28
38 BAB II TINJAUAN PUSTAKA TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT DAN PELAYANAN KESEHATAN A. Tanggung Jawab Hukum 1. Pengertian Tanggung Jawab Hukum Tanggung jawab Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tanggung jawab adalah kewajiban menanggung segala sesuatunya bila terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, dan diperkarakan. Dalam kamus hukum, tanggung jawab adalah suatu keseharusan bagi seseorang untuk melaksanakan apa yang telah diwajibkan kepadanya. Menurut hukum tanggung jawab adalah suatu akibat atas konsekuensi kebebasan seorang tentang perbuatannya yang berkaitan dengan etika atau moral dalam melakukan suatu perbuatan. 22 Selanjutnya menurut Titik Triwulan pertanggungjawaban harus mempunyai dasar, yaitu hal yang menyebabkan timbulnya hak hukum bagi seorang untuk menuntut orang lain sekaligus berupa hal yang melahirkan kewajiban hukum orang lain untuk memberi pertanggung jawabannya 23 . Tanggung jawab hukum itu terjadi karena adanya kewajiban yang tidak dipenuhi oleh salah satu pihak yang melakukan perjanjian , hal 22 Soekidjo Notoatmojo, Etika dan Hukum Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, 2010, hlm 21. 23 Titik Triwulan dan Shinta Febrian, Perlindungan Hukum bagi Pasien, Prestasi Pustaka,Jakarta, 2010, hlm 48.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA TANGGUNG JAWAB …repository.unpas.ac.id/41828/4/10 BAB 2.pdf38 BAB II TINJAUAN PUSTAKA TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT DAN PELAYANAN KESEHATAN A. Tanggung Jawab

  • Upload
    others

  • View
    30

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

38

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT DAN

PELAYANAN KESEHATAN

A. Tanggung Jawab Hukum

1. Pengertian Tanggung Jawab Hukum

Tanggung jawab Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

tanggung jawab adalah kewajiban menanggung segala sesuatunya bila

terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, dan diperkarakan. Dalam

kamus hukum, tanggung jawab adalah suatu keseharusan bagi

seseorang untuk melaksanakan apa yang telah diwajibkan kepadanya.

Menurut hukum tanggung jawab adalah suatu akibat atas konsekuensi

kebebasan seorang tentang perbuatannya yang berkaitan dengan etika

atau moral dalam melakukan suatu perbuatan.22 Selanjutnya menurut

Titik Triwulan pertanggungjawaban harus mempunyai dasar, yaitu hal

yang menyebabkan timbulnya hak hukum bagi seorang untuk

menuntut orang lain sekaligus berupa hal yang melahirkan kewajiban

hukum orang lain untuk memberi pertanggung jawabannya23.

Tanggung jawab hukum itu terjadi karena adanya kewajiban yang

tidak dipenuhi oleh salah satu pihak yang melakukan perjanjian , hal

22 Soekidjo Notoatmojo, Etika dan Hukum Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, 2010, hlm

21. 23 Titik Triwulan dan Shinta Febrian, Perlindungan Hukum bagi Pasien, Prestasi

Pustaka,Jakarta, 2010, hlm 48.

39

tersebut juga membuat pihak yang mengalami kerugian akibat haknya

tidak di penuhi oleh salah satu pihak.

2. Teori Tanggung Jawab Hukum

Menurut Abdulkadir Muhammad teori tanggung jawab dalam

perbuatan melanggar hukum (tort liability) dibagi menjadi beberapa

teori, yaitu :24

a. Tanggung jawab akibat perbuatan melanggar hukum yang

dilakukan dengan sengaja (intertional tort liability), tergugat harus

sudah melakukan perbuatan sedemikian rupa sehingga merugikan

penggugat atau mengetahui bahwa apa yang dilakukan tergugat

akan mengakibatkan kerugian.

b. Tanggung jawab akibat perbuatan melanggar hukum yang

dilakukan karena kelalaian (negligence tort lilability), didasarkan

pada konsep kesalahan (concept of fault) yang berkaitan dengan

moral dan hukum yang sudah bercampur baur (interminglend).

c. Tanggung jawab mutlak akibat perbuatan melanggar hukum tanpa

mempersoalkan kesalahan (stirck liability), didasarkan pada

perbuatannya baik secara sengaja maupun tidak sengaja, artinya

meskipun bukan kesalahannya tetap bertanggung jawab atas

kerugian yang timbul akibat perbuatannya.

24 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, 2010,

hlm.503

40

Menurut Pasal 1365 KUHPerdata, yang dimaksud dengan

perbuatan melawan hukum adalah perbuatan yang melawan hukum

yang dilakukan oleh seorang yang karena salahnya telah

menimbulkan kerugian bagi orang lain. Dalam ilmu hukum dikenal

3 (tiga) katgori perbuatan melawan hukum, yaitu sebagai berikut :

a. Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan.

b. Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur

kesengajaan maupun kelalaian).

c. Perbuatan melawan hukum karena kelalaian.

Jika ditinjau dari pengaturan KUHPerdata Indonesia

tentang perbuatan melawan hukum lainya, sebagaimana juga

dengan KUHPerdata di negara sistem Eropa Kontinental, maka

model tanggung jawab hukum adalah sebagai berikut :25

a. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan (kesengajaan dan

kelalaian), sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata.

b. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan, khususnya unsur

kelalaian, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1366

KUHPerdata.

25 Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer, Citra Adiyta

Bakti, Bandung, 2010, hlm. 3.

41

c. Tanggung jawab mutlak (tanpa kesalahan) dalam arti yang

sangat terbatas sebgaimana yang diatur dalam Pasal 1367

KUHPerdata.

3. Pengertian Profesi Hukum

Profesi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pekerjaan

yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejujuran, dan

sebagainya) tertentu. Profesi merupakan suatu konsep yang lebih

spesifik diabndingkan denga pekerjaan. Dengan kata lain, pekerjaan

memiliki konotasi yang lebih luas daripada profesi, suatu profesi

adalah pekerjaan, teta[i tidak semua pekerjaan merupakan profesi.

Sementara itu Darji Darmodiharjo dan Sidharta mengemukakan

bahwa profesi adalah suatu pekerjaan yang membutuhkan dan

memiliki serta memenuhi sedikitnya 5 (lima) persyaratan sebagai

berikut :

a. Memiliki landasan intelektualitas,

b. Memiliki standar kualifikasi,

c. Pengabdian pada masyarakat,

d. Mendapat penghargaan di tengah masyarakat,

e. Memiliki organisasi profesi

Menurut hukum perdata dasar pertanggungjawaban dibagi menjadi

dua macam, yaitu kesalahan dan risiko. Dengan demikian dikenal

dengan pertanggungjawaban atas dasar kesalahan (lilability without

based on fault) dan pertanggungjawaban tanpa kesalahan yang dikenal

42

(lilability without fault) yang dikenal dengan tanggung jawab risiko

atau tanggung jawab mutlak (strick liabiliy).26

Prinsip dasar pertanggung jawaban atas dasar kesalahan

mengandung arti bahwa seseorang harus bertanggung jawab karena ia

melakukan kesalahan karena merugikan orang lain. Sebaliknya prinsip

tanggung jawab risiko adalah bahwa konsumen penggugat tidak

diwajibkan lagi melainkan produsen tergugat langsung bertanggung

jawab sebagai risiko usahanya.

4. Tanggung Jawab Profesi Hukum

Tanggung jawab menurut kamus umum Bahasa indonesia adalah

keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Berkewajiban

menanggung,memikul tanggung jawab, menanggung segala

sesuatunya atau memberikan jawab dan menanggung

akibatnya.Tanggung jawab dalam pengertian kamus diterjemahkan

dengan kata “responsibility: having the caracter of a free moral agent;

capable of determining one’s own acts; capable of deterred by

consideration of sanction or consequences”. Definisi ini memberikan

pengertian yang dititikberatkan pada:

a. Harus ada kesanggupan untuk menetapkan sikap terhadap suatu

perbuatan

b. Harus ada kesanggupan untuk memikul risiko dari suatu perbuatan.

26 Titik Triwulan dan Shinta Febrian, Perlindungan Hukum bagi Pasien, Prestasi

Pustaka,Jakarta, 2010, hlm 49.

43

Bila pengertian itu dianalisis lebih luas, akan mendapat pengertiani

bahwa dalam kata having the caracter itu dituntut sebagai suatu

keharusan, akan adanya suatu pertanggungan moral/karakter.

