39
Jurnal Fisioterapi Makassar Risal, 2010. D4 fisioterapi 1 BEDA PENGARUH CONTRACT RELAX STRETCHING DENGAN STRAIN-COUNTERSTRAIN TECHNIQUE TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PENDERITA SINDROME PIRIFORMIS DI RSUP. Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO ABSTRAK R I S A L, Nim : PO. 714. 241. 092. 029. Skiripsi Beda Pengaruh Contract Relax Stretching dengan Strain Counterstrain Technique terhadap Penurunan Nyeri pada Penderita Sindrome Piriformis di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar 2010”, dibimbing oleh : Hendrik, sebagai pembimbing I dan Sudaryanto, sebagai pembimbing II. Sindrome piriformis merupakan gangguan neuromuskular yang terjadi ketika saraf sciatic terkompresi atau teriritasi oleh otot piriformis yang menyebabkan nyeri, kesemutan, dan mati rasa atau rasa kebas pada daerah bokong dan sepanjang perjalanan saraf sciatic ke bawah yaitu kearah paha dan tungkai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beda pengaruh besarnya penurunan nyeri pada penderita sindrome piriformis. Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan cara pengumpulan data melaui pre test dan pos test two group design, kelompok I menggunakan Contract Relax Stretching dan kelompok II menggunakan Strain-Counterstrain Technique, populasi dalam penelitian ini adalah pasien di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar yang berjumlah 20 orang. Dalam penelitian ini pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dengan kriteria yang telah ditentukan, dengan jumlah sampel 20 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian Contract Relax Stretching dapat menghasilkan penurunan nyeri dengan rerata selisih 2,260 dan Strain-Counterstrain Technique dapat menurunkan nyeri dengan rerata selisih 2,560. Sedangkan hasil Uji Wilcoxon pada kelompok perlakuan I diperoleh nilai p = 0,005 (p< 0,05) dan pada kelompok perlakuan II diperoleh nilai p = 0,005 (p< 0,05) yang berarti bahwa pemberian Contract Relax Stretching dengan Strain-Counterstrain Technique dapat menghasilkan pengaruh yang bermakna terhadap penurunan nyeri pada penderita sindrome. sedangkan hasil Uji Mann- Whitney diperoleh nilai p = 0,025 (p< 0,05) dan dapat dilihat dari nilai rerata kedua kelompok perlakuan yaitu 2,560 dari pada kelompok perlakuan I yaitu sebesar 2,260. Hal ini menunjukkan bahwa Strain-Counterstrain Technique dapat menghasilkan penurunan nyeri yang lebih besar secara bermakna daripada Contract Relax Stretching. Dengan demikian, pemberian Strain-Counterstrain lebih efektif dalam menurunkan nyeri daripada Contract Relax Stretching. Kata kunci : Contract Relax Stretching, Strain-Counterstrain Technique, Sindrome Piriformis.

Beda Pengaruh Contract Relax Stretching Dengan Strain-counterstrain Technique Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Sindrome Piriformis

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Beda Pengaruh Contract Relax Stretching Dengan Strain-counterstrain Technique Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Sindrome Piriformis

Jurnal Fisioterapi Makassar

Risal, 2010. D4 fisioterapi

1

BEDA PENGARUH CONTRACT RELAX STRETCHING DENGAN

STRAIN-COUNTERSTRAIN TECHNIQUE TERHADAP

PENURUNAN NYERI PADA PENDERITA SINDROME

PIRIFORMIS DI RSUP. Dr. WAHIDIN

SUDIROHUSODO

ABSTRAK

R I S A L, Nim : PO. 714. 241. 092. 029. Skiripsi “Beda Pengaruh Contract Relax

Stretching dengan Strain – Counterstrain Technique terhadap Penurunan Nyeri pada

Penderita Sindrome Piriformis di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar 2010”,

dibimbing oleh : Hendrik, sebagai pembimbing I dan Sudaryanto, sebagai pembimbing II.

Sindrome piriformis merupakan gangguan neuromuskular yang terjadi ketika saraf

sciatic terkompresi atau teriritasi oleh otot piriformis yang menyebabkan nyeri, kesemutan,

dan mati rasa atau rasa kebas pada daerah bokong dan sepanjang perjalanan saraf sciatic ke

bawah yaitu kearah paha dan tungkai.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beda pengaruh besarnya penurunan nyeri

pada penderita sindrome piriformis. Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan cara

pengumpulan data melaui pre test dan pos test two group design, kelompok I menggunakan

Contract Relax Stretching dan kelompok II menggunakan Strain-Counterstrain Technique,

populasi dalam penelitian ini adalah pasien di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

yang berjumlah 20 orang. Dalam penelitian ini pengambilan sampel menggunakan purposive

sampling dengan kriteria yang telah ditentukan, dengan jumlah sampel 20 orang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian Contract Relax Stretching dapat

menghasilkan penurunan nyeri dengan rerata selisih 2,260 dan Strain-Counterstrain

Technique dapat menurunkan nyeri dengan rerata selisih 2,560. Sedangkan hasil Uji

Wilcoxon pada kelompok perlakuan I diperoleh nilai p = 0,005 (p< 0,05) dan pada kelompok

perlakuan II diperoleh nilai p = 0,005 (p< 0,05) yang berarti bahwa pemberian Contract

Relax Stretching dengan Strain-Counterstrain Technique dapat menghasilkan pengaruh yang

bermakna terhadap penurunan nyeri pada penderita sindrome. sedangkan hasil Uji Mann-

Whitney diperoleh nilai p = 0,025 (p< 0,05) dan dapat dilihat dari nilai rerata kedua

kelompok perlakuan yaitu 2,560 dari pada kelompok perlakuan I yaitu sebesar 2,260. Hal ini

menunjukkan bahwa Strain-Counterstrain Technique dapat menghasilkan penurunan nyeri

yang lebih besar secara bermakna daripada Contract Relax Stretching.

Dengan demikian, pemberian Strain-Counterstrain lebih efektif dalam menurunkan

nyeri daripada Contract Relax Stretching.

Kata kunci : Contract Relax Stretching, Strain-Counterstrain Technique, Sindrome

Piriformis.

Page 2: Beda Pengaruh Contract Relax Stretching Dengan Strain-counterstrain Technique Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Sindrome Piriformis

Jurnal Fisioterapi Makassar

Risal, 2010. D4 fisioterapi

2

PENDAHULUAN

Upaya manusia di bidang

kesehatan pada era pembangunan ini

telah membawa perubahan konsep

pelayanan kesehatan. Konsep pelayanan

kesehatan dari berbagai disiplin ilmu

kesehatan diarahkan untuk meningkatkan

derajat kesehatan baik individu maupun

masyarakat. Disamping itu,

permasalahan kesehatan saat ini telah

bergeser dari pola penyakit menular ke

pola penyakit tidak menular termasuk

penyakit akibat trauma dan degenerasi.

Salah satu penyakit yang banyak

menyerang populasi usia produktif dan

usia tua adalah low back pain.

Gangguan nyeri pinggang dapat

dialami oleh semua, tidak memandang

tua, muda wanita atau pria. Sebagian

besar dari nyeri pinggang disebabkan

karena otot-otot pada pinggang sedikit

lemah, sehingga pada saat melakukan

gerakan yang kurang betul atau berada

pada suatu posisi yang cukup lama dapat

menimbulkan peregangan yang ditandai

dengan rasa sakit (Diana Samara, 2003).

Keluhan nyeri pinggang pernah

dialami oleh 50-80% penduduk di

negara-negara Industri (Mink 1986,

Kramer 1981, Haenen et al 1984, RKZ

Zieknhuis 1988) dan menghilangkan jam

kerja yang sangat besar. Penelitian di

Swedia (1971) menunjukkan bahwa

karyawan atau pekerja yang menderita

nyeri pinggang mengalami kehilangan

11 juta hari kerja pertahun. Ben et al

(1975) menyatakan di Inggris kehilangan

13,2 juta hari kerja pertahun bagi

karyawan yang mengalami nyeri

pinggang. Haenen et al (dalam Nugroho

D.S 1991) dari tahun 1975 – 1978

melakukan penelitian terhadap penderita

nyeri pinggang dimana di dapatkan 51%

pria dan 57% wanita mengeluh nyeri

pinggang sedangkan 50% nya dalam

beberapa waktu tidak bugar untuk

bekerja dan 8% harus alih pekerjaan

(http://Piriformis_syndrome.htm).

Sekitar 70% dan 80% populasi di

dunia mengalami nyeri pinggang pada

suatu waktu selama masa kehidupannya,

Page 3: Beda Pengaruh Contract Relax Stretching Dengan Strain-counterstrain Technique Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Sindrome Piriformis

Jurnal Fisioterapi Makassar

Risal, 2010. D4 fisioterapi

3

dan diantaranya terdapat subkelompok

pasien yang mengalami nyeri pinggang

sekaligus nyeri sciatic. Salah satu

diagnosis yang dapat ditegakkan

berdasarkan evaluasi pada pasien sciatica

adalah sindrome piriformis (Sara

Douglas, 2002).

Sindrome piriformis umumnya

menimbulkan sciatic pain yang biasa

dikenal dengan “ischialgia”. Adanya

kompresi pada saraf ischiadicus akibat

gangguan pada otot piriformis (seperti

spasme/tightness), strain atau sacroiliaca

dysfunction dapat menyebabkan

munculnya sciatic pain.

Sindroma piriformis adalah

gangguan neuromuskular yang terjadi

karena saraf sciatica (nervus ischiadicus)

terkompresi atau teriritasi oleh otot

piriformis sehingga menimbulkan nyeri,

kesemutan, dan mati rasa pada area

bokong sampai perjalanan saraf sciatica.

Sekitar 15% dari populasi kasus sciatica

(ischialgia) adalah sindroma piriformis

(Wikipedia, 2010).

Hasil observasi pada tanggal 26

april 2010 di RS.Wahidin Sudirohusodo

Makassar dengan data dari bulan Januari

– Maret 2010 terdapat 46 orang yang

mengalami penyakit sindroma piriformis

dari 666 pasien yang berkunjung. Hal ini

menunjukkan jumlah yang cukup besar

penderita nyeri pinggang akibat

sindrome piriformis.

Berbagai modalitas dan teknik

fisioterapi dapat diberikan pada kasus

nyeri sciatic penderita sindrome

piriformis yaitu Contract Relax

Stretching dengan Strain-Counterstrain

technique. Sugijanto (2009) menyatakan

bahwa teknik Contract Relax Stretching

merupakan perpaduan teknik yang cocok

untuk mengatasi problematik spasme

(tightness) pada otot. Efektifitas dari

Contract Relax Stretching telah diteliti

oleh Risal (2009) dengan hasil

menunjukkan penurunan nyeri yang

bermakna pada penderita sindrome

piriformis. Sedangkan teknik Strain-

Counterstrain (SCS) dapat memberikan

Page 4: Beda Pengaruh Contract Relax Stretching Dengan Strain-counterstrain Technique Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Sindrome Piriformis

Jurnal Fisioterapi Makassar

Risal, 2010. D4 fisioterapi

4

manfaat melalui pengaturan kembali

secara automatik pada muscle spindle,

yang dapat membantu melaporkan

panjang dan tonus otot. Proses ini hanya

terjadi ketika muscle spindle dalam

posisi mengenakkan, dan biasanya

menghasilkan penurunan tonus yang

berlebihan dan pelepasan spasme.

Disamping itu, teknik Strain-

Counterstrain masih jarang diaplikasikan

dalam klinik tetapi aplikasi teknik

Contract Relax Stretching sering

digunakan dalam kondisi sindrome

piriformis.

Berdasarkan uraian diatas penulis

tertarik untuk meneliti apakah ada beda

pengaruh Contract Relax Stretching

dengan Strain-Counterstrain Technique

terhadap penurunan nyeri pada spasme

otot piriformis di RS. Wahidin

Sudirohusodo Makassar.

A. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas

maka dapat dirumuskan masalah

penelitian ini yaitu “Apakah ada

perbedaan pengaruh antara Contract

Relax Stretching dengan Counterstrain

Technique terhadap penurunan nyeri

pada Sindrome Piriformis ?”

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui perbedaan

pengaruh antara Contract Relax

Stretching dengan Strain-

Counterstrain Technique terhadap

penurunan nyeri pada sindrome

piriformis.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui gambaran

penderita nyeri pinggang akibat

sindrome piriformis di RSUP. Dr.

Wahidin Sudirohusodo.

b. Untuk mengetahui besarnya

pengaruh Countract Relax

Stretching terhadap penurunan

nyeri pada sindrome piriformis.

c. Untuk mengetahui besarnya

pengaruh Strain-Counterstrain

Technique terhadap penurunan

nyeri pada sindrome piriformis.

Page 5: Beda Pengaruh Contract Relax Stretching Dengan Strain-counterstrain Technique Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Sindrome Piriformis

Jurnal Fisioterapi Makassar

Risal, 2010. D4 fisioterapi

5

d. Untuk mengetahui besarnya

perbedaan pengaruh antara

Contract Relax Stretching dengan

Strain-Counterstrain Technique

terhadap penurunan nyeri pada

sindrome piriformis.

TINJAUAN PUSTAKA

Piriformis syndrome adalah

kondisi sebagai hasil ketika otot

piriformis menekan saraf sciatic dan

mengiritasi serabut syaraf. Dan

kondisi seperti ini akan menimbulkan

nyeri dimulai dari daerah pantat dan

berjalan lurus kebawah pada area

belakang kaki. Faktor – faktor yang

menyebabkan piriformis sindrome

antara lain : faktor abnormalitas

postur, gangguan saraf, gangguan

sirkulasi darah dan faktor habitual

postur yang jelek. Gejala yang sering

terjadi adalah nyeri ketika duduk,

menaiki tangga, merangkak, berjalan

dan berlari. Syndrome ini tidak

begitu umum dan hanya terjadi

karena sciatica.( www.Laura

Inverarity, D.O Modifikasi :

Jowir.html)

Gambar 2.1.

Piriformis Syndrome

Sindrome piriformis

merupakan sekumpulan gejala-gejala

termasuk nyeri pinggang atau nyeri

bokong yang menyebar ke tungkai.

Masih ada perbedaan pendapat dari

para ahli, apakah sindrome piriformis

merupakan kondisi yang jelas ada dan

menyebabkan nyeri myofascial dari

paha, hipertropi, dan nyeri tekan pada

otot piriformis, atau apakah sindrome

piriformis merupakan kondisi

kompresi dari saraf sciatic yang

menyebabkan nyeri neuropatik (Kelly

Redden, 2009).

Page 6: Beda Pengaruh Contract Relax Stretching Dengan Strain-counterstrain Technique Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Sindrome Piriformis

Jurnal Fisioterapi Makassar

Risal, 2010. D4 fisioterapi

6

Sindrome piriformis

merupakan gangguan neuromuskular

yang terjadi ketika saraf sciatic

terkompresi atau teriritasi oleh otot

piriformis yang menyebabkan nyeri,

kesemutan, dan mati rasa atau rasa

kebas pada daerah bokong dan

sepanjang perjalanan saraf sciatic ke

bawah yaitu kearah paha dan tungkai.

Diagnosa kondisi ini sulit ditegakkan

karena memiliki gambaran klinis yang

mirip dengan kompresi akar saraf

spinal akibat herniasi diskus

(Wikipedia, 2010).

Sindrome piriformis

merupakan kompresi yang reversible

pada saraf sciatic oleh otot piriformis.

Kondisi ini dapat menyebabkan nyeri

yang dalam dan hebat pada daerah

bokong, hip, dan sciatica, dengan

radiasi nyeri kearah paha, tungkai,

kaki dan jari-jari kaki. Pada sindrome

piriformis, ketegangan atau spasme

otot piriformis dapat menekan saraf

sciatic kearah anterior dan inferior.

Kondisi nyeri hebat yang dihasilkan

dapat menjadi kronik dan

menimbulkan kelemahan (Loren M.

Fishman, 2009).

Kemampuan untuk

menetapkan sindrome piriformis

memerlukan pemahaman yang baik

tentang struktur dan fungsi otot

pirifomis serta hubungannya dengan

saraf sciatic.

1. Anatomi Biomekanik Piriformis

Otot piriformis berperan

sebagai eksternal rotator hip, abduktor

hip yang lemah, dan fleksor hip yang

lemah, serta memberikan stabilitas

postural selama ambulasi dan berdiri.

Otot piriformis berorigo pada

permukaan anterior sacrum, biasanya

pada level vertebra S2 – S4, atau

mendekati kapsul sacroiliaca joint.

Otot ini berinsersio pada bagian

medial superior dari trochanter mayor

melalui tendon yang mengelilinginya

dimana pada beberapa individu

bersatu dengan tendon obturator

Page 7: Beda Pengaruh Contract Relax Stretching Dengan Strain-counterstrain Technique Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Sindrome Piriformis

Jurnal Fisioterapi Makassar

Risal, 2010. D4 fisioterapi

7

internus dan gemellus. Otot ini

dipersarafi oleh saraf spinal S1 dan S2,

dan kadang-kadang juga oleh L5 (Lori

A. Boyajian et al, 2007).

Otot piriformis termasuk

group otot external rotator hip

bersama 5 otot lainnya yaitu obturator

externus dan internus, gemellus

superior dan inferior, dan quadratus

femoris. Otot piriformis merupakan

otot yang paling superior dari group

otot ini dan sedikit diatas dari hip

joint (Nancy Hamilton and Kathryn

Luttgens, 2002).

Otot piriformis memiliki

variasi hubungan dengan saraf sciatic.

Sebanyak 96% populasi, memiliki

saraf sciatic yang muncul pada

foramen deep sciatic yang besar

sepanjang permukaan inferior dari

otot piriformis. Namun terdapat 22%

populasi memiliki saraf sciatic yang

memotong otot piriformis, split atau

membelah otot piriformis, atau kedua-

duanya sehingga dapat menjadi faktor

resiko dari sindrome piriformis. Saraf

sciatic berjalan secara sempurna

melalui muscle belly otot, atau saraf

tersebut berjalan membelah dengan

satu cabang (biasanya bagian fibular)

memotong otot piriformis dan cabang

lainnya (biasanya bagian tibial)

berjalan kearah inferior atau superior

sepanjang otot piriformis. Jarang saraf

sciatic muncul pada foramen sciatic

yang besar sepanjang permukaan

superior dari otot piriformis (Lori A.

Boyajian et al, 2007).

Gambar 2.2

Hubungan Topografi Otot

Piriformis dengan Saraf Sciatic

Saraf sciatic merupakan

seberkas saraf sensorik dan motorik

Page 8: Beda Pengaruh Contract Relax Stretching Dengan Strain-counterstrain Technique Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Sindrome Piriformis

Jurnal Fisioterapi Makassar

Risal, 2010. D4 fisioterapi

8

yang meninggalkan fleksus

lumbosakralis dan menuju ke foramen

infrapiriformis, kemudian keluar pada

permukaan belakang tungkai

dipertengahan lipatan pantat. Saraf

sciatic mengandung saraf sensorik

yang berasal dari radiks posterior L4 –

S3. Pada spasium poplitea, saraf

sciatic bercabang dua dan jauh lebih

ke distal tidak lagi menyandang nama

saraf sciatic (saraf ischiadikus).

Kedua cabang saraf tersebut adalah

saraf peroneus komunis dan saraf

tibialis (Mahar Mardjono dan Priguna

Sidharta, 2008).

2. Etiologi

Sindrome piriformis memiliki

dua tipe yaitu primer sindrome

piriformis dan sekunder sindrome

piriformis. Primer sindrome

piriformis memiliki penyebab

anatomik seperti saraf sciatic yang

split terhadap otot piriformis atau

jalur saraf sciatic yang anomali.

Sekunder sindrome piriformis terjadi

sebagai akibat dari adanya penyebab

yang memicu kondisi ini seperti

makrotrauma, mikrotrauma, efek

massa ischemic dan lokal iscemic.

Diantara pasien-pasien sindrome

piriformis terdapat sedikitnya 15%

kasus yang memiliki penyebab primer

(primer sindrome piriformis) (Lori A.

Boyajian et al, 2007).

Sindrome piriformis paling

sering disebabkan oleh makrotrauma

pada daerah bokong yang

menyebabkan inflamasi pada jaringan

lunak, spasme otot, atau kedua-

duanya, yang menghasilkan kompresi

saraf sciatic. Mikrotrauma dapat

dihasilkan dari adanya overuse

(penggunaan yang berlebihan) dari

otot piriformis seperti berjalan atau

berlari jarak jauh atau oleh adanya

kompresi langsung. Sebagai contoh

kompresi langsung dapat dihasilkan

dari repetitif trauma akibat duduk

diatas permukaan yang keras (Lori A.

Boyajian et al, 2007).

Page 9: Beda Pengaruh Contract Relax Stretching Dengan Strain-counterstrain Technique Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Sindrome Piriformis

Jurnal Fisioterapi Makassar

Risal, 2010. D4 fisioterapi

9

Berbeda dengan pendapat

Samir Mehta et al (2006), yang

menjelaskan tentang penyebab primer

dan sekunder sindrome piriformis.

Penyebab primer terjadi karena

adanya kompresi langsung pada saraf

seperti trauma atau akibat faktor

intrinsik pada otot piriformis

termasuk variasi anomali pada

anatomi otot, hipertropi otot,

inflamasi kronik otot, dan perubahan

sekunder akibat trauma seperti

adhesion. Penyebab sekunder

mencakup gejala-gejala akibat lesi

massa pelvic, infeksi, dan pembuluh

darah yang anomali atau ikatan

serabut yang melintasi saraf, bursitis

pada tendon piriformis, inflamasi

sacroiliaca joint, dan kemungkinan

myofascial trigger point. Penyebab

lainnya mencakup pseudoaneurysma

pada arteri gluteal inferior yang

berdekatan dengan otot piriformis,

sindrome bilateral piriformis akibat

duduk dalam waktu yang lama,

cerebral palsy yang menyebabkan

hipertoni dan kontraktur otot

piriformis, total hip arthroplasty, dan

myositis ossificans.

3. Patologi Terapan

Pada saat otot piriformis

memendek atau spasme akibat trauma

atau overuse maka otot tersebut dapat

menekan atau menjepit saraf sciatic

yang berada diantara otot tersebut.

Pada umumnya, kondisi ini dikenal

sebagai “nerve entrapment atau

entrapment neuropathi”. Kondisi

khususnya dikenal sebagai sindrome

piriformis yang menunjukkan gejala-

gejala sciatica yang bukan berasal

dari akar saraf spinal dan/atau

kompresi diskus spinal, tetapi

melibatkan otot piriformis diatasnya.

Sekitar 15 – 30% populasi memiliki

saraf sciatic yang berjalan melalui

atau memotong otot piriformis, lebih

banyak daripada lewat dibawahnya

otot piriformis. Beberapa penelitian

telah melaporkan bahwa orang-orang

Page 10: Beda Pengaruh Contract Relax Stretching Dengan Strain-counterstrain Technique Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Sindrome Piriformis

Jurnal Fisioterapi Makassar

Risal, 2010. D4 fisioterapi

10

dengan struktur anatomi tersebut

memiliki insiden sindrome piriformis

yang tinggi daripada populasi umum

(Wikipedia, 2010).

Otot gluteus yang inaktif juga

memfasilitasi perkembangan

sindrome ini, karena otot piriformis

juga membantu ekstensi dan eksternal

rotasi femur. Penyebab utama dari

inaktivitas otot gluteus adalah

reciproke inhibisi yang tidak

diinginkan akibat adanya overaktif

fleksor hip (iliopsoas dan rectus

femoris). Ketidakseimbangan ini

biasanya terjadi karena fleksor hip

telah dilatih dengan sangat tegang dan

singkat, seperti ketika seseorang

duduk dengan kedua hip fleksi (duduk

sepanjang hari saat bekerja). Hal ini

dapat menghilangkan aktivasi gluteus,

dan sinergis terhadap gluteus

(hamstring, adduktor magnus, dan

piriformis) akan melakukan ekstra

fungsi. Pada akhirnya, otot piriformis

akan mengalami hipertropi yang akan

menghasilkan gejala khas. Overuse

injury yang menghasilkan sindrome

piriformis dapat diakibatkan dari

aktivitas dalam posisi duduk yang

melibatkan penggunaan kedua

tungkai secara berlebihan seperti saat

rowing exercise dan bicycle exercise

(Wikipedia, 2010).

Atlit lari, sepeda dan atlit

lainnya yang melakukan aktivitas

gerakan tungkai ke depan secara

khusus peka terhadap perkembangan

sindrome piriformis jika tidak

melakukan latihan stretching kearah

lateral dan strengthening sebelum

latihan inti/pertandingan. Ketika

terjadi ketidakseimbangan oleh

gerakan lateral kedua tungkai maka

gerakan ke depan yang berulang-

ulang dapat menyebabkan

disproporsional antara kelemahan

abduktor hip dan ketegangan adduktor

hip. Dengan demikian,

disproporsional antara lemahnya

abduktor hip (gluteus medius) yang

Page 11: Beda Pengaruh Contract Relax Stretching Dengan Strain-counterstrain Technique Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Sindrome Piriformis

Jurnal Fisioterapi Makassar

Risal, 2010. D4 fisioterapi

11

dikombinasikan dengan ketegangan

otot adduktor hip, dapat menyebabkan

otot piriformis memendek dan

berkontraksi dengan sangat kuat.

Peningkatan diatas 40% pada ukuran

piriformis maka penjebakan saraf

sciatic tidak dapat dihindari. Hal ini

berarti bahwa abduktor hip tidak

dapat bekerja dengan baik dan strain

dapat terjadi pada otot piriformis

(Wikipedia, 2010).

Hasil dari spasme otot dapat

menjebak tidak hanya saraf sciatic

tetapi juga saraf pudendal. Saraf

pudendal berperan mengontrol otot-

otot bowels dan bladder. Gejala-

gejala penjebakan saraf pudendal

mencakup kesemutan dan rasa kebas

pada area lipatan paha, dan dapat

menyebabkan inkontinensia urine dan

fecal (Wikipedia, 2010).

Penyebab lainnya dari

sindrome piriformis adalah kekakuan

(stiffness) atau hipomobile dari

sacroiliaca joint. Hal ini

menghasilkan perubahan kompensasi

pada pola berjalan yang kemudian

menyebabkan gaya shear pada origo

otot piriformis dan kemungkinan pada

otot gluteus, sehingga tidak hanya

terjadi malfungsi pada otot piriformis

tetapi juga menghasilkan sindrome

nyeri pinggang lainnya (Wikipedia,

2010). Adanya hiperlordosis lumbal

dan kontraktur fleksi hip dapat

meningkatkan strain pada otot

piriformis dan dapat memicu

terjadinya perkembangan gejala-

gejala tersebut. Perubahan pola

berjalan juga dapat menyebabkan

hipertropi otot piriformis dan

inflamasi kronik, yang dapat

menyebabkan sindrome piriformis.

Pasien-pasien dengan kelemahan otot

abduktor hip atau perbedaan panjang

tungkai khususnya dapat memicu

sindrome ini. Selama fase menumpuh

berjalan, otot piriformis terulur saat

hip menumpuh berat badan dalam

posisi dipertahankan internal rotasi.

Page 12: Beda Pengaruh Contract Relax Stretching Dengan Strain-counterstrain Technique Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Sindrome Piriformis

Jurnal Fisioterapi Makassar

Risal, 2010. D4 fisioterapi

12

Pada saat hip masuk fase mengayun

maka otot piriformis akan

berkontraksi untuk menuntun

eksternal rotasi hip. Karena otot

piriformis dibawah kondisi strain

selama siklus berjalan dan lebih besar

peluang terjadinya hipertropi daripada

otot lainnya pada regio tersebut. Suatu

abnormalitas pola berjalan yang

dipertahankan pada hip yang terlibat

dalam posisi peningkatan internal

rotasi atau adduksi dapat

meningkatkan strain otot bahkan lebih

besar (Samir Mehta, 2006).

Disamping itu, sindrome

piriformis dapat disebabkan oleh

overpronasi kaki. Ketika kaki

overpronasi maka dapat menyebabkan

knee berputar kearah medial, yang

kemudian menyebabkan otot

piriformis menjadi aktif untuk

mencegah over-rotasi knee. Hal ini

menyebabkan otot piriformis menjadi

overuse dan oleh karenanya otot

menjadi tegang, yang akhirnya

menyebabkan sindrome piriformis.

Sindrome piriformis juga berkaitan

dengan injury jatuh (Wikipedia,

2010).

4. Gambaran Klinis

Gejala-gejala yang paling

sering terjadi pada sindrome

piriformis adalah meningkatnya nyeri

setelah duduk dalam waktu 15 – 20

menit. Beberapa pasien mengeluh

nyeri diatas otot piriformis (yaitu

didaerah bokong), khususnya diatas

perlekatan otot di sacrum dan

trochanter mayor bagian medial.

Gejala-gejalanya dapat bersifat

serangan tiba-tiba atau bertahap,

biasanya berkaitan dengan spasme

otot piriformis atau kompresi saraf

sciatic. Pasien-pasien ini biasanya

mengeluh sulit berjalan dan nyeri saat

internal rotasi ipsilateral tungkai/hip,

seperti yang terjadi selama posisi

duduk cross-legg atau ambulasi (Lori

A. Boyajian et al, 2007).

Page 13: Beda Pengaruh Contract Relax Stretching Dengan Strain-counterstrain Technique Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Sindrome Piriformis

Jurnal Fisioterapi Makassar

Risal, 2010. D4 fisioterapi

13

Spasme otot piriformis dan

disfungsi sacral (seperti torsion) dapat

menyebabkan stress pada ligamen

sacrotuberous. Stress ini dapat

menyebabkan kompresi pada saraf

pudendal atau meningkatkan stress

mekanikal pada tulang innominate

sehingga potensial menyebabkan

nyeri pada lipatan paha dan pelvic.

Kompresi pada cabang fibular dari

saraf sciatic seringkali menyebabkan

nyeri atau paresthesia pada posterior

paha (Lori A. Boyajian et al, 2007).

Melalui mekanisme

kompensasi atau fasilitasi, sindrome

piriformis dapat memberikan

kontribusi terhadap nyeri pada

cervical, thoracal, dan lumbosacral,

serta gangguan gastrointestinal dan

nyeri kepala (Lori A. Boyajian et al,

2007).

Tanda-tanda klinis sindrome

piriformis berkaitan secara langsung

atau secara tidak langsung terhadap

spasme otot, menghasilkan kompresi

saraf atau kedua-duanya. Nyeri tekan

saat palpasi ditemukan diatas otot

piriformis khususnya diatas

perlekatan otot di trochanter mayor.

Beberapa pasien juga mengalami

nyeri tekan saat palpasi di regio

sacroiliaca joint, sulcus sciatic yang

besar, dan otot piriformis termasuk

nyeri yang menjalar ke knee (Lori A.

Boyajian et al, 2007).

Beberapa pasien akan teraba

seperti massa sosis di daerah bokong

karena adanya kontraksi otot

piriformis. Kontraksi otot piriformis

juga dapat menyebabkan eksternal

rotasi ipsilateral pada hip. Ketika

pasien sindrome piriformis relaks

dalam posisi tidur terlentang maka

kaki ipsilateral akan mengalami

eksternal rotasi. Hal ini menunjukkan

adanya tanda positif sindrome

piriformis. Adanya usaha aktif untuk

membawa kaki ke garis tengah tubuh

akan menghasilkan nyeri. Beberapa

pasien dengan sindrome piriformis

Page 14: Beda Pengaruh Contract Relax Stretching Dengan Strain-counterstrain Technique Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Sindrome Piriformis

Jurnal Fisioterapi Makassar

Risal, 2010. D4 fisioterapi

14

juga ditemukan positif Lasegue test,

Freiberg test, atau Pace sign, dan

biasanya memperlihatkan antalgic

gait. Tanda Lasegue adalah nyeri

yang terlokalisir ketika tekanan

diaplikasikan diatas otot piriformis

dan tendonnya, khususnya ketika

fleksi hip 90o disertai ekstensi knee.

Tanda Freiberg adalah nyeri yang

dialami selama gerak pasif internal

rotasi hip. Kemudian tanda Pace

muncul saat FAIR (fleksi, adduksi,

dan internal rotasi) yang melibatkan

gejala-gejala sciatic. FAIR test

dilakukan dalam posisi tidur miring

dengan tungkai yang terlibat di sisi

atas, kemudian fleksikan hip 60o, dan

fleksi knee 60o – 90

o. Sambil

menstabilisasi hip, pemeriksa

melakukan internal rotasi dan adduksi

hip dengan mengaplikasikan tekanan

ke bawah pada knee (Lori A.

Boyajian et al, 2007).

Saraf plexus sacral yang

menginnervasi otot tensor fascia latae,

gluteus minimus, gluteus maximus,

adductor magnus, quadratus femoris,

dan obturator eksternus juga akan

teriritasi oleh otot piriformis.

Kelemahan otot ipsilateral juga dapat

terjadi jika sindrome piriformis

disebabkan oleh anomali anatomik

atau jika sindrome piriformis dalam

kondisi kronik. Pada beberapa kasus,

lingkup gerak sendi juga mengalami

penurunan pada internal rotasi hip

ipsilateral (Lori A. Boyajian et al,

2007).

A. Tinjauan Tentang Modalitas

Fisioterapi

1. Contract Relax Stretching

a. Pengertian

Contract Relax Stretching

merupakan suatu teknik yang

menggunakan kontraksi isometrik

yang optimal dari kelompok agonis

yang memendek, dilanjutkan

dengan relaksasi kemudian diulur

Page 15: Beda Pengaruh Contract Relax Stretching Dengan Strain-counterstrain Technique Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Sindrome Piriformis

Jurnal Fisioterapi Makassar

Risal, 2010. D4 fisioterapi

15

Menurut Susan S. Adler

(2000), Contract Relax adalah

kontraksi resisted isotonik pada

otot yang spasme kemudian diikuti

dengan relaksasi dan dilakukan

gerakan kearah peningkatan ROM.

Sedangkan Stretching adalah

istilah umum yang digunakan

untuk menggambarkan suatu

manuver terapeutik yang didesain

untuk memanjangkan struktur

jaringan lunak yang memendek

secara patologis. (Carolyn Kisner,

1999). Jadi Contract Relax

Stretching adalah suatu teknik

terapi latihan yang diawali dengan

kontraksi resisted isotonik pada

otot yang spasme kemudian diikuti

dengan relaksasi, dan akhirnya

diaplikasikan stretching untuk

mengulur otot yang spasme.

b. Prinsip Fisiologi

1) Autogenic inhibisi (Inverse

Stretch Refleks)

Ketika suatu otot

berkontraksi sangat kuat,

terutama jika kategangan

menjadi berlebihan, maka

secara tiba-tiba kontraksi

menjadi terhenti dan otot

relaksasi. Ralaksasi ini sebagai

respon terhadap ketegangan

yang sangat kuat, yang

dinamakan dengan inverse

stretch refleks atau autogenic

inhibisi dan menyesuaikan

dengan hukum kedua

Sherrington, yaitu jika otot

mendapat stimulasi untuk

berkontraksi, maka otot

antagonis menerima impuls

untuk relaksasi.

2) Inhibisi Reciprokal

Kita ketahui bahwa

didalam medula spinalis

terdapat inhibisi prosinaptik.

Serabut saraf afferant Ia dari

muscle spindel otot berjalan ke

medula spinalis dan bersinaps

Page 16: Beda Pengaruh Contract Relax Stretching Dengan Strain-counterstrain Technique Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Sindrome Piriformis

Jurnal Fisioterapi Makassar

Risal, 2010. D4 fisioterapi

16

dengan saraf motorik dari otot

yang sama (alpha motoneuron)

serta bersinaps dengan

interneuron inhibisi medula

spinalis yang kemudian

bersinaps dengan saraf motorik

dari otot antagonis.

Jika ada impuls dari

muscle spindel yang dibawa

oleh serabut saraf Ia, maka

impuls inhibisi postsinaptik

melalui interneuron inhibisi

medula spinalis neuron-neuron

motorik yang mempersarafi otot

antagonis. Kemudian impuls

tersebut memfasilitasi neuron

motoril dari otot yang sama

(agonis), sehingga otot tersebut

berkontraksi, sehingga otot

antagonis mengalami relaksasi.

Fenomena ini disebut inhibisi

dan fasilitasi reciprokal, karena

adanya persarafan dalam

medula spinalis.

3) Respon Mekanikal dan

Neurofisiologi Otot Terhadap

Stretch

Respon mekanikal otot

terhadap peregangan

bergantung pada myofibir dan

sarkomer otot. Setiap otot

tersusun dari beberapa serabut

otot. Satu serabut otot terdiri

atas beberapa myofibril. Serabut

myofibril tersusun dari beberapa

sarkomer yang terletak sejajar

dengan serabut otot. Sarkomer

merupakan unikm kontraktil

dari myofibril dan terdiri atas

filamen aktin dan myosin yang

saling overlepping. Sarkomer

memberikan kemampuan pada

otot untuk berkontraksi dan

relaksasi, serta mempunyai

kemampuan elastisitas jika

diregangkan.

Ketika otot secara pasif

diregangkan / diulur, maka

pemanjangan awal terjadi pada

Page 17: Beda Pengaruh Contract Relax Stretching Dengan Strain-counterstrain Technique Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Sindrome Piriformis

Jurnal Fisioterapi Makassar

Risal, 2010. D4 fisioterapi

17

rangkaian komponen elastis

(sarkomer) dan tension

meningkat secara drastis.

Kemudian ketika gaya regangan

dilepaskan maka setiap

sarkomer akan kembali ke

posisi resting lenght.

Kecenderungan otot untuk

kembali ke posisi resting lenght

setelah peregangan disebut

dengan elastisitas.

Respon neurofisiologi

otot terhadap peregangan

bergantung pada struktur

muscle spindle dan golgi tendon

organ. Muscle spindle

merupakan organ sensorik

utama dari otot dan tersusun

dari serabut-serabut intrafusal

yang terletak paralel dengan

serabut ekstrafusal. Muscle

spindel berfungsi untuk

memonitor kecepatan dan durasi

regangan/ penguluran serta rasa

terhadap perubahan panjang

otot. Serabut muscle spindle

dapat merasakan cepatnya suatu

otot terulur. Serabut saraf

aferent primer (tipe Ia) dan

sekunder (tipe II) muncul dari

muscle spindle dan bersinaps

dengan alpha atau gamma

motoneuron secara berurutan,

dan memfasilitasi kontraksi dari

serabut ekstrafusal dan

interfusal. Golgi tendon organ

terletak dekat dengan

musculotendineus juction,

membungkus disekitar kedua

ujung serabut ekstrafusal dan

sensitif terhadap ketegangan

(tension) pada otot yang

disebabkan oleh peregangan

pasif atau kontraksi otot secara

aktif. Golgi tedon organ

merupakan mekanisme proteksi

yang menginhibisi kontraksi

otot yang kuat. Golgi tendon

organ mempunyai ambang

rangsang yang sangat rendah

Page 18: Beda Pengaruh Contract Relax Stretching Dengan Strain-counterstrain Technique Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Sindrome Piriformis

Jurnal Fisioterapi Makassar

Risal, 2010. D4 fisioterapi

18

untuk titik letup ( firing impuls )

setelah kontraksi otot aktif dan

mempunyai ambang rangsang

yang tinggi untuk titik letup

(firing impuls) dengan

peregangan pasif.

Ketika otot diregang /

diulur dengan sangat cepat,

maka serabut efferent primer

meregang alpha motoneuron

pada medula spinalis dan

memfasilitasi kontraksi serabut

ekstrafusal, yaitu meningkatkan

ketegangan (tension) pada otot.

Hal ini dinamakan dengan

monosynaptik refleks. Tetapi

jika peregangan dilakukan

secara lambat pada otot, maka

golgi tendon organ terstimulasi

dan menginhibisi ketegangan

(tension) pada otot sehingga

memberikan pemanjangan pada

komponen elastis otot yang

paralel (sarkomer).

c. Indikasi dan Kontraindikasi

Adapun indikasi Contract Relax

Stretching adalah :

1) Ketika Range Of Motion

(ROM) atau jarak gerak sendi

terbatas karena adanya

kontraktur adhesive dan

terbentuknya scar tissue yang

memicu pemendekan pada

jaringan connective tissue dan

kulit.

2) Ketika jarak gerak sendi

terbatas karena adanya spasme

atau tightness pada otot-otot

disekitar sendi.

Sedangkan tujuan Contract Relax

Stretching adalah :

1) Menurunkan spasme atau

tightness pada otot

2) Meningkatkan ROM sendi

Adapun kontraindikasi Contract

Relax Stretching adalah :

1) Fraktur

2) Dislokasi atau subluksasi

Page 19: Beda Pengaruh Contract Relax Stretching Dengan Strain-counterstrain Technique Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Sindrome Piriformis

Jurnal Fisioterapi Makassar

Risal, 2010. D4 fisioterapi

19

3) Peradangan atau infeksi akut

disekitar sendi

4) Trauma akut pada otot.

d. Prosedur Pelaksanaan

1) Posisi pasien : tidur terlentang

2) Posisi terapis : disamping

pasien pada sisi kontralateral

dari tungkai yang terlibat,

kemudian fleksi dan adduksikan

hip disertai internal rotasi hip

dengan menggunakan kedua

tangan terapis.

3) Pelaksanaan : dalam posisi otot

piriformis terulur maksimal

(fleksi, adduksi dan internal

rotasi hip yang maksimal),

kontraksikan otot piriformis

dengan menyuruh pasien

menggerakkan kearah abduksi

sedikit eksternal rotasi hip

melawan tangan terapis,

kemudian pasien diminta relaks.

Setelah relaks, kedua tangan

terapis melakukan penguluran

maksimal pada otot piriformis

sambil menekan knee kearah

bawah.

2. Strain – Counterstrain (SCS)

Jones (1981) telah

menunjukkan bahwa titik-titik nyeri

hebat sangat berhubungan dengan

strain/sprain pada sendi atau otot,

kronik atau akut, dan dapat digunakan

sebagai monitor. Tekanan yang

diaplikasikan pada titik-titik nyeri

hebat tersebut diberikan pada saat

tubuh atau bagian tubuh diposisikan

secara hati-hati dalam suatu metode

untuk melepaskan atau menurunkan

nyeri yang dirasakan pada titik

palpasi.

Ketika posisi yang

mengenakkan dapat diperoleh

(dikenal sebagai “fine tuning” dalam

SCS), dimana nyeri dapat menghilang

dari monitoring palpasi pada tender

point, maka jaringan yang dirasakan

terstress akan menjadi paling relaks.

Dalam pengalaman klinis

menunjukkan bahwa metode ini dapat

Page 20: Beda Pengaruh Contract Relax Stretching Dengan Strain-counterstrain Technique Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Sindrome Piriformis

Jurnal Fisioterapi Makassar

Risal, 2010. D4 fisioterapi

20

memberikan rasa lebih enak saat

palpasi daripada saat terasa tegang.

SCS dapat memberikan manfaat

melalui pengaturan kembali secara

automatik pada muscle spindle, yang

dapat membantu melaporkan panjang

dan tonus otot. Proses ini hanya

terjadi ketika muscle spindle dalam

posisi mengenakkan, dan biasanya

menghasilkan penurunan tonus yang

berlebihan dan pelepasan spasme.

Ketika memposisikan bagian tubuh

maka rasa enak atau nyaman perlu

diperhatikan pada saat jaringan

mencapai posisi dimana nyeri dapat

hilang dari titik palpasi.

Pemberian posisi yang nyaman

atau enak dipertahankan selama 90 –

120 detik sehingga secara spontan

seringkali terjadi penurunan nyeri.

Jones (1977) menjelaskan bahwa

teknik ini bergantung pada

kemampuan untuk menghasilkan

relaksasi secara refleks pada otot

tegang yang membatasi gerakan

sendi.

Ketika sendi secara pasif

diletakkan dalam posisi tertentu,

maka menghasilkan inhibisi stimulus

nyeri hebat yang kemudian akan

meningkatkan lingkup gerak sendi

secara signifikan. Ada 2 mekanisme

SCS yang terlibat dalam resolusi

spasme atau hipertonus otot yaitu

neurologis resetting (pengaturan

kembali sistem neurologis) yang

melibatkan muscle spindle dan aliran

sirkulasi dari jaringan iskemik

sebelumnya.

Tujuan akhir SCS pada pasien

sindrome piriformis adalah untuk

memulihkan lingkup gerak normal

dan menurunkan nyeri. Tujuan ini

dapat dicapai dengan menurunkan

spasme otot piriformis.

Ada tiga lokasi tender point

dalam aplikasi SCS yaitu bidang

tengah sacrum, otot piriformis, dan

trochanter posteromedial. Posisi

Page 21: Beda Pengaruh Contract Relax Stretching Dengan Strain-counterstrain Technique Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Sindrome Piriformis

Jurnal Fisioterapi Makassar

Risal, 2010. D4 fisioterapi

21

pasien dalam aplikasi SCS adalah

tidur tengkurap dengan sisi tubuh

yang gangguan di pinggir bed.

Pemberian teknik SCS yaitu

membawa tungkai yang terganggu

disamping luar bed dengan

memposisikan kearah fleksi hip dan

knee, disertai dengan abduksi dan

eksternal rotasi. Kemudian, diberikan

kompresi melalui axis longitudinal

femur kearah sciatic notch. Gaya

kompresi diberikan selama 90 detik

pada saat melakukan SCS.

B. Tinjauan Tentang Pengukuran Nyeri

Defenisi nyeri yang dianggap

paling memadai dan paling banyak

dialami di seluruh dunia adalah yang

ditemukan oleh “The Internasional

Association For Study Of Pain (IASP)”

yang menyebutkan nyeri adalah

pengalaman sensorik dan emosional

yang tidak nyaman, yang berkaitan

dengan kerusakan jaringan atau

berpotensial merusak jaringan atau

menyatakan istilah kerusakan tersebut.

Nyeri adalah perasaan majemuk

yang bersifat subjektif yang disertai

perasaan tidak enak, panas atau dingin,

rasa tekan, ngilu, linu, pegal sebagai

akibat dari adanya stimulasi ataupun

trauma dari dalam dan luar tubuh. Hal

ini mengakibatkan terangsangnya

nociceptor pada saraf perifer diatas nilai

ambang rangsang, yang diteruskan ke

kortex cerebri kemudian diterjemahkan

kedalam bentuk nyeri dengan bentuk dan

kualitas ransangan yang berbeda

(Priguna Sidharta, 1983).

Page 22: Beda Pengaruh Contract Relax Stretching Dengan Strain-counterstrain Technique Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Sindrome Piriformis

Jurnal Fisioterapi Makassar

Risal, 2010. D4 fisioterapi

22

Secara sederhana telah dipahami

bahwa seseorang merasa nyeri bila

terdapat rangsangan nyeri (noxious)

pada reseptor nyeri di perifer, yang

dihantarkan ke sistem saraf pusat dan

berakhir di area somatto sensorik kortek

serebri (area post sentralis). Namun

dengan berbagai penelitian selanjutnya

didapatkan konsep nyeri tidaklah

sederhana yang dibayangkan.

Perasaan nyeri tergantung pada

pengaktifan serangkaian sel-sel saraf,

yang meliputi reseptor nyeri aferen

primer, sel-sel saraf penghubung (inter

neuron) di medulla spinalis dan batang

otak, sel-sel traktus asenden, sel-sel saraf

di thalamus dan sel-sel saraf di kortek

serebri. Bermacam-macam reseptor

nyeri primer ditemukan dan memberikan

persarafan di kulit, sendi-sendi, otot dan

alat-alat- dalam.

Pengaktifan reseptor nyeri yang

berbeda menghasilkan kualitas nyeri

tertentu. sel-sel saraf nyeri pada kornu

dorsalis medulla spinalis berperan pada

reflek nyeri atau ikut mengatur

pengaktifan sel-sel traktus asenden. Sel-

sel saraf dari traktus spinotalamikus

membantu memberi tanda perasaan

nyeri, sedangkan traktus lainnya lebih

berperan pada pengaktifan sistem

kontrol desenden atau pada timbulnya

mekanisme motivasi-afektif.

1. Komponen Nyeri

a. Nosisepsi (Nociception)

Nosisepsi merupakan deteksi

kerusakan jaringan oleh tranduksi

khusus pada serabut saraf A – delta

dan C. Tranduksi ini dapat

dikelirukan oleh adanya proses

inflamasi atau perubahan saraf

lingkungan di dekatnya.

b. Persepsi Nyeri (Pain Perception).

Persepsi nyeri muncul

umumnya dipicu oleh rangsang nyeri,

seperti luka atau penyakit. Nyeri juga

dapat ditimbulkan oleh lesi pada

sistem saraf atau penyakit. Banyak

tenaga medis atau pasien tidak

menyadari bahwa nyeri dapat muncul

tanpa aktivitas nosisepsi. Nyeri yang

diakibatkan oleh kerusakan saraf

Page 23: Beda Pengaruh Contract Relax Stretching Dengan Strain-counterstrain Technique Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Sindrome Piriformis

Jurnal Fisioterapi Makassar

Risal, 2010. D4 fisioterapi

23

kurang berespon dengan pemberian

analgetik dibandingkan nyeri yang

diakibatkan oleh kerusakan jaringan.

c. Penderitaan (Suffering)

Penderitaan (Suffering)

merupakan respon negatif yang

dipicu oleh nyeri dan juga oleh

ketakutan, kecemasan stress,

hilangnya sesuatu yang dicintai dan

keadaan-keadaan psikologis lain.

Cassel menyatakan, penderitaan

muncul bila keutuhan fisik dan psikis

dari seseorang yang terancam.

d. Tingkah laku nyeri (Pain Behaviour)

Tingkah aku nyeri dapat

muncul atau tidak pada individu yang

mengalami kerusakan jaringan dan

merupakan akibat dari nyeri dan

penderitaan. Contoh dari tingkah laku

nyeri tersebut adalah berteriak,

meringis, pincang, berbaring,

mencari pertolongan, kesehatan,

pincang, berbaring, mencari

pertolongan kesehatan, menolak

bekerja dan sebagainya. Seluruh

tingkah laku itu adalah nyata sebagai

respon nyeri dan mungkin

dipengaruhi oleh lingkungan nyata

atau diharapkan.

2. Tipe Nyeri Pinggang

Ada 2 tipe nyeri pinggang yaitu

nyeri radikular dan nyeri non-radikular

(atau nyeri spondylogenik).

a. Nyeri radikular disebabkan oleh

gangguan pada saraf spinal dan akar

saraf khususnya akibat dari

kompresi mekanikal, sebagai contoh

sciatica (ischialgia) (lihat gambar).

Nyeri radikular sangat jarang terjadi

pada daerah thoracal. Jika nyeri

tersebut diduga muncul secara

radikular tetapi dalam kenyataannya

bukan disebabkan oleh tekanan pada

akar saraf melainkan akibat reaksi

refleksogenik, maka nyeri tersebut

dikenal sebagai pseudoradikular.

b. Nyeri non-radikular atau

spondylogenik berasal dari

komponen-komponen vertebra

(spondyles) yang mencakup sendi-

sendi, diskus intervertebral, ligamen

dan perlekatan otot. Contoh dari

Page 24: Beda Pengaruh Contract Relax Stretching Dengan Strain-counterstrain Technique Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Sindrome Piriformis

Jurnal Fisioterapi Makassar

Risal, 2010. D4 fisioterapi

24

nyeri spondylogenik adalah referred

pain yang dirasakan pada area distal

atau jauh dari sumber nyeri yang

sebenarnya, seperti nyeri yang

dirasakan pada regio pantat (regio

glutea) yang bersumber dari

gangguan pada sendi apophyseal

(facet joint).

3. Pengukuran Nyeri

Untuk mengukur tingkat nyeri

digunakan Skala nyeri Visual

Analogue Scale (VAS) adalah

pengukuran derajat nyeri dengan cara

menunjuk satu titik pada garis skala

nyeri (0 - 10 cm). Satu ujung

menunjuk tidak nyeri dan ujung yang

lain menunjukkan nyeri berat tidak

terkontrol. Panjang garis mulai dari

titik tidak nyeri sampai titik yang

ditunjuk menunjukkan besarnya nyeri.

Kriteria :

0 - 0,9 : Tidak nyeri

1 - 3,9 : Nyeri ringan : secara

obyektif klien dapat berkomunikasi

dengan baik.

4 - 6,9 : Nyeri sedang : Secara

obyektif klien mendesis,

menyeringai, dapat

menunjukkan lokasi nyeri,

dapat mendeskripsikannya,

dapat mengikuti perintah

dengan baik.

7 - 9,9 : Nyeri berat (terkontrol) :

secara obyektif klien

terkadang tidak dapat

mengikuti perintah tapi

masih respon terhadap

tindakan, dapat

menunjukkan lokasi nyeri,

tidak dapat

mendeskripsikannya, tidak

dapat diatasi dengan alih

posisi nafas panjang dan

distraksi

4. 10 : Nyeri sangat berat (tidak

terkontrol) : Pasien sudah tidak mampu

lagi berkomunikasi, memukul.

Page 25: Beda Pengaruh Contract Relax Stretching Dengan Strain-counterstrain Technique Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Sindrome Piriformis

Jurnal Fisioterapi Makassar

Risal, 2010. D4 fisioterapi

25

KERANGKA KONSEP

Sindrome Piriformis merupakan

neuritis perifer dari saraf sciatic yang

disebabkan oleh kondisi abnormal dari

otot piriformis, juga sebagai kompresi

yang reversible pada saraf sciatic oleh

otot piriformis. Sindrome piriformis

dapat bersifat primer dan sekunder.

Primer sindrome piriformis umumnya

berkaitan dengan penyebab anatomik

yaitu jalur saraf sciatic yang anomali,

dan trauma langsung. Sekunder

sindrome piriformis umumnya berkaitan

dengan mikrotrauma (overuse pada otot

piriformis), inflamasi sacroiliaca joint,

bursitis pada tendon piriformis, dan local

ischemic. Sindrome piriformis ini

menghasilkan gejala nyeri pada bokong

dan hip, namun jika terjadi entrapment

pada saraf sciatic maka timbul nyeri

menjalar sampai dorsal paha dan

tungkai. Gejala ini dapat menghambat

fungsional berjalan dimana pasien tidak

bisa berdiri dan berjalan lama, serta tidak

bisa duduk bersila melantai.

Sindrome piriformis dapat

ditangani secara komprehensif dengan

modalitas fisioterapi. Pemberian

Contract Relax Stretching dan Mobilisasi

Saraf dapat menurunkan nyeri dan

spasme otot piriformis sehingga secara

langsung dapat menurunkan nyeri sciatic

karena menurunnya iritasi pada saraf

sciatic. Begitu pula,

A. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas (Independen) :

a. Contract Relax Stretching

b. Counterstrain Teknique

2. Variabel Terikat (Dependen) :

Perubahan nyeri pada sindrome

piriformis

B. Definisi Operasional

Berdasarkan variabel penelitian

diatas, maka akan dijelaskan definisi

operasionalnya sebagai berikut :

1. Sindrome Piriformis merupakan

neuritis perifer dari saraf sciatic yang

disebabkan oleh kondisi abnormal

dari otot piriformis, juga sebagai

kompresi yang reversible pada saraf

Page 26: Beda Pengaruh Contract Relax Stretching Dengan Strain-counterstrain Technique Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Sindrome Piriformis

Jurnal Fisioterapi Makassar

Risal, 2010. D4 fisioterapi

26

sciatic oleh otot piriformis. Sindrome

piriformis dapat bersifat primer dan

sekunder. Primer sindrome piriformis

umumnya berkaitan dengan penyebab

anatomik yaitu jalur saraf sciatic yang

anomali, dan trauma langsung.

Sekunder sindrome piriformis

umumnya berkaitan dengan

mikrotrauma (overuse pada otot

piriformis), inflamasi sacroiliaca

joint, bursitis pada tendon piriformis,

dan local ischemic.

2. Contract Relax Stretching merupakan

suatu teknik yang menggunakan

kontraksi isometrik yang optimal dari

kelompok agonis yang memendek,

dilanjutkan dengan relaksasi

kemudian diulur.

Prosedur Pelaksanaan

4) Posisi pasien : tidur terlentang

5) Posisi terapis : disamping

pasien pada sisi kontralateral

dari tungkai yang terlibat,

kemudian fleksi dan adduksikan

hip disertai internal rotasi hip

dengan menggunakan kedua

tangan terapis.

Pelaksanaan : dalam posisi otot

piriformis terulur maksimal (fleksi,

adduksi dan internal rotasi hip yang

maksimal), kontraksikan otot

piriformis dengan menyuruh pasien

menggerakkan kearah abduksi sedikit

eksternal rotasi hip melawan tangan

terapis, kemudian pasien diminta

relaks. Setelah relaks, kedua tangan

terapis melakukan penguluran

maksimal pada otot piriformis sambil

menekan knee kearah bawah.

3. Untuk mengetahui nyeri pada

piriformis syndrome digunakan alat

ukur Skala nyeri Visual Analogue

Scale (VAS).

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penilitian

Jenis penelitian yang di gunakan

dalam penelitian ini adalah quasi

experiment dengan menggunakan desain

Page 27: Beda Pengaruh Contract Relax Stretching Dengan Strain-counterstrain Technique Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Sindrome Piriformis

Jurnal Fisioterapi Makassar

Risal, 2010. D4 fisioterapi

27

penelitian pretest - posttest two group

design

Desain penelitian :

O1 X1 O2

Kelompok Perlakuan I

O11 X2

O21 Kelompok Perlakuan II

Keterangan :

O1 : Pre test

X1 : Pemberian Contract Relax

Stretching

O2 : Post test

O11 : Pre test

X2 : Pemberian Strain-Counterstrain

O21 : Post test

B. Tempat Dan waktu penelitian

Tempat penelitian di lakukan di

Poliklinik Fisioterapi RS. Wahidin

Sudirohusodo, selama 2 bulan yaitu

bulan juni – agustus 2010.

C. Populasi Dan Sampel

1. Populasi penelitian

Populasi penelitian adalah

semua pasien nyeri pinggang bawah

yang datang berkunjung di Poliklinik

Fisioterapi RS. Wahidin

Sudirohusodo Makassar.

2. Sampel penelitian

Sampel penelitian adalah semua

pasien sindrome piriformis yang

memenuhi kriteria inklusif yang

ditetapkan oleh peneliti sebanyak 20

orang

3. Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel di lakukan

dengan teknik purposive sampling

dengan kriteria inklusif yang

ditetapkan oleh peneliti. Jumlah

sampel yang diperoleh dibagi

kedalam 2 kelompok sampel yaitu

kelompok perlakuan I sebanyak 10

orang, dan kelompok perlakuan II

sebanyak 10 orang. Adapun kriteria

inklusifnya adalah sebagai berikut :

a. Pasien nyeri pinggang bawah

akibat sindrome piriformis

b. Tidak menunjukkan gejala-gejala

HNP

c. Tidak memiliki riwayat fraktur

d. Berusia 20-60 tahun

Page 28: Beda Pengaruh Contract Relax Stretching Dengan Strain-counterstrain Technique Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Sindrome Piriformis

Jurnal Fisioterapi Makassar

Risal, 2010. D4 fisioterapi

28

e. Bersedia menjadi responden.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah

penelitian ini maka hipotesis penelitian

adalah:

Ada perbedaan pengaruh antara Contract

Relax Stretching dengan Strain-

Counterstain terhadap perubahan nyeri

pada penderita sindrome piriformis.

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data melalui data

primer yaitu peneliti langsung

mengambil data dengan cara mengukur

perubahan nyeri pada setiap sampel

dengan menggunakan Visual Analogue

Scale (data pre test dan post tes).

F. Analisa dan pengolahan data

Teknik pengolahan dan analisa

data menggunakan bantuan program

SPSS (Statistical Product For Service

Solution) dengan Uji Wilcoxon dan Uji

Mann-Whitney.

G. Instrumen Penelitian

1. Visual Analogue Scale (VAS)

2. Blanko Pencatatan Nyeri

3. Alat tulis menulis

H. Prosedur Penelitian

Pada tahap awal, peneliti

menyeleksi populasi yang berkunjung di

Poliklinik Fisioterapi RS. Wahidin

Sudirohusodo dan berdasarkan kriteria

inklusif maka diperoleh jumlah sampel.

Jumlah sampel yang didapatkan

kemudian diminta untuk bersedia

menjadi responden dengan

menandatangani surat pernyataan

kesediaan menjadi responden.

Pada tahap pelaksanaan, setiap

sampel diukur intensitas nyerinya

dengan alat Visual Analogue Scale

sebagai data pre test. Kemudian

responden yang masuk kedalam

kelompok perlakuan I diberikan

perlakuan Contract Relax Stretching

dosis yang ditetapkan, sedangkan

responden yang masuk kedalam

kelompok perlakuan II diberikan

perlakua Strain-Conterstrain sesuai dosis

Page 29: Beda Pengaruh Contract Relax Stretching Dengan Strain-counterstrain Technique Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Sindrome Piriformis

Jurnal Fisioterapi Makassar

Risal, 2010. D4 fisioterapi

29

yang ditetapkan. Setelah itu, pada akhir

penelitian diukur kembali intensitas

nyerinya dengan Visual Analogue Scale

sebagai data post test.

Data yang diperoleh kemudian

dianalisis dengan menggunakan Uji

Wilcoxon dan Uji Mann-Whitney

kemudian dipaparkan dalam bentuk tabel

dan narasi.

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

1. Karakteristik Responden

Populasi dalam penelitian ini

adalah semua pasien yang menderita

sindrome piriformis yang datang

berobat di Poli Fisioterapi RSUP. Dr.

Wahidin Sudirohusodo Makassar.

Berdasarkan kriteria inklusi untuk

pangambilan responden maka

diperoleh jumlah responde sebanyak

20 orang.

Jumlah responden tersebut

dikelompokkan dalam 2 kelompok

responden yaitu kelompok I sebanyak

10 orang dengan teknik Contract

Relax Stretching sedangkan keompok

II sebanyak 10 orang dengan teknik

Strain-Counterstran. Teknik Contract

Relax Stretching diberikan sebanyak

12 kali selama 6 minggu, sedangkan

Strain-Counterstrain diberikan

sebanyak 12 kali selama 6 minggu.

Alat ukur yang digunakan adalah

Visual Analogue Scale (VAS).

Dalam karakteristik responden

akan ditampilkan distribusi responden

berdasarkan kelompok usia dan jenis

kelamin.

Tabel 5.1

Distribusi Responden Berdasarkan

Kelompok Usia

Dan Jenis Kelamin pada Kelompok

Perlakuan I dan Perlakuan II

Karateristik

Responden

Perlakuan

I

Perlakuan

II

n % n %

Kelompok

usia :

30 – 36 tahun

37 – 42 tahun

43 – 49 tahun

50 – 56 tahun

> 57 tahun

0

3

2

3

2

0

30

20

30

20

1

1

2

3

3

10

10

20

30

30

Jenis kelamin

:

Laki – laki

Perempuan

4

6

40

60

3

7

30

70

Jumlah 10 100 10 100

Page 30: Beda Pengaruh Contract Relax Stretching Dengan Strain-counterstrain Technique Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Sindrome Piriformis

Jurnal Fisioterapi Makassar

Risal, 2010. D4 fisioterapi

30

Berdasarkan tabel diatas

menunjukkan distribusi responden

berdasarkan kelompok usia dan jenis

kelamin baik kelompok perlakuan I

dan kelompok perlakuan II. Pada

kelompok perlakuan I menunjukkan

bahwa paling banyak responden yang

berusia 37 – 42 tahun dan 50 – 56

tahun yaitu 3 orang (30%), serta lebih

banyak sampel perempuan yaitu 6

orang (60%) daripada laki-laki yaitu 4

orang (40%).

Pada kelompok perlakuan II

menunjukkan bahwa paling banyak

responden yang berusia > 57 tahun

dan 50 – 56 tahun yaitu 3 orang

(30%), dan lebih banyak sampel

perempuan yaitu 7 orang (70%)

daripada laki-laki yaitu 3 orang

(30%).

2. Deskripsi data

Data analisis ini akan

ditampilkan rerata dan standar deviasi

dari intensitas nyeri pada pre test dan

post test dalam setiap kelompok

sampel. Lebih jelasnya dapat dilihat

pada tabel dibawah ini

Tabel 5.2

Distribusi Nilai Visual Analogue Scale

(VAS) antara

Pre test dan post test pada Kelompok

Perlakuan I dan Perlakuan II

Kondisi Nilai

Rerata

Standar

Deviasi n

Perlakuan I :

Pre test

Pos test

Selisih

7,570

5,310

2,260

0,408

0,499

0,259

10

Perlakuan II :

Pre test

Post test

Selisih

7,130

4,570

2,560

0,305

0,427

0,283

10

Berdasarkan tabel diatas

terlihat adanya perubahan nilai

reta-rata dari pre test yaitu 7,570 ±

0,408 ke pos test 5,310 ± 0,499

dengan selisih 2,260 + 0,259 pada

kelompok perlakuan I. Perubahan

tersebut menunjukkan adanya

penurunan nyeri sebesar 2,260.

Dengan demikian pemberian

Contract Relax Stretching dapat

menghasilkan penurunan nyeri

pada penderita sindrome

pirifoemis dengan rata-rata

penurunan nyeri sebesar 2,260.

Page 31: Beda Pengaruh Contract Relax Stretching Dengan Strain-counterstrain Technique Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Sindrome Piriformis

Jurnal Fisioterapi Makassar

Risal, 2010. D4 fisioterapi

31

Pada kelompok perlakuan

II, terlihat adanya perubahan nilai

rata-rata dari pre test 7,130 ±

0,305 ke pos test 4,570 ± 0,427

dengan selisih 2,560 + 0,283.

Perubahan tersebut menunjukkan

adanya penurunan nyeri sebesar

2,560. Dengan demikian

pemberian teknik Strain-

Counterstrain dapat menghasilkan

penurunan nyeri pada penderita

sindrome piriformis dengan rata-

rata penurunan nyeri sebesar

2,560.

Tabel 5.3

Distribusi Nilai Selisih VAS antara

Kelompok Perlakuan I

Dan Kelompok Perlakuan II

Kelompok

Responden

Nilai

Rerata

Standar

Deviasi n

Perlakuan

I

Perlakuan

II

2,260

2,560

0,259

0,283 10

Tabel diatas menunjukkan

nilai rerata dan standar deviasi

pada nilai selisih VAS pada

kelompok perlakauan I dan

kelompok perlakuan II. Nilai

rerata selisih VAS pada kelompok

perlakuan II yaitu 2,560 ± 0,283

lebih besar daripada nilai rerata

selisih VAS pada kelompok

perlakuan I yaitu 2,260 ± 0,259.

Hal ini menunjukkan bahwa

pemberian Strain-Counterstrain

dapat menghasilkan penurunan

nyeri yang lebih besar yaitu 2,560

daripada pemberian Contract

Relax Stretching yaitu 2,260.

3. Analisa Data

Dalam analisis ini akan

ditampilkan hasil Uji Wilcoxon dan

Mann-Whitney pada kelompok

perlakuan I dan kelompok perlakuan

II. Lebih jelasnya dapat dilihat pada

tabel dibawah ini.

Tabel 5.4

Hasil Analisis Uji Wilcoxon pada

kelompok perlakuan I

Kondis

i n

Ranks Z Sig

-Ranks +Ranks Ties

Pre test 10 10 0 0

-2,8

09

0,005 Pos test 10

Tabel di atas menunjukkan

hasil analisis Uji Wilcoxon yaitu

Page 32: Beda Pengaruh Contract Relax Stretching Dengan Strain-counterstrain Technique Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Sindrome Piriformis

Jurnal Fisioterapi Makassar

Risal, 2010. D4 fisioterapi

32

diperoleh nilai Z sebesar 2,809

dengan nilai p = 0,005 (p < 0,05)

yang berarti bahwa ada perbedaan

yang bermakna antara nilai VAS pre

test dan nilai VAS post test setelah

diberikan perlakuan. Hal ini

menunjukkan bahwa pemberian

Contract Relax Stretching dapat

memberikan pengaruh yang bermakna

terhadap penurunan nyeri pada

penderita sindrome piriformis di

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

Makassar. Berdasarkan nilai Ranks

menunjukkan nilai 10 pada negatif

Ranks yang berarti bahwa semua

responden mengalami penurunan

nyeri setelah diberikan Contract Relax

Stretching.

Tabel 5.5

Hasil Analisis Uji Wilcoxon pada

kelompok perlakuan II

Kondisi

n

Ranks

Z Sig -Ranks

+Ranks Ties

Pre test 10 10 0 0 -2,807

0,005 Pos test 10

Tabel diatas menunjukkan

hasil analisis Uji Wilcoxon yaitu

diperoleh nilai Z adalah 2,807 dengan

nilai p = 0,005 (p < 0,05) yang berarti

ada perbedaan yang bermakna antara

nilai VAS pre test dan nilai VAS post

test setelah diberikan perlakuan. Hal

ini menunjukkan bahwa pemberian

Strain-Counterstrain dapat

memberikan pengaruh yang bermakna

terhadap penurunan nyeri pada

penderita sindrome piriformis di

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

Makassar. Berdasarkan nilai Ranks

menunjukkan nilai 10 pada negatif

Ranks yang berarti bahwa semua

responden mengalami penurunan

nyeri setelah diberikan Strain-

Counterstrain.

Tabel 5.6

Hasil Analisis Uji Mann-Whitney

antara

Kelompok Perlakuan I dan

Kelompok Perlakuan II

Tabel diatas menunjukkan

hasil Uji Mann-Whitney yaitu

diperoleh nilai U sebesar 20,500

K. Responden n Rerata

Selisih S D U p

K.Perlakuan I

K. Perlakuan II

10

10

2.260

2.560

0.259

0.283 20.500 0,025

Page 33: Beda Pengaruh Contract Relax Stretching Dengan Strain-counterstrain Technique Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Sindrome Piriformis

Jurnal Fisioterapi Makassar

Risal, 2010. D4 fisioterapi

33

dengan nilai p = 0,025 < 0,05 yang

berarti bahwa ada perbedaan

pengaruh yang bermakna antara

selisih VAS kelompok perlakuan I

dengan selisih VAS kelompok

perlakuan II. Hal ini menunjukkan

bahwa ada perbedaan yang bermakna

antara pemberian Contract Relax

Stretching dengan Strain-

Counterstrain terhadap penurunan

nyeri pada penderita sindrome

piriformis. Jika dilihat dari nilai rerata

menunjukkan adanya perbedaan yaitu

nilai rerata kelompok perlakuan II

lebih besar yaitu 2.560 daripada nilai

rerata kelompok perlakuan I yaitu

sebesar 2,260. Hal ini menunjukkan

bahwa Strain-Counterstrain dapat

menghasilkan penurunan nyeri yang

lebih besar secara bermakna daripada

Contract Relax Stretching. Dengan

demikian, pemberian Strain-

Counterstrain lebih efektif dalam

menurunkan nyeri daripada Contract

Relax Stretching.

A. PEMBAHASAN

1. Karakteristik Responden

Syndrome piriformis

merupakan kompresi yang reversible

pada saraf sciatic oleh otot piriformis.

Kondisi ini dapat menyebabkan nyeri

yang dalam dan hebat pada daerah

bokong, dengan radiasi nyeri sampai

ke daerah tungkai.

Hasil penelitian diatas

menunjukkan bahwa penderita

syndrome piriformis yang berkunjung

di Poli Fisioterapi RSUP. Dr.

Wahidin Sudirohusodo Makassar

adalah paling banyak kelompok usia

37 – 42 tahun dan 50 – 56 tahun,

sedangkan kelompok perlakuan II

paling banyak kelompok usia > 57

tahun dan 50 – 60 tahun. Hal ini

menunjukkan bahwa syndrome

piriformis umumnya menyerang pada

usia 37 tahun keatas. Pada usia 37

tahun keatas sudah terjadi penurunan

anatomi dan fungsi otot seperti

penurunan elatisitas dan fleksibilitas

Page 34: Beda Pengaruh Contract Relax Stretching Dengan Strain-counterstrain Technique Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Sindrome Piriformis

Jurnal Fisioterapi Makassar

Risal, 2010. D4 fisioterapi

34

otot. Disamping itu, kondisi ini lebih

banyak disebabkan oleh makrotrauma

dan/atau mikrotrauma. Penyebab

makrotrauma adalah trauma langsung

pada otot piriformis seperti jatuh

terduduk, sedangkan penyebab

mikrotrauma adalah adanya repetitif

trauma pada otot piriformis yang

berhubungan dengan overuse atau

trauma minor yang berulang-ulang

seperti berjalan atau berlari dengan

jarak yang jauh, atau sering duduk

diatas permukaan yang keras (Samir

Mehta et al, 2006). Jika otot

piriformis telah mengalami penurunan

fleksibilitas maka otot ini mudah

mengalami cidera atau lesi akibat

overuse atau repetitif trauma sehingga

mudah terjadi sindrome piriformis.

Kemudian dari segi jenis

kelamin, baik kelompok perlakuan I

maupun kelompok perlakuan II lebih

banyak perempuan yang mengalami

syndrome piriformis daripada laki-

laki. Hal ini berkaitan dengan sudut

otot Quadriceps femoris (Q angle)

yang lebih lebar pada wanita (os

coxae-pelvis yang lebar)

dibandingkan dengan laki-laki (Lori

A. Bayajian et al, 2007). Berdasarkan

penelitian Samir Mehta et al (2006),

sindrome piriformis lebih banyak

terkena pada perempuan daripada

laki-laki dengan rasio 6 : 1.

2. Pengaruh Contract Relax Stretching

Terhadap Penurunan Nyeri

Berdasarkan hasil penelitian

menunjukkan bahwa pemberian

Contract Relax Stretching dapat

menghasilkan penurunan nyeri secara

bermakna pada penderita syndrome

piriformis dengan rata-rata penurunan

nyeri sebesar 2,260.

Sindrome piriformis umumnya

menimbulkan problem nyeri dan

spasme pada otot piriformis. Kondisi

spasme ini bisa menyebabkan

kompresi pada saraf ischiadicus

sehingga menimbulkan nyeri sciatica

atau dikenal dengan ischialgia.

Page 35: Beda Pengaruh Contract Relax Stretching Dengan Strain-counterstrain Technique Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Sindrome Piriformis

Jurnal Fisioterapi Makassar

Risal, 2010. D4 fisioterapi

35

Contract Relax Stretching

merupakan salah satu teknik PNF

yang bertujuan untuk menurunkan

nyeri dan spasme atau ketegangan

otot, serta memanjangkan otot.

Adanya efek autogenic inhibisi yang

dihasilkan oleh teknik ini dapat

menyebabkan otot mengalami

relaksasi. Kontraksi yang maksimal

dari otot yang spasme/tightness

diikuti dengan relaksasi pasca

kontraksi akan menghasilkan respon

autogenic inhibisi sehingga otot yang

spasme/tightness dapat mencapai

relaksasi sempurna. Kemudian,

penambahan stretching setelah

kontraksi akan menghasilkan efek

terapeutik yang lebih besar yaitu

penurunan ketegangan otot dan

pemanjangan otot. Pada saat

diberikan stretching terjadi

rangsangan pada golgi tendon organ

dan muscle spindle yang dipersarafi

oleh serabut saraf bermyelin tebal

(proprioceptor). Aktivitas dari serabut

saraf bermyelin tebal akan

menginhibisi aktivitas nosisensorik

yang kemudian menginhibisi

ketegangan otot patologis

(spasme/tightmess) yang terjadi pada

otot. Penurunan spasme/tightness

pada otot dapat menghasilkan

pemanjangan pada komponen elastis

otot yang paralel (sarkomer).

Hal ini terbukti dari hasil uji

wilcoxon yang menunjukkan bahwa

pemberian teknik Contract Relax

Stretching dapat memberikan

pengaruh yang bermakna terhadap

penurunan nyeri pada penderita

syndrome piriformis.

3. Pengaruh Strain-Counterstrain

Terhadap Penurunan Nyeri

Hasil penelitian menunjukkan

bahwa pemberian Strain-

Counterstrain menghasilkan

penurunan nyeri secara bermakna

pada penderita syndrome piriformis

dengan rata-rata penurunan nyeri

sebesar 2,560.

Page 36: Beda Pengaruh Contract Relax Stretching Dengan Strain-counterstrain Technique Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Sindrome Piriformis

Jurnal Fisioterapi Makassar

Risal, 2010. D4 fisioterapi

36

Telah dijelaskan diatas bahwa

sindrome piriformis dapat

menimbulkan nyeri pinggang dan/atau

ischialgia. Problematik yang

ditimbulkan berasal dari

spasme/tightness otot piriformis yang

dapat memberikan kompresi atau iritasi

pada saraf ischiadicus. Strain-

Counterstrain merupakan teknik

untuk menurunkan nyeri spinal

dan/atau nyeri sendi lainnya dengan

memposisikan sendi secara pasif

kedalam posisi yang menimbulkan

rasa paling enak, atau suatu teknik

penurunan nyeri melalui penurunan

dan penahanan aktivitas propriceptor

yang kurang tepat secara terus

menerus. Pada kondisi otot,

penurunan nyeri dilakukan dengan

memposisikan otot dalam posisi

relaks memendek yang menghasilkan

penurunan nyeri.

Strain-Counterstrain dapat

memberikan manfaat melalui

pengaturan kembali secara automatik

pada muscle spindle, yang dapat

membantu melaporkan panjang dan

tonus otot. Proses ini hanya terjadi

ketika muscle spindle dalam posisi

mengenakkan, dan biasanya

menghasilkan penurunan tonus yang

berlebihan dan pelepasan spasme.

Pemberian posisi yang nyaman atau

enak dipertahankan selama 90 – 120

detik sehingga secara spontan

seringkali terjadi penurunan nyeri.

Aplikasi tekanan jari-jari tangan

secara menetap pada lokasi tender

point selama 90 detik disertai dengan

pemberian posisi yang nyaman akan

menghasilkan penurunan nyeri

melalui mekanisme neurologis

resetting dan aliran sirkulasi dari

jaringan iskemik sebelumnya.

Mekanisme tersebut dapat

menghasilkan penurunan nyeri yang

bermakna. Hal ini terbukti dari hasil

uji wilcoxon yang menunjukkan

bahwa pemberian Strain-

Counterstrain dapat memberikan

pengaruh yang bermakna terhadap

Page 37: Beda Pengaruh Contract Relax Stretching Dengan Strain-counterstrain Technique Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Sindrome Piriformis

Jurnal Fisioterapi Makassar

Risal, 2010. D4 fisioterapi

37

penurunan nyeri pada penderita

syndrome piriformis.

4. Beda Pengaruh antara Contract Relax

Stretching dengan Strain-

Counterstrain terhadap penurunan

nyeri.

Hasil penelitian menunjukkan

adanya perbedaan pengaruh antara

Contract Relax Stretching dengan

Strain-Counterstrain terhadap

penurunan nyeri pada penderita

syndrome piriformis. Hal ini

menunjukkan bahwa Strain-

Counterstrain dapat menghasilkan

penurunan nyeri yang lebih besar

secara bermakna daripada Contract

Reax Stretching pada syndrome

piriformis.

Strain-Counterstrain

merupakan teknik manipulasi yang

menerapkan teknik ischemic

compression yang disertai dengan

pemberian posisi nyaman pada

jaringan yang patologis. Keadaan ini

menyebabkan stimulasi pada muscle

spindle otot yang mengalami spasme

sehingga menghasilkan aktivasi

proprioseptor yang mempersarafi

muscle spindle. Aktivitas

proprioseptor akan menginhibisi

impuls nosisensorik yang sebelumnya

aktif karena adanya patologi

spasme/tightness. Disamping itu,

rangsangan terhadap muscle spindle

menyebabkan terjadinya relaksasi

secara refleks pada otot yang spasme.

Kemudian, teknik ischemic

compression pada lokasi tender point

otot piriformis dapat menghasilkan

aliran sirkulasi yang meningkat

setelah kompresi dilepas. Disamping

itu, tekanan yang menetap pada tender

point tersebut dapat menghasilkan

hambatan impuls nosisensorik

sehingga saat kompresi dilepaskan

timbul rasa nyaman (nyeri berkurang)

setelah beberapa menit (Leon

Chaitow, 2003).

Berbeda dengan efek Contract

Relax Stretching yang menghasilkan

Page 38: Beda Pengaruh Contract Relax Stretching Dengan Strain-counterstrain Technique Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Sindrome Piriformis

Jurnal Fisioterapi Makassar

Risal, 2010. D4 fisioterapi

38

efek autogenic inhibisi yaitu saat

dirangsang terjadi kontraksi maksimal

pada otot yang spasme/tightness maka

akan diikuti dengan relaksasi pada

otot tersebut. Pencapaian relaksasi

akan terjadi secara maksimal saat

diberikan stretching pasca kontraksi

otot. Hal ini yang menghasilkan

penurunan spasme/tightness pada otot

piriformis yang kemudian

menghasilkan penurunan nyeri.

Dengan melihat efek kedua

teknik tersebut maka Strain-

Counterstrain memiliki efek yang

lebih besar karena menimbulkan

stimulus pada muscle spindle dan

memberikan hambatan impuls

nosisensorik sehingga menghasilkan

penurunan nyeri yang lebih besar

secara bermakna dibandingkan

dengan Contract Relax Stretching,

sesuai dengan hasil penelitian ini.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka

peneliti dapat menyimpulkan sebagai

berikut :

1. Pemberian Contract Relax Stretching

dapat memberikan pengaruh yang

bermakna terhadap penurunan nyeri

pada penderita sindrome piriformis.

2. Pemberian Strain-Counterstrain dapat

memberikan pengaruh yang bermakna

terhadap penurunan nyeri pada

penderita sindrome piriformis.

3. Pemberian Strain-Counterstrain

dapat menghasilkan penurunan nyeri

yang lebih besar secara bermakna

daripada Contract Relax Stretching

pada penderita syndrome piriformis

sehingga dapat dikatakan bahwa

Strain-Counterstrain lebih efektif

dalam menghasilkan penurunan nyeri

daripada Contract Relax Stretching.

SARAN-SARAN

1. Disarankan kepada laki-laki maupun

perempuan sebelum melakukan

aktifitas terlebih dahulu melakukan

Page 39: Beda Pengaruh Contract Relax Stretching Dengan Strain-counterstrain Technique Terhadap Penurunan Nyeri Pada Penderita Sindrome Piriformis

Jurnal Fisioterapi Makassar

Risal, 2010. D4 fisioterapi

39

penguluran pada otot piriformis agar

otot lebih siap bekerja.

2. Disarankan kepada fisioterapis di

Rumah Sakit atau dilahan praktek

agar menggunakan intervensi Strain-

Counterstrain sebagai modalitas

utama untuk menurunkan nyeri pada

penderita sindrome piriformis

3. Disarankan kepada fisioterapis di

Rumah Sakit atau dilahan praktek

agar mengkombinasikan intervensi

Strain-Counterstrain dengan Contract

Relax Stretching sebagai modalitas

terpilih untuk menurunkan nyeri pada

penderita sindrome piriformis.

DAFTAR PUSTAKA 1. Carolyn Kisner, Lynn Allen Colby, 1996.

Therapeutic Exercise Foundations And

Techniques, Third Edition, F.A. Davis

Company, Philadelphia

2. Diana Samara, 2003. Duduk Lama Dapat

Sebabkan Nyeri Pinggang, Kompas,

Jakarta

(http://digilib.litbang.depkes.co.id,

diakses 26 April 2010).

3. Kelly Redden, 2009. Piriformis Syndrome :

the other great imitator, Resident Grand

Rounds.

4. Leon Chaitow, 2003. Neuro-muscular

Technique A Practitioner’s Guide to Sof

Tissue Manipulation, Thorsons Publishers

Limited, Wellingborough.

5. Loren M. Fishman, 2009. Piriformis

Syndrome, Article, Humana Press Inc,

Totowa, New York.

6. Lori A. Boyajian et al, 2007. Diagnosis and

Management of Piriformis Syndrome : An

Osteopathic Approach, Review Article,

Vol. 108.

7. Mahar Mardjono and Priguna Sidharta,

2008. Neurologi Klinis Dasar, PT. Dian

Rakyat, Jakarta.

8. Nancy Hamilton, Kathryn Luttgens,

Kinesiology Scientific Basis of Human

Motion, Mc Graw Hill, New York, 2002.

9. Nathan L, 2008. Strain/Counterstrain, Uhl

Publications,

http://www.brainybetty.com, acces at

April, 23, 2010.

10. Nugroho D.S., Neurofisiologi Nyeri dari

Aspek Kedokteran (Makalah disampaikan

pada Pelatihan Penatalaksanaan

Fisioterapi Komprehensif Pada Nyeri),

Surakarta, 7 – 10 Maret 2001.

11. Samir Mehta et al, 2006. Piriformis

Syndrome, Article Extra-Spinal Disorders,

Slipman.

12. Sara Douglas, 2002. Sciatic Pain and

Piriformis Syndrome,

http://Gateway/d/Kalindra/

piri_np.htm, acces at March, 30, 2010.

13. Soekidjo Notoatmodjo, 2002. Metode

Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta,

Jakarta.

14. Sugijanto, 2009. Introduksi Manual Spine,

(Disampaikan pada Kuliah Program D.IV

Fisioterapi Makassar), Makassar, 18 – 20

Juni 2009.

15. Sugiyono, 2007. Statistika Untuk

Penelitian, CV. Alfabeta, Bandung.

16. Wikipedia, 2010. Piriformis Syndrome,

http://en.wikipedia.org/wiki/Piriformis

_ syndrome, acces at March, 30, 2010.