Upload
shlprt
View
28
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
TB DM
Citation preview
BAB I
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 51 tahun
Alamat : Jl. Kubis , Jatiasih No. 13 5/5 Kalimalang
Pekerjaan : Karyawan swasta
Status perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Suku : Sunda
Masuk RS : 5 Mei 2014
ANAM N ESIS
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 6 Mei pukul 15.00 WIB
Keluhan Utama : Batuk bercampur darah sejak 2 hari SMRS
Keluhan Tambahan : Lemas disertai mual dan muntah
Riwayat Penyakit sekarang
Os datang ke RSAU dr. Esnawan Antariksa dengan keluhan sejak 2 hari yang lalu Os
batuk darah. Warna darah merah segar bercampur dengan dahak ± 1 sendok makan, batuk
lebih sering terjadi pada saat istirahat. Os batuk berdahak sejak 3 bulan yang lalu. Dahak
berwarna putih kental. Os mengaku tidak pernah merasa demam juga keringat malam. Os
juga mengaku setiap batuk timbul nyeri di dada kanan, nyeri dirasakan tajam dan kadang
1
menjalar sampai ke punggung, nyeri hilang saat tidak batuk. Kadang-kadang disertai
sesak terutama saat batuk dan berbaring, sesak tanpa bunyi “ngik”. Os juga merasa
badannya lemas disertai mual dan muntah, tidak ada nyeri ulu hati. Nafsu makan seperti
biasa 3x/hari namun terjadi penurunan berat badan selama 1 bulan terakhir sekitar 10 kg.
BAB lancar 1 kali sehari dan sering BAK dalam jumlah banyak berwarna kuning jernih.
Akhirnya tanggal 5 Mei Os datang ke IGD RSAU dr. Esnawan Antariksa kemudian
masuk ruang rawat inap setelah konsul ke poli penyakit dalam dan poli paru.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat pengobatan paru selama 6 bulan disangkal
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat DM (+)
- Riwayat asma disangkal
- Riwayat alergi disangkal
- Riwayat penyakit jantung disangkal
- Riwayat sakit maag (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat hipertensi (-)
- Riwayat DM (+) Ibu
- Riwayat alergi (-)
- Riwayat asma (-)
- Riwayat penyakit jantung (-)
- Riwayat penyakit paru (-)
Riwayat Pribadi dan Kebiasaan
Os mengaku merokok sejak usia 15 tahun. Minum minuman berakohol dan
pemakaian obat-obatan suntik disangkal. Os mengaku jarang berolahraga, makan 3-4
kali/hari, sering mengkonsumsi makanan dan minuman manis dan suka begadang.
Riwayat Lingkungan
Os tinggal di daerah Jatiasih bersama keluarga. Lingkungan sekitar padat namun
cukup bersih. Di lingkungan tempat tinggal tidak ada yang menderita batuk-batuk
maupun sakit paru. Di lingkungan tidak ada teman os yang sakit batuk.
2
Riwayat Sosio Ekonomi
Os bekerja sebagai karyawan swasta.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesan sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Status Gizi
Berat badan : 59 kg
Tinggi badan : 160 cm
IMT : 21,7 kg/m2 (normoweight)
Tanda vital
Suhu : 36,40 C
Nadi : 80 x/menit
Pernafasan : 24 x/menit, abdominothorakal
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Status Generalis
Kepala : Normocephali, rambut hitam, tidak mudah rontok, distribusi merata
3
Mata :
Pupil : Isokhor
Refleks cahaya : +/+
Konjungtiva : Anemis -/-
Sklera : Ikterik -/-
Hidung :
Septum deviasi : -
Sekret : -/-
Hiperemis : -/-
Hipertrofi : -/-
Telinga :
Bentuk telinga normal kanan dan kiri
MT Intak : +/+
Nyeri tekan : -/-
Mukosa hiperemis : -/-
Serumen : -/-
Sekret : -/-
Mulut :
Mukosa bibir normal
Oral hygiene baik
Faring tidak hiperemis
Tonsil T1-T1 tenang
Leher :
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid
Trakea letak di tengah tidak ada deviasi
4
JVP 5+1
Thorax
Paru
Inspeksi :
Normochest
Bentuk dada simetris saat statis dan dinamis
Tidak ada retraksi dinding dada
Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan
Vokal fremitus +/+ simetris
Perkusi :
Sonor diseluruh lapang paru
Batas paru hepar : linea midclavicularis dekstra ICS 5
Auskultasi :
Vesikular dikedua lapang paru
Ronkhi -/-
Wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tak tampak
Palpasi : Iktus cordis teraba di linea midclavicularis sinistra ICS 5
Perkusi : Batas jantung kanan linea sternalis dekstra ICS 4,
Batas jantung kiri di linea midclavicularis sinistra ICS 5
Auskultasi : BJ 1 dan BJ 2 reguler, murmur -, gallop –
5
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak datar, simetris, sikatriks(-)
Palpasi :
Supel (+)
Hepatomegali (-)
Splenomegali (-)
Nyeri tekan epigastrium (+)
Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi : Bising usus 4x/menit
Ekstremitas Atas : Akral hangat, edema -/-
Ekstremitas Bawah : Akral hangat, edema -/-
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal 5 Mei 2014
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan
6
Hematologi
Hb
Leukosit
Ht
LED
Trombosit
Basofil
Eosinofil
Netrofil batang
Netrofil segmen
Limfosit
Monosit
Glukosa Darah
Puasa
Glukosa Darah 2
Jam PP
Ureum
Creatinin
16,6
5800
50
45
261.000
1
1
0
74
16
8
402
490
25
1.1
13,2 – 17,3
4.200 – 9.100
40 - 52
0-20
150.000 - 440.000
0-1
2-4
3-5
50-70
25-40
2-8
80-100
100-120
13-43
< 1.1
g/dl
/µl
%
mm/jam
/µl
%
%
%
%
%
%
mg/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl
Tanggal 6 Desember 2013
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan
7
Hb
Lekosit
Ht
Trombosit
Glukosa Darah
Puasa
Glukosa Darah 2
Jam PP
14,6
9300
43
261.000
218
172
13,2 – 17,3
4.200 – 9.100
40 - 52
150.000 - 440.000
80-100
100-120
g/dl
/µl
%
/µl
mg/dl
mg/dl
Tanggal 7 Mei 2014
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan
Glukosa Darah
Puasa
Glukosa Darah 2
Jam PP
202
228
80-100
100-120
mg/dl
mg/dl
Tanggal 8 Mei 2014
8
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan
Glukosa Darah
Puasa
197 80-100 mg/dl
Tanggal 9 Mei 2014
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan
Glukosa Darah
Puasa
Glukosa Darah 2
Jam PP
160
111
80-100
100-120
mg/dl
mg/dl
PEMERIKSAAN PENUNJANG
9
Pemeriksaan Foto Thoraks AP
CTR <50%
Jaringan lunak dan tulang-tulang dinding dada baik
Sinus costofrenikus paru kanan dan kiri tajam
Corakan bronkovaskuler meningkat
Tampak bercak infiltrat pada apex paru kanan dan apex lobus medius sinistra
Kesan : TB Paru duplex
RESUME
Pasien laki-laki usia 49 tahun pekerjaan karyawan swasta datang ke IGD RSAU dengan
keluhan batuk darah sejak 2 hari yang lalu. Warna darah merah segar bercampur dengan
dahak ± 1 sendok makan, batuk lebih sering terjadi pada saat istirahat. Os juga mengaku
setiap batuk timbul nyeri di dada kanan, nyeri dirasakan tajam dan kadang menjalar
sampai ke punggung, nyeri hilang saat tidak batuk. Kadang-kadang disertai sesak
terutama saat batuk dan berbaring, sesak tanpa bunyi “ngik”. Os tidak merasa demam,
keringat banyak juga menggigil. Nafsu makan masih baik 3 kali sehari, ada mual, ada
muntah, tidak ada nyeri ulu hati, namun terjadi penurunan berat badan selama 1 bulan
terakhir sekitar 10 kg. BAB lancar 1 kali sehari dan sering BAK dalam jumlah banyak
berwarna kuning jernih. Os memilik kebiasaan merokok sejak remaja juga gemar
mengkonsumsi makanan dan minuman manis. Di lingkungan kerja tidak ada teman os
yang sakit batuk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan pernafasan 24x/menit (meningkat).
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan Gula Darah Nuchter 402 mg% dan Gula
Darah 2 Jam PP 490 mg% (meningkat), LED 45 mm/jam (meningkat), Eosinofil 1%
10
(menurun), Batang 0% (menurun), Segmen 74% (meningkat), Limfosit 16% (menurun),
BTA (+). Pada pemeriksaan foto thoraks kesan : TB paru duplex BTA (+).
DIAGNOSIS KERJA
1. Hemoptisis ec TB paru BTA (+)
Berdasarkan anamnesis :
- Batuk darah sejak 3 hari yang lalu, warna darah merah segar bercampur
dengan dahak ± 1 sendok makan, batuk lebih sering terjadi pada saat
istirahat. Os juga mengaku setiap batuk timbul nyeri di dada kanan, nyeri
dirasakan tajam dan kadang menjalar sampai ke punggung, nyeri hilang
saat tidak batuk. Kadang-kadang disertai sesak terutama saat batuk dan
berbaring, sesak tanpa bunyi “ngik”. Os memilik kebiasaan merokok sejak
remaja. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan LED.
Pada pemeriksaan Rontgent Thorax didapatkan kesan adanya TB Paru.
Berdasarkan pemeriksaan fisik :
Pernafasan 24x/menit (meningkat)
Berdasarkan pemeriksaan penunjang :
Foto thorax:
Kesan : Tuberkulosis paru duplex
Pemeriksaan laboratorium :
o LED 45 mm/jam (meningkat)
o Neutrofil segmen meningkat dan limfosit menurun
Tatalaksana :
- RHZE 450/300/1000/1000
- Lesichol 1x1
- Kalnex tab 3x1
2. Diabetes Melitus
Berdasarkan anamnesis :
11
Os tidak mengalami penurunan nafsu makan namun mengalami penurunan berat badan
selama 1 bulan terakhir sekitar 10 kg. Os mengeluh lemas dan sering BAK dalam jumlah
banyak warna kuning jernih. Os gemar mengkonsumsi makanan dan minuman manis.
Riwayat DM dari Ibu pasien.
Berdasarkan pemeriksaan penunjang:
GDP dan GD2PP ↑↑
Tatalaksana :
- Novorapid 8-8-8 ac
TATALAKSANA
1. Non Medikamentosa
- Bed rest rawat inap
- Asupan gizi yang baik agar dapat kembali
- Hindari konsumsi makan dan minum yang manis-manis
- Pakai masker untuk mencegah penularan oleh keluarga dan lingkungan pasien
2. Medikamentosa
- Infus RL 1 kolf/24 jam
- RHZE 450/300/1000/1000
- Lesichol 1x1
- Kalnex tab 3x1
- Novorapid 8-8-8 ac
- Cek BTA
- Cek GDN+2JamPP setiap hari
PROGNOSIS
12
AD VITAM : ad bonam
AD SANATIONAM : dubia ad bonam
AD FUNGSIONAM : dubia ad bonam
FOLLOW UP SOAP
13
Tanggal 6/05/2014
S Batuk darah (+) sesak (-), demam (-), keringat (-).
O KU : TSS, Kesadaran : compos mentis
TD : 130/80 mmHg, Nadi : 80x/menit, Suhu : 36,20 C, Pernafasan : 18x/menit
Kepala : normochepali, Mata : CA-/-, SI-/-, Mulut : tidak ada kelainan
Leher : KGB tidak membesar
Thoraks : P : SN vesikuler, Rh+/-, Wh -/-, C : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, supel, BU(+) N, NT(-), H/L tak teraba membesar
Ekstremitas atas : akral hangat +/+, edema -/-
Ekstremitas bawah : akral hangat +/+, edema -/-
BTA I sputum (+)
GDN: 218 mg/dl
A - TB paru duplex BTA (+) dengan hemoptisis
- Diabetes Mellitus tipe II
P - Infus RL 1 kolf/24jam
- RHZE 450/300/1000/1000
- Lesichol 1x1
- Kalnex tab 3x1
- Novorapid 10-10-10 ac
- Cek GDN+2JamPP
Tanggal 7/05/2014
S Batuk darah (-), demam (-)
O KU : TSS, Kesadaran : compos mentis
TD : 120/70 mmHg, Nadi : 80x/menit, Suhu : 36,20 C, Pernafasan : 18x/menit
Kepala : normochepali, Mata : CA-/-, SI-/-, Mulut : tidak ada kelainan
Leher : KGB tidak membesar
Thoraks : P : SN vesikuler, Rh-/-, Wh -/-, C : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, supel, BU(+) N, NT(-), H/L tak teraba membesar
14
Ekstremitas atas : akral hangat +/+, edema -/-
Ekstremitas bawah : akral hangat +/+, edema -/-
GDN: 202 mg/dl
GD2PP: 228 mg/dl
BTA II: positif dua (++)
A - TB paru duplex BTA (+)
- Diabetes Mellitus tipe II
P - Infus RL 1 kolf/24jam
- RHZE 450/300/1000/1000
- Lesichol 1x1
- Kalnex tab 3x1
- Novorapid 12-12-12 ac
Tanggal 8/05/2014
S Batuk berdahak, batuk darah (-) demam (-)
O KU : TSS, Kesadaran : compos mentis
TD : 130/90 mmHg, Nadi : 80x/menit, Suhu : 360 C, Pernafasan : 17x/menit
Kepala : normochepali, Mata : CA-/-, SI-/-, Mulut : tidak ada kelainan
Leher : KGB tidak membesar
Thoraks : P : SN vesikuler, Rh-/-, Wh -/-, C : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, supel, BU(+) N, NT(-), H/L tak teraba membesar
Ekstremitas atas : akral hangat +/+, edema -/-
Ekstremitas bawah : akral hangat +/+, edema -/-
GDN: 197 mg/dl/2jam
BTA III: Positif dua (++)
A - TB paru duplex BTA (+)
- Diabetes Mellitus tipe II
P - Infus RL 1 kolf/24jam
- RHZE 450/300/1000/1000
- Lesichol 1x1
15
- Kalnex tab 3x1
- Novorapid 12-12-12 ac
Tanggal 09/05/2014
S Batuk berdahak, batuk darah (-) demam (-)
O KU : TSS, Kesadaran : compos mentis
TD : 120/90 mmHg, Nadi : 80x/menit, Suhu : 36,50 C, Pernafasan : 17x/menit
Kepala : normochepali, Mata : CA-/-, SI-/-, Mulut : tidak ada kelainan
Leher : KGB tidak membesar
Thoraks : P : SN vesikuler, Rh-/-, Wh -/-, C : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, supel, BU(+) N, NT(-), H/L tak teraba membesar
Ekstremitas atas : akral hangat +/+, edema -/-
Ekstremitas bawah : akral hangat +/+, edema -/-
GDN: 160 mg/dl/2jam
GD2PP: 111 mg/dl
A - TB paru duplex BTA (+)
- Diabetes Mellitus tipe II
P - Infus RL 1 kolf/24jam
- RHZE 450/300/1000/1000
- Lesichol 1x1
- Kalnex tab 3x1
- Novorapid 12-12-12 ac -> diganti Metformin 500mg 3x1 oral
- Acc rawat jalan
16
BAB II
PEMBAHASAN
A. HEMOPTISIS
Definisi
Hemoptisis adalah ekspektorasi darah atau dahak yang mengandung bercak darah
dan berasal dari saluran napas di bawah glotis atau perdarahan yang keluar melalui
saluran napas bawah glotis. Volume darah yang dibatukkan bervariasi dan dahak
bercampur darah dalam jumlah minimal hingga masif, tergantung laju perdarahan dan
lokasi perdarahan. Batuk darah masif dapat diklasifikasikan berdasarkan volume darah
yang dikeluarkan pada periode tertentu. Batuk darah masif adalah batuk darah antara
>100 sampai>600 mL dalam waktu 24 jam. Batuk darah masif memerlukan penanganan
segera karena dapat mengganggu pertukaran gas di paru dan dapat mengganggun
kestabilan hemodinamik penderita sehingga bila tidak ditangani dengan baik dapat
mengancam jiwa.
Klasifikasi
Klasifikasi didasarkan pada perkiraan jumlah darah yang dibatukkan.
1. Bercak (Streaking) : <15-20 ml/24 jam
Yang sering terjadi darah bercampur dengan sputum. Umumnya pada bronkitis.
2. Hemoptisis: 20-600 ml/24 jam
Hal ini berarti perdarahan pada pembuluh darh yang lebih besar. Biasanya pada
kanker paru, pneumonia, TB, atau emboli paru.
3. Hemoptisis massif : >600 ml/24 jam
Biasanya pada kanker paru, kavitas pada TB, atau bronkiektasis.
4. Pseudohemoptisis
Merupakan batuk darah dari struktur saluran napas bagian atas (di atas laring) atau
dari saluran cerna atas atau hal ini dapat berupa perdarahan buatan (factitious).
Pada pasien ditemukan batuk darah yang bercampur dengan dahak, warna darah
merah segar, muncul setiap kali batuk, jumlahnya 1 sendok makan, pasien sudah
mengalami hemoptisis tetapi belum termasuk batuk darah masif, akan tetapi tetap harus
ditangani denggan baik agar tidak semakin memburuk.
17
Perbedaan hemoptoe dengan hematemesis
Untuk membedakan antara muntah darah (hematemesis) dan batuk darah
(hemoptoe) bila dokter tidak hadir pada waktu pasien batuk darah, maka pada batuk darah
akan didapatkan tanda-tanda sebagai berikut :
Batuk darah Muntah darah
1. Didahului batuk keras yang tidak
tertahankan.
2. Terdengar adanya gelembung-
gelembung udara bercampur darah di
dalam saluran napas.
3. Terasa asin / darah dan gatal di
tenggorokan.
4. Warna darah yang dibatukkan merah
segar bercampur buih, beberapa hari
kemudian warna menjadi lebih tua atau
kehitaman.
5. pH alkalis.
6. Bisa berlangsung beberapa hari
7. Penyebabnya : kelainan paru
1. Tanpa batuk, tetapi keluar darah
waktu muntah.
2. Suara napas tidak ada gangguan.
3. Didahului rasa mual / tidak enak
di epigastrium.
4. Darah berwarna merah kehitaman,
bergumpal-gumpal bercampur sisa
makanan.
5. pH asam.
6. Frekuensi muntah darah tidak
sekerap hemoptoe.
7. Penyebabnya : sirosis hati,
gastritis.
Penyebab batuk darah sangat beragam antara lain :
1. Infeksi : (tuberkulosis, staphylococcus, klebsiella, legionella), jamur, virus
2. Kelainan paru seperti bronchitis, bronkiektasis, emboli paru, kistik fibrosis, emfisema
bulosa
3. Neoplasma : kanker paru, adenoma bronchial, tumor metastasis
4. Kelainan hematologi : disfungsi trombosit, trombositopenia, disseminated intravascular
coagulation (DIC)
5. Kelainan jantung : mitral stenosis, endokarditis tricuspid
6. Kelainan pembuluh darah : hipertensi pulmoner, malformasi arterivena, aneurisma aorta
7. Trauma : jejas toraks, rupture bronkus, emboli lemak
8. Iatrogenik : akibat tindakan bronkoskopi, biopsi paru, kateterisasi swan-ganz,
limfangiografi
18
9. Kelainan sistemik : sindrom goodpasture, idiopathic pulmonary hemosiderosis, systemic
lupus erytematosus, vaskulitis (granulomatosis wagener, purpura henoch schoenlein,
sindrom chrug-strauss)
10. Obat / toksin : aspirin, antikoagulan, penisilamin, kokain
11. Lain-lain : endometriosis, bronkiolitiasis, fistula bronkopleura, benda asing, hemoptisis
kriptogenik, amiloidosis
Patofisiologi Hemoptisis
Setiap proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan hipervaskularisasi dari
cabang-cabang arteri bronkialis yang berperanan untuk memberikan nutrisi pada jaringan
paru bila terjadi kegagalan arteri pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya untuk pertukaran
gas. Terdapatnya aneurisma Rasmussen pada kaverna tuberkulosis yang merupakan asal dari
perdarahan pada hemoptoe masih diragukan. Teori terjadinya perdarahan akibat pecahnya
aneurisma dari Ramussen ini telah lama dianut, akan tetapi beberapa laporan autopsi
membuktikan bahwa terdapatnya hipervaskularisasi bronkus yang merupakan percabangan
dari arteri bronkialis lebih banyak merupakan asal dari perdarahan pada hemoptoe.
Mekanisma terjadinya batuk darah adalah sebagai berikut :
1. Radang mukosa
Pada trakeobronkitis akut atau kronis, mukosa yang kaya pembuluh darah menjadi rapuh,
sehingga trauma yang ringan sekalipun sudah cukup untuk menimbulkan batuk darah.
2. Infark paru
Biasanya disebabkan oleh emboli paru atau invasi mikroorganisme pada pembuluh darah,
seperti infeksi coccus, virus, dan infeksi oleh jamur.
3. Pecahnya pembuluh darah vena atau kapiler
Distensi pembuluh darah akibat kenaikan tekanan darah intraluminar seperti pada
dekompensasi cordis kiri akut dan mitral stenosis.
4. Kelainan membran alveolokapiler
Akibat adanya reaksi antibodi terhadap membran, seperti padaGoodpasture’s syndrome.
5. Perdarahan kavitas tuberkulosa
Pecahnya pembuluh darah dinding kavitas tuberkulosis yang dikenal dengan aneurisma
Rasmussen; pemekaran pembuluh darah ini berasal dari cabang pembuluh darah bronkial.
Perdarahan pada bronkiektasis disebabkan pemekaran pembuluh darah cabang bronkial.
Diduga hal ini terjadi disebabkan adanya anastomosis pembuluh darah bronkial dan
pulmonal. Pecahnya pembuluh darah pulmonal dapat menimbulkan hemoptisis masif.
19
6. Invasi tumor ganas
7. Cedera dada
Akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami transudasi ke dalam
alveoli dan keadaan ini akan memacu terjadinya batuk darah.
Bila terjadi hemoptisis, maka harus dilakukan penilaian terhadap warna darah untuk
membedakannya dengan hematemesis, lamanya perdarahan, terjadinya mengi (wheezing)
untuk menilai besarnya obstruksi, serta keadaan umum pasien, tekanan darah, nadi, respirasi
dan tingkat kesadaran.
Penatalaksanaan
Pada prinsipnya, terapi yang dapat dilakukan adalah :
1. Terapi konservatif
Pasien harus dalam keadaan posisi istirahat, yakni posisi miring (lateral
decubitus). Kepala lebih rendah dan miring ke sisi yang sakit untuk mencegah aspirasi
darah ke paru yang sehat.
Melakukan suction dengan kateter setiap terjadi perdarahan.
Batuk secara perlahan – lahan untuk mengeluarkan darah di dalam saluran saluran
napas untuk mencegah bahaya sufokasi.
Dada dikompres dengan es – kap, hal ini biasanya menenangkan penderita.
Pemberian obat – obat penghenti perdarahan (obat – obat hemostasis), misalnya vit.
K, ion kalsium, trombin dan karbazokrom.
Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.
Pemberian cairan atau darah sesuai dengan banyaknya perdarahan yang terjadi.
Pemberian oksigen
Tindakan selanjutnya bila mungkin :
Menentukan asal perdarahan dengan bronkoskopi
Menentukan penyebab dan mengobatinya, misal aspirasi darah dengan bronkoskopi
dan pemberian adrenalin pada sumber perdarahan.
2. Terapi pembedahan
Reseksi bedah segera pada tempat perdarahan merupakan pilihan.
Tindakan operasi ini dilakukan atas pertimbangan :
a) Terjadinya hemoptisis masif yang mengancam kehidupan pasien.
20
b) Etiologi dapat dihilangkan sehingga faktor penyebab terjadinya hemoptoe yang
berulang dapat dicegah.
Komplikasi
Komplikasi yang terjadi merupakan kegawatan dari hemoptoe, yaitu ditentukan oleh tiga
faktor :
1. Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah dalam saluran pernapasan.
2. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya hemoptoe dapat menimbulkan renjatan
hipovolemik.
3. Aspirasi, yaitu keadaan masuknya bekuan darah maupun sisa makanan ke dalam jaringan
paru yang sehat bersama inspirasi.
B. TB PARU
DEFINISI
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mikobakterium tuberkulosa. Penyebab penyakit ini adalah bakteri kompleks Mycobacterium
tuberculosis. Mycobacteria termasuk dalam famili Mycobacteriaceae dan termasuk dalam
ordo Actinomycetales. Kompleks Mycobacterium tuberculosis meliputi M. tuberculosis, M.
bovis, M. africanum, M. microti, dan M. canettii. Dari beberapa kompleks tersebut, M.
tuberculosis merupakan jenis yang terpenting dan paling sering dijumpai. Bakteri ini
merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk
mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru (90%) dibandingkan
bagian lain tubuh manusia.
TBC merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan
di Indonesia. Penularan kuman tuberculosis pada
orang sehat dan risiko kematian pada penderita
yaitu salah satu masalah yang perlu ditangani oleh
segenap lapisan masyarakat dan petugas
kesehatan.
21
Mycobacterium tuberculosis
ETIOLOGI
Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Yang tergolong dalam kuman
Mycobacterium tuberculosae complex adalah: 1. M. tuberculosae, 2. Varian Asian, 3. Varian
African I, 4. Varian African II, 5. M. bovis. Pembagian tersebut berdasarkan perbedaan secara
epidemiologi.
Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian
peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap
asam (asam alcohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan
terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun
dalam keadaan dingin (dapat bertahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena
kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan
menjadikan penyakit tuberculosis aktif lagi.
Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma
makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena
banyak mengandung lipid.
Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman menyenangi
jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian
apical paru-paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apical ini merupakan tempat
predileksi penyakit tuberculosis.
PATOFISIOLOGI
Pada tuberculosis, basil tuberculosis menyebabkan suatu reaksi jaringan yang
aneh di dalam paru-paru meliputi : penyerbuan daerah terinfeksi oleh makrofag,
pembentukan dinding di sekitar lesi oleh jaringan fibrosa untuk membentuk apa yang disebut
dengan tuberkel. Banyaknya area fibrosis menyebabkan meningkatnya usaha otot pernafasan
22
untuk ventilasi paru dan oleh karena itu menurunkan kapasitas vital, berkurangnya luas total
permukaan membrane respirasi yang menyebabkan penurunan kapasitas difusi paru secara
progresif, dan rasio ventilasi-perfusi yang abnormal di dalam paru-paru dapat mengurangi
oksigenasi darah.
Tempat masuk kuman M. tuberculosis adalah saluran pernapasan, saluran pencernaan dan
luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui udara (airborne),
yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel, kuman ini
23
Individu dengan penyakit TBC
Paru-paru terinfeksi
Jaringan paru
di invasi makrofag
Membentuk jaringan
fibrosa
Resiko infeksi
Metabolisme
meningkat
Berkurangnya luas total
permukaan membran
Batuk dan nyeri dada Pola nafas tidak efektifPenurunan kapasitas
difusi paru
Gangguan nutrisi
kurang dari kebutuhan
cemas
Gangguan keseimbangan cairan
kurang dari kebutuhan
Berkurangnya
oksigenasi darah
Iritasi jaringan paru
Kurang perawatan diri
Intoleransi
aktivitas
Batuk darah
Gangguan pertukaran gas
Peningkatan sekresi Bersihan jalan nafas tidak efektif
malasie
tidak menghasilkan toksin yang di kenal. Dalam tetesan droplet yang terhirup dan mencapai
alveoli. Penyakit timbul akibat menetapnya dan berproliferasinya kuman tersebut dan adanya
interaksi dari tuan rumah, misalnya basil tidak virulen yang di suntikan contoh BCG hanya
dapat hidup selama beberapa bulan atau tahun pada tuan rumah normal. Resistensi dan
hipersensitivitas tuan rumah sangat mempengaruhi perkembangan penyakit.
Penyakit ini dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel, sel efektornya adalah
makrofag, sedangkan limfosit biasanya sel T adalah sel imunoresponsinya. Tipe imuniitas
seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang di aktifkan ditempat infeksi oleh
limfosit dan limfokinnya.Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas atau reaksi
lambat.
Pembentukan dan perkembangan lesi-lesi dan penyembuhannya atau progresifnya
terutama ditentukan oleh:
1. Jumlah kuman yang masuk dan perkembangbiakan selanjutnya.
2. Resistensi dan hipersensivitas dari hospes.
Saat masuk ke tubuh manusia kuman mycobacterium tuberculosis akan membentuk
dua tipe lesi utama:
1. Tipe eksudatif, ini terdiri dari reaksi peradangan akut, lekosit polimorfonuklir dan
kemudian, monosit sekitar basil tuberkel. Tipe ini terlihat pada jaringan paru-paru,
dimana lesi ini mirip dengan pnemonia bakterie, tipe ini dapat sembuh dengan
resolusi sehingga seluruh eksudat di absorpsi sehingga mengakibatkan nekrosis massif
dari jaringan atau dapat berkembang menjadi tipe produktif, selama fase ini tes
tuberculin positif.
2. Tipe produktif, bila berkembang maksimal lesi ini akan menjadi suatu granuloma
menahun yang terdiri dari 3 daerah:
Daerah sentral yang luas, yang mempunyai sel sel inti banyak yang mengandung
basil tuberkel.
Daerah tengah terdiri dari sel-sel epiteloid pucat.
Derah perifer yang terdiri dari fibroblas, limfosit dan monosit kemudian terbentuk
jaringan fibrosa perifer dan daerah sentral mengalami nekrosis dan membentuk
kaverne, selanjutnya lesi ini sembuh dengan fibrosis atau kalsifikasi.
Basil juga menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional,
basil dapat menyebar lebih lanjut dan mencapai aliran darah yang selanjutnya menyebar ke
24
seluruh organ, tetapi kuman ini mutlak hidup ditempat yang memiliki kandungan oksigen
yang tinggi oleh karena itu lokasi utama penyakit ini adalah di paru.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan bersatu sehingga
membentuk sel tuberkel epiteloid yang di kelilingi oleh limfosit, reaksi ini membutuhkan
waktu 10 sampai 20 hari. Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif
padat dan seperti keju, lesi seperti ini disebut dengan nekrosis kaseosa.
Lesi primer paru–paru dinamakan fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar
getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon. Ini dapat dilihat pada
orang sehat yang selalu menjalani pemeriksaan radiologi.
Cara penularan kuman mycobacterium tuberculosis:
1. Kuman dibatukkan atau dibersinkan oleh penderita TB menjadi droplet nuclei
(partikel kecil yang merupakan gabungan antara sel tubuh dan sel yang sudah terinfeksi.
Setiap kali penderita TB batuk akan dikeluarkan 3000 droplet yang infektif (memiliki
kemampuan menginfeksi), partikel infeksi ini dapat hidup pada udara bebas selama 1-2
jam, tergantung ada tidaknya sinar ultra violet, ventilasi yang baik dan kelembaban.
Dalam suasana lembab kuman dapat hidup berhari-hari.
2. Kuman yang terhirup dapat menghindari pertahanan mekanik saluran napas
bagian atas dan akan menuju alveoli dimana infeksi awal terjadi, kuman ini akan
membentuk sarang primer dan di ikuti pembesaran kelenjar getah bening yang disebut
komplek primer.
3. Komplek primer selanjutnya mengalami perjalanan penyakit tergantung virulensi,
jumlah kuman, dan ketahanan tubuh penderita. Ini dapat sembuh sama sekali tanpa cacat,
sembuh dengan meninggalkan sedikit jaringan paru atau berkomplikasi dan menyebar
baik secara hematogen atau limfatogen.
Tidak semua orang yang menghirup kuman TBC akan tertular penyakit tersebut. Pada
orang yang sehat, biasanya kuman tersebut menjadi tidak aktif dan orang itu tetap sehat tetapi
kuman tersebut akan jadi aktif bila:
Kekurangan gizi
Kondisi fisik yang lemah
Terkena penyakit tertentu sepeti HIVdan Diabetes melitus
Pecandu obat-obat terlarang
Menggunakan hormon steroid
Perokok berat
25
MANIFESTASI KLINIS
Penderita TB paru akan mengalami berbagai gangguan kesehatan, seperti batuk
berdahak kronis, demam subfebril, berkeringat tanpa sebab di malam hari, sesak napas, nyeri
dada, dan penurunan nafsu makan. Semuanya itu dapat menurunkan produktivitas penderita
bahkan kematian.
Gejala klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan:
Gejala Respiratorik Gejala Sistemik
Batuk lebih dari 3 minggu
Dahak (sputum)
Batuk darah
Sesak nafas
Nyeri dada
Wheezing
Demam dan menggigil
Penurunan berat badan
Rasa lelah dan lemah (Malaise)
Berkeringat banyak terutama di
malam hari
Tidak ada nafsu makan
(Anoreksia)
Sakit-sakit pada otot (Mialgia)
KLASIFIKASI TUBERKULOSIS PARU
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberkulosis memerlukan suatu “definisi
kasus” yang meliputi empat hal, yaitu :
1) Lokasi atau organ tubuh yang sakit : paru atau ekstra paru
2) Bakteriologi ; hasil pemeriksaan mikroskopis : BTA positif dan BTA negatif
3) Tingkat keparahan penyakit : ringan atau berat
4) Riwayat pengobatan TB sebelumnya : baru atau sudah pernah diobati
Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah
1. Menentukan paduan pengobatan yang sesuai
2. Registrasi kasus secara benar
3. Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif
4. Analisis kohort hasil pengobatan
Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategori diagnostik sangat diperlukan
untuk:
1. Menghindari terapi yang tidak adekuat (undertreatment) sehingga
2. Mencegah timbulnya resistensi,
26
3. Menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga
4. Meningkatkan pemakaian sumber-daya lebih biaya efektif (cost-effective)
5. Mengurangi efek samping.
Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1) Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru. Tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan BTA sputum
a. Tuberkulosis paru BTA ( + ) adalah :
i. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA
positif
ii. Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan hasil BTA
positif dan kelainan radiologi menunjukkan ganbaran tuberculosis
aktif
iii. Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif
b. Tuberkulosis paru BTA (-)
i. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran
klinis dan radiologis menunjukkan tuberkulosis aktif
ii. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
Myccobacterium tuberculosis positif
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe
pasien, yaitu:
1) Kasus baru
27
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
3) Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan minimal 1 bulan dan putus
berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif atau BTA negatif.
4) Kasus setelah gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5) Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain
untuk melanjutkan pengobatannya.
6) Kasus lain:
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok
ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA
positif setelah selesai pengobatan ulangan.
Sedangkan WHO membagi penderita TB atas 4 kategori:
1. Kategori I: kasus baru dengan dahak (+) dan penderita dengan keadaan berat
seperti meningitis, TB milier, perikarditis, peritonitis, spondilitis
dengan gangguan neurologik dan lain-lain.
2. Kategori II: kasus kambuh atau gagal dengan dahak yang tetap (+).
3. Kategori III: kasus dengan dahak (-), tetapi kelainan paru tidak luas dan kasus TB
diluar paru selain kategori I.
4. Kategori IV: tuberkulosis kronik.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan Pengobatan
28
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi
kuman terhadap OAT.
Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
• OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup
dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal
(monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
• Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
• Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap awal (intensif)
• Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
• Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular
menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
• Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan
29
• Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama.
• Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan
Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis
di Indonesia:
Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
Kategori Anak: 2HRZ/4HR
Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan
dalam bentuk OAT kombipak.
Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet.
Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu
paket untuk satu pasien.
Paket Kombipak.
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan
Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program
untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.
Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan
untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan
sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat
dan mengurangi efek samping.
30
2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensi
obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan.
3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat
menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien
Paduan OAT dan peruntukannya.
a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
• Pasien baru TB paru BTA positif.
• Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
• Pasien TB ekstra paru
b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:
• Pasien kambuh
• Pasien gagal
• Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
31
32
c. OAT Sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang
diberikan selama sebulan (28 hari).
Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya
kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa
indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lapis
pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lapis
kedua.
EFEK SAMPING OAT DAN PENATALAKSANAANNYA
Tabel berikut, menjelaskan efek samping ringan maupun berat dengan pendekatan gejala.
33
PROGNOSIS
1. Jika berobat teratur sembuh total (95%).
2. Jika dalam 2 tahun penyakit tidak aktif, hanya sekitar 1 % yang mungkin relaps.
KOMPLIKASI
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :
1. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan
napas.
2. Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus
akibat retraksi bronchial.
3. Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis
(pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru
4. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian,
dan ginjal.
C. DIABETES MELITUS
34
Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2003, diabetes melitus merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Selain itu juga terdapat
ketidaknormalan dalam metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Orang dengan DM
tidak mempunyai daya produksi atau merespon insulin, suatu hormon yang diproduksi oleh
sel β pankreas yang sangat berperan dalam metabolisme glukosa dalam sel tubuh.
Hiperglikemia kronik pada DM berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi
atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung, dan pembuluh
darah.
Patofisiologi
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau DM tipe 1 disebabkan oleh
destruksi sel beta pulau Langerhans akibat proses autoimun karena adanya peradangan pada
sel beta. Adanya peradangan sel beta menyebabkan timbulnya antibody terhadap sel beta
yang disebut ICA (Islet Cell Antibody). Reaksi antigen (sel beta) dengan antibody (ICA) yang
ditimbulkannya menyebabkan hancurnya sel beta. Insulitis bisa disebabkan macam-macam,
diantaranya virus, seperti virus cocksakie, rubella, CMV, herpes dan lain-lain dimana
keadaan ini hanya menyerang sel beta.
Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau DM tipe 2 disebabkan
kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin. Jumlah insulin normal, malah mungkin lebih
banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel kurang. Maka
glukosa yang masuk sel akan sedikit. Sehingga sel akan kekurangan bahan bakar (glukosa)
dan glukosa di dalam pembuluh darah meningkat. Perbedaan dengan DM tipe 1 adalah pada
DM tipe 2 disamping kadar glukosa tinggi kadar insulin juga tinggi atau normal. Keadaan ini
disebut resistensi insulin. Sel beta tidak mampu mengimbangi resistensi ini sepenuhnya,
artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya
sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan
perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel beta pankreas mengalami desensitisasi terhadap
35
glukosa. Penyebab resistensi insulin pada DM tipe 2 sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi
faktor-faktor seperti obesitas, diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat, kurang gerak badn
serta faktor keturunan (herediter) menjadi penyebab timbulnya DM tipe 2.
Pada DM tipe 2 jumlah sel beta berkurang sampai 50-60% dari normal. Jumlah sel
alfa meningkat. Baik pada DM tipe 1 maupun 2 kadar glukosa darah jelas meningkat dan bila
kadar itu melewati batas ambang ginjal, maka glukosa itu akan keluar melalui ginjal.
Mungkin inilah sebabnya penyakit ini disebut penyakit kencing manis.
Klasifikasi
Berdasarkan etiologinya diabetes melitus dibagi menjadi:
I. Diabetes Melitus Tipe 1
A. Melalui proses imunologik
B. Idiopatik
II. Diabetes Melitus Tipe 2
III. Diabetes Melitus Tipe Lain
A. Defek genetik fungsi sel beta:
Kromosom 12, HNF-lalfa (dulu MODY3)
Kromosom 7, glukokinase (dulu MODY2)
Kromosom 20, HNF-4alfa (dulu MODY1)
DNA Mitokondria
B. Defek genetik kerja insulin
C. Penyakit Endokrin Pankreas:
Pankreatitis
Trauma/pankreatektomi
Neoplasma
Cystic Fibrosis
Hemokhromatosis
Pankreatopati Fibro Kalkulus
D. Endokrinopati:
Akromegali
Sindroma Cushing
36
Feokromositoma
Hipertiroidisme
E. Karena obat/zat kimia:
Vancor
Pentamidin
Asam Nikotinat
Glukokortikoid
Hormon Tiroid
Tiazid
Dilantin
Interferon Alfa
F. Infeksi:
Rubella Congenital dan CMV
G. Imunologi:
Antibody Anti Reseptor Insulin
H. Sindroma genetik lain:
Sindrom Down
Klinefelter
Turner
Huntington Chorea
Sindroma Prader Willi
IV. Diabetes Melitus Gestasional (kehamilan)
Tabel 1. Karakteristik diabetes melitus tipe I dan tipe II
DM TIPE I DM TIPE II
37
Mudah terjadi ketoasidosis
Pengobatan harus dengan insulin
Onset akut
Biasanya kurus
Biasanya terjadi pada umur yang
masih muda
Berhubungan dengan HLA-DR3
dan DR4
Didapatkan antibodi sel islet
10%nya ada riwayat diabetes
pada keluarga
30-50 % kembar identik terkena
Sukar terjadi ketoasidosis
Pengobatan tidak harus dengan
insulin
Onset lambat
Gemuk atau tidak gemuk
Biasanya terjadi pada umur > 45
tahun
Tidak berhubungan dengan HLA
Tidak ada antibodi sel islet
30%nya ada riwayat diabetes pada
keluarga
± 100% kembar identik terkena
Faktor Pencetus
Sudah lama diketahui bahwa diabetes merupakan penyakit keturunan, tetapi faktor
keturunan saja tidak cukup. Masih mungkin bibit ini tidak menampakkan diri secara nyata
sampai akhir hayatnya.
Beberapa faktor yang sering merupakan faktor pencetus diabetes melitus adalah:
Kurang gerak atau malas
Makanan berlebihan
Kehamilan
Kekurangan produksi hormon insulin
Penyakit hormon yang kerjanya berlawanan dengan insulin
Adanya infeksi virus (pada DM tipe 1)
Minum obat-obatan yang bisa menaikkan kadar glukosa darah
Proses menua
Tanda dan Gejala
38
Pada awal penyakit seringkali tidak dirasakan dan tidak disadari oleh penderita.
Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian ialah :
1. Keluhan klasik :
a) Penurunan berat badan (BB) dan rasa lemah.
Penurunan BB yang berlangsung dalam waktu relatif singkat harus
menimbulkan kecurigaan. Rasa lemah yang hebat disebabkan glukosa dalam
darah tidak masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk
menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa
diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya penderita
kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus.
b) Banyak kencing
Karena sifatnya kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan banyak
kencing.
c) Banyak minum
Rasa haus amat sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan yang
keluar melalui kencing. Untuk menghilangkan rasa haus itu penderita harus
banyak minum.
d) Banyak makan
Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisasikan menjadi
glukosa darah, tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, penderita selalu merasa
lapar.
2. Keluhan lain :
Gangguan saraf tepi atau kesemutan
Gangguan penglihatan
Gatal/bisul
Gangguan ereksi
Keputihan
Pada pasien DM lanjut usia gejala klasik pada umumnya tidak ada, dan yang sering
mengganggu pasien ialah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah
39
dan saraf. Pada DM lanjut usia, terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menjadi tua
sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai dengan komplikasi
yang lebih lanjut. Hal yang sering menyebabkan pasien datang berobat ke dokter ialah adanya
keluhan yang mengenai beberapa organ tubuh, antara lain:
Gangguan penglihatan : katarak
Kelainan kulit : gatal dan bisul-bisul
Kesemutan, rasa baal
Kelemahan tubuh
Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh
Infeksi saluran kemih
Tanda-tanda dan gejala klinik diabetes melitus pada lanjut usia:
1.Penurunan berat badan yang drastis dan katarak yang sering terjadi pada gejala
awal.
2.Infeksi bakteri dan jamur pada kulit (pruritus vulva untuk wanita) dan infeksi
traktus urinarius sulit untuk disembuhkan.
3.Disfungsi neurologi, termasuk parestesi, hipestesi, kelemahan otot dan rasa sakit,
mononeuropati, disfungsi otomatis dari traktus gastrointestinal (diare), sistem
kardiovaskular (hipotensi ortostatik), sistem reproduksi (impoten), dan
inkontinensia stress.
4.Makroangiopati yang meliputi sistem kardiovaskular (iskemi, angina, dan infark
miokard), perdarahan intra serebral (TIA dan stroke), atau perdarahan darah tepi
(tungkai diabetes dan gangren).
5.Mikroangiopati meliputi mata (penyakit makula, hemoragik, eksudat), ginjal
(proteinuria, glomerulopati, uremia)
Pemeriksaan Penunjang
40
Diagnosis DM harus didasarkan pada pemeriksaan kadar glukosa darah dan tidak
dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Untuk diagnosis DM, pemeriksaan
yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah
plasma vena. Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler.
Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik
DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala/tanda DM, sedangkan pemeriksaan
penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, tapi mempunyai
resiko DM. Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu resiko DM
sebagai berikut :
1. Usia > 45 tahun
2. Berat badan lebih: BBR > 110% BB idaman atau IMT > 23 kg/m2
3. Hipertensi ( >140/90 mmHg )
4. Riwayat DM dalam garis keturunan
5. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi > 4000
gram
6. Riwayat DM dalam kehamilan
7. Kolesterol HDL < 35 mg/dl dan trigliserid > 250 mg/dl
Untuk kelompok resiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negatif,
pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun. Sedangkan bagi mereka yang berusia >
45 tahun tanpa faktor resiko pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah
sewaktu atau kadar puasa darah puasa kemudian dapat diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa
Oral (TTGO) standar.
Cara pelaksanaan TTGO :
Tiga hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (karbohidrat cukup).
Kegiatan jasmani seperti yang biasa dilakukan.
Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan, minum air
putih diperbolehkan.
Diperiksa kadar glukosa darah puasa.
Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kg BB (anak-anak).
Dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit.
41
Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa.
Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok.
Tabel 2: Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM Belum pasti
DM
DM
Kadar glukosa darah
sewaktu (mg/dl)
Plasma Vena < 110 110-199 ≥ 200
Darah Kapiler < 90 90-199 ≥ 200
Kadar glukosa darah
puasa (mg/dl)
Plasma Vena < 110 110-125 ≥ 126
Darah Kapiler < 90 90-109 ≥ 210
Diagnosis
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa
poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya. Keluhan
lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, atau pruritus vulva pada pasien wanita. Jika keluhan khas,
pemeriksaan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis
DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl juga digunakan untuk
patokan diagnosis DM untuk kelompok tanpa keluhan khas DM. Hasil pemeriksaan glukosa
darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM.
Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar
glukosa darah puasa > 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl pada hari yang
lain atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa pasca
pembebanan ≥ 200 mg/dl.
42
Bagan 1. Langkah-langkah diagnostik DM
Beberapa tes tertentu yang non glikemik dapat berguna dalam menentukan subklas
penelitian epidemiologi dalam menentukan mekanisme dan perjalanan alamiah diabetes.
Untuk diagnostik dan klasifikasi ada indeks tambahan yang dapat dibagi atas dua bagian :
Indeks penentuan derajat kerusakan sel beta :
43
Hal ini dapat dinilai dengan pemeriksaan kadar insulin, proinsulin, dan
sekresi peptida penghubung (C-peptide). Nilai-nilai “Glycosilated
Hemoglobin” (WHO memakai istilah “Glycaled Hemoglobin”), nilai derajat
glikosilasi dari protein lain dan tingkat gangguan toleransi glukosa juga
bermanfaat untuk penilaian kerusakan ini.
Indeks proses diabetogenik :
Saat ini sudah dapat dilakukan penentuan tipe dan sub-tipe HLA.
Adanya tipe dan titer antibody dalam sirkulasi yang ditujukan pada pulau-pulau
Langerhans (islet cell antibodies). Anti GAD (Glutamic Acid Decarboxylase)
dan sel endokrin lainnya cell-mediated immunity terhadap pankreas, ditemukan
susunan DNA spesifik pada genoma manusia dan ditemukannya penyakit lain
pada pankreas dan penyakit endokrin lainnya.
Penatalaksanaan
Pengelolaan DM jangka pendek bertujuan menghilangkan keluhan atau gejala DM
dan mempertahankan rasa nyaman dan sehat. Untuk jangka panjang, tujuannya yaitu
mencegah penyulit, baik makroangiopati, mikroangiopati, maupun neuropati, dengan tujuan
akhir menurunkan morbiditas dan mortalitas DM. Dalam mengelola DM langkah pertama
yang harus dilakukan adalah pengelolaan non farmakologis, berupa edukasi, perencanaan
makan dan kegiatan jasmani. Bila sasaran pengendalian diabetes yang ditentukan belum
tercapai dilanjutkan dengan penggunaan obat/pengelolaan farmakologis. Pada kegawatan
tertentu (ketoasidosis, diabetes dengan infeksi, dan stress), pengelolaan farmakologis dapat
langsung diberikan, umumnya berupa suntikan insulin.
Pilar utama pengelolaan DM
A. Edukasi
Prinsip dasar :
44
a. Sampaikan informasi secara bertahap, mulai dari yang sederhana baru
kemudian yang lebih kompleks.
b. Hindari informasi yang terlalu banyak dalam waktu singkat.
c. Sesuaikan materi edukasi dengan masalah pasien.
d. Libatkan keluarga / pendamping dalam proses edukasi.
e. Berilah nasihat yang membesarkan hati dan hindari kecemasan.
f. Usahakan adanya kompromi tanpa ada paksaan.
g. Diskusikan hasil laboratorium.
h. Berikan motivsi / penghargaan atas hasil yang dicapai.
Materi Edukasi :
a. Apa itu diabetes
b. Faktor pencetus
c. Gejala
1. keluhan klasik : berat badan turun, banyak kencing, banyak minum,
banyak minum.
.2. keluhan lain : kesemutan, bisul / gatal, gangguan penglihatan,
gangguan ereksi, keputihan.
d. Diagnosa
e. Pengobatan
f. Komplikasi dan pencegahan
B. Perencanaan makan
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang
dalam karbohidrat (60-70%), protein (10-15%), dan lemak (20-25%).
Jumlah kandungan kolesterol < 300 mg/hari. Diusahakan lemak dari sumber
asam lemak tidak jenuh (misalnya nuts, alpukat, dan minyak zaitun) dan hindari asam
lemak jenuh.
Jumlah kandungan serat ± 25 g/hari, diutamakan serat larut (gums, pectin).
Konsumsi garam dibatasi (≥ 2400 mg/hari) bila terdapat hipertensi. Pemanis dapat
digunakan secukupnya (< 5% kebutuhan kalori total).
45
Tabel 3. Kebutuhan Kalori Orang dengan Diabetes
Kalori/kg BB ideal
Dewasa Kerja Ringan Sedang Berat
Gemuk
Normal
Kurus
25
30
35
30
35
40
35
40
40-50
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut, dan
kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan idaman. Untuk
penentuan status gizi dipakai Body Mass Index = Indeks Massa Tubuh (IMT).
Fakor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori :
1. Jenis kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria yaitu 25 kal/kgBB
ideal untuk wanita dan 30 kal/kgBB ideal untuk pria.
2. Umur
A. Kebutuhan kalori bayi dan anak dalam tahun pertama mencapai 112
kal/kgBB.
B. Umur 1 tahun membutuhkan ± 1000 kalori dan anak > 1 tahun
mendapat tambahan 100 kalori untuk tiap tahunnya.
C. Umur > 40 tahun harus dikurangi 5% untuk tiap dekade antara 40 dan
50, sedangkan antara 60 dan 69 tahun dikurangi 10%, diatas 70 tahun
dikurangi 20%.
3. Aktivitas fisik atau pekerjaan
Jenis aktivitas yang berbeda membutuhkan kalori yang berbeda.
46
4. Berat badan
Bila kegemukan atau terlalu kurus, kalori dikurangi atau ditambah sekitar
20-30% tergantung tingkat kegemukan atau kekurusannya.
5. Adanya komplikasi
Infeksi, trauma atau operasi yang menyebabkan kenaikkan suhu
memerlukan tambahan kalori sebesar 13% untuk tiap kenaikkan 1 derajat
celcius.
6. Kehamilan/laktasi
Pada permulaan kehamilan diperlukan tambahan 150 kalori/hari dan pada
trimester II dan III 350 kalori/hari. Pada waktu laktasi diperlikan tambahan
sebanyak 550 kalori/hari.
C. Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang
lebih 30 menit yang sifatnya sesuai CRIPE.
- Continious
Latihan harus berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus tanpa
berhenti, contoh : bila pilih jogging 30 menit, maka selama 30 menit pasien
melakukan jogging tanpa istirahat.
- Rythmical
Latihan olah raga harus dipilih yang berirama, yaitu otot-otot berkontraksi
dan relaksasi secara teratur, contoh : jalan kaki, jogging, berlari, berenang,
bersepeda, mendayung, mendayung. Main golf, tennis, atau badminton tidak
memenuhi syarat karena banyak berhenti.
- Interval
Latihan dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat, contoh : jalan
cepat diselingi jalan lambat, jogging diselingi jalan, dan sebagainya.
47
- Progressive
Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringan
sampai sedang hingga mencapai 30-60 menit.
- Endurance
Untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi seperti jalan santai,
jogging, berenang, bersepeda.
Sasaran Heart Rate = 75-85% dari Maximum Heart Rule
Maximum Heart Rate = 220 – umur (tahun)
Hal yang perlu diperhatikan dalam latihan jasmani adalah jangan memulai
olah raga sebelum makan. Memakai sepatu yang pas, harus didampingi orang yang
tahu mengatasi serangan hipoglikemia, harus selalu membawa permen, membawa
tanda pengenal sebagai pasien DM dalam pengobatan dan memeriksa kaki secara
cermat setelah olah raga.
Jika gula darah sebelum olah raga < 100 mg/dl, harus terlebih dahulu makan
karbohidrat ± 25-50 g. Jika kadar gula darah > 250 mg/dl, jangan melakukan latihan
jasmani berat.
D. Obat Diabetic
48
Insulin
Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi oleh sel beta pulau Langerhans
kelenjar pankreas. Insulin menstimulasi pemasukan asam amino kedalam sel dan
kemudian meningkatkan sintesa protein. Insulin meningkatkan penyimpanan
lemak dan mencegah penggunaan lemak sebagai bahan energi. Insulin
menstimulasi pemasukan glukosa ke dalam sel untuk digunakan sebagai sumber
energi dan membantu penyimpanan glikogen didalam sel otot dan hati.
Insulin endogen adalah insulin yang dihasilkan oleh pankreas, sedang insulin
eksogen adalah insulin yang disuntikan dan merupakan suatu produk farmasi.
Prinsip pemberian insulin :
1. Pada keadaan emergency berikan regular insulin.
2. Pada permulaan pemberian insulin, coba injeksi tunggal dengan intermediate
acting insulin.
3. Mulai dengan dosis kecil, dinaikkan secara perlahan-lahan.
4. Untuk merubah dosis, tunggu beberapa hari sampai 1 minggu.
5. Jika kontrol sukar, berikan intermediate acting insulin 2 kali sehari.
6. Harus dihindarkan terjadinya hipoglikemia.
Indikasi terapi dengan insulin :
1. Semua penyandang DM tipe I memerlukan insulin eksogen karena produksi
insulin oleh sel beta sangat sedikit atau hampir tidak ada.
2. Penyandang DM tipe II tertentu mungkin membutuhkan insulin bila terapi
jenis lain tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
3. Keadaan stress berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark
miokard akut atau stroke.
4. DM gestasional dan penyandang DM yang hamil membutuhkan insulin bila
diet saja tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
5. Penyandang DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan
suplemen tinggi kalori, untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat,
secara bertahap akan memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan
49
kadar glukosa darah mendekati normal selama periode resistensi insulin atau
ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin.
6. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
7. Kontra indikasi atau alergi terhadap obat hipoglikemi oral
Cara pemberian insulin :
Insulin kerja singkat dapat diberikan secara intravena, intramuscular, atau
subcutan, dan tidak tergantung pH bahan pelarut.
Insulin kerja menengah atau panjang tidak dapat diberikan secara intravena
karena bahaya emboli. Insulin kerja singkat dapat ditambahkan dalam cairan infus
seperti asam amino, glukosa, dan elektrolit serta sebaiknya tidak diberikan bersama
darah atau serum, karena mengandung hidroksilat atau enzim yang dapat merusak
insulin. Insulin yang diberikan secara intravena akan bekerja cepat, 2-5 menit sesudah
pemberian tampak efek penurunan kadar gula darah. Pemberian insulin kerja singkat
secara intramuscular ternyata mempunyai penyerapan 2 kali lebih cepat dibandingkan
subcutan, karena makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai.
Ada 3 tempat suntikan yang sering digunakan, yaitu dinding perut, lengan dan
paha, dimana absorpsi paling cepat adalah dinding perut, lengan selanjutnya paha.
Karena itu apabila memindahkan lokasi suntikan dari satu tempat ke tempat lain,
jangan dilakukan tiap hari tapi lakukan rotasi tempat suntikan (rotasi huruf O) setiap
14 hari, supaya tidak memberikan perubahan kecepatan absorpsi setiap hari. Jarak
antara suntikan pertama dengan berikutnya harus lebih dari 2 cm.
Obat Hipoglikemik Oral
Prinsip dalam memilih obat hipoglikemik oral:
50
1. Mulai dari dosis kecil, dinaikkan secara bertahap.
2. Harus tahu cara kerja, lama kerja, dan efek samping.
3. Jika diberikan bersama obat lain, pikirkan interaksi obat.
4. Jika gagal, pikirkan kombinasi dengan obat lain.
5. Usahakan agar harga obat terjangkau oleh pasien
Jenis obat hipoglikemik oral :
Pemicu sekresi insulin
Sulfonilurea
Golongan obat ini bekerja dengan menstimulasi sel beta pankreas
untuk melepaskan insulin yang tersimpan. Karena itu tentu saja hanya
dapat bermanfaat pada pasien yang masih mempunyai kemampuan untuk
mensekresi insulin. Golongan obat ini tidak dapat dipakai pada DM tipe 1.
Efek ekstra pancreas yaitu memperbaiki sensitivitas insulin ada, tetapi
tidak penting karena obat ini tidak bermanfaat pada pasien yang
insulinopenik. Mekanisme kerja obat golongan Sulfonilurea :
1. Menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan (stored insulin)
2. Menurunkan ambang sekresi insulin
3. Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa
Glinid
Glinid merupakan obat generasi baru yang cara kerjanya sama dengan
sulfonilurea, dengan meningkatkan sekresi insulin fase pertama.
Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu : Repaglinid (derivate asam
benzoate) dan Nateglinid (derivate fenilalanin). Obat ini diabsorbsi
dengan cepat setelah pemberian oral dan dieksresi secara cepat melalui
hati.
2. Penambah sensitivitas terhadap insulin
A.Biguanid
51
Senyawa biguanid terbentuk dari dua molekul guanidine dengan
kehilangan satu molekul amonia. Sediaan yang tersedia adalah
menformin, buformin, dan metformin.
Derivat biguanid mempunyai mekanisme kerja yang berlainan
dengan derivat sulfonilurea, obat-obat tersebut kerjanya tidak melalui
perangsangan sekresi insulin tetapi langsung terhadap organ sasaran.
Pemberian biguanid pada orang non diabetik tidak menurunkan kadar
glukosa darah; tetapi sediaan biguanid ternyata menunjukan efek
potensiasi dengan insulin. Pemberian biguanid tidak menimbulkan
perubahan ILA (Insulin Like Activity) di plasma, dan secara morfologis
sel pulau langerhans juga tidak mengalami perubahan.
Biguanid tidak merangsang ataupun menghambat perubahan
glukosa menjadi lemak. Pada penderita diabetes yang gemuk, ternyata
pemberian biguanid menurunkan berat badan dengan mekanisme yang
belum jelas pula; pada orang non diabetik yang gemuk tidak timbul
penurunan berat badan dan kadar glukosa darah. Penyerapan biguanid
oleh usus baik sekali dan obat ini dapat digunakan bersamaan insulin
atau sulfonilurea. Sebagian besar penderita diabetes yang gagal diobati
dengan sulfonilurea dapat ditolong dengan biguanid.
Mekanisme Kerja Biguanid:
Menghambat absorpsi karbohidrat
Menghambat glukoneogenesis di hati
Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
1. Meningkatkan jumlah reseptor insulin.
2. Memperbaiki defek respon insulin.
Sediaan biguanid tidak boleh diberikan pada penderita dengan
penyakit hati berat, penyakit ginjal dengan uremia dan penyakit jantung
kongestif. Pada keadaan gawat sebaiknya tidak diberikan biguanid. Pada
kehamilan seperti juga dengan sediaan anti diabetik oral lainnya,
sebaiknya tidak diberikan biguanid, sampai terbukti bahwa obat ini tidak
menimbulkan bahaya yang berarti.
52
B. Thiazolindion / Glizaton
Thiazolindion berikatan pada peroxisome proliferator activated
receptor gamma suatu reseptor inti sel di sel otot dan sel lemak.
Contoh obat golongan ini adalah :
1. Pioglitazon
Mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah pentranspor glukosa, sehingga
meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Obat ini
dimetabolisme di hepar. Obat ini dikontraindikasikan pada
pasien dengan gagal jantung karena dapat memperberat edema
dan juga pada gangguan faal hati. Saat ini tidak digunakan
sebagai obat tunggal.
2. Rosiglitazon
Cara kerja rosiglitazon hampir sama dengan pioglitazon,
diekskresi melalui urin dan feses. Mempunyai efek
hipoglikemik yang cukup baik jika dikombinasikan dengan
metformin. Pada saat ini belum beredar di Indonesia.
3. Penghambat glukosidase alfa
53
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim
glukosidase alfa di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan
hiperglikemia postprandial.
Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan hipoglikemia
dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin.
Efek samping akibat maldigesti karbohidrat berupa gejala
gastrointestinal seperti meteorismus, flatulen dan diare. Penghambat
glukosidase alfa dapat menghambat bioavailabilitas metformin jika diberikan
bersamaan pada orang normal.
Tujuan terapi Kombinasi
1. Menurunkan produksi glukosa dari hati
2. Meningkatkan sekresi insulin
3. Meningkatkan kerja insulin dengan menurunkan resistensi insulin dengan harapan
dapat lebih memperbaiki kendali glukosa darah
Jenis Terapi Kombinasi
- Kombinasi mulai 2 sampai 4 macam OHO
- Jenis OHO ditambahkan secara bertahap sesuai respons
- TKOI = Terapi Kombinasi OHO (2-4 macam obat) + insulin
- Insulin Sensitizer insulin karena dapat menyebabkan edema
Indikasi Terapi Kombinasi
- Sasaran tidak tercapai dengan OHO dosis hampir maksimal atau maksimal untuk
menghindari efek samping OHO dosis tinggi.
Kombinasi insulin secretagogues + Metformin
54
Bila sasaran pengendalian kadar glukosa darah puasa dan sesudah makan
belum tercapai dengan terapi insulin secretagogues, dapat ditambah Metformin mulai
dengan dosis 2 x 250 mg, dinaikkan bertahap sesuai respons, dengan interval 1
minggu
Kombinasi insulin secretagogues + Penghambat Glukosudase
Bila sasaran kadar glukosa darah puasa tercapai tetapi sesudah makan belum
tercapai dengan terapi insulin secretagogues, dapat ditambah penghambat glukosidase
mulai dengan dosis 3 x 50 mg, dinaikkan bertahap sesuai respons, dengan interval 1
minggu.
Kombinasi insulin secretagogues + Penghambat Glukosudase + Metformin
Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai dengan 2 OHO dosis hampir
maksimal, dapat ditambah OHO ketiga mulai dosis kecil dan dinaikkan sesuai respons.
Kombinasi insulin secretagogues + Insulin
Dimulai bila terjadi kegagalan sekunder terapi insulin secretagogues.
Cara : Dosis insulin secretagogues tetap, ditambah insulin kerja menengah 5 unit pada
pagi atau siang atau malam sesuai dengan pola kurva glukosa darah harian.
Selanjutnya dosis dan frekuensi pemberian insulin disesuaikan dengan respons.
Kombinasi Metformin + Insulin
55
Dimulai bila terjadi kegagalan sekunder terapi metformin
Cara : Dosis metformin tetap, ditambah insulin kerja menengah 5 unit pada pagi atau
siang atau malam sesuai dengan pola kurva glukosa darah harian. Selanjutnya
dosis dan frekuensi pemberian insulin disesuaikan dengan respons.
Bila menggunakan terapi kombinasi kemudian terjadi hipoglikemia, maka selanjutnya dapat
kembali ke regimen pengobatan awal atau mengurangi obat yang mungkin mengakibatkan
hipoglikemia
Komplikasi
Komplikasi DM dibagi menjadi:
1. Komplikasi akut
a. Ketoasidosis Diabetikum
Ketika kadar insulin rendah, tubuh tidak bisa menggunakan glukosa
sebagai energi dan karenanya lemak tubuh dimobilisasi tempat
penyimpanannya. Penghancuran lemak untuk melepas energi menghasilkan
formasi asam lemak. Asam lemak ini melewati hepar dan membentuk satu
kelompok senyawa kimia bernama benda keton, benda keton dikeluarkan
lewat urin disebut ketonuria.
Kadar benda keton yang meningkat dalam tubuh disebut ketosis.
Ketosis bisa meningkatkan keasaman cairan tubuh dan jaringan sehingga kadar
yang sangat tinggi dan menyebabkan satu kondisi yang disebut asidosis.
Asidosis akibat dari benda keton yang meningkat disebut ketoasidosis. Gejala-
gejalanya:
i. Dehidrasi : kekeringan di mulut dan hilangnya elastisitas kulit
ii. Napas berbau asam.
iii. Mual-muntah dan rasa sakit di perut
iv. Napas berat
v. Tarikan napas meningkat
vi. Merasa sangat lemah dan mengantuk
b. Hipoglikemia
56
Merupakan salah satu komplikasi akut yang tidak jarang terjadi dan
seringkali membahayakan hidup penderitannya serta ditandai dengan kadar
gula darah yang melonjak turun di bawah 50-60 mg/dl atau suatu keadaan
klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan glukosa darah.
c. Infeksi
Pengidap diabetes, cenderung terkena infeksi karena 3 alasan utama:
i.Bakteri tumbuh baik jika kadar glukosa darah tinggi
ii.Mekanisme pertahanan tubuh rendah pada orang yang terkena diabetes
iii.Komplikasi terkait diabetes yang meningkatkan resiko infeksi.
Infeksi yang umumnya menyerang pengidap diabetes termasuk infeksi
kulit, infeksi saluran kencing, penyakit pada gusi, tuberkulosis, dan beberapa
jenis infeksi jamur.
2.Komplikasi kronis
a.Penyakit jantung dan pembuluh darah
Aterosklerosis adalah sebuah kondisi dimana arteri menebal dan
menyempit karena penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh darah.
Menebalnya arteri di kaki bisa mempengaruhi otot-otot kaki karena
berkurangnya suplai darah yang mengakibatkan kram, rasa tidak nyaman atau
lemas saat berjalan. Jika suplai darah pada kaki sangat kurang atau terputus
dalam waktu lama bisa terjadi kematian pada jaringan.
b.Kerusakan pada ginjal ( Nefropati)
Diabetes mempengaruhi pembuluh darah kecil ginjal akibatnya
efisiensi ginjal untuk menyaring darah terganggu. Pasien dengan nefropati
menunjukan gambaran gagal ginjal menahun seperti lemas, mual, pucat
sampai keluhan sesak napas akibat penimbunan cairan. Adanya gagal ginjal
dibuktikan dengan kenaikan kadar kreatinin atau ureum serum yang berkisar
antara 2% sampai 7,1% pasien diabetes melitus. Adanya proteinuria yang
persisten tanpa adanya kelainan ginjal yang lain merupakan salah satu tanda
awal nefropati diabetik.
c.Kerusakan saraf ( Neuropati )
Gula darah tinggi menghancurkan serat saraf dan satu lapisan lemak di
sekitar saraf. Saraf yang rusak tidak bisa mengirimkan sinyal ke otak dan dari
57
otak dengan baik, sehingga akibatnya bisa kehilangan indra perasa,
meningkatnya indra perasa atau nyeri di bagian yang terganggu. Kerusakan
saraf tepi tubuh lebih sering terjadi. Kerusakan dimulai dari jempol kaki serta
berlanjut hingga telapak kaki dan seluruh kaki yang menimbulkan mati rasa,
kesemutan, seperti terbakar, rasa sakit, rasa tertusuk, atau kram pada otot kaki.
d.Kerusakan pada mata ( Retinopati )
Retina mata terganggu sehingga terjadi kehilangan sebagian atau
seluruh penglihatan. Pasien dengan retinopati diabetik akan mengalami gejala
penglihatan kabur sampai kebutaan
III. TUBERKULOSIS DAN DIABETES MELLITUS
58
3.1 PATOGENESIS TB PARU PADA PENDERITA DM
Meningkatkan kepekaan pasien DM terhadap infeksi disebabkan oleh berbagai faktor. Pada
umumnya efek hiperglikemia sangat berperan mudahnya pasien DM terkena infeksi. Hal ini
disebabkan karena hiperglikemia mengganggu fungsi neutrofil dan monosit (makrofag)
termasuk kemotaksis, perlengketan, fagositosis, dan mikroorganisme yang terbunuh dalam
intraseluler.
3.2 GANGGUAN MEKANISME PERTAHANAN TUBUH TB PARU DENGAN DM
Pada penelitian yang dilakukan, penderita TB paru jumlah CD4nya akan menurun sedangkan
pada penderita DM gangguan fungsi poli morfo nuklear leukosit (PMNL) lebih menonjol
terutama pada DM yang tidak terkontrol.
Ada tiga aspek fungsi PMNL yang terganggu:
a. Kemotaksis
Lekosit PMN ditarik ke tempat infeksi oleh subtansi kemotaksis yang disekresikan
oleh mikroorganisme dan oleh aktifasi komplemen dan faktor-faktor yang dipengaruhi secara
lokal oleh PMN. Pada penelitian invitro sel-sel pasien DM mempunyai kemotaksis yang
menurun, terutama pada keadaan DM yang tidak terkontrol. Gangguan kemotaksis akan
menyebabkan gangguan mekanisme pertahanan tubuh.
b. Fagositosis
Fagositosis juga terganggu pada DM dikaitan dengan defek intrinsik dari PMN.
Hiperglikemia juga berkaitan dengan “killing activity” (aktivitas membunuh) dari enzim
lisosom yang menurun. Pada keadaan hiperglikemia cenderung terbentuk sorbitol yang
disebabkan oleh enzim aldose reduktase dengan bantuan Nicotinamide Adenine Dinucleotide
Phospate (NADPH) menjadi NADP melalui metabolisme polyol pathway. Akibat NADPH
banyak digunakan untuk membentuk sorbitol maka aktifitas membunuh mikroorganisme
intraselular yang memerlukan NADPH menurun karena “respiratory burst”. Normalisasi
kadar glukosa darah akan segera meningkatkan aktifitas membunuh dalam 48 jam.
c. Aktifitas Bakterisidal
59
Gallacer dkk mendapati hubungan negatif yang signifikan antara keadaan HbA1c
dengan aktivitas bakterisidal netrofil. Patogenesis kelainan ini belum jelas tetapi terlihat
adanya hubungan antara derajat dan lamanya hiperglikemi.
3.3 MANIFESTASI KLINIS
Bacakoolu et al. Melakukan penelitian untuk melihat apakah diabetes mellitus
mempengaruhi manifestasi klinis dan radiologis tuberkulosis pada pejamu non-
imunokompromais dan untuk melihat keterlibatan lapangan paru bawah. Dari penelitian
tersebut didapatkan bahwa DM tidak mempengaruhi gejala, hasil bakteriologi, reaktivitas
tuberkulin, dan lokalisasi infiltrat pada gambaran radiografi. Pada pasien DM yang lebih tua
dari 40 tahun dan berjenis kelamin wanita didapatkan adanya keterlibatan lapangan paru
bawah yang secara statistik berbeda secara bermakna dibandingkan dengan yang tidak DM.
Pada penelitian Wang et al. Didapatkan bahwa pasien DM dengan TB paru
menunjukkan frekuensi yang lebih tinggi terhadap demam, hemoptisis, pewarnaan sputum
BTA yang positif, lesi konsolidasi, kavitasi, dan lapangan paru bawah, serta angka kematian
yang lebih tinggi.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Alisjahbana et al. Menemukan adanya beberapa
perbedaan manifestasi klinik pada pasien TB yang juga menderita DM dan pasien TB tanpa
menderita DM. Pada pasien TB yang juga menderita DM ditemukan gejalan klinis yang lebih
banyak dan keadaan umum yang lebih buruk (menggunakan indeks Karnofsky). Tetapi hasil
penelitian tersebut juga tidak menunjukkan hasil yang signifikan. Pada penelitian itu juga
didapatkan pengaruh negatif dari DM terhadap hasil akhir pengobatan antituberkulosis. DM
secara signifikan berkaitan dengan kultur sputum yang masih positif setelah enam bulan
pengobatan.
Berdasarkan ketiga penelitian di atas tidak ditemukan adanya perbedaan yang
signifikan manifestasi klinis antara pasien TB yang menderita DM maupun pasien TB tanpa
DM. Dengan demikian pada pasien TB yang juga menderita DM dapat ditemukan gejala
seperti batuk, batuk berdarah, sesak nafas, demam, keringat malam, dan penurunan berat
badan, namun gejala cenderung lebih banyak dan keadaan umum lebih buruk. Sedangkan
gambaran hasil pemeriksaan darah, radiologi, dan bakteriologi tidak menunjukkan perbedaan.
3.4 PENGOBATAN
60
Pada masa belum diterapkannya terapi insulin, sebagian besar pasien DM akan
meninggal karena TB paru bila mereka berhasil bertahan dari koma diabetes. Setelah
diperkenalkan terapi insulin pada tahun 1922, TB masih tetap menjadi ancaman yang serius
dan mematikan pada pasien DM. Namun, dengan pengobatan anti TB yang efektif,
prognosisnya akan jauh lebih baik. Prinsip pengobatan TB paru pada pasien DM serupa
dengan yang bukan pasien DM, dengan syarat kadar gula darah terkontrol. Untuk mengontrol
kadar gula darah dilakukan pengobatan sesuai standar pengobatan DM yang dimulai dengan
terapi gizi medis dan latihan jasmani selama beberapa waktu. Bila kadar glukosa darah belum
mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat oral anti diabetes pada
kasus ini harus diperhatikan adanya interaksi dengan obat anti tuberkulosis.
Prinsip pengobatan dengan obat anti tuberkulosis (OAT) dibagi menjadi dua fase,
yaitu fase intensif yang berlangsung selama 2-3 bulan dan dilanjutkan dengan fase lanjutan
selama 4-6 bulan.
Keadaan yang perlu diperhatikan ialah pemberian rifampisin pada pasien DM yang
menggunakan obat oral antidiabetes, khususnya sulfonilurea karena dapat mengurangi
efektivitas obat tersebut dengan cara meningkatkan metabolisme sulfonilurea. Sehingga pada
pasien DM, pemberian sulfonilurea harus dengan dosis yang ditingkatkan.
Penggunaan etambutol pada pasien DM harus hati-hati karena efek sampingnya
terhadap mata, padahal pasien DM sering mengalami komplikasi penyakit berupa kelainan
pada mata.
DAFTAR PUSTAKA
61
1. Aru W. Sedoyo, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan
Penyakit Dalam FKUI.2006
2. Stead WW, Betes JH. Tuberculosis, in Harrison’s Principles of Internal Medicine, Mc Graw-Hill
Kogakusha Ltd., Tokyo 1980 700-7 10.
3. Departemen Kesehatan RI. Petunjuk Paduan Obat Anti Tuberkulosa (OAT). 2008.
4. Rasmin Rasjid. Patofisiologi dan Diagnostik Tuberkulosis Paru. Tuberkulosis Paru. FKUI
Jakarta, 1985.
5. Hadiarto M. .Pedoman diagnosis dan pengelolaan TB Paru. Pedoman Diagnostikdan Terapi.
FKUI Jakarta, 1989.
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di
Indonesia. 2006
7. Eddy JB. Clinical assesment and management of massive hemoptysis. Crit Care Med 2000 ; 28
(5) : 1642 – 7 6.http//www.pulmonologychannel. com/hemoptysis /treatment/shtml 7.http//www.
endonurse.com/articles/07/aprfeat5.html
8. Jacob LB, Robert WP. Hemoptysis: Diagnosis and Management. Available at :
http://www.aafp.org/afp/2005/1001/p1253.html. accessed July 13, 2012.
9. Rasmin M. Hemoptisis editorial- Jurnal Respirologi Indonesia. available at :
jurnalrespirologi.org/jurnal/April09/HEMOPTISIS%20editorial.pdf. accessed July 13, 2012
10. Rab T. Prinsip Gawat Paru. ed.2. EGC. Jakarta. 1996. p. 185 – 201
11. Woodley M. Whelan A. Pedoman Pengobatan. (Manual of Medical Therapeutics). Andi
offset. Yogyakarta. 1995. p. 326 – 327
62