-masing. Seperti syarat-syarat kewarganegaraan
yang menentukan bahwasanya hanya warga negara Indonesia yang
dapat mempreoleh hak serta kewajibannya dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara di Indonesia. Hak warga negara Indonesia untuk
kesejahteraan melalui pekerjaan dan kehidupan yang layak, serta hak
warga yang paling utama dalam paham demokrasi yaitu hak untuk
menyatakan pendapat dan pikirannya. Serta kewajiban warga negara
untuk mentaati peraturan hukum dan menjaga persatuan bangsa.
Berdasarkan tinjauan tersebut dapat digunakan untuk
membantu Penulis mengetahui dan memahami hak dan kewajiban
warga negara Indonesia yang salah satunya adalah hak dalam
menyatakan pendapat di muka umum serta dapat direlevansikan
dengan makna dan batasan hak kebebasan berpendapat di muka umum
sebagai warga negara Indonesia.
2. Macam-Macam Hak dan Kewajiban
Pengakuan dan pengaturan hak warga negara Indonesia yang
telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 salah satu diantaranya adalah memuat macam-macam hak
25
dan kewajiban tersebut. Setiap warga Indonesia memiliki hak dan
kewajban yang sama, diantaranya adalah :
a. Hak Warga Negara Indonesia
1) Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak : “Tiap warga
negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan” (Pasal 27 ayat 2).
2) Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan : “setiap orang
berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya.”(Pasal 28A).
3) “Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan
melalui perkawinan yang sah” (Pasal 28B ayat 1).
4) Hak atas kelangsungan hidup. “Setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang”.
5) “Hak untuk mengembangkan diri dan melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya dan berhak mendapat pendidikan, ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan
kualitas hidupnya demi kesejahteraan hidup manusia.” (Pasal 28C
ayat 1)
6) “Hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya
secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan
negaranya.” (Pasal 28C ayat 2).
7) “Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum.” (Pasal 28D
ayat 1).
8) “Hak untuk mempunyai hak milik pribadi. Hak untuk hidup, hak
untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak
beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai
pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar
hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak
dapat dikurangi dalam keadaan apapun.” (Pasal 28I ayat 1).9
Berdasarkan macam-macam uraian hak yang tercantum dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
tersebut, dapat diartikan bahwasanya hak setiap warga negara
Indonesia telah diatur dalam ketentuan peraturan pemerintah dan setiap
warga negara Indonesia memiliki hak untuk mensejahterakan hidupnya
9 Ibid, hlm. 01
26
dalam kehidupan setiap individu maupun kehidupan berbangsa dan
bernegara dalam beberapa aspek hingga mencapai kesejahteraan
tersebut. Serta hak untuk mendapatkan perlindungan hukum yang adil.
Dan yang paling utama hak kemerdekaan setiap individu dalam
beberapa hal, salah satunya menyampaikan pikirannya yang termasuk
dalam hak asasi manusia.
Hal ini berkaitan dengan hak kebebasan berpendapat di muka
umum, karena dalam peraturan perundang-undangan tersebut telah
mencakup juga mengenai hak untuk berekspresi, terlebih Indonesia
adalah negara demokrasi. Sehingga dapat digunakan untuk meninjau
makna dan batasan hak kebebasan berpendapat di muka umum.
b. Kewajiban Warga Negara Indonesia
1) Wajib mentaati hukum dan pemerintahan. Pasal 27 ayat (1)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
berbunyi : “segala warga negara bersamaan kedudukannya di
dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
2) Wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Pasal 27 ayat (3)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menyatakan : “setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta
dalam upaya pembelaan negara.”
3) Wajib menghormati hak asasi manusia orang lain. Pasal 28J ayat 1
mengatakan : “Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia
orang lain.”
4) Wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-
undang. Pasal 28J ayat 2 menyatakan : “Dalam menjalankan hak
dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan
yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan
orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban
umum dalam suatu masyarakat demokratis.”
27
5) Wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. menyatakan: “tiap-tiap warga negara
berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan
negara.”10
Berdasarkan macam-macam kewajiban yang tercantum dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dapat
dijelaskan bahwa kewajiban setiap warga negara Indonesia telah diatur
oleh peraturan perundang-undangan sehingga bersifat mengikat dan
wajib untuk dipenuhi. Sehingga sebagai warga negara Indonesia sudah
seharusnya menjalankan kewajibannya untuk ikut serta menjaga
pertahanan dan keamanan negara dan menjaga perdamaian antar
sesama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu
kewajiban warga negara mentaati peraturan yang ada dan kewajiban
warga negara dalam menghargai dan menghormati hak asasi orang lain
melalui pembatasan atas kebebasan dalam berperilaku agar tidak
sewenang-wenang.
Dalam hal ini dapat dikaitkan dengan hak kebebasan
berpendapat di muka umum sehingga menyampaikan suatu pendapat
dan pemikiran dapat dilakukan dengan bebas dan bertanggung jawab
sesuai dengan peraturan yang berlaku tanpa menyebabkan perpecahan
dalam kehidupan bermasyarakat. Karena hal ini termasuk dalam
kewajiban untuk menjaga persatuan tanah air. Hal ini dapat digunakan
10 Ibid, hlm. 25
28
untuk meninjau makna dan batasan hak kebebasan berpendapat di
muka umum.
C. Ruang Lingkup Hukum Pidana
1. Pengertian Tindak Pidana Dan Unsur Tindak Pidana
a. Pengertian Tindak Pidana
Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana.
Tindak pidana adalah perbuatan manusia yang dirumuskan dalam undang-
undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan
kesalahan.11 Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak
melakukan sesuatu yang memiliki unsur kesalahan sebagai perbuatan yang
dilarang dan diancam dengan pidana, di mana penjatuhan pidana terhadap
pelaku adalah demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya
kepentingan umum.12
Maka dapat diartikan bahwasanya tindak pidana adalah suatu
perbuatan manusia yang memiliki unsur kesalahan untuk melakukan suatu
perbuatan yang telah dirumuskan oleh undang-undang dan melawan
hukum sehingga harus dijatuhi pidana atau hukuman maupun sanksi
terhadap pelakunya supaya dapat menjamin ketertiban dan kepentingan
umum. Hal ini sangat berkaitan dengan batasan dalam mengemukakan
pendapat di muka umum hingga dapat menyebabkan tindak pidana ujaran
11 Andi Hamzah. 2001. Bunga Rampal Hukum Pidana Dan Acara Pidana. Ghalia Indonesia.
Jakarta. hlm. 22 12 P.A.F. Lamintang. 1996. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. PT. Citra Adityta Bakti.
