13
Prosiding Pertemuan Ilmiah Nasional Penelitian & Pengabdian Masyarakat (PINLITAMAS 1) Dies Natalis ke-16 STIKES Jenderal Achmad Yani Cimahi PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 | ISSN 2654-5411 BERMAIN ORIGAMI MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK RETARDASI MENTAL SEDANG Dwi Hastuti, Khrisna Wisnu Sakti, Citra Rahmawati Program Studi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Cimahi [email protected] ABSTRAK Tahun 2011, terdapat 30.400 anak mengalami penurunan fungsi intelektual dibawah 70 di Indonesia dan Provinsi Jawa Barat menduduki peringkat pertama dengan berkisar 15,41%. Tahun 2017, sekitar 65% anak mengalami penurunan fungsi intelektual di Kabupaten Cianjur dan sebagian anak yang disebut retardasi mental tergolong kategori sedang. Anak retardasi mental sedang merupakan kondisi anak dengan penurunan fungsi intelektual (IQ) 36-51 yang memiliki kelemahan dalam kemampuan motorik halus. Pemberian terapi bermain origami merupakan stimulasi tepat untuk menggerakkan tangan dan jari dan menciptakan gerakan halus tetapi guru kelas di SLB BC Purnama Cipanas Kabupaten Cianjur belum menerapkan terapi permainan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui terapi bermain origami terhadap kemampuan motorik halus pada anak retardasi mental sedang di SLB BC Purnama Cipanas Kabupaten Cianjur. Rancangan penelitian menggunakan pra eksperimen dengan one group pre test post test design. Jumlah sampel sebanyak 15 responden dengan teknik total sampling pada anak SDLB kelas III-VI. Intervensi perlakuan dilakukan selama 30 menit dalam 12 kali pertemuan,dengan dilakukan pre test sebelum perlakuan dan post test setelah perlakuan. Hasil uji T dependent menunjukkan skor rata-rata hasil kemampuan motorik halus pada pra test adalah 1,33 sedangkan pada post adalah 2,24 sehingga terdapat pengaruh terapi bermain origami terhadap kemampuan motorik halus (p 0,001). Disarankan agar pihak sekolah menerapkan terapi bermain origami sebagai pengembangan untuk mengoptimalkan kemampuan motorik halus pada anak retardasi mental sedang. Kata kunci : Origami, Motorik Halus, Retardasi Mental Sedang ABSTRACT In 2011, there were 30,400 children decreased intellectual function below 70 in Indonesia and West Java Province ranked first with 15.41% range. In 2017, approximately 65% of children decreased intellectual function in Cianjur and some children called mental retardation classified as a category is. Mentally retarded child was a child's condition with decreased intellectual functioning (IQ) 36-51 who have a weakness in fine motor skills. Origami play therapy is an appropriate stimulation to move the hand and fingers and create smoother motion but the class teacher in SLB BC Purnama Cipanas Cianjur district has not implemented the play therapy. This study aims to determine the therapeutic play origami on fine motor skills in children with mental retardation were in SLB BC Purnama Cipanas, Cianjur regency. The study design using pre experiment with one group pretest posttest design. The total sample of 15 respondents with a total sampling technique in children SDLB class III-VI. Treatment intervention carried out for 30 minutes in 12 meetings, conducted a pre-test and post-test before treatment after treatment. Dependent T test results showed an average score of fine motor skills results in pre-test was 1.33, while the post is 2.24 so that there is play therapy origami influence on fine motor skills (p 0.001). It is suggested that the school apply play therapy origami as to optimize the development of fine motor skills in children with mental retardation were. Keywords : Origami, Fine Motor Ability, Moderate Mental Retardation PENDAHULUAN WHO memperkirakan bahwa lebih dari 450 juta orang didunia mengalami retardasi mental dan akan meningkat pada tahun 2020. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sharma, et al. (2016) terhadap anak berusia 1- 10 tahun di Zona Goiter, India Selatan, ditemukan 91 anak dari total 5300 anak menderita retardasi mental. Pravelensi tertinggi lebih banyak pada kelompok usia 73- 120 bulan berkisar 3,3%, pada anak laki-laki Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Cimahi Halaman 169 Jl.Terusan Jenderal Sudirman Cimahi 40533 Tlp: 0226631622 - 6631624

BERMAIN ORIGAMI MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK …

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BERMAIN ORIGAMI MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK …

Prosiding Pertemuan Ilmiah Nasional Penelitian & Pengabdian Masyarakat (PINLITAMAS 1) Dies Natalis ke-16 STIKES Jenderal Achmad Yani Cimahi PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 |

Oktober 2018 | ISSN 2654-5411

BERMAIN ORIGAMI MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS

ANAK RETARDASI MENTAL SEDANG

Dwi Hastuti, Khrisna Wisnu Sakti, Citra Rahmawati Program Studi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Cimahi

[email protected]

ABSTRAK Tahun 2011, terdapat 30.400 anak mengalami penurunan fungsi intelektual dibawah 70 di Indonesia dan

Provinsi Jawa Barat menduduki peringkat pertama dengan berkisar 15,41%. Tahun 2017, sekitar 65% anak

mengalami penurunan fungsi intelektual di Kabupaten Cianjur dan sebagian anak yang disebut retardasi

mental tergolong kategori sedang. Anak retardasi mental sedang merupakan kondisi anak dengan penurunan fungsi intelektual (IQ) 36-51 yang memiliki kelemahan dalam kemampuan motorik halus. Pemberian terapi

bermain origami merupakan stimulasi tepat untuk menggerakkan tangan dan jari dan menciptakan gerakan

halus tetapi guru kelas di SLB BC Purnama Cipanas Kabupaten Cianjur belum menerapkan terapi permainan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui terapi bermain origami terhadap kemampuan motorik

halus pada anak retardasi mental sedang di SLB BC Purnama Cipanas Kabupaten Cianjur. Rancangan

penelitian menggunakan pra eksperimen dengan one group pre test post test design. Jumlah sampel sebanyak

15 responden dengan teknik total sampling pada anak SDLB kelas III-VI. Intervensi perlakuan dilakukan selama 30 menit dalam 12 kali pertemuan,dengan dilakukan pre test sebelum perlakuan dan post test setelah

perlakuan. Hasil uji T dependent menunjukkan skor rata-rata hasil kemampuan motorik halus pada pra test

adalah 1,33 sedangkan pada post adalah 2,24 sehingga terdapat pengaruh terapi bermain origami terhadap kemampuan motorik halus (p 0,001). Disarankan agar pihak sekolah menerapkan terapi bermain origami

sebagai pengembangan untuk mengoptimalkan kemampuan motorik halus pada anak retardasi mental sedang.

