Upload
buncit8
View
1.284
Download
25
Embed Size (px)
DESCRIPTION
dapat ditunjukkan dalam bidang kebudayaan, terutama kentalnya pengaruh Jawa Kuna (di Jawa sudah tidak dikenal lagi) yang dipelihara oleh masyarakat Bali sebagai warisannya. Dalam hal ini dapat disebutkan bahwa pengaruh unsur Jawa telah melahirkan tradisi baru berupa tradisi sastra tulis Calon Arang, yakni awalnya di Jawa berupa legenda (bernilai kesejarahan) yang berasal dari tradisi lisan, kemudian diubah dalam tradisi tulis (keberaksaraan) yang ditemukan dalam genere prosa, puisi (kidung), dan geguritan.
Citation preview
CALON ARANG DALAM TRADISI BALI KINI
I Made Suastika Universitas Udayana
1. Pengantar
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pengurus ATL dan
panitia, terutama Direktorat Tradisi, Seni, dan Film, Departemen
Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia. Lewat surat pengurus
ATL (Asosiasi Tradisi Lisan) dan panitia tertanggal 28 Oktober 2006,
telah meminta penulis untuk membuat makalah bertemakan “Kelisanan
dan Tradisi Dalam Dinamika Sosial Budaya Masa Kini”, dengan rincian
bahasan menjadi empat. Berkaitan dengan subtema ini penulis mengangkat
sebuah objek makalah berjudul “Calon Arang dalam Tradisi Bali Kini” .
2. Calon Arang dalam Berbagai Bidang
Pada bagian ini dibahas keunikan Pulau Bali, yaitu memiliki tradisi yang
dapat ditunjukkan dalam bidang kebudayaan, terutama kentalnya pengaruh
Jawa Kuna (di Jawa sudah tidak dikenal lagi) yang dipelihara oleh
masyarakat Bali sebagai warisannya. Dalam hal ini dapat disebutkan
bahwa pengaruh unsur Jawa telah melahirkan tradisi baru berupa tradisi
sastra tulis Calon Arang, yakni awalnya di Jawa berupa legenda (bernilai
kesejarahan) yang berasal dari tradisi lisan, kemudian diubah dalam tradisi
1
tulis (keberaksaraan) yang ditemukan dalam genere prosa, puisi (kidung),
dan geguritan. Namun, pada periode terakhir, yakni pada abad ke-20 telah
lahir genre kakawin (kakawin Calon Arang) yang muncul dari kreativitas
pengarang Bali lewat ciptaan baru. Dalam hubungan ini dapat dijelaskan
bahwa teks-teks tersebut memiliki jalinan yang erat, terutama dalam alur
cerita dan isi teks (tema) dalam tradisi Bali itu.
Secara ringkas, tema cerita Calon Arang bersifat magis pada semua
teks tulis, meskipun ada perbedaan alur cerita, tokoh tambahan, dan
panjang pendeknya alur cerita. Tokoh utama Calon Arang memiliki tema
sentral dalam alur cerita dengan murid-muridnya yang beragam
jumlahnya. Kematian, sebagai akhir cerita Calon Arang, yaitu lewat
peperangan rahasia (ilmu sihir).
Pada teks belakangan (geguritan) kental dengan istilah berbahasa
Bali kini (kapara). Lebih lanjut Calon Arang dengan berbagai versinya
dalam tradisi tulis dapat dibaca dalam Pigeaud (1967-1981) dan kajian
Suastika (1997).
3. Calon Arang dalam Tradisi Lisan
Dalam tradisi lisan, perkembangan Calon Arang tidak dapat
dipisahkan dengan tradisi tulis. Tradisi lisan berkembang bersamaan
dengan tradisi tulis dalam kebudayaan Bali, yakni sejalan dengan
dinamika masyarakatnya, bahkan dilihat dari segi isi dan media yang
2
dipakainya bertumpang tindih. Dalam tradisi lisan, Calon Arang
ditemukan pada teks-teks satua yang bersifat magis. Misalnya, satua
barong, rangda, leak, rarung dan satua magis lainnya (dong geleh, durga,
tonya, memedi). Disamping itu, Calon Arang digunakan secara lisan
sebagai lakon pertunjukan pewayangan dan drama tari. Selain itu,
kebanyakan tradisi lisan Calon Arang erat kaitannya dengan seni
pertunjukan di Bali, seperti lakon arja (drama tari) Calon Arang,
Katundung Ratna Manggali, Kautus Baradah, Siat Bradah-Calon Arang
ring Setra, dan Kautus Rarung. Tokoh utama Rangda di Bali diperankan
oleh Matah Gede yang pada bagian akhir cerita berubah menjadi rangda.
Pertunjukan lakon Calon Arang banyak berkembang di Bali,
terutama di desa-desa yang memiliki barong dan rangda yang disebut due
pura. Misalnya, dramatari Calon Arang di Pentih Sukawati, Batuan,
Bangli, Tampak Gangsul, pura di Jalan Diponegoro, Denpasar
(8 November 2006), dan lain-lain.
Di samping itu, pada tahun 1997 pernah dilakukan festival wayang
Calon Arang se-Bali. Ketika itu tampil (yang diawali dengan diskusi)
dalang senior sebagai model, yaitu dalang Ida Bagus Baskara dari Buduk,
yakni sekitar tahun 1960-an telah mementaskan lakon Calon Arang dengan
tema rwa bineda (dua aspek negatif/buruk-positif/baik) dan proses
pencarian darma oleh Calon Arang. Selain itu, pelepasan (pencarian bobot
keimanan tertinggi) menjadi tema pertunjukan waktu itu.
3
Dalam pementasan yang lebih luas dan mendasar Calon Arang
digunakan dalam tema PKB (Pesta Kesenian Bali Tahun 1998 dengan
segala aktivitasnya yang bersumber dari teks Calon Arang). Kegiatan yang
bersumber dari cerita Calon Arang) tersebut, yakni meliputi : serasehan
(seminar), pertunjukan tari (dramatari), sastra daerah, lukis, pawai, dan
lain-lain.
Wayang kulit Calon Arang adalah salah satu jenis pertunjukan
wayang yang dikenal di Bali dengan tokoh Walu Nateng Girah (Rangdeng
Dirah). Dalam hal ini disebut pertunjukan wayang Calon Arang karena
mengambil tema Calon Arang yang sangat terkenal di Bali. Salah satu
penyebab mengapa pementasan wayang Calon Arang pernah mengalami
penurunan frekuensi pementasannya, yakni diakibatkan oleh adanya
pemahaman yang berbeda terhadap esensi teks, yang sesungguhnya
bertemakan rwa-bineda dan pendakian darma (kelepasan). Namun,
disimpangkan ke arah yang lebih menonjolkan aspek magis dan dalam
pementasannya disebut ngundang-undang (memanggil-manggil)
seseorang, yakni dengan mengatakan bahwa orang itu pandai ngeleak dan
kalau berani datang kemari dekat dengan dalang untuk berperang.
Siapakah sesungguhnya yang lebih sakti, yang menang memakan yang
kalah. Jangan hanya berani dari jauh, tidak menampakkan diri, dan tiba-
tiba lenyap dari tempatnya.
4
Dalam salah satu adegan, yakni ketika Calon Arang menyebutkan
kekuatan ilmunya (niscaya lingga). Hal ini membuat penonton ”agak
ketakutan” karena munculnya adegan magis, yakni berupa pemotongan
babi guling yang belum dikebiri (celeng butuhan). Ini merupakan salah
satu adegan magis, karena Calon Arang yang diasosiasikan dengan
rangda, leak dalam adegan memakan makanan kesukaannya sehingga
jelas menunjukkan adegan yang membuat penonton agak berdebar-debar.
Adegan-adegan di atas sering memunculkan sikap yang bersifat arogan
sang dalang tidak jarang sikap ini ditanggapi negatif oleh masyarakatnya
hingga sering menimbulkan konflik (kesenjangan) di dalam masyarakat.
Alur cerita biasanya dimulai dengan adegan pengertian rahasia
yang dilakukan oleh Calon Arang (Randeng Girah) yang membuat banyak
rakyat, terutama di daerah pinggiran, sekarang ia menolong menguburkan
mayat, besoknya ia sendiri mati. Akibatnya para mentri, patih meminta
pertolongan caturbuja, yaitu sebuah upacara untuk menanggulangi
bencana, yakni dengan menjalankan praktik-praktik darma.
Akhirnya diketahui penyebab penyakit, yakni Rangdeng Dirah dan
murid-muridnya menari di kuburan. Akibatnya, negeri menjadi panas,
sakit, dan gering. Setelah jelas diketahui penyebab penyakit, maka Mpu
Bahula melamar Ratna Mangali putri Calon Arang. Permintaan itu
dipenuhi, sehingga usaha Mpu Bahula berhasil mendapatkan lepiakara
5
(ilmu utama) yang dimiliki Calon Arang kemudian menyerahkan kepada
Mpu Baradah.
Calon Arang meminta supaya diruwat, tetapi Mpu Baradah
menolaknya. Selanjutnya terjadilah perang rahasia dengan ucapan-ucapan
suci (mantra) Om dasaksara, bayu, sabda, idep . Calon Arang mati, tetapi
dihidupkan kembali (pengurip-urip, sang Hyang Kaja Premana ring
sariranta). Calon Arang diruwat dan akhirnya mencapai moksah. Hal ini
yang menyebabkan wayang Calon Arang digunakan untuk ruwatan.
4. Calon Arang dalam Seni Lukis
Dalam hal ini ada sejumlah lukisan yang mengambil tema dari teks
Calon Arang. Hal itu dapat diketahui dari koleksi lukisan Museum Klasik
I Nyoman Gunarsa di Klungkung, Bali. Museum ini yang mengoleksi
beberapa lukisan klasik Bali mulai dari zaman Klungkung/Gelgel sampai
masa kini.
Lukisan lain berjudul Calon Arang dan Sisyanya sedang menari di
kuburan. Beberapa lukisan klasik yang bertemakan Calon Arang
(termasuk episode Calon Arang) dikoleksi Museum Klasik I Nyoman
Gunarsa.
Lukisan berjudul Calon Arang karya Walter Spies (1932)
merupakan koleksi yang sampai saat ini disimpan di Museum Asma,
Ubud. Beberapa lukisan lain yang dibuat pelukis Bali Modern seperti
6
lukisan berjudul rangda, dan sejumlah karya magis yang dibuat oleh
pelukis Bali di antaranya Ngurah T.Y.
5. Calon Arang dalam Pementasan Barong-Rangda
Pementasan/pertunjukan barong-rangda ada yang asli seperti
pementasan due pura yang dilakukan pada setiap hari odalan (hari suci) di
pura tersebut. Dalam hal ini ada sejumlah pertunjukan barong-rangda
sebagai simbol kebaikan dan keburukan yang mengambil inti sari lakon
Calon Arang. Pertunjukan barong-rangda dipentaskan di Batubulan, Puri
Ubud, beberapa tempat lain seperti berjudul Barong Dance sebagai
pertunjukan wisata (balih-balihan). Dalam kairan ini adalah Barong
simbol Mpu Baradah (simbol kebenaran/kebaikan/dharma) dan rangda
simbol Calon Arang (keburukan/angkara murka/adharma).
6. Calon Arang dalam Drama Modern
Pertunjukan Calon Arang dalam drama modern pernah dipentaskan
oleh kelompok seni (sanggar) yang dimainkan oleh Cok Sawitri dkk.
ketika dilakukan Festival Seni Pertunjukkan Nasional di Taman Tirta
Gangga Karangasem sekitar tahun 2002 yang lalu. Lakon yang mengambil
tema betapa kuatnya laki-laki menghegemoni kaum perempuan, sampai-
sampai tidak ada pembelaan terhadap dirinya. Dalam hal ini wanita
terpinggirkan citranya akibat kekuatan patriarkhi. Wanita yang
7
ditokohkan oleh Calon Arang dari Girah hampir tidak dapat membela diri,
baik secara budaya dan hukum, apalagi di bawah bayangan kekuasan Raja
Erlangga yang tersohor itu. Sehubungan dengan hal ini sebutan Calon
Arang adalah Rangdeng Dirah dan Walu Nateng Dirah.
7. Simpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1) Tradisi Calon Arang di Bali berkembang dalam berbagai bidang
kehidupan masyarakat Bali, terutama lewat teks tulis, tradisi lisan,
lakon seni pewayangan (wayang kulit Calon Arang), lewat seni lukis
klasik dan modern, dramatari Calon Arang (pertunjukkan sakral dan
pertunjukan wisata barong-rangda), dan satua-satua yang magis
(tenget).
2) Hubungan antara tradisi itu bertumpang tindih, saling melengkapi,
serta menyatu dalam payung budaya dan tradisi masyarakat Bali yang
religius, terutama karena adanya pemahaman terhadap nilai hakiki
Calon Arang. Nilai itu, seperti : kalepasan, rwa-bineda, ruwat, darma,
dan jalan menuju kematian.
8
DAFTAR PUSTAKA
Bali TV, 2006, Calon Arang Dalam Berbagai Pementasan di Desa Batuan, Sukawati, di Tampak Gangsul.
Calon Arang Dalam Seni Lukis, Koleksi Museum I Nyoman Gunarsa Klungkung.
Calon Arang, 2006. ”Kautus Rarung”. Dramatari di Pura Dalem Penatih Denpasar, 3 Agustus.
”Festival Wayang Calon Arang 1998”, Denpasar : Pusat Dokumentasi Kebudayaan Bali.
”Legenda Janda dari Dirah”, dalam Tempo, edisi 13-18 Juni 2006.
Suastika Made, 1997, Calon Arang Dalam Tradisi Bali , Yogyakarta : Data Wacana University Press.
Suastika Made, 2006, Tradisi Masatua di Desa Sekardadi, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Makalah Kongres Bahasa Bali.
Teeuw, A, 1984, Sastra dan Ilmu Sastra, Pengantar Teori Sastra , Jakarta : Pustaka Jaya.
9
LAMPIRAN
Lontar Calon Arang
Lukisan Calon Arang Kode E Durga sedang Menasihati Calon Arang dan Muridnya (koleksi Nyoman Gunarsa)
10
Barong dan Rangda dalam Pementasan Barong (Koleksi Penulis)
Foto Calon Arang (Rangda dan Pengiringnya) ketika PKB (Pesta Kesenian Bali)
11
Calon Arang Karya Walter Spies (1932)
Calon Arang Bersama Muridnya Menari Dalam Adegan Drama Tari Calon Arang Yang Dimainkan oleh Matah Gede (Sumber : Tempo, 18 Juni 2006)
12
13