Upload
ahmad-ismatullah
View
37
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kecelakaan kerja
Citation preview
Laporan Studi Kasus Kedokteran Okupasi
Luka Sobek pada Pemanen Sawit PTPN 7 Unit Rejosari Natar
Oleh:
Amanda Samurti PertiwiS. Ked
Aris Yanuar JaelaniS. Ked
Atsilah Ulfah S. Ked
Benny SetiadiS. Ked
Chofi Qolbi NAS. Ked
Donna Rozalia MarizS. Ked
Farah Bilqisti PutriS. Ked
Pembimbing
dr. Mujiarto Winarji
Disusun Dalam Rangka
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Komunitas / Okupasi
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
PT. Perkebunana Nusantara VII
2015
LEMBAR PERSETUJUAN
Telah diperiksa dan disetujui
Laporan Studi Kasus Kedokteran Komunitas/Okupasi
judul
Luka Sobek pada Pemanen Sawit PTPN 7 Unit Rejosari Natar
Oleh:
Amanda Samurti Pertiwi S. Ked
Aris Yanuar Jaelani S. Ked
Atsilah Ulfah S. Ked
Benny Setiadi S. Ked
Chofi Qolbi NA S. Ked
Donna Rozalia Mariz S. Ked
Farah Bilqisti Putri S. Ked
Bandarlampung, 13 Agustus 2015
Pembimbing
dr. Mujiarto Winarji
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan Case
Report yang berjudul Vulnus Laceratum pada Pekerja Pengangkut Karet di PTPN VII
unit Pewa dalam rangka menyelesaikan tugas kepaniteraan Ilmu Kedokteran Komunitas
di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Terima kasih kami ucapkan kepada dr. Mujiarto Winarji, selaku pembimbing di PTPN
VII. Selain itu, semoga makalah ini dapat bermanfaat terutama bagi mahasiswa. Penulis
menyadari bahwa Case Report / Laporan kasus ini masih jauh dari sempurna sehingga
setiap kritik dan saran untuk pengembangan makalah ini, lebih kurangnya kami
mengucapkan Terima Kasih.
Bandar Lampung,Agustus 2015
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berdasarkan data dari International Labour Organization (ILO), satu
pekerja di dunia meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja atau
penyakit akibat kerja. ILO juga mencatat, 153 pekerja di dunia mengalami
kecelakaan kerja setiap 15 detik. Diperkirakan 2,3 juta pekerja meninggal
setiap tahun akibat kecelakaan dan penyakit kerja. Lebih dari 160 juta pekerja
menderita penyakit akibat kerja dan 313 juta pekerja mengalami kecelakaan
non-fatal per tahunnya. Dari sudut pandang ekonomi, ILO memperkirakan
lebih dari 4% Produk Domestik Bruto (PDB) digunakan untuk kecelakaan
dan penyakit akibat kerja. Biaya tersebut dihabiskan untuk hilangnya waktu
kerja, gangguan produksi, kecelakaan dan penyakit akibat kerja, serta ganti
rugi kepada keluarga korban. Maka dari itu ILO menghimbau kepada seluruh
negara dan perusahaan untuk menanamkan kesadaran terkait keselamatan dan
kesehatan kerja (K3). Perusahaan harus menciptakan kondisi kerja yang aman
untuk para pekerjanya dan menumbuhkan kesadaran kepada para pekerja
untuk mengikuti prosedur K3 sesuai ketentuan yang berlaku. Salah satu
upayanya, perusahaan wajib melaksanakan pelatihan, pemasangan safety sign
sesuai standar di area kerja, atau melakukan kampanye K3 kreatif untuk
disosialisasikan kepada pekerja.
Tingkat kecelakaan-kecelakaan fatal di negara-negara berkembang empat
kali lebih tinggi dibanding negara-negara industri. Di negara-negara
berkembang, kebanyakan kecelakaan dan penyakit akibat kerja terjadi di
bidang-bidang pertanian, perikanan dan perkayuan, pertambangan dan
konstruksi. Tingkat buta huruf yang tinggi dan pelatihan yang kurang
memadai mengenai metode-metode keselamatan kerja mengakibatkan
tingginya angka kematian yang terjadi karena kebakaran dan pemakaian zat-
zat berbahaya yang mengakibatkan penderitaan dan penyakit yang tak
terungkap termasuk kanker, penyakit jantung dan stroke (Markkanen, 2004).
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan bagian dari kesehatan
masyarakat yang berkaitan dengan semua pekerjaan yang berhubungan
dengan faktor potensial yang mempengaruhi kesehatan pekerja. Bahaya
pekerjaan (akibat kerja), Seperti halnya masalah kesehatan lingkungan lain,
bersifat akut atau khronis (sementara atau berkelanjutan) dan efeknya
mungkin segera terjadi atau perlu waktu lama. Efek terhadap kesehatan dapat
secara langsung maupun tidak langsung.Kesehatan masyarakat kerja perlu
diperhatikan, oleh karena selain dapat menimbulkan gangguan tingkat
produktifitas, kesehatan masyarakat kerja tersebut dapat timbul akibat
pekerjaanya (Uhud, dkk. 2008).
Di antara negara-negara Asia, Indonesia termasuk negara yang telah
memberlakukan undang-undang yang paling komprehensif (lengkap) tentang
sistem manajemen K3 khususnya bagi perusahaan-perusahaan yang berisiko
tinggi. Peraturan tersebut menyebutkan bahwa “setiap perusahaan yang
mempekerjakan 100 karyawan atau lebih atau yang sifat proses atau bahan
produksinya mengandung bahaya karena dapat menyebabkan kecelakaan
kerja berupa ledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja
diwajibkan menerapkan dan melaksanakan sistem manajemen K3
(Markkanen, 2004).
Masalah
Bekerja sebagai pemanen buah kelapa sawit dengan tempat kerja di outdoor
yang banyak berhubungan dengan benda tajam serta kurangnya kesadaran diri
untuk menggunakan APD memiliki faktor risiko terjadinya kecelakaan dan
penyakit akibat kerja ataupun penyakit yang berhubungan dengan kerja yag
lebih besar. Pekerja ini setiap hari berhubungan dengan bermacam-macam
faktor yang dapat menyebabkan kejadian penyakit ini seperti keracunan
pestisida, tertimpa pelepah sawit, tergigit binatang berbisa dan hal lainnya.
Dari permasalahan ini, perlu dilakukan identifikasi terhadap bahaya potensial
tersebut.
Tujuan
Adapun tujuan pembuatan laporan kasus ini antara lain adalah:
1. Mengidentifikasi bahaya potensial lingkungan kerja khususnya
kecelakaan kerja yang ditemukan pada pekerja di bagian perkebunan
sawit PTPN 7 Rejosari Natar..
Metodologi
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik terhadap pasien.
2. Investigasi terhadap pasien dan tempat kejadian.
3. Penelusuran kepustakaan
BAB II
ILUSTRASI KASUS
1. dentitas
Nama :Tn. SUsia :52 tahunJenis Kelamin :Laki-lakiAgama : IslamAlamat : RejosariPekerjaan : Pemanen buah kelapa sawitPendidikan : -
2. Anamnesis
Keluhan Utama : luka pada kaki kiri sejak ± 30 menit yang lalu
Keluhan tambahan : nyeri, bengkak, berdarah
i. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan tertimpa pelepah pohon sawit pada pukul 13.30. Saat itu pasien sedang melakukan tugas lembur untuk memanen sawit, tiba-tiba pasien tertimpa oleh pelepah sawit bagian runcing bekas dipotong dan menggores tungkai bawah kiri pasien. Pasien tidak menggunakan APD (sepatu boot) yang telah disediakan perusahaan dan mengenakan celana pendek sehingga pelepah sawit yang jatuh langsung mengenai kulit pasien. Tungkai bawah kiri pasien mengalami luka robek dengan panjang 5cm dan dalam 1cm. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada bagian yang terluka dan juga mengalami bengkak. Pasien masih dapat berjalan namun agak sedikit pincang dan tidak mendengar adanya bunyi tulang yang patah. Bagian yang luka mengeluarkan darah yang cukup banyak sehingga pasien berusaha menghentikan darah tersebut dengan menggunakan kain yang diikatkan dibagian luka. Pasien juga menyiramkan air pada bagian luka yang kotor terkena serpihan pelepah. Lalu pasien dibawa ke puskesmas dan sampai pukul 14.00.
ii. Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi (-)
Diabetes mellitus (-)Alergi (-)Kelainan darah seperti hemofili (-)
iii. Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi (-)Diabetes mellitus (-)Alergi (-)Kelainan darah seperti hemofili (-)
Anamnesis Okupasi (khusus untuk pasien yang bekerja)
1. Tuliskan jenis pekerjaan yang dilakukan sejak pertama kali, serta lama kerja
di tiap pekerjaan tersebut
Jenis pekerjaan bahan/materialyang digunakan
tempat kerja (perusahaan)
lama kerja (dalambulan / tahun)
Tetap bulanan bagian pemanen sawit sejak tahun
1995
- Sabit kecil dan besar
- Kapak- Pengkait - Sepatu boot- Buah Sawit
Di kebun lingkungan yang panas, berdebu, banyak serangga
± 20 tahun
2. Uraian tugas/pekerjaan
Pasien merupakan pekerja tetap di bagian panen buah sawit sebagai pemanen.
Secara garis besar uraian proses produksinya dimulai dengan mempersiapkan alat-
alat yang diperlukan setelah itu pemanen memakai sepatu boot untuk melindungi
kaki mereka saat bekerja, pasien jarang memakai masker atau sarung tangan. Alat
yang digunakan untuk memanen berupa sabit besar untuk memotong pelepah
yang letaknya berada diatas, sabit kecil untuk pelepah yang letaknya rendah,
kapak untuk menghancurkan pelepah yang jatuh dan pengkait untuk membawa
buah sawit yang telah jatuh ke truk pengangkut.
Proses setelah memanen, pasien membawa buah sawit tersebut dengan cara
diletakkan kedalam trolly lalu di dorong dan di kumpulkan ke dalam tempat
pengumpulan hasil (TPH). Kemudian hasil dari buah sawit tersebut akan di
angkut kedalam mobil truk. Pasien mengaku bahwa perjalanan menuju tempat
angkut buah sawit yang baru dipanen cukup jauh dan ia melakukannya berkali-
kali dalam sehari sampai wilayah yang telah ditentukan oleh mandor berhasil di
lakukan pemanenan. Jam kerja pasien ketika hasil panen yang normal adalah
setiap senin sampai dengan sabtu jam 06.30-11.00, sedangkan ketika hasil panen
yang berlimpah pasien bekerja setiap hari dari hari senin sampai dengan minggu
dengan jam kerja yang sama. Dalam sehari pasien dapat mengumpulkan buah
sawit sebanyak 70-100 tandan atau sama dengan memanen 40 hingga 70 pohon
sawit
3. Bahaya Potensial (potential hazard)
Bahaya Potensial
Masalah Kesehatan TempatKerja
Lama Kerja
Mekanik - Alat panen yang berat - Bagian tajam dari alat
panen- Resiko tertimpa pelepah
sawit Yang jatuh
Kebun ± 4jam/hari
Fisik - Suhu udara panas dikebun Kebun ± 4jam/hariBiologi - Banyaknya serangga dan
hewan kecil lainnya- Pelepah yang jatuh dan
durinya- Debu dari udara
Kebun ± 4jam/hari
Fisiologi - Posisi , sifat dan cara kerja yang tidak ergonomis
Kebun ± 4 jam/hari
Lingkungan - Cuaca yang berubah-ubah- Topografi lahan yang tidak
rata
Kebun ± 4 jam/hari
Psiko-sosial - Beban kerja berupa waktu yang tidak sesuai
Kebun ± 4 jam/hari
3. Hubungan pekerjaan degan penyakit yang dialami (gejala / keluhan yang ada)
Pekerjaan utama pasien adalah pemanen buah sawit. Pekerjaan dibagian
ini mengharuskan pasien untuk memakai alat pelindung diri yang lengkap
seperti sepatu boot, masker, sarung tangan, dan kacamata. Saat memanen
terkadang pekerja bisa saja terkena resiko seperti kejatuhan pelepah sawit,
VulnusLaseratum
Man
Money
Material
Method
- Kelalaian pekerja- Kurangnya pengetahuan mengenai pentingnya APD- Rendahnya kesadaran diri
- Kurangnya alokasi dana untuk penyediaan APD
Alat panen yang beratBagian tajam dari alat panenKurang memadainya APD
- Posisi tubuh dan cara bekerja yang tidak sesuai saat memanen sawit- Tidak menggunakan APD yang sesuai- Kurang ketatnya peraturan tentang penggunaan APD
Machine
- Tidak tersedianya mesin utnuk memudahkan pekerjaan pemanen
dan kecelakaan kerja lainnya. Tetapi kadang kala pekerja seringkali lalai
dalam melakukan pekerjaannya dan kerap lupa memakai alat pelindung
diri.
Pemriksaan Fisik
Pemeriksaan UmumTinggi badan : 165 cm Berat badan : 65 kgTekanan darah : 130/70 mmHgNadi : 80 x/menit Suhu : 37 0CPernapasan : 16 x/menitKesadaran : Compos Mentis Sianosis : Tidak ada Edema umum : Tidak ada Habitus : AstenikusMorbilitas (aktif/pasif) : Aktif
ASPEK KEJIWAANTingkah laku : wajar / gelisah / tenang / hipoaktif / hiperaktifAlam perasaan: biasa / sedih / gembira / cemas / takut / marahProses pikir : wajar / cepat / gangguan waham / fobia / obsesi
PRIMARY SURVEYA :Airway, obstruksi (-) jalan nafas oleh adanya benda asing atau fraktus di bagian wajah (-). B :Breathing. fungsi dari paru paru yang baik, dinding dada dan diafragma tidak ada kelainan.C :Circulation. Td 130/80 .nadi 90x/menit.D :Disability. menjelang akhir survey primer maka dilakukan evaluasi singkat terhadap keadaan neurologis. yang dinilai disini adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, tanda-tanda lateralisasi dan tingkat cedera spina. E :Exposure. pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya, seiring dengan cara menggunting, guna memeriksa dan evaluasi pasien. setelah pakaian dibuka, penting bahwa pasien diselimuti agar pasien tidak hipotermia
SECONDRY SURVEY
STATUS GENERALIS
KULITWarna : coklatEfloresensi : tidak ditemukanJaringan parut : tidak ditemukanPigmentasi : tidak ditemukanPertumbuhan rambut : merataPembuluh darah : tidak terlihatSuhu raba : hangatLembab/kering : keringTurgor : baik, kembali kurang dari 2 detikIkterus : ikterik -/-Lapisan lemak : cukupEdema : tidak ada Lain-lain : -
KELENJAR GETAH BENING
Submandibula : tidak teraba pembesaranLeher : tidak teraba pembesaranSupraklavikula : tidak teraba pembesaranKetiak : tidak teraba pembesaranLipat paha : tidak teraba pembesaran
KEPALAEkspresi wajah : wajarSimetri muka : simetrisRambut : hitam, bergelombang dan tidak rontokPembuluh darah temporal : tidak ada kelainan
MATAExopthalmus : -Enopthalmus : -Kelopak : normalLensa : jernihKonjungtiva : tidak anemisVisus : 6/6Sklera : tidak ikterikGerakan mata : baik ke segala arahLapangan penglihatan : normalTekanan bola mata : normal/palpasiDeviatio konjugae : -Nystagmus : -
MULUTBibir : tidak sianosisTonsil : normalLangit-langit : normal Bau pernapasan : normalGigi geligi : tidak ada cariesTrismus : -Faring : tidak hiperemisSelaput lendir : tidak ada kelainanLidah : bersih
LEHERTekananVena Jugularis (JVP) : normal (5cm + 0cm H2O)Kelenjar tiroid : tidak teraba pembesaranKelenjar limfe : tidak teraba pembesaran
DADA
Bentuk : simetrisPembuluh darah : normalBuah dada : normal
PARU-PARU DEPANInspeksi Simetris kiri dan kananPalpasi Fremitus taktil dan vokal kiri = kananPerkusi Kiri : sonor
Kanan : sonorAuskultasi Kiri : vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-
Kanan : vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-
BELAKANGInspeksi Simetris kanan dan kiriPalpasi Fremitus taktil dan vokal kiri = kananPerkusi Kiri : sonor
Kanan : sonorAuskultasi Kiri : vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-
Kanan : vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-
JANTUNGInspeksi : tidak terlihat ictus cordisPalpasi : ictus cordis teraba di linea midclavicula sinistra
ICS VPerkusi
batas atas jantung : ICS II linea parasternal sinistrabatas kanan jantung : ICS IV linea parasternal dextrabatas kiri jantung : ICS V linea midclavicula sinistra
Auskultasi : BJ I-BJ II di apex jantung, reguler, murmur (-), gallop(-)
PEMBULUH DARAHArteri temporalis : tidak ada kelainanArteri karotis : tidak ada kelainanArteri brakhialis : tidak ada kelainanArteri radialis : tidak ada kelainanArteri femoralis : tidak ada kelainanArteri poplitea : tidak ada kelainanArteri tibilias posterior : tidak ada kelainan
ABDOMEN
Inspeksi : simetris bentuk datar, pelebaran vena (-), pulsasi aorta abdominalis tidak terlihat
PalpasiDinding perut : nyeri tekan (-). Ginjal : ballotement(-)
Perkusi : shifting dullness (-)Auskultasi : bising usus (+)Refleks Dinding Perut : normal
ALAT KELAMIN (atas indikasi)Tidak ada indikasi
ANGGOTA GERAKLengan Kanan KiriOtot tidak ada kelainan tidak ada kelainanTonus : normal normalMassa : normal normalSendi : normal, nyeri(-) normal,nyeri(-)Gerakan : normal normalKekuatan : 5 5Lain-lain : tidak dilakukan
Tungkai dan Kaki Kanan KiriLuka : tidak ditemukan ditemukan Varises : tidak ada tidak adaOtot (tonus dan massa): normal hipertonusSendi : tidak ada kelainan tidak ada kelainanGerakan : tidak ada kelainan tidak ada kelainan Kekuatan : 5 5Edema : (-) (+)
RefleksKanan Kiri
Refleks tendon : normal normalBisep : normal normalTrisep : normal normalPatela : normal normalAchiles : normal normalKremaster : tidak dilakukan tidak dilakukanRefleks kulit : normal normalRefleks patologis : tidak ditemukan tidak ditemukan
RESUME KELAINAN YANG DIDAPAT
Pasien datang dengan keluhan tertimpa pelepah pohon sawit pada pukul 13.30. Saat itu pasien sedang melakukan tugas lembur untuk memanen sawit, tiba-tiba pasien tertimpa oleh pelepah sawit bagian runcing bekas dipotong dan menggores tungkai bawah kiri pasien. Pasien tidak menggunakan APD (sepatu boot) yang telah disediakan perusahaan dan mengenakan celana pendek sehingga pelepah sawit yang jatuh langsung mengenai kulit pasien. Tungkai bawah kiri pasien mengalami luka robek dengan panjang 5cm dan dalam 1cm. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada bagian yang terluka dan juga mengalami bengkak. Pasien masih dapat berjalan namun agak sedikit pincang dan tidak mendengar adanya bunyi tulang yang patah. Bagian yang luka mengeluarkan darah yang cukup banyak sehingga pasien berusaha menghentikan darah tersebut dengan menggunakan kain yang diikatkan dibagian luka. Pasien juga menyiramkan air pada bagian luka yang kotor terkena serpihan pelepah. Lalu pasien dibawa ke puskesmas dan sampai pukul 14.00. Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 130/70 mmHg. Terdapat luka terbuka di kaki kiri bawah, berwarna kemerahan, terdapat bengkak dan darah.
DIAGNOSIS KERJA :
Vulnus laseratum terkontaminasi regio kruris sinistra stadium II
DIAGNOSIS OKUPASI :No1.
LangkahDiagnosis klinisDasar diagnosis (anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, body map, brief survey)
Vulnus laseratum terkontaminasi regio kruris sinistra stadium IIPasien datang dengan keluhan terdapat luka robekan pada betis bagian luar kaki kiri dengan panjang 5cm dan dalam 1cm, pasien mengatakan kakinya bengkak dan terasa nyeri, serta mengeluarkan darah. Keluhan muncul saat pasien bekerja di bagian pemanen buah sawit di PTPN 7 Unit Usaha Rejosari. Pasien bekerja sebagai pemanen buah sawit tetap selama 4 jam sehari. Pekerjaan pasien membuat ia memiliki banyak resiko kecelakaan kerja termasuk tertimpa pelepah sawit saat memotongnya seperti yang terjadi saat ini. Selama bekerja, pasien jarang menggunakan alat pelindung diri berupa sepatu boot. Alat pelindung diri berupa sarung tangan, kacamata, dan masker tidak pernah digunakan.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan luka robek terkontaminasi stadium II di kaki kiri bawah sisi luar, berukuran panjang 5cm dan dalam 1cm, berwarna kemerahan, terdapat darah, dan disertai nyeri pada daerah sekitar luka.
2. Pajanan di tempat kerjaMekanisasi - Alat panen yang berat
- Bagian tajam dari alat panenFisik - Suhu udara panas dikebun
- Sinar UVBiologi - Banyaknya serangga dan hewan kecil lainnya
- Pelepah yang jatuh dan durinya- Debu dari udara
Fisiologi - Posisi, sifat, dan cara kerja yang tidak ergonomisLingkungan - Cuaca yang berubah-ubah
- Topografi lahan yang tidak rataPsiko-sosial - Pendapatan yang dirasakan kurang mencukupi
3. Evidance based (sebutkan secara teoritis) pajanan di tempat kerja yang dapat menyebabkan diagnosis klinis di langkah 1
Vulnus laseratum atau luka robek merupakan salah satu kecelakaan kerja yang dapat terjadi akibat benda tajam yang terdapat pada proses kerja pemanen sawit setiap harinya. Kurangnya pengetahuan akan pentingnya penggunaan APD, rendahnya kesadaran diri, serta kelalaian pekerja merupakan beberapa penyebab terjadinya kecelakaan kerja yang mengakibatkan luka robek. Pada kasus ini, pasien melakukan pekerjaan yang mengharuskannnya untuk menggunakan benda tajam serta terkena pajanan biologi berupa pelepah sawit sehingga menyebabkan luka robek pada kaki kirinya.
4. Apa pajanan cukup menimbulkan diagnosis klinis Masa kerja 20 tahun
Jumlah pajanan perhari
4 jam
Pemakaian APD Tidak meggunakan APD
Konsentrasi pajanan ----
Lainnya ----
Kesimpulan jumlah pajanan dan dasar perhitungannya
----
5. Apa ada faktor individu yang berpengaruh terhadap timbulnya diagnosis klinis ? bila ada, sebutkan
Ada, pasien tidak menggunakan APD, pakaian, dan celana panjang, serta lalai dalam bekerja.
6. Apakah ada faktor lain yang berhubungan?
Ada, kurang berjalannya P2K3 (Panitia Pembina K3) di unit usaha Rejosari.
7. Diagnosis Okupasi Apa diagnosis klinis ini termasuk penyakit akibat kerja (diperberat oleh pekerjaan atau bukan sama sekali PAK)
Diagnosis okupasi ini adalah vulnus laseratum terkontaminasi regio kruris sinistra stadium II yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan akan pentingnya penggunaan APD, rendahnya kesadaran diri, serta kelalaian pekerja (unsave action).
Jadi peyakit ini termasuk kecelakaan akibat kerja.
KATEGORI KESEHATAN Kesehatan cukup baik dengan kelainan yang dapat dipulihkan
PENATALAKSANAANNon-medikamentosa:
Tindakan aseptik-antiseptik dan penjahitan. Edukasi mengenai penyakitnya dan disarankan untuk istirahat
total. Disarankan untuk menjaga kebersihan luka. Mengurangi aktivitas yang berat dan memberikan edukasi
mengenai pentingnya penggunaan APD. Memakai APD seperti sarung tangan, kacamata, masker,helm,
dan sepatu boot selama bekerja.Medikamentosa
Ciprofloxacin 2x500mg Asam mefenamat 3x500mg Vit. B12 1x1
PROGNOSAad vitam : dubia ad bonamad sanationam : dubia ad bonamad fungsionam: dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi Luka
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit. Luka adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain. Definisi lainnya yaitu luka adalah rusaknya struktur dan fungsianatomis kulit normal akibat proses patologis yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu. Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul:
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ2. Respon stres simpatis3. Perdarahan dan pembekuan darah4. Kontaminasi bakteri5. Kematian sel.
3.2 Jenis-Jenis Luka
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan menunjukkan derajat luka
Jenis-jenis luka digolongkan berdasarkan :
1. Berdasarkan sifat kejadian, dibagi menjadi 2, yaitu luka disengaja (luka
terkena radiasi atau bedah) dan luka tidak disengaja (luka terkena trauma). Luka
tidak disengaja dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Luka tertutup : luka dimana jaringan yang ada pada permukaan tidak rusak
(kesleo, terkilir, patah tulang, dsb).
b. Luka terbuka : luka dimana kulit atau selaput jaringan rusak, kerusakan
terjadi karena kesengajaan (operasi) maupun ketidaksengajaan
(kecelakaan).
2. Berdasarkan penyebabnya, di bagi menjadi :
a. Luka mekanik (cara luka didapat dan luas kulit yang terkena)
Luka insisi (Incised wound), terjadi karena teriris oleh instrumen
yang tajam. Luka dibuat secara sengaja, misal yang terjadi akibat
pembedahan.
Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura setelah seluruh
pembuluh darah yang luka diikat (ligasi).
Luka memar (Contusion Wound), adalah luka yang tidak disengaja
terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan
oleh: cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak, namun
kulit tetap utuh. Pada luka tertutup, kulit terlihat memar.
Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan
dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
Luka tusuk (Punctured Wound), luka ini dibuat oleh benda yang
tajam yang memasuki kulit dan jaringan di bawahnya. Luka
punktur yang disengaja dibuat oleh jarum pada saat injeksi. Luka
tusuk/ punktur yang tidak disengaja terjadi pada kasus: paku yang
menusuk alas kaki bila paku tersebut terinjak, luka akibat peluru
atau pisau yang masuk ke dalam kulit dengan diameter yang kecil.
Luka gores (Lacerated Wound), terjadi bila kulit tersobek secara
kasar. Ini terjadi secara tidak disengaja, biasanya disebabkan oleh
kecelakaan akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh
kawat. Pada kasus kebidanan: robeknya perineum karena kelahiran
bayi.
Luka tembus/luka tembak (Penetrating Wound), yaitu luka yang
menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk
diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan
melebar, bagian tepi luka kehitaman.
Luka bakar (Combustio), luka yang terjadi karena jaringan tubuh
terbakar.
Luka gigitan (Morcum Wound), luka gigitan yang tidak jelas
bentuknya pada bagian luka.
b. Luka non mekanik : luka akibat zat kimia, termik, radiasi atau serangan
listrik.
3. Berdasarkan tingkat kontaminasi
a. Clean Wounds (luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana
tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem
pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih
biasanya menghasilkan luka yang tertutup, jika diperlukan dimasukkan
drainase tertutup. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% –
5%.
b. Clean-contamined Wounds (luka bersih terkontaminasi), merupakan
luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau
perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi,
kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% – 11%.
c. Contamined Wounds (luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka,
fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar
dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna. Pada
kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen.
Kemungkinan infeksi luka 10% – 17%.
d. Dirty or Infected Wounds (luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya
mikroorganisme pada luka.
4. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka
a. Stadium I : Luka Superfisial (Non-Blanching Erithema) : yaitu luka
yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.
b. Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit
pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka
superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang
yang dangkal.
c. Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan
meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas
sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya.
Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak
mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang
dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
d. Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot,
tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
5. Berdasarkan waktu penyembuhan luka
a. Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan
konsep penyembuhan yang telah disepakati.
b. Luka kronis : yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses
penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.
3.3 Fase penyembuhan luka
Penyembuhan luka adalah proses penggantian dan perbaikan fungsi jaringan yang rusak. Penyembuhan luka melibatkan integrasi proses fisiologis. Sifat penyembuhan pada semua luka sama, dengan variasinya bergantung pada lokasi, keparahan dan luasnya cedera. Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan jaringan hal ini juga berhubungan dengan regenerasi jaringan. Fase penyembuhan luka digambarkan seperti yang terjadi pada luka pembedahan. Menurut Kozier, fase penyembuhan luka adalah sebagai berikut.
1. Fase InflamatoriFase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3 – 4 hari. Dua proses utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan pagositosis. Hemostasis (penghentian perdarahan) akibat fase konstriksi pembuluh darah besar di daerah luka, retraksi pembuluh darah, endapan fibrin (menghubungkan jaringan) dan pembentukan bekuan darah di daerah luka. Bekuan darah dibentuk oleh platelet yang menyiapkan matrik fibrin yang menjadi kerangka bagi pengambilan sel. Scab (keropeng) juga dibentuk dipermukaan luka. Bekuan dan jaringan mati, scab membantu hemostasis dan mencegah kontaminasi luka oleh mikroorganisme. Dibawah scab epithelial sel berpindah dari luka ke tepi. Epitelial sel membantu sebagai barier antara tubuh dengan lingkungan dan mencegah masuknya mikroorganisme.Fase inflamatori juga memerlukan pembuluh darah dan respon seluler digunakan untuk mengangkat benda-benda asing dan jaringan mati. Suplai darah yang meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan dan nutrisi yang diperlukan pada proses penyembuhan. Pada akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit bengkak.Selama sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah interstitial. Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar dari monosit selama lebih kurang 24 jam setelah cidera/luka. Makrofag ini menelan mikroorganisme dan sel debris melalui proses yang disebut pagositosis. Makrofag juga mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF) yang merangsang pembentukan ujung epitel diakhir pembuluh darah. Makrofag
dan AGF bersama-sama mempercepat proses penyembuhan. Respon inflamatori ini sangat penting bagi proses penyembuhan.
2. Fase ProliferatifFase kedua ini berlangsung dari hari ke-3 atau 4 sampai hari ke-21 setelah pembedahan. Fibroblast (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke daerah luka mulai 24 jam pertama setelah pembedahan. Diawali dengan mensintesis kolagen dan substansi dasar yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari setelah terjadi luka. Kolagen adalah substansi protein yang menambah tegangan permukaan dari luka. Jumlah kolagen yang meningkat menambah kekuatan permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka terbuka. Selama waktu itu sebuah lapisan penyembuhan nampak dibawah garis irisan luka. Kapilarisasi tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran darah yang memberikan oksigen dan nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan. Fibroblast berpindah dari pembuluh darah ke luka membawa fibrin. Seiring perkembangan kapilarisasi jaringan perlahan berwarna merah. Jaringan ini disebut granulasi jaringan yang lunak dan mudah pecah.
3. Fase MaturasiFase maturasi dimulai hari ke-21 dan berakhir 1-2 tahun setelah pembedahan. Fibroblast terus mensintesis kolagen. Kolagen menjalin dirinya, menyatukan dalam struktur yang lebih kuat. Bekas luka menjadi kecil, kehilangan elastisitas dan meninggalkan garis putih.
Sedangkan menurut Gruendemann. dkk, fase penyembuhan luka sebagai berikut.
1. Fase peradangan (Inflamatori)Fase peradangan dimulai saat insisi bedah dan berlanjut selama 4-5 hari. Selama waktu ini, luka memperlihatkan tanda-tanda klasik peradangan seperti kemerahan, panas, nyeri dan pembengkakan. Selama fase ini terdapat dua peristiwa utama, hemostasis dan fagositosis. Peristiwa awal bermula saat dinding pembuluh terpotong sewaktu insisi bedah. Cedera pada dinding pembuluh tersebut mengaktifkan trombosit dann menyebabkan kontriksi otot polos transien. Kejadian-kejadian ini memicu pembentukan bekuan dan hemostasis. Segera sesudahnya, baik trombosit maupun fragmen-fragmen system komplemen mengeluarkan berbagai faktor stimulasi yang meningkatkan aliran darah dan permeabilitas kapiler darah halus dan menyebabkan semua pembuluh halus lokal berdilatasi dan tetap berdilatasi selama beberapa waktu setelah cedera. Hal ini memungkinkan leukosit fagositik (neutrofil dan makrofag) yang dalam keadaan normal dorman bermigrasi ke tempat luka.
Fagositosis dipicu oleh neutrofil. Walaupun neutrofil memiliki waktu penuh dalam sirkulasi hanya 6 jam, namun sel-sel ini cukup efektif dalam membersihkan luka dari pencemaran bakteri dalam jumlah normal. Aktivitas makrofag dimulai dalam 24 jam setelah insisi dan dapat berlanjut sampai beberapa minggu. Cooper juga mencatat bahwa makrofag sekarang dianggap sebagai sel esensial untuk proses penyembuhan, karena perannya dalam sekresi faktor angiogenesis.
2. Fase poliferasiFase poliferasi dimulai selama stadium peradangan dan berlanjut selama sekitar 21 hari. Tepi luka tampak merah muda cerah dan ridge (punggung, bubungan) penyembuhan terbentuk 5-7 hari setelah insisi. Selama fase ini terjadi tiga kejadian utama, epitelisasi, neovaskularisasi dan sintesis kolagen.Epitelisasi dimulai dalam 24 jam setelah insisi. Mitosis sel basal dan migrasi sel basal marginal bekerjasama untuk menjembatani celah yang tercipta oleh insisi. Dalam 48 jam, keseluruhan daerah telah dire-epitelisasi. Respons cepat terhadap cedera ini tidak terbatas di daerah permukaan. Dengan demikian, benang yang berada di luka kulit selama lebih dari beberapa hari akan mengalami epitelisasi di saluran yang diciptakan oleh benang tersebut. Hal ini dapat menyebabkan bekas luka jahitan atau bahkan abses steril.Neovaskularisasi terjadi akibat angiogenesis. Proses ini dimulai 2 hari setelah operasi dan mencapai aktivitas puncak dalam 7hari. Sel-sel endotel pembuluh yang ada berproliferasi untuk membentuk kapiler baru, yang merupakan penyebab mengapa tepi luka tampak berwarna merah muda terang. Setelah 6 sampai 8 minggu, peradangan mereda, vaskularitas berkurang dan warna kulit kembali ke normal.Sintesis kolagen adalah fungsi fibroblast. Selain mengeluarkan AGF, makrofag juga mensekresikan factor penstimulasi fibroblast, yang berkombinasi dengan factor pertumbuhan yang dikeluarkan oleh trombosit yang mati pada saat-saat pertama cedera, untuk menyebabkan influx fibroblast ke dalam luka pada sekitar 24 jam kemudian. Serat-serat kolagen muncul pada hari ketiga. Fibroblast dengan cepat mensintetis kolagen dan bahan dasar (ground substance), dan puncak produksi berlangsung dari hari ke-5 sampai ke-7. Kolagen jaringan nonluka cukup kuat, tetapi kolagen yang baru terbentuk, yang terdiri atas serat berukuran kecil dan kurang teratur, lemah. Kekuatan peregangan (tensile strength) kolagen ini meningkat dengan setelah hari ke-5.
3. Fase pematangan (Maturasi)
Fase pematangan penyembuhan dimulai sekitar 21 hari setelah insisi dan dapat berlangsung setahun atau lebih. Kolagen yang dihasilkan lebih tebal dan lebih kompak dan serat-seratnya mulai membentuk ikatan silang. Kedua fenomena ini meningkatkan kekuatan peregangan luka. Sebagian besar luka memperoleh kembali sekitar 50% kekuatannya semula 6 minggu setelah pembedahan dan terus mengalami peningkatan kekuatan dengan tingkat yang konstan tetapi lebih lambat selama lebih dari setahun. Hanya sedikit luka yang dapat memiliki kembali kekuatan seperti sebelum insisi.Remodeling kolagen yang bermakna terjadi selama stadium ini, disertai pembentukan dan penyerapan jaringan parut. Reabsorpsi kelebihan kolagen akan menimbulkan remodeling jaringan parut, meningkatkan kelenturannya, dan menyebabkan kontraksi garis jahitan. Perlu dicatat bahwa remodeling berlangsung lebih lama pada orang muda, sebagian jaringan parut memerlukan waktu sampai 2 tahun untuk menyelesaikan remodelingnya.
3.4 Faktor yang memengaruhi penyembuhan luka
a. Usia, luka pada anak-anak biasanya sembuh lebih cepat dari pada orang dewasa karena metabolism tubuh mereka lebih cepat dan memiliki sirkulasi darah yang lebih baik. Orang dewasa atau lansia penyembuhannya lambat karena gangguan sirkulasi darah yang dialami mereka.
b. Nutrisi, khususnya vitamin C yang jika kekurangan dapat menghambat proses sintesis kolagen
c. Kortikosteriod bias menekan inflamasid. Status metabolik, seperti penyakit diabetes mellitus yang menyebabkan
penyembuhan lambat karena mikroangiopatie. Status sirkulasi darah yang baik bias membawa zat nutrisi, komponen
darah, dll.f. Hormonal, seperti glukokortikoid yang bisa menghambat sintesis
kolageng. Penyakit jaringan ikath. Penyakit imunosupresi
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 KESIMPULAN
1. Kejadian luka robek pada pekerja pemanen sawit di unit rejosari PTPN7
berupa gejala nyeri, ngilu, bengkak yang terjadi di daerah tungkai bawah
kiri yang disebabkan oleh berbagai faktor dan kemungkinan yang tersering
adalah akibat kelalaian dari pekerja.
2. Cara kerja pekerja pemanen sawit di unit rejosari PTPN7 masih sering
tidak mengikuti prosedur dan norma yang ada sehingga dapat
menyebabkan penyakit akibat kerja yang tidak diinginkan, seperti luka
robek akibat kecelakaan kerja.
3. Tidak ada edukasi khusus dan berkala yang dilakukan oleh pihak
perusahaan kepada para pekerja pemanen sawit agar melakukan pekerjaan
nya dengan baik dan benar.
4.2 SARAN
1. Agar mencegah terjadinya penyakit akibat kerja, para pekerja sebaiknya
melakukan pekerjaannya mengikuti prosedur dan norma yang berlaku,
sehingga hal hal yang tidak diinginkan dapat dicegah.
2. Mengaktifkan peran P2K3 yang memiliki tugas diantaranya melakukan
penjadwalan penyuluhan atau memberikan edukasi khusus dan dilakukan
secara berkala tentang keselamatan kerja pada para pekerja agar
meningkatkan kualitas sumber daya manusia para pekerja sehingga para
pekerja memahami bahaya yang akan terjadi apabila mereka tidak
melakukan pekerjaannya sesuai prosedur dan norma yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W.A. Newman. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta. EGC. 2013
Guyton, A.C., dan Hall, J.E., 2001.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Alih bahasa:
Setiawan, I. dan Santoso, A., Penerbit Buku Kedokteran EGC Jakarta
Kaplan NE, Hentz VR. 1992. Emergency Management of Skin and Soft Tissue
Wounds. An Illustrated Guide. USA, Boston, Little Brown.
Kozier B. 1995. Fundamental of Nursing: Concepts, Prosess and Practice: 6th Ed.
Menlo Park, California.
Potter. 2000. Perry Guide to Basic Skill, 3rd Ed. Alih bahasa Ester Monica.
Jakarta, Penerbit bBuku Kedokteran EGC.
Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Divisi Radiodiagnosis, Departemen
Radiologi, FK UI, RSCM. Jakarta, 2005.
Sherwood, 2001.Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Edisi Kedua, Alih Brahm
Upendit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Sjamsuhidayat R, Wim de Jong, 2004.Buku Ajar Ilmu Bedah,Edisi 2,
Jakarta :EGC