35
1 Pemberian rokok cuma-cuma (Sampel) kepada konsumen akan mampu mengarahkan konsumen untuk melakukan pembelian 1. Amin Kuncoro (STAIMAFA Pati) amin_kuncoro@ yahoo .com 2. Hutomo Rusdianto (FE.UMK Kudus) [email protected] Tingkat persaingan industri atau perusahaan rokok di Indonesia sangat ketat, sehingga perusahaan-perusahaan rokok dituntut untuk mampu bersaing dengan baik agar mampui menguasai pasar. Tingkat persaingan yang ketat itulah maka berbagai cara agar mampu bertahan lama dipasaran sering diberlakukan, diantaranya adalah experiental marketing. Cara ini memungkinkan perusahaan mampu mengkomunikasikan produknya langsung kepada calon konsumen. Penelitian ini merupakan pengujian tindakan tanpa penelitian yaitu peneliti tidak melakukan penelitian secara sistematis sesuai dengan kaidah-kaidah metodologi penelitian untuk mengetahui permasalahan, penyakit, potensi atau kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman organisasi. Hasil dari penelitian ini adalah pada siklus pertama omzet penjualan mengalami peningkatan sebesar 10 persen dari total penjualan sebelumnya, hal ini ada kemungkinan bahwa setelah dilakukan experiental marketing atau sampel kepada calon konsumen, maka terjadi peningkatan penjualan. Hal ini juga berlaku pada siklus kedua, dijelaskan bahwa siklus kedua dari setiap lokasi atau wilayah yang dijadikan objek experiental marketing, mengalami peningkatan omzet penjualan sebesar 10 persen. Akan tetapi pada siklus ketiga justru mengalami penurunan, hal ini adanya

Call Papers FEB UNDIP 2015 (PR. Djambu Bol).doc

Embed Size (px)

Citation preview

1

Pemberian rokok cuma-cuma (Sampel) kepada konsumen akan mampu mengarahkan konsumen untuk melakukan pembelian

1. Amin Kuncoro (STAIMAFA Pati)amin_kuncoro@ yahoo .com

2. Hutomo Rusdianto (FE.UMK Kudus)[email protected]

Tingkat persaingan industri atau perusahaan rokok di Indonesia sangat ketat, sehingga perusahaan-perusahaan rokok dituntut untuk mampu bersaing dengan baik agar mampui menguasai pasar. Tingkat persaingan yang ketat itulah maka berbagai cara agar mampu bertahan lama dipasaran sering diberlakukan, diantaranya adalah experiental marketing. Cara ini memungkinkan perusahaan mampu mengkomunikasikan produknya langsung kepada calon konsumen.

Penelitian ini merupakan pengujian tindakan tanpa penelitian yaitu peneliti tidak melakukan penelitian secara sistematis sesuai dengan kaidah-kaidah metodologi penelitian untuk mengetahui permasalahan, penyakit, potensi atau kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman organisasi.

Hasil dari penelitian ini adalah pada siklus pertama omzet penjualan mengalami peningkatan sebesar 10 persen dari total penjualan sebelumnya, hal ini ada kemungkinan bahwa setelah dilakukan experiental marketing atau sampel kepada calon konsumen, maka terjadi peningkatan penjualan.

Hal ini juga berlaku pada siklus kedua, dijelaskan bahwa siklus kedua dari setiap lokasi atau wilayah yang dijadikan objek experiental marketing, mengalami peningkatan omzet penjualan sebesar 10 persen. Akan tetapi pada siklus ketiga justru mengalami penurunan, hal ini adanya kemungkinan bahwa perokok yang dijadikan objek untuk mencoba adalah perokok pemula atau perokok coba-coba.

Dapat diambil kesimpulan bahwa strategi yang digunakan untuk mengkomunikasikan produk Rokok Djambu Bol dengan menggunakan teknik experiental marketing atau sampel kepada calon konsumen, tidak mempunyai dampak bagi peningkatan penjualan. Hal ini disebabkan konsumen melakukan pembelian dikarenakan adanya faktor sungkan (jawa), karena telah mencoba rokok Djambu Bol.

Keywords: Experiental marketing, Keputusan pembelian

2

A. LATAR BELAKANG

Keberhasilan perusahaan dalam memenangkan persaingan sangat ditentukan

oleh hubungan yang dibina dengan konsumen. Jika suatu perusahaan dapat

menciptakan merek yang hebat, konsumen tidak akan mempertimbangkan

permasalahan biaya, tempat atau distribusinya. Langkah-langkah yang sering

dilakukan oleh perusahaan dalam memenangkan persaingan semakin komplit.

Berbagai metode serta aspek-aspek yang dilakukan oleh perusahaan, sering

memicu persaingan secara terbuka, sehingga perusahaan dituntut untuk berani

menciptakan strategi baru yang unik serta mampu diingat oleh konsumen.

Munculnya teknik baru dalam memenangkan persaingan di pasar terbuka,

memicu berbagai stigma yang secara umum berimbas pada konsumen untuk

berperilaku konsumtif. Pada hakikatnya konsumen memiliki hak untuk memilih

barang yang akan digunakan ataupun yang akan dibeli. Akan tetapi kian luasnya

promosi yang dilakukan oleh perusahaan, membuat konsumen harus berpikir

cerdik memenuhi keinginan sesuai dengan berbagai tingkat kebutuhan,

diantaranya adalah dengan membelanjakan uangnya sesuai dengan kemampuan.

Bahkan konsumen harus berani menilai serta mencari informasi tentang produk

yang akan dibeli.

Guiltinan dan Paul (1992), definisi strategi pemasaran adalah pernyataan pokok tentang dampak yang diharapkan akan dicapai dalam hal permintaan pada target pasar yang ditentukan.

Philip Kotler (Marketing) pemasaran adalah kegiatan manusia yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran.

Philip Kotler dan Amstrong pemasaran adalah sebagai suatu proses sosial dan managerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang lain.

Armstrong dan Kotler (2000:5), marketing adalah “A societal process by which individuals and groups obtain what they need and want

3

through creating, offering and freely exchanging products and services of value with others”

Pemasaran adalah kegiatan manusia yang diarahkan sebagai suatu proses

sosial dan manajerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa

yang mereka butuhkan dengan penciptaan dan pertukaran nilai timbal balik

produk dengan nilai orang lain.

Pemasaran itu sendiri tidak terlepas dengan aspek sumberdaya manusia

produktif yang mampu menciptakan nilai yang berguna bagi umat manusia

lainnya. Sehingga beberapa konsep yang muncul sering mengedapkan nilai-nilai

kemanusiaan. Bahkan untuk mencapai suatu yang bersifat professional

dibutuhkan berbagai strategi dalam memperoleh dihati konsumen.

Hakekatnya adalah bagaimana mencapai tujuan secara maksimal dengan

berupaya tercapai suatu nilai bagi orang lain atau perusahaan. Dengan hakekat

tersebut, maka pencapaian tujuan perusahaan atau individu dapat tercipta

komunikasi efektif dari produsen ke konsumen. Pentingnya pemasaran dalam

lingkup bisnis membuat nilai-nilai yang terkandung dari strategi bisnis menjadi

lebih kompetitif, sehingga berbaga konsep bermunculan dengan strategi-strategi

jitu.

Robinette dan Brand dalam Kustini, 2007:46), experience are private events that accur in response to some stimulation (e.g. as provide by marketing efforts before after purchase). Pengertiannya adalah bahwa pengalaman merupakan peristiwa pribadi yang terjadi sebagai tanggapan atas beberapa jenis stimulus seperti memberikan sesuatu kepada calon konsumen untuk mencoba.

Untuk mencapai kepuasan pelanggan yang kemudian akan menjadi pelanggan

potensial, maka salah satu strategi untuk menguasai pelanggan adalah dengan

menggunakan cara experiental marketing. Tujuannya adalah agar pelanggan

menjadi lebih loyal dengan diberikan contoh atau diberikan kesempatan untuk

mencoba.

4

Di Kabupaten Kudus lebih terkenal dengan kota kretek, hal ini disebabkan

karena rokok yang beredar di Indonesia dan yang mampu menguasai pasar

diantaranya adalah produksi dari Kabupaten Kudus. Filosofi itulah kemudian

muncul bahwa kota Kudus identik dengan kota Kretek.

PR. Djambu Bol merupakan salah satu perusahaan rokok yang ada di Kudus,

eksistensinya pada saat itu menunjukan bahwa rokok merupakan kebiasaan dan

budaya yang pantas dipertahankan, karena hasil dari pajak atau cukainya sangat

besar dan mempunyai kontribusi pendapatan asli daerah (PAD) yang luar biasa.

Tumbuh-tumbang dan maju-mundurnya perusahaan kretek dapat

menggambarkan persaingan dalam bisnis produksi dan penjualan kretek. Selain

berkompetisi, hubungan antar perusahaan kretek juga dapat digambarkan dalam

sebuah paguyuban yang sifatnya saling mendukung dan berkordinasi, S.

Margana, dkk, 2014:180).

Demikian pula yang dialami oleh perusahaan rokok Djambu Bol di Kudus,

persaingan yang kian ketat, menumbuhkan kompetisi public yang semakin ketat,

sehingga perusahaan dituntut untuk menciptakan ide-ide cemerlang untuk

menguasai pasar sasaran..

Berdasarkan keterangan di atas, maka judul penelitian ini adalah Pemberian

rokok cuma-cuma (Sampel) kepada konsumen akan mampu mengarahkan

konsumen untuk melakukan pembelian. Sedangkan pembatasan masalah dari

penelitian ini adalah variabel idependenya adalah experiental marketing,

sedangkan variabel dependenya adalah keputusan pembelian.

Perumusan masalah dari penelitian ini adalah apakah dengan meminta

konsumen untuk merasakan rokok secara cuma-cuma akan mampu

mengarahkan konsumen untuk melakukan pembelian? Sedangkan tujuan

dari penelitian ini adalah dengan memberikan rokok secara cuma-cuma

kepada konsumen akan mampu mengarahkan konsumen untuk melakukan

pembelian.

5

B. TINJAUAN PUSTAKA

1. Experiental Marketing

Andreani (2007) experiential marketing merupakan sebuah pendekatan dalam

pemasaran yang sebenarnya telah dilakukan sejak zaman dulu hingga sekarang

oleh pemasar.

Experiential marketing sangat efektif bagi pemasar untuk membangun brand

awareness, brand perception, brand equity, maupun brand loyalty hingga

purchasing decision dari konsumen, Akiko Natasha dan Debrina Dwi Kristanti,

2014.

2. Karakteristik experiental marketing

Schmitt (1999:12) membagi Experiential Marketing menjadi 4 karakteristik,

yaitu:

a) Fokus pada pengalaman konsumen

Suatu pengalaman terjadi sebagai pertemuan, menjalani atau melewati

situasi tertentu yang memberikan nilai-nilai intuisi, emosional, kognitif,

perilaku dan relasional yang menggantikan nilai-nilai fungsional. Dengan

adanya pengalaman tersebut dapat menghubungkan badan usaha beserta

produknya dengan gaya hidup konsumen yang mendorong terjadinya

pembelian pribadi dan dalam lingkup usahanya.

b) Menguji situasi konsumen

Berdasarkan pengalaman yang telah ada konsumen tidak hanya

menginginkan suatu produk dilihat dari keseluruhan situasi pada saat

mengkonsumsi produk tersebut tetapi juga dari pengalaman yang

didapatkan pada saat mengkonsumsi produk tersebut.

c) Mengenali aspek rasional dan emosional sebagai pemicu dari konsumsi

Dalam Experiential Marketing, konsumen bukan hanya dilihat dari sisi

rasional saja melainkan juga dari sisi emosionalnya. Jangan

memperlakukan konsumen hanya sebagai pembuat keputusan yang

6

rasional tetapi konsumen lebih menginginkan untuk dihibur, dirangsang

serta dipengaruhi secara emosional dan ditantang secara kreatif.

d) Metode dan perangkat komputer

Metode dan perangkat untuk mengukur pengalaman seseorang lebih

bersifat elektrik. Maksudnya lebih bergantung pada objek yang akan diukur

atau lebih mengacu pada setiap situasi yang terjadi daripada menggunakan

suatu standar yang sama. Pada experiential marketing, merek bukan hanya

sebagai pengenal badan usaha saja, melainkan lebih sebagai pemberi

pengalaman positif pada konsumen sehingga dapat menimbulkan loyalitas

pada konsumen.

3. Manfaat Experiential Marketing

Experiential Marketing dimanfaatkan secara efektif apabila diterapkan pada

situasi tertentu. Ada manfaat yang dirasakan suatu badan usaha menurut

pandangan Schmitt (1999:34) dalam (Atina, 2011) menerapkan experiential

marketing antara lain:

1) Untuk membangkitkan kembali merek yang sedang merosot

2) Untuk membedakan satu produk dengan produk pesaing

3) Untuk menciptakan citra dan identitas sebuah perusahaan 

4) Untuk mempromosikan inovasi

5) Untuk membujuk percobaan, pembelian dan loyalitas konsumen.

Sehingga pada dasarnya manfaat ecxperiental marketing adalah untuk

membangkitkan kembali, membedakan dengan produk lain, menciptkan citra

danidentitas dan mempromosikan inovasi dengan cara membujuk untuk mencoba

agar konsumen loyal.

The New York Group Advertising Marketing Consulting (2001:76)

mengemukakan bahwa Konsep Pemasaran Pengalaman muncul bersamaan dengan

tiga fenomena yang dihadapi dalam dunia pemasaran masa kini, yaitu: 1.Ledakan

teknologi informasi (the information explotion) 2.Supremasi Merek (brand

7

supremacy) 3.Komunikasi yang Tergabung dengan Hiburan (comminications

integrated with entertainment). Sehingga experiential marketing merupakan

sebuah pendekatan baru untuk memberikan informasi mengenai merek dan

produk.

4. Keputusan Pembelian

 Helga Drumond (2003:68), adalah mengidentifikasikan semua pilihan yang

mungkin untuk memecahkan persoalan itu dan menilai pilihan-pilihan secara

sistematis dan obyektif serta sasaran-sasarannya yang menentukan keuntungan

serta kerugiannya masing-masing. 

Nugroho (2003:38) adalah proses pengintegrasian yang mengkombinasi sikap

pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif, dan memilih

salah satu diantaranya.

Dengan kata lain bahwa keputusan pembelian adalah merupakan langkah-

langkah yang diambil oleh konsumen untuk melakukan tindakan membeli,

membuang dan menggunakan barang atau jasa.

Kecerdikan perusahaan untuk melakukan riset terhadap keputusan pembelian

produk mereka, sehingga perusahaan akan mengetahui kapan konsumen pertama

kali mengenal kategori produk mereka, kemudian seperti apa keyakinan mereka

dan seberapa besar mereka terlibat.

1) Tahap-tahap proses keputusan pembelian Kotler (2005, h.224)

a) Pengenalan masalah

Proses pembelian dimulai ketika pembeli mengenali sebuah masalah atau

kebutuhan.

b) Pencarian informasi

Konsumen yang terasang kebutuhanya akan terdorong untuk mencari

informasi yang lebih banyak.

8

c) Evaluasi alternative

Tidak ada proses evaluasi tunggal sederhana yang digunakan oleh semua

konsumen atau oleh satu konsumen dalam situasi pembelian.

d) Keputusan pembelian

Dalam tahap evaluasi, konsumen membentuk prefensi atas merek-

merek dalam kumpulan pilihan.

e) Tindakan pasca pembelian

Kepuasan dan ketidakpuasan konsumen terhadap suatu produk akan

mempengaruhi perilaku selanjutnya.

2) Peranan dalam keputusan pembelian, Kotler (2005, h.220).

1) Pemrakarsa (Initiator).

2) Pemberi pengaruh (Influencer).

3) Pengambil keputusan (Decider).

4) Pembeli (Buyer).

5) Pemakai (User).

C. KERANGKA BERFIKIRDari keterangan diatas maka kerangka berfikir dari penelitian ini adalah apabila

pemberian rokok secara cuma-cuma kepada konsumen mampu melakukan

pembelian, maka pemberian secara cuma-cuma tersebut akan dapat membantu,

mengarahkan, membangkitkan dan memberikan pengalaman bagi konsumen untuk

melakukan pembelian.

D. HIPOTESI

Berdasarkan keterangan kerangka pikir diatas maka menurut (Sugiyono,

2014:722) bahwa hipotesis penelitian tindakan bukan hipotesis statistic akan tetapi

merupakan hipotesis teoritis.

Sehingga hipotesis penelitian ini adalah:

9

1) Pemberian rokok cuma-cuma (sampel) kepada konsumen akan mampu

mengarahkan melakukan pembelian dengan cara konsumen dipersilahkan

mencoba, merasakan dan menikmati aromanya.

2) Rokok yang diberikan kepada konsumen (sampel) akan mampu mengajak

konsumen untuk melakukan pembelian.

E. METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan pengujian tindakan tanpa penelitian, menurut

Sugiyono, 2014:700) penelitian jenis ini adalah peneliti tidak melakukan penelitian

secara sistematis sesuai dengan kaidah-kaidah metodologi penelitian untuk

mengetahui permasalahan, penyakit, potensi atau kekuatan, kelemahan, peluang dan

ancaman organisasi.

Tindakan yang akan diuji adalah berdasarkan analisis permasalahan yang tidak

didasarkan pada penelitian, tetapi berdasarkan dugaan-dugaan dan persepsi pada

gejala-gejala yang dipandang negative, Sugiyono, 2014:700).

Pada dasarnya penelitian tindakan tanpa penelitian ini akan digunakan untuk

meningkatkan kinerja organisasi atau tidak, didasarkan oleh saran peneliti

sebelumnya atau saran-saran dari para pekerja atau partisipan dan pengamat.

Metode yang digunakan dari penelitian tindakan ini adalah Learning History,

Sugiyono, 2014:704) penelitian ini digunakan sebagai bahan pembelajaran dalam

penelitian tindakan. Peneliti berkolaborasi dengan orang-orang yang terlibat pada

kegiatan organisasi tersebut untuk menceritakan sejarah perkembangan organisasi

dengan adanya penelitian tindakan.

F. PROSES PENELITIAN TINDAKAN

Sugiyono, 2014:707, menyatakan proses penelitian tindakan dengan

menggunakan tindakan tanpa penelitian untuk menemukan masalah adalah

penelitian jenis ini untuk merumuskan masalahnya cukup dengan refleksi terhadap

situasi kerja, sehingga dapat dibut rumusan masalah dan judul penelitian.

10

Kemudian karena masalahnya sudah jelas maka peneliti menemukan permasalah

dari etos kerja pada bagian pemasaran, karena peneliti pada waktu itu adalah

sebagai pelaku atau sebagai karyawan pada bagian pemasaran PR. Djambu Bol.

Kemudian peneliti menggambarkan atau merefleksikan penelitian tindakan

dengan menggunakan metode learning history yaitu dengan menentukan langkah-

langkah sebagai berikut ini.

Melakukan perencanaan, pelaksanaan tindakan (Act), evaluasi (Observe), refleksi

(Reflect) dan Kesimpulan. Teknik pengumpulan datanya menggunakan data skunder

yaitu berisi tentang hasil wawancara dengan responden tentang permasalahan yang

terjadi di perusahaan, kemudian dari hasil wawancara tersebut penelitian melakukan

pengkajian data dan menguji hipotesis tindakan.

Observasi yang dilakukan adalah dengan mendatangi para pekerja (mantan

salesman) yang dulu pernah melakukan teknik experiental marketing. Pada saat

para salesman meberikan berkomentar tentang experiental marketing, maka peneliti

melakukan pencatatan bagaimana cara salesman tersebut memberikan arahan,

membujuk, merayu dan mengarahkan konsumen bahkan calon konsumen untuk

melakukan pembelian rokok Djambu Bol.

G. INTRUMEN PENELITIANIntrumen dari penelitian ini adalah menggunakan dan mengamati wawancara

kemudian mencatat dari hasil wawancara tersebut kepada sejumlah salesman yaitu

30, karena proses wawancara dengan menggunakan 30 responden maka peneliti

menggunakan angka 4 = sangat tinggi, 3 = tinggi, 2 = rendah dan 1 = sangat

rendah, (Sugiyono, 2014:724).

Sebelum diberi sampelAspek yang dinilai

Sesudah diberi sampel Beda

1 2 3 4 Sampel rokok 1 2 3 4  

1 2 3 4Calon konsumen 1 2 3 4  

1 2 3 4 Lokasi sampel 1 2 3 4                     

Sumber: Sugiyono, 2014:724 yang dikembangkan oleh peneliti.

11

H. TEKNIK ANALISIS DATA

Dalam penelitian ini teknik analisis datanya untuk menguji hipotesis, maka

siklusnya adalah:

1. Pemberian rokok cuma-cuma (sampel) kepada calon konsumen akan mampu

mengarahkan calon konsumen untuk membeli

2. Calon konsumen yang tidak diberi rokok cuma-cuma (Sampel) tidak bisa

diarahkan untuk melakukan pembelian.

I. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Siklus Pertama

a) Perencanaan Pengujian

Perencanaan pengujian dari penelitian ini adalah bagaimana para salesman

tersebut menyiapkan dalam pelaksanaan experiental marketing, kemudian apa

saja yang akan dilakukan pada saat ketemu calon konsumen, apakah langsung

diajak dialog atau komunikasi yang lebih intensif atau bahkan merayu terlebih

dahulu agar calon konsumen dengan berbagai kepentingan bersedia untuk

memberikan tanggapan dengan mencoba merasakan rokok yang disajikan oleh

salesman.

Dalam hal ini adalah salesman memberikan masukan kepada calon konsumen

kemudian diajak untuk berkomunikasi yang baik sehingga calon konsumen

bersedia untuk merasakan rokok dan memberikan tanggapan.

b) Pelaksanaan Tindakan

Metode yang digunakan didalam pelaksanaan experiental marketing oleh

salesman PR. Djambu Bol Kudus adalah setiap hari terdiri dari berbagai tingkat

kebutuhan dan sesuai dengan hari pasaran pada saat itu, artinya bahwa pemberian

rokok sampel adalah manakala calon konsumen bereaksi terhadap produk rokok

yang dibawa salesman, kemudian dari hasil reaksi tersebut mempunyai dampak

yang luas, maka salesman diberikan kebijakan untuk memberikan, mengarahkan

dan merayu calon konsumen agar bersedia mencoba merasakan dan

membandingkannya dengan produk lain.

12

Dengan demikian maka setiap konsumen penikmat rokok dengan strata yang

sama atau dengan kelas yang sama pada kondisi sosial ekonomi masyarakat

dilokasi atau ditempat yang berbeda, maka kemungkinan terbesar adalah calon

konsumen akan melakukan pembelian rokok Djambu Bol.

Hal ini tergantung dengan periode pemberian sampel rokok Djambu Bol, dan

tergantung dengan kondisi sosial ekonomi pada tempat yang berbeda, karena PR.

Djambu Bol mengeluarkan berbagai jenis rokok yang disesuaikan dengan kondisi

sosial masyarakat di Indonesia.

c) Pengamatan

Dari hasil pengamatan selama proses wawancara dengan salesman dan

beberapa simpatisan, maka dapat dijelaskan bahwa pada saat calon konsumen

ragu-ragu untuk menentukan pilihan dalam hal membeli rokok, maka keragu-

raguan itu dapat diarahkan untuk mencoba dan kemudian setelah mencobanya,

calon konsumen diarahkan untuk membeli rokok merk Djambu Bol.

Selanjutnya hasil pengamatan pada saat waawancara dengan salesman

menyatakan bahwa pada kondisi tertentu khususnya perokok coba-coba atau

perokok pemula, mereka tidak pernah mempertimbangkan merk rokok, dengan

demikian maka perokok pemula hanya mempertimbangkan kuantitas atau jumlah

dari rokok tersebut (setiap bungkus berisi berapa batang).

Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa calon penikmat rokok

masih membutuhkan arahan untuk menentukan pilihannya, terutama pada daerah

tertentu, dikarenakan kondisi sosial ekonomi di Indonesia belum merata,

sehingga penikmat rokok mempunyai pertimbangan khusus di dalam membeli

rokok.

d. RefleksiBerdasarkan hasil dari proses pengamatan dan wawancara untuk dijadikan

sebagai sumber data dari penelitian ini, ternyata dengan memberikan sampel

(rokok cuma-cuma) akan dapat mengarahkan calon penikmat rokok, calon

konsumen dan perokok pemula untuk melakukan pembelian.

13

Sedangkan biaya untuk melakukan experiental marketing tersebut tidaklah

mahal, karena sertiap perusahaan rokok (pada saat itu) akan mengeluarkan produk

tertentu yang diberikan khusus kepada karyawan yaitu dengan jenis TUD (Tidak

Untuk Dijual).

Besarnya rokok yang diberikan kepada karyawan tersebut bertujuan untuk

memberikan kompensasi kepada karyawannya, sehingga para karyawan tidak

perlu membeli dari produk lain.

Dari TUD (Tidak Untuk Dijual) itulah para salesman menggunakanya sebagai

alat promosi yang handal tanpa mengeluarkan biaya yang besar, karena rokok

yang dibagikan kepada calon konsumen adalah rokok TUD (Tidak Untuk Dijual)

yang setiap bulan diberikan kepada karyawan.

2. Siklus KeduaPembuktian hipotesis pada siklus ke II ini lebih bersifat menguji reliabilitas

atau konsistensi terhadap hasil uji hipotesis pada siklus pertama dan kedua.

a. Perencanaan

Pada periode perencanaan siklus yang ke II ini, penulis menitik beratkan pada

bagaimana cara melakukan experiental marketing pada salesman.

Hampir setiap hari salesman melakukan promosi yaitu memberikan rokok

sampel secara gratis bagi calon konsumen atau bagi penikmat rokok (pemula

maupun perokok sejati). Tujuannya adalah agar calon konsumen tertarik dengan

model promosi tersebut. Dengan demikian salesman akan mampu membujuk

calon konsumen agar mau membeli produknya atau minimal calon konsumen

mampu mengingat bahwa rokok Djambu Bol memang pantas untuk dibeli dan

dinikmati.

b. Pelaksanaan Tindakan

Pada bulan-bulan pertama memasuki wilayah pemasaran khususnya derah

pengembangan, maka salesman dituntun untuk mencari pelanggan sebanyak

mungkin, hal ini bertujuan untuk mengembangkan daerah atau wilayah tersebut

dari data yang sudah ada.

14

Disinilah eksistensi salesman dipertaruhkan, karena tenaga penjualan

(salesman) mempunyai kewajiban yang luar biasa ketat dan padat, sehingga

kesalahan didalam menentukan wilayah kerja atau daerah operasional, maka

akan berdampak dengan menurunnya omzet penjualan. Kegigihan salesman

untuk menentukan roadmap atau jadwal kunjungan setiap hari, ditentukan

dengan kelengkapan data geografi dan monografi desa atau kota.

Setiap salesman berbekal data dan peta wilayah di kota kabupaten-kabupaten

sebagai lokasi pengembangan wilayah pemasaran. Dari data tersebut, salesman

mempelajari dan kemudian memutuskan wilayah manakah yang akan dijadikan

basis produk fockus dan produk pengembangan. Kemudian teknik promosi yang

digunakan apakah akan menggunakan experiental marketing atau dengan

menggunakan spriding retailing.

Menindaklajuti siklus yang pertama itulah, maka peneliti mencoba mengurai

bagaimana pengembangan wilayah pemasaran dengan menggunakan promosi

experiental marketing. Langkah awal telah dilakukan yaitu dengan memberikan

rokok sampel kepada calon konsumen dan konsumen atau perokok coba-coba.

Hasil yang diperoleh adalah setiap hari salesman memberikan ke beberapa calon

konsumen terpilih untuk merasakan, kemudian calon konsumen tersebut

diarahkan untuk membeli di toko-toko atau warung terdekat, bahkan calon

konsumen diperbolehkan membeli langsung kepada salesman.

Tujuan semula adalah agar calon konsumen mampu mengingat atau

mempresentasi produk kepada orang lain dan dirinya sendiri termasuk

dilingkungannya.

Sehingga setiap hari salesman mempunyai target kunjungan kepelanggan baru

sekitar 21 outlet dan 10 orang calon konsumen dan perokok baru untuk

mempresentasikan produk yang telah dicicipi atau dirasakan.

15

c. Pengamatan

Dari hasil pengamatan dan wawancara kepada salesman, maka dapat dijelaskan

bahwa setiap hari akan terkumpul data pelanggan lama yaitu 21 outlet retail dan

10 orang calon konsumen serta perokok pemula.

Estimasinya adalah setiap minggu salesman akan memperoleh data yaitu 126

outlet dan 60 orang calon konsumen atau perokok pemula. Harapannya adalah

setiap kunjungan pada minggu-minggu berikutnya salesman mempunyai metode

yaitu efektif dan efisien, atau biasa disebut target EC (Efektif Call) adalah 17 outlet

dengan jumlah pengambilan rata-rata 5 pres.

Adanya peningkatan jumlah barang yang diminta merupakan edukasi pasar

dengan memberikan sampel kepada calon konsumen atau perokok pemula,

sehingga akan dapat meningkatkan EC (Efektif Call) ± 10 persen setiap

minggunya.

d. Refleksi

Berdasarkan pada hasil pengamatan diatas, dijelaskan bahwa konsumen akan

melakukan keputusan pembelian setelah konsumen mencoba merasakan,

kemudian tingkat peningkatan pada siklus ke II adalah pada daerah pengembangan

pemasaran yang baru, tingkat pertumbuhan outlet menjadi lebih baik, sedangkan

pertumbuhan perokok pemula adalah 10%, hal ini adanya kemungkinan konsumen

melakukan pembelian ulang setelah mencoba rokok tersbut.

3. Siklus ketiga

Pada siklus ketiga ini peneliti memberikan gambaran dari hasil pengujian sikuls

pertama dan kedua yang bersifat konsistensi. Dari siklus pertama dan kedua

dijelaskan bahwa tingkat pertumbuhan dari hasil penjualan rokok meningkat setelah

salesman dalam setiap harinya mampu melakukan promo denga metode experiental

marketing atau lebih dikenal dengan memberikan rokok gratis atau sampel sebagai

daya tarik agar calon konsumen, penikmat rokok serta perokok pemula akan

mengingat atau langsung melakukan pembelian rokok.

16

a. Perencanaan

Pada kenyataannya konsumen penikmat rokok baik yang perokok pemula

maupun perokok yang sudah lama, mereka ada kecenderungan untuk melakukan

pembelian ulang dengan merk yang sama apabila perusahaan rokok selalu

memberikan edukasi pasar yang baik, tradisi yang dibangun oleh perusahaan

adalah dengan memberikan sugesti atau pilihan yang lebih baik apabila konsumen

membeli produknya.

Tradisi yang dibangun oleh perusahaan lebih bersifat empiris, sehingga

konsumen tanpa berpikir mendalam akan membeli rokok dengan merek yang

sama, akan tetapi tradisi tersebut akan terkikis seiring dengan pemberian sampel

sebagai uji coba rasa, sehingga ada variabel lain yang mampu mengubah pola pikir

perokok bahwa selain harga yang ekonomi masih juga didukung oleh rasa, aroma

dan perilaku setelah pembelian, diantarnya adalah kekuatan hubungan emosinal

salesman dengan para agen dan toko serta promosi yang lebih menekankan pada

aspek edukasi.

b. Pelaksanaan Tindakan

Pada awal-awal tindakan yang mengarah pada edukasi pasar sasaran dengan

memaksimalkan promosi yaitu dengan menggunakan experiental marketing,

tingkat pertumbuhan wilayah pemasaran mengalami kenaikan yang signifikan,

terhitung dengan perhitungan dan estimasi pada siklus kedua yaitu setiap harinya

salesman mempunyai beban EC yaitu 10% dari jumlah kunjungan, akan tetapi

tingkat pertumbuhan bagi perokok pemula yaitu juga 10% setiap minggunya.

Hal ini dibuktikan sebagai bentuk tanggung jawab moral salesman kepada

wilayah pemasaran, sehingga dalam kurun waktu setahun wilayah pemasaran akan

berkembang cukup signifikan.

c. Pengamatan

Berdasarkan keterangan periode pengamatan pada siklus pertama dan kedua,

dapat dijelaskan bahwa tingkat pertumbuhan penjualan bagi wilayah pemasaran

baru, hanya rata-rata kurang lebih 10 persen perminggu, hal ini adanya

17

kemungkinan bahwa metode yang digunakan belum tepat sasaran, namun faktor-

faktor lain diluar program pemasaran masih menjadi pertimbangan, sehingga

aspek-aspek lain diantarnya lingkungan ekonomi yang menengah keatas, masih

mampu mempengaruhi.

Harapan dari program promosi yaitu experiental marketing adalah untuk

meningkatkan penjualan dan mengembangkan wilayah pemasaran, sehingga

capaian yang selama ini berdampak secara general akan bisa tercapai.

Metode pengamatan dari siklus pertama mengahsilkan outlet baru, kemudian

dari hasil pengamatan siklus kedua terdapat peningkatan pada perokok pemula

yaitu 10% per minggu.

Dengan demikian maka rata-rata kenaikan jumlah perokok pemula dan

jumlah outlet pada tiap minggunya mencapai 10%. Dari data diatas dapat

dijelaskan bahwa setiap bulannya tingkat pertumbuhan outlet baru dan tingkat

pertumbuhan perokok pemula adalah 40%, artinya bahwa dalam kurun waktu

enam bulan wilayah pemasaran di kota tujuan, akan mampu memberikan

kontribusi kenaikan EC (Efektif Call) dan pembeli potensial yang semakin

meningkat.

d. Refleksi Berdasarkan dari hasil pengamatan diatas dapat dijelaskan bahwa pertumbuhan

perokok pemula masih menunjukan angka yang signifikan, sehingga

pengembangan wilayah pemasaran dalam kurun waktu 1 tahun akan berdampak

pada peningkatan penjualan.

Seharusnya kenaikan perokok pemula dengan berlandaskan omzet penjualan

pada bulan-bulan sebelumnya mempunyai arti yang luas, seperti halo efek yang

ditimbulkan akan mampu merubah passion perokok dengan pertimbangan rasa,

harga dan kedekatan emosional.

18

Gambar 1

Gambar pertumbuhan penjulan setelah konsumen diberikan sampel untuk

dirasakan dan melakukan pembelian

Dari gambar diatas dijelaskan bahwa pertumbuhan pada minggu-minggu

pertama sampai pada minggu keempat mengalami peningkatan yang signifikan,

hal ini disebabkan konsumen mencoba, merasakan, menikmati dan kemudian

melakukan pembelian.

Pada hakikiatnya tingkat pertumbuhan tersebut diikuti oleh semakin tingginya

kenaikan pada pasar sasaran lainnya, akan tetapi faktor yang meyebabkan tidak

meratanya tingkat pertumbuhan dari wilayah satu dengan lainnya adalah kosnep

yang diterima tidak dijalankan semaksimal mungkin.

Sehingga proses promosi dengan cara memberikan rokok gratis atau sampel

hanya berdampak pada wilayah tertentu. Peningkatan volume penjualan dengan

semakin tingginya permintaan, akan berdampak pada semakin tinggi pula biaya

promosi yang secara tidak langsung sudah dialokasikan. Kemudian alokasi dana

promosi tersebut akan dimaksimalkan sesuai dengan program promosi pada saat

itu.

Melihat dari hasil siklus pertama kemudian kedua, maka tingkat pertumbuhan

sudah mencapat target yang ditetapkan, akan tetapi pada siklus ketiga, hasil yang

pengamatan peneliti mempunyai hasil yang berbeda. Implikasi yang nampak dari

siklus ketiga adalah pertumbuhan dari volume penjualan rokok Djambu Bol

khususnya Djambu Bol filter (Filda) mengalami stagnan. Hal ini dipengaruhi

19

karena munculnya perilaku konsumen yang gemar berpindah, kemudian konsumen

juga mempunyai kebiasaan mencari produk pengganti yang harganya dibawah

rokok Djambu Bol.

Secara garis besar experiental marketing seperti yang dijelaskan diatas adalah

untuk mempengaruhi, mengarahkan bahkan pengambilan keputusan untuk

membeli suatu produk yang ditawarkan, namun khusus produk rokok dan

konsumen penikmat rokok adalah mempunyai kebiasaan atau perilaku yang khas.

Perilaku tersebut muncul karena adanya tingkat pendapatan konsumen, kebiasaan

konsumen, image konsumen bahkan tradisi atau budaya di daerah tertentu.

Kebiasaan atau tradisi konsumen itulah yang selama ini telah dipelajari oleh

produsen-produsen rokok di Indonesia, misalnya tradisi kongko-kongko, ngobrol

di pinggir jalan, khajatan bahkan acara resmi seperti sedekah bumi. Budaya seperti

itulah sebetulnya yang menjadi kebiasaan masyarakat atau penikmat rokok untuk

meningkatkan image, meningkatkan passion bahkan untuk kalangan tertentu

budaya tersebut mampu membawa gengsi bagi konsumen yang membawa produk

(rokok), namun sudah puluhan tahun belum pernah ada merk rokok yang bertahan

lama di dunia pemasaran, karena berpedoman dengan kurve PLS (Produk Live

Cycle) tersebut maka prdousen rokok gemar untuk mencinptakan inovasi baru,

akan tetapi munculnya berbagai inovasi produk dengan konsep budaya, tidak

mampu mempertahankan merk.

Begitu juga yang terjadi dengan PR. Djambu Bol Kudus, berbagai strategi

untuk memenangkan persaingan, bahkan untuk menjadi icon perokok di Indonesia,

belum pernah tercapai, hanya beberapa pulau di Indonesia khususnya di Sumatra

(lampung, Palembang, Bengkulu dan sebagian Padang). Merek rokok Djambu Bol

telah mampu melakukan positioning produknya di pikiran dan hati konsumennya.

Terlepas dari itu semua maka pabrik rokok Djambu Bol Kudus, selalu

memberikan hal terbaik dengan meningkatkan kualitas, bahkan sales after service,

akan tetapi perilaku peninkmat rokok khususnya di Sumatra adalah berbeda

dengan perilaku penikmat rokok secara umum yang ada di Indonesia. Kebiasaan

20

dan budaya dengan gengsi telah menguasai pikiran penikmat rokok, sehingga

kebiasaan perokok di pulau Sumatra adalah pada saat panen tiba, mereka membeli

rokok dengan merk Djie Sam Soe, akan tetapi pada saat paceklik, maka mereka

kembali membeli dan mengkonsumsi rokok Djambul Bol (Kretek pendek).

J. Kesimpulan dan Saran

Dari hasil penelitian penelitian diatas maka kesimpulannya adalah sebagai

berikut ini.

1. Pada siklus pertama telah terjadi peningkatan penjualan atau terjadi

meningkatnya volume penjualan, khususnya pada minggu-minggu pertama.

Hal ini disebabkan karena konsumen telah berani mencoba dan merasakan

kenikmatan rokok Djambu Bol. Faktor lain adalah adanya kemungkinan rasa

terpaksa karena telah mencoba rokok Djambu Bol dengan gratis, sehingga

konsumen mau tidak mau tetap membeli atau melakukan transaksi pembelian.

2. Siklus yang kedua telah dijelaskan bahwa menngkatkan jumlah konsumen

akan rokok Djambu Bol, sebenarnya disebabkan oleh penjualan langsung,

dikarenakan konsumen mempunyai beberapa pertimbangan didalam

melakukan pembelian, diantarnya adalah konsumen membeli karena

kebutuhan rokok pada saat itu, kemudian yang kedua adalah konsumen

membeli rokok karena rasa keingintauan akan produk rokok Djambu Bol,

ketiga adalah konsumen telah menjadi penikmat rokok Djambu Bol kemudian

yang terakhir adalah konsumen merupakan perokok coba-coba atau perokok

pemula, sehingga bagi perokok yang terakhir ini adalah tanpa ada

pertimbangan khusus dengan rasa, namun lebih kepada kuantitas rokok.

3. Siklus ketiga adalah penemuan dalam tindakan peneliti yaitu konsumen yang

membeli rokok adalah konsumen yang telah menjadi penikmat rokok Djambu

Bol khususnya filter, kemudian penikmat yang kretek adalah konsumen

dengan budaya lokal (nongkrong, khajatan, sedekah bumi dan acara resmi di

kampung).

21

Beberapa temuan dari peneliti yang didapat adalah bahwa perokok pemula

tidak pernah mempertahankan pilihan terhadap merek atau rasa rokok.

Pada daerah tertentu telah menjadi kebiasaan bahwa gengsi yang muncul

dimasyarakat khususnya di pulau Sumatra adalah apabila musim panen tiba,

konsumen lebih memilih rokok berkelas (Djie Sam Soe), namun pada saat

paceklik tiba, maka konsumen lebih memilih rokok Djambu Bol.

Tradisi dan budaya yang berbeda-beda dapat terjadi di semua wilayah

pemasaran, memunculkan berbagai kendala, sehingga perusahaan tidak

mampu mempertahankan brands, hal ini dikarenakan strategi experiental

marketing yang telah dilaksanakan oleh departemen pemasaran PR. Djambu

Bol Kudus, memerlukan biasa yang tinggi, walaupun setiap karyawan

khsusnya salesman sudah mendapatkan rokok TUD (Tidak Untuk dijual),

namun sampel yang dibagikan lebih besar dari perolehan. Hal ini akan muncul

biaya promosi yang besar.

4. Saran

Peneliti menyarankan agar strategi promosi dengan menggunakan experiental

marketing lebih difokuskan apda produk pengembangan, jadi tidak

keseluruhan produk dilakukan menggunakan strategi promosi seperti diatas.

Kemudian saran bagi pihak perusahaan karena sudah mengalami penurunan,

maka sebaiknya mempresentasikan strategi baru, yaitu dengan melakukan

pendekatan emosional terhadap konsumen penikmat rokok dan bukan perokok

coba-coba. Karena segmen perokok coba-coba telah dibidik oleh perusahaan

lain.

Kemudian saran yang terakhir adalah dengan mencari ceruk pasar, karena

dengan melakukan segmentasi pasar khususnya ceruk pasar, maka harapanya

adalah akan mampu membawa brand PR. Djambu Bol menjadi lebih baik.

22

K. Daftar Pustaka

Andreani, Fransisca. 2007.”Experiential Marketing (Sebuah Pendekatan Pemasaran)”. Jurnal Manajemen Pemasaran, Vol.2 No.1 April hal.1 – 8.

Akiko Natasha, Debrina Dwi Kristanti, 2014, Analisa Pengaruh Experiential Marketing Terhadap Kepuasan Konsumen Di Modern Café Surabaya, Manajemen Perhotelan, Universitas Kristen Petra, Surabaya, Indonesia.

Atina, 2011, Analisis Pengaruh Experiential Marketing Terhadap Keputusan Pembelian, Skripsi Undip dipublikasi.

Kotler, Philip. 2005. Manajamen Pemasaran, Jilid 1 dan 2.Indeks. Kelompok Gramedia, Jakarta.

Kustini. 2007, Penerapan Experiential Marketing. Jurnal Riset Ekonomi dan Bisnis Vol. 7, No. 2. UPN “Veteran”Jawa Timur.

Guiltinan, Joseph P dan Paul Gordon, Alih Bahasa Agus Maulanan, 1992. Manajemen Pemasaran: Strategi dan Program. Erlangga, Jakarta.

Drummond, Helga. (2003), ”The Darker Side of Innovation.” Journal of Information Technology, Volume 18, Number 2.

Margana, S, dkk, 2014, Kretek Indonesi (dari dari nasionalisme hingga warisan budaya), FIB UGM bekerja sama dengan PUSKINDO.

Sugiyono, 2014, Metodologi Penelitian Manajemen, Alfabeta, Bandung.

Schmitt, B.H. (2003). Customer experience management. arevolutionary approach to connecting with your customers. Hoboken, New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Nugroho, Tri Wahyu Esthu .2007. Pengaruh Marketing Mix terhadap Volume Penjualan Pada PT. Kutai Timber Indonesia. Skripsi S1/Dept._of_Management/Part_3, http://eprints.umm.ac.id/id/eprint/9842, Universitas Muhamadiyah Malang. Hal.35.