Upload
others
View
19
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Motor Bakar
2.1.1 Definisi Motor Bakar
Motor bakar adalah salah satu jenis dari mesin kalor, yaitu mesin yang
mengubah energi termal untuk melakukan kerja mekanik atau mengubah tenaga
kimia bahan bakar menjadi tenaga mekanis. Energi diperoleh dari proses
pembakaran, proses pembakaran dan juga perubahan energi tersebut dilaksanakan
di dalam mesin dan dilakukan di luar mesin (Wiranto Arismunandar, 1988)
2.2 Prinsip Kerja Motor Bakar
Menurut Haryono (1997:56-57) prinsip kerja motor bensin 4 tak dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1. Langkah Isap
Torak bergerak dari TMA ke TMB. Katup masuk terbuka (IN), katup
buang tertutup (EX). Bahan bakar dari karburator dihisap melalui saluran isap
masuk ke ruang bakar. Proses ini dapat dilihat pada gambar 2.1
Gambar 2.1 Langkah Isap
5
2. Langkah kompresi
Torak bergerak dari TMB ke TMA. Semua katup (IN dan EX) tertutup.
Bahan bakar dikompresikan. Dengan tekanan berkisar 6 – 9 kg/cm². Pada akhir
langkah kompresi busi memercikkan api hingga terjadi pembakaran. Proses ini
dapat dilihat gambar 2.2
Gambar 2.2 Langkah Kompresi
3. Langkah Usaha
Torak bergerak dari TMA ke TMB. Semua katup (IN dan EX) tertutup.
Bahan bakar dibakar hingga mempunyai tekanan ± 15 – 25 kg/cm². Proses ini dapat
dilihat pada gambar 2.3
6
Gambar. 2.3 Langkah Usaha
4. Langkah Buang
Torak bergerak dari TMB ke TMA. Katup buang (EX) terbuka dan katup
masuk (IN) tertutup. Bahan bakar bekas di dorong keluar melalui saluran keluar.
Proses ini dapat dilihat pada gambar 2.4
Gambar. 2.4 Langkah Buang
2.3 Siklus Udara Volume Konstan (Siklus Otto)
Motor bensin adalah jenis motor bakar torak yang bekerja berdasarkan
siklus volume konstan, karena saat pemasukan kalor (langkah pembakaran) dan
pengeluaran Kalor terjadi pada volume konstan. Siklus ini adalah siklus yang ideal.
Seperti yang terlihat pada diagram P – V gambar 2.5
7
Gambar 2.5 Diagram P – V Siklus Otto (siklus volume konstan).[Arismunandar,
Wiranto, 1988].
Adapun siklus ini adalah sebagai berikut : [Arismunandar, Wiranto, 1998].
1. Langkah 0 – 1 adalah langkah hisap, yang terjadi pada tekanan (P)
konstan
2. Langkah 1 – 2 adalah langkah kompresi, pada kondisi isentropik.
3. Langkah 2 – 3 adalah proses pemasukan kalor pada volume konstan.
4. Langkah 3 – 4 adalah proses ekspansi, yang terjadi secara isentropik.
5. Langkah 4 – 1 adalah langkah pengeluaran kalor pada volume
konstan.
2.4 Efisiensi Mesin
Efisiensi mesin ditientukan oleh rasio kompresi mesin ( perbandingan
volume maksimum dan minimum ruang pembakaran ) yang nilainya berkisar antara
8 : 1 sampai 10 : 1 pada mesin otto modern. Rasio kompresi yang lebih tinggi
sampai 15 : 1 yang akan meningkatkan efisiensi mesin, dapat saja terjadi jika
digunakan bahan bakar beroktan tinggi ( high-octane antiknock fuels). Efisiensi
mesin otto modern yang bagus berkisar antara 20 dan 25 persen – dengan kata lain
hanya sebesar itulah persentase energi bahan bakar diubah menjadi energi mekanik
(Suparmono B, dkk. 2007 : 278).
