Upload
sitti-nurdiana-diauddin
View
86
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
cks
Citation preview
cedera kepala sedang
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut Krisanty,dkk(2009), cedera kepala merupakan suatu gangguan traumatik dari
fungsi otak yang disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak, tanpa terputusnya
kontinuitas. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada
kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Disamping
penanganan dilokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan
tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis
selanjutnya (Manjoer dkk, 2001).
Menurut WHO angka kematian trauma kepala di Amerika Serikat, 5,3 juta penduduk
setiap tahun mengalami cedera kepala. Trauma menjadi penyebab utama kematian pada pasien
berusia dibawah 45 tahun dan hampir 50%-nya merupakan cedera kepala traumatik. Kematian
akibat trauma kepala sebanyak 11% dari 448 kasus. Menurut (Riset Kesehatan Dasar, 2005)
angka kejadian trauma kepala pada tahun 2004 dan 2005 sebanyak 1426 kasus. Berdasarkan data
bulan Januari 2010 sampai dengan Agustus 2011 di RSUD Prof Dr.W.Z.Johanes Kupang
Ruangan Kelimutu sebanyak 46 kasus.
Menurut Krisanty, dkk, (2009), manifestasi klinik cedera kepala adalah : peningkatan
tekanan intra kranial ( TIK ). Trias TIK : penurunan tingkat kesadaran, gelisah atau iritable, papil
edema, muntah proyektil. Penurunan fungsi neurologis seperti : perubahan bicara perubahan
reaksi pupil, sensori, motorik berubah. Sakit kepala, mual, pandangan kabur (diplopia), fraktur
tengkorak : CSF atau darah mengalir dari telinga dan hidung, perdarahan dibelakang membran
timpani, periorbital ekhimosis, battle’s sign (memar di daerah mastoid), kerusakan saraf kranial
dan telinga tengah dapat terjadi saat kecelakaan atau setelah terjadi kecelakaan : Perubahan
penglihatan akibat kerusakan nervus optikus, pendengaran berkurang akibat kerusakan auditory,
hilangnya daya penciuman akibat kerusakan nervus olfaktorius, pupil dilatasi, ketidakmamuan
mata bergerak akibat kerusakan nervus okulomotor, vertigo akibat kerusakan di telinga tengah,
nistagmus karena kerusakan sistem vestibular, komosio serebri : sakit kepala sampai pusing,
retrograde amnesia, tidak sadar lebih dari atau sama dengan 5 menit, kontusio serebri : Kotusio
serebri, tergantung area hemisfer otak yang kena. kontusio pada lobus temporal : agitasi,
confuse,kontusio frontal : hemiparese, klien sadar ; kontusio frototemporal : aphasia. Kontusio
batang otak, respon segera menghilang dan pasien koma, penurunan tingkat kesadaran terjadi
berhari-hari, bila kerusakan berat, pada sistem ritcular terjadi comatuse. Pada perubahan tingkat
kesadaran : Respirasi : dapat normal/periodik/cepat. Pupil : simetris, kontriksi dan reaktif,
kerusakan pada batang otak bagian atas pupil abnormal, tidak ada gerakan bola mata
Diagnose keperawatan menurut Doenges, (2000), Cedera Kepala adalah perubahan perfusi
jaringan serebral, pola napas tidak efektif, perubahan persepsi-persepsi, perubahan proses pikir,
resiko tinggi infeksi.
Menurut Kleden, (2009) penatalaksanaan pada pasien cedera kepala adalah menurunkan
tekanan intracranial : bedrestkan dan tinggikan kepala tempat tidur 15 – 30 derajat, pertahankan
kepala pada posisi midline, hidari fleksi,ekstensi dan rotasi kepala, hindari studi diagnose yang
dapat meningkatkan intracranial, lakukan suction bila sangat dibutuhkan, cegah batuk, bersin dan
mengejan, cegah konstipasi, kolaborasi pemberian antitsive, dan antiemetic, lasantive bila perlu,
kolaborasi pemberian antagonis calcium (bloker) untuk mencegah vasospasme serebral. Monitor
keseimbangan cairan : batasi cairan dan pasang kateter, monitor input dan out put, gunakan
minidrip pada pemasangan infuse, kolaborasi untuk osmoterapi (pemberian manitol) dan lakukan
observasi ketat. Mempertahankan oksigenasi : berikan oksigen melalui nasal atau canule,
lakukan intubasi bila dibutuhkan, control terhadap pernapasan, pastikan oksigennasi yang baik
sebelum dan sesudah suction.
1.2. Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Peserta Ujian Akhir Program mampu mengembangkan pola pikir ilmiah dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien Cedera Kepala Sedang dengan pendekatan proses
keperawatan.
1.2.2 Tujuan Khusus
Peserta UAP mampu :
1) Melakukan pengkajian pada pasien Cedera Kepala Sedang
2) Merumuskan diagnosa keperawatan yang tepat pada pasien Cedera Kepala Sedang
3) Membuat rencana tindakan keperawatan pada pasien Cedera Kepala Sedang
4) Mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan pada pasien Cedera Kepala Sedang.
5) Mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada pasien Cedera Kepala Sedang
6) Mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan pada pasien dengan Cedera Kepala Sedang.
1.3. Metode Penulisan
Penulisan laporan studi kasus ini menggunakan metode deskriptif melalui studi pustaka
pada literatur yang membahas tentang cedera kepala dan studi kasus pada Tn. S. B di Ruangan
kelimutu BLUD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johanes Kupang yang dirawat dari tanggal 08 s/d 14
Agustus 2011, dengan diagnosa medis Cedera Kepala Sedang.
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan studi
dokumentasi. Kemudian data dianalisa dan dibuat tulisan dalam bentuk narasi.
1.4 Sistematika Penulisan
Tulisan ilmiah ini disusun dengan sistematika sebagai berikut BAB I PENDAHULUAN
terdiri dari latar belakang, tujuan, metode dan sistematika penulisan, BAB II TINJAUAN
PUSTAKA berisi pengertian, penyebab, patofisiologi, manifestasi klinik, asuhan keperawatan,
BAB III Studi Kasus meliputi pengkajian, diagnosa keparawatan, rencana tindakan,
implementasi dan evaluasi BAB IV Pembahasan meliputi kesenjangan antara teori dan kasus
nyata menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa
keparawatan, rencana tindakan, implementasi dan evaluasi BAB V Penutup yang berisi
kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Konsep Cedera Kepala
2.1.1. Pengertian
Cedera kepala merupakan suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai
perdarahan interstitial dalam substansi otak, tanpa terputusnya kontinuitas Krisanty dkk, (2009).
Cedera merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok
usia produktif dan sebagian besar terjad akibat keceakaan lalu lintas. Disamping penanganan
dilokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di
ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya Mansjoer,
(2001)
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak
dan otak yang terjadi akibat injuri baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala
Kleden, (2009) .
2.1.3 Etiolgi
Menurut Krisanty dkk, (2009) penyebab cedera kepala dibagi atas :
1. Trauma tumpul : kekuatan benturan akan menyebabkan kerusakan yang menyebar. Berat
ringannya yang terjadi cedera yang terjadi tergantung pada proses akselerasi-deselerasi, kekatan
benturan dan kekuatan rotasi internal. Rotasi internal dapat menyebabkan perpindahan cairan dan
perdarahan petekie karena pada saat otak bergeser akan terjadi pergeseran antara permukaan otak
dengan tonjolan-tonjolan yang terdapat di permukaan dalam tengkorak aklaserasi jaringan otak
sehingga mengubah integritas vaskuler otak.
2. Trauma tajam : Disebabkan oleh pisau,peluru, atau fragmen tulang pada fraktur tulang
tengkorak. Kerusakan tergantung pada kecepatan gerak ( velocity ) benda tajam tersebut
menancap ke kepala atau otak. Kerusakam terjadi hanya pada area dimana benda tersebut
merobek otak ( lokal ). Objek dengan velocity tinggi (peluru) menyebabkan kerusakan struktur
otak yang luas. Adanya luka terbuka menyebabkan resiko infeksi.
3. Coup dan contracoup : pada cedera coup kerusakan terjadi pada daerah benturan sedangkan
pada cedera contracoup kerusakan terjadi pada sisi yang berlawanan dengan cedera coup.
2.1.2 Klasifikasi
Menurut Krisanty dkk, (2009 ) berat ringanya trauma cedera kepala sebagai berikut :
1. Cedera kepala ringan : nilai GCS : 13 – 15, amnesia kurang dari 30 menit, trauma sekunder dan
trauma neurolgis tidak ada, kepala pusing beberapa jam sampai beberapa hari.
2. Cedera kepala sedang : nilai GCS : 9 – 12, penurunan kesedaran 30 menit sampai 24 jam,
terdapat trauma sekunder, gangguan neurologis sedang.
3. Cedera kepala berat. Nilai GCS : 3 – 8, kehilangan kesadaran lebih dari 24 jam sampai berhari –
hari. Terdapat cedera sekunder : kontusio, fraktur tengkorak,perdarahan dan atau hematoma
intrakranial.
2.1.4 Pathofisiologi
Menurut (Krisanty dkk, 2009) Suatu sentakan traumatik pada kepala dapat mengebabkan
cedera kepala. Sentakan bisanya tiba – tiba dan dengan kekuatan penuh, seperti jatuh, kecelakaan
kendaraan bermotor, atau kepala terbentur. Jika sentakan menyebabkan akselerasi-deselerasi atau
coup-countercoup, maka kontusio serebri dapat terjadi. Trauma akselerasi-deslerasi dapat terjadi
langsuung dibawah sisi yang terkena ketika otak terpantul kearah tengkorak dari kekautan suatu
sentakan, ketika sentakan-sentakan mendorong otak ke arah sisi berlawanan tengkorak, atau
ketika kepala terdorong ke depan dan terhenti seketika. Otak terus bergerak dan terbentur
kembali ke tengkorak(akselerasi) dan terpantul (deselerasi).
2.1.5 Manifestasi Klinik
Menurut Krisanty dkk, 2009 manifestasi klinik cedera kepala sebagai berikut :
peningkatan tekanan intra kranial ( TIK ).
1. Trias TIK : penurunan tingkat kesadaran, gelisah atau iritable,papil edema, muntah proyektil.
Penurunan fungsi neurologis seperti : perubahan bicara perubahan reaksi pupil, sensori,motorik
berubah. Sakit kepala, mual, pandangan kabur ( diplopia ).
2. Fraktur tengkorak : CSF atau darah mengalir dari telinga dan hidung, perdarahan dibelakang
membran timpani, periorbital ekhimosis, battle’s sign ( memar di daerah mastoid ).
3. Kerusakan saraf kranial dan telinga tengah dapat terjadi saat kecelakaan atau setelah terjadi
kecelakaan : Perubahan penglihatan akibat kerusakan nervus optikus, pendengaran berkurang
akibat kerusakan auditory, hilangnya daya penciuman akibat kerusakan nervus olfaktorius, pupil
dilatasi, ketidakmamuan mata bergerak akibat kerusakan nervus okulomotor, vertigo akibat
kerusakan otolith di telinga tengah, nistagmus karena kerusakan sistem vestibular.
4. Komosio serebri : sakit kepala sampai pusing, retrograde amnesia, tidak sadar lebih dari atau
sama dengan 5 menit.
5. Kontusio serebri : Kotusio serebri, tergantung area hemisfer otak yang kena. Kontusio pada
lobus temporal : agitasi, confuse,kontusio frontal : hemiparese, klien sadar ; kontusio
frototemporal : aphasia. Kontusio batang otak, respon segera menghilang dan pasien koma,
penurunan tingkat kesadaran terjadi berhari-hari, bila kerusakan berat, pada sistem ritcular terjadi
comatuse. Pada perubahan tingkat kesadaran : Respirasi : dapat normal/periodik/cepat. Pupil :
simetris, kontriksi dan reaktif, kerusakan pada batang otak bagian atas pupil abnormal, tidak ada
gerakan bola mata.
2.1.6 pemeriksaan diagnostik
Menurut kleden, (2009) pemeriksaan diagnostik adalah sebagai berikut :
1. CT scan (dengan atau tanpa kontrs),untuk mengidentifikasi adanya hemorragik, menentukan
ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
2. Aniografi serebral,untuk menunjukan abnormalitas sirkulasi otak, seperti pergeseran jaringan
otak.
3. EEG, melihat perkembangan gelombang otakpatologis.
4. Sinar x, mendeteksi adanya fraktur, fragmen tulang.
5. BAER (brain auditory evoked respons), menentukan fungsi korteks dan batang otak.
6. PET (position emission tomogrphy), mengidentifikasi perubahanaktifitas metabolisme pada
otak.
7. Pungsi lumbal,CSS, mendiagnosa adanya perdarahansubarahniod.
8. GDA (gas darah arteri), identifikasi masalah oksigenasiyang dapat meningkatkan TIK.
9. Kimia atau elektrolit darah, identifikasi adanya peningkatan TIK.
10. Pemeriksaan toksikologi, deteksi obat untuk penurunan kesadaran.
11. Kadar antikonvulsandarah,untuk mengetahui tingkat terapi mengatasi kejang.
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Cedera Kepala
1.2.1. Pengkajian
Pernapasan :
Kopresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi
perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa cheyne stokes
atau ataxia breathing. Napas berbunyi stridor, ronchi, wheezing (kemungkinan karena aspirasi)
cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
Kardiovaskuler :
Efek peningkatan tekanan intracranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada
pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan
mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intracranial.
Persarafan dan penginderaan :
Gunakan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak
akibat cedera kapala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo,
kehilangan pendengaran baal pada ekstermitas. Bila perdarahan hebat atau luas dan mengenai
batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis maka dapat terjadi : perubahan status
mental, perubahan dalam penglihatan, perubahan pupil, terjadi penurunan daya pendengaran,
keseimbangan tubuh, sering timbul hiccup atau cegukan, oleh karena kompresi, pada nervus
vagus menyebabkankompresi spasmodik diafgrama.
Perkemihan :
Pada cedera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, onkontinensia urin,
ketidakmampuan menahan miksi.
Pencernaan :
Terjadi penurunan fungsi pencernaan : bising usus lemah, mual, muntah(proyektil),
kembung dan mengalami perubahan selera, gangguan menelan(disfagia) dan terganggunya
proses eliminasi alvi.
Muskoloskletal :
Pasien cedera kapala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi, pada kondisi yang
lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau
ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena atau putusnya hubungan antara
pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal, terjadi penurunan tonus otot.
1.2.2. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah,edema
serebral
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
3. Perubahan persepsi-persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi sensori, transmisi
dan atau integrasi ( trauma atau defisit neurologis )
4. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologi, konflik psikologi.
5. Resiko tinggi infeksi berhunbungan dengan jaringan trauma.
6. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan atau ketahanan.
7. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk
mencerna ( tingkat kesadaran )
8. Perubahan proses keluarga berhbungan transisi dan krisis situasional.
9. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kondisi dan kebutuhan pengobatan.
1.2.3. Intervensi Kepewatan
Diagnosa pertama perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian
aliran darah,edema serebral
goal : klien akan mempertahankan tingkat kesedaran atau perbaikan kognisi, dan fungsi motorik atau
sensorik.
objektif : mendemostrasikan tanda – tanda vital stabil dan tanda – tanda peningkatan TIK.
Intervensi :
1. pantau atau catat neurologi secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar (Glasgow Coma
Scale).
R/ mengkaji adanya tingkat kesadaran dan potensial peningkatan tekanan intrakranial dan
bermanfaat dalam menentukan lokasi perluasan dan perkembangan kerusakan SSP,
2. Evaluasi kemampuan membuka matam rasional : enentukan adanya tingkat kesedaran, kaji
respon verbal, rasional : mengukur kesesuaian dalam berbicara dan menunjukan tingkat
kesadaran kaji respon motorik rasional : mengukur kesadaran motorik, pantau tanda – tanda
vital.
R/ normalnya autoregulasi mempertahankan alira darah otak yang konstan pada saat fluktuasi
tekanan darah sistemik.
Dianosa ke dua pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
goal : mempertahankan pola napas normal atau efektif bebas sianosis.
Objektif :
Intervensi :
1) Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan, dan catat ketidakteraturan pernapasan.
R/ perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal atau menandakan lokasi atau
luasnya keterlibatan otak.
2) Catat kompetensi refleks gangguan menelan dan kemampuan pasien untuk melindungi jalan
napas sendiri.
R/ kemampaun mobilisasi atau membersihkan sekresi penting untuk pemeliharaan jalan napas.
kehilangan refleks menelan menandakan perlunya napas buatan atau intubasi.
3) angkat kepala tempat tidur sesuai aturanya dan posisi miring sesuai indikasi.
R/ untuk memudahkan ekspansi paru/ ventilasi paru dan menurunkan adanya kemungkinan lidah
jatuh yang menyumbat jalan napas.
4) Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif jika pasien sadar
R/ mencegah atau menurunkan atelektasis.
5) Lakukan penghisapan dengan ekstra hati – hati, jangan lebih dari 10 – 15 detik catat karakter,
warna dan kekeruhan dari sekret.
R/ penghisapan biasanya dibutuhkan jika pasien koma atau dalam keadaan imobilisasi dan tidak
dapat membersihkan jalan napasnya sendiri auskultasi bunyi napas,
6) perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara – suara tambahan yang tidak normal
R/ untuk menidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasi kongesti atau obstruksi jalan
napas yang membahayakan oksigenasi serebral dan atau menandakan adanya infeksi paru.
Diagnosa ke tiga perubahan persepsi-persepsi sensori berhubungan dengan perubahan
persepsi sensori, transmisi dan atau integrasi (trauma atau defisit neurologis)
goal : mempertahankan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi.
objektif : mendemonstrasikan perubahan perilaku atau gaya hidup untuk mengkompensasi atau
defisit hasil.
Intervensinya :
a) Evaluasi atau pantau secara teratur perubahan orientasi, kemampuan berbicara, alam perasaan
atau afektif, dan proses pikir.
R/ fungsi serebral bagian atas biasanya terpengaruh lebih dulu oleh adanya gangguan sirkulasi
oksigenasi.
b) Kaji kasadaran sensori seperti respon sentuhan, panas, atau dingin, kesadaran terhadap gerakan
dan letak tubuh.
c) Perhatikan masalah penglihatan atau masalah lain
R/ informasi penting untuk keamanan pasien.
d) Kaji penurunan sensifitas atau kehilangan sensasi/kemampuan untuk menerima dan berespon
sesuai pada suatu stimulasi.
e) observasi respon perubahan perilaku seperti rasa bermusuhan, menangis, afektif yang tidak
sesuai, agitasi, halusinasi.
R/ respon individu mungkin berubah – ubah namun mumnya seperti emosi yang labil, frustrasi,
apatis, dan muncul tingkah laku impulsif selama proses penyembuhan dari truma kepala,
f) catat adanya perubahan yang spesifik dalam hal kemampuan seperti memusatkan kedua mata
dengan mengikuti instruksi verbal yang sederhana dengan jawaban “ya” atau “tidak “
R/ membantu melokalisasi daerah otak yang mengalami gangguan dan mengidentifikasi tanda
dan perkembangan terhadap peningkatan fungsi neuroogis, bicara dengan suara yang lembut dan
pelan.
g) gunakan alimat yang pendek dan sedderhana
R/ pasien mungkin mengalami keterbatasan perhatian atau pemahaman selama fase akut dan
penyembuhan pastikan persepsi pasien dan berikan umpan balik.
h) Orientasikan kembali pasien secara teratur pada lingkungan, yang akan dilakukan terutama jika
penglihatanaya terganggu
R/ membantu pasien untuk memisahkan pada realitas dari perubahan persepsi.
Diagnosa ke empat perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologi,
konflik psikologi
Goal : mempertahankan kembali orientasi mental dan realitas biasanya.
Objektif : berpartisipasi dalam aturan terapeutik atau penerapan kognitif.
Intervensi :
a. kaji rentang perhatian, kebungunan dan catat tingkat anietas pasien.
R/ rentang perhatian atau kemampuan untuk berkosetrasi mungkin memendek secara tajam yang
menyebabkan dan merupakan potensi terhadap terjadinya ansietas yang mempengaruhi proses
pikir,
b. pastikan dengan orang terdekat untuk membandingkan kepribadian/ tingkah laku pasien sebelum
mengalami trauma dengan respon sekarang.
R/ masa pemulihan cedera kepala meliputi fase agitasi, respon marah,dan berbicara atau proses
pikir kacau.
c. pertahankan bantuan yang konsisten oleh staf atau keberadaan staf sebanyak mungkin R/
memberikan pasien perasaan yang stabil dan maampu mengontrol situasi, usaha untuk
menghadirkan realitas secara konsisten dan jelas.
d. hindari pikiran – pikiran yang tidak masuk akal.
R/ pasien mungkin tidak mengalami adanya trauma secara total atau dari perluasan trauma dan
kearena itu pasien perlu dihadapkan pada kenyataan cedera pada dirinya,
e. jelaskan pentingnya pemeriksaan neurologis secara teratur dan berulang.
R/ pemahaman bahwa pengkajian secara teratur untuk mencegah atau membatasi komplikasi
yang mungkin terjadi dan tidak menimbulkan suatau hal yang serius pada pasien dapat
membantu ansietas.
Diagnosa ke lima kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan
atau ketahanan.
Goal : mempertahankan posisi fungsi optimal.
Objektif : -
Intervensi :
1. periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi.
R/ mengidentifikasi kemungkinan terjadi kerusakan secara fungsional dan mempengaruhi pilihan
intervensi yang akan dilakukan,
2. ubah posisi secara teratur dan buat sedikit perubahan posisi antara waktu perubahan posisi
tersebut.
R/ perubahan yang teraturmenyebabkan penyebarab terhadap berat badan dan meningkatkan
sirkulasi pada seluruh bagian tubuh bantu pasien
3. lakukan latihan rentang gerak
R/ mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi atau posisi normal dan menncegah atau
menurunkan resiko kerusakan kulit pada daerah kogsigis.
4. berikan cairan dalam batas – batas yang dapat ditoleranssi.
R/ sesaat setelah fase akut cedera kepala dan jika pasien tidak memiliki faktor kontraindikasi
yang lain,pemberian cairan yang memadai akan menurunkan resiko terjadinya infeksi saluran
kemih dan berpengaruh cukup baik untuk mencegah adanya komplikasi.
Diagnosa ke enam Resiko tinggi infeksi berhunbungan dengan jaringan trauma
Goal pertahankan bebas dari tanda – tanda ifeksi.
Objektif : pencapai penyembuhan luka tepat pada waktunya.
intervensi :
1. meliputi berikan perawatan aseptik dan antiaseptik, pertahankan teknik cuci tangan yang baik.
R/ cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi nosokomial.
2. observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah terpasang infasi, terpasang infus.
R/ deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera
dan pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.
3. pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam, menggigil, diaforesis,dan perubahan
fungsi mental( penurunan kesadaran )
R/ dapat mengidentifikasi perkembangan sepsis yang selanjutnya memerlukan evaluasi atau
tindakan dengan segera, observasi warna atau kejernihan urine. Catat adanya bau busuk ( yang
tidak enak )sebagai indikator dari perkembangan infeksi pada saluran kemih yang memerlukan
tindakan dengan segera, batasi pengunjung yang dapat menularkan infeksi atau cegah
pengunjung yang dapat mengalami infeksi saluran napas bagian atas.
Diagnosa ke tujuh nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan
kemampuan untuk mencerna ( tingkat kesadaran ).
Goal : mendemostrasikan pemeliharaan/kemajuan peningkatan berat badan sesuai tujuan,
Objektif : tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi.
intervensi :
1. kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan, bentuk dan mengatasi sekresi
R/ faktor ini menentukan pemilihan terhadap jenis makanan sehingga pasien harus terhindar dari
aspirasi, auskultasi bising usus.
2. catat adanya penurunan atau hilangnya atau suara yang hiperaktif
R/ fungsi saluran pencernaan biasanya tetap baik pada kasus cedra kepala, jadi bising usus
membantu dalam menentukan respon untuk makan atau berkembangnya komplikasi.
3. timbang berat badan sesuai indikasi rasiona : mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan
mengubah pemberian nutrisi, kaji feses, cairan lambung, muntah darah dan sebagainya.
R/ perdarahan subakut atau akut dapat terjadi ( ulkus cushing ) perlu intervensi dan alternatif
pemberian makan.
4. kolaborasi dengan ahli gisi.
R/ merupakan sumbr yang efektif untuk mengidentifikasi kebutuhan kalori atau nutrisi
tergantung pada usia, berat badan, ukuran tubuh, keadaan penyakit sekarang ( trauma, penyakit
jantung/ masalah metabolisme ).
Diagnosa delapan perubahan proses keluarga berhbungan transisi dan krisis situasional.
Goal : mulai mengekspresikan perasaan dengan bebas dab tepat.
Objektif : mengidentifikasi sumber-sumber internal dan eksternal dalam menghadapi situasi.
Intervensi :
1. catat bagian-bagian unit keluarga, keberadaa/ keterlibatan sistem pendukung rasional :
menentukan adanya suber keluarga dan mengidentifikasi hal-hal yang diperlukan, anjurkan
keluarga untuk mengemukakan hal-hal yang menjadi perhatian tentang keseriusan kondisi.
R/ pengungkapan rasa takut secara terbuka dapat menurunkan ansietas dan meningkatkan koing
terhadap realtas.
2. anjurkan untuk mengakui perasaannya. Jamgan mengangkal meyakinkamn bahwa segala
sesuatunya akan beres atau baik- baik saja.
R/ karena hal tersebut tidak mungkin untuk diperkirakan hasilnya,
3. evaluasi atau diskusikan harapan keluarga.
R/ keluarga mungkin percaya bahwa pasien akan hidup, rehabilitasi akan sangat dibutuhkan
untuk pengobatannya, beri dukungan terhadap keluarga yang merasa kehilangan anggotanya
rasional : walaupun terbuka tidak perna teratasi penuh dan keluarga mungkin bimbang terhadap
berbagai tahap
Diagnosa sembilan kurang pengetahuan berhubungan dengan kondisi dan kebutuhan
pengobatan.
Goal : pengetahuan keluarga meningkat
objektif : mengungkapkan pemahaman tentang kondisi, pengobatan, potensial komplikasi.
Intervensi :
1. evaluasi kemampuan dan kesiapan untuk belajar dari pasien dan juga keluarganya.
R/ memungkinkan untuk menyampaikan bahan yang didasarkan secara individual.
2. berikan kembali informasi yang berhubungan dengan proses traumadan pengaruh sesudahnya
R/ membantu dan menciptakan harapan yang realistis dan meningkatkan pemahaman pada
keadaan saat ini dan kebutuhanya.
3. diskusikan rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
R/ berbagai tingkat mungkin perlu direncanakan didasarkan atas kebutuhan yang bersifat
individual.
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1. Gambaran Kasus
Untuk memperoleh gambaran nyata asuhan keperawatan pada pasien dengan Cedera
Kepala Sedang maka penulis melakukan perawatan pada Tn. S. B yang dirawat sejak tanggal 08
s/d 14 Agustus 2011 di Ruang Kelimutu BLUD RSUD Prof. Dr. W. Z. Yohanes Kupang dengan
diagnosa medis Cedera Kepala Sedang, tanggal masuk rumah sakit 06 Agustus 2011. Data
diperoleh dari pasien, keluarga, catatan medik dan catatan keperawatan. Nama pasien Tn. S. B.
berusia 23 tahun, jenis kelamin laki-laki alamat Nunumeu, SoE – TTS, suku Timor pekerjaan
swasta, agama katolik, pendidikan SD, penanggung jawab : umum, status perkawinan : belum
kawin.
3.1.1. Pengkajian
A. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 08 Agustus 2011 sebagai berikut :
a) Riwayat sakit dan kesehatan
a) Keluhan utama : keluarga pasien mengatakan pasien tidak sadarkan diri setelah terjadi
kecelakaan lalu lintas sampai sekarang.
b) Riwayat keluhan : keluarga pasien mengatakan pasien mengalami kecelakaan lalu lintas pada
hari sabtu sore tanggal 06 Agustus 2011.
c) Keluhan saat ini : pasien tidak sadarkan diri.
d) Penyakit yang pernah diderita : keluarga pasien mengatakan pasien tidak pernah mengalami
penyakit berat seperti sekarang ini.
e) Riwayat yang pernah diderita keluarga : tidak ada.
b) Observasi dan pemeriksaan fisik
a) observasi
Keadaan umum : lemah, kesadaran delirium, GCS : 10, Tanda – Tanda Vital : TD : 130/
70 mmHg, Nadi : 72 x/m, RR : 23 kali/menit, Suhu : 36,50c TB : 165 cm BB : 54 kg. BB ideal :
58,5 kg, masalah keperawatan : gangguan perfusi jaringan serebral.
b) Pernapasan ( breathing B1 )
Keluhan sesak napas tidak ada, pasien tidak batuk, irama pernapasan teratur, tidak ada
sputum, pasien bernapas baik, bunyi napas vesikuler, masalah keperawatan : tidak ada masalah
keperawatan.
c) Kardiovaskuler ( Blood B2 )
Pada pemeriksaan sistem kardiovaskuler irama jantung reguler, tidak ada nyeri dada, bunyi
jantung normal, akral dingin hangat, CRT : < kurang dari 3 detik, masalah keperawatan : tidak
ada masalah keperawatan.
d) Persarafan dan penginderaan ( Brain B3 )
Kesadaran : kesadaran pasien delirium, Glasgow Coma Scale ( GCS ) : E : 3, V : 3, M : 4
Nilai total : 10, pemeriksaan saraf cranial : pasien tidak sadarkan diri, pada pemeriksaan refleks
normal negatif, rafleks patologi negatif, Pendengaran : pada telinga bagian kiri tertutup kasa
sedangkan bagian kanan ada keluar darah, pada pemeriksaan mata terdapat hematome pada mata
bagian kiri. Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan.
e) Perkemihan ( bladder B4 )
produksi urine 550 cc. frekuensi 1 jam warna urine kuning jernih, bau amoniak, masalah
keperawatan : tidak ada masalah keperawatan.
f) Pencernaan ( bowel B5) :
Nafsu makan : keluarga pasien mengatakan pasien diinstruksikan hanya makan makanan
cair, minuman : 500 cc jenis minuman : susu, kondisi mulut kotor, mukosa kering, tidak ada
masalah pada tenggorokan, tidak ada masalah pada abdomen, buang air berar : sampai sekarang
pasien belum BAB, masalah keperawatan : defisit perawatan diri.
g) Muskoloskeletal ( bone B6 )
Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kekuatan otot normal kecuali pada ekstermitas atas
bagian kanan karena terdapat luka pada area pergelangan tangan, tonus otot normal, tidak ada
edema baik pada ekstermitas atas maupun ekstermitas bawah, tidak ada masalah pada tulang
belakang, warna kulit pucat, turgor kulit sedang, masalah keperawatan : tidak ada masalah
keperawatan.
h) Pola aktifitas :
a) makan : keluarga pasien mengatakan biasanya makan 3 – 4 kali per hari, jenis makanan nasi,
jagung, dan lauk pauk, namun di rumah sakit pola makannya berubah karena pasien hanya
diinstruksikan untuk mengkomsumsi makanan cair seperti susu dan tidak ada pantangan,
masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan.
b) Minuman : keluarga pasien mengatakan sebelum sakit pola minum biasanya 6 – 7 kali jenis
minumam air putih dan kopi dan tidak ada pantangan.masalah keperawatan : tidak ada masalah
keperawatan.
c) Keluarga pasien mengatakan biasa mandi 2 kali dalam sehari, sikat gigi 1 kali dalm sehari,
memotong kuku kurang lebih 3 minggu sekali, namun di rumah sakit pasien belum mandi
karena pasien tidak sadarkan diri, masalah keperawatan : defisit perawatan diri.
d) Aktifitas sehari-hari : keluarga pasien mengatakan seiap hari bekerja sebagai sopir truk dari pagi
jam 07.00 sampai sore jam 18.00 dan biasanya istirahat hanya untuk makan siang yaitu pada
kurang lebih jam 14.00, masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan.
e) Istirahat dan tidur : keluarga pasiem mengatakan biasa tidur jam 21.00 dan sebelum tidur
biasanya pasien masih nonton. Masalah keparawatan : tidak ada masalah keperawatan.
i) Psikososial :
Keluarga pasien mengatakan sebelum sakit pasien biasanya berinteraksi dengan tetangga
disekitar rumahnya dengan baik,dukungan keluarga saat sakit aktif, masalah keperawatan : tidak
ada masalah keperawatan.
j) Spiritual :
Konsep tentang penguasa adalah Tuhan, masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan.
k) Pemeriksaan penunjang : tanggal 06 Agustus 2011 WBC : 15,25, Hb : 9,6.
l) Therapy medik :
Piracetam 2 x 1 gram/IV inikasi : untuk geala paska trauma, Ranitidine 3 x 50 mg
ampul/IV Indikasi : menghilangkan gejala-gejala ketidakmampuan mencerna asam dan rasa
panas pada ulu hati, ulkus lambung jinak dan ulkus duodenum, refluks esofagitis, sindroma
Zollinger-Ellison, dispepsia yang menahun (kronis), mencegah perdarahan karena ulserasi akibat
sters atau ulserasi peptikum, sindroma Mendelson, ulkus peptikum kontraindikasi : adakalanya
terjadi hepatitis yang bersifat reversibel. Jarang : agranulositosis, hipersensitifitas, ruam kulit,
leukopenia dan trombositopenia yang bersifat reversibel, sakit kepala, pusing, cefatakxime 2 x 1
gr : untuk infeksi saluran pernapasan atas dan bawah, Kontraindikasi : hipersensitif terhadap
antibiotika sefalosporin. pada penderita yang hipersensitif terhadap penisilin, kemungkinan
terjadinya reaksi silang harus dipikirkan, Manitol 100 cc : indikasi : menurunkan tekanan
intrakranial yang tinggi karena edema serebral, Kontraindikasi : hipersensitif terhadap manitol,
komponen lain dalam sediaan, penyakit ginjal parah (anuria), dehidrasi parah, pendarahan
intrakranial aktif kecuali selama kraniotomi, gagal jantung progresif, kongesti pulmonari,
disfungsi ginjal setelah pemakaian manitol, edema pulmonari parah atau kongesti, Soholin 250
mig/IV: Indikasi : gangguan kesadaran yang diikuti kerusakan atau cedera serebral, operasi otak
dan infark selebral, Kontraindikasi : hipotensi, ruam, insomnia, sakit kepala, diplopia. Sopirom 2
x 1 gr/IV : Indikasi : infeksi saluran nafas bawah, infeksi saluran kemih bawah dan atas dengan
komplikasi, infeksi kulit dan jaringan lunak, infeksi pada neutropenik dan pasien dengan
kekebalan tubuh yang rendah, septikemia.
B. Analisa Data
Analisa data dilakukan berdasarkan pengkajian pada tanggal 07 - 14 agustus 2011 pada Tn.
S. B maka diperoleh data sebagai berikut :
Masalah : Perubahan perfusi jaringan serebral, penyebab : edema serebral data subjektif : -
data objektif : :pasien tampak lemah, gelisah,kesadaran Delirium,GCS : 10 E : 3,V : 3,M : 4
Tanda – tanda vital : TD : 130/70mmHg, Nadi : 72 x/menit Suhu 36,5oc.
Masalah : Resiko tinggi infeksi penyebab : kerusakan pertahanan primer akibat cedera
(luka). data subjektif : -, data objektif : terdapat luka pada kepala,wajah,dan pergelangan tangan
bagian kanan, luka tampak keluar pus pada bagian kepala.
Masalah : difisit perawatan diri : mandi/hiegine,berpakaian/berhias,toileting berhubungan
dengan penurunan kesadara data subyektif : - , data obyektif : pasien nampak tidak sadarkan diri,
tingkat kesdaran delirium, GCS : 10.
Masalah : resiko cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran data subjektif : -
objektif : pasien tampak mengamuk, tingkat kesadaran delirium GCS : 10
3.1.2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan hasil analisa diatas maka dapat ditegakan diagnosa keperawatan pada Tn. S. B
yaitu
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral.
b. resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan primer akibat cedera (adanya
luka).
c. deficit perawatan diri : mandi/hiegine,berpakaian/berhias,toileting berhubungan dengan
penurunan kesadaran.
d. Resiko cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran.
3.1.3. Rencana Keperawatan.
Tahap awal perencanaan adalah menentukan prioritas masalah, menentukan tujuan, kriteria
evaluasi, dan rencana intervensi pada Tn. S. B.
a) Prioritas Masalah.
Diagnosa keperawatan I : Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
aliran darah serebral masalah ini diangkat menjadi prioritas I karena mengancam nyawa, karena
otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun
sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi.
Diagnosa keperawatan II : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka,
masalah ini diangkat menjadi prioritas II mangancam kesehatan yaitu keadaan luka tidak akan
sembuh jika luka terdapat infeksi.
Diagnosa keperawatan III : Defisit perawatan diri :
mandi/hiegine,berpakaian/berhias,toileting berhubungan dengan perfusi jaringan serebral.
merupakan prioritas ketiga karena mengancam kesehatan yaitu resiko perforasi.
Diagnosa keperawatan IV : resiko cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran
merupakan diagnose ke empat karena mengancam kesehatan yaitu resiko mencederai diri sendiri.
b) Goal dan Objektif
Diagnosa keperawatan I : goalnya : mempertahankan tingkat kesedaran biasa ataau
perbaikan kognisi, dan fungsi motorik atau sensorik. Objektif : mendemostrasikan tanda – tanda
vital stabil dan tanda – tanda peningkatan TIK.
Diagnosa keperawatan II : goalnya : pasien akan pertahankan bebas dari tanda – tanda
ifeksi. Objektif : pencapai penyembuhan luka tepat pada waktunya.
Diagnosa keperawatan III : goalnya : pasien akan mempertahankan tioletraning,personal
hygene yang optimal objektif : tidak berbau keringat,kebutuhan, pasien sehari-hari terpenuhi
(makan, berpakaian, toileting, berhias, hygiene, oral higiene).
3.1.4. Intervensi keperawatan
Diagnosa keperawatan I : Tentukan faktor – faktor yang berhubungan dengan keadaan
tertentu atau yang menyebabkan penurunan perfusi jaringan dan potensial peningkatan TIK,
rasional : penurunan tanda/gejala neurologis atau kegagalan dalam pemulihanya setelah serangan
awal mungkin menunjukan bahbwa pasien itu perlu dipindahkan ke ruang intensif membantu
tekanan TIK dan atau pembedahan, pantau atau catat neurologi secara teratur dan bandingkan
dengan nilai standar ( Glasgow Coma Scale ), rasional : mengkaji adanya tingkat kesadaran dan
potensial peningkatan tekanan intrakranial dan bermanfaat dalam menentukan lokasi perluasan
dan perkembangan kerusakan SSP, evaluasi kemampuan membuka mata rasional : menentukan
adanya tingkat kesedaran, kaji respon verbal rasional : mengukur kesesuaian dalam berbicara dan
menunjukan tingkat kesadaran, kaji respon motorik rasional : mengukur kesadaran motorik
pantau tanda – tanda vital rasional : normalnya autoregulasi mempertahankan alira darah otak
yang konstan pada saat fluktuasi tekanan darah sistemik.
Diagnosa II : Berikan perawatan aseptik dan antiaseptik, pertahankan teknik cuci tangan
yang baik rasional : cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi nosokomial, Observasi
daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah terpasang infasi, terpasang infus rasional :
deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera dan
pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya, pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya
demam, menggigil, diaforesis,dan perubahan fungsi mental( penurunan kesadaran ) rasional :
dapat mengidentifikasi perkembangan sepsis yang selanjutnya memerlukan evaluasi atau
tindakan dengan segera, Observasi warna atau kejernihan urine. Catat adanya bau busuk (yang
tidak enak) rasional : sebagai indikator dari perkembangan infeksi pada saluran kemih yang
memerlukan tindakan dengan segera, Batasi pengunjung yang dapat menularkan infeksi atau
cegah pengunjung yang dapat mengalami infeksi saluran napas bagian atas.
Diagnosa III : observasi tingkat fungsional pasien, dokumentasikan dan laporkan semua
perubahan rasional : melalui observasi yang cermat, perawat dapat menentukan tindakan yang
sesuai untuk memenuhi kebutuhan pasien. motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaan dan
keluhan tentang defisit perawatan diri rasional : untuk membantu pasien mencapai tingkat
fungsional tertinggi sesuai kemampuannya. berikan privasi pada pasien rasional : untuk
meningkatkan harga diri pasien. berikan alat bantu kepada pasien rasional : alat bantu yang tepat
dapat membantu kemandirian.
3.1.5. Implementasi
Implementasi dilakukan mulai tanggal 08 – 14 Agustus 2011. Implementasi ini
dilakukan sesuai intervensi dari masing-masing diagnosa.
Diagnosa keperawatan I : tanggal 08 Agustus 2011 jam 08.00 Mengobservasi keadaan
umum pasien. Keadaan umum : pasien tampak lemah, kesadaran : Delirium, GCS : 10, terdapat
luka pada kepala, wajah dan pergelangan tangan. Terpasang infus RL 20 tetes/menit,terpasang
kateter. jam 11.00 injeksi piracetam 2x 1 gram/IV
Diagnosa keperawatan II : tanggal 08 agustus 2011 jam 08.15 Mengobservasi keadaan
umum pasien. Keadaan umum : pasien tampak lemah,gelisah kesadaran : Delirium, GCS :
10,terdapat luka pada kepala, wajah dan pergelangan tangan. Luka tidak terdapat tanda- tanda
infeksi . 11.20 Observasi TTV : TD : 130/ 80 mmHg, Nadi 72x/menit. Suhu 380c.
Diagnosa keperawatan III tanggal 08 Agustus 2011 jam 08.30 memandikan pasien(lap
basah), menganjurkan keluarga untuk membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan personal
hygene.
Diagnosa keparawatan IV tanggal 08 Agustus 2011 jam 11.15 membatasi aktifitas
pasien yang mencederai diri.
3.1.6. Evaluasi
Setelah melakukan tahapan dalam proses keperawatan yang meliputi : pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan dan impementasi maka tindakan yang terakhir adalah
evaluasi. Evaluasi dilakuka dalam bentuk SOAP ; S : subjective, O : objective, A : assessment,
P : planning.
Diagnosa keperawatan gangguan pefusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran
darah, tanggal 08 Agustus 2011 jam 13.30, S : –, O : pasien tampak lemah,gelisah kesadaran :
Delirium, GCS : 10,terdapat luka pada kepala, wajah dan pergelangan tangan. Terpasang infus
RL 20 tetes/menit,terpasang, A : masalah Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan
dengan Aliran darah serebral belum teratasi, P : intervensi dipertahankan.
Diagnosa keperawatan Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya
luka 08 Agustus 2011 Jam 13.45, S : -, O : terdapat luka pada kepala, wajah dan pergelangan
tangan. Tampak ada keluar pus dari area luka pada bagian kepala.,A : masalah Resiko tinggi
terjadinya infeksi berhubungan dengan Adanya luka pada kepala,wajah, dan pergelangan tangan
belum teratasi, P : intervensi dipertahankan.
Diagnosa keperawatan deficit perawatan diri : mandi/hiegine,berpakaian/berhias,toileting
berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran 08 Agustus 2011 Jam 13.25, S : -, O : pasien
tidak berbau keringat, tampak bersih, dan pasien belum sadarkan diri, tingkat kesadaran delirium
GCS : 10, A : masalah deficit perawatan diri : mandi/hiegine,berpakaian/berhias,toileting
berhubungan dengan perfusi jaringan serebral belum teratasi, P : intervensi dipertahankan.
Diagnose keperawatan resiko cedera berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran 08
Agustus 2011 Jam 13.25, S : - , O : pasien tampak beristirahat dengan tenang,.
BAB IVPEMBAHASAN
Pada bagian ini akan dibahas tentang analisa kasus pada Tn. S. B. sesuai teori dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa
keperawatan, rencana tindakan, implementasi, dan evaluasi.
4.1 Pengkajian.
Dalam pembahasan dilihat adanya kesenjangan antara teori dengan praktek (kasus nyata)
yang ditemukan pada pasien dengan cedera kepala ringan pada Tn.S.B yang dirawat di Ruang
Kelimitu RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.
Pengkajian menurut kleden, (2009) meliputi :
Frekuensi pernapasan, irama, bunyi napas stridor, ronchi, wheezing (kemungkinan karena
aspirasi) produksi sputum pada jalan napas, peningkatan tekanan intracranial, kehilangan
kesadaran, amnesia seputar kejadian, vertigo, kehilangan pendengaran baal pada ekstermitas,
perubahan status mental, perubahan dalam penglihatan, perubahan pupil, terjadi penurunan daya
pendengaran, keseimbangan tubuh, sering timbul hiccup atau cegukan, oleh karena kompresi,
pada nervus vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafgrama, retensi, onkontinensia urin,
ketidakmampuan menahan miksi, bising usus lemah, mual, muntah(proyektil), kembung,
perubahan selera, gangguan menelan(disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi, parese,
paraplegi, pada kondisi.
Tanda dan gejala menurut kleden (2009)yang tidak ditemukan pada kasus nyata adalah
frekuensi pernapasan, irama, bunyi napas stridor, ronchi, wheezing hal ini ditandai dengan bunyi
napas pada pasien vesikuler, tidak ada produksi sputum.
4.2 Diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan menurut Doengoes (2000) yang mengacu pada masalah yang timbul
terhadap pasien cedera kepala meliputi perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
penghentian aliran darah, edema serebral, pola napas tidak efektif berhubungan dengan
kerusakan neurovaskuler, perubahan persepsi-persepsi sensori berhubungan dengan perubahan
persepsi sensori, transmisi dan atau integrasi (trauma atau defisit neurologis), perubahan proses
pikir berhubungan dengan perubahan fisiologi, konflik psikologi, resiko tinggi infeksi
berhunbungan dengan jaringan trauma, kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan
penurunan kekuatan atau ketahanan, nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
perubahan kemampuan untuk mencerna (tingkat kesadaran), perubahan proses keluarga
berhbungan transisi dan krisis situasional, kurang pengetahuan berhubungan dengan kondisi dan
kebutuhan pengobatan.
Diagnosa keperawatan menurut Doenges, (2000) yang tidak ditemukan pada kasus nyata
yaitu : pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler, perubahan
persepsi-persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi sensori, transmisi dan atau
integrasi (trauma atau defisit neurologis), perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan
fisiologi, konflik psikologi, kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan
atau ketahanan, nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan
untuk mencerna (tingkat kesadaran), perubahan proses keluarga berhbungan transisi dan krisis
situasional, kurang pengetahuan berhubungan dengan kondisi dan kebutuhan pengobatan.
4.3 Perencanaan Keperawatan
Perencanaan dibuat menurut prioritas masalah, sesuai dengan keadaan pasien.
untuk diagnosa keperawatan perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
penghentian edema serebral, goalnya : pasien akan mempertahankan perfusi jaringan serebral
yang adekuat selama dalam proses keperawatan, objektif : pasien akan mendemonstrasikan tanda
– tanda vital stabil tidak ada tanda-tanda peningkatan TK, GCS membaik atau meningkat
intervensi kaji tingkat kesadaran pasien, tinggikan tempat tidur (semi fowler), kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian osmoterapi.
Perencanaan untuk diagnosa resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan
kerusakan pertahanan primer akibat cedera(luka) : goalnya : pasien akan terbebas dari tanda
infeksi. Objektif : dalam jangka waktu 3 x 24 jam pasien bebas dari tanda-tanda infeksi, TTV
dalam batas normal. Intervensi kaji tanda-tanda infeksi, kaji tanda-tanda vital, kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian antibiotik.
Perencanaan untuk diagnosa deficit perawatan diri(mandi, toiletrening) berhubungan
dengan penurunan kesadaran goalnya : pasien akan mempertahankan tioletraning,personal
hygene yang optimal selama dalam proses keperawatan, objektif : dalam jangka waktu 2 x 24
jam pasien bersih, kebutuhan pasien terpenuhi(dibantu oleh keluarga dan perawat)Intervensi :
bantu dalam memenuhi kebutuhan kebutuhan pasien, anjurkan keluarga untuk membantu pasien
dalam memenuhi kebutuhan(mandi,toiletrening).
Perencanaan untuk diagnosa resiko cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran
goal : pasien akan menunjukan perubahan perilaku selama dalam proses keperawatan, objektif :
dalam jangka waktu 3 x 24 jam pasien akan meningkatkan perubahan pola perilaku mencederai
diri (dibantu oleh keluarga dan perawata ). intervensi : batasi aktifitas pasien yang beresiko
mencederai diri.
4.4 Implementasi.
Pelaksanaan implementasi disesuaikan dengan rencana kegiatan yang ditetapkan, hal ini
dapat dilakukan pada kasus nyata. Untuk diagnose keperawatan perubahan perfusi jaringan
serebral berhubungan edema serebral : jam 08.00 mengobservasi keadaan umum pasien.
Keadaan umum : pasien tampak lemah, kesadaran : Delirium, GCS : 10, terdapat luka pada
kepala, wajah dan pergelangan tangan. Terpasang infus RL 20 tetes/menit,terpasang kateter. jam
11.00 injeksi piracetam 2x 1 gram/IV.
Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka, tindakan yang dilakukan
pada tanggal 08 agustus 2011 jam 08.00 Mengobservasi keadaan umum pasien. Keadaan umum :
pasien tampak lemah,gelisah kesadaran : Delirium, GCS : 10,terdapat luka pada kepala, wajah
dan pergelangan tangan. Tampak ada keluar pus dari area luka pada bagian kepala. 11.20
Observasi TTV : TD : 130/ 80 mmHg, Nadi 72 kali per menit. Suhu 380c.
Untuk diagnosa keperawatan masalah deficit perawatan diri berhubungan dengan
penurunan kesadaran dilakukan pada tanggal 08 Agustus 2011 jam 07.45 memandikan
pasien(lap basa).
untuk diagnosa resiko cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran dilakukan pada
tanggal 08 Agustus 2011 jam 11.15 membatasi aktifitas pasien.
4.5 Evaluasi
Tahap terakir asuhan keperawatan pada pasien adalah evaluasi. Setelah melakukan
tindakan keperawatan selama kurang lebih tiga jam maka evaluasi hasil tindakan sebagai
berikut : masalah perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran
darah : belum teratasi hal ini didukung dengan data pasien yaitu : kesadaran delirium, GCS : 10
masalah resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka belum teratasi hal ini
dapat dubuktikan dengan data : tampak ada keluar pus pada luka di area kepala. masalah deficit
perawatan diri : mandi/hiegine,berpakaian/berhias,toileting berhubungan dengan penurunan
kesadaran belum teratasi hal ini dibuktikan dengan data : pasien tidak sadarkan diri, segala
kebutuhan dapat dibantu oleh keluarga dan perawat, masalah resiko cedera belum teratasi hal ini
dapat dibuktikan denga tingkat kesadaran pasien Delirium GCS : 10.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Cedera kepala merupakan suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai
perdarahan interstitial dalam substansi otak, tanpa terputusnya kontinuitas. Cedera kepala
merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif
dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Disamping penanganan dilokasi kejadian
dan selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat
darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya, tanda dan gejala saat
dikaji ditemukan penurunan tingkat kesadaran : tingkat kesadaran delirium, GCS : 10, Tanda –
Tanda Vital : TD : 130/ 70 mmHg, Nadi : 72 x/m, RR : 23 kali/menit, Suhu : 36,5 0c TB : 165 cm
BB : 54 kg. BB ideal : 58,5 kg, masalah keperawatan : gangguan perfusi jaringan serebral.
Pada pengkajian ditemukan tiga masalah keperawatan yaitu : perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan aliran darah serebral, resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan
kerusakan pertahanan primer akibat cedera(luka) deficit perawatan diri :
mandi/hiegine,berpakaian/berhias,toileting berhubungan dengan penurunan kesadaran, resiko
cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran.