Upload
roni-junior-simanjuntak
View
222
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Pendahuluan
Hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia adalah bernapas. Bernapas adalah dimana
suatu proses menghirup udara O2 dan menghembuskan udara CO2. Proses pernapasan ini
dimulai dari hidung dan berakhir pada paru-paru. Perjalan pernapasan ini melewati berbagai
organ diantaranya laring, trekea, bronkus dll. Dalam makalah ini kita akan mengetahui sistem
pernapasan, mekanisme dan fungsi lain dari sistem pernapasan selain bernapas itu sendiri.
Pembahasan
Makro pernapasan:
Faring
Faring adalah tabung muskular berukuran 12,5cm yang merentang dari bagian dasar tulang
tengkorak sampai esofagus. Faring terbagi menjadi:
1. Nasofaring adalah bagian posterior rongga nasal yang membuka kearah rongga nasal
melalui dua naris internal (koana).
a. Dua tuba Eustachhlus (auditorik) menghubungkan nasofaring dengan telinga
tengah. Tuba ini berfungsi untuk menyetarakan tekanan udara pada kedua sisi
gendang telinga.
b. Amandel (adenoid) faring adalah penumpukan jaringan limfatik yang terletak
didekat naris internal. Pembesaran adenoid dapat menghambat aliran udara.
2. Orofaring dipisahkan dari nasofaring oleh palatum lunak maskular, suatu
perpanjangan palatum keras tulang.
a. Uvula (anggur kecil) adalah prosesus kerucut (conical) kecil yang menjulur
kebawah dari bagian tengah tepi bawah palatum lunak.
b. Amandel palatinum terletak pada kedua sisi orofaring posterior.
3. Laringofaring atau faring laringeal mengelilingi mulut esofagus dan laring, yang
merupakan gerbang untuk sistem respiratorik selanjutnya. Bagian yang terletak
dibelakang laring.1
Faring atau tekak terletak dibelakang hidung, mulut dan laring (tenggorokan). Faring berupa
saluran berbentuk kerucut dari bahan membran berotot (muskolo membranosa) dengan
bagian terlebar disebelah atas dan berjalan dari dasar tengkorak sampai di ketinggian vertebra
servikal keenam, yaitu ketinggian tulang rawan krikoid, tempat faring bersambung dengan
usofagus. Didalam faring terdapat tujuh lubang, dua dari saluran eustakhius, dua bagian
posterior lubang hidung (neres) yang berada dibelakang rongga hidung, mulut, laring dan
usofagus.2
Laring
Laring (kotak suara) menghubungkan faring dengan trakea. Laring adalah tabung pendek
berbentuk seperti kotak triangular dan ditopang oleh sembilan kartilago; tiga berpasangan dan
tiga tidak berpasangan:
1. Kartilago tidak berpasangan
a. Kartilago tiroid (jakun) terletak dibagian proksimal kelenjar tiroid. Biasanya
berukuran lebih besar dan lebih menonjol pada laki-laki akibat hormon yang
disekresi saat pubertas.
b. Kartilago krikoid adalah cincin anterior yang lebih kecil dan lebih tebal, terletak
dibawah kartilago tiroid.
c. Epiglotis adalah katub kartilago elatis yang melekat pada tepian anterior kartilago
tiroid. Saat menelan, epiglotis secara otomatis menutupi mulut laring untuk
mencegah masuknya makanan dan cairan.
2. Kartilago berpasangan
a. Kartilago aritenoid terletak diatas dan dikedua sisi kartilago krikoid. Kartilago ini
melekat pada pita suara sejati, yaitu lipatan berpasangan dari epitelium skuamosa
bertingkat.
b. Kartilago kornikulata melekat pada bagian ujung kartilago aritenoid.
c. Kartilago kuneiform berupa batang-batang kecil yang membantu menopang
jaringan lunak.
3. Dua pasang lipatan lateral membagi rongga laring
a. Pasangan bagian atas adalah lipatan ventrikular (pita suara semu) yang tidak
berfungsi saat produksi suara.
b. Pasangan bagian bawah adalah pita suara sejati yang melekat pada kartilago tiroid
dan pada kartilago aritenoid serta kartilago krikoid. Pembukaan antara kedua pita
ini adalah glotis.
(1) Saat bernapas, pita suara terabduksi (tertarik membuka) oleh otot laring dan
glotis berbentuk triangular.
(2) Saat menelan, pita suara teraduksi (tertarik menutup) dan glotis membentuk
celah sempit.
(3) Dengan demikian, konsentrasi otot rangka mengatur ukuran pembukaan glotis
dan derajat ketegangan pita suara yang diperlukan untuk produksi suara.4 (3)
Laring (tenggorok) terletak didepan bagian terendah faring yang memisahkannya dari
kolumna vertebra, berjalan dari faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk
kedalam trakea dibawahnya. Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama
oleh ligamen dan membran. Yang terbesar diantaranya ialah tulang rawan tiroid dan
disebelah depannya terdapat benjolan subkutaneus yang dikenal sebagai jakun, yaitu
disebelah depan leher.
Laring terdiri atas dua lempeng atau lamina yang bersambung digaris tengah. Ditepi atas
terdapat lekukan berupa V. Tulang rawan krikoid terletak dibawah tiroid, bentuknya seperti
cincin mohor dengan mohor cincinnya disebelah belakang (ini adalah tulang rawan satu-
satunya yang berbentuk lingkaran lengkap). Tulang rawan lainnya ialah kedua tulang rawan
aritenoid yang menjulang disebelah belakang krikoid, kanan dan kiri tulang rawan kuneiform
dan tulang rawan kornikulata yang sangat kecil.
Terkait dipuncak tulang rawan tiroid terdapat epiglotis, yang berupa katup tulang rawan dan
membantu menutup laring sewaktu menelan. Laring dilapisi jenis selaput lendir yang sama
dengan yang ditrakea, kecuali pita suara dan bagian epiglotis yang dilapisi sel epitelium
berlapis. Pita suara terletak disebelah dalam laring, berjalan dari tulang rawan tiroid disebelah
depan sampai dikedua tulang rawan aritenoid. Dengan gerakan dari tulang rawan aritenoid
yang ditimbulkan oleh berbagai otot laringeal, pita suara ditegangkan atau dikendurkan.
Dengan demikian lebar sela-sela antara pita-pita atau rima glotidis berubah-rubah sewaktu
bernapas dan berbicara. Suara dihasilkan karena getaran pita yang disebabkan udara yang
melalui glotis. Berbagai otot yang terkait pada laring mengendalikan suara dan juga menutup
lubang atas laring sewaktu menelan.3
Mikro pernapasan:
Faring
Faring merupakan ruang dibelakang cavum nasi yang menghubungkan traktus digestivus dan
traktus respiratorius. Terbagi menjadi terbagi menjadi tiga bagian, yaitu nasofarings terdiri
dari epitel bertingkat torak bersilis bersel goblet, orofarings terdiri dari epitel gepeng tanpa
lapisan tanduk, dan laringofarings sebagian besar terdiri dari epitel berlapis gepeng tanpa
lapisan tanduk.
Laring
Laring adalah organ berongga yang terletak antara faring dan trakea. Fungsinya membentuk
suara dan menutup trakea sewaktu menelan untuk mencegah masuknya makanan dan liur ke
dalam saluran pernafasan dan paru dengan adanya refleks batuk.
Laring terdiri dari Sembilan tulang rawan yang terbagi menjadi dua jenis, yaitu tulang rawan
hialain (tulang rawan tiroid, tulang rawan krikoid dan tulang rawan aritenoid) dan tulang
rawan elastic (tulang rawan epiglottis, tulang rawan kuneiformis dan tulang rawan
kornikulata)
Muskulus ekstrinsik, yang mengikat laring pada tulang hyoid dan mengangkatnya waktu
deglutasi dan muskulus instrinstik berhubungan dengan tulang rawan tiroid dan krikoid dan
bila berkontraksi mengubah tensi pita suara dan dengan demikian mempengaruhi fonasi.
Di bawah epiglottis terdapat dua lipatan mukosa yang menonjol ke lumen laring, yaitu bagian
atas disebut plica vestibularis (pita suara palsu) yang terdiri dari epitel bertingkat torak
bersilia. Bagian atas disebut plica vocalis (pita suara asli) yang terdiri dari epitel berlapis
gepeng tanpa lapisan tanduk. Celah di antara pita suara disebut rima glottis.4
Mekanisme pernapasan
Udara didistribusikan ke dalam paru melalui saluran pernapasan. Berbagai mekanisme dan
sistem dalam tubuh telah diatur sedemikian baiknya sehingga kita dapat menghirup udara
yang cocok dan baik bagi tubuh kita dalam keadaan normalnya dan juga untuk mendukung
fungsi utama dari sistem ini adalah sebagai alat respirasi pada manusia.5
Awal dari sistem pernapasan ialah hidung. Saat melewati hidung ada tiga fungsi berbeda
yang dikerjakan rongga hidung yaitu:
1. Udara dihangatkan oleh permukaan konka dan septum yang luas serta adanya
plexus venosus yang membantu penghangatan udara.
2. Udara dilembabkan sampai hampir lembab sebelum udara meninggalkan
hidung.
3. Udara disaring sebagian.
Pada hidung terdapat suatu struktur yang disebut konka. Konka pada hidung ada 3 yaitu
superior, medius dan inferior. Berbentuk seperti dinding, fungsi dari konka ialah pembentuk
aliran udara turbulen yang merupakan aliran udara terbaik sebagai jalan masuknya udara
pernapasan ke dalam saluran pernapasan sekaligus menyaring partikel yang masuk dalam
saluran napas. Saat memasuki rongga hidung udara akan membentur dinding – dinding konka
dan akan menyebabkan adanya momentum udara. Udara akan terus membentur dan akan
terus mengubah arahnya setiap kali mengenai konka. Sementara itu partikel yang tersuspensi
dalam udara yang memiliki massa dan momentum yang lebih besar dari udara akan terus
berjalan tidak semudah udara mengubah arah jalannya. Partikel yang terus maju ini akan
dijerat oleh mukus pelapis dan diangkut oleh silia ke faring untuk ditelan.
Patikel dengan ukuran lebih kecil dari 6 mikrometer akan mengendap pada bronkiolus kecil
sebagai akibat gaya gravitasi yang dikerjakan padanya. Hal ini yang terkadang menimbulkan
penyakit pada bronkiolus terminalis yang sering dialami oleh para pekerja tambang. Partikel
yang besarnya 1 mikrometer mungkin akan terbawa dan mengendap pada cairan alveolus
sedangkan partikel dengan ukuran lebih kecil dari itu akan tersuspensi dalam udara alveol
dan dikeluarkan lagi saat ekspirasi.
Setelah melalui hidung udara akan didistribusikan ke dalam paru melalui trakea, bronkus dan
bronkiolus. Adalah hal yang penting untuk menjaga tetap terbukanya saluran – saluran ini
agar udara dapat mudah masuk sampai ke alveolus. Untuk mempertahankan agar trakea tidak
kolaps terdapat cincin kartilago yang mengelilingi 5/6 panjang trakea. Begitu pula pada
bronkus, dindingnya terdapat lempeng kartilago yang kecil dan melengkung yang tidak
terlalu kaku sehingga masih bisa memungkinkan pergerakan seturut dengan mengembangnya
alveolus oleh tekanan transpulmonal (tekanan yang timbul sebagai akibat perbedaan tekanan
di alveolus dan pleura).
Sebenarnya dalam menjalankan fungsinya sebagai saluran napas, baik trakea, bronkus hingga
bronkiolus memiliki tahanan masing-masing dalam menghambat udara pernapasan yang
masuk. Dalam hal ini yang memiliki tahanan yang terbesar adalah bronkus besar. Hal ini
dikarenakan jumlahnya yang sedikit dibandingkan bronkiolus terminalis yang jumlahnya
mencapai 65.000 buah. Namun dalam keadaan sakit, bronkiolus kecil yang menjadi
permasalahan karena misalnya terjadi edema ataupun adanya mukus sehingga menghambat
secara lebih nyata udara yang masuk ke dalam paru-paru.
Alveolus merupakan organ pernapasan mungkin bisa dianggap sebagai yang terpenting. Pada
alveolus terjadi difusi O2 sebagai bahan bakar metabolisme yang akan diangkut menuju sel.
Pada alveoli juga keluar gas sisa hasil metabolisme yaitu CO2. Alveolus sendiri berjumlah
sekitar 300-500 juta di kedua paru. Pada alveolus terdapat 2 jenis epitel. Epitel jenis kedua
yang menempati 10% dari total permukaan alveoli mensekresikan suatu zat yang amat
penting yang bernama surfaktan. Surfaktan merupakan campuran dari fosfolipid, protein dan
ion. Fungsi surfaktan ialah mengembangkan paru. Cara kerjanya dalam mengembangkan
paru dengan adanya surfaktan akan menurunkan tegangan permukaan pada paru. Hal ini
penting karena penurunan tegangan akan sejalan dengan penurunan tekanan, yang
dirumuskan dengan persamaan berikut:
Tekanan = 2 X Tegangan Permukaan
Radius Alveolus
Hal ini juga berarti radius alveolus yang kecil membantu menurunkan tekanan. Berdasarkan
percobaan yang dilakukan oleh para ahli ditemukan bahwa tegangan permukaan cairan alveol
yang dilapisi surfaktan hanya sebesar 1
12 kali tegangan air murni. Hal ini akan berkontribusi
juga pada usaha yang lebih sedikit yang dilakukan oelh otot pernapasan untuk
mengembangkan paru.
Sifat paru yang elastis juga berpengaruh dalam usah pengembangan paru. Luas
pengembangan paru untuk setiap peningkatan tekanan transpulmonal disebut dengan
komplians paru. Nilai komplians total dari kedua paru sekitar 200 milimeter udara per cm
tekanan transpulmonal air, yang berarti pada peningkatan tekanan sebesar 1 cm air akan
terjadi peningkatan volume sebesar 200 milimeter.6
Transpor Gas:
Transportasi Oksigen
Oksigen yang berdifusi kedalam jaringan melalui paru akan diikat oleh hemoglobin dalam
darah. Kemudian pada suatu waktu bila diperlukan akan terjadi disosiasi hemoglobin ke
dalam jaringan yang membutuhkan. Disosiasi oksi Hb akan ditentukan oleh PO2 di medium
sekeliling Hb. Disosiasi ini menyebabkan penurunan saturasi (kejenuhan) hemoglobin
terhadap O2. Kurva yang menyatakan hubungan antara tekanan O2 dan saturasi disebut
dengan kurva disosiasi oksigen dari Hb. Kurva ini berbentuk sigmoid.
Disosiasi oksigen dari hemoglobin akan meningkat karena dipengaruhi beberapa faktor,
antara lain:
- PO2 menurun
Hal ini secara jelas dapat terlihat pada grafik yang telah disajikan. Pada tekanan oksigen 80
mmHg saturasi hemoglobin terhadap oksigen ialah sebesar 93%, ketika tekanan menurun
hingga 40 mmHg saturasi juga mengalami penurunan hingga menjadi 65%. Hal ini berarti
penurunan tekanan sejalan dengan penurunan kejenuhan hemoglobin terhadap oksigen atau
dengan kata lain makin banyak molekul oksigen yang mengalami disosiasi dari hemoglobin.
- PCO2 meninggi
Pengaruh tekanan karbondioksida terhadap disosiasi oksigen dari hemoglobin disebut dengan
efek Bohr.Pada efek Bohr peningkatan tekanan karbondioksida akan mempercepat pelepasan
molekul oksigen terhadap hemoglobin.
- pH menurun (kondisi asam)
Bila CO2 bereaksi dengan air akan terbentuk H2CO3. Asam karbonat ini dapat mengalami
katabolisme sehingga membentuk ion H+ dan HCO3-. Tentu saja adanya ion H+ akan
menyebabkan peningkatan derajat keasaman atau penurunan pH. Kondisi asam yang terjadi
dapat mempercepat laju pelepasan oksigen terhadap hemoglobin.
- Suhu meninggi
Hal ini dapat dipahami pada tingkat molekul. Peningkatan suhu akan meningkatkan energi
kinetik molekul yang berarti molekul akan semakin mudah bergerak. Hal inilah yang
memungkinkan terlepasnya ikatan antar molekul tersebut/disosiasi.
- Konsentrasi 2,3 BPG meninggi dalam sel darah merah
2,3 difosfogliserat terdapat dalam eritrosit dan akan membentuk ikatan dengan hemoglobin.
Ikatan ini dapat menurunkan afinitas hemoglobin terhadap oksigen. Kondisi peningkatan
difosfogliserat dapat ditemukan pada orang yang mengalami hipoksia, anemia dan kelainan
bawaan pada hemoglobin.
Transportasi Karbondioksida
Karbondioksida dapat diangkut dalam sel darah merah dan plasma darah. Bentuk
pengangkutan karbondioksida adalah sebagai berikut:
- CO2 yang larut plasma
Kelarutan karbondioksida dalam plasma disebabkan adanya pelarut yaitu air.
- Asam karbonat
H2CO3 juga merupakan zat yang berperan karena dalam bentuk ini karbondioksida juga dapat
dikeluarkan melalui darah.
- Ikatan karbamino
Hal ini dapat terjadi bila karbondioksida bertemu dengan protein dalam plasma ataupun
hemoglobin dalam sel darah merah. Karbondioksida akan berikatan pada gugus amina dari
asam amino valin (pada hemoglobin di rantai β). Selain karbondioksida ternyata 2,3 DPG
juga bisa berikatan pada gugus yang sama. Oleh karena itu dapat terjadi kompetisi antara
kedua zat ini dalam pengikatan dengan protein.
Namun pengikatan oksigen pada hemoglobin dapat mengusir karbondioksida atau dengan
kata lain adalah pelepasan karbondioksida dari ikatannya sebagai karbamino-Hb. Hal ini
disebut efek Haldane. Efek Haldane merupakan akibat dari oxy-Hb yang lebih asam dari
reduced Hb dikarenakan pelepasan H+ dari HHb. H+ dapat berikatan dengan HCO3- yang
membentuk H2CO3. Asam karbonat ini dapat dikatabolisme menjadi CO2 dan H2O.
- Ion bikarbonat dalam plasma
Karbondioksida yang masuk dalam plasma dapat diubah menjadi asam karbonat yang dapat
terionisasi menjadi H+ dan HCO3-.
HCO3- dapat keluar dari eritrosit ke plasma dan akan diganti dengan ion Cl-. Hal ini disebut
dengan chloride shift. Sedangkan H+ akan bereaksi dengan KHb menjadi HHb (reduced Hb)
dan ion K+.4
Volume pernapasan
Volume udara yang dihirupkan dan dikeluarkan selama proses bernapas dapat diukur pada
sebuah spirometer. Saat seseorang bernapas udara keluar dan masuk, sehingga bejana (yang
terletak terbalik dalam bejana lain berisi air) naik dan turun. Banyak faktor yang
mempengaruhi jumlah udara yang masuk dan keluar dari paru-paru. Kapasitas paru-paru
bervariasi sesuai dengan ukuran dan usia seseorang. Makin tinggi individu makin besar paru-
parunya jika dibandingkan dengan individu yang lebih pendek. Makin kita tua kapasitas paru-
paru kita juga menurun karena paru-paru kehilangan daya elastisitasnya dan otot-otot
pernapasan menjadi kurang efisien. Metoda yang umum untuk memeriksa fungsi paru adalah
dengan mengukur volume pernapasan dalam kondisi yang berbeda dan hasilnya
dibandingkan dengan nilai rata-rata normal. Alat yang digunakan disebut spirometer, grafik
yang merekam perubahan volume pulmonal yang diamati selama pernapasan disebut
spirogram (Gbr. 1-10):
1. Volume Tidal-jumlah udara yang terlibat dalam satu kali inhalasi dan
ekshalasi normal. Rata-rata volume tidal adalah 500 ml, tetapi banyak orang
sering mempunyai volume tidal yang lebih rendah karena napas cepat.2. Minute Respiratory Volume (MRV)-jumlah udara yang dihirup dan
diembuskan dalam 1 menit. MRV dihitung dengan mengalikan volume tidal
dengan jumlah pernapasan per menit (rata-rata 12 sampai 20 kali per menit).
Misalnya jika pernapasan per menit adalah 12 kali dan volume tidal 500 ml
maka MRV adalah 6000 ml atau 6 liter udara per menit yang merupakan MRV
rata-rata.3. Volume cadangan inspirasi adalah jumlah udara di luar volume tidal yang
dapat diambil dengan inspirasi sedalam mungkin, normalnya berkisar 2000
sampai 3000 ml.
4. Volume cadangan ekspirasi yaitu jumlah udara di luar volume tidal yang dapat
dikeluarkan dengan ekspirasi yang paling kuat, normalnya berkisar dari
1000ml.5. Vital Capasity adalah jumlah dari volume tidal, cadangan inspirasi, dan
cadangan ekspirasi. Dengan kata lain kapasitas vital adalah jumlah udara yang
terlibat dalam inhalasi paling dalam diikuti dengan ekshalasi yang paling kuat.
Rata-rata kapasitas vital berkisar 3500 sampai 5000 ml.6. Residual Volume-jumlah udara yang tetap berada di dalam paru-paru setelah
ekshalasi yang paling kuat; rata-rata berkisar 1000 sampai 1500 ml. Udara
residu sangat penting untuk memastikan bahwa selalu terdapat udara di dalam
paru-paru sehingga pertukaran gas-gas tetap dapat terjadi, bahkan di antara
saat bernapas.
Kapasitas inspirasi dan kapasitas residu fungsional mempunyai makna penting
dalam mendiagnosa kelainan paru-paru. 7. Kapasitas pernapasan (1C) adalah jumlah udara maksimal yang masih dapat
dihirup setelah ekspirasi normal : IC = TV + IRV. Normalnya 3500 ml.8. Kapasitas residu fungsional adalah jumlah udara yang tersisa dalam paru-paru
pada akhir ekspirasi normal: FRC = ERV + RV. Normalnya 2200 ml.9. Jumlah volume udara total yang dapat ditahan oleh paru-paru disebut kapasitas
paru total (TLC, yaitu merupakan jumlah dari keempat volume paru: TLC =
TV + IRV + ERV + RV normalnya 5.700 ml. (Tabel 1-1).5
Pengendalian pernapasan
Mekanisme pernapasan diatur dan dikendalikan dua faktor utama: kimiawi dan pengendalian
oleh saraf. Beberapa faktor tertentu merangsang pusat pernapasan yang terletak didalam
medula oblongata dan kalau dirangsang, pusat itu mengeluarkan impuls yang disalurkan saraf
spinalis keotot pernapasan yaitu otot diafragma dan otot interkostalis.
- Pengendalian oleh syaraf
pusat pernapasan ialah suatu pusat otomatik didalam medula oblongata yang
mengeluarkan impuls eferen keotot pernapasan. Melalui beberapa radiks saraf
servikalis impuls ini diantarkan ke diafragma oleh saraf frenikus. Dibagian yang lebih
rendah pada sumsum belakang, impulsnya berjalan dari daerah toraks melalui saraf
interkostalis untuk merangsang otot interkostalis. Impuls ini menimbulkan kontraksi
ritmik pada otot diafragma dan interkostal yang berkecepatan kira-kira lima belas
menit. Impuls aferen yang dirangsang pemekaran gelembung udara dihantarkan saraf
vagus kepusat pernapasan didalam medula.
- Pengendalian secara kimiawi
Faktor kimiawi ini adalah faktor utama dalam pengendalian dan pengaturan frekuensi,
kecepatan dan kedalaman gerakan pernapasan. Pusat pernapasan didalam sumsum
sangat peka pada reaksi kadar alkali darah harus dipertahankan. Karbondioksida
adalah produk asam dari metaboisme dan bahan kimia yang asam ini merangsang
pusat pernapasan untuk mengirim keluar impuls saraf yang bekerja atas otot
pernapasan.
Kedua pengendalian, baik melalui saraf maupun secara kimiawi adalah penting. Tanpa salah
satunya orang tak dapat bernapas terus. Dalam paralisa otot pernapasan (interkostal dan
diafragma) digunakan ventilasi paru-paru atau suatu alat pernapasan buatan lainnya untuk
melanjutkan pernapasan, sebab dada harus bergerak supaya udara dapat dikeluarmasukkan
paru-paru.
Kecepatan pernapasan pada wanita lebih tinggi daripada pria. Kalau bernapas secara normal,
ekspirasi akan menyusul inspirasi dan kemudian ada istirahat sebentar. Inspirasi-ekspirasi-
istirahat.
Inspirasi atau menarik napas adalah proses aktif yang diselenggarakan kerja otot. Kontraksi
diafragma meluas rongga dada dari atas sampai kebawah yaitu ventrikal. Penikan iga-iga dan
sternum yang ditimbulkan kontraksi otot interkostalis, meluaskan rongga dada kekedua sisi
dan dari belakang kedepan. Paru-paru yang bersifat elastis mengembang untuk mengisi ruang
yang membesar itu dan udara ditarik masuk kedalam saluran udara. Otot interkostal eksterna
diberi peran sebagai otot tambahan, hanya bila inspirasi menjadi gerak sadar.
Pada ekspirasi udara dipaksa keluar oleh pengenduran otot dan karena paru-paru kempis
kembali yang disebabkan sifat elastis paru-paru itu. Gerakan ini adalah proses pasif.
Ketika pernapasan sangat kuat, gerakan dada bertambah. Otot leher dan bahu membantu
menarik iga-iga dan sternum keatas. Otot sebelah belakang dan abdomen juga dibawa
bergerak dan alae nasi (cuping atau sayap hidung) dapat kembang kempis.1
Kesimpulan
Paru merupakan struktur yang penting sebagai organ pernapasan. Paru terletak pada
rongga dada. Ada otot – otot yang membentu memperluas dan mempersempit rongga dada
dalam rangka pengaturan respirasi. Mekanisme respirasi ditunjang oleh proses difusi udara
yang terjadi serta transportasi oksigen dan karbondioksida.
Daftar Pustaka:
1. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC; 2003. h. 267-8.
2. Pearce E. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama;
2009. h. 218, 257-8, 267-9.
3. Johnson KE. Histologi dan biologi sel. Jakarta: Binarupa Aksara; 2001.
4. Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran edisi 20. Jakart: EGC; h. 2002.
5. Cambridge. Anatomi fisiologi. Jakarta: EGC; 2009. h. 10.
6. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran edisi 11. Jakarta: EGC; 2007.