Bandung. hlm. 16
29
kebencian. Sehingga ditinjau dari penjelasan di atas Penulis dapat
mengetahui dan memahami mengenai makna dan batasan hak kebebasan
berpendapat di muka umum dalam perspektif tindak pidana ujaran
kebencian.
b. Pengertian Unsur Tindak Pidana
Unsur tindak pidana adalah suatu hal atau syarat-syarat terjadinya
tindak pidana sehingga suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai tindak
pidana apabila memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang telah ditentukan.
Berikut disebutkan yang termasuk dalam unsur-unsur tindak
pidana adalah :
1) Kelakuan dan akibat (perbuatan).
2) Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan.
3) Keadaan tambahan yang memberatkan pidana.
4) Unsur melawan hukum yang objektif.
5) Unsur melawan hukum yang subyektif.13
Berdasarkan unsur-unsur tindak pidana di atas, suatu perbuatan
dapat dinyatakan sebagai tindak pidana apabila memenuhi suatu syarat-
syarat terjadinya tindak pidana atau yang biasa disebut dengan unsur-unsur
tindak pidana ini. Suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai tindak pidana
apabila terdapat unsur subyektif, yaitu unsur-unsur yang ada pada pelaku
seperti perbuatan yang dilakukannya dan juga niat yang sudah dimiliki
13 opcit, hlm. 28
30
oleh pelaku. Selain itu juga terdapat unsur obyektif, yaitu unsur-unsur
yang berhubungan dengan keadaan dimana pelaku melakukan perbuatan
pidana tersebut.
Sangat erat hubungannya dengan hak bependapat di muka umum
yang dimana unsur-unsur dalam menyatakan pendapat di luar batasannya
dapat termasuk dalam tindak pidana ujaran kebencian, sehingga dapat
digunakan untuk meninjau makna dan batasan hak kebebasan berpendapat
di muka umum.
2. Tinjauan Tentang Kesalahan Dan Pertanggung Jawaban Pidana
a. Pengertian Kesalahan
Kesalahan merupakan keadaan jiwa dari si pelaku tindak pidana
dan hubungan batin antara si pelaku tindak pidana dan perbuatannya.
Asas kesalahan biasa disebut dengan (asas culpabilitas). Kesalahan
tersebut terdiri dari dua jenis, yaitu kesengajaan (opzet) dan kelalaian
(culpa). Sesuai dengan teori hukum pidana Indonesia, kesengajaan
terdiri dari tiga macam, yaitu sebagai berikut :
1) Kesengajaan yang bersifat tujuan
Bahwa dengan kesengajaan yang bersifat tujuan, si pelaku
dapat dipertanggungjawabkan dan mudah dapat dimengerti oleh
khalayak ramai.
2) Kesengajaan secara keinsyafan kepastian
Kesengajaan ini ada apabila si pelaku dengan perbuatannya
tidak bertujuan untuk mencapai akibat yang menjadi dasar dari
31
delik, tetapi ia tahu benar bahwa akibat itu pasti akan mengikuti
perbuatan itu.
3) Kesengajaan secara keinsyafan kemungkinan
Kesengajaan ini yang terang-terang tidak disertai bayangan
suatu kepastian akan terjadi akibat yang bersangkutan, melainkan
hanya dibayangkan suatu kemungkinan belaka akan akibat itu.
Kelalaian (culpa) terletak antara sengaja dan kebetulan,
bagaimanapun juga culpa dipandang lebih ringan dibanding
dengan sengaja, oleh karena itu delik culpa merupakan delik semu
(quasideliet) sehingga diadakan pengurangan pidana.14
Secara garis besar kesalahan terdiri dari dua jenis, yaitu
kesengajaan (opzet) dan kelalaian (culpa). Kesalahan yang
termasuk dalam suatu kesengajaan (opzet) akan menyebabkan
pelaku mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai dengan
aturan hukum yang berlaku dan memperoleh hukuman atau sanksi
pidana yang telah ditentukan karena posisi pelaku yang mengerti
terjadinya suatu perbuatan yang akan menimbulkan akibat.
Sedangkan kesalahan yang termasuk dalam kelalaian (culpa)
dianggap lebih ringan karena perbuatan dianggap akibat antara
sengaja dan kebetulan, maka dapat terjadi pengurangan pidana.
14 Moeljatno. 1993. Perbuatan Pidana Dan Pertanggung Jawaban Dalam Hukum Pidana. Bina
Aksara. Jakarta. hlm. 46
32
Penjabaran tersebut digunakan untuk mengetahui dan
memahami kesalahan yang terdapat dalam hak kebebasan
mengemukakan pendapat di muka umum. Karena hal ini sangat
berkaitan dengan kesalahan yang diantaranya kesengajaan ataupun
kelalaian yang diperbuat seseorang dalam menyatakan pendapat di
muka umum sehingga melawan hukum dan menjadi sebuah tindak
pidana ujaran kebencian.
b. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana
Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas
culpabilitas), yang didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa
asas kesalahan yang didasarkan pada nilai keadilan harus disejajarkan
berpasangan dengan asas legalitas yang didasarkan pada nilai kepastian.
Pertanggungjawaban pidana diterapkan dengan pemidanaan, yang
bertujuan untuk untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dengan
menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat,
menyelesaikan konflik yang ditimbulkan tindak pidana, memulihkan
keseimbangan, mendatangkan rasa damai dalam masyarakat,
memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga
menjadi orang baik dan membebaskan rasa bersalah pada terpidana.15
Pertanggungjawaban pidana (criminal responsibility) adalah
suatu mekanisme untuk menentukan apakah seseorang terdakwa atau
15 Nawawi Arief, Barda. 2001. Masalah Penegakan Hukum Dan Kebijakan Penanggulangan
Kejahatan.PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. hlm. 23
33
tersangka dipertanggungjawabkan atas suatu tindakan pidana yang
terjadi atau tidak. Menurut hukum pidana dan peraturan perundangan-
undangan pidana di Indonesia yang dianggap sebagai subjek hukum
pidana adalah perseorangan yang memiliki kriteria cakap hukum.
