Upload
phungkhuong
View
219
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
38
BAB III
SOLUSI BISNIS
3.1 Metodologi Pemecahan Masalah
Gambar 3.1 Metodologi Pemecahan Masalah
Isu Bisnis
Identifikasi dan Perumusan Masalah
Studi Literatur
- Buku referensi, website, diskusi, simposium dan seminar
Analisis Situasi
- Wawancara (In-depth with R&D)
- Observasi (In-depth with R&D)
Identifikasi Penyebab Masalah
- Fishbone diagram
Alternatif Solusi
- Organizational Development
Analisis Solusi
- Organizational Development
- Relationship
Usulan Perbaikan
- Training & Development
Rekomendasi
- Rencana Implementasi
- Action Plan
- Kebutuhan Sumber Daya
39
Data diperoleh dengan menggunakan metode wawancara dengan pihak-
pihak yang terkait dengan penelitian di PT. Bio Farma (Persero).
Penelitian ini akan memberikan analisis mengenai faktor-faktor yang
menjadi penyebab adanya keterlambatan dalam proses pengembangan
produk. Setelah diketahui apa penyebabnya, kemudian akan diberikan
usulan perbaikan dan alternatif solusinya.
3.2 Analisis Pelaksanaan Pengembangan Produk Baru di PT. Bio Farma
(Persero)
Berikut ini akan dijelaskan mengenai pengembangan produk baru pada
PT. Bio Farma, yang meliputi pembahasan mengenai tahapan proses
pengembangan produk dan mengenai manajemen organisasi untuk
pengembangan produk baru.
3.2.1 Analisis Strategi Pengembangan Produk Baru
Berdasarkan hasil wawancara, strategi yang dikembangkan oleh PT. Bio
Farma dalam rangka pengembangan produk baru, diantaranya yaitu:
1. Inovasi produk
2. Meningkatkan kualitas laboratorium pengawasan mutu melalui
sarana, keahlian dan keterampilan SDM
3. Melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga internasional selaku
pemilik teknologi seperti NVI, GCVC, dan lain-lain
4. Menyediakan sarana dan fasilitas penelitian dan pengembangan yang
memadai sesuai dengan standar kualifikasi WHO untuk produk-
produk baru
Strategi pengembangan produk baru di PT. Bio Farma dilakukan untuk
mendapatkan keuntungan dan competitive advantage perusahaan.
40
Meskipun hampir 50% produk baru yang diluncurkan di pasar tiap tahun
mengalami kegagalan suatu perusahaan akan terus menggali inovasi-
inovasi baru untuk menghasilkan produk yang sukses di pasar. Menurut
riset Booz, Allen & Hamilton’s (1993), tingkat kesuksesan produk baru
untuk seluruh industri antara 55%-65%. Memang menjadi suatu dilema
bagi perusahaan, di satu sisi inovasi produk baru akan meningkatkan
daya saing perusahaan namun di sisi lain inovasi berisiko besar dan
mahal.26
Produk baru yang dikembangkan oleh Bio Farma merupakan produk non
derivatif. Pada intinya, produk yang dikeluarkan mengacu pada kebijakan
pemerintah, yaitu produk untuk menanggulangi wabah penyakit yang
terjadi di masyarakat. Seperti saat ini beberapa penyakit yang menjadi
prioritas nasional yang diharapkan agar Bio Farma dapat membuat
produk untuk menanggulanginya, yaitu:
1. Polio
2. Tuberkulosis
3. Malaria
4. Kusta
5. ISPA/ Pneumonia Balita
6. HIV/AIDS
7. DHF & Flu burung
8. Diare
26 Artikel, Karno Budiono, 2005, Meningkatkan Daya Saing Perusahaan Dengan Inovasi
Produk Baru, Dikutip 15 April 2008 dari
http://www.ristinet.com/index.php?ch=8&lang=ind&s=95bf2576043c5ce917b862c5bdfd81
&n=271
41
Bio Farma telah menjadi salah satu dari 21 produsen vaksin dunia yang
mampu memasok kebutuhan vaksin di dalam negeri dan pasar global.
Komitmen global yang diembannya merupakan pendorong utama dalam
membantu negara-negara lain memberantas berbagai penyakit menular.
Ke depan Bio Farma akan terus melakukan pengembangan produk yang
sesuai dengan kebutuhan pasar. Bio Farma mampu meningkatkan
penetrasi pasar dan telah menjangkau hingga 100 negara tujuan. 27
Gambar 3.2 Konsumen global Bio Farma
3.2.2 Analisis Alur Proses Pengembangan Produk Baru
Pengembangan produk baru sangat penting demi mempertahankan
eksistensi jangka panjang perusahaan. Produk baru yang dikembangkan
oleh PT. Bio Farma merupakan hasil kebijakan dengan pemerintah. Dalam
27Bio Farma. 2007. Internal Source Company.
42
mengembangkan produk baru memerlukan prioritas untuk perencanaan
secara efektif dan efisien. Penentuan prioritas tersebut dapat dilihat dari
jumlah biaya yang harus dikeluarkan, permintaan pasar, keuntungan
yang diperoleh dan waktu yang dibutuhkan untuk pengembangan
produk. Pihak marketing biasanya melihat dari kebutuhan pasar dan
prospek dari produk itu sendiri bila diluncurkan ke pasar.
Berikut adalah alur proses pengembangan produk baru PT. Bio Farma:
Gambar 3.3 Alur Proses Pengembangan Produk di PT. Bio Farma (Persero)
Berdasarkan alur proses pengembangan produk baru diatas, dapat dilihat
bahwa pembuatan produk baru berdasarkan permintaan dari customer
yaitu pemerintah. Pemerintah yang membuat kebijakan produk apa yang
Customer
Marketing
(Order)
Uji klinis &
Surveilans
Pengendalian
Mutu
Pengujian
Mutu
Penunjang
Produksi
Distribusi
Produk
Pembuatan
Produk
R&D
Pengadaan
Bahan Baku
Estimasi
Penjualan
Supplier
43
akan dibuat berdasarkan permintaan pasar. Biasanya produk baru
dikeluarkan berdasarkan penyakit yang sedang terjadi di masyarakat.
Pihak marketing akan melakukan estimasi penjualan, prioritas dan
keuntungan. Jika produk baru tersebut akan menguntungkan maka akan
dilakukan design plan untuk membuat produk tersebut. Departemen
Research and Development akan menerima dan melaksanakan permintaan
pengembangan produk baru sesuai dengan waktu yang telah
dijadwalkan oleh manajemen perusahaan. Pada tahap ini membutuhkan
waktu yang lama dan biaya yang sangat besar.
Jika tahap riset telah dilakukan maka proses selanjutnya adalah proses
produksi dimana produk yang dihasilkan akan selalu diawasi oleh bagian
quality control. Hal ini perlu untuk dilakukan agar produk tersebut dapat
memenuhi standar WHO dan kepuasan konsumen. Pada proses R&D dan
produksi, pengadaan bahan baku dan alat sangat berperan penting
terhadap kelangsungan proses pengembangan produk.
Setelah produk memenuhi standar WHO maka produk tersebut dapat
didistribusikan untuk digunakan sebagai uji klinis dimana dalam hal ini
dilakukan survey tentang efektifitas dari produk yang dihasilkan.
44
3.2.3 Analisis Proses Pengembangan Vaksin Baru
Gambar 3.4 Proses Pengembangan Produk Vaksin28
Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa membutuhkan waktu 12 tahun
untuk menciptakan suatu vaksin baru. Hal ini dikarenakan setiap proses
yang dilalui mempunyai tingkat kesulitan yang berbeda-beda dan dari
setiap proses mempunyai banyak sub proses yang harus dilakukan.
Ketersediaan dana merupakan hal yang krusial dalam pengembangan
vaksin dimana dana tersebut digunakan untuk penyediaan fasilitas baik
sarana maupun prasarana yang dibutuhkan.
Saat ini, Bio Farma tengah melakukan pengembangan vaksin-vaksin baru
diantaranya yaitu Rotavirus, Thypoid Vi, Cholera, Hib, Td, Seasonal Influenza
dan Sabin IPV (Gambar 3.5). Vaksin-vaksin tersebut saat ini sedang dalam
proses experimental lot, clinical development dan commercial manufacturing.
Pada kenyataannya, dalam pengembangan vaksin, proses yang dilalui
28
Bio Farma, 2008, Internal Source Company
Basic Research
•Candidate Vaccines
•Four years to develop
Applied Research
•Experimental Lot Laboratorium
•Three years to develop
Clinical Development
•Clinical Lot (cGMP)
•Two years to develop
Commercial Manufacturing
•Scale-up (cGMP)
•Two years to develop
Marketing Diffusion
•Market
•One year to develop
45
untuk setiap vaksin berbeda-beda, ada yang dimulai dari applied research
dan ada yang memulai dari clinical development.
Gambar 3.5 Vaksin Yang Tengah Dikembangkan
Proses pengembangan vaksin tersebut telah sesuai dengan prioritas yang
ditentukan oleh WHO, seperti yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 3.1 Prioritas Pengembangan Vaksin WHO
3.2.4 Manajemen Organisasi Pengembangan Produk Baru
Untuk menangani secara serius pengembangan produk baru yang akan
diluncurkan dipasar maka perusahaan harus memiliki organisasi yang
New Vaccines
Hib FD Project
Hib Liquid Project
Sabin IPVRotavirus
Project
Seasonal Flu Project
Priority PQ WHO 2007-2008High Priority
•Pentavalent Vaccine
•MMR Group
•Rotavirus Vaccine
•Pneumococcal
•IPV & mOPV
•Seasonal Influenza
Medium Priority
•Human Papiloma Vaccine
•Meningococcal Vaccine
•TT/Td
•DTP-Hep B
Low Priority
•Yellow Fever
•Japanese Encephalitis
•Combo Hep B-Hib, DTP
•DTP, Hb monovalent
•Rabies, Hep-B
46
dapat menjamin bahwa produk baru mempunyai standar kualitas yang
baik. Hal-hal utama yang harus dilakukan dalam organisasi ini adalah
mengawal proses pengembangan produk sesuai dengan yang telah
ditetapkan, menentukan analisis dan forecasting serta membuat keputusan
layak tidaknya suatu produk diluncurkan ke pasar.
Proses pengembangan produk baru hampir seluruhnya dilakukan pada
divisi Reserach and Development, walaupun tidak bisa lepas dari divisi di
luar Reserach and Development. Koordinasi dalam organisasi dilakukan
agar tujuan dan visi misi perusahaan dapat tercapai dengan baik. Hal ini
dapat dilakukan dengan menjalin komunikasi yang baik agar tidak terjadi
kesalahpahaman antar divisi.
Agar pengembangan suatu produk baru dapat berjalan sesuai dengan
rencana, pihak manajemen perusahaan akan membuat tim tertentu yang
akan bertanggung jawab terhadap pengembangan suatu produk. Tim ini
terdiri dari divisi yang berbeda, tetapi memiliki kesamaan visi yaitu untuk
mensukseskan terciptanya suatu produk baru. Koordinasi yang baik
sesama rekan tim sangat diperlukan, dimana biasanya tim akan
melakukan koordinasi setiap minggu mengenai scheduling dan work in
process. Ketua tim akan melaporkan hasil koordinasi kepada pihak
manajemen perusahaan setiap minggunya untuk mendefinisikan usulan
produk baru dan melakukan evaluasi selama tahap pengembangan
produk.
Secara garis besar pengembangan produk baru melibatkan beberapa
divisi, seperti yang digambarkan di bawah ini:
47
Gambar 3.6 Alur aktivitas pengembangan produk baru
3.2.5 Permasalahan Yang Terjadi Selama Proses Pengembangan Produk
Baru
Berdasarkan wawancara dengan pihak yang berkaitan dengan
pengembangan produk baru, maka didapat informasi bahwa adanya
beberapa permasalahan yang menjadi hambatan dalam melakukan
pengembangan suatu produk baru, yaitu:
Perkembangan Teknologi Yang Pesat
Dengan pesatnya perkembangan teknologi vaksin maka perusahaan
dituntut agar dapat selalu mengikuti trend perkembangan teknologi
pembuatan vaksin. Oleh karena itu, seiring dengan teknologi yang
terus berubah maka diperlukan dana yang besar dan personil yang
kompeten. Hal tersebut menyebabkan keterlambatan dalam proses
pengembangan produk baru karena untuk penyediaan dana dan
sumber daya yang dibutuhkan memakan waktu yang cukup lama.
Research & Development
Marketing
Produksi
Quality Assurance
Quality Control
Logistik
Teknik
Pengembangan
Produk Baru
48
Waktu Pengembangan Produk Baru
Dalam melakukan pengembangan produk baru dibutuhkan waktu
yang lama dikarenakan banyak tahap yang harus dilalui dalam
melakukan pengembangan produk baru seperti basic research
pembuatan experimental lot, clinical lot, clinical trial, dan lisensi dari
pihak berwenang. Dimana dari setiap proses memiliki tingkat
kesulitan yang berbeda-beda terutama dari segi waktu dan keadaan
material biologis yang digunakan.
Besarnya Dana Pengembangan Produk Baru
Dibutuhkan dana yang besar untuk dapat memenuhi kebutuhan
konsumen dalam menanggulangi penyakit yang sedang berkembang
sehingga keputusan pengembangan produk baru menyangkut banyak
aspek yang harus dipertimbangkan seperti aspek ekonomi, kebijakan
pemerintah, maupun target pasar yang akan dicapai. Dimana dana
tersebut dibutuhkan untuk penyediaan sarana dan prasarana yang
spesifik untuk setiap produk yang akan dibuat.
Adanya Klausul Kerjasama
Dengan adanya kerjasama dengan pihak lain dalam pengembangan
produk, maka diperlukan klausul kerjasama yang terkadang
memerlukan waktu lama sehingga dapat menghambat pengembangan
produk baru. Hal ini berkaitan dengan keterbatasan fasilitas baik alat
maupun bahan dalam melakukan pengembangan riset.
Keterbatasan Personil Pengembangan Riset
Seiring dengan teknologi yang terus berubah maka dibutuhkan
personil berkompeten yang dapat mengikuti perkembangan teknologi
pembuatan vaksin dalam pengembangan riset. Dalam kenyataannya,
personil yang berkompeten jumlahnya minim sehingga dapat
49
menyebabkan keterlambatan dalam proses pengembangan produk
baru.
Berkurangnya koordinasi antar personil
Koordinasi antar personil pengembangan riset sangat diperlukan
untuk menjaga kelangsungan proses pengembangan produk baru.
Dikarenakan oleh proses yang memakan waktu lama dan menguras
tenaga serta pikiran, maka hal ini dapat menyebabkan pecahnya
koordinasi antar personil. Untuk memperbaiki hal ini dibutuhkan
waktu lama sehingga secara tidak langsung dapat menyebabkan
keterlambatan dalam proses pengembangan produk baru.
Keterbatasan Fasilitas Untuk Pengembangan Riset
Pada kenyataannya, permasalahan utama yang dihadapi adalah
keterbatasan penyediaan fasilitas, yaitu alat-alat, ruangan berkelas dan
bahan baku. Banyak faktor yang mempengaruhi keterbatasan tersebut
diantaranya adalah keterlambatan supplier dalam mengirimkan alat
dan bahan baku, dan dana yang minim untuk penyediaan fasilitas
ruangan berkelas.
Apabila masalah-masalah di atas tidak segera di atasi, maka akan
mempengaruhi terciptanya suatu produk baru. Seperti yang sudah terjadi,
yaitu keterlambatan pada saat pengembangan produk yang berimbas
pada kinerja R&D yang tidak optimal. Dampak-dampak yang lain sangat
mungkin terjadi, sehingga diperlukan antisipasi agar risiko yang terjadi
dapat ditanggulangi sedini mungkin.
50
3.3 Sumber Penyebab Keterlambatan Dalam Proses Pengembangan
Produk Baru
Dari kelima produk pada gambar 3.5, diketahui bahwa produk
mengalami keterlambatan atau penyimpangan dari rencana awal dalam
proses pengembangannya sehingga mempengaruhi kinerja dari R&D.
Pembahasan berikutnya adalah mengenai hal-hal yang menjadi penyebab
kinerja R&D tidak optimal akibat terjadinya keterlambatan dalam proses
pengembangan vaksin baru. Banyak faktor yang menyebabkan
pengembangan vaksin tidak sesuai dengan rencana awal.
Penyebab keterlambatan pengembangan produk tersebut dapat
disimpulkan pada fishbone diagram berikut ini:
Gambar 3.7 Fishbone Diagram Penyebab Keterlambatan dalam Proses
Pengembangan Produk Baru
Keterbatasan
Personil
Fasilitas
Pengembangan
Knowledge Integrasi antar
personil
Penyediaan
bahan baku
Keterlambatan
dalam proses
pengembangan
vaksin baru
Jumlah personil tidak
memadai
Kelengkapan
training
personil
Dana fasilitas
minim
Keterlambatan
penyediaan bahan
baku
Komunikasi terhambat
Pengetahuan yang
terbatas
51
Pembahasan berikutnya akan mengambil 1 contoh vaksin, yaitu vaksin A.
Pembahasan ini menyangkut tahapan proses pengembangan produk
tersebut yang mengalami keterlambatan dari jadwal yang telah
ditentukan.
VAKSIN A
Vaksin A adalah salah satu vaksin yang sedang dikembangkan oleh Bio
Farma untuk menanggulangi suatu penyakit yang sedang terjadi di
masyarakat. Pengembangan vaksin A ini membutuhkan waktu lama
dimana sudah dimulai dari tahun 2001 dan saat ini telah mencapai tahap
experimental lot. Diperkirakan vaksin ini akan diluncurkan ke pasaran
pada tahun 2011. Dari data proses pengembangan produk A terdapat
beberapa proses yang mengalami keterlambatan dimana tidak sesuai
dengan perencanaan jadwal aktivitas yang telah dibuat sebelumnya.
Dari tabel 3.2 dibawah ini menunjukkan tahapan proses pengembangan
produk baru pada Vaksin A, yang mengalami keterlambatan dalam
prosesnya. Namun tidak semua proses mengalami keterlambatan. Tabel
dibawah ini hanya menunjukkan proses mana saja yang tidak sesuai
dengan jadwal awal (mengalami keterlambatan). Dari Tabel 3.2 dapat
diketahui bahwa proses yang mengalami keterlambatan dimulai dari
pembuatan Virus Culture Fluid yang terdiri dari pembuatan aliquot virus
dan pemeliharaan sel, dengan selisih 84 hari dari lamanya waktu proses
yang seharusnya. Proses yang menjadi penyebab langsung keterlambatan
adalah proses pembuatan Virus Culture Fluid, dimana dalam hal ini
menyangkut sumber daya yang terbatas.
Tabel 3.2 Proses Pengembangan Vaksin A berdasarkan Durasi Keterlambatan
Mulai Berakhir Mulai Berakhir 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5
Keterangan:
Base Main Process
Actual Main Process
Base Sub-main Process
Actual Sub-main Process
Mei-08
Minggu ke-
April-08
Minggu ke-
Maret-08
Minggu ke-
November-07
Minggu ke-
Oktober- 07
Minggu ke-
September-07
Minggu ke-
Februari-08
Minggu ke-
Januari-08
Minggu ke-
Desember-07
Minggu ke-AktivitasNoRencana Aktual
Kualifikasi Ruangan dan LAF 17/09/07 10/10/07 17/09/07 26/10/07
1 Leak Test HEPA 17/09/07 28/09/07 17/09/07 5/10/2007
OQ & PQ Ruangan dan LAF 3/10/07 10/10/07 12/10/2007 26/10/07
Preparasi Medium 1/10/07 3/10/07 5/10/2007 8/10/2007
Inventarisasi Medium 1/10/07 3/10/07 5/10/2007 8/10/2007
Pembuatan Medium 3/10/07 10/10/07 10/10/2007 17/10/07
Pembuatan Aliquot Virus 22/10/07 29/10/07 23/1/08 8/2/2008
Persiapan Alat 22/10/07 25/10/07 23/1/08 25/1/08
Persiapan Bahan 26/10/07 28/10/07 28/1/08 31/1/08
Aliquot Virus 28/10/07 28/10/07 1/2/2008 1/2/2008
Inokulasi Virus 29/10/07 29/10/07 1/2/2008 8/2/2008
Persiapan Sel 1/11/07 19/12/07 13/2/08 21/3/08
Persiapan Alat 1/11/07 4/11/07 13/2/08 15/02/08
Persiapan Bahan 5/11/07 11/11/07 13/2/08 15/02/08
Pemeliharaan Sel 18/11/07 18/12/07 15/2/08 21/3/08
21/3/0821/3/0819/12/0718/12/07 Inokulasi Sel
Inokulasi Virus 19/12/07 5/1/08 24/3/08 1/4/2008
27/3/0824/3/0824/12/0719/12/07 Persiapan Alat
Persiapan Bahan 25/12/07 30/12/07 24/3/08 27/3/08
28/3/0828/3/0831/12/0731/12/07 Inokulasi Virus
Pemeliharaan Virus 31/12/07 5/1/08 28/3/08 1/4/2008
1/4/200829/3/0819/01/086/1/08Harvest Virus Culture Fluid
Persiapan Alat 6/1/08 12/1/08 29/3/08 31/3/08
31/3/0829/3/0819/1/0813/1/08 Persiapan Bahan
Persiapan Alat 20/1/08 24/1/08 3/4/2008 6/4/2008
6/4/2008 Persiapan Bahan
Harvest VCF 19/1/08 19/1/08 1/4/2008 1/4/2008
7/4/20083/4/200829/1/0820/1/08Klarifikasi
Klarifikasi
Stabilize & Freeze 30/1/08 12/2/08 11/4/2008 17/4/08
7/4/2008
3/4/2008
7/4/2008
29/1/08
29/1/08
25/1/08
29/1/08
13/4/0811/4/20083/2/0830/1/08 Persiapan Alat
Persiapan Bahan 4/2/08 10/2/08 11/4/2008 16/4/08
17/4/0816/4/0812/2/0810/2/08 Stabilize&Freeze
Formulasi 12/2/08 22/12/08 18/4/08 30/4/08
25/4/0818/4/0816/2/0812/2/08 Persiapan Alat
Persiapan Bahan 17/2/08 21/2/08 18/4/08 29/4/08
22/2/08 Formulasi & Stok 22/2/08 30/4/08 30/4/08
14/5/082/5/20085/3/0823/2/08 Evaluasi Pre Experimental Lot
8
9
10
11
2
3
4
5
6
7
53
Gambar 3.8 Durasi Proses Pengembangan Vaksin A
3.4 Analisis Penyebab Keterlambatan Dalam Proses Pengembangan
Produk Baru
Berikut akan dilakukan analisis terhadap faktor-faktor yang menjadi
penyebab langsung adanya keterlambatan proses pengembangan vaksin
baru. Berdasarkan gambar 3.8, penyebab keterlambatan adalah
keterbatasan fasilitas (sarana dan bahan baku), terbatasnya knowledge
personil, dan integrasi antar personil.
Dalam hal ini yang termasuk keterbatasan fasilitas adalah bahan baku dan
infrastruktur.
- Keterbatasan bahan baku menjadi penyebab keterlambatan dalam proses
pengembangan vaksin baru. Hal yang mendasari adalah pengadaan
barang oleh supplier yang membutuhkan waktu lama. Banyak faktor
54
yang mempengaruhi diantaranya yaitu Bio Farma tergantung pada
supplier tunggal, bahan baku yang dibutuhkan masih impor dan bahan
baku yang digunakan bersifat spesifik maka pengadaan barangnya
pun indent karena perusahaan supplier pada umumnya bersifat make to
order. Penggunaannya pun memerlukan perlakuan khusus terlebih
dahulu sehingga memakan waktu yang lama.
- Keterbatasan alat juga merupakan hal yang dapat menyebabkan
keterlambatan dalam proses pengembangan vaksin. Alat yang
digunakan nilai investasinya relatif tinggi. Sedangkan perusahan
hanya menganggarkan 2% untuk investasi keseluruhan proses research
and development. Alat yang dibutuhkan bersifat indent dan pada
umumnya supplier bersifat make to order. Untuk pembuatan alat ini
dibutuhkan waktu 6 bulan hingga 1 tahun dikarenakan spare part dari
alat tersebut yang bersifat khusus. Pada kenyataannya, terkadang alat
yang dipesan tidak sesuai dengan spesifikasi yang diajukan sehingga
personil yang terkait dengan pemakaian alat tersebut akan melakukan
FAT (Factory Acceptance Test) ke perusahaan supplier agar alat yang
dipesan sesuai dengan spesifikasi. Tentunya hal ini akan memakan
waktu yang cukup lama hingga alat tersebut dapat digunakan.
- Fasilitas minim merupakan hal yang dapat menyebabkan
keterlambatan dalam proses pengembangan vaksin. Fasilitas
pengembangan yang dimiliki Bio Farma saat ini dapat dikatakan
masih minim. Penyediaan fasilitas gedung yang terdiri dari ruang-
ruang berkelas masih banyak kekurangan. Selain itu, dikarenakan
banyaknya proyek pengembangan vaksin baru sedangkan fasilitas
gedung untuk penelitian dan pengembangan masih terbatas.
55
Knowledge dari personil merupakan hal yang sangat penting dalam proses
pengembangan produk baru. Setiap personil harus memiliki kualifikasi
dalam mengerjakan setiap proses pengembangan produk. Yang saat ini
dihadapi dalam pengembangan vaksin adalah kurangnya knowledge yang
up-to-date dari setiap personil. Sehingga hal ini dapat mengakibatkan
keterlambatan dalam proses pengembangan vaksin baru.
Hal-hal diatas yang menyebabkan keterlambatan dalam proses
pengembangan vaksin baru sepatutnya menjadi perhatian utama yang
harus segera diantisipasi dan dicari solusinya.
3.5 Alternatif Solusi Bisnis
Ada beberapa alternatif solusi untuk mengatasi masalah-masalah yang
terjadi pada proses pengembangan produk baru di PT Bio Farma.
Alternatif solusinya akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Organizational Development
Melakukan koordinasi antar personil untuk meningkatkan integrasi
antar personil dan knowledge serta skill personil. Hal ini dapat
dilakukan dengan berbagai metoda, diantaranya yaitu:
- Action Research
Langkah progresif untuk memecahkan masalah yang terjadi.
- Collaborative Methods
Melakukan kolaborasi dalam memecahkan suatu masalah yang
sedang terjadi.
- Knowledge Management
Aktivitas untuk meningkatkan performance, competitive advantage,
innovation dan development processes.
56
- Team Building
Semua aktivitas dilakukan untuk meningkatkan self-assessment dan
performance dari setiap personil.
- Training & Development
Semua aktivitas yang dimaksudkan untuk meningkatkan
performance, skills dan knowledge.
2. Mengadakan kerjasama
Kerjasama dilakukan dengan institusi-institusi berskala nasional dan
internasional dalam hal pengembangan vaksin baru.
3. Mengefisienkan setiap proses yang dilakukan.
4. Menjalin hubungan baik dengan supplier-supplier.
5. Menggalakkan kolaborasi dengan industri-industri farmasi di
Indonesia
3.6 Analisis Solusi Bisnis
Berikut akan dijelaskan mengenai solusi bisnis diatas
1. Organizational Development
Melakukan koordinasi antar personil untuk meningkatkan integrasi
antar personil dan knowledge serta skill personil. Hal ini dapat
dilakukan dengan berbagai metoda, diantaranya yaitu:
- Action Research
Langkah progresif untuk memecahkan permasalahan yang terjadi
dalam proses pengembangan vaksin. Hal ini dilakukan dengan
membuat "community of practice" yang terdiri dari beberapa
personil yang membentuk suatu tim dimana tim ini akan
memecahkan suatu permasalahan yang terjadi dengan tujuan
untuk meningkatkan strategi dan knowledge perusahaan.
57
- Collaborative Methods
Hal ini diwujudkan dengan melakukan kolaborasi antar personil.
Metoda ini khusus digunakan untuk meningkatkan kesuksesan
dari suatu tim dalam memecahkan suatu masalah yang sedang
terjadi terutama dalam mengatasi permasalahan proses
pengembangan produk baru.
- Knowledge Management
Hal ini dapat dilakukan untuk mengidentifikasi, membuat,
merepresentasikan dan menyalurkan knowledge antar personil
yang terlibat dalam proses pengembangan produk baru. Aktivitas
untuk meningkatkan performance, competitive advantage, innovation
dan development processes.
- Team Building
Solusi ini akan meningkatkan motivasi antar personil dari suatu
tim dimana hal ini untuk meningkatkan self-assessment dan
performance dari setiap personil.
- Training & Development
Dalam hal ini yang lebih ditekankan adalah Human Resources dari
perusahaan yang terlibat dengan proses pengembangan produk
baru. Semua aktivitas yang dimaksudkan untuk meningkatkan
performance, skills dan knowledge.
2. Mengadakan kerjasama
Dalam melakukan proses pengembangan vaksin baru dibutuhkan
dana yang besar yang digunakan untuk investasi fasilitas, alat dan
bahan. Dikarenakan anggaran Bio Farma untuk research and
development hanya 2% maka dibutuhkan kerjasama dengan institusi-
institusi nasional maupun internasional untuk mengatasi keterbatasan
58
fasilitas, alat dan bahan. Selain itu, dengan adanya kerjasama tersebut
dapat mengatasi lack of knowledge dari personil R&D. Kerjasama-
kerjasama dari institusi nasional maupun internasional, diantaranya
yaitu JPRI (Japan Poliomyelitis Research Institute) untuk pengembangan
vaksin Sabin-IPV, BIKEN (Research Foundation for Microbial Disease of
Osaka University) untuk pengembangan vaksin Seasonal Influenza,
MCRI (Murdoch Children’s Research Institute) untuk pengembangan
vaksin Rotavirus, dan NVI (Netherland Vaccine Institute) untuk
pengembangan vaksin Hib. Dengan adanya kerjasama-kerjasama
tersebut, proses pengembangan suatu vaksin akan lebih cepat dari
waktu 12 tahun (Gambar 3.3). Bentuk kerjasama yang dilakukan salah
satunya adalah transfer teknologi dan knowledge.
3. Mengefisienkan setiap proses yang dilakukan
Dikarenakan semua proses sudah baku dan harus dilakukan sebagai
sebuah proses pengembangan produk yang utuh maka proses
pemotongan suatu proses tertentu tidak dapat dilakukan.
Mengefisienkan setiap proses dapat dilakukan mengingat karena hal
ini mengacu kepada waktu yang merupakan kunci keberhasilan
produk baru dimana hal ini akan mempersingkat waktu
pengembangan vaksin baru. Misalnya dengan melakukan efisiensi
pada inventarisasi alat dan bahan untuk semua proses pada satu
waktu atau pemesanan bahan dan alat untuk semua proses
pengembangan produk.
4. Menjalin hubungan baik dengan supplier
Secara tidak langsung sebagian besar penyebab keterlambatan
disebabkan karena pihak di luar perusahaan, seperti supplier. Proses
yang tidak bisa lepas adalah pengadaan bahan baku dan alat. Maka
59
hubungan yang baik, sangat diperlukan agar semua pihak yang
bersangkutan mempunyai value yang sama untuk keberhasilan suatu
produk.
5. Menggalakkan kolaborasi dengan industri-industri farmasi di
Indonesia
Hal ini dilakukan untuk meminimalisir adanya keterbatasan bahan
baku karena pengadaannya yang membutuhkan waktu lama. Hal ini
dapat dilakukan agar perusahaan farmasi tidak mengalami
keterlambatan dalam proses pengembangan produk baru dikarenakan
penyediaan bahan baku impor yang lama.
Masalah-masalah lain yang terjadi selama proses pengembangan produk
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya harus ada problem solvingnya
agar tidak mempengaruhi output perusahaan di kemudian hari. Solusinya
akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Untuk mengikuti trend perkembangan teknologi vaksin maka Bio
Farma harus meningkatkan anggaran R&D agar produk yang
dihasilkan dapat bersaing dengan kompetitor. Dalam hal ini,
perusahaan dapat melakukan pengiriman personil untuk melakukan
training di institusi yang mempunyai teknologi terbaru untuk
pengembangan vaksin.
2. Keterbatasan personil pengembangan produk baru dapat dilakukan
dengan melakukan recruitment skilled researcher yang mempunyai
kapabilitas tinggi terhadap perusahaan yang mempunyai tujuan untuk
menciptakan vaksin baru sesuai dengan kemampuan perusahaan.
60
Dari penjelasan pemecahan masalah diatas, maka dapat diketahui hal-hal
yang harus diperhatikan oleh perusahaan, yaitu:
1. Skill & knowledge. Hal ini harus diperhatikan mengingat dalam proses
pengembangan vaksin baru dibutuhkan sumber daya manusia yang
memiliki keahlian dan pengetahuan yang baik dan menyeluruh untuk
setiap proses pengembangan yang dilakukan. Sehingga apabila semua
sumber daya manusia yang terlibat langsung mempunyai keahlian
dan pengetahuan yang setara maka proses pengembangan produk
baru akan selesai tepat pada waktunya.
2. Pemilihan supplier yang mempunyai komitmen untuk menyediakan
barang tepat pada waktunya dan mempunyai kualitas yang baik. Hal
ini perlu diperhatikan dikarenakan penyediaan bahan baku dan alat
dilakukan oleh pihak luar perusahaan yaitu supplier dimana pada
kenyataannya penyediaan barang oleh supplier tidak sesuai dari segi
waktu. Sehingga hal tersebut dapat menyebabkan keterlambatan
dalam proses pengembangan produk baru.
3. Collaboration. Hal ini perlu diperhatikan karena dengan adanya
kolaborasi yang baik antar pihak manajemen perusahaan maka miss
communication dapat diatasi. Sehingga hal ini secara langsung akan
mempengaruhi kinerja dari R&D.