31
MAKALAH “Pola Hidup dan Interaksi Para Urban di Kawasan Surabaya” Oleh: Dewi Ratna Yulianingsih 124254256 PRODI S1 PPKn C FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA 1

d Web viewKota Surabaya termasuk dalam deretan kota besar di Indonesia yang mengalami fenomena urbanisasi besar-besaran. ... Fokus penelitian mereka terutama diarahkan kepada asal-usul

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: d Web viewKota Surabaya termasuk dalam deretan kota besar di Indonesia yang mengalami fenomena urbanisasi besar-besaran. ... Fokus penelitian mereka terutama diarahkan kepada asal-usul

MAKALAH

“Pola Hidup dan Interaksi Para Urban di Kawasan Surabaya”

Oleh:

Dewi Ratna Yulianingsih

124254256

PRODI S1 PPKn C

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

1

Page 2: d Web viewKota Surabaya termasuk dalam deretan kota besar di Indonesia yang mengalami fenomena urbanisasi besar-besaran. ... Fokus penelitian mereka terutama diarahkan kepada asal-usul

KATA PENGANTAR

Puji sukur kehadirat Allah SWT atas segla rahmat dan hidayatnya yang tiada terkira

kepada kita semua sebagai umatNya. Sholawat dan salam tak lupa selalu terucap pada

junjungan kita Nabi Muhammad SAW, karena keteladanan dan ahlaknya dn setiap gerak

langkahnya kita dapat menjadi umat terbaik di sisi Allah SWT.

Pembuatan makalah inin tentu tidak luput dari hambatan, namun dengan demikian

atas kuasa Allah SWT lewat orang-orang disekitar kita maka makalah ini dapat terwujud.

Maka lewat kesempatan ini, kami mengucapkan banyak terimakasih pada teman-teman yang

membantu, serta dosen Antropologi yang telah memberikan pengarahan.

Dalam makalah ini, dibahas mengenai: “Pola Hidup dan Interaksi Para Urban di

Kawasan Surabaya”.

Penulisan makalah ini tentu banyak kekurangan-kekurangannya. Maka dari itu banyak

harapan dari kami kritik dan saran yang membangun, untuk lebih menyempurnakan makalah

ini.

Penulis

2

Page 3: d Web viewKota Surabaya termasuk dalam deretan kota besar di Indonesia yang mengalami fenomena urbanisasi besar-besaran. ... Fokus penelitian mereka terutama diarahkan kepada asal-usul

DAFTAR ISI

Kata Pengantar.........................................................................................................................2

Daftar Isi..................................................................................................................................3

PENDAHULUAN..................................................................................................................4

Latar Belakang.............................................................................................................4

Rumusan Masalah........................................................................................................5

Tujuan Penulisan..........................................................................................................5

Manfaat Penulisan .......................................................................................................5

KAJIAN PUSTAKA...............................................................................................................5

Pengertian Kota............................................................................................................6

Ciri-ciri Masyarakat Perkotaan.....................................................................................6

Sejarah Pertumbuhan Kota-Kota..................................................................................6

Masyarakat dan Kehidupan Kota.................................................................................7

Kota dan Kelompok Kerabat........................................................................................8

Kota dan Kemiskinan....................................................................................................9

Urbanisasi.....................................................................................................................11

ISI..............................................................................................................................................8

Kekerabatan dan Interaksi Para Urban di Surabaya.....................................................13

Mata Pencaharian Para Urban di Surabaya..................................................................13

Gaya Penampilan dan Gaya Hidup Para Urban di Surabaya.......................................14

Keagamaan atau Religi Para Urban di Surabaya..........................................................14

PENUTUP................................................................................................................................16

Simpulan.......................................................................................................................16

3

Page 4: d Web viewKota Surabaya termasuk dalam deretan kota besar di Indonesia yang mengalami fenomena urbanisasi besar-besaran. ... Fokus penelitian mereka terutama diarahkan kepada asal-usul

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada awal perkembangannya, antropologi memusatkan perhatiannya kepada

masyarakat primitif. Perhatian ini timbul karena adanya sesuatu anggapan sebagai sebuah

keganjilan pada tingkah laku masyarakat tertentu, yaitu pada masyarakat pedalaman-

pedalaman. Akan tetapi pada awal abad ke-20, dimana antropologi perkotaan mulai

dikembangkan.

Perkotaan cenderung dengan pusat keramaiannya dan pusat para urban berkumpul.

Masyarakat urban atau urban community berpikir bahwa hidup di perkotaan akan menjadi

lebih hidup makmur daripada hidup di desa, padahal jika para urban tidak memiliki keahlian

atau mata pencaharian yang tetap atau membuahkan pengahasilan yang memuaskan para

urban akan menjadi masalah tersendiri bagi kota tersebut. Masalah utama adalah kemiskinan

yang merajalela karena akibat adanya para urban yang menetap di kota dan tidak mempunyai

keahlian dan penghasilan yang bisa mencukupi keluarganya di kota.

Dewasa ini fenomena urbanisasi telah menjadi pembicaraan umum masyarakat luas.

Urbanisasi dianggap sebagai suatu arus yang belum atau bahkan mungkin tidak dapat teratasi

dan terelakkan oleh kota-kota besar di dunia. Urbanisasi sering disebabkan oleh perpindahan

dan mobilitas penduduk dari desa dan kota sehingga menimbulkan masalah sosial ekonomi

baik di tempat tujuan maupun daerah asal urbanisasi.

Kota Surabaya termasuk dalam deretan kota besar di Indonesia yang mengalami

fenomena urbanisasi besar-besaran. Daya tarik ekonomi kota besar seperti Kota Surabaya

menjadikan penduduk dari berbagai daerah menjadikan Kota Surabaya sebagai tempat tujuan

perpindahan penduduk yang diharapkan dapat meningkatkan perekonomian mereka. Namun,

apabila urbanisasi tidak diimbangi dengan sumberdaya manusia yang berkualitas maka

timbullah permasalahan-permasalahan ekonomi yang akhirnya menjalar menjadi

permasalahan- permasalahan sosial pula. Permasalahan yang timbul berupa kemiskinan,

kesenjangan sosial, dan munculnya pemukiman-pemukian kumuh di Kota Surabaya. Hal ini

tentu menjadi focus perhatian khayalak umum untuk mencapai solusi dalam mengurangi

dampak negatif urbanisasi.

4

Page 5: d Web viewKota Surabaya termasuk dalam deretan kota besar di Indonesia yang mengalami fenomena urbanisasi besar-besaran. ... Fokus penelitian mereka terutama diarahkan kepada asal-usul

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kekerabatan dan interaksi para urban yang tinggal di kota Surabaya?

2. Apa saja mata pencaharian atau pekerjaan para urban yang tinggal di kota

Surabaya?

3. Bagaimana gaya penampilan dan gaya hidup para urban yang hidup di daerah

Surabaya?

4. Bagaimana keagamaan atau religi para urban yang hidup di kawasan Surabaya?

C. Tujuan Penulisan

Makalah ini dibuat agar kita mengetahui pola hidup dan interaksi para urban yang

sebelumnya hidup di desa pindah ke daerah perkotaan untuk mencari pekerjaan yang

layak. Namun pemikiran para urban yang demikian salah, karena jika tidak memiliki

keahlian yang khusus untuk tinggal di daerah perkotaan mereka akan menimbulkan

masalah tersendiri, yaitu kemiskinan. Serta salah satu tujuan penulisan makalah ini adalah

untuk memenuhi hasil kerja tugas akhir semester.

D. Manfaat Penulisan

1. Untuk mengetahui pola kekerabatan dan interaksi para urban yang tinggal di

kawasan Surabaya.

2. Untuk mengetahui mata pencaharian apa saja yang menjadi pekerjaan para urban

yang hidup di kawasan Surabaya.

3. Untuk mengetahui gaya penampilan dan gaya hidup para urban yang hidup di

kawasan Surabaya.

4. Untuk mengetahui seberapa besar keagamaan atau religi yang dimiliki para urban

yang hidup di kawasan Surabaya.

5

Page 6: d Web viewKota Surabaya termasuk dalam deretan kota besar di Indonesia yang mengalami fenomena urbanisasi besar-besaran. ... Fokus penelitian mereka terutama diarahkan kepada asal-usul

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Kota

      Seperti halnya desa, kota juga mempunyai pengertian yang bermacam-macam seperti

pendapat beberapa ahli berikut ini. i. Wirth

Kota adalah suatu pemilihan yang cukup besar, padat dan permanen, dihuni oleh orang-orang

yang heterogen kedudukan sosialnya. ii. Max Weber

Kota menurutnya, apabila penghuni setempatnya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan

ekonominya dipasar lokal. iii. Dwigth Sanderson

Kota ialah tempat yang berpenduduk sepuluh ribu orang atau lebih. Dari beberapa pendapat

secara umum dapat dikatakan mempunyani ciri-ciri mendasar yang sama. Pengertian kota

dapat dikenakan pada daerah atau lingkungan komunitas tertentu dengan tingkatan dalam

struktur pemerintahan.

Menurut konsep Sosiologik sebagian Jakarta dapat disebut Kota, karena memang gaya

hidupnya yang cenderung bersifat individualistik.

B. Ciri-ciri masyarakat Perkotaan

Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat perkotaan, yaitu :

i. Kehidupan keagamaannya berkurang, kadangkala tidak terlalu dipikirkan karena memang

kehidupan yang cenderung kearah keduniaan saja.

ii. Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus berdantung pada

orang lain (Individualisme).

iii. Pembagian kerja diantara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas

yang nyata.

iv. Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh

warga kota.

6

Page 7: d Web viewKota Surabaya termasuk dalam deretan kota besar di Indonesia yang mengalami fenomena urbanisasi besar-besaran. ... Fokus penelitian mereka terutama diarahkan kepada asal-usul

v. Jalan kehidupan yang cepat dikota-kota, mengakibatkan pentingnya faktor waktu bagi

warga kota, sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting, intuk dapat mengejar

kebutuhan-kebutuhan seorang individu.

vi. Perubahan-perubahan tampak nyata dikota-kota, sebab kota-kota biasanya terbuka dalam

menerima pengaruh-pengaruh dari luar.

C. Sejarah Pertumbuhan Kota-Kota

Pusat-pusat organisasi dan pengawasan atas daerah pertanian yang subur dan luas itu

kemudian telah telah menarik berbagai spesialisasi dan perdagangan dan juga dan juga dari

masyarakat daerah lain yang kurang subur atau gersang. Akibat lanjutnya ialah terciptanya

pekerjaan yang berkaitan dengan keamanan dan pertahanan, pembuatan alat-alat pertanian,

perencanaan irigasi dsb.

Pusat-pusat urban yang muncul melalui proses tersebut di atas disebut pusat urban

“primer”, karena mengikuti suatu proses ekologis yang berlangsung secara alamiah (natural).

Sebaliknya, inilah pusat-pusat urban “sekunder”, yakni pusat-pusat urban yang yang segera

muncul di wilayah lain. Disamping itu terdapat juga pusat-pusat urban yang muncul

kemudian yang tampaknya berkaitan dengan pertumbuhan yang cepat dalam perdagangan

dan perniagaan. Namun demikian, satu hal yang diperjelas oleh studi urban adalah bahwa

suatu kondisi pra-urbanisme berupa penghalusan dan pemutuan teknik-teknik produksi bahan

makanan selalu diperlukan, agar selalu memungkinkan terdukungnya penduduk yang padat

dan klas (atau klas-klas) penduduk non petani di dalam suatu masyarakat.

Pernyataan lain dalam kaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan kota-kota, ialah yang

dikemukakan oleh Mac Iver dan Page (society, 1949) yang menyatakan bahwa kota-kota

akan bertumbuh jika suatu masyarakat atau suatu kelompok orang dalam masyarakat

memperoleh kontrol yang lebih besar atas sumber-sumber daya daripada yang diperlukan

untuk hidup saja.

Gideon Sjoberg (The Pre Industrial City,1960) mengemukakan adanya adanya tiga tingkatan

organisasi manusia menuju kepada terbentuknya pusat-pusat urban, yaitu:

1. Pre-urban feudal society, yakni masyarakat feodal sebelum adanya kota-kota.

7

Page 8: d Web viewKota Surabaya termasuk dalam deretan kota besar di Indonesia yang mengalami fenomena urbanisasi besar-besaran. ... Fokus penelitian mereka terutama diarahkan kepada asal-usul

2. Pre-industrial feudal society, yakni masyarakat feodal sebelum adanya industri.

3. Modern industrial feudal, yakni masyarakat feodal dengan industri maju.

Drs. J.H. De Goode (dalam J.W. Schoorl:Modernisasi,1981). Mengemukakan bahwa

perkembangan kota-kota dapat dipandang sebagai fungsi dari faktor-faktor:

1. Jumlah penduduk keseluruhan.

2. Penguasaan atas alam lingkungan .

3. Kemajuan teknologi, dan

4. Kemajuan dalam organisasi sosial

Suatu hipotesis tentang perkembangan kota juga dikemukakan oleh Kenneth Ee. Boulding.

Menurut perkembangannya, ia membagi kota-kota itu ke dalam “kota politik” dan “kota

ekonomi”.

D. Masyarakat dan Kehidupan Kota

Louis Wirth, dengan bertolak dari hasil penelitiannya dan definisinya tentang kota

yang kualitatif, melihat kehidupan kota, dan mengemukakan bahwa :

a. Banyak relasi kota menyebabkan tidak memungkinkan terjadinya kontak-kontak

yang lengkap diantara pribadi-pribadi.

b. Orang kota harus melindungi dirinya sendiri agar tidak terlalu banyak hubungan

yang bersifat pribadi, ia juga harus menjaga diri terhadap potensi-potensi yang

merugikan atau membahayakan dirinya pribadi dan keluarga, maupun

kebudayaannya.

c. Kebanyakan hubungan orang-orang kota digunakan sebagai sarana untuk

mencapai tujuan-tujuan tertentu saja.

d. Orang kota memiliki semacam emansipasi atau kebebasan untuk menghindar

dari pengawasan oleh kelompok kecil atas keinginan dan emosinya.

8

Page 9: d Web viewKota Surabaya termasuk dalam deretan kota besar di Indonesia yang mengalami fenomena urbanisasi besar-besaran. ... Fokus penelitian mereka terutama diarahkan kepada asal-usul

Sehubungan dengan ciri-ciri yang dikemukakan oleh Wirth di atas, maka Claude Fischer

mengatakan bahwa kota-kota itu merupakan tempat-tempat yang subur dimana terdapat sub

kultur yang berbeda-beda dan sehat dapat berkembang baik. Karena itu akan timbul dua

proses yang yang akibatnya berlawanan yakni intensifikasi sub kultur dan difusi kebudayaan.

N. Daldjoeni (Seluk Beluk Masyarakat, 1978) mengatakan bahwa kota dapat didekati dari

dua aspek, yakni aspek fisik (pengkotaan fisik) dan aspek mental (pengkotaan mental). Yang

disebut pertama bersangkut paut dengan luas wilayah, kepadatan penduduk, tata guna tanah

yang non agraris. Aspek kedua bertalian dengan orientasi nilai serta kebiasaan hidup orang

kota.

John Gullick merumuskan bahwa keenam kota kecil itu mempunyai beberapa ciri khas atau

esensi urban yang sama :

a. Adanya perantara (brokers).

b. Kehadiran orang asing atau orang luar.

c. Adanya hubungan diantara klas-klas atas di kota–kota dengan pribadi-pribadi atau

asosiasi-asosiasi di kota-kota lain yang lebih besar.

d. Adanya hubungan-hubungan pribadi yang impersonal, rasionalistik berorientasi tujuan,

atau interpersonal tunggal.

e. Mudah terpengaruh oleh perubahan-perubahan.

f. Adanya heterogenitas kultural.

Jadi, setiap kota yang berukuran bagaimanapun masyarakatnya adalah produk behavioural

(perilaku) dari suatu sistem sosial budaya yang lebih besar.

Suatu masalah dalam kehidupan dengan kehidupan perkotaan ialah sekularisasi dan

sekularisme. Sekularisasi dirimuskannya sebagai seperangkat aspek yang saling berkaitan :

(1) tipe aspek sosial, (2) diferensiasi dan spesialisasi pranata-pranata, dan (3)

institusionalisasi perubahan.

9

Page 10: d Web viewKota Surabaya termasuk dalam deretan kota besar di Indonesia yang mengalami fenomena urbanisasi besar-besaran. ... Fokus penelitian mereka terutama diarahkan kepada asal-usul

E. Kota dan Kelompok Kerabat

Pada masyarakat pra modern, kelompok kekerabatan dan kekeluargaan memang

mempunyai peranan yang penting sebagai organisasi yang mempunyai berbagai fungsi,

termasuk fungsi kontrol atas perilaku individu. Karena itu posisi individu, sebagian besar

ditentukan oleh kelompok kerabat dan keluarga dimana ia dilahirkan dan dibesarkan.

Goode menemukan adanya beberapa kekuatan dalam masyarakat industri yang

menggerogoti organisasi keluarga nasional yakni :

a. Adanya keharusan mobilitas horizontal atau geografik sehingga kontak antar

keluarga menjadi kurang teratur dan menjadi agak jarang.

b. Besarnya kesempatan mobilitas sosial (vertikal). Keadaan ini membuat sulitnya

kontak-kontak sosial.

c. Tumbuhnya organisasi kota dan organisasi industri yang mengambil alih

berbagai fungsi kelompok kerabat.

d. Diutamakannya prestasi (achievement) bila dibandingkan keturunan (ascription)

e. Dilakukannya spesialisasi sehingga ikatan kekerabatan tidak lagi memegang

peranan yang menentukan dalam kedudukan sosial.

Karena itu, dalam banyak masyarakat, kelompok keluarga besar menjadi kurang

artinya, organisasi klen menjadi cair dan keluarga besar menjadi kabur. Namun demikian,

perlu diingatkan bahwa keadaan tersebut di atas tidak secara otomatis berlaku dalam

organisasi sistem kekerabatan yang modern, atau secara otomatis memperlemah ikatan-ikatan

kekerabatan itu. Hal di atas baru akan terjadi bila mobilitas sosial dan geografik mendapat

arti yang baru, misalnya pergeseran ke dalam suatu (sub) kebudayaan yang lain dan yang

memberi identitas baru. Dalam hal demikian, hubungan antar anggota-anggota keluarga dapat

menjadi renggang.

Sedang dalam berbagai situasi sosial, kekerabatan masih dimanfaatkan, misalnya

untuk mengelola perusahaan, kekuasaan, ataupun permodalan. Juga dalam situasi tertentu,

misalnya dalam hal ancaman terhadap kedudukan dalam usaha untuk memperoleh pekerjaan

10

Page 11: d Web viewKota Surabaya termasuk dalam deretan kota besar di Indonesia yang mengalami fenomena urbanisasi besar-besaran. ... Fokus penelitian mereka terutama diarahkan kepada asal-usul

atau perumahan dan fasilitas-fasilitas lainnya, ataupun jaminan hukum, maka kekerabatan

dapat berfungsi sebagai penolong.

Sejalan dengan berkembangnya kota, terutama dalam hal jumlah penduduknya,

maupun tuntutan sejumlah kebutuhan (ekonomi, politik, dan sosial budaya lainnya ) maka

organisasi-organisasi keluarga juga cenderung berkembang meluas menjadi organisasi

regional, yang tentunya mempunyai fungsi-fungsi yang harus dipenuhi, kalau tidak mau

tenggelam dalam situasi anomik, individualisme, dan lain-lainnya yang bersifat disintegratif.

Dengan kata lain alasan-alasan fundamental pembentukan asosiasi regional ialah karena

asosiasi ini dapat berfungsi secara efektif sebagai suatu mekanisme adaptif dalam kota-kota

yang besar. Asosiasi-asosiasi regional lebih bertujuan untuk memodernisasi dan

menempatkan kesejahteraan umum para anggotanya. Di dalamnya terdapat suatu perasaan

persaudaraan tanpa memandang pada kekayaan, pendidikan, ataupun jabatan.

Sehingga keadaan itu akan meratakan jalan bagi terbentuknya status “urban” yang dibedakan

dari status “rural”, dan menimbulkan kesadaran klas, bukannya kesadaran kesukuan.

F. Kota dan Kemiskinan

Salah satu masalah yang mendapat sorotan dari para antropolog adalah masalah

kemiskinan yang dialami oleh golongan tertentu dalam kota-kota besar.

Oscar Lewis mengemukakan bahwa kebudayaan kemiskinan itu (culture of poverty)

mempunyai ciri-ciri :

a. Tingkat mortalitas yang tinggi dan harapan hidup yang rendah.

b. Tingkat pendidikan yang rendah.

c. Partisipasi yang rendah dalam organisasi-organisasi sosial.

d. Tidak atau jarang ambil bagian dalam perawatan medis dan program-program

kesejahteraan lainnya.

e. Sedikit saja memanfaatkan fasilitas-fasilitas kota seperti toko-toko, museum, atau

bank.

11

Page 12: d Web viewKota Surabaya termasuk dalam deretan kota besar di Indonesia yang mengalami fenomena urbanisasi besar-besaran. ... Fokus penelitian mereka terutama diarahkan kepada asal-usul

f. Upah yang rendah dan keamanan kerja yang rendah.

g. Tingkat ketrampilan kerja yang rendah.

h. Tidak memiliki tabungan atau kredit.

i. Tidak memiliki persediaan makanan dalam rumah untuk hari besok.

j. Kehidupan mereka tanpa kerahasiaan pribadi (privasi).

k. Sering terjadi tindak kekerasan termasuk pemukulan anak.

l. Perkawinan sering terjadi karena konsensus, sehingga sering terjadi perceraian dan

pembuangan anak.

m. Keluarga bertumpu pada ibu.

n. Kehidupan keluarga adalah otoriter.

o. Penyerahan diri pada nasib atau fatalisme.

p. Besarnya hypermasculinity complex di kalangan pria dan martyr complex di kalangan

kaum wanita.

Dikemukakannya, misalnya bahwa kegagalan kebijaksanaan pemerintah terhadap

kemiskinan adalah disebabkan karena kebijaksanaan itu didasarkan atas asumsi adanya suatu

kebudayaan yang self-perpetuating itu. Struktur kekuasaan lokal maupun nasional tidak

berubah, demikian pula dalam distribusi sumber-sumber material dan psikik.

Depriviasi utama kaum miskin dari posisi kultural mereka di dalam sistem sosial,

menurut Valentino, bersumber dari tindakan-tindakan dan sikap golongan bukan miskin.

Karena itu untuk mengatasi hal itu perlu ada suatu sikap berpihak kepada kaum miskin di

dalam pekerjaan dan pendidikan, yang disebutnya radical egalitarism. Jadi kondisi

kemiskinan yang demikian itu, berdasarkan uraian Gladwin dan Valentine tersebut di atas

disebut sebagai kemiskinan struktural, yakni kemiskinan yang tercipta dan kekal yang

disebabkan oleh mereka yang berada dalam struktur sosial yang lebih tinggi dalam

12

Page 13: d Web viewKota Surabaya termasuk dalam deretan kota besar di Indonesia yang mengalami fenomena urbanisasi besar-besaran. ... Fokus penelitian mereka terutama diarahkan kepada asal-usul

masyarakat, yang dengan berbagai usaha tidak memberi kesempatan kepada segmen di

bawah beranjak ke atas guna memperbaiki taraf hidup mereka.

Sejalan dengan masalah kemiskinan itu adalah segmen pemukiman kota yang disebut

squatter’s town, ghetto, dan daerah etnis lainnya, sebagai fenomena struktural yang sering

dijumpai di kota-kota besar.

Squatter’s town adalah pemukiman (settlement) yang berupa pemukiman di bawah

standar, sering tanpa status yang jelas mengenai tanahnya, dan berlokasi di dalam atau di

batas-batas pinggiran kota. Ghetto adalah pemukiman yang dihuni oleh suatu etnis tertentu

yang dipandang sebagai etnis yang kurang disenangi oleh mayoritas kelompok masyarakat

lainnya karena dipandang jorok dan mempunyai cara hidup yang aneh.

Ada beberapa antropolog yang telah meneliti fenomena pemukiman /penghunian liar di

berbagai kota besar. Fokus penelitian mereka terutama diarahkan kepada asal-usul masing-

masing daerah penghunian liar, organisasi dan asosiasi di dalamnya, aturan-aturan setempat,

serta fungsi semua itu bagi penghuninya, maupun bagi para migran baru.

G. Urbanisasi

Penelitian urbanisasi itu dapat dirinci ke dalam pengertian-pengertian berikut :

a. Arus perpindahan penduduk dari desa ke kota.

b. Bertambah besarnya jumlah tenaga kerja non agraris di sektor industri dan sektor tersier.

c. Tumbuhnya pemukiman menjadi kota.

d. Meluasnya pengaruh kota di daerah-daerah pedesaan dalam segi ekonomi, sosial,

budaya dan psikologi.

Tetapi pada umumnya orang mengartikan urbanisasi itu hanya sebagai mengalirnya

perpindahan penduduk dari pedesaan ke kota-kota, dan dipandang sebagai penyebab utama

terjadinya berbagai masalah sosial.

Hasil dari penelitian dan pengidentifikasian itu telah dikategorikan ke dalam dua

kelompok penyebab, yakni “faktor pendorong” dan “faktor penarik”.

13

Page 14: d Web viewKota Surabaya termasuk dalam deretan kota besar di Indonesia yang mengalami fenomena urbanisasi besar-besaran. ... Fokus penelitian mereka terutama diarahkan kepada asal-usul

Perkembangan dan kemajuan alat komunikasi dan transportasi juga turut berpengaruh atas

perpindahan kota, sehingga memperbesar kesempatan dan kemungkinan orang pedesaan

tinggal di kota karena dengan mudah dan cepat dapat pulang pergi dari dan ke desa asal.

G. Germani (migration and acculturation,1965) berpendapat bahwa segala perpindahan itu

harus dianalisis atas dasar yang lebih luas. Untuk itu digunakannya 3 tingkat analisis :

a. Tingkat Obyektif, dimana faktor pendorong dan penarik, bersama-sama dengan

cara penyelenggaraan hubungan kota dan pedesaan ikut dipertimbangkan.

b. Tingkat Normatif dan Sosio-psikologik, dimana diperhatikan kondisi obyektif

yang berfungsi dalam masyarakat : norma, nilai, kepercayaan, juga sikap dan tata

kelakuan yang berpengaruh atas perpindahan itu.

c. Analisis tingkat psiko-sosial, yang mencakup sikap dan harapan individu-individu

konkrit, yang memutuskan untuk pindah ke kota atau tidak.

Dari studi itu disimpulkannya suatu konsep yang disebut step by step, yakni

perpindahan yang besar cenderung untuk menciptakan gerakan perpindahan tandingan,

bahwa di kalangan para migran yang berpindah dalam suatu jarak yang jauh dari komunitas

mereka sendiri terdapat kecenderungan untuk berpindah ke pusat-pusat industri dan niaga

yang besar, bahwa penduduk kota yang lebih kecil kurang berminat berimigrasi bila

dibandingkan dengan mereka di pedesaan, dan bahwa kaum wanita lebih berkeinginan untuk

berimigrasi bila dibandingkan kaum pria.

Ada banyak bukti bahwa kota lebih banyak menarik kaum wanita muda bila

dibandingkan dengan kaum pria muda, karena pedesaan kurang memberikan kesempatan

ekonomi.

Ada banyak orang pergi ke pusat-pusat urban semata-mata karena desakan ekonomi,

karena tingkat kelahiran di pedesaan lebih tinggi dan lapangan pekerjaan berkurang. Di pihak

lain, sebagian orang menemukan bahwa kemampuan mereka tertekan, dan ambisi mereka

terhalang di lingkungan pedesaan dan karena itu, mereka berpaling kepada kemungkinan-

kemungkinan yang ada di kota-kota. Di antara mereka ini sebagian besar adalah penduduk

desa yang lebih berbakat.

14

Page 15: d Web viewKota Surabaya termasuk dalam deretan kota besar di Indonesia yang mengalami fenomena urbanisasi besar-besaran. ... Fokus penelitian mereka terutama diarahkan kepada asal-usul

Tentu saja, terdapat pula banyak dari mereka yang berimigrasi ke kota karena tertarik

oleh alasan lain, misalnya melarikan diri dari tekanan politik dan sosial, mencari hiburan,

petualangan, dan mereka yang suka pada kehidupan kerumunan, serta alasan kriminal dan

sebagainya.

Kesimpulan lain yang dapat ditarik mengenai urbanisasi adalah eratnya hubungan

urbanisasi itu dengan mobilitas sosial. Semakin tinggi mobilitas sosial yang terdapat dalam

suatu masyarakat semakin tinggi pula dorongan atau motivasi untuk bermigrasi dan

berurbanisasi. Mobilitas sosial dapat dibagi ke dalam 2 bentuk yakni : “mobilitas fisik” dan

“mobilitas mental”. Mobilitas fisik adalah gerak perpindahan penduduk (individual maupun

kelompok). Dari ruang sosial yang satu ke ruang sosial yang lain. Sementara mobilitas mental

adalah gerak perubahan atau peralihan (transformasi) aspek-aspek sosio-psikologis pada

manusia, dari pola satu ke pola yang lain.

15

Page 16: d Web viewKota Surabaya termasuk dalam deretan kota besar di Indonesia yang mengalami fenomena urbanisasi besar-besaran. ... Fokus penelitian mereka terutama diarahkan kepada asal-usul

BAB III

PEMBAHASAN

A. Kekerabatan dan Interaksi Para Urban di Surabaya

Pertama, dari segi hubungan kekerabatan, urbanisasi sering diasosiasikan dengan

melemahnya atau longgar-nya hubungan kekerabatan. Dengan kata lain, makin meningkat

kegiatan mobilitas penduduk akan semakin melonggarkan ke-terikatan mereka dengan

kehidupan pen-duduk setempat. Lemahnya hubungan keke-rabatan sebenarnya tergantung

dari persepsi yang diberikan. Secara fisik, memang kepergian mereka ke luar desa mengaki-

batkan semakin berkurangnya kesempatan mereka untuk mengikuti acara atau peris-tiwa

sosial di desa. Tetapi secara batiniah hubungan dan ikatan dengan daerah asal itu ada

beragam perilaku. Ada yang memang merasa masih memiliki ikatan kuat dengan kerabatnya

di desa. Hal ini ditunjukkan dengan perilaku kepulangan mereka setiap saat ke desa asal.

Tetapi ada pula yang sudah mulai “ogah-ogahan” pulang ke desa, dan dengan demikian

ikatan kekerabatan juga sudah melonggar.

Kedua, secara sosial, urbanisasi akan berpengaruh pada kesejahteraan keluarga

migran yang bersangkutan. Hal ini berkait dengan kehidupan keluarga mereka yang terpaksa

harus hidup terpisah sampai jangka waktu yang tidak diketahui batasnya. Sekalipun mereka

pada waktu-waktu ter-tentu pulang ke desa, namun kese-jahteraan keluarga akan lebih

terjamin bila mereka selalu berkumpul dalam satu rumah. Namun demikian, hal ini

nampaknya tidak terlalu dirisaukan oleh orang desa, sebagai masyarakat desa yang biasa

hidup sub-sistensi, nampaknya pemenuhan kebutuhan ekonomi lebih mendominasi pemikiran

mereka dalam soal kesejahteraan hidupnya.

Ketiga, orang-orang “sukses” di kota ini dapat menumbuhkan kemampuan dan

keinginan untuk berkompetisi atau bersaing. Dari sisi positif kompetisi dan persaingan ini

akan sehat dan baik apabila mendorong mereka terpacu dan semakin giat bekerja, sehingga

keberhasilan ini akan semakin dapat dirasakan penduduk desa. Di sisi lain kompetisi dan

persaingan ini akan menjadi tidak sehat karena membuahkan perilaku budaya baru yang

disebut dengan budaya “pamer” dengan menggunakan ke-kuatan ekonomi. Karena budaya

“pamer” ini tidak sesuai dengan budaya Jawa yang berusaha untuk konform dengan

lingkungan sekitar. Dalam hal ini, orang mencari penga-kuan dan kehormatan melalui

kekayaannya.

16

Page 17: d Web viewKota Surabaya termasuk dalam deretan kota besar di Indonesia yang mengalami fenomena urbanisasi besar-besaran. ... Fokus penelitian mereka terutama diarahkan kepada asal-usul

B. Mata Pencaharian Para Urban di Surabaya.

Kota Surabaya pada awalnya adalah sebuah kota pantai yang menarik penduduk

untuk menetap di kota tersebut karena aktivitas perdagangannya yang dekat dengan laut atau

peraiaran. Hal tersebut mendorong terjadinya perubahan dari daerah yang bersifat pedesaan

dengan sektor utama pertanian berubah menjadi daerah yang bersifat kekotaan dengan sektor

utama industri, perdagangan dan jasa. Namun perubahan ini tidak sebanding apabila

dikaitkan dengan jumlah penduduk yang datang. Proses industrialisasi yang kalah cepat

dengan penduduk yang berbondong-bondong bermigrasi ke Kota Surabaya menyebabkan

ketidakmampuan lapangan pekerjaan di Kota Surabaya dalam menampung penduduk

tersebut. Hal itu kemudian menimbulkan persaingan yang ketat dalam memperoleh

perkerjaan di Kota Surabaya padahal sebagian besar penduduk yang datang ke Kota Surabaya

adalah penduduk dengan tingkat pendidikan yang rendah. Masalah inilah yang kemudian

memunculkan permasalahan seperti penganguran, timbulnya pemukiman kumuh dan

turunnya kesejahteraan sosial.

Namun, kebanyakan dari khalayak para urban menjadi buruh pabrik dan sektor

informal. Banyak kita temui di pinggir-pinggir jalan, kebanyakan yang berjualan di trotoar

atau pedagang kaki lima memang dari kalangan para urban yang menetap di kota. Dengan

bekerja sebagai PKL itulah mereka menghidupi dirinya dan keluarganya.

C. Gaya Penampilan dan Gaya Hidup Para Urban di Surabaya.

Pertama, pengaruh urbanisasi nampak pada kebiasaan berpakaian dan makan.

Perubahan dalam hal berpakaian tidak semata-mata karena evolusi alamiah, melainkan juga

karena ada kontak dengan dunia luar atau ada pihak yang memper-kenalkan. Media massa

dan iklan dapat mempengaruhi kebiasaan masyarakat dalam berpakaian dan makan, tetapi

dampaknya tidak akan efektif apabila tidak ada orang yang memberikan contoh nyata dalam

kesehariannya. Setelah melihat cara-cara baru berpakaian dan mengenal macam-macam

makanan modern sekembalinya ke desa diperlihatkan kepada orang-orang desa.

Kedua, perubahan juga nampak pada pergaulan remaja, serta interaksi antara generasi

muda dengan orang tua. Dari sisi positif, urbanisasi mendorong penduduk untuk memperluas

pergaulan dan penga-laman, dengan akibat lebih lanjut pada keinginan mereka untuk

meningkatkan ke-mampuan diri. Sedangkan di pihak lain sebagian remaja yang pergi ke kota

mem-bawa kebiasaan baru yang bersifat negatif yang diperolehnya di kota seperti minum-

minuman yang mengandung alkohol, ber-judi. Dampak negatif yang lain adalah mulai

17

Page 18: d Web viewKota Surabaya termasuk dalam deretan kota besar di Indonesia yang mengalami fenomena urbanisasi besar-besaran. ... Fokus penelitian mereka terutama diarahkan kepada asal-usul

berkurangnya penghormatan terhadap orang tua. Memang hanya sedikit warga Desa Jetis

yang melakukan kegiatan negatif semacam itu, meskipun demikian perilakunya dapat

mengganggu kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Dalam hal interaksi antara generasi

muda dengn orang tua seringkali ditemui adanya kesenjangan, baik dalam hal nilai, norma

dan berakibat pada perilaku kesehariannya.

D. Keagamaan atau Religi Para Urban di Surabaya.

Terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan menurunnya minat terhadap kajian

agama, yang antara lain disebabkan terjadinya perubahan psikologi masyarakat dari agraris

kepada urbanis atau perkotaan. Masyarakat perkotaan setiap hari harus terlibat dalam

berbagai permasalahan, bersaing dalam mendapatkan berbagai peluang. Di perkotaan segala

sesuatu harus dilakukan dengan serba cepat, tepat, profesional, cerdas dalam membagi waktu

dan menentukan pilihan. Selain itu masyarakat di perkotaan cenderung semakin pragmatis

ekonomis, dan mudah stress, khususnya ketika mereka gagal dalam bersaing memperebutkan

berbagai peluang.

Selain itu, karena terbatasnya waktu, masyarakat perkotaan cenderung menyerahkan

sebagian tugasnya kepada kalangan profesinal. Menjamurnya restoran atau warung makanan

siap saji, atau yang langsung bisa dipesan ke rumah, jasa cuci pakaian, jasa pengurusan surat-

surat berharga, jasa penitipan Balita, dan jasa outsourcing lainnya merupakan bukti, bahwa

masyarakat perkotaan sudah kurang memiliki waktu untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan

yang bersifat domestik.

Perubahan ke arah pola hidup perkotaan yang demikian itu sering tidak diimbangi

dengan karakter kajian keagamaan. Kajian keagamaan yang ada saat ini pada umumnya

masih bersifat normatif dan literalis, kurang mengkomunikasikannya dengan berbagai

permasalahan aktual dan mendesak, kurang bersentuhan dengan permasalahan yang mereka

hadapi, sehingga penyajian agama kehilangan daya relevansinya. Model penyajian agama

yang demikian itu sudah tidak sesuai lagi dengan karakter masyarakat perkotaan. Agama

sebagai faktor motivator, dinamisator, katalisator, inspirator, dan sublimator sudah tidak

efektif lagi bagi masyarakat perkotaan. Sementara itu dari kalangan para penyaji agama, di

samping kurang memiliki wawasan yang cukup terhadap berbagai masalah yang dihadapi

masyarakat perkotaan , juga sudah tidak memiliki waktu dan motivasi yang memadai untuk

mengatasi problema yang dihadapi masyarakat perkotaan. Dalam keadaan kurangnya minat

18

Page 19: d Web viewKota Surabaya termasuk dalam deretan kota besar di Indonesia yang mengalami fenomena urbanisasi besar-besaran. ... Fokus penelitian mereka terutama diarahkan kepada asal-usul

masyarakat terhadap kajian keagamaan, maka tidak sedikit di antara tokoh agama yang terjun

ke dunia politik dengan menjadi anggota legislatif, terjun ke dunia bisnis dan lain sebagainya.

Masyarakat perkotaan yang dalam keadaan mudah stress itu seolah-olah dibiarkan

menghadapi masalahnya sendiri. Dalam keadaan demikian, tidaklah mengherankan jika

bermunculan orang-orang yang mengaku dirinya sebagai tokoh spiritual yang memiliki

kekuatan magis yang dapat mengatasi masalah yang dihadapi masyarakat.

19

Page 20: d Web viewKota Surabaya termasuk dalam deretan kota besar di Indonesia yang mengalami fenomena urbanisasi besar-besaran. ... Fokus penelitian mereka terutama diarahkan kepada asal-usul

BAB IV

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Permasalahan permasalahan di atas, tidak hanya terjadi di Kota Surabaya saja.

Permasalahan kepadatan penduduk tersebut kerap kali terjadi di Kota Kota besar lainnya.

Padatnya jumlah penduduk secara besar – besaran ini memiliki anggapan bahwa mencari

pekerjaan di Kota lebih mudah. Hal ini akan memiliki dampak negatif tentu nya. Apabila para

urban tidak mendapatkan pekerjaan yang layak, maka untuk memenuhi kebutuhan sehari –

harinya, mereka akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan sesuap nasi. Akibatnya,

kriminalitas pun akan meningkat. Apabila mereka tidak mendapatkan tempat tinggal yang

layak, maka kemungkinan besar mereka akan mendirikan perkampungan – perkampungan

kumuh di tepi sungai, di pinggran rel kereta api, di bawah jalan tol, dan lain – lain sehingga

mengakibatkan ketidakrapian dan menyebabkan kota terlihat kumuh. Selain itu, dengan

bertambahnya jumlah penduduk setiap tahunnya, akan menyebabkan berkurangnya

ketersediaan lahan, karena luas lahan tidak akan bertambah. Hal ini pun dapat mengakibatkan

tanah pertanian menjadi berkurang karena digunakan untuk permukiman penduduk.

Dampak lain dari tingkat kepadatan penduduk yang tinggi adalah terjadinya

kemacetan dimana – mana. Dengan kepadatan penduduk yang cenderung tinggi diKota

Surabaya, pastinya akan menimbulkan banyak masalah-masalah baru yang terkait prilaku

manusianya. Akan tetapi, tanpa diimbangi dengan adanya perbaikan sarana dan aksesibilitas

jalan, maka tentunya akan terjadi kemacetan di Kota Pahlawan ini. Hal ini dikarenakan

semakin banyaknya orang yang menggunakan sarana tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan

suatu upaya perbaikan dan peningkatan aksesibilitas jalan dan transportasi seperti pemberian

lampu-lampu lalu lintas, pembuatan jalur khusus sehingga tidak menambah kemacetan yang

sudah terjadi.

Pengurangan kepadatan penduduk ini tentunya dapat dibantu dengan progam

Trnasmigrasi, sehingga penduduk yang memiliki tingkat kepadatan yang rendah diharapkan

mampu menekan laju pengangguran akibat tidak sepadannya jumlah penduduk dengan

jumlah lapangan kerja yang tersedia. Solusi ini dapat berjalan dengan baik apabila

pemerintah benar – benar merealisasikanya, tentunya dibantu juga dengan kesadaran

masyarakat Indonesia  untuk mematuhi dan melaksanakan peraturan yang telah dibuat. 

20

Page 21: d Web viewKota Surabaya termasuk dalam deretan kota besar di Indonesia yang mengalami fenomena urbanisasi besar-besaran. ... Fokus penelitian mereka terutama diarahkan kepada asal-usul

Dari pembahasan di atas juga dapat disimpulkan bahwa hubungan kekerabatan para

urban dengan masyarakat lain memang longgar atau melemah. Para urban lebih bersifat

individualistik dan lebih mementingakan perkerjaan tanpa memandang tetangga-tetangga

yang ada di sekitarnya.

Pola gaya hidup pun juga begitu, gaya penampilan berubah dari segi berpakaian dan

makanan. Pengaruh dari media massa biasanya yang mereka contoh. Biasanya para urban

lebih berpola gaya hidup yang terlalu berlebihan dibanding orang-orang lainnya. Sedangkan

mata pencaharian, kebanyakan para urban bekerja di kota menjadi pekerja buruh pabrik dan

sektor informal, karena mungkin sudah bosan tinggal di desa menjadi petani. Hanya

kebanyakan yang berjualan di tempat-tempat pinggir jalan atau biasanya yag disebut sebagai

pedagang kaki lima (PKL) itu adalah para urban. Karena mungkin mereka tidak bisa bekerja

selain menjadi pekerja di sektor informal. Hanya keahlian saja yang bisa menjadi modal

untuk menghidupi keluarga mereka. Dari segi religi yang dimiliki oleh para urban kehidupan

keagamaannya berkurang, kadangkala tidak terlalu dipikirkan karena memang kehidupan

yang cenderung kearah keduniaan saja.

21