Kata kunci : Origami, Motorik Halus, Retardasi Mental Sedang

ABSTRACT

In 2011, there were 30,400 children decreased intellectual function below 70 in Indonesia and West Java Province ranked first with 15.41% range. In 2017, approximately 65% of children decreased intellectual

function in Cianjur and some children called mental retardation classified as a category is. Mentally

retarded child was a child's condition with decreased intellectual functioning (IQ) 36-51 who have a weakness in fine motor skills. Origami play therapy is an appropriate stimulation to move the hand and

fingers and create smoother motion but the class teacher in SLB BC Purnama Cipanas Cianjur district has

not implemented the play therapy. This study aims to determine the therapeutic play origami on fine motor

skills in children with mental retardation were in SLB BC Purnama Cipanas, Cianjur regency. The study design using pre experiment with one group pretest posttest design. The total sample of 15 respondents with a

total sampling technique in children SDLB class III-VI. Treatment intervention carried out for 30 minutes in

12 meetings, conducted a pre-test and post-test before treatment after treatment. Dependent T test results showed an average score of fine motor skills results in pre-test was 1.33, while the post is 2.24 so that there

is play therapy origami influence on fine motor skills (p 0.001). It is suggested that the school apply play

therapy origami as to optimize the development of fine motor skills in children with mental retardation were.

Keywords : Origami, Fine Motor Ability, Moderate Mental Retardation

PENDAHULUAN

WHO memperkirakan bahwa lebih dari

450 juta orang didunia mengalami retardasi

mental dan akan meningkat pada tahun 2020.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Sharma, et al. (2016) terhadap anak berusia 1-

10 tahun di Zona Goiter, India Selatan,

ditemukan 91 anak dari total 5300 anak

menderita retardasi mental. Pravelensi

tertinggi lebih banyak pada kelompok usia 73-

120 bulan berkisar 3,3%, pada anak laki-laki

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Cimahi Halaman 169

Jl.Terusan Jenderal Sudirman – Cimahi 40533 Tlp: 0226631622 - 6631624

Page 2: BERMAIN ORIGAMI MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK …

Bermain Origami Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Anak Retardasi Mental Sedang

berkisar 1,6% serta anak berstatus kelas

menengah bawah di perdesaan berkisar 2%.

Di Indonesia, anak yang mengalami retardasi

mental pada tahun 2011 berjumlah 30.400

anak dari 8,3 juta anak yang mengalami

disabilitas. Menurut Riskesdas tahun 2010,

pravelensi anak retardasi mental berusia 24-59

bulan berkisar 0,14% (Kemenkes, 2011). Dari

33 provinsi tercatat 14 provinsi yang memiliki

pravelensi anak retardasi mental tertinggi.

Salah satunya adalah provinsi Jawa Barat

yang menduduki peringkat pertama dengan

berkisar 15,41% (Kemenkes, 2014). Di

Kabupaten Cianjur, ada 418 orang yang

mengalami retardasi mental dan 27 orang

berasal dari Kecamatan Cipanas (BPS, 2017).

Anak retardasi mental merupakan kondisi

dimana perkembangan kecerdasannya

mengalami hambatan sehingga tidak mencapai

tahap perkembangan optimal. Anak dapat

diklasifikasikan ke dalam golongan yaitu

retardasi mental ringan yang masih dapat

belajar secara akademik, retardasi mental

sedang yang dapat didik mengurus diri sendiri

dan retardasi mental berat yang membutuhkan

bantuan perawatan total (Somantri, 2012).

Anak dengan keterbatasan dalam kemampuan,

memiliki masalah belajar yang disebabkan

adanya hambatan perkembangan inteligensi,

mental, emosi, sosial dan fisik. Keterbatasan

kemampuan mengacu pada kondisi tertentu

dengan adanya penurunan intelegensi dan

fungsi adaptif yang disebabkan oleh

keabnormalan genetik, kerusakan pada otak

sebelum atau saat dilahirkan dan kemunduran

fungsi otak pada masa anak-anak(Delphie,

2012). Anak ini dapat dikategorikan sebagai

anak berkebutuhan khusus yang disebut

retardasi mental.

Anak retardasi mental sedang sangat sulit

bahkan tidak dapat belajar secara akademik

seperti belajar menulis, membaca, dan berhitung

walaupun mereka masih dapat menulis secara

sosial, misalnya menulis namanya sendiri,

alamat rumahnya dan lain-lain. Tetapi masih

dapat dididik mengurus diri,

seperti mandi, berpakaian, makan, minum,

mengerjakan pekerjaan rumah tangga

sederhana seperti menyapu, membersihkan

parabot rumah tangga, dan sebagainya. Dalam

kehidupan sehari-hari, anak retardasi mental

sedang membutuhkan pengawasan terus-

menerus (Somantri, 2012). Davison, Neale

dan Kring (2014) mengemukakan ada sekitar

10% dari mereka memiliki IQ kurang dari 70

diklasifikasi dalam kelompok retardasi mental

sedang. Orang yang mengalami retardasi

mental sedang dapat memiliki kelemahan fisik

dan fungsi neurologis yang menghambat

keterampilan motorik yang normal.

Kemampuan motorik halus merupakan

koordinasi halus pada otot-otot kecil yang

memainkan suatu peran utama. Suatu

keterampilan menulis huruf “a” merupakan

serangkaian beratus-ratus koordinasi syaraf otot.

Pergerakan terampil adalah proses yang sangat

kompleks. Variasi perkembangan motorik halus

mencerminkan kemauan dan kesempatan

individu untuk belajar. Anak yang jarang

menggunakan krayon, akan mengalami

keterlambatan pada perkembangan memegang

pensil (Soetjiningsih, 2015). Saputra (2005

dalam Fitrianita, 2016) mengemukakan bahwa

kemampuan motorik halus memiliki fungsi yaitu

alat untuk mengembangkan keterampilan gerak

kedua tangan, koordinasi kecepatan tangan

dengan gerakan mata, dan melatih penguasaan

emosi. Anak retardasi mental berbeda dengan

anak normal umumnya. Kondisi rendahnya IQ

pada anak retardasi mental yang menyebabkan

ketidakmampuan individu untuk belajar dan

beradaptasi terhadap tuntutan masyarakat atas

kemampuan yang dianggap normal. Hal tersebut

membuat anak retardasi mental mengalami

keterlambatan motorik halus (WHO, 1996

dalam Faisal, 2016).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan

oleh Ziliwu (2015) terhadap kemampuan

motorik halus pada anak retardasi mental di

SLB Karya Tulus, Deli Serdang, anak hanya

mampu melakukan satu komponen dibanding

PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 | Halaman 170

Page 3: BERMAIN ORIGAMI MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK …

Bermain Origami Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Anak Retardasi Mental Sedang

komponen lain dimana komponen pertama

yaitu melipat kertas sebanyak 26 anak dengan

presentase sekitar 72,2%, sedangkan komponen

kedua yaitu mewarnai berjumlah 12 anak

dengan presentase 33,3%. Kemampuan motorik

halus pada anak retardasi mental sangat perlu

dikembangkan karena memiliki potensi lebih

tinggi dibandingkan dengan kemampuan

lainnya. Bila kemampuan motorik halusnya

meningkat, memudahkan untuk melalui tahap

perkembangan selanjutnya (Santrock, 2011).

