Upload
others
View
32
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
DAYA SERAP KARBON AKTIF LIMBAH SERAT SAGU
(Metroxylon Sago) TERAKTIVASI KOH TERHADAP
IODIN
SURIANTI
1603410017
FAKULTAS SAINS
UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO
2020
i
DAYA SERAP KARBON AKTIF LIMBAH SERAT SAGU (Metroxylon
Sago) TERAKTIVASI KOH TERHADAP IODIN
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains pada
Program Studi Kimia Fakultas Sains
Universitas Cokroaminoto Palopo
SURIANTI
1603410017
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS
UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO
2020
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
Surianti. 2020. Daya Serap Karbon Aktif Limbah Serat Sagu (Metroxylon Sago)
Teraktivasi KOH terhadap Iodin (dibimbing oleh Nurmalasari dan Nurasia).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) kadar air, abu, zat menguap,
dan kadar karbon terikat pada karbon aktif limbah serat sagu (Metroxylon Sago)
teraktivasi KOH, (2) waktu optimum terhadap daya serap zat iodin. Metode yang
digunakan yaitu metode karbonisasi hidrotermal dan metode adsorpsi.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh karbon aktif yang berbentuk serbuk dan
berwarna hitam. Pada hasil uji diperoleh kadar air sebesar 6,77%, kadar abu
sebesar 21,22%, kadar zat menguap sebesar 17,8% dan kadar karbon terikat
sebesar 60,98%. Waktu kontak optimum dicapai pada menit ke 10 dengan daya
serap sekitar 85,15% atau sebesar 510,9 mg/g.
Kata kunci: serat sagu, karbon aktif, KOH, daya serap, iodin
vi
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
akhir ini yang berjudul “Daya Serap Karbon Aktif Limbah Serat Sagu
(Metroxylon Sago) Teraktivasi KOH Terhadap Iodin” dengan sebaik-baiknya.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam
menyelesaikan pendidikan Strata satu (S1) pada Program Studi Kimia Fakultas
Sains Universitas Cokroaminoto Palopo. Penyusunan tugas akhir ini tidak lepas
dari kedua orang tua yang memberikan restu, semangat, bimbingan dan
mendoakan penulis, serta bantuan beberapa pihak. Untuk itu, dalam kesempatan
ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Drs. Hanafie Mahtika MS., selaku Rektor Universitas
Cokroaminoto Palopo.
2. Ibu Pauline Destinugrainy Kasi, S.Si., M.Sc., selaku Dekan Fakultas Sains
Universitas Cokroaminoto Palopo.
3. Ibu Ilmiati Illing, S.Si., M.Pd., selaku Wakil dekan Fakultas Sains
Universitas Cokroaminoto Palopo
4. Bapak Muhammad Nur Alam, S.Si., M.Si., selaku Ketua Program Studi
Kimia Fakultas Sains Universitas Cokroaminoto Palopo.
5. Ibu Nurmalasari, S.Si.,M.Sc., dan Ibu Nurasia, S.Pd., M.Pd selaku
pembimbing I dan pembimbing II, terima kasih atas semua masukan dan
kritikan yang membangun yang diberikan kepada penulis
6. Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Sains Universitas Cokroaminoto Palopo
atas arahan, dukungan dan bimbingan serta ilmu pengetahuan yang telah
diberikan kepada penulis.
7. Perpustakaan Kampus Dua Universitas Cokroaminoto Palopo sebagai salah
satu sumber referensi bagi penulis.
8. Teman-teman seperjuangan Kimia terutama angkatan 2016 yang telah
memberikan banyak masukan untuk penyelesaian proposal ini dan
memberikan semangat serta motivasi demi tersusunnya proposal ini.
9. Teman- teman se-tujuh squad (Gita, Nur Hidayah, Nurhayati, Firkha
Rustam, Riska Nurhayati dan Maghfira Gibrani. N) yang selalu menemani,
vii
memberikan semangat, dan banyak memberikan masukan untuk
menyelesaikan proposal ini.
10. Rekan-rekan pengurus Himpunan Mahasiswa Kimia (HMK) Fakultas Sains
Universitas Cokroaminoto Palopo yang selalu memberikan masukan selama
ini.
Hanya doa yang dapat penulis panjatkan kepada semua pihak yang telah
memberikan kebaikan dan dukungan. Semoga mendapatkan balasan dari Allah
SWT. Penulis menyadari bahwa kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT, oleh
karena itu penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan perkembangan
ilmu pengetahuan.
Palopo, 19 Juni 2020
Surianti.
viii
RIWAYAT HIDUP
Surianti, lahir dari pasangan Iyan dan Kurmiati, Penulis lahir
di Kondo, Kecamatan Walenrang Utara, Kabupaten Luwu,
pada tanggal 04 Maret 1995, sebagai anak keempat dari tujuh
bersaudara. Penulis mulai memasuki jenjang pendidikan di
SDN 297 Kondo selama 6 tahun, masuk pada tahun 2001 dan
lulus pada tahun 2007. Penulis melanjutkan pendidikan di
SMPN 1 Lamasi tahun 2007 dan lulus tahun 2010. Setelah lulus pada tahun 2010
penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Walenrang tahun 2010 dan lulus
pada tahun 2013. Kemudian pada tahun 2016 penulis melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi di Universitas Cokroaminoto Palopo Stara satu pada
Program Studi Kimia Fakultas Sains.
Penulis juga merupakan salah satu mahasiswa penerima beasiswa USS
(UNCP Sience Scholarship) yaitu beasiswa gratis SPP selama 4 yahun. Selama
kuliah penulis tidak hanya melaksanakan proses akademik saja akan tetapi penulis
juga aktif di kelembagaan intra kampus. Penulis pernah menjabat sebagai
Sekretaris Umum Himpunan Mahasiswa Kimia Fakultas Sains (HMK FSains)
periode 2018-2019. Pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) periode 2019-
2020.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. ii
SURAT KETERANGAN HASIL SIMILARITY .............................................. iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN NASKAH SKRIPSI ............................ iv
ABSTRAK .......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ viii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xii
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN .......................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 3
1.3 Tujuan ....................................................................................... 3
1.4 Manfaat ..................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori .............................................................................. 5
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan .................................................. 13
2.3 Kerangka Pikir .......................................................................... 14
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian .......................................................................... 15
3.2 Defenisi Operasional Variabel .................................................. 15
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 15
3.4 Prosedur Penelitian.................................................................... 15
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil ............................................................................................ 21
4.2 Pembahasan ................................................................................ 22
x
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ................................................................................. 31
5.2 Saran ........................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 32
LAMPIRAN ....................................................................................................... 37
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Komposisi kimia limbah ampas sagu ....................................................... 6
2. Persyaratan karbon aktif (SNI) 06-3730-1995 .......................................... 7
3. Hasil pengujian karbon aktif .................................................................... 21
4. Daya sjerap iodin dengan variasi konsentrasi iodin .................................. 22
5. Daya jerap iodin dengan variasi waktu kontak ......................................... 22
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Limbah serat sagu .................................................................................... 5
2. Bagan kerangka pikir ............................................................................... 14
3. Bagan diagram alir ................................................................................... 19
4. Hasil pembuatan karbon aktif ................................................................... 21
5. Kurva standar larutan iodin ....................................................................... 25
6. Kurva daya jerap iodin pada variasi konsentrasi ...................................... 26
7. Kurva daya jerap iodin pada variasi waktu kontak ................................. 27
8. Isoterm Langmuir waktu optimum ........................................................... 29
9. Isoterm Freundlich waktu optimum .......................................................... 29
xiii
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
Lambang/Singkatan Keterangan
dkk
cm
m
%
pH
°C
SNI
Ǻ
mg/g
KOH
HCl
H3PO4
NaCl Kg
m2/Kg
m3/mg
A
ppm
rpm
R2
Dan Kawan-Kawan
Sentimeter
Meter
Perseratus
Potential of Hydrogen (derajat
keasaman)
Derajat Celcius, satuan suhu
Standar Nasional Indonesia
Satuan panjang Amstrong
Satuan berat milligram per gram
Kalium Hidroksida
Asam Klorida
Asam Posfat
Natrium Klorida Satuan berat kilogram
Satuan meter kuadrat per kilogram
Satuan meter kubik per milligram
Absorbansi
Parts Per Million
Rotasi per menit
Nilai Koefisien Kolerasi
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Hasil pengujian karbon aktif ................................................................... 5
2. Hasil pengujian daya serap karbon aktif ................................................. 38
3. Dokumentasi ........................................................................................... 49
4. Laporan hasil penelitian ........................................................................... 54
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman sagu (metroxylon sago) merupakan tanaman yang tersebar di
Indonesia, dan termasuk tumbuhan monokotil dari keluarga Plantae, marga
metroxylon, dengan ordo Sfadiciflorae. Sagu memiliki kandungan pati yang lebih
tinggi dibandingkan dengan jenis metroxylon lainnya, sehingga sagu banyak
dimanfaatkan dalam berbagai industri pertanian (Bintoro, 2008). Tanaman sagu
dapat tumbuh pada berbagai kondisi hidrologi dari yang terendam sepanjang
masa sampai kelahan jalan yang tidak terendam air (Bintoro, 2008). Bentuk
pohon yang tegak dan kuat dengan ukuran tinggi dan diameter batang yang
berbeda-beda menurut jenis dan umurnya. Pohon sagu yang mulai berbunga
mempunyai tinggi bervariasi antara 10-15 m dan diameter batang mencapai 75 cm
dengan berat berkisar satu ton.
Saat ini pemanfaatan sagu hanya terfokus pada pati yang terkandung
didalamnya. Perkembangan industri pengolahan pati menyebabkan peningkatan
hasil sampingan berupa residu empulur sagu berserat (ampas), kulit batang sagu,
dan air buangan. Jumlah kulit batang sagu dan ampas sagu berturut-turut adalah
26% dan 14% berdasarkan bobot total sagu (Singhal dkk, 2008). Salah satu
bagian dari sagu yang belum dimanfaatkan secara optimal adalah ampas sagu.
Ampas sagu merupakan hasil sampingan yang didapatkan dari proses
ekstraksi pembuatan pati sagu, dimana ampas sagu ini seringkali hanya menjadi
limbah yang jumlahnya cukup banyak dan jarang dilakukan pengolahan untuk
dimanfaatkan, dan apabila dibiarkan dapat menimbulkan pencemaran lingkungan
berupa bau dan memicu peningkatan keasaman tanah atau pH<4 (Syakir dkk,
2009). Limbah sagu berupa ampas sagu mengandung sekitar 58,21% pati dan
sisanya berupa serat kasar, protein kasar, lemak, dan abu. Limbah serat sagu
merupakan limbah lignoselulosa yang kaya akan selulosa dan pati, sehingga dapat
dimanfaatkan secara optimal sebagai sumber karbon (Kiat, 2006).
Karbon aktif merupakan suatu bahan berupa karbon amorf yang sebagian
besar terdiri atas atom karbon bebas dan mempunyai permukaan dalam sehingga
mempunyai kemampuan daya serap yang baik (Laos dan Selan, 2016). Metode
2
yang umum digunakan dalam pembuatan karbon aktif yaitu metode pirolisis.
Metode pirolisis merupakan proses karbonisasi konvensional untuk mendapatkan
arang dengan suhu yang cukup tinggi antara 350-500°C (Nuhayati, 2016). Namun
metode ini masih kurang efektif untuk digunakan, seperti pada penelitian
Megawati (2017) nilai rata-rata analisis kadar abu 20,84%. Nilai rata-rata
melebihi standar kualitas karbon aktif SNI 06-3730-1995 yaitu maksimum 10 %.
Jumlah karbon aktif yang dihasilkan kurang dari 50%. hal ini terjadi karena proses
karbonisasi terbuka melibatkan O2 dan suhu yang tinggi menyebabkan penguraian
berlangsung dengan cepat menghasilkan gas CO2 yang banyak. Untuk mengatasi
keterbatasan metode pirolisis maka dapat digunakan metode hidrotermal.
