Upload
others
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
I ,
.• 1 '
DIKLAT PENYUSU~AN NASKAH AKADEMIS I
NASKAIH AKADEMIS RANCANGAN luNDANG-UNDANG
TEINTANG . PERBANl{AN SYARIAH:-.. · ·
i
I
Dl SU~UN OLEH : !
RENY AMIR, SH, MLI KHOFIATUZ~ADAH, SAG, MAG
RICKO WAHYUDI, SH !
M. NAJI~ IBRAHIM, SH !
SEKRETAR.IAT JENDERAL DEWAN PERWAKILAN: I
RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DAN , NATIONAL LEGISLATIVEISTRENGTHENING PROGRAM
. (NLSP) JAK~RTA 2006
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
o·aftar lsi
Naskah Akademis RUU Tentang Perbankan Syariah
Bab I Pendahuluan 1
A. Latar Belakang 1
B. Landasan Hukum 3
C. Tujuan dan Manfaat Penyusunan Naskah Akade~is 7
D. Metode dan Pendekatan 8 ·
Bab II Kerangka Konseptual 10
A. Landasan Teori Perbankan Syariah sebagai Alternatif dari
Perbankan Konvensional 10
1. Kritik terhadap Teor' Ekonomi: Konvensional 10
2. Ekonomi dengan Prinsip Syariah sebagai alternatif 12
3. Fi.kih sebagai Penerapan Syariah 16
B. Ekonomi Syariah sebagai Sistem 21 '
1. Prinsip-prinsip umurh Ekonomi Syariah 21
2. Nilaii-nilai Dasar Sistem Ekonomi Syariah 39
a. Larangan Praktek Riba 39
b. Kerjasama 43 I
c. Jaminan Sdsial 43
d. Zakat 43
e. Peran Negara 44
Bab Ill. Substansi Pengaturan Dalam! RUU Perbankan Syariah 46 i
A. Asas-Asas_perbankan Syariah 46
a. Semua Transaksi harus Terhindar dari Prak.tik Riba 46
b. Transaksi yang dijalankan Berdasarkan Kemitraan
dengan berbagi keu;ntungan dan Kerugian 47 I
c. Transaksi Dilakukan! dengan Landasan Ridla 48
d. Prinsip Usaha dan fSerdagangan yang Halal dan Baik 50
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
e. Prisip Mewajibkan Zakat 50
B. Materi Pengaturan 51
a. Ketentuan Menjadi Pengurus/Pengelola Bank Syariah 51
b. Jenis-jenis Kegiatan Usaha yang Boleh Dilakukan 53
c. Bentuk, Syarat dan Ketentuan Perjanjian Kontrak (Akad) 54
d. Pihak yang Dapat Menggunakan Bank Syariah
e. Penentuan Kesehatan Bank Syariah
f. Pembentukan Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan
Dewan Syariah Nasional (DSN)
g. Penyelesaian Sengketa dan Sanksi Perdata
(Dispute Settlement)
h. Sanksi Pidana dan Administratif
Bab IV. Pentup
A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka
55
56
56
58
59
61
61
62
63
11
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
I. I
I·'
I
I
I .
I
I .
I!
A. Latar Belakang
BABI PENDAHULUAN
Bank syariah sebagai bank yang berdasarkan prinsip syariah atau
hukum Islam dalam melaksanakan kegiatah usahanya yang meliputi
penyimpanan dana, pembiayaan kegiatan usaha, atau pemberian jasa dalam
lalu lintas pembayaran, mengalami perkembangan yang cukup pesat sejak
didirikan pertama kali di Indonesia pada tahun 1992. Bank syariah tumbuh
pada saat bank konvensional, terutama bank swasta yang saat itu menjamur
di timpa krisis . kepercayaan dan likuidasi. Sejak saat itu, bank dengan
menggunakan sistem syariah tampil sebagai bank alternatif dalam
mengembangkan ekonomi masyarakat. Bank syariah juga secara tidak
langsung membantu meningkatkan ketahanan sistem perbankan nasional.
Pada saat terjadi krisis keuangan, bank syariah dapat mengurangi problema
systemic risk, dimana dalam system perbankan syariah, ada pembatasan
kegiatan spekulasi dengan high risk, peniadaan unsure al-gharar serta
pelarangan riba (prohibition of usury) melalui peniadaan bunga bank.
Bank syariah di Indonesia bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat yang meyakini bahwa bunga dalam bank konvensional tidak
sesuai dengan nilai-nilai Islam. Jumlah umat Islam y(:lng besar di Indonesia
menjadi potensi bagi pengembangan bank syariah. Mereka adalah captive
market untuk bank syariah. Terbukti hingga saat ini, baik jumlah bank dan
dana masyarakat yang dihimpun cukup besar. Secara institusional, dalam
tahun 2004 jumlah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah meningkat menjadi 3 bank umum syariah, ,15 unit usaha
syariah (UUS) dari bank umum konvensional dan 88 BPRS. Sedangkan total
aset perbankan syariah pada tahun 2004 mencapai Rp. 15,31 triliun dan
pembiayaan yang diberikan sebanyak Rp. 11 ,48 triliun.
1
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Dalam beberapa tahun ke depan industri perbankan syariah diprediksi
masih akan berkembang dengan tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi.
Dana pihak ketiga yang dihimpun diperkirakan akan mencapai Rp. 20 triliun
' dengan jumlah pembiayaan sekitar Rp. 21 triliun- di akhir tahun 2005
(Laporan Perkembangan Perbankan Syariah Tahun 2004, Direktorat
Perbankan Syariah 81, 2005).
Perkembangan yang pesat tersebut tentunya disebabkan oleh praktek
operasional perbankan syariah yang kian berkembang sesuai dengan trend
ekonomi yang ada. Praktek operasional perbankan syariah dalam
mengimbangi perkembangan ekonomi tentunya membutuhkan penyesuaian
dan inovasi. Penyesuaian dan ~novasi tersebut ternyata tidak semua dan
tidak selalu dapat dilaksanakan. Salah satu faktornya. adalah landasan
hukum positif yang tidak mendukun~g.
Faktor hukum positif (dengan diundangkannya UU No. 10 Tahun 1998
Tentang Perbankan) telah sejak lama menjadi diskursus para praktisi dan
pengamat perbankan Syariah. Salah satu isu besar yang diperdebatkan
adalah undang-undang tersebut tidak mengatur perbankan syariah secara
~eseluruhan. Dalam perkembangannya, timbul permasalahan praktek
operasional perbankan syariah yang tidak mempunyai landasan yang kuat
seperti permasalahan penyertaan modal, peran DSN dan. 13ank Indonesia,
· Capital Adequate Ratio (CAR), standar akuntansi, penyelesaian sengketa,
standar akad, proporsi bagi hasil dan pendirian bank syariah.
Selain itu terdapat beberapa aturan dalam UU tersebut yang
· mempersulit pengembangan bank syariah mengingat kekhasan karakteristik
: bank syariah sendiri. Dalam Pasal 7 dan 10 menyebutkan bahwa bank umum
termasuk bank umum syariah dilarang menyertakan modal kecuali pada bank
: atau perusahaan lain di bidang keuangan. Padahal diharapkan bank syariah
. dapat menjembatani sektor keuangan dengan sektor riil dengan melakukan
· penyertaan modal pada perusahaan yang bergerak di sektor riil atau non
keuangan.
2
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
j.
I,
Praktisi perbankan syariah meyakini bahwa masalah regulasi
merupakan masalah paling pokok yang dihadapi bank syariah. Masalah-
masalah lain sebenarnya sebagian besar dapat teratasi apabila regulasi
tentang perbankan syariah dibuat khusus. Landasan hukum yang ada selama
ini yaitu UU No. 10 Tahun 1998 dianggap belum cukup menjadi landasan 1
· bagi pengembangan bank syariah di masa yang akan datang~ ,
I i Dari hal:-hal yang telah disampaikan tersebut ternyata perbankan
syariah memiliki kekhususan operasional yang belum sepenuhnya diatur
dalam Undang-undang perbankan. Kekhususan perbankan syariah tersebut
dapat lihat dari aspek ekonomis makro yang menekankan pada faktor
distribusi, pelarangan riba dan pelarangan kegiatan ekonomi yang tidak
memberi manfaat secara nyata dalam sistem perekonomian. Sedangkan
pada aspek ekonomis mikro menekankan faktor muamalah dan ibadah, yakni
menekankan aspek kompetensi,. profesionalisme dan sikap amanah dalam
pengelolaan bank syariah. Sedangkan pada aspek yuridis, kekhususannya
terletak pada cakupa·nnya pada aspek syariah disamping hukum posistif.
Mengingat karakteristik tersebut, maka untuk pengaturan perbankan syariah
. I
: perlu disusun undang-undang perbankan syariah tersendiri.
... B. Landasan Hukum
. ,., .-. \ .·
Naskah akademik · Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang
Perbankan Syariah berisikan penjelasan secara akademik dan ilmiah untuk
pembuatan RUU Perbankan Syariah. Untuk melihat keselarasan RUU yang
akan dibuat dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku, di
1 bawah ini akan dikemukakan ketentuan hukum sebagai landasan yuridis,
baik yang terkait secara langsung maupun tidak langsung dengan RUU yang
! akan dibuat tersebut.
3
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
';',
1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Sesuai dengan ketentuan· yang berlaku di Indonesia bahwa UUD 1945
merupakan sumber hukum dasar bagi penyusunan peraturan
perundangan-undangan di bawahnya. Atas dasar itu, setiap aturan hukum
yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan aturan hukum yang
lebih tinggi. Oleh sebab itu, RUU Perbankan Syariah tidak boleh
bertentangan dan harus berdasarkan pada ketentuan-ketentuan UUD
1945.
Landasan hukum yang dapat dijadikan sebagai dasar berpijak s~cara
konstitusional tentang pengaturan perbankan syariah adalah Bab Ill Pasal
23, Pasal 29, dan Pasal 33 UUD 1945. Dalam BAB VIII Pasal 23 ayat (3)
jo. Pasal 23 D Perubahan keempat UUD 1945 ditegaskan bahwa macam
dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang. Penjelasannya
menegaskan bahwa hal ini penting karena kedudukan uang itu
mempunyai pengaruh besar dalam masyarakat, terutama sebagai alat
penukar dan pengukur harga yang dapat mempermudah transaksi
ekonomi. Sejalan dengan itu, perlu diatur kedudukan Bank Indonesia
(Pasal 23 Perubahan Keempat UUD 1945), dan sebagai tindak lanjutnya
perlu pula diatur dunia perbankan melalui undang-undang tersendiri
(Undang-Undang No.1 0 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang
No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan).
Upaya membuat pengaturan perbankan syariah didasarkan pula atas
.landasan yang kuat, sejalan dengan isi Pasal 29 UUD 1945 yang
menetapkan bahwa Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa
dan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu. Penjelasannya menegaskan bahwa kepercayaan
bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang mengandung arti
bahwa setiap perilaku umat beragama, termasuk umat Islam dalam
4
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
------------~ ~--
melakukan interaksi sosial (muamalah) harus dijiwai oleh nilai-nilai
agamanya.
Dengan berpijak pada pasal 29 tersebut, umat Islam dijamin oleh
negara untuk melaksanakan ajaran agamanya. Dalam hal ini, negara
wajib menegakkan hak-hak dasar umat Islam dengan mengatur hubungan
hukum dalam bidang ekonomi yang didasarkan syariah. Apabila prinsip ini
dikaitkan dengan Pasal 33 UUD 1945 beserta Perubahan keempatnya,
maka diperlukan penjabaran dalam bentuk undang-undang organik yang
mengatur sistem perekonomian nasional yang di antara subsistemnya
adalah perbankan syariah.
2. Undang-undang yang terkait, sebagai berikut :
a. Undang-Undang tentang Perbankan.
Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan membuka
peluang kegiatan perbankan berdasarkan bagi hasil, seperti dijelaskan
dalam Pasal 1 ayat 12, Pasal 6 huruf m, dan Pasal 13. Ketentuan
mengenai sistem bagi hasil ini kemudian diubah dan ditambah dalam
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 dengan secara lebih luas mengatur
1, system perbankan berdasarkan prinsip syariah. Dalam penjelasan umum
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 dijelaskan bahwa peranan bank
yang melakukan kegiatan usaha berdasar prinsip syariah perlu
ditingkatkan untuk menampung aspirasi dan kebutuhan masyarakat,
dengan tanpa mengabaikan pembinaan terhadap bank konvensional.
Pengembangan perbankan dianggap perlu untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat yang menginginkan layanan jasa perbankan berdasarkan
prinsip syariah, meningkatkan pergerakan dana yang tidak dapat diserap
oleh bank konvensional, memperkuat sistem perbankan, menyediakan
sarana bagi investor internasional untuk pembiayaan atas dasar prinsip
syariah.
Selama ini ada sejumlah kendala dalam pengembangan bank syariah,
diantaranya belum lengkap dan memadai peraturan dan infrastruktur,
5
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
I
I ,,
I ..
masih kurangnya pemahaman masyarakat terhadap sistem operasional
perbankan syariah, dan teknologi yang belum memadai.
b. Undang-Undang No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia jo.
Undang-Undang No. 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan
Sistem Nilai Tukar.
Kedua undang-undang ini mengatur arah · kebijakan moneter
perbankan dan lalu lintas devisa yang terkait erat dengan kegiatan usaha
bank. Bank Indonesia didirikan dengan tujuan untuk memelihara dan
mencapai kestabilan nilai rupiah. Agar tujuan ini tercapai, Bank Indonesia
menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, menjaga dan
mengatur kelancaran system pembayaran, mengatur dan mengawasi
bank. Untuk dapat menjalankan tugasnya dengan baik, Bank Indonesia
menetapkan peraturan, memberi dan mencabut izin atas kelembagaan
dan kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan bank
dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
c. Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Pada dasarnya semua produk perbankan syariah diikat dengan akad
(perjanjian) yang dibuat oleh bank dengan nasabah. Secara realita,
formulir akad itu dibuat oleh bank sebagai kontrak baku. Berdasarkan
prinsip syariah, ketika seseorang menandatangani akad, kedua pihak
yang bertranskasi harus mengetahui dan memahami isi akad yang akan
mengikat mereka. Atas dasar ini, bank mempunyai kewajiban untuk
menjelaskan isi akad yang terdapat dalam formulir baku itu agar nasabah
memahami hak dan kewajiban yang1 akan mengikatnya. Menurut
ketentuan syariah, apabila pihak nasabah merasa keberatan dengan isi
akad yang dijelaskan pihak bank, ia mempunyai kesempatan untuk
melakukan negoisasi (khiyar) sehingga terwujud kesepakatan yang
didasarkan suka-sama suka ('antaradhin) dalam akad tersebut.
6
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Dalam penyusunan akad, bank syariah harus tunduk pada aturan
kontrak baku yang diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan
Konsumen. Sejalan dengan itu, semua akad yang bertentangan dengan
aturan tersebut batal demi huk.um dan pelakunya dapat diancam dengan
pidana.
d. Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tentang Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat ~
Ketentuan yang terdapat dalam undang-undang ini berlaku bagi
semua badan usaha, termasuk bank syariah. Undang-undang tersebut
menegaskan antara lain larangan terhadap perbuatan-perbuatan tertentu
dan perjanjian-perjanjian tertentu, seperti1 penguasaan pangsa pasar yang
mengarah pada praktek monopoli~tik yang diantaranya dengan auisisi
atau merger. Demikian pu~a dilarang melakukan praktek-praktek
pemboikotan dan diskriminasi.
C. Tujuan dan Manfaat Penyusunan. Naskah Akademis
Penyusunan . Naskah Akademik Rancangan Undang-undang · tentang
Perbankan Syariah bertujuan : untuk memberi alasan ilmiah mengenai
signifikansi penyusunan RUU Perbankan Syariah. Konsep-konsep yang
dituangkan dalam naskah ini didasarkan pada keinginan masyarakat menuju
terwujudnya sistem ekonomi yang berbasis kerakyatan dengan memberi
argumentasi tentang landasan dan prinsip-prinsip syariah.
Selain itu, disadari bahwa suatu undang-undang akan lebih
implementatif bila ia beakar dari kebutuhan yang ada dimasyarakat dan
1 mampu merepresentasi semua pihak yang terkait secara lebih proporsional.
Berangkat dari proses dan tahapan yang akademis dan ilmiah, penyusunan
naskah akademis ini ditujukan sebagai guideline bagi perancangan undang-
undang perbankan syariah.
7
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
I
i,
D. Metode dan Pehdekatan
Ada dua tahap yang ditempuh dalam penyusunan naskah akademik
Rancangan Undang-undang Perbankan Syariah ini, yaitu; tahap penelitian
lapangan dan tahap penyusunan naskah akademik. · · ·,
Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan sosio-/ega/
research yang bertujuan untuk memperoleh data primer. Data primer
dip'eroleh melalui studi kepustakaan dan penelitian lapangan. Studi
kepustakaan dilakukan terhadap berbagai bahan kepustakaan mengenai
perbankan syariah, baik terhadap peraturan perundang-undangan tentang
perbankan (syariah), penelitian terdahulu, dan berbagai literatur, terutama
yang terkait dengan wilayah penelitian.
Penelitian lapangan dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan
sekaligus, pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif dipakai untuk
menggali informasi dari nara sumber/informan tentang permasalahan yang
dihadapi perbankan syariah dengan regulasi yang ada saat ini. Data
dikumpulkan dengan metode wawancara terstruktur berdasarkan suatu
pedoman wawancara. Wawancara dilakukan untuk mengetahui pendapat
qari berbagai kalangan masyarakat tentang perlunya penyusunan perbankan
syariah, baik praktisi perbankan syariah, akademisi, dewan syariah, tokoh
masyarakt, LSM, dan masyarakat (nasabah bank syariah d.an nasabah bank
konvensional). Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui pengetahuan
dan pemahaman masyarakat/responden tentang keberadaan dan
operasional perbankan syariah serta opini mereka tentang perlunya
penyusunan UU perbankan syariah. Data dikumpulkan .dengan menyebar
kuesioner kepada responden berdasarkan daftar pertanyaan.
Berdasarkan pendapat yang ditemukan di lapangan ternyata
kecenderungan umum responden atau masyarakat menginginkan adanya
undang-undang yang mengatur secara khusus tentang perbankan syariah.
Undang-undang tersebut mengatur secara je~as tentang prinsip syariah, jenis
8
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
I,
produk dan menjamin kenyamanan pelayanan bagi nasabah. Disamping itu,
, undang-undang tersebut mengatur tentang keduduk~m. tugas dan peran
Dewan Pengawas Syariah · (DPS) dan/atau Dewan Syariah Nasional· (OSN)
secara jelas. Kelak dalam Undang-undang, hubungan kerja antara DPS dan
DSN, hak dan kewajiban, standard penghargaan, pelibatan DPS dalam
pelaksanaan transaksi antara pihak bank ·dengan nasabah dan sanksi
terhadap pelanggaran fatwa seharusnya dinyatakan secara tegas. Disamping
itu, dalam UU Perbankan juga diatur mengenai sanksi bagi bank syariah
yang melanggar melanggar aturan prinsip syariah.
Undang-undang tentang perbankan syariah yang tersendiri mempunyai
peran sangat signifikan, terutama untuk menjawab berbagai kasus ban:k
syariah yang memiliki karakteristik yang khas dalam pelaksanaan
opersionalisasinya. Yang perlu diatur antara lain pelaksanaan operasional
akad terutama pembiayaan, kedudukan DSN/DPS dalam struktur bank
sehingga bisa lebih aktif mengawasi operasionalisasi secara syariah,
standarisasi akad dan proses penyelesaian sengketa (dispute) serta
pengadilan mana yang berwenang menanganinya.
Selain itu, banyak responden yang berharap dalam Undang-undang
perbankan syariah tersebut nanti mengatur beberapa hal yang belum diatur
dalam UU No. 10 Tahun 1998, seperti jaminan equity dimana keberhasilan
bank syariah tergantung dengan keberhasilan n~sabahnya, prudential
regulasi, likuiditas dan perlu ada aturan tentang kerjasama antar bank syariah
dalam hal penempatan dana. Selain itu aturan tentang standard penilaian
kesehatan bank yang disamakan dengan bank konvensional dianggap tidak
sesuai bila diterapkan juga pada bank syariah karena karakteristiknya yang
berbeda.
9
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
BABU
KERANGKA KONSEPTUAL
A. Landasan Teori Perbankan Syariah sebagai Alternatif dari Perbankan Konvensional
1. Kritik terhadap Teori Ekonomi Konvensional
Pada prinsipnya suatu teori ekonomi merupakan hasil abstraksi
dari serangkaian fakta tentang usaha manusi~ (mikro) atau negara
(makro) ~untuk mencapai kesejahteraan. Arus utama dari .teori
ekonomi yang berkembang saat ini, berasal dari dua sistem ekonomi
yang mempunyai pengarulh luas di dunia, yaitu sistem kapitalisme
dan sosialisme.1 Sistem kapitalisme dimanifestasikan dalam teori-
teori ekonomi Liberai-Kapitalistik, teori pertumbuhan Neo-Kiasikal.
Sedangkan sistem sosialisme 1 dimanifestasikan dalam teori-teori
Ekonomi Marxist dan Neo-Marxtst. Kedua sistem ekonomi ini lebih
mement1ingkan kehidupan materialistik dan hedonisme.2
Sistem kapitalisme dan sosialisme telah gagal memecahkan
persoalan kebutuhan ekonomi manusia secara mendasar dan
ternyata tidak dapat mewujudkan kesejahteraan. Kedua sistem
ekonomi ini justru menimbulkan sejumlah persoalan, seperti
ketidakstabilan moneter, bunga tinggi, laju inflasi melambung tinggi,
defisit anggaran belanja, ketidamerataan distribusi pendapatan dan
kekayaan sebagai pemicu utama gejolak sosial di masyarakat
melebarnya disparitas antara berbagai negara dan kawasan yang
diakibatkan oleh perbedaan penguasaan ilmu pengetahuan dan
1Mubyarto, Membangun Sistem Ekonomi, (Yogyakarta: BPFE, 2000), h. 4-5. 2 A.M. Saefudin, Ekonomi dan Masyarakat Dalam Perspektif. Islam, (Jakarta: Rajawali
. Press, 1987), h. 12. · ·
10
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
!,
.,!1 l.
'• :.
'I
teknologi atau karena sebab-sebab sosio ekonomi yang berujung
kepada divergensi atau antagonisasi kondisi materiaL3
Kedua model teori ekonomi tersebut juga menimbulkan tingkat
pengangguran yang tinggi, kemiskinan massal, penurunan secara
substansial kualitas kesejahteraan material manusia, sampai pada
persoalan penggunaan sumberdaya alam (non-renewable resource)
secara irrasional sehingga mengancam lingkungan dan peradaban
manusia.
Selain itu, paradigma teori ekonomi liberal dan sosialis yang
memisahkan ·antara urusan keduniaan dengan urusan spiritual
berakibat pada berkembangnya budaya permissive, hidup hedonistik,
pandangan hidup yang sekuler dan sinkretis. Lebih jauh paradigma
ekonomi tersebut yang menolak hakikat nilai-nilai kemanusian
berimpli:kasi timbulnya kehampaan dalam perilaku manusia. Dalam
situasi yang demikian, upaya untuk memperoleh kemakmuran dan
kesejahteraan sulit untuk diwujudkan.