Stimulasi motorik halus harus diberikan secara

optimal karena akan mempengaruhi aspek

perkembangan lainnya seperti bahasa,

kemampuan sosial dan kepercayaan diri

(Yuniarti, 2015). Berdasarkan penelitian yang

dilakukan Lisnawati, Shabib dan Wijayanegara

(2014) terhadap 13 anak yang mengalami

retardasi mental sedang di SDLB Aisyiyah

Tasikmalaya, terdapat 7 anak mengalami

peningkatan dalam pengembangan potensi

kecerdasan setelah diberikan terapi bermain

dengan peningkatan 43%.

Bermain merupakan suatu aktivitas

dimana anak dapat melakukan atau

mempraktekkan keterampilan, memberikan

ekspresi terhadap pemikiran, menjadi kreatif,

serta mempersiapkan diri untuk berperan dan

berperilaku dewasa. Dengan bermain, anak

akan selalu mengenal dunia, mampu

mengembangkan kematangan fisik, emosional

dan mental sehingga akan membuat anak

tumbuh menjadi anak yang kreatif, cerdas dan

penuh inovatif (Hidayat, 2011).Perkembangan

motorik halus lebih melibatkan tangan sebagai

stimulus dalam melatih gerakan halusnya

sehingga perlu adanya permainan secara

mendidik. Jenis permainan yang dianjurkan

adalah kertas lipat (origami), menggambar dan

mewarnai, puzzle, teka-teki/tebak-tebakan,

alat permainan musik, buku cerita, majalah

dan game (Andriana, 2011). Maka salah satu

alat permainan yang akan dipilih dalam

penelitian ini adalah melipat (origami).

Origami merupakan seni melipat kertas

yang berasal dari Jepang dengan menggunakan

media kertas atau kain berbentuk persegi

empat. Origami ini dibuat dengan melibatkan

teknik tangan yang sangat teliti sehingga

menghasilkan nilai seni yang tinggi (Bachtiar,

2017). Pada dasarnya, origami merupakan

salah satu upaya untuk meningkat motorik

halus pada anak retardasi mental sedang

dengan pertimbangan bahwa mudah

dilakukan, bahan latihan mudah didapat, dan

dapat dilakukan dimanapun. Origami

mempunyai kelebihan dalam meningkatkan

kinerja otot untuk melakukan gerakan halus

yaitu ketepatan dalam memegang kertas

dengan posisi benar, koordinasi antara mata

dan tangan, melatih kekuatan dalan menekan

lipatan kertas dan kelembutan dalam

melakukan gerakan (Surmadiyah, 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Kusumastuti

(2014) terhadap 25 anak di RA Al Ikhlas Semarang, bahwa anak mengalami

peningkatan motorik halus setelah dilakukan

intervensi permainan origami dengan

pencapaian target sekitar 80%. Penelitian

Yolanda (2016) membuktikan bahwa media

origami dapat memberikan pengaruh pada

kelenturan jemari dan kekuatan otot jemari

tangan pada anak low vision di SDLB Negeri

A Citeureup yang mengalami peningkatan

30%.

Sekolah Luar Biasa (SLB) BC Purnama

Cipanas Kabupaten Cianjur merupakan salah

satu institusi pendidikan yang menangani anak

berkebutuhan khusus. Pada sekolah ini terapi

bermain belum diterapkan sebagai stimulasi

karena pembelajaran lebih mengarah pada

pendidikan formal. Guru hanya memberikan

tugas pada anak untuk dikerjakan dan apabila

anak tidak bisa, guru bertindak untuk

membimbing sampai anak itu bisa. Peran

perawat sebagai fasilitator perlu mendukung dan

mendorong anak untuk bermain sehingga

terciptanya proses interaksi dan stimulus dalam

tumbuh kembang anak. Perawat juga perlu

mengobservasi setiap perubahan perilaku,

memahami kebutuhan anak dan ikut serta dalam

interaksi permainan agar hasil yang

PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 | Halaman 171

Page 4: BERMAIN ORIGAMI MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK …

Bermain Origami Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Anak Retardasi Mental Sedang

didapat memberikan pengaruh pada proses

perkembangan anak. Tujuan penelitian ini

adalah mengetahui Bermain Origami Terhadap

METODE PENELITIAN

Rancangan penelitian adalah eksperimen

pre experimental. Penelitian pre experimental

digunakan untuk mengetahui efek perlakuan

atau intervensi pada individu atau kelompok

(Budiman, 2013). Penelitian ini menggunakan

desain One Group Pretest Postest dilakukan

untuk menguji perubahan yang terjadi setelah

adanya eksperimen tanpa ada kelompok

pembanding (kontrol) (Notoadmodjo, 2010).

Populasi dalam penelitian ini adalah anak

retardasi mental sedang kelas III-VI di SLB

BC Purnama berjumlah 15 responden. Tehnik

pengambilan sampel Non Probability

Sampling dengan teknik Total

sampling/Sampilng Jenuh yaitu teknik

penentuan sampel bila semua anggota

populasi digunakan sebagai sampel

(Sujarweni, 2014). Menurut Roscoe (1982,

dalam Sugiyono, 2017), ukuran sampel untuk

penelitian eksperimen yang sederhana

berjumlah 10-20 orang. Sampel yang

digunakan untuk penelitian ini berjumlah 15

responden. Instrumen penelitian ini

menggunakan lembar observasi kemampuan

motorik halus khusus anak retardasi mental

yang diambil dari GPI (Geddes Psychomotor

Inventory) (Delphie, 2012). Untuk terapi

bermain origami menggunakan SOP (Standar

Operasional Prosedur) (Yuniarti, 2015).

Metode pengumpulan data dalam penelitian

ini adalah observasidengan melakukan

pengamatan secara langsung untuk mencari

adanya pengaruh terapi bermain origami

terhadap kemampuan motorik halus pada anak

retardasi mental sedang. Penelitian ini dilakukan

sebanyak 1 kali pertemuan dengan durasi 30

menit selama 12 hari dan dilakukan test awal

dan akhir sebanyak 1 kali pertemuan. Terapi

bermain origami dilakukan dengan

Kemampuan Motorik Halus Pada Anak

Retardasi Mental Sedang di SLB BC Purnama

Cipanas Kabupaten Cianjur.

durasi yang sama dan dua kelompok yang

sama tetapi sesi waktu yang berbeda. Semua

anak yang dijadikan responden dibagi menjadi

2 kelompok kecil yaitu kelompok A terdiri

dari kelas 3 dan 4 sebanyak 8 orang

sedangkan kelompok B terdiri dari kelas 5 dan

6 sebanyak 7 orang. Setiap kelompok akan

dilakukan terapi bermain origami dengan sesi

waktu yang berbeda. Untuk kelompok A

mendapatkan sesi pertama dan kelompok B

mendapatkan sesi kedua. Terapi bermain

origami dilaksanakan setelah jam pelajaran

selesai. Peneliti dibantu oleh asisten untuk

membimbing dan mengawasi anak saat terapi

bermain origami berlangsung.

Pada hari ke-1 dilakukan penilaian

perkembangan motorik halus pada semua anak

retardasi mental sedang, hari ke-dua diberikan

intervensi terapi bermain origami dengan bentuk

gunung sebanyak 1 kali pertemuan dengan

durasi 30 menit. Hari ke-3 diberikan terapi

bermain origami yang kedua dengan bentuk

kepala tani. Hari ke-4 terapi bermain origami

dengan bentuk topi koki. Hari ke-5 terapi

bermain origami yang keempat dengan bentuk

perahu boat. Hari ke-6 terapi bermain origami

yang kelima dengan bentuk rumah. Hari ke-7

terapi bermain origami yang keenam dengan

bentuk kepala kucing. Hari ke-8 terapi bermain

origami yang ketujuh dengan bentuk pohon

cemara. Hari ke-9 terapi bermain origami yang

kedelapan dengan bentuk amplop. Hari ke-10

terapi bermain origami yang kesembilan dengan

bentuk figura matahari. Hari ke-11 terapi

bermain origami yang kesepuluh dengan bentuk

mahkota. Hari ke-12 terapi bermain origami

dengan bentuk kincir. Hari ke-13 terapi bermain

origami bentuk pesawat kertas. Pada hari ke-14,

PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 | Halaman 172

Page 5: BERMAIN ORIGAMI MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK …

Bermain Origami Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Anak Retardasi Mental Sedang

peneliti melakukan post test pada responden.

Seperti yang dilakukan pre test, post test ini

tetap menggunakan lembar observasi

kemampuan motorik halus dan dibantu 2

asisten untuk melakukan penilaian pada

responden satu persatu dan tiap observer

menilai 5 orang anak.

Analisa data untuk mengidentifikasi skor

rata-rata kemampuan motorik halus pada anak

HASIL PENELITIAN

retardasi mental sedang sebelum dan sesudah

dilakukan terapi bermain origami sehingga

dapat dilihat apakah distribusi normal atau

tidak. Peneliti melakukan uji normalitas

dengan parameter Shapiro-Wilk karena sampel

kurang dari 50. Setelah dilakukan uji

normalitas, diketahui nilai Sig pre test adalah

0,435 dan post test adalah 0,622. Analisa

bivariat menggunakan uji t Dependent.

Hasil penelitian menjelaskan terapi bermain origami terhadap kemampuan motorik halus pada anak

retardasi mental sedang di SLB BC Purnama Cipanas Kabupaten Cianjur pada 15 responden

dengan menggunakan analisa univariat dan bivariat

Skor Rata-Rata Kemampuan Motorik Halus Pada Anak Retardasi Mental Sebelum Dan

Sesudah Diberikan Terapi Bermain Origami

Tabel 1.1 Distribusi Skor Rata-Rata Perkembangan Motorik Halus

Test N Mean Std Deviation Min Max

Pre Test 15 1,33 0,690 0,13 2,63

Post Test 15 2,24 0,740 1,13 3,75

Hasil penelitian tabel 1.1 didapatkan skor

rata-rata kemampuan motorik halus anak

retardasi mental sedang sebelum diberikan

terapi bermain origami yaitu 1,33 dengan

standar deviasi 0,690 dimana skor terendah

adalah 0,13 dan tertinggi adalah. 1,13

Sedangkan nilai atau skor rata-rata

kemampuan motorik halus anak retardasi

mental sedang setelah diberikan terapi

bermain origami yaitu 2,24 dengan standar

deviasi 0,740 dimana skor terendah adalah

2,63 dan tertinggi adalah 3,75.

2. Pengaruh Terapi Bermain Origami Terhadap Kemampuan Motorik Halus

Tabel 2.2 Terapi Bermain Origami Terhadap Kemampuan Motorik Halus

Test N Mean Std Deviation Std Error

CI 95% pvalue Mean

Pre Test 15 1,33 0,690 0,178 (-1,064)-

0,001

(-0,770) Post Test 15 2,24 0,740 0,191

Hasil penelitian tabel 2.2 skor rata-rata

kemampuan motorik halus anak retardasi

mental sedang sebelum diberikan terapi

bermain origami yaitu 1,33 sedangkan nilai

atau skor rata-rata kemampuan motorik halus

anak retardasi mental sedang setelah diberikan

terapi bermain origami yaitu 2,24. Diketahui

selisih skor perkembangan motorik halus anak

sebelum pemberian terapi bermain origami

dengan setelah pemberian terapi bermain

PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 | Halaman 173

Page 6: BERMAIN ORIGAMI MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK …

Bermain Origami Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Anak Retardasi Mental Sedang

origami adalah antara (-1,064) sampai dengan

(-0,770).

Hasil uji statistik pvalue 0,001 ≤ α 0,05,

dapat disimpulkan terdapat perbedaan skor

rata-rata kemampuan motorik halus anak

PEMBAHASAN

Teori dari Davison, Neale dan Kring (2014)

menjelaskan anak retardasi mental sedang

memiliki fungsi intelektual (IQ) antara 35-40

hingga 50-55. Kerusakan otak dan berbagai

patologi lain membuat anak retardasi mental

sedang memiliki kelemahan fisik dan disfungsi

neurologis yang menghambat keterampilan

motorik halus seperti memegang dan mewarnai

di dalam garis. Hal ini sesuai hasil penelitian

Tabel 1.1 rata-rata kemampuan motorik halus

anak retardasi mental sedang sebelum diberikan

terapi bermain origami yaitu 1,33 dengan

standar deviasi 0,690 dimana skor terendah

adalah 0,13 dan tertinggi adalah 2,63. Setelah

dilakukan pre test terhadap 15 responden dengan

melibatkan 8 jenis kemampuan didapat hasil

yang menunjukkan bahwa 53% anak tidak

mampu melakukan dan 60% anak mampu

melakukan dengan bantuan penuh sedangkan

86% anak mampu melakukan dengan mandiri

hanya 1 jenis kemampuan yaitu mewarnai. Hal

ini didasari bahwa setiap pembelajaran guru

selalu memberikan tugas untuk mewarnai

bidang tertentu bahkan pihak sekolah

memberikan satu hari untuk melatih kemampuan

motorik halus mereka melalui mewarnai.

Hasil penelitian ini diperkuat dengan

penelitian Ziliwu (2015) mengenai gambaran

kemampuan motorik halus pada anak retardasi

mental sedang bahwa anak hanya dapat mampu

melakukan 1 jenis kemampuan dari 2 jenis

kemampuan yang diujikan karena anak sudah

terampil dalam jenis kemampuan tersebut

dibanding dengan jenis kemampuan yang satu

lagi. Hal ini dapat menyebabkan kemampuan

motorik halus tidak berjalan secara optimal.

Berdasarkan hasil penelitian dapat

retardasi mental sedang sebelum dan setelah

diberikan terapi bermain origami, sehingga

terdapat pengaruh terapi bermain origami

terhadap kemampuan motorik halus pada anak

retardasi mental sedang.

disimpulkan bahwa 80% anak belum mampu

menggambar tubuh manusia secara lengkap. Hal

ini menunjukkan anak masih kesulitan dalam

membentuk lengkungan ataupun garis yang

menyatukan bagian satu dengan bagian lainnya.

Penelitian ini diperkuat pada penelitian Yulianti

(2016) mengenai media Fondant dalam

meningkatkan motorik halus dengan menulis

bahwa anak masih kesulitan dalam menebalkan

dan meneruskan garis sehingga hasil

diperolehan 56% sebelum intervensi. Sedangkan

53% anak belum mampu meniru untaian manik-

manik. Hal ini dapat ditinjau dari kemampuan

dalam memahami suatu objek. Anak terlihat

masih bingung dan saat memasukkan benang ke

dalam butiran manik masih kesulitan. Penelitian

ini diperkuat pada penelitian Muchlisah (2016)

mengenai peningkatan kemampuan motorik

halus dengan meronce manik-manik bahwa anak

belum mengerti cara

memasukkan manik-manik sehingga

pencapaian test awal sebanyak 41%.

Anak retardasi mental sedang memerlukan

latihan yang menyangkut gerakan-gerakan jari

tangan dengan maksud untuk latihan

melemaskan urat-urat syaraf jari tangan

(Fitrianita, 2016). Menurut Saputra dan

Rudyanto (2005, dalam Andayani, 2012) tujuan

perkembangan motorik halus anak yaitu mampu

memfungsikan otot-otot kecil seperti gerakan

jari tangan, mampu mengkoordinasi kecepatan

tangan dengan mata, dan mampu mengendalikan

emosi. Kemampuan motorik halus yang perlu

dilatih oleh anak retardasi mental sedang adalah

membangun bentuk, melipat, menggunting,

menggambar dan sebagainya (Haryanto, 2011).

Hal ini sesuai

PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 | Halaman 174

Page 7: BERMAIN ORIGAMI MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK …

Bermain Origami Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Anak Retardasi Mental Sedang

dengan hasil post test ,didapatkan nilai atau

skor rata-rata kemampuan motorik halus anak

retardasi mental sedang setelah diberikan

terapi bermain origami yaitu 2,24 dengan

standar deviasi 0,740, dimana skor terendah

adalah 1,13 dan tertinggi adalah 3,75. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata

kemampuan anak dalam menciptakan gerakan

halus pada 8 jenis kemampuan mengalami

peningkatan dibanding hasil pre test dengan

penambahan 1-2 point. Peningkatan hasil post

test didasarkan adanya stimulus yang

merangsang anak untuk menggerakkan jari

tangan dalam mengembangkan kemampuan

motorik halus. Hasil post test yang diperoleh

mengalami perubahan dimana pada pre test

terdapat 53% anak tidak mampu melakukan

menjadi 0% dan 60% anak mampu melakukan

dengan bantuan penuh menjadi 40%. Tetapi

masih 86% anak mampu melakukan dengan

mandiri hanya 1 jenis kemampuan meskipun

setelah dilakukan terapi bermain origami. Hal

ini didasari bahwa anak cenderung

mempelajari 1 jenis kemampuan dengan

frekuensi sering dibanding dengan jenis

kemampuan lainnya sehingga mereka sudah

terampil dalam jenis kemampuan tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan terjadi

perubahan dimana sekitar 80% anak belum

mampu menggambar tubuh manusia secara

lengkap setelah dilakukan post test maka

sekitar 86% anak mampu melakukan

meskipun bantuan penuh dengan peningkatan

1 point tetapi ada sekitar 6% tidak mengalami

perubahan. Hal ini menunjukkan bahwa

sedikitnya stimulus yang didapat membuat

sulit untuk menggerakkan pensil. Anak masih

membutuhkan bimbingan dan latihan yang

berulang kali untuk membuat goresan yang

sesuai dengan aslinya. Dalam penelitian

Yulianti (2016), setelah dilakukan terapi

bermain dengan media Fondant, anak sudah

mulai menggoreskan pensil meskipun hasil

tulisannya tidak rapi. Hal ini dilakukan

berulang kali tetapi perlahan dengan

bimbingan sehingga mendapat hasil yang

diperoleh mencapai 65% dari hasil test awal

yaitu 55%. Dalam jenis kemampuan meniru

untaian manik-manik terjadi perubahan

dimana 53% anak belum mampu pada pre test

menjadi 60% anak mampu melakukan dengan

bantuan penuh dengan peningkatan 1-2 point

tetapi ada sekitar 20% tidak mengalami

perubahan. Hal ini menunjukkan adanya

penurunan fungsi intelektual yang membuat

anak belum mengerti dalam memahami suatu

objek sehingga masih sulit untuk memasukkan

benang ke dalam butiran manik tetapi apabila

dibimbing secara terus menerus maka anak

akan sedikit menangkap hal yang diambil dari

bimbingan tersebut.

