Upload
aiman-nur
View
28
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
gizi
Citation preview
36
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Analisa Univariat
5.1.1 Gambaran Frekuensi Konsumsi Makanan
Tabel 5.1Distribusi Frekuensi Konsumsi Makanan Balita Di Jorong
Bangko Wilayah Kerja Puskesmas Muara Labuh Kabupaten Solok Selatan Tahun 2013
No Konsumsi Makanan f %
1
2
Baik
Kurang
17
25
40,5
59,5
Jumlah 42 100
Dari tabel 5.1 diatas terlihat lebih dari separoh 25 (59,5%) responden
dengan konsumsi makan kurang
5.1.2 Gambaran Frekuensi Status Ekonomi
Tabel 5.2Distribusi Frekuensi Status Ekonomi Balita Di Jorong
Bangko Wilayah Kerja Puskesmas Muara LabuhKabupaten Solok Selatan Tahun 2013
No Status Ekonomi f %
1
2
Mampu
Tidak mampu
22
20
52,4
47,6
Jumlah 42 100
Dari tabel 5.2 diatas terlihat lebih dari separoh 22 (52,4%) responden
dengan status ekonomi mampu
37
5.1.3 Gambaran Frekuensi Pendidikan
Tabel 5.3Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu Di Jorong Bangko
Wilayah Kerja Puskesmas Muara LabuhKabupaten Solok Selatan Tahun 2013
No Pendidikan f %
1
2
Tinggi
Rendah
23
19
54,8
45,2
Jumlah 42 100
Dari tabel 5.3 diatas terlihat lebih dari separoh 23 (54,8%) responden
dengan pendidikan tinggi.
5.1.4 Gambaran Frekuensi Status Gizi Balita
Tabel 5.4Distribusi Frekuensi Status Gizi Balita Di Jorong BangkoWilayah Kerja Puskesmas Muara Labuh
Kabupaten Solok Selatan Tahun 2013No Status gizi f %
1
2
3
4
Gemuk
Normal
Kurus
Kurus sekali
4
24
11
3
9,5
57,1
26,2
7,1
Jumlah 42 100
Dari tabel 5.4 diatas terlihat lebih dari separoh 24 (57,1%) responden
dengan status gizi normal.
38
5.1.5 Analisa Bivariat
5.1.5.1 Hubungan Konsumsi Makanan Balita Dengan Status Gizi Balita
Tabel 5.5
Hubungan Konsumsi Makanan Balita Dengan Status Gizi Balita Di Jorong Bangko Wilayah Kerja Puslesmas Muara Labuh
Kabupaten Solok Selatan Tahun 2013
Konsumsi makan
an
Status Gizi Balita jumlah
% OR (95% CI) p valueGemuk Normal Kurus Kurus
sekali
F % F % F % F % F %Baik 4 23,5 12 70,
61 5,9 0 0 17 10
03,192
(1,049-9,710)0,004
Kurang 0 0 12 48 10 40 3 12 25 100
Jumlah 4 9,5 24 57,1
11 26,2 3 7,1 42 100
Dari tabel hubungan diatas terlihat 23,5% responden konsumsi makanan baik
dengan status gizi gemuk, 70,6% responden konsumsi makanan baik dengan
status gizi normal, 48% responden dengan konsumsi makanan kurang dengan
status gizi normal, 5,9% responden konsumsi makan baik dengan status gizi
kurus, 40% responden konsumsi makanan kurag dengan status gizi kurus,
12% responden konsumsi makanan kurang dengan status gizi kurus sekali.
Setelah dilakukan uji statisk didapatkan nilai p value 0,004 < 0,005 sehingga
dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi
makanan balita dengan status gizi balita di Jorong Bangko Wilayah Kerja
Puskesmas Muara Labuh Kabupaten Solok Selatan Tahun 2013 dengan OR
3,192 artinya responden yang konsumsi makanan baik mempunyai peluang
3,192 kali untuk status gizi normal dibandingkan dengan responden konsumsi
makanan ku
39
5.1.5.2 Hubungan Status Ekonomi Dengan Status Gizi Balita
Tabel 5.6Hubungan Status Ekonomi Dengan Status Gizi Balita Di
Jorong Bangko Wilayah Kerja Puslesmas Muara Labuh Kabupaten Solok Selatan Tahun 2013
Status Ekonomi
Status Gizi Balita Jumlah
% OR(95% CI)
p valueGemuk Normal Kurus Kurus
sekali
F % F % F % F % F %Mampu 3 13,6 17 77,3 2 9,1 0 0 22 100 1,287
(0,478-3,464)
0,006Tidak
mampu1 5 7 35 9 45 3 15 20 100
Jumlah 3 9,5 24 57,1 11 26,2 3 7,1 42 100
Dari hasil analisa hubungan diatas terlihat 13,6% responden status ekonomi
kategori mampu dengan status gizi gemuk, 5% responden status ekonomi
kategori tidak mampu dengan status gizi gemuk, 77,3% responden status
ekonomi dengan kategori mampu dengan status gizi normal, 35% responden
status ekonomi tidak mampu dengan status gizi normal, 9,1% responden status
ekonomi mampu dengan status gizi kurus, 45% responden status ekonomi
tidak mampu dengan status gizi kurus, 15% responden status ekonomi tidak
mampu dengan status gizi kurus sekali. Setelah dilakukan uji statistik
didapatkan nilai p value 0,006 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara status ekonomi balita dengan status
gizi balita di Jorong Bangko Wilayah Kerja Puslesmas Muara Labuh
Kabupaten Solok Selatan Tahun 2013 dengan OR 1,287 artinya responden
dengan status ekonomi mampu mempunyai peluang 1,287 kali dengan status
gizi normal dibandingkan dengan responden status ekonomi tidak mampu.
40
5.1.5.3 Hubungan Pendidikan Ibu Dengan Status Gizi Balita
Tabel 5.7Hubungan Pendidikan Dengan Status Gizi Balita Di Jorong
Bangko Wilayah Kerja Puslesmas Muara LabuhKabupaten Solok Selatan Tahun 2013
Pendidikan
Status Gizi Balita Jumlah
% OR(95% CI)
p valueGemuk Normal Kurus Kurus
sekali
F % F % F % F % F %Tinggi 4 17,4 15 65,2 3 13 1 4,3 23 100 2,354
(0,820-6,758)
0,050Rendah 0 0 9 47,4 8 42,1 2 10,5 19 100Jumlah 4 9,5 24 57,1 11 26,2 3 7,1 42 100
Dari hasil analisa hubungan diatas terlihat 17,4% responden dengan
pendidikan tinggi mempunyai anak dengan status gizi gemuk, 65,2%
responden dengan pendidikan tinggi mempunyai anak dengan status gizi
normal, 47,4% responden dengan pendidikan rendah mempunyai anak
dengan status gizi normal, 13% responden dengan pendidikan tinggi
mempunyai anak dengan status gizi kurus, 42,1% responden dengan
pendidikan rendah mempunyai anak dengan status gizi kurus, 4,3%
responden dengan pendidikan tinggi mempunyai anak dengan status gizi
anak kurus sekali dan 10,5% responden dengan pendidikan rendah
mempunyai anak dengan status gizi kurus sekali. Setelah dilakukan uji
statistik didapatkan nilai p value 0,050 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan
status gizi balita di Jorong Bangko Wilayah Kerja Puslesmas Muara Labuh
Kabupaten Solok Selatan Tahun 2013 dengan OR 2,354 artinya responden
dengan tingkat pendidikan tinggi berpeluang 2,354 kali untuk status gizi
normal dibandingkan dengan responden tingkat pendidikan rendah.
41
5.2 Pembahasan
5.2.1 Univariat
5.2.1.1 Konsumsi Makanan Balita
Dari tabel 5.1 diatas terlihat lebih dari separoh 25 (59,5%)
responden dengan konsumsi makan kurang.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dwi (2009) tentang faktor-
faktor yang mempengaruhi status gizi balita di Desa Kembangan
Kebomas Kabupaten Gresik didapatkan 69,23% responden dengan
konsumsi makanan baik.
Konsumsi makanan merupakan semua yang dimakan yang masuk
kedalam tubuh untuk kelangsungan hidup manusia. Pengukuran
konsumsi makanan sangat penting untuk mengetahui kenyataan apa yang
dimakan oleh masyarakat dan berguna untuk mengukur status gizi dan
menemukan faktor yang dapat menybabkan malnutrisi (Supariasa, dkk,
2008).
Asumsi peneliti sebagian besar responden dengan konsumsi
makanan kurang karena kesibukan bekerja dimana orang tua pergi untuk
bekerja dipagi hari dan pulang sore hari sehingga kebutuhan konsumsi
makanan anak meliputi waktu atau frekuensi makan, jenis makanan anak
dan lain sebagainya kurang diperhatikan, karena hal tersebut anak suka
mengkonsumsi makanan ringan untuk mengurangi kekosongan perut.
Tetapi sebagian keluarga dengan konsumsi yang kurang juga disebabkan
karena faktor ekonomi yang kurang mampu untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari, jangankan untuk memenuhi berbagai jenis makanan yang
42
mencakup semua zat gizi, untuk makan karbohidrat dalam satu hari saja
susah mereka untuk mendapatkannya.
5.2.1.2 Status Ekonomi
Dari tabel 5.2 diatas terlihat lebih dari separoh 22 (52,4%)
responden dengan status ekonomi mampu.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suhendri (2009) tentang
faktor-faktor yng mempengaruhi status gizi balita di Puskesmas Sepatan
Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 didapatkan lebih
dari separoh yaitu 98,1% dengan status ekonomi mampu.
Tingkat ekonomi keluarga sangat berpengaruh terhadap status gizi
seseorang. Tidak dapat dipungkiri bahwa ekonomi dalam keluarga akan
turut menentukan hidangan yang disajikan. Bagi masyarakat ekonomi
rendah maka mereka tidak dapat mengkonsumsi zat gizi yang cukup bagi
tubuh sehingga status gizi menjadi kurang (Moehji, 2002).
Asumsi peneliti sebagian besar responden dengan status ekonomi
mampu karena sebagian besar responden adalah pegawai negeri yang
sudah mempunyai gaji tetap dari pemerintah, melakukan kegiatan proyek
yang ada di daerah baik pemerintah maupun swasta, ada yang
mempunyai harta turunan dari orangtuanya dan ada wiraswasta yang
mempunyai usaha dagang dan lain-lain sehingga keluarga tergolong
kepada keluarga mampu. Sebuah dikatakan mampu juga berhubungan
dengan kemampuan dia untuk memenuhi kebutuhan dasar rumah
tangganya seperti makan sehari-hari.
43
5.2.1.3 Pendidikan Ibu
Dari tabel 5.3 diatas terlihat lebih dari separoh 23 (54,8%)
responden dengan pendidikan tinggi.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suhendri (2009) tentang
faktor-faktor yng mempengaruhi status gizi balita di Puskesmas Sepatan
Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 lebih dari separoh
yaitu 77,6% responden dengan pendidikan rendah
Tingkat Pendidikan adalah penyempurnaan potensi atau kemampuan
pada organisme biologis dan psikis yang diperlukan dalam hubungan
manusia dengan dunia luar dan hidup bermasyarakat. Tingkat Pendidikan
terdiri atas SD, SLTP, SLTA,Perguruan Tinggi (Notoatmodjo, 2003).
Asumsi peneliti sebagian besar responden dengan pendidikan
tinggi karena sebagian besaar responden adalah keluaarga mampu yang
bisa menyediakan uang untuk melanjutkan pendidikan ke arah yang lebih
tinggi, ada juga keluarga yang memang karena kesadarannya bahwa
perlunya pendidikan dan ilmu pengetahuan untuk mengikuti kemajuan
zaman yang semakin canggih sehingga mereka mengutamakan
pendidikan, dan ada juga orang tua dengan prinsip bahwa dengan
pendidikan mereka dapat bekerja sebagai tenaga pegawai negeri atau
usaha swasta sehingga pendidikan sangat diperlukan.
44
5.2.1.4 Status Gizi Balita
Dari tabel 5.4 diatas terlihat lebih dari separoh 24 (57,1%)
responden dengan status gizi normal.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suhendri (2009) tentang
faktor-faktor yng mempengaruhi status gizi balita di Puskesmas Sepatan
Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 lebih dari separoh
yaitu 57% responden dengan status gizi balita kurang.
Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang menggambarkan status
kesehatan seseorang atau masyarakat didalam kehidupan sehari hari
akibat interaksi antara makanan, tubuh manusia dan lingkungan
hidupnya. Status gizi adalah keadaan kesehatan individu-individu atau
kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan
zat-zat lain yang diperoleh dari makanan yang dampaknya diukur secara
antopometri (Suharjo, 2003).
Asumsi peneliti sebagian besar responden dengan status gizi
normal karena sebagian besar responden adalah keluarga mampu dan
berpendidian tinggi sehingga kebutuhan keluarga terpenuhi, berbagai
jenis kebutuhan gizi dapat disediakan serta dengan adanya pengetahuan
serta pendidikan tinggi mengakibatkan responden berusaha mencukupi
gizi balita dan ingin pertumbuhan dan perkembangan anak menjadi lebih
baik.
45
5.2.2 Bivariat
5.2.2.1 Hubungan Konsumsi Makanan Dengan Status Gizi Balita
Dari tabel hubungan diatas terlihat 23,5% responden konsumsi
makanan baik dengan status gizi gemuk, 70,6% responden konsumsi
makanan baik dengan status gizi normal, 48% responden dengan
konsumsi makanan kurang dengan status gizi normal, 5,9% responden
konsumsi makan baik dengan status gizi kurus, 40% responden konsumsi
makanan kurag dengan status gizi kurus, 12% responden konsumsi
makanan kurang dengan status gizi kurus sekali.
Setelah dilakukan uji statisk didapatkan nilai p value 0,004 < 0,005
sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara konsumsi makanan balita dengan status gizi balita di Jorong
Bangko Wilayah Kerja Puslesmas Muara Labuh Kabupaten Solok
Selatan Tahun 2013 dengan OR 3,192.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dwi (2009) didapatkan ada
hubungan konsumsi makanan balita dengan status gizi balita di Desa
Kembangan Kebomas Kabupaten Gresik.
Menurut Soeditomo (2000) anak balita merupakan kelompok yang
menunjukkan pertumbuhan badan yang pesat, sehingga memerlukan zat-
zat gizi yang tinggi setiap kg berat badannya. Oleh karena itu makanan
yang dimakan harus memenuhi syarat yaitu makanan harus mengandung
energi dan semua zat gizi yang dibutuhkan pada balita, susunan makanan
disesuaikan dengan pola menu seimbang, makanan harus bersih dan
46
bebas dari kuman. Bentuk dan makanan disesuaikan dengan selera serta
daya terima balita.
Asumsi peneliti terdapat hubungan konsumsi makanan dengan
status gizi balita karena pertumbuhan dan perkembangan anak saat
balita tergantung kepada jenis makanan yang dikonsumsi, karena pada
makanan terdapat berbagai zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh untuk
tubuh dan berkembang. Anak yang konsumsi makanannya baik maka
status gizi anak akan normal, jika konsumsi makanan berlebih dari yang
dibutuhkan tubuh maka status gizi akan gemuk sedangkan jika kurang
maka status gizi akan kurus. Sebagian anak ada konsumsi makan baik
tetapi gemuk, ini terjadi karena konsumsi makanan tidak seimbang
dengan penggunaan makanan oleh tubuh salah satunya karena lebih
banyak tidur atau tidak bekerja. Makanan merupakan alat bagi tubuh
untuk mematangkan semua fungsi dan alat tubuh, jika tidak ada
makanan maka tidak ada yang bisa mensuport untuk pertumbuhan dan
perkembangan anak.
5.2.2.2 Hubungan Status Sosial Ekonomi Dengan Status Gizi Balita
Dari hasil analisa hubungan diatas terlihat 13,6% responden status
ekonomi kategori mampu dengan status gizi gemuk, 5% responden status
ekonomi kategori tidak mampu dengan status gizi gemuk, 77,3%
responden status ekonomi dengan kategori mampu dengan status gizi
normal, 35% responden status ekonomi tidak mampu dengan status gizi
normal, 9,1% responden status ekonomi mampu dengan status gizi kurus,
45% responden status ekonomi tidak mampu dengan status gizi kurus,
47
15% responden status ekonomi tidak mampu dengan status gizi kurus
sekali.
Setelah dilakukan uji statistik didapatkan nilai p value 0,006 <
0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara status ekonomi balita dengan status gizi balita di Jorong
Bangko Wilayah Kerja Puslesmas Muara Labuh Kabupaten Solok
Selatan Tahun 2013 dengan OR 1,287.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suhendri (2009) didapatkan
nilai p 0,269 sehingga disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara status ekonomi dengan status gizi balita di Puskesmas
Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009.
Menurut Supariasa (2008) faktor yang mempengaruhi gizi balita
adalah 1)konsumsi makanan, konsumsi makanan merupakan semua yang
dimakan yang masuk kedalam tubuh untuk kelangsungan hidup manusia.
Pengukuran konsumsi makanan sangat penting untuk mengetahui
kenyataan apa yang dimakan oleh masyarakat dan berguna untuk
mengukur status gizi dan menemukan faktor yang dapat menybabkan
malnutrisi 2) status ekonomi, tingkat ekonomi keluarga sangat
berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Tidak dapat dipungkiri
bahwa ekonomi dalam keluarga akan turut menentukan hidangan yang
disajikan. Bagi masyarakat ekonomi rendah maka mereka tidak dapat
mengkonsumsi zat gizi yang cukup bagi tubuh sehingga status gizi
menjadi kurang 3) pendidikan pendidikan ibu balita tentang gizi
bertujuan menanamkan kesadaran makanan yang memenuhi keperluan
48
tubuh sehingga terwujud dalam kebiasaan makan yang sehat. Gizi salah
bukan disebabkan karena kemiskinan tapi karena kekurangan
pengetahuan kesehatan.
Asumsi peneliti terdapat hubungan status sosial ekonomi dengan
status gizi anak karena sebuah keluarga dengan status sosial ekonomi
mampu, maka akan dapat membeli atau menyediakan berbagai jenis
makanan yang mengandung gizi yang dibutuhkan tubuh dan sebaliknya
keluarga dengan status ekonomi tidak mampu kurang sanggup untuk
menyediakan berbagai jenis kebutuhan gizi yang dibutuhkan anak,
misalnya seorang balita dari keluarga yang kurang mampu hanya
sanggup memberikan anak makan 1x dalam sehari dengan jenis makanan
yang diberikan hanya karbohidrat, sedangkan keluarga dengan status
ekonomi mampu akan sanggup memberikan anak makan 3x sehari
dengan jenis makanan lengkap, karbohidrat, protein, lemak, susu, buah
dan sayur. Ada responden dengan status ekonomi tidak mampu tetapi
status gizi normal karena kebutuhan gizi tubuh tidak semuanya harus
dibeli dengan harga mahal dan tidak harus semuanya didapatkan dengan
dibeli, tetapi bisa dimanfaatkan dari hasil bertanam dan berternak
misalnya sayur, protein bisa didapatkan dari telur, dan sebagainya.
5.2.2.3 Hubungan Pendidikan Ibu Dengan Status Gizi Balita
Dari hasil analisa hubungan diatas terlihat 17,4% responden dengan
pendidikan tinggi mempunyai anak dengan status gizi gemuk, 65,2%
responden dengan pendidikan tinggi mempunyai anak dengan status gizi
normal, 47,4% responden dengan pendidikan rendah mempunyai anak
49
dengan status gizi normal, 13% responden dengan pendidikan tinggi
mempunyai anak dengan status gizi kurus, 42,1% responden dengan
pendidikan rendah mempunyai anak dengan status gizi kurus, 4,3%
responden dengan pendidikan tinggi mempunyai anak dengan status gizi
anak kurus sekali dan 10,5% responden dengan pendidikan rendah
mempunyai anak dengan status gizi kurus sekali.
Setelah dilakukan uji statistik didapatkan nilai p value 0,050 < 0,05
sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara pendidikan ibu dengan status gizi balita di Jorong Bangko
Wilayah Kerja Puslesmas Muara Labuh Kabupaten Solok Selatan Tahun
2013 dengan OR 2,354.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ucu Suhendri (2009)
didapatkan nilai p 1,000 sehingga disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan status gizi balita
di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun
2009.
Menurut Supariasa (2008) faktor yang mempengaruhi gizi balita
adalah 1)konsumsi makanan, konsumsi makanan merupakan semua yang
dimakan yang masuk kedalam tubuh untuk kelangsungan hidup manusia.
Pengukuran konsumsi makanan sangat penting untuk mengetahui
kenyataan apa yang dimakan oleh masyarakat dan berguna untuk
mengukur status gizi dan menemukan faktor yang dapat menybabkan
malnutrisi 2) status ekonomi, tingkat ekonomi keluarga sangat
berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Tidak dapat dipungkiri
50
bahwa ekonomi dalam keluarga akan turut menentukan hidangan yang
disajikan. Bagi masyarakat ekonomi rendah maka mereka tidak dapat
mengkonsumsi zat gizi yang cukup bagi tubuh sehingga status gizi
menjadi kurang 3) pendidikan pendidikan ibu balita tentang gizi
bertujuan menanamkan kesadaran makanan yang memenuhi keperluan
tubuh sehingga terwujud dalam kebiasaan makan yang sehat. Gizi salah
bukan disebabkan karena kemiskinan tapi karena kekurangan
pengetahuan kesehatan.
Asumsi peneliti terdapat hubungan pendidikan dengan status gizi
balita karena pendidikan merupakan kegiatan penambahan pengetahuan
yang lebih kompleks dari sebelumnya. Seorang ibu dengan pendidikan
tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih tentang kebutuhan gizi
anak untuk meningkatkan status gizi anak, seorang ibu dengan
pendidikan tinggi juga akan mengharapkan anaknya lebih baik dari dia
sehingga untuk pertumbuhan dan perkembangan anak sangat
diperhatikan kebutuhan gizinya. Dan sebaliknya seorang ibu dengan
pendidian rendah bahkan tidak tamat SD akan mempunyai pengetahuan
yang kurang tentang zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh untuk
pertumbuhan dan perkembangan anak, bahkan ada diantara orangtua
yang menganggap bahwa anak akan tetap tumbuh menjadi dewasa tanpa
harus makan makanan yang lengkap dan berjenis-jenis.
51
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
6.1.1 Lebih dari separoh 25 (59,5%) responden dengan konsumsi makan
kurang
6.1.2 Lebih dari separoh 22 (52,4%) responden dengan status ekonomi mampu
6.1.3 Lebih dari separoh 23 (54,8%) responden dengan pendidikan tinggi.
6.1.4 Lebih dari separoh 24 (57,1%) responden dengan status gizi normal.
6.1.5 Terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi makanan balita
dengan status gizi balita di Jorong Bangko Wilayah Kerja Puskesmas
Muara Labuh Kabupaten Solok Selatan Tahun 2013 dengan nilai p value
0,004 dengan OR 3,192.
6.1.6 Terdapat hubungan yang bermakna antara status ekonomi balita dengan
status gizi balita di Jorong Bangko Wilayah Kerja Puslesmas Muara
Labuh Kabupaten Solok Selatan Tahun 2013 dengan nilai p value 0,006
dengan OR 1,287.
6.1.7 Terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan status
gizi balita di Jorong Bangko Wilayah Kerja Puslesmas Muara Labuh
Kabupaten Solok Selatan Tahun 2013 dengan nilai p value 0,050 dengan
OR 2,354.
52
6.2 Saran
6.2.1 Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan intitusi pendidikan memberikan pendidikan dan
pengetahuan kepada mahasiswa tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi gizi balita untuk diterapkan saat dilakukkannya praaktek
di lapangan misalnya praktek komunitas.
6.2.2 Bagi Lahan
Diharapkan lahan agar selalu memonitor pertumbuhan dan
perkembangan balita yang berada di wilayah kerja, serta memberikan
penyuluhan kesehatan tentang status gizi yang baik untuk balita seperti
konsumsi makanan, karena jenis makanan yang dikonsumsi
mempengaruhi pertumbuhan serta status gizi anak.
6.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Kepada peneliti selanjutnya agar dapat melanjutkan penelitian ini dengan
berbagai faktor lain yang mempengaruhi status gizi balita seperti usia,
pekerjaan, lingkungan dan lain-lain.