Case Report Tifoid Anak (TRN)

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/10/2019 Case Report Tifoid Anak (TRN)

    1/12

    CASE REPORT

    DEMAM TIFOID

    Disusun oleh :

    Tri Rizky Nugraha 1102010280

    Pembimbing :

    dr. Hj. Nurvita Susanto, Sp. A

    dr. H. Budi Risjadi, Sp. A, M. Kes

    KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

    RSUD SOREANG

    2014

  • 8/10/2019 Case Report Tifoid Anak (TRN)

    2/12

    BAB I

    A. IDENTITAS PASIEN

    Nama : An. A

    Jenis Kelamin : Perempuan

    Usia : 2 Tahun 6 Bulan

    Alamat : Kp. Babakan, Soreang

    Agama : Islam

    Suku Bangsa : Sunda

    Tgl Masuk : 30 Oktober 2014

    Medrek : 492118

    B. IDENTITAS ORANG TUA

    AYAH

    Nama : Tn. D

    Usia : 28 tahun

    Pekerjaan : Wirastwasta

    Alamat : Kp. Babakan, Soreang

    Penghasilan : Tidak Menentu

    Pendidikan : SMK

    IBU

    Nama : Ny. S

    Usia : 25 tahun

    Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

    Alamat : Kp. Babakan, Soreang

    Penghasilan : -

    Pendidikan : SMA

  • 8/10/2019 Case Report Tifoid Anak (TRN)

    3/12

    C. ANAMNESIS

    Data diperoleh dari Alloanamnesis Ibu tanggal 31 Oktober 2014

    Keluhan Utama : Panas Badan

    Riwayat Penyakit Sekarang

    Pasien datang ke POLI ANAK RSUD Soreang dengan keluhan panas badan

    14 hari SMRS. Panas badan dirasakan hanya setiap sore menjelang malam dan

    panas badan turun pada siang hari tanpa disertai dengan menggigil. Pasien mengeluh

    kepada ibunya nyeri pada seluruh lapang perut disertai penurunan nafsu makan.

    Keluhan lain muntah 4 kali / hari sejak 3 hari SMRS berupa cairan kuning dan setiap

    minum atau makan dimuntahkan kembali lalu pasien tidak BAB sejak 2 hari SMRS.

    Keluhan tidak disertai dengan batuk pilek, sesak nafas, kejang, maupun penurunan

    kesadaran. BAK tidak ada keluhan. Riwayat kontak dengan penderita batuk lama

    tidak ada dan penurunan berat badan atau berat badan susah naik juga tidak ada.

    Riwayat kontak dengan hewan seperti tikus, anjing ataupun ternak juga tidak ada.

    Riwayat Penyakit Dahulu

    Pasien belum pernah mengalami keluham seperti ini sebelumnya.

    Riwayat Pengobatan

    Ibu pasien sudah memberikan pasien obat parasetamol sirup namun tidak ada

    perbaikan.

    Riwayat Penyakit Keluarga

    Tidak ada keluarga pasien yang mengalami hal serupa.

  • 8/10/2019 Case Report Tifoid Anak (TRN)

    4/12

    Riwayat Imunisasi

    BCG : 1 x . usia 2 bulan

    DPT : 3 x . usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan

    Polio : 4 x. saat lahir, 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan

    Hep B : 3 x. Saat lahir, 1 bulan, 6 bulanCampak: 1 x. Usia 9 bulan

    Riwayat Makanan

    06 Bulan : ASI

    612 Bulan : ASI + Susu Formula

    1323 Bulan : Bubur dan sayuran

    2 TahunSekarang : Menu Makanan Keluarga

    Riwayat Tumbuh Kembang

    Tumbuh kembang pasien sama dengan anak seusianya, saat ini pasien sudah

    dapat berlari, melompat, mengendarai sepeda roda tiga, makan dengan tangan sendiri,

    menggambar, memakai baju sendiri.

    D.

    PEMERIKSAAN FISIK (31/10/2014)

    Kesadaran Umum : Compos Mentis

    Tekanan Darah : 100/60 mmHg

    Nadi : 100 x/menit

    Respirasi : 28 x/menit

    Suhu : 36,4 0C

    Berat Badan : 10,4 kgTinggi Badan : 83 Cm

    BB/U : Z-score : - 1 sd 0 (median)

    TB/U : Z-score : - 1 sd 0 (median)

    BB/PB : Z-score : 0 sd 1 (median)

    Status Gizi : Gizi Baik

  • 8/10/2019 Case Report Tifoid Anak (TRN)

    5/12

    Status Generalis

    1.