Sehingga ketentuan tersebut tidak dapat dijadikan landasan
pertanggungjawaban pidana oleh korporasi (perusahaan). Untuk dapat
dipidananya si pelaku, disyaratkan bahwa tindak pidana yang
dilakukannya itu memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan dalam
undang-undang.16
Sehingga dapat diartikan bahwa pertanggungjawaban pidana
adalah setiap orang yang melakukan tindak pidana maka orang tersebut
harus mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai dengan kesalahan
yang diperbuat atau sesuai dengan perbuatannya yang melawan hukum
sebagaiamana telah diatur di dalam undang-undang. Jadi, setiap orang
yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggungjawabkan
perbuatannya tersebut karena ia mempunyai kesalahan yang dilihat dari
segi masyarakat atau orang yang bersangkutan menunjukkan
pandangannya mengenai kesalahan yang telah diperbuat pelaku tindak
pidana. Hal ini bertujuan untuk mengakkan norma dan peraturan yang
ada di masyarakat sehingga terbentuk ketertiban sosial.
16 Moeljatno. 1993. Perbuatan Pidana Dan Pertanggung Jawaban Dalam Hukum Pidana. Bina
Aksara. Jakarta. hlm. 49
34
Hal ini sangat penting digunakan untuk mengetahui dan
memahami pertanggungjawaban pidana terkait hak menyatakan
pendapat di muka umum yang tidak sesuai dengan aturan perundang-
undangan. Sehingga dapat digunakan untuk meninjau makna dan
batasan hak kebebasan berpendapat di muka umum.
3. Tinjauan Tentang Pemidanaan
Pemidanaan adalah proses penetapan sanksi atau proses
pemberian sanksi kepadan pekau pelaku tindak pidana dalam hukum
pidana.
a. Teori-teori Pemidanaan
Berikut teori-teori pemidanaan menurut para ahli :
1) Teori Absolut atau Pembalasan (Vergeldings Theorien)
Menurut teori ini pidana dijatuhkan semata-mata karena orang
telah melakukan kejahatan atau tindak pidana. Teori ini diperkenalkan
oleh Kent dan Hegel.17
Berdasarkan teori di atas, menjelaskan bahwa pidana
merupakan tuntutan, di mana seseorang yang melakukan kejahatan
atau pelanggaran akan dihukum dan hukuman tersebut merupakan
suatu keharusan yang dapat membentuk atau merubah sifat menjadi
lebih baik lagi.
17 P.A.F. Lamintang. 1998. Hukum Penitensier Indonesia. Armico. Bandung. hlm. 69
35
Ditinjau dari penjelasan teori pemidanaan di atas maka dapat
digunakan untuk mengetahui dan memahami pemidanaan dalam tindak
pidana ujaran kebencian. Karena hal tersebut sangat relevan dengan
hak seseorang dalam menyatakan pendapat di muka umum yang tidak
sesuai dengan batasannya dan melanggar tindak pidana ujaran
kebencian.
2) Teori Relatif atau Tujuan (Doel Theorien)
Teori relatif atau teori tujuan, berpokok pangkal pada dasar
bahwa pidana adalah alat untuk menegakkan tata tertib (hukum) dalam
masyarakat.18
Teori dia atas memiliki arti bahwa tujuan pemidanaan sebagai
sarana untuk pencegahan. Pencegahan khusus yang ditujukan kepada
pelaku maupun pencegahan umum untuk masyarakat. Sehingga
berdasarkan teori tersebut maka tujuan pemidanaan adalah untuk
melindungi atau mencegah masyarakat untuk tidak melakukan tindak
pidana. Tujuan untuk menimbulkan rasa takut atau jera untuk
melakukan kejahatan. Tujuan untuk mengubah sifat buruk pelaku
dengan cara pembinaan dan pengawasan.
Sehingga sangat relevan untuk meninjau batasan dalam
menyatakan pendapat di muka umum agar masyarakat dan pelaku
pidana jera dan untuk lebih berhati-hati dalam berekspresi agar tidak
18 Ibid, hlm. 34
36
melakukan perbuatan melawan hukum yang termasuk dalam tindak
pidana ujaran kebencian.
3) Teori Gabungan atau Modern (Vereningings Theorien)
Teori gabungan atau teori modern memandang bahwa tujuan
pemidanaan bersifat plural, karena menggabungkan antara prinsip-
prinsip relatif (tujuan) dan absolut (pembalasan) sebagai satu kesatuan.
Teori ini diperkenalkan oleh Prins, Van Hammel, Van List.19
Hal ini dapat diartikan bahwa tujuan pemidanaan yaitu selain
memberikan hukuman juga diperlukan untuk memberikan pemidanaan
dan pendidikan yang nantinya dapat membentuk perbaikan-perbaikan
dalam diri pelaku yang melakukan kejahatan. Ditinjau dari penjelasan
tersebut maka teori pemidanaan tersebut dapat memberikan
pengetahuan dan juga perubahan dalam pelaku tindak pidana ujaran
kebencian. Karena tindak pidana ujaran kebencian sangat relevan
dengan pengetahuan seseorang mengenai makna dan batasan dalam
menyampaikan pendapat di muka umum.
b. Tujuan Pemidanaan
Pemidanaan juga memiliki tujuan dalam pelaksanaannya.
Tujuan pemidanaan telah dijelaskan atau dipaparkan menurut beberapa
pendapat para ahli.
19 Djoko Prakoso. 2000. Surat Dakwaan, Tuntutan Pidana Dan Eksaminasi Perkara Di Dalam
Proses Pidana. Liberty. Yogyakarta. hlm. 47
37
Menurut Wirjono Prodjodikoro, tujuan pidana yaitu “untuk
menakut-nakuti orang jangan sampai melakukan kejahatan baik secara
menakut-nakuti orang banyak (generals preventif) maupun menakut-
nakuti orang tertentu yang sudah melakukan kejahatan agar
dikemudian hari tidak melakukan kejahatan lagi (speciale preventif);
dan untuk mendidik atau memperbaiki orang-orang yang melakukan
kejahatan agar menjadi orang-orang yang baik tabiatnya sehingga
bermanfaat bagi masyarakat.”20
Kutipan pendapat ahli di atas memberikan arti bahwa tujuan
pemidanaan adalah untuk melakukan pencegahan dengan cara
menakut-nakuti masyarakat secara umum atau tertentu agar tidak
melakukan kejahatan dan juga memberikan efek jera bagi pelaku agar
tidak berbuat kejahatan dan mengulangi kejahatannya lagi di kemudian
hari. Selain itu untuk pembelajaran dan juga perubahan bagi pelaku
agar dapat bersikap baik kelak di kehidupan bermasyarakat.
Dari penjabaran di atas dapat digunakan untuk meninjau makna
dan batasan hak mengemukakan pendapat di muka umum dengan bebas
dan bertanggungjawab agar tidak melanggar hukum, khususnya terkait
tindak pidana ujaran kebencian agar masyarakat dan pelaku tindak
pidana ujaran kebencian merasa jera dan akan berhati-hati dalam
menyatakan pendapatnya.
Menurut P.A.F. Lamintang, tiga pokok tujuan pemidanaan
yaitu, “untuk memperbaiki pribadi dari penjahat itu sendiri; untuk
membuat orang menjadi jera dalam melakukan kejahatan-kejahatan;
dan untuk membuat penjahat-penjahat tertentu menjadi tidak mampu
20 Wirjono Prodjodikoro. 1981. Hukum Acara Pidana Di Indonesia. Sumur Bandung. Bandung.
hlm. 16
38
untuk melakukan kejahatan-kejahatan yang lain, yakni penjahat yang
dengan cara-cara yang lain sudah tidak dapat diperbaiki lagi.”21
Dari kutipan pendapat ahli di atas, maka dapat diketahui dan
dipahami bahwa tujuan pemidanaan dapat dijadikan sebagai sarana
perlindungan untuk masyarakat, rehabilitasi dan juga sosialisasi untuk
menghilangkan rasa bersalah dalam segi psikologis bagi yang
bersangkutan dan membentuk efek jera bagi pelaku agar tidak
melakukan kejahatan lagi. Maka Penulis dapat menjadikan tinjauan
tersebut untuk mengetahui dan memahami tujuan pemidanaan terkait
hak kebebasan berpendapat di muka umum terhadap pelaku agar
mengetahui makna dan batasannya terlebih relevansinya dalam tindak
pidana ujaran kebencian.
c. Bentuk-bentuk Pemidanaan Atau Sanksi Pidana
Hukum pidana Indonesia mengenal jenis-jenis bentuk
pemidanaan atau sanksi pidana yang telah diatur dalam Pasal 10
KUHP, yaitu :
1) Pidana Pokok
a) Pidana mati
Pidana mati dilakukan sesuai dengan persetujuan Presiden.
Sebagai mana yang ditentukan dalam pasal 11 KUHP yaitu :
“pidana mati dijalankan oleh algojo di tempat gantungan pada
leher terpidana kemudian menjatuhkan papan tempat terpidana
berdiri’.
21 Ibid, hlm. 34
39
b) Pidana penjara
Pidana penjara ini terdapat 2 variasi, yaitu pidana penjara
sementara minimal satu hari dan maksimal pidana penjara seumur
hidup. Pidana penjara sendiri adalah pidana yang membatasi ruang
gerak pelaku tindak pidana sehingga pelaku akan kehilangan
kebebasan kemerdekaan. Sehingga pidana penjara inimal dilakukan
satu tahun dan maksimal seumur hidup.
c) Pidana kurungan
Pidana kurungan ini hampir sama dengan pidana penjara,
namun perbedaannya minimal 1 hari dan maksimal 1 tahun. Pidana
ini juga membatasi ruang gerak pelaku tindak pidana sehingga
terjadi perampasan kemerdekaan. Pidana ini dilakukan dengan
mengurung terpidana di dalam lembaga kemasyarakatan dan
jangka waktunya lebih ringan dibandingkan dengan pidana penjara.
d) Pidana denda
Pidana denda adalah kewajiban seorang terpidana dijatuhi
denda oleh keputusan Hakim atau Pengadilan untuk membayarkan
sejumlah uang tertentu karena telah melakukan suatu perbuatan
pidana.
2) Pidana Tambahan
a) Pencabutan hak-hak tertentu
Bentuk pidana ini adalah pencabutan suatu hak dalam
jabatan atau status yang berlaku sejak pada hari dimana putusan
Hakim dapat dijalankan.
b) Perampasan barang-barang tertentu
Pidana yang merampas barang-barang tertentu yang
merupakan jenis pidana harta kekayaan seperti pidana denda.
c) Pengumuman putusan hakim
Pidana tambahan pengumuman putusan hakim ini
dimaksudkan terutama untuk pencegahan agar masyarakat
terhindar dari kelihaian busuk atau kesembronoan seorang pelaku.
40
Adapun mengenai kualifikasi urut-urutan dari bentuk-bentuk
sanksi pidana tersebut adalah didasarkan pada berat ringannya pidana
yang diaturnya, yang terberat adalah yang disebutkan terlebih
dahulu.22
Hal ini menjelaskan bahwa bentuk-bentuk pemidanaan atau
sanksi pidana yang ada di Indonesia telah diatur di dalam peraturan
perundang-undangan yaitu KUHP. Dan terdapat 2 jenis sanksi pidana
yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. Penulis menyimpulkan
bahwa pidana pokok sendiri adalah sanksi pidana utama yang akan
selalu dijatuhkan kepada para pelaku tindak pidana sesuai dengan
kualifikasi berat ringannya tindak pidana yang dilakukan. Sedangkan
pidana tambahan adalah pidana yang ditambahkan terhadap pidana-
pidana pokok dan dapat dijatuhkan ataupun tidak kepada pelaku
pidana. Tetapi dalam beberapa peraturan perundang-undangan pidana
tambahan sendiri menjadi suatu keharusan.
Tinjauan di atas berkaitan dengan hukuman atau sanksi untuk
meninjau tindak pidana ujaran kebencian apabila yang dilakukannya
adalah terkait dengan pelanggaran dalam menyatakan pendapat di
muka umum. Hal ini sangat relevan terkait makna dan batas hak
kebebasan berpendapat di muka umum dalam perspektif tindak pidana
ujaran kebencian.
22 Tolib Setiady. 2010. Pokok-Pokok Hukum Penitensier Indonesia. Alfabeta. Bandung. hlm. 77
41
D. Tinjauan Tentang Tindak Pidana Ujaran Kebencian
1. Macam-macam Tindak Pidana Ujaran Kebencian
Berdasarkan Surat Edaran Kapolri Nomor SE/06/X/2016 tentang
Ujaran Kebencian (Hate Speech) disebutkan tentang ujaran kebencian
dapat berupa tindak pidana yang diatur dalam KUHP dan ketentuan-
ketentuan pidana lainnya di luar KUHP, yang berbentuk :
a. Penghinaan
Menurut R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam penjelasan Pasal 310 KUHP,
menerangkan bahwa menghina adalah menyerang kehormatan dan nama
baik seseorang. Yang diserang ini biasanya merasa malu. 23
b. Pencemaran nama baik
Pencemaran nama baik dalam KUHP dikenal sebagai tindakan
mencemarkan nama baik atau kehormatan seseorang melalui cara
menyatakan susuatu baik lisan maupun tulisan.24
c. Penistaan
Menurut Pasal 310 ayat (1) KUHP “penistaan adalah suatu
perbuatan yang dilakukan dengan cara menuduh seseorang ataupun
kelompok telah melakukan perbuatan tertentu dengan maksud agar
tuduhan itu diketahui orang banyak.”25
d. Perbuatan tidak menyenangkan
Dalam KUHP perbuatan tidak menyenangkan diatur dalam Pasal
335 ayat (1) yang menyatakan bahwa “barangsiapa secara segaja melawan
hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau
membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan suatu perbuatan lain
maupun perlakuan yang tak menyenangkan atau memakai ancaman
23 R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar Lengkap PAsal Demi
Pasal. Politea. Bogor. hlm. 225 24 Gusti Ayu Made Gita Permatasari dan Komang Pradnyana Sudibya. 2016. Tinjauan Yuridis
Mengenai Pengaturan Dan Pertanggungjawaban Tindak Pidana Terhadap Tindak Pidana Ujaran
Kebencian Di Media Sosial. Fakultas Hukum. Universitas Udayana. Bali 25 ibid
42
kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan tak menyenangkan,
baik terhadap orang lain itu sendiri maupun orang lain.”26
e. Memprovokasi
Menurut KBBI artinya adalah suatu perbuatan yang dilakukan
untuk membangkitkan kemarahan dengan cara menghasut, memancing
amarah, kejengkelan, dan membuat orang yang terhasut mempunyai
pikiran tidak baik dan emosi.27
f. Menghasut
Menurut R. Soesilo menghasut adalah mendorong, mengajak,
membangkitkan atau membakar semangat orang supaya berbuat sesuatu.28
Pidana yang mengatur tentang menghasut ada dalam Pasal 160 KUHP.
g. Menyebarkan berita bohong (hoax)
Menurut R. Soesilo menyebarkan berita bohong yaitu menyiarkan
berita atau kabar dimana ternyata kabar yang disiarkan ini adalah kabar
bohong.29
Tindakan-tindakan yang disebut diatas memiliki dampak terjadinya
penghilangan nyawa, kekerasan, diskriminasi, atau konflik sosial.30
Berdasarkan macam-macam tindak pidana ujaran kebencian yang
sudah dijelaskan di atas, maka Penulis dapat menarik kesimpulan bahwa
kualifikasi macam-macam tindak pidana ujaran kebencian sesungguhnya
telah tercantum dalam KUHP ataupun di luar KUHP yang tindakan-
tindakan tersebut dapat menimbulkan konflik sosial, diskriminasi,
kekerasan, atau bahkan penghilangan nyawa yang akhirnya memicu
26 Opcit, hlm. 41 27 Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pengertian Provokasi, http://kbbi.web.id/provokasi&ei, diakses
tanggal 03 Juni 2020 28 R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar Lengkap Pasal Demi
Pasal. Politea. Bogor. hlm. 136 29 R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar Lengkap Pasal Demi
Pasal. Politea. Bogor. hlm. 269 30 Opcit, hlm. 41
43
terpecah belahnya antar sesama. Sehingga apabila dikaitkan dengan hak
kebebasan berpendapat di muka umum maka tindakan tersebut merupakan
salah satu perwujudan dalam pelaksanaan hak kebebasan berpendapat di
muka umum. Karena tidak sedikit hak kebebasan berpendapat di muka
umum dalam pelaksanaannya justru dalam berpendapat mengandung kata-
kata yang menyebabkan penghinaan atau penistaan terhadap suatu hal.
Pencemaran nama baik, provokasi atau menghasut yang pada intinya
dalam penyampaian pendapat dilakukan di luar batasannya.
Sehingga secara garis besar tinjauan macam-macam tindak pidana
ujaran kebencian tersebut dapat digunakan untuk mengetahui dan
memahami makna dan batasan dalam hak kebebasan berpendapat di muka
umum, karena beberapa pendapat yang melanggar batasannya dapat
termasuk dalam tindak pidana ujaran kebencian dan hal ini sangat relevan
terkait hak kebebasan berpendapat di muka umum.
2. Dasar Hukum Yang Mengatur Tindak Pidana Ujaran Kebencian
Dalam Sistem Hukum Indonesia
Di Indonesia sendiri terdapat peraturan yang mengatur mengenai
larangan ujaran kebencian, yakni :
a. Pasal 156 KUHP yang menyatakan :
(1) “Barang siapa di muka umum menyatakan permusuhan, kebencian,
atau meremehkan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat
Indonesia, diancam dengan pidana penjara maksimum empat (4) tahun
atau pidana denda paling banyak empat juta lima ratus ribu rupiah (Rp.
4.500.000).”
44
(2) “Yang diartikan dengan golongan untuk pasal ini dan pasal berikutnya
ialah tiap bagian penduduk Indonesia yang berbeda dengan bagian atau
beberapa bagian lainnya karena suku-bangsa (ras), adat istiadat, agama,
daerah asal, keturunan, kebangsaan (nasionalitas), atau kedudukan
menurut hukum tata negara.”
c. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2018 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Indormasi dan
Transaksi Elektronik.
Pasal 28 ayat (2) yang menyatakan : “Setiap orang dengan sengaja dan
tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan
rasa kebencian dan permusuhan individu dan atau kelompok
masyarakat berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan
(SARA).”
Kualifikasi pasal ini adalah tindakan penyebaran kebencian dengan
menggunakan fasilitas internet atau media elektronik lainnya.31
Sehingga tindak pidana ujaran kebencian telah diatur dalam KUHP
yang telah dipaparkan macam-macam tindak pidana yang memenuhi
kualifikasi tindak pidana ujaran kebencian. Selain itu juga diatur dalam
UU ITE sehingga tindak pidana ujaran kebencian yang menggunakan
fasilitas internet dan media elektronik lainnya dapat dikualifikasikan dan
dikenakan pasal tersebut.
Kedua peraturan perundang-undangan tersebut dapat digunakan
untuk mengetahui dan memahami hak kebebasan berpendapat di muka
umum. Hal ini berkaitan dengan makna dan batasan dalam hak
31 Ibid, hlm. 08
45
menyatakan pendapat di muka umum secara langsung melalui tulisan atau
lisan maupun melalui media internet dan elektronik.
3. Aspek-Aspek Ujaran Kebencian
Ujaran kebencian yang bertujuan untuk menghasut dan menyulut
kebencian terhadap individu atau kelompok masyarakat dibedakan dari
beberapa aspek menurut peraturan perundang-undangan hukum pidana di
Indonesia, yaitu sebagai berikut :
a. Suku
Mengusahakan dukungan umum, dengan cara menghasut untuk
melakukan kekerasan, diskriminasi atau permusuhan sehingga terjadi
konflik sosial antar suku.
b. Agama
Menghina atas dasar agama, berupa hasutan untuk melakukan
kekerasan, diskriminasi atau permusuhan.
c. Aliran Keagamaan
Mengusahakan dukungan umum untuk melakukan penafsiran
tentang sesuatu agama yang ada di Indonesia dengan maksud untuk
menghasut melakukan kekerasan, diskriminasi atau permusuhan.
d. Kepercayaan
Menyulutkan kebencian berupa pernyataan permusuhan kepada
kepercayaan orang lain sehingga timbul diskriminasi antar masyarakat.
46
e. Ras
Menunjukkan kebencian kepada orang lain karena memperlakukan,
pembedaan berdasarkan pada ras yang mengakibatkan pengurangan
pengakuan atau pelaksanaan hak asasi manusia.
f. Antar Golongan
Penyebarluasan kebencian antar golongan penduduk dengan
maksud menghasut orang agar melakukan kekerasan, diskriminasi atau
permusuhan.
g. Warna Kulit
Menunjukkan kebencian kepada orang lain karena perbedaan
warna kulit yang mengakibatkan pengurangan pengakuan atau
pelaksanaan hak asasi manusia.
h. Etnis
Menunjukkan kebencian kepada orang lain karena memperlakukan,
pembedaan, pemilihan berdasarkan etnis yang mengakibatkan
pengurangan pengakuan atau pelaksanaan hak asasi manusia.
i. Gender
Segala bentuk pembedaan, pengucilan yang mempunyai pengaruh
atau tujuan untuk mengurangi pengakuan, penggunaan hak asasi manusia
yang didasarkan pada jenis kelamin.
47
j. Kaum Difabel
Menunjukkan kebencian kepada kaum difabel, sehingga ada
pembatas, hambatan, kesulitan atau pengurangan hak penyandang kaum
difabel.
k. Orientasi Seksual
Menyulutkan kebencian kepada orang lain yang memiliki orientasi
gender sehingga terjadi diskriminasi terhadap kaum tersebut.32
Berdasarkan penjelasan mengenai aspek-aspek ujaran kebencian
tersebut, secara garis besar tindak pidana ujaran kebencian dilakukan
dengan menyerang individu atau kelompok dalam masyarakat untuk
menyebarkan rasa benci dan permusuhan sehingga menimbulkan
diskriminasi dan konflik sosial serta kekerasan. Hal ini berarti bahwa hak
menyatakan pendapat telah melewati batasnya sehingga tinjauan tersebut
berkaitan untuk mengetahui dan memahami makna dan batasan yang
sesungguhnya dalam berpendapat di muka umum agar tidak menimbulkan
perpecahan dan termasuk ke dalam tindak pidana ujaran kebencian.
4. Sarana Untuk Melakukan Ujaran Kebencian
Dalam perbuatan tindak pidana ujaran kebencian seorang individu
atau kelompok dapat melakukan perbuatan tersebut melalui berbagai
media atau sarana, antara lain :
32 Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. 2015. Buku Penanganan Ujaran Kebencian (Hate
Speech). Jakarta. hlm. 13
48
a. Kampanye, Baik Berupa Orasi Maupun Tulisan
Menyatakan pikiran di depan umum, baik melalui tulisan atau lisan
dengan menghasut orang untuk melakukan kekerasan, diskriminasi atau
permusuhan.
b. Spanduk atau Banner
Mempertunjukkan tulisan yang disertai dengan gambar atau
informasi di muka umum yang mengandung pernyataan kebencian atau
penghinaan dengan maksud untuk melakukan kekerasan, diskriminasi atau
permusuhan.
c. Jejaring Media Sosial
Ujaran kebencian dapat dilakukan di media cetak atau elektronik,
yaitu :
1) Menyebarkan dan membuat aksesnya informasi yang memliki
muatan penghinaan dan pencemaran nama baik serta menghasut
dan memprovokasi.
2) Menyebarkan berita bohong untuk menimbulkan rasa benci atau
permusuhan antar individu atau kelompok berdasarkan suku,
agama, ras, dan antar golongan.
d. Penyampaian Pendapat Di Muka Umum
Menyatakan pikiran di depan umum, dengan menghasut orang
untuk melakukan kekerasan, diskriminasi atau permusuhan.
49
e. Ceramah Keagamaan
Ceramah yang menghasut agar memusuhi, mendiskriminasi atau
melakukan kekerasan atas dasar agama dengan menyalahgunakan kitab
suci.
f. Media Massa Cetak atau Elektronik
Menyebarkan dan membuat dapat diaksesnya informasi elektronik
atau dokumen elektronik yang memiliki muatan pernyataan permusuhan,
kebencian atau penghinaan.
g. Pamflet
Menpertunjukkan tulisan yang disertai dengan gambar di muka
umum yang mengandung pernyataan kebencian atau penghinaan dengan
maksud untuk melakukan kekerasan, diskriminasi atau permusuhan.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka ditinjau dari hak kebebasan
berpendapat di muka umum, seseorang dapat menyatakan pendapatnya
melalui media massa elektronik atau secara langsung. Sehingga banyak
sekali metode yang dapat dilakukan seseorang dalam menyatakan
pendapatnya di muka umum. Selain itu hak kebebasan berpendapat juga
dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan. Hal ini sangat relevan untuk
meninjau makna dan batasan hak kebebasan berpendapat di muka umum.
50
5. Unsur-Unsur Ujaran Kebencian
Dalam Surat Edaran Kapolri Nomor : SE/06/X/2015 tentang
Ujaran Kebencian memang tidak dijabarkan dengan jelas pengertian
ujaran kebencian, namun terdapat unsur-unsur eksplisit atau syarat-syarat
yang harus dipenuhi sehingga perbuatan tersebut termasuk dalam tindak
pidana ujaran kebencian. Berikut unsur-unsur ujaran kebencian :
a. Segala tindakan dan usaha baik langsung maupun tidak langsung.
b. Didasarkan pada kebencian atas dasar suku, agama, aliran keagamaan,
kepercayaan, ras, antar golongan, warna kulit, etnis, gender, kaum
difabel, dan orientasi seksual.
c. Yang merupakan hasutan terhadap individu maupun kelompok agar
terjadi diskriminasi, kekerasan atau permusuhan.
d. Yang dilakukan melalui berbagai sarana.33
Terkait penjelasan unsur-unsur ujaran kebencian di atas maka
secara garis besar suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai tindak pidana
ujaran kebencian apabila perbuatan tersebut dapat menyebabkan rasa
benci, permusuhan dan perpecahan antar sesama. Hal ini dapat dikaitkan
dengan meninjau hak kebebasan berpendapat di muka umum yang di mana
menyatakan pendapat dapat menimbulkan perbuatan atau memenuhi
unsur-unsur yang telah dijelaskan di atas, terlebih makna dan batasan
menyatakan pendapat di muka umum yang sangat mempengaruhi
33 Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. 2015. Buku Penanganan Ujaran Kebencian (Hate
Speech). Jakarta. hlm. 9
51
perbuatan tersebut dapat dikatakan memenuhi terkait unsur-unsur tindak
pidana ujaran kebencian.
E. Tinjauan Tentang Kejahatan Internet
1. Pengertian Kejahatan
Pengertian kejahatan telah dipaparkan atau dijelaskan oleh
pendapat ahli. Menurut R. Soesilo, pengertian kejahatan dibedakan
menjadi dua sudut pandang, yaitu : “a. sudut pandang yuridis, pengertian
kejahatan adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan
undang-undang; dan b. sudut pandang sosiologis, pengertian kejahatan
adalah perbuatan tingkah laku yang merugikan si penderita, juga sangat
merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman
dan ketertiban.”34
Maka suatu kejahatan memiliki arti perbuatan yang melanggar
peraturan perundang-undangan serta bertentangan dengan peraturan
ataupun norma-norma yang berlaku di masyarakat sehingga
mengakibatkan suatu kerugian untuk pelaku, penderita, dan juga
lingkungan masyarakat. Sehingga penjelasan di atas bertujuan untuk
meninjau kejahatan yang menyebabkan tindak pidana ujaran kebencian.
Selain itu, relevan dengan hak menyatakan pendapat di muka umum yang
dapat berubah menjadi kejahatan apabila dilaksanakan tidak sesuai
peraturan dan melewati batasannya sehingga dapat menimbulkan
kebencian antar sesama.
34 R. Soesilo. 1985. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar Lengkap Pasal Demi
Pasal. Politea. Bogor. hlm. 200
52
2. Pengertian Kejahatan Internet
Kejahatan internet atau yang sering didengar dengan istilah cyber
crime merupakan salah satu bentuk baru dari kejahatan masa kini yang
mendapat perhatian luas di dunia internasional. Cyber crime merupakan
salah satu sisi buruk dari kemajuan teknologi yang memiliki dampak
negatif bagi seluruh kehidupan modern masa kini. Definisi dan aturan
terkait cyber crime sendiri telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi elektronik.35
Dari penjelasan tersebut kejahatan internet adalah suatu perbuatan
yang melanggar peraturan atau melawan hukum yang dilakukan di dunia
maya atau internet sehingga penyebarannya dapat sangat meluas,
mengingat bahwa internet dapat diakses oleh siapapun, kapanpun dan
dimanapun. Hal ini dapat digunakan untuk meninjau hak kebebasan
berpendapat di media internet atau elektronik terlebih makna dan
batasannya. Sehingga relevan dengan melihat kondisi zaman sekarang
yang sangat maju di bidang teknologi dan informasi.
3. Media Sosial
Pengertian secara umum terkait media sosial adalah media internet
yang mendukung interaksi sosial menggunakan teknologi berbasis web
yang mengubah komunikasi menjadi dialog interaktif. Contoh media
sosial pada zaman sekarang adalah facebook, twitter, instagram, dan masih
banyak sekali dan terus bertambah seiring berkembangnya zaman. Saat
35 Barda Nawawi Arif. 2006. Tindak Pidana Mayantara. Rajawali Pers. Jakarta. hlm. 02
53
teknologi internet dan mobile phone semakin maju maka media sosial akan
tumbuh dengan pesat. Kecanggihan media sosial dan internet dapat
menimbulkan dampak negatif atau positif dalam penggunaannya.36
Selanjutnya dapat diartikan bahwa media sosial adalah media
internet dengan menggunakan teknologi melalui web atau aplikasi-aplikasi
media sosial yang banyak bermunculan di masa sekarang yang
memudahkan komunikasi dan dialog antara satu dengan yang lain. Hal
tersebut relevan dengan Indonesia sebagai negara demokrasi yang dapat
menggunakan media sosial sebagai wadah untuk menyatakan pendapat
dan menyampaikan pikirannya secara bebas dan luas di muka umum.
Maka dapat digunakan untuk meninjau makna dan batasan hak kebebasan
mengemukakan pendapat di muka umum melalui media internet atau
secara langsung.
F. Tinjauan Umum Tentang Hak Kebebasan Berpendapat Di Muka
Umum
1. Pengertian Hak Kebebasan Berpendapat Di Muka Umum Atas Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1998
Pengertian mengemukakan pendapat di muka umum adalah
mengemukakan sebuah gagasan atau pikiran secara luas di muka umum.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, seseorang yang
36 PT. KOMUNIKASI. Pengertian Media Sosial, http://komunikasi.google.co.id, diakses tanggal
04 Juni 2020
54
menyatakan pendapatnya dijamin secara konstitusional. Hal tersebut dapat
dibuktikan dengan adanya peraturan perundang-undangan terkait Hak
Kebebasan Berpendapat Di Muka Umum Atas Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 9 Tahun 1998. Menyampaikan pendapat merupakan
salah satu hak asasi manusia yang ada dalam Pasal 28 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan :
“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-
Undang”.37
Sehingga kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum
berarti salah satu cara untuk hidup berdemokrasi dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara di Indonesia yang dilaksanakan dengan bebas
dan bertanggung jawab berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan telah dijamin oleh konstitusional. Maka penjelesan tersebut
bertujuan untuk meninjau makna dan batasan hak kebebasan berpendapat
di muka umum setiap warga Indonesia.
2. Pengertian Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat Dalam Pasal 1 Ayat
(1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1998
“Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah adalah hak setiap
warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan
sebagainya secara bebas dan bertanggungjawab sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan”.38
37 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 38 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Menyampaikan Pendapat Di
Muka Umum
55
Secara garis besar, bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat
di muka umum adalah salah satu cara untuk menyampaikan pikiran dan
pendapat serta aspirasi dan argumen sebagai warga negara secara lisan
maupun tertulis secara luas di muka umum. Penjelasan tersebut dapat
digunakan untuk mengetahui dan memahami makna dan batasan hak
kebebasan berpendapat di muka umum yang seharusnya telah terjamin
oleh negara pemenuhannya apabila dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
3. Ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1998
Belum Menjamin Kemerdekaan Berpendapat
Dalam penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9
Tahun 1998 tentang Kebebasan Mengemukakan Pendapat Di Muka
Umum, negara belum menjamin secara sepenuhnya.39 Agar terjaminnya
hak-hak sipol, aparatur negara tidak perlu ikut campur yang berlebihan
atau dengan kata lain harus bertindak pasif. Karena hal ini diperlukan
untuk memastikan agar hak-hak ini terjamin dan terselenggara dengan
baik.40
Dengan demikian hal tersebut menjelaskan bahwa hak menyatakan
pendapat di muka umum belum terjamin dengan baik. Seharusnya negara
harus memastikan bahwa hak ini dapat terjamin dan berjalan dengan baik
dengan cara tidak terlalu membatasi atau campur tangan langsung apabila
39 Ibid, hlm. 54 40 Konvenan Hak Sipil Politik 1996
56
warga negara menyampaikan pendapatnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Maka sangat berkaitan dengan hak menyatakan
pendapat di muka umum oleh warga negara yang terkadang mendapat
pembatasan berlebihan sehingga hak kebebasan berpendapat di muka
umum menimbulkan pelanggaran dan malah keluar dari batasannya dalam
perspektif tindak pidana ujaran kebencian.
4. Tinjauan Umum Tentang Kebebasan Berekspresi
a. Pengertian Kebebasan Berekspresi
Negara yang demokrasi menganjurkan kepada warganya untuk
menilai kinerja pemerintahannya. Warga negara dapat menyebarluaskan
informasi dan pendapatnya kemudian mendiskusikannya dengan yang lain.
Kebebasan berekspresi kemudian menjadi bentuk untuk melawan
penguasa yang melarangnya atau menghambat pelaksanaan untuk
mendapatkan hak tersebut.41
Kebebasan berkespresi dan mengeluarkan pendapat adalah prinsip
universal di dalam negara demokratis yang biasa diwujudkan sebagai
kebebasan berpendapat. Kebebasan berkespresi hanya bisa menjadi pilar
yang efektif bagi demokrasi dan hak asasi manusia jika dilakukan dengan
terbuka. Bahkan pelanggaran terhadap hak kebebasan berkekspresi
seringkali terjadi dengan pelanggaran lainnya, seperti pelanggaran
terhadap hak atas kebebasan berserikat dan berkumpul dan pelangaran atas
hak menyampaikan pendapat di muka umum. Sedangkan hak akan
41 Jimly Asshiddique. 2006. Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran Partai Politik, dan Mahkamah
Konstitusi. Konstitusi Press. Jakarta. hlm. 21
57
kebebasan berpendapat sendiri merupakan hak yang paling penting
diantara hak-hak lainnya.42
Dapat diartikan bahwa kebebasan berkespresi yang sangat penting
adalah salah satunya mengeluarkan pendapat di muka umum yang
dianggap penting dalam penyelenggaan demokrasi sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Maka kebebasan berkespresi akan sangat baik
apabila dilakukan di depan publik dengan cara terbuka. Selain itu
kebebasan mengemukakan pendapat adalah unsur terpenting sebuah
negara demokrasi. Karena demokrasi timbul dengan adanya perbedaan
pendapat yang dapat membuka pertukaran pemikiran, diskusi yang sehat,
perdebatan yang berkualitas dan tidak menimbulkan perpecahan.
Ditinjau dari penjelasan tersebut maka dapat diketahui dan
dipahami hak akan mengemukakan pendapat di muka umum adalah hak
kebebasan berkespresi yang harus dilakukan sesuai peraturan perundang-
undangan. Sehingga berdasarkan hal tersebut dapat ditinjau hak dan
batasan hak kebebasan berpendapat di muka umum dalam perspektif
tindak pidana ujaran kebencian.
5. Kebebasan Berekspresi Dalam Jaminan Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-
mata karena ia manusia dan berdasarkan martabatnya sebagai manusia.
Dengan kata lain hak-hak itu melekat pada diri manusia. Salah satu hak
asasi manusia adalah hak kebebasan berekspresi yang sering ditunjuk
42 T.M. Scanlon. Jr. 1978. Freedom of Expression and Categories of Expression. Law Review.
University Pittsburg. hlm. 9
58
untuk mewakili hak-hak sipil dan politik. Hak akan kebebasan berekspresi
salah satunya hak berpendapat yang membawa segala konsekuensi di
dalamnya, termasuk larangan untuk mengurangi atau membatasi hak
tersebut. Hak kebebasan berpendapat sangat terkait erat dengan hak
seseorang untuk berserikat, berkumpul, memeluk agamnya masing-masing
sesuai dengan kepercayaannya.43
Negara harus menghormati dan melindungi hak atas kebebasan
berpendapat tanpa mengurangi sedikitpun. Maka kebebasan ini dijamin
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1998 tentang
Kebebasan Mengemukakan Pendapat Di Muka Umum. Sebab dalam
kehidupan bernegara sebuah argumen menunjukkan adanya pandangan
yang sangat lumrah terjadi, guna memperbaiki dan koreksi sesuatu yang
kurang benar. Dengan adanya jaminan yang cukup kuat terhadap
kemerdekaan berpendapat memastikan gagasan yang dibutuhkan dalam
memajukan kesejahteraan masyarakat.44
Sehingga dapat diartikan bahwa hak kebebasan berpendapat di
muka umum harus dilaksanakan dan dijamin sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku tanpa melawan hukum yang ada karena
hak tersebut merupakan hak asasi manusia yang harus dijamin
pelaksanaannya oleh negara dan pemerintah. Hal tersebut dapat digunakan
43 Albert Hasibuan. 2008. Politik Hak Asasi Manusia dan UUD 1945”. Law Review Fakultas
Hukum Universitas Pelita Harapan. hlm. 11 44 Todung Mulya Lubis. 1993. Hak-Hak Asasi Manusia Dalam Masyarakat Dunia. Yayasan Obor
Indonesia. Jakarta. hlm. 16
59
untuk mensejahterakan kehidupan berbangsa dan bernegara antara warga
negara dan pemerintahannya dalam pemerintahan yang demokrasi.
Terlebih hak asasi manusia juga telah diatur dalam pasal 1 ayat (1)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia.
Maka hal ini sangat penting digunakan untuk mengetahui dan
memahami makna kebebasan berkspresi terutama kebebasan dalam
mengeluarkan pikiran dan pendapatnya di muka umum dan batasan hak
kebebasan berpendapat di muka umum karena hak kebebasan berpendapat
di muka umum harus dilaksanakan sesuai peraturan dan tidak melanggar
hukum demi terciptanya ketertiban. Selain itu hak kebebasan berpendapat
di muka umum sangat erat dengan hak asasi manusia setiap individu.