1
Abstrak Yogyakarta dikenal sebagai daerah yang kaya akan obyek wisata, nilai sejarah, dan tempat pendidikan yang memadai. Di balik kekayaan potensi yang membangun tersebut, Yogyakarta mempunyai resiko akan potensi bencana alam yang bersifat merusak. Berdasarkan hasil pemetaan wilayah rawan bencana gempabumi, daerah Yogyakarta termasuk daerah kegempaan dengan Intensitas Skala Modified Mercalli Intensity (MMI) V-VI (Kertapati, 2001). Terbukti pada tanggal 27 Mei 2006, gempa berkekuatan 5,9 skala Richter mengguncang daerah Yogyakarta dan sekitarnya dengan skala kerusakan 7 MMI yang menyebabkan 103.839 rumah roboh, 4715 orang meninggal dan ±100 ribu orang mengungsi (Nugraheni & Yuniarti, 2012). Pola jumlah korban jiwa mempunyai kecenderungan pola yang sama dengan sebaran kerusakan bangunan yang terjadi akibat gempa bumi (Saputra, 2012). Sehingga kearifan lokal yang mulai ditinggalkan kini dicoba untuk ditumbuhkan kembali dalam bentuk rumah-rumah adat dengan arsitektur tradisional yang secara intrinsik telah memperhitungkan potensi bencana alam sebagai dasar pembangunannya (Prihantoro, 2009). Penanganan pasca bencana pun yang menimbulkan masalah psikologis atau trauma juga perlu penanganan yang berbasis kearifan lokal.

Bahan Poster

Embed Size (px)

DESCRIPTION

fffff

Citation preview

Page 1: Bahan Poster

Abstrak

Yogyakarta dikenal sebagai daerah yang kaya akan obyek wisata, nilai sejarah, dan tempat

pendidikan yang memadai. Di balik kekayaan potensi yang membangun tersebut, Yogyakarta

mempunyai resiko akan potensi bencana alam yang bersifat merusak. Berdasarkan hasil pemetaan

wilayah rawan bencana gempabumi, daerah Yogyakarta termasuk daerah kegempaan dengan

Intensitas Skala Modified Mercalli Intensity (MMI) V-VI (Kertapati, 2001). Terbukti pada tanggal 27

Mei 2006, gempa berkekuatan 5,9 skala Richter mengguncang daerah Yogyakarta dan sekitarnya

dengan skala kerusakan 7 MMI yang menyebabkan 103.839 rumah roboh, 4715 orang meninggal

dan ±100 ribu orang mengungsi (Nugraheni & Yuniarti, 2012). Pola jumlah korban jiwa mempunyai

kecenderungan pola yang sama dengan sebaran kerusakan bangunan yang terjadi akibat gempa

bumi (Saputra, 2012). Sehingga kearifan lokal yang mulai ditinggalkan kini dicoba untuk

ditumbuhkan kembali dalam bentuk rumah-rumah adat dengan arsitektur tradisional yang secara

intrinsik telah memperhitungkan potensi bencana alam sebagai dasar pembangunannya (Prihantoro,

2009). Penanganan pasca bencana pun yang menimbulkan masalah psikologis atau trauma juga

perlu penanganan yang berbasis kearifan lokal.