    Kepala : rambut hitam lurus, tidak mudah dicabut.

    2.

    Mata : konjungtiva tidak anemis ataupun hiperemis, sklera tidak ikterik,

    tidak terdapat sekret.

    3. Hidung : pernafasan cuping hidung (-)

    4. Telinga : Tidak ada kelainan bentuk, tidak ada sekret

    5. Mulut : Lidah: lidah tidak kotor, tepi hiperemis, tremor tidak ada

    Tonsil : T1-T1, tidak hiperemis

    6. Leher : KGB tidak teraba, retraksi suprasternal tidak ada

    7. Thorax

    Paru-paru

    Bentuk dan gerak simetris, retraksi intercostal tidak adaSimetris kiri-kanan

    Vesikular +/+, Rhonci -/-, Wheezing -/-,

    Jantung

    Auskultasi : BJ I-II murni reguler, gallop (-) murmur (-)

    8. Abdomen

    Inspeksi : Datar, rose spot tidak ada

    Palpasi : Lembut, turgor kulit baik, Hepar & Lien tidak teraba

    Nyeri tekan epigastrium (+)

    Perkusi : tympani

    Auskultasi : bising usus (+) normal

    9. Ekstremitas : akral hangat, CRT

  • 8/10/2019 Case Report Tifoid Anak (TRN)

    6/12

    G. Hasil Pemeriksaan Penunjang (30/10/2014)

    DARAH RUTIN

    Parameter Hasil

    Laboratorium

    Nilai Normal

    Hemoglobin *9,8 10 - 14 gr/dl

    Hematokrit 31 %

    Leukosit *5.600 7.000 17.000 mm3

    Trombosit 204.000 150.000 40.000 mm3

    IMUNOSEROLOGI

    Parameter Hasil Nilai Rujukan

    Salmonella typhi O *1/320 Negatif

    Salmonella paratyphi AO 1/40 Negatif

    Salmonella paratyphi BO Negatif NegatifSalmonella paratyphi CO Negatif Negatif

    Salmonella typhi H 1/40 Negatif

    Salmonella paratyphi AH negatif Negatif

    Salmonella paratyphi BH negatif Negatif

    Salmonella paratyphi CH negatif Negatif

  • 8/10/2019 Case Report Tifoid Anak (TRN)

    7/12

    H. Diagnosis Kerja

    - Demam Tifoid ec Sallmonella Typhi + Anemia ec Underlying Disease

    I. Tatalaksana

    UMUM

    Tirah Baring

    Diet makanan lunak, tinggi protein, & rendah serat

    Infus Ringer Laktat 15 gtt/menit/makro

    FARMAKOLOGIS

    Cefotaxime vial 3 x 300 mg (iv)

    Paracetamol syr 3 x I cth (po)

    Domperidon syr 3 x I cth (po)

  • 8/10/2019 Case Report Tifoid Anak (TRN)

    8/12

    BAB II

    PEMBAHASAN

    Berdasarkan anamnesis, ditemukan adanya gejala demam yang dialami pasien sejak

    14 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Panas badan dirasakan setiap sore menjelang malam.

    Poin ini memenuhi salah satu komponen kriteria penegakkan diagnosis demam tifoid yaitu

    demam yang berkepanjangan (lebih dari 7 hari) dengan sifat demam yang naik secara

    bertahap lalu menentap selama beberapa hari, demam terutama pada sore/ malam hari. Panas

    yang naik turun dan terus menerus menggambarkan demam yang bersifat remitten juga

    bersifat kontinu.

    Demam tifoid merupakan salah satu bekteremia yang disertai oleh infeksi

    menyeluruh. Demam disebabkan karena salmonella thypi. Salmonella thypii adalah bakteri

    gram negatif , mempunyai flagela, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif

    anaerob. Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H)

    yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari sakarida. Mempunyai

    mikro molekular lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel dandinamakan endotoksin. Endotoksin ini merangsang pembentukan dan pelepasan zat pirogen

    oleh leukosit pada jaringan yang meradang. Diare atau obstipasi terjadi karena sifat bakteri

    yang menyerang saluran cerna menyebabkan gangguan penyerapan cairan.

    Pada pemeriksaan abdomen, ditemukan adanya nyeri tekan epigastrium. Sebagaimana

    diketahui bahwa bakteri Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh melalui makanan atau

    minuman, sehingga terjadi infeksi saluran pencernaan yaitu usus halus. Kemudian mengikuti

    peredaran darah, menyebabkan bakterimia kemudian akan masuk melalui sirkulasi portal dari

    usus kemudian berkembang biak di hati dan limpa, akibatnya menekan lambung. Hal inilah

    yang menyebabkan adanya rasa nyeri ketika epigastrium ditekan.

    Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan penurunan leukositot. Pada demam tifoid

    leukosit dapat normal, menurun maupun meningkat. Leukosit yang menurun dapat

    disebabkan karena efek kuman yang menekan sumsum tulang.

  • 8/10/2019 Case Report Tifoid Anak (TRN)

    9/12

    Pemeriksaan serologi test WIDAL diperoleh titer S Typhi H 1/320, S paratyphi AO

    1/40, S Typhi H 1/320. Tes Widal dilakukan untuk mengukur antibodi terhadap antigen O

    dan H pada Salmonella Typhi. Tes widal (O dah H agglutinin) mulai positif pada hari

    kesepuluh dan titer akan semakin meningkat sampai berakhirnya penyakit. Pengulangan tes

    widal selang 2 hari menunjukkan peningkatan progresif dari titer agglutinin (diatas 1:200)

    menunjukkkan diagnosis positif dari infeksi aktif demam tifoid. Peningkatan titer uji WIDAL

    empat kali lipat selama 2-3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid. Pemeriksaan

    serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi (didalam darah) terhadap antigen

    kuman Samonella typhi / paratyphi (reagen). Uji ini merupakan test kuno yang masih amat

    popular dan paling sering diminta terutama di negara dimana penyakit ini endemis seperti di

    Indonesia. Sebagai uji cepat (rapid test) hasilnya dapat segera diketahui. Hasil positif

    dinyatakan dengan adanya aglutinasi. Karena itu antibodi jenis ini dikenal sebagai Febrile

    aglutinin. Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat memberikan hasil

    positif palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh faktor-faktor, antara

    lain pernah mendapatkan vaksinasi, reaksi silang dengan spesies lain (Enterobacteriaceae sp),

    reaksi anamnestik (pernah sakit), dan adanya faktor rheumatoid (RF). Hasil negatif palsu

    dapat disebabkan oleh karena antara lain penderita sudah mendapatkan terapi antibiotika,

    waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit, keadaan umum pasien yang buruk, dan

    adanya penyakit imunologik lain.

    Diagnosis banding dapat dipikirkan dari keluhan utama. Diagnosis banding tersebut

    harus disingkirkan untuk mendapatkan sebuah diagnosis klinis. Keluhan utama pada kasus ini

    adalah demam yang lebih dari 7 hari. Diagnosis Banding Demam > 7 hari:

    - Demam Tifoid

    - Malaria

    - Leptospirosis

    - TB paru

    - limfoma hodkin

    - leukimia

  • 8/10/2019 Case Report Tifoid Anak (TRN)

    10/12

    Panas yang tidak hilang timbul membedakan jenis panas pada malaria. Pada malaria

    biasanya panas juga didahului oleh mengigil. Batuk perlu ditanyakan untuk menyingkirkan

    adanya infeksi saluran pernapasan ataupun kemungkinan TB paru yang mana panas dapat

    muncul sebagai salah satu manifestasi klinisnya. TB paru pada anak jarang datang dengan

    keluhan batuk maka penting kita tanyakan juga tentang nafsu makan, ada tidaknya keringat

    malam, dan penurunan berat badan yang drastis. Leptospirosis dapat disingkirkan dengan

    tidak terdapatnya ruam- ruam merah pada kulit, ikterik pada mata dan tidak terdapat riwayat

    kontak terhadap hewan seperti tikus, anjing ataupun ternak.

