Upload
triaanggar
View
22
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
metodologi penelitian
Citation preview
Program Penanggulangan Tuberkulosis
Devi Karlina
10-2011-069
Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510
e-mail: [email protected]
Pendahuluan
Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah di Indonesia.
Masih banyak penduduk Indonesia yang menderita Tuberkulosis, bahkan Indonesia masuk
dalam peringkat ke-4 dalam jumlah penderita Tuberkulosis.
Tuberkulosis merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis yang pada umumnya menyerang paru-paru. Batuk yang lama sembuh merupakan
salah satu gejala dari Tuberkulosis ini.
Tuberkulosis merupakan suatu penyakit yang dapat menular. Jumlah penderita yang banyak
membuktikan bahwa penularan penyakit ini masih belum bisa dicegah dengan maksimal.
Factor pengetahuan dan perilaku masyarakat tentang kesehatan merupakan salah satu
penyebab tingginya penularan itu. Selain itu, keadaan sosioekonomi masyarakat yang rendah
ikut mengambil peran serta dalam tingkat penularan ini.
Makalah ini mempelajari tentang pendekatan epidemiologi terhadap tuberculosis (agent, host,
lingkungan), program-program puskesmas untuk menangani tuberculosis, penanganan
tuberculosis, pencegahan, serta follow up pada pasien tuberculosis. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan pengetahuan mengenai cara menangani tuberculosis secara komprehensif.
1
Definisi Penyakit TB Paru
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang bersifat menahun, disebabkan oleh kuman
mycobacterium tuberculosis, yang sering dihinggapi adalah paru-paru.1
Penyakit tuberculosis sudah ada sejak ribuan tahun sebelum masehi. Pada tahun 1882,
ilmuwan Robert Koch berhasil menemukan kuman tuberculosis, yang merupakan penyebab
penyakit ini. Kuman ini berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan ‘Mycobacterium
tuberculosis’.2
Epidemiologi Tuberkulosis
Menurut hasil SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) tahun 1986, penyakit tuberculosis di
Indonesia merupakan penyebab kematian ke-3 dan menduduki urutan ke-10 penyakit
terbanyak di masyarakat. SKRTtahun 1992 menunjukkan jumlah penderita penyakit
tuberculosis semakin meningkat dan menyebabkan kematian terbanyak yaitu pada urutan
kedua. Prevalensi pada akhir pelita IV sebesar 2,5o/oo. Pada tahun 1999 di Jawa Tengah,
penyakit tuberculosis menduduki urutan ke-6 dari 10 penyakit rawat jalan di rumah sakit,
sedangkan menurut SUKERNAS 2001, TBC menempati urutan ke-3 penyebab kematian
(9,4%).2
Penyakit ini menyerang semua golongan umur dan jenis kelamin, serta mulai merambah tidak
hanya pada golongan social ekonomi rendah saja. Profil kesehatan Indonesia tahun 2002
menggambarkan persentase penderita TBC terbesar adalah usia 25-34 tahun (23,67%), diikuti
35-44 tahun (20,46%), 15-24 tahun(18,08%), 45-54 tahun (17,48%), 55-64 tahun (12,32%),
lebih dari 65 tahun (6,68%) dan yang terendah adalah 0-14 tahun (1,31%). Gambaran di
seluruh dunia menunjukkan bahwa morbiditas dan mortalitas menngkat sesuai dengan
bertambahnya umur, dan pada pasien berusia lanjut ditemukan bahwa penderita laki-laki
lebih banyak daripada wanita. Laporan dari seluruh provinsi di Idnonesia pada tahun 2002
menunjukkan bahwa dari 76.320 penderita TBC BTA(+) terdapat 43.294 laki-laki (56,79%)
dan 32.936 perempuan (43,21%).2
Dari seluruh penderita tersebut, angka kesembuhan hanya mencapai 70,03% dari 85% yang
ditargetkan.2
2
Segitiga epidemiologi
Penyakit menular adalah penyakit yang ditularkan melalui berbagai media. Berbeda dengan
penyakit tidak menular yang biasanya bersifat menahun dan banyak disebabkan oleh gaya
hidup (life style), penyakit menular umumnya bersifat akut (mendadak) dan menyerang
semua lapisan masyarakat.2
Penyakit menular merupakan hasil perpaduan berbagai factor yang saling mempengaruhi.
Factor tersebut yaitu lingkungan (environment), agen penyebab penyakit (agent), dan pejamu
(host). Ketiga factor penting ini disebut segitiga epidemiologi (epidemiologic triangle).
Hubungan ketiga factor tersebut digambarkan secara sederhana sebagai tumbangan, yaitu
agen penyebab penyakit pada satu sisi dan pejamu pada sisi yang lain dengan lingkungan
sebagai penumpunya.2
Bila agen penyebab penyakit dengan pejamu berada dalam keadaan seimbang, maka
seseorang berada dalam keadaan sehat. Perubahan keseimbangan akan menyebabkan
seseorang sehat atau sakit. Penurunan daya tahan tubuh akan menyebabkan “bobot” agen
penyebab penyakit menjadi lebih berat sehingga seseorang menjadi sakit. Demikian pula bila
agen penyakit menjadi lebih banyak atau lebih ganas, sedangkan factor pejamu tetap, maka
bobot agen penyebab menjadi lebih
berat. Sebaliknya bila daya tahan tubuh
seseorang baik atau meningkat maka ia
dalam keadaan sehat. Apabila factor
lingkungan berubah menjadi cenderung
menguntungkan agen penyakit, maka
orang akan sakit. Pada prakteknya
seseorang menjadi sakit akibat
pengaruh berbagai factor berikut
(gambar 1):2
Agent
Agen penyebab penyakit terdiri dari
bahan kimia, mekanik, stress
(psikologik), atau biologis. Penyakit menular biasanya disebabkan oleh agen biologis seperti
infeksi bakteri, virus, parasit, atau jamur. Pengetahuan mengenai sifat-sifat agen sangat
3
Gambar 1. Segitiga Epidemiologi
penting untuk pencegahan dan penanggulangan penyakit. Sifat-sifat tersebut termasuk
ukuran, kemampuan berkembang biak, kematian agen, atau daya tahan terhadap pemanasan
atau pendinginan.2
Salah satu sifat agen penyakit adalah virulensi. Virulensi adalah kemampuan atau keganasan
suatu agen penyebab penyakit untuk menimbulkan kerusakan pada sasaran. Biasanya ynag
diukur adalah derajat kerusakan yang ditimbulkan.2
Pengaruh Agent terhadap Tuberkulosis
Mycobacterium tuberculosis panjangnya satu sampai 4 mikron, lebarnya 0,3 sampai 0,6
mikron. Kuman akan tumbuh optimal pada suhu sekitar 37oC dengan tingkat pH optimal pada
6,4 sampai 7,0. Untuk membelah dari satu sampai dua (generation time) kuman
membutuhkan waktu 14-20 jam. Kuman tuberculosis terdiri dari lemak dan protein. Lemak
merupakan komponen lebih dari 30% berat dinding kuman, dan terdiri asam stearat, asam
mikolik, mycosides, sulfolipid serta cord factor, sementara komponen protein utamanya
adalah tuberkuloprotein (tuberculin).3
Bakteri ini mempunyai sifat istimewa, yaitu dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan
asam dan alcohol, sehingga sering disebut basil tahan asam (BTA), serta tahan terhadap zat
kimia dan fisik. Kuman tuberculosis juga tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat
dorman dan aerob.2
Bakteri tuberculosis ini mati pada pemanasan 100oC selama 5-10 menit atau pada pemanasan
60oC selama 30 menit, dan dengan alcohol 70-95% selama 15-30 detik. bakteri ini tahan
selama 1-2 jam di udara terutama di tempat yang lembab dan gelap (bisa berbulan-bulan),
namun tidak tahan terhadap sinar atau aliran udara. Data pada tahun 1993 melaporkan bahwa
untuk mendapatkan 90% udara bersih dari kontaminasi bakteri memerlukan 40 kali
pertukaran udara per jam.2
Host (Pejamu)
Hal yang perlu diketahui tentang pejamu meliputi karakteristik, gizi, atau daya tahan,
pertahanan tubuh, hiegene pribadi, gejala dan tanda penyakit, dan pengobatan. Karakteristik
pejamu dapat dibedakan sebagai berikut.
a. Umur. Umur biasanya berhubungan dengan daya tahan tubuh seseorang terhadap
penyakit. Seorang bayi masih memiliki kekebalan pasif dari ibunya. Namun dengan
4
bertambahnya usia kekebalan itu semakin berkurang. Asuhan gizi akan menggantikan
fungsi kekebalan dalam menghadapi penyakit. Keikutsertaan bayi dalam program
imunisasi dasar sangat berguna pada pencegahan penyakit yang dapat dicegaj dengan
imunisasi.
b. Jenis Kelamin. Sebagian besar penyakit menular menyerang semua jenis kelamin.
Perbedaan prevalensi antara laki-laki dan wanita biasanya disebabkan oleh gaya
hidup.
c. Pekerjaan. Pekerjaan dapat berhubungan dengan penyakit menular yang dialami
seseorang. Petani akan mudah terserang penyakit cacing yang penularannya melalui
tanah atau daerah persawahan.
d. Keturunan. Factor keturunan atau genetic berhubungan dengan konstitusi tubuh
manusia, daya tahan tubuh, kepekaan terhadap zat asing, termasuk agen penyebab
penyakit.
e. Ras. Kecenderungan penyakit menular tertentu untuk menyerang ras tertentu masih
banyak diperdebatkan.
f. Gaya Hidup. Seorang yang sering keluar malam akan lebih mudah terkena malaria
karena lebih sering terkena gigitan nyamuk. Kebiasaan yang kurang higenis juga
mempermudah terjadinya infeksi.
Pengaruh Host (Pejamu) Terhadap Tuberkulosis
Berbagai keadaan berpengaruh pada cara tubuh kita melawan basil tuberkel, termasuk:
a. Usia dan Jenis Kelamin. Hampir tidak ada perbedaan di antara anak laki-laki dan
perempuan sampai pada umur pubertas. Bayi dan anak kecil pada kedua jenis kelamin
memiliki daya tahan yang lemah. Sampai berusia dua tahun, infeksi terutama dapat
berakibat paling fatal, tuberculosis milier dan meningitis tuberculosis, yang menyebar
menurut peredaran darah. Sesudah usia satu tahun sampai sebelum masa pubertas,
seorang anak yang terinfeksi dapat berkembang menjadi TB milier atau meningitis,
atau salah satu bentuk tuberculosis kronis yang lebih meluas, terutama mengenai
kelenjar getah bening, tulang atau penyakit persendian. Di eropa dan Amerika Utara,
sewaktu tuberculosis sering ditemukan, insidens tertinggi tuberculosis paru biasanya
mengenai usia dewasa muda. Angka pada pria selalu cukup tinggi pada semua usia
tetapi angka pada wanita cenderung menurun tajam sesudah melampaui usia subur.
Wanita sering mendapat tuberculosis paru sesudah bersalin. Prevalensi tuberculosis
5
paru tampaknya meningkat seiring dengan peningkatan usia pada kedua jenis
kelamin. Pada wanita prevalensi secara menyeluruh lebih rendah dan peningkatan
seiring dengan usia adalah kurang tajam dibandingkan dengan pria. Pada wanita
prevalensi mencapai maksimum pada usia 40-50 tahun dan kemudian berkurang. Pada
pria prevalensi terus meningkat sampai sekurang-kurangnya mencapai usia 60 tahun.4
b. Gizi. Terdapat bukti sangat jelas bahwa kelaparan atau gizi buruk mengurangi daya
tahan terhadap penyakit ini. Factor ini sangat penting pada masyarakat miskin, baik
pada orang dewasa maupun pada anak.4
c. Faktor-faktor Toksis. Merokok tembakau dan minum banyak alcohol merupakan
factor penting yang dapat menurunkan daya tahan tubuh. Sama halnya dengan obat
kortikosteroid dan imunosupresif lain yang digunakan pada pengobatan penyakit-
penyakit tertentu.4
d. Kemiskinan. Keadaan ini mengarah pada perumahan yang terlampau padat atau
kondisi kerja yang buruk. Keadaan ini mungkin menurunkan daya tahan tubuh, sama
dengan memudahkan terjadinya infeksi. Orang-orang yang hidup dengan kondisi ini
juga sering bergizi buruk, kompleks kemiskinan seluruhnya ini lebih memudahkan
TB berkembang menjadi penyakit.4
Lingkungan
Lingkungan terdiri dari lingkungan fisik dan nonfisik. Lingkungan Fisik terdiri dari
a. Keadaan geografis (dataran tinggi/rendah, persawahan, dll)
b. Kelembaban udara
c. Temperatur
d. Lingkungan tempat tinggal. Sanitasi lingkungan perumahan sangat berkaitan dengan
penularan penyakit. Rumah dengan pencahayaan yang kurang memudahkan
perkembangan sumber penyakit. Sinar matahari mengandung sinar ultraviolet yang
bisa membunuh kuman penyakit. Aliran udara (ventilasi) berkaitan degan penularan
penyakit. Rumah dengan ventilasi yang baik akan menyulitkan pertumbuhan kuman
penyakit. Pertukaran udara dapat memecah dan mengurai konsentrasi kuman di
udara.2
Lingkungan nonfisik meliputi social (pendidikan, pekerjaan), budaya (adat, kebiasaan turun-
temurun), ekonomi (kebijakan mikro dan kebijakan local), dan politik (suksesi kepemimpinan
yang mempengaruhi kebijakan pencegahan dan penanggulangan suatu penyakit).2
6
Pengaruh Lingkungan terhadap Tuberkulosis
Makin buruk keadaan sosio-ekonomi masyarakat, sehingga makin jelek nilaigizi dan hygiene
lingkungannya, yang akan menyebabkan rendahnya daya tahan tubuh mereka, sehingga
memudahkan menjadi sakit, seandainya mendapatkan penularan. Keadaan gizi yang jelek,
selain mempersulit penyembuhan juga memudahkan kambuhnya kembali TBC yang sudah
reda.5
Selain itu pemukiman yang padat dan rumah yang tidak memenuhi criteria rumah sehat juga
dapat meningkatkan penularan penyakit tuberculosis.
Penularan
Dahak manusia adalah sumber yang paling penting. Batuk, berbicara dan meludah
memproduksi percikan sangat kecil berisi TB yang melayang-layang di udara. Kuman ini
dapat terhirup napas dan menyebabkan penyakit.4
Pasien-pasien dengan dahak positif pada hapusan langsung jauh lebih menular, karena
mereka memproduksi lebih banyak TB dibandingkan dengan mereka yang hanya positif pada
pembiakan. Makin dekat seseorang berada dengan pasien, makin banyak jumlah TB yang
akan dihirupnya.4
Anak-anak dengan tuberculosis paru primer tidak menular, karena mereka tidak
membatukkan kuman TB.4
Risiko terinfeksi berhubungan dengan lama dan kualitas paparan dengan sumber infeksi dan
tidak berhubungan dengan factor genetic dan factor pejamu lainnya. Risiko tertinggi
berkembangnya penyakit yaitu pada anak berusia di bawah 3 tahun, risiko rendah pada masa
kanak-kanak, dan meningkat lagi pada masa remaja, dewasa muda, dan usia lanjut. Bakteri
masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan dan bisa menyebar ke bagian
tubuh lain melalui peredaran darah, pembuluh limfe, atau langsung ke organ terdekatnya.2
Setiap satu BTA positif akan menularkan kepada 10-15 orang lainnya, sehingga
kemungkinan setiap kontak untuk tertular TBC adalah 17%. Hasil studi lainnya melaporkan
bahwa kontak terdekat (missal keluarga serumah) akan dua kali lebih berisiko dibandingkan
kontak biasa (tidak serumah).
7
Seorang penderita dengan BTA (+) yang derajat positifnya tinggi berpotensi menularkan
penyakit ini. Sebaliknya, penderita dengan BTA (-) dianggap tidak menularkan.2
Program Pemberantasan Penyakit Tuberkulosis Paru di Puskesmas
Sampai saat ini program penanggulangan TB paru belum dapat menjangkau seluruh
Puskesmas yang ada. Hal itu dikarenakan belum adanya keseragaman pengobatan dan sistem
pencatatan pelaporan di semua unit kesehatan baik pemerintah maupun swasta sehingga
diperlukan adanya kerja sama semua pihak yang terkait dalam pemberantasan TBC. Sub
direktorat TBC, Direktorat PPML, Ditjen PPMPLP dalam kegiatan penanggulangan TBC
mempunyai dua tujuan yaitu:
a. Tujuan jangka panjang
Memutuskan rantai penularan sehingga penyakit TB paru tidak lagi merupakan
masalah kesehatan masyarakat di Indonesia
b. Tujuan jangka pendek
1) Tercapainya kesembuhan minimal 85% penderita baru BTA + yang ditemukan.
2) Tercapainya cakupan penemuan semua penderita secara bertahap.
3) Tercegahnya resistensi obat TBC di masyarakat.
4) Mengurangi penderitaan manusia akibat penyakit TBC
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut kegiatan yang dilaksanakan dalam penanggulangan
TBC meliputi:
a. Kegiatan pokok
1) Komponen diagnosis
- Deteksi penderita di poliklinik
- Penegakan diagnosis secara laboratorium
2) Komponen pengobatan
- Pengobatan yang cukup dan tepat.
- Pengawasan menelan obat setiap hari.
b. Kegiatan pendukung
1) Pelatihan staf dan penyegaran.
2) Supervisi pengelola TBC.
8
3) Pencatatan dan pelaporan untuk penemuan penderita dan penilaian hasil
pengobatan.
4) Memeriksa keluarga yang kontak dengan penderita TBC.
5) Melacak penderita lalai berobat 2 hari atau seminggu.
6) Penyuluhan kepada penderita TBC dan masyarakat.
7) Pengadaan kebutuhan program dan pendukungnya.
8) Menjamin keperluan dalam operasional.6
Diagnosis
Menurut American Thoracic Society dan WHO 1964 diagnosis pasti tuberculosis paru adalah
dengan menemukan kuman Mycobacterium tuberculose dalam sputum atau jaringan paru
secara biakan. Tidak semua pasien memberikan sediaan atau biakan sputum yang positif
karena kelainan paru yang belum berhubungan dengan bronkus atau pasien tidak bisa
membatukan sputumnya dengan baik. Kelainan baru jelas setelah penyakit berlanjut sekali.7
Di Indonesia agak sulit menetapkan diagnosis diatas karena fasilitas laboratorium yang
sangat terbatas untuk pemeriksaan biakan. Sebenarnya dengan menemukan kuman BTA
dalam biakan sputum secara mikroskopik biasa, sudah cukup memastikan diagnosis
tuberculosis paru, karena kekerapan Mycobacterium atypic di Indonesia sangat rendah.
Sungguh pun begitu hanya 30-70% saja dari seluruh kasus tuberculosis paru yang dapat
didiagnosis secara bakteriologis.7
Penderita TB Paru menular apabila dalam 3 kali pemeriksaan dahak, peling sedikit
memberikan 1 kali hasil pemeriksaan BTA +.1
Gejala. Gejala utama pada tersangka TBC adalah:
Batuk berdahak lebih dari tiga minggu
Batuk berdarah
Sesak napas
Nyeri dada2
Gejala lainnya adalah berkeringat malam hari, demam tidak tinggi/meriang, dan penurunan
berat badan.2
9
Laboratorium. Untuk menegakkan diagnosis penyakit tuberculosis dilakukan pemeriksaan
laboratorium untuk menemukan BTA positif. Pemeriksaan lain yang dilakukan yaitu dengan
pemeriksaan kultur bakteri, namun biayanya mahal dan hasilnya lama.2
Metode pemeriksaan dahak (buka liur) sewaktu pagi, sewaktu (SPS) dengan pemeriksaan
mikroskopis membutuhkan ± 5 ml dahak dan biasanya menggunakan pewarnaan panas
dengan metode Ziehl Neelsen (ZN) atau pewarnaan dingin Kinyoun-Gabbet menurut Tan
Thiam Hok. Bila dua kali pemeriksaan didapatkan hasil BTA positif maka pasien tersebut
dinyatakan positif mengidap tuberculosis paru.2
Perbedaan Diagnosis Tuberkulosis Dewasa dengan Anak-anak
Terdapat perbedaan diagnosis tuberculosis pada orang dewasa dan anak-anak. Gejala
tuberculosis pada anak tidak khas dan dapat menyerupai penyakit lain dan cara pemeriksaan
dahak dapat menghasilkan “false negative”, selain itu anak jarang mengeluarkan dahak.
Kemungkinan adanya tuberculosis pada anak jika ditemukan:
a. Berat badan tidak naik atau turun selama lebih dari 4 minggu (adanya grafik kenaikan
berat badan akan sangat berguna)
b. Kehilangan gairah
c. Mengi atau batuk yang sesekali dapat menyerupai batuk rejan.
d. Demam atau meriang selama lebih dari satu minggu tanpa penyebab yang jelas
e. Tanda adanya cairan pekak, pada salah satu sisi dada.
f. Pembengkakan kelenjar getah bening yang keras atau lembut, tidak nyeri, terkadang
dengan beberapa kelenjar getah bening kecil di dekatnya dan terkadang melekat tak
teratur.4
Untuk mendiagnosis tuberculosis pada anak dapat dilakukan beberapa pemeriksaan sebagai
berikut:
a. Tes tuberculin. Menyuntikan PPD secara intrakutan di bagian volar lengan bawah.
Baca hasilnya sesudah 3-4hari. Jika ada reaksi dapat terlihat eritema dan indurasi.
Reaksi positif jika indurasi di kulit berukuran diameter 10 mm atau lebih. Hasil positif
adalah lazim sesudah vaksinasi BCG, setidaknya selama beberapa tahun. Akan tetapi,
biasanya reaksi lebih lemah, sering berdiameter kurang dari 10 mm.4
10
b. Foto torak. Komponen paru sering kali tampak sebagai bayangan samar-samar pada
foto rontgen, serta hilus dan kelenjar getah bening paratrakeal membesar. Juga dapat
ditemukan lesi berbentuk seperti uang logam (coin lesion) yang menandakan
komponen paru primer.4
Pengobatan Medikamentosa
Obat TB utama (first line, lini pertama) saat ini adalah rimfapisin (R), isoniazid (H),
pirazinamid (Z), etambutol (E), dan streptomisin (S). rimfapisin dan isoniazid merupakan
obat pilihan utama dan ditambah dengan pirazinamid, etambutol, dan streptomisin. Obat TB
lain (second line, lini kedua) adalah para-aminosalicylic acid (PAS), cycloserin terizidone,
ethionamide, prothionamide, ofloxacin, levofloxacin, moxiflokxacin, gatifloxacin,
ciprofloxacin, kanamycin, amikacin, dan capreomycin, yang digunakan jika terjadi MDR.8
Pengobatan TB dibagi menjadi dua fase, yaitu fase intensif (2 bulan pertama) dan sisanya
sebagai fase lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal tiga macam obat pada
fase intensif (2 bulan pertama) dan dilanjutkan dengan dua macam obat pada fase lanjutan (4
bulan atau lebih). Pemberian panduan obat ini bertujuan untuk mencegah terjadinya resistensi
obat dan untuk membunuh kuman intraselular dan ekstraselular. Pemberian obat jangka
panjang, selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
relaps.8
Sejak tahun 1997 yang lalu WHO telah membuat klasifikasi regimen pengobatan pada
berbagai keadaan penyakit tuberculosis, sebagaimana yang tercantum sebagai berikut:
a. Kategori I adalah kasus baru dengan sputum yang positif dan klinis penderita dengan
keadaan yang berat seperti meningitis, tuberculosis milier, perikarditis, peritonitis,
pleuritis massif atau bilateral spondilitis dengan gangguan neurologic, penderita
dengan dahak negative tapi kelainan paru luas, tuberculosis usus, saluran kemih, dsb.
b. Kategori II adalah kasus relaps atau gagal dengan dahak yang tetap positif.
c. Kategori III adalah kasus dengan sputum yang negative dengan kelainan paru yang
tidak luas, dan kasus tuberculosis ekstrapulmoner selain dari yang disebut dalam
kategori I
d. Kategori IV adalah kasus tuberculosis kronik.3
11
Tabel 1. Obat Antituberkuosis yang Biasa Dipakai dan Dosisnya8
Nama Obat Dosis Harian
(mg/KgBB/hari)
Dosis Maksimal
(mg per hari)
Efek samping
Isoniazid
Rifampisin**
Pirazinamid
Etambutol
Streptomisin
5-15*
10-20
15-30
15-20
15-40
300
600
2000
1250
1000
Hepatitis, neuritis perifer,
hipersensitivitas
Gastrointestinal, reaksi kulit, hepatitis,
tromositopenia, peningkatan enzim hai,
cairan tubuh berwarna orange kemerahan,
Toksisitas hati, atralgia, gastrointestinal
Neuritis optic, ketajaman mata
berkurang, buta warna merah-hijau,
penyempitan lapang pandang,
hipersensitivitas, gastrointestinal
Ototoksik, nefrotoksik
*Bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin, dosisnya tidak boleh melebihi 10
mg/kgBB/hari.
**Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat
mengganggu bioavailabilitas rifampisin. Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui system
gastrointestinal pada saat perut kosong (satu jam sebelum makan).
Panduan untuk kategori I : Dimulai denga fase intensif 2 HRZS (E). obat diberikan selama 2
bulan. Bila setelah 2 bulan sputum menjadi negative maka dimulai fase lanjutan. Bila sputum
masih positif maka fase intensif diperpanjang 2-4 minggu lagi, baru diteruskan dengan fase
lanjutan tanpa melihat sputum sudah negative atau belum. Pada populasi dimana resistensi
primer terhadap INH rendah maka fase intensif dengan 3 macam obat saja yaitu HRZ sudah
cukup. Fase lanjutannya adalah 4 HR atau 4 H3 R3.3
Panduan untuk kategori 2: ditentukan fase intensif dalam bentuk 2 HRZES/1 HRZE. Bila
setelah fase intensif suptum menjadi negative maka diteruskan dengan fase lanjutan. Fase
lanjutan adalah 5 H3 R3 E3 bila dapat dilakukan supervisi dan 5 HRE bila tidak dapat
dilakukan supervisi.3
Panduan untuk kategori 3: Fase intensif 2 HRZ atau 2 H3 R3 Z3 dan dilanjutkan dengan fase
lanjutan 4HR atau 4 H3 R3.3
12
Panduan untuk kategori 4: panduan pengbatan dengan prioritas rendah karena kemungkinan
keberhasilan rendah. Untuk Negara yang kurang mampu dapat diberikan INH saja seumur
hidup. Untuk Negara yang mampu dapat dicoba obat berdasarkan hasil tes resistensinya.3
Penatalaksanaan Non-Medikamentosa
DOTS
Hal yang paling penting pada tatalaksana TB adalah keteraturan menelan obat. Keteraturan
dikatakan baik apabila pasien menelan obat sesuai dengan dosis yang ditentukan dalam
panduan pengobatan. Keteraturan menelan obat ini menjamin keberhasilan pengobatan serta
mencegah relaps dan terjadinya resistensi.8
Salah satu upaya untuk meningkatkan keteraturan adalah dengan melakukan pengawasan
langsung terhadap pengobatan (directly observed treatment). Directly observe treatment
shortcourse adalah strategi yang telah direkomendasikan oleh WHO dalam pelaksanaan
program penanggulangan TB, dan telah dilaksanakan sejak tahun 1995.8
Sesuai dengan rekomendasi WHO, strategi DOTS terdiri dari 5 komponen, yaitu:
a. Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana.
b. Diagnosis TB dengan pemeriksaan secara mikroskopis.
c. Pengobatan dengan panduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh
Pengawas Menelan Obat (PMO).
d. Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin.
e. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi
program penanggulangan TB.8
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan panduan OAT jangka pendek dengan
pengawasan langsung, yaitu mengharuskan adanya seseorang yang bertanggung jawab
mengawasi pasien menelan obat, disebut sebagai PMO. Setiap pasien baru yang ditemukan
harus selalu didampingi seorang PMO. Syarat untuk menjadi PMO adalah sebagai berikut:
dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun pasien, serta harus
disegani dan dihormati oleh pasien; tempat tinggalnya dekat pasien; bersedia membantu
pasien dengan sukarela; bersedia dilatih atau mendapatkan penyuluhan.8
Orang yang dapat menjadi PMO adalah petugas kesehatan, keluarga pasien, kader, pasien
yang sudah sembuh, tokoh masyarakat, serta guru sekolah atau petugas unit kesehatan
13
sekolah yang sudah dilatih strategi DOTS. Tugas PMO adalah mengawasi pasien agar
menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan, memberi dorongan kepada pasien
agar mau berobat teratur, mengingatkan pasien untuk periksa sputum ulang (pasien dewasa),
serta memberikan penyuluhan kepada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala-
gejala tersangka TB untuk segera memeriksakan diri ke unit pelayanan kesehatan.
Sayangnya ternyata hasil dari strategi DOTS masih kurang dari yang diharapkan. Tahun
1995-1998, cakupan pasien TB dengan strategi DOTS baru mencapai 10%.8
Case Finding
Apabila kita menemukan seorang anak dengan TB, maka harus dicari sumber penularan yang
menyebabkan anak tersebut tertular TB. Sumber penularan adalah orang dewasa yang
menderita TB aktif dan kontak erat dengan anak tersebut. Pelacakan sumber infeksi
dilakukan dengan cara pemeriksaan radiologis dan BTA sputum (pelacakan sentripetal). Bila
telah ditemukan sumbernya, perlu juga dilakukan pelacakan sentrifugal, yaitu mencarianak
lain di sekitarnya yang mungkin juga tertular, dengan cara uji tuberculin.
Sebaliknya, jika ditemukan pasien TB dewasa aktif, maka anak di sekitarnya atau yang
kontak erat harus ditelusuri ada atau tidaknya infeksi TB (pelacakan sentrifugal). Pelacakan
tersebut dilakukan dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
yaitu tuberculin.8
Aktif. Mengadakan pertemuan dengan masyarakat untuk menjelaskan tentang tanda-tanda
penyakit dan cara pengobatannya. Kader kesehatan/posyandu, kader dasa wisma dan kader
lainnya diharapkan dapat membantu menemukan penderita.1
Kunjungan rumah dilakukan oleh petugas Puskesmas; terutama dengan adanya Bidan desa
diharapkan penemuan penderita secara aktif dapat ditingkatkan.1
Pasif. Penderita yang secara sukarela berkujung ke Puskesmas, RS dan BP4 (Balai
Pemberantasan Penyakit Paru-paru). Kriteria tersangka penderita: terlah berumur lebih dari
15 tahun dengan salah satu gejala sebagai berikut: Batuk lebih dari 4 minggu, batuk berdarah,
nyeri dada, sesak nafas.1
14
Pencegahan
Primer (sebelum sakit)
Tujuan: Untuk mempertinggi nilai kesehatan (health promotion), dan untuk memberikan
perlindungan khusus terhadap suatu penyakit (specific protection).5
Pencegahan primer untuk kasus TB dapat diberikan dengan cara:
Pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang penyakit TBC, bahaya-bahayanya, cara
penularannya, serta usaha-usaha pencegahannya.5
Beberapa contoh pendidikan kesehatan yang dapat diberi, yaitu:
- Sinar matahari langsung membunuh TB dalam waktu 5 menit. Maka,
memanfaatkan sinar matahari adalah cara yang paling cocok untuk dilakukan di
daerah tropis (tetapi kuman-kuman dapat bertahan hidup selama bertahun-tahun di
tempat gelap: mungkin banyak penularan terjadi di rumah atau gubuk yang gelap).
- Sodium hipoklorit (1%) melarutkan dahak dan membunuh TB dengan cepat,
tetapi harus digunakan di wadah gelas, karena bahan tersebut dapat merusak
logam. Bahan ini juga memutihkan/memudarkan warna bila terkena bahan
berwarna. Tambahkan hipoklorit dua kali volume dahak. (TB dapat bertahan
selama beberapa jam dalam fenol 5%).
- Panas: TB dimusnahkan dalam waktu 20 menit pada suhu 60oC dan dalam 5 menit
pada suhu 70oC.
- Tisu harus dibakar selekas mungkin sesudah digunakan.
- Menjemur di udara dan di bawah sinar matahari semua bahan-bahan seperti
selimut, wol, katun, dsb.
Kesehatan Lingkungan. Tujuannya ialah mengurangi risiko dari dahak pasien infeksius
yang belum terdiagnosis. Terdapat keterbatasan mengenai apa yang dapat dicapai di Negara-
negara miskin, tetapi yang berikut ini mungkin dapat menolong:4
- Sedapat mungkin hindari kerumunan orang banyak yang terlalu padat (sekaligus dapat
juga mengurangi penyakit pernapasan lain yang dapat menular, seperti pneumonia pada
bayi).
- Tingkatkan ventilasi di rumah.
15
- Ajaklah agar setiap orang berpendapat bahwa meludah adalah suatu kebiasaan yang
menjijikan yang tidak dapat diterima. Ajarkanlah bahwa meludah menyebarkan
penyakit.4
Rumah Sehat. Di Indonesia, terdapat suatu criteria untuk rumah sehat sederhana (RSS),
yaitu:
1. Luas tanah antara 60-90 meter persegi.
2. Luas bangunan antara 21-36 meter persegi.
3. Memiliki fasilitas kamar tidur, WC (kamar mandi), dan dapur.
4. Berdinding batu bata dan diplester.
5. Memiliki lantai dari ubin keramik dan langit-langit dari triplek.
6. Memiliki sumur atau air PAM
7. Memiliki fasilitas listrik minimal 450 watt.
8. Memiliki bak sampah dan saluran air kotor.
Selain kriteria-kriteria di atas, terdapat factor-faktor kebutuhan yang perlu diperhatikan dan
dipenuhi, seperti kebutuhan fisiologis, kebutuhan psikologis, bebas dari bahaya kecelakaan
atau kebakaran, dan kebutuhan lingkungan.9
Kebutuhan Fisiologis
1. Suhu ruangan. Suhu ruangan dijaga agar jangan banyak berubah. Suhu sebaiknya
tetap berkisar 18-20oC.
2. Penerangan. Rumah harus cukup mendapatkan penerangan baik siang maupun malam
hari. Idealnya, penerangan didapat dengan bantuan listrik. Setiap ruang diupayakan
mendapat sinar matahari terutama di pagi hari.
3. Ventilasi udara. Pertukaran udara yang cukup menyebabkan hawa ruangan tetap
segar 9cukup mengandung oksigen). Dengan demikian, setiap rumah harus memiliki
jendela yang memadai. Luas jendela secara keseluruhan kurang lebih 15% dari luas
lantai. Susunan ruangan harus sedemikian rupa sehingga udara dapat mengalir bebas
jika jendela dan pintu dibuka.
4. Jumlah ruangan atau kamar. Ruang atau kamar diperhitungkan berdasarkan jumlah
penghuni atau jumlah orang yang tinggal bersama di dalam satu rumah atau sekitar 5
m2 per orang.9
16
Kebutuhan Psikologis
1. Keadaan rumah dan sekitarnya, cara pengaturannya harus memenuhi rasa keindahan
sehingga rumah tersebut menjadi pusat kesenangan rumah tangga yang sehat.
2. Adanya jaminan kebebasan yang cukup bagi setiap anggota keluarga yang tinggal di
ruamh tersebut.
3. Untuk setiap anggota keluarga, terutama yang mendekati dewasa, harus memiliki
ruangan sendiri sehingga privasinya tidak terganggu.
4. Harus ada ruangan untuk hidup bermasyarakat, seperti ruang untuk menerima tamu.9
Bahaya Kecelakaan atau kebakaran. Ditinjau dari factor bahaya kecelakaan ataupun
kebakaran, rumah yang sehat dan aman dapat menjauhkan penghuninya dari bahaya tersebut.9
Lngkungan
1. Memiliki sumber air bersih dan sehat serta tersedia sepanjang tahun
2. Memiliki tempat pembuangan kotoran, sampah, dan air limbah yang baik.
3. Dapat mencegah terjadinya perkembangbiakkan vector penyakit, seperti nyamuk,
lalat, tikus dan sebagainya.
4. Letak perumahan jauh dari sumber pencemaran (mis., kawasan industry) dengan jarak
minimal sekitar 5 km dan memiliki daerah penyangga atau daerah hijau (green belt)
dan bebas banjir.9
Vaksin BCG. BCG adalah vaksin yang terdiri dari basil hidup yang dihilangkan
virulensinya. (basil ini berasal dari suatu strain bovin yang dibiakkan selama beberapa tahun
dalam laboratorium). BCG merangsang kekebalan, meningkatkan daya tahan tubuh tanpa
menyebabkan kerusakan. Sesudah vaksinasi BCG. TB kebanyakan dapat memasuki tubuh,
tetapi dalam kebanyakan kasus daya pertahanan tubuh yang meningkat akan mengendalikan
atau membunuh kuman-kuman tersebut.4
Percobaan-percobaan terkontrol di beberapa Negara Barat, dengan sebagian besar anak
bergizi cukup, menunjukan bahwa BCG dapat memberikan 80% perlindungan terhadap
tuberculosis selama 15 tahun sebelum infeksi pertama kali (yakni kepada anak-anak dengan
tuberculin negative).4
Dosis normal adalah 0,005 ml untuk neonates dan bayi di bawah 1 tahun dan 0,1 ml untuk
anak yang lebih besar dan orang dewasa.4
17
Satgas imunisasi IDAI merekomendasikan pemberian BCG pada bayi ≤ 2 bulan. Pemberian
BCG setelah usia 1 bulan lebih baik. Bayi yang diduga mempunyai kontak erat dengan pasien
TB aktif, atau yang akan diimunisasi pada usia ≥ 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberculin
terlebih dahulu. BCG sebaiknya diberikan di region lengan kanan-atas pada daerah insersio
M. deltoideus kanan. Vaksin BCG tidak perlu diulang sebagai booster, demikian juga bila
tidak terbentuk parut. Tidak ada bukti bahwa vaksinasi ulangan BCG memberikan proteksi
tambahan.8
Kemoprofilaksis. Terdapat dua macam kemoprofilaksis, yaitu kemoprofilaksis primer dan
kemoprofilaksis sekunder. Kemoprofilaksis primer bertujuan untuk mencegah terjadinya
infeksi TB, sedangkan kemoprofilaksis sekunder mencegah berkembangnya infeksi menjadi
sakit TB. Pada kemoprofilaksis primer diberikan isoniazid dengan dosis 5-10 mg/kgBB/hari
dengan dosis tunggal. Kemoprofilaksis ini diberikan pada anak yang kontak dengan TB
menular, terutama dengan BTA sputum positif, tetapi belum belum terinfeksi (uji tuberculin
negative). Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak yang telah terinfeksi, tetapi belum
sakit, ditandai dengan uji tuberculin positif, sedangkan klinis dan radiologis normal. Tidak
semua anak diberi kemoprofilaksis sekunder, tetapi hanya anak yang termasuk dalam
kelompok risiko tinggi untuk menjadi sakit TB, yaitu anak-anak dengan imunokompromais.8
Gizi. Tuberkulosis dan kurang gizi sering ditemukan secara bersamaan. Infeksi tuberculosis
menimbulkan penurunan berat badan dan penyusutan tubuh; kekurangan makan
meningkatkan risiko infeksi dan kemudian penyebaran penyakit tuberculosis.4
Anak yang sakit sangat berat dan kurang gizi mungkin menolak untuk makan. Berikan
makanan dalam jumlah sedikit tapi sering. Tuba nasogastrik mungkin perlu diasang sampai
nafsu makan pulih. Pada awalnya susu (susu sapi, kambung, susu kering atau yang diuapkan)
dapat digunakan, dengan menambahkan gula (50g atau 10 sendok teh per liter). Pada kasus
berat, diberikan setengah porsi pemberian makanan setiap 2 jam untuk mengurangi risiko
diare. Lanjutkan selama kira-kira 3 hari, lalu dapat disambung dengan pemberian susu
(makanan cair) berenergi tinggi.4
Anak yang sakit dan kurang gizi mudah dapat mengalami hipotermia (suhu tubuh terlalu
rendah). Hipotermia merupakan keadaan yang sangat berbahaya dan lalu dapat menurunkan
kekebalan tubuh. Pastikan bahwa anak tersebut dirawat di tempat yang hangat.4
18
Pada anak-anak dengan keadaan seperti di atas, beri preparat multivitamin setiap harinya.
Juga berikan satu dosis 200.000 unit vitamin A dalam minyak secaraoral pada suatu
kesempatan untuk mencegah komplikasi pada mata. UNICEF membagikan K-Mix 2 untuk
penanganan kurang energy protein (KEP) – 100 g K-mix 2 dan 50 g (58 ml) minyak sayur
ditambahkan pada 1 liter air secara perlahan-lahan sambil mengaduknya dengan baik.4
Saat nafsu makan anak tersebut pulih, mulailah memperkenalkan makanan setempat yang
biasa untuk menggantikan susu energy tinggi.4
Sekunder
Tujuan: mengenal dan mengetahui jenis penyakit pada tingkat awal, serta mengadakan
pengobatan yang tepat dan segera. (Early Diagnosis and Prompt Treatment).5
Tersier
Tujuan: pembatasan kecacatan dan berusaha untuk menghilangkan gangguan kemampuan
bekerja yang diakibatkan sesuatu penyakit (Disability Limitation), rehabilisasi
(Rehabilitation).5
Follow Up
Pemeriksaan ulang dahak dilakukan setelah pengobatan awal bulan ke 4 dan selesai
pengobatan awal bulan ke-6. Pemeriksaan ulang dahak dilakukan dua kali seminggu.1
Bila hasil pemeriksaan ulang dahak mendapat BTA (-) maka penderita dinyatakan sembuh,
tetapi bula pada akhir pengobatan masih BTA (+) maka pengobatan dilanjutkan selama 3
bulan lagi (secara intermiten) daam waktu maksimal 9 bulan.1
I. Penelitian
Usulan penelitian
Bila peneliti telah menetapkann untuk melakukan penelitian, maka sebelum
melaksanakannya ia harus membuat rancangan penelitian. Rancangan penelitian
tertulis yang bersifat formal dinamakan sebagai usulan penelitian (research proposal,
study protocol). Usulan penelitian mungkin dapat diperlukan oleh (calon) peneliti
untuk memenuhi persyaratan pendidikan, untuk memperoleh persetujuan penelitian
19
dari institut tempat penelitian akan dilakukan, atau untuk permintaan dana. Namun
secara esensial usulan penelitian dumaksudkan sebagai penuntun sebagai sebagai
peneliti dalam seluruh rangkaian proses penelitian. Usulan penelitian yang baik akan
mempermudah peneliti dalam melaksanakan seluruh proses penelitian.
Sistematika usulan penelitian sangat bervariasi dari lembaga yang satu
kelembaga yang lain, meski substansinya sama. Calon peneliti, khususnya yang akan
mengajukan permintaan dana penelitian kepada penyandang dana, harus menuliskan
usulan dengan format seperti yang dikehendaki oleh lembaga tersebut. Suatu usulan
penelitian dengan materi serta sistematika yang baik menurut suatu lembaga, belum
tentu di anggap baik oleh lembaga yang lain. Oleh karena itulah tidak jarang suatu
usulan untuk mengajukan permintaan dana penelitian tidak disetujui oleh penyandang
dana hanya karena format usulan yang di ajukan tidak sesuai dengan format yang
dikehendaki oleh lembaga tersebut.
Meskipun setiap usulan penelitian penting, namun nilai usulan penelitian
terutama terletak dalam bab pendahuluan khususnya pada latar belakang masalah,
karena ia merupakan dasar utama suatu usulan. Pada bagian ini peneliti harus dapat
memperlihatkan pemahaman serta pengetahuannya mengenai substansi penelitian yang
dirancang, merumuskan alasan mengapa penelitian harus digunakan, dan garis besar
bagaimana penelitian akan dilaksanakan. Bagian-bagian selanjutnya pada dasarnya
merupakan konsekuensi logis dari uraian yang telah dikemukakan dalam latar
belakang masalah tersebut.
Sistematika usulan penelitian
Judul
I. Pendahuluan
o Latar belakang
o Rumusan masalah
o Hipotesis
o Tujuan
o Manfaat
II. Tinjauan pustaka
20
Kerangka konsep
III. Metodologi
o Desain
o Tempat dan waktu
o Populasi dan sampel
o Kriteria inklusi dan ekslusi
o Besar sampel
o Cara kerja
o Idntifikasi variabel
o Rencana manajemen dan analisi data
o Definisi operasional
o Masalah etika
IV. Daftar pustaka
V. Lampiran10
Pelaksanaan penelitian
1) Pengumpulan data
Salah satu kegiatan penelitian adalah pengumpulan data. Kegiatan
pengumpulan data dilakukan dengan teknik tertentu dan menggunakan alat
tertentu yang sering disebut instrumen penelitian. Data yang diperoleh dari
proses tersebut kemudian dihimpun, ditata, dianalisis untuk menjadi informasi
yang dapat menjelaskan suatu fenomena atau keterkaitan antara fenomena.
Klasifikasi Data
Data dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat, sumber, dan juga skala
pengukurannya.
a. Berdasarkan sifatnya :
1) data kuantitatif : data yang berupa angka-angka
2) data kualitatif : data yang berupa kata-kata atau pernyataan
pernyataan
b. Berdasarkan sumbernya :
21
1) data primer, adalah data yang diperoleh langsung pihak yang
diperlukan datanya.
2) data sekunder, merupakan data yang tidak diperoleh langsung
dari pihak yang diperlukan datanya.
c. Berdasarkan skala pengukurannya
Data yang merupakan hasil pengukuran variabel memiliki jenis
skala pengukuran sebagaimana yang terdapat pada variabel.
Dengan demikian berdasarkan tinjauan ini, data dapat dibedakan
menjadi :
1) data nominal
2) data ordinal
3) data interval
4) data rasio
Secara garis besar teknik pengumpulan data dapat dibedakan menjadi dua, yaitu teknik tes
dan nontes.
1. Teknik Tes
a. Pengertian teknik tes
Teknik tes adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan memberikan serentetan
soal atau tugas serta alat lainnya kepada subjek yang diperlukan datanya.
Pengumpulan data dengan menggunakan teknik tes dapat disebut sebagai pengukuran
(measurement). Teknik semacam ini banyak digunakan dalam penelitian kuantitatif.
b. Jenis-jenis instrumen untuk teknik tes
Ditinjau berdasarkan sasaran atau objek yang diukur, instrument untukteknik tes dapat
dibedakan menjadi sebagai berikut .
1) Tes hasil belajar (achievement test)
2) Tes kepribadian (personality test)
3) Tes bakat (aptitude test)
4) Tes inteligensi (intelligence test)
5) Tes sikap (attitude test)
6) Tes minat (interest test)
2. Teknik Nontes
22
Pengumpulan data penelitian dapat pula dilakukan dengan teknik non tes,yaitu dengan tidak
memberikan soal-soal atau tugas-tugas kepada subjek yang diperlukan datanya. Dalam teknik
non tes, data dari subjek penelitian dikumpulkan dengan :
a. wawancara;
b. kuesioner;
c. observasi;
d. pencatatan dokumen.
Instrumen untuk teknik tersebut pada penelitian kuantitatif adalah :pedoman wawancara,
kuesioner atau angket, pedoman observasi, tabeltabel,kolom-kolom, ataupun alat rekam
elektronik yang dapat dipakai untuk menyimpan data. Sedangkan pada penelitian kualitatif di
samping instrument tersebut di atas peneliti juga merupakan instrumen.11
Validitas dan Reliabilitas
Dalam penelitian ini, validitas dan reliabilitas alat ukur banyak mengalami perubahan pada
kalimatnya sehingga perlu di uji validitas dan reliabilitas kembali agar instrumen ini valid
dan reliabel.
1. Uji validitas
Validitas instrumen dilakukan untuk mengetahui tingkat ketepatan dan kecermatan alat ukur
untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Setelah instrumen diuji coba kepada responden
kemudian dihitung korelasinya untuk mengetahui pertanyaan dalam kuisioner tersebut valid
atau tidak menggunakan rumus korelasi Product Momment.
Rumusnya sebagai berikut:
Keterangan:
r = korelasi product momment
n = jumlah responden
x = skor variabel x
23
y = skor variabel y
xy = skor variabel x dikalikan skor variabel y
Σ = jumlah
Keputusan uji:
Jika r ≥ r tabel, berarti item pertanyaan adalah valid
Jika r ≤ r tabel, berarti item pertanyaan adalah tidak valid
2. Realibilitas
Reliabilitas suatu instrumen menggambarkan stabilitas dan konsistensi suatu instrumen dalam
suatu konteks yang diberikan.Setelah melakukan validitas, maka perlu mengukur reliabilitas
data, apakah alat ukur dapat digunakan atau tidak. Pada penelitian ini untuk mengetahui
reliabilitas dari instrumen, dengan menggunakan rumus alpha-Cronbach.
Reliabilitas pertanyaan dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan analisis alpha-
Cronbach yang dapat digunakan baik untuk instrumen yang jawabannya berskala maupun
yang bersifat dikotomis (hanya mengenal dua jawaban yaitu benar dan salah).
Desain penelitian
Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang di susun sedemikian rupa sehingga
peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap pertanyaan penelitiannya. Desain penelitian
mempunyai 2 kegunaan.
1. Merupakan sarana bagi peneliti guna memperoleh jawaban atas pertanyaan peniliti
2. Merupakan alat untuk mengontrol atau mengendalikan perbagai variabel yang
mempengaruhi pada suatu penelitian.
24
Pembagian yang sangat sering digunakan orang adalah pembagian desain menjadi penelitian
deskriptik, analitik. Pembagian ini seringkali menimbulkan kerancuan oleh karena sering
disalah tafsirkan , yaitu disebut sebagai penelitian deskriptif tetapi dalam pelaksanaanya
dilakukan analisis data.. arti sebenarnya dalam pembagian kedua jenis penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Penelitian deskriptif
Penelitian yang bertujuan melakukan deskriptif mengenai fenomena yang ditemukan baik
berupa faktor resiko, efek atau hasil. Peneliti tidak mencoba menganalisis bagaimana dan
mengapa fenomena tersebut terjadi. Oleh karena itu tidak ada hipotesis.
Penelitian analitik
Peneliti mencoba mencari hubungan antar variabel. Dilakukan analisis sehingga perlu
hipotesis.
Data yang dikumpulkan pada penelitian deskriptif sering dipakai untuk atau dilanjutkan
dengan penelitian analitik.
Desain penelitian analitik observasional pada umumnya dibagi 3:
1. penelitian cross sectional
2. penelitian kasus kontrol
3. penelitian kohort
Pembagian tersebut berdasarkan pada ada atau tidaknya intervensi ataupun manipulasi yang
dilakukan oleh peneliti terhadap objek penelitian. Pada studi eksperimental peneliti
melakukan manipulasi terhadap satu atau lebih variabel subjek penelitian kemudian
mempelajari efek perlakuan tersebut. Sedangkan pada studi observasional ia melakukan
pengamatan atau pengukuran terhadap pelbagai variabel subjek penelitian menurut keadaan
alamiah tanpa manivulasi atau intervensi.
Untuk memperoleh sampel penelitian yang representatif telah dikembangkan banyak teknik
sampling. Desain sampel terdiri dari dua yaitu:
a. Desain Probabilitas (sampel probabilitas), artinya bahwa setiap sampel dipilih berdasarkan
prosedur seleksi dan memiliki peluang yang sama untuk dipilih. Jenis desain sampel
probabilitas: ‐ Sampel Random Sederhana (Simple Random Sampling) ‐ Sampel Sistematis (Systematic Sampling)
25
‐ Sampel Stratifikasi (Stratified Sampling) ‐ Sampel Kluster (Cluster Sampling) ‐ Sampel Daerah Multitahap (Multistage Area Sampling)
b. Desain Sampel Nonprobabilitas (Nonprobability Sampling), artinya setiap sampel dipilih
oleh peneliti secara arbitrer dan probabilitas masing‐masing
- Consecutif
- Convenience. Peneliti menggunakan sampel yang paling sederhana atau ekonomis.
- Judgement. Peneliti berpengalaman dalam memilih sampel untuk memenuhi
tujuannya, seperti menyakinkan bahwa semua populasi mempunyai karakteristik
tertentu.
Uji hipotesis
Data yang diamati dari suatu survei, selain diperlukan untuk menduga suatu parameter, juga
diperlukan untuk menguji berlakunya suatu anggapan tertentu mengenai parameter itu.
Pengujian dimulai dengan menerima suatu anggapan tertentu sebagai hal yang
benar.Anggapan yang digunakan sebagai landasan kerja selanjutnya dan dinamakan Hipotesis
Nol (H0). Jika anggapan ini berdasarkan data-data pengamatan dapat diterima kebenarannya,
maka dianggap sebagai suatu kenyataan. Kalau data yang diperoleh tidak menyokong
pendapat ini, maka diterimalah suatu anggapan lain yang merupakan tandingan dari H0
sebagai kenyataan. Anggapan tandingan ini dinamakan Hipotesis Satu (H1). Hipotesis satu
seringkali disebut juga dengan Hipotesis Tandingan atau Hipotesis Alternatif.
Penentuan hipotesis mana yang akan diterima, ditentukan dalam bentuk sokongan yang
diwujudkan oleh data yang terkumpul. Dalam pemilihan salah satu hipotesis sebagai
anggapan yang berlaku, hanyalah dapat dilakukan dengan pernyataan berapa besarnya
peluang bahwa hipotesis itu benar.
Jenis Kesalahan (Type of Error)
26
Ada dua macam jenis kesalahan yang mungkin timbul dari pengujian hipotesis secara
statistik.
1. Kesalahan Jenis Pertama, ialah kesalahan yang mungkin timbul karena HO yang ditolak
sesungguhnya benar. Peluang timbulnya salah jenis pertama ini dilambangkan dengan α atau
P(tolak H0|H0benar) = α
2. Kesalahan Jenis Kedua, ialah kesalahan yang mungkin dibuat, karena kita telah menerima
berlakunya suatu H0 yang sesungguhnya tidak benar. Peluang untuk membuat salah jenis
kedua ini dilambangkan dengan β atau P(terima H0|H0 salah) = β
Antara keadaan kebenaran berbagai hipotesis yang disusun dan tindakan-tindakan yang
mungkin diambil berdasarkan perbandingan
data yang terkumpul terhadap kriteria pengujian, serta akibat dan peluang terjadinya, dapat
disimpulkan adanya hubungan sebagai berikut:
Tabel 1. Jenis Kesalahan berdasarkan Hipotesis dan Keputusan
Keputusan Hipotesis H0benar Hipotesis H0salah
Terima H0 Tindakan yang
benar (1 -α)
Kesalahan jenis
kedua (β)
Tolak H0 Kesalahan jenis
pertama (α)
Tindakan yang
benar (1 -β)
Usaha untuk mengecilkan peluang timbulnya salah satu jenis kesalahan ini, selalu diiringi
dengan pembesaran nilai peluang kesalahan jenis yang lain. Kedua jenis kesalahan ini bisa
diperkecil kalau ukuran sampel (n) diperbesar.
27
Dalam praktek penetapan peluang timbulnya kesalahan jenis pertama,
biasanya ditentukan disekitar nilai α=0,05 atau α=0,01. Apabila α=0,05 maka dikatakan
bahwa taraf nyata pengujiannya5% dan seterusnya.
Nilai β biasanya sangat sulit ditentukan karena penyebaran hipotesis tandingan tidak
diketahui. Jika kesalahan jenis kedua tidak diketahui, maka penerimaan H0 sebagai suatu
kebenaran, mengandung kesalahan yang tidak diketahui berapa besar peluangnya.Oleh
karena itu, orang enggan mengatakan menerima kebenaran H0, dan lebih menyukai
mengatakan data tidak mendukung untuk menolak H0. 3
Uji statistik
Statistik Parametrik
Statistik Parametrik yaitu ilmu statistik yang mempertimbangkan jenis sebaran atau
distribusi data, yaitu apakah data menyebar secara normal atau tidak. Dengan kata lain, data
yang akan dianalisis menggunakan statistik parametrik harus memenuhi asumsi normalitas.
Pada umumnya, jika data tidak menyebar normal, maka data seharusnya dikerjakan dengan
metode statistik non-parametrik, atau setidak-tidaknya dilakukan transformasi terlebih dahulu
agar data mengikuti sebaran normal, sehingga bisa dikerjakan dengan statistik parametrik.
Contoh metode statistik parametrik :
a. Uji-z (1 atau 2 sampel)
b. Uji-t (1 atau 2 sampel)
c. Korelasi pearson,
d. Anova
Ciri-ciri statistik parametrik :
- Data dengan skala interval dan rasio
- Data menyebar/berdistribusi normal
28
Keunggulan dan kelemahan statistik parametrik
Keunggulan :
1.Syarat syarat parameter dari suatu populasi yang menjadi sampel biasanya tidak diuji dan
dianggap memenuhi syarat, pengukuran terhadap data dilakukan dengan kuat.
2. Observasi bebas satu sama lain dan ditarik dari populasi yang berdistribusi normal serta
memiliki varian yang homogen.
Kelemahan :
1. Populasi harus memiliki varian yang sama.
2. Variabel-variabel yang diteliti harus dapat diukur setidaknya dalam skala interval.
3. Dalam analisis varian ditambahkan persyaratan rata-rata dari populasi harus normal dan
bervarian sama, dan harus merupakan kombinasi linear dari efek-efek yang ditimbulkan.
Uji ini digunakan untuk mengetahui perbedaan mean (rerata) populasi atau penelitian
terdahulu dengan mean data sampel penelitian.
Langkah-langkah pengujian.
1. HIPOTESIS
Ho = 20 ( tidak ada perbedaan)
Ha ≠ 20 ( ada perbedaan)
2. STATISTIK UJI
Uji t satu sampel
KETERANGAN :
x = rata-rata sampel
29
μ = rata-rata populasi/penelitian terdahulu
S = Standar Deviasi
n = jumlah (banyaknya) sampel
3. KEPUTUSAN STATISTIK
Nilai P pada tabel (< 0,025) yang berarti kurang dari nilai α = 0,05, maka Ho dapat kita
ditolak
UJI T DEPENDEN BERPASANGAN
Uji ini untuk menguji perbedaan rata-rata antara dua kelompok data yang dependen.
Misalnya untuk mengetahui apakah ada perbedaan berat badan
sebelum mengikuti proram diet dan berat badan setelah mengikuti program diet.
Sama seperti uji T independen, uji T dependen memiliki asumsi yang harus dipenuhi, yaitu :
1. Datanya berdistribusi normal.
2. Kedua kelompok data dependen (berpasangan)
3. variabel yangdihubungkan berbentuk numerik dan kategorik (dengan hanya 2
kelompok).
Rumus yang digunakan, sebagai berikut :
KETERANGAN :
δ = rata-rata deviasi (selisih sampel sebelum dan sampel sesudah)
SDδ = Standar deviasi dari δ (selisih sampel sebelum dan sampel sesudah)
n = banyaknya sampel
DF = n-1
30
Uji Paired sample t-test
Digunakan untuk membandingkan mean dari suatu sampel yang berpasangan (paired).
Sampel berpasangan adalah sebuah kelompok sampel dengan subyek yang sama namun
mengalami dua perlakuan atau pengukuran yang berbeda .
UJI T INDEPENDEN
Uji ini untuk mengetahui perbedaan rata-rata duapopulasi/kelompok data yang independen.
UJI Z
Uji Z adalah salah satu uji statistika yang pengujian hipotesisnya didekati dengan distribusi
normal. Menurut teori limit terpusat, data dengan ukuran sampel yang besar akan
berdistribusi normal.Oleh karena itu, uji Z dapat digunakan utuk menguji data yang
sampelnya berukuran besar.Jumlah sampel 30 atau lebih dianggap sampel berukuran
besar.Selain itu, uji Z ini
dipakai untuk menganalisis data yang varians populasinya diketahui.Namun, bila varians
populasi tidak diketahui, maka varians dari sampel dapat digunakan sebagai penggantinya.
Kriteria Penggunaan uji Z
1. Data berdistribusi normal
2. Variance (σ2) diketahui
3. Ukuran sampel (n) besar, ≥ 30
4. Digunakan hanya untuk membandingkan 2 buah observasi.
Hipotesis
H0 := μ (sama dengan yang dinyatakan)
HA :≠ μ (tidak sama dengan yang dinyatakan)
Kriteria Pengambilan Kesimpulan
Jika |Zhit|< |Ztabel|, maka terima H0
31
Jika |Zhit|≥ |Ztabel|, maka tolak H0 alias terima HA
2. Uji Z satu pihak
Hipotesis
H0 :=(rata-rata hasil gabah padi yang dipupuk dengan pupuk urea tablet sama dengan padi
yang dipupuk dengan urea butiran)
HA :>(rata-rata hasil gabah padi yang dipupuk dengan pupuk urea tablet lebih tinggi dari padi
yang dipupuk dengan urea butiran)
Kriteria Pengambilan Kesimpulan
Jika |Zhit|< |Ztabel|, maka terima H0
Jika |Zhit|≥ |Ztabel|, maka tolak H0 alias terima HA
Anova
Uji Anova pada prinsipnya adalah melakukan analisis variabilitas data menjadi dua sumber
variasi yaitu variasi didalam kelompok (within) dan variasi antar kelompok (between). Bila
variasi within dan between sama (nilai perbandingan kedua varian mendekati angka satu),
maka berarti tidak ada perbedaan efek dari intervensi yang dilakukan, dengan kata lain nilai
mean yang dibandingkan tidak ada perbedaan. Sebaliknya bila variasi antar kelompok lebih
besar dari variasi didalam kelompok, artinya intervensi tersebut memberikan efek yang
berbeda, dengan kata lain nilai mean yang dibandingkan menunjukkan adanya perbedaan.