Sejalan dengan 'itu, pada saat ini muncul kegelisahan
paradigmatik di kalangan ekonom, bukan saja terjadi di negara
berkembang, tetapi juga di negara-negara barat -yang maju sebagai
tempat berkembangnya ilmu ekonomi kapitalis. Dalam kaitan ini,
muncul gagasan dari para ekonom untuk mengkaji ulang paradigma
ekonomi yang ada, bahkan melakukan perubahan paradigma dengan
melahirkan suatu paradigma baru.
Berbagai pakar ekonomi barat tampil memberikan kritikan dan
mengung~~pkan kelemahan ekonomi yang · berlandaskan sistem
kapitalis dan sosialis, diantaranya P .A Samuelson, Gunnar Myrdal,
3Pheni Chalid, dk.k, Laporan Penelitian Potensi, Persepsi, Preferensi dan perilaku , Masyarakat Terhadap Bank Syariah di · DKI Jakarta dan Sekitarnya, (Jakarta:· UIN Syarif
Hidayatullah dan BI, 2003 ), h. 19. · ·
11
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Harvey Leibenstein dan Kurt ·Dopier. Kelemahan paling mendasar
dari paradigma teori ekonomi tersebut karena tidak mengambil
dimensii moral, nilai-nilai sosial dan etika. Untuk menutupi kelemahan
ini perlu dikembang~an pendekatan interdisipliner dalam mengamati
fenomena ekonomi dan pendekatan holistik. Pendekatan holistik
yang dimaksud diwujudkan dengan mengintegrasikan kebutuhan
material dan spiritual manusia, interaksi antara sesama manusia,
serta manusia dengan alam semesta.4
2. Ekonomi dengan Prinsip Syariah sebagai Alternatif
Mengingat sistem ekonomi _yang telah berkembang dalam
kehidupan manusia, yaitu kapitalisme dan sosialisme, tidak mampu
memberikan kesejahteraan materiali dan spiritual secara sekaligus,
maka ekonomi dengan menggunakan prinsip syariah dapat dijadikan
sebagai alternatif pEmcapaian kesejahteraan manusia tersebut.
Sehubungan dengan itu, segala s_umber daya yang terdapat di alam
semesta ini harus dapat dijadikan sebagai bahan untuk memberikan
kemaslahatan dan kesejahteraan kepada manusia, bukan sebaliknya
mendatangkan kerusakan dan permusuhan.
Ekonomi Islam bersumber pada doktrin-doktrin hukum yang
terdapat dalam ai-Quran dan hadis. Menurut kedua sumber ini,,
konsep kesejahteraan dii dalam Islam didasarkan pada akeyakinan
bahwa Allah merupakan satu-satunya tujuan, Pencipta dan Pemilik
Mutlak (tauhid), manusia adalah kahlifah (pengemban) amanah darii
Allah yang memberikan keadilan kepada seluruh manusia. Syariah
merupakan nomra yang menerangi dan memberikan petunjuk kepada
manusia dalam menjalani k,ehidupannya.
4Umar Chapra, Islam and The Economic Challenge, (USA: lilT, 1992).
12
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
'i
.• 11 '
Melalui kedua sumber utama hukum Islam (ai-Quran dan hadis),
umat Islam diberikan pedoman dan aturan yang disebut syariah.
Syariah merupakan sumber aturan perilaku sekaligus memuat tujuan-
tujuan dan strateginya. Tujuan-tujuan ini pul~ yang menjadi dasar
konsep Islam tentang kesejahteraan manusia dan kehidupan ,yang
baik. Kesejahteraan manusia belum terpenuhi. apabila hanya dalam . -·;
bentuk materi semata, tetapi juga harus terpenuhinya kebutuhan
yang bersifat spiritual.
Dalam penilaian Syatibi tujuan utama syariah adalah
mewujudkan kemaslahatan manusia dalam kehidupannya. Inti
kemaslahatan yang ditetapkan Syari' adalah pemeliharaan lima hal
pokok (al-Kulliyat ai-Khams). Semua bentuk tindakan seseorang yang
mendukung pemeliharaan kelima aspek ini disebut mas/ahah. Begitu
pula segala upaya yang berbentuk tindakan menolak kemudharatan
terhadap kelima hal ini juga disebut mas/ahah. Karena itu, ai-Ghazali
mendefinisikan maslahah sebagai mengambil manfaat dan menolak
kemudharatan dalam rangka memelihara tujuan syara'.5
Pemeliharaan tujua~ syara' yang dimaksud ai-Ghazali adalah
pemeliharaan ai-Kulliyat ai-Khams.
Sejalan dengan prinsip maslahah sebelumnya, Syatibi
menjelaskan bahwa kemaslahatan tidak dibedakan antara
kemaslahatan dunia maupun kemaslahatan akhirat, karena kedua
bentuk kemaslahatan ini selama bertujuan memelihara a/-Kulliyat ai-
Khams; termasuk dalam ruang lingkup maslahah.6 Aqa tiga tingkatan
\ 5 Abu Hamid al-Ghazali, al-Mustashfa fi Ilmi al-Ushul, (Beirut: Dar al-kutub al-l Ilmiyyah, 1983), h. 286.
6Abu Ishaq Ibrahim ibn Musa ibn Muhammad al- Syatibi, al-Muwafaqat fi Ushu a/-• Syari'ah, t.k.: Daribn Affi.n, 1997, Jilid 2, h. 17-18.
13
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
kemaslahahatan, yaitu esensial (dharuriyat), sekunder (hajiyyat), dan
komplementer (tahsiniyat).
Kemaslahatan al-dharuriyat adalah suatu kemaslahatan yang
berkaitan dengan kebutuhan dasar manusia di dunia dan akhirat.
Demikian penting kemaslahatan ini., apabila luput dalam kehidupan
manusia akan terjadi kehancuran, bencana dan kerusakan terhadap
tatanan kehidupan manusia. Kemaslahatan ini meliputi pemeliharan
agama, diri, akal, keturunan dan harta.
Pemeliharaan kelima kemaslahatan ini, menurut Syatibi,
dilakukan melalui berbagai kegiatan kehidupan. Melalui ushu al-
lbadat, pemeliharaannya dilakukan dengan menanamkan dan
meningikatkan keimanan, mengucapkan dua kalimah al-syahadat,
melaksanakan sholat, menunaikan zakat, puasa, haji dan
sebagainya. Semua bentuk amalan ini ditujukan untuk pemeliharaan
agama.
Pemeliharaan diri dan akal manusia dilakukan melalui berbagai
kegiatan adat, seperti makan, minum, berpakaian, dan memiliki
rumah sebagai tempat tinggal dan melindungi diri dari berbagai
gangguan. Sedangkan pemeliharaan keturunan dan harta dilakukan
melalui kegiatan muamalat, melakukan interaksi dengan sesama
manusia. Pemeliharaan kelima bentuk kemaslahatan ini juga
terwujud dengan adanya ketentuan hukum jinayat dan perintah
menegakkan yang ma'ruf dan mencegah yang mungkar.7
Kemaslahatan hajiyat adalah suatu kemaslahatan yang
dibutuhkan man usia untuk menyempurnakan kemaslahatan. pokok
mereka dan menghilangkan kesulitan yang dihadapi. Termasuk
kemaslahatan ini semua ketentuan hukum yang mendatangkan
7Syatibi, al-Muwafaqat, Jilid 2, h. 18-20.
14
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
keringanan bagi manusia dalam kehidupannya. Bentuk keringanan
dalam ibadah, tampak dari kebolehan meringkas (qashar) sholat dan
berbuka puasa bagi orang yang musafir. Dalam muamalat,
keringanan ini terwujud dengan dibolehkan berburu binatang halal,
memakan makanan yang baik, dibolehkan melakukan jual beli salam
(bay' sa/am), kerjasama pertanian (muzara'ah) dan perkebunan
(musaqqah). Semua kegiatan ini disyari'atkan Allah guna
memudahkan kehidupan manusia dan mendukung perwujudan
kemaslahatan pokok di atas.8
Kemaslahatan ini sering disebut dengan maslahat takmiliyat,
yaitu suatu kemaslahatan yang sifatnya pelengkap dan keluasan
terhadap kemaslahatan dharuriyat dan hajiyat. Kemaslahatan ini
dimaksudkan untuk kebaikan dan kebagusan budi pekerti.
Sekiranya, kemaslahatan ini tidak dapat diwujudkan dalam
kehidupan, tidaklah sa-mpai menimbulkan kegoncangan dan
kerusakan terhadap tatanan kehidupan manusia. Meskipun
demikian, kemaslahatan ini tetap penting dan-dibut~hkan manusia.
Misalnya, dalam ibadat,- keharusan bersuci, menutup au rat dan
memakai pakaian yang indah dan bagus. Contoh kemaslahatan
dalam adat, adanya adab dan tata cara makan dan kebiasaan
membersihkan diri.
Dari ketiga tingkatan kemaslahatan ini yang perlu diperhatikan
seorang muslim adalah kualitas dan tingkat kepentingan
kemaslahatan itu sehingga dapat ditentukan kemaslahatan yang
harus diprioritaskan terlebih dahulu. Kemaslahatan dharuriyat harus
lebih didahulukan dari hajiyat dan kemaslahatan hajiyat harus lebih
didahulukan dari tahsiniyat.
8Nasrun Harun, Ushul Fiqh I, (Jakarta: Logos, 1997), Cet. ke-2, h. 116.
15
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Ekonomi yang didasarkan pada prinsip-prinsip _syariah tidak
hanya sebagai wahana untuk memelihara keseimbangan kehidupan
ekonomi, tetapi diharapkan juga menjadi sarana untuk merelokasi
sumber-sumber daya kepada orang-orang yang berhak dalam
syariah. Dengan demikian, tujuan efisiensi ekonomi dan keadilan
dapat dicapai secara sekaligus.9
Menurut Chapra dengan keberhasilan mencapai tujuan
ekonomi yang berlandaskan prinsip syariah akan terwujud
lingkungan masyarakat yang sempurna. Hal ini tentu dapat dicapai
melaluii usaha yang maksimal. Dalam hal ini, perlu ada strategi
merestrukturisasi sistem sosio-ekonomi secara komprehensip.
Restrukturisasi tersebut mesti diiringi dengan usaha memperbarui
sistem politik, hukum, ekonomi dan sosial, dengan mengikutsertakan
semua komponen warga negara. Melalui cara tersebut sangat
dimungkinkan manfaat ekonomi yang menggunakan prinsip syariah
dapat dinikmati dan dirasakan oleh semua ,lapisan masyarakat.10
Diantara institusi publik yang perlu diretrukturisasi dan direformasi
ialah lembaga keuangan dan perbankan yang disesuaikan dengan
prinsip ekonomi syariah.
3. Fikih sebagai Penerapan Syariah
Dalam studi hukum Islam, kata syariah yang berasal dari bahasa
Arab mempunyai beberapa arti, antara lain jalan ke tempat pengairan"
atau '}alan yang diikutl', atau tempat lewat air disungai. Kata syari'ah
muncul beberapa kali dalam AI-Qur'an, diantaranya surat ai-Maidah (5):
48; ai-Syura (42): 13; dan ai-Jatsiyah (45): 18, yang mengandung arti
"jalan yang jelas yang membawa kepada kemenangan". Dalam hal ini,
9Chapra, Islamic Economic, h. 215 1°Chapra, Islamic Economic, h. 215.
--------- ---
16
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
!,
agama yang ditetapkan Allah untuk manusia disebut syari'ah, dalam arti
bahasa, karena umat Islam selalu melaluinya dalam kehidupan di dunia.
Kesamaan syari'ah Islam dengan jalan air adalah dari segi bahwa siapa
yang yang mengikuti syari'ah ia akan. mengalir dan bersih jiwanya. Allah
menjadikan air sebagai penyebab kehidupan tumbuh-tumbuhan dan
hewan sebagaimana Dia menjadikan syari'ah sebagai penyebab
kehidupan jiwa insani.
Para ahli fikih memahami istilah syariah sebagai "segala hukum
dan aturan yang ditetapkan Allah bagi hamba-Nya untuk diikuti yang
mengatur hubungan antara manusia dengan Allah, hubungan antara
manusia dengan manusia, dan hubungan antara manusia dengan
lingkungan dan kehidupannya.
Pada periode awal Islam, pengertian syari'ah meliputi seluruh
ajaran Islam, baik akidah, akhlak maupun syari'ah dalam arti khusus
(hukum Islam). Pada periode berikutnya, masa perkembangan hukum
Islam dan masing-masing ilmu keislaman berdiri sendiri, istilah syari'ah
hanya digunakan untuk masalah hukum Islam. Dalam hal ini, syari'ah
adalah "Segala ketetapan Allah yang berhubungan dengan tingkah laku
manusia di luar masalah akidah dan akhlak". Dengan demikian, syari'ah
adalah nama bagi hukum-hukum yang bersifat amaliah, baik
menyangkut hubungan dengan Allah (ibadah) maupun hubungan
sesama manusia (maumalah). Setiap muslim mempunyai kewajiban
untuk menjalankan ajaran syariah dalam semua aspek kehidupannya.
Selain istilah syariah, dalam terminologi hukum Islam dikenal pula
istilah fiqh. Kata fiqh secara etimologi berasal dari kata fiqhan berarti
paham atau mengerti. Sebagian ulama memahami bahwa kata fiqh
bukan sekedar paham atau mengerti, tetapi paham secara mendalam
untuk sampai kepadanya perlu mengerahkan pemikiran secara
17
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
I '!
sungguh-sungguh. Orang yang memiliki pemahaman me~dalam tentang
fiqh disebut faqih.
Secara istilah, fiqh adalah hukum-hukum yang memberikan aturan
teknis sebagai pelaksanaan dari syariah. 11 Jadi, istilah syariah
mempunyai arti lebih luas dan umum, sedangkan fikih memiliki
pengertian yang sempit dan bersifat teknis yang merupakan hasil
interpretasi para ulama terhadap syariah. Mengingat fiqh sebagai hasil
interpretasi atau ijtihad ulama ia dapat berubah, beragam dan
dikembangkan mujtahid berikutnya. Kemungkinan berubahnya fiqh
menggambarkan keelastisannya. Beragam fiqh melahirkan mazhab-
mazhab fiqh sepanjang sejarah. Tegasnya, fiqh memiliki relativitas dari
sisi kepada siapa fiqh tersebut dinisbahkan (dihubungkan), kepada
imam Syafi'i, Abu Hanifah atau Malik. Relativitasnya pun dapat diamati
dari kawasan mana fiqh tersebut dilahirkan, dari kawasan Madinah, lrak,
Andalus atau kawasan lainnya.
Secara garis besar, fikih dapat dibagi menjadi dua macam, fikih
ibadah dan fikih muamalah. Fikih ibadah berisikan aturan hukum yang
meliputi tingkah laku manusia dalam hubungan dengan Allah, seperti
sholat dan puasa. Sementara fikih muamalah memuat aturan tentang
hukum yang· mengatur perbuatan manusia yang berhubungan dengan
11Cukup beragam definisi fikih yang dikemukakan para ulama, misalnya Syihab ai-Din Abu ai-Abbas Ahmad ibn Idris ai-Qarafi mendefinisikan fiqh secara terminologi yaitu mengetahui tentang hukum-bukum syara 'yang bersifat amaliyah berdasarkan dalil. Menurut ulama mazhab Syafi'i fiqh adalah ilmu tentang hukum syara' yang bersifat amaliyah, diperoleh melalui dalil-dali yang lerperinci. Sementara itu, kalangan Hanafiyyah mendefinisikan fiqh sebagai berikut: Fiqh adalah pengetahuan seseorang tentang apa yang menjadi hak dan kewajibannya. Lihat Syihab al-Din Abu ai-Abbas Ahmad ibn Idris al-
l Qarafi, Syarh Tankih al-Fushulfi Ikhtisar al-Mahsulfi al-Ushul, (Beirut: Dar ai-Fikr, 1973), Cet. ke-1, h. 17. Lihat pula Musthafa Said ai-Khin, Dirasah Tarikhiyah li al-Fiqh wa Ushuluhu wa al-Ittijahat allati Zaharatfiha, (Syiria: t.p., 1984), Cet. ke-1, h. 10.
18
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
.!• '
.. I
persoalan keduniaan, misalnya hukum yang mnegatur tentang masalah
ekonomi, politik, sosial dan budaya.12
Menurut Ibn Taimiyah prinsip ibadah terkait dengan kemaslahatan
agama, sedangkan muamalah terkait dengan pemenuhan kebutuhan
hid up manu~Ja di dunia. Atas dasar ini, yang menjadi prinsip penting
dalam ibadah adalah tauqlf (tidak melakukar( sesuatu) sampai ada
perintah dari Allah untuk melakukannya. Tanpa ada perintah Allah yang
tertuang dalam syariat-Nya, ibadah tidak boleh dilakukan. Sementara
dalam muamalah yang berisikan aturan untuk memenuhi kebutuhan
hidup manusia, dilandaskan pada prinsip a/-'afw (kemaafan, kebolehan)
segala sesuatu hingga ada larangan dari Allah. Apabila ada larangan
dari Allah, muamalah itu tidak boleh difakukan muslim.13
Mengingat hukum ibadah hanya wewenang mutlak Allah dan Nabi
SAW menentukannya, terlarang melakukan suatu ibadah kecuali ada
perintah dari Allah dan Nabi. Hukum ibadah ini dijelaskan dalam Quran
dan hadis dengan nash-nash qath'i. Dalam Quran memang penjelasan
tentang ibadah hanya bersifat umum, tetapi hadis memberikan
penjelasan secara rinci. Oleh karena itu, lbadah tidak boleh ditambah
dan dikurangi selain yang telah dijelaskan Allah dan dicontohkan Nabi
SAW.
Berbeda dengan ibadah, aturan muamalah sebagian besar
ditetapkan dalam Quran dan hadis dalam bentuk prinsip-prinsip umum
dan bersifat ,terbuka untuk menerima penafsiran. Sedikit sekali dari
persoalan muamalah diatur dengan nash tegas, pasti (qath'l) dan terinci.
Umumnya, persoalan muamalah diatur dengan nash zanni, sehingga ia
12Abd al-Wahhab Khallaf, '1/mu Ushu al-Fiqh, (Kuwait: Dar al-Qalam, 1978), Cet. ke-12, h. 32-33
13Ibn Taimiyah, Iqamah al-Dalil ala Ibthd/ a/-Tahli/, dalam Majmu' Fatawa Ibn Taimiyah, (Beirut: Dar al-Fikr, 14000H/1980 M), Juz UI,h. 272-3
19
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
I .
termasuk kategori yang ma~qOI ma'na. Sejalan dengan itu, para ulama
merumuskari kaidah fikih yang berbunyi: "Hukum asa/ bagi semua yang
bermanfaat adalah bo/eh
Menurut ai-But~i, yang dimaksud dengan manfaat meliputi semua
yang mendukung pemeliharan a/-Kul/iyat ai-Khams, yaitu pemeliharaan
terhadap diri, agama, keturunan, akal, dan h~rta. Di samping itu,
manfaat dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang baik . atau
dapat digunakan untuk merealisir kebaikan sekaligus menghindarkan
kemudharatan, baik bagi individu maupun masyarakat. 14 Semua
persoalan yang bermanfaat bagi manusia dan bukan termasuk dalam
bidang ibadah termasuk ruang lingkup muamalah.
Segala bentuk persoalan yang termasuk muamalah, hukumnya
boleh selama tidak ada ketentuan nash yang melarang. Oleh karena itu,
umat Islam mempunyai kesempatan luas untuk melakukan kegiatan
muamalah selama tidak ada nash yang melarangnya. Disamping itu,
ketentuan muamalah yang diatur dalam nash dengan prinsip-prinsip
umum memberikan kesempatan luas bagi para ulama melakukan ijtihad
agar dapat memberikan jawaban hukum terhadap berbagai persoalan
muamalah yang selalu berkembang dalam kehidupan manusia.
Sebagai upaya mewujiudkan kemaslahatan dalam kehidupan
ekonmi, diantaranya dengan membuat aturan tetnag perbankan syariah
secara tersendiri yang terpisah dari pengaturan perbankan
konvensioanl. Pengelolaan perbankan yang sesuai dengan prinsip
syariah bagi umat Islam merupakan bagian dari ibadah dalam artian
luas, karena perbankan yang sesuai syariah atau perbankan syariah
14Said, Ramadhan ai-Buthl, Dhawabit al-Maslahah fi al-Syari'ah al-Islamiyah, (Beirut: Muassah ai-Risalah, 1977), Cet. ke-3, h. 23
20
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
' ~ ' . .
merupakan aplikasi dari keimanan ddalam tataran kehidupan manusia
yang dipantulkan dari norma-norma dan ketentuan syariah.
B. Ekonomi Syariah sebagai Sistem
1. Prinsip-prinsip umum Ekonomi Syariah
Ada sejumlah prinsip umum yang membentuk kerangka ekonomi
syariah. Prinsip itu tersebut adalah tauhid, khilafah, keadilan,
persamaan dan persaudaraan, Nubuwwah, Ma'ad (hasil).15
a. Prinsip Tauhid
Tauhid merupakan yang ajaran dasar Islam sekaligus
fondasi Islam. Prinsip tauhid mengajarkan kepada manusia
bahwa tiada yang patut disembah melainkan Allah dan tiada
yang memiliki langit, bumi dan segala isinya melainkan Allah.
Atas dasar ini, Allah merupakan pemilik mutlak semua sumber
daya yang ada, bahkan termasuk manusia sendirL Dalam kaitan
ini, segala yang dikuasai dan dimiliki man usia di dunia ini hanya
sebagai amanah dari Allah.
Prinsip tauhid juga menegaskan bahwa manusia diciptakan
Allah untuk beribadah kepadanya. Oleh karena itu, semua
aktifitas man usia dalam · hubunganya dengan alam (sumber
daya) dan manusia (muamalah) harus dalam kerangka
hubungan dengan Allah. Sejalan dengan itu, manusia akan
mempertanggungjawabkan segala aktifitasnya kepada Allah,
termasuk dalam kegiatan muamalah atau ekonomi dan bisnis.
15Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islami, (Jakarta: IIIT Indonesia, 2003), Cet. ke-1, h. 52-63 . . .
21
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
I
' ~ ' ' .
b. Prinsip khilafah Prinsip khilafah menjelaskan bahwa manusia diciptakan
sebagai pemimpin dan pemakmur bumi. Dengan kata lain, manusia
merupakan wakil Allah di muka bumi (QS. 2:30). Sebagai
pengemban amanah Allah di muka bumi, manusia diberikan
kebebasan untuk memilih d~n berbuat dalarri-kehidupannya sesuai dengan ketentuan pemberi amanah. Prinsip khilafah menegaskan
bahwa manusia memikul tanggungjawab untuk mewujudkan
kemaslahatan di muka bumi. Nilai yang terdapat pada prinsip ini
yang mnejadi landasan kehidupan kolektif manusia dalam islam.
Fungis utamanya untuk menjaga keteraturan interaksi (muamalahO
antar kelompok, termasuk dalam kegiatan ekonomi, agar
kekacauan dapat dihilangkan atau dikurangi.
Dari prinsip ini lahir sejumlah ketentuan liukum yang harus
dipatuhi manusia dalam kehidupan, yaitu:
1. Kewajiban menjunjung tinggi persaudaraan universal
berdasarkan prinsip persamaan manusia dihadapan Allah
dan tidak boleh ada perlakukan diskriminatif.
2. Semua sumber daya yang ada di alam ini merupakan
amanah Allah. Oleh karena itu, manusia hanya sebagai
penerima amanah dari Allah, bukan pernilik mutlak. Manusia
akan diminta pertanggungjawaban ata~s apa yang
diamanahkan kepadanya
3. Kewajiban manusia untuk hidup sederhana, tidak sombong,
angkuh, tamak d_an mubazir.
4. Kemerdekaan diri dan jiwa mnusia dalam kehidupan sosial
karena sebagai khalifah, manusia hanya boleh tunduk . .
kepada Allah. Atas da!Sar ini, tidak boleh ada penghambaan
22
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
! i
kepada seseorang atau sesama makhluk, baik secara sosial,
hukum, politik maupun ekonomi.16
Konsep khilafah tidak hanya dilihat dari sisi individu manusia
sebagai pemimpin, tetapi dapat diamati dalam skala lebih besar,
yaitu diwujudkan melalui negara atau pemerintah. Pemerintah
mempunyai peranan penting dalam perekonomian. Peran utama
peme~intah untuk menjamin perekonomian agar berjalan sesuai
dengan ketetentuan syariah- dan untuk memastikan supaya tidak
terjadi pelanggaran terhadap hak-hak manusia. Ketentuan ini
semua ditujukan agar terwujud kemaslahatan dan kesejahteraan
dalam kehidupan manusia. Hal ini akan tercapai dengan
pemeliharaan lima hal po.kok yang menjadi maqashid a/-syariah
(tujuan-tujuan syraiah), yaitu agama, diri, keturunan, akal, dan
harta.
c. Prinsip Keadilan ('ad!) '
Adil atau keadilan merupakan ajaran Islam yang penting.
Dalam ai-Qur'an terdapat kata adlu atau yang seakar dengan
kata · itu sebanyak 28 kaiL Ada beberapa makna kata adil.
Pe~rtama, menempatkan sesuatu pada tempatnya. Kedua,
keseimbangan antara hak dan kewajiban. Ketiga, · tidak
menzalimi dan tidak dizalimi. Ketiga makna adil ini mengacu
pada substansi yang sama, yaitu memperlaku manusia secara
sama, proporsional dan seimbang.
AI-Quran sebagai sumber utama ajaran memberikan
dorongan keras kepada umatnya untuk menegakakan keadilan.
Penegakan keadilan dan penghancuran ketidakadilan
merupakan misi utama setiap Rasul utusan Allah (QS. 57:25).
16 • ' Lthat Chapra, Islam and The Economic, h. 206-208
23
. " .. -·~ . .... . .
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
I .
Adil merupakan merupakan salah satu sifat Allah dan
memerintahkan setiap muslim untuk menjadikannya sebagai
idealisme moral (QS. 7:29; 16:90; 42:15). Mewujudkan keadilan
dalam kehidupan mengantarkan muslim untuk lebih dekat
kepada takwa (QS. 5:8).
Berdasarkan nilai-nilai yang terdapat dalam keadilan,
manusia dituntut untuk berlaku benar dalam ucapan dan
perbuatan, memenuhi perjanjian yaqng telah dibuat dan
memenuhi semua kewajiban (QS. 3:189, 2:177; 23:8, 5:1). Atas
dasar keadilan, manusia diperintahkan untuk tidak mengurangi
timbangan agar terhindar dari perbuatannienipu orang lain dan
tidak menahan sesuatu yang seharusnya milik mereka (QS>
6:152; 26:181-183).
Prinsip keadilan ini yang harus dijalankan muslim dalam
kegiatan ekonomi mereka. Adil dapat diterapkan dalam kegiatan
ekonomi, seperti dalam· penentuan harga, kualitas produk,
memelihara lingkungan agar tidak mengalami polusi, dan
implikasi yang muncul akibat kebijakan usaha.
Prinsip keadilan ini dijabarkan pula dengan dilarangnya
praktek gharar (tipuan) dan masir Oudi). Gharar adalah suatu
transaksi yang mengandung unsur ketidakpastian bagi kedua
belah pihak yang melakukan transaksi sebagai akibat dari
diterapkannya kondisi ketidakpastian dalam suatu transaksi
yang secara lamiah seharusnya mengandung kepastian ..
Sementara maisir adalah suatu permainan peluang
ataupermainan ketangkasan, dimana salah satu pihak harus
menanggung beban pihak lain sebagai suatu konsekwensi
keuangan akibat hasil permainan tersebut.
24
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
.: ..
.. j.
, I
d. Prinsip pers,audaraan
Islam menegaskan bahwa semua umat manusia adalah
bersa~dara antara satu sama lain. Perbedaan dalam ras, warna
kulit, suku dan bahasa bukan kriteria yang tepat untuk menilai
dan rnenentukan seseorang lebih baik dari yang lain (QS.
49:13).
Dengan nilai-nilai yang terdapat dalam" persaudaraan
mend,orong , manusia untuk melakukan kerjasama dalam
kegiatan. ekonomi. Prinsip persaudaraan bukan meniadakan
persaingan dalam kegiatan ekonomi dan usaha. Persaingan
tetap dig~lakkan selama berlangsung secara sehat,
meningkatkan efisiensi, dan mendukung uapya peningkatan
kesejahteraan umat manu.sia (QS. 2: 148; 5:2).
e. Prinsip kenabian (Nubuwwah)
Nabi merupakan utusan allah untuk menyampaikan pesan-
pesan Allah kepada manusia tentang bagaimana hiudp yang '
baik. Nabi merupakan contoh dan model terbaik yang r:nesti
diteladani manusia agar memperoleh keselamatan hidup di
dunh3' dan akhirat. Bagi umat Islam, Allah mengutus Nabi
Muhammad SAW. Sebagai manusia pilihan yang harus
diteladani dalam semua aspek kehidupannya .. Ada sejumlah
sifat Nabi SAW. yang perlu dijadikan model bagi umat Islam
dalam melakukan kegiatan ekonomi dan bisnis.
1. Shiddiq, yaitu bersifat benar dan jujur. Sif~t ini harus menjadi
visi hidup setiap muslim, karena hidup kita berasal dari yang
Maha benar. Oleh karena itu, setiap muslim dituntut
menjalani hidup secara bernar agar ia dapat kembali kepada
allah, Yang Maha Benar. Dari konsep shiddiq lahirlah
25
... . , .. · .. ·
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
' ~ ' .
ekonomi dan bisnis yang didasarkan pada efektifitas
(mencapai tujuan yang tepat dan benar) dan efisiensi
(melakukan kegiatan dengan benar, yait~ memakai teknik
dan metode yang tidak menyebabkan kemubaziran).
2.. Amanah artinya dapat dipercayai. Ia merupakan misi hidup
setiap muslim. Sifat ini akan membentuk diri muslim memiliki
kredibilitas yang tinggi dan sikap penuh tanggungjawab.
Kumpulan individu yang memiliki kredibilitas dan
tanggungjawab tinggi akan melahirkan masyarakat yang
. kuat yang didasarkan sa ling percaya antara anggotanya.
Dalam kegiatan ekonomi dan bisnis sifat amanah
memainkan peranan penting. Sebab, tanpa ada sifat
· amanah kegiatan ekonomi dan bisnis akan mengalami
kehancuran.
3. Fathanah a~jnya kecerdikan, kebijaksanaan dan
intelektualitas. Sifat ini merupakan strategi kehidupan
·.·.muslim. Sifat fathanah merupakan potensi paling berharga
dan termahal yang hanya diberikan kepada manusia adalah
akal. Dalam al-quran ditegaskan bahwa orang yang paling
bertakwa adalah orang yang paling mengoptimalkan fungsi
fikirnya (ulama) (QS. 35:28). Dengan memiliki. sifat lathanah
akan mendorong pelaksanaan kegiatan ekonomi dan bisnis
dengan mengerahkan segala potensi akal yang dimiliki
untuk mencapai tujuan. Jujur, benar, kredibel dan
bertanggungjawab belum cukup dalam melakukan kegiatan
ekonomi dan bisnis. Para pelakua dituntut pula menjadi
orang yang pintar dan cerdik supaya usaha efektif dan
efisien dan agar tidak menjadi korban penipuan.
26
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
4. Tabligh yang mengandung makna komunikasi, keterbukaan,
dan pemasaran. Sifat ini merupakan taktik hidup muslim.
Pada dasarnya, setiap muslim mempunyai kewajiban untuk
melakukan dakwah, yaitu mengajak, menyeru dan
memberitahu. Apabila sifat ini melekat pada diri seorang
muslim, terutama bagi mereka yang abergerak dalam bidang
ekonomi dan bisnis _ akan membuatnya menjadi orang yang
tangguh dan lihai dalam pemasaran. Hal ini dapat dipahami
karena tabligh akan menurunkan prinsip-prinsip ilmu
komunikasi, pemasaran,
pembentukan opini massa,
keterbukaan dan sebagainya.
f. Prinsip ma 'ad (hasil)
penjualan, . ,., ~ ,• periklanan,
open management, iklim
Secara literal kata ma'ad mengandung makna kembali.
Prinsip ini mengajarkan kepada muslim hidup ini buklan hanya
di dunia, tetapi akan berlanjut menuju akhirat. Tegasnya,
setelah hidup di dunia, manusia akan kembali kepada Allah.
Oleh karena itu, hidup di dunia sebagai ladang akhirat. Selam
hidup di dunia manusia dituntut untuk selalu berjuang.
- Perjuangan ini akan memdapat balasan dari Allah baik ketika di
dunia maupun annti di akhirat. Segala bentuk kebaikan yang
dilakukan manusia akan diballas dengan kebaikan pula dan
segala bentuk perbuatan jahat akan dibalas hukuman yang
setimpal. Atas dasar ini, kata ma'ad dapat diartikan sebagai
imbalan atau ganjaran.
Dengan memiliki sifat ma'ad seorang pelaku ekonomi dan
bisnis akan berusaha untuk mendapatkan laba. Laba yang
dicari bukan saja laba dunia, tetapi juag laba akhirat. lnilah
27
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
!,
alasannya kenapa konsep profit diakui dan diterima dalam
Islam.
Kelima prinsip umum ekonomi Islam yang dikemukakan di
atas menurunkan tiga ciri sistem ekonomi Islam, yaitu
kepemilikan mutijenis (Multitype Ownership) kebebasan
bertindak dan berusaha (ai-Hurriyyah wa Mas'uliyyah) dan
keadilan sosial (Social Justice). 17
Pertama, kepemilikan multijenis (Multitype Ownership).
Konsep kepemilikan ini lahir dari nilai tauhid dan adil: Sejalan
dengan itu, Islam mengakui adanya kepemilikan swasta dan
negara atau campuran antara keduanya. Hal ini tentu berbeda
dengan sistem ekonomi sosialis yang hanya mengakui
kepemilikan negara.
Konsep tauhid menanamkan kepada setiap muslim untuk
meyakini bahwa pemilik mutlak langit, bumi dan semua sumber
daya ini adalah Allah. Allah disebut pula sebagai pemilik primer ..
Sementara manusia diberikan amanah untuk mengelola dan
memanfaatnya, sehingga ia diipandang sebagai pemilik
sekunder. Dalam hal ini, ekonomi Islam mengakui kepemilikan
swasta. Namun demi mewujudkan keadilan dan tidak ada
perlakuan zalim sebagian orang kepada sebagian lainnya,
maka cabang-cabang produksi dan terkait dengan kebutuhan
orang banyak dikuasai oleh negara. Atas dasar ini, ekonomi
Islam pun mengakui kepemilikan negara. Dalam sistem
kepemilikan Islam pun diakui kepemilikan campuran, baik
17Adiwarman, Ekonomi Mikro, h. 66-67.
28
----------------
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
'i
I .
.I:
.:. '
campuran swasta-negara, swasta domestik-asing, atau negara-
asing.18
Kedua, prinsip kebebasan dan tanggungjawab (ai-
Hurriyyah wa Mas'uliyyah). Pada prinsipnya manusia diberikan
Allah karunia berupa kebebasan untuk menggunakan
potensinya secara optimal, tetapi tetap memperhatikan etika.
Oleh karena itu, orang-orang yang bebas melakukan
aktivitasnya yang didasarkan atas kemauan dan kesadarannya
diharapkan dapat melahirkan sikap etis. Meskipun demikian,
kebebasan belum dapat dijadikan sebagai jaminan bahwa
seseorang akan bertindak secara etls:' oleh karena itu ia
dituntut bertanggungjawab terhadap setiap perbuatannya.
Kebebasan bagi setiap individu untuk . berbuat dalam
kegiatan ekonomi dan bisnis lahir dari gabungan nilai-nilai
nubuwwah (siddiq, amanah, fathanah, dan tabligh) dengan nilai
keadilan dan khilafah. Adanya kebebasan setiap individu ini
akan melahirkan mekanisme pasar dalam perekonomian.
Dalam Islam, distorsi mekanisme pasar dikurangi dengan
penghayatan nilai keadilan. Upaya mewujudkan nilai keadilan
dalam ekonomi Islam ditandi dengan melarang semua yang
akan merusak (mafsadah), riba (tambahan yang diperoleh
secara zalim), gharar (ketidakpastian, uncertainty), tad/is
(penipuan), dan maysir (perjudian, zero-sum game; seseorang
memperoleh keuntungan dengan merugikan orang lain).
Negara mempunyai peran penting untuk mengurangi,m
bahkan menghapus semua bentuk market distortion tersebut.
Dalam konteks ini, pemerintah melakukan pengawasan
18 Adiwarman, Ekonomi Milcro, h. 66 ..
29
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
J.
terhadap kegiatan maumalah (ekonomi) pelaku-pelaku
ekonomi dan bisnis dalam lingkuangan kekuasaanya untuk
memberikan kepa~tian tidak dilanggarnya ketentuan syariah. Dengan demikian tidak akan ada orang yang menzalimi dan
dizalim. Dalam situasi seperti itu akan tercipta iklim ekonmi dan
bisnis yang sehat.
Ketiga, keadilan sosial (Social Justice). Konsep ini sosial
lahir dari nilai khilafah dan ma'ad. Dalam Islam, pemerintah
mempunyai tanggungjawab untuk menjamin · pemenuhan . '
kebutuhan dasar rakyatnya · dan menciptakan keseimaqa,ngan
sosial antara kaya dan miskin.
Untuk mampu menjalankan prinsip-prinsip · umum sistem
ekonomi Islam yang disebut terdahulu, diperlukan manusia yang
berperilaku, berakhlak secara profesional (ihsan dan itqan) dalam .i.
bidang ekonomi. Orang yang akhlak tersebut diperlukan ketika ia
sebagai produsen, konsumen, pengusaha, karyawan atau
sebagai pejabat pemerintah. Hal ini menjadi panting karena
betapun prinsip-prinsip ekonomi yang sesuai syariah unggul
secara teoritis belum memberikan jaminan ekonomi yang
menggunakan prinsip syariah itu akan maju dan unggul pula.
Dengan menggunakan ungkapan berbeda, Yusuf Qardhawi
mengemukakan beberapa prinsip umum ekonomi Islam. Ulama
besar ini menyebutkan prinsip umum tersebut yang membuat
sistem ekonomi Islam berbeda dengan sistem ekonomi lain
(kap1italisme dan sosialisme) karena ia memiliki ciri khas dan
kekhususan tersendiri. Menurut Qardhawi prinsip-prinsip itu yang
memberikan spirit kepada ekonomi Islam, yaitu ekonomi ilahiyah,
akhlak, kemanusiaan, dan pertengahan.
. ". ::·. \ .·
30
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
I
1. E'konomi llahiyah
Ekonomi Islam adalah ekonomi yang berlandaskan pada
nilai-nilai ilahiyah karena titik berangkatnya dari Allah dengan
tujuan mendapatkan ridha Allah dan dijalankan dengan cara-cara
yang tidak bertentangan dengan syariat-Nya. Atas dasar ini,
semua kegiatan ekonomi, baik produksi, konsumsi, penukaran,
dan distribusi diikat dengan prinsip ilahiyah dan pada tujuan
ilahiah. Manusia menjalankan produksi karena memenuhi
perintah Allah sebagaimana diisyaratkan firman-Nya surat ai-Mulk
ayat 15: "Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu,
maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian
dari rezki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali
setelah) dibangkitkan."
Berlandaskan prinsip inilah, seorang, muslim melakukan
aktifitas ekonomi, bisnis dan usaha. Dalam menjalankan aktifitas
tersebut, ia merasa berada dalam bingkai ibadah kepada Allah.
Jiwanya akan merasa tentram ketika ia mampu meningkatkan
kualitas dan kuantitas akfititas tersebut karena taqwa dan
taqarrubnya kepada Allah semakin bertambah.
Seorang muslim dalam setiap kegiatan ekonomi (muamalah)
selalu tunduk kepada aturan Allah. Ia tidak akan terlibat dalam
usahanya dengan sesuatu yang haram, tidak akan menjalankan
dan mendukung praktek riba, tidak melakukan penimbunan
barang, tidak akan berlaku zalim, menipu, berjudi, mencuri,
menyuap dan tidak mau menerima suap. Tegasnya, ia akan
selalu melakukan kegiatan ekonomi pada ruang lingkup yang
halal dan menjauhkan diri dari praktek-praktek haram serta
menjaga diri seoptimal mungkin dari subhat.
31
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
'I
Dalam akidah Islam, ekonomi bukan sebagai tujuan, tetapi
kebutuhan manusia dan sarana yang tepat baginya untuk bisa
hidup dan menca-pai tujuannya yang mulia, ridha Allah. Ekonomi
adalah bag ian dari Islam. Ia bag ian yang dinamis dan, bag ian
yang sangat penting, ,.tetapi bukan asas dan dasar bagi bangunan
Islam dan bukan pula titik pangkalnya karena asas dan dasar
Islam adalah akidah itu sendiri. Ekonomi adalah salah satu sistem
Islam.
Karakteristik ekonomi yang bercorak ilahiah ini adalah
adanya pengawas internal atau hati nurani yang ditumbuhkan
oleh iman di dalam hati setiap muslim sehingga merupakan
pengawas yang paling dipercayaL lman ini mencegahnya
memanipulasi sesuatu yang bukan haknya, memakan harta· drang
lain dengan cara yang batil, tidak memanfa-atkan kelemahan dan
keluguan orang lain dan kebutuhan orang yang terdesak untuk
keuntungan dirinya.
Keimanan seorang muslim akan pengawasah Tuhannya di
dunia dan perhitungan amal perbuatannya di akhirat adalah suatu
hal yang terbaik dan efektif. Kesadaran akan hal ini dalam
nuraninya merupakan pengawas yang pertama dan utama, yang
membuatnya tidak perlu kepada semua pengawas lainnya.
Atas dasar itu, nilai-nilai iman adalah sesuatu yang mutlak
dalam aktifitas perekonomian. Dalam alam kebebasan dan
persaingan ekonomi, iman merupakan dorongan yang paling kuat
untuk meningkatkan produksi, profesionalisasi pekerjaan, di mana
berbagai sarana terbaik digunakan untuk mendapatkan hasil yang
sebesar mungkin dengan -pembiayaan yang sekecil-kecilnya
tanpa , menyalahi aturan agama dan aturan yang berlaku di
tengah-tengah masyarakat.
32
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
2. Ekonomi Akhlak
Seiring dengan tuntutan ajaran Islam, praktek ekonominya
selalu berlandaskan pada nilai-nilai etika dan akhlak mulia.
Akhlak merupakan sendi dan urat nadi kehidupan lslami dan
praktek ekonominya. Islam tidak membolehkan pemeluknya
dengan alasan mendahulukan kepentingan ekonomi
mengorbankan nilai-nilai mulia dari ajaran agama. Padahal,
dalam dunia modern saat ini banyak ditemukan sistem-sistem
yang lebih mendahulukan usaha-usaha ekonomi, meskipun
mengorbankan etika dan keimanan.
Kesatuan antara ekonomi dan akhlak dapat diamati dalam
setiap langkah-langkah ekonomi Islam, dalam produksi,
distribusi, peredaran dan konsumsi. Masyarakat muslim tidak
dapat bebas sebebas-besasnya dalam memproduksi barang,
mendistribusikan, mengeluarkan dan . memgkdnsumsinya. Ia
terikat oleh iman, akhlak dan hukum Islam. Meskipun
mendatangkan keuntungan besar, ia tidak boleh memproduksi
dan mengedarkan sesuatu yang haram, seperti khamar, sabu-
sabu, putaw karena dapat membahayakan masyarakat dan
melanggar larangan Allah. Bahkan, Nabi saw mengancam
seluruh orang yang terlibat dalarn usaha haram ini: "Allah
melaknat khamar, peminum, pemeras, penjual, pembeli, pembuat
dan pengedarnya."
Melakukan aktifitas ekonomi diperintahkan Islam, tetapi bila
aktifitas tersebut melalaikan seseorang dari menjalankan perintah
Allah, hukumnya berubah menjadi haram. Misainya, jual beli yang
menyebabkan seseorang meninggalkan ibadah jum'at
33
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
sebagaimana firman Allah dalam surat ai-Jumu'ah ayat 11: "Dan
apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka
bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu
sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah: "Apa yang di sisi Allah
adalah lebih baik darjpada permainan dan perniagaan", dan Allah
Sebaik-baik Pemberi rezki. Ekonomi akhlak merupakan salah satu keunikan ekonomi
Islam sehingga perpaduan. antara kedua ini mengundang rasa
kagum dari berbagai tokoh dunia. G Birth menegaskan
perpaduan ekonomi dan akhlak ini tidak terjadi secara kebetulan
di dalam Islam yang tidak mengenal pemisahan antara hal-hal
material dan hal-hal spiritual. Ia muncul dilandasi oleh semangat
universalitas syariat Islam yang melarang setiap pertumbuhan
dan pergembangan ekonomi yang tidak didasarkan pada nilai-
nilai akhlak tersebut.
Selanjutnya, seorang penulis Perancis terkenal , dalam
bukunya: Islam dan Perkembangan Ekonomi mengatakan : "Islam
merupakan sistem hidup yang aplikatif dan secara bersamaan
mengandung nilai-nilai akhlak yang tinggi. Sistem ekonominya
yang mengambil kekuatan dari wahyu ai-Qur'an, pasti ekonomi
yang berakhlak. Akhlak ini mampu memberikan makna baru
terhadap konsep nilai, dan mampu mengisi kekosongan pikiran
yang nyaris muncul akibat alat industrialisasi."
3. Ekonomi Kemanusiaan
Dalam sistem ekonomi Islam, manusia adalah sebagai
sasaran sekaligus menjadi sarana. Sasaran dan tujuan utama
ls~am, merealisasikan kehidupan yang baik bagi manusia dengan
34
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
segenap unsur dan pi!arnya dalam semua fase kehidupannya,.
mulai dari masa kanak-kanak sampai masa tua dan dalam semua
keadaan hidupnya, sehat dan sakit, kuat dan lemah, sebagai
pribadi maupun sebagai masyarakat.
Ekonomi Islam juga bertujuan memberikan peluang kepada
manusia memenuhi kebutuhan hidup sebagaimana yang
disyariatkan. Oleh sebab itu, manusia perlu mengikuti pola.
kehidupan yang Robbani sekaligus manusiawi. Denganya,
manusia akan mampu menjalankan kewajibannya kepada Tuhan,
diri sendiri, keluarga dan manusia secara umum.
Atas izin Allah, manusia berperan sebagai pelaku ekonomi.
Dalam melaksanakan tugasnya, mereka dibekali Allah dengan
sejumlah kemampuan. Karenanya, manusia wajib menggunakan
kemampuan tersebut melakukan aktifitas ekonomi berupa kerja
keras, berkreasi dan berinovasi.
Melalui kegiatan ekonomi, manusia akan memperoleh
kehidupan yang baik, terutama berkaitan dengan yang bersifat
material. Islam menegaskan bahwa manusia boleh menikmati
apa yang telah Allah berikan kepada mereka di bumi, baik berupa
perhiasan maupun segala yang baik (tayyibat) selama berpegang
pada aturan yang Allah halalkan dan menjauhi yang dilarang-Nya.
Islam pun mengingatkan manusia agar jangan terlena
dengan kesenangan material semata, apalagi sampai melalaikan
perintah Allah. Peringatan ini dikemukakan Allah dalam surat ai-
Taubah ayat 55 : "Janganlah harta benda dan anak-anak mereka
menarik hatimu, sesungguhnya Allah menghendaki dengan
memberi harta dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam
kehidupan dunia."
35
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Bisa jadi harta benda bukan membawa kesenangan dan
kebahagian bagi seseorang, tetapi justru membawa malapetaka
bagi diri dan keluarganya. Karenanya, kesenangan
sesungguhnya tidak tergantung kesenangan· material semata,
tetapi perlu diikuti oleh kehidupan spiritual yang baik. Tidak jarang
orang yang memiliki banyak makanan enak, minuman yang
menyegarkan, pakaian yang megah, kenderaan yang mewah,
rumah yang indah, istri yang cantik, tetapi ia belum merasakan
kebahagian dan kesenangan.
Landasan kehidupan yang baik adalah ketenangan jiwa,
ketentraman hati dan kelapangan dada. Kondisi inilah yang
membuat hidup menjadi bermakna, indah dan menarik.
4. Ekonomi Pertengahan
Ekonomi Islam mempunyai nilai-nilai pokok, yaitu nilai
pertengahan atau ni-'lai keseimbangan. Ruh atau spirit ekonomi
Islam adalah pertengahan yang adil, sebagaimana manusia yang
hidup dengan ruh, di samping bentuk phisiknya yang bersifat
material. Ruh ini pula yang menjadi faktor keistimewaan dan
kemuliaan sistem ekonnomi Islam sehingga membedakannya dari
sistem-sistem ekonomi lainnya, seperti kapitalis dan sosialis.
Dalam sistem kapitalis, ruhnya jelas dengan mengkultuskan
indiv1idu, kepentingan pribadi, dan kebebasan yang hampir-hampir
bersifat mutlak dalam pemilikan, pengembangan, dan
pembelanjaan harta. Berdasarkan pola pikir kemanfaatan
individual yang tidak peduli dengan kepentingan orang lain
selama ia tidak memberikan keuntungan, tidak peduli pula
dengan kepentingan masyarakat apalagi bila bertentangan
dengan kepentingan pribadinya. Perhatian utama seseorang
36
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
hanya bertujuan kepada persaingan dengan lawan dan upaya
mengalahkannya.
Sistem kapitalis mengarahkan perhatian seseorang untuk
memperoleh keuntungan materi sebesar mungkin dengan segala
macam cara yang ditempuh, khususnya uang yang menjadi
"tuhan" karena ia merupakan sarana mendapatkan kekuatan dan
kesenagan, kebesaran, dan popularitas. Tempat yang paling
berharga bagi "tuhan" ini adalah pasar dan bank.
Dalam sistem ini, individu menjadi penggerak dan tujuan
kegiatan ekonomi. Kewajiban negara memberikan kebebasan
yang mutlak kepad~ rnasing-masing individu untuk melakukan
aktifitas ekonomi, sesuai dengan keinginan dan kemampuannya.
lndividu pun bebas berusaha mendapatkan bagiannya,
membuktikan kemampuan dan bakatnya, bertanggung jawab dan
memperoleh hasil sesuai dengan usahanya, berupa keuntungan
atau kerugian.
Masing-masing individu dalam sistem' ini merasakan harga
diri dan dapat mengembangkan segela potensi kepribadiannya,
tetapi umumnya mereka dijangkiti penyakit egoisme, materialistis,
pragmatis, dan rakus untuk memiliki segala sesuatu. Dalam
kondisi ini, masyarakat lemah dan tertindas dibiarkan menjalani
nasibnya tanpa mendapat bantuan dari mereka yang mampu
tersebut.
Berbeda dengan sistem sosialis, sistem ini memasung naluri
individu untuk menjadi kaya dan memiliki banyak harta. Menu rut
sistem ini, kemaslahatan masyarakat yang diwakili oleh negara
37
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
I. I I
lebih utama dari kepentingan individu. Sistem ini tidak mengakui
pemilikan individu karena yang terpenting adalah terwujudnya
persaman dalam bidang ekonomi secara nyata di antara semua
anggota masyarakat.
Untuk merealisirkannya cita-citanya, sistem sosialis
menyerahkanya kepada kekuasaan negara. Dalam sistem ini
negara menjadi penggerak sekaligus pengarahnya. Dalam
konteks ini, individu tidak boleh mencampuri aktifitas produksi,
pertukaran dan yang sejenisnya sebagai . faktor utama yang
menentukan. lndividu hanya berperan sebagai pelaksana
perintah yang dikeluarkan oleh kekuasaan fertinggi.
Sistem ekonomi Islam merupakan sistem pertengahan yang
adil yang dengannya melahirkan ciri utama pemeluknya sebagai
"umat pertengahan". Ciri khas pertengahan ini tergambar dari
keseimbangan yang dibangun Islam di antara individu dan
masyarakat, sebagaimana prinsisp Islam menyeimbangkan
antara dunia dan akhirat, jasmani dan rohani, idealisme dan fakta
dan sebagainya. Dengan ekonomi Islam, masyarakat tidak akan teraniaya
sebagaimana yang dilakukan sistem kapitalis. Ia tidak pula
menganiaya hak-hak dan kebebasan individu, seperti yang
diiakukan dalam sistem sosialis. Sistem ekonomi Islam berada di
pertengahan kedua sistem ini, tidak mneyia-nyiakan dan tidak
berlebih-lebihan, tidak melampai batas dan tidak pula merugikan.
38
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
1'
, I
.. :.
2. Nilai-nilai Dasar Sistem Ekonomi:Syariah
a. Larangan praktek riba
Riba secara literal berarti tambahan, tumbuh dan berkembang.
Namun, tidak setiap penambahan atau pertumbuhan itu dilarang /
oleh Islam. Ibn Arabi ai-Maliki dalam bukunya Ahkam ai-Qur'an
menjelaskan bahwa riba yang dimaksudkan dalam ai-Qur'an
adalah setiap penambahan yang diambil tanpa ada satu transaksi
pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah. Transaksi
pengganti atau penyeimbang yang dimaksud yaitu transaksi bisnis
atau komersial yang melegitimasi adanya penambahan ters.ebut
secara adil, seperti jual beli, gadai, sewa atau bagi hasil proyek.
Dalam . syariah, riba secara teknis mengacu kepada ,, • .!. ...
pembayaran "premi" yang harus dibayarkan peminjam kepada
peminjam di samping pengembalian pokokistilah riba di samping
pengembalian pokok sebagai syarat pinjaman atau perpanjangan
batas jatuh tempo. Dalam pengertian ini riba memiliki persamaan
makna dan kepentingan dengan bunga (interest) (Chapra, 2000:
22).
Dalam syariah, setidaknya ada dua bentuk riba: riba nasi'ah dan
riba fadli. Riba nasi'ah banyak berkaitan dengan pennagguhan waktu
yang diberikan kepada pengutang untuk membayar kembali utang
dengan memberikan tambahan atau premi. Jadi, riba bentuk ini
mengacu kepada bunga pada utang. Dalam hal ini, tidak ada
perbedaan apakah prosentase keuntungan dari pokok itu bersifat tetap
atau berubah, atau suatu jumlah tertentu yang dibayar di depan atau
pada saat jatuh tempo, atau suatu pemberian atau suatu bentuk
pelayanan yang diterima sebagai suatu persyaratan pinjaman.
39
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
:.1.
dr Sementara riba fadhl merupakan kelebihan pinjaman yang dibayar
dalam segala jenis, berbentuk pembayaran tambahan oleh peminjam
kepada kreditor dalam bentuk penukaran barang yang jenisnya sama
(Rahman, 1995: 89).
Pembahasan tentang riba fadhl muncul dalam beberapa hadis
terhadap enam jenis barang, emas, perak gandum, -jelai, korma, dan
garam, apabila masing-masingnya tidak ditukar dengan barang yang
sama dan dengan takaran yang sama pula. Persoalan yang muncul,
apakahKeenam barang ini mesti dipertukarkan dengan barang yang
sa rna misalnya emas dengan emas, gandum dengan gandum
Ayat ini turun pada tahun ke-3 Hijrah dengan misi menegaskan
Ia rang an bagi orang-orang beriman memakan hasil · riba dan
melakukan aktifitas yang terkait dengarmya. Kriteria berlipat ganda
dalam ayat ini bukan syarat terjadinya riba. Tidaklah benar pendapat
yang mengatakan bunga (usury atau interest) tergolong riba apabila
berlipat ganda dan memberatkan, sedangkan, bila kecil dan dalam
batas kewajaran bukan riba sehingga dapat ditolerir. Pengungkapan
riba dengan berlipat ganda lebih menekankan pada sifat umum . '
praktek pembungaan uang pada masa Nabi.
Sepintas lalu, ayat di atas memang melarang riba yang berlipat
ganda. Nart;lun, bila dikaji secara mendalam termasuk
menghubungkannya dengan ayat-ayat tentang riba lainnya, seperti
QS. 30: 39, 4: 160-161, dan 2: 278-279 secara komprehensif dan
diikuti dengan pemahaman yang baik tentang tahapan hukum
pelarangan riba secara menyeluruh, dapat dikesimpulkan bahwa riba
dalam segala bentuk dan jenisnya diharamkan Islam. Setidaknya ada
beberapa alasan yang dapat dikemukakan.
Pertama,. Kriteria berlipat ganda dalam ayat 130 surat Ali lmran
mesti dipahami sebagai hal (Jb ) atau sifat dari riba dan tidak
40
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
dipahami sebagai syarat. Apabila dipahami sebagai syarat, akan
menghasilkan kesimpulan yang keliru, dimana yang dikatakan riba bila
berlibat ganda, jika kecil tidak termasuk r~iba. Abdullah Daraz, seorang
pakar hukum Islam, memperkuat pendapat ini dan mengemukakan
kelemahan . pendapat yang memahami riba sebagai · syarat.
Menurutnya, dari sisi lingusitik kata u.-:.. berarti kelipatan. Sesuatu
yang berlipat minimal 2 kali lebih besar dari semula, sedangkan u~ I
adalah bentuk jamak dari kelipatan tadi. Minimal jamak dalam bahasa
Arab adalah 3. Dengan demikian, u~ I berarti 3x2=6 kali. Sementara
kata Uc.~ dalam ayat tersebut berfungsi sebagai ta'kid (~l:ill) atau
bentuk penguatan.
Berdasarkan alasan ini, apabila berlipat ~anda yang · dijadikan
syarat terjadinya riba, maka sesuai dengan konsekuensi banasa,
minimum harus 6 kali lipat atau sebanding dengan bunga 600%.
Secara operasional dan akal sehat, angka ini mustahil terjadi dalam
proses perbankan maupun simpan pinjam yang dilakukan masyarakat
karena terlalu besar dan memberatkan.
Dalam penilaian ibn Qayyim, pelarangan riba memiliki kedekatan
yang erat dengan aspek moral. Dengan mengamati praktek riba pada
masa pra Islam, kebanyakan terjadi karena ketidakmampuan kalangan
miskin untuk membayar utangnya. 19 Atas dasar ini, para sarjana
muslim sepakat melarang riba dengan harapan akan terjadi perubahan
sosio-ekonomi secara mendasar. lni pula alasan logis yang dapat
dikemukakan bahwa ternyata bukan hanya Islam yang melarang
praktek riba, tetapi semua agama, termasuk Yahudi dan Kristen.
Agama Yahudi pun melarang penganutnya melakukan praktek
pengambilan bunga dalam kitab suci mereka. Dalam perjanjian lama
19Khursid Ahmad (ed.), Elimination of Riba From the Economy, (Pakistan; Institute of Policy Studies, 1994), h. 44.
41
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
(Old Testamen) mapun undang-undang Talmud, kitab Exodus Pasal
22 ayat 25 ditegaskan: "Jika engkau meminjamkan uang kepada salah
seorang dari umatku yang miskin diantara kamu, jangalah engkau
berlaku seperti seorang p~nagih hutang dan janganlah engkau
bebankan bunga uang padanya, melainkan engkau harus takut pada
Allah-mu supaya saudaramu dapat hidup diantaramu".
Dalam kitab Deuteronomy pasal 23 ayat 19 dinyatakan: "janganlah
engkau membungakan uang terhadap saudaramu baik uang maupun '
bahan makanan yang dapat dibungakan".
Dalam agama Kristen juga dilarang melakukan praktek
pengambilan bunga. Namun, larangan tersebut tidak dinyataka secara
tegas dalam kitab suci agama !ni. Sebagian kalangan Kristen ada
isyarat larangan praktek pengambilan bunga yang dapat ditemukan
dalam Lukas 6:34-35 sebagai berikut: "Dan jika kamu meminjamkan
sesuatu kepada orang karena kamu berharap akan menerima sesuatu
darinya, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun meminjamkan
kepada orang berdosa supaya mereka menerima kembali sama
banyak. Tetapi kamu kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada
mereka dan pinjmakan dengan tidak. mengharapkan balasan, maka
upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Tuhan Yang
Mahatinggi sebab ia baik terhadap yang tidak tahu berterima kasih dan
terhadap orang-orang jahat".
Dengan tidak ditemukan larangan secara tegas tentang praktik
pengambilan bunga dalam kitab suci agama kristen melahirkan
interpretasi yang berbeda dikalangan pemuka Kristen dalam persoalan
ini. Para pendeta periode awal Kristen (abad I-XII) umumnya melarang
dan mengharamkan bunga. Para sarjana Kristen (abad XII-XVII)
mempunyai keinginan untuk menghalalkan .. b-t.~nga. Para reformis
42
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Kristen (abad XVI-tahun 1983) yang tampil menghalalkan bunga
secara jelas.
b. Kerjasama
Kerjasama merupakan faktor penggerak utama ekonomi Islam.
Dalam sistem ekonomi ini, seorang muslim, baik sebagai produsen,
konsumen maupun distributor dalam menjalankan · kegiatan
ekonominya dituntut untuk melakukan kerjasama sesuai dengan
tuntunan Allah (QS. 5:2). Kerjsama diperintahkan Allah kepada muslim
selama untuk .kebaikan dan bukan untuk melanggar aturan agama.
c. Jaminan sosial
Negara atau pemerintah mempunyai tanggungjawab penuh untuk
menjamin tingkat kehidupan minimum warga negaranya dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Sejalan dengan itu, Islam
memberikan jaminan ada kepemilkikan masyarakat yang
pemakaiannya diperuntukkan untuk kepentingan orang banyak. lni
sejalan dengan hadis yang berbunyii: "masyarakat mempunyai hak
yang sam a atas air, padang rum put dan a pi.
Dengan berpijak pada hadis tersebut, maka semua industri yang
berhubungan dengan produksi air, bahan tambang, dan bahan
makanan harus dikelola oleh negara. Demikian pula dengan berbagai
bahan bakar yang terkait dengan keperlua warga negara dalam negeri
dan industrinya tidak bnoleh dikuasai oleh individu.
d. Zakat
Dalam Islam ada ketentuan yang menegaskan bahwa mereka yang
memiliki harta mencapai nisab atau ukuran tertentu mempunyai
kewajiban untuk mengeluarkan zakat. Dengan menunaikan zakat,
berarti orang yang kaya telah mengeluarkan hak orang miskin dan
43
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
mereka yang termasuk dalam asnaf yang delapan pada harta yang
dimilikinya (QS. 9: 60).
Ada beberapa bentuk harta yang wajib dizakatkan, yaitu emas dan
perak, binatang ternak, perdagangan, pertanian, rikaz, dan zakat
profesi. Menurut ketentuan hukum Islam, zakat dikenakan sebanyak
2,5 % terhadap semua kekayaan yang tidak produktif, seperti uang
kas, deposito, emas, perak dan permata, pendapatan bersih dari
transaksi (net earning from transaction). dan pendapatan bersih dari
investasi. Untuk pertanian dikenakan zakat dengan dua kemungkinan
5 % a tau 1 0 %. Sedangkan untuk rikaz dikenakan zakat sebanyak 20
%.
e. Peran Negara
Negara mempunyai peran penting dalam menegakkan prinsip-
prinsip syariah dalam kegiatan eknomi, terutama keadilan diantara
anggota masyarakat. Pemerintah harus mampu mencegah bentuk
yang mendatangkan kerugian kepada anggota masyarakat tertentu
yang disebabkan oleh pelanggaran anggota masyarakat lainnya.
Dalam Islam, pemerintah dibolehkan menggunakan kekuasaan dan
wewenangnya untuk mewujudkan keadailan dan mengutamakan
kepentingan umum.
Selain itu, ,pemerintah mempunyai kewajiban untuk menciptakan
keseimbangan antara kepentingan individu dan sosial, melaksanakan
aturan-aturan yang telah disepakati dan mencegah terjadi
penyelewengan terhadapnya. Hal ini dilakukan pemerintah untuk
mewujudkan kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat. lni
tentunya perlu. menjadi kebijakan yang dijalankan secara konsisten
oleh pemerintah.
Nilai-nilai dasar ekonomi Islam seperti yang dikemukakan di atas
menjadi landasan bagi perbankan syariah dalam melakukan kegiatan
44
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
dan usahanya. Berakar dari nilai-nilai dasar ini kemudian
dikembangkan dan di implementasikan aturan-aturan yang bersifat
normatif guna mengatur jalannya system perbankan yang sejalan dan
senafas dengan nilai yang Islam komprehensif tersebut.
45
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
I I I'
! '
BAB Ill
SUBSTANSI PENGATURAN DALAM RUU PERBANKAN SYARIAH
Substansi pengaturan berisikan asas-asas dan norma-norma hukum
yang perlu dirumuskan dalam materi pokok peraturan hukum, yang bersifat
mengatur, menyuruh, membolehkan, memaksa, melarang, dan memberikan
sanski dan proses kegiatan penyelenggaraan perbankan syariah.
1' Perbedaan secara teoritis dan karakter:istik dalam operasional perbankan
syariah dari perbankan konvensionaf menghendaki pengaturannya pun
, selain harus mengikuti ketentuan umum yang berlaku terhadap kegiatan
,, perbankan pada umumnya, juga menghendaki adanya pengaturan yang
berisfat khusus, dimana hanya berlaku bagi perbankan syariah. Di bawah
ini akan dijelaskari sejumlah materi pengaturan bank syariah yang diilhami
oleh prinsip-prinsip atau asas-asas syariah yang menjadi landasan dalam <
I' I
operasionalisasinya.
1. Asas-asas Perbankan Syariah
a. Semua · transaksi harus terhindar dari praktek riba
(usury/ interest)
Persoalan riba terkait e~at dengan konsep tentang uang, terutama
apabila dihubungkan dengan lembaga keuangan. Perbedaan sistem
ekonomi lahir diantaranya karena perbedaan dalam pandangan tentang
uang. Dalam ekonomi Islam uang mempunyai fungsi sebagai alat tukar
(medium of change). Sementara dal'am ekonomi konvensional, uang
dipandang sebagai komoditas, dimana uang diperjualbelikan. Disamping
itu, ekonomi konvensional menganut prinsip money .demand for
speculation, motif ini didasarkan pada alasan adanya tingkat bunga.
Konsep bung a muncul dalam sistem ekonomi konvensional juga lahir 'dari
konsep time value of moneytime value of money yang meniali uang dapat
bertambah dan berkurang dalam jangka waktu tertentu .
. L
46
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
Dengan dijadikan uang sebagai komoditas pada perbankan
konvensional memicu munculnya transaksi yang bersifat spekulatif dalam
jangka pendek. lnilah yang mendorong terlepasnya keterkaitan antara
sektor finasial dengan sektor riil, yang dalam situasi terntentu memberikan
pengaruh terhadap input dan output barang yang dibutuhkan masyarakat.
Kondisi ini juga tidak akan menc.iptakan perkembangan investasi riil dalam
masyarakat.
Sistem bunga yang diterapkan sistem perbankan konvensional
memicu lahirnya sikap antagonistik antara dlebitor dan kreditor. Debitor
selaku peminjam selalu menginginkan tingkat bunga yang rendah, tetapi
sebaliknya kreditor menghendaki tingkat bunga yang tinggi. Apabila terjadi
disparitas antara bunga penjaman dan simpanan, akan menimbulkan
negatif spread di bank konvensional. Situasi inbi membuat bank
mengahdapi resiko kekurangan likuiditas. Biasanya, jalan keluar yang
ditempuh oleh bank meminta pinjaman dana kepada piahk otoritas
moneter dan lainnya. Hal ini berimplikasi jumlah uang yang beredar
semakin bertambah. Jika hal ini tidak diikuit dengan pertambahan jumlah
barang atau jumlah barang tetap akan berdampak terjadinya implasi.
b. Transaksi yang dijalankan berdasarkan kemitraan (syirkah) dengan berbagi keuntungan dan kerugian (profit and loss sharing)
Prinsip penting yang dijadikan dasar berpijak oleh perbankan syariah
dalam menjalankan produk dan jasanya adallah kemitraan dengan bagi
hasil dan rugi (profit and loss sharing). Dengan konsep ini, semua pihak
yang ikut serta melakukan transaksi akan menerima keuntungan dan
menanggung resiko secara bersamaan.
Prinsip ini sebagai ganti :dari dilarangnya praktik riba dalam aktivitas
ekonomi. Menurut penilaian Weitman, seorang penerima hadiah Nobel,
konsep bagi hasil sebagai bentuk transaksi yang memberikan kebaikan
dalam proses pembangunan, khususnya di perusahaan. Dengan
pendekatan labour market, ia menganjurkan sistem penggajian
47
BIDANG ARSIP DAN MUSEUM
I
I·
I
menggunakan bentuk profit and loss sebagai ganti sistem penggajian
konvensional. Sistem ini dipandang tahan terhadap stagflasi. Menurut
Weitman, pada saat resei di mana pendapatan perusahaan turun, gaji
sebagai biaya produksi dengan menggunakan sistem profit sharing dapat
ditekan seh