Upload
buidang
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
82
BAB IV
NILAI HISTORIS NASKAH PROKLAMASI YANG OTENTIK DAN
KETERKAITANNYA DENGAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN
NASIONALISME BANGSA INDONESIA
Bab keempat yang merupakan hasil kajian penulis terhadap fakta-fakta
historis sekitar peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus
1945 pada bab-bab sebelumnya ini, pada dasarnya dimaksudkan untuk mengupas
permasalahan penelitian tentang nilai historis naskah proklamasi yang otentik dan
keterkaitannya dengan nilai-nilai pendidikan nasionalisme bangsa Indonesia.
Dalam kaitan tersebut pembahasannya dituangkan ke dalam dua sub-bab yang
menjelaskan tentang nilai-nilai historis yang terkandung di dalam peristiwa
proklamasi kemerdekaan Indonesia serta nilai-nilai pendidikan nasionalisme
bangsa Indonesia dan peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia, sebagai
berikut :
A. Nilai-nilai Historis yang Terkandung di dalam Peristiwa Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia
Fakta-fakta historis di dalam peristiwa Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta,
antara lain dapat ditelaah melalui visualisasi sebagai berikut :
1. Visualisasi “Teks Proklamasi yang klad” (lampiran – gambar 1).
Pada visualisasi teks proklamasi yang “klad” (tulisan tangan Ir.
Soekarno) tersebut, terlihat adanya dua kata yang dalam penulisannnya
dicoret atau dikoreksi, yaitu kata “pemindahan” dan kata
PERISTIWA PERUMUSAN NASKAH…, JEIHAN M, IQBAL PAHLEVIE, FKIP UMP, 2014
83
“diselenggarakan”, serta diakhiri dengan kalimat “Wakil-2 bangsa
Indonesia” (tanpa tanda tangan).
Naskah proklamasi tulisan tangan ini dirumuskan oleh tiga orang
pimpinan golongan tua, yakni Soekarno, Hatta, dan Akhmad Subardjo
dengan disaksikan oleh tiga orang eksponen pemuda, yaitu Sukarni, B.
M. Diah dan “Mbah” Diro serta beberapa orang Jepang. Para tokoh
golongan tua tersebut duduk menyendiri di kamar makan rumah
Laksamana Maeda, yang terletak di Jalan Imam Bonjol no. 1 Jakarta
(kini menjadi tempat kediaman Duta Besar Inggris), sedangkan tokoh-
tokoh pemuda lainnya menunggu di serambi muka. Yang menuliskan
“klad”-nya adalah Soekarno, sedangkan Hatta dan Akhmad Subardjo
menyumbangkan pemikirannya secara lisan. Sebagai hasil perbincangan
mereka bertiga itulah diperoleh rumusan teks proklamasi tulisan tangan
Soekarno (Nugroho Notosusanto, 1978: 15).
Nilai historis yang dapat disimpulkan dari visualisasi naskah
Proklamasi yang berupa tulisan tangan Soekarno tersebut,
menggambarkan bahwa naskah proklamasi yang “klad” bukan
dirumuskan oleh Bung Karno seorang diri, melainkan merupakan hasil
pemikiran para tokoh golongan tua (Soekarno, Hatta, dan Akhmad
Subardjo). Hal ini juga menggambarkan adanya nilai permusyawaratan
dalam bentuk tukar-pendapat di antara para tokoh golongan tua dalam
mengambil keputusan guna merumuskan redaksional naskah proklamasi.
PERISTIWA PERUMUSAN NASKAH…, JEIHAN M, IQBAL PAHLEVIE, FKIP UMP, 2014
84
2. Visualisasi “Teks Proklamasi yang Otentik” (lampiran –
gambar 2).
Pada visualisasi teks proklamasi yang otentik (tik-tikan) tersebut,
terlihat adanya tiga perubahan penulisan kata dan kalimat, yaitu kata
“tempoh” diganti menjadi “tempo”, pada bagian akhir kalimat “wakil-
wakil bangsa Indonesia” diganti dengan “Atas nama bangsa Indonesia”,
sedangkan cara penulisan tanggal dirubah sedikit menjadi “Djakarta, hari
17 boelan 8 tahoen 05”.
Perubahan penulisan beberapa kata dan kalimat dari teks
proklamasi “klad” ke dalam naskah proklamasi yang tik-tikan (otentik)
oleh Sayuti Melik tersebut, sebelumnya sudah disetujui oleh para tokoh
pendiri bangsa saat itu. Terjadinya perubahan pengetikan tersebut
berawal dari pembacaan draft rumusan teks proklamasi oleh Soekarno
dan menyrankan agar segenap tokoh-tpkoh yang hadir di serambi muka
rumah kediaman Laksamana Maeda itu secara bersama-sama
menandatangani naskah proklamasi tersebut selaku “Wakil-2 bangsa
Indonesia”. Saran itu mendapat tantangan dari pihak pemuda yang
menyatakan tidak rela bahwa “budak-budak Jepang” ikut
menandatangani naskah proklamasi. Yang dimaksud dengan “budak-
budak Jepang” adalah tokoh-tokoh golongan tua yang dinilinya bukan
orang Pergerakan nasional, melainkan hanya oportunis-oportunis belaka
dan memperoleh “kursi” karena pengabdiannya kepada pemerintah
Balatentara Dai Nippon. Karena pernyataan itu, timbulah heboh,
PERISTIWA PERUMUSAN NASKAH…, JEIHAN M, IQBAL PAHLEVIE, FKIP UMP, 2014
85
terutama dari pihak yang merasa dirinya disebut sebagai “budak-budak
Jepang”. Kemudian Sukarni selaku salah seorang pemimpin pemuda
mengusulkan, agar supaya yang menandatangani naskah proklamasi itu
hanyalah Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia. Bukankah mereka
berdua yang pada masa itu dikenal sebagai pemimpin utama bangsa
Indonesia ? Usul tersebut diterima baik oleh segenap hadirin dan
selanjutnya Soekarno meminta Sayuti melik untuk mengetik nskah bersih
berdasarkan “draft” dengan perubahan-perubahan yang telah disetujui
bersama (Nugroho Notosusanto, 1978: 16).
Nilai historis yang dapat disimpulkan dari visualisasi naskah
Proklamasi yang tik-tikan (otentik) tersebut, menggambarkan bahwa
dalam perumusan naskah Proklamasi yang otentik ini tidak sekedar
menyalin secara redaksional dari draft tulisan tangan menjadi naskah tik-
tikan. Melainkan sempat terjadi perdebatan yang heboh antara para tokoh
pendiri bangsa dari golongan pemuda dengan golongan tua saat itu. Hal
ini juga menggambarkan terjadinya “persatuan nasional” di antara para
tokoh bangsa yang hadir pada saat penandatanganan teks Proklamasi itu
(31 orang hadirin – terlampir). Dengan demikian penandatanganan
naskah proklamasi yang otentik oleh “Soekarno-Hatta” benar-benar
mewakili seluruh rakyat dan bangsa Indonesia secara keseluruhan.
3. Visualisasi “Pembacaan Teks Proklamasi” yang otentik
(lampiran – gambar 3).
PERISTIWA PERUMUSAN NASKAH…, JEIHAN M, IQBAL PAHLEVIE, FKIP UMP, 2014
86
Pada visualisasi peristiwa pembacaan teks Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia yang otentik (naskah tik-tikan) tersebut, pukul
10. 00 pagi WIB di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta, terlihat suasana
hidmat saat Bung Karno berpidato membacakan naskah Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia.
Upacara yang sangat penting dalam Sejarah Nasional Indonesia
itu hendak segera digelar, sehingga semua hadirin berdiri hidmat. Di
mana Shudanco Latief Hendraningrat menjadi Komandan Upacara,
Soekarno dan Hatta sudah berdiri di tempat yang sudah ditentukan, di
belakang Soekarno berdiri tegak Shudanco Sanusi, sedangkan di
belakang Hatta berdiri Shudanco Moh. Saleh. Kemudian Bung Karno
mulai berpidato, yang di dalamnya tercantum “Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia” (Syafiudin Sastrawijaya, 1980: 48). Sementara itu, Ibu
Fatmawati (1978: 61) menuturkan bahwa pidato Bapak (Bung Karno)
saat itu lebih berapi-api daripada pidata hari-hari sebelumnya atau hari-
hari sesudahnya. Setelah selesai berpidato di hadapan massa sekitar 300
orang lebih itu, mulailah Bung karno membacakan teks Proklamasi
Kemerdekaan Bangsa Indonesia. Nampak Pak Suwirjo terisak-isak
menangis, begitupun dengan Ibu Fatmawati sendiri, bahkan saat itu
banyak kaum laki-laki yang mengucurkan air matanya. Dan akhirnya
terlihat pula Bung Karno dan Bung Hatta saling bersalaman.