Dalam mempelajari kemampuan motorik

halus ada beberapa cara yaitu dengan belajar

coba dan ralat, meniru dan latihan (Hurlock,

2012). Proses intervensi terapi bermain pada

anak retardasi mental sedang dilakukan 1 kali

pertemuan selama 12 hari dengan tema bentuk

origami berbeda setiap harinya. Pada awal

intervensi anak membutuhkan waktu 45 menit

untuk menyelesaikan bentuk origami tetapi

seiring dengan waktu dan latihan yang terus

menerus dan berulang kali, anak dapat

menyesuaikan pergerakan tangan secara

perlahan sehingga pada hari terakhir, anak

mampu menyelesaikan bentuk origami dalam

waktu 15 menit meskipun bentuk origami

tidak sempurna. Hal ini dapat menunjukkan

proses motorik halus mengalami peningkatan.

Secara teori dari Soetjiningsih (2015),

perkembangan motorik halus mencerminkan

mielinisasi pada traktus kortikospinal, traktus

piramidal dan traktus kortikobulbar. Traktus

piramidal berasal dari kortek motorik dan

premotorik, selanjutnya terhubung ke basal

ganglia, melewati medula oblongata dan turun

ke bagian lateral medula spinalis. Mielin

sangat penting untuk kecepatan penghantaran

rangsangan melalui sel syaraf. Mielinisasi

terjadi dengan cepat pada usia kehamilan 32

minggu sampai anak berusia 2 tahun dan

mengalami perlambatan sampai usia 12 tahun.

Proses tersebut menyebabkan penghambatan

PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 | Halaman 175

Page 8: BERMAIN ORIGAMI MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK …

Bermain Origami Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Anak Retardasi Mental Sedang

sistem subkortikal, termasuk refleks primitif dan

meningkatkan kontrol motorik halus. Kemajuan

perkembangan motorik halus, khususnya

ekstremitas atas, berlangsung ke arah

proksimodistal, dimulai dari bahu menuju ke

arah distal sampai jari. Kemampuan motorik

halus dipengaruhi oleh matangnya fungsi visual

yang akurat, dan kemampuan intelek non verbal.

Keterampilan motorik halus merupakan

koordinasi halus pada otot-otot

kecil yang memainkan peran utama.

Pergerakan terampil merupakan proses yang

kompleks. Variasi perkembangan

mencerminkan kemauan dan kesempatan .

Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan

pvalue 0,001 ≤ α 0,05, terdapat perbedaan skor

rata-rata kemampuan motorik halus anak

retardasi mental sebelum dan setelah diberikan

terapi bermain origami, sehingga terdapat

pengaruh terapi bermain origami terhadap

kemampuan motorik halus pada anak retardasi

mental sedang. Terapi permainan pada anak

retardasi mental sedang merupakan terapi

penyembuhan dengan menggunakan media

berbagai macam bentuk permainan. Terapi

permainan disusun hendaknya menunjang

kegiatan yang berkaitan dengan psycomotor

terutama kemampuan motorik halus (Delphie,

2006). Penggunaan media origami membantu

orang yang mengalami kesulitan pada tangan

dimana keterampilan motorik halus

diperlukan. Origami memiliki kelebihan

dalam melatih motorik halus yaitu

meningkatkan kinerja otot-otot untuk melatih

gerakan (Surmadiyah, 2012).

Hasil penelitian ini ditekankan pada

penelitian Chalis dan Wijiastuti (2014) bahwa

penggunaan seni origami dapat

mengembangkan kemampuan motorik halus

pada anak retardasi mental sedang setelah

diberikan terapi bermain origami dan tampak

ada perubahan yang lebih baik dari hasil pre

test. Melalui hasil penelitian ini, rata-rata

kemampuan anak pada hasil pre test didapat

38 sedangkan rata-rata kemampuan anak pada

hasil post test didapat 57 sehingga terjadi

peningkatan 19 point dari selisih hasil kedua test

tersebut. Melipat kertas atau origami

membutuhkan ketepatan gerak jari tangan

sehingga anak mampu melipat kertas dengan

benar. Kegiatan melipat kertas atau origami

memberikan dampak pada peningkatan

kemampuan motorik halus terutama melatih

gerakan otot-otot kecil. Hal ini dibuktikan pada

penelitian Nuryuliani (2016) bahwa terdapat

peningkatan kemampuan motorik halus dari

pemberian intervensi dengan melipat kertas.

Hasil skor pada saat dilakukan test awal yaitu

41% sedangkan test akhir setelah dilakukan

intervensi 58% sehingga terjadi peningkatan

17% dan berpengaruh terhadap peningkatan

kemampuan motorik halus.

Anak retardasi mental sedang tergolong

dalam kategori anak mampu dilatih yaitu anak

yang mampu mengurus diri sendiri melalui

aktivitas sesuai dengan kemampuannya (Efendi,

2009). Pada hari pertama dilakukan intervensi

terapi bermain origami, anak terlihat antusias

mengikuti terapi bermain origami tetapi anak

masih lambat dalam melipat dasar dan

membutuhkan waktu lama untuk menyatukan

lipatan tersebut. Selain itu, penekanan dalam

melipat dasar masih rendah karena kurang

stimulus pada penekanan tersebut. Pada hari

kedua sampai hari kelima anak mulai mengikuti

instruksi dari peneliti dan mencoba sedikit untuk

menyatukan bagian ujung satu ke ujung lain dan

memulai penekanan pada lipatan secara perlahan

dengan berbagai bentuk meskipun tidak

sempurna.Pada hari keenam anak sudah

mampu menyatukan lipatan dasar dan

penekanan sudah mulai cukup baik serta

pembentukkan bentuk origami hampir

sempurna hingga hari terakhir anak sudah

mampu menggerakkan jari tangan untuk

mengembangkan lipatan dasar menjadi sebuah

bentuk origami sesuai dengan instruksi dari

peneliti. Bagi anak dengan keterbatasan

perkembangan tingkat sedang, hasil yang

diperoleh dalam terapi permainan adalah agar

mereka memiliki kemampuan seperti mereka

PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 | Halaman 176

Page 9: BERMAIN ORIGAMI MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK …

Bermain Origami Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Anak Retardasi Mental Sedang

yang ditingkatannya, tetapi lebih disederhanakan

seperti memiliki koordinasi gerak yang baik,

memiliki kemampuan motorik halus yang baik,

memiliki kemampuan persepsi dari sensorimotor

yang baik (Delphie, 2006). Berdasarkan hasil

penelitian yang sudah dikaji, ada sekitar 20%

anak mengalami perubahan yang signifikan pada

rata-rata skor kemampuan motorik halus bahkan

sekitar 6%

KESIMPULAN

Terjadi peningkatan setelah diberikan terapi

bermain origami dengan ditunjukkan

kemampuan motorik halus sebelum diberikan

terapi bermain origami (pre test) adalah

1,33;setelah diberikan terapi bermain origami

SARAN

Bagi orang tua dan guru yang

memfasilitasi peserta didik dengan anak retardasi mental sedang hendaknya

DAFTAR PUSTAKA

Amriliyanto, Ainun dan Ima KurrotunI Ainin

(2013). Pembelajaran Chaining

bermedia origami terhadap kemampuan

motorik halus anak tunagrahita sedang.

Jurnal Pendidikan Khusus, 1(1), 1-8.

Andayani, Wijil Yuningtias. (2012).

Peningkatan Kemampuan Motorik Halus

Anak Melalui Melipat Pada Siswa

Kelompok A di TK IT Mekar Insani

Suryodiningratan Yogyakarta,Tesis,

Universitas Negeri Yogyakarta..

Andriana, Dian. (2011). Tumbuh Kembang

dan Terapi Bermain Pada Anak. Jakarta :

Salemba Medika.

Arikunto, Suharsini. (2010). Prosedur

Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik

Edisi Revisi VI. Jakarta: Rineka Cipta.

anak mampu melakukan 7 jenis kemampuan

secara mandiri. Berdasarkan teori Hurlock

(2012), pada tahap awal mempelajari

kemampuan motorik halus, gerakan tubuh

masih janggal dan tidak terkoordinasi tetapi

dengan berpraktek lebih banyak maka

kemampuan akan lebih baik dan gerakan akan

terkoordinasi dan berirama.

(post test) adalah 2,24 dan Terdapat pengaruh

terapi bermain origami terhadap kemampuan

motorik halus pada anak retardasi mental

sedang (pvalue 0,001 ≤ α 0,05 dengan CI -

1,064 sampai -0,770.

memberikan perlakuan dan pengajaran

keterampilan motorik halus dengan stimulasi

salah satunya terapi bermain origami.

Bachtiar, Selamet. (2017). Bermain Origami. Jakarta: Erlangga.

BPS. (2017). Kecamatan dalam Angka. Cianjur: Badan Pusat Statistik Cianjur.

Budiman. (2013). Penelitian Kesehatan. Bandung: Refika Aditama.

Chalis, Ulvan Chairul danAsti Wijiastuti

(2014). Pengaruh Penggunaan Seni

Origami Terhadap Kemampuan Motorik

Halus Anak Tunagrahita Sedang.Jurnal

Pendidikan Khusus, 6 (6), 1-6. Delphie, Bandi. (2006). Terapi permainan.

Bandung: Rizqi Press. _____________.(2012). Pembelajaran Anak

Tunagrahita. Bandung: Refika Aditama.

Dinas Sosial Kabupaten Cianjur. (2017). Data

Penyandang Cacat di Kabupaten Cianjur.

PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 | Halaman 177

Page 10: BERMAIN ORIGAMI MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK …

Bermain Origami Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Anak Retardasi Mental Sedang

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. (2017). Data Jumlah Siswa Tunagrahita

di SLB Seluruh Provinsi Jawa Barat. Efendi, Muhammad. (2009). Pengantar

Psikopedagogik Anak Berkelainan.

Jakarta: Bumi Aksara.

Efrina, Elsa. (2013). Assesman Anak

Berkebutuhan Khusus. Padang:

Universitas Negeri Padang.

Faisal, Yusup. Nur. (2016). Pengaruh

Kegiatan Origami Terhadap Kemampuan

Motorik Halus Penderita Retardasi

Mental Ringan, Semarang, Universitas

Islam Sultan Agung . Fitrianita, Daniati. (2016). Pengaruh Terapi

Bermain Puzzle Terhadap Perkembangan Motorik Halus Pada Anak Retardasi Mental Sedang Di SLB C Budaya Bangsa Kopo Bandung, Skripsi, Cimahi, STIKES Jenderal Achmad Yani Cimahi.

Gunardi, Hartono., et al (2011). Kumpulan Tips

Pediatri. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

Hapsari, Iriani Indri. (2016). Psikologi

Perkembangan Anak. Jakarta: Indeks.

Haryanto. (2011). Pengantar Asesmen Anak

Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta:

Universitas Negeri Yogyakarta.

Hidayat, A. Aziz Alimul. (2011). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Hurlock, Elizabeth B. (2012). Perkembangan

Anak 1. Jakarta: Erlangga. ________________. (2012). Perkembangan

Anak 2. Jakarta: Erlangga. James, Susan Rowen., Kristine Ann Nelson

dan Jean Weiler Ashwill. (2013). Nursing

Care Of Children: Principles and

Pratice. United States of America:

Elseivier Health Science.

Kemenkes. (2011). Pedoman Pelayanan

Kesehatan Anak Di Sekolah Luar Biasa Bagi

Petugas Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

________. (2014). Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak Di Sekolah Luar Biasa

Bagi Petugas Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

________.(2014). InfoDatin Penyandang Disabliitas Pada Anak. Jakarta: Pusat

Data dan Informasi Kementerian

Kesehatan RI. ________. (2014). Situasi Penyandang

Disabilitas. Jakarta: Kementerian

Kesehatan RI. Kemis danAtik Rosnawati. (2013). Pendidikan

Anak Berkebutuhan Khusus Tunagrahita.

Jakarta: Luxima Metro Media. Kindsense. (2017). Fine Motor Skills. South

Australia: Kid Sense Child Development.

