Upload
rahmad
View
44
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB III
TEORI
3.1. Bioetanol
Bioetanol bersumber dari gula sederhana, pati dan selulosa. Setelah melalui proses
fermentasi dihasilkan etanol. Etanol adalah senyawa organik yang terdiri dari karbon,
hydrogen dan oksigen, sehingga dapat dilihat sebagai turunan senyawa hidrokarbon yang
mempunyai gugus hidroksil dengan rumus C2H5OH. Etanol merupakan zat cair, tidak
berwarna, berbau spesifik, mudah terbakar dan menguap, dapat bercampur dalam air
dengan segala perbandingan. Secara garis besar penggunaan etanol adalah sebagai pelarut
untuk zat organik maupun anorganik, bahan dasar industri asam cuka, ester, spirtus,
asetaldehid, antiseptik dan sebagai bahan baku pembuatan eter dan etil ester. Etanol juga
untuk campuran minuman dan dapat digunakan sebagai bahan bakar (gasohol) (Wiratmaja,
2011).
a. Sifat-sifat fisis etanol
1) Rumus molekul : C2H5OH
2) Berat molekul : 46,07 gram / mol
3) Titik didih pada 1 atm : 78,4°C
4) Titik beku : -112°C
5) Bentuk dan warna : cair tidak berwarna (Perry, 1984)
b. Sifat-sifat kimia etanol
1) Berbobot molekul rendah sehingga larut dalam air
2) Diperoleh dari fermentasi gula
Pembentukan etanol
C6H12O6 enzim CH3CH2OH
Glukosa etanol
3) Pembakaran etanol menghasilkan CO2 dan H2O
Pembakaran etanol
CH3CH2OH + 3O2 2CO2 + 3H2O + energi
(Fessenden & Fessenden, 1997)
III-1
Tabel 1. Konversi biomasa menjadi bioetanol
(Sumber BPPT ,2005)
Bioetanol merupakan istilah untuk etanol yang terbuat dari bahan baku nabati dan
diproduksi oleh mikroorganisme melalui proses yang disebut dengan fermentasi. Etanol
merupakan nama trival dari etil alkohol (C2H2OH), sering pula disebut alkohol saja.
Bentuknya berupa cairan yang tidak berwarna dan mempunyai bau yang khas (Natsir,
2013).
Etanol banyak digunakan sebagai pelarut, germisida, minuman, bahan anti beku,
bahan bakar, dan senyawa sintetis antara senyawa-senyawa organic lainnya. Etanol sebagai
pelarut banyak digunakan dalam industri farmasi, kosmetika, dan resin maupun
laboraturium. Di Indonesia, industri minuman merupakan pengguna terbesar etanol,
disusul berturut-turut oleh industri asam asetat, industri farmasi, kosmetika, rumah sakit,
dan industry lainnya. Sebagai bahan baku, etanol digunakan untuk pembuatan senyawa
asetaldehid, dietil eter, etil asetat, asam asetat, dan sebagainya (Paturau, 1981; dalam
Natsir, 2013 ).
Jika dibakar, etanol menghasilkan karbondioksida dan air. Dengan mencampur
etanol dan bensin, maka dapat dihasilkan bahan bakar campuran yang dapat terbakar
dengan sempurna dan dapat mengurangi emisi pencemaran udara (Ahring, 2007 ; dalam
Natsir, 2013 ).
Menurut Hambali et al. (2007),dalam jurnal natsir. (2013), bioetanol memiliki karakteristik
yang lebih baik dibandingkan dengan bensin berbasis petrokimia karena beberapa hal:
1. Bioetanol mengandung 35% oksigen, sehingga dapat meningkatkan efisiensi
pembakaran dan mengurangi emisi gas rumah kaca
2. Bioetanol memiliki nilai oktan yang lebih tinggi sehingga dapat menggentikan
fungsi bahan aditif seperti metal tetra butyl eter dan tetra etil timbale.
III-2
3. Bioetanol memiliki nilai oktan (ON) 96-113, sedangkan nilai oktan bensin hanya
85-96.
4. Bioetanol bersifat ramah lingkungan, karena gas buangannya rendah terhadap
senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai karbon monoksida, nitrogen oksida,
dan gas-gs rumah kaca.
5. Bioetanol mudah terurai dan aman karena tidak mencemari air.
6. Bioetanol dapat diperbaharui (renewable energy) dan proses produksinya relatif
lebih rendah dibandingkan dengan proses produksi bensin.
Umumnya, penggunaan bioetanol masih dalam bentuk campuran dengan bensin pada
konsentrasi 10% (E-10) yaitu 10% bioetanol dan 90% bensin. Campuran bioetanol dalam
bensin disamping dapat menambah volume BBM, juga dapat meningkatkan nilai oktan
sehingga mencapai poin ON 92-95. Selain itu, penambahan etanol dalam bensin juga dapat
berfungsi sebagai pengganti MTBE (metal tetra butyl eter) yang sekarang ini banyak
digunakan sebagai bahan aditif alam bensin (Hambali et al., 2007:dalam natsir, 2013).
3.1.1. Pembuatan Bioetanol
Secara umum produksi bioetanol mencakup tiga rangkaian proses yaitu, persiapan
bahan baku, fermentasi dan pemurnian. Bahan baku bioetanol bisa diperoleh dari berbagai
tanaman yang menghasilkan gula seperti tebu dan molase dan juga tanaman penghasil pati
atau tepung seperti jagung, singkong dan juga sagu. Pada tahapan persiapan, bahan baku
berupa padatan harus dikonversi terlebih dahulu menjadi larutan gula sebelum akhirnya
difermentasi untuk menghasilkan etanol, sedangkan bahan-bahan yang sudah dalam bentuk
larutan gula seperti molase dapat secara langsung difermentasi. Bahan padatan dikenai
perlakuan pengecilan ukuran dan juga tahap pemasakan. Proses pengecilan ukuran dapat
dilakukan dengan menggiling bahan (singkong, sagu, dan jagung) sebelum memasuki
tahap pemasakan. Tahap pemasakan bahan meliputi proses liquifikasi dan sakarifikasi.
Pada tahap ini, tepung/pati dikonversi menjadi gula (Hambali, E., dkk. 2008).
Tahap fermentasi merupakan tahap kedua dalam proses produksi bioetanol. Pada
tahap ini terjadi proses pemecahan gula-gula sederhana menjadi etanol dengan melibatkan
enzim dan ragi. Fermentasi dilakukan pada suhu sekitar 27 - 320C . pada tahap ini akan
dihasilkan gas CO2 sebagai by product dan sludge sebagai limbahnya. Gas CO2 yang
dihasilkan memiliki perbandingan stoikiometri yang sama dengan etanol yang dihasilkan
III-3
yaitu 1 : 1. Setelah melalui proses pemurnian, gas CO2 dapat digunakan sebagai bahan
baku gas dalam minuman berkarbonat (Hambali, E., dkk. 2008).
Tahap berikutnya adalah pemurnian bioetanol yang diperoleh. Tahap ini dilakukan
dengan metode destilasi. Destilasi dilakukan pada suhu diatas titik didih etanol murni yaitu
pada kisaran 78 – 1000C. Produk yang dihasilkan pada tahap ini memilki kemurnian
hingga 96%. Etanol hasil destilasi kemudian dikeringkan melalui metode purifikasi
menggunakan molecular sieve untuk meningkatkan kemurnian etanol hingga memenuhi
spesifikasi bahan bakar ataupun untuk keperluan industri (Hambali, E., dkk. 2008; dalam
jurnal ).
3.2. Singkong
Singkong, (nama botani: Manihot Esculenta Crantz) yang juga dikenal sebagai
ketela pohon atau ubi kayu, dalam bahasa Inggris bernama Cassava, adalah pohon tahunan
tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai
makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran. Singkong merupakan
umbi atau akar pohon yang panjang dengan rata-rata bergaris tengah 5 – 10 cm dan
panjang 50 – 80 cm, tergantung dari jenis singkong yang ditanam. Daging umbinya
berwarna putih atau kekuning-kuningan. Umbi singkong tidak tahan simpan meskipun
ditempatkan di lemari pendingin. Gejala kerusakan ditandai dengan keluarnya warna biru
gelap akibat terbentuknya asam sianida yang bersifat racun bagi manusia. Umbi singkong
merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat miskin protein. Sumber
protein yang bagus justru terdapat pada daun singkong karena mengandung asam
amino metionin.
Ubi kayu sebagai bahan baku sumber energi alternatif memiliki kadar karbohidrat
sekitar 32-35% dan kadar pati sekitar 83,8% setelah diproses menjadi tepung. Tanaman ubi
kayu sebagai bahan baku bioetanol dapat tumbuh di lahan yang kurang subur serta masa
panennya tidak tergantung pada musim sehingga panennya dapat berlangsung sepanjang
tahun. Oleh karena itu, dikatakan bahwa ubi kayu merupakan bahan baku yang potensial
untuk pembuatan bioetanol (Prihardana, R., dkk. 2008).
III-4
Gambar 3.1 Singkong/ Ubi Kayu
Di Indonesia, ubi kayu dinilai sebagai sumber karbohidrat yang paling potensial untuk
diolah menjadi bioetanol. Hal ini karena ubi kayu memiliki daya tahan yang tinggi terhadap
penyakit, dapat diatur waktu panennya serta dapat tumbuh di tempat yang kurang subur. Namun,
kadar patinya tergolong rendah (30%) dibandingkan dengan jagung (70%).
3.3. Ragi
Ragi adalah kelompok jamur uniseluler berukuran lima hingga dua puluh mikron
yang umum dipergunakan untuk fermentasi roti dan minuman beralkohol, lebih dari seribu
spesies ragi telah teridentifikasi hingga saat ini dan yang paling umum dipergunakan
adalah Saccharomyces cerevisiae Hansen. Saccharomyces cerevisiae Hansen. adalah
mikroorganisme yang anaerob fakultatif. Ragi memproduksi energi dalam kondisi
ketiadaan oksigen dengan mengubah gula menjadi etanol dan karbon dioksida. Etanol
adalah produk yang diinginkan dalam pembuatan minuman beralkohol namun dalam
pembuatan roti, yang diinginkan adalah peran karbon dioksida sehingga roti dapat
mengembang sedangkan etanol yang terbentuk dibiarkan menguap (European
Bioinformatics Institute, 1996).
Sebuah sel ragi mampu memfermentasi glukosa dengan massa yang sama dengan
massa selnya sendiri dalam jangka waktu satu jam. Ragi dapat bereproduksi secara
aseksual dengan membentuk tunas ataupun secara seksual dengan pembentukan ascospora.
Selama proses reproduksi aseksual, sebuah tunas baru tumbuh dari ragi dengan kondisi
tertentu dan saat mencapai ukuran dewasa ia akan melepaskan diri dari sel induknya.
Reproduksi seksual ragi umumnya berlangsung pada kondisi kekurangan nutrisi
pertumbuhan dengan cara pembentukan ascospora (European Bioinformatics Institute.
1996).
3.4. Hidrolisis
III-5
Hidrolisis adalah suatu proses antara reaktan dengan air agar suatu senyawa pecah terurai
Reaksi antara air dan pati berlangsung sangat lambat sehingga diperlukan bantuan katalisator untuk
memperbesar kereaktifan air. Katalisator bisa berupa asam maupun enzim. Katalisator asam yang
biasa digunakan adalah asam klorida, asam nitrat dan asam sulfat. Dalam industri umumnya
digunakan enzim sebagai katalisator.
Salah satu proses hidrolisis yaitu hidrolisis asam, dimana katalisatornya menggunakan
asam. Asam berfungsi sebagai katalisator dengan mengaktifkan air. Di dalam industri asam yang
dipakai adalah H2SO4 dan HCl. HCl lebih menguntungkan karena lebih reaktif dibandingkan
H2SO4. (Groggins,1992)
Faktor-faktor yang berpengaruh pada hidrolisis pati antara lain :
a. Suhu
Dari kinetika reaksi, semakin tinggi suhu reaksi makin cepat pula jalannya reaksi. Tetapi
apabila proses berlangsung pada suhu yang tinggi, konversi akan menurun. Hal ini
disebabkan adanya glukosa yang pecah menjadi arang.
b. Waktu
Semakin lama waktu hidrolisis, konversi yang dicapai semakin besar dan pada batas waktu
tertentu akan diperoleh konversi yang relatif baik dan apabila waktu tersebut diperpanjang,
pertambahan konversi kecil sekali.
c. Pencampuran pereaksi
Karena pati tidak larut dalam air maka pengadukan perlu diadakan agar persentuhan butir-
butir pati dan air dapat berlangsung dengan baik.
d. Konsentrasi katalisator
Penambahan katalisator bertujuan memperbesar kecepatan reaksi. Jadi semakin banyak
jumlah katalisator yang dipakai makin cepat reaksi hidrolisis. Dalam waktu tertentu pati
yang berubah menjadi glukosa juga meningkat.
e. Kadar suspensi pati
Perbandingan antara air dan pati yang tepat akan membuat reaksi hidrolisis berjalan cepat.
(Groggins,1992)
Reaksi antara air dan pati berlangsung sangat lambat sehingga diperlukan bantuan
katalisator untuk memperbesar kereaktifan air. Katalisator bisa berupa asam maupun
enzim. Katalisator asam yang biasa digunakan adalah asam klorida, asam nitrat dan asam
sulfat. Dalam industri umumnya digunakan enzim sebagai katalisator.
III-6
3.5. Fermentasi
Fermentasi adalah suatu proses perubahan – peubahan kimia dalam suatu substrat organik
yang dapat berlangsung karena aksi katalisator biokimia, yaitu enzim yang dihasilkan oleh
mikrobia – mikrobia tertentu
Fermentasi dapat diartikan juga sebagai perubahan gradual oleh enzim beberapa
bakteri, khamir dan jamur. Contoh perubahan kimia dari fermentasi meliputi pengasaman
susu, dekomposisi pati dan gula menjadi alkohol dan karbondioksida, serta oksidasi
senyawa nitrogen organik. Perubahan gula pereduksi menjadi etanol dilakukan oleh
enzyme invertrase, yaitu enzim kompleks yang terkandung dalam ragi. Reaksinya adalah
sebagai berikut (Wiratmaja, 2011):
C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP
Glukosa Etanol+karbondioksida+ (Energi = 118 kJ per mol)
Sehingga secara garis besar dapat dilihat sebagi berikut (Wiratmaja, 2011):
(Gula) Alkohol (etanol) + Karbon dioksida + (glukosa, fruktosa) Energi
(ATP).
Ditinjau dari reaksi diatas, terlihat O2 tidak diperlukan, hanya ada pengubahan zat
organik yang satu menjadi zat organik yang lain (glukosa menjadi etanol). Selanjutnya
apabila etanol telah melewati rentang waktu fermentasinya maka akan terjadi proses
fermentasi lanjutan berupa fermentasi asam asetat dimana mula-mula terjadi pemecahan
gula sederhana menjadi etanol, selanjutnya etanol menjadi asam asetat (Wiratmaja, 2011).
2C2H5OH + 2 O2 2 CH3COOH + 2H2O
Bakteri yang aktif (Wiratmaja, 2011):
1. Acetobacter aceti
2. Acetobacter pasteurianum
3. Acetobacter oxydans, dan lain-lain.
Reaksi ini merupakan dasar dari pembuatan tape, brem, tuak, anggur minuman, bir,
roti dan lain-lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses fermentasi (Sukmawati, 2009):
1. Keasaman (pH)
III-7
Tingkat keasaman sangat berpengaruh dalam perkembangan bakteri. Kondisi
keasaman yang baik untuk pertumbuhan bakteri adalah 4-5.
2. Mikroba
Fermentasi biasanya dilakukan dengan menggunakan kultur murni yang dihasilkan
di laboratorium. Kultur ini dapat disimpan dalam keadaan kering atau dibekukan.
Berbagai macam jasad renik dapat digunakan untuk proses fermentasi antara lain
yeast. Yeast tersebut dapat berbentuk bahan murni pada media agar-agar atau dalam
bentuk dry yeast yang diawetkan.
3. Suhu
Suhu fermentasi sangat menentukan macam mikroba yang dominan selama
fermentasi. Tiap-tiap mikroorganisme memiliki suhu pertumbuhan optimal, yaitu
suhu yang memberikan pertumbuhan terbaik dan perbanyakan diri secara tercepat.
Pada suhu 30 °C mempunyai keuntungan terbentuk alkohol lebih banyak karena
ragi bekerja optimal pada suhu itu.
4. Oksigen
Udara atau oksigen selama proses fermentasi harus diatur sebaik mungkin untuk
memperbanyak atau menghambat mikroba tertentu. Setiap mikroba membutuhkan
oksigen yang berbeda jumlahnya untuk pertumbuhan atau membentuk sel-sel baru
dan untuk fermentasi. Misalnya ragi roti (Saccharomyces cerevisiae) akan tumbuh
lebih baik pada keadaan aerobik, tetapi akan melakukan fermentasi terhadap gula
jauh lebih cepat pada keadaan anaerobic.
5. Makanan
Semua mikroorganisme memerlukan nutrient yang akan menyediakan:
a. Energi biasanya diperoleh dari subtansi yang mengandung karbon.
b. Nitrogen untuk sintesis protein. Salah satu contoh sumber nitrogen yang dapat
digunakan adalah urea.
c. Mineral yang dipergunakan mikroorganisme salah satunya adalah asam
phospat yang dapat diambil dari pupuk NPK.
d. Vitamin, sebagian besar sumber karbon dan nitrogen alami sudah
mengandung semua atau beberapa vitamin yang dibutuhkan mikroorganisme.
3.6. Destilasi
III-8
Destilasi adalah suatu proses penguapan dan pengembunan kembali, yang
dimaksudkan untuk memisahkan campuran dua atau lebih zat cair ke dalam fraksi
farksinya berdasarkan perbedaan titik didih. Pada umumnya, pemisahan hasil fermentasi
glukosa atau dektrosa menggunakan sistem uap-cairan, dan terdiri dari komponen-
komponen tertentu yang mudah tercampur. Umumnya destilasi berlangsung pada tekanan
atmosfer, contoh dalam hal ini adalah sistem alkohol air, yang pada tekanan atmosfer
memiliki titik didih sebesar 78,6oC (Sukmawati, 2009).
Istilah distilasi sederhana umumnya berkaitan dengan pemisahan suatu campuran
yang terdiri dari dua atau lebih cairan melalui pemanasan. Pemanasan dimaksudkan untuk
menguapkan komponen-komponen yang lebih mudah menguap (titik didih lebih rendah)
dan kemudian uap yang diperoleh dikondensasi kembali menjadi cair dan kemudian
ditampung dalam suatu bejana penerima (Susilo, 2009).
Unit operasi distilasi merupakan metode yang digunakan untuk memisahkan
komponen-komponen yang terdapat dalam suatu larutan atau campuran dan tergantung
pada distribusi komponen-komponen tersebut antara fasa uap dan fasa cair. Semua
komponen tersebut terdapat dalam fasa cairan dan uap. Fasa uap terbentuk dari fasa cair
melalui penguapan (evaporasi) pada titik didihnya (Susilo, 2009).
Syarat utama dalam operasi pemisahan komponen-komponen dengan cara distilasi
adalah komposisi uap harus berbeda dari komposisi cairan dengan terjadi keseimbangan
larutan-larutan, dengan komponen-komponennya cukup dapat menguap. Suhu cairan yang
medidih merupakan titik didih cairan tersebut pada tekanan atmosfer yang digunakan
(Susilo, 2009).
Distilasi dilakukan melalui tiga tahap: evaporasi yaitu memindahkan pelarut
sebagai uap dari cairan; pemisahan uap-cairan di dalam kolom, untuk memisahkan
komponen dengan titik didih lebih rendah yang lebih volatil dari komponen lain yang
kurang volatil dan kondensasi dari uap, untuk mendapatkan fraksi pelarut yang lebih
volatil (Susilo, 2009).
Proses-proses distilasi yaitu proses distilasi normal, proses distilasi bertingkat dan
proses distilasi vakum. Proses distilasi normal yaitu suatu proses distilasi dengan
menggunakan tekanan atmosfer. Pada proses ini titik didih campuran cukup besar
perbedaannya, sehingga proses pemisahannya mudah dikerjakan. Sebagai contoh yaitu
campuran benzen dan toluen. Benzene pada tekanan 760 mmHg, titik didihnya 176.2ºC,
III-9
sedangkan toluen pada tekanan 760 mmHg, titik didihnya adalah 231.1ºC. Proses
penyulingan juga temasuk dalam kelompok proses distilasi normal (Susilo, 2009).
Proses distilasi bertingkat yaitu suatu proses distilasi dengan letak pengambilan
hasil bertingkat-tingkat atau setelah didistilasi, hasilnya didistilasi lebih lanjut untuk
memperoleh konsentrasi yang lebih baik. Proses ini banyak dipakai dalam bidang minyak
bumi, juga pada proses distilasi campuran azeotrop dengan menambahkan komponen
ketiga yang dapat larut dalam salah satu komponen pada campuran tersebut (Susilo, 2009).
Proses distilasi vakum yaitu suatu proses distilasi dengan menggunakan tekanan
yang sangat rendah (vakum), pada proses ini titik didih campuran yang akan dipisahkan
mendekati sehingga pemisahannya menjadi sulit. Kemudian dengan jalan mengubah
tekanan operasi akan memberikan perubahan tekanan uap masing-masing komponen,
sehingga pemisahan dapat dijalankan, sebagai contoh campuran air dengan air berat
(Susilo, 2009).
Proses destilasi bertingkat (fraksinasi) ini digunakan untuk komponen yang
memiliki titik didih yang berdekatan. Sistem kerjanya sama dengan destilasi sederhana,
perbedaannya adalah adanya kolom fraksinasi. Di kolom ini terjadi pemanasan secara
bertahap dengan suhu yang berbeda-beda pada setiap platnya. Pemanasan yang berbeda-
beda ini bertujuan untuk pemurnian destilat yang lebih baik daripada plat-plat di
bawahnya. Semakin ke atas, semakin tidak volatil cairannya (Agustin, 2013).
Pada umumnya hasil fermentasi berupa bioethanol atau alkohol yang mempunyai
kemurnian sekitar 30-40% belum dapat diketegorikan sebagai fuel based ethanol. Untuk
memurnikan bioethanol menjadi berkadar lebih dari 95% agar dapat dipergunakan sebagai
bahan baker, harus melewati proses destilasi untuk memisahkan alkohol dengan air dengan
memperhitungkan perbedaan titik didih kedua bahan tersebut yang kemudian diembunkan
kembali untuk memperoleh bioethanol dengan kemurnian hingga 99,5-99,8%. Destilasi
bertingkat sangat efektif digunakan pada pemisahan fraksi minyak mentah menjadi
berbagai komponennya (Agustin, 2013).
Untuk memurnikan bioetanol menjadi berkadar lebih dari 95% agar dapat
dipergunakan sebagai bahan bakar harus melewati proses destilasi untuk memisahkan
alkohol dengan air dengan memperhitungkan perbedaan titik didih kedua bahan tersebut
yang kemudian diembunkan kembali untuk memperoleh bioethanol dengan kemurnian
hingga 99,5-99,8%. Oleh karena itu untuk mendapatkan FGE, dilaksanakan pemurnian
lebih lanjut dengan azeotropic destilation dan dehidrasi (Agustin, 2013).
III-10