Upload
terobosan-masisir
View
396
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Terobosan adalah media independent yang dikelola oleh mahasiswa Indonesia yang berdomisili di Mesir. Terbit pertama kali sejak 21 Oktober 1990.
Citation preview
TROBOSAN
AD
VER
TISI
NG
Lagi, Masisir
Ditahan Aparat Mesir masih genting, Masisir harus waspada
Melirik Birokrasi Keuangan
Masisir-KBRI
Melirik Birokrasi Keuangan
Masisir-KBRI
Lagi, Masisir
Ditahan Aparat Mesir masih genting, Masisir harus waspada
TROBOSAN
- E
dis
i 36
1 -
19
Ap
ril 2
01
4
Express Copy Menerima segala jenis
fotokopi
Mahatthah Mutsallas,
Hay `Asyir
Building 102 Sweesry.
Hp: 01001726484
Sekapur Sirih, Lonceng, Halaman 2
Sikap Berorganisasi atau Cari Gengsi?,
Halaman 3
Laporan Utama, Lagi, Masisir Ditangkap
Aparat , Halaman 4-5
Komentar Peristiwa, Melirik Birokrasi
Keuangan Masisir-KBRI, Halaman 6-7
Sastra, Dari Tepi Kairo (2), Halaman 8
Seputar Kita, IJMA Mengadakan Seminar
Writer Enterpreneur, Halaman 9
Seputar Kita, IKPM Mengadakan Pelatihan
Ruqyah Syar`iyyah, Halaman 9
Sketsa, Di Jantung Kairo, Halaman 10
Opini, Kegalauan Agamawan (baca: Saya),
Halaman 11
Terbit perdana pada 21 Oktober 1990. Pendiri: Syarifuddin Abdullah, Tabrani Sabirin. Pemimpin Umum: Heni Sep-tining W. Pemimpin Redaksi: Supriatna. Pemimpin Perus-ahaan: Ainun Mardi-
yah. Dewan Redaksi: Tsabit Qodami, M. Hadi Bakri. Reportase: Abdul Latif Harahap, Ah-mad Ramdani, Fachry Ganiardi, Rijal W. Rizkillah, Thaiburrizqi Ananda Hafifuddin, Zammil Hidayat, Ahmad Bayhaqi, Ikmal Al Hudawi, Aulia Khairunnisa, Iis Isti`anah, Difla Nabila, Maimunah Hamid, Ukhti Muthmain-nah Hamid. Editor: Fahmi Hasan Nugroho. Pembantu Umum: Keluarga TROBOSAN. Alamat Redaksi: Indonesian Hostel-302 Floor 04, 08 el-Wahran St. Rabea el-Adawea, Nasr City Cairo-Egypt. Telepon: 22609228, E-mail: [email protected]. Face-book : Terobosan Masisir. Untuk pemasangan iklan, pengaduan atau berlangganan silakan menghubungi nomor telepon : 01158270269 (Heni), 01100758108(Supriatna), 01110578138 (Ainun)
Lonceng itu berdentang kencang me-
mekakkan telinga, membangunkan Masisir
yang tengah terlena dalam dunia mereka.
Seolah hanya berjarak beberapa jengkal
saja, satu dentangannya menjadikan seluruh
Masisir seakan terjaga. Lonceng itu berbunyi
kencang, ujian semester tanggal 10 Mei.
Masisir kaget, kalut. Suara yang me-
mekakkan itu tidak hanya terus terngiang di
kepala, namun juga memacu jantung mereka
untuk berdetak lebih kencang, resah dan
gelisah. Saat ia berdentang, serentak satu
suara muncul dari benak mereka, Cepat
sekali! Ngapain aja dari kemarin?
Otomatis peta Masisir berubah secara
drastis. Beberapa kelompok kajian yang
masih berjalan lalu secara tiba-tiba
mengakhiri pertemuan mereka. Beberapa
acara yang sudah direncanakan akan diada-
kan langsung lenyap gaungnya. Perb-
incangan di lingkungan Masisir pun mulai
berangsur berpindah topik, dari semula
pemilu, koalisi partai Islam, dan kini tentang
ujian.
Memang sudah saatnya Masisir
beristirahat sejenak dari kesibukannya yang
beragam. Sepanjang semester dua ini
Masisir dipenuhi oleh berbagai macam
turnamen olah raga dan peringatan ulang
tahun organisasi. Belum lagi perdebatan
tentang politik Mesir yang hingga detik ini
pun masih saja dengan mudah kita lihat di
beranda jejaring sosial.
Lonceng itu pula yang memekakkan
telinga kami, setelah sebelumnya kami me-
matok waktu satu minggu (dengan dispen-
sasi tiga hari) untuk terbitan edisi kali ini,
akhirnya kami pun membatasinya hanya
dengan waktu satu minggu.
Jika sampai batas waktu tidak siap,
maka kita batal terbit! Itulah yang sejak
beberapa terakhir dibisikkan secara nyaring
oleh sang editor.
Dan dengan nafas terengah-engah ber-
lari di tengah kejaran deadline, akhirnya
kami bisa menyelesaikan edisi kali ini tepat
pada waktunya.
Dalam edisi kali ini kami kembali me-
nyinggung soal fenomena berorganisasi
Masisir, budaya yang hampir tidak pernah
lepas kami pantau. Dalam rubrik Sikap di
halaman 3 kami akan melontarkan pertan-
yaan kepada anda, praktek Masisir dalam
organisasi mereka selama ini apakah bisa
disebut berorganisasi? Ataukah justru lebih
tepat disebut berpolitik dengan segala intrik
dan kebusukannya?
Kemudian, kondisi Mesir yang masih tak
menentu pascarevolusi 2011 menjadikan
Masisir secara tidak langsung terlibat, meski
hanya sebagai korban kejahatan. Dampak
dari kacaunya kondisi keamanan di Mesir
menjadikan aparat keamanan semakin
meningkatkan kewaspadaan mereka, hingga
masalah kecil pun bisa mereka permasa-
lahkan.
Sekitar satu minggu lalu, kawan kita MU
harus mendekam di tahanan selama empat
hari karena kedapatan tidak membawa
identitas diri yang berlaku. Berbagai usaha
dilakukan oleh pihak-pihak terkait higga
akhirnya MU bisa dibebaskan setelah empat
hari tertahan.
Dan pada rubrik Komentar Peristiwa,
kami mencoba untuk memperdalami isu
yang tersebar di kalangan Masisir bahwa
permintaan bantuan dana proposal ke KBRI
semakin sulit dan rumit. Tidak sedikit pani-
tia yang meminta dana namun hingga acara
selesai dana tidak kunjung turun. Bahkan
para awak media pun terkena imbas dari
diberlakukannya peraturan yang (dalam
prespektif awak media) baru untuk mereka.
Masisir menganggap KBRI adalah lum-
bung uang, Masisir bisa meminta dana un-
tuk acara apapun dan kapanpun. Hingga
saat kucuran dana itu tersendat, berbagai
suara santer terdengar.
Akhirnya kami ucapkan terimakasih
kepada pihak-pihak yang selama ini telah
membantu kami secara langsung maupun
tidak langsung. Kini saatnya kami tutup se-
mester ini dengan untaian doa semoga anda
sekalian mampu untuk melalui ujian semes-
ter kali ini dan mendapatkan nilai yang
sesuai dengan harapan. Selamat membaca.
Lonceng
TROBOSAN
- Edisi 3
61
- 19
Ap
ril 20
14
Rubrik Sikap adalah editorial buletin TROBOSAN. Ditulis oleh tim redaksi TROBOSAN dan mewakili suara resmi dari TROBOSAN terhadap
suatu perkara. Tulisan ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab redaksi.
Dunia organisasi adalah bagian integral
dari denyut nadi pergerakan mahasiswa.
Hampir bisa dipastikan, di mana ada
komunitas mahasiswa, pastilah di sana akan
ditemukan ruang-ruang keorganisasian.
Melalui organisasi, para mahasiswa bisa
beraktualisasi, menuangkan ide, pikiran dan
sekaligus memperkaya pengalaman. Dan
melalui organisasi pula, karakter, watak dan
wawasan sosial mahasiswa bisa dibentuk,
dikembangkan dan dimatangkan.
Banyak pihak yang memandang bahwa
style mahasiswa teladan sesungguhnya
bukan saja mereka yang matang secara
intelektual, tetapi juga mampu menginte-
grasikan intelektualitasnya dengan
kecerdasan dalam bersosial.
Dengan perkataan lain, parameter
idealisme mahasiswa tak cukup
hanya dengan kecakapan akade-
mis; kemampuan intelektual di atas
rata-rata, berprestasi, IPK tinggi dan
semacamnya, melainkan juga
harus diimbangi dengan
kemampuan bersosial yang
baik. Dan salah satunya, melalui organ-
isasilah kemahiran dalam bersosial itu
dibentuk.
Sejatinya, organisasi adalah tempat
belajar. Di samping berguna untuk mem-
perkaya wawasan, berorganisasi juga pada
gilirannya menjadi tahapan penting dalam
pembentukan karakter dan kepribadian.
Dalam berorganisasi kita diajarkan sekian
banyak hal; mulai dari tanggung jawab,
mekanisme pembagian tugas, ketegasan,
komitmen, loyalitas, kebersamaan, kedi-
siplinan, pengorbanan, kesabaran dan nilai-
nilai moral lainnya. Dan nilai-nilai tersebut
tentu kelak akan menjadi modal berharga
ketika bersentuhan dengan dunia nyata.
Dengan begitu, tidak benar jika dikatakan
bahwa berorganisasi itu hanya membuang-
buang waktu dan tenaga. Selama diniatkan
untuk belajar dan memperkaya pengala-
man.
Dalam konteks Masisir, ruang berorgan-
isasi cukup banyak dan bahkan bisa
dikatakan melimpah. Kita bisa beraktuali-
sasi di ruang-ruang tersebut sesuai dengan
kecenderungan, bakat dan minat kita. Teta-
pi, yang harus dicatat adalah bahwa di ma-
na pun dan sesibuk apapun kita berorgan-
isasi, tugas dan tanggung jawab utama kita
sebagai kaum terpelajar tak lain adalah
belajar. Sebab sejatinya kita bukanlah aktiv-
is yang sedang menjadi mahasiswa, tetapi
mahasiswa yang mungkin kebetulan men-
jadi aktivis. Karena itu, tugas dan kewajiban
utama kita sebagai mahasiswa tentunya
harus lebih dikedepankan ketimbang uru-
san-urusan keorganisasian.
Berkenaan dengan hal ini, ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan terkait dina-
mika berorganisasi dalam konteks Masisir
yang cukup memilukan. Dikatakan
demikian karena mungkin sekarang ini tak
mudah untuk membedakan mana maha-
siswa yang betul-betul menjiwai nilai-nilai
berorganisasi dengan mereka yang hanya
mencari gengsi dan sensasi. Sungguh sangat
mem-
prihatinkan
kalau enggan ber-
kata memalukan,
panggung organ-
isasi yang seha-
rusnya dijadikan tempat pem-
belajaran, kini tak jarang menjadi ladang
persemaian aroma busuk ala politisi. Maha-
siswa yang sejatinya adalah kaum terpelajar
kini perlahan terlena dengan syahwat
kekuasaan.
Mungkin benar apa yang dikatakan Nie-
tzshe (1844-1900) bahwa naluri yang tak
pernah padam dalam diri manusia adalah
kehendaknya untuk berkuasa! Entah itu
mahasiswa atau para petinggi negara, tern-
yata semuanya sama saja. Duduk dalam
singgasana kekuasaan adalah suatu kenik-
matan dan kepuasan tersendiri. Organisasi
juga pada gilirannya mirip seperti arena
kompetisi; sikut sana sikut sini hanya demi
merengkuh kekuasaan tertinggi.
Ini bisa dilihat dari praktik perpolitikan
di PPMI, yang konon dipandang sebagai
miniatur sistem perpolitikan tanah air. Da-
lam konteks PPMI, misalnya, setiap kali
pemilu pelajar tiba, aroma kompetisi politik
begitu terasa. Bahkan, telah santer dio-
pinikan bahwa kursi kepengurusan PPMI
sekarang hanya menjadi ajang perebutan
dua kubu semata. Jika satu kubu yang men-
dominasi, pastilah kubu yang lain sirna
ilang kerta ning bumi. Padahal mengapa
harus ada ketegangan seperti ini? Bukankah
masing-masing menegaskan visinya untuk
berbakti kepada PPMI? Kalau hanya untuk
berbakti, mengapa harus ada kompetisi?
Apakah ini democracy? atau jangan-jangan
democrazy? Tak ayal, cara berorganisasi
seperti ini mungkin tak banyak
menguntungkan. Alih-alih dijadikan tempat
belajar, yang ada hanya jadi arena perebu-
tan kekuasaan
Begitu juga dalam ranah kekeluargaan.
Organisasi hanya dijadikan lahan subur
untuk mencari gengsi, menyemai
reputasi atau bahkan mungkin
hanya untuk sekedar bisa naik
haji. Buktinya tak banyak
kekeluargaan yang betul-
betul memberi porsi per-
hatian besar terhadap
kepentingan akademis warga-warganya.
Yang lebih banyak diperhatikan, misalnya,
hanya bidang olahraga, seni, budaya dan
semacamnya. Padahal, ide dasar diben-
tuknya kekeluargaan tak lain adalah untuk
mengakomodir sekaligus memajukan sisi
keilmuan mahasiswa. Namun faktanya hal
tersebut belum terwujud sebagaimana mes-
tinya.
Setiap ada perayaan ulang tahun
kekeluargaan, pastilah dana yang dikeluar-
kan berjumlah besar, tapi untuk urusan
keilmuan, nampaknya kita hanya bisa gigit
jari dengan mengerenyitkan dahi. Padahal
andai saja dana yang bernominal ribuan itu
dialokasikan untuk beasiswa warga, mem-
bantu yang kurang mampu, menambah
koleksi perpustakaan, mengadakan semi-
nar, dan aktivitas-aktivitas keilmuan
lainnya tentu akan sangat bermanfaat
ketimbang dihambur-hamburkan untuk
memeriahkan acara megah yang berlang-
sung tak lebih dari semalam!
Belum lagi ketika acara pembagian
Temus haji tiba yang tak jarang diwarnai
adu mulut dan ketegangan. Untung saja tak
pernah terjadi korupsi seperti yang dil-
akukan oleh para petinggi negeri. Andaikan
terjadi, mungkin lebih memalukan lagi.
Saatnya kita bertanya kembali, apakah
kawan-kawan kita yang bertengger manis
di atas kursi kepemimpinan itu betul-betul
belajar berorganisasi atau jangan-jangan
hanya sekedar cari gengsi untuk bisa naik
haji?[]
Berorganisasi atau Cari Gengsi?
Doc: w
ebsen
se.com
TROBOSAN
- E
dis
i 36
1 -
19
Ap
ril 2
01
4
Situasi politik Mesir belum stabil. State-
men tersebut merupakan kesimpulan
umum dari berbagai fenomena politik yang
disaksikan di bumi Kinanah saat ini. Perse-
teruan antar kelompok yang tak terelakkan
berimbas pada meningkatnya sensitifitas
aparat keamanan, ditambah lagi dengan
terjadinya beberapa aksi brutal, penge-
boman misalnya. Warga asing,-termasuk
WNI di Kairo khususnya, mau tak
mau terkena dampaknya.
Militer dan aparat keamanan
Mesir sedang sensitif. Kewaspadaan
mereka pun meningkat. Terutama
terhadap aparat keamanan beserta
instalasinya. Bagi siapapun yang tid-
ak cermat dan teliti dalam bertindak,
bisa dengan mudah menjadi objek
kecurigaan. Sebenarnya KBRI melalui
konsuler telah jauh-jauh hari mem-
peringatkan WNI untuk lebih waspa-
da dan selalu membawa identitas diri
ke manapun pergi. Sayangnya, saking
sering himbauan tersebut disebar
lewat jejaring sosial, pemerhatinya
semakin berkurang-kalau tidak mau
dibilang bosan.
Beberapa bulan belakangan ini,
terdengar kabar beberapa kasus pe-
nangkapan Masisir oleh aparat kea-
manan Mesir. Berawal dari situ, tim
Terobosan berusaha mengungkap beberapa
kasus yang pernah terjadi, usaha apa yang
dilakukan untuk membebaskan diri, serta
peran PPMI dan KBRI dalam hal ini. Berikut
laporan kami.
Kronologi
Berdasarkan pengakuan Ainul Yaqien,
pada hari Kamis 3 April, ia dan lima orang
mahasiswa pergi berziarah makam di dae-
rah seberang Masyikhah. Sekitar pukul tiga
sore, dua orang berpisah dari rombongan.
Dan dari keempat mahasiswa yang masih
bersama, salah seorang berjalan paling
belakang. Sebut saja namanya MU (bukan
nama sebenarnya), ia berjalan sembari
memotret beberapa objek. Sayangnya keti-
ka mengambil gambar kendaraan yang ber-
lalu lalang, ia tidak sadar ikut memotret
tempat latihan tentara yang terletak di
seberangnya.
Selanjutnya, ia dihampiri polisi. Setelah
sedikit diinterogasi, ia diminta menunjuk-
kan identitas diri, sayangnya ia tidak mem-
bawa identitas diri. Saya ditanyai ID card,
paspor, kerneh dll. Tapi saya tidak memba-
wa apapun, ujar MU. Akhirnya ia dige-
landang aparat ke Qism (semacam Kapol-
sek) Jamalea, di daerah Babul Futuh. Dan
yang disayangkan, handphone-nya sedang
bermasalah, hanya dapat menerima panggi-
lan telepon.
Untungnya, karena hingga pukul 5 sore
MU tak kunjung kembali ke asrama Madi-
nah al-Buuts, salah seorang teman
menghubunginya. Setelah diketahui
keberadaannya, beberapa orang teman
menjenguknya di Jamalea, sekaligus mem-
bawa berbagai kartu identitas diri MU.
Ternyata urusan tidak begitu saja selesai. Ia
harus datang ke niyabah (kejaksaan) yang
terletak di daerah Sayyidah Nafisah karena
ia telah menandatangani mahdhar (surat
keterangan yang ditulis polisi). Dalam penu-
turannya, MU mengaku, Kesalahan
terbesar saya, adalah menandatangani mah-
dhar yang belum saya pahami,.
Salah seorang teman akhirnya
menghubungi ketua KSW (kekeluargaan
MU), Rosyad. Ia pun berinisiatif menghub-
ungi Presiden PPMI, Amrizal Batubara.
