29
KARDIOVERSI DAN DEFIBRILASI MAKALAH Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Klinik IA Dengan Dosen Pembimbing : Ns. Wantiyah M. Kep Disusun oleh : Kelompok V 1. Fajar Guntur Wahyu G 132310101067 2. Irma Yanti Hidayah 142310101148 3. Fajar Rosy Rusdianto 132310101073 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER

Defribilasi Dan Kardioversi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

KK

Citation preview

KARDIOVERSI DAN DEFIBRILASI

MAKALAH

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Klinik IADengan Dosen Pembimbing : Ns. Wantiyah M. Kep

Disusun oleh : Kelompok V

1. Fajar Guntur Wahyu G 1323101010672. Irma Yanti Hidayah 1423101011483. Fajar Rosy Rusdianto 132310101073

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANUNIVERSITAS JEMBER

2014

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Era globalisassi tidak dapat dipungkiri merupakan sebuah kemajuan yang

luar biasa bagi umat manusia, tidak mengherankan semua kebutuhan kini lebih

mudah untuk mengaksesnya. Kesehatan mengikuti alur gloablisasi dengan

menciptakan berbagai alat resusitasi kehidupan terkait dengan pengetahuan-

pengetahuan yang telah didapatkan di berbagai cabang ilmu kesehatan. Teknologi

ini dapat menambah masa hidup seseorang, bahkan menyelamatkan seseorang yan

berada di kondisi kritis. Kondisi kritis sendiri merupakan kondisi yang berbahaya,

karena terkait dengan keadaan tubuh yang membutuhkan resusitasi segera karena

tidak dapat bertahan terlalu lama dalam mengkompensasi kondisi

patofisiologinya.

Kondisi kritis seringkali terjadi akibat kondisi patofisiologi dari seitem

kardiovaskuler. Mengingat fungsi dari kardiovaskuler merupakan sirkulasi nutrisi

ke seluruh tubuh, sedangkan otak kita tidak bsa terlalu lama kekurangan nutrisi

yang dikirimkan oleh darah. Maka kondisi patofisiologi pada sistem

kardiovaskuler merupakan kondisi kritis yang membutuhkan penanganan segera.

Bentuk penanganannya bermacam-macam, karena proses resusitasi biasanya

dilakukan dengan banyak cara. Cara yang pertama dilakukan adalah pijat jantung

untuk mengembalikan kondisi fisiologis jantung dengan memanipulasi bagian luar

tubuh. Keberhaslan cara ini cenderung tinggi, dan akhirnya bisa membuat korban

dapat bertahan hingga sampai di tempat rujukan. Jika sudah berada di tempat

rujukan maka, cara ini akan digantkan dengan teknologi yang lebih canggih yaitu

defibrilasi dan kardioversi jantung menggunankan defibrilator.

Defibrilator merupakan alat yang dapat memantau kondisi dan irama

jantung, sekaligus memberikan terapi listrik baik itu secara asinkron (defibrilasi)

maupun secara sinkron (kardioversi) sehingga kondisi jantung sebagai pusat

sistem kardiovaskuler dapat dikemabalikan ke fungsi fisiologisnya selama masa

kritis. Makalah ini akan membahas lebih dalam lagi terkait dengan defibrilasi dan

kardioversi yang dilakukan oleh defibrilator sehingga dalam pelaksanaan metode

ini tenaga kesehatan dapat mengoptimalkan teknologi canggih yang sudah tersedia

dalam proses resusitasi.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa yang dimaksud dengan defibrilasi?

1.2.2 Apa yang dimaksud dengan kardioversi?

1.2.3 Bagaimana penggunaan defibrilasi dan kardioversi dalam proses

resusitasi?

1.3 Tujuan

1.3.1 Untuk mengetahui gambaran mengenai defibrilasi

1.3.2 Untuk mengetahui gambaran mengenai kardioversi

1.3.3 Untuk mengetahui proses kardioversi dan defibrilisasi dalam proses

resusitasi di klinik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Review Elektrokardiografi

EKG atau Elektrokardiogram adalah suatu representasi dari potensial listrik

otot jantung yang didapat melalui serangkaian pemeriksaan menggunakan sebuah

alat bernama elektrokardiograf. Hal-hal yang terkait dengan pembacaan hasil

pemeriksaan EKG adalah

1. IRAMA JANTUNG

Irama jantung normal adalah irama sinus, yaitu irama yang berasal dari impuls

yang dicetuskan oleh Nodus SA yang terletak di dekat muara Vena Cava Superior

di atrium kanan jantung. Irama sinus adalah irama dimana terdapat gelombang P

yang diikuti oleh kompleks QRS. Irama jantung juga harus teratur/ reguler,

artinya jarak antar gelombang yang sama relatif sama dan teratur. Misalkan saya

ambil gelombang R, jarak antara gelombang R yang satu dengan gelombang R

berikutnya akan selalu sama dan teratur. Cara menentukan apakah irama jantung

regular atau tidak regular antara lain :

a. Irama Sinus, seperti yang saya tulis di atas, yakni adanya gelombang P, dan

setiap gelombang P harus diikuti oleh kompleks QRS. Ini normal pada

orang yang jantungnya sehat.

b. Irama Bukan Sinus, yakni selain irama sinus, misalkan tidak ada kompleks

QRS sesudah gelombang P, atau sama sekali tidak ada gelombang P. Ini

menunjukkan adanya blokade impuls elektrik jantung di titik-titik tertentu

dari tempat jalannya impuls seharusnya (bisa di Nodus SA-nya sendiri,

jalur antara Nodus SA – Nodus AV, atau setelah nodus AV), dan ini

abnormal.

c. Reguler, jarak antara gelombang R dengan R berikutnya selalu sama dan

teratur. Kita juga bisa menentukan regulernya melalui palpasi denyut nadi

di arteri karotis, radialis dan lain-lain.

d. Tidak reguler, jarak antara gelombang R dengan R berikutnya tidak sama

dan tidak teratur, kadang cepat, kadang lambat, misalnya pada pasien-

pasien aritmia jantung.

2. FREKUENSI JANTUNG

Frekuensi jantung atau Heart Rate adalah jumlah denyut jantung selama 1

menit. Cara menentukannya dari hasil EKG ada bermacam-macam. Bisa memakai

salah satu atau bisa semuanya untuk membuat hasil yang lebih cocok. Rumusnya

berikut ini:

1)      Cara 1

HR = 1500 / x

Keterangan: x = jumlah kotak kecil antara gelombang R yang satu dengan

gelombang R setelahnya.

2)      Cara 2

HR = 300 / y

Keterangan: y = jumlah kotak sedang (5×5 kotak kecil) antara gelombang R yang

satu dengan gelombang R setelahnya. (jika tidak pas boleh dibulatkan ke angka

yang mendekati, berkoma juga ga masalah)

3)      Cara 3

Adalah cara yang paling mudah, bisa ditentukan pada Lead II panjang

(durasi 6 detik, patokannya ada di titik-titik kecil di bawah kertas EKG, jarak

antara titik 1 dengan titik setelahnya = 1 detik, jadi bila mengharapkan 6 detik,

maka lead II manual dibuat dengan 7 titik).

Caranya adalah:

HR = Jumlah QRS dalam 6 detik tadi itu x 10.

Nanti yang kita tentukan dari Frekuensi jantung adalah:

a) Normal: HR berkisar antara 60 – 100 x / menit.

b) Bradikardi= HR < 60x /menit

c) Takikardi= HR > 100x/ menit

3. AKSIS JANTUNG

adalah, proyeksi jantung jika dihadapkan dalam vektor 2 dimensi. Vektor 2

dimensi disini maksudnya adalah garis-garis yang dibentuk oleh sadapan-sadapan

pada pemeriksaan EKG. Sadapan (Lead) EKG biasanya ada 12 buah yang dapat

dikelompokkan menjadi 2:

1) Lead bipolar, yang merekam perbedaan potensial dari 2 elektroda/ lead

standar, yaitu lead I, II dan III.

2) Lead unipolar, yang merekam perbedaan potensial listrik pada satu

elektroda yang lain sebagai elektroda indiferen (nol). Ada 2: (a) unipolar

ekstrimitas (aVL, aVF, dan aVR); (b) unipolar prekordial (V1, V2, V3, V4,

V5 dan V6)

Setiap lead memproyeksikan suatu garis/ vektor tertentu. Urutannya bisa

dilihat dari gambaran berikut ini:

Aksis jantung normal (positif) adalah antara -30° sampai dengan 120° (ada

yang mendefinisikan sampai 100° saja). Sebenarnya ini adalah proyeksi dari arah

jantung sebenarnya. Pada kertas EKG, kita bisa melihat gelombang potensial

listrik pada masing-masing lead. Gelombang disebut positif jika arah resultan

QRS itu ke atas, dan negatif jika ia kebawah. Berikut ini arti dari masing-masing

Lead:

a) Lead I = merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan tangan

kiri (LA), dimana tangan kanan bermuatan (-) dan tangan kiri bermuatan

positif (+).

b) Lead II = merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan kaki

kiri (LF), dimana tangan kanan bermuatan negatif (-), dan kaki kiri bermuatan

positif (+)

c) Lead III = merekam beda potensial antara tangan kiri (LA) dengan kaki

kiri (LF), dimana tangan kanan bermuatan negatif (-) dan tangan kiri

bermuatan positif (+)

d) Lead aVL = merekam potensial listrik pada tangan kiri (LA), dimana

tangan kiri bermuatan positif (+), tangan kanan dan kaki kiri membentuk

elektroda indiferen (potensial nol)

e) Lead aVF = merekam potensial listrik pada kaki kiri (LF), dimana kaki

kiri bermuatan positif (+), tangan kiri dan tangan kanan nol.

f) Lead aVR = merekam potensial listrik pada tangan kanan (RA), dimana

tangan kanan positif (+), tangan kiri dan kaki kiri nol.

cara menginterpretasikan Aksis tersebut melalui tabel berikut ini:

Aksis / Lead Normal LAD RAD

I + + -

aVF + - +

II + - +

1) Aksis Normal = ketiga lead tersebut bernilai positif, artinya jantung berada di

antara aksis -30° sampai dengan 120° (ada yang menyebutkan sampai 100°

saja).

2) LAD (Left Axis Deviation), artinya aksis / arah proyeksi jantungnya bergeser

ke kiri, atau di atas – 3o°. Kalau demikian tentu gak mungkin aVF atau lead

II nya positif, pasti negatif kan. Ini biasa terjadi jika adanya pembesaran

ventrikel kiri/ LVH (Left Ventricular Hypertrophy), sehingga arah

jantungnya jadi ga normal lagi, agak naik gitu. Misalnya pada pasien-pasien

hipertensi kronis dsb.

3) RAD (Right Axis Deviation), artinya aksisnya bergeser ke kanan, atau di atas

120°. Kalau ke kanan tentu lead I-nya akan negatif, sedangkan aVF dan II

positif. Biasanya ini terjadi jika adanya pembesaran jantung kanan/ RVH

(Right Ventricular Hypertrophy)

4. GELOMBANG P

Gelombang P adalah representasi dari depolarisasi atrium. Gelombang P

yang normal:

a. lebar < 0,12 detik (3 kotak kecil ke kanan)

b. tinggi < 0,3 mV (3 kotak kecil ke atas)

c. selalu positif di lead II

d. selalu negatif di aVR

Sedangkan gelombang P yang tidak normal antara lain :

a. Tidak normal:

b. P-pulmonal : tinggi > 0,3 mV, bisa karena hipertrofi atrium kanan.

c. P-mitral: lebar > 0,12 detik dan muncul seperti 2 gelombang berdempet,

bisa karena hipertrofi atrium kiri.

d. P-bifasik: muncul gelombang P ke atas dan diikuti gelombang ke bawah,

bisa terlihat di lead V1, biasanya berkaitan juga dengan hipertrofi atrium

kiri.

5. PR INTERVAL

PR interval adalah jarak dari awal gelombang P sampai awal komplek QRS.

Normalnya 0,12 – 0,20 detik (3 – 5 kotak kecil). Jika memanjang, berarti ada

blokade impuls. Misalkan pada pasien aritmia blok AV, dll. Yang ditentukan:

normal atau memanjang.

6. KOMPLEKS QRS

Adalah representasi dari depolarisasi ventrikel. Terdiri dari gelombang Q, R

dan S. Normalnya: Lebar = 0.06 – 0,12 detik (1,5 – 3 kotak kecil); tinggi

tergantung lead.

Yang dinilai:

a) Gelombang Q : adalah defleksi pertama setelah interval PR / gelombang P.

Tentukan apakah dia normal atau patologis. Q Patologis antara lain: durasinya

> 0,04 (1 kotak kecil); dan dalamnya > 1/3 tinggi gelombang R.

b) Variasi Kompleks QRS

QS, QR, RS, R saja, rsR’, dll. Variasi tertentu biasanya terkait dengan

kelainan tertentu.

7. ST SEGMEN

ST segmen adalah garis antara akhir kompleks QRS dengan awal gelombang

T. Bagian ini merepresentasikan akhir dari depolarisasi hingga awal repolarisasi

ventrikel. Yang dinilai:

a. Normal: berada di garis isoelektrik

b. Elevasi (berada di atas garis isoelektrik, menandakan adanya infark

miokard)

c. Depresi (berada di bawah garis isoelektrik, menandakan iskemik)

8. GELOMBANG T

Gelombang T adalah representasi dari repolarisasi ventrikel. Yang dinilai

adalah:

a. Normal: positif di semua lead kecuali aVR

b. Inverted: negatif di lead selain aVR (T inverted menandakan adanya

iskemik)

B. Pengertian defibrilasi

Defibrilasi adalah suatu tindakan terapi dengan cara memberikan aliran

listrik yang kuat dengan metode asinkron ke jantung pasien melalui elektroda

yang ditempatkan pada permukaan dada pasien. Tujuannya adalah untuk

koordinasi aktivitas listrik jantung dan mekanisme pemompaan, ditunjukkan

dengan membaiknya cardiac output, perfusi jaringan dan oksigenasi.

American Heart Association (AHA) merekomendasikan agar defibrilasi

diberikan secepat mungkin saat pasien mengalami gambaran VT non- pulse atau

VF, yaitu 3 menit atau kurang untuk setting rumah sakit dan dalam waktu 5

menit atau kurang dalam setting luar rumah sakit. Defibrilasi dapat dilakukan

diluar rumah sakit karena sekarang ini sudah ada defibrillator yang bisa

dioperasikan oleh orang awam yang disebut automatic external defibrillation

(AED).

AED adalah defibrillator yang menggunakan system computer yang dapat

menganalisa irama jantung, mengisi tingkat energi yang sesuai dan mampu

memberikan petunjuk bagi penolong dengan memberikan petunjuk secara visual

untuk peletakan elektroda.

C. Indikasi dan kontraindikasi defibrilasi

Indikasi defibrilasi adalah

a. Elektif : SVT yang tidak mempan dengan obat-obatan (PAT, AF rapid,

Atrial Flutter, Junctional Takhikardia).

b. Darurat : Gangguan irama jantung dengan hemodinamik tak stabil

(hipotensi atau perfusi jelek), untuk mencegah gangguan yang lebih

berat.

Kontraindikasi Defibrilasi pada pasien tidak ada.

D. Prosedur defibrilasi

- Persiapan Alat / Obat :

1. Defibrillator / cardioverter

2. Lead (kawat sadapan) dan elektroda

3. Jelly Elektrode

4. Alat / obat resusitasi

5. Terapi oksigen

6. Peralatan suction dengan kateter suction

- Persyaratan dilakukan Defibrilasi :

1. Tidak Sadar

2. Tidak ada Nafas

3. Tidak ada Nadi

- Cara melakukan defibrilasi :

a. Putar tombol on, switch unsynchronized

b. Pilih Energy 360 joule untuk defibrilator Monophasic

c. Atur tombol lead (pilih lead I, II atau III)

d. Olesi setiap paddle dengan jelly secara merata

e. Letakkan paddles di dada pasien. Letakkan satu paddle di sternum

bagian atas tepat di bawah clavicula dan paddle lain di apex jantung

(antara tepi putting susu kiri dan garis midaxilla). Posisi lain yang

boleh dipilih adalah satu paddle di precordial dan satu paddle lain di

infra scapular.

f. Segera lakukan charging dengan menekan tombol charge pada

paddle.

g. Segera setelah dilakukan charging, beritahu tim untuk tidak

menempel pada pasien dengan berteriak keras : “ Awas DC shock,

nafas buatan berhenti, depan bebas, kiri bebas, saya bebas”

h. “ Awas shock !!” Tekan tombol kedua paddles secara simultan,

kemudian langsung disusul dengan pijat jantung nafas buatan (CPR)

selama 2 menit dan paddles diletakkan ditempatnya.

i. Setelah CPR 2 menit evaluasi monitor, tanpa harus memegang nadi

carotis. Bila irama tetap VF atau pulseless VT maka diperlukan

shock berikutnya, tetap 360 joule (untuk defibrilator monophasic).

Ulangi semua tahap di atas.

E. Pengertian kardioversi

Kardioversi adalah tindakan kejut listrik untuk mengatasi takikardi

supraventrikuler (SVT), atrial fibrilasi, atrial flutter dan takikardi ventrikuler

dengan pulse dengan menggukanan mode syncrone. Energi yang diperlukan

100,200.300 dan 360 Joule. (beberapa penelitian melakukan kardioversi berhasil

dengan energi awal 50 Joule pada SVT dan Flutter atrial).

F. Indikasi dan kontraindikasi kardioversi

Indikasi:

a. Kardioversi darurat

1) Takikardi supraventrikular, fluter atrial, dan fibrilasi atrial dengan

hipotensi, hipoperfusi sistemik, gagal jantung kongestif, atau iskemia

miokard.

2) Takikardia ventrikel dengan nadi palpasi gagal berubah ke irama sinus

dengan lidokain atau amiodaron.

b. Kardioversi elektif.

Kardioversi dilakukan elektif pada takikardia supraventrikuler, fluter

atrial, dan fibrilasi atrial, yang gagal berubah ke irama sinus dengan

digitalis, propranolol, adrofonium, fenilefrin, kuinidin, atau verapanil.

Irama sinus lebih baik daripada aritmia karena curah jantung lebih banyak

dan lebih rendah angka embolisme.

 Kontraindikasi:

a. Intoksikasi digitalis.

Fibrilasi ventrikel dapat terjadi walaupun dilakukan kardioversi

sinkron, Stimulasi cepat atrium dengan pemacu temporer(TPM) dapat

merubah atritmia supraventrikular.

b. Penyakit sistem konduksi. Blok atrioventrikular dipasang profilaktik

Temporer Pace Maker (TPM).

c. Pasien dengan tidak mampu bertahan pada irama sinus.

d. Fibrilasi atrial yang telah lama atu bertahun.

e. Kardioversi dengan fibrilasi atrial cepat berulang, dengan dosis

kuinidin profilaktik.

f. Post operasi baru katup jantung, kardioversi ditunda 10-14 hari, TPM

dapat menghentikan takiaritmia

G. Prosedur kardioversi

Prosedur tindakan kardioversi sama dengan prosedur tindakan defibrilasi,

hanya yang membedakannya dalam hal :

a. Siapkan alat-alat resusitasi

b. Bila pasien masih sadar berikan sedasi dengan atau tanpa analgesi

c. Pilih modul sinkron

d. Pilih energi awal 50 joule untuk takikardi supraventrikel atau 100 joule

untuk takikardi ventrikel dan meningkat sesuai dengan respon pasien

sampai maksimal 360 joule.

e. Paddle tidak boleh segera diangkat setelah melepaskan muatan agar

modul sinkronisasi tidak terganggu.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ARITMIA

A. Pengkajian Keperawatan

1. Pengkajian primer :

a. Airway

1) Apakah ada peningkatan sekret ?

2) Adakah suara nafas : krekels ?

b. Breathing

1) Adakah distress pernafasan ?

2) Adakah hipoksemia berat ?

3) Adakah retraksi otot interkosta, dispnea, sesak nafas ?

4) Apakah ada bunyi whezing ?

c. Circulation

1) Bagaimanakan perubahan tingkat kesadaran ?

2) Apakah ada takikardi ?

3) Apakah ada takipnoe ?

4) Apakah haluaran urin menurun ?

5) Apakah terjadi penurunan TD ?

6) Bagaimana kapilery refill ?

7) Apakah ada sianosis ?

2. Pengkajian sekunder

a. Riwayat penyakit

Faktor resiko keluarga contoh penyakit jantung, stroke, hipertensi,

Riwayat IM sebelumnya (disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit

katup jantung, hipertensi penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat

anti aritmia lainnya kemungkinan untuk terjadinya intoksikasi, kondisi

psikososial.

3. Pengkajian fisik

a. Aktivitas : kelelahan umum

b. Sirkulasi : perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin

tidak teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra,

denyut menurun; kulit warna dan kelembaban berubah misal pucat,

sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menruun bila curah jantung

menurun berat.

c. Integritas ego : perasaan gugup, perasaan terancam, cemas, takut,

menolak,marah, gelisah, menangis.

d. Makanan/cairan : hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran terhadap

makanan, mual muntah, peryubahan berat badan, perubahan

kelembaban kulit

e. Neurosensori : pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung,

letargi, perubahan pupil.

f. Nyeri/ketidaknyamanan : nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang

atau tidak dengan obat antiangina, gelisah

g. Pernafasan : penyakit paru kronis, nafas pendek, batuk, perubahan

kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki,

mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada

gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik

pulmonal; hemoptisis.

h. Keamanan : demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema,

edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan

B. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan

konduksi elektrikal, penurunan kontraktilitas miokardia.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai

oksigen, kelemahan umum, tirah baring lama/imobilisasi.

3. Kurang pengetahuan tentang penyebab atau kondisi pengobatan berhubungan

dengan kurang informasi/salah pengertian kondisi medis/kebutuhan terapi.

C. Intervensi Keperawatan

1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan

konduksi elektrikal, penurunan kontraktilitas miokardia.

Kriteria hasil :

a. Mempertahankan/meningkatkan curah jantung adekuat yang dibuktikan

oleh TD/nadi dalam rentang normal, haluaran urin adekuat, nadi teraba

sama, status mental biasa,

b. Menunjukkan penurunan frekuensi/tak adanya disritmia

c. Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan kerja miokardia.

Intervensi :

1. Raba nadi (radial, femoral, dorsalis pedis) catat frekuensi, keteraturan,

amplitudo dan simetris.

2. Auskultasi bunyi jantung, catat frekuensi, irama. Catat adanya denyut

jantung ekstra, penurunan nadi.

3. Pantau tanda vital dan kaji keadekuatan curah jantung/perfusi jaringan.

4. Tentukan tipe disritmia dan catat irama : takikardi; bradikardi; disritmia

atrial; disritmia ventrikel; blok jantung

5. Berikan lingkungan tenang. Kaji alasan untuk membatasi aktivitas selama

fase akut.

6. Demonstrasikan/dorong penggunaan perilaku pengaturan stres misal

relaksasi nafas dalam, bimbingan imajinasi

7. Selidiki laporan nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas dan faktor

penghilang/pemberat. Catat petunjuk nyeri non-verbal contoh wajah

mengkerut, menangis, perubahan TD

8. Siapkan/lakukan resusitasi jantung paru sesuai indikasi

9. Kolaborasi :

a. Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit

b. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi

c. Berikan obat sesuai indikasi : kalium, antidisritm

d. Siapkan untuk bantu kardioversi elekti

e. Bantu pemasangan/mempertahankan fungsi pacu jantung

f. Masukkan/pertahankan masukan IV

g. Siapkan untuk prosedur diagnostik invasive

h. Siapkan untuk pemasangan otomatik kardioverter atau defibrillator.

2. Penurunan perfusi perifer yang berhubungan dengan menurunnya curah

jantung.

Kriteria hasil :

a. Klien akan berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan.

b. Memenuhi perawatan diri sendiri.

c. Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan

oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan.

Intervensi :

a. Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila

klien menggunakan vasodilator, diuretic dan penyekat beta.

Rasional :  Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek

obat (vasodilatasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi

jantung.

b. Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia,

dipsnea, berkeringat dan pucat.

Rasional :  Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan

volume sekuncup selama aktivitas dapat menyebabkan peningkatan segera

frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan

kelemahan.

c. Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas.

Rasional :  Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung

daripada  kelebihan aktivitas.

d. Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborsi).

Rasional :  Peningkatan bertahap pada aktivitas menghidari kerja

jantung/konsumsi oksigen berlebihan.

3. Kurang pengetahuan tentang penyebab atau kondisi pengobatan berhubungan

dengan kurang informasi/salah pengertian kondisi medis/kebutuhan terapi.

Kriteria :

a. menyatakan pemahaman tentang kondisi, program pengobatan

b. Menyatakan tindakan yang diperlukan dan kemungkinan efek samping

obat

Intervensi :

1. Kaji ulang fungsi jantung normal/konduksi elektrikal

2. Jelakan/tekankan masalah aritmia khusus dan tindakan terapeutik pada

pasien/keluarga

3. Identifikasi efek merugikan/komplikasiaritmia khusus contoh

kelemahan, perubahan mental, vertigo

4. Anjurkan/catat pendidikan tentang obat. Termasuk mengapa obat

diperlukan; bagaimana dan kapan minum obat; apa yang dilakukan

bila dosis terlupakan

5. Dorong pengembangan latihan rutin, menghindari latihan berlebihan

6. Kaji ulang kebutuhan diet contoh kalium dan kafein

7. Memberikan informasi dalam bentuk tulisan bagi pasien untuk dibawa

pulang

8. Anjurkan psien melakukan pengukuran nadi dengan tepat

9. Kaji ulang kewaspadaan keamanan, teknik mengevaluasi pacu jantung

dan gejala yang memerlukan intervensi medis

10. Kaji ulang prosedur untuk menghilangkan PAT contoh pijatan

karotis/sinus, manuver Valsava bila perlu

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Defibrilasi adalah suatu tindakan terapi dengan cara memberikan aliran

listrik yang kuat dengan metode asinkron ke jantung pasien melalui elektroda

yang ditempatkan pada permukaan dada pasien. Sedangkan Kardioversi adalah

tindakan kejut listrik untuk mengatasi takikardi supraventrikuler (SVT), atrial

fibrilasi, atrial flutter dan takikardi ventrikuler dengan pulse dengan menggukanan

mode syncrone. Energi yang diperlukan 100,200.300 dan 360 Joule. (beberapa

penelitian melakukan kardioversi berhasil dengan energi awal 50 Joule pada SVT

dan Flutter atrial).

REFERENSI

Hudak, C.M, Gallo B.M. 1997. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta

: EGC.

Price, Sylvia Anderson. 1994. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses

penyakit. Alih bahasa Peter Anugrah. Editor Caroline Wijaya. Ed. 4. Jakarta :

EGC.

Santoso Karo karo. 1996. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Smeltzer Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &

Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8.

Jakarta : EGC;.

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk

Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made

Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC.

Hanafi B. Trisnohadi. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam. Jilid I. Ed. 3. Jakarta

: Balai Penerbit FKUI.