Kusumastuti, Rully. (2014). Meningkatkan

Keterampilan Motorik Halus Anak Usia Dini

Melalui Kegiatan Origami Pada Anak

Kelompok Roudlotul Athafal (RA) Al-Ikhlas

Semarang Barat, Tesis, Semarang,

Universitas Negeri Semarang. Kyle, Terry danSusan Carman. (2015). Buku

Ajar Keperawatan Pediatri. Jakarta:

EGC. Libal, Autumn. (2009). Namaku Bukan Si

Lamban : Pemuda Penyanda

Tunagrahita. Yogyakarta: Kompotensi

Terapan Sinergi Pustaka. Lisnawati, Lilis., M Nurhalim Shabib dan

Hidayat Wijayanegara. (2014). Analisis

Keberhasilan Terapi Bermain terhadap

Perkembangan Potensi Kecerdasan Anak

Retardasi Mental Sedang Usia 7–12

Tahun. Majalah Kedokteran Bandung,

46(2), 73-82. Muchlisah, Anugerah. (2016). Peningkatan

Kemampuan Motorik Halus Melalui

Kegiatan Meronce Manik-Manik Pada

Anak Tunagrahita Sedang Kelas IV Di

SLB Sumbersari Bandung. Tesis, Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Muhammad, As'adi. (2010). Panduan Praktis Stimulasi Otak Anak. Yogyakarta: Diva Press.

PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 | Halaman 178

Page 11: BERMAIN ORIGAMI MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK …

Bermain Origami Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Anak Retardasi Mental Sedang

Mutaqqin, Arif. (2008). Asuhan Keperawatan Dengan Klien Gangguan Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Nuryuliani, Lisa. (2016). Kegiatan Melipat Kertas Untuk Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Anak Tunagrahita Sedang Di SLB C Sumbersari Bandung. Tesis, Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Oxford. (2010). Ensiklopedia Pelajar. England: Oxford University Press.

Pieter, Heni Zan., Bethasaida Janiwarti danMarti Saragih. (2011). Pengantar Psikopatologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Kencana.

Rismalinda. (2017). Psikologi Kesehatan. Jakarta: Trans Info Media.

Risman, Ricki. (2010). Burung dari Kertas. Bandung: Tataletak Pustaka Prima.

Risnawati. (2017). Pengembangan Program

Intervensi Keterampilan Motorik Halus

Pada Anak Tunagrahita Sedang Kelas IV

SDLB di YPLB Cipaganti Kota Bandung.

Tesis, Bandung: Universitas Pendidikan

Indonesia.

Riyadi, Sujono danSukarmin. (2009). Asuhan

Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta:

Graha Ilmu.

Riyanto, Agus. (2010). Pengolahan dan

Analisa Data Kesehatan. Yogyakarta:

Nuha Medika.

Robinson, Nick danSusan Behar. (2013).

Origami Untuk Sahabat. Solo: Tiga

Ananda.

Santrock, John W. (2011). Masa

Perkembangan Anak 1 Edisi 11. Jakarta:

Salemba Medika.

Schlender, Sheelley. (2013). Origami, Seni

yang Menyembuhkan. Dipetik 5 Februari,

2018, dari VOA Indonesia:

www.voaindonesia.com /a/origami-seni-

yang-menyembuhkan

Setyaningsih, Evi Dwi (2015). Pengembangan

Kemampuan Motorik Halus Anak Dengan

Retardasi Mental Ringan Melalui Skill

Play Therapy, Tesis, Yogyakarta,

Universitas Gadjah Mada. Sharma, Shailja., et al (2016). Pravalence of

Mental Retardation in Urban and Rural

Populations of the Goiter Zone in

Northwest India. Indian Journal of Public

Health, 60(2), 131-136.

Smite, John. (2016). Health Benefits of

Origami. Dipetik 5 Februari, 2018, dari

Origami Resource Center: www.origami-

resource-center.com/health-benefits.html

Soetjiningsih danIG. N. Gde Ranuh. (2015).

Tumbuh Kembang Anak Edisi 2. Jakarta : EGC.

Somantri, Sujihati. (2012). Psikologi Anak

Luar Biasa. Bandung: Refika Adiatama. Sudrajat, Dodo dan Lilis Rosida. (2013).

Pendidikan Bina Diri Bagi Anak

Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Luxima

Metro Media. Suenaga. (2016). Therapeutic Advantages of

Origami. USA: Idaho Health Care

Association. Sujarweni, V. Wiratna. (2014). Metodologi

Penelitian Keperawatan. Yogyakarta:

Gava Media. Sulistyaningsih, Yuni. (2010). Meningkatkan

Gerak Motorik Halus pada Jari-Jari

Tangan Melalui Keterampilan Kolase

Siswa Tunagrahita Ringan Kelas II SLB

C Shanti Yoga Klatem, Skripsi, Surakarta,

Universitas Sebelas Maret. Surmadiyah, Siti. (2012). Peningkatan

Kemampuan Motorik Halus Anak

Tunagrahita Sedang Melalui Origami di

SLB Negeri 1 Sleman, Tesis Yogyakarta,

Universitas Negeri Yogyakarta. Suryani, Eko danAtik Badi'ah. (2017). Asuhan

Keperawatan Anak Sehat dan

Berkebutuhan Khusus. Klaten: Pustaka

Baru Press.

Torres, Leyra. (2011). Health Benefits of

Origami. Dipetik Februari 5, 2018, dari

Origami Spirit:

http://www.origamispirit.com/2011/01/he

alth-benefits-of-origami.

PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 | Halaman 179

Page 12: BERMAIN ORIGAMI MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK …

Bermain Origami Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Anak Retardasi Mental Sedang

Upton, Penney. (2012). Psikologi

Perkembangan. Jakarta: Erlangga.

Wong, Donna L. (2009). Buku Ajar

Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

Yolanda, Septy Dwi. (2015). Penerapan

Keterampilan Origami Terhadap

Peningkatan Kemampuan Motorik Halus

Anak Low Vision di SDLB Negeri A

Citeureup. Tesis, Bandung: Universitas

Pendidikan Indonesia.

Yulianti, Dewi. (2016). Meningkatkan

Kemampuan Motorik Halus Dalam

Menulis Permulaan Melalui Media Fondant Pada Anak Tunagrahita Sedang

di SLB Purnama Asih. Tesis, Bandung:

Universitas Pendidikan Indonesia.

Yuniarti, Sri. (2015). Asuhan Tumbuh

Kembang Neonatus Bayi-Balita dan Anak

Pra-Sekolah. Bandung: Refika Adiatama. Yusup, Ah., Rizky Fitryasari PK, dan Hanik

Endang Nihayati. (2015). Buku Ajar

Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:

Salemba Medika. Ziliwu, Dayana. (2015). Gambaran Motorik

Halus Pada Anak Retardasi Mental dalam Bermain Di SLB C Karya Tulus Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang, Karya Tulis Ilmiah, Medan, STIKES Sumatera Utara.

Zsuzsanna, Krickskovis. (2014). Ornamen

dari Berbagai Negara. Jakarta: Erlangga.

PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 | Halaman 180

Page 13: BERMAIN ORIGAMI MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK …