Upload
kai-sekuler
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
Pemberian rokok cuma-cuma (Sampel) kepada konsumen akan mampu mengarahkan konsumen untuk melakukan pembelian
1. Amin Kuncoro (STAIMAFA Pati)amin_kuncoro@ yahoo .com
2. Hutomo Rusdianto (FE.UMK Kudus)[email protected]
Tingkat persaingan industri atau perusahaan rokok di Indonesia sangat ketat, sehingga perusahaan-perusahaan rokok dituntut untuk mampu bersaing dengan baik agar mampui menguasai pasar. Tingkat persaingan yang ketat itulah maka berbagai cara agar mampu bertahan lama dipasaran sering diberlakukan, diantaranya adalah experiental marketing. Cara ini memungkinkan perusahaan mampu mengkomunikasikan produknya langsung kepada calon konsumen.
Penelitian ini merupakan pengujian tindakan tanpa penelitian yaitu peneliti tidak melakukan penelitian secara sistematis sesuai dengan kaidah-kaidah metodologi penelitian untuk mengetahui permasalahan, penyakit, potensi atau kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman organisasi.
Hasil dari penelitian ini adalah pada siklus pertama omzet penjualan mengalami peningkatan sebesar 10 persen dari total penjualan sebelumnya, hal ini ada kemungkinan bahwa setelah dilakukan experiental marketing atau sampel kepada calon konsumen, maka terjadi peningkatan penjualan.
Hal ini juga berlaku pada siklus kedua, dijelaskan bahwa siklus kedua dari setiap lokasi atau wilayah yang dijadikan objek experiental marketing, mengalami peningkatan omzet penjualan sebesar 10 persen. Akan tetapi pada siklus ketiga justru mengalami penurunan, hal ini adanya kemungkinan bahwa perokok yang dijadikan objek untuk mencoba adalah perokok pemula atau perokok coba-coba.
Dapat diambil kesimpulan bahwa strategi yang digunakan untuk mengkomunikasikan produk Rokok Djambu Bol dengan menggunakan teknik experiental marketing atau sampel kepada calon konsumen, tidak mempunyai dampak bagi peningkatan penjualan. Hal ini disebabkan konsumen melakukan pembelian dikarenakan adanya faktor sungkan (jawa), karena telah mencoba rokok Djambu Bol.
Keywords: Experiental marketing, Keputusan pembelian
2
A. LATAR BELAKANG
Keberhasilan perusahaan dalam memenangkan persaingan sangat ditentukan
oleh hubungan yang dibina dengan konsumen. Jika suatu perusahaan dapat
menciptakan merek yang hebat, konsumen tidak akan mempertimbangkan
permasalahan biaya, tempat atau distribusinya. Langkah-langkah yang sering
dilakukan oleh perusahaan dalam memenangkan persaingan semakin komplit.
Berbagai metode serta aspek-aspek yang dilakukan oleh perusahaan, sering
memicu persaingan secara terbuka, sehingga perusahaan dituntut untuk berani
menciptakan strategi baru yang unik serta mampu diingat oleh konsumen.
Munculnya teknik baru dalam memenangkan persaingan di pasar terbuka,
memicu berbagai stigma yang secara umum berimbas pada konsumen untuk
berperilaku konsumtif. Pada hakikatnya konsumen memiliki hak untuk memilih
barang yang akan digunakan ataupun yang akan dibeli. Akan tetapi kian luasnya
promosi yang dilakukan oleh perusahaan, membuat konsumen harus berpikir
cerdik memenuhi keinginan sesuai dengan berbagai tingkat kebutuhan,
diantaranya adalah dengan membelanjakan uangnya sesuai dengan kemampuan.
Bahkan konsumen harus berani menilai serta mencari informasi tentang produk
yang akan dibeli.
Guiltinan dan Paul (1992), definisi strategi pemasaran adalah pernyataan pokok tentang dampak yang diharapkan akan dicapai dalam hal permintaan pada target pasar yang ditentukan.
Philip Kotler (Marketing) pemasaran adalah kegiatan manusia yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran.
Philip Kotler dan Amstrong pemasaran adalah sebagai suatu proses sosial dan managerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang lain.
Armstrong dan Kotler (2000:5), marketing adalah “A societal process by which individuals and groups obtain what they need and want
3
through creating, offering and freely exchanging products and services of value with others”
Pemasaran adalah kegiatan manusia yang diarahkan sebagai suatu proses
sosial dan manajerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa
yang mereka butuhkan dengan penciptaan dan pertukaran nilai timbal balik
produk dengan nilai orang lain.
Pemasaran itu sendiri tidak terlepas dengan aspek sumberdaya manusia
produktif yang mampu menciptakan nilai yang berguna bagi umat manusia
lainnya. Sehingga beberapa konsep yang muncul sering mengedapkan nilai-nilai
kemanusiaan. Bahkan untuk mencapai suatu yang bersifat professional
dibutuhkan berbagai strategi dalam memperoleh dihati konsumen.
Hakekatnya adalah bagaimana mencapai tujuan secara maksimal dengan
berupaya tercapai suatu nilai bagi orang lain atau perusahaan. Dengan hakekat
tersebut, maka pencapaian tujuan perusahaan atau individu dapat tercipta
komunikasi efektif dari produsen ke konsumen. Pentingnya pemasaran dalam
lingkup bisnis membuat nilai-nilai yang terkandung dari strategi bisnis menjadi
lebih kompetitif, sehingga berbaga konsep bermunculan dengan strategi-strategi
jitu.
Robinette dan Brand dalam Kustini, 2007:46), experience are private events that accur in response to some stimulation (e.g. as provide by marketing efforts before after purchase). Pengertiannya adalah bahwa pengalaman merupakan peristiwa pribadi yang terjadi sebagai tanggapan atas beberapa jenis stimulus seperti memberikan sesuatu kepada calon konsumen untuk mencoba.
Untuk mencapai kepuasan pelanggan yang kemudian akan menjadi pelanggan
potensial, maka salah satu strategi untuk menguasai pelanggan adalah dengan
menggunakan cara experiental marketing. Tujuannya adalah agar pelanggan
menjadi lebih loyal dengan diberikan contoh atau diberikan kesempatan untuk
mencoba.
4
Di Kabupaten Kudus lebih terkenal dengan kota kretek, hal ini disebabkan
karena rokok yang beredar di Indonesia dan yang mampu menguasai pasar
diantaranya adalah produksi dari Kabupaten Kudus. Filosofi itulah kemudian
muncul bahwa kota Kudus identik dengan kota Kretek.
PR. Djambu Bol merupakan salah satu perusahaan rokok yang ada di Kudus,
eksistensinya pada saat itu menunjukan bahwa rokok merupakan kebiasaan dan
budaya yang pantas dipertahankan, karena hasil dari pajak atau cukainya sangat
besar dan mempunyai kontribusi pendapatan asli daerah (PAD) yang luar biasa.
Tumbuh-tumbang dan maju-mundurnya perusahaan kretek dapat
menggambarkan persaingan dalam bisnis produksi dan penjualan kretek. Selain
berkompetisi, hubungan antar perusahaan kretek juga dapat digambarkan dalam
sebuah paguyuban yang sifatnya saling mendukung dan berkordinasi, S.
Margana, dkk, 2014:180).
Demikian pula yang dialami oleh perusahaan rokok Djambu Bol di Kudus,
persaingan yang kian ketat, menumbuhkan kompetisi public yang semakin ketat,
sehingga perusahaan dituntut untuk menciptakan ide-ide cemerlang untuk
menguasai pasar sasaran..
Berdasarkan keterangan di atas, maka judul penelitian ini adalah Pemberian
rokok cuma-cuma (Sampel) kepada konsumen akan mampu mengarahkan
konsumen untuk melakukan pembelian. Sedangkan pembatasan masalah dari
penelitian ini adalah variabel idependenya adalah experiental marketing,
sedangkan variabel dependenya adalah keputusan pembelian.
Perumusan masalah dari penelitian ini adalah apakah dengan meminta
konsumen untuk merasakan rokok secara cuma-cuma akan mampu
mengarahkan konsumen untuk melakukan pembelian? Sedangkan tujuan
dari penelitian ini adalah dengan memberikan rokok secara cuma-cuma
kepada konsumen akan mampu mengarahkan konsumen untuk melakukan
pembelian.
5
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Experiental Marketing
Andreani (2007) experiential marketing merupakan sebuah pendekatan dalam
pemasaran yang sebenarnya telah dilakukan sejak zaman dulu hingga sekarang
oleh pemasar.
Experiential marketing sangat efektif bagi pemasar untuk membangun brand
awareness, brand perception, brand equity, maupun brand loyalty hingga
purchasing decision dari konsumen, Akiko Natasha dan Debrina Dwi Kristanti,
2014.
2. Karakteristik experiental marketing
Schmitt (1999:12) membagi Experiential Marketing menjadi 4 karakteristik,
yaitu:
a) Fokus pada pengalaman konsumen
Suatu pengalaman terjadi sebagai pertemuan, menjalani atau melewati
situasi tertentu yang memberikan nilai-nilai intuisi, emosional, kognitif,
perilaku dan relasional yang menggantikan nilai-nilai fungsional. Dengan
adanya pengalaman tersebut dapat menghubungkan badan usaha beserta
produknya dengan gaya hidup konsumen yang mendorong terjadinya
pembelian pribadi dan dalam lingkup usahanya.
b) Menguji situasi konsumen
Berdasarkan pengalaman yang telah ada konsumen tidak hanya
menginginkan suatu produk dilihat dari keseluruhan situasi pada saat
mengkonsumsi produk tersebut tetapi juga dari pengalaman yang
didapatkan pada saat mengkonsumsi produk tersebut.
c) Mengenali aspek rasional dan emosional sebagai pemicu dari konsumsi
Dalam Experiential Marketing, konsumen bukan hanya dilihat dari sisi
rasional saja melainkan juga dari sisi emosionalnya. Jangan
memperlakukan konsumen hanya sebagai pembuat keputusan yang
6
rasional tetapi konsumen lebih menginginkan untuk dihibur, dirangsang
serta dipengaruhi secara emosional dan ditantang secara kreatif.
d) Metode dan perangkat komputer
Metode dan perangkat untuk mengukur pengalaman seseorang lebih
bersifat elektrik. Maksudnya lebih bergantung pada objek yang akan diukur
atau lebih mengacu pada setiap situasi yang terjadi daripada menggunakan
suatu standar yang sama. Pada experiential marketing, merek bukan hanya
sebagai pengenal badan usaha saja, melainkan lebih sebagai pemberi
pengalaman positif pada konsumen sehingga dapat menimbulkan loyalitas
pada konsumen.
3. Manfaat Experiential Marketing
Experiential Marketing dimanfaatkan secara efektif apabila diterapkan pada
situasi tertentu. Ada manfaat yang dirasakan suatu badan usaha menurut
pandangan Schmitt (1999:34) dalam (Atina, 2011) menerapkan experiential
marketing antara lain:
1) Untuk membangkitkan kembali merek yang sedang merosot
2) Untuk membedakan satu produk dengan produk pesaing
3) Untuk menciptakan citra dan identitas sebuah perusahaan
4) Untuk mempromosikan inovasi
5) Untuk membujuk percobaan, pembelian dan loyalitas konsumen.
Sehingga pada dasarnya manfaat ecxperiental marketing adalah untuk
membangkitkan kembali, membedakan dengan produk lain, menciptkan citra
danidentitas dan mempromosikan inovasi dengan cara membujuk untuk mencoba
agar konsumen loyal.
The New York Group Advertising Marketing Consulting (2001:76)
mengemukakan bahwa Konsep Pemasaran Pengalaman muncul bersamaan dengan
tiga fenomena yang dihadapi dalam dunia pemasaran masa kini, yaitu: 1.Ledakan
teknologi informasi (the information explotion) 2.Supremasi Merek (brand
7
supremacy) 3.Komunikasi yang Tergabung dengan Hiburan (comminications
integrated with entertainment). Sehingga experiential marketing merupakan
sebuah pendekatan baru untuk memberikan informasi mengenai merek dan
produk.
4. Keputusan Pembelian
Helga Drumond (2003:68), adalah mengidentifikasikan semua pilihan yang
mungkin untuk memecahkan persoalan itu dan menilai pilihan-pilihan secara
sistematis dan obyektif serta sasaran-sasarannya yang menentukan keuntungan
serta kerugiannya masing-masing.
Nugroho (2003:38) adalah proses pengintegrasian yang mengkombinasi sikap
pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif, dan memilih
salah satu diantaranya.
Dengan kata lain bahwa keputusan pembelian adalah merupakan langkah-
langkah yang diambil oleh konsumen untuk melakukan tindakan membeli,
membuang dan menggunakan barang atau jasa.
Kecerdikan perusahaan untuk melakukan riset terhadap keputusan pembelian
produk mereka, sehingga perusahaan akan mengetahui kapan konsumen pertama
kali mengenal kategori produk mereka, kemudian seperti apa keyakinan mereka
dan seberapa besar mereka terlibat.
1) Tahap-tahap proses keputusan pembelian Kotler (2005, h.224)
a) Pengenalan masalah
Proses pembelian dimulai ketika pembeli mengenali sebuah masalah atau
kebutuhan.
b) Pencarian informasi
Konsumen yang terasang kebutuhanya akan terdorong untuk mencari
informasi yang lebih banyak.
8
c) Evaluasi alternative
Tidak ada proses evaluasi tunggal sederhana yang digunakan oleh semua
konsumen atau oleh satu konsumen dalam situasi pembelian.
d) Keputusan pembelian
Dalam tahap evaluasi, konsumen membentuk prefensi atas merek-
merek dalam kumpulan pilihan.
e) Tindakan pasca pembelian
Kepuasan dan ketidakpuasan konsumen terhadap suatu produk akan
mempengaruhi perilaku selanjutnya.
2) Peranan dalam keputusan pembelian, Kotler (2005, h.220).
1) Pemrakarsa (Initiator).
2) Pemberi pengaruh (Influencer).
3) Pengambil keputusan (Decider).
4) Pembeli (Buyer).
5) Pemakai (User).
C. KERANGKA BERFIKIRDari keterangan diatas maka kerangka berfikir dari penelitian ini adalah apabila
pemberian rokok secara cuma-cuma kepada konsumen mampu melakukan
pembelian, maka pemberian secara cuma-cuma tersebut akan dapat membantu,
mengarahkan, membangkitkan dan memberikan pengalaman bagi konsumen untuk
melakukan pembelian.
D. HIPOTESI
Berdasarkan keterangan kerangka pikir diatas maka menurut (Sugiyono,
2014:722) bahwa hipotesis penelitian tindakan bukan hipotesis statistic akan tetapi
merupakan hipotesis teoritis.
Sehingga hipotesis penelitian ini adalah:
9
1) Pemberian rokok cuma-cuma (sampel) kepada konsumen akan mampu
mengarahkan melakukan pembelian dengan cara konsumen dipersilahkan
mencoba, merasakan dan menikmati aromanya.
2) Rokok yang diberikan kepada konsumen (sampel) akan mampu mengajak
konsumen untuk melakukan pembelian.
E. METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan pengujian tindakan tanpa penelitian, menurut
Sugiyono, 2014:700) penelitian jenis ini adalah peneliti tidak melakukan penelitian
secara sistematis sesuai dengan kaidah-kaidah metodologi penelitian untuk
mengetahui permasalahan, penyakit, potensi atau kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman organisasi.
Tindakan yang akan diuji adalah berdasarkan analisis permasalahan yang tidak
didasarkan pada penelitian, tetapi berdasarkan dugaan-dugaan dan persepsi pada
gejala-gejala yang dipandang negative, Sugiyono, 2014:700).
Pada dasarnya penelitian tindakan tanpa penelitian ini akan digunakan untuk
meningkatkan kinerja organisasi atau tidak, didasarkan oleh saran peneliti
sebelumnya atau saran-saran dari para pekerja atau partisipan dan pengamat.
Metode yang digunakan dari penelitian tindakan ini adalah Learning History,
Sugiyono, 2014:704) penelitian ini digunakan sebagai bahan pembelajaran dalam
penelitian tindakan. Peneliti berkolaborasi dengan orang-orang yang terlibat pada
kegiatan organisasi tersebut untuk menceritakan sejarah perkembangan organisasi
dengan adanya penelitian tindakan.
F. PROSES PENELITIAN TINDAKAN
Sugiyono, 2014:707, menyatakan proses penelitian tindakan dengan
menggunakan tindakan tanpa penelitian untuk menemukan masalah adalah
penelitian jenis ini untuk merumuskan masalahnya cukup dengan refleksi terhadap
situasi kerja, sehingga dapat dibut rumusan masalah dan judul penelitian.
10
Kemudian karena masalahnya sudah jelas maka peneliti menemukan permasalah
dari etos kerja pada bagian pemasaran, karena peneliti pada waktu itu adalah
sebagai pelaku atau sebagai karyawan pada bagian pemasaran PR. Djambu Bol.
Kemudian peneliti menggambarkan atau merefleksikan penelitian tindakan
dengan menggunakan metode learning history yaitu dengan menentukan langkah-
langkah sebagai berikut ini.
Melakukan perencanaan, pelaksanaan tindakan (Act), evaluasi (Observe), refleksi
(Reflect) dan Kesimpulan. Teknik pengumpulan datanya menggunakan data skunder
yaitu berisi tentang hasil wawancara dengan responden tentang permasalahan yang
terjadi di perusahaan, kemudian dari hasil wawancara tersebut penelitian melakukan
pengkajian data dan menguji hipotesis tindakan.
Observasi yang dilakukan adalah dengan mendatangi para pekerja (mantan
salesman) yang dulu pernah melakukan teknik experiental marketing. Pada saat
para salesman meberikan berkomentar tentang experiental marketing, maka peneliti
melakukan pencatatan bagaimana cara salesman tersebut memberikan arahan,
membujuk, merayu dan mengarahkan konsumen bahkan calon konsumen untuk
melakukan pembelian rokok Djambu Bol.
G. INTRUMEN PENELITIANIntrumen dari penelitian ini adalah menggunakan dan mengamati wawancara
kemudian mencatat dari hasil wawancara tersebut kepada sejumlah salesman yaitu
30, karena proses wawancara dengan menggunakan 30 responden maka peneliti
menggunakan angka 4 = sangat tinggi, 3 = tinggi, 2 = rendah dan 1 = sangat
rendah, (Sugiyono, 2014:724).
Sebelum diberi sampelAspek yang dinilai
Sesudah diberi sampel Beda
1 2 3 4 Sampel rokok 1 2 3 4
1 2 3 4Calon konsumen 1 2 3 4
1 2 3 4 Lokasi sampel 1 2 3 4
Sumber: Sugiyono, 2014:724 yang dikembangkan oleh peneliti.
11
H. TEKNIK ANALISIS DATA
Dalam penelitian ini teknik analisis datanya untuk menguji hipotesis, maka
siklusnya adalah:
1. Pemberian rokok cuma-cuma (sampel) kepada calon konsumen akan mampu
mengarahkan calon konsumen untuk membeli
2. Calon konsumen yang tidak diberi rokok cuma-cuma (Sampel) tidak bisa
diarahkan untuk melakukan pembelian.
I. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Siklus Pertama
a) Perencanaan Pengujian
Perencanaan pengujian dari penelitian ini adalah bagaimana para salesman
tersebut menyiapkan dalam pelaksanaan experiental marketing, kemudian apa
saja yang akan dilakukan pada saat ketemu calon konsumen, apakah langsung
diajak dialog atau komunikasi yang lebih intensif atau bahkan merayu terlebih
dahulu agar calon konsumen dengan berbagai kepentingan bersedia untuk
memberikan tanggapan dengan mencoba merasakan rokok yang disajikan oleh
salesman.
Dalam hal ini adalah salesman memberikan masukan kepada calon konsumen
kemudian diajak untuk berkomunikasi yang baik sehingga calon konsumen
bersedia untuk merasakan rokok dan memberikan tanggapan.
b) Pelaksanaan Tindakan
Metode yang digunakan didalam pelaksanaan experiental marketing oleh
salesman PR. Djambu Bol Kudus adalah setiap hari terdiri dari berbagai tingkat
kebutuhan dan sesuai dengan hari pasaran pada saat itu, artinya bahwa pemberian
rokok sampel adalah manakala calon konsumen bereaksi terhadap produk rokok
yang dibawa salesman, kemudian dari hasil reaksi tersebut mempunyai dampak
yang luas, maka salesman diberikan kebijakan untuk memberikan, mengarahkan
dan merayu calon konsumen agar bersedia mencoba merasakan dan
membandingkannya dengan produk lain.
12
Dengan demikian maka setiap konsumen penikmat rokok dengan strata yang
sama atau dengan kelas yang sama pada kondisi sosial ekonomi masyarakat
dilokasi atau ditempat yang berbeda, maka kemungkinan terbesar adalah calon
konsumen akan melakukan pembelian rokok Djambu Bol.
Hal ini tergantung dengan periode pemberian sampel rokok Djambu Bol, dan
tergantung dengan kondisi sosial ekonomi pada tempat yang berbeda, karena PR.
Djambu Bol mengeluarkan berbagai jenis rokok yang disesuaikan dengan kondisi
sosial masyarakat di Indonesia.
c) Pengamatan
Dari hasil pengamatan selama proses wawancara dengan salesman dan
beberapa simpatisan, maka dapat dijelaskan bahwa pada saat calon konsumen
ragu-ragu untuk menentukan pilihan dalam hal membeli rokok, maka keragu-
raguan itu dapat diarahkan untuk mencoba dan kemudian setelah mencobanya,
calon konsumen diarahkan untuk membeli rokok merk Djambu Bol.
Selanjutnya hasil pengamatan pada saat waawancara dengan salesman
menyatakan bahwa pada kondisi tertentu khususnya perokok coba-coba atau
perokok pemula, mereka tidak pernah mempertimbangkan merk rokok, dengan
demikian maka perokok pemula hanya mempertimbangkan kuantitas atau jumlah
dari rokok tersebut (setiap bungkus berisi berapa batang).
Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa calon penikmat rokok
masih membutuhkan arahan untuk menentukan pilihannya, terutama pada daerah
tertentu, dikarenakan kondisi sosial ekonomi di Indonesia belum merata,
sehingga penikmat rokok mempunyai pertimbangan khusus di dalam membeli
rokok.
d. RefleksiBerdasarkan hasil dari proses pengamatan dan wawancara untuk dijadikan
sebagai sumber data dari penelitian ini, ternyata dengan memberikan sampel
(rokok cuma-cuma) akan dapat mengarahkan calon penikmat rokok, calon
konsumen dan perokok pemula untuk melakukan pembelian.
13
Sedangkan biaya untuk melakukan experiental marketing tersebut tidaklah
mahal, karena sertiap perusahaan rokok (pada saat itu) akan mengeluarkan produk
tertentu yang diberikan khusus kepada karyawan yaitu dengan jenis TUD (Tidak
Untuk Dijual).
Besarnya rokok yang diberikan kepada karyawan tersebut bertujuan untuk
memberikan kompensasi kepada karyawannya, sehingga para karyawan tidak
perlu membeli dari produk lain.
Dari TUD (Tidak Untuk Dijual) itulah para salesman menggunakanya sebagai
alat promosi yang handal tanpa mengeluarkan biaya yang besar, karena rokok
yang dibagikan kepada calon konsumen adalah rokok TUD (Tidak Untuk Dijual)
yang setiap bulan diberikan kepada karyawan.
2. Siklus KeduaPembuktian hipotesis pada siklus ke II ini lebih bersifat menguji reliabilitas
atau konsistensi terhadap hasil uji hipotesis pada siklus pertama dan kedua.
a. Perencanaan
Pada periode perencanaan siklus yang ke II ini, penulis menitik beratkan pada
bagaimana cara melakukan experiental marketing pada salesman.
Hampir setiap hari salesman melakukan promosi yaitu memberikan rokok
sampel secara gratis bagi calon konsumen atau bagi penikmat rokok (pemula
maupun perokok sejati). Tujuannya adalah agar calon konsumen tertarik dengan
model promosi tersebut. Dengan demikian salesman akan mampu membujuk
calon konsumen agar mau membeli produknya atau minimal calon konsumen
mampu mengingat bahwa rokok Djambu Bol memang pantas untuk dibeli dan
dinikmati.
b. Pelaksanaan Tindakan
Pada bulan-bulan pertama memasuki wilayah pemasaran khususnya derah
pengembangan, maka salesman dituntun untuk mencari pelanggan sebanyak
mungkin, hal ini bertujuan untuk mengembangkan daerah atau wilayah tersebut
dari data yang sudah ada.
14
Disinilah eksistensi salesman dipertaruhkan, karena tenaga penjualan
(salesman) mempunyai kewajiban yang luar biasa ketat dan padat, sehingga
kesalahan didalam menentukan wilayah kerja atau daerah operasional, maka
akan berdampak dengan menurunnya omzet penjualan. Kegigihan salesman
untuk menentukan roadmap atau jadwal kunjungan setiap hari, ditentukan
dengan kelengkapan data geografi dan monografi desa atau kota.
Setiap salesman berbekal data dan peta wilayah di kota kabupaten-kabupaten
sebagai lokasi pengembangan wilayah pemasaran. Dari data tersebut, salesman
mempelajari dan kemudian memutuskan wilayah manakah yang akan dijadikan
basis produk fockus dan produk pengembangan. Kemudian teknik promosi yang
digunakan apakah akan menggunakan experiental marketing atau dengan
menggunakan spriding retailing.
Menindaklajuti siklus yang pertama itulah, maka peneliti mencoba mengurai
bagaimana pengembangan wilayah pemasaran dengan menggunakan promosi
experiental marketing. Langkah awal telah dilakukan yaitu dengan memberikan
rokok sampel kepada calon konsumen dan konsumen atau perokok coba-coba.
Hasil yang diperoleh adalah setiap hari salesman memberikan ke beberapa calon
konsumen terpilih untuk merasakan, kemudian calon konsumen tersebut
diarahkan untuk membeli di toko-toko atau warung terdekat, bahkan calon
konsumen diperbolehkan membeli langsung kepada salesman.
Tujuan semula adalah agar calon konsumen mampu mengingat atau
mempresentasi produk kepada orang lain dan dirinya sendiri termasuk
dilingkungannya.
Sehingga setiap hari salesman mempunyai target kunjungan kepelanggan baru
sekitar 21 outlet dan 10 orang calon konsumen dan perokok baru untuk
mempresentasikan produk yang telah dicicipi atau dirasakan.
15
c. Pengamatan
Dari hasil pengamatan dan wawancara kepada salesman, maka dapat dijelaskan
bahwa setiap hari akan terkumpul data pelanggan lama yaitu 21 outlet retail dan
10 orang calon konsumen serta perokok pemula.
Estimasinya adalah setiap minggu salesman akan memperoleh data yaitu 126
outlet dan 60 orang calon konsumen atau perokok pemula. Harapannya adalah
setiap kunjungan pada minggu-minggu berikutnya salesman mempunyai metode
yaitu efektif dan efisien, atau biasa disebut target EC (Efektif Call) adalah 17 outlet
dengan jumlah pengambilan rata-rata 5 pres.
Adanya peningkatan jumlah barang yang diminta merupakan edukasi pasar
dengan memberikan sampel kepada calon konsumen atau perokok pemula,
sehingga akan dapat meningkatkan EC (Efektif Call) ± 10 persen setiap
minggunya.
d. Refleksi
Berdasarkan pada hasil pengamatan diatas, dijelaskan bahwa konsumen akan
melakukan keputusan pembelian setelah konsumen mencoba merasakan,
kemudian tingkat peningkatan pada siklus ke II adalah pada daerah pengembangan
pemasaran yang baru, tingkat pertumbuhan outlet menjadi lebih baik, sedangkan
pertumbuhan perokok pemula adalah 10%, hal ini adanya kemungkinan konsumen
melakukan pembelian ulang setelah mencoba rokok tersbut.
3. Siklus ketiga
Pada siklus ketiga ini peneliti memberikan gambaran dari hasil pengujian sikuls
pertama dan kedua yang bersifat konsistensi. Dari siklus pertama dan kedua
dijelaskan bahwa tingkat pertumbuhan dari hasil penjualan rokok meningkat setelah
salesman dalam setiap harinya mampu melakukan promo denga metode experiental
marketing atau lebih dikenal dengan memberikan rokok gratis atau sampel sebagai
daya tarik agar calon konsumen, penikmat rokok serta perokok pemula akan
mengingat atau langsung melakukan pembelian rokok.
16
a. Perencanaan
Pada kenyataannya konsumen penikmat rokok baik yang perokok pemula
maupun perokok yang sudah lama, mereka ada kecenderungan untuk melakukan
pembelian ulang dengan merk yang sama apabila perusahaan rokok selalu
memberikan edukasi pasar yang baik, tradisi yang dibangun oleh perusahaan
adalah dengan memberikan sugesti atau pilihan yang lebih baik apabila konsumen
membeli produknya.
Tradisi yang dibangun oleh perusahaan lebih bersifat empiris, sehingga
konsumen tanpa berpikir mendalam akan membeli rokok dengan merek yang
sama, akan tetapi tradisi tersebut akan terkikis seiring dengan pemberian sampel
sebagai uji coba rasa, sehingga ada variabel lain yang mampu mengubah pola pikir
perokok bahwa selain harga yang ekonomi masih juga didukung oleh rasa, aroma
dan perilaku setelah pembelian, diantarnya adalah kekuatan hubungan emosinal
salesman dengan para agen dan toko serta promosi yang lebih menekankan pada
aspek edukasi.
b. Pelaksanaan Tindakan
Pada awal-awal tindakan yang mengarah pada edukasi pasar sasaran dengan
memaksimalkan promosi yaitu dengan menggunakan experiental marketing,
tingkat pertumbuhan wilayah pemasaran mengalami kenaikan yang signifikan,
terhitung dengan perhitungan dan estimasi pada siklus kedua yaitu setiap harinya
salesman mempunyai beban EC yaitu 10% dari jumlah kunjungan, akan tetapi
tingkat pertumbuhan bagi perokok pemula yaitu juga 10% setiap minggunya.
Hal ini dibuktikan sebagai bentuk tanggung jawab moral salesman kepada
wilayah pemasaran, sehingga dalam kurun waktu setahun wilayah pemasaran akan
berkembang cukup signifikan.
c. Pengamatan
Berdasarkan keterangan periode pengamatan pada siklus pertama dan kedua,
dapat dijelaskan bahwa tingkat pertumbuhan penjualan bagi wilayah pemasaran
baru, hanya rata-rata kurang lebih 10 persen perminggu, hal ini adanya
17
kemungkinan bahwa metode yang digunakan belum tepat sasaran, namun faktor-
faktor lain diluar program pemasaran masih menjadi pertimbangan, sehingga
aspek-aspek lain diantarnya lingkungan ekonomi yang menengah keatas, masih
mampu mempengaruhi.
Harapan dari program promosi yaitu experiental marketing adalah untuk
meningkatkan penjualan dan mengembangkan wilayah pemasaran, sehingga
capaian yang selama ini berdampak secara general akan bisa tercapai.
Metode pengamatan dari siklus pertama mengahsilkan outlet baru, kemudian
dari hasil pengamatan siklus kedua terdapat peningkatan pada perokok pemula
yaitu 10% per minggu.
Dengan demikian maka rata-rata kenaikan jumlah perokok pemula dan
jumlah outlet pada tiap minggunya mencapai 10%. Dari data diatas dapat
dijelaskan bahwa setiap bulannya tingkat pertumbuhan outlet baru dan tingkat
pertumbuhan perokok pemula adalah 40%, artinya bahwa dalam kurun waktu
enam bulan wilayah pemasaran di kota tujuan, akan mampu memberikan
kontribusi kenaikan EC (Efektif Call) dan pembeli potensial yang semakin
meningkat.
d. Refleksi Berdasarkan dari hasil pengamatan diatas dapat dijelaskan bahwa pertumbuhan
perokok pemula masih menunjukan angka yang signifikan, sehingga
pengembangan wilayah pemasaran dalam kurun waktu 1 tahun akan berdampak
pada peningkatan penjualan.
Seharusnya kenaikan perokok pemula dengan berlandaskan omzet penjualan
pada bulan-bulan sebelumnya mempunyai arti yang luas, seperti halo efek yang
ditimbulkan akan mampu merubah passion perokok dengan pertimbangan rasa,
harga dan kedekatan emosional.
18
Gambar 1
Gambar pertumbuhan penjulan setelah konsumen diberikan sampel untuk
dirasakan dan melakukan pembelian
Dari gambar diatas dijelaskan bahwa pertumbuhan pada minggu-minggu
pertama sampai pada minggu keempat mengalami peningkatan yang signifikan,
hal ini disebabkan konsumen mencoba, merasakan, menikmati dan kemudian
melakukan pembelian.
Pada hakikiatnya tingkat pertumbuhan tersebut diikuti oleh semakin tingginya
kenaikan pada pasar sasaran lainnya, akan tetapi faktor yang meyebabkan tidak
meratanya tingkat pertumbuhan dari wilayah satu dengan lainnya adalah kosnep
yang diterima tidak dijalankan semaksimal mungkin.
Sehingga proses promosi dengan cara memberikan rokok gratis atau sampel
hanya berdampak pada wilayah tertentu. Peningkatan volume penjualan dengan
semakin tingginya permintaan, akan berdampak pada semakin tinggi pula biaya
promosi yang secara tidak langsung sudah dialokasikan. Kemudian alokasi dana
promosi tersebut akan dimaksimalkan sesuai dengan program promosi pada saat
itu.
Melihat dari hasil siklus pertama kemudian kedua, maka tingkat pertumbuhan
sudah mencapat target yang ditetapkan, akan tetapi pada siklus ketiga, hasil yang
pengamatan peneliti mempunyai hasil yang berbeda. Implikasi yang nampak dari
siklus ketiga adalah pertumbuhan dari volume penjualan rokok Djambu Bol
khususnya Djambu Bol filter (Filda) mengalami stagnan. Hal ini dipengaruhi
19
karena munculnya perilaku konsumen yang gemar berpindah, kemudian konsumen
juga mempunyai kebiasaan mencari produk pengganti yang harganya dibawah
rokok Djambu Bol.
Secara garis besar experiental marketing seperti yang dijelaskan diatas adalah
untuk mempengaruhi, mengarahkan bahkan pengambilan keputusan untuk
membeli suatu produk yang ditawarkan, namun khusus produk rokok dan
konsumen penikmat rokok adalah mempunyai kebiasaan atau perilaku yang khas.
Perilaku tersebut muncul karena adanya tingkat pendapatan konsumen, kebiasaan
konsumen, image konsumen bahkan tradisi atau budaya di daerah tertentu.
Kebiasaan atau tradisi konsumen itulah yang selama ini telah dipelajari oleh
produsen-produsen rokok di Indonesia, misalnya tradisi kongko-kongko, ngobrol
di pinggir jalan, khajatan bahkan acara resmi seperti sedekah bumi. Budaya seperti
itulah sebetulnya yang menjadi kebiasaan masyarakat atau penikmat rokok untuk
meningkatkan image, meningkatkan passion bahkan untuk kalangan tertentu
budaya tersebut mampu membawa gengsi bagi konsumen yang membawa produk
(rokok), namun sudah puluhan tahun belum pernah ada merk rokok yang bertahan
lama di dunia pemasaran, karena berpedoman dengan kurve PLS (Produk Live
Cycle) tersebut maka prdousen rokok gemar untuk mencinptakan inovasi baru,
akan tetapi munculnya berbagai inovasi produk dengan konsep budaya, tidak
mampu mempertahankan merk.
Begitu juga yang terjadi dengan PR. Djambu Bol Kudus, berbagai strategi
untuk memenangkan persaingan, bahkan untuk menjadi icon perokok di Indonesia,
belum pernah tercapai, hanya beberapa pulau di Indonesia khususnya di Sumatra
(lampung, Palembang, Bengkulu dan sebagian Padang). Merek rokok Djambu Bol
telah mampu melakukan positioning produknya di pikiran dan hati konsumennya.
Terlepas dari itu semua maka pabrik rokok Djambu Bol Kudus, selalu
memberikan hal terbaik dengan meningkatkan kualitas, bahkan sales after service,
akan tetapi perilaku peninkmat rokok khususnya di Sumatra adalah berbeda
dengan perilaku penikmat rokok secara umum yang ada di Indonesia. Kebiasaan
20
dan budaya dengan gengsi telah menguasai pikiran penikmat rokok, sehingga
kebiasaan perokok di pulau Sumatra adalah pada saat panen tiba, mereka membeli
rokok dengan merk Djie Sam Soe, akan tetapi pada saat paceklik, maka mereka
kembali membeli dan mengkonsumsi rokok Djambul Bol (Kretek pendek).
J. Kesimpulan dan Saran
Dari hasil penelitian penelitian diatas maka kesimpulannya adalah sebagai
berikut ini.
1. Pada siklus pertama telah terjadi peningkatan penjualan atau terjadi
meningkatnya volume penjualan, khususnya pada minggu-minggu pertama.
Hal ini disebabkan karena konsumen telah berani mencoba dan merasakan
kenikmatan rokok Djambu Bol. Faktor lain adalah adanya kemungkinan rasa
terpaksa karena telah mencoba rokok Djambu Bol dengan gratis, sehingga
konsumen mau tidak mau tetap membeli atau melakukan transaksi pembelian.
2. Siklus yang kedua telah dijelaskan bahwa menngkatkan jumlah konsumen
akan rokok Djambu Bol, sebenarnya disebabkan oleh penjualan langsung,
dikarenakan konsumen mempunyai beberapa pertimbangan didalam
melakukan pembelian, diantarnya adalah konsumen membeli karena
kebutuhan rokok pada saat itu, kemudian yang kedua adalah konsumen
membeli rokok karena rasa keingintauan akan produk rokok Djambu Bol,
ketiga adalah konsumen telah menjadi penikmat rokok Djambu Bol kemudian
yang terakhir adalah konsumen merupakan perokok coba-coba atau perokok
pemula, sehingga bagi perokok yang terakhir ini adalah tanpa ada
pertimbangan khusus dengan rasa, namun lebih kepada kuantitas rokok.
3. Siklus ketiga adalah penemuan dalam tindakan peneliti yaitu konsumen yang
membeli rokok adalah konsumen yang telah menjadi penikmat rokok Djambu
Bol khususnya filter, kemudian penikmat yang kretek adalah konsumen
dengan budaya lokal (nongkrong, khajatan, sedekah bumi dan acara resmi di
kampung).
21
Beberapa temuan dari peneliti yang didapat adalah bahwa perokok pemula
tidak pernah mempertahankan pilihan terhadap merek atau rasa rokok.
Pada daerah tertentu telah menjadi kebiasaan bahwa gengsi yang muncul
dimasyarakat khususnya di pulau Sumatra adalah apabila musim panen tiba,
konsumen lebih memilih rokok berkelas (Djie Sam Soe), namun pada saat
paceklik tiba, maka konsumen lebih memilih rokok Djambu Bol.
Tradisi dan budaya yang berbeda-beda dapat terjadi di semua wilayah
pemasaran, memunculkan berbagai kendala, sehingga perusahaan tidak
mampu mempertahankan brands, hal ini dikarenakan strategi experiental
marketing yang telah dilaksanakan oleh departemen pemasaran PR. Djambu
Bol Kudus, memerlukan biasa yang tinggi, walaupun setiap karyawan
khsusnya salesman sudah mendapatkan rokok TUD (Tidak Untuk dijual),
namun sampel yang dibagikan lebih besar dari perolehan. Hal ini akan muncul
biaya promosi yang besar.
4. Saran
Peneliti menyarankan agar strategi promosi dengan menggunakan experiental
marketing lebih difokuskan apda produk pengembangan, jadi tidak
keseluruhan produk dilakukan menggunakan strategi promosi seperti diatas.
Kemudian saran bagi pihak perusahaan karena sudah mengalami penurunan,
maka sebaiknya mempresentasikan strategi baru, yaitu dengan melakukan
pendekatan emosional terhadap konsumen penikmat rokok dan bukan perokok
coba-coba. Karena segmen perokok coba-coba telah dibidik oleh perusahaan
lain.
Kemudian saran yang terakhir adalah dengan mencari ceruk pasar, karena
dengan melakukan segmentasi pasar khususnya ceruk pasar, maka harapanya
adalah akan mampu membawa brand PR. Djambu Bol menjadi lebih baik.
22
K. Daftar Pustaka
Andreani, Fransisca. 2007.”Experiential Marketing (Sebuah Pendekatan Pemasaran)”. Jurnal Manajemen Pemasaran, Vol.2 No.1 April hal.1 – 8.
Akiko Natasha, Debrina Dwi Kristanti, 2014, Analisa Pengaruh Experiential Marketing Terhadap Kepuasan Konsumen Di Modern Café Surabaya, Manajemen Perhotelan, Universitas Kristen Petra, Surabaya, Indonesia.
Atina, 2011, Analisis Pengaruh Experiential Marketing Terhadap Keputusan Pembelian, Skripsi Undip dipublikasi.
Kotler, Philip. 2005. Manajamen Pemasaran, Jilid 1 dan 2.Indeks. Kelompok Gramedia, Jakarta.
Kustini. 2007, Penerapan Experiential Marketing. Jurnal Riset Ekonomi dan Bisnis Vol. 7, No. 2. UPN “Veteran”Jawa Timur.
Guiltinan, Joseph P dan Paul Gordon, Alih Bahasa Agus Maulanan, 1992. Manajemen Pemasaran: Strategi dan Program. Erlangga, Jakarta.
Drummond, Helga. (2003), ”The Darker Side of Innovation.” Journal of Information Technology, Volume 18, Number 2.
Margana, S, dkk, 2014, Kretek Indonesi (dari dari nasionalisme hingga warisan budaya), FIB UGM bekerja sama dengan PUSKINDO.
Sugiyono, 2014, Metodologi Penelitian Manajemen, Alfabeta, Bandung.
Schmitt, B.H. (2003). Customer experience management. arevolutionary approach to connecting with your customers. Hoboken, New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
Nugroho, Tri Wahyu Esthu .2007. Pengaruh Marketing Mix terhadap Volume Penjualan Pada PT. Kutai Timber Indonesia. Skripsi S1/Dept._of_Management/Part_3, http://eprints.umm.ac.id/id/eprint/9842, Universitas Muhamadiyah Malang. Hal.35.