    Untuk terapi, Tirah baring sempurna terutama pada fase akut. Pasien harus berbaring

    di tempat tidur selama tiga hari hingga panas turun, kemudian baru boleh duduk, berdiri dan

    berjalan. Masukan cairan dan kalori perlu diperhatikan. Dahulu dianjurkan semua makanan

    saring, sekarang semua jenis makanan pada prinsipnya lunak, mudah dicerna, mengandung

    cukup cairan , kalori, serat, tinggi protein dan vitamin, tidak merangsang dan tidak

    menimbulkan banyak gas. Makanan saring / lunak diberikan selama istirahat mutlak

    kemudian dikembalikan ke makanan bentuk semula secara bertahap bersamaan dengan

    mobilisasi. Misalnya hari I makanan lunak, hari II makanan lunak, hari III makanan biasa,

    dan seterusnya Pemberian IVFD berdasarkan kebutuhan pasien akibat adanya demam

    berlebihan dan diare yang tentu saja menyebabkan cairan tubuh berkurang. Pemberianparacetamol diberikan untuk mengurangi gejala yang timbul seperti demam dan rasa pusing.

    Paracetamol sebagai anti piretik berfungsi sebagai penghambat prostaglandin. Suhu badan

    diatur oleh keseimbangan antara produksi dan hilangnya panas. Pada keadaan demam

    keseimbangan terganggu, tetapi dapat dikembalikan ke normal. Peningkatan suhu tubuh pada

    keadaan patologik diawali dengan pelepasan suatu zat pirogen endogen atau suatu sitokin

    seperti IL-1 yang memacu pelepasan prostaglandin yang berlebihan di daerah preoptik

    hipotalamus, selain itu PGE-2 menimbulkan demam setelah diinfuskan ke ventrikel serebral.

    Obat ini menekan efek zat pirogen endogen dengan menghambat sintesis prostaglandin.

    Pengobatan antibiotik merupakan pengobatan utama karena pada dasarnya

    patogenesis infeksi salmonella typhii berhubungan dengan keadaan bakteriemia. Obat-obat

    pilihan pertama adalah kloramfenikol, ampisilin/ amoksisilin dan kotrimoksasol. Munculnya

    resistensi Salmonella typhi terhadap ampisilin, kloramfenikol, dan trimetroprim-

    sulfametoksazol mengakibatkan obat-obatan ini perlu waktu yang lebih lama untuk

    mendapatkan efektivitas penuh. Obat pilihan kedua adalah sefalosporin generasi ketiga. Obat-

    obat pilihan ketiga adalah meropenem, azithromisin dan fluorokuinolon.

  • 8/10/2019 Case Report Tifoid Anak (TRN)

    11/12

    Pilihan terapi anibiotik :

    1. Lini pertama

    a. Kloramfenikol, masih merupakan pilihan pertama dalam urutan antibiotik, diberikan

    dengan dosis 200 mg/kgBB/hari secara intravena dalam 4 dosis selama 10 - 14 hari. Pada

    bayi usia < 2 minggu beri 25 mg/KgBB/hari

    b. Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari diberikan peroral/iv dibagi 3 4 dosis selama 10 - 14 hari,

    atau

    c. Kotrimoksazol dengan dosis 10 mg/kgBB/hari trimetoprim atau 50 mg/KgBB/hari

    sulfametoksazol, dibagi 2 dosis, selama 10 - 14 hari.

    2. Lini ke dua, diberikan pada kasus-kasus demam tifoid yang disebabkan S.typhi yang

    resisten terhadap berbagai obat (MDR=multidrug resistance), yang terdiri atas :

    a. Seftriakson dengan dosis 50 mg/kgBB/hari, dosis tunggal selama 5 hari .

    b. Sefiksim dengan dosis 10 - 15 mg/kgBB/hari peroral, dibagi dalam 2 dosis selama 10 hari,

    adalah alternatif pengganti seftriakson yang cukup handal.

    c. Sefotaksim 150

    200 mg/ KgBB/hari dibagi 3

    4 dosis.

  • 8/10/2019 Case Report Tifoid Anak (TRN)

    12/12

    DAFTAR PUSTAKA

    -

    Widodo, djoko. Demam Tifoid. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 5.

    Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

    Indonesia; 2009.

    - Garna, Herry dan Heda Melinda N. Pedoman Diagnosis dan Terapi edisi 4. 2012.

    Bandung : Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD