31
BAB I AUTISME A. Istilah dan Definisi Istilah Autisme pertama kali dicetuskan pada tahun 1943 oleh Leo Kanner, Seorang Psikiater dari Universitas John Hopskinyang menangani sekelompok anak-anak yang mengalami gangguan sosial yang berat, hambatan komunikasi, masalah perilaku. Anak-anak ini menunjukkan sifat menarik diri, membisu, aktif repetitif dan streotipik serta senantiasa memalingkan pandangan dari orang lain. Secara harfiah Autisme berasal dari kata Autos = Diri dan Isme = Paham. Autisme berasal dari bahas yunani Autos yang berarti sendiri. Anak Autis seolah-olah hidup di dunianya sendiri. Menurut WHO Autisme adalah Adanya Keabnormalan dan atau gangguan perkembangan yang muncul sebelum usia 3 tahun dengan tipe karakteristik tidak normalnya 3 bidang yaitu Interaksi social, Komunikasi, dan prilaku yang diulang-ulang. Anak Autis termasuk salah satu anak berkebutuhan khusus yang mengalami gangguan neurologis dengan adanya gangguan hambatan fungsi saraf, fungsi komunikasi, motorik sosial dan perhatian. 1

Case Report Autisme

Embed Size (px)

DESCRIPTION

case

Citation preview

BAB IAUTISMEA. Istilah dan DefinisiIstilah Autisme pertama kali dicetuskan pada tahun 1943 oleh Leo Kanner, Seorang Psikiater dari Universitas John Hopskinyang menangani sekelompok anak-anak yang mengalami gangguan sosial yang berat, hambatan komunikasi, masalah perilaku. Anak-anak ini menunjukkan sifat menarik diri, membisu, aktif repetitif dan streotipik serta senantiasa memalingkan pandangan dari orang lain. Secara harfiah Autisme berasal dari kata Autos = Diri dan Isme = Paham. Autisme berasal dari bahas yunani Autos yang berarti sendiri. Anak Autis seolah-olah hidup di dunianya sendiri. Menurut WHO Autisme adalah Adanya Keabnormalan dan atau gangguan perkembangan yang muncul sebelum usia 3 tahun dengan tipe karakteristik tidak normalnya 3 bidang yaitu Interaksi social, Komunikasi, dan prilaku yang diulang-ulang. Anak Autis termasuk salah satu anak berkebutuhan khusus yang mengalami gangguan neurologis dengan adanya gangguan hambatan fungsi saraf, fungsi komunikasi, motorik sosial dan perhatian.Menurut Sutadi Autis adalah Gangguan perkembangan Neuroiology berat yang mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi dan berelasi.

B. Penyebab Secara pasti penyebab Autis tidak diketahui namun autism dapat terjadi dari kombinasi berbagai faktor, termasuk faktor genetic yang dipicu faktor lingkungan ada berbagai teori yang menjelaskan faktor terjadinya autis:

a. Teori Biologi a.1 Faktor Genetik Keluarga yang terdapat anak autis memiliki resiko lebih tinggi anak autis dibandingkan pada keluarga normal, abnormalitas genetic dapat menyebabkan pertumbuhan sel-sel saraf otak yang terganggu.a.2 Prenatal, Natal, dan Post natalPerdarahan pada kehamilan, obat-obatan, gangguan pernafasan, anemia dapat menyebabkan gangguan perkembangan otak.a.3. Neuro anatomi.Gangguan sel-sel otak selama dalam kandungan yang mungkin disebabkan terjadinya gangguan oksigenasi, inflamasi atau gangguan neurotransmitter otak.a.4. Struktur biokimia otak dan darah.Kelainan pada cerebellum dengan sel-sel purkinje yang mempunyai kandungan serotonin yang tinggi serta kandungan dopamine yang tinggi dapat menyebabkan gangguan pada otak.b. Teori Psikososial.Beberapa ahli menyatakan bahwa autisme dianggap sebagai akibat hubungan yang tidak akrab antara orang tua, ibu dan anak serta orang yang mengasuh dengan cara emosional dan obsesif.c. Faktor keracunan logam beratKeracunan logam berat terdapat timbal dan mercury yang tinggi pada kadar di dalam darah anak autis.

C. PatologiAutisme mempunyai banyak kausa biologik dan tidak satupun dari padanya unik untuk autisme. Ada indikasi bahwa faktor genetis berperan dalam kejadian autisme. Dalam suatu studi yang melibatkan anak kembar terlihat bahwa dua kembar monozygot (kembar identik) kemungkinan 90% akan sama-sama mengalami autisme; kemungkinan pada dua kembar dizygot (kembar fraternal) hanya sekitar 5-10% saja.(Bailey, 1995) Sampai sejauh ini tidak ada gen spesifik autisme yang teridentifikasi meskipun suatu keterkaitan dengan gen serotonin-transporter baru-baru ini dikemukakan.(Cook, 1997)Yang menarik adalah teori opioid. Teori ini mengemukakan bahwa autisme timbul dari beban yang berlebihan pada susunan saraf pusat oleh opioid pada saat usia dini. Opioid kemungkinan besar adalah eksogen dan merupakan perombakan yang tidak lengkap dari gluten dan casein makanan.(Sahley) Meskipun kebenarannya diragukan, teori ini menarik banyak perhatian. Pada dasarnya, teori ini mengemukakan adanya barrier yang defisien di dalam mukosa usus, di darah-otak (blood-brain) atau oleh karena adanya kegagalan peptida usus dan peptida yang beredar dalam darah untuk mengubah opioid menjadi metabolit yang tidak bersifat racun dan menimbulkan penyakit. Barrier yang defektif ini mungkin diwarisi (inherited) atau sekunder karena suatu kelainan. Berbagai uraian tentang abnormalitas neural pada autisme telah menimbulkan banyak spekulasi mengenai penyakit ini. Namun, hingga saat ini tidak ada satupun, baik teori anatomis yang koheren maupun teori patofisiologi autisme atau tes diagnostik biologik yang dapat digunakan untuk menjelaskan tentang sebab autisme.Beberapa peneliti telah melokasi beberapa abnormalitas jaringan otak pada individu autistik, tetapi sebab dari abnormalitas ini belum diketahui, demikian juga pengaruhnya terhadap perilaku. Kelainan ini dapat dibagi dua tipe, disfungsi dalam stuktur neural dari jaringan otak dan abnormalitas biokimia jaringan otak. Dalam kaitannya dengan struktur otak, pemeriksaan post-mortem otak dari beberapa penderita autistik menunjukkan adanya dua daerah di dalam sistem limbik yang kurang berkembang yaitu amygdala dan hippocampus. Kedua daerah ini bertanggung jawab atas emosi, agresi, sensory input, dan belajar.(Bauman, 1994) Peneliti ini juga menemukan adanya defisiensi sel Purkinye di serebelum. Dengan menggunakan magnetic resonance imaging,(Courhesne, 1988) telah ditemukan dua daerah di serebelum, lobulus VI dan VII, yang pada individu autistik secara nyata lebih kecil dari pada orang normal. Satu dari kedua daerah ini dipahami sebagai pusat yang bertanggung jawab atas perhatian.Didukung oleh studi empiris neurofarmakologis dan neurokimia pada autisme, perhatian banyak dipusatkan pada neurotransmitter dan neuromodulator, pertama-tama sistem dopamin mesolimbik, kemudian sistem opioid endogen dan oksitosin, selanjutnya pada serotonin, karena ditemukan adanya hubungan antara autisme dengan kelainan-kelainan pada sistem tersebut.Dari segi biokimia jaringan otak, banyak penderita-penderita autistik menunjukkan kenaikan dari serotonin dalam darah dan cairan serebrospinal dibandingkan dengan orang normal. Perlu disinggung bahwa abnormalitas serotonin ini juga tampak pada penderita down syndrome, kelainan hiperaktivirtas, dan depresi unipoler. Juga terbukti bahwa pada individu autistik terdapat kenaikan dari beta-endorphins, suatu substansi di dalam badan yang mirip opiat. Diperkirakan adanya ketidakpekaan individu autistik terhadap rasa sakit disebabkan oleh karena peningkatan kadarbetaendorphins ini.

D. KlasifikasiKlasifikasi Autisme dapat dibagi berdasarkan berbagai kelompok 1. Berdasarkan saat munculnya kelainan a. Autis Infantilb. Autis Fiksasi2. Berdasarkan Intelektual a. Autis dengan IQ dibawah 50 b. Autis dengan IQ 50-70c. Autis yang tidak mengalami keterbelakangan mental atau IQ diatas 703. Berdasarkan Interaksi Sosiala. Kelompok yang menyendiri, acuh tak acuh, kesal bila diadakan pendekatan social serta menunjukkan prilaku yang tidak hangat.b. Kelompok Pasif dapat menerima pendekatan social dan bermain dengan anak lain jika pola permainannya disesuaikan dengan dirinya.c. Kelompok yang aktif tapi aneh secara spontan akan mendekati anak lain namun interaksinya tidak sesuai dan sering hanya sepihak.

E. Karakteristik Anak Autis1. Dalam Interaksi Sosial a. Menyendiri b. Pasif : Dapat menerima pendekatan social dan bermain dengan anak lain jika pola permainannya disesuaikan dengan dirinyac. Aktif tapi aneh2. Dalam Komunikasia. Sering mengalami Kesukaran dalam memahami arti kata-kata dan kesukaran dalam berbahasa. b. Sering berbicara pada diri sendiri c. Penggunaan kata-kata yang aneh d. Mengalami kesukaran dalam berkomunikasi walaupun mereka dapat berbicara dengan baik karena tidak tahu kapan mereka giliran berbicara.e. Berbicara, monoton, dan kaku.f. Kesukaran dalam mengekspresi perasaan dan emosi3. Dalam perilaku dan Pola Bermaina. Abnormalitas dalam bermainb. Tidak menggunakan mainan yang sesuaic. Hiperaktifd. Gangguan pemusatan perhatiane. Minat terbatas, sering aneh4. Dalam Konigtifa. Anak Autis mengalami retardasi mentalb. Idiot savant (Retardasi mentasl) yang menunjukkan kemampuan luar biasa.

F. Diagnosa AutisMenurut kriteria diagnostic dalam DSM IV itu harus ada sedikitinya 6 gejala dari butir 1, 2, 3 dengan minimal sedikitnya 2 gejala dari butir 1 dan masing-masing 1 gejala dari butir 2 dan 3.1. Gangguan Kualitatif dalam interaksi social yang timbale balik. Tak mampu menajalin interaksi social yang cukup memadai, kontak mata sangat kurang, ekpresi muka kurang hidup, gerak-gerik yang kurang tertuju.a. Tak bisa bermain dengan teman sebaya b. Tak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lainc. Kurangnya hubungan social dan emosional yang timbale balik2. Gangguan Kualitatif dalam bidang komunikasia. Bicara terlambat b. Bila bisa bicara, bicara tidak dipakai untuk komunikasic. Sering menggunakn bahasa anehd. Cara yang bermain kurang variatif dan imajinatif3. Suatu pola yang dipertahankan dan diulang ulang dari prilaku ,minat,dan kegiatan.a. Terpaku pada suatu kegiatan atau rutinitas yang tidak bergunab. Sering terpukau pada bagian bagian bendac. Ada gerakan aneh yang khas dan diulang ulangd. Mempertahankan satu minat yang berlebihan

G. Terapi1. APPLIED BEHAVIORAL ANALYSIS (ABA)ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai , telah dilakukan penelitian dan didesain khusus untulk anak dengan autisme. Sistem yang dipakai adalah memberi pelatihan khusus pada anak dengan memberi hadiah atau pujian. Saat ini jenius terapi ini yang paling banyak dipakai di Indonesia.

2. TERAPI WICARAHampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara dan berbahasa. Hal inilah yang paling menonjol, banyak pula individu austic yang non-verbal atau kemampuan bicaranya sangat kurang. Dalam hal ini terapi wicara sangat menolong.

3. TERAPI OKUPASIHampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan motorik halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang pensil dengan cara yang benar, memegang sendok dan menyuap, dan l;ain sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk melatih otot-ototnya dengan benar.

4. TERAPI FISIKAutisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak diantara individu autistik mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya. Kadang-kadang tonus ototnya lembek dan keseimbanganb tubuhnya kurang bagus. Maka terapi inilah yang banyak menolong.

5. TERAPI SOSIALKekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah dalam bidang komunikasi dan berinteraksi. Banyak anal-anak ini membutuhkan pertolongan dalam berkomunikasi dua arah, mencari teman, dan bermain bersama. Seorang terapis sosial membantu dengan memberikan fasilitas pada mereka untuk bergaul dan mengajarkan caranya.

6. TERAPI BERMAINMeskipun terdengarnya aneh, seorang anak autis membutuhkan pertolongan dalam hal belajar bermain. Berteman dengan teman sebaya berguna untuk belajar bicara, berkomunikasi, dan berinteraksi sosial.

7. TERAPI PERILAKUAnak autistik seringkali merasa frustasi. Teman-temannya seringkali tidak memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya. Mereka banyak hipersensitivitas terhadap suara, cahaya, dan sentuhan. Tak heran bila mereka sering mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari latar belakang perilaku negatif tersebut dan mencari solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutinitas anak tersebut.

8. TERAPI PERKEMBANGANFloortime, Son-Rise, dan RDI (Relationship Developmental Intervention) dianggap sebagai terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya, kekuatannya, dan tingkat perkembangannya, kemudian ditingkatkan kemampuan sosial, emosional, dan intelektualnya.

9. TERAPI VISUALIndividu autistik lebih mudah belajar dengan melihat. Hal inilah yang dipakai untuk mengembangkan metode belajar komunikasi melalui gambar-gambar. Beberapa video games bisa juga dipakai untuk mengembangkan keterampilan berkomunikasi.

10. TERAPI BIOMEDIKTerapi biomedik dikembangkan oleh kelompok dokter yang tergabung dalam DANI (Defeat Autism Now). Banyak dari para perintisnya mempunyai anak autis. Mereka sangat percaya bahwa gejala autisme diperparah olehj adanya gangguan metabolik. Oleh karena itu anak-anak ini diperiksa secara intensif darah, urin, feses, dan rambutnya. Ternyata banyak anak menngalami kemajuan setelah diterapi secara komprehensif, yaitu dari luar dan dari dalam tubuh sendiri (www.autisme.info/index.php/terapi-autisme/10-jenis-terapi-autisme,2014).

BAB IITERAPI OKSIGEN HIPERBARIK

A. DefinisiTerapi oksigen hiperbarik merupakan tindakan dimana pasien menghirup oksigen murni secara berkala sambil ruangan pengobatan ditekan dengan tekanan lebih besar daripada 1 ATA ( Atmosfir Absolut). (Gill dan Bell, 2004).Terapi oksigen hiperbarik adalah pemberian oksigen tekanan tinggi untuk pengobatan yang dilaksanakan dalam RUBT. (Harianto et al, 2009)Tekanan 1 atmosfer adalah tekanan udara yang dialami oleh semua benda, termasuk manusia, diatas permukaan laut, bersifat tetap dari semua jurusan dan berada dalam keseimbangan. (Harianto et al, 2009)Terdapat 3 hukum yang berperan dalam terapi oksigen hiperbarik, yaitu (Gill dan Bell, 2004) :1. Hukum BoylePada suhu tetap, tekanan berbanding terbalik dengan volume.2. Hukum HenryJumlah gas terlarut dalam cairan atau jaringan sebanding dengan tekanan parsial gas tersebut dalam cairan atau jaringan.3. Hukum DaltonTekanan total suatu campuran gas adalah sama dengan jumlah tekanan parsial dari masing masing bagian gas.Terapi oksigen hiperbarik memiliki efek dalam meningkatkan solubilitas oksigen dalam plasma. Pasien yang ditempatkan pada ruangan udara bertekanan tinggi (RUBT) dengan tekanan 2,8 ATA dan menghirup oksigen murni dapat meningkatkan ikatan oksigen hingga 10 13 kali. Enam volume persen (6 ml per 100 ml plasma) oksigen terlarut dalam plasma. Sehingga, plasma mampu mengangkut oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan tubuh. (Kindwall dan Whellan, 1997)Tergantung dari fisiologi dan patofisiologi tiap individu, efek oksigen bertekanan tinggi dapat bervariasi, yaitu : supresi produksi alpha-toxin pada gas gangrene, peningkatan aktivitas leukosit, penurunan perlekatan sel putih pada dinding kapiler, vasokonstriksi pada pembuluh darah normal, perbaikan pertumbuhan fibroblas dan produksi kolagen, stimulasi produksi enzim peroksida dismutase, penyimpanan ATP pada membran sel dengan reduksi pada edema sekunder, supresi respon imun tertentu, peningkatan aktivitas osteoklas, peningkatan proliferasi kapiler, dan sebagainya. (Kindwall dan Whellan, 1997)B. Manfaat Meningkatkan konsentrasi oksigen pada seluruh jaringan tubuh, bahkan pada aliran darah yang berkurang Merangsang pertumbuhan pembuluh darah baru untuk meningkatkan aliran darah pada sirkulasi yang berkurang Mampu membunuh bakteri, terutama bakteri anaerob seperti Closteridium perfingens (penyebab penyakit gas gangren) Mampu menghentikan aktivitas bakteri (bakteriostatik) antara lain bakteri E. coli dan Pseudomonassp. yang umumnya ditemukan pada luka-luka mengganas. Mampu menghambat produksi racun alfa toksin. Meningkatkan viabilitas sel atau kemampuan sel untuk bertahan hidup. Menurunkan waktu paruh karboksihemoglobin dari 5 jam menjadi 20 menit pada penyakit keracunan gas CO Dapat mempercepat proses penyembuhan pada pengobatan medis konvensional Meningkatkan produksi antioksidan tubuh tertentu Memperbaiki fungsi ereksi pada pria penderita diabetes (laporan para ahli hiperbarik di Amerika Serikat pada tahun 1960) Meningkatkan sensitivitas sel terhadap radiasi menahan proses penuaan dengan cara pembentukan kolagen yang menjaga elastisitas kulit badan menjadi lebih segar, badan tidak mudah lelah, gairah hidup meningkat, tidur lebih enak dan pulasDengan berbagai mekanisme tersebut, terapi hiperbarik dapat digunakan sebagai terapi kondisi akut hingga penyakit degeneratif kronis seperti arteriosklerosis, stroke, penyakit pembuluh darah perifer, ulkus diabetik, serebral palsy, trauma otak, sklerosis multiple,dsb.C. Mekanisme HBOTHBOT memiliki mekanisme dengan memodulasi nitrit okside (NO) pada sel endotel. Pada sel endotel ini HBOT juga meningkatkan intermediet vaskuler endotel growth factor (VEGF). Melalui siklus Krebs terjadi peningkatan NADH yang memicu peningkatan fibroblast. Fibroblast yang diperlukan untuk sintesis proteoglikan dan bersama dengan VEGF akan memacu kolagen sintesis pada proses remodeling, salah satu tahapan dalam penyembuhan luka.Mekanisme di atas berhubungan dengan salah satu manfaat utama HBOT yaitu untuk wound healing. Pada bagian luka terdapat bagian tubuh yang mengalami edema dan infeksi. Di bagian edema ini terdapat radikal bebas dalam jumlah yang besar. Daerah edema ini mengalami kondisi hipo-oksigen karena hipoperfusi. Peningkatan fibroblast sebagaimana telah disinggung sebelumnya akan mendorong terjadinya vasodilatasi pada daerah edema tersebut. Jadilah kondisi daerah luka tersebut menjadi hipervaskular, hiperseluler dan hiperoksia. Dengan pemaparan oksigen tekanan tinggi, terjadi peningkatan IFN-, i-NOS dan VEGF. IFN- menyebabkan TH-1 meningkat yang berpengaruh pada B-cell sehingga terjadi pengingkatan Ig-G. Dengan meningkatnya Ig-G, efek fagositosis leukosit juga akan meningkat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada luka, HBOT berfungsi menurunkan infeksi dan edema.Adapun cara HBOT pada prinsipnya adalah diawali dengan pemberianO2 100%, tekanan 2 3 Atm . Tahap selanjutnya dilanjutkan dengan pengobatan decompresion sickness. Maka akan terjadi kerusakan jaringan, penyembuhan luka, hipoksia sekitar luka. Kondisi ini akan memicu meningkatnya fibroblast, sintesa kolagen, rasio RNA/DNA, peningkatan leukosit killing, serta angiogenesis yang menyebabkan neovaskularisasi jaringan luka. Kemudian akan terjadi peningkatan dan perbaikan aliran darah mikrovaskular. Densitas kapiler meningkat sehingga daerah yang mengalami iskemia akan mengalami reperfusi. Sebagai respon, akan terjadi peningkatan NO hingga 4 5 kali dengan diiringi pemberian oksigen hiperbarik 2-3 ATA selama 2 jam. Hasilnya pun cukup memuaskan, yaitu penyembuhan jaringan luka. Terapi ini paling banyak dilakukan pada pasien dengan diabetes mellitus dimana memiliki luka yang sukar sembuh karena buruknya perfusi perifer dan oksigenasi jaringan di distal.Indikasi-indikasi lain dilakukannya HBOT adalah untuk mempercepat penyembuhan penyakit, luka akibat radiasi, cedera kompresi, osteomyelitis, intoksikasi karbonmonoksida, emboli udara, gangren, infeksi jaringan lunak yang sudah nekrotik, Skin graft dan flap, luka bakar, abses intrakranial dan anemia.Prosedur pemberian HBOT yang dilakukan pada tekanan 2-3 ATA-90 dengan O2 intermitten akan mencegah keracunan O2. Menurut Paul Bert, efeksamping biasanyaakan mengenai sistem saraf pusat seperti timbulnya mual, kedutan pada otot muka dan perifer serta kejang. Sedang menurut Lorrain Smith, efek samping bisamengenai paru-paru yaitu batuk, sesak dan nyeri substernal

D. Indikasi Oksigen HiperbarikKelainan atau penyakut yang merupakan indikasi terapi oksigen hiperbarik diklasifikasikan menurut kategorisasi yang dibuat oleh The Committee of Hyperbaric Oxygenation of the Undersea and Hyperbaric Medical Society ialah sebagai berikut : Emboli Keracunan gas CO dan asap rokok Clostridial myonecrosis (gas gangrene) Trauma Dekompresi Anemia karena kehilangan darah Necrotizing soft tissue infections (or subcutaneous tissue, muscle or fascia) Osteomyelitis Compromised skin grafts and flaps Luka bakar

E. Kontraindikasi Oksigen HiperbarikKontraindikasi penggunaan Oksigen hiperbarika. Absolut : Pneumothorax yang belum dirawatb. Relatif: i. ISPAii. Emphysema dengan retensi CO2iii. Penyakit paru asimptomatik yang terlihat dari foto x-rayiv. Riwayat operasi thoraks dan telingav. Demam tinggivi. Kehamilan vii. Claustrophobiaviii. Kejang ix. Keganasan

F. Komplikasi Barotrauma telinga tengah Nyeri sinus Myopia dan katarak Barotrauma paru-paru Oxygen seizures Dekompresi Genetic effects Claustrophobia Perasaan tidak nyaman

BAB IIITERAPI OKSIGEN HIPERBARIK PADA PERNDERITA AUTIS

Autis tidak dapat dikategorikan sebagai penyakit karena autis belum dapat disembuhkan, tetapi dapat dibantu dengan terapi, bantuan guru khusus, dan peran serta orang tua yang turut aktif membantu (Danny Tania, 2008).Pada penderita autisme, terjadi gangguan pada fungsi otak, salah satunya karena kekurangan oksigen sejak lahir atau bahkan selama dalam kandungan. Dengan terapi oksigen inilah kerusakan pada otak bisa diminimalisasi. Menurut penelitian yang diungkap di jurnal Bio Medical Centre (BMC) Pediatrics, oksigen murni bisa mengurangi inflamasi atau pembekakan di otak dan meningkatkan asupan oksigen di sel-sel otak.Terapi oksigen hiperbarik dilakukan dengan sebuah alat berupa tabung dekompresi. Penderita autisme masuk ke dalam tabung itu lalu dialiri oksigen murni dan tekanan udara ditingkatkan menjadi 1,3 atmosfer. Pemberian terapi oksigen hiperbarik secara rutin menunjukkan perbaikan pada kondisi saraf dan mengatasi cerebral palsy. Terapi ini banyak dipilih di beberapa negara dan para peneliti terus mengembangkannya. Rossignol dari International Child Development Resource Centre, Florida, AS, melakukan penelitian terhadap 62 penderita autisme berusia 2-7 tahun. Responden diberi terapi oksigen selama 40 menit setiap hari selama sebulan dengan asupan oksigen 24% dan tekanan udara 1,3 atmosfer. Hasilnya, terjadi peningkatan hampir di seluruh fungsi organ tubuh, seperti sensor gerak, kemampuan kognitif, kontak mata, kemampuan sosial dan pemahaman bahasa (Irma Kurniati, 2012).Sebuah penelitian terkontrol, double-blind, multicenter pernah dilakukan di Amerika pada tahun 2008. Ada 62 anak autis berusia 2-7 tahun yang dilibatkan. Mereka mendapat terapi hiperbarik dengan tekanan 1,3 atmosfer dan oksigen 24%. Sebagai pembanding, digunakan terapi dengan tekanan 1,03 atmosfer, dan oksigen 21%. Penilaian setelah 40 kali terapi menunjukkan lebih dari 50% anak dalam 7 kelompok pertama mengalami kemajuan yang bagus dalam segala bidang dibandingkan kelompok kontrol (Melly Budiman, 2009).Di Jakarta, penelitian juga sudah dilakukan meski tanpa kelompok kontrol. Penelitian dilakukan RS MMC Jakarta dengan peserta 25 anak berumur antara 2-14 tahun. Terapi hiperbarik diberikan dengan tekanan 1,5 atmosfer, oksigen 24% selama 40 kali. Menurut Melly, ditemukan kemajuan yang sangat baik di segala bidang (9 anak), kemajuan baik (12 anak), kemajuan minimal (2 anak) dan 2 lainnya tidak mengalami kemajuan ataupun kemunduran. Bidang yang dinilai adalah komunikasi, interaksi, perilaku, sensoris, emosi, dan metabolisme (Melly Budiman, 2009).Selain memperbaiki fungsi otak, secara umum ekstra oksigen yang didapat dari terapi oksigen hiperbarik juga berguna untuk meningkatkan kemampuan sel darah putih untuk melawan infeksi, meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit, membentuk pembuluh darah kapiler baru, membunuh kuman-kuman anaerob dalam usus, dan membantu setiap organ dalam tubuh berfungsi dengan lebih baik (Eni Kartinah, 2012).Penelitian yang dilakukan di Thailand pada anak autis yang dilakukan oleh Jasseda et al didapatkan hasil yang bermakna terhadap perbaikan autis dengan mekanisme menghambat terjadinya reaksi oksidasi terutamaa pada sel mitokondria ( Jessada MD,et al 2008).Daniel rossignol dari Amerika meneliti mengenai perbaikan gejala pada anak autis yang di terapi hiperbarik pada tekanan 1,3 ATA menunjukkan perbaikan dengan mekanisme meningkatkan aliran darah di otak ,mengurangi neuro inflamasi seperti sitokine ,mengurangi stress oxidasi seperti gluthation oxidant, dan perbaikan stem cell di otak.( Daniel et al, 2006)

BAB IVSTATUS PASIEN

1.1. IDENTITASNama: An. NathanUsia: 10 tahunAlamat: Jemur Handayani Surabaya

1.2. SUBJEKTIFKU: Gangguan konsentrasiRPS: Pasien mulai terlihat mengalami gangguan konsentrasi semenjak usia 18 bulan,.Pasien susah untuk berkomunikasi dengan orang di sekitarnya, pasien menunjukan apa yang diinginkannya dengan cara menunjuk-nunjuk. Pasien menyukai hal-hal seperti barang elektronik, bila keinginannya tidak dipenuhi, pasien menjadi rewel. Pasien susah dalam berinteraksi dengan teman-teman sebayanya.Pasien merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara.Usia ibu saat melahirkan adalah 32 tahun. Ibu hanya mengkonsumsi vitamin selama kehamilannya. Pasien lahir secara Caesar dikarenakan ketuban pecah dini.RPD : Kejang demam (-)Jatuh (-)RPK: Autis (-), alergi (+) terhadap udang dan hawa dinginRPO: Terapi Hiperbarik Oksigen 8x sejak 25 Agustus 2014RT: - Terapi renang - Terapi HBO - Konsumsi Rispelda

1.3. OBJEKTIFKeadaan Umum: Tampak SehatKesadaran: Compos MentisGCS: 4-5-6

1.4. PEMERIKSAAN FISIK :Kepala A/I/C/D: -/-/-/-NormochepalPupil Isokhor, Refleks cahaya (+)Membran timpani Intak, sekret (-)

LeherDeviasi trakea (-) , Pembesaran KGB (-), Bendungan vena (-)

ThoraksJantung :Inspeksi Normochest, Ictus cordis tak tampakPalpasi Ictus cordis tak terabaPerkusiBatas Jantung jelas, tidak ada pelebaranAuskultasiS1S2 Tunggal, murmur (-), gallop (-)

Paru :InspeksiGerak nafas normalPalpasiFremitus Raba NormalPerkusiSonorAuskultasiWheezing (-), Rhonki (-)

Abdomen InspeksiCembung, SimetrisPalpasiHepar dan Lien tak terabaPerkusiTymphaniAuskultasiBising Usus Normal

EkstremitasOedema (-), akral hangat (+)

1.5. ASSESSMENTDiagnosa : Autism Spectrum Disorder (ASD)

1.6. PLANNINGPlanning Diagnosis : MRIPlanning Terapi: Terapi Wicara Terapi Fisik Terapi Sosial Terapi Hiperbarik

Planning Monitoring : Memantau perkembangan perilaku

Planning Edukasi : Pengawasan oleh orang tua secara intensif pada pasien Selalu memperhatikan perkembangan pasien Terapi wicara, social dan fisik Terapi hiperbarik rutin Kontrol rutin

DAFTAR PUSTAKABauman ML, Kemper TL, editors. The neurobiology of autism. Baltimore: John HopkinsUniversity Press, 1994.Ballaban-Gil K, Tuchman R. Epilepsy and epileptiform EEG: association with autism andlanguage disorders. Ment Retard Dev Disabil Res Rev 2000; 6: 300-8.Cook EH Jr, Courchesne R, Lord C, Cox NJ, Yan S, Lincoln A, et al. Evidence of linkage between serotonin transporter and autistic disorder. Mol Psychiatry 1997;2:247-50.Courchesne E, Yeung-Chourchesne R, Press GA, Hesselink JR, Jernigan TL. Hypoplasia ofcerebellar vermal lobules VI and VII in autism. N Engl J Med 1988; 318: 1349-54.Daniel et al, hyperbaric oxygen theraphy may improve symptom in autism children, medical hypothesis elsivier, vol 67 p 216-218,2006Danny Tania (2008). Maksimalkan Kelebihan Spesial pada Anak Spesial (AnakAutis). Kompas. Edisi 4 Desember 2008.Eni Kartinah (2012). Alirkan Oksigen ke Otak dengan Hiperbarik. http://peduliautisautismcare.blogspot.com/2011_03_01_archive.htmlElliot GR , Austistic disorder and other pervasive developmental disorder. In: Rudolphs pediatric 21 edition. Mc Graw-Hill: new York,2003. p 498-500Irma Kurniati (2012). Terapi Oksigen, Harapan Penderita Autis. Vivanews dalamhttp://news.viva.co.id/news/read/42023-terapi oksigen harapan penderitaautis.Jessada MD,et al , hyperbaric oxygen theraphy in Thailand auststic children, j med assoc tahi vol 91 no 8 2008.Jones W, Bellugi U, Lai Z, Chiles M, Reily J, Lincoln A, et al. Hypersociability in WilliamsSyndrome. J Cogn Neurosci 2000; 12 (suppl 1): 30-46. Kinsbourne M, wood fb. Austistic spectrum disorder. In : sarnat HB. Child neurology, 7 edition : Philadelphia,2006, p 1112-1121.Melly Budiman (2009). Terapi Hiperbarik untuk Penderita Autis. Gerai EdisiDesember 2009 (Vol.9 No.5)Prater CD, Zylstra RG. Autism: a medical primer. 2002; 66: 1167-74.Shah PE, Pervasive Developmental disorder and childhood psychosis. In : Kliegman RM Nelson textbook pediatric 18. Saunder: Philadelphia,2007. P 133- 136.Sutadi , seminar sehari aku peduli anakku: terapi wicara pada penyandang autism dengan menggunakan tatlaksana prilaku,ABCDpro, Jakarta, 29 januari 2000.World health organization international classification of disease (ICD 10) American psychiantric association, h. 75,2000www.autisme.info/index.php/terapi-autisme/10-jenis-terapi-autisme,2014.Willemsen-Swinkels SH, Buitelaar JK. The autistic spectrum: subgroups, boundaries, and treatment. Psychyatr Clin North Am 2002; 25: 811-36.

20