Rumus uji Anova adalah sebagai berikut :
DF = Numerator (pembilang) = k-1,Denomirator (penyebut) = n-k
Dimana varian between :
32
Dimana rata-rata gabungannya :
Sementara varian within :
KETERANGAN :
Sb = varian between
Sw = varian within
Sn2 = varian kelompok
X = rata-rata gabungan
Xn = rata-rata kelompok
Nn = banyaknya sampel pada kelompok
k = banyaknya kelompok -
Statistika Non Parametrik
Statistik Non-Parametrik, yaitu statistik bebas sebaran (tidak mensyaratkan bentuk
sebaran parameter populasi, baik normal atau tidak). Selain itu, statistik non-parametrik
biasanya menggunakan skala pengukuran sosial, yakni nominal dan ordinal yang umumnya
tidak berdistribusi normal.
33
Contoh metode statistik non-parametrik :
a. Uji tanda (sign test)
b. Rank sum test (wilcoxon)
c. Rank correlation test (spearman)
d. Fisher probability exact test.
e. Chi-square test, dll
Ciri-ciri statistik non-parametrik :
- Data tidak berdistribusi normal
- Umumnya data berskala nominal dan ordinal
- Umumnya dilakukan pada penelitian sosial
- Umumnya jumlah sampel kecil.
Keunggulan dan kelemahan statistik non-parametrik :
Keunggulan :
1. Tidak membutuhkan asumsi normalitas.
2. Secara umum metode statistik non-parametrik lebih mudah dikerjakan dan lebih mudah
dimengerti jika dibandingkan dengan statistik parametrik karena ststistika non-parametrik
tidak membutuhkan perhitungan matematik yang rumit seperti halnya statistik parametrik.
3. Statistik non-parametrik dapat digantikan data numerik (nominal) dengan jenjang (ordinal).
4. Kadang-kadang pada statistik non-parametrik tidak dibutuhkan urutan atau jenjang secara
formal karena sering dijumpai hasil pengamatan yang dinyatakan dalam data kualitatif.
5. Pengujian hipotesis pada statistik non-parametrik dilakukan secara langsung pada
pengamatan yang nyata.
6. Walaupun pada statistik non-parametrik tidak terikat pada distribusi normal populasi,
tetapi dapat digunakan pada populasi berdistribusi normal.
34
Kelemahan :
1. Statistik non-parametrik terkadang mengabaikan beberapa informasi tertentu.
2. Hasil pengujian hipotesis dengan statistik non-parametrik tidak setajam statistik
parametrik.
3. Hasil statistik non-parametrik tidak dapat diekstrapolasikan ke populasi studi seperti pada
statistik parametrik. Hal ini dikarenakan statistik non-parametrik mendekati eksperimen
dengan sampel kecil dan umumnya membandingkan dua kelompok tertentu. 4
SPSS for WINDOWS
SPSS (Statistical Package for Social Science) adalah salah satu dari sekian banyak
program aplikasi komputer untuk menganalisis data statistik. Selain SPSS,program
aplikasi yang banyak digunakan untuk menganalisis data statistik adalah minitab,SAS,
Systat, megastat, dll.SPSS dengan operasi windows banyak membantu mempermudah
pengoperasian antarprogram pengolah data maupun membantu mempermudah dalam
program pengolah kata(misalnya melakukan pengeditan hasil printout computer ke
program Ms. Word secaralangsung). SPSS for windows ini memiliki fleksibilitas yang
baik karena selain dapat membantu memecahkan persoalan di bidang ilmu sosial juga
dapat digunakan untuk menganalisis permasalahan di luar bidang ilmu sosial.4
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 - 0,199
0,20 - 0,399
0,40 - 0,599
0,60 - 0,799
0,80 - 1,000
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Kuat
Sangat kuat
laporan penelitian
Laporan penelitian adalah informasi yang disampaikan secara tertulis atau lisan dengan
tujuan untuk mengkomunikasikan kesimpulan hasil atau temuan penelitian dan
rekomendasi yang diperlukan. Format laporan penelitian (kepada manajemen, public, atau
35
pihak tertentu) tergantung pada tujuan penyusunan laporan. Laporan penelitian disusun
berdasarkan suatu tujuan yang berkaitan dengan tujuan penelitian.
TUJUAN PENYUSUNAN LAPORAN
Berdasarkan tujuannya, penelitian dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Penelitian dasar (basic research)
Tujuan penelitian ini adalah untuk pengembangan ilmu yang umumnya dilakukan
di lingkungan akademik (perguruan tinggi).
2. Penelitian terapan (applied research)
Penelitian terapan adalah penelitian yang bertujuan untuk pemecahan masalah
praktis yang dihadapi oleh institusi atau organisasi tertentu yang umumnya dilakukan
dilingkungan pemerintah atau bisnis.
Inisiatif dan biaya penelitian berasal dari organisasi yang mempunyai masalah
yang memerlukan penelitian untuk memecahkannya. Format penyusunan laporan
penelitian dapat berasal dari organisasi sponsor atau lembaga penelitian yang
mengerjakan proyek penelitian.
Pegangan Pokok Menjelang Persiapan Penulisan Laporan Penelitian Komprehensif
1. Laporan harus menjelaskan keseluruhan proses dan pengalaman penelitian
2. Sedapat mungkin, laporan memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif dengan pembaca sasaran
3. Yakinkan bahwa laporan mengkomunisasikan apa saja yang terjadi selama proses penelitian
4. Pengalaman dan temuan penelitian sebaiknya terpelihara utuh dan terjaga meskipun awalnya menunjukkan hasil kurang relevan
5. Laporan sebaiknya menjelaskan baik keberhasilan, keterbatasan, maupun kegagalan
6. Merupakan tindakan efisien jika sebelumnya dibuat garis besar naskah laporan dan dilanjutkan dengan naskah laporan lebih rinci
7. Laporan sebaiknya disusun dalam bab, bagian, dan sub bagian dengan judul – judul yang sesuai dan relevan
SASARAN PEMBACA LAPORAN (TARGET AUDIENCE)
36
1) Masyarakat Akademik
2) Sponsor Penelitian
3) Masyarakat Umum12
EPIDEMIOLOGI DESKRIPTIF DAN ANALITIK
Epidemiologi adalah studi tentang distribusi dan determinan penyakit pada populasi. Studi
epidemiologi dibedakan menjadi dua kategori: (1) epidemiologi deskriptif; dan (2)
epidemiologi analitik.
Epidemiologi deskriptif. Epidemiologi deskriptif mendeskripsikan distribusi penyakit pada
populasi, berdasarkan karakteristik dasar individu, seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan,
kelas sosial, status perkawinan, tempat tinggal dan sebagainya, serta waktu. Epidemiologi
deskriptif juga dapat digunakan untuk mempelajari perjalanan alamiah penyakit. Tujuan
epidemiologi deskriptif: (1) Memberikan informasi tentang distribusi penyakit, besarnya
beban penyakit (disease burden), dan kecenderungan (trend) penyakit pada populasi, yang
37
Studi epidemiologi
Studi deskriptif Studi analitik
Case report Case series
Cross sectional
Observasional Eksperimental
Time series Studi ekologis
Cross Kasus kontrol Kohor
Eksperimen kuasi RCT
berguna dalam perencanaan dan alokasi sumber daya untuk intervensi kesehatan; (2)
Memberikan pengetahuan tentang riwayat alamiah penyakit; (3) Meru-muskan hipotesis
tentang paparan sebagai faktor risiko/ kausa penyakit.
Case series merupakan studi epidemiologi deskriptif tentang serangkaian kasus, yang
berguna untuk mendeskripsikan spektrum penyakit, manifestasi klinis, perjalanan klinis, dan
prognosis kasus. Case series banyak dijumpai dalam literatur kedokteran klinik. Tetapi desain
studi ini lemah untuk memberi-kan bukti kausal, sebab pada case series tidak dilakukan
perbandingan kasus dengan non-kasus. Case series dapat digunakan untuk merumuskan
hipotesis yang akan diuji dengan desain studi analitik.
Case report (laporan kasus) merupakan studi kasus yang bertujuan mendeskripsikan
manifestasi klinis, perjalanan klinis, dan prognosis kasus. Case report mendeskripsikan cara
klinisi mendiagnosis dan memberi terapi kepada kasus, dan hasil klinis yang diperoleh. Selain
tidak terdapat kasus pembanding, hasil klinis yang diperoleh mencerminkan variasi biologis
yang lebar dari sebuah kasus, sehingga case report kurang andal (reliabel) untuk memberikan
bukti empiris tentang gambaran klinis penyakit.
Studi potong-lintang (cross-sectional study, studi prevalensi, survei) berguna untuk
mendeskripsikan penyakit dan paparan pada populasi pada satu titik waktu tertentu. Data
yang dihasilkan dari studi potong-lintang adalah data prevalensi. Tetapi studi potong-lintang
dapat juga digunakan untuk meneliti hubungan paparan-penyakit, meskipun bukti yang
dihasilkan tidak kuat untuk menarik kesimpulan kausal antara paparan dan penyakit, karena
tidak dengan desain studi ini tidak dapat dipastikan bahwa paparan mendahului penyakit.
Epidemiologi analitik. Epidemiologi analitik menguji hipotesis dan menaksir
(mengestimasi) besarnya hubungan/ pengaruh paparan terhadap penyakit. Tujuan
epidemiologi analitik: (1) Menentukan faktor risiko/ faktor pencegah/ kausa/ determinan
penyakit, (2) Menentukan faktor yang mempengaruhi prognosis kasus; (3) Menentukan
efektivitas intervensi untuk mencegah dan mengendalikan penyakit pada populasi.
Dua asumsi melatari epidemiologi analitik. Pertama, keadaan kesehatan dan penyakit pada
populasi tidak terjadi secara random melainkan secara sistematis yang dipengaruhi oleh
faktor risiko/ kausa/ faktor pencegah/ faktor protektif. Kedua, faktor risiko atau kausa
tersebut dapat diubah sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan penyakit pada level
individu dan populasi.
Peran peneliti dalam memberikan intervensi
38
Berdasarkan peran peneliti dalam memberikan intervensi, studi epidemiologi dibedakan
menjadi dua kategori: (1) studi observasional; dan (2) studi ekspe-rimental. .
Studi observasional. Dengan studi observasional peneliti tidak sengaja memberikan
intervensi, melainkan hanya mengamati (mengukur), mencatat, mengklasifikasi, menghitung,
dan menganalisis (membandingkan) perubahan pada variabel-variabel pada kondisi yang
alami. Studi observasional mencakup studi kohor, studi kasus kontrol, dan studi potong-
lintang.
Agar diperoleh kesimpulan yang benar secara internal (validitas internal) tentang hubungan/
pengaruh variabel, maka peneliti harus mengontrol bias dan kerancuan (confounding).
Peneliti harus menghindari bias dalam memilih subjek penelitian (bias seleksi) dan bias
dalam mengukur variabel (bias informasi, bias pengukuran).
Kerancuan dapat dicegah pada tahap desain penelitian, yaitu (1) restriksi; (2) pencocokan,
atau dikontrol pada tahap analisis data, yaitu (1) analisis berstrata, dan (2) analisis
multivariat.
Eksperimen. Dengan studi eksperimental, peneliti meneliti efek intervensi dengan cara
memberikan berbagai level intervensi kepada subjek penelitian dan membandingkan efek dari
berbagai level intervensi itu. Kelompok subjek yang mendapatkan intervensi disebut
kelompok eksperimental (kelompok intervensi). Kelompok subjek yang tidak mendapatkan
intervensi atau mendapatkan inter-vensi lain disebut kelompok kontrol. Kelompok kontrol
mendapatkan intervensi kosong (plasebo, sham treatment), intervensi lama (standar), atau
intervensi dengan level/ dosis yang berbeda.
Dalam eksperimen, peneliti mengontrol kondisi penelitian untuk meningkatkan validitas
internal, yaitu agar kesimpulan yang ditarik tentang efek intervensi memang merupakan efek
yang sesungguhnya dari intervensi tersebut. Terdapat lima cara mengontrol kondisi
penelitian: (1) Memberikan gradasi intervensi yang berbeda; (2) Melakukan randomisasi; (3)
Melakukan restriksi; (4) Melakukan “pembutaan” (blinding); dan (5) Melakukan “intention-
to-treat analysis”.
Pertama, peneliti memberikan berbagai level intervensi kepada subjek penelitian agar dapat
mempelajari efek dari pemberian berbagai level intervensi itu. Pendekatan ini merupakan
implementasi metodologis inferensi kausal dalam kriteria kausasi Hill yang disebut “dose-
response relationship” (hubungan dosis-respons). Jika perubahan level intervensi/ paparan
faktor diikuti oleh perubahan efek intervensi secara proporsional menurut level intervensi,
maka temuan itu menguatkan kesimpulan hubungan kausal.
39
Kedua, peneliti menerapkan prosedur randomisasi dalam mengaloka-sikan (menempatkan)
subjek penelitian ke dalam kelompok eksperimental dan kelompok kontrol. Dengan prosedur
random maka hanya faktor peluang (chance) yang menentukan subjek penelitian akan terpilih
ke dalam kelompok eksperimental atau kelompok kontrol, bukan kemauan subjektif peneliti.
Rando-misasi menyebarkan faktor-faktor perancu yang diketahui maupun tidak diketahui
oleh peneliti secara ekuivalen ke dalam kelompok-kelompok studi. Dengan demikian
randomisasi mengeliminasi atau mengurangi pengaruh faktor perancu. Kondisi itu merupakan
karakteristik randomized controlled trial (RCT). Karena distribusi faktor perancu telah dibuat
sebanding antara kelompok eksperimental dan kelompok kontrol pada posisi awal (baseline)
sebelum dilakukan intervensi, maka peneliti tidak perlu mengukur variabel hasil sebelum
intervensi, melainkan cukup mengukur variabel hasil setelah intervensi.
Jika subjek penelitian dialokasikan ke dalam kelompok eksperimen atau kelompok kontrol
tidak dengan prosedur randomisasi, maka desain studi ekspe-rimental ini disebut eksperimen
kuasi (eksperimen non-randomisasi). Pada eksperimen kuasi, distribusi fakktor perancu pada
awal studi (sebelum intervensi) tidak sebanding. Karena itu agar mendapatkan hasil analisis
efek intervensi yang benar, peneliti harus mengukur variabel hasil sebelum dan sesudah
intervensi, lalu memperhitungkan posisi awal variabel hasil tersebut pada analisis data ketika
membandingkan efek intervensi antara kelompok intervensi dan kontrol setelah intervensi.
Ketiga, sebagai alternatif randomisasi, pengaruh faktor perancu dapat dikendalikan dengan
restriksi. Dengan restriksi peneliti menerapkan kriteria inklusi dan eksklusi dalam memilih
subjek penelitian, sehingga semua subjek penelitian pada kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol memiliki level atau kategori faktor perancu yang sama. Karena level atau
kategori faktor perancu sama antara kelompok eksperimental dan kelompok kontrol, maka
sampai pada tingkat tertentu restriksi dapat mengontrol pengaruh faktor perancu. Meskipun
demikian, satu hal perlu dicamkan. Peneliti harus paham bahwa metode restriksi untuk
mengendalikan faktor perancu sesungguhnya bersifat dilematis dan kontraproduktif.
Mengapa? Karena restriksi memangkas sampel potensial. Kandidat subjek penelitian tidak
jadi diteliti karena termasuk dalam kriteria eksklusi. Alasan lainnya yang lebih serius,
restriksi membuat sampel yang diteliti menjadi spesifik, sehingga mempersempit kemampuan
generalisasi (generalizability) kesimpulan penelitian. Dengan kata lain, restriksi mencederai
validitas eksternal (external validity). Makin banyak restriksi, makin terbatas kemampuan
generalisasi temuan penelitian. Di sisi lain, restriksi yang tidak cukup sempit akan
meninggalkan kerancuan sisa (residual confounding) (Kleinbaum et al., 1982; Hennekens dan
Buring, 1987; Rothman, 2002).
40
Keempat, peneliti studi eksperimental perlu menerapkan “pembutaan” (blinding). Dengan
pembutaan, subjek penelitian, pengamat, dan penganalisis data dibuat tidak mengetahui status
intervensi subjek yang diteliti, atau status intervensi yang diberikan kepada subjek penelitian
(apakah intervensi yang sesungguhnya atau plasebo/ obat standar). Pembutaan bertujuan
untuk mencegah bias informasi (bias pengukuran, “information/measurement bias”). Jika
subjek penelitian mengetahui bahwa dia mendapatkan intervensi yang sesungguhnya atau
hanya plasebo, maka sadar atau tidak, respons subjek penelitian dapat dipengaruhi oleh
pengetahuan tersebut. Demikian pula jika pengamat mengetahui hipotesis penelitian dan
status intervensi subjek penelitian, maka ada kemungkinan proses pengukuran variabel,
wawancara, pencatatan, dan pemasukan data, akan terpengaruh oleh hipotesis penelitian,
disebut “interviewer bias” (bias pewawancara) (Hennekens dan Buring, 1987). Demikian
juga jika penganalisis data mengetahui hipotesis penelitian, maka ada kemungkinan proses
pemasukan data, analisis data, dan penarikan kesimpulan hasil analisis akan dipengaruhi oleh
hipotesis penelitian.
Kelima, untuk mempertahankan efek randomisasi dalam mengontrol kerancuan, data dari
RCT hendaknya dianalisis dengan “intention-to-treat analysis” (ITT). Dengan ITT, semua
subjek hasil randomisasi, baik yang mematuhi protokol penelitian maupun tidak (misalnya,
ketidakpatuhan minum obat), baik yang menyelesaikan intervensi maupun drop out,
dilakukan analisis. Jadi hasil ITT mencerminkan hasil randomisasi dan menunjukkan
efektivitas (effectiveness) intervensi ketika diterapkan pada populasi yang sesungguhnya.
Pada realitas sehari-hari, karena suatu alasan tidak semua pasien minum obat dengan teratur
dan tidak semua menyelesaikan waktu pengobatan sesuai dengan yang diinginkan. Jika
analisis data pada keadaan seperti itu tetap menunjukkan efektivitas terapi, maka bisa
disimpulkan bahwa terapi tersebut benar-benar efektif ketika digunakan pada populasi pasien
yang sesungguhnya.
Dalam epidemiologi dikenal eksperimen alamiah (“natural experiment”). Dengan eksperimen
alamiah peneliti hanya mengamati efek intervensi yang telah diberikan oleh pihak lain, bukan
oleh peneliti sendiri. Penyelidikan wabah kolera yang dilakukan John Snow di London
merupakan contoh “natural experiment”. Karena peran peneliti bersifat observasional, maka
“natural experiment” hakikat-nya identik dengan studi kohor prospektif.12
Kesimpulan
Penyebab kenapa kejadian Multi drug resisten semakin meningkat disebabkan karena
ketidakpatuhan pasien TB paru dalam berobat. Faktor yang mempengaruhi adalah usia
41
pasien, tingkat pendidikan, social ekonomi, pekerjan, jarak rumah dengan puskesma, efek
samping obat, lamanya minum obat, dan faktor-faktor lainnya. Oleh karena itu untuk
mengetahui lebih pastinya faktor penyebabnya dilakukan penelitian.
Daftar pustaka
1. Pedoman pelaksanaan kerja di puskesmas. Magelang: Podorejo Offset; 2000: 120-3.
2. Widoyono. Penyakit tropis: epidemiologi, penularan, pencegahan &
pemberantasannya. Jakarta: Erlangga; 2008: 3-19.
3. Aditama TY. Tuberkulosis: diagnosis, terapi dan masalahnya. Edisi ke-5. Jakarta: IDI;
2005: 13-88.
4. Crofton J, Horne N, Miller F. Tuberkulosis klinik. Edisi ke-2. Jakarta: Widya Medika;
2002.
5. Entjang I. Ilmu kesehatan masyarakat. Bandung: Citra Aditya Bakti; 1997: 26-51.
6. Notoatmodjo. Kesehatan Masyarakat Ilmu & Seni. Jakarta: Rineka Cipta; 2011: 326-7
7. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiadi S. Buku ajar penyakit
dalam jilid III. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2010: 2237.
8. Rahajoe N, Basir D, Makmuri MS, Kartasasmita CB. Pedoman nasional tuberculosis
anak. Edisi ke-2. Jakarta: UKK Respirologi PP IDAI; 2007: 47-107.
9. Chandra B. Pengantar kesehatan lingkungan. Jakarta: EGC; 2007: 163-5.
10. Sastroamoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-4. Jakarta
: Sagung seto; 2011 :31-33.
11. Sastroamoro S. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta;KTD1995
12. Murti B. Desain studi. Institute of Health Economic and Policy Studies (IHEPS),
13. Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret.
Di unduh pada tanggal 5 juli 2015.
42