Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
60
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Dinas Perdagangan Kota Malang
Dinas Perdagangan saat ini sudah tidak menjadi satu kesatuan lagi
dengan Dinas Perindustrian. Dan Dinas Perdagangan sekarang menempati
tempat Dinas Pasar. Adapun sejarah pembentukan Dinas Pasar adalah
berdasarkan Keputusan Walikotamadya Daerah Tingkat II Malang Nomor 45
Tahun 1973 tanggal 31 Maret 1973 dan Peraturan Daerah Kotamadya Daerah
Tingkat II Malang Nomor 5 Tahun 1979, Pasar sebagai unit pelaksana teknis
pendapatan kotamadya daerah tingkat II Malang. Selanjutnya di perbaharui
dengan Peraturan Kota Malang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Pembentukan,
Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi dan Struktur Organisasi Dinas Daerah
sebagai unsur pelaksana Pemerintah Kota Malang. Sedangkan dalam
memberikan kewenangan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun
2007 tentang Pembagian Unsur Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah
Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan Peraturan
Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, telah
ditetapkan Peraturan Walikota Malang Nomor 50 Tahun 2012 tentang Uraian
Tugas Pokok, Fungsi dan serta Kerja Dinas Pasar.92
Sedang Tugas dan Fungsi Dinas Perdagangan berdasarkan Pasal 3
Peraturan Walikota Malang Nomor 41 Tahun 2016 tentang Kedudukan,
92
Dinas Pasar Pemerintah Kota Malang. 2016. Profil Dinas Pasar Kota Malang. Malang. Hal.
16.
61
Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Serta Tata Kerja Dinas Perdagangan
yaitu:
(1) Dinas Perdagangan mempunyai tugas pelaksanaan pemerintah di bidang perdagangan.
(2) Untuk melakukan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dinas Perdagangan menyelenggarakan fungsi:
a. Perumusan kebijakan teknis di bidang perdagangan dan ekonomi kreatif;
b. Penyusunan perencanaan dan pelaksanaan program di bidang perdagangan dan ekonomi kreatif;
c. Pelaksanaan koordinasi dan kerja sama di bidang perdagangan dan ekonomi kreatif;
d. Pelaksanaan pembinaan, pengembangan dan pengawasan kelembagaan di bidang perdagangan dan ekonomi kreatif;
e. Perumusan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang perdagangan dalam negeri;
f. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis
dan supervisi, evaluasi dan pelaporan dibidang barang
kebutuhan dan barang penting;
g. Pelaksanaan monitoring dan fasilitasi kegiatan distribusi bahan kebutuhan pokok;
h. Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pemberdayaan konsumen, tertib ukur dan pengawasan barang beredar serta
pengawasan kegiatan perdagangan;
i. Penyelenggaraan, pembinaan dan pengawasan, monitoring dan evaluasi kegiatan informasi pasar dan stabilisasi harga;
j. Pelaksanaan monitoring dan fasilitasi kegiatan ekspor impor; k. Pelaksanaan promosi produk usaha perdagangan; l. Pelaksanaan kemetrologian dan pengawasan penerapan standar
di bidang perdagangan serta perlindungan konsumen;
m. Pemberian pertimbangan teknis perizinan di bidang perdagangan;
n. Pelaksanaan penyidikan tindak pidana pelanggaran di bidang perdagangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
o. Pengelolaan pasar daerah meliputi pengaturan, penertiban, pemeliharaan dan pengawasan;
p. Pelaksanaan pemungutan retribusi pasar daerah; q. Penataan, pembinaan, pemberdayaan dan pengawasan PKL; r. Pengelolaan parkir di areal pasar daerah; s. Pengelolaan kebersihan di pasar daerah; t. Pemberdayaan dan pembinaan jabatan fungsional; dan u. Penyelenggaraan UPT.
62
(3) Untuk melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Kepala Dinas Perdagangan mempunyai
fungsi:
a. Menyusun dan merumuskan perencanaan strategis Dinas Perdagangan berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku serta sumber daya yang tersedia sebagai pedoman
pelaksanaan kegiatan;
b. Menyusun dan merumuskan kebijakan di bidang perdagangan berdasarkan wewenang yang diberikan dan ketentuan peraturan
perundang-undangan sebagai bahan arahan operasional Dinas;
c. Melaksanakan pengkajian/penelaahan dalam rangka pencarian alternatif solusi/kebijakan bagi Pimpnan;
d. Melaksanakan koordinasi depan Perangkat Daerah dan/atau instansi terkait untuk mendapatkan masukan, informasi serta
mengevaluasi permasalahan agar diperoleh hasil kerja yang
optimal;
e. Melaksanakan koordinasi dan fasilitasi program dan kegiatan di bidang perdagangan dan ekonomi kreatif serta pengelolaan pasar
daerah dalam rangka mewujudkan pengembangan usaha
perdagangan dan meningkatkan pendapatan daerah;
f. Mengendalikan pelaksanaan program dan kegiatan dibidang perdagangan dan ekonomi kreatif serta pengelolaan pasar daerah
Sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dalam rangka
mewujudkan tercapainya stabilitas ekonomi sektor perdagangan;
g. Melaksanakan pembinaan urusan pemerintahan bidang perdagangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan dan kebijkan yang ditetapkan Walikota;
h. Mengevaluasi pelaksanaan program dan kegiatan operasional di bidang perdagangan dan ekonomi kreatif serta pengelolaan pasar
daerah dengan cara mengukur pencapaian program kerja yang
telah disusun sebagai bahan penyusunan laporan;
i. Melaksanakan inventarisasi dan pendataan permasalahan terhadap di bidang perdagangan dan ekonomi kreatif serta
pengelolaan pasar daerah sebagai bahan evaluasi;
j. Melaksanakan pembinaan kepada bawahan sesuai dengan bidang tugasnya guna menigkatkan kelancaran pelaksanaan
tugas;
k. Menyampaikan laporan pelaksanaan tugas kepada atasan sebagai dasar pengambil kebijakan;
l. Menyampaikan saran dan pertimbangan kepada atasan sebagai bahan masukan guna kelancaran pelaksanaan tugas; dan
m. Melaksanakan tugas kedinasan lain sesuai dengan perintah atasan.
63
Kemudian, tugas dan fungsi Bidang Stabilisasi Harga dan Perlindungan
Konsumen berdasarkan Pasal 10 Peraturan Walikota Malang Nomor 41 Tahun
2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Serta Tata
Kerja Dinas Perindustrian adalah sebagai berikut:
(1) Bidang Stabilisasi Harga dan Perlindungan Konsumen mempunyai tugas membantu Kepala Dinas dalam menyiapkan perumusan
kebijakan, mengkoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi,
pemantauan dan evaluasi program kerja kegiatan dan
penyelenggaraan pembinaan teknis, administrasi dan sumber daya
di bidang stabilisasi harga dan perlindungan konsumen.
(2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bidang Stabilisasi Harga dan Perlindungan Konsumen
menyelenggarakan fungsi:
a. Perumusan dan pelaksanaan kebjakan teknis di bidang stabilisasi harga dan perlindungan konsumen;
b. Pengumpulan dan pengolahan data dalam rangka perencanaan tekni Stabilisasi Harga dan Perlindungan Konsumen;
c. Penyusunan perencanaan dan pelaksanaan program di bidang Stabilisasi Harga dan Perlindungan Konsumen;
d. Penyiapan bahan pelaksanaan pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang barang kebutuhan pokok dan barang penting.
(3) Untuk melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Kepala Bidang Stabilisasi Harga dan
Perlindungan Konsumen mempunyai tugas:
a. Merencanakan program dan kegiatan bidang Stabilisasi Harga dan Perlindungan Konsumen berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan sumber data yang tersedia sebagai
pedoman pelaksanaan kegiatan;
b. Menjabarkan perintah atasan melalui pengkajian/penelaahan agar perlaksanaan tugas sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan kebijakan atasan;
c. Membagi tugas, memberikan arahan dan petunjuk kepada bawahan sesuai dengan bidang tugasnya guna meningkatkan
kelancaran pelaksanaan tugas;
d. Melaksanakan koordinasi dengan Sekretariat dan seluruh Bidang di lingkungan Dinas Perdagangan untuk mendapatkan
masukan, informasi serta untuk mengevaluasi permasalahan
agar diperoleh hasil kerja yang optimal;
e. Merumuskan petunjuk teknis kegiatan di bidang Stabilisasi Harga dan Perlindungan Konsumen berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan sebagai dasar pelaksanaan
kegiatan;
64
f. Merencanakan operasional konsultasi, koordinasi dan kerja sama dengan isntansi terkait/lintas sektor dalam kegiatan di
bidang Stabilisasi Harga dan Perlindungan Konsumen guna
kelancaran pelaksanaan kegiatan;
g. Memberikan fasilitasi terhadap kegiatan Stabilisasi Harga dan Perlindungan Konsumen dalam rangka pembinaan dan
pengawasan;
h. Melaksanakan inventarisasi dan pendataan permasalahan terhadap kegiatan di bidang Stabilisasi Harga dan Perlindungan
Konsumen sebagai bahan evaluasi;
i. Melaksanakan monitoring, mengevaluasi dan menilai kinerja bawahan melalui sistem penilaian yang tersedia sebagai
cerminan enampilan kerja;
j. Membuat laporan pelaksanaan tugas kepada atasan sebagai dasar pengambilan kebijakan;
k. Menyampaikan saran dan pertimbangan kepada atasan sebagai bahan masukan guna kelancaran pelaksanaan tugas; dan
l. Melaksanakan tugas kedinasan lain sesuai dengan perintah atasan.
Gambar 1. Struktur Organisasi Dinas Perdagangan
Sumber Bagan: Kantor Dinas Perdagangan Kota Malang Tahun 2017
65
B. Pelaksanaan Iktikad Baik Oleh Pelaku Bisnis Kuliner Yang Tidak
Mencantumkan Daftar Harga Ditinjau Dari Pasal 7 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Di Kota Malang saat ini, sudah banyak para pelaku usaha yang
menjalankan bisnis di bidang kuliner. Bisnis kuliner merupakan salah satu jenis
bisnis yang mempunyai banyak peminat. Patut diakui, bisnis kuliner hingga
saat ini memang tidak ada matinya. Semakin banyak orang yang menggeluti
bisnis ini. Sehingga menghadirkan beragam pilihan bagi pelanggan. Namun
tidak semua orang yang menggeluti bisnis ini dapat bertahan lama. Hanya
orang-orang yang bekerja keras yang dapat bertahan. Tidak hanya itu,
kreatifitas dan inovasi juga diperlukan dalam menggeluti usaha ini. Dengan
kompetisi dunia kuliner yang semakin ketat. Para penggelut bisnis kuliner juga
harus lebih kreatif lagi.93
Bisnis ini juga seiring dengan semakin banyaknya
penduduk pendatang di Kota Malang. Sudah barang tentu, tak lengkap jika
kebutuhan yang satu ini melengkapi kebutuhan tempat tinggal. Dimana ada
pemukiman di situ juga pasti ada warung atau tempat makan. Hal ini terbukti
dengan ramainya warung-warung atau tempat makan pada jam-jam tertentu.
Seperti pada daerah di kawasan Ketawanggede di sore hari menjelang petang,
ribuan warga, anak kost dan mahasiswa menyerbu warung-warung atau tempat
makan di daerah sekitar mereka.94
93
Surya. Tips Cara Memulai Usaha Kuliner Untuk Pemula. https://infopeluangusaha.org.
diakses tanggal 19 April 2017 94
Admin. Kota Malang dan Peluang Usahanya. http://punyaku.web.id. diakses tanggal 19
April 2017
https://infopeluangusaha.org/http://punyaku.web.id/
66
Konsumen rumah makan pada saat memesan makanan hanya diberikan
daftar menu saja tanpa adanya pencantuman daftar harga pada menu. Pihak
konsumen akhirnya melakukan transaksi pembayaran dan menilai dirugikan
karena jumlah yang harus dibayar tidak senilai dengan apa yang diberikan oleh
produsen. Hal tersebut jelas bertentangan dengan Pasal 4 huruf c Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengenai Hak
Konsumen, yang berbunyi: “Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar
dan jujur serta tidak diskriminatif.” Perlu diakui, pengetahuan dan informasi
konsumen dalam hal ini selalu terbatas, terutama karena alasan itulah mudah
terjadi praktik-praktik yang merugikan. Setiap konsumen berhak memperoleh
informasi. Dengan demikian, perlindungan konsumen harus segera dapat
diimplementasikan dalam kerangka kehidupan ekonomi.95
Seperti contoh fakta
di sebuah rumah makan di kawasan wisata Kota Batu.
SURYAMALANG.COM, BATU - Sejumlah pedagang kaki lima (PKL)
nekat menerapkan harga lebih mahal pada wisatawan hanya untuk dapat
untung lebih banyak. Mereka beralasan, wisatawan yang datang
berkunjung ke Kota Wisata Batu tidak setiap hari datang.
"Jadi kan tidak apa-apa kali-kali dapat harga mahal mamin di sini. Kan
mereka lagi berwisata sehingga persiapan duitnya pasti banyak," kata
Sumiati, salah satu PKL penjual minuman di Kota Batu, Minggu
(27/3/2016).
Oleh karena itu, dikatakan Sumiati, pihaknya tidak akan memasang info
harga minuman yang dijualnya. Apalagi sebagai PKL bermotor akan sulit
membawa papan info harga.96
Dapat dilihat dari kasus diatas bahwa para pelaku bisnis kuliner yang
menjual barang dagangannya tersebut sudah banyak merugikan konsumen atau
95
Putri Ariya Dita. 2016. Perlindungan Konsumen Terhadap Tidak Adanya Pencantuman
Harga Menu Dalam Sebuah Rumah Makan. Jember. Fakultas Hukum. UNEJ. Hal. xiii-xiv. 96
Ahmad Amru Muiz. Hati-hati Beli Makanan di Lokasi Wisata Kota Batu, Ada Permainan
Harga. http://suryamalang.tribunnews.com. diakses tanggal 24 Oktober 2016
http://suryamalang.tribunnews.com/
67
masyarakat sekitar dengan tidak mencantumkan daftar harga pada menunya.
Dengan adanya kasus tersebut sudah menunjukkan bahwa tidak adanya iktikad
baik dari para pelaku usaha atau pedagang tersebut. Dari pihak pemerintah
Kota Malang juga seharusnya melakukan pengawasan serta penegasan
terhadap pemilik pelaku bisnis kuliner supaya mereka memiliki iktikad baik
dalam menjalankan usahanya. Sehingga antara pelaku usaha dan juga
konsumen merasa adil dan nyaman. Selain itu, kendala yang dihadapi oleh
pelaku bisnis kuliner ini dikarenakan sering terjadinya ketidakstabilan harga
bahan pokok makanan yang menyebabkan ketidakpastian harga makanan.
Ketika harga cabai atau bawang-bawangan naik, pelaku bisnis kuliner juga
akan menaikkan harga makanan ataupun mengurangi porsi makanan sesuai
dengan laba yang didapatkan. Sehingga pelaku bisnis kuliner tersebut tidak
merasa rugi. Ataupun jika harga bahan baku sering mengalami kenaikan. Cara
untuk dapat mengatasinya yaitu dengan mencari bahan baku penggantinya atau
sedikit dikurangi persentase bahannya tapi tidak menaikkan harga jual produk
makanan.97
Akan tetapi, jika untuk sebagian konsumen yang melihat Rumah Makan
dengan tidak adanya daftar harga akan membuat bingung dikarenakan
konsumen tidak mengetahui apakah uang yang dibawanya cukup untuk
membayar makanan yang sudah dibelinya tersebut. Selain itu, pelaku bisnis
kuliner juga tidak mencantumkan daftar harga karena merasa bisa memasang
tarif yang tinggi kepada konsumen apabila konsumen merupakan Warga
97 Tia Mutiara Rejeki. 5 Cara Atasi Kendala Menjalankan Bisnis Makanan.
http://bisnisukm.com. diakses tanggal 5 Mei 2017
http://bisnisukm.com/
68
Negara Asing ataupun wisatawan yang memang jarang ke rumah makan
tersebut.
Tidak hanya itu, mungkin masalah yang akan dihadapi oleh pelaku bisnis
kuliner dalam menjalankan usahanya adalah dari segi cita rasa makanan itu
sendiri. Dapat dilihat jika restoran sepi pengunjung dan bangkrut, penyebabnya
adalah kualitas makanan yang kurang baik. Rasa dan kebersihan makanan
harus sangat dipikirkan juga, terlebih bahannya juga harus segar dan benar-
benar mempunyai standar kesehatan. Dalam rasa makanan pelaku bisnis
kuliner harus memiliki khas tersendiri, karena kebanyakan orang mencari rasa
yang berbeda dari yang lain. Sediakanlah berbagai macam varian atau jenis
makanan. Agar konsumen leluasa dalam menentukan pesanan.98
Berdasarkan teori iktikad baik yang dipaparkan oleh Prof. Dr. Siti
Ismijati Jenie, SH., CN, iktikad baik mempunyai 2 pengertian, baik secara
subyektif maupun secara obyektif. Iktikad baik dalam arti subyektif disebut
kejujuran. Hal itu terdapat dalam Pasal 530 KUHPerdata dan seterusnya yang
mengatur mengenai kedudukan berkuasa (bezit). Iktikad baik ni merupakan
sikap batin atau suatu keadaan jiwa. Iktikad baik dalam arti obyektif disebut
kepatutan. Hal ini dirumuskan dalam ayat (3) Pasal 1338 KUHPerdata yang
berbunyi, “Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik”. Mengutip
Pasal 1338 (3) KUHPerdata, menurut pengelola bagian akademik PPSN UGM,
kejujuran (iktikad baik) tidak terletak pada keadaan jiwa manusia, akan tetapi
terletak pada tindakan yang dilakukan oleh kedua belah pihak dalam
98 Fandi Ilhami. 10 Hal Yang Bisa Membuat Bisnis Restoran Anda Bangkrut.
http://www.bisnishack.com. diakses tanggal 5 Mei 2017
http://www.bisnishack.com/
69
melaksanakan janji, jadi kejujuran disini bersifat dinamis. Kejujuran dalam arti
dinamis atau kepatutan ini berakar pada sifat peranan hukum pada umumnya,
yaitu usaha untuk mengadakan keseimbangan dari berbagai kepentingan yang
ada dalam masyarakat.99
Bezit yang beriktikad baik/te goeder trouw adalah
manakala si yang memegangnya memperoleh kebendaan tadi dengan cara
memperoleh hak milik dalam mana tak tahulah dia akan cacat-cela yang
terkandung di dalamnya (Pasal 531 KUHPerdata). Dengan kata lain si
pemegang tersebut tidak mengetahui apakah benda yang dipegangnya itu
diperoleh dengan jalan tidak sesuai dengan cara-cara memperoleh hak milik
ataupun sesuai. Bezit yang beriktikad buruk/te kwader trouw (menurut Pasal
530 KUHPerdata) adalah mereka yang memegang benda tersebut itu tahu
bahwa bendanya diperoleh dengan cara-cara yang bertentangan menurut cara-
cara memperoleh hak milik (Pasal 532 KUHPerdata). Seseorang dapat
dikatakan beriktikad buruk pada saat perkaranya dimajukan ke pengadilan di
mana dalam perkaranya itu ia dikalahkan (Pasal 532 ayat 2 KUHPerdata).100
Penulis melakukan penelitian lapangan terkait dengan pelaku bisnis
kuliner yang tidak mencantumkan daftar harga pada daftar menu. Berikut
adalah pengertian dari klasifikasi atau jenis rumah makan:
A’la Carte adalah restoran yang mendapatkan izin penuh untuk menjual
makanan lengkap dengan banyak variasi dimana tamu bebas memilih sendiri
makanan yang mereka inginkan. Dan tiap-tiap makan ini memiliki harga
99
Humas UGM. Loc.cit. 100
Peter Paros Subekti. Hukum Perdata: Kedudukan Berkuasa (Bezit).
https://kuliahade.wordpress.com. diakses tanggal 29 Mei 2017
https://kuliahade.wordpress.com/
70
sendiri-sendiri. Atau dalam bahasa yang sering kita dengan Rumah Makan
Prasmanan.
Inn Tavern adalah suatu restoran dengan harga cukupan yang dikelola
oleh perorangan di tepi Kota. Suasananya dibuat dekat dan ramah dengan
tamu-tamu. Dan hidangan yang disajikan juga lezat-lezat atau mungkin dalam
lingkungan sekitar kita adalah Rumah Makan milik perorangan pribadi dengan
cita rasa masakan khas oleh pembuat sekaligus penjual makanan tersebut.
Grill Room (Rotisserie), yaitu suatu restoran yang menyediakan
bermacam-macam daging panggang. Yang pada umumnya antara restoran
dengan dapur dibatasi dengan sekat dinding kaca sehingga para tamu dapat
memilih sendiri potongan daging yang dikehendaki dan melihat sendiri
sebagaimana memasaknya. Grill room kadang-kadang disebut juga sebagai
Steak House. Atau mungkin anda sering melihat Rumah Makan yang di
mejanya menyediakan tempang untuk memanggang daging ataupun memasak
makanannya. Jika di Malang contohmya seperti di Dakgalbi atau Avantree.
Family Restaurant sendiri adalah suatu restoran sederhana yang
menghidangkan makanan dan minuman dengan harga tidak mahal, terutama
disediakan untuk tamu-tamu keluarga maupun rombongan. Jenis Rumah
Makan ini seperti Bebek Goreng Hj. Slamet ataupun Ayam Penyet Suroboyo.
Warung, adalah istilah umum untuk menyebut usaha gastronomi yang
menyajikan hidangan kepada masyarakat dan menyediakan tempat untuk
menikmati hidangan tersebut serta menetapkan tarif tertentu untuk makanan
dan pelayanannya. Meski pada umumnya rumah makan menyajikan makanan
https://id.wikipedia.org/wiki/Gastronomihttps://id.wikipedia.org/wiki/Makananhttps://id.wikipedia.org/wiki/Tarif
71
di tempat, tetapi ada juga beberapa yang menyediakan layanan take-out dining
dan delivery service sebagai salah satu bentuk pelayanan kepada konsumennya.
Rumah makan ini biasanya memiliki spesialisasi dalam jenis makanan yang
dihidangkannya. Sebagai contoh yaitu rumah makan Chinese Food, rumah
makan Padang, rumah makan cepat saji (fast food restaurant) dan
sebagainya.101
Adapun pengertian warung makan lainnya menurut kamus
bahasa Indonesia didefinisikan sebagai tempat yang digunakan untuk berjualan
makanan. Pada tataran serupa, FAO menyatakan bahwa warung makan sebagai
street food, merupakan makanan dan minuman siap konsumsi yang
dipersiapkan dan atau atau dijual di jalan atau di tempat-tempat umum lainnya.
Terdapat beberapa kriteria warung sehat menurut Winslow102
sebagai berikut:
1. Memenuhi kebutuhan fisiologis berupa ruangan yang ada ventilasi
supaya ada pertukaran udara dan agar ruangan dalam mendapat sinar
matahari.
2. Memenuhi syarat psikologis berupa keadaan warung dengan mana
pengaturannya memenuhi rasa keindahan, kebebasan yang cukup dan
aman.
3. Untuk menghindari terjadinya kecelakaan, bangunan harus kuat sehingga
tidak mudah ambruk dan diusahakan tidak mudah terbakar terutama yang
menggunakan kompor gas.
101
Wikipedia. Loc.cit. 102
Winslow dalam Kesmas. Pengertian dan Kriteria Warung Makanan atau Street Food dan
Perannya pada Penularan Penyakit. http://www.indonesian-publichealth.com. diakses tanggal 5
Mei 2017
https://id.wikipedia.org/wiki/Rumah_makan_Padanghttps://id.wikipedia.org/wiki/Rumah_makan_Padanghttps://id.wikipedia.org/wiki/Rumah_makan_siap_sajihttp://www.indonesian-publichealth.com/
72
4. Menghindari terjadinya penyakit, harus ada sumber air sehat, ada tempat
pembuangan kotoran sampah dan air limbah untuk mencegah
perkembangan faktor penyakit nyamuk, lalat dan tikus.
Berikut adalah hasil penelitian yang penulis lakukan:
Tabel 1.
Tabel Data Bisnis Kuliner di Kota Malang
No. Jenis Rumah Makan Kelas Daftar Harga
Ada Tidak Ada
1. A’la Carte Menengah 1 2
2. Inn Tavern Menengah 1 -
Bawah 2 6
3. Grill Room Menengah 3 -
4. Family Restoran Menengah 19 2
Bawah - 4
5. Warung Menengah 4 1
Bawah 3 2
TOTAL 33 17
Sumber: Penulis
Data diperoleh dari hasil survei lapangan yang dilakukan oleh penulis.
Dapat dilihat, dari 33 Rumah Makan ditemukan 17 pelaku bisnis kuliner yang
tidak mencantumkan daftar harga. Penulis melakukan wawancara dengan
mengambil 10% sampel dari jumlah populasi atau 5 tempat pelaku bisnis
kuliner yang tidak mencantumkan daftar harga. Adapun hasil wawancara yang
dilakukan oleh penulis adalah sebagai berikut:
1. Pelaku Bisnis Kuliner 1 (Inn Tavern – Kelas Bawah)
Pelaku Bisnis Kuliner ini bertempat di daerah Jalan Jakarta dan dimiliki
oleh Bapak Lamidi. Beliau sudah mengelola bisnis kuliner ini sejak tahun
2010. Penghasilan kotor yang didapat dalam 1 bulan adalah berkisar
Rp.26.000.000,- (dua puluh enam juta rupiah), dan penghasilan bersihnya
adalah sekitar Rp.9.000.000,- (Sembilan juta rupiah). Bapak Lamidi
73
mengatakan bahwa selama menjalankan bisnis kulinernya tersebut,
pelaku bisnis kuliner tidak pernah mendapatkan sosialisasi terkait dengan
kewajiban mencantumkan daftar harga dan tempatnya juga tidak pernah
mendapatkan pengawasan oleh Dinas Perdagangan atau dari instansi
Pemerintah yang lainnya. Ketika penulis bertanya mengapa bapak
Lamidi tidak mencantumkan ataupun menuliskan daftar harga, pelaku
bisnis kuliner pun menjawab kalau awal membuka usaha kulinernya ini
pelaku bisnis kuliner pernah memasang daftar harga tersebut. Akantetapi,
lambat laun pelaku bisnis kuliner sudah tidak pernah memperbaiki atau
menulis ulang daftar harga yang sudah rusak karena kebanyakan para
konsumen sudah mengetahui harga yang dipasang. Dan makanan yang
pelaku bisnis kuliner sajikan pun dapat dibeli dengan satuan (tidak 1
paket). Bapak Lamidi pun tidak memberikan daftar menu kepada para
konsumen.
Dapat penulis katakan bahwa dengan jawaban yang diberikan oleh
Pelaku Bisnis Kuliner 1 ini, Dinas Perdagangan belum melakukan
tugasnya dalam penyelenggaraan, pembinaan dan pengawasan terhadap
para pelaku bisnis kuliner.
2. Pelaku Bisnis Kuliner 2 (Family Restoran – Menengah)
Pelaku bisnis kuliner ini berada di daerah Tlogomas. Pemilik Rumah
Makan ini tidak merespon sama sekali terkait dengan ajakan penulis
untuk melakukan wawancara terkait dengan “Pelaksanaan Iktikad Baik
Pelaku Bisnis Kuliner Yang Tidak Mencantumkan Daftar Harga. Selain
74
via sms atau telepon, penulis juga datang beberapa kali untuk bertemu
dengan pemilik Rumah Makan tersebut. Akantetapi, sang pelayan selalu
mengatakan bahwa pemilik Rumah Makan ini sedang tidak berada disini
dan dia memang jarang datang ke Rumah Makan.
3. Pelaku Bisnis Kuliner 3 (Inn Tavern - Menengah)
Karena dengan alasan pelaku bisnis kuliner tidak ingin disebut nama
aslinya maka penulis menyebut pelaku bisnis kuliner yang satu ini
dengan sebutan Ibu Mawar. Ibu mawar yang berpenghasilan kotor senilai
Rp.700.000,- (tujuh ratus ribu) dalam sehari atau sekitar Rp.21.000.000,-
(dua puluh satu juta) dalam sebulan ini mengungkapkan bahwa pelaku
bisnis kuliner tidak mengetahui dengan adanya Undang-Undang
Perlindungan Konsumen yang mewajibkan mencantumkan daftar harga
dan ibu mawar bukan dari latar belakang hukum atau memiliki keluarga
yang berlatar belakang hukum sehingga pelaku bisnis kuliner tidak
mengerti dengan isi Undang-Undang tersebut serta belum pernah adanya
sosialisasi oleh Dinas Perdagangan ke Rumah Makan ataupun kepada
pelaku bisnis kuliner yang memperkuat ketidak tahuan Ibu Mawar
mengenai pencamtuman harga pada daftar menu.
Namun meski begitu Ibu Mawar tidak berencana menyesatkan konsumen
dalam hal harga yang akan diabayarkan oleh konsumen, ibu mawar
mengungkapan bahwa harga yang telah diabayarkan oleh konsumen telah
sesuai dengan komposisi makanan, proses dalam pembuatan makanan,
pajak kepada konsumen, dan juga keuntungan terhadap makanan tersebut
75
disalurkan pada upah karyawan, serta biaya listrik yang di keluarkan
tempat usaha kuliner tersebut.
