126

Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA
Page 2: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA
Page 3: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

i

Dewan Redaksi

“Forum Didaktik”

Penanggung Jawab

Prof. Dr. H. Cece Rakhmat, M.Pd

Redaktur

Ade Maftuh, M.Pd

Penyunting

Sundari Purwaningsih, M.Pd

Setyo Wati, M.Pd

Hatma Heris Mahendra, M.Pd

Riga Zahara Nurani, M.Pd

Mitra Bestari

Prof. Dr. H. Dedi Heryadi, M.Pd

(Universitas Siliwangi)

Dr. Dian Indihadi, M.Pd

(Universitas Pendidikan Indonesia)

Desain Grafis

Wida Mulyanti, M.Pd

Sekretariat

Winarti Dwi Febriani, M.Pd

Page 4: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

ii

PANDUAN PENULISAN ARTIKEL BAGI CALON PENULIS

PADA JURNAL FORUM DIDAKTIK (JFD)

Jurnal Forum Didaktik adalah jurnal ilmiah yang difungsikan untuk

menyebarluaskan hasil penelitian dan pemikiran ilmiah tentang inovasi pendidikan yang

terbit dua kali dalam setahun, yaitu bulan Januari dan bulan Juli. Jurnal ini diperuntukan

bagi para pendidik dan pemerhati pendidikan sebagai masukan dan inspirasi dalam

rangka berupaya meningkatkan kualitas pendidikan di negeri yang kita cintai.

Para pengelola Jurnal Didaktik sangat menunggu kiriman artikel tentang inovasi

pendidikan dari para peneliti dan pakar pendidikan untuk di-desiminasi-kan kepada

kalangan pendidik dan pemerhati pendidikan sebagai rujukan dan pelengkap dalam

merealisasikan tugas mendidik di lembaga-lembaga pendidikan yang ada. Agar tulisan

yang dimuat dalam jurnal forum didaktik memiliki keseragaman pola berikut disajikan

ketentuan-ketentuan naskah yang dikirim ke bagian penerbitan jurnal Forum Didaktik.

1. Naskah yang dikirim belum diterbitkan pada jurnal ilmiah yang lain.

2. Naskah yang ditulis untuk JFD meliputi hasil telaah (hanya atas undangan) dan hasil

penelitian di bidang kependidikan. Naskah diketik dengan program Microsoft Word,

menggunakan kertas ukuran A4, margin kiri;atas;kanan;bawah masing-masing 3

cm;4 cm;3 cm;3 cm.bentuk huruf Times New Roman ,ukuran 12 pts, dengan spasi

1,5. Panjang naskah maksimum 25 halaman. Pengiriman naskah melalui email :

[email protected]

3. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Sistematika artikel hasil

penelitian adalah judul; nama penulis, abstrak disertai kata kunci; pendahuluan,

metode, hasil dan pembahasan, simpulan, serta daftar rujukan.

4. Naskah yang dimuat berupa hasil penelitian dengan format sebagai berikut.

a. Judul artikel sebaiknya tidak lebih dari 15 kata, judul artikel dalam bahasa

Inggris tidak lebih dari 12 kata. Judul dicetak tebal dengan huruf capital di

tengah-tengah, dengan ukuran 14 pts.

b. Nama penulis dicantumkan tanpa gelar akademik, alamat instansi, disertai akun

email dan ditempatkan di bawah artikel. Berjarak 2 spasi dari judul, ukuran

huruf 12.

c. Abstrak dan kata kunci ditulis dalam dua bahasa (Indonesia dan Inggris).

Abstrak berisi tujuan penelitian, pendekatan atau desain penelitian, hasil

penelitian, dan implikasi penelitian. Panjang masing-masing abstrak maksimum

150 kata. Berjarak 2 spasi dari nama penulis. Ukuran huruf 10 pts,

menggunakan rata kiri-kanan.

d. Bagian pendahuluan yang memuat latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penelitian, dan hasil kajian literatur tentang variabel penelitian yang terkait.

Panjang pendahuluan 10-15% dari keseluruhan jumlah halaman artikel.

e. Bagian metode yang memuat pendekatan dan desain penelitian yang digunakan,

teknik dan instrumen pengumpulan data, sumber data, dan teknik pengolahan

data, analisis data yang secara nyata dilakukan oleh peneliti. Panjang halaman

10-15% dari keseluruhan jumlah halaman artikel.

f. Bagian hasil penelitian dan pembahasan yang memuat data hasil penelitian dan

pembahasan data hasil penelitian. Panjang hasil dan pembahasan penelitian 60%

dari keseluruhan jumlah halaman artikel.

Page 5: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

iii

g. Bagian simpulan berisi temuan penelitian berupa jawaban atas pertanyaan

penelitian yang diajukan atau berupa intisari hasil pembahasan. Simpulan

disajikan dalam bentuk esai yang komunikatif dengan kalimat variatif.

h. Daftar rujukan berisi sumber relevan , mutakhir (10 tahun terakhir), dan sumber

primer 80%. Sumber rujukan primer yang digunakan berupa artikel penelitian

dalam jurnal atau laporan penelitian (termasuk skripsi, tesis, disertasi).

5. Pengutipan menggunakan teknik rujukan berkurung (nama akhir, tahun).

Pencantuman sumber pada kutipan langsung hendaknya disertai keterangan tentang

nomor halaman tempat asal kutipan. Contoh: (Hernawan, 2017:56).

6. Daftar rujukan disusun dengan tata cara seperti contoh berikut ini dan diurutkan

secara alfabetis dan kronologis.

Buku:

Akbar, Sa’dun. 2013. Instrumen Perangkat Pembelajaran. Bandung: Rosdakarya.

Jalongo, M. R. 2007. Early Childhood Language Arts Fourth Edition. Boston: Pearson

Education.

Artikel dalam Jurnal atau Majalah:

Nurjamin, A. 2011. Tipe Isi dan Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Buku Ajar SD.

Jurnal Ilmu Pendidikan, 20 (1):48-54.

Skripsi, Tesis, Disertasi, Laporan Penelitian:

Febriani, D. F. 2017. Pengaruh Pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME)

dan Pembelajaran Langsung Terhadap Kemampuan Penalaran dan Berpikir Kreatif

Matematis Peserta Didik. Tesis. Bandung: Tidak Diterbitkan.

Makalah Seminar, Lokakarya, Penataran:

Zamzani. 2014. Eksistensi Bahasa Indonesia Dalam Pendidikan Berbasis Keragaman

Budaya. Makalah disajikan dalam Seminar Internasional Berbasis Budaya: Sumbangan

Bahasa dan Sastra Indonesia, FBS Universitas Negeri Jogjakarta, Jakarta, 4-6

November.

Internet (tulisan/berita dalam Koran, tanpa nama pengarang):

Republika.co.id. 2014. Aduan Bullying Tertinggi. [Online]. Tersedia di:

http://www.republika.co.id (Rabu, 15 Oktober 2014)

7. Segala sesuatu yang menyangkut perizinan pengutipan untuk pembuatan naskah

terkait dengan HAKI yang dilakukan oleh penulis artikel, berikut konsekuensi

hukum yang mungkin timbul karenanya, menjadi tanggung jawab penuh penulis

artikel.

Dewan Redaksi

Page 6: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

iv

PENGANTAR

Rasa syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat serta

nikmat-Nya kami dapat merasakan karunia melihat ciptaan-Nya yang tidak

terbatas jumlahnya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahlimpahkan

kepada tauladan umat, Nabi Muhammas SAW. Alhamdulillah, penerbitan jurnal

Forum Didaktik telah dilaksanakan dan disusun sesuai dengan sistematika

penyusunan jurnal Forum Didaktik.

Forum Didaktik adalah jurnal yang lahir dan terbentuk di bawah Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pnedidikan Universitas Perjuangan Tasikmalaya. Edisi kedua

jurnal memuat delapan karya akademik yang bersumber dari hasil penelitian dan

kajian literature para dosen. Lima diantaranya berasal dari dosen tetap di

lingkungan Universitas Perjuangan Tasikmalaya, dua orang berasal dari

perguruan tinggi negeri di Kota Tasikmalaya, dan satu orang lainnya berasal dari

Sekolah Tinggi di wilayah Jawa Timur. Naskah tersebut memuat isu-isu

pendidikan, seperti media pembelajaran dan model pembelajaran.

Hasil penelitian Yusuf Suryana dan Vit Ardhyantama menyajikan

bahasan mengenai penggunaan dan pengembangan media pembelajaran, hasil

penelitian Agi Ahmad Ginanjar, Riza Fatimah Zahrah, Winarti Dwi Febriani,

Wida Mulyanti menyajikan bahasan mengenai penggunaan model pembelajaran,

hasil penelitian Fajar Nugraha menyajikan pokok bahasan kompetensi guru, dan

hasil penelitian Setyo Wati menyajikan bahasan mengenai kompetensi siswa.

Redaktur

Page 7: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

v

DAFTAR ISI

Hal.

Dewan Redaksi …………………………………………………………... i

Petunjuk Bagi Penulis ……………………………………………………. ii

Pengantar ………………………………………………………………… iv

Daftar Isi …………………………………………………………………. v

Pembelajaran Berbasis Proyek Pendidikan Matematika Untuk

Mengembangkan Keterampilan Membuat Dan Menggunakan Media

Belajar Matematika SD

Yusuf Suryana1, Karlimah2, Ika Fitri Apriani3 ………………………….. 1

Pengaruh Metode Discovery Learning Terhadap Sikap Tanggung Jawab

Dan Kemampuan Menganalisis Cerpen Agi Ahmad Ginanjar1, Dedi Heryadi2 ……………………………………… 11

Pengembangan Perangkat Pembelajaran Scientific Approach

Diintegrasikan Dengan Media Flash Untuk Meningkatkan Hasil Belajar

Siswa SD

Vit Ardhyantama …………………………………………………………. 24

Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Team Pair Solo Untuk

Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Pada

Materi Bilangan Pecahan (Penelitian Tindakan Kelas pada Materi

Bilangan Pecahan di kelas VB SDN 2 Cibodas Kecamatan Lembang) Riza Fatimah Zahrah ……………………………………………………………. 42

Affective Language Atittude of Indonesian Freshmen Towards English

Setyo Wati ………………………………………………………………... 53

Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together

(NHT) Pokok Bahasan Bilangan Pecahan Untuk Meningkatkan Hasil

Belajar Siswa

Winarti Dwi Febriani …………………………………………………….. 65

Penggunaan Metode Role-Play

Dalam Mengembangkan Keterampilan Berbicara

Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA Laboratorium UPI

Wida Mulyanti ……………………………………………………………. 82

Analisis Penguasaan Teori Belajar Dan Prinsip-prinsip Pembelajaran

Guru Di SDN 1 Nagarasari

Fajar Nugraha1, Geri Syahril Sidik2, Dina Ferisa3 ……………………... 101

Page 8: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA
Page 9: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

1

PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK PENDIDIKAN MATEMATIKA

UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN MEMBUAT

DAN MENGGUNAKAN MEDIA BELAJAR MATEMATIKA SD

Yusuf Suryana1, Karlimah2, Ika Fitri Apriani3

Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya

[email protected], [email protected], [email protected]

Abstrak

Mahasiswa PGSD harus mendapat pengalaman belajar yang ideal dari mulai

merencanakan sampai melaksanakan pembelajaran matematika yang baik untuk

siswa SD. Belajar dengan berbasis proyek pendidikan matematika merupakan alat

dalam penelitian ini. Sasaran akhir perkuliahan antara lain berupa media

pembelajaran matematika untuk siswa SD yang relevan dengan kebutuhan di

lapangan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian

dilaksanakan di UPI Kampus Tasikmalaya dan SD mitra. Subjek penelitian adalah

mahasiswa PGSD semester IV tahun akademik 2016/2017. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa dengan menggunakan pembelajaran berbasis proyek pada mata

kuliah pendidikan matematika, mahasiswa telah mampu merencanakan, membuat

dan mempraktikan media belajar matematika SD dengan baik.

Kata Kunci: media belajar, pembelajaran berbasis proyek, pendidikan

matematika

PENDAHULUAN

Mahasiswa PGSD adalah calon

guru SD yang diharapkan memiliki

kompetensi pedagogik, kepribadian,

sosial, dan profesional

(Permendiknas No. 16 Tahun 2007).

Sesuai dengan itu secara spesifik

diarahkan oleh kualifikasi level 6

KKNI yang memiliki empat

parameter generik (Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia No.

8 Tahun 2012). Keempat parameter

itu mendeskripsikan mahasiswa

untuk memiliki; 1) penguasaan

teoretis secara mendalam dan

mampu membuat formulasi

penyelesaian masalah, 2)

kemampuan menentukan dan

mengaplikasikan keahlian serta

pemanfaatan IPTEKS sebagai bentuk

adaptasi dan penyelesaian masalah,

3) kemampuan menentukan

keputusan dan petunjuk berdasar

analisis informasi untuk memberikan

alternatif solusi secara mandiri dan

kelompok, dan 4) tanggungjawab

Page 10: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

2

pada pekerjaan dan capaiannya

secara mandiri dan kelompok

(Permendikbud No. 73 Tahun 2013).

Salah satu mata kuliah yang

memfasilitasi kemampuan

mahasiswa calon guru sekolah dasar

adalah pendidikan matematika.

Tujuan mata kuliah Pendidikan

Matematika adalah mahasiswa

diharapkan dapat menjelaskan dan

menerapkan konsep matematika

dalam kehidupan sehari-hari. Secara

khusus mahasiswa diharapkan dapat:

1. Menguasai materi-materi

pembelajaran matematika SD

yang berhubungan dengan konsep

geometri, bangun ruang, bangun

datar, pecahan, perbandingan,

skala, bilangan rasional, bilangan

irasional, pengukuran, dan

pengolahan data.

2. Terampil mengerjakan materi-

materi pembelajaran matematika

SD yang berhubungan dengan

materi bangun datar, bangun

ruang, pecahan, perbandingan,

skala, bilangan, rasional,

irasional, pengukuran, dan

pengolahan data.

3. Terampil membuat alat peraga

materi-materi pembelajaran

matematika di SD yang

berhubungan dengan bangun

datar, bangun ruang, pecahan,

perbandingan, skala, bilangan

rasional, irasional, pengukuran,

dan pengolahan data.

4. Terampil melakukan penilaian

materi-materi pembelajaran

matematika SD yang

berhubungan dengan bangun

datar, bangun ruang, pecahan,

skala, perbandingan, bilangan

rasional, irasional, pengukuran,

dan pengolahan data sebelum

pembelajaran, selama proses

pembelajaran, ataupun setelah

selesai pembelajaran.

Berdasarkan pengalaman

peneliti yang bertugas sebagai dosen

Pendidikan Matematika, perkuliahan

yang dilakukan selama ini terasa

monoton. Mahasiswa diberi tugas

untuk menyusun makalah dengan

materi tertentu dan dipresentasikan

di depan kelas. Setiap pertemuan

akan tampil satu kelompok

mahasiswa. Selain presentasi,

mahasiswa juga diberi tugas-tugas

dan dikumpulkan di akhir

perkuliahan. Hal ini mengakibatkan

dosen kurang mengetahui sejauh

mana tingkat penguasaan konsep dan

keterampilan mahasiswa tentang

Page 11: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

3

Pendidikan Matematika SD. Oleh

karena itu, peneliti bermaksud

menerapkan suatu model yang

memberikan fasilitas belajar yang

tepat, supaya menghasilkan calon

guru yang mumpuni. Salah satu

model pembelajaran inovatif tersebut

adalah model pembelajaran berbasis

proyek. Pembelajaran berbasis

proyek (project based learning)

merupakan model pembelajaran yang

memberikan kesempatan kepada

guru untuk mengelola pembelajaran

di kelas dengan melibatkan kerja

proyek (Wena, 2011:144).

Melalui pembelajaran berbasis

proyek, mahasiswa diharapkan dapat

menghasilkan produk pembelajaran

matematika berupa media belajar

matematika SD buatan sendiri yang

representatif. Hasil penelitian Beres

(2011: 49) mengungkapkan bahwa

pembelajaran berbasis proyek

membuat peserta didik lebih

termotivasi dalam pembelajaran.

METODE

Penelitian ini termasuk ke

dalam penelitian deskriptif kualitatif.

Penelitian ini dilaksanakan pada

mahasiswa semester IV tahun ajaran

2016/2017. Peneliti membimbing

langsung proses perkuliahan

menggunakan model pembelajaran

berbasis proyek (Project Based

Learning). Teknik pengumpulan data

dalam penelitian ini menggunakan

wawancara, observasi dan angket.

Pada tahap awal penelitian, peneliti

menyampaikan orientasi dan program

perkuliahan berbasis proyek

pengembangan ragam media belajar

matematika di SD. Peneliti pun

memberi petunjuk kepada mahasiswa

tentang beberapa proyek yang akan

dilaksanakanakan pada mata kuliah

Pendidikan Matematika. Mekanisme

dalam pembelajaran berbasis proyek

ini adalah mahasiswa melakukan

observasi langsung terhadap

pembelajaran matematika di SD.

Berdasarkan hasil observasi tersebut,

maka ditemukan beberapa materi

matematika terpilih, diantaranya

materi nilai tempat, luas daerah

trapesium, bilangan bulat, KPK,

perkalian, membandingkan pecahan,

dan FPB. Berdasarkan beberapa

materi terpilih tersebut, maka

dibentuklah 7 kelompok mahasiswa.

Masing-masing kelompok terdiri dari

5 mahasiswa.

Page 12: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

4

Data yang diperoleh dalam

penelitian ini kemudian dianalisis

dengan meliputi kegiatan:

a. Reduksi Data

b. Penyajian Data

c. Verivikasi data

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tahapan dalam pelaksanaan

pembelajaran berbasis proyek pada

mata kuliah Pendidikan Matematika

dapat dilihat pada bagan berikut.

Tahap Persiapan Penelitian

1. Membuat silabus dan SAP Model Belajar Berbasis Proyek (Project-Based Learning) pengembangan

ragam media pembelajaran matematika SD

(2 pertemuan)

2. Membuat Lembar Proyek Mahasiswa tentang

pengembangan rencana dan media pembelajaran

matematika SD

(4 pertemuan)

3. Membuat instrumen pembelajaran tentang pengembangan rencana dan media pembelajaran

matematika SD ditinjau dari rencana dan hasil

mahasiswa observasi sebagai upaya mengembangkan

rencana dan media pembelajaran matematika SD

(format penilaian kemampua konsep matematika,

penilaian rencana pembelajaran, dan penilaian media

pembelajaran matematika) (4 pertemuan)

Tahap Pelaksanaan Penelitian

Pertemuan 1 : Menyampaikan orientasi dan

program perkuliahan berbasis

proyek pengembangan ragam

media belajar matematika di

SD

Pertemuan 2 : Meninjau 7 kelompok kerja

mahasiswa yang terbentuk;

mendiskusikan konteks

pembelajaran matematika

dan ruang lingkup materi yang

dipelajari siswa SD menurut

kurikulum yang digunakan;

menginventarisasi

topik/materi matematika SD

yang sarat akan penggunaan

media belajar

Pertemuan 3 : Mendiskusikan rencana,

proses, dan media belajar

yang representatif untuk

topik/materi matematika yang

terpilih; Menunjukkan RPP,

dan mendemonstrasikan

beberapa media belajar yang

representatif

Pertemuan 4 : Mendiskusikan dan

merancang instrumen

pembelajaran matematika

yang representatif; membuat

surat izin sebagai persiapan

observasi ke SD

Pertemuan 5-12 : Observasi ke SD untuk

menghimpun potret kegiatan

belajar matematika di kelas I-

VI; menginventarisir rencana

dan media belajar matematika

yang digunakan pada

pembelajaran matematika di

kelas I-VI; mendiskusikan

perbaikan rencana dan media

belajar matematika yang

tepat untuk materi yang

dimaksud; mengerjakan

perbaikan/modifikasi rencana

dan media belajar

matematika; Remanfaat

rencana dan media belajar

matematika di SD

Pertemuan 13-16: Presentasi setiap kelompok

tentang temuan masalah,

rencana kerja, proses dan

hasil kerja, dan hasil

remanfaat rencana dan media

belajar matematika yang telah

resepresentatif

Page 13: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

5

Penelitian ini bertujuan untuk

menghasilkan mahasiswa PGSD

yang terampil merencanakan dan

baik dalam melaksanakan

pembelajaran matematika SD yang

dilengkapi dengan media belajar

yang tepat. Penelitian ini

dilaksanakan pada mahasiswa

semester IV tahun ajaran 2016/2017.

Peneliti membimbing langsung

proses perkuliahan menggunakan

model pembelajaran berbasis proyek

(Project Based Learning). Pada

tahap awal penelitian, peneliti

menyampaikan orientasi dan

program perkuliahan berbasis proyek

pengembangan ragam media belajar

matematika di SD. Peneliti pun

memberi petunjuk kepada mahasiswa

tentang beberapa proyek yang akan

dilaksanakanakan pada mata kuliah

Pendidikan Matematika. Mekanisme

dalam pembelajaran berbasis proyek

ini adalah mahasiswa melakukan

observasi langsung terhadap

pembelajaran matematika di SD.

Berdasarkan hasil observasi

tersebut, maka ditemukan beberapa

materi matematika terpilih,

diantaranya materi nilai tempat, luas

daerah trapesium, bilangan bulat,

KPK, perkalian, membandingkan

pecahan, dan FPB. Berdasarkan

beberapa materi terpilih tersebut,

maka dibentuklah tujuh kelompok

mahasiswa. Masing-masing

kelompok terdiri dari lima

mahasiswa.

Media kelompok A diberi nama

KONITA (Kotak Nilai Tempat

Ajaib). Media KONITA ini

digunakan untuk membantu guru

dalam menyampaikan konsep nilai

tempat di kelas II. Kelompok B

membuat media pada materi luas

daerah trapesium. Media Ini diberi

nama RABDIUM (Resleting Ajaib

Bangun Datar Trapesium).

Kelompok C membuat alat peraga

tentang materi Bilangan Bulat.

Media ini diberi nama CILON

BILBUL (Kelinci Loncat Bilangan

Bulat). Kelompok D membuat media

untuk materi KPK. Media ini diberi

nama Dekak KPK. Kelompok E

membuat media tentang materi

Tahap Evaluasi & Pelaporan

Penelitian

1. Menyusun hasil analisis catatan proses perkuliahan

Model Project-Based Learning 2. Menyusun hasil langkah kerja/proyek mahasiswa

dalam pengembangan ragam media pembelajaran matematika SD

3. Mendeskripsikan hasil proyek pengembangan ragam media pembelajaran matematika SD

Page 14: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

6

perkalian yang diberi nama Pohon

Perkalian. Kelompok F membuat

sebuah media yang dinamakan Roda

Pecahan. Roda pecahan ini

digunakan untuk membantu guru

dalam menyampaikan materi

membandingkan pecahan. Kelompok

G membuat sebuah media pada

materi FPB yang diberi nama Magic

Board FPB. Berikut adalah beberapa

gambar media yang dibuat oleh

mahasiswa:

Gambar 1 Media KONITA

(Kotak Nilai Tempat Ajaib)

Gambar 2 Media RABDIUM

(Resleting Ajaib Bangun Datar

Trapesium)

Gambar 3. CILON BILBUL

(Kelinci Loncat Bilangan Bulat)

Gambar 4 DEKAK KPK

Gambar 5 Pohon Perkalian

Gambar 6 Roda Pecahan

Page 15: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

7

Gambar 7 Magic Board FPB

Ketujuh kelompok

mahasiswa diminta untuk menyusun

rencana pembelajaran beserta media

yang akan digunakan dalam

pembelajaran matematika. Setiap

minggu mahasiswa mem-

presentasikan hasil proyek di depan

kelas. Tim peneliti melakukan

penilaian terhadap kemampuan

mahasiswa dalam menyusun rencana

pembelajaran (RPP), kemampuan

konsep matematika, media belajar

matematika, buku petunjuk

penggunaan media, dan penilaian

terhadap praktik pembelajaran

dengan menggunakan media yang

telah dibuat. Setelah mahasiswa

mempresentasikan hasil kerjanya,

terdapat beberapa saran/masukan

untuk memperbaiki produk yang

telah dibuat. Instrumen penelitian

yang digunakan berupa angket.

Berikut adalah data penilaian

terhadap media pembelajaran

matematika yang dibuat mahasiswa.

Tabel 1. Data Penilaian Media

Belajar Matematika

INDIKATOR NILAI KELOMPOK

A B C D E F G

Kemenarikan

tampilan secara

keseluruhan

4 3 4 4 3 3 4

Pemilihan warna

menarik 3 2 4 4 3 3 5

Kemudahan untuk

dimanipulasi 5 4 4 5 4 5 3

Kemungkinan bisa

digunakan dalam

jangka waktu yang

relatif lama

4 4 3 3 4 4 3

Dapat dilihat oleh

siswa yang duduk di

barisan paling

belakang

2 4 3 3 2 3 3

Kebaruan dalam

penyusunan media

pembelajaran

3 5 4 4 4 5 4

Bentuk media

bersifat sederhana,

sistematis dan

mudah dipahami

anak

3 3 4 4 4 4 4

Media tidak

membutuhkan 4 3 3 3 3 3 3

Page 16: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

8

perawatan khusus

Media pembelajaran

memudahkan siswa

memahami konsep

3 2 2 5 5 4 3

Media dapat

membuat siswa lebih

aktif dalam proses

pembelajaran

4 3 3 4 4 3 4

Penggunaan media

mudah dan praktis 4 3 2 4 4 4 4

Penyimpanan media

mudah dan praktis 4 3 3 4 4 4 4

Media pembelajaran

dapat membantu

guru dalam

menyampaikan

konsep dengan jelas

4 2 3 5 5 5 4

Kesesuaian media

dengan materi yang

disampaikan

5 3 3 5 4 4 5

Ketepatan pemilihan

bentuk media 4 3 3 5 4 4 4

Pemilihan media

sesuai dengan

perkembangan anak

SD

5 4 3 4 4 4 4

Penggunaan media

dapat menghemat

waktu dalam

menyampaikan

materi

3 3 2 4 3 3 3

Produk media dapat 4 4 4 5 4 5 5

digunakan berulang-

ulang

Jumlah

68

58

57

75

68

70

69

Rata-Rata Nilai

3,7

8

3,2

2

3,1

7

4,1

7

3,7

8

3,8

9

3,8

3

Persentase

75

,6

64

,4

63

,4

83

,3

75

,6

77

,8

76

,6

Secara umum diperoleh

informasi bahwa kelompok A

mencapai kemampuan 75,56%,

kelompok B mencapai 64,44%,

kelompok C mencapai 62,22%,

kelompok D mencapai 83,33%,

kelompok E mencapai 74,44%,

kelompok F mencapai 77,78%, dan

kelompok G mencapai 75,56%.

Berdasarkan hasil pengamatan,

kelompok D memiliki nilai tertinggi

dengan memperoleh nilai akhir 4,17

(83,3%).

Setelah mahasiswa membuat

dan merevisi media pembelajaran,

tahap selanjutnya yaitu

melaksanakan pembelajaran

matematika dengan menggunakan

media tersebut. Kegiatan

pembelajaran yang dilaksanakan

dengan menggunakan media

pembelajaran berpengaruh kepada

perkembangan kognitif siswa. Dalam

tahapan perkembangan kognitif

manusia tumbuh melalui empat

Page 17: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

9

tahapan, salah satu dari empat

tahapan tersebut adalah anak yang

berusia 7-12 tahun berada pada

operasi konkret yang sesuai dengan

siswa SD di mana masih

memerlukan bantuan benda-benda

konkret untuk dimanipulasi sehingga

membantunya dalam berpikir

abstrak. Selain itu, terdapat tiga

proses belajar yang dilewati oleh

siswa, yaitu: pertama, enactive yaitu

tahap dengan secara langsung siswa

terlibat dalam memanipulasi objek;

kedua, iconic yaitu tahap

pembelajaran siswa memanipulasi

dengan gambaran dari objek-objek

yang dimanipulasikan; ketiga,

simbolik yaitu tahap pembelajaran

siswa memanipulasi simbol-simbol

(Bruner, dalam Subarinah, 2006,

hlm. 3).

PENUTUP

Simpulan

Implementasi model pembelajaran

berbasis proyek terbukti dapat

memberi kontribusi pada ranah

teoretis dan praktik pembelajaran

pendidikan matematika untuk

mahasiswa PGSD, meningkatkan

kemampuan membuat rencana

pembelajaran matematika SD dan

media belajar matematika yang

representatatif.

Saran

Pembelajaran berbasis proyek dapat

dijadikan sebagai model alternatif

untuk dilaksanakan pada perkuliahan

Pendidikan Matematika. Proyek

sebaiknya dikembangkan, tidak

hanya untuk membuat media

pembelajaran, tetapi juga untuk alat

evaluasi.

Daftar Pustaka

Beres, P.J. 2011. Project based

learning and its effect on

motivation in the adolescent

mathematics classroom.

Education and Human

Development dari

http://digitalcommons.brockpor

t.edu/ehdtheses/39

Subarinah, S. 2006. Inovasi

pembelajaran matematika.

Jakarta: Depdiknas.

Surat Keputusan Menteri Pendidikan

Nasional Republik Indonesia

Nomor 045/U/2002 tentang

Kurikulum Inti Pendidikan

Tinggi.

Surat Peraturan Menteri Pendidikan

Nasional Republik Indonesia

Nomor 16 Tahun 2007 tentang

Page 18: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

10

Standar Kualifikasi Akademik

dan Kompetensi Guru

Surat Peraturan Menteri Pendidikan

dan Kebudayaan Republik

Indonesia Nomor 73 Tahun

2013 tentang Penerapan

Kerangka Kualifikasi Nasional

Indonesia Bidang Pendidikan

Tinggi.

Wena, Made. 2011. Strategi

Pembelajaran Inovatif

Kontemporer. Jakarta: Bumi

Aksara.

Page 19: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

11

PENGARUH METODE DISCOVERY LEARNING TERHADAP

SIKAP TANGGUNG JAWAB DAN KEMAMPUAN

MENGANALISIS CERPEN

Agi Ahmad Ginanjar1, Dedi Heryadi2

Universitas Siliwangi

[email protected], [email protected]

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh metode discovery learning

terhadap sikap tanggung jawab dan kemampuan menganalisis teks cerpen pada siswa kelas

XI SMK Cendikia Kabupaten Tasikmalaya. Metode penelitian yang digunakan adalah

metode quasi experiment dengan menggunakan desain penelitian pre and posttest design.

Data sikap tanggung jawab dikumpulkan dengan teknik angket dan pengamatan sedangkan

data kemampuan menganalisis teks cerpen dikumpulkan dengan teknik tes. Selanjutnya

data tersebut dianalisis statsitik menggunakan uji beda dua rata-rata dengan teknik uji t

independen samples test. Berdasarkan hasil analisis data menunjukkan: 1) terdapat

perbedaan sikap tanggung jawab secara siginifikan antara siswa yang mengikuti

pembelajaran dengan menggunakan metode discovey learning dengan siswa yang

mengikuti pembelajaran dengan metode konvensional dengan perolehan nilai t-hitung

sebesar 6,189 dan nilai Sign. 0,000< 0,05, 2) terdapat perbedaan kemampuan menganalisis

teks cerpensecara signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode

discovey learning dengan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode konvensional

dengan perolehan nilai t-hitung sebesar 13,504 dan nilai Sign. 0,000 < 0,05. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa metode discovery learning berpengaruhterhadap sikap tanggung jawab

dan kemampuan menganalisis cerpen.

Kata Kunci: Discovery Learning, Tanggung Jawab, Cerpen

ABSTRACT

The purpose of this study is to determine the effect of discovery learning method on the

attitude of responsibility and ability to analyze short story text on the students of class XI

SMK Cendikia Tasikmalaya. The research method used is quasi experiment method using

pre and posttest design research design. The data of responsibility attitude were collected

by questionnaire and observation technique while the data of ability to analyze the short

story text were collected by the test technique. Furthermore, the data is analyzed statistic

using two different test average with independent t test technique samples test. Based on the

results of data analysis shows: 1) there are differences of responsibility attitude

significantly between students who follow the learning by using the method of discovey

learning with students who follow the learning with conventional methods with the

acquisition of t-count value of 6.189 and Sign value. 0,000 <0,05,2) there is a difference of

ability to analyze text of short story significantly between students who follow learning

with method of discovey learning with student who follow learning by conventional

method with t-hit value equal to 13,504 and Sign value. 0,000 <0.05. So it can be

concluded that discovery learning method affect the attitude of responsibility and ability to

analyze short story.

Keywords: Discovery Learning, Responsibility, Short Story

Page 20: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

12

PENDAHULUAN

Cerpen merupakan salah satu karya

sastra yang termasuk ke dalam genre

prosa fiksi. Di dalam cerpen

disajikan cerita tentang sebuah

peritiwa yang melibatkan konflik

seorang tokoh yang diuraikan dengan

cara-cara terbatas namun lengkap

dan jelas, sehinggacerita tersebut

mampu memberikan dampak emotif

bagi pembaca. Selain itu, di dalam

cerpen terdapat nilai-nilai yang

dapat dihayati dan teladani sehingga

dapat memberikan pelajaran

intelektual, emosional dan sosial

dalam rangka memperhalus budi

pekerti. Proses pemerolehan nilai

positif dari cerpen dapat dilakukan

melalui kegiatan mengapresiasi

cerpen dengan kegiatan menganalisis

cerpen baik dari segi struktur

maupun makna cerpen.Oleh karena

itu, kegiatan menganalisis cerpen

dijadikan salah satu kompetensi

dasar di sekolah. Melalui

pembelajaran menganalisis cerpen

diharapkan siswa memiliki

kecerdasan emosional, sosial,

intelektual lebih baik lagi.

Kondisi pembelajaran sastra

yang ada saat ini belum

menunjukkan hasil yang sesuai

dengan harapan. Abidin (2012: 217)

mengungkapkan bahwa

pembelajaran sastra masih banyak

memiliki problematika terutama

ditinjau dari aspek guru, siswa,

kurikulum dan materi, metode

pembelajaran, dan sarana. Kondisi

ini ditunjukkan oleh kenyataan

bahwa pembelajaran sastra sampai

kini, masih mengarah pada hafalan

teori dan sejarah sastra. Hal ini

sejalan dengan Depdiknas (2006: 1)

yang menyatakan bahwa

pembelajaran yang berorientasi

target penguasaan materi terbukti

berhasil dalam kompetensi

‘mengingat’ jangka pendek, tetapi

gagal dalam membekali anak

memecahkan persoalan dalam

kehidupan jangka panjang. Hal ini

yang terjadi di sekolah-sekolah kita.

Sudah seharusnya dewasa ini

pembelajaran bukan hanya sekadar

berorientasi terahdap hafalan, akan

tetapi terhadap sikap siswa. Hal ini

sesuai dengan Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 20 Tahun

2003 pasal 3 disebutkan bahwa

pendidikan nasional berfungsi

mengembangkan dan membentuk

watak serta peradaban bangsa yang

bermartabat dalam rangka

Page 21: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

13

mencerdaskan kehidupan bangsa,

bertujuan untuk berkembangnya

potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu,

cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi

warga negara yang demokratis serta

bertanggung jawab.

Salah satu fungsi pendidikan

yang tedapat dalam undang-

undangan di atas adalah

mengembangkan sikap tanggung

jawab. Tirtarahardja dan Sulo (2005:

8) mengungkapkan bahwa tanggung

jawab diartikan sebagai keberanian

untuk menentukan sesuatu perbuatan

sesuai dengan tuntutan kodrat

manusia, dan bahwa hanya karena itu

perbuatan tersebut dilakukan

sehingga sanksi apa pun yang

dituntutkan (oleh kata hati, oleh

masyarakat, oleh norma-norma

agama) diterima dengan penuh

kesadaran dan kerelaan. Lebih lanjut

Zubaedi (2011: 78) menyatakan

“Tanggung jawab (responsibility)

maksudnya mampu

mempertanggungjawabkan serta

memiliki perasaan untuk memenuhi

tugas dengan dapat dipercaya,

mandiri, dan berkomitmen”. Lebih

sederhana Wuryanano (2007)

menyatakan, “Tanggung jawab

adalah siap menerima kewajiban atau

tugas”. Berdasarkan pendapat

tersebut dapat diuraikan ciri-ciri

tanggung jawab yaitu: (1)

melaksanakan tugas yang diberikan

guru, (2) memberikan alasan dalam

menentukan bagian-bagian unsur

interinsik cerpen, (3) tidak bekerja

sama ketika dilaksanakan tes

individu, (4) melakukan tugas

sendiri dengan senang hati, (5) ketika

belajar kelompok dapat membuat

keputusan yang berbeda dari teman

kelompoknya, (6) mempunyai minat

untuk menganalisis cerpen, (7)

menghormati dan menghargai

skenario pembelajaran, dan (8) dapat

konsentrasi dalam setiap suasana

belajar.

Dalam pendidikan aspek yang

berperan dalam mengarahkan dan

mendidik siswa untuk

mengoptimalkan potensi dirinya

adalah pembelajaran. Sebagaimana

diungkapkan Reigeluth (dalam

Yamin, 2012: 70), “Pembelajaran

merupakan salah satu sub sistem dari

sistem pendidikan di samping

kurikulum, konseling, administrasi,

dan evaluasi.” Meskipun

Page 22: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

14

pembelajaran hanya bagian dari sub

sistem pendidikan. Akan tetapi,

dalam pembelajaranlah manusia

dibimbing dan diarahkan oleh guru

untuk berkembang lebih baik. Oleh

karena itu, proses pembelajaran

dapat menentukan baik dan tidaknya

hasil pendidikan. Dalam proses

pembelajaran ada beberapa aspek

yang satu sama lain saling

keterkaitan. Aspek tersebut meliputi

guru, murid, materi pelajaran atau

kurikulum pembelajaran, metode

pembelajaran dan sarana.

Salah satu metode

pembelajaran yang mampu

mengarahkan siswa menjadi aktif,

kreatif, dan sikap siswa dalam

pembelajaran menjadi lebih baik

adalah metode discovery learning.

Dahar (2014: 74) mengungkapkan

bahwa discovery learning merupakan

sebuah metode pembelajaran yang

dilandasi teori Burner dengan hasil

penelitiannya yang meliputi persepsi

manusia, motivasi, belajar, dan

berpikir. Dalam mempelajari

manusia, ia menganggap manusia

sebagai pemproses, pemikir, dan

pencipta informasi. Selanjutnya,

diungkapkan bahwa inti belajar yang

terpenting ialah cara orang memilih,

mempertahankan, dan men-

transformasikan informasi secara

aktif.

Lebih lanjut Dahar (2014: 80)

mengungkapkan bahwa

pembelajaran penemuan

menunjukkan beberapa kelebihan.

Pertama, pengetahuan itu bertahan

lama atau lama diingat atau lebih

mudah diingat bila dibandingkan

dengan pengetahuan yang dipelajari

dengan cara lain. Kedua, hasil belajar

penemuan mempunyai efek transfer

yang lebih baik daripada hasil belajar

lainnya. Ketiga, secara menyeluruh

belejar penemuan meningkatkan

penalaran siswa dan kemempuan

untuk berpikir secara bebas. Belajar

penemuan membangkitkan

keingintahuan siswa, memberi

motivasi untuk bekerja terus sampai

menemukan jawaban-jawaban.

Pendekatan ini dapat mengajarkan

keterampilan memecahkan masalah

tanpa pertolongan orang lain dan

meminta para siswa untuk

menganalisis tidak hanya menerima

saja.

Berdasarkan hal tersebut di

atas, sebagai salah satu langkah

untuk mencari alternatif pencapaian

tujuan pembelajaran sastra dan

Page 23: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

15

tujuan pendidikan yang bukan hanya

sebatas berorientasi terhadap target

hafalan siswa akan tetapi

mengembangkan juga potensi sikap

siswa. Peneliti melakukan sebuah

eksperimen dengan mengujicobakan

metode discovery learning untuk

mengetahui pengaruh metode metode

discovery learningterhadap sikap

tanggung jawab dan kemampuan

siswa dalam menganalisis teks

cerpen.

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam penelitian ini

digunakan metode quasi

experiment.Penerapan metode

eksperimen semu (quasi experiment)

dilaksanakan dengan menggunakan

desain penelitian pre-and posttest

design sebagai berikut.

Pre- and Posttest Design Time

Select Control Group Pretes No Treatment Posttest

Select Eksperimental

Group Pretest

Experimental

Treatment Posttest

Desain Penelitian (Sumber : Creswell, 2012 : 310)

Populasi dalam penelitian ini

adalah siswa kelas XI SMK Cendikia

yang terdiri dari tujuhkelas dari dua

kompetensi keahlian yaitu

kompetensi bidang komputer empat

kelas dan kompetensi keahlian

bidang otomotif sebanyak tiga kelas.

Pengambilan sampel terlebih dahulu

dilakukan dengan teknik cluster

random sampling, yaitu dengan

terlebih dahulu memilih dua kelas

dari masing-masing kompetensi

keahlian sebagai sampel penelitian,

yang selanjutnya dari masing-masing

perwakilan kelompok keahlian

ditentukan sebagai sampel untuk

kelompok eksperimen dan sampel

untuk kelompok kontrol dengan

teknik simple random sampling. Jadi

dalam kelompok eksperimen maupun

kontrol terdiri atas dua kelas dari

masing-masing kompetensi keahilan

komputer dan otomotif.

Teknik pengumpulan data

dalam penelitian ini dilakukan

dengan teknik angket dan

pengamatan untuk memperoleh data

sikap tanggung jawab. Teknik tes

tulis dengan jenis soal esai dalam dua

tahap yaitu pretest dan

posttestdilakukan untuk memperoleh

Page 24: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

16

data kemampuan menganalisis tek

cerpen.

Data hasil penelitian diolah

dengan menggunakan bantuan

program SPSS 21yang dilakukan

pada tahap uji normalitas, uji

homogenitas, dan uji hipotesis. Data

yang diuji meliputi data sikap

tanggung jawab siswa, dan data

kemampuan siswa menganalisis teks

cerpen.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Hasil uji statistik data sikap

tanggung jawab siswa diperoleh

perbedaan yang signifikan antara

sikap tanggung jawab yang

mengikuti pembelajaran dengan

metode discovery learning dan siswa

yang mengikuti pembelajaran dengan

metode konvensional. Hasil uji

statistik atas sikap tanggung jawab

siswa disajikan dalam tabel di bawah

ini.

Tabel 1

Hasil Uji t Independent Samples Test Sikap Tanggung Jawab Siswa

Levene's Test

for Equality of

Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig.

(2-

tailed

)

Mean

Differenc

e

Std. Error

Difference

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Sikap

Tang

gung

Jaw-

ab

Equal variances

assumed 18.474 .000 6.157 101 .000 11.07256 1.79837 7.50507 14.64005

Equal variances

not assumed 6.189 79.615 .000 11.07256 1.78896 7.51215 14.63297

Page 25: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

17

Tabel di atas menunjukkan hasil uji

statistik terhadap sikap tanggung

jawab dengan pasangan hipotesis

yang dibuat untuk pengujian satu

arah, maka kriteria pengujiannya,

jika P(Sig. (2-tailed))/2 < 0,05 maka

tolak . Ternyata untuk varians

yang diasumsikan sama memiliki

nilai t’ sebesar 6,189 dengan Sig. (2-

tailed)/2 = 0,000/2 < 0,05, maka

ditolak. Artinya sikap siswa yang

mengikuti pembelajaran dengan

metode discovery learning lebih baik

daripada sikap siswa yang

memperoleh pembelajaran

biasa.Hasil pengujian pada hipotesis

ini mengindikasikan bahwa adanya

pengaruh positif penggunaan metode

discovery learning terhadap sikap

tanggung jawab siswa.

Hasil uji statistik terhadap

peningkatan kemampuan siswa

menganalisis teks cerpen dari pretets

ke posttest diperoleh perbedaan yang

siginifikan antara kelompok sisiwa

yang mengikuti pembelajaran dengan

metode discovery learning dengan

siswa yang mengikuti pembelajaran

dengan metode konvensional. Hasil

uji statistik terhadap kemampuan

menganalisis teks cerpen disajikan

dalam tabel di bawah ini:

Tabel 2

Hasil Uji t Independent Samples Test Kemampuan Menganalisis Teks Cerpen

Levene's

Test for

Equality of

Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. T df Sig. (2-

tailed)

Mean

Differen

-ce

Std.

Error

Diffe-

rence

95% Confidence

Interval of

theDifference

Lower Upper

Gain

Kemampuan

Menganalisis

Teks cerpen

Equalvarian

ces assumed ,397 ,530 13,504 92 ,000 ,39179 ,02901 ,33417 ,44941

Equalvarian

ces not

assumed

13,457 87,995 ,000 ,39179 ,02911 ,33393 ,44965

Tabel di atas

menunjukkanhasil uji statistik uji

beda dua rata-rata terhadap

kemampuan menganslisis teks

cerpen dengan pasangan hipotesis uji

tersebutuntuk pengujian satu arah,

Page 26: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

18

maka kriteria pengujiannya, jika

P(Sig. (2-tailed)/2 < 0,05 maka tolak

. Ternyata untuk varians yang

diasumsikan sama memiliki nilai t-

hitung sebesar 13,504 dengan Sig.

(2-tailed)/2 = 0,000/2 < 0,05, maka

ditolak. Artinya peningkatan

Kemampuan menganalisis teks

cerpen siswa yang memperoleh

pembelajaran dengan menggunakan

discovery learning lebih besar

daripada peningkatan kemampuan

menganalisis teks cerpen siswa yang

memperoleh pembelajaran

biasa.Hasil pengujian pada hipotesis

ini mengindikasikan adanya

pengaruh penggunaan metode

discovery learning terhadap

kemampuan menganalisis teks

cerpen.

Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis

data diperolah hasil bahwa nilai rata-

rata sikap tanggung jawab siswa

yang mengikuti pembelajaran dengan

metode discovery learning mencapai

78,32, sedangkan nilai rata-rata sikap

tanggung jawab siswa yang

mengikuti pembelajaran

konvensional mencapai 67,25.

Dengan demikian nilai rata-rata

sikap tanggung jawab siswa yang

mengikuti pembelajaran discovery

learning lebih besar daripada rata-

rata sikap tanggung jawab siswa

yang mengikuti pembelajaran dengan

metode konvensional.Hasil uji

satistika diperoleh t-hitung 6,189> t-

tabel 1,664. Dengan demikian hasil

analisis uji t menunjukkan adanya

perbedaan antara kedua kelompok.

Taraf signifikansi perbedaan tersebut

dengan tingkat kepercayaan 95%,

diperoleh nilai Sig. (2-tailed)/2 =

0,000/2 < 0,05. Artinya perbedaan

sikap tanggung jawab kedua

kelompok tersebut signifikan. Hal ini

menunjukkan bahwa ada pengaruh

metode discoverylearning terhadap

sikap tanggung jawab siswa.Hal ini

disebabkan dalam metode discovery

learning tersusun langkah-langkah

pembalajaran dapat menumbuhkan

sikap tanggung jawab siswa. Sikap

tanggung jawab pada prinsipnya

adalah respon siswa terhadap

stimulus yang terdapat dalam metode

discovery learning.

Pada tahap awal

pembelajaran dengan metode

discovery learning. Siswa diberi

stimulus berupa pemutaran

penggalan cerpen dengan

Page 27: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

19

menggunakan media audio. Motivasi

siswa dalam mengawali

pembelajaran terlihat lebih semangat

hal ini sesuai dengan salah satu

indikator tanggung jawab yaitu siswa

memiliki minat untuk menganalisis

teks cerpen. Hal ini sejalan dengan

Sari (2012) yang menungkapkan

hasil penelitiannya bahwa metode

discovery learning berpengaruh

terhadap motivasi belajar sebesar

50,4%.Diawali dengan tumbuhnya

minat dalam diri siswa, sikap

tanggung jawab siswa ditunjukkan

kembali dalam tahap membaca cerita

pendek yang telah peneliti sediakan.

Konsentrasi siswa ketika membaca

yang telah dibekali pengetahuan

awal isi teks cerpen dalam kegiatan

sebelumnya terlihat sangat baik,

kesungguhan mereka terlihat dalam

kegiatan membaca tersebut. Hal ini

juga menunjukkan sesuai dengan ciri

sikap tanggung jawab

yaitukonsentrasi dalam belajar.

Dalam kegiatan pembelajaran

dengan metode discovery learning,

kegiatan selanjutnya siswa

membentuk kelompok untuk

membahas permasalahan analisis

teks cerpen yang dibacanya dengan

hasil analsis yang sudah peneliti

rekayasa kesalahannya sehingga

memunculkan permasalahan yang

perlu siswa diskusikan. Pada tahap

diskusi ini terjadi silang pendapat

antar kelompok yang satu sama lain

memiliki alasan yang baik untuk

pendapatnya. Selain dalam kelompok

silang pendapat juga terjadi ketika

perwakilan tiap kelompok

melaporkan hasil diskusinya yang

ditanggapi oleh kelompok lain. Hal

ini pun mencerminkan sikap

tanggung jawab yang sesuai dengan

ciri tanggung jawab yaitu berani

berpendapat meskipun berbeda

dengan yang lain.

Sikap tanggung jawab siswa

ditunjukkan juga ketika siswa

mengerjakan tugas individu. Semua

siswa mengerjakan dengan sungguh-

sungguh dan terlihat percaya diri.

Hal ini disebabkan karena dalam

tahapan-tahapan sebelumnya siswa

sudah memiliki pemahaman yang

sangat baik, sehingga ketika

dihadapkan dengan tugas individu

mereka sudah siap mengerjakan

dengan senang. Selanjutnya sikap

tanggung jawab siswa dalam

pembelajaran menganalisis teks

cerpen ditunjukkan dari hasil kerja

siswa yang memperlihatkan hasil

Page 28: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

20

analisis yang jelas, sebab mereka

sebelumnya telah belajar dari

masalah analisis yang telah disiapkan

guru dalam proses pembelajaran.

Kemampuan siswa memaparkan

hasil analisis yang disertai penjelasan

logis mecerminkan sikap tanggung

jawab yaitu mampu memberikan

penjelasan tentang yang

dikerjakannya.

Hal lain yang menjadi

cerminan sikap tanggung jawab

siswa dalam pembelajaran dengan

metode discovery learning adalah

siswa mampu mengikuti skenario

dan pembelajaran discovery learning

yang masih dianggap baru oleh siswa

dengan baik. Hal ini peneliti pandang

karena dengan tahapan yang diawali

dengan stimulus untuk

menumbuhkan motivasi dan minat

belajar melahirkan kesungguhan

siswa dalam belajar sehingga

tahapan pembelajaran yang masih

baru pun dapat dilalui siswa dengan

baik.Berdasarkan paparan di atas,

tergambarkan bahwa sikap siswa

dalam melaksanakan pembelajaran

dengan metode discovery learning

menunjukkan sikap yang sesuai

dengan ciri-ciri sikap tanggung

jawab selama mengikuti

pembelajaran.

Sementara itu, nilai rata-rata

peningkatan kemampuan siswa

dalam menganalisis teks cerpen yang

mengikuti pembelajaran dengan

metode discovery learning mencapai

0,679, sedangkan nilai rata-rata

peningkatan kemampuan siswa

dalam menganalisis teks cerpen yang

mengikuti pembelajaran dengan

metode konvensional mencapai

0,287. Dengan demikian nilai rata-

rata kemampuan menganalisis teks

cerpen siswa yang mengikuti

pembelajaran discovery learning

lebih besar daripada rata-rata

kemampuan menganalisis teks

cerpen siswa yang mengikuti

pembelajaran dengan metode

konvensional. Hasiluji statistik

peningkatan kemampuan siswa

dalam menganalisis teks cerpen

untuk kedua kelompok diperoleh

nilai t-hitung 13,504 > t-tabel 1,662.

Dengan demikian terdapat perbedaan

rata-rata kemampuan siswa dalam

menganalsis teks cerpen pada kedua

kelompok. Taraf signifikansi

perbedaan tersebut dengan tingkat

kepercayaan 95%, diperoleh nilai

Sig. (2-tailed)/2 = 0,000/2 < 0,05.

Page 29: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

21

Artinya perbedaan kemampuan

menganalisis teks cerpen pada kedua

kelompok tersebut signifikan. Hal ini

menunjukkan bahwa ada pengaruh

metode discovery learning terhadap

kemampuan siswa dalam

menganalisis teks cerpen. Adanya

pengaruh dalam pembelajaran

dengan metode discovery learning

disebabkan karena dalam

pembelajaran dengan menggunakan

metode discovery learning memiliki

beberapa kelebihan.

Dalam kelompok discovery

learning paradigma pembelajaran

yang bersifat berpusat pada guru

berubah menjadi student centered.

Siswa diarahkan untuk aktif sehingga

mereka benar-benar mempelajari

materi pelajaran dengan

caramengoptimalkan kemampuan

berfikir mereka.Proses belajar seperti

itu menuju pada pembentukan

manusia seutuhnyakarena pada

dasarnya manusia sebagai sebagai

pemproses, pemikir, dan pencipta

informasi. Ketiga peran tersebut

dalam pembelajaran discovery

learning sangat dioptimalkan. Hal

tersebut pun menujukkan inti dari

sebuah kegiatan pembelajaran karena

menurut Bruner (dalam Dahar: 2014)

inti dalam belajar ialah bagaimana

orang memilih, mempertahankan,

dan men-transformasi informasi

secara aktif. Begitupun Abidin

(2012: 3) menyatakan bahwa

pembelajaran adalah serangkaian

aktivitas siswa guna mencapai hasil

belajar tertentu dalam bimbingan dan

arahan serta motivasi dari seorang

guru.

Dalam pelaksanaan

pembelajaran discovery learning

materi analisis cerpen, peneliti

siapkan berbentuk masalah yang

harus siswa selesaikan. Hal ini sesuai

dengan tujuan discovery learning

adalah hendaklah guru memberikan

kesempatan kepada muridnya untuk

menjadi seorang problem solver,

(Bruner dalam Depdiknas, 2014).

Dalam proses memecahkan masalah

siswa menggunakan berbagai sumber

belajar baik dari buku pelajaran

mapun dari sumber lainsehingga

pemahaman siswa terhadap materi

pelajaran menjadi lebih baik. Dalam

kegiatan mengumpulkan informasi

ini terlihat siswa terlihat begitu

antusia. Hal ini sesuai pendapat

Wilcox (dalam Slavin, 2005) yang

menyatakan bahwa dalam

pembelajaran dengan model

Page 30: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

22

discovery learning siswa didorong

untuk belajar sebagian besar melalui

keterlibatan aktif mereka sendiri

dengan konsep-konsep dan prinsip-

prinsip, danguru mendorong siswa

untuk memiliki pengalaman dan

melakukan percobaan yang

memungkinkan mereka menemukan

prinsip-prinsip untuk diri mereka

sendiri.

Metode discovery learning

juga mendorong siswa berfikir dan

bekerja atas inisiatif sendiri. Di

dalam praktik pembelajaran

menganalisis teks cerpen dengan

metode discovery learning peneliti

hanya memberikan arahan terhadap

materi yang perlu siswa pelajari

sehingga mereka dengan inisiatif

mencoba menerkan informasi yang

ada di dalam materi, menguji dan

mendiskusikannya sampai mereka

menyimpulkan temuannya

sendiri.Hasil temuan mereka dalam

beberapa kesempatan mereka

bandingkan dengan temuan

temannya untuk menguji relevansi

dan ketepatan pengetahuannya.Hasil

pengujian itu mereka padukan

dengan rumusan hipotesis siswa di

awal pembelajaran dan temuannya

diputuskan atas dasar keyakinannya

sendiri dari temuan itu.

SIMPULAN

Berdasarkanhasilpenelitianda

npengolahan data dalam penelitian

ini maka dapat disimpulkan bahwa

ada pengaruh metode discovery

learning sikap tanggung jawab

terhadap kemampuan menganalisis

teks cerpen.

DAFTAR RUJUKAN

Abidin, Y. (2012). Pembelajaran

Bahasa Indonesia Berbasis

Karakter. Bandung: Rinek

Cipta.

Creswell, J. W. (2012) Educational

Research Planning,

Conducting, and

Evaluating Quantitative

and Qualitative Research.

University of Nebraska-

Lincoln.

Dahar, R. W. (2014) Teori-teori

Belajar dan Pembelajaran.

Jakarta: Erlangga.

Depdiknas. (2006). Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan.

Jakarta: Depdiknas.

Kemendikbud (2014). Materi

Pelatihan Guru

Page 31: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

23

Implementasi Kurikulum

2013 Tahun Ajaran

2014/2015. Modul

Pelatihan. Jakarta:

Kemendikbud.

Slavin, R. E. (2005). Cooperative

Learning Teori, Riset, dan

Praktik. Diterjemahkan oleh

Narilitia Yusron. Bandung:

Nusa Indah.

Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 20 Tahun 2003

Tentang Sistem Pendidikan

Nasional.

Yamin, M. (2013). Paradigma Baru

Pembelajaran. Jakarta:

Referensi.

Tirtarahardja, U. dan S. L. La Sulo.

2005. Pengantar

Pendidikan. Jakarta: PT.

Rineka Cipta

Wuryanano. 2007. Memahami

Tanggung Jawab.

[Online]tersedia: http://

wuryanano.wordpress.com/

2007/10/27/memahami-

tanggung-jawab/feed/ [26

Januari 2015].

Zubaedi. (2011). Desain Pendidikan

Karakter Konsepsi dan

Aplikasinya dalam Lembaga

Pendidikan. Jakarta:

Kencana.

Page 32: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

24

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN

SCIENTIFIC APPROACH DIINTEGRASIKAN DENGAN

MEDIA FLASH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR

SISWA SD

Vit Ardhyantama

STKIP PGRI Pacitan

[email protected]

ABSTRACT

Scientific approach is an approach that requires students to actively discover and build their

knowledge. Of the many lists of meaningful learning traits are all shared by learning using a

scientific approach. Scientific learning is designed as an interesting activity. Cultivating students'

curiosity to learn something new with their own desires is sometimes not an easy job. Flash media

can be used as a suitable bridge to generate the spirit of student learning, not only because it looks

interesting but the content is unique and rarely encountered students will greatly complement the

learning using scientific approach. This research uses 4D development method of Thiagarajan,

Semmel, and Semmel (1974: 5). There are four stages in the development of 4D namely stage (1)

Define (determination); (2) Design (design); (3) Develop (development); (4) Disseminate

(Spread). Research development is a study intended to produce a product. The target of research

in developing a scientific approach device integrated with flash media is fourth grade students of

SD Hangtuah VI Surabaya. This research is conducted on even semester of academic year

2015/2016. The research activities were conducted in 5 meetings with details of 2 observation

meetings and 3 meetings of learning activities. Development produces effective and efficient

learning tools and successfully improves student learning outcomes.

Keyword: scientific approach, learning outcomes, primary education

ABSTRAK

Scientific approach merupakan sebuah pendekatan yang mengharuskan siswa aktif

menemukan dan membangun pengetahuannya.Dari sekian banyak daftar ciri pembelajaran

bermakna semuanya dimiliki oleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan

scientific.Pembelajaran scientific terdesain sebagai sebuah kegiatan yang menarik. Menimbulkan

keingintahuan siswa untuk belajar sesuatu yang baru dengan keinginan mereka sendiri terkadang

bukanlah sebuah pekerjaan yang gampang. Media flash dapat dijadikan sebuah jembatan yang

cocok untuk menimbulkan semangat belajar siswa, bukan hanya karena tampilannya yang menarik

namun kontennya yang unik dan jarang ditemui siswa akan sangat melengkapi pembelajaran

menggunakan scientific approach.Penelitian ini mengunakan metode pengembangan 4D milik

Thiagarajan, Semmel, and Semmel (1974:5). Ada empat tahapan dalam pengembangan 4D yaitu

tahap (1) Define (penetapan); (2) Design (perancangan); (3) Develop (pengembangan); (4)

Disseminate (Penyebaran). Penelitian pengembangan adalah sebuah penelitian yang dimaksudkan

untuk menghasilkan sebuah produk. Sasaran penelitian dalam pengembangan perangkat scientific

approach diintegrasikan dengan media flash adalah siswa kelas IV SD Hangtuah VI Surabaya.

Penelitian ini dilaksanakan pad semester genap tahun pelajaran 2015/2016. Kegiatan penelitian

dilaksanakan dalam 5 kali pertemuan dengan rincian 2 kali pertemuan observasi dan 3 kali

pertemuan kegiatan pembelajaran. Pengembangan menghasilkan perangkat pembelajaran yang

efektif dan efisien dan berhasil meningkatkan hasil belajar siswa.

Kata kunci: pendekatan saintifik, hasil belajar, pendidikan dasar

Page 33: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

25

PENDAHULUAN

Kurikulum terbaru yang diluncurkan

pemerintah Indonesia adalah

kurikulum 2013. Kurikulum 2013

merupakan kurikulum dengan 14

prinsip yang berbeda dari kurikulum

sebelumnya dan diharapkan dapat

meningkatkan efisiensi dan

efektivitas ketercapaian kompetensi

lulusan. Salah satu prinsip dari

kurikulum 2013 seperti yang tertuang

dalam Permendikbud no. 65 Tahun

2013 adalah menggeser pendekatan

konstektual menuju proses sebagai

penguatan dari penggunaan scientific

approach.

Scientific approach merupakan

sebuah pendekatan dalam kurikulum

2013 yang meliputi mengamati,

menanya, menalar, mencoba,

membentuk jejaring (Kemendikbud,

2013:6). Melalui pendekatan ini,

sesuai dengan permendikbud no. 54

tahun 2013, perserta didik diharapkan

memiliki kemampuan pikir dan tindak

yang produktif dan kreatif dalam

ranah abstrak dan konkret sesuai

dengan yang ditugaskan kepadanya.

Penelitian yang dilakukan di

Surabaya menunjukkan bahwa

pembelajaran dengan menggunakan

scientific approach mampu

meningkatkan hasil belajar dan lebih

menarik dibandingkan dengan

pembelajaran konvensional (Hidayati,

2014).

Pembelajaran bermakna sebagai

lawan dari konsep rote learning

diyakini sebagai cara belajar yang

lebih efetif karena anak lebih

memahami apa ang mereka pelajari.

Pemahaman ini akan menguatkan

ingatan mereka. Ausubel (dalam

Suyono,2012:100) menyatakan

bahwa pembelaaran berasarkan hafaln

(rote learning) tidak banyak

membantu siswa di dalam

memperoleh pengetahuan,

pembelajaran oleh guru harus

sedemikian rupa sehingga

membangun pemahaman dalam

struktur kognitifnya, pembelajaran

haruslah bermakna (meaningful

learning) bagi siswa untuk

menyelesaikan problem-problem

kehidupannya.

Scientific approach merupakan

sebuah pendekatan yang

mengharuskan siswa aktif

menemukan dan membangun

pengetahuannya. Sebagaimana ciri

dari pembelajaran yang bermakna

menurut Flewelling dan Higginson

(2003:2) diantaranya adalah

Page 34: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

26

memenuhi kebutuhan siswa, murid

aktif, kebenaran seperti yang

dikonstruk, penjelasan sesuai bahasa

siswa, diingat, mempertimbangkan

kesiapan siswa, berdasarkan

pengalaman, belajar melalui

pemecahan masalah, terhubungkan,

utuh keseluruhan, mengembangkan

prosedur, hubungan kemitraan,

menghidupkan semangat dan pikiran,

konstruktivis serta membawa terus

dunia kebermaknaan dengan yang

lain.

Dari sekian banyak daftar ciri

pembelajaran bermakna semuanya

dimiliki oleh pembelajaran dengan

menggunakan pendekatan scientific.

Sainifik dengan lima tahapan

pembelajarannya yaitu mengamati,

menanya, mencoba, menalar dan

mengkomunikasikan bukan hanya

menjadikan siswa aktif, melainkan

mengkonstruk pengetahuan siswa,

mempelajari sebuah ilmu

pengetahuan sesuai dengan bahasa

yang nyaman mereka pelajari karena

menggunakan bahasa mereka sendiri,

dan mereka sendirilah yang memukan

pengeahuan tersebut. Pembelajaran

scientific menghubungkan

pengetahuan awal siswa dengan

pengeahuan yang akan mereka

pelajari, menarik sebuah keterkaitan

sehingga pengetahuan adalah sesuatu

yang utuh, bermakna, dan saling

terhubung.

Pembelajaran scientific

terdesain sebagai sebuah kegiatan

yang menarik. Menimbulkan

keingintahuan siswa untuk belajar

sesuatu yang baru dengan keinginan

mereka sendiri terkadang bukanlah

sebuah pekerjaan yang gampang.

Media flash selain memiliki

kemampuan untuk menggambar, juga

bisa sekaligus menganimasikannya

(Hidayatullah, 2011:9) sehingga dapat

dijadikan sebuah jembatan yang

cocok untuk menimbulkan semangat

belajar siswa, bukan hanya karena

tampilannya yang menarik namun

kontennya yang unik dan jarang

ditemui siswa akan sangat

melengkapi pembelajaran

menggunakan scientific approach.

Media flash bukan hanya dapat

digunakan sebagai pemancing

keingintahuan siswa namun juga

dapat didesain sebagai sumber

belajar, pedoman atau panduan

belajar serta fungsi hiburan dalam

game-game terkait materi yang

dipelajari. Dengan demikian maka

pembelajaran scientific approach

Page 35: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

27

yang diintegrasikan dengan media

flash akan mampu meningkatkan

hasil belajar siswa.

METODE

Penelitian ini mengunakan

metode pengembangan 4D milik

Thiagarajan, Semmel, and Semmel

(1974:5). Ada empat tahapan dalam

pengembangan 4D yaitu tahap (1)

Define (penetapan); (2) Design

(perancangan); (3) Develop

(pengembangan); (4) Disseminate

(Penyebaran). Penelitian

pengembangan adalah sebuah

penelitian yang dimaksudkan untuk

menghasilkan sebuah produk

sebagaimana diungkapkan Sugiono

2012:47) bahwa metode penelitian

dan pengembangan dalam penelitian

pendidikan adalah sebagai metode

penelitian yang digunakan untuk

menghasilkan produk tertentu, dan

menguji keefektivan produk tersebut.

Model pengembangan 4D

dipakai karena memiliki tahapan yang

jelas, runtut dan mudah diikuti. Selain

itu model ini juga relevan dengan

kurikulum 2013 yang mengusung

pendekatan scientific.

Sasaran penelitian dalam

pengembangan perangkat scientific

approach diintegrasikan dengan

media flash adalah siswa kelas IV SD

Hangtuah VI Surabaya. Penelitian ini

dilaksanakan pad semester genap

tahun pelajaran 2015/2016. Kegiatan

penelitian dilaksanakan dalam 5 kali

pertemuan dengan rincian 2 kali

pertemuan observasi dan 3 kali

pertemuan kegiatan pembelajaran.

HASIL

Pengembangan perangkat

menghasilkan beberapa komponen

yaitu silabus, RPP, LKS, media flash

dan tes hasil belajar. Perangkat

dikembangkan dengan mengacu pada

permendkbud No. 54 tahun 2013

tentang sandar kompetensi lulusan

pendidikan dasar dan menengah.

Kriteria standar kompetensi kelulusan

mengacu pada peraturan tersebut

meliputi kualifikasi kemampuan

lulusan yang mencakup sikap,

pengetahuan dan keterampilan. Ada 3

aspek yang dikembangkan dalam

perangat ini yaitu sikap, pengetahuan

dan keterampilan.

1. Silabus

Pedoman pengembangan

silabus mengacu pada permendikbud

No. 67 tentang kurikulum SD. Ada

dua bagian yang terdapat dalam

silabus yaitu identitas dan isi.

Identitas berisi nama sekolah serta

Page 36: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

28

kelas yang akan diajarkan. Isi silabus

mencakup 4 kompetensi inti sesuai

dengan kurikulum 2013 yaitu KI 1

mengenai sikap spiritual, KI 2 sikap

sosial, KI 3 Pengetahuan,KI 4

keterampilan serta bagian berikutnya

berupa kolom-kolom yang tediri atas

kompetnsi dasar, materi ajar,

indikator, kegiatan pembelajaran,

pendekatan penilaian dan alokasi

waktu.

Kompetensi dasar disusun

dengan mengacu 4 kompetensi inti

yang telah dipilih dan saling

berkaitan. Materi ajar disesuaikan

dengan indikator yang disusun.

Indikator disusun dengan

menganalisis kompetensi dasar yang

telah ditentukan terlebih dahulu.

Kegiatan belajar adalah kegiatan yang

dilakukan pada saat pembelajaran

berlangsung, penyusunan kegiatan

belajar disesuaikan dengan indikator

yang akan dicapai. Berdasarkan

indikator dapat ditentukan pendekatan

penilaian yang akan diambil meliputi

strategi, bentuk dan instrument.

Dalam penelitian ini terdapat dua

macam strategi pengambilan nilai

yaitu melalui observasi dan tes.

Alokasi waktu yang disediakan untuk

melaksanakan kegiatan pembelajaran

pada dilabus yang telah disusun

adalah selama 9 x 35 menit.

2. RPP

Rencana pelaksanaan

pembelajaran disusun dengan

mengacu silabus. RPP terdiri atas

identitas dan isi. Identitas terdiri atas

nama sekolah, kelas/semester serta

alokasi waktu yang diperlukan untuk

melaksanakan kegiatan pembelajaran.

Pada bagian isi RPP terbagi

menjadi 10 bagian. Bagian pertama

dalam RPP adalah 4 kompetensi inti

yang ditetapkan dalam silabus,

berikutnya adalah kompetensi dasar

yang disusun berdasarkan kompetensi

inti, keempat kompetensi dasar yang

dipilih saling berkaitan antara

kompetensi dasar 1, 2, 3 dan 4.

Bagian ketiga dalam RPP adalah

indikator. Indikator disusun

berdasarkan kompetensi dasar

sehingga dalam indikator terbagi

menjadi 4 bagian yaitu indikator

sikap spiritual, sikap sosial,

pengetahuan, dan keterampilan yang

terbagi lagi menjadi dua yaitu

keterampilan umum dan keterampilan

berpikir kreatif. Bagian keempat RPP

adalah tujuan pembelajaran. Tujuan

pembelajaran disusun sesuai dengan

indikator yang telah ditetapkan.

Page 37: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

29

Berikutnya adalah alokasi waktu,

sesuai alokasi waktu yang ditetapkan

pada silabus, maka alokasi waktu

yang disediakan adalah selama 9 x 35

menit. Materi adalah bagian RPP

yang berisi tentang materi pelajaran

apa yang akan disampaikan pada saat

pembelajaran secara garis besar,

materi juga disusun secara runtut

sesuai dengan kompetensi dasar.

Berikutnya adalah pendekatan dan

metode pembelajaran. Pendekatan

pembelajaran yang digunakan adalah

scientific dengan metode ceramah,

tanya jawab, demonstrasi, penugasan,

diskusi dan presentasi. Pembelajaran

didesain untuk berpusat pada siswa

sehingga ceramah dilakukan hanya

sebagai pengantar atau memancing

minat dan menstimulus siswa untuk

belajar sendiri. Secara rinci kegiatan

yang akan dilakukan disusun pada

kegiatan pembelajaran. Kegiatan

pembelajaran merupakan tabel yang

berisi tentang alokasi waktu, fase,

kegiatan serta keterlaksanaan.

Terdapat 5 fase kegiatan

pembelajaran yaitu mengamati,

menanya, mencoba, menalar dan

mengkomunikasikan. Sebelum

memasuki fase pertama terlebih

dahulu ada kegiatan pendahuluan

yang bertujuan untuk warming up dan

kegiatan penutuo dilakukan setelah

fase terakhir. Kegiatan pembelajaran

disusun untuk 3 kali pertemuan

dengan alokasi waktu tiap pertemuan

adalah 3 x 35 menit. Bagian terakhir

dari RPP adalah sumber belajar dan

penilaian. Sumber belajar adalah

semua hal yang memuat informasi

terkait materi yang dipelajari

sehingga dapat dijadikan sumber

untuk belajar. Adapun penilaian

terdiri atas prosedur dan instrument

yang akan dipakai untuk mengukur

hasil belajar siswa setelah

mempelajari sumber daya alam.

3. LKS

Lembar kegiatan siswa

merupakan lembar yang berisi

mengenai kegiatan yang akan

dilakukan siswa dalam kegiatan

pembelajaran. LKS disusun menjadi 3

dan dibagikan secara berkala tiap

pertemuan. LKS berisi identitas,

tujuan, bahan, langkah kerja, hasil

kerja dan simpulan. Tiap LKS

dilengkapi dengan kunci LKS untuk

memudahkan menilai hasil LKS

siswa. LKS disusun untuk melatih

siswa mencoba dan mengamati serta

menalar hasil pemikiran mereka serta

melatihkan pemikiran kreatif. LKS

Page 38: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

30

didesain untuk dikerjakan secara

kelompok agar siswa terbiasa dengan

kegiatan diskusi dan untuk

memunculkan aspek sosial dalam diri

siswa.

LKS 1 disusun lebih terfokus

pada pemerolehan konsep siswa

mengenai sumber daya alam. LKS 2

melatihkan siswa siswa untuk

melakukan kelancaran, keluwesan

dan elaborasi dengan cara menjawab

pertanyaan dan menyusun laporan

yang diberikan. LKS 3 dikembangkan

dengan tujuan untuk melatihkan

kelancaran, keluwesan,

keorisinalitasan dan sekaligus

elaborasi. Siswa diharapkan

mendapatkan keterampilan tersebut

dengan cara menuangkan idenya

mengenai pelestarian sumber daya

alam. Memberikan kesempatan pada

siswa untuk bebas mengekspresikan

ide dan mengeluarkan pikirannya

menurut Munandar (2012) merupakan

salah satu cara untuk

mengembangkan kreativitas anak.

Kreativitas ini kemudian akan diukur

melalui tes hasil belajar.

LKS disusun untuk

menumbuhkan keterampilan berpikir

kreatif siswa, namun tetap

mengjarkan konsep dengan cara

penemuan sendiri oleh siswa. Siswa

diharapkan dapat menemukan konsep

yang akan diajarkan dengan

mengamati gambar yang telah

disediakan pada LKS, dengan

bantuan pertanyaan yang telah

disusun siswa dituntun untuk

merumuskan konsep yang akan ia

terima sebagai penemuannya senriri

sehingga konsep tersebut akan lekat

dalam ingatan siswa.

4. Media

Media yang dikembangkan

merupakan media flash. Media flash

disusun sesuai jumlah pertemuan

yang akan dilakukan yaitu 3 kali

pertemua. Pada pertemuan pertama,

media flash menampilkan materi

mengenai pengertian dan jenis SDA,

pertemuan kedua menampilkan

hubungan SDA dengan teknologi,

lingkungan dan masyarakat dan pada

pertemuan ketiga menampilan tentang

dampak pemanfaatan SDA.

Media disuguhkan dengan

menampilkan gambar berbagai

macam SDA dan pemanfaatan SDA

serta video pemanfaatan SDA baik

secara tradisional maupun modern.

Pada akhir media disediakan game

agar siswa dapat mengingat kembali

Page 39: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

31

materi yang sudah disediakan pada

media.

Media flash disusun untuk

memfasilitasi pembelajaran scientific.

Gambar berbagai macam sumber

daya alam, dampak penggunaan

sumber daya alam dan video tentang

pemnafaatan sumber daya alaam

dalam media flash memfasilitasi

kegiatan mengamati. Gambar dan

video yang ditayangkan diharapkan

memberikan stimulus bagi siswa agar

melakukan pengamatan terhadap

objek yang ditampilkan dalam media.

Berkaitan dengan tahapan

mengamati, gambar dan video

digunakan untuk memancing siswa

menanya, beberapa pertanyaan

tagihan sudah disediakan pada tiap

gambar dan video yang digunakan

untuk memberikan siswa contoh

menannya mengenai objek yang

sudah diamati.

Tahapan mencoba dalam

pembelajaran scientific difasilitasi

dengan memberikan pertanyaan

berkaitan dengan sumber daya alam.

Siswa diberikan pertanyaan terbuka

agar mencoba menemukan jawaban

yang sesuai dengan pertanyaan

berkaitan dengan sumber daya alam

yang diberikan. Media flash bagian

akhir juga menyuguhkan game yang

memberikan kesempatan siswa untuk

mencoba mencari jawaban yang tepat

berdasarkan pertanyaan yang

diajukan. Game dirancang untuk

memberikan analisis yang tepat

apakah jawaban siswa benar atau

salah. Setelah siswa memberikan

jawabannya maka guru akan

menanyakan kenapa siswa memilih

jawaban tersebut sehingga kegiatan

menalar akan terfasilitasi pada media

ini. Proses bertanya, menjawab,

menyanggah atau memberikan

masukkan serta interaksi lain yang

terjadi baik kepada guru maupun

kepada sesame teman lain yang

terjadi sepanjang penggunaan media

merupakan salah satu kegiatan

berkomunikasi yang merupakan

tahapan terakhir dalam pembelajaran

scientific.

5. Tes Hasil Belajar

Tes hasil belajar digunakan

untuk mengetahui hasil belajar siswa

setelah melakukan kegiatan

pembelajaran. Tes hasil belajar

disusun sebagai tes tertulis yang

terdiri dari 2 bagian. Bagian pertama

tes mengukur hasil belajar kognitif

siswa dengan jenis soal pilihan ganda,

bagian kedua tes mengukur

Page 40: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

32

keterampilan berpikir kreatif siswa

dengan jenis soal uraian. Tes hasil

belajar disusun berdasarkan indikator

yang telah ditetapkan sebelumnya,

satu butir soal merepresentasikan satu

indikator.

6. Kepraktisan Perangkat

Pembelajaran

Kepraktisan perangkat

pembelajaran dapat dilihat dari dua

aspek yaitu keterlaksanaan

pembelajaran dan aktivitas siswa.

Keterlaksanaan pembelalajaran dan

aktivitas siswa dapat dinilai melalui

uji coba terbatas yang dilakukan

terhadap 12 siswa kelas IV A SD

Hangtuah VI Surabaya dan diamati

oleh dua orang pengamat.

a. Keterlaksanaan Pembelajaran

Pembelajaran dilaksanakan selama

tiga kali pertemuan dengan alokasi

waktu tiap pertemuan selama 3 x 35

menit. Pembelajaran dilaksanakan di

dalam kelas dan diamati oleh dua

orang pengamat. Adapun hasil

penilaian pengamatan terhadap

keterlaksanaan pembelajaran

disajikan pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Keterlaksanan RPP

No Aspek

yang

diamati

RPP 1

(%)

RPP 2

(%)

RPP

3 (%)

P1 P2 P1 P2 P1 P2

1 Pendahul-

uan 20 20 17 17 14

1

2

2 Mengamati 16 14 17 17 7 7

3 Menanya 18 18 11 8 10 5

4 Mencoba 18 18 22 20 19

1

9

5 Menalar 9 5 11 11 10

1

0

6 Mengkom

unikasikan 9 9 11 11 31

3

1

7 Penutup 5 7 8 8 5 5

Total 95 91 97 92 96

8

9

Reliabilitas 97.6% 94% 96.3

%

Berdasarkan penilaian tersebut

maka persentase keterlaksanaan

langkah pembelajaran yang terlaksana

pada pertemuan satu, dua dan tiga

adalah >75%.

b. Aktivitas Siswa

Akvititas siswa diamati dan

dinilai selama proses pembelajaran

berlangsung. Hasil penilaian

pengamat dapat dilihat pada grafik

3.2.

Grafik 3.2 Aktivitas Siswa

0

5

10

15

20

25p

e

r

c

e

n

t

a

s

e

mengamati

menanya

mencoba

menalar

mengkomunikasikan

Page 41: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

33

7. Keefektivan Perangkat

Pembelajaran

Keefektivan perangkat

pembelajaran dilihat dari respon

siswa, tes hasil belajar dan

kemampuan berpikir kreatif siswa.

Keefektivan perangkat dinilai pada

saat uji coba terbatas yang

dilaksanakan pada bulan januari

2016.

a. Respon Siswa

Respon siswa adalah tanggapan

dan pendapat siswa mengenai

pembelajaran yang telah dilakukan.

Respon siswa ditampung menggunakan angket yang diisi

setelah pembelajaran selesai

dilaksanakan. Adapun

respon siswa yang muncul disajikan

pada tabel 3.3.

Tabel 3.3 Respon Siswa

No Pertanyaan Pendapat

Ya Tidak

1. Apakah kegiatan

belajar yang baru

saja kalian lakukan

menarik?

12 0

2. Apakah kalian lebih

mudah memahami

pelajaran yang baru

saja kalian lakukan?

10 2

3. Apakah kalian lebih

mudah mengingat

hasil pelajaran yang

baru saja kalian

lakukan?

6 6

4. Apakah kalian

senang dengan

suasanya belajar

yang baru saja

kalian lakukan?

12 0

5. Apakah kalian

menyukai cara guru

mengajar?

12 0

6. Apakah kalian lebih

dapat memberikan

pemecahan masalah

setelah melakukan

kegiatan belajar ini?

7 5

7 Apakah media yang

digunakan saat

belajar menarik?

10 2

8 Apakah warna

media menarik? 8 4

9 Apakah tulisan

dalam media dapat

terbaca?

11 1

10 Apakah gambar

dalam media

menarik?

10 2

11 Apakah gambar

dalam media terlihat

jelas?

11 1

12 Apakah video dalam

media menarik? 9 3

13 Apakah kalian dapat

memahami tulisan

yang terdapat pada

media?

11 1

14 Apakah media yang

digunakan

membantu kalian

dalam belajar?

12 0

15 Apakah kalian setuju

apabila

pembelajaran seperti

ini dilakukan pada

materi belajar yang

lain?

11 1

16 Apakah kalian dapat

menjawab soal yang

diberikan dengan

mudah?

9 3

Jumlah 16

1

31

Persentase 84% 16%

Berdasarkan data tersebut,

dapat dilihat bahwa siswa

memberikan respon baik pada

pembelajaran sebesar 84%.

b. Hasil Belajar Siswa

Hasil belajar siswa dinilai dari tes

hasil belajar yang diberikan dua kali

yaitu pada saat sebelum dilaksanakan

Page 42: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

34

pembelajaran yaitu pretest dan setelah

dilaksanakan pembelajaran yaitu

posttest. Hasil belajar siswa disajikan

dalam tabel 3.4.

Tabel 3.4 Hasil Belajar Siswa

No Nama

Siswa

Hasil Uji

Coba THB

Ketuntasan

Pre

test

Post

test

Pre

test

Post

test

1 AP 57 86 TT T

2 AR 43 72 TT T

3 AS 72 79 TT T

4 AM 86 100 T T

5 GT 72 93 TT T

6 IA 86 100 T T

7 IP 65 79 TT T

8 NS 79 93 T T

9 PW 79 100 T T

10 SW 29 79 TT T

11 SA 58 86 TT T

12 VI 65 86 TT T

Rata-rata 66 88 TT T

Persentase

ketuntasan

klasikal

33% 92%

PEMBAHASAN

Hasil pengembangan perangkat

pembelajaran scientific approach

diintegrasikan dengan media flash

adalah silabus, RPP, LKS, THB dan

Media flash. Perangkat pembelajaran

yang baik harus memenuhi tiga

kriteria yaitu valid, praktis dan

efektif.

Validitas perangkat

pembelajaran yang dikembangkan

dilihat dari analisis dan penilaian oleh

ahli. Ahli menganalisis, memberikan

masukan untuk perbaikan dan

penilaian pada tiap komponen

perangkat yang dikembangkan.

Hasil penilaian terhadap silabus

yang dikembangkan dinilai sangat

valid pada enam aspek sedangkan

satu aspek dinilai valid. Enam aspek

dinilai sangat valid dengan skor 4

berarti aspek tersebut sangat baik dan

dapat digunakan tanpa revisi

sedangkan satu aspek dinilai valid

dengan rata-rata skor 3.5 sehingga

aspek tersebut dikategorikan baik

sehingga dapat digunakan dengan

merevisi kecil. Tingkat reliabilitas

silabus tinggi yaitu 99% disebabkan

tidak ada perbedaan skor yang

mencolok pada penilaian silabus

antara validator 1 dan 2. Skor tinggi

diberikan pada silabus karena

penyusunan silabus dilakukan dengan

panduan serta masukan dari validator.

Beberapa kali perbaikan dilakukan

agar silabus tersusun dengan baik dan

layak. Silabus disusun dengan

memperhatikan tiga macam

kompetensi yaitu sikap, pengetahuan

dan keterampilan, hal ini sesuai

dengan permendikbud No. 54 tahun

2013 tentang standar kompetensi

lulusan pendidikan dasar dan

menengah.

78

Page 43: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

35

Tahapan berikutnya setelah

menyusun silabus adalah RPP. RPP

dikembangkan dengan mengacu pada

silabus yang sudah disusun dan

dinilai oleh validator. Setelah melalui

proses diskusi, dilakukan perbaikan

RPP sesuai dengan saran validator.

Beberapa perbaikan yang dilakukan

adalah bagian indikator dibuat lebih

operasional, tujuan dibuat mengacu

pada indikator, langkah pembelajaran

disesuaikan dengan scientific

approach dan level kognisi

disesuaikan dengan level kognisi

yang ada pada kompetensi dasar.

Tahapan-tahapan kegiatan

pembelajaran disusun berdasarkan

fase pembelajaran scientific yaitu

kegiatan pembuka, kegiatan inti yang

terdiri dari mengamati, menanya,

mencoba, menalar dan

mengkomunikasikan, serta kegiatan

penutup. Hal ini sesuai dengan

pendapat Schunk (2012:28) yang

menyatakan bahwa siswa berproses

melalui tahapan-tahapan/fase-fase dan

materi pembelajaran harus

diorganisasikan dan disajikan dalam

langkah-langkah kecil.

Berikutnya RPP dinilai dengan

mengacu pada lembar penilaian RPP.

Dari 13 aspek yang dinilai RPP 7

aspek dinilai sangat valid sehingga

dapat digunakan tanpa revisi dan

termasuk kategori sangat baik,

adapun 6 aspek lainnya dinilai valid

sehingga dapat digunakan dengan

merevisi kecil dan tergolong kategori

baik. Nilai RPP tinggi karena dalam

pengembangannya mengacu pada

silabus yang disusun dan dilakukan

diskusi bersama validator dan

perbaikan sesuai masukan yang telah

diberikan oleh validator.

Komponen perangkat

berikutnya setelah silabus dan RPP

adalah LKS. LKS disusun untuk

memberikan latihan dan memotivasi

siswa untuk menemukan sendiri

pengetahuannya. Hal ini didukung

pendapat Schunk (2012:28) yang

menyatakan bahwa siswa perlu

dilatih, mendapat umpan balik,

memperoleh tinjauan, serta faktor-

faktor motivasional dan konstektual

mempengaruhi pembelajaran.

LKS diberikan tiap pertemuan

dengan materi dan kegiatan yang

berbeda agar siswa tidak bosan,

merasa tertantang dan

pengetahuannya berkembang.

Pengetahuan ini bersifat operasional

kongkret, yaitu konsep yang pada

awal masa kanak-kanak merupakan

Page 44: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

36

konsep yang samar-samar dan tidak

jelas sekarang menjadi kongkret dan

baru (Hurlock, 1980:162), khususnya

bagi pokok bahasan sumber daya

alam. Pemberian LKS mendukung

anak untuk menghubungkan arti baru

dengan konsep lama berdasarkan apa

yang dipelajari setelah melakukan

kegiatan yang ada pada LKS

(Hurlock, 1980:162)

Penyusunan LKS didesain agar

siswa dapat memperoleh konsep

melalui mengamatan yang

dilakukannya sendiri berdasarkan

berbagai macam gambar yang

disediakan. Berbagai macam gambar

yang disediakan diamati siswa dan

diklasifikasikan berdasarkan

karakteristik yang dimiliki objek pada

gambar sehingga siswa dapat

menyimpulkan sebuah konsep

berdasarkan hasil pengamatannya.

Pembelajaran semacam ini sesuai

dengan teori belajar konsep dalam

biologi yang dikemukakan oleh

Siegler dan Martha (2005:302) yang

menyatakan bahwa conceptual

development can be approached

either by considering conseptual

representations in general or by

focusing on particular concepts of

special importance.

Penelitian terdahulu mengenai

LKS yang dilakukan oleh Novita

(2015) juga menyimpulkan bahwa

dengan memberikan LKS scientific

approach pada siswa akan

mengembangkan keterampilan,

pengetahuan dan sikap siswa dan

terbukti efektif.

Tujuh aspek diberikan untuk

dinilai validator dan enam aspek

mendapatkan nilai 4 sehingga LKS

dinilai sangat valid dan dapat

digunakan tanpa revisi sehingga

tergolong dalam kategori sangat baik.

Adapaun satu aspek dinialai valid

dengan rata-rata skor 3.5 sehingga

dapat digunakan dengan sedikit revisi

dan termasuk dalam kategori baik.

Hasil penilaian bisa dilihat pada

Tabel 4.5. Kedua validator

memberikan nilai yang tidak jauh

berbeda sehingga nilai reliabilitasnya

tinggi hingga mencapai 98%.

Reliabilitas dinilai sangat perlu pada

penelitian kuantitatif untuk

mengetahui bahwa cara yang telah

dipilih berhasil dalam mengukur

aspek yang akan diukur (Dawson,

2007:131). Tingginya nilai LKS

dikarenakan penyusunan LKS

dilakukan berdasarkan saran yang

Page 45: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

37

diberikan oleh validator sehingga

LKS yang dihasilkan valid.

Media pembelajaran yang

dikembangkan dalam perangkat ini

adalah media flash.Media flash

disusun menjadi tiga bagiandengan

konten yang disediakan dalam

meliputi tulisan, gambar, video, suara

dan game yang berkaitan dengan

materi pembelajaran. Gambar dan

video dalam media flash bertujuan

untuk menghadirkan aspek visual

yang menarik dan mampu membantu

siswa untuk mendapatkan

pengetahuan.

Media flash dikembangkan

dengan memperhatikan masukan ahli

baik dari segi isi mapun tampilannya

dan dapat dilihat pada tabel 4.10.

Delapan aspek diberikan untuk dinilai

dan tujuh diantaranya mendapatkan

nilai 4 dari kedua validator sehingga

ketujuh aspek tersebut dinilai sangat

valid dan termasuk dalam kategori

sangat baik sehingga dapat digunakan

tanpa revisi. Satu aspek dalam media

mendapatkan nilai rata-rata sebesar

3.5 sehingga valid dan tergolong

kategori baik serta dapat digunakan

dengan merevisi kecil. Tujuh aspek

dalam media flash dinilai sangat valid

dan satu aspek dinilai valid, hal ini

menunjukkan bahwa media yang

dikembangkan relevan terhadap

scientific approach untuk melatihkan

keterampilan berpikir kreatif. Hal ini

sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Wulandari pada tahun

2015 yang menyimpulkan bahwa

media flash dapat meningkatkan

keterampilan berpikir kreatif siswa.

Kompenen perangkat yang

terakhir adalah tes hasil belajar. Hasil

validasi tes hasil belajar dapat dilihat

pada Tabel 4.7. Delapan belas butir

yang disusun dinilai dari segi isi,

bahasa dan penulisan. Penilaian isi

butir soal menunjukkan bahwa 12

butir soal sangat valid dengan nilai 4,

dan 6 soal lainnya dinilai valid

dengan nilai rata-rata 3 dan 3.5.

Validitas bahasa dan penulisan soal

menunjukkan bahwa 14 butir soal

sangat valid dan 4 sisanya valid

sehingga dapat digunakan dengan

merevisi kecil. Pencapaian nilai THB

yang tinggi didapatkan karena

penyusunan THB dilakukan dengan

bimbingan validator. Beberapa kali

revisi dilakukan agar THB yang

disusun valid dan layak sehingga

dapat digunakan untuk mengukur

hasil belajar siswa. Hal ini sesuai

dengan pendapat Sugiyono

Page 46: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

38

(2014:168) yang menyatakan bahwa

valid memiliki arti instrument

tersebut dapat digunakan untuk

mengukur apa yang seharusnya

diukur.

Tes hasil belajar disusun

menjadi dua bagian yaitu bagian

pertama disusun untuk mengetahui

hasil belajar konsep siswa yang

disuguhkan dalam bentuk soal pilihan

ganda, dan bentuk soal kedua yaitu

uraian digunakan untuk mengukur

keterampilan berpikir kreatif siswa.

Tes verbal yang diberikan pada

THB dapat mengukur tingkat

kreativitas siswa dengan melihat

aspek kelancaran, orisinalitas,

kelenturan, sensitivitas dan elaborasi

(Munandar, 2012:64).

Cakupan ujian tingkat

kompetensi meliputi sejumlah

kompetensi dasar yang

merepresentasikan inti pada tingkat

kompetensi tersebut. Tes hasil belajar

dalam pengembangan perangkat

scientific approach digunakan untuk

mengetahui tingkat pencapaian

tingkat kompetensi dasar 1.1.

bertambahnya keimanannya dengan

menyadari hubungan dan

kompleksitas alam dan jagad raya

terhadap kebesaran Tuhan yang

menciptakannya, serta

mewujudkannya dalam pengalaman

ajaran agama yang dianutnya, 2.4.

memiliki kepedulian terhadap

lingkungan dan sumber daya alam

melalui pemanfaatan bahasa

Indonesia, 3.7. Mendeskripsikan

hubungan antara sumber daya alam

dengan lingkungan, teknologi dan

masyarakat serta kompetensi dasar

4.7. menyajikan hasil pengamatan

tentang teknologo yang digunakan

dikehidupan sehari-hari serta

kemudahan yang diperoleh oleh

masyarakat dengan memanfaatkan

teknologi.

Berdasarkan uraian tersebut

maka hasil penilaian perangat yang

meliputi silabus, RPP, LKS, media

maupun THB adalah sangat valid.

Aspek berikutnya dalam

perangkat yang baik adalah

kepraktisan. Kepraktisan perangkat

pembelajaran scientific approach

diintegrasikan dengan media flash

dianalisis melalui keterlaksanaan RPP

dan aktivitas siswa.

Hasil analisis keterlaksanaan

RPP sangat baik dengan persentase

keterlaksanaan pertemuan pertama

sebesar 91.65%, pertemuan kedua

Page 47: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

39

sebesar 90.35% dan pada pertemuan

ketiga sebesar 96.45%.

Berdasarkan analisis pada hasil

observasi dapat diketahui bahwa

aktivitas siswa tinggi, baik pada

pertemuan pertama, pertemuan kedua

maupun pertemuan ketiga yaitu

berkisar antara 71%-91% selama

aktivitas pembelajaran dilakukan.

Terdapat 5 aspek aktivitas siswa yang

teramati selama proses pembelajaran

yaitu mengamati, menanya, menalar,

mencoba, dan mengkomunikasikan.

Tingginya aktivitas siswa tidak

terlepas dari peranan guru yang

memberikan kesempatan bagi siswa

untuk ikut aktif dalam pembelajaran.

Siswa diberikan kesempatan untuk

lebih bebas, terbuka, dan tertantang

untuk ikut berperan serta secara aktif

dengan memberanikan diri dan

senang memberikan gagasan

sebanyak mungkin untuk

meningkatkan pemikiran dan sikap

kreatif (Munandar, 2012:195).

Kriteria ketiga perangkat

pembelajaran yang baik adalah

keefektivan. Keefektivan perangkat

pembelajaran dapat dianalisis dari

respon siswa, hasil belajar dan

keterampilan berpikir kreatif siswa.

Siswa memberikan respon baik

dengan persentase sebesar 84%

terhadap media dan pembelajaran

yang sudah dilaksanakan. Respon

baik didapatkan karena media dan

pembelajaran didesain dengan

menarik dan memberikan kesempatan

bagi siswa untuk bebas

mengekspresikan ide yang

dimilikinya serta ketertarikan melalui

5 tahapan dalam scientific approach.

Siswa merespon baik

pembelajaran yang dilakukan

berdasarkan angket yang diberikan

pada siswa, namun demikian ada

beberapa poin pertanyaan yang perlu

diperhatikan dalam respon yang

diberikan siswa. Pertanyaan mengenai

kemudahan siswa mengingat hasil

pelajaran direspon baik oleh 6 siswa

dan tidak direspon oleh 6 siswa

sehingga hasil respon yang diberikan

bernilai 50:50, meskipun demikian

ternyata hasil tes hasil belajar yang

dilakukan menunjukkan bahwa hasil

belajar mereka lebih baik daripada

sebelum dilakukan pembelajaran

sehingga ada kemungkinan bahwa

siswa merasa kurang dapat mengingat

hasil belajarnya namun pada

kenyataannya mereka dapat

mengingat dengan baik. Pertanyaan

Page 48: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

40

berikutnya adalah mengenai apakah

siswa lebih dapat memberikan

pemecahan masalah setelah

melakukan kegiatan belajar.

Pertanyaan ini direspon baik oleh 7

orang siswa dan tidak direspon oleh 5

orang siswa.

Hasil belajar siswa merupakan

salah satu indikator keefektivan

perangkat pembelajaran. Berdasarkan

analisis hasil belajar siswa dapat

diketahui bahwa hasil belajar sebelum

digunakan perangkat scientific

terintegrasi media flash sangat rendah

dengan rata-rata nilai sebesar 66,

adapun ketuntasan klasikal hanya

mencapai 33%, dengan demikian

hanya ada 33% dari 12 siswa lulus tes

pada pretest yang telah dilakukan.

Setelah dilakukan pembelajaran

scientific approach terintegrasi

dengan media flash hasil belajar

siswa menjadi lebih baik dengan rata-

rata nilai sebesar 88 dengan tingkat

ketuntasan klasikal yaitu 92%. Pada

posttest yang diakukan, hanya ada

satu anak yang tidak lulus dari 12

anak yang dinilai.

Merujuk pada pemaparan di

atas dapat kita lihat bahwa perangkat

pembelajaran scientificapproach

diintegrasikan dengan media flash

memuhuni kriteria

kevalidan,kepraktisan dan

keefektivan dan mampu meingkatkan

hasil belajar siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Dawson, C. (2007). A practical guide

to research methods: A user-

friendly manual for mastering

research techniques and project.

Oxford: Howtobooks.

Flewelling, G. & Higginson, W.

(2003). Teaching with rich

learning task. Adelaide: The

Australian Association of

Mathematic Teachers, Inc.

Endryansyah, H.N. (2014). Pengaruh

penggunaan pendekatan ilmiah

(scientific approach) dalam

dembelajaran terhadap hasil

belajar siswa kelas XII TITL 1

SMK Negeri 7 Surabaya pada

standar kompetensi

mengoperasikan sistem kendali

elektromagnetik”. Jurnal

Pendidikan Teknik Elektro, 3(2).

Diakses melalui

http://ejournal.unesa.ac.id/index.

php/jurnal-pendidikan-teknik-

elektro/article/view/7498 per

tanggal 22 September 2015.

Page 49: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

41

Hidayatullah, P, dkk. (2011). Animasi

pendidikan mengunakan flash.

Bandung: Penerbit Informatika.

Hurlock, E. (1980). Psikologi

perkembangan: Suatu

pendekatan sepanjang rentang

kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Kementrian Pendidikan dan

Kebudayaan RI. Permendikbud

No. 54 Tahun 2013 tentang

standar kompetensi lulusan

pendidikan dasar dan menengah.

Jakarta.

Kementrian Pendidikan dan

Kebudayaan RI. Permendikbud

No. 65 Tahun 2013 tentang

standar proses. Jakarta.

Kementrian Pendidikan dan

Kebudayaan RI. Permendikbud

No. 67 Tahun 2013 tentang

kurikulum SD. Jakarta.

Munandar, U. (2012). Pengembangan

kreativitas anak berbakat.

Jakarta: Rineka Cipta.

Rara, N., Suyatna, A., & Ertikanto,

C. (2015). Pengembangan LKS

dengan scientific spproach untuk

meningkatkan keterampilan

berpikir kreatif siswa”. Jurnal

FKIP UNILA, 3 (4). Diakses

melalui

http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index

.php/JPF/article/view/8866 per

tanggal 2 Januari 2015.

Schunk, D. H. (2012). Learning

theories: An educational

perpective. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Suyono & Hariyanto. (2012). Belajar

dan pembelajaran: Teori dan

konsep dasar. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Thiagarajan, S., Semmel, D.S., &

Semmel, M.I. (1974).

Instrructional development for

training teacher of exceptional

children: A source book.

Bloomington: Center of

Innovation on Teaching the

Handicapped.

Page 50: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

42

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE

TEAM PAIR SOLO UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA PADA

MATERI BILANGAN PECAHAN (Penelitian Tindakan Kelas pada Materi Bilangan Pecahan di kelas VB SDN

2 Cibodas Kecamatan Lembang)

Riza Fatimah Zahrah

Universitas Perjuangan Tasikmalaya

[email protected]

ABSTRAK

Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Team Pair Solo Untuk Meningkatkan

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Pada Materi Bilangan Pecahan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perencanaan dan pelaksanaan

mengenai pembelajaran Matematika dengan model Cooperative Learning tipe Team Pair

Solo serta peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada materi

bilangan pecahan dengan model Cooperative Learning tipe Team Pair Solo. Metode

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas melalui 2

siklus. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu kualitatif dan kuantitatif. Hasil

temuan yang ditemukan yaitu perencanaan pembelajaran yang dibuat sesuai dengan yang

dilaksanakan dalam pelaksanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran berlangsung

dengan lancar dan kondusif, serta terdapat peningkatan kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa pada materi bilangan pecahan selama penelitian berlangsung.

Kata Kunci: model Cooperative Learning tipe Team Pair

ABSTRACT

The Application Of Cooperative Learning Model Type Team Pair Solo For Enhancing

Mathematical Problem Solving Of Students On The Material Fractions. This research aims

to find out how the planning and implementation of learning math with model Cooperative

Learning-type Team Pair Solo as well as an increase in the ability of mathematical problem

solving of students on the material fractions with models of Cooperative Learning-type

Team Pair Solo. Research methods used in this research is a study of a class act through

two cycles. Data collection techniques used are qualitative and quantitative. The results

found that the planning of learning that is made in accordance with that carried out in the

exercise of learning, implementation of the learning takes place smoothly and conducive,

and there is an increase in the ability of mathematical problem solving of students on the

material fractions during the research underway. Keywords: Cooperative Learning model type Team Pair Solo, Mathematical problem

solving Abilities students, Fraction

Page 51: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

43

PENDAHULUAN

Kemapuan pemecahan masalah

merupakan kemampuan yang sangat

penting harus dimiliki oleh siswa.

Kemampuan ini meliputi

kemampuan: memahami masalah,

merencanakan penyelesaian masalah,

melaksanakan penyelesaian masalah

serta melihat ke belakang. Ini

berdasarkan kemampuan yang paling

dasar sampai kemampuan yang

kompleks. Memahami masalah ini

ialah siswa dituntut untuk mengenali

apa saja hal-hal yang terdapat dalam

masalah tersebut,hal apa yang

diketahui dan hal apa yang

dipertanyakan dari masalah tersebut.

Kemudian kemampuan selanjutnya

ialah siswa sudah mulai melakukan

perencanaan penyelesaian terhadap

masalah tersebut, apa yang harus

dilakukan terhadap masalah tersebut

dengan berbekal siswa telah

memahami masalah tersebut.

Kemampuan selanjutnya ialah siswa

menerapkan rencana penyelesaian

yang telah dibuat untuk

dilaksanakan. Dan kemampuan yang

terakhir yaitu mengecek kembali,

yaitu memeriksa kembali

penyelesaian masalah yang telah

dilakukan, apakah sudah benar atau

ada cara lain yang dapat

menyelesaiakan masalah tersebut.

Setiap siswa sudah

seharusnya memiliki kemampuan

pemecahan masalah matematis, ini

dikarenakan bahwa

pengaplikasiannya adalah dalam

kehidupan sehari-hari. Berdasarkan

nilai UTS Matematika semester 2

dengan rata-rata 55,4 belum

mencapai nilai KKM maupun

harapan peneliti, yaitu 65 dan 80.

Diperkuat dengan lembar jawaban

siswa yang terlihat mengalami

kesulitan pada soal cerita, ini

mengindikasikan bahwa siswa

mengalami kesulitan dalam

menyelesaikan pemecahan masalah

matematis. Kebanyakan siswa hanya

mampu menuliskan hal-hal yang ia

ketahui dari masalah tersebut, jadi

siswa hanya mampu memahami

masalah yang merupakan

kemampuan yang paling rendah dari

keempat kemampuan pemecahan

masalah yang ada. Yaitu memahami

masalah, merencanakan penyelesaian

masalah, melaksanakan penyelesaian

masalah dan mengecek kembali.

Berdasarkan apa yang terjadi

di kelas peneliti, maka peneliti akan

Page 52: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

44

melakukan penelitian tindakan kelas

(PTK). Penelitian ini dilakukan

melalui beberapa siklus. Penelitian

ini bertujuan untuk meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa. Selain

meningkatkan kualitas pembelajaran,

PTK juga berguna bagi guru untuk

menguji suatu teori pembelajaran,

apakah sesuai dengan kondisi kelas

yang dihadapi atau tidak. Melalui

PTK guru dapat memilih dan

menerapkan teori atau strategi

pembelajaran yang paling sesuai

dengan kondisi kelasnya. Oleh

karena itu peneliti memutuskan

untuk menggunakan model

pembelajaran cooperative learning.

Cooperative learning berasal

dari kata cooperative dalam bahasa

Inggris yang berarti bekerjasama

atau dapat dikatakan mengerjakan

sesuatu dengan bersama-sama

sebagai satu kesatuan atau kelompok.

Serta learning yang dalam bahasa

Indonesia berarti pembelajaran.

Dalam pengertian bahasa Indonesia

istilah cooperative learning dikenal

dengan nama pembelajaran

kooperatif.

Jhonson dalam Isjoni

(2007:17) mengemukakan bahwa

pembelajaran kooperatif sebagai

upaya mengelompokkan siswa di

dalam kelas menjasi beberapak

kelompok kecil agar siswa dapat

bekerja sama dengan kemampuan

maksimal yang mereka miliki dan

mempelajari saru sama lain dalam

kelompok tersebut. Sedangkan

menurut Slavin dalam Isjoni

(2007:12) pembelajaran kooperatif

adalah salah satu model

pembelajaran dimana siswa belajar

dan bekerja dalam kelompok-

kelompok kecil secara kolaboratif

yang anggotanya 4-6 orang dengan

struktur kelompok heterogen. Anita

Lie dalam Isjoni (2000:16) menyebut

cooperative learning dengan istilah

pembelajaran gotong royong, yaitu

sistem pembelajaran yang memberi

kesempatan kepada siswa untuk

bekerjasama dengan siswa lain

dalam tugas-tugas yang terstruktur.

Jadi dapat dikatakan bahwa

pembelajaran kooperatif merupakan

model pembelajaran yang

mengutamakan kerjasama kelompok,

kelompok tersebut terdiri dari 4-6

orang siswa dengan tingkat

kemampuan siswa atau jenis kelamin

dan latar belakang yang berbeda.

Diharapkan dalam kegiatan

Page 53: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

45

pembelajaran kooperatif ini siswa

mampu bekerjasama dan berani

bertanya serta berani bertukar pikiran

dengan teman atau anggota

kelompok lainnya. Jelas ada pesan

dari model pembelajaran ini bahwa

siswa diharapkan mampu saling

membantu dalam materi pelajaran,

saling mendiskusikan dan berani

beragumentasi untuk mengeksplorasi

pengetahuan masing-masing siswa.

Menurut Roger dan David

Johnson dalam Anita Lie (2002:31)

mengemukakan bahwa tidak semua

kerja kelompok bisa dianggap

cooperative learning. Untuk

mencapai hasil yang maksimal, lima

unsur model pembelajaran gotong

royong yang harus diterapkan.

a. Saling ketergantungan positif

b. Tanggung jawab perseorangan

c. Tatap muka

d. Komunikasi antar anggota

e. Evaluasi proses kelompok

Sedangkan menurut Isjoni

(2007:20) bahwa cooperative

learning memiliki beberapa ciri

yaitu: (a) setiap anggota memiliki

peran, (b) terjadi hubungan interaksi

langsung diantara siswa, (c) setiap

anggota kelompok bertanggung

jawab atas belajarnya dan juga

teman-teman sekelompoknya, (d)

guru membantu mengembangkan

keterampilan-keterampilan

interpersonal kelompok, dan (e) guru

hanya berinteraksi dengan kelompok

saat diperlukan saja.

Strategi Pembelajaran Tipe Team

Pair Solo

Dalam melakukan penelitian

ini peneliti akan menggunakan

model pembelajaran kooperatif tipe

team pair solo. Tipe ini merupakan

tipe pembelajaran yang menekankan

pada aspek hubungan sosial atara

siswa dalam kelompok serta

menekankan pada aspek kognitif

individu. Pembelajaran kooperatif

tipe team pair solo merupakan

pembelajaran kooperatif yang baru.

Tipe ini diadaptasi dari tipe

kooperatif yang dikembangkan Frank

Lyman dan Spencer Kagan yaitu

pembelajaran kooperatif tipe think

pair share. Bisa dikatakan

pembelajaran kooperatif tipe team

pair solo merupakan kebalikan dari

tipe think pair share.

Pembelajaran kooperatif tipe

team pair solo mempunyai tiga

tahapan, yaitu team, pair dan solo.

Pertama ,pada tahap team

(berkelompok) yaitu siswa dibagi

Page 54: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

46

menjadi beberapa kelompok yang

terdiri dari 4-6 orang siswa. Kedua ,

pada tahap pair (berpasangan) yaitu

siswa dibagi menjasdi kelompok

kecil yaitu dua orang. Serta terakhir

tahap solo yaitu siswa akhirnya

bekerja secara individu.

Sebagaimana yang telah

dikemukakan oleh Kagan

(http://edtech.kennesaw.edu/intech/c

ooperativelearning.html) team pair

solo: Berikut adalah gambar dari

kegiatan strategi pembelajaran

kooperatif tipe team pair solo.

Tahap team (berkelompok)

Keterangan :

Tugas/LKS

Siswa

Mengerjakan

Tahap pair (berpasangan)

Tahap solo (sendiri)

Gambar 2.1 Tahap pembelajaran

kooperatif tipe team pair solo

Kemampuan pemecahan

masalah didapat dari kemampuan

berpikir siswa yang ia lakukan saat

memecahkan masalah dalam

kehidupan sehari-hari. Maka sudah

sepatutnya pembelajaran pemecahan

masalah atau belajar memecahkan

suatu masalah sangat penting

diberikan oleh siswa sebagai bekal di

kemudian hari.

Sri Wardhani (2010:34)

menjelaskan bahwa dalam proses

memecahkan masalah terdapat

langkah-langkah yang harus

dilakukan secara urut, namun

kadangkala dilakukan langkah-

langkah yang tidak urut terutama

untuk memecahkan masalah yang

sulit.

Langkah 1: Memahami Masalah

Langkah 2: Membuat rencana

pemecahan masalah

Page 55: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

47

Langkah 3: Melaksanakan rencana

pemecahan masalah

Langkah 4: Melihat (Mengecek) ke

belakang

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan

dalam penelitian ini adalah deskriptif

kualitatif dengan teknik Penelitian

Tidakan Kelas (Classroom Action

Research). Penelitian tindakan kelas

dilaksanakan sebagai salah satu

upaya untuk meningkatkan efisiensi

dan kualitas pendidikan terutama

proses dan hasil belajar siswa pada

level kelas. Penelitian formal yang

selama ini banyak dilakukan, pada

umumnya belum menyentuh

langsung persoalan nyata yang

dihadapi guru di kelas sehingga

belum mampu meningkatkan

efisiensi dan kualitas pembelajaran.

Selain meningkatkan kualitas

pembelajaran, PTK juga berguna

bagi guru untuk menguji suatu teori

pembelajaran, apakah sesuai dengan

kondisi kelas yang dihadapi atau

tidak. Melalui PTK guru dapat

memilih dan menerapkan teori atau

strategi pembelajaran yang paling

sesuai dengan kondisi kelasnya. Hal

ini perlu disadari karena setiap

proses pembelajaran biasanya

dihadapkan pada konteks tertentu

yang bersifat khusus.

Secara lebih konkrit dapat

dikemukakan bahwa tujuan PTK

adalah memecahkan permasalahan

pembelajaran yang muncul di dalam

kelas. Setelah berhasil

mengidentifikasi masalah, guru

merancang dan kemudian

memberikan perlakuan atau tindakan

tertentu, mengamati, mengevaluasi,

dan menganalisis hasilnya guna

menentukan apakah tindakan yang

diberikan tersebut berhasil

memperbaiki kondisi kelas yang

diajarnya atau tidak. Dari informasi

tersebut guru dapat menentukan

langkah-langkah yang perlu

ditempuh terhadap kelas yang

diajarnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang

telah dilakukan pada hari Rabu, 15

Mei 2013 terhadap siswa kelas VB

SDN 2 Cibodas kecamatan Lembang

sebanyak 36 orang siswa dengan

memberikan tiga soal instrumen

akhir siklus I mengenai materi

operasi perkalian pecahan. Masing-

masing soal akan dinilai berdasarkan

Page 56: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

48

indikator pemecahan masalah

matematis siswa. Indikator tersebut

diantaranya mengerti masalah

(undertstanding the problem),

menyelesaikan masalah (solving the

problem) menjawab masalah

(answering the problem ). Dari 40

orang siswa yang hadir, data yang

akan diolah hanya data dari 36 orang

siswa saja karena hanya 36 orang

siswa yang memiliki kehadiran yang

lengkap.

Berdasarkan hasil penilaian,

indikator kemampuan pemecahan

masalah yang paling menonjol pada

diri siswa yaitu aspek mengerti

masalah (undertstanding the

problem) 75,46%, artinya sebagian

besar siswa mempunyai kemampuan

untuk mengetahui hal-hal yang

terdapat di dalam masalah tersebut.

Hal ini terlihat dari hal-hal yang

diketahui siswa mengenai masalah

yang diberikan. Sedangkan yang

paling rendah ialah kemampuan

menjawab masalah (answering the

problem) sebesar 68,9% artinya

sebagian besar siswa sudah dapat

menyelesaikan masalah, namun

presentase menjawab masalah masih

lebih rendah dibandingkan dengan

indikator pemecahan masalah yang

lain. Hal ini dapat dilihat dari

jawaban siswa seperti kesalahan

perhitungan, kesalahan menyalin,

jawaban ditulis tidak secara benar.

Ini menunjukkan bahwa perhitungan

operasi perkalian bilangan pecahan

siswa masih rendah.

Perkembangan kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa

dapat dilihat dari nilai yang diperoleh

siswa pada setiap tes siklus. Dari

nilai yang telah diperoleh siswa pada

tes siklus, peneliti dapat

mengelompokkan tingkat

kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa.

Berdasarkan hasil itu , maka

tingkat kemampuan pemecahan

masalah matematis siswa pada siklus

I dapat dikelompokkan sebagai

berikut :

a. 16,66% siswa dari 36 orang

siswa memiliki kemampuan

buruk

b. 0% siswa dari 36 orang siswa

memiliki kemampuan kurang

c. 16,66 % siswa atau hampir

setengah siswa memiliki

kemampuan cukup

d. 58% siswa atau hampir sebagian

besar siswa memiliki

kemampuan baik

Page 57: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

49

e. 8,33% siswa atau sebagian kecil

siswa memiliki kemampuan

sangat baik

Hal ini menunjukkan bahwa

kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa masih kurang

dikarenakan masih terdapat siswa

yang memiliki kemampuan yang

buruk dan belum sesuai dengan

harapan peneliti. Sehingga peneliti

harus melanjutkan penelitian ke

siklus II.

1. Siklus II.

Berdasarkan evaluasi siklus

II yang telah dilaksanakan pada

tanggal 22 Mei 2013 di kelas VB

SDN 2 Cibodas kecamatan

Lembang, dengan jumlah siswa yang

mengikuti siklus ini adalah 36 orang

mengenai materi operasi pembagian

bilangan pecahan didapatkan hasil

sebagai berikut :

Berdasarkan hasil tes siklus II

bahwa rata-rata nilai siswa dari

siklus I ke siklus II mengalami

peningkatan yang cukup signifikan.

Bahwa rata-rata nilai siswa pada

siklus II mengalami peningkatan

yaitu dari nilai 70,5 meningkat

menjadi 84,11. Dengan siswa yang

telah dinyatakan tuntas sebanyak 33

orang siswa atau sebanyak 91,66%,

dan sebanyak tiga orang siswa yang

dinyatakan belum tuntas dengan

prsentase 8,34%.

Dari 40 orang siswa yang

hadir, data yang akan diolah hanya

data dari 36 orang siswa saja karena

hanya 36 orang siswa yang memiliki

kehadiran yang lengkap. Dari 36

siswa ,nilai tertinggi yang diperoleh

siswa pada ter siklus II ini adalah

100 sedangkan nilai terendah ialah

38.

Terdapat peningkatan

kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa dalam setiap

indikatornya Kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa

diatas, dapat disimpulkan bahwa

presentase indikator kemampuan

pemecahan masalah siklus II masih

sama dengan siklus I. Namun

begitu, terjadi peningkatan

presentase dari setiap kemampuan

pemecahan masalah yang signifikan.

0

10

20

30

40

50

60

buruk cukup baiksekali

kemampuanpemecahanmasalahmatematis

Page 58: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

50

Disebutkan hampir sama dengan

siklus I karena indikator 1 yaitu

mengerti masalah (undertstanding

the problem) mengalami

peningkatan yang sedikit, ini

dikarenakan pada siklus I siswa

ternyata mayoritas memiliki

kemampuan mengerti masalah

(undertstanding the problem) yang

cukup tinggi dibanding dengan

indikator lainnya. Sehingga saat

siklus II mengalami peningkatan pun

akan terlihat kecil.

Dapat dikatakan bahwa

indikator mengerti masalah

(undertstanding the problem)

meningkat sebesar 4,51%,

menyelesaikan masalah (solving the

problem) meningkat sebesar 14,95

%, menjawab masalah (answering

the problem )meningkat sebesar

14,31%. Terlihat bahwa kemampuan

pemecahan masalah mengerti

masalah (undertstanding the

problem) mengalami peningkatan

yang cukup kecil, karena pada siklus

I kemampuan ini sudah cukup tinggi

sehingga terlihat peningkatannya

cukup kecil.

Maka tingkat kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa

pada siklus II dapat dikelompokkan

sebagai berikut :

a. 2,77% siswa atau sebagian

kecil siswa memiliki

kemampuan buruk

b. 0% siswa atau sebagian kecil

siswa memiliki kemampuan

kurang

c. 8,33 % siswa atau sebagian

kecil siswa memiliki

kemampuan cukup

d. 63,88% siswa atau hampir

sebagian besar siswa

memiliki kemampuan baik

e. 25% siswa atau hampir

setengahnya siswa memiliki

kemampuan sangat baik

Hal ini menunjukkan adanya

peningkatan kemampuan pemecahan

masalah matematis siswa

dibandingkan dengan tes siklus I. Ini

terlihat dari mengecilnya jumlah

siswa yang berkemampuan buruk

dari tes siklus I yaitu dari enam

orang siswa menjadi saru orang

siswa. Dan pada kemampuan sangat

baik menunjukkan peningkatan yang

signifikan sebanyak 16,7%.

Page 59: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

51

Pada grafik ini akan menunjukkan

peningkatan siswa dari siklus I ke

siklus II berdasarkan nilai yang

didapat dari kegiatan evaluasi siklus

I dan evaluasi siklus II.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang

telah dilaksanakan tentang

pembelajaran matematika pada

materi operasi perkalian dan

pembagian pecahan dengan

menggunakan model Cooperative

Learning tipe Team Pair Solo pada

siswa kelas VB SDN 2 Cibodas

Kecamatan Lembang Kabupaten

Bandung Barat diperoleh simpulan

sebagai berikut:

1. Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) yang telah

dibuat berdasarkan prinsip-prinsip

dan karakteristik model

cooperative learning tipe team

pair solo yaitu mengutamakan

kerjasama kelompok, hubungan

sosial antar anggota kelompok,

serta siswa mampu berpikir secara

berkelompok maupun individu

(solo) .

2. Pelaksanaan pembelajaran dari

setiap siklusnya telah mengacu

pada prinsip model Cooperative

Learning tipe Team Pair Solo.

Siswa telah berperan dan

bertanggung jawab atas apa yang

terjadi pada kelompoknya,

mampu mengemukakan pendapat

di dalam kelompoknya, mampu

mengatasi masalah yang diberikan

secara individu.

3. Kemampuan pemecahan masalah

siswa mengalami peningkatan

yaitu indikator indikator mengerti

masalah (undertstanding the

problem) meningkat sebesar

4,51%, menyelesaikan masalah

(solving the problem) meningkat

sebesar 14,95 %, menjawab

masalah (answering the problem )

meningkat sebesar 14,31%.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2012). Dasar-dasar

Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi

Aksara.

Aqib, Z. (2006). Penelitian

Tindakan Kelas. Bandung:

Yrama Widya.

010203040506070

buruk kurangcukup baiksangat baik

kemampuanpemecahanmasalahmatematis

Page 60: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

52

Corner, Coach. Class Activities for

Using Cooperative Learning.

[online]. Tersedia :

http://coachkessler.weebly.co

m/class-activities.html [4 Juli

2013]

Halim Fathani, A. (2008).

Matematika Hakikat dan Logika.

Jakarta.

Heruman. (2007). Model

Pembelajaran Matematika Di

Sekolah Dasar. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya.

Isjoni. (2011). Cooperative Learning

Efektivitas Pembelajaran

Kelompok. Jakarta : Alfabeta.

Kagan,S. (2001). Kagan Structure :

Research and Rationale.

[online]. Tersedia

:http://www.kaganonline.com

/free_articles/dr_spencer_kag

an/research_rationale.php [4

Juli 2013].

Kagan. (2001). Teaching for

Character and Community.

[online]. Tersedia :

http://www.dialogueonlearnin

g.tc3.edu/model/environment/

images/Kagan-

Activities.html. [4 Juli 2013]

Karso, dkk.(2007). Pendidikan

Matematika I. Jakarta: Universitas

Terbuka.

Lestari Mikarsa, H. (2007).

Pendidikan Anak di SD. Jakarta:

Universitas Terbuka.

Lie, A. (2002). Cooperative

Learning Mempraktikkan

Cooperative Learning di

Ruang-Ruang Kelas. Jakarta :

PT. Grasindo.

Musser dkk. (2008). Mathematics

For Elementary Teachers A

Contemporary Approach.

Amerika.

Polya, George. (1956). How to Solve

It: A New Aspect of

Mathematical Method.

Zurich: Princeton Paperbacks.

Ruswandi dkk. (2010). Metode

Penelitian Pendidikan SD.

Bandung: UPI Press.

Syaripudin, Tatang dkk. (2008).

Pengantar Filsafat

Pendidikan. Bandung:

Percikan Ilmu.

Page 61: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

53

AFFECTIVE LANGUAGE ATTITUDE OF INDONESIAN

FRESHMEN TOWARDS ENGLISH

Setyo Wati Universitas Perjuangan Tasikmalaya

[email protected]

ABSTRACT

As an international language, there is an increasing focus on English teaching learning

process in Indonesia. It currently requires attitude to become a considerable attention in a

foreign language teaching process. Attitude toward language learning is considered as the

key factors for the people to learn a language. Learners’ attitude can be defined as a

collection of feelings regarding language use and its status in the society. Learners’ feeling

can foster or hinder the learning process successfully. This research, thus, aims to investigate

attitude of Indonesian freshmen in English teaching learning process, in terms of their

affective aspect. Affective aspect is the realm that is associated with attitudes and values. In

this study, qualitative data were obtained from the structured-interview sessions. The

interview processes were carried out involving 20 Indonesian freshmen who have recently

started studying English as a foreign language in college. The interviewees were selected

randomly. The result indicated that most of the Indonesian freshmen have positive attitude

toward English, as well as they have different attitude of affective aspect towards English.

Finally, this research elaborates the educational implications and the limitations of the study.

It then proposes some recommendations for further research.

Keywords: Indonesian freshmen, affective language attitude

1 INTRODUCTION

English becomes a prestigious position

in many countries, including in

Indonesia. Wherever going a travel in a

foreign city, people usually see English

signs and advertisements. It means that

English language becomes one of the

most frequently spoken languages in

the world today. As stated by

Wardhaugh (2006: 59), people who

speak different languages need to find a

way of communicating which can be

called as a lingua franca. In Indonesia,

this language becomes one of popular

languages to be studied since English

becomes a choice as a foreign language

which has to be studied. Consequently,

there is an increasing attention on

English teaching learning at all levels

in Indonesia, including each school

level until university level in Indonesia.

As one of compulsory subjects taught

in Indonesia, English learning process

currently spreads through primary

school, junior high school, senior high

school, and university, covering span

of about 12 years. Nunan (2003) states

English has been used in all colleges

and universities as the main language

teaching in courses under the control

of, in Indonesia, the Ministry of

Education and Culture.

According to Gardner (1985), in

successful English teaching learning

process, actually there are some factors

that have been considered as significant

factors. The factors are educators,

students, curriculum, materials, and

learning facilities. In addition, there are

various factors that influence learning

process in foreign language learning,

such as motivation, attitudes, anxiety,

learning achievements, aptitude,

Page 62: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

54

cleverness, age, personalities, and so

on.

Presently attitude has recently

become a considerable attention in a

foreign language teaching process. As

stated by Soleimani and Hanafi (2013),

some variables such as attitude,

orientation, motivation, and anxiety

contribute to foreign language learning.

Among these various factors, attitude

toward language learning are

considered as the key factors for the

people to learn a language. It can be

summarized that one part that can

designate the successful or

unsuccessful learning of foreign

language is students’ language attitude.

Language attitude is getting

attention for years since the study is

one of core topics in today research. As

stated by Bohner and Dickel (2011) in

McCoach, Gable, and Madura (2013),

the study of attitude is getting a core

topic of research currently. In

Indonesia, attitude becomes a core

attention in education. It is getting

obvious since 2013, there have been

some changes on curriculum previously

named as School Based Curriculum

into 2013 Curriculum emphasizing on

students’ character building which has

one of important aspects. This term

which is a basic competence grouping

is about attitude.

In spite of the fact that Indonesia

government strongly encourages the

citizens to learning English and also the

increasing popularity of this fast

growing foreign language in Indonesia,

there has been insufficient research to

describe the attitude of Indonesian

people towards this language and its

learning. In actual fact, Lauder (2008)

further explains that the big problem in

Indonesia is a lack of research.

Moreover, knowing about attitude is

significant in pedagogical capital

because language attitude is a part of

important contributions of language

teaching learning process.

Understanding learners’ foreign

language attitudes is very important

because it can obtain a useful insight

which can be used to improve the

quality of its teaching and learning

pedagogy. As said by Barnes and Lock

(2010), lecturers should understand

their students’ attitude in order to be

responsive to their students’ needs and

enhance the success of students’

learning. Therefore, research of

language attitude also will give

contributions for lecturers in teaching

learning pedagogy. As stated by

Gardner (cited in Melhim & Rahman,

2009,p.3), attitude can express some

important aspects of an individual’s

personality, such as to express who

people are and what people believe in.

Besides, the attitude which serves a

knowledge function will allow

individuals to better understand

situations and people who they

associate with or people around them.

Considering the above contents, this

study investigates affective language

attitude of Indonesian freshmen

towards English.

Based on the explanation above, the

problem that can be formulated as

follow what are the affective language

attitudes of Indonesian freshmen

towards English.

2 RESEARCH METHOD

This research employed by a

qualitative research design to be a

procedure for data condensation, data

display, conclusion drawing and

verification. The stregths of qualitative

data rest centrally on the competence

with which their analysis is carried out.

Qualitative analysis refers to Miles,

Hubberman, and Saldana (2014), there

Page 63: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

55

are three concurrent flows of activity.

This analysis provides three main steps

occur continuously. It means all steps

of analysis are part of the analysis.

The instruments were concerned

with affective language attitudes of

Indonesian freshmen towards English.

Data collection was conducting

structured interviews with the

respondents to elicit deep explanations.

The interview itself is exploratory in

nature.. According to Warren (2002) in

Bryman (2008), for a qualitative

interview study to be published, the

minimum number of interviews required seems to be between twenty

and thirty. It is inferred from the

statement, twenty random respondents

were interviewed for completing the

data. In conducting the interview, the

interviewer explained to the

respondents the purpose, scope, nature,

and conduct of the interview. So that,

the interviewee were left in no doubt as

to what would happen during and after

the interview processes.

3 AFFECTIVE LANGUAGE

ATTITUDE OF INDONESIAN

FRESHMEN TOWARDS

ENGLISH

The affective aspect concerns

aspects related to feelings and emotions

towards English. It means that the inner

feelings and emotions of the language

learners influence their perspectives

and attitudes towards English. When

the interviewees were asked about their

inner feelings towards English, all

interviewees have very good feelings

towards English. Interestingly,

although they are from English

Education Department, some of them

said that they did not like studying the

materials of education.

SW00 : What do you feel when

studying English? Could

you explain it?

IR01 : I feel happy in studying

English because of the

English materials, but I

feel bored when studying

education materials.

Although, I study in

English Education

Department, I just like

studying English materials,

not education itself.

IR02 : I am very excited to

study English because I like English. I also want to

travel around the world, so

I have to study English.

IR03 : I really like learning

English and I am really

interested in English

because the position of the

language in the world.

(Appendix)

Moreover, as shown in Appendix,

some of the interviewees felt

confident to speaking English both in

front the class and with an English

native speaker. Some other

interviewees were confident to speak

English in front of people, but they

felt unconfident when

communicating with English native

speaker. Some of the interviewees

were unconfident to speak English in

front of the class and to communicate

with English native speaker in an

English communication. The

common reasons for the interviewees

why they had different feelings in

speaking English are as follows: (1)

their lack of English communication,

(2) their self-nervousness to speak

English, (3) their fearfulness in

making mistakes. The following

interview transcripts elaborate the

points above.

Page 64: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

56

SW00 : Do you feel confident or

unconfident when speaking

English in front the other

people or when you have to

communicate with a native

speaker? Can you explain

why?

IR07 : ........ After that I felt

disappointed, but until

now I still feel nervous to

speak with a native

speaker.

IR07 : When I speak English just

with my friends, it doesn’t

matter and I feel confident,

but I will feel not confident

enough when I have to

speak the lecturers or native

speakers because I think

my English is not good

enough for speaking with

them.

IR08 : I feel over confident to

speak English in front of

the class, and I am also

confident to communicate

with native speakers

because I stay in

international dormitory and

I have many foreign friends

from many foreign

countries.

IR11 : Sometimes I feel

unconfident to speak in

English with native

speakers because I don’t

know what they say, and

when I speak English in

front the class, I also feel

nervous for the first time.

IR12 : For the first time, I feel

not confident enough

because of my lack of my

knowledge. Then I always

study English and prepare

all things before the class.

Studying it makes me better

and makes me more

confident to speak in front

of the class and

communicate with the

native speakers.

(Appendix)

Even though, some of the

interviewees felt unconfident, nervous,

and afraid to speak English, they still

kept trying to study English to

overcome their weaknesses in speaking

English. Based on the Appendix, most

of interviewees practised many times to

speak English in order to make them

braver to communicate with the others,

especially with English native

speakers. Some speaking duties from

their lecturer also contributed them to

make them more confident in speaking

English. In other words, the English

instructions of communication skill

from their lecturers can force them to

be braver in English oral

communication.

Moreover, the affective language

attitudes show that negative affective

attitude of the respondents was low,

and the positive attitude was medium

(neutral). Their affective attitudes

reveal some attitudes, such as they

dislike whoever asking them to make

an English conversation neutrally.

Although, they slightly agreed to make

an English conversation, studying

English made them have good mood

and they also like to answer English

questions voluntarily in English class,

regardless of whether they were right

or wrong. Interesting result is that

although they were eager beavers to

study English, they were slight

interested in English class and slight

confident to speak English.

The further explanation why they

had different feelings in speaking

English is as follows: (1) their lack of

English communication, (2) their self-

nervousness to speak English, (3) their

fearfulness in making mistakes. The

Page 65: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

57

following interview transcripts

elaborate the points above. Although,

they who were unconfident to speak

English, they still kept trying to study

English to overcome their weaknesses

in speaking English. Besides, most of

them practised many times to speak

English in order to make them braver

to communicate with the others,

especially with English native

speakers. Some speaking duties from

their lecturer also contributed them to

make them more confident in speaking

English. In summary, the results of

Indonesian freshmen have positive affective attitudes towards English.

3 CONCLUSION

Indonesian freshmen have different

attitudes, in terms affective aspects of

language attitudes towards English. It

shows that the participants hold

positive emotional attitude towards

English. However, they were interested

in studying English, some of them felt

nervous in English class, so that some

of them had a little in English class.

In light of the contribution of this

study presented above, this section

discusses the implications for

Indonesian freshmen and for English

educators. Investigating language

attitude of Indonesian freshmen is

significant in language pedagogy

process because language attitude is a

part of important contributions of

language teaching learning process.

The affective attitude is helpful to

successful language learning, but it

depends on the language attitude result

of the way the learners feel. If the

learning situation is a cause of negative

attitudes for the learners, it likely

makes the learners develop the

negative attitudes also towards English.

Furthermore, the learners’

interpretations about the target

language can also have determinant in

the learners’ language attitudes towards

English. Therefore, investigating

language attitudes of undergraduate

students as foreign language learners is

essential in the process of foreign

language learning. Language learners

and lecturers (teachers), for example,

are people whose attitudes can bear

effective English language learning.

The language learners have to

understand what they have to do in

their study by investigating the

language attitudes. Understanding learners’ foreign language attitudes is

important because it can obtain a useful

insight which can be used to improve

the quality of its teaching and learning

pedagogy. By probing into gender

attitudinal difference, language

instruction can be geared up based on

the learner gender’s interest. As far as

gender of both female and male is

concerned, there are differences shown

in the learning process. The results

from this study imply that English

teacher or lecturers should not exercise

any bias or prejudice on gender bases

and they should work to improve

learners’ attitudes towards the target

language.

Moreover, the findings have

significant implications for English

language pedagogy considering the fact

that the results of this study exhibited

positive attitudes towards English

language. Thus it is recommended that

this positive attitude of the

undergraduate students should be

exploited properly to enhance and

maintain their inclinations in this

regards.

Having conducted the research, the

researcher would like to give some

suggestions as follows. (1) The most

important suggestion is addressed to

Indonesian freshmen. They should

Page 66: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

58

realize that their language attitude

define whether their language learning

is successful or not. (2) Attitudes of

lecturers (teachers) towards foreign

language learners can also affect the

learning which takes place. The reason

is that language learning is not only

cognitive stage (where the learners are

involved in conscious activities

resulting in knowledge), but also

affective factors are important and they

should pay attention to them. Hence,

the lecturers (teachers) of English can

create a good and trustful atmosphere

for their English classrooms, based on

the investigation of their students’

language attitudes. (3) The other

researchers are suggested to develop

their research in the larger area, so the

research result can be generated. (4)

The education institutions which

provide English teaching learning

should review the content and the

design of the teaching learning

pedagogy to meet the needs and the

interest of the learners. They are

recommended to consider that English

foreign language learners have

different perceptions about learning

language due to their differences

regarding gender and their years of

study. Hence, taking all these issues

into account will be essential to see

something different concerning the

activities, contents, topics, teaching

practices, and the others.

REFERENCES

Barnes, B. D., & Lock, G. (2010). The

attributes of effective lecturers of

English as a foreign language as

perceived by students in a Korean

university. Australia Journal of

Teacher Education, 35(1).

Bryman, A. (2008). Social research

methods (rev. ed.). New York:

Oxford University Press.

Gardner, R.C. (1985) Social

psychology and second language

learning: the role of attitude and

motivation. London: Edward

Arnold.

Lauder, A. (2008). The status and

function of English in Indonesia:

A review of key factors. Makara,

Social Humaniora, 12(1), 9-20.

McCoach, D.B., Gable, R.K., &

Madura, J.P. (2013). Insrument

development in the affective

domain. New York: Springer.

Melhim, A. & Rahman, A. (2009).

Attitudes of Jordanian college

students towards learning

English as a foreign language.

College Student Journal. Online.

Accessed on December 15, 2015

from http://web.ebscohost.com.

Nunan, D. (2003). The Impact of

English as a Global Language on

Educational Policies and

Practicies in the Asia- Pasific

Region. TESOL Quartely, 37 (4),

589-613.

Soleimani, H., & Hanafi, S. (2013).

Iranian medical students’

attitudes towards English

language learning. International

Research Journal of Applied and

Basic Sciences. Sciences

Explorer Publications.

Wardhaugh, R. (2006). An introduction

to sociolinguistics: fifth edition.

New York: Blackwell Publishing,

Ltd.

Page 67: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

59

APPENDIX

The Interview Transcript of the

Research

Note: SW00 : interviewer

IR(...) : interviewee

Transcript of Interview 1

SW00 What do you feel when studying English? Could you explain it?

IR01 I feel happy in studying English because of the English materials, but I feel bored when studying education materials. Although, I study in English Education Department, I just like studying English materials, not education itself.

SW00 Do you feel confident or unconfident when speaking English in front the other people or when you have to communicate with a native speaker? Can you explain why?

IR01 Sometimes I feel confident and sometimes I am unconfident. I feel confident when speaking English in front of the class or speaking with my friends or lecturers. On the other hand, when I have to speak with a native speaker, I feel nervous. One day my friends and I had an assignment to speak with a native speaker, but when we met the native speaker, I cannot speak anything. So, at the time the camera just shot my friends who spoke with the native speaker. After that I felt disappointed, but until now I still feel nervous to speak with a native speaker.

Transcript of Interview 2 SW00 What do you feel when

studying English? Could you explain it?

IR02 I am very excited to study English because I like English. I also want to travel around the world, so I have to study English.

SW00 Do you feel confident or unconfident when speaking English in front the other people or when you have to communicate with a native speaker? Can you explain why?

IR02 Sometimes I feel confident, but sometimes I feel unconfident in front the class because of my bad mood. I mean that my feeling influences whether I am confident or unconfident to speak English in front the class or to speak with a native speaker.

Transcript of Interview 3

SW00 What do you feel when studying English? Could you explain it?

IR03 I really like learning English and I am really interested in English because the position of the language in the world.

SW00 Do you feel confident or unconfident when speaking English in front the other people or when you have to communicate with a native speaker? Can you explain why?

IR03 Talking about this, I really have big confidence when speaking English in front of people because I really like speaking English. I think it was really interesting because speaking English can improve our English speaking skill. I am also confident to speak English in front of the people, but sometimes when I meet people that are older than me, such as lecturers, I will be not confident

Page 68: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

60

enough for communicating with them.

Transcript of Interview 4 SW00 What do you feel when

studying English? Could you explain it?

IR04 I enjoy studying English because when I study English, I can get much knowledge about the world.

SW00 Do you feel confident or unconfident when speaking English in front the other people or when you have to communicate with a native speaker? Can you explain why?

IR04 I feel unconfident because I don’t have English speaking ability enough. Furthermore, I think the other people have higher ability of English speaking than me and also they are more confident than me. Those make me nervous.

Transcript of Interview 5 SW00 What do you feel when

studying English? Could you explain it?

IR05 I feel happy when studying English because my friends around me actually support me to study English more in this college. It makes me more confident to study English more.

SW00 Do you feel confident or unconfident when speaking English in front the other people or when you have to communicate with a native speaker? Can you explain why?

IR05 I feel confident because when I get wrong in speaking, the others can correct my speaking and it also can improve my English speaking skill. I also feel confident when communicating with a native speaker because I can learn how English words are pronounced in different dialect with me.

Transcript of Interview 6

SW00 What do you feel when studying English? Could you explain it?

IR06 I really enjoy studying English, when we can use different words in different contexts. By studying English, we can know the correct words for different context, for example the words for education will be different when we use words for social or science. But, for literature subject, sometimes I feel not interested enough in it because I don’t have much imagination for interpreting each literary work.

SW00 Do you feel confident or unconfident when speaking English in front the other people or when you have to communicate with a native speaker? Can you explain why?

IR06 For the first time, I am not confident because I am not a talkative person. Time by time I feel confident to speak English in front of my friends, and then I am also confident to speak with native speakers because they are usually open-minded about culture. They are also very kind to share about themselves to us.

Transcript of Interview 7 SW00 What do you feel when

studying English? Could you explain it?

IR07 I think if I can speak English fluently or when I can teach another person about English, I will feel happy because we can get much knowledge about English language.

SW00 Do you feel confident or unconfident when speaking English in front the other people or when you have to communicate with a native speaker? Can you explain why?

IR07 When I speak English just with my friends, it

Page 69: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

61

doesn’t matter and I feel confident, but I will feel not confident enough when I have to speak the lecturers or native speakers because I think my English is not good enough for speaking with them. I mean when I speak with my friends, I think they will understand what I mean because they are around me and they also have same ability with me.

Transcript of Interview 8 SW00 What do you feel when

studying English? Could you explain it?

IR08 Because English is my favourite lesson, so I like learning English and I like all materials that lecturers give to me. It makes me enjoyable.

SW00 Do you feel confident or unconfident when speaking English in front the other people or when you have to communicate with a native speaker? Can you explain why?

IR08 I feel over confident to speak English in front of the class, and I am also confident to communicate with native speakers because I stay in international dormitory and I have many foreign friends from many foreign countries. So, every day I usually speak English with them.

Transcript of Interview 9 SW00 What do you feel when

studying English? Could you explain it?

IR09 In the first time, I feel worry and very nervous because I don’t have any basic ability of English. Then, time by time I try to learn English, and then I feel enjoyable to study English, even to speak or write something.

SW00 Do you feel confident or unconfident when speaking English in front the other people or when

you have to communicate with a native speaker? Can you explain why?

IR09 Firstly, I feel so nervous just to speak with the others. But, now I am getting confident to speak in front of the class and also to speak with an English native speaker.

Transcript of Interview 10 SW00 What do you feel when

studying English? Could you explain it?

IR10 I enjoy studying English because I am interested in English. That’s why I really enjoy studying the language.

SW00 Do you feel confident or unconfident when speaking English in front the other people or when you have to communicate with a native speaker? Can you explain why?

IR10 Sometimes if I am in front of the class for speaking in English, I feel nervous. But that happens for the first time. Afterward, I feel enjoyable to speak in front of the class, even to speak with a native speaker.

Transcript of Interview 11 SW00 What do you feel when

studying English? Could you explain it?

IR11 Sometimes I enjoy, but sometimes I feel bored because sometimes in the class the lecturer makes me bored with her/ his teaching method because the lecturer influences my feeling in learning English. Furthermore, when the lecturer is friendly with the students, the materials that the lecturer teaches are easy to be learned.

SW00 Do you feel confident or unconfident when speaking English in front the other people or when you have to communicate with a native speaker? Can you explain why?

IR11 Sometimes I feel

Page 70: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

62

unconfident to speak in English with native speakers because I don’t know what they say, and when I speak English in front the class, I also feel nervous for the first time. Then, because my lecturer often asks the students to speak in front of the class and the lecturer is also friendly with the students, so I am getting more confident to speak in English.

Transcript of Interview 12 SW00 What do you feel when

studying English? Could you explain it?

IR12 I want to know about English, so I just say ‘wondering about English’ to express my feeling in studying English, especially when I study grammar in class then I wonder what the next materials will be. It also happens when I study about debate materials in the class. I get more knowledge about English and western culture also.

SW00 Do you feel confident or unconfident when speaking English in front the other people or when you have to communicate with a native speaker? Can you explain why?

IR12 For the first time, I feel not confident enough because of my lack of my knowledge. Then I always study English and prepare all things before the class. Studying it makes me better and makes me more confident to speak in front of the class and communicate with the native speakers.

Transcript of Interview 13 SW00 What do you feel when

studying English? Could you explain it?

IR13 I enjoy studying English especially English grammar because I think English is logical

knowledge. I don’t like Math, but when I study English structure, I can use logical thinking to study it. It’s like playing puzzle and I think studying is like playing games. It is so interesting for me.

SW00 Do you feel confident or unconfident when speaking English in front the other people or when you have to communicate with a native speaker? Can you explain why?

IR13 Honestly I feel less confident to speak in front of the class, but I try to speak in English. I try doing my best in speaking English. I think when we want to be good in speaking, we must be braver. For example, one day my lecturer asked me to interview some tourists then I went to Yogyakarta to find some foreigners. Finally we met some tourists there. Then when we wanted to start interviewing them, almost my friends felt afraid to speak with them. So, I tried to be braver to start interviewing the tourist because when the English interview process was not started, my assignment would not be finished. When I start interviewing the tourists, I was getting confident because they actually accepted what I said and my attendance. Afterwards, my unconfident feeling is getting less.

Transcript of Interview 14 SW00 What do you feel when

studying English? Could you explain it?

IR14 For the first time, I feel enjoyable to learn English in the college, but time by time I am getting difficult to learn English because the materials are difficult.

SW00 Do you feel confident or unconfident when

Page 71: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

63

speaking English in front the other people or when you have to communicate with a native speaker? Can you explain why?

IR14 Actually I feel unconfident enough to speak in front of the class because I am not brave enough to speak and to communicate with the other people, especially with native speakers. Although I am still nervous to speak English, I keep trying to doing my best when speaking English to throw away my unconfident.

Transcript of Interview 15 SW00 What do you feel when

studying English? Could you explain it?

IR15 Firstly, when I study English, I feel mostly enjoyable. On the contrary side, I feel bored to study English. I think my life is like a roller coaster, so when I have good mood, I think studying English is so exciting activity, but when I feel down, I feel bored to study English. I think studying English is not interesting at all, when I feel down in my life.

SW00 Do you feel confident or unconfident when speaking English in front the other people or when you have to communicate with a native speaker? Can you explain why?

IR15 It’s very first time, I was an introvert person and I feel nervous to speak English, then I cannot say anything. Time by time, I try to be braver to speak in front the class and to speak with native speaker. Now, I am getting confident to speak English with all people.

Transcript of Interview 16 SW00 What do you feel when

studying English? Could you explain it?

IR16 I feel enjoyable in

studying English because English is amazing for me and I enjoy the process in studying English. I mean English is different from the other language. So, I enjoy studying English.

SW00 Do you feel confident or unconfident when speaking English in front the other people or when you have to communicate with a native speaker? Can you explain why?

IR16 I am very happy if I can speak with a native speaker because a native speaker is different from us. Actually, my English speaking is not good enough, so I still feel unconfident to speak with them. Besides, I also feel unconfident when speaking English in front the class.

Transcript of Interview 17 SW00 What do you feel when

studying English? Could you explain it?

IR17 I am interested in English. As you and I know, when I was in Junior High School, my English is not good enough, but now my English is getting better. So, now I feel more happy and excited when studying English.

SW00 Do you feel confident or unconfident when speaking English in front the other people or when you have to communicate with a native speaker? Can you explain why?

IR17 I feel confident to speak English in front the class because I can explain everything in English and I also can share what I want to share. Besides, I also feel confident to communicate with a native speaker.

Transcript of Interview 18 SW00 What do you feel when

studying English? Could you explain it?

Page 72: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

64

IR18 I feel happy actually because I can improve my English ability, add knowledge about English, learn something new related to English, and also I can learn more about western culture.

SW00 Do you feel confident or unconfident when speaking English in front the other people or when you have to communicate with a native speaker? Can you explain why?

IR18 I feel unconfident because I think I am lack of grammar and pronunciation. So, I am afraid to make mistakes when speaking English. I am also unconfident to speak in front of the class and also speak with a native speaker.

Transcript of Interview 19 SW00 What do you feel when

studying English? Could you explain it?

IR19 I feel enjoyable when studying English because learning English is important for me. As we know that English is an international language, we can use English to communicate with other people in other countries.

SW00 Do you feel confident or unconfident when speaking English in front the other people or when you have to communicate

with a native speaker? Can you explain why?

IR19 Actually, I feel unconfident when I am communicating with a native speaker because I feel unconfident and nervous. When speaking English in front of the class, I also feel unconfident and nervous.

Transcript of Interview 20 SW00 What do you feel when

studying English? Could you explain it?

IR20 I feel happy because I can learn the other language. Hence, I will try to study English because I like the language.

SW00 Do you feel confident or unconfident when speaking English in front the other people or when you have to communicate with a native speaker? Can you explain why?

IR20 Sometimes I feel confident and sometimes I feel unconfident when speaking English in front of the class. I feel unconfident because I am nervous when I am in front of the class. Then, when communicating with a native speaker, I feel unconfident because my language speaking skill is a little bad and not good enough.

Page 73: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

65

Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads

Together (NHT) Pokok Bahasan Bilangan Pecahan Untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa

Winarti Dwi Febriani

Universitas Perjuangan Tasikmalaya

[email protected]

ABSTRACT The research was based on the low value of the midterm examination results SDN Sukajaya fifth

grade students on the subject of fractions is still below from the expected KKM is 65. Students

still don’t understand about the material multiplication and distribution of various forms of

fractions, because the teachers are still using the conventional method, the lecture method. The

research objective to be achieved is to determine improving student’s learning outcomes with the

application of Cooperative Learning Model Type NHT on the subject of fractions. The method

used was Classroom Action Research Model adapted from Kemmis & Mc. Taggart with three

cycles. The results using NHT on teaching mathematics showed an increase in the learning

process, students become more active and look to working with each group, as well as the

acquisition of students’s learning outcomes in the first learning cycle, the mean average student

reaches 70.428, the second cycle of the average student reaches 76.286, and third cycle students

achieve an average of 79.714 or 94.286% of the students who achieved the KKM. Based on these

results, it can be concluded that the application of Cooperative Learning Model Type NHT can

improve student’s learning outcomes on the subject of fractions.

Keyword : Subject_of_Fractions, Learning_Outcomes, Cooperative_Learning, NHT.

ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi rendahnya nilai hasil ulangan tengah semester siswa SDN

Sukajaya Kelas V pada pokok bahasan bilangan pecahan masih dibawah KKM yang diharapkan

yaitu 65. Siswa masih belum memahami dan belum mengerti tentang materi perkalian dan

pembagian berbagai bentuk bilangan pecahan, karena guru masih menggunakan metode

konvensional, yaitu metode ceramah.Tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah untuk

mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dengan penerapan Model Pembelajaran Kooperatif

Tipe NHT pada pokok bahasan bilangan pecahan. Metode yang digunakan adalah Penelitian

Tindakan Kelas yang diadaptasi dari model Kemmis & MC Taggart dengan tiga siklus. Hasil

penelitian dengan menggunakan NHT pada pembelajaran matematika menunjukkan adanya

peningkatan proses pembelajaran, terlihat siswa menjadi aktif dan dapat bekerja sama dengan

kelompoknya masing-masing, demikian pula perolehan nilai hasil belajar siswa dalam

pembelajaran siklus I rata-rata siswa mencapai 70,428, pada siklus II rata-rata siswa mencapai

76,286, dan siklus III rata-rata siswa mencapai 79,714 atau sebesar 94,286% siswa yang

mencapai nilai KKM. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pokok

bahasan bilangan pecahan.

Kata kunci : Bilangan_Pecahan, Hasil_Belajar, Pembelajaran_Kooperatif, NHT

Page 74: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

66

PENDAHULUAN

Derasnya arus infomasi sudah

tidak memungkinkan lagi bagi guru

untuk beranggapan yang bersumber

pada teori tabula rasa John Lock

dimana siswa adalah kertas kosong

yang putih bersih dan siap

menunggu coretan - coretan

gurunya. Tampaknya, perlu adanya

perubahan paradigma dalam

menelaah proses belajar siswa serta

interaksi antara siswa dan guru (Lie,

2007). Guru dituntut untuk dapat

mengaktifkan siswanya selama

pembelajaran berlangsung.

Pembelajaran matematika dalam

pelaksanaannya belum memenuhi

kualitas pembelajaran yang

diharapkan.Hal ini disebabkan

karena banyak guru yang

mengajarkan kepada siswanya

menggunakan model pembelajaran

tradisional dan menganut paradigma

transfer of knowledge yang

beranggapan siswa merupakan

objek dari belajar.

Berdasarkan observasi yang

telah dilakukan penulis di kelas V

SDN Sukajaya, membuktikan

bahwa mata pelajaran matematika

masih menghadapi berbagai

kendala, diantaranya : Sebagian

besar siswa mendapat nilai dibawah

Kriteria Ketuntasan Maksimal

(KKM) yaitu 65, karena guru hanya

menggunakan metode yang masih

konvensional; Sebagian besar siswa

tidak bisa menjawab soal operasi

bilangan pecahan karena siswa

masih bingung membedakan operasi

penjumlahan bilangan pecahan

dengan operasi perkalian bilangan

pecahan. Hal ini disebabkan karena

siswa tidak memperhatikan guru

dan penjelasan guru yang kurang

dimengerti siswa; dan Guru tidak

memakai metode dan pendekatan

yang bisa membuat siswa lebih

termotivasi dalam mengikuti mata

pelajaran matematika.

Dalam melaksanakan proses

belajar mengajar matematika

diperlukan langkah-langkah

sistematis untuk mencapai tujuan

yang telah ditentukan. Hal yang

harus dilakukan dengan

menggunakan metode yang cocok

dengan kondisi siswa, agar siswa

dapat berpikir kritis, logis, dan

dapat memecahkan masalah dengan

sikap terbuka, kreatif, dan inovatif,

sehingga hasil belajar dapat

meningkat.Dalam pembelajaran

dikenal berbagai model

Page 75: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

67

pembelajaran salah satunya adalah

model pembelajaran kooperatif

(cooperative learning). Menurut

Nur dalam (Isjoni, 2010, hlm. 27),

‘Pembelajaran kooperatif adalah

model pembelajaran yang

mengelompokkan siswa untuk

tujuan menciptakan pendekatan

pembelajaran yang berhasil

mengintegrasikan keterampilan

sosial yang bermuatan akademik’.

Untuk menghadapi tantangan global

di abad modern ini, individu harus

memiliki sikap kooperatif dan sikap

kompetitif. Dengan pembelajaran

kooperatif ini siswa diajarkan untuk

memiliki sikap berkooperatif atau

bekerjasama dan bersama-sama

mengembangkan skill sosial serta

berempati terhadap orang lain.

Salah satu tipe dari model

pembelajaran kooperatif adalah

Numbered Heads Together

(NHT).Menurut Suprijono (2009)

“NHT adalah suatu metode belajar

dimana setiap siswa diberi nomor

kemudian dibuat suatu kelompok

kemudian secara acak guru

memanggil nomor dari siswa”.

Numbered Heads Together (NHT)

pada dasarnya merupakan sebuah

varian diskusi kelompok. Ciri

khasnya adalah guru menunjuk

seorang siswa yang sudah diberi

nomor tugas, tanpa memberi tahu

terlebih dahulu siapa yang akan

mewakili kelompok itu. Cara ini

dapat membuat keterlibatan total

semua siswa, cara ini juga

merupakan upaya yang sangat baik

untuk meningkatkan karakter

bertanggung jawab individual siswa

dalam diskusi kelompok. Dengan

demikian model pembelajaran

kooperatif tipe NHT diharapkan

mampu menarik minat dan motivasi

belajar siswa serta dapat mengolah

pola interaksi siswa di dalam suatu

kelompok tertentu sehingga dapat

meningkatkan hasil belajar siswa.

Oleh karena itu penulis melakukan

penelitian dengan judul : Penerapan

Model Pembelajaran Kooperatif

Tipe Numbered Heads Together

(NHT) Pokok Bahasan Bilangan

Pecahan Untuk Meningkatkan Hasil

Belajar Siswa.

Berdasarkan latar belakang

masalah diatas, rumusan masalah

yang akan diteliti dalam penelitian

ini, yaitu : 1. Bagaimanakah

perencanaan pembelajaran

matematika dengan menggunakan

Model Pembelajaran Kooperatif tipe

Page 76: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

68

Numbered Heads Together (NHT)

pada materi bilangan pecahan untuk

meningkatkan hasil belajar siswa

kelas V di SDN Sukajaya ?; 2.

Bagaimanakah pelaksanaan Model

Pembelajaran Kooperatif tipe

Numbered Heads Together (NHT)

dalam membelajarkan materi

bilangan pecahan untuk

meningkatkan hasil belajar siswa

kelas V di SDN Sukajaya ? ; 3.

Bagaimanakah peningkatan hasil

belajar siswa kelas V di SDN

Sukajaya dengan menggunakan

Model Pembelajaran Kooperatif

Tipe Numbered Heads Together

(NHT) pada materi bilangan

pecahan ?

Tujuan khusus yang ingin

dicapai dalam penelitian ini adalah

untuk mengetahui perencanaan

pembelajaran matematika pokok

bahasan bilangan pecahan,

pelaksanaan dalam membelajarkan

materi bilangan pecahan, dan

mengetahui peningkatan hasil

belajar siswa kelas 5 SDN Sukajaya

dalam pembelajaran matematika

materi bilangan pecahan

menggunakan Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe Numbered Heads

Together (NHT).

LANDASAN TEORI

Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Slavin dalam

(Isjoni, 2010, hlm. 15), ‘Model

Pembelajaran Kooperatif adalah

suatu model pembelajaran dimana

siswa belajar dan bekerja dalam

kelompok-kelompok kecil secara

kolaboratif yang anggotanya 4-6

orang dengan struktur

heterogen’.Selanjutnya, Stahl

dalam (Isjoni, 2010, hlm. 15)

menyatakan bahwa Model

Pembelajaran Kooperatif dapat

meningkatkan belajar siswa lebih

baik dan meningkatkan sikap

tolong-menolong dalam perilaku

sosial. Maka, disimpulkan bahwa

Pembelajaran Kooperatif adalah

model atau strategi belajar

mengajar yang mengelompokkan

siswa menjadi kelompok-kelompok

kecil beranggotakan 4-6 orang

dengan karakteristik siswa yang

heterogen.(Berdasarkan

kemampuan siswa dilihat dari nilai

ulangan, jenis kelamin, suku, ras)

sehingga mampu meningkatkan

belajar dan juga perilaku sosial

siswa.

Page 77: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

69

Numbered Heads Together (NHT)

Kagan dalam (Joyce, Weil,

dan Calhoun, 2009, hlm. 306) telah

mengembangkan beberapa prosedur

dalam mengajari siswa bekerjasama

demi satu tujuan dan untuk

memastikan bahwa semua siswa

sama-sama berpartisipasi aktif

dalam tugas kelompok, yang disebut

nomor kepala (numbered heads).

Senada dengan pendapat yang

mengatakan bahwa, “NHT

merupakan suatu pendekatan yang

dikembangkan oleh Spencer Kagan

(1993) untuk melibatkan banyak

siswa dalam memperoleh materi

yang tercakup dalam suatu pelajaran

dan mengecek pemahaman mereka

terhadap isi pelajaran, ( Ibrahim,

dkk, 2000, hlm. 28).”

Numbered Heads Together

(NHT) ini merupakan salah satu tipe

pembelajaran kooperatif.Yang cara

kerjanya menggunakan sistem

kelompok. Namun, walaupun

menggunakan sistem

pengelompokan, bukan berarti

usaha individu tidak diperlukan.

Seperti menurut Joyce, Weil, dan

Calhoun (2009, hlm. 306),

Misalnya, guru membagi

kelas menjadi beberapa

kelompok yang

beranggotakan tiga orang.

Masing-masing anggota

dalam kelompok memiliki

nomor dari satu hingga

tiga.Lalu guru memberi

tugas.Semua anggota

bertanggung jawab dan

menguasai tugas. Guru

memanggil satu nomor,

misalnya “dua” maka satu

orang yang memiliki nomor

dua dari masing-masing

kelompok mengangkat

tangannya dan menjadi juru

bicara untuk kelompok. Yang

lain harus mendengar dan

memperhatikan jawaban dari

siswa yang

mempresentasikan hasil

kelompoknya, mencocokkan

dengan jawaban kelompok

masing-masing. Ada berapa

kelompok yang setuju ?ada

berapa kelompok yang tidak

?. Prosedurnya kemudian

diatur sedemikian rupa agar

setiap anggota dalam

kelompok menjadi juru bicara

Page 78: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

70

dan aktif dalam

pembelajaran.

Jadi, dalam NHT ini ada

beberapa keunggulan, diantaranya

setiap siswa dalam kelompok harus

siap dengan tugas mereka masing-

masing dan NHT ini membuat

semua siswa aktif, tidak ada siswa

yang hanya menjadi “penumpang”

dalam kegiatan kelompok. Siswa

yang pandai mengajari siswa yang

kurang pandai. Mampu

memperdalam pemahaman siswa

terhadap materi.Menyenangkan

siswa dan memberikan motivasi

dalam belajar. NHT ini juga dapat

melatih karakter bertanggung jawab

siswa, seperti siswa harus

bertanggung jawab atas tugasnya

masing-masing, sikap percaya diri

siswa agar mampu

menggungkapkan pendapat,

kerjasama yaitu saling menghargai

dan berbagi pendapat sesama

teman.Adapun kelemahan NHT

yaitu memerlukan waktu yang lama,

kelas cenderung ramai jika guru

tidak mampu mengkondisikan

kelas, dan kemungkinan nomor

yang dipanggil, dipanggil lagi oleh

guru.

Menurut Suprijono (2009)

“NHT adalah suatu metode belajar

dimana setiap siswa diberi nomor

kemudian dibuat suatu kelompok

kemudian secara acak guru

memanggil nomor dari siswa”.

NHT ini merupakan salah satu

metode belajar dari Model

Pembelajaran Kooperatif dengan

memberi nomor pada tiap siswa

dalam kelompok untuk melatih

siswa lebih aktif, cermat, dan

produktif dalam pembelajaran serta

menekankan interaksi siswa dengan

siswa lainnya dalam suatu

kelompok. Dari dua pendapat

diatas, dapat disimpulkan bahwa

langkah-langkah NHT, yaitu :

1. Melaksanakan proses

pembelajaran matematika di

kelas V dengan menggunakan

Model Pembelajaran Kooperatif

tipe NHT.

2. Menjelaskan materi dalam

siklus.

3. Mengelompokkan siswa secara

heterogen terdiri dari 5 orang

siswa. dan guru memberikan

penomoran 1-5 setiap siswa

dalam kelompok.

4. Setiap kelompok diberi LKS

siklus dan melakukan diskusi.

Page 79: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

71

Setiap siswa dalam kelompok

harus mengetahui dan

memahami jawaban dari seluruh

soal LKS.

5. Guru menunjuk secara acak

salah satu nomor yang sama dari

tiap-tiap kelompok untuk

mengemukakan jawabannya.

6. Hal ini dilakukan hingga semua

siswa mendapat kesempatan

untuk mengemukakan

jawabannya.

7. Guru memberi penghargaan

pada kelompok yang mendapat

skor tertinggi.

8. Siswa secara individu diberi

lembar soal tes siklus.

Pembelajaran Matematika di

Sekolah Dasar

Pembelajaran matematika

adalah upaya yang dilakukan guru

dalam menyajikan bahan ajar

matematika dengan menciptakan

situasi belajar yang tepat dan terarah

dengan menyesuaikannya pada

tahap perkembangan belajar siswa

sehingga memungkinkan siswa

untuk mampu menggunakan

penalarannya dan memperoleh hasil

belajar yang optimal.Mempelajari

matematika tidak terlepas dengan

bilangan.Salah satu bagian dari

klasifikasi bilangan adalah bilangan

pecahan. Bilangan Pecahan adalah

bilangan yang dapat dinyatakan

sebagai 𝑎

𝑏, dimana 𝑎 dan 𝑏 bilangan

bulat, 𝑏 ≠ 0, 𝑏 ≠ 1, 𝑎 ≠ 0, dan

FPB (𝑎, 𝑏) = 1.

1. Perkalian bilangan pecahan

Dalam perkalian bilangan

pecahan, pembilang dikali

pembilang ; penyebut dikalikan

penyebut.

a. Perkalian bilangan pecahan

dengan bilangan bulat :

Rumus :𝑎

𝑐 × 𝑏 =

𝑎 × 𝑏

𝑐 ; 𝑐 ≠

0

Contoh :5

6 × 4 =

5

6 ×

4

1=

5 × 4

6=

20

6

b. Perkalian bilangan pecahan

dengan bilangan pecahan :

Rumus :𝑎

𝑐 ×

𝑏

𝑑 =

𝑎 × 𝑏

𝑐 × 𝑑 ; 𝑐 𝑑𝑎𝑛 𝑑 ≠ 0

Contoh :5

6 ×

4

5 =

5 × 4

6 × 5=

20

30

c. Perkalian bilangan pecahan

dengan bilangan pecahan

campuran :

Contoh :23

5 ×

2

3 =

(5 ×2)+ 4

5 ×

2

3=

13

5 ×

2

3=

13 × 2

5 × 3= 2

6

16

2. Pembagian bilangan pecahan

a. Pembagian bilangan cacah

dengan bilangan pecahan

Contoh :3 ∶ 2

5 =

3

12

5

× 5

25

2

=

15

210

10

= 15

2

1=

15

2= 7

1

5

b. Pembagian bilangan pecahan

dengan bilangan pecahan

Page 80: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

72

Contoh :3

4∶

2

5 =

3

42

5

× 5

25

2

=

15

810

10

= 15

8

1=

15

8= 1

7

8

c. Pembagian bilangan pecahan

dengan bilangan pecahan

campuran:

Contoh :33

4∶

2

5 =

(4 ×3)+ 3

4∶

2

5=

15

4∶

2

5=

15

42

5

× 5

25

2

= 75

810

10

=

75

8

1=

75

8= 9

3

8

Bilangan pecahan campuran

harus dibuat dulu menjadi

pecahan biasa (Prabawanto,

2008).

Hasil Belajar Siswa

Menurut Dimyati dan

Mujiono ( 2006),

“Hasil belajar merupakan

hal yang dapat dipandang

dari dua sisi, yaitu guru dan

siswa.Dari siswa hasil

belajar merupakan tingkat

perkembangan mental yang

lebih baik bila

dibandingkan pada saat

sebelum belajar.Sedangkan

dari sisi guru, hasil belajar

merupakan saat

terselesaikannya bahan

pelajaran”.

Hasil belajar siswa adalah

tingkat perkembangan pengetahuan

dan wawasan siswa yang diperoleh

dari pengalaman dan penguasaan

bahan pelajaran yang telah

dipelajari sehingga terjadi

perubahan tingkah laku pada diri

siswa.Faktor-faktor yang

mempengaruhi hasil belajar

menurut Nasution dalam (Djamarah,

dkk, 2002) adalah faktor internal,

meliputi : faktor fisiologis dan

faktor psikologis, sedangkan faktor

internal, meliputi : faktor

lingkungan, sarana dan fasilitas,

serta guru. Bloom dalam (Sudjana,

2005) membagi jenis-jenis hasil

belajar ke dalam tiga ranah, yaitu :

1. Ranah kognitif, meliputi :

pengetahuan, pemahaman, aplikasi,

analisis, sintesis, dan evaluasi; 2.

Ranah afektif, meliputi :

penerimaan, jawaban atau reaksi,

penilaian atau penentuan sikap,

oraganisasi, dan internalisasi nilai;

dan 3. Ranah Psikomotor, meliputi :

Gerakan refleks (keterampilan pada

gerakan yang tidak sadar),

keterampilan pada gerakan-gerakan

dasar, kemampuan perseptual,

termasuk di dalamnya membedakan

visual, membedakan auditif,

motoris, dan lain-lain, kemampuan

di bidang fisik, misalnya kekuatan,

keharmonisan, dan ketepatan,

Page 81: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

73

gerakan keterampilan kompleks,

dan gerakan interpretatif.

METODOLOGI

Metode yang digunakan

adalah Penelitian Tindakan Kelas

(PTK).Menurut Mc. Kniff dalam

(Kusumah dan Dedi, 2010, hlm. 8)

‘PTK adalah sebagai bentuk

penelitian reflektif yang dilakukan

oleh guru yang hasilnya dapat

dimanfaatkan sebagai alat untuk

mengembangkan keahlian

mengajar’. Adapun model

penelitian PTK yang digunakan

adalah model PTK menurut

Kemmis & Mc. Taggart dengan

tiga siklus dilaksanakan pada 35

siswa kelas V di SDN Sukajaya,

Kecamatan Lembang, Kabupaten

Bandung Barat.

Model PTK Kemmis & Mc

Taggart ini mempunyai empat

komponen, yaitu tahap

perencanaan, tahap pelaksanaan

tindakan, tahap pengamatan, dan

tahap refleksi. Menurut Kusumah

dan Dedi ( 2010, hlm. 20) model

PTK ini merupakan pengembangan

dari model penelitian tindakan Kurt

Lewin. Namun, dalam model

Kemmis & Mc. Taggart, komponen

tindakan dan observasi dijadikan

sebagai satu kesatuan, dikarenakan

penerapan kedua komponen

tersebut harus dilakukan dalam satu

waktu atau dilakukan secara

bersamaan, tidak boleh terpisahkan.

Instrumen pengumpul data

yang digunakan adalah soal tes

evaluasi tiap siklus, hasil kegiatan

guru dan siswa, serta angket

pendapat siswa.Data kuantitatif

yang diperoleh dari soal tes

evaluasi siklus, diolah dengan

perhitungan sebagai berikut.

1. Penskoran

Tiap butir soal yang digunakan

dalam instrumen tes evaluasi,

Lembar Soal Tes Siklus, berbobot

20. Adapun rubrik skor yang

digunakan, yaitu :Skor 20 (Jawaban

benar, cara penyelesaian benar), 15

(Jawaban salah, cara penyelesaian

benar), 10 (Jawaban benar, cara

penyelesaian salah), 5 (Jawaban

benar, tidak ada cara

penyelesaian.Jawaban salah, cara

penyelesaian salah), dan 0 (Tidak

ada jawaban dan cara

penyelesaian).

2. Menghitung nilai rata-rata kelas

dengan rumus:

X = ∑ 𝑁

𝑛

Page 82: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

74

Keterangan:∑N = total nilai yang

diperoleh siswa; n = jumlah siswa;

dan X = nilai rata-rata kelas

3. Penentuan presentase tingkat

keberhasilan belajar siswa

berdasarkan skor yang

diperoleh, dicari dengan

menggunakan rumus :

Presentase kemampuan siswa =

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑥 100%

4. Penentuan Daya Serap Klasikal

(DSK) siswa dicari dengan

menggunakan rumus :

DSK= 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑎𝑠𝑎𝑎𝑛 ≥65

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎𝑥 100%

5. Data hasil tes siklus I, siklus II,

dan siklus III, ditentukan

besarnya gain (peningkatan)

dengan perhitungan sebagai

berikut :

Gain (g) =

( 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑠 𝑠𝑖𝑘𝑙𝑢𝑠 𝑘𝑒−𝑖+1 ) − ( 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑠 𝑠𝑖𝑘𝑙𝑢𝑠 𝑘𝑒−𝑖 )

( 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 )–( 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑠𝑖𝑘𝑙𝑢𝑠 𝑘𝑒−𝑖 )

Kriteria menurut Hake R. R., nilai

(g) 0,71 – 1,00 interpretasi

efektivitasnya tinggi, nilai (g) 0,31

– 0,70 interpretasi efektivitasnya

sedang, nilai (g) 0,00 – 0,30

interpretasi efektivitasnya rendah.

Data kualitatif diperoleh dari

instrument aktivitas siswa dan

angket pendapat siswa.Adapun

perhitungan data sebagai berikut.

Angket.Kategori jawaban

siswa pada angket, yaitu Kategori

Jawaban SS (Sangat Setuju) skor

pernyataan positifnya 4, S (Setuju)

skor pernyataan positifnya 3, KS

(Kurang Setuju) skor pernyataan

positifnya 2, dan TS ( Tidak Setuju)

skor pernyataan positifnya 1.

Setelah data hasil angket

dianalisis dengan cara menghitung

presentase siswa yang menjawab

untuk setiap pertanyaan angket.

Klasifikasi interpretasi

perhitungan presentase adalah besar

presentase 0% (tidak seorangpun), 1

– 25% (sebagian kecil), 26 – 49%

(kurang dari setengahnya), 50 %

(setengahnya), 51 – 75 % (lebih dari

setengahnya), 76 – 99 % (lebih dari

setengahnya), dan 100 %

(seluruhnya).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian dari tiga

siklus adalah sebagai berikut.

1. Peningkatan Hasil Belajar Siswa

Berikut adalah hasil belajar

siswa dari siklus I hingga siklus III :

Page 83: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

75

Tabel 1. Peningkatan Hasil Belajar

Siswa Siklus I – Siklus III

S Jumlah Rata-

rata

Lulus

KKM

Belum

Lulus

KKM

I 2465 70,428 20

(57,143

%)

15

(42,857

%)

II 2665 76,142 26

(74,286

%)

9

(25,714

%)

III 2790 79,714 33

(94,286

%)

2

(5,714

%)

Grafik 1. Rata-rata Hasil Belajar

Siswa

Grafik 2. Presentase Berdasarkan

Lulus KKM

Berdasarkan data diatas, adanya

peningkatan rata-rata hasil belajar

dan peningkatan siswa yang lulus

KKM dari siklus I hingga siklus III,

maka disimpulkan bahwa hasil

belajar siswa meningkat.

Untuk mengetahui kategori

peningkatan skor hasil belajar

siswa, maka peneliti menggunakan

gain.g1 yaitu peningkatan skor hasil

belajar siswa dari siklus I ke siklus

II dengan indeks gainnya yang

dilambangkan <g1> dan g2yaitu

peningkatan skor hasil belajar siswa

dari siklus II ke siklus III dengan

indeks gainnya yang dilambangkan

<g2>. Adapun Perbedaan

Peningkatan Gain Ternormalisasi,

yang ditunjukkan oleh grafik

berikut.

Grafik 3. Perbedaan Peningkatan

Gain Ternormalisasi

Berdasarkan tabel dan grafik diatas

menunjukkan bahwa pada <g1> dan

<g2> siswa mengalami peningkatan

hasil belajar kategori rendah.

0

0.2

<g1> <g2>

0.18

0.05

Perbedaan Peningkatan Gain Ternormalisasi

0.0010.0020.0030.0040.0050.0060.0070.0080.0090.00

100.00

S. I S. II S. III

70.4276.14 79.71

Rata-Rata Hasil Belajar Siswa

Rata-RataHasil BelajarSiswa

0.00%10.00%20.00%30.00%40.00%50.00%60.00%70.00%80.00%90.00%

100.00%

S. I

S. II

S. II

I

57.14

%

74.29

%94.29

%

PresentaseSiswa yangLulus KKM

PresentaseSiswa yangBelum LulusKKM

Page 84: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

76

2. Hasil Observasi Aktivitas Siswa

Hasil observasi aktivitas siswa dari

siklus I sampai dengan siklus III

secara keseluruhan mengalami

peningkatan. Aktivitas siswa dalam

keaktifan menjawab pertanyaan

guru, bertanya kepada guru,

kerjasama dalam berdiskusi

kelompok, disiplin dalam proses

pembelajaran, tanggung jawab

terhadap tugas-tugas yang

diberikan, dan juga perhatian

terhadap penjelasan guru dan

teman-teman lainnya, dikatakan

baik.

3. Hasil Angket Pendapat Siswa

Angket pendapat siswa diberikan

setelah tiga siklus diterapkan.

Angket yang digunakan adalah

angket dengan pilihan jawaban,

yaitu SS = Sangat Setuju, S =

Setuju, KS = Kurang Setuju, dan

TS = Tidak Setuju. Berikut grafik

presentase hasil angket pendapat

siswa :

Grafik 4. Rata-rata Hasil Angket

Pendapat Siswa

Dari data diatas disimpulkan

bahwa sebagian besar respon positif

dari siswa terhadap pembelajaran

yang sudah dilaksanakan selama

tiga siklus dan sebagian kecil respon

negatif dari siswa terhadap

pembelajaran yang sudah

dilaksanakan.

Pembahasan hasil Penelitian

ini akan diuraikan berdasarkan dari

setiap siklus tindakan yang

dilakukan sebagai berikut.

Dari siklus I sampai dengan

siklus III, langkah-langkah kegiatan

awal, kegiatan inti, dan kegiatan

akhir pembelajaran dalam Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

sama karena mengacu pada

langkah-langkah NHT yaitu

pemberian nomor pada masing-

masing anggota kelompok,

pemberian masalah, memanggil

nomor secara acak untuk menjawab

permasalahan, dan memberi

penghargaan kelompok. Pada

kegiatan awal guru menciptakan

lingkungan belajar dengan

mengucap salam, berdoa bersama,

dan mengecek kehadiran siswa.

Pada awal pembelajaran suasana

0.0%10.0%20.0%30.0%40.0%50.0%60.0%70.0%80.0%90.0%

100.0%

SS S KS TS

24.2%

54.4%

17.4%

4.0%

Rata-rata Hasil Angket Pendapat Siswa

Rata-rataHasilAngketPendapatSiswa

Page 85: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

77

kelas kondusif. Lalu, guru

menyampaikan materi yang akan

dipelajari. Kemudian, guru

menempelkan media pembelajaran

dari karton yang berisi kertas HVS

dan plastik jilid (plastik transparan).

Guru memberikan pertanyaan awal

untuk membangun pengetahuan

siswa. Pada Siklus I, mengenai

perkalian bilangan pecahan, “

Bagaimana cara penyelesaian 1

2 ×

1

3

dan berapa hasilnya?”. Lalu, guru

memberikan soal “Berapa hasil

1

2 ×

3

5 dan gambarkan!”. Pada siklus

II, mengenai pembagian bilangan

pecahan, “ Bagaimana cara

penyelesaian 1 ∶ 1

4 dan berapa

hasilnya?”. Lalu, guru memberikan

soal “Berapa hasil 1

2∶

1

3 dan

gambarkan!”. Pada siklus III,

mengenai pembagian bilangan

pecahan dalam soal cerita, “

Sepotong bambu panjangnya 1

meter. Bambu itu dipotong masing-

masing panjangnya 1

4, berapa

potongan bambu yang diperoleh?”.

Hal ini dilakukan untuk mengetahui

siswa mengerti materi yang

dijelaskan guru atau tidak.Jawaban

siswa beragam sehingga guru

menjelaskan penyelesaian soal

tersebut. Media plastik transparan

digunakan untuk membuktikan

jawaban hasil perkalian dan

pembagian melalui

gambar.Pelaksanaan kegiatan inti,

siswa yang berjumlah 35 orang

dibagi ke dalam tujuh

kelompok.Setiap kelompok

berjumlah 5 orang dan diberi

penomoran 1-5 oleh guru, setiap

orang dalam kelompok mendapat

nomor yang berbeda.Hal ini

disesuaikan dengan langkah

penomoran dalam NHT. Langkah

selanjutnya yaitu pemberian

masalah, disini guru memberi LKS

kelompok dan membimbing siswa

dalam diskusi kelompok, dengan

cara berkeliling ke setiap kelompok

sambil memperhatikan keaktifan

siswa dalam setiap kelompok.

Setelah diskusi selesai, guru

memanggil salah satu nomor secara

acak dari setiap siswa dari tiap

kelompok yang bernomor sama

mengangkat tangan dan menyiapkan

jawaban salah satu soal dari LKS,

kemudian guru menunjuk satu-satu

untuk menyebutkan jawaban.

Berulang hingga semua nomor

siswa terpanggil oleh

guru.Kelompok yang menjawab

Page 86: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

78

benar mendapat pujian dan

penghargaan tempelan bintang yang

ditempel pada papan skor

kelompok.Pada kegiatan akhir, guru

membahas hasil diskusi kelas dan

bertanya jawab mengenai materi

yang sudah dipelajari.Selanjutnya,

guru memberi soal tes akhir siklus

kepada masing-masing siswa untuk

mengukur hasil belajar siswa pada

ranah kognitif.

Siklus I. Pada siklus I ini

materi yang disampaikan adalah

operasi perkalian berbagai bentuk

bilangan pecahan.Berdasarkan

pengalaman langsung mengajar dan

hasil observasi dari observer,

pelaksanaan pembelajaran berjalan

dengan cukup baik, walaupun

pembagian kelompok kurang tertib,

masih adanya siswa yang kurang

aktif dan tidak memperhatikan guru.

Adapun hasil belajar siklus I didapat

dari skor soal tes siklus adalah rata-

rata hasil belajar Siklus I sebesar

70,428 dengan Daya Serap Klasikal

(DSK) sebesar 57,14%. Dari 35

siswa, Lebih dari setengahnya (20

siswa) lulus KKM dan 15 siswa

masih belum lulus KKM.

Siklus II. Pada siklus II ini

materi yang disampaikan adalah

operasi pembagian berbagai bentuk

bilangan pecahan.Berdasarkan

pengalaman langsung mengajar dan

hasil observasi dari observer,

pelaksanaan pembelajaran siklus II

ini diawal pembelajaran suasana

kelas kurang terkendali.sehingga

guru memfokuskan siswa dengan

permainan “tepuk satu”. Pembagian

kelompok dan proses diskusi

berjalan kondusif, siswa sudah

mulai terbiasa berdiskusi dengan

teman kelompoknya. Sebagian besar

siswa sudah aktif dalam mengikuti

proses pembelajaran. Adapun hasil

belajar siswa pada siklus II ini

adalah rata-rata siklus II sebesar

76,142 meningkat dari rata-rata

siklus I dengan DSK sebesar

74,29%, siswa yang lulus KKM

sebanyak 26 siswa dan yang belum

lulus KKM sebanyak sembilan

orang.

Siklus III. Pada siklus III ini

materi yang disampaikan adalah

penerapan operasi perkalian dan

pembagian berbagai bentuk

bilangan pecahan dalam pemecahan

masalah. Berdasarkan pengalaman

langsung mengajar dan hasil

observasi dari observer, pelaksanaan

pembelajaran siklus III ini guru

Page 87: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

79

memberikan penjelasan materi

secara perlahan dan setiap langkah

menanyakan siswa sudah mengerti

atau belum, dan apabila ada siswa

yang belum mengerti, guru bertanya

pada bagian apa yang belum

dimengerti siswa, sehingga guru

menjelaskan kembali hingga siswa

mengerti. Secara keseluruhan,

pembelajaran berjalan dengan baik.

Adapun hasil belajar siswa pada

siklus III ini adalah rata-rata siklus

III sebesar 76,142 meningkat dari

rata-rata siklus II dengan DSK

sebesar 94,29%, siswa yang lulus

KKM sebanyak 33 siswa dan yang

belum lulus KKM sebanyak dua

siswa.

SIMPULAN DAN

REKOMENDASI

Berdasarkan hasil

pembahasan penelitian yang

dilakukan, simpulannya sebagai

berikut :

Dalam perencanaan

pembelajaran matematika pada

siklus I sampai dengan siklus III

menerapkan langkah-langkah

pembelajaran Numbered Heads

Together (NHT) seperti

:penomoran, pemberian masalah,

pemanggilan nomor untuk

menjawab permasalahan, dan

memberi penghargaan kelompok.

Semuanya dapat diterapkan dalam

pelaksanaan tindakan dengan baik.

Dalam pelaksanaan

pembelajaran matematika pada

pokok bahasan bilangan pecahan

dapat dilihat dari pembelajaran

siklus I sampai dengan siklus III

dengan menggunakan penerapan

NHT, kondisi kelas berjalan

kondusif dan siswa sudah mulai

terbiasa berdiskusi dan berrtukar

pikiran dengan teman-temannya, hal

ini menunjukkan bahwa

penggunaan NHT ini membawa

siswa ke dalam situasi belajar yang

menyenangkan bekerja dengan

kelompoknya sehingga dapat

meningkatkan hasil belajar siswa.

Pembelajaran matematika

dengan menerapkan Model

Pembelajaran Kooperatif tipe

Numbered Heads Together (NHT)

dapat meningkatkan hasil belajar

siswa pada pokok bahasan bilangan

pecahan. Siswa dapat memahami

dan mengerti materi operasi

perkalian dan pembagian berbagai

bentuk bilangan pecahan, hal ini

terbukti dari rata-rata siswa pada

Page 88: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

80

siklus I yaitu sebesar 70,42 atau

57,143% siswa yang mencapai

KKM, pada siklus II sebesar 76,28

atau 74,286% siswa yang mencapai

KKM, dan rata-rata pada siklus III

sebesar 79,71 atau sebanyak

94,286% siswa yang mencapai nilai

KKM.

Berdasarkan simpulan diatas,

maka penulis mengajukan

rekomendasi sebagai berikut : Bagi

siswa disarankan untuk lebih aktif

di dalam proses pembelajaran dan

juga diskusi kelompok agar

kreatifitas dan hasil belajar dapat

ditingkatkan. Kepada Guru sekolah

dasar direkomendasikan untuk

mencoba menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe

Numbered Heads Together (NHT)

pada materi lainnya dalam

pembelajaran matematika maupun

pada mata pelajaran lainnya, karena

dengan NHT ini membuat siswa

terbiasa dalam berdiskusi dan

bertukar pikiran, semua siswa

menjadi siap menjawab pertanyaan,

dan siswa secara individu dapat

mengerti materi yang diajarkan.

Bagi peneliti selanjutnya, Perlu

dilakukan penelitian lebih lanjut

tentang penggunaan model

pembelajaran kooperatif tipe

Numbered Heads Together (NHT)

dalam pembelajaran matematika

dengan mengambil subjek dan

pokok bahasan lainnya pada

pembelajaran matematika untuk

meningkatkan hasil belajar siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Djamarah, S. B., dkk. 2002. Strategi

Belajar Mengajar. Jakarta: PT

RINEKA CIPTA.

Dimyati dan Mudjiono. 2006.

Belajar Dan Pembelajaran.

Jakarta: PT RINEKA CIPTA.

Ibrahim, M., dkk. 2000.

Pembelajaran Kooperatif.

Surabaya: University Press.

Isjoni. 2010. Pembelajaran

Kooperatif. Surabaya:

University Press

Joyce, B., Weil, M., & Calhoun, E.

2009.Models of Teaching

(Edisi Bahasa Indonesia).

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kusumah, W. dan Dedi D. 2010.

Mengenal Penelitian

Tindakan Kelas. Jakarta: PT

Indeks.

Lie, Anita. 2007. COOPERATIVE

LEARNING Mempraktekkan

Cooperative Learning Di

Ruang-ruang Kelas. Jakarta:

PT. Grasindo.

Prabawanto, S. 2008. Operasi pada

Bilangan Pecahan.[Online].

Diakses dari

http://file.upi.edu/browse.php

?dir=Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._MATEMATIKA/19

Page 90: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

82

PENGGUNAAN METODE ROLE-PLAY DALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN BERBICARA

Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA Laboratorium UPI

Wida Mulyanti Universitas Perjuangan Tasikmalaya

[email protected]

ABSTRACT

One of the problems commonly found in teaching speaking to EFL learners is that students are

often reluctant to speak. One method that can be used is role-play since it provides workplace

based oral presentations. This study aims to find out whether or not the use of role-play can

develop students’ speaking skill. The study is entitled “The Use of Role-Play in Developing

Students’ Speaking Skill”. The study uses pre-experimental design. Population of the study were 6

classes, consists of 170 students. The sample taken was 30 participants. The data were obtained

through a pre-test and a post-test. The data were then analyzed statistically using dependent t-test

procedures. The statistical computation showed that the coefficient is 13,420. It means that there is

a significance increase after the role play is used to teach speaking.

Keywords: role-play method, speaking skill

ABSTRAK

Salah satu masalah yang sering ditemukan dalam pengajaran berbicara kepada peserta didik

EFL adalah bahwa siswa sering enggan untuk berbicara. Salah satu metode yang bisa digunakan

adalah role play karena memberikan presentasi oral berbasis tempat kerja. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui apakah penggunaan role-play dapat mengembangkan keterampilan

berbicara siswa. Penelitian ini menggunakan desain pre-eksperimental. Populasi penelitian adalah

6 kelas, terdiri dari 170 siswa. Sampel yang diambil adalah 30 peserta. Data diperoleh melalui pre-

test dan post-test. Data kemudian dianalisis secara statistik dengan menggunakan prosedur uji t-

dependent. Perhitungan statistik menunjukkan bahwa koefisiennya adalah 13.420. Artinya ada

kenaikan signifikan setelah bermain peran (role play) digunakan untuk mengajar keterampilan

berbicara.

Kata kunci: metode role-play, keterampilan berbicara

1. Kata Pengantar

1.1 Konteks

Dalam beberapa tahun

terakhir, penekanan pengajaran

bahasa Inggris di kelas EFL tidak

hanya pada kompetensi bahasa

peserta didik tetapi juga pada

pengembangan kemampuan

komunikatif mereka. Sebaliknya,

percakapan bahasa Inggris menjadi

prioritas dalam pengajaran bahasa

Inggris. Hal ini

dapat dibuktikan dengan banyaknya

sekolah yang memilih mata pelajaran

Percakapan Bahasa Inggris yaitu

English Conversation (EC) untuk

ditambahkan sebagai subjek konten

lokal mereka. Ini berarti bahwa EC

dianggap sebagai subjek yang sesuai

dengan kebutuhan siswa. EC fokus

Page 91: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

83

pada pengajaran keterampilan

berbicara kepada siswa untuk

meningkatkan kemampuan berbicara

mereka agar mereka siap

menghadapi komunikasi bahasa

Inggris dalam kehidupan nyata.

Tidak mudah untuk mengajar

EC, karena banyak siswa Indonesia

yang cenderung malu dan takut

untuk berbicara di depan banyak

orang. Harmer (2007: 345)

menyatakan bahwa mayoritas siswa

enggan berbicara karena mereka

pemalu dan cenderung untuk tidak

mengekspresikan diri di depan orang

lain. Mereka juga takut ‘kehilangan

muka’ jika mereka berbicara dengan

buruk. Hal ini menjadi penyebab

utama mengapa siswa begitu sulit

untuk mendapatkan nilai bagus

dalam eterampilan berbicara. Dalam

rangka meningkatkan kepercayaan

diri siswa, guru harus menemukan

metode yang baik dan bahan.

Ada begitu banyak metode

yang bisa diterapkan untuk

mendapatkan kepercayaan diri

siswa. Salah satunya adalah metode

role-play. Menurut Harmer

(2002: 275), bermain peran

sangat menyenangkan dan dapat

meningkatkan motivasi siswa,

memungkinkan siswa untuk bisa

lebih berterus terang dalam

mengemukakan pendapat dan

menunjukkan suatu

perilaku, dan juga memungkinkan sis

wa untuk menggunakan bahasa yang

lebih luas dibanding dengan yang

mungkin bisa dilakukan dalam

kegiatan-kegiatan berbasis-tugas.

Berdasarkan penjelasan di

atas, dapat disimpulkan bahwa

metode role play dapat

meningkatkan kepercayaan diri siswa

dengan menunjukkan kepada peserta

didik EFL bahwa mereka memang

mampu mengekspresikan diri mereka

dalam situasi yang

komunikatif. Untuk mengetahui

apakah hipotesis ini dapat diterima

atau tidak, maka penelitian ini

dilakukan untuk menguji hipothesis

apakah penggunaan metode bermain

peran (role play) dapat

mengembangkan keterampilan

berbicara siswa.

1.2 Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini

adalah untuk mengetahui apakah

nilai keterampilan berbicara siswa

lebih baik setelah menggunakan

metode role-play dalam

pengajarannya. Peningkatan ataupun

penurunan nilai ini dapat dilihat

dengan membandingkan kemampuan

siswa, skor sebelum dan setelah

siswa belajar keterampilan berbicara

dengan menggunakan metode role

play.

Page 92: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

84

1.3 Pertanyaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan

dapat menjawab pertanyaan:

Apakah penggunaan metode

bermain peran (role-play)

memberikan dampak yang lebih

baik pada keterampilan berbicara

siswa?

1. 4 Definisi istilah

Untuk menghindari salah

tafsir, beberapa istilah diklarifikasi:

1. Berbicara adalah kete

rampilan yang perlu

dikembangkan, dipelajari

secara independen dari

kurikulum tata bahasa dan

kemudian menggunakan

pengetahuan linguistik, seperti

pengetahuan tindak

tutur, pengetahuan wacana,

dan pengetahuan tentang tata

bahasa, kosakata, dan fonologi

(Harmer, 2007: 4). Brown

(200 1: 140) menyatakan

bahwa berbicara adalah cara

menegosiasikan makna yang

dimaksudkan dan

menyesuaikannya untuk

menghasilkan efek yang

diinginkan pada pendengar.

2. Role-play adalah

metode yang dirancang untuk

membuat simulasi kehidupan

nyata seolah-olah mereka

melakukannya di dunia nyata,

baik sebagai diri mereka

sendiri atau mengambil peran

karakter yang berbeda dari diri

mereka sendiri atau dengan

pikiran dan perasaan diluar

diri mereka (Harmer, 2002:

274). Menurut Ladousse

(2004: 7) role play adalah

teknik komunikatif yang

mendorong

motivasi, meningkatkan intera

ksi, dan

mengembangkan kelancaran

berbahasa. Brown (2001: 183)

mengemukakan bahwa

permainan peran dapat

dilakukan sendiri,

berpasangan, atau

berkelompok, dengan setiap

orang diberi peran untuk

mencapai suatu tujuan.

1.5 Ruang Lingkup penelitian

Fokus penelitian ini adalah

pada penggunaan metode bermain

peran (role play) dalam mengajar

keterampilan berbicara untuk

SMA siswa kelas X. Penelitian

ini dilakukan di salah satu SMA

Laboratorium Percotohan UPI

Bandung dengan memilih satu kelas

yang terdiri dari 30 siswa sebagai

sampel.

1.6 Cakupan Penelitian

Page 93: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

85

Penelitian ini

diharapkan akan

memperluas pengetahuan guru dalam

memilih metode yang cocok dalam

mengajar bahasa Inggris, terutama

mengajar

keterampilan berbicara. Temuan

penelitian ini diharapkan dapat

memberikan kontribusi secara

teoritis dan praktis terhadap

pengembangan proses belajar

mengajar EFL. Penelitian ini akan

sangat bermanfaat bagi peneliti

dalam melakukan penelitian terkait.

2. Tinjauan Literatur

Berbicara

Richard (1992)

mendefinisikan permainan peran

sebagai kegiatan dimana siswa

mengambil peran dari peserta yang

berbeda dalam situasi tertentu dan

kemudian melakukan apa yang

biasanya terjadi dalam situasi seperti

itu. Menurut Chaney (1998: 13) ,

berbicara adalah proses membangun

dan berbagi makna melalui

penggunaan simbol verbal dan non

verbal dalam

berbagai konteks . Sedangkan

dalam Oxford Advanced

Dictionary (Hornby, 2010:

13) definisi berbicara adalah untuk

mengekspresikan atau

mengkomunikasikan pendapat,

perasaan, gagasan, dan lain-lain, atau

berbicara dan melibatkan aktivitas

pembicara sebagai kegiatan fisiologis

(artikulator), psikologis dan tahap

fisik (akustik). Dapat disimpulkan

bahwa berbicara adalah

mengekspresikan gagasan, pendapat,

atau perasaan kepada orang lain agar

bisa menginformasikan atau

membujuk. Hal ini dapat dipelajari

dengan menggunakan beberapa

metodologi pembelajaran.

Mengajar Berbicara melalui Role

Play

Pengajaran keterampilan

berbicara sekarang ini dianggap

remeh dan guru bahasa Inggris terus

menurus mengajar keterampilan

berbicara dengan menggunakan

metode seperti pengulangan latihan

atau penghafalan dialog. Namun,

dunia sekarang menuntut agar tujuan

pengajaran keterampilan berbicara

harus meningkatkan kemampuan

komunikatif siswa agar siswa

dapat mengekspresikan diri dan

belajar mengikuti peraturan sosial

dan budaya yang sesuai dalam setiap

situasi komunikatif.

Telah dinyatakan oleh

Harmer (2007: 243) bahwa berbicara

dengan lancar dalam bahasa Inggris

tidak hanya mengucapkan fonem

secara benar, menggunakan tekanan

yang sesuai dan pola yang tepat, dan

khususnya dalam pidato yang

terhubung, tetapi juga kita harus

Page 94: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

86

mampu (1) berbicara dalam bahasa

Inggris berbagai genre dan situasi

yang berbeda, (2) menggunakan

berbagai strategi percakapan dan

strategi mengoreksi percakapan, dan

(3) bertahan dalam pertukaran

fungsional khas. Ketiga hal ini

tampaknya dapat dikuasai dengan

melakukan metode bermain peran

(role-play) dalam pengajaran

keterampilan

berbicara karena memberikan

presentasi lisan berdasarkan tempat

kerja.

Bermain Peran (Role-Play)

Bermain peran adalah metode

untuk melakukan berbagai cara

berperilaku atau berpura-pura

menjadi orang lain yang berurusan

dengan situasi baru (Procter, 1996:

123). Menurut Cohen & Manion

(1994: 252 ) , role-play didefinisikan

sebagai keterlibatan dalam situasi

sosial yang direplikasi yang

diproyeksikan untuk menyoroti

konteks peran atau aturan yang

mengesampingkan episode sosial

kehidupan nyata . Dari definisi ini,

dapat didefinisikan bermain

peran itu adalah tindakan untuk

menjadi diri sendiri atau menjadi

orang lain dalam situasi tertentu,

berimprovisasi terhadap dialog dan

penciptaan dunia nyata dalam

skenario. Ini bisa menjadi metode

yang sangat bagus untuk

mendorong kemampuan berpikir dan

kreativitas siswa. Bermain peran

menempatkan siswa dalam suasana

yang tidak mengancam sehingga

siswa dapat menikmati proses belajar

mengajar.

Prosedur dalam Menggunakan

Metode Role-Play

Procter (1996 :12) menjelaskan

bahwa ada beberapa jenis role

play. Yang penting adalah peran

yang sesuai dengan kebutuhan

nyata kehidupan siswa. Dalam

kategori ini, melibatkan peran

seperti guru

yang berhubungan dengan siswa,

atau dokter gigi yang berurusan

dengan pasien. Jenis peran kedua

adalah siswa bermain dalam berbagai

situasi yang mungkin atau tidak

mungkin mereka miliki pengalaman

langsung. Contoh yang termasuk

dalam kategori ini

adalah penumpang yang meminta

informasi atau pelanggan yang

mengeluh. Tipe ketiga adalah

tipe yang hanya sedikit siswa yang

akan mengalami sendiri, tapi mudah

untuk dilakukan karena para guru

memiliki pengalaman tidak langsung

Page 95: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

87

yang begitu luas dari

mereka. Jurnalis televisi adalah

contoh bagus dari jenis ini dan ini

sangat berguna karena peran diambil

dari kehidupan nyata. Tipe terakhir

adalah peran fantasi, yaitu

fiktif, imajiner, dan bahkan mungkin

absurd.

Jenis dari Role-Play Menurut Byrne (1995: 122-

123), role-play bisa dikelompokkan

menjadi dua bentuk, role play

scripted dan unscripted. Secara rinci,

jenis kegiatan role-play tadi

digambarkan sebagai berikut:

• Scripted Role Play

Jenis ini melibatkan

interpretasi baik dialog buku teks

atau membaca teks dalam bentuk

pidato. Fungsi utama teks

adalah untuk menyampaikan makna

bahasa dengan cara yang mudah

diingat. Berikut adalah contoh role-

play scripted dialog dan membaca

teks dan bagaimana prosesnya: Angela : Good morning. I want to send

a letter to Singapore.

Clerk : Yes, do you want to send it by ai

r mail or ordinary mail?

Angela : I think I’ll send it air mail. I

want it to get there quickly. How much

does it cost?

Clerk : To Singapore? That will be 30 pe

nce, please.

Angela : (give the clerk 50 pence)

Here you are.

Clerk : Here’s your stamp, and here’s 20

pence change.

Angela : Thank you. Where is the post

box?

Clerk : You want the air mail box. It’s

over there, by the door.

(Adapted from living English book 2 : A.G. Abdalla

et al)

Doff (1988: 233-

234) menjelaskan bahwa untuk

menunjukkan aktivitas bermain

peranberdasarkan dialog, prosedur

yang diberikan adalah sebagai

berikut:

Pertama, guru memandu permainan

peran dengan menuliskan petunjuk

berikut: (di mana? / udara mail /

berapa? / kotak pos? / terima

kasih). Bicara saat Anda

menulis untuk menunjukkan apa

yang diminta.

1. Jika perlu, melalui

petunjuk satu per satu, dan

mintalah siswa untuk

melakukannya, berikan

kalimat atau pertanyaan untuk

masing-masing.

2. Panggil dua siswa ke

depan: satu memainkan peran

sebagai Angela dan Yang

lainnya adalah petugas kantor

pos. Mereka harus

berimprovisasi. Percakapan

menggunakan petunjuk untuk

membantu mereka. Tunjukkan

bahwa percakapan harus

serupa dengan yang ada di

buku teks, tapi tidak persis

sama; percakapan bisa lebih

pendek dari

presentasi dialog. Ini hanya

harus mencakup poin utama

yang ditunjukkan oleh

perintahnya.

3. Panggil beberapa

pasang murid lainnya sesuai

gilirannya, dan mintalah

mereka untuk membuat

percakapan lainnya

berdasarkan petunjuk tadi.

Page 96: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

88

Cara mengorganisir dialog ini bisa

dilakukan dengan memanggil

sepasang siswa yang akan

berimprovisasi dengan percakapan

tersebut di depan kelas secara

bergantian. Guru juga bisa meminta

siswa mempraktikkan percakapan

secara pribadi dengan mitra

mereka sebelum mereka

mempraktekannya di depan kelas.

• Unscripted Role-Play

Berbeda dengan scripted

role - play, situasi bermain peran

tanpa catatan tidak tergantung pada

buku teks. Hal ini dikenal

sebagai permainan peran

bebas atau improvisasi. Para siswa

itu sendiri harus memutuskan bahasa

apa yang akan digunakan dan

bagaimana percakapan harus

berkembang. Untuk melakukan

kegiatan ini, persiapan yang baik dari

guru dan siswa sangat

diperlukan. Berikut adalah contoh

dan prosedur bermain peran tanpa

naskah yang diadaptasi dari Adrian:

Seorang siswa telah kehilangan sebuah

tas.

Dia ada di kantor polisi.

Murid lainnya adalah petugas polisi, dan

meminta rinciannya.

Untuk mengemukakan gagasan ini: 1) Guru bisa mempersiapkan seluruh

kelas, dengan: a. Membahas apa yang

mungkin dikatakan oleh para

pembicara (misalnya petugas

polisi akan bertanya kepada

siswa bagaimana dia

kehilangan tasnya).

b. Menulis prompt di

papan tulis untuk memandu

permainan peran, dan tombol

apa saja kosa kata.

2) Guru bisa membagi kelas menjadi

pasangan, dan: a. Biarkan mereka

mendiskusikan bersama apa

yang mereka katakan.

b. Biarkan mereka semua

mencoba peran bermain

secara pribadi, sebelum

memanggil satu atau dua

pasang untuk bertindak di

depan kelas.

(Doff, 1988)

House (1997) menjelaskan bahwa

ada beberapa prosedur dalam

menggunakan role play:

a. Siswa membaca dan

membiasakan diri dengan

dialog (contoh).

b. Bagilah kelas

berpasangan, A dan B, beri

peran A dan B dari dialog. c. Biarkan

siswa memainkan peran

mereka.

Bukan hanya

mengatakannya tapi siswa

harus membacanya dengan

keras.

d. Berjalan di sekitar

mengoreksi dan memeriksa.

e. Siswa bertukar peran dan

mengulangi.

Mereka yang selesai

pertama dapat diminta

untuk membuat permainan

peran mereka sendiri

dengan menggunakan

kata-kata yang berbeda

untuk mengisi

kesenjangan.

Prosedur ini bukan aturan

tetap, agak fleksibel. Guru dapat

Page 97: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

89

membuat atau mengembangkan

prosedur yang sesuai dengan

kelasnya sendiri. Role-play adalah

kegiatan belajar yang sangat

fleksibel yang memiliki ruang

lingkup luas untuk variasi dan

imajinasi. Sesuai dengan

Ladousse (2004), permainan peran m

enggunakan teknik komunikatif

yang berbeda dan mengembangkan

kefasihan dalam bahasa, mendorong

interaksi di kelas dan meningkatkan

motivasi.

Role-play

mendorong pembelajaran kelompok

dan berbagi tanggung jawab antara

guru dan siswa dalam proses

pembelajaran yang sedang

berlangsung. Bermain peran dapat

meningkatkan kemampuan berbicara

peserta didik dalam situasi apa pun,

dan membantu peserta didik untuk

berinteraksi. Sedangkan untuk

peserta didik yang pemalu,

permainan peran membantu dengan

memberikan masker, dimana peserta

didik yang mempunyai kesulitan

dalam membuat percakapan tentang

dirinya sendi dapat

terbebaskan. Selain itu, role play

sangat menyenangkan dan

kebanyakan peserta didik akan setuju

bahwa kenikmatan dalam proses

belajar aan mengarahkan pada

pembelajaran yang lebih

baik. Beberapa alasan untuk

menggunakan role play dalam

mengajar keterampilan berbicara

dikutip dari Ladousse (2004) sebagai

berikut:

a. Berbagai pengalaman

yang sangat beragam dapat

dibawa ke kelas dan kami

dapat melatih siswa kami

dalam kemampuan berbicara

dalam situasi apa pun melalui

permainan peran.

b. Bermain peran

menempatkan siswa dalam

situasi di mana mereka

diminta untuk menggunakan

dan mengembangkan bentuk

bahasa fasik yang sangat

diperlukan dalam meminyaki

karya hubungan sosial, namun

seringkali diabaikan oleh

silabus pengajaran bahasa kita.

c. Beberapa orang

belajar bahasa Inggris untuk

mempersiapkan peran tertentu

dalam kehidupan

mereka. Sangat membantu

siswa-siswa ini untuk

mencoba dan bereksperimen

dengan bahasa yang mereka

butuhkan di lingkungan yang

ramah dan aman ruang kelas.

d. Peran bermain

membantu banyak siswa

pemalu dengan memberi

mereka topeng.

e. Mungkin alasan yang

paling penting untuk

menggunakan permainan

peran adalah menyenangkan.

Kesimpulannya, role play

adalah metode yang mendorong

siswa untuk berbicara atau

berinteraksi dengan orang

lain, mengembangkan kelancaran

siswa dalam menggunakan bahasa

target, dan meningkatkan

motivasi siswa.

3. Metode

3.1 Desain penelitian

Penelitian ini menggunakan de

sain pre-eksperimental. Desain pre-

eksperimental adalah bentuk desain

penelitian yang paling

Page 98: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

90

sederhana. Ada tiga jenis desain pre-

eksperimental: pada desain studi

kasus e-shot, desain pretest-posttest

satu kelompok, dan perbandingan

kelompok statis. Penelitian ini

menggunakan rancangan pretest-

posttest satu

kelompok, yang berarti percobaan

yang dilakukan dalam satu

kelompok saja , tidak ada kelompok

kontrol atau kelompok

pembanding (Sugiyono,

2009). Sebuah kasus tunggal yang

diamati pada dua titik waktu, satu

sebelum treatment (pre-test) dan satu

setelah treatment (post-test) .

3.2 Pengumpulan data

3.2.1 Populasi dan

Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah

siswa kelas X SMA. Ada 6 kelas

yang terdiri dari 170 siswa. Penulis

memilih satu

kelas ( 30 siswa ) sebagai sampel

yang akan diamati dengan

menggunakan cluster random

sampling. Cluster random

sampling adalah sampel yang dipilih

dari kelompok yang sudah ada

sebelumnya (Sugiyono,

2009). Kelompok dipilih dan

kemudian individu dalam kelompok

tersebut digunakan untuk penelitian.

3.2.2 Instrumen dan

bahan

Untuk mengetahui apakah

penggunaan role-play dapat

meningkatkan keterampilan

berbicara siswa, tes lisan

diberikan kepada siswa. Karena tes

yang diujikan berbentuk lisan,

skor terbagi menjadi lima kriteria,

yaitu nilai pengucapan, tata bahasa,

kosakata, kelancaran, dan

pemahaman. Kemudian, masing-

masing kriteria dinilai menjadi lima

skala nilai pemeringkatan, hal ini

didasarkan pada skor pemeringkatan

skala David P. Haris. Setelah itu,

untuk mendapatkan mean, nilai dari

semua kriteria adalah dijumlah

lalu dibagi menjadi lima. Pre-test

telah diberikan sebelum treatment

diberikan. Kemudian posttest

diberikan setelah

treatment dilakukan di kelas (Haris,

1969: 84-85).

3.2.3 Variabel

Ada dua variabel

dalam penelitian ini. Role-play

adalah variabel dependen, sedangkan

variabel independen

adalah keterampilan berbicara siswa.

3.2.4 Prosedur

Untuk mengetahui hasil

penelitian, data perlu

dikumpulkan. Prosedur pengumpulan

data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah:

Page 99: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

91

1. Salam

Hal pertama yang dilakukan

guru adalah menyambut para

siswa dan bertanya tentang

kondisinya. Guru juga

mengulas pelajaran mereka

sebelumnya. Kemudian guru

tersebut memberi tahu siswa

apa yang akan mereka pelajari

hari itu.

2. Pra-Uji

Pra-tes diberikan kepada

siswa sebelum treatment. Pra-tes

adalah dalam bentuk uji

lisan. Ujian terdiri dari

10 pertanyaan. Skornya diamb

il di lima kriteria, yang

merupakan nilai pengucapan, tata

bahasa, kosakata, kelancaran dan

pemahaman. Kemudian, untuk

mendapatkan mean, nilai dari

semua kriteria adalah dijumlah

dan dibagi menjadi lima.

3. Tahap Presentasi

Pada tahap presentasi, guru

memberikan peran kepada

siswa. Lalu, guru

menjelaskan peran, situasi

yang harus dilakukan siswa

dalam bermain peran dan

tujuan atau hasil yang harus

mereka dapatkan. Guru juga

tidak boleh lupa

mengklarifikasi isyarat dan

memberi contoh / model peran

yang dimainkan

siswa. Akhirnya, guru

menetapkan batas waktu dan

mendorong siswa untuk

menjadi kreatif dan

menggunakan sumber bahasa

mereka sendiri.

4. Tahap praktek

Pada tahap ini, guru meminta

siswa untuk memulai

permainan peran sementara

dan berkeliling kelas

memeriksa dan memberikan

bantuan sesuai kebutuhan

siswa. Metode yang digunakan

pada tahap ini adalah metode

eksperimen. Ini digunakan

untuk membuat siswa dapat

berkomunikasi dengan orang

lain dengan menggunakan

bahasa mereka sendiri

berdasarkan isyarat yang telah

diberikan oleh guru

sebelumnya.

5. Tahap Produksi

Guru bertanya kepada siswa

tentang hasil permainan peran

mereka. Selanjutnya, guru

memberi umpan balik tentang

masalah tata bahasa atau

pengucapan yang dia

dengar. Metode yang digunakan

pada tahap akhir ini adalah

metode dialog. Ini digunakan

untuk mengetahui kemampuan

berbicara siswa dan pemahaman

mereka terkait dengan subjek.

Page 100: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

92

6. Post-Test

Penulis memberikan post test

kepada siswa. Tesnya sama

dengan pre-test. Namun, post-

test diberikan setelah

perawatan dilakukan dengan

cara mengajar berbicara

menggunakan role play. Nilai

tersebut diambil dalam lima

kriteria, yaitu nilai

pengucapan, tata bahasa,

kosakata, kelancaran dan

pemahaman. Kemudian, untuk

mendapatkan mean, nilai dari

semua kriteria adalah jumlah

dan dibagi menjadi lima.

7. Penutupan

Pada tahap akhir ini, guru

menyimpulkan pelajaran pada

hari itu. Guru juga harus

mencari tahu tanggapan siswa

sesuai dengan permainan peran

yang telah mereka lakukan dan

menutup pelajaran.

3.3 Analisis data

Setelah mendapatkan data

dari pre-test, mereka dianalisis dan

diproses dengan menggunakan

perhitungan statistik rumus t -test

dengan tingkat signifikansi 5

persen . Rumusnya adalah:

To = MD

SEMD

to : test observation

(uji pengamatan)

MD : Mean of differences;

skor rata-rata dari perbedaan

yang diperoleh dari skor

antara variabel pertama dan variabel

kedua, yang dihitung dengan rumus:

MD = ∑ 𝐷

N

D : Skor total antara variabel

pertama ( X variabel)

dan variabel kedua Variabel Y ). D

diperoleh dengan formula; D = XY

N : Jumlah dari kasus

SD D : Standar deviasi dari perbedaan

antara skor variabel X dan Variabel

Y, yang diperoleh dengan rumus:

SE MD : Standar error dari perbedaan

mean yang diperoleh dengan rumus : SE MD = __ S D ___

df : Gelar dari kebebasan den

gan rumus: N-1

4 Temuan

Setelah melakukan

penelitian, data (yang merupakan

nilai pre-test dan post-

test) diperoleh.

Page 101: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

93

Skor Pra-Tes

Tabel 1

Tidak. Pengucapan Tatabahasa Kosa kata Kelancaran Pemahaman Total

1 60 65 60 60 60 30 5

2 6 5 60 70 70 65 33 0

3 8 5 80 80 8 5 75 40 5

4 6 0 6 5 60 65 6 5 31 5

5 80 7 5 80 75 70 380

6 75 80 70 7 5 7 5 37 5

7 80 7 5 7 5 75 80 385

8 65 60 6 5 6 0 65 31 5

9 70 65 70 70 70 345

10 90 85 90 90 90 445

11 7 0 70 70 70 75 35 5

12 6 5 65 70 70 70 34 0

13 6 5 6 0 6 5 6 5 6 0 3 15

14 8 0 8 5 85 80 90 42 0

15 7 5 7 5 70 75 75 3 70

16 60 60 6 5 6 5 6 5 3 15

17 70 75 6 5 80 65 35 5

18 70 70 7 5 7 5 70 3 60

19 80 80 8 5 80 7 5 400

20 70 70 75 70 80 36 5

21 7 5 80 80 75 80 39 0

22 6 5 60 70 6 5 70 330

23 60 60 65 60 6 5 3 10

24 6 5 6 5 70 65 70 335

25 85 80 90 8 5 85 42 5

26 7 5 70 80 70 75 3 70

27 6 5 70 70 6 5 7 5 34 5

28 75 75 7 5 80 70 37 5

29 7 5 75 75 75 70 3 70

30 60 6 5 60 6 5 65 315

10760

Ini menunjukkan bahwa mean ( )

adalah:

= 10760 30 = 35 8.67

Standar deviasi adalah:

= √40292.7

(30 – 1)

= √1389.403

Page 102: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

94

= 37.27

Median ( ) = 35 7.5

Skor tertinggi = 445

T nya skor terendah = 305

Skor Post Test

Meja 2

Tidak. Pengucapan Tatabahasa Kosakata Kelancaran Pemahaman Total

1 70 70 70 75 7 5 360

2 7 5 70 70 7 5 75 365

3 9 0 90 90 95 90 455

4 7 5 80 75 7 5 80 3 85

5 85 70 70 6 5 70 360

6 60 6 5 65 60 65 31 5

7 7 5 70 80 75 80 3 80

8 6 5 70 70 65 80 350

9 75 7 5 80 7 5 80 3 85

10 90 80 80 90 80 420

11 85 85 90 8 5 8 5 430

12 80 80 80 80 80 400

13 80 75 80 85 8 5 40 5

14 8 5 8 5 8 5 90 90 435

15 70 7 5 80 70 75 3 70

16 6 5 6 5 65 65 70 330

17 80 7 5 80 7 5 75 385

18 70 7 5 75 75 75 375

19 90 8 5 8 5 90 90 440

20 70 70 70 70 7 5 355

21 80 75 80 75 85 395

22 70 75 80 80 75 380

23 60 70 6 5 65 70 330

24 85 65 70 6 5 65 350

25 85 90 8 5 85 8 5 430

26 80 80 80 75 8 5 400

27 70 6 5 70 65 70 340

28 85 80 8 5 85 8 5 420

29 75 75 75 65 7 5 365

30 6 5 6 5 6 5 6 5 65 325

11435

Setelah data dianalisis, menunjukkan

bahwa :

Mean ( ) adalah:

= 10760

30

Page 103: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

95

= 358.67

Standar deviasi adalah:

= √40292.7

(30 – 1)

= √1389.403

= 37.27

Median ( ) = 357.5

Skor tertinggi = 445

Skor terendah = 305

Perbandingan Uji Hasil

Tabel 3

Tidak. Skor Pra Uji

(X)

Skor Post-Test

(Y)

D = (XY)

D 2 = (XY) 2

1 30 5 360 - 55 3025

2 33 0 365 - 35 12 25

3 40 5 455 - 50 2500

4 31 5 385 - 70 4900

5 380 360 20 4 00

6 37 5 315 60 3600

7 385 380 5 25

8 31 5 350 -35 1225

9 345 385 - 40 1 600

10 445 420 25 625

11 35 5 430 25 625

12 34 0 400 40 1600

13 3 15 405 -90 8100

14 42 0 435 - 15 225

15 3 70 370 0 0

16 3 15 330 - 1 5 225

17 35 5 385 - 30 900

18 3 60 375 -1 5 225

19 400 440 - 40 1600

20 36 5 355 10 100

21 39 0 395 -5 25

22 330 380 -5 0 6 25

23 3 10 330 - 20 400

24 335 350 - 15 225

25 42 5 430 - 5 25

26 3 70 400 - 30 900

27 34 5 340 5 25

28 37 5 420 - 45 2025

29 3 70 365 5 25

30 315 325 - 10 100

N = 30 Σ X = 107 60

Σ Y = 1 1435

Σ D = - 430

Σ D 2 = 37100

Page 104: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

96

Setelah mendapatkan

datanya, ΣD = -

430, ΣD 2 = 37100 . Kemudian,

standar deviasi dari perbedaan

(SD D ) dihitung. Inilah rumusan

untuk menghitung perbedaan standar

deviasi distribusi antara skor:

SD = √∑ 𝐷2 – (∑ 𝐷)2

_________N___

N - 1

= √∑ 37100 –

(∑ −430)2

_______________30____

30 - 1

= √∑ 37100 –

∑ −184900

_________________30____

29

= √∑ 37100 –

∑ − 6163.33

29

= √∑ 30936.67

29

= √∑ 1066.78

= 32.66

Mean of differences (MD) antara

variabel X dan Y adalah:

MD = ∑ 𝐷

N

= -430

30

= -14.33

Setelah mendapatkan hasil

S D = 32,66, lalu standar error dari of

differences (SE MD ) antara variabel X

dan Y dihitung sebagai berikut:

SE MD = __SD___

√𝑁 − 1 = 32.66_

√30 − 1

= 32.66

√29

= 32.66

5.385

= 6.18

Yang terakhir dari

perhitungan adalah menentukan

hasil t-observation (to) dari tes

dengan rumus:

to = _MD_

SEMD

= -14.33 6.18

= - 2.32

Hasilnya - 2,32 menunjukkan bahwa ada perbedaan derajat

sebanyak - 2.32. Hasil yang minus

tidak menunjukkan

nilai negatif. Kemudian, hasilnya

akan ditemukan dengan mengetahui

derajat kebebasan terlebih dahulu:

df = N – 1

= 30 – 1

= 29

Kemudian lihat tabel t-value

pada tingkat signifikansi 0,05 two

tailed. Hasil analisis data dengan

menggunakan rumus di atas

menunjukkan bahwa koefisiennya

adalah 2,32. Hasilnya adalah 2 .045

Page 105: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

97

< 2.32. Ini menunjukkan bahwa

ada perbedaan antara variabel X dan

Y. Artinya bahwa ada peningkatan

keterampilan berbicara siswa

setelah metode bermain peran (role

play) digunakan.

Interpretasi

Setelah menganalisis data

pre-test dan post-test dengan

menggunakan rumus t-test, Hasilnya

menunjukkan bahwa koefisiennya

adalah 2,32. Artinya ada peningkatan

signifikan dalam mengajar

keterampilan berbicara dengan

menggunakan metode bermain

peran. Dari hasil perhitungan

diperoleh nilai t observasi (to)

adalah 2,32, derajat kebebasan (df)

adalah 29 (diperoleh dari N-1) =

(30 - 1 = 29). Penelitian

ini menggunakan tingkat signifikansi

5%. Dalam tabel signifikan, dapat

dilihat bahwa di df 29 dan pada

tingkat signifikansi 5%, nilai derajat

signifikansi adalah 2.045, hasilnya

adalah 2.045 < 2.32 .Karena untuk

mendapatkan skor hasil perhitungan,

maka hipotesis alternatif (Ha)

diterima dan hipotesis nol (Ho)

ditolak.

Jika hasil observasi t lebih

tinggi dari t tabel (to> tt), hipotesis

nol (Ho) ditolak dan hipotesis

alternatif (Ha) diterima. Artinya

itu ada perbedaan signifikan antara

variabel X dan variabel Y.

Jika hasil pengamatan t lebih

rendah dari t tabel (ke <tt), hipotesis

nol (Ho) diterima dan hipotesis

alternatif (Ha) ditolak. Artinya tidak

ada perbedaan signifikan antara

variabel X dan variabel Y.

Berdasarkan hasil analisis

data, terbukti bahwa skor

siswa meningkat setelah

pelaksanaan metode role - play. Ini

berarti bahwa penggunaan metode

bermain peran (role-play)

dalam mengajar keterampilan

berbicara cukup efektif. Hasil ini

membuktikan bahwa mayoritas

siswa menganggap metode bermain

peran (role play)

menyenangkan. Masalah yang

banyak dihadapi oleh sebagian besar

siswa adalah kurang percaya

diri. Awalnya, para siswa merasa

tidak nyaman dan tidak yakin. Hal

ini menyebabkan keheningan

awal. Tapi segera setelah mereka

mulai membantu satu sama lain

untuk memutuskan siapa yang harus

berbicara rasa malu mereka hilang

dan mereka mulai saling memberi

ide. Role-play memberi perhatian

lebih baik dalam belajar dan

Page 106: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

98

mendorong siswa untuk

berpartisipasi secara sukarela.

5 Kesimpulan dan saran

Dari hasil penelitian, terbukti

bahwa nilai keterampilan berbicara

siswa yang diajarkan dengan

menggunakan metode role-play

meningkat. Temuan telah

menjawab pertanyaan penelitian

bahwa penggunaan metode

memainkan peran (role-play) dalam

pengajaran berbicara dapat

mengembangkan keterampilan

berbicara siswa. Bermain peran

membantu siswa

yang pemalu dengan memberikan

topeng, dimana siswa dengan

kesulitan dalam percakapan pribadi

dapat terbebaskan. Sebagai

tambahan, metode ini menyenangkan

dan siswa akan setuju bahwa proses

pembelajaran yang menyenangkan

dan mengarahkan pada pembelajaran

yang lebih baik.

Motode role-

play memperluas kelas dengan

menyertakan luar dunia. Metode ini

menawarkan kesempatan

menggunaan bahasa yang jauh lebih

luas sehingga siswa bisa menjadi

siapa saja dan dalam situasi apa pun

yang mereka suka.

Penggunaan metode role-play

membuat kelas lebih aktif dan

hidup. Siswa jadi bersedia

berpartisipasi tanpa ada pasaan dari

guru. Penggunaan role play membuat

siswa lebih termotivasi dalam belajar

dan lebih mudah dalam

memahami pelajaran.

Penelitian ini diharapkan

akan

memperluas pengetahuan guru dala

m memilih metode yang

cocok dalam mengajar bahasa

Inggris, terutama

mengajar keterampilan berbicara. Pe

nelitian ini diharapkan dapat

memberikan kontribusi secara

teoritis dan praktis terhadap

pengembangan proses belajar

mengajar EFL. Penelitian ini akan

sangat bermanfaat bagi peneliti

dalam melakukan penelitian terkait.

6. Referensi

Brown, H. Douglas. (2001).

Teaching by Principle: An

Interactive Approach to

Language Pedagogy (second

ed.). San Francisco: State

University.

Chaney, A. L. and Burke, T. L.

(1998). Teaching Oral

Communication in Grades K-8 Boston: Allyn &Bacon. p. 1

Cohen, L., and Manion, L., (1994)

(4th Edition), Research

Methods in Education,

London: Routledge.

Doff, Adrian. (1988). Teach English:

A Training Course for

Teachers Trainer’s

Page 107: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

99

Handbooks. Cambridge:

Cambridge University Press

Inc. The British Council.

p. 233 – 234.

Haris, D. P. (1969). Testing English

as a Second Language. New

York: Mc. Graw Hill Book

Company. p. 84-85

Harmer, Jeremy. (2002). The

Practice of English Language

Teaching. Edinburgh Gate:

Pearson Education Limited.

Harmer, Jeremy. (2007). The Practice

of English Language Teaching.

Edinburgh Gate: Pearson

Education Limited.

House, Susan. (1997). An

Introduction to Teaching

English to Children. Richmond

Publishing. p. 23.

Hornby, A.S. (ed.). (2010). Oxford

advanced learner's

dictionary (8th ed.). Oxford:

Oxford University Press. p.13.

Ladousse, G. P. (2004). Role Play.

Oxford: Oxford University

Press.

Nunan, D. (2009). Task-Based

Language Teaching: A

comprehensively revised edition

of Designing Tasks for the

Communication Classroom (4th

ed.). Cambridge: Cambridge

University press.

Procter, Paul. (1996). Cambridge

International Dictionary of

English. New York:

Cambridge University Press, p.

123.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian

Kuantitatif Kualitatif dan

R&D. Bandung: Alfabeta

APPENDIX

Table 1

The Pre-Test Scores

No

Pronunciation

Grammar

Vocabulary

Fluency

Comprehension

Total

1 60 65 60 60 60 305

2 65 60 70 70 65 330

3 85 80 80 85 75 405

4 60 65 60 65 65 315

5 80 75 80 75 70 380

6 75 80 70 75 75 375

7 80 75 75 75 80 385

8 65 60 65 60 65 315

9 70 65 70 70 70 345

10 90 85 90 90 90 445

18 70 75 75 75 75 375

19 90 85 85 90 90 440

20 70 70 70 70 75 355

21 80 75 80 75 85 395

22 70 75 80 80 75 380

23 60 70 65 65 70 330

24 85 65 70 65 65 350

25 85 90 85 85 85 430

26 80 80 80 75 85 400

27 70 65 70 65 70 340

28 85 80 85 85 85 420

29 75 75 75 65 75 365

30 65 65 65 65 65 325

11435

The Comparison of the Test Result

Table 3

No

Score of Pre-Test (X)

Score of Post-Test (Y)

D = (X-Y)

D2 = (X-Y)2

1 305 360 -55 3025

2 330 365 -35 1225

3 405 455 -50 2500

4 315 385 -70 4900

5 380 360 20 400

6 375 315 60 3600

Page 108: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

100

7 385 380 5 25

8 315 350 -35 1225

9 345 385 -40 1600

10 445 420 25 625

11 355 430 25 625

12 340 400 40 1600

13 315 405 -90 8100

14 420 435 -15 225

15 370 370 0 0

16 315 330 -15 225

17 355 385 -30 900

18 360 375 -15 225

19 400 440 -40 1600

20 365 355 10 100

21 390 395 -5 25

22 330 380 -50 625

23 310 330 -20 400

24 335 350 -15 225

25 425 430 -5 25

26 370 400 -30 900

27 345 340 5 25

28 375 420 -45 2025

29 370 365 5 25

30 315 325 -10 100

N

=3

0

∑X =

10760

∑Y =

11435

∑D = -

430

∑D2 =

37100

Page 109: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

101

ANALISIS PENGUASAAN TEORI BELAJAR

DAN PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN GURU

DI SDN 1 NAGARASARI

Fajar Nugraha1, Geri Syahril Sidik2, Dina Ferisa3

Universitas Perjuangan Tasikmalaya

Email : [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi penguasaan seorang guru dalam memahami teori belajar dan

mampu menerapkan berbagai prinsip pembelajaran yang mendidik untuk menjadikan

pembelajaran yang efektif dan efisien. Pemenuhan tersebut berkaitan dengan kompetensi

pedagogik guru. Penelitian ini dilakukan di SDN 1 Nagarasari Kecamatan Cipedes Kota

Tasikmalaya. Perancangan penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode

deskriptif yang terdiri dari pengungumpulan data, analisis data, dan pemaparan hasil analisis

kompetensi pedagogik guru. Sampel pada penelitian ini adalah 3 orang guru yang diambil

berdasarkan persyaratan minimal pangkat/golongan IIIB dan memiliki sertifikat sebagai guru

profesional. Untuk mengukur kompetensi pedagogik menggunakan lembar kusioner, penilaian

teman sejawat, dan wawancara kepada kepala sekolah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

rekapitulasi persentase guru SDN 1 Nagarasari mengenai penguasaan teori belajar dan prinsip-

prinsip pembelajaran memperoleh skor 87 dengan kriteria sangat tinggi.

Kata Kunci : kompetensi pedagogik, teori belajar, prinsip pembelajaran

PENDAHULUAN

Peran guru pada era

otonomi sekolah semakin penting

karena kemajuan pendidikan berada

ditangan para guru. Figur guru

menjadi sorotan strategis dalam

pendidikan karena guru terkait

dengan komponen manapun dalam

sistem pendidikan. Guru

juga sangat menentukan keberhasila

n peserta didik, terutama dalam

kaitannya dengan proses belajar

mengajar. Hal ini menunjukkan

bahwa perubahan dan pembaharuan

pendidikan tergantung pada peran

guru. Permendiknas nomor 16 tahun

2007 tentang Standar Kualifikasi

Akademik dan Kompetensi Guru

dinyatakan bahwa terdapat empat

kompetensi utama yang harus

dimiliki guru. Keempat kompetensi

tersebut meliputi kompetensi

pedagogik, kepribadian, sosial, dan

profesional.

Guru memiliki kedudukan

sebagai tenaga profesional pada

jenjang pendidikan dasar,

pendidikan menengah, dan

Page 110: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

102

pendidikan anak usia dini pada jalur

pendidikan formal yang diangkat

sesuai dengan peraturan perundang-

undangan (UU RI No.14 Tahun

2005 Pasal 2). Kedudukan guru

sebagai tenaga profesional bertujuan

melaksanakan sistem pendidikan

nasional dan mewujudkan tujuan

pendidikan nasional yaitu

berkembangnya potensi siswa agar

menjadi manusia yang beriman dan

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kretaif, mandiri,

serta menjadi warga negara yang

demokratis dan bertanggung jawab.

Sejalan dengan tantangan

kehidupan global, peran dan

tanggung jawab guru pada masa

mendatang akan semakin kompleks,

sehingga menuntut guru untuk

senantiasa melakukan berbagai

peningkatan dna penyesuaian

penguasaan kompetensinya. Guru

diharuskan lebih dinamis dan kratif

dalam mengembangkan proses

pembelajaran siswa. Guru sebagai

salah satu komponen dari tugas

utama dalam mendidik dan

mengajar akn efektif mengelola

kelas dengan baik. Guru dalam

melaksanakan tugas kinerjanya

dipengaruhi oleh motivasi kerja.

Dari keempat kompetensi yang

sudah dijelaskan di atas dengan

menguasa kompetensi pedagogik

guru diharapkan lebih kompeten dan

mampu menciptakan lingkungan

belajar yang efektif.

Berpijak pada latar belakang

tersebut, peneliti akan menganalisis

hal yang berkaitan dengan

kompetensi pedagogik guru sekolah

dasar mengenai pemahaman guru

dalam menguasai teori belajar dan

prinsip-prinsip pembelajaran yang

mendidik. Adapun fokus masalah

dalam penelitian ini adalah analisis

kompetensi pedagogik guru tentang

penguasaan karakteristik siswa

dengan subfokus masalah dijabarkan

sebagai berikut.

1. Memahami berbagai teori

belajar dan prinsip-prinsip

pembelajaran yang mendidik

terkait dengan lima mata

pelajaran SD/MI.

2. Menerapkan berbagai

pendekatan, strategi, metode,

dan teknik pembelajaran yang

mendidik secara kreatif dalam

lima mata pelajaran SD/MI.

Page 111: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

103

3. Menerapkan pendekatan

pembelajaran tematis, khususnya

di kelas-kelas awal SD/MI.

TINJAUAN PUSTAKA

Belajar merupakan suatu

proses yang ditandai dengan adanya

perubahan pada diri seseorang baik

itu berasal dari pengalaman ataupun

berupa latihan. Pemahaman terhadap

proses belajar terkait erat dengan

pembelajaran. Pembelajaran

merupakan sebuah proses dengan

adanya peningkatan perubahan

tingkah laku yang terjadi. Sesuai

dengan empat fokus orientasi yang

berbeda berikut ini (Smith, 2009:36)

orientasi behavioris terhadap

pembelajaran, orientasi kognitif

terhadap pembelajaran, orientasi

humanistik terhadap pembelajaran,

dan orientasi sosial/situasional

terhadap pembelajaran.

Pada hakikatnya

penyelenggaraan dalam sebuah

pembelajaran diselenggarakan

disesuaikan dengan tingkat

perkembangan yang dimiliki anak.

Berkaitan dengan teori dan prinsip

pembelajaran. Teori berhubungan

dengan penjelasan umum tentang

berbagai pengamatan yang dibuat

seiring dengan berjalannya waktu

(Smith, 2009:76). Teori juga

diartikan sebagai penjelasan atau

predikasi perilaku. Teori belajar

secara umum dikelompokkan

menjadi empat aliran diantaranya

behavioristik, kognitivistik,

humanistik dan sibernetik.

Behavioristik memandang

bahwa pengetahuan adalah objektif,

pasti, dan tetap, serta tidak berubah.

Behaviorostik berpusatpada stimulus

dan respon dengan syarat adanya

unsur dorongan (drive), rangsangan

(stimulus), respon dan penguatan

(reinforcement). Pengetahuan telah

tersetruktur dengan rapi. Berbeda

halnya dengan konstruktivistik yang

memandang bahwa pengetahuan

tidak objektif, bersifat temporer,

selalu berubah-ulah, dan tidak

menentu (Smith, 2009:201). Teori

konstruktivistik menyatakn bahwa

siswa menemukan sendiri dan

mentrasnformasikan informasin

kompleks, mengecek informasi baru

dengan aturan-aturan lama dna

merevisinya. Teori teori belajar

humanistik lebih mengedepankan sisi

humanis manusia dan tidka menuntut

jangka waktu pembelajar mencapai

pemahaman yang diinginkan. Proses

Page 112: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

104

belajar mendapat pemaknaan yang

besar. Teori belajar sibernetik

merupakan perkembangan teori yang

menitikberatkan pada teknologi dan

informasi. Sebuah informasi akan

dipelajari melallui proses belajar

yang berbeda/yang lain

(Suprihatiningrum, 2013:34).s selain

itu, salah satu teori Piaget

(Dworetzky, 1990) menyebutkan

bahwa manusia secara genetik serupa

dan berbagi banyak pengalaman

lingkungan yang sama, mereka dapat

diharapkan untuk menunjukkan

keseragaman yang cukup besar

dalam perkembangan kognitif

mereka.

Berhubungan dengan

penerapan berbagai pendekatan,

strategi, metode, dan teknik

pembelajaran erat kaitannya dengan

proses belajar mengajar di sekolah.

Strategi belajar mengacu pada

perilaku dan proses berpikir yang

digunakan oleh siswa yang

memengaruhi apa yang dipelajari,

termasuk proses memori dan

metakogniti Nur (dalam

Suprihatiningrum, 2013:48).

Beragam informasi mengenai jenis

pendekatan pembelajaran

diantaranya pembelajaran kooperatif,

pembelajaran berbasis masalah,

pembelajaran langsung,

pembelajaran penemuan,

pembelajaran terpadu dan

sebagainya. Sahetapy dan Syarif

(2014) dalam sebuah penelitian yang

dilakukan menyatakan bahwa

strategi pembelajaran kooperatif

berpengaruh terhadap motivasi

berprestasi siswa. Strategi

pembelajaran dapat memaksimalkan

prestasi siswa sehingga siswa

memiliki rasa keberhasilan, dan

dapat menumbuhkan kepercayaan

diri anak dalam perkembangan

siswa. Berikutnya penelitian yang

dilakukan oleh Situmeang dan

Hamid (2015) menghasilkan bahwa

strategi belajar bukan hanya dapat

meningkatkan motivasi belajar akan

tetapi dapat meningkatkan hasil

belajar siswa.

Dasar utama pengembangan

model pembelajaran tematik adalah

untuk memcahkan maslah dan

membuat keputusan dalam

menghasilkan pembelajaran yang

berkualitas. Kovalik & Olsen

(1994:1) menjelaskan bahwa model

pembelajaran tematik didesain

berdasarkan tiga prinsip umum.

Pertama, hasil penelitian terhadap

Page 113: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

105

otak manusia menjadi dasar bagi

semua keputusan yang digunakan

untuk mengembangkan kemampuan

guru dan siswa dalam hal

pembelajaran yang dirancang

berdasarkan kemampuan otak

manusia dengan mengupayakan

pengoptimalan kinerja otak kanan

dan kiri. Kedua, strategi atau

kemampuan guru untuk mengarang

musik merupakan perpaduan antara

seni dan pengetahuan yang akhirnya

guru dapat memadukan berbagai

disiplin ilmu pengetahuan. Ketiga,

kurikulum ikembangkan pada level

kelas oleh guru, dari pengetahuan

dan pemahaman di kelas dapat

membawa siswa pada pemahaman

dalam kehidupannya. Pembelajaran

di kelas hendaknya mengarakan

siswa pada kebermaknaan dalam

setiap aktivitas belajarnya.

Pembelajaran tematik diartikan

sebagai pendekatan pembelajaran

yang mngintegrasikan berbagai

kompetensi dari berebagai mata

pelajaran dari berbagai mata

pelajaran ke dalam tema dengan

proses pembelajaran yang bermakna

disesuaikan dengan perkembangan

siswa (Akbar, 2016:17).

Pembelajaran tematik ini digunakan

di kelas rendah tingkat sekolah dasar.

Sesuai dengan Depdiknas (2006:8)

yang menyatakan bahwa

“Pembelajaran pada Kelas I s.d. III

dilaksanakan melalui pendekatan

tematik sedangkan pada Kelas IV

s.d. VI dilaksanakan melalui

pendekatan mata pelajaran”.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan

pendekatan kuantitatif dengan

metode deskriptif kualitatif.

Pengumpulan data pada penelitian

ini menggunakan lembar kuesioner,

penilaian teman sejawat, observasi,

studi dokumentasi, dan wawancara.

Penelitian ini dilakukan di SDN 1

Nagarasari Kecamatan Cipedes Kota

Tasikmalaya. Subjek penelitiannya

yaitu 3 guru kelas yang telah

memiliki sertifikat sebagai guru

profesional dengan minimal

pangkat/golongan 3B. Adapun

penjabaran instrumen yang

digunakan untuk mengumpulkan

sejumlah data adalah sebagai

berikut.

Page 114: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

106

Tabel 1.1 Aspek yang Dinilai,

Instrumen, Data yang diperoleh, dan

Responden

Penelitian ini menggunakan

teknik analisis data yang

dikemukakan oleh Miles dan

Huberman (Sugiyono, 2012)

meliputi (1) mereduksi data, (2)

menyajikan data, (3) menarik

kesimpulan. Data yang didapat

dianalisis berdasarkan instrumen

penelitian yang akan menjawab

setiap rumusan masalah. Kemudian

ditarik kesimpulan dari hasil

penelitian dan disandingkan dengan

teori-teori yang mendukung.

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN HASIL

PENELITIAN

Hasil penemuan dari pengolahan

data penelitian dijelaskan secara

deskripsi berdasarkan susunan

pertanyaan penelitian. Pembahasan

keseluruhan merupakan jawaban

terhadap rumusan masalah yang

diajukan. Berikut hasil disertai

pembahasan penelitian yang

dipaparkan berdasarkan temuan hasil

penelitian. Pemilihan subjek guru

kelas yang telah memiliki sertifikat

sebagai guru profesional dengan

minimal pangkat/golongan IIIB.

Pemilihan guru yang menjadi subjek

pada penelitian dari jumlah 16 orang

guru kelas yang memenuhi

persyaratan minimal

pangkat/golongan IIIB berjumlah 3

orang. Guru yang menjadi subjek

penelitian berasal dari kelas I, II, dan

V. Selain itu ketiga guru tersebut

sudah memiliki sertifikat sebagai

guru professional. Untuk

menghindari adanya kesan yang

kurang baik terhadap subjek

penelitian, maka setiap subjek utama

akan diberi inisial EN, PK dan PS.

Pada aspek penguasaan teori

belajar dan prinsip-prinsip

ASPEK

YANG

DINILAI

INSTRU-

MEN

DATA

YANG

DIAMATI

RESPON-

DEN

Menguasai

teori belajar

dan prinsip-

prinsip

pembelajar-

an yang

mendidik.

1. Kuesioner

2. Lembar

Observasi/

Pengama-

tan

Penilaian

3. Lembar

Pedoman

Wawan-

cara

1. Pemaha-

man

terhadap

teori

belajar

dan

prinsip –

prinsip

pembela-

jaran.

2. Penerap-

an

berbagai

pendekat

an,

strategi,

metode,

dan

teknik

pembelaj

aran.

3. Penerap-

an

pende-

katan

pembela-

jaran

tematik.

1. Guru

2. Guru

Teman

Sejawat

Page 115: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

107

pembelajaran yang mendidik

diturunkan menjadi tiga indikator

kompetensi, diantaranya (a)

memahami berbagai teori belajar dan

prinsip-prinsip pembelajaran yang

mendidik terkait dengan lima mata

pelajaran SD/MI; (b) menerapkan

berbagai pendekatan, strategi,

metode, dan teknik pembelajaran

yang mendidik secara kreatif dalam

lima mata pelajaran SD/MI; dan (c)

menerapkan pendekatan

pembelajaran tematis, khususnya di

kelas-kelas awal SD/MI.

Indikator pertama diturunkan

menjadi 10 sub-indikator berkaitan

dengan memahami berbagai teori

belajar dan prinsip-prinsip

pembelajaran yang mendidik terkait

dengan lima mata pelajaran SD/MI.

Berikut hasil rekapitulasi indikator

kompetensi (IK-2) disajikan pada

Tabel 1.2 berikut ini.

Tabel 1.2

Hasil Rekapitulasi Aspek Variabel

2 Indikator Kompetensi 1

Berdasarkan Tabel 4.6

diketahui pada rekapitulasi dari

indikator kompetensi satu mengenai

pemahaman guru terhadap berbagai

teori belajar dan prinsip-prinsip

pembelajaran yang mendidik terkait

dengan lima mata pelajaran SD/MI

dengan nilai hasil rata-rata 84 dan

berada para kriteria sangat tinggi.

Hasil analisis data diperjelas

berdasarkan hasil kuesioner semi

terbuka seperti berikut. Beberapa

teman sejawat mengungkapkan

penilaian sebagai berikut terhadap

ketiga responden.

1) Pada saat diskusi dengan PK

saya bertanya mengenai cara

meningkatkan melalui tim

tutor sebaya yang sering

dilakukan PK dalam proses

pembelajaran. Selain itu

dalam hal pengelolaan waktu

dalam kegiatan tersebut

menjadi lebih efektif dan

No Responden Skor

Perolehan

Skor

Maksimal %

1. PK 31 40 77

2. PS 35 40 87

3. EN 35 40 87

Jumlah Rata-Rata 84

Kriteria Sangat

Tinggi

Page 116: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

108

efisien. Beliau dengan senang

hati memberikan saran dan

pendapat menjelaskan

bagaimana cara

menggunakan tutor sebaya

dengan alokasi waktu yang

efektif dan efisien.

2) Kalau saya lihat, PK itu dekat

sekali dengan anak-anak.

Menurut saya itu akan

mempermudah siswa dalam

belajar baik secara tim atau

tutor sebaya. Kegiatan yang

dilaksanakan PK biasanya

dengan pengalaman ke luar

kelas. Anak0anak terlihat

asyik dalam belajar.

3) Kalau EN ketika mengajar

memiliki salah satu

keunggulan salah satunya

berkaitan dengan kelas yang

kondusif, meskipun EN

memegang kelas rendah yang

notabenenya masih masa

peralihan. EN mampu agar

kelas terlihat kondusif tidak

gaduh seperti pada umumnya.

Saya juga lebih banyak

belajar dengan EN.

Data nomor 1-3 menunjukkan

bahwa ketiga responden baik PK, PS,

maupun EN pemahaman terhadap

berbagai teori belajar dan prinsip-

prinsip pembelajaran yang mendidik

terkait dengan lima mata pelajaran

SD/MI sudah cukup baik. Hal itu

membuat para siswa asyik dalam

belajar. Kegiatan yang dilakukan

oleh ketiga responden tersebut

diterima baik oleh siswa. Hal itu

dilihat berdasarkan kedekatan siswa

dengan guru, keinginna untuk

berprestasi dalam tim atau kelompok,

dan memiliki kelas yang kondusif

sehingga pembelajaran akan lebih

bermakna. Hal itu diperkuat dengan

komentar dari kepala sekolah

berkaitan dengan pemahaman guru

terhadap berbagai teori belajar dan

prinsip-prinsip pembelajaran yang

mendidik terkait dengan lima mata

pelajaran SD/MI.

T5: Menurut Ibu, bagaimana cara

guru di SDN 1 Nagarasari

khususnya guru (PK, PS, dan

EN) dalam memahami

berbagai teori belajar dan

prinsip-prinsip pembelajaran

yang mendidik terkait

dengan lima mata pelajaran

SD/MI.

J5: berkaitan dengan hal itu, saya

rasa PK, PS, maupun EN

memiliki cara tersendiri

ketika berbagai teori belajar

ataupun prinsip belajar yang

mereka ketahui dan

diaplikasikan dalam kegiatan

belajar mengajar. Kalau EN

saya lihat memberikan

pengalamn bermakna dan

kelas terlihat kondusif

meskipun berada di wilayah

kelas rendah. Untuk kelas

PS, anak-anak terlihat diajak

keluar kelas untuk

menambah suasana baru

siswa. Berbeda dengan PK,

beliau itu terlihar rapi dan

Page 117: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

109

sesuai dengan prosedur. Dan

aklau saya lihat leih banyak

kegiatan berkelompok

meskipun sekali-kali terlihat

mengajak anak untuk keluar

kelas.

Berdasarkan hasil kutipan

wawancara di atas, diketahui bahwa

dalam memahami berbagai teori

belajar dan prinsip-prinsip

pembelajaran yang mendidik, ketiga

responden memiliki cara tersendiri

dalam mengaplikasikan teori belajar

dengan menerapkan beberapa

pembelajaran yang bermakna untuk

anak. Pengemasan materi bukan

berati dari berbagai sumber buku

tetapi lingkungan dijadikan sebagai

pengalaman berkmakna untuk anak

dalam merefleksikan kegiatan beajar

berdasarkan materi yang diterima.

Berikutnya penjelasan

mengenai indikator kedua yang

diturunkan menjadi 17 sub-indikator

berkaitan dengan menerapkan

berbagai pendekatan, strategi,

metode, dan teknik pembelajaran

yang mendidik secara kreatif dalam

lima mata pelajaran SD/MI. Berikut

hasil rekapitulasi aspek variabel 2

indikator kompetensi (IK-2)

disajikan pada Tabel 1.3 berikut ini.

Tabel 1.3

Hasil Rekapitulasi Aspek Variabel

2 Indikator Kompetensi 2

Berdasarkan Tabel 1.3

diketahui pada rekapitulasi dari

indikator kompetensi dua mengenai

cara menerapkan berbagai

pendekatan, strategi, metode, dan

teknik pembelajaran yang mendidik

secara kreatif dalam lima mata

pelajaran SD/MI dengan jumlah rata-

rata 67 dan berada pada kriteria

tinggi. Hasil analisis data diperjelas

berdasarkan hasil kuesioner semi

terbuka seperti berikut. Beberapa

teman sejawat mengungkapkan

penilaian sebagai berikut.

1) Pernah waktu itu saya

mencoba diskusi dengan PK

mengenai strategi belajar

siswa yang dianggap sulit

konsentrasi dalam hal

belajar. Beliau dengan detil

menjelaskan cara yang

dilakukan untuk anak yang

sulit berkonsentrasi belajar.

2) PS bisa dikatakan rajin ya

dalam mengikuti beberapa

seminar, workshop dan juga

No. Responden Skor

Perolehan

Skor

Maksimal %

1. PK 56 88 64

2. PS 62 88 70

3. EN 61 88 68

Jumlah Rata-Rata 67

Kriteria Tinggi

Page 118: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

110

pekatihan-pelatihan. Saya

rasa, beliau sangat

memahami strategi belajar

yang disesuaikan dengan

karakteristik siswa. Itu dilihat

berdasarkan pengalaman

ketika berkunjung di kelas

yang ia ampu.

3) Beliau ini adalah orang yang

amat sangat perhatian

dengan siswa. Sikap lembut

dna penyayang tampak pada

beliau ini. Jika dilihat dalam

proses belajar mengajar,

beliau memiliki strategi

khusus bagi anak yang belum

bisa baca dan menulis. Setiap

pulang sekolah ada beberapa

siswa yang ia tuntun untuk

bisa baca dan nulis.

Data nomor 1-3 menunjukkan

bahwa ketiga responden baik PK, PS,

maupun EN pemahaman terhadap

cara menerapkan berbagai

pendekatan, strategi, metode, dan

teknik pembelajaran yang mendidik

secara kreatif dalam lima mata

pelajaran SD/MI sudah cukup baik.

Hal itu membuat para siswa dalam

kegiatan belajar tidak monoton,

dikarenakan guru yang mengajar

disesuaikan dengan strategi

pembelajaran yang disesuaikan.

Selain itu guru berusaha dan

memastikan semua siswa

mendapatkan kesempatan yang sama

dalam proses pembelajaran dengan

mengikuti alur startegi belajar yang

dilakukan. Hal itu diperkuat dengan

komentar dari kepala sekolah

berkaitan dengan pemahaman guru

terhadap menerapkan berbagai

pendekatan, strategi, metode, dan

teknik pembelajaran yang mendidik

secara kreatif dalam lima mata

pelajaran SD/MI.

T6: Menurut Ibu, bagaimana cara

guru di SDN 1 Nagarasari

khususnya guru (PK, PS, dan

EN) dalam memahami

menerapkan berbagai

pendekatan, strategi, metode,

dan teknik pembelajaran

yang mendidik secara kreatif

dalam lima mata pelajaran

SD/MI?

J6: Alhamdulillah kalau untuk

semua guru yang mengajar

di sini jika ada kegiatan

workshop, pelatihan ataupun

seminar diikuti dengan

penuh semangat. Kegiatan

tersebut salah satunya dapat

mendukung sisi akademis

guru berkaitan dengan

pendidikan dan salah

satunya berkaitan dengan

pemahaman guru mengenai

teori belajar dan prinsip

pembelajaran.

Ketika supervisi

pembelajaran yang saya

lakukan, pemahaman guru

mengenai hal tersebut

ditunjukkan dengan adanya

pemilihan strategi belajar

Page 119: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

111

menarik untuk para siswa.

Rancangan pembelajaran

yang mereka buat

mengindikasikan bahwa

pemahaman terhadap hal

tersebut sudah dipahami dan

dilaksanakan dengan baik.

Berdasarkan hasil kutipan

wawancara di atas, diketahui bahwa

dalam menerapkan berbagai

pendekatan, strategi, metode, dan

teknik pembelajaran yang mendidik

secara kreatif dalam lima mata

pelajaran SD/MI, ketiga responden

sudah menggunakan strategi belajar

yang disesuaikan dengan siswa.

pemilihan strategi belajar menarik

untuk para siswa. Rancangan

pembelajaran yang dilaksanakan

responden pada saat proses belajar

mengajar mengindikasikan bahwa

pemahaman terhadap hal tersebut

sudah dipahami dan dilaksanakan

dengan baik. Beragam jenis

workshop, pelatihan ataupun seminar

diikuti agar tercipta pemahaman guru

untuk mendukung proses

pembelajaran.

Berikutnya penjelasan

mengenai indikator ketiga yang

diturunkan menjadi 4 sub-indikator

berkaitan dengan menerapkan

pendekatan pembelajaran tematis,

khususnya di kelas-kelas awal

SD/MI. Berikut hasil rekapitulasi

aspek variabel 2 indikator

kompetensi (IK-3) disajikan pada

Tabel 1.4 berikut ini.

Tabel 1.4

Hasil Rekapitulasi Aspek Variabel

2 Indikator Kompetensi 3

No. Responden Skor

Perolehan

Skor

Maksimal %

1. PK 14 16 87

2. PS 15 16 94

3. EN 15 16 94

Jumlah Rata-Rata 92

Kriteria Baik

Berdasarkan Tabel 1.4 diketahui

pada rekapitulasi dari indikator

kompetensi tiga mengenai cara

menerapkan pendekatan

pembelajaran tematis, khususnya di

kelas-kelas awal SD/MI jumlah nilai

rata-rata 92 dan berada pada kriteria

tinggi. Hasil analisis data diperjelas

berdasarkan hasil kuesioner semi

terbuka seperti berikut. Beberapa

teman sejawat mengungkapkan

penilaian sebagai berikut.

1) Beliau itu orangnya cekatan,

ketika dihubungkan dengan

pembelajaran tematik, beliau

mungkin orang yang tepat

dan bisa mengaplisaikan

pembelajaran tematik. Saya

pernah suatu kali melihat PK

mengajak anak keluar kelas,

Page 120: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

112

kemudian mengunjungi kebun

sekolah. Kegiatan yang

mereka lakukan saya sempat

tanyakan ke PK bahwa salah

satu kegiatan yang dilakukan

berhubungan dengan

pendekatan saintifik yang

dilakukan. lingkungan

membantu terlaksananya

pembelajaran tematik. Beliau

menuturkan seperti itu.

2) Kalau untuk PS karena masih

dalam percobaan untuk

menggunakan pembelajaran

tematik, PS saya rasa

mencoba dengan banyak

memberikan siswa tempat

untuk berkreativitas lebih

banyak. Itu dilihat

berdasarkan salah satu

kegiatan yang dilakukan anak

dengan mealkukan

eksperimen diserta

pembuatan laporan. Saya

lihat laporan dipajang di

sudut pajang karya siswa di

kelas.

3) Beliau ini cocok sekali

menurut saya jika

pemberlakuan pembelajaran

tematik pada EN. Di samping

memiliki hati lembut, ketiak

mengajar anak-anak

tersentuh dengam berbagai

cerita yang disuguhkan.

Terutama ketika anak-anak

pulang sekolah, mereka

mendengar cerita yang

isisnya dihubungkan dnegan

pendidikan karakter. Selain

itu EN memberlakukan

pendekatan saintifik yang

diusung. Itu dilihat ketika EN

membawa media menarik

yang dibuat.

Data nomor 1-3 menunjukkan

bahwa ketiga responden baik PK, PS,

maupun EN pemahaman mengenai

cara menerapkan pendekatan

pembelajaran tematis, khususnya di

kelas-kelas awal SD/MI. Dari

beberapa cara yang dilakukan guru

dapat diketahui bagaimana cara guru

mengaplikasikan kegiatan

pembelajaran dengan menggunakan

pendekatan tematik pada siswa. EN

dengan media yang kreatif, PS

dengan pemberian eksperimen dan

PK dengan diajaknya siswa keluar

kelas sehingga menjadikan

pembelajaran lebih bermakna.

Komentar lain yang dapat diperkuat

mengenai kemampuan guru dalam

menerapkan pendekatan

pembelajaran tematis, khususnya di

kelas-kelas awal SD/MI sebagai

berikut.

T7: Sesuai dengan pemberlakuan

kurikulum 2013. Mungkin

sebelum kurikulum 2013 ini,

dalam KTSP 2006 juga

sudah diusung mengenai

adanya pengaplikasian

pendekatan tematik dalam

proses pembelajaran.

Bagaimana menurut ibu jika

dihubungkan dengan

pemahaman ketiga

responden dalam memahami

Page 121: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

113

pendekatan pembelajaran

tematik di sekolah dasar?

T7: Dalam hal ini pendalaman

mengenai pembelajaran

tematik perlu ditekankan

pada inti dari pembelajaran

tematik tersebut.

Pembelajaran tematik

dikatakan sebagai

pembelajaran yang

mengintegrasikan berbagai

kompetensi dari berbagai

mata pelajaran ke dalam

tema dengan proses

pembelajaran bermakna.

Dari ketiga responden baik

PK, PS, dan EN sudah

terlihat aplikasi dari

pembelajaran tematik

tersebut. Hal tersebut terlihat

pada pembelajaran yang

dilakukan, diantaranya

memberikan pengalaman

langsung. Pada saat proses

pembelajaran siswa

dihadapkan pada kehidupan

sehari-hari. Pada saat

supervisi lanjutan, PK dan

PS sedang melaksanakan

pembelajaran di luar kelas.

Siswa berinteraksi langsung

dengan alam. Kalau Bu EN

lebih menakankan

pembelajaran dengan

permainan sehingga terlihat

menyenangkan untuk anak.

Berdasarkan hasil kutipan

wawancara di atas, diketahui bahwa

dalam memahami cara menerapkan

pendekatan pembelajaran tematis.

Ketiga responden memiliki cara

tersendiri dalam mengaplikasikan

pembelajaran tematik dengan cara

yang berbeda namun tertuju pada inti

dari karakteristik pembelajaran

teamtik. Hal itu tentu akan

berpengaruh pada siswa yang belajar

dengan menggunakan pembelajaran

tematik. Penyajian yan dilakukan

ketiga responden memiliki ciri yang

berbeda. EN dengan permainan

menarik agar pembelajaran lebih

menyenangkan sedangkan PS dan

PK lebih cenderung mengaplikasikan

dalam bentuk pemahaman langsung

dari alam.

Hasil persentase dari tiap

indikator kompetensi yang

diditunjukkan pada tabel untuk

indikator kompetensi berada pada

rentang sangat tinggi. Berikut secara

ringkat tertuang pada Tabel 1.5

mengenai rekapitulasi persentase

guru SDN 1 Nagarasari berdasarkan

aspek variabel dua berkaitan dengan

penguasaan teori belajar dan prinsip-

prinsip pembelajaran yang mendidik

Page 122: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

114

Tabel 1.5

Rekapitulasi Persentase Guru SDN

1 Nagarasari Berdasarkan

Penguasaan Teori Belajar dan

Prinsip-Prinsip Pembelajaran

yang Mendidik

No Nama

Guru

Skor

Perolehan

Skor

Maksimal % Kualifikasi

1. PK 101 124 81 Sangat

Tinggi

2. PS 112 124 90 Sangat

Tinggi

3. EN 111 124 89 Sangat

Tinggi

Jumlah Rata-Rata 87 Sangat

Tinggi

Berdasarkan Tabel 1.5 diketahui dari

ketiga responden terdiri atas, PK, PS,

dan EN berada pada kriteria sangat

tinggi. Total keseluruhan jumlah

rata-rata dari ketiga responden yang

tertulis berada pada rentang baik

dengan nilai 87. Perolehan nilai

dilihat berdasarkan skor perolehan

nilai berada pada kriteria sangat

tinggi penguasaan teori belajar dan

prinsip-prinsip pembelajaran yang

mendidik.

Tabel 1.6

Rekapitulasi Persentase Guru SDN

1 Nagarasari Berdasarkan

Penguasaan Teori Belajar dan

Prinsip-Prinsip Pembelajaran

yang Mendidik

No Nama

Guru

Skor

Peroleha

n

Skor

Maksimal %

Kualifi-

kasi

1. PK 101 124 81 Sangat

Tinggi

2. PS 112 124 90 Sangat

Tinggi

3. EN 111 124 89 Sangat

Tinggi

Jumlah Rata-Rata 87 Sangat

Tinggi

Berdasarkan Tabel 1.6 diketahui dari

ketiga responden terdiri atas, PK, PS,

dan EN berada pada kriteria sangat

tinggi. Total keseluruhan jumlah

rata-rata dari ketiga responden yang

tertulis berada pada rentang baik

dengan nilai 87. Perolehan nilai

dilihat berdasarkan penguasaan teori

belajar dan prinsip-prinsip

pembelajaran yang mendidik.

PEMBAHASAN

Pemahaman terhadap teori

belajar ini dipandang penting

dikarenakan pembelajaran

hakikatnya diselenggarakan pendidik

disesuaikan dengan tingkat

perkembangan yang dimiliki anak.

Salah satu teori Piaget (Dworetzky,

1990) dalam teori belajar yang

dijelaskan berkaitan erat dengan

tingkat perkembangan intelektual

siswa mulai dari tahap

sensorimotorik, praoperasional,

operasional kongkrit, dan

operasional formal. Piaget percaya

bahwa manusia secara genetik serupa

dan berbagi banyak pengalaman

lingkungan yang sama, mereka dapat

diharapkan untuk menunjukkan

keseragaman yang cukup besar

dalam perkembangan kognitif

Page 123: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

115

mereka. Bahkan, menurutnya, tahap

perkembangan kognitif diprediksi

akan terjadi selama tahap tertentu

dari kehidupan seorang anak. Semua

perkembangan kognitif anak menurut

Piaget akan melalui proses atau

tahapan pada perkembangan kognitif

(Dworetzky, 1990:242). Hal tersebut

mengisyaratkan bahwa pentingnya

seorang guru dalam memahami teori-

tepri belajar yang mendidik bagi

anak. Berhubungan dengan hal

tersebut teori belajar perlu dipahami

oleh seorang pendidik. Salah satu

penelitian menyatakan bahwa dalam

penerapan teori belajar behavioritik

dalam proses pembelajaran lebih

memfokuskan untuk

mengambangkan tingkah laku siswa

ke arah yang lebih baik. Teori belajar

behavioristik memberikan pengaruh

besar terhadap pengembangan teori

pendidikan dan pembelajaran

(Nahar, 2016).

Berhubungan dengan

penerapan berbagai pendekatan,

strategi, metode, dan teknik

pembelajaran erat kaitannya dengan

proses belajar mengajar di sekolah.

Sahetapy dan Syarif (2014)

menyatakan bahwa strategi

pembelajaran kooperatif berpengaruh

terhadap motivasi berprestasi siswa.

Hal itu menandakan bahwa startegi

pembelajaran yang digunakan dapat

memaksimalkan prestasi siswa

sehingga siswa memiliki rasa

keberhasilan, dan dapat

menumbuhkan kepercayaan diri anak

dalam perkembangan siswa. Selain

itu penelitian yang dilakukan oleh

Situmeang dan Hamid (2015)

menghasilkan bahwa strategi belajar

bukan hanya dapat meningkatkan

motivasi belahar tetapi dapat

meningkatkan haisl belajar siswa.

Berkaitan dengan penerapan

pendekatan pembelajaran tematik

khususnya di kelas awal ditandai

dengan dasar utama pengembangan

model pembelajaran tematik yaitu

untuk memecahkan masalah dan

membuat keputusan dalam

mebgahislkan pembealjaran yang

berkualitas. Kovalik & Olsen

(1994:1) menjelaskan bahwa model

pembelajaran tematik didesain

berdasarkan tiga prinsip umum.

Pertama, hasil penelitian terhadap

otak manusia menjadi dasar bagi

semua keputusan yang digunakan

untuk mengembangkan kemampuan

guru dan siswa dalam hal

pembelajaran yang dirancang

Page 124: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

116

berdasarkan kemampuan otak

manusia dengan mengupayakan

pengoptimalan kinerja otak kanan

dan kiri. Kedua, strategi atau

kemampuan guru untuk mengarang

musik merupakan perpaduan antara

seni dan pengetahuan yang akhirnya

guru dapat memadukan berbagai

disiplin ilmu pengetahuan. Ketiga,

kurikulum ikembangkan pada level

kelas oleh guru, dari pengetahuan

dan pemahaman di kelas dapat

membawa siswa pada pemahaman

dalam kehidupannya. Pembelajaran

di kelas hendaknya mengarakan

siswa pada kebermaknaan dalam

setiap aktivitas belajarnya.

Sudah dari tahun 2004

setelahpembekuan kurikulum 2004

Kurikulum berbasis Kompetensi

dijabarkan kurikulum KTSP

(Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan) mengenai penerapan

penggunaan pembelajaran tematik.

Pembelajaran tematik ini digunakan

di kelas rendah tingkat sekolah dasar.

Sesuai dengan Depdiknas (2006:8)

yang menyatakan bahwa

“Pembelajaran pada Kelas I s.d. III

dilaksanakan melalui pendekatan

tematik sedangkan pada Kelas IV

s.d. VI dilaksanakan melalui

pendekatan mata pelajaran”.

Hasil penelitian yang

pembelajaran tematik yang

berhubungan dengan impelmentasi

penataan iklim pembelajaran tematik

di sekolah dasar yang dilakukan oleh

Widodo terhadap iklim pembelajaran

tematik. Pemaknaan siswa tersebut

menunjukkan bahwa iklim

pembelajaran tematik yang dihayati

siswa yaitu pembelajaran menjadi

bermakna, nyaman, dan

menyenangkan. Pertama, iklim

pembelajaran tematik yang bermakna

dihayati siswa berdasarkan

pengorganisasian tema, muatan, dan

materi pembelajaran yang padu;

penyusunan bahan ajar yang praktis

dan menarik; penggunaan

pendekatan saintifik; penggunaan

kalimat poster yang sederhana;

keterampilan mengajar guru; dan

penerapan asesmen autentik. Kedua,

iklim pembelajaran tematik yang

nyaman dihayati siswa berdasarkan

kelas yang bersih; pencahayaan kelas

yang baik; suhu ruang yang nyaman

(berkisar 25º-28ºC); penataan dan

ergonomi tempat duduk; penggunaan

musik instrumental; tingkat

kebisingan kelas yang rendah; tata

Page 125: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

117

tertib kelas; dan penataan komunitas

belajar (siswa-guru-orang tua) yang

mendukung proses pembelajaran.

Ketiga, iklim pembelajaran tematik

yang menyenangkan dihayati siswa

berdasarkan penggunaan pendekatan

saintifik, pembelajaran dengan

selingan humor, dan metode belajar

kelompok (Sa’dun dkk, 2017)

SIMPULAN

Berdasarkan hasil dan

analisis data penelitian dapat

disimpulkan bahwa kompetensi

pedagodik guru SDN 1 Nagarasari

Kelurahan Cipedes Kota

Tasikmalaya dengan sampel guru

kelas yang memenuhi persyaratan

minimal pangkat/golongan IIIB

sertifikat sebagai guru profesional

dari unsur-unsur kompetensi

pedadogik dengan 3 aspek varibel

yaitu penguasaan karakteristik siswa

dari aspek fisik, moral, sosial,

kultural, emosional, dan intelektual;

penguasaan teori belajar dan prinsip-

prinsip pembelajaran; dan

kemampuan guru dalam

mengembangkan kurikulum terkait

mata pelajaran yang diampu dapat

dideskripsikan bahwa kompetensi

pedagogik aspek variabel

penguasaan teori belajar dan prinsip-

prinsip pembelajaran secara umum

berada pada kriteria sangat tinggi

dengan nilai 87. diketahui dari ketiga

responden terdiri atas, PK, PS, dan

EN berada pada kriteria sangat

tinggi. Perolehan nilai dilihat

berdasarkan skor perolehan nilai

berada pada kriteria sangat tinggi

penguasaan teori belajar dan prinsip-

prinsip pembelajaran yang mendidik.

Indikator kompetensi pada aspek

variabel pertama terdiri atas (a)

memahami berbagai teori belajar dan

prinsip-prinsip pembelajaran yang

mendidik terkait dengan lima mata

pelajaran SD/MI; (b) menerapkan

berbagai pendekatan, strategi,

metode, dan teknik pembelajaran

yang mendidik secara kreatif dalam

lima mata pelajaran SD/MI; dan (c)

menerapkan pendekatan

pembelajaran tematis, khususnya di

kelas-kelas awal SD/MI.

DAFTAR RUJUKAN

Akbar, Sa’dun dkk. 2016.

Implementasi Pembelajaran

Tematik di Sekolah Dasar.

Bandung: Rosda Karya

Departemen Pendidikan Nasional.

(2007). Model Pembelajaran

Tematik Kelas Awal SD.

Jakarta: BSNP

Page 126: Dewan Redaksi - journal.unper.ac.idjournal.unper.ac.id/uploads/FORUM DIDAKTIK Vol. 1 No. 2.pdf · Desain Grafis Wida Mulyanti, ... Studi Pre-Eksperimental Pada Siswa Kelas X di SMA

Jurnal Forum Didaktik Vol 1 No 2 Edisi September 2017 ISSN 2548-8198

118

Dworetzky, J. P. 1990. Introduction

To Child Development. Mn.

Minnesota: West Publishing

Company.

Khofiatun., Akbar, S., Ramli, M,.

(2016). Peran Kompetensi

Pedagogik Guru Dalam

Pembelajaran Tematik Di

Sekolah Dasar. Universitas

Negeri Malang Jurnal

Pendidikan Vol. 1 No. 5.

Kovalik, Susan & Olsen, Karen.

1987. ITI: The Model

Integrated Thematic

Instruction. Kent, WA: Books

for Educator.

Nahar, Novi I. 2016. Penerapan

Teori Belajar Behavioristik

Dalam Proses Pembelajaran.

Jurnal Nusantara (Jurnal

Ilmu Pengetahuan Sosial)

Vol.1 Desember 2016

Sa’ud, Udin Saefudin dkk. 2006.

Pembelajaran Terpadu.

Bandung: UPI Press

Sahetapy, Lisa M dan Syarif S. 2014.

Pengaruh Strategi

Pembelajaran Kooperatif

dana Motivasi Berprestasi

Terhadap Hasil Belajar

Matematika.Jurnal

Pendidikan Usia Dini. Vol.1.

Edisi April 2014.

Situmeang dan Hamid. 2015.

Pengaruh Strategi

Pembelajaran dan Motivasi

Belajar Siswa Terhadap

Hasil Belajar Memahami

Bahan Bangunan Pada Siswa

Kelas X Program Keahlian

Teknik Gambar Bangunan

SMK Negeri 2 Medan. Jurnal

Education Building. Vo.1.

No.1. Juni 2015

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-

Faktor yang

Mempengaruhinya. Jakarta :

Rineka Cipta.

Sugiono, 2009. Penelitian

Pendidikan. Bandung:

Alfabeta.

Smith, Mark K, dkk,. 2009. Teori

Pembelajaran dan

Pengajaran. Yogyakarta:

Mirza.

Suprihatiningrum, Jamil. 2013.

Strategi Pembelajaran Teori

dan Aplikasi. Yogyakarta:

Ar-Ruz Media.