Cerpen

Embed Size (px)

DESCRIPTION

cerita pendek

Citation preview

NENEKKU PAHLAWANKUOleh: BUDIMANKarozza, itu adalah sebuah perkampungan kecil tempat aku lahir dan tumbuh menjadi anak yang tekun dan penuh kesederhanaan. Itu semua tak lepas dari didikan nenekku. Aku tinggal bersama nenekku sejak berusia empat tahun. Nenek menyekolahkanku di sekolah yang terdekat, sekitar 3 km dari rumah. Setiap sebelum masuk waktu sholat subuh makanan telah dihidangkan nenek. Mentari pagi yang terbit dari ufuk timur mengawali hariku untuk pergi ke sekolah dengan berjalan kaki. Sangat menyenangkan menjalankan berbagai aktivitas di sekolah setiap harinya. Belajar berbagai mata pelajaran dengan guru-guru yang sangat baik dan bermain bersama teman-teman yang sangat mengasyikkan.Setiap pagi, aku selalu bermain bola bersama kawan. Kami selalu bermain sebaik mungkin dengan berlari secepat kilat dan menendang sekuat halilintar. Hasilnya pun selalu berbanding lurus, kami selalu memenangkan setiap pertandingan. Namun, pada suatu waktu kami mengalami kekalahan karena dewi fortuna tak berpihak pada tim kami. Kecewa, itulah yang kurasakan saat mengalami kekalahan. Tiba-tiba pak Rudi datang menghampiriku dan berkata Terkadang kita melakukan sesuatu yang sangat baik, namun tidak mendapatkan apa yang kita inginkan. Ia juga membawa kabar gembira untukku. Aku menjadi perwakilan sekolah untuk mengikuti olimpiade matematika. Mendengarnya, aku sangat senang dan berupaya mengambil hikmah dari kekalahan itu. Aku langsung memberitahukan kabar tersebut kepada nenek.Kemenangan dan juara menjadi harapanku, kesempatan itu harus kumanfaatkan dengan sebaik mungkin. Aku berupaya untuk membuat orang-orang bangga, terutama nenek. Baru kabar aku ikut lomba saja nenek sudah sangat bangga apalagi bila menjadi juara, ujarku dalam hati. Nenek sangat mendukungku untuk mengikuti lomba. Nasihat, motivasi dan doa terus ia berikan kepadaku. Begitupun dengan aku, belajar disetiap ada waktu luang kulakukan. Dua pekan sebelum waktu olimpiade dimulai nenek menanyakan dan memberitahuku tentang olimpiade tersebut. Dua pekan bukanlah waktu yang lama, persiapkanlah dengan sebaik mungkin. Doa nenek selalu menyertaimu, kata nenek. Waktu yang ditunggu-tunggu tiba, olimpiade tingkat kabupaten dimulai. Aku mampu mengerjakan soal-soal dengan sangat baik. Hasil dari pekerjaan langsung diperiksa dan diumumkan. Aku berhasil menjadi juara pertama dan berhak melaju ke tahap selanjutnya, yaitu olimpiade matematika tingkat provinsi. Selain itu aku mendapatkan hadiah uang tunai sebesar satu juta rupiah. Aku sangat senang mendengar hasil pengumuman itu. Namun, bagiku hal yang paling menyenangkan pada hari itu adalah saat tiba di rumah dan disambut dengan senyuman nenek.Saat tiba di rumah hal yang pertama kulakukan adalah menyampaikan hal tersebut kepada nenek bahwa aku lolos ke tahap selanjutnya dalam olimpiade matematika. Nenek sangat senang mendengarnya. Aku juga membrikan uang yang kudapatkan kepada nenek, namun nenek menolaknya. Justru nenek menyuruhku untuk membelikan uang tersebut sepeda agar aku tak berjalan kaki lagi pergi ke sekolah. Tapi aku lebih memilih untuk menabungnya.Setiap pulang sekolah aku pergi ke rumah pak Rudi untuk belajar matematika. Soal-soalnya pasti akan semakin sulit, jadi perlu bimbingan dari bapak, ujarku kepada pak Rudi. Pada hari pertama telat pulang ke rumah, aku lupa membawa bekal yang sudah disiapkan nenek. Nenekpun pergi ke rumah pak Rudi untuk membawakanku bekal itu. Aku merasa bersalah karena telah merepotkan nenek.Pada malam sebelum olimpiade tingkat provinsi dimulai, aku sangat bersemangat mencerna angka-angka yang ada dihadapanku. Tiba-tiba terdengar suara seperti benda jatuh dari kamar nenek. Saat aku masuk ke kamar nenek, ternyata nenek telah tergeletak dari tempat tidurnya. Nenek tak dapat menggerakkan badannya. Aku langsung membawa nenek ke klinik terdekat. Namun, fasilitas yang ada disana tak memadai. Nenekmu terkena penyakit stroke dan harus segera dirawat ke rumah sakit di luar kota, ujar dokter. Aku sangat panik dan langsung menelpon paman yang tinggal di Makassar untuk memberitahukan keadaan nenek yang sedang sakit. Om, nenek mengalami stroke. Kata dokter disini nenek harus dirawat di rumah sakit di luar kota, ujar aku.Astagfirullah, segera bawa nenekmu kesini nak, apakah kamu butuh dikirimkan uang untuk menyewa mobil ? tanya om sambil terkejut. Tidak usah om, aku punya tabungan kalau hanya untuk sewa mobil, jawab aku.Keesokan harinya aku langsung menemui guruku untuk membatalkan mengikuti olimpiade matematika tingkat provinsi. Aku segera membawa nenek ke rumah sakit yang berada di Makassar. Guru-guru dan teman-temanku berupaya untuk mencegahku. Bahkan salah satu dari mereka ada yang mau membawa nenek berobat ke luar kota. Namun, dipikiranku Aku harus ada di samping nenek disaat-saat seperti ini Begitu banyak orang kecewa terhadapku, tapi itulah pilihanku.Selama dua pekan dirawat di rumah sakit, akhirnya keadaan nenek mulai membaik. Hal yang pertama ditanyakan oleh nenek adalah tentang olimpiadeku.Bagaimana hasil olimpiademu nak ? tanya nenek. Aku tidak mengikutinya, engkau sakit dan aku lebih memilih menemanimu, jawab aku.Aku telah merusak impianmu, kata nenek sambil menangis karena terharu dengan keputusanku.Sudahlah jangan pikirkan itu, sekarang yang terpenting adalah kesembuhanmu. Karena bagiku kaulah yang paling berarti dari semua apa yang aku punya di dunia ini, ujar aku.Keadaan nenek mulai kembali normal, kami segera kembali ke kampung halaman. Kalau dulu nenek yang selalu menyiapkanku makanan, sekarang aku yang menyiapkannya makanan. Jasa-jasa nenek tak akan pernah kulupakan, ia adalah pahlawan dihidupku, ujar aku dalam hati.Hari pertama sekolah sepulang dari Makassar, wajah para guru dan teman-temanku masih terlihat kecewa padaku yang meninggalkan sebuah olimpiade penting bagi sekolah. Aku terus berupaya untuk menjelaskan kepada mereka tentang alasanku yang harus meninggalkan olimpiade tersebut. Tapi mereka semua tak kunjung menerimanya.Hari demi hari berlalu, akhirnya mereka semua mulai memaafkan aku. Aku senang, banyak pelajaran yang aku dapatkan dari kejadian itu. Mendapat kepecayaan itu sangat sulit, aku sudah mengkhianati kepercayaan yang telah mereka berikan. Jadi wajar saja mereka marah dan kecewa padaku sebelumnya.