4. Pelaku Bisnis Kuliner 4 (Family Restoran – Menengah)
Pelaku bisnis kuliner ini berada di daerah Sukoharjo dan dimiliki oleh
Bapak Joko. Penghasilan kotor yang diperoleh oleh pelaku bisnis kuliner
ini sekitar Rp.35.000.000,- (Tiga Puluh Lima Juta Rupiah) dalam 1
bulan. Pelaku bisnis kuliner ini mengatakan bahwa tidak mengetahui
tentang adanya peraturan yang mewajibkan adanya daftar harga dalam
bisnis kuliner. Pihak Dinas Perdagangan pun belum pernah datang untuk
melakukan sosialisasi di tempatnya. Sehingga pelaku bisnis kuliner
membiarkan bisnis kulinernya tanpa mencantumkan daftar harga. Pelaku
bisnis kuliner beralasan bahwa dengan tidak stabilnya bahan pokok
membuatnya enggan untuk mencantumkan daftar harga.
5. Pelaku Bisnis Kuliner 5 (Inn Tavern – Menengah)
Pelaku bisnis kuliner ini berada di daerah Tirto dan dimiliki oleh Ibu
Siska. Penghasilan kotor yang diperoleh oleh pelaku bisnis kuliner ini
sekitar Rp.30.000.000,- (Tiga Puluh Juta Rupiah) dalam 1 bulan. Pelaku
bisnis kuliner mengaku bahwa tidak mengetahui tentang adanya
peraturan yang mewajibkan adanya daftar harga dalam bisnis kuliner.
Pihak Dinas Perdagangan Kota Malang selama ini belum pernah
melakukan sosialisasi di daerah tempatnya. Sehingga pelaku bisnis
kuliner membiarkan bisnis kulinernya tanpa mencantumkan daftar harga
dan tanpa daftar menu. Pelaku bisnis kuliner juga malas untuk
76
membuatkan daftar menu beserta harganya dan lebih ingin konsumen
yang bertanya langsung tentang harganya, konsumen dapat mengetahui
secara langsung menu yang disediakan oleh pelaku bisnis kuliner.
Sesuai hasil wawancara yang penulis paparkan diatas, pada Pasal 1 angka
1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
menyebutkan bahwa “Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang
menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada
konsumen”. Segala upaya memberikan jaminan akan kepastian hukum,
ukurannya secara kualitatif ditentukan oleh Undang-Undang lainnya yang juga
dimaksudkan dan masih berlaku untuk memberikan perlindungan konsumen,
baik dalam bidang Hukum Perdata (privat) maupun yang lainnya.103
Kata
“kepastian hukum” dalam Pasal 1 angka 1 tersebut bisa diaplikasikan juga
dalam kepastian harga makanan di rumah makan/restoran/warung. Salah satu
hak konsumen sebagaimana diatur dalam Pasal 4 huruf c Undang-Undang
Perlindungan Konsumen adalah konsumen berhak atas informasi yang benar,
jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Dari pasal
tersebut terlihat bahwa konsumen dari pelaku bisnis kuliner tersebut
mempunyai hak informasi yang benar, jelas dan jujur, baik mengenai menu
makanan dan minuman yang ditawarkan juga termasuk di dalamnya informasi
tentang harga makanan dan minuman yang ditawarkan oleh pelaku bisnis
kuliner tersebut. Oleh karenanya menjadi tidak berlebihan apabila Pemerintah
lebih khusus Pemerintah Daerah tidak hanya membuat Peraturan Daerah
103
Rudyanti Dorotea Tobing. 2015. Hukum, Konsumen dan Masyarakat. Yogyakarta.
LaksBang Mediatama. Hal. 33.
77
tentang Pajak Restoran, tetapi juuga Peraturan Daerah tentang kewajiban
mencantumkan harga makanan/minuman pada rumah makan/restoran/warung,
demi kepastian hukum dan perlindungan terhadap konsumen.104
Dalam Pasal
30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen pun menyebutkan bahwa pengawasan terhadap penyelenggaraan
perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan peraturan perundang-
undangannya diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat dan lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat.
Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama
berdasarkan 5 asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu:
1. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya
dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan
manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha
secara keseluruhan.
2. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat
diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada
konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan
melaksanakan kewajibannya secara adil.
3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan
antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti
materiil ataupun spiritual.
104
Migiel M. Tampanguma. 2016. Pentingnya Pencantuman Harga Makanan Untuk
Perlindungan dan Kepastian Hukum Terhadap Konsumen. Lex Privatium Jurnal. Vol. 4 No. 5.
Hal. 39.
78
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk
memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen
dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa
yang dikonsumsi atau digunakan.
5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun
konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin
kepastian hukum.
Bahwa, dengan tindakan pelaku bisnis kuliner tersebut yang tidak
mencantumkan daftar harga akan membuat konsumen ragu. Terutama jika
makanan yang disajikan itu harganya tidak sepadan dengan cita rasa yang
dinikmati konsumen. Sehingga, konsumen akan dirugikan akibatnya. Akibat
hukum adalah akibat suatu tindakan yang dilakukan untuk memperoleh suatu
akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan yang diatur oleh hukum.105
Tindakan
yang dilakukannya merupakan tindakan hukum yakni tindakan yang dilakukan
guna memperoleh sesuatu akibat yang dikehendaki hukum. Akibat hukum
dapat berupa (1) lahir berubah atau lenyapnya suatu keadaan hukum, (2) lahir,
berubah, atau lenyapnya suatu hubungan hukum dan (3) sanksi apabila
melakukan tindakan melawan hukum.106
Dalam kaitannya dengan adanya perbuatan melawan hukum berupa tidak
dicantumkannya harga makanan/minuman pada daftar menu yang disediakan
oleh pelaku usaha, maka timbulah sanksi akibat adanya norma yang dilanggar.
105
Soedjono Dirdjosisworo. 2003. Pengantar Ilmu Hukum. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Hal. 131. 106
Surojo Wignjodipuro. 1983. Pengantar Ilmu Hukum. PT. Gunung Agung. Jakarta. Hal. 38.
79
Adapun sanksi yang timbul bagi pelaku usaha yang melakukan perbuatan
tersebut adalah sanksi yang bersifat keperdataan, yakni memberikan ganti rugi
kepada konsumen yang merasa dirugikan, sesuai dengan ketentuan Pasal 19
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.107
Pasal 11 Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 tentang
Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Indonesia menerangkan
tentang kewajiban pencantuman label harga pada barang dan/atau jasa dalam
bentuk rupiah. Tujuan utama dari pencantuman harga pada barang adalah
memberikan transparansi harga dalam rangka perlindungan konsumen.
Pencantuman label harga pada barang dapat mempermudah konsumen untuk
memperoleh informasi akan harga barang dan dapat membandingkannya
dengan penjual yang lain sehingga konsumen dapat menentukan barang yang
akan dibeli dengan harga terbaik. Kewajiban mengenai penerapan
pencantuman harga pada barang yang diperdagangkan telah diatur di dalam
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 35/M-DAG/PER/7/2013 Tentang
Pencantuman Harga Barang dan Tarif Jasa yang Diperdagangkan.
Tujuan dari peraturan ini adalah agar konsumen dapat memperoleh
informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai harga barang dan/atau tarif jasa
yang ditawarkan atau diperdagangkan oleh pelaku usaha, sehingga konsumen
bisa mendapatkan barang dan/atau jasa yang sesuai dengan nilai tukar dan
kondisi serta jaminan yang diperjanjikan. Disamping itu, pelaku usaha juga
dapat bertanggung jawab atas kebenaran harga barang dan/atau tarif jasa yang
107
I Gede Arya Pratama dan Made Nurmawati. Perlindungan Konsumen Terhadap Daftar
Menu Yang Tidak Mencantumkan Harga. Fakultas Hukum. UDAYANA. Hal. 4-5.
80
dicantumkan.108
Pada peraturan tersebut disebutkan juga bahwa pelaku usaha
yang tidak mencantumkan harga barang dan/atau tarif jasa sesuai dengan
ketentuan yang telah diatur dalam peraturan tersebut dapat dikenakan sanksi
administratif berupa pencabutan izin usaha di bidang perdagangan oleh pejabat
yang berwenang. Pencabutan izin usaha dilakukan setelah pemberian
peringatan secara tertulis sebanyak 3 (tiga) kali dalam tenggang waktu masing-
masing peringatan paling lama 1 (satu) bulan.109
Peraturan terkait dengan pencantuman harga pada barang dan atau jasa
yang diperdagangkan dilandasi oleh semangat untuk meningkatkan
keberdayaan konsumen dalam memilih dan menentukan barang dan atau jasa
yang akan dikonsumsi. Hal ini juga tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang menyebutkan bahwa salah
satu hak dari konsumen adalah untuk memilih serta mendapatkan barang dan
atau jasa sesuai dengan nilai tukar serta jaminan yang dijanjikan. Terkait
dengan hal tersebut, konsumen juga memiliki hak atas informasi yang benar,
jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan (Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen). Untuk mendukung konsumen dalam memperoleh
haknya tersebut, pemerintah menerbitkan peraturan yang khusus mengatur
tentang pencantuman harga pada barang dan atau jasa yang tertuang dalam
Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 35 Tahun 2013 Tentang
Pencantuman Harga pada Barang dan Tarif Jasa yang Diperdagangkan.
108
Kementrian Perdagangan. 2015. Analisis Penerapan Pencantuman Harga Pada Barang.
Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri. Jakarta. Hal. 13. 109
Ibid. Hal. 14.
81
Peraturan ini diterbitkan pada Juli 2013, dan mulai berlaku pada Januari 2014.
Kewajiban pelaku usaha terkait dengan pencantuman harga, dengan jelas
dinyatakan pada Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 35
Tahun 2013 Tentang Pencantuman Harga pada Barang dan Tarif Jasa yang
Diperdagangkan bahwasannya Setiap Pelaku Usaha yang memperdagangkan
barang secara Eceran dan/atau Jasa kepada Konsumen wajib mencantumkan
harga Barang dan Tarif Jasa secara jelas, mudah dibaca dan mudah dilihat.110
Permendag ini juga mengatur secara lebih jelas mengenai teknis
pencantuman harga pada barang dan jasa. Beberapa hal yang diatur dalam
peraturan ini antara lain sebagai berikut:
1. Harga barang harus dilekatkan/ditempelkan pada barang atau kemasan,
disertakan, dan/atau ditempatkan dekat dengan barang serta dilengkapi
jumlah satuan atau jumlah tertentu (Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 35 Tahun 2013 Tentang Pencantuman Harga pada
Barang dan Tarif Jasa yang Diperdagangkan).
2. Apabila barang yang diperdagangkan dikenakan pajak atau biaya
tambahan lainnya, maka pencantuman harga juga harus memuat
informasi bahwa harga tersebut sudah termasuk atau belum termasuk
pajak atau biaya tambahan lainnya (Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 35 Tahun 2013 Tentang Pencantuman Harga pada
Barang dan Tarif Jasa yang Diperdagangkan).
110
Ibid. Hal. 17-18.
82
3. Pelaku usaha yang memperdagangkan barang secara eceran wajib
mencantumkan harga barang dalam satuan Rupiah, kecuali bila
ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan (Pasal 6 ayat (1)
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 35 Tahun 2013 Tentang
Pencantuman Harga pada Barang dan Tarif Jasa yang Diperdagangkan).
4. Penetapan harga barang dan atau tarif jasa harus menggunakan mata
uang dan nominal Rupiah yang berlaku. Apabila memuat pecahan
nominal yang tidak berlaku maka pelaku usaha wajib membulatkan harga
dengan tetap memperhatikan pecahan nominal yang beredar, dan
menginformasikan hal tersebut kepada konsumen (Pasal 6 ayat (2), (3)
dan (4) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 35 Tahun 2013 Tentang
Pencantuman Harga pada Barang dan Tarif Jasa yang Diperdagangkan).
Dalam hal kebenaran informasi harga barang dan tarif jasa, pelaku usaha
wajib bertanggung jawab akan kebenaran harga barang dan tarif jasa yang
dicantumkan. Apabila terdapat perbedaan antara harga barang dan tarif jasa
yang dicantumkan dengan yang dikenakan saat pembayaran, maka yang
berlaku adalah harga atau tarif yang terendah (Pasal 7 ayat (1) dan (2)
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 35 Tahun 2013 Tentang Pencantuman
Harga pada Barang dan Tarif Jasa yang Diperdagangkan).
Untuk mendukung pelaksanaan pencantuman harga oleh para pelaku
usaha, Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan memiliki kewenangan
untuk melakukan pembinaan dan juga pengawasan. Pembinaan dilakukan tidak
hanya kepada pelaku usaha tetapi juga kepada konsumen. Pembinaan dapat
83
dilaksanakan melalui konsultasi, edukasi dan penyebaran informasi, baik
kepada pelaku usaha maupun konsumen. Untuk meningkatkan efektivitas
pelaksanaan Permendag ini, Pemerintah menetapkan sanksi administratif
berupa pencabutan izin usaha di bidang perdagangan bagi pelaku usaha yang
tidak menerapkan pencantuman harga dan tidak menetapkannya dalam mata
uang yang berlaku (Rupiah). Sanksi administratif tersebut diberikan setelah
diberikan peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali dengan tenggang waktu
masing-masing peringatan paling lama 1 (satu) bulan (Pasal 9 ayat (1) dan (2)
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 35 Tahun 2013 Tentang Pencantuman
Harga pada Barang dan Tarif Jasa yang Diperdagangkan).111
Perlu kita ketahui bahwa pada dasarnya, konsumen harus mendapat
informasi yang sejelas-jelasnya terkait dengan menu yang diberikan mulai dari
harga, kualitas dan lain sebagainya. Seperti yang tertuang dalam Pasal 4 huruf
b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
menjelaskan bahwa Hak Konsumen adalah hak untuk memilih barang dan/atau
jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar
dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. Dituliskan dalam Pasal 7 huruf a
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen bahwa
kewajiban pelaku usaha adalah beriktikad baik dalam melakukan kegiatan
usahanya. Sedang dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen huruf a, pelaku usaha dalam menawarkan
barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang
111
Ibid. Hal. 19-20.
84
menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang
tidak benar atau menyesatkan mengenai harga atau tarif suatu barang dan/atau
jasa. Adapaun peraturan lain yang menerangkan dalam Peraturan Bank
Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di
Wilayah Negara Indonesia Romawi II huruf A SE BI mengatur bahwa, setiap
pelaku usaha di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib
mencantumkan harga barang dan/atau jasa hanya dalam Rupiah dan dilarang
mencantumkan harga barang dan/atau jasa dalam Rupiah dan mata uang asing
secara bersamaan (dual quotation). Dan Pasal 11 PBI Nomor 17/3/PBI/2015
Bab V mengenai Pencantuman Harga Barang dan/atau Jasa yaitu, dalam
rangka mendukung pelaksanaan kewajiban penggunaan Rupiah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), pelaku usaha wajib mencantumkan harga
barang dan/atau jasa hanya dalam Rupiah. Pengenaan sanksi tertuang dalam
Pasal 19 PBI Nomor 17/3/PBI/2015, pelanggaran atas kewajiban pencantuman
harga barang dan/atau jasa dalam Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 dan kewajiban penyampaian laporan, keterangan, dan/atau jasa data
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) dikenakan sanksi administratif
berupa teguran tertulis.
