68
1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan masyarakat dunia pada abad ke 21 telah menunjukkan kecenderungan adanya perubahan perilaku dan gaya hidup serta pola konsumsinya ke produk perikanan. Dengan keterbatasan kemampuan pasok hasil perikanan dunia, ikan akan menjadi komoditas strategis yang dibutuhkan oleh masyarakat dunia. Oleh karena itu, permintaan komoditas perikanan dimasa datang akan semakin tinggi sebagai akibat meningkatnya jumlah penduduk, kualitas dan gaya hidup masyarakat dunia (Sukadi, 2002). Perikanan budidaya merupakan andalan bagi pemenuhan kebutuhan sumber protein ikan yang semakin meningkat sementara sumber dari penangkapan semakin menurun.Berdasarkan hal tersebut, maka dibutuhkan benih ikan yang berkualitas dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan. Penyediaan benih bermutu dapat dilakukan dengan memperhatikan berbagai faktor salah satunya adalah manajemen pakan yang harus mencukupi kebutuhan gizi untuk proses tumbuh kembang bagi ikan komoditas budidaya (Kristanto, 2007).

Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

budidaya cacing tanah

Citation preview

Page 1: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

1

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan masyarakat dunia pada abad ke 21 telah menunjukkan

kecenderungan adanya perubahan perilaku dan gaya hidup serta pola

konsumsinya ke produk perikanan. Dengan keterbatasan kemampuan pasok

hasil perikanan dunia, ikan akan menjadi komoditas strategis yang dibutuhkan

oleh masyarakat dunia. Oleh karena itu, permintaan komoditas perikanan dimasa

datang akan semakin tinggi sebagai akibat meningkatnya jumlah penduduk,

kualitas dan gaya hidup masyarakat dunia (Sukadi, 2002).

Perikanan budidaya merupakan andalan bagi pemenuhan kebutuhan

sumber protein ikan yang semakin meningkat sementara sumber dari

penangkapan semakin menurun.Berdasarkan hal tersebut, maka dibutuhkan

benih ikan yang berkualitas dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan.

Penyediaan benih bermutu dapat dilakukan dengan memperhatikan berbagai

faktor salah satunya adalah manajemen pakan yang harus mencukupi kebutuhan

gizi untuk proses tumbuh kembang bagi ikan komoditas budidaya (Kristanto,

2007).

Cacing tanah termasuk dalam kelas Oligochaeta yang mempunyai banyak

suku (famili).Terdapat 4 spesies cacing tanah yang sudah banyak dibudidayakan

yaitu Lumbricus rubellus, Eisenia foetida, Pheretima asiatica, dan Eudrilus

eugeniae (Hadisoewignyo dan Rendy, 2013).

Cacing tanah sangat potensial untuk dikembangkan dengan kandungan

gizinya yang cukup tinggi, terutama kandungan protein yang mencapai 64-

76%.Protein yang sangat tinggi pada tubuh cacing tanah terdiri dari setidaknya

sembilan macam asam amino essensial dan empat macam asam amino non-

essensial yang berguna bagi kesehatan manusia.

Page 2: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

2

Pemanfaatan cacing tanah sebagai pakan ikan didasarkan pada hasil

penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa cacing tanah memiliki kandungan

protein, lemak dan mineral yang sangat tinggi.Kualitas protein cacing tanah

olahan yang lebih tinggi daripada protein daging maupun ikan tersebut membuat

cacing tanah sangat berpeluang sebagai bahan pakan ikan (Palungkun, 1999).

Hasil analisis didapatkan bahwa kandungan protein tepung cacing tanah

sebesar 60-70%, lemak kasar 7%, kalsium 0,55%, fosfor 1%, serat kasar 1,08%

(Palungkun, 1999). Lumbricus rubellus mempunyai kandungan Lumbricin yang

merupakan antibiotika berupa peptide, berasal dari protein bersifat bakteriostatik

sehingga termasuk anti bakteri bakteriosin. Bakteriosin sendiri berfungsi sebagai

penghambat pertumbuhan bakteri lain dengan cara absorbs ke dalam

permukaan dinding sel bakteri (Pelczar et al.,1998).

Dengan memperhatikan banyaknya manfaat cacing tanah inilah, dewasa

ini masyarakat termotivasi untuk melakukan budidaya cacing tanah.Pada praktek

kerja lapang ini mengambil judul budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus)

dikarenakan perlunya informasi dan pengetahuan tentang cara budidaya cacing

tanah yang baik dan benar sehingga proses produksi cacing tanah dapat

maksimal dan menghasilkan profit yang besar.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari Praktek Kerja Lapang ini adalah untuk mengetahui dan

mempelajari secara langsung serta mendapatkan gambaran secara jelas dan

menyeluruh tentang teknik budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) di Unit

Pengelola Budidaya Air Tawar (UPBAT) Kepanjen, Malang, Jawa Timur.

Tujuan dari Praktek Kerja Lapang ini adalah untuk memperoleh

pengetahuan, keterampilan dan pengalaman kerja dalam bidang budidaya

cacing tanah (Lumbricus rubellus) di Unit Pengelola Budidaya Air Tawar

Page 3: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

3

(UPBAT) Kepanjen.Juga untuk membandingkan antara teori yang telah dipelajari

dengan kenyataan yang ada di lapangan.

1.3 Kegunaan

Praktek Kerja Lapang ini dilakukan dengan harapan agar mahasiswa dapat

menambah wawasan, informasi dan pengetahuan serta dapat memadukannya

dengan teori yang telah didapatkan tentang budidaya cacing tanah (Lumbricus

rubellus) sehingga mahasiswa dapat menjadi lebih tanggap dalam menghadapi

masalah-masalah yang dihadapi di lapangan.Selain itu, dapat dijadikan informasi

bagi para usahawan atau siapa saja yang berkeinginan membuka usaha di

bidang ini.

1.4 Tempat dan Waktu

Praktek Kerja Lapang (PKL) ini dilaksanakan di Unit Pengelola Budidaya

Air Tawar (UPBAT) Kepanjen, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Kegiatan ini

dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2014.

Page 4: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

4

II. METODE PELAKSANAAN

2.1 Metode Pengambilan Data

Menurut Suryabrata (1991), metode deskriptif adalah suatu metode yang

menggambarkan keadaan atau kejadian-kejadian pada suatu daerah tertentu.

Dalam metode ini pengambilan data dilakukan tidak hanya terbatas pada

pengumpulan dan penyusunan data, tapi meliputi analisis dan pembahasan

tentang data tersebut.Metode ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara

umum, sistematis, aktual dan valid mengenai fakta dan sifat-sifat populasi daerah

tersebut.

2.2 Teknik Pengambilan Data

Pengambilan data pada Praktek Kerja Lapang akan dilakukan dengan

mengambil dua macam data, yaitu data primer dan data sekunder, dimana data

primer pengumpulannya dilakukan dengan cara mencatat hasil observasi,

wawancara serta partisipasi aktif, sedangkan data sekunder diperoleh dari

lapangan.

2.2.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung

dilapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang

memerlukannya. Data ini diperoleh secara langsung dengan melakukan

pengamatan dan pencatatan dari hasil observasi, wawancara dan partisipasi aktif

(Hasan, 2002).

a. Observasi

Menurut Menurut Arikunto (2002), observasi dapat disebut juga

pengamatan, yang meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu obyek

dengan menggunakan alat indra yaitu melalui penglihatan, penciuman,

Page 5: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

5

pendengaran, peraba dan pengecap.Dalam participant observation, peneliti

melakukan hal meliputi melibatkan diri dalam kegiatan sehari-hari. Mencatat

kejadian, perilaku dan setting social secara sistemik. Adapun data yang

dikumpulkan selama observasi adalah deskripsi program, perilaku, perasaan dan

pengetahuan, mencatat apa yang terjadi, bagaimana terjadinya dan siapa yang

ada disana, dan semua kejadian atau perilaku yang dianggap penting oleh

peneliti. Dalam praktek kerja lapang ini kegiatan observasi dilakukan dengan

cara mengamati dan mencatat serta mendokumentasikan kegiatan

pembudidayaan cacing tanah (Lumbricus rubellus) di Unit Pengelola Budidaya

Air Tawar (UPBAT) Kepanjen, Malang, Jawa Timur.

b. Wawancara

Wawancara merupakan suatu cara untuk memperoleh informasi dengan

cara tanya jawab kepada nara sumber secara langsung. Menurut Kusumawati et

al. (2011), wawancara merupakan proses perolehan keterangan untuk tujuan

penelitian yang dilakukan dengan tanya jawab secara langsung dengan

responden.

c. Partisipasi Aktif

Menurut Natzir (1983), partisipasi aktif adalah keterlibatan dalam suatu

kegiatan yang dilakukan secara langsung di lapang. Pada partisipasi aktif,

peneliti ikut melakukan apa yang dilakukan oleh narasumber, tetapi data yang

diperoleh belum sepenuhnya lengkap. Partisipasi aktif pada praktek kerja lapang

iniyaitu suatu kegiatan turut serta dan berperan langsung dalam

kegiatanpemudidayaan Lumbricus rubellus di Unit Pengelola Budidaya Air Tawar

(UPBAT) Kepanjen guna mendapatkan data dan informasi mengenai teknik

pemudidayaan cacing tanah Lumbricusrubellus di Unit Pengelola Budidaya Air

Tawar (UPBAT) Kepanjen, Malang, Jawa Timur.

Page 6: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

6

2.2.2 Data Sekunder

Menurut Koswara et al. (2001), penelitian dalam menggunakan data

sekunder tidak perlu hadir, kapan dan di manapun data dikumpulkan. Informasi

yang mula-mula dikumpulkan, apakah diperoleh melalui wawancara, kuisioner,

observasi atau gabungan di antara ketiganya, dibatasi konteks ruang dan waktu

si peneliti. Hanya ketika orang lain bisa menggunakannya, data itu menjadi

bebas dari pembatasan ini. Keterbatasan semacam itu tidak ditemukan, ketika

penelitian menggunakan sumber sekunder. Data dikumpulkan untuk tujuan ilmiah

yang tidak terikat konteks ruang dan waktu sebagaimana data yang mula-mula

dikumpulkan.

Page 7: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

7

III. HASIL PRAKTEK KERJA LAPANG

3.1 Keadaan Umum Lokasi Praktek Kerja Lapang

3.1.1 Sejarah UPBAT Kepanjen

UPBAT Kepanjen berdiri pada tahun 1957. Di awal mula berdirinya, balai

ini merupakan Dinas Perikanan Darat Kabupaten Malang. Pada tahun 1963,

UPBAT Kepanjen berubah menjadi Kursus Pengamat Perikanan Darat Kepanjen.

Dalam kurun waktu lima tahun (1968), balai ini kemudian berubah fungsi menjadi

Training Centre Perikanan Darat. Empat tahun kemudian, pada tahun 1972

UPBAT Kepanjen berubah menjadi Training Centre Aquaculture. Dalam kurun

waktu tujuh tahun, pada tahun 1979 UPBAT Kepanjen berfungsi sebagai Unit

Pembinaan Budidaya Air Tawar. Kemudian pada tahun 2002, berubah nama

menjadi Balai Benih Ikan Kepanjen. Akhirnya, berdasarkan SK Kepala Dinas

Perikanan Dan Kelautan Provinsi Jawa Timur No. 061/6614/116.01/2010, BBI

Kepanjen berubah nama menjadi Unit Pengelola Budidaya Air Tawar (UPBAT)

Kepanjen.

3.1.2 Letak Geografis dan Topografis

Secara geografis, UPBAT Kepanjen terletak di Jalan Trunojoyo No. 12,

Desa Panggungrejo, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang. Berada pada

garis 112o 34’ 30’’ BT dan 8o 7’ 30’’ LS. Daerah ini termasuk dataran rendah

dengan ketinggian 358 meter di atas permukaan laut. Suhu rata-rata berkisar

antara 25-30oC dan curah hujan rata-rata 600-1.000mm/tahun. Batas sebelah

utara dari balai ini adalah Jalan Raya Kepanjen–Gondanglegi.Sebelah selatan

merupakan tanah hak dari suatu yayasan, sebelah timur berbatasan langsung

dengan perumahan penduduk dan persawahan, sebelah barat berbatasan

Page 8: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

8

dengan Jalan Raya Kepanjen–Sengguruhyang terdapat markas tentara angkatan

darat Batalyon Zeni Tempur (Yon Zipur 5). Luas total areal UPBAT ini adalah

31.400 m2 dengan luas perumahan, kantor, aula dan asrama ± 12.990, 39 m2

serta luas sarana fisik kegiatan produksi, budidaya dan laboratorium adalah

±18.409, 61 m2. Denah dan lokasi UPBAT Kepanjen pada citra satelit

digambarkan pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.

3.1.3 Struktur Organisasi

Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan

Provinsi Jawa Timur Nomor: 061/6614/116.01/2010 tentang Susunan Organisasi

dan Tata Kerja Unit Pengelola Teknis Dinas pada Dinas Perikanan dan Kelautan

Provinsi Jawa Timur, susunan organisasi UPBAT Kepanjen secara skematis

digambarkan pada Gambar 1 sebagai berikut:

Gambar 1. Struktur Organisasi UPBAT Kepanjen

3.1.4. Tugas dan Fungsi UPBAT Kepanjen

Unit Pengelola Budidaya Air Tawar (UPBAT) melaksanakan sebagian

tugas dinas di bidang kegiatan produksi, penerapan teknologi perbenihan dan

budidaya perikanan air tawar, pelaksanaan pengujian secara laboratories

Page 9: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

9

kesehatan ikan dan lingkungan serta pelatihan dan keterampilan bagi

masyarakat umum.

Fungsi dari UPBAT Kepanjen adalah :

1. Penyusunan rencana dan pelaksanaan kegiatan budidaya/ perbenihanserta

kaji terap teknologi budidaya air tawar;

2. Pelaksanaan distribusi perbenihan dan budidaya perikanan air tawar;

3. Pelaksanaan pelatihan dan kaji terap teknologi perbenihan dan budidaya

perikanan air tawar kepada petugas teknis lapangan;

4. Pelaksanaan pengujian secara laboratories kesehatan ikan dan lingkungan;

5. Pelaksanaan dan memfasilitasi standarisasi mutu benih dan hasil budidaya air

tawar;

6. Pelaksanaan ketatausahaan dan rumah tangga;

7. Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas.

3.1.5 Tugas, Pokok dan Fungsi Masing-masing Bagian

1. Kepala UPBAT

Tugas dari kepala UPBAT yaitumemimpin, mengkoordinasikan,

mengarahkan, mengawasi dan mengendalikan penerapan budidaya air tawar,

ketatausahaan dan pelayanan masyarakat.

2. Sub Bagian Tata Usaha

Tugas dari Sub Bagian Tata Usaha meliputi :

a.Melaksanakan pengelolaan surat menyurat, urusan rumah tangga, kehumasan

dan kearsipan;

b. Melaksanakan pengelolaan administrasi kepegawaian;

c. Melaksanakan pengelolaan administrasi keuangan;

d. Melaksanakan pengelolaan perlengkapan dan perlengkapan kantor;

Page 10: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

10

e. Menghimpun, menyusun, mengusulkan rencana kerja dan mengevaluasi serta

melaporkan pelaksanaan kegiatan unit;

f. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Unit.

3. Seksi Produksi Benih Dan Teknik Budidaya

Tugas dari Seksi Produksi Dan Teknik Budidaya meliputi :

a. Melaksanakan tugas perawatan ikan, memproduksi induk, benih danpellet

(makanan ikan);

b. Melaksanakan pencatatan data kegiatan produksi benih sebagai bahan

evaluasi dan laporan;

c. Melaksanakan kegiatan perawatan kolam/ saluran/ pematang, pengujian,

pengelolaan kolam percontohan serta usaha penanggulangan hama penyakit

ikan;

d. Melaksanakan tugas penjualan induk/ benih ikan dan pellet;

e. Melaksanakan tugas perawatan dan keamanan perlengkapan/ peralatan;

f. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Unit.

4. Seksi Pengamatan dan Perlindungan Lingkungan

Tugas dari Seksi Pengamatan dan Perlindungan meliputi :

a. Melaksanakan tugas yang meliputi kegiatan pengamatan dan upaya

penanggulangan pencemaran perairan;

b. Melaksanakan tugas perawatan dan keamanan terhadap lingkungan;

d. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Unit.

3.1.6 SDM (Sumber Daya Manusia)

UPBAT Kepanjen memiliki jumlah personalia sebanyak 21 orang yang

dalam pelaksanaan kegiatan produksinnya terdiri dari beberapa tim, misalnya tim

produksi ikan Nila (Oreochromis niloticus). Secaraumum, personalia UPBAT

Page 11: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

11

Kepanjen terdiri dari 18 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan 3 orang tenaga

kontrak. Data-data tentang jumlah pegawai UPBAT Kepanjen terinci pada

Tabel2.

Tabel 2. Data jumlah pegawai UPBAT Kepanjen

NO StatusRuang/ Golongan

JumlahIV III II I

1 PNS - 12 5 1 182 Tenaga kontrak - - - 3 3

Jumlah - 12 5 4 21

3.2 Prasarana dan Sarana UPBAT Kepanjen

3.2.1 Prasarana

Bangunan dan fasilitas yang dimiliki oleh UPBAT Kepanjen, selain terdapat

kolam-kolam tempat budidaya ikan dan produksi calon induk ikan Lele, juga

tersedia fasilitas-fasilitas prasarana penunjang yang terdapat pada Tabel 3

berikut ini:

Tabel 3. Prasarana UPBAT Kepanjen

No Fasilitas Luas/kapasitas Jumlah12345

67891011121314

Jalan dan TransportasiJaringan ListrikPerpustakaanRuang kelas/pertemuanAuditorium/gedung pertemuan

AsramaRuang makanRuang dapurKamar mandiBangunan unit produksi pelletGuest houseRumah jagaMushollaGenset

--24 m2

50 orang250orang,385 m2

35 orang, 515 m2

66 m2

9 unit54 m2

-

-

-

-

1111

1111791112

3.2.2 Sarana

Page 12: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

12

UPBAT Kepanjen dilengkapi dengan banyak sarana pendukung dan

fasilitas-fasilitas yang memadai serta luas bangunan yang cukup untuk

mendukung proses produksinya. Kolam induk, kolam pemuliaan, kolam

pendederan, kolam pembenihan, kolam budidaya pakan alami hingga tong

pembesaran belut semua tersedia dan masih dalam keadaan baik serta terawat.

UPBAT Kepanjen memiliki tiga laboratorium, diantaranya ialah Laboratorium

Kualitas Air dan Hama Penyakit, Laboratorium Basah dan Laboratorium kering.

Bak tandon air, bak pengendapan air, kandang katak serta ruang kantor. Adapun

sarana pendukung proses produksi budidaya yang terdapat pada UPBAT

Kepanjen dapat dilihat pada Tabel 4 adalah sebagai berikut :

Tabel 4. Sarana UPBAT Kepanjen

No Nama ruangan Luas Jumlah1234

56

78

91011121314151617181920212223242526

Ruang kantorLaboratorium keringLaboratorium basahLab. Kualitas air dan hama penyakitKolam induk lele produksiKolam pembenihan dan pendederan leleKolam induk lele pemuliaanKolam pembenihan dan pendederan lele pemuliaanKolam induk ikan masKolam pembenihan ikan masKolam pendederan ikan masKolam pembenihan ikan nilaKolam pembenihan tawesKolam induk guramiKolam pendederan guramiKolam induk koiKolam pembenihan koiKolam pendederan benih koiKolam induk patinKolam pembenihan patinKolam induk betutuKolam induk belutTong pembesaran belutKandang katakKolam budidaya pakan alamiBak pengendapan air

103 m2

60 m2

54 m2

-

--

--

------------------

1111

5

627

24224623421111127

1681

Page 13: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

13

27 Bak tandon air - 2

3.3 Biologi Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)

3.3.1 Klasifikasi dan Morfologi Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)

Klasifikasi Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) menurut Sugiri (1988)

adalah sebagai berikut :

Filum : Annelida

Kelas : Oligochaeta

Ordo : Opisthophora

Famili : Opisthophora

Genus : Lumbricus

Spesies : Lumbricus rubellus

Sugiri (1984), menyatakan bahwa Cacing tanah Lumbricus rubellus

mempunyai bentuk tubuh yang gilig dengan panjang tubuh 8-14 cm. Tubuh

bagian ventral lebih pipih dan pucat dari bagian dorsal. Warna tubuh cacing ini

adalah merah sampai coklat dengan bagian dorsal yang lebih merah tua. Cacing

Lumbricus rubellus mempunyai tubuh bersegmen dimana pada seluruh tubuhnya

terdapat 85-140 segmen. Setiap segmen kecuali segmen pertama dan terakhir

terdapat 4 pasang seta menjulur ke arah lateral dan ventral. Gambaran umum

cacing tanah (Lumbricus rubellus) terdapat pada Gambar 2.

Page 14: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

14

Gambar 2.Lumbricus rubellus (Dokumen pribadi, 2014)

3.3.2 Habitat dan Penyebaran

Cacing tanah dapat ditemukan pada kedalaman 8-12 inci dari permukaan

tanah. Cacing tanah juga sangat sensitive terhadap konsentrasi ion hydrogen

(kadar keasaman tanah). Banyak spesies cacing tanah yang menyukai pH

sekitar 7,0. Ada juga yang berpendapat bahwa cacing tanah umumnya menyukai

pH media pada kisaran 6,0-7,2 (Herayani, 2001).

Cacing tanah umumnya hidup di tempat yang kadar kelembabannya

terjaga dan stabil. Kelembaban yang terlalu tinggi akan berdampak kurang baik

bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan cacing tanah, karena makin lembab

udara maka kandungan oksigen yang berada dalam sarang akan semakin

berkurang. Sebaliknya, jika kelembaban rendah berarti udara terlalu kering yang

akan merusak kulit cacing tanah yang berdampak pada pernafasannya. Secara

ekologi, cacing tanah diklasifikasikan menjadi lima kategori umum yaitu epigeic,

aneceiq, endogeic, coprophagic dan arboricolous. Cacing tanah epigeic

merupakan cacing tanah yang aktif di permukaan tanah, memililiki pigmen tubuh

dan pada umumnya tidak suka membuat terowongan dalam tanah. Cacing tanah

aneceiq memiliki tubuh besar dan dapat membuat terowongan yang dalam.

Cacing tanah endogeic merupakan cacing tanah yang hidup dekat dengan

permukaan tanah yang mengandung bahan organic. Cacing tanah coprophagic

merupakan cacing tanah yang hidup di dalam kotoran hewan ternak, sedangkan

cacing tanah arboricolous adalah kategori cacing tanah yang hidup dalam hutan

hujan tropis (Paoletti, 1999).

Cacing tanah (Lumbricus rubellus) ini tergolong dalam cacing epigeic

seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Hidupnya di permukaan tanah

Page 15: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

15

dengan kandungan bahan organic yang tinggi. Secara umum, terdapat dua

golongan cacing berdasarkan warna. Akan tetapi cacing tanah (Lumbricus

rubellus) ini tergolong dalam cacing merah (the red worm).

3.3.3 Reproduksi

Cacing tanah merupakan binatang yang bersifat hemaprodit atau biseksual

karena di dalam tubuhnya terdapat alat kelamin jantan dan betina. Cacing ini

tergolong dalam hemaprodit protandri, yakni bagian kelamin jantan dulu yang

mengalami kematangan pada saat dalam stadia benih untuk kemudian pada saat

usia dewasa, alat kelamin betina mengalami proses pematangan. Alat kelamin

jantan terdiri atas dua pasang testis yang terletak pada segmen ke-10 dan ke-11.

Sperma yang sudah matang mengalir ke kantong testis, corong sperma, tabung

sperma dan keluar melalui porus genital di bagian ventral segmen ke-15. Alat

kelamin betina terdiri dari ovarium yang membentuk telur dan terdapat dalam

segmen ke-13. Telur yang sudah matang akan masuk ke dalam infundibulum

yang terletak di permukaan posterior segmen ke-13, kemudian menuju ke ovidak

yang bermuara pada bagian ventral segmen ke-14. Lubang dalam ovidak

berhubungan secara langsung dengan kantong telur yang merupakan tempat

penyimpanan telur yang sudah matang. Untuk melakukan proses pembuahan,

cacing tanah tidak dapat melakukannya sendiri dan harus dilakukan oleh

sepasang cacing tanah (Herayani, 2001).

Telur dan sperma dikeluarkan dari masing-masing induk ke dalam kokon

yang disekresikan oleh klitelium, sehingga fertilisasi terjadi secara eksternal.

Cacing tanah berkembang mulai dari telur yang tersimpan dalam kokon yang

akan menetas sekitar 14-21 hari setelah terlepas dari tubuh cacing tanah. Embrio

mendapat nutrisi dari cairan yang terdapat di dalam kokon (Pechenik, 2000).

3.3.4 Siklus Hidup

Page 16: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

16

Siklus hidup cacing tanah dimulai dari kokon, cacing muda (juvenile),

cacing produktif, dan cacing tua. Lama siklus hidup ini tergantung pada

kesesuaian kondisi lingkungan, cadangan makanan, dan jenis cacing tanah. Dari

berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, diperoleh lama siklus

hidup cacing tanah Lumbricus rubellus mulai kokon hingga mati adalah 1-5 tahun

(Palungkun, 2010).

Siklus produktif cacing tanah berkisar 40-60 hari. Hal ini dikarenakan

cacing tanah memiliki kemampuan untuk memperbanyak jumlahnya dalam waktu

yang singkat. Cacing tanah yang telah berumur 35-45,5 hari (dewasa kelamin)

akan menghasilkan kokon setiap 7-10 hari sekali melalui alat reproduksinya

(klitelium). Butuh waktu 14-21 hari bagi kokon agar menetas, dan setiap kokon

akan menghasilkan 1-8 ekor anak. Kokon cacing tanah berdiameter sekitar 1.2

cm (Sihombing, 2002).

3.4 Manfaat Cacing Tanah Bagi Perikanan

Palungkun (2010), menyatakan bahwa manfaat cacing tanah diantaranya

adalah sebagai umpan pancing. Manfaat cacing tanah sebagai umpan pancing

dapat ditunjukkan oleh kegemaran memancing yang dimiliki oleh sebagian besar

masyarakat Indonesia, dan semakin menjamurnya tempat memancing hampir di

seluruh wilayah nusantara. Akibatnya, permintaan cacing sebagai umpan pun

semakin meningkat. Selain sebagai umpan memancing, cacing tanah dapat

dijadikan alternatif pakan ikan. Selain kandungan gizinya yang baik, cacing tanah

merupakan salah satu cacing yang diproduksi secara massal dan paling banyak

dikomersilkan. Cacing tanah sebagai alternatif pakan disajikan sebagai pakan

segar untuk ikan dengan berbagai cara pemberian tergantung pada ukuran

ikannya. Pada ikan besar seperti ikan Lele, cacing bisa diberikan dalam bentuk

Page 17: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

17

utuh, namun terlebih dahulu dibersihkanseperlunya. Sedangkan untuk ikan-ikan

kecil perlu dipotong-potong terlebih dahulu disesuaikan dengan ukuran mulut

ikan tersebut.

Dalam penelitiannya Palungkun (1999), menjelaskan kandungan asam

amino yang terkandung dalam tubuh cacing tanah seperti yang terdapat pada

Tabel 5 berikut ini :

Tabel 5. Kandungan asam amino cacing tanah (Lumbricus rubellus)

Asam Amino Kandungan (%)Asam amino essensial

Arginin Histidin Isoleusin Leusin Lisin Metionin Fenilalanin Treonin Valin

Asam amino non-esensial Sistein Glisin Serin Tirosin

4, 131, 562, 584, 844, 332, 182, 252, 953, 01

2, 292, 922, 881, 36

Dalam bidang perikanan, cacing tanah juga di produksi sebagai pengganti

tepung ikan. Lazim diketahui bahwa tepung ikan merupakan bahan baku

pembuat pakan atau pelet. Tepung ikan mengandung protein yang mutlak

diperlukan dalam ransum pakan, akan tetapi mahalnya harga bahan baku tepung

ikan membuat harga pakan ikan ikut terderak naik. Hal inilah yang melatar

belakangi penggunaan tepung cacing tanah sebagai pengganti tepung ikan.

Pemanfaatan cacing tanah sebagai pakan ternak unggas didasarkan pada hasil

penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa cacing tanah memiliki kandungan

protein, lemak dan mineral yang sangat tinggi. Kualitas protein cacing tanah

olahan yang lebih tinggi daripada protein daging maupun ikan tersebut membuat

Page 18: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

18

cacing tanah sangat berpeluang sebagai bahan pakan ternak unggas dan ikan.

Tepung cacing pernah juga dilaporkan mampu menekan pengaruh racun dalam

ternak (Palungkun, 1999).

3.5 Persyaratan Lokasi dan Konstruksi Bangunan Budidaya

3.5.1 Persyaratan Lokasi dan Konstruksi Bangunan Budidaya

Hermawan (2014), menjabarkan persyaratan lokasi untuk budidaya cacing

tanah adalah sebagai berikut :

a. Bahan organik yang tinggi

Tanah sebagai media hidup cacing tanah harus mengandung bahan organik

dalam jumlah yang besar. Bahan organik tanah dapat berasal dari serasah,

kotoran ternak atau tanaman dan hewan yang mati. Ini disebabkan karena

cacing tanah menyukai bahan-bahan yang mudah membusuk karena lebih

mudah dicerna oleh tubuhnya.

b. pH

Untuk pertumbuhan yang baik, cacing tanah memerlukan tanah yang sedikit

asam sampai netral dengan kisaran pH 6-7,2 karena dengan kondisi ini,

bakteri yang tedapat dalam tubuh cacing tanah dapat bekerja secara optimal

untuk mengadakan pembusukan atau fermentasi.

c. Kelembaban

Kelembaban optimal bagi pertumbuhan dan perkembang biakan cacing tanah

berkisar antara 15-30%.

d. Suhu

Suhu yang diperlukan untuk pertumbuhan cacing tanah dan penetasan kokon

adalah sekitar 15-25oC atau suam-suam kuku. Suhu yang lebih dari kisaran

tersebut dinilai masih baik asal ada naungan yang cukup dan kelembaban

dalam kisaran optimal.

e. Lokasi

Page 19: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

19

Lokasi pemeliharaan cacing tanah sebisa mungkin ditempatkan pada tempat

yang teduh dan tidak terkena sinar matahari secara langsung. Selain itu,

lokasi haruslah mudah dijangkau dengan tujuan mempermudah pengawasan

dan penanganan sepanjang proses budidaya mulai dari awal sampai akhir.

Wadah budidaya juga sebaiknya terbuat dari bahan-bahan yang bersifat tidak

meneruskan sinar matahari dan tidak menyimpan panas.

Konstruksi bangunan budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus)

bermacam-macam jenisnya. Kolam beton, rak dari alumunium dan juga rak dari

kayu dapat dijadikan sebagai tempat budidayanya. Kotak bekas yang tidak

terpakai juga bisa dimanfaatkan sebagai wadah budidaya cacing tanah

(Lumbricus rubellus). Hal inilah yang membuat usaha budidaya cacing tanah

(Lumbricus rubellus) layak untuk dijadikan usaha sampingan skala rumah tangga

karena tidak memerlukan lahan yang luas.

Gambar 3. Konstruksi kolam beton (Dokumen pribadi, 2014)

Gambar 3, Gambar 4 dan Gambar 5 menunjukkan beberapa jenis

konstruksi wadah budidaya yang didapat dari beberapa tempat di kota Malang

tepatnya di Kecamatan Sukun.

Page 20: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

20

Gambar 4.Konstruksi rak dengan wadah ember berukuran sedang(Dokumen pribadi, 2014)

Gambar 5. Konstruksi rak bambu dengan wadah karung bekas(Dokumen pribadi, 2014)

3.5.2 Bangunan Pelindung

Budidaya cacing tanah harus terletak ditempat yang teduh, artinya tidak

terpapar cahaya matahari ataupun terkena air hujan secara langsung yang akan

berdampak pada usaha cacing tanah (Lumbricus rubellus) yang sedang

dibudidayakan. Bangunan pelindung mutlak diperlukan untuk memaksimalkan

proses budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus). Konstruksi bangunan

pelindung di UPBAT Kepanjen digambarkan pada Gambar 6 berikut ini.

Gambar 6. Bangunan Pelindung (Dokumen pribadi, 2014)

Bangunan pelindung dapat disiasati dengan memanfaatkan bahan-bahan

yang mudah didapat di sekitar rumah dan harganya murah. Dalam

Page 21: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

21

pembuatannya Hermawan (2014), berpendapat bahwa konstruksi bangunan

pelindung adalah sebagai berikut :

Bangunan sederhana, terbuat dari papan/sisa-sisa pakan

Bangunan permanen, yang terbuat dari bahan kayu atau beton.

3.6 Media Budidaya

3.6.1 Tanah

Terdapat banyak jenis media dalam budidaya cacing tanah. Paradigma

masyarakat Indonesia secara umum, cacing tanah dibudidayakan dalam media

tanah. Secara umum komposisi tanah terdiri dari empat komponen utama yaitu

bahan mineral, bahan organik, udara dan air tanah. Kadar komposisi tanah ini

nantinya akan berpengaruh terhadap bentuk, warna, tekstur dan kesuburan

tanah (Wahyudi, 2011).

Suhardi (1983), menyatakan bahwa tanah merupakan lapisan permukaan

bumi yang memiliki tiga fungsi utama. Secara fisik berfungsi sebagai tempat

tumbuhnya akar tanaman serta sebagai suplai kebutuhan air dan udara. Secara

kimiawi, tanah berfungsi gudang penyuplai hara atau nutrisi. Dan secara biologi,

tanah berfungsi sebagai habitat organisme yang berpartisipasi aktif dalam

penyediaan hara seperti cacing tanah Lumbricus rubellus untuk menghasilkan

biomass dan produksi yang baik.

3.6.2 Log Jamur

Serbuk kayu mengandung beragam zat yang didalamnya dapat

menstimulasi pertumbuhan atau sebaliknya. Zat-zat yang dibutuhkan jamur untuk

tumbuh yaitu karbohidrat, serat dan lignin. Zat yang dapat menghambat

pertumbuhan yaitu zat metabolit sekunder atau yang umum dikenal sebagai

getah dan atsiri. Dalam pembuatan 100 kg log jamur diperlukan serbuk gergaji

Page 22: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

22

sebanyak 100 kg pula, bekatul 10 kg, kapur 0,5 kg, tepung jagung 0,5 kg, air 45-

60% dari total berat, TSP 0,5 kg dan gipsum 0,5 kg (Muchlisin, 2013).

Log jamur tiram merupakan pencampuran dari beberapa bahan,

diantaranya serbuk gergaji kayu (Susilawati dan Budi, 2010). Komposisi yang

mengandung bahan organik tinggi inilah yang membuat log jamur merupakan

media yang baik untuk budidaya cacing tanah. Selain itu, dengan atau tanpa

fermentasi, log jamur merupakan bahan yang siap digunakan untuk budidaya

cacing tanpa perlu melewati banyak proses yang rumit terlebih dahulu.

3.6.3 Rumen Sapi dan Kotoran Sapi

Menurut Arora (1989), kandungan nutrisi dalam rumen sapi terdiri dari air

16,30%; abu 13,25%; PK 16,20%; SK 28,32%; kalsium 0,38%; dan phospor

0,55%. Selain itu isi rumen juga kaya akan vitamin khususnya vitamin B

kompleks dan K yang merupakan hasil sintesa mikroorganisme di dalam rumen

dan mineral.

Kotoran sapi merupakan bahan organik yang secara spesifik berperan

dalam meningkatkan ketersediaan phospor dan unsur mikro. Kotoran sapi

banyak mengandung hara yang dibutuhkan tanaman seperti nitrogen, phospor,

kalium, kalsium, magnesium dan boron (Nurmawati dan Anang, 2000).

3.7 Teknik Budidaya Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)

3.7.1 Persiapan Media

Sebelum dilakukan budidaya cacing tanah, terlebih dahulu dilakukan

sejumlah persiapan antara lain persiapan media dan persiapan wadah budidaya.

Di UPBAT Kepanjen, kegiatan budidaya cacing tanah dilakukan dengan media

log jamur. Log jamur merupakan media yang terbuat dari sisa proses budidaya

jamur tiram. Seperti yang sudah dijelaskan pada sub bab sebelumnya, pemilihan

media log jamur disebabkan oleh ketersediaan bahan organik yang tinggi pada

Page 23: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

23

log jamur itu sendiri karena komposisi log jamur yang terbuat dari serbuk gergaji

dan bahan-bahan lain. Sehingga log jamur merupakan bahan jadi siap pakai

untuk budidaya.Namun, untuk meningkatkan nilai kandungan unsur hara itu

sendiri terlebih dahulu dilakukan proses fermentasi media menggunakan

probiotik. Media pemeliharaan cacing tanah terdiri dari serbuk gergaji dengan

campuran kompos (kotoran hewan) dan bahan organik (limbah pertanian dan

limbah pasar) dengan perbandingan 2:1:1, kemudian di fermentasi dengan

menggunakan probiotik dengan dosis 1 liter/m3selama 1 bulan lamanya dalam

kondisi tertutup, tidak terkena sinar matahari secara langsung dan tidak tembus

udara.Proses ini dilakukan pada bak fiber dan ditutup meggunakan terpal. Log

jamur dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Log Jamur (Dokumen pribadi, 2014)

Adapun langkah-langkah persiapan media meliputi fermentasi dan

pengering-anginanseperti yang ditunjukkan pada Gambar 8 dan Gambar 9

adalah sebagai berikut :

Dipersiapkan media log jamur pada kolam yang sebelumnya telah dilapisi

terpal.

Disiapkan probiotik sebanyak 1 liter. Dosis ini digunakan untuk fermentasi

media sebanyak 1m3.

Page 24: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

24

Dihomogenkan probiotik dan media dengan cara pengadukan manual

menggunakan tangan.

Pemberian probiotik dilakukan sedikit demi sedikit agar kelembaban media

dapat merata pada seluruh bagian media.

Difermentasi selama 1 bulan dengan kondisi kedap udara serta tidak terkena

cahaya matahari secara langsung.

Setelah 1 bulan dibuka lalu dikering-anginkan dan siap digunakan.

Gambar 8. Fermentasi log jamur (Dokumen pribadi, 2014)

Gambar 9. Proses pengering-anginan media (Dokumen pribadi, 2014)

Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai indikator media yang

baik adalah sebagai berikut :

Media harus terdiri dari bahan organik yang berserat dan sudah mengalami

pelapukan serta tidak mengeluarkan gas yang tidak diinginkan cacing tanah.

Media harus mampu menahan kelembaban. Kelembaban yang baik untuk

perkembangan cacing tanah adalah 35-50%

Media harus gembur dan mudah terdekomposisi.

Kandungan protein media rendah (15%) dan suhu sekitar 20-30oC.

Page 25: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

25

Setelah media siap digunakan, maka media diletakkan pada wadah

budidaya. Untuk wadah berupa kolam beton, maka ketebalan media yang

optimal untuk pertumbuhan cacing pertama kali adalah 10 cm. Sedangkan untuk

sistem rak, ketebalan media berkisar antara 2 sampai 5 cm.

Fermentasi yang dilakukan memang bertujuan untuk menambah nilai

nutrisi yang ada pada media. Hal ini sependapat dengan pernyataan Pumphrey

dan Julien (1996), yang mengemukakan bahwa fermentasi merupakan suatu

teknologi yang memanfaatkan mikroorganisme untuk melakukan proses produksi

dalam rangka mendapatkan sebuah produk yang baru dan produk yang

dihasilkan akan mengalami pertambahan kandungan nutrisi.

3.7.2 Wadah Pemeliharaan

Wadah yang digunakan dalam pemeliharaan cacing tanah memiliki banyak

jenis. Di UPBAT Kepanjen sendiri, wadah budidaya cacing tanah terdiri dari

kolam beton dan sistem rak. Kolam beton yang digunakan untuk budidaya cacing

tanah di UPBAT Kepanjen berukuran 3mx3m dan 2,5mx2,5m dengan ketinggian

masing-masing kolam adalah 100 cm atau 1 meter.Untuk sistem rak dengan

wadah berupa karung bekas berukuran 90 cm x 30 cm dengan kapasitas volume

karung terhadapmedia setebal 15 cm, masing-masing rak terdiri dari 3 shaf

sebanyak 60 unit.

Ketinggian optimum bagi budidaya cacing tanah system kolam beton adalah

10 cm dengan padat tebar per meter persegi sebanyak 2,5 kg. Media pada

system rak setebal 5 cm dengan padat tebar sebanyak 0,5 kg.

Karung bekas digunakan karena efektif, efisien dan mudah didapat. Dalam

hal ini, yang perlu diperhatikan oleh pembudidaya dalam pemeliharaan dengan

sistem rak adalah jarak antara susunan rak sebaiknya tidak terlalu rapat, juga

tidak terlalu renggang. Jarak dari lantai ke alas rak pertama sebaiknya tidak

terlalu mepet. Hal ini untuk menghindari jangkauan hama atau binatang

Page 26: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

26

pengganggu dan wadah tidak mudah terendam genangan air pada saat hujan.

Jarak yang baik dari lantai ke alas pertama minimal 50 cm. Semua jenis wadah

ini sesuai untuk semua fase stadia perkembangan cacing tanah. Baik itu indukan,

telur, larva maupun bibit cacing tanah. Tidak ada ketentuan berapa jumlah shaf

maksimal dalam satu rak, karena jumlah shaf menyesuaikan dengan jangkauan

ketinggian masing-masing orang yang berbeda.Wadah budidaya di UPBAT

Kepanjen ditunjukkan pada Gambar 10, Gambar 11 dan Gambar 12.

Gambar 10. Wadah pemeliharaan sistem rak (Dokumen pribadi, 2014)

(a) (b)

Gambar 11(a) Kolam beton berukuran 2,5 m x 2,5 m x 1 m (b) Kolam beton berukuran 3 m x 3 m x 1 m (Dokumen pribadi, 2014)

Hermawan (2014) mengemukakan bahwa selain kolam beton dan sistem

rak, wadah yang digunakan dapat berupa kotak plastik berukuran 45 cm x 35 cm

x 16 cm, kotak kayu yang berukuran 45 cm x 45 cm x 25 cm dan anyaman

bambu (besek).

3.7.3 Pemeliharaan Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)

Page 27: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

27

a. Pemilihan Bibit Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)

Salah satu indikator bibit cacing tanah yang baik adalah yang sudah

dewasa dan sehat. Cacing tanah yang sudah dewasa adalah cacing tanah yang

sudah memiliki klitelium pada tubuhnya.Klitelium adalah bagian tubuh yang

menebal dan terletak pada segmen 26-32 dari bagian atas tubuh cacing. Pada 1

kg cacing dewasa diasumsikan terdapat sebanyak 1.000 ekor cacing tanah. Bibit

cacing tanah (Lumbricus rubellus) yang siap menjadi induk ditunjukkan pada

Gambar 12.

Cacing tanah dewasa adalah cacing yang sudah memasuki umur 2,5-3

bulan sejak menetas dari kokon dengan panjang tubuh sekitar 8-14 cm. Warna

tubuh bagian punggung merah hingga ungu kemerahan serta berwarna krem

pada bagian perut. Jika sudah memenuhi beberapa indikator seperti ini, maka

cacing tanah sudah dapat dikategorikan cacing tanah yang sudah dewasa dan

siap untuk dijadikan bibit cacing tanah untuk diperbanyak jumlahnya dan

diproduksi dalam skala besar (Hermawan, 2014).

Gambar 12. Bibit Cacing Tanah (L. rubellus) (Dokumen pribadi, 2014)

b. Penebaran Bibit

Setelah bibit cacing tanah tersedia, selanjutnya dilakukan penebaran bibit

pada media yang telah disiapkan. Pada kolam beton, padat penebaran yang

optimal per meter persegi sebanyak 2 kg. Wadah berupa sak berukuran 90 cm x

Page 28: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

28

30 cm dengan kapasitas volume karung terhadap media setebal 15 cm, masing-

masing rak terdiri dari 3 shaf sebanyak 60 unit pada sistem rak dapat diisi

dengan 400-500 gram cacing tanah. Hal ini bertujuan untuk memudahkan

pemantauan pertumbuhan cacing tanah pada sak. Cara penebaran bibit di

gambarkan pada Gambar 13. Adapun cara penebaran bibit cacing tanah adalah

sebagai berikut :

Bibit cacing tanah yang telah disiapkan dikeluarkan sebagian dari dalam

wadah pengangkutan dan bibit cacing tanah dihindarkan dari sinar matahari

langsung.

Ambil bibit cacing tanah dan letakkan di beberapa titik media secara merata.

Amati beberapa saat, bila terlihat bibit langsung masuk dalam media, maka

bibit yang lainnya dapat dimasukkan. Artinya, media pemeliharaan telah

sesuai dengan syarat hidup cacing. Apabila terjadi sebaliknya, maka media

tersebut tidak disukai cacing akibat media terlalu kering dan perlu dilakukan

pemberian air secukupnya sedikit demi sedikit hingga dirasa media sudah

cukup lembab dan tidak terlalu basah. Jika media terlalau basah, maka media

harus segera diganti dengan yang baru atau diberikan penambahan media

secukupnya. Jika media mengeluarkan bau, maka media harus segera

diganti.

Gambar 13. Penebaran Bibit Cacing Tanah (L. rubellus) (Dokumen pribadi, 2014)

Page 29: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

29

Dalam beternak cacing tanah secara komersial, sebaiknya digunakan bibit

yang sudah ada karena diperlukan pengembangan dalam jumlah yang besar.

Namun, bila akan dimulai dari skala kecil dapat pula digunakan bibit dari alam,

yang diperoleh dari tumpukan sampah yang membusuk atau dari tempat

pembuangan kotoran hewan (Hermawan, 2014).

c. Pembesaran Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)

Setelah bibit ditebar lalu dilihat bagaimana responnya terhadap media

selama 12 jam dan ternyata cacing menyebar ke dalam media, maka dapat

disimpulkan bahwa media telah sesuai untuk cacing dan cacing telah mampu

beradaptasi dengan baik pada media tersebut. Kegiatan yang dilakukan

berikutnya adalah pemeliharaan atau pembesaran cacing tanah (Lumbricus

Rubellus). Pada masa awal usaha budidaya cacing, diperlukan waktu selama 2-3

bulan agar cacing dapat tumbuh dan jumlahnya semakin banyak. Hal ini

bertujuan untuk proses budidaya yang berkelanjutan. Pada saat cacing berumur

2 bulan, cacing dikategorikan cacing dewasa dan siap kawin. Cacing yang

sedang dalam proses perkawinan, maka keduanya akan saling melekat rapat.

Meskipun cacing adalah hewan hemaprodit protandri, tetapi untuk menghasilkan

kokon tetap dilakukan oleh sepasang cacing. Seekor cacingmenghasilkan 1

kokon dan setiap kokon akan menetaskan rata-rata 4 ekor anakan cacing.

Dalam penelitiannya, Mubarok dan Lili (2000) menyatakan bahwa sejak

awal siklus hidupnya, cacing tanah (Lumbricus rubellus) akan mengalami masa

produktif pada bulan ke 4 – 10 masa pemeliharaan sebelum kemudian

produktifitasnya akan menurun hingga cacing mengalami kematian.

d. Pemberian Pakan

Cacing tanah diberi pakan sekali dalam sehari semalam sebanyak berat

cacing tanah yang ditebar. Apabila cacing yang ditebar sebanyak 2 kg, maka

Page 30: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

30

pakan yang diberikan sebanyak 2 kg pula. Secara umum pakan cacing tanah

adalah berupa semua kotoran hewan, kecuali kotoran yang hanya dipakai

sebagai media serta dapat pula digunakan limbah bahan organik sebagai pakan.

Pemberian pakan di hari selanjutnyaterlebih dahulu dilakukan pengamatan pada

media budidaya, apabila masih tersisa pakan pada media, maka pakan harus

diaduk kedalam media dan pemberian pakan dikurangi. Tetapi apabila tidak

terdapat sisa pakan dalam media, maka pemberian pakan perlu dilakukan

penambahan jumlahnya.

Pakan yang diberikan berupa limbah sayur pasar serta ampas tahu yang

terlebih dahulu di fermentasi. Pakan berupa limbah sayur di fermentasi maksimal

4 hari dalam wadah yang kedap udara dan diletakkan pada ruangan tertutup

untuk mempercepat proses fermentasi. Apabila fermentasi melebihi waktu 4 hari,

maka akan terjadi penurunan nilai nutrisi pada pakan yang difermentasi dan

memicu tingginya kadar alkohol di dalam pakan sehingga pakan tidak layak

untuk diberikan pada cacing karena dikhawatirkan akan terjadi keracunan yang

menyebabkan kematian cacing dalam jumlah yang besar. Pakan ampas tahu dan

sayuran fermentasi di tunjukkan pada Gambar 14.

Gambar 14. Ampas tahu dan limbah sayur fermentasi (Dokumen pribadi, 2014)

Adapun cara pembuatan pakan limbah sayur fermentasi adalah sebagai

berikut :

Limbah sayur terlebih dahulu dicacah sampai ukurannya menjadi kecil.

Page 31: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

31

Limbah sayur ditempatkan pada bak fermentasi

Ditambahkan probiotik secukupnya dan dihomogenkan

Dimasukkan kedalam kantung plastik lalu ditutup rapat dan jangan sampai

ada rongga udara di dalam plastik

Plastik dimasukkan ke dalam karung yang lebih besar dengan tujuan

mencegah kebocoran udara dan terhindar dari sinar matahari langsung.

Dibiarkan selama maksimal 3 - 4 hari dan pakan fermentasi siap diberikan

pada cacing

Pakan ampas tahu bisa langsung di fermentasi dan dibiarkan maksimal

selama 3 – 4 hari pula lalu diberikan pada cacing.

Dalam kondisi yang tepat, cacing tanah dapat makan sebanyak berat

tubuh mereka per harinya. Dengan kata lain, FCR cacing adalah 1. Untuk

menghasilkan 1 kg cacing maka harus diberikan pakan sebanyak 1 kg pula.

Namun, pada awal pemeliharaan sebaiknya cacing diberi makan sebanyak

setengah dari berat tubuhnya untuk selanjutnya disesuaikan dengan kemampuan

makan cacing. Jika makanan terlalu banyak dan cacing tidak mampu

menghabiskan dalam waktu yang relatif lama, maka media dan tempat

pemeliharaan akan menjadi bau. Tetapi jika terlalu sedikit, cacing akan kelaparan

dan stress (Hermawan, 2014).

e. Penanganan Telur (Kokon)

Cacing merupakan hewan hemaprodit yang pembuahan sel telur terjadi

secara eksternal atau diluar tubuh induk. Maka letak kokon dalam media akan

sangat sulit dibedakan karena bentuknya yang tidak terlalu besar. Apabila tidak

diamati secara jeli dan mendetail, tidak akan dapat dibedakan mana kokon dan

seresah-seresah sisa pakan yang ada didalam media. Kokon akan menetas

pada hari ke 14 sampai 21 hari setelah terlepas dari tubuh induknya.

Page 32: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

32

Di UPBAT Kepanjen tidak dilakukan pemanenan kokon. Dalam artian,

apabila kokon ditemukan didalam media maka kokon tersebut dibiarkan menetas

didalam media hinggamenjadi larva dan anakan cacing. Setelah dirasa media

terlalu padat karena pertumbuhan cacing dan jumlah cacing yang semakin

banyak, barulah dilakukan pemanenan secara parsial cacing dewasa yang sudah

berada dibagian atas media. Sementara cacing yang masih anakan dan berada

dibagian tengah ditinggalkan dan dibesarkan. Begitu seterusnya. Kokon cacing

tanah (Lumbricus rubellus) dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Kokon (Dokumen pribadi, 2014)

Hermawan (2014), mengemukakan bahwa perkembangan kokon dimulai

dari 2 minggu setelah cacing bertelur. Kokon yang baru dihasilkan masih

berwarna kuning kehijauan dan akan menjadi kemerahan saat akan menetas.

Faktor yang mempengaruhi produksi kokon adalah kelembaban media,

cadangan makanan yang cukup serta lingkungan yang bersuhu antara 16-60oC.

Apabila tanah lembab, maka kokon akan diletakkan di permukaan tanah. Namun

apabila tanahnya kering, maka kokon diletakkan didalam tanah.

f. Pemeliharaan Larva

Setelah kokon menetas, maka dihasilkan larva cacing. Pemeliharaan larva

dilakukan pada wadah yang sama. Artinya, tidak dilakukan pemindahan atau

pemanenan larva. Hal ini dikarenakan ukuran larva yang masih sangat kecil.

Larva dipelihara pada media dengan ketinggian optimal 10 cm. Namun jika

Page 33: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

33

dilakukan pemanenan pada induk secara total beserta penggantian media, maka

media yang ditempati larva akan dikembalikan pada tempatnya dan diberikan

sedikit penambahan media baru. Larva diberi perlakuan berbeda pada pakan

dan komposisinya, namun tetap dilakukan proses fermentasi terlebih dahulu.

Pakan larva cacing berupa bubur. Ini untuk memudahkan cacing dalam

mencerna pakan. Larva dan pemberian pakan larva dalam bentuk bubur di

tunjukkan pada Gambar 16 dan Gambar 17. Berikut penjelasan tentang

komposisi pakan, cara membuat serta pemberian pakan bagi larva :

Limbah sayur dan kotoran hewan digiling menggunakan air dengan

perbandingan antara bahan dan air sebanyak 1:1

Difermentasi menggunakan probiotik selama 2 minggu

Pakan dimasukkan kedalam plastik lalu ditutup dengan karung bekas atau

terpal atau bahan lain yang tidak tembus cahaya.

Pakan siap diberikan

Cara pemberian pakan yaitu dengan cara bubur yang sudah jadi ditaburkan

rata diatas media, tetapi 23

bagian media tidak boleh tertutup agar tetap ada

sirkulasi udara.

Gambar 16. Larva cacing tanah (L. rubellus) (Dokumen pribadi, 2014)

Page 34: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

34

Gambar 17. Pemberian pakan larva (Dokumen pribadi, 2014)

Mubarok dan Lili (2000), pemberian pakan pada larva cacing tanah

dilakukan sebagaimana mestinya saat pembesaran cacing tanah. Artinya, tidak

dilakukan pembedaan perlakuan pemberian pakan antara cacing tanah yang

sudah dewasa dengan yang berada pada stadia larva. Pengontrolan pakan

harus dilakukan dengan tujuan agar pakan selalu habis tepat waktu dan

menghindari kekurangan jumlah pakan. Bila ternyata tidak habis tepat waktu

maka pakan akan menggumpal dan secepatnya harus diaduk atau diremahkan

dan disebar di seluruh bagian permukaan agar merata dan dapat di makan

secara langsung oleh cacing tanah.

g. Pemanenan

Pada proses budidaya cacing tanah, terdapat 2 produk utama yang dapat

dihasilkan, yaitu cacing tanah itu sendiri serta kascing (bekas cacing) yang

sangat baik untuk kegiatan pertanian. Cacing dapat dipanen untuk kali pertama

pada saat berumur 3 bulan. Ini bertujuan untuk memperbanyak jumlahnya

terlebih dahulu dalam rangka proses budidaya yang berkelanjutan. Setelah itu,

cacing tanah dapat dipanen setiap 1 bulan sekali. Rata-rata, survival rate (SR)

dari cacing tanah adalah 100% dengan jumlah produksi yang dihasilkan

sebanyak 2 kali lipat populasi awal. Artinya, jika dalam tebar awal per meter

persegi diberi bibit sebanyak 2 kg maka akan didapat hasil panen sebanyak 4 - 5

kg.

Teknik pemanenan cacing tanah di UPBAT Kepanjen yaitu dengan cara

memanfaatkan sifat alami cacing tanah yang tidak menyukai cahaya. Dengan

Page 35: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

35

menggunakan lampu petromaks, cacing tanah akan berkumpul dibagian bawah

media lalu dilakukan pengambilan cacing. Juga dengan cara yang lain yakni

dengan cara mengambil cacing yang bergerombol beserta medianya pada

bagian pinggir wadah budidaya lalu cacing tanah ditempatkan pada tempat yang

terang. Cacing yang terkena cahaya akan berusaha melarikan diri dan masuk

kedalam media serta bergerombol dalam jumlah besar. Untuk memisahkan

antara cacing dengan media, cara yang paling mudah dilakukan yakni dengan

mengambil media beserta cacing yang terambil digundukkan lalu dikikis sedikit

demi sedikit medianya. Hindari proses penyinaran yang terlalu lama karena akan

berakibat pada kematian cacing. Hal ini dikarenakan ketika cacing terkena

panas, maka ia akan memproduksi lendir dalam jumlah besar untuk

“mendinginkan” tubuhnya. Apabila dalam kondisi seperti ini, maka cacing akan

lemas kemudian mati. Pemanenan cacing tanah ditunjukkan pada Gambar 18di

bawah ini.

Ada cara panen yang lebih ekonomis, yakni dengan membalikkan sarang.

Cara ini diaplikasikan pada wadah yang tidak terlalu besar seperti besek maupun

bak plastik. Dibalik sarang yang gelap ini, cacing biasanya berkumpul dan akan

lebih mudah terkumpul. Kemudian sarang dibalik kembali dan dipisahkan antara

cacing yang dipanen dan cacing yang sengaja ditinggal untuk dibesarkan lagi

dan akan dipanen pada tahap selanjutnya (Hermawan, 2014).

Gambar 18. Pemanenan Cacing tanah (Lumbricus rubellus)

Page 36: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

36

(Dokumen pribadi, 2014)

h. Pemasaran

Setelah proses pemanenan selesai dilakukan, tahap selanjutnya adalah

pengepakan. Cacing diletakkan pada jaring dan pada jaring itu diberi media serta

pakan dan memiliki ukuran rongga tidak terlalu besar agar cacing tidak melarikan

diri lalu ujungnya diikat rapat, kemudian diletakkan pada wadah berupa

sterofoam. Tujuan pemberian media dalam wadah adalah agar cacing dapat

bertahan hidup selama dalam perjalanan dan tentu saja kelembaban media

merupakan perhatian utama. Karena apabila media terlalu kering akan

mengakibatkan cacing stress. Ketika cacing stress maka cacing akan

mengeluarkan lendir untuk menyesuaikan diri. Ketika dalam kondisi

mengeluarkan banyak lendir dan media tidak sesuai inilah yang menyebabkan

turunnya bobot cacing sampai 50% dari berat awal biomassnya serta kematian.

Pemberian pakan juga bertujuan agar persediaan pakan selama dalam

perjalanan mencukupi kebutuhan. Setiap wadah berisi cacing sebanyak 1 kg.

Cacing siap di pasarkan. Selama ini, cacing dipasarkan pada pengepul di daerah

Sukun, Malang untuk kemudian didistribusikan pada wilayah yang lebih luas lagi.

Packing cacing tanah (L. rubellus) ditunjukkan pada Gambar 19 berikut ini.

Gambar 19. Pengepakan Cacing Tanah (L. rubellus) (Dokumen pribadi, 2014)

Page 37: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

37

Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum pendistribusian cacing

tanah (L. rubellus) menurut Hermawan (2014) adalah sebagai berikut :

Cacing disimpan terlebih dahulu dalam penampungan selama 2 hari

Diberi makanan ampas tahu atau ongok untuk meningkatkan bobot atau

perbaikan gizi

Bila produk cacing akan digunakan sebagai bahan pembuat obat, tepung

cacing dan cacing kering sebaiknya cacing dibudidayakan pada media yang

halal atau bukan kotoran ternak. Misalnya media ampas aren atau ampas

tebu. Ini berfunsi untuk perbaikan gizi, juga agar bakteri yang bersifat

merugikan hilang

Saat cacing akan dikirim, perlu diperhitungkan lama waktu transportasi untuk

menentukan berapa banyak media yang diperlukan agar cacing tidak mati

karena kekurangan media

Gunakan bahan-bahan yang tembus udara dan kuat.

i. Pengendalian Hama dan Penyakit

Dalam suatu usaha budidaya, selalu terdapat banyak kendala. Begitu pula

dengan budidaya cacing tanah. Kendala yang dihadapi dalam usaha budidaya

cacing tanah (Lumbricus rubellus) pun beragam. Mulai dari faktor lingkungan

yang sulit diatasi seperti suhu dan musim yang berpengaruh terhadap

pertumbuhan dan perkembangan cacing tanah, juga adanya hama maupun

penyakit yang menyerang cacing tanah. Selama ini, hama yang menyerang

cacing tanah berupa semut, tikus, predator seperti ayam dan bebek serta kutu

tanah yang berperan sebagai kompetitor pakan. Salah satu usaha pencegahan

hama penyakit pada cacing tanah (L. rubelllus) ditunjukkan pada Gambar 20.

Berbagai langkah dilakukan untuk menanggulangi gangguan hama ini.

Diantaranya adalah sebagai berikut :

Page 38: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

38

Pemberian kapur semut pada bagian luar wadah budidaya untuk mencegah

semut masuk kedalam media.

Pemberian jaring (paranet) pada bagian atas media budidaya untuk

mencegah predator seperti tikus, ayam dan bebek masuk ke dalam wadah.

Pemberian air (perendaman) pada bagian kaki rak atau bagian luar wadah

budidaya.

Pengontrolan secara rutin.

Gambar 20. Pencegahan hama dengan pemberian paranet (Dokumen pribadi, 2014)

Selain semut, tikus, ayam dan bebek, terdapat juga hama yang lain.

Hermawan (2014), menuliskan dalam bukunya bahwa lintah juga merupakan

hama bagi cacing. Lintah membunuh cacing tanah dengan menghisap darah

cacing tanah sampai habis. Cara mencegah lintah sederhana saja, yakni dengan

cara menaburkan tembakau pada permukaan media.

j. Perawatan Media

Selain memperhatikan dan memantau kualitas media (kelembaban)

secara rutin, hal lain yang perlu dilakukan adalah perawatan media. Gambar 21

menunjukkan proses perawatan media budidaya cacing tanah (Lumbricus

rubellus). Log jamur merupakan media yang siap pakai dan mengandung bahan

organik yang tinggi. Sementara itu, peranan cacing tanah di alam sebagai

dekomposer juga menjadikan kandungan bahan organik yang ada dalam log

jamur lama-lama akan habis. Oleh sebab itu media akan menjadi kehitam-

Page 39: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

39

hitaman menyerupai tanah. Rata-rata penggantian media dilakukan dalam

jangka waktu berkisar 5-6 bulan. Apabila dibiarkan tanpa dilakukan penggantian

maka cacing tanah akan terhambat proses pertumbuhannya bahkan menurun

produktifitasnya karena mengalami kematian. Untuk itu, pergantian atau

pembongkaran media akan dilakukan secara total apabila :

Dilakukannya proses panen total

Media berbau busuk, yang ditandai dengan banyaknya cacing tanah yang

keluar dari media budidaya

Mortilitas yang tinggi

Ketinggian media sudah lebih dari 80 cm

Jika media terendam air karena hujan atau sebab lain.

Hermawan (2014), berpendapat bahwa selain penggantian media, maka

juga dilakukan proses pengadukan agar media menjadi gembur dan sirkulasi

oksigen dalam media menjadi lancar. Pengadukan dilakukan setiap 3-4 hari

sekali. Penyiraman media dilakukan saat pengadukan media tampak kering

dengan jumlah air secukupnya agar media tidak terlalu basah. Media yang terlalu

basah atau terlalu kering bisa menyebabkan cacing stress dan mati. Serta

pengukuran suhu dan pH agar tumbuh kembang dapat berjalan secara optimal.

Gambar 21. Pembalikan media (Dokumen pribadi, 2014)

3.8 Hambatan dan Potensi Pengembangan Usaha

Page 40: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

40

3.8.1 Permasalahan yang Dihadapi

Hambatan atau permasalahan yang sering dihadapi pada saat budidaya

cacing tanah di UPBAT Kepanjen adalah sebagai berikut :

Suhu udara yang fluktuatif, sehingga menyebabkan proses tumbuh kembang

yang tidak maksimal karena cacing mengalami stress.

Ketersediaan log jamur. Log jamur terkadang sulit di dapat karena jarangnya

pemilik usaha budidaya jamur tiram di wilayah sekitar UPBAT Kepanjen.

Sulitnya mendapat pakan ampas tahu karena berebut dengan peternak sapi

dan jauhnya lokasi pabrik tahu.

Pemasaran yang hanya terbuka pada satu jalur atau satu pengepul.

Kendala-kendala ini dapat diatasi dengan cara mempersiapkan tahap awal

dengan baik. Dalam artian, pelaku budidaya harus mempunyai contact person

dari beberapa pembudidaya jamur tiram dalam rangka ketepatan dan ketepatan

suplai log jamur. Juga dengan cara pemasaran yang lebih variatif berkenaan

dengan kemajuan teknologi dan komunikasi.

3.8.2 Potensi Pengembangan Usaha

Pengembangan dan peningkatan usaha budidaya cacing tanah (L.

rubellus) masih memiliki peluang yang besar. Hal ini seiring dengan

meningkatnya permintaan terhadap produksi cacing tanah (L. rubellus) sebagai

bahan baku dari berbagai jenis produk kebutuhan manusia. Peningkatan tersebut

dapat dicapai jika ditunjang dengan fasilitas yang baik serta keterampilan

pembudidaya dalam mendukung aspek-aspek budidaya.

3.9 Analisis Usaha

Page 41: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

41

Usaha apapun akan kehilangan daya tariknya apabila usaha tersebut tidak

menjanjikan keuntungan yang besar. Untuk mengetahui besarnya keuntungan

yang akan diperoleh maka diperlukan analisis usaha yang dapat

dipertanggungjawabkan. Secara umum, analisis usaha hanya dilihat dari sisi

ekonomis saja.

Dengan adanya analisis usaha dalam budidaya ini maka biaya-biaya yang

tidak penting dapat dihindari, selain itu dapat juga diperkirakan seberapa besar

modal yang diperlukan. Analisis usaha adalah perhitungan biaya usaha dan

hasil yang diperoleh dari usaha tersebut. Tujuan disusunnya analisis usaha

adalah untuk mengetahui berapa banyak modal yang perlu diinvestasikan dalam

usaha dan berapa besar keuntungan yang akan diperoleh selanjutnya.

Perhitungan analisis usaha dapat dilakukan dengan berbagai metode sesuai

kebutuhan pembudidaya. Adapun perhitungan yang digunakan dalam analisis

usaha pada laporan ini mencakup perhitungan tentang permodalan, biaya

produksi, analisis keuntungan, R/C ratio, rentabilitas dan BEP (Break Event

Point).

3.9.1 Analisis Jangka Pendek

a. Analisis Rugi Laba

Analisis rugi laba bertujuan untuk mengetahui besarnya keuntungan atau

kerugian dari usaha yang dikelola. Keuntungan diperoleh dari jumlah total

penerimaan selama 1 siklus produksi dikurangi dengan total biaya produksi

(Rahardi et al., 2005).

Keuntungan = penerimaan - biaya operasional

= Rp. 9.000.000,00 – Rp. 300.000,00

= Rp. 8.700.000,00

Page 42: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

42

Budidaya cacing tanah (L. rubellus) menghasilkan keuntungan Rp.

8.700.000,00 selama 1 siklus atau 3 bulan (perhitungan dapat di lihat pada

Lampiran 2).

b. AnalisisBreak Event Point (BEP)

Menurut Suryanto (2008) menjelaskan bahwa analisisBreak Event Point

(BEP) adalah keadaan dimana seluruh penerimaan (total revenues) secara

persis hanya mampu menutup seluruh pengeluaran (total cost). Dengan kata lain

pendapatan yang diperoleh sama dengan total biaya yang dikeluarkan. Keadaan

ini menunjukkan bahwa usaha ini berada pada posisi tidak memperoleh

keuntungan dan tidak mengalami kerugian.

Pada usaha budidaya cacing tanah (L. rubellus) diperoleh nilai BEP unit

sebesar 0,33kg. Artinya, produksi yang dihasilkan berada pada kondisi impas

apabila produksi per siklusnya dapat dijual minimal 0,33 kg cacing tanah.

Sedangkan nilai BEP atas dasar rupiah sebesar Rp.589.057,00 yang berarti

bahwa usaha pembenihan ini impas apabila jumlah pendapatan dalam 1 siklus

sebesar Rp. 589.057,00 (perhitungan selengkapnya dapat di lihat pada Lampiran

2).

c. AnalisisRevenue Cost Ratio (R/C)

Analisis R/C ratio merupakan alat analisis untuk melihat keuntungan relatif

suatu usaha dalam satu tahun terhadap biaya yang dipakai dalam kegiatan

tersebut. Menurut Praptowo (2008), R/C rasio merupakan perbandingan antara

total penerimaan dengan total biaya yang digunakan untuk melakukan proses

produksinya. Suatu usaha dikatakan layak apabila R/C lebih besar dari 1 (R/C >

1), impas apabila (R/C = 1) dan tidak layak apabila (R/C < 1). Hal ini

menggambarkan semakin tinggi nilai R/C maka tingkat keuntungan suatu usaha

akan semakin tinggi. Dalam kegiatan budidaya cacing tanah (L. rubellus) ini

diketahui nilai R/C (perhitungan dapat di lihat pada Lampiran 2) adalah 2,8. Hal

Page 43: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

43

ini menunjukkan bahwa kegiatan produksi dapat dikatakan layak untuk

dikembangkan karena nila R/C dapat melebihi 1.

d. Analisis Rentabilitas

Menurut Riyanto (1984), rentabilitas merupakan suatu perusahaan

menunjukkan perbandingan antar laba dengan aktiva atau modal yang

menghasilkan laba tersebut. Besarnya nilai rentabilitas pada usaha budidaya

cacing tanah (Lumbricus rubeluus) adalah 171%. Angka tersebut berarti bahwa

dari Rp 100,00 yang diinvestasikan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp.

171,00. Untuk lebih jelasnya, perhitungan rentabilitas dapat dilihat pada

Lampiran 2.

3.9.2 Analisis Jangka Panjang (Payback Period)

Payback Periode adalah suatu periode yang menunjukkan berapa lama

modal yang ditanamkan dalam kegiatan tersebut dapat kembali (Niwanputri,

2007). Dari perhitungan PP (perhitungan dapat di lihat pada Lampiran 2)

diketahui bahwa keseluruhan modal yang digunakan untuk budidaya cacing

tanah (L. rubellus) dapat dikembalikan dalam jangka waktu 0, 09 tahun atau 1,16

bulan.

Page 44: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

44

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari Praktek Kerja Lapang (PKL) yang telah dilaksanakan di UPBAT

Kepanjen, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) terdiri dari persiapan media,

persiapan wadah, pemilihan bibit, penebaran bibit, pembesaran, pemberian

pakan, pemeliharaan larva, pemanenan dan pemasaran.

Lama waktu pemeliharaan cacing tanah (Lumbricus rubellus)selama 1 siklus

adalah 3 bulan untuk proses produksi awal dan selanjutnya 1 bulan.

Pemberian pakan dilakukan sebanyak sekali dalam sehari dengan FCR 1.

Sedangkan untuk larva, pakan yang diberikan haruslah dijadikan bubur

terlebih dahulu agar dapat dicerna dengan mudah oleh larva cacing tanah itu

sendiri.

Padat tebar optimum untuk budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus)sistem

kolam beton adalah sebanyak 2 kg per meter persegi dan 0,5 kg untuk

budidaya sistem rak. Ketebalan media yang baik dalam proses budidaya

cacing tanah (Lumbricus rubellus) berkisar antara 5-10 cm.

Survival rate (SR) cacing tanah sebesar 100%, jumlah produksi dapat

mencapai 3 kali lipat jumlah tebar awal.

Harga beli bibit cacing tanah adalah sebesar Rp. 50.000 per kilogram serta

harga jual cacing tanah adalah Rp. 30.000 per kilogram

Analisis usaha dari budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus)dilakukan

dengan menghitung keuntungan, R/C ratio, BEP dan Payback periode. Dari

kegiatan budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) ini diperoleh keuntungan

sebesar Rp. 8.700.00,00, R/C Ratio sebesar 2,8, BEP (unit) sebesar 0,33kg

Page 45: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

45

dan BEP (rupiah) sebesar Rp. 589.057,00 dan Payback Period (PP) dalam

jangka waktu 0,085 tahun atau 1,02 bulan serta nilai rentabilitas sebesar

171%.

4.2 Saran

Berdasarkan hasil Praktek Kerja Lapang dapat disarankan agar budidaya

cacing tanah (Lumbricus rubellus) dilakukan dengan baik dan benar agar para

pembudidaya tidak mengalami kerugian. Selain itu, perlu juga dikembangkan

budidaya cacing tanah spesies lain misalnya, Eisenia foetida, Pheretima asiatica,

dan Eudrilus eugeniae agar semakin beragam jenis cacing tanah yang

dibudidayakan.

Page 46: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

46

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2002. Prosedur penelitian: suatu pendekatan praktek. Rineka Cipta. Jakarta. 85 hlm.

Arora, S. P. 1989. Pencernaan mikroba pada ruminansia. Gadjah Mada University Press: Jogyakarta. 39 hlm.

Hadisoewignyo, Lannie dan Yohanes Rendy. 2013. Formulasi kapsul ekstrak Lumbricus rubellus dengan laktosa sebagai bahan pengisi dan PVP K-30 sebagai bahan pengikat. Jurnal Farmasi. 1 (1): 1-7.

Herayani, Yanti. 2001. Pertumbuhan dan perkembangbiakan cacing tanah Lumbricus rubellus dalam media kotoran sapi yang mengandung tepung daun murbei Morus multicaulis. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. IPB. Bogor.

Hermawan, Rudi. 2014. Usaha budidaya cacing Lumbricus multiguna dan prospek ekspor tinggi. Pustaka Baru Press. Yogyakarta. 176 hlm.

Hoerunisa, Novia. 2013. Pengaruh pendekatan taktis terhadap hasil belajar permainan bola tangan dan implikasinya terhadap nilai-nilai kerjasama. Skripsi.Universitas Pendidikan Indonesia.

Hasan, I. 2002. Pokok-pokok materi metodologi penelitian dan aplikasinya. Ghalia Indonesia. Jakarta. 260 hlm.

Koswara, E., Salam, D., dan Ruzhendi, A. 2001. Metode dan Masalah Penelitian Sosial. Refika Aditama. Bandung. 348 hlm. Terjemahan dari Black, J.A. dan Champion, D.J. 1999.Methods and issues in sosial research.

Kristanto, Anang Hari. 2007. Penguasaan teknologi budidaya untuk menghasilkan benih ikan air tawar. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar. 30 hlm.

Kusumawati, P., A. Rosyid., dan A.M. Kohar. 2011. Upaya peningkatan kinerja usaha perikanan melalui peningkatan lingkungan usaha pada alat tangkap cantrang (boat seine) dan kebijakan pemerintah daerah di kabupaten rembang. J. Saintek Perikanan. 6 (1): 36-45.

Mubarok, Ahmad dan Lili Zalizar. 2000. Budidaya cacing tanah sebagai usaha alternatif di masa krisis ekonomi. Karya Alternatif Mahasiswa. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang. 7 hlm.

Muchlisin, C. 2013. Membedah komposisi media tanam (baglog) jamur tiram.http://cincinjamurmurah.blogspot.com/p/membedah-komposisi-media-tanam-baglog_19.html. Diakses pada 24 Agustus 2014 pukul 08.00 WIB.

Page 47: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

47

Natzir. 1983. Metode penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Niwanputri, G. S. 2007. Penggunaaan pohon dalam decision tree analysisuntuk pengambilan keputusan investasi dalam perencanaan bisnis. Diakses dari http://www.informatika.org pada tanggal 30 September 2014pukul 21.00 WIB.

Nurmawati, S dan Anang, S. 2000. Studi perbandingan penggunaan pupuk kotoran sapi dengan pupuk kascing terhadap produksi tanaman selada (Lactuca Sativa var.crispa).IPB. Bogor. 47 hlm.

Palungkun, R. 1999. Sukses beternak cacing tanah Lumbricus rubellus.PT. Penebar swadaya. Bogor. 124 hlm.

Palungkun, R. 2010. Usaha ternak cacing tanah.Swadaya. Jakarta. 124 hlm.

Paoletti, M. G. 1999. The role of earthworm for assessment of sustainability and as bioindicators.Journal of Agriculture, Ecosystems and Environment.74 (2): 137-155.

Pechenik, J.A. 2000. Biology of The Invertebrates. Fourth edition.McGraw Hill. Companies Inc: Boston. 578p.

Pelczar, M.J dan Chan E. C. S. 1998. Dasar-dasar mikrobiologi 2. Angka Penerbit UI-Press. Jakarta. 78 hlm.

Praptowo, K.W. 2008. Analisis trend penjualan dan prospek usaha obatphyllanthus pada agroindustri obat tradisional tradimun kasus pada agroindustriobat tradisional tradimun kabupaten gresik. Diakses dari http://digilib.unej.ac.idpada tanggal 20September 2014.

Pumphrey, Brian and Christian Julien. 1996. An introduction to fermentation. Fermentation Basics. Netherlands. 24 p.

Rahardi, F, Regina K dan Nazaruddin. 2005. Agribisnis perikanan. Penebar Swadaya. 63 hlm.

Riyanto, B. 1984. Dasar-dasar pembelanjaan perusahaan. Yayasan Badan

Penerbit Gadjah Mada. Yogyakarta. 318 hlm.

Sihombing, D. T. H. 2002. Satwa harapan I. pengantar ilmu dan teknologi budidaya. Wirausaha muda: Bogor. 254 hlm.

Sugiri, N. 1984.Zoo avertebrata Vol 1. Pusat Antar Universitas. IPB. Bogor. 120 hlm.

Page 48: Budidaya cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan media dan pakan fermentasi

48

Sugiri, N. 1988.Zoo avertebrata Vol 2. Pusat Antar Universitas. IPB. Bogor. 120 hlm.

Suhardi. 1983. Dasar-dasar bercocok tanam. Kanisius: Yogyakarta. 217 hlm.

Sukadi, M. Fatuchri. 2002. Peningkatan teknologi budidaya perikanan. Jurnal Iktiologi Indonesia.2 (2): 61-66.

Suryabrata. 1991. Metodologi penelitian. CV. Rajawali. Jakarta. 96 hlm.

Susilawati dan Budi H. 2010. Budidaya jamur tiram (Pleorotus ostreatus var florida) yang ramah lingkungan. Materi Pelatihan Agribisnis bagi KMPH. 9 hlm.

Wahyudi. 2011. Panen cabai sepanjang tahun. PT. Agromedia Pustaka: Jakarta. 179 hlm.