Metode hidrotermal mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan
dengan metode sintesis lainnya yaitu lebih ramah lingkungan, biayanya murah,
reaksi suhu rendah juga menghindari masalah yang umumnya dihadapi dengan
teknologi suhu tinggi, seperti kontrol stokiometri buruk akibat penguapan
komponen, adanya penyebab cacat termal, pembentukan fase dan transformasi
fasa yang tidak diinginkan (Suchanek, 2003).
proses karbonisasi secara hidrotermal diharapkan dapat menghasilkan
karbon yang memiliki kualitas sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Ada beberapa standar yang harus dipenuhi agar karbon dapat digunakan sebagai
karbon aktif. Standar tersebut adalah kadar air,abu, zat menguap dan jumlah
karbon terikat yang dapat diketahui melalui analisis proksimat. Standar yang lain
adalah kemampuan adsorpsi. kemampuan adsorpsi karbon aktif dalam menjerap
molekul kecil digunakan adsorbat berupa iodin.
Daya serap terhadap zat iodin banyak digunakan sebagai parameter untuk
menentukan kapasitas daya serap karbon aktif dengan tujuan untuk mengetahui
kemampuan arang aktif dalam menyerap larutan berwarna dan berbau dengan
diameter pori lebih kecil dari 10 Ǻ (Pari dkk, 2009). Daya serap iodin merupakan
salah satu parameter untuk mengetahui karakteristik dari karbon aktif.
Berdasarkan SNI 06-3730-1995 daya serap karbon aktif terhadap iodin yaitu
minimum 750 mg/g.
Iodin dan senyawanya memiliki aplikasi yang sangat luas dibidang
industri, kesehatan, sanitasi, nutrisi, dan lain-lain. Pemakaian iodin dalam dunia
3
kesehatan dapat memberikan dampak positif dan negatif terhadap lingkungan
pemakaiannya. Penggunaan iodin di dunia kesehatan secara berlebihan banyak
dilakukan di rumah sakit, terutama pada saat proses operasi sebagai obat dan
antiseptik. Pada ruangan perawatan bedah luka, iodin digunakan setiap hari
sebagai antiseptik saat proses penggantian perban pada luka pasien, sehingga
dilingkungan rumah sakit sering ditemukan limbah cair yang mengandung
senyawa iodin (Refinel dkk, 2011).
Berdasarkan uraian diatas maka salah satu solusi untuk mengurangi
pencemaran limbah cair yang mengandung zat iodin yakni pembuatan karbon
aktif yang terbuat dari bahan baku yang ramah lingkungan yang digunakan untuk
menyerap iodin. Oleh karena itu pada penelitian ini peneliti melakukan pengujian
daya serap karbon aktif yang teraktivasi KOH terhadap iodin yang diharapkan
mampu memenuhi standar mutu karbon aktif berdasarkan SNI 06-3730-1995.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Berapa kadar air, abu, zat menguap, dan karbon terikat pada karbon aktif
limbah serat sagu (Metroxylon Sago) teraktivasi KOH ?
2. Berapa waktu kontak optimum karbon aktif limbah serat sagu (Metroxylon
Sago) teraktivasi KOH terhadap iodin ?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui kadar air, abu, zat menguap, dan kadar karbon terikat pada karbon
aktif limbah serat sagu (Metroxylon Sago) teraktivasi KOH
2. Mengetahui waktu kontak optimum karbon aktif limbah serat sagu
(Metroxylon Sago) teraktivasi KOH terhadap daya serap zat iodin
1.4 Manfaat Penelitian
Pembuatan karbon aktif yang berbahan dasar serat sagu yang
dimanfaatkan untuk menyerap zat iodin diharapkan dapat menjadi referensi bagi
peneliti selanjutnya yang ingin mengkaji lebih luas tentang serat sagu dan
4
penelitian ini juga diharapkan dapat membantu masyarakat dalam mengelolah
limbah ampas sagu yang berpotensi menjadi sampah dan dapat membantu
mahasiswa dalam meningkatkan ilmu pengetahuan, dan dijadikan sebagai media
pembelajaran untuk menyalurkan ilmu pengetahuan.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
1. Serat Sagu
Tanaman sagu (Metroxylon Sago) merupakan tanaman yang tersebar di
Indonesia, dan termasuk tumbuhan monokotil dari keluarga plantae Metroxylon
dengan ordo Spadicifflorae. Sagu memiliki kandungan pati yang lebih tinggi
dibandingkan dengan jenis Metroxylon lainnya, sehingga sagu banyak
dimanfaatkan dalam berbagai industri pertanian. Saat ini pemanfaatan sagu masih
terfokus pada pati yang terkandung didalamnya (Djumadi, 2009).
Tanaman sagu dapat dikelompokan sebagai salah satu sumber bahan
pangan dan non pangan. Semua bagian tanaman pada sagu baik berupa daun,
batang dan pelepah dapat dimanfaatkan. Sagu merupakan tanaman penghasil
karbohidrat yang besar yaitu mencapai 700 kg pati basah per batang atau 15-25
ton pati kering/hektar/tahun. Akan tetapi perkembangan industri pengelolahan pati
sagu menyebabkan peningkatan hasil sampingan yaitu limbah sagu yang berupa
kulit, batang, serat dan ampas sagu (Flach, 1993).
Ampas sagu (Metroxylon sago), merupakan limbah yang dihasilkan dari
pengolahan sagu yang berupa serat-serat empulur yang dihasilkan dari pemarutan
dan pemerasan isi batang sagu. Serat-serat empulur ini kaya akan karbohidrat dan
bahan organik lainnya
Gambar 1. Limbah Serat Sagu
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Limbah ampas sagu mengandung lignoselulosa yang kaya akan selulosa
dan pati, sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai sumber karbon.
6
Limbah sagu berupa ampas sagu mengandung 65,7% pati dan sisanya berupa serat
kasar, protein kasar, lemak, dan abu. Berdasarkan persentase tersebut ampas sagu
mengandung residu lignin sebesar 21%, sedangkan kandungan selulosanya
sebesar 20% dan sisanya merupakan zat ekstraktif dan abu. Selain itu, kulit batang
sagu mengandung selulosa 57% dan lignin yang lebih banyak 38% dari pada
ampas sagu (Kiat, 2006).
Tabel 1. Komposisi Kimia Limbah Ampas Sagu
Komponen Jumlah (%)
Selulosa
Residu Lignin
Gula Pentosa
Ekstraktif
Kadar Abu
19,55 %
20,67%
11, 70%
10,60%
6,94%
Sumber: Kiat, 2006
2. Karbon Aktif
Karbon aktif merupakan suatu bahan berupa karbon amorf yang
sebahagian besar terdiri atas atom karbon bebas dan mempunyai permukaan
dalam sehingga mempunyai kemampuan daya serap yang baik. Bahan ini mampu
mengadsorpsi anion, kation dan molekul dalam bentuk senyawa organik dan
anorganik, baik berupa larutan maupun gas. Karbon aktif dapat dibedakan dari
karbon berdasarkan sifat pada permukaannya. Permukaan pada karbon masih
ditutupi oleh deposit hidrokarbon yang dapat menghambat keaktifannya,
sedangkan pada arang aktif permukaannya relatif telah bebas dari deposit
sehingga mampu mengabsorpsi karena permukaannya luas dan pori-porinya telah
terbuka. Karbon aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa kimia
tertentu atau sifat adsorpsinya selektif, tergantung pada besar atau volume pori-
pori dan luas permukaan. Struktur pori ini erat kaitannya dengan daya serap
karbon, dimana semakin banyak pori-pori pada permukaan karbon aktif maka
daya adsorpsinya juga semakin meningkat. Dengan demikian kecepatan
adsorpsinya juga semakin bertambah (Laos dan Selan, 2016).
Karbon aktif merupakan media yang sangat efektif dalam penyerapan zat
terlarut dalam air baik organik maupun anorganik. Kelebihan menggunakan
karbon aktif sebagai adsorben karena memiliki permukaan yang lebih luas,
7
kemampuan adsorpsi yang lebih besar, mudah diaplikasikan dan biaya yang
diperlukan relatif murah (Bansal dkk, 1988).
Karbon aktif diperoleh dengan proses aktivasi, baik ativasi secara fisika
maupun aktivasi secara kimia. Proses aktivasi merupakan proses untuk
menghilangkan zat-zat pengotor yang melapisi permukaan arang sehingga dapat
meningkatkan porositas karbon aktif. Luas permukaan adalah salah satu sifat fisik
dari karbon aktif. Karbon aktif memiliki luas permukaan yang sangat besar, yakni
1,95 × 106 m2/kg dengan total volume pori-porinya sebesar 10,28 × 10-4 m3/mg
dan diameter pori rata-rata 21,6 Ǻ, sehingga sangat memungkinkan untuk dapat
menyerap adsorbat dalam jumlah yang banyak. Semakin luas permukaan dari
karbon aktif, maka daya serapnya semakin tinggi (Allport, 1997).
Faktor-faktor yang mempengaruhi daya serap karbon aktif, yaitu sifat
arang aktif, sifat komponen yang diserapnya, sifat larutan dan sifat sistem kontak.
Daya serap karbon aktif terhadap komponen-komponen yang berada dalam
larutan atau gas disebabkan oleh kondisi permukaan dan struktur porinya. Sifat
karbon aktif sendiri selain dipengaruhi oleh jenis bahan baku, luas permukaan,
penyebaran pori, dan sifat kimia permukaan arang aktif, namun juga dipengaruhi
oleh cara aktivasi yang digunakan (Laos dan Selan, 2016).
Kualitas arang aktif tergantung dari jenis bahan baku, teknologi
pengolahan, cara pengerjaan dan ketetapan penggunaannya. Oleh karena itu, bagi
produsen arang aktif yang perlu diketahui adalah kualitas apa yang ingin
dihasilkan dengan menggunakan bahan baku yang ada, serta untuk apa tujuan
kegunaan arang aktif tersebut. Berikut adalah standar berdasarkan SNI No. 06-
3730-1995.
Tabel 2. Persyaratan karbon (SNI) 06-3730-1995
Jenis Pesyaratan Parameter
Kadar Air Maksimum 15%
Kadar Abu Maksimum 10%
Kadar Zat Menguap Maksimum 25%
Kadar Karbon Terikat Minimum 65%
Daya Serap Terhadap Iodium Minimum 750 Mg/g
Daya Serap Terhadap Benzene Minimum 25%
8
3. Metode Hidrotermal
Roger (1966) menyatakan bahwa hidrotermal adalah proses yang
melibatkan air panas atau cairan lainnya yang mudah menguap karena adanya
hubungan dengan sebuah sumber panas. Endapan hidrotermal adalah endapan
yang terbentuk karena pengendapan mineral-mineral pada air panas atau cairan-
cairan lainnya secra komparatif (Suparman, 2010).
Sintesis dengan metode hidrotermal melibatkan penggunaan air pada suhu
dan tekanan tinggi, yang bertujuan untuk merubah struktur kristal dan juga
membentuk material berpori. Metode hidrotermal ini didasarkan pada penggunaan
tekanan uap dan suhu diatas titik didih normal. Hal tersebut bertujuan untuk
mempercepat reaksi yang terjadi antar zat padat (West,1984).
Pertumbuhan kristal dengan metode hidrotermal terjadi dalam sebuah alat
yang terbuat dari tabung baja yang disebut dengan autoclave. Umumnya reaktor
hidrotermal berbentuk tabung silinder berdinding tebal yang memiliki hermetic
seal, yang bertujuan agar tahan terhadap suhu tinggi dan tekanan dalam periode
tertentu. Sifat autoclave harus inert terhadap larutan. Hal tersebut untuk
mencegah terjadinya reaksi antara dinding dan bagian yang dimasukan
kedalamnya (Akhmad dkk, 2004).
Keuntungan metode hidrotermal dibandingkan metode lainnya, antara lain
menghemat energi, proses sederhana, bebas polusi (karena dilakukan pada sistem
tertutup), biasanya cukup efisien, tingkat disperse lebih tinggi, dan temperatur
operasi yang lebih rendah dengan pelarut yang tepat, kemudahan dalam
mengontrol bentuk (Pujianto, 2009).
4. Aktivasi
Aktivasi merupakan salah satu proses yang biasanya dilakukan dalam
proses pembuatan karbon aktif. Aktivasi bertujuan untuk menambah dan
mengembangkan volume pori, serta memperbesar diameter pori yang telah
terbentuk pada proses karbonisasi. Melalui proses aktivasi, biasanya arang akan
memiliki daya adsorpsi yang semakin meningkat. Hal ini dikarenakan karbon
hasil karbonisasi biasanya masih mengandung zat lain sehingga menutup pori-pri
permukaan karbon aktif. Pada proses ini karbon aktif akan mengalami perubahan
9
sifat, baik sifat fisika maupun sifat kimia sehingga dapat berpengaruh terhadap
daya adsorpsi (Budiono dkk, 2009).
Aktivasi karbon aktif memiliki dua metode umum yang biasa digunakan
yaitu aktivasi secara kimia dan fisika. Aktivasi kimia merupakan proses
pemutusan rantai karbon dari senyawa organik dengan pemakaian bahan-bahan
kimia. Pada cara ini, proses aktivasi dilakukan dengan menggunakan bahan kimia
(aktivator) sebagai agen pengaktivasi. Aktivator adalah zat atau bahan kimia yang
berfungsi sebagai reagen pengaktif pada adsorben karbon aktif sehingga dapat
menyebabkan daya serapnya menjadi lebih baik. Aktivasi karbon aktif dilakukan
dengan merendam arang kedalam larutan kimia yang bersifat asam (H3PO4, dan
H2SO4), basa (KOH dan NaOH), dan bersifat garam (ZnCl2 dan NaCl)
(Dabrowski dkk, 2005).
Aktivasi fisika dari karbon aktif diaktivasi menggunakan agen
pengaktivasi dari gas CO2 atau uap pada suhu 500-800°C. Faktor-faktor yang
mempengaruhi karakteristik atau sifat dari karbon aktif yang dihasilkan melalui
proses aktivasi fisika antara lain bahan dasar, laju aliran kalor, laju aliran gas,
proses karbonisasi sebelumnya, suhu pada saat proses aktivasi, agen pengaktivasi
yang digunakan, lama proses aktivasi dan alat yang digunakan (Marsh dan
Francisco, 2006).
Menurut Suhendra dan Gunawan (2010) metode aktivasi kimia memiliki
berbagai keunggulan tertentu dibandingkan dengan aktivasi fisika diantaranya
yaitu:
a. Dalam proses aktivasi kimia, zat pengaktif sudah terdapat dalam tahap
penyiapannya sehingga proses karbonisasi dan proses aktivasi karbon
terakumulasi dalam satu langkah yang umumnya disebut one-step activation
atau metode aktivasi satu langkah
b. Dalam proses aktivasi kimia, suhu yang digunakan umumnya lebih rendah
dibanding pada aktivasi fisika
c. Efek dari agen dehidrasi pada aktivasi kimia dapat memperbaiki
pengembangan pori dalam struktur karbon
d. Produk yang dihasilkan dalam aktivasi kimia lebih banyak deibandingkan
dengan aktivasi fisika.
10
5. Adsorpsi
Adsorpsi merupakan suatu peristiwa dimana molekul-molekul dari suatu
senyawa terikat oleh permukaan zat padat. Molekul-melekul pada zat padat atau
zat cair memiliki gaya dalam keadaan tidak seimbang dimana gaya kohesi
cenderung lebih besar daripada gaya adhesi. Ketidakseimbangan gaya-gaya
tersebut menyebabkan zat padat atau zat cair tersebut cenderung menarik zat-zat
lain atau gas yang bersangkutan pada permukaannya (Saragih, 2008).
Ketika proses adsorpsi berlangsung, molekul-molekul dalam bentuk cair
atau padat akan terikat didalam suatu permukaan yang padat. Molekul-molekul
yang terikat dalam permukaan disebut adsorbat, sedangkan material permukaan
padat yaitu adsorben. Proses adsorpsi terletak dipori-pori adsorben. Banyak faktor
yang mempengaruhi daya adsorpsi yaitu luas permukaan adsorben, derajat
keasaman (pH) saat proses adsorpsi, jenis adsorbat yang digunakan, waktu kontak
antara adsorben dan adsorbat serta temperatur (Trijaya, 2019).
Adsorpsi terbagi menjadi dua prinsip berdasarkan interaksi antara
adsorben dengan adsorbat yaitu adsorpsi fisika dan kimia. Adsorpsi fisika
merupakan adsorpsi yang terjadi karena adanya gaya tarik menarik atau disebut
dengan gaya Van der Waals. Ketika adsorpsi fisika, gaya tarik menarik antara
adsorbat dengan adsorben relatif lemah. Hal ini dikarenakan gaya intramolekul
lebih besar dari gaya intramolekular. Gaya intermolekul adalah gaya tarik menarik
antara molekul-molekul fluida itu sendiri sedangkan gaya intramolekular adalah
gaya tarik menarik antara molekul fluida dengan molekul permukaan padatan
(Mario, 2012).
Adsorpsi kimia terjadi karena terbentuknya ikatan kimia disebabkan
adsorbat larut kedalam adsorben. Molekul adsorbat terikat kuat dengan
permukaan adsorben sehingga membentuk lapisan monolayer. Adsorpsi bersifat
Irreversible, sehingga membutuhkan energi besar untuk memisahkan ikatan antara
adsorben dan adsorbat yang terikat kuat (Trijaya, 2019).
6. Iodin
Iodin merupakan senyawa yang sedikit larut dengan kelarutan molar dalam
air 0,00134 mol/liter pada suhu 25°C dan merupakan senyawa non polar. Iodin
11
tersusun atas dua atom yang sama, salah satu atom yang lebih elektropositif
membentuk muatan parsial positif, dan salah satu atomnya yang lebih
elektronegatif membentuk parsial negatif. Iodin tersusun atas dua atom yang sama
dengan keelektronegatifan yang sama sehingga arah momen ikatannya saling
meniadakan dan momen dipolnya nol. Hal ini dapat dikaitkan dengan
karakterisasi karbon aktif dengan mengukur kemampuan adsorpsi terhadap larutan
iodin sama dengan mengukur adsorptivitas terhadap senyawa non polar (Miranti,
2012).
Mekanisme proses adsorpsi dimulai ketika molekul adsorbat larutan iodin
berdifusi melalui suatu lapisan batas kepermukaan luar adsorben dan peristiwa ini
disebut sebagai difusi eksternal selanjutnya adsorbat berada dipermukaan
adsorben dan sebagian besar berdifusi lanjut didalam pori-pori karbon aktif yang
disebut dufusi internal. Bila kapasitas adsorpsi masih sangat besar akan
teradsorpsi dan terikat pada bagian permukaan (Miranti, 2012)
Bilangan iodin merupakan parameter utama yang digunakan untuk melihat
karakteristik dari adsorben maupun karbon aktif. Bilangan ini sering ditulis
dengan satuan mg/g. bilangan ini mengkur kandungan mikropori dengan cara
menyerap iodin dari larutan (Itodo dkk, 2010). Adsorpsi iodin telah banyak
dilakukan untuk menentukan kapasitas adsorpsi karbon aktif. Kemampuan
adsorben dalam penyerapan senyawa iodin menunjukan kemampuan adsorben
tersebut untuk menyerap komponen dengan berat molekul yang rendah (Siti,
2012). Penentuan angka iodin pada karbon aktif menggunakan reaksi redoks
dalam penetuannya.
Adsorpsi menggunakan zat iodin banyak digunakan sebagai parameter
untuk menentukan kapasitas adsorpsi karbon aktif dengan tujuan untuk
mengetahui kemampuan arang aktif dalam menyerap larutan berwarna dan berbau
dengan diameter pori 10 Å (Pari dkk, 1995).
7. Isoterm Adsorpsi
Hubungan kesetimbangan antara potensial kimia adsorbat dalam gas atau
cairan dan potensial kimia adsorbat dipermukaan adsorben pada suhu tetap
disebut isoterm adsorpsi. Kesetimbangan tercapai jika laju pengikatan adsorben
12
terhadap adsorbat sama dengan laju pelepasannya (Koumanova dan Antova,
2002). Tipe isoterm adsorpsi yang umumnya digunakan yaitu tipe isoterm
Freundlich dan isoterm Langmuir.
Model isoterm Freundlich menerangkan bahwa proses adsorpsi pada
permukaan adalah heterogen dimana tidak semua permukaan adsorben
mempunyai daya adsorpsi. Model isoterm Freundlich menunjukkan lapisan
adsorbat yang terbentuk pada permukaan adsorben adalah multilayer. Hal tersebut
berkaitan dengan ciri-ciri dari adsorpsi secara fisika dimana adsorpsi dapat terjadi
pada banyak lapisan (multilayer) (Husin dan Rosnelly, 2007).
Model isoterm adsorpsi Langmuir mendefinisikan kapasitas adsorpsi
maksimum itu terjadi dikarenakan adanya lapisan tunggal (monolayer) adsorbat
pada permukaan adsorben. Situs yang ada pada permukaan semuanya bersifat
homogen. Hal tersebut karena masing-masing dari situs aktif hanya mampu
mengadsorpsi satu molekul adsorbat (Oscik, 1982).
8. Spektofotometer UV-Vis
Spektofotometer UV-Vis adalah alat yang digunakan untuk mengukur
serapan yang dihasilkan dari interaksi kimia anti radiasi elektromagnetik dengan
molekul atau atom dari suatu zat kimia pada daerah UV-Vis (Susanti, 2010).
Spektofotometer UV-Vis merupakan pengukuran panjang gelombang dan
intensitas sinar ultravioley dan cahaya tampak yang diabsorpsi oleh sampel. Sinar
ultraviolet (UV) memiliki panjang gelombang antara 200-400 nm (Rohman,
2007).
Prinsip dari spektofotometer UV-Vis adalah mengukur jumlah yang
diabsoprsi atau ditransmisikan oleh molekul-molekul didalam larutan. Ketika
panjang gelombang cahaya cahaya ditransmisikan melalui larutan, sebagian energi
cahaya tersebut akan diserap (diabsorpsi). Besarnya kemampuan molekul-molekul
zat terlarut untuk mengabsorpsi cahaya pada panjang gelombang tertentu dikenal
istilah absorbansi (A) yang setara dengan nilai konsentrasi larutan tersebut dan
panjang gelombang berkas cahaya yang dilalui (biasanya 1 cm dalam
spektofotometri) ke suatu point dimana presentasi jumlah cahaya yang
ditransmisikan atau diabsorpsi diukur dengan phototube (Susanti, 2010).
13
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian Rahmi dkk (2018) pemanfaatan limbah serat sgu (metroxylon
sago) yang teraktivasi H3PO4 sebagai adsorben iodin dari hasil penelitian
diperoleh daya serap terhadap iodin dengan variasi konsentrasi adsorben diperoleh
konsentrasi optimum yaitu 0,101 gram dengan daya serap terhadap iodin
301,459mg/g dan daya serap iodin dengan variasi waktu kontak diperoleh waktu
optimum yaitu pada 30 menit dengan daya serap iodin 333,192 mg/g.
Menurut penelitian Azhary (2008) dalam uji daya serap iodin dengan
menggunakan karbon aktif dari tempurung kemiri dan dikalsinasi dengan variasi
suhu 500°C, 600°C, dan 700°C. Hasil penelitian menunjukan daya serap terhadap
iodin terbesar terdapat pada karbon aktif yang dikalsinasi pada suhu 700°C yaitu
sebesar 1754,5659 mg/g, dan daya serap iodin telah memenuhi standar SNI 06-
3703-1995 yaitu minimal 750 mg/g.
Menurut Erawati dan Fernando (2018) dalam penelitiannya yang berjudul
pengaruh jenis aktivator dan ukuran karbon aktif terhadap pembuatan adsorben
dari serbuk gergaji kayu sengon (paraserianthes falcataria) melaporkan bahwa
aktivator H3PO4 meruapakan aktivator terbaik dibandingkan aktivator lainnya.
aktivator H3PO4 menghasilkan daya serap iodin sebesar 812, 16 mg/g dan NaCl
sebesar 786, 78 mg/g. berdasarkan data tersebut sudah memenuhi standar
minimum daya serap iodin dari karbon aktif beruipa serbuk sebesar 750 mg/g.
Menurut Penelitian Laos dan Selan (2016) pada pemanfaatan kulit
singkong sebagai bahan baku karbon aktif yang dikalsinasi pada suhu 200°C,
300°C, 400°C, 500°C, dan 600°C. hasil penelitian diperoleh daya serap iodin
karbon aktif maksimal terdapat pada karbon aktif yang dikarbonisasi pada suhu
600°C yaitu sebesar 2.537,71 mg/g. sedangkan daya serap iodin minimal terdapat
pada suhu 200°C yaitu sebesar 2.533,78 mg/g. daya serap iodin yang diperoleh
telah memenuhi SNI 06-3703-1995 yaitu minimal 750 mg/g.
2.3 Kerangka Pikir
Tanaman sagu merupakan salah satu tanaman yang sering dimanfaatkan
sebagai bahan pangan. Sagu biasanya diolah menjadi tepung sagu, pada proses
pengolahan sagu akan menghasilkan limbah yaitu ampas sagu yang berupa serat
14
sagu. Serat sagu belum dimanfaatkan secara optimal sehingga sangat berpotensi
menjadi sampah yang jika dibiarkan secara terus menerus akan berdampak buruk
bagi lingkungan. Serat sagu, kaya akan kandungan lignoselulosa yang berupa
selulosa, hemiselulosa, dan qlignin yang dapat dijadikan bahan dasar pembuatan
karbon aktif. Karbon aktif dari serat sagu yang sudah jadi digunakan sebagai
adsorben untuk menyerap zat iodin.
Gambar 2. Bagan kerangka pikir
Daya serap terhadap
Zat Iodin
Hidrotermal
Pembuatan Karbon aktif
Aktivasi
Serat Sagu
15
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah eksperimen,
yaitu melakukan pengujian daya serap karbon aktif limbah serat sagu teraktivasi
KOH terhadap iodin.
3.2 Defenisi Operasional Variabel
1. Serat sagu yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah kasar sagu yang
diperoleh dari Desa Bosso Timur, Kecamatan Walenrang Utara, Kabupaten
Luwu
2. Karbon aktif yang digunakan dalam penelitian ini adalah karbon aktif yang
dibuat dari limbah serat sagu menggunakan metode hidrotermal yang
diaktivasi dengan menggunakan KOH.
3. Daya serap adalah kemampuan karbon aktif limbah serat sagu dalam
menyerap larutan iodin.
4. Iodin yang digunakan pada penelitian ini yaitu larutan iodin dengan
konsentrasi 3.066 ppm yang dibuat dari 1,29 gram iodin dan ditambahkan
kalium iodida 1,8 gram kemudian diencerkan dengan akuades.
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Bahan Alam Fakultas
Sains Kampus II Universitas Cokroaminoto Palopo dan Laboratorium Forensik
POLRI Cabang Makassar.. Waktu penelitian ini telah dilaksanakan mulai
Februari-April 2020. Pengambilan sampel ampas sagu dilakukan di Desa Bosso
Timur, Kecamatan Walenrang Utara, Kabupaten Luwu
3.4 Prosedur Penelitian
1. Alat dan bahan
Alat yang akan digunakan pada penelitian ini adalah oven, tanur, neraca
analitik, digestel karbonisasi hidrotermal, gelas ukur, gelas kimia, termometer,
pH meter, corong kaca, batang pengaduk, spatula, ayakan 60 mesh,
desikator, labu takar, dan spektofotometer UV-Vis
16
Bahan yang akan digunakan ialah serat sagu, bahan kimia yang
digunakan yaitu larutan aquadest, Larutan Kalium Hidroksida 20%, iodin,
kalium iodida,tisu, aluminium foil dan kertas saring.
2. Prosedur Kerja
a. Tahap Pembuatan Karbon aktif
1) Preparasi sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah serat sagu yang
diperoleh dari tempat pengolahan sagu Desa Bosso Timur, Kecamatan
Walenrang Utara, Kabupaten Luwu yang telah dibersihkan dari jaringan
gabusnya dengan cara dicuci lalu dijemur hingga kering kemudian dihaluskan
dengan lumpang dan alu hingga didapatkan serbuk serat sagu yang sesuai
(lembut). Serat sagu dimasukkan kedalam digester karbonisasi hidrotermal
sebanyak 15% dari volume air yang digunakan sedangkan volume air yang
digunakan dari proses karbonisasi sebanyak 1/3 dari volume digester (Nurhayati,
2016)
2) Karbonisasi Hidrotermal
Bahan baku berupa serat sagu yang telah dikeringkan kemudian
dikarbonisasi secara hidrotermal. Karbonisasi hidrotermal dilakukan dengan
menggunakan digester berukuran 20 cm dan diameter 6,35 cm. Bahan baku
berupa serat sagu yang sudah dikeringkan dimasukkan kedalam tabung digester
sebanyak 3,8 gram beserta aquades sebanyak 210 ml kemudian diaduk hingga
merata. Bahan baku dan aquades didalam digester pada suhu ruang ditutup rapat
dan pemanas dihidupkan. Suhu yang digunakan 200°C selama 6 jam dan setelah
itu pemanas listrik dimatikan. Setelah suhu digester turun dan mendekati suhu
ruang, hasil uji dikeluarkan. Karbon dari proses karbonisasi hidrotermal (karbon
hidro) ini kemudian dicuci diatas kertas saring untuk dipisahkan antara filtrat
dan residunya. Residu yang tertahan diatas kertas saring kemudian dikeringkan
didalam oven (Nurhayati, 2016)
3) Aktivasi
Aktivasi material karbon dilakukan aktivasi kimia. Aktivasi kimia dilakukan
dengan menggunakan kalium hidroksida (KOH) dengan perbandingan KOH
terhadap karbon hasil karbonisasi hidrotermal sebesar 3:1 (b/b). Sebanyak 2 g
17
karbon direndam dalam 26 ml aquades yang sudah dilarutkan dengan 6 g KOH
dengan waktu perendaman dilakukan selama 24 jam. karbon hasil aktivasi disaring
diatas kertas saring untuk dipisahkan antara filtrat dan residunya, kemudian residu
yang tertahan diatas kering dioven pada suhu 100 °C selama 6 jam.
Hasil aktivasi kemudian direndam dengan menggunakan HCl 10% selama 1
jam dilanjutkan dengan pencucian menggunakan air panas untuk menghilangkan
pengotor atau memurnikan karbon dan menetralkan pH. Meterial karbon yang sudah
dicuci lalu dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 °C hingga beratnya kostan.
Selanjutnya material karbon yang sudah dikeringkan tersebut siap dikarakterisasi
untuk mengetahui stuktur karbon aktif (Nurhayati, 2016)
b. Tahap Pembuatan Larutan Induk Iodin
Membuat larutan induk iodin dengan cara menimbang 1,29 gram iodin dan
ditambahkan 1,8 gram kalium iodida kemudian dilarutkan dalam 200 mL
aquadest, dan diencerkan sampai 1000 mL aquadest. Larutan yang dihasilkan
merupakan larutan I2 3.066 ppm.
c. Tahap pengujian daya serap iodin
1) Penentuan konsentrasi optimum
Sebanyak 0,25 gram karbon aktif dimasukan kedalam 100 mL larutan iodin
1000 ppm dengan konsentrasi masing-masing 10, 30, 50, 100, dan 150. lalu
diaduk menggunakan hot plate magnetic stirrer pada kecepatan 1500 rpm
selama 1 jam. Selanjutnya, larutan disaring menggunakan kertas saring untuk
dipisahkan dari adsorben. Filtrat yang diperoleh kemudian diukur masing-masing
dengan spektofotometer UV-Vis. Konsentrasi iodin sebelum dan sesudah
ditentukan dengan nilai kapasitas adsorpsi dihitung berdasarkan jumlah iodin
yang teradsorpsi pada adsorben.
2) Variasi waktu kontak
Konsentrasi optimum yang dihasilkan dibuat menjadi 5 variasi sampel.
Masing-masing sanpel dimasukan karbon aktif sebanyak 0,25 gram lalu diaduk
menggunakan hot plate magnetic stirrer pada kecepatan 1500 rpm dengan
variasi waktu yaitu 1, 5, 10, 15, dan 20 menit. Kemudian larutan disaring
18
menggunakan kertas saring untuk dipisahkan dari adsorben. Filtrat yang diperoleh
kemudian diukur masing-masing dengan spektofotometer UV-Vis.
d. Diagram alir penelitian
Gambar 3. Bagan diagram alir
Direndam pada
larutan KOH
dengan
perbandingn
karbon (b/b) 3:1
Tahap
pembuatan
karbon aktif
Aktivasi kimia
Karbonisasi
hidrotermal
konsentrasi
optimum Adsorpsi Iodin
Selesai
Penyusunan skripsi
Preparasi sampel
waktu optimum
Analisis data
19
e. Teknik analisis data
1) Analisis kadar air karbon aktif
Penentuan kadar air dilakukan dengan cara mengeringkan cawan porselin
dalam tanur bersuhu 110°C selama 30 menit. selanjutnya cawan didinginkan di
dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang bobot kosongnya. Kemudian
kedalam cawan kosong tersebut dimasukan sampel sebanyak 1 gram. Sampel
diratakan dan dimasukan kedalam oven yang telah diatur suhunya sebesar 105°C
selama 3 jam. Cawan dikeluarkan dari oven dan didinginkan dalam desikator
kemudian ditimbang bobotnya. Penentuan kadar air dilakukan sebanyak tiga kali
pengulangan (SNI,1995).
Menurut SNI (1995) perhitungan kadar air menggunakan persamaan:
M (%) =M2 − M3
M2 − M1x 100%
Menurut SNI (1995) kadar air karbon aktif yang berbentuk serbuk yaitu
maksimum 15%
2) Analisis kadar abu karbon aktif
Penentuan kadar abu dilakukan dengan cara mengeringkan cawan porselin
dalam tanur bersuhu 110°C selama 30 menit. Selanjutnya cawan didinginkan
didesikator selama 30 menit dan ditimbang bobot kosongnya. Kemudian cawan
kosong tersebut dimasukan sampel sebanyak 1 gram setelah itu dimasukan
kedalam tanur dengan suhu 650°C selama 4 jam. selanjutnya cawan diangkat dari
tanur dan didinginkan didesikator lalu ditimbang. penentuan kadar air dilakukan
sebanyak tiga kali pengulangan (SNI, 1995). Menurut SNI (1995) perhitungan
kadar abu menggunakan persamaan:
A (%) =M3 − M4
M2 − M1x 100%
Keterangan:
M1. Massa cawan kosong
M2. Massa cawan + sampel sebelum pemanasan
M3. Massa cawan + sampel setelah pemanasan
M4. Massa cawan kosong setelah pemanasan
A. Kadar abu
20
Menurut SNI (1995) ambang batas maksimum kadar abu karbon aktif
yang berbentuk serbuk yaitu 10%.
3) Kadar zat menguap
Cara penentuan kadar zat yang hilang yaitu cawan kosong beserta
tutupnya terlebih dahulu dipijarkan didalam tanur selama 30 menit, didinginkan
dan ditimbang (M1 gram), kemudian ditimbang dengan teliti sebanyak 1 gram
sampel kedalam cawan kosong tersebut (M2 gram). Selanjutnya cawan ditutup
dan dimasukan kedalam tanur dengan suhu 900°C selama 15 menit, kemudian
didinginkan didalam desikator selama 30 menit dan di timbang (M3 gram).
Penentuan kadar zat yang hilang pada suhu 900°C dilakukan sebanyak dua kali
pengulangan (duplo) (SNI,1995).
Kadar zat menguap dapat dihitung dengan rumus:
massa cawan + sampel sebelum pemanasan
𝑉𝑀 = %𝑙𝑜𝑠𝑠 − %𝑀𝑎𝑑
% 𝑙𝑜𝑠𝑠 = 𝑀2 − 𝑀3
𝑀2 − 𝑀1 × 100%
Keterangan:
VM = kadar zat menguap
M1 = massa cawan kosong (gram)
M2 = massa cawan kosong + bobot sampel sebelum pemanasan (gram)
M3 = massa cawan kosong + bobot sampel setelah pemanasan (gram)
M = kadar air
4) Kadar Karbon Terikat
Kadar karbon terikat dapat ditentukan dengan menjumlahkan kadar abu
dan kadar zat menguap. Menurut SNI (1995) kadar karbon terikat dapat dihitung
dengan persamaan berikut:
FC = 100 – (ASH + VM) %
5) Daya serap terhadap zat iodin
Analisis dilakukan berdasarkan persamaan regresi linear yang diperoleh
melalui pengukuran larutan standar. Konsentrasi larutan yang belum diketahui
dapat ditentukan dari grafik tersebut dengan menggunakan persamaan regresi
linear yaitu Y = ax + b, dimana persamaan regresi linear yang diperoleh pada
21
penelitian ini yaitu Y= 0,151x+0,001. Untuk penentuan daya adsorpsi (%)
digunakan persamaan Konsentrasi awal−konsentrasi akhir
konsentrasi awal × 100%
22
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
1. Hasil pembuatan karbon aktif
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pembuatan karbon aktif
melalui metode hidrotermal diperoleh hasil sebagai berikut. Pada gambar 4
memperlihatkan warna sampel berupa warna coklat (gambar 4 a), setelah melalui
proses karbonisasi sampel berubah menjadi warna hitam dengan bentuk berupa
butiran (gambar 4 b), kemudian setelah diaktivasi sampel berwarna hitam dengan
bentuk berupa butiran (gambar 4 c).
(a) (b) (c)
Gambar 4. Sampel (a) serat sagu, (b) hasil karbonasi, (c) karbon teraktivasi
(Sumber:Dokumentasi Pribadi,2020)
Pengujian kadar air, abu, zat menguap dan karbon terikat dilakukan untuk
mengetahui karakteristik dan kualitas dari karbon aktif yang dihasilkan. berikut ini
adalah data hasil pengujian tersebut
Tabel 3. Hasil pengujian karbon aktif
No Pengujian Hasil Persyaratan SNI
1. Kadar air 6,77% Maksimum 15%
2. Kadar abu 21,22% Maksimum 10%
3. Kadar zat menguap 17,8% Maksimum 25%
4. Kadar karbon terikat 60,98% Minimum 65%
Sumber: data primer setelah diolah (2020)
2. Daya jerap karbon aktif terhadap iodin
a. Variasi konsentrasi iodin
Pengujian daya jerap iodin merupakan salah satu parameter untuk
mengetahui karakteristik dari karbon aktif. Daya jerap karbon aktif terhadap iodin
23
dilakukan dengan variasi konsentrasi iodin dengan tujuan untuk mengetahui
konsentrasi optimum iodin yang dapat di jerap oleh karbon aktif. penentuan
jumlah bilangan iodin yang dapat diserap oleh karbon aktif dapat dihitung
berdasarkan pengukuran konsentrasi iodin menggunakan metode spektofotometer
UV-Vis dan hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Daya jerap iodin dengan variasi konsentrasi iodin
Kosentrasi iodin (ppm) Daya serap iodin (%) Daya serap iodin (mg/g)
10 -65 -26
30 11,17 13,404
50 41,99 83,98
100 63,99 255,96
150 74,64 447,84
Sumber: data primer setelah diolah (2020)
b. Variasi waktu kontak
Penentuan waktu kontak optimum yang dibutuhkan karbon aktif untuk
menyerap zat iodin, dilakukan dengan menggunakan konsentrasi optimum karbon
aktif yang telah diuji sebelumnya. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan
metode spektofotometer UV-Vis yang diukur pada panjang gelombang 523nm.
Data hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Daya jerap iodin dengan variasi waktu kontak
Waktu kontak (menit) Daya serap iodin (%) Daya serap iodin (mg/g)
1 79,39 476,34
5 80,41 482,46
10 85,15 510,9
15 65,20 391,2
20 73,98 443,88
Sumber:Data primer setelah diolah (2020)
4.2 Pembahasan Hasil Penelitian
1. Pembuatan karbon aktif
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, telah didapatkan karbon aktif
yang berbentuk serbuk dan berwarna hitam dengan butiran yang lebih kecil jika
dibandingkan dengan karbon sebelum diaktivasi. Setelah proses aktivasi karbon
dicuci dengan HCl 10%. Pencucian ini dilakukan untuk menghilangkan sisa
pengotor kalium hidroksida (KOH) dan zat-zat hasil reaksi sewaktu aktivasi yang
menutupi permukaan pori-pori karbon aktif (Ramli dkk, 2017 ). Setelah itu karbon
aktif serat sagu tersebut dicuci lagi dengan akuadest sampai pH netral.
24
Selanjutnya karbon aktif serat sagu yang teraktivasi KOH dikarakterisasi dengan
beberapa pengujian yaitu pengujian kadar air, kadar abu, kadar zat menguap,
kadar karbon terikat, dan pengujian daya serap iodin. Pengujian tersebut
dilakukan untuk mengetahui kualitas karbon aktif yang dihasilkan.
2. Kadar air
Pengujian kadar air dilakukan untuk mengetahui kandungan air yang
terdapat didalam karbon aktif. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
diperoleh kadar air sebesar 6,77%. Hal ini menunjukan kualitas karbon aktif
cukup baik. Kadar air yang terkandung sesuai persyaratan Standar Nasional
Indonesia (SNI) 06-3703-1995 yaitu maksimum 15%.
Kadar air yang terkandung dalam karbon aktif berpengaruh terhadap
kualitas dan daya serap dari karbon aktif. Semakin tinggi kadar air maka semakin
rendah kualitas dan daya serap karbon aktif tersebut. Hal ini disebabkan karena
tingginya kadar air dapat mempengaruhi sifat higroskopis terhadap karbon aktif
(Maulana dkk, 2017).
Perhitungan kadar air bertujuan mengetahui sifat higroskopis dari karbon
aktif, dimana umumnya karbon aktif memiliki sifat afinitas yang sangat besar
terhadap air. Sifat higroskopis inilah yang mengakibatkan karbon aktif digunakan
sebagai adsorben. Terikatnya molekul air yang ada pada karbon aktif oleh
aktivator menyebabkan pori-pori pada karbon aktif semakin besar. Semakin besar
pori-pori maka luas permukaan karbon aktif semakin bertambah. Hal ini
mengakibatkan meningkatnya kemampuan adsorpsi karbon aktif (Laos dan Selan,
2016).
3. Kadar abu
Pengujian kadar abu bertujuan untuk mengetahui jumlah kandungan abu
yang terdapat didalam karbon aktif tersebut. Berdasarkan hasil yang telah
diperoleh jumlah kadar abu yang terdapat pada karbon aktif yaitu sebesar 21,22%.
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3703-1995 kadar abu yang
terkandung didalam karbon aktif yaitu maksimal 10%. Berdasarkan hal tersebut
kadar abu karbon aktif yang dihasilkan pada penenlitian ini tidak memenuhi
persyaratan Standar Nasional Indonesia.
25
Tingginya kadar abu yang dihasilkan disebabkan oleh kurang
sempurnanya proses karbonisasi sehingga masih banyak mineral-mineral yang
tidak menguap pada saat proses karbonisasi. Menurut Pari (2004) penyebab
tingginya kadar abu karbon aktif karena terjadinya proses oksidasi. Besarnya nilai
kadar abu dapat mempengaruhi daya serap arang aktif tersebut, baik gas maupun
larutan karena kandungan mineral yang terdapat dalam abu seperti kalsium,
kalium, magnesium dan natrium akan menyebar dalam kisi-kisi.
Tingginya kadar abu sangat mempengaruhi kualitas dari karbon aktif.
Semakin tinggi kadar abu maka semakin rendah kualitas dari karbon aktif
tersebut. Kadar abu yang tinggi dapat menyebabkan daya serap karbon aktif akan
menurun karena kadar abu yang tinggi dapat menyebabkan pori-pori karbon
tersumbat.
4. Kadar zat menguap
Pengujian kadar zat menguap dilakukan untuk mengetahui kandungan zat
volatil yang terdapat didalam karbon aktif. Pengujian ini dilakukan dengan cara
memanaskan cawan porselin yang berisi 1 gram karbon aktif didalam tanur pada
suhu 900°C selama 15 menit. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
kadar zat menguap yang diperoleh pada penelitian ini yaitu sebesar 17,8%. Hal ini
menunjukan bahwa kadar zat menguap pada karbon aktif yang dihasilkan
memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia. Menurut Standar Nasional
Indonesia (SNI) 06-3703-1995 kadar zat menguap yang terkandung didalam
karbon aktif yaitu maksimal 25%.
Semakin tinggi kadar zat mudah menguap dari karbon aktif maka akan
semakin menurun mutu karbon aktif tersebut hal ini disebabkan karena senyawa-
senyawa stabil yang terkandung dalam karbon aktif akan menutupi pori-porinya
(Sahara dkk, 2019).
5. Kadar karbon terikat
Penentuan kadar karbon terikat berfungsi untuk mengetahui jumlah kadar
karbon murni yang terkandung didalam karbon aktif yang dihasilkan. Pada
penenlitian ini jumlah kadar karbon terikat yang diperoleh yaitu sebesar 60,98%.
Hal ini menunjukan bahwa kualitas karbon yang dihasilkan kurang baik.
26
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3703-1995 kadar karbon terikat
yang terdapat didalam suatu karbon aktif yaitu minimal 65%.
Kurangnya kandungan kadar karbon terikat pada penelitian ini disebabkan
oleh tingginya kandungan kadar abu dan kadar zat mudah menguap sehingga
kadar karbon terikat pada karbon aktif juga sedikit. Semakin tinggi kadar abu dan
kadar zat mudah menguap, maka semakin rendah kandungan karbon murni arang
aktif (Maulana dkk, 2017).
6. Daya jerap iodin
Pengujian daya serap iodin berfungsi untuk menentukan kapasitas adsorpsi
dari karbon aktif. Daya serap karbon aktif terhadap zat iodin memiliki hubungan
dengan luas permukaan karbon aktif. Luas permukaan adalah salah satu parameter
yang sangat penting dalam menentukan kualitas dan daya serap dari karbon aktif.
Semakin besar luas permukaan karbon aktif maka semakin baik kualitas dari
karbon aktif tersebut. Luas permukaan juga mempengaruhi daya serap karbon
aktif dari suatu adsorben. Daya serap karbon aktif yang semakin besar
menunjukan bahwa luas permukaan karbon aktif juga semakin besar (Ramdani
dan Kurniawati, 2017). Pada penenlitian ini pengujian daya serap karbon aktif
terhadap zat iodin dilakukan dengan menggunakan spektofotometer UV-Vis.
Iodin diukur pada panjang gelombang 523 nm. Analisis pengujian daya serap
iodin dilakukan berdasarkan persamaan regresi linear yang diperoleh melalui
pengukuran larutan standar. Berdasarkan pengukuran konsentrasi iodin dan
absorbansinya diperoleh kurva standar sebagai berikut:
Gambar 5. Kurva standar konsentrasi larutan iodin dan absorbansi
Pembuatan kurva standar bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
absorbansi dengan konsentrasi larutan iodin. Pada kurva diatas (gambar 5)
y = 0.1511x + 0.0011R² = 0.942
00.10.20.30.40.50.60.70.80.9
0 2 4 6
Ab
sorb
an
si
konsentrasi
27
terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan iodin maka semakin tinggi pula
nilai absorbansi yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan hukum Lambert-beer yang
menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh suatu larutan (zat) berbanding
lurus dengan konsentrasi larutan tersebut (Nurzihan dkk, 2019).
Penentuan kurva standar dianalisis dengan menggunakan larutan standar
iodin pada konsentrasi 30 ppm, 100 ppm, 150 ppm, dan 200 ppm. Larutan standar
tersebut dianalisis pada panjang gelombang maksimum iodin yaitu 523 nm.
Berdasarkan hasil analisis tersebut (gambar 5) diperoleh persamaan regresi linear
yaitu y=0,151x+0,001 dengan nilai koefisien kolerasi (R2) yang mendekati 1 yaitu
0,942.
Persamaan regeresi linear digunakan untuk menentukan konsentrasi
larutan iodin setelah dilakukan proses adsorpsi.Pada penenlitian ini pengujian
daya serap iodin oleh karbon aktif dilakukan dengan menetukan konsentrasi
optimum dan waktu kontak optimum karbon aktif. Penentuan konsentrasi
optimum dan waktu optimum
a. Penentuan konsentrasi optimum
Pengujian daya serap iodin karbon aktif yang teraktivasi KOH pada
penentuan konsentrasi optimum dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi dari
iodin. Adapun variasi konsentrasi yang digunakan yaitu 10 ppm, 30 ppm, 50 ppm,
100 ppm dan 150 ppm. Penentuan konsentrasi optimum dilakukan untuk
mengetahui konsentrasi optimum iodin yang dapat diserap oleh karbon aktif. Pada
penelitian ini pengujian dilakukan dengan menggunakan spektofotometer UV-Vis
yang diukur pada panjang gelombang 523 nm. Berikut ini adalah kurva hasil
pengukuran daya serap iodin pada penentuan konsentrasi optimum.
Gambar 6. Kurva daya serap iodin pada variasi konsentrasi
-100
0
100
200
300
400
500
0 50 100 150 200
Daya s
erap
iod
in (
mg/g
)
konsentrasi
28
Berdasarkan kurva diatas (gambar 6) dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan
daya serap seiring dengan bertambahnya konsentrasi larutan yang digunakan.
Pada kurva diatas (gambar 6) diketahui bahwa larutan iodin pada konsentrasi 150
ppm menunjukan hasil, dimana iodin paling banyak diserap oleh karbon aktif.
Sehingga daya serap iodin yang optimum yaitu pada konsentrasi 150 ppm dengan
daya serap yaitu sekitar 74,64% atau sebesar 447,84 mg/g. Pada penelitian ini
semakin tinggi konsentrasi larutan yang digunakan, semakin besar bilangan iodin
yang diperoleh.
Besarnya daya serap dapat ditunjukan dengan besarnya angka iodin yaitu
seberapa besar adsorben dapat menyerap iodin. Semakin besar bilangan iodin
maka semakin besar pula daya serap dari adsorben (Previanti dkk, 2015). Menurut
penelitian Miranti (2012) semakin besar bilangan iodin maka luas permukaan
yang dihasilkan pun semakin besar.
b. Penentuan waktu optimum
Pengujian daya serap iodin karbon aktif yang teraktrivasi KOH pada
penentuan waktu optimum dilakukan dengan menggunakan konsentrasi optimum
yang telah diuji sebelumnya. Konsentrasi yang digunakan yaitu konsentrasi 150
ppm yang dikontakkan dengan karbon aktif menggunakan rentang waktu yang
bervariasi. Variasi waktu yang digunakan pada penenlitian ini yaitu 1 menit, 5
menit, 10 menit, 15 menit dan 20 menit. Berikut ini adalah grafik hasil
pengukuran daya serap iodin pada penentuan waktu optimum.
Gambar 7. Kurva daya serap iodin pada variasi waktu kontak
Berdasarkan kurva (gambar 7) diatas dapat diketahui bahwa terjadi kenaikan
daya jerap karbon aktif yang teraktivasi KOH pada menit ke-1 sampai menit ke-
0
100
200
300
400
500
600
0 5 10 15 20 25Da
ya
ser
ap
io
din
(m
g/g
)
waktu kontak (menit)
29
10 dengan daya serap sebesar 476,34 mg/g - 510,9 mg/g. Kemudian terjadi
penurunan daya serap pada rentang waktu 15 menit dengan daya jerap sebesar
391,2 mg/g dan naik kembali pada menit ke-20, tetapi tidak melebihi daya
adsorpsi pada menit ke-10. Penurunan tersebut terjadi karena karbon aktif sudah
mencapai titik optimum sehingga karbon aktif mengalami proses desorpsi.
Daya adsorpsi yang menurun setelah tercapai titik optimum disebabkan
karena pada awal adsorpsi pori-pori karbon aktif masih terbebas dari partikel
adsorbat. Kemudian terjadi proses desorpsi atau pelepasan kembali adsorbat yang
diserap oleh adsorben, sehingga pori-pori adsorben tertutupi oleh pori-pori
adsorbat serta jumlah partikel karbon aktif yang tersedia tidak cukup lagi untuk
menyerap iodin, sehingga ketika waktu kontaknya bertambah menyebabkan
kemampuan adsorpsi menurun (Rahmi dkk, 2018).
Pada kurva diatas (gambar 7) terlihat bahwa waktu optimum karbon aktif
yang digunakan untuk menyerap iodin yaitu 10 menit dengan daya serap yaitu
sekitar 85,15% atau sebesar 510,9 mg/g. Pada penelitian ini daya serap karbon
aktif yang teraktivasi KOH terhadap iodin yang dihasilkan tidak memnuhi Standar
Nasional Indonesia (SNI). Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3703-
1995 daya serap iodin pada karbon aktif yaitu minimum 750 mg/g. Daya serap
yang rendah disebabkan oleh adanya kotoran yang menyumbat pori-pori karbon
aktif dan menunjukan bahwa karbon aktif yang dihasilkan kurang baik digunakan
secara komersial (Prawirakusumo dan utomo, 1970). Hal ini didukung dengan
masih tingginya kadar abu dan rendahnya kadar karbon terikat yang diperoleh
pada penelitian ini.
7. Isoterm adsorpsi
Penentuan isoterm adsorpsi pada penelitian ini menggunakan data
penentuan waktu optimum karena daya serap waktu optimum lebih besar daripada
konsentrasi optimum. Isoterm adsorpsi menguraikan hubungan antara konsentrasi
adsorbat dan adsorben. Jenis isoterm yang biasa digunakan pada proses adsorpsi
yaitu isoterm Langmuir dan isoterm Freundlich. Penentuan isoterm Langmuir
dilakukan dengan cara membuat kurva hubungan Ce (Konsentrasi akhir larutan)
Ce/Qe (daya serap). Sedangkan isoterm Freundlich ditentukan dengan cara
30
y = 0.003x - 0.0004R² = 0.9937
0
0.0002
0.0004
0.0006
0.0008
0.001
0.0012
0.0014
0.0016
0.0018
0.002
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8
Ce/
Qe
Ce
membuat kurva hubungan antara log Ce dan log Qe (Sugesti, 2018). Berikut
adalah kurva isoterm Langmuir dan isotern Freundlich.
Gambar 8. Isoterm Langmuir waktu optimum
Gambar 9.Isoterm Freundlich waktu optimum
Penentuan penggunaan model isoterm adsorpsi yang sesuai untuk karbon
aktif yang teraktivasi KOH yang dihasilkan pada penenlitian ini dapat diketahui
dengan melihat nilai koefisien kolerasi (R2) yang mendekati 1. Berdasarkan
gambar 8 diperoleh persamaan regresi linear yaitu y=0,003x-0,0004 dengan nilai
koefisien kolerasi (R2) yaitu sebesar 0,993. Sedangkan pada gambar 9 diperoleh
persamaan regresi linear yaitu y= -0,315x+2,548 dengan nilai koefisien kolerasi
(R2) yaitu sebesar 0,969. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa pada
penelitian ini diperoleh persamaan isoterm adsorpsi memenuhi persamaan isoterm
adsorpsi Langmuir dengan nilai koefisien kolerasi (R2) mendekati 1. Hal ini
y = -0.3151x + 2.5482R² = 0.9694
2.58
2.6
2.62
2.64
2.66
2.68
2.7
2.72
2.74
-0.6 -0.5 -0.4 -0.3 -0.2 -0.1 0
Log
Qe
Log Ce
31
dikarenakan karbon aktif yang dihasilkan memiliki partikel yang homogen. Hal
ini didukung oleh penelitian Mulyasari (2020) yang menyatakan bahwa karbon
aktif hasil kalsinasi memiliki partikel yang homogen ada yang berbentuk meedle
like (jarum), Sferis (bola), dan plat (datar),
Isoterms Langmuir memiliki asumsi bahwa adsorben memiliki permukaan
yang homogen. Setiap molekul absorben hanya dapat mengadsorbsi satu molekul
adsorbat (monolayer). Teori isotermis Langmuir juga berlaku untuk adsorpsi
kimia yaitu membentuk lapisan monolayer (P’eze, 2007). Sedangkan isoterm
Freundlich mengasumsikan bahwa permukaan karbon aktif bersifat heterogen,
membentuk banyak lapisan, terdapat sisi aktif adsorpsi yang memiliki afinitas
tinggi dan bagian lainnya memiliki afinitas rendah (Susanti, 2009).
32
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai pengujian
daya jerap karbon aktif teraktivasi KOH terhadap zat iodin dapat disimpulkan
bahwa
1. Pada pengujian kadar air, abu, zat menguap dan kabon terikat pada karbon
aktif limbah serat sagu (Metroxylon Sago) teraktivasi KOH diperoleh kadar
air sebesar 6,77%, kadar abu 21,22%, kadar zat menguap 17,8%, dan kadar
karbon terikat sebesar 60,98%
2. Pada pengujian daya jerap karbon aktif limbah serat sagu (Metroxylon Sago)
teraktivasi KOH terhadap zat iodin dengan variasi waktu kontak diperoleh
waktu kontak optimum yaitu pada menit ke 10, dengan daya serap terhadap
zat iodin sebesar 510,9 mg/g.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan kepada peneliti selanjutnya agar
melakukan perbandingan kadar abu, air, zat menguap, dan karbon terikat untuk
setiap sampel serat sagu, setelah dikarbonasi dan karbon teraktivasi.
33
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, A. 2011. Pembuatan, Pencirian, dan Uji Daya Adsorpsi Arang aktif dari
Kayu Meranti Merah (Shorea sp.). Skripsi Kimia. Fakultas Matematika
Dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Bogor. www.repository.ipb.ac.id.
Diakses, 21 Desember 2019.
Akhmad Herman Yuwono, Binghai Liu, Juin Mien Xue, John Wang, Hendry
Isaac Elim, Wei Ji and Timothy John White. 2004. Controlling the
Cristallinity and nonlinear optical properties of transparent TiO2 –PMMA
Nanohybrids. Journal of Material Chemistry. 14 (20) 2978-2987
Allport, H.B. 1997. Activated Carbon. Encyclopedia of science and technology
Mc Graw Hill Book Company. New York.
Atkins, PW. 1999. Kimia Fisika Jilid II. Kartohadiprodjo II, penerjemah;
Rohadyan T, editor. Erlangga. Jakarta. Terjemahan dari: Physical
Chemistry.
Azhary, H, Surest, J.A, Fitri, Kasih dan Arfeny, Wisanti. 2008. Pengaruh suhu,
konsentrasi zat aktivator dan waktu aktivasi terhadap daya serap karbon
aktif dari tempurung kemiri. Jurnal Teknik Kimia. Fakultas Teknik.
Universitas Sriwijaya. Palembang. Vol. 15 no. 2. Hal 17-21
Bansal, C. R., J.B. Donnet, and F. Stoecli. 1988. Active Carbon. Marcel Dekker
Inc. New York. www.digilib.unila.ac.id. Diakses, 21 Desember 2019.
Bintoro, H.M.H. 2008. Bercocok Tanam Sagu. IPB Press. Bogor.
www.repository.ipb.ac.id. Diakses, 21 Desember 2019.
Budiono, A, Suhartana dan Gunawan. 2009. Pengaruh Aktivasi arang tempurung
kelapa dengan asam sulfat dan asam fosfat untuk adsorpsi Fenol.
Ejournal. Universitas Diponegoro.
Dabrowski, A, Podkoscielny, P, Hubicki, Z dan Barczak, M. 2005. Adsorption of
phenolic compounds by activated carbon a critical review. Chemosphere
58. Hal 1049-1070.
Djumadi, A. 2009. Sistem pertanian sagu didaerah luwu Sulawesi Selatan. Thesis
Pasca Sarjana IPB. Bogor
Erawati, Emi dan Fernando, Ardiansyah. 2018. Pengaruh jenis aktivator dan
ukuran karbon aktif terhadap pembuatan adsorben dari serbuk gergaji
kayu sengon (paraserianthes Falcataria). Jurnal integrasi proses. Vol. 7.
No. 2. Hal. 58-66
Flach, M. 1993. The sago palm palm production and protection paper. FAO.
Roma
34
Husin, H. dan C. M. Rosnelly. 2007. Studi Kinetika Adsorpsi Larutan Logam
Timbal (Pb) Menggunakan Karbon Aktif dari Batang Pisang.Jurnal
HasilPenelitian Industri. ISSN: 0215-4609. pp. 1-10
Itodo, A, U, Abdulrahman F, W dan Hassan L, G, Maigandi S,A, Itodo, H, U.
2010. application of methylene blue and iodin adsorption in the
measurement of specific surface area by four acid and salt treated
activated carbons. Science journal. New York. 3(5). Hal 25-26.
Jumarding. 2019. Pengaruh Suhu Pirolisis Kulit Batang Sagu Dengan Aktivasi
H3PO4. Skripsi. Palopo: Jurusan Kimia Fakultas Sains. Universitas
Cokroaminoto Palopo.
Kiat, LJ. 2006. Preparation and Characterization of Carboxymethyl Sago Waste
and It’s Hydrogen (tesis). Malaysia: University Putra Malaysia. www.
repository.ipb.ac.id. Diakses, 21 Desember 2019.
Koumanova B dan Antova PP. 2002. Adsorption of p-chlorophenol from aqueous
solution on bentonite and perlite. J Hazard Mater 90:229-234.
Laos, Landiana Etni dan Selan, Arkilaus. 2016. Pemanfaatan kulit singkong
sebagai bahan baku karbon aktif. Jurnal ilmu pendidikan fisika. Vol 1. No.
1. Hal 32-36.
Mario, I. 2012. Analisa kapasitas penyerapan hidrogen pada karbon aktif
berbahan dasar batok kelapa granular dengan pendekatan persamaan
adsorpsi isoterm. Hal.72.
Marsh, Harry dan Francisco, Rodriguez-Reinoso. 2006. Activated carbon.
Publisher. Elsevier science dan technology books.
Maulana, Gusti Gilang Ramadhan, Lya Agustina, dan Susi. 2017. Proses Aktivasi
Arang dari Cangkang kemiri (Aleurotes moluccana) dengan Variasi Jenis
dan Konsentrasi Aktivasi Kimia. Ziraa’ah. Vol.42. No.3.
Megawati. 2017. Adsorpsi Free Fatty Acid (FFA) Minyak Curah
MenggunakanArang Aktif dari Ampas Sagu (Metroxylon sago). Skripsi.
Palopo: Jurusan Kimia Fakultas Sains-Universitas Cokroaminoto Palopo.
Miranti, Siti Tias. 2012. Pembuatan karbon aktif dari bambu dengan metode
aktivasi terkontrol menggunakan activating agent H3PO4 dan KOH.
Skripsi. Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Depok
Mulyasari, Afny. 2020. Karakterisasi dan analisis karbon aktif limbah serat sagu
teraktivasi KOH menggunakan scanning electron microscopy (SEM) dan
energi dispersive X-Ray (EDX). Skripsi. Universitas Cokroaminoto
Palopo. Palopo.
35
Nurhayati, D. 2016. Kajian Struktur dan Konduktivitas Listrik Arang Ampas Tebu
Dengan Karbonisasi Hidrotermal. Insitut Teknologi Bogor.
www.eprints.polsii.ac.id. Diakses 20 Desember 2019
Nurzihan, Aris, Riani Ulfa Nuri Hrp, Sri Hilma Siregar dan Hasmalina Nasution.
2019. Adsorpsi Zat Methylen Blue Menggunakan Bentonit Termodifikasi
Ethylene Diamine Tetra Aceticacid (EDTA). Prosiding Sains TeKes
Semnas MIPAKes UMRI. Vol.1.
Oscik, J., 1982, Adsorption, England : Ellos Horwood.
P’erez Mar’in V. 2007. Removal Of Cadmium From Aqueous Solution By
Adsoption Onto Orange Waste Jurnal Of Hasardous Material B1,39
(2007) 122-13.
Pari G. 2004. Kajian struktur arang aktif dari serbuk gergajian kayu sebagai
adsorben emisi formaldehida kayu lapis (disertasi). Bogor. Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Pari, G. 1995. Pembuatan dan Karakterisasi Arang Aktif dari Kayu danBatubara.
Tesis Program Pasca Sarjana Magister Sains Kimia, Institut Teknologi
Bandung. Bandung.www.repository.ipb.ac.id. Diakses, 21 Desember
2019.
Prawirakusumo,S dan Utomo, T. 1970. Pembuatan Karbon Aktif. Hasil Penelitian
Lembaga Kimia Nasional. Lembaga Kimia Nasional. Bandung.
Previanti, popy. 2015. Daya serap dan karakterisasi arang aktif tulang sapi yang
teraktivasi natrium karbonat terhadap logam tembaga. Cimahi: Chimica
et Natura acta Vol.3 No.2.
Pujianto, T, H. 2009. Pengaruh Konsentrasi Natrium Hidroksida dan Temperatur
22 anil terhadap struktur nano dan tingkat kristanilitas TiO2 nanotubes.
Prosiding. Seminar Material Metalurgi. LIPI. Serpong.
Rahmadani, Noor dan Kurniawati, Puji. 2017. Sintesis dan karakterisasi karbon
teraktivasi asam dan basa berbasis mahkota nanas. Prosiding Seminar
Nasional Kimia. Jurusan Kimia FMIPA UM. Universitas Islam Indonesia
Rahmi, Fachrudin Suaedi dan Nurmalasari. 2018. Pemanfaatan Limbah Serat
Sagu (Metroxylon Sago) sebagai adsorben Iodin. Jurnal rekayasa kimia
dan lingkungan. Vol.13. No.1. hal.70-77. ISSN 1412-5064.
Rahmi. 2017. Pemanfaatan Karbon Aktif dari Limbah Serat Sagu (Metroxylon
sago) sebagai Adsorben Zat Iodin. Skripsi. Palopo: Jurusan Kimia
Fakultas Sains-Universitas Cokroaminoto Palopo.
36
Ramli Tri Astuti, Muhammad Zakir, Musa Ramang. 2017. Sintesis Dan
Karakterisasi Karbon Nanopori Sekam Padi (Oryza Sativa) Melalui
Iradiasi Ultrasonik Dengan Aktivator KOH Sebagai Bahan Kapasitor
Elektrokimia. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Hasanuddin Makassar.
Makassar.
Refinel., Kahar Z., Sukmawati. 2011. Transpor Iodin Melalui Membran
Kloroform dengan Teknik Membran Cair Fasa Ruah. Jurnal Kimia.
Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Andalas. www.jrk.fmipa.unand.ac.id. Diakses, 21 Desember
2019.
Rohman A. 2007. Kimia farmasi analisis. Yogyakarta. Pustaka pelajar. .
Sahara, Emmy, Wahyu Dwijani Sulihingtyas dan I Putu Adi Surya Mahardika.
2019. pembuatan dan karakterisasi arang aktif dari batang tanaman
gumitir (tagetes erecta) yang diaktivasi dengan H3PO4. Jurnal Kimia. Vol
11. No.1 Hal 1-9.
Saragih. 2008. Pembuatan dan karakterisasi karbon aktif dari batu bara riau
sebagai adsorben. Tesis Program pasca sarjana bidang ilmu teknik.
Fakultas teknik. Universitas Indonesia.
Singhal RS, Kennedy JF, Gopal Akrishnan SM, knill CJ, dan Akmar PF. 2008.
Industrial production, processing, and utilization of sagu palm derived
product. Carbohydrat polymer 72:1-20
Siti Tias Miranti. 2012. Pembuatan Karbon Aktif dari Bambu dengan Metode
Aktivasi terkontrol menggunakan activating agent H3PO4 dan KOH.
Skripsi. Departemen Teknik Kimia. Universitas Indonesia. Depok. Hal 5-
26
SNI. 1995. SNI 06-3730-1995: Arang Aktif Teknis. Jakarta: Dewan Standarisasi
Nasional.
Suhendra, D, dan Gunawan, E,R. 2010. Pembuatan Arang Aktif Dari Batang
Jagung Menggunakan Aktivator Asam Sulfat Dan Penggunaanya Pada
Penjerapan Ion Tembaga(II). Makara Sains. Vol. 14. No. 1. Hal 22-26.
Suparman. 2010. Sintesis silicon karbida (SiC) dari silikia sekam padi dan karbon
kayu dengan metode reaksi fasa padat. Tesis. Bogor. Institute pertanian
bogor.
Susanti, Aprilia,(2009), Potensi Kulit Kacang Tanah sebagai Adsorben Zat
Warna Reaktif Cibacron Red. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Susanti, S. 2010. Penetapan kadar formaldehid pada tahu yang dijual dipasar
ciputat dengan metode spektometri uv-vis disertai kolorimetri
menggunakan pereaksi nasih. Skripsi. Fakultas kedokteran dan ilmu
kesehatan. Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.
37
Syakir, M., Bintoro, M.H dan H, Agusta. 2009. Pengaruh Ampas Sagu dan
Kompos terhadap Produktivitas Lada Perdu. Jurnal Littri 15:168-173.
www.repository.uin-suska.ac.id. Diakses, 21 Desember 2019.
Trijaya, Andi M. 2019. Analisis pengaruh penggunaan N2 dan KOH terhadap
daya serap karbon aktif bulu ayam untuk bahan alternative Hidrogen
Storage. Tugas Akhir. Fakultas Teknik Mesin. Universitas Islam
Indonesia. Yogyakarta.
West, A,R. 1984. Solid State Chemistry and its application. John willey dan Sons.
Singapura.
38
L
A
M
P
I
R
A
N
39
Lampiran 1. Hasil Pengujian Karbon
1. Pengujian kadar air (Moisture)
M (%) =M2 − M3
M2 − M1x 100%
M (%) =26,9725 − 26,9048
26,9725 − 25,9725x 100%
=0,0677
1 × 100%
= 6,77%
2. Kadar abu (ash)
A (%) =M3 − M4
M2 − M1x 100%
A (%) =27,8978 − 23,6856
24,6856 − 23,6856x 100%
=0,2122
1x 100%
= 21,22 %
3. Kadar zat menguap (Volatile Matter)
𝐿𝑜𝑠𝑠(%) =M2 − M3
M2 − M1x 100%
𝐿𝑜𝑠𝑠(%) =27,0680 − 26,8223
27,0680 − 26,0680x 100%
=0,2457
1x 100%
= 24,57 %
VM (%) = 24,57 % − 6,77% = 17,8
4. Kadar karbon terikat (Fixed Carbon)
FC = 100 – (M + ASH + VM) %
= 100 – (21,22 + 17,8) %
= 60,98 %
40
Lampiran 2. Hasil pengujian daya serap karbon aktif
1. Penentuan Konsentrasi Optimum
a. Sebelum adsorpsi
1) 10 ppm
𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏
𝑦 = 0,151𝑥 + 0,001
0,007 = 0,151𝑥 + 0,001
0,007 − 0,001 = 0,151𝑥
0,006 = 0,151𝑥
𝑥 =0,006
0,151
𝑥 = 0,04
2) 30 ppm
𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏
𝑦 = 0,151𝑥 + 0,001
0,028 = 0,151𝑥 + 0,001
0,028 − 0,001 = 0,151𝑥
0,027 = 0,151𝑥
𝑥 =0,027
0,151
𝑥 = 0,179
3) 50 ppm
𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏
𝑦 = 0,151𝑥 + 0,001
0,051 = 0,151𝑥 + 0,001
0,051 − 0,001 = 0,151𝑥
0,050 = 0,151𝑥
𝑥 =0,050
0,151
𝑥 = 0,331
4) 100 ppm
𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏
𝑦 = 0,151𝑥 + 0,001
41
0,165 = 0,151𝑥 + 0,001
0,165 − 0,001 = 0,151𝑥
0,164 = 0,151𝑥
𝑥 =0,164
0,151
𝑥 = 1,086
5) 150 ppm
𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏
𝑦 = 0,151𝑥 + 0,001
0,297 = 0,151𝑥 + 0,001
0,297 − 0,001 = 0,151𝑥
0,296 = 0,151𝑥
𝑥 =0,296
0,151
𝑥 = 1,960
b. Setelah Adsorpsi
1) 10 ppm
𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏
𝑦 = 0,151𝑥 + 0,001
0,011 = 0,151𝑥 + 0,001
0,011 − 0,001 = 0,151𝑥
0,010 = 0,151𝑥
𝑥 =0,010
0,151
𝑥 = 0,066
2) 30 ppm
𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏
𝑦 = 0,151𝑥 + 0,001
0,025 = 0,151𝑥 + 0,001
0,025 − 0,001 = 0,151𝑥
0,024 = 0,151𝑥
𝑥 =0,024
0,151
42
𝑥 = 0,159
3) 50 ppm
𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏
𝑦 = 0,151𝑥 + 0,001
0,030 = 0,151𝑥 + 0,001
0,030 − 0,001 = 0,151𝑥
0,029 = 0,151𝑥
𝑥 =0,029
0,151
𝑥 = 0,192
4) 100 ppm
𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏
𝑦 = 0,151𝑥 + 0,001
0,060 = 0,151𝑥 + 0,001
0,060 − 0,001 = 0,151𝑥
0,059 = 0,151𝑥
𝑥 =0,059
0,151
𝑥 = 0,391
5) 150 ppm
𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏
𝑦 = 0,151𝑥 + 0,001
0,076 = 0,151𝑥 + 0,001
0,076 − 0,001 = 0,151𝑥
0,075 = 0,151𝑥
𝑥 =0,075
0,151
𝑥 = 0,497
43
No Konsentrasi Sebelum Adsorpsi Konsentrasi Setelah Adsorpsi
1. 0,04 ppm 0,066 ppm
2. 0,179 ppm 0,159 ppm
3. 0,331 ppm 0,192 ppm
4. 1,086 ppm 0, 391 ppm
5. 1,960 ppm 0,497 ppm
c. Daya Serap (%)
1) 10 ppm
0,04 − 0,066 = −0,026
−0,026
0,04 × 100% = −65 %
2) 30 ppm
0,179 − 0,159 = 0,02
0,02
0,179 × 100% = 11,17 %
3) 50 ppm
0,331 − 0,192 = 0,139
0,139
0,331 × 100% = 41,99 %
4) 100 ppm
1,086 − 0,391 = 0,695
0,695
1,086 × 100% = 63,99%
5) 150 ppm
1,960 − 0,497 = 1,463
1,463
1,960 × 100% = 74,64 %
d. daya serap (mg/g)
No Konsentrasi Daya adsorpsi (%)
1. 10 ppm -65
2. 30 ppm 11,17
3. 50 ppm 41,99
4. 100 ppm 63,99
5. 150 ppm 74,64
44
➢ 10 ppm
𝑥
10 𝑝𝑝𝑚 × 100% = −65 %
𝑥 = −6,5 𝑝𝑝𝑚 => −6,5 𝑚𝑔
𝐷 = −6,5 𝑚𝑔
0,25 𝑔
𝐷 = −26 𝑚𝑔/𝑔
➢ 30 ppm
𝑥
30 𝑝𝑝𝑚 × 100% = 11,17 %
𝑥 = 3,351 𝑝𝑝𝑚 => 3,351 𝑚𝑔
𝐷 = 3,351 𝑚𝑔
0,25 𝑔
𝐷 = 13,404 𝑚𝑔/𝑔
➢ 50 ppm
𝑥
50 𝑝𝑝𝑚 × 100% = 41,99 %
𝑥 = 20,995 𝑝𝑝𝑚 => 20,995 𝑚𝑔
𝐷 = 20,995 𝑚𝑔
0,25 𝑔
𝐷 = 83,98 𝑚𝑔/𝑔
➢ 100 ppm
𝑥
100 𝑝𝑝𝑚 × 100% = 63,99 %
𝑥 = 63,99 𝑝𝑝𝑚 => 63,99 𝑚𝑔
𝐷 = 63,99𝑚𝑔
0,25 𝑔
𝐷 = 255,96 𝑚𝑔/𝑔
➢ 150 ppm
𝑥
150 𝑝𝑝𝑚 × 100% = 74,64%
𝑥 = 111,96 𝑝𝑝𝑚 => 111,96 𝑚𝑔
45
𝐷 = 111,96 mg
0,25 g
𝐷 = 447,84 𝑚𝑔/𝑔
2. Penentuan waktu kontak optimum
a. Sebelum adsorpsi
𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏
𝑦 = 0,151𝑥 + 0,001
0,297 = 0,151𝑥 + 0,001
0,297 − 0,001 = 0,151𝑥
0,296 = 0,151𝑥
𝑥 =0,296
0,151
𝑥 = 1,960
b. Setelah adsorpsi
1) 1 menit
𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏
𝑦 = 0,151𝑥 + 0,001
0,062 = 0,151𝑥 + 0,001
0,062 − 0,001 = 0,151𝑥
0,061 = 0,151𝑥
𝑥 =0,061
0,151
𝑥 = 0,404
2) 5 menit
𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏
𝑦 = 0,151𝑥 + 0,001
0,059 = 0,151𝑥 + 0,001
0,059 − 0,001 = 0,151𝑥
0,058 = 0,151𝑥
𝑥 =0,058
0,151
𝑥 = 0,384
3) 10 menit
46
𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏
𝑦 = 0,151𝑥 + 0,001
0,045 = 0,151𝑥 + 0,001
0,045 − 0,001 = 0,151𝑥
0,044 = 0,151𝑥
𝑥 =0,044
0,151
𝑥 = 0,291
4) 15 menit
𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏
𝑦 = 0,151𝑥 + 0,001
0,104 = 0,151𝑥 + 0,001
0,104 − 0,001 = 0,151𝑥
0,103 = 0,151𝑥
𝑥 =0,103
0,151
𝑥 = 0,682
5) 20 menit
𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏
𝑦 = 0,151𝑥 + 0,001
0,078 = 0,151𝑥 + 0,001
0,078 − 0,001 = 0,151𝑥
0,077 = 0,151𝑥
𝑥 =0,077
0,151
𝑥 = 0,510
No Waktu Kontak
Konsentrasi Sebelum
Adsorpsi
Konsentrasi Setelah
Adsorpsi
1. 1 menit 1,960 ppm 0,404ppm
2. 5 menit 1,960 ppm 0,384 ppm
3. 10 menit 1,960 ppm 0,291 ppm
4. 15 menit 1,960 ppm 0, 510 ppm
5. 20 menit 1,960 ppm 0,682 ppm
47
c. Daya serap (%)
1) 1 menit
1,960 − 0,404 = 1,556
1,556
1,960 × 100% = 79,39%
2) 5 menit
1,960 − 0,384 = 1,576
1,576
1,960 × 100% = 80,41%
3) 10 menit
1,960 − 0,291 = 1,669
1,669
1,960 × 100% = 85,15%
4) 15 menit
1,960 − 0,682 = 1,278
1,278
1,960 × 100% = 65,20%
5) 20 menit
1,960 − 0,510 = 1,45
1,45
1,960 × 100% = 73,98%
d. Daya serap (mg/g)
No Waktu adsorpsi Daya adsorpsi (%)
1. 1 menit 79,39
2. 5 menit 80,41
3. 10 menit 85,15
4. 15 menit 65,20
5. 20 menit 73,98
➢ 1 menit
𝑥
150 𝑝𝑝𝑚 × 100% = 79,39 %
𝑥 = 119,085 𝑝𝑝𝑚 => 119,085 𝑚𝑔
𝐷 = 119,085 𝑚𝑔
0,25 𝑔
𝐷 = 476,34 𝑚𝑔/𝑔
48
➢ 5 menit
𝑥
150 𝑝𝑝𝑚 × 100% = 80,41 %
𝑥 = 120,615 𝑝𝑝𝑚 => 120, 615 𝑚𝑔
𝐷 = 120,615 𝑚𝑔
0,25 𝑔
𝐷 = 482,46 𝑚𝑔/𝑔
➢ 10 menit
𝑥
150 𝑝𝑝𝑚 × 100% = 85,15 %
𝑥 = 127,725 𝑝𝑝𝑚 => 127,725 𝑚𝑔
𝐷 = 127,725 𝑚𝑔
0,25 𝑔
𝐷 = 510,9 𝑚𝑔/𝑔
➢ 15 menit
𝑥
150 𝑝𝑝𝑚 × 100% = 65,20 %
𝑥 = 97,8 𝑝𝑝𝑚 => 97,8 𝑚𝑔
𝐷 = 97,8 𝑚𝑔
0,25 𝑔
𝐷 = 391,2 𝑚𝑔/𝑔
➢ 20 menit
𝑥
150 𝑝𝑝𝑚 × 100% = 73,98 %
𝑥 = 110,97 𝑝𝑝𝑚 => 110,97 𝑚𝑔
𝐷 = 110,97 𝑚𝑔
0,25 𝑔
𝐷 = 443,88 𝑚𝑔/𝑔
49
3. Data isoterm adsorpsi
Co (ppm) Ce(ppm) Qe (mg/g) Ce/Qe (g/l) log Ce log Qe
1960 0,404 476,34 0,000848134 -0,393618635 2,677917052
1960 0,384 482,46 0,000795921 -0,415668776 2,683461312
1960 0,291 510,9 0,000569583 -0,536107011 2,708335903
1960 0,682 391,2 0,001743354 -0,166215625 2,592398846
1960 0,51 443,88 0,001148959 -0,292429824 2,647265577
50
Lampiran 3. Dokumentasi
1. Proses Pembuatan karbon aktif
Gambar 1. pengeringan sampel Gambar 2. penimbangan sampel
Gambar 3. sampel dimasukan Gambar 4. proses karbonisasi secara
kedalam wadah yang berisi akuades hidrotermal
Gambar 5. Arang yang dihasilkan Gambar 6. proses aktivasi
menngunakan KOH
51
Gambar 7. proses pencucian dengan HCL Gambar 8. proses pencucian
dengan akuades
Gambar 9. Proses penyaringan Gambar 10. proses pengeringan
karbon aktif karbon aktif
Gambar 11. Karbon aktif yang dihasilkan
52
2. Pengujian Daya Serap Iodin
Gambar 12. menimbang iodin Gambar 13. menimbang KI
Gambar 14. Pembuatan larutan iodin Gambar 15. Larutan iodin 3.066
ppm
Gambar 16. Larutan iodin 1000 ppm Gambar 17. Pengenceran Larutan
53
Gambar 18. Larutan iodin Sebelum di adsorpsi
Gambar 19. Campuran larutan iodin Gambar 20. penyaringan larutan
dan karbon aktif
Gambar 21. Pengujian larutan Gambar 22. Larutan iodin setelah adsorpi
54
Lampiran 4. Laporan Hasil Penelitian
55
56
57
58
59