8
2.5 Kajian Penelitian Yang Relevan
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Muku dan Sukadana (2009:26)
yang berjudul Pengaruh Rasio Kompresi Terhadap Unjuk Kerja Mesin Empat
Langkah Menggunakan Arak Bali Sebagai Bahan Bakar, hasil penelitian diketahui
penggunaan bahan bakar arak bali pada kendaraan, jika rasio kompresi mesin
dibesarkan pada unjuk kerja mesin meningkat dan konsumsi bahan bakar menurun.
Sedangkan untuk penggunaan bahan bakar premium, jika rasio kompresi mesin
dibesarkan pada unjuk kerja mesin menurun dan konsumsi bahan bakar meningkat.
2.6 Perbandingan Kompresi.
Perbandingan kompresi adalah mencirikan seberapa banyak campuran
bahan bakar dan udara yang masuk silinder pada langkah hisap, dan yang
dimampatkan pada langkah kompresi (Raharjo dan Karnowo, 2008:97). Seperti
pada gambar 2. 6
Gamabar 2.6 Perbandingan Kompresi
𝑃𝐾 = 𝑉𝑠 + 𝑉𝑐
𝑉𝑐
Keterangan : PK = perbandingan kompresi
Vs = volume silinder
9
Vc = volume kompresi (ruang bakar)
(Suyanto, 1989:33)
Angka perbandingan kompresi yang tinggi mengakibatkan tekanan awal
pembakaran menjadi lebih tinggi. Dengan tekanan awal pembakaran yang tinggi
berarti tekanan maksimum yang dihasilkan oleh pembakaran akan menjadi lebih
tinggi sehingga tenaga yang dihasilkan menjadi lebih besar (Suyanto, 1989:34).
Apabila gaya yang mendorong lebih besar maka akan lebih besar pula
momen yang dihasilkan, sehingga semakin besar tekanan hasil pembakaran di
dalam silinder maka akan semakin besar momen yang dihasilkan pada poros engkol
(Suyanto, 1989:35).
Semakin tinggi nilai perbandingan kompresi semakin tinggi pula nilai
tekanan kompresi. Pengaruh tekanan kompresi terhadap mesin adalah semakin
besar tekanan kompresi semakin besar pula tenaga yang dihasilkan oleh mesin.
Motor dengan perbandingan kompresi yang tinggi mempunyai kelemahan
yakni dengan tingginya tekanan pada akhir kompresi atau tekanan awal
pembakaran berarti suhu dalam ruang kompresi juga akan naik. Apabila hal ini
terjadi maka bisa terjadi detonasi (bila tekanan kompresi yang tinggi tidak diikuti
dengan pemakaian bahan bakar yang beroktan tinggi) (Suyanto, 1989:34).
2.7 Tekanan Kompresi
Tekanan kompresi adalah tekanan efektif rata-rata yang terjadi di ruang
bakar tepat di atas piston. Tekanan kompresi yang terlalu tinggi akan
mengakibatkan terjadinya pembakaran terlalu awal, sedangkan tekanan kompresi
yang tidak mencukupi mengakibatkan pembakaran tidak sempurna (Boentarto,
2005:30).
10
2.8 Konsumsi bahan bakar spesifik
Konsumsi bahan bakar spesifik atau Spesific Fuel Consumtion (SFC)
adalah jumlah bahan bakar per waktunya untuk menghasilkan daya sebesar 1 Hp.
Jadi SFC adalah ukuran ekonomi pemakaian bahan bakar (Raharjo dan Karnowo,
2008:115).
𝑆𝐹𝐶 = 𝐺𝑓
𝑁𝑒
Keterangan : SFC = Spesific Fuel Consumtion (kg/jam.Kw)
Ġf = jumlah bahan bakar yang digunakan (Kg/Jam)
Ne = daya poros (KW)
(Raharjo dan Karnowo, 2008:115).
2.9 Etanol
Etanol atau etil alkohol, C2H50H, merupakan cairan yang tidak berwarna,
larut dalam air, eter, benzen dan semua pelarut organik, serta memiliki bau khas
alkohol. Etanol dapat dipandang sebagai turunan dari etana, C2H6, dengan salah
satu atom H digantikan dengan gugus hidroksil. Gugus hidroksil akan
membangkitkan polaritas pada molekul dan menimbulkan ikatan hidrogen antar
molekul. Sifatsifat kimia dan fisik etanol sangat tergantung pada gugus hidroksil.
Studi spektroskopi inframerah menunjukkan bahwa pada keadaan cair, ikatanikatan
hidrogen terbentuk karena tarik menarik antara hidrogen-hidroksil satu molekul
dengan oksigen-hidroksil dari molekul yang lain. Ikatan hidrogen mengakibatkan
etanol cair sebagian besar terdimerisasi. Dalam keadaan uap, molekul-molekul
etanol bertabiat monomeric [Logsdon, (1994)].
11
Pada tekanan > 0,114 bar (11,5 10a) etanol dan air dapat membentuk
larutan azeotrop (larutan yang mendidih seperti cairan murni: komposisi uap dan
cairan sama) [Seader dan Kurtyka, (1984)]. Pada keadaan atmosferik (l atm)
campuran ini terdiri dari etanol 95,57% (massa) atau 97,3% (volume) atau 89,43%
(mol), dan air 4,43% (massa) atau 2,7% (volume) atau 10,57% (mol). Pada kondisi
ini larutan mendidih pada temperatur 78,15 oc [Kosaric, dkk. (1993)], [Seader dan
Kurtyka, (1984)].
Etanol mempunyai titik beku yang rendah, sehingga larutan akuatik etanol
memiliki titik beku lebih rendah dari air seperti pada tabel 2.1 Etanol juga dapat
digunakan untuk membunuh kuman/ miloorganisme.
Tabel 2.1 Sifat-sifat fisik etanol anhidrous
Keterangan Nilai Titik beku (fp), °𝐶 -114,15 Indeks bias (𝑛20) 1,36048 Berat jenis (𝑑20
20) 0,79044 Tegangan permukaan pada temperatur 20 °𝐶, mN/m 22,03 Kapasitas kalor (16-21 °𝐶), J/g K 2,415 Kalor pembentukan, kJ/mol 277,69 Kalor penguapan pada temperatur, kJ/kg
70 °𝐶 855,66 80 °𝐶 900,83 100 °𝐶 799,05
Kalor pembakaran pada volume konstan, kJ/mol 1370,82 Konduktifitas thermal pada temperatur 20 °𝐶, µW/mL
18
Viskositas dinamik ɳ , mPa s 1,19 Koefisien ekspansi volumentrik, 1/K 1,1 x 10−3 Kalor pencampuran etanol 30 % dengan 70 % air pada temperatur 17,33 °𝐶 , J/kg
39,32
Titik kejut, °𝐶 13 Temperatur penyalaan, °𝐶 425 Batas eksplosit, g/𝑚3
Bawah, 3,5 % (volume) 67 Atas, 15 % (volume) 290
Tekanan maksimum eksplosit kN/𝑚2 736 Spesifik konduktifitas, 1/Ω cm 135 x 10−11
12
Keterangan Nilai Koefisien difusi untuk uap T 20 °𝐶 dan P = 101,3 kPa, 1/cm
0,12
Nilai kalor pembakaran, kJ/kg Nilai kalor pembakaran netto 29895 Nilai kalor pembakaran bruto 29964
2.10 Kegunaan Etanol
Etanol banyak digunakan sebagai pelarut, germisida, minuman, bahan anti
beku, bahan bakar, dan senyawa antara untuk sintesis senyawa-senyawa organik
lainnya- Etanol sebagai pelarut banyak digunakan dalam industri farmasi,
kosmetika, dan resin maupun laboratorium. Di Indonesia, industri minuman
merupakan pengguna terbesar etanol, disusul berturut-turut oleh industri asam
asetat, industri farmasi, kosmetika, rumah sakit dan industri lainnya. Sebagai bahan
baku, etanol digunakan untuk pembuatan senyawa asetaldehid, butadiena, dietil
eter, etil asetat, asam asetat, dan sebagainya.
Penggunaan etanol sebagai bahan bakar, mempunyai prospek yang cerah.
Etanol dapat digolongkan sebagai bahan yang dapat diperbarukan, karena dapat
dibuat dari bahan baku yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Etanol murni (100%)
dapat digunakan sebagai cairan pencampur pada bensin. Etanol mempunyai angka
oktan yang cukup tingi, sehingga dapat digunakan untuk menaikkan angka oktan.
Perbandingan karakter bahan bakar etanol dengan bensin dan solar disajikan dalam
Tabel 2.2. [Bailey, (1996)].
Tabel 2.2 Perbandingan bahan bakar etanol dengan bensin dan solar
Parameter Bahan bakar Etanol Bensin Solar
Titik didih, 77,78 - 78,33 26,67 - 225 190,56 - 332,22 Densitas, Kg/L 0,791 0,719 - 0,779 0,815 – 0,875 Tekanan uap Reid
(RVP), bar 0,16 - 0,17 0,55 – 1,03 (1,03 –
1,52)10−3 Tekanan uap Reid
pencampuran, bar 1,24 – 1,52 0,55 – 1,03 0
13
*) : R = angka oktan research, dan M = angka oktan motor.
Angka oktan adalah skala sembarang yang didasarkan
pada kinerja campuran dari iso-oktana (2,2,4 trimetil
paitana), yang tahan ketuk dan n-heptana yang rata
terhadap ketuk. Iso- oktana mempunyai angka
oktan 100 sedangkan n-heptana mempunyai angka oktan
0.
**) : SE = energi spesifik, merupakan harga perbandingan kalor
pembakaran netto (LHV) dengan perbandingan bahan
bakar : udara (AF); menunjukkan jumlah kalor yang
dilepaskan per satuan udara yang ditambahkan.
Jenis etanol yang digunakan untuk bahan bakar adalah etanol anhidrous
(absolut) dan etanol berair (konsentrasi 85 – 95 %). Baik gasalkohol (campuran 10-
20% volume etanol absolut dengan bensin) maupun etanol berair telah digunakan
oleh pemerintah brazilia [korasic, dkk. (1993)]. Gasohol dengan kadar etanaol 10%
volume lazim disebut bahan bakar E-10. Spesifikasi produk absolut untuk
pembuatan etanol disajikan dalam tabel 2.3 sebagai berikut :
Kalor penguapan, kJ/Kg
841,99 – 930,4 325,6 – 395,4 232,59 – 604,75
Titik penyalaan sendiri,
365 – 425 203,89 - 260
Batas penyalaan, % 3,3 – 19,0 1,0 – 8,0 0,6 – 5,5 Perbandingan udara : bahan bakar, (massa)
8,97 – 9,0 14,5 – 14,7 14,6 – 15,0
Temperatur nyala adibiatik,
1930 1977,2 2053,89
Kalor pembakaran netto, MJ/L
18,96 – 19,03 27,29 – 29,30 32,23 – 32,55
Angka oktan, (R+M)/2∗)
96 – 113 85 – 96 Tidak Berlaku
SE, LHV/AF, kJ/𝐾𝑔∗∗)
6977,9 6791,6 Tidak Berlaku
14
Tabel 2.3 Spesifikasi produk etanol anhidrous
Keterangan :
*) : Spesifikasi produk pada Pekin Plant Fuel-Grade Ethanol (Williams,2000)
**) : Spesifikasi etanol anhidrous menurut Korasic, dkk, 1993
***) : Dihitung pada temperatur 20ºC
****) : ETM = Ethanol Testing Method (CORA Engineering)
Parameter Nilai batas*) Niiai batas**) Metode Test Konsentrasi Etanol (%volume)
100 min 99.8 ASTM D-22/E-44P
Berat jenis, 160C 0,787-0,795 Max 0,7911***) ASTM D-1298 Konsentrasi air ( % massa)
min 0.5 max 0,8
- ASTM E-203
Konsentrasi metanol (% volume)
Max 0,5
- 170 Metode A atau B
Residu tak menguap mg/100 ml
max 5 max 32
Max 2,0 ASTM D-1353
Konsentrasi CE, mg/L
Max 32 - ASTM D-512 Met. C
Konsentrasi Cu, mg/Kg
Max 0,1 - ASTMD- 1688 Met. D
Derajat keasaman sebagai asam asetat, (% massa)
max 0,007
Max 0,002 ASTM D-161.3
Uji Penampakan bersih, bebas dari padatan dan kontaminan
bersih, bebas dari padatan dan kontaminan
visual
Warna, Pt-Co Max 50 Max 10 ASTM D-1209 Hidrokarbon untuk denaturasi, kg/100 kg
Max 5,0 min 2,0
Kromatografi gas, ASTM D-2/E44 P170 Metode A atau B
pH 6,5 -9 Prosedur Williams
Waktu pengamatan min 25 ETM****) 110.77 Bau sisa nihil ASTM D 1296
15
Sedangkan spesifikasi produk etanol yang paling layak diprosuksi yaitu
etanol 95% (volume). Seperti tabel 2.4 dibawah ini :
Tabel 2.4 Spesifikasi produk etanol konsentrasi 95%
Parameter Nilai batas*)
Konscntrasi rata-rata pada 160C (proof)
Spesifik gravitasi 160C
Konsentrasi alkohol dcrajat tinggi (ppm. v/v)
Konsentrasi metanol (ppm- v/v)
Residu tidak menguap, mg/100 ml,
Derajat keasaman sebagai asam asetat, (ppm)
Uji penampakan
Warna , Pt-Co
Waktu permanganat, (menit)
Asetaldehid (ppm, v/v)
Min 192,4 (min 96,2%
vol)
0,7870 – 0,7950
< 10
< 40
max 2,5
6 -12
bersih, bebas dari
padatan dan
kontaminan
max 10
min 4,0
< 10
Keterangan :
*) Spesifikasi produk pada Pekin Plant Fuel-Grade Ethanol [Williams,
(2000)].
Keunggulan etanol dibanding dengan bahan-bahan bakar lain adalah :
1. Campuran bensin dengan etanol dapat mengurangi emisi gas buang
seperti karbon monoksida, dan senyawa organik mudah menguap Karbon
monoksida merupakan gas tidak berwarna, tidak berbau dan beracun yang
dapat mereduksi aliran oksigen pada darah. Penelitian yang dilakukan
Environmental Protection Agency (EPA) menunjukkan bahwa campuran
16
bahan bakar etanol-bensin dapat mengurangi emisi karbon monoksida
antara 25-30%.
2. Etanol dapat menggantikan senyawa timbal (TEL) sebagai senyawa
pengungkit angka oktan bensin. Setiap pencampuran sejumlah 10%
etanol, akan menaikan angka oktan sampai 3 digit.
3. Etanol merupakan bahan yang dapat diperbarukan. Bahan baku
pembuatan etanol, yaitu karbohidrat digolongkan sebagai bahan yang
dapat diperbarukan.
Bahan bakar etanol juga mempunyai kekurangan anatara lain:
menghasilkan emisi nitrogen oksida (𝑁𝑂2) dan senyawa aldehid lebih besar. E-10
menghasilkan emisi 𝑁𝑂2 sebanyak 3% lebih besar daripada bensin biasa. Senyawa
aldehid dapat berbentuk asetaldehid dan formaldehid, yang dihasilkan dari reaksi
dekomposisi etanol. E-10 menghasilkan senyawa asetaldehid dua kali lebih besar
daripada bensin dan kadar formaldehid kurang lebih 30% lebih tinggi [Bailey,
(1996)]. Emisi ini juga dihasilkan oleh bahan bakar bensin yang dicampur dengan
senyawa oksigenat (seperti MTBE, ETBE).