22
Bobot Karkas dan Organ Pencernaan Ayam Broiler yang Diberi Ransum dengan 1 Penambahan Enzim Cairan Rumen Kerbau Asal Rumah Potong Hewan 2 3 (Carcass Weight and Digestive Organs of Broiler Chickens Feeding Rations with the 4 Addition of Buffaloes Rumen Liquor Enzymes from Slaughterhouses) 5 6 7 8 9 10 11 12 13 ABSTRACT 14 This study was conducted to evaluate the effect of addition of rumen liquor enzymes 15 of buffaloesfrom slaughterhouse in rations on slaughterweight, carcass weight, percentage 16 ofcarcass weight, feed intake and digestive organs (proventriculus weight, ventriculus weight, 17 small intestine weight and length, heart weight, and weight of the pancreas) of broiler chicks. 18 A total of two hundred unsexed 1 d-old chicks. The study was conducted with a completely 19 randomized design with five treatments and each treatmens were replicated in four times, 20 therefore the experiment had 20 unit of pens, and in each experimental unit of pen consisted 21 of 10 birds.Treatment groups were as follows P0 = ration without additionof rumen liquor 22 enzymes 0% (control): P1 = ration with addition of rumen liquor enzymes 0.75% ; P2 = 23 ration with addition of rumenliquor enzymes 1.5%; P3= ration with additionof rumen liquor 24 enzymes 2.25%; P4= ration with addition of rumen liquor enzymes 3%. The variable 25 observed were slaughter weight, carcass weight, percentage of carcass weight, feed intake 26 and digestive organs. Results of the study showed that the treatments gave a non-significant 27 Comment [A1]: Judul perlu diganti / disesuaikan: penambahan cairan rumen. Bagian isi artikel disesuaikan. Cairan rumen mengandung mikroorganisme d enzim. Penambahan cairan rumen tidak bisa disamakan dengan pengambahan enzim. Apalagi dari cairan rumen tidak diketahui jenis dan konsentrasi enzim secara detil. Formatted: Highlight Formatted: Highlight Formatted: Highlight Comment [A2]: Sentence not clear. Formatted: Highlight Formatted: Highlight Formatted: Highlight

Bobot Karkas dan Organ Pencernaan Ayam Broiler yang Diberi ... Review JURNAL AKREDITASI.pdf · 23 menunjukkan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap bobot potong, bobot karkas mutlak,

  • Upload
    others

  • View
    20

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Bobot Karkas dan Organ Pencernaan Ayam Broiler yang Diberi Ransum dengan 1

Penambahan Enzim Cairan Rumen Kerbau Asal Rumah Potong Hewan 2

3

(Carcass Weight and Digestive Organs of Broiler Chickens Feeding Rations with the 4

Addition of Buffaloes Rumen Liquor Enzymes from Slaughterhouses) 5

6

7

8

9

10

11

12

13

ABSTRACT 14

This study was conducted to evaluate the effect of addition of rumen liquor enzymes 15

of buffaloesfrom slaughterhouse in rations on slaughterweight, carcass weight, percentage 16

ofcarcass weight, feed intake and digestive organs (proventriculus weight, ventriculus weight, 17

small intestine weight and length, heart weight, and weight of the pancreas) of broiler chicks. 18

A total of two hundred unsexed 1 d-old chicks. The study was conducted with a completely 19

randomized design with five treatments and each treatmens were replicated in four times, 20

therefore the experiment had 20 unit of pens, and in each experimental unit of pen consisted 21

of 10 birds.Treatment groups were as follows P0 = ration without additionof rumen liquor 22

enzymes 0% (control): P1 = ration with addition of rumen liquor enzymes 0.75% ; P2 = 23

ration with addition of rumenliquor enzymes 1.5%; P3= ration with additionof rumen liquor 24

enzymes 2.25%; P4= ration with addition of rumen liquor enzymes 3%. The variable 25

observed were slaughter weight, carcass weight, percentage of carcass weight, feed intake 26

and digestive organs. Results of the study showed that the treatments gave a non-significant 27

Comment [A1]: Judul perlu diganti / disesuaikan: penambahan cairan rumen. Bagian isi artikel disesuaikan. Cairan rumen mengandung mikroorganisme dan enzim. Penambahan cairan rumen tidak bisa disamakan dengan pengambahan enzim. Apalagi dari cairan rumen tidak diketahui jenis dan konsentrasi enzim secara detil.

Formatted: Highlight

Formatted: Highlight

Formatted: Highlight

Comment [A2]: Sentence not clear.

Formatted: Highlight

Formatted: Highlight

Formatted: Highlight

different (P>0.05) on slaughter weight, carcass weight, percentage of carcass weight, feed 1

intake and digestive organsof broiler chicks. It could be concluded that the used of rumen 2

liquor enzymes of buffaloes in the diets up to 3% level did not increase the carcass weight 3

and digestive organs of broiler chicks in this study. 4

5

Key words: Broilers, Buffalo, Carcassweight, Digestive organs, Rumen liquor enzymes 6

7 8

ABSTRAK 9

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penambahan enzim cairan rumen 10

kerbau asal rumah potong hewan dalam ransum terhadap bobot potong, bobot karkas 11

mutlak, bobot karkas relatif, konsumsi ransum dan organ pencernaan (bobot proventrikulus, 12

bobot ventrikulus, bobot dan panjang usus halus, bobot hati, bobot pankreas) pada ayam 13

broiler. Materi yang digunakan adalah ayam broiler umur satu hari unsex sebanyak 200 ekor. 14

Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap terdiri atas 5 perlakuan dan 4 15

ulangan masing-masing ulangan terdiri dari 10 ekor ayam. Perlakuan terdiri dari P0 = 16

Ransum tanpa penambahan enzim cairan rumen (kontrol); P1 = Ransum dengan 17

penambahan cairan rumen 0,75%; P2 = Ransum dengan penambahan enzim cairan rumen 18

1,5%; P3= Ransum dengan penambahan cairan rumen 2,25%; P4= Ransum dengan 19

penambahan enzim cairan rumen 3%. Variabel yang diamati adalah bobot potong, bobot 20

karkas mutlak, bobot karkas relatif, konsumsi ransum dan organ pencernaan. Hasil 21

penelitian menunjukkan bahwa penambahan enzim cairan kerbau dalam ransum tidak 22

menunjukkan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap bobot potong, bobot karkas mutlak, 23

bobot karkas relatif, konsumsi ransum dan organ pencernaan ayam broiler. Kesimpulan 24

yang dapat diambil dari penelitian ini adalah penambahan enzim cairan rumen kerbau 25

sampai taraf 3% dalam ransum tidak meningkatkan bobot karkas dan organ pencernaan 26

ayam broiler. 27

28

Kata kunci: Broiler, Bobot karkas, Enzim cairan rumen, Kerbau, Organ pencernaan 29

Pendahuluan 1

Penggunaan enzim dalam ransum unggas untuk membantu meningkatkan 2

kecernaan zat makanan telah banyak dilaporkan dengan peningkatan performa ayam broiler 3

(Zhao et al., 2011), enzim komersial banyak tersedia dipasaran dengan berbagai macam 4

kegunaannya, akan tetapi harganya relatif mahal sehingga dapat berakibat juga kepada 5

harga ransum yang semakin meningkat. Alternatif lainyang dapat dilakukan yaitu dengan 6

memanfaatkan cairan rumen kerbau asal rumah potong hewan (RPH) sebagai sumber 7

enzim yang berharga murah, karena merupakan limbah yang sering terbuang percuma dan 8

tidak dimanfaatkan. 9

Hasil penelitian sebelumnya telah dilaporkan bahwa enzim dapat meningkatkan 10

kecernaan dari beberapa pakan lokal (Budiansyah, 2010a). Budiansyah (2010b) melaporkan 11

bahwa cairan rumen sapi limbah dari RPH mempunyai aktivitas enzim-enzim karbohidrase 12

yang cukup tinggi dan karaktersitik enzim yang baik yang potensial untuk dapat dijadikan 13

sebagai feed additive sumber enzim untuk meningkatkan kualitas pakan unggas. Dalam 14

cairan rumen sapi tersebut mengandung enzim selulase, xilanase, mannanase, amilase, 15

protease dan fitase yang mampu menghidrolisis bahan pakan local (Budiansyah, 2010). 16

Enzim-enzim tersebut secara umum tidak hanya mencerna serat, tetapi juga dapat 17

memperbaiki proses penyerapan nutrient dalam tubuh ayam pedaging untuk mengubahnya 18

menjadi daging dan mampu meningkatkan ketersediaan fosfor, energy dan protein 19

(Herawati,2010;Ketaren et al.,2002). Enzim cairan rumen mampu menurunkan asam fitat 20

dan dapat meningkatkan kadar glukosa terlarut yang berasal dari NSP (Non-Starch 21

Polysaccharide) pada beberapa bahan pakan (Mehri et al., 2010). Resmi et al. (2013) 22

melaporkan bahwa beberapa pakan lokal penyusun ransum unggas mengandung asam fitat 23

seperti poles sebanyak 6,73±0,34%, bungkil kacang kedelai sebanyak 6,37± 0,29%, bungkil 24

inti sawit 5,83±1,28% dan dedak halus sebanyak 6,75±0,86%. Penggunaan enzim cairan 25

rumen sapi pada beberapa bahan pakan dapat meningkatkan kadar glukosa terlarut yang 26

berasal dari pemecahan NSP (Non-Starch Polysaccharide) Zhaoet al. (2011). Peningkatan 27

glukosa tertinggi pada beberapa bahan pakan seperti bungkil inti sawit, dedak halus, dan 28

Comment [A3]: Kalimaat baru

Comment [A4]: Detil: enzim apa, pada ternak apa?

Comment [A5]: Cek, apakah benar kadar asam fitat setinggi ini? Persentase dari apa? Apa hubungannya dengan cairan rumen?

bungkil kelapa diperoleh setelah bahan diinkubasi enzim cairan rumen sapi sebanyak 2%, 1

pada tepung ikan sebanyak 2,5% dan bungkil kacang kedelai sebanyak 3% (Resmi et al., 2

2013). Pada cairan rumen kerbau belum dilaporkan penelitian tentang kemampuannya 3

menghidrolisis zat makanan dalam bahan pakan, tetapi diduga mempunyai kemampuan 4

yang sama dengan enzim cairan rumen sapi. 5

Wahyudi dan Masduqie (2004) melaporkan bahwa cairan rumen kerbau lebih banyak 6

mengandung mikroba selulolitik dibandingkan dengan ternak ruminansia lainnya.Pada cairan 7

rumen kerbau dijumpai tujuh koloni mikroba selulolitik (kelompok Ruminococcus sp.) 8

sedangkan pada ternak sapi hanya empat koloni. Persentase bakteri selulolitik pada sapi 9

sebesar 19,5% dan pada kerbau 42,3% dari total bakteri. Kelompok utama bakteri selulolitik 10

dalam rumen meliputi Ruminucoccus albus, Ruminococcus flavefaciens, dan Bacteroides 11

succinogenes (Chesson and Forsberg, 1988; Suryahadiet al., 1996). Suryahadi et al.(1996) 12

menyatakan bahwa aktifitas bakteri selulolitik dari ternak kerbau lebih tinggi dibandingkan 13

dengan ternak sapi. Dari berbagai laporan tersebut kemapuan enzim cairan kerbau diduga 14

lebih baik dari cairan rumen sapi dalam kemapuannya mencerna bahan pakan berserat 15

tinggi. Beberapa penelitian juga melaporkan bahwa penggunaan bahan pakan berserat 16

tinggi dan zat anti nutrisi seperti asam phytat dalam ransum dapat mempengaruhi bobot 17

karkas dan organ pencernaan (Herawati, 2010; Skomorucha et al., 2008). Li et al. (2010) 18

melaporkan bahwa makin tinggi pakan yang mengandung serat kasar akan mempengaruhi 19

pembesaran dan penipisan organ proventrikulus sehingga menyebabkan peningkatan pada 20

bobot proventrikulus. Lesson and Summer (1997) mengemukakan pemberian pakan yang 21

mengandung phytat yang tinggi akan menyebabkan peningkatan berat hati, akibat dari hati 22

harus bekeja lebih keras dalam menetralisir asam phytat,akibatnya bobot karkas juga akan 23

dipengaruhi. Penggunaan enzim dalam ransum akan meningkatkan kecernaan terutama 24

bahan pakan berserat kasar tinggi dan asam phytat yang tinggi sehingga kualitas ransum 25

diharapkan bisa ditingkatkan, dengan demikian diharapkan bobot karkas akan meningkat 26

dan bobot bagian non karkas seperti organ-organ pencernaan cenderung menurun. 27

Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan penelitian tentang “Bobot Karkas dan 1

Organ Pencernaan Ayam Broiler yang Diberi Ransum Dengan Penambahan Enzim Cairan 2

Rumen Kerbau Asal Rumah Potong Hewan”. 3

4

Materi dan Metode 5

Sebanyak 200 ekor anak ayam broiler umur satu hari (DOC) strain Lohman tanpa 6

pemisahan jenis kelamin (unsex) digunakan dalam penelitian ini. Penambahan enzim ke 7

dalam ransum dengan cara dicampur dan diaduk merata secara manual sebelum ransum 8

diberikan pada ayam. Enzim yang digunakan adalah enzim dari hasil ekstraksi cairan rumen 9

kerbau yang diambil dari RPH Dinas Peternakan Kota Jambi. Ransum disusun berdasarkan 10

kebutuhan ayam broiler periode starter (0-3 minggu) dan periode finisher (4-6 minggu) 11

menurut Tabel NRC (1994). Bahan pakan yang digunakan terdiri atas bahan pakan lokal 12

yaitu jagung kuning, bungkil kedele, poles, tepung ikan, bungkil kelapa, serta bahan-bahan 13

lain seperti kalsium karbonat (CaCO3), DL-metionin, L-lisin, dan premix B. Komposisi zat 14

makanan ransum penelitian disajikan pada Tabel 1, dan perkiraan komposisi zat makanan 15

ransum penelitian pada Tabel 2. Perlakuan yang diberikan pada ayam terdiri atas 5 macam 16

ransum perlakuan, yaitu sebagai berikut:P0 = Ransum tanpa penambahan enzim cairan 17

rumen (kontrol), P1 = Ransum dengan penambahan enzim cairan rumen 0.75%, P2 = 18

Ransum dengan penambahan enzim cairan rumen kerbau 1.5%, P3 = Ransum dengan 19

penambhan enzim cairan rumen kerbau 2.25% dan P4 = Ransum dengan penambahan 20

enzim cairan rumen kerbau 3%. 21

Setiap perlakuan dikenakan 4 kali ulangan, sehingga terdapat 20 unit kandang 22

percobaan dan setiap ulangan terdiri atas 10 ekor ayam. Ayam dipelihara selama 35 hari 23

dalam kandang unit terbuat dari kawat yang dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat air 24

minum serta pemanas yang berasal dari lampu listrik berkekuatan 40 watt setiap unit 25

kandang. Kandang juga dilengkapi dengan thermometer berderajat celcius untuk 26

mengetahui kondisi suhu dalam kandang.Pemberian makan sesuai perlakuan dan air minum 27

Comment [A6]: Apakah diketahui jenis enzim apa saja dan berapa konsentrasi masing-masing? Jika tidak, maka cukup gunakan cairan rumen, bukan enzim.

Comment [A7]: Calculated? Analyzed? Apa bedanya dg table 3?

disediakan ad libitum. Pada akhir penelitian dua ekor ayam diambil dari tiap-tiap kandang 1

untuk dipotong dan dianalisis karkas dan organ-organ pencernaannya. 2

Peubah yang diamati adalah konsumsi ransum, bobot potong, bobot karkas (mutlak 3

dan relative), bobot organ pencernaan (hati), proventriculus, ventrikulus (gizzard) dan 4

pankreas), bobot dan panjang usus halus ayam broier. 5

Rancangan yang dipakai dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap. 6

Mengetahui pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati, data yang diperoleh 7

dilakukan analis ragam sesuai dengan rancangan yang digunakan dengan model linier 8

adalah sebagai berikut: 9

Yij = µ + ρ1 + €ij 10

Dimana : 11

Yij= respon hasil pengamatan yang mendapat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j 12

µ= rataan umum populasi 13

ρ1= pengaruh perlakuan ke-i 14

€ij= pengaruh sisaan dari unit ulangan ke-j dan perlakuan ke-i 15

16

Ekstraksi enzim dari cairan rumen kerbau 17

Isi rumen diambil pada saat pemotongan kerbau di rumah potong hewan (RPH) kota 18

Jambi. Cairan rumen kerbau diambil dari isi rumen kerbau dengan cara filtrasi (penyaringan 19

dengan kain katun) dibawah kondisi dingin dengan menggunakan batu es. Cairan rumen 20

hasil filtrasi kemudian dibersihkan dari kotoran-kotoran serta sel-sel mikroba dengan 21

memodikasi penggunaan sentrifuse dengan metode penyaringan menggunakan tiga lapis 22

kain katun sebagai saringan yang diputar menggunakan mesin cuci selama 10 menit pada 23

suhu 4oC. 24

Cairan rumen yang keluar dari hasil saringan berupa supernatan kemudian diambil 25

sebagai sumber enzim kasar. Supernatan yang terdiri atas enzim-enzim tersebut selanjutnya 26

direaksikan dengan amonium sulfat pada tingkat kejenuhan 60% (w/v) dan diaduk 27

menggunakan stirrer selama kurang lebih 30 menit dan didiamkan semalam pada suhu 4oC. 28

Comment [A8]: Mulai kapan pemberian pakan perlakuan?

Supernatan kemudian disentrifuse dengan kecepatan 4000 rpm selama 15 menit pada suhu 1

4oC. Endapan (enzim kasar) yang diperoleh diambil kemudian dilarutkan dalam aquades 2

dengan perbandingan 10:1 (endap setiap 100 ml supernatan cairan rumen dilarutkan dalam 3

10 ml aquades), selanjutnya larutan enzim tersebut digunakan dalam campuran ransum. 4

Proses ekstraksi cairan rumen dapat dilihat pada Gambar 1. 5

Penyusunan ransum 6

Ransum perlakuan diformulasikan mengacu pada kebutuhaan ayam broiler sesuai 7

Tabel NRC (1994). Kandungan zat-zat makanan ransum penelitian periode starter dan 8

periode finisher disajikan pada Tabel 3. 9

10

Hasil dan Pembahasan 11

Berdasarkan hHasil pengukuran konsumsi ransum dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil 12

analisis ragam memperlihatkan bahwa penggunaan enzim cairan rumen kerbau dalam 13

ransum ayam broiler periode starter dan periode finisher tidak berpengaruh nyata (P>0,05) 14

terhadap konsumsi ransum. Hasil ini sama dengan hasil penelitian yang dilaporkan 15

Budiansyah (2010a) tentang penggunaan enzim cairan rumen sapi pada ayam broiler bahwa 16

penambahan enzim cairan rumen sapi tidak menyebabkan terjadinya peningkatan ataupun 17

penurunan konsumsi ransum ayam broiler. Aktivitas enzim-enzim karbohidrase yang cukup 18

tinggi dan karaktersitik enzim yang baik dapat digunakan sebagai feed additive (sumber 19

enzim). Dalam enzim cairan rumen mengandung enzim selulase, xilanase, mannanase, 20

amilase, protease, dan fitase yang mampu menghidrolisis bahan pakan local (Budiansyah, 21

2010b). Enzim tersebut berperan penting dalam pencernaan dan penyerapan nutrisi di 22

dalam tubuh.Faktor lain yang menyebabkan konsumsi ransum tidak berpengaruh nyata 23

diduga karena penggunaan enzim dalam ransum dan ransum kontrol (tanpa enzim) memiliki 24

palatabilitas yang sama, sebagaimana yang dilaporkan Adrizal et al. (2011) pentingnya 25

palatabilitas sebagai penentu tingkat konsumsi. Lee et al. (2005) yang menyatakan bahwa 26

ransum dengan palatabilitas tinggi akan meningkatkan konsumsi ransum dan juga 27

Comment [A9]: Apa bedanya dengan table 2?

sebaliknya. Hussain et al. (2012) menyatakan bahwa bentuk fisik ransum juga 1

mempengaruhi banyaknya ransum yang dikonsumsi. Unggas cendrung mengkonsumsi 2

ransum dalam bentuk crumble dan pellet. Berdasarkan penelitian ini bahwa bentuk fisik dari 3

masing-masing ransum tidak berbeda, yaitu berbentuk tepung, sehingga kesempatan untuk 4

memilih bentuk fisik ransum yang dikonsumsi juga sama. Rataan konsumsi ransum periode 5

starter pada penelitian ini berkisar 240,26-263,07 g/ekor/minggu. Pada periode finisher 6

berkisar 605,55-618,52 g/ekor/minggu. Hasil penelitian ini lebih rendah dari penelitian 7

Sumiati et al.(2011) yang menyatakan bahwa rataan konsumsi ransum periode starter 8

berkisar antara 154,40-451,10 g/ekor/minggu dan periode finisher berkisar 380,60-2188,80 9

g/ekor/minggu. 10

Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pengaruh penggunaan enzim 11

cairan rumen kerbau dalam ransum terhadap bobot potong, bobot karkas mutlak dan bobot 12

karkas relatif ayam broiler umur 35 hari tidak berpengaruh nyata (P>0,05) dapat dilihat pada 13

Tabel 5. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan taraf penggunaan enzim sampai 3% 14

dalam ransum menghasilkan bobot potong dan bobot karkas relatif sama dengan kontrol. 15

Kondisi ini dapat disebabkan oleh konsumsi ransum, dimana pada hasil penelitian ini 16

menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap konsumsi ransum. Sesuai dengan 17

pendapat Fanatico et al. (2005) yang menyatakan bobot potong erat hubungannya dengan 18

konsumsi ransum, dengan meningkatnya konsumsi ransummaka bobot potong didapat 19

semakin meningkat demikian sebaliknya. Mehri et al. (2010) dan Vahjen et al. (2005) 20

menyatakan bahwa bobot potong dipengaruhi oleh jumlah ransum yang dikonsumsi dan 21

kualitas dari ransum. Rataan bobot potong hasil penelitian ini berkisar antara 1219,75 – 22

1285,37 (g/ekor). Hasil ini lebih tinggi dari hasil penelitian yang dilaporkan oleh Sudarman et 23

al. (2011) bahwa rataan bobot potong ayam broiler umur 5 minggu berkisar 916±78 g/ekor . 24

Dibandingkan dengan hasil penelitian Sudarman et al. (2011) bahwa hasil penelitian ini lebih 25

baik. . Gunal et al. (2006) melaporkan bahwa rataan bobot potong ayam broiler umur 5 26

minggu berkisar antara 2333,25±19,38 g/ekor, hasil penelitian ini lebih rendah. Hal ini 27

disebabkan karena jumlah konsumsi ransum pada penelitian ini lebih rendah. Bobot potong 28

Comment [A10]: Pembahasan tidak relevan. Ransum memang sama, tetapi P1-P4 ada penambahan cairan rumen. Yg perlu dibahas adalah tidak adanya pengaruh cairan rumen.

dapat juga dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas bahan pakan. Zhao et al. (2011) 1

melaporkan bahwa bobot badan unggas dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas bahan 2

makanan yang diberikan. 3

Berdasarkan hasil analisis ragam penggunaan enzim cairan rumen kerbau dalam 4

ransum berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap bobot karkas mutlak. Hal ini diduga 5

disebabkan karena bobot karkas tergantung bobot potong, dan semua perlakuan 6

penggunaan enzim menghasilkan bobot karkas yang relative sama dan sejalan dengan 7

bobot potong. Hal ini sesuai dengan pendapat Haroen (2003) yang menyatakan produksi 8

karkas erat hubungannya dengan bobot potong karena semakin bertambahnya bobot potong 9

maka bobot karkas akan semakin meningkat, begitu pula sebaliknya. 10

Rataan bobot karkas mutlak pada penelitian ini yaitu 839,12-871,62 g/ekor/minggu 11

lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Sofyan et al., 2012 yaitu bobot karkas ayam 12

broiler umur lima minggu yaitu 1912,90±55,50 g/ekor/minggu. .Bobot karkas yang tidak 13

berbeda antar perlakuan ini berhubungan dengan bobot potong dan konsumsi ransum yang 14

tidak berbeda antara perlakuan penggunaan enzim 0,75%, 1,5%, 2,25% dan 3%. Nahashon 15

et al. (2005) melaporkan bahwa bobot karkas sangat dipengaruhi oleh bobot hidup yang 16

dihasilkan. Semakin tinggi bobot hidup, bobot karkas akan semakin tinggi begitu juga 17

sebaliknya. 18

Faktor lain yang menyebabkan bobot karkas tidak berpengaruh nyata, diduga karena 19

faktor-faktor yang mempengaruhi bobot karkas seperti umur, bobot badan, strain dan 20

pemuasaan sebelum dipotong relatif sama antar perlakuan. Young et al. (2001) dan Santos 21

et al. (2005) menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi produksi karkas ayam broiler 22

antara lain strain, jenis kelamin, usia, kesehatan, nutrisi, bobot badan, dan pemuasaan 23

sebelum dipotong. 24

Hasil analisis ragam pada Tabel 5, menunjukkan bahwa penggunaan enzim cairan 25

rumen kerbau tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap bobot karkas relatif. Perhitungan 26

bobot karkas relatif diperoleh dari perbandingan bobot karkas mutlak dengan bobot 27

potong.Hasil penelitian menunjukan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) pada bobot karkas 28

relatif. Artinya penggunaan enzim dari cairan rumen kerbau sampai taraf 3,0% tidak 1

mengganggu ataupun tidak memperbaiki pertumbuhan ayam pedaging dalam membentuk 2

jaringan tubuh terutama untuk pembentukan daging dan tulang yang dapat dilihat dari bobot 3

potong dan bobot karkas mutlak yang diperoleh. 4

Rataan bobot karkas relatif pada penelitian ini berkisar antara 65,82-68,91%, angka 5

tersebut sesuai dengan pendapat Skomorucha et al. (2008) yang menyatakan, bahwa rata-6

rata berat karkas ayam berkisar antara 65,45-67,13% dari berat hidup. Hasil persentase 7

bobot karkas relatif pada penelitian ini sudah cukup baik, hal ini didukung oleh Boskovic et 8

al. (2012) menyatakan bobot karkas normal untuk ayam jantan 75,56%-76,56% sedangkan 9

untuk ayam betina 65,45%-67,13% dari berat tubuh. 10

Bobot karkas relatif yangsama dihasilkan dari ransum perlakuan P0, P1, P2, P3, dan 11

P4 kemungkinan disebabkan karena kecepatan pertumbuhan jaringan, karkas dan non 12

karkas (bulu, jeroan) relatif seimbang. Ayam pedaging memerlukan zat-zat makanan yang 13

sesuai dengan kebutuhan terutama untuk pertumbuhan jaringan tubuhnya. 14

Hasil analisis ragam pada Tabel 6, menunjuk bahwa penggunaan enzim cairan 15

rumen kerbau tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap organ pencernaan (bobot 16

proventrikulus, bobot ventrikulus, bobot dan panjang usus, bobot hati, bobot pankreas) 17

artinya penggunaan cairan rumen kerbau sampai taraf 3% sebagai sumber enzim tidak 18

menyebabkan gangguan terhadap kerja semua organ pencernaan. Proventrikulus bekerja 19

mensekresi enzim dan HCL (asam klorida) dan membasahi makanan dengan enzim dan 20

HCL sehingga ketika makanan masuk kedalam ventrikulus (gizzard) makanan menjadi 21

basah dan lembut dan mempermudah ventrikulus menggiling makanan. Bobot proventrikulus 22

yang tidak berbeda antar perlakuan, hal ini sama dengan yang dilaporkan oleh Wu et al. 23

(2004) bahwa perlakuan penambahan enzim xilanase dan fitase baik secara individual 24

maupun kombinasinya tidak mempengaruhi bobot proventrikulus maupun gizzard. Hal ini 25

diduga jumlah enzim cairan rumen yang digunakan dalam taraf yang rendah. Bentuk fisik 26

pakan yang sama dalam bentuk mash, diduga menjadi sebab bobot proventrikulus dan 27

ventrikulus (gizzard) yang tidak berbeda pada semua perlakuan. Hasil ini diperkuat oleh 28

pendapat Li et al. (2010) yang mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi bobot 1

proventrikulus adalah serat kasar. Li et al. (2010) melaporkan makin tinggi pakan yang 2

mengandung serat kasar akan mempengaruhi pembesaran dan penipisan organ 3

proventrikulus sehingga menyebabkan peningkatan pada bobot proventrikulus. Garriga et al. 4

(2006) melaporkan bahwa faktor yang mempengaruhi bobot proventrikulus adalah pakan, 5

umur, bangsa dan genetik ternak. Rataan persentase barat proventrikulus yang dihasilkan 6

pada penelitian ini 0,44%-0,54% dari bobot badan, hasil penelitian ini sedikit lebih rendah 7

dengan penelitian Basir dan Toghyani (2017) 0,71±0,02% dari bobot badan yang 8

menggunakan limbah lemon (Citrus aurantifulia) terhadap performance ayam broiler. . 9

Hasil analisis ragam memperlihatkan bobot ventrikulus relatif sama (tidak berbeda 10

nyata). Rataan bobot ventrikulus pada penelitian ini berkisar 1,9-2,1% dari bobot badan 11

angka tersebut sesuai dengan pendapat Rahman et al. (2005); Ghorbani et al. (2009); 12

Gracia et al. (2003) dan Shirzadi et al. (2009) yang menyatakan bobot ventrikulus ayam 13

broiler berkisar 1,6 – 2,5% dari bobot badan. Hal ini disebabkan karena bentuk fisik ransum 14

setiap perlakuan relatif sama sehingga ventrikulus relative tidak berbeda antar perlakuan 15

dalam melakukan aktivitas menggiling dan menghancurkan partikel makanan menjadi 16

partikel yang lebih kecil. Amerah et al. (2007) menyatakan bahwa kerja ventrikulus dalam 17

menggiling dan menghaluskan makanan dipengaruhi oleh bentuk fisik dan tekstur ransum. 18

Kandungan serat kasar ransum perlakuan masih dalam kisaran normal sehingga tidak 19

mempengaruhi kerja ventrikulus, batasan kandungan serat kasar dalam ransum ayam broiler 20

maksimal 6% Wu and Ravindran (2004). Peran enzim relatif sedikit karena perut otot bekerja 21

lebih dominan untuk menggiling makanan dan bukan menghidrolisis, sehingga bobot 22

ventrikulus yang dihasilkan relatif sama. 23

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan penambahan enzim cairan rumen 24

kerbau dalam ransum tidak berpengaruh nyata (P>0.005) terhadap bobot dan panjang usus 25

halus. Hasil ini menunjukkan bahwa penggunaan enzim cairan rumen kerbau dalam ransum 26

menghasilkan bobot dan panjang usus halus yang relativesama antar perlakuan. Ini berarti 27

penambahan enzim tidak mempengaruhi fungsi dan kerja dari usus halus ayam broiler. Hasil 28

diatas bertentangan dengan laporan Wu et al. (2004) dan Akyurek et al., (2009).Wu et al. 1

(2004) melaporkan bahwa penambahan enzim xilanase dan fitase pada ransum berbasis 2

gandum mengurangi panjang usus halus 15%, sedangkan bagian-bagian duodenum 3

berkurang 17,8%, jejeunum berkurang 15,8% dan ileum berkurang 14.6%. Hasil ini diperkuat 4

laporan Akyurek et al. (2009) bahwa penambahan enzim (multi enzim selulase, β-glukanase 5

dan xilanase) yang dikombinasikan fitase tidak hanya nyata menurunkan/mengurangi 6

panjang relatif saluran pencernaan duodenum, jejeunum ileum dan sekum, tetapi juga 7

menurunkan berat bagian-bagian tersebut. Penurunan ukuran dan berat saluran pencernaan 8

tersebut disebabkan oleh meningkatnya proses pencernaan karbohidrat oleh enzim 9

eksogen.Tidak berbeda nyatanya bobot dan panjang usus halus dalam penelitian ini, diduga 10

hal ini disebabkan penambahan enzim cairan rumen kerbau dalam ransum masih dalam 11

taraf yang rendah dan sekresi enzim endogen tidak dipengaruh penambahan enzim 12

eksogen, ransum penelitian yang diberikan relatif sama serta kandungan serat kasar dalam 13

ransum perlakuan masih dalam kisaran normal sehingga tidak banyak mempengaruhi kerja 14

usus halus dalam mencerna dan menyerap zat-zat makanan. Padahal penambahan enzim 15

cairan rumen diduga dapat membantu pencernaan dan penyerapan protein, jika 16

penyerapannya banyak maka akan mempengaruhi berat usus dan panjang usus yang akan 17

semakin meningkat. Al-Kassie (2009) menyatakan bahwa usus halus berfungsi sebagai 18

tempat pencernaan dan penyerapan zat-zat makanan, dimana dinding usus halus 19

mengeluarkan cairan yang mengandung pepsin yang fungsinya untuk mencerna protein 20

yang selanjutnya akan diserap, sebagian makanan yang dikonsumsi akan diserap pada usus 21

halus. 22

Hernandez et al. (2004) menyatakan bahwa peningkatan berat usus disebabkan 23

meningkatnya kerja usus dalam mencerna sejumlah pakan, sehingga kerja usus lebih keras 24

dalam mencerna. Kenyataannya penambahan enzim cairan rumen kerbau tidak 25

mempengaruhi pencernaan dan penyerapan yang terlihat pada bobot potong yang 26

dihasilkan relatif sama. Diduga pencernaan dan penyerapan zat makanan akibat 27

penambahan enzim cairan rumen kerbau yang dilakukan terjadi lebih sedikit, dikarenakan 28

peranan enzim dalam pencernaan dan penyerapan relatif sedikit, sehingga bobot dan 1

panjang usus halus yang dihasilkan relatif sama. Hasil ini didukung oleh pendapat Amerah et 2

al.(2007) yang menyatakan bahwa panjang dan berat usus halus bervariasi tergantung dari 3

bentuk fisik ransum yang dikonsumsi, hal tersebut akan berpengaruh dalam pencernaan dan 4

penyerapan zat makanan. 5

Hasil penelitian memperlihatkan bobot usus yang diperoleh 3,6-3,9% dan panjang 6

usus 140,4-142,4 cm, lebih rendah dari penelitian Ibrahim et al. (2000) dimana panjang usus 7

berkisar antara 151,87-165,62 cm. Abidin (2010) bobot usus berkisar 2,43-3,05%, hampir 8

sama dengan pernyataan Hernandez et al. (2004) bahwa bobot relatif usus halus pada ayam 9

pedaging sebesar 2,45g/100g bobot potong. Didukung oleh pendapat Ortatali et al. (2005) 10

beberapa faktor yang mempengaruhi panjang dan bobot usus halus salah satunya adalah 11

kualitas ransum. 12

Hasil analisis ragam menunjukkan penambahan enzim cairan rumen kerbau sampai 13

taraf 3% memperlihatkan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap bobot hati dan bobot 14

pankreas ayam broiler. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan enzim cairan rumen kerbau 15

tidak mempengaruhi bobot hati dan bobot pankreas ayam broiler. Hal ini bertentangan 16

dengan laporan beberapa peneliti. Nadeem et al. (2005) melaporkan bahwa penambahan 17

enzim dalam ransum ayam broiler menurunkan bobot hati, sedangkan Ghorbani et al. 18

(2009), Rahman et al. (2005) dan Gracia et al. (2003) melaporkan bahwa penambahan 19

enzim dalam ransum tidak mempengaruhi bobot hati. Tidak berbedanya bobot hati antar 20

perlakuan dalam penelitian ini, diduga disebabkan jumlah asam phytat dan anti nutrisi lain 21

pada semua perlakuan relatif sama sehingga bobot hati relatif sama. Ortatali et al. (2005) 22

menyatakan bahwa pemberian pakan yang mengandung phytat yang tinggi akan 23

menyebabkan peningkatan berat hati, akibat dari hati harus bekeja lebih keras dalam 24

menetralisir asam phytat. Resmiet al. (2013) melaporkan bahwa bahan pakan penyusun 25

ransum yang mengandung asam phytat terdiri dari poles sebesar (6,37±0,341%), bungkil 26

kacang kedelai sebesar (6,37±0,29%), bungkil inti sawit sebesar (5,83±1,28%) dan dedak 27

halus sebesar (6,75±0,86%), penambahan enzim cairan rumen hanya mampu menurunkan 28

kadar asam phytat pada dedak halus 14,73%, bungkil inti sawit 46,69%, poles 29,94%, dan 1

bungkil kacang kedelai 19,67%, sehingga hanya sebagian kecil asam phytat yang dapat 2

dicerna. Laporan Resmi et al. (2013) peranan enzim cairan rumen sapi tidak terlihat 3

signifikan pada bungkil inti sawit, poles, dedak halus, dan bungkil kacang kedelai. 4

Kemungkinan hal ini juga terjadi pada penggunaan enzim cairan rumen kerbau pada 5

penelitian ini, akibatnya kemampuan enzim mencerna asam phytat rendah, hal ini 6

menyebabkan berat hati tidak berbeda nyata. Dalam penelitian ini berat hati berkisar 2,2-7

2,4% dari bobot hidup. Bobot yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan pendapat 8

Kumar and Balachandran (2009) bahwa bobot hati pada unggas mencapai 25-35 g atau 1,7-9

2,3% dari bobot hidup. 10

Hasil analisis ragam memperlihatkan bahwa penggunaan enzim cairan rumen kerbau 11

dalam ransum perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata (P>0,05) terhadap bobot 12

pankreas. Hasil ini berbeda dengan yang dilaporkan oleh Gracia et al. (2003) bahwa 13

penambahan enzim amilase pada ransum berbasis jagung dan bungkil kedelai 14

mengurangi/menurunkan bobot pankreas. Penurunan bobot pankreas diduga disebabkan 15

menurunnya sekresi amilase endogen oleh pankreas akibat amilase eksogen. Diketahui 16

bahwa pankreas bekerja mensekresikan enzim amilase dan protease (tripsin dan 17

khimotripsin). Hasil penelitian ini tidak menunjukkan trend penurunan atau peningkatan 18

bobot pankreas. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan enzim cairan rumen kerbau pada 19

ransum ayam broiler tidak mempengaruhi pankreas dalam mensekresi enzim-enzim, hal ini 20

terlihat dari bobot pancreas yang dihasilkan relatif sama. Diduga sekresi pankreas yang 21

berupa enzim-enzim relatif stabil tidak dipengaruhi oleh penambahan enzim cairan rumen, 22

dengan demikian kerja pankreas relatif stabil dan menghasilkan bobot pankreas yang relatif 23

sama. Salah satu fungsi pakreas adalah untuk mensekresikan enzim amilase, protease dan 24

lipase yang membantu proses pencernaan karbohidrat, protein dan lemak. Pankreas juga 25

menghasilkan enzim-enzim lipolitik, amilolitik dan proteolitik (Basir dan Toghyani, 2017). . 26

Dalam penelitian ini bobot pankreas yang diperoleh 0,3-0,4% tidak memberikan pengaruh 27

nyata (P>0,05) terhadap bobot pankreas. Hal ini tidak berbeda jika dibandingkan dengan 28

yang diperoleh Basir dan Toghyani (2017) yang memperoleh hasil persentase bobot 1

pankreas dengan kisaran 0,39±0,04% . 2

Kesimpulan 3

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan enzim cairan rumen 4

kerbauasal rumah potong hewan dalam ransum sampai taraf 3% tidak meningkatkan 5

konsumsi ransum, bobot potong, bobot karkas mutlak, bobot karkas relatif, dan organ 6

pencernaan ayam broiler. 7

8

Daftar Pustaka 9 10

Abidin, Z. 2010. Ameliorative effects of L-carnitine and vitamin E upon toxico- pathological 11 alterations induced by ochratoxicosis in white Leg-horn cockerels. Thesis University 12 of Agriculture Faisalabad,. Pakistan. 13

Adrizal, A., Y. Yusrizal, S. Fakhri, W. Haris, E. Ali and C. Angel. 2011. Feeding native laying 14 hens diets cintaining palm kernel meal with or without enzumes supplementations: 1. 15 feed conversion ratoin and egg production. J. Appl. Poult. Res. 20: 40-49. 16

Akyurek, H, A. A. Okur, and H. E. Samli. 2009. Impact of phytase and/or carbohydrases on 17 performance, intestinal organs and bone development in broiler fed wheat-based 18 diets containing different levels of phosphorus. J. Anim. Vet. Adv. 8: 1432-1437. 19

Al-Kassie. G. M. 2009. Influence of two plant extracts derived from thyme and cinnamon on 20 broiler performance. J. Pakistan Veterinary 29: 169-173. 21

Amerah, A. M., V. Ravindran, R. G. Lentle, and D. G. Thomas. 2007. Feed particle size 22 implications on the digestion and performance of poultry. J. Poult Sci 63: 439-456 23

Basir. R., and M. Toghyani 2017. Effect of dietary graded levels of dried lemon (Citrus 24 aurantifulia) pulp on performance, intestinal morphology and humoral immunity in 25 broiler chickens. J. Recycl org waste Agricult 6: 125-132. 26

Boskovic, S. B., S. Rakonjac, V. Doskovic, and M. D. Petrovic. 2012. Broiler rearing 27 systems : a review of major fattening result and meat quality traits. J. Poult. Sci. 68: 28 217-228. 29

Budiansyah, A. 2010a. Performan ayam broiler yang diberi ransum yang mengandung 30 bungkil kelapa yang difermentasi ragi tape sebagai pengganti sebagian ransum 31 komersial. Jurnal Ilmiah-ilmu Peternakan 13: 260-268. Budiansyah, A. 2010b. 32 Aplikasi cairan rumen sapi sebagai sumber enzim, asam amino, mineral dan vitamin 33 pada ransum broiler berbasis pakan lokal. Disertasi Sekolah Pascasarjana IPB, 34 Bogor. 35

Chesson, A. and C. W. Forsberg. 1988. Polysaccharide degradation by rumen 36 microorganisms. In: The Rumen Microbial Ecosystem.P.N. Hobson (ed). Elsevier 37 Science Publishers. London. 38

Engberg. R. M., M. S. Hedemann, T. D. Leser and B. B. Jensen. 2000. Effect of zinc 1 bacitracin and salinomycin on intestinal microflora and performance of broilers. J. 2 Poult. Sci 79: 1311-1319. 3

Fanatico, A. C., P. B. Pillai, L. C. Cavit, C. M. Owens, and J. L. Emert. 2005. Evaluation of 4 slower growing genotypes grown with and without outdoor access grow performance 5 and carcass yield. J. Poult. Sci. 84: 1321-1327. . 6

Garriga, C., R. R. Hunter, C. Amat, J. M. Planas, M. A. Mithelli, and M. Moreto. 2006. Heat 7 stress increase apical gkucose–Regulatory. Integrative and comparative J. 8 Physiology. 299: 195-201. 9

Ghorbani, M. R., J. Fayazi, and M. Chaji. 2009. Effect of dietary phytase and NSP-degrading 10 enzymes in diets containing rape seed meal on broiler performance and carcass 11 characteristic. J. Bio. Sci. 4: 258-264. 12

Gracia, M. I., M. J. Aranibar, R. Lazaro, P. Medel, and G. G. Mateos. 2003. α-Amylase 13 supplementation of broiler diets based on corn. J. Poult. Sci. 82: 436-442. 14

Gunal. M., G. Yayli ., O. Kaya., N. Karahan and O. Sulak. 2006. The effects of antibiotic 15 growth promoter, probiotic or organic acid supplementation on performance, intestinal 16 microflora and tissue of broiler. J. Poult. Sci. 5: 149-155. 17

Haroen, U. 2003. Respon ayam broiler yang diberi tepung daun sengon (Albizzia Falcataria) 18 dalam ransum terhadap pertumbuhan dan hasil karkas. Jurnal Ilmiah ilmu-ilmu 19 Peternakan 6: 34-41. 20

Herawati. 2010. The effect of feeding red ginger as phytobiotic on body weight gain, feed 21 conversion and internal organs condition of broiler. J. Poult. Sci. 9: 963-967. 22

Hernandez, F., J. Madrid, V. Garcia, J. Orengo, and M. D. Megias. 2004. Influence of two 23 plants extracts on broilers performance, digestibility and digestive organ size. J. 24 Poult. Sci. 83: 169-174. 25

Hussain, M., A. U. Rahman, and M. F. Khalid. 2012. Feeding value of guar mael and the 26 application of enzymes in improving value for broiler. J. Poult. Sci. 68: 253-268. 27

Ibrahim, I. K., H. M. Shareef, and K. M. T. Al-Joubory. 2000. Ameliorative effects of sodium 28 bentonite on phagocytosis and newcastle disease antibody formation in broiler 29 chickens during afflatoxicosis. J. Veterinary Sci. 69: 119-122. 30

Ketaren, P. P., T. Purwadaria, dan A. P. Sinurat. 2002. Penampilan ayam pedaging yang 31 diberi ransum basal dedak atau polar dengan atau tanpa suplementasi enzim 32 xilanase. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat 33 Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan 34 Pertanian.Departemen Pertanian, Bogor. 35

Kumar, R. and Balachandran. 2009. Histopathological changes in broiler chickens fed 36 aflatoxin and cyclopiazonic acid. J. Veterinary Sci. 79: 31-40. 37

Lee, J. T., A. S. Connor, C. A. Bailey, and A. L. Cortwright. 2005. Effects of guar meal by-38 product with an without P-nannanase hemicell on broiler performance. J. Poult. Sci. 39 84: 1261-1267. 40

Lesson, S. and J. D. Summers. 1997. Commercial Poultry Nutrition. 2nd edn. Guelph, 41 University Book, Guelph, Ontario. 42

Li, Y., C. Xiang, C. Yiqun, L. Zhimin, and C. Yunhe. 2010. Effects of ß- mannanase 1 expressed by pichia pastoris in corn-soybean meal diets on broiler performance, 2 nutrient digestibility, energy utilization and immunoglobulin levels. J. Anim. Feed Sci. 3 Tech. 5: 447-453. 4

Mehri, M., M. Adibmoradi, A. Samie, and M. Shivazad. 2010. Effects of ß-mannanase on 5 broiler performance, gut morphology and immune system. J. Biotech. 37: 6221-6228. 6

Nadeem, M. A., M. I. Anjum, A. G. Khan, and A. Azim. 2005. Effect of dietary 7 supplementation of non-starch polysaccharide degrading enzymes on growth 8 performance of broiler chicks. J. Pakistan Vet. 25: 183-188. Nahashon, S. N., N. 9 Adefope, A. Amenyenu, and D. Wright. 2005. Effects of dietary metabolizable energy 10 and crude protein concentration on growth performance and carcass characteristics 11 of French guinea broiler. J. Poult. Sci. 84: 337-344. 12

NRC. 1994. Nutrien Requirement of poultry.National Academy Science, Washington. 13

Ortatali, M., H. Obuz, E. Hatipoglu, and M. Karaman. 2005. Evaluation of pathological 14 changes in broilers during aflatoxicosis. J. Veterinary Sci. 71: 59-66. 15

Rahman, M. M., M. B. R. Mollah, F. B. Islam, and M. A. R. Howlider. 2005. Effect of 16 enzyme supplementation to parboiled rice polish based diet on broiler performance. 17 J. Poult Sci. 17: 1-6. Resmi, A., Budiansyah, and H. Handoko. 2013. Kajian 18 peningkatan kualitas ransum ayam petelur berbasis pakan lokal dengan aplikasi 19 enzim cairan rumen sapi asal rumah potong hewan (Hidrolisis Karbohidrat dan fitat 20 pakan oleh enzim cairan rumen). Seminar Nasional BKS PTN Barat, Bandar 21 Lampung. 22

Santos, A. L., N. K. Sakomura, E. R. Freitas, C. M. S. Fortes, and E. N. V. M. Carrilho. 2005.. 23 Camparison of free-range broiler chicken strain raised in confined or semi-confined 24 systems. J. Poult. Sci. 7: 85-92. 25

Shirzadi, H., H. Moravej, and M. Shivazad. 2009. Comparison of the effects of different kinds 26 of NSP enzymes on the performance, water intake, litter moisture and jejunal digesta 27 viscosity of broilers fed barley-based diet. J. Food Agric. 7: 615-619. 28

Skomorucha, I., R. Muchacka, E. Sosnowka-czajka, and E. Herrut. 2008. Effects of rearing 29 with or without outdoor access and stocking density on broiler-chicken productivity. J. 30 Anim. Sci. 8: 387-393. 31

Sofyan, A., M. Angwar, H. Herdian, E. Damayanti, L. Istiqomah, A. Febrisiantosa, H. 32 Julendra, M. H. Wibowo, and T. Untari. 2012. Performance enhancement and 33 immunity profile of broiler treatted feed additive containing lactic acid bacteria and 34 Ganoderma lucidum. Media Peternakan 35: 201-206 35

Sumiati, W. Farhanuddin, A. Hermana, N. Sudarman, Istichomah, dan A. Setiyono. 2011. 36 Performa ayam broiler yang diberi ransum mengandung bungkil biji jarak pagar 37 (Jatropha curcas L.) hasil fermentasi menggunakan Rhizopus oligosporus. Media 38 Peternakan 34: 117-125. 39

Suryahadi, W. G., L. Piliang, I. Djuwita, and Y. Widiastuti. 1996. DNA recombinant technique 40 for producing transgenic rumen microbes in order to improve fiber utilization. Indon. J. 41 Trop. Agric. 7: 5-9. 42

Vahjen, W., T. Busch, and O. Simon. 2005. Study on the use of soya beans polysaccharide 1 degrading enzymes in broiler nutrition. J. Anim. Feed Sci. Tech. 120: 259-276. . 2

Wahyudi, A. dan Masduqie. 2004. Isolasi mikrobia selulolitik cairan rumen beberapa ternak 3 ruminansia (kerbau, sapi, kambing dan domba) sebagai probiotik pakan sapi. Jurnal-4 ilmiah ilmu Peternakan dan Perikanan 11: 181-185. 5

Wu, Y. B. and V. Ravindran. 2004. Influence of whole-wheat inclusion and xylanase 6 supplementation on the performance, digestive tract measurements and carcass 7 characteristics of broiler chickens. J. Anim. Feed Sci. Tech. 116: 129-139. 8

Young, L. L., J. K. Northcutt, R. J. Buhr, C. E. Lyon, and G. O. Ware. 2001. Effects of age, 9 sex, and duration of postmortem aging on percentage yield of parts from broiler 10 chicken carcasses. J. Poult. Sci. 80: 376-379. 11

Zhao, X., Z. B. Yang, W. R. Yang, Y. Wang, S. Z. Jiang, and G. G. Zhang. 2011. Effects of 12 ginger root (Zingiber officinale) on laying performance and antioxidant status of laying 13 hens and on dietary oxidation stability. J. Poult Sci. 90: 1720-1727. 14

15

16

17

18

19

20 21

1 Tabel 1. Kandungan zat-zat makanan bahan pakan ransum penelitian 2 (nutrient composition of feeds Inggredient in the experimental rations 3

4

Bahan Pakan (Inggredient % as fed

basis)

Energi metabolism(Kkal/kg)

(Metabolizable energy)

(Kcal/kg)

Protein kasar

(Crude protein)%

Lemak kasar (Ether

extract) %

Serat kasar

(Crude fiber) %

Kalsium (Calcium)

%

Posfor (Phosphorus)

%

Jagung kuning (Yellow corn)%

3370 8,9 2,29 1,5 0,4 0,2

BungkilKedele (Soybean meal) %

2671 47,5 2,3 1,6 0,7 0,8

Tepung Ikan (Fish meal) %

2393 48,3 8,5 3,5 9,2 4,6

Bungkil Kelapa (Coconut cake) %

2629 21,2 10,5 12,2 0,4 0,7

Poles (Rice polished)%

2530 8,7 3,1 1,6 0,5 0,6

Minyak jagung (Corn oil) %

8600 0 100 0 0 0

Keterangan: NRC (1994) 5 6

7 8

Tabel 2.Susunan bahan pakan dalam ransum penelitian periode starter dan periode finisher 9 (The composition of feeds inggredient in experimental rations periode 10

starter and periods finisher) 11 12

Bahan Pakan (Inggredient % )

Periode starter (%)

(starter period%)

Periode finisher (%)

( finisher period %)

Jagung kuning (Yellow corn)

34 34

BungkilKedele (Soybean meal)

30 25

Tepung Ikan (Fish meal)

10 10

Bungkil Kelapa (Coconut cake)

5 10

Poles (Rice polished)

16 16

Minyak jagung (Corn oil)

3,5 3,5

Premix 0,2 0,5

CaCO3 0,8 0,5

DL-metionin ( DL- methionine)

0,25 0,25

L-Lisisn (L- lysine)

0,25 0,25

Jumlah (Total) 100 100

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

1 Tabel 3.Kandungan zat-zat makananransum penelitian periode starter dan periode finisher 2

(Nutrient composition of feeds Inggredient in the experimental rations 3 starter period and finisher period) 4

5

Periode (Period)

BK* (%) Abu* (%) PK* (%)

LK* (%) SK* (%)

Ca** (%)

P** (%)

EM** (Kkalori/kg)

Starter (Stater)

89,04 8,22 24,59 4,6 5,15 0,75 0,60 3105,45

Finisher (Finisher)

88,99 8,06 22,38 4,65 3,45 0,17 0,36 3069,70

Keterangan: * Hasil Analisis Laboratorium Nutrisi Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi 6 (2017)(Laboratory of Nutrition and Animal Feed Analysis, Jambi University, 2017) 7

** Hasil Perhitungan Tabel 1 dan Tabel 2 (Calculation results of Table 1 and Table 2) 8 9

10 Tabel 4. Pengaruh penggunaan enzim cairan rumen kerbau terhadap konsumsi ransum 11

(The effect of rumen liquor buffalo on feed intake) 12 13

Keterangan: P0 = Ransum tanpa penambahan enzim cairan rumen (kontrol) (feed without addition rumen liquor 14 enzymes 0% (control) ); P1= Ransum dengan penambahan enzim cairan rumen 0,75% (feed with addition rumen 15 liquor enzymes 0,75% ); P2= Ransum dengan penambahan enzim cairan rumen 1,5% (feed with addition 16 rumen liquor enzymes 1,5%); P3 = Ransum dengan penambahan enzim cairan rumen 2,25% (feed with addition 17 rumen liquor enzymes 2,25%); P4= Ransum dengan penambahan cairan rumen 3% (feed with addition rumen 18 liquor enzymes 3%). 19 20

Tabel 5. Pengaruh penggunaan enzim cairan rumen terhadap bobot potong, bobot karkas 21 mutlak dan bobot karkas relatif ayam broiler 22

(The effect of rumen liquor enzymes in rations on slaughter weight, carcass weight, 23 percentage of carcass weight, and feed intake broiler chicks) 24

25

Peubah (Variabel)

Perlakuan (Treatments)

P0 P1 P2 P3 P4

Bobot Potong (gr) (Slaughter weight)(g)

1219 ± 55,65 1281 ± 84,51 1257 ± 72,78 1285 ± 79,14 1272 ± 58,72

Bobot karkas mutlak (gr) ( Carcass weight)(g)

839,12 ± 55,90 871,62 ± 53,49 866,62 ± 56,01 846,50 ±

72,23 868,87 ± 37,38

Bobot karkas relatif (Percentage of carcass weight)(%)

68,75± 2,19 68,06 ± 0,84 68,91 ± 0,80 65,82 ± 2,93 68,33 ± 1,91

Keterangan: P0 = Ransum tanpa penambahan enzim cairan rumen (kontrol) (feed without addition rumen liquor 26 enzymes 0% (control) ) ; P1 = Ransum dengan penambahan enzim cairan rumen 0,75% (feed with addition 27 rumen liquor enzymes 0,75%); P2 = Ransum dengan penambahan enzim cairan rumen 1,5% (feed with addition 28 rumen liquor enzymes 1,5%); P3 = Ransum dengan penambahan enzim cairan rumen 2,25% (feed with addition 29 rumen liquor enzymes 2,25%) ; P4 = Ransum dengan penambahan cairan rumen 3% (feed with addition rumen 30 liquor enzymes 3%). 31

32

Perlakuan (%) (Treatments)

(precent)

Periode Starter (gr/ekor)

(Starter period ) (g/bird)

Periode Finisher (gr/ekor)

(Finisher period) (g/bird)

P0 (0,0%) 253,68 ± 14,69 615,38 ± 6,39

P1 (0,75%) 263,07 ± 0,83 606,73 ± 8,11

P2 (1,5%) 259,10 ± 7,14 605,55 ± 4,55

P3 (2,25%) 240,26 ± 20,07 608,34 ± 28,93

P4 (3,0%) 252,32 ± 12,16 618,57 ± 17,55

Tabel 6. Pengaruh penggunaan enzim cairan rumen terhadap organ pencernaan (bobot 1 proventrikulus, bobot ventrikulus, bobot dan panjang usus halus, bobot hati dan bobot 2

pankreas) ayam broiler 3 {The effect of rumen liquor enzymes in rations on digestive organs (proventriculus weight, 4

ventriculus weight, legth of the small intestine, small intestine weight, heart weight and 5 weight of the pancreas) broiler chicks} 6

7

Peubah

(Variabel)

Perlakuan (Treatments)

P0 P1 P2 P3 P4

Bobot Proventrikulus (%) (proventriculus weight (%))

0,53±0,178 0,53±0,079 0,44±0,636 0,44±0,059 0,54±0,077

Bobot Ventrikulus (%) ventriculus weight (%)

1,9±0,396 1,9±0,964 2,1±0,221 2,1±0,107 2,0±0,214

Bobot Usus Halus (%) small intestine weight (%)

3,9±0,3095 3,9±0,4203 3,9±0,4760 3,6±0,5058 3,7±0,7788

Panjang Usus Halus (cm) legth of the small intestin(cm)

141,9±0,85 142,4±1,43 142,4±1,43 141,1±1,60

d 140,4±0,25

Bobot Hati (%) heart weight (%)

2,4±0,477 2,2±0,199 2,4±0,452 2,3±0,161b 2,2±0,168b

Bobot Pankreas (%) Pancreas weight (%)

0,3±0,039 0,3±0,040 0,3±0,059 0,3±0,020 0,4±0,025

Keterangan:P0 = Ransum tanpa penambahan enzim cairan rumen (kontrol) (feed without addition rumen liquor 8 enzymes 0% (control); P1 = Ransum dengan penambahan enzim cairan rumen 0,75% (feed with addition rumen 9 liquor enzymes 0,75%); P2 = Ransum dengan penambahan enzim cairan rumen 1,5% (feed with addition rumen 10 liquor enzymes 1,5%); P3 = Ransum dengan penambahan enzim cairan rumen 2,25% (feed with addition rumen 11 liquor enzymes 2,25%) ; P4 = Ransum dengan penambahan cairan rumen 3% (feed with addition rumen liquor 12 enzymes 3%). 13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

31

32

33

34

35

36

37

38

39

40

1

2 3

Figure 1. The cow rumen fluid extraction workflow from slaughterhouses a modified use a washing machine (Budiansyah et al., 2010).

4

5

6

7