Penulis membuat kuisioner dengan menggunakan Google Form agar
dapat mempermudah penulis dalam melakukan penghitungan presentase.
Adapun hasil dari kuisioner yang dilakukan oleh penulis terkait kewajiban
pencantuman daftar harga adalah sebagai berikut:
85
Dari 94 responden, diketahui 64,1 % berjenis kelamin perempuan dan
35,9 % adalah laki-laki. Yang diantaranya 85,9 % adalah mahasiswa/pelajar,
8.7% adalah pegawai swasta, 4 % adalah lain-lain dan wiraswasta, 1,4 % nya
adalah PNS.
Tabel 2. Tabel Terkait Arti Penting Pencantuman Daftar Harga Oleh
Konsumen
No. Pertanyaan Jawaban
Ya Tidak
1. Apakah anda lebih suka
Rumah Makan yang
mencantumkan daftar harga?
98,9 % 1,1 %
2. Pernahkah anda menemukan
Rumah Makan yang tidak
mencantumkan daftar harga?
81,7 % 18,3 %
Sumber Tabel: Data diolah dari 94 responden
Apabila kita lihat dari dari kuisinoner tersebut menggambarkan bahwa
98,9 % konsumen lebih mengingkan adanya pencantuman daftar harga di
Rumah Makan tersebut supaya merasa tidak merasa dirugikan dengan tidak
adanya daftar harga itu. Ada konsumen yang beranggapan jika Rumah Makan
tersebut tidak mencantumkan daftar harga, dan ternyata harga makanan yang
dipesannya itu mahal, konsumen itu akan kesusahan dengan hal tesebut karena
tidak semua Rumah Makan yang berada di dekat ATM. Jikalau ada ATM pun
tidak semua konsumen akan memiiki jenis bank yang sama. Adapula
konsumen yang beranggapan jika Rumah Makan tersebut tidak mencantumkan
daftar harga, pelaku bisnis kuliner itu akan melihat konsumen dari segi
penampilan. Rumah Makan yang sering dijumpai oleh konsumen yang tidak
mencantumkan daftar harga, seperti halnya daerah sekitar kampus ataupun
tempat wisawatan berkunjung.
86
Tabel 3. Tabel Terkait Keingintahuan Akan Daftar Harga Dan Kerugian
Yang Pernah Dialami Konsumen
No. Pertanyaan Jawaban
Ya/Pernah Tidak/Tidak
Pernah
Mungkin
1. Apakah anda akan
bertanya terlebih dahulu
ketika akan memesan
makanan di Rumah
Makan yang tidak ada
daftar harganya?
30,1 % 24,7 % 45,2 %
2. Apakah anda pernah
dirugikan terhadap
harga makanan yang
mahal karena Rumah
Makan tersebut tidak
mencantumkan daftar
harga?
76,1 % 22,8 % 1,1 %
Sumber Tabel: Data diolah dari 94 responden
Kebanyakan juga konsumen enggan untuk menanyakan harga makanan
tersebut kepada pelayan ataupun pelaku bisnis kuliner tersebut dengan jawaban
yang beragam, seperti malas, malu, gengsi dengan pacar, ada juga yang
berpendapat bahwa hal tersebut bukanlah hal yang wajar untuk menanyakan
daftar harga ataupun karena sudah merasa lapar maka konsumen tidak
menanyakannya.
Tabel 4. Tabel Terkait Respon Konsumen Terhadap Harga Makanan
Mahal
Pertanyaan Jawaban
Protes Cuek Saja Membatin Other
Bagaimanakah respon anda
apabila ada Rumah Makan
yang harganya terbilang
“mahal”?
3,2 % 10,8 % 74,2 % 11,8 %
Sumber Tabel: Data diolah dari 94 responden
Untuk protes yang dilakukan konsumen terhadap pelaku bisnis kuliner
pun dengan jawaban yang beragam pula. Sepertia diantaranya ada yang
87
mengatakan “harusnya pelaku bisnis kuliner tersebut mencantumkan daftar
harga”, “butuh duit nemen a pak/ibu? (apakah bapak/ibu butuh uang banget?)”,
“kenapa sangat mahal padalah makanan tidak enak?”, dan lain sebagainya.
Tabel 5. Tabel Terkait Fakta Pencarian Yang Dilakukan Konsumen
Terhadap Rumah Makan
Pertanyaan Jawaban
Harga Menu Tempat Pelayanan Tren Other
Apa yang anda lihat
jika akan pergi ke
Rumah Makan?
22,6
%
50,5
%
14 % 9,7 % 2 % 1,2 %
Sumber Tabel: Data diolah dari 94 responden
Dan untuk kuisioner terakhir ini mendapat 23 % konsumen lebih memilih
Rumah Makan dengan menu yang sesuai ataupun Rumah Makan yang
memperlihatkan daftar harganya.
Jadi, hasil kesimpulan diatas menerangkan bahwa pelaku bisnis kuliner
tidak memiliki iktikad baik dalam menjalankan bisnis kulinernya dilihat dari
alasan para pelaku bisnis kuliner tidak mencantumkan daftar harga. Kerusakan
menu seharusnya segera diperbaiki demi kenyamanan para konsumen. Bukan
malah membiarkan dan malah meniadakan daftar harga dalam daftar menu.
Tidak stabilnya bahan pokok dan kesesuaian komposisi atau kualitas dari
makanan juga tidak bisa dijadikan alasan tidak mencantumkan daftar harga.
Karena dengan begitu para konsumen merasa tidak nyaman dan dirugikan.
C. Upaya Yang Dilakukan Oleh Dinas Perdagangan Dalam Pengawasan Dan
Penindakan Terkait Dengan Kewajiban Mencantumkan Daftar Harga
Penulis melakukan wawancara dengan salah satu staff Dinas
Perdagangan guna memperkuat argumen dan hasil yang diperoleh. Adapun
hasil dari wawancara tersebut adalah sebagai berikut:
88
Wawancara yang penulis lakukan dengan Ibu Luh Putu Eka W, S.H.,
M.Hum dari Bidang Stabilisasi Harga dan Perlindungan Konsumen
mengatakan bahwa untuk saat ini masih belum adanya peraturan-peraturan
turunan yang mengatur terkait dengan kewajiban pencantuman daftar harga
tersebut. Dan untuk rencana kedepannya akan mengadakan ISO COPOLCO
(Komite Kebijakan Standardisasi Internasional yang terkait dengan konsumen)
dimana Kota Malang sendiri yang akan menjadi tuan rumahnya dan dihadiri
dari 121 Negara. Dimana sekilas rencana akan menetapkan kewajiban bagi
pelaku bisnis kuliner untuk mencantumkan daftar harga, menyediakan fasilitas
wastafel dan juga toilet. Selama ini, Dinas Perdagangan sendiri tidak pernah
melakukan pengawasan ataupun pemantauan terkait Rumah Makan atau
sejenisnya yang tidak mencantumkan daftar harga. Beliau berpendapat bahwa
pelaku bisnis kuliner tersebut sudah seharusnya memiliki iktikad baik dalam
menjalankan usahanya dan salah satu caranya yaitu dengan mencantumkan
daftar harga. Karena dengan tidak adanya daftar harga tersebut dapat
mengecoh konsumen yang datang.
Adapun faktor yang tidak kalah penting yaitu harga. Apabila konsumen
melakukan pembelian, faktor harga merupakan faktor yang cukup
mempengaruhi pertimbangan konsumen melakukan pembelian. Hal ini sejalan
dengan pendapat Chairul Hidayat112
bahwa restoran tidak semata berpegang
pada mutu produk, pelayanan dan kebersihan, tetapi juga memperhatikan
masalah harga. Akan tetapi saat ini banyak pelaku bisnis kuliner yang tidak
112
Chairul Hidayat. Loc.cit.
89
mencantumkan harga pada daftar menu dan itu seringkali membuat masyarakat
merasa dirugikan karenanya. Apabila pelaku bisnis kuliner tersebut
mencantumkan pada daftar menunya, maka ia sudah menerapkan prinsip
Iktikad baik dalam menjalan bisnis kuliernya. Iktikad baik sendiri dalam
bahasa Romawi dikenal dengan Bona Fide yang artinya kedua pihak harus
berlaku yang satu terhadap yang lain seperti patut saja antara orang-orang yang
sopan, tanpa tipu muslihat, tanpa cilat-cilat, akal-akal tanpa mengganggu pihak
lain, tidak dengan melihat kepentingan sendiri saja tetapi juga dengan melihat
kepentingan pihak lain.113
Dalam Bahasa Indonesia, iktikad baik dalam arti
subyektif disebut kejujuran. Hal itu terdapat dalam pasal 530 KUHPerdata dan
seterusnya yang mengatur mengenai kedudukan berkuasa (bezit). Iktikad baik
dalam arti subyektif ini merupakan sikap batin atau suatu keadaan jiwa. Asas
iktikad baik ini menuntut adanya kepatutan dan keadilan, dalam arti tuntutan
adanya kepastian hukum yang berupa pelaksanaan kontrak tidak boleh
melanggar norma-norma kepatutan dan nilai-nilai kedilan.114
Pengertian iktikad
baik dalam pengertian objektif iktikad baik adalah pelaksanaan suatu perjanjian
harus didasarkan pada norma kepatuhan atau apa yang dirasakan sesuai dengan
yang patut dalam masyarakat.115
Berdasarkan ketentuan Pasal 1338 ayat (3)
KUHPerdata tersebut di atas dapat dikatakan kejujuran (iktikad baik) dalam
arti objektif tidak terletak pada keadaan jiwa manusia, akan tetapi terletak pada
tindakan yang dilakukan oleh kedua belah pihak dalam melaksanakan janji
113
Marcel Seran & Anna Maria Wahyu Setyoawi’. Loc.cit. 114
Ibid. 115
Syamsudin Qirom Meliala. Loc.cit.
90
yang telah disepakati dalam perjanjian tersebut.116
Selain itu, pengertian iktikad
baik secara objektif yang lain adalah praktek pelaksanaan suatu perjanjian yang
telah tertulis baik di dalam akta autentik maupun akta di bawah tangan
termasuk apabila ternyata di dalam pelaksanaannya terjadi perubahan-
perubahan yang tidak termuat di dalam akta perjanjian tersebut maka para
pihak harus punya niat baik dan jujur dalam menyikapi perubahan-perubahan
praktek pelaksanaan perjanjian yang terjadi di lapangan tersebut.117
Dalam hal ini KUHPerdata melindungi bagi pihak pembeli yang
beriktikad baik dikala ada iktikad buruk yang terjadi tanpa sepengetahuan
pihak pembeli. Pembeli mendapatkan hak melakukan gugatan untuk menuntut
ganti kerugian. Dan diperbolehkan untuk mengajukan tidak berlakunya segala
tindakan yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh debitur/penjual, dengan
alasan apapun itu dapat merugikan pembeli asalkan dibuktikan atas perbuatan
tersebut. Dan penjual berkewajiban untuk mengembalikan segala biaya yang
telah dikeluarkan oleh pembeli. Sehingga, meskipun telah diperjanjikan bahwa
penjual tidak akan menanggung apapun, tetapi penjual akan tetap bertanggung
jawab atas akibat dari perbuatan yang dilakukannya. Dan sudah tentu bahwa
akibat dari persetujuan yang telah dibuat atas dasar jual beli tersebut apabila
tidak dilandasi dengan adanya iktikad baik maka dianggaplah perjanjian itu
tidak memiliki kekuatan dan dinyatakan batal demi hukum.118
Dinas Perdagangan Kota Malang selama menjalankan tugas
kedinasannya, mereka masih belum pernah melakukan pengawasan ataupun
116
Ismijati Jenie. Loc.cit. 117
Nindya Sari Usman. Loc.cit. 118
Hanifudin Sujana. Loc.cit.
91
sosialisasi terhadap para pelaku bisnis kuliner di Kota Malang. Salah seorang
pegawai Dinas Perdagangan mengatakan bahwa pada bagian Pasal 3 ayat (2)
huruf d Peraturan Walikota Malang Nomor 41 Tahun 2016 tentang
Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Serta Tata Kerja Dinas
Perdagangan yang berbunyi, “Pelaksanaan pembinaan, pengembangan dan
pengawasan kelembagaan di bidang perdagangan dan ekonomi kreatif”. Makna
kata pengawasan di bidang perdagangan tersebut terkait dengan harga sembako
di Pasar. Bukan terkait dengan perdagangan lain yang berada di Kota Malang.
Seorang dari Dinas tidak patut untuk memberikan makna yang sempit seperti
itu, karena pada dasarnya ruang lingkup dari Dinas Perdagangan sendiri sangat
luas. Semua hal yang berkaitan dengan perdagangan. Tidak bisa jika hanya
mengatakan di bagian tertentu saja yang akan di awasi.
Penulis juga membandingan dengan tugas dari Seksi Perlindungan
Konsumen yang berada di Kota Metro, dengan penjabaran tugas sebagai
berikut:
1. Menyusun bahan kebijakan teknis dibidang pembinaan dan pelayanan
perlindungan konsumen;
2. Menyusun dan melaksanakan rencana kegiatan perlindungan konsumen;
3. Melaksanakan pembinaan, sosialisasi, informasi dan publikasi
perlindungan konsumen;
4. Melaksanaan pendaftaran dan pemberdayaan Lembaga Perlindungan
Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM);
92
5. Melaksanakan pembinaan dan pengawasan UTTP, BDKT dan Satuan
Ukuran.
6. Melaksanakan tugas lain yang diberikan atasan sesuai tugas dan
fungsinya.119
Dapat dilihat dari point nomor 3 tugas dari Seksi Perlindungan
Konsumen adalah,” melaksanakan pembinaan, sosialisasi, informasi dan
publikasi perlindungan konsumen.” Maka dapat kita ketahui bahwa terkait
masalah kewajiban pencantuman daftar harga juga termasuk dalam lingkup
tugasnya. Jadi, tidak sepatutnya Dinas Perdagangan mengatakan bahwa
lingkup tugasnya hanya disektor pasar saja. Karena arti dari perlindungan
konsumen dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Pengertian
lain hukum perlindungan konsumen adalah di mana tujuan hukum
perlindungan konsumen secara khusus mengatur dan melindungi kepentingan
konsumen atas barang dan/atau jasa yang ada di masyarakat.120
Sehingga
cakupan dari pengawasan Dinas Perdagangan bukan hanya lingkup pasar,
tetapi pengawasan terhadap para pedagang di rumah makan dan lainnya juga.
119
Pemerintah Kota Metro. Dinas Perdagangan. http://info.metrokota.go.id. diakses tanggal 22
Mei 2017 120
Agus Suwandono. 2015. Hukum Perlindungan Konsumen. In: Ruang Lingkup Hukum
Perlindungan Konsumen. Jakarta. Universitas Terbuka. Hal. 1.6.
http://info.metrokota.go.id/