Tanggung jawab profesi hukum itu sendiri diartikan dalam

menjalankan tugasnya, profesional hukum wajib bertanggung jawab,

artinya:

1. Kesediaan melakukan dengan sebaik mungkin tugas apa saja yang

termasuk lingkup profesinya.

2. Bertindak secara profesional, tanpa membedakan perkara bayaran

dan perkara cuma-cuma (prodeo).

Tanggung jawab sebagai kesadaran manusia akan tingkah laku atau

perbuatannya yang disengaja maupun tidak disengaja. Tanggung jawab

juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.

B. Rumah Sakit

1. Pengertian Rumah Sakit

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna,

yang menyediakan pelayanan rawat jalan, rawat inap, dan gawat daru

rat. Rumah sakit dalam bahasa Inggris disebut hospital. Kata

hospital berasa dari kata bahasa Latin hospitali yang berarti tamu,

secara lebih luas kata itu bermakna menjamu para tamu .

44

Rumah Sakit adalah salah satu sarana atau tempat

menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan adalah

setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, serta

memiliki tujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan yang optimal

bagi masyarakat. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dengan

pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif),

pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan

pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang diselenggarakan secara

menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.27

Pengertian atau defenisi dari rumah sakit tercantum dalam Pasal 1

ayat (1) UU Rumah Sakit, pengertian rumah sakit adalah institusi

pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

perorangan secara paripurna, serta menyediakan pelayanan rawat jalan,

rawat inap, dan gawat darurat.

Rumah sakit merupakan institusi yang mempunyai kemandirian

untuk melakukan hubungan hukum yang penuh dengan tanggung

jawab. Rumah sakit bukan (persoon) yang terdiri dari manusia sebagai

(natuurlinjk persoon) melainkan rumah sakit diberikan kedudukan

hukum sebagai (persoon) yang merupakan badan hukum

27 Charles J.P.Siregar. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan (Jakarta:Penerbit Buku

Kedokteran EGC, 2003), hlm.7

45

(rechtspersoon) sehingga rumah sakit diberikan hak dan kewajiban

menurut hukum.28

Rumah sakit diselenggarakan berasaskan Pascasila dan didasarkan

kepada nilai kemanusiaan, etika, dan profesionalitas, manfaat,

keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan,

perlindungan, dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial.

Rumah sakit harus diselenggarkan oleh suatu badan hukum yang dapat

berupa perkumpulan, yayasan atau perseroan terbatas.

Berdasarkan undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang rumah

sakit, yang dimaksudkan dengan rumah sakit adalah institusi

pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,

rawat jalan, dan gawat darurat.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No. 340/MENKES/PER/III/2010 adalah:

“Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara

paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan

dan gawat darurat”.

Sedangkan pengertian rumah sakit menurut Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

28 Hermien Haditati Koeswadji, Op.cit, hlm. 91.

46

1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan

Lingkungan Rumah Sakit, dinyatakan bahwa :

“Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan,

tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, atau

dapat menjadi tempat penularan penyakit serta

memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan

gangguan kesehatan”.

2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Tugas Rumah Sakit rumusan yuridisnya dapat dilihat pada

ketentuan pasal 1 butir 1 Undang – Undang Rumah Sakit. Ketentuan

ini disamping mengandung pengertian tentang Rumah Sakit, memuat

pula rumusan tentang tugas Rumah Sakit serta ruang lingkup

pelayanannya. Seperti disebutkan pada pasal ini, bahwa: “Rumah Sakit

adalah institusi pelayanan kesehatan yang tugas pokoknya adalah

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna

yang meyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat

darurat”.29

Pasal 4 Undang Undang No 44 tahun 2009 Tentang Rumah

Sakit menjelaskan Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Untuk menjalankan

29 Endang Wahyati Yustina.Jurnal Hukum Ilmiah:Hak Atas Kesehatan Dalam Program

Jaminan Kesehatan Dan Coorporate Social Responsibility(CSR).2015.hlm 17

47

tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Rumah Sakit mempunyai

fungsi:

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan

sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui

pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga

sesuai kebutuhan medis.

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia

dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian

pelayanan kesehatan, dan

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan

teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan

kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang

kesehatan.

Pengaturan tugas dan fungsi Rumah Sakit yang terkait dengan

banyaknya persyaratan yang harus dipenui dalam pendirian Rumah

Sakit merupakan salah satu bentuk pengawasan preventif terhadap

Rumah Sakit. Di samping itu penetapan sanksi yang sangat berat

merupakan bentuk pengawasan represifnya. pengaturan tersebut

sebenaranya dilatarbelakangi oleh aspek pelayanan kesehatan sebagai

suatu hal yang menyangkut hajat hidup sangat penting bagi

48

masyarakat.30 Pengaturan tentang peran dan fungsi Rumah Sakit

sebelumnya meliputi hal-hal berikut ini:

1. Menyediakan dan menyelenggarakan :

a) Pelayanan medik

b) Pelayanan penunjang medik

c) Pelayanan perawat

d) Pelayanan Rehabilitas

e) Pencegahan dan peningkatan kesehatan

2. Sebagai tempat pendidikan dan atau latihan tenaga medik atau

tenaga Paramedik

3. Sebagai tempat penelitian dan pengembngan lmu dan teknologi

bidang kesehatan.

3. Hak dan Kewajiban Rumah Sakit

Rumah sakit mempunyai hak-hak sebagaimana yang diatur dalam

Pasal 30 Undang-Undang Rumah Sakit antara lain, sebagai berikut :

a. Menentukan jumlah, jenis, dan kualifikasi sumber daya manusia

sesuai dengan klasifikasi rumah sakit.

30 Op Cit, Endang Wahyati Yustina, hlm 18

49

b. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka

pengembangan pelayanan.

c. Menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

d. Menggugat pihak yang mengalami kerugian.

e. Mendapatkan pelindungan hukum.

f. Mempromosikan layanan kesehatan yang ada di rumah sakit

Kewajiban rumah sakit menurut Pasal 29 UU Rumah Sakit,

disebutkan bahwa setiap rumah sakit mempunyai kewajiban sebagai

berikut :

a. Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan rumah sakit

kepada masyarakat.

b. Memberikan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu,

nondiskriminasi dan efektif mengutamakan kepentingan pasien.

c. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan

kemampuan pelayanannya.

d. Menyediakan sarana dan prasarana pelayanan bagi masyarakat

tidak mampu atau miskin.

e. . Menyelenggarakan rekam medis.

f. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak

dan kewajiban pasien.

50

4. Klasifikasi Rumah Sakit

Menurut Pasal 18 UU Kesehatan diatur bahwa rumah sakit dibagi

berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaanya yaitu, sebagai berikut :

a. Jenis pelayanan yang diberikan rumah sakit dikategorikan dalam

rumah sakit umum dan rumah sakit khusus.

1.) Rumah sakit umum memberikan pelayanan kesehatan pada

semua bidang dan jenis penyakit yang masih dapat

dikategorikan sebagai penanganan penyakit secara umum atau

menyeluruh.

2.) Rumah sakit khusus memberikan pelayanan utama pada satu

bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin

ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan

lainnya.

b. Sedangkan berdasarkan pengelolaanya rumah sakit dibagi menjadi

rumah sakit publik dan rumah sakit privat yaitu sebagai berikut :

1.) Rumah sakit publik dapat dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah

Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba yang

diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan

Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan dengan tidak dapat

dialihkan menjadi Rumah Sakit Privat.

2.) Rumah sakit privat dikelola oleh badan hukum dengan tujuan

profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.

51

c. Klasifikasi berdasarkan Kepemilikan terdiri atas rumah sakit

pemerintah, Rumah Sakit yang langsung dikelola oleh Departemen

Kesehatan Klasifikasi berdasarkan kepemilikan terdiri atas Rumah

Sakit pemerintah terdiri dari:

1.) Rumah sakit yang langsung dikelola oleh Departemen

Kesehatan, Rumah Sakit pemerintah daerah, Rumah Sakit

militer, Rumah Sakit BUMN, dan Rumah Sakit swasta yang

dikelola oleh masyarakat.

2.) Klasifikasi berdasarkan jenis pelayanan

Klasifikasi berdasarkan jenis pelayanannya, rumah sakit terdiri

atas Rumah Sakit Umum, memberi pelayanan kepada pasien

dengan beragam jenis penyakit dan Rumah Sakit Khusus,

memberi pelayanan pengobatan khusus untuk pasien dengan

kondisi medik tertentu baik bedah maupun non bedah. Contoh:

rumah sakit kanker, rumah sakit bersalin.

3.) Klasifikasi berdasarkan lama tinggal

Berdasarkan lama tinggal, rumah sakit terdiri atas rumah sakit

perawatan jangka pendek yang merawat penderita kurang dari

30 hari dan rumah sakit perawatan jangka panjang yang

merawat penderita dalam waktu rata-rata 30 hari.

4.) Klasifikasi berdasarkan status akreditasi

52

Berdasarkan status akreditasi terdiri atas rumah sakit yang telah

diakreditasi dan rumah sakit yang belum diakreditasi. Rumah

sakit telah diakreditasi adalah rumah sakit yang telah diakui

secara formal oleh suatu badan sertifikasi yang diakui, yang

menyatakan bahwa suatu rumah sakit telah memenuhi

persyaratan untuk melakukan kegiatan tertentu

5.) Klasifikasi Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Swasta

Klasifikasi rumah sakit umum maupun rumah sakit swasta

diklasifikasikan menjadi Rumah sakit kelas A, B, C, dan D.

Klasifikasi tersebut didasarkan pada unsur pelayanan,

ketenagaan, fisik dan peralatan.

Rumah sakit kelas A, adalah rumah sakit yang mempunyai

fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan

subspesialistik luas.

Rumah sakit kelas B, adalah rumah sakit yang mempunyai

fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya

sebelas spesialistik dan subspesialistik

Rumah sakit kelas C, adalah rumah sakit yang mempunyai

fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.

Rumah sakit kelas D, adalah rumah sakit yang mempunyai

fasilitas dan kemampuan pelayanan medik.

53

5. Hak- Hak Pasien

Pada awalnya isu tentang hak-hak pasien muncul berdasarkan

berbagai peristiwa yang merugikan pasien, merugikan pasien dalam

hal melanggar martabat pasien sebagai manusia. Hak-hak pasien pada

dasarnya memiliki kemiripan dan merupakan bagian dari konsep hak

asasi manusia. Hak-hak pasien cenderung meliputi hak-hak warga

negara, hak-hak hukum dan hak moral. Hak-hak pasien yang secara

luas dikenal menurut Megan meliputi:

a. Hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang adil, memadai

dan berkualitas.

b. Hak untuk diberi informasi.

c. Hak untuk dilibatkan dalam pembuatan keputusan tentang

pengobatan dan perawatan.

d. Hak untuk memberikan informed consent.

e. Hak untuk menolak suatu consent.

f. Hak untuk mengetahui nama dan status tenaga kesehatan penolong.

Menurut Pasal 32 Undang-Undang Rumah Sakit, diatur

tentang hak-hak pasien yaitu:

a. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan pengaturan yang

berlaku di rumah sakit.

b. Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien.

54

c. Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa

diskriminasi.

d. Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan

standar profesi dan standar prosedur operasional.

e. Memperoleh layanan efektif dan efisien sehingga terhindar dari

kerugian fisik dan materi.

f. Mengadukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan.

g. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginan dan

peraturan yang berlaku di rumah sakit.

h. Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada

dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik dalam

maupun di luar rumah sakit.

i. Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita

termasuk data-data medisnya.

j. Mendapatkan informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara

tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko,

dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap

tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan.

k. Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan

dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang

dideritanya.

55

l. Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.

m. Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang

dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya.

n. Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam

perawatan di rumah sakit.

o. Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan rumah sakit

terhadap dirinya.

p. Menolak layanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan

agama dan kepercayaan yang dianutnya.

q. Menggugat dan/ atau menuntut rumah sakit apabila rumah sakit

diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar

baik secara perdata ataupun pidana.

r. Mengeluhkan pelayanan rumah sakit yang tidak sesuai dengan

standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

C. Pelayanan Kesehatan

1. Pengertian Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan (health care service) merupakan hak setiap

orang yang dijamin dalam Undang Undang Dasar 1945 untuk

melakukan upaya peningkatkan derajat kesehatan baik perseorangan,

maupun kelompok atau masyarakat secara keseluruhan.31 Defenisi

31. Veronika komalawati. Op,Cit. hlm. 77

56

Pelayanan kesehatan menurut Departemen Kesehatan Republik

Indonesia Tahun 2009 (Depkes RI) yang tertuang dalam Undang-

Undang Kesehatan tentang kesehatan ialah setiap upaya yang

diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu

organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah

dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan,

perorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat. Berdasarkan

Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Kesehatan, pelayanan kesehatan

secara umum terdiri dari dua bentuk pelayanan kesehatan yaitu:

a. Pelayanan kesehatan perseorangan (medical service)

Pelayanan kesehatan ini banyak diselenggarakan oleh perorangan

secara mandiri (self care), dan keluarga (family care) atau

kelompok anggota masyarakat yang bertujuan untuk

menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan

dan keluarga. Upaya pelayanan perseorangan tersebut dilaksanakan

pada institusi pelayanan kesehatan yang disebut rumah sakit, klinik

bersalin, praktik mandiri.

b. Pelayanan kesehatan masyarakat (public health service) Pelayanan

kesehatan masyarakat diselenggarakan oleh kelompok dan

masyarakat yang bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatan yang mengacu pada tindakan promotif dan preventif.

Upaya pelayanan masyarakat tersebut dilaksanakan pada pusat-

pusat kesehatan masyarakat tertentu seperti puskesmas .

57

Kegiatan pelayanan kesehatan secara paripurna diatur dalam Pasal

52 ayat (2) Undang-Undang Kesehatan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), yaitu:

a. Pelayanan kesehatan promotif, suatu kegiatan dan/atau

serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih

mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan.

b. Pelayanan kesehatan preventif, suatu kegiatan pencegahan

terhadap suatu masalah kesehatan/penyakit.

c. Pelayanan kesehatan kuratif, suatu kegiatan dan/atau serangkaian

kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan

penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit, pengendalian

penyakit, pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat

terjaga seoptimal mungkin.

d. Pelayanan kesehatan rehabilitatif, kegiatan dan/atau serangkaian

kegiatan untuk mengembalikan bekas penderita ke dalam

masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota

masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat,

semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya.

Berdasarkan uraian di atas pelayanan kesehatan yang

diselenggarakan di puskesmas, klinik, dan rumah sakit diatur secara

umum dalam Undang-Undang Kesehatan, dalam Pasal 54 ayat (1)

Undang-Undang Kesehatan berbunyi bahwa penyelenggaraan

pelayanan kesehatan dilaksanakan secara bertanggung jawab, aman,

58

bermutu, serta merata dan nondiskriminatif. Dalam hal ini setiap orang

atau pasien dapat memperoleh kegiatan pelayanan kesehatan secara

professional, aman, bermutu, anti diskriminasi dan efektif serta lebih

mendahulukan pertolongan keselamatan nyawa pasien dibanding

kepentingan lainnya.

2. Dasar Hukum Pelayanan Kesehatan

Semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan

kesehatan, maka semakin berkembang juga aturan dan peranan hukum

dalam mendukung peningkatan pelayanan kesehatan, alasan ini

menjadi faktor pendorong pemerintah dan institusi penyelenggara

pelayanan kesehatan untuk menerapkan dasar dan peranan hukum

dalam meningkatkan pelayanan kesehatan yang berorientasi terhadap

perlindungan dan kepastian hukum pasien.32 Dasar hukum pemberian

pelayanan kesehatan secara umum diatur dalam Pasal 53 Undang-

Undang Kesehatan, yaitu:

a. Pelayanan kesehatan perseorangan ditujukan untuk

menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan

dan keluarga.

b. Pelayanan kesehatan masyarakat ditujukan untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit suatu kelompok

dan masyarakat.

32 Ibid, hlm. 77

59

c. Pelaksanaan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) harus mendahulukan pertolongan keselamatan nyawa

pasien dibanding kepentingan lainnya.

Kemudian dalam Pasal 54 Undang-Undang Kesehatan juga

mengatur pemberian pelayanan kesehatan, yaitu:

a. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara

bertanggung jawab, aman, bermutu, serta merata dan

nondiskriminatif.

b. Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas

penyelenggaraan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1).

c. Pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh

pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

Pelayanan kesehatan itu sebenarnya juga merupakan perbuatan

hukum, yang mengakibatkan timbulnya hubungan hukum antara

pemberi pelayanan kesehatan dalam hal ini rumah sakit terhadap

penerima pelayanan kesehatan, yang meliputi kegiatan atau aktivitas

professional di bidang pelayanan prefentif dan kuratif untuk

kepentingan pasien. Secara khusus dalam Pasal 29 ayat (1) huruf (b)

Undang-Undang Rumah Sakit, rumah sakit mempunyai kewajiban

memberikan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu,

60

antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan

pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

Peraturan atau dasar hukum dalam setiap tindakan pelayanan

kesehatan di rumah sakit wajib dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

Pasal 53 dan Pasal 54 Undang-Undang Kesehatan sebagai dasar dan

ketentuan umum dan ketentuan Pasal 29 ayat (1) huruf (b) Undang-

Undang Rumah Sakit dalam kesehatan. Dalam penyelenggaraan

kesehatan di rumah sakit mencakup segala aspeknya yang berkaitan

dengan pemeliharaan kesehatan.33

Melalui ketentuan Undang-Undang Kesehatan dan Undang-

Undang Rumah Sakit dalam hal ini pemerintah dan institusi

penyelenggara pelayanan kesehatan yakni rumah sakit, memiliki

tanggung jawab agar tujuan pembangunan di bidang kesehatan

mencapai hasil yang optimal, yaitu melalui pemanfaatan tenaga

kesehatan, sarana dan prasarana, baik dalam jumlah maupun mutunya,

baik melalui mekanisme akreditasi maupun penyusunan standar, harus

berorientasi pada ketentuan hukum yang melindungi pasien, sehingga

memerlukan perangkat hukum kesehatan yang dinamis yang dapat

memberikan kepastian dan perlindungan hukum untuk meningkatkan,

mengarahkan, dan memberi dasar bagi pelayanan kesehatan.

33 Cecep Triwibowo. Etika dan Hukum Kesehatan (Yogyakarta: Nuha Medika, 2014), hlm.

16

61

3. Pihak Pihak Yang Berhubungan Dengan Pelayanan Kesehatan

Pihak-pihak yang berhubungan dengan setiap kegiatan pelayanan

kesehatan baik itu di rumah sakit, puskesmas, klinik, maupun praktek

pribadi, antara lain:

a. Dokter

Dokter adalah orang yang memiliki kewenangan dan izin

sebagaimana mestinya untuk melakukan pelayanan kesehatan,

khususnya memeriksa dan mengobati penyakit berdasarkan hukum

dan pelayanan di bidang kesehatan. Pasal 1 ayat (11) Undang-

Undang Nomor. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

menjelaskan defenisi dokter adalah suatu pekerjaan yang

dilaksanakan berdasarkan suatu keilmuan, kompetensi yang

diperoleh melalui pendidikan yang berjenjang, dan kode etik yang

bersifat melayani masyarakat.

Seorang dokter harus memahami ketentuan hukum yang berlaku

dalam pelaksanaan profesinya termasuk didalamnya tentang

persamaan hak-hak dan kewajiban dalam menjalankan profesi

sebagai dokter34. Kesadaran dokter terhadap kewajiban hukumnya

baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain dalam

mejalankan profesinya harus benar-benar dipahami dokter sebagai

pengemban hak dan kewajiban.

b. Perawat

34 Anny Isfandyarie. Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi Bagi Dokter Buku I ( Prestasi Pustaka: Jakarta, 2006), hlm. 3

62

Perawat adalah profesi yang sifat pekerjaannya selalu berada dalam

situasi yang menyangkut hubungan antar manusia, terjadi proses

interaksi serta saling memengaruhi dan dapat memberikan dampak

terhadap tiap-tiap individu yang bersangkutan.35 Menurut hasil

Lokakarya Keperawatan Nasional Tahun 1983, perawat adalah

suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian

integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu

pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif, ditujukan

kepada individu, keluarga, dan masyarakat baik yang sakit maupun

sehat yang mencakup seluruh siklus hidup manusia.36 Sebagai

suatu profesi perawat mempunyai kontrak sosial dengan

masyarakat, yang berarti masyarakat memberikan kepercayaan

bagi perawat untuk terus-menerus memelihara dan meningkatkan

mutu pelayanan yang diberikan. Peraturan Menteri Kesehatan No.

HK. 02. 02 /MENKES /148 I /2010 tentang Izin dan

Penyelenggaraan Praktik Perawat. Pasal 1 ayat (1) menjelaskan

defenisi perawat adalah seorang yang telah lulus pendidikan

perawat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pada

proses hubungan antara perawat dengan pasien, pasien

mengutarakan masalahnya dalam rangka mendapatkan pertolongan

35 Mimin Emi. Etika Keperawatan Aplikasi Pada Praktik (Kedokteran EGC: Jakarta,

2004), hlm. 4 36 Sri Praptianingsih. Kedudukan Hukum Keperawatan dalam Upaya Pelayanan

Kesehatan di Rumah Sakit (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hlm.25

63

yang artinya pasien mempercayakan dirinya terhadap asuhan

keperawatan yang diberikan.

c. Bidan

Bidan adalah profesi yang diakui secara nasional maupun

internasional oleh sejumlah praktisi diseluruh dunia. Defenisi bidan

menurut International Confederation of Midwife (ICM) Tahun

1972 adalah seseorang yang telah menyelesaikan program

pendidikan bidan yang diakui oleh negara serta memperoleh

kualifikasi dan diberi izin untuk menjalankan praktik kebidanan di

negeri tersebut, bidan harus mampu memberi supervisi, asuhan,

dan memberi nasihat yang dibutuhkan wanita selama hamil,

persalinan, dan masa pasca persalinan, memimpin persalinan atas

tanggung jawabnya sendiri serta asuhan pada bayi lahir dan anak.37

Asuhan ini termasuk tindakan preventif, pendeteksian kondisi

abnormal pada ibu dan bayi, dan mengupayakan bantuan medis

serta melakukan tindakan pertolongan gawat-darurat pada saat

tidak ada tenaga medis lain. Defenisi bidan di Indonesia adalah

seorang wanita yang telah mengikuti dan menyelesaikan

pendidikan kebidanan yang telah diakui pemerintah dan telah lulus

ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku dan memperoleh

kualifikasi untuk registrasi dan memperoleh izin. Secara otentik

Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor. HK. 02. 02.

37 Atik Purwandi. Konsep Kebidanan Sejarah & Profesionalisme (Kedokteran EGC:

Jakarta, 2008), hlm. 5

64

/MENKES /149 /2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik

Bidan menjelaskan yang dimaksud dengan bidan adalah seorang

perempuan yang lulus dari pendidikan yang telah teregistrasi sesuai

dengan peraturan perundang-undangan. Bidan mempunyai tugas

penting dalam konsultasi dan pendidikan kesehatan, tidak hanya

untuk wanita sebagai pasiennya tetapi termasuk komunitasnya.

Pendidikan tersebut termasuk antenatal, keluarga berencana dan

asuhan anak.

d. Apoteker

Menurut ketentuan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009

tentang Pekerjaan Kefarmasian, apoteker ialah sarjana farmasi

yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah

jabatan apoteker. Adapun tugas yang dimiliki oleh seorang

apoteker dalam melakukan pelayanan kesehatan diatur dalam PP

51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian adalah sebagai

berikut:

1.) Melakukan pekerjaan kefarmasian termasuk pengendalian

mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan,

pendistribusian obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas

resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan

obat, bahan obat, dan obat tradisional.

2.) Membuat dan memperbaharui SOP (Standard Operational

Procedure) baik di industri farmasi.

65

3.) Memenuhi ketentuan cara distribusi yang baik yang ditetapkan

oleh menteri sediaan farmasi, termasuk pencatatan segala

sesuatu yang berkaitan dengan proses distribusi atau

penyaluran sediaan farmasi.

4.) Sebagai penanggung jawab di industri farmasi pada bagian

pemastian mutu (quality Assurance), produksi, dan pengawasan

mutu.

5.) Sebagai penanggung jawab fasilitas pelayanan kefarmasian

yaitu di apotek, di instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas,

klinik, toko obat, atau praktek bersama.

6.) Melakukan pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) di

apotek untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap

sadiaan farmasi dalam rangka pemeliharaan dan peningkatan

derajat kesehatan masyarakat.

7.) Menjaga kerahasiaan kefarmasian di industri farmasi dan di

apotek yang menyangkut proses produksi, distribusi dan

pelayanan dari sediaan farmasi termasuk rahasia pasien.