Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Prosiding Pertemuan Ilmiah Nasional Penelitian & Pengabdian Masyarakat (PINLITAMAS 1) Dies Natalis ke-16 STIKES Jenderal Achmad Yani Cimahi PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 |
Oktober 2018 | ISSN 2654-5411
BERMAIN ORIGAMI MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS
ANAK RETARDASI MENTAL SEDANG
Dwi Hastuti, Khrisna Wisnu Sakti, Citra Rahmawati Program Studi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Cimahi
ABSTRAK Tahun 2011, terdapat 30.400 anak mengalami penurunan fungsi intelektual dibawah 70 di Indonesia dan
Provinsi Jawa Barat menduduki peringkat pertama dengan berkisar 15,41%. Tahun 2017, sekitar 65% anak
mengalami penurunan fungsi intelektual di Kabupaten Cianjur dan sebagian anak yang disebut retardasi
mental tergolong kategori sedang. Anak retardasi mental sedang merupakan kondisi anak dengan penurunan fungsi intelektual (IQ) 36-51 yang memiliki kelemahan dalam kemampuan motorik halus. Pemberian terapi
bermain origami merupakan stimulasi tepat untuk menggerakkan tangan dan jari dan menciptakan gerakan
halus tetapi guru kelas di SLB BC Purnama Cipanas Kabupaten Cianjur belum menerapkan terapi permainan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui terapi bermain origami terhadap kemampuan motorik
halus pada anak retardasi mental sedang di SLB BC Purnama Cipanas Kabupaten Cianjur. Rancangan
penelitian menggunakan pra eksperimen dengan one group pre test post test design. Jumlah sampel sebanyak
15 responden dengan teknik total sampling pada anak SDLB kelas III-VI. Intervensi perlakuan dilakukan selama 30 menit dalam 12 kali pertemuan,dengan dilakukan pre test sebelum perlakuan dan post test setelah
perlakuan. Hasil uji T dependent menunjukkan skor rata-rata hasil kemampuan motorik halus pada pra test
adalah 1,33 sedangkan pada post adalah 2,24 sehingga terdapat pengaruh terapi bermain origami terhadap kemampuan motorik halus (p 0,001). Disarankan agar pihak sekolah menerapkan terapi bermain origami
sebagai pengembangan untuk mengoptimalkan kemampuan motorik halus pada anak retardasi mental sedang.
Kata kunci : Origami, Motorik Halus, Retardasi Mental Sedang
ABSTRACT
In 2011, there were 30,400 children decreased intellectual function below 70 in Indonesia and West Java Province ranked first with 15.41% range. In 2017, approximately 65% of children decreased intellectual
function in Cianjur and some children called mental retardation classified as a category is. Mentally
retarded child was a child's condition with decreased intellectual functioning (IQ) 36-51 who have a weakness in fine motor skills. Origami play therapy is an appropriate stimulation to move the hand and
fingers and create smoother motion but the class teacher in SLB BC Purnama Cipanas Cianjur district has
not implemented the play therapy. This study aims to determine the therapeutic play origami on fine motor
skills in children with mental retardation were in SLB BC Purnama Cipanas, Cianjur regency. The study design using pre experiment with one group pretest posttest design. The total sample of 15 respondents with a
total sampling technique in children SDLB class III-VI. Treatment intervention carried out for 30 minutes in
12 meetings, conducted a pre-test and post-test before treatment after treatment. Dependent T test results showed an average score of fine motor skills results in pre-test was 1.33, while the post is 2.24 so that there
is play therapy origami influence on fine motor skills (p 0.001). It is suggested that the school apply play
therapy origami as to optimize the development of fine motor skills in children with mental retardation were.
Keywords : Origami, Fine Motor Ability, Moderate Mental Retardation
PENDAHULUAN
WHO memperkirakan bahwa lebih dari
450 juta orang didunia mengalami retardasi
mental dan akan meningkat pada tahun 2020.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Sharma, et al. (2016) terhadap anak berusia 1-
10 tahun di Zona Goiter, India Selatan,
ditemukan 91 anak dari total 5300 anak
menderita retardasi mental. Pravelensi
tertinggi lebih banyak pada kelompok usia 73-
120 bulan berkisar 3,3%, pada anak laki-laki
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Cimahi Halaman 169
Jl.Terusan Jenderal Sudirman – Cimahi 40533 Tlp: 0226631622 - 6631624
Bermain Origami Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Anak Retardasi Mental Sedang
berkisar 1,6% serta anak berstatus kelas
menengah bawah di perdesaan berkisar 2%.
Di Indonesia, anak yang mengalami retardasi
mental pada tahun 2011 berjumlah 30.400
anak dari 8,3 juta anak yang mengalami
disabilitas. Menurut Riskesdas tahun 2010,
pravelensi anak retardasi mental berusia 24-59
bulan berkisar 0,14% (Kemenkes, 2011). Dari
33 provinsi tercatat 14 provinsi yang memiliki
pravelensi anak retardasi mental tertinggi.
Salah satunya adalah provinsi Jawa Barat
yang menduduki peringkat pertama dengan
berkisar 15,41% (Kemenkes, 2014). Di
Kabupaten Cianjur, ada 418 orang yang
mengalami retardasi mental dan 27 orang
berasal dari Kecamatan Cipanas (BPS, 2017).
Anak retardasi mental merupakan kondisi
dimana perkembangan kecerdasannya
mengalami hambatan sehingga tidak mencapai
tahap perkembangan optimal. Anak dapat
diklasifikasikan ke dalam golongan yaitu
retardasi mental ringan yang masih dapat
belajar secara akademik, retardasi mental
sedang yang dapat didik mengurus diri sendiri
dan retardasi mental berat yang membutuhkan
bantuan perawatan total (Somantri, 2012).
Anak dengan keterbatasan dalam kemampuan,
memiliki masalah belajar yang disebabkan
adanya hambatan perkembangan inteligensi,
mental, emosi, sosial dan fisik. Keterbatasan
kemampuan mengacu pada kondisi tertentu
dengan adanya penurunan intelegensi dan
fungsi adaptif yang disebabkan oleh
keabnormalan genetik, kerusakan pada otak
sebelum atau saat dilahirkan dan kemunduran
fungsi otak pada masa anak-anak(Delphie,
2012). Anak ini dapat dikategorikan sebagai
anak berkebutuhan khusus yang disebut
retardasi mental.
Anak retardasi mental sedang sangat sulit
bahkan tidak dapat belajar secara akademik
seperti belajar menulis, membaca, dan berhitung
walaupun mereka masih dapat menulis secara
sosial, misalnya menulis namanya sendiri,
alamat rumahnya dan lain-lain. Tetapi masih
dapat dididik mengurus diri,
seperti mandi, berpakaian, makan, minum,
mengerjakan pekerjaan rumah tangga
sederhana seperti menyapu, membersihkan
parabot rumah tangga, dan sebagainya. Dalam
kehidupan sehari-hari, anak retardasi mental
sedang membutuhkan pengawasan terus-
menerus (Somantri, 2012). Davison, Neale
dan Kring (2014) mengemukakan ada sekitar
10% dari mereka memiliki IQ kurang dari 70
diklasifikasi dalam kelompok retardasi mental
sedang. Orang yang mengalami retardasi
mental sedang dapat memiliki kelemahan fisik
dan fungsi neurologis yang menghambat
keterampilan motorik yang normal.
Kemampuan motorik halus merupakan
koordinasi halus pada otot-otot kecil yang
memainkan suatu peran utama. Suatu
keterampilan menulis huruf “a” merupakan
serangkaian beratus-ratus koordinasi syaraf otot.
Pergerakan terampil adalah proses yang sangat
kompleks. Variasi perkembangan motorik halus
mencerminkan kemauan dan kesempatan
individu untuk belajar. Anak yang jarang
menggunakan krayon, akan mengalami
keterlambatan pada perkembangan memegang
pensil (Soetjiningsih, 2015). Saputra (2005
dalam Fitrianita, 2016) mengemukakan bahwa
kemampuan motorik halus memiliki fungsi yaitu
alat untuk mengembangkan keterampilan gerak
kedua tangan, koordinasi kecepatan tangan
dengan gerakan mata, dan melatih penguasaan
emosi. Anak retardasi mental berbeda dengan
anak normal umumnya. Kondisi rendahnya IQ
pada anak retardasi mental yang menyebabkan
ketidakmampuan individu untuk belajar dan
beradaptasi terhadap tuntutan masyarakat atas
kemampuan yang dianggap normal. Hal tersebut
membuat anak retardasi mental mengalami
keterlambatan motorik halus (WHO, 1996
dalam Faisal, 2016).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Ziliwu (2015) terhadap kemampuan
motorik halus pada anak retardasi mental di
SLB Karya Tulus, Deli Serdang, anak hanya
mampu melakukan satu komponen dibanding
PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 | Halaman 170
Bermain Origami Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Anak Retardasi Mental Sedang
komponen lain dimana komponen pertama
yaitu melipat kertas sebanyak 26 anak dengan
presentase sekitar 72,2%, sedangkan komponen
kedua yaitu mewarnai berjumlah 12 anak
dengan presentase 33,3%. Kemampuan motorik
halus pada anak retardasi mental sangat perlu
dikembangkan karena memiliki potensi lebih
tinggi dibandingkan dengan kemampuan
lainnya. Bila kemampuan motorik halusnya
meningkat, memudahkan untuk melalui tahap
perkembangan selanjutnya (Santrock, 2011).
Stimulasi motorik halus harus diberikan secara
optimal karena akan mempengaruhi aspek
perkembangan lainnya seperti bahasa,
kemampuan sosial dan kepercayaan diri
(Yuniarti, 2015). Berdasarkan penelitian yang
dilakukan Lisnawati, Shabib dan Wijayanegara
(2014) terhadap 13 anak yang mengalami
retardasi mental sedang di SDLB Aisyiyah
Tasikmalaya, terdapat 7 anak mengalami
peningkatan dalam pengembangan potensi
kecerdasan setelah diberikan terapi bermain
dengan peningkatan 43%.
Bermain merupakan suatu aktivitas
dimana anak dapat melakukan atau
mempraktekkan keterampilan, memberikan
ekspresi terhadap pemikiran, menjadi kreatif,
serta mempersiapkan diri untuk berperan dan
berperilaku dewasa. Dengan bermain, anak
akan selalu mengenal dunia, mampu
mengembangkan kematangan fisik, emosional
dan mental sehingga akan membuat anak
tumbuh menjadi anak yang kreatif, cerdas dan
penuh inovatif (Hidayat, 2011).Perkembangan
motorik halus lebih melibatkan tangan sebagai
stimulus dalam melatih gerakan halusnya
sehingga perlu adanya permainan secara
mendidik. Jenis permainan yang dianjurkan
adalah kertas lipat (origami), menggambar dan
mewarnai, puzzle, teka-teki/tebak-tebakan,
alat permainan musik, buku cerita, majalah
dan game (Andriana, 2011). Maka salah satu
alat permainan yang akan dipilih dalam
penelitian ini adalah melipat (origami).
Origami merupakan seni melipat kertas
yang berasal dari Jepang dengan menggunakan
media kertas atau kain berbentuk persegi
empat. Origami ini dibuat dengan melibatkan
teknik tangan yang sangat teliti sehingga
menghasilkan nilai seni yang tinggi (Bachtiar,
2017). Pada dasarnya, origami merupakan
salah satu upaya untuk meningkat motorik
halus pada anak retardasi mental sedang
dengan pertimbangan bahwa mudah
dilakukan, bahan latihan mudah didapat, dan
dapat dilakukan dimanapun. Origami
mempunyai kelebihan dalam meningkatkan
kinerja otot untuk melakukan gerakan halus
yaitu ketepatan dalam memegang kertas
dengan posisi benar, koordinasi antara mata
dan tangan, melatih kekuatan dalan menekan
lipatan kertas dan kelembutan dalam
melakukan gerakan (Surmadiyah, 2012).
Penelitian yang dilakukan oleh Kusumastuti
(2014) terhadap 25 anak di RA Al Ikhlas Semarang, bahwa anak mengalami
peningkatan motorik halus setelah dilakukan
intervensi permainan origami dengan
pencapaian target sekitar 80%. Penelitian
Yolanda (2016) membuktikan bahwa media
origami dapat memberikan pengaruh pada
kelenturan jemari dan kekuatan otot jemari
tangan pada anak low vision di SDLB Negeri
A Citeureup yang mengalami peningkatan
30%.
Sekolah Luar Biasa (SLB) BC Purnama
Cipanas Kabupaten Cianjur merupakan salah
satu institusi pendidikan yang menangani anak
berkebutuhan khusus. Pada sekolah ini terapi
bermain belum diterapkan sebagai stimulasi
karena pembelajaran lebih mengarah pada
pendidikan formal. Guru hanya memberikan
tugas pada anak untuk dikerjakan dan apabila
anak tidak bisa, guru bertindak untuk
membimbing sampai anak itu bisa. Peran
perawat sebagai fasilitator perlu mendukung dan
mendorong anak untuk bermain sehingga
terciptanya proses interaksi dan stimulus dalam
tumbuh kembang anak. Perawat juga perlu
mengobservasi setiap perubahan perilaku,
memahami kebutuhan anak dan ikut serta dalam
interaksi permainan agar hasil yang
PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 | Halaman 171
Bermain Origami Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Anak Retardasi Mental Sedang
didapat memberikan pengaruh pada proses
perkembangan anak. Tujuan penelitian ini
adalah mengetahui Bermain Origami Terhadap
METODE PENELITIAN
Rancangan penelitian adalah eksperimen
pre experimental. Penelitian pre experimental
digunakan untuk mengetahui efek perlakuan
atau intervensi pada individu atau kelompok
(Budiman, 2013). Penelitian ini menggunakan
desain One Group Pretest Postest dilakukan
untuk menguji perubahan yang terjadi setelah
adanya eksperimen tanpa ada kelompok
pembanding (kontrol) (Notoadmodjo, 2010).
Populasi dalam penelitian ini adalah anak
retardasi mental sedang kelas III-VI di SLB
BC Purnama berjumlah 15 responden. Tehnik
pengambilan sampel Non Probability
Sampling dengan teknik Total
sampling/Sampilng Jenuh yaitu teknik
penentuan sampel bila semua anggota
populasi digunakan sebagai sampel
(Sujarweni, 2014). Menurut Roscoe (1982,
dalam Sugiyono, 2017), ukuran sampel untuk
penelitian eksperimen yang sederhana
berjumlah 10-20 orang. Sampel yang
digunakan untuk penelitian ini berjumlah 15
responden. Instrumen penelitian ini
menggunakan lembar observasi kemampuan
motorik halus khusus anak retardasi mental
yang diambil dari GPI (Geddes Psychomotor
Inventory) (Delphie, 2012). Untuk terapi
bermain origami menggunakan SOP (Standar
Operasional Prosedur) (Yuniarti, 2015).
Metode pengumpulan data dalam penelitian
ini adalah observasidengan melakukan
pengamatan secara langsung untuk mencari
adanya pengaruh terapi bermain origami
terhadap kemampuan motorik halus pada anak
retardasi mental sedang. Penelitian ini dilakukan
sebanyak 1 kali pertemuan dengan durasi 30
menit selama 12 hari dan dilakukan test awal
dan akhir sebanyak 1 kali pertemuan. Terapi
bermain origami dilakukan dengan
Kemampuan Motorik Halus Pada Anak
Retardasi Mental Sedang di SLB BC Purnama
Cipanas Kabupaten Cianjur.
durasi yang sama dan dua kelompok yang
sama tetapi sesi waktu yang berbeda. Semua
anak yang dijadikan responden dibagi menjadi
2 kelompok kecil yaitu kelompok A terdiri
dari kelas 3 dan 4 sebanyak 8 orang
sedangkan kelompok B terdiri dari kelas 5 dan
6 sebanyak 7 orang. Setiap kelompok akan
dilakukan terapi bermain origami dengan sesi
waktu yang berbeda. Untuk kelompok A
mendapatkan sesi pertama dan kelompok B
mendapatkan sesi kedua. Terapi bermain
origami dilaksanakan setelah jam pelajaran
selesai. Peneliti dibantu oleh asisten untuk
membimbing dan mengawasi anak saat terapi
bermain origami berlangsung.
Pada hari ke-1 dilakukan penilaian
perkembangan motorik halus pada semua anak
retardasi mental sedang, hari ke-dua diberikan
intervensi terapi bermain origami dengan bentuk
gunung sebanyak 1 kali pertemuan dengan
durasi 30 menit. Hari ke-3 diberikan terapi
bermain origami yang kedua dengan bentuk
kepala tani. Hari ke-4 terapi bermain origami
dengan bentuk topi koki. Hari ke-5 terapi
bermain origami yang keempat dengan bentuk
perahu boat. Hari ke-6 terapi bermain origami
yang kelima dengan bentuk rumah. Hari ke-7
terapi bermain origami yang keenam dengan
bentuk kepala kucing. Hari ke-8 terapi bermain
origami yang ketujuh dengan bentuk pohon
cemara. Hari ke-9 terapi bermain origami yang
kedelapan dengan bentuk amplop. Hari ke-10
terapi bermain origami yang kesembilan dengan
bentuk figura matahari. Hari ke-11 terapi
bermain origami yang kesepuluh dengan bentuk
mahkota. Hari ke-12 terapi bermain origami
dengan bentuk kincir. Hari ke-13 terapi bermain
origami bentuk pesawat kertas. Pada hari ke-14,
PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 | Halaman 172
Bermain Origami Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Anak Retardasi Mental Sedang
peneliti melakukan post test pada responden.
Seperti yang dilakukan pre test, post test ini
tetap menggunakan lembar observasi
kemampuan motorik halus dan dibantu 2
asisten untuk melakukan penilaian pada
responden satu persatu dan tiap observer
menilai 5 orang anak.
Analisa data untuk mengidentifikasi skor
rata-rata kemampuan motorik halus pada anak
HASIL PENELITIAN
retardasi mental sedang sebelum dan sesudah
dilakukan terapi bermain origami sehingga
dapat dilihat apakah distribusi normal atau
tidak. Peneliti melakukan uji normalitas
dengan parameter Shapiro-Wilk karena sampel
kurang dari 50. Setelah dilakukan uji
normalitas, diketahui nilai Sig pre test adalah
0,435 dan post test adalah 0,622. Analisa
bivariat menggunakan uji t Dependent.
Hasil penelitian menjelaskan terapi bermain origami terhadap kemampuan motorik halus pada anak
retardasi mental sedang di SLB BC Purnama Cipanas Kabupaten Cianjur pada 15 responden
dengan menggunakan analisa univariat dan bivariat
Skor Rata-Rata Kemampuan Motorik Halus Pada Anak Retardasi Mental Sebelum Dan
Sesudah Diberikan Terapi Bermain Origami
Tabel 1.1 Distribusi Skor Rata-Rata Perkembangan Motorik Halus
Test N Mean Std Deviation Min Max
Pre Test 15 1,33 0,690 0,13 2,63
Post Test 15 2,24 0,740 1,13 3,75
Hasil penelitian tabel 1.1 didapatkan skor
rata-rata kemampuan motorik halus anak
retardasi mental sedang sebelum diberikan
terapi bermain origami yaitu 1,33 dengan
standar deviasi 0,690 dimana skor terendah
adalah 0,13 dan tertinggi adalah. 1,13
Sedangkan nilai atau skor rata-rata
kemampuan motorik halus anak retardasi
mental sedang setelah diberikan terapi
bermain origami yaitu 2,24 dengan standar
deviasi 0,740 dimana skor terendah adalah
2,63 dan tertinggi adalah 3,75.
2. Pengaruh Terapi Bermain Origami Terhadap Kemampuan Motorik Halus
Tabel 2.2 Terapi Bermain Origami Terhadap Kemampuan Motorik Halus
Test N Mean Std Deviation Std Error
CI 95% pvalue Mean
Pre Test 15 1,33 0,690 0,178 (-1,064)-
0,001
(-0,770) Post Test 15 2,24 0,740 0,191
Hasil penelitian tabel 2.2 skor rata-rata
kemampuan motorik halus anak retardasi
mental sedang sebelum diberikan terapi
bermain origami yaitu 1,33 sedangkan nilai
atau skor rata-rata kemampuan motorik halus
anak retardasi mental sedang setelah diberikan
terapi bermain origami yaitu 2,24. Diketahui
selisih skor perkembangan motorik halus anak
sebelum pemberian terapi bermain origami
dengan setelah pemberian terapi bermain
PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 | Halaman 173
Bermain Origami Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Anak Retardasi Mental Sedang
origami adalah antara (-1,064) sampai dengan
(-0,770).
Hasil uji statistik pvalue 0,001 ≤ α 0,05,
dapat disimpulkan terdapat perbedaan skor
rata-rata kemampuan motorik halus anak
PEMBAHASAN
Teori dari Davison, Neale dan Kring (2014)
menjelaskan anak retardasi mental sedang
memiliki fungsi intelektual (IQ) antara 35-40
hingga 50-55. Kerusakan otak dan berbagai
patologi lain membuat anak retardasi mental
sedang memiliki kelemahan fisik dan disfungsi
neurologis yang menghambat keterampilan
motorik halus seperti memegang dan mewarnai
di dalam garis. Hal ini sesuai hasil penelitian
Tabel 1.1 rata-rata kemampuan motorik halus
anak retardasi mental sedang sebelum diberikan
terapi bermain origami yaitu 1,33 dengan
standar deviasi 0,690 dimana skor terendah
adalah 0,13 dan tertinggi adalah 2,63. Setelah
dilakukan pre test terhadap 15 responden dengan
melibatkan 8 jenis kemampuan didapat hasil
yang menunjukkan bahwa 53% anak tidak
mampu melakukan dan 60% anak mampu
melakukan dengan bantuan penuh sedangkan
86% anak mampu melakukan dengan mandiri
hanya 1 jenis kemampuan yaitu mewarnai. Hal
ini didasari bahwa setiap pembelajaran guru
selalu memberikan tugas untuk mewarnai
bidang tertentu bahkan pihak sekolah
memberikan satu hari untuk melatih kemampuan
motorik halus mereka melalui mewarnai.
Hasil penelitian ini diperkuat dengan
penelitian Ziliwu (2015) mengenai gambaran
kemampuan motorik halus pada anak retardasi
mental sedang bahwa anak hanya dapat mampu
melakukan 1 jenis kemampuan dari 2 jenis
kemampuan yang diujikan karena anak sudah
terampil dalam jenis kemampuan tersebut
dibanding dengan jenis kemampuan yang satu
lagi. Hal ini dapat menyebabkan kemampuan
motorik halus tidak berjalan secara optimal.
Berdasarkan hasil penelitian dapat
retardasi mental sedang sebelum dan setelah
diberikan terapi bermain origami, sehingga
terdapat pengaruh terapi bermain origami
terhadap kemampuan motorik halus pada anak
retardasi mental sedang.
disimpulkan bahwa 80% anak belum mampu
menggambar tubuh manusia secara lengkap. Hal
ini menunjukkan anak masih kesulitan dalam
membentuk lengkungan ataupun garis yang
menyatukan bagian satu dengan bagian lainnya.
Penelitian ini diperkuat pada penelitian Yulianti
(2016) mengenai media Fondant dalam
meningkatkan motorik halus dengan menulis
bahwa anak masih kesulitan dalam menebalkan
dan meneruskan garis sehingga hasil
diperolehan 56% sebelum intervensi. Sedangkan
53% anak belum mampu meniru untaian manik-
manik. Hal ini dapat ditinjau dari kemampuan
dalam memahami suatu objek. Anak terlihat
masih bingung dan saat memasukkan benang ke
dalam butiran manik masih kesulitan. Penelitian
ini diperkuat pada penelitian Muchlisah (2016)
mengenai peningkatan kemampuan motorik
halus dengan meronce manik-manik bahwa anak
belum mengerti cara
memasukkan manik-manik sehingga
pencapaian test awal sebanyak 41%.
Anak retardasi mental sedang memerlukan
latihan yang menyangkut gerakan-gerakan jari
tangan dengan maksud untuk latihan
melemaskan urat-urat syaraf jari tangan
(Fitrianita, 2016). Menurut Saputra dan
Rudyanto (2005, dalam Andayani, 2012) tujuan
perkembangan motorik halus anak yaitu mampu
memfungsikan otot-otot kecil seperti gerakan
jari tangan, mampu mengkoordinasi kecepatan
tangan dengan mata, dan mampu mengendalikan
emosi. Kemampuan motorik halus yang perlu
dilatih oleh anak retardasi mental sedang adalah
membangun bentuk, melipat, menggunting,
menggambar dan sebagainya (Haryanto, 2011).
Hal ini sesuai
PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 | Halaman 174
Bermain Origami Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Anak Retardasi Mental Sedang
dengan hasil post test ,didapatkan nilai atau
skor rata-rata kemampuan motorik halus anak
retardasi mental sedang setelah diberikan
terapi bermain origami yaitu 2,24 dengan
standar deviasi 0,740, dimana skor terendah
adalah 1,13 dan tertinggi adalah 3,75. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata
kemampuan anak dalam menciptakan gerakan
halus pada 8 jenis kemampuan mengalami
peningkatan dibanding hasil pre test dengan
penambahan 1-2 point. Peningkatan hasil post
test didasarkan adanya stimulus yang
merangsang anak untuk menggerakkan jari
tangan dalam mengembangkan kemampuan
motorik halus. Hasil post test yang diperoleh
mengalami perubahan dimana pada pre test
terdapat 53% anak tidak mampu melakukan
menjadi 0% dan 60% anak mampu melakukan
dengan bantuan penuh menjadi 40%. Tetapi
masih 86% anak mampu melakukan dengan
mandiri hanya 1 jenis kemampuan meskipun
setelah dilakukan terapi bermain origami. Hal
ini didasari bahwa anak cenderung
mempelajari 1 jenis kemampuan dengan
frekuensi sering dibanding dengan jenis
kemampuan lainnya sehingga mereka sudah
terampil dalam jenis kemampuan tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan terjadi
perubahan dimana sekitar 80% anak belum
mampu menggambar tubuh manusia secara
lengkap setelah dilakukan post test maka
sekitar 86% anak mampu melakukan
meskipun bantuan penuh dengan peningkatan
1 point tetapi ada sekitar 6% tidak mengalami
perubahan. Hal ini menunjukkan bahwa
sedikitnya stimulus yang didapat membuat
sulit untuk menggerakkan pensil. Anak masih
membutuhkan bimbingan dan latihan yang
berulang kali untuk membuat goresan yang
sesuai dengan aslinya. Dalam penelitian
Yulianti (2016), setelah dilakukan terapi
bermain dengan media Fondant, anak sudah
mulai menggoreskan pensil meskipun hasil
tulisannya tidak rapi. Hal ini dilakukan
berulang kali tetapi perlahan dengan
bimbingan sehingga mendapat hasil yang
diperoleh mencapai 65% dari hasil test awal
yaitu 55%. Dalam jenis kemampuan meniru
untaian manik-manik terjadi perubahan
dimana 53% anak belum mampu pada pre test
menjadi 60% anak mampu melakukan dengan
bantuan penuh dengan peningkatan 1-2 point
tetapi ada sekitar 20% tidak mengalami
perubahan. Hal ini menunjukkan adanya
penurunan fungsi intelektual yang membuat
anak belum mengerti dalam memahami suatu
objek sehingga masih sulit untuk memasukkan
benang ke dalam butiran manik tetapi apabila
dibimbing secara terus menerus maka anak
akan sedikit menangkap hal yang diambil dari
bimbingan tersebut.
Dalam mempelajari kemampuan motorik
halus ada beberapa cara yaitu dengan belajar
coba dan ralat, meniru dan latihan (Hurlock,
2012). Proses intervensi terapi bermain pada
anak retardasi mental sedang dilakukan 1 kali
pertemuan selama 12 hari dengan tema bentuk
origami berbeda setiap harinya. Pada awal
intervensi anak membutuhkan waktu 45 menit
untuk menyelesaikan bentuk origami tetapi
seiring dengan waktu dan latihan yang terus
menerus dan berulang kali, anak dapat
menyesuaikan pergerakan tangan secara
perlahan sehingga pada hari terakhir, anak
mampu menyelesaikan bentuk origami dalam
waktu 15 menit meskipun bentuk origami
tidak sempurna. Hal ini dapat menunjukkan
proses motorik halus mengalami peningkatan.
Secara teori dari Soetjiningsih (2015),
perkembangan motorik halus mencerminkan
mielinisasi pada traktus kortikospinal, traktus
piramidal dan traktus kortikobulbar. Traktus
piramidal berasal dari kortek motorik dan
premotorik, selanjutnya terhubung ke basal
ganglia, melewati medula oblongata dan turun
ke bagian lateral medula spinalis. Mielin
sangat penting untuk kecepatan penghantaran
rangsangan melalui sel syaraf. Mielinisasi
terjadi dengan cepat pada usia kehamilan 32
minggu sampai anak berusia 2 tahun dan
mengalami perlambatan sampai usia 12 tahun.
Proses tersebut menyebabkan penghambatan
PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 | Halaman 175
Bermain Origami Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Anak Retardasi Mental Sedang
sistem subkortikal, termasuk refleks primitif dan
meningkatkan kontrol motorik halus. Kemajuan
perkembangan motorik halus, khususnya
ekstremitas atas, berlangsung ke arah
proksimodistal, dimulai dari bahu menuju ke
arah distal sampai jari. Kemampuan motorik
halus dipengaruhi oleh matangnya fungsi visual
yang akurat, dan kemampuan intelek non verbal.
Keterampilan motorik halus merupakan
koordinasi halus pada otot-otot
kecil yang memainkan peran utama.
Pergerakan terampil merupakan proses yang
kompleks. Variasi perkembangan
mencerminkan kemauan dan kesempatan .
Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan
pvalue 0,001 ≤ α 0,05, terdapat perbedaan skor
rata-rata kemampuan motorik halus anak
retardasi mental sebelum dan setelah diberikan
terapi bermain origami, sehingga terdapat
pengaruh terapi bermain origami terhadap
kemampuan motorik halus pada anak retardasi
mental sedang. Terapi permainan pada anak
retardasi mental sedang merupakan terapi
penyembuhan dengan menggunakan media
berbagai macam bentuk permainan. Terapi
permainan disusun hendaknya menunjang
kegiatan yang berkaitan dengan psycomotor
terutama kemampuan motorik halus (Delphie,
2006). Penggunaan media origami membantu
orang yang mengalami kesulitan pada tangan
dimana keterampilan motorik halus
diperlukan. Origami memiliki kelebihan
dalam melatih motorik halus yaitu
meningkatkan kinerja otot-otot untuk melatih
gerakan (Surmadiyah, 2012).
Hasil penelitian ini ditekankan pada
penelitian Chalis dan Wijiastuti (2014) bahwa
penggunaan seni origami dapat
mengembangkan kemampuan motorik halus
pada anak retardasi mental sedang setelah
diberikan terapi bermain origami dan tampak
ada perubahan yang lebih baik dari hasil pre
test. Melalui hasil penelitian ini, rata-rata
kemampuan anak pada hasil pre test didapat
38 sedangkan rata-rata kemampuan anak pada
hasil post test didapat 57 sehingga terjadi
peningkatan 19 point dari selisih hasil kedua test
tersebut. Melipat kertas atau origami
membutuhkan ketepatan gerak jari tangan
sehingga anak mampu melipat kertas dengan
benar. Kegiatan melipat kertas atau origami
memberikan dampak pada peningkatan
kemampuan motorik halus terutama melatih
gerakan otot-otot kecil. Hal ini dibuktikan pada
penelitian Nuryuliani (2016) bahwa terdapat
peningkatan kemampuan motorik halus dari
pemberian intervensi dengan melipat kertas.
Hasil skor pada saat dilakukan test awal yaitu
41% sedangkan test akhir setelah dilakukan
intervensi 58% sehingga terjadi peningkatan
17% dan berpengaruh terhadap peningkatan
kemampuan motorik halus.
Anak retardasi mental sedang tergolong
dalam kategori anak mampu dilatih yaitu anak
yang mampu mengurus diri sendiri melalui
aktivitas sesuai dengan kemampuannya (Efendi,
2009). Pada hari pertama dilakukan intervensi
terapi bermain origami, anak terlihat antusias
mengikuti terapi bermain origami tetapi anak
masih lambat dalam melipat dasar dan
membutuhkan waktu lama untuk menyatukan
lipatan tersebut. Selain itu, penekanan dalam
melipat dasar masih rendah karena kurang
stimulus pada penekanan tersebut. Pada hari
kedua sampai hari kelima anak mulai mengikuti
instruksi dari peneliti dan mencoba sedikit untuk
menyatukan bagian ujung satu ke ujung lain dan
memulai penekanan pada lipatan secara perlahan
dengan berbagai bentuk meskipun tidak
sempurna.Pada hari keenam anak sudah
mampu menyatukan lipatan dasar dan
penekanan sudah mulai cukup baik serta
pembentukkan bentuk origami hampir
sempurna hingga hari terakhir anak sudah
mampu menggerakkan jari tangan untuk
mengembangkan lipatan dasar menjadi sebuah
bentuk origami sesuai dengan instruksi dari
peneliti. Bagi anak dengan keterbatasan
perkembangan tingkat sedang, hasil yang
diperoleh dalam terapi permainan adalah agar
mereka memiliki kemampuan seperti mereka
PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 | Halaman 176
Bermain Origami Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Anak Retardasi Mental Sedang
yang ditingkatannya, tetapi lebih disederhanakan
seperti memiliki koordinasi gerak yang baik,
memiliki kemampuan motorik halus yang baik,
memiliki kemampuan persepsi dari sensorimotor
yang baik (Delphie, 2006). Berdasarkan hasil
penelitian yang sudah dikaji, ada sekitar 20%
anak mengalami perubahan yang signifikan pada
rata-rata skor kemampuan motorik halus bahkan
sekitar 6%
KESIMPULAN
Terjadi peningkatan setelah diberikan terapi
bermain origami dengan ditunjukkan
kemampuan motorik halus sebelum diberikan
terapi bermain origami (pre test) adalah
1,33;setelah diberikan terapi bermain origami
SARAN
Bagi orang tua dan guru yang
memfasilitasi peserta didik dengan anak retardasi mental sedang hendaknya
DAFTAR PUSTAKA
Amriliyanto, Ainun dan Ima KurrotunI Ainin
(2013). Pembelajaran Chaining
bermedia origami terhadap kemampuan
motorik halus anak tunagrahita sedang.
Jurnal Pendidikan Khusus, 1(1), 1-8.
Andayani, Wijil Yuningtias. (2012).
Peningkatan Kemampuan Motorik Halus
Anak Melalui Melipat Pada Siswa
Kelompok A di TK IT Mekar Insani
Suryodiningratan Yogyakarta,Tesis,
Universitas Negeri Yogyakarta..
Andriana, Dian. (2011). Tumbuh Kembang
dan Terapi Bermain Pada Anak. Jakarta :
Salemba Medika.
Arikunto, Suharsini. (2010). Prosedur
Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik
Edisi Revisi VI. Jakarta: Rineka Cipta.
anak mampu melakukan 7 jenis kemampuan
secara mandiri. Berdasarkan teori Hurlock
(2012), pada tahap awal mempelajari
kemampuan motorik halus, gerakan tubuh
masih janggal dan tidak terkoordinasi tetapi
dengan berpraktek lebih banyak maka
kemampuan akan lebih baik dan gerakan akan
terkoordinasi dan berirama.
(post test) adalah 2,24 dan Terdapat pengaruh
terapi bermain origami terhadap kemampuan
motorik halus pada anak retardasi mental
sedang (pvalue 0,001 ≤ α 0,05 dengan CI -
1,064 sampai -0,770.
memberikan perlakuan dan pengajaran
keterampilan motorik halus dengan stimulasi
salah satunya terapi bermain origami.
Bachtiar, Selamet. (2017). Bermain Origami. Jakarta: Erlangga.
BPS. (2017). Kecamatan dalam Angka. Cianjur: Badan Pusat Statistik Cianjur.
Budiman. (2013). Penelitian Kesehatan. Bandung: Refika Aditama.
Chalis, Ulvan Chairul danAsti Wijiastuti
(2014). Pengaruh Penggunaan Seni
Origami Terhadap Kemampuan Motorik
Halus Anak Tunagrahita Sedang.Jurnal
Pendidikan Khusus, 6 (6), 1-6. Delphie, Bandi. (2006). Terapi permainan.
Bandung: Rizqi Press. _____________.(2012). Pembelajaran Anak
Tunagrahita. Bandung: Refika Aditama.
Dinas Sosial Kabupaten Cianjur. (2017). Data
Penyandang Cacat di Kabupaten Cianjur.
PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 | Halaman 177
Bermain Origami Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Anak Retardasi Mental Sedang
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. (2017). Data Jumlah Siswa Tunagrahita
di SLB Seluruh Provinsi Jawa Barat. Efendi, Muhammad. (2009). Pengantar
Psikopedagogik Anak Berkelainan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Efrina, Elsa. (2013). Assesman Anak
Berkebutuhan Khusus. Padang:
Universitas Negeri Padang.
Faisal, Yusup. Nur. (2016). Pengaruh
Kegiatan Origami Terhadap Kemampuan
Motorik Halus Penderita Retardasi
Mental Ringan, Semarang, Universitas
Islam Sultan Agung . Fitrianita, Daniati. (2016). Pengaruh Terapi
Bermain Puzzle Terhadap Perkembangan Motorik Halus Pada Anak Retardasi Mental Sedang Di SLB C Budaya Bangsa Kopo Bandung, Skripsi, Cimahi, STIKES Jenderal Achmad Yani Cimahi.
Gunardi, Hartono., et al (2011). Kumpulan Tips
Pediatri. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
Hapsari, Iriani Indri. (2016). Psikologi
Perkembangan Anak. Jakarta: Indeks.
Haryanto. (2011). Pengantar Asesmen Anak
Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta.
Hidayat, A. Aziz Alimul. (2011). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.
Hurlock, Elizabeth B. (2012). Perkembangan
Anak 1. Jakarta: Erlangga. ________________. (2012). Perkembangan
Anak 2. Jakarta: Erlangga. James, Susan Rowen., Kristine Ann Nelson
dan Jean Weiler Ashwill. (2013). Nursing
Care Of Children: Principles and
Pratice. United States of America:
Elseivier Health Science.
Kemenkes. (2011). Pedoman Pelayanan
Kesehatan Anak Di Sekolah Luar Biasa Bagi
Petugas Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
________. (2014). Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak Di Sekolah Luar Biasa
Bagi Petugas Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
________.(2014). InfoDatin Penyandang Disabliitas Pada Anak. Jakarta: Pusat
Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI. ________. (2014). Situasi Penyandang
Disabilitas. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI. Kemis danAtik Rosnawati. (2013). Pendidikan
Anak Berkebutuhan Khusus Tunagrahita.
Jakarta: Luxima Metro Media. Kindsense. (2017). Fine Motor Skills. South
Australia: Kid Sense Child Development.
Kusumastuti, Rully. (2014). Meningkatkan
Keterampilan Motorik Halus Anak Usia Dini
Melalui Kegiatan Origami Pada Anak
Kelompok Roudlotul Athafal (RA) Al-Ikhlas
Semarang Barat, Tesis, Semarang,
Universitas Negeri Semarang. Kyle, Terry danSusan Carman. (2015). Buku
Ajar Keperawatan Pediatri. Jakarta:
EGC. Libal, Autumn. (2009). Namaku Bukan Si
Lamban : Pemuda Penyanda
Tunagrahita. Yogyakarta: Kompotensi
Terapan Sinergi Pustaka. Lisnawati, Lilis., M Nurhalim Shabib dan
Hidayat Wijayanegara. (2014). Analisis
Keberhasilan Terapi Bermain terhadap
Perkembangan Potensi Kecerdasan Anak
Retardasi Mental Sedang Usia 7–12
Tahun. Majalah Kedokteran Bandung,
46(2), 73-82. Muchlisah, Anugerah. (2016). Peningkatan
Kemampuan Motorik Halus Melalui
Kegiatan Meronce Manik-Manik Pada
Anak Tunagrahita Sedang Kelas IV Di
SLB Sumbersari Bandung. Tesis, Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Muhammad, As'adi. (2010). Panduan Praktis Stimulasi Otak Anak. Yogyakarta: Diva Press.
PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 | Halaman 178
Bermain Origami Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Anak Retardasi Mental Sedang
Mutaqqin, Arif. (2008). Asuhan Keperawatan Dengan Klien Gangguan Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Nuryuliani, Lisa. (2016). Kegiatan Melipat Kertas Untuk Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Anak Tunagrahita Sedang Di SLB C Sumbersari Bandung. Tesis, Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Oxford. (2010). Ensiklopedia Pelajar. England: Oxford University Press.
Pieter, Heni Zan., Bethasaida Janiwarti danMarti Saragih. (2011). Pengantar Psikopatologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Kencana.
Rismalinda. (2017). Psikologi Kesehatan. Jakarta: Trans Info Media.
Risman, Ricki. (2010). Burung dari Kertas. Bandung: Tataletak Pustaka Prima.
Risnawati. (2017). Pengembangan Program
Intervensi Keterampilan Motorik Halus
Pada Anak Tunagrahita Sedang Kelas IV
SDLB di YPLB Cipaganti Kota Bandung.
Tesis, Bandung: Universitas Pendidikan
Indonesia.
Riyadi, Sujono danSukarmin. (2009). Asuhan
Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Riyanto, Agus. (2010). Pengolahan dan
Analisa Data Kesehatan. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Robinson, Nick danSusan Behar. (2013).
Origami Untuk Sahabat. Solo: Tiga
Ananda.
Santrock, John W. (2011). Masa
Perkembangan Anak 1 Edisi 11. Jakarta:
Salemba Medika.
Schlender, Sheelley. (2013). Origami, Seni
yang Menyembuhkan. Dipetik 5 Februari,
2018, dari VOA Indonesia:
www.voaindonesia.com /a/origami-seni-
yang-menyembuhkan
Setyaningsih, Evi Dwi (2015). Pengembangan
Kemampuan Motorik Halus Anak Dengan
Retardasi Mental Ringan Melalui Skill
Play Therapy, Tesis, Yogyakarta,
Universitas Gadjah Mada. Sharma, Shailja., et al (2016). Pravalence of
Mental Retardation in Urban and Rural
Populations of the Goiter Zone in
Northwest India. Indian Journal of Public
Health, 60(2), 131-136.
Smite, John. (2016). Health Benefits of
Origami. Dipetik 5 Februari, 2018, dari
Origami Resource Center: www.origami-
resource-center.com/health-benefits.html
Soetjiningsih danIG. N. Gde Ranuh. (2015).
Tumbuh Kembang Anak Edisi 2. Jakarta : EGC.
Somantri, Sujihati. (2012). Psikologi Anak
Luar Biasa. Bandung: Refika Adiatama. Sudrajat, Dodo dan Lilis Rosida. (2013).
Pendidikan Bina Diri Bagi Anak
Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Luxima
Metro Media. Suenaga. (2016). Therapeutic Advantages of
Origami. USA: Idaho Health Care
Association. Sujarweni, V. Wiratna. (2014). Metodologi
Penelitian Keperawatan. Yogyakarta:
Gava Media. Sulistyaningsih, Yuni. (2010). Meningkatkan
Gerak Motorik Halus pada Jari-Jari
Tangan Melalui Keterampilan Kolase
Siswa Tunagrahita Ringan Kelas II SLB
C Shanti Yoga Klatem, Skripsi, Surakarta,
Universitas Sebelas Maret. Surmadiyah, Siti. (2012). Peningkatan
Kemampuan Motorik Halus Anak
Tunagrahita Sedang Melalui Origami di
SLB Negeri 1 Sleman, Tesis Yogyakarta,
Universitas Negeri Yogyakarta. Suryani, Eko danAtik Badi'ah. (2017). Asuhan
Keperawatan Anak Sehat dan
Berkebutuhan Khusus. Klaten: Pustaka
Baru Press.
Torres, Leyra. (2011). Health Benefits of
Origami. Dipetik Februari 5, 2018, dari
Origami Spirit:
http://www.origamispirit.com/2011/01/he
alth-benefits-of-origami.
PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 | Halaman 179
Bermain Origami Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Anak Retardasi Mental Sedang
Upton, Penney. (2012). Psikologi
Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
Wong, Donna L. (2009). Buku Ajar
Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.
Yolanda, Septy Dwi. (2015). Penerapan
Keterampilan Origami Terhadap
Peningkatan Kemampuan Motorik Halus
Anak Low Vision di SDLB Negeri A
Citeureup. Tesis, Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia.
Yulianti, Dewi. (2016). Meningkatkan
Kemampuan Motorik Halus Dalam
Menulis Permulaan Melalui Media Fondant Pada Anak Tunagrahita Sedang
di SLB Purnama Asih. Tesis, Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia.
Yuniarti, Sri. (2015). Asuhan Tumbuh
Kembang Neonatus Bayi-Balita dan Anak
Pra-Sekolah. Bandung: Refika Adiatama. Yusup, Ah., Rizky Fitryasari PK, dan Hanik
Endang Nihayati. (2015). Buku Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika. Ziliwu, Dayana. (2015). Gambaran Motorik
Halus Pada Anak Retardasi Mental dalam Bermain Di SLB C Karya Tulus Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang, Karya Tulis Ilmiah, Medan, STIKES Sumatera Utara.
Zsuzsanna, Krickskovis. (2014). Ornamen
dari Berbagai Negara. Jakarta: Erlangga.
PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 | Halaman 180