Nilai historis yang dapat disimpulkan dari visualisasi peristiwa
pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang otentik
PERISTIWA PERUMUSAN NASKAH…, JEIHAN M, IQBAL PAHLEVIE, FKIP UMP, 2014
87
tersebut, menggambarkan bahwa Bung Karno dalam pidato
menghantarkan pembacaan teks proklamasi dilakukannya secara lebih
berapi-api dibandingkan dengan pidato-pidatonya yang lain. Hal ini
sebagai gambaran tercapainya “titik puncak” dari perjuangan bangsa
Indonesia dalam melawan kolonialisme di bumi Nusantara selama
berabad-abad lamanya. Namun demikian, para hadirin juga merasakan
“rasa haru” yang mendalam dan bahkan sempat menangis mencucurkan
air matanya, baik kaum laki-laki maupun perempuan. Suasana haru dan
hidmat saat itu menggambarkan “rasa syukur” bangsa Indonesia terhadap
Tuhan Yang Mahaesa, karena tercapainya kemerdekaan bangsa
Indonesia didasarkan atas rakhmat Allah Yang Maha Kuasa.
4. Visualisasi “Pengibaran Bendera Sang Saka Merah Putih”
(lampiran – gambar 4).
Pada visualisasi pelaksanaan upacara pengibaran bendera Sang
Saka Merah Putih setelah pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia, terlihat suasana tertib dan hidmat dari segenap hadirin yang
menyaksikannya. Di mana bendera pusaka Sang Saka Merah Putih ini
dijahit oleh Ibu Fatmawati Soekarno, dan kemudian dikibarkan kembali
setiap tahun pada tanggal 17 Agustus untuk memperingati detik-detik
yang paling penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Namun sejak tahun
1968 yang dikibarkan adalah duplikatnya untuk menjaga agar Bendera
Pusaka tidak cepat rusak.
PERISTIWA PERUMUSAN NASKAH…, JEIHAN M, IQBAL PAHLEVIE, FKIP UMP, 2014
88
Berkaitan dengan upacara pengibaran Sang Saka Merah Putih ini,
Ibu Fatmawati (1978: 61) menuturkan bahwa setelah Bung Karno selesai
membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan bersalaman
dengan Bung Hatta, selanjutnya Pak Latief Hendraningrat
mempersiapkan upacara pengibaran Sang Saka Merah Putih. Ibu
Fatmawati bersama-sama dengan ibu S. K. Trimurti menuju ke dekat
tiang bendera, selanjutnya upacara bendera dipimpin oleh Pak Latief
Hendraningrat, dengan diiringi lagu Indonesia Raya tanpa musik,
nampak semua hadirin terlihat tertib dan khusyuk mengikutinya.
Nilai historis yang dapat disimpulkan dari visualisasi pengibaran
bendera Sang Saka Merah Putih pada tanggal 17 Agustus 1945 tersebut,
menggambarkan bahwa bendera Merah Putih yang dikibarkan secara
resmi kenegaraan yang pertama kalinya dilakukan pada saat pembacaan
teks Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia yang otentik. Hal ini
mengandung makna historis bahwa Bendera Pusaka Sang Saka Merah
Putih merupakan “lambang persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia”.
Oleh karenanya, eksistensinya wajib dipertahankan oleh setiap warga
negara Indonesia, sehingga Bendera Pusaka ini selalu dikibarkan kembali
secara resmi kenegaraan setiap tanggal 17 Agustus guna memperingati
detik-detik proklamasi yang bersejarah itu.
5. Visualisasi “Suasana Hidmat Pengikut Upacara Bendera
Pusaka” (lampiran – gambar 5).
PERISTIWA PERUMUSAN NASKAH…, JEIHAN M, IQBAL PAHLEVIE, FKIP UMP, 2014
89
Pada visualisasi suasana upacara Bendera Pusaka dan Poklamasi
Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, terlihat para hadirin
dengan hidmat mengikuti jalannya upacara resmi kenegaraan tersebut.
Terlihat tokoh-tokoh pendiri bangsa Indonesia, di barisan depan seperti
Mr. Latuharhary, Soewirjo, Ibu Fatmawati, Dr. Samsi, dan Ibu S. K.
Trimurti, sementara di barisan belakang tampak Mr. A. G. Pringgodigdo
dan Mr. Soedjono.
Nilai historis yang dapat disimpulkan dari visualisasi suasana
hidmat pengikut upacara pembacaan teks Proklamasi dan pengibaran
Bendera Pusaka tersebut, menggambarkan bahwa para tokoh pendiri
bangsa Indonesia dari “kaum intektual” juga turut hadir dengan
hidmatnya mengikuti jalannya upacara. Hal ini juga menggambarkan
adanya persatuan dan kesatuan berbagai golongan masyarakat yang turut
menjadi saksi diproklamasikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia
pada tanggal 17 Agustus 1945.
Berdasarkan nilai-nilai historis yang dapat disimpulkan di dalam
peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di atas, dapat
diketahui bahwa pembacaan teks Proklamasi yang otentik merupakan
peristiwa yang sangat penting dalam Sejrah Nasional Bangsa Indonesia.
Di balik peristiwa tersebut pada hakekatnya dapat dipetik beberapa nilai
historis, seperti perlunya permusyawaratan dalam mewujudkan persatuan
dan kesatuan bangsa, terbebasnya bangsa Indonesia dari belenggu
kolonialisme bangsa asing selama berabad-abad lamanya, keberadaan
PERISTIWA PERUMUSAN NASKAH…, JEIHAN M, IQBAL PAHLEVIE, FKIP UMP, 2014
90
bendera Sang Saka Merah Putih sebagai lambang pemersatu bangsa
Indonesia, maupun rasa syukur bangsa Indonesia terhadap kebesaran
Tuhan Yang Maha Kuasa hingga dapat memasuki gerbang
kemerdekaannya.
B. Nilai-nilai Pendidikan Nasionalisme Bangsa Indonesia dan Peristiwa
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Nilai-nilai pendidikan nasionalisme bangsa Indonesia di balik
peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus
1945, pada dasarnya merupakan nilai-nilai kebangsaan atau nasionalisme
yang diharapkan mampu menjiwai setiap warga negara terutama generasi
penerus bangsa. Jiwa dan semangat nasionalisme dalam diri setiap warga
negara Indonesia besar peranannya dalam upaya mewujudkan persatuan dan
kesatuan bangsa secara utuh, sehingga eksistensi kehidupan berbangsa dan
bernegara dapat terpupuk secara konsisten hingga tercapainya Tujuan
Nasional di kemudian hari. Oleh karenanya diperlukan upaya penanaman
nilai-nilai kebangsaan melalui pendidikan nasionalisme bagi setiap warga
negara Indonesia secara terus-menerus dan berkesinambungan.
Pendidikan nasionalisme itu sendiri merupakan proses pembelajaran
di bidang budaya politik bangsa dalam bentuk penanaman nilai-nilai
kebangsaan dalam diri setiap warga negara, sehingga secara aktif mampu
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki rasa cinta tanah air, bangsa,
dan negara Indonesia secara konsisten. Melalui rasa memiliki (“sense of
belonging”) setiap warga negara terhadap tanah air, bangsa, dan negaranya
PERISTIWA PERUMUSAN NASKAH…, JEIHAN M, IQBAL PAHLEVIE, FKIP UMP, 2014
91
ini, diharapkan mampu memelihara terciptanya persatuan dan kesatuan
bangsa secara harmonis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sehari-
hari. Oleh karenanya, pendidikan nasionalisme bagi generasi penerus bangsa
memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya menciptakan suasana
yang kondusif bagi kehidupan budaya politik bangsa.
Mencermati nilai-nilai historis yang terkandung di dalam peristiwa
Proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, pada
dasarnya terdapat beberapa aspek historis yang perlu disosialisasikan dan
dibudayakan melalui penerapan pendidikan nasionalisme terutama bagi
generasi muda penerus bangsa. Aspek-aspek historis yang dapat dipetik dari
peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia guna menanamkan nilai-nilai
kebangsaan antara lain sebagai berikut :
1. Aspek permusyawaratan dan kesatuan bangsa.
Aspek permusyawaratan sebagai nilai historis yang dapat dipetik
dari peristiwa perumusan naskah Proklamasi yang otentik berupa adanya
permusyawaratan antara tokoh-tokoh pendiri bangsa dari golongan tua
maupun pemuda, sehingga dihasilkan naskah tulisan tangan Soekarno
maupun naskah tik-tikan (otentik) yang dibacakan saat
diproklamasikannya Kemerdekaan Bangsa Indonesia.
Permusyawaratan sebagai nilai historis ini sudah tentu perlu
senantiasa disosialisasikan dan ditanamkan dalam diri setiap generasi
penerus bangsa melalui pendidikan nasionalisme, sehingga dapat
PERISTIWA PERUMUSAN NASKAH…, JEIHAN M, IQBAL PAHLEVIE, FKIP UMP, 2014
92
memupuk jiwa dan semangat persatuan dan kesatuan bangsa dalam
kehidupan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat.
2. Aspek kebebasan dan kemerdekaan sebagai hasil perjuangan
bangsa.
Aspek kebebasan dan kemerdekaan sebagai nilai historis yang
dapat dipetik dari peristiwa proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia
berupa adanya kesadaran di dalam jiwa setiap warga negara bahwa
tercapainya kemerdekaan merupakan hasil perjuangan para pendahulu
bangsa, dan bukan merupakan hadiah ataupun pemberian bangsa lain.
Kebebasan dan kemerdekaan yang perlu diperjuangkan dalam
meraihnya sebagai suatu nilai historis ini, sudah tentu perlu ditanamkan
dalam diri setiap generasi penerus bangsa. Hal ini merupakan penanaman
nilai-nilai nasionalisme dalam bentuk kesadaran untuk “kerja keras” guna
memperoleh tujuan, termasuk di dalamnya penanaman semangat kerja
keras guna meraih Tujuan Nasional yang dirumuskan di dalam Alinea
Keempat Pembukaan UUD 1945.
3. Aspek Sang Saka Merah Putih sebagai lambang pemersatu
bangsa.
Aspek bendera Merah Putih lambang pemersatu bangsa sebagai
nilai historis yang dapat dipetik dari peristiwa Proklamasi Kemerdekaan
17 Agustus 1945, berupa sikap hormat dan hidmat dari senegap peserta
PERISTIWA PERUMUSAN NASKAH…, JEIHAN M, IQBAL PAHLEVIE, FKIP UMP, 2014
93
upacara pengibaran bendera dengan alunan lagu kebangsaan Indonesia
Raya. Kesatuan sikap dari segenap peserta upacara tersebut, pada
dasarnya merupakan gambaran jiwa nasionalisme para hadirin saat itu,
sehingga perlu senantiasa ditanamkan melalui pendidikan nasionalisme
di kemudian hari.
Bentuk penanaman sikap hormat terhadap Sang Saka Merah Putih
ini, sudah tentu tidak hanya terbatas pada peristiwa upacara-upacara
resmi kenegaraan, melainkan melalui sikap keseharian setiap warga
negara guna memupuk jiwa dan semangat persatuan dan kesatuan
bangsa.
4. Aspek rasa syukur terhadap Tuhan Yang Mahaesa.
Aspek ungkapan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Mahaesa
sebagai nilai historis dalam peristiwa Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia, pada dasarnya tercermin dalam suasana hidmat segenap
peserta upacara pengibaran bendera Merah Putih saat itu. Di samping itu,
ungkapan rasa syukur tersebut secara yuridis juga tertuang di dalam
pernyataan Alinea Ketiga Pembukaan UUD 1945, sebagai bagian tak
terpisahkan dari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Ungkapan rasa syukur sebagai nilai historis perlu senantiasa
ditanamkan melalui pendidikan nasionalisme bagi setiap generasi
penerus bangsa. Hal ini menggambarkan suasana kejiwaan bangsa
Indonesia yang senantiasa meyakini akan kebesaran kekuasaan Tuhan
PERISTIWA PERUMUSAN NASKAH…, JEIHAN M, IQBAL PAHLEVIE, FKIP UMP, 2014
94
Yang Maha Kuasa, termasuk terjadinya peristiwa Proklamasi
Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Berdasarkan pembahasan nilai-nilai pendidikan nasionalisme
bangsa Indonesia dalam kaitannya dengan peristiwa Proklamasi
Kemerdekaan di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai historis yang
terkandung di dalam naskah proklamasi yang otentik terutama nilai-nilai
permusyawaratan dan kesatuan bangsa, kemerdekaan yang perlu
perjuangan dan kerja keras, sikap menghormati bendera Merah Putih
sebagai lambang persatuan bangsa, serta ungkapan rasa syukur kepada
Tuhan Yang Mahaesa atas tercapainya Kemerdekaan Bangsa Indonesia.
PERISTIWA PERUMUSAN NASKAH…, JEIHAN M, IQBAL PAHLEVIE, FKIP UMP, 2014