Upload
nikken-rima-oktavia
View
12
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
acv
Citation preview
PRESENTASI KASUS
Oleh:
Asmie Utamy Asfar
Niken Nurul Paramesti
Nikken Rima Oktavia
Pembimbing:
dr. Farida , SpTHT-KL
KEPANITERAAN KLINIK THT RSUD BEKASI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2015
LEMBAR PERSETUJUAN
Presentasi laporan kasus dengan judul
“Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK)”
Oleh
Asmie Utamy Asfar (11111030000)
Niken N. Paramesti (1111103000029)
Nikken R. Oktavia (1111103000044)
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik Ilmu THT-KL di RSUD Kota Bekasi periode 29 Juni-2 Agustus 2015.
Bekasi, Juli 2015
dr. Farida Nurhayati, Sp. THT-KL, M. Kes
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga laporan kasus yang berjudul “Otitis Media Supuratif Kronik” ini
dapat diselesaikan dengan baik. shalawat serta salam tidak lupa penulis sampaikan kepada
Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Farida Nurhayati, Sp. THT-KL telah
membimbing dan mengarahkan kepada penulis dalam menyelesaikan referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih terdapat ketidaksempurnaan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi penulisan ini.
semoga referat ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan tentunya bagi penulis yang sedang
menempuh kegiatan kepaniteraan klinik stase THT-KL RSUD Kota Bekasi
Bekasi, 27 Juli 2015
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………………… i
KATA PEGANTAR……………………………………………………………....... ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………...... iii
BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………………...... 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………. 3
2.1 ANATOMI TELINGA
2.1.1 Telinga luar
2.1.2 Telinga tengah
2.1.3 Telinga dalam
2.2 FISIOLOGI PENDENGARAN
2.3 OMSK
2.3.1 Definisi
2.3.2 Epidemiologi
2.3.3 Etiologi
2.3.4 Patogenesis
2.3.5 Klasifikasi
2.3.6 Manifestasi Klinis
2.3.7 Pemeriksaan Penunjang
2.3.8 Tatalaksana
2.3.9 Komplikasi
BAB 3 LAPORAN KASUS
BAB 4 PEMBAHASAN
BAB 5 KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
Ot i t i s M ed ia S upu ra t i f K ron ik (OM S K) merupa kan s ua t u r ada ng
k ron i s t e l i nga t engah denga n pe r fo r a s i me mbran t impa n i dan riwayat
keluarnya sekret dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang
timbul.
Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden
OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor sosio-ekonomi. Lebih dari 90% beban
dunia akibat OMSK in i d ip i ku l o l eh nega ra -ne ga ra d i A s i a Tengga ra ,
dae r a h P as i f i k Ba ra t , A f r ika , dan beberapa daerah minoritas di Pasifik.
Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta
gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya
prevalensi OMSK pada negara yang sedang berkembang. . Secara umum, prevalensi
OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari
pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.
Penatalaksanaan OMSK yang efektif harus didasarkan pada faktor-
faktor penyebab dan pada stadium penyakitnya. Dengan demikian haruslah
dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan penyakit menjadi kronis,
perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan serta
mengganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat ditelinga.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI TELINGA2.1.1 Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran tympani.
Telinga luar atau pinna merupakan gabungan dari tulang rawan yang diliputi kulit. Daun
telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga (meatus akustikus
eksternus) berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, di
sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen
(modifikasikelenjar keringat = Kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat
pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai
kelenjar serumen, dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-
kira 2,5 - 3 cm. Meatus dibatasi oleh kulit dengan sejumlah rambut, kelenjar sebasea, dan
sejenis kelenjar keringat yang telah mengalami modifikasi menjadi kelenjar seruminosa,
yaitu kelenjar apokrin tubuler yang berkelok-kelok yang menghasilkan zat lemak setengah
padat berwarna kecoklat-coklatan yang dinamakan serumen (minyak telinga). Serumen
berfungsi menangkap debu dan mencegah infeksi.
Gambar. Telinga luar, telinga tengah, telinga dalam. Potongan Frontal Telinga
2.1.2 Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
Batas luar : Membran timpani
Batas depan : Tuba eustachius
Batas Bawah : Vena jugularis (bulbus jugularis)
Batas belakang : Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis.
Batas atas : Tegmen timpani (meningen / otak )
Batas dalam : Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis
horizontal, kanalis fasialis,tingkap lonjong (oval window),tingkap
bundar (round window) dan promontorium.
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga
dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut Pars flaksida (Membran
Shrapnell), sedangkan bagian bawah Pars Tensa (membrane propia). Pars flaksida hanya
berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam
dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai
satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin
yang berjalan secara radier dibagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani disebut umbo.
Dimembran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang
menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang berupa kerucut. Membran timpani dibagi
dalam 4 kuadran dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis
yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-
belakang, bawah-depan serta bawah belakang, untuk menyatakan letak perforasi membrane
timpani.
Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar
kedalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran didalam telinga tengah
saling berhubungan . Prosesus longus maleus melekat pada membrane timpani, maleus
melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong
yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan
persendian.
Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada lamina propria
yang tipis yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan. Dalam telinga tengah
terdapat dua otot kecil yang melekat pada maleus dan stapes yang mempunyai fungsi
konduksi suara. maleus, inkus, dan stapes diliputi oleh epitel selapis gepeng. Pada pars
flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Ditempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu
lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid. Tuba eustachius
termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga
tengah.
Gambar 2.2 : Membran Timpani
Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring melalui saluran eustachius (tuba
auditiva), yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan antara kedua sisi
membrane tympani. Tuba auditiva akan membuka ketika mulut menganga atau ketika
menelan makanan. Ketika terjadi suara yang sangat keras, membuka mulut merupakan
usaha yang baik untuk mencegah pecahnya membran tympani. Karena ketika mulut
terbuka, tuba auditiva membuka dan udara akan masuk melalui tuba auditiva ke telinga
tengah, sehingga menghasilkan tekanan yang sama antara permukaan dalam dan
permukaan luar membran tympani.
2.1.3 Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran
dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea
disebut holikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.
Kanalis semi sirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk
lingkaran yang tidak lengkap.
Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani
sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala
timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli
disebut sebagai membrane vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media
adalah membrane basalis. Pada membran ini terletak organ corti.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran
tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel
rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti.
Gambar. labirin bagian membrane labirin bagian tulang, Telinga Dalam
Koklea
bagian koklea labirin adalah suatu saluran melingkar yang pada manusia
panjangnya 35mm. koklea bagian tulang membentuk 2,5 kali putaran yang mengelilingi
sumbunya. Sumbu ini dinamakan modiolus, yang terdiri dari pembuluh darah dan saraf.
Ruang di dalam koklea bagian tulang dibagi dua oleh dinding (septum). Bagian dalam dari
septum ini terdiri dari lamina spiralis ossea. Bagian luarnya terdiri dari anyaman
penyambung, lamina spiralis membranasea. Ruang yang mengandung perilimf ini dibagi
menjadi : skala vestibule (bagian atas) dan skala timpani (bagian bawah). Kedua skala ini
bertemu pada ujung koklea. Tempat ini dinamakan helicotrema. Skala vestibule bermula
pada fenestra ovale dan skala timpani berakhir pada fenestra rotundum. Mulai dari
pertemuan antara lamina spiralis membranasea kearah perifer atas, terdapat membrane yang
dinamakan membrane reissner. Pada pertemuan kedua lamina ini, terbentuk saluran yang
dibatasi oleh:
1. membrane reissner bagian atas
2. lamina spiralis membranasea bagian bawah
3. dinding luar koklea
saluran ini dinamakan duktus koklearis atau koklea bagian membrane yang berisi
endolimf. Dinding luar koklea ini dinamakan ligamentum spiralis.disini, terdapat stria
vaskularis, tempat terbentuknya endolimf.
Gambar. Koklea
Didalam lamina membranasea terdapat 20.000 serabut saraf. Pada membarana
basilaris (lamina spiralis membranasea) terdapat alat korti. Lebarnya membrane basilaris
dari basis koklea sampai keatas bertambah dan lamina spiralis ossea berkurang. Nada
dengan frekuensi tinggi berpengaruh pada basis koklea. Sebaliknya nada rendah
berpengaruh dibagian atas (ujung) dari koklea.
Gambar. Organ korti
Pada bagian atas organ korti, terdapat suatu membrane, yaitu membrane tektoria.
Membrane ini berpangkal pada Krista spiralis dan berhubungan dengan alat persepsi pada
alat korti. Pada alat korti dapat ditemukan sel-sel penunjang, sel-sel persepsi yang
mengandung rambut. Antara sel-sel korti ini terdapat ruangan (saluran) yang berisi
kortilimf.
Duktus koklearis berhubungan dengan sakkulus dengan peralatan duktus reunions.
Bagian dasar koklea yang terletak pada dinding medial cavum timpani menimbulkan
penonjolan pada dinding ini kearah cavum timpani. Tonjolan ini dinamakan
promontorium.
Vestibulum
Vestibulum letaknya diantara koklea dan kanalis semisirkularis yang juga berisi
perilimf. Pada vestibulum bagian depan, terdapat lubang (foramen ovale) yang
berhubungan dengan membrane timpani, tempat melekatnya telapak (foot plate) dari stapes.
Di dalam vestibulum, terdapat gelembung-gelembung bagian membrane sakkulus dan
utrikulus. Gelembung-gelembung sakkulus dan utrikulus berhubungan satu sama lain
dengan perantaraan duktus utrikulosakkularis, yang bercabang melalui duktus
endolimfatikus yang berakhir pada suatu lilpatan dari duramater, yang terletak pada bagian
belakang os piramidalis. Lipatan ini dinamakan sakkus endolimfatikus. Saluran ini buntu.
Sel-sel persepsi disini sebagai sel-sel rambut yang di kelilingi oleh sel-sel
penunjang yang letaknya pada macula. Pada sakkulus, terdapat macula sakkuli. Sedangkan
pada utrikulus, dinamakan macula utrikuli.
Kanalis semisirkularisanlis
Di kedua sisi kepala terdapat kanalis-kanalis semisirkularis yang tegak lurus satu
sama lain. didalam kanalis tulang, terdapat kanalis bagian membran yang terbenam dalam
perilimf. Kanalis semisirkularis horizontal berbatasan dengan antrum mastoideum dan
tampak sebagai tonjolan, tonjolan kanalis semisirkularis horizontalis (lateralis).
Kanalis semisirkularis vertikal (posterior) berbatasan dengan fossa crania media
dan tampak pada permukaan atas os petrosus sebagai tonjolan, eminentia arkuata. Kanalis
semisirkularis posterior tegak lurus dengan kanalis semi sirkularis superior. Kedua ujung
yang tidak melebar dari kedua kanalis semisirkularis yang letaknya vertikal bersatu dan
bermuara pada vestibulum sebagai krus komunis.
Kanalis semisirkularis membranasea letaknya didalam kanalis semisirkularis ossea.
Diantara kedua kanalis ini terdapat ruang berisi perilimf. Didalam kanalis semisirkularis
membranasea terdapat endolimf. Pada tempat melebarnya kanalis semisirkularis ini
terdapat sel-sel persepsi. Bagian ini dinamakan ampulla.
Sel-sel persepsi yang ditunjang oleh sel-sel penunjang letaknya pada Krista
ampularis yang menempati 1/3 dari lumen ampulla. Rambut-rambut dari sel persepsi ini
mengenai organ yang dinamakan kupula, suatu organ gelatinous yang mencapai atap dari
ampulla sehingga dapat menutup seluruh ampulla.
2.2 FISIOLOGI PENDENGARANProses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga
dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang kekoklea. Getaran
tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ketelinga tengah melalui rangkaian
tulang pendengaran yang akan mengimplikasi getaran melalui daya ungkit tulang
pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong.
Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan
tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan
melalui membrane Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan
gerak relative antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan
rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut,
sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel.
Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf
auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-
40) di lobus temporalis.
Gambar. Fisiologi Pendengaran
2.3 OMSK
2.3.1 Definisi Ot i t i s M ed ia S upu ra t i f K ron ik (OM S K) merupa kan s ua t u r ada ng
k ron i s t e l i nga t engah denga n pe r fo r a s i me mbran t impa n i dan riwayat
keluarnya sekret dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang
timbul.
2.3.2 EpidemiologiInsiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden
OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor sosio-ekonomi. Misalnya, OMSK lebih
sering dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin
Australia dan orang kulit hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90%
beban dunia akibat OMSK in i d i p iku l o l eh nega ra -nega ra d i A s i a Tengga ra ,
dae r a h P as i f i k Ba ra t , A f r ika , dan beberapa daerah minoritas di Pasifik.
Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta
gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya
prevalensi OMSK pada negara yang sedang berkembang.
Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi
dalam hal definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi,
menunjukkan beban dunia akibat OMSK melibatkan 65–330 juta orang dengan
telinga berair, 60% di antaranya (39–200 juta) menderita kurang pendengaran
yang signifikan. Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan
pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT
rumah sakit di Indonesia.
2.3.3. Etiologi
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak,
jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis,
tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba
Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan
cleft palate dan Down’s syndrom. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi
nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Faktor
Host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi immun
sistemik. Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cell- mediated ( seperti
infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis.
Penyebab OMSK antara lain:
Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi
mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi, dimana
kelompok sosioekonomi rendah memi liki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir
dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, tempat tinggal yang
padat.
Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden
OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik.
Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui
apakah hal ini primer atau sekunder.
Otitis media sebelumnya.
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis
media akut dan / atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang
menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan kronis
Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mu kosa telinga tengah hampir tidak
bervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukan bahwa metode kultur yang
digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram- negatif, flora
tipe-usus, dan beberapa organisme lainnya.
Infeksi saluran nafas atas
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas.
Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya daya
tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga
memudahkan pertumbuhan bakteri. Organisme-organisme dari meatus auditoris
eksternal termasuk Staphylococcus, Pseudomonas aeruginosa, B.proteus, B.coli
dan Aspergillus. Organisme dari nasofaring diantaranya Streptococcus viridians
(Streptococcus α-hemolitikus, Streptococcus β-hemolitikus dan Pneumococcus).
Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap
otitis media kronis.
Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding
yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi
terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum
terbukti kemungkinannya.
Gangguan fungsi tuba eustachius.
Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi
apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada
telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba
eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan tekanan
negatif menjadi normal.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap
pada OMSK :
1. Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi
sekret telinga purulen berlanjut.
2. Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada
perforasi.
3. Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme
migrasi epitel.
4. Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang
cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan
spontan dari perforasi.
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi
kronis majemuk, antara lain :
1. Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis atau berulang.
a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang.
b. Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total
2. Perforasi membran timpani yang menetap.
3. Terjadinya metaplasia skumosa atau perubahan patologik menetap lainya pada
telinga tengah.
4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid. Hal ini dapat
disebabkan oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan granulasi atau
timpanosklerosis.
5. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di mastoid.
6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan
mekanisme pertahanan tubuh.
2.3.4. Patogenesis
Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang temporal
menemukan bahwa adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang
menghubungkan rongga di belakang hidung (nasofaring) dengan telinga tengah
(kavum timpani), merupakan penyebab utama terjadinya radang telinga tengah ini (otitis
media).
Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup dan
akan membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk menyeimbangkan
tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan udara atmosfer). Fungsi
tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek, penampang relatif besar pada
anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan mengapa suatu infeksi saluran
nafas atas pada anak akan lebih mudah menjalar ke telinga tengah sehingga
lebih sering menimbulkan Otitis Media daripada dewasa.
Gambar Anatomi Tuba Eustachius Anak dan Dewasa
Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari
nasofaring melalui tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan
terjadinya infeksi dari telinga tengah. Pada saat ini terjadi respons imun di telinga
tengah. Mediator peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun
infiltrat, seperti netrofil, monosit, d an l eukos i t s e r t a s e l l oka l s epe r t i
ke r a t i nos i t da n se l mas to s i t ak iba t p ro s e s i n f eks i t e r se bu t akan
mena mbah pe rmi ab i l i t a s pembu l uh da ra h dan mena mbah penge l ua ran
sekret di telinga tengah. Selain itu, adanya peningkatan beberapa kadar sitokin
kemotaktik yang dihasilkan mukosa telinga tengah karena stimulasi bakteri menyebabkan
terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah.
Bagan perjalanan penyakit Otitis Media Supuratif Kronik
Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk
dari satu l ap i sa n , ep i t e l s kuamos a se de rhana , me n jad i
pseudostratified respiratory epithelium dengan banyak lapisan sel di antara sel
tambahan tersebut. Epitel respirasi ini mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia,
mempunyai stroma yang banyak serta pembuluh darah. Penyembuhan Otitis
Media ditandai dengan hilangnya sel-sel tambahan tersebut dan kembali ke
bentuk lapisan epitel sederhana.
2.3.5 Klasifikasi
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :
1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen.
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan
gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa
faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi Tuba
eustachius, infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap
infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang r e ndah ,
d i s amp i ng i t u c ampuran bak t e r i a e rob dan a nae rob , l ua s da n
de ra j a t pe ruba han mukos a , s e r t a mig ra s i s e kunde r da r i ep i t e l
skua mous . S ek re t mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia
goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe respirasi dan
mukosiliar yang jelek.
Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:
A . Konge n i t a l
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital, menurut Derlaki dan Clemis
(1965) adalah :
Berkembang dibelakang dari membran timpani yang masih utuh.
Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.
Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari epitel
undiferential yang berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan. Kongenital
kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga tengah atau tulang temporal,
umumnya pada apeks petrosa. Dapat menyebabkan fasialis parese, tuli saraf berat
unilateral, dan gangguan keseimbangan.
B . Di dapa t .
Ko l e s t ea toma ya ng d idapa t s e r ingnya be rkembang da r i s ua tu
kan tong retraksi. Jika telah terbentuk adhesi antara permukaan bawah kantong
retraksi dengan komponen telinga tengah, kantong tersebut sulit untuk mengalami
perbaikan bahkan jika ventilasi telinga tengah kembali normal : mereka
menjadi area kolaps pada segmen atik atau segmen posterior pars tensa membrane
timpani.
Epitel skuamosa pada membrane timpani normalnya membuang lapisan
sel-sel mati dan tidak terjadi akumulasi debris, tapi jika terbentuk kantong retraksi dan
p rose s pe mber s ihan i n i gaga l , deb r i s ke r a t i n a kan t e rkum pu l dan pa da
akhirnya membentuk kolesteatoma.
Pengeluaran epitel melalui leher kantong yang sempit menjadi sangat sulit dan lesi
tersebut membesar. Membran timpani tidak mengalami ‘perforasi’ dalam arti kata yang
sebenarnya : lubang yang terlihat sangat kecil, merupakan suatu lubang sempit
yang tampak seperti suatu kantong retraksi yang berbentuk seperti botol, botol itu sendiri
penuh dengan debris epitel yang menyerupai lilin.
Teori lain pembentukan kolesteatoma menyatakan bahwa metaplasia skuamosa
pada mukosa telinga tengah terjadi sebagai respon terhadap infeksi kronik atau
adanya suatu pertumbuhan ke dalam dari epitel skuamosa di sekitar pinggir
perforasi, terutama pada perforasi marginal.
Destruksi tulang merupakan suatu gambaran dari kolesteatoma didapat,
yang dapat terjadi akibat aktivitas enzimatik pada lapisan subepitel. Granuloma
kolesterol tidak memiliki hubungan dengan kolesteatoma, meskipun namanya
hampir mirip dan kedua kondisi ini dapat terjadi secara bersamaan pada telinga
tengah atau mastoid.
Gra nu loma ko l e s t e ro l , d i s ebabka n o l eh ada nya k r i s t a l ko l e s t e ro l
da r i eksudat serosanguin yang ada sebelumnya. Kristal ini menyebabkan reaksi benda
asing, dengan cirsi khas sel raksasa dan jaringan granulomatosa.
2.3.6 Manifestasi Klinis
1. Telinga berair (otorrhoe)
S ek re t be r s i f a t pu ru l en (ken ta l , pu t i h ) a t au m uko id
( se pe r t i a i r dan e nce r ) tergantung stadium peradangan. Sekret yang
mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar se k re to r i k t e l i nga t e ngah
dan ma s t o id .
P ada OM S K t ipe j i nak , c a i r a n yang ke l ua r mukopus yang
tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga
tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya secret
biasanya hilang-timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan
infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi
atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret
telinga. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi
kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-
keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur
mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya
lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan
adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya
kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa
nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.
2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran.
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.
Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat,
karena daerah yang sakit ataupun ko le s t e a tom , dapa t m engham ba t buny i
dengan e f ek t i f ke f enes t r a ova l i s . B i l a t i dak dijumpai kolesteatom,
tuli konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang
pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran
menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 db. Beratnya ketulian
tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan
mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah.
Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduk t i f be r a t
ka r ena pu tu s nya r an t a i t u l ang pendenga ran , t e t a p i s e r i ng ka l i
j uga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang
pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati.
Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan
berulangnya in f eks i ka r ena pene t r a s i t ok s i n m e l a lu i j en de l a bu l a t
( f o r ame n ro tundum) a t au f i s t e l labirin tanpa terjadinya labirinitis
supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat,
hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.
3. Otalgia ( nyeri telinga)
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada
merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena
terbendungnya drainase pus. Nye r i dapa t be r a r t i ada nya anca man
kompl i kas i ak iba t ham ba ta n penga l i r a n s ek re t , terpaparnya
durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan
absesotak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis
eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK
seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya.
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin
akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul
biasanya akibat perubahan tekanan udarayang mendadak atau pada
panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena
perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih
mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin
juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat
komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena
infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke
telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut
menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus
OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan
positif dan negatif pada membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan
melalui rongga telinga tengah.
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna
Adanya Abses atau fistel retroaurikular
Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani
Pus yang selalu aktif atau berbau busuk ( aroma kolesteatom)
Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom
2.3.7 Pemeriksaan Klinis
Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagai berikut :
1. Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati
tuli konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural,
beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani
serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran sua ra d i t e l i nga
t enga h .
P apa re l a , B ra dy dan H oe l ( 1970 ) me lapo rka n pada
pende r i t a OMSK ditemukan tuli sensorineural yang dihubungkan
dengan difusi produk toksin ke dalam skala timpani melalui membran
fenstra rotundum, sehingga menyebabkan penu runan a mbang han t a r an
tu l a ng s eca ra t empore r /pe rma nen ya ng pada f a s e aw a l terbatas
pada lengkung basal kohlea tapi dapat meluas kebagian apek kohlea.
Gangguan pendengaran dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang, sedang
berat, dan ketulian total, t e rga n tung da r i ha s i l pem er ik s aan
( aud iom e t r i a t au t e s t be rb i s ik ) . De ra j a t ke t u l i a n ditentukan dengan
membandingkan rata-rata kehilangan intensitas pendengaran pada
frekuensi percakapan terhadap skala ISO 1964 yang ekivalen dengan
skala ANSI 1969. Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran menurut ISO
1964 dan ANSI 1969.
Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran
Normal : -10 dB sampai 26 Db
Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB
Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB
Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB
Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB
Tuli total : lebih dari 90 dB.
Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi
koklea. De ngan me nggunakan aud i ome t r i nada m urn i pada
han ta r an uda ra da n tu l a ng se r t a penilaian tutur, biasanya kerusakan
tulang-tulang pendengaran dapat diperkirakan, dan bisa ditentukan manfaat
operasi rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan pendengaran. Untuk
melakukan evaluasi ini, observasi berikut bisa membantu:
1. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20
dB
2. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli
konduktif 30-50 dB apabila disertai perforasi.
3. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang
masihutuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
4. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan
hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah.
Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian
pendengarandengan menggunakan garpu tala dan test Barani. Audiometri tutur
dengan maskingadalah dianjurkan, terutama pada tuli konduktif bilateral dan tuli
campur.
2. Pemeriksaan Radiologi.
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis
nilai diagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan
audiometri. Pemerikasaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid
yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi lebih sedikit
dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang, terutama
pada daerah atik memberi kesan kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang
biasa digunakan adalah :
1. Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah
lateraldan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan
posisi sinus lateral dan t egme n . P ada keada an m as to id yang
sk l e r i t i k , gam baran r ad i og ra f i i n i s anga t membantu ahli bedah
untuk menghindari dura atau sinus lateral.
2. Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan
tampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat
diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur.
3. Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid
petrosus dan yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna,
vestibulum dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan
antrum dalam potongan melintang sehingga dapat menunjukan adanya
pembesaran akibat kolesteatom.
4 . P royeks i Chaus e I I I , me mber i ga mbara n a t i k s ec a r a
l ong i t ud ina l s eh ingga dapa t memperlihatkan kerusakan dini
dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scandapat
menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom, ada atau
tidak tulang-tu l a ng pendenga ra n dan bebe ra pa kas us t e r l i ha t
f i s t u l a pada kana l i s sem is i rku l a r i s horizontal. Keputusan untuk
melakukan operasi jarang berdasarkan hanya dengan hasilX- r a y sa j a .
P ada keadaa n t e r t en t u s epe r t i b i l a d i j um pa i s inus l a t e r a l i s
t e r l e t a k l eb ih anterior menunjukan adanya penyakit mastoid.
Cholesteatoma yang terjadi pada daerah atik atau pars flasida.
Banyak teori yang diajukan sebagai penyebab cholesteatoma didapat primer,
tetapi sampai sekarang belum ada yang bisa menunjukan penyebab yang
sebenarnya.
Secondary acquired cholesteatoma. Berkembang dari suatu kantong
retraksi yang disebabkan peradangan kronis biasanya bagian
posterosuperior dari pars tensa. Khasnya perforasi marginal pada bagian
posterosuperior. Terbentuknya dari epitel kanal aurikula eksternayang ma suk ke
kavum t impa n i me la lu i pe r fo r a s i m embran t impa n i a t au kantong
retraksi membran timpani pars tensa.
2.3.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan OMSK yang efektif harus didasarkan pada faktor-
faktor penyebab dan pada stadium penyakitnya. Dengan demikian haruslah
dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan penyakit menjadi kronis,
perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan serta
mengganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat ditelinga. Bila didiagnosis
kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat-obatan dapat digunakan
untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana
pengobatan dapat dibagi atas:
1. Konservatif
2. Operasi
Penatalaksanaan OMSK Benigna Tenang
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk
jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang
dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas
memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti,
timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.
Penatalaksanaan OMSK Benigna Aktif
Prinsip pengobatan OMSK benigna aktif adalah:
1. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani (aural toilet)
Tujuan aural toilet adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai
untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan
media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme.
Bagan pengerjaan aural toilet
Cara pembersihan liang telinga (aural toilet)
a. Aural toilet secara kering ( dry mopping).
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan
dapat di beri antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan
di klinik atau dapat juga dilakukan olehanggota keluarga. Pembersihan
liang telinga dapat dilakukan setiap hari sampai telingakering.
b. Aural toilet secara basah ( syringing)
Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan
nanah, kemudian dengan kapas l i d i s t e r i l da n d ibe r i s e rbuk
an t i b io t i k . M es k ipun ca r a i n i s anga t e f e k t i f un tuk membersihkan
telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan penyebaran infeksi ke bagian lain dan
ke mastoid. Pemberian serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat
menimbulkan reaksi sensitifitas pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti
dengan serbuk antiseptik, misalnya asam boric dengan Iodine.
c. Aural toilet dengan pengisapan ( suction toilet)
Pembersihan dengan suction pada nanah, dengan bantuan
mikroskopis operasi adalah metode yang paling populer saat ini.
Kemudian dilakukan pengangkatan mukosa yangberproliferasi dan polipoid
sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya terjadi d r a ina se yang
ba ik dan r e s o rbs i mukos a . P ada o r ang de was a yang kope ra t i f
c a r a i n i dilakukan tanpa anastesi tetapi pada anak-anak diperlukan
anastesi. Pencucian telinga dengan H 2O 2 3% akan me ncapa i
sa sa r annya b i l a d i l akukan dengan “d i s p l a ceme n t methode” seperti
yang dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.
2. Pemberian antibiotika :
a. Antibiotika/antimikroba topikal
Terdapat perbedaan pendapat mengenai manfaat penggunaan antibiotika
topikal untuk OMSK. Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dengan
secret yang banyak tanpa dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret
berkurang/tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik
dan kortikosteroid. Dianjurkan irigasi dengan ga ram f aa l aga r l i ngkungan
be r s i f a t a s am dan merupa kan m ed ia yang bu ruk untuk tumbuhnya kuman.
Selain itu dikatakan bahwa tempat infeksi pada OMSK sulit dicapai oleh
antibiotika topikal.
Djaafar dan Gitowirjono menggunakan antibiotik topical se suda h i r i ga s i
s e k re t p ro fus dengan has i l cukup mem uas kan , ke cua l i ka sus de ngan
jaringan patologis yang menetap pada telinga tengah dan kavum mastoid.
Mengingat pembe r i an oba t t op ika l d imaks udkan aga r mas uk sa mpa i
t e l i nga t engah , ma ka t i dak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya
neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1minggu. Cara pemilihan antibiotik yang
paling baik adalah dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji
resistensi. Obat-obatan topikal dapat berupa bubuk atau tetes telinga yang
biasanya dipakai setelah telinga dibersihkan dahulu.
Bubuk telinga yang digunakan seperti:
1) Acidum boricum dengan atau tanpa iodine
2) Terramycin
3) Acidum boricum 2,5 gram dicampur dengan khloromicetin 250 mg
Pengobatan antibiotika topikal dapat digunakan secara luas untuk OMSK
aktif, dikombinasi dengan pembersihan telinga, baik pada anak maupun dewasa.
Neomisin dapat melawan kuman Proteus dan Staphylococcus aureus tetapi
tidak aktif melawan gram nega t i f a nae rob dan m empunya i ke r j a yang
t e rba t a s m e la wan Ps eudom onas k a r ena meningkatnya resistensi. Polimiksin
efektif melawan Pseudomonas aeruginosa dan bebe ra pa g r a m ne ga t i f t e t ap i
t i da k e f ek t i f me l aw an o rgan i sm e g ram pos i t i f . S epe r t i aminoglikosida
yang lain, Gentamisin dan Framisetin sulfat aktif melawan basil gram negative.
Tidak ada satu pun aminoglikosida yang efektif melawan kuman anaerob.
Biasanya tetes telinga mengandung kombinasi neomisin, polimiksin dan
hidrokortison, bila sensitif dengan obat ini dapat digunakan sulfanilaid-steroid tetes
mata. K l o ramfe n iko l t e t e s t e l i nga t e r s ed i a da l a m ac i d ca r r i e r dan
t e l i nga akan sa k i t b i l a diteteskan. Kloramfenikol aktif melawan basil gram
positif dan gram negative kecuali Pseudomonas aeruginosa, tetapi juga efektif
melawan kuman anaerob, khususnya. Pemakaian jangka panjang lama obat tetes
telinga yang mengandung aminoglikosida akan merusak foramen rotundum, yang
akan menyebabkan ototoksik.
An t ib io t ika t op ika l yang s e r ing d iguna kan pada pe ngoba ta n
Ot i t i s M ed i a S upu ra t i f Kronik (OMSK) adalah
Bagan antibiotika topikal pada pengobatan OMSK
Sebagai catatan, terapi topikal lebih baik dibandingkan dengan terapi sistemik.
Tujuannya untuk mendapatkan konsentrasi antibiotik yang lebih tinggi. Pilihan
antibiotik yang memilikiaktifitas terhadap bakterigram negatif, terutama pseudomonas,
dan gram positifterutamaStaphylococcus aureus. Pemberian antibiotik seringkali
gagal, hal ini dapat disebabkanadanya debris selain juga akibat resistensi kuman.
Terapi sistemik diberikan pada pasienyang gagal dengan terapi topikal. Jika fokus
infeksi di mastoid, tentunya tidak dapathanya dengan terapi topikal saja,
pemberian antibiotik sistemik (seringkali IV) dapatmembantu mengeliminasi
infeksi. Pada kondisi ini sebaiknya pasien di rawat di RS untuk men dapa tka n a u ra l
t o i l e t yan g l eb ih i n t ens i f . Te r ap i d i l an ju tk an h ingga 3 -4 mi n ggu setelah
otore hilang.
Antibiotika sistemik
Pemilihan antibiotika sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan
kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan
harus disertaipembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan , perlu
diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut.
Dalam penggunaan antimikroba, perlu diketahui daya bunuh
antimikrobaterhadap masing- masing jenis kuman penyebab, kadar hambat minimal
terhadap masing-masing kuman penyebab, daya penetrasi antimikroba di masing-
masing jaringan tubuhdan toksisitas obat terhadap kondisi tubuh. Berdasarkan
konsentrasi obat dan daya bunuh t e rha dap mi k roba , an t i mik roba dapa t d i bag i
men j ad i 2 go l ongan . G o longa n pe r t ama antimikroba dengan daya bunuh
yang tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman
terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida dan kuinolon. Go l ongan kedua
ada l ah an t i mik roba yang pada kons en t r a s i t e r t en tu da ya bunuhnya
paling baik. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba
golongan ini, misalnya golongan beta laktam.
Terapi antibiotik sistemik yang dianjurkan pada Otitis media kronik adalah
Tabel pilihan antibiotic sistemik dalam pengobatan OMSK
Antibiotika golongan kuinolon (siprofloksasin dan ofloksasin) mempunyai
aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi tidak dianjurkan diberikan
untuk anak dengan umur dibawah 16 tahun. Golongan sefalosforin generasi III
(sefotaksim, seftazidim dan seftriakson) juga aktif terhadap Pseudomonas,
tetapi harusdiberikan secara parenteral. Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan
untuk OMSK belum pasti cukup, meskipun dapat mengatasi OMSK.
Metronidazol mempunyai efek bakterisid untuk kuman anaerob. Metronidazol
dapat diberikan pada OMSK aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200
mg per 8 jam selama 2-4 minggu.
Penatalaksanaan OMSK Maligna
Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum
dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses
sebaiknyadilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat
dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara
lain:
1. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
2. Mastoidektomi radikal
3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
4. Miringoplasti
5 . T im panop la s t i
6. Pendekatan ganda timpanoplasti ( Combined approach tympanoplasty)
Bagan pembedahan pada tatalaksana OMSK
Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen,
memperbaiki membrantimpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi
atau kerusakan pendengaranyang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.
Algoritma pedoman umum pengobatan penderita OMSK
2.3.9 Komplikasi
Komplikasi intratemporal Komplikasi ekstratemporal
1. Komplikasi di telinga tengah
Perforasi membran timpani
persisten
Erosi tulang pendengaran
Paralisis nervus fasialis
2. Komplikasi ke rongga mastoid
Petrositis
Mastoiditis kcalesen
1. Komplikasi intrakranial
Abses ekstradura
Abses subdura
Abses otak
Meningitis
Tromboflebitis sinus lateralis
Hidrosefalus otitis
2. Kompleks ekstrakranial
3. Komplikasi ke telinga dalam
Labirinitis
Tuli saraf/ sensorineural
Abses retroaurikuler
Abses Bezold’s
Abses zygomaticus
BAB 3
LAPORAN KASUS
1. Identitas
Nama : Ny. T M
Usia : 39 Tahun
Jenis kelamin : Wanita
Tanggal Lahir : 03/10/1975
Alamat : Kp. Lokomotif No.75 RT/RW 05/06 Kali Abang Tengah
Pekerjaan : PNS
Status : Menikah
Tanggal pemeriksaan : 09 Juli 2015
2. Anamnesis
Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan telinga kiri nyeri sejak 4 hari SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada telinga kiri. Nyeri yang dirasakan
menjalar sampai ke belakang telinga. Nyeri terutama dirasakan ketika pasien menguap.
Nyeri awalnya dirasakan sangat berat, dan saat ini mulai berkurang. Pada telinga tersebut
pun keluar cairan bening dan encer. Satu hari yang lalu keluar cairan menjadi
kekuningan. Cairan berbau disangkal. Pasien merasa telinga nya pun gatal dan seperti
kemasukan air.Pasien mengorek telinganya dengan cotton bud, dan setelah selesai
mengorek pada cotton bud terdapat warna merah jambu. Setelah mengorek telinga
dirasakan seperti penuh. Terdapat keluhan penurunan pendengaran pada telinga kiri.
Keluhan mendengar bunyi “nging” dan “ngung” di telinga disangkal. Keluhan pusing
berputar disangkal. Tidak terdapat keluhan demam. Saat ini pasien tidak sedang flu dan
batuk. Pasien sudah berobat sebelumnya ke puskesmas, diberi obat amoksisilin, antalgin,
dan antiinflamasi.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah memiliki riwayat keluar cairan di telinga sejak tahun 1994. Riwayat
alergi disangkal. Riwayat sering bersin di pagi hari atau ketika udara berdebu disangkal.
Riwayat asma disangkal. Pasien memiliki riwayat hipertensi namun tidak teratur minum
obat. Riwayat diabetes disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa disangkal. Riwayat hipertensi disangkal.
Riwayat Lingkungan Sosial
Pasien tinggal di tempat yang tenang dan jauh dari sumber kebisingan
3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum dan Tanda Vital
a. Keadaan umum : Tampak sakit ringan
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Tanda vital : Tidak ada keluhan
Status Generalis
a. Kepala : Normosefali, tidak ada deformitas, tidak terdapat
facies adenoid
b. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
c. Mulut : Halitosis (-), trismus (-)
d. Leher :Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening
e. Thorax
Paru : Tidak ada keluhanJantung : Tidak ada keluhan
f. Abdomen : Tidak dilakukan
Ekstremitas : Tidak dilakukan
Status THT
PemeriksaanTelinga
Kanan Kiri
Normotia Bentuk telinga
luar
Normotia
fistel (-), tag (-) Preaurikuler fistel (-), tag (-)
Nyeri tarik (-), Nyeri tekan
tragus (-), hematom (-), tanda
radang (-), kista (-)
Daun telinga
Nyeri tarik (-), Nyeri tekan tragus
(-), hematom (-), tanda radang (-),
kista (-)
Fistel (-), Abses (-), nyeri tekan
(-), scar (-)Retroaurikuler
Fistel (-), Abses (-), nyeri tekan
(-), scar (-)
Liang telinga
Lapang Lapang/sempit Sempit, edema
Hiperemis (-) Warna epidermis Hiperemis (+)
Sekret (-), darah (-) Sekret Sekret (-), darah (-)
Serumen (-) Serumen Serumen (-)
Furunkel (-), kolesteatom (-) Kelainan lain Furunkel (-), kolesteatom (-)
Membran Timpani
Membran timpani intak, refleks cahaya (+), arah jam 5, hiperemis (-), perforasi (-), jaringan parut (-), kolesteatom (-)
Membran timpani perforasi sentral, refleks cahaya (-), hiperemis (-), jaringan parut (-), kolesteatom (-)
Pemeriksaan Penala
AD AS
Rhinne (+) (-)
Weber Lateralisasi ke kiri
Swabach Normal Memendek
Pemeriksaan Hidung
Kanan Kiri
normal, tanda radang (-) Bentuk hidung luar normal, tanda radang (-)
(-) Deformitas (-)
Palpasi Sinus
Nyeri tekan (-)
Nyeri tekan (-)
Nyeri tekan (-)
Sinus Frontalis
Sinus Ethmoid
Sinus Maksilaris
Nyeri tekan (-)
Nyeri tekan (-)
Nyeri tekan (-)
(-) Krepitasi (-)
Rhinoskopi Anterior
Tanda radang (-), furunkel (-), Vestibulum Tanda radang (-), furunkel (-),
Eutrofi, hiperemis (-), livid (-) Konka Inferior atrofi, hiperemis(-),livid (-)
Sekret (-) Meatus inferior Sekret (-)
Hiperemis (-), tanda radang (-) Mukosa Hiperemis (-), tanda radang (-)
Tidak ada deviasi Septum Tidak ada deviasi
Pemeriksaan Faring
Kanan Kiri
Simetris Arkus Faring Simetris
Hiperemis (-) Pilar anterior Hiperemis (-)
Hiperemis (-) Palatum molle Hiperemis (-)
Hiperemis (-), sekret (-),
post nasal drip (-)Mukosa faring
Hiperemis (-), sekret (-),
post nasal drip (-)
Hiperemis (-), granuler (-) Dinding faring Hiperemis (-), granuler (-)
Simetris, terangkat ditengah Uvula Simetris, terangkat ditengah
T1, hiperemis (-), kripta tidak
melebar, detritus (-),Tonsil Palatina
T2, hiperemis (-), kripta tidak
melebar, detritus (-),
hiperemis (-) Pilar Posterior hiperemis (-)
Resume
Pasien wanita usia 39 tahun datang ke poli THT RSUD Bekasi dengan keluhan nyeri
pada telinga kiri sejak 4 hari smrs. Nyeri yang dirasakan menjalar sampai ke belakang telinga.
Nyeri terutama dirasakan ketika pasien menguap. Nyeri awalnya dirasakan sangat berat, dan
saat ini mulai berkurang. Pada telinga tersebut pun keluar cairan bening dan encer. Satu hari
yang lalu keluar cairan menjadi kekuningan. Cairan berbau disangkal.Pasien mengorek
telinganya dengan cotton bud, dan setelah selesai mengorek pada cotton bud terdapat warna
merah jambu. Setelah mengorek telinga dirasakan seperti penuh. Terdapat keluhan penurunan
pendengaran pada telinga kiri. Keluhan mendengar bunyi “nging” dan “ngung” di telinga
disangkal. Keluhan pusing berputar disangkal. Tidak terdapat keluhan demam. Saat ini pasien
tidak sedang flu dan batuk. Pasien sudah berobat sebelumnya ke puskesmas, diberi obat
amoksisilin, antalgin, dan antiinflamasi. Pasien pernah memiliki riwayat keluar cairan di
telinga sejak tahun 1994. Riwayat alergi disangkal. Riwayat sering bersin di pagi hari atau
ketika udara berdebu disangkal. Riwayat asma disangkal.
Pada pemeriksaan fisik telinga ditemukan liang telinga kiri hiperemis dan edema,
perforasi sentral membran timpani aurikula sinistra. Pemeriksaan penala dalam keadaan
normal. Pemeriksaan hidung dan tenggorok dalam keadaan normal.
Diagnosis
Diagnosis Kerja
- OMSK tipe benign
Diagnosis Banding
(-)
Tata Laksana
Medikamentosa
- Antibiotik topikal :
R/ ofloxacin ear drops
2 dd gtt VI AS
- Antibiotik sistemik :
R/ Cefadroxil tab 1000 mg
1 dd tab I p.c
Non Medikamentosa
- Hindari kebiasaan mengorek-ngorek telinga
- Hindari telinga kemasukan air
Gunakan penutup telinga ketika mandi
Dilarang berenang
Anjuran Pemeriksaan
Pemeriksaan audiometri
Kultur dan uji resistensi MO sekret telinga
Prognosis
Ad Vitam : Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad malam
Ad Functionam : Dubia ad bonam
BAB 4
PEMBAHASAN
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis berupa Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) AS tipe
jinak berdasarkan anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik telinga.
Dari anamnesis, keluhan dan perjalanan penyakit sesuai dengan OMSK. Telinga kiri pasien
dirasakan nyeri yang berat yang disertai dengan keluar cairan berwarna jernih. Keluhan juga
disertai dengan keluhan telinga terasa penuh dan kurang pendengaran, sesuai dengan perubahan
struktur anatomi pada pasien OMSK yakni adanya perforasi membran timpani membuat pasien
mengalami tuli konduktif, dan cairan dari dalam telinga tengah dapat mengalir ke telinga luar.
Pasien juga memiliki riwayat congean saat pasien kecil yang tidak diobati dengan baik, hal ini
merupakan faktor risiko terjadinya OMSK.
Dari pemeriksaan fisik, didapatkan liang telinga yang sempit dan edema, hal ini dapat terjadi
karena adanya trauma setelah pasien mengorek telinga menggunakan cotton bud sehingga
menimbulkan inflamasi. Membran timpani pasien terdapat perforasi sentral yang menunjukkan
bahwa OMSK yang dialami pasien merupakan tipe yang jinak. Pada pemeriksaan penala
didapatkan rinne (-) pada sisi kiri, weber lateralisasi ke kiri, dan swabach memendek pada sisi
kiri yang menunjukkan adanya tuli konduktif pada pasien ini.
Pemeriksaan penunjang yang dianjurkan yaitu pemeriksaan audiometri dan kultur dan resistensi
kuman. Pemeriksaan audiometri dilakukan untuk memastikan jenis ketulian pasien dan ambang
dengar pasien. Pemeriksaan kultur dan resistensi dilakukan untuk mengetahui jenis kuman yang
menginfeksi pasien dan untuk pemilihan terapi pada pasien sehingga penanganan lebih optimal.
Untuk penatalaksanaannya diberikan antibiotik spektrum luas topikal maupun oral untuk
mengatasi penyebab. Pasien juga diedukasi agar telinganya tidak dikorek dan tidak kemasukkan
air agar penyakit yang dialami pasien tidak memberat dan diharapkan membran timpani pasien
dapat membaik.
BAB 5
KESIMPULAN
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis gejala yang dialami pasien, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis, keluhan dan riwayat perjalanan penyakit sesuai
dengan otitis media supuratif kronik. Pada pemeriksaan fisik, perforasi membran timpani
dan adanya tuli konduktif pada tes penala mendukung diagnosis tersebut. Perforasi di
sentral menunjukkan bahwa OMSK yang diderita pasien merupakan tipe jinak.
DAFTAR PUSTAKA
1. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan mastoid.
Dalam: Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta:
EGC, 1997: 88-118
2. Berman S. Otitis media in developing countries. Pediatrics. July 2006. Available from
URL: http://www.pediatrics.org/
3. Thapa N, Shirastav RP. Intrakranial complication of chronic suppuratif otitis media,
attico-antral type: experience at TUTH. J Neuroscience. 2004; 1: 36-39 Available from
URL: http://www.jneuro.org/
4. Couzos S, Lea T, Mueller R, Murray R, Culbong M. Effectiveness of ototopical
antibiotics for chronic suppurative otitis media in Aboriginal children: a
community-based, multicentre, double-blind randomised controlled trial. Medical Journal
of Australia. 2003. Available from URL: http://www.mja.com.au/
5. Dugdale AE. Management of chronic suppurative otitis media. Medical Journal of
Australia. 2004. Available from URL: http://www.mja.com.au/
6. Miura MS, Krumennauer RC, Neto JFL. Intrakranial complication of chronic
suppuratif otitis media in children. Brazillian Journal of Otorhinolaringology. 2005.
Available from URL: http://www.rborl.org.br/
7. Aboet, Askarullah. 2007. Radang Telinga Tengah Menahun dalam: Pidato Pengukuhan Guru
Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher FK
USU. Medan: FK-USU.
8. Braunwald, Eugene et al. 2009. Harrison’s Principles of Internal Medicine. Edisi 17. Amerika
Serikat: McGraw-Hill.
9. Ganong, William. 2008. Pendengaran dan Keseimbangan dalam: Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC; 179 – 185.