Pertama, saya mencoba menghubungi
Presiden PPMI. Tapi sepertinya beliau se-
dang sibuk, jadi (telepon-red) tidak di-
angkat. Selanjutnya, ia menghubungi Pak
Nugroho, Protokoler KBRI Kairo. Saya
ditelepon pihak KBRI dan diminta meman-
tau keadaan MU. Ujar Yaqin. Selanjutnya,
melalui Pak Hikmat, beliau mengutus
seorang pengacara.
Selesai diinterogasi di kejaksaan,
akhirnya diputuskan MU tidak bersalah.
Selang beberapa waktu kemudian, datang
pengacara (orang Mesir) yang memang
disewa oleh KBRI untuk urusan WNI. Ken-
dati telah divonis bebas, namun MU tidak
lantas dibebaskan. Ia harus dibebaskan
melalui kepolisian Jamalea. Seorang polisi
Mesir mengatakan, cukup menunggu seki-
tar 10 menit saja. Tapi setelah ditunggu
hingga tengah malam, MU tidak kunjung
dibebaskan. Sementara Rosyad, ketika ber-
tanya pada pihak KBRI, dikatakan bahwa
untuk warga asing memang harus me-
lalui beberapa proses birokrasi mes-
kipun telah divonis bebas.
Ternyata masih ada beberapa urutan
birokrasi yang tidak memungkinkan
untuk diurus hari itu juga. Esoknya,
bertepatan dengan hari Jumat, teman-
teman MU dan juga Rosyad harus kece-
wa karena proses birokrasi MU kembali
ditunda. Pada hari Sabtu, 5 April di sela-
sela proses birokrasi MU didampingi
pihak KBRI menyempatkan diri untuk
mengikuti pemilihan umum di KBRI.
Meskipun sesudah itu, ia harus kembali
ke sel tahanan di Jamalea. Malamnya,
Rosyad dan Batubara mencoba melobi
pimpinan polisi di Jamalea agar MU
segera dibebaskan, namun tetap harus
menunggu keesokan harinya.
Esoknya, dibantu pihak KBRI dan PPMI,
proses birokrasi diselasaikan. Setelah
melalui proses birokrasi yang panjang,
barulah pada pukul 10 malam, didampingi
ketua KSW dan Presiden PPMI, MU resmi
dibebaskan.
Pada kasus lain yang terjadi beberapa
waktu sebelumnya. Pada Kamis sore hari, 3
orang mahasiswa pergi hendak belanja
kayu untuk rak buku ke Atabah,
menggunakan sepeda motor milik teman
mereka yang tengah berada di luar Kairo.
Di tengah perjalanan, mereka diperiksa
oleh polisi dan diminta untuk memperlihat-
kan identitas diri dan STNK motor. Hanya
satu orang dari mereka yang membawa
identitas diri dan bisa selamat, sedangkan 2
orang lainnya, sebut saja Heru dan Dedi
(bukan nama sebenarnya) tidak membawa
identitas apapun. Akhirnya mereka dibawa
ke kantor polisi. Motornya pun ikut ditahan
karena STNK motor itu dipegang oleh pem-
ilik motor yang berada di luar Kairo.
Ketika berada di kantor polisi, isi hand-
phone mereka tidak luput dari pemeriksaan
polisi. Untungnya tidak ada foto atau apa-
pun yang membuat para polisi curiga.
Selang beberapa waktu, teman yang
bebas tadi membawakan paspor mereka
untuk diperlihatkan ke polisi. Tetapi karena
Lagi, Masisir Ditangkap Aparat
Doc: gallery
hip.co
m
TROBOSAN
- Edisi 3
61
- 19
Ap
ril 20
14
status visa mereka masih berada dalam
proses perpanjangan, akhirnya mereka
belum bisa bebas. Mereka pu menghubungi
Presiden Ppmi dan ia baru bisa datang seki-
tar jam 10 malam.
Namun meski telah
dilobi, tetaplah mereka tid-
ak bisa dibebaskan malam
itu juga karena telah me-
nandatanani surat pern-
yataan untuk diadili
(mahdhar). Akhirnya pada
pagi hari Jumat, Heru dan
Dedi masuk persidangan
dan diadili. Berbeda dengan
kasus MU, kendatipun hari
Jumat, pagi itu juga mereka
divonis bebas dan tidak dikembalikan ke
tahanan polisi. Berdasarkan kesaksian He-
ru, pihak yang berjasa dalam pembebasan
mereka adalah Presiden PPMI, Amrizal Ba-
tubara. Turut mendampingi mereka pula
utusan dari salah satu kekeluargaan.
Saya sangat bangga dengan Presiden
PPMI karena beliau sangat berpengalaman
dalam hal ini... mujamalah beliau dengan
para polisi juga baik. Ujar Heru di sela-sela
penuturannya kepada tim Trobosan.
Peran PPMI dan KBRI dalam Perlin-
dungan WNI
Menanggapi kasus-kasus penangkapan
Masisir oleh aparat keamanan, Presiden
PPMI mengatakan bahwa kebanyakan te-
man-teman Masisir tidak paham dengan
hukum Mesir. Banyak yang belum tahu apa
yang harus dilakukan ketika ditangkap oleh
aparat keamanan. Masisir yang ditangkap
oleh aparat keamanan, biasanya diminta
oleh polisi untuk menandatangani mah-
dhor, alias surat laporan. Kebanyakan
Masisir tidak tahu dan tidak paham apa
yang terdapat dalam laporan tersebut.
dengan ditandatanganinya mahdhor itu,
maka siapapun yang ditahan wajib masuk
sel dan mengikuti pengadilan.
Bahkan Batubara menjelaskan, kalau
saat itu ditulis di situ oleh polisi, entah
membunuh...ya itu yang tersurat di situ!
Memang kemungkinan Masisir yang di-
tangkap banyak yang langsung tandatangan
karena takut dan juga tidak pernah beruru-
san dengan polisi. Tanpa yang bersangkutan
sadari bahwa hal itulah yang membuat per-
masalahan berbuntut panjang hingga ke
pengadilan.
Selama menjabat sebagai Presiden
PPMI, Batubara mengaku telah menangani
kurang-lebih sepuluh kasus. Sementara
pihak KBRI, sebagaimana yang disampaikan
Pak Nugroho sejak 9 bulan pasca ketid-
akstabilan politik Mesir, ia mengatakan
baru menangani satu kasus. Selama ini,
yang masuk ke proses hukum, baru satu.
Baru MU ini. Karena mereka (aparat kea-
manan
-red)
se-
dang
sangat sensitif. Ada satu lagi, anggota KPTS,
karena motornya bodong (tidak memiliki
STNK-red), motornya ditahan. Orangnya
tidak. Dan sekarang sedang diurus... Ujar
Pak Nugroho yang diwawancarai di kan-
tornya, Garden City.
Perbedaan jumlah kasus yang ditangani
oleh PPMI dan KBRI tersebut dapat di-
maklumi, mengingat mayoritas Masisir yang
ditangkap, biasanya cukup menghubungi
PPMI. Dari kasus-kasus yang pernah terjadi,
Babubara mengatakan,Rata-rata langsung
menghubungi PPMI. Cuma yang kemarin
(penangkapan MU-red), saya sedang tidak
bisa dihubungi, maka mereka langsung ke
KBRI.
Batubara juga berharap agar jika terjadi
suatu hal yang sensitif, Masisir segera mem-
beritahunya. Pokoknya, saya minta teman-
teman, kalau ada hal-hal sensitif, langsung
kasih tahu. Apapun itu, langsung telepon
saya! Dengan demikian ia berharap supaya
dirinya bisa langsung bergerak dan me-
nyelesaikan permasalahan sebelum yang
bersangkutan melakukan banyak hal di
kantor polisi. Menandatangani mahdhor
tanpa tahu apa yang ditulis polisi misalnya.
Batubara juga mengatakan bahwa men-
dampingi dan mengurus Masisir yang di-
tangkap, sejatinya menjadi tugas DKKM
(Dewan Keamanan dan Ketertiban Masisir).
ia menyesalkan kurangnya kaderisasi
DKKM untuk tahun ini, sehingga semasa
jabatannya selama 3 tahun di DKKM tidak
ada yang menggantikan posisinya. Kita ada
DKKM, tapi (DKKM-red) nggak ada yang
pengalaman dalam hal itu (berurusan
dengan kepolisian). Sayang, 3 tahun saya di
DKKM tidak ada yang gantikan posisi, se-
hingga sekarang ada DKKM ya begitu-begitu
saja. Wujuhudu kaadamihi. Karena, tidak
ada pengalaman, tidak bisa lobi.
Irvan Juliansyah selaku anggota DKKM
mengaku, ia sendiri ikut memantau
perkembangan kasus yang menimpa
MU. Hanya saja waktu itu yang banyak
melobi presiden PPMI. Ujarnya.
Adapun terkait Masisir yang ha-
rus ditahan dalam sel meski
telah divonis bebas, pihak
KBRI menjelaskan, ...prosedur
di sini, memang harus dirujuk
kembali ke kantor polisi untuk
dimintakan rekomendasi dari
pihak National Security. Na-
tional Security adalah institusi
aparat kemanan yang paling ber-
pengaruh. Semua keputusan ada di
National Security, bahwa yang ber-
sangkutan bersih dari segala tindak
pidana atau apapun...Di Imigrasi juga dilihat
iqamah-nya sah atau tidak, ada catatan
kriminal atau tidak.
Sementara Batubara yang juga berpen-
galaman menjabat DKKM selama 3 tahun,
memiliki pandangan lain terkait birokrasi
pembebasan Masisir yang yang ditangkap
aparat. Ia sangat menekankan pentingnya
lobi dalam berurusan dengan aparat kea-
manan Mesir. Siapapun yang datang ke
polisi, kalau bagus lobinya, itu akan cepat!
Lebih lanjut ia menuturkan, ...siapapun,
setinggi apapun jabatannya, kalau tidak bisa
lobi, itu nggak bisa. Itu prinsipnya. Kalau
saya jadi sifaroh, apapun saya utak-atik di
situ.
Kepada tim Terobosan, Batubara juga
membocorkan trik lobinya. ...saya bawa 3
(status.red) pertama, Rois Ittihad Tholabah
Indunisiyyin (Presiden PPMI-red). Dua, Al-
mulhaq Asyuun Tulabi Bisifaroh Indonisiy
(Bagian Kemahasiswaan di KBRI-red). 3,
Mahami Litolabah Andunisiyyin (DKKM-
red). Kalau ada yang tertangkap, saya pakai
3 status ini. Semua permainan mengolah
kata. Yang penting bagaimana supaya apa-
rat keamanan yakin.
Situasi Keamanan Mesir
Terkait situasi keamanan Mesir saat ini,
Batubara berpendapat bahwa saat ini
situasi keamanan di Mesir cukup baik. Ter-
lebih bila dibandingkan dengan tahun-
tahun sebelumnya. Misalnya bila dibanding-
kan musim dingin 3 tahun yang lalu. Musim
dingin dan musim panas kali ini lebih sedi-
kit
Doc: th
ebilzerian
report.co
m
Lanjut ke halaman 7.
TROBOSAN
- E
dis
i 36
1 -
19
Ap
ril 2
01
4
Masisir memang komunitas yang nggak
ada matinya!. Jika melihat kepada rentetan
aktifitas kegiatan Masisir, maka kita banyak
mendapati berbagai macam acara
terselenggara khususnya selama semester
dua ini. Tim Terobosan mencatat
setidaknya selama semester dua ini
terdapat enam kali turnamen olah raga
dengan empat di antaranya adalah
turnamen sepak bola. Belum ditambah
dengan rentetan acara peringatan hari jadi
beberapa organisasi kekeluargaan
menjadikan semester ini benar-benar sibuk.
Berbagai macam acara itu pastilah
membutuhkan dana. Dan jika berkenaan
dengan dana, maka kita akan mendengar
kata proposal ke KBRI. Dan isu yang
beredar adalah bahwa KBRI tidak lagi mu-
dah untuk mengabulkan permohonan pro-
posal untuk beberapa kegiatan, khususnya
kegiatan yang tidak berhubungan dengan
akademis.
Begitukah kenyataannya? Bagaimana
semestinya birokrasi keuangan di KBRI?
Kali ini tim Te robosan akan mengupas
hal ini langsung dari sumber-sumber yang
terpercaya. Berikut laporannya.
Kegiatan tulis menulis Masisir meli-
batkan lebih dari 20 media informasi
yang memiliki masa terbit yang be-
ragam. Di samping itu, jumlah organ-
isasi Masisir yang tercatat di MPA pun
mencapai angka 63 organisasi baik besar
maupun kecil. Tak lupa juga kelompok-
kelompok kajian Masisir yang tersebar di
berbagai organisasi menjadikan dinamika
Masisir terus selalu bergerak.
Mengomentari hal ini Atase Pendidikan
KBRI Kairo, Dr. Fahmy Lukman, M.Hum.
menyatakan apresiasinya kepada kegiatan
Masisir yang beragam. Kami mengapresiasi
kegiatan yang dilakukan oleh kalian.
Kegiatan-kegiatan ini adalah soft skill yang
kalian butuhkan dan tidak kalian dapatkan
di bangku kuliah Ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa banyak-
nya kegiatan tersebut akan menumbuhkan
keterampilan dalam berbagai hal. Ini bisa
melatih interaksi antar mahasiswa untuk
menggagas bagaimana mengelola suatu
acara, dan bagaimana menciptakan peluang
pendanaan adalah suatu hal yang dibutuh-
kan. Selain untuk meningkatkan soft skill,
kegiatan tersebut juga akan menciptakan
networking. Ujarnya.
Alda K. Yudha, mahasiswa tingkat tiga
jurusan Syariah Islamiyah Universitas al-
Azhar turut mengomentari fenomena
ramainya kegiatan di Masisir. Ia menya-
takan bahwa fenomena banyaknya kegiatan
di Masisir adalah baik, karena bisa lebih
mempererat tali silaturahmi. Hanya saja ia
menilai bahwa kegiatan Masisir selama ini
dilihat kurang seimbang antara kegiatan
akademis dan non-akademis.
(Banyak acara itu-red) baik, karena
bisa mempererat tali silaturahmi. Paling
intinya kan di situ. Tapi yang jadi masalah
adalah acara Masisir itu kurang seimbang
antara acara
ilmi- yah dan
acara yang
bersifat hura-
hura atau
non-
ilmi-
yah. Pa-
dahal kita
di
sini sebagai mahasiswa, seharusnya
kegiatan ilmiyah itu lebih dipacu dan lebih
diminati banyak orang. Ujar mahasiswa
yang juga anggota PCIM Kairo ini.
Hal senada dinyatakan oleh Atdik. Ban-
yaknya kegiatan di Masisir menjadi
tanggungjawab Atdik untuk mengarahkan
kegiatan-kegiatan tersebut ke ranah yang
lebih berkualitas dan tidak hanya
mengandalkan kuantitas.
Kami ingin Masisir mengadakan
kegiatan yang berkualitas dan memiliki
nilai intelektual, bukan yang sekedar ada
kegiatan atau ecek-ecek. Miris rasanya jika
mendengar ada mahasiswa yang berkelahi
ketika kompetisi sepak bola. Niatnya main
bola kok malah jotos-jotosan. ujar lelaki
yang hidup dan besar di tanah Sunda ini.
Melihat berbagai macam acara yang
biasa diadakan di Masisir, maka ia
menyatakan bahwa mutu dan kualitas
kegiatan menjadi tolak ukur pertama dalam
pemberian bantuan. KBRI dapat
memperkirakan biaya yang bisa
dikeluarkan untuk membantu pendanaan
suatu acara tergantung pada mutu dan
kualitas acara yang diadakan. Ujarnya.
Di samping itu juga skala prioritas
menjadi salah satu pertimbangan turunnya
anggaran, terlebih setelah melihat proposal
yang masuk terkadang merupakan acara
yang sama namun diselenggarakan oleh
pihak yang berbeda-beda. Terkadang
kawan-kawan Masisir ini mengadakan
beberapa kegiatan yang sama tapi
diselenggarakan oleh organisasi yang
berbeda. Hemat saya, kenapa tidak
disatukan saja? Toh kalian bisa kerja sama.
Kalau seperti ini seakan seluruh organisasi
takut kalah eksis. Ujarnya.
Adanya kriteria mutu dan prioritas yang
diterapkan oleh KBRI dalam pendanaan ini
juga terasa oleh beberapa pihak dalam or-
ganisasi yang ada di Masisir. Wihdah PPMI
misalkan. Ketua Wihdah Choiriah Ikrima
Sofyan terkadang terdapat kesulitan
mendapatkan dana kegiatan dari
KBRI. Kalo udah rizkinya ya bisa
turun, tapi kalo enggak ya enggak
ujar mahasiswi asal kekeluargaan
KPJ ini.
Tapi dari yang kita tangkap, pihak
KBRI mau memberikan dana
dengan syarat yang diajukan itu
jelas kualitasnya tambahnya.
Mengenai proses pengajuan pro-
posal ke KBRI, Fahmy Lukman
menyatakan bahwa sebenarnya
KBRI telah membuka lebar-lebar
pintu pengajuan proposal untuk
seluruh elemen Masisir. Terdapat dua
cara dalam mengajukan proposal ke KBRI,
organisasi Masisir dapat mengajukan
proposal langsung ke KBRI secara lembaga
ataupun juga bisa mengirimkannya ke
fungsi-fungsi yang ada di KBRI sesuai
dengan acara yang akan dihelat. Misalnya
acara akademis bisa langsung mengajukan
proposal ke Atase Pendidikan, atau acara
pentas seni dapat mengirim proposalnya ke
fungsi Pensosbud. Setelah itu maka
proposal akan menunggu keputusan dari
Dubes. Jika Dubes telah menyetujui
proposal tersebut, maka pejabat fungsi
KBRI tadi akan memberikan nominal
bantuan untuk kegiatan tersebut, dan dana
proposal kemudian dapat diambil melalui
fungsi administrasi.
Dan setelah dana tersebut diterima oleh
organisasi atau panitia, maka pihak KBRI
tidak serta merta membiarkan mahasiswa
menggunakan dana tersebut tanpa
tanggung jawab. KBRI akan selalu meminta
laporan tentang acara yang diadakan.
Laporan itu meliputi laporan keuangan,
peserta acara, dan hasil dari acara tersebut.
Ketika dana proposal diberikan, saya
Melirik Birokrasi Keuangan Masisir-KBRI
Doc: h
ttp://th
eselfemployed
.com
TROBOSAN
- Edisi 3
61
- 19
Ap
ril 20
14
minta kepada panitia pelaksana untuk
melaporkan hasilnya. Karena saya
bertanggungjawab juga atas uang negara
yang telah dikeluarkan. Menurut saya itu
tidak memberatkan. Ujar Fahmy Lukman.
Hal serupa juga berlaku terhadap media
-media Masisir yang diberi bantuan dana
penerbitan. Atdik menyatakan telah
berkomitmen untuk membantu media-
media Masisir yang mengajukan bantuan.
Namun pengajuan bantuan itu tetap harus
mengikuti prosedur yang ada. Prosedur
yang baru diterapkan beberapa minggu
terakhir ini mengharuskan media untuk
mengajukan surat permohonan minimal
satu minggu sebelum tanggal
penerbitan setelah sebelumnya
petugas dari media tinggal datang
dengan membawa hasil terbitan
beserta kwitansi untuk
mengambil dana.
Peraturan ini dinilai mem-
beratkan oleh sebagian kalangan.
Seorang mahasiswi yang tidak
ingin disebut namanya menya-
takan bahwa peraturan ini mem-
beratkan karena harus berulang
kali datang ke KBRI. Peraturan ini
baru berlaku dari maret lalu,
menurut saya lumayan memberat-
kan karena mengharuskan kita yang berja-
rak tidak dekat dengan Garden City untuk
bolak-balik ke sana, ujar mahasiswi tingkat
tiga ini.
Sebagian kalangan menilai peraturan ini
tidak memberatkan. Lina Nabila Ahmad
Pemimpin Usaha buletin Informatika
menyatakan bahwa penilaian ini kembali ke
masing-masing individu. Bagi saya pribadi
sih tidak terlalu memberatkan, karena saya
sendiri memang suka jalan ujarnya.
Namun yang disesalkan beberapa media
terkait peraturan baru tersebut adalah tid-
ak adanya pemberitahuan di awal jika telah
ada ketetapan baru terkait birokrasi
pengambilan dana. Sehingga bagian usaha
media yang menerbitkan majalah atau
buletinya bulan lalu merasakan kerepotan
karena mendapat pemberitahuan men-
dadak ketika sudah sampai ke bagian fungsi
administrasi KBRI di Garden city.
Di samping itu, pencairan dana setelah
diberlakukanya aturan baru ini rupanya
sedikit sulit, di mana uang belum juga dis-
erahkan meski sudah terhitung satu minggu
setelah surat permohonan dilayangkan. M.
Fardan Pimpinan Redaksi majalah Sinar
Muhammadiyah
menya-
yangkan hal tersebut. Ia mengaku uang
yang diajukan memang belum cair setelah
lebih dari satu minggu dari pengiriman
surat permohonan, Ya, mungkin karena ini
kebijakan baru, peraturanya kan memang
menunggu sampai ada konfirmasi bahwa
uang tersebut sudah bisa diambil, dan saya
belum mendapat konfirmasi itu, jadi belum
bisa menerima uangnya ujarnya. Hal se-
rupa juga diakui oleh Abdul Ghani dari
majalah Afkar.
Namun begitu, Fahmy Lukman
membantah bahwa birokrasi ini adalah
kebijakan baru Atdik. Justru ia menegaskan
bahwa peraturan ini memang sudah ada
sejak awal. Saya kira tidak ada aturan baru,
memang harusnya seperti itu. Harusnya
ajukan dulu berapa yang dibutuhkan,
walaupun nominal yang diberikan sama
saja, tegasnya.
Terakhir, pihaknya memberikan pene-
gasan bahwa seluruh media yang
mengajukan permohonan bantuan akan
mendapatkan bantuan dari KBRI. Karena
Atdik telah berkomitmen untuk membantu
masalah penerbitan. Dengan catatan, para
jurnalis harus meningkatkan kualitas
tulisannya dan memperbaiki aspek
pengelolaanya.
Terkhusus dalam penerbitan jurnal,
Atdik menerangkan bahwa kehadiran
jurnal di Masisir menambah nilai
intelektual mahasiswa. Semisal Jurnal
Himmah yang mendapatkan bantuan
penuh dari Atdik untuk penerbitan.
Jurnal Himmah punya nilai
intelektual lebih. Karena penulis
mencurahkan buah pikirannya untuk
menjadi karya ilmiah dengan merujuk
pada sumber-sumber data sebagai
referensi dan kemudian
menentukan pendapatnya tentang
persoalan yang ditulis. Maka, kami
menanggung seluruh biayanya. Ini bagus,
tapi harus diperbaiki. Tutur Atdik.
Di samping semua itu, Fahmy Lukman
mengungkapkan bahwa jika Masisir
membutuhkan konsultasi terkait masalah
apapun Ia menegaskan pribadinya sangat
terbuka.
Kapan pun saya bisa ditemui. Saya
adalah pelayan kalian, ucapnya. [] Fachry,
Ikmal, Iis.
Masisir yang tertangkap aparat keamanan
Mesir. Begitu pula dengan jumlah Masisir
yang menjadi korban pencurian dan per-
ampokan dibandingkan dengan tahun-
tahun sebelumnya. Itu dari segi keamanan,
berdasarkan data yang ada sampai
sekarang.
Adapun terkait situasi Mesir secara
umum, pihak KBRI mengatakan bahwa Me-
sir belum dapat dikatakan stabil, diakibat-
kan masih ada perseteruan antara ke-
lompok satu dan kelompok lainnya. KBRI
pun berharap,...sebagai warga asing di sini,
kita mengharapkan agar situasi bisa men-
jadi stabil. Ada perdamaian antar kelompok
-kelompok yang berseteru.
KBRI juga memprediksikan kemung-
kinan situasi Mesir yang akan sedikit naik
lagi, menjelang pemilu presiden akhir Mei.
Nah ini, kepada teman-teman agar mem-
perhatikan betul-betul himbauan kita. Sean-
dainya nanti ada jam malam lagi, itu harus
ditepati, jangan sampai kita ditangkap lagi.
Pihak KBRI kembali menghimbau agar
Masisir tidak ikut campur dalam perpoli-
tikan dalam negeri Mesir, hendaknya
Masisir selalu membawa identitas diri dan
mentaati peraturan yang berlaku.... kita
harus meningkatkan kewaspadaan, jaga diri
dan ikutilah himbauan-himbauan kita. Dan
bagi yang sudah lulus, sudah selesai
kuliahnya, sudah tidak ada yang dilakukan
lagi, kita himbau untuk segeralah kembali
ke tanah air, untuk berbakti kepada tanah
air.
Presiden PPMI juga berpesan pada
Masisir,Saya harap teman-teman sudah
mulai kondisikan masa-masa ujian dan me-
nyesuaikan diri dengan keadaan Mesir saat
ini...Jangan sampai ikut campur perpolitikan
dalam Mesir. [] Ainun, Hensep, Rijal
Doc: b
bb.org
Lanjutan dari halaman 5.
TROBOSAN
- E
dis
i 36
1 -
19
Ap
ril 2
01
4
Ablah Gheda menyambutku dengan
senyum dan pelukan hangat. Fitri, relawan
sepertiku lebih dahulu sampai. Hari per-
tama, tentu saja perkenalan.
Ini Ablah Rani. Ablah Gheda
menunjukku.
Sorot mata polos mereka fokus, kelu-
guan khas bocah tidak tertutupi rambut
gimbal, baju kusam dan ujung kuku mereka
yang panjang dan hitam. Bukan anak-anak
jika situasi tenang dapat bertahan lebih dari
hitungan menit. Kelas kembali gaduh.
Di sini, tiidak ada pemisahan usia layak-
nya PAUD dan TK di Indonesia. Entah tiga
atau lima tahun semua bersama dalam kursi
-kursi mini dan meja yang disekat tembok-
tembok berlukiskan taman bunga dengan
dominasi warna yang tak lagi dapat disebut
biru muda.
Aku dan Fitri. Kami tak sampai hati bila
mengikuti cara pembelajaran ala Ablah
Gheda yang ia ajarkan di hari pertama. Bila
ada yang tidak ikuti perintah, kau boleh
pukul. Duh, kami yang tak pernah menjadi
guru TK saja tak sampai hati melihatnya.
Bukan pukulan ala Indonesia, tapi Mesir.
Plak!
Barangkali anak-anak merasa lebih
beruntung karena pada hari-hari beri-
kutnya, kami tak pernah setega itu.
Memang wajib sabar.
Di sela-sela pelajaran menggambar
misalnya, aku dan Fitri berkeliling dan
memotong kuku mereka satu demi satu.
Wajah-wajah imut mereka seperti boneka
di toko mainan anak-anak, andai sedikit
lebih bersih saja. Bahkan seringkali aku
memandang dekat wajah Heba, gadis kecil
anak sopir tuk-tuk. Apakah bulu matanya
palsu atau sudah terpoles maskara? Ku
colek pipi chubynya, ia berkedip dan ba-
rulah aku yakin itu asli.
Eih da? tanyaku pada Ahmed yang
berusia 3 tahun. Di sela-sela waktu istirahat
kami sering bercanda bersama mereka.fi
isy wa la baidh wa la burtual? tanyaku
sambil mengusap perutnya yang
menggelembung.
Isinya isy. Jawab Mahmud, kakaknya
yang setahun lebih tua. Sementara adiknya
hanya diam memandangku sembari asyik
menyesap ibu jarinya.
Di waktu istirahat, anak-anak diperke-
nankan jajan dengan uang saku mereka.
Rata-rata satu rubu atau nus, meski ada
beberapa yang diberi uang saku satu pound
oleh orang tuanya. Uang saku standar untuk
anak-anak kurang mampu yang belajar di
sekolah gratis ini. Tak ada baju seragam
apalagi grup drumband. Mereka datang lalu
kami ajak menghafal hadits-hadits pendek,
itu sudah kebahagiaan tersendiri. Apalagi
bagi Ablah Gheda yang berjuang mendiri-
kan sekolah kecil ini. Sayang, kami hanya
bisa membantu di saat masa libur kuliah
saja.
Kami juga diperkenankan untuk
beristirahat jika sewaktu-waktu merasa
lelah. Sebuah bilik kecil bersanding dengan
ruang kelas. Dinding-dindingnya tidak
terbangun simetris. Khas flat-flat murah
level penduduk kelas bawah. Ada selapis
tikar rombeng sebagai alas dan sebuah ban-
tal buluk untuk sandarkan kepala.
Pernah suatu ketika aku terbangun dari
tidur di bilik kecil itu. Ku dapati Fitri tengah
merapikan bangku dan meja. Yusuf yang
berusia empat tahun nampak kesulitan me-
masukkan sesuatu ke dalam tasnya. Ku
hampiri dia dari belakang, mencoba mem-
bantu memasukkan barangnya yang ber-
bungkus plastik. Ia terkejut. Tangannya
terayun menampar wajahku. Tidak sengaja,
itu yang ku tangkap dari sorot matanya
yang menyesal. Tapi ia langsung berlari.
Pergi menelusup dalam keramaian pertoko-
an.
Ya Yusuf! panggilku. Jelas tak akan
membuatnya kembali. Bagi sebagian orang,
begitulah watak Mesir. Tapi buatku, yang
barusan adalah seorang bocah yang tidak
tahu bagaimana mengekspresikan rasa ses-
al dan terkejutnya.
Di hari lain.
Pelajaran menggambar. Temanya, bi-
natang. Dua puluhan anak sibuk mengek-
spresikan bakat melukis mereka di atas
selembar kertas. Anak tiga tahun-an hanya
membuat bulatan tak sempurna yang beng-
kok di sana sini dengan beberapa garis tak
beraturan. Disebutnya itu kucing. Anak-
anak yang lebih tua juga tidak jauh berbeda.
Hanya saja lekukan mereka sedikit lebih
sempurna. Hanya satu anak yang membuat-
ku terpesona. Ali namanya.
Saat kutanya, ia jawab menggambar
singa. Dan memang sabin fil mi-ah mirip
singa jantan. Dengan rambut coklat tebal
memenuhi kepala yang membuatnya tam-
pak besar dan garang. Terlalu sempurna
untuk seorang anak TK. Menjiplak? Ah, ma-
na mungkin. Jelas-jelas aku melihat tan-
gannya menari-nari di atas kertas yang
sebelumnya kosong.
Ku sampaikan penilaianku pada Fitri. Ia
bilang,Orang tuanya pelukis jalanan.
Oh...
Mama dan Babanya?! kurang yakin.
Tapi Fitri mengangguk mantap. Barulah
aku percaya bakat genetik itu ada. Tapi
bagaimana ia dapat menggambar dengan
detil dan mempesona begitu? Ia bilang
pernah melihatnya di televisi, berarti dia
mengcopy-paste dari sana. Jadi, sesuatu
yang konyol dan tolol jika ada yang me-
nyuruh anak-anak menggambar Tuhan.
Pikiran Mereka yang polos hanya melukis
apa yang pernah mereka tangkap dengan
indra. Sedang Tuhan tak pernah ditangkap
langsung dengan indra.
Aku tersenyum sendiri, jika beruntung,
mungkin beberapa belas tahun lagi Ali akan
membuka pameran mandiri untuk lukisan-
lukisannya. Atau, menjadi sebatas pewaris
orang tuanya. Pelukis jalanan. Semoga tidak.
Yusuf datang. serta merta merobek
gambar singa-nya Ali. Pertengkaran tak
terelakkan. Sekali lagi, ala Mesir, bukan
Indonesia ataupun Melayu. Pukul. Tampar.
Tendang. Aku dan Fitri yang berusaha mel-
erai cukup merasakan tenaga ekstra anak-
anak Bumi Kinanah ini.
Mungkin Yusuf cemburu melihatku yang
terkagum-kagum dengan gambar Ali. Na-
mun tetap saja kami paksa ia untuk
meminta maaf. Harus dengan sedikit an-
caman. Tidak boleh pulang.
Marwah, gadis kecil yang paling banyak
hapalan haditsnya itu pun ikut bercakap
kepada Ali. La Tagdhab!
Ganna pun ikut-ikutan,Shollu alanna-
bi!
Olala! Gaya anak-anak ini lucu sekali.
Sayang, sebagai guru, rasa gemasku harus
ditahan.
Syukur, akhirnya Yusuf mau meminta
maaf.
Dua bulan masa liburan sudah terlewat.
Sesuai kesepakatan, aku dan Fitri
mengakhiri khidmah begitu masa aktif
kuliah datang.
Ada kesedihan meninggalkan tatap mata
bening bocah-bocah itu. Di pertemuan tera-
khir, ku kecup kepala mereka satu persatu.
Tak lagi peduli dengan tampang kucel dan
bau tubuh yang entah kapan terakhir kali
mandi. Aku masih tak dapat meneropong ke
masa depan. Akan seperti apa nantinya?
Anak-anak yang terpaksa hidup di pinggir
dalam kerasnya gemerlap kota tersibuk se-
benua Afrika ini. Ah, hampir aku lupa, mere-
ka punya takdir. Dan mereka punya usaha.
Satu pekan terlepas. Dalam bayang-
bayang kesibukan kuliah beberapa kali rin-
Dari Tepi Kairo (2) Oleh: Ainun Mardiyah*
TROBOSAN
- Edisi 3
61
- 19
Ap
ril 20
14
Sabtu dan minggu sore (12-13). Ikatan
Jurnalis Masisir (IJMA) mengadakan semi-
nar Writer Entrepreneur yang bertemakan
Membongkar Rahasia Penulis Best Seller.
Kegiatan seminar ini diadakan di aula Ke-
mas, dengan menghadirkan pemateri Mifta-
hur Rahman El-Banjary, MA. seorang moti-
vator muda dan penulis buku best seller
Kode Rizki Ilahi dan Keajaiban 1000 Di-
nar. Acara yang dilaksanakan dalam dua
hari ini membahas tentang bagaimana men-
jadi seorang best seller dan juga best writer
agar Masisir tidak hanya belajar bagaimana
menjadi penulis tetapi juga belajar
bagaimana caranya menjadi seorang penu-
lis best seller.
Belajar menulis bisa di buletin atau
majalah kekeluargaan juga al-mamater tapi
dalam seminar ini kita ingin agar Masisir
tidak hanya bisa menjadi seorang writer
tapi juga seorang best seller. Ujar Fakhri
Emil Habib selaku penyelenggara dan juga
ketua IJMA ini dalam sambutannya.
Katakanlah pada diri anda bahwa anda
adalah seorang penulis, menulislah dengan
hati dan editlah dengan logika, karena men-
jadi seorang penulis mengajarkan kita un-
tuk bisa menjadi orang yang pelik, kritis
serta komperhensip begitulah pemateri
menjelaskan.
Acara ini tidak hanya dialog santai
membahas tentang tata cara penulisan
melainkan terdapat praktik cara membuat
buat kerangka novel dengan keadaan yang
pernah dilalui para peserta, serta mem-
presentasikannya. [] Difla.
IJMA Mengadakan Seminar Writer Entrepreneur
du menyusup. Anak-anak itu, sedang belajar
apa sekarang? Berapa ayat dan hadits yang
sudah mereka hapal?
Di dalam bus, lagi-lagi aku melihat pa-
pan reklame UU Perlindungan Anak dengan
foto bocah yang tersenyum. Aku tersenyum
miris.
Seorang anak kecil menaiki tangga bus
dengan sebungkus plastik bening kusam
penuh permen. Dari rambutnya yang gimbal
dan pakaiannya yang kusut tak beraturan
membuatku menarik suatu kesimpulan.
Penjual permen.
Kakinya berjalan cepat namun lambat
bagi orang dewasa. Dengan tangan mungil-
nya menaruh tiap dua buah permen seharga
satu pound di tiap pangkuan penumpang,
Sebagaimana lazimnya pedagang dalam
bus. Banyak yang menyebut profesi begitu,
pengemis. Tapi buatku bukan. Mereka peda-
gang. Yang disayangkan dari penjual kecil
ini adalah usianya yang mengiris hati. Apa
yang dilakukan orangtua bocah sekecil ini
sehingga harus mencari pundi-pundi junaih
seorang diri?
Mau tak mau pikiranku tersangkut pada
dua bulan yang kulalui bersama anak-anak
yang terlahir dari kelas bawah itu. Ya Rabb...
Ketika bocah itu sampai di tempatku. Ku
kembalikan permen yang ia taruh dengan
menyertakan receh satu pound. Wajahnya
menengadah, lalu terkesiap. Sama seper-
tiku. Yusuf!
Ia berlari. Tidak peduli pada beberapa
permen yang belum diambilnya dari
penumpang lain. Bus melaju lambat. Ku
lihat ia meloncat dari tangga bus. Ya
Yusuf! teriakanku tak membuatnya ber-
henti. De javu.
Tak sampai sedetik sebuah mobil dari
belakang melaju kencang lalu mengerem
dengan cepat. Ya Rabb, tubuhnya terpental.
Tidak! Selanjutnya bocah cilik itu jatuh satu
meter dari bemper mobil yang tak mulus
itu.
Tak ada darah. Syukurlah.
Ketika orang-orang mulai berkerumun,
ia bangkit. Lalu berlari. Aku hanya menge-
lus dada. Kekhawatiranku beberapa detik
lalu berhenti sudah. Namun Yusuf kecil
tetap berlari menembus keramaian manu-
sia di siang bolong. Ia terus berlari. Meski
kenyataan tidak pernah berlari pergi se-
cepat yang ia harapkan. []
*Penulis adalah Pemimpin Perusahaan
Buletin TROBOSAN.
Kamis 17 April lalu, Digelar pelatihan
ruqyah yang bertempat di Aula Pesanggra-
han KPMJB. Acara itu bernama Pelatihan &
Praktek Ruqyah Syariyyah yang dil-
aksanakan oleh IKPM bekerjasama dengan
KPMJB. Hadir sebagai pembicara Muham-
mad Faizar Hidayatullah yang telah mem-
iliki pengalaman dalam pengobatan herbal
dan ruqyah, dan sudah mengisi berbagai
pelatihan ruqyah di beberapa universitas di
Indonesia.
Acara dimulai pada pukul 16.00, dengan
pemaparan materi mengenai ruqyah hingga
waktu Maghrib tiba. Pembicara menyam-
paikan beberapa materi seperti pengenalan
ruqyah syariyyah, anarkisme bangsa Jin dan
mengenalkan tentang al-`Ain. Selanjutnya,
masuk ke sesi latihan praktek ruqyah man-
diri dan ruqyah untuk orang lain. Pelatihan
ini berlangsung hingga pukul 20.30.
Antusiasme Masisir terhadap acara ini
cukup tinggi melihat banyaknya peserta
yang hadir dan memenuhi Aula.
Muhammad Fiky Ardiyansyah selaku
ketua panitia menjelaskan latar belakang
acara tersebut, Acara ini untuk syiar dan
dakwah bahwa penyakit itu sumbernya dari
hati. Dan al-Quran selain petunjuk dan rah-
mat juga sebagai penyembuh.
Eva, salah satu peserta yang mengikuti
pelatihan ini berkomentar,Menurut saya,
pelatihan seperti ini sangat penting diada-
kan. Ruhiyah kita bisa diobati,
Fiky juga mengatakan bahwa kemung-
kinan pelatihan ini akan kembali digelar
pasca ujian termin 2. [] Ainun.
IKPM Adakan Pelatihan Ruqyah Syariyyah
Doc: Ijm
a Mesir
Doc: T
erobosan
TROBOSAN
- E
dis
i 36
1 -
19
Ap
ril 2
01
4
Berapa banyak hal yang anda per-
hatikan saat berada dalam bus atau trans-
portasi umum lainnya? Jawabannya tentu
beragam. Namun saya yakin mayoritas
memiliki segudang pengalaman
menggunakan alat transportasi-khususnya
bus- dalam kota Kairo. Begitupun saya, se-
bagaimana layaknya mahasiswi lain, trans-
portasi umum sudah seperti urat nadi ke-
hidupan di negeri rantau ini.
Jika para sopir bus itu melakukan
mogok kerja, seperti yang terjadi beberapa
kali pada tahun-tahun belakangan ini, maka
kantong pribadi serasa dicekik. Terlebih
bagi mereka yang tinggal cukup jauh dari
pusat dinamika Masisir. Robah dan Hay
Asyir. Isi dompet harus diperas demi tarif
transportasi yang membengkak.
Tapi sebaliknya, ketika dikeluarkan
kebijakan kerneh bus bagi mahasiswa,
banyak yang tersenyum sumringah. Pasal-
nya pengeluaran untuk biaya transportasi
bulanan cukup dibayar 13 sampai 15 Le di
pertengahan bulan. Bahkan yang mendaftar
3 bulan bisa kipas-kipas dengan kerneh
orannye-nya. Jika kumsari (kernet bus)
meminta biaya tiket, keluarkan saja jurus
maut. Kerneh!
Kalau anda pelanggan setia
transportasi umum ini, mungkin anda juga
termasuk salah satu dari mereka yang hapal
jadwal bus di luar kepala. Ya, terlebih bagi
yang selalu bolak-balik Darrasah-Hay Asyir-
Robah. Selain hapal dengan nomor bus dan
rute yang dilewati, bahkan jam kedatangan
bus pun bisa diprediksi. Jika bus tertentu
baru saja lewat, maka sekian menit atau
sekian jam lagi bus dengan nomor yang
sama akan lewat. Bus dengan nomor /80
berangkat dari mahattah Zahra pukul tujuh
malam. Ada kemungkinan setengah jam
kemudian berangkat bus berikutnya me-
nyusul. Bus nomor 65 melewati Jawazat
dekat asrama Madinah Buuts pada pukul 11
siang, begitu pula bus dengan nomor 995.
Berbeda dengan pagi hari, nyaris seluruh
bus bermunculan dengan selang waktu
yang relatif dekat.
Kebiasaan menghapal jadwal bus seper-
ti ini, sepertinya sudah menjadi suatu ke-
laziman bagi mereka yang tinggal di kawa-
san Darrasah dan sekitarnya. Terlebih
penghuni asrama Madinatul Buuts. Terlebih
lagi bagi mahasiswi asrama yang jam
keluarnya dibatasi dengan ketat. Jadi, jan-
gan heran bila teman-teman anda yang ting-
gal di asrama tidak memiliki toleran untuk
mengulur-ulur waktu pulang, kendati acara
yang diikuti belum selesai.
Selain itu, ada kebiasaan lain bagi
pelanggan setia bus-bus umum. Seringkali,
meskipun bus masih cukup jauh dari pan-
dangan mata normal, namun mereka mam-
pu mengidentifikasi bus nomor berapa yang
akan muncul. Bukan karena punya indra
keenam atau apa, namun mereka sudah
cukup mampu membedakan nomor bus,
bukan dari angka dan huruf yang tertulis.
Cukup dengan melihat fisik bus. Warna hi-
jau pada bus tertentu dapat dibedakan
dengan warna hijau pada bus lainnya. Be-
gitu pula hiasan kaca, renda dan juga penu-
lisan nomor bus secara manual dapat
dibedakan dengan sering memperhatikann-
ya. Saya sendiri pernah mengidentifikasi
nomor bus dengan mudah, meski pada wak-
tu malam dengan minim cahaya, sekalipun
dengan sudut miring 30 derajat.
Mungkin tidak banyak yang perhatian
dan hapal dengan watak dan karakter sopir
beserta kumsari bus. Namun ternyata hal
tersebut lumayan membantu kenyamanan
kita saat menggunakan bus. Misalnya kum-
sari pada bus tertentu, ia tidak akan mem-
beri kembalian pada wafidin kecuali saat
kita akan turun, atau sudah dekat dengan
daerah tujuan. Jika kita lupa, maka hak
uang kembali kita tentu harus diikhlaskan.
Solusi jika bertemu dengan model kumsari
begitu, bayarlah tiket dengan uang pas.
Meski demikian cukup banyak sopir dan
kumsari yang sangat baik. Salah seorang
sopir yang sering saya amati, usianya masih
paruh baya, namun ia tidak pernah mem-
bukakan automatic door kecuali setelah
memastikan penumpang turun di tempat
yang aman. Ia juga jarang marah-seperti
watak orang Mesir pada umumnya- mes-
kipun dibentak-bentak pengendara lain,
sekalipun bukan ia yang salah.
Pengemis dan pedagang asongan di
Mesir memang tidak sebanyak yang kita
dapati dalam transportasi umum di Indone-
sia. Mungkin itu sebabnya mengenali mere-
ka tidak terlalu sulit, meski belum tentu
setiap hari kita temui. Pun jika kita per-
hatikan, cara pengemis meminta-minta
tidak sebanyak ragam cara pengemis di
tanah air yang terlampau kreatif. Pedagang
asongan pun demikian, rata-rata berjualan
dengan cara yang begitu-begitu saja. Dan
beberapa yang saya temui, mereka tidak
mau serta-merta menerima uang yang kita
berikan, jika kita tidak mengambil da-
gangan yang mereka tawarkan. Jadi, jika
anda ingin bersedekah misalnya, bisa
dengan cara membeli dagangan mereka
namun dengan uang yang lebih.
Konsekwensi yang tidak dapat ditolak
dalam menggunakan trasportasi umum
ialah kemungkinan menjadi korban keja-
hatan. Jika tidak waspada dan memperlihat-
kan barang berharga (gadget misalnya),
maka peluang menjadi korban kejahatan
pencopetan semakin besar. Mungkin anda
pernah menjadi korban, atau melihat pen-
copet yang beraksi dengan beragam mo-
dusnya. Tidak jarang pencopet dalam bus
umum lebih dari satu orang. Ada juga yang
menggunakan modus pura-pura kaki ke-
ram. Uniknya, salah seorang Masisir pernah
men-share foto pencopet yang cukup
dikenali, sehingga foto tersebut tersebar
melalui whatsapp dan jejaring sosial.
Begitulah sekelumit pengalaman yang
saya dapati melalui pengamatan pribadi
dan cerita rekan-rekan Masisir. Apapun
yang kita jalani dalam tahun-tahun singkat
kita di Kairo, waktu terus berlalu se-
bagaimana bus yang terus beroperasi
(meski pernah juga mogok). Dan seperti
spring yang tetap merekahkan warna-warni
bougenvil, aster, kembang sepatu dan bun-
ga-bunga lain di tiap sudut bumi Kinanah,
meski kemacetan dan beberapa kisruh poli-
tik tetap mewarnai Mesir terjadi. Begitu
pula ujian akan tetap digelar, seberapa pun
persiapan kita. Semua tetap dan harus di-
jalani. Semoga Allah Swt mempermudah
tiap langkah kita.
Di Urat Nadi Kairo Oleh: Mardiyah
Doc:h
ttp://w
eekly.ah
ram.org.eg
TROBOSAN
- Edisi 3
61
- 19
Ap
ril 20
14
Kegalauan Agamawan (baca: saya) Oleh: Fahmi Hasan Nugroho*
Tulisan ini berangkat dari kegalauan
yang saya alami setelah merenungi kondisi
umat kita saat ini, umat Islam yang sampai
saat ini masih galau meratapi kekalahan dan
kemunduran. Keterpurukan dan kekalahan
dalam berbagai bidang yang diperparah
dengan pertikaian dan perselisihan.
Sudah lebih dari satu tahun saudara kita
di Suriah saling berperang satu sama lain.
Lebih dari seratus ribu jiwa meregang nyawa
karena konflik yang entah akan berujung di
mana. Pasukan pemberontak ingin men-
jatuhkan pemerintah, dan pemerintah ingin
mempertahankan kekuasaan dan membela
negara. Lucunya, pasukan pemberontak yang
terdiri dari berbagai kelompok pun saling
serang dan saling bertikai satu sama lain
meski memiliki tujuan dan musuh bersama.
Setengah tahun sudah gejolak politik
Mesir berlalu. Dalam rentan waktu itu, telah
ribuan nyawa menjadi korban. Kelompok
Ikhwanul Muslimin terus bertahan dan
melakukan berbagai macam aksi merebut
kembali hak yang terzalimi, melawan pihak
militer dan pemerintah yang tidak lagi segan
untuk melakukan segala macam cara demi
mempertahankan kekuasaan.
Konflik politik di kedua negara itu di-
perparah dengan konflik di kalangan ula-
manya yang kemudian menarik konflik ini ke
arah konflik agama. Konflik Suriah misalkan,
dihiasi dengan konflik Sunni Syiah menjadi-
kan peperangan semakin bersemangat kare-
na pilihannya antara kemenangan dan surga.
Begitu juga konflik di Mesir. Konflik ini
berupa pertikaian antara dua jihad: jihad
membela hak yang terzalimi dan jihad untuk
menjaga stabilitas dan keamanan negara.
Konflik juga diramaikan dengan perseteruan
antara ulama, mereka saling berargumen,
berdebat, dan bertikai hingga umat pun
dibuat bingung.
Apalagi jika berpikir tentang Palestina.
Sudah jelas mereka berada dalam jajahan
israel, memiliki sejarah yang sama, musuh
dan tujuan yang sama, merasakan pender-
itaan yang sama, namun masih saja terdapat
sekat antara Hamas dan Fatah karena perbe-
daan konsep perjuangan. Seriously?
Itu di Timur Tengah. Keadaan kita di
Indonesia pun tak jauh berbeda. Perdebatan
antara kaum Salafi dengan kaum NU. Sejak
awal hingga kapanpun, kaum Salafi dan NU
mustahil untuk disatukan karena argumen
yang bertolak belakang. Berbagai diskusi dan
debat terbuka pun hanya menjadi ajang per-
tarungan yang hanya menghasilkan klaim
kemenangan dari masing-masing pihak.
Konflik HTI dengan PKS, keduanya sama-
sama menginginkan politik Islam namun
berselisih karena memiliki konsep yang ber-
beda. Konflik antar partai politik Islam yang
memiliki tujuan yang sama namun berbeda
kepentingan. Juga konflik sesama salafi yang
hanya menjadi klaim kebenaran sepihak dan
vonis bidah kepada kelompok salafi lainnya.
Setelah saya menyadari hal ini, saya sem-
pat berpikir bahwa pengetahuan saya yang
dulu sangat sempit justru lebih mene-
nangkan hati ketimbang saat ini. Dulu, saat
pola pikir saya masih dibentuk di Gontor,
saat saya belum banyak belajar, saya hanya
tahu perbedaan itu cuma terjadi antara NU
dan Muhammadiyah, saya tidak mengenal
apa itu syiah, khawarij, Ikhwanul Muslimin,
Hizbut Tahrir, Salafi, atau Jamaah Tabligh.
Dan saat itu justru lebih terasa mene-
nangkan pikiran dan hati ketimbang saat ini.
Saat itu saya hanya mengenal Islam itu
satu. Seluruh kelompok-kelompok di da-
lamnya adalah sama, dalam satu kesatuan
ahlusunah waljamaah, dan sama-sama
mendapat jaminan dari Rasulullah bahwa
siapa yang mengucap syahadat maka akan
masuk surga. Saat itu saya hanya tahu musuh
umat Islam itu berasal dari pihak luar: kris-
tenisasi, westrenisasi, penjajahan. Saya han-
ya tahu umat Islam itu saudara dan harus
saling membela atas dasar keimanan. Paham
Islam yang sangat sederhana memang, na-
mun bagi saya itu benar-benar mene-
nangkan.
Kemudian saya mulai kenal dengan kaum
salafi beserta klaim kebenaran yang selalu
mereka gemborkan. Perkenalan saya dengan
dakwah salafi dimulai dengan klaim bahwa
kelompok mereka adalah satu kelompok
penghuni surga dari 72 kelompok Islam
penghuni neraka. Saat itu, saya dihantui oleh
pilihan antara mengikuti guru-guru saya
yang divonis masuk neraka atau mengikuti
saran teman saya untuk masuk surga namun
memusuhi guru-guru saya.
Perpindahan ke Mesir membuka mata
saya semakin lebar. Revolusi 2011
memunculkan perbedaan-perbedaan ke-
lompok Islam di Mesir ke permukaan.
Dakwah kelompok-kelompok Islam semakin
terbuka mengiringi al-Azhar yang telah ada
sejak lama. Dan ternyata, kelompok-
kelompok yang ada itu justru saling serang
dan bermusuhan, sama sekali tidak akur
kecuali jika ada kesamaan kepentingan.
Di sini saya merasakan kegalauan. Umat
Islam sepertinya mustahil untuk bersatu
kembali. Bukannya bersatu, justru malah
saling sikut satu sama lain.
Ketika salah satu kelompok Islam dilabeli
dan dipropagandakan sebagai teroris, kita
hanya diam dan mengiyakan karena kita
merasa bahwa mereka bukanlah kelompok
kita. Ketika ribuan umat Islam mati terbunuh
karena keyakinan mereka tentang jihad dan
perjuangan, kita hanya diam bahkan seolah
merelakan karena mereka adalah mereka,
dan bukan kelompok kita.
Ketika satu kelompok Islam menyerang
kelompok Islam lain kita diam, atau bahkan
mendukung karena kita merasa bahwa
mereka bukanlah kelompok kita. Ketika ke-
menangan diraih oleh kelompok Islam lain
kita merasa bahwa itu adalah sebuah kesia-
lan bagi kita, dan ketika kesialan melanda
mereka kita pun senang seolah kita
mendapatkan kemenangan.
Kegalauan saya ditambah dengan
melihat kemajuan yang telah diraih oleh
bangsa-bangsa lain. Bangsa yang justru saat
ini telah menjauh dari agama mereka. Bang-
sa yang tidak memiliki konsep akherat dan
hanya tahu bahwa hidup itu cuma satu kali
di dunia. Bangsa yang tidak memiliki konsep
`ibadatullah, `imarat al-Ardh, dan tazkiyah al-
Nafs sebagaimana yang kita miliki.
Bangsa-bangsa itu tidak banyak
mengenal Rasulullah sebagaimana kita
mengenalnya, namun mereka justru telah
melaksanakan banyak dari ajarannya.
Adagium al-Hikmah Dhallah al-Mu`min, se-
tiap hikmah adalah milik kaum muslim yang
hilang telah digunakan oleh mereka. Ajaran
Rasulullah yang kita lewatkan kemudian
mereka ambil dan mereka terapkan. Dan hal
itu bukan karena ancaman neraka atau janji
surga, tapi karena keyakinan bahwa hidup
mereka hanya di dunia saja.
Saya merasa bahwa sebagai penuntut
ilmu agama kita hanya lebih banyak berkutat
dalam konsep, berdebat dan saling serang
karena perbedaan konsep, bermusuhan dan
memutuskan tali silaturahmi karena perbe-
daan aplikasi dari konsep. Waktu kita terku-
ras untuk berselisih, menyalahkan dan men-
cari pembenaran.
Orang lain hanya mencari dunia dan
mereka benar-benar bisa mendapatkannya.
Sedangkan kita yang mencari akhirat justru
merugi dua hal: tidak mendapatkan dunia
karena waktu terkuras untuk berselisih, dan
tidak ada jaminan mendapatkan akhirat ka-
rena perbuatan-perbuasan dosa kita yang
justru kita anggap berpahala. Semoga tulisan
saya ini salah. []
* Penulis adalah Keluarga Trobosan.
Email/YM: [email protected]
FB: Tranferindo Mesir