72
36 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Kami menggunakan lima tahap utama dalam menerapkan konsep Six Sigma pada PT. Jaticy Jayasuba (JJ) yaitu Define, Measure, Analyze, Improve dan Control. Tahap - tahap utama ini akan dikelompokkan menjadi Karakterisasi Proses ( Define, Measure, Analyze ) dan Penyempurnaan Proses ( Improve dan Control ). 4.1 Karakterisasi Proses 4.1.1 Tahap Define PT. Jaticy Jayasuba ingin meningkatkan kualitas produk yang mereka produksi karena terdapat jumlah defective products dari barang jadi dengan material besi dan berat kurang dari 100 kg kurang lebih sebesar 9.8% dari total produksi pada tahun 2007. Hal ini sangat berpengaruh kepada image perusahaan ke depannya di mana tingkat kepuasan pelanggan akan ditentukan dari hal ini. Selain mempengaruhi tingkat kepuasan pelanggan, defective products juga menyebabkan cost menjadi lebih besar dikarenakan perusahaan harus memperbaiki produk yang cacat tersebut dan mengirimkan kembali

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab4/Bab 4_09-70..pdf · pembahasan proyek ini pun akan berkurang jumlah cacat produksinya. Dan juga . 41

Embed Size (px)

Citation preview

36

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Kami menggunakan lima tahap utama dalam menerapkan konsep Six Sigma

pada PT. Jaticy Jayasuba (JJ) yaitu Define, Measure, Analyze, Improve dan Control.

Tahap - tahap utama ini akan dikelompokkan menjadi Karakterisasi Proses ( Define,

Measure, Analyze ) dan Penyempurnaan Proses ( Improve dan Control ).

4.1 Karakterisasi Proses

4.1.1 Tahap Define

PT. Jaticy Jayasuba ingin meningkatkan kualitas produk yang mereka

produksi karena terdapat jumlah defective products dari barang jadi dengan

material besi dan berat kurang dari 100 kg kurang lebih sebesar 9.8% dari

total produksi pada tahun 2007. Hal ini sangat berpengaruh kepada image

perusahaan ke depannya di mana tingkat kepuasan pelanggan akan ditentukan

dari hal ini. Selain mempengaruhi tingkat kepuasan pelanggan, defective

products juga menyebabkan cost menjadi lebih besar dikarenakan perusahaan

harus memperbaiki produk yang cacat tersebut dan mengirimkan kembali

37

barang tersebut ke pelanggan. Untuk kemajuan perusahaan ke depannya, PT. Jaticy

Jayasuba harus meningkatkan kualitas produk maupun proses produksi agar jumlah

defective products dapat diminimalisasikan.

Aktivitas utama pada tahap Define ini adalah menemukan CTQ (Critical to

Quality), yaitu sebuah fokus permasalahan yang menjadi hal yang paling penting

untuk memenuhi keinginan customers. Pada tahap ini yang pertama kali dilakukan

adalah menetapkan proyek yang akan dijalankan berdasarkan skala prioritas yang

telah ditentukan kemudian menentukan CTQ, hal ini dilakukan untuk mengetahui

keinginan dari konsumen sesuai dengan tujuan dari metode Six Sigma untuk

memberikan kepuasan kepada konsumen, lalu membentuk tim, membuat jadwal

proyek, membuat process mapping dan terakhir mengidentifikasi proses yang

mempengaruhi CTQ atau biasa disebut sebagai CTP (Critical to Process).

Dikarenakan proses Quality Control di PT. Jaticy Jayasuba belum berjalan

dengan baik, maka untuk proyek ini kami akan menggunakan data produksi produk-

produk yang terbuat dari besi dan memiliki berat di bawah 100 kg dari tahun 2006 -

2007. Dari data produksi tahun 2006 – 2007 ini, dapat diketahui jenis-jenis cacat

produksi yang ada. Dengan mengetahui jenis-jenis defective products yang ada pada

produk yang diproduksi oleh PT. Jaticy Jayasuba terutama produk yang terbuat dari

besi dan berat di bawah 100 kg, pihak perusahaan dapat memfokuskan pada jenis

defective products yang paling banyak terjadi atau yang memiliki kontribusi terbesar

dalam permasalahan. Dengan meminimalkan jumlah defective products tiap produksi

maka tingkat kualitas produk yang diinginkan pelanggan pun akan tercapai.

38

Terjadi peningkatan jumlah barang cacat produksi pada periode tahun 2006

dan 2007

Gambar 4.1 Data barang cacat produksi untuk produk dengan material

besi dan berat di bawah 100 kg periode tahun 2006 – 2007

39

Gambar 4.2 Data barang cacat produksi dalam persentase terhadap

jumlah produksi periode tahun 2006 – 2007

Jumlah barang cacat produksi yang meningkat pada tahun 2007 menimbulkan loss

business bagi PT. Jaticy Jayasuba yang diperlihatkan pada grafik di bawah ini.

Gambar 4.3 Loss business dari barang cacat produksi periode tahun 2006 - 2007

Dari data-data produksi dan cacat produk tahun 2006 – 2007 untuk produk

dengan material besi dan berat di bawah 100 kg diatas, dapat disimpulkan bahwa

masalah yang terdapat pada PT. Jaticy Jayasuba ini adalah “masih rendahnya

kualitas produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg karena masih

terdapat jumlah barang cacat produksi yang cukup banyak dan meningkat

pada tahun 2007.”

40

4.1.1.1 Menentukan Proyek Six Sigma

PT. Jaticy Jayasuba memiliki beberapa kategori produk seperti gear, as,

pompa, ring, dan lain-lain. Dan masing-masing dari kategori produk tersebut

memiliki jumlah line of product yang banyak. Agar penelitian tidak memakan

banyak waktu dan juga supaya penelitian lebih terfokus, maka kami memilih untuk

menganalisis hanya dari data produksi untuk produk yang dengan material besi dan

berat di bawah 100 kg tahun 2006 – 2007 sebagai acuan dalam menganalisis defective

products (barang cacat produksi) untuk peningkatan kualitas produk PT. Jaticy

Jayasuba. Produk bermaterialkan besi dan berat di bawah 100 kg ini dipilih sebagai

ruang lingkup proyek karena produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg

ini memiliki kontribusi terbesar dalam penjualan PT. Jaticy Jayasuba, produk ini juga

menggunakan semua proses produksi pada PT. Jaticy Jayasuba di mana proses

produksi pada PT. Jaticy Jayasuba adalah batch processing jadi kami memilih

kategori produk yang menggunakan seluruh proses produksi dari PT. Jaticy Jayasuba.

Walaupun dalam proyek ini hanya menggunakan kategori produk dengan material

besi dan berat di bawah 100 kg, tapi hasil yang akan dicapai juga akan berpengaruh

pada kategori produk yang lain yang ada pada PT. Jaticy Jayasuba dikarenakan

produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg ini menggunakan semua

proses produksi pada PT. Jaticy Jayasuba jadi dengan adanya perbaikan dalam proses

produksi maka secara tidak langsung kategori produk lain yang tidak masuk dalam

pembahasan proyek ini pun akan berkurang jumlah cacat produksinya. Dan juga

41

dibutuhkan satu parameter yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk melakukan

proyek, yaitu data Voice of Customer.

Karena penilaian kerja dan produktivitas dari PT. Jaticy Jayasuba ini dapat

dinilai dari tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk jadi / finished goods yang

diterima oleh pelanggan. Maka proyek ini akan dilakukan berdasarkan survey

terhadap kepuasan konsumen yang dilakukan pada tahun 2007.

Tabel 4.1 Survey Kepuasan Pelanggan tahun 2007.

NO VOC Percentage

1. Kualitas produk setelah diterima 43.7%

2. Kecepatan dalam pengiriman 32.3%

3. Ketepatan produk yang dikirim 10.4%

4. Keramahan pengirim produk 7.5%

5. After sales service 6.1%

Pada Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa ada 3 hal Voice of Customer tertinggi,

yaitu:

1. Kualitas produk setelah diterima : 43.7%

2. Kecepatan dalam pengiriman : 32.3%

3. Ketepatan produk yang dikirim : 10.4%

Dari data kepuasan pelanggan tahun 2007 diatas, kita dapat melihat bahwa

tingkat kualitas suatu produk adalah salah satu hal terpenting bagi pelanggan

42

maka dari itu PT. Jaticy Jayasuba harus memperhatikan tingkat kualitas

produk jadi yang dihasilkan dengan baik.

4.1.1.2 Penyusunan Diagram SIPOC ( Supplier – Input –

Process – Output – Customer )

Diagram SIPOC merupakan salah satu teknik yang paling berguna dan paling

sering digunakan. Diagram ini digunakan untuk menyajikan tampilan “sekilas” dari

aliran kerja. SIPOC memberikan kepuasan pelanggan karena dalam diagram SIPOC

terpetakan dengan jelas mulai dari supplier sampai dengan ke customer. Data yang

dibutuhkan untuk membuat diagram SIPOC merupakan data tentang proses produksi

yang diperoleh dari perusahaan. Berikut ini merupakan diagram SIPOC PT. Jaticy

Jayasuba:

43

Gambar 4.4 Diagram SIPOC ( Supplier Input Process Output Customer )

Dari diagram SIPOC diatas dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Supplier,

Supplier merupakan perusahaan yang menjual berbagai kebutuhan PT.

Jaticy Jayasuba, baik itu bahan baku besi, cast steel untuk jenis produk yang sulit,

maupun jasa untuk pelapisan dan pengerasan. Berbagai macam barang-barang

tersebut terdiri dari barang buatan lokal maupun impor (Germany, Japan, India,

China).

2. Input,

Input merupakan bahan baku dari supplier yang dapat digunakan untuk

proses produksi. Bahan baku ini terdiri dari berbagai jenis material dan

pelengkapnya sehingga dapat memenuhi kebutuhan pelanggan akan suatu produk.

Selain bahan baku, input dari supplier ini juga berupa jasa, seperti jasa

44

pengerasan (hardened) dan pelapisan (hard chrome). Sedangkan, ada juga input

barang yang digunakan untuk mesin dalam proses pengerjaan barang, seperti oli

mesin.

Peralatan yang digunakan dalam proses produksi juga mempengaruhi

proses pembuatan barang. Kesalahan dalam penggunaan peralatan akan

berdampak besar pada kualitas produk yang dihasilkan. Masing-masing material

yang digunakan memiliki karakteristik tersendiri sehingga peralatan yang

digunakan juga harus spesifik untuk masing-masing material.

3. Process

Process merupakan jasa pengerjaan yang ditawarkan oleh PT. Jaticy

Jayasuba kepada pelanggannya. Input material bisa melalui semua proses

pengerjaan yang ada, namun ada juga yang hanya melalui beberapa proses

pengerjaan saja. Macam-macam dari proses pengerjaan itu adalah grinding

(penghalusan), hobbing (pembuatan gear), milling (pengikisan radial), drilling

(pemboran), lathing (pembubutan), shaping (pembentukan custom), shaving

(pengikisan lurus), welding (pengelasan), tapping (pembuatan ulir).

4. Output

Setelah melewati proses pengerjaan tersebut, akan dihasilkan produk jadi

sesuai dengan pesanan pelanggan. Produk-produk yang dihasilkan merupakan

produk custom yang dikerjakan sesuai dengan kebutuhan pelanggan, baik itu

dalam jumlah sedikit maupun menengah banyak.

45

5. Customer

Customer merupakan beberapa contoh pelanggan dari PT. Jaticy Jayasuba

yang berasal dari beberapa latar belakang jenis perusahaan, seperti Oil and Gas,

Agriculture, Automotive and Heavy Equipment, FMCG, Marble and Granite,

Flexible Packaging, Machinery and Engineering, dan bidang usaha lainnya.

Pelanggan PT. Jaticy Jayasuba bisa datang dari berbagai macam bidang usaha

karena PT. Jaticy Jayasuba merupakan workshop penunjang industri.

4.1.1.3 Menentukan CTQ (Critical To Quality)

Kepuasan pelanggan dapat dipenuhi jika semua kriteria yang diinginkan oleh

pelanggan dapat dicapai. Six Sigma menegaskan bahwa keinginan pelanggan harus

dipenuhi dengan cara mengukur dan menyempurnakan proses dan produk, dan

karakteristik CTQ (Critical To Quality) adalah menetapkan ukuran untuk mengurangi

defect yang merugikan pelanggan.

Dari data Tabel 4.1 mengenai kepuasan pelanggan tahun 2007, dapat dilihat

bahwa kualitas produk jadi yang diterima pelanggan memiliki kontribusi terbesar

yang mempengaruhi kepuasan pelanggan. Untuk proyek ini kami akan menggunakan

data produksi untuk produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg pada

tahun 2006 – 2007 dari PT. Jaticy Jayasuba. Dari data barang produksi tersebut, dapat

dilihat jenis-jenis defective products yang terjadi pada produk PT. Jaticy jayasuba,

antara lain yaitu:

46

Profil Gear tidak sesuai

Gambar 4.5 Gambar jenis cacat profil gear tidak sesuai

Produk las kurang kuat

Gambar 4.6 Gambar jenis cacat produk las kurang kuat

Diameter As tidak sesuai

47

Gambar 4.7 Gambar jenis cacat diameter as tidak sesuai

Lubang baut-mur tidak pas

Gambar 4.8 Gambar jenis cacat lubang baut-mur tidak pas

48

Produk hardened mudah retak / pecah

Gambar 4.9 Gambar jenis cacat produk hardened mudah

retak/pecah

Setelah diketahui jenis-jenis defective products yang terdapat pada produk

yang diproduksi oleh PT. Jaticy Jayasuba dan juga apa yang menjadi keinginan utama

pelanggan dari produk PT. Jaticy Jayasuba, dari data Voice of Customer yang

didapatkan bahwa keinginan pelanggan adalah kualitas produk yang baik, maka PT.

Jaticy Jayasuba harus dapat meminimalisasikan defective products / produk cacat

dalam setiap produksi karena dengan berkurangnya produk cacat dalam setiap

produk, kualitas produk PT. Jaticy Jayasuba di mata pelanggan pun akan meningkat.

Maka dari itu CTQ ( Critical To Quality ) yang mempengaruhi terpenuhinya

kebutuhan pelanggan :

CTQ : • Profil gear sesuai ukurannya • Produk las kuat dan tahan lama • Diameter As sesuai ukuran dan toleransi • Lubang baut-mur masuk pas dan sesuai • Produk hardened kuat dan tahan lama

49

4.1.1.4 Project Charter

Kami menggunakan dokumen Project Charter yang terdapat pada Gambar

4.4 sebagai pedoman dalam mengerjakan proyek ini. Dokumen ini menjelaskan

beberapa elemen seperti masalah yang terjadi pada perusahaan, tujuan dari proyek

ini, ruang lingkup proyek, tanggung jawab setiap anggota tim, apa yang akan

diberikan (deliverables) dan dukungan-dukungan yang dibutuhkan.

PROJECT CHARTER

Judul Proyek

Peningkatan kualitas produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg

Produk/Proses Produk dengan material besi dan berat di bawah

100 kg

Sponsor PT. Jaticy Jayasuba Nomor Telepon 021-5468427 Champion Suryadi Organisasi Divisi Produksi

Tim Proyek Tim GFP UBinus Divisi Produksi

Tanggal Mulai Mei 2008 Target Penyelesaian November 2008

Deskripsi 1. Deskripsi Proyek Berdasarkan pengamatan pada data produksi untuk

produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg tahun 2006 dan 2007, terdapat peningkatan barang cacat produksi pada tahun 2007. Hal ini berarti terjadi penurunan tingkat kualitas produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg ini pada tahun 2007. Proyek ini bertujuan untuk menurunkan jumlah barang

50

cacat produksi sehingga kualitas produk di mata pelanggan pun akan meningkat terutama untuk produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg. Hasil dari penurunan jumlah barang cacat produksi akan berakibat langsung dalam cost reduction.

2. Ruang Lingkup Proyek Proyek ini mencakupi peningkatan kualitas produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg. Tim akan menganalisa penyebab-penyebab dari barang cacat produksi dan memberikan rekomendasi terbaik untuk perusahaan.

3. Tujuan Proyek Pengurangan jumlah barang cacat produksi

Dalam persentase

Asumsi (2008)

Target (2011)

Variance (%)

10.8%

4% 6.8%

4. Hasil Bisnis Accumulated Potential Cost yang dapat dikurangi dari pengurangan jumlah barang cacat produksi pada akhir tahun 2011 sekitar Rp 263,445,721.39

5. Anggota Tim • GFP MM Ubinus • PT. Jaticy Jayasuba : Divisi Operasional

6. Dukungan yang dibutuhkan • Data produksi untuk produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg tahun 2006 dan 2007

• Data barang cacat produksi untuk produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg tahun 2006 dan 2007

7. Manfaat bagi perusahaan • Peningkatan dalam proses produksi • Mengurangi cost pada barang cacat produksi.

8. Jadwal D – Define • Mendefinisikan permasalahan utama dalam

barang cacat produksi. Pilih masalah yang kontribusinya paling besar untuk diselesaikan.

Mulai Status

Mei – Juni 2008 Selesai

M – Measure • Mengukur standar dalam jumlah barang cacat

produksi. Mengukur barang cacat produksi dari jenis-jenis cacat produksi yang ada. Menilai cost yang dihasilkan dari barang cacat produksi tersebut.

Juni - Agustus 2008 Selesai

A – Analyze • Menganalisis permasalahan utama di PT. Jaticy

Jayasuba. Merumuskan solusi dan rekomendasi terbaik untuk perusahaan.

September - Oktober 2008 Selesai

51

I – Improvement • Mengembangkan sebuah model untuk

improvement / perbaikan baik untuk proses maupun untuk produk.

Oktober 2008 - selesai

Dalam proses

C – Control • Mengontrol / mempertahankan posisi di mana

proses produksi sudah berjalan dengan baik.

Januari 2009 - selesai

Dalam proses

Gambar 4.10 Project Charter

4.1.1.5 Menentukan CTP (Critical To Process)

Pada bagian ini akan ditentukan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi

timbulnya / meningkatnya jumlah barang cacat produksi / defective products terutama

untuk produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg sehingga dapat

dilakukan tindakan lebih lanjut untuk faktor-faktor tersebut. Berdasarkan Critical To

Quality (CTQ) yang telah ditentukan sebelumnya. Adapun beberapa faktor yang

mempengaruhi proses minimalisasi defective products, faktor-faktor tersebut dapat

dikatakan sebagai area yang bermasalah atau dikatakan sebagai Critical To Process

(CTP) yaitu tempat di mana adanya Critical To Quality (CTQ) di sana sehingga perlu

dilakukan perbaikan pada bagian kerja tersebut. Dengan demikian kita dapat lebih

fokus lagi dalam melakukan perbaikan yang ada dalam proses produksi.

52

Faktor-faktor yang memungkinan mempengaruhi timbulnya defective

products antara lain:

1. Kemampuan dari tenaga kerja

Kemampuan dari tenaga kerja dalam proses produksi PT. Jaticy Jayasuba

merupakan salah satu factor penting yang mempengaruhi kualitas produk

yang diproduksi oleh perusahaan. Karena masih secara garis besar banyak

proses produksi dilakukan menggunakan tenaga kerja manual. Jadi

dibutuhkan ketekunan dan ketelitian yang lebih dalam proses pembuatan

suatu produk.

2. Mesin-mesin produksi

Mesin-mesin untuk produksi juga merupakan salah satu factor penting

dalam proses produksi PT. Jaticy Jayasuba. Mesin-mesin yang terlibat

dalam proses produksi ini harus selalu berada dalam kondisi prima agar

proses produksi harian dapat berjalan dengan baik. Pengetahuan tentang

mesin dari masing-masing tenaga kerja pun juga sama pentingnya.

3. Supplier bahan baku

Supplier bahan baku juga memegang peranan yang penting dalam proses

produksi PT. Jaticy Jayasuba. Apabila bahan baku yang diterima

mengalami keterlambatan, bahan baku tidak dalam kondisi yang baik juga

mempengaruhi hasil produksi.

4. Peralatan

53

Peralatan yang berkualitas diperlukan untuk memproduksi barang dengan

hasil yang baik, oleh karena itu peralatan yang ada harus dirawat dan

periksa standar kelayakan pakainya.

Maka keempat faktor tersebut dapat dikatakan sebagai Critical To Process (CTP). Di

mana banyak/sedikitnya jumlah barang cacat produksi / defective products yang

dihasilkan dalam setiap kali produksi tergantung dari keempat faktor tersebut yang

pada akhirnya akan mempengaruhi kepuasan dari pelanggan.

4.1.2 Tahap Measure

Measure merupakan fase kedua dari konsep Six Sigma. Dalam tahap ini akan

dilakukan beberapa analisa untuk menentukan bagaimana kondisi proses yang sedang

berjalan sebelum dilakukan perbaikan dengan menggunakan metodologi Six Sigma.

Tahap ini menggunakan acuan Critical To Quality (CTQ) yang telah didefinisikan

pada tahap Define sebelumnya.

Tahap Measure memegang peranan yang sangat penting dalam meningkatkan

kualitas karena dapat mengetahui kinerja perusahaan melalui perhitungan data yang

dijadikan sebagai dasar untuk melakukan analisa dan perbaikan. Dalam DMAIC

terdapat dua konsep pengukuran yaitu konsep pengukuran kinerja produk dan konsep

pengukuran kinerja proses.

Pengukuran kinerja proses dapat dilakukan dengan:

54

1. Membuat peta kendali (Control Chart) pada proses produksi berdasarkan data

produksi untuk produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg periode

Januari 2006 – Desember 2007.

2. Menghitung kapabilitas proses untuk mengetahui apakah proses yang terjadi

mampu (capable). Analisis kapabilitas proses akan memperbandingkan kinerja

suatu proses dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.

Pengukuran kinerja produk dapat dilakukan dengan:

1. Menghitung DPMO (Defect per Million Opportunities), yaitu

mengidentifikasikan berapa banyak defect akan muncul jika ada satu juta peluang

dan menghitung nilai Sigma produk pada setiap proses.

2. Menghitung CoPQ (Cost Of Poor Quality), yaitu biaya yang timbul akbat

diproduksinya produk cacat dalam proses.

4.1.2.1 Pengukuran Kinerja Proses

Untuk mengukur kinerja proses dapat dilakukan dengan beberapa perhitungan

yaitu:

1. Menghitung nilai tengah dan batas control pada proses serta penggambaran peta

kontrol dari proses tersebut.

2. Menghitung kapabilitas proses (Process Capability) untuk mengetahui seberapa

baik proses dapat memproduksi produk yang bebas dari cacat.

55

Data barang cacat / defective products ini diperoleh dari laporan bulanan PT. Jaticy

Jayasuba pada periode Januari 2006 – Desember 2007.

4.1.2.1.1 Pembuatan Peta Kendali (Control Chart)

Data-data yang digunakan untuk pembuatan peta kendali ini adalah data-data

jumlah produksi dan jumlah produk cacat yang terjadi selama bulan Januari 2006 –

Desember 2007 untuk produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg.

Tabel 4.2 Data jumlah produksi dan jumlah cacat per bulan (Januari 2006 –

Desember 2007) untuk produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg

Tahun  Bulan  Jumlah Produksi  Jumlah Cacat Produksi 

2006  Januari  615  66 

2006  Februari  848  43 

2006  Maret  1206  94 

2006  April  684  57 

2006  Mei  2160  120 

2006  Juni  1324  80 

2006  Juli  1732  115 

2006  Agustus  1017  67 

2006  September 937  62 

2006  Oktober  362  39 

2006  November  1982  110 

2006  Desember  582  39 

2007  Januari  916  112 

2007  Februari  725  71 

2007  Maret  748  73 

2007  April  869  91 

56

2007  Mei  1169  115 

2007  Juni  965  95 

2007  Juli  1011  88 

2007  Agustus  832  82 

2007  September 1396  121 

2007  Oktober  1265  124 

2007  November  931  91 

2007  Desember  781  76 

Berikut di bawah ini adalah perhitungan proporsi cacat dalam tiap produksi per

bulannya:

Tabel 4.3 Perhitungan Proporsi Cacat

Tahun  Bulan Ukuran 

Inspeksi (n) Total Cacat (np) 

Proporsi Cacat (p) 

2006  Januari  615  66  0.107 

2006  Februari  848  43  0.051 

2006  Maret  1206  94  0.078 

2006  April  684  57  0.083 

2006  Mei  2160  120  0.056 

2006  Juni  1324  80  0.060 

2006  Juli  1732  115  0.066 

2006  Agustus  1017  67  0.066 

2006  September 937  62  0.066 

2006  Oktober  362  39  0.108 

2006  November  1982  110  0.055 

2006  Desember  582  39  0.066 

2007  Januari  916  112  0.122 

2007  Februari  725  71  0.098 

2007  Maret  748  73  0.098 

2007  April  869  91  0.105 

2007  Mei  1169  115  0.098 

2007  Juni  965  95  0.098 

2007  Juli  1011  88  0.087 

2007  Agustus  832  82  0.098 

57

2007  September 1396  121  0.087 

2007  Oktober  1265  124  0.098 

2007  November  931  91  0.098 

2007  Desember  781  76  0.097 

Jumlah  25057  2030  2.048 

Dari data produksi diatas, kita dapat mengetahui nilai dari proporsi cacat terhadap

jumlah produksi yaitu sebesar, = ( ) / k = 2030 / 25057 = 0.0811.

CL = = 0.0811.

= 25057 / 24 = 1044.

Langkah selanjutnya adalah kita menentukan batas atas dan batas bawah dalam

mengontrol proses produksi (UCL dan LCL).

UCL = 0.1116

58

LCL = 0.0505

Di mana:

n : jumlah produksi

: proporsi cacat

LCL : batas kontrol bawah

UCL : batas kontrol atas

59

Gambar 4.11 Peta Kendali (Control Chart) dengan Microsoft Excel

2007

Dari peta kendali p yang dibuat diatas dapat dilihat bahwa terdapat 4 titik

yang berada di luar batas kendali statistik (out of control). Data yang di luar kendali

tersebut terdapat pada bulan ke-2 dan bulan ke-13. Dengan data peta kendali diatas

maka perhitungan dapat dilanjutkan yaitu perhitungan kapabilitas proses.

4.1.2.1.2 Perhitungan Kapabilitas Proses (Cp)

Indeks Kapabilitas proses berguna untuk menentukan tingkat kemampuan

suatu proses yang sedang berlangsung, apakah proses beroperasi sesuai dengan target

yang telah ditetapkan sebelumnya. Perhitungannya adalah sebagai berikut:

Cp = 1 -

60

= 1 – 0,0811

= 0.9189

Apabila nilai tersebut dikalikan dengan 100% maka akan menghasilkan

91.89%. Nilai 91.89% ini menunjukkan bahwa kapabilitas atau kemampuan proses

dalam menghasilkan produk yang bebas dari cacat adalah 91.89% di mana pada

perhitungan sebelumnya telah diketahui bahwa proporsi cacat produk adalah sebesar

0.0811. Jika nilai tersebut dikalikan dengan 100% akan menghasilkan 8.11% di

mana nilai ini menunjukkan 8.11% dari produk yang dihasilkan dalam proses

merupakan produk cacat. Nilai presentase 91.89% ini menunjukkan kapabilitas atau

kemampuan proses dikatakan “cukup baik” walaupun perusahaan masih belum

menghasilkan zero defect karena masih terdapatnya produk yang cacat sebesar

8.11%.

4.1.2.2 Pengukuran Kinerja Produk

Pengukuran kinerja produk dapat dilakukan dengan beberapa perhitungan sebagai

berikut:

1. Menghitung DPMO (Defect per Million Opportunities), yaitu

mengidentifikasikan berapa banyak defect akan muncul jika ada satu juta peluang

dan menghitung nilai Sigma produk pada setiap proses.

61

2. Menghitung CoPQ (Cost Of Poor Quality), yaitu biaya yang timbul akbat

diproduksinya produk cacat dalam proses.

4.1.2.2.1 Perhitungan Defect Per Million Opportunities (DPMO)

Perhitungan DPMO ini akan menunjukkan level sigma suatu perusahaan.

Tahap-tahap perhitungannya adalah sebagai berikut:

Unit (U)

Jumlah barang yang diproduksi selama periode Januari 2006 – Desember

2007 adalah sebanyak 25057.

Opportunities (OP)

Merupakan karakteristik kualitas yang berpotensi untuk menurunkan kualitas

pada produk dan disebut sebagai CTQ (Critical To Quality). Terdapat 5

opportunities pada proses produksi.

Defect (D)

Merupakan jumlah cacat yang terjadi pada produk berdasarkan opportunity.

Defect yang terjadi adalah sebanyak 2030 produk selama periode Januari 2006

– Desember 2007.

Defect Per Unit (DPU)

62

Merupakan jumlah rata-rata dari defect terhadap jumlah total unit dari unit

yang dijadikan sampel.

DPU = 0.0811.

Total Opportunities (TOP)

Merupakan total produk dari seluruh opportunity

TOP = U * OP = 25057 * 5 = 125285

Defect Per Opportunities (DPO)

Merupakan proporsi defect atas jumlah total peluang dalam sebuah kelompok.

DPO = 0.0162031

Defect Per Million Opportunities (DPMO)

Merupakan jumlah defect yang muncul jika ada satu juta peluang.

63

DPMO = DPO * 1000000

= 0.0162031 * 1000000

= 16203

Perhitungan level sigma dapat dilakukan dengan menggunakan kalkulator Six

Sigma. Salah satunya terdapat pada website

http://www.isixsigma.com/sixsigma/six_sigma_calculator.asp?m=advanced.

Perhitungan Six Sigma tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.12 di bawah ini.

64

Gambar 4.12 Perhitungan Level Six Sigma

Perhitungan menunjukkan bahwa level sigma berada pada tingkat 3.6 sigma

dengan DPMO sebesar 16203. Pencapaian nilai sigma ini dapat dikatakan “cukup

baik”. Untuk perusahaan yang berkompetitif dalam rangka mencapai tingkat kualitas

yang lebih baik, maka nilai sigma diatas masih harus ditingkatkan sampai mencapai

batas kesempurnaan yaitu 6 sigma.

65

4.1.2.2.2 Perhitungan Cost of Poor Quality (CoPQ)

Perhitungan CoPQ akan dilakukan kepada setiap defect yang terjadi dengan

asumsi biaya per produk dan kategori produk terbuat dari besi dengan berat di bawah

100 kg. Perhitungan di bawah ini hanya menggunakan contoh dari salah satu produk

yang dihasilkan oleh PT. Jaticy Jayasuba karena terlalu banyaknya jenis produk yang

dihasilkan maka kami memfokuskan perhitungan CoPQ pada produk-produk tertentu

saja.

• Profil gear tidak sesuai

Contoh produk : Gear Crown Wheel Ø76 x 20mm, M=2, Z=36

Tabel 4.4 Perhitungan COPQ untuk jenis cacat profil gear tidak sesuai

Keterangan Berat Bahan(kg)

Harga Unit (/kg) Harga Total Unit

Material 0.986 Rp 70,000.00 Rp 69,017.20 Lathing - - Rp 85,000.00 Hobbing - - Rp 225,000.00 Shaping - - Rp 20,000.00

Hardened 0.986 Rp 20,000.00 Rp 19,719.20 Grinding - - Rp 50,000.00

TOTAL Rp 468,736.40

• Produk welding (las) kurang kuat

Contoh produk : As pipa crusher Ø150 x Ø140 x 600mm

Tabel 4.5 Perhitungan COPQ untuk jenis cacat produk las kurang kuat

66

Keterangan Berat Bahan (kg)

Harga Unit (/kg) Harga Total Unit

Material 11.018 Rp 30,000.00 Rp 330,543.09 Lathing - - Rp 215,000.00 Welding - - Rp 200,000.00

TOTAL Rp 745,543.09

• Diameter As tidak sesuai

Contoh produk : As gear pump Ø103.5 x 524mm

Tabel 4.6 Perhitungan COPQ untuk jenis cacat diameter as tidak sesuai

Keterangan Berat Bahan (kg)

Harga Unit (/kg) Harga Total Unit

Material 37.743 Rp 70,000.00 Rp 2,641,983.81 Lathing - - Rp 750,000.00 Milling - - Rp 100,000.00 Hobbing - - Rp 250,000.00 Hardened 37.743 Rp 20,000.00 Rp 754,852.52 Grinding - - Rp 150,000.00

TOTAL Rp 4,496,836.32

• Lubang baut-mur tidak sesuai

Contoh produk : Stud bolt Ø25 x 100mm

Tabel 4.7 Perhitungan COPQ untuk jenis cacat lubang baut-mur tidak

sesuai

Keterangan Berat Bahan (kg)

Harga Unit (/kg) Harga Total Unit

Material 0.518 Rp 30,000.00 Rp 15,547.36 Lathing - - Rp 60,000.00 Tapping - - Rp 55,000.00

Hardened 0.518 Rp 20,000.00 Rp 10,364.90 TOTAL Rp 140,912.26

67

• Produk hardened mudah retak / pecah

Contoh produk : As gear Ø65 x 170mm

Tabel 4.8 Perhitungan COPQ untuk jenis cacat produk hardened mudah

retak/pecah

Keterangan Berat Bahan (kg)

Harga Unit (/kg) Harga Total Unit

Material 5.133 Rp20,000.00 Rp 102,663.09 Lathing - - Rp 75,000.00 Drilling - - Rp 55,000.00 Hobbing - - Rp 85,000.00 Hardened 5.133 Rp15,000.00 Rp 76,997.31

TOTAL Rp394,660.40

4.1.3 Tahap Analyze

Tahap Analyze merupakan tahap berikutnya setelah tahap mengukur

(Measure). Pada tahap ini dilakukan analisa dan identifikasi mengenai sebab

timbulnya masalah sehingga dapat melakukan tindakan penanggulangan terhadap

sebab-sebab yang ada. Tools Six Sigma yang digunakan pada fase ini adalah diagram

pareto dan diagram fishbone. Hasil akhir yang ingin diperoleh dari tahap ini adalah

berupa informasi atau pernyataan mengenai sebab akibat terjadinya cacat yang harus

diperbaiki.

68

4.1.3.1 Pembuatan Diagram Pareto

Untuk menentukan jenis cacat yang paling banyak terjadi pada proses

produksi terutama untuk produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg

maka digunakan diagram pareto. Data yang digunakan dalam pembuatan diagram

pareto adalah data jumlah cacat yang diperoleh dari proses produksi untuk produk

dengan material besi dan berat di bawah 100 kg pada periode Januari 2006 –

Desember 2007. Berikut ini adalah hasil rangkuman dari data tersebut.

Tabel 4.9 Data jumlah cacat produk dengan material besi dan berat di bawah

100 kg periode Januari 2006 – Desember 2007

No. Jenis cacat Jumlah cacat

Persentase (%)

Persentase Kumulatif (%)

1. Diameter As tidak sesuai 824 40.58% 40.58% 2. Produk las kurang kuat 471 23.19% 63.77%

3. Lubang baut-mur tidak sesuai 324 15.94% 79.71%

4. Profil gear tidak sesuai 235 11.59% 91.30%

5. Produk hardened mudah retak / pecah 177 8.70% 100.00%

Total 2030 100.00%

Dari tabel diatas dapat diketahui jumlah cacat dan jenis cacat yang terjadi

pada produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg pada periode Januari

2006 – Desember 2007. Data tersebut kemudian digambarkan ke dalam diagram

pareto untuk mengetahui jenis cacat mana yang paling sering terjadi sehingga dapat

mengetahui prioritas penanganan dan membuat penyelesaian permasalahan yang

69

terjadi. Berikut ini adalah diagram pareto untuk jumlah cacat produk dengan material

besi dan berat di bawah 100 kg:

Gambar 4.13 Diagram Pareto untuk jenis cacat produk dengan material besi

dan berat di bawah 100 kg periode Januari 2006 – Desember 2007

Dari diagram pareto terlihat bahwa jenis cacat yang tertinggi kontribusinya

dari total cacat produksi periode Januari 2006 – Desember 2007 adalah jenis cacat

Diameter As tidak sesuai dengan persentase cacat sebesar 40.58% dari keseluruhan

cacat produksi untuk produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg. Dari

diagram pareto tersebut kita dapat memprioritaskan urutan penyelesaian masalah

yang dimulai dari jenis cacat yang sering terjadi dalam proses produksi PT. Jaticy

70

Jayasuba, urutannya yaitu (1) Diameter As tidak sesuai, (2) Produk las kurang kuat,

(3) Lubang baut-mur tidak sesuai, (4) Profil gear tidak sesuai, (5) Produk hardened

mudah retak / pecah.

4.1.3.2 Pembuatan Diagram Fishbone

Diagram Fishbone merupakan suatu pendekatan terstruktur yang dapat

menunjukkan hubungan antara suatu efek dan kemungkinan sumber-sumber variasi

yang menyebabkan terjadinya efek tersebut ( dalam proyek ini yang menyebabkan

terjadinya defective products ). Diagram Fishbone digunakan untuk mengorganisasi

informasi hasil brainstorming sebab-sebab terjadinya suatu permasalahan. Dalam

penelitian ini digunakan diagram Fishbone untuk menelusuri kemungkinan penyebab

timbulnya cacat pada produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg.

4.1.3.2.1 Diagram Fishbone Diameter As tidak sesuai

71

Diameter As tidak sesuai

Karyawan

PelatihanMaintenance

Keletihan

Kurang PengalamanMateri Latihan

Metode Latihan

Mesin

Inspeksi

Pengukuran

Metode Pengukuran

Inspektor

Kurang Pengalaman

PeralatanLatihan

Perbaikan Mesin

Gambar 4.14 Diagram Fishbone untuk jenis cacat Diameter As tidak sesuai

Diameter shaft yang kurang sesuai dengan permintaan adalah kesalahan yang

terjadi pada proses lathing dan grinding. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor,

yaitu:

1. Karyawan

Kesalahan yang paling sering terjadi adalah kelalaian operator dalam

pengerjaan barang. Hal ini mayoritas disebabkan oleh keletihan, kurangnya

pengalaman, dan kurangnya pelatihan teknik yang diberikan kepada operator.

Pada saat peningkatan job order, operator mesin mengalami keletihan yang

lebih dari biasanya karena deadline produk yang harus diselesaikan sehingga

terkadang terjadi kekeliruan dalam pembubutan diameter As. Selain itu,

pengalaman juga sangat penting dimana akan membiasakan operator untuk

72

pengoperasian mesin bubut. Terakhir, pelatihan secara formal untuk metode

dan materi belum pernah dilakukan sehingga mempengaruhi kinerja operator

mesin. Selama ini yang dilakukan hanya pelatihan secara informal oleh

operator yang lebih senior atau kepala bagian bubut.

2. Inspeksi

Faktor kedua adalah masalah inspeksi atau quality control. Inspeksi ini

dipengaruhi oleh faktor pengukurannya sendiri dan operator yang melakukan

pengukuran. Secara struktural perusahaan, bagian inspeksi belum memiliki

orang yang khusus melakukan quality control. Karena itu, operator yang

melakukan pengecekan kualitas pun hanya melakukan cek fisik secara sekilas

saja. Operator tidak dibekali secara khusus untuk melakukan pengecekan

kualitas barang dan ada beberapa dari operator belum terlalu berpengalaman

untuk pengecekan kualitas. Sedangkan, pengukuran dipengaruhi oleh

kombinasi metode / cara pengukuran dengan alat ukur yang digunakan.

3. Mesin

Faktor ketiga adalah kualitas mesin yang dilihat dari merk dan

maintenance yang dilakukan secara berkala. Jika maintenance mesin kurang

diperhatikan, maka akan mengurangi kepresisian mesin. Perbaikan mesin

secara teliti juga sangat berpengaruh untuk mencari sumber masalah yang

terjadi pada mesin.

73

4.1.3.2.2 Diagram Fishbone Produk las kurang kuat

Gambar 4.15 Diagram Fishbone untuk jenis cacat Produk las kurang kuat

Pengelasan dilakukan untuk menyambung, menambah, menambal pada

permukaan besi, kuningan, aluminum, dan sebagainya. PT. Jaticy Jayasuba dapat

melakukan beberapa jenis las, yaitu las listrik dan argon ke berbagai bidang tersebut.

Kesalahan dari proses las ini dapat diperbaiki dengan mudah jika diketahui pada saat

proses pengelasan itu dilakukan. Pada umumnya kesalahan ini terjadi karena dua

faktor, yaitu peralatan yang dipakai dan operator yang mengerjakan.

1. Peralatan

Peralatan yang digunakan adalah mesin las, selang, dan setang las.

Masing-masing alat yang digunakan harus diperhatikan kualitasnya, baik dari

perawatan yang dilakukan maupun dari merek peralatan yang digunakan.

74

Selain itu, cara penggunaan alat tersebut harus tepat dengan metode standar

yang sudah ada. Penggunaan alat yang tepat untuk bahan besi yang spesifik

juga perlu diperhatikan, seperti kekuatan ampere dari setang las yang

digunakan dan ketebalan kawat las yang digunakan.

2. Karyawan

Sedangkan faktor operator biasanya terjadi karena kurangnya

pengetahuan sehingga proses pengelasan menjadi kurang sempurna. Yang

terpenting adalah kesesuaian kawat las yang digunakan untuk bahan dengan

fungsi dari produk jadi nantinya. Jika tidak sesuai maka kekuatan dari hasil

las akan berkurang. Cara pengelasan juga perlu diperhatikan baik dari teknik

las maupun posisinya karena hal tersebut akan berpengaruh terhadap bentuk

las dan kekuatan lekat las.

4.1.3.2.3 Diagram Fishbone Lubang Baut-mur tidak pas

75

Keletihan

Lubang baut-murtidak pas

Karyawan

Kurang Pengalaman

Peralatan

Kualitas

Kalibrasi

Pelatihan

Materi Latihan

Metode Latihan

Maintenance

Gambar 4.16 Diagram Fishbone untuk jenis cacat Lubang baut-mur tidak

sesuai

Lubang baut yang kurang sesuai dengan bautnya merupakan cacat produk

yang disebabkan oleh proses tapping. Karena proses ini tidak terlalu rumit, maka

faktor yang mempengaruhinya hanya kelalaian karyawan dan peralatan yang

digunakan.

1. Karyawan

Karyawan yang dibutuhkan untuk proses tapping tidak harus

karyawan yang memiliki suatu keahlian tertentu. Oleh karena itu, kurangnya

pengalaman, keletihan, dan pelatihan merupakan sebab utama yang membuat

karyawan melakukan kesalahan. Kesalahan yang terjadi pada umumnya

76

adalah ulir lubang kurang pas atau tidak masuk dengan ulir pada baut karena

proses tapping kurang sempurna.

2. Peralatan

Faktor lainnya dipengaruhi oleh peralatan yang digunakan, yaitu

kualitas alat yang digunakan, maintenance peralatan dan kalibrasi yang harus

dilakukan secara berkala. Pisau tap yang tumpul dapat membuat ulir tidak

sesuai dengan yang diinginkan.

4.1.3.2.4 Diagram Fishbone Profil Gear tidak sesuai

Gambar 4.17 Diagram Fishbone untuk jenis cacat Profil gear tidak sesuai

Kualitas Mesin

Maintenance

Keletihan

Profil Geartidak sesuai

Karyawan

Kurang Pengalaman

Kalibrasi

Pelatihan

Materi Latihan

Metode Latihan

Mesin

Kualitas Pisau Hobbing

Ketajaman Pisau

Perawatan Pisau

77

Profil gear yang tidak sesuai merupakan cacat produk dari proses hobbing.

Ada dua faktor utama yang menyebabkan hal ini bisa terjadi, yaitu operator dan

mesin yang digunakan.

1. Karyawan

Untuk proses hobbing ini dibutuhkan operator yang memiliki keahlian

lebih di bidang teknik karena harus melakukan proses perhitungan yang rumit

untuk setiap jenis gear dan setting mesin sebelum dijalankan. Proses setting

mesin harus tepat karena akan mempengaruhi gear yang akan dibuat. Selain

itu, pemilihan pisau hobbing juga harus disesuaikan dengan profil gear yang

akan dibuat. Oleh karena itu, pelatihan dan pengalaman merupakan peranan

yang penting dalam mengurangi cacat produk ini.

2. Mesin

Dari sisi mesin, selain maintenance dan kalibrasi mesin itu sendiri,

pisau hobbing adalah faktor penting yang harus diperhatikan karena pisau ini

yang membentuk profil gear. Jadi, perawatan berkala dan ketajaman pisau

harus dijaga untuk menjaga kualitasnya.

4.1.3.2.5 Diagram Fishbone Produk hardened mudah retak /

pecah

78

Keletihan

Produk hardenedmudah retak / pecah

Karyawan

Kurang Pengalaman

Proses Hardened

Kesalahan Metode

Temperatur

Pelatihan

Materi Latihan

Metode Latihan

Kualitas Alat

Gambar 4.18 Diagram Fishbone untuk jenis cacat Produk hardened mudah

retak / pecah

Proses keretakan ini disebabkan oleh proses hardened (nitriding, carburizing,

flame, cryogenic, dan high frequency) yang kurang tepat. Kesalahan yang terjadi bisa

disebabkan oleh dua faktor, yaitu karyawan dan proses itu sendiri. PT. Jaticy

Jayasuba hanya bisa melakukan flame hardened saja, sedangkan untuk proses

hardened lainnya dilakukan oleh supplier bahan baku besi.

1. Karyawan

Tidak terlalu berbeda dengan cacat produk yang lainnya, karyawan

yang kurang pengalaman dan pelatihan akan lebih besar kemungkinannya

untuk menghasilkan produk yang cacat. Namun, proses hardened ini bisa

79

berakibat sangat fatal jika terjadi kesalahan operator dalam metode

penggunaan alat karena proses ini berhubungan dengan api dan gas kimia.

2. Proses Hardened

Dari proses itu sendiri, cacat produk dapat disebabkan oleh kesalahan

metode hardened untuk material tertentu dan fungsi produk tertentu. Selain

itu, temperatur yang kurang sesuai bisa menyebabkan cacat produk pada

proses hardened yang menggunakan api. Proses hardened dengan waktu yang

lama dan temperatur yang terlalu tinggi akan meningkatkan kekerasan besi

menjadi terlalu tinggi. Produk besi dengan kekerasan berlebih akan menjadi

mudah retak / pecah jika digunakan secara terus menerus dalam kondisi

panas. Terakhir adalah kualitas alat yang digunakan harus selalu dipantau

secara berkala sehingga stabilitas proses hardened dapat dipertahankan.

4.1.3.3 Fokus Permasalahan

Fokus permasalahan yang dilakukan pada proyek ini dilakukan hanya pada

jenis cacat yang memiliki kontribusi terbesar diantara seluruh cacat produksi yang

ada pada PT. Jaticy Jayasuba. Maka dari itu fokus permasalahan hanya dibatasi pada

jenis cacat produksi diameter As/ Shaft tidak sesuai di mana memiliki kontribusi

40.58% dan jenis cacat produk las kurang kuat yang memiliki kontribusi sebesar

23.19%. Dari tiap fokus permasalahan tersebut, akan ditelusuri lagi lebih dalam untuk

80

menemukan akar permasalahan dari cacat produksi diameter as/shaft kurang sesuai

dan produk las kurang kuat. Data dalam fokus permasalahan ini adalah subjektif dari

hasil pengamatan dan penelitian.

Tabel 4.10 Tabel Fokus Permasalahan pada PT. Jaticy Jayasuba

Jenis Cacat Penyebab Persentase Keterangan Diameter as/shaft kurang sesuai

Karyawan 60% Dikarenakan proses produksi pada PT. Jaticy Jayasuba mayoritas masih manual, maka kesalahan / cacat produksi yang disebabkan oleh kelalaian manusia sering terjadi.

Inspeksi 25% Karena metode kerja yang kurang tepat dan terpantau sewaktu proses produksi, maka cacat produksi dapat terjadi. Hal ini merupakan derivative dari kesalahan karyawan.

Mesin 15% Kurangnya perawatan dan pemeriksaan mesin, dapat menyebabkan cacat produksi terjadi.

Produk las kurang kuat

Karyawan 65% Kurangnya kemampuan teknis secara teori menyebabkan kualitas produk yang dihasilkan kurang maksimal.

Peralatan 35% Kurangnya perawatan dan pemeriksaan peralatan, dapat menyebabkan cacat produksi terjadi.

Dengan adanya data fokus permasalahan diatas, maka program perbaikan

untuk PT. Jaticy Jayasuba dapat lebih terarah.

81

4.2 Penyempurnaan Proses

4.2.1 Tahap Improve

Setelah melewati tahap analisis maka dilanjutkan dengan tahap perbaikan

(Improve). Inti dari tahap ini adalah untuk melakukan perbaikan atau tindakan

terhadap sebab-sebab permasalahan yang ada dengan tujuan agar penyebab dari

permasalahan tersebut dapat diatasi ataupun bahkan dapat dihilangkan.

Tools yang digunakan dalam tahap ini adalah FMEA sebagai langkah untuk

mengidentifikasi penyebab-penyebab kesalahan dalam proses produksi, mencegah

terjadinya masalah atau kegagalan yang dapat menimbulkan cacat produk yang

dihasilkan dan juga rekomendasi yang diusulkan untuk perbaikan. Setelah merancang

tabel FMEA dan diketahui modus-modus kegagalan yang sering terjadi, akan dibuat

juga implementation schedule untuk usulan-usulan perbaikan dari tiap aktivitas.

4.2.1.1 Pembuatan FMEA (Failure Modes and Effects

Analysis)

FMEA digunakan untuk mengidentifikasikan sebab-sebab terjadinya masalah

secara lebih spesifik, menyeluruh dan disertai dengan pembobotan angka resiko yang

ditimbulkan. FMEA merupakan suatu prosedur yang mampu melihat peluang-

82

peluang kegagalan (failure) dari suatu produk atau proses dan disertai dengan

pemberian bobot resiko relative untuk tiap-tiap kegagalan berdasarkan kemungkinan

dan dampak dari kegagalan tersebut.

Di dalam FMEA sudah terhitung besarnya nilai resiko dari setiap kegagalan

dan harus segera melakukan tindakan perbaikannya. Perhitungan Risk Priority

Number (RPN) merupakan perkalian dari nilai Occurrence (O), Serverity (S) dan

Detectability (D). Nilai pada O, S dan D adalah skala nilai dari 1 – 10 di mana

masing-masing nilai tersebut mengandung arti dan ditentukan secara subjektif. Setiap

jenis kegagalan memiliki 1 (satu) nilai RPN (Risk Priority Number). Angka RPN ini

menunjukkan bahwa jenis kegagalan mana yang paling kritis untuk segera dilakukan

tindakan korektif. Jadi nilai RPN ini merupakan prioritas dari perbaikan-perbaikan

yang harus dilakukan terlebih dahulu. Nilai RPN yang paling besar merupakan

prioritas yang paling utama untuk diselesaikan terlebih dahulu.

Pelaksanaan / implementasi untuk semua usulan perbaikan dari tabel FMEA

baru dapat dilaksanakan di awal Januari tahun 2009. Hal ini dilakukan berdasarkan

permintaan dari pihak PT. Jaticy Jayasuba untuk merealisasikan usulan-usulan

perbaikan tersebut di awal tahun 2009.

Data yang dibutuhkan untuk membuat FMEA berasal dari data diagram

fishbone dan sebagian lagi merupakan hasil observasi secara langsung ke tempat

produksi. Untuk dapat melihat solusi-solusi apa yang akan diterapkan sebagai

prioritas utama terhadap resiko dari masing-masing modus kegagalan potensial yang

mengakibatkan timbulnya ke empat jenis cacat yang terjadi pada produk dengan

material besi dan berat di bawah 100 kg, maka harus dibuat tabel FMEA dari masing-

83

masing tipe cacat tersebut. Hasil pembuatan FMEA untuk masing-masing jenis cacat

dapat dilihat pada tabel berikut ini:

4.2.1.1.1 FMEA untuk Diameter As Tidak Sesuai

84

Tabel 4.11 FMEA untuk jenis cacat Diameter As Tidak Sesuai

Process Step / Input

Potential Failure Model

Potential Failure Effects

Severity

Potential Causes

Occurrence

Current Control

Detection

RPN

Action Recommended

Responsible Person

Actions Taken

What is the process step

and input under

investigation?

In what ways does the Key

input go wrong?

What is the impact on the Key Output

Variables?

What Causes The Key Input to go

wrong?

What are the existing controls and procedures (inspection and

test) that prevent either the cause of the failure mode?

What are the action for

reducing the occurrence of the cause or

improving that action?

What are the completed

actions taken with the

recalculated RPN?

Membubut As

Mesin kurang akurat dan presisi

Diameter As tidak pas dengan lawanan 6

Usia mesin sudah tua 4

Perbaikan mesin total jika ada masalah 4 96

Perawatan mesin secara berkala Indra Dalam proses

Diameter As tidak pas dengan lawanan 7

Perawatan mesin kurang mendetail 6

Cek fisik mesin secara global 6 252

Perawatan mesin mendetail secara berkala Indra Dalam proses

Kesalahan operator

Diameter As terlalu kecil 9

Operator kurang ahli dan berpengalaman 7

Pelatihan otodidak oleh kepala bagian bubut 4 252

Pelatihan dengan materi khusus Mardius Dalam proses

Quality control belum efektif

Diameter As terlalu kecil 9

Staff QC kurang berpengalaman dalam metode pengecekan 3

Pengecekan fisik oleh operator namun belum mendetail 8 216

Pelatihan dan pembentukan tim khusus QC Solaiman Dalam proses

Grinding As Mesin kurang akurat dan presisi

Toleransi diameter As tidak sesuai 7

Usia mesin sudah tua 4

Perbaikan mesin total jika ada trouble 4 112

Perawatan mesin secara berkala Indra Dalam proses

Toleransi diameter As tidak sesuai 7

Perawatan mesin kurang mendetail 4

Cek fisik mesin yang terlihat 7 196

Perawatan mesin total secara berkala Indra Dalam proses

Kesalahan operator

Toleransi diameter As tidak sesuai 7

Operator kurang ahli dan berpengalaman 7

Training otodidak oleh kepala bagian grinding 5 245

Pelatihan dengan materi khusus Armin Dalam proses

Quality control belum efektif

Toleransi diameter As tidak sesuai 7

Staff QC kurang berpengalaman dalam metode pengecekan 3

Pengecekan fisik oleh operator namun belum mendetail 8 168

Pelatihan dan pembentukan tim khusus QC Solaiman Dalam proses

85

Dari tabel FMEA untuk jenis cacat diameter as tidak sesuai, dapat kita ambil kesimpulan bahwa tindakan perbaikan yang harus

dilakukan tim Six Sigma untuk mereduksi cacat diameter as tidak sesuai pada proses membubut as diperlukan tindakan perawatan mesin

mendetail secara berkala atau pelatihan dengan materi khusus. Dua tindakan perbaikan ini dipilih berdasarkan nilai RPN dari dua

tindakan perbaikan tersebut yang memiliki nilai terbesar dari nilai RPN yang lain yaitu sebesar 252. Dan untuk proses grinding as, tindakan

perbaikan yang diperlukan yaitu pelatihan dengan materi khusus untuk operator dengan nilai RPN sebesar 245.

86

4.2.1.1.2 FMEA untuk Produk las kurang kuat

Tabel 4.12 FMEA untuk jenis cacat Produk las kurang kuat

Process Step / Input

Potential Failure Model

Potential Failure Effects

Severity

Potential Causes

Occurrence

Current Control

Detection

RPN

Action Recommended

Responsible Person

Actions Taken

What is the process step

and input under

investigation?

In what ways does the Key

input go wrong?

What is the impact on the Key Output

Variables?

What Causes The Key Input to go

wrong?

What are the existing controls and procedures (inspection and

test) that prevent either the cause of the failure mode?

What are the action for

reducing the occurrence of the cause or

improving that action?

What are the completed

actions taken with the

recalculated RPN?

Hasil produk las kurang sesuai

Kesalahan operator Hasil las kurang kuat 8

Operator kurang pengetahuan fungsi produk jadi 4

Training otodidak oleh operator berpengalaman 7 224

Training dan pengecekan ulang produk jadi Ratno Dalam proses

Bentuk las kurang rapi 3

Operator kurang berpengalaman 7

Pengawasan oleh operator berpengalaman 3 63

Training dengan metode khusus H.Marsudi Dalam proses

Kualitas peralatan yang digunakan Hasil las kurang kuat 8

Perawatan peralatan kurang diperhatikan 3

Penyimpanan barang di gudang 4 96

Pengecekan barang secara berkala Gani Dalam proses

Dari tabel FMEA untuk jenis cacat produk las kurang kuat, dapat kita ambil kesimpulan bahwa tindakan perbaikan yang harus

dilakukan tim Six Sigma untuk mereduksi jenis cacat produk las kurang kuat diperlukan tindakan perbaikan training dan pengecekan ulang

produk jadi. Tindakan perbaikan ini dipilih berdasarkan nilai RPN dari tindakan perbaikan ini yang memiliki nilai RPN yang paling besar di

antara tindakan perbaikan yang lain, yaitu sebesar 224.

87

4.2.1.1.3 FMEA untuk Lubang Baut-Mur tidak pas

Tabel 4.13 FMEA untuk jenis cacat Lubang baut-mur tidak sesuai

Process Step / Input

Potential Failure Model

Potential Failure Effects

Severity

Potential Causes

Occurrence

Current Control

Detection

RPN

Action Recommended

Responsible Person

Actions Taken

What is the process step

and input under

investigation?

In what ways does the Key

input go wrong?

What is the impact on the Key Output

Variables?

What Causes The Key Input to go

wrong?

What are the existing controls and procedures (inspection and

test) that prevent either the cause of the failure mode?

What are the action for

reducing the occurrence of the cause or

improving that action?

What are the completed

actions taken with the

recalculated RPN?

Tapping lubang baut-mur

Kesalahan operator

Ulir baut dengan mur atau lubang baut tidak sesuai 7

Keletihan dan kurang fokus dalam pengerjaan 7

Dibuat grup sehingga bisa bergantian 4 196

Menambah orang untuk cek hasil Ferly Dalam proses

Pisau tap tumpul

Ulir baut dengan mur atau lubang baut tidak sesuai 4

Kelebihan batas pemakaian 3

Persediaan barang tetap dikontrol 7 84

Melakukan pengecekan dan maintenace pisau Gani Dalam proses

Dari tabel FMEA untuk jenis cacat lubang baut-mur tidak pas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa tindakan perbaikan yang harus

dilakukan tim Six Sigma untuk mereduksi jenis cacat lubang baut-mur tidak pas diperlukan tindakan perbaikan menambah orang untuk

memeriksa hasil. Tindakan perbaikan ini dipilih berdasarkan nilai RPN dari tindakan perbaikan ini yang memiliki nilai RPN yang paling

besar di antara tindakan perbaikan yang lain, yaitu sebesar 196.

88

4.2.1.1.4 FMEA untuk Profil Gear Tidak Sesuai

Tabel 4.14 FMEA untuk jenis cacat Profil Gear Tidak Sesuai

Process Step / Input

Potential Failure Model

Potential Failure Effects

Severity

Potential Causes

Occurrence

Current Control

Detection

RPN

Action Recommended

Responsible Person

Actions Taken

What is the process step

and input under

investigation?

In what ways does the Key

input go wrong?

What is the impact on the Key Output

Variables?

What Causes The Key Input to go

wrong?

What are the existing controls and procedures (inspection and

test) that prevent either the cause of the failure mode?

What are the action for

reducing the occurrence of the cause or

improving that action?

What are the completed

actions taken with the

recalculated RPN?

Gear hobbing Kesalahan operator

Profil atau modul gear tidak sesuai 7

Operator kurang ahli dan berpengalaman 4

Pengecekan oleh kepala bagian hobbing 4 112

Pemberian training skill teknis Solaiman Dalam proses

Kualitas mesin Profil atau modul gear tidak sesuai 7

Usia mesin sudah tua 2

Pengecekan fisik mesin secara global 7 98

Maintenance secara berkala Jasri Dalam proses

Profil atau modul gear tidak sesuai 7

Pisau hobbing tumpul 4

Pengasahan ulang pisau 6 168

Pengasahan dan persediaan pisau Jasri Dalam proses

Profil atau modul gear tidak sesuai 7

Perawatan mesin kurang diperhatikan 7

Perawatan mesin pada saat terjadi trouble 4 196

Maintenance secara berkala Jasri Dalam proses

Dari tabel FMEA untuk jenis cacat profil gear tidak sesuai, dapat kita ambil kesimpulan bahwa tindakan perbaikan yang harus

dilakukan tim Six Sigma untuk mereduksi jenis cacat profil gear tidak sesuai diperlukan tindakan perbaikan training dan pengecekan ulang

produk jadi. Tindakan perbaikan ini dipilih berdasarkan nilai RPN dari tindakan perbaikan ini yang memiliki nilai RPN yang paling besar di

antara tindakan perbaikan yang lain, yaitu sebesar 224.

89

4.2.1.1.5 FMEA untuk Produk hardened mudah retak / pecah

Tabel 4.15 FMEA untuk jenis cacat Produk hardened mudah retak / pecah

Process Step / Input

Potential Failure Model

Potential Failure Effects

Severity

Potential Causes

Occurrence

Current Control

Detection

RPN

Action Recommended

Responsible Person

Actions Taken

What is the process step

and input under

investigation?

In what ways does the Key

input go wrong?

What is the impact on the Key Output

Variables?

What Causes The Key Input to go

wrong?

What are the existing controls and procedures (inspection and

test) that prevent either the cause of the failure mode?

What are the action for

reducing the occurrence of the cause or

improving that action?

What are the completed

actions taken with the

recalculated RPN?

Produk Hardened mudah retak

Kesalahan operator

Produk hasil mudah retak / pecah 8

Operator kurang ahli dan berpengalaman 3 Training otodidak 6 144

Memberikan pelatihan keahlian Oman Dalam proses

Kesalahan metode

Produk hasil mudah retak / pecah 7

Operator kurang ahli dan berpengalaman 2

Pembimbingan oleh operator senior 4 56

Memberikan pelatihan keahlian Oman Dalam proses

Dari tabel FMEA untuk jenis cacat produk las kurang kuat, dapat kita ambil kesimpulan bahwa tindakan perbaikan yang harus

dilakukan tim Six Sigma untuk mereduksi jenis cacat produk hardened mudah retak diperlukan tindakan perbaikan memberikan pelatihan

keahlian. Tindakan perbaikan ini dipilih berdasarkan nilai RPN dari tindakan perbaikan ini yang memiliki nilai RPN yang paling besar di

antara tindakan perbaikan yang lain, yaitu sebesar 144.

90

4.2.1.2 Implementation Schedule

Jadwal implementasi ini berguna sebagai acuan dalam mengimplementasikan

proyek Six Sigma pada PT. Jaticy Jayasuba. Untuk Tahap Define, Measure dan Analyze

(sampai pada pembuatan tabel FMEA) dilakukan pada tahun 2008. Sedangkan untuk

pelaksanaan usulan-usulan perbaikan berdasarkan tabel FMEA (lanjutan dari tahap

Improve) dan tahap Control akan dilakukan secara paralel pada awal tahun 2009 sampai

selesai (perkiraan sekitar akhir tahun 2011). Di bawah ini adalah jadwal implementasi

yang dibuat dengan menggunakan Microsoft Project 2007.

Tabel 4.16 Jadwal Implementasi Proyek Six Sigma pada PT. Jaticy Jayasuba

91

4.2.1.3 Perhitungan Perkembangan Six Sigma

Six sigma project ini akan diimplementasikan pada periode awal tahun 2009

sampai akhir 2011. Oleh karena itu, perlu dilakukan perkiraan pertumbuhan penjualan,

total produksi dan produk cacat yang dihasilkan selama jangka waktu proyek yaitu dari

tahun 2009 - 2011.

92

Berikut ini adalah asumsi-asumsi beserta penjelasannya yang digunakan untuk

memprediksi perhitungan sampai pada akhir proyek ini, yaitu:

• Pendekatan Statistik untuk melakukan peramalan

Pendekatan Statistik yang digunakan dalam peramalan ini adalah Confidence

Interval for Mean (µ Unknown). Rumus dari pendekatan ini dapat dilihat pada

gambar di bawah ini

Interval yang didapat dari model statistik diatas akan digunakan untuk melakukan

peramalan yang bersifat optimis, normal dan pesimis.

• Asumsi kenaikan penjualan dan total produksi.

Peramalan untuk penjualan dan total produksi akan menggunakan pola

kenaikan penjualan dan produksi dari histori data yang didapat, yaitu data tahun 2006

93

dan 2007. Perhitungan akan dilakukan dengan mencari nilai rata-rata penjualan dan

total produksi tahun 2006 dan 2007, lalu dicari persentase kenaikannya.

Rata-Rata penjualan tahun 2007 = Rp. 172, 197, 766.67

Rata-Rata penjualan tahun 2006 = Rp. 125, 546, 316.67

Kenaikan rata-rata penjualan = Rp. 172, 197, 766.67 – Rp. 125,546,316.67 = Rp.

46,651, 450

Persentase rata-rata kenaikan sales = (46, 651,450 / 125, 546, 316.67 ) * 100 %

= 37.16%

Angka persentase diatas akan digunakan sebagai asumsi peramalan peningkatan

penjualan dan total produksi untuk jangka waktu proyek.

Gambar 4.19 Perkiraan Peningkatan Penjualan PT. Jaticy Jayasuba

untuk periode 2009 – 2011

94

Gambar 4.20 Perkiraan Peningkatan Produksi PT. Jaticy Jayasuba

untuk periode 2009 – 2011

• Asumsi jumlah produk cacat.

Dalam melakukan peramalan untuk jumlah produk cacat selama proyek,

digunakan model statistic Confidence Interval for Mean di mana dari hasil model

statistic ini akan memberikan interval dari jumlah cacat produksi yang mungkin

terjadi.

Perhitungan Defect tahun 2006

95

Tabel 4.17 Tabel Persentase Cacat Produksi tahun 2006

96

Perhitungan Defect tahun 2007

Tabel 4.18 Tabel Persentase Cacat Produksi Tahun 2007

Nilai pesimis dari kenaikan defect = 10.62% - 7.74% = 3.45%

Nilai optimis dari kenaikan defect = 8.98% - 5.53% = 2.88%

97

Penentuan target dari proyek dihitung dari nilai diatas. Karena proyek ini

bertujuan untuk mengurangi jumlah defect, maka nilai dari fact finding diatas

digunakan sebagai acuan dalam menentukan target proyek.

Untuk penentuan penurunan jumlah defect sebagai target proyek, digunakan

nilai optimis dari kenaikan defect yaitu penurunan sebesar 2.88% per tahun. Karena

proyek direncanakan sampai tahun 2011, maka target proyek untuk penurunan jumlah

defect adalah sebesar 3 * 2.88% = 8.64%

• Asumsi peningkatan Sigma Level

Asumsi peningkatan Sigma Level untuk tahun 2009 – 2011 ini menggunakan

data perkiraan dari total penjualan, total produksi dan jumlah produk cacat pada

periode 2009 – 2011.

Tabel 4.19 Tabel Peramalan Sigma Level

Peramalan Sigma Level PT. Jaticy Jayasuba sampai tahun 2011  2009   2010   2011   Tahun  2.88%  2.88%  2.88%   Penurunan Defect  10.09%  7.21%  4.33%   Persentase Defect Tiap Tahun  2203  2160  1779   Jumlah Defect Tiap Tahun  109190  149765  205417   TOP  20180  14420  8660   DPMO  3.55  3.69  3.91   Sigma Level (=NORMSINV(1‐dpmo/1000000)+1.5) 

98

Gambar 4.22 Perkiraan Peningkatan Sigma Level PT. Jaticy Jayasuba

periode 2009 - 2011

Tabel 4.20 Tabel Peramalan Penghematan Biaya

Tahun Sales Cost Saving dari penurunan defect

2007 (fact finding) Rp. 2,066,373,200.- -

2008 (forecasting) Rp. 2,006,373,200.- * 1.3716 = Rp. 2,834,237,491.12

-

2009 (forecasting) Rp. 2,834,237,491.12 * 1.3716 = Rp. 3,887,440,129.10

Rp. 3,887,440,129.10 * 2.88% = Rp. 111,958,275.72

2010 (forecasting) Rp. 3,887,440,129.10 * 1.3716 = Rp. 5,332,012,881.08

Rp. 5,332,012,881.08 * 2.88% = Rp. 153,561,970.97

2011 (forecasting) Rp. 5,332,012,881.08 * 1.3716 = Rp. 7,313,388,867.69

Rp. 7,313,388,867.69 * 2.88% = Rp. 210,625,599.39

Total Penghematan Biaya jika target proyek tercapai

Rp. 476,145,846.08

99

Dengan beberapa asumsi yang telah dijelaskan diatas, PT. Jaticy Jayasuba dapat

mengukur kinerja perusahaan dari sisi kualitas produk yang dihasilkan beberapa tahun ke

depan dan memprediksikan penghematan production cost dengan mengimplementasikan

proyek Six Sigma ini. Data diatas dapat dijadikan acuan / milestone dalam implementasi

proyek ini.

4.2.1.4 Peramalan Biaya Program Perbaikan

Tahap implementasi six sigma project ini akan dibahas per tahun beserta dengan

biaya yang dibutuhkan untuk mendukung tercapainya target penghematan yang telah

diperkirakan. Sebagian dari action yang dilakukan merupakan penyempurnaan kegiatan

rutin yang sudah dilakukan setiap bulan dan sebagian lainnya merupakan program baru

yang akan dijadwalkan pada program tahunan perusahaan. Action yang dilakukan ini

dikategorikan menjadi 3 (tiga) bagian utama, yaitu sumber daya manusia, mesin-mesin,

dan peralatan yang digunakan.

Berikut ini adalah improvement cost yang dibutuhkan untuk mengimplementasi

six sigma project pada PT. Jaticy Jayasuba hingga tercapainya target penurunan produk

cacat sebesar 6.8% pada akhir project.

Tabel 4.21 Jadwal Implementasi Proyek Six Sigma pada PT. Jaticy Jayasuba

100

Berdasarkan perkiraan perhitungan six sigma project ini, peramalan total

penghematan biaya sebesar Rp. 476,145,846.08 setelah dikurangi biaya untuk program

perbaikan sebesar Rp. 123,650,000.00 menjadi sebesar Rp 352,495,846.08. Penghematan

sebesar Rp 352,495,846.08 ini merupakan keuntungan dari implementasi six sigma

project pada PT. Jaticy Jayasuba. Selain penghematan secara finansial, perusahaan juga

memperoleh benefit jangka panjang lainnya berupa peningkatan kualitas ilmu dan

pengetahuan sumber daya manusia dari sisi teknikal, durability mesin-mesin produksi,

dan kualitas peralatan yang berpengaruh pada kualitas produk yang dihasilkan.

101

4.2.2 Tahap Control

Tahap ini merupakan tahap yang dilakukan untuk menentukan cara mengurangi

atau cara untuk menjaga variabel-variabel yang ada dalam proses agar tetap konstan atau

terkendali yang mana telah diidentifikasi dari pembuatan diagram pareto, diagram

fishbone dan FMEA, penyebab-penyebab masalah kualitas yang menjadi prioritas dari

proses produksi untuk produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg pada PT.

Jaticy Jayasuba sehingga dibuat usulan-usulan untuk menanganinya, agar target

peningkatan sigma yang diharapkan dapat diwujudkan yang mana pada tahap kontrol ini,

merupakan langkah operasional terakhir dalam program peningkatan kualitas Six Sigma.

Usulan-usulan yang dibuat adalah berdasarkan faktor-faktor penyebab kegagalan

dari diagram fishbone serat usulan-usulan instruksi kerja untuk tahapan proses produksi

untuk produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg.

Dalam tahap Control ini dilakukan evaluasi dari tiap usulan perbaikan yang

dilakukan sesuai dengan tabel FMEA pada tahap Improve. Usulan untuk mengontrol

proses produksi antara lain:

1. Evaluasi jumlah cacat produksi akan dilakukan setiap akhir bulan dari

implementasi untuk melihat apakah terdapat efek positif yang signifikan baik

terhadap proses produksi maupun penurunan tingkat barang cacat produksi. Hal

ini dilakukan dengan mencacat jumlah cacat produksi dan total produksi tiap

bulan.

102

2. Control Chart akan digunakan untuk mengontrol proses produksi PT. Jaticy

Jayasuba tiap tiga bulan untuk mengevaluasi apakah jumlah cacat produksi

berkurang atau tidak.

4.2.2.1 Usulan – usulan perbaikan

Berdasarkan diagram fishbone dan FMEA yang telah dibuat diatas, penyebab

masalah-masalah yang terjadi selama tahapan proses produksi yang disebabkan oleh

faktor manusia, material, mesin, metode kerja. Oleh karena itu, usulan-usulan yang

diberikan berdasarkan kelima faktor tersebut. Maka dibuatlah usulan-usulan yang

merupakan suatu bentuk usaha dalam pengurangan defect dan peningkatan kualitas dari

produk dengan material besi dan berat di bawah 100 kg ini.

Sumber daya manusia

Pengadaan pelatihan keahlian teknik untuk kegiatan proses produksi akan

membantu mengurangi defect produk karena operator tidak hanya mengetahui

praktek tetapi juga mengerti akan teori. Selain itu, kreatifitas operator dalam teknik

pembuatan suatu produk akan berkembang sehingga akan meningkatkan

produktivitas dan efisiensi pekerjaan. Pelatihan ini dilakukan oleh pihak eksternal

yang berkompetensi dan berpengalaman di bidang pelatihan teknik sehingga hasil

yang didapatkan oleh karyawan bisa maksimal dan metode yang digunakan pun

merupakan standar nasional. Pelatihan sebaiknya dilaksanakan 2 (dua) kali dalam

setahun, yaitu setiap bulan Maret dan September, dengan durasi 7 (tujuh) hari setiap

103

pelatihan. Setiap pelatihan terdiri dari 1 (satu) orang perwakilan masing-masing divisi

sehingga tidak terlalu menggangu pekerjaan yang ada. Biaya untuk pelatihan ini

adalah sebesar Rp 4,900,000.00 / pelatihan sehingga total biaya pelatihan untuk 3

tahun adalah Rp 29,400,000.00

Dalam struktur perusahaan, sebaiknya dibentuk suatu tim yang bertugas untuk

melakukan pengecekan kualitas produk yang dihasilkan maupun pengecekan bahan

baku. Tim QC ini bisa berdiri sendiri pada masing-masing divisi atau berada langsung

di bawah manajer bengkel dengan dibentuk tim khusus. Sumber daya manusia yang

dipekerjakan harus orang-orang yang memiliki kompetensi khusus dan

berpengalaman dalam teknik sehingga bisa melihat dari sisi lain kelemahan suatu

produk yang dihasilkan. Pembentukan tim QC ini sebaiknya dilakukan sesegera

mungkin, yaitu bulan Januari-Februari 2009. Biaya total untuk pembentukan tim QC

ini adalah sebesar Rp 9,250,000.00, dimulai dari seleksi kandidat yang berkompeten

sampai ke tahap persiapan tim dan penentuan standar kualitas yang diinginkan

perusahaan.

Adapun benefit dari tim QC ini adalah sbb:

• Bertugas melakukan pengecekan bahan baku yang masuk dari supplier,

apakah sesuai dengan purchase order (PO) yang diberikan oleh PT. Jaticy

Jayasuba.

• Bertugas melakukan pengecekan masing-masing proses pada tiap divisi

sehingga dapat meminimalisasi kesalahan dalam proses pengerjaan

berjalan. Dalam hal ini, QC bertindak sebagai advisor bagi para operator

104

sehingga bisa saling memberikan masukan dalam proses pengerjaan

barang.

• Bertugas melakukan pengecekan kualitas final pada produk jadi sebelum

dikirim ke customer. Pengecekan itu termasuk kesesuaian produk jadi

dengan desain gambar yang ada, bahan baku yang digunakan, finishing

produk yang diinginkan, dan persiapan pengiriman produk jadi.

Untuk jangka panjang, pelatihan motivasi juga dijadikan agenda. Hal ini

dilakukan untuk meningkatkan kompetensi karyawan secara keseluruhan terutama

dalam dalam rasa memiliki, disiplin dan perilaku dalam bekerja. Pelatihan ini

diharapkan dapat menjadi milestone untuk kemajuan perusahaan beberapa tahun ke

depan. Pelatihan ini bisa dilakukan secara formal maupun informal. Formal adalah

pelatihan motivasi di suatu tempat tertutup dengan diberikan materi-materi pelatihan.

Sedangkan, informal adalah pelatihan di tempat terbuka untuk melatih kerjasama,

problem solving, dan sejenisnya, misal dengan outbound. Pelatihan ini bisa dilakukan

1 (satu) kali dalam setahun, yaitu pada bulan Juni dengan durasi 2 hari tiap

pelaksanaannya. Besarnya biaya untuk sekali pelatihan adalah Rp 4,000,000.00,

temasuk dengan pemilihan pembicara yang cukup baik dan persiapan pendukung

lainnya seperti konsumsi dan tempat.

Mesin

Pengecekan rutin sebaiknya lebih ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya agar

lebih detil dalam menelusuri kekurangan dan permasalahan mesin. Dengan

105

pengecekan rutin, sebagian besar masalah mesin dapat terdeteksi, baik itu suku

cadang yang rusak, komponen mesin yang sudah kurang presisi, dan masalah lainnya.

Sebaiknya pengecekan berkala ini dilakukan sebanyak 1 (satu) bulan sekali pada

akhir bulan dengan durasi 1-2 hari dan dilakukan secara bergiliran untuk masing-

masing mesin dari divisi yang berbeda sehingga tidak menghambat operasional

perusahaan. Biaya untuk perawatn mesin secara berkesinambungan setiap bulan

adalah Rp 1,000,000.00. Biaya ini termasuk biaya perbaikan spare part dan

penggantian jika diperlukan.

Kalibrasi mesin juga diperlukan untuk beberapa mesin yang usianya relatif

lebih lama. Kalibrasi adalah pengecekan total yang dilakukan sampai ke komponen

terkecil dari suatu benda (overhaul) dan melakukan perbaikan atau penggantian

komponen yang sudah rusak. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan kepresisian

ukuran dari komponen mesin dan meningkatkan kinerja mesin sehingga kemampuan

mesin meningkat menjadi seperti baru. Sebaiknya dilakukan overhaul pada mesin

yang berumur diatas 20 tahun dan pada saat mesin tidak terlalu penuh dengan

pekerjaan. Periode ini dapat berubah seiring dengan perawatan berkala yang

diimplementasikan oleh perusahaan.

Untuk investasi jangka panjang, PT. Jaticy Jayasuba sebaiknya membeli

mesin dengan teknologi yang lebih maju sehingga dapat menopang dan meningkatkan

proses produksi, misalnya CNC. Mesin tersebut dapat mengurangi faktor human

errors dalam proses pengerjaan barang karena proses pengerjaan barang sepenuhnya

diatur oleh mesin secara otomatis. Selain itu, mesin CNC dapat meningkatkan

efisiensi dalam waktu, kepresisian, dan kerapian produk jadi. Namun, implementasi

106

usulan ini harus dipikirkan dengan seksama karena dana investasi yang cukup besar

harus dikeluarkan untuk satu mesin CNC. Dengan asumsi optimis bahwa keadaan

financial perusahaan berkembang pesat dalam waktu 2 tahun ke depan, sebaiknya

investasi ini dapat diwujudkan pada awal tahun 2011 dengan durasi implementasi

sekitar 1 (satu) bulan.

Peralatan

Peralatan yang digunakan sangat berperan penting dalam dunia teknik karena

segala proses yang ada memerlukan peralatan teknik yang berkualitas. Oleh karena

itu, perawatan alat-alat wajib dilakukan untuk menjaga kualitasnya terutama alat-alat

yang memerlukan investasi besar jika rusak. Pengecekan peralatan yang khusus ini

sebaiknya dilakukan secara berkala, yaitu 3-6 bulan sekali dalam setahun, tergantung

dari frekuensi pemakaian alat tersebut. Pengecekan peralatan ini berdurasi 3 hari tiap

pelaksanaannya. Pengecekan ini memerlukan biaya sebesar Rp 3,000,000.00 setiap

bulan, yaitu untuk proses kalibrasi (jika diperlukan) dan perawatan rutin peralatan

yang sering dipakai. Jika diperlukan, pembelian peralatan bisa menjadi pilihan untuk

penggantian peralatan yang sudah tidak layak pakai.

Selain peralatan, ada juga barang-barang pendukung peralatan tersebut yang

lebih sering habis terpakai, misalnya batu gurinda, kawat las, amplas, dan lainnya.

Terkadang jumlah barang pendukung ini tidak terpantau dengan baik oleh bagian

gudang sehingga harus menggunakan barang pendukung yang kurang sesuai dengan

alat yang digunakan. Ketidaksesuaian ini dapat berpengaruh pada kualitas barang

yang sedang dikerjakan atau dapat mengurangi kualitas dari produk yang dihasilkan.

107

Untuk menghindari hal ini, perusahaan dapat melakukan stock opname selama 1

(satu) kali pada akhir bulan sehingga barang pendukung selalu tersedia untuk masing